135
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) PADA KARYAWAN GEDUNG E BAGIAN BENANG Herlinawati*Taufan Azhari** ABSTRAK Dari hasil data kecelakaan kerja yang di peroleh pada 15 Mei 2017. Rekapitulasi kecelakaan kerja periode Januari 2016 s/d Desember 2016 PT. ARIDA sebanyak 30 kasus kecelakaan kerja dan yang paling tinggi angka kecelakaan kerjanya terjadi pada bulan November 2016 sebanyak 7 kasus kecelakaan kerja. sedangkan kecelakaan kerja yang terjadi di gedung E bagian benang terjadi pada bulan Juli 2016 kecelakaan disebabkan oleh faktor tindakan tidak aman dan bulan November 2016 kecelakaan disebabkan oleh faktor kondisi yang tidak aman, dari kedua kasus kecelakaan kerja tersebut korban langsung di larikan ke Rumah Sakit. Hal tersebut terjadi karena faktor tindakan tidak aman salah satunya adalah kelalaian dari para karyawan itu sendiri, karena selama bekerja secara langsung mereka kurang kesadaran akan keselamatan dirinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku P3K pada karyawan gedung E bagian benang PT. ARIDA Kota Cirebon Tahun 2017. Rancangan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain Cross Sectional.variabel yang diteliti yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku P3K. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua karyawan gedung E bagian benang PT. ARIDA sebanyak 204 karyawan. Jumlah sampel sebanyak 67 yang di ambil secara sistematik random sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data di analisis secara statistik menggunakan Uji Chi Square dengan nilai sebesar 0,05 (5%).Dari 67 responden yang diteliti, yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 44,8%, sikap negatif sebanyak 37,3% dan yang tidak pernah melakukan tindakan P3K sebanyak 26,9%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung E bagian benang PT. ARIDA Kota Cirebon Tahun 2017. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap dan Perilaku P3K. ABSTRACK From the result of work accident and data obtained on May 15, 2017. Recapitulation of work accident for period January 2016 to December 2016 PT. ARIDA 30 cases of work accidents and the highest number of accidents occurred in November 2016 as many as 7 cases of work accidents. Where as work accidents occurring in the E building section of the yarn occurred in 1040

webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) PADA KARYAWAN GEDUNG E BAGIAN BENANG

Herlinawati*Taufan Azhari**

ABSTRAKDari hasil data kecelakaan kerja yang di peroleh pada 15 Mei 2017. Rekapitulasi kecelakaan kerja periode Januari 2016 s/d Desember 2016 PT. ARIDA sebanyak 30 kasus kecelakaan kerja dan yang paling tinggi angka kecelakaan kerjanya terjadi pada bulan November 2016 sebanyak 7 kasus kecelakaan kerja. sedangkan kecelakaan kerja yang terjadi di gedung E bagian benang terjadi pada bulan Juli 2016 kecelakaan disebabkan oleh faktor tindakan tidak aman dan bulan November 2016 kecelakaan disebabkan oleh faktor kondisi yang tidak aman, dari kedua kasus kecelakaan kerja tersebut korban langsung di larikan ke Rumah Sakit. Hal tersebut terjadi karena faktor tindakan tidak aman salah satunya adalah kelalaian dari para karyawan itu sendiri, karena selama bekerja secara langsung mereka kurang kesadaran akan keselamatan dirinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku P3K pada karyawan gedung E bagian benang PT. ARIDA Kota Cirebon Tahun 2017. Rancangan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain Cross Sectional.variabel yang diteliti yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku P3K. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua karyawan gedung E bagian benang PT. ARIDA sebanyak 204 karyawan. Jumlah sampel sebanyak 67 yang di ambil secara sistematik random sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data di analisis secara statistik menggunakan Uji Chi Square dengan nilai sebesar 0,05 (5%).Dari 67 responden yang diteliti, yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 44,8%, sikap negatif sebanyak 37,3% dan yang tidak pernah melakukan tindakan P3K sebanyak 26,9%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung E bagian benang PT. ARIDA Kota Cirebon Tahun 2017.Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap dan Perilaku P3K.

ABSTRACKFrom the result of work accident and data obtained on May 15, 2017. Recapitulation of work accident for period January 2016 to December 2016 PT. ARIDA 30 cases of work accidents and the highest number of accidents occurred in November 2016 as many as 7 cases of work accidents. Where as work accidents occurring in the E building section of the yarn occurred in July 2016 accidents caused by unsafe action factors and by November 2016 accidents caused by unsafe conditions factors, of the two cases of work accident are the victims directly on the run to the hospital. This happens because the unsafe action factors of one of them is the negligence of the employees themselves, because during the work directly they are less aware of his safety. The purpose of this research is to know the relationship of knowledge and attitude with first aid behavior on E building employee of tread PT. ARIDA Cirebon City Year 2017.The design in this research using quantitative approach with cross sectional design. The variables studied are knowledge, attitude and first aid behavior. The population of this research is all E building employee of tread PT. ARIDA as much as 204 employees. Number of samples counted 67 taken in systematic random sampling. Data collection using interview. The instrument used is a questionnaire. The data were analyzed statistically using Chi square test with the value of 0,005 (5%)From 67 respondents who studied, who have low knowledge as much as 44,8%, negative attitude as much as 37,7% and who never did action behavior firs aid on accidents as much as 26,9%. The result of statistic test shows that knowledge ( p 0,176) and attitude ( p 0,113) which there is no relation between first aid behavior in accident to E building employee of thread PT. ARIDA Cirebon City Year 2017. Keyword : knowledge, attitude and first aid behavior on accidents

* Staf Pengajar Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes Cirebon ** Alumni PSKM STIKes Cirebon Lulus Tahun 2017

1040

Page 2: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

PENDAHULUANDi Indonesia, terdapat kasus kecelakaan yang setiap harinya dialami para buruh. Dari

setiap 100 ribu tenaga kerja yang mengalami kecelakaan 31,9% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. Menurut statistik BPS (Badan Pusat Statistik) 2016, jumlah tenaga kerja tetap di sektor konstruksi berjumlah 980.650 orang, sementara angka yang terbesar adalah dari tenaga kerja harian lepas berjumlah 1.470.939.665. Sektor pekerjaan yang juga menyumbang angka kecelakaan kerja tertinggi selanjutnya adalah sektor manufaktur, 31,6% menyusul angka tersebut adalah kecelakaan sektor transportasi sebesar 9,1%. Padahal jumlah tenaga kerja yang diserap dari sektor ini terus bertambah.1

Dengan pelaksanaan program jaminan sosial BPJS ketenagakerjaan, kantor wilayah jawa barat mencatat terakhir pada tahun 2014 jumlah kecelakaan kerja di Jawa Barat sebanyak 3.751 kasus kecelakaan kerja.1

PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) adalah sebuah perusahaan yang memproduksi jaring ikan, benang, tambang, benang nilon dan serat nilon sebagai bahan bakunya. Di PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) memiliki luas lahan perusahaan 92.345 m2 serta memiliki lahan tertutup bangunan sebanyak 15 dan memiliki satu lahan terbuka.2

Gedung E di PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) merupakan gedung yang memproduksi benang. Proses produksi bagian benang memakai bahan baku dari bagian serat alami seperti hemp, manila, jue dan katun didapat dari serat tanaman seperti abaca, agave, kelapa dan lainnya.2

Dari hasil wawancara dan data yang di peroleh pada 15 Mei 2017 rekapitulasi kecelakaan kerja periode Januari 2016 s/d Desember 2016 PT. Arteria Daya Mulia sebanyak 30 kasus kecelakaan kerja dan yang paling tinggi angka kecelakaan kerjanya terjadi pada bulan November 2016 sebanyak 7 kasus kecelakaan kerja sedangkan kecelakaan kerja yang terjadi di gedung E bagian benang terjadi pada bulan Juli 2016 kecelakaan disebabkan oleha faktor (unsafe action) dan bulan November 2016 kecelakaan disebabkan oleh faktor (unsafe condition) dari kedua kasus kecelakaan kerja tersebut korban langsung di larikan ke Rumah Sakit. Hal tersebut terjadi karena faktor (unsafe action) salah satunya adalah kelalaian dari para karyawan itu sendiri, karena selama bekerja secara langsung mereka kurang kesadaran akan keselamatan dirinya. Serta faktor (unsafe condition) yang mana produksi benang menggunakan peralatan mesin-mesin, pesawat-pesawat dan instalasi-instalasi yang modern.3

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, salah satu syarat keselamatan kerja adalah memberi Pertolongan pertama pada Kecelakaan (P3K). peraturan yang mengatur pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja yaitu peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Per.15/MEN/VIII/2008 yang mengatur tentang pelaksanaan P3K, petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja. Pertolongan pertama yang diberikan harus tepat, karena apabila penanganan yang diberikan salah maka keadaan korban dapat bertambah parah dan dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar bagi perusahaan. Oleh sebab itu petugas P3K di tempat kerja harus diberikan pelatihan yang sesuai dan berkelanjutan untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar serta lisensi yang diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor : Kep.53/DJPPK/VIII/2009 tentang Pedoman Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di Tempat Kerja.4

Perilaku P3K merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyelamatkan korban kecelakaan dengan prinsip pemberian pertolongan diantaranya menilai situasi, mengamankan tempat kejadian dan memberikan pertolongan pada korban dengan didasari pengetahuan P3K yang baik serta sikap mereka dalam melakukan tindakan P3K dengan sikap postif. Apabila tindakan P3K yang dilakukan oleh seseorang yang tidak pernah ikut pelatihan/tidak berlisensi, maka akan berakibat fatal pada korban yang ditolongnya. Hal itu

1041

Page 3: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

dipengaruhi oleh faktor pengetahuan seseorang tentang P3K yang kurang serta sikap mereka dalam mengambil keputusan untuk bertindak menolong sangatlah berbahaya (negatif).5

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang. Dengan bekal pengetahuan tentang P3K yang baik oleh para pekerja diharapkan memiliki sikap positif terhadap P3K dan dapat melakukan tindakan P3K secara tepat dan benar. Sebagaimana teori skinner perilaku tersebut dapat dibagi dalam tiga domain yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tindakan/keterampilan (psikomotor).6

Penelitian yang dilakukan Lila Nur Azkia Amaeta tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku P3K pada karyawan sub department warehouse, hasil penelitian ini menggambarkan 25 responden (54,3%) tidak pernah melakukan tindakaan P3K dan 21 responden (45,7%) pernah melakukan tindakan P3K. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang kurang.7

Oleh sebab itu Sebagai upaya awal dalam penanganan keadaan darurat PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) kota Cirebon menerapkan peraturan tentang Pertolongan Peratama pada Kecelakaan (P3K) berupa adanya tim penanggulangan keadaan darurat dalam Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Hasil wawancara, para karyawan kurang memahami tentang memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) karena para karyawan tidak di bekali dengan pelatihan P3K di tempat kerja dan hanya simulasi evakuasi. Ketika terjadi kecelakaan kerja para karyawan belum dapat/mampu mengatasi masalah tentang P3K dan hanya mengandalkan petugas P3K yang berada di tiap gedung dan setelah itu korban langsung di bawa ke rumah sakit terdekat. Tujuan penelitian iniengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) pada karyawan gedung E bagian benang PT. Arteria daya mulia (ARIDA) Kota Cirebon tahun 2017.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metodologi penelitian kuantitatif dan menggunakan desain

cross sectional. 8Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah pengetahuan dan sikap dan variabel terikatnya adalah perilaku pertolongan pertama apada kecelakaan (P3K). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan gedung E bagian benang PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) Kota Cirebon sebanyak 204 responden.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro Yamane di dapatkan sampel sebanyak 67 sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sistematik random sampling dimana pengambilan sampel acak sistematik dan dilakukan secara berurutan dengan interval tertentu. Besarnya interval (i) dapat ditentukan dengan membagi populasi (N) 204 dengan jumlah sampel yang diinginkan (n) 67 atau i = 204/67 = 3,04 → 3 besarnya interval. Interval yang didapatkan adalah 3 maka cara pengambilan sampel pertama adalah diambil 3 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dengan menggunakan kuesioner. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner tentang pengetahuan, sikap dan perilaku pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara kepada karyawan gedung E bagian benang. Analisis data menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square dengan nilai sebesar 5% atau 0,05.

1042

Page 4: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

HASIL PENELITIANPengetahuan

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) pada Karyawan Gedung E bagian Benang

Pengetahuan P3K Frekuensi Persentase Rendah 30 44,8Tinggi 37 55,2Jumlah 67 100

Hasil penelitian dalam tabel 1 menunjukan bahwa hampir sebagian responden memiliki pengetahuan rendah tentang P3K yaitu 30 orang (44,8%).

SikapTabel 2. Distribusi Frekuensi Sikap Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Pada

Karyawan Gedung E Bagian Benang

Sikap P3K Frekuensi Persentase Negatif 25 37,3Positif 42 62,7Jumlah 67 100

Hasil penelitian dalam tabel 2 menunjukan bahwa responden yang memiliki sikap positif tentang P3K lebih banyak yaitu 42 orang (62,7%), dibandingkan responden yang memiliki sikap negatif tentang P3K yaitu 25 orang (37,3%).

Perilaku Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perilaku Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Pada Karyawan Gedung E Bagian Benang

Perilaku P3K Frekuensi PersentaseTidak pernah 18 26,9

Pernah 49 73,1Jumlah 67 100

Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukan responden yang pernah melakukan tindakan P3K lebih banyak yaitu 49 orang (73,1%), di bandingkan dengan responden yang tidak pernah melakukan tindakan P3K yaitu 18 orang (26,9%).

Hubungan pengetahuan dengan perilaku Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Tabel 4. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) pada Karyawan Gedung E Bagian Benang

Pengetahuan Perilaku P3K Total Pvalue

Tidak pernah PernahN % N % n %

Rendah 11 36,7 19 63,3 30 100Tinggi 7 18,9 30 81,1 37 100 0,176Jumlah 18 26,9 49 73,1 67 100

1043

Page 5: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku P3K diperoleh bahwa ada sebanyak 30 responden yang memiliki pengetahuan rendah tentang P3K, 11 (36,7%) responden tidak pernah melakukan tindakan P3K dan 19 (63,3%) responden pernah melakukan tindakan P3K. Sedangkan sebanyak 37 responden yang memiliki pengetahuan tinggi tentang P3K, 7 (18,9%) responden tidak pernah melakukan tindakan P3K dan 30 (81,1%) responden pernah melakukan tindakan P3K. Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai Pvalue (0,176)>0,05 atau (Ho diterima). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku P3K.

Hubungan sikap dengan perilaku Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Tabel 5. Hubungan Sikap dengan Perilaku Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Pada Karyawan Gedung E Bagian Benang

Sikap Perilaku P3K Total Pvalue

Tidak pernah Pernahn % N % N %

Negatif 10 40,0 15 60,0 25 100Positif 8 19,0 34 81,0 42 100 0,113Jumlah 18 26,9 49 73,1 67 100

Hasil analisis hubungan antara sikap dengan perilaku P3K diperoleh bahwa ada sebanyak 25 responden yang memiliki sikap negatif tentang P3K, 10 (40,0%) responden tidak pernah melakukan tindakan P3K dan 15 (60,0%) responden pernah melakukan tindakan P3K. Sedangkan sebanyak 42 responden yang memiliki sikap positif tentang P3K, 8 (19,0%) responden tidak pernah melakukan tindakan P3K dan 34 (81,0%) responden pernah melakukan tindakan P3K. Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai Pvalue (0,113)>0,05. Atau (Ho diterima). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku P3K.

PEMBAHASANPengetahuan tentang P3K

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi tentang P3K lebih banyak yaitu 37 orang (55,2%), di bandingkan responden yang memiliki pengetahuan rendah tentang P3K yaitu 30 orang (44,8%).

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatau objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan.6

Sikap tentang P3KDari hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang memiliki sikap positif tentang

P3K lebih banyak yaitu 42 orang (62,7%), dibandingkan responden yang memiliki sikap negatif tentang P3K yaitu 25 orang (37,3%).

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatau objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negatif sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati dan menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan kebijaksanaan sosial.6

1044

Page 6: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Perilaku tentang P3KDari hasil penelitian menunjukan responden yang pernah melakukan tindakan P3K lebih

banyak yaitu 49 orang (73,1%), di bandingkan dengan responden yang tidak pernah melakukan tindakan P3K yaitu 18 orang (26,9%).

Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung.6

Teori perilaku menurut Green, bahwa terbentuknya perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor diantaranya adalah faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor).9

Prinsip-prinsip sebagai jiwa penolong pada petugas pertolongan pertama pada kecelakaan baik di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja sebagai berikut :

1. Bersikaplah tenang, jangan panik, agar bisa menjadi penolong bukan pembunuh atau menjadi korban selanjutnya (ditolong).

2. Perhatikan dengan cermat, kuatkan hati/tega melakukan tindakan yang membuat korban menjerit kesakitan sementara demi keselamatannya, lakukan gerakan dengan tangkas dan tepat tanpa menambah kerusakan.

3. Perhatikan keadaan penderita apakah pingsan, ada perdarahan dan luka, patah tulang atau merasa sangat kesakitan.5

Hubungan pengetahuan dengan perilaku P3KDari hasil penelitian dan uji statistik bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan

dengan perilaku P3K. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lila Nur Azkia bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku P3K.7

Menurut teori Green, bahwa faktor perilaku di tentukan oleh 3 faktor. Salah satunya adalah faktor predisposisi (pre disposing factors) yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, salah satunya adalah pengetahuan.9

Tidak sesuainya teori dengan hasil penelitian yang dilakukan kemungkinan karena pengetahuan bukanlah faktor utama terbentuknya perilaku P3K. Masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku P3K, faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap perubahan atau pembentuk perilaku adalah faktor pendukung (enabling factor) diantaranya adalah fasilitas dan sarana prasarana selain itu faktor penguat (reinforcing factor) salah satunya adalah pengaruh petugas. Karyawan yang memiliki pengetahuan tinggi tentang P3K mereka mengerti tindakan P3K, namun belum tentu dalam parkteknya mereka bisa melakukan tindakan P3K dengan baik dan benar. Pada kenyataannya karyawan yang memiliki pengetahuan tinggi dengan karyawan yang memiliki pengetahuan rendah tentang P3K keduanya memiliki proporsi yang tidak berbeda jauh untuk tidak melakukan tindakan P3K di tempat kerja. Sehingga pengetahuan belum tentu berperan penting untuk terbentuknya praktik atau perilaku seseorang. jadi pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri untuk terbentuknya perilaku atau tindakan P3K. mungkin ada faktor predisposisi yang lebih utama selain pengetahuan.

Hubungan sikap dengan perilaku P3KDari hasil penelitian dan uji statistik bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan

perilaku P3K. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lila Nur Azkia bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku P3K.7

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatau objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negatif sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati dan menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan kebijaksanaan sosial.6

1045

Page 7: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Menurut teori Green, bahwa faktor perilaku di tentukan oleh 3 faktor salah satunya adalah faktor predisposisi (pre disposing factors) yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, salah satunya adalah sikap.9

Tidak adanya hubungan sikap dengan perilaku P3K dikarenakan karyawan yang memiliki sikap positif mereka cenderung mempunyai dorongan atau rasa empati dan simpati yang tinggi untuk melakukan tindakan P3K, namun belum tentu dalam prakteknya mereka terdorong untuk melakukan tindakan P3K dengan baik dan benar. Pada kenyataannya karyawan yang memiliki sikap positif dengan karyawan yang memiliki sikap negatif terhadap tindakan atau perilaku P3K keduanya memiliki proporsi yang tidak berbeda jauh untuk tidak melakukan tindakan P3K di tempat kerja. Selain itu sikap positif yang di miliki oleh seseorang belum tentu menjamin keberhasilan untuk melaklukan tindakan P3K dengan baik dan benar. Sehingga sikap belum tentu berperan penting untuk terbentuknya perilaku seseorang.

SIMPULAN1. Karyawan yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang P3K lebih banyak yaitu 37

orang (55,2%) dibandingkan dengan karyawan yang memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang P3K yaitu 30 orang (44,8%).

2. Karyawan yang memiliki sikap positif tentang P3K lebih banyak yaitu 42 orang (62,7%) dibandingkan dengan karyawan yang memiliki sikap negatif tentang P3K yaitu 25 orang (37,3%).

3. Karyawan yang pernah melakukan tindakan P3K lebih banyak yaitu 49 orang (73,1%) dibandingkan dengan karyawan yang tidak pernah melakukan tindakan P3K yaitu 18 orang (26,9%).

4. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku P3K pada karyawan gedung E bagian benang PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) Kota Cirebon tahun 2017.

5. Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku P3K pada karyawan gedung E bagian benang PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) Kota Cirebon tahun 2017.

SARAN1. Untuk PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) Kota Cirebon

Dioptimalkannya penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan tentang P3K di tempat kerja secara rutin minimal 6 bulan sekali.

2. Untuk Karyawan PT. Arteria Daya Mulia Kota Cirebon1) Diharapkan mampu melakukan tindakan P3K dengan baik dan benar.2) Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang P3K melalui membaca dan

mempelajari dari buku, media elektronik, media massa maupun penyuluhan dan pelatihan tentang P3K yang diberikan oleh petugas P3K di tempat kerja.

3) Diharapkan dapat meningkatkan kepekaan dan kesadaran untuk bertindak menolong korban dengan dasar P3K yang sesuai karena dengan menolong korban kecelakaan yang sesuai dengan dasar P3K akan mengurangi cidera dan sakit yang lebih parah.

4) Selalu mematuhi dan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja serta aturan kerja yang ada di PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA) Kota Cirebon, agar keselamatan dan kesehatan kerja bagi semua karyawan tetap aman dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA1. Wiranta yudha. K3 dalam wacana ketenagakerjaan Indonesia; (di akses tanggal 7 Mei

2017). Diunduh dari : http//www.lionindonesia.org

1046

Page 8: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

2. Chairunnisa, Syifa. Analisis mitigasi Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di PT. X. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro: 2016

3. PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA). Profil perusahaan. Cirebon: PT ARIDA;20164. P2K3 PT. Arteria Daya Mulia (ARIDA). Data kecelakaan kerja. Cirebon: PT

ARIDA;20165. Ahmad Kholid. Promosi kesehatan:dengan pendekatan teori perilaku, media dan

aplikasinya. Jakarta:Rajawali Pers;2015.6. Lila Nur Azkia Amaeta. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan Perilaku Pertolongan

Pertama pada Kecelakaan (P3K) pada karyawan sub departemen warehouse PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Unit Cirebon. Cirebon: Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon; 2015

7. Soekidjo. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta; 2014.8. Wawan, Dewi. Teori & pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku manusia.

Yogyakarta:Nuha Medika;2010.9. Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit

Alfabeta;2015.

1047

Page 9: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

KUALITAS PENCATATAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Diding Sarifudin*

ABSTRAK

Cakupan kegiatan keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon masih rendah, sedangkan perawat sebagai pelaksananya merupakan tenaga kesehatan terbanyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. Perawat melakukan asuhan keperawatan komunitas seharusnya dengan pendokummentasian atau pencatatan yang merupakan panduan sehingga kegiatannya terarah dan terpadu sesuai dengan masalah yang ditemukan. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon tahun 2006 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Data dikumpulkan dari 71 perawat puskesmas dengan menggunakan perhitungan besar sampel Lot quality assurance sampling (LQAS-Lot) secara sistematic random sampling, selain dilakukan wawancara juga dilakukan pemeriksaan catatan asuhan keperawatan masing-masing responden 5 dokumen. Penelitian dilakukan pada bulan September 2006 dengan menggunakan analisis univariat dan analisis jalur (path analysis). Dari data yang dikumpulkan diperoleh kualitas pencatatan dengan baik sebesar 59,2%. Hasil pemodelan dengan analisis jalur ternyata kepemimpinan merupakan variabel utama yang mempunyai pengaruh sebesar 46,8% terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan, variabel lain yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan adalah pengetahuan sebesar 31%, sikap sebesar 17,6 %, imbalan sebesar 11,6%, dan variabel masa kerja melalui sikap sebesar 4%. Kepemimpinan kepala puskesmas mampu meningkatkan kualitas pencatatan asuhan keperawatan yang dilakukan karyawannya, selain itu kepemimpinan dapat meningkatkan pengetahuan, mengatur imbalan yang diberikan, dan dapat merubah sikap karyawannya. Bagi Dinas Kesehatan yang mempunyai kewajiban membina kepala puskesmas maka harus selalu membina dan mengevaluasi kinerja kepala puskesmas.

Kata Kunci : Kualitas pencataan Asuhan Keperawatan

ABSTRACT

Scope of community nursing activity in district of Cirebon has undervalued. In fact, number of nurse resources there larger than another medical profession. They to be organized in community nursing activity and nursing activity record-keeping as principal guide, they will working in sistematic way and well integrated according to the problem raised from public health service. This research aim to determine the quality of community nursing activity record-keeping in district of Cirebon for year of 2006 and the influencing factors within. Research belong to quantitative research with cross-sectional design. Data collecting using Lot quality assurance sampling (LQAS-Lot) with sistematic random sampling method by surveying and interviewing 71 nurse from local public health services, including checking of 5 document from each respondent’s nursing record. Research taken during september 2006 and using univariat analysis and path analysis. The result shows the quality of record-keeping which noticed as good are 52,2 % in value. Modelling result from path analysis put leadership as main variable which influence the quality of nursing record-keeping at 46,8%. Another variable which having influence on quality of nursing record-keeping are nurse’s knowledge at 31%, nurse’s attitude at 17,6%, rewards at 11,6% and working period at 4%. Leadership skills of local public service’s head can improve the quality of record-keeping of community nursing activity by its employees (nurses). Besides, leaderships skills direct to improvement of knowledge, remuneration management, and change in attitude. District public health service which has responsibility in training and developing officer to become head of local public health service should control and monitor their working performance continuously.

Key word : quality of community nursing

1048

Page 10: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

*Tenaga pengajar STIKes Cirebon

PENDAHULUANDewasa ini Indonesia dihadapkan kepada masalah kesehatan yang sangat kompleks,

dimana penyakit infeksi maupun degeneratif secara bersama-sama muncul di masyarakat 1. Salah satu tugas pokok tenaga perawat di puskesmas adalah melaksanakan asuhan keperawatan komunitas. Keperawatan komunitas atau yang lebih dikenal sebagai perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan Puskesmas dan subsitem dari pelayanan kesehatan masyarakat. Pada dasarnya Perkesmas adalah sintesa dari ilmu keperawatan dan ilmu kesehatan masyarakat yang didukung oleh berbagai ilmu lainnya.1

Selama ini keperawatan komunitas mengalami berbagai kendala terutama dalam memahami konsep serta upaya operasional pelaksanaannya di lapangan. Hal ini mengakibatkan keperawatan komunitas selama bertahun-tahun tidak mendapatkan tempat yang semestinya di dalam tatanan pelayanan kesehatan masyarakat. Kondisi seperti ini diperberat dengan adanya anggapan bahwa keperawatan komunitas tidak efektif dan efisien dalam tatanan pelayanan kesehatan.2 Padahal kalau dikaji lebih jauh, apabila pelayanan kesehatan dasar dapat menerapkan konsep keperawatan komunitas secara benar maka pelayanan kesehatan akan menjadi lebih baik yang terpusat pada layanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dan komprehensif sesuai dengan paradigma sehat.3

Pelayanan keperawatan komunitas diharapkan dapat memberikan bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan dan perlindungan kepada individu, keluarga, kelompok khusus serta masyarakat. Bantuan yang diberikan untuk memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi yang diakibatkan karena faktor ketidaktahuan, ketidakmauan ataupun karena faktor ketidakmampuan dengan menggunakan metoda proses keperawatan. Dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan, harus disertai dengan pendokumentasian dalam bentuk rencana perawatan yang dimulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi dengan mencatat perkembangannya.2

Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon selama tiga tahun berturut-turut memang terjadi kenaikan cakupan pelayanan keperawatan komunitas (tahun 2003 : 20%, tahun 2004 : 32%, tahun 2005 : 43%) tetapi masih jauh di bawah target Depkes yaitu 80%. Semestinya program keperawatan komunitas ini dapat berjalan karena secara kuantitas tenaga keperawatan merupakan tenaga yang paling banyak : 47,28% dari seluruh tenaga kesehatan, dan dari jumlah tersebut diantaranya 48,84% bekerja di puskesmas.4 Di Kabupaten Cirebon tenaga perawat yang bekerja di puskesmas berjumlah 548 orang (39,83%) dari tenaga kesehatan yang ada di puskesmas dengan jumlah 1.376 orang. Dari 548 tenaga perawat di puskesmas diantaranya yang masih berpendidikan SPK sebanyak 181 orang (33,03%).

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gibson 5 bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi, yaitu : variabel individu (kemampuan dan keterampilan : mental fisik, latar belakang: keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografis : umur, asal usul, jenis kelamin), variabel psikologi (persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi), variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan).

Perawat merupakan tenaga kesehatan terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga kinerja perawat puskesmas turut menentukan kinerja puskesmas secara keseluruhan.4 Selain tenaga yang cukup, juga tersedia sumber daya yang lain seperti dana transport kunjungan (seharusnya tersedia) dan format asuhan keperawatan.

Apabila keperawatan komunitas dilaksanakan secara benar, terarah dan terpadu dengan kegiatan pokok puskesmas lain yang terkait diharapkan akan memberikan kontribusi pada

1049

Page 11: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk mengurangi kesenjangan jangkauan pelayanan kesehatan.2 Pelayanan keperawatan komunitas harus disertai dengan pendokumentasian atau pencatatan dalam bentuk rencana perawatan. Pendokumentasian ini sangat penting karena pencatatan ini dipergunakan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan keperawatan kepada sasaran (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat), sebagai bahan penilaian pegawai fungsional yang dikenal dengan kredit point, dan sebagai legal hukum atau bukti otentik jika suatu saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Jika sebagian besar atau semua perawat dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pengalaman melakukan asuhan keperawatan maka pertanyaannya bagaimana kualitasnya? Karena apabila pelayanan asuhan keperawatan komunitas dilakukan asal-asalan maka hasil yang dirasakan masyarakat dengan masalah kesehatan yang membutuhkan bantuan tenaga kesehatan menjadi tidak optimal atau hanya buang-buang tenaga, waktu dan biaya saja. Tujuan penelitian untuk mengetahui ‘Kualitas Pencatatan Asuhan Keperawatan Komunitas Di Kabupaten Cirebon Tahun 2006”.

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross-

sectional karena variabel dependen (kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas) dan variabel independen (pendidikan, pelatihan, pengetahuan, lama bekerja, sikap, karakteristik puskesmas, sarana, dana, imbalan, kepemimpinan, monitoring dan evaluasi) dilakukan pengamatan pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas wilayah Kabupaten Cirebon, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2006.

Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di puskesmas di wilayah Kabupaten Cirebon yang menghasilkan dokumen/catatan asuhan keperawatan komuni-tas yaitu sebanyak 548 orang. Besar sampel yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan dengan metode Lot quality assurance sampling (LQAS-Lot) adalah sebanyak 64 perawat ditambah 10 % (7 orang) sehingga jumlahnya 71 perawat, dan pemeriksaan dokumennya masing-masing perawat 5 dokumen sehingga berjumlah 355 dokumen. Pengambilannya dilakukan secara sistematik random sampling.

Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Sedangkan untuk mengukur atau menilai kualitas pencatatan asuhan keperawatannya (variabel dependen) menggunakan check list sebagai pedoman pemeriksaan terhadap dokumen/catatan asuhan keperawatan.

Analisis dilakukan mulai analisis univariat yang dilakukan adalah masing-masing variabel mulai variable dependen dan kemudian variabel independen, kemudian analisis jalur (Path Analysis) menurut Sarwono Jonathan6 adalah bagian analisis regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antar variabel, di mana variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui satu atau lebih variabel perantara.

HASIL PENELITIANHasil penelitian tentang kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas di

Kabupaten Cirebon tahun 2006, ternyata responden yang mempunyai kualitas pencatatan baik lebih banyak dibandingkan dengan yang mempunyai kualitas pencatatan buruk, yaitu kualitas pencatatan baik sebanyak 42 orang (59,2%) dan kualitas pencatatan buruk sebanyak 29 orang (40,8%).

Penilaian kualitas pencatatan dilihat dari pendokumentasian asuhan keperawatan komunitas di puskesmas yang terdiri dari beberapa bagian dokumentasi yang tidak lain adalah proses keperawatan diantaranya pengkajian pada keluarga dan individu, pembuatan genogram

1050

Page 12: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

dan denah rumah, analisis dengan prioritas masalahnya, rencana perawatan, implementasi dan evaluasi tindakan, serta penilaian tingkat kemandirian keluarga. Pengkajian pada keluarga ternyata responden yang sudah melakukan dengan baik/lengkap sebanyak 40 orang (56,3%), responden yang sudah melakukan pengkajian pada individu dengan baik/lengkap sebanyak 38 orang (53,5%). Pembuatan genogram dan denah rumah pada saat pengkajian sering dilupakan atau ditinggalkan oleh petugas terbukti dari hasil penelitian yang membuat genogram dan denah rumah sebanyak 31 orang (43,7%). Langkah analisis merupakan langkah penting dalam asuhan keperawatan untuk menentukan masalah yang muncul, tetapi langkah ini sering dilewatkan langsung ke langkah berikutnya, dari hasil penelitianpun menunjukan hal yang sama yaitu yang melakukan analisis dengan baik hanya 12 orang (16,9%) saja. Setelah langkah menentukan masalah dan memprioritaskannya maka langkah selanjutnya adalah membuat rencana perawatan berdasarkan diagnosis perawatan, responden yang sudah melakukan rencana perawatan dengan baik hanya 34 orang (47,9%). Langkah implementasi lebih baik dibandingkan langkah-langkah yang lain, seperti hasil penelitian menunjukan yang sudah melakukan langkah implementasi dengan baik sebanyak 43 orang (60,6%). Langkah terakhir adalah langkah menilai sejauh mana tingkat kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, responden yang sudah menilai tingkat kemandirian keluarga dengan baik sebanyak 29 orang (40,8%).

Berdasarkan pendidikan keperawatan yang telah ditamatkan oleh responden di Kabupaten Cirebon tahun 2006; sebagian besar mempunyai pendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 45 orang (63,4%), dan yang mempunyai pendidikan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) sebanyak 26 orang (36,6%), tidak ada yang mempunyai pendidikan S1 Keperawatan.

Setiap tahun mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 di Kabupaten Cirebon telah dilakukan pelatihan asuhan keperawatan komunitas, tetapi ternyata dari hasil penelitian masih banyak yang belum mengikuti pelatihan yaitu sebanyak 24 orang (33,8%), yang menyatakan pernah mengikuti pelatihan sebanyak 47 orang (66,2%) dan diantaranya adalah yang mengikuti pelatihan pada tahun 2006 sebesar 73%.

Penilaian pengetahuan berdasarkan kemampuan responden menjawab pertanyaan sekitar keperawatan komunitas, dan hasilnya menunjukan 38 orang (53,5%) dinyatakan mempunyai pengetahuan buruk tentang keperawatan komunitas dan 33 orang (46,5%) dinyatakan mempunyai pengetahuan baik.

Distribusi lama bekerja responden di puskesmas sangat bervariasi, mulai 0 tahun (1 orang) sampai dengan 28 tahun dengan simpangan baku 6,8 tahun, paling banyak lama bekerja adalah 2 tahun dengan rata-rata lama bekerja 6,5 tahun, nilai ini sangat dipengaruhi oleh seorang responden yang mempunyai masa bekerja paling lama yaitu 28 tahun dan dua orang yang mempunyai masa kerja 26 tahun.

Pernyataan atau penilaian evaluatif responden terhadap pelaksanaan keperawatan komunitas yang dinyatakan dengan persetujuan terhadap penilaian tersebut, maka dari hasil penelitian terlihat responden yang mempunyai sikap positif lebih banyak dibandingkan dengan sikap negatif, yang mempunyai sikap positif sebanyak 42 orang (59,2 %) dan yang mempunyai sikap negatif sebanyak 29 orang (40,8%).

Di Kabupaten Cirebon terdapat 4 puskesmas percontohan yaitu Puskesmas Astanajapura, Puskesmas Mundu, Puskesmas Cirebon Selatan dan Puskesmas Weru dari 53 puskesmas yang ada, responden yang terambil sebagai sampel yang berasal dari puskesmas percontohan sebanyak 5 orang (7%) dari jumlah sampel 71 orang.

Sarana yang terdiri dari ketersediaan isntrumen (PHN kit) dan format pengkajian (family folder) sebagai kelengkapan penunjang pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas. Responden yang menyatakan tersedia sarana tersebut sebanyak 47 orang (66,2%) dan yang menyatakan tidak tersedia sebanyak 24 orang (33,8%).

1051

Page 13: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Dana merupakan faktor pendukung suatu kegiatan, ketersediaan biaya tersebut sangat mempengaruhi berjalan tidaknya kegiatan. Dalam pelaksanaan keperawatan komunitaspun hampir sama, seorang pimpinan akan kesulitan menggerakan karyawannya apabila tidak didukung dengan ketersediaan dana tersebut. Dana yang dimaksud adalah ketersediaan biaya untuk transportasi kunjungan rumah dari berbagai sumber, menurut responden yang menyatakan tersedia dana di puskesmasnya masing-masing untuk pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas sebanyak 31 orang (43,7%) dan yang menyatakan tidak tersedia sebanyak 40 orang (56,3%).

Insentif berupa uang atau bentuk lain yang diterima oleh responden setelah melaksanakan asuhan keperawatan di luar gaji pokok hanya sebagian kecil saja yang menyatakan ada atau pernah diberikan insentif tersebut yaitu sebanyak 25 orang (35,2%) dan yang menyatakan tidak ada imbalan apapun setelah melaksanakan asuhan keperawatan komunitas sebanyak 46 orang (64,8%).

Pelaksana asuhan keperawatan komunitas sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan kepala puskesmas, di sini kepala puskesmas diuji kemampuan dan keterampilannya untuk mempengaruhi, menggerakan dan merubah perilaku karyawan terutama dalam hal pelaksanaan keperawatan komunitas. 46 (64,8%) responden menyatakan kepemimpinan kepala puskesmas baik dalam asuhan keperawatan komunitas dan 25 (35,2%) menyatakan buruk atau kurang baik.

Monitoring dan evaluasi atau supervisi yang dilakukan oleh kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon terhadap petugas dalam pelaksanaan keperawatan komunitas, menurut responden seimbang antara monitoring evaluasi baik dan kurang baik atau buruk, responden yang menyatakan monitoring dan evaluasi baik sebanyak 41 orang (57,7%) dan yang menyatakan kurang baik atau buruk sebanyak 30 orang (42,3%).

Setelah mendapatkan nilai koefisien jalur kemudian dibuatkan model atau memperbaiki model yang telah dibuat pada kerangka konsep dengan menggunakan model Trimming yaitu model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur analisis jalur dengan cara mengeluarkan dari model variabel eksogen (bebas) yang koefisien jalurnya tidak signifikan. Cara menggunakan model Trimming yaitu dengan menghitung ulang koefisien jalur tanpa menyertakan variabel eksogen (bebas) yang koefisien jalurnya tidak signifikan.

Model Struktur Empiris Final Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat :

Dari hasil akhir analisis jalur Pengaruh langsung variabel kepemimpinan terhadap pengetahuan sebesar 0,395, pengaruh langsung variabel kepemimpinan terhadap imbalan sebesar 0,157.

Pengaruh langsung variabel kepemimpinan terhadap variabel sikap sebesar 0,235, pengaruh variabel kepemimpinan terhadap variabel sikap melalui pengetahuan sebesar 0,159, pengaruh total variabel kepemimpinan terhadap variabel sikap sebesar 0,394, pengaruh langsung variabel pengetahuan terhadap variabel sikap sebesar 0,402, pengaruh langsung variabel masa kerja terhadap variabel sikap sebesar 0,227, pengaruh gabungan antara variabel X1,4,9 terhadap variabel sikap (Y) sebesar 0,274.

1052

Kepemimpinan

Sikap

Masa Kerja

Pengetahuan Kualitas

Pencatatan AskepImbalan

Page 14: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Pengaruh langsung variabel kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,468, pengaruh langsung variabel pengetahuan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,310, pengaruh langsung variabel imbalan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,116, pengaruh langsung variabel sikap terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,176, pengaruh variabel kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas melalui variabel pengetahuan sebesar 0,122, pengaruh variabel kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas melalui variabel imbalan sebesar 0,018, pengaruh variabel kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawat-an komunitas melalui variabel sikap sebesar 0,041, pengaruh variabel kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas melalui variabel pengetahuan dan sikap sebesar 0,028, pengaruh total variabel kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,678, pengaruh langsung variabel pengetahuan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,310, pengaruh variabel pengetahuan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas melalui variabel sikap sebesar 0,071, pengaruh total variabel pengetahuan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,381, pengaruh langsung variabel imbalan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,116, pengaruh variabel masa kerja terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas melalui variabel sikap sebesar 0,040, pengaruh langsung variabel sikap terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas sebesar 0,176, pengaruh gabungan variabel X1,4.,6,9 dan sikap (Y) terhadap Kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas (Z) sebesar 0,657

PEMBAHASAN Penilaian kualitas pencatatan dilihat dari pendokumentasian asuhan keperawatan

komunitas di puskesmas yang terdiri dari beberapa bagian dokumentasi yang tidak lain adalah proses keperawatan diantaranya pengkajian pada keluarga dan individu, pembuatan genogram dan denah rumah, analisis dengan prioritas masalahnya, rencana perawatan, implementasi dan evaluasi tindakan, serta penilaian tingkat kemandirian keluarga. Dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dibuat oleh perawat dibandingkan dengan standar yang seharusnya diisi pada masing-masing langkah asuhan keperawatan, sehingga bisa diketahui kekurangan (mempunyai kualitas yang kurang baik) dalam pengisian atau pembuatan dokumentasi asuhan keperawatan. Seperti diketahui yang dimaksud dengan standar adalah suatu kesepakatan tertulis yang isinya spesifikasi teknis atau kriteria lain yang persis untuk dipergunakan secara konsisten sebagai aturan-aturan pedoman atau mendefinisikan produk untuk memastikan bahwa semua bahan baku, proses dan pelayanan sesuai dengan tujuan.7 Pengertian lain tentang standar adalah hasil konsensus semua pihak yang terkait dengan suatu jasa pelayanan termasuk pasien, dan menjamin keseragaman spesifikasi teknis minimal yang harus dipenuhi.8

Penerapan standar secara benar akan melindungi pasien dari pelayanan kesehatan yang diberikan dengan mutu rendah yang dapat berakibat fatal. Standar juga dapat melindungi pemberi pelayanan kesehatan serta mempermudah dalam pelayanan karena terdeskripsikan secara jelas.

Dengan melakukan penilaian ini sama dengan melihat sejauh mana tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar yang seharusnya. Hasil penelitian Tamzil, 2004 kepatuhan perawat terhadap SOP pelayanan rawat inap sebesar 85%. Tentang mutu proses diketahui dari hasil pengamatan langsung atau review dari catatan dan informasi yang merupakan rekonstruksi yang cermat, apa yang lebih kurang terjadi. Menjaga mutu pelayanan kesehatan pada sisi proses pelayanan kesehatan, berhubungan secara langsung dengan praktek keperawatan dengan pasien. Sejak pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, penetapan rencana tindakan, implementasi tindakan keperawatan yang direncanakan dan tahap evaluasi,

1053

Page 15: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

apakah telah mengacu pada standar dan prosedur pelayanan yang ditetapkan secara profesional. Kepatuhan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan mengacu kepada standar dan prosedur tersebut sangat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan terhadap pasien. Dalam menilai apakah asuhan keperawatan yang diberikan bermutu atau tidak (kepatuhan terhadap standar pelayanan) dapat dilakukan oleh atasan atau teman sejawat (peer review) atau tim yang ditugasi, atau bahkan melalui laporan keluhan pasien. Dengan menggunakan instrumen-instrumen yang disediakan seperti daftar tilik (check list), kuesioner, wawancara dan sebagainya.

Kepatuhan/konformitas adalah berubahnya pandangan atau tindakan seorang individu sebagai akibat dari tekanan kelompok yang muncul karena adanya pertentangan antara pendapat si individu dengan pendapat kelompok.9 Konformitas dapat terjadi jika sasaran individu sesuai dengan nilai budaya atau norma sosial kelompoknya.9 Individu-individu yang bersikap sedemikian rupa ini biasanya sangat sukar diubah sikapnya karena merasa bersatu dengan kelompok sosialnya meskipun tidak selalu berarti bahwa mereka mempunyai kekuasaan di kelompok itu. Menurut Kelman.9 perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru menjadi internalisasi. Mula-mula individu mematuhi anjuran/instruksi Kepala Dinas Kesehatan tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan sering kali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran tersebut. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap kepatuhan ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/hilang, perilaku itupun ditinggalkan. Menurut Kelman selanjutnya, pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sangsi yang berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar. Individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar dari kelompok tersebut, mungkin sekali perilakunya akan berubah menjadi perilaku yang diinginkannya sendiri. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan yang menganjurkan perubahan tersebut. Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi di mana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.

Kepemimpinan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatanVariabel kepemimpinan merupakan variabel yang paling besar mempengaruhi kualitas

pencatatan asuhan keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon. Variabel kepemimpinan ini merupakan variabel utama yang mempengaruhi kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas karena di samping sebagai variabel yang paling besar mempengaruhi juga karena variabel lain yang mempengaruhi secara langsung terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan seperti faktor pengetahuan, imbalan dan sikap. Sehingga kalau ingin kualitas pencatatan asuhan keperawatan lebih baik maka faktor kepemimpinan kepala puskesmas yang harus sangat diperhatikan.

Walaupun latar belakang pendidikan kepala puskesmas bukan dari keperawatan atau dengan kata lain kepala puskesmas kurang memahami keperawatan komunitas tetapi dengan fungsinya sebagai pemimpin yang harus mampu memotivasi, menjadi inspirator bagi karyawan maka kepala puskesmas harus mampu mendayagunakan sumber daya yang ada. Sumber daya manusia merupakan prioritas utama untuk diberdayakan, dengan keterbatasan

1054

Page 16: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

baik dari kuantitas maupun kualitas. Untuk meningkatkan kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas maka kepala puskesmas harus mampu :1. Meningkatkan pengetahuan perawat dalam pelaksanaan keperawatan

komunitas seperti dijelaskan di atas.2. Merubah sikap perawat tentang keperawatan komunitas terutama perawat

yang mempunyai masa kerja yang lama karena dari hasil penelitian diperoleh hubungan atau korelasi negatif tanpa mengabaikan perawat-perawat muda.

3. Mengatur pendanaan yang ada di puskesmas untuk memberikan imbalan kepada perawat yang telah melakukan keperawatan komunitas dengan baik walaupun imbalan atau penghargaan tidak hanya dalam bentuk dana tetapi bisa juga dengan ucapan terima kasih atau pujian kepada perawat yang telah melakukan keperawatan komunitas dengan baik.

4. Menunjukan kepedulian dan perhatian terhadap pelaksanaan keperawatan komunitas dengan melakukan evaluasi secara khusus baik formal dalam pertemuan atau tidak formal, melakukan diskusi-diskusi tentang keperawatan komunitas, seperti yang dikemukakan Baldrige10 bahwa tinjauan kinerja yang dilakukan secara teratur memungkinkan pemimpin senior memonitor kinerja dan kemajuan-kemajuan yang dicapai, sehingga secara efektif akan diketahui kebutuhan perusahaan untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis.

Kemampuan kepemimpinan kepala puskesmas dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya yang ada di puskesmas dan lingkungan sekitarnya sangat diperlukan sehingga pelaksanaan keperawatan komunitas dapat berjalan dan pencatatan asuhan keperawatannya mempunyai kualitas yang baik. Sistem kepemimpinan yang efektif menurut Baldrige10 yaitu menghargai kapabilitas dan persyaratan karyawan serta stakeholder lainnya. Ia juga menetapkan ekspektasi tinggi terhadap kinerja dan perbaikan kinerja. Sistem kepemimpinan yang efektif membangun loyalitas dan kerja tim berdasarkan nilai-nilai organisasi dalam hal ini adalah puskesmas dan upaya pencapaian tujuan bersama. Ia mendorong dan mendukung inisiatif dan pengambilan resiko yang pantas, membawahi struktur organisasi untuk tujuan dan fungsi, menghindari rantai komando yang panjang dalam membuat keputusan. Sistem kepemimpinan yang efektif termasuk mekanisme pemimpin menjalankan pengujian diri sendiri, menerima umpan balik dan memperbaiki diri.

Kepala puskesmas harus mampu menerapkan sistem manajemen yang baik tentang kegiatan keperawatan komunitas dengan sumber daya yang ada yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Puskesmas harus menyediakan pelayanan yang sesuai dan bermanfaat serta memiliki kebijakan peningkatan kesejahteraan, kepuasan dan motivasi pegawai, yang mengatur semuanya itu adalah pimpinan puskesmas. Seorang kepala puskesmas harus memastikan terciptanya strategi, sistem, dan metode untuk mencapai kinerja yang baik, mendorong inovasi dan meningkatkan pegetahuan serta kapabilitas puskesmas yang dipimpinnya, sesuai dengan yang dikemukakan Baldrige10 bahwa keberhasilan untuk mencapai kinerja yang ekselen juga didukung oleh sistem yang mampu mendorong fleksibilitas, inovasi, pertukaran pengetahuan atau keterampilan, keselarasan kerja dengan sasaran perusahaan, fokus pada pelanggan, dan memiliki respon yang cepat terhadap perubahan bisnis dan persyaratan pasar.

Dijelaskan lagi bahwa pemimpin senior secara perorangan harus terlibat dalam tindakan perbaikan kinerja. Porsi waktu yang signifikan harus digunakan untuk aktifitas perbaikan kinerja ini. Hal ini semestinya harus tercermin dalam tindakan-tindakan nyata misalnya dalam penetapan sasaran, perencanaan dan pengakuan serta penghargaan terhadap pencapaian kinerja dan keberhasilan perbaikan proses.

Memimpin bersifat personal dan impersonal, walaupun perencanaan dan pengorganisasian menyediakan petunjuk dan pengarahan tetapi orang-oranglah yang

1055

Page 17: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

melaksanakan pekerjaan itu, dan orang biasanya tidak dapat diduga, mereka mempunyai kebutuhan, aspirasi, kepribadian, dan sikap yang unik.5 Pemimpin harus memperhitungkan persepsi dan perilaku yang unik ini dengan cara tertentu untuk diarahkan menuju tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Pengetahuan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatanHasil penelitian menemukan bahwa variabel pengetahuan baik secara langsung

mapun tidak langsung melalui variabel sikap mempengaruhi kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pengetahuan merupakan proses penginderaaan sehingga orang menjadi tahu bagaimana melakukan asuhan keperawatan komunitas dengan baik. Banyak cara orang atau perawat menjadi tahu tentang keperawatan komunitas bisa melalui pendidikan dan pelatihan, membaca teori-teori atau pedoman-pedoman keperawatan komunitas, melihat atau memperhatikan teman kerja melakukan asuhan keperawatan komunitas, atau karena dorongan dari pimpinannya. Menurut Gibson5 bahwa tambahan pengetahuan baru yang signifikan akan menyebabkan terjadinya perubahan yang lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan datang dari manusia, sistem, dan prosedur perusahaan, tujuan finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal, di Balanced Scorecard biasanya akan memperlihatkan adanya kesenjangan antara kapabilitas sumber daya manusia, sistem dan prosedur saat ini dengan apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja yang penuh terobosan.11

Karena pengetahuan mempengaruhi kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas, maka untuk memperbaiki kualitas berarti harus ada penambahan pengetahuan perawat tentang keperawatan komunitas. Perubahan atau penambahan pengetahuan bisa berasal dari diri sendiri (internal) dengan kata lain ada keinginan perawat untuk meningkatkan pengetahuannya, bisa juga berasal dari luar individu perawat misalnya karena peraturan atau dorongan dari pimpinan atau kelompoknya. Sehingga dengan meningkatnya pengetahuan tentang pelaksanaan keperawatan komunitas maka perawat akan melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

Imbalan terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatanHasil penelitian menemukan bahwa imbalan mempengaruhi kualitas pencatatan asuhan

keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon, imbalan di sini bisa dalam bentuk uang atau penghargaan lainnya berkaitan dengan hasil kerja perawat yaitu pelaksanaan asuhan keperawatan yang didokumentasikan dengan baik. Hasil penelitian ini mendukung dan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gibson 5 bahwa salah satu pengaruh yang paling kuat atas prestasi individu ialah sistem imbalan dalam organisasi.

Sejalan pula dengan konsep Baldrige10; hal-hal yang berkaitan dengan pelanggan, kinerja, dan keuangan merupakan hal utama yang digunakan dalam penentuan prioritas untuk perbaikan organisasi. Kemudian menyebutkan juga bahwa sekali perusahaan (puskesmas) menetapkan sasaran kinerja utama, perusahaan tersebut harus meninjau sistem kompensasi, penghargaan, dan pengakuan untuk menjamin dukungan pegawai pada pencapaian sasaran strategis perusahaan. Pelanggan menentukan nasib perusahaan (puskesmas), keberadaan perusahaan dan kemampuannya untuk bertahan tergantung pada kemampuannya menghasilkan nilai-nilai yang bermanfaat atau dirasakan bermanfaat oleh pelanggan. Pelanggan yang dimaksud adalah pelanggan internal yaitu karyawan puskesmas dalam hal ini adalah perawat dan pelanggan eksternal yaitu pasien yang menggunakan pelayanan puskesmas.

Puskesmas perlu menyediakan sistem penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi, pengaturannya dilakukan oleh kepala puskesmas. Menurut Kaplan11 menyebutkan bahwa

1056

Page 18: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

persoalannya bukan apakah perlu atau tidak tetapi kapan dan bagaimana hubungan itu seharusnya diciptakan. BSC menawarkan pendekatan alternatif untuk menetapkan kapan kompensasi insentif dibayarkan. Pimpinan dapat menetapkan ambang batas minimum untuk semua atau bagian-bagian yang penting, batasan ini harus memotivasi kinerja yang seimbang pada perspektif finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pertimbangan lebih lanjut muncul dari kesadaran bahwa kompensasi insentif adalah sebuah contoh dari motivasi ekstrinsik, di mana pekerja bertindak karena akan diberi imbalan untuk pencapaian target yang telah ditentukan dengan jelas.

Sehubungan hal di atas, kalau kita ingin pelaksanaan keperawatan komunitas berjalan dengan baik mempunyai pencatatan asuhan keperawatan dengan baik pula maka puskesmas dalam hal ini pengaturannya dilakukan oleh kepala puskesmas harus menyediakan sistem penghargaan terhadap hasil kerja karyawan

Sikap terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatanSeperti dijelaskan di atas bahwa sikap merupakan gejala dari rangsangan yang

datang dari luar, dan sikap melibatkan pikiran, perasaan, dan perhatian seperti dijelaskan Notoatmodjo12 sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menemukan bahwa sikap mempengaruhi hasil kerja yaitu asuhan keperawatan komunitas. Hasil penelitian ini memperkuat yang dikemukakan Gibson5 bahwa Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.

Karena sikap merupakan gejala dari rangsangan yang datang dari luar, maka kalau kita ingin merubah sikap perawat, faktor yang mempengaruhinya kita perbaiki. Hasil penelitian menemukan tiga faktor yang mempengaruhi sikap perawat pada pelaksanaan keperawatan komunitas yaitu kepemimpinan kepala puskesmas, pengetahuan perawatnya sendiri, dan masa kerja perawat. Dengan memperbaiki faktor luar maka sikap perawat akan berubah (muncul perasaan tertarik terhadap pelaksanaan keperawatan komunitas) dari sikap negatif menjadi sikap positif sehingga kualitas pencatatan asuhan keperawatanpun akan berubah menjadi lebih baik.

SIMPULAN1. Dokumentasi atau pencatatan asuhan keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon

yang mempunyai kualitas baik sebesar 59,2% dan yang mempunyai kualitas buruk sebesar 40,8%.

2. Pengaruh kepemimpinan kepala puskesmas, pengetahuan, imbalan, masa kerja dan sikap perawat secara gabungan terhadap kualitas pencatatan keperawatan komunitas, mendukung hipotesis 1 tetapi untuk variabel pendidikan, pelatihan, karakteristik puskesmas, dana, sarana dan monev tidak mempunyai hubungan atau pengaruh terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas.

3. Pengaruh terbesar terhadap kualitas pencatatan keperawatan komunitas adalah kepemimpinan baik pengaruh langsung maupun tidak langsung, mendukung hipotesis 4 dan hipotesis 5.

4. Ada pengaruh pengetahuan terhadap kualitas pencatatan keperawatan komunitas baik pengaruh langsung maupun tidak langsung, mendukung hipotesis 4 dan hipotesis 5.

5. Ada pengaruh sikap terhadap kualitas pencatatan keperawatan komunitas, mendukung hipotesis 1 dan hipotesis 4.

1057

Page 19: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

6. Ada pengaruh imbalan terhadap kualitas pencatatan keperawatan komunitas, mendukung hipotesis 1 dan hipotesis 4.

7. Ada pengaruh masa kerja terhadap kualitas pencatatan keperawatan komunitas melalui sikap, mendukung hipotesis 5.

SARANBagi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Cirebon : perlunya peningkatan

kemampuan kepemimpinan kepala puskesmas, dengan melakukan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan, mengadakan seminar-seminar tentang kepemimpinan.1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon :

1) Perlunya Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon meningkatkan pembinaan kepada kepala puskesmas, dengan melakukan pertemuan rutin di Dinas Kesehatan setiap minimal tiga bulan sekali.

2) Perlunya melakukan supervisi/monitoring dan evaluasi, dengan cara mengunjungi puskesmas secara teratur dan berkesinambungan.

3) Perlunya penilaian kredit point yang benar-benar sesuai aturan yang berlaku4) Perlunya pemegang program keperawatan komunitas di Dinas Kesehatan melakukan

pembinaan dan bimbingan teknis keperawatan komunitas kepada perawat puskesmas, dengan melakukan diskusi dan pembahasan kasus.

5) Perlunya melakukan pelatihan keperawatan komunitas, dengan memilih materi yang sesuai, metode pembelajaran yang sesuai, pengajar yang kompeten di bidangnya, lamanya waktu sesuai ketentuan pelatihan, melakukan evaluasi dan tindak lanjut pelatihan.

6) Perlunya menyediakan sarana penunjang pelaksanaan keperawatan komunitas, dengan cara menyediakan format asuhan keperawatan sesuai kebutuhan, dan mengadakan PHN kit.

2. Bagi puskesmas :1) Perlunya melakukan pembinaan kepada karyawan, dengan cara melakukan pertemuan

mingguan dan bulanan secara rutin, melakukan diskusi-diskusi tentang pelaksanaan keperawatan komunitas

2) Perlunya kepala puskesmas menunjukan perhatian pada pelaksanaan keperawatan komunitas, dengan cara menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh perawat, memberikan penghargaan baik secara lisan dengan pujian atau mengatur anggaran yang ada untuk memberikan imbalan bagi mereka yang telah melakukan asuhan keperawatan dengan baik.

3) Bagi peneliti lain Penelitian ini mampu menjelaskan 65,7% pengaruh terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas dan menyisakan 34,3% variabel lain yang tidak terjelaskan.

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat.

Jakarta; DepKes RI:1998.2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kegiatan perawat kesehatan masyarakat. Jakarta;

DepKes RI:2004.3. Departemen Kesehatan RI. Rancangan pedoman promosi kesehatan bagi perawat

kesehatan masyarakat. Jakarta; DepKes RI: 2004.4. Departemen Kesehatan RI. Rancangan pedoman peningkatan kinerja perawat Di

Puskesmas. Jakarta;DepKes RI: 2004.5. Gibson, James L. Organisasi, perilaku-struktur-proses. Jakarta : Erlangga; 1994.

1058

Page 20: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

6. Goetsch David et al. Manajemen Mutu Total. Edisi terjemahan, Prentice Hall Inc; 1997

7. Tjiptono, Fandi & Anastasia Diana. Total quality manajemen. Yogyakarta: Andi Offset; 1998.

8. Wijono, Djoko. Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press; 1999

9. Sarwono, Solita. Sosiologi kesehatan beberapa konsep beserta aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1993.

10. Haris, Abdul. 7 pilar perusahaan unggul, implementasi kriteria baldrige untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.

11. Kaplan. The balanced on the balanced scorecard a critical analysis of some of its assumption. Managemen Accounting Research. Elsevier: Academic Press;2000.

12. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta; 2005.

1059

Page 21: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA TINGKAT II TERHADAP PELAYANAN BAGIAN KEUANGAN STIKes

Indra Karana Napitupulu*

ABSTRAKKepuasan adalah perasaan senang ataupun kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara umum tingkat kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan bagian keuangan yang ada di lingkungan STIKes Dharma Husada Bandung. Total responden adalah 102 mahasiswa dari perwakilan seluruh program studi. Instrumen kuisioner terdiri dari 20 pernyataan. Dari semua kuesioner yang telah disebarkan, kuesioner yang masuk/kembali pada tanggal yang telah ditentukan untuk pengolahan data sebanyak 102 kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat. Hasil penelitian tentang tingkat kepuasan pelayanan bagian keuangan di STIKes Dharma Husada Bandung, menunjukkan nilai kepuasan secara umum sebagai berikut : penilaian untuk kuisioner harapan terhadap sampel responden yang ada memberikan hasil skor rata-rata > 5,00 dengan kategori kalsifikasi adalah sangat Pentingsebesar 60 (58,8%) responden artinya adalah mahasiswa menilai pernyataan kuisioner yang diberikan sangat penting untuk diaplikasikan. Sedangkan penilaian untuk kuisioner kenyataan terhadap respon responden memberikan hasil skor rata – rata > 4,00 – < 4,99 dengan kategori klasifikasi adalah puas sebesar 60 (58,8%) responden artinya mahasiswa merasa puas dengan pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung.Kata Kunci : Tingkat Kepuasan, Pelayanan

ABSTRACT

Satisfaction is the feeling of pleasure or disappointment of someone who derives from the comparison between his impressions of the performance (or outcome) of a product and its expectations. The studi aims to is to determine the general level of student satisfaction with the service of the financial department in the STIKes Dharma Husada Bandung. The total respondents were 102 students from representatives of all study programs. The questionnaire instrument consists of 20 statements. Of all the questionnaires that have been distributed, the questionnaire that entered/returned on a predetermined date for processing 102 data questionnaires. Data analysis is done univariat The results of research on the level of satisfaction of financial services in STIKes Dharma Husada Bandung, showed the value of satisfaction in general as follows: assessment for questionnaire expectations of the sample respondents who provide results average score> 5.00 with the category of calcification is very important for 60 (58.8%) of respondents means that students judge the questionnaire statement given is very important to be applied. While the assessment for the questionnaire of the reality of the respondent's response gives the result of the average score> 4.00 - <4.99 with the classification category is satisfied by 60 (58.8%) respondents means that students are satisfied with the financial service STIKes Dharma Husada Bandung.Keywords: Level of Satisfaction, Service

1060

Page 22: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

*Staf pengajar STIKes Dharma Husada Bandung

PENDAHULUAN

Keadaan persaingan yang cukup kompetitif antar perguruan tinggi menuntut lembaga pendidikan memperhatikan mutu pendidikan dan kelembagaan sehingga mampu serta unggul dalam persaingan tersebut. Perguruan tinggi harus melakukan langkah antisipasi guna menghadapi persaingan yang semakin kompetitif serta bertanggung jawab untuk menggali dan meningkatkan segala aspek pelayanan yang dimiliki, karena sebuah pelayanan yang dimiliki oleh lembaga tertentu akan menjadi gambaran dari kualitas lembaga tersebut, jika pelayanan yang diberikan menurut konsumen itu baik maka sebuah lembaga tersebut bisa dikatakan baik.1

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung sebagai lembaga pelayanan pendidikan, terdapat pelimpahan kewenangan pengelolaan pemenuhan jaminan kualitas terhadap mahasiswa tingkat II. Sehingga berdasarkan desentralisasi tersebut, Program studi berkewajiban memenuhi jaminan kualitas. Utamanya yang secara langsung bersinggungan dengan mahasiswa tingkat II antara lain adalah jaminan kualitas pelayanan bagian keuangan.Kualitas pelayanan bagian keuangan tidak terlepas dari prinsip-prinsip administrasi pelayanan sebagai berikut: prinsip efesiensi adalah prinsip yang berkenaan dengan penggunaan sumber daya yang ada baik meliputi fasilitas, tenaga, hardware dan software, dan resources yang lain untuk mendukung keberhasilan tugas administrasi pelayanan. Selanjutnya prinsip pengelolaan berkenaan dengan prinsip manajemen seperti prinsip planning, organizing, controlling dan directing, kemudian prinsip prioritas yang berkenaan dengan pengutamaan suatu aktivitas apabila terjadi double job dalam satu tempo, semisal munculnya pekerjaan manajemen dan operatif dalam waktu bersamaan. Seringkali seorang administrator mendahulukan tugas operatif, sedangkan melupakan tugas manajemen yang seharusnya menjadi prioritasnya dan prinsip teamwork yaitu kerjasama baik antar orang yang terlibat dalam suatu secara vertikal maupun horisontal tentunya akan menciptakan suatu konduktifitas iklim dan memacu pada keberhasilan suatu teamwork project.1,2,3,4,5

Prinsip-prinsip tersebut di atas merupakan bagian penting dalam pengaplikasian administrasi akademik, oleh karena itu ketika prinsip – prinsip itu dipenuhi maka akan mencapai tujuan dibentuknya tujuan dari pelayanan adalah membentuk manajemen yang baik, mendorong produktivitas kerja, memaksimalkan pemanfaatan SDM dan sumber daya lain (uang, material, metode) secara terpadu, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Hal ini dilakukan untuk upaya memberikan kepuasan kepada mahasiswa.

Kepuasan merupakan perasaan senang ataupun kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Apabila kinerja lebih kecil dari harapan konsumen akan merasakan tidak puas. Apabila kinerja sama dengan harapan konsumen akan merasakan puas. Apabila kinerja melebihi harapan, konsumen akan merasakan sangat puas. Ketika konsumen merasakan ketidakpuasan, konsumen akan enggan untuk menggunakan lagi jasa perusahaan tadi. Mereka akan cenderung untuk mencari perusahaan lain yang mereka anggap akan menawarkan tingkat kepuasan yang mereka harapkan, atau dengan kata lain jika tingkat kepuasan yang dirasakan rendah, maka akan mempengaruhi niat untuk berpindah.6 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara umum tingkat kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan bagian keuangan yang ada di lingkungan STIKes Dharma Husada Bandung.

METODE PENELITIANDalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah riset deskriptif sesuai

dengan tujuan penelitian untuk menguraikan sifat-sifat dari suatu keadaan. Data yang

1061

Page 23: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

diperlukan akan diperoleh berdasarkan rumusan masalah. “Metode deskriptif kuantitatif dipergunakan untuk pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan tujuannya adalah untuk mencari gambaran yang sistematis, fakta yang akurat”.7 Sesuai dengan apa yang menjadi tujuan penelitian ini, riset deskriptif ini dilakukan untuk menguraikan sifat-sifat dari suatu keadaan yakni untuk mengetahui seberapa tinggi kepuasan Mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung di tinjau dari pelayanan yang dialami dengan pelayanan yang diharapkan sesuai dengan indikator kualitas layanan yaitu Reliability (kepercayaan), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (keyakinan), Emphaty (perhatian individu), dan Tangibles (berwujud).

Metode dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan stratifield random sampling yaitu pengambilan sampel dengan memperhatikan strata (tingkatan) didalam populasi.8,9 Data yang didapat dari pengukuran tingkat kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan bagian keuangan kemudian diolah menggunakan teknik deskriptif dimana hasil yang didapatkan menggambarkan tingkat kepuasan mahasiswa. tingkat II.

Pelaksanaan survei kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap penyelenggaraan pelayanan mahasiswa tingkat II dapat dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan dan penyajian hasil survei, yang mencakup langkah-langkah, sebagai berikut: menyusun instrumen survei, menentukan besaran dan teknik penarikan sampel, menentukan responden, melaksanakan survei, mengolah hasil survei dan menyajikan dan melaporkan hasil. Untuk melakukan survei dapat menggunakan teknik survei, antara lain: kuesioner dengan wawancara tatap muka, kuesioner melalui pengisian sendiri dan kuesioner elektronik (internet/e-survey).

Instrument pengukuran tingkat kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan adalah Instrument kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan terdiri dari 20 pernyataan. Nilai pernyataan dalam instrument kuesioner ini terdiri atas 2, yaitu penyataan harapan dan kenyataan.

Dalam setiap pernyataan dalam kuisioner ini mempunyai skala 1-5. Untuk pernyataan yang bersifat harapan mempunyai Nilai skala 1 adalah nilai terendah dalam rentang nilai 1 harapan yang ada, artinya responden menilai pernyataan tersebut sangat tidak penting terhadap pernyataan yang diberikan didalam kuesioner tersebut. Nilai skala 2 adalah tidak penting, artinya responden menganggap tidak penting terhadap pernyataan yang diberikan didalam kuesioner tersebut. Nilai skala 3 adalah ragu – ragu, artinya responden ragu – ragu dalam menilai pernyataan yang diberikan didalam kuesioner tersebut. Ninai skala 4 adalah penting, artinya responden menggap penting dengan pernyataan yang di sajikan dalam kuisioner tersebut. Sedangkan nilai tertinggi adalah skala 5 dengan penilaian sangat penting, artinya responden menganggap sangat penting terhadap pernyataan yang di sajikan dalam pernyataan dalam kuisiner kepuasan mahasiswa tingkat II STIKes Dharma Husada Bandung terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung.

Untuk penilaian pernyataan kenyataan mempunyai skala 1-5 dimana skala terendah adalah 1 dengan pernyataan kepuasan tidak puas, yang artinya responden menganggap tidak puas dengan pernyataan yang disajikan dalam kuisioner. Nilai skala 2 adalah kurang puas, artinya responden menganggap kurang puas dengan pernyataan yang disajikan dalam kuisioner. Nilai skala 3 adalah cukup puas, artinya responden menilai cukup puas dengan pernyataan yang diberikan dalam kuisioner. Nilai skala 4 adalah puas, artinya responden menilai puas dengan pernyataan yang diberikan dalam kuisioner. Dan nilai skala tertinggi dalam kuisioner ini adalah 5 dengan penilaian sangat puas, artinya responden menilai sangat puas dengan pernyataan yang diberikan dalam kuisioner.

Proses pengolahan data dilakukan dengan program SPSS. Selanjutnya melakukan penyusunan tabel klasifikasi untuk menentukan nilai rata-rata kepuasan tiap aspek yang didapatkan, sehingga dapat disimpulkan tingkat kepuasan mahasiswatingkat II terhadap aspek

1062

Page 24: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

yang dinilai. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat disusun tabel klasifikasi skala kepuasan mahasiswatingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan terhadap mahasiswatingkat II STIKes Dharma Husada Bandung. Adapun tabelnya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.Klasifikasi Skala Kepuasan Mahasiswa Tingkat II Terhadap Pelayanan Bagian Keuangan STIKes Dharma Husada Bandung

Rata - rata Skor Jawaban Klasifikasi Kepuasan

> 5,00> 4,00 – 4,99> 3,00 – 3,99> 2,00 – 2,99> 1,00 – 1,99

Sangat Puas/Sangat PentingPuas/Penting

Cukup Puas/Ragu – raguKurang Puas/Tidak Penting

Tidak Puas/Sangat Tidak Penting.10

HASIL PENELITIAN

Hasil Pengukuran Statistik Pernyataan HarapanTabel 2. Hasil Penghitungan Pernyataan Harapan

Kategori Frekuensi Persentase

Ragu-ragu 12 11,8Penting 30 29,4Sangat penting 60 58,8Total 102 100,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden menjawab sangat penting terhadap kenyataan yaitu 60 (58,8%).

Hasil Pengukuran Statistik Pernyataan Kenyataan

Tabel 3. Hasil Penghitungan Pernyataan Kenyataan

Kategori Frekuensi PersentaseKurang puas 10 9,8Cukup puas 12 11,8Puas 60 58,8Sangat Puas 20 19,6Total 102 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden menjawab puas terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada yaitu 60 reponden (58,8%).Dari 102 responden yang telah mengisi kuesioner kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan, hasil rata-rata menunjukan hasil 60 (58,8%) responden menyatakan puas pada pernyataan yang disajikan dalam kuisioner. Sebanyak 20 (19,6%) responden menyatakan sangat puas pada pernyataan yang disajikan dalam kuesioner. Sebanyak 12 (11,8%) responden menyatakan cukup puas pada pernyataan yang disajikan dalam kuisioner. Dan dari 102 mahasiswa tingkat II yang menjadi responden sebanyak 10 (9,8%) responden menyatakan kurang puas terhadap pernyataan yang disajikan dalam kuesioner kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung.

Ternyata menurut kenyataan bahwa kepuasan mahasiswa dibawah harapan. Kepuasan merupakan perasaan senang ataupun kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara

1063

Page 25: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Apabila kinerja lebih kecil dari harapan konsumen akan merasakan tidak puas. Apabila kinerja sama dengan harapan konsumen akan merasakan puas. Apabila kinerja melebihi harapan, konsumen akan merasakan sangat puas. Ketika konsumen merasakan ketidakpuasan, konsumen akan enggan untuk menggunakan lagi jasa perusahaan tadi. Mereka akan cenderung untuk mencari perusahaan lain yang mereka anggap akan menawarkan tingkat kepuasan yang mereka harapkan. Atau dengan kata lain jika tingkat kepuasan yang dirasakan rendah, maka akan mempengaruhi niat untuk berpindah.6

Untuk meningkatkan kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan bagian keuangan maka disiplin kerja harus lebih ditingkatkan, jadwal pekerjaan, kebersihan serta kerapihan ruangan harus diperhatikan.

PEMBAHASANHarapan Terhadap Pelayanan Bagian Keuangan

Hasil pengolahan data menggunakan SPSS menunjukkan sebagian besar mahasiswa tingkat II menganggap sangat penting terhadap pernyataan yang disajikan dalam kuesioner kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung. Dari 102 responden, sebanyak 60 (58,8%) orang rata-rata menjawab sangat penting terhadap pernyataan yang disajikan dalam kuesioner. Sebanyak 30 (29,4%) responden rata-rata menjawab sangat penting terhadap pernyataan yang di sajikan dalam kuesioner. Dan dari 102 responden, sebanyak 12 (11,8%) responden rata – rata menjawab ragu – ragu terhadap pernyataan yang disajikan dalam kuisioner kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung.

Hal ini sangat penting ini untuk memperbaiki tingkat pelayanan kepada mahasiswa karena harapan adalah keinginan yang diharapkan mahasiwa agar mendapatkan pelayanan sesuai strandar, harapan dapat tercapai ketika pelayanan keuangan sesuai dengan harapan yaitu prosedur pelayanan di bagian keuangan tidak berbelit-belit, proses pelayanan di bagian Keuangan cepat dan tepat, kegiatan administrasi rapi dan teratur, Staf Keuangan memberi pelayanan yang memuaskan serta disiplin kerja yang tinggi dan penyampaian informasi jelas dan mudah dimengerti.

Kenyataan Terhadap Pelayanan Bagian KeuanganDari 102 responden yang telah mengisi kuesioner kepuasan mahasiswa tingkat II

terhadap pelayanan, hasil rata-rata menunjukan hasil 60 (58,8%) responden menyatakan puas pada pernyataan yang disajikan dalam kuisioner. Sebanyak 20 (19,6%) responden menyatakan sangat puas pada pernyataan yang disajikan dalam kuesioner. Sebanyak 12 (11,8%) responden menyatakan cukup puas pada pernyataan yang disajikan dalam kuisioner. Dan dari 102 mahasiswa tingkat II yang menjadi responden sebanyak 10 (9,8%) responden menyatakan kurang puas terhadap pernyataan yang disajikan dalam kuesioner kepuasan mahasiswa tingkat II terhadap pelayanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung.

Ternyata menurut kenyataan bahwa kepuasan mahasiswa dibawah harapan. Kepuasan merupakan perasaan senang ataupun kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Apabila kinerja lebih kecil dari harapan konsumen akan merasakan tidak puas. Apabila kinerja sama dengan harapan konsumen akan merasakan puas. Apabila kinerja melebihi harapan, konsumen akan merasakan sangat puas. Ketika konsumen merasakan ketidakpuasan, konsumen akan enggan untuk menggunakan lagi jasa perusahaan tadi. Mereka akan cenderung untuk mencari perusahaan lain yang mereka anggap akan menawarkan tingkat kepuasan yang mereka harapkan. Atau dengan kata lain jika tingkat kepuasan yang dirasakan rendah, maka akan mempengaruhi niat untuk berpindah.6

1064

Page 26: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Untuk meningkatkan kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan bagian keuangan maka disiplin kerja harus lebih ditingkatkan, jadwal pekerjaan, kebersihan serta kerapihan ruangan harus diperhatikan.

SIMPULANTingkat kepuasan pelayanan bagian keuangan di lingkungan kampus STIKes Dharma

Husada Bandung, menunjukkan nilai rata-rata kepuasan secara umum untuk kuesioner harapan terhadap sampel responden yang ada memberikan hasil skor rata-rata > 5,00 dengan kategori kalsifikasi adalah sangat penting sebesar 60 (58,8%) responden. Artinya adalah mahasiswa tingkat II menilai pernyataan kuesioner yang diberikan sangat penting untuk diaplikasikan. Sedangkan penilaian untuk kuesioner kenyataan terhadap respon responden memberikan hasil skor rata-rata > 4,00 – < 4,99 dengan kategori klasisfikasi adalah puas sebesar 60 (58,8%) responden. Artinya mahasiswa tingkat II merasa puas dengan pelyanan bagian keuangan STIKes Dharma Husada Bandung.

SARANMeskipun secara umum mahasiswa tingkat II STIKes Dharma Husada Bandung merasa

puas terhadap pelayanan bagian keuangan, namun ada beberapa masukan yang harus diperhatikan untuk memaksimalkan pelayanan di bagian keuangan. Adapun beberapa masukan sebagai berikut :1. Disiplin kerja harus lebih ditingkatkan.2. Jadwal pekerjaan harus diperhatikan.3. Kebersihan dan kerapihan ruangan harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA1. M. daryanto. Administrasi pendidikan. Jakarta: PT  Rineka Cipta; 19982. Burhanudin, Yusak. Administrasi pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia; 19983. Herabudin. Administrasi dan supervisi pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia; 20094. Engkoswara dan Aan  Komariah. Administrasi pendidikan. Bandung: Alfabeta; 20105. Suharsaputra,Uhar. Administrasi pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama; 20136. Kotler, Philip. Marketing management. 11st edition. Prentice Hall, New Jersey; 20037. Furchan, A. Pengantar penelitian dalam pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 20048. Sugiarto, dkk. Teknik sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 20019. Purwanto, J. Editor: Sri Budianti. Dasar-dasar metode penarikan sampel. Jakarta: STIS;

200310. Sugiono. Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2009

1065

Page 27: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN LAPTOP DENGAN KELUHAN KESEHATAN AKIBAT PENGGUNAAN LAPTOP

Muslimin Ali*

ABSTRAKMenguatnya daya beli konsumen berdampak pada penjualan notebook atau laptop. Penggunaan laptop juga menjadi sesuatu yang fenomenal di perguruan tinggi, termasuk dalam lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Perilaku penggunaan laptop yang kurang baik dapat menimbulkan keluhan kesehatan pada pengguna. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang mayoritas memiliki keluhan disetiap bagian tubuhnya yaitu pada musculoskeletal dan pada mata. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perilaku penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop pada Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2018. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner. Rancangan penelitian ini adalah desain cross sectional, dengan populasi dan sampel seluruh pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2018 sebanyak 65 responden. Data dianalisis secara statistik menggunakan uji chi square pada tingkat kemaknaan 5% (0,05). Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop (Pvalue = 0,961), tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop (Pvalue = 0,782), tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop (Pvalue = 0,065), ada hubungan yang bermakna antara posisi tubuh saat menggunakan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop (Pvalue = 0,002).

Kata Kunci : Perilaku Penggunaan Laptop, Keluhan kesehatan

ABSTRACTThe strengthening of consumer purchasing power affects the sales of notebook or laptop. The use of laptops also be something phenomenal in college, including Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Laptop usage behavior can cause adverse health complaints on the user. Based on the results of the study found that regular students of public health studies program Dinas Kesehatan Kabupaten Subang majority of complaints every part of his body is in musculoskeletal and eyes. The purpose of this study was to determine the relationship between the behavior of the use of a laptop with health complaints as a result of the use of laptops in the regular students of public health studies program Dinas Kesehatan Kabupaten Subang 2018. Method of data collection is done with the interview using a research instrument in the form of a questionnaire. The study design was cross-sectional design, with a sample of the entire student population and the Dinas Kesehatan Kabupaten Subang in 2018 as many as 65 respondents. Data were statistically analyzed using chi square test at 5% significance level (0.05). Results of this study showed no significant relationship between the size of a laptop with the perceived health complaints as a result of the use of a laptop (pvalue = 0.961), there was no significant association between duration of use of a laptop with the perceived health complaints as a result of the use of a laptop (pvalue = 0.782), not No significant association between the frequency of the use of a laptop with the perceived health complaints due to the use of a laptop (pvalue = 0.065), there was a significant correlation between the position of the body when using a laptop with perceived health complaints due to the use of a laptop (pvalue = 0.002).

Keywords : Laptop useg behaviour, health complaints

* Staf Pengajar Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes Cirebon

1066

Page 28: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

PENDAHULUANMenguatnya daya beli konsumen berdampak pada penjualan notebook atau laptop.

Merujuk pada data International Data Corp (IDC), kuartal II 2010, penjualan laptop konsumer melejit 35,45 persen dari 753.000 unit menjadi 1,02 juta unit. Di kuartal sebelumnya, penjualan laptop konsumer juga menanjak 32,5 persen mencapai 993.000 unit dari penjualan kuartal I 2009. Menurut Andreas Diantoro, Direktur Pengelola Dell Asia Tenggara, kenaikan ini terjadi karena laptop tak lagi menjadi barang mewah di Indonesia. Baik karyawan, mahasiswa, maupun pelajar mulai beralih dari desktop ke laptop.1

Kenaikan minat masyarakat terhadap pengguna laptop disebabkan karena beberapa alasan. Pertama, harga laptop tiap tahun semakin murah, bahkan hampir setara dengan harga PC (personal computer) membuat orang berpikir dua kali untuk membeli PC (personal computer). Kedua, sifatnya yang dinamis dan mudah dibawa kemana-mana. Belakangan ini juga terjadi kecenderungan penggantian PC (personal computer) dengan laptop pada perkantoran, bahkan pada perkantoran yang tidak mengharuskan karyawannya untuk melakukan mobilitas tinggi.1

Penggunaan laptop juga menjadi sesuatu yang fenomenal di perguruan tinggi, termasuk dalam lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang mulai dari pimpinan, pegawai, hingga karyawan. Bagi karyawan, laptop yang ditunjang dengan adanya fasilitas hotspot di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang lebih banyak digunakan untuk browsing bahan bacaan, maupun berita, mengerjakan tugas kerjaan kantor, dan menjelajah jejaring sosial untuk memperluas pergaulan dan wawasan.2

Kehadiran laptop selain dapat memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif bagi penggunanya. Salah satu dampak negatifnya adalah desain laptop yang cenderung kurang memperhatikan ergonomi bagi penggunanya, seperti keyboard dan monitor.3 Susunan huruf di keyboard yang menggunakan standar asing membuat laptop di Indonesia harus menyesuaikan lagi dengan susunan hurufnya.3 Monitor yang menyatu dengan keyboard akan membuat pengguna kesulitan menerapkan sikap dan perilaku ergonomi yang baik.4

Menurut teori yang dikemukakan oleh Bloom, bahwa perilaku manusia di bagi ke dalam 3 domain (ranah) yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut diukur melalui pengetahuan (knowledge), attitude), dan praktik (practical).5

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan didasari pengetahuan diharapkan sikap dan perilaku akan mengikuti.6

Perilaku dalam penggunaan laptop yang tidak baik seperti monitor yang menyatu dengan keyboard pada laptop mengakibatkan ruang gerak tangan untuk mengetik menjadi sempit, posisi pergelangan tangan tidak ergonomis, dan posisi siku tidak membentuk sudut 90°. Hal ini nantinya akan berdampak buruk bagi kesehatan terutama musculoskeletal. Gangguan pada bagian lengan dan telapak tangan awalnya dirasakan nyeri oleh pengguna laptop pada bagian pergelangan, nyeri siku, hingga cedera yang lebih serius seperti Carpal Tunnel Syndrome, yaitu terjepitnya saraf di bagian pergelangan yang menyebabkan nyeri di seluruh tangan. Cedera ini harus segera diatasi sebelum terlambat, karena pada stadium lanjut harus dilakukan tindakan operasi.6

Berdasarkan penelitian terdahulu terkait perilaku dan keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop pada pegawai sarjana reguler fakultas ilmu komputer universitas Indonesia oleh Ananda Puspitasari (2012) dengan sampel yang digunakan sebesar 116 responden didapatkan hasil bahwa perilaku penggunaan laptop yang meliputi ukuran laptop yang digunakan responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu ukuran kecil sebanyak 22,4%

1067

Page 29: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

dan ukuran besar sebanyak 77,6%. Penggunaan laptop dengan frekuensi rendah sebesar 6% dan frekuensi tinggi 94%.7

Penggunaan laptop dengan durasi rendah sebesar 0,9% dan durasi tinggi sebesar 99,1%. Penggunaan laptop dengan posisi tubuh buruk sebesar 52,60% dan posisi tubuh baik sebesar 47,40%. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu desain tempat kerja yang kurang ergonomis, durasi dan frekuensi penggunaan laptop yang tinggi, belum menerapkan beberapa prinsip ergonomi dengan baik, dan bentuk laptop yang tidak ergonomis.7

Mayoritas responden memiliki keluhan kesehatan pada musculoskeletal dan mata akibat penggunaan laptop. Keluhan pada musculoskeletal yang terdiri dari leher sebanyak 109 responden, bahu sebanyak 101 responden, siku sebanyak "3 responden, lengan tengah sebanyak 78 responden, pergelangan tangan sebanyak 84 responden, jari-jari tangan sebanyak 79 responden, punggung atas sebanyak 92 responden, punggung bawah sebanyak 92 responden, pinggang sebanyak 81 responden, kaki sebanyak 81 responden. Jenis keluhan yang paling bnyak dirasakan adalah pegal dan kesemutan, sedangkan keluhan pada bagian mata sebanyak 111 responden dengan jenis keluhan yang paling banyak dirasakan adalah mata lelah. Tingkat keparahan dari keluhan kesehatan yang dirasakan Responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu ringan sebesar 44,8% dan parah sebesar 55,2%.8

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 5 Mei 2017 terhadap 20 responden Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang didapatkan hasil bahwa perilaku penggunaan laptop yang meliputi ukuran laptop yang digunakan responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu ukuran kecil sebanyak 45% dan ukuran besar sebanyak 55%. Penggunaan laptop dengan frekuensi rendah sebesar 10% dan frekuensi tinggi sebesar 90%.

Penggunaan laptop dengan durasi rendah sebesar 40% dan durasi tinggi sebesar 60%. Penggunaan laptop dengan posisi tubuh buruk sebesar 50% dan posisi tubuh baik sebesar 50%. Hal ini dapat disebabkan jarak layar dan mata terlalu jauh ketinggiannya sehingga membuat pengguna harus membungkuk. Selain itu, posisi lengan saat menggunakan keyboard tidak membentuk sudut 90°, dan Iain-lain. Perilaku penggunaan laptop yang tidak baik ini, akan membuat mereka beresiko terkena gangguan kesehatan akibat penggunaan laptop.

Mayoritas responden memiliki keluhan kesehatan pada musculoskeletal dan mata akibat penggunaan laptop. Keluhan pada musculoskeletal yang terdiri dari leher sebanyak 24 responden, bahu sebanyak 23 responden, siku sebanyak 24 responden, lengan tengah sebanyak 30 responden, pergelangan tangan sebanyak 24 responden, jari-jari tangan sebanyak 29 responden, punggung atas sebanyak 27 responden, punggung bawah sebanyak 25 responden, pinggang sebanyak 22 responden, kaki sebanyak 25 responden.

Jenis keluhan yang paling banyak dirasakan adalah pegal dan kesemutan, sedangkan keluhan pada bagian mata sebanyak 32 responden dengan jenis keluhan yang paling banyak dirasakan adalah mata lelah. Tingkat keparahan dari keluhan kesehatan yang dirasakan responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu ringan sebesar 50% dan parah sebesar 50%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop pada Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional yang merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama.9

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable), yaitu: Variabel Bebas (Independent Variable) Merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain.10 Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

1068

Page 30: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

perilaku penggunaan laptop (ukuran laptop, durasi penggunaan laptop, frekuensi penggunaan laptop, dan posisi tubuh saat menggunakan laptop). Variable Terikat (Dependent Variable) Merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain.10 Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017 sebanyak 105 responden.8 Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan metode accidental sampling. Accidental sampling adalah metode pengambilan sampel yang sesuai dengan jumlah populasi yang ada dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan peneliti selama penelitian pada tanggal 1 Maret - 28 Juni 2017. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang mengadopsi kepada kuesioner yang telah digunakan sebelumnya oleh Ananda Puspitasari (2012).7 Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan wawancara kepada pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang.

Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data primer yang diambil secara langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner, dan data sekunder yaitu data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian sumber data sekunder diperoleh dari catatan, literatur, artikel, dokumen Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan tulisan ilmiah yang relevan dengan topik penelitian yang dilakukan. Alat ukur (kuesioner) atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini tidak digunakan lagi uji coba kuesioner, baik uji validitas maupun reliabilitas karena kuesioner yang digunakan oleh peneliti mengadopsi dari kuesioner yang telah digunakan sebelumnya oleh Ananda Puspitasari (2012). Data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap- berikut: menyunting data (editing). mengkode data (coding), membuat angka (scoring). menyusun tabel (tabulating). Analisa Data setelah semua data terkumpul, maka selanjutnya adalah menganalisa data dengan menggunakan teknik-teknik. Sehingga data tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan. Adapun data dianalisis dengan program komputer dengan menggunakan teknis analisis data yang meliputi analisa univariat dan analisis bivariat. Uji bivariat dengan uji chi-square.

HASIL PENELITIAN Keluhan Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 65 responden yang diteliti, pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017 merasakan keluhan di setiap bagian tubuhnya. Responden memiliki minimal satu keluhan pada masing-masing bagian tubuh yang diteliti. Keluhan kesehatan pada musculoskeletal (leher, bahu, siku tangan, lengan tangan, pergelangan tangan, jari-jari, punggung atas, punggung bawah, pinggang dan kaki) yang paling banyak dirasakan yaitu dengan jenis keluhan pegal dan pada bagian mata yaitu dengan jenis keluhan mata lelah. Responden yang memiliki keluhan kesehatan tingkat parah, dengan jumlah sebesar 57% atau 37 pegawai, sedangkan yang berada dalam tingkat ringan sebesar 43% atau 28 pegawai.

Ukuran LaptopBerdasarkan ukuran laptop yang digunakan diketahui bahwa dari 65 responden yang

diteliti, pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017 menggunakan laptop dengan ukuran besar > 14 inci, sebesar 64,6% atau 42 pegawai.

Durasi Penggunaan LaptopBerdasarkan durasi pengguaan laptop diketahui bahwa dari 65 responden yang diteliti,

pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017 menggunakan laptop dengan durasi tinggi > 2 jam, yaitu sebesar 66% atau 43 pegawai.

1069

Page 31: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Frekuensi Penggunaan LaptopBerdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 65 responden yang diteliti, pegawai

Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2018 menggunakan laptop dengan frekuensi rendah < 5 hari, yaitu sebesar 58% atau 38 pegawai.

Posisi Tubuh Saat Menggunakan LaptopBerdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 65 responden yang diteliti, pegawai

Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017 memiliki posisi tubuh buruk saat menggunakan laptop, yaitu sebesar 50,8% atau 33 pegawai.

Hasil penelitian diolah menggunakan uji chi-square pada software komputer yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis bivariat hubungan antara perilaku penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop

VariabelKeluhan Kesehatan Total

P valueParah Ringan Totaln % N % N %

Ukuran laptop yang Digunakan

Kecil 13 56,5 10 43,5 23 100 1.000Besar 28 67 14 33 42 100

Durasi penggunaan Laptop

Rendah 12 54,5 10 45,5 22 100 0.990Tinggi 25 58,1 18 41,9 43 100

Frekuensi penggunaan LaptopRendah 18 47,3 20 52,7 38 100 0.112Tinggi 19 70,3 8 29,7 27 100

Posisi tubuh saat menggunakan laptop

Baik 12 37,5 20 62,5 32 100 0.004Buruk 25 75,7 8 24,3 33 100

Berdasarkan tabel 1 hasil analisis hubungan antara ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop pada Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017 diperoleh diperoleh nilai P value 1.000 yang berarti nilai p > a dengan a = 0,05, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Hubungan durasi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop diperoleh nilai P value 0.990 yang berarti nilai p > a dengan a = 0,05, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Hubungan frekuensi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop diperoleh nilai P value 0.112 yang berarti nilai p > a dengan a = 0,05, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang

1070

Page 32: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

bermakna antara frekuensi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Hubungan posisi tubuh saat menggunakan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop diperoleh nilai P value 0.004 yang berarti nilai p < α dengan α = 0,05, hal ini menunjukan ada hubungan yang bermakna posisi tubuh saat menggunakan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop.

PEMBAHASANUkuran Laptop yang Digunakan

Berdasarkan hasil analisis ukuran laptop yang digunakan oleh pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2018, diperoleh data bahwa mayoritas pegawai menggunakan laptop dengan ukuran besar > 14 inci, sebesar 64,6% atau 42 mahasiswa. Ukuran laptop > 14 inci merupakan ukuran standar karena telah memenuhi syarat ergonomi laptop.8

Berdasarkan hasil wawancara singkat kepada beberapa responden, bahwa alasan mereka memilih menggunakan laptop ukuran > 14 inci dikarenakan mereka membutuhkan layar, kapasitas processor dan memori yang lebih besar sehingga dapat mendukung semua aplikasi dan software yang diinginkan dalam mengerjakan pekerjaan atau tugas. Dalam ergonomic for laptop user dikatakan bahwa ukuran laptop 14 atau 15 inci merupakan ukuran ideal dan dapat bekerja lebih baik untuk mendukung semua aplikasi.8

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P value 1.000 yang berarti nilai p > α dengan α = 0,05, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ananda Puspitasari (2012) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop ukuran < 14 atau > 14 inci.7Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop.5 Perbedaan hasil penelitian ini dikarenakan responden penelitian oleh Oktaviani mayoritas menggunakan ukuran laptop kecil dan mengindikasikan bahwa dari kecilnya ukuran layar laptop dan tingkat kejelasan layar menyebabkan rasa tidak nyaman pada mata dan kepala.5

Menurut analisa penulis, ukuran laptop besar maupun kecil tetap mempunyai kemungkinan mengalami keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perilaku responden saat menggunakan laptop, desain kursi dan meja yang tidak sesuai dengan keadaan atau ukuran tubuh responden, serta kondisi lingkungan di sekitar responden.

Durasi Penggunaan Laptop

Berdasarkan hasil analisis durasi penggunaan laptop pada pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2018, diperoleh data bahwa mayoritas pegawai menggunakan laptop dengan durasi tinggi > 2 jam, yaitu sebesar 66% atau 43 pegawai. Berdasarkan hasil wawancara singkat kepada beberapa responden, bahwa alasan mereka menggunakan laptop dengan durasi > 2 jam (sekali pakai) yaitu karena tuntutan tugas yang mengharuskan mereka menggunakan laptop selama berjam-jam. Selain itu juga digunakan untuk bermain games, yang merupakan aktifitas selingan untuk menghilangkan kejenuhan selama mengerjakan tugas. Durasi maksimal penggunaan laptop (sekali pakai) adalah 2 jam, apabila terpaksa harus menggunakan laptop dengan durasi yang lebih lama lagi, sebaiknya menggunakan keyboard dan mouse eksternal untuk mengurangi ketidaknyamanan pada musculoskeletal

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P value 0,990 yang berarti nilai p > α dengan α= 0,05, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi

1071

Page 33: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Tidak ada perbedaan durasi penggunaan > 2 jam atau < 2 jam untuk mengalami keluhan kesehatan yang berat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmat (2007) pada dosen saat menggunakan laptop dan juga sejalan dengan penelitian oleh Oktaviani (2007) pada karyawan Universitas Indonesia (UI) Jakarta, saat menggunakan laptop, yang keduanya menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara durasi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop.

Menurut analisa penulis, responden yang menggunakan laptop > 2 jam atau < 2 jam sama saja bisa mengalami keluhan kesehatan yang berat. Hal ini dikarenakan posisi penggunaan laptop yang kurang ergonomis, terlebih lagi jika responden tidak melakukan peregangan tubuh saat bekerja atau tidak menyelingi dengan istirahat. Lamanya waktu yang digunakan responden untuk menggunakan laptop menunjukkan bahwa laptop merupakan unsur yang sangat penting demi menunjang akti vitas mereka di kampus atau rumah. Otot statis dapat menyebabkan aliran darah menurun, sehingga beban kerja otot yang tidak merata pada sejumlah bagian tubuh akan memperparah keluhan kesehatan yang dirasakan pengguna yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja dalam beraktivitas.

Frekuensi Penggunaan LaptopBerdasarkan hasil analisis frekuensi penggunaan laptop pada pegawai Dinas Kesehatan

Kabupaten Subang Tahun 2018, diperoleh data bahwa mayoritas pegawai menggunakan laptop dengan frekuensi rendah < 5 hari, yaitu sebesar 83% atau 54 pegawai. Berdasarkan hasil wawancara singkat kepada beberapa responden, bahwa alasan mereka menggunakan laptop dengan frekuensi < 5 hari yaitu karena tuntutan tugas. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P value 0,112 yang berarti nilai p > α dengan α = 0,05, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop.

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh rohmat (2007) dan Oktaviani (2007) yang keduanya menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Menurut analisa penulis, bahwa penggunaan laptop dengan frekuensi rendah atau tinggi tetap dapat menimbulkan keluhan, hal ini dikarenakan posisi penggunaan laptop yang kurang ergonomis, terlebih lagi jika responden tidak melakukan peregangan tubuh saat bekerja atau tidak menyelingi dengan istirahat.

Posisi Tubuh Saat Menggunakan Laptop.Berdasarkan hasil analisis posisi tubuh saat menggunakan laptop pada pegawai Dinas

Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017, diperoleh data bahwa mayoritas pegawai memiliki posisi tubuh buruk saat menggunakan laptop, yaitu sebesar 50,8% atau 33 pegawai. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P value 0.004 yang berarti nilai p > α dengan α = 0,05, hal ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara posisi tubuh saat menggunakan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Straker (2000) yang menyatakan bahwa biasanya keluhan pengguna laptop diakibatkan oleh postur janggal. Namun tidak sejalan dengan penelitian oleh Rohmat (2007) dan Oktaviani (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara posisi tubuh saat menggunakan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop.

Menurut analisa penulis, pengguna laptop dengan posisi baik maupun buruk sama saja tetap mempunyai kemungkinan untuk mengalami keluhan. Keluhan ini bisa saja terjadi bukan hanya akibat perilaku penggunaan laptop, namun bisa terjadi akibat dari berbagai faktor. Di

1072

Page 34: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

antaranya kondisi desain tempat kerja yang kurang ergonomis, lingkungan yang tidak nyaman, dan kesehatan masing-masing pengguna laptop.

SIMPULAN1. Gambaran responden lebih banyak mengalami keluhan yang paling banyak dirasakan yaitu

dengan jenis keluhan pegal dan keluhan pada bagian mata yaitu dengan jenis keluhan mata lelah. Tingkat keparahan pada keluhan yang dirasakan dibagi menjadi dua kategori yaitu tingkat parah dengan jumlah sebesar 57% atau 37 pegawai, dan tingkat ringan sebesar 43% atau 28 pegawai.

2. Gambaran responden lebih banyak yang menggunakan laptop denganukuran laptop besar > 14 inci sebesar 64,6% atau 42 pegawai, responden yang menggunakan laptop dengan durasi tinggi > 2 jam yaitu sebesar 66% atau 43 pegawai, responden yang menggunakan laptop dengan frekuensi rendah < 5 hari yaitu sebesar 83% atau 54 pegawai, responden yang menggunakan laptop dengan posisi tubuh buruk saat menggunakan laptop, yaitu sebesar 50,8% atau 33 pegawai.

3. Tidak ada hubungan ukuran laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop pada Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017.

4. Tidak ada hubungan durasi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop pada Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017.

5. Tidak ada hubungan antara frekuensi penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop pada pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017.

6. Ada hubungan antara posisi tubuh saat menggunakan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop pada pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2017

SARAN1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Subang

Perlu memberikan edukasi mengenai posisi penggunaan laptop yang benar serta dampaknya pada pegawai baik melalui seminar, leaflet, dan poster yang diletakkan pada tempat yang sering dikunjungi pegawai saat berada Dinas Kesehatan Kabupaten Subang

2. Untuk RespondenHasil penelitian ini agar pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Subang untuk dijadikan sebagai informasi dan pengetahuan dalam penggunaan latop dalam bekerja.

3. Untuk PenelitiPenelitian ini hendaknya di jadikan sebagai dasar dan pengalaman dalam peningkatan penelitian dalam bidang yang sama sehingga akan menghasilkan penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA1. Admin. Prospek penjualan laptop; (di akses tanggal 26 April 2017): diunduh dari

:http://tekno.kompas.com/read/2010/07/302. Tarwaka. Ergonomi industri. Dasar-dasar pengetahuan ergonomi dan aplikasi di

tempat kerja Solo. Surakarta-Indonesia: Harapan Press; 20153. Adiputra, N. Makalah pada pelatihan upaya kesehatan kerja tenaga kesehatan

Kabupaten/Kota dan Puskesmas Provinsi Bali Tahun 2004; (di akses tanggal 28 April2017) Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2013/17_Prov_Bali_2013.pdf

1073

Page 35: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

4. Hendra dan Oktaviani D. F. Keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop pada pegawai FKM UL. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI;2007

5. Khaled, T. Analisis risiko ergonomi dan keluhan musculoskeletal pada upper limb extremities akibat penggunaan laptop pada pegawai SI FKM UI. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI; 2009

6. Nugroho, R. Tingkat pengetahuan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengenai cara dan dampak penggunaan laptop. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2007

7. Puspitasari, A. Hubungan Antara perilaku penggunaan laptop dan keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop pada pegawai sarjana reguler Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2014

8. Anonim. Data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan jumlah pegawai reguler program studi kesehatan masyarakat bulan juni 2017. Subang: Dinas Kesehatan Kabupaten Subang;2017

9. Notoatmodjo, S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 200710. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan Edisi 2.

Jakarta: Salemba Medika; 200811. Riyanto, Agus. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuhamedika;201112. Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfa Beta; 2012

1074

Page 36: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

ANALISIS PERILAKU MEROKOK, PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MEMASAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

Cucu Herawati*Hety Sriwaty**

ABSTRAKMenurut WHO dan Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada balita, bahkan sampai saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan laporan Puskesmas Beber tahun 2015 di peroleh data bahwa dari 8700 rumah tangga yang di data terdapat 6.555 rumah yang penghuninya merokok di dalam ruangan, masyarakat banyak mengantisipsi gigitan nyamuk aedes agity dengan menggunakan anti nyamuk bakar, keadaan ekonomi penduduk yang masih rendah akhirnya berdampak pada menurunnya kemampuan menyediakan bahan bakar yang memadai, kebanyakan masyarakat menggunakan kayu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga, penggunaan anti nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada Balita. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain Cross sectional, populasi adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Beber tahun 2015 sebanyak 2593 balita, jumlah sampel sebanyak 100 balita yang diambil secara random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengujian hipotesis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA (p=0.00), antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA (p = 0,00), serta tidak ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA (p=0,184).

Kata kunci : ISPA, perilaku merokok, penggunaan anti nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar memasak.

ABSTRACTAccording to WHO and the Ministry of Health stated that ARI is one of the leading causes of death in infants, even to date the ISPA is still a public health problem in Indonesia. Based on the Beber Puskesmas report 2015 obtained data that from 8700 households in the data there are 6,555 houses that smokers in the room, many people anticipate the bite of mosquito aedes agity by using anti mosquito fuel, low economic condition of the population finally have an impact on the decrease ability to provide adequate fuel, most people use wood. The purpose of this study to determine the relationship between smoking family members' behavior, the use of anti-mosquito fuel, the use of cooking fuel with the incidence of ARI in Toddlers. The type of descriptive analytic research with cross sectional design, the population is all under five in the work area of Puskesmas Beber in 2015 as many as 2593 children, the number of samples is 100 balita taken by random sampling. The data were collected by interview using questionnaire. hypothesis testing using chi square test.The result of the research showed that there was a significant correlation between the smoking behavior of family members and the incidence of ARI (p = 0.00), between the use of cooking fuel with the incidence of ARI (p = 0,00), and there was no correlation between the use of mosquito repellent with the incidence of ARI p = 0.184).

Keywords: ARI, smoking behavior, use of mosquito repellent, use of cooking fuel.

1075

Page 37: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

* Staf Pengajar Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes Cirebon

PENDAHULUANInfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah

satu bagian atau lebih dari saluran napas dan sering menyerang anak-anak. Pada kondisi dengan komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.1 Faktor-faktor yangberkaitan dengan penyebaran kejadian ISPA menurut WHO antara lainkondisi lingkungan, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkahpencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran, faktor pejamu dan karakteristik pathogen.2 Menurut Riskesdas, prevalensi ISPA tertinggi adalah padakelompok balita (> 35%).3 Kondisi lingkungan fisik rumahyang dapat menyebabkan ISPA antara lain, jenis atap, lantai, dinding, kepadatanhunian, penggunaan anti nyamuk bakar, jenis bahan bakar memasak, dan merokok di dalam rumah.4

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin disertaidengan menurunnya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat.5 Perilaku hidup bersih dan sehat juga merupakan modal utama bagipencegahan penyakit seperti ISPA. Perilaku hidup bersih dan sehat sangatdipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk.Balita merupakan kelompok yang berisiko terkena infeksi karena kualitaslingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat, serta balita menghabiskanwaktunya di dalam rumah dan mempunyai daya tahan tubuh yang terbatas.6

Menurut Depkes ISPA merupakan penyakit yang paling umumterjadi pada masyarakat dan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggipada balita (22,8%).1 Bahkan, hingga saat ini ISPA masih merupakan masalahkesehatan masyarakat di Indonesia.7

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Cirebon pola penyakit di Puskesmas selalu menunjukan pola yang hampir sama dari tahun sebelumnya, penyakit saluran pernafasan atas akut selalu menempati urutan yang pertama dengan jumlah kasus baru sebanyak 141.008 kasus atau 8,23, hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 12.489 kasus dan lebih banyak terjadi pada kelompok umur bayi atau balita.8 Laporan Tahunan 2015 Puskesmas Beber Kabupaten Cirebon diketahui bahwa jumlah kasus ISPA yang terjadi yaitu sebanyak 1288 kasus, terdiri dari pneumonia 177 kasus dan bukan pneumonia 1111 kasus.9

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas beber tahun 2015 sebanyak 2593 balita dan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 sampel. Pengambilan sampel dengan cara systemic random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat .menggunakan uji chi squre.

1076

Page 38: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA, Perilaku Merokok, Penggunaan Anti Nyamuk Bakar, Dan Penggunaan Bahan Bakar Memasak

Variabel Frekuensi Persentase

1. Kejadian ISPATidak ISPAISPA

1783

1783

2. Perilaku merokokTidak ada anggota keluarga yangmerokok

11 11

Ada anggota keluarga merokok

89 89

3. Penggunaan anti nyamuk bakarTidak ada yang menggunakan anti nyamuk bakar

28 28

Ada yang menggunakan anti nyamuk bakar

72 72

4. Penggunaan bahan bakar memasakTidak ada yang menggunakan bahan bakar memasak

12 12

Ada yang menggunakan bahan bakar memasak

88 88

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa balita yang menderita ISPA sebanyak 83 orang (83%). Anggota keluarga yangmenyatakan tidak ada anggota keluarga yang merokoksebanyak 11 orang (11%) dan ada anggota keluarga yang merokok sebanyak 89 orang (89%). Penggunaan anti nyamuk bakar sebanyak 72 orang (72%). Dan penggunaan bahan bakar memasak sebanyak 88 orang (88%).

Tabel 2. Hubungan antara Perilaku Merokok, Penggunaan Anti Nyamuk Bakar, terhadap kejadian ISPA

VariabelKejadian ISPA Total P ValueTidak ISPA ISPA

n % n % N %

0,00

Perilaku merokok anggota keluargaTidak ada anggota keluarga yang merokokAda anggota keluarga yang merokok

9

8

81,8

9

2

81

18,2

91,8

11

81

11

89

Total 17 17 83 83 100 100

Penggunaan anti nyamuk bakarTidak ada yang 7 25 21 75 28 100 0,184

1077

Page 39: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

menggunakan anti nyamuk bakarAda yang menggunakan anti nyamuk bakar

10 13,9 62 86,1 73 100

Total 17 17 83 83 100

Tabel 2. Hubungan antara Perilaku Merokok, Penggunaan Anti Nyamuk Bakar, terhadap kejadian ISPA (Lanjutan)

VariabelKejadian ISPA Total P Value

Tidak ISPA ISPAn % n % n %

Penggunakan bahan bakar memasak Tidak ada yang menggunakan bahan bakar memasak

9 75 3 25 12 100 0,00

Ada yang menggunakan bahan bakar memasak

8 91,9 80 90,1 88 100

Total 17 17 83 83 100

Berdasarkan tabel 2 didapatkan ibu balita yang balitanya menderita ISPA karena perilaku merokok anggota keluarga sebagian besar juga menyatakan ada anggota keluarganya yang merokok yaitu sebanyak 81 orang (91,8%) dan terdapat hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA dengan p = 0,00 (p < 0,05). Ibu balita yang balitanya tidak ISPA karena penggunaan anti nyamuk bakar sebagian kecil menyatakan tidak ada yang menggunakan anti nyamuk bakar sebanyak 7 orang (25%) dan tidak ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA dengan p = 0,00 (p > 0,05). Ibu balita yang balitanya menderita ISPA karena penggunaan bahan bakar memasak dengan kayu bakar sebagian besarmenyatakan menggunakan bahan bakar yaitu sebanyak 80 orang (90,1%) dan terdapat hubungan antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA dengan p = 0,00 (p < 0,05).

PEMBAHASANAda hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA di

Puskesmas Beber tahun 2015, perilaku merokok merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA karena sebagai sumber pencemar polutan udara pada kondisi lingkungan.2 Tidak ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA di Puskesmas Beber tahun 2015. Meskipun dalam penelitian ini menyatakan tidak ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA tetapi penggunaan anti nyamuk bakar perlu di waspadai apabila faktor lingkungan rumah yang lain tidak mendukung. Untuk mengurangi penggunaan anti nyamuk bakar di dalam rumah dapat menggunakan cara tradisional yaitu dengan memasang kelambu di tempat tidur dan memasang kasa nyamukprinsipnya semua anti nyamuk mengandung zat kimia yang beracun.10 Ada hubungan antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA di Puskesmas Beber tahun 2015. Bahan bakar kayu bakar setelah mengalami pembakaran akan menghasilkan gas CO dan CO2 kedua macam polutan ini tidak dibutuhkan oleh manusia karena membahayakan kesehatan dan dapat menyebabkan keracunan apabila dihirup dalam jumlah yang besar, seseorang yang menghirup gas CO akan mengalami keracunan, perubahan fungsi jantung dan paru-paru,kepala pusing dan mual serta kesukaran bernafas dan bisa menyebabkan kematian.11

1078

Page 40: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

SIMPULANBalita yang menderita ISPA sebanyak 83 orang (83%), Aanggota keluarga yang merokok

sebanyak 89 orang (89%), responden yang menggunakan anti nyamuk bakar sebanyak 72 orang (72%), dan responden yang menggunakan bahan bakar memasak sebanyak 88 orang (88%).Ada hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dan penggunaan bahan bakar dengan kejadian ISPA di Puskesmas Beber tahun 2015 serta tidak ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA di Puskesmas Beber tahun 2015.

SARANMeningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dimulai dari diri sendiri dan keluarga, bagi

Puskesmas sebaiknya meningkatkan penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan bahaya ISPA, melakukan pemantauan care sicking ISPA, membentuk klinik konseling bebas merokok (KBM).

DAFTAR PUSTAKA1. Depkes RI. Phamaceutical care untuk penyakit infeksi saluran pernafasan. Jakarta:

Depkes RI;20062. WHO. Pencegahan dan pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang

cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan. Jenewa: WHO;2008

3. Depkes RI. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita. [Diakses tanggal 7 Juni 2015] Diunduh dari:http://www.conflictandhealth.com/content/4/1/3

4. Bellos, A. The Burden of acute respiratory infections in crisis affected populations. 2010. [Diakses tanggal 8 Juni 2015]. Diunduh dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20181220

5. Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia. Jakarta: Depekes RI; 2009

6. Notoatmodjo, S. Kesehatan masyarakat, ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta;20117. Achmadi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta :UI Perss;20088. Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon. Profil Dinas Kesehatan. Cirebon: Dinas Kesehatan;

20149. Puskesmas Beber. Profil Puskesmas Beber. Cirebon: Puskesmas Beber;201410. Keman. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Jurnal Kesehatan

Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005. Surabaya: Bagian Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga;2005

11. Broor. A Prospective three year cohort study of the epidemiology and virology of acute respiratory infections of children in rural India. 2007 [Diakses tanggal 10 Juni 2015] Diunduh dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1876256/

1079

Page 41: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

MANAJEMEN RISIKO K3 MENGGUNAKAN HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL (HIRARC)

Suzana Indragiri* Triesda Yuttya**

ABSTRAK Kegiatan di Rumah Sakit mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial, variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan Rumah Sakit menentukan tingkat risiko K3. RSD Gunung Jati sebagai sarana pelayanan kesehatan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya risiko timbulnya kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko, yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Dari hasil rekapitulasi insiden di ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) pada Desember 2015 sampai Juni 2017 terdapat 20 insiden. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manajemen risiko K3 menggunakan Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi lapangan, telaah dokumen, dan wawancara mendalam. Analisis data diawali dengan mengidentifikasi bahaya potensial dengan metode HIRARC untuk menganalisa potensi bahaya dari aktivitas kerja serta memberikan penilaian risiko, dan melakukan upaya pengendalian risiko.Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat 10 aktivitas kerja di ruang rawat inap psikiatri yang memiliki potensi bahaya, identifikasi bahaya yaitu pencahayaan, disinfektan, tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis A, Hepatitis B, Tuberkulosis, postur tubuh yang salah, melakukan pekerjaan berulang, mendapat serangan pasien, sering kontak dengan pasien, panik, dan kerja berlebih. Penilaian risiko diketahui 1 aktivitas kerja dengan risiko extreme, 7 aktivitas kerja dengan risiko high, 1 aktivitas kerja moderate dan 1 aktivitas kerja low.Kata Kunci : Manajemen Risiko K3, HIRARC

ABSTRACTActivities in hospital have a risk which comes from physical factor, chemistry, biology, ergonomics, and psychosocial, variety, size, type, and completeness of hospital determine the OHS risk degree. Regional Gunung Jati hospital as a health service facility is a gathering place for sick people or healthy people where it is possible a risk occurs due to working accidence and disease due to working. The dangerous source which exists in hospital must be identified and measured to determine the risk level which is measuring basis for the possibility of accidence occurs due to working and disease due to working. From the recapitulation result of incidence in overnight-patient room Pangeran Suryanegara (psychiatry) from Des 2015 to June 2017 has 20 incidences. The goal of this research is to know the OHS risk management uses HIRARC. This research is a qualitative research. The technique used to collect data is observing field, analyzing data begins by identifying the potential danger using HIRARC method, analyzing potential danger from working activities and risk measurement and do the effort for controlling the risk.According to the research's result, it is known that there are 10 working activities in overnight-psychiatry patient room which have potential danger, identifying danger such as lightning, desinfectan, infected HIV/Aids, hepatitis A, hepatitis B, tuberculosis, wrong body from, doing repetitive work, getting patients attack, contacting patient frequently, panic, and workaholic. The risk measurement is known 1

1080

Page 42: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

working activity with the extreme risk, 7 working activities with high risk, 1 moderate working activity and 1 low working activity.Keywords : OHS Risk Management, HIRARC

* Staf Pengajar Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes Cirebon ** Alumni PSKM STIKes Cirebon Lulus Tahun 2017

PENDAHULUANKesehatan kerja merupakan suatu unsur kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan

kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan, keselamatan kerja merupakan suatu sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian berupa luka atau cidera, cacat atau kematian, kerugianharta benda, kerusakan peralatan atau mesin dan kerusakan lingkungan secara luas.1

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu usaha untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari berbagai risiko kecelakaan dan bahaya, baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Disamping itu, keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.2

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada lampiran 1 pedoman penerapan SMK3 wajib melaksanakan perencanaan K3 yang didalamnya berisi identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.3

Identifikasi Bahaya (Hazards Identification), Penilaian Risiko (Risk Assessment) dan Pengendalian Risiko (Risk Control) atau yang disingkat HIRARC merupakan suatu elemen pokok dalam sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya. Keseluruhan proses dari HIRARC yang disebut juga dengan manajemen risiko (risk management), kemudian akan menghasilkan dokumen HIRARC yang sangat berguna untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.4

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja didunia mengalami penyakit akibat kerja (PAK). Diperkirakan 2,3 juta pekerja meninggal setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK). Lebih dari 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja dan 313 juta pekerja mengalami kecelakaan tidak fatal per tahunnya.5

Dari hasil penelitian Mochamad Afandi, Shanti Kirana Anggraeni, dan Ade Sri Mariawati ini di dapat bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah longitudinal check dan crosswall check, dari masing-masing pekerjaan ini di dapat untuk kategori risiko tertinggi untuk longitudinal adalah keracunan gas CO dan terperosok kedalam charging hole. Sedangkan untuk crosswall risiko tertingginya ada pada risiko keracunan gas CO, terperosok kedalam charging hole dan tertabrak roda charging car. Kesimpulan dari hasil HIRARC adalah untuk longituidal check mempunyai 12 risiko bahaya sedangkan untuk crosswall mempunyai 14 risiko bahaya.6

Kemudian dari hasil penelitian Khairul Anwar, Isa Ma’rufi, dan Anita Dewi Prahastuti S diketahui risiko sangat tinggi (very high) adalah paparan gas Hidrogen Sulfida(H2S) pada proses penurunan ke dasar kawah, pengambilan belerang di dasar kawah, pengangkutan belerang dari dasar kawah menuju puncak Gunung Ijen.7

Secara Global data WHO, dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV / AIDS), lebih dari 90% terjadi di negara berkembang, dan 8-12% pekerja Rumah Sakit sensitif terhadap lateks.8

1081

Page 43: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Di Indonesia data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, hingga akhir 2015 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus. Sementara itu, untuk kasus kecelakaan berat yang mengakibatkan kematian tercatat sebanyak 2.375 kasus dari total jumlah kecelakaan kerja.9

Data dari Massachussetts Departement of Public Health (MDPH) USA pada Maret 2012, dari 98 rumah sakit yang dilakukan surveilans periode Januari sampai Desember 2010, terdapat 2.947 orang pekerja rumah sakit mengalami cedera terkena benda tajam termasuk jarum suntik. Sebanyak 1.060 orang tenaga perawat, 1.078 orang tenaga dokter, 511 orang tenaga teknisi phlebotomi dan sisanya 1119 orang tenaga pelayanan pendukung lainnya.10

Dari penelitian Novie E. Mauliku tahun 2011, risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja, antara lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar rontgent, instalasi gizi, laundry, ruang medical record, bagian rumah tangga (housekeeping), farmasi, sterilisasi alat-alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan tekanan, instalasi peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah medis, dan sebagainya.11

Penelitian lain menunjukkan bahwa pekerja kesehatan berisiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen) yang dapat menimbulkan infeksi HBV, HCV dan HIV melalui berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau benda tajam lainnya.12 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen risiko K3 menggunakan Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC) pada ruang pangeran suryanegara (psikiatri) di RSD Gunung Jati Kota Cirebon.

METODE PENELITIANRancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian

kualitatif ini menggunakan desain penelitian studi kasus. Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal.13 Pembatasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut fokus penelitian. Fokus dalam penelitian ini adalah Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) Pada Ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) Di RSD Gunung Jati Kota Cirebon, yang menghasilkan dokumen HIRARC. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purpose sampling. Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah 1 Kepala ruangan, 1 staf administrasi ruangan, 2 perawat, dan 1 POS (prakarya) yang bekerja di ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) RSD Gunung Jati Kota Cirebon, jumlahnya menjadi 5 orang. Informan pendukung dalam penelitian ini adalah bagian K3RS di RSD Gunung Jati Kota Cirebon, berjumlah 1 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:14 Human Instrumen, Lembar Pengamatan (HIRARC), Pedoman Wawancara.

HASIL PENELITIANIdentifikasi Bahaya

Berdasarkan hasil penelitian pada ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) di RSD Gunung Jati diketahui proses kerja dalam menangani pasien yaitu melakukan perawatan pada penderita penyakit menular, melakukan restrain, memandikan pasien, mengganti pakaian pasien, menangani pasien halusinasi, menangani pasien yang defisit perawatan diri (melatih BAB & BAK), dan melakukan terapi bermain (TAK). Dari kegiatan tersebut memiliki risiko bahaya seperti terkena pukul, tertular penyakit menular (TBC, HIV/AIDS, Hepatitis, dan sebagainya), panik, dan mendapat serangan dari pasien.

Kondisi tempat kerja yang masih baru, sehingga bangunan yang ada masih kurang dari kondisi fisiknya, seperti ketebalan kaca akrilik yang digunakan, tidak adanya tralis pada

1082

Page 44: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

jendela, dan cahaya matahari. Sehingga dapat membahayakan perawat/petugas bahkan pasien. Diketahui bahwa data dari bagian sanitasi pada bulan Agustus 2017 pengukuran kebisingan di dapat 44,3 dBA, suhu ruangan 29,30 C, dan pencahayaan 117 Lux. Adapun hasil dari identifikasi bahaya pada ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) diketahui dari kondisi lingkungan kerja, kegiatan kerja atau SOP, data insiden, dan potensi bahaya.

1. Kondisi Lingkungan KerjaDari hasil observasi dan wawancara dengan perawat dan petugas yang ada di ruang psikiatri diketahui bahwa jumlah ruangan meliputi: ruang tamu/jenguk, ruang makan/ruang tengah,kamar tidur pasien gaduh, kamar tidur pasien tenang laki-laki, kamar tidur pasien tenang wanita, ruang perawat, ruang dokter, km/wc perawat, km pasien, dan wc pasien.Kondisi ruangan pada siang hari masih kurang baik karena ruang psikiatri satu atap dengan ruang jenazah sehingga hampir semua tertutup tembok, dan penggunaan bahan kaca akrilik masih belum aman untuk ruang psikiatri. Pada siang hari pun terkadang diperlukan lampu untuk penerangan karena cahaya alami hanya dari pintu depan dan jendela ruang dokter.‘’… masih kurang dari sisi pengamanan, kita harusnya menggunakan akrilik ukuran tertentu, kita sudah pakai akrilik namun ketebalannya kurang. ‘’ (Kepala ruangan)‘’Dari segi bangunan kurang tinggi. Karena masih proses awal jadi perbaikan sedikit-sedikit. Dan safety juga seperti kacanya, kacanya gampang di jebol. Karena ganguan jiwa itu tidak terduga harusnya diberi besi (tralis). Sudah pernah ada yang mencoba kabur 3x lewat atap.’’ (Perawat 1)‘’Sebenarnya ruangan kurang luas. Kalau kamarnya sendiri ada 5. Tempat tidur ada 13 dibagi 3 untuk isolasi, 5 perempuan dan 5 laki-laki. Kalau pasien seperti ini (jiwa) enaknya ada taman. Sehingga bisa keluar, kalau disini diruangan saja karena jika keluar tidak safety, bagi pasien dan yang lainnya.’’ (Perawat 2)‘’Kalau untuk ruangan fasilitasnya masih kurang kerena ventilasi juga mengandalkan exhaust fan. Kalau untuk cahaya matahari kurang masuk terus sedikit pengap.’’ (Bagian administrasi)

2. Kegiatan Kerja Di Ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri)Dari hasil telaah dokumen SPO dan wawancara kegiatan kerja perawat adalah melakukan perawatan pada penderita penyakit menular, melakukan restrain, memandikan pasien, mengganti pakaian pasien, menangani pasien halusinasi, menangani pasien yang defisit perawatan diri (melatih BAB & BAK), melakukan terapi bermain (TAK).‘’… itu tentang SPO pasien masuk, perawatan pasien dengan diagnosa tertentu, karena pasien gangguan jiwa memiliki diagnosa masing-masing.’’ (Kepala ruangan)‘’Ketika ada yang berbahaya kita restrain (dipakai kain) ada restrain kain dan baju itu perlindungan keselamatannya. Biasanya pasien baru itu suka lepas karena sangat kuat.’’ (Perawat 1)‘’… kalau pagi olahraga yang melakukan perawat, admin komputer, POS mengerjakan peralatan dan fasilitas’’ (Perawat 1)‘’Banyak macam-macamnya dari memandikan, memotong rambut, TAK, SP juga ada SOP nya’’ (Perawat 2)‘’Saya kegiatannya memandikan pasien, merapihkan tempat tidur, menyiapkan makanan pasien, ikut kegiatan senam dan TAK ...’’ (POS)

3. Standar Prosedur Operasional Keperawatan

1083

Page 45: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Ada beberapa Standar Prosedur Operasional yang ada di ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) diantaranya: (Lampiran 4)

1) Pada klien dengan difisit perawatan diri (melatih menjaga kebersihan diri dengan mandi)

2) Pada klien dengan halusinasi (mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap) 3) Pada klien dengan defisit perawatan diri (melatih klien BAB/BAK secara

mandiri) 4) Pada klien dengan halusinasi (mengontrol halusinasi dengan menghardik) 5) Terapi musik6) Terapi bermain7) Terapi aktifitas kelompok ( TAK )8) Pelayanan keperawatan prosedur kunci ruangan9) Klien perilaku kekerasan (mengeluarkan klien isolasi)10) Pengikatan klien (restrain)11) Pada klien perilaku kekerasan (pengisolasian klien)

4. Potensi BahayaDari hasil wawancara dengan perawat dan petugas diketahui bahwa potensi bahaya di ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) adalah terkena pukul, tertular penyakit menular (TBC, HIV/AIDS, Hepatitis, dan sebagainya), panik, dan mendapat serangan dari pasien.‘’… terjadi tindak kekerasan dari pasien. Namanya orang gangguan jiwa mempunyai emosi yang tinggi, sehingga dia tidak terkontrol. Seringkali menghantam perawat disini.’’ (Kepala Ruangan)‘’… dipukul juga pernah sampai berdarah bibirnya..’’ (Kepala Ruangan)‘’Kalau disini resiko yang lebih tinggi itu kena pukul, cakar, kena ludah (diludahi), tonjok, tending, dan lempar makanan/barang. Ada yang kena gigit, hampir semua pernah mengalami.’’ (Perawat 1)‘’ Misal lagi ngobrol tau-tau kepukul, ketendang biasa. Karena disini ruangannya baru jadi kadang pasien dengan penyakit tertentu dan jiwa masuk kesini, riskan tertular pasien lain juga.’’ (Perawat 2)‘’…menurut saya resiko kerja disini itu yang paling banyak ya itu, kena pukul,

Kedua biasanya perempuan mencakar sedangkan kukunya panjang.’’ (Perawat 2)‘’Aku pernah kecakar, waktu itu lagi duduk bercanda terus dicakar…’’ (Perawat 2)‘’Waktu itu pasien sedang diinfus, tidak bisa diam, infusan lepas, darah keluar. Memukul petugas sampai berdarah, langsung dilaporkan.’’ (Bagian administrasi)‘’… disini sering terjadi perawat/ petugas dipukul pasien, pasien kabur dari atap, dan lain sebagainya.’’ (POS)‘’Kebanyakan dari pasien mengamuk, kalau pasien mengamuk itu cara pengobatannya disuntik, pada saat suntik itu ada yang mengamuk dan kejang-kejang sehingga perawat/petugas biasanya tertusuk jarum. Ada juga tiba-tiba mengamuk mencakar perawatnya.’’ (Bagian K3RS)‘’… paling melakukan perawatan pasien penyakit menular tertusuk jarum.’’ (Bagian K3RS)

5. Data Insiden Data insiden ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) pada Desember 2015 sampai Juni 2017. Data tersebut terdapat pada tabel 5.1.

1084

Page 46: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Tabel 1. Data Insiden Ruang Pangeran Suryanegara Dari Desember 2015 – Juni 2017

No Jenis Tanggal Kronologi insiden Tindakan1 KTD 06-12-2015 Pasien mengamuk dan merusak

pintu, ember, dan gayung-

2 KTD 08-01-2016 Perawat dipukul pasien. -

3

4

5

6

7

8

9

KNC

KNC

KNC

KTD

KTD

KTD

KTD

27-03-2016

08-04-2016

09-05-2016

13-06-2016

17-06-2016

23-07-2016

23-07-2016

Menjebol plafon atas toilet , kemudian keluar lewat genteng. Kejadian diketahui oleh perawat, keluarga pasien, dan satpam

Pasien memecahkan kaca ruangan belakang dan kaca pintu, karena mengamuk

Keluar lewat atap WC kamar perempuan kemudian naik lewat lubang dan keluar/turun lewat WC kantor

Pasien dimasukkan ke kamar isolasi karena mondar-mandir di kamar, mukul-mukul kaca lalu dengan kursi dan ember naik menjebol plafon kamar, dan keluar lewat atap kamar mayat

Pasien keluar ruangan dan berjalan memasuki ruang ICU

Pasien mengambil kursi dan menukulnya ke jendela belakang ruang tengah

Pasien melarikan diri dengan mencoba merayu perawat mencari udara segar, perawat

-Melapor ke satpam dan IPSRS-Mengamankan pasien

-Langsung memindahkan pasien ke kamar isolasi-Bagian IPSRS membetulkan dengan papan triplek

-Langsung memasukan pasien ke kamar-Bagian IPSRS membetulkan dengan triplek sementara

-Langsung ketahuan perawat dan meminta pasien turun kemudian dimasukkan ke kamar tenang

-Langsung ketahuan oleh perawat ICU, kemudian dimasukkan ke kamar isolasi/tenang

-Mengamankan pasien-Lapor IPSRS

-Mencari pasien-Melapor satpam

1085

Page 47: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

lalai dan mendapati pasien sudah tidak ada. Menurut kesaksian penjual warung belakang masjid pasien sudah lewat namun entah kemana

Tabel 1. Data Insiden Ruang Pangeran Suryanegara Dari Desember 2015 – Juni 2017 (lanjutan)

No Jenis Tanggal Kronologi insiden Tindakan10

11

KNC

KNC

23-07-2016

13-10-2016

Pasien melarikan diri sampai ke rumah. 2 perawat dan 2 satpam menjemput ke rumah sampai rumah pasien mengamuk dan memukul satpam dengan kayu bakar, dan mencoba menusuk satpam. Satpam memar dan yang satu lg terkena pisauPasien gaduh gelisah, memukul kaca pintu kamar isolasi 2, Egi (POS) menenangkan pasien namun pasien memukulnya dibagian samping mata

-Langsung dimasukkan ke kamar isolasi -Satpam diobati

-Langsung mengamankan pasien -POS langsung di obati

12 KNC 15-10-2016 Adanya halusinasi pada pasien, menjadi gelisah dan memukul POS dibagian mulut hingga luka lebam

-Pasien diamankan di ruang isolasi

13 KNC 15-10-2016 Pasien gaduh gelisah memukul kaca pintu kamar isolasi 2 hingga tangannya berdarah

-Konsul pada dokter dan menanyakan tindakan selanjutnya pada pasien

14 KNC 17-10-2016 Pasien gaduh gelisah ingin keluar dan memukul kaca akrilik kamar isolasi 1 hingga pecah

-Pasien direstrain oleh perawat

15 KTD 18-10-2016 Pasien menaiki papan permainan bola dan memukul televisi LED hingga pecah dan tidak berfungsi atau rusak

-Langsung merestrain pasien dan konsul ke dokter-Melapor ke IPSRS

16 KNC 04-11-2016 Mandikan, perawat membuka pintu tiba-tiba pasien brontak dan memaksa keluar dengan menarik perawat, pasien keluar sampai depan ruangan. Perawat terluka

-Pasien ditenangkan dan diamankan di kamar isolasi-Perawat diobati

1086

Page 48: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

17 KTD 21-12-2016 Awalnya masih tidur pada jam 23.00, kemudian mukul ventilasi atas pintu kamar isolasi 2 hingga rusak

-Lapor dokter meminta advice, pasien di restrain

18 KTD 16-03-2017 Pasien gaduh gelisah dan merusak ranjang sampai mematahkan besi dari ranjang lalu besinya dipukulkan ke pintu dan CCTV dikamar isolasi 2

-Langsung mengamankan pasien oleh admin, POS, dan satpam

Tabel 1. Data Insiden Ruang Pangeran Suryanegara Dari Desember 2015 – Juni 2017 (lanjutan)

No Jenis Tanggal Kronologi insiden Tindakan19 KTD 28-03-2017 Pasien meminta pulang dan

gaduh gelisah, pada jam 08.00 pasien memanjat atas kloset dan merusak tutup eksuspen

-Pasien langsung di restrain-Menghubungi IPSRS

20 KTD 04-04-2017 2 perawat menjemput di daerah harjamukti, waktu sampai kamar mayat, pasien gaduh gelisah dan menggigit perawat

-Pasien di restrain-Perawat langsung diperiksa/ diobati (IGD)

Penilaian RisikoPenilaian risiko merupakan salah satu proses dari analisis risiko, penilaian risiko dalam

penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan matrik risiko yang menggambarkan tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian yang dinyatakan dalam bentuk rentang dari risiko paling rendah sampai risiko tertinggi. Menurut standar AS/NZS 4360 kemungkinan (probability) diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai dengan risiko yang dapat terjadi setiap saat. Untuk keparahan (consecuence) dikategorikan antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya kerugian kecil dan yang paling parah jika dapat menimbulkan kejadian fatal (meninggal dunia) atau kerusakan besar terhadap aset organisasi. Hasil penilaian risiko pada ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2. Penilaian Risiko Pada Ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri)

Aktivitas kerja Potensi bahaya Risiko

Penilaian risiko

RatingC P

1. Melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari

Kurangnya pencahayaan

Kelelahan dalam bekerja

1 A High

2. Melakukan pembersihan ruangan

Terpeleset, disinfektan

Luka memar, patah tulang,

keracunan

3 D Moderate

1087

Page 49: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

3. Melakukan perawatan pada penderita penyakit menular

AIDS, Hepatitis A, Hepatitis B, Tuberkulosis, dan penyakit menular lainnya

Tertular penyakit AIDS,

hepatitis, tuberkulosis,

dan sebagainya

3 A Extreme

4. Melakukan restrain Postur tubuh yang salah

Nyeri sendi, terpukul

2 B High

5. Memandikan pasien Melakukan pekerjaan berulang

Nyeri otot, nyeri

punggung

2 D Low

Tabel 2. Penilaian Risiko Pada Ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) (Lanjutan)

Aktivitas kerja Potensi bahaya Risiko

Penilaian risiko Rating

C P

6. Mengganti pakaian pasien

Pekerjaan yang dilakukan manual, mendapat serangan pasien

Nyeri otot, nyeri

punggung, luka memar, luka gores

3 B High

7. Dinas malam yang melebihi 8 jam

Kerja berlebih Stres 2 A High

8. Menangani pasien halusinasi

Panik, sering kontak dengan pasien

Rasa takut berlebih, stres

2 A High

9. Menangani pasien yang defisit perawatan diri (melatih BAB & BAK)

Terpukul, tercakar, perilaku tidak baik

Luka memar, luka gores,

stres

2 B High

10. Melakukan terapi bermain/ TAK

Terpukul, diserang tiba-tiba

Luka memar, luka lecet,

patah tulang

2 B High

Keterangan:C = Consequence

1 = Tidak terjadi cedera, kerugian finansial kecil2 = Cedera ringan, kerugian finansial sedang3 = Cedera sedang, perlu penanganan medis, kerugian finansial besar4 = Cedera berat > 1 orang, kerugian besar, gangguan produksi5= Fatal > 1 orang, kerugian sangat besar dan dampak luas yang berdampak

panjang, terhentinya seluruh kegiatanP = Probability

A = Dapat terjadi setiap saatB = Kemungkinan terjadi seringC = Dapat terjadi sekali-kaliD = Kemungkinan jarang terjadiE = Hampir tidak pernah atau sangat jarang

1088

Page 50: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Berdasarkan tabel di atas, dari hasil observasi dan wawancara dengan perawat/petugas ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) diketahui risiko tertinggi adalah melakukan perawatan pada penderita penyakit menular, dengan tingkat keparahan 3 dan tingkat kemungkinan A (extreme), 7 aktivitas kerja dengan risiko high, 1 aktivitas kerja moderate dan 1 aktivitas kerja low.

Pengendalian RisikoBerdasarkan identifikasi bahaya upaya pengendalian risiko untuk aktivitas kerja di

ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) dengan lima hirarki pengendalian yaitu:1. Melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari

Substitusi: Gunakan pencahayaan yang baik, agar penglihatan dapat melihat dengan jelas pada objek

2. Melakukan pembersihan ruanganAdministrasi: Memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada di lokasi kerja untuk mengatisipasi adanya bahaya dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur.

3. Melakukan perawatan pada penderita penyakit menularAPD: Alat pelindung diri perawat menggunakan sarung tangan dan masker ketika melakukan tindakan terhadap pasien.

4. Melakukan restrainAdministrasi: Dilakukan manajemen kerja dengan pelatihan perawat untuk penanganan pada pasien gangguan jiwa. Merestrain pasien ketika mengamuk, dan mengisolasi pasien pada saat gaduh-gelisah.

5. Memandikan pasienTeknik: Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang bisa menguras tenaga, dengan tambahan petugas atau gunakan bantuan mesin.

6. Mengganti pakaian pasienAdministrasi: Harus melakukan tata cara yang baik dalam SOP/SPO ergonomi yang baik dan benar.

7. Dinas malam yang melebihi 8 jamAdministrasi: Melakukan manajemen kerja untuk menghindari beban tugas yang terlalu padat.

8. Menangani pasien halusinasiEliminasi: Menghilangkan rasa takut pada pekerjaan yang membuat psikologi terganggu saat bekerja.

9. Menangani pasien yang defisit perawatan diri (melatih BAB & BAK)Administrasi: Memahami tata cara dalam melakukan pekerjaan dan pelatihan keperaawatan jiwa bagi perawat.

10. Melakukan terapi bermain/ TAKAdministrasi: Memahami tata cara dalam melakukan pekerjaan alat dengan fisik agar bisa meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan beban kerja. Pelatihan keperawatan jiwa bagi perawat.

Adapun hasil wawancara dengan informan yaitu ‘’Ketika ada yang berbahaya kita restrain (dipakai kain) ada restrain kain dan baju itu perlindungan keselamatannya.’’ (Perawat 1)‘’… orang yang mengamuk kan ada tempatnya yang tenang diruang tenang, yang gelisah di tempat gelisah. Jadi kita lebih safety.’’ (Perawat 1)‘’ Sarung tangan, kalu kaki pakai sandal, masker…’’ (Bagian administrasi)

1089

Page 51: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

‘’… kemudian merestrain (menggunakan baju khusus) agar tenang dan memberi terapi seperti tarik nafas.’’ (Bagian administrasi)

PEMBAHASANIdentifikasi Bahaya

Potensi bahaya fisika yang teridentifikasi yaitu pencahayaan, dengan melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari. Dapat terjadi resiko bahaya kelelahan mata, keluhan pegal dan efisiensi kerja menurun. Dari peraturan Kepmenkes RI No 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, pencahayaan ruang pasien 100-200 lux dengan warna cahaya sedang.

Potensi bahaya kimia yang teridentifikasi yaitu disinfektan, dengan melakukan pembersihan ruangan. Dapat terjadi resiko bahaya keracunan, cedera mata dan infeksi. Dari Undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, BAB III Pasal 3 ayat 1 memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Serta Permenkes No 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit BAB III Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,bahwa bahaya kimia yaitu disinfektan berada di semua area dan pekerja yang paling beresiko yaitu petugas kebersihan dan perawat.

Potensi bahaya biologi yang teridentifikasi yaitu melakukan perawatan pada penderita penyakit menular. Dapat terjadi resiko bahaya tertular penyakit AIDS, tertular tuberkulosis, tertular Hepatitis A dan Hepatitis B, tertular difteri. Dari Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan BAB X penyakit menular dan tidak menular bagian kesatu penyakit menular pasal 152 ayat (2) upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular. Ayat (3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit menular dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat. Ayat (4) Pengendalian sumber penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber penularan lainnya. Kepmenkes RI Nomer: 382/Menkes/SK/III/2007 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, BAB II yang berisi fakta-fakta penting beberapa penyakit menular diantaranya HIV/AIDS dan Tuberkulosis.

Potensi bahaya ergonomi yang teridentifikasi yaitu melakukan restrain, memandikan pasien, dan mengganti pakaian pasien. Dapat terjadi resiko bahaya nyeri punggung, nyeri sendi, nyeri otot, dan luka memar dari postur tubuh yang salah melakukan pekerjaan berulang dan mendapat serangan dari pasien seperti terpukul dan tercakar. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Serta Permenkes No 66 Tahun 2016 tentang keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit BAB III standar keselamatan dan kesehatan kerja bahwa potensi bahaya ergonomi yaitu postur tubuh yang salah dan melakukan pekerjaan yang berulang.

Potensi bahaya psikososial yang teridentifikasi yaitu dinas malam yang melebihi 8 jam, mengani pasien halusinasi, menangani pasien yang defisit perawatan diri, melakukan terapi bermain/TAK. Dapat terjadi resiko stress, rasa takut berlebih, emosi, terpukul, tercakar, panik, mendapat serangan dan perilaku tidak baik dari pasien. Dari Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja BAB III syarat-syarat keselamatan kerja pasal 3, dan Kepmenkes RI Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan

1090

Page 52: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

dan keselamatan kerja (K3) di Rumah Sakit bahwa dalam kegiatan rumah sakit berpotensi menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial, yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan baik terhadap pekerja, pasien, pengunjung maupun masyarakat di rumah sakit.

Penilaian Risiko1. Penilaian resiko melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari diketahui tingkat

keparahan 1 dan tingkat kemungkinan A dengan resiko kategori High.1) Keparahan 1 insignificant, tidak terjadi cedera dengan kerugian finansial kecildengan

alasan dapat menimbulkan kelelahan dalam bekerja karena pencahayaan yang belum sesuai.

2) Kemungkinan A almost certain, dapat terjadi setiap saat dalam kondisi normal dengan alasan pekerjaan tersebut dilakukan setiap hari.

2. Penilaian resiko melakukan pembersihan ruangan diketahui tingkat keparahan 3 dan tingkat kemungkinan D dengan resiko kategori Moderate.1) Keparahan 3 moderate, cedera sedang, perlu penanganan medis, kerugian finansial

besar dengan alasan dapat terjadi keracunan ketika kontak dengan disinfektan dan terpeleset sehingga berisiko luka memar bahkan patah tulang.

2) Kemungkinan D unlikely, kemungkinan jarang terjadi dengan alas an karena ketika ingin membersih kan ruangan pasien di amankan di ruangan dan memberi tanda ketika lantai sedang dibersihkan.

3. Penilaian resiko melakukan perawatan pada penderita penyakit menular diketahui tingkat keparahan 3 dan tingkat kemungkinan A dengan resiko kategori Extreme.1) Keparahan 3 moderate, cedera sedang, perlu penanganan medis, kerugian finansial

besar dengan alasan dapat tertular berbagai penyakit menular seperti HIV/AIDS, Hepatitis, tuberculosis, dan lainnya yang tentunya perlu pananganan medis untuk menyembuhkannya.

2) Kemungkinan A almost certain, dapat terjadi setiap saat dalam kondisi normal dengan alasan melakukan penanganan pasien dilakukan setiap hari dan ketika pasien gaduh dapat mengenai perawat/petugas dengan demikian petugas terpajan penyakit menular dari pasien.

4. Penilaian resiko diketahui untuk melakukan restrain tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan B dengan resiko kategori High.1) Keparahan 2 minor, cedera ringan kerugian finansial sedang dengan alasan dapat

menyebabkan nyeri sendi, nyeri punggung yang diakibatkan oleh postur tubuh yang salah.

2) Kemungkinan Blikely, kemungkinan terjadi sering dengan alasan ketika perawat melakukan pekerjaan tentu kontak dengan pasien sehingga pasien yang gaduh akan menyerang atau dengan tidak sengaja melukai perawat/petugas.

5. Untuk memandikan pasien tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan D dengan resiko kategori Low. 1) Keparahan 2 minor, cedera ringan kerugian finansial sedang dengan alasan alasan dapat

menyebabkan nyeri sendi, nyeri punggung yang diakibatkan oleh postur tubuh yang salah.

2) Kemungkinan D unlikely, kemungkinan terjadi jarang dengan alasan tidak semua pasien dimandikan perawat, pasien biasanya dapat melakukan mandi sendiri namun tetap di awasi oleh perawat.

6. Untuk mengganti pakaian pasien tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan B dengan resiko kategori High.

1091

Page 53: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

1) Keparahan 2 minor, cedera ringan kerugian finansial sedang dengan alasan dapat mengakibatkan nyeri otot, nyeri punggung, karena melakukan pekerjaan berulang dan luka memar atau gores karena mendapat serangan dari pasien.

2) Kemungkinan B likely, kemungkinan terjadi sering dengan alasan karena untuk menjaga kebersihan pasien sehingga pekerjaan tersebut cukup sering dilakukan.

7. Penilaian resiko diketahui untuk dinas malam yang melebihi 8 jam tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan A dengan resiko kategori High.1) Keparahan 2 minor, cedera ringan kerugian finansial sedang, alasan dapat terjadi stres

dan dapat mengganggu pekerjaan sehingga menimbulkan insiden.2) Kemungkinan A almost certain, dapat terjadi setiap saat dalam kondisi normal dengan

alasan perawat/petugas rumah sakit tentunya bekerja dengan shift, ada pagi siang dan malam.

8. Untuk menangai pasien halusinasi tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan A dengan resiko kategori High. 1) Keparahan 2 minor, cedera ringan, kerugian finansial sedang dengan alasan dapat

menimbulkan rasa takut berlebih, stres yang disebabkan oleh sering kontak dengan pasien.

2) Kemungkinan A almost certain, dapat terjadi setiap saat dengan alasan karena orang gangguan jiwa tiba-tiba muncul halusinasi dan terjadi kapanpun.

9. Untuk menangani pasien yang defisit tinggi perawatan diri (melatih BAB dan BAK) tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan B dengan resiko kategori High.1) Keparahan 2 minor, cedera ringan, kerugian finansial sedang dengan alasan

perawat/petugas dapat diserang tiba-tiba oleh pasien dan mendapat perilaku tidak baik seperti pasien melempar kotoran pada petugas.

2) Kemungkinan B likely, kemungkinan terjadi sering dengan alasan karena pekerjaan tersebut terjadi setiap saat kapanpun.

10. Untuk melakukan terapi bermain/TAK tingkat keparahan 2 dan tingkat kemungkinan B dengan resiko kategori High. 1) Keparahan 2 minor, cedera ringan, kerugian finansial sedang dengan alasan dapat

terjadi luka memar dan lecet diakibatkan oleh terpukul atau diserang tiba-tiba oleh pasien.

2) Kemungkinan Blikely, kemungkinan terjadi sering dengan alasan setiap hari selalu ada kegiatan melakukan terapi bermain/ TAK.

Pengendalian Risiko

Upaya pengendalian bahaya fisika (pencahayaan) yaitu aktivitas kerja melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari adalah memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Untuk pengendalian resiko yaitu gunakan pencahayaan yang baik agar penglihatan bisa melihat dengan jelas pada objek, untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.

Upaya pengendalian bahaya Kimia (disinfektan) yaitu aktivitas kerja melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari adalah harus memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada di area kerja untuk mengantisipasi adanya bahaya pada bahan kimia yang tersedia diruangan tersebut dan perhatikan penggunaan bahan kimia sesuai prosedur.

Upaya pengendalian bahaya biologi (tertular penyakit AIDS, Hepatitis A, Hepatitis B, Tuberkulosis) yaitu aktivitas kerja melakukan perawatan pada penderita penyakit menular adalah mengunakan APD yang dibutuhkan sesuai dengan pekerjaan, seperti menggunakan sarung tangan dan masker ketika kontak langsung dengan pasien diagnosa penyakit menular maupun tidak menular.

1092

Page 54: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Upaya pengendalian bahaya ergonomi yaitu aktivitas kerja melakukan restrain, memandikan pasien, dan mengganti pakaian pasien adalah memahami SOP/SPO dalam melakukan pekerjaan. Melakukan cara kerja yang baik dalam SOP ergonimi yang baik dan benar, penerapan ergonomi yang tidak sesuai dengan sikap dan cara kerja dapat mengakibatkan lemah fisik dan nyeri sendi pada tubuh. Dan pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang bisa menguras tenaga sehigga lebih dikurangi dengan mendesain ulang pekerjaan seperti menambah petugas/perawat untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Upaya pengendalian bahaya psikososial adalah menghindari rasa takut pada pekerjaan yang membuat psikologi terganggu pada saat bekerja sehingga mengakibatkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Melakukan manajemen kerja dengan melakukan pelatihan untuk menangani pasien gangguan jiwa sehingga dapat mengetahui cara penanganan yang baik dan benar ketika pasien tiba-tiba akan menyerang atau gaduh gelisah.

SIMPULAN1. Diketahui hasil risiko keselamatan kerja yang terdapat di ruangan tersebut yaitu: kurangnya

pencahayaan, disinfektan, tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis A, Hepatitis B, Tuberkulosis, dan penyakit menular lainnya, postur tubuh yang salah, melakukan pekerjaan berulang, mendapat serangan pasien, sering kontak dengan pasien, panik, kerja berlebih, terpukul, dan tercakar.

2. Penilaian risiko keselamatan kerja di ruang tersebut memiliki tingkatan risiko mulai dari skor terendah hingga tertinggi. Penilaian risiko dikelompokkan dan didapatkan risk level extreme sebanyak 1, risk level high sebanyak 7, risk level moderate sebanyak 1, dan risk level low sebanyak 1.

3. Upaya pengendalian risiko pada ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) dengan lima hirarki pengendalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, teknik, administrasi, dan alat pelindung diri (APD). Pengendalian risiko yang sudah dilakukan oleh RSD Gunung Jati Kota Cirebon pada ruang rawat inap Pangeran Suryanegara (Psikiatri) adalahadanya standar prosedur oprasional untuk keperawatan, diberlakukannya shift kerja, memberi pelatihan keperawatan jiwa untuk perawat, adanya jadual petugas red code (Pencegahan dan pengendalian kebakaran), penggunaan masker dan sarung tangan.

SARAN 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko pada ruang rawat inap psikiatri di rumah sakit.

2. Bagi RSD Gunung Jati Kota CirebonDiharapkan Rumah Sakit lebih meningkatkan manajeman K3 khususnya bagi perawat/petugas rumah sakit. Untuk identifikasi bahaya dapat mengkaji dan mengevaluasi identifikasi potensi bahaya kerja dalam area kerja dan aktivitas kerja agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk pengendalian risiko di ruang rawat inap Pangeran Suryanegara yaitu berupa melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap perawat/petugas, melakukan pelatihan keperawatan jiwa, memperbaiki fasilitas ruangan agar aman seperti menggunakan kaca akrilik, memasang tralis pada jendela.

3. Bagi Karyawan Ruang Rawat InapPerawat/petugas melakukan pekerjaan sesuai standar prosedur operasional (SPO) yang ada dengan baik dan benar, dapat bekerja dengan hati-hati, fokus, dan selalu mengutamakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dalam bekerja.

1093

Page 55: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

DAFTAR PUSTAKA1. Tarwaka. Keselamatan dan kesehatan kerja manajemen dan implementasi K3 di tempat

kerja. Surakarta: Harapan Press; 2014. 34. 13. 14. 2672. Sucipto, CD.Keselamatan dankesehatan kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2014.3. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.4. Soehatman Ramli. Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja OHSAS 18001.

Jakarta: Dian Rakyat; 2010.5. Anonim. 1 Orang pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja.

[diakses tanggal 24 Maret 2017] Diunduh dari: http://www.depkes.go.id6. Mochamad Afandi, Shanti K.A, dan Ade Sri Mariawati. Manajemen risiko K3

menggunakan pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) guna mengidentifikasi potensi hazard. [Diakses tanggal 10 Juni 2015] Diunduh dari : http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jti/article/view/321504

7. Khairul Anwar, Isa Ma’rufi, dan Anita Dewi P.S. Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko pada pekerjaan tambang belerang.[Diakses tanggal 10 Juni 2015] Diunduh dari: http://repository.unej.ac.id

8. Anonim. Direktorat jenderal bina kesehatan masyarakat. standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.

9. Kontain. Jumlah kecelakaan kerja di indonesia masih tinggi. [diakses tanggal 16 Maret 2017] Diunduh dari: http://nasional.kontan.co.id/

10. Davis, L.K. & Demaria A. Sharps injuries among hospital workers in massachusetts 2010. Massachusetts Department of Public Health Occupational Health Surveillance Program, [diakses tanggal 31 Mei 2017] Diunduh dari: http://www.mass.gov/eohhs/docs/dph/occupational-health

11. Novie E. Mauliku. Kajian analisis penerapan sistem manajemen K3RS di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Bandung: Jurnal Kesehatan Kartika. Stikes A. Yani Cimahi.; 2011.

12. Abdul Muslim. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tertusuk jarum pada perawat. Kendal: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 3 No 2; 2013Sekolah Tinggi IlmuKesehatan Kenda

13. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 201014. Rahmad Afandi. Usulan penanggulangan identifikasi bahaya menggunakan teknik hazard

identification risk assessment and determining control (hiradc). Bandung: Jurnal. Jurusan Teknik Industri Itenas Bandung;2014

1094

Page 56: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN GEJALA INSOMNIA PADA LANSIA

Medina Reggyanti* Tantri Wenny Sitanggang**

ABSTRAKInsomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan tidur, terutama tidur malam hari. Insomnia sering terjadi pada Lansia akibat penurunan jumlah neuron. Di dunia diperkirakan 40-50% orang menderita insomnia, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan terapi musik klasik.Penelitian bertujuan untuk menentukan efektifitas pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan gejala insomnia pada Lansia di Posbindu Dahlia dan Karang Mekar Puskesmas Pisangan tahun 2017.Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi Eksperiment dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 60 responden dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu 30 responden kelompok kontrol dan 30 responden kelompok intervensi. Pengumpulan data menggunakan instrumen pengukuran insomnia yang berupa kuesioner Insomnia Severity Index (ISI). Data dianalisa menggunakan uji wilcoxon test.Hasil dari analisa univariat menunjukkan bahwa usia kelompok kontrol adalah 60-74 (86,7%), 75-90 (13,3%), sedangkan usia kelompok intervensi adalah 60-74 (83,3%), 75-90 (16,7%) dan jenis kelamin kelompok kontrol adalah 6,7% laki-laki, 93,3% perempuan dan kelompok intervensi adalah 20% laki-laki, 80% perempuan. Hasil dari analisa bivariat uji wilcoxon test, pretest pada kedua kelompok ɑ > 0.05 dan posttest pada kedua kelompok ɑ <0,05. Terapi musik klasik dibutuhkan untuk menurunkan gejala insomnia pada Lansia.Kata kunci : Lansia, Insomnia, Terapi music

ABSTRACTInsomnia is a condition where a person has difficulty falling asleep, especially at night. Insomnia often occurs in the elderly due to a decrease in the number of neurons. It is estimated there are 40-50% of people around the world suffering from insomnia, one way to overcome it is to do classical music therapy. Research aims to determine the effectiveness of classical music therapy to decreased symptoms of insomnia in elderly in Posbindu Dahlia and Karang Mekar Puskesmas Pisangan in 2017. This research uses Quasi Experiment using purposive sampling. Sample in this research there are 60 respondents divide into 2 groups, 30 in the experiment group and 30 in the control group, Data collection using measuing instruments insomnia in the form of Insomnia Severity

1095

Page 57: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Index (ISI) questionnaires. Data were analized using wixolcom test. The result of the univariate analysis showed that the age of the control group is 60-74(86,7%), 75-90(13,3%), experiment group 60-74 (83,3%), 75-90(16,7%) and gender of control group is6,7% man, 93,3% woman while in the experiment group is 20% man and 80% woman. The result of bivariat wilcoxon test, pretest in both group ɑ > 0.05 and the posttest ɑ < 0,05. Classical music therapy is needed to reduce symptoms of insomnia in the elderly. Ederly should learn more about how to cope with insomnia with classical music therapyKeywoard : Elderly, Insomnia, Music Therapy

*Alumni Program Studi D3 Kebidanan IMC Bintaro**Staff Pengajar Program Studi D3 Kebidanan IMC Bintaro

PENDAHULUANLanjut usia (Lansia) merupakan bagian dari proses tumbuh kembang manusia. Manusia

tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Di masa ini manusia mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.1

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Lansia juga akan meningkatkan penyakit akibat degeneratif. Masalah kesehatan pada Lansia meliputi penurunan daya pikir, rasa serba ketakutan, kemunduran pola aktivitas, berkurangnya penglihatan dan pendengaran serta gangguan tidur terutama insomnia.2

Insomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan untuk tidur, terutama tidur malam hari. Insomnia merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai di semua lingkungan, baik negara maju maupun negara berkembang.3

Menurut Parekh (2017) dalam American Psychiatric Association insomnia merupakan gangguan tidur yang paling umum. Sekitar sepertiga orang dewasa melaporkan beberapa gejala insomnia, 10-15% melaporkan masalah pada siang hari dan 6-10% memiliki gejala yang cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan insomnia. Diperkirakan 40-50% individu dengan insomnia juga memiliki kelainan mental lainnya.4

Di Indonesia sendiri belum ada laporan yang pasti mengenai prevalensi Insomnia. Di tempat penelitian, peneliti melakukan studi pendahuluan dengan mengadakan wawancara di Posbindu Dahlia dan Karang Mekar. Dalam studi pendahuluan tersebut didapatkan data sebayak 35 Lansia (57,37%) dari 61 Lansia di Posbindu Dahlia mengalami gejala insomnia dan sebanyak 33 Lansia (78,57%) dari 42 Lansia di Posbindu Karang Mekar mengalami gejala insomnia.

Menurunnya kualitas tidur Lansia akan berdampak buruk terhadap kesehatan, karena dapat menyebabkan kerentanan terhadap penyakit, stres, konfusi, disorientasi, gangguan mood, kurang segar, menurunnya kemampuan berkonsentrasi dan kemampuan membuat keputusan.5 Di tempat penelitian masalah insomnia merupakan masalah yang tabu, sehingga tidak ada terapi apapun yang dilakukan untuk mengurangi gejala insomnia. Untuk itu perlu adanya intervensi yang efektif dalam menangani penurunan kualitas tidur pada Lansia dengan insomnia ini.

Pada penelitian yang dilakukan Laily, Juanita dan Siregar (2015) “Efektifitas Pemberian Terapi Musik Instrumen Terdahap Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa” Metode yang digunakan dalam penelitian adalah desain quasi-

1096

Page 58: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

eksperimen dengan pendekatan pre and post test with control, didapatkan Hasil uji statistik diperoleh p<0,001 (p<0,05) yang artinya ada pengaruh pemberian terapi musik instrumen terhadap peningkatan kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik.6

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tidur menurut penelitian diatas adalah dengan pemberian terapi musik. Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Potter mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan kebutuhan, seperti musik klasik, instrumental, slow musik, orkestra, dan musik modern lainnya.7

Peneliti mendengarkan jenis musik klasik, pop, dan rock pada Lansia untuk menentukan jenis musik yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan jenis musik kesukaan Lansia. Dari tiga jenis musik tersebut didapatkan 70% menyukai musik klasik, 30% menyukai musik pop, dan tidak ada yang menyukai jenis musik rock. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan gejala insomnia Pada Lansia di Posbindu Dahlia dan Karang Mekar Puskesmas Pisangan Kota Tangerang Selatan”.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain Eksperimen Semu (Quasi Eksperiment) dengan

pendekatan pre-test and post-test non-equivalent control group. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling.8 Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 dengan jumlah sampel sebanyak 60 sampel. Adapun kriteria sampelnya adalah Lansia yang mengalami insomnia primer, menyukai musik klasik, tidak mengalami gangguan pendengaran dan tidak mengkonsumsi obat tidur.

Lokasi penelitian dilakukan di Posbidnu Dahlia dan Karang Mekar. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner Insomnia severity Index (ISI).

HASIL PENELITIANKarakteristik Responden

Karakteristik responden tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan gejala Insomnia pada Lansia di Posbindu Dahlia dan Karang mekar Puskesmas Pisangan berdasarkan usia dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Responden Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi BerdasarkanKarakteristik Usia Dan Jenis Kelamin

Karakteristik RespondenKelompok Kontrol Kelompok Intervensi

n % n %Usia (tahun)

60-7475-90

264

86,713,3

255

83,316,7

Jenis KelaminLaki-laki

Perempuan228

6,793,3

624

20,080,0

Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa usia responden berkisar antara 60 tahun sampai 74 tahun dan 75 tahun sampai 90 tahun, kelompok kontrol sebagian besar berusia 60-74 tahun (86,7%) selebihnya berusia 75-90 tahun (13,3%) dan kelompok intervensi sebagian

1097

Page 59: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

besar berusia 60-74 tahun (83,3%) selebihnya berusia 75-90 tahun (16,7%). Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden kelompok kontrol berjenis kelamin perempuan (93,3%) sedangkan laki-laki (6,7%) dan sebagian besar responden kelompok intervensi berjenis kelamin perempuan (80,0%) sedangkan laki-laki (20,0%).

Tingkat Insomnia sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik pada kelompok Kontrol

Tabel 2. Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Gejala Insomnia Pada Lansia Kelompok Kontrol Pretest dan Posttest

VariabelPenurunan gejala insomnia

Mean SD Z P-value

Sebelum 2,30 0,466 -1,732 0,083Sesudah 2,40 0,498

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 30 Lansia di Posbindu Karang Mekar yang merupakan kelompok kontrol rata-rata gejala insomnia pada saat pretest sebesar 2,30 dan saat posttest sebesar 2,40. Berdasarkan uji Wilcoxon test menunjukan bahwa nilai p-value sebesar 0,083 (ɑ=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara penurunan gejala insomnia saat pretest dan posttest, karena pada kelompok kontrol tidak diberikan terapi apapun.

Tingkat Insomnia sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik pada kelompok intervensi

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Gejala Insomnia Pada Lansia Kelompok Intervensi Pretest dan Posttest

VariabelPenurunan gejala insomnia

Mean SD Z P-value

Sebelum 2,30 0,535 -3,606 0,000Sesudah 1,87 0,629

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 30 Lansia di Posbindu Dahlia yang merupakan kelompok intervensi rata-rata penurunan gejala insomnia sebelum diberikan terapi musik klasik sebesar 2,30 dan sesudah diberikan terapi musik klasik sebesar 1,87. Berdasarkan uji Wilcoxon test menunjukan bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (ɑ=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara penurunan gejala insomnia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik.

Efektifitas sesudah pemberian terapi musik pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi

Tabel 4. Perbedaan Penurunan Gejala Insomnia Post-test Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi

VariabelPenurunan gejala insomnia

Mean SD Z P-value

Kelompok kontrol 2,40 0,498 -3,119 0,002Kelompok intervensi 1,87 0,629

1098

Page 60: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Berdasarkan tabel 4 Perbedaan rerata penurunan gejala insomnia pada Lansia kelompok kontrol adalah 2,40 dengan standar deviasi 0,498. Pada kelompok intervensi adalah 1,87 dengan standar deviasi 0,629. Tampak perbedaan nilai antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah dilakukan terapi musik klasik. Hasil menunjukan p-value 0,002 atau p<0.05. Maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara penurunan gejala insomnia pada Lansia di Posbindu Dahlia dan Karang Mekar Puskesmas Pisangan yang diberikan terapi musik klasik dengan yang tidak diberikan terapi musik klasik.

PEMBAHASANDistribusi Responden kelompok kontrol dan kelompok intervensi berdasarkan karakteristik usia dan jenis kelamin

Berdasarkan data pada tabel 1 distribusi jenis kelamin responden menunjukan distribusi tertinggi adalah perempuan dimana distribusi perempuan pada kelompok kontrol sebanyak 28 orang (93,3%), pada kelompok intervensi sebanyak 24 orang (80%). Menurut teori Nugroho (2010) prevalensi insomnia lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan lebih memiliki kemungkinan untuk mengalami mimpi buruk, kesulitan tidur dan sering terbangun dibandingkan laki-laki.2 Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian Sulistyarini dan Santoso (2016) yang mengatakan bahwa perempuan lebih sering mengalami insomnia. Perempuan secara psikologis memiliki mekanisme koping yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dalam mengatasi suatu masalah, dengan adanya gangguan secara fisik maupun secara psikologis perempuan akan mengalami suatu kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut maka akan mengakibatkan seorang perempuan lebih sering mengalami kejadian insomnia dibanding laki-laki.9

Distribusi usia responden menunjukkan distribusi tertinggi terjadi pada usia 60-74 dimana pada kelompok kontrol Lansia yang berusia 60-74 tahun berjumlah 26 orang (86,7%), pada kelompok intervensi Lansia yang berusia 60-74 tahun berjumlah 25 orang (83,3%). Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Hal ini terkait dengan sel maupun organ tubuh yang telah mengalami penurunan fungsi seiring dengan peningkatan usia. Menurut teori Nugroho (2010) gangguan tidur merupakan keluhan utama yang sering dialami Lansia, dengan perkiraan lebih dari setengah jumlah Lansia yang berusia diatas 60 tahun mengalami kesulitan tidur dan terjadi perubahan pola tidur seiring bertambahnya usia seperti perubahan siklus tidur, tidur malam lebih mudah terganggu, kualitas dan durasinya juga terganggu, Lansia cenderung mempunyai keinginan untuk tidur siang yang lebih besar dibandingkan orang yang lebih muda.2 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sulistyarini & Santoso (2016) yang mengatakan bahwa lansia yang berumur 60-74 tahun lebih sering mengalami insomnia.9

Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Gejala Insomnia Pada Lansia Kelompok Kontrol Pretest dan Posttest

Berdasarkan data pada tabel 2 didapatkan hasil analisis pada Lansia kelompok kontrol saat pretest dan posttest. Berdasarkan hasil uji ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan gejala insomnia pada Lansia kelompok kontrol dengan p-value 0,083 (ɑ=0,05) yang artinya Ho gagal ditolak, nilai rata-rata saat posttest lebih besar dibandingkan pada saat pretest, nilai saat pretest sebesar 2,30 dan posttest sebesar 2,40 yang artinya ada peningkatan gejala insomnia. Dewi (2014) mengatakan bahwa lansia akan mengalami perubahan pada sistem persyarafan yang mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah neuron dan dapat terjadi insomnia, sehingga dibutuhkan terapi yang dapat menurunkan gejala insomnia.10 Pada penelitian ini didapatkan bahwa penurunan gejala insomnia pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan yang signifikan karena kelompok kontrol tidak mendapatkan perawatan rutin untuk mengurangi gejala insomnia, salah satunya dengan terapi musik klasik.

1099

Page 61: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Kondisi relaksasi atau istirahat yang sempurna akan membuat seluruh sel dalam tubuh akan mengalami reproduksi, penyembuhan alami akan berlangsung, produksi hormon tubuh diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran.11 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rembulan (2014) yang menyatakan bahwa terapi musik dapat digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit salah satunya adalah insomnia, dengan menggunakan bunyi tertentu dan salah satunya yaitu musik klasik.12

Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Gejala Insomnia Pada Lansia Kelompok Intervensi Pretest dan Posttest

Berdasarkan data pada tabel 3 didapatkan hasil analisis pemberian terapi musik klasik pada Lansia kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik. Berdasarkan hasil uji ini menunjukan bahwa ada perbedaan gejala insomnia pada Lansia kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik dengan p-value 0,000 (ɑ=0,05). Nilai rata-rata sebelum terapi musik klasik lebih besar dibandingkan dengan setelah dilakukan terapi musik klasik dimana rata-rata sebelum di lakukan terapi musik klasik sebesar 2,30 dan setelah dilakukan terapi musik klasik sebesar 1,87 yang artinya ada penurunan rata-rata gejala insomnia setelah dilakukannya terapi musik klasik pada kelompok intervensi.

Hasil tersebut menandakan bahwa terdapat perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik. Terapi musik klasik diberikan selama 2 minggu sebanyak 6 kali dengan durasi 30 menit mengalami perubahan yang signifikan antara pretest dan posttestnya. Hal tersebut sesuai dengan teori Suryana (2012) yang menyatakan bahwa terapi musik yang dilakukan selama 30 menit telah membantu pikiran responden untuk beristirahat.13 Dan penelitian yang dilakukan Leowy (2013) tentang pemberian musik klasik selama 2 minggu sebanyak 6 kali menghasilkan perbedaan pola tidur yang lebih baik.14

Perbedaan Penurunan Gejala Insomnia Posttest Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi

Berdasarkan data pada tabel 4 dengan perhitungan uji wilcoxon test didapatkan nilai p-value 0,002 sehingga Ho ditolak (<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan gejala insomnia posttest pada Lansia di Posbindu Dahlia dan Karang Mekar Puskesmas Pisangan. Hasil penelitian ini menandakan bahwa gejala insomnia pada kelompok intervensi mengalami perubahan yang signifikan.

Hal ini sesuai dengan teori Maryam (2008) yang mengatakan bahwa permasalahan yang terjadi pada lanjut usia salah satunya yaitu insomnia. Kebiasaan atau pola tidur Lansia dapat berubah sehingga Lansia merasa kurang nyaman terhadap diri sendiri. Kebanyakan Lansia mengalami susah tidur, tidur yang hanya sebentar-sebentar, sering terbangun pada malam hari, serta bangun yang terlalu cepat pada pagi hari. Insomnia bisa timbul karena adanya rasa khawatir akan kematian atau tekanan yang mengganggu psikologis Lansia, timbulnya rasa cemas, depresi dan lingkungan yang berisik sehingga dapat mengganggu pola tidur Lansia.15 Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian tentang pemberian terapi musik terhadap kualitas tidur diantaranya oleh Su, et all (2012) tentang terapi musik yang dilakukan di Intensif Care Unit di Taiwan menunjukkan musik meningkatkan kualitas tidur pada pasien kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pemberian terapi musik juga secara signifikan membuat detak jantung menjadi lebih rendah pada kelompok intervensi dibanding dengan kelompok kontrol.16 Hasil penelitian Trilia, Santoso, dan Andriani (2013) terhadap Lansia yang mengalami insomnia di Panti Werdha Teratai Palembang didapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi

1100

Page 62: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

musik dengan nilai p-value 0.000 dimana skor rata-rata sebelum diberikan terapi musik adalah 6,64 dan rata-rata skor sesudah diberikan terapi musik adalah 5,27.17

Menurut Stockslager & Schaeffer (2008), istirahat dan tidur menjalankan sebuah fungsi pemulihan baik secara fisiologis maupun psikologis. Secara fisiologis, tidur mengistirahatkan organ tubuh, menyimpan energi, menjaga irama biologis, dan memperbaiki kesadaran mental dan efisiensi neurologis. Secara psikologis, tidur mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera. Penatalaksanaan pada Lansia yang mengalami kesulitan tidur bisa berupa mempertahankan jadwal harian, bangun di waktu yang biasanya, mengikuti aturan jam tidur, melakukan olahraga setiap hari tetapi hindari olahraga yang terlalu berat, membatasi jam tidur siang, mandi menggunakan air hangat, hindari minuman yang mengandung kafein serta alkohol, melakukan teknik relaksasi, membaca serta mendengarkan musik.18

Musik dapat merelaksasikan tubuh, yang bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas tidur. Dari hasil wawancara peneliti dengan responden kelompok intervensi , terapi musik klasik sangat membantu Lansia dalam mengatasi gejala insomnia yang dialami. Sedangkan pada responden kelompok kontrol masih mengalami gejala insomnia yang menetap.

Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam istirahat. Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor psikologis, fisiologis dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Kualitas tidak bergantung pada kuantitasnya, namun dipengaruhi oleh faktor yang sama. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya.19 Berdasarkan teori tersebut, menurut peneliti terapi musik klasik dapat mengatasi penurunan gejala insomnia. Terapi musik klasik dapat membantu Lansia mudah untuk tertidur di malam hari dan terjadi peningkatan kualitas tidur setelah diberikan terapi musik klasik. Mekanisme terapi musik klasik adalah untuk relaksasi dengan mengurangi kecemasan yang dapat berkontribusi terhadap penurunan gejala insomnia.

SIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah terdapat efektifitas pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan gejala insomnia.

SARAN1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan sebaiknya perlu menambahkan dalam mata kuliah gerontik terapi musik klasik sebagai terapi non farmakologi untuk mengurangi gejala insomnia yang bisa dilakukan selama 2 minggu sebanyak 6 kali dalam durasi 30 menit.

2. Bagi Lokasi PenelitianDianjurkan bagi responden dan kader Posbindu Dahlia dan Karang Mekar agar dapat menggali pengetahuan mengenai cara mengurangi insomnia salah satunya dengan melakukan terapi musik klasik secara rutin selama 2 minggu sebanyak 6 kali dalam durasi 30 menit, agar dapat menurunkan gejala insomnia dan meningkatkan rasa tenang.

3. Bagi Penelitian selanjutnyaDiharapkan untuk memberikan intervensi terapi musik klasik lebih lama dari penelitian ini agar data yang dihasilkan lebih konkritSelain itu usahakan untuk menggunakan kuesioner yang mudah untuk dimengerti oleh Lansia seperti Insomnia Severity Index (ISI) disertai dengan wawancara agar dapat mendukung data skor yang sudah ada.

1101

Page 63: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

DAFTAR PUSTAKA1. Azizah, M. Lilik. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha ilmu;20112. Nugroho. Keperawatan gerontik & geriatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC;20103. Susilo, Y., & Wulandari, A. Cara jitu mengatasi insomnia. Yogyakarta : Andi;20114. Parekh, Ranna. What Are Sleep Disorders?. American Psychiatric Association. (diakses

pada tanggal 21 september 2017). Diunduh dari https://www.psychiatry.org/patients-families/sleep-disorders/what-are-sleep-disorders

5. Potter, P. A., &Perry, A.G. Fundamental keperawatan. Buku 3 edisi ke-7 (Diah Nurfitriani, Onny T, & Farah D, Penerjemah). Jakarta : Salemba Medika;2009

6. Laily Isranil, S., &Juanita., Siregar T.C. Efektifitas pemberian terapi musik instrumen terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Idea Nursing Journal. ISSN 2087-2879. Vol.VI No.3. (diakses pada tanggal 21 September 2017). Diunduh dari : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ

7. Wong Ferry, M. Acu. Yoga kombinasi akupresur + yoga (solusi untuk langsing, awet muda, kecemasan, insomnia, migrain, kecerdasan otak, gangguan menstruasi, gangguan mata, mabuk perjalanan, telinga berdenging, nyeri dan berbagai kebutuhan lain. Depok : Penebar Plus;2011

8. Sugiyono. Metode Penelitian kualitatif, kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta;20139. Sulistyarini, T. & Santoso, D. Gambaran karakteristik lansia dengan gangguan tidur

(insomnia) Di Rw 1 Kelurahan Bangsal Kota Kediri. Jurnal Penelitian Keperawatan. Vol.2. Hal.150-155. ISSN : 2407-7232;2016

10. Dewi, Sofia, R. Buku ajar keperawatan gerontik. Sleman : Deepublish;201411. Demir, Yurdanur. Non farmakological therapies in pain management science. Abant Izzet

Baysal University, Bolu Health Science Hight School Turkey;201112. Rembulan, Putri, M. Pengaruh terapi musik instumental dan aromatherapy lavender

eyemask terhadap penurunan tingkat insomnia pada mahasiswa fisioterapi D3 angkatan 2011. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Publikasi;2014

13. Suryana, Dayat. Terapi musik .Jakarta: Paperback;201214. Leowy, J., et all. The Effect of music therapy on vital pns, feeding, and sleep in premature

infacts. Departement of Biostatistics. New York;2013. (Diakses pada 31 Oktober 2017). Diunduh dari : www.pediatric.org/cgi/doi/10.1542/peds.2012-1367

15. Maryam, dkk. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika;200816. Su, P.C., et all. A Randomized controlled trial of the effects of listening to non

commercial music on quality of noctural sleep and relaxation indices in patients in medical intensive care unit. Journal Of AdvancesNursing., 16(6) : 1377-1389. Doi :10.1111/j.1365-2648.2012.06130;2012

17. Trilia., Santoso, Budi., & Andriyani, Yanti. Pengaruh terapi modalitas : terapi musik terhadap kualitas tidur lansia yang mengalami insomnia di Panti Tresna Werdha Teratai Palembang. Journal STIKes Muhammadiyah PalembangVol.1., Edisi. 2. ISSN : 2301-8631;2013

18. Stockslager, Jaime L & Schaeffer, Liz. Buku saku asuhan keperawatan geriatrik. Jakarta :EGC;2008

19. Siregar Mukhlidah, H. Mengenal sebab-sebab, akibat-akibat dan cara terapi insomnia. Yogyakarta : FlashBooks;2011

1102

Page 64: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PERAWATAN

Rokhmatul Hikhmat*Zahrotul Laily Luthfiyani**

ABSTRAKKematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat mengendalikan emosi serta mengontrol diri secara sadar, menekankan pengekspresian, tidak meledakkan emosi, menilai situasi secara kritis dan mampu memiliki reaksi emosional secara stabil. Kematangan emosi yang baik dapat mempengaruhi kinerja perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa hubungan kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional terhadap 22 perawat pelaksana yang diambil secara total sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Analisa dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan tekhnik analisis korelasi chi square.Hasil penelitian diperoleh 22 responden dengan kematangan emosi kurang sebanyak 8 orang. Dari 8 orang tersebut 87,5% mempunyai kinerja kurang dan 12,5% mempunyai kinerja baik. Sedangkan 14 orang responden tingkat kematangan emosinya baik, dari 14 orang tersebut 21,4% mempunyai kinerja kurang dan 78,6% mempunyai kematangan emosi dan kinerja yang baik. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan ρ value = 0,006 < 0,05 berarti Ha gagal ditolak, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.

Kata Kunci : Kematangan Emosi, Kinerja Perawat Pelaksana

ABSTRACTEmotion maturity represent ability of individual to can control emotion and also controlling x'self consciously, emphasizing expression do not explode emotion, assessing situation critically and can owning reaction emotional stablely.good Emotion maturity can influence performance nurse of executor in giving service of treatment. Target of this research to analyse Emotion maturity relation with performance nurse of executor in treatment

1103

Page 65: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

room of ciremai hospital in town of cirebon. Research type the used is quantitative non eksperimental with research device descriptive of correlation with approach sectional cross to 22 nurse of executor which taken totally sampling. The research instrument used in this research is a questionnaire. The analysis was conducted to find out the correlation between independent variable and dependent variable used chi square correlation analysis technique.Result of research in obtaining 22 responder with emotion maturity less counted 8 people, From 8 people 87,5% having performance less and 12,5% having good performance. While 14 responder people good emotion maturity level, from 14 people 21,4% having performance less and 78,6% having emotion maturity and good performance . Result of statistical test by using square chi in can ρ value = 0,006 < 0,05 meaning Ha fail to be refused, this matter indicating that there is relation between emotion maturity with nurse performance executor in treatment room of ciremai hospital in town of cirebon

Keyword : Maturity Emotion, Performance Nurse of Executor

*Staff Pengajar Program Studi S1 Keperawatan STIKes Cirebon**Alumni Program Studi S1 Keperawatan STIKes CirebonPENDAHULUAN

Pelayanan di Rumah Sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multidisiplin termasuk tim keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra Rumah Sakit di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan, terdekat dengan pasien maupun masyarakat dan merupakan anggota tim kesehatan yang menghadapi masalah klien selama 24 jam.1

Tim pelayanan keperawatan memberikan pelayanan kepada klien sesuai dengan etika profesi dan standar yang ditetapkan, agar pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan pelayanan yang aman serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan klien. Untuk memenuhi kebutuhan dan harapan tersebut dilakukan dengan melaksanakan asuhan keperawatan bermutu oleh tenaga keperawatan dengan pengetahuan dan keterampilan klinik yang memadai serta memiliki kemampuan : membina hubungan profesional dengan klien, berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain, melaksanakan kegiatan menjamin mutu, kemampuan memenuhi kebutuhan klien dan memperlihatkan sikap caring.1

Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku perawat yang didasari dari beberapa aspek diantaranya : 1) human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan). 2) menanamkan kepercayaan harapan, 3) mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, 4) pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya, 5) meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif, 6) sistematis dalam metode pemecahan masalah, 7) pengembangan pendidikan dan pengetahuan interpersonal, 8) meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual, 9) senang membantu kebutuhan manusia, 10) menghargai kekuatan eksistensial phenomenologikal.2

Caring ditempatkan sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien.1

Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.3 kinerja merupakan suatu proses bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja4 dan kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.5

Kinerja perawat meliputi : penampilan fisik, kemampuan menghandel pasien, profesional dalam menghandel pasien, memahami prosedur kerja, disiplin, skill manajemen.6

Penelitian yang dilakukan oleh Evi Hasnita dan Rossi Sanusi tentang kinerja menyebutkan bahwa iklim organisasi dengan kinerja mempunyai hubungan yang bermakna

1104

Page 66: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

dengan kekuatan hubungan lemah, hubungan lemah memberikan arti bahwa ada hal lain yang mempengaruhi kinerja.7

Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja kerja yaitu faktor individu, organisasi dan psikologis. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian charles schreiber yaitu keberhasilan dalam hidup seseorang ditentukan pendidikan formalnya hanya 15 % sedangkan 85 % lagi ditentukan oleh sikap mentalnya atau kepribadian.8

Perawat pelaksana di ruang rawat inap berinteraksi terus menerus dengan pasien, keluarga pasien, dan lingkungan sekitarnya. Perawat sebagai individu dihadapkan pada situasi atau peristiwa yang banyak menghadapi tuntutan psikologis dan fisik sehingga rentan terjadi reaksi emosional. Emosi merupakan hasil dari interaksi antara pikiran, perubahan fisiologis dan perilaku.8

Individu sebagai organisme memberikan tanggapan terhadap setiap kejadian dalam hidupnya berupa reaksi fisiologis dan pelampiasan perilaku yang muncul mendadak dan sulit dikendalikan sehingga merangsang pikiran baru, khayalan dan tingkah laku berupa emosi. Emosi menunjukkan kegoncangan individu disertai dengan gejala gejala kesadaran, prilaku dan proses fisiologis.9 Implikasi dari rekasi emosional adalah adanya kontrol dan pengendalian terhadap emosi.10 Kontrol dan pengendalian emosi ini seiring dengan tingkat kematangan emosi individu artinya individu tidak mudah terganggu oleh rangsangan – rangsangan emosionalnya baik dari dalam maupun dari luar dirinya.10

Kematangan emosi dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan, sehingga untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu pertimbangan dan tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati yang lain. Terdapat tiga ciri, yaitu : (a) emosi tidak meledak-ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih dapat diterima, (b) menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, (c) memiliki reaksi emosional yang stabil.11

Kematangan emosi merupakan kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dan syarat terbentuknya kematangan emosi adalah kecerdasan emosi yang merupakan penguasaan ranah kognitif seseorang dalam berperilaku.12

Berdasarkan penelitian Daniel Golmen kecerdasan emosi menentukan 80% pencapaian kinerja individu dan organisasi sedangkan 20 % ditentukan oleh kecerdasan pikiran. Secara psikologis individu yang matang secara emosional mampu melakukan hubungan interpersonal yang sehat dan efektif, mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan aktivitas kerja sehari-hari sehingga dapat mencapai kinerja yang maksimal.10 Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon merupakan rumah sakit yang di percaya oleh pemerintahan dalam hal ini sebagai rumah sakit yang mempunyai personil perawat yang sebagian dari tentara sehingga mereka harus mempunyai tingkat kematangan emosi yang baik.

Hasil study pendahuluan melalui observasi pada tanggal 06 February 2017 didapatkan hasil bahwa Ruang Perawatan Pratama merupakan Ruang Perawatan kelas III yang memiliki jumlah tenaga perawat pelaksana beserta kepala ruangan dan wakil kepala ruangan dengan berjumlah 22 orang, yang terdiri dari 16 Perempuan dan 6 Laki-laki. Ruang perawatan pratama terdiri dari 9 ruangan dan 48 tempat tidur. Serta jumlah pasien dalam 3 bulan terakhir di Ruang Perawatan Pratama adalah 702 pasien.

Dari uraian diatas bahwa sangatlah penting untuk mengetahui tingkat kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana. Oleh karena itu penulis tertarik mengadakan

1105

Page 67: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

penelitian tentang “ Hubungan Kematangan Emosi Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Perawatan Pratama Rumah Sakit Ciremai Cirebon Tahun 2017”

METODE PENELITIANPenelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasi dengan pendekatan

cross sectional.13 Variabel independen penelitian ini adalah kematangan emosi perawat pelaksana dan variabel dependen penelitian ini adalah kinerja perawat pelaksana. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang perawatan pratama Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling sebanyak 22 perawat pelaksana. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Analisa dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan tekhnik analisis korelasi chi square,13 penghitungan dilakukan dengan bantuan komputer/SPSS. Dengan taraf kemaknaan 0.05.

HASIL PENELITIANKematangan Emosi Perawat Pelaksana

Tabel 1. Gambaran Kematangan Emosi di Ruang Perawatan

No Kematangan Emosi Frekuensi Persentase 1 Kurang 8 36,42 Baik 14 63,6

Total 22 100

Berdasarkan analisis tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar kematangan emosi perawat pelaksana adalah baik yaitu berjumlah 14 orang (63,6%).

Kinerja Perawat Pelaksana

Tabel 2. Gambaran Kinerja di Ruang Perawatan

No Kinerja Perawat Frekuensi Persentase 1 Kurang 10 45,52 Baik 12 54,5

Total 22 100

Berdasarkan analisis tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan adalah baik yaitu 12 (54,5%).

Hubungan Kematangan Emosi Dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Tabel 3. Hubungan Kematangan Emosi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Perawatan

Kematangan Emosi

KinerjaTotal Ρ

ValueOR

Kurang Baik

n % n % n %Kurang 7 87,5 1 12,5 8 100,0

1106

Page 68: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

0,006 25,667Baik 3 21,4 11 78,6 14 100,0Total 10 45,5 12 54,5 22

Berdasarkan analisis tabel di atas menunjukkan bahwa ada hubungan antara kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan. Hasil analisis lanjut disimpulkan bahwa kematangan emosi yang baik memiliki peluang 25,667 kali lebih besar untuk berkinerja baik dibanding dengan perawat pelaksana dengan kematangan emosi yang kurang. Artinya semakin baik kematangan emosinya maka semakin baik kinerja perawat pelaksana.

PEMBAHASANKematangan Emosi

Kematangan emosi dalam penelitian ini dibagi dalam 2 kategori yaitu kurang dan baik berdasarkan nilai mean, karena data berdistribusi normal. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 14 orang (63,6%) dari 22 responden memiliki kematangan emosi baik. Faktor yang mempengaruhi kematangan emosi seseorang adalah faktor fisik, pola kontrol terhadap emosi, intelegensia, jenis kelamin dan usia.14

Keadaan emosional merupakan satu reaksi kompleks yang berkaitan dengan kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam yang dibarengi dengan perasaan kuat atau disertai dengan keadaan afektif.15 Perkembangan emosi dalam diri seseorang akan mengalami peningkatan menuju kematangan emosi seiring dengan tahap-tahap perkembangan yang dialami. Kematangan emosi merupakam kemampuan mengendalikan emosi tertentu secara stabil sesuai dengan perkembangan usia.

Peneliti berpendapat bahwa sebagian kecil responden memiliki kematangan emosi kurang yaitu (36,4%) hal ini diduga dipengaruhi faktor fisik, tingginya aktifitas pekerjaan, faktor usia rata-rata 30,86 tahun, dimana usia tersebut banyak gejolak berkaitan dengan tugas perkembangan dan faktor jenis kelamin dimana perempuan merupakan sebagian besar yaitu 72,7%. Perempun lebih labil secara emosi karena dipengaruhi faktor hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran, jenis, maupun tuntutan sosial yang berpengaruh pula terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.14

Berdasarkan pada hasil analisis tersebut, maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan pelatihan bagaimana perawat pelaksana diruang rawat inap agar mampu mengelola emosi dengan baik, menjaga kestabilan emosi dan lebih cerdas secara emosional sehingga diharpakan kinerja dapat ditingkatkan dan masyarakat lebih puas atas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.

Kinerja Perawat PelaksanaHasil penelitian ini didapatkan sebagian besar mempunyai kinerja baik yaitu 12 orang

atau 54,5 %. Kinerja merupakan suatu proses bagaimana pekrjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Hasil kinerja dapat diukur secara individu, kelompok ataupun organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja ini dapat dilihat dari kuantitas maupun kualitas serta pencapaian tugas yang telah ditetapkan.4

Kinerja adalah hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana individu berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi.15

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu yaitu written essays, critical incidents, grapihic rating scales, behaviorally anchored rating scale, group order rangking, individual rangking, dan paired comparsion. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tekhnik paired comparsion dimana tekhnik ini membandingkan masing-masing pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan nilai

1107

acer, 07/24/18,
Page 69: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

superior yang diapakai pekerja, sedangkan tipe penilaian menggunakan tipe self-assasment review.16

Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.3 Penilaian kinerja perawat dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja perawat dengan standar yang ada. Standar keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan kualitas pelayanan yang harus diberikan sesuai dengan peraturan dan kebikajan yang berlaku di organisasi.

Peneliti berpendapat bahwa kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan sebagian besar baik. Perawat pelaksana dengan kinerja kurang berjumlah 45,5%, hal ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor individu, psikologis dan organisasi.

Peneliti berpendapat bahwa perlu adanya perhatian dari manajemen Rumah Sakit terhadap perawat pelaksana di ruang perawatan dengan memberdayakan untuk meningkatkan skill, pengetahuan, dan perilaku sehingga akan terjadi peningkatan kualitas maupun kuantitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.

Hubungan Kematangan Emosi dengan Kinerja Perawat PelaksanaKematangan emosi dikategorikan dalam kategori baik dan kurang berdasarkan nilai

mean. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa dari 22 responden kematangan emosi kurang sebanyak 8 orang , dari 8 orang tersebut 7 orang (87,5%) mempunyai kinerja kurang dan 12,5 % mempunyai kinerja baik. Sedangkan 14 responden kematangan emosinya baik, dari 14 responden tersebut 3 orang 21,4 % mempunyai kinerja kurang dan 11 orang (78,6%) mempunyai kematangan emosi dan kinerja yang baik.

Hubungan kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan pratama Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon pada penelitian ini ditunjukkan dengan nilai ρ value = 0,006 sedangkan ketentuan yang digunakan adalah apabila ρ hitung > 0,05 maka Ho ditolak dan apabila ρ hitung < 0,05 maka Ha gagal ditolak, hasil statistik menunjukkan bahwa nilai ρ hitung lebih kecil dari 0,05 maka secara statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan .Hasil analisis lanjut diperoleh nilai Odd Rasio = 25,667 maka secara statistik menunjukkan bahwa dengan kematangan emosi yang baik memiliki peluang 25,667 kali lebih besar untuk berkinerja baik dibanding dengan perawat pelaksana dengan kematanga emosi yang kurang. Artinya semakin baik kematangan emosinya maka semakin baik kinerja perawat pelaksana.

Secara psikologis individu yang matang secara emosional mampu melakukan hubungan interpersonal yang sehat dan efektif, mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya scara optimal dalam melaksanakan aktivitas kerja sehari-hari sehingga dapat mencapai kinerja yang maksimal.8

Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja/kinerja dari faktor individu yaitu individu yang matang (kematangan emosi baik). Secara psikologis individu tersebut memiliki integritas tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah), akan mampu melakukan hubungan interpersonal yang sehat dan efektif, merupakan individu yang memiliki kepribadian sehat, orientasi tertuju untuk kepentingn organisasi dan orang banyak, bersikap objektif dan mawas diri, memiliki falsafah dan pedoman hidup jelas, sehingga mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi situasi apapun, sikap mental positif dan berpola logis.12

Menurut peneliti apabila kematangan emosi baik dimiliki oleh perawat pelaksana di ruang perawatan maka diharapkan kinerja perawat akan lebih optimal dan pada akhirnya dapat menunjukkan sikap caring yang diharapkan. Kondisi ini perlu disadari oleh manajer keperawatan dan manajemen Rumah Sakit agar selalu memberikan perhatian terhadap

1108

Page 70: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

pengembangan SDM keperawatan terutama dalam pelatihan dan bimbingan mental untuk menunjang kematangan emosi yang lebih baik sehingga didapatkan kinerja yang lebih baik pula.

SIMPULAN1 Kematangan emosi perawat pelaksana di ruang perawatan pratama Rumah Sakit Ciremai

Kota Cirebon adalah baik (63,6%).2 Kinerja perawat pelaksana di ruang perawatan pratama Rumah Sakit Ciremai Kota

Cirebon adalah baik (54,5 %) .3 Ada hubungan antara kematangan emosi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang

perawatan pratama Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon dengan tingkat kemaknaan kematangan emosi baik memiliki peluang 25,667 kali lebih besar untuk berkinerja baik dibanding dengan perawat pelaksana dengan tingkat kematangan emosi kurang.

Saran 1. Manajemen Rumah Sakit

Untuk meningkatkan kematangan emosi perawat pelaksana :1) Penting adanya upaya peningkatan kematangan emosi perawat pelaksana melalui

bimbingan dan pembinaan mental/spiritual, melalui kegiatan pelatihan kepribadian/ESQ, outbound yang terencana, terstruktur dan terukur serta berkelanjutan.

2) Perlu adanya kegiatan monitoring, evaluasi dan tindak lanjut terhadap setiap komplain berhubungan dengan pelayanan keperawatan, untuk identifikasi kemaknaan tingkat kematangan emosi yang menyebabkan terjadinya komplain.

3) Membuat kebijakan yang berkaitan rekrutmen karyawan baru melalui test psikologi yang akuntabel.

4) Memberikan kesempatan yang luas bagi perawat untuk mengembangkan diri, melalui berbagai kegiatan didalam dan luar organisasi, seperti seminar, pelatihan dan pendidikan lanjut.

Untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap melalui upaya :1) Melakukan kegiatan pelatihan atau mengirimkan untuk mengikuti pelatihan diluar

Rumah Sakit berkenaan dengan knowledge, keterampilan pelayanan keperawatan.2) Menyusun dan merevisi standar asuhan keperawatan dan standar operasional prosedur

yang sudah ada secara rinci dan jelas sehingga mempunyai acuan dan pedoman yang jelas dalam bekerja. Dan mensosialisasikannya pada seluruh perawat.

3) Membangaun motivasi, kebutuhan untuk berprestasi serta etos kerja perawat dengan menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif dan menyenangkan, maupun membuat program penghargaan bagi perawat berprestasi secara reguler bulanan atau tahunan untuk perawat teladan.

4) Memberlakukan system reward bagi perawat yang mempunyai kinerja yang baik, seperti memberikan intensif bagi perawat yang kinerjanya baik, mengadakan lomba antar perawat dan lain-lain.

2. Bagi Perawat Pelaksana1) Meningkatkan motivasi dan semangat perawat pelaksana untuk mengerti, memahami

dan menjiwai nilai-nilai yang ada dirumah sakit seperti pada saat memulai aktiiftas dengan doa dan mengucapkan moto rumah sakit. Padasetiap kesempatan mengingatkan perawat untuk memberikan pelayanan terbaik sesuai tujuan rumah sakit.

1109

Page 71: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

2) Menerapkan nilai-nilai yang ada di rumah sakit dalam aktivitas sehari-hari seperti berkomitmen untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien, disiplin waktu, terlibat dalam kegiatan di ruangan sesuai dengan prosedur, dan lain-lain.

3) Selalu melakukan evaluasi dari khususnya yang menyangkut faktor-faktor instrinsik personal yang mempengaruhi kinerja. Dengan evaluasi, karyawan akan mampu mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.

4) Memahami sisi kelemahan ketidakmatangan emosi, memahami faktor-faktor penyebab timbulnya emosi berlebihan, dan mencari upaya untuk memperkuat kematangan emosi. Kalau perlu konsultasi kepada konselor atau psikkologi.

5) Mengikuti pelatihan dan banyak membaca buku-buku praktis tentang kepribadian, pengelolaan diri, dan pengembangan kematangan emosi. Tujuannya adalah disamping meningkatnya kadar kognitif dan kecerdasan sosial juga semakin matangnya emosi/kepribadian perawat.

DAFTAR PUSTAKA1. Nurachman. Asuhan keperawatan bermutu di Rumah Sakit. 2001. (Diakses tanggal 20

Januari 2017). Diunduh dari : http://www.pdpersi.co.id2. Wijono, D. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Surabaya : Airlangga

University Press;2009.3. As’ad. Psikologi Industri. Yogyakarta : Liberty;2004.4. Wibowo,Manajemen Kinerja. Edisi Kedua. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada;2009.5. Simanjuntak, P. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta : Lembaga Penerbit FE

UI;20056. Riza I & Tjahjono K, Kinerja Perawat Puskesmas Tanah Tinggi Dalam Pengembangan

Puskesmas Rawat Inap. Working Paper Series No.1, Yogyakarta: Program Magister KMPK UGM (Tidak Dipublikasikan);2007.

7. Evi & Rossi S. Ciri-ciri Iklim Organisasi dan Kinerja Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Rs. Dr. Achmad Moechtar Bukittinggi Tahun 2005. Working Paper Series No.1, Yogyakarta : Program Magister KMPK UGM (Tidak Dipublikasikan);2006.

8. Mangkunegara, A.P.Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2005.

9. Abin Syamsuddin Makmun. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Rosda Karya Remaja; 2003.

10. Goleman, D. Emotional Intelligence. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama;2004.11. Hurlock, Elizabeth B. Developmental Phsychology. New Yourk : Mc Graw-Hill Book

Company;1990.12. Mangkuprawira S. Kinerja Apa Itu. 2007. (Diakses tanggal 15 April 2017). Diunduh

dari : http://ronawajah.wordpress.com 13. Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ketiga belas. Jakarta

: Rineka Cipta;2011.14. La Monica, E. L. Keperawatan dan Manajemen Keperawatan : Pendekatan Berdasarkan

Pengalaman. Jakarta : ECG;199815. Utis Sutisna., Hubungan Kematangan Emosi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di

Ruang Rawat Inap RSUD Kardinah Kota Tegal. Skripsi. Cirebon : Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes (Tidak Dipublikasikan);2010

16. Veithzal, Rivai Ahmad & Fawzi MB. Performance Appraisal. Jakarta: Rajagrafindo Persada;2010.

1110

Page 72: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN LABORATORIUM TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN

Destu Satya Widyaningsih* Novi Maryani**

ABSTRAKKepuasan pasien merupakan penilaian pasien berdasarkan pelayanan yang diberikan. Indikator kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan dapat dilihat dari segi kinerja tenaga dokter, kinerja tenaga medis dan non medis, dan system administrasi. Pasien yang datang untuk periksa ke laboratorium Puskesmas Kotagede II mempunyai kaitan yang erat dengan hasil pelayanan kesehatan, baik secara medis maupun non medis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 31 desember 2016 didapatkan data rata-rata kunjungan pasien ke laboratorium Puskesmas Kotagede II dalam bulan November 2016 sebanyak 30 pasien perhari dan pada bulan desember 2017 rata-rata sebanyak 25 pasien perhari, terjadi penurunan kira-kira 16% kunjungan pasien di laboratorium Puskesmas Kotagede II. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas pelayanan laboratorium di Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan crossectional. Sampel penelitian berjumlah 122 responden. Analisa data menggunakan uji statistik korelasi rangking spearman yang ditinjau dari lima dimensi yaitu: Kehandalan (Realibility), Daya Tanggap (Responvinsiveness), Jaminan (Assurance), Empati (Empaty) dan Tampilan fisik (Tangible). Hasil penelitian pengaruh kualitas pelayanan laboratorium terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien yang dibuktikan dengan nilai korelasi 0,417 dan nilai signifikansi 0,022 yang lebih kecil dari 0,05.

Kata Kunci: Kualitas Pelayanan Laboratorium, Kepuasan Pasien.

ABSTRAK

1111

Page 73: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Patient satisfaction is defined as patient assessment towards the service they received. Indicators for patient satisfaction regarding quality of service can be observed from the performance of medical doctors and other health professionals, as well as administration system. Patients seeking services from laboratory unit of Kotagede II Primary Health Care (PHC) is highly associated with the results of health service, both medical and non-medically. According to preliminary study conducted by the author on 31 December 2016, average number of patients visiting Kotagede II PHC were 30 patients and 25 patients per day on November and December 2016, respectively. The results demonstrated approximately 16% decline in patient visits to the laboratory unit. This may be due to decrease in quality of service in Kotagede II PHC. The research was conducted to understand the level of patient satisfaction in laboratory integrated service unit of Kotagede II PHC, Yogyakarta, in year 2017. The research was a quantitative study with cross sectional approach. Total number of respondents was 122 persons. Data analysis was performed by using Spearman's rank correlation statistical test, analyzed from five aspects: reliability, responsiveness, assurance, empathy, and tangible.The results showed that there was a correlation between quality of health service with patient satisfaction in laboratory integrated service unit of Kotagede II PHC, as shown by correlation value of 0.417 and significance level of 0.022 (<0.05).

Keywords: quality service, laboratory, patient satisfaction

*Staff Pengajar Program Studi D3 Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta**Alumni Program Studi D3 Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta

PENDAHULUANPuskesmas memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pasien yang mengacu pada kode etik profesi dan medis. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja tertentu.1

Peningkatan kualitas pelayanan juga dilakukan pada pemeriksaan penunjang dalam hal ini adalah pelayanan laboratorium. Pelayanan laboratorium dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk menunjang diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan penyakit.2

Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan dan kepuasan pasien dengan meningkatkan kualitas pelayanan agar kepuasan pasien meningkat. Pihak Puskesmas Kotagede II secara cermat menentukan kebutuhan pasien sebagai upaya untuk memenuhi harapan atau keinginan dan meningkatkan kepuasan atas pelayanan yang diberikan. Pasien yang datang untuk periksa ke laboratorium Puskesmas Kotagede II mempunyai kaitan yang erat dengan hasil pelayanan kesehatan, baik secara medis maupun non medis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 31 desember 2016 didapatkan data rata-rata kunjungan pasien ke laboratorium Puskesmas Kotagede II dalam bulan November 2016 sebanyak 30 pasien perhari dan pada bulan desember 2017 rata-rata sebanyak 25 pasien perhari, terjadi penurunan kira-kira 16% kunjungan pasien di laboratorium Puskesmas Kotagede II. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas pelayanan laboratorium di Puskesmas Kotagede II.

Dari uraian di atas sangatlah perlu dilakukan penelitian tentang sejauhmana Pengaruh Kualitas Pelayanan Laboratorium Terhadap Tingkat Kepuasan di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan laboratorium di Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta Tahun 2017.

Kualitas pelayanan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar profesi dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai.3

1112

Page 74: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Konsep penelitian tentang kepuasan pasien dapat dinilai dari konsep lima dimensi mutu atau kualitas pelayanan yang dikenal sebagai service quality.4

1. Dimensi tampilan fisik (Tangibel) yang diberikan kepada pelanggan sepeti fasilitas fisik, perlengkapan, keramahan, akan mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan.

2. Dimensi kehandalan (Reliability) dari pelayanan yang diberikan oleh laboratorium dalam bentuk kecepatan, keakuratan dan memuaskan akan berdampak tingginya loyalitas pelanggan terhadap kinerja di laboratorium.

3. Dimensi daya tanggap (Responsiveness) para petugas laboratorium dalam melayani pelanggan. Ketika pelayanan yang baik diberikan oleh petugas laboratoium akan terbentuk hubungan keluarga sehingga terjalinnya komunikasi yang baik dan efektif.

4. Dimensi jaminan (Assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya oleh pelanggan.

5. Dimensi empati (Empaty) berkaitan dengan pemberian perhatian penuh kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan pasien, perhatian terhadap kepentingan pasien dan juga kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan pasien.Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaanya, terhadap

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. indikator pelayanan kesehatan yang dapat menjadi prioritas menentukan kepuasan pasien, diantaranya adalah seperti berikut.5:

1. Kinerja tenaga dokter, adalah prilaku atau penampilan dokter rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan nonmedis, tingkat kunjungan, sikap, dan penyampaian informasi.

2. Kinerja tenaga perawat, adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi, dan tingkat kunjungan.

3. Kondisi fisik, adalah keadaan sarana puskesmas dalam bentuk fisik seperti ruangan UGD, jendela, pengaturan suhu, ruang tunggu, dan halaman parkir yang luas.

4. Sistem administrasi pelayanan, adalah proses pengaturan atau pengelolaan pasien di puskemas yang harus diikuti oleh pasien (rujukan dan biasa), mulai dari kegiatan pendaftaran sampai rujukan kerumah sakit.

5. Pembiayaan, adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada puskesmas selaras pelayanan yang diterima oleh pasien, seperti biaya dokter, obat-obatan, makan, dan kamar. Rekam medis, adalah catatan atau dokumentasi mengenai perkembangan.

6. Kondisi kesehatan pasien yang meliputi diagnosis perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis, dan hasil pelayanan.

METODE PENELITIANJenis desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional). Penelitian ini untuk melihat pengaruh kualitas pelayanan laboratorium terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta Tahun 2017. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang memeriksakan ke bagian Laboratorium di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta Tahun 2017. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan rata-rata populasi sebanyak 175 pasien. Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian menggunakan rumus Soekidjo Notoatmodjo, 2010. Adapun rumusnya sebagai berikut:

n

Keterangan:n : Sampel yang diinginkan

1113

Page 75: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

N : jumlah populasi Dari rumus tersebut dapat diketahui jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:

n

n

n

Jadi sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 122 sampel

Data yang didapat berupa data primer dengan pengumpulan kuesioner dari responden setelah mendapatkan pelayanan laboratorium di Puskesmas Kotagede II. Subyek untuk data kuesioner penelitian ini yaitu responden yang telah mendapatkan pelayanan laboratorium dan bersedia mengisi lampiran kuesioner. Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji statistik korelasi ranking spearman, yang digunakan untuk mengukuran erat-tidaknya antara dua (Supranto, 2001).

HASIL PENELITIAN Hasil penelitian kualitas pelayanan tampilan fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan

dan empati dalam mendukung kualitas pelayanan didapatkan hasil berikut dilihat pada tabel 1:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kualitas Pelayanan

No. Kualitas Pelayanan Opsi Jawaban Frekuensi Persentase1. Tampilan Fisik Setuju (Ya) 79 64,7

Tidak Setuju (Tidak) 43 35,3Jumlah 122 100

2. Kehandalan Setuju (Ya) 73 59,8Tidak Setuju (Tidak) 49 40,2

Jumlah 122 1003. Daya Tanggap Setuju (Ya) 66 54,1

Tidak Setuju (Tidak) 56 45,9Jumlah 122 100

4. Jaminan Setuju (Ya) 94 77,1Tidak Setuju (Tidak) 28 22,9

Jumlah 122 1005. Empati Setuju (Ya) 102 83,6

Tidak Setuju (Tidak) 20 16,3Jumlah 122 100

Berdasarkan tabel 1. bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa responden setuju dengan kualitas pelayanan tampilan fisik yang ada di laboratorium Puskesmas Kotagede II yaitu sebanyak 79 responden (64%) dari 122 responden.

Hasil penelitian kualitas pelayanan kehandalan dalam mendukung kualitas pelayanan didapatkan hasil sebagian besar setuju bahwa kualitas kehandalan sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa kualitas pelayanan kehandalan di Puskesmas Kotagede II sudah baik yaitu sebanyak 73 responden (59%) dari

1114

Page 76: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

122 responden dan yang tidak setuju dengan kualitas pelayanan kehandalan sebanyak 49 reponden (40,2%) ini dikarenakan jam buka laboratorium tidak sesuai dengan peraturan.

Hasil penelitian kualitas pelayanan daya tanggap dalam mendukung kualitas pelayanan didapatkan hasil sebagian besar setuju bahwa kualitas daya tanggap sudah baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa kualitas pelayanan daya tanggap di Puskesmas Kotagede II sudah baik yaitu sebanyak 73 responden (59%) dari 122 responden dan yang tidak setuju dengan kualitas pelayanan daya tanggap sebanyak 56 responden (45,9%) ini dikarenakan petugas kurang tanggap terhadap keluhan pasien.

Hasil penelitian kualitas pelayanan jaminan dalam mendukung kualitas pelayanan didapatkan hasil sebagian besar setuju bahwa kualitas jaminan sudah baik. Hal ini menunjukkan sebagian besar responden menyatakan bahwa kualitas pelayanan jaminan di Puskesmas Kotagede II sudah baik yaitu sebanyak 94 responden (77,0%) dari 122 responden.

Hasil penelitian kualitas pelayanan empati dalam mendukung kualitas pelayanan didapatkan hasil sebagian besar setuju bahwa kualitas empati sudah baik. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden menyatakan bahwa kualitas pelayanan empati di Puskesmas Kotagede II sudah baik yaitu sebanyak 102 responden (83,6%) dari 122responden.

Hasil penelitian tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Laboratorium Puskesmas Kotagede II Tahun 2017 terbagi menjadi 5 kategori yaitu: sangat puas, puas, ragu-ragu, tidak puas, sangat tidak puas.

Tabel 2. Distribusi frekuensi kepuasan pasien

No. Kepuasan Pasien Frekuensi Persentase1. Sangat puas 8 6,52. Puas 39 31,93. Ragu-ragu 27 22,14. Tidak puas 33 27,05. Sangat tidak puas 15 12,2

Jumlah 122 100

Berdasarkan tabel 2. menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menyatakan puas dengan pelayanan laboratorium Puskesmas Kotagede II yaitu sebanyak sangat puas 8 responden (6,5%), puas 39 responden (31,9%), ragu-ragu 27 responden (22,1%), tidak puas 33 responden (27,0%), dan sangat tidak puas 15 responden (12,2%) dari 122 responden. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Laboratorium Puskesmas Kotagede II adalah puas yaitu sebanyak 39 responden (31,9%) dari 122 responden.

Hasil uji statistik korelasi kepuasan dengan tiap indikator pelayanan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3 hasil korelasi kepuasan dengan pelayanan

No. Indikator Pelayanan n Koef. Korelasi

r2 Sig

1115

Page 77: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

1. Tampilan Fisik 122 0,266 0,05 0,0162. Kehandalan 122 0,394 0,05 0,0143. Daya Tanggap 122 0,231 0,05 0,0184. Jaminan 122 0,244 0,05 0,0155. Empati 122 0,406 0,05 0,020

Hasil pengolahan data menggunakan uji statistik korelasi spearman didapatkan hasil dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05, setelah dilakukan analisa data didapatkan nilai korelasi spearman sebesar 0,417 berdasarkan rentang korelasi termasuk dalam korelasi sedang dengan nilai signifikansi 0,022 yang lebih kecil dari 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan laboratorium terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta Tahun 2017.

Tabel 4. Hasil kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan pasien di laboratorium

Variabel N r2 SigPelayanan 122 0,417 0,022Kepuasan 122 0,417 0,022

PEMBAHASANPada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa puas

dengan kualitas pelayanan tampilan fisik yaitu yang dibuktikan dengan nilai korelasi sperman sebesar 0,266 berdasarkan rentang korelasi maka korelasi yang didapat termasuk dalam korelasi rendah. Nilai signifikansi yang didapat adalah 0,016 yang lebih kecil daripada 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti ada pengaruh antara kualitas pelayanan tampilan fisik terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017. Kualitas pelayanan tampilan fisik (Tangibel) yang diberikan kepada pelanggan seperti fasilitas fisik, perlengkapan, keramahan, akan mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan.4

Kualitas pelayanan yang baik akan menghasilkan kepuasan tersendiri bagi pasien. Hal lain yang bisa ditunjukan pada kualitas pelayanan tampilan fisik yaitu letak puskesmas yang berada ditengah kota dan berada dipinggir jalan raya yang memudahkan para pengunjung serta didukung dengan fasilitas laboratorium yang sudah lengkap sehingga keberadaan puskesmas di kecamatan kotagede mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan laboratorium.

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang menilai kualitas pelayanan kehandalan yaitu yang dibuktikan dengan nilai korelasi sperman sebesar 0,394 berdasarkan rentang korelasi maka korelasi yang didapat termasuk dalam korelasi sedang. Nilai signifikansi yang didapat adalah 0,014 yang lebih kecil daripada 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Haditolak yang berarti ada pengaruh antara kualitas pelayanan kehandalan terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017. Kualitas pelayanan kehandalan (Reliability) dari pelayanan yang diberikan oleh laboratorium dalam bentuk kecepatan, keakuratan dan memuaskan akan berdampak tingginya loyalitas pelanggan terhadap kinerja di laboratorium.4

Kualitas kehandalan sudah menghasilkan kepuasan tersendiri bagi pasien.Hal ini ditunjukkan pada kualitas kehandalan yaitu para petugas laboratorium cekatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien sehingga pasien merasa nyaman dan puas terhadap kinerja petugas.

1116

Page 78: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang menilai kualitas pelayanan daya tanggap yaitu yang dibuktikan dengan nilai korelasi sperman sebesar 0,231 berdasarkan rentang korelasi maka korelasi yang didapat termasuk dalam korelasi sedang. Nilai signifikansi yang didapat adalah 0,018 yang lebih kecil daripada 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak ada pengaruh antara kualitas pelayanan daya tanggap terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017. Kualitas pelayanan daya tanggap (Responsiveness) para petugas laboratorium dalam melayani pelanggan. Ketika pelayanan yang baik diberikan oleh petugas laboratoium akan terbentuk hubungan keluarga sehingga terjalinnya komunikasi yang baik dan efektif.4

Kualitas pelayanan daya tanggap menghasilkan kepuasan tersendiri tersebut ditujukkan pada pasien yang merasa nyaman ketika petugas laboratorium tanggap terhadap keluhan pasien mengenai pelayanan, petugas laboratorium melayani dengan baik saat pasien meminta penjelasan terkait pemeriksaan dan petugas laboratorium selalu tanggap terhadap kritik dan saran mengenai pelayanan di Laboratorium Puskesmas Kotagede II.

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang menilai kualitas pelayanan jaminan yaitu yang dibuktikan dengan nilai korelasi sperman sebesar 0,244 berdasarkan rentang korelasi maka korelasi yang didapat termasuk dalam korelasi sedang. Nilai signifikansi yang didapat adalah 0,015 yang lebih kecil daripada 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha ditolak yang berarti ada pengaruh antara kualitas pelayanan jaminan terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017.

Kualitas pelayanan jaminan (Assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya oleh pelanggan.4 Kualitas pelayanan jaminan menghasilkan kepuasan tersendiri bagi pasien, hal tersebut ditujukkan pada kinerja petugas laboratorium yang sopan dan juga ramah. Keramahan dan kesopanan petugas laboratorium yang dapat menimbulkan rasa percaya pada pasien karena kepuasan pasien biasanya dikaitkan dengan keramahan dari petugas laboratorium dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang menilai kualitas pelayanan empati yaitu yang dibuktikan dengan nilai korelasi sperman sebesar 0,406 berdasarkan rentang korelasi maka korelasi yang didapat termasuk dalam korelasi sedang. Nilai signifikansi yang didapat adalah 0,020 yang lebih kecil daripada 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti ada pengaruh antara kualitas pelayanan empati terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017.

Kualitas pelayanan empati (Empaty) berkaitan dengan pemberian perhatian penuh kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan pasien, perhatian terhadap kepentingan pasien dan juga kesesuaian waktupelayanan dengan kebutuhan pasien.4

Kemampuan puskesmas untuk memberikan perhatian yang tulus terhadap semua pasien tanpa membedakan latar belakang pasien. Perhatian dapat diukur dengan indikator pelayanan, keramahan yang sama tanpa memandang status pasien, dapat memberikan perhatian kepada setiap pasiennya.

Hasil pengolahan data menggunakan uji statistik korelasi spearman didapatkan hasil dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05, setelah dilakukan analisa data didapatkan nilai korelasi spearman pada variable tampilan fisik sebesar 0,266 dengan sig 0,016 termasuk kedalam korelasi rendah, varibel kehandalan sebesar 0,394 dengan sig 0,014 termasuk kedalam korelasi rendah, variebel daya tanggap sebesar 0,231 dengan sig 0,018 termasuk kedalam korelasi rendah, variabel jaminan sebesar 0,244 dengan sig 0,015 termasuk korelasi rendah, variabel empati sebesar 0,406 dengan sig 0,020 termasuk kedalam korelasi sedang. maka hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan

1117

Page 79: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan laboratorium terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta Tahun 2017.

Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden menyatakan puas dengan pelayanan di laboratorium Puskesmas Kotagede II yang dibuktikan dengan nilai korelasi sperman sebesar 0,417 berdasarkan rentang korelasi maka korelasi yang didapat termasuk dalam korelasi sedang. Nilai signifikansi yang didapat adalah 0,022 yang lebih kecil daripada 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kualitas pelayanan laboratorium terhadap tingkat kepuasan pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Tahun 2017.

Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Salah satu indikator kepuasan pasien dapat dilihat dari kinerja petugas laboratorium.5 Kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya kualitas pelayanan yang mencakup pelayanan tampilan fisik, pelayanan kehandalan, pelayanan daya tanggap, pelayanan jaminan dan pelayanan empati.

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Kualitas Pelayanan Laboraorium

Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di UPT Puskesmas Kotagede II Kota Yogyakarta Tahun 2017 yaitu :1. Ada pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan pasien pada responden

yang ditunjukkan dengan nilai korelasi spearman sebesar 0,417 dengan nilai sig 0,022 yang lebih kecil dari 0,05.

2. Semakin tinggi kualitas pelayanan maka tingkat kepuasan pasien semakin tinggi pula.

SARANHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi puskesmas untuk

meningkatkan kualitas pelayanan yang dilihat dari segi tampilan fisik yaitu ruang tunggu yang kurang nyaman dan tempat parkir kendaraan kurang luas dan kurang strategis.

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan RI. Tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: No 37 Tahun 2012;20122. Departemen Kesehatan RI. Tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: 20103. Bustami MS, MQIH. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan Dan Akseptabilitasnya. Jakarta:

Penerbit Erlangga;20114. Kotler. Konsep Penelitian. Jakarta: Grafmido Prasaja;20075. Herlambang S. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing;

2016

1118

Page 80: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA KEHAMILAN

R.Nur Abdurakhman*

ABSTRAKBerdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Mayung, data dari bulan Januari-Mei 2015 jumlah ibu hamil keseluruhan 313 orang, kasus ibu dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan sebanyak 16 orang. Peningkatan tekanan darah dalam kehamilan merupakan peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg atau diastolic sebesar 15 mmHg di atas nilai dasar tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan berdasarkan pengetahuan, Usia Ibu dan Paritas di Puskesmas Mayung Kabupaten Cirebon tahun 2017. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini metode survey analitik dengan pendekatan cross secrtional. Data yang digunakan adalah primer dan sekunder, pengukuran data menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden. Hasil penelitian didapatkan 76 responden yang berusia <20 terdapat 8 orang (10,5%), yang berusia

1119

Page 81: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

20-35 tahun terdapat 50 orang (65,8%), dan yang berusia >35 tahun terdapat 18 orang (23,7%). Responden berdasarkan tingkat pengetahuan dengan criteria kurang berjumlah 19 orang (25%), dengan criteria cukup terdapat 37 orang (48,7%), dan responden dengan kriteria baik terdapat 20 orang (26,3%). Hasil uji tentang pengaruh terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan yaitu factor pengetahuan, factor umur, dan factor paritas adahubungan yang bermakna.

Kata Kunci : Tekanan darah dalam kehamilan

ABSTRACTBased on preliminary studies that have been done in Public health Mayung , data from January to May 2015 the number of pregnant women overall 313 people, the case of women with hypertension in pregnancy as many as 16 people. Hypertension in pregnancy is an increase of 30 mmHg in systolic or diastolic pressure of 15 mmHg above the baseline blood pressure. This study aims to find out the factors that influence the occurrence of hypertension in pregnancy based on knowledge, age of mother and parity in Public health Mayung Cirebon 2017. The method used in this research survey method analytic approach cross secrtional. The data used are primary and secondary, measurement data using questionnaires given to respondents. The result showed 76 respondents aged <20 there are eight people (10.5%), aged 20-35 years there were 50 people (65.8%), and those aged> 35 years there were 18 people (23.7%), Respondents based on the level of knowledge with less criteria amounted to 19 (25%), with sufficient criteria are 37 people (48.7%), and respondents with good criteria there are 20 people (26.3%). The test results on the effect of hypertension in pregnancy is the knowledge factor, the factor of age, and parity reliationship significant factor.

Keywords: Hypertension In Pregnancy

* Staf Pengajar Program Studi S1 Keperawatan STIKes Cirebon

PENDAHULUANKehamilan adalah suatu proses alami yang didahului pertemuan ovum dan sperma

yang disebut fertilisasi kemudian dilanjutkan lagi dengan nidasi dan implantasi sampai dengan janin dapat hidup dan berkembang di dunia luar.1

Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung aman. Namun, sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu.2 Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90% terjadi di Asia dan Afrika sub sahara, 10% dinegara berkembang lainnya, dan kurang dari 1% di negara-negara maju. Di beberapa Negara risiko kematian ibu lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di Negara maju risiko ini kurang dari 1 dalam 6.000.3

Diperkirakan dari setiap ibu meninggal dalam kehamilan, persalinan atau nifas, 16-17 ibu menderita komplikasi yang mempengaruhi kesehatan mereka, umumnya menetap. Penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, infeksi, peningkatan tekanan darah dalam kehamilan, partus macet, dan aborsi.4

Hypertensi dalam kehamilan merupakan peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg atau diastolic sebesar 15 mmHg di atas nilai dasar tekanan darah.5

1120

Page 82: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas Mayung , data dari bulan Januari-Mei 2017 jumlah ibu hamil keseluruhan 313 orang, kasus ibu dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan sebanyak 16 orang. Berdasarkan kelompok usia ibu terdapat 9 ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dengan usia 20-35 tahun, dan 7 ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dengan usia >35 tahun. Berdasarkan jumlah paritas pada kelompok P=1 terdapat 2 ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah, pada kelompok M=2-4 terdapat 9 ibu hamil dengan peningkatan tekanan darah, dan pada kelompok G = > 4 terdapat 5 ibu hamil dengan peningkatan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Peningkatan tekanan darah Dalam Kehamilan Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Mayung Tahun 2017”

METODE PENELITIANPenelitian adalah upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah,

sistematika dan logis, yang mana di dalam penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data diperoleh saat ini juga. Cara ini dilakukan dengan melakukan survey, wawancara, atau dengan menyebar kuesioner pada responden penelitian.6

Pada penelitian ini variabel independen yang di teliti adalah pengetahuan, umur, paritas sedangkan variabel dependen adalah kasus Peningkatan tekanan darah dalam kehamilan. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mayung pada bulan Juni-September 2017 berjumlah 313 orang ibu hamil. Teknik pengambilan sampelnya yaitu dengan cara Accidental Sampling dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat.7 Sesuai dengan konteks penelitian. jumlah sampel berjumlah 76 orang.

HASIL PENELITIANPengetahuan

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan

No Pengetahuan Jumlah Persentase1 Baik 20 26,32 Cukup 37 48,73 Kurang 19 25

Total 76 100

Berdasarkan tabel 1. sebagian besar responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 19 responden (25%). Untuk pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 37 responden (48,7%). Untuk pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 20 orang responden (26,3%).

Umur

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Umur

1121

Page 83: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

No Umur Jumlah Persentase1 <20 tahun 8 10,52 20-35 tahun 50 65,83 >35 tahun 18 23,7

Jumlah 76 100

Berdasarkan tabel 2 Sebagian besar responden berada pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 50 responden (65,8%). Sedangkan pada kelompok umur <20 tahun ada 8 responden dengan persentasi (10,5%). Dan pada kelompok umur >35 tahun ada 18 responden dengan persentasi (23,7%).

Paritas

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Paritas

No Paritas Jumlah Persentase1 P = 1 20 26,32 M = 2-4 45 59,23 G = >4 11 14,5

Jumlah 76 100

Berdasarkan tabel 3 diatas : berdasarkan faktor Paritas yang paling tinggi terdapat pada Multigravida (2-4) dengan jumlah 47 responden(59,2%). Sedangkan pada Grandemulti (>4) jumlah keseluruhan ada 11responden yang peningkatan tekanan darah dengan persentasi (14,5%) dan pada Primigravida berjumlah 20 responden(26,3%).

Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kejadian Peningkatan Tekanan Darah Dalam Kehamilan

Tabel 4. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kejadian Peningkatan tekanan darah

No PengetahuanPeningkatan Tekanan Darah

Jumlah PValueYa Tidak

f % f %1 Baik 2 10 18 90 20

0,0292 Cukup 6 16,2 31 83,8 373 Kurang 8 42 11 58 19

Jumlah 16 60 76

Dari data tabel 4 di atas pada kelompok pengetahuan dengan kategori baik terdapat 2 responden dengan peningkatan tekanan darah, sedangkan pada kelompok pengetahuan cukup terdapat 6 responden dengan peningkatan tekanan darah dan pada kelompok pengetahuan kurang terdapat 8 responden dengan peningkatan tekanan darah. Dari hasil penghitungan uji chi-square maka didapat hasil nilai p-value yaitu 0,029<0,1. Maka Ho ditolak dan Ha

1122

Page 84: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

diterima, artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya kasus peningkatan tekanan darah di Puskesmas Mayung tahun 2017.

Pengaruh Umur Terhadap Kejadian Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 5. Pengaruh Umur Terhadap Kejadian Peningkatan Tekanan Darah

No UmurPeningkatan Tekanan Darah

Jumlah PValueYa Tidak

f % f %1 <20 0 0 8 100 8

0,0532 20-35 9 18 41 82 503 >35 7 39 11 61 18

Jumlah 16 60 76

Dari data tabel di atas pada kelompok umur 20-35 tahun terdapat 12 responden dengan peningkatan tekanan darah, sedangkan kelompok umur < 20 tahun tidak terdapat responden dengan peningkatan tekanan darah dan pada kelompok umur >35 tahun ada 4 responden dengan peningkatan tekanan darah.

Dari hasil penghitungan chi-square didapat hasil nilai p-value yaitu 0,053< 0,1. Maka Ho di tolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara umur dengan terjadinya kasus peningkatan tekanan darah di Puskesmas Mayung tahun 2017.

Pengaruh Paritas Terhadap Kejadian Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 6. Pengaruh Paritas Terhadap Kejadian Peningkatan Tekanan Darah

No ParitasPeningkatan Tekanan Darah

Jumlah PValueYa Tidak

f % F %1 P= 1 2 10 18 90 20

0,0652 M= 2-4 9 20 36 80 453 G= >4 5 45,5 6 54,5 11

Jumlah 16 100 60 100 76Dari data tabel di atas pada kelompok paritas Primi=1 terdapat 2 responden dengan

peningkatan tekanan darah, sedangkan kelompok paritas Multi=2-4 terdapat 9 responden dengan peningkatan tekanan darah dan pada paritas Grande=>4 terdapat 5 responden dengan peningkatan tekanan darah. Dari hasil penghitungan chi-square didapat hasil nilai p-value yaitu 0,065< 0,1. Maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara Paritas dengan terjadinya kasus peningkatan tekanan darahdi Puskesmas Mayung Tahun 2017.

PEMBAHASANPengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mayung tahun 2017, distribusi frekuensi berdasarkan status pendidikan hasilnya sebagian besar responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 19 responden, 8 responden yang mengalami peningkatan tekanan darah dan yang tidak peningkatan tekanan darah 11 responden.

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan sangat berbeda dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition),

1123

Page 85: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia.8

Pengetahuan yang termasuk ke dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan:9

1) Tahu (know)2) Memahami (comprehension)3) Aplikasi (application)4) Analisis (analysis)5) Sintesis (synthesis)6) Evaluasi (evaluation)

Pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan. Ibu yang berpengetahuan rendah memiliki kemungkinan lebih besar mengalami peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dari pada ibu yang berpengetahuan tinggi karena ia tidak mengetahui tanda gejala peningkatan tekanan darah dan manfaat pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.10

UmurDistribusi frekuensi berdasarkan umur didapatkan hasil Sebagian besar responden ibu

hamil berada pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 52 responden, yang mengalami peningkatan tekanan darah ada 12 responden dan 40 responden yang tidak peningkatan tekanan darah.

Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, dimana organ reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya.11 Ibu yang bersalin dengan partus lama yang disebabkan oleh kelainan his biasanya disebabkan oleh faktor usia yang relatif tua, terutama jika ia berusia lebih dari 35 tahun.

ParitasDistribusi frekuensi berdasarkan paritas didapatkan hasil, sebagian besar responden

berada pada kelompok Paritas Multigravida (2-4) dengan jumlah 47 responden, yang peningkatan tekanan darah ada 11 responden dan yang tidak peningkatan tekanan darah ada 36 responden. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Lebih tinggi paritas (lebih dari 3), lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.6

Pengaruh Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Peningkatan Tekanan Darah pada KehamilanBerdasarkan hasil penelitian diatas yang di lakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayung ternyata masih ada responden yang pengetahuannya cukup yaitu sebanyak terdapat 6 orang dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dan pada kelompok pengetahuan kurang terdapat 8 responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan. Sehingga didapat hasil nilai p-value yaitu 0,029< 0,1. Maka Ho di tolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan terjadinya kasus peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di Puskesmas Mayung tahun 2017.

Ibu yang berpengetahuan rendah memiliki kemungkinan lebih besar mengalami peningkatan tekanan darah dalam kehamilan pada kehamilan dari pada ibu yang berpengetahun tinggi karena ia tidak mengetahui tanda gejala peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dan manfaat pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Oleh sebab itu, petugas kesehatan harus meningkatkan pengetahuan dan wawasan ibu

1124

Page 86: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

hamil yang peningkatan tekanan darah dalam kehamilan maupun yang tidak peningkatan tekanan darah dalam kehamilantentang pengetahuan tanda-tanda terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan yaitu dengan cara diadakannya penyuluhan/konseling, memberikan informasi melalui kegiatan posyandu untuk menekan angka kejadian peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.

Pengaruh Umur Ibu Hamil Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pada Kehamilan.Berdasarkan hasil penelitian diatas yang di lakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayung

untuk kategori umur 20-35 tahun terdapat 9 responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan, sedangkan kelompok umur < 20 tahun tidak terdapat responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dan pada kelompok umur >35 tahun ada 7 responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.

Dari hasil analisis antara umur ibu dengan kejadian peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dapat disimpulkan bahwa kejadian paling tinggi untuk kasus peningkatan tekanan darah dalam kehamilan adalah pada umur 20-35 tahun. Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p-value = 0,053 < 0,1 yang berarti Ho ditolak Ha diterima artinya ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan meningkatnya kasus peningkatan tekanan darah dalam kehamilan. Oleh sebab itu, petugas kesehatan harus memberikan informasi kepada semua ibu hamil baik yang peningkatan tekanan darah dalam kehamilan maupun yang tidak peningkatan tekanan darah dalam kehamilan bahwa di usia ibu hamil yang 20-35 tahun juga ternyata beresiko terkena gangguan kehamilan, apalagi yang >35tahun akan lebih beresiko terjadinya gangguan-gangguan kehamilan, maka dari itu harus dilakukan konseling atau penyuluhan kepada semua ibu hamil supaya bisa memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan serta memberikan penyuluhan kepada ibu hamil yang usia nya diatas 35 tahun misalnya penyuluhan tentang kontrasepsi KB untuk menjarangkan kehamilan.

Pengaruh Paritas Ibu Hamil Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pada Kehamilan Berdasarkan hasil penelitian diatas yang di lakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Mayung, untuk kategori paritas primi=1 terdapat 2 responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan, sedangkan kelompok paritas multi=2-4 terdapat 9 responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan dan pada paritas grande = >4 terdapat 5 responden dengan peningkatan tekanan darah dalam kehamilan. Sehingga dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p-value = 0,065 <0,1 yang berarti Ho tolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan antara paritas ibu dengan meningkatnya kasus peningkatan tekanan darah.

Ternyata bukan hanya pada gandemulti saja yang beresiko pada multigravida juga akan beresiko terjadinya komplikasi kehamilan karena menurut hasil penelitian paling banyak ibu hamil yang peningkatan tekanan darah pada kategori multigravida berjumlah 9 orang.

Oleh sebab itu disarankan untuk petugas kesehatan supaya lebih waspada terhadap paritas dengan jumlah 2 kali atau kelahiran lebih dari 4, yaitu dengan cara memberikan konseling tentang kontrasepsi keluarga berencana untuk menjarangkan ataupun menunda kehamilan. Karena menurut teori kelahiran lebih dari 4 kali akan beresiko lebih tinggi terjadinya gangguan-gangguan kehamilan.

SIMPULAN1. Pengaruh pengetahuan ibu hamil terhadap peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di

Puskesmas Mayung tahun 2017, di peroleh nilai Pvalue 0,029<0,1 maka dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara pengetahuan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.

2. Pengaruh umur ibu hamil terhadap peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di Puskesmas Mayung tahun 2017, diperoleh nilai Pvalue 0,053<0,1 maka dengan demikian

1125

Page 87: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara umur dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.

3. Pengaruh paritas ibu hamil terhadap peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di Puskesmas Mayung tahun 2017, di peroleh nilai Pvalue 0,065<0,1 maka dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara paritas dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.

SARAN1. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi bahan acuan atau referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian, terutama mengenai tanda-tanda terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.

2. Bagi Responden1) Bagi responden sendiri diharapkan bisa menambah wawasan serta mengetahui

informasi tentang tanda-tanda terjadinya peningkatan tekanan darah dalam kehamilan.2) Diharapkan bagi responden untuk hamil di usia produktif untuk menghindari penyulit

dalam kehamilan.3) Diharapkan bagi responden untuk ikut berpartisipasi dalam program Keluarga

Berencana (KB) sebagai upaya untuk menjarangkan kehamilan.4) Diharapkan bagi responden untuk selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin ke

tenaga kesehatan sesuai ketentuan.3. Bagi Puskesmas Gunung Jati

1) Dari hasil penelitian yang telah saya lakukan diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh antara pengetahuan terhadap kejadian peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayung tahun 2017, maka diperlukan adanya penyuluhan atau konseling kepada ibu hamil baik yang mempunyai peningkatan tekanan darah dalam kehamilan maupun yang tidak mempunyai peningkatan tekanan darah dalam kehamilan sehingga bisa menambah wawasan yang baik bagi ibu hamil.

2) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Mayung diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh umur terhadap kejadian peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayung tahun 2017, maka disarankan untuk para petugas di Puskesmas Mayung lebih meningkatkan dalam sistem pendokumentasian khususnya pencatatan kohort ibu, pengisian buku KIA dan pengisian Kartu ibu agar ibu hamil yang berada di Wilayah kerja Puskesmas Mayung dapat teregistrasi sehingga tahu ibu hamil mana yang masuk ke golongan resiko tinggi.

3) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Mayung diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh paritas terhadap kejadian peningkatan tekanan darah dalam kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayung tahun 2017, maka disarankan untuk para petugas di Puskesmas Mayung lebih meningkatkan dalam pendokumentasian dan penyuluhan atau konseling tentang keluarga berencana yang tujuannya untuk menjarangkan atau menunda kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirihardjo; 20092. Morgan, Geri. Obstetric dan ginekologi panduan praktik. Jakarta: EGC; 20093. Bandiyah, Siti. Kehamilan, persalinan, dan gangguan kehamilan. Yogyakarta: PT. Nuha

Medika; 20094. Salmah. Asuhan kebidanan antenatal. Jakarta: EGC; 2006

1126

Page 88: webicdn.com isi... · Web viewHasil uji statistik didapatkan bahwa pengetahuan (ρ = 0,176) dan sikap (ρ = 0,113) yang tidak ada hubungan antara perilaku P3K pada karyawan gedung

5. Bari Saifuddin, Abdul. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2006.

6. Alimul Hidayat, Aziz. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika; 2007

7. Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2006

8. Kurniawati, Desi. Obgynacea. Yogyakarta: Tosca Entreprise; 20099. Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; 2010 10. Iqbal Mubarak, Wahit. Promosi kesehatan untuk kebidanan. Jakarta: PT. Salemba

Medika; 2011.11. Ramali, Ahmad. Kamus kedokteran. Jakarta: PT. Penerbit Djambatan;2005

1127