24
KESEHATAN INFOBPJS MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 66 JAMINAN KESEHATAN TELAH TERBIT, PERPRES Penyelenggaraan JKN-KIS Diharapkan Makin Berkualitas

INFOBPJS · Andreano, memberikan apresiasi yang tinggi atas partisipasi aktif Indonesia di organisasi jaminan sosial ... pemotongan pajak rokok ini tidak dilakukan semena-

  • Upload
    lekiet

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

K E S E H A T A NI N F O B P J S

MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 66

JAMINAN KESEHATAN TELAH TERBIT,PERPRESPenyelenggaraan JKN-KIS Diharapkan Makin Berkualitas

MESSAGECEO

MESSAGE

Pembaca Info BPJS yang budiman,

Menjelang akhir tahun 2018, penyempurnaan implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terus dilakukan, termasuk dari segi payung regulasi. Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tentang Jaminan Kesehatan merupakan upaya pemerintah untuk menyatukan langkah-langkah BPJS Kesehatan, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan stakeholder lainnya dalam mengelola Program JKN-KIS.

Disadari atau tidak, kehadiran Perpres ini semakin menguatkan semangat kebersamaan kita. Program JKN-KIS adalah sebuah mahakarya milik bersama. Tugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia ini, bukan hanya ada di pundak BPJS Kesehatan semata. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.

Lewat Perpres ini, posisi Pemerintah Daerah dalam mematok regulasi pendukung JKN-KIS diperkuat. Pemerintah Daerah pun dapat lebih leluasa untuk menetaskan aturan daerah mengenai perluasan kepesertaan JKN-KIS, kepatuhan pembayaran, peningkatan pelayanan kesehatan, hingga mengalokasikan dana pajak rokok untuk kepentingan Program JKN-KIS.

Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga melebarkan jalan bagi kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek, mulai dari sisi pelayanan kesehatan, manajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinasi penjaminan pelayanan, hingga pengoptimalan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS.

Akhir kata, keberadaan Perpres tersebut semoga mampu menjadikan sinergi antar lembaga kian solid. Sebagai masyarakat heterogen, terkadang kita menemui persimpangan dan mengambil jalan yang berbeda. Namun kita harus tetap guyub karena mengemban visi yang sama, yakni menyehatkan bangsa Indonesia. Agar program ini tak berjalan timpang, seluruh elemen diharapkan mampu bergerak serentak. Jangan alergi terhadap ragam gagasan yang disuarakan, karena ide tercipta bukan untuk memisahkan, melainkan guna merapatkan barisan dan memperkaya persepsi bersama.

Direktur Utama Fachmi Idris

Menjelang Universal Health Coverage, Waktunya Rapatkan

Barisan

Tugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan

jumlah peserta terbesar di dunia ini, bukan hanya ada di pundak

BPJS Kesehatan semata.

KILAS & PERISTIWA

5

FOKUSperpres jaminan kesehatan telah terbit, penyelenggaraan jkn-kis diharapkan makin berkualitas

6

PELANGGAN

12bayi baru lahir langsung dijamin bpjs kesehatan selama 28 hari

14

BENEFIT

18BERMITRA DENGAN DUKUN TEKAN KEMATIAN IBU DAN BAYI

INSPIRASI

19

SEHAT & GAYA HIDUP

SALAM REDAKSI

PERSEPSI

DAFTAR ISI

BINCANGdinamika penerbitan perpres nomor 82 tahun 2018 10 20

BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN :Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940

PENGARAH Fachmi Idris PENANGGUNG JAWAB Mira Anggraini PEMIMPIN UMUM Irfan Humaidi PEMIMPIN REDAKSI M.Iqbal Anas Ma’ruf SEKRETARIAT Rini Rahmitasari, Paramita Suciani REDAKTUR Elsa Novelia, Budi Setiawan, Widiani Utami, Sri Wahyuningsih, Dede Chandra S, Endang Diarty, Upik Handayani, Maria Yuniarti, Tati Haryati Denawati, Juliana Ramdhani, Diah Ismawardani, Ranggi Larissa Izzati, Darusman Tohir, DISTRIBUSI & PERCETAKAN Gusti Ngurah Catur Wiguna, Asto Bawono, Muhammad Aryad, Imam Rahmat Muhtadin, Eko Yulianto

Begini prosedur TERBARU PENJAMINAN BAYI BARU LAHIR

SOSIAL MEDIA DAN KESEHATAN JIWA

TESTIMONI16MUDAHNYA URUS KEPESERTAAN BAYI BARU LAHIR

DIRUT BPJS KESEHATAN PIMPIN KOMISI KESEHATAN ORGANISASI JAMINAN SOSIAL INTERNATIONAL

Benarkah Penataan Layanan Sebabkan Peserta JKN Dapat Layanan Substandar ?

Pembaca setia Media Info BPJS Kesehatan,

Pemerintah menyadari pentingnya Program JKN-KIS, sebagai komitmen untuk memastikan program ini berkelanjutan dan berkualitas, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut sebagian besar telah mengakomodir bauran kebijakan yang diharapkan mampu memperkuat serta memenuhi semangat kesinambungan Program JKN-KIS.

Hal-hal apa saja yang menjadi highlite penting yang harus diketahui masyarakat seiring dengan terbitnya Perpres ini, dalam edisi ini Media Info BPJS Kesehatan akan membahasnya lengkap hampir disetiap rubriknya. Kehadiran Perpres ini juga diharapkan dapat mempersatukan stakeholder yang terkait dengan Program JKN-KIS, sehingga tidak ada lagi ego sektoral yang menghambat keberlangsungan Program JKN-KIS.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Diharapkan melalui penerbitan Media ini informasi yang berkualias, baik, akurat dapat terus kami sajikan dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder. Selamat beraktivitas.

Redaksi

Perkuat Regulasi Untuk Kokohkan Program JKN-KIS

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 5

KILAS & PERISTIWA

Jenewa – Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, dipercaya memimpin Komisi Kesehatan Organisasi Jaminan Sosial Internasional. “Ini merupakan bentuk kepercayaan internasional terhadap Indonesia,” kata Fachmi, Senin (27/08).

Fachmi diangkat sebagai ketua komisi dalam rapat tahunan International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, Swiss, yang diadakan 27-28 Agustus 2018. ISSA adalah asosiasi lembaga jaminan sosial yang beranggotakan 158 negara di dunia. Rapat bertajuk 12th ISSA Forum for Technical Commission itu membahas beberapa tema utama dalam jaminan sosial seperti perluasan jaminan sosial bagi pekerja informal, peningkatan kualitas pelayanan, peranan teknologi informasi serta issu error, evasion, fraud (kesalahan dan kecurangan) dalam jaminan sosial.

Fachmi yang ditemui di sela rapat tersebut menyampaikan bahwa setidaknya ada dua hal utama yang menjadi misi utama dari satu-satunya organisasi internasional dalam bidang jaminan sosial ini. Pertama, menyediakan guidelines terkait penyelenggaraan jaminan sosial terbaik berbasis pengalaman seluruh anggota ISSA. Kedua, memberikan berbagai peningkatan kompetensi teknis bagi anggotanya, seperti terciptanya kerja sama multilateral dan bilateral dari seluruh negara yang tergabung dalam ISSA.

Selain itu, Fachmi juga memberikan penjelasan bahwa pertemuan kali ini menjadi istimewa karena BPJS Kesehatan secara resmi ditunjuk menjadi salah satu pimpinan komisi yang bergengsi yaitu komisi di

bidang kesehatan. Ini merupakan kepercayaan dunia internasional atas kemampuan bangsa Indonesia untuk memimpin dalam lembaga internasional tersebut.

“Sudah sejak 2 bulan lalu Indonesia berkomitmen dan menerima untuk menjadi acting chairperson dalam salah satu sidang di rapat tahunan tersebut. Dan alhamdulillah, kita menjadi salah satu dari 13 Ketua Komite yang kedudukannya langsung di bawah Presiden ISSA, dalam hal ini mengisi posisi Chairperson of Health Technical Commission yang mengkoordinir area Jaminan Sosial bidang Kesehatan dunia di bawah ISSA. Posisi tersebut cukup strategis untuk semakin memperkenalkan Indonesia, dan memperkuat posisi global program JKN-KIS di mata dunia," lanjut Fachmi.

Secara terpisah, Deputi Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB yang berkedudukan di Jenewa, Andreano, memberikan apresiasi yang tinggi atas partisipasi aktif Indonesia di organisasi jaminan sosial internasional tersebut. Ditemui di sela informal meeting dengan delegasi Indonesia, Andreano secara spesifik menilai bahwa Indonesia memang secara konsisten perlu untuk menunjukkan ke kalangan dunia international terkait kapasitas institusi Indonesia. Selain itu, kepercayaan ini makin memperkenalkan program Kartu Indonesia Sehat.

Kepercayaan internasional ini makin membuktikan bahwa BPJS Kesehatan adalah institusi negara yang dihormati di kalangan negara-negara yang menjalankan jaminan sosial.

DIRUT BPJS KESEHATAN PIMPIN KOMISI KESEHATAN ORGANISASI JAMINAN SOSIAL INTERNATIONAL

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 6

F O K U S

Pemerintah telah menerbitkan Perpres Jaminan Kesehatan sebagai komitmen untuk memastikan penyelenggaraan JKN-KIS berkelanjutan dan berkualitas.

Masyarakat telah merasakan manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diluncurkan sejak 1 Januari 2014. Walau

begitu pelaksanaannya belum sempurna, masih dibutuhkan perbaikan. Pemerintah menyadari pentingnya program JKN-KIS, sebagai komitmen untuk memastikan program ini berkelanjutan dan berkualitas, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.82 Tahun2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Sebagaimana dilansir presidenri.go.id Presiden Joko Widodo mengatakan Perpres ini memberikan peran

lebih besar kepada pemerintah daerah (pemda) bersama pemerintah pusat menjalankan program JKN. Sebagaimana diketahui kesehatan bagian dari kewenangan yang diserahkan kepada pemda.

Selain itu Perpres mengatur pemanfaatan pajak rokok yang diterima daerah provinsi/kaupaten/kota. Ketentuan ini selaras amanat UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang intinya menyebut penerimaan pajak rokok bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

“Ya memang sudah kita keluarkan. Yang pertama itu ada amanat Undang-Undang bahwa 50 persen dari (pajak,-red) rokok digunakan untuk hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan,” ujar Presiden Joko Widodo.

Penyelenggaraan JKN-KIS Diharapkan Makin BerkualitasJAMINAN KESEHATAN TELAH TERBIT,PERPRES

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 7

FOKUSPengalokasian penerimaan pajak rokok itu diharapkan dapat menutup defisit dana jaminan sosial (DJS) program JKN-KIS. Perpres ini dalam jangka panjang diharapkan dapat memberikan insentif kepada pemda untuk ikut memperkuat penyelenggaraan JKN-KIS, misalnya memperkuat fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama (Puskesmas).

Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan salah satu ketentuan yang diatur dalam Perpres yaitu pemanfaatan pajak rokok yang diterima daerah. Menurut Mardiasmo semua daerah mendapat pajak rokok ini.

Sebelumnya, pemerintah mencoba menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk memperbaiki supply site kesehatan dalam rangka mendukung pelayanan kesehatan untuk program JKN-KIS. Tapi DBH-CHT dirasa kurang tepat karena tidak semua daerah memiliki dana ini. DBH-CHT hanya ada di daerah penghasil tembakau.

Menurut Mardiasmo Perpres menugaskan Kementerian Keuangan untuk memotong pajak rokok yang diterima pemda untuk membantu program JKN-KIS. Teknis pemotongan pajak rokok ini menggunakan berita acara dengan pemda yang bersangkutan.

Tapi perlu diingat, pemotongan ini hanya dilakukan untuk pemda yang belum memenuhi kewajibannya terhadap program JKN-KIS. Misalnya, belum mengintegrasikan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). “Jadi pemotongan pajak rokok ini tidak dilakukan semena-mena,” kata Mardiasmo dalam rapat di DPR medio September lalu.

Selain itu Mardiasmo mengatakan ketentuan baru yang masuk dalam Perpres yaitu efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan program JKN-KIS. Intinya aturan ini memuat perbaikan manajemen klaim yang diajukan fasilitas kesehatan (faskes). Kemudian, perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik. Ke depan, Kementerian Keuangan akan menerbitkan peraturan sebagaimana amanat Perpres yakni sinergi antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara jaminan lainnya seperti BPJS Ketenagakerjaan, PT Dana Tabunan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen), PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), dan PT Jasa Raharja.

Menurut Mardiasmo telah diatur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.O2/2018 tentang Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan Dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan. Misalnya ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, PT Jasa Raharja yang menanggung pelayanan kesehatan peserta, sehingga dapat menghemat pengeluaran JKN-KIS karena selama ini BPJS Kesehatan ikut membayar.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan itu pada intinya akan mengatur koordinasi dengan penyelenggara lain yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan kasus lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Koordinasi ini mencakup pemberian manfaat pelayanan manfaat pelayanan kesehatan, sistem koordinasi dan pertukaran data kepesertaan, sosialisasi dan monitoring evaluasi serta penyelesaian perbedaan pendapat.

Perpres mengatur sejumlah manfaat yang tidak dijamin program JKN-KIS antara lain pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja (JKK) atau menjadi tanggungan pemberi kerja. Kemudian pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat Peserta.

Mardiasmo menekankan pentingnya peran pemda dalam mendukung program JKN-KIS, apalagi untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC). Mardiasmo mencatat masih ada pemda yang belum menunaikan kewajibannya terhadap BPJS Kesehatan, terutama dalam hal pembayaran iuran terhadap peserta yang ditanggung pemda. Misalnya, peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang iurannya ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Peran pemda telah diatur secara khusus dalam Perpres. Secara umum pemda wajib mendukung penyelenggaraan program JKN-KIS. Dukungan pemda itu dapat dilakukan melalui peningkatan pencapaian kepesertaan di wilayahnya; kepatuhan pembayaran Iuran; peningkatan pelayanan kesehatan; dan dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka menjamin kesinambungan program Jaminan Kesehatan.

Guna mendukung peningkatan pencapaian kepesertaan di wilayahnya, pemda dapat menerbitkan regulasi yang mengatur kepesertaan program JKN-KIS sebagai

Wakil Menteri Keuangan RI Mardiasmo

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 8

F O K U S

syarat untuk memperoleh pelayanan publik. Mengenai dukungan kepatuhan pembayaran iuran, pemda dapat melaksanakan melalui pembayaran iuran secara tepat jumlah dan tepat waktu. Dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan, pemda dapat menyediakan fasilitas kesehatan, pemenuhan standar minimal dan peningkatan mutu layanan kesehatan. Dukungan lainnya yang bisa dilakukan pemda berupa kontribusi pajak rokok.

Besarnya kontribusi pajak rokok itu 75 persen dari 50 persen realisasi penerimaan pajak rokok bagian hak masing-masing daerah. Kontribusi ini langsung dipotong untuk dipindahbukukan dalam rekening BPJS Kesehatan.Mekanisme pemotongan pajak rokok untuk kontribusi JKN-KIS itu telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No.128 Tahun 2018. Dalam regulasi ini pemerintah daerah diamanatkan untuk merencanakan dan menganggarkan kontribusi untuk mendukung program JKN-KIS dalam APBD setiap tahun. Penyusunan perencanaan dan penganggaran kontribusi berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan. Besaran anggaran kontribusi sebagaimana dimaksud pada memperhitungkan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang diintegrasikan ke dalam program JKN-KIS.

Rencana dan anggaran kontribusi masing-masing daerah dituangkan dalam berita acara kesepakatan antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan yang memuat rencana penerimaan Pajak Rokok dan rencana anggaran jaminan kesehatan daerah yang diintegrasikan ke BPJS Kesehatan. Berita acara kesepakatan ditandatangani kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dengan pejabat BPJS Kesehatan. Berita acara kesepakatan ini disampaikan kepada gubernur.

Berita acara kesepakatan dari daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi dikompilasi oleh pemerintah provinsi. Kompilasi berita acara kesepakatan ditandatangani oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk dengan pejabat BPJS Kesehatan. Pemerintah provinsi

menyampaikan kompilasi berita acara kesepakatan secara tertulis kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat pada tanggal 31 Maret setiap tahun. Kompilasi ini dapat disampaikan secara elektronik dan diikuti dengan penyampaian dokumen fisik.

Mekanisme pemotongan penerimaan pajak rokok yang disetorkan ke rekening BPJS Kesehatan dilakukan dengan 3 ketentuan. Pertama, apabila anggaran kontribusi Jaminan Kesehatan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang tercantum dalam kompilasi berita acara yang diserahkan oleh pemerintah provinsi, sebesar 37,5% atau lebih, tidak dilakukan pemotongan Pajak Rokok.

Kedua, apabila anggaran kontribusi Jaminan Kesehatan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang tercantum dalam kompilasi berita acara yang diserahkan oleh pemerintah provinsi, kurang dari 37,5%, pemotongan Pajak Rokok dilakukan sebesar selisih kurang dari 37,5 persen. Ketiga, apabila pemerintah provinsi tidak menyampaikan kompilasi berita acara kesepakatan dikenakan pemotongan Pajak Rokok sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen).

Anggota DJSN, Asih Eka Putri, melihat Perpres yang diundangkan Presiden Joko Widodo pada 17 September 2018 itu tidak mengubah besaran iuran dan manfaat peserta. Artinya, pemerintah harus menyiapkan dana cadangan yang cukup untuk membantu BPJS Kesehatan mengatasi defisit DJS program JKN-KIS.

Potensi defisit yang akan terjadi ke depan bisa jadi lebih besar karena dalam 2 tahun terakhir tidak ada penyesuaian besaran iuran JKN-KIS, padahal biaya untuk pelayanan kesehatan sudah naik misalnya harga obat. “Kami perkirakan defisit tahun ini bisa mencapai Rp16 triliun atau lebih,” ujar Asih.

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 9

FOKUSMenurut Asih Perpres tidak rinci mengatur pelaksanaan teknis program JKN-KIS. Terlalu banyak pendelegasian dalam bentuk penerbitan peraturan kepada lembaga lain, misalnya Peraturan BPJS Kesehatan, dan Peraturan Menteri terkait. Untuk merasionalkan DJS program JKN-KIS Asih mencatat sedikitnya ada 2 upaya yang bisa dilakukan. Pertama, merasionalkan besaran iuran dan manfaat JKN-KIS. Kedua, memperkuat dana cadangan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan Perpres No.82 Tahun 2018 memuat 3 pilar penyelenggaraan Jaminan Sosial. Pertama, benefit pelayanan seperti melengkapi manfaat yang diterima peserta. Kedua, risk pulling, pengaturan tentang kepesertaan. Ketiga, revenue collecting. “Intinya substansi yang diatur dalam Perpres ini lebih komprehensif,” ujarnya.

Ada sejumlah ketentuan baru yang diatur dalam Perpres antara lain penjaminan bayi baru lahir dan peserta pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Perpres mengamanatkan bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Peserta yang tidak mendaftarkan bayi sebagaimana aturan tersebut dapat dikenakan sanksi.

Bayi baru lahir berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat itu diperoleh sampai 28 hari sejak bayi baru lahir.

Kemudian, ketentuan baru yang diatur dalam Perpres yakni penjaminan bagi peserta kategori pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Perpres mengatur peserta PPU yang mengalami PHK tetap memperoleh hak Manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6 bulan sejak di PHK tanpa membayar Iuran.

Penjaminan itu hanya untuk PHK yang memenuhi salah satu dari 4 kriteria. Pertama, PHK yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial.

Kedua, PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan. Ketiga, PHK karena Pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja dibuktikan dengan surat dokter.

Jika perkara PHK itu masih dalam proses penyelesaian melalui lembaga penyelesaian hubungan industrial, peserta dan pemberi kerja harus tetap melaksanakan kewajiban membayar iuran sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Manfaat jaminan kesehatan bagi peserta yang memenuhi kriteria PHK itu berupa pelayanan di ruang perawatan kelas III.

Ketika pekerja yang mengalami PHK itu telah bekerja kembali, wajib memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar Iuran. Jika tidak bekerja kembali dan tidak mampu, didaftarkan menjadi Peserta penerima bantuan iuran (PBI) JKN.

Perpres menekankan pentingnya peran pemerintah daerah (pemda) dalam mendukung program JKN-KIS. Salah satu bentuk dukungannya melalui kontribusi dari pajak rokok bagian hak masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota. Besaran kontribusi itu ditetapkan sebesar 75% dari 50% realisasi penerimaan pajak rokok bagian hak masing-masing daerah.

Mengenai pajak rokok Fachmi mengingatkan ketentuan ini hanya berlaku bagi pemda yang belum menggunakan dana pajak rokok yang diterimanya untuk program JKN-KIS. Misalnya, pemda sudah menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang anggarannya diambil dari pajak rokok. Kemudian Jamkesda ini sudah diintegrasikan dalam program JKN-KIS. Untuk kasus ini Fachmi menyebut pemda yang bersangkutan sudah tidak bisa dikenakan ketentuan kontribusi daerah terhadap JKN-KIS yang diambil dari pajak rokok.

“Ketentuan ini berlaku jika pemda yang bersangkutan belum menggunakan pajak rokok yang diterimanya untuk mendukung program JKN-KIS,” papar Fachmi.

Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, mengatakan Komisi IX akan mengawal pelaksanaan Perpres tersebut. Sejumlah ketentuan yang diatur dalam Perpres itu selaras dengan beberapa rekomendasi yang pernah diterbitkan Komisi IX DPR. “Kami akan kawal terus pelaksanaannya agar Perpres itu dapat berjalan sesuai harapan,” pungkasnya.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 10

B I N C A N G

PENERBITAN PERPRES 82 TAHUN 2018DINAMIKAAsdep Bidang Agama, Kesehatan, Pemuda dan Olahraga Sekretariat Negara, Teguh Supriady

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 11

BINCANG

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang

Perubahan Ketiga Atas Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan kedua dilakukan lewat Perpres 19 Tahun 2016, dan perubahan pertama lewat Perpres 111/2013.

Dalam Perpres 82, ada beberapa point perubahan dan penambahan dari Perpres sebelumnya. Misalnya, diatur jaminan kesehatan bagi bayi baru lahir dari peserta selama 28 hari tanpa mempermasalahkan status kepersetaan orang tuanya.

Perpres 82 yang resmi ditanda-tangani Presiden Joko Widodo pada 17 September 2018 ini melalui pembahasan alot selama kurang lebih dua tahun. Seperti apakah dinamika pembahasan hingga penerbitannya ? Berikut kutipan wawancara INFO BPJS dengan Asdep Bidang Agama, Kesehatan, Pemuda dan Olahraga Sekretariat Negara, Bapak Teguh Supriyadi, di Jakarta, baru-baru ini.

Sebetulnya latar belakang perubahan Perpres 82 ini berawal dari mana ?

Sebenarnya Perpres ini hanya pernyempurnaan dari peraturan yang lama. Perpres 19 tahun 2016 dalam penerapannya masih banyak persoalan yang perlu diperbaiki. Jadi Perpres 82 ini penyempurnaan dari konsep JKN yang sudah ada sebelumnya. Awal perubahan Perpres ini dimulai dari hasil rapat terbatas Presiden dengan menteri sekitar November 2016. Presiden minta untuk dilakukan penyempurnaan terhadap Perpres 19 Tahun 2016 . Pertimbangannya waktu itu sudah ada persoalan defisit Program JKN-KIS.

Setelah itu, permintaan Presiden itu dirapatkan dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang dipimpin oleh Menko PMK, ibu Puan Maharani. RTM dilakukan beberapa kali selama 2016 sampai 2017 untuk sinkroninisasi. Penyusunannya pararel. Misalnya, beberapa perubahan atau kebijakan dibahas bersama dalam RTM kemudian coba disusun dalam draf Rancangan Perpres. Seperti pajak rokok daerah,

itu hasil dari RTM, sebelum akhirnya dimasukkan dalam Rancangan Perpres.

Pembahasan Rancangan Perpres ini bisa dikatakan cukup lama, kurang lebih dua tahun. Seperti apa dinamikanya ?

Memang cukup lama, karena lumayan banyak revisinya. Draf Rancangan Perpres mengalami beberapa kali perubahan. Bisa dibilang yang paling lama pembahasannya itu soal langkah bauran kebijakan untuk mengatasi defisit Program JKN-KIS. Khususnya tentang kontribusi daerah melalui pajak rokok.

Sekitar Agustus 2018 draf final Rancangan Perpres dikirim ke Sekretarian Kabinet (Setkab). Dalam draf final ini pun masih ada persoalan soal pajak rokok. Sudah ada di draf terakhir, tetapi masih ada masukan dari kementerian/lembaga supaya pajak ini tidak dicantumkan. Karena dikhawatirkan mendapat penolakan dari pemerintah daerah. Kemudian kami panggil kembali kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa tidak ada lagi persolan atau keberatan pihak lain.

Meski belum disetujui soal pajak rokok ini, kami tetap laporkan draf final kepada Presiden. Kami juga memberikan masukkan, bahwa pajak rokok sebagai bauran kebijakan untuk mengatasi defisit Program JKN-KIS dimungkinkan dalam Undang-Undang 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. UU ini mengamanatkan bahwa 50% dari pajak rokok digunakan untuk kesehatan.

Kami laporkan semua hal krusial kepada Presiden, termasuk soal pajak rokok ini. Presiden meminta untuk dilakukan audit terhadap defisit BPJS Kesehatan. Masih melalui beberapa proses sebelum akhirnya Rancangan Perpres ditanda-tangani Presiden pada tanggal 17 September 2018.

Pembahasan Perpres 82 disebut-sebut cukup alot, di bagian mana yang tidak mudah untuk menyamakan persepsi ?

Dalam setiap pembuatan regulasi sudah pasti melibatkan banyak

kalangan. Pasti alot. Demikian pun Perpres 82 Tahun 2018. Mulai dari penyusunan hingga pembahasannya melibatkan banyak gagasan, saran, dan masukkan. Karena Perpres ini juga harus mengakomodir kepentingan banyak pihak.

Secara umum, banyak perbaikan dibanding Perpres sebelumnya. Banyak hal baru yang diatur dalam Perpres 82 ini, terutama beberapa langkah bauran kebijakan untuk atasi defisit Program JKN-KIS. Sekali lagi saya contohkan masalah pajak rokok. Sampai draf terakhir pun, belum disetujui oleh beberapa pihak. Alasannya nanti ada keberatan dari pemda. Tetapi akhirnya disetujui Presiden.

Pasal lain yang juga alot dalam pembahasannya, dan tidak mudah untuk menyamakan persepsi adalah soal jaminan bayi baru lahir. Di aturan sebelumnya sama sekali tidak dijamin. Sedangkan pada Perpres 82 Tahun 2018, Pasal 16 ayat 1, disebutkan bahwa bayi baru lahir dari peserta jaminan kesehatan wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan.

Sebenarnya, kalau kita mengacu pada UU SJSN, yang disebut peserta adalah setiap orang yang membayar iuran. Setelah jadi peserta baru dapat layanan. Tetapi khusus untuk bayi diberikan toleransi sampai berusia 28 hari sejak dilahirkan. Artinya bayi langsung mendapat jaminan tanpa mempermasalahkan status kepesertaan orang tuanya. Paling 28 hari itu, orang tua harus mendaftarkan bayinya sebagai peserta JKN-KIS. Aturan ini dikhususkan untuk peserta mandiri.

Di sinilah pertentangannya. Sebetulnya kami ingin mendorong adanya efisiensi dalam pelayanan JKN-KIS, tetapi seolah bertentangan dengan program pemerintah untuk menurunkan angka kematian balita. Karena kematian pada balita di Indonesia disumbangkan paling tinggi dari neonatus atau dari bayi berusia hingga 28 hari.

Beberapa pasal lain di Perpres 82 ini juga alot pembahasannya. Tetapi semua bisa menyamakan persepsi, dan pada akhirnya Perpres 82 segera disahkan.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 12

B E N E F I T

12

Sejak bayi dilahirkan, peserta harus segera mendaftarkan dan membayar iuran untuk bayi yang baru lahir paling lambat 28 hari sejak bayi dilahirkan.

Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2014 telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat

Indonesia. Masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengakses pelayanan kesehatan selama menjadi peserta JKN-KIS dan rutin membayar iuran. Semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan peserta sesuai diagnosa medis dan prosedur pasti dijamin BPJS Kesehatan.

Program JKN-KIS sudah berjalan sekitar 4 tahun, tapi pelaksanaannya belum sempurna. Masih butuh perbaikan agar lebih optimal memberikan pelayanan kepada peserta. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menjaga keberlanjutan program JKN-KIS sehingga mampu memberi pelayanan yang lebih baik kepada peserta. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yakni membenahi regulasi dengan mengundangkan Peraturan Presiden No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 18 September 2018.

Peraturan Presiden (Perpres) itu diterbitkan dalam rangka membenahi pelaksaan JKN-KIS. Ada berbagai ketentuan baru yang diatur dalam Perpres antara lain mengenai penjaminan bayi baru lahir dari orang tua yang merupakan peserta JKN-KIS dengan status aktif. Penjaminan itu tidak berlaku jika orang tua dari bayi baru lahir itu belum menjadi peserta JKN-KIS. Mengingat pentingnya pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir, setiap peserta diimbau untuk segera mendaftarkan jabang bayinya sebagai peserta JKN-KIS.

Jika peserta belum mendaftarkan bayinya dalam jangka waktu 28 hari sejak bayi dilahirkan, penjaminan itu tidak berlaku. Akibatnya, pelayanan kesehatan yang sudah diberikan untuk bayi yang bersangkutan tidak dijamin BPJS Kesehatan, peserta menanggung sendiri biayanya. Selain itu peserta dapat dikenakan denda pelayanan saat bayinya mengakses pelayanan rawat inap.

Penjaminan itu juga tidak berlaku jika ibu dan bayinya sudah pulang ke rumah tapi belum mendaftarkan dan membayar iuran untuk bayinya yang baru lahir dalam jangka waktu 28 hari. Misalnya, bayi dilahirkan 1 Januari 2019, peserta dan bayinya sudah menjalani masa perawatan dan pulang ke rumah 5 Januari 2019.

Langsung Dijamin BPJS Kesehatan Selama 28 HariBAYI BARU LAHIR

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 13

BENEFIT

13

Kemudian peserta mendaftar dan membayar iuran bayinya 10 Januari 2019. Dalam kasus itu penjaminan atas biaya pelayanan kesehatan saat bayi dirawat tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan, walaupun bayi telah didaftarkan dalam rentang waktu 28 hari sejak bayi dilahirkan.

Bayi yang baru lahir dari ibu yang belum menjadi peserta JKN-KIS, penjaminan selama 28 hari sejak dilahirkan ini tidak berlaku. Baik ibu dan bayinya dihimbau untuk segera mendaftarkan diri beserta seluruh anggota keluarganya. Untuk kasus ini berlaku mekanisme verifikasi kelayakan pendaftaran selama 14 hari.

Penting untuk diingat, ketentuan mengenai penjaminan bayi baru lahir ini mulai berlaku 19 Desember 2018. Selain itu, ada beberapa hal penting yang perlu diingat tentang kebijakan penjaminan bayi baru lahir ini. Pertama, bayi yang didaftarkan dalam waktu 28 hari sejak dilahirkan tidak akan dikenakan masa verifikasi kelayakan pendaftaran selama 14 hari, sehingga status kepesertaan peserta bayi tersebut dapat langsung aktif dan digunakan.

Kedua, iuran bayi terhitung sejak bayi lahir sampai usia 24 bulan (baik pernah atau belum pernah mengakses pelayanan). Ketiga, iuran bayi jadi satu dengan Virtual Account (VA) keluarganya. Keempat, denda pelayanan diberikan apabila bayi tidak didaftarkan dan membayar iuran paling lama 28 hari sejak dilahirkan.

Kelima, bayi lahir meninggal tidak dikenakan tagihan iuran namun Rumah Sakit tidak dapat menagihkan biaya pelayanan bayi tersebut kepada BPJS Kesehatan. Keenam, bayi lahir hidup kemudian meninggal selama

didaftarkan dalam waktu 28 hari maka iuran ditagihkan sejak bayi lahir, dan biaya pelayanan kesehatan bayi selama dirawat dijamin. Ketujuh, penjaminan bayi tidak diberikan apabila status ibu belum menjadi peserta JKN.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 14

P E L A N G G A N

14

Bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan.

Setiap peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup

pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.

Manfaat jaminan kesehatan itu juga berlaku bagi bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS. Amanat itu tertuang dalam Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.Untuk mendapatkan manfaat itu, peserta JKN-KIS yang bersangkutan harus memenuhi kewajibannya

PENJAMINAN BAYI BARU LAHIRBEGINI PROSEDUR TEBARU

yakni mendaftarkan dan membayar iuran untuk bayinya yang baru lahir. Pendaftaran dan pembayaran iuran itu harus dilakukan dalam jangka waktu 28 hari sejak bayi dilahirkan. Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, peserta harus menanggung sendiri biaya pelayanan kesehatan yang diberikan untuk bayinya yang baru lahir.

Tapi jika peserta mendaftarkan dan membayar iuran untuk bayi baru lahir setelah lewat 28 hari, maka ketentuan yang berlaku yakni harus melalui masa verifikasi pendaftaran selama 14 hari. Selain itu akan dikenakan denda pelayanan jika mengakses pelayanan rawat inap.

Prosedur pendaftaran bayi baru lahir bagi peserta JKN-KIS yakni mendaftar ke BPJS Kesehatan dengan melampirkan kartu JKN-KIS, KTP/KK orang tua dan surat keterangan lahir dari bidan/RS.

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 15

PELANGGAN

15

Contoh Kasus Kebijakan

Bayi (anak ke-4 dan seterusnya) dari ibu peserta JKN-KIS dengan status Pekerja Penerima Upah (PPU) Penyelenggara Negara

Mendaftarkan bayi baru lahir, kepesertaan langsung aktif. Persyaratan yang perlu dibawa saat pendaft-aran yakni surat keterangan lahir dari bidan/RS, dan KTP/KK orang tua serta kartu JKN KIS orang tua.

Bayi baru lahir dapat dijamin dengan status kepe-sertaan aktif saat sudah didaftarkan (paling lama 28 hari sejak dilahirkan)

Jika pembayaran iuran tidak dilakukan dalam rent-ang waktu 28 hari sejak bayi dilahirkan, status kepesertaan bayi menjadi non aktif. Tagihan iuran dihitung sejak bayi dilahirkan (tertagih melalui VA keluarga pada bulan berikutnya)

Bayi (anak ke-4 dan seterusnya) dari ibu peserta JKN-KIS dengan status Pekerja Penerima Upah (PPU) Badan Usaha (BU)

Mendaftarkan bayi baru lahir, kepesertaan langsung aktif. Persyaratan yang perlu dibawa saat pendaft-aran yakni surat keterangan lahir dari bidan/RS, dan KTP/KK orang tua serta kartu JKN KIS orang tua.

Bayi baru lahir dapat dijamin dengan status kepe-sertaan aktif saat sudah didaftarkan (paling lama 28 hari sejak dilahirkan)

Jika pembayaran iuran tidak dilakukan dalam rent-ang waktu 28 hari sejak bayi dilahirkan, status kepesertaan bayi menjadi non aktif. Tagihan iuran dihitung sejak bayi dilahirkan (tertagih melalui VA keluarga pada bulan berikutnya)

Untuk bayi PPU BU anak keempat dengan skema 1% maka tagihan bulan berjalan akan ditagihkan pada bulan berikutnya (2 bulan), pendaftaran anak dengan melampirkan surat kesepakatan pemoton-gan iuran 1% dengan BU

Bayi (anak ke-4 dan seterusnya) dari ibu peserta JKN-KIS dengan status peserta Bukan Pekerja Penerima Upah (PBPU)

Fasilitas Kesehatan meminta/mewajibkan orang tua untuk mendaftarkan bayi yang baru dilahirkan dengan menyerahkan formulir dan leaflet tentang pendaftaran bayi. Melampirkan surat keterangan la-hir dari bidan/RS dan KTP/KK orang tua, serta kartu JKN KIS orang tua.

Bayi baru lahir dapat dijamin dengan status kepe-sertaan aktif saat sudah didaftarkan (paling lama 28 hari sejak dilahirkan)

Jika pembayaran iuran tidak dilakukan dalam rent-ang waktu 28 hari sejak bayi dilahirkan, status kepesertaan bayi menjadi non aktif. Tagihan iuran dihitung sejak bayi dilahirkan (tertagih melalui VA keluarga pada bulan berikutnya)

Bayi baru lahir dari ibu peserta penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan

Kepesertaan didaftarkan dan langsung aktif den-gan membawa kelengkapan berkas berupa surat keterangan lahir dari bidan/RS dan KTP/KK orang tua, serta kartu JKN KIS orang tua.

Berikut ini beberapa contoh kasus mengenai mekanisme penjaminan bayi baru lahir:

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 16

T E S T I M O N I

Tidak seperti orang dewasa, sistem kekebalan tubuh pada bayi yang baru dilahirkan belumlah sempurna. Kondisi ini membuat mereka sangat rentan terserang berbagai penyakit. Beberapa

masalah kesehatan juga dapat terjadi pada bayi setelah dilahirkan, sehingga membutuhkan penanganan dan perawatan khusus di rumah sakit.

Karenanya, dalam program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), tidak hanya ibu melahirkan saja yang mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan, tetapi juga bayi yang baru dilahirkan. Penjaminan pelayanan kesehatan untuk bayi ini tentunya harus mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN-KIS.

Diakui Riskawati, salah satu peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) program JKN-KIS, mengurus kepesertaan bayi baru lahir agar bisa mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan setelah dilahirkan tidaklah sulit. Apalagi sebagai peserta PPU, otomatis bayi yang baru dilahirkan dapat dijamin pelayanan kesehatannya oleh BPJS Kesehatan apabila melapor ke kantor cabang BPJS Kesehatan.

"Ketika melahirkan anak kedua di Rumah Sakit Bhayangkara Brimob, seluruh biaya pelayanan kesehatan dijamin oleh BPJS Kesehatan, termasuk untuk anak saya yang waktu ini sempat dirawat di ruang Perinatologi karena lahir postmatur," cerita Riskawati.

Agar biaya pelayanan kesehatan bayi bisa ikut ditanggung oleh BPJS Kesehatan, sehari setelah bayinya dilahirkan, suami Riskawati langsung melapor ke kantor cabang BPJS Kesehatan untuk dicetakkan nomor kartu sementara sang bayi. Kartu tersebut kemudian ditunjukkan kepada petugas kasir rumah sakit sebagai bukti kepesertaan BPJS Kesehatan, sehingga bisa terbebas dari biaya perawatan selama berada di ruang Perinatologi.

"Setelah melahirkan, kami wajib lapor 3X24 jam atau sebelum pulang jika dirawati kurang dari dua hari. Beberapa persyaratan yang harus dibawa seperti Surat Keterangan Kelahiran dari rumah sakit, Kartu Keluarga, dan juga Kartu BPJS Kesehatan milik orang tua. Prosesnya sangat cepat dan mudah. Kartunya pun langsung aktif saat itu juga," papar Riskawati.

Urus Kepesertaan Bayi Baru Lahir MUDAHNYA

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 17

TESTIMONI

Peserta JKN-KIS Riskawati

Karena umumnya bayi yang baru dilahirkan belum memiliki nama, yang tertulis di kartu BPJS Kesehatan sementara sang bayi adalah Bayi Ny Riskawati. Untuk kelas perawatan juga mengikuti sang ibu. Namun, setelah nama bayi dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga yang baru, kepesertaan bayi langsung didaftarkan ulang menggunakan identitas asli melalui HRD perusahaan.

"Walaupun menggunakan kartu sementara, bayi saya tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Contohnya pemeriksaan oleh Dokter Spesialis Anak sepekan setelah dilahirkan. Tapi, sebelum tiga bulan, saya sudah harus mendaftarkan ulang kepesertaan bayi melalui HRD perusahan," ujar Riskawati.

Di rumah sakit, Riskawati sebetulnya menjalani proses persalinan secara normal. Kehamilannya cukup berisiko apabila hanya ditangani oleh tenaga bidan tanpa pengawasan dokter kandungan dan kebidanan. Di usia kehamilan yang sudah 42 minggu, belum ada tanda-tanda bayinya akan segera lahir, sehingga akhirnya bidan di faskes pertama merujuknya ke rumah sakit untuk diberi tindakan induksi.

"Waktu dirujuk ke rumah sakit, sebetulnya sudah khawatir akan dioperasi sesar. Alhamdulillah, proses induksi berjalan lancar dan cepat, sehingga tidak harus menjalani operasi dan bisa melahirkan secara normal," cerita Riskawati.

Didaftarkan Saat Masih Dalam Kandungan

Kemudahan mengurus kepesertaan bayi baru lahir untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) juga diungkapkan Fatmawati. Ia mengaku sudah mendaftarkan calon bayinya menjadi peserta BPJS Kesehatan sejak kehamilan berusia tujuh bulan. Sehingga ketika anak ketiganya itu dilahirkan dan harus mendapatkan penanganan intensif di rumah sakit, biaya pelayanan kesehatan bayinya juga bisa ikut dijamin oleh BPJS Kesehatan.

"Sejak hamil tujuh bulan, bayi saya sudah langsung didaftarkan sebagai peserta. Apalagi saya kan punya riwayat melahirkan sesar, dan jarak melahirkan antara anak kedua dan ketiga tidak sampai dua tahun. Alhamdulillah, untuk proses persalinan secara sesar dan pewatan bayi di ruang Periatologi tidak dipungut biaya sama sekali," ungkap Fatmawati.

Tri kemudian mengenang kejadian sekitar dua tahun lalu saat melahirkan anak keduanya. Lantaran tidak memiliki kartu JKN-KIS untuk berobat, uangnya habis terkuras untuk biaya melahirkan sesar dan perawatan bayinya yang mengalami penumpukan cairan di dalam otak. Dengan keterbatas dana yang dimiliki, tidak banyak yang bisa dilakukan Tri dan Suami, hingga akhirnya sang anak meninggal dunia.

"Sejak kejadian itu, saya makin tersadar mengenai pentingnya jadi peserta Program JKN-KIS. Bayi kita juga harus didaftarkan karena kita tidak pernah tahu musibah yang akan terjadi. Untuk proses pendaftaran saat masih dalam kandungan juga sangat mudah, dan iuran pertama baru dibayarkan setelah bayinya lahir," ujar Fatmawati.

Sementara itu dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 16 ayat 1 menyebutkan bahwa bayi baru lahir dari Peserta Jaminan Kesehatan wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Selanjutnya di ayat (2) disebutkan, peserta yang tidak mendaftarkan bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kebijakan ini berlaku untuk PBPU atau Bukan Pekerja (BP).

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 18

I N S P I R A S I

Bidan Program JKN-KIS Bidan Rusiah Dewi

Tingginya angka kematian ibu dan bayi pernah menjadi persoalan serius di Kabupaten Sambutan, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Penyebabnya lantaran banyak masyarakat yang

masih mempercayai tenaga dukun atau non-kesehatan untuk menolong persalinan. Ditambah lagi akses menuju fasilitas kesehatan yang cukup sulit.

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan di diri Bidan Rusiah Dewi, salah satu penerima penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Nasional Tahun 2018 dari Kementerian Kesehatan untuk kategori Bidan. Berbagai inovasi telah dilakukan Rusiah untuk menekan angka kematian ibu dan bayi hingga nol kasus, mulai dari memanfaatkan aplikasi pesan singkat untuk mengedukasi para ibu hamil, hingga bermitra dengan para dukun bayi.

"Di tahun 1991, saat mulai praktek sebagai bidan, persalinan masih banyak dilakukan oleh dukun. Seringkali ketika saya datang ke rumah warga untuk menolong persalinan, di sana ternyata sudah ada dukun yang malah memarahi saya karena ikutan menolong," cerita Rusiah.

Pendekatan personal coba dilakukan Rusiah kepada para dukun bayi yang biasa menolong persalinan. Awalnya memang tidak mudah. Namun, dengan terus diberikan pengertian, para dukun bayi tersebut lambat laun bisa diajak kerja sama. Begitu juga dengan warga yang mulai mempercayai tenaga kesehatan untuk menolong proses persalinan.

"Kami melakukan pembinaan pada dukun bayi dan menjadikan mereka sebagai mitra. Saat ada persalinan, kita saling bekerja sama. Tetapi mereka tidak boleh menolong persalinan, hanya bantu-bantu setelah melahirkan saja seperti memandikan atau merawat bayi. Awalnya memang ada pertentangan. Mereka merasa pekerjaannya diambil, dari yang tadinya misalkan dapat Rp500 ribu jadi hanya dapat Rp200 ribu. Tetapi, dengan terus diberikan pengertian, mereka akhirnya bisa mengerti karena ini untuk keselamatan ibu dan bayi," cerita Rusiah.

Di tahun 1994, upaya ini mulai membuahkan hasil. Rusiah mengatakan sudah tidak ada lagi kasus kematian ibu mehirkan dan bayi di Kabupaten Sambutan. Capaian positif ini juga terus dipertahankan hingga saat ini dengan mengembangkan berbagai inovasi baru.

Agar kondisi ibu hamil bisa terus terpantau, Rusiah juga membentuk WhatsApp group "Ibu Hamil Ceria" yang anggotanya adalah para ibu hamil dan yang memiliki balita. Melalui WhatsApp Group ini, mereka bisa berkonsultasi mengenai apa saja terkait kehamilannya.

"Di WhatsApp Group ini, setiap harinya ada informasi edukasi yang disampaikan bergantian oleh bidan, kader posyandu, dokter spesialis kandungan dan kebidanan, hingga dokter anak. Kalau ada hal yang ingin dikonsultasikan terkait kehamilannya, mereka bisa langsung menanyakan di WhatsApp Group ini," papar Rusiah.

Tidak hanya memanfaatkan platform online, beberapa kegiatan yang dikembangkan, seperti Continue of Care (CoC) atau pendampingan dari masa kehamilan hingga KB, senam ibu hamil, dan juga pertemuan rutin di sekretariat Posyandu dengan menghadirkan dokter kandungan dan kebidanan serta dokter anak.

"Untuk yang sedang dalam masa nifas dengan risiko tinggi, kami juga melakukan kunjungan langsung ke rumah mereka. Sebab masalah nifas ini sangat berbahaya bila tidak ditangani dengan tepat karena bisa terjadi infeksi," tutur Rusiah.

Melalui berbagai upaya ini, Rusiah berharap jangan sampai ada lagi kasus kematian ibu dan bayi. Bahkan satu kasus saja dianggap Rusiah sebagai hal serius yang tidak boleh terjadi. "Ada satu kasus kematian bisa membuat saya sangat sedih dan menangis. Mudah-mudahan tidak pernah terjadi lagi," imbuhnya.

BIDAN RUSIAH DEWI

Tekan Kematian Ibu dan BayiBERMITRA DENGAN DUKUN

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 18

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 19

P E R S E P S I

Isu pelayanan substandar atau under treatment belakangan menjadi konsumsi masyarakat awam. Istilah layanan substandar mencuat di halaman berbagai media massa pun media sosial yang

dilontarkan pihak-pihak yang menganggap layanan yang diperoleh pasien peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di bawah standar.

Sebagai penyelenggara Program JKN-KIS, BPJS Kesehatan tak luput dari tudingan telah memberikan jaminan substandar bagi peserta. Ini sering dikaitkan dengan kecilnya iuran peserta, tarif Ina CBGs yang belum sesuai nilai keekonomian, dan efisiensi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan melalui penataan terhadap sejumlah pelayanan di rumah sakit (RS).

Contohnya, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdijampelkes) BPJS Kesehatan 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Perdijampelkes 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdijampelkes 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Tiga peraturan yang sempat diperdebatkan dan ini dianggap membuat peserta mendapat pelayanan substandar. Tetapi, benarkah penataan layanan kesehatan sebabkan pelayanan yang diperoleh peserta di bawah standar ?

Mengambil contoh dari Perdijampelkes tersebut, pertama-tama perlu diketahui dasar dibalik kebijakan penataan layanan. Tujuan BPJS Kesehatan mengeluarkan tiga aturan tersebut cukup jelas, yaitu melakukan efisiensi layanan sebagaimana amanat Inpres 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN-KIS.

Mengapa tiga layanan tersebut perlu ditata ulang? Tiga layanan ini dalam prakteknya banyak terjadi ketidakefisienan. Di tahun 2017, pengeluaran untuk tiga layanan ini menyamai pengeluaran penyakit katastropik (penyakit berbiaya mahal). Misalnya layanan katarak, biayanya mencapai mencapai Rp2,65 triliun, lebih besar dari pembiayaan untuk gagal ginjal. Padahal gagal ginjal adalah kegawatdaruratan yang tindakannya untuk penyelamatan nyawa jika tidak rutin cuci darah. Sedangkan operasi katarak masih bisa direncanakan lain waktu.

Meskipun tak sebesar biaya layanan katarak, tetapi layanan rehab medik atau fisioterapi dalam prakteknya banyak tidak efisien dan efektif. Fisioterapi yang dibutuhkan rata-rata pasien adalah 2 kali dalam seminggu

menurut rekomendasi organisasi profesi di bidang ini. Kalau ada peserta yang membutuhkan lebih dari itu, bisa dilakukan di lain waktu, tidak harus dalam waktu yang sama.

Dalam prakteknya, satu pasien bahkan lebih dari 3 kali. Tak hanya itu. Tinddakan fisioterapi di di sejumlah RS juga tidak sesuai standar. Beberapa RS tidak memiliki dokter spesialis rehab medik, sehingga langsung ditangani fisioterapis. Padahal kalau mengikuti standarnya, harus ada penilaian dokter spesialis rehab medik terhadap kondisi pasien sebelum difisioterapi. Nah, dengan Perdijampelkes tersebut justru mendorong pasien dapat layanan sesuai standar.

Contoh lainnya adalah penerapan rujukan online. Banyak pihak beranggapan sistem rujukan online yang dibuat BPJS Kesehatan merugikan pasien yang selama ini bisa berobat langsung ke RS tipe B, tipe A atau dokter spesialis tertentu sesuai keinginannya. Padahal, rujukan daring ini adalah upaya BPJS Kesehatan yang semata-mata untuk memberikan kemudahan dan kepastian pasien mendapat layanan di faskes rujukan tingkat lanjut.

Dengan rujukan online ini, faskes tingkat pertama seperti puskesmas dan selevelnya merujuk pasien ke RS yang sesuai kebutuhan medis pasien, dan sesuai kapasitas RS tersebut. Keuntungannya banyak, di antaranya pasien tidak perlu mengantri lama di RS. Pasien juga tidak perlu menunggu lama di RS dalam ketidakpastian kapan dilayani dokter. “Tapi, saya kan biasa dengan dokter spesialis yang ini, nyaman di rumah sakit yang itu”. Banyak pasien mengeluhkan hal ini. Tetapi perlu diingat bahwa yang diutamakan dalam layanan JKN adalah memenuhi kebutuhan medis, bukan keinginan atau kenyamanan.

Nah, hal-hal seperti inilah yang coba ditata ulang oleh BPJS Kesehatan tanpa bermaksud mengurangi kualitas layanan kepada pasien. Penataan ulang justru untuk menghadirkan layanan yang lebih efisien dan efektif kepada pasien. Di saat bersamaan juga berdampak pada keberlangsungan program JKN-KIS. Seperti halnya kredensialing, di mana fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diseleksi atau diverifikasi secara ketat. Tujuannya satu untuk memastikan peserta JKN mendapat layanan berkualitas dan aman.

Lagipula, kalau BPJS Kesehatan memberikan layanan substandar justru yang dirugikan adalah BPJS Kesehatan sendiri. Karena dengan layanan substandar, efektifitas pengobatan untuk penyembuhan rendah, tingkat kekambuhan penyakit tinggi, dan pasien harus berulang kali ke RS. Ini akan menyedot pembiayaan yang lebih besar, dan dalam jangka panjang tentu merugikan BPJS Kesehatan serta keberlangsungan program JKN-KIS.

Benarkah Penataan Layanan Sebabkan Peserta JKN Dapat Layanan Substandar ?

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 19

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 20

S E H A T & G A Y A H I D U P

Kemajuan teknologi informasi berkembang pesat dan tak dapat dihindari. Salah satunya media sosial yang memudahkan komunikasi dan informasi tanpa batas. Sayangnya, derasnya

arus informasi tidak diimbangi dengan kemampuan yang cukup pada semua orang untuk menyaring pesan yang datang. Alhasil, teknologi informasi ini telah mempengaruhi kehidupan nyata. Media sosial telah mengubah tingkah laku, cara pandang, dan gaya hidup masyarakat.

Tanpa disadari media sosial pun berdampak pada gangguan kejiwaan dan mental para penggunannya. Dari berbagai sumber diketahui gangguan kejiwaan akibat media sosial ternyata beragam. Ada yang dikenal dengan Obsessive Compulsive Personality Disorder (OCPD). Gangguan jiwa ini menyebabkan penggunanya merasa memiliki gangguan berupa pemikiran irasional yang menganggap jika orang lain lebih ceroboh, bodoh, dan tidak berperilaku seperti yang seharusnya.

Sosial Media & Kesehatan Jiwa

INFO BPJS KESEHATANEDISI 66 21

SEHAT & GAYA HIDUP

Internet asperger syndrome, adalah gangguan jiwa yang menyebabkan orang yang tadinya pendiam di dunia nyata tiba-tiba menjadi seseorang yang kasar dan sering mencaci maki orang lain melalui akun sosial media ataupun di forum-forum yang diikutinya. Kemudian munchausen syndrome, sebuah gangguan gangguan jiwa ini menyebabkan seseorang untuk rela melakukan sebuah kebohongan hanya untuk menarik simpati orang-oran di media sosial termasuk lawan jenis atau teman-teman di sosial medianya dengan bermacam-macam tujuan.

Terakhir ada yang disebut low forum frustration tolerance. Gangguan jiwa yang menyebabkan penggunanya merasa haus akan sebuah self esteem atau pengakuan diri dari pengguna lain di sosial media. Belum lagi gangguan mental yang bisa dialami siapa saja, seperti ketagihan atau adikis. Semakin sering melakukan berbagai aktivitas di media sosial, seseorang akan ketagihan dan ingin melakukannya lagi, secara terus-menerus, dan tanpa henti. Ketagihan ini tentu membuat pola hidup yang normal menjadi berantakan.

Dokter psikiater sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr Fidiansyah, mengatakan, pada intinya media sosial itu netral, tergantung reaksi atau respon terhadap kontennya. Sama seperti pisau, tergantung siapa pengguna dan penggunaannya. Di tangan seorang dokter bedah, tukang cukur, dan koki, pisau akan bermanfaat. Tetapi di tangan seorang penjahat, pisau menjadi berbahaya.

Demikian pun media sosial. Yang mempengaruhi gangguan jiwa bukan media sosialnya, tetapi konten atau isi di dalamya. Sejatinya sosial media menjadi

perangkat yang sangat berguna. Namun belakangan, konten dan isi sosial media menyimpang jauh dari seharusnya. Banyak praktek bully, kekerasan verbal, penipuan, dan kabar hoaks terpapar lewat media sosial. Konten ini tak disadari ikut memicu gangguan kejiwaan, tidak hanya pada penebar informasi tetapi juga penerima.

“Kalau ada yang gunakan sosial media sebagai perangkat bully, fitnah orang, kekerasan verbal, ujaran kebencian, atau menebar kabar hoaks, sesungguhnya mereka sudah melakukan penyimpangan, mengara ke masalah kejiawaan,” kata Fidiansyah.

Namun, menurut Fidiansyah, dampak media sosial pada perilaku seseorang sangat tergantung pada respon tiap individu. Kalau seseorang sudah terlatih atau terbiasakan memiliki pengendalian atau daya tangkal pribadi yang efektif, maka konten media sosial yang sifatnya provokasi tidak akan berdampak jauh.

“Konten media ini tidak akan berpengaruh kalau seseorang itu sudah memiliki daya tahan atau mekanisme cukup positif di dalam merespon stimulus media, Jadi yang menentukan di sini adalah respon individunya, bukan medianya,” kata Fidiansyah.

Menurut Fidiansyah, setiap individu harus memiliki mekanisme pertahanan diri dalam merespon konten media sosial. Daya tangkal ini terutama diperoleh dari keluarga sejak usia dini. Sosial media boleh makin memudahkan manusia, tetapi harus ada pengarahnya. Akhlak, tata krama, nilai agama, norma sosial dan adat isitiadat harus menjadi pegangan. Ketika orang sudah terbiasa dengan melakukan pengendalian diri yang positif dan efektif, tidak mudah baginya untuk terpengaruh stimulus media sosial.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 66 22

KO N S U LTA S I

Kalau ada WNI peserta JKN-KIS yang tinggal di luar negeri, apakah tetap bisa memanfaat BPJS [email protected] - Magetan

Sesuai dengan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 37, WNI yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut dapat menghentikan kepesertaannya sementara. Jika sudah kembali ke Indonesia, selanjutnya peserta tersebut wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan setelah kembali. Jika kewajibannya telah dilaksanakan, peserta tersebut berhak mendapatkan kembali manfaat jaminan pelayanan kesehatan dari BPJS Kesehatan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku

J A W A B :

J A W A B :

01

02Apakah bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan sebagai peserta? Atau bisa langsung otomatis [email protected] - Jakarta

Bayi baru lahir dari peserta jaminan kesehatan wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Aturan ini ditetapkan untuk memberikan perlindungan jaminan kesehatan bagi bayi tersebut, sehingga apabila mendadak mengalami sakit atau kondisi lain yang membutuhkan layanan kesehatan, biayanya dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Khusus bagi peserta JKN-KIS segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI), status kepesertaan bayi yang dilahirkan otomatis aktif dan langsung ditetapkan sebagai peserta PBI. Setelah didaftarkan ke BPJS Kesehatan, bayi peserta PBI tersebut dapat langsung memperoleh manfaat pelayanan kesehatan. Apabila peserta tidak mendaftarkan bayinya dalam waktu 28 hari sejak kelahiran bayi tersebut, maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.