49
SKRIPSI INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968-2000 NI MADE ANGGI SEPTIARANA NIM 130 150 5002 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

SKRIPSI

INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK

BALI DI KUTA 1968-2000

NI MADE ANGGI SEPTIARANA

NIM 130 150 5002

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

i

INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK

BALI DI KUTA 1968-2000

Skripsi untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Sejarah

Universitas Udayana

NI MADE ANGGI SEPTIARANA

NIM 130 150 5002

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 3: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Made Anggi Septiarana

NIM : 130 150 5002

Judul Skripsi : Integrasi Etnik Tionghoa Dengan Etnik Bali Di Kuta 1968-2000

Program Studi : Ilmu Sejarah

Fakultas : Ilmu Budaya Universitas Udayana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan

hasil karya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan

pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan etika keilmuan dan teknik

penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam

skripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang

dianggap melanggar peraturan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Denpasar, 15 Juni 2017

Saya yang membuat

Ni Made Anggi Septiarana

Page 4: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia
Page 5: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI DAN

DINILAI OLEH PANITIA PENGUJI PADA

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA,

UNIVERSITAS UDAYANA

PADA TANGGAL 15 JUNI 2017

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

No : 418/UN 14.2.1/PD/2017

Tanggal : 6 Juni 2017

Panitia Penguji Skripsi

Ketua : Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U.

NIP. 194807021978031001

Sekretaris : Dr. Ida Ayu Wirasmini Sidemen, M.Hum.

NIP. 196708281998022001

Anggota : Dr. I Nyoman Wijaya, M.Hum.

NIP. 195801301988031002

Anggota : Dr. I Nyoman Sukiada, M,Hum.

NIP. 195803031986021001

Anggota : Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, S.S., M.Hum.

NIP. 198009262006042002

Page 6: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

v

MOTTO

“Dalam kata-kata dan perbuatan di masa lalu terletak harta

terpendam yang bisa digunakan manusia untuk memperkuat dan

meningkatkan watak mereka sendiri. Cara untuk mempelajari masa

lalu bukanlah dengan mengekang diri

sendiri dalam pengetahuan sejarah semata-mata, tetapi melalui

penerapan pengetahuan dengan memberikan aktualita pada masa

lalu”

( I Ching)

”Benih kesuksesan adalah semangat, kerja keras dan doa”

(Penulis)

Skripsi ini dipersembahkan kepada Almamater, Keluargaku,

Dan Masyarakat Kuta.

Page 7: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida

Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat, rahmat, dan perkenaan beliau penulis

mampu mengerjakan, dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Integrasi Etnik

Tionghoa Dengan Etnik Bali Di Kuta, 1960-2000”. Dengan rasa rendah hati

penulis mempersembahkan skripsi kepada Panitia Ujian Program Studi Ilmu

Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.

Uraian yang dipaparkan dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian di

Kelurahan Kuta, Kabupaten Badung, yang penulis lihat sebagai salah satu

kawasan multietnik. Studi tentang integrasi etnik Tionghoa dengan etnik Bali di

ungkap untuk mengetahui sejauh mana etnik Tionghoa terintegrasi didalam

kehidupan etnik Bali di Kuta. Sejak penelitian ini, penulis telah banyak

memperoleh bantuan baik melalui perorangan maupun lembaga-lembaga.

Penulis sadar bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini.

Tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan ini tidak akan tercapai.

Sepatutnyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu untuk mewujudkan penulisan ini, baik perorangan, Fakultas,

Universitas, dan masyarakat yang telah meluangkan waktunya untuk memberi

informasi kepada penulis.

Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada

Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas udayana. Kepada Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, M.Si. selaku ketua

Program Studi Ilmu Sejarah yang telah memberi semangat kepada penulis untuk

Page 8: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

vii

menyelesaikan penulisan, turut penulis haturkan rasa terima kasih kepada

Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, S.S, M.Hum. selaku sekretaris Program Studi

Ilmu Sejarah yang turut memberi perhatian kepada penulis. Penulis haturkan rasa

terima kasih yang mendalam kepada Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U dan Dr.

I.A. Wirasmini Sidemen, M.Hum., selaku pembimbing I dan II yang telah

meluangkan tenaga, waktu, dan fikirannya untuk membimbing penulis. Dedikasi

bapak dan ibu dalam membimbing penulis tidak mampu dinilai dari wujud materi,

banyak hal yang penulis dapatkan dari pemikiran bapak dan ibu.

Rasa terima kasih turut penulis haturkan kepada Dra. Sulandjari, M.A.

selaku pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan Ilmu Sejarah

di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Kepada bapak dan ibu staf

pengajar Program Studi Ilmu Sejarah, baik yang masih aktif atau telah purnabakti

penulis haturkan terima kasih atas dedikasinya selama penulis menempuh

pendidikan di Program Studi Ilmu Sejarah, penulis mulai dari : Prof. Dr. I Gde

Parimartha, M.A., yang telah purna bakti. Terimakasih kepada Drs. F.X.

Soenaryo, M.S., yang telah purna bakti, Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A.,

Drs. Ida Bagus Gede Putra, M.Hum., Dr. Dra. Ida Ayu Putu Mahyuni, M.Si., Dr.

Drs. I Putu Gede Suwitha, S.U., Dr. I Nyoman Sukiada, M.Hum., Drs. I Wayan

Tagel Eddy, M.S., Dr. I Nyoman Wijaya, M.Hum., Dra. A.A.A Dewi Girindra

Wardani, S.S., dan A.A. Inten Asmariati, S.S., M.Si. Semoga dan selalu sehat,

dan berbahagia. Terimakasih turut penulis ucapkan kepada Made Dwi Novi

Artawan, S.E. (Pak Dek Novi) selaku tenaga Administrasi/Akademik Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Udayana atas bantuannya dalam urusan administrasi

Page 9: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

viii

surat–menyurat ketika penulis melaksanakan penelitian. Ucapan terimakasih juga

disampaikan kepada masyarakat Kuta, etnik Tionghoa Adi Dharmaja selaku

kelian banjar Dharma Semadi yang selalu memberikan informasi dan data yang

diperlukan penulis, Tyo Tjik Bun selaku bagian kerohanian Vihara Dharmayana

yang memberikan informasi terkait filosofi keagamaan, Luih Baratha selaku

sesepuh etnik Tionghoa yang telah memberikan penulis informasi, penulis

ucapkan terimakasi atas waktu yang telah di berikan.

Kepada keluarga tercinta ayah, ibu, Drs. I Nyoman Water dan Ni Made

Dewi Santika yang selalu mengiringi doa restu serta dorongan kepercayaan yang

sangat membesarkan hati dan dengan ikhlas telah memberikan keyakinan serta

pengorbanan yang tak ternilai harganya. Serta alm kakak tercinta I Wayan Angga

Jeyeng Rana yang selalu di hati, selama hidupnya telah menunjukkan jalan

penulis untuk melanjutkan pendidikan di jurusan Ilmu Sejarah, dan berharap

penulis bisa menjadi wanita yang berwawasan luas dalam bidang budaya.

Kepada yang tercinta dan selalu menemani disaat susah ataupun senang, I

Gede Agus Febriawan, terima kasih atas perhatiannya kepada penulis, selalu setia

menemani penulis dalam mencari data, bertemu informan dan memberikan

dukungan moral kepada penulis untuk mampu memenuhi tanggung jawab, serta

memberi kekuatan untuk yakin dapat menyelesaikan tugas, agar tidak putus asa

dalam menghadapi permasalahan. Keluarga Agus bapak I Wayan Suena, dan ibu

Dewa Ayu Sayang Martini, serta kepada I Kadek Arya Dwiyana Putra, dan Ni

Komang Intan Widya Ningrum, adik Agus yang sudah penulis anggap layaknya

Page 10: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia
Page 11: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................ iv

MOTTO .............................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x

DAFTAR BAGAN ............................................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xv

GLOSARIUM .................................................................................................................... xvii

ABSTRAK .......................................................................................................................... xxi

ABSTRACT ....................................................................................................................... xxii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 7

1.3 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 7

1.4 Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 8

1.5 Metodologi Sejarah ........................................................................................... 15

1.6 Kerangka Teoretis Dan Konseptual .................................................................. 16

Page 12: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xi

1.7 Metode Penelitian Dan Sumber ........................................................................ 21

1.8 Sistematika Pembahasan ................................................................................... 25

BAB II GAMBARAN ETNIK TIONGHOA DI KUTA

2.1 Keadaan Geografis dan Penduduk Kuta .......................................................... 27

2.2 Mata Pencaharian Penduduk ............................................................................ 30

2.3 Sistem Organisasi Sosial .................................................................................. 32

2.4 Sistem Kepercayaan dan Pandangan Hidup ..................................................... 38

2.5 Kehidupan Ekonomi dan Sosial Budaya Etnik Tionghoa di Kuta ................... 41

BAB III ETNIK TIONGHOA DI KUTA PASCA PERATURAN PRESIDEN

NOMOR 10 TAHUN 1959

3.1 Masuknya Etnik Tionghoa di Kuta ................................................................... 48

3.2 Dikeluarkannya Peraturan Presiden Tahun 1959 .............................................. 52

3.3 Respon Etnik Tionghoa di Kuta......................................................................... 57

3.4 Etnik Tionghoa di Kuta yang Bertahan di Kuta ................................................ 59

BAB IV INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI

KUTA, 1968-2000

4.1 Bidang Sosial Kemasyarakatan ........................................................................ 71

4.2 Bidang Ekonomi .............................................................................................. 78

4.3 Bidang Budaya .................................................................................................. 83

4.3.1 Terbentuknya Banjar Adat Dharma Semadi di Kuta .............................. 85

4.3.2 Vihara Dharmayana Kuta ....................................................................... 88

4.3.3 Tradisi Barong Sai di Kuta ...................................................................... 93

4.4 Bidang Politik ................................................................................................... 96

Page 13: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xii

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 100

5.2 Saran ............................................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 103

DAFTAR INFORMAN .................................................................................................... 108

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... 109

Page 14: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Struktur Pemeritahan Kelurahan Kuta ................................... 33

Bagan 2.2 Struktur Pemerintahan Desa Adat Kuta ................................. 35

Bagan 2.3 Struktur Organisasi banjar Suka Duka Dharma

Semadi di Kuta ......................................................................... 37

Page 15: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Kuta

Tahun 2000.............................................................................. 28

Tabel 2.2 Nama Banjar dinas dan Banjar Adat

di Desa Adat Kuta ............................................................... 29

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kuta Menurut

Mata Pencaharian ................................................................... 31

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut ................... 39

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Agama Buddha Kecamatan

Kuta 1980-1999 ....................................................................... 89

Page 16: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Peta Lokasi Wilayah Desa Adat Kuta ..................................... 109

Lampiran 2 : Daftar Nama Kelompok Etnik Tionghoa yang Tergabung di

dalam Banjar Dharma Semadi, Kuta. ....................................... 110

Lampiran 3 : Foto Batu Cina Yang Masih Ada Di

Vihara Dharmayana, Kuta ........................................................ 111

Lampiran 4 : Foto Puja Bakti Bersama dan Pemberkatan Pohon Bodhi Pada

Peresmian Vihara Dharmayana Kuta, 23 Februari 1980 /

Cia Gwe 2531 ....................................................................... 112

Lampiran 5 : Foto Banjar Dharma Semadhi yang ada

di Jalan Majapahit, Kuta .......................................................... 113

Lampiran 6 : Foto salah satu Kuburan Etnik Tionghoa yang berada di jalan

Majapahit, Kuta ....................................................................... 114

Lampiran 7 : Foto Bagian Dalam Vihara Dharmayana Kuta ....................... 115

Lampiran 8 : Foto Kunjungan Yang Mulia Dalai Lama XIV di Vihara

Dharmayana Kuta tanggal 7 Agustus 1982 ............................. 116

Lampiran 9 : Foto Pembuatan Penjor Menjelang Perayaan Imlek ............... 117

Lampiran 10 : Foto umat Hindu ikut melakukan persembahyangan dan

persembahan di Vihara Dharmayana, Kuta ............................. 118

Lampiran 11 : Foto Jamuan Makan Bersama di Dalam Vihara Dharmayana Kuta

Bersama Seluruh Umat yang Usai Bersembahyang ................ 119

Lampiran 12 : Foto Pertunjukkan Naga yang diselenggarakan

di Wantilan Serbaguna Vihara Dharmayana

Untuk Memeriahkan Malam Imlek ......................................... 120

Lampiran 13 : Peraturan Presiden No. 10 Tahun 1959, LN. 1959-28. ........... 121

Page 17: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xvi

Lampiran 14 : Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967

Tentang Agama Kepercayaan Dan Adat Istiadat Cina Kami,

Pejabat Presiden Republik Indonesia ...................................... 127

Page 18: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xvii

GLOSARIUM

awig-awig : suatu ketentuan yang mengatur tata krama

pergaulan hidup dalam masyarakat untuk

mewudjudkan tata kehidupan yang ajeg

diimasyarakat.

banjar : suatu kesatuan komunitas yang lebih kecil dari

pada desa. secara etimologis, banjar berarti baris

atau lingkungan.

barong ket : merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi

atau boma

cap go meh : merupakan rangkaian hari raya terakhir di bulan cia

gwee bagi orang tionghoa. cap go meh disebut

juga pesta goan siauw atau hari lahirnya siang goan

thian koan atau roh yang memerintah langit dan

bumi. versi lain menyebut perayaan cap go meh

sebagai pesta musim bunga terbesar untuk

menghormati matahari yang muncul pada musim

dingin yang berkabut.

desa kala patra : tempat, waktu, keadaan

hippis : sebuah komunitas remaja yang anti kemapanan di

era tahun 60an. komunitas ini mengagungkan nilai-

nilai cinta, perdamaian dan harmoni. mereka anti

kemapanan dan mengadopsi gaya hidup yang bebas

seperti tinggal berpindah-pindah,

hoki : peruntungan dan nasib baik serta bagaimana cara

seseorang menyiasati agar selalu mendaptkan nasib

Page 19: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xviii

baik.

hongsui : kepercayaan pada faktor-faktor alamiah yang

diyakini menunjang nasib baik dan nasib buruk

manusia.

hopeng : cara untuk menjaga hubungan baik dengan relasi

usaha.

ida sasuhunan : bhatara atau bhatari yang di sungsung

imlek : perayaan yang awalnya dilakukan oleh para petani

di china yang biasanya jatuh pada tanggal satu di

bulan pertama di awal tahun baru. perayaan ini juga

berkaitan dengan pesta para petani untuk

menyambut musim semi. perayaan ini dimulai pada

tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal

15 bulan pertama. acaranya meliputi sembahyang

imlek, sembahyang kepada sang pencipta, dan

perayaan cap go meh. tujuan dari persembahyangan

ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan

agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak,

untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana

silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.

jero gede : istilah lain untuk penunggun karang, merupakan

dewa yang berfungsi untuk penjaga rumah

(menjaga karang).

kekereb : kain putih yang berisi gambaran atau rerajahan

berupa tulisan yang bersifat magis.

klian banjar : pimpinan banjar.

Page 20: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xix

kongco : secara harafiah memiliki arti kakek buyut. akan

tetapi di indonesia kongco merupakan tempat

peribadatan etnis tionghoa untuk memuja dewa

kong.

lotiah : kepala kampung.

mapamit : perpisahan

mebanten : sebuah prosesi mempersembahkan sesuatu

kehadapan tuhan yang biasa dilakukan oleh orang

bali.

menyama braya : hubungan bermasyarakat antar keluarga dan di luar

keluarga

ngodalin : peringatan tempat suci biasanya dipergunakan

hitungan berdasarkan sasih atau wuku.

nyame toko : saudara yang memiliki usaha dalam bidang dagang.

nyungsung : memuja/memiliki.

penjor : sebuah tiang bambu tinggi yg dihiasai dengan

janur, hasil-hasil bumi dan kain warna kuning-

putih.

pis bolong : uang kepeng, uang yang berasal dari china, korea,

vietnam, yang saat ini dipergunakan sebagai sarana

ritual di bali.

ratu nyoman : sering disebut juga penumbak rurung/dewa penjaga

depan rumah.

rumah abu : tempat penyimpanan abu leluhur, dimiliki oleh

Page 21: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xx

etnis tionghoa.

sanggah : tempat bersembahyang umat hindu bali.

sekaa : perkumpulan-perkumpulan yang memiliki tujuan

untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu.

tat twam asi : ajaran tata susila dalam agama hindu.

tugu kemulan : mengacu pada pelinggih, tempat pemujaan leluhur,

biasanya dipergunakan oleh hindu bali.

tugu pengelurah : merupakan linggih bhatara kala sebagai pengatur

hidup dan penguasa ruang waktu, juga disebut

sebagai stana sang catur sanak.

tugu surya : stana dari bhatara surya atau siwa raditya yang

menjaga kestabilan dan keseimbangan dalam

pekarangan rumah.

tugu taksu : tempat untuk menghubungkan dan mendekatkan

diri kehadapan sang hyang taksu agung atau sang

hyang adi taksu yang memberikan keahlian.

Page 22: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xxi

ABSTRAK

Kuta merupakan salah satu wilayah yang dihuni multietnik di Bali. Dalam

hal ini terdapat berbagai etnik dari luar wilayah Bali. Tionghoa merupakan salah

satu etnik pendatang yang menetap di Kuta. Mereka bermigrasi dari negara

asalnya yaitu Tiongkok untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di

Indonesia yaitu salah satunya di Bali dan khususnya di Kuta. Berbagai yang

menimpa etnik Tionghoa di Indonesia berdampak pada kehidupan etnik Tionghoa

di Kuta yaitu salah satunya PP No. 10 tahun 1959.

Dampak yang di timbulkan tidak sekeras seperti yang terjadi di pecinan

Semarang atau pecinan di Jawa lainnya. Sebaliknya kehidupan etnik Tionghoa

masih tetap terjalin baik dengan etnik Bali di Kuta. Terintegrasinya etnik

Tionghoa kedalam struktur etnik Bali di Kuta terlihat dari hubungan interaksi

sosial, ekonomi dan budaya yang terjalin dengan etnik Bali di Kuta. Penelitian ini

berusaha menjawab tentang mengapa etnik Tionghoa dapat terintegrasi ke dalam

struktur etnik Bali di Kuta 1968-2000 dan bagaimana bentuk integrasi etnik

Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta 1968-2000.

Jenis penelitian ini adalah studi lapangan (field research), dengan

dilengkapi penelitian arsip, wawancara serta observasi secara langsung terhadap

aktivitas etnik Tionghoa dan etnik Bali di Kuta. Didukung dengan data

dokumentasi dan berbagai data kepustakaan yang penulis dapatkan dari berbagai

penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Dalam penelitian ini beberapa proses etnik Tionghoa mampu bertahan dan

terintegrasi dalam struktur etnik Bali di Kuta setelah dikeluarkannya PP. No. 10

Tahun 1959 adalah segi sosial ekonomi dan budaya. Dalam penelitian temukan

beberapa bentuk integrasi secara sosial ekonomi dan budaya yang terjadi antara

etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta.

Penulis mengambil kesimpulan bahwa integrasi sosial terjadi akibat

adanya interaksi sosial, ekonomi dan budaya yang terjalin antara etnik Tionghoa

dengan etnik Bali Hindu bersifat asosiatif, yaitu suatu proses interaksi yang

mengidentifikasikan adanya gerakan pendekatan. Untuk mencapai sebuah

interaksi yang baik, kedua belah pihak harus berasimilasi atau saling

menyesuaikan dalam berbagai hal, misalnya budaya dan bahasa. Proses tersebut

dilandasi semangat toleransi untuk mengurangi perbedaan yang terdapat pada

kedua individu atau saling bersinggungan. Dapat dikatakan bahwa kehidupan

etnik di Kuta bercirikan praktek dari multikulturalisme.

Kata Kunci: Integrasi Sosial, Etnik Tionghoa, Etnik Bali, Asimilasi, Toleransi,

Multikulturalisme.

Page 23: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

xxii

ABSTRACT

Kuta is one of the multiethnic inhabited areas of Bali. In this case there

are various ethnic from outside Bali area. Tionghoa is one of the ethnic

immigrants who settled in Kuta. They migrate from their home country of China

to get a better life in Indonesia, one of them in Bali and especially in Kuta.

Various that affect Tionghoa ethnic in Indonesia have an impact on the life of

Tionghoa ethnic in Kuta, one of them PP. 10 in 1959.

The impact is not as hard as it happened in Chinatown or Chinatown in

other Java. On the contrary, Tionghoa ethnic life is still well established with

Balinese ethnic in Kuta. The integration of Tionghoa ethnic into the ethnic

structure of Bali in Kuta is evident from the social, economic and cultural

interactions intertwined with Balinese ethnicity in Kuta. This research attempts to

answer why Chinese ethnicity can be integrated into Balinese ethnic structure in

Kuta 1968-2000 and how to form Tionghoa ethnic integration with Balinese

ethnic in Kuta 1968-2000.

This type of research is field study (field research), with completed archive

research, interview and observation directly to Tionghoa ethnicand ethnic Bali

activities in Kuta. Supported by documentation data and various bibliographic

data that the authors get from various studies that have been done before.

In this research, some Tionghoa ethnic process is able to survive and

integrated in Balinese ethnic structure in Kuta after the issuance of PP. No. 10

Year 1959 is a socio-economic and cultural aspect. In the study find some form of

socio-economic and cultural integration that occurs between Tionghoa ethnic with

Balinese ethnic in Kuta.

The authors conclude that the social integration can result social,

economic and cultural interactions between Tionghoa ethnic and Balinese ethnic

Hindus are associative, an interaction process that identifies the movement of

approach. In order to achieve a good interaction, both parties must be assimilated

or adapt in various ways, such as culture and language. The process is based on

the spirit of tolerance to reduce the differences that exist in both individuals or

mutually intersect. It can be said that ethnic life in Kuta is characterized by the

practice of multiculturalism.

Keywords: Social integration, Tionghoa ethnic, Balinese Ethnic, Assimilation,

Tolerance, Multiculturalism.

Page 24: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedatangan etnik Tionghoa ke Nusantara sudah beratus-ratus tahun yang

lalu, Beny Juwono dalam Lembaran Sejarah 1999, menuliskan bahwa:

“Imigran Tionghoa datang ke Indonesia sudah beratus-ratus tahun yang

lalu. Tekanan ekonomi dalam negeri Cina telah memaksa etnik Tionghoa

merantau ke Asia Tenggara dari pantai Cina dengan hembusan angin

muson Desember-Mei menyusuri daratan Asia Tenggara. Dengan kata lain

faktor kemiskinan menjadi salah satu sebab etnik Tionghoa berimigrasi ke

Asia Tenggara. Disamping itu, keadaan politik dalam negeri seperti

Perang Candu 1839, pemberontakan Taiping 1851 serta krisis ekonomi

yang terjadi berulang kali seperti wabah kelaparan akibat kegagalan panen

telah mendorong ribuan imigran dari Cina Selatan mencari pekerjaan ke

luar negeri.”1

Menjelang tahun 1860, diperkirakan jumlah penduduk Tionghoa di

Indonesia sebanyak 222.000 orang, dua pertiganya berdiam dipulau Jawa.2 Etnik

Tionghoa memiliki peran yang penting didalam kehidupan ekonomi dan sosial di

Jawa. Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam memberikan kehidupan

yang cerah dibandingkan tanah asalnya di Cina yang penuh dengan krisis.3

Sejarah kedatangan etnik Tionghoa ke Indonesia melalui kawasan

sepanjang Pulau Jawa melalui jalur laut. Peranan laut sangat penting bagi migrasi

1Benny Juwono, “Etnis Cina di Surakarta, 1890-1927:Tinjauan Sosial Ekonomi”,

dalam Lembaran Sejarah vol.2, No.1, (Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM, 1999), pp. 59-

60.

2Koentjaraningrat, “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”, dalam Puspa

Vasanty, Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), p.359.

3Retno Winarni & Sartono Kartodirdjo,“Aktivitas Ekonomi Perdagangan Orang-

Orang Cina di Pantai Utara Jawa Timur Pada Abad XVII”,dalam Sosiohumanika

Vol.12,No.3, (Yogyakarta: Pascasarjana Ilmu Sosial-Humaniora Universitas Gadjah

Mada, 1999), p.325.

Page 25: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

2

etnik Tionghoa untuk sampai di Jawa.4 Kelompok Tionghoa pada umumnya

menetap di daerah pusat-pusat aktivitas ekonomi seperti pasar dan pelabuhan,

sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa sejak beberapa abad

lamanya kota-kota pelabuhan kuno seperti Aceh, di Semenanjung Malaka, di

daerah pantai Utara Jawa, dan banyak tempat lain di Indonesia telah mempunyai

segolongan pedagang Tionghoa.5

Etnik Tionghoa Jawa merupakan salah satu yang lebih dahulu datang ke

kepulauan Indonesia. Emigran Tionghoa memungkinkan dirinya terserap ke

dalam masyarakat setempat dan menjadi suatu kelompok minoritas yang

mempertahankan unsur-unsur kebudayaan tanah leluhurnya dan menyesuaikan

diri dengan situasi-situasi setempat atau dapat menjadi kelompok minoritas yang

dominan di Jawa.6

Imigran-imigran Tionghoa mengalir semakin banyak dan meluas

mengikuti arus perdagangan Nusantara, terutama di kota-kota pantai salah satunya

adalah Bali. Bali pada dasarnya merupakan suatu daerah yang bersifat terbuka.

Keterbukaan Bali terlihat khususnya terhadap etnik Tionghoa, dapat dibuktikan

dengan adanya berbagai peninggalan Hindu-Budha di Bali.7

4Koentjaraningrat, op.cit., pp. 359-360.

5Koentjaraningrat, Masalah-Masalah Pembangunan: Bunga Rampai Antropologi

Terapan, (Jakarta: LP3ES,1982), p.50.

6Ibid., p.55.

7I Wayan Ardika, “Hubungan Komunitas Tionghoa Dan Bali : Perspektif

Multikulturalisme”, dalam Sulistyawati (ed.), Integrasi Budaya Tionghoa ke Dalam

Budaya Bali dan Indonesia: Sebuah Bunga Rampai, (Denpasar: Udayana University

Press, 2011), p.2.; Hubungan Bali dengan Tiongkok juga dapat diketahui dengan temuan

Page 26: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

3

Keberadaan etnik Tionghoa di Bali yang berkembang sejak lama

melahirkan jejak-jejak percampuran kebudayaan Cina dan Bali, berupa pis bolong

(uang bolong) yang pada jamannya dipakai sebagai alat tukar hingga

dipergunakan sebagai sarana upacara keagamaan.8 Keberadaan etnik Tionghoa

yang berkembang ditengah-tengah etnik Bali yang kental akan kebudayaan Bali

dimulai pada abad ke-7, dimana pada masa itu etnik Tionghoa direkrut sebagai

prajurit-prajurit bagi pasukan raja-raja untuk menghadapi peperangan yang sering

terjadi antara raja-raja pada masa itu.9

Etnik Tionghoa yang tersebar di Bali pada umunya berada di kota-kota

besar serta tempat-tempat yang strategis yaitu kawasan perdagangan. Salah satu

keberadaan etnik Tionghoa di Bali yaitu di kawasan pesisir Kuta. Daerah Kuta

merupakan daerah strategis untuk menjalankan aktifitas perekonomian pada masa

kejayaan kerajaan Badung.10

Dari segi lokasi Kuta digolongkan sebagai kota pantai atau pelabuhan

yang menitik beratkan kekuatan sosial ekonomi pada pelayaran dan perdagangan-

pedagang asing seperti, Bugis dan pedagang Tionghoa.11 Dalam sejarah Kuta

sebagai kota pelabuhan pada abad ke XIX, yang di penuhi dengan pedagang-

sejumlah keramik dari zaman dinasti Tang di situs Blanjong, Sanur yang berasal dari

abad VII-X Masehi.

8I Gusti Ketut Widana, Menjawab Pertanyaan Umat: Yajna Sesa Pemborosan?,

(Denpasar : Yayasan Dharma Narada, 1997), p.72.

9Ide Anak Agung Gde Agung, Bali Pada Abad XIX, (Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada, 1989), p. 17.

10Ni Ketut Suari, “Peran Syahbandar di Bali Pada Abad XIX”, Tesis Fakultas

Sastra, 1986, p. 3.

11Ibid., p.119.

Page 27: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

4

pedagang Tionghoa tidak lepas dari adanya hubungan dagang yang baik dengan

Belanda yang ditengahi oleh Lange.12 Dengan majunya Kuta sebagai kota

pelabuhan pada masa kerajaan Badung memungkinkan semakin tumbuh dan

berkembangnya pedagang Tionghoa di Kuta.

Pada kurun waktu 1874 etnik Tionghoa memegang kendali yang besar

dalam sistem perdagangan di sepanjang pasar tradisional di Kuta.13 Situasi

perdagangan semula berjalan dengan baik seketika berubah akibat etnik Tionghoa

di Kuta mengalami beberapa perlakuan terkait sosial politik. Dikeluarkannya

Peraturan Presiden No. 10 tanggal 14 Mei tahun 1959 adalah sebuah peraturan

yang dikeluarkan pada tahun 1959 dan ditanda tangani oleh Menteri Perdagangan

Rachmat Mujomisero yang berisi tentang larangan orang asing berusaha di bidang

perdagangan eceran di tingkat kabupaten ke bawah (di luar ibu kota daerah) dan

wajib mengalihkan usaha mereka kepada warga negara Indonesia.14

Peraturan Presiden ini mengakibatkan etnik Tionghoa di Indonesia

memilih untuk kembali ke Tiongkok. Sekitar 199.000 yang mendaftar, namun

hanya 102.000 yang terangkut ke Tiongkok menggunakan kapal yang dikirim

12Untuk menyatakan rasa terima kasih Raja Badung kepada Lange, Ngurah

Kesiman kemudian memberikan jabatan kehormatan kepada Lange yang terkenal dengan

“Pemekel Gede”. Ni Ketut Suari, op.cit ., p. 121.

13Walapun tidak ditemukan bukti pedagang Tionghoa di sepanjang pasar

tradisional di Kuta pada tahun 1874, namun berdasarkan pada hasil wawancara dengan

beberapa pedagang Tionghoa yang masih membuka usaha di pasar tradisional Kuta, jika

leluhurnya yang datang dari negri Tiongkok berdagang di Kuta dan mewarisi usaha

berdagang di pasar Tradisional Kuta yang saat ini bernama pasar Kuta.

14Data ini berdasarkan artikel, “Peraturan yang Menggusur Tionghoa”, dalam

majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2007, pp. 94-95.

Page 28: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

5

oleh pemerintah RRT.15 Sedangkan di Bali, tercatat lebih dari 3.000 meminta

paspor untuk pulang ke Tiongkok.16

Walapun etnik Tionghoa dan etnik Bali berbeda dari segi latar etnis,

agama, dan sosikultural, namun mereka dapat hidup berdampingan dengan suatu

wadah, yakni desa adat. Hal ini dapat di dibuktikan dengan adanya hubungan

harmonis dan interaksi yang baik etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta yang

di wujudkan dalam hubungan bermasyarakat (menyama braya). Salah satunya

dengan tergabung didalam dua kelompok banjar adat suka duka Temacun dan

Pemamoran. Tahun 2000, etnik Tionghoa tergabung dalam satu ikatan

perkumpulan suka duka Dharma Semadi.

Kuta sebagai lokasi tempat tinggal juga memiliki peranan yang tidak kecil

dalam interaksi etnik Tionghoa. Kuta sebagai sebuah rumah, memberikan ruang

bagi etnik Tionghoa tempat untuk melakukan aktivitas, berinteraksi, bersosialisasi

juga berbagi peran dengan etnik Bali dikuta. Pada kehidupan sehari-hari di Kuta,

kehidupan etnik Tionghoa berbaur dengan etnik Bali baik itu dalam pemukiman

maupun desa pakraman.

Pembauran tidak menjadikan etnik Tionghoa kehilangan akar budayanya,

yang masih sangat kental akan tradisi-tradisi yang bersumber dari ajaran nenek

moyangnya. Meskipun secara ekstrinsik etnik Tionghoa berbeda dengan etnik

15 Data ini berdasarkan artikel, “Terusir dari Kampung Sendiri”, dalam majalah

Tempo edisi 13-19 Agustus 2007, pp. 96-97.

16Data ini berdasarkan artikel, “Hoakiauw di Bali Mengalir Meminta Paspor

Pulang”, dalam Suara Indonesia, 25 April 1960, p. 19.

Page 29: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

6

Bali di Kuta, namun mereka hidup berdampingan sehingga dapat dikatakan telah

membentuk masyarakat multikultural. Bahkan etnik Bali di Kuta memiliki istilah

baru untuk etnik Tionghoa yang telah menetap lama di Kuta, yakni nyame toko . 17

Kehidupan etnik Tionghoa di Kuta mampu berbaur dan terintegrasi

dengan etnik Bali di Kuta, sehingga terwujud suatu masyarakat yang majemuk

dalam suatu wadah yaitu desa adat, dan hal ini menarik untuk di teliti. Tahun 1968

merupakan titik awal dari integrasi etnik Tionghoa di Kuta, sebab terdapat suatu

ketentuan yang tidak tertulis yang berlaku di Kuta, bahwa etnik Tionghoa juga

mendapatkan perwakilan dalam struktur Desa Adat, diwakili oleh Wasista Surya

Gunawan, yang menjabat sebagai kelian adat di banjar Dharma Semadi.

Perwakilan ini, merupakan perwakilan adat khusus untuk etnik Tionghoa sebagai

penduduk pendatang di Kuta. Titik akhir penelitian ini tahun 2000 terjadi

pemekaran lingkungan Kuta, pemekaran yang dilakukan bertujuan untuk

meningkatkan pariwisata di Kuta.18 Pemekaran wilayah berdampak pada etnik

Tionghoa, yang sebelumnya etnik Tionghoa ada di lingkungan banjar Temacun

Kuta. Kelurahan memutuskan etnik Tionghoa untuk di tempatkan pada satu

lingkungan banjar yang ada di Kuta yaitu banjar Dharma Semadi.19

17Berdasakan penelitian di lapangan, peneliti melihat beberapa keakraban etnik

Bali di Kuta ketika memanggil etnik Tionghoa dengan sebutan nyame toko.

18Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk diwilayah kelurahan Kuta,

maka pada tanggal 1 April 2000 terjadi pemekaran lingkungan persiapan yakni:

lingkungan persiapan Abianbase, lingkungan persiapan Pemamoran, lingkungan

persiapan Pering, lingkungan persiapan Anyar, lingkungan persiapan Segara. Profil

Pembangunan Kelurahan Kuta Tahun 2000-2001, p. 2.

19Hasil wawancara dengan Adi Dharmaja Kusuma (50 tahun), pada tanggal 10

September 2016.

Page 30: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

7

Berdasarkan uraian di atas, tema penelitian studi ini adalah “Integrasi Etnik

Tionghoa Dengan Etnik Bali di Kuta 1960-2000”. Dalam tema tersebut terungkap

suatu permasalahan yakni, sekalipun Kuta mengalami perubahan akibat masuknya

pariwisata dan pemekaran lingkungan di Kuta, namun integrasi antara etnik

Tionghoa dengan etnik Bali tetap terjaga keharmonisannya secara sosial, ekonomi

dan budaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut adanya korelasi sebab akibat antara

kuatnya hubungan sistem ekonomi dan sistem kekerabatan yang baik

menyebabkan terintegrasinya etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta. Oleh

karena itu formulasi permasalah tersebut di atas dijabarkan melalui 2 buah

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Mengapa etnik Tionghoa dapat terintegrasi ke dalam struktur etnik

Bali di Kuta 1968-2000?

2. Bagaimana bentuk integrasi etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta

1968-2000?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan umum

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menggali informasi dan mengkaji

integrasi etnik Tionghoa di Kuta, dan untuk mengetahui bentuk-bentuk integrasi

antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta, Selain itu tujuan penelitian ini

Page 31: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

8

adalah untuk menguak suatu peristiwa sejarah sosial ekonomi dan budaya yang

perlu untuk di lestarikan.

1.3.2 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, yakni menambah

perbendaharaan pengetahuan yang terkait dengan masalah kesukubangsaan yakni

tidak saja satu suku bangsa Bali, tetapi juga suku bangsa Tionghoa. Menambah

pembendaharaan pengetahuan tentang berbagai aspek yang berkaitan denggan

integrasi sosial, ekonomi dan budaya terutama antara etnik Bali dengan etnik

Tionghoa dalam wadah desa adat maupun dinas. Penelitian ini diharapkan dapat

merangsang penelitian lain dalam mengkaji masalah etnik Tionghoa, baik di Kuta

maupun di tempat lain dengan pendekatan yang sama maupun dengan pendekatan

yang lainnya.

Selain itu penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran praktis

khusus tentang integrasi etnik Tionghoa di Kuta, dan bentuk-bentuk integrasi

antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta. Penelitian ini juga diharapkan

mampu menjadi batu loncatan bagi para peneliti lain untuk melakukan penelitian

mengenai integrasi etnik Tionghoa serta diharapkan mampu memperkaya

khazanah kajian ilmu sejarah.

1.4 Tinjauan Pustaka

Adanya berbagai gejala sosial di masyarakat Indonesia yang disebabkan

oleh hubungan dengan etnik Tionghoa telah menarik minat berbagai kalangan,

khususnya ilmuan sosial untuk mengkajinya. Hal ini terbuktinya dari adanya

Page 32: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

9

berbagai kajian tentang etnik Tionghoa di Indonesia yang dalam hal ini digunakan

sebagai acuan oleh peneliti dalam menulis.

Penelitian ini menggunakan sumber pustaka dalam negeri yang mengkaji

tentang sejarah komunitas etnik Tionghoa di Indonesia yaitu buku karangan

Munawir Aziz (2014) mengkaji tentang “Lasem Kota Tiongkok Kecil, Interaksi

Tionghoa, Arab, dan Jawa Dalam Silang Budaya Pesisir”, buku karangan

Munawir Aziz merupakan salah satu naskah tesis yang kemudian di edit menjadi

buku sehingga penulis dalam penelitian ini mampu membandingkan penelitian

yang pernah ada sebelumnya di daerah lain. Dalam buku ini tertulis Lasem

sebagai kota pesisir dipenuhi oleh etnik Tionghoa ketika terjadi pengusiran etnik

Tionghoa dari Batavia pada 1740, kemudian disusul dengan tragedi yang sama

ketika perang Jawa. Hingga akhirnya pelarian mereka sampai di daerah Lasem,

mereka pun kemudian membaur dengan penduduk pribumi setempat dan orang-

orang keturunan Arab.20

Penelitian ini sama-sama di kawasan pesisir yaitu di Kuta, Bali yang

dipenuhi oleh para pedagang Tionghoa dari Tiongkok yang datang untuk

berdagang lalu memilih untuk tinggal menetap dan hidup berbaur dengan etnik

Bali di Kuta.

Buku karangan Yerry Wirawan (2013) mengkaji tentang “Sejarah

Masyarakat Tionghoa Makassar, Dari Abad ke-17 Hingga ke-20”. Buku karangan

Yerry Wirawan merupakan salah satu naskah tesis yang sudah diterbitkan menjadi

20Munawir Aziz, Lasem Kota Tiongkok Kecil: Interaksi Tionghoa, Arab, dan

Jawa Dalam Silang Budaya Pesisir, (Yogyakarta: Ombak, 2014).

Page 33: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

10

buku. Dengan membaca buku karangan Yerry Wirawan memberikan gambaran

menyeluruh tentang perkembangan sejarah etnik Tionghoa Makassar sejak abad

ke-16 bahkan pemula abad ke-17 dan dibandingkan dengan Jawa, masyarakat

Tionghoa di Makasar pernah memegang peran penting dalam perdagangan di

Nusantara dan bagian kehidupan penduduk kota Makasssar hingga abad ke-20.21

Buku ini memberikan gambaran kehidupan sosial dan perdagangan di pelabuhan

pada abad ke-17 hingga ke-20.

Buku yang berjudul Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa, sebuah karya

dari Onghokham yang terbit tahun 2009. Buku ini sebenarnya adalah kumpulan

artikel yang pernah dipublikasikan di Star Weekly dari tahun 1958-1960, di mana

kesemua artikel tersebut menyangkut tentang posisi kelompok Tionghoa

peranakan di Indonesia. Analisis dari buku ini yang mengambil sudut pandang

sejarah dan politik, sangat dipengaruhi oleh latar belakang Onghokham, seorang

sejarahwan walaupun sempat mengenyam pendidikan di Jurusan Hukum

Universitas Indonesia.

Terdapat 14 artikel yang dimuat dalam buku ini dari 41 artikel yang Ong

sumbangkan kepada Star Weekly. Jika dilihat dan dianalisis, terdapat 4 poin

bahasan yang dimuat dalam buku ini yang saling terikat satu sama lain. Pertama

mengenai sejarah sosial politik etnik Tionghoa peranakan di Jawa, Madura dan

Filipina. Kedua mengenai pandangan Ong terhadap kedudukan Tionghoa dalam

tataran masyarakat Indonesia. Ketiga, kontribusi Ong atas polemik mengenai

21Yerry Wirawan, Sejarah Masyarakat Tionghoa Makassar : Dari Abad Ke-17

Hingga Ke-20, (Jakarta: Gramedia, 2013).

Page 34: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

11

akulturasi versus integrasi, di mana Ong merupakan salah satu tokoh utama

akulturasi hingga tahun 1963, dan yang keempat membahas mengenai keluarga

Ong yang merupakan keturunan keluarga Han dan Tan yang cukup disegani di

Jawa Timur.

Sedikit berbeda dengan buku yang ditulis oleh Onghokham, penelitian ini

akan terfokus pada integrasi antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali, dengan

mengambil kasus di Kuta dan mempergunakan perspektif ilmu sejarah. Akan

tetapi, buku ini bisa menjadi salah satu perbandingan untuk melihat akulturasi

yang terjadi di Jawa, Madura, Filipina dengan yang terjadi di Bali.

Hasil penelitian dari Sutjiati Berata dkk, tahun 2010 yang berjudul Dari

Tatapan Mata ke Pelaminan Sampai di Desa Pakraman, Studi Tentang Hubungan

Etnik Bali dengan Orang China di Bali yang diterbitkan oleh Udayana University

Press. Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa tempat di Bali, diantaranya,

Desa Baturiti, Denpasar, Desa Carangsari dan Desa Padangbai yang mana

menghasilkan beberapa buah simpulan mengenai hubungan antar etnik Tionghoa

dengan etnik Bali di tengah kehidupan masyarakat yang multikultur khususnya

mengenai pernikahan campur yang terjadi antar etnik Tionghoa dengan etnik Bali.

Selain itu, dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai implikasi kebersamaan

etnik Bali dengan orang China dalam desa Pakraman. Penelitian dari Sutjiati

Berata ini bisa dikatakan mengambil perspektif yang multidisipliner, dikarenakan

latar belakang ketiga peneliti yang berbeda. Sutjiati Berata, berlatar sastra, Wayan

Ardika berlatar belakang arkeologi sedangkan Nyoman Dana berlatar belakang

antropologi.

Page 35: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

12

Penelitian ini memberikan peneliti gambaran mengenai bagaimana

implikasi perkawinan campuran antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali, yang

mana penulis ingin mengetahui seberapa jauh perkawinan campuran ini

mempengaruhi interaksi sosial pada etnik Tionghoa di Kuta. Akan tetapi tentunya

secara keseluruhan penelitian yang akan penulis laksanakan berbeda dengan

penelitian yang telah dilaksanakan oleh Sutjiati Berata dkk. Lokasi penelitiannya

pun berbeda yaitu di kabupaten Badung, kecamatan Kuta. Sehingga hasil

penelitian, pada nantinya akan berbeda.

Beberapa buku lainnya yang menjadi sumber pustaka yaitu buku karangan

Andjarwati Noordjanah (2010) mengkaji tentang “Komunitas Tionghoa di

Surabaya”. P. Hariyanto (1993) mengkaji tentang “Kultur Cina dan Jawa,

Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural”. Leo Suryadinata (1994) menkaji tentang

“Politik Tionghoa Peranakan di Jawa”. Mely G. Tan (1981) mengkaji tentang

“Golongan Etnik Tionghoadi Indonesia”. H. Tarmizi Taher (1997) mengkaji

tentang “Masyarakat Cina, Ketahanan Nasional dan Integrasi Bangsa di

Indonesia”. Nurani Soyomukti (2012) mengkaji tentang “Soekarno dan Cina “.

Onghokham (1991) mengkaji tentang “Rakyat dan Negara”.

Kajian-kajian tersebut di atas pada garis besarnya menyajikan tentang

kegiatan dagang orang-orang Cina, Stereotipe orang Cina (Tionghoa), usaha

integrasi yang dilakukan etnik Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, beserta

kendala yang dihadapi baik yang bersumber pada faktor ekonomi, sosial, budaya,

maupun pengalaman sejarah. Selain itu dibahas mengenai tindak kekerasan

terhadap kaum peranakan Tionghoa.

Page 36: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

13

Khusus penelitian tentang “integrasi etnik Tionghoa di Bali” oleh peneliti

sebelumnya belum banyak dilakukan orang. Beberapa kajian yang telah ada

terlihat dari hasil penelitian Tesis dari I Ketut Wirata pada tahun 2005 yang

berjudul Integrasi Etnik Tionghoa di Desa Adat Carangsari Kecamatan Petang

Kabupaten Badung Bali, Suatu Kajian Budaya. Dalam tesisnya ini, Wirata

meneliti tentang integrasi etnik Tionghoa kedalam etnik Bali. Etnik Tionghoa di

Desa Adat Carangsari dikatakan Wirata terikat satu penyamaan dengan etnik Bali

di Carangsari. Hal ini dimungkinkan dikarenakan etnik Tionghoa di Desa Adat

Carangsari sama-sama menempati karang desa dengan etnik Bali. Selain itu

terintegrasinya etnik Tionghoa ke dalam Desa Adat juga dibuktikan dengan etnik

Tionghoa di Desa Adat Carangsari juga memiliki sanggah untuk memuja leluhur

dan Tuhan Yang Maha Esa, serta sama-sama memeluk agama Hindu.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wirata adalah penelitian baik

dari Wirata maupun penelitian yang akan penulis teliti sama-sama mengambil

sudut pandang budaya, selain itu baik Wirata maupun penulis, sama-sama

mempergunakan etnik Tionghoa sebagai objek penelitian yang diteliti. Sedangkan

perbedaannya, Wirata menekankan penelitiannya pada integrasi etnik Tionghoa ke

dalam Desa Adat Carangsari, mengapa etnik Tionghoa di Carangsari bisa

berintegrasi ke dalam struktur etnik Bali, sedangkan penelitian ini terfokus pada

integrasi sosial, ekonomi dan budaya etnik Tionghoa di Kuta, yang mendapatkan

pengaruh dari budaya Bali dari kehidupan sosial ekonomi dan religi komunitas

etnik Tionghoa di Kuta.

Page 37: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

14

Tesis Ni Ketut Swari (1986) yang berjudul “Peran Syahbandar di Bali

Pada Abad XIX”. Mengkaji tentang peran syahbandar di Bali pada abad XIX,

dengan menyajikan salah satunya jalur pelayaran dan pelabuhan di Kuta yang

berpengaruh pada sistem perdagangan di Bali abad XIX. Tesis Swari sangat

membantu penulis dalam penelitian ini, terutama memberikan gambaran

mengenai Kuta sebagai kota pelabuhan abad XIX di Bali. Sehingga kuat

kemungkinan jika masuk perdagangan ke Kuta yang membawa masuk etnik

Tionghoa sampai di Kuta.

Tesis I Putu Putra Kusuma Yudha (2014) yang berjudul “Perubahan

Identitas Budaya Etnik Tionghoadi Desa Pupuan Kecamatan Pupuan Kabupaten

Tabanan”, dengan membahas mengenai masalah perubahan identitas etnik

Tionghoa dan bentuk-bentuk perubahan yang terjadi seperti perubahan nama etnik

Tionghoa di desa Pupuan, Tabanan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yudha adalah sama-sama

melihat adanya hubungan erat antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali, sehingga

menjadikan kedua unsur ini saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan

perbedaannya adalah penulis akan mengambil perspketif kajian ilmu sejarah,

berbeda halnya dengan Yudha yang mengambil perpektif dari kajian budaya.

Penelitian penulis juga lebih terfokus pada interaksi etnik Tionghoa dengan etnik

Bali yang mengambil studi kasus di Kuta.

Selain kajian-kajian di atas secara keseluruhan masih banyak

penelitian/laporan/ karya tulis yang membicarakan tentang etnik Tionghoa

khususnya mengenai interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali. Kajian-

Page 38: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

15

kajian tersebut di atas, secara keseluruhan dapat memberikan gambaran yang

sangat berarti dalam melihat secara jeli terhadap fenomena interaksi antara etnik

Tionghoa dengan etnik Bali. Akan tetapi, dari beberapa kajian-kajian di atas

tampaknya belum ada kajian khusus yang membahas mengenai integrasi etnik

Tionghoa.

Karna itu kajian terhadap etnik Tionghoa di Bali umumnya dan khususnya

di Kuta sangat menarik dan masih perlu diangkat dan diperluas serta di perdalam

mengingat bahwa kajian etnik Tionghoa di Kuta terutama integrasi etnik

Tionghoa di Kuta, saling berinteraksi dengan etnik Bali di Kuta. Selain itu

integrasi sosial ekonomi dan budaya adalah suatu proses yang penuh dengan

dinamika, dan penyesuaian-penyesuaian antar etnis sehingga membentuk

keseimbangan sosial budaya.

1.5 Metodologi Sejarah

Metodologi sejarah yang tepat dipakai untuk membantu memudahkan

penelitian adalah sejarah sosial. Kuntowijoyo menjelaskan sejarah sosial

merupakan gejala baru dalam penulisan sejarah sejak sebelum perang Dunia II.

Sebagai sebuah gerakan penting dalam penulisan sejarah baru, sejarah sosial

mendapat tempat sejak 1950-an.22

Dengan menggunakan sejarah sosial yang di perkenalkan Kuntowijoyo

salah satunya yang menjadi sentral dari penelitian ini adalah model lingkaran

sentral. Model ini tidak menulis mengenai kota atau masyarakat dari awal, tetapi

dari titik yang sudah jadi. Setiap penulisan bertolak dari titik sejarah ditengah-

22Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), p. 157.

Page 39: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

16

tengah demikian biasanya dimulai dengan lukisan sinkronis tentang masyarakat

tersebut, baru kemudian secara diakronis ditunjukan pertumbuhannya.23

Sejarah sosial, bagian dari model lingkaran sentral dalam penelitian yang

dimaksud ini adalah mulai masuknya pariwisata di Kuta pada tahun 1969, yang

ditandai dengan masuknya para wisatawan yang datang ke Kuta menyebabkan

perkembangan di Kuta terutama perkembangan ekonomi yang pesat.

Perkembangan selanjutnya tahun 1970 kawasan Kuta yang menjadi sentralnya,

mulai berkembang menjadi kawasan pariwisata di Bali

Melihat semakin berkembangnya wilayah Kuta saat itu menyebabkan

kehidupan sosial ekonomi etnik Bali mulai berkembang termasuk juga etnik

Tionghoa di Kuta yang menjadi salah satu bagian masyarakat yang mendiami

wilayah Kuta mulai mengikuti perkembangan kawasan ini.

1.6 Kerangka Teoretis dan Koseptual

Model pendekatan dan kerangka teoretik mempunyai hubungan yang

sangat erat dengan jenis sejarah yang akan diungkap. Dalam merekonstruksi

“Integrasi Etnik Tionghoa Dengan Etnik Bali di Kuta 1960-2000”, diperlukan

berbagai pendekatan ilmu-ilmu sosial, dengan menggunakan kerangka teori

terutama teori-teori ilmu sosial dimaksudkan agar diperoleh derajat eksplanasi

yang lebih memadai dalam penulisan sejarah sosial.24

23Ibid., pp. 44-45.

24Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), pp. 120-156.

Page 40: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

17

Masalah integrasi etnik Tionghoa di Bali dapat dijelaskan dengan konsep

integrasi sosial yang diajukan oleh Gillin and Gillin. Gilin menyebutkan bahwa

integrasi adalah bagian dari proses sosial yang terjadi karena perbedaan fisik,

emosional, budaya dan perilaku.25 Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas

mengenai integrasi etnik tionghoa dengan etnik Bali di kuta 1960-2000 diperlukan

konsep-konsep ilmu sosial lainnya yang dapat membantu menjelaskan

permasalahannya.

Integrasi sosial atau penyesuaian sosial adalah suatu proses penyesuaian

diantara unsur-unsur yang saling berbeda, yang dalam kehidupan sosial sehingga

menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat

tersebut.26 Terjadinya integrasi sosial menyebabkan kelangsungan hidup individu

atau kelompok terjamin, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan. Integrasi sosial

merupakan suatu proses untuk mempertahankan kelangsungan hidup kelompok

yang tidak akan pernah selesai dan berlangsung terus menerus.27

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang

menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-

kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok

25Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas, Edisi Baru, (Jakarta:

Rajawali Press, 1990), p. 78. 26Suprapto, Sosiologi dan Antropologi, (Bandung : CV Rajawali, 1987), p. 45.

27Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Bina

Cipta, 1983), p. 55.

Page 41: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

18

manusia.28 Interaksi sosial antar manusia selalu berada dalam proses dinamis.

Tanpa proses, interaksi sosial hanya terjadi dari satu pihak ke pihak lain tanpa

adanya kesan apa-apa.

Salah satu bentuk khusus proses sosial yang terlihat dalam penelitian ini

adalah Kerjasama (Cooperation) adalah suatu usaha bersama antara orang

perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa

tujuan bersama.29 Untuk terbentuknya suatu kerjasama sangatlah penting adanya

kesadaran akan pentingnya kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama.

Demikian etnik Tionghoa di Kuta, mereka diterima dan berbaur dengan etnik Bali

dengan cara ikut menjadi warga desa (makrama desa).

Selain adanya proses sosial berupa kerjasama antar etnis, perlunya

hubungan antar etnis atau ras dengan bentuk saling memahami perbedaan masing-

masing guna mencapai tujuan bersama yaitu asimilasi. Salah satu bentuk asimilasi

perkawinan yang terjadi karena perkawinan antarentik untuk melahirkan

kelompok baru.30 Selain itu adanya perkawinan campuran antara etnik Tionghoa

dengan etnik Bali di Kuta melahirkan generasi baru yang hidup dilingkungan

Kuta.

Asimilasi budaya yaitu suatu proses yang megadopsi nilai, kepercayaan,

dan bahasa dan sistem simbol dari suatu kelompok etnik kemudian membentuk

28Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, (Jakarta: Grafindo Persada,

2010), pp. 54-55.

29Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat

Multikultur, (Yogyakarta: LKiS, 2005), p.129.

30Ibid., p. 138.

Page 42: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

19

sistem simbol etnik baru.31 Dalam kaitannya di Kuta, proses asimilasi budaya

yang terlihat antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali yaitu adanya terbentuknya

kepercayaan baru di Kuta yaitu kepercayaan Hindu-Budha.

Konsep dan proses interaksi sosial yang dipaparkan diatas sangat

membantu penulis menelaah kajian tentang interaksi sosial, ekonomi dan budaya

etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta. Dalam penelitian ini penulis melihat

etnik Tionghoa di Kuta sebagai pendatang yang tentunya memiliki banyak

perbedaan baik dari segi fisik, kehidupan sosial dan juga kebudayaan yang

berbeda pula. Dengan adanya perbedaan tersebut tentunya membentuk suatu pola

integrasi sosial yang baru di Kuta.

Dalam hal ini konsep etnik Tionghoa juga di perlukan untuk melihat etnik

Tionghoa yang terfokus dalam penulisan skripsi ini. Menurut G.W. Skinner

bahwa dalam kelompok etnik Tionghoa terdapat nama identitas diri bagi setiap

anggota kelompok etnis Tionghoa. Dalam kriteria tersebut, orang yang

mempunyai nama keluarga Tionghoa tentu asal usulnya Tionghoa. Selain itu

secara tradisional, etnik Tionghoa meletakkan nama keluarga berada di depan

diikuti dengan posisi secara hierarkis dalam kelompoknya.32

Etnik Tionghoa berdasarkan orientasi kebudayaan dapat dibedakan

kedalam 2 kelompok besar yaitu peranakan, yaitu etnik Tionghoa yang lahir di

Indonesia, atau hasil perkawinan campuran antara etnik Tionghoa dengan orang

31Ibid.

32Mely G. Tan, Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, (Jakarta:

Gramedia,1981), pp.1-2.

Page 43: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

20

Indonesia. Selain itu, istilah peranakan digunakan untuk menyebut etnik Tionghoa

yang telah berasimilasi dengan masyarakat setempat dan mereka berorientasi

dengan kebudayaan setempat. Totok, yaitu etnik Tionghoa yang lahir di negara

Tiongkok. Selain itu, istilah etnik Tionghoa totok digunakan untuk menyebut

pendatang baru atau lama yang masih berorientasi atau mendukung secara kultural

tradisi Tiongkok daratan.33

Menurut Yusiu Liem, bahwa etnik Tionghoa totok ialah generasi pertama

Tionghoa atau generasi selanjutnya, yang keturunannya bukan dan perkawinan

campuran dengan penduduk setempat dan masih fasih satu atau lebih dialeg

Tionghoa serta masih mempunyai kedekatan dengan budaya Tionghoa.34 Dalam

penelitian ini etnik Tionghoa di Kuta merupakan etnik Tionghoa peranakan yang

merupakan keturunan dari perkawinana campuran antara etnik Tionghoa dengan

etnik Bali di Kuta.

Etnik Bali adalah etnik yang dalam kehidupannya dituntun oleh nilai-nilai

kebudayaan Bali yang selalu berusaha bersikap seimbang terhadap alam

sekitanya. Hal itu dilandasi oleh kesadaran bahwa alam semesta adalah

kompleksitas unsur-unsur yang satu sama lain terkait dan membentuk suatu sistem

kesemestaan.35

Nilai keseimbangan akan terwujud ke dalam dua unsur yakni:

33 Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, (Jakarta: Grafiti, 1984), pp.85-

93.

34 Yusiu Liem, op.cit., p. 66.

35 I Made S. Dharmayudha & I Wayang K. Cantika, Filsafat Adat Bali, (Denpasar

: Upada Sastra, 1994), p.6.

Page 44: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

21

1. Selalu ingin menyesuaikan diri dan berusaha menjalin hubungan dengan

elemen-elemen alam dan kehidupan yang mengitarinya.

2. Ingin menciptakan suasana kedamaian dan ketentraman antar sesama

makhluk dan juga terhadap alam di mana manusia hidup sebagai salah

satu elemen dari alam semesta raya.36

Kehidupana etnik Bali yang didukung oleh adat istiadat yang kuat dalam

hubungan antara warga yang satu dengan warga yang lain didasarkan atas asas

moral yang telah melembaga dalam diri individu. Asas dasar itu adalah Tat Twam

Asi, Twam artinya Kamu dan Asi artinya adalah, jadi Saya adalah Kamu dan

segala makhluk adalah sama. Menolong orang lain berarti menolong diri sendiri

dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri.37 Etnik Bali memang

telah menyatu, dengan alam dan Ida Sang Hyang Widhi dalam menciptakan

kedamaian hidup melalui resapan getaran harmoni dalam wadah keseimbangan.

1.7 Metode Penelitian Dan Sumber

1.7.1 Metode Penelitian

Dalam proses penulisan ini, penulis menerapkan metode sejarah sebagai

instrument utama untuk merekonstruksi peristiwa historis sehingga mencapai

sasaran penulis yang diharapkan. Pertama, tahap heruistik (pengumpulan data),

pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dilakukan dengan penelitian

kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field reseach).

36Ibid.

37 I Made S. Dharmayudha & I Wayang K. Cantika, op.cit., p. 24.

Page 45: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

22

Sumber-sumber tersebut didapat dari perpustakaan daerah Bali, yang

penulis temukan terkait yang diteliti yaitu beberapa buku tentang pengusiran etnik

Tionghoa di Indonesia seperti karya Nurani Soyomukti dan Leo Suryadinata.

Dalam hal ini buku karangan Leo Suryadinata tergolong buku langka, karena

penulis berhasil menemukan buku langka tesebut perpusatakaan daerah Bali.

Perpustakaan Arsip Provinsi Bali, yang penulis temukan terkait yang diteliti yaitu

buku karangan Mely G. Tan yang tergolong buku langka. Penulis menemukan

buku karangan Mely G. Tan belum terjemahan, dalam hal ini merupakan

tantangan penulis dalam menerjemahkan buku tersebut untuk selanjutnya dapat di

pakai sebagai acuan penulis. Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Udayana, penulis menemukan salah satu tesis karangan I Ketut Suari yang sangat

memberikan gambaran tentang pelabuhan di Kuta abad ke-19. Penulis sangat

beruntung menemukan dan membaca tesis I Ketut Swari tersebut karena

sebelumnya penulis kebingungan mencari acuan dalam menggambarkan Kuta

yang sempat menjadi kota pelabuhan abad ke-19 dan berpengaruh dalam

perdagangan di Bali.

Perpustakaan Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana,

penulis menemukan buku karangan Sok Hok Gi yang sempat menjadi buku

terlarang dan susah di temukan kala ini. Namun penulis hanya membaca secara

sepintas buku tersebut karena beberapa kendala dan aturan perpustakaan yang

tidak melayani peminjaman bagi mahasiswa S1. Namun penulis tidak putus asa

dan tetap menyempatkan diri untuk mengunjungi perpustakaan untuk dapat

membaca secara lanjut. Beberapa buku juga ditemukan pada perpustakaan pribadi

Page 46: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

23

milik kelian banjar Dharma Semadi, seperti salah satu buku tentang Vihara

Dharmayana yang tidak terbit lagi. Buku ini selanjutnya menjadi buku kunci

dalam penulisan penelitian ini.

Dengan keterbatasan sumber-sumber tertulis dan untuk dapat menggali

lebih dalam penelitian, maka dipergunakan sejarah lisan. Dengan mencari sumber

(informan) yang terdiri dari informan kunci (key informan) dan informan biasa.

Beberapa orang yang telah dipilih menjadi informan kunci yaitu wawancara yang

dilakukan penulis kepada beberapa tokoh yang berpengaruh serta mengalami

peristiwa yang diteliti oleh penulis, yaitu Martha Gunarta (65 tahun) yang

merupakan salah seorang yang bertanggung jawab dalam bidang kerohanian di

Vihara Dharmayana, wawancara dengan Luih Beratha (64 tahun), yang

merupakan pengurus yayasan dharma semadi yang bertanggung jawab pada

vihara dharma semadi dan wawancara dengan Adi Darmaja kusuma (49 tahun),

sebagai Kelian banjar Dharma Semadhi Kuta, serta wawancara dengan I Ketut

Saskara (60 tahun) sebagai seorang laki-laki Bali Hindu yang menikah dengan

wanita Tionghoa di Kuta.

1.7.2 Sumber

Untuk mendapatkan sejumlah data yang diperlukan, secara garis besar

penulis menggunakan dua sumber data, data primer berupa informasi yang

diperoleh dari informan dan objek yang diobservasi langsung di lapangan. Data

primer penulis dapatkan dari wawancara langsung dengan kelian adat suka duka

etnik Tionghoa banjar Dharma Semadi di Kuta, sesepuh keturunan Tionghoa di

Kuta, serta Bendesa Adat Kuta. Data primer juga didapatkan dari observasi

Page 47: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

24

langsung di lapangan untuk melihat bagaimana interaksi sosial ekonomi dan

budaya etnik Tionghoa di Kuta. Selain itu, data primer juga penulis dapatkan dari

arsip-arsip data etnik Tionghoa yang terdapat dikantor bendesa adat Kuta dan

rumah kelian suka duka etnik Tionghoa Kuta.

Sumber data sekunder berupa data yang diperoleh melalui studi pustaka

seperti tesis, disertasi, buku dan artikel yang ada relevansinya dengan penelitian

yang dilakukan. Data sekunder penulis dapatkan dari referensi buku-buku yang

berkaitan dengan etnik Tionghoa, yang dijual bebas di toko-toko buku.

Selanjutnya, penulis juga mendapatkan arsip Peraturan Presiden No. 10 tahun

1959 tentang pelarangan menggunakan larangan bagi usaha perdagangan kecil

dan eceran yang bersifat asing diluar ibu kota daerah swatantra tingkat I dan II

serta karesidenan, Inpres No. 14 tahun 1967 mengenai agama, kepercayaan, dan

adat istiadat dari hukum online. Kepres No. 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres

No. 14 tahun 1967 mengenai pencabutan instruksi presiden nomor 14 tahun 1967

tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat cina.

Data sekunder juga penulis dapatkan dari Koran yaitu koran obor rakyat,

koran bali post tahun, koran suluh marhaein, koran perdamaian, serta majalah

tempo. Penulis juga mendapatkan data profil kelurahan Kuta, kecamatan kuta,

kabupaten badung, provinsi Bali, 2000. Berkaitan dengan penelitian ini, kedua

sumber data itu sangat diperlukan dalam rangka memecahkan dan menjawab

seluruh pokok permasalahan.

Page 48: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

25

1.8 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penulisan berguna untuk memperoleh

gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai isi dari studi ini. Dengan

demikian Sistematika pembahasan diawali dengan bagian Bab I yang merupakan

pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tijauan pustaka, metodologi penelitian, kerangka

teoritis, kerangka konseptual, metode sejarah, dan sistematika pembahasan.

Bagian ini secara menyeluruh dijelaskan gambaran umum tentang isi proposal ini.

Selanjutnya pada bagian Bab II berisikan uraian mengenai gambaran

umum keadaan geografis dan penduduk kuta, mata pencaharian penduduk, sistem

organisasi sosial, sistem kepercayaan dan pandangan hidup, kehidupan ekonomi

dan sosial budaya etnik Tionghoa di kuta, kehidupan budaya etnik Tionghoa di

kuta. Bab III berisikan jawaban atas pertanyaan penelitian pertama yang pada

intinya akan menjelaskan mengapa terjadinya integrasi etnik Tionghoa dengan

etnik etnik Bali di Kuta dengan melihat kehidupan etnik Tionghoa di Kuta dari

awal kedatangannya, hingga mampu bertahan bukanlah suatu hal yang mudah.

Etnik Tionghoa yang minoritas tersebut mengalami banyak gejolak untuk

bertahan. Ada empat sub bab dalam bab ini yakni masuknya etnik Tionghoa di

Kuta, dikeluarkannya peraturan pertama pemerintah tahun 1959, respon etnik

Tionghoa di Kuta dan bertahannya etnik Tionghoa di Kuta dari segi sosial,

ekonomi dan budaya di Kuta.

Bab IV berbicara mengenai jawaban atas pertanyaan penelitian kedua yang

pada intinya ingin menggambarkan integrasi etnik Tionghoa di Kuta. Dengan

Page 49: INTEGRASI ETNIK TIONGHOA DENGAN ETNIK BALI DI KUTA 1968 … fileskripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia

26

semakin bertambahnya jumlah etnik Tionghoa di Kuta setelah terjadi ketegangan

akibat dikeluarkannya peraturan Peraturan Presiden 10 tahun 1959, kembali di

Tahun 2000 jumlah etnik Tionghoa di Kuta kembali meningkat. Oleh sebab itu

beberapa alasan yang mendasari etnik Tionghoa mampu terintegrasi dengan etnik

Bali yaitu karena sistem kepercayaan yang kuat, dengan kepercayaan Buddha

yang sebagian besar dianut oleh masyarakat etnik Tionghoa di Kuta. Salah satu

Kelenteng Dharmayana kuta merupakan salah satu bangunan untuk peribadahan

dan pemujaan dewa-dewa Tao, Confusius dan Buddha, selain itu interaksi etnik

Tionghoa di Kuta dikaitkan karena adanya ikatan kekerabatan antara Etnik

Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta yang dalam hal ini dilihat dalam ikatan

perkawinan antara etnik Tionghoa dengan etnik Bali di Kuta. Interaksi politik

yang terlihat dari tergabungnya etnik Tionghoa di Kuta dalam organisasi

Indonesia Tionghoa (INTI) yang membantu masalah-masalah Tionghoa di Kuta.

Tidak hanya itu interaksi dalam bentuk ekonomi kehidupan berdagang masih

banyak dilakoni oleh para etnik Tionghoa di Kuta, terutama dalam lingkungan

pasar tradisional Kuta.

Bab V berisi kesimpulan dari empat bab sebelumnya, dalam bahasa yang

lebih singkat dan padat, terutama untuk menjawab secara singkat permasalan yang

diangkat dalam tulisan ini.