10
83 HUBUNGAN PENGETAHUAN SERTA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PERAN KADER DALAM PENCAPAIAN UCI KELURAHAN Correlation between Knowldege and Family Support with Active Cadre’s Role Ida Bagus Made Dwi Indrawan 1 , Chatarina Umbul W 2 1 FKM UA, [email protected] 2 Departemen Epidemiologi FKM UA, [email protected] Alamat Korepondensi : Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia ABSTRAK Keberhasilan pencapaian UCI di puskesmas salah satunya bergantung dari bagaimana peran kader secara aktif melakukan penyuluhan dan memberikan motivasi kepada ibu ibu bayi agar mau mengimunisasi anaknya. Tujuan penelitian adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan peran aktif kader dalam pencapaian UCI Kelurahan. Studi cross sectional dengan populasi adalah kader posyandu di Kelurahan Airlangga dan Kelurahan Gubeng. Sampel berjumlah 63 kader posyandu yang dipilih dengan teknik strata random sampling dengan uji chisquare. Pengambilan data menggunakan lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia ( p = 0,523 ), tingkat pendidikan (0,459), lama sebagai kader posyandu (p = 0,818), pekerjaan selain menjadi kader ( p = 0,766), sikap kader posyandu ( p = 1,000) serta keterjangkuan posyandu ( p =0,713 ) dengan peran aktif kader posyandu dalam pencapaian UCI kelurahan. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan peran aktif kader (p = 0,000) serta dukungan keluarga dengan peran aktif kader posyandu (p=0,001). Tidak ada perbedaan antara peran kader di kelurahan UCI dan kelurahan non UCI ( p = 1,000). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang cukup kuat antara pengetahuan dan dukungan keluarga dengan peran kader dalam pencapaian UCI kelurahan. Saran bagi puskesmas dan dinas kesehatan yakni dapat melaksanakan pelatihan secara berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan kader. Kata Kunci: Dukungan keluarga, pengetahuan, peran aktif kader, sikap, UCI kelurahan. ABSTRACT One factor that can help achievement of 100% UCI village status at Puskesmas is depend on cadre’s role in promoting the importance of immunization to baby mothers and to motivate baby mothers to follow immunization program. The research objective was to analysis factors that related with active cadres roles in UCI village status achievement. This was a cross sectional study with sample size used in this research was 63 cadres which is selected by stratified random sampling from UCI village and non UCI village. Result of this research showed there were no significant correlation between age ( p = 0,523 ), level of education ( p = 0,459 ), years of being cadre ( p =0,818 ), work status ( p = 0,766 ), attitude ( p = 1,000 ), and posyandu’s acces ( p = 0,713 ) with active cadres role. However, chisquare test showed there were correlation between knowledge ( p =0,000) and family support (p = 0,001) with active role cadres. There was no difference of cadre’s role in UCI village and non UCI village ( p = 1,000 ). Conclusion from this research were significant correlation between knowldege and family support with cadre’s role n UCI village achievement. The suggestion for departemen of health Surabaya and Puskesmas is to do refreshing cadres by training regularly to imcrease cadre’s knowledge about immunization. Keywords : family support, knowledge, active role cadre, attitude, UCI village.

ipi306828

Embed Size (px)

DESCRIPTION

posyandu 2

Citation preview

  • 83

    HUBUNGAN PENGETAHUAN SERTA DUKUNGAN KELUARGA DENGANPERAN KADER DALAM PENCAPAIAN UCI KELURAHAN

    Correlation between Knowldege and Family Support with Active Cadres Role

    Ida Bagus Made Dwi Indrawan1, Chatarina Umbul W21 FKM UA, [email protected]

    2 Departemen Epidemiologi FKM UA, [email protected] Korepondensi : Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

    Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

    ABSTRAKKeberhasilan pencapaian UCI di puskesmas salah satunya bergantung dari bagaimana peran kader secara aktifmelakukan penyuluhan dan memberikan motivasi kepada ibu ibu bayi agar mau mengimunisasi anaknya.Tujuan penelitian adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan peran aktif kader dalam pencapaianUCI Kelurahan. Studi cross sectional dengan populasi adalah kader posyandu di Kelurahan Airlangga danKelurahan Gubeng. Sampel berjumlah 63 kader posyandu yang dipilih dengan teknik strata random samplingdengan uji chisquare. Pengambilan data menggunakan lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwatidak terdapat hubungan antara usia ( p = 0,523 ), tingkat pendidikan (0,459), lama sebagai kader posyandu(p = 0,818), pekerjaan selain menjadi kader ( p = 0,766), sikap kader posyandu ( p = 1,000) sertaketerjangkuan posyandu ( p =0,713 ) dengan peran aktif kader posyandu dalam pencapaian UCI kelurahan.Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan peran aktif kader (p = 0,000) serta dukungan keluarga denganperan aktif kader posyandu (p=0,001). Tidak ada perbedaan antara peran kader di kelurahan UCI dankelurahan non UCI ( p = 1,000). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang cukup kuatantara pengetahuan dan dukungan keluarga dengan peran kader dalam pencapaian UCI kelurahan. Saran bagipuskesmas dan dinas kesehatan yakni dapat melaksanakan pelatihan secara berkesinambungan untukmeningkatkan pengetahuan kader.

    Kata Kunci: Dukungan keluarga, pengetahuan, peran aktif kader, sikap, UCI kelurahan.

    ABSTRACTOne factor that can help achievement of 100% UCI village status at Puskesmas is depend on cadres role inpromoting the importance of immunization to baby mothers and to motivate baby mothers to followimmunization program. The research objective was to analysis factors that related with active cadres roles inUCI village status achievement. This was a cross sectional study with sample size used in this research was63 cadres which is selected by stratified random sampling from UCI village and non UCI village. Result ofthis research showed there were no significant correlation between age ( p = 0,523 ), level of education( p = 0,459 ), years of being cadre ( p =0,818 ), work status ( p = 0,766 ), attitude ( p = 1,000 ), andposyandus acces ( p = 0,713 ) with active cadres role. However, chisquare test showed there werecorrelation between knowledge ( p =0,000) and family support (p = 0,001) with active role cadres. There wasno difference of cadres role in UCI village and non UCI village ( p = 1,000 ). Conclusion from this researchwere significant correlation between knowldege and family support with cadres role n UCI villageachievement. The suggestion for departemen of health Surabaya and Puskesmas is to do refreshing cadres bytraining regularly to imcrease cadres knowledge about immunization.

    Keywords : family support, knowledge, active role cadre, attitude, UCI village.

  • 84 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 83-92

    PENDAHULUANKegiatan imunisasi merupakan salah satu

    bentuk tujuan pembangunan kesehatan yangmerupakan upaya dari pemerintah untuk mencapaiMillenium Development Goals (MDGs). Tujuandari MDGs yang ingin dicapai dari programimunisasi ini lebih berfokus pada penurunanangka kematian anak, dengan target menurunkanangka kematian balita menjadi dua pertiga daritahun 1990 ke tahun 2015 ( Hadinegoro, 2011 ).

    Upaya imunisasi di Indonesia mulaidilaksanakan pada tahun 1956. Sejak upayaimunisasi dilaksanakan, terbukti penyakit cacartelah mampu dieliminasi dan Indonesia dinyatakanbebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974.Sehingga upaya imunisasi memiliki poin pentingdalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.Imunisasi dinilai sebagai sebuah program yanghemat biaya. Pada tahun 1977, upaya imunisasimakin diperluas menjadi program imunisasidengan tujuan melakukan pencegahan terhadappenyakit menular. Penyakit menular yang dapatdicegah dengan imunisasi ini yakni penyakittuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio,tetanus dan hepatitis B (Ditjen PPM dan DepkesRI, 2003). Tujuan Imunisasi adalah untukmencegah terjadinya penyakit tertentu padaseseorang, dan menghilangkan penyakit tersebutpada sekelompok masyarakat (populasi) ataubahkan menghilangkan kasus suatu penyakit daridunia (Matondang,G et all, 2011).

    WHO (2012) menyatakan bahwa upayaimunisasi sampai tahun 2011 telah mampumelindungi hingga dua sampai tiga juta kematianpada semua kelompok umur dari penyakit menularseperti difteri, tetanus, pertusis dan campak.Walaupun demikian, jumlah balita yang belummendapatkan imunisasi tergolong sangat banyak,dimana sebanyak 22,4 juta jiwa balita belummendapatkan imunisasi dasar lengkap pada tahun2011 jika dibandingkan dengan pencapaian padatahun 2010 yakni sebesar 21,1 juta jiwa balita.Selain itu, diketahui bahwa lebih dari 70% balitayang belum mendapatkan imunisasi ini tinggal di10 negara yaitu Afganistan, Chad, RepublikKongo, Ethiopia, India, Indonesia, Nigeria,Pakistan, Filipina dan Afrika Selatan.

    Manfaat dari imunisasi dapat dirasakan olehberbagai pihak. Tidak hanya anak atau balita yangmendapatkan manfaat dari imunisasi, namun pihakorang tua atau keluarga anak dan bahkan negaramerasakan manfaat dari imunisasi. Berikutmanfaat imunisasi yang dirasakan oleh anak,keluarga maupun negara menurut Andhini dan

    Proverawati (2010), untuk anak manfaat yangdiperoleh dapat mencegah penderitaan yangdisebabkan oleh penyakit dan kemungkinanmenerima cacat atau bahkan kematian. Manfaatbagi keluarga anak yakni menghilangkankecemasan dan psikologi pengobatan bila anaksakit. Meyakinkan keluarga anak bahwa anaknyadapat menjalani masa kanak kanak dengan amandan nyaman. Manfaat untuk negara yaknimemperbaiki tingkat kesehatan, menciptakanbangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkanpembangunan negara.

    WHO (2012) menyatakan angka cakupanimunisasi di seluruh dunia belum mencapai 90%,dimana angka cakupan imunisasi untuk vaksinDPT baru sebesar 83% pada tahun 2011, cakupanimunisasi polio yang sebesar 84% pada tahun2011, angka cakupan imunisasi campak yang barusebesar 84% pada tahun 2011, serta angka cakupanimunisasi Hepatitis B yang mencapai 75% di tahun2011.

    Angka cakupan imunisasi di Indonesia padatahun 2010 memang sudah menunjukkan capaiancukup baik dibandingkan pada tahun 2009 yangbaru mencapai 69,2%. Namun, angka kasus PD3I(Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)pada tahun 2010 masih sangat tinggi dimanajumlah kasus difteri sebanyak 385 kasus, jumlahkasus tetanus mencapai 137 kasus, jumlah kasustetanus neonatorum mencapai 137 kasus danjumlah kasus campak 16.529 kasus (Kemenkes RI,2012). Dibandingkan dengan negara negaratetangga seperti Thailand, Malaysia, Vietnam,Singapura, dan Myanmar, jumlah kasus PD3I diIndonesia tergolong cukup tinggi. Bahkan jumlahkasus di negara berkembang seperti Vietnam danMyanmar jauh lebih sedikit dan tidak pernahmencapai angka lebih dari 100 kasus jikadibandingkan dengan Indonesia yang jugamerupakan negara berkembang (Kemenkes RI,2012).

    Salah satu indikator untuk mengetahuiperkembangan capaian imunisasi di Indonesiaadalah dengan melihat angka pencapaianUniversal Child Immunization (UCI). Indonesiamenjadi salah satu prioritas WHO untukmelaksanakan akselerasi dalam pencapaian target100% UCI Desa/Kelurahan karena sampai tahun2010, Indonesia termasuk kedalam negara keempatterbesar di dunia dengan jumlah anak yang tidakmendapatkan imunisasi DPT3 (Kemenkes RI,2010a) . Universal Child Immunization adalahsuatu keadaan tercapainya pemberian imunisasidasar secara lengkap pada semua bayi. Imunisasi

  • Ida Bagus dkk., Hubungan Pengetahuan Serta.... 85

    dasar pada bayi dilakukan pada saat bayi masihberusia kurang dari 12 bulan, dengan pemberianimunisasi meliputi BCG, DPT, Polio, Hepatitis,dan Campak. Bayi dikatakan mendapatkanimunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG satu kali,DPT tiga kali, polio empat kali, hepatitis tiga kalidan campak satu kali. Untuk menilai statuskelengkapan imunisasi dasar pada bayi dapatditinjau dari cakupan imunisasi campak karenapemberian imunisasi campak merupakan imunisasiyang paling akhir diberikan setelah keempatimunisasi dasar pada bayi yang lain telah diberikan(Andhini dan Proverawati, 2010).

    Persentase desa / kelurahan yang telahmencapai UCI di Jawa Timur mengalami tren naikturun dari tahun 2008 hingga tahun 2011.persentase desa UCI di Jawa Timur sebesar71,77% pada tahun 2008, pada tahun 2009persentase desa telah UCI di Jawa Timurmengalami peningkatan menjadi 80,45%,sedangkan pada tahun 2010 persentase desa telahUCI di Jawa Timur mengalami penurunan yangcukup jauh dengan persentase sebesar 75,86%.Pada tahun 2011, persentase desa telah UCI diJawa Timur mengalami penurunan yang sangattajam daripada 2010 dengan pencapaian desa UCIdi Jawa Timur pada tahun 2011 sebesar 54,60%(Kemenkes RI, 2012). Pencapaian kelurahan UCIdi Surabaya baru sebesar 56% di tahun 2008.Namun, pada tahun 2009 dan 2010 pencapaiankelurahan UCI di Surabaya mengalamu penurunanmenjadi 42,3%. Sehingga, kota Surabaya belumpernah mencapai target 100% (Dinkes KotaSurabaya, 2011).

    Pencapaian UCI kelurahan di Surabaya yangmasih belum memenuhi target 100% UCI salahsatunya dikarenakan jumlah bayi yangmendapatkan semua vaksin imunisasi dasar belummencapai target yang ditetapkan ( 90%). Adapunjumlah bayi yang baru mendapatkan imunisasidasar di Surabaya pada tahun 2012 yaitu 91,3%bayi yang mendapatkan vaksin BCG, 92,6% bayiyang mendapatkan vaksin DPT combo 1, 91,1 %bayi yang mendapatkan DPT combo 2, 89,5% bayiyang mendapatkan vaksin DPT combo 3, 92%bayi yang mendapatkan vaksin polio1, 90,8% bayiyang mendapatkan vaksin polio 2, 88,1% bayiyang mendapatkan vaksin polio 3, 87,6% bayiyang mendapatkan vaksin polio 4, serta 84,4%bayi yang mendapatkan vaksin polio campak.

    Puskesmas Mojo merupakan salah satupuskesmas di Surabaya yang belum mencapaitarget 100% UCI kelurahan di tahun 2012 .Tercatat, baru 1 dari 3 kelurahan di wilayah kerjaPuskesmas Mojo yang mencapai UCI kelurahan.

    Penyakit difteri yang merupakan re-emergingdisease juga ditemukan dengan jumlah penderitasebanyak 2 kasus, dengan 1 penderita yangmemiliki status imunisasi dasar tidak lengkap dan1 penderita lainnya belum mendapatkan imunisasidasar lengkap. Di sinilah peran kader posyandusangat dibutuhkan, walaupun secara tidaklangsung memberikan imunisasi, namun seorangkader posyandu yang lebih tahu mengenai kondisibayi yang berada di sekitar kelurahan dan mampumemantau perkembangan kesehatan bayi setiapbulan melalui posyandu.

    Peran sebagai seorang kader sangatlahpenting dibandingkan dengan masyarakat biasapada umumnya. Seorang kader adalah relawan darimasyarakat setempat yang dipandang memilikicukup pengaruh terhadap lingkungan masyarakatsetempat dan dianggap mampu memberikanpelayanan kesehatan. Namun keberadaan kaderkesehatan relatif labil karena tidak adanya jaminankader akan dapat menjalankan fungsinya denganbaik. Jika ada kepentingan keluarga, maka kaderbiasanya akan lebih mendahulukan kepentinganpribadinya atau akan lebih memilih untukmeninggalkan tugas (Wulandari,2011).

    Peran kader posyandu adalah salah satufaktor penting dalam kegiatan imunisasi. Dalampelaksanaan kegiatan Imunisasi, sangat dibutuhkanperan seorang kader agar kegiatan berjalan sesuaijadwal yang telah ditetapkan. Terdapat limakegiatan yang harus dilaksanakan oleh kader saatkegiatan imunisasi di posyandu antara lain(Kemenkes RI, 2010b), pertama, mendatakelompok sasaran yang perlu untuk diberiimunisasi. Jika ada kelompok sasaran yang tidakatau belum terdaftar sebagai sasaran imunisasimaka kader tetap mencatat pada catatan kelompokdasawisma dan memberitahu pada petugaskesehatan tentang adanya tambahan sasaran.Kedua, memberikan penyuluhan tentangpentingnya pemberian imunisasi. Ketiga,mengajak masyarakat agar memanfaatkanpelayanan imunisasi yang ada di posyandumaupun sarana kesehatan lainnya. Keempat,memberitahu petugas kesehatan apabila ditemuikasus atau kelainan yang dihadapi kelompoksasaran saat pemberian imunisasi. Kelima, setelahselesai pelayanan, kader bersama dengan petugaskesehatan mencatat dan melaporkan hasilimunisasi serta melaksanakan kunjungan rumahbagi sasaran yang tidak datang.Selain peran kader,peran orang tua untuk mau mengimunisasibayi,peran pemerintah daerah, peran LSMsetempat, serta dukungan dari pihak swasta akan

  • 86 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 83-92

    dibutuhkan untuk meningkatkan pencapaian UCI(Kemenkes RI, 2010a).

    Studi pendahuluan berupa observasi ke 7posyandu di kelurahan Airlangga dan KelurahanGubeng didapatkan hasil bahwa hanya 3 dari 35kader yang mampu memberikan penyuluhanberupa konseling serta meja IV yang merupakanmeja penyuluhan belum mampu difungsikandengan baik saat posyandu berlangsung. Tujuandalam penelitian ini menganalisis faktor yangberhubungan dengan peran aktif kader dalampencapaian UCI Kelurahan di wilayah kerjaPuskesmas Mojo.

    METODERancang bangun penelitian ini adalah studi

    cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalahsebagian dari kader yang ada di seluruh posyandudi Kelurahan Airlangga dan Kelurahan Gubengyang termasuk ke dalam wilayah kerja PuskesmasMojo. Jumlah sampel sebanyak 63 kader yangdipilih dengan teknik strata random sampling,dengan penstrataan antara kelurahan dengan statusUCI dan status Non UCI.

    Pengumpulan data menggunakankuesioner serta lembar observasi. Dalam kuesionerpenelitian berisi variabel karakteristik kader ( usia,tingkat pendidikan, lama sebagai kader,danpekerjaan selain menjadi kader) , pengetahuankader posyandu tentang imunisasi dasar,pernyataan sikap kader dalam menjalankan perankader saat posyandu dan imunisasi, penyataanmengenai persepsi kader tentang keterjangkuanposyandu, serta dukungan keluarga yang diperoleholeh kader posyandu. Data sekunder yangdibutuhkan antara lain data terkait gambaranumum lokasi penelitian dari kelurahan masingmasing, data keanggotaan kader posyandu aktif diwilayah kerja Puskesmas Mojo, data terkait jumlahposyandu yang berada di wilayah kerja PuskesmasMojo, serta data mengenai capaian imunisasi dasarlengkap di Puskesmas Mojo tahun 2012 dari DinasKesehatan Kota Surabaya.

    Data hasil penelitian diolah dengan ujichisquare dengan tingkat kemaknaan 5%. Ujichisquare digunakan untuk mengetahui hubunganantara variabel bebas dengan variabel terikat.Hipotesis penelitian ditolak jika hasil penelitianmeunjukkan nilai signifikasi kurang dari 0,05.

    HASILMayoritas responden berusia 52 tahun

    dengan persentase sebesar 58,7%. Responden

    merupakan tamatam SMA dengan persentasesebesar 54%, hanya sebagian kecil responden yangmerupakan tamatan perguruan tinggi (7,9%).Sebagian besar responden telah menjadi kaderposyandu selama 10 14 tahun dengan jumlahpersentase sebanyak 46%. Beberapa responden(27%) telah menjadi kader posyandu lebih dari 20tahun. Sebagian besar responden (73%) tidakmemiliki pekerjaan selain menjadi kaderposyandu, walaupun ada beberapa responden yangjuga memiliki pekerjaan selain menjadi kaderposyandu seperti menjadi guru PAUD, ketua RT,penjahit, serta wiraswasta. Sebagian besar kaderposyandu (58,7%) memiliki pengetahuan yangkurang mengenai imunisasi dasar, memiliki sikapyang kurang baik (55,6%) dalam menjalankanperan sebagai kader posyandu. Sebagian besarkader posyandu (69,8%) berpendapat bahwaposyandu mudah untuk dicapai, serta kaderposyandu menyatakan mendapat dukungan darikeluarga untuk menjalankan peran kader posyandu(57,1%). Mayoritas kader posyandu yang memilikiperan kurang aktif saat pelaksanaan posyandu diKelurahan Airlangga dan Kelurahan Gubengdengan persentase sebesar ( 58,7%).

    Sebagian besar kader posyandu yang beradadi wilayah kerja Puskesmas Mojo memiliki perankurang aktif sebesar 58,7% dengan jumlahterbanyak pada kelompok usia > 52 tahun. Hasiluji statistik bivariat menunjukkan tidak terdapathubungan yang signifikan antara usia kaderposyandu ( p = 0,523) dengan peran aktif kaderposyandu dalam memberikan penyuluhan danpemberian motivasi.

    Sebagian besar kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo memiliki peran kurang aktifsebesar 58,7% dengan jumlah terbanyak padakelompok kader dengan tingkat pendidikan rendah(tamatan SD dan SMP) sebesar 66,7%, Hasilanalisis bivariat menunjukkan bahwa tidakterdapat hubungan yang bermakna antara tingkatpendidikan kader posyandu dengan peran aktifkader posyandu dalam pemberian penyuluhan danpemberian motivasi ( p = 0,459 ).

    Mayoritas kader posyandu memiliki perankurang aktif pada kelompok kader posyandu yangtelah menjadi kader selama 15 20 tahun denganpersentase sebesar 64,7%. Hasil analisis bivariatmenunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yangbermakna antara lama sebagai kader posyandudengan peran aktif kader posyandu dalampemberian penyuluhan dan pemberian motivasikepada ibu balita( p = 0,818 ).

    Sebagian besar kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo memiiliki peran kurang

  • Ida Bagus dkk., Hubungan Pengetahuan Serta.... 87

    aktif sebesar 58,7% dengan jumlah terbanyak padakelompok kader posyandu yang memilikipekerjaan selain menjadi kader sebesar 64,7% .Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidakterdapat hubungan yang bermakna antarapekerjaan selain menjadi kader posyandu denganperan kader secara aktif dalam pemberianpenyuluhan dan pemberian motivasi kepada ibubalita (p = 0,766)

    Sebagian besar kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo memiiliki peran kurangaktif sebesar 58,7% dengan jumlah terbanyak padakelompok kader posyandu yang memiliki sikapkurang baik sebesar 60%. Hasil analisis bivariatmenunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yangbermakna antara sikap kader dalam menjalankanperan kader posyandu dengan peran aktif kaderposyandu dalam pemberian penyuluhan danpemberian motivasi kepada ibu balita (p = 1,000).

    Sebagian besar kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo memiiliki peran kurangaktif sebesar 58,7% dengan jumlah terbanyak padakader yang memiliki persepsi lokasi posyanduyang mudah dicapai sebesar 61,4%. Hasil analisisbivariat menunjukkan bahwa tidak terdapathubungan yang bermakna antara keterjangkuanposyandu dengan peran aktif kader posyandudalam pencapaian UCI keluraham ( p = 0,713).

    Sebagian besar kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo memiiliki peran kurangaktif sebesar 58,7% dengan jumlah terbanyak padakelompok kader posyandu yang memilikipengetahuan imunisasi dasar kurang sebesar78,4% yang ditunjukkan pada tabel berikut :

    Tabel 1. Hubungan Pengetahuan Kader Posyandudengan Peran Aktif Kader Posyandu.

    PengetahuanPeran Aktif Kader

    TotalKurangaktif

    Aktif

    Kurang 29 (78,4%) 8 (21,6%) 37(100%)

    Baik 8(30,8%)

    18(69,2%)

    26(100%)

    Total 37(58,7%)

    26(41,3%)

    63(100%)

    Hasil uji statistik untuk tabel 1menunjukkan nilai signifikansi (p ) = 0,000. Nilaisignifikansi menunjukkan bahwa Ho ditolak ( p < )Sehingga ada keterkaitan atau terdapat hubunganantara tingkat pengetahuan dengan peran aktifkader dalam pencapaian UCI kelurahan. Nilai dariPhi Cramers V menunjukkan nilai sebesar 0,476yang berarti besar kuat hubungan antara tingkat

    pengetahuan kader dengan peran aktif kader dalammemberikan penyuluhan imunisasi dan motivasicukup kuat.Hasil penelitian menunjukkan mayoritas kaderposyandu di wilayah kerja Puskesmas Mojomemiiliki peran kurang aktif dengan jumlahterbanyak pada kader posyandu yang kurangmendapatkan dukungan dari keluarga untukmenjalankan peran kader sebesar 85,2% yangditunjukkan pada tabel 2 :

    Tabel 2. Hubungan Dukungan Keluarga denganPeran Akitf Kader Posyandu.

    DukunganPeran Aktif Kader

    TotalKurangaktif

    Aktif

    Kurang ada 23 (85,2%) 4 (14,8%) 27(100%)

    Ada 14 (38,9%) 22(61,1%)

    36(100%)

    Total 37(58,7%)

    26(41,3%)

    63(100%)

    Hasil uji statistik untuk tabel 2menunjukkan nilai signifikansi ( p ) = 0,001. Hasilsignifikansi menunjukkan bahwa Ho ditolak ( p < ),sehingga ada keterkaitan atau terdapat hubunganantara keterjangkuan kader dalam mencapaiposyandu dengan peran aktif kader dalammelakukan penyuluhan imunisasi dan pemberianmotivasi kepada ibu balita saat posyandu diwilayah kerja Puskesmas Mojo. Nilai Phi CramersV menunjukkan hasil sebesar 0,465 yang berartikuat hubungan yang cukup kuat antara keduavariabel.

    Sebagian besar kader memiliki perankurang aktif (58,7%) saat pelaksanaan posyandu,dengan frekuensi terbanyak pada kelompok kaderposyandu yang berada di kelurahan Non UCIsebesar 60,9% yang ditunjukkan pada tabel 3 :Tabel 3. Perbedaan Peran Aktif Kader Posyandu

    di Kelurahan UCI dan Non UCI.

    Peran AktifKader

    KelurahanTotal

    Non UCI UCI

    Kurangaktif

    14 (60,9%) 23 (57,5%) 37 (58,7%)

    Aktif 9 (39,1%) 17 (42,5%) 26 (41,3%)Total 23 (100%) 40 (100%) 63 (100%)

    Hasil statistik untuk tabel 5 menunjukkannilai signifikansi ( p ) sebesar 1,000. Nilai

  • 88 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 83-92

    signifikansi yang didapat > yang berarti bahwatidak terdapat perbedaan peran aktif kader baik diKelurahan dengan status UCI maupun denganstatus non UCI.

    PEMBAHASANHasil penelitian yang telah dilakukan pada

    wilayah kerja Puskesmas Mojo menunjukkanbahwa seluruh kader posyandu adalah perempuan.Catatan puskesmas terkait keanggotaan kaderposyandu yaitu terdapat lima orang kader padasetiap posyandu dengan alasan bahwa ke limakader adalah perwakilan dari setiap posyandu yangberhak menerima uang transportasi. Realitanya,terdapat lebih dari lima kader per satu posyandudengan maksud sebagai pengganti jika ada kaderposyandu yang tidak bisa hadir saat posyandu.

    Hampir semua kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo berada pada usia yangsudah tidak muda atau berada pada usia tidakproduktif lagi. Sebagian besar kader berada padarentang usia 42 hingga 52 tahun. Hal inimenunjukkan bahwa masyarakat dengan usiadibawah 40 tahun sangat jarang yang inginmenjadi seorang kader posyandu dengan alasanmenjadi kader posyandu belum memberikanjaminan yang baik khususnya jaminan finansialuntuk memenuhi kehidupan sehari hari.Mayoritas kader posyandu yang berada di wilayahkerja Puskesmas Mojo adalah tamatan SMA/sederajat. Sebagian besar kader posyanduberpendapat bahwa pendidikan setingkat SMAsudah merupakan capaian yang sangat tinggi ditahun 80-an. Namun selain tamatan SMA, ada jugabeberapa kader posyandu yang merupakan tamatanperguruan tinggi.

    . Sesuai dengan apa yang dijabarkan olehZulkifli (2003) mengenai siapa saja yang dapatmenjadi seorang kader posyandu yaitu tidakmemandang usia dan tingkat pendidikan terakhirseorang kader. Hal paling penting untuk menjadikader posyandu menurut Ida Bagus dalam Zulkifli(2003) adalah mampu baca tulis dan dapat diterimaoleh masyarakat sekitar.

    Sebagian besar kader posyandu di wilayahkerja Puskesmas Mojo telah menjadi kader selama10 14 tahun. Ada beberapa kader posyandu yangsudah lebih dari 20 tahun untuk menjadi kader.Semakin lama seseorang menjadi kader maka akansemakin mudah bagi seorang kader untukmemahami situasi atau kondisi kesehatanmasyarakat sekitar. Akan tetapi, terlalu lama jugaseseorang menjadi kader menunjukkan bahwa

    sangat jarang adanya pergantian kader posyandu disuatu wilayah yang dapat menyebabkan kaderakan merasa jenuh dalam setiap melaksanakanperan

    Kader posyandu yang berada di wilayahkerja Puskesmas Mojo sebagian besar tidakbekerja selain menjadi kader. Mayoritas kaderposyandu merupakan ibu rumah tangga yangsudah memasuki usia pensiun. Namun, beberapakader juga memiliki pekerjaan tetap yang mampumemberikan penghasilan perbulan baik membukawarung ataupun berjualan di pasar. Sejalandengan apa yang dikemukakan oleh Ida Bagusdalam Zulkifli (2003) adalah untuk menjadiseorang kader diperbolehkan memiliki pekerjaanyang dapat memberikan penghasilan, asalkanseorang kader masih mampu memiliki waktu yangcukup untuk berinteraksi ke masyarakat.

    Mayoritas kader posyandu di wilayah kerjaPuskesmas Mojo belum mampu memahamidengan baik tentang yang dimaksud denganimunisasi dasar lengkap. Sebagian besar kaderposyandu tidak tahu dengan benar penyakit apasaja yang dapat dicegah dengan pemberianimunisasi dasar. Selain itu, pengetahuan terkaitjadwal pemberian imunisasi dasar juga tidak dapatdijawab dengan baik, dimana sebagaian kaderposyandu hanya mengetahui tentang jadwalpemberian imunisasi campak yang hanya diberikansekali saat bayi sudah berumur 9 bulan. Sebagianbesar sikap kader memiliki pandangan yangkurang baik terhadap peran aktif kader dalampenyuluhan dan motivasi. Mayoritas kadermenyikapi bahwa belum ada manfaat secaralangsung yang dirasakan oleh kader posyandudalam menjalankan perannya untuk meningkatkanpengetahun kader karena bagi kader manfaatpemberian penyuluhan dan motivasi hanya dapatdirasakan oleh ibu balita.

    Mayoritas kader menyatakan bahwa, lokasitempat posyandu berlangsung mudah untukdicapai, dan dekat dengan jalan besar sehinggakader mampu datang tepat waktu setiappelaksanaan posyandu. Sebagian besar kadermenyatakan bahwa kader juga telah mendapatkandukungan dari sebagian besar keluarga intimaupun keluarga besar ( baik suami, mertua, anakmaupun cucu) dalam menjalankan peran kadersaat posyandu dilaksanakan.

    Tidak terdapat hubungan antara usia kaderposyandu dengan peran aktif kader posyandudalam pencapaian UCI kelurahan. Hal inidikarenakan mayoritas kader sudah berusia lebihdari 40 tahun dimana merupakan usia yang sudahmulai memasuki masa pensiun yakni usia untuk

  • Ida Bagus dkk., Hubungan Pengetahuan Serta.... 89

    mulai beristirahat. Sesuai dengan pernyataan olehNilawati (2008) bahwa usia untuk menjadi seorangkader lebih baik berusia antara 21- 40 tahunkarena pada usia tersebut kader masih memilikipandangan serta motivasi kerja yang positif.Sejalan dengan penelitian Nilawati (2008) jugamenyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antarausia dengan keaktifan kader posyandu.

    Tidak terdapat hubungan antara tingkatpendidikan yang dimiliki oleh kader posyandudengan peran aktif kader posyandu dalampencapaian UCI kelurahan. Hal ini dikarenakankarena kader posyandu tidak mendapatkanpelatihan dan pendidikan tentang cara pemberianpenyuluhan yang baik secara kontinyu. Walaupunsecara teori mengatakan ada kaitan antarapendidikan dengan perilaku seseorang namunpendidikan tidak selamanya selalu berdampakpada pengambilan keputusan dalam berperilaku,dimana faktor lingkungan sekitar juga salah satufaktor yang mempengaruhi seseorang untukbertindak (Festingen dalam Nilawati,2008).Sejalan dengan pernyataan oleh Nilawati (2008)dimana kurang berperan aktifnya seorang kaderposyandu dalam memberikan penyuluhan danmotivasi dikarenakan pengalaman yang kurangdari seorang kader untuk melaksanakanpenyuluhan.

    Tidak terdapat keterkaitan antara lamaseseorang menjadi kader posyandu dengan perankader yang dilakukan saat kegiatan posyandudalam pencapaian UCI kelurahan. Hal inidisebabkan masih ada rasa kurang percaya dirikader dalam memberikan penyuluhan sehinggakader posyandu cenderung melaksanakan peranyang relatif mudah dan tanpa memerlukan tatapmuka secara langsung dengan ibu balita sepertipenimbangan, pencatatan, pemberian motivasi ataumengajak ibu untuk ikut imunisasi. Sesuai denganpernyataan oleh Wulandari (2011) bahwa kaderposyandu yang belum memiliki cukuppengalaman akan sering ragu ragu dalammengambil tindakan, sehingga kondisi ini akanmenghambat peran serta kader dalam suatukegiatan. Hasil penelitian yang didapat sesuaidengan hasil penelitian yang dilakukan olehSandiyani (2011) yang menyatakan bahwasemakin lama seseorang menjadi kader bukanlahsebuah jaminan kader akan lebih baik dalamberperilaku untuk menyampaian informasi ataumelaksanakan penyuluhan.

    Hasil penelitian menyatakan tidak terdapathubungan antara pekerjaan yang dimiliki olehkader dengan peran aktif kader dalam pencapaianUCI kelurahan. Hal ini dapat disebabkan karena

    sebagian besar kader posyandu yang tidak bekerjasudah memasuki usia pensiun sehingga cenderungmemiliki motivasi kerja yang menurun sehinggadapat menghambat peran kader dalam kegiatanposyandu. Kader posyandu yang memilikipekerjaan akan cenderung susah untuk membagikonsentrasi tanggung jawab antara sebagai seorangkader dengan pekerjaan yang dimiliki. Seorangpekerja akan disibukkan dengan pekerjaanya,sehingga terkadang akan lupa dengan tanggungjawab lainnya. Seperti halnya kader posyandu,yang terkadang terlalu disibukkan denganpekerjaan selain menjadi kader, dimana pekerjaantersebut dapat memberikan penghasilan yang lebihbesar sehingga dapat mengganggu keaktifansebagai seorang kader (Nilawati,2008).

    Hasil penelitian yang didapat menunjukkanterdapat hubungan yang bermakna antarapengetahuan kader posyandu dengan peran aktifkader posyandu dalam pencapaian UCI kelurahandi wilayah kerja Puskesmas Mojo. Hal inidikarenakan kader posyandu yang memilikipengetahuan kurang tentang imunisasi sebagianbesar berperan kurang aktif saat posyandu. Kaderposyandu cenderung belum berani untukmelaksanakan penyuluhan dikarenakan tingkatpengetahuan terkait imunisasi dasar masih belumbaik sehingga ada rasa takut salah untukmenyampaikan informasi atau penyuluhan.Kondisi ini membuat sebagian besar kader tidakakan memberikan penyuluhan saat posyandudilaksanakan.

    Sesuai dengan teori determinan perilakuoleh Green dalam Notoatdmojo (2012) yangmenyebutkan bahwa salah satu terbentuknyaperilaku seseorang dikarenakan oleh pengetahuanseseorang mengenai suatu subyek. Pengetahuanmerupakan salah satu faktor predisposisi ataufaktor pencetus seseorang untuk berperilaku.Rosphita (2007) dan Djuhaeni dkk (2010)menyatakan bahwa dari beberapa penelitian yangterkait mengenai hubungan antara pengetahuandengan perilaku seseorang didapatkan hasil bahwaperilaku yang dilakukan dengan dasar pengetahuanakan lebih bertahan lama dibandingkan denganperilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan atauatas dasar keterpaksaan.

    Tidak semua kader yang berpengetahuankurang baik tidak mampu menjalankan peran aktifsebagai seorang kader posyandu, karena denganadanya dukungan sosial, keluarga, tokoh agama,sikap, kepercayaan, tokoh masyarakat ketersediaanfasilitas dan lainnya menyebabkan kader posyandumemiliki dorongan untuk melaksanakanpenyuluhan serta pemberian motivasi ( Nugroho

  • 90 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 83-92

    dan Nurdiana, 2008). Hasil penelitian yang didapatsejalan dengan hasil penelitian yang dilakukanoleh Latif, RR (2011) mengenai hubungan faktorpredisposisi dengan praktik kader. Penelitian olehLatif,RR (2011) menyebutkan bahwa adahubungan yang signifikan antara pengetahuansebagai faktor predisposisi dengan praktik kaderdalam pelaksanaan posyandu.

    Tidak terdapat hubungan antara sikap kaderposyandu dengan peran aktif kader posyandu diwilayah kerja Puskesmas Mojo. Hal inidikarenakan kader yang bersikap baik dan kurangbaik cenderung berperan kurang aktif, selain itusikap kader posyandu sebagian besar menyatakantidak selalu bersemangat dalam melaksanakanpenyuluhan jika ada posyandu karena jika situasiposyandu sangat ramai maka kader biasanya tidakmampu memberikan penyuluhan. Kader jugamenyatakan bahwa jika posyandu sedang ramai,maka akan susah untuk mengumpulkan ibu balitaagar mau mendengarkan penyuluhan sehingga ibubalita cenderung untuk tidak berada di posyanduhingga diberikan penyuluhan.

    Kader posyandu yang memiliki sikap baikcenderung belum dapat menunjukkan sikapnyadengan berperan secara aktif saat posyandudikarenakan kader posyandu menyatakan belummerasakan adanya manfaat bagi dirinya untukmelaksanakan penyuluhan . Hasil yang didapatsesuai dengan Teori WHO dalam Notoatdmojo(2012) bahwa sikap positif terhadap suatu nilai nilai atau objek tidak selalu terwujud dalamtindakan nyata. Hal ini dapat terjadi karenabeberapa alasan seperti banyak atau sedikitnyapengalaman seseorang terhadap suatu tindakanatau perilaku maupun adanya manfaat yangdirasakan jika seseorang berperilaku kesehatan.

    Hasil penelitian yang didapat sama denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Sunar (2005).Penelitian oleh Sunar (2005) tentang hubungankarakteristik, pengetahuan dan sikap kader denganpraktik penemuan tersangka penderita TB parumenyatakan bahwa tidak ada hubungan yangsignifikan antara sikap dengan praktik kader.Perilaku merupakan suatu yang sangat kompleksdimana tidak hanya faktor internal dari kadernamun faktor dari eksternal juga perludipertimbangkan.

    Mayoritas kader menyatakan bahwa lokasiposyandu sangat mudah untuk dicapai karenadekat dengan jalan besar. Namun, hasil analisismenunjukkan bahwa tidak ada hubungan antaraketerjangkuan pelayanan posyandu dengan peranaktif kader posyandu dalam pencapaian UCIkelurahan. Hal ini dapat disebabkan masih

    kurangnya pengetahuan kader posyandu terkaitimunisasi dasar sehingga kader posyandu belumdapat berperan secara aktif dalam memberikanpenyuluhan dan pemberian motivasi walaupunlokasi posyandu mudah dicapai namun.

    Lokasi posyandu yang dekat dan mudahdicapai belum menjamin akan mengubah perankader untuk aktif memberikan penyuluhan danmotivasi mengajak ibu untuk ikut imunisasi.Sesuai dengan pernyataan oleh Notoatmodjo(2012) bahwa keterjangkuan sebuah pelayanankesehatan merupakan salah satu faktor pendukungatau pemungkin seseorang untuk berperilaku.Namun jika hanya dilihat dari satu faktor sajamaka tidak akan dapat dilihat hubungan antarafaktor dengan perilaku, karena masih banyakfaktor lain seperti motivasi dalam diri kader,pengaruh dari kader lain dan lainnya.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat hubungan yang signifikan antaradukungan keluarga yang diterima oleh kaderdengan peran aktif kader dalam pencapaian UCIkelurahan. Hal ini dikarenakan sebagian besarkader yang mendapatkan dukungan dari keluargadapat menjalankan peran kader secara aktif. Artidukungan keluarga bagi kader posyandu yaitukeluarga merupakan pendorong dan penggerakbagi kader untuk dapat menjalankan peran kaderposyandu dalam kegiatan imunisasi. Namun, adabeberapa kader yang tidak mendapatkan dukungankeluarga tetapi tetap menjalankan peran kadersecara aktif dikarenakan kader posyandu merasamelakukan pekerjaannya dengan sukarela dantanpa paksaan dari siapapun.

    Sejalan dengan pernyataan bahwa salah satufaktor pendorong seseorang untuk mampumelakukan tindakan dengan baik adalah denganmendapatkan dukungan penuh dari pihak lainuntuk melaksanakan tindakannya. Dukungan ataudorongan tersebut dapat datang dari pihak kaderitu sendiri, maupun dari pihak lain seperti pihakkelurahan, keluarga, tokoh masyarakat maupundari pihak petugas kesehatan (Harisman danNuryani, D, 2012). Keluarga memiliki nilaipenting bagi setiap individu, karena keluargasebagai sumber motivasi terbesar bagi individuuntuk memilih langkah ataupun tindakan yangakan diambil ( Harisman dan Nuryani,D, 2012).

    Keluarga memiliki fungsi afektif yaitusaling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, salingmenerima serta saling mendukung antar anggota.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh Harisman dan Nuryani,D(2012) bahwa ada hubungan yang signifikan antaradukungan keluarga dengan keaktifan kader dalam

  • Ida Bagus dkk., Hubungan Pengetahuan Serta.... 91

    setiap pelaksanaan posyandu karena keluargamemiliki nilai penting dalam setiap pengambilankeputusan untuk bertindak bagi seorang kader.

    Tidak terdapat perbedaan peran aktif kaderantara kader yang berada di kelurahan UCI danNon UCI. Tidak adanya perbedaan peran aktifkader pada dua kelurahan dengan status yangberbeda disebabkan karena sebagian besar kaderhanya melakukan pemberian motivasi kepada ibubalita agar mau ikut imunisasi saat posyandudilaksakanan. Sangat jarang sekali kader yangmampu memberikan penyuluhan terkaitpentingnya imunisasi dasar sekaligus mengajak ibuyang anaknya belum mendapatkan imunisasi untukimunisasi di posyandu. Hal ini disebabkan karenamasih kurangnya pengetahuan kader di kelurahanUCI dan Non UCI terkait imunisasi sehingga kaderjuga belum mampu memberikan penyuluhansecara berkesinambungan. Selain itu jarangnyapenyuluhan yang dilakukan oleh kaderdikarekanakan kader yang berada di KelurahanUCI dan Non UCI juga belum terbiasa untukmemberikan penyuluhan di meja IV posyandu.

    Adanya perbedaan status kelurahan salahsatunya dikarenakan kesadaran orang tua yangberada di kelurahan UCI lebih baik daripadakesadaran orang tua di kelurahan non UCI untukmemberikan imunisasi dasar lengkap bagi bayinya.Kader posyandu yang berada di kelurahan UCImenyatakan bahwa para orang tua tidak hanyamemberikan imunisasi saat posyandu berlangsungnamun memberikan imunisasi di puskesmaslangsung atau di tempat praktik dokter. Berbedadengan kesadaran orang tua di kelurahan non UCIyang hanya memberikan imunisasi dasar diposyandu.

    Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwauntuk melakukan perubahan perilaku padaseseorang memang dibutuhkan waktu yang cukuplama. Faktor penentu atau determinan perilakusangat sulit untuk dibatasi karena perilakumerupakan hasil dari berbagai faktor baik internalmaupun eksternal. Secara lebih terinci, perilakumanusia sebenarnya merupakan refleksi dariberbagai gejala kejiwaan seperti dari pengetahuan,keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,sikap dan masih banyak lagi faktor lainnya.Penelitian oleh Mardiana (2011) menyatakanbahwa penyebab masih rendahnya keterampilankader posyandu disebabkan karena kurangmeratanya informasi yang tepat mengenaipengetahuan, sehingga kader posyandu engganuntuk berperilaku karena ketidak tahuannya.

    Hasil penelitian berbeda dengan hasilpenelitian oleh Goraahe (2009) yang menunjukkan

    bahwa adanya perbedaan kemampuan kaderposyandu dalam menilai kurva pertumbuhan balitasebelum diberikan tambahan pengetahuan dansesudah diberikan pengetahuan. Sejalan denganhasil penelitian oleh Goraahe (2009) dimanapengetahuan merupakan salah satu faktor yangberpengaruh dengan praktik kader posyandu saatkegiatan posyandu. Sehingga untuk merubahperilaku dibutuhkan peningkatan pengetahuanmelalui pelatihan secara berkala sehinggamenimbulkan kesadaran dalam diri kader untukberperan secara aktif saat posyandu.

    KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

    Sebagian besar kader posyandu berusia 52 tahun, tamatan SMA/Sederajat, telah menjadikader selama 10 14 tahun, kader posyandu tidakmemiliki pekerjaan lainnya, kader posyandumemiliki pengetahuan yang kurang tentangimunisasi dan sikap kader terhadap peran dantugas kader masih kurang baik. Sebagian besarkader posyandu berpendapat bahwa lokasiposyandu sangat mudah untuk dicapai serta kadermendapatkan dukungan dari keluarga untukmenjalankan peran sebagai kader. Terdapathubungan yang cukup kuat antara pengetahuankader terkait imunisasi dengan peran aktif kaderposyandu. Tedapat hubungan yang cukup kuatantara dukungan keluarga dengan peran kadersecara aktif dalam memberikan penyuluhanimunisasi dan pemberian motivasi kepada ibuuntuk mau ikut imunisasi. Tidak ada perbedaanantara peran kader di Kelurahan UCI maupunkelurahan Non UCI mayoritas kader berperan aktifyang memberikan ajakan atau motivasi kepada ibubalita untuk mau datang ke posyandu danmemberikan imunisasi kepada anaknya. Walaupundemikian, peran kader sangat dibutuhkan untukmembantu tercapaianya UCI kelurahan.

    SaranDinas kesehatan diharapkan dapat

    melaksanakan pemantauan secara berkala terhadapkegiatan posyandu untuk melihat bagaimanaaktivitas kader selama kegiatan posyandu.Diharapkan puskesmas melakukan refreshingkader dengan maksud untuk memberikanpengetahuan baru. Kegiatan dilaksanakan berkalaseperti mendekati hari hari pelaksanaan imunisasidi posyandu. Puskesmas diharapkan mengaktifkankembali meja IV penyuluhan dengan tujuanmeningkatkan pengetahuan kader posyandutentang imunisasi. Dapat dilaksanakan dengan

  • 92 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 83-92

    pengadaan lomba antar posyandu di wilayahPuskesmas Mojo. Peneliti selanjutnya diharapkandapat menganalisis faktor yang menyebabkanmasih rendahnya pengetahuan kader posyandutentang imunisasi dasar.

    REFERENSIAndhini,C dan Proverawati, A. 2010. Imunisasi

    dan Vaksinasi. Nuha Medika.Yogyakarta.Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2011. Profil

    Kesehatan Kota Surabaya.Surabaya.Ditjen PPM dan Depkes RI. 2003. Modul Latihan

    Penyuntikan Yang Aman ( Injection Safety)Dan Imunisasi Hepatitis B. Jakarta.

    Djuhaeni dkk. 2010. Motivasi KaderMeningkatkan Keberhasilan KegiatanPosyandu. Jurnal MKB Volume 42 No 4.

    Goraahe, Z. 2009. Perbedaan PengetahuanTentang Peran Kader dan KemampuanDalam Menilai Kurva Pertumbuhan BalitaSebelum dan Sesudah Pelatihan Partisipatif.Tesis. Semarang; Universitas Dipenogoro.

    Hadinegoro. 2011. The Value Of Vaccination.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

    Harisman dan Nuryani,D. 2012. Faktor Faktoryang Mempengaruhi Keaktifan KaderPosyandu Di Desa Mulang MayaKecamatan Kotabumi Selatan KabupatenLampung Utara.Skripsi.

    Kementrian Kesehatan RI. 2010a. GerakanAkselerasi Imunisasi Nasional UniversalChild Immunization 2010 2014 ( GAINUCI 2010 2014.

    Kementrian Kesehatan RI. 2010b. Pedoman KaderSeri Kesehatan Anak.

    Kementrian Kesehatan RI. 2012. Profil DataKesehatan Indonesia Tahun 2011.

    Latif,RR. 2011. Hubungan Faktor PredisposingKader dengan Praktik Kader dalamPelaksanaan Posyandu. Jurnal.

    Matondang, G et al. 2011. Pedoman Imunisasi diIndonesia. Ikatan Dokter AnakIndonesia.Jakarta.

    Mardiyana,H. 2011. Keterampilan Kader

    Posyandu Sebelum dan Sesudah Pelatihan.Jurnal Kesehatan Masyarakat 7,25-31.Semarang; Universitas Negeri Semarang.

    Nilawati. 2008. Pengaruh Karakteristik Kader danStrategi Revitalisasi Posyandu TerhadapKeaktifan Kader di Kecamatan SamaduaKabupaten Aceh Selatan. Tesis. Medan;Sumatera Utara.

    Notoatmodjo,S. 2012. Promosi Kesehatan danPerilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

    Nugroho dan Nurdiana. 2008. Hubungan AntaraPengetahuan dan Motivasi Kader Posyandudengan Keaktifan Kader Posyandu Di DesaDukun Tengah Kecamatan KetanggunganKabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Vol2 No1 Oktober 2008.

    Rosphita. 2007. Faktor Faktor yangBerhubungan Dengan Keterampilan Kaderdalam Menginterpretasikan HasilPenimbangan (N dan T) dalam KMS diPuskesmas Baumata Kabupaten Kupang.Jurnal Gizi. Yogyakarta; Universitas GadjahMada.

    Sandiyani,R.A. 2011. Lama Menjadi Kader,Frekuensi Pelatihan, Pengetahuan Gizi danSikap Kader Posyandu Dengan PerilakuPenyampaian Informasi Tentang Pesan GiziSeimbang. Artikel Penelitian. Semarang;Universitas Dipenogoro.

    Sunar. 2005. Hubungan Antara Karakteristik,Pengetahuan dan Sikap Kader denganPraktek Penemuan Tersangka Penderita TBParu Puskesmas Sambungmacan IKabupaten Sragen. Tesis. Semarang;Universitas Dipenogoro.

    World Health Organization. 2012. GlobalImmunization Data.

    Wulandari, R,A. 2011.Faktor yang berhubungandengan Keaktifan kader Posyandu dalammenunjang keberhasilan pencapaian tingkatpartisipasi masyarakat.Skripsi. Surabaya;Universitas Airlangga.

    Zulkifli. 2003. Posyandu dan Kader Kesehatan.Medan. Universitas Sumatera Utara.