18
Abdul Wadud Nafis | 117 http://alhikmah.iain-jember.ac.id/ Vol, 18 No. 2 Oktober 2020 P-ISSN:1907-4328, E-ISSN : 2685-4376/P. 117-134 Islam, Peradaban Masa Depan Abdul Wadud Nafis Institut Agama Islam Negeri Jember [email protected] Abstract Islam is a universal civilization, a religion of equity not destruction. Islam encourages its followers to believe in their own abilities and not depend on what other people give while prioritizing what is beneficial for them. Islamic civilization will develop if it is able to communicate with the local culture in a selective manner and still adheres to Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jamaah) values. If Islam blindly followed the developing culture in the society, both the local and foreign cultures, Islam would lose its identity and the Muslim community would be separated from its cultural roots. The values of Islamic civilization are: Rabbiyah value (the divine values), Insâniyah value (the human value). Wâqi'iyah value (the practical value), Wasathiyah value (the Islamic moderatation value), Tawâzun value (the equilibration value), Tsabât value (the fixity value) and Murûnah value (the flexibility value). The nobleness of Islamic values should not only be a theory, but also needs to be implemented. The deeper the implementation, the more sublime the civilization will be. Human life must be based on the belief that we belong to Allah and to Him we shall return. Keywords: Civilization, Universal Abstrak Islam adalah peradaban universal, agama kesetaraan bukan kehancuran. Islam mendorong umatnya untuk percaya pada kemampuan mereka sendiri dan tidak bergantung pada apa yang diberikan orang lain dengan tetap mengutamakan apa yang bermanfaat bagi mereka. Peradaban Islam akan berkembang jika mampu berkomunikasi dengan budaya lokal secara selektif dan tetap berpegang pada nilai- nilai Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jamaah). Jika Islam membabi buta mengikuti budaya yang berkembang di masyarakat, baik budaya lokal maupun asing, Islam akan kehilangan jati dirinya dan umat Islam akan lepas dari akar budayanya. Nilai- nilai peradaban Islam adalah: nilai Rabbiyah (nilai ketuhanan), nilai Insâniyah (nilai kemanusiaan). Nilai Wâqi'iyah (nilai praktis), nilai Wasathiyah (nilai moderasi Islam), nilai Tawâzun (nilai keseimbangan), nilai Tsabât (nilai ketetapan) dan nilai Murûnah (nilai fleksibilitas). Keluhuran nilai-nilai Islam seharusnya tidak hanya menjadi teori, tetapi juga perlu diimplementasikan. Semakin dalam implementasinya, semakin luhur peradabannya. Kehidupan manusia harus dilandasi dengan keyakinan bahwa kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Kata kunci: Peradaban, Universal

Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Abdul Wadud Nafis | 117

http://alhikmah.iain-jember.ac.id/ Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

P-ISSN:1907-4328, E-ISSN : 2685-4376/P. 117-134

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis

Institut Agama Islam Negeri Jember

[email protected]

Abstract

Islam is a universal civilization, a religion of equity not destruction. Islam encourages

its followers to believe in their own abilities and not depend on what other people

give while prioritizing what is beneficial for them. Islamic civilization will develop if

it is able to communicate with the local culture in a selective manner and still adheres

to Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jamaah) values. If Islam blindly followed the

developing culture in the society, both the local and foreign cultures, Islam would

lose its identity and the Muslim community would be separated from its cultural

roots. The values of Islamic civilization are: Rabbiyah value (the divine values),

Insâniyah value (the human value). Wâqi'iyah value (the practical value),

Wasathiyah value (the Islamic moderatation value), Tawâzun value (the equilibration

value), Tsabât value (the fixity value) and Murûnah value (the flexibility value). The

nobleness of Islamic values should not only be a theory, but also needs to be

implemented. The deeper the implementation, the more sublime the civilization will

be. Human life must be based on the belief that we belong to Allah and to Him we

shall return.

Keywords: Civilization, Universal

Abstrak Islam adalah peradaban universal, agama kesetaraan bukan kehancuran. Islam

mendorong umatnya untuk percaya pada kemampuan mereka sendiri dan tidak

bergantung pada apa yang diberikan orang lain dengan tetap mengutamakan apa

yang bermanfaat bagi mereka. Peradaban Islam akan berkembang jika mampu

berkomunikasi dengan budaya lokal secara selektif dan tetap berpegang pada nilai-

nilai Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jamaah). Jika Islam membabi buta mengikuti

budaya yang berkembang di masyarakat, baik budaya lokal maupun asing, Islam

akan kehilangan jati dirinya dan umat Islam akan lepas dari akar budayanya. Nilai-

nilai peradaban Islam adalah: nilai Rabbiyah (nilai ketuhanan), nilai Insâniyah (nilai

kemanusiaan). Nilai Wâqi'iyah (nilai praktis), nilai Wasathiyah (nilai moderasi

Islam), nilai Tawâzun (nilai keseimbangan), nilai Tsabât (nilai ketetapan) dan nilai

Murûnah (nilai fleksibilitas). Keluhuran nilai-nilai Islam seharusnya tidak hanya

menjadi teori, tetapi juga perlu diimplementasikan. Semakin dalam implementasinya,

semakin luhur peradabannya. Kehidupan manusia harus dilandasi dengan keyakinan

bahwa kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.

Kata kunci: Peradaban, Universal

Page 2: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

118 | Abdul Wadud Nafis

Pendahuluan

Perbincangan mengenai peradaban dianggap menarik kiranya bukan karena

fungsinya dalam membantu melakukan rekonstruksi terhadap kejayaan masa lalu

umat manusia. Perbincangan mengenai peradaban menarik dan diperlukan untuk

melakukan proyeksi terhadap masa depan umat manusia. Dengan demikian,

peradaban tidak lagi dipandang sebagai fenomena etnis dan antropologis, melainkan

sebagai bagian dari gejala politik dan ekonomi dunia, bankan sisi kehidupan

lainnya.1

Di sisi lain, Islam memang berbeda dari agama-agama lain. H.A.R. Gibb di

dalam bukunya Wither Islam menyatakan: Islam is indeed much more than a

system of theology, it is a complete civilization. Artinya: Islam sesungguhnya lebih

dari sekedar agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna. Karena itulah

Penulis tertarik untuk membahas Islam dan peradaban.

Persamaan dan Perbedaan Antara Kebudayaan dan Peradaban

Kebudayaan dalam bahasa arab al-Tsaqâfah dan dalam bahasa Inggris adalah

culture. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “Buddhayah” yang

merupakan bentuk jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau akal. Akal atau

budi itu mempunyai unsur cipta, rasa dan karsa. Hasil dari ketiga unsur budi itulah

yang disebut kebudayaan.2

Peradaban dalam bahasa arab adalah hadhârah dan dalam bahasa Inggris

adalah civilization. Peradaban merupakan suatu kebudayaan yang lebih halus, tinggi

dan indah. Seperti kesenian, ilmu pengetahuan atau untuk menunjukkan suatu

kebudayaan yang lebih maju dan kompleks seperti sistem tekhnologi, sistem

kenegaraan dan lain-lain.3

Menurut Effat al Sharqawi kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang

semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi

kemajuan mekanis dan teknologi lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau

kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral,

maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan tekhnologi.4

Sebuah peradaban adalah bentuk budaya yang paling tinggi dari suatu

kelompok masyarakat dan tataran yag paling luas dari identitas budaya kelompok

masyarakat manusia yang dibedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya.

Ia terdefinisikan baik dalam faktor-faktor objektif pada umumnya seperti bahasa,

sejarah, agama, kebiasaan-kebiaasaan, institusi-institusi maupun identifikasi diri

1 Nasir Tamara, Elza Peldi Taher, Agama dan Dialog Antar Peradaban, (Jakarta: Paramadina,

1996), XVI. 2 Machmoed effendhie, Sejarah Budaya, (Jakarta: Rajawali, 1999), 2. 3 Ibid, 3. 4 Effat al Sharqawi, Filsafat Kehidupan Islam, (Bandung: Pustaka, 1986), 53.

Page 3: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 119

yang bersifat subjektif.5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peradaban

Peradaban dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat. Untuk lebih

mudahnya, dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah wadahnya, sedangkan

peradaban adalah isi wadah yang berupa masyarakat. Faktor-faktor yang

membedakan perkembangan peradaban antara satu masyarakat dan yang lain

adalah:

1. Faktor Alam (lingkungan geografis), meliputi tata letak bumi dan iklimnya.

Faktor ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan peradaban.

2. Faktor Kebiasaan. Apabila diperhatikan kebiasaan-kebiasaan masyarakat di

dunia, akan dijumpai perilaku-perilaku yang di satu masyarakat dilarang,

sedangkan di lain masyarakat tidak dilarang atau tidak dipersoalkan. Hal ini

dapat mempengaruhi perkembangan peradaban di masyarakat yang

bersangkutan.

3. Faktor Pelapisan Sosial

Lapisan sosial terbentuk karena setiap masyarakat mempunyai sikap

menghargai hal-hal tertentu dalam bidang-bidang kehidupan sehingga

menghasilkan peradaban yang berbeda.

4. Faktor Ideologi

Ideologi merupakan kumpulan gagasan, dasar serta tatanan yang baik dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ideologi digunakan sebagai pedoman

hidup dan pandangan hidup bangsKepercayaan / Religi

Peradaban yang didasarkan pada suatu agama mungkin berbeda dengan

peradaban yang didasarkan pada agama yang lain karena perbedaan sistem nilai

yang dianut.

5. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Manusia terus berusaha mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi untuk

mengetahui ilmu dan mendalami segi kehidupan dan mengembangkan

peradaban.6

Sikap Islam Terhadap Peradaban

Islam adalah peradaban yang universal, agama keadilan bukan

menghancurkan. Islam tidak senang menunggu apa yang diberikan orang lain, tapi

menuntut untuk percaya pada kemampuan sendiri, mendahulukan yang bermanfaat,

merealisasikan hal-hal yang baik yang dibutuhkan oleh orang banyak, Sabda Nabi :

5 Samuel P. Hungtington, The Clash Of Cilivization and The Remaking Of World Order, terj.

M Sadat Ismail (Yogyakarta: Qalam, 2003), 43. 6 Posman Simanjuntak, Antropologi, (Jakarta: Erlangga, 1997), 46.

Page 4: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

120 | Abdul Wadud Nafis

خي ر الناس أن فعهم للناس )رواه النسائى(.Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Islam sangat memperhatikan ilmu dan amal, kerja keras dan melaksanakan

tugas dengan baik, keadilan dan persamaan, kasih sayang dan kebaikan,

pengorbanan dan perdamaian. Semua itu merupakan tujuan tertinggi dari sebuah

peradaban.7

Menurut hemat penulis, Islam sangat memperhatikan peradaban karena

menciptakan peradaban Islami itu merupakan bagian dari tujuan pokok hidup

manusia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al Qur’an. Imam ar Raghib al

Isfahani dalam bukunya “al Dzarîah ila Makârimi al Syarî’ah” menjelaskan

tujuan-tujuan pokok hidp manusia sebagai berikut: 1. Beribadah kepada Allah. Yaitu taat mutlaq kepadaNya Sebagai Firman-Nya:

(.65وما خلقت الجن والإنس إلا لي عبدون )الذاريات: “Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan agar meraka menyembah-

Ku.” (adz-Dzariyat; 56)8

2. Menjadi Kholifah dimuka bumi yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan serta

berprilaku dengan akhlaq Allah SWT dengan kapasitas manusiawi.

Sebagaimana Firman Allah:

(.03وإذ قال ربك للملآئكة إني جاعل في الأرض خليفة )البقرة : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (al-Baqarah; 30).9

3. Memakmurkan bumi dengan membangun peradaban yang didasarkan pada

sistem nilai sebagaimana yang akan di bahas selanjutnya. 10

Allah berfirman :

(.56هوأنشأكم من الأرض واستعمركم فيها )هود : Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya (hud; 61).11

7 Wahbah Az Zuhaily, al Qur’ân al Karim Bainah al Tasyri’iyyatu wa Khasâishuhu al

Hadhâriyah, (Beirut: Darul Fikr al Muashir, 1993), 84. 8 al-Qur’an, 51 : 56 9 al-Qur’an, 2 : 30 10 Yusuf al Qardhawiy, Al Islâm Hadârah al Ghâd, Terj. Mustolah Maufur ( Jakarta : Pustaka

Al Kautsar ). 172 11 al-Qur’an, 11 : 61

Page 5: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 121

Pembagian Peradaban

Islam membagi budaya menjadi tiga macam :

Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah

fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan

kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia,

mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat,,

ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.

Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam

Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan

standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam

sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan

dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama

sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di

atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa

seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.

Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,

kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas,

adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang

bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan

kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi

budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya.

Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh

Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar

sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “

ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat

yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara

besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang

meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini

membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh

masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara

pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah

yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya,

jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai

seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan

minuman dalam jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari

desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang

yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk

untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan

oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng

Page 6: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

122 | Abdul Wadud Nafis

Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan

tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut

masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).

Islam dan Sistem Nilai

(601صبغة الله ومن احسن من الله صب غة ونحن له عابدون. )البقرة : Itulah celupan (agama) Allah siapakah yang lebih baik celupannya dari Allah? dan

kami hanya menyembah kepada-Nya. (al Baqarah : 138)12

Islam memiliki ciri-ciri khas yang istimewa dalam sistem dan tata nilainya.

Ciri khas itu antara lain :

1. Nilai Rabbiyah (nilai ketuhanan). Sistem dan tata nilai Islam itu didasarkan

pada petunjuk Allah sebagaimana yang ada dalam al Qur’an dan Hadits yang

dibawakan oleh Rasul Allah. Tata nilai itu dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup

ini berasal dari Allah dan menuju pada Allah ( إنالله وإنا اليه راجعون)

2. Nilai Insâniyah (nilai kemanusian). Tata nilai Islam didasarkan pada

kemampuan manusia. Firman Allah :

(615لايكل ف الله ن فسا إلا وسعها)البقرة:Allah tidak memberati manusia, melainkan sekedar tenaganya. (al Baqarah :

286)13

Tata nilai itu dimaksudkan untuk ketentuan dan kebahagiaan manusia di

dunia dan di akhirat.

3. Nilai Wâqi’iyah (nilai realistis). Tata nilai Islam itu realistis dalam aqidah,

ibadah, akhlaq, pendidikan, tahlil dan tahrim dan dalam bidang-bidang lainnya

hal ini memudahkan manusia untuk melaksanakannya.

4. Nilai Syamûliyah (nilai universal). Ajaran Islam mencakup semua aspek

kehidupan manusia baik dalam kehidupan pribadi, maupun kehidupan

berbangsa bernegara.

5. Nilai Wasathiyah (nilai moderat). Ajaran Islam berada di antara ajaran-ajaran

agama lain yang berat dan yang ringan. Ia juga moderat dalam kepercayaan

terhadap yang ghaib dan maddah (ghaib dan nyata) serta dalam

memperlakukan Nabi (tidak mensejajarkan Nabi dengan Tuhan, atau Nabi

dengan manusia biasa).14

6. Nilai Tawâzun (nilai keseimbangan). Nilai ini menjaga Islam dari

12 al Qur’an, 2 : 138 13 al Qur’an, 2 : 286 14Yusuf Al Qardhawi, Al Khasâisul ‘Âmmah Li al Islâm, (Beirut : Muassasah Al Risâlah,

1983).

Page 7: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 123

kecenderungan berat sebelah dari ketimpangan yang berlebih-lebihan dan dari

kemungkinan terjadinya benturan-benturan.

7. Nilai Tsabât (tetap tak berubah) dan Nilai Murûnah (fleksibel)

Ajaran agama bergerak dalam lingkungan yang tetap dan di sekitar poros

yang tetap. Landasan ajaran Islam dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya itu

tidak berubah dan tidak berkembang di saat berubahnya gejala-gejala kehidupan

nyata dan di saat berubahnya bentuk-bentuk kondisi praktis.15

Ajaran Islam itu tidak berubah dalam tujuan, tapi fleksibel dalam sarana dan

metode dalam masalah ushul dan kulliyat tapi fleksibel dalam masalah furû’ dan

juzziyat tetap dalam nilai-nilai agama dan akhlaq, fleksibel dalam urusan dunia dan

ilmu.16

Peradaban Sebagai Implimentasi

Islam dan Keadilan

Konsep tauhîd dan khilâfah mengandung pengertian persatuan dan

persaudaraan fundamental umat manusia. Islam tidak memperbolehkan

diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, bahasa dan etnis. Maka ahli

sosiologi antropologi mengatakan bahwa Islam merupakan religion of justice

(agama keadilan). Maka setiap orang Islam bisa menjadi trouble maker bagi

kemapanan yang tidak adil.17

Islam adalah keimanan universal yang sederhana, mudah dimengerti dan

dinalar. Ia didasarkan pada 3 prinsip fundamental yaitu tauhîd (keesaan), khilâfah

(perwakilan) dan ‘adâlah (keadilan). Prinsip-prinsip ini membentuk pandangan

dunia Islam, maqâshid dan strategi.18

Keadilan dalam Islam adalah memberikan hak pada yang berhak tanpa

membeda-bedakan mereka dan tanpa memandang nasab, harta, kekuatan,

kelemahan, permusuhan dan perwaliannya.19 Nilai keadilan dalam masyarakat

dapat dilihat dengan kewajiban berzakat yang mengandung banyak hikmah dan

manfaat yang sangat besar dan mulia bagi Muzakkî, Mustahiq dan masyarakat

secara keseluruhan).20

Nilai keadilan yang termanifestasi dalam bentuk pemerataan pendapat yang

dilakukan oleh negara dapat berbentuk Baitul Mâl, yang menurut sejarah keuangan

15Sayyid Quthb, Al Mutashawwaru al Islâmi wa Muqawwamâtuhu, terjemah. 16 Yusuf Qardhawy, Al Islâm wa al Ilmaniyah Wajhan li Wajhin (Beirut: Muassasah Ar

Risalah, 1992), 151. 17 Amin Rais, Tauhid Sosial (Bandung : Mizan, 1988), 110. 18 Umer Chapra, Islam and The Economic Challege, terj. Ikhwan Abidin Basri (Jakarta :

Gema Insani Press, 2000), 204.

19 Rasyad Hasan Khalil, Mafhum al Musâwah fî al Islâm dirâsah Muqâranah (Riyâdh : Dâr al

Rasyîd li al Nasyr wa al Tauzî’, tt), 30.

20 Nur Jihad, “Implementasi Undang-undang nomor 38 th. 1999 tentang Pengelolaan Zakat,”

Hukum, 17 (Agustus, 2001), 67.

Page 8: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

124 | Abdul Wadud Nafis

negara dalam Islam terdiri atas zakat mal, rampasan perang atau (Ghanîmah), fai’,

pajak harta temuan atau karun (Rikâz), iuran kaum dzimmy (jizyah), bea cukai

(‘usr), pajak tanah (kharâj), harta warisan yang tidak ada ahli ahli warisnya dan

barang-barang yang tidak bertuan. Dari jalur perorangan, terdiri dari zakat fitrah,

kifârat-kifârat, wasiat, nadzar, wakaf dan infâq.21

Islam dan Hak-hak Asasi Manusia

Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak individual yang berkembang dari

pemikiran modern Eropa tentang hukum alam. Hak-hak ini terus berkembang di

Barat menjadi standar institusional – legal. Dengan Deklarasi Universal Hak-hak

Asasi Manusia (UDHR) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), hak-hak ini sekarang

telah menjadi hukum internasional.22

Dalam membahas HAM, perlu kita perhatikan uraian dalam kitab-kitab ushûl

al-fiqh mengenai dharûriyyat al-khams (lima prinsip dasar) dalam agama yang

harus selalu dijaga atau dipelihara. Yaitu, (a) memelihara agama (hifzh al-dîn), (b)

memelihara jiwa (hifzh al-nafs), (c) memelihara keturunan (hifzh al-nasb), (d)

memelihara harta (hifzh al-mâl), dan (e) memelihara akal (hifzh al- aql).23 Kelima

prinsip dasar itu juga dianggap sebagai nilai-nilai universal yang ditemui di semua

agama. Dengan kelima hal inilah, kemaslahatan kehidupan umat akan terjaga. Jika

kelima hal ini dapat terwujud, berarti HAM juga akan terwujud.

Kelima prinsip dasar itu hendaknya harus dipahami bukan hanya secara pasif

dan protective yang defensive, yakni pemeliharaan dari serangan luar. Namun juga

harus secara aktif atau bahkan progesif, yakni untuk memperoleh yang maksimal

dari praktek kelima prinsip dasar tersebut. Ambil contoh prinsip “memelihara akal”.

Pemahaman pasif selalu diberi pengertian bahwa akal harus dipelihara, jangan

sampai berbuat merusak akal seperti menyalahgunakan narkoba. Demi memelihara

akal, maka narkoba diharamkan. Pemahaman aktif, bukan sekedar memelihara akal

dari serangan narkoba, namun bagaimana memanfaatkan akal semaksimal mungkin

agar dapat digunakan, diperankan dan difungsikan secara maksimal, tanpa harus

mengganggu akal orang lain. Dari sinilah akan dihasilkan kebebasan berpikir dan

berpendapat. Dan dari sini pula dapat dihasilkan akal yang kritis, kreatif, inovatif

dan produktif untuk kemajuan di dunia dan keselamatan di akhirat.24

Abdurrahman wahid telah membuktikan bahwa beberapa prinsip dasar dalam

Islam yang sesuai dengan deklarasi universal hak asasi manusia adalah sebagai

berikut :

21 Ibid, 68.

22 Abdullâh Ahmed an Na’îm, Mohammed Arkoun, dkk, Islamic Law Reform and Human

Rights Challenges and Rejoinders, terj. Farid Wayidi (Yogyakarta : LKIS, 1996), 85. 23 Wahbah Az Zuhaily, Ushûl al Fiqh al Islâmy (Beirut : Darul Fikr, 1986), 1021.

24 Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2003), 167.

Page 9: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 125

a. Perlindungan dari penindasan fisik di luar batas hukum

b. Kebasan beragama, termasuk peniadaan paksaan dalam beragama

c. Perlindungan keluarga dan keturunan

d. Perlindungan hak milik pribadi, dan

e. Perlindungan profesi seseorang25

Islam dan Politik

a. Politik Perdamaian

Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. Serta para sahabat ketika

menyiarkan islam keluar jazirah yakni imperium – imperium Romawi dan Persia

dimana terdapat umat islam di kawasan tersebut selalu dikemukakan tiga syarat

yakni : masuk Islam, membeyar upeti, perang. Alternatif terakhir adalah perang,

Jika tidak sanggup maka harus bersedia masuk islam atau bayar upeti. Kenapa Nabi

Muhammad saw. para sahabat menyuruh masuk Islam yang sesungguhnya sangat

kecil resikonya, bahkan tidak apapun yang akan terjadi. Yang terjadi hanyalah

proses keislaman dan itupun tidak beloh di paksakan, hanya saja kawasan –

kawasan tersebut secara tidak langsung masuk wilayah umat islam, karena punya

kepentingan dengan umat yang berada di wilayah tersebut. Sehingga dengan pilihan

syarat pertama tersebut tidak setitik darah pun yang tertumpah.

Tetapi jika syarat pertama tidak dipenuhi, maka boleh membayar upeti tiap

kepala, sedangkan anak – anak dan orang jompo bebas dari upeti yang ditetapkan

menurut peraturan. Di sini islam tetap menginginkan jalan damai yang baik. Dan

satu wilayah yang ingin membayar upeti, maka wilayah tersebut keamanannya

adalah tanggung jawab pemerintahan islam. Dua alternatif ini memberikan

pengertian kepada kita bahwa betapa besar keinginan umat islam itu

menghindarkan diri dari kontak senjata, dan itu berarti politik islam sangat

menginginkan perdamaian secara baik-baik. Alternatif yang paling terakhir yakni

perang tidak dilakukan secara tiba – tiba tetapi juga diberi tenggang waktu untuk

berfikur sejenak siapa tau mau masuk islam atau membayar upeti. Kemudian bila

tidak ada harapan lagi maka perang terbukapun diumumkan sehingga kedua belak

pihak saling mempersiapkan persenjataan atau perbekalan selama perang yang akan

menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Peperangan di masa Rosulullah saw. dan para sahabat mengajarkan agar tidak

membunuh anak – anak, orang tua jompo, wanita, pohon tidak boleh di tebang,

kebun tidak boleh dirusak, sumur tidak boleh di tutup, binatang tidak boleh di

bunuh, rumah – rumah ibadah tidak boleh di rusak. Dan hentikan pertempuran jika

musuh menyatakan menyerah.

Jika perilaku Rosulullah saw. Dan para sahabatnya itu di kaji lebih dalam,

25 Mohammed Hikam, Islâm, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society (Jakarta :

Erlangga, 2000), 29.

Page 10: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

126 | Abdul Wadud Nafis

maka sesungguhnya perang sebagai alternatif ketiga bukanlah tujuan sama sekali,

melainkan sekedar pelajaran pertama untuk orang – orang yang hatinya keras dan

tidak mau menerima kebaikan secara bersama. Allah SWT. menyuruh umat

berperang dengan alasan yang kuat demi perdamaian.26

b. Politik Keadilan

Sejarah islam adalah sejarah pertentangan abadi antara das sollen yakni

kepemimpinan politik yang adil dan das sein yakni pelaksanaan kepemimpinan

yang adil ini. Para sahabat telah memberikan contoh tentang pola penegakan

kepemimpinan yang adil ini, sebagai berikut :

Pertama, tak melakukan tindakan penentangan dalam bentuk apapun, tetapi

tetap menunjukakan apa yang kita yakini kebenarannya. Pola ini ditunjukan dalam

perilaku ‘ Ali bin Abi Tholib k.w. Syarat utama pola ini ialah adanya

kepemimpinan politik yang secara keseluruhan relatif adil, walaupun terdapat

beberapa penyimpangan dari perinsip keadilan. Syarat kedua ialah pertimbangan

kemaslahatan dan persatuan kaum muslim yang sangat diperlukan, karena umat

dalam keadaan terancam

Kedua, perlawanan pasif seperti yang dilakukan ‘ Abdullah bin Mas’ud.

Menurut pola ini, kita melepaskan keterikatan kita dengan sistem yang ada. Kita “

mengundurkan diri “. Kita memutuskan untuk tidak bekerja sama dengan sistem

yang terbukti tidak adil.

Ketiga, penyadaran umat melalui kampanye penegakan keadilan seperti yang

dilakukan ‘Abu Dzar. Kita menyampaikan keritik terhadap sistem secara terbuka.

Pola ketiga ini hanya berhasil dalam suatu sistem sosial yang menjamin kebebasan

menyampaikan pendapat.

Keempat, pernyataan sikap bersama dalam bentuk petisi seperti yang

dilakukan oleh ‘Ammar bin Yasir dan kawan – kawan. Petisi ini akan memiliki

kekuatan politis apabila para penandatangannya merupakan tokoh – tokoh umat

yang berpengaruh.

Kelima, bekerja sama dengan sistem yang dzalim ( al-dukhul fi a’mal salathin

al-jawr ), tetapi dengan syrat – syarat tertentu : misalnya, menggunakan setiap

peluang untuk paling tidak mencegah terjadinya kedzaliman. Kita melihat pola ini

pada perjuangan beberapa imam mazhab seperti Ja’far Al-Shadiq, Abu Hanifah,

dan Malik.27

Politik keadilan ini juga dapat di lihat dalam kisah Qadhi Syuraih yang

menangani kasusnya Ali Bin Abi Tholib yang sedang menjabat khalifah dan

kehilanmgan sebuah baju perang. Ternyata baju perang itu ada ditangan seoarang

26 A.M. Saifuddin, Ada Hari Esok, (Jakarta : Amanah Putera Nusantara, 1995), 198 dan 199. 27 Jalaluddin Rahmat “ Kepemimpinan Politik dan Cita Keadilan : Persepektif Sejarah Islam,

“ Al Hikmah, 8 ( Januari-Maret, 1993), 61-62.

Page 11: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 127

Nasroni. Setelah kasus ini di ajukan ke pengadilan, ternyata Qadhi Syuraikh

memenangkan orang Nasrani, karena Ali tidak punya saksi yang membuktikan

bahwa baju perang itu miliknya. Beberapa saat setelah persidangan selesai, orang

nasrani tersebut kembali dan berkata : “ saya bersaksi bahwa ini hukum yang di

bawa para Nabi. Ini baju perang Ali yang jatuh ketika mau berangkat ke Siffin.

Karena itu saya akan masuk islam “ kemanusian dia membaca syahadat.28

Islam dan Demokrasi

Karakteristik utama dari sistem yang demokratis adalah

a. Kebebasan berbicara ( freedom of speech).

b. Sistem pemilihan yang bebas (free elections).

c. Pengakuan terhadap pemerintahan mayoritas (Majority rule) dan hak-hak

minoritas ( minority rights )

d. Partai - partai politik dalam sistem yang demokratis memainkan peranan

penting

e. Pemisahan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif

f. Otoritas konstitusional ( Constitusional Authority )

g. Kebebasan berbuat (freedom of action)29

Bersandar pada dasar agama di atas kalangan ulama’ islam telah melakukan

elaborasi terhadap konsep-konsep barat untuk mendasari argumen-argumen mereka

tentang model – model pemerintahan yang demokratis, masyarakat yang mejemuk

dan jaminan atas HAM. Konsep-konsep tersebut selanjutnya di elaborasikan oleh

pemikir muslim klasik da abad pertengahan kedalam istilah-istilah politik islam

seperti shura (musyawarah), ijma’ (konsensus) dan ahl al-dhimma (hak minoritas).

Konsep-konsep islam klasik dan abad pertengahan ini kemudian di aktualisasikan

kembali oleh para pemikir muslim modern dengan istilah demokrasi yang

merupakan diskursus tentang doktri shura yang bersandar pada kebebasan memilih

(ikhtiyâr) manusia, kontrak antara penguasa dan rakyat melalui janji kesetiaan

(bay’at), dan konsesus masyarakat (ijmâ’). Konsep-konsep dasar demokrasi islam

inilah, menurut Mousalli, merupakan metode-metode teoritis yang harus di jalankan

dalam praksis politik islam.30

Sebagian orang mengklaim bahwa bangsa arab tidak siap melaksanakan

pemerintahan yang didasarkan pada demokrasi atau syura dan bahwa meraka tidak

menghargai perinsip dan niali – nilai demokrasi yang diperlukan untuk

melaksanakan aturan hukum, sebagai lawan dari aturan-aturan individual. Klaim

28 Yusuf al Qardhawy, Al Imân wa Al Hayâh, (Beirut : Al Risalah, 1998), 201. 29 Charles Kurzman, Liberal Islam : A. Source book, terj. Bahrul Ulum, Heri Junaidi, (

Jakarta: Paramadina, 2003), 126. 30 Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak asasi manusia dan masyarakat

madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2006), 158.

Page 12: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

128 | Abdul Wadud Nafis

seperti itu merupakan penilaian yang buruk dan tidak adil. Setiap negara atau

bangsa yang lahir dari peradaban islam diperintah supaya melaksanakan syura.

Bangsa – bangsa tersebut di ajari perinsip-perinsip keadilan, persamaan, dan

martabat kemanusiaan, nilai-nilai yang menopang dan memperkuat pengalaman

kemanusiaan. Bangsa – bangsa tersebut sebenarnya juga memenuhi syarat untuk

dapat melaksanakan demokrasi jika dibandingkan dengan bangsa – bangsa

lainnnya.31

Analisa

Dalam pandangan penulis, peradaban dan kebudayaan sama – sama

mencakup nilai –nilai, norma – norma, institusi – institusi dan pola – pola pikir

yang menjadi bagianterpenting dari suatu masyarakat dan terwariskan dari generasi

ke generasi. Pedaban dan kebudayaan sama-sama menunjuk pada seluruh

pandangan hiduo manusia, tapi suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas.

Keluhuran nilai – nilai ajarab islam bukan hanya sebagai wacana, tapi perlu di

implementasikan. Semakin dalam nilai – nilai itu diimplementasikan, maka

semakin luhur peradaban yang dimunculkan.

Hidup manusia harus didasarkan pada suatu kesadaran bahwa نا اليه إنا لله وإ

maksudnya kita hidup berasal dari Allah dan akan kembali padaNya. Hal ini .راجعون

dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Pemikiran ini dapat dikembangkan bahwa, oleh karena hidup berasal dari

Allah maka hidup harus didasarkan pada nilai-nilai yang di tetapkan oleh Allah (

Nilai-nilai Islam ). Oleh karena kita hidup tapi akan kembali padaNya dan kita

hidup harus membangan peradaban maka, peradaban yang kita bangun semasa

hidup harus dipertanggung jawabkan di hadapan Nya kelak nanti. Hal ini dapat di

ilustrasikan sebagai berikut :

Suatu peradaban seharusnya tidak hanya diukur dengan pencarian material

jasa. Tapi ia harus di lihat juga dari pencarian 3 tujuan pokok hidup manusia yaitu

ibadah pada Allah, Khalifah dibimi dan isti’mar.

Karena ketiga tujuan pokok tersebut, saling terkait dan muaranya adalah

beribadah pada Allah. Pemikiran tersebut dapat diilustrasikan sebagai :

31 Charles, 128.

نا للهإ Hidup نا اليه راجعونإو

Nilai IslamPeradabanPertanggung jawaban di Akhirat

Page 13: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 129

Peradaban Barat (I)NilaiPeradaban Barat (II) Nilai Peradaban Barat (III) Tak Tentu Tujuan

Peradaban dalam islam harus di dasarkan pada nilai – nilai islam yang baku

dan harus di kembangkan tapi masih harus dalam bingkai akhlaq, karena harus di

pertanggung jawabkan di hadapan Allah di akhirat nanti, pemikiran ini tersebut

dapat di ilustrasikan sebagai berikut :

Perdaban Islam Nilai-nilai

islam

Perbedaan peradaban Islam dan Peradaban Barat adalah :

Dalam islam, Nilai-nilai melahirkan peradaban. Sedangkan Peradaban Barat

berkembang bebas kemusian melahirkan Nilai-nilai sehingga nilai yang di lahirkan

bersifat semu dan temporer dan bisa berubah sesuai dengan peadaban yang

melahirkan berikutnya sehingga bebas berkembang dan tak tentu tujuan akhirnya.

Hal ini dapat di ilustrasikan sebagai berikut :

Dari pemikiran-pemikiran diatas, maka penulis berasumsi bahwa Peradaban

Islam merupakan segala uslaha mengimplimentasikan nilai – nilai Islam dalaqm

segala aspek kehidupan dengan tetap berada dalam bingkai akhlaq untuk di

pertanggung jawabkan kehidupan Allah di Akhirat nanti.

Mengapa Peradaban Islam sulit berkembang ?

Penulis memandang karena Umat Islam sendiri yang mempersempit

AK

HLA

Q

إنا لله

وإنا اليه راجعون

Ibadah

Isti’mar

(Peradaban)

Kholifah

(Menegakkan keadilan)

Page 14: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

130 | Abdul Wadud Nafis

bingkai/ruang gerak Peradaban itu karena keterbatasan pengetahuan mareka

tentang. a) Nilai – nilai islam sebagai dasar-dasar bagi peradaban. b) Cara

mengimplementasikannya dalam kehidupan ( pengetahuan tentang peradaban ). c)

Akhlaq sebagai bingkai peradaban tersebat. Sebagian besar umat islam hanya

mengetahui bahwa “ Kita hidup untuk mati “. Pandangan mereka ini berimplikasi

pada hidupnya yang hanya diisi dengan beribadah Mahdhah pada Allah sedangkan

ibadah Ghairu Mahdahnya hanya diwujudkan dengan bersikap baik terhadap

keluarga dan tetangga. Padahal ibadah Ghairu Mahdah ini, juga mencakup

membangun peradaban. apabila peradaban yang di bangun terus membawa manfaat

bagi islam dan kehidupan umat manusia pada umumnya maka menjadi amal

Jariyah yang pahalanya terus mengalir tiada henti.

Mengapa terjadi peradaban Islam yang tidak islami ?

Sebagian umat islam sangat tertarik untuk mengembangkan peradaban tapi

mereka mengabaikan nilai-nilai Islam sebagai dasar pijakannya dan

mengembangkannya hingga diluar bingkai akhlaq. Sebagai konsekwensi logisnya,

terjadi apa yang diperingatkan oleh Allah dalam al-Qur’an :

ظهر الفساد فى البر والبحر بما كسبت أيدى الناس ليذيقهم بعض الذىعملوا لعلهم يرجعون

Telah lahirlah bencana di darat dan di laut sebab apa yang diperbuat oleh tangan

– tangan manusia. Supaya Allah merasakan pada meraka sebagai apa yang te;ah

mereka perbuat mudah-mudahan mereka kemabali ( taubat ). (Q.S. Ar Ruum, 41 )

Lafadz يرجعون diartikan dengan taubat maksudnya kembali pada nilai-nilai

islam dan tetap dalam bingkai akhlaq.

Nilai – nilai dan ajaran – ajaran islam sangat luhur. Hal ini terbukti dengan

hadits Nabi الاسلام يعلو ولا يعلى عليه Artinya islam itu Tinggi dan tidak di tinggikan.

Akan tetapi keluhuran nilai – nilai dan ajaran Islam sering kali terabaikan dan tidak

dapat dirasakan oleh umat islam dan non muslim karena sikap dan tingkah laku

umat islam sendiri. Sikapnya tidak mencerminkan keluhuran ajaran islam.

Peradabannya tidak mengimplementasikan keluhuran nilai – nilai Islam. Karena

itulah Hasan An Nadawy mengatakan : الاسلام محجوب بالمسلمين . Islam itu terhalang

oleh orang-orang Islam.

Peradaban Islam akan berkembang jika bisa komonikasi dengan kebudayaan

lokal dengan slektif dan tetap berbegang pada nilai-nilai ASWAJA. Jika Islam

menelan mentah-mentah terhadap kebudayaan yang berkembang di myasarakat

baik budya lokal maupun budaya asing maka Islam akan hilang identitasnya dan

ummat Islam akan menjadi lepas dari akar budayanya. Dengan diutusnya Nabi

Arab, Muhammad, dan diturunkanya kitab suci, al-Qur’an yang berbahasa Arab,

Page 15: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 131

menandakan Islam ramah dengan tradisi lokal. Lihatlah, figur Nabi

merepresentasikan klan (suku) Arab dan bahasa al-Qur’an adalah cermin bahasa

resmi yang berlaku di Arab. Ini adalah bukti orisinil Islam mengadopsi tradisi,

sebab Muhammad dan bahasa Arab hakekatnya adalah “anak resmi” dari tradisi

lokal Arab, di tanah gersang itulah keduanya dilahirkan.

Bahkan, lepas dari masa awal sejarah Islam Nabi, sebegitu penting peran

tradisi lokal, para ulama fikih klasik di masa dinasti Abbasiyyah menjadikannya

sebagai pijakan merajut sumber hukum, yang kemudian dikenal dengan terma: al-

’urf. Sumber hukumpun bertambah, semula 4 jadi 5, yaitu: al-Qur’an, al-Hadis, al-

ijma’, al-qiyas dan al-’urf.

Karena Islam tidak memusuhi tradisi malah mengadopsi, maka tidak ada cara

lain menghadapinya selain dengan merespon. Di sini, istilah “merespon”

merupakan bentuk kerja pro-aktif sebagai bukti bahwa tradisi itu, baik atau buruk,

bukan musuh Islam. Merespon adalah cara terbaik untuk menghadapi tradisi baru

ketika kita tergiur mempertanyakannya.

Merespon bukan berarti menerima apa adanya, tapi lebih dari itu: merespon

adalah sikap yang dibangun dengan memetik sisi kemaslahatan yang ada pada

tradisi baru itu. Para ulama fikih klasik menginggatkan urgensitas sebuah “respon”

lewat adagium: “al-muhâfadzah ‘alâ al-qadîm al-shâlih wa al-akhdz bi al-jadîd al-

aslah”. Intinya, tetap memelihara tradisi klasik yang baik-baik dan dibarengi

dengan membuka diri (merespon atau mengadopsi) tradisi baru sejauh itu baik

menurut Islam.

Cara proporsional ini pernah diejawantahkan dengan bagus oleh Wali Songo

ketika mempercantik bentuk dakwah untuk masyarakat grass root pedesaan.

Dakwah para Sunan yang kini diteladani Kyai-kyai NU tuleran nyatanya masih

konsekwern mempertimbangkan tradisi sebagai unsur “internal” masyarakat yang

tidak bisa dihilangkan begitu saja, oleh karenanya ajaran Islam sebagai unsur

“eksternal” yang baru, dipandangnya harus melebur dengan unsur internal untuk

mempermudah masyarakat menyerap ajaran Islam yang didakwakan. Gambaran

ilustratif para Sunan dan Kyai NU dipotret sebagai usaha merespon tradisi dengan

cara mempertahankannya untuk kemaslahatan dakwah Islam.

Seperti misalnya, mengisi tradisi lokal “begadang malam” selama 7 hari

setelah wafatnya seseorang dengan senandung dzikir dan lantunan kalimah-kalimah

thayyibah, ritual ini sekarang umum disebut “tahlilan” dan sudah mendarah-daging

di basis pedesaan.

Huru hara politik pada masa kekhalifahan Islam, lalu berkembang ketika

terjadinya perdebatan ilmu kalam dan filsafat dan menjadi sistematis ketika masuk

dalam organisasi Nahdlatul Ulama sudah mempunyai seperangkat nilai-nilai,

norma-norma dan landasan-landasan yamg bisa dikembangkan untuk kehidupan

masa kini, dan itu adalah tugas kita semuanya agar sekiranya aswaja tetap menjadi

Page 16: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

132 | Abdul Wadud Nafis

konsteksual.

Persoalan yang muncul hari ini adalajh persoalan perang ideology dan

pemikiran, dimana serbuan ideology-ideologi impor begitu kencangnya dan

menerobos dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.Serbuan pemikiran

dan ideology tersebut sama bahayanya dan dapat mengoyak-oyak sendi kehidupan

bangsa khususnya penghancuran secara sistematis organisasi Nahdlatul Ulama yang

mempunyai basis sosial kuat dan kepemimpinan otoritatif para ulama

Kesimpulan

1. Kebudayaan dan peradaban sama-sama menunjukkan pada seluruh pandangan

hidup manusia, tapi suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas dari

kebudayaan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peradaban meliputi faktor

alam, kebiasaan, pelapisan sosial, ideologi, kepercayaan / religi dan Iptek.

3. Sistem nilai dalam Islam harus di terapkan daam membangun peradaban.

4. Memperhatikan peradaban Islam termasuk memakmurkan bumi dan bagian dari

tugas Khalifah manusia di bumi, dengan demikian mengandung nilai ibadah

kepada Allah.

5. Peradaban Islam dimulai sejak zaman Rasulullah dan mencapai puncak

keemasannya pada zaman Daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah dan

mengalami kemuduran sejak adanya Perang Salib dan mengalami jatuh bangun

hingga saat ini.

6. Peradaban Islam di masa depan harus mampu menjadi salah satu pilar utama

dalam tatanan peradaban baru yang disebut peradaban post globalisasi atau post

kolonialisme.

7. Peradapan Islam akan berkembang dengan baik jika mampu melaksanakan

dengan cara yang benar al-mukhafadhatu bil qadimish shalih wal akhdu bil

jadidil ashlah , Mempelihahara dan mempertahan kebudayaan yang lama yang

masih relepan dan mengambil kebudayaan baru yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Abu Faris Moch. Abd. Qodir, Al Qadhâ’u fi al Islâm. cet 1, Oman: Maktabatul

Aqshâ, 1978.

Ahadiyanto, Nuzul. Hubungan Dimensi KepribadianThe Big Five Personality

Dengan Tingkat Kesejahteraan Psikologis Narapidana. Jurnal Al-Hikmah,

2020, 18.1: 117-130.

Alwi, Muhammad Muhib. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Masjid di

Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Al-Hikmah, 2020, 18.1: 99-116.

Al Ahsani, Nasirudin. Kepemimpinan Perempuan Pada Masyarakat dalam

Perspektif Saʿīd Ramaḍān Al-Būṭī (Telaah Hadis Misoginis). Jurnal Al-

Hikmah, 2020, 18.1: 57-74.

Page 17: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Islam, Peradaban Masa Depan

Abdul Wadud Nafis | 133

Al Qardawy, Yusuf. al Islâm wa al Ilmâniyah Wajhân li Wajhi. Beirut: Muassasah

al Risâlah, 1992.

Al Qardawy, Yusuf. Al Islâmu Hadhârat al Ghad. terj. Mustholah Maufur Al

Kautsar. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1996.

Al Qardawy, Yusuf. Al Khasâishu al ‘Ammah li al Islam. cet. 2. Beirut: Muassasah

Al Risalah, 1983.

Al Qardhawy, Yusuf. Al Imân wa al Hayâh. Beirut : Al Risalah, 1998.

Al Syarqawy, Effat. Filsafat Kebudayaan Islam. cet. 1. Bandung: Pustaka, 1986.

Amal, Khusna. “ Membangun Peradaban Post Globalisme ( Telaah terhadap

Pemikiran Hassan Hanafi ) “. al Adâlah. 9 . 2006. 22.

Amstrong, Karen. Islam : A short History. Terj. Ira Puspito Rini. Yokyakarta : Ikon

Teralitara, 2002.

An Naim, Abdullah Ahmad. Mohammad Arkoun. dkk. Islamic Law Reform and

Human Rights Challonges and Rejoinders, Terj. Farid Wayidi. Yagyakarta

: LkiS, 1996.

As-Siba’i, Musthafa Husni. Min Rawâi Hadarâtinâ. Terj. Adbullah Zaky Alkaf.

Bandung : Pustaka Setia.

Az Zuhaily, Wahbab. Ushûl al fiqh al Islâmy. Bairut : Darul Fikr, 1986.

Az Zuhaily, Wahbah. Al Qur’an al Karim Bunyatuhu al Tasyrî’iyyatu wa

Khasâisuhu al Hadhâriyah. Beirut: Darul Fikr Al Muashir, 1993.

Azizy, Qodry. Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar, 2003.

Chapra, Umer. Islam and The Economic Challenge. Terj. Ikhwan Abidin Basri.

Jakarta : Gema Insani Press, 2000.

Dawud, Mochammad. Menerapkan Manajemen Strategi Penyiaran untuk Penyiaran

Dakwah. Jurnal Al-Hikmah, 2019, 17.1: 109-140.

Dawud, Mochammad; Choliq, Abdul. Manajemen Strategi Ala NU Tv 9

Menghadapi Televisi Swasta Lokal di Surabaya. Jurnal Al-Hikmah, 2020,

18.1: 75-98.

Elanda, Yelly. Komodifikasi Agama pada Perumahan Syariah di Surabaya. Jurnal

Al-Hikmah, 2019, 17.1: 41-62.

Effendhie Machmoed. Sejarah Budaya. Jakarta: Rajawali, 1999.

Fauzi, Ahmad. Problematika Dakwah di Tengah Pandemi Covid 19 Mewabah.

Jurnal Al-Hikmah, 2020, 18.1: 27-36.

Hadi, H. Sofyan. Manajemen Strategi Dakwah di Era Kontemporer. Jurnal Al-

Hikmah, 2019, 17.1: 79-90.

Hidayat, Komaruddin. Azyuwardi. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan

Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2006.

Hikam, Mohammed. Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society.

Jakarta : Erlangga, 2000.

Huntington Samuel P. The Clash Of Civilization and The Remaking Of Word

Order. terj. M. Sadat Ismail. cet. 6, Yogyakarta: Qalam, 2003.

Isfironi, Mohammad. Kota Santri, Bumi Shalawat Nariyah dan Bule-Dhika. Jurnal

Al-Hikmah, 2019, 17.1: 1-20.

Page 18: Islam, Peradaban Masa Depan - alhikmah.iain-jember.ac.id

Al-Hikmah. Vol, 18 No. 2 Oktober 2020

134 | Abdul Wadud Nafis

Jannah, Hasanatul. Pondok Pesantren Sebagai Pusat Otoritas Ulama Madura. Jurnal

Al-Hikmah, 2019, 17.1: 91-108.

Jihat, Nur. “ Implementasi Undang – undang nomor 38 tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat ”, Hukum, 17. Agustus, 2001, 67.

Khalil, Rasyad Hasan. Mafhum Al Musâwah fi al Islâm Dirôsah Muqâranah.

Riyadh : Dar al Rasyid li al Nasyr wa al Tauzi’, tt.

Kurzman Charles. Liberal Islam : A Sourcebook. Terj. Bahrul Ulum, Heri Junaidi.

Jakarta : Paramadina, 2003.

Madjid Nur Kholish. Islam Doktrin dan Peradaban. cet. 4, Jakarta: Paramadina,

1992.

Nandy, Ashish. “ Appression and Human Liberation : Tawards A third World

Uptopia “, Alternatives, IV ( 1978. 1979 ).

Nasabe, Hisyam. Moslem Educational Institusions. Bairut : Riyadh solh sguare,

1998.

Posman Simanjuntak . Antropologi. Jakarta: Erlangga, 1997.

Quthb Sayyid. At Tashâwwar al Islâm wa Muqawwamâtuhu. terj. Abu Laila.

Bandung: Al Ma’arif, 1988

Rahmat, Jamaluddin. “ Kepemimpinan Politik dan Cita Keadilan : Perspektif

Sejarah Islam. “ Al Hikmah, 1993. 61-62.

Rias, Amin. Tauhid Sosial. Bandung : Mizan, 1988.

Saifuddin, A.M. Ada Hari Esok. Jakarta : Amanah putera Nusantara, 1995.

Setiawan, Eko. Makna Nilai Filosofi Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah. Jurnal

Al-Hikmah, 2020, 18.1: 37-56.

Wahid, Abdur Rahman. Prisma Pemikiran Gus Dus. Yokyakarta : LKIS, 1999.

Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2004.

Wazis, Kun. Perlawanan Ahli Hadis terhadap Gerakan Radikalisme Dalam

Konstruksi Media Online. Jurnal Al-Hikmah, 2019, 17.1: 20-40.