20
1 PERMASALAHAN Kualitas telur konsumsi, terutama telur ayam, dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu kualitas telur bagian luar dan kualitas telur bagian dalam. Faktor kualitas telur bagian luar meliputi bentuk, warna kerabang, tekstur permukaan kerabang, keutuhan dan kebersihan kerabang telur. Bagian dalam meliputi, kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan ada-tidaknya noda berupa bintik-bintik darah pada kuning telur maupun putih telur. Kualitas telur bagian luar mudah diketahui secara visual dengan melihat kebersihan kerabangnya. Kualitas telur yang rendah dapat dilihat dan diketahui berdasarkan faktor internal dan eksternal. Permasalahan yang sering muncul pada kualitas telur umumnya dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor Internal Faktor internal yang mempengaruhi kerabang telur yang adalah umur. Umur memiliki faktor terpenting dalam kualitas telur ayam. Hasil survei pada peternakan menunjukkan bahwa kecilnya ukuran telur, disebabkan oleh umur ayam yang muda. Umur produksi yang baik pada ayam muda antara 30 sampai 40 minggu dengan berat telur kurang lebih 60 gram dan produksi

Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

1

PERMASALAHAN

Kualitas telur konsumsi, terutama telur ayam, dapat digolongkan menjadi

dua macam yaitu kualitas telur bagian luar dan kualitas telur bagian dalam. Faktor

kualitas telur bagian luar meliputi bentuk, warna kerabang, tekstur permukaan

kerabang, keutuhan dan kebersihan kerabang telur. Bagian dalam meliputi,

kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan ada-tidaknya

noda berupa bintik-bintik darah pada kuning telur maupun putih telur. Kualitas

telur bagian luar mudah diketahui secara visual dengan melihat kebersihan

kerabangnya. Kualitas telur yang rendah dapat dilihat dan diketahui berdasarkan

faktor internal dan eksternal. Permasalahan yang sering muncul pada kualitas telur

umumnya dilihat dari faktor internal dan eksternal.

Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi kerabang telur yang adalah umur. Umur

memiliki faktor terpenting dalam kualitas telur ayam. Hasil survei pada

peternakan menunjukkan bahwa kecilnya ukuran telur, disebabkan oleh umur

ayam yang muda. Umur produksi yang baik pada ayam muda antara 30 sampai

40 minggu dengan berat telur kurang lebih 60 gram dan produksi telur sebanyak

16 butir dapat menghasikan bobot telur 1 kg. Cangkang keras, warna bagus,

kemerah-merahan.

Berdasarkan keadaan diatas dapat disimpulkan bahwa ayam berada pada

umur dengan produksi telur yang tinggi dan mempunyai pengaruh besar terhadap

kualitas telur. Sedangkan ayam pada periode dibawah umur tersebut termasuk

dalam umur periode pertumbuhan. Umur 30-40 minggu termasuk umur produksi

yang tergolong muda atau medium. Kualitas telur yang dihasilkan juga berbeda

dengan keadaan produksi. Beberapa literature menunjukan bahwa faktor umur

dapat mempengaruhi kekentalan putih telur. Ayam petelur yang lebih tua akan

menghasilkan telur dengan putih telur yang lebih encer dibandingkan putih telur

yang dihasilkan oleh ayam muda (Sarwono, 1995).

Page 2: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

2

Permasalahan diatas dapat didukung melalui beberapa referensi

pemeliharaan ayam niaga petelur dalam menghasilkan telur. Terdapat tiga

periode, yaitu :

1. Periode pemeliharaan ayam periode awal (starting Period), umur 1-8

minggu.

2. Pemeliharaan periode pertumbuhan (growing period), umur 9 minggu

sampai menjelang bertelur.

3. Pemeliharaan periode produksi (laying period), umur saat mulai bertelur

sampai afkir.

Kemudian terdapat pengelompokkan pemeliharaan ayam petelur menjadi empat

periode yaitu :

a. Pemeliharaan pada periode awal (starting period) umur 0-6 minggu.

b. Pemeliharaan ayam periode pertumbuhan I (growing period) umur 7-12 atau

14 minggu.

c. Pemeliharaan ayam periode pertumbuhan II (developer period) umur 12

atau 14 minggu sampai 22 minggu (menjelang bertelur).

d. Pemeliharaan ayam periode produksi (laying period) umur diatas 22 minggu

sampai afkir (Suswoyo, 2004).

PEMECAHAN MASALAH

Kualitas telur bagian dalam (isi telur)

1) Ruang udara

Telur yang segar memiliki rongga udara yang lebih kecil dibandingkan telur

lama. Pada negara non-lokal, kualitas telur dapat dikelompokan berdasarkan

ukuran kedalaman rongga udara. Berikut ini pembagian kualitas telur berdasarkan

ukuran kedalaman rongga udara.

a) Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm.

b) Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm

Page 3: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

3

c) Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara lebih dari 0,5 cm.

2) Kuning telur

Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih, dan tidak

terdapat pembuluh darah. Bagian dalam kuning telur tidak terdapat bercak daging

atau bercak darah.

3) Putih telur

Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Pada

telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah.

ik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak terlalu lonjong, dan tidak

terlalu bulat. Bentuk telur unggas umumnya hampir bulat sampai lonjong.

Perbedaan bentuk tersebut dapat terjadi karena pengaruh berbagai faktor antara

lain genetik (keturunan), umur unggas saat bertelur, sifat –sifat fisiologis sewaktu

bertelur dan sifat-sifat fisiologis yang terdapat pada induk tersebut. Bentuk telur

umumnya unggas dinyatakan dalam indeks perbandingan antara lebar dan

panjang.

A. Komposisi Telur

Telur ayam segar konsumsi adalah telur ayam yang tidak mengalami proses

pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak

menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum

tercampur dengan putih telur, utuh dan bersih (Dewan Standardisasi Nasional,

2008). Telur tersusun atas tiga bagian utama yaitu kerabang dengan membran

kerabang, putih telur dan kuning telur. Sebutir telur ayam White Leghorn

menurut Yamamoto et al. (2007) terdiri dari 28%-29% kuning telur, 60%-63%

putih telur dan 9%-11% kerabang.

B. Kerabang Telur

Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan struktur kerabang

(Yamamoto et al., 2007). Kerabang telur sebagian besar terdiri atas kalsium

karbonat (CaCO3) sehingga kandungan kalsium dalam ransum perlu diperhatikan

untuk mendapatkan ketebalan kerabang telur yang optimum. Tebal kerabang

optimum adalah 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur

Page 4: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

4

tersusun atas 95,1% garam-garam anorganik (dengan kalsium sebanyak 98%) dan

3,3% bahan organik terutama protein dan air (Yamamoto et al., 2007; Romanoff

dan Romanoff, 1963). Mineral lainnya yang terkandung dalam kerabang adalah

garam, karbonat, fosfat dan magnesium (Yamamoto et al., 2007).

Penurunan kualitas kerabang telur sejalan dengan meningkatnya umur ayam

disebabkan oleh: 1) jumlah kalsium dalam medula tulang menurun, 2) jumlah

kerabang (berat) pada tiap minggu selama fase produksi telur. Selain itu,

perbedaan ketebalan pada kerabang coklat dan kerabang putih. Kerabang coklat

lebih tebal dibandingkan kerabang putih (North, 1984; Bell dan Weaver, 2002;

Yamamoto et al., 2007). Kerabang yang diproduksi pada suhu di atas suhu

normal (20-26°C) akan bersifat tipis, lebih ringan dan mudah retak baik telur

ayam lokal (Islam et al., 2001; Nwachukwu et al. 2006) maupun telur ayam ras

petelur (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Oguntunji dan Alabi

(2010) menyebutkan bahwa kerabang telur dipengaruhi oleh genetik, nutrisi di

dalam pakan, hormon, lingkungan dan manajemen. Kualitas kerabang telur yang

rendah pada suhu lingkungan yang tinggi (>32°C) dapat disebabkan oleh

rendahnya konsumsi pakan. Konsumsi pakan akan menurun pada suhu yang

tinggi sehingga nutrien yang diperoleh pun rendah. Kemampuan ayam untuk

menghasilkan kerabang berkualitas baik sangat tergantung pada kalsium dalam

pakan yang dicerna dan cadangan kalsium pada tulang. Rendahnya konsumsi

pakan dapat menyebabkan kurangnya persediaan kalsium dalam tubuh ayam saat

pembentukan telur, sehingga kerabang telur menjadi tipis.

Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari

penurunan kualitas baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan fisik,

dan penguapan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas kerabang

telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam, kualitas kerabang

semakin menurun dan kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin

memudar, dan berat telur semakin besar (Jazil N. dkk, 2013). Menurut Haryono

(2000) kerabang telur yang lebih tipis relatif berpori lebih banyak dan besar

sehingga mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan. Kualitas telur

dapat mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena

Page 5: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

5

penguapan CO2 dan air dari dalam telur, sehingga akan mengakibatkan pH telur

meningkat. Kemungkinan penurunan kualitas bukan hanya disebabkan oleh faktor

lamanya waktu penyimpanan, tetapi juga disebabkan oleh faktor penanganan dan

kondisi lingkungan (Indrawan, dkk. 2012)

C. Putih Telur dan Kuning Telur

Putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu

lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan kental dalam dan lapisan encer

dalam. Perbedaan kekentalan ini disebabkan perbedaan kandungan ovomucin.

Putih telur terdiri atas 12% protein dan 88% air. Warna jernih atau kekuningan

pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur

lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan

bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan

oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk

struktur putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Yamamoto et al., 2007).

Kuning telur memiliki warna bervariasi, mulai dari kuning pucat sampai

jingga. Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) golongan karotenoid yaitu

xantofil, lutein, dan zeasantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin. Warna

atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis

pigmen yang terdapat dalam ransum yang dikonsumsi (Winarno, 2002) dan setiap

ayam mempunyai kemampuan berbeda untuk merubah pigmen karoten tersebut

menjadi warna kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Castellini et al.

(2006) menyatakan bahwa jagung kuning dan hijauan seperti rumput dapat

menyebabkan warna pekat pada kuning telur.

I.2 Kualitas Telur

Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi

selera konsumen (Stadelman dan Cotteril, 1973). Kualitas fisik dan kimia sebutir

telur tergantung pada kualitas isi telur dan kerabang telur. Kualitas fisik telur

ditunjukan melalui karakteristik telur yang meliputi berat telur, bentuk telur, berat

putih, kuning, dan kerabang telur, nilai haugh unit, indeks telur dan kuning telur.

Kuning dan putih telur konsumsi harus bebas dari noda darah ataupun noda

daging, putih telur harus bersifat kental dengan posisi kuning telur berada di

Page 6: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

6

bagian tengah dan berbentuk cembung. Kerabang telur harus dalam keadaan utuh,

licin, dan bebas dari kotoran ayam yang menempel (DSN, 2008). Karakteristik

kimia telur secara keseluruhan meliputi kandungan air, abu, protein, lemak,

karbohidrat, vitamin, dan mineral.

Menurut Badan Standarisasi Nasional mutu fisik telur ayam konsumsi dijelaskan

melalui tabel 1

Page 7: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

7

Tabel 2 Persyaratan mutu mikrobiologis telur ayam konsumsi menurut Badan

Standarisasi Nasional

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2008. SNI 3926:2008 Telur

Ayam Konsumsi. BSN, Jakarta.

3.2.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam

1. Faktor genetik

Perbedaan sifat genetik seperti kelas, strain, family, dan individu ayam

berpengaruh terhadap warna kerabang dan warna kuning telur, tekstur dan

ketebalan kerabang, berat telur, adanya noda darah dan banyaknya putih telur

kental (Islam et al., 2001). Strain dan breed ayam (Bell dan Weaver, 2002)

mempengaruhi berat telur yang dihasilkan pada setiap periode bertelur. Beberapa

strain ayam mampu menghasilkan kerabang telur yang lebih baik di banding

Page 8: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

8

strain lainnya. Strain dan bangsa ayam dengan produksi telur yang baik memiliki

kecenderungan terhadap penurunan kualitas kerabang.

2. Umur induk ayam

Bertambahnya umur induk ayam menyebabkan menurunnya kemampuan

fungsi fisiologis alat reproduksi dan semakin berkurangnya kualitas telur,

terutama ketebalan kerabang telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Tumuova

dan Ledvinka (2009) mengatakan bahwa peningkatan umur ayam berhubungan

positif terhadap peningkatan berat telur, berat kuning, berat dan tebal kerabang.

Bentuk telur ayam yang abnormal (Bell dan Weaver, 2002) adalah seperti

keretakan kerabang, bodychecked eggs (bentuk telur bergelombang seperti tubuh

ayam), kerabang tipis disebabkan umur ayam yang semakin tua.

3. Suhu Lingkungan

Suhu lingkungan tinggi dapat menyebabkan stress dan penurunan nafsu

makan pada ayam, sehingga pemenuhan nutrien bagi tubuh dan produksi ayam

tidak tercukupi. Hal tersebut dapat mengurangi ketebalan dan kekuatan kerabang.

Suhu optimum dalam kandang bagi ayam petelur adalah 18-27°C. Telur ayam

hasil persilangan ayam Leher Gundul dan ayam Berbulu Terbalik yang diteliti

oleh Nwachukwu et al. (2006) memiliki kualitas telur yang baik (tebal kerabang,

berat kuning dan putih telur, indeks kuning telur, dan haugh unit) pada rentang

suhu lingkungan ≤ 27 °C.

4. Air

Ayam memperoleh air dari tiga sumber yaitu dari air minum, air dari bahan

makanan, dan air dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak dan protein. Ransum

komersial unggas mengandung air kurang lebih 10% jika kebutuhan air bagi ayam

sebagian besar diperoleh dari air minum. Konsumsi air pada ayam petelur

umumnya di pengaruhi oleh umur, temperatur lingkungan dan kesehatan ayam

(Anggoridi, 1995 Swick, 1999 dalam Resnajati, 2011)

Air minum yang diberikan pada ayam harus memiliki kualitas yang baik dan

memenuhi kebutuhan ayam. Kualitas air sendiri di pengaruhi bakteri Escheria

Page 9: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

9

coli, pH air, kadar magnesium, kadar nitrat dan nitrit, kadar sodium atau klorida

serta mineral lainnya. Air yang baik diberikan pada ayam terutama pada saat

udara panas yaitu air yang bersih dan dingin karena ayam memerlukan persediaan

air tersebut untuk pertumbuhan optimum, produksi, dan efisiensi penggunaan

ransum. (Anggorodi, 1995 dalam Resnajati, 2011).

3.2.2 Penanganan Telur

Telur yang dihasilkan oleh ayam perlu ditangani dengan tepat dan cepat,

sehingga telur tidak mengalami penurunan kualitas. Pengambilan telur dari

kandang baterai sebaiknya dilakukan sesering mungkin sehingga telur tidak

terinjak atau dipatuk ayam (Bell dan Weaver, 2002). Salah satu manajemen

peternakan yang berhubungan dengan penanganan telur ayam adalah pengepakan.

Pengepakan akan berpengaruh terhadap kerusakan telur karena telur pecah akan

menekan kerusakan komponen dan sifat fisiko kimia lainnya (Romanoff dan

Romanoff, 1963; Bell dan Weaver, 2002). Beberapa ciri – ciri pengepak telur

ayam yang berguna dalam pemasaran antara lain dapat menghindari kerusakan

fisik, mengurangi evaporasi air, mengurangi kontaminasi kotoran dan penyerapan

bau yang tidak diinginkan (Winarno, 2002).

Pengemasan telur ayam harus dilakukan secara hati-hati agar telur tidak

retak. Lama dan suhu penyimpanan telur ayam turut berperan terhadap kualitas

telur. Semakin lama telur ayam disimpan dapat mengakibatkan terjadinya

penguapan isi telur dan membesarnya rongga udara. Telur ayam yang disimpan

pada suhu di atas 20oC menyebabkan terjadinya penguapan air dan CO2 dari

dalam telur. Hal tersebut mengakibatkan rongga udara pada telur semakin

membesar (Hardjosworo et al., 1989; Bell dan Weaver, 2002).

3.2.3 Bentuk, Keutuhan dan Kebersihan Telur Ayam

Bentuk telur yang menyimpang merupakan keabnormalan pada telur yang

dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap telur tersebut.

Keabnormalan telur adalah adanya butiran-butiran kasar pada permukaan

kerabang, tidak licin, tidak rata, kerabang telur bergelombang sepanjang badan

telur (body-check), tidak proporsional, bintik-bintik kapur, titik-titik jernih, dan

lubang kecil pada kerabang. Sebagian besar dari keabnormalan ini disebabkan

Page 10: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

10

oleh infeksi penyakit, umur ayam yang bertambah tua, stress akibat adanya

ganguan penyebaran kalsium atau phosphor saat pembentukan telur, komposisi

nutrien pakan yang kurang tepat, dan kelembaban yang tinggi. Lubang pada

kerabang telur dapat terjadi dikarenakan telur dipatuk oleh induk atau terkena

kuku ayam (Bell dan Weaver, 2002).

Kelainan pada kerabang telur dapat berupa retak kasar dan retak halus

yang mempengaruhi keutuhan telur. Keretakan kerabang umumnya disebabkan

oleh kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan, serta pengaruh dari suhu yang

tinggi. Keretakan pada telur biasanya terjadi akibat genetik, waktu peneluran (pagi

atau sore), waktu pengumpulan telur, masa bertelur yang terlalu panjang, suhu,

penyakit, retak saat oviposisi, retak saat telur menggelinding pada lantai cage,

penanganan yang kurang tepat saat pengumpulan dan pengalokasian telur atau

saat perjalanan (Bell dan Weaver, 2002).

Kualitas telur ayam juga dinilai dari kebersihan kerabang telur. Kerabang

telur yang terkontaminasi oleh ekskreta mengakibatkan penurunan kualitas telur.

Ekskreta dapat membawa bakteri-bakteri yang merugikan seperti Salmonella

melalui pori-pori pada kerabang telur yang dapat mengkontaminasi isi telur.

Ekskreta ayam juga dapat menimbulkan bau pada telur (Bell dan Weaver, 2002).

3.2.4 Berat Telur Ayam

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap berat telur ayam adalah umur

ayam, suhu lingkungan, strain dan bangsa ayam, umur ayam, kandungan nutrisi

dalam ransum, berat tubuh ayam, dan waktu produksi telur (Bell dan Weaver,

2002). Kekurangan protein, kalsium, vitamin D, dan zat besi menyebabkan

turunnya berat telur. Penyusutan berat telur ayam dapat terjadi karena adanya

penguapan air selama penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan

sebagian kecil oleh penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan H2S akibat

degradasi komponen organik telur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Buckle et al.,

1985; Bell dan Weaver, 2002). Telur ayam yang diteliti oleh Islam et al. (2001)

pada lingkungan yang bersuhu tinggi (>27°C) umumnya memiliki berat yang

lebih rendah dibandingkan lingkungan bersuhu rendah (<20°C). Berat telur yang

dihasilkan pada umur ayam 20-60 minggu mengalami peningkatan seiring dengan

Page 11: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

11

bertambahnya umur ayam (Tumuova dan Ledvinka 2009; Bell dan Weaver,

2002).

3.2.5 Indeks Telur

Pilliang (1992) dan Septiawan (2007) mengatakan bahwa bentuk telur

dipengaruhi oleh lebar diameter isthmus. Semakin lebar diameter isthmus, maka

bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat dan apabila diameter isthmus

sempit, maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung lonjong. Semakin tinggi

nilai indeks telur, maka bentuk telur tersebut akan semakin bulat. Bentuk oval

atau bulat pada telur dipengaruhi oleh dinding saluran telur selama pembentukan.

Indeks telur diperoleh dari hasil pengukuran panjang dan lebar telur

(lebar/panjang X 100) dan kisaran indeks telur yang normal adalah 0,70-0,74. Jika

terjadi penyimpangan nilai indeks, telur akan memiliki penampilan yang kurang

menarik dan menjadi rentan terhadap kerusakan saat pengemasan dan pengiriman.

Bentuk dan indeks telur dikendalikan oleh faktor genetik (Bell dan Weaver,

2002).

3.2.6 Haugh Unit

Haugh unit (HU) digunakan untuk mengukur kualitas putih telur. Haugh

unit yang tinggi menunjukkan kualitas putih telur tersebut juga tinggi (Bell dan

Weaver, 2002). Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan

untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75. Telur yang busuk biasanya memiliki

nilai HU dibawah 50 (Buckle, 1987). Penurunan nilai HU pada telur akan

mempengaruhi kualitas telur. Tingkatan kualitas telur berdasarkan nilai HU yaitu

jika >72 termasuk kualitas AA, nilai HU antara 60-71 termasuk kualitas A dan

nilai HU antara 31-59 termasuk kualitas B (USDA, 1964; Brown, 2000).

Haugh unit dipengaruhi umur ayam dan genotip, musim, kandungan nutrisi

pakan, lama dan suhu selama penyimpanan (Williams, 1992). Umur ayam yang

meningkat dan suhu lingkungan di atas 30°C menyebabkan penurunan nilai HU.

Kandungan magnesium dalam pakan perlu ditingkatkan agar penurunan

kekentalan putih telur dapat diperlambat sehingga nilai HU tetap terjaga. Suhu

ideal yang mampu mempertahankan nilai HU lebih lama adalah penyimpanan

Page 12: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

12

telur pada suhu freezer yaitu 0-0,5°C dan pada refrigarator suhu penyimpanan

harus dipertahankan antara 10-18°C.

3.2.7 Indeks Kuning Telur

Indeks kuning telur digunakan untuk menyatakan kondisi di dalam telur

secara umum berdasarkan perhitungan matematis. Pengukuran dilakukan denngan

membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning yang baru dipecahkan di

atas meja kaca (Romanoff dan Rommanoff, 1963). Nilai indeks kuning telur segar

beragam antara 0,33-0,50 dengan nilai rata-rata 0,42 (Buckle et al., 1985).

Binawati (2008) menuliskan kisaran nilai indeks kuning telur ayam Arab adalah

0,39-0,42.

Indeks kuning telur ditentukan oleh bentuk kuning telur. Bentuk kuning

telur tergantung pada kekuatan membran vitelin dan lapisan khalaza di sekitar

kuning telur. Setelah ovoposisi, struktur ini secara bertahap mengalami perubahan

fisik dan kimia yang mengurangi kemampuan membran vitelin dan khalaza untuk

mempertahankan bentuk kuning telur tetap bulat. Perubahan ini mengubah

kekuatan 14 membran vitelin sehingga kadar air berpindah dari putih menjadi

kuning, meningkatkan ukuran kuning, selanjutnya akan melemahkan membran.

Hal tersebut menyebabkan permukaan kuning telur menjadi datar pada saat telur

dipecahkan (Bell dan Weaver, 2002). Daya ikat membran vitelin dipengaruhi

oleh kandungan protein dalam pakan. Membran vitelin terbentuk atas 87%

protein, 3 % lemak dan 10% karbohidrat (Yamamoto et al., 2007).

in cukup tinggi. Selama masa bertelur, pemberian ransum diganti dua kali,

pertama sewaktu mencapai 5% hen-day diberikan ransum ayam bertelur fase I

(ransum layer I atau prelayer) dan setelah mencapai puncak produksi diberikan

ransum ayam bertelur fase II (ransum layer II) (Rasyaf, 2008). Kebutuhan energi

ayam petelur pada umur 14 minggu hingga mencapai 5% hen-day sebanyak 2750

kkal/Kg. Setelah mencapai 5% hen-day digunakan ransum dengan kandungan

energi 2850 kkal/Kg.

Menurut Johari (2004), ayam berumur 42 minggu  membutuhkan PK 21%

dan ME 2950 kkal/Kg, 43-84 minggu membutuhkan PK 19% dan ME 2850

kkal/Kg, 85-112 membutuhkan PK 16-17% dan ME 2800 kkal/Kg  dan 112

Page 13: Internal Telu, Eki Visiyam f. d1e012009

13

minggu membutuhkan PK 21% dan 3100 kkal/Kg. Kelebihan energi disimpan

dalam bentuk lemak. Menurut Surdayani dan Santoso (2000), bahwa pemberian

ransum untuk periode petelur dapat diberikan sesuai dengan umur ayam, yaitu

ayam 19-35 minggu membutuhkan ransum dengan protein 19%; energi

metabolisme 2800 kkal/kg; dan kalsium 3,8 - 4,2%, untuk ayam umur 53 minggu

sampai 76 atau 80 minggu membutuhkan protein 18%; energi metabolisme 2750

kkal/kg; dan kalsium 4,0-4,4%.