Upload
alfan0512
View
26
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pelajaran tentang Ilmu Sosial Dasar
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Banyaknya kriminalitas yang terjadi membuat kita perlu membahas tentang
norma- norma dan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Di dalam masyarakat
manusia selalu ada, dan selalu dimungkinkan adanya, apa yang disebut double reality.
Di satu pihak ada sistem fakta, yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang
senjatanya di dalam kenyataan ada, dan di lain pihak ada sistem normatif, yaitu sistem
yang berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada.
Sistem fakta dan sistem normatif di atas itu sesungguhnya bukan realita yang identik.
Namun, meskipun tidak identik, kedua realitas itu pun sama sekali tidak saling
berpisahan. Antara keduanya ada pertalian yang erat; secara timbal balik, yang satu
amat memengaruhi yang lainnya.
Pertama- tama, sistem fakta berfungsi sebagai determinan sistem normatif.
Artinya, bahwa apa yang dibayangkan di dalam mental sebagai suatu keharusan itu
sesungguhnya adalah sesuatu yang di alam kenyataan merupakan sesuatu yang betul-
betul ada, dan atau yang mungkin ada. Norma atau keharusan selalu dipertimbangkan
dalam kenyataan dan mempertimbangkan pula segala kemungkinan- kemungkinan
yang ada dalam situasi fakta. Orang tidak akan mungkin diwajibkan melakukan
tindakan yang tidak akan dikerjakan oleh orang pada umumnya.
Sementara itu, di lain pihak sistem normatif pada gantinya balik memengaruhi
sistem fakta (kenyataan). Di dalam hal ini, wujud dan bentuk perilaku- perilaku
kultural yang di alam kenyataan ditentukan oleh pola- pola kultural yang telah
diketahui apriori di dalam mental sebagai keharusan- keharusan yang harus dikerjakan.
“Mengapa perilaku- perilaku pada kenyataannya berhal demikian” itu tidak lain adalah
karena “sistem dan tertib” normatifnya memang mengharuskan hal dan keadaan yang
demikian itu. Dengan jalan membebankan keharusan- keharusan yang disebut norma-
norma sosial itu, maka secara keseluruhan dapat diwujudkan suatu aktifitas bersama
yang tertib yang dapat digerakkan secara efektif ke arah pemenuhan keperluan-
keperluan dan hajat- hajat hidup masyarakat.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari norma dan lembaga sosial?
2. Bagaimana proses Institusionalisme & Internalisasi Norma?
3. Mengapa Pengendalian dan pengawasan sosial penting bagi masyarakat?
4. Kenapa setiap manusia di haruskan memahami setiap norma-norma?
5. Dimana suatu norma bisa dilakukan di dalam suatu lembaga sosial?
6. Kapan norma-norma itu di laksanakan?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa arti norma dalam sebuah lembaga social
2. Menganalisis suatu kejadian yang marak di lingkungan kita.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3.1 Norma
Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm. Dalam kamus oxford
norm berarti usual or expected way of behavin yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara
berprilaku.
Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan
sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh
orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak
prilaku seseorang.
Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat,
yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam
bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari
sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang
nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma. Sehingga kita akan menumukan
definisi dari budaya itu seperti ini; budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generas
Adapula yang mengartikan norma sebagai nilai karena norma merupakan konkretasi
dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai karena setiap norma pasti terkandung nilai di
dalamnya, nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin
terwujud norma. Sebaliknya, tanpa di buatkan norma maka nilai yang hendak di jalankan itu
mustahil terwujud.
Jika kita berbicara norma, norma di bagi menjadi dua yaitu: norma yang datang dari
Tuhan dan norma yang dibuat oleh manusia. Norma yang pertama di sebut norma agama
sedang yang kedua di sebut norma sosial, meskipun pada dasarnya keduanya dalam orientasi
yang sama, yakni mengatur kehidupan manusia agar menjadi manusia yang berbudaya dan
beradab.
Unsur pokok menurut Berry adalah tekanan sosial terhadap anggota-anggota
masyarakatuntuk menjalankan norma-norma tersebut. Latar belakang pemikirannya adalah
apabila aturan-aturan yang tidak di kuatkan oleh aturan-aturan sosial, maka ia tidak bisa di
anggap sebagai norma sosial, sebab norma di sebut sebagai norma sosial bukan saja karena
telah mendapatkan sifat kemasyarakatannya, akan tetapi telah di jadikan patokan hidup dalam
prilaku.
3
BAB III
STUDY KASUS
3.1 Pengertian Norma & Macam2 Norma
Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm. Dalam kamus oxford
norm berarti usual or expected way of behavin yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara
berprilaku.
Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan
sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh
orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak
prilaku seseorang.
Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat,
yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam
bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari
sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang
nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma. Sehingga kita akan menumukan
definisi dari budaya itu seperti ini; budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generas
Adapula yang mengartikan norma sebagai nilai karena norma merupakan konkretasi
dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai karena setiap norma pasti terkandung nilai di
dalamnya, nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin
terwujud norma. Sebaliknya, tanpa di buatkan norma maka nilai yang hendak di jalankan itu
mustahil terwujud.
Jika kita berbicara norma, norma di bagi menjadi dua yaitu: norma yang datang dari
Tuhan dan norma yang dibuat oleh manusia. Norma yang pertama di sebut norma agama
sedang yang kedua di sebut norma sosial, meskipun pada dasarnya keduanya dalam orientasi
yang sama, yakni mengatur kehidupan manusia agar menjadi manusia yang berbudaya dan
beradab.
Unsur pokok menurut Berry adalah tekanan sosial terhadap anggota-anggota
masyarakatuntuk menjalankan norma-norma tersebut. Latar belakang pemikirannya adalah
apabila aturan-aturan yang tidak di kuatkan oleh aturan-aturan sosial, maka ia tidak bisa di
anggap sebagai norma sosial, sebab norma di sebut sebagai norma sosial bukan saja karena
telah mendapatkan sifat kemasyarakatannya, akan tetapi telah di jadikan patokan hidup dalam
prilaku
4
3.2 Macam-macam Norma:
1. Norma agama, yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang
berasal dari Tuhan. Peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah -
perintah, larangan - larangan dan ajaran - ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang
Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
1. “Kamu dilarang membunuh”. 2. “Kamu dilarang mencuri”.
3. “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
4. “Kamu harus beribadah”.
5. “Kamu jangan menipu”.
2. Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan atau kaidah hidup yang bersumber dari hati
nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama
atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia,
melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan
masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat,
mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain,
terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
b) “Jangan makan sambil berbicara”.
c) “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat”.
d) “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima
sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan
adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang-ulang mengenai sesuatu
hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup.
5
Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat. Adat
istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat
dengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai
peraturan sopan santun yang turun temurun Pada umumnya adat istiadat merupakan
tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan tradisi
rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat.
3. Norma kesopanan, yaitu peraturan atau kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup
antar manusia. Norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk
mengatur pergaulan sehingga masing - masing anggota masyarakat saling hormat
menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya,
karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat
istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan
bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat
tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi
masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah :
1. “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan
lain - lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
2. “Jangan makan sambil berbicara”.
3. “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
4. “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima
sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan
adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang - ulang mengenai
sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup. Kebiasaan dalam
masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat.
Adat istiadat adalah kebiasaan - kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam
masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat
istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun Pada umumnya adat
6
istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan
berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan
tidak merupakan tradisi rakyat
4. Norma hukum, yaitu peraturan atau kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau
negara yang sifatnya mengikat atau memaksa
Peraturan - peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara.
Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala
paksaan oleh alat - alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundang - undangan,
yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak
pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi
terhadap pelanggaran peraturan - peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat
dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini
diantaranya ialah :
1. “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena
membunuh dengan hukuman setinggi - tingginya 15 tahun”.
2. “Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti
kerugian”, misalnya jual beli.
3. “Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut
juga perundang - undangan. Perundang - undangan baik yang sifatnya nasional maupun
peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk
membuatnys. Oleh karena itu, norma hukum sangat mengikat bagi warga negara.
Hubungan Antar-Norma
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur
oleh norma - norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah - kaidah lainnya.
Kaidah - kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di
mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah - kaidah sosial lainnya itu
saling mengisi. Artinya kaidah sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat
dalam hal - hal hukum tidak mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling
7
memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya “kamu tidak boleh membunuh” diperkuat
oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama, kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang
sama.
Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada
larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”,
“penipuan”, dan lain - lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan,
kesopanan dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing - masing
memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan
sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan
perundang - undangan.
3.3 Proses institualisasi norma.
Berbicara proses, institualisasi atau pengaturan norma dalam bentuk institusi sangatlah
penting di lakukan, karena tanpa dukungan sebuah lembaga, norma seiring berjalan waktu
bisa saja hilang karena di tinggalkan oleh manusianya.
Institualisasi dewasa ini begitu menjamur, karena terjadinya deikotomi antara satu
kepercayaan dengan kepercayaan yang lain, dimana satu kepercayaan ingin mempertahankan
loyalitasnya pada masyarakat tanpa terganggu oleh eksistensi kepercayaan lain, sehingga
jalur institusi sepertinya menjadi pilihan tepat bagi ajaran-ajaran kepercayaan yang ada. Hal
ini terbukti dari semakin banyaknya perkumpulan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa yang terdaftar pada kantor direktorat pembinaan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa(Binyat)
Dari data di atas, dapat kita ambil persepsi, bahwa semakin hari di negara semakin
banyak ajaran baru yang bermunculan yang diikuti tentunya dengan norma-norma yang baru,
sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perseberangan pendapat antara golongan-
golongan yang ada. Oleh sebab itu untuk menjaga kedamaian dalam hidup bernegara, negara
penting untuk mengadakan pengkordinasian diantara kepercayaan agar bisa terjalin
komunikasi antar golongan yang dengan hal itu akan mencegah terjadinya kesenjangan atau
perdebatan yang tidak sehat antar golongan.
Namun akibat yang akan muncul dari sebuah institualisasi, akan tersingkirnya
kesalehan simbolis dari kesalehan aktual. Kesalehan simbolis kemudian akan memisahkan
8
diri dari kerangka sosial massa dan menjadi kesalehan individual, sementara kesalehan aktual
menjadi kesalehan sosial-politik.
3.4 Proses internalisasi norma
Proses internalisasi dimaksudkan untuk menanamkan sesuatu atau ideologi pada
sesorang atau kelompok untuk memantapkan ideologi yang ada guna membentuk insan yang
mulia dan bertanggung jawab berdasarkan visi misi yang diemban.
Dalam menjalankan sebuah organisasi, internalisasi sangat di butuhkan karena akan
memperkuat kader yang ada dan akan mampu mempertahankan organisasi dengan jiwa rasa
memiliki pada organisasi itu sendiri. Di samping itu juga internalisasi penting dilakukan
karena membantu untuk menyempurnakan pemahaman kader atas organisasi. Seorang ahli
estetika mengatakan: “pemahaman yang setengah tentag sebuah budaya, akan menghilangkan
nilai-nilai estetika pada budaya itu sendiri”. Dengan demikian proses internalisasi sangatlah
di butuhkan lebih-lebih dalam tatanan norma yang menjadi pedoman hidup masyarakat.
3.5 Sistem Pengendalian/Pengawasan (Sosial Control)
Agar anggota masyarakat menaati norma yang berlaku, diciptakan sistem pengawasan
sosial (sosial control), yakni sistem yang dijalankan masyarakat agar selalu disesuaikan
dengan nilai- nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pengendalian sosial dapat
dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (misalnya, seorang ibu mendidik anak-
anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah- kaidah dan nilai- nilai yang berlaku) atau
mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok sosial (misalnya, seorang dosen
memimpin beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah- kuliah kerja).
Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian
antara stabilitas dengan perubahan- perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu sistem
pengendalian sosial yang bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara
kepastian dengan keadilan/kesebandingan.
Cara pengawasan/pengendalian sosial, dilakukan dengan:
1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan nilai- nilai dan
norma- norma yang berlaku;
2. Memberikan penghargaan kepada setiap anggota masyarakat yang taat kepada
norma- norma yang berlaku;
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat apabila
menyimpang dari norma yang berlaku;
4. Menimbulkan rasa takut;
9
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu tata tertib dengan sanksi (pidana) yang tegas
kepada para pelanggarnya.
3.6 Lembaga Kemasyarakatan (Sosial Institution)
Lembaga kemasyarakatan mengandung pengertian adanya bentuk yang sekaligus juga
mengandung pengertian yang abstrak berupa norma- norma dan aturan- aturan tertentu yang
menjadi ciri lembaga kemasyarakatan itu. Ciri- ciri dari lembaga kemasyarakatan tersebut
yaitu:
1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola- pola pemikiran dan
perilaku yang terwujud melalui aktifitas- aktifitas kemasyaratakan dan hasil-
hasilnya.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga kemasyarakatan.
3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat- alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
5. Lembaga biasanya juga merupakan ciri khas lambaga kemasyarakatan.
6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi tertulis atau tidak tertulis.
Lembaga- lembaga atau institusi tidak lain adalah perwujudan dari norma- norma dan
aturan- aturan sosial yang terdapat di masyarakat dalam berbagai segi kehidupan. Contoh dari
lembaga kemasyarakatan ialah:
1. Bidang ekonomi: lembaga hak milik, lembaga bank, lembaga koperasi, CV, dan
lain- lain.
2. Bidang pendidikan: pesantren, madrasah, sekolah, akademi, universitas, dan lain-
lain.
3. Bidang agama: masjid, gereja, wakaf, dan lain- lain.
4. Bidang politik: desa, kecamatan, DPR, MPR, dan lain- lain.
5. Bidang keluarga: perkawinan, dan lain- lain.
3.7 Contoh Studi Kasus
3.7.1 Studi Kasus Lembaga Sosial Dalam Masyarakat.
Disini kami akan membuat studi kasus tentang lembaga social dalam masyarakat
kita bisa ambil contoh dalam konflik warga syiah. Penyerangan terhadap warga Syiah
Sampang diklaim pemerintah sebagai masalah keluarga. Namun Wakil Ketua Komisi III
DPR Nasir Djamil melihatnya sebagai konflik sosial. Perbedaan aliran seharusnya
disikapi secara arif, jangan menggunakan kekerasan.
10
"Tentunya sangat tidak dibenarkan adanya penyerangan terhadap komunitas
tertentu yang kemudian dijarah, dibakar rumahnya, apalagi sampai dianiaya, bahkan
sampai ada korban yang tewas," sesal Nasir melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa
(28/7/2012).
Berbagai macam bentuk kekerasan, lanjut politisi PKS ini, harus dihentikan.
Masyarakat, ulama, aparat penegak hukum, dan pemerintah harus cepat tanggap
menyelesaikannya secara komprehensif. Apalagi konflik yang terjadi di Sampang
merupakan perseteruan interumat beragama.
"Menurut saya sudah bisa dikategorikan sebagai konflik sosial, sehingga
sudah seharusnya pemerintah dan aparat segera melakukan langkah-langkah yang
diperintahkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial,"
terang Nasir.
Dalam UU tersebut, papar dia, pemerintah dan aparat penegak hukum
diwajibkan untuk melakukan upaya-upaya penanganan konflik sosial, mulai dari
pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik.
"Dalam pencegahan konflik, pemerintah dan aparat seharusnya membuat sistem
peringatan dini, mengingat kasus Sampang bukanlah kasus baru. Namun ini sudah lewat
dan jadi pembelajaran bagi daerah rawan konflik," ujar Nasir.
Untuk mencari solusi penghentian konflik ini, menurut dia, aparat Polri harus
cepat melakukan upaya penghentian kekerasan secara fisik. Kemudian melakukan upaya
terencana, terpadu, berkelanjutan dan terukur untuk memulihkan kondisi pasca konflik.
"Upaya yang dilakukan adalah dengan rekonsiliasi, rehabilitasi, rekonstruksi,
sebagaimana diatur dalam UU Penanganan Konflik Sosial tersebut. Hal terpenting adalah
melibatkan masyarakat, pranata adat dan sosial yang ada di Sampang. Semoga konflik ini
cepat reda dan upaya pemulihan pasca konflik cepat juga dilakukan pemerintah. Toleransi
beragama harus ditingkatkan," tutup Nasir.
"Namun, kegagalan pemerintah Indonesia dalam menangani serangan sebelumnya,
terhadap komunitas Syiah, menimbulkan pertanyaan serius tentang kesediaannya untuk
memastikan bahwa pelaku serangan Sampang dibawa ke pengadilan, untuk memberikan
korban reparasi, dan untuk mencegah lanjut serangan terhadap kelompok minoritas,"
imbuhnya.
Komunitas Syiah di pulau Madura telah diintimidasi dan diserang sebelumnya. Pada
11
tanggal 29 Desember 2011, massa membakar tempat ibadah, pesantren, dan rumah-rumah
sekitarnya. .
Amnesty International juga menyerukan kepada otoritas Indonesia untuk menyelidiki
laporan bahwa Polsek Omben memiliki pengetahuan sebelumnya tentang ancaman
terhadap komunitas Syiah tetapi tidak mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan
terhadap serangan baru-baru ini, termasuk mobilisasi jumlah personal yang memadai.
Menurut Komnas HAM hanya lima personel polisi berada di tempat kejadian.
Sebagai negara yang ikut dalam Kovensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(ICCPR), Indonesia memiliki kewajiban untuk menjamin hak untuk hidup, keamanan dan
kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya. Berdasarkan Pasal 2 (1) ICCPR,
perlindungan tersebut harus diberikan tanpa diskriminasi, termasuk atas dasar agama.
Amnesty International terus menerima laporan serangan dan intimidasi terhadap
kelompok agama minoritas di Indonesia, termasuk Syiah, Ahmadiyah dan komunitas
Kristen. Banyak masyarakat telah mengungsi akibat serangan termasuk pembakaran, dan
dalam banyak kasus para pelaku tidak dihukum
12
BAB IV
ANALISIS KESIMPULAN
4.1 Analisis
Dalam UU tersebut, pemerintah dan aparat penegak hukum diwajibkan untuk
melakukan upaya-upaya penanganan konflik sosial, mulai dari pencegahan konflik,
penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik.
"Dalam pencegahan konflik, pemerintah dan aparat seharusnya membuat sistem
peringatan dini, mengingat kasus Sampang bukanlah kasus baru. Namun ini sudah lewat
dan jadi pembelajaran bagi daerah rawan konflik.
Untuk mencari solusi penghentian konflik ini, aparat Polri harus cepat melakukan
upaya penghentian kekerasan secara fisik. Kemudian melakukan upaya terencana,
terpadu, berkelanjutan dan terukur untuk memulihkan kondisi pasca konflik.
"Upaya yang dilakukan adalah dengan rekonsiliasi, rehabilitasi, rekonstruksi,
sebagaimana diatur dalam UU Penanganan Konflik Sosial tersebut. Hal terpenting adalah
melibatkan masyarakat, pranata adat dan sosial yang ada di Sampang. Semoga konflik ini
cepat reda dan upaya pemulihan pasca konflik cepat juga dilakukan pemerintah. Toleransi
beragama harus ditingkatkan,
Dan menurut kami dari kasus yang ada di Sampang itu bahwa kita tdak perlu
melakukan suatu kekerasan dengan membakar, atau menyerbu warga yang di anggap sesat
itu. Dan permasalahn ini bisa diselesaikan dengan tangan dingin bukan dengan kekerasan
yang terjadi. Sehingga menimbulkan ada korban tewas gara-gara konfli itu. Norma dan
Lembaga sosial seharusnya dijadikan patokan pada diri kita masing.sehingga tidak ada
rasa mencurigai antar sesama.
4.2 Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat kita ketahui kehidupan di masyarakat menumbuhkan norma-
norma yang, secara langsung atau tidak, secara sadar atau tidak sadar, mengikat kita untuk
mempunyai rasa toleransi antar sesama tanpa menyingkirkan hak- hak masyarakat yang lain.
Dan itu semua diatur oleh norma- norma di lingkungan dimana masyarakat itu hidup.
Setiap norma yang dilanggar akan mendapatkan hukuman sesuai perbuatan yang
dilakukan. Dan dimana ada norma- norma, pasti terdapat lembaga- lembaga yang mengatur
13
dan mengawasnya. Tidak semua norma- norma bisa diterima dengan langsung, norma- norma
tersebut akan melalui proses yang sudah ada.
Lembaga sosial merupakan Lembaga kemasyarakatan mengandung pengertian adanya
bentuk yang sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak berupa norma- norma dan
aturan- aturan tertentu yang menjadi ciri lembaga kemasyarakatan itu.
Dan Norma sendiri adalah Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni
norm. Dalam kamus oxford norm berarti usual or expected way of behavin yaitu norma
umum yang berisi bagaimana cara berprilaku.
Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan
sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh
orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak
prilaku seseorang.
Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat,
yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam
bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari
sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang
nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma. Sehingga kita akan menumukan
definisi dari budaya itu seperti ini; budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generas
Adapula yang mengartikan norma sebagai nilai karena norma merupakan konkretasi
dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai karena setiap norma pasti terkandung nilai di
dalamnya, nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin
terwujud norma. Sebaliknya, tanpa di buatkan norma maka nilai yang hendak di jalankan itu
mustahil terwujud.
Jika kita berbicara norma, norma di bagi menjadi dua yaitu: norma yang datang dari
Tuhan dan norma yang dibuat oleh manusia. Norma yang pertama di sebut norma agama
sedang yang kedua di sebut norma sosial, meskipun pada dasarnya keduanya dalam orientasi
yang sama, yakni mengatur kehidupan manusia agar menjadi manusia yang berbudaya dan
beradab.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://zoelnayaries.blogspot.com/2011/05/norma-dan-lembaga-sosial.html
Soekanto, soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Gravindo Persada. 2007.
http://analisis.news.viva.co.id/news/read/347373-amnesty-international-pantau-kasus-sampang
http://www.centroone.com/news/penyerangan konflik sosial/
15