2
(. Selasa /-- \ Rabu I ,''', ! Kamis ,~) Jumat C) Sabtu (" Minggu ' ..... J '-' <:» 3 @5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 "-, Mar ")Apr nMei ,- ...•.•, .Jul -. -.-.-.--- --_.. _-- .".,..-_._-. __ .--- -_ •.. _--_._---_ ..._--_ .... __ .. _----- -'un nAgs ,", Sep ,::} Okt "Info_tainment " Jadi Tayangan Nonfaktual Oleh DEDE MULKAN E NTAR ini berita baik yang menggembirakan kita semua atau sebalik- nya, Rapat Komisi I DPR de- ngan Komisi Penyiaran Indone- sia (KPI) dan Dewan Pers telah menyepakati perubahan status tayangan infotainment dan re- ality show di televisi menjadi ta- yangan nonfaktual, Artinya, ta- yangan sejenis ini tidak lagi dise- but sebagai tayangan berita yang merupakan salah satu produk jumalistik. Kepu~tersebutdisepaka- ti, tentu bukan tanpa pedoman hukum dan ketentuan yangje- las. Landasan hukumnya UU No. 32 Tahun 2002 dan tujuh Peraturan Pemerintah terkait dengan Pedoman Perilaku Pe- nyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Keputusan ini didasari atas kesamaan pan- dangan dari ketiga pihak yang menyatakan, irifotainment, rea- lity show, dan sejenisnya telah banyak melanggar norma aga- ma, norma sosial, kode etikjur- nalistik, dan P3SPS KPI.Ada be- berapa butir "kesepahaman" da- lam rapat bersama tersebut. Pertama, KomisiI DPRbersa- ma KPI dan Dewan Pers berse- pakat, program siaran infotain- ment, reality show, dan sejenis- nya banyak melakukan peIang- garan terhadap norma agama etika moral, nonna sosial, kod etikjumalistik, &R-P3SPS Kedua, Komisi I DPR mendu- kung sepenuhnya upaya lang- kah-langkah yang dilakukan Ko- misi Penyiaran Indonesia untuk merevisi P3SPS,terutama peng- ategorisasian program siaran in- fotainment, reality show, dan program sejenisnya dari prog- ram tayangan faktual menjadi nonfaktual. Ketiga, Komisi I DPR meng- hargai dan menyambut baik si- kap Dewan Pers yang menyata- kan bahwa kewenangan KPI un- tuk memutuskan status prog- ram infotainment, reality show, dan sejenisnya sesuai dengan UUNo. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Keempat, Komisi I menegas- kan, KPI mempunyai kewe- nangan untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap Iembaga penyiaran ya,ng me- Kliping Humas Unpad 2010 Ianggar UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan peratur- an pemerintah terkait P3SPS. Hasil keputusan ini dipertegas lagidengan kata-kata, "Keputus- an ini bersifat mengikat dan ha- rus segera dilakukan evaluasi oIeh KPI terhadap tayangan in- fotainment". Jika tayangan irifotainment dan reality show tidak lagidika- tegorikan sebagai tayangan be- rita, tentu saja tayangan tersebut harus mengikuti prosedur prog- ram nonberita sebeIum dita- yangkan ke pubIik, yakni harus lulus sensor melalui Lembaga Sensor Film (LSF). KPI berwe- nang memberhentikan program infotainment yang tidak Iolos sensor karena di dalam P3SPS sudah jelas dikatakan bahwa program nonfaktual harus meIa- Iui sensor. Pro dan kontra Tayangan infotainment me- mang sempat menjadi perdebat- an panjang di kalangan akade- misi dan praktisi jumalistik. Ji- ka dilihat dari sisi kaidahjuma- , listik, kegiatan pekerja infotain- ment, tidak memenuhi kaidah dan unsur jurnalistik. Mereka bekerja atas dasar "desas-desus" yang kemudian dikembangkan

Info tainment Jadi Tayangan Nonfaktual - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../07/...infotainmentjaditayangannonfaktuals.pdfnaran, tidak boleh ada berita yang ditambah atau dikurangi

Embed Size (px)

Citation preview

(.Selasa

/-- \

Rabu I,''',! Kamis ,~) Jumat C) Sabtu (" Minggu'.....J '-' <:»

3@5

6 7 8 9 10 11 12 13 14 1519 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

"-, Mar ")Apr nMei,- ...•.•,

.Jul-. -.-.-.--- --_ .._-- .".,..-_._-.__ .--- -_ •.._--_._---_ ..._--_ ....__ .._-----

-'un nAgs ,", Sep ,::} Okt

"Info_tainment "Jadi Tayangan Nonfaktual

Oleh DEDE MULKAN

E NTAR ini berita baikyang menggembirakankita semua atau sebalik-

nya, Rapat Komisi I DPR de-ngan Komisi Penyiaran Indone-sia (KPI) dan Dewan Pers telahmenyepakati perubahan statustayangan infotainment dan re-ality show di televisi menjadi ta-yangan nonfaktual, Artinya, ta-yangan sejenis ini tidak lagi dise-but sebagai tayangan berita yangmerupakan salah satu produkjumalistik.Kepu~tersebutdisepaka-

ti, tentu bukan tanpa pedomanhukum dan ketentuan yangje-las. Landasan hukumnya UUNo. 32 Tahun 2002 dan tujuhPeraturan Pemerintah terkaitdengan Pedoman Perilaku Pe-nyiaran dan Standar ProgramSiaran (P3SPS) KPI. Keputusanini didasari atas kesamaan pan-dangan dari ketiga pihak yangmenyatakan, irifotainment, rea-lity show, dan sejenisnya telahbanyak melanggar norma aga-ma, norma sosial, kode etikjur-nalistik, dan P3SPS KPI.Ada be-berapa butir "kesepahaman" da-lam rapat bersama tersebut.

Pertama, Komisi I DPRbersa-ma KPI dan Dewan Pers berse-pakat, program siaran infotain-ment, reality show, dan sejenis-nya banyak melakukan peIang-garan terhadap norma agamaetika moral, nonna sosial, kodetik jumalistik, &R-P3SPSKedua, Komisi I DPR mendu-

kung sepenuhnya upaya lang-kah-langkah yang dilakukan Ko-misi Penyiaran Indonesia untukmerevisi P3SPS, terutama peng-ategorisasian program siaran in-fotainment, reality show, danprogram sejenisnya dari prog-ram tayangan faktual menjadinonfaktual.Ketiga, Komisi I DPR meng-

hargai dan menyambut baik si-kap Dewan Pers yang menyata-kan bahwa kewenangan KPI un-tuk memutuskan status prog-ram infotainment, reality show,dan sejenisnya sesuai denganUUNo. 32 Tahun 2002 tentangPenyiaran.Keempat, Komisi I menegas-

kan, KPI mempunyai kewe-nangan untuk menjatuhkansanksi administratif terhadapIembaga penyiaran ya,ng me-

Kliping Humas Unpad 2010

Ianggar UU No. 32 Tahun 2002tentang Penyiaran dan peratur-an pemerintah terkait P3SPS.Hasil keputusan ini dipertegaslagi dengan kata-kata, "Keputus-an ini bersifat mengikat dan ha-rus segera dilakukan evaluasioIeh KPI terhadap tayangan in-fotainment".Jika tayangan irifotainment

dan reality show tidak lagi dika-tegorikan sebagai tayangan be-rita, tentu saja tayangan tersebutharus mengikuti prosedur prog-ram nonberita sebeIum dita-yangkan ke pubIik, yakni haruslulus sensor melalui LembagaSensor Film (LSF). KPI berwe-nang memberhentikan programinfotainment yang tidak Iolossensor karena di dalam P3SPSsudah jelas dikatakan bahwaprogram nonfaktual harus meIa-Iui sensor.

Pro dan kontraTayangan infotainment me-

mang sempat menjadi perdebat-an panjang di kalangan akade-misi dan praktisi jumalistik. Ji-ka dilihat dari sisi kaidahjuma- ,listik, kegiatan pekerja infotain-ment, tidak memenuhi kaidahdan unsur jurnalistik. Merekabekerja atas dasar "desas-desus"yang kemudian dikembangkan

seolah-olah bahwa itu adalahfakta yang teIjadi di lapangan.

Para pekerja infotainmeni itu"menebar" dulu isu ke masyara-kat, lalu dikembangkan sedemi-kian rupa sehingga menjadi 'be-rita" yang berkepanjangan. Se-perti inilah gaya-gaya peliputanpekeIja infotainmeni. Tidak adadisiplin verifika'siterhadap faktadan data yang diperolehnya (en-tah dari mana). Padahal, verifi-kasi terhadap fakta dan datamerupakan elemen pertama da-ri sembilan elemen jurnalistik,seperti dikemukakan Bill Ko-vach dan Tom Rosenthiel. Ke-wajiban pertamajurnalistik ada-lah pada kebenaran, jurnalismeharus menjujung tinggi kebe-naran, tidak boleh ada beritayang ditambah atau dikurangi(journalism first obligation is tothe truth).

Dengan.penetapan status in-fotainment dan reality showmenjadi siaran nonfaktual, nan-tinya tayangan sejenis ini harusbenar-benar disaring ketat LSF.Kalau ternyata tayangan yang ti-dak layak siar masih juga lolosditayangkan, KPI yang berwe-nang memberikan sanksi tegas,bisa berupa administratif, tegur-an tertulis, bahkan menghenti-

kan tayangan saat itu juga.Adanya kesepakatan antara

Komisi I DPR, KPI, dan DewanPers 'tersebut bisa jadi akanmembuat kerancuan bagi statuspekerja infotainment, apakahmereka masih dianggap sebagaijurnalis atau bukan. Kewenang-an KPI selama ini tidak beradadalam ranah mengurusi masa-lah kategori peketja "irif<ttain-ment. KPI hanya terfokus danberwenang mengurusi masalahisi siaran yang ditayangkan. La-lu, apakah Dewan Pers memilikikewenangan untuk itu? Padahalsebagai lembaga mediasi pers,Dewan Pers juga hanya berwe-nang mengurusi para pekerjayang tegabung dalam kegiatanjurnalistik. Jika demikian, lalubagaimanakah nasib para pe-kerja infotainment ke depan?

Inilah pekerjaan rumah kitabersama untuk turut memikir-kan nasib para pekerja infotain-ment ke depan. Berada di wila-yah manakah mereka ini se-sungguhnya, jurnalistikkah atauhiburankah?***

Penulis, dosen Jurusan IlmuJurnalistik Fikom Unpad,mengajar mata kuliah Jurna-listik Televisi.