29
BAB I PENDAHULUAN Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen delivery ke mitokondria sel diseluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yangtidak cukup ini, metabolisme energi sel terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ vital. Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi jenis syok menjadi 4 antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan teru memburuk jika tidak segera ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penangannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok. Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksanan bertujuan untuk memperbaiki gangguan fisiologis dan menghilangkan faktor penyebab.

Interna Referat Syok Kardiogenik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Interna Referat Syok Kardiogenik

Citation preview

Page 1: Interna Referat Syok Kardiogenik

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen

delivery ke mitokondria sel diseluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan

oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yangtidak cukup ini,

metabolisme energi sel terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ

vital.

Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu

akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi jenis syok menjadi 4

antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik.

Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun,

meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara. Diagnosa adanya syok harus didasarkan

pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari

kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan teru memburuk jika tidak segera

ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penangannya memerlukan

pemahaman tentang patofisiologi syok.

Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu

primary survey ABCDE. Tatalaksanan bertujuan untuk memperbaiki gangguan fisiologis dan

menghilangkan faktor penyebab.

Page 2: Interna Referat Syok Kardiogenik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Syoka kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah

jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat

mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri

yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri yang

cukup baik.

Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk

tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah <90mmHg. Dengan menurunnya

tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan

konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda

hipoperfusi sistemik mencakup perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria.

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90mmHg

selama >1 jam di mana :

Tak responsif dengan pemberian cairan saja,

Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau,

Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,21/menit

perm2 dan tekanan baji kapiler paru >18 mmHg.

Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :

Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam 1 jam

setelah pemberian obat inotropik, dan

Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain

syok kardiogenik.

2.2. Etiologi

Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan

terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel, ruptur

Page 3: Interna Referat Syok Kardiogenik

atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat

mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut.

Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah

takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi

ventrikel kiri, dan dapat tibul bersamaan dengan aritmia supraventrikuler ataupun

ventrikular.

Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari

disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia, maupun

kardiomiopati hipertrofik dan restriktif.

Picard MH et al, melaporkan, abnormalitas struktural dan fungsional jantung

dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas jangka

pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sitolik ventrikel kiri awal dan

regurgitasi dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal

(baseline) atau adanya regurgitasi mitral.

Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada

miokardiumventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang

mengakibatkangangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke

jaringan. Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :

1. Gangguan ventrikular ejection

a. Infark miokard akut

b. Miokarditis akut

c. Komplikasi mekanik :

- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris

- Ruptur septum interventrikulorum

- Ruptur free wall

 - Aneurisma ventrikel kiri

- Stenosis aorta yang berat

- Kardiomiopati

- Kontusio miokard

2. Gangguan ventrikular filling

a. Tamponade jantung

b. Stenosis mitral

c. Miksoma pada atrium kiri

d. Trombus ball valve pada atrium

Page 4: Interna Referat Syok Kardiogenik

e. Infark ventrikel kanan

2.3. Patofisiologi

Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi

kontraktilitas miokard yan mengakibatkan lingkaran penurunan jantung, tekanan

darah rendah, insufisiensi koroner, dan selannjutnya terjadi penurunan kontraktilitas

dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik

berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai

respons dari penurunan curah jantung.

Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard.

Pada pasien IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan

peninggian kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit, di mana semuanya mempunyai efek

buruk multipel antara lain :

Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik

Efek terhadap metabolisme glukosa

Efek proinflamasi

Oenurunan responsivitas katekolamin

Merangsang vasodilatasi sistemik

Sindrom respon inflamasi ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi,

antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis dan luka bakar. Pasien

dengan IM luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih,

komplemen, intraleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain. NO yang

disintesis dalam kadar rendah oleh endotheliai nitri oxide (eNOS) sel endotel dan

miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel

kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal

jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan

kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan

tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan

edema.

Page 5: Interna Referat Syok Kardiogenik

Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap

baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpato adrenal

menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas

untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan

terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi,

menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang

meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme protektif ini pada

mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah danperfusi jaringan, namun efeknya

terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan

miokardium akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan

adanya infark, maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

terhadap miokardiumsemakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat

iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan

miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang

dengan cepats ampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu

sistem organ-organ penting.

Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi irreversibel.

Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain.Seperti telah

diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok.

Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa

perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan syok,

maka miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi

(adenosin trifosfat) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin

terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong

terjadinya kerusakan lebih lanjut. dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga

menggeser kurva fungsi ventrikel kebawah dan ke kanan yang akan semakin

menekan kontraktilitas.

Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang

mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema

intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.

Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu

terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distres

pernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan,

Page 6: Interna Referat Syok Kardiogenik

demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung

kebelakang.

Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih

kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya

menurunkan pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi

natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya

laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan

berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut.

Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati. Kerusakan sel

dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat berupa nekrosis

hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya

bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-oksaloasetat

transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum(SGPT).

Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-

komplikasi ini.

Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis

hemorhagik dari usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok melalui

penimbunan cairan pada usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalam

sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan

syok.

Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan

autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap

berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral

ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah di

bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit neurologik dapat

ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari

keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan serebrovaskular

Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponen-

komponen selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkan

tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat

terjadi selama syok berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis.

Page 7: Interna Referat Syok Kardiogenik

2.4. Manifestasi klinis

A. Anamnesis

Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik

tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri

dada yang akut, dan kemungkinansudah mempunyai riwayat penyakit jantung

koroner seblumnya.

Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasnaya

terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark tersebut.

Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang

menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.

Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau

merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien akan

merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.

B. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik

yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <bo mmHg pada

pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya

cenderung meningkat sebagai stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi

pernapadan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti paru.

Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Dengan infark ventrikel

kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil

kemungkinannya menyebabkan kongesti di paru.

Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher seringkali

meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pasa pasien dengan

kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi

perikardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat ttimbul yang menunjukkan

adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.

Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa

tanda-tanda antara lain : pembesarah hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi

trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yangsulit untuk diatasi.

Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer

Page 8: Interna Referat Syok Kardiogenik

dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba

dingin, menunjukkkn terjadinya penurunan perfusi ke jaringan.

C. Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiografi (EKG)

Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menetukan

etiologi dari syok kardiogenik.

Foto rontgen thorax

Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongetsi paru

atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi

defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan

tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama

pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan

kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan

hipovolemia.

Ekokardiografi

Modalitas pemeriksaan yang non-invasik ini sangat banyak membantu dalam

membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan

ini relatif cepat dan aman. Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari

pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global

maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitas),

tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal

ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.

Pemantauan hemodinamik

Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan

tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk

memastikan diagnosis dan etiologi dari syok kardiogenik, serta sebagai

indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal

ventrikel kiri yang berat, akan terjadi peningkatan baji paru. Bila pada

pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg

pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular

pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau

hipovelemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembbuluh paru

yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga

Page 9: Interna Referat Syok Kardiogenik

membutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular sistemik).

Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila terjadi peningkatan

afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang akan

menghasilkan penurunan curah jantung.

2.5. Diagnosa

Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh

Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood

Institute, Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah batas

bawah sebelumnya.

2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :

a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium

dalam kemih

b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab

c. Terganggunya fungsi mental

3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2)

4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan baji kapiler

paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.

Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal

ke depan dan ke belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan

merupakan ciri khas keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampai kurang dari

0,9 L/(menit/m2) dapat ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.

Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis

yangterdiri dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan

yang buruk, yaitu oliguria (urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahan

mental, serta menetapnya syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor

nonmiokardial yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan disfungsi miokard, yaitu

hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis. Frekuensi nafas meningkat, frekuensi

nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada blok AV. Sering kali didapatkan tanda-tanda

bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemah walaupun bunyi jantung III sering kali

dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup akut dapat memperlihatkan adanya

bising akibat regurgitasi aorta atau mitral. Pulsus paradoksus dapat terjadi akibat

adanya tamponade jantung akut.

Page 10: Interna Referat Syok Kardiogenik

Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973) kriteria syok kardiogenik dalam

penelitian mereka adalah :

1. Tekanan sistolik arteri <80 mmHg (ditentukan dengan pengukuran intraarteri)

2. Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental.

3. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12 mmHg.4.

  Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan

kemungkinan hipovolemia. Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan

katekolamin seperti pada renjatan lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin,

takikardia, dan lain-lain.

Tiga komponen utama syok kardiogenik telah termasuk dalam definisi ini, yaitu adanya:

gangguan fungsi ventrikel, bukti kegagalan organ akibat berkurangnya perfusi

jaringan, tidak adanya hipovolemi atau sebab-sebab lainnya.

2.6. Penatalaksanaan

Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik

Langkah 1. Tindakan resusitasi segera

Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk

terapi definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk

mencegah sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin

(norepinefrin), tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk

meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang

dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang

atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi yang

nyata.

Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum

transportasi jika fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus

dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi

mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus menerus, dan peralatan

defibrilator, obat antiaritmia aiodaron dan lidokain harus tersedia.

Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika

diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien

dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg yang mendapatkan trombolitik pada meta

analisis FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo. Meningkatkan

Page 11: Interna Referat Syok Kardiogenik

trombolisis dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik

karena infark, inhibitor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan.

Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner

Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal

dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang predominan. Hipotensi diatasi

segera dengan IABP.

Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini

Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas terapi

secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG emergensi

pada left main atau penyakit 3 pembuluh darah besar.

Tahapan-tahapan di dalam penatalaksanaan syok kardiogenik adalah sebagai berikut:

1. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar.

2. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat, bila tidak

sadar sebaiknya diakukan intubasi.

3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.

4. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk

mempertahankan PaO2 70-120 mmHg.

a. PaO2 (tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah) minimal

60 mmHg

b. Intubasi jika PaO2 < 60 mmHg pada FIO2 (konsentrasi oksigen inspirasi)

maksimal dengan masker muka atau PaCO2 > 55 mmHg (tekanan yang

ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah)

c. Semua pasien harus mendapat suplemen oksigen untuk meyakinkan oksigenasi

yang adekuat.

5. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.

6. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai dosis.

7. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine > 0,5

ml/kg BB/jam.

8. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks.

9. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus diatasi

dengan pemberian morfin.

Page 12: Interna Referat Syok Kardiogenik

10. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atau intra

muskular : 3-4 x/hari.

11. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi:

a. Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan

pemberian digitalis.

b. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 kali/menit harus diatasi dengan

pemberian sulfas atropin.

12. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam

penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara parenteral

(koreksi hipovolemia) dengan menggunakan pedoman dasar PCWP atau pulmonary

artery end diastolic pressure (PAEDP) atau CVP.

Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan

untuk memakai cairan salin isotonik. Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu

cara sederhana untuk menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat dalam

penanganan syok kardiogenik. Caranya:

a. Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 cmH2O), sulit untuk

mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut, volume

cairan intravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg. Pada

keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan (D5%) melalui

infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa peningkatan tekanan darah,

peningkatan diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru

tidak ada atau tidak semakin berat, dan bila PCWP atau PAEDP tidak berubah

atau tidak meningkat > 2 mmHg di atas nilai awal (atau jika CVP tetap atau tidak

meningkat > 2-3 cmH2O di atas nilai awal), maka diberikan cairan tambahan

sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit.

b. Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau tidak meningkat > 2 mmHg

atau tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH2O), tekanan darah

tetap stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau

semakin bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000

ml/jam sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang. Periksa

PCWP atau PAEDP (atau CVP), tekanan darah, dan paru setiap 15 menit.

Diharapkan PCWP atau PAEDP akan meningkat sampai 15-18 mmHg (atau CVP

meningkat sampai 15 cmH2O).

Page 13: Interna Referat Syok Kardiogenik

c. Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara 15-18

mmHg (atau nilai CVP awal 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml

dalam waktu 10 menit. Pemberian cairan selanjutnya tergantung dari peningkatan

PCWP atau PAEDP (atau CVP), perubahan tekanan darah, dan ada tidaknya

gejala klinis kongesti paru.

d. Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai

awal CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan tes toleransi cairan

intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberian vasodilator.

e. Jika PCWP atau PAEDP menunjukan nilai yang rendah (< 5 mmHg), atau jika nilai

CVP < 5cmH2O, infus cairan dapat diberikan walaupun didapatkan edema paru

akut.

f. Jika pasien menunjukan adanya edema paru dengan nilai PCWP atau PAEDP yang

rendah dan dalam penanganan dengan pemberian infus cairan menyebabkan

peningkatan kongesti paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan

harus dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali.

13. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume intravaskular

yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung sebelum

pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai. Tamponade jantung akibat

infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk mempertahankan

preload yang adekuat dan dilakukan perikardiosentesis segera.

14. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien

dapat berpindah dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukan perubahan dalam

regimen terapi.

a. Subset 1: LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan indeks

jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal jantung kiri

dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga pengurangan afterload dapat

dilakukan sebagai terapi pertama.

- Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan

nitroprusid. Pada waktu pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor

terhadap tekanan darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian

nitroprusid dimulai dengan dosis 0,4 mg/kg BB/menit (dosis awal jangan lebih

dari 10 mg/menit), kemudian dosis ditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit

Page 14: Interna Referat Syok Kardiogenik

sampai tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah jantung

meningkat dan gejala syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila tekanan

darah menurun, terjadi takikardi, dan bila peningkatan curah jantung tidak

mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5 mg/kg

BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg BB/menit. Bila

tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan dopamin

(mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kg BB/menit atau Isoproterenol drip

jika disertai bradikardia.

- Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan

syok kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih

berlangsung dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin

diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan ditingkatkan 5 mg/ menit setiap

10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure, maka nitrogliserin

dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan tekanan

preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan

dobutamin dengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat

menurun, maka dobutamin diganti dengan dopamin.

- Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP)

counterpulsation harus dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini

aliran darah koroner dapat ditingkatkan, dan secara bersamaan kerja ventrikel

kiri dapat dikurangi.

- Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih

tetap, maka pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.

b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks

jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok

akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana “tim ballon” perlu

digerakan dan sarana untuk kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima pasien

ini

- Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan

utama dengan dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai

80-90 mmHg, kemudian diusahakan untuk mengganti dengan dopamin.

- Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk terapi

awal dengan dosis 5-15 mg/kg BB/menit, dimana efek utamanya merangsang

adrenergik perifer, lebih baik digunakan norepinefrin.

Page 15: Interna Referat Syok Kardiogenik

- Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang terbaik

adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin untuk

mengurangi kebutuhan dosis dopamin. Dobutamin tidak dapat digunakan

secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat.

c. Subset 3: Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan dan

ventrikel kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2, tekanan

sistolik < 100 mmHg, LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan ini

sangat sensitif terhadap kekurangan volume cairan dan sering menunjukan respon

dengan terapi cairan.

- Prinsip terapi: tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan

pemberian cairan secara cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan pengisian

ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan atrium kana > 20 mmHg.

- Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada keadaan ini

pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin.

- Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka

dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation.

15. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi jumlah

miokard yang mengalami nekrosis, sehingga insiden sindrom syok kardiogenik akan

berkurang. Penelitian GUSTO I menunjukan angka mortalitas untuk 6 minggu follow

up 58% pada pasien syok kardiogenik yang mendapat terapi trombolisis dan aspirin

serta heparin. Pada GUSTO I TPA lebih baik dari streptokinase bila tidak ada syok

dan insiden syok juga lebih kecil, tetapi pada syok mortalitas pada streptokinase lebih

rendah walaupun secara statistik tidak bermakna.

16. Sementara menunggu uji yang membandingkan angioplasti dan terapi medis, saat ini

dianggap bahwa angioplasti direk lebih superior daripada terapi suportif semata-mata

maupun terapi trombolitik. Keberhasilan percutaneus transluminal coronary

angioplasty (PTCA) terutama bila dilakukan pada 24 jam pertama setelah timbulnya

gejala syok kardiogenik, pada pasien berusia < 65 tahun, dan dengan single-vessel

disease. Kegagalan PTCA terutama dikaitkan dengan usia pasien yang lanjut (> 70

tahun) dan riwayat infark sebelumnya. Data-data menunjukan PTCA pada syok

kardiogenik menurunkan angka kematian menjadi 46% atau kurang. PTCA sebaiknya

dikerjakan dengan support IABP. Semula PTCA dengan balon saja untuk membuka

pembuluh darah yang tersumbat secepatnya pada kasus-kasus infark menunjukan

Page 16: Interna Referat Syok Kardiogenik

hasil lebih baik dari trombolisis. Akhir-akhir ini dengan pemasangan stent pada kasus

infark akut menunjukan hasil lebih baik dari angioplasti dengan memakai balon saja,

terutama untuk mencegah penyempitan kembali. Angka mortalitas didalam rumah

sakit untuk pasien infark akut yang dilakukan angioplasti primer 2-6%, tetapi pada

infark akut dengan syok kardiogenik yang dilakukan PTCA, angka kematian di rumah

sakit masih tinggi, menurut PAMI 39%, dan GUSTO 38%.

17. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok

kardiogenik akibat infark miokard dengan terapi medis telah mendorong

dilakukannya tindakan bedah revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil dengan

terapi farmakologis dan IABP. Guyton menyimpulkan bahwa coronary-artery bypass

surgery (CABS/CABG) merupakan terapi pilihan pada semua pasien syok

kardiogenik akibat infark miokard, kecuali pada kelompok oktogenarian. CABS juga

dianjurkan pada pasien yang mengalami kegagalan dengan tindakan angioplasti.

Tindakan operasi dilakukan apabila didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang

tidak mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis. Bedah revaskularisasi

sebaiknya tidak dilakukan pada pasien oktogenarian, pasien dengan LVEDP > 24

mmHg, skor kontraktilitas ventrikel kiri > 13, dan adanya kerusakan pada organ

sistemik yang irreversibel. Pada pasien dengan kerusakan mekanik, misalnya

robeknya otot papilaris, robeknya septum interventrikel, maka tindakan operasi akan

efektif terutama bila revaskularisasi juga dapat dilaksanakan. Kumpulan data dari 370

pasien dari 22 studi menunjukan CABG yang dilakukan pada pasien dengan infark

jantung akut dan syok kardiogenik mempunyai mortalitas sebesar 36%. CABG perlu

dipertimbangkan pada pasien dengan penyempitan di banyak pembuluh darah

(multivessel disease) dan bila PTCA tidak berhasil.

18. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan miokard

irreversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung

DAFTAR PUSTAKA

1. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995.

Hal. 243-249

Page 17: Interna Referat Syok Kardiogenik

2. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat

Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas

Indonesia. 2000. Hal: 11-16

3. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.

Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57

4. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Jakarta. 2002. Hal: 90-93

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.

EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606

6. Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta.

2000. Hal: 37-45

7. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrison’s Principles of

Internal Medicine vol.1. 13th ed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223

Referat Ilmu Penyakit Jantung

Page 18: Interna Referat Syok Kardiogenik

SYOK KARDIOGENIK

Oleh :Syadza Fadillah

1102008350

Pembimbing :dr. Syafruddin Surin, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO

PERIODE 4 FEBRUARI – 13 APRIL 2013

Page 19: Interna Referat Syok Kardiogenik