106
Pokok Bahasan 1 Hakikat Perkembangan dan Hakikat Peserta Didik A. Standard Kompetensi Memahami hakikat dan perkembangan peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, sekolah sasar dan sekolah menengah serta implementasi dalam proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah. B. Kompetensi Dasar 1. Memahami hakikat peserta didik menurut berbagai pandangan. 2. Memahami kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran. C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu: 1. Mendeskripsikan hakikat peserta didik menurut berbagai pandangan. 2. Mendeskripkan kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran. D. Uraian Materi Dengan mempelajari perkembangan peserta didik, pendidik akan memperoleh beberapa keuntungan. Pertama, akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang anak dan remaja. Dari psikologi perkembangan akan diketahui pada umur berapa anak mulai berbicara dan mulai mampu berpikif abstrak. Hal-hal itu merupakan gamharan umum yang terjadi pada kebanyakan anak, di samping itu akan diketahui pula pada umur berapa anak tertcntu akan memperoleh keterampilan perilaku dan emosi khusus. Kedua, pengetahuun tentang psikologi perkembangan anak membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari seorang anak. Misalnya, bila seorang anak dari Taman Kanak-kanak tidak mau sekolah lagi 1

Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Pokok Bahasan 1Hakikat Perkembangan dan Hakikat Peserta Didik

A. Standard Kompetensi

Memahami hakikat dan perkembangan peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, sekolah sasar dan sekolah menengah serta implementasi dalam proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

B. Kompetensi Dasar1. Memahami hakikat peserta didik menurut berbagai pandangan. 2. Memahami kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran.

C. Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan hakikat peserta didik menurut berbagai pandangan.2. Mendeskripkan kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran.

D. Uraian Materi

Dengan mempelajari perkembangan peserta didik, pendidik akan memperoleh beberapa keuntungan. Pertama, akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang anak dan remaja. Dari psikologi perkembangan akan diketahui pada umur berapa anak mulai berbicara dan mulai mampu berpikif abstrak. Hal-hal itu merupakan gamharan umum yang terjadi pada kebanyakan anak, di samping itu akan diketahui pula pada umur berapa anak tertcntu akan memperoleh keterampilan perilaku dan emosi khusus. Kedua, pengetahuun tentang psikologi perkembangan anak membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari seorang anak. Misalnya, bila seorang anak dari Taman Kanak-kanak tidak mau sekolah lagi karena diganggu temannya, apa yang harus dilakukan oleh guru dan orang tuanya? Bila anak selalu ingin merebut mainan temannya apakah dibiarkan saja? Psikologi perkembangan akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan menunjukkan sumber-sumber jawaban serta pola-pola anak mengenai pikiran, perasaan dan perilakunya. Ketiga, pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal. Bila anak umur dua tahun belum berceloteh (banyak bicara) apakah dokter dan guru harus mengkhawatirkannya? Bagaimana bila hal itu terjadi pada anak umur tiga atau empat tahun? Apa yang perlu dilakukan bila remaja umur lima belas tahun tidak mau lagi sekolah karena keinginannya yang berlebihan tidak terpenuhi. Jawaban akan lebih mudah diperoleh apabila pendidik maupun orang tua mengetahui apa yang biasanya terjadi pada anak atau remaja. Keempat, dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri. Psikologi perkembangan akan secara terbuka mengungkap proses pertumbuhan psikologi, proses-proses yang akan dialami pada kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, pengetahuan ini akan membantu memahami apa yang dialami sendiri, misalnya mengapa masa puber seorang anak terjadi lebih awal atau lebih lambat dibandingkan dengan teman-teman lain. Berikut

1

Page 2: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

ini adalah beterapa hal yang mendasari pentingnya mengetahui pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

1. Masa perkembangan yang cepatPada anak terjadi pertumbuhan-pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan perubahan-perubahan yang dialami species lain. Perubahan fisik, misalnya pada tahun pertama lebih cepat dari pada tahun-tahun berikutnya. Hal yang sama terjadi juga pada perubahan yang menyangkut interaksi sosial, perolehan dan penggunaan bahasa,. kemampuan mengingat serta berbagai fungsi lainnya.

2. Pengaruh yang lamaAlasan lainnya mengapa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman pada tahun-tahun awal menunjukkan pengaruh yang lama dan kuat terhadap perkembangan individu pada masa-masa beriknya. Kebanyakan ahli teori psikologi berpendapat bahwa apa yang terjadi hari ini sangat banyak ditentukan oleh perkembangan pada masa anak.

3. Proses yang kompleksSeorang peneliti yang mencoba memahami perilaku orang dewasa yang kompleks, berpendapat bahwa mengkaji tentang bagaimana perilaku itu pada saat masih sederhana akan sangat berguna. Misalnya, kebanyakan orang dapat membuat kalimat yang panjang dan dapat dimengerti oleh orang lain. Manusia mampu berkomunikasi dari cara yang sederhana sampai yang kompleks karena bahasa yang dipergunakan mengikuti aturan-aturan tertentu. Tetapi menentukan apa aturan itu dan bagaimana menggunakan adalah sulit. Suatu pendekatan terhadap masalah ini adalah dengan mempelajari proses kemampuan berbahasa. Anak membentuk kalimat yang hanya terdiri atas satu atau dua kata, kalimat itu muncul dengan mengikuti aturan yang diajarkan orang dewasa. Dengan mengkaji kalimat pertama tersebut, peneliti bahasa bertambah wawasannya tentang mekanisme cara berbicara orang dewasa yang lebih kompleks.

4. Nilai yang ditempatkanKebanyakan ahli psikologi perkembangan melakukan penelitiannya dalam laboratorium dan sering kali mengkaji pertanyaan-perianyaan teoritis berdasarkan hasil penelitiannya. Produk penelitian ini kadang-kadang dapat diterapkan di dunia nyata. Misalnya penelitian tentang tahap awal perkembangan sosial yang secara relevan berkaitnn dengan orang tua tentang peranannya dalam kehidupannya sehari-hari, percobaan tentang strategi pemecahan masalah pada anak akan memberikan informasi berharga mengenai metode mengajar yang baik.

5. Masalah yang menarikAnak merupakan makhluk yang mengagumkan dan penuh teka-teki serta menarik untuk dikaji. Kemudahan anak umur dua tahun untuk mempelajari bahasa ibunya dan kreativitas anak untuk bermain dengan temannya merupakan dua hal dari karakterstik anak yang sedang berkembang. Misalnya banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan anak yang merupakan misteri dan menarik. Dari hal ini ilmu pengetahuan Iebih banyak menjumpai pertanyaan-pertanyaan dari pada jawabannya.

2

Page 3: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan

1. Deskripsikan hakikat perkembangan peserta didik menurut pandangan psikooogi.

2. Kemukakan empat keuntungan mempelajari perkembangan peserta didik bagi seorang pendidik.

3. Deskripsikan kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah menengah.

3

Keuntungan mempelajarai perkembangan peserta didik: Pertama, akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang anak dan remaja, akan diketahui pada umur berapa anak mulai berbicara dan mulai mampu berpikif abstrak. Kedua; membantu pendidik untuk merespon

Page 4: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Pokok Bahasan 2Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan Individu

A. Standard Kompetensi

Memahami konsep dasar pertumbuhan dan perkembangan individu peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, sekolah dasar dan sekolah menengah.

B. Kompetensi DasarMemahami konsep dasar pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan pengertian pertumbuhan dan perkembangan individu.2. Mendeskripkan prinsip-prinsip perkembangan.

D. Uraian Materi1. Pengertian Perkembangan

Manusia merupakan satu kesatuan organisme yang holistik. Namun demikian, oleh karena anak manusia itu terdiri aspek fisik dan psikhis, maka akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan adalah perubahan ke arah kemajuan dan perbaikan kemampuan dan keterampilan yang bersifat psikhis. Misalnya: perkembangan kemampuan berbahasa, kemampuan berhitung, dan sebagainya. Sedangkan pertumbuhan adalah perubahan ke arah kemajuan dan perbaikan bagian-bagian organ tubuh yang bersifat biologis dan fisik. Pertumbuhan menunjuk pada perubahan kuantitatif tampak dalam perubahan ukuran dan struktur tubuh. Misalnya: penambahan tinggi badan, berat badan, tumbuh dan bertambahnya gigi, dan sebagainya.

Pertumbuhan dan perkembangan menyebabkan tercapainya kemampuan dan sifat-sifat psikhis yang baru., tidak terlepas dari perubahan yang terjadi pada struktur biologis. Namun demikian, tidak semua perubahan kemampuan dan sifat-sifat psikhis dipengaruhi oleh prubahan struktur biologis. Pertumbuhan dan kematangan jelas merupakan suatu proses yang saling berkaitan satu sama lainnya merupakan perubahan yang berasal dari dalam diri anak. Namun demikian faktor lingkungan juga memiliki peran. Pertumbuhan dan kematangan dapat dipercepat dalam batas-batas tertentu dengan pemberian rangsangan-rangsangan lingkungan.

Dari aspek lain, perkembangan dapat dicapai melalui proses belajar. Anak menjadi mampu menulis, membaca dan berhitung, karena belajar, maka dapat dikatakan anak itu mengalami perkembangan. Perrubahan pada diri individu yang disebabkan oleh karena latihan dan pengalaman disebut belajar. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada diri individu, baik yang bersifat perkembangan maupun pertumbuhan terjadi karena belajar dan karena kematangan. Berdasarkan pemahaman ini, maka dapat dirumuskan pengertian perkembangan sebagai berikut.

a. Perkembangan adalah proses perubahan yang mencakup fungsi sistem organ tubuh, kemampuan dan perilaku secara berkesinambungan sepanjang hayat.

4

Page 5: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

b. Pengembangan nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama.

c. Pengembangan fisik adalah kemampuan mengelola dan keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, gerakan kasar serta menerima rangsangan panca indera.

d. Pengembangan bahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif (menyimak) dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan belajar.

e. Pengembangan kognitif adalah kemampuan berfikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab-akibat.

f. Pengembangan sosial-emosional adalah kemampuan mengenal ingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya.

g. Pengembangan seni adalah kemampuan kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi, bertepuk tangan serta menghargai hasil karya yang kreatif.

h. Pengembangan kecakapan hidup adalah kemampuan untuk mengembangkan kemandirian, disiplin dan dapat menolong dirinya sendiri.

2. Prinsip-prinsip PerkembanganPertumbuhan dan pekermbangan merupakan suatu proses yang berlangsung secara

kontinyu. Secara kodrati manusia sebagai makhluk individu, dan dalam perkembangan peradaban manusia, maka manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena adanya perbedaan individu, maka proses pertumbuhan dan perkembangan antar individu manusia tidaklah sama. Untuk menjelaskan hal ini maka diuraikan dari prinsip-prinsip perkembangan.

1. Prinsip kesatuan organik Prinsip ini berbunyi bahwa anak merupakan satu kesatuan fisik dan psikhis serta

kesatuan komponen dari kedua unsur tersebut. Perkembangan komponen fisik berkoneksi satu sama lain dan saling mempengaruhi. Setiap komponen tidak berkembang secara sendiri-sendiri, melainkan perkembangan satu komponen berpengaruh terhadap perkembangan komponen yang lainnya. Oleh sebab itu dalam proses belajar (bermain) pada anak usia dini sangatlah penting untuk melibatkan sebanyak mungkin komponen fisik maupun psikhis secara serempak agar hasil belajarnya optimal dan utuh. Semakin banyak alat indera yang terlibat dalam kegiatan belajar, makin baik hasil yang dicapai.

Perlu pula dipahami oleh setiap pendidik bahwa jika salah satu komponen terganggu, maka komponen yang lain juga akan mengalami gangguan. Sebagai contoh, misalnya fisik anak lemah akibat kurang gizi, maka kerja mental anak terganggu, belajar malas, aktivitas kurang.

2. Prinsip kontinyuitas Prinsip kontinyuitas mengatakan bahwa perkembangan anak berlangsung secara

terus menerus dan berkesinambungan. Perkembangan pada dasarnya tidak mengenal pemilihan atas dasar usia. Kalaupun ada periodesasi perkembangan semata-mata untuk keperluan teknis mempelajari perkembangan. Perkembangan pada periode awal

5

Page 6: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

mempengaruhi perkembangan pada periode berikutnya. Perkembangan periode remaja misalnya, merupakan lanjutan perkembangan periode anak. Tugas-tugas perkembangan yang belum tuntas pada periode anak, mislanya, maka akan dilanjutkan pada periode remaja, begitu seterusnya. Adanya gangguan perkembangan pada suatu periode akan menghambat perkembangan periode berikutnya.

Dalam kontek ini perlu dipahami oleh para pendidik bahwa proses belajar, khususnya pada anak-anak usia dini, harus difokuskan pada pencapaian tugas-tugas perkembangan pada setiap periode perkembangan. Dengan demikian beban pendidik dalam memberi rangsangan kepada anak menjadi lebih ringan.

3. Prinsip kesamaan polaPrinsip ini berbunyi bahwa perkembangan anak sebagai manusia mengikuti pola

umum yang sama pada perkembangan manusia. Sebagai contoh, pola umum perkembangan anak manusia dimanapun dan kapanpun bahwa anak usia sekolah dasar adalah usia 7 tahun dan telah mencapai kemampuan berfikir konkret.

Bagi dunia pendidikan di Indonesia. prinsip ini mempunyai implikasi sebagai berikut:B. Pendidikan anak usia dini diperuntukan bagi anak-anak usia 0-6 tahun.C. Penyelenggaraan pendidikan secara klasikal bagi anak yang mempunyai usia

kronologis sama.D. Penggunaan alat-alat permainan yang sama bagi sekelompok anak yang berusia

kronologis sama.E. Penentuan jenjang pendidikan bagi anak-anak yang berusia kronologis sama.

4. Prinsip tempo dan irama perkembanganPrinsip ini berbunyi bahwa anak berkembang sesuai dengan tempo dan irama

perkembangannya masing-masing secara teratur. Setiap anak memiliki tempo dan irama perkembangan yang berbeda-beda. Ada anak yang perkembangannya cepat, tetapi ada juga anak yang perkembangannya lambat, meskipun usia kronologisnya sama.

Tempo dan irama perkembangan ditentukan oleh dua faktor, yakni: faktor pembawaan (potensi dasar) dan faktor lingkungan. Meskipun faktor potensi dasarnya sama, akan tetapi jika faktor lingkungannya berbeda, maka percepatan perkembangannya akan berbeda. Anak yang berada dalam lingkungan yang banyak rangsangan jariangan otak, akan mengalami perkembangan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan anak yang berada dalam lingkungan kurang rangsangan.

5. Prinsip regresiPrinsip ini ada karena ada prinsip kontinyuitas dimana perkembangan itu

berlangsung secara terus menerus. Tugas-tugas pekermbangan anak usia 0-1 tahun yang belum selesai, maka akan diselesaikan pada usia 1-2 tahun, begitu seterusnya. Dengan begitu tampak adanya pengulangan perilaku. Dalam dunia anak sering dijumpai anak usia 5-6 tahun berperilaku seperti anak usia 2-3 tahun. Pengulangan perilaku periode sesudahnya inilah yang disebut prinsip regresi. Oleh sebab itu perlu dipahami oleh para pendidik bahwa apabila ada anak-anak melakukan sesuatu yang sebenarnya telah dilakukan pada masa-masa sebelumnya adalah wajar.

6

Page 7: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan1. Kemukakan pengertian pertumbuhan dan perkembangan individu.2. Jelaskan lima prinsip-prinsip perkembangan.3. Jelaskan perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan.

Daftar Buku RujukanHetherington. E.M (1999). Child Psychology: A Contemporary View points. 5th ed. Mc

Graw Hill Companies. The International Edition.

Monks, F.J. Knoers. A.M.P dan Haditono S.R (2002). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Santrock, J.W (2004). Child Development. 10th ed. Mc. Graw Hill Companies. The International Edition.

7

Perkembangan adalah perubahan ke arah kemajuan dan perbaikan kemampuan dan keterampilan yang bersifat psikhis. pertumbuhan adalah perubahan ke arah kemajuan dan

Page 8: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Pokok Bahasan 3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

A. Standard Kompetensi

Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu manusia, kemudian implementasinya dalam proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

B. Kompetensi Dasar1. Memahami faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perkembangan

individu. 2. Memahami impllementasi proses pembelajaran dengan memperhatikan faktor-

faktor yang mempengaruhi perkembangan individu.

C. Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi

perkembangan individu.2. Mendeskripkan konsekuensi implementasi proses pembelajaran yang berorientasi

pada adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik.

D. Uraian MateriFaktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Anak usia dini adalah pribadi unik yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri anak (faktor internal) dan faktor-faktor dari luar diri anak (faktor eksternal). Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai faktor-faktor tersebut, mari perhatikan diagram berikut ini.

8

Lingkungan

Page 9: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

1. Faktor HeriditasFaktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang diturunkan melalui gene, disebut

faktor heriditas. Faktor berupa genetic yang diturunkan oleh kedua orang tuanya, kakek-neini diturunkan dari generasi-generasi sebelumnya. Dengan kata lain factor genetic yang diturunkan tidak hanya berasal dari ayah dan ibu anak yang bersangkutan. Selain faktor genetik, faktor lainnya adalah faktor-faktor yang dibawa sejak anak lahir, tetapi bukan genetik. Faktor heriditas juga mempengaruhi irama perkembangan anak. Anak yang secara heriditas memiliki sifat-sifat dengan kualitas intelektual tinggi, akan mempunyai irama perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang memiliki kualitas intelektual rendah. Sifat-sifat yang diturunkan secara heriditas terdiri atas:

a. Potensi intelektualDi dalam kehidupan di sekolah, misalnya satu kelas, akan dijumpai anak yang secara potensial memiliki kualitas intelektual tinggi, sedang dan rendah. Makin tinggi potensi intelektual anak, makin cepat dan mudah menyelesaikan tugas-tugas perkembangan. Sebaliknya, semakin rendah potensi intelektual, akan semakin sulit dan lambat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan. Bahkan ada anak yang tidak dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang seharusnya dicapai. Potensi intelektual sering disebut IQ, dengan klasifikasi: sangat superior IQ 130 ke atas; superior IQ 120 – 130; IQ di atas normal 115 – 120; IQ normal 85 – 115; IQ di bawah normal (dull normal) 80 – 85. Anak-anak yang memiliki IQ superior antara lain ditandai dengan ciri-ciri: mampu menggunakan kata-kata secara tepat, perkembangan bahasa yang baik, pengamatan dan perekaman yang jelas, kemampuan membacanya cepat, dan kemampuan berhitungnya kuat.

b. Temperaman (kepribadian)Temperamen merupakan sebagian dari kepribadian. Kepribadian adalah sifat-sifat khas seseorang yang menentukan kecenderungan orang itu dalam berperilaku. Kepribadian diperoleh dari heriditas dan belajar, yakni melalui pembiasaan-pembiasaan dalam menghadapi lingkungan. Temperamen anak akan mewarnai kepribadiannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Temperamen merupakan sifat-sifat emosi dan sosial yang sudah dibawa sejak lahir yang bukan merupakan hasil belajar. Ada dua bentuk temperamen, yakni: temperamen introvert dan temperamen ekstrovert. Temperamen introvert ditandai oleh sifat-sifat: pendiam, sukar memulai hubungan dengan orang lain, cenderung mempunyai pertimbangan yang subyektif, mudah tersinggung, dan emosinya dingin. Sedangkan temperamen ekstrovert ditandai oleh sifat-sifat: mudah bergaul, banyak bicara, ramah, mudah membuka keakraban, cenderung melakukan bertimbangan bersifat obyektif, tabah, tidak mudah tersinggung, tahan kritik, mampir tidak memiliki sifat curiga, periang, impulsif dan emosi yang hangat.

2. Faktor LingkunganFaktor lingkungan menentukan penyelesaian tugas-tugas perkembangan sesuai dengan

pola yang ditentukan heriditas. Lingkunganlah yang akan menentukan apakah potensi-

9

Page 10: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

potensi yang diturunkan melalui gene akan teraktualisasi secara optimal atau tidak. Lingkungan yang merangsang perkembangan jaringan otak.

Faktor lingkungan terbagi menjadi dua, yakni: lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Faktor lingkungan non sosial terdiri atas suasana lingkungan (misalnya suasana bising), gizi, proses kelahiran, perawatan, dan kesehatan sejak lahir. Ada beberapa pengaruh yang buruk terhadap perkembangan mental anak jika kekurangan gizi, yakni: anak mengalami gangguan emosi, anak mengalami kemampuan mental rendah dan keabnormalan fisik, pertumbuhan syaraf otak kurang sempurna, mengalami ketegangan psikologis. Faktor lingkungan sosial antara lain rangsangan psikososial, lingkungan keluarga, tipe pelayanan orang tua (yang hangat, mengekang atau mengabaikan, dsb). Faktor lingkungan biologis yang turut mempengaruhi perkembangan anak antara gizi ibu hamil, minuman dan makanan ibu hamil dan hal-hal lain yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil. Lingkungan sosial psikologis yakni kondisi psikhis, seperti: kecemasan, tekanan psikologis, emosi dan perasaan-perasaan lain saat ibu hamil turut mempengaruhi perkembangan anak dalam kandungan dan bisa saja berlanjut setelah anak lahir hingga masa-masa tertentu.

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan1. Mendeskripsikan faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi

perkembangan individu.2. Mendeskripkan konsekuensi implementasi proses pembelajaran yang berorientasi

pada adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik.

Daftar Buku RujukanHetherington. E.M (1999). Child Psychology: A Contemporary View points. 5th ed. Mc

Graw Hill Companies. The International Edition.

Monks, F.J. Knoers. A.M.P dan Haditono S.R (2002). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Santrock, J.W (2004). Child Development. 10th ed. Mc. Graw Hill Companies. The International Edition.

10

Secara garis besar, perkembangan manusia dipengaruhi oleh factor-faktor internal dan factor-faktor eksternal. Faktor heriditas sebagai factor internal mencakup factor genetika, faktor

Page 11: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Pokok Bahasan 4Pertumbuhan Biologis dan Jaringan Otak

A. Standard KompetensiMemahami pertumbuhan biologis dan jaringan otak individu manusia pada semua tingkatan usia, dan konsekuensi implementasinya bagi proses pembelajaran dan layanan bimbingan di sekolah.

B. Kompetensi Dasar1. Memahami pertumbuhan biologis individu manusia pada semua tingkatan usia.2. Memahami pertumbuhan jariangan otak pada anak usia dini. 3. Memahami proses pertumbuhan jaringan otak individu manusia pada anak usia dini. 4. Memahami konsekuensi implementasi pertumbuhan biologis dan jaringan otak

dalam proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

C. Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan pertumbuhan biologis individu pada semua tingkatan usia.2. Mendeskripsikan proses pertumbhuhan jaringan otak pada anak usia dini.3. Mendeskripsikan konsekuensi pertumbuhan biologis dan jariangan otak dalam

proses pembelajaran di sekolah.

D. Uraian Materi1. Pertumbuhan Biologisa. Pertumbuhan biologis masa anak

Berdasarkan prinsip-prinsip perkembangan, yakni adanya prinsip kesatuan organik dan bersifat holistik, maka sesungguhnya tidaklah mudah untuk mendeskripsikan pertumbuhan fisik atau biologis masa anak secara terpilah-pilah. Pertumbuhan fisik, terutama pada anak usia dini dalam konteks pendidikan, terfokus pada perkembangan sensomotorik. Gerakan bebas otot besar dan kecil serta menggunakan seluruh inderanya untuk melatih tubuh dan fungsi-fungsi sensorimotornya. Menangkap rangsangan melalui penginderaan dan menghasilkan gerakan sebagai reaksinya• Anak usia dini belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan

lingkungan mereka.• Main sensorimotor merupakan respons paling sederhana hingga gerakan yang lebih

terarah dan bermakna. Misalnya bayi menggeliat karena terkena benda dingin, hingga anak melakukan gerakan memegang, mencium, menendang, dan sebagainya.

• Main sensorimotor penting untuk mempertebal sambungan antar neuron.Kegiatan bermain pada anak usia ini memperkuat pikiran dan perasaannya melalui

body action, dengan bahasa tubuh dan symbolic action, hingga menggunakan bahasa untuk pikiran dan perasaannya untuk mencapai kemampuan sosial yang lebih tinggi (Saltz&Johnson).

11

Page 12: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Stimulasi sensorik sebagai optimalisasi penginderaan (modalitas indera): mata, telinga, otot gerak, perasaan: raba, kecap, gerak, dan penciuman. Setiap stimulasi sensorik menimbulkan sensasi yang harus dikukuhkan dengan penamaan (naming. Stimulasi sensorik untuk membangun body awareness sebagai dasar pengembangan persepsi (fungsi dasar otak). Semakin banyak indera yang digunakan dalam stimulasi sensorik maka persepsi akan terbangun semakin kuat. Agar kebutuhan main sensomotorik anak terpenuhi, maka:• Anak disediakan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan

dan alat permainan yang dapat merangsang semua indera dan disediakan baik di dalam maupun di luar ruangan.

• Anak diberi kesempatan untuk bergerak secara bebas, untuk bereksplorasi dengan alat dan bahan main dengan semua inderanya.

• Lingkungan baik di dalam maupun di luar ruangan menyediakan kesempatan untuk berhubungan dengan banyak tekstur dan berbagai jenis bahan bermain yang berbeda yang mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak

Ada beberapa tahapan dalam perkembangan sensomotorik, yakni: Sensomotorik 1: mMengulang gerakan beberapa kali untuk melanjutkan beberapa

jenis perasaan yang ditimbulkan oleh tubuh (bodily sensation); Kegiatan yang dilakukan hanya tubuhnya sendiri; mainan dan benda lain tidak digunakan.Contoh: memercikkan air dengan tangan, menepuk pasir, dan bertepuk atau melambaikan tangan.

Sensomotorik 2: Anak terlibat dalam pengulangan tindakan dengan menggunakan obyek. Tindakan yang sama diulang-ulang untuk melihat, mendengar atau merasakan kembali (bodily awareness). Anak memukul-mukul sesuatu di meja berulang-ulang untuk menikmati suaranya atau mencelupkan saringan ke bak air dan memperhatikan air mengalir kembali ke baknya.

Sensomotorik 3: Anak terlibat dalam pengulangan rangkaian kegiatan sebab akibat sederhana yang sudah mempunyai tujuan (Cognition function). Contoh: Mengisi keranjang atau wadah lainnya menggunakan sekop dan/atau tangan (anak terlihat memiliki tujuan mengisi wadah dan menggunakan urutan sebab/akibat yang sederhana (contoh:mengisi sekop dan menuangkannya ke dalam wadah) untuk mencapai tujuan. Menuangkan air ke dalam teko dengan tujuan mengisi penuh teko tsb. Menyembunyikan dan menemukan benda di dalam air / pasir; menyusun balok-balok ke atas,kemudian merobohkannya kembali.

Sensomotorik 4: Percobaan ujicoba dan salah. Tema atau tujuan umum main dipertahankan, tetapi perilaku untuk mencapai tujuan bersifat fleksibel dg berbagai cara anak melakukan pengulangan (persistence – high brain function). Contoh: Anak mengisi teko dengan air dan kemudian menuangkannya ke dalam wadah dengan berbagai ukuran; Anak menggunakan sendok, corong, dan cangkir plastik untuk mengisi air ke dalam sebuah botol.

Capaian pertumbuhan fisik, yakni perkembangan sensomotorik, sesuai dengan kelompok umur, seperti disajikan pada matriz berikut ini.

1. Kelompok Usia 0 - 1 Tahun

12

Page 13: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Motorik Kasar Dapat berdiri sendiriDapat berjalan dengan dituntun.Dapat membungkukMenggelindingkan atau mendorong bola.Merangkak atau bergerak ke arah bola yang digelindingkan.Berdiri lepas dengan badan tegapMengarahkan pandanganya untuk mencari orang yang sangat dikenalnya, ketika ditanya, misalnya: mana Ibu ?Meraih atau menyentuh segala sesuatu dan memasukannya ke mulut.Menirukan tingkahlaku sederhana, misalnya: meminang bonekanya

Motorik Halus Membalik halaman buku yang berkertas tebalDapat makan roti sendiri, meskipun berantakanMemukul-mukulkan dua benda yang dipegangnyaMulut tidak berliurMenggunakan sendok dan minum sendiri dengan dua tangan memegang gelasMemasukkan mainan ke cangkir

2. Kelompok Usia 1 - 2 Tahun

Motorik Kasar Mencoba melompat ditempat.Dapat mengupas pisangBisa mencuci dan mengeringkan tangannya sendiriBisa memakai sandal sendiriMenarik, memutar, mendorong benda-benda disekitarnyaBertepuk tangan dan menggoyangkan tubuh mengikuti iramaMelompati garis dengan dua kaki

Motorik Halus Dapat membuat garis lurus di kertas, tanah atau pasir.

3. Kelompok Usia 2 - 3 Tahun

Motorik Kasar Dapat melompat di tempatBelajar melompati sesuatu selebar 25 cm dengan cara melangkahinyaMelempar bola dari atas kepala menuju suatu sasaran kurang lebih 1 meter di hadapannyaMemanjatBerjalan mengikuti jejak

13

Page 14: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Berlari tanpa terjatuhMenendang, menangkap dan melempar bola dari jarak dekatMelompat dengan dua kaki sekaligus

Motorik Halus Dapat menguntai manik-manikMembuat gambar lingkaran (meniru), walaupun belum sempurnaMenyusun jembatan dengan 3 kubus / balok kecil

4. Kelompok Usia 3 - 4 Tahun

Motorik Kasar Berjalan dengan stabilBerlari dengan stabilNaik-turun tangga tanpa berpeganganMelompat dengan dua kaki sekaligusMenendang bolaBerdiri dg satu kaki selama 5 detik tanpa peganganMelempar bola dengan jarak 2,5 – 3 meterBerjalan meniti balokBerjalan jinjit berdasarkan instruksiMelompat dengan satu kakiMengancingkan baju sendiriMakan sendiri.Mengendarai sepeda roda tiga melalui tikungan yang lebarMenangkap bola besar dg tangan lurus di depan badanMenggunakan bahu & siku pada saat melempar bola hingga 3 m

Motorik Halus Mewarnai gambar tanpa banyak keluar dari batas garisMelipat kertas dengan cukup rapiMenggunting kertas menjadi dua bagianMampu menggunting, menempel dan menjahitMencuci dan melap tangan sendiriMengaduk cairan dengan sendokMenggambar lingkaran, namun bentuknya masih “kasar’Menggambar garis tegakDapat menirukan gambar orang sederhana dengan kepala dan badan berbentuk lingkaran.Bila diberikan gambar kepala dan badan manusia yang belum lengkap akan menambah paling sedikit dua organ tubuhMengambil benda kecil di atas baki tanpa menjatuhkanMembawa sesuatu dengan penjapitMenuang air dari tekoMemegang garpu dengan cara menggenggamMembuat coretan berupa garis

5. Kelompok Usia 4 - 5 Tahun

14

Page 15: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Motorik Kasar Berjalan dengan berbagai variasiMelompati parit atau gulingBerlari dengan stabilMemanjat dan bergelantungan/berayun

Motorik Halus Menuang tanpa tumpahDapat menggambar orang dengan bagian kepala, badan dan anggota badan (tangan dan kaki)

6. Kelompok Usia 5 - 6 Tahun

Motorik Kasar Dapat menangkap bola yang dilemparkan dari jarak 1 meter dengan tepatDapat bermain lompat tali dengan kaki diangkat berganti-gantiMengetahui cara memanjat pohon / palang bertingkatBerlari & langsung menendang bolaMelompat-lompat dengan kaki bergantianMelambungkan bola tenis dengan satu tangan dan menangkapnya dengan dua tanganBerjalan pada garis yang ditentukanBerjinjit dengan tangan dipinggulMenyentuh jari kaki tanpa menekuk lututMengayuhkan satu kaki ke depan atau kebelakang tanpa kehilangan keseimbanganDapat bermain lompat tali dengan kaki diangkatMelompat-lompat dengan 1 dan 2 kaki secara bervariasiMenendang dan menangkap bolaMerayap dan merangkak dengan berbagai variasiMenciptakan gerakan-gerakan sendiri

Motorik Halus Dapat menggunting bentuk lingkaran, segi tiga dan segi empatBermain permainan meja sederhana, misal: ular tangga, halma.Mengikat tali sepatuMemasukkan surat ke dalam amplopMengoleskan selai diatas rotiDapat menggambar manusia secara lengkapMencuci dan mengeringkan muka tanpa membasahi bajuMemasukan benang ke dalam lubang jaru’Membuat bentuk dari kertas origamiMenggunting mengikuti bentukMenganyam

b. Pertumbuhan biologis masa remaja

15

Page 16: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Masalah utama dalam membahas pertumbuhan biologis masa remaja adalah masalah pertumbuhan yang berkaitan dengan soal-soal kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental maupun sosial yang berkaitan dengan sistem reproduksi. Sistem reproduksi terdiri dari alat reproduksi dan berfungsi untuk proses reproduksi atau berkembang biak. Reproduksi erat kaitannya dengan seksualitas.

Berdasarkan pemahaman atas konsep tersebut, maka uraian mengenai pertumbuhan biologis masa remaja, terfokus pada persoalan perubahan-perubahan biologis remaja pria dan remaja wanita. Perubahan biologis remaja wanita ditandai oleh terjadinya haid atau menstruasi, yakni: pengeluaran darah melalui vagina setiap bulan yang berlangsung kurang lebih antara 3 -7 Hari. Jarak antara satu haid dengan haid yang berikutnya disebut Siklus Haid yang berlangsung 30 hari ( 21-35 hari). Haid pertama disebut menarche, terjadi pada usia 11-13 tahun, bahkan dapat terjadi sebelum usia itu. Saat berhenti haid disebut menopause dan terjadi pada usia 49-50 tahun.

Perubahan biologis pada remaja pria, ditandai mulai berfungsinya hormon laki-laki (Androgen). Kematangan alat reproduksi menyebabkan perubahan-perubahan: testis sperma disalurkan melalui saluran mani, air mani( semen) keluar dari kelenjar seks bercampur keluar melalui saluran kencing, memancar dan terjadi ejakulasi. Ejakulasi merupakan tanda bahwa seorang remaja sudah mampu melakkan fungsi melanjutkan keturunan, tetapi bukan berarti remaja telah siap berhubungan seks. Capaian pertumbuhan biologis pada wanita adalah usia dimana seorang wanita dapat menghasilkan keturunan, sedangkan pada pria adalah usia dimana seorang pria menghasilkan sperma yang cukup.

Pada wanita terjadi suatu masa yang disebut masa Usia Subur. Usia reproduksi dimulai sejak pubertas yaitu sekitar usia 12-15 tahun hingga usia tak terbatas, selagi ia masih dapat mengeluarkan air mani yang mengandung sperma. Usia reproduksi muda adalah usia 15-20 tahun. Jika pada usia ini terjadi kehamilan dan melahirkan, maka mempunyai resiko yang lebih besar, yakni: terjadinya perdarahan, kesulitan persalinan dsb. Usia reproduksi sehat yakni 20-30 tahun, dimana wanita sudah cukup matang dan aman untuk hamil dan melahirkan. Usia reproduksi tua, di atas 30 tahun, dan bila hamil dan melahirkan, juga mempunyai risiko lebih besar.

Kehamilan terjadi bila ada pertemuan antara sperma dan sel telur dan sperma berhasil membuahi sel telur, melalui proses sbb: Sel telur yang keluar dari indung telur pada saat ovulasi akan masuk ke saluran

telur. Disaluran telur ini sperma bertemu dengan sel telur dan langsung membuahinya. Sel

telur yang telah dibuahi ini menuju rahim dan bersarang pada dinding rahim. Hasil pembuahan (zigot) berkembang menjadi janin (bayi) dalam rahim selama 9

bulan. Kehamilan terjadi pada wanita apabila sudah menstruasi dan tubuh dan organ

reproduksinya sehat. Laki-laki dapat menyebabkan kehamilan apabila tubuhnya sehat dan air maninya

mengandung sperma yang cukup banyak dan sehat.

16

Page 17: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Jadi persoalan utama pertumbuhan biologis masa remaja adalah persoalan seksualitas. Dalam kamus bahasa, kata seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut seksualitas.Di masyarakat, banyak yang bila mendengar istilah seks selalu dihubungkan dengan berbagai hal yang negatif, misal: Seks selalu dikonotasikan dengan hubungan seksual. Seks masih dianggap tabu, tidak bisa dan tidak pantas didiskusikan dengan bebas

sehingga konsep seks yang benar tidak tersampaikan. Seks dianggap konsumsi orang dewasa saja. Sedangkan siapapun yang belum

menikah tidak boleh membicarakannya.Pendidikan kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan masalah seksualitas, perlu

diberikan dengan benar kepada remaja. Sudah saatnya pendidikan formal di sekolah mau membicarakan masalah seksualitas secara jujur, terbuka dan profesional kepada remaja. Dengan demikian sekolah membekali remaja dalam menghadapi gejolak biologisnya agar mereka tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Beberapa kajian menunjukkan, remaja haus akan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi dan mendapat informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-temannya, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi dan masalah perilaku seksual cenderung memahami risiko dan dapat mengelola dorongan seksualnya secara sehat dan bertanggung jawab. Seandainya mereka tetap melakukannya, dapat mencegah risiko buruk yang akan terjadi. Jika risiko tetap terjadi juga, mereka akan menghadapinya secara bertanggung jawab. Maka dapat dikatakan bahwa pendidik harus memberikan pengetahuan yang benar agar para remaja dapat mengubah perilaku seksualnya kearah yang lebih bertanggung jawab, tidak saja terhadap diri sendiri tapi juga terhadap orang lain.

2. Perkembangan PsikomotorikPsikomotor secara harfiah berarti sesuatu yang berkenaan dengan gerak fisik yang

berkaitan dengan proses mental. Tahapan perkembangan psikomotorik sebagai berikut:

a. Tahap gerakan refleks (0- 1 tahun)Bentuk gerakan pada tahapan ini tidak direncanakan, merupakan dasar dari perkembangan motorik. Melalui gerak refleks bayi memperoleh informasi tentang lingkungannya, seperti reaksi terhadap sentuhan, cahaya, suara. Gerakan ini berkaitan dengan meningkatnya pengalaman anak untuk mengenal dunia pada bulan-bulan pertama mengenal kehidupan setelah kelahiran. Oleh karena itu kegiatan bermain sangat penting untuk menolong anak belajar teng dirinya dan dunia luar. Tahapan gerak refleks terbagi atas dua bentuk yaitu:

1) Refleks sederhana (0-4 bulan)Gerak ini dikelompokkan sebagai kumpulan informasi, mencari makanan, dan respon melindungi. Mengumpulkan informasi membutuhkan rangsangan untuk berkembang. Kemampuan mencari makanan dan respon melindungi merupakan

17

Page 18: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

bentuk alami yang dimiliki manusia. Contoh gerak refleks sederhana seperti, bertumbuh dan menghisap.

2) Refleks tubuh (4 bulan – 1 tahun)Refleks ini berkaitan dengan saraf motorik untuk keseimbangan, gerakan berpindah (lokomotor) dan manipulative (menjalankan) yang kemudian akan terkontrol. Refleks langkah dasar dan merangkak terkait dengan gerakan dasar untuk berjalan. Perkembangan motorik pada tahap refleks terdiri pula dalam dua tingkatan yang saling bertindihan, yaitu tingkat encoding (mengumpulkan) informasi dan decoding (memproses) informasi. Pembagian ini pada dasarnya sama dengan gerak refleks sederhana dan refleks tubuh.

b. Tahap gerakan permulaan (lahir-2 tahun)Gerak permulaan ini merupakan bentuk gerak sukarela yang pertama. Dimulai dari lahir sampai usia 2 tahun. Gerakan permulaan membutuhkan kematangan dan berkembang berurutan. Urutan ini terbentuk alami. Rata-rata kemampuan ini didapat dari anak ke anak, meskipun secara biologis, dan lingkungan sangat berperan. Gerakan ini ada sebagai kemampuan untuk bertahan hidup dan merupakan gerakan yang mempersiapkan anak untuk memasuki tahap gerakan dasar. Beberapa gerakan keseimbangan seperti mengontrol kepala, leher, dan otot badan. Gerakan manipulative seperti menggapai, menggenggam, dan melepaskan; dan gerakan lokomotor seperti, merayap, merangkak, dan berjalan. Gerakan ini terbagi atas dua tahapan, yaitu:

1) Tahap refleks tertahan (lahir-1 tahun)Tahap ini dimulai dari lahir. Peningkatan gerakan bayi ini dipengaruhi oleh perkembangan cortex. Pada tahap ini gerakan sederhana dan gerakan tubuh digantikan dengan gerakan sukarela, namun berbeda dan terpadu karena saraf motorik bayi masih dalam taraf gerakan permulaan. Jika bayi ingin menggapai benda, mereka akan melakukan gerakan menyeluruh yang dilakukan tangan, lengan, bahu, dan ketika menggenggam. Proses bergeraknya tangan dengan penglihatan terhadap objek, meskipun sukarela, namun terkontrol.

2) Tahap prekontrol (1 – 2 tahun)Usia 1 tahun, anak mulai lebih baik mengontrol gerakannya. Proses ini menggabungkan antara sensori dan sistem motorik dan memadukan persepsi dan informasi motorik kedalam kegiatan yang lebih bermakna. Pada tahap ini, anak belajar untuk dapat menyokong equilibriumnya, untuk memanipulasi objek, dan untuk melakukan gerakan lokomotor melalui lingkungan untuk mengontrol perkembangannya.

c. Tahap gerakan dasar (2-7 tahun)Gerakan dasar muncul ketika anak aktif bereksplorasi dan bereksperimen dengan potensi gerak yang dimilikinya. Tahap gerakan dasar merupakan tahap menemukan bagaimana menunjukkan berbagai gerak keseimbangan, lokomotor dan manipulatif, maupun penggabungan ketiga gerakan tersebut. Anak mengembangkan gerakan dasar

18

Page 19: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

untuk belajar bagaimana merespon kontrol motorik dan kompetensi gerakan dari berbagai rangsangan. Gerakan dasar juga digunakan sebagai dasar pengamatan tingkah laku anak. Beberapa kegiatan lokomotor seperti melempar, menangkap, dan kegiatan keseimbangan seperti berjalan lurus dan keseimbangan berdiri dengan satu kaki merupakan gerakan yang dapat dikembangkan semasa kanak-kanak. Tahap gerakan dasar terbagi atas 3 tingkatan, yaitu:

1) Tingkat permulaan (2-3 tahun)Tingkatan ini menunjukkan orientasi tujuan pertama anak pada kemampuan permulaan. Gerakan ini dicirikan dengan kesalahan dan kegagalan bagian gerakan secara berurutan, kelihatan membatasi atau berlebihan menggunakan anggota tubuh, tidak mampu mengikuti ritmik dan koordinasi. Gerakan keseimbangan, lokomotor, dan manipulatif benar-benar pada tingkat permulaan.

2) Tingkat elementary (4-5 tahun)Tingkatan ini menunjukkan kontrol yang lebih baik dan gerakan permulaan koordinasi ritmik yang lebih baik pula. Gerak spasial dan temporal lebih meningkat, namun secara umum masih kelihatan membatasi atau berlebihan, meskipun koordinasi lebih baik. Intelegensi dan fungsi fisik anak semakin meningkat melalui proses kematangan.

3) Tingkat mature (6-7 tahun)Tingkatan ini dicirikan oleh efisiensi secara mekanik, koordinasi dan penampilan yang terkontrol. Keahlian manipulatif semakin berkembang dalam mengkoordinasi secara visual dan motorik, seperti menangkap, menendang, bermain voli, dsb).

d. Tahap gerakan keahlian (7-14 tahun)Tahapan ini merupakan tahap gerakan yang semakin bervariasi dan kompleks, seperti gerakan sehari-hari, rekreasi dan olahraga baru. Periode ini merupakan tahap dimana keahlian keseimbangan dasar, gerak lokomotor dan manipulatif meningkat, berkombinasi, dan terelaborasi dalam berbagai situasi. Misalnya gerakan dasar melompat dan meloncat, dikombinasikan ke dalam kegiatan menari atau lompat-jongkok-berjalan dalam mngikuti jejak. Tahapan ini terbagi atas 3 tahap, yaitu:

1) Tahap transisi (7-10 tahun)Tahap ini indivdu mulai mengkombinasi dan mengunakan kemampuan dasarnya dalam kegiatan olahraga. Misalnya, berjalan mengikuti garis lurus, lompat tali, bermain bola. Keahlian pada tahap ini lebih kompleks dan spesifik.

2) Tahap aplikasi (11-13 tahun)Pada tahap ini anak memiliki keterbatasn dalam kemampuan kognitif, afektif dan pengalaman, dikombinasikan dengan keaktifan anak secara alami mempengaruhi semua aktivitasnya. Peningkatan kognitif dan pengalaman anak dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk belajar dan peran anak dalam berbagai jenis aktifitas,

19

Page 20: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

indivudu dan lingkungan. Keahlian kompleks dibentuk dan digunakan dalam pertandingan, kegiatan memimpin dan memilih olahraga.

3) Tahap lifelong utilisasi (14 tahun sampai dewasa)Tahapan ini merupakan puncak proses perkembangan motorik dan dicirikan dengan gerakan yang sering dilakukan sehari-hari. Minat, kompetensi, dan pilihan mempengaruhi, selain faktor uang dan waktu, peralatan dan fasilitas, fisik dan mental, bakat, kesempatan, kondisi fisik dan motivasi pribadi.

3. Perkembangan Jaringan OtakSemua aktivitas manusia dikendalikan otak. Otak menentukan kualitas kehidupan

seseorang. Otak menentukan cara berpikir, bertingkah laku dan kepribadian seseorang. Pengembangan otak yang sangat pesat terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan manusia. Otak memiliki masa kritis untuk berkembang (windows of opportunity). Bila masa kritis terlewatkan, maka kemampuan otak tidak akan optimal. Perkembangan jaringan otak dapat digambarkan seperti grafik berikut.

Grafik di atas menunjukkan bahwa anak usia 3 tahun apabila memperoleh banyak stimuli perkembangan jaringan otaknya mencapai 80 persen, sedangkan apabila tanpa stimuli hanya mencapai kira-kira 40 persen. Selanjutnya pada anak usia 6 tahun apabila memperoleh banyak stimuli perkembangan jaringan otaknya mencapai 85 persen, sedangkan apabila tanpa stimuli hanya mencapai kira-kira 50 persen. Temuan hasil penelitian ini membuktikan betapa pentingnya stimulis atau rangsangan dalam memacu perkembangan jarian otak.

Namun begitu, perlu diwaspadai bahwa pemberian stimuli atau rangsangan harus dilakukan secara benar dan tepat. Karena tidak semua bentuk dan sifat stimuli memacu secara positif jaringan otak. Semakin banyak jaringan otak yang berhasil dibentuk melalui pemberian stimuli, maka anak menjadi semakin cepat memberi respon (cepat tanggap) secara benar.Gambaran struktur otak yang rimbun seperti hutan yang sangat padat dengan pepohonan dapat dilihat pada gambar berikut:

20

Page 21: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Bagian-bagian otak

Gerakan, merekatkan kedua belahan otak yang memungkinkan anak menggunakan kedua belahan otak untuk menyampaikan informasi antara belahan otak kanan dan kiri. Alasan inilah yang menyebabkan anak usia dini harus bergerak untuk bisa belajar. Mereka bisa memperhatikan dan belajar jika mereka bebas untuk bergerak; duduk diam merupakan tekanan dan menghambat kemampuan mereka untuk menyerap seluruh informasi baru.

Belahan otak kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan dan belahan otak kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri.Belahan otak kiri pada umumnya sangat penting untuk berbicara dan menulis, keterampilan berhitung dan ilmiah, menggunakan dan memahami bahasa isyarat, serta pikiran logis.

Belahan otak kanan bertanggung jawab untuk kesadaran musik dan seni, persepsi ruang dan pola, wawasan, imajinasi, dll.

Windows of Opportunity dalam perkembangan• Logica lahir – 4 tahun• Bicara lahir – 10 tahun

21

Belahan otak liriBelahan otak kanan

Page 22: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

• Bahasa lahir – 12 bulan – 10 tahun• Penglihatan 2 bulan – 4 tahun puncaknya pada usia 8 bulan• Musik 3 – 10 tahun • Keseimbangan 6 bln kandungan – 10 tahun

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan 1. Uraikan pertumbuhan biologis individu pada semua tingkatan usia.2. Jelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pendidik pada usia dini dalam

rangka mengoptimalkan perkembangan jaringan otak.3. Jelaskan tahapan perkembangan psikomotorik anak.4. Deskripsikanlah proses pertumbhuhan jaringan otak pada anak usia dini.5. Kemukakan konsekuensi pertumbuhan biologis dan jariangan otak dalam proses

pembelajaran di sekolah jika tidak mendapatkan ransangan secara optimal.

Daftar Buku RujukanWilliam Crain. Teori perkembangan konsep dan aplikasi. Pustaka pelajar; 2007,

Yogyakarta

Martini Jamaris. Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-kanak. Grasindo; 2006, Grasindo.

Carol E catron & jan allen. Early childhood curriculum. Prantice hall: 1999, USA Tim prima pena. Kamus besar bahasa Indonesia. Gitamedia press: Jakarta

22

Pertumbuhan biologis masa anak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan alat-alat main yang dapat merangsang anak. Tahapan perkembangan sensomotorik, yakni: tahap sensomotorik 1, sensomotorik 2, sensomotorik 3 dan sensomotorik 4. Capaian tumbuh kembang anak dapat dikelompokan berdasarkan usia kronologisnya. Tumbuh kembang sensomotorik, mencakup:kemampuan motorik kasar, motorik

Page 23: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

S.C Utami Munandar. Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Grasindo; 1992, Jakarta

Gallahue, David. L, Understanding Motor Development. USA. W.CB. McGraw. Hill. Co Inc. 2006

Pokok Bahasan 5Perkembangan Kreativitas

23

Page 24: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

A. Standard KompetensiMemahami konsep dasar kreativitas dan perkembangan individu peserta didik dalam konteks pengembangannya di sekolah.

B. Kompetensi DasarMemahami pengertian kreativitas, perkembangan kreativitas, karakteristik kreativitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas peserta didik.

C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan pengertian kreativitas.2. Mendeskripsikan perkembangan kreativitas.3. Mendeskripkan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas peserta didik usia dini,

usia sekolah dasar dan usia sekolah menengah. 4. Mendeskripsikan pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kreativitas peserta

didik.

D. Uraian Materi1. Pengertian kreativitas

Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan. Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan. Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.

Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.

Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rodhes (Torrance, 1981) mengelompokkan definisi-definisi kreativitas ke dalam empat kategori, yaitu product, person, procces, dan press. Product menekankan kreativitas dari hasil karya kreatif, baik

24

Page 25: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif. Adapun press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya kreativitas pada individu.

Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.

Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor lingkungan bagi berkembangnya kreativitas adalah Torrance (1981: 47). Ia mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan, diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48), kreativitas itu bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari lingkungannya. Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara faktor lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat mempercepat berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.

Ada dua pendekatan dalam studi kreativitas, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989).

Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik. Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic untuk menjelaskan konsep kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berpikir, merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting. Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Feeling merupakan suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadar dan tak sadar.

Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang

25

Page 26: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga. Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961, dan 1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India, Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif. Sebaliknya, ada juga periode-periode tertentu yang justru mengekang berkembangnya kreativitas.

2. Perkembangan kreativitasPerkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan proses kognitif maka

kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut.

a. Tahap Sensori-MotorisTahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.

Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa. Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini, anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.

b. Tahap Praoperasional

26

Page 27: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget (Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya.

Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget (Bybee dan Sund, 1982), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.

c. Tahap Operasional KonkretTahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai

menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget (Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.

Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor yang memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut.1) Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.2) Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.3) Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.4) Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.5) Anak sudah menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan

datang.6) Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih

memerlukan bantuan ojek-objek konkret.

d. Tahap Operasional FormalTahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut

Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.

Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.

27

Page 28: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas, antara lain sebagai berikut.1) Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional

berdasarkan pemikiran logis.2) Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional

berdasarkan pemikiran logis.3) Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.4) Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.5) Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel

dalam menghadapi masalah yang kompleks.6) Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.7) Remaja sudah memiliki diri ideal (ideal self ).8) Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.

Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.a. Persiapan (preparation)

Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.

b. Inkubasi (Incubation)Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.

c. Iluminasi(Illumination). Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.

d. Verifikasi(Verivication)Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.

3. Karakteristik kreativitasPiers (Adam, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai

berikut. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.

28

Page 29: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Memiliki keterlibatan yang tinggi. Memiliki rasa ingin tahu yang besar. Memiliki ketekunan yang tinggi. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan. Penuh percaya diri. Memiliki kemandirian yang tinggi. Bebas dalam mengambil keputusan. Menerima diri sendiri Senang humor. Memiliki intuisi yang tinggi Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks. Toleran terhadap ambiguitas. bersifat sensitif.

Utami Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai berikut. Senang mencari pengalaman baru. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit. Memiliki inisiatif. Memiliki ketekunan yang tinggi. Cenderung kritis terhadap orang lain. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya. Selalu ingin tahu. Peka atau perasa. Enerjik dan ulet. Menyukai tugas-tugas yang majemuk. Percaya kepada diri sendiri. Mempunyai rasa humor. Memiliki rasa keindahan. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.

Clark(1988) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi. Memiliki kemandirian yang tinggi. Cenderung sering menentang otoritas. Memiliki rasa humor. Mampu menentang tekanan kelompok. Lebih mampu menyesuaikan diri. Senang berpetualang. Toleran terhadap ambiguitas. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan. Menyukai hal-hal yang kompleks. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi. Memiliki memori dan atensi yang baik. Memiliki wawasan yang luas. Mampu berpikir periodik.

29

Page 30: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Memerlukan situasi yang mendukung. Sensitif terhadap lingkungan. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Memiliki nilai estetik yang tinggi. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.

Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut. Memiliki rasa ingin tahu yang besar. Tekun dan tidak mudah bosan. Percaya diri dan mandiri. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas. Berani mengambil risiko. Berpikir divergen.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitasKreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan

rangsangan dari lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kreativitas. Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu: Tersedianya sarana-sarana kebudayaan, Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir, Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan, Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.

Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas adalah: usia, tingkat pendidikan orang tua, tersedianya fasilitas dan penggunaan waktu luang.

Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa,

mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.

Kedewasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.

Posisi kelahiran. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya,

30

Page 31: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

dan motivasi diri.

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau

upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan. Stereotip peranseks atau jenis kelamin. Diferensiasi antara bekerja dan bermain. Otoritarianisme. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.

Miller dan Gerard (Adams dan Gullota,1979) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut. Orang tua yang memberikan rasa aman. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.

Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut. Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas yaitu,

Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim; Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ; Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu

bernilai; Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya

sendiri dan memberikan reward kepadanya; Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan

kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.

Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi antara orang tua dan anak (remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu:

Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak; Membatasi rasa ingin tahu anak; Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles); Terlalu banyak melarang anak; Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu; Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu; Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.

31

Page 32: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Jadi menurut Torrance (1981), interaksi antara orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar pengalaman (coexperiencing).

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan1. Jelaskan pengertian kreativitas.2. Deskripsikan perkembangan kreativitas.3. Deskripkan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas peserta didik usia dini,

usia sekolah dasar dan usia sekolah menengah. 4. Deskripsikan pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kreativitas peserta

didik.

32

Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing, antara lain Barron, mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford, menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Pendekatan psikologis melihat kreativitas dari

Page 33: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Daftar Buku RujukanCarol E catron & jan allen. Early childhood curriculum. Prantice hall: 1999, USA Tim

prima pena. Kamus besar bahasa Indonesia. Gitamedia press: Jakarta

Gallahue, David. L, Understanding Motor Development. USA. W.CB. McGraw. Hill. Co Inc. 2006

Martini Jamaris. Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-kanak. Grasindo; 2006, Grasindo.

William Crain. Teori perkembangan konsep dan aplikasi. Pustaka pelajar; 2007, Yogyakarta

Agustian, Ary Ginanjar. 2004. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power. Jakarta: Arga.

Buzan, Tony. 2003.Head First. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius.

Craft, Anna. 2000. Membangun Kreativitas Anak. Depok: Inisiasi Press.

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar. Bandung Kaifa.

Hawadi, Reni Akbar, R. Sihadi Darmo Wihandjo, dan Mardi Wiyono. 2001. Keberbakatan Intelektual. Jakarta: Grasindo

Munandar, Utami. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Porter, Bobbi De dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning. Bandung: Nuansa.

Tim Redaksi.1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Pokok Bahasan 6Tugas-tugas Perkembangan

A. Standard Kompetensi

Memahami tugas-tugas perkembangan individu sebagai peserta didik.

B. Kompetensi Dasar

33

Page 34: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

1. Memahami tugas-tugas perkembangan anak usia dini, anak usia sekolah dasar dan anak usia sekolah menengah.

2. Memahami pendekatan pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini, anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.

3. Memahami setting lingkungan pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini, anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.

C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan anak usia dini, anak usia sekolah dasar

dan anak usia sekolah menengah.2. Mendeskripsikan pendekatan pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini,

anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.3. Menyusun setting lingkungan pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini,

anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.

D. Uraian MateriMenurut Robert J. Havighurs, tugas perkembangan adalah sebagian tugas yang

muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu, yang merupakan keberhasilan yang dapat memberiknn kebahagian serta memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya. Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan bagi individu, penolakan oleh masyarrkat dan kesulitan untuk tugas perkembangan berikutnya. Oleh sebab itu, tugas perkembangan suatu masa harus terselesaikan pada masa itu juga.

Tugas perkembangan pada masa kanak-kanak Belajar berjalan. Belajar makan makanan padat. Belajar mengendalikan gerakan badan. Mempelajari peran yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Memperoleh stabilitas fisiologis. Membentuk konsep-konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan fisik. Belajar nenghubungkan diri secara emosional dengan orang tua, kakak adik dan

orang lain. Pelajar membedakan yang henar dan salah.

Tugas perkembangan masa anak Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan tertentu. Membentuk sikap tertentu terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang

tumbuh. Belajar bergaul secara rukun dengan teman sebaya. Mempelajari peranan yang sesuai dengan jenis kelamin. Membina keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung. Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

34

Page 35: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Membentuk kata hati, moralitas dan nilai-nilai. Memperoleh kebebasan diri. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan lembaga sosial.

Tugas perkembangan masa Remaja Memperoleh hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan yang sebaya dari

kedua jenis kelamin. Memperoleh peranan sosial dengan jenis kelamin individu. Menerima fisik dari dan menggunakan badan secara efektif. Memperoleh kebebasan diri, melepaskan ketergantungan diri dari orang tua dan

orang dewasa lainnya. Melakukan pemilihan dan persiapan untuk jabatan. Memperoleh kebebasan ekonomi. Persiapan perkawinan dan kehidupan berkeluarga. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan

sebagai warga negara yang baik. Memupuk dan memperoleh perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara

sosial. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman berperilaku.

Tugas perkembangan masa dewasa awal . Memilih pasangan hidup. Belajar hidup dengan suami atau istri. Memulai kehidupan berkeluarga. Membimbing dan merawat anak. Mengolah rumah tangga. Memulai suatu jabatan. Menerima tanggung javvab sebagai warga negara. Menemukan kelompok sosial yang cocok dan menarik.

Tugas-tugas perkembangan masa setengah baya Memperoleh tanggung jawab sosial sebagai warga negara. Membangun dan mempertahankan standar ekonomi. Membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan

bahagia. Membina kegiatan pengisi waktu serggang orang dewasa. Membina hubungan dengan pasangan hidup sebagai pribadi. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik sendiri. Menyesuaikan diri dengan pertambuhan umur.

Tugas-tugas perkembangan orang tua Menyesuaikan diri dengan menurunnya kesehatan dan kekuatan fisik. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan menurunnya pendapatan. Menyesuaikan diri terhadap meninggalnya suami/istri. Menjalin hubungan dengan perkumpulan manusia usia lanjut.

35

Page 36: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Memenuhi kewajiban sosial dan sebagai warga negara. Membangun kehidupan fisik yang memuaskan.

Menurut Havighurst, setiap tahap perkembangan individu hams sejalan dengan perkembangan aspek-aspek lainnya, yaitu fisik, psikhis serta emosional, moral dan sosial. Perkembangan yang harus dicapai individu adalah masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, masa dewasa awal, masa setengah baya dan masa tua. Ada dua alasan mengapa tugas-tugas perkembangan ini penting bagi pendidik. Pertama, membantu memperjelas tujuan yang akan dicapai sekolah. Pendidikan dapat dimengerti sebagai usaha masyarakat melalui sekolah, dalam membantu individu mencapai tugas-tugas perkembangan tertentu. Kedua, konsep ini dapat dipergunakan sebagai pedoman waktu untuk melaksanakan usaha-usaha pendidikan. Bila individu telah mencapai kematangan, siap untuk mencapai tahap tugas tertentu serta sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa saat untuk mengajar individu yang bersangkutan (the-teachable moment) telah tiba. Bila mengajarnya pada saat yang tepat maka hasil pengajaran yang optimal dapat dicapai.

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan1. Deskripsikanlah tugas-tugas perkembangan anak usia dini, anak usia sekolah dasar

dan anak usia sekolah menengah.2. Deskripsikanlah pendekatan pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini,

anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.3. Susunlah setting lingkungan pembelajaran pada jenjang pendidikan sekolah

menengah berdasarkan penyelesaian tugas perkembangannya.

36

Menurut Robert J. Havighurs, tugas perkembangan adalah sebagian tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu, yang merupakan keberhasilan yang dapat memberiknn kebahagian serta memberi jalan bagi tugas-tugas

Page 37: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Daftar Buku Rujukan

Andi Mampiare. 1989. Psikologi Remaja. Usaha Nasional. Surabaya.

Case, R. (1985). Intellectual development: Birth to adulthood. New York: Academic Press.

Woolfolk, A. E.,Winne,P. H. & Perry, N. E. (2006). Educational Psychology (3rd Canadian ed.). Toronto, Canada: Pearson.

Pokok Bahasan 7Teori-teori Perkembangan

A. Standard Kompetensi

Memahami teori-teori dan tahap perkembangan individu.

37

Page 38: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

B. Kompetensi Dasar1. Memahami teori perkembangan kognitif.2. Memahami teori perkembangan psikoseksual.3. Memahami teori perkembangan psikososial.4. Memahami setting lingkungan pembelajaran dalam kerangka teori dan tahap

perkembangan pada jenjang pendidikan anak usia dini, anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.

C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan teori dan tahap perkembangan kognitif individu.2. Mendeskripsikan teori dan tahap perkembangan psikoseksual individu. 3. Mendeskripsikan teori dan tahap perkembangan psikososial individu sebagai peserta

didik. 4. Mendeskripsikan setting teori dan tahap perkembangan dalam lingkungan

pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini, anak sekolah dasar dan anak sekolah menengah.

D. Uraian MateriTeori-teori Perkembangan

1. Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud)a. Fase oral (0-11 bulan)

Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral, seperti: mengisap ibu jari, mengigit, mengunyah, dan mengucap serta ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.

Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah menyapih dan makan.

b. Fase anal (1-3 tahun) Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri, sangat

egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan

keinginanya. Untuk itu toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan dalam periode ini. Masalah yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan

pikiran) dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.

c. Fase phalik/oedipal ( 3-6 tahun ) Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai suka pada lain jenis. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin.

38

Page 39: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Anak mulai memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).

d. Fase laten (6-12 tahun) Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan

psikologis untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun aktivitas sosialnya.

Pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin yang sama, demikian juga sebaliknya pada anak laki-laki.

Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi, maka orang tua harus bijaksana dan merespon.

Oleh karena itu, apabila ada anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya orang tua waspada. Dalam hal ini peran ibu dan bapak sangat penting

e. Fase genital (12-18 tahun). Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang

matang terhadap lawan jenis.

2. Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson )a. Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)

Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang, baik orang tua sendiri maupun orang lain yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.

Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa tidak percaya.

b. Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun) Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas-tugas perkembangan, seperti:

dalam motorik kasar, halus, berjinjit, memanjat, berbicara dan sebagainya. Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu

dilindungi atau tidak diberikan kemandirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.

c. Tahap inisiatif vesrus rasa bersalah (3 – 6 tahun ). Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif

dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai

prestasinya. Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah

pada diri anak.

d. Industry versus inferiority (6-12 tahun) Anak akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik

maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada

usia ini rajin dalam melakukan sesuatu.

39

Page 40: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya, maka akan timbul rasa inferiorty (rendah diri ).

Reinforcement dari orang tua atau orang lain menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.

e. Tahap identitas dan kerancuan peran ( 12-18 tahun) Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan

kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya, seperti siapa saya kemudian.

Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.

3. Perkembangan Kognitif ( Piaget )Perkembangan kognitif anak berlangsung secara teratur dan berurutan sesuai

dengan perkembangan umurnya. Maka pengajaran harus direncanakan sedemikian rupa disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Piaget mengemukakan proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa melalui empat tahap perkembangan, yakni:a. Tahap sensori-motorik (0-2 tahun)

Kegialan intelektual pada tahap ini hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa dan mengaplikasikannya dengan menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda tersebut. Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi informasi

dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan aktifitas motorik. Semua gerakan akan diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu

dari apa yang dilihat didengar dan disentuhnya.

b. Tahap praoperasional ( 2-7 tahun)Pada tahap ini perkembangan sangat pesat. Lambang-lambang bahasa yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan pesatnya. Keputusan yang dianbil hanya berdasarkan intuisi, bukannya berdasarkan annlisis rasional. Anak biasanya mengambil kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Menurut pendapat mereka pesavat terbang adalah benda kecil yang berukuran 30 cm; karena hanya itulah yang nampak pada mereka saat mereka menengadah dan melihatnya terbang di angkasa. Maka dapat disimpulkan bahwa tahap ini dicirikan sbb: Perkemangan anak masih bersifat egosentrik. Pikiran anak bersifat transduktif, yakni menggangap semua sama, misalnya: oang

pria di dalam keluarga adalah ayah, maka semua pria itu adalah ayah. Pikiran anak bersifat animisme, yakni selalu memperhatikan adanya benda mati,

misalnya: apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memukulnya kearah benda tersebut.

40

Page 41: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Perkembangan kognitif pada anak, tergantung pada pengalaman mendengar, melihat, meniru, mencoba, dan berhasil, maka cenderung diulangi, menggabungkan. Perkembangan kognitif sangat dipengaruhi oleh aktivitas berkeliling di lingkungan dalam dan luar rumah, serta berinteraksi dengan orang lain. Pengasuh yang baik adalah pengasuhan yang setiap saat mampu merangsang bayi mengembangkan pengalaman belajar melalui interaksi, dengan benda-benda dan situasi yang ada di lingkungan. Kualitas interaksi pengasuh dan bayi dilakukan dengan segera menanggapi isyarat bayi, keterlibatan yang hangat, terus menerus dan penuh kegembiraan, sehingga bayi dapat memberi isyarat keinginannya, kesiapannya dan kemampuannya untuk bermain. Bayi belajar melalui dengar, lihat, coba, berhasil, ulangi. Perkembangan kognitif bayi tergantung apa yang ia lihat, dengar, coba, berhasil dan pengulangan. Tidak semua kejadian masuk ke dalam memori jangka panjang, tetapi jika di ulang-ulang akan masuk ke memori jangka panjang dan lama hilangnya (Meltzoff et al, 1995)

c. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk .mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret. Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Misalnya, anal sering kali menjadi frustrasi bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu. Mereka menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya. Dapat disimpulkan bahwa bahwa pada tahap ini capaian perkembangan kognitifnya sbb: Pemikiran anak meningkat atau bertambah logis dan koheren. Kemampuan berpikir anak sudah operasional, imajinatif dan dapat menggali objek

untuk memecahkan suatu masalah.

d. Tahap operasional formal (11 -15 tahun)Tahap ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun yang konkret. Pada tahap ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide, berpikir tentang masa depan secara realistis. Sebelum menekuni tugasnya membimbing dan mengajar, guru sebaiknya memahami perkembangan kognitif peserta didiknya. Dengan demikian mereka memiliki landasan untuk mengembangkan harapan-harapan yang realistik mengenai perilaku peserta didiknya. Perkembangan kognitif yang dicapai pada tahap ini adalah sbb: Anak dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan

menggambarkan kesimpulan yang logis. Anak dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran yang abstrak,

teoritis dan filosofis. Pola berfikir logis membuat mereka mampu berfikir tentang apa yang orang lain

juga memikirkannya dan berfikir untuk memecahkan masalah.

4. Perkembangan bahasa

41

Page 42: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Khusus uraian mengenai perkembangan bahasa, hanya pada anak usia dini dan anak usia sekolah dasar kelas rendah, sebab pada anak usia sekolah menengah, tidak begitu menjadi focus perhatian. Perkembangan bahasa pada anak berkaitan erat dengan pendengaran dan kemampuan komunikasi. Menurut (Huttenlocher, Juscyk, Kuhl, 1999), sistem auditori anak, sudah siap ketika lahir. a. Anak usia 6 – 12 bulan, sudah dapat membedakan pola suara pengasuh. b. Pada usia 7 – 11 bulan, anak sudah mampu memilah kata-kata yang didengarnya. c. Pada usia 12 bulan, anak sudah dapat membedakan suara stress, suara marah. d. Ada hubungan yang erat antara masukan bahasa pada umur 16 – 26 bulan dengan

ketrampilan perbendaharaan kata dan rangkaian kata. Pada umur 5 – 6 tahun, anak sudah mampu melalukan proses berbahasa pada kedua hemisphere. Pada usia 3 tahun pertama, anak semakin sering orangtua mengajak bicara, semakin banyak perbendaharaan kata. Selanjutnya, semakin baik kemampuan bahasa pada anak taman kanak-kanak hingga kelas 1 sekolah dasar, sering melanjutkan dan atau memperluas pembicaraan anak. Semakin baik kemampuan merangkai kata dan kalimat. Sejak umur 5 tahun, anak mampu belajar bahasa lain dengan mudah daripada orang dewasa. Meskipun tidak ada bukti manfaat mengajarkan bahasa lain pada masa bayi (Mills, 1997). Untuk mempercepat perkembangan bahasa, maka sekolah harus banyak merangsang anak berbicara.

Perkembangan bahasa sangat bermanfaat untuk perkembangan bahasa verbal dan tulis. Setelah anak mencapai masa pubertas, kemampuan belajar bahasa kedua, menjadi menurun dan penguasaan tata bahasa dan aksen menjadi sulit (Mills, 1997). Menurut Pascalis & Schonen (1994), bayi baru lahir dapat mengingat yang dilihatnya. Oleh sebab itu, anak menjadi lebih tertarik pada gambar, terutama gambar wajah seseorang. Menurut Karmilff-Smith (1996) dan Slater (2000), bayi baru lahir belum mampu melakukan scanning, belum mampu membedakan warna. Ketajaman, kepekaan warna kontras, menjadi sangat penting bagi anak, karena akan menambah kedalaman persepsi. Anak lebih tertarik membandingkan atau mengenali bentuk dan ukuran yang sama (shape and size contancy). Selanjutnya dikemukakan juga bahwa bayi baru lahir cenderung melihat benda yang memberi bayangan terbesar pada retina, bukan benda yang terdekat atau benda yang memiliki ukuran sebenarnya. Bayi baru lahir sudah mampu menggabungkan informasi dari beberapa sistem sensori, terutama penglihatan dan pendengaran.

Munculnya keaksaraan tidak hanya ditandai dengan kemampuan anak membaca dan menulis huruf atau kata-kata, tetapi yang terpenting anak memahami setiap kata dan kalimat dalam tulisan. Membaca adalah aktifitas belajar yang dominan memerlukan indera visual dan juga melibatkan fungsi penginderaan lain di otak. Kemampuan yang diperlukan untuk membaca adalah: mengenal bentuk, mengenal perbedaan bunyi huruf, mengenal rangkaian (pola), dan mengenal perbedaan intonasi.Kemampuan Menulis, yakni: Visual Attention/recognition: perhatian visual mengenai bentuk huruf-huruf dan

mengenalnya kembali Motorik: gerakan motorik halus (fine motor) Visuo senso motorik: gerakan tangan yg dikoordinasikan oleh mata dan rasaan

propioseptic

42

Page 43: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Visuo Spasial: kemampuan menempatkan posisi tubuh dalam ruang atau posisi alat gerak terhadap tubuh

Visual auditorik memori: mengenal kembali apa yang pernah ditulis dan di dengarKemampuan yang diperlukan untuk membaca dan menulis adalah: mengenal bentuk, mengenal perbedaan bunyi huruf, mengenal rangkaian (pola), kekuatan jari-jari tangan dan kelenturan gerakan pergelangan tangan.

Main yang mendukung keaksaraan untuk anak usia 1-2 tahun• Bernyanyi lagu dengan irama sederhana yang diulang-ulang disertai gerakan

sederhana• Membacakan buku yang sudah dikenal anak• Mengajak anak bertepuk tangan mengikuti irama• Menyebut nama anak dengan perlahan menurut suku katanya.• Bermain dengan berbagai bentuk• Bermain puzle tunggal• Melibatkan anak saat membereskan mainan yang sudah digunakannya untuk

mengenalkan klasifikasi.• Memperkuat motorik kasar anak dengan membolehkan anak berlari, dan bergerak

bebas, serta melatih kekuatan motorik halusnya dengan cara memegang, meremas, menjumput, menjepit, merobek kertas, dll.

Main yang mendukung keaksaraan untuk anak usia 2-3 tahun• Bernyanyi lagu dengan irama sederhana yang diulang-ulang disertai gerakan

sederhana• Membacakan buku yang sudah dikenal anak• bertepuk tangan dengan ritme berulang, misalnya: plok plok – plok plok plok,

plok plok – plok • bermain tepuk tangan sambil menyebutkan nama anak, misalnya:

A – ni – ta , A – ni , Mar – li – na , Sa – e – ful , dst.• Merangkai dengan berbagai bentuk• Melibatkan anak saat membereskan mainan yang sudah digunakannya untuk

mengenalkan klasifikasi.• bernyanyi dengan gerak dan irama sederhana, dilakukan secara berulang-ulang• membaca buku bersama anak secara berulang terus-menerus• puzle bentuk• meronce • menghadirkan buku-buku yang paling disukai anak.

Kegiatan yang mendukung kemampuan menulis anak 2-3 tahun• Membuat coretan pada kertas besar dengan crayon atau spidol.• Membuat coretan dengan batang kayu di tanah atau pasir• Melukis dengan cat jari• Menjepit biji-bijian atau buah-buahan terbuat dari kayu dengan wadah dan penjepit. • Mengocok air sabun dengan alat pengocok telur

43

Page 44: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

• Meremas: daun, koran bekas, parutan kelapa, ublek, tanah lempung, playdough, dll.• Mencetak playdough, tanah liat, pasir basah dengan cetakan huruf• Kegiatan menggunting: kertas bekas dengan berbagai ketebalan, daun, atau bahan

lainnya.

Main keaksaraan untuk mendukung kemampuan membaca anak usia 4-6 tahun• Buku – buku – buku – buku • Membolehkan anak untuk memilih buku cerita yang diminatinya• Menuliskan nama anak, lalu anak menyusunnya dengan menggunakan kartu huruf• Menuliskan kegiatan yang dikerjakan anak, misalnya menuliskan menu bila praktek

memasak, menuliskan ceritanya.• Mendiskusikan kata baru yang didapatkan dari buku bacaan.• Bermain menyelesaikan kata, misalnya bo + la = bola• Menggabungkan kartu suku kata dengan mencocokkan kata yang telah dibuat kader• Memancing kartu huruf sesuai nama sendiri• Mencetak huruf dengan playdough sesuai dengan namanya• Mencari kartu yang bertuliskan nama temannya• Membaca puisi yang memuat kata-kata yang hampir sama hurufnya, misalnya Tari

senang menari, Tari juga senang berlari, dst• Membuat cerita dari kumpulan kalimat yang diucapkan anak. • Menuliskan nama anak dengan mengubah huruf awal dengan huruf yang sedang

diperkenalkan, misalnya mengenalkan huruf S, nama Kania jadi Sania, Tiara menjadi Siara, dst. Anak diminta untuk membaca nama dan menebak nama siapa yang dituliskan.

• Mengelompokkan nama binatang yang huruf depannya sama, misalnya katak, kura-kura, kadal, dst.

Main keaksaraan untuk mendukung kemampuan menulis anak usia 4-6 tahun• Menyediakan berbagai huruf, kata dan suku yang terkait dengan nama anak atau

kata-kata yang sudah dikenal anak.• Melukis dengan kuas, dengan cat jari• Menjiplak huruf-huruf dengan menggunakan cetakan huruf• Menjiplak kata yang sudah ditulis guru• Mengingatkan anak untuk selalu menuliskan namanya pada setiap kertas kerjanya• Membuat buku dari kumpulan gambar anak dengan cerita yang ditulis anak• Membuat kata-kata yang paling sering diucapkan kader untuk ditunjukkan kepada

anak saat kader menyebutkan kata tersebut, lalu anak menuliskannya. Misalnya kata ”terima kasih” ” maaf” ”tolong”.

• Menyediakan kertas, pensil, craton, spidol warna di setiap tempat yang disukai anak.

Matrik perkembangan bahasa dan berkomunikasi pada anak usia dini sebagai berikut:

1. Kelompok Usia 0 - 1 Tahun

44

Page 45: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Belajar mengucapkan 2 – 3 kata, misalnya: ma.., pa.. Mencoba menirukan kata atau suara yang baru didengarnya

2. Kelompok Usia 1 - 2 Tahun

Meniru menyebutkan nama 4 buah benda Dapat menyebutkan apa yang dikerjakan orang, misalnya menyapu Dapat mengemukakan keinginannya dengan kata-kata Menyatakan 2 kata yang bermakna Menyebut nama 3 benda yang ditunjukan kepadanya. Misal perlihatkan bola,

lalu tanyakan “apa ini”, dan seterusnya. Mengerti 1 perintah

3. Kelompok Usia 2 - 3 Tahun

Dapat menceritakan pengalaman dengan sederhana Mulai banyak menggunakan kata “saya” atau “aku” Mengajukan pertanyaan

4. Kelompok Usia 3 - 4 Tahun

Dapat menirukan suara benda jatuh dan suara beberapa jenis binatang Dapat berbicara runtut dengan 4-5 suku kata Mengkoordinasikan kalimat-kalimat dengan jumlah kosa kata yang semakin

meningkat Dapat menceritakan pengalaman dengan cukup lancar memahami dan melaksanakan 2 perintah sekaligus Mau mendengarkan cerita mnimal 10 menit. berkonsentrasi mendengarkan cerita 3-4 menit Belajar mengenali huruf

5. Kelompok Usia 4 - 5 Tahun

Dapat menirukan angka 1 – 4 dengan contoh Dapat menyebutkan nama ibu jari / jempol. Menyatakan dengan 4-5 kata Bercerita secara runtut Mengerti lawan kata, misal: ayah laki-laki; ibu perempuan

6. Kelompok Usia 5 - 6 Tahun

45

Page 46: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Menceritakan kembali isi cerita dari buku cerita bergambar Mampu menceritakan tentang keluarga, nama orang tua dan alamat Bertanya dengan menggunakan kata tanya, misal, kenapa? Berbicara lancar menggunakan kalimat yang kompleks Menjawab pertanyaan sederhana Mengerti lawan kata seperti panas-dingin, tinggi-rendah Menuliskan namanya sendiri

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan1. Deskripsikanlah teori dan tahap perkembangan kognitif individu.2. Deskripsikanlah teori dan tahap perkembangan psikoseksual individu. 3. Jelaskanlah teori dan tahap perkembangan psikososial individu sebagai peserta

didik. 4. Susunlah setting penerapan teori dan tahap perkembangan psikososial dalam

lingkungan pembelajaran sekolah menengah.

Daftar Buku Rujukan

46

Teori-teori perkembangan psikoseksual mengemukakan lima face, yakni: fase oral, fase anal, fase falik, fase laten dan fase genital. Teori psikososial mengemukakan lima fase, yakni: fase percaya diri, fase ragu-ragu, fase rasa bersalah, fase rendah diri dan fase identitas diri. Teori perkembangan kognitif mengemukakan adanya fase-fase sensomotorik, fase pre-operasional, fase operasional konkret dan fase operasional formal.

Page 47: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Anggani Sudono, 2000, Sumber Belajar dan Alat Permainan, Jakarta, Grasindo.

Anggani Sudono, 2007, Alat Permainan Kreatif Untuk Anak Usia Dini Usia 3-7 Tahun , Jakarta, Penerbitan Sarana Bobo.

Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, 2004, Bahan-bahan Pelatihan Lebih Jauh tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jakarta.

Elisabeth B.Hurlock, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, terjemahan Istiwidayanti (Jakarta : Erlangga, 1997)

Jackie Silberg, 2004, 125 Brain Games for Babies, Jakarta, Gelora Aksara

Joan Rais, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Editor: Singgih D Gunarsa dan Y. Singgih D Gunarsa (Jakarta:PT.BPK,2000).

Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan, dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini, (Grasindo Jakarta, 2001)

Stolberg, J.R., dan Ellen R. Daniels, 2000, Menciptakan Bahan Ajar Yang Berpusat pada Anak, Alih bahasa: Kenny Dewi Juwita, Jakarta, CRI Indonesia.

Warner, Penny, 2003, Play & Learn, 160 Aktivitas Bermain dan Belajar Bersama Anak (Usia 0 – 3 tahun), Alih bahasa: Andreas Iwan Sudarma, Jakarta, Elek Media Komputindo.

Pokok Bahasan 8Perkembangan Afektif

A. Standard Kompetensi

Memahami hakikat dan perkembangan afektif peserta didik pada semua jenjang pendidikan serta implementasi dalam proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

B. Kompetensi Dasar1. Memahami pengertian perkembangan afektif peserta didik.

47

Page 48: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

2. Memahami karakteristik perkembangan emosi.3. Memahami factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi.4. Memahami konsep implementasi perkembangan afektif dalam dalam proses

pembelajaran.

C. Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Mendeskripsikan pengertiakn perkembangan afektif peserta didik.2. Mendeskripsikan karakteristik perkembangan emosi.3. Mendeskripsikan factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi.4. Mendeskripsikan konsep implementasi perkembangan afektif dalam dalam proses

pembelajaran.

D. Uraian Materi

1. PendahuluanAfektif menurut kamus besar bahasa indoensia adalah berkenaan dengan rasa takut atau

cinta; mempengaruhi keadaan perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan. Pembahasan mengenai perkembangan afektif, dengan sendirinya akan membahas persoalan-persoalan perasaan, sikap, kehendak, kemauan, keinginan, cinta kasih, kasih sayang, emosioanl, kesenangan, kemarahatan, dan sebagainya. Perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan pleh berbagai dorongan dan minat. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.

2. Perkembangan emosiDalam tiga domian pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, emosi menjadi

komponen afektif. Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak sekaligus. Emosi diklasifikasi menjadi dua yaitu, afektifitas positif (antusiasme, kegembiraan, kesabaran, dan ketenangan) dan afektifitas negatif (kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan). Sedangkan, yang dinamakan dengan emosionalitas pada perangai bayi adalah kecenderungan untuk mengalami kesulitan (distressed).

Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982 : 59). Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, tidak jelas batasnya.

a. Karakteristik perkembngan emosiPola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada macam dan deajat rangsangan yang membangkitkan

48

Page 49: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.1) Cinta atau kasih sayang: kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya

dengan kemampuan untuk memberinya. Perasaan ini dapat disembunyikan. 2) Gembira: rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung

dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta.

3) Kemarahan dan permusuhan: rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.

4) Ketakutan dan kecemasan: banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.

Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2, yakni: remaja usia 12-15 tahun dan remaja usia 15-18 tahun.Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun: Banyak murung dan tidak dapat diterka. Bertingkah laku kasar Ledakan kemarahan Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya

sendiri Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif

Ciri-ciri emosional remaja berusia 15-18 tahun: Pemberontakan. Mengalami konflik dengan orang tua mereka. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosiPerkembangan emosi bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 960: 266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain :1) Belajar dengan cara coba-coba, lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak

awal, dibandingkan sesudahnya.2) Belajar dengan cara meniru. Dengan cara mengamati hal-hal yang

membangkitkan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

3) Belajar dengan cara mempersamakan diri4) Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional

yang kuat dengannya.

49

Page 50: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

5) Belajar melalui pengkondisian. Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak,. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.

6) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasa, terbatas pada aspek reaksi. Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertumbuhan anak sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

c. Emosi dan perilakuSeseorang yang tidak mudah terganggu emosinya cenderung mempunyai pencernaan yang baik. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Sikap malu-malu, takut atau agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi atau frustasi dan dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu atau situasi tertentu. Rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan rangsangan yang menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.

d. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi. Dalam perkembangan emosi terdapat dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Perbedaan ini terlihat mulai sebelum masa bayi berakhir. Ekspresi emosional anak-anak, berbeda-beda disebabkan oleh keadaan fisik anak, taraf intelektual dan kondisi lingkungan.

e. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya ddalam Penyelenggaraan.Pendidikan. Emosi remaja awal cenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang dapat dilkukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan kemarahan kita dapat mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba untuk mengerti mereka dan melakukan sagala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan.

3. Perkembangan sosio-emosi masa bayiMasa Bayi merupakan masa awal dalam kehidupan manusia. Perkembangan pada

masa bayi sangat mempengaruhi dasar dari perilaku individu selanjutnya. Salah satu perkembangan yang dialami individu adalah perkembangan sosio-emosi. Hal tersebut muncul seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh individu. Dalam perkembangan sosio-emosi, khususnya pada masa bayi, memiliki hubungan dengan perihal keterikatan (attachment), peran ayah sebagai pengasuh anak, tempat pengasuhan anak (day care), dan emosi, yang akan dibahas kali ini.

50

Page 51: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Dalam perkembangan anak, emosi memiliki peranan-peranan tertentu, seperti, media untuk penyesuaian diri dan mempertahankan kelangsungan hidup (adaptation & survival). Emosi pun memiliki fungsi sebagai media pengaturan diri (regulation). Dan juga berfungsi sebagai media komunikasi. Gejala awal perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulus yang kuat. Keterangsangan berlebih-lebihan tampak dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meski begitu, reaksi emosional pada bayi yang masih dalam periode neo natal, kurang spesifik, karena hanya menampakan reaksi terhadap kesenangan dan ketidak senangan. Seiring pertambahan usianya, ekspresi emosional bayi sekitar satu tahun, telah menyerupai ekspresi yang ditampakkan oleh orang dewasa. Biasanya, emosi pada bayi hanya ditunjukkan dengan menangis dan tersenyum, karena kedua hal itu adalah mekanisme yang terpenting untuk mengembangkan komunikasi bayi tersebut.

Menurut Wasz-Hockert dan kawan-kawan (1968), bayi memiliki tiga jenis tangisan yaitu tangisan dasar atau basic cry (ketika menunjukan rasa lapar), tangisan marah atau anger cry (variasi basic cry yang menunjukan kegusaran), dan tangisan sakit atau pain cry (tangisan merintih yang butuh upaya menarik nafas cukup lama dan menunjukan rasa sakit). Menurut Emde, Gaensbauer, dan Harmon (1976), bayi memiliki dua tipe senyuman yaitu senyum refleksi atau reflexive smile (bukan karena rangsang luar) dan senyum sosial atau social smile (respon atas stimulus).

Pengasuhan oleh AyahPengamatan yang diadakan Parke dan Sawin (1980) menunjukan bahwa seorang ayah

mampu untuk bertindak responsif terhadap bayinya. Seorang laki-laki dewasa secara kompeten dapat mengasuh bayi dengan aktif, berinteraksi dengan baik, dan juga sabar. Berbeda dari interaksi bayi dengan ibu yang biasanya berada dalam lingkup pengasuhan (mengganti popok dan memberi makan), interaksi bayi dengan ayah cenderung berada dalam lingkup aktivitas permainan fisik (melambungkan bayi dan menggelitik). Michael Lamb mengadakan investigasi (1977) yang membuktikan bahwa bayi, terutama yang sedang dalam keadaan stres, cenderung memperlihatkan keterikatan yang kuat dengan ibu mereka.

Day CareDay Care atau tempat pengasuhan anak, merupakan sebuah tempat dimana bayi dan

balita diasuh sementara di sebuah tempat manakala kedua orang tuanya bekerja atau tidak bisa mengasuhnya sendiri. Banyak pro—kontra atas kehadiran Day Care yang berfungsi untuk mengasuh anak sementara waktu. Menurut Jay Belsky (1989), pada umumnya Day Care itu berkualitas buruk dan memberikan perkembangan negatif pada anak, seperti yang sering terjadi pada anak Amerika Serikat yang memiliki pengalaman yang ekstensif selama setahun pertama kehidupannya yang menunjukan adanya keterikatan yang tidak aman, meningkatnya agresi, ketidakpatuhan, dan kemungkinan penarikan diri secara sosial ketika sang anak memasuki usia pra sekolah dan awal masa sekolah.

Kesimpulan kontroversional dari Belsky menarik para peneliti lainnya seperti Andersson (1992), serta Broberg, Hwang, dan Chase (1993) untuk menetang pendapatnya yang menganggap Day Care akan berdampak buruk pada anak. Meski begitu, Belsky tetap didukung oleh studi yang dilakukan oleh Vandell dan Corasaniti (1988).

51

Page 52: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Karena adanya beragam pro—kontra yang terjadi, maka Jerome Kagan, Kearsley, dan Zelazo (1978) mengadakan program percontohan yaitu dengan membangun sebuah Day Care yang terdiri dari seorang dokter anak, seorang direktur pengelola, dan disertai setiap pengasuh yang maksimal menjaga tiga bayi, tak ketinggalan pula ada beberapa asisten pengasuh. Edward Zigler (1987) pun memberi solusi yang berisi tentang sekolah yang bukan sekedar sebuah lembaga, melainkan tempat dimana terjadi kegiatan belajar-mengajar dan juga menjadi tempat pengasuhan dan pengawasan anak yang kompeten.

AttachmentKeterikatan (attachment) merupakan suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan

pengasuhnya. Menurut Freud, bayi akan makin dekat dengan orang atau barang yang memberikan kepuasan oral pada bayi. Hal ini dibantah oleh Harlow dan Zimmerman (1959) yang melakukan penelitian menggunakan bayi monyet serta para ‘ibu’ dari kawat dan handuk. Dalam penelitian tersebut, menunjukan bahwa bayi monyet cenderung ‘terikat’ dengan ‘ibu handuk’ yang memberinya kenyamanan daripada dengan ‘ibu kawat’ yang memberinya makanan. Secara tak langsung, penelitian ini menyebutkan bahwa elemen penting dalam proses keterikatan bukanlah memberi makan, melainkan kenyamanan kontak.

Konrad Lorenz pun mengeluarkan pendapat (1965) bahwa periode awal kelahiran hingga batas waktu tertentu merupakan saat-saat terjalinnya keakraban dan keteringkatan yang sangat penting pada bayi (pada bayi angsa adalah 36 jam pertama, sedangkan pada manusia adalah setahun pertama). Erik H. Erikson pun mendukung pernyataan Lorenz (1968) bahwa tahun pertama kehidupan manusia ialah kerangka waktu kunci bagi perkembangan keterikatan, karena pada masa itu, manusia mengembangkan tahap Trust vs Mistrust. Erikson pun yakin bahwa orang tua yang tanggap dapat membangun Trust pada bayinya. Penekanan pentingnya keterikatan pada tahun pertama kehidupan dan juga pentingnya sikap tanggap orang tua yang mengasuh bayinya juga dijabarkan oleh psikiater Inggris, John Bowlby (1969,1989). Bowlby meyakini adanya keterikatan secara naluriah antara ibu dan bayinya. Sang bayi pun melakukan usaha-usaha untuk mempertahankan kedekatannya dengan sang ibunda.

Menurut Stayton (1973), para ibu yang menunjukan ‘keterikatan yang tidak aman’ cenderung bereaksi menurut keinginan pribadi, bukan karena isyarat dari sang bayi. Para ibu itu akan memeluk bayi yang menangis bila mereka ingin memeluk bayi itu, tapi akan mengabaikan tangisan bayi di waktu lain. Ibu yang kurang responsif, seperti itu, selama tahun pertama akan mengembangkan keterikatan yang tidak aman antara dia dan bayinya.Clarke dan Stewart (1973) pun mendukung pendapat Stayton. Menurut mereka, para ibu yang memiliki ikatan aman dengan bayinya, lebih bersifat responsif terhadap kebutuhan sang bayi, memberi stimulus sosial yang lebih banyak dengan mengajak sang bayi bercakap-cakap atau bermain bersama. Dan para ibu tersebut pun mengungkapkan rasa sayang dengan lebih baik.

Mary Ainsworth (1979) yang juga sepaham dengan Stayton mengajukan tiga tipe keterikatan utama, yaitu tipe A (cemas-menghindar atau anxious-avoidant), tipe B (keterikatan aman), dan tipe C (cemas-menolak atau anxious-resistant).Adapun keterikatan yang terjadi setelah kontak dini secara langsung orang tua dan bayi setelah proses persalinan, yang lebih dikenal dengan istilah Bounding Attachment.

52

Page 53: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Menurut Brazelton (1978), bounding merupakan suatu ketertarikan mutualisme pertama antar individu, misalnya antara orang tua dan anak, saat pertama kali mereka bertemu. Attachment adalah suatu perasaan menyayangi atau loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain.

Sedangkan menurut Nelson & May (1996), attachment merupakan ikatan antara individu meliputi pencurahan perhatian serta adanya hubungan emosi dan fisik yang akrab.Menurut Klaus, Kenell (1992), bounding attachment bersifat unik, spesifik, dan bertahan lama. Mereka juga menambahkan bahwa ikatan orangtua terhadap anaknya dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu dan tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat. Bagian penting dari ikatan ini ialah perkenalan.Menurut Saxton & Pelikan (1996), bounding adalah suatu langkah untuk mengunkapkan perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir. Sedangkan, attachment adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu.Pra kondisi, sebelum membentuk bounding attachment, yang mempengaruhi sebuah ikatan oleh Mercer (1996), yaitu :

Kesehatan emosional orang tua. Sistem dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup, teman, dan keluarga. Suatu tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan dalam memberi asuhan yang

kompeten. Kedekatan orang tua dengan bayi. Kecocokan orang tua—bayi (termasuk keadaan, temperamen, dan jenis kelamin).

Tahap-Tahap pada Bounding Attachment : Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara,

dan mengamati sang bayi segera setelah persalinan. Bounding (keterikatan). Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain.

Elemen-Elemen yang terdapat dalam Bounding Attachment:

a. Sentuhan. Sentuhan, atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai sarana untuk mengenali bayi yang baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. Penelitian telah menemukan suatu pola sentuhan yang hampir sama yakni pengasuh memulai eksplorasi jari tangan ke bagian kepala dan tungkai kaki. Tidak lama kemudian pengasuh memakai telapak tangannya untuk mengelus badan bayi & akhirnya memeluk dengan tangannya (Rubin, 1963; Klaus, Kennell, 1982, Tulman, 1985). Gerakan ini dipakai untuk menenangkan bayi.

b. Kontak mata. Ketika bayi baru lahir, dia telah mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata. Orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya (Klaus, Kennell, 1982).

53

Page 54: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

c. Suara. Saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan sang bayi juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Sedangkan bayi akan menjadi tenang dan berpaling ke arah orang tua mereka saat orang tua mereka berbicara dengan suara bernada tinggi yang bahagia.

d. Aroma. Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dan bayi ialah respon terhadap bau tubuh masing-masing. Para ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik (Porter, Cernoch, Perry, 1983). Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya (stainto, 1985).

e. Hiburan. Bayi yang baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan nada pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seakan sedang menari mengikuti nada suara orang tuanya. Saat anak mulai berbicara, akan muncul kesenangan tersendiri sehingga orang tua akan merasa terhibur dengan irama yang muncul saat sang anak mengeluarkan kata-kata. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.

f. Bioritme. Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu ketika bayi mulai mengembangkan perilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar.

g. Kontak dini. Saat ini, belum ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan orang tua—anak. Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini, di antaranya: Kadar oksitosin dan prolaktin dalam tubuh ibu meningkat. Reflek menghisap pada bayi dilakukan dini. Pembentukkan kekebalan aktif pada bayi dimulai. Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak.

h. Stimulasi hormonal. Dampak positif yang dapat diperoleh dari bounding attachment: Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap social Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasiHambatan yang terjadi dalam Bounding Attachment : Kurangnya support system Ibu dengan resiko Bayi dengan resiko Kehadiran bayi yang tidak diinginkan

4. Perkembangan nilai, moral, dan sikap

54

Page 55: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

a. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, Sikap serta Pengaruh terhadap Tingkah Laku. Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal.

b. Keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan berwujud tingkah laku.

c. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja.Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat, yakni: tingkat prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat post-konvensional.

Tingkat I Prakonvensional Stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman Stadium 2, Berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Relativisme ini artinya

bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Mereka bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi.

Tingkat II : Konvensional Stadium 3, orientasi mengenai anak yang baik, anak memperlihatkan orientasi

perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.

Tingkat III : Pasca - Konvensional Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan

lingkungan sosial, hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.

Stadium 6. Tahap ini disebut prinsip universal, pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif. Ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikapDi dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peranan penting, yang sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang sesuai. Para sosiolog berangapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.

55

Page 56: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget.

e. Perbedaan individual dalam perkembangan nilai, moral, dan sikapPenngertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pengertian mengenal aspek moral pada anak-anak lebih besar, lebih lentur dan nisbi. Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional. Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan yang mempengaruhi perkembangan moral, terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anak-anak dan ini mempengaruhi tempo perkembangan moral. Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sabagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.

f. Upaya mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja. Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dalam masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah:

a. Menciptakan KomunikasiDalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok.

b. Mencitakan Iklim Lingkungan yang Serasi Usaha pengembangan tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana faktor-faktor lingkungan itu sendiri, merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai tersebut. Lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan guru. Lingkungan yang lebih banyak bersifat mengaja, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih

56

Page 57: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.

5. Pola-pola perkembangan afektif pada manusia Erik H. Erikson mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintesis dari

tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Erikson mengemukakan teori perkembangan afektif yang terdiri atas 8 tahap:

a. Trust Vs Mistrus atau kepercayaan dasar (0 -1 tahun)Bayi yang kebutuhanya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, slalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baknya, diajak main dan bicara, akan tumbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadkan tempat ia menggantungkan nasibnya. Jika pemeliharaan bayi itu tidak sebagaimana mestinya maka sebaliknya akan timbul rasa penolakan dan ketidakpercayaan pada orang sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat perkebangan selanjutnya.

b. Autonomy Vs Shame and doubt atau otonomi (1 – 3 tahun)Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada tahap ini bukan hanya berrjalan, tetapi juga memanjat, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan dan lain-lainya. Anak sangat bangga dengan kemampuanya ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendiri hal-hal yang sesuai dengan kemampuanya menurut langkah dan waktunya sendiri. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar den selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakan sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada nak itu rasa malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlau melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anaknya, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan pada anak itu. Jika anak anak meninggalkan fase ini, ia akan mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomy pada masa remaja dan masa dewasanya.

c. Initiatives Vs Guilt / Inisiatif (3 - 5 tahun)Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya.inisiatif anak akan lebih terdorong dan terpuruk bila orang tua memberi respon yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melakukan kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan buka hanya bereaksi atau meniru anak-anak lain. Dimensi sosial pada tahap ini mempunya dua ujung yaitu initive dan guilt.

d. Industry Vs Inferiority / Produktivitas (6 – 11tahun)Anak mulai berpikir deduktif, belajar dan bermain menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakanya samapai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan mencakup lembaga-lembaga lain yang mempunyai peranan yang penting dalam perekembangan inividu. Pengalaman-pengalamn sekolah mempengaruhi industry dan inferiority ank.

57

Page 58: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

e. Identity Vs Role Confusion atau Identitas (12 – 18tahun)Pada fase ini anak menuju kematang fisik dan mental. A mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebgai akibat perubahan-perubahan tubuhnya. Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain, ia berpikir pula apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Ia mulai mengerti tentang keluarga ideal, agama dan masyarakat. Pada masa ini remaja harus dapat mengintegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya misal sebagai anak, pelajar, anggota osis dan sebaginya menjadi satu kesatuan sehingga menunjukan kontinuitas dengan masa lalu dan sikap menghadapi masa datang.

f. Intimacy Vs Isolation / Keakraban (19 – 25 tahun)Yang dimaksud intimacy oleh Erikson selain hubungan suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan perhatian pada orang lain. Jika intimacy tidak terdapat diantara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagi rasa dan saling memperhatikan.

g. Generavity Vs Self Absorption / Generasi Berikut (25 - 45 tahun)Generavity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan genrasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi itu hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai generavity bearti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanya memutuskan perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadi.

h. Integrity Vs Despair / Integritas (45 tahun ke atas)Pada fase ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan-cucu-cucu. Integrity timbul dari kemapuan individu untuk melihat kembali kehidupan yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikanya adalah despair, yaitu keadaan dimana individu yang melihat kembali dan meninjau kembali kehidupanya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah.

E. Rangkuman

58

Dalam tiga domian pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, emosi menjadi komponen afektif. Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak sekaligus. Emosi diklasifikasi menjadi dua yaitu, afektifitas positif (antusiasme, kegembiraan, kesabaran, dan ketenangan) dan afektifitas negatif (kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan). Sedangkan, yang dinamakan dengan

Page 59: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

F. Soal-soal Latihan1. Jelaskan pengertian perkembangan afektif peserta didik.2. Deskripsikanlah karakteristik perkembangan emosi.3. Kemukakanlah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi.4. Susunlah scenario implementasi perkembangan afektif dalam dalam proses

pembelajaran di sekolah menengah.

Daftar Buku RujukanAtkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi

I, edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga.http://www.akbidypsdmi.net//

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak I, edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. 1983. Life—Span Development : Perkembangan Masa Hidup I, edisi kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Pokok Bahasan 9Perkembangan Moral

A. Standard Kompetensi

Memahami hakikat dan perkembangan moral peserta didik pada semua jenjang pendidikan serta implementasi dalam proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

B. Kompetensi Dasar1. Memahami pengertian perkembangan.2. Memahami hokum-hukum perkembangan moral.3. Memahami teori-teori perkembangan moral.4. Memahami tahapan perkembangan moral.

59

Page 60: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

5. Memahami kedudukan perkembangan moral peserta didik dalam proses pembelajaran.

C. Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu:1. Medeskripsikan pengertian perkembangan.2. Medeskripsikan hukum-hukum perkembangan moral.3. Medeskripsikan teori-teori perkembangan moral.4. Medeskripsikan tahapan perkembangan moral.5. Medeskripsikan kedudukan perkembangan moral peserta didik dalam proses

pembelajaran.

D. Uraian Materi

1. PendahuluanKata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan.  Kata mos jika

akan dijadikan kata keterangan atau kata sifat lalu mendapat perubahan dan belakangannnya, sehingga membiasakan menjadi “morris” kepada kebiasaan moral dan lain-lain dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan moral dan lain-lain, dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan itu, yang semula berbunyi moralis.  Kata   sifat tidak akan berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari selalu dihubungkan dengan barang lain.  Begitu pula kata moralis dalam dunia ilmu lalu dihubungkan  dengan scientia dan berbunyi scientis moralis,  atau philosophia moralis.  Karena biasanya orag-orang telah mengetahui bahwa pemakaian selalu berhubungan deangan kata-kata yang mempunyai arti ilmu.  Maka untuk mudahnya disingkat jadi moral.

Perkata diartikan dengan ajaran kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Dengan demikian moral dapat diartikan ajaran kesusilaan.  Moralitas berarti hal mengenai kesusialaan. Sedang, etika merupakan suatu ilmu yang membicarakan tentang perilaku manusia, perbuatan manusia yang baik dan yang buruk.  (Ethics the study and phylosophy of human conduct with emphasis  on the determination of right and wrong one of the normative sciences) Menurut hukum etika sesuatu perbuatan itu dinilai pada 3 tingkat:

semasa belum lahir, perbuatan masih berupa rencana dalam kata hati; niat sesudahnya sudah berupa perbuatan nyata = pekerti akibat atau hasil dari perbuatan itu = baik atau tidak baik

Cara pencapaian niat atau karsa itu sendiri ada bermacam-macam, yakni: Tujuannya baik tetapi cara mencapainya tidak baik. Cara ini menggambarkan adanya

sesuatu kekerasan, masalah tujuan, tidak perlu dibicarakan lagi karena sudah jelas baik yang dinilai sekarang ialah cara mencapainya.

Tujuannya tidak baik, cara mencapainya kelihatannya baik, akan tetapi tergambar bahwa cara yang ditempuh itu tidak fair, tidak sehat tetapi, licik, diliputi oleh kepalsuan dan penipuan.

60

Page 61: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Tujuannya baik cara mencapainya juga baik.

2. Teori-teori Perkembangan MoralTeori Piaget 

Dalam bukunya The moral judgement of  the Child (1923) Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih tinggi.  Pertanyaan yang melatar belakangi pengamatan Piaget adalah bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan.  Ia mendekati pertanyaan itu dari dua sudut.  Pertama  kesadaran akan peraturan (sejauh mana peraturan dianggap sebagai pembatasan) dan kedua, pelaksanaan dari peraturan itu.  Piaget mengamati anak-anak bermain kelereng, suatu permainan yang lazim dilakukan oleh anak-anak diseluruh dunia dan permainan itu jarang diajarkan secara formal oleh orang dewasa.  Dengan demikian permainan itu mempunyai  peraturan yang jarang atau malah tidak sama sekali ada campur tangan orang dewasa.  Dan melalui perkembangan umur maka orientasi perkembangan itupun berkembang dari sikap heteronom (bahwasannya peraturan itu berasal dari diri orang lain) menjadi otonom 9 dari dalam diri sendiri.  Pada tahap heteronom anak-anak menggangap bahwa peraturan yang diberlakukan dan berasal dari bukan dirinya merupakan sesuatu yang patut dipatuhi, dihormati, diikuti dan ditaati oleh pemain.  Pada tahap otonom, anak-anak  beranggapan bahwa perauran-peraturan merupakan hasil kesepakatan bersama antara para pemain. Anak-anak pada usia paling muda hingga umur 2 tahun  melakukan aktivitas bermain dengan apa adanya, tanpa aturan dan tanpa ada hal yang patut untuk mereka patuhi.  Mereka adalah motor activity tanpa dipimpin oleh pikiran.  Pada tahap ini merepa belum menyadari adanya peraturan yang koersif, atau bersifat memaksa dan harus di taati.  Dalam pelaksanaannya peraturan kegiatan anak-anak pada umur itu  merupakan motor activiy.

Anak-anak pada umur antara 2 sampai 6 tahun mereka telah mulai memperhatikan dan bahkan meniru  cara bermain anak-anak yang lebih besar dari mereka.  Pada tahap ini anak-anak telah mulai menyadari adanya peraturan dan ketaatan yang telah dibuat dari luar dirinya dan harus ditaati dan tidak boleh diganggu gugat.  Pada tahap ini anak-anak cenderung bersikap egosentris, mereka akan memandang  “sangat salah” apabila aturan yang telah ada di ubah dan dilanggar.  Dan ia meniru apa yang dilihatnya semata-mata demi untuk dirinya sendiri, tidak tahu bahwa bermain adalah aktivitas yang dilakukan dengan anak-anak lainnya.  Sehingga meskipun bermain dilakukan secara bersama sama namun sebenarnya mereka bermain secara individu, sendiri-sendiri dengan melakukan pola dan cara yang mereka yakini sendiri.  Pelaksanaan yang bersifat egosentris merupakan tahap peralihan dari tahap yang individualistis murni ke tahap permainan yang bersifat social.

Anak pada usia 7-10 tahun beralih dari kesenangan yang semata-mata psikomotor kepada kesenangan yang didapatkan dari persaingan dengan kawan main dengan mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dan disetujui bersama.  Walaupun sebenarnya tidak faham akan peraturan sampai hal yang paling kecil namun keinginan untuk bekerja sama dengan kawan bermain amatlah besar.  Anak ingin memahami peraturan dan bermain dengan setiap mengikuti peraturan itu.  Pada tahap ini sifat heteronom berangsur menjadi  otonom.

61

Page 62: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Pada usia 11 sampai 12 tahun kemampuan anak untuk berfikir abstrak mulai berkembang.  Pada umur umur itu, kodifikasi ( penentuan) peraturan sudah dianggap perlu.  Kadang-kadang mereka lebih asyik tertarik pada soal-soal peraturan daripada menjalankan permainannya sendiri. Teori Kohlberg

Teori Piaget kemudian menjadi inspirasi bagi Kohlberg.  Hal yang menjadi kajian Kohlberg adalah tertumpu pada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu sendiri. Melalui penelitian yang dilakukannya selama 14 tahun. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.

Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan. Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.

a.  Taraf Pra-KonvensionalPada taraf ini anak telah memiliki sifat responsif terhadap peraturan dan cap baik

dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis (berdasarkan dengan enak dan tidak enak, suka dan tidak suka)  kalau jahat dihukum kalau baik diberi hadiah.  Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Anak pada usia ini juga menafsirkan baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi, orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. 

Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.

1) Orientasi kepatuhan dan hukuman (punishment and obedience orientation).  Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

2) Orientasi minat pribadi (Instrument-relativist orientation). 

62

Page 63: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain.  Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar.  Tahap ini berprinsip apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Perhatian kepada orang lain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

b.  Conventional level (taraf konvensional)Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang

di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

3) Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation)

Dalam tahap tiga ini dapat dikatakan sebagai sikap anak baik. Seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Tingkah laku yang lebih baik adalah tingkah laku yang membuat senang orang lain atau yang menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan  mereka.  Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus berlaku “manis”.  Orang berusaha membuat dirinya wajar  seperti pada umumnya orang lain bertingkah laku.  Intensi tingkah laku walaupun kadang-kadang berbeda dari pelaksanaanya sudah diperhitungkan, misalnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang hampir mati dianggap berintensi baik.

4) Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (law and order orientation)Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan

konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam

63

Page 64: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka secara ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik. Otoritas peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban social dijunjung tinggi dalam tahap ini.  Tingkah laku disebut benar, bila orang melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban social.

c.  Post-Conventional level (taraf sesudah konvensional)Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari

tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.

Pada taraf ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan entah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana.  Tahapannya adalah:

5) Orientasi kontrak sosial (Social contract orientation)Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan yang penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut. Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam tahap ini orang mengartikan benar-salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu  dan norma-norma  yang sudah teruji di masyarakat.  Disadari bahwa nilai-nilai bersiat relative, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu consensus bersama. 

6) Prinsip etika universal (Principled conscience)Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan, juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama. Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil, seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena

64

Page 65: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar bisa mencapai tahap enam ini. Benar salahnya tindakan ditentukan oleh keputusan suara nurani hati.  Sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dianut oleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat abstrak.  Pada intinya prinsip etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat (nilai) manusia sebagai pribadi.

Dalam proses perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya seperti itu berlaku dalil berikut:

a. Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya.b. Perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir dari tahap yang lebih dari

dua tahap di atasnya.c. Seseorang secara kognitif tertarik pada cara berfikir dari satu tahap diatas tahapnya

sendiri.  Anak dari 2 tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3.  Berdasarkan inilah kohlber percaya bahwa moral reasoning dapat dan mungkin diperkembangkan.

d. Perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu diequilibrium kognitif pada diri si anak didik.  Sesorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif sehinga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya.  Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada perkembangan.

Contoh dilema moral yang digunakanKohlberg menyusun Wawancara Keputusan Moral dalam disertasi aslinya di tahun 1958. Selama kurang lebih 45 menit dalam wawancara semi-terstruktur yang direkam, pewawancara menggunakan dilema-dilema moral untuk menentukan penalaran moral tahapan mana yang digunakan partisipan. Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang menggambarkan situasi yang mengharuskan seseorang membuat keputusan moral. Partisipan tersebut diberi serangkaian pertanyaan terbuka yang sistematis, seperti apa yang mereka pikir tentang tindakan yang seharusnya dilakukan, juga justifikasi seperti mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah. Pemberian skor dilakukan terhadap bentuk dan struktur dari jawaban-jawaban tersebut dan bukan pada isinya; melalui serangkaian dilema moral diperoleh skor secara keseluruhan.

Dilema HeinzDilema apoteker: Heinz Mencuri Obat di Eropa.

Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal untuk meminjam uang, tapi ia cuma

65

Page 66: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

memperoleh $1.000, setengah dari harga obat seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan: “Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu.” Heinz menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.

Analisis dilema ApotekerHaruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri obat bagi isterinya? Mengapa? Dari sudut pandang teoretis, apa yang menurut partisipan perlu dilakukan oleh Heinz tidaklah penting. Teori Kohlberg berpendapat bahwa justifikasi yang diberikan oleh partisipanlah yang signifikan, bentuk dari respon mereka. Salah satu kritik terhadap teori Kohlberg adalah bahwa teori tersebut terlalu menekankan pada keadilan dan mengabaikan norma yang lainnya. Konsekuensinya, teori itu tidak akan menilai secara adekuat orang yang menggunakan aspek moral lainnya dalam bertindak. Carol Gilligan berargumentasi bahwa teori Kohlberg terlalu androsentrik Teori Kohlberg semula dikembangkan berdasarkan penelitian empiris yang menggunakan hanya partisipan lelaki; Giligan berargumentasi bahwa hal tersebut membuat tidak adekuatnya teori itu dalam menggambarkan pandangan seorang perempuan. Walaupun penelitian secara umum telah menemukan tidak adanya perbedaan pola yang signifikan antar jenis kelamin, teori perkembangan moral dari Gilligan tidak memusatkan perhatiannya pada norma keadilan. Ia mengembangkan teori penalaran moral alternatif berdasarkan norma perhatian. Psikolog lain mempertanyakan asumsi bahwa tindakan moral dicapai terutama oleh penalaran formal. Salah satu kelompok yang berpandangan demikian, social intuitionists, mengemukakan bahwa orang sering membuat keputusan moral tanpa mempertimbangkan nilai-nilai seperti keadilan, hukum, hak asasi manusia, dan norma etika yang abstrak. Berdasarkan hal ini, argumen yang telah dianalisis oleh Kohlberg dan psikolog rasionalist lainnya dapat dianggap hanya merupakan rasionalisasi dari keputusan intuitif.

Teori psikoanalisa a. Perkembangan moral adalah proses internalisasi norma norma masyarakat dan

kematangan organic biologicb. Seseorang telah mengembangkan aspek moral bila telah menginternalisasikan aturan

aturan atau kaidah kaidah kehidupan di dalam masyarakat dan dapat mengaktualisasikan dalam perilaku yang terus menerus atau dengan kata lain telah menetap

c. menurut teori psikoanalisa perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma norma masyarakat dan sebagai kematangan dari sudut organic biologic.

Teori psikologi belajarPerkembangan moral dipandang sebagai hasil rangkaian stimulus respons yang

dipelajari oleh anak, antara lain berupa hukuman dan hadiah yang sering dialami oleh anak. Konsep teori psikoanalisa dan psikologi belajar tentang proses perkembangan moral adalah bahwa seseorang telah mengalami perkembangan moral apabila ia memperlihatkan adanya

66

Page 67: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

perilaku yang sesuai dengan aturan aturan yang ada didalam masyarakatnya. dengan kata lain perkembangan moral berkorelasi dengan kemampuan penyesuaian diri individu

Perkembangan moral pada remaja

Masa remaja adalah periode di mana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial dan ssebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik, pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik sangat besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau

67

Page 68: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

Bagaimana tahap perkembangan moral dan sikap remaja

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku tahap-tahap perkembangan moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tingkat Pra Konvensional

Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas

Tahap 2: Orientasi Relativis-instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma

68

Page 69: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :

Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”

Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.

Tahap 4: Orientasi hukuman dan ketertiban

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.

3. Tingkat Pasca-Konvensional

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:

Tahap 5: Orientasi kontrak sosial Legalitas

Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.

Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret.

Tahap perkembangan remaja biasanya terbagi atas 3 tahap, berdasarkan atas ruang lingkup gerak dari remaja tersebut.tahap-tahapnya:

69

Page 70: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

1. baik, jika mereka berada pada lingkungan yang dpenuhi oleh kasih sayang, serta perhatian yang cukup sampai usia 22 tahun.

2. buruk, jika mereka berada dilingkungan yang sama sekalih berbeda dengan yang selama ini mereka jalani.umumnya anak yang broken home.

3. tiada perkembangan, ini terjadi jika anak tersebut sama sekalih tidak melakukan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sekitar mereka.

UMUMNYA REMAJA CENDERUNG BERSIKAP ACUH, KURANG RESPEK TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEBANYAKAN DARI MEREKA CENDERUNG BERFIKIR BAHWA URUSAN MEREKA LEBIH PENTING DARI SETIAP URUSAN YANG LAINNYA.

E. Rangkuman

F. Soal-soal Latihan1. Jelaskanlah pengertian perkembangan.2. Deskripsikanlah hukum-hukum perkembangan moral.3. Kemukakanlah dua teori perkembangan moral.4. Deskripsikanlah tahapan perkembangan moral.5. Deskripsikanlah kedudukan perkembangan moral peserta didik dalam proses

pembelajaran.

Daftar RujukanBurhanuddin. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral.  Penerbit Rineka Cipta ISBN :

979-518-761-9 Tahun terbit 1997

70

Teori-teori Perkembangan Moral menurut Piaget bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Dalam

Page 71: Isi Bahan Ajar Peserta Didik

Fraenkel, J.R. How to teach about values: An analytic approach. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice zHall Inc, 1977.

Frazier, A. 1980. Values, Curriculum, and the Elementary School. Boston: Houghton Mifflin Company.

Frondizi, R. 2001. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

71