Upload
ottiara-febriannisa-akbariah
View
56
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
REFERAT ANAK CIBINONG
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin >5 mg/dL dan secara klinis tampak
pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.
Lebih dari 85% neonatus cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama
kehidupan disebabkan keadaan ini. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada
neonatus kurang bulan.
Bilirubin berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen. Pada neonatus,
hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses konjugasi bilirubin tidak terjadi secara
maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi bilirubin tak terkonjugasi didalam
darah yang mengakibatkan neonatus terlihat bewarna kuning pada sklera dan kulit Bilirubin
dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk danbilirubin indirek. Bilirubin direk
larut dalam air dan dapat dikeluarkan melaluiurin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut
dalam air dan terikat pada albumin.Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan
indirek.
Pada kebanyakan neonatus baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa neonatus, terjadi peningkatan
bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan menyebabkan
kematian dan bila neonatus tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan
menimbulkan sekuele nerologis. Dengan demikian, setiap neonatus yang mengalami kuning
harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau
patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi
hiperbilirubinemia berat
Tujuan utama dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapatmenbimbulkan kernikterus atau
ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung dari hiperbilirubinemia pada
neonatus.
1 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
BAB II
HIPERBILIRUBINEMIA
Definisi
Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total >5 mg/dL (86
μmol/L). Hiperbilirubinemia tampak sebagai ikterus, yaitu warna kuning pada kulit dan
mukosa yang disebabkan karena deposisi produk akhir katabolisme heme. Hiperbilirubinemia
merupakan kejadian yang sering dijumpai pada minggu-minggu pertama setelah lahir.
Hiperbilirubinemia neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah
Kernikterus telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan pewarnaan kuning
pada basal ganglia neonatus yang meninggal akibat hiperbilirubinemia berat. Sejak tahun
1950 hingga 1970, terjadi peningkatan insiden penyakit Rhesus hemolitik dan kernikterus
sehingga pediatrisian menjadi lebih agresif dalam penatalaksanaan ikterus. Meskipun
demikian, beberapa faktor telah merubah manajemen penatalaksanaan ikterus.
Klasifikasi
a. Ikterus fisiologis
Adalah ikterus yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir di minggu pertama
kehidupannya, transiet, murni disebabkan oleh peningkatan bilirubin tak terkonyugasi akibat
proses fisiologis pada neonates. Proses tersebut antara lain karena penurunan level glukoronil
transferase, tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90
hari), belum matangnya fungsi hepar. Jika ikterus fisiologis, maka harus:
1. Tidak muncul pada hari pertama
2. Total bilirubin serum yang naik harus < 5 mg/dL dengan puncak < 12,9 mg/dL
pada hari ke 3 – 4 untuk bayi aterm dan < 15 mg/dL pada hari ke 5 – 7 untuk bayi
prematur
3. Bilirubin terkonjugasi harus < 2 mg/dL
4. Ikterus tidak menetap > 1 minggu pada bayi aterm dan > 2 minggu bagi bayi
prematur
2 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
b. Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
3. Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam
4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek,
penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan
Epidemiologi
Hiperbilirubinemia terjadi pada hampir setiap bayi baru lahir yang mengalami tingkat
serum bilirubin tak terkonjugasi lebih dari 30mmol /L (1,8 mg/dl) selama minggu pertama
kehidupan. Insidens hiperbilirubinemia di Indonesia pada bayi baru lahir di beberapa RS
pendidikan antara lain RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi bervariasi dari
13,7% hingga 85%.
Insiden hiperbilirubinemia di dunia dipengaruhi oleh berbagai etnisitas dan kondisi
geografis. Insiden lebih tinggi terjadi pada orang asia timur dan indian amerika disbanding
orang kulit hitam. Orang Yunani yang hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi
daripada yang keturunan yunani yang tinggal di luar yunani.
Etiologi
1. Peningkatan produksi bilirubin melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya :
Hemolisis yang meningkat misalnya inkompabilitas darah fetomaternal (Rh dan
ABO)
Peningkatan jumlah hemoglobin polistemia (twin to twin sindrom).
Defisiensi enzim kongenital (G6PD,piruvat kinase)
2.Gangguan konjugasi dan transportasi
Defisiensi albumin dan UDPGt
malnutrisi, obat-obatan (aspirin, sulfadiazin), hipoksia menggangu ikatan protein.
Criggler-Najjar Syndrome
Hipotiroidisme, imaturitas hepar, hipoglikemia.
Defisiensi ligandin (protein Y, glutation S-transferase B)
anoksia/ hipoksia
3 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
3. Gangguan ekskresi
Obstruksi pada hepar. Misalnya, hepatitis, toksoplasmosis dan sifilis yang menghasilkan
toksin yang langsung menyerang hati, anomali kongenital.
Obstruksi pada saluran empedu. Misalnya, batu saluran empedu.
Peningkatan siklus enterohepatik
Penurunan asupan enteral, stenosis pilorik, ileus mekonium,atresia/stenosis usus,
Hirschprung Disease
Patofisiologi
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi.
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel
hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk
pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.
Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan,
diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya
dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini
merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam
sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat
dan bersifat nontoksik.
Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang
bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat
4 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula
melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:
Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )
Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )
Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole )
Penicilin ( propicilin, cloxacillin )
lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:
1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
2) Bilirubin bebas
3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein y), mungkin juga dengan protein ikatan
sitosilik lainnya
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl
transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin
monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul
5 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi
berikutnya.
Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada
dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika
dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase
yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati
untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus cukup
bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar 80 % bilirubin
yang diproduksi tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi memproduksi bilirubin lebih besar
per kilogram berat badan karena massa eritrosit lebih besar dan umur eritrositnya lebih
pendek.
6 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya kelebihan
bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau kerusakan duktus
biliaris, yang kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi dan ekskresi bilirubin. Di pihak
lain, gangguan ekskresi bilirubin dapat menggangu ambilan dan transpor bilirubin. Selain itu,
kerusakan hepatoseluler memperpendek umur eritrosit, sehngga menmbah hiperbilirubinemia
dan gangguan proses ambilan bilirubin olah hepatosit.
Mekanisme hiperbilirubinemia dan ikterus
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi
oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam
empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang
pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.
1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan
penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering
disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus
hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada animea sel sabit), sel
darah merah abnormal (sterositosis herediter), anti body dalam serum (Rh atau autoimun),
pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan
peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh
peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia,
anemia persuisiosa, porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar
bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern
Ikterus.
2. Gangguan pengambilan bilirubin
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati
dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima.
Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan
7 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ),
nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan
Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus
Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan
gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di
temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai
cacat konjugasi bilirubin.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi
pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus
Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase.
Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar
minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak
terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati
maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini
dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan
fototerapi.
Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau (gelombang yang
panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini
menyebabkan perubahan struktural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang
larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di
konjugasi terlebih dahulu. Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas glukororil
transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini.
4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional
maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin
terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen
kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe
8 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam
empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh
hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau
tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan
bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis
dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra
hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan
niokimia yang sama.
Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :
a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan
umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas
golongan darah dan Rh), defek sel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis,
polisetemia, sekuester darah, infeksi)
b. Penurunan konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek congenital yang jarang)
c. Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian ASI
yang terlambat, obstruksi saluran cerna.
d. Kegagalan eksresi cairan empede : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom
kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik)
9 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Diagnosis
Anamnesis
1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intra uterin, infeksi intranatal)
2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4. Riwayat inkompatibilitas darah
5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa
Pemeriksaan Fisik
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau
1000mikro mol/L (1mg/dl = 17,1 mikro mol/L).
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang
kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan
jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis
dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut
Klasifikasi hiperbilirubinemia
10 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk
menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini
hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada
kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab
ikterus
antara lain :
• Golongan darah dan ‘Coombs test’
• Darah lengkap dan hapusan darah
• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
• Bilirubin direk
Penatalaksanaan
Strategi Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.
11 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Penggunaan Farmakoterapi
a) Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang berat
dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan
tindakan transfusi tukar.
b) Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin serta
dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin sehingga konjugasi bilirubin
berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan
hiperbilirubenemia pada neonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin
serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi
cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan
sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan
pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa
pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu
paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.
c) Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.
d) Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat
menurunkan kadar bilirubin serum.
e) Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein holdolisat
dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan yang
mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi
berkurang dibandingkan dengan bayi contro
Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh
seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi –
bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang
dibandingkan bayi – bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai
melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari
penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan
ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa
metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa
12 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-
foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh
bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi
fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk
molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan
berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan.
Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa
diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan
pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah
bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam
mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui
proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini
mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum dan lumirubin diekskresikan melalui
empedu dan urin.Lumirubin bersifat larut dalam air.
Mekanisme fototerapi.
Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus
kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi.
13 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur
pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai
dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP)
Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan
suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut
frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum
dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing
masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Sinar biru lebih baik dalam
menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar
hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan
tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin
tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum.Intensitas sinar,
yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar
diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36 Intensitas sinar ≥ 30
μW/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi.
Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 – 40 μW/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk
fototerapi standard adalah 30 – 50 μW/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan
lebih besar pula efikasinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh
neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh.
Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada
bayi.
Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan
menggunakan sinar halogen.Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan
terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi
berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus
diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.
14 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan.
Usia ( jam ) Pertimbangan
terapi sinar
Terapi sinar Transfusi
tukar
Transfusi tukar
dan terapi sinar
25-48 >12mg/dl
(>200 µmol/L)
>15 mg/dl
( >250 µmol/L)
>20 mg/dl
(>340 µmol/L)
>25 mg/dl
(425 µmol/L)
49-72 >15mg/dl
(>250 µmol/L)
>18 mg/dl
(>300µmol/L)
>25mg/dl
(425 µmol/L)
>30 mg/dl
(510µmol/L)
>72 >17 mg/dl
(>290 µmol/L)
>20mg/dl
(>340µmol/L
>25mg/dl
(>425 µmol/L)
>30mg/dl
(>510 µmol/L)
Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Sakit ( >37 minggu )
Neontaus kurang bulan
sehat :Kadar Total Bilirubin
Serum (mg/dl)
Neontaus kurang bulan
sakit :Kadar Total Bilirubin
Serum (mg/dl)
Berat Terapi sinar Transfusi
tukar
Terapi sinar Transfusi
tukar
Hingga 1000 g 5-7 10 4-6 8-10
1001-1500 g 7-10 10-15 6-8 10-12
1501-2000 g 10 17 8-10 15
>2000 g 10-12 18 10 17
Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar
bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.
Di dalam penggunaan terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak
memperlihatkan hal yang dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik
komplikasi segera ataupun efek lanjut yang terlihat selama ini bersifat sementara yang dapat
dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang
telah dijelaskan diatas.
15 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :
1. Peningkatan “insensible water loss” pada bayi
Hal ini terutama akan terlihat pada bayi yang kurnag bulan. Oh dkk (1972) melaporkan
kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari keadaan biasa. Untuk hal ini
pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar perlu diperhatikan dengan sebaiknya.
2. Frekuensi defekasi yang meningkat
Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara lain dikemukankan karena
meningkatnya peristaltik usus (Windorfer dkk, 1975). Bakken (1976) mengemukakan
bahwa diare yang terjadi akibat efek sekunder yang terjadi pada pembentukan enzim
lactase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar
laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare. Teori ini masih belum dapat
dipertentangkan (Chung dkk, 1976)
3. Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut “flea bite rash” di daerah muka, badan dan
ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada beberapa bayi
dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome (Kopelman dkk, 1976).
Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar.
Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi proses tumbuh
kembang bayi.
4. Gangguan retina
Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan (Noel dkk 1966). Penelitain
Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi mata pada
umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih diteruskan.
5. Gangguan pertumbuhan
Pada binatang percobaan ditemukan gangguan pertumbuhan (Ballowics 1970). Lucey
(1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat menemukan gangguan tumbuh
kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun demikian hendaknya
pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat selama waktu yang
diperlukan.
6. Kenaikan suhu
Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan kenaikan suhu,
Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang
dipergunakan.
16 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
7. Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang
ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan menghilang
dengan sendirinya.
8. Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah
kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.
Tranfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan
berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan
isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan
antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan
memperbaiki anemia.
Teknik Transfusi Tukar
a. SIMPLE DOUBLE VOLUME
Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena
saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
b. ISOVOLUMETRIC
Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan
dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION
Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.
17 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Pelaksanaan tranfusi tukar:
1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,
pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.
2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan
pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga
sterilitasnya.
3. Persiapan Alat.
a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
b. Lampu pemanas dan alat monitor
c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
d.Masker, tutup kepala dan gaun steril
e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
f. Set tranfusi 2 buah
g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
i. Selang pembuangan
j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis
k.Meja tindakan
Indikasi
Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi tukar
pada hiperbilirubinemia.
.
18 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum berdasarkan keputusan WHO
Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risiko
Hari mg/dL mg/Dl
Hari ke-1 15 13
Hari ke-2 25 15
Hari ke-3 30 20
Hari ke-4 dan
Seterusnya
30 20
Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan (gram) KaKadar Bilirubin (mg/dL)
> 1000 10-12
1000-1500 12-15
1500-2000 15-18
2000-2500 18-20
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
Perforasi pembuluh darah
Komplikasi tranfusi tukar
19 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
1) Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
2) Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
3) Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
4) Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
5) Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
6) Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
Perawatan pasca tranfusi tukar
Lanjutkan dengan terapi sinar
Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi
Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:
a) Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis
dari orang tua penderita
b) Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera
dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya
c) Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres
dengan NaCl fisiologis
d) Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin
e) Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik,
Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan
darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya
serta kultur darah
f) Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar
g) Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label
darah)
BAB III
20 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
KESIMPULAN
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau
usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang
dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi
kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir
dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi
yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya
akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan
saluran empedu, dan lain-lain. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam
darah >13 mg/dL.
Mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital, memberikan
substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, melakukan dekomposoisis bilirubin
dengan fototerapi dan tranfusi tukar. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin
dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra- dan pasca –tranfusi tukar.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh
neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.
DAFTAR PUSTAKA
21 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A
1. Pedoman diagnosis dan terapi SMF Ilmu Kesehatan anak edisi III. 2008. Hal 17-21. RS
Umum Dr. Sutomo : Surabaya.
2. Buku ajar neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi pertama 2008. Hal 147-168.
FKUI : Jakarta
3. Price, Sylvia M.Wilson Lorraine. Patofisiologi kedokteran. l994. EGC : Jakarta.
4. Diagnosis dan tatalaksana penyakit anak dengan gejala kuning Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007. FKUI : Jakarta.
5. Behrmand Kliegelman. Nelson Essential of Pediatrics,hal 592-98. Edisi 17. 2006. EGC:
Jakarta
6. Buku kuliah ilmu kesehatan anak FKUI. Edisi 3. 1985 Hal 1101-10. FKUI: Jakarta.
7. Murray Robert K, MD.PhD, 2001, Biokimia Harper ( Eds.25), EGC: Jakarta
8. Pedoman diagnosis dan terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi III FK Unpad RSHS 2005. Hal
102-8. FK Unpad : Bandung.
9. Diakses pada www.smallcrab.com/anak-anak/535-mengenal-ikterus-neonatorum.
10. Bagchi A. phototherapy. Philadelphia: Lippincott Williams and Wikins, 2002. Hal 373-
80. Philadelphia
11. William Wilkins. Cahaya dan optika intisari fisika. 1996. Hal 141-45. Jakarta.
12. Diakses dari www.emedicine.com/view article/551363/2.
22 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A