Upload
diwa-perkasa
View
1.005
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan yg bikin gw berdarah-darah
Citation preview
I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Oseanografi merupakan bidang ilmu yang memaparkan kondisi lautan
yang secara umum menjelaskan aspek utama laut mulai dari gambaran dasar laut,
sifat dasar fisika dan kimia air laut serta dinamika pergerakan massa air laut
seperti arus (sirkulasi massa air), gelombang dan pasang surut serta proses biologi
dan produktivitas yang terjadi di laut. Secara spesifikasi empat bidang utama
oseanografi adalah geologi, biologi, kimia dan fisika.
Parameter utama dalam oseanografi umum antara lain parameter fisika
(suhu, arus, gelombang, dan pasang surut), dan parameter kimia (salinitas, dan
oksigen terlarut). Parameter tersebut merupakan penentu karakteristik lautan yang
paling utama dimana suhu mencerminkan kondisi cuaca dan iklim pada perbedaan
penerimaan intensitas cahaya matahari di darat maupun di laut, arus menentukan
kondisi pergerakan massa air di lautan, gelombang menentukan arah angin dan
kecepatannya di laut, pasang surut menentukan tipe berdasarkan gaya gravitasi
bulan dan letak lintang, salinitas menentukan kadar garam dan mineral-mineral
dari proses sedimentasi pada wilayah tersebut, serta DO (oksigen terlarut)
menentukan bagaimana kadar oksigen pada daerah tersebut.
Lokasi yang digunakan untuk mengambil sampel dari parameter fisika dan
kimia yaitu Teluk Palabuhan Ratu. Teluk Palabuhan Ratu dengan koordinat 6°59'
LS dan 106°33' BT terletak 60 km arah selatan dari kota Sukabumi merupakan
kawasan yang terletak di pesisir selatan Jawa Barat, di Samudra Hindia beriklim
tropis dan berada pada laut lepas yang langsung berhadapan dengan samudera
sehingga diharapkan tanpa adanya penghalang untuk menentukan parameter-
parameter yang akan diukur.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 1
1.2 Tujuan
Kegiatan Fieldtrip ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum dan
karakteristik perairan Teluk Palabuhan Ratu, mengetahui karakteristik parameter
oseanografi di Teluk Palabuhan Ratu melalui parameter fisika dan kimia, dan
dapat menerapkan ilmu oseanografi di lapang berdasarkan parameter-parameter
tertentu.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Posisi Stasiun
Perairan Teluk Palabuhan Ratu terletak pada posisi geografis 6057’-7007’
LS dan 106022’-106023’ BT dengan panjang pantai lebih kurang 105 km. Perairan
tersebut merupakan perairan pantai selatan Jawa Barat yang memiliki hubungan
dengan Samudera Hindia. Sistem sungai yang bermuara di perairan tersebut ada
tujuh buah yaitu sungai Cimandiri dan sungai Cibareno yang tergolong sungai
besar serta sungai Cimaja, sungai CiPalabuhan, sungai Cidadap, sungai Cibutun,
dan sungai Ciletuh yang tergolong sungai kecil.
2.2. Parameter Fisika
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh
proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan proses metabolisme tejadi
hanya dalam kisaran tertentu. Di laut suhu berpengaruh secara langsung pada laju
proses fotosintesis dan proses fisiologi hewan (derajat metabolisme dan siklus
reproduksi) yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan
pertumbuhannya.
Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap wilayah menyebabkan
perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis lintang. Selain panas
matahari, faktor lain yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah arus
permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama
sekitar estuaria sepanjang garis pantai (Hela dan Laevastu 1970).
Selain oleh faktor di atas suhu permukaan laut juga dipengaruhi oleh
kondisi meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara dan kecepatan angin oleh karenanya suhu permukaan biasanya mengikuti
pola musiman. Seperti contoh pada saat musim pancaroba, angin biasanya lemah
dan permukaan laut akan tenang sehingga proses pemanasan di permukaan terjadi
sangat kuat. Akibatnya pada musim pancaroba suhu lapisan
permukaan mencapai maksimum (Nontji 2001).
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 3
Perubahan suhu juga dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan
stratifikasi massa air dan hal itu dapat mempengaruhi distribusi. Ikan biasanya
memilih suhu optimum untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme
dan penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu perairan fluktuasi suhu dan
perubahan geografis merupakan faktor penting yang menentukan konsentrasi dan
pengelompokan ikan.
Menurut Soegiarto dan Birowo (1975), suhu permukaan di perairan
Indonesia berkisar antara 28-300C dan di daerah upwelling suhunya dapat turun
mencapai 250C dan secara horizontal suhu permukaan laut di perairan Indonesia
memiliki variasi tahunan yang rendah, namun variasi tersebut masih menunjukkan
perubahan musiman. Perubahan ini dipengaruhi oleh posisi matahari dan
pengaruh massa air di daerah lintang tinggi.
Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
menduga keberadaan organisme dalam suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini
karena sebagaian besar organisme bersifat poikiloterm. Tinggi rendahnya suhu
permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi matahari.
Perubahan intensitas cahaya akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu air laut
baik secara horizontal, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Suhu berpengaruh
terhadap tingkah laku ikan, mempunyai kisaran tertentu untuk melakukan
pemijahan bahkan dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula (Gunarso
1985).
Lawalata (1977), diacu dalam Olii (2003). Menurut Sidjabat (1978),
menyatakan bahwa suhu perairan merupakan suatu faktor lingkungan yang paling
mudah dipelajari dari faktor-faktor lainnya, sebab suhu merupakan suatu petunjuk
yang berguna dari perubahan kondisi lingkungan, suhu air laut, terutama lapisan
permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang intensitasnya senantiasa
berubah terhadap waktu, sehingga suhu air laut akan seiring dengan perubahan
intensitas penyinaran matahari tersebut. Perubahan suhu ini dapat terjadi secara:
(1) harian, (2) musiman, (3) tahunan, dan (4) jangka panjang. Selanjutnya Sidjabat
(1978) mengatakan bahwa jika suatu perairan yang homogen dan tenang dipanasi
oleh matahari, distribusi suhu secara vertikal akan menurun eksponensial ke
bawah. Apalagi jika tidak ada gangguan pada perairan ini, keadaan perairan akan
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 4
selalu stabil karena lapisan yang paling atas yang lebih panas akan lebih rendah
densitasnya dari pada lapisan bawah. Ikan dapat mendeteksi perubahan suhu
meskipun lebih kecil dari 0,10C.
2.2.2. Arus
Arus laut atau sea current adalah gerakan massa air laut dari satu tempat
ke tempat lain baik secara vertikal maupun secara horizontal (Sudomo 2005).
Adapun fungsi dari arus diantaranya berpengaruh pada gerakan plankton; untuk
olahraga selancar, dayung, diving, dan lomba perahu layar; serta untuk informasi
tentang gerakan air laut sangat diperlukan bagi para petani yang bergerak di
bidang pertanian laut.
Terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah perbedaan
densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan
faktor eksternal yaitu gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh gaya
coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin ( Gross
1990).
Jenis-jenis arus dibedakan menjadi dua bagian yaitu berdasarkan penyebab
terjadinya dan berdasarkan kedalaman. Arus berdasarkan penyebab terjadinya
diantaranya arus ekman, arus termohalin, arus pasut, arus geostropik, dan wind
driven current. Sedangkan arus berdasarkan kedalaman diantaranya arus
permukaan dan arus dalam (Hutabarat 2008).
2.2.3. Gelombang
Secara umum definisi gelombang adalah getaran yang merambat. Namun
dalam definisi khusus tentang kelautan, gelombang adalah suatu peristiwa naik
turunnya permukaan air laut secara periodik. Gelombang yang terdapat di laut
memiliki besar dan ukuran yang bervariasi serta biasanya juga dipengaruhi oleh
hembusan angin. Jika ditinjau dari pengaruh hembusan angin, terdapat tiga faktor
yang menentukan besar dan kecilnya gelombang, yaitu jarak tempuh angin,
lamanya hembusan, dan kuatnya hembusan. Bentang air terbuka yang dilalui oleh
angin biasa dikenal dengan jarak tempuh angin. Sedangkan lamanya hembusan
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 5
yaitu waktu yang menandakan terjadinya gelombang yang disebabkan oleh angin.
Semakin kuat hembusan angin yang menyebabkan terjadi gelombang maka
semakin besar pula gelombang yang ditimbulkan (Hutabarat 1986).
Gelombang memiliki tiga unsur penting yakni panjang, tinggi dan periode
(King,A.H, 1983). Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak
dan lembah. Sedangkan periode gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh
dua puncak yang berurutan untuk melalui satu titik. Ukuran besar kecilnya
gelombang umumnya ditentukan berdasarkan tinggi gelombang. Antara panjang
gelombang dengan tinggi gelombang tidak terdapat suatu hubungan yang pasti.
Akan tetapi gelombang yang mempunyai panjang yang jauh akan mempunyai
kemungkinan mencapai gelombang yang tinggi pula.
Pada hakikatnya, gelombang yang terbentuk oleh hembusan angin akan
merambat lebih jauh dari daerah yang menimbulkan angin tersebut. Hal ini yang
menyebabkan daerah di pantai selatan Pulau Jawa, khususnya Palabuhan Ratu
memiliki gelombang yang besar meskipun angin setempat tidak begitu besar.
Gelombang besar yang datang itu bisa merupakan gelombang kiriman yang
berasal dari badai yang terjadi jauh di bagian selatan Samudera Hindia.
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak
lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang
laut disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke
perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita
sebut sebagai gelombang. Menurut Suhendar (2004), gelombang terjadi karena
beberapa sebab, antara lain:
a. Karena angin
Gelombang terjadi karena adanya gesekan angin di permukaan, oleh
karena itu arah gelombang sesuai dengan arah angin.
b. Karena menabrak pantai
Gelombang yang sampai ke pantai akan terjadi hempasan dan pecah. Air
yang pecah itu akan terjadi arus balik dan membentuk gelombang, oleh karena itu
arahnya akan berlawanan dengan arah datangnya gelombang.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 6
c. Karena gempa bumi
Gelombang laut terjadi karena adanya gempa di dasar laut. Gempa terjadi
karena adanya gunung laut yang meletus atau adanya getaran/pergeseran kulit
bumi di dasar laut. Gelombang yang ditimbulkan biasanya besar dan disebut
dengan gelombang “tsunami”. Contoh ketika Gunung Krakatau meletus 1883,
menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang banyak menimbulkan kerugian.
Gelombang terdiri dari beberapa bagian yaitu amplitudo, puncak, palung,
tinggi dan panjang gelombang. Puncak adalah titik atas tertinggi gelombang, dan
palung berupa titik terendah gelombang. Amplitudo yaitu simpangan terbesar
yang dicapai oleh gelombang. Tinggi gelombang merupakan setengah jarak antara
puncak dan palung gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak yang
dibuat oleh gelombang untuk menghasilkan satu gelombang yang terdiri dari satu
puncak dan satu palung. Selain itu terdapat istilah komponen gelombang terkait
waktu, yaitu frekuensi dan periode. Periode adalah waktu yang dibutuhkan oleh
gelombang untuk menempuh jarak satu gelombang (terdiri dari satu puncak dan
sastu palung). Frekuensi yaitu banyaknya gelombang yang terbentuk dalam satu
detik. Frekuensi dan periode mempunyai hubungan yang berbanding terbalik
(Oktavinta 2009).
Gambar 2.1. Komponen-komponen gelombang
Sumber : Oktavinta (2009)
Nike (2010) mengemukakan bahwa gelombang di pantai selatan Laut
Jawa cukup besar karena sedikitnya karang pemecah gelombang yang datang dari
Samudera Hindia. Ketinggian gelombang di pantai selatan laut Jawa sesuai
pantuan mulai berkisar 2 meter hingga 2,5 meter. Karakteristik demikian
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 7
terkadang disukai oleh wisatawan karena ketinggian gelombang tersebut ideal
untuk olahraga surfing.
2.2.4. Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik
turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa
terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut
Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan
karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap
jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan
dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang
surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya
tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang
surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari (Priyana 1994).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan
teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap
matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis
adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan
gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat
mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat,
bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut
yang berlainan (Wyrtki 1961).
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap
bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 8
menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar
dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil
dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan
air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu
yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang
berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan
kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya
tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang
lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut
selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana 1994).
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit
pasang surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.
Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang
dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa
2. Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan
melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan
jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) merupakan pasut yang hanya
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di
Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama
dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide,
PrevailingDiurnal) merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua
kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di
Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 9
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing
Semi Diurnal) merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di
Pantai Selatan Jawa secara khusus di teluk Palabuhan Ratu.
2.3. Parameter Kimia
2.3.1. Salinitas
Salinitas merupakan jumlah garam dalam gram yang terdapat dalam satu
kilogram air laut, jika semua karbonat telah diubah ke oksidanya, bromium dan
yodium sudah diubah jadi khlor maka semua unsur organik sudah teroksidasi.
Salinitas memiliki peranan yang penting di lautan dalam kehidupan organisme
dan bersama suhu dan tekanan mempengaruhi densitas air laut, selanjutnya
perbedaan densitas akan menyebabkan suatu sirkulasi massa air (termohalin).
Kadar garam merupakan ciri pembeda antara ekosistem air tawar dan air asin.
Menurut Holiday (1967) dalam Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005), salinitas
mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan,
disamping faktor lingkungan maupun faktor genetik spesies ikan tersebut.
Menurut Ilahude (1997) salinitas maksimum pada perairan tropis atau
teluk Palabuhan Ratu dijumpai pada Musim peralihan Barat-Timur yaitu berkisar
antara 28.0 ‰ – 32.5 ‰ serta pada Musim peralihan Timur-Barat berkisar antara
28.0 ‰ – 32 ‰ dan salinitas minimum di perairan Teluk Palabuhan Ratu yang
berkisar antara 25.0 ‰ – 32.5 ‰ terjadi pada Musim Barat dengan kisaran 29.0
‰ – 32.0 ‰. Salinitas air di permukaan laut terbuka bervariasi antara 33-37 ‰
dengan rata-rata 35 ‰, perbedaan salinitas ini terjadi karena perbedaan antara
penguapan dan presipitasi.
Sebaran salinitas air laut secara vertikal meningkat seiring bertambahnya
kedalaman. Secara umum sebaran vertikal salinitas dibagi menjadi 3 lapisan
yaitu: 1) Lapisan tercampur dengan ketebalan 50-100 m dengan salinitas hampir
homogen; 2) Lapisan haloklin, yaitu lapisan dengan perubahan salinitas yang
besar dengan bertambahnya kedalaman. 3) Lapisan di bawah lapisan haloklin
dengan salinitas relatif sama pada kedalaman 600-1000 m dimana lapisan
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 10
tersebut dengan tegas menunjukan nilai salinitas maksimum. Distribusi
horizontal salinitas dari pantai ke laut yaitu salinitas semakin meningkat kearah
laut lepas, dimana pengaruh runoff dari daratan maikin kecil (Sverdrup et al,
2006).
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi salinitas di lautan adalah
evaporasi, presipitasi, pola sirkulasi air, limpasan air dari daratan (run off) dan
proses pencairan (melting) maupun pembekuan (freezing) es. Sebaran salinitas
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah
hujan, dan aliran sungai (Nontji 2007). Menurut Duxbury (1993), mengatakan
bahwa salinitas permukaan laut tergantung pada perbedaan antara evaporasi dan
presipitasi.
2.3.2. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut (Salmin 2000).
Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya
proses difusi antara udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan
bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena
proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak
digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.
Peningkatan suhu sebesar 1 oC akan meningkatkan konsumsi oksigen
sekitar 10% (Effendi 2003). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan
anorganik dpaat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai titik nol
(anaerob). Hubungan antara kadar oksigen terlarut dan suhu adalah semakin tinggi
suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain
juga akan berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga kadar oksigen di
laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Effendi
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 11
2003). Pengaruh suhu terhadap oksigen sama dengan pengaruh suhu terhadap gas
pada umumya dimana semakin tinggi suhu maka semakin rendah kadar
oksigennya (Lesmana 2005).
Oksigen jenuh akan tercapai jika kadar oksigen yang terlarut di perairan
sama dengan kadar oksigen yang terlarut secara teoritis. Kadar oksigen tidak
jenuh terjadi jika kadar oksigen yang terlarut lebih kecil daripada kadar oksigen
secara teoritis. Kadar oksigen yang melebihi nilai jenuh disebut lewat jenuh
(super saturation). Kejenuhan oksigen di perairan dinyatakan dalam bentuk
persen saturasi (Effendi 2003). Pada kondisi jenih tersebut, tidak ada oksigen
yang mengalami difusi dari udara ke dalam air dan sebaliknya (Effendi 2003).
Odum (1971) menyatakan bahwa kecepatan difusi oksigen dari udara,
tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakkan
massa air dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Pada perairan
danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak
terdapat pada mintakat epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan
banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak
dihasilkan dari aktivitas fotosintesis tumbuhan air. Ikan dan organisme akuatik
lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan oksigen
sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi antar-organisme. Keberadaan logam
berat yang berlebihan di perairan mempengaruhi sistem respirasi akuatik,
sehingga pada kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan
konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Effendi 2003).
Proses respirasi oksigen diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik
oleh mikroorganisme. Faktor yang mempengaruhi oksidasi bahan organik yaitu
suhu, pH, pasokan oksigen. Setiap kenaikan suhu 10 oC akan meningkatkan proses
dekomposisi dan konsumsi oksigen akan menjadi dua kali lipat. Proses
dekomposisi bahan organik akan berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral
dan alkalis. Proses dekomposisi secara aerob memerlukan oksigen secara terus
menerus. Kadar oksigen yang rendah pada perairan akan membahayakan
organisme akuatik karena akan meningkatkan toksisitas. Kadar oksigen terlarut
yang kurang dari 4 ppm akan kurang menguntungkan bagi organisme akuatik,
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 12
sedangkan kadar oksigen terlarut yang kurang dari 2 ppm akan menyebabkan
kematian organisme akuatik (Effendi 2003).
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 13
III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Pengamatan
Praktikum Oseanografi kali ini dilaksanakan di sekitar wilayah Palabuhan
Ratu. Wilayahnya dibagi menjadi tiga wilayah pengamatan. Wilayah pertama
pengamatan dilakukan di sekitar pelabuhan perikanan untuk melakukan
gelombang pasang surut. Wilayah kedua dilakukan pengamatan di pantai
Palabuhan Ratu untuk melakukan pengamatan gelombang, kemiringan pantai dan
parameter lainnya. Wilayah yang terakhir dilakukan di lepas pantai dengan
menaiki kapal untuk melakukan pengamatan melalui beberapa parameter. Khusus
untuk pengamatan pasang surut dilakukan sejak tanggal 26 November pada pukul
00.00 WIB hingga 27 November pukul 00.00 per 15 menit. Selebihnya praktikan
melakukan pengamatan sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB pada
tanggal 26-27 November 2011.
3.2. Alat dan Bahan
Tabel 3.1. Tabel dan alat
Paramater Alat/Metode
PosisiPeta, pensil, penggaris, metode baringan, dan GPS
Fisika
- SuhuTermometer, botol Vandorn, dan CTD
- Arus Floating Droadge, currentmeter
- Gelombang (Sudut Refraksi)View Box, plastik transparan, papan ukur
- Pasang Surut Papan berskala
Kimia
- SalinitasRefraktrometer, botol Vandorn, dan CTD
- Oksigen Terlarut Metode winkler, botol Vandorn
3.3. Metode Kerja
3.3.1. Penentuan Posisi
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 14
Penentuan posisi dapat dilakukan melalui 2 cara. Pertama dengan
mengunakan GPS dan menggunakan kompas bidik. Penentuan dengan GPS agar
dapat mengetahui posisi baik lintang ataupun bujur suatu lokasi harus terhubung
minimal 3 atau lebih buah satelit agar data yang diterima lebih akurat.
Gunakan GPS pada saat kapal berhenti di stasiun yang telah ditentukan.
Kemudian lihat koordinat yang ditunjukan oleh GPS dan catat. GPS dapat
digunakan tergantung keinginan pemakai atau user. GPS dapat juga menunjukan
jejak trip yang dilakukan. Namun praktikum kali ini GPS digunakan sebagai alat
penunjuk posisi. Prinsip dasar GPS yang digunakan pada saat praktikum di
Palabuhan Ratu adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 GPS
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 15
(Sumber :
http://2.bp.blogspot.com/-z_1hQd7S-co/Ti7lCYPlJ-I/AAAAAAAAATg/BqKIeHi_9I4/
s200/854498.gif)
Kompas bidik adalah kompas yang biasa digunakan oleh militer, pramuka,
dan pengembara. Kompas ini mudah mendapatkannya, harganya pun relatif
murah, juga penggunaannya cukup sederhana serta lengkap.
Pengukuran arah dengan menggunakan kompas bidik pada praktikum kali
ini dengan cara mengarahkan bidikan kompas menuju Bukit Gedogan dan Bukit
Jayanti sebagai patokan. Kompas bidik diarahkan kepada objek yang ingin dituju.
Kemudian perhatikan nilai arah yang ditunjukan oleh kopas bidik tersebut dengan
melihat kaca pembesar yang tertera di depan kompas. Lalu hasil arah yang
ditunjukan oleh kompas dapat menunjukan posisi stasiun dengan menggunakan
metode baringan yamng memakai blue print peta yang telah disediakan. Tarik
garis sehingga terdapat perpotongan garis. Bandingkan hasil koordinat setelah
dilakukan perhitungan pada peta sebelumnya dengan koordinat yang ditunjukan
oleh GPS. Berikut adalah diagram alir penentuan posisi dengan mengunakan
metode baringan:
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 16
Gambar 3.2. Kompas bidik
(Sumber : http://guslatmipaunnes.files.wordpress.com/2010/01/kompasb.jpg?w=139&h=116)
Setelah semua metode dilakukan bandingkan hasil yang diperoleh antara
metode GPS dan baringan. Tentunya metode GPS merupakan metode yang lebih
akurat dibandingkan dengan metode baringan.
3.3.2. Suhu
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur suhu dari atas kapal.
Cara pertama dengan menggunakan Vandorn yang digunakan untuk mengambil
sampel air, lalu dari sampel tersebut diukur suhunya dengan menggunakan
termometer. Kemudian cara kedua dengan menggunakan CTD yang dicelupkan
menuju perairan dengan kedalaman antara 0-30 meter juga. Berikut adalah cara
menggunakannya:
1) Setting CTD berdasarkan waktu dan kedalaman
2) Pilih waktu (time reader)
3) Nyalakan CTD (on) untuk pengambilan data
4) Masukkan CTD berdasarkan kedalaman tertentu dan catat waktu
penurunan
5) Pengambilan data cukup, angkat CTD dan catat waktu penaikkan ke
permukaan
6) Catat nilai salinitas dan ulangi sebanyak 3 kali, lalu matikan CTD (off)
7) Transfer data ke komputer melalui interface dengan software Alec
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 17
Gambar 3.3. CTD Gambar 3.4. Temometer
(Sumber : http://www.jamstec.go.jp/scdc/docs/muroto/ctd.jpg dan http://4.bp.blogspot.com/-
JWygwNK7rjA/TZpe3xnQZkI/AAAAAAAAAAQ/qCkgKAwHO8M/s200/lab-thermometer.jpg)
3.3.3. Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu floating
droadge dan currentmeter. Floating Droadge digunakan bersama stopwath.
Floating droadge diikat dengan menggunakan tali sepanjang 2,5 meter lalu
dihanyutkan menuju perairan laut di stasiun yang telah ditentukan. Pada saat
dijatuhkan stopwatch diaktifkan dan perhatikan. Pada dasarnya floating droadge
akan terbawa oleh aliran arus. Biarkan floating Droadge terbawa arus hingga tali
menegang dan tekan tombol stop pada stopwatch. Sehingga dapat didapat
kecepatan arus dari hasil jarak tempuh dibagi dengan waktu.
Teknik selanjutnya dengan menggunakan currentmeter. Currentmeter
digunakan untuk melihat kecepatan arus juga dengan cara ditenggelamkan pada
kedalaman tertentu dan secara otomatis akan mengirim data kecepatan arus
langsung ke komputer yang terhubung dengan currentmeter.
Gambar 3.5. Currentmeter
(Sumber : http://www.rajinstruments.com/images/Current%20Meter.jpg)
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 18
3.3.4. Gelombang
Pengukuran gelombang dilakukan di pantai dengan menggunakan view
box. Pengukuran parameter gelombang dapat dilakukan secara visual maupun
dengan instrumen. Pengukuran secara visual biasanya hanya dapat dilakukan pada
kondisi sesaat, biasanya alat yang digunakan adalah View Box (sudut refraksi),
papan berskala (tinggi gelombang) dan stop watch untuk pengukuran periode
gelombang. Pengukuran parameter gelombang dengan instrumen wave gauge
yang didasarkan pada perubahan tekanan pada kolom air yang nantinya akan
dikonversi menjadi parameter tinggi dan periode gelombang. Manfaat
mempelajari gelombang adalah dalam perencanaan wilayah pantai (pelabuhan dan
bangunan pantai lainnya), pariwisata (surfing), sumber energi alternatif, dan untuk
budidaya perikanan (rumput laut).
Bagian yang diukur adalah sebagai berikut :
a. Tinggi gelombang
Tinggi gelombang diukur dengan menggunakan papan berskala. Praktikan
mengukur gelombang berdasarkan skala yang ada pada papan berskala tersebut.
Pada saat sebelum pecah, gelombang diukur puncak tertinggi dan puncak terendah
untuk mendapatkan tinggi satu gelombang. Lakukan ulangan sebanyak 10 kali.
b. Periode gelombang
Periode gelombang diukur dengan cara menentukan posisi di pantai.
Praktikan berada disisi pantai dengan membawa stopwatch dan bertugas
memberikan kode pada saat gelombang 1 dan gelombang 2 datang. Pada saat
gelombang 1 datang nyalakan stopwatch dan pada saat gelombang 2 datang
matikan stopwatch kemudian catat waktu yang dibutuhkan pada saat gelombang
1datang sampai gelombang 2 datang.
c. Refraksi gelombang
Persiapkan view box dengan posisi sejajar dengan garis pantai. Lihat
gelombang yang datang dalam view box dan amati pada saat gelombang tersebut
pecah kemudian perhatikan arah gelombang tersebut menuju pantai. Gambar
hasil pengamatan tersebut pada kertas transparan dan ukur sudut yang dibentuk
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 19
pada saat gelombang tersebut pecah dan arah gelombang tersebut menuju
kepantai. Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali.
3.3.5. Pasang Surut
Pengukuran parameter pasang surut menggunakan papan pasang surut
yang ditancapkan di perairan Palabuhan Ratu. Pengamatan dimulai pada saat
Jumat pukul 15.00 WIB hingga hari Minggu pukul 15.00 WIB. Pengamatan data
dilakukan setiap 15 menit selama rentang waktu yang telah dijelaskan
sebelumnya. Pencatatan data pasut dilakukan berdasarkan amplitudo tertinggi dan
terendah gelombang air laut pada saat menyentuh papan pasut. Sehingga
dhasilkan rata-rata amplitudo gelombang pasut dari kedua data tersebut.
Gambar 3.6. Papan pasang surut
(Sumber : http://dhamadharma.files.wordpress.com/2010/10/12.jpg?w=408&h=408)
3.3.6. Salinitas
Pengukuran kadar salinitas pada perairan laut dapat diukur dengan
menggunakan refraktometer. Pengukuran salinitas dengan menggunakan
refraktometer dilakukan di atas kapal pada satasiun yang ditentukan. Praktikan
mengambil contoh perairan pada saat di atas kapal dengan mengunakan botol
Vandorn yang digunakan untuk mengambil sampel air. Lalu contoh air tesebut
dioleskan pada salah satu ujung refraktometer yang dikhususkan untuk mengamati
kadar salinitasnya. Sebelumnya lapisan pada refraktometer tersebut dicuci dengan
menggunakan akuades agar bersih dari komponen lainnya yang dapat mengubah
kadar salinitasnya. Setelah dioleskan, arahkan alat tersebut menuju sumber cahaya
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 20
agar dapat terlihat jelas dan lihat dengan cara meneropong salah satu sisinya.
Sehingga terdapat nilai yang segaris dengan skala nilainya pada sebelah kanan
skala yang terlihat. Itu adalah kadar salinitas suatu perairan yang diamati.
Gambar 3.7. Refraktometer
(Sumber : http://img.enaa.com/oddelki/conrad/
assets/product_images/refraktometer_rf10_CO122381.jpg)
3.3.7. Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) menggunakan metode Winkler
yang dilakukan di atas kapal dengan mengunakan botol Vandorn dan metode
titrasi Winkler. Awalnya praktikan harus mengambil contoh perairan dengan botol
Vandorn yang sudah ditenggelamkan. Berdasarkan contoh air yang didapat dari
botol Vandorn akan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode
titrasi dengan Winkler. Menurut Alaerts dan Santika (1987), tahapan metode
Winkler adalah sebagai berikut:
1. Air sampel dimasukkan ke dalam botol Winkler 125 ml, dengan syarat pada
pengambilan sampel tidak ada udara yang masuk.
2. Air dalam botol Winkler ditambah larutan MnCl2 sebanyak 0,5 ml dan larutan
KOH/KI sebanyak 0,5 ml. Larutan dikocok kemudian dibiarkan sehingga
terbentuk lapisan heterogen yaitu dibagian atas bening dan dibagian bawah
berupa endapan berwarna coklat (apabila tidak mengandung oksigen endapan
berwarna putih).
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 21
3. Air dalam botol Winkler direaksikan dengan H2SO4 sebanyak 0,5ml
kemudian dikocok sehingga endapan di dalamnya menjadi larut dan terbentuk
cairan kekuningan dibiarkan selama 10 menit.
4. Air dalam botol diambil 100 ml ditampung pada tabung Erlenmeyer dan
ditambah amilum 11 tetes lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sehingga
warna kuning yang berasal dari campuran awal menjadi bening.
5. Metode Winkler ini dilakukan dua kali untuk mendapatkan nilai rata-ratanya.
Gambar 3.8. Vandorn
(Sumber : http://ecoenvironmental.com.au/files/Van-Dorn-Sampler.jpg)
3.3.8. Kemiringan Pantai
Kemiringan pantai diukur dengan menggunakan water pass, kayu
reng serta penggaris. Tentukan terlebih dahulu batas vegetasi terakhir
sebagai stasiun pengamatan. Gunakan kayu reng dengan ukuran 100 cm .
Letakkan waterpass pada sumbu X dan lakukan pergerakan pada kayu
reng 100 cm hingga dapat mengkondisikan waterpass yang sejajar. Ukur
perubahan tinggi pada kondisi awal dengan pada saat waterpass berada
pada keadaan yang sejajar. Lakukan pada tiga vegetasi terakhir yang ada
dipantai.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Arus
Arus dianalisis melalui metode Floating Droadge dan
Currenmeter. Kecepatan arus dengan menggunakan metode Floating
Droadge dapat dihitung melalui:
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 22
V= St
Ket: V = kecepatan arus (m/s)
S = jarak tempuh Folating Droadge (m)
T = waktu tempuh Folating Droadge (s)
3.4.2. Gelombang
Pengukuran refraksi gelombang dihitung dengan menggunakan
rumus:
α=arctanyx
Ket : α = sudut refraksi gelombang
y = jarak garis yang terbentuk secara vertikal (cm)
x = jarak garis yang terbentuk secara horizontal (cm)
3.4.3. Pasang Surut
Pengukuran pasang surut yang dilakukan di Palabuhan Ratu
dihitung dengan menggunakan rumu sebagai berikut:
MSL ¿∑i=1
P
χi
p
; MLW ¿∑
i≤ MSL
P
χi
∑data
; MHW ¿∑
i>MSL
P
χi
∑data
Ket : MSL (Mean Sea Level) = Nilai rata-rata kondisi muka air
MLW (Mean Low Water) = Nilai rata-rata muka air terendah
MHW (Mean High Water) = Nilai rata-rata muka air tertinggi
3.4.4. Oksigen Terlarut
Kadar oksigen terlarut dapat diketahui dengan mengunakan metode
titrasi winkler. Awalnya sampel air diambil dengan menggunakan botol
Vandorn. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
DO ( ppm)=Vol .tiosulfat x Normalitas tiosulfat x 8000
Vol . sampel xVol .botol DO−Vol . pereaksi
Vol . botol DO
Ket : DO = Kandungan Oksigen terlarut
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 23
Vt = Volume Tiosulfat (jumlah tetes titrasi x 0,05)
Nt = Normalitas Tiosulfat = 0.0125
Vs = Volume air sampel (50 ml)
Vb = Volume botol BOD (125 ml)
Vpel = Volume pereaksi (2 ml)
3.4.5. Kemiringan Pantai
Pengukuran kemiringan pantai dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
α=arctanyx
Ket : α = sudut refraksi gelombang
y = jarak garis yang terbentuk secara vertikal (cm)
x = jarak garis yang terbentuk secara horizontal (cm)
Tinggi Gelombang :
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 24
Tinggi gelombang = Panjang gelombang atas – panjang gelombang bawah.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Posisi Stasiun
Secara administratif Palabuhan Ratu merupakan bagian dari
wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang terletak pada koordinat
1060 22’00’’BT–106033’00’’BT dan 6057’00’’LS-7007’00’’LS. Topografi
Kawasan Palabuhan Ratu sangat variatif dengan daratan yang datar,
perbukitan, daerah perairan sungai, dan pesisir teluk mulai dari yang
berpantai landai hingga curam.
Menurut Nontji (1987), teluk Palabuhan Ratu dikelilingi oleh
pegunungan yang diikuti oleh dataran pantai dan selanjutnya pantai terjal
yang berkelanjutan di bawah laut, sementara topografi dasar laut atau
batimetri perairan Teluk Palabuhan Ratu adalah tipe perairan dangkal
sampai jarak 300 m dari garis pantai yaitu mempunyai kedalaman antara 3
– 4 m (perairan/muara) sampai lebih dari 200 m.
Pada pengamatan data posisi stasiun digunakan metode baringan
sekaligus GPS untuk mengetahui posisi stasiun. Metode baringan
dilakukan dengan menggunakan Bukit Gadogan dan Bukit Jayanti sebagai
patokan. Arah Bukit Gadogan dan Bukit Jayanti dari stasiun 1 yang
diperoleh dari kompas bidik masing-masing 60 59’ 53,98” LS dan 1060 32’
6” BT. Sementara itu, koordinat stasiun 1 menurut GPS adalah 60 59’
180” LS dan 1060 32’ 32,8” BT. Sementara itu, Metode baringan
dilakukan dengan menggunakan Bukit Gadogan dan Bukit Jayanti sebagai
patokan. Arah Bukit Gadogan dan Bukit Jayanti dari stasiun 1 yang
diperoleh dari kompas bidik masing-masing 70 0’ 10” LS dan 1060 31’
35” BT koordinat stasiun 3 menurut GPS adalah 70 0’ 12.1” LS dan 1060
30’ 50.7” BT.
Tabel 4.1. Posisi stasiun pengamatan
Kelompok (Stasiun)
Baringan GPS0LS 0BT 0LS 0BT
I (Gedogan) 60 59’ 53,98” 1060 32’ 6” 60 59’ 180” 1060 32’ 32.8”III (Jayanti) 70 0’ 10” 1060 31’ 35” 70 0’ 12.1” 1060 30’ 50.7”
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 25
106.38 106.4 106.42 106.44 106.46 106.48 106.5 106.52 106.54 106.56 106.58
-7.12
-7.1
-7.08
-7.06
-7.04
-7.02
-7
-6.98
-6.96
-6.94
-6.92
Gambar 4.1. Peta 2D posisi stasiun
-95
-90
-85
-80
-75
-70
-65
-60
-55
-50
-45
-40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
Gambar 4.2. Peta 3D posisi stasiun
Perbedaan koordinat hasil metode baringan dan koordinat dari GPS
untuk kedua stasiun membuktikan bahwa kompas bidik dan GPS
mempunyai ketepatan yang berbeda. Hal tersebut disebabkan karena
penentuan posisi menggunakan kompas bidik mengandung subyektivitas
yang tinggi. Berbeda halnya dengan GPS, penentuan posisi stasiun
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 26
pengamatan didapatkan dari citra satelit. Sehingga koordinat yang
dihasilkan mengandung presisi dan keakuratan yang tinggi. Gelombang
dan arus yang menggerakan kapal juga memiliki pengaruh yang cukup
besar terhadap posisi kapal, akibatnya ketepatan arah objek yang dibidik
akan terpengaruh.
Faktor lain yang mengurangi ketepatan metode baringan adalah
peta. Peta yang tidak aktual memengaruhi ketepatan koordinat yang
diperoleh. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan bentuk muka bumi
dan perubahan medan magnet bumi yang terjadi secara perlahan setiap
tahun. Peta yang digunakan mencantumkan perubahan medan magnet
bumi sebesar 0.30o setiap tahun. Dengan demikian, data koordinat yang
diambil dari GPS cenderung lebih akurat, jika diasumsikan sinyal GPS
berupa gelombang elektromagnetik yang diterima receiver dari satelit
tidak mengalami gangguan.
Topografi dasar laut atau batimetri perairan Teluk Palabuhan Ratu
adalah tipe perairan dangkal sampai jarak 300 m dari garis pantai yaitu
mempunyai kedalaman antara 3 – 4 m (perairan/muara) sampai lebih dari
200 m (Nontji 1987). Pada bagian tengah perairan Teluk Palabuhan Ratu
merupakan lereng kontinental (continental shelf). Hal tersebut yang
mengakibatkan terjadinya fenomena arus panjang pantai atau long shore
current di beberapa lokasi perairan teluk. Pada Teluk Palabuhan Ratu
dikelilingi oleh pegunungan yang diikuti oleh dataran pantai dan
selanjutnya pantai terjal yang berkelanjutan di bawah laut. Palabuhan Ratu
merupakan daerah yang subur karena terdapat banyak plankton
(phytoplankton) yang berperan dalam menentukan kesuburan suatu
perairan. Hal ini dapat dibuktikan dengan warna air laut yang tampak
kehijauan dan berbagai jenis ikan yang bervariasi, hal ini sangatlah
mungkin karena letaknya dekat dengan garis katulistiwa (Hutabarat 2008).
4.2. Parameter Fisika
4.2.1. Suhu
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 27
Perubahan suhu air merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap ekosistem perairan. Perubahan suhu air
mempengaruhi perubahan beberapa sifat fisika maupun kimia air seperti
perubahan kalarutan barbagai gas dalam air (O2, CO2, N2, dan CH4),
sehingga berdampak terhadap aktifitas fisiologis organisme yang hidup di
dalamnya. Suhu merupakan faktor pembatas utama kehidupan di air,
dimana setiap jenis organisme memiliki kisaran toleransi yang berbeda-
beda terhadap suhu media tempat hidupnya. Suhu air juga dapat
mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi-reaksi kimia yang terjadi
dalam ekosistem perairan (Ginting 2011).
Gambar 4.3. Sebaran menegak suhu
Pada gambar di atas diketahui bahwa suhu permukaan laut lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu di kedalaman. Hal ini dikarenakan permukaan laut
mendapatkan penyinaran matahari secara langsung, sehingga panas matahari lebih
dulu diserap oleh permukaana laut sehingga suhu di permukaan lebih panas. Pada
stasiun 1 rata-rata suhunya adalah 30,37 dan peningkatan suhu secara drastis
(termoklin) pada suhu 30,44 sedangkan pada stasiun 2 suhu rata-rata mencapai
29,62 dan suhu termoklin mencapai 31,16 serta rata-rata suhu di stasiun 3
adalah 29,25 dan suhu termoklin mencapai 31,43 .
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 28
Gambar 4.4. Sebaran melintang suhu
Pada gambar sebaran melintang suhu di atas dapat dilihat bahwa suhu di
permukan laut lebih tinggai dibandingkan suhu di kedalaman, dan semakin
bertambah kedalaman laut maka suhu semakin rendah, akan tetapi pada
kedalaman-kedalaman tertentu memungkinkan terjadinya perubahan suhu yang
secara drstis yang biasa disebut dengan istilah termoklin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu perairan adalah musim, lintang,
ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, tutupan awan, aliran air serta
kedalaman badan air. Secara vertikal menunjukan adanya penurunan suhu seiring
dengan bertambahnya kedalaman, oleh karena itu dapat terbentuknya stratifikasi
air yang mantap sepanjang tahun (Ginting 2011).
4.2.2. Arus
Pengukuran arus di Palabuhan Ratu dilakukan dengan dua metode,
yaitu dengan memakai floating Droadge dan memakai currentmeter.
Penggunaan metode floating Droadge dilakukan untuk mengetahui
kecepatan dan arah arus di permukaan laut saja sedangkan pemakaian
currentmeter digunakan untuk melihat kecepatan dan arus pada kedalaman
3 meter. Berikut adalah hasil stik plot arus hasil dari kedua metode
tersebut:
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 29
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4-1
-0.5
0
0.5
1
Gambar 4.5. Stik plot arus pada permukaan laut
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4-4
-3.5
-3
-2.5
-2
Gambar 4.6. Stik plot arus pada kedalaman 3 meter
Berdasarkan stik plot arus dari kedua kedalaman tersebut pengaruh
arah dan kecepatan pada permukaan sangat terpengaruh oleh angin dan
posisi saat pengambilan contoh dengan menggunakan floating droadge.
Angin yang menjadi pengaruh utama terjadinya arus permukaan dan arus
itu sendiri dapat saja tertahan oleh kapal, sehingga hasil yang didapat tidak
terlalu akurat. Arus dapat bertambah cepat seiring dengan kecepatan angin
yang berhembus diatasnya. Arah arus permukaan terbilang relatif konstan
yaitu berkisar antara 750 hinga 900. Hal tersebut dikarenakan rentang
waktu antara stasiun tidak begitu lama sehingga arah angin pun tidak
terlalu berubah secara signifikan. Sedangkan kecepatan arus permukaan
pada tiap-tiap stasiun tidak terlalu jauh berbeda, dari 0,5 m/s hingga 0,8
m/s. Penyebabnya juga tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, namun
faktor eksternal seperti teknik pengambilan contoh juga ikut memengaruhi
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 30
keduanya. Kecepatan arus pada kedalamana tiga meter tidak berbeda
terlalu jauh dengan kecepatan arus pada permukaan. Hal ini disebabkan
jarak yang tidak terlalu jauh antara permukaan dan kedalaman, sehingga
faktor seperti angu masih memengaruhi kecepatan arusnya. Kecepatan
arus pada kedalaman ini dapat dikatakan lebih cepat dibandingkan dengan
kecepatan pada permukaan. Diduga masih terdapat faktor yang
memengaruhinya seperti keberadaan kapal yang dapat menghambat arus
permukaan dan perbedaan tekanan pada kedalaman. Kondisi cuaca yang
relatif tenang serta angi yang tidak berhembus terlalu kencang diduga
menjadi faktor utama terjadinya arus. Hal ini didukungoleh penyataan
Bernawis (2000), faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh
adanya angin yang bertiup diatasnya. Tenaga angin memberikan pengaruh
terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri.
Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya
kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh pada
kedalaman 200 meter.
4.2.3. Gelombang
Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang
fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang
dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang
mengeliingi laut. Semakin panjang jarak fetch ketinggian gelombang akan
semakin besar. Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada
ketinggian gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan
gelombang yang lebih besar (Magaratta 2001).
Berikut ini adalah tabel data hasil pengukuran periode dan tinggi
gelombang pantai di Palabuhan Ratu.
Tabel 4.2. Pengukuran periode dan tinggi gelombang
Ulangan Tinggi (m) Periode (s)1 5 14 16.042 5 11 16.163 5 12 12.504 5 16 21.825 5 20 15.06
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 31
6 5 14 8.027 5 16 14.568 5 12 21.219 5 19 15.7310 5 20 12.89
Rata-rata 5 15.4 15.399
Berdasarkan data pada tabel telah didapatkan hasil pengamatan
yang dilakukan sebanyak 10 kali ulangan sehingga dapat diketahui
karakteristik gelombang di Palabuhan Ratu. Tinggi gelombang berkisar 5
-20 m dimana tinggi maksimun gelombangnya 20 m dan tinggi minimum
gelombangnya 5 m. Hal tersebut menunjukkan bahwa tinggi gelombang
yang terbentuk di Teluk Palabuhan Ratu tidak terlalu besar karena
gelombang tersebut merambat dari awal terbentuk hingga menuju tepi
pantai dan mengalami proses perubahan ketinggian sebelum akhirnya
gelombang tersebut pecah. Ukuran besar kecilnya gelombang ditentukan
oleh tinggi gelombang. Tinggi gelombang adalah jarak menegak antara
puncak dengan lembah, sedangkan periode gelombang merupakan waktu
yang diperlukan oleh dua puncak atau lembah gelombang yang berurutan
untuk melalui satu titik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelombang pecah sebelum
sampai di tepi pantai adalah karena adanya proses difraksi maupun
refleksi. Difraksi terjadi karena gelombang pada permukaan air tiba pada
satu celah sempit dan gelombang ini akan mengalami lenturan atau
pembelokan yang mengakibatkan terjadinya gelombang setengah
lingkaran yang melebar didaerah belakang celah tersebut. Sedangkan
gelaja refleksi disebabkan karena gelombang yang menjalar melalui suatu
rintangan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Dari data diatas diketahui
pula rata-rata periode gelombang yaitu sebesar 15.399 s.
Dari data yang telah didapat, maka dapat disimpulkan bahwa
pantai di teluk Palabuhan Ratu terjadi proses sedimentasi karena
gelombangnya bersifat menyebar atau divergen yang terjadi karena dua
lempeng tektonik yang saling memberai sehingga energi yang dihasilkan
gelombang rendah saat mengenai teluk dan membawa partikel-partikel
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 32
berat hasil dari gelombang yang memusat. Salah satu faktor yang
menyebabkan gelombang laut rendah adalah kecepatan angin bertiup,
semakin cepat angin bertiup maka gelombang yang dihasilkan akan besar
begitu pula jika angin yang dihembuskan dengan lambat maka gelombang
yang dihasilkan kecil. Berdasarkan periode gelombang di pantai
Palabuhan Ratu termasuk kedalam gelombang sea. Gelombang sea
dipengaruhi oleh angin, tanpa pola yang sistematis yaitu peride berubah
dan tinggi bervariasi (Kodowatie 2010).
Tabel 4.3. Hasil pengukuran sudut refraksi
Ulangan X (cm) Y [Ka-Ki] (cm) α(o)1 11,3 2 10,03692 8,5 0,9 6,04413 8 0,5 3,57634 10 1,5 8,53085 8,9 0,4 2,57346 11,9 0,4 1,92527 10,8 2,9 15,03048 12,9 0,8 3,54879 8,8 0,5 3,251910 10 0,8 4,573911 11,5 0,3 1,494312 11 0,5 2,602613 9,3 1 6,137314 9,4 0,8 4,864515 10,2 2,1 11,633616 11 1,4 7,253217 10 0,7 4,004218 7,1 0,7 5,630719 7,8 1,5 10,885520 8,9 0,8 5,136421 9,3 1 6,137322 6,6 1,2 10,304823 7,6 1 7,495924 7,5 0,4 3,052925 6,7 1 8,488926 7,5 1,3 9,833627 6,6 0,5 4,332328 7,9 1,5 10,751029 6,9 1,2 9,865830 5,7 0,9 8,9726
Rata-rata 8,9867 1,0167 6,5996
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 33
Berdasarkan tabel sudut refraksi diatas maka didapatkan hasil
yaitu sudut refraksi terendah adalah 1,4943° dan sudut terbesar 15,0304°
adalah sehingga di dapatkan sudut rata-rata refraksi adalah 6,5996°.
Refraksi gelombang terjadi karena perubahan arah gelombang yang
bergerak kearah pantai dari kedalaman air yang dalam menuju kedalaman
air yang dangkal. Hal tersebut diakibatkan oleh perbedaan kecepatan
gelombang yang disertai dengan perubahan panjang gelombang yang
mengecil (Tarigan Zein 2005).
Gambar 4.7. Grafik kemiringan pantai
Dari data grafik kemiringan pantai diatas dapat diketahui pada
sumbu X merupakan panjang waterpass sedangkan pada sumbu Y
merupakan kemiringan pantai yang diukur. Kemiringan pantai pada setiap
vegetasi bervariasi, dimulai dari 3 cm yang tempatnya berada jauh dengan
vegetasi dan dekat dengan mulut air laut sampai kemiringan 21 cm yang
berada dekat dari vegetasi.
Topografi pantai disebabkan oleh gelombang, pasang, arus,
ketinggian muka air maupun pengaruh dari manusia contohnya pembuatan
pelabuhan, pembuatan kapal di pantai dan lain-lain. Selain itu perubahan
garis pantai dipengaruhi sebagian besar oleh peristiwa erosi, pengendapan
di pantai, dan perubahan pantai.
Perbedaan topografi dapat menyebabkan terjadinya sudut
kemiringan di pantai. Kemiringan pantai dipengaruhi oleh karakter
ombak, konfigurasi dasar laut, dan mekanisme antara karakter dan
konfigurasi dasar ombak. Selain itu perubahan garis pantai dipengaruhi
sebahagian besar oleh peristiwa erosi, pengendapan di pantai, serta
perubahan pantai.Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tiga kali
pengulangan tiap vegetasi kemiringan terendah adalah 0 dan nilai
kemiringan tertinggi adalah 11,8598.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 34
Berdasarkan data hasil vegetasi pantai, dapat disimpulkan bahwa
topografi kemiringan pantai di Palabuhan Ratu termasuk pantai yang
curam, karena pada pantai yang curam biasanya banyak terdapat
gelombang dan biasanya memiliki sudut kemiringan berkisar antara 30
hingga 50.
Di pantai sekitar Stasiun lapang Kelautan telah terjadi abrasi. Hal
tersebut terlihat dari keadaan pantai yang semakin menyempit.
Penyebabnya adalah karena batu besar yang menjorok kelaut yang
berfungsi sebagai pemecah gelombang menghalangi datangnya ombak
yang datang kepantai, akibatnya gelombang akan dibelokan kesamping
pemecah gelombang. Hal tersebut menyebabkan daerah yang terkena
sapuan gelombang akan mengalami abrasi. Faktor lain penentu adanya
abrasi selain gelombang dan arus juga ditentukan pula oleh kondisi
batimetri yang tidak stabil.
4.2.4. Pasang Surut
Pengukuran pasang surut di Palabuhan Ratu adalah dengan menggunakan
papan pasang surut yang ditancapkan di perairan. Pencatatan data pasut dilakukan
berdasarkan amplitudo tertinggi dan terendah gelombang air laut pada saat
menyentuh papan pasut sehingga dhasilkan rata-rata amplitudo gelombang pasut
dari kedua data tersebut. Data yang diperoleh tersaji pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Tabel pengukuran pasang surut Palabuhan Ratu 26-27 November 2011Pengukuran Tinggi
(cm)HW 215
MHHWL 187,2185MHWL 159,4369
MSL 103,8737
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 35
MLWL 64,4369MLLWL 44,7184
LW 25Tide Range 190
Gambar 4.8. Grafik pasang surut Pelabuhan Ratu 26-27 November 2011
Gambar di atas menunjukkan pasang surut di Palabuhan Ratu pada tanggal
26-27 November 2011. Pengukuran dilakukan setiap 15 menit. Berdasarkan tabel
dan grafik pasang surut diatas terdapat beberapa parameter dari nilai ketinggian
yang dapat menentukan tipe dari pasang surut di Teluk Palabuhan Ratu.
Setelah dilakukan pengukuran diperoleh nilai MSL sebesar 103.8737
cm, HW sebesar 215 cm, MHHWL 187,2185 cm, MHWL 159,4369 cm,
MLWL 64,4369 cm, MLLWL 44,7184 cm, nilai LW sebesar 25 cm, dan Tide
Range sebesar 190 cm.
HW (Highest Water) merupakan nilai kondisi muka air tertinggi yaitu saat
pasang di Palabuhan Ratu berada pada keadaan tertinggi, nilai HW yang diperoleh
sebesar 215. LW (Lowest Water) merupakan nilai kondisi muka air terendah yaitu
pada saat surut di Palabuhan Ratu berada pada kondisi terendah, nilai LW yang
diperoleh sebesar 25 cm. Tunggang pasut (Tide Range) merupakan selisih antara
kondisi muka air tertinggi (HW) dan muka air terendah pada saat purnama, nilai
Tide Range yang diperoleh sebesar 190cm. T i p e p a s a n g s u r u t d a p a t
d i a n a l i s i s d a r i f r e k u e n s i k e t i n g g i a n p a s a n g s u r u t dalam waktu
satu hari. Menurut data dan grafik, dalam satu hari di daerah
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 36
HWTide RangeMHHWL
MHWL
MSL
MLWLMLLWLLW
Teluk Palabuhan Ratu terdapat dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi masing-masing gelombang yang berbeda. Maka jenis pasang
surut di daerah ini digolongkan k e d a l a m t i p e p a s a n g s u r u t c a m p u r a n
d o m i n a n g a n d a . H a l i n i d i d u k u n g d e n g a n pernyataan Pariwono
(1988) bahwa tipe pasang surut di Palabuhan Ratu adalah pasang surut yang
bersifat campuran dengan dominasi pasang surut ganda.
4.3. Parameter Kimia
4.3.1. Salinitas
Pengukuran salinitas yang dilakukan di permukaan teluk
Palabuhan Ratu adalah dengan menggunakan CTD dan refraktometer.
Berikut hasil pengukuran salinitas menggunakan refraktometer.
Tabel 4.5. Hasil pengukuran salinitas melalui refraktometer
Stasiun Kedalaman Salinitas
1 1 302 1 313 1 30
Berdasarkan pengamatan menggunakan refraktometer dapat
diketahui bahwa kadar salinitas di permukaan teluk Palabuhan Ratu
berbeda-beda di tiap stasiun dengan kisaran nilai salinitas 30-31‰.
Kisaran nilai salinitas yang didapat melalui refraktometer tidak jauh
berbeda dengan tinjauan Odum (1971) yang menyatakan bahwa perairan
laut memiliki salinitas yang stabil dan relatif tinggi dengan kisaran antara
34-35 ‰.
Pengamatan yang dilakukan menggunakan CTD dalam tiga stasiun
menghasilkan sebaran salinitas secara menegak seperti pada gambar
berkut:
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 37
Gambar 4.9. Sebaran menegak salinitas
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa kisaran salinitas
di teluk Palabuhan Ratu antara 30‰ - 33‰, sedangkan menurut
Handayani (2003) nilai kisaran salinitas pada lapisan permukaan teluk
Palabuhan Ratu adalah antara 32,33‰ – 32,96‰. Perbedaan nilai
salinitas yang didapat melalui praktik lapang dengan nilai salinitas yang
berasal dari liteRatur terjadi karena waktu yang dilakukan dalam
pengukuran berbeda, nilai kisaran salinitas tertinggi terjadi antara bulan
Agustus – Oktober, dan nilai kisaran salinitas terendah antara bulan Mei –
Juli (Handayani, 2003). Sebaran menegak salinitas di atas menunjukkan
bahwa semakin dalam perairan maka salinitas juga akan semakin
bertambah. Hal ini terjadi karena semakin dalam perairan maka akan
semakin banyak zat-zat yang terlarut di perairan tersebut. Stasiun 1
memiliki salinitas sekitar 22‰. Pada stasiun 2 memiliki salinitas sebesar
31‰. Pada stasiun 3 memiliki salinitas sekitar 32‰. Stasiun 3 memiliki
kedalaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain,
sehingga salinitas pada stasiun ini lebih tinggi.
Secara melintang dapat diketahui sebaran salinitas yang terjadi dari
tepi pantai menuju laut lepas. Secara umum salinitas paling kecil berada di
sekitar daratan dan semakin menuju laut lepas maka nilai salinitas suatu
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 38
perairan akan semakin tinggi. Hal ini sebabkan karena di laut di sekitar
daratan masih banyak pengaruh dari air tawar (sungai) sehingga
salinitasnya kecil sedangkan semakin menuju laut lepas semakin tidak
dipengruhi air tawar sehingga salinitas semakin besar. Gambar berikut
memperlihatkan sebaran melintang salinitas yang di ukur menggunakan
CTD. Melalui sebaran berikut dapat dilihat bahwa perubahan salinitas di
laut lepas relatif lebih kecil daripada di dekat daratan yang perubahannya
lebih besar karena terpengaruh oleh masuknya air tawar dari sungai.
Gambar 4.10. Sebaran melintang salinitas
Secara horizontal, salinitas paling kecil berada di sekitar daratan,
semakin ke laut lepas maka salinitasnya semakin besar. Hal ini disebabkan
karena semakin ke laut lepas pengaruh dari air tawar sudah mulai hilang
sehingga salinitasnya semakin besar, sedangkan di sekitar daratan masih
banyak pengaruh dari air tawar sehingga salinitasnya kecil. Nilai salinitas
diatas banyak dipengaruhi oleh evaporasi (penguapan) dan pasokan air
tawar yang berasal dari muara sungai di teluk PelabuhanRatu. Evaporasi
yang tinggi akan menyebabkan garam-garam terlarut pada air laut akan
semakin tersuspensi dan menyebabkan salinitas menjadi semakin tinggi.
Sedangkan semakin tinggi tingkat pasokan air tawar dari sungai maka
akan menurunkan kadar salinitas.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, secara umum di daerah
tropis curah hujan yang tinggi menyebabkan salinitas rendah, ditambah
penyebaran pulau-pulau yang tidak teRatur, keberadaan teluk besar dan
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 39
saluran-saluran pertukaran air yang sedikit menghasilkan formasi daerah
dengan salinitas sangat rendah (Wyrtki 1961 dalam Rosmawati 2004).
Selain itu, pada kisaran ini merupakan kisaran salinitas yang baik untuk
kehidupan fitoplankton yaitu antara 11-40 ‰. Salinitas bersama suhu
menentukan rapat air (densitas) sehingga mempengaruhi penguapan dan
penenggelaman fitoplankton laut umumnya hidup baik pada kisaran >20
‰ (Odum 1971).
Salinitas di perairan Teluk Palabuhan Ratu dipengaruhi oleh
keadaan musim dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai
yang bermuara (terdapat 7 buah sungai). Transport massa air sungai
terutama pada Musim Barat, yaitu saat terjadinya musim hujan pada bulan
September – Februari, mengakibatkan turunnya salinitas perairan pantai
Teluk Palabuhan Ratu (Anwar 2008).
Fakor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai salinitas yaitu
masukan air tawar dari sungai dan hujan (run off) yang akan menyebabkan
rendahnya salinitas. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi salinitas
adalah suhu. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi penguapan
sehingga garam penyebab salinitas tertinggal dan menyebabkan nilai
salinitas tinggi (Nybakken 1988). Khusus pada praktikum kali ini, kondisi
cuaca yang hujan juga mempengaruhi kadar salinitas permukaan air laut,
hal ini karena air hujan yang lebih dingin suhunya dibanding air laut, dan
minimnya penyinaran matahari yang tertutup awan, oleh karena itu suhu
permukaan air laut pun menurun, dan salinitas berkurang atau rendah.
4.3.2. Oksigen Terlarut (DO)
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 40
Berikut adalah sebaran DO dari masing-masing stasiun di Palabuhan Ratu:
I II III6.36.46.56.66.76.86.9
7
Stasiun
Oks
igen
terla
rut [
ppm
]
Gambar 4.11. Gafik DO [ppm] pada masing-masing stasiun
Berdasarkan grafik dapat disimpulkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO)
di teluk Palabuhan Ratu pada kedalaman 1 m berkisar antara 6,5789 ppm - 6,9659
ppm. Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk
hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali di
berbagai lokasi dengan tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak
sama (Sastrawijaya 2000). Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi
sistem kimia air laut maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena oksigen
diperlukan dalam proses mineralisasi/dekomposisi bakteri dalam menguraikan
bahan organik.
Berdasarkan data dan grafik, diperoleh kadar oksigen terlarut dari masing-
masing stasiun pada kedalaman 1 m. Kadar oksigen terlarut pada stasiun I adalah
6,9659 ppm. Kadar oksigen terlarut pada stasiun II menunjukkan hasil yang sama
dengan stasiun I yaitu 6,9659 ppm. Stasiun I dan stasiun II menunjukkan kadar
oksigen terlarut yang terdistribusi secara merata. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya pengaruh arus, gelombang dan hembusan angin. Kadar oksigen terlarut
pada stasiun III adalah 6,5789 ppm. Kadar oksigen terlarut pada stasiun III tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kadar oksigen terlarut yang
terdapat pada stasiun I dan stasiun II. Menurut Ilahude (1999) dalam Krisnoto
(2007), suhu air laut umumnya sama (homogen) mulai dari paras hingga
kedalaman 100 meter.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 41
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen terlarut di
perairan adalah tempeRatur, salinitas dan ketinggian. Odum (1971)
menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Semakin bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan
kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan
kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap
oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 42
V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Pengamatan yang dilakukan di teluk Palabuhan Ratu antara lain
pengamatan di kapal dan pengamatan di SLK (Stasiun Lapang Kelautan),
dan pengamatan di pantai. Pengamatan di kapal terdiri dari penentuan
posisi , arus ,suhu, salinitas, dan kandungan oksigen terlarut . Pengamatan
yang diamati di SLK (Stasiun Lapang Kelautan) adalah pasang surut.
Parameter yang diamati di pantai adalah tinggi gelombang, periode
gelombang, refraksi gelombang , dan kemiringan pantai.
Pengamatan posisi stasiun dilakukan di Bukit Gadogan dan Bukit
Jayanti sebagai patokan. Arah Bukit Gadogan dan Bukit Jayanti dari
stasiun 1 kelompok 36 yang diperoleh dari kompas bidik masing-masing
60 59’ 53,98” LS dan 1060 32’ 6” BT. Sementara itu, koordinat stasiun 1
kelompok 36 menurut GPS adalah 60 59’ 180” LS dan 1060 32’ 32,8” BT.
Pengukuran arus di Palabuhan Ratu dilakukan dengan dua metode, yaitu
dengan memakai floating droadge dan memakai currentmeter. Arah arus
permukaan terbilang relatif konstan yaitu berkisar antara 750 hinga 900.
Hal tersebut dikarenakan rentang waktu antara stasiun tidak begitu lama
sehingga arah angin pun tidak terlalu berubah secara signifikan.
Sedangkan kecepatan arus permukaan pada tiap-tiap stasiun tidak terlalu
jauh berbeda, dari 0,5 m/s hingga 0,8 m/s. Suhu air juga dapat
mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi-reaksi kimia yang terjadi
dalam ekosistem perairan (Ginting 2011). Pada stasiun 1 rata-rata suhunya
adalah 30,37 dan peningkatan suhu secara drastis (termoklin) pada suhu
30,44 sedangkan pada stasiun 2 suhu rata-rata mencapai 29,62 dan
suhu termoklin mencapai 31,16 serta rata-rata suhu di stasiun 3 adalah
29,25 dan suhu termoklin mencapai 31,43 . Berdasarkan grafik dapat
disimpulkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di teluk Palabuhan Ratu
pada kedalaman 1 m berkisar antara 6,5789 ppm - 6,9659 ppm.
Berdasarkan pengamatan menggunakan refraktometer dapat
diketahui bahwa kadar salinitas di permukaan teluk Palabuhan Ratu
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 43
berbeda-beda di tiap stasiun dengan kisaran nilai salinitas 30-31‰.
Melalui sebaran melintang diketahui kadar salinitas paling kecil berada di
sekitar daratan, semakin ke laut lepas maka salinitasnya semakin besar.
Hal ini disebabkan karena semakin ke laut lepas pengaruh dari air tawar
sudah mulai hilang sehingga salinitasnya semakin besar, sedangkan di
sekitar daratan masih banyak pengaruh dari air tawar sehingga salinitasnya
kecil. Sebaran menegak salinitas menunjukkan bahwa semakin dalam
perairan maka salinitas juga akan semakin bertambah. Hal ini terjadi
karena semakin dalam perairan maka akan semakin banyak zat-zat yang
terlarut di perairan tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tiga kali pengulangan
tiap vegetasi kemiringan terendah adalah 0 dan nilai kemiringan tertinggi
adalah 11,8598. Di pantai sekitar Stasiun lapang Kelautan telah terjadi
abrasi. Hal tersebut terlihat dari keadaan pantai yang semakin menyempit.
Pengukuran pasang surut di Palabuhan Ratu adalah dengan menggunakan
papan pasang surut yang ditancapkan di perairan. Tipe pasang surut di
Palabuhan Ratu adalah pasang surut yang bersifat campuran dengan
dominasi pasang surut ganda.
5.2. Saran
Hasil pengamatan dan pembahasan mengenai kondisi fisika dan
kimia perairan di Teluk Palabuhan Ratu digunakan untuk menduga
keberadaan organisme-organisme laut ekonomis penting yang terdapat di
Teluk Palabuhan Ratu. Informasi ini kemudian dapat digunakan sebagai
acuan penangkapan ikan bagi nelayan penduduk setempat.
Teknis pelaksanaan pengumpulan data, diharapkan agar para
asisten dapat memberikan cukup waktu kepada para praktikan dalam
melakukan pengambilan data dan melakukan rekap data. Kelengkapan
alat-alat praktikum juga perlu ditingkatkan karena banyak terjadi antrean
dalam penggunaan alat-alat praktikum selama pengambilan data.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 44
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.Topografi Pantai.(terhubung berkala)
http://www.docstoc.com/docs/21937900/Morfologi-Pantai. (14 Desember
2011)
Anonim. 2011. Kondisi Umum Teluk Palabuhan Ratu.
www.damandiri.or.id/file/nurmilaanwaripbbab2.pdf (22 November 2011)
Anwar N. 2008. Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan
Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu. dalam
http://www.damandiri.or.id (12 Desember 2011).
Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters.
Amsterdam : North-Holland Publishing Company.
Duxbury. 1993. Fundamentals of Oceanography. Canada: Brown Publisher.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius: Yogyakarta
Gross, M. 1990. Oceanography sixth edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc.
Handayani, A. 2003.Hubungan pola musim penangkapan ikan tongkol dengan
perubahan musiman kondisi cuaca di teluk Palabuhan Ratu dan perairan
sekitarnya. Skripsi.Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hardjojo B dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air.
Edisi Kesatu, Modul 1 - 6. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hutabarat Sahala dan M Stewart Evans. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta:
UI Press.
Hutabarat, S.2008.Pengantar Oseanografi.Jakarta: UI-Press.
Hutabarat Sahala dan M Stewart Evans. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta:
UI Press.
Iluhude AG. 1997. Sebaran Suhu, Salinitas, Sigma-T, dan Zat Hara Perairan Laut
Cina Selatan. Atlas Oseanografi Laut Cina Selatan. Jakarta: P3O-LIPI.
King CAM. 1963. Introduction to Coastal Oceanography. New York : McGrow
Hill.
Krisnoto. 2007. Keragaman suhu, salinitas, dan kecepatan arus di Selat
Lifamatola(Maret 2004- Mei 2005). skripsi. Bogor: Fakultas
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 45
Perikanan dan IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor.
Lesmana, Darti Satyani. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Nike Wawan. 2010. Gelombang tinggi capai 3 meter, pelayaran diminta waspada.
www.beritajatim.com.
Nontji, A.2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nontji A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta : Penerbit Djambatan.
Nurhayati. 2005. Distribusi Vertikal Suhu, Salinitas dan Arus di Perairan Morotai,
Maluku Utara. Bogor: LIPI.
Nybakken. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. HM Eidman dkk,
penerjemah. Jakarta : Gramedia
Nybakken JW. 1988. Biology Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Odum, E.P. Undamental of Ecology. 1971. Philadelphia: W.B. Saunder Com
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125
pp.
Odum, E.P. 1971.Fundamental of Ecology. Third Edition. Wb Sounders Company
Philadephia. 574 p.
Oktavinta Adrian. 2009. Komponen gelombang. www.duniaseismik.com.
Orba Ginting, 2011. Studi kolerasi kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung
dengan pengayaan nutrien dan klorofil-a di Perairan Danau Toba,
Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.
Priyana, 1994. Studi pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok.
Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanandan Kelautan,Institut Pertanian Bogor.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed.
Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Pariwono et al. 1998. Studi Upwelling di Perairan Selatan Pulau Jawa.
Bogor:Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Salmin. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang
dan Teluk Banten. 2000. Fora-minifera sebagai Bioindikator Pencemaran.
Jakarta
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 46
Sastrawijaya A T. 2000. Pencemaran Lingkungan.Jakarta: Rineka Cipta.
Sudomo.2005.Pengertian Arus Laut.
http://sudomo-gis.com/Tulisan/Hidrografi_SifatFisikAirLaut.pdf (23
November 2011)
Suhendar Soleh. 2004. Laut dan pesisir. www.elcom.umy.ac.id.
Sverdrup HU, Johnson MW, Fleming RH. 2006. The Oceans, Their Physics,
Chemistry, and General Biology. New York: Prentice Hall.
Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga
Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.
Wyrkti K. 1961. Physical Oceanography of Soutj East Asian Water. Naga Report,
Vol.2 Scrips Institution of Oceanography. California: University of
California.
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 47
LAMPIRAN
Daftar Tabel
Tabel 1. Pengukuran DO
StasiunLintang
(LS)Bujur (BT)
Kedalaman (m)
Oksigen terlarut
Tiosulfat (mL)DO
[ppm]
I-6,98643 106,53914 1 1,8 6,9659
10
II-6,98405 106,53217 1 1,8 6,9659
10
III-6,98076 106,52451 1 1,7 6,5789
10
Tabel 2. ArusKelompok (Stasiun) Ulangan
Arus (Floating Droadge, Lagrangian)S (m) T (s) V (m/s) Arah (o)
I 1 0 0 0 0II 2 2,5 4,2 0,5952 90III 3 2,5 2,95 0,847457627 75
Kelompok (Stasiun) Ulangan
Arus (Current Meter, Euler)S (m) T (s) V (m/s) Arah (o)
I 3 3 30,3 23,9 285II 1 3 0,119 25,2 293,6III 2 3 3,4 24,76 281,57
Tabel 3. Hasil pengukuran Kemiringan Pantai
ulangan x (cm) y (cm) ᾳ(0)1 100 0 0,00002 100 0 0,00003 100 0 0,00004 100 10 5,71065 100 21 11,85986 100 14 7,96967 100 13 7,40698 100 9 5,14289 100 8 4,5739
10 100 7 4,004211 100 5 2,862412 100 5 2,862413 100 0 0,000014 100 5 2,862415 100 8 4,5739
16 100 9 5,142817 100 11 6,277318 100 12 6,8428
ulangan x (cm) y (cm) ᾳ(0)1 100 10 5,71062 100 9 5,14283 100 6,5 3,71904 100 7 4,00425 100 6 3,43366 100 7 4,00427 100 6 3,43368 100 7 4,00429 100 8 4,5739
10 100 9 5,1428
ulangan x (cm) y (cm) ᾳ(0)1 100 8 4,5739
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 48
2 100 9,5 5,42683 100 9 5,14284 100 8 4,57395 100 7 4,00426 100 10 5,7106
7 100 7 4,00428 100 4,5 2,57669 100 3,5 2,0045
10 100 3 1,7184
Tabel 4. CTDstasiun bujur lintang salinita
ssuhu
1 106,5391
-6,98643 32.524 30.440
1 106,5391
-6,98643 32.509 30.416
1 106,5391
-6,98643 32.494 30.375
1 106,5391
-6,98643 32.496 30.342
1 106,5391
-6,98643 32.517 30.322
1 106,5391
-6,98643 32.541 30.327
1 106,5391
-6,98643 32.548 30.342
1 106,5391
-6,98643 32.566 30.346
1 106,5391
-6,98643 32.595 30.348
1 106,5391
-6,98643 32.634 30.362
1 106,5391
-6,98643 32.675 30.373
1 106,5391
-6,98643 32.696 30.378
1 106,5391
-6,98643 32.708 30.381
1 106,5391
-6,98643 32.714 30.382
1 106,5391
-6,98643 32.717 30.383
1 106,5391
-6,98643 32.719 30.383
1 106,5391
-6,98643 32.719 30.384
1 106,539 -6,98643 32.733 30.387
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 49
11 106,539
1-6,98643 32.742 30.386
1 106,5391
-6,98643 32.735 30.385
1 106,5391
-6,98643 32.732 30.385
1 106,5391
-6,98643 32.725 30.386
2 106,5322
-6,98405 0.018 29.734
2 106,5322
-6,98405 22.961 31.106
2 106,5322
-6,98405 31.780 31.156
2 106,5322
-6,98405 31.869 31.137
2 106,5322
-6,98405 31.865 31.150
2 106,5322
-6,98405 31.871 31.138
2 106,5322
-6,98405 31.909 31.046
2 106,5322
-6,98405 31.924 31.003
2 106,5322
-6,98405 31.946 30.958
2 106,5322
-6,98405 32.073 30.781
2 106,5322
-6,98405 32.174 30.680
2 106,5322
-6,98405 32.426 30.306
2 106,5322
-6,98405 32.573 30.034
2 106,5322
-6,98405 32.630 29.927
2 106,5322
-6,98405 32.650 29.922
2 106,5322
-6,98405 32.656 29.926
2 106,5322
-6,98405 32.663 29.931
2 106,5322
-6,98405 32.668 29.932
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 50
2 106,5322
-6,98405 32.675 29.931
2 106,5322
-6,98405 32.707 29.938
2 106,5322
-6,98405 32.708 29.940
2 106,5322
-6,98405 32.711 29.940
2 106,5322
-6,98405 32.716 29.938
2 106,5322
-6,98405 32.723 29.940
2 106,5322
-6,98405 32.752 29.961
2 106,5322
-6,98405 32.765 29.960
2 106,5322
-6,98405 32.775 29.952
2 106,5322
-6,98405 32.781 29.946
2 106,5322
-6,98405 32.789 29.956
2 106,5322
-6,98405 32.800 29.953
2 106,5322
-6,98405 32.804 29.954
2 106,5322
-6,98405 32.814 29.944
2 106,5322
-6,98405 32.825 29.931
2 106,5322
-6,98405 32.836 29.923
2 106,5322
-6,98405 32.840 29.921
2 106,5322
-6,98405 32.841 29.918
2 106,5322
-6,98405 32.846 29.915
2 106,5322
-6,98405 32.851 29.908
2 106,5322
-6,98405 32.851 29.902
2 106,5322
-6,98405 32.853 29.899
2 106,532 -6,98405 32.854 29.895
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 51
22 106,532
2-6,98405 32.852 29.894
2 106,5322
-6,98405 32.853 29.896
2 106,5322
-6,98405 32.853 29.894
2 106,5322
-6,98405 32.855 29.895
2 106,5322
-6,98405 32.858 29.895
2 106,5322
-6,98405 32.865 29.891
2 106,5322
-6,98405 32.854 29.870
2 106,5322
-6,98405 32.863 29.790
2 106,5322
-6,98405 32.875 29.739
2 106,5322
-6,98405 32.884 29.725
2 106,5322
-6,98405 32.892 29.710
2 106,5322
-6,98405 32.895 29.698
2 106,5322
-6,98405 32.904 29.675
2 106,5322
-6,98405 32.906 29.659
2 106,5322
-6,98405 32.903 29.651
2 106,5322
-6,98405 32.901 29.650
2 106,5322
-6,98405 32.900 29.648
2 106,5322
-6,98405 32.899 29.650
2 106,5322
-6,98405 32.903 29.647
2 106,5322
-6,98405 32.904 29.646
2 106,5322
-6,98405 32.905 29.645
2 106,5322
-6,98405 32.906 29.644
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 52
2 106,5322
-6,98405 32.904 29.639
2 106,5322
-6,98405 32.912 29.627
2 106,5322
-6,98405 32.909 29.628
2 106,5322
-6,98405 32.911 29.625
2 106,5322
-6,98405 32.912 29.624
2 106,5322
-6,98405 32.909 29.623
2 106,5322
-6,98405 32.914 29.615
2 106,5322
-6,98405 32.916 29.610
2 106,5322
-6,98405 32.915 29.609
2 106,5322
-6,98405 32.915 29.609
2 106,5322
-6,98405 32.916 29.607
2 106,5322
-6,98405 32.917 29.606
2 106,5322
-6,98405 32.918 29.603
2 106,5322
-6,98405 32.918 29.598
2 106,5322
-6,98405 32.921 29.588
2 106,5322
-6,98405 32.920 29.584
2 106,5322
-6,98405 32.923 29.577
2 106,5322
-6,98405 32.923 29.575
2 106,5322
-6,98405 32.927 29.564
2 106,5322
-6,98405 32.929 29.558
2 106,5322
-6,98405 32.936 29.545
2 106,5322
-6,98405 32.945 29.544
2 106,532 -6,98405 32.950 29.528
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 53
22 106,532
2-6,98405 32.950 29.530
2 106,5322
-6,98405 32.955 29.527
2 106,5322
-6,98405 32.957 29.523
2 106,5322
-6,98405 32.965 29.510
2 106,5322
-6,98405 32.969 29.506
2 106,5322
-6,98405 32.971 29.498
2 106,5322
-6,98405 32.973 29.487
2 106,5322
-6,98405 32.980 29.472
2 106,5322
-6,98405 32.974 29.472
2 106,5322
-6,98405 32.977 29.465
2 106,5322
-6,98405 32.978 29.464
2 106,5322
-6,98405 32.982 29.463
2 106,5322
-6,98405 32.981 29.458
2 106,5322
-6,98405 32.984 29.454
2 106,5322
-6,98405 32.986 29.450
2 106,5322
-6,98405 32.986 29.449
2 106,5322
-6,98405 32.988 29.446
2 106,5322
-6,98405 32.988 29.446
2 106,5322
-6,98405 32.990 29.442
2 106,5322
-6,98405 32.988 29.432
2 106,5322
-6,98405 32.983 29.430
2 106,5322
-6,98405 32.991 29.402
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 54
2 106,5322
-6,98405 32.987 29.391
2 106,5322
-6,98405 32.983 29.378
2 106,5322
-6,98405 32.986 29.345
2 106,5322
-6,98405 32.988 29.317
2 106,5322
-6,98405 32.996 29.287
2 106,5322
-6,98405 32.999 29.277
2 106,5322
-6,98405 33.001 29.269
2 106,5322
-6,98405 33.006 29.254
2 106,5322
-6,98405 33.016 29.230
2 106,5322
-6,98405 33.027 29.208
2 106,5322
-6,98405 33.041 29.192
2 106,5322
-6,98405 33.045 29.189
2 106,5322
-6,98405 33.063 29.169
2 106,5322
-6,98405 33.089 29.150
2 106,5322
-6,98405 33.098 29.147
2 106,5322
-6,98405 33.111 29.128
2 106,5322
-6,98405 33.148 29.090
2 106,5322
-6,98405 33.170 29.083
2 106,5322
-6,98405 33.201 29.082
2 106,5322
-6,98405 33.210 29.084
2 106,5322
-6,98405 33.212 29.086
2 106,5322
-6,98405 33.213 29.086
2 106,532 -6,98405 33.214 29.090
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 55
22 106,532
2-6,98405 33.226 29.094
2 106,5322
-6,98405 33.243 29.091
2 106,5322
-6,98405 33.247 29.085
2 106,5322
-6,98405 33.251 29.078
2 106,5322
-6,98405 33.253 29.074
2 106,5322
-6,98405 33.252 29.073
2 106,5322
-6,98405 33.253 29.070
2 106,5322
-6,98405 33.253 29.066
2 106,5322
-6,98405 33.254 29.064
2 106,5322
-6,98405 33.254 29.059
2 106,5322
-6,98405 33.253 29.059
2 106,5322
-6,98405 33.250 29.057
2 106,5322
-6,98405 33.249 29.056
2 106,5322
-6,98405 33.248 29.054
2 106,5322
-6,98405 33.246 29.054
2 106,5322
-6,98405 33.246 29.054
2 106,5322
-6,98405 33.248 29.052
2 106,5322
-6,98405 33.246 29.051
2 106,5322
-6,98405 33.247 29.051
2 106,5322
-6,98405 33.245 29.051
2 106,5322
-6,98405 33.243 29.055
2 106,5322
-6,98405 33.240 29.059
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 56
2 106,5322
-6,98405 33.239 29.058
2 106,5322
-6,98405 33.234 29.058
3 106,5245
-6,98076 0.015 30.778
3 106,5245
-6,98076 27.461 31.398
3 106,5245
-6,98076 29.607 31.425
3 106,5245
-6,98076 29.670 31.427
3 106,5245
-6,98076 30.546 31.170
3 106,5245
-6,98076 31.709 30.782
3 106,5245
-6,98076 32.038 30.688
3 106,5245
-6,98076 32.097 30.671
3 106,5245
-6,98076 32.118 30.671
3 106,5245
-6,98076 32.138 30.675
3 106,5245
-6,98076 32.167 30.681
3 106,5245
-6,98076 32.170 30.687
3 106,5245
-6,98076 32.176 30.692
3 106,5245
-6,98076 32.188 30.697
3 106,5245
-6,98076 32.205 30.701
3 106,5245
-6,98076 32.247 30.708
3 106,5245
-6,98076 32.274 30.705
3 106,5245
-6,98076 32.319 30.693
3 106,5245
-6,98076 32.368 30.680
3 106,5245
-6,98076 32.405 30.663
3 106,524 -6,98076 32.440 30.606
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 57
53 106,524
5-6,98076 32.441 30.596
3 106,5245
-6,98076 32.470 30.595
3 106,5245
-6,98076 32.503 30.576
3 106,5245
-6,98076 32.545 30.537
3 106,5245
-6,98076 32.555 30.513
3 106,5245
-6,98076 32.578 30.445
3 106,5245
-6,98076 32.589 30.420
3 106,5245
-6,98076 32.597 30.388
3 106,5245
-6,98076 32.616 30.331
3 106,5245
-6,98076 32.631 30.282
3 106,5245
-6,98076 32.631 30.239
3 106,5245
-6,98076 32.636 30.190
3 106,5245
-6,98076 32.640 30.137
3 106,5245
-6,98076 32.642 30.073
3 106,5245
-6,98076 32.659 29.979
3 106,5245
-6,98076 32.706 29.732
3 106,5245
-6,98076 32.755 29.624
3 106,5245
-6,98076 32.776 29.599
3 106,5245
-6,98076 32.783 29.579
3 106,5245
-6,98076 32.788 29.540
3 106,5245
-6,98076 32.789 29.514
3 106,5245
-6,98076 32.801 29.483
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 58
3 106,5245
-6,98076 32.804 29.479
3 106,5245
-6,98076 32.808 29.476
3 106,5245
-6,98076 32.815 29.469
3 106,5245
-6,98076 32.820 29.464
3 106,5245
-6,98076 32.832 29.442
3 106,5245
-6,98076 32.845 29.415
3 106,5245
-6,98076 32.846 29.411
3 106,5245
-6,98076 32.848 29.400
3 106,5245
-6,98076 32.851 29.395
3 106,5245
-6,98076 32.854 29.386
3 106,5245
-6,98076 32.862 29.373
3 106,5245
-6,98076 32.868 29.371
3 106,5245
-6,98076 32.871 29.370
3 106,5245
-6,98076 32.874 29.372
3 106,5245
-6,98076 32.876 29.365
3 106,5245
-6,98076 32.879 29.352
3 106,5245
-6,98076 32.881 29.338
3 106,5245
-6,98076 32.880 29.328
3 106,5245
-6,98076 32.889 29.321
3 106,5245
-6,98076 32.891 29.314
3 106,5245
-6,98076 32.895 29.305
3 106,5245
-6,98076 32.899 29.293
3 106,524 -6,98076 32.906 29.284
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 59
53 106,524
5-6,98076 32.911 29.282
3 106,5245
-6,98076 32.912 29.284
3 106,5245
-6,98076 32.913 29.283
3 106,5245
-6,98076 32.921 29.282
3 106,5245
-6,98076 32.920 29.283
3 106,5245
-6,98076 32.925 29.282
3 106,5245
-6,98076 32.927 29.282
3 106,5245
-6,98076 32.928 29.280
3 106,5245
-6,98076 32.929 29.278
3 106,5245
-6,98076 32.930 29.277
3 106,5245
-6,98076 32.930 29.276
3 106,5245
-6,98076 32.929 29.275
3 106,5245
-6,98076 32.930 29.272
3 106,5245
-6,98076 32.931 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.929 29.272
3 106,5245
-6,98076 32.931 29.272
3 106,5245
-6,98076 32.932 29.273
3 106,5245
-6,98076 32.931 29.274
3 106,5245
-6,98076 32.932 29.273
3 106,5245
-6,98076 32.935 29.273
3 106,5245
-6,98076 32.938 29.273
3 106,5245
-6,98076 32.940 29.273
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 60
3 106,5245
-6,98076 32.943 29.272
3 106,5245
-6,98076 32.946 29.272
3 106,5245
-6,98076 32.947 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.947 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.949 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.949 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.949 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.949 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.947 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.946 29.271
3 106,5245
-6,98076 32.945 29.270
3 106,5245
-6,98076 32.944 29.270
3 106,5245
-6,98076 32.944 29.268
3 106,5245
-6,98076 32.943 29.268
3 106,5245
-6,98076 32.942 29.268
3 106,5245
-6,98076 32.942 29.268
3 106,5245
-6,98076 32.942 29.269
3 106,5245
-6,98076 32.942 29.269
3 106,5245
-6,98076 32.944 29.267
3 106,5245
-6,98076 32.946 29.266
3 106,5245
-6,98076 32.951 29.263
3 106,5245
-6,98076 32.962 29.255
3 106,524 -6,98076 32.981 29.246
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 61
53 106,524
5-6,98076 32.996 29.239
3 106,5245
-6,98076 33.008 29.235
3 106,5245
-6,98076 33.018 29.230
3 106,5245
-6,98076 33.025 29.225
3 106,5245
-6,98076 33.028 29.220
3 106,5245
-6,98076 33.033 29.216
3 106,5245
-6,98076 33.035 29.214
3 106,5245
-6,98076 33.040 29.209
3 106,5245
-6,98076 33.044 29.202
3 106,5245
-6,98076 33.046 29.193
3 106,5245
-6,98076 33.045 29.185
3 106,5245
-6,98076 33.045 29.176
3 106,5245
-6,98076 33.046 29.171
3 106,5245
-6,98076 33.048 29.166
3 106,5245
-6,98076 33.048 29.162
3 106,5245
-6,98076 33.050 29.159
3 106,5245
-6,98076 33.049 29.158
3 106,5245
-6,98076 33.049 29.155
3 106,5245
-6,98076 33.053 29.150
3 106,5245
-6,98076 33.064 29.144
3 106,5245
-6,98076 33.072 29.138
3 106,5245
-6,98076 33.083 29.128
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 62
3 106,5245
-6,98076 33.101 29.118
3 106,5245
-6,98076 33.132 29.113
3 106,5245
-6,98076 33.156 29.116
3 106,5245
-6,98076 33.173 29.120
3 106,5245
-6,98076 33.185 29.123
3 106,5245
-6,98076 33.198 29.127
3 106,5245
-6,98076 33.215 29.134
3 106,5245
-6,98076 33.235 29.123
3 106,5245
-6,98076 33.241 29.109
3 106,5245
-6,98076 33.241 29.105
3 106,5245
-6,98076 33.237 29.089
3 106,5245
-6,98076 33.231 29.075
3 106,5245
-6,98076 33.228 29.074
3 106,5245
-6,98076 33.235 29.084
3 106,5245
-6,98076 33.240 29.090
3 106,5245
-6,98076 33.242 29.093
3 106,5245
-6,98076 33.246 29.091
3 106,5245
-6,98076 33.252 29.085
3 106,5245
-6,98076 33.251 29.083
3 106,5245
-6,98076 33.252 29.078
3 106,5245
-6,98076 33.254 29.072
3 106,5245
-6,98076 33.254 29.068
3 106,524 -6,98076 33.256 29.063
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 63
53 106,524
5-6,98076 33.257 29.058
3 106,5245
-6,98076 33.257 29.053
3 106,5245
-6,98076 33.259 29.050
3 106,5245
-6,98076 33.261 29.048
3 106,5245
-6,98076 33.263 29.045
3 106,5245
-6,98076 33.261 29.043
3 106,5245
-6,98076 33.264 29.040
3 106,5245
-6,98076 33.264 29.038
3 106,5245
-6,98076 33.266 29.032
3 106,5245
-6,98076 33.267 29.024
3 106,5245
-6,98076 33.270 29.010
3 106,5245
-6,98076 33.274 28.986
3 106,5245
-6,98076 33.274 28.978
3 106,5245
-6,98076 33.274 28.962
3 106,5245
-6,98076 33.273 28.949
3 106,5245
-6,98076 33.273 28.937
3 106,5245
-6,98076 33.274 28.926
3 106,5245
-6,98076 33.274 28.923
3 106,5245
-6,98076 33.276 28.916
3 106,5245
-6,98076 33.280 28.908
3 106,5245
-6,98076 33.286 28.902
3 106,5245
-6,98076 33.278 28.946
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 64
3 106,5245
-6,98076 33.279 28.950
3 106,5245
-6,98076 33.289 28.923
3 106,5245
-6,98076 33.290 28.898
3 106,5245
-6,98076 33.291 28.879
3 106,5245
-6,98076 33.297 28.864
3 106,5245
-6,98076 33.300 28.850
3 106,5245
-6,98076 33.307 28.835
3 106,5245
-6,98076 33.313 28.811
3 106,5245
-6,98076 33.316 28.800
3 106,5245
-6,98076 33.315 28.794
3 106,5245
-6,98076 33.307 28.818
3 106,5245
-6,98076 33.306 28.822
3 106,5245
-6,98076 33.311 28.781
3 106,5245
-6,98076 33.322 28.729
3 106,5245
-6,98076 33.325 28.715
3 106,5245
-6,98076 33.327 28.699
3 106,5245
-6,98076 33.334 28.668
3 106,5245
-6,98076 33.336 28.648
3 106,5245
-6,98076 33.343 28.626
3 106,5245
-6,98076 33.343 28.586
3 106,5245
-6,98076 33.335 28.595
3 106,5245
-6,98076 33.364 28.526
3 106,524 -6,98076 33.370 28.491
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 65
53 106,524
5-6,98076 33.372 28.467
3 106,5245
-6,98076 33.374 28.448
3 106,5245
-6,98076 33.379 28.438
3 106,5245
-6,98076 33.381 28.423
3 106,5245
-6,98076 33.386 28.407
3 106,5245
-6,98076 33.386 28.396
3 106,5245
-6,98076 33.386 28.394
3 106,5245
-6,98076 33.387 28.386
3 106,5245
-6,98076 33.386 28.376
3 106,5245
-6,98076 33.385 28.368
3 106,5245
-6,98076 33.384 28.362
3 106,5245
-6,98076 33.384 28.352
3 106,5245
-6,98076 33.386 28.344
3 106,5245
-6,98076 33.388 28.332
3 106,5245
-6,98076 33.390 28.313
3 106,5245
-6,98076 33.391 28.308
3 106,5245
-6,98076 33.394 28.302
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.291
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.289
3 106,5245
-6,98076 33.397 28.287
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.287
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.287
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 66
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.288
3 106,5245
-6,98076 33.397 28.285
3 106,5245
-6,98076 33.394 28.278
3 106,5245
-6,98076 33.391 28.274
3 106,5245
-6,98076 33.392 28.271
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.272
3 106,5245
-6,98076 33.394 28.271
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.266
3 106,5245
-6,98076 33.394 28.269
3 106,5245
-6,98076 33.395 28.266
3 106,5245
-6,98076 33.396 28.265
3 106,5245
-6,98076 33.395 28.265
3 106,5245
-6,98076 33.394 28.256
3 106,5245
-6,98076 33.391 28.246
3 106,5245
-6,98076 33.392 28.246
Tabel 5. Pasang surut
TANGGAL RATA2
HW MHHW MHW MLW MLLW LW
11/25/11 15:00
97,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 15:15
102,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 15:30
102,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 15:45
117,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 16:00
117,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 16:15
122,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 67
11/25/11 16:30
132,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 16:45
137,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 17:00
147,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 17:15
147,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 17:30
162,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 17:45
162,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 18:00
167,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 18:15
172,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 18:30
175 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 18:45
177,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 19:00
180 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 19:15
182,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 19:30
182,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 19:45
172,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 20:00
167,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 20:15
165 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 20:30
157,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 20:45
152,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 21:00
140 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 21:15
137,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 21:30
120 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 21:45
110 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 22:00
100 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 22:15
97,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 68
11/25/11 22:30
92,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 22:45
87,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 23:00
92,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 23:15
80 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 23:30
67,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/25/11 23:45
52,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 0:00
42,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 0:15
37,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 0:30
37,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 0:45
37,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 1:00
32,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 1:15
32,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 1:30
32,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 1:45
30 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 2:00
30 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 2:15
25 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 2:30
25 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 2:45
27,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 3:00
32,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 3:15
32,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 3:30
37,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 3:45
45 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 4:00
52,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 4:15
62,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 69
11/26/11 4:30
67,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 4:45
72,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 5:00
77,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 5:15
82.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 5:30
92.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 5:45
97.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 6:00
55.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 6:15
120 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 6:30
115 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 6:45
120 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 7:00
135 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 7:15
122.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 7:30
125 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 7:45
122.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 8:00
132.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 8:15
125 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 8:30
120 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 8:45
120 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 9:00
117.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 9:15
112.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 9:30
107.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 9:45
97.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 10:00
100 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 10:15
97.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 70
11/26/11 10:30
95 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 10:45
87.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 11:00
80 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 11:15
75 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 11:30
72.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 11:45
72.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 12:00
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 12:15
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 12:30
57.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 12:45
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 13:00
72.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 13:15
65 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 13:30
65 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 13:45
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 14:00
67.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 14:15
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 14:30
77.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 14:45
80 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 15:00
95 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 15:15
100 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 15:30
102.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 15:45
112.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 16:00
122.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 16:15
130 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 71
11/26/11 16:30
137.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 16:45
150 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 17:00
152.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 17:15
157.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 17:30
162.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 17:45
115 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 18:00
177.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 18:15
190 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 18:30
195 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 18:45
190 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 19:00
205 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 19:15
207.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 19:30
210 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 19:45
197.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 20:00
202.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 20:15
215 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 20:30
197.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 20:45
197.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 21:00
190 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 21:15
197.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 21:30
170 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 21:45
162.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 22:00
160 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 22:15
145 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 72
11/26/11 22:30
142.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 22:45
135 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 23:00
125 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 23:15
105 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 23:30
105 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/26/11 23:45
92.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 0:00
90 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 0:15
80 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 0:30
75 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 0:45
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 1:00
52.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 1:15
55 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 1:30
40 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 1:45
37.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 2:00
42.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 2:15
32.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 2:30
32.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 2:45
32.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 3:00
32.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 3:15
37.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 3:30
37.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 3:45
47.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 4:00
37.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 4:15
32.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 73
11/27/11 4:30
62.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 4:45
67.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 5:00
75 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 5:15
82.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 5:30
77.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 5:45
87.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 6:00
105 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 6:15
102.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 6:30
117.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 6:45
112.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 7:00
117.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 7:15
125 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 7:30
122.5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 7:45
124 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 8:00
127,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 8:15
134 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 8:30
127,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 8:45
154 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 9:00
127,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 9:15
135 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 9:30
132,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 9:45
117,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 10:00
127,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 10:15
121,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 74
11/27/11 10:30
112,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 10:45
105 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 11:00
110 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 11:15
121,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 11:30
112,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 11:45
105 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 12:00
92,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 12:15
72,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 12:30
77,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 12:45
72,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 13:00
65 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 13:15
60 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 13:30
62 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 13:45
72,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 14:00
57,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 14:15
69 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 14:30
72,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 14:45
60 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
11/27/11 15:00
62,5 111,3523
72,22413
40,60765
-38,5568 -57,5977 -78,6477
Contoh perhitungan :Stasiun IIIVt = 1,7 mLN = 0,0238Vs = 50 mLVb = 125 mLVp = 2 mL
[DO] = Vt x N x8000
Vs xVb−Vp
Vb
= 1,7 x0,0238 x 8000
50 x125−2
125
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 75
= 6,5789 ppm
Arus :
V = S/t= 2,5/4,2= 0,5952
Foto Kegiatan
Laporan Fieldtrip Oseanografi Umum │ 76