Upload
dinhthu
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISOLASI DAN KARAKTERISASI MIKROORGANISME
PENDEGRADASI LIMBAH BULU AYAM SERTA
UJI BIODEGRABILITASNYA
(Skripsi)
Oleh
MELIA TRI ANGGRAINI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ISOLASI DAN KARAKTERISASI MIKROORGANISME
PENDEGRADASI LIMBAH BULU AYAM SERTA UJI
BIODEGRADABILITASNYA
Oleh
Melia Tri Anggraini
Bulu ayam termasuk limbah industri unggas yang berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan alternatif pengganti sumber protein hewani dalam formulasi pakan
ternak. Namun pengolahannya belum optimal karena protein pada bulu ayam
termasuk keratin (protein serat) yang sulit terdegradasi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan isolat mikroorganisme yang mampu mendegradasi
senyawa keratin pada limbah bulu ayam dan mengurangi pencemaran limbah bulu
ayam di lingkungan. Kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi keratin
pada limbah bulu ayam diukur berdasarkan Indeks Keratinolitk (IK) koloni pada
medium Feather Meal Agar (FMA) dan aktivitas ekstrak enzim keratinolitik pada
substrat tepung bulu ayam. Hasil penelitian ini diperoleh 2 isolat dari 17 isolat
yang memilki aktivitas keratinolitik tertinggi pada medium padat dan medium
cair. Dua isolat diantaranya yaitu isolat B-9-6 dan isolat B-9-7 memiliki nilai IK
tertinggi sebesar 2,8 dan 2,3. Kedua isolat memiliki aktivitas enzim keratinase
berturut-turut sebesar 12,73 U/ml dan 13,43U/ml. Konsorsium kedua isolat
tersebut mampu mendegradasi 71% bulu ayam pada kultur cair dengan waktu
fermentasi selama 14 hari.
Kata kunci: Isolasi, bulu ayam, mikroba keratinolitik, keratin, enzim keratinase.
ABSTRACT
ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF CHICKEN FEATHER
WASTEDEGRADING MICROORGANISM, AND BIODEGRADABILITY
TEST
By
Melia Tri Anggraini
Chicken feathers is a waste product of the poultry industry that has potential to be
utilized as an alternative protein sources for animal feed formulations. However,
the utilization process is not simply because the protein in chicken feathers,
Keratin, is difficult to be degrade. The aimed of this research was to get isolates of
microorganisms which able to degrade keratin in chicken feather waste. The
ability of microorgnism to degrade keratin in the sample was measured based on
keratinolytic index (KI) of the microbial colony on Feather Meal Agar (FMA)
medium, and keratinase activity in liquid medium with chicken feather flour as
substrate. The results showed that two out of 17 isolates had the highest
keratinolytic activity on solid and liquid medium. The two isolates, i.e. B-9-6 and
B-9-7, have KI values of 2.8 and 2.3 respectively. Both isolates have a keratinase
enzyme of 12,73 U/ml and 13,43 U/ml, respectively. The consortium of two
isolates were able to degrade 71% of chicken feathers ( initial concentration 10%
(w/v) ) in liquid culture for 14 days.
Keywords: Isolation, chicken feathers, keratinolytic microbes, keratin, keratinase
enzymes.
ISOLASI DAN KARAKTERISASI MIKROORGANISME
PENDEGRADASI LIMBAH BULU AYAM SERTA
UJI BIODEGRABILITASNYA
Oleh
Melia Tri Anggraini
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam
Uiversitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 05 Mei 1995,
sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, putri dari Bapak
Kasino dan Ibu Misgiarti.
Jenjang pendidikan diawali dari Taman Kanak-kanak di TK
Pratama Bandar lampung diselesaikan pada tahun 2001,
Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 2 Sawah Brebes Bandar Lampung diselesaikan
pada tahun 2007. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 23 Bandar
Lampung diselesaikan pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMA YP Unila Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2013. Tahun 2013,
penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung
(Unila) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri).
Pada tahun 2017 Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium
Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Unila di Bandar Lampung. Selama menjadi
mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Jurusan
Kehutanan tahun 2015, Kimia Dasar jurusan Teknologi Hasil Pertanian tahun
2016, Kimia Dasar jurusan Teknik Pertanian tahun 2016, dan asisten praktikum
Biokimia Jurusan Biologi 2017. Penulis juga terdaftar sebagai Kader Muda
Himaki (KAMI) periode kepengurusan 2013/2014. Aktif sebagai anggota biro
Kesekretariatan (Kestari) Himaki kepengurusan 2014/2015 dan biro BUM (Badan
Usaha Mahasiswa) kepengurusan 2015/2016. Penulis juga aktif dilembaga
kemahasiswaan lain yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA Unila
sebagai Anggota ADKESMA (Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa) tahun
kepengurusan 2014/2015. Pada tahun 2016 penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) PU/PR di Desa Purwodadi, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten
Lampung Tengah, pada bulan Juli sampai Agustus 2016.
MOTTO
Percaya dan yakin bahwa rencana Allah swt lebih baik
dari yang kita harapkan, jadi tetaplah berjuang dan berdoa hingga kita
menemukan bahwa memang Allah swt memberikan yang terbaik untuk kita.
Beristirahatlah ketika lelah, jangan sesekali merasa untuk
berhenti apalagi menyerah, karena jika sudah berhenti
maka sulit untuk memulainya kembali.
Sukses tidak terwujud ketika kita tidak pernah membuat kesalahan,
tetapi sukses itu ketika tidak membuat kesalahan untuk kedua kalinya.
(Gorge B. Shaw).
Segala sesuatu yang baik, selalu datang di saat terbaiknya.
Persis waktunya, tidak datang lebih cepat, pun tidak lebih lambat. Itulah
kenapa rasa sabar itu harus disertai keyakinan.
-Tere Liye-
Dengan Rahmat Allah yang Maha Pengasih dan Penyanyang Kupersembahkan Karya Sederhanaku ini
Kepada:
Allah SWT pemilik jiwa ragaku, yang telah menganugerahkan begitu banyak kebahagiaan
dan pelajaran dalam hidupku serta Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladanku,
Kedua orang tuaku
Bapakku Kasino dan Ibuku Misgiarti Tak akan pernah ada sesuatu yang bisa menggantikan kasih sayang, kesabaran, kebaikan dan
keikhlasan kalian, semoga Allah membalas dengan sebaik-baiknya pembalasan. Membahagiakan kalian adalah tujuan utamaku.
Mamas, aa dan mbaku tersayang Ferdiansyah Eko Saputra, M.T ., Kartina Nur Apriana, Amd.Kep.,
Supena, S.Kom., dan Nur Hasanah, S.Pd.I serta ketiga keponakanku Denaya Gwen M., Gerrard Safuan W., dan Ayunda Nazwa A.
Segenap Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku,
Guru-guru dan Dosen-Dosen yang selalu membagi ilmunya untukku
Sahabat - sahabat terbaik yang berjuang bersamaku
dan Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak
nikmat,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Isolasi
dan Karakterisasi Mikroorganisme Pendegradasi Limbah Bulu Aym serta
Uji Biodegradabilitasnya” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan
rintangan. Namun, dengan kehendak Allah SWT maka skripsi ini terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi
ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat aku cintai dan sangat berjasa dalam hidupku,
Bapak Kasino dan Ibu Misgiarti. Terima kasih telah memberikan kasih
sayang, perhatian, pengertian, semangat, nasehat, motivasi, dukungan moril
maupun materil dan doa untuk keberhasilanku.
2. Bapak Mulyono, Ph.D., selaku pembimbing utama yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan,
semangat, kritik dan saran kepada penulis dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan penelitian serta dalam penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S., selaku pembahas pertama yang telah
memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini
terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku pembahas kedua yang telah
memberikan semangat, kritik, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.S., selaku Pembimbing Akademik atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan informasi yang
bermanfaat kepada penulis.
6. Bapak Prof. Warsito, D.E.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh dosen dan staff administrasi di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang
telah membantu, mendidik, dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
berguna kepada penulis selama kuliah.
9. Mas Ferdi, Mba Yana, Aa Upen dan Mba Nur yang selalu memberikan
perhatian, pengertian, doa, semangat, motivasi dan menantikan
keberhasilanku.
10. Ketiga keponakan tante, Teteh Gwen, Adek Gerrard dan Teteh Yunda yang
menjadi penghibur dan keceriaan bagi tante disaat kejenuhan.
11. Keluarga besar Amat Kasro dan M. Syafei yang selalu memberikan nasehat,
motivasi, dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis
12. Partner penghasil rupiahku “MwM_buketflanel” Monica Dhamayanti , S.Si.,
dan Widya Aryani, S.Si., atas kekompakan, kerjasama dan kebersamaan kita
selama ini. Semoga mwm selalu dilimpahkan rezekinya.
13. Sahabat- sahabatku “My B” Monica Dhamayanti, S.Si., Widya Aryani, S.Si.,
Siti Nabilla Shofa, S.Si., Vyna Ayu Ramadian Saputri, S.Si., dan
Prasetyaning Tyas Chakti, S.Si atas dukungan, perhatian, kebahagiaan,
kesedihan, kasih sayang, kebersamaan, keceriaan, dan canda tawa yang selalu
hadir disetiap hari-hari perkuliahanku. Terima kasih karena selalu menjadi
pendukung secara langsung dalam hal apapun. Aku bersyukur bisa mengenal
dan menjadi dekat dengan kalian, semoga Allah selalu memberikan rahmat-
Nya untuk keberhasilan kita. Sukses Selalu.
14. Sesorang yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis, Agung
Saputra, C.S.E. Terima kasih untuk nasehat, motivasi, semangat, perhatian
dan doa untuk keberhasilanku. Semoga Allah swt selalu memberikan
keberkahannya untuk dirimu.
15. Teman- temanku “Sambalado” Kiki, Fika, Mia, Esti, Monica, Widya,
Nabilla, Vyna, dan Tyas atas segala keceriaan, waktu, pengalaman, dan
‘cerita- cerita’ yang telah dibagikan.
16. Teman-teman yang dengan tulus dan ikhlas memberikan bantuan selama
penelitian, Randi Candra C.S.Si., Albiyansah, S.Kom., dan Destio Dwiyan
Fahrizki, S.Gz. Terima kasih juga untuk semangat, doa dan motivasinya.
17. Mulyono’s Research Group, mba Ajeng, mba Ayu Imani, mba Meta, kak
Aziez, Shelta, Ryan, Monica, Vyna, Tyas, Bidari, Asrul, Jefry, dan Fernando
atas kerjasama, motivasi dan kebersamaan yang selalu diberikan.
18. Para penyayang bakteri dan jamur (2014) di Lab. Biokimia, Agung Cordova,
Asrul, Luthfi, Rahma, Rica, Riza, Bunga, Bidari, Erika, Ayuning, Hesti,
Diva, Leony atas kebersamaan, canda tawa, bantuan dan semangatnya.
Semoga kalian selalu diberikan kelancaran dalam penelitiannya dan segala
urusan dalam menyelesaikan studi.
19. Para penghuni Lab. Biokimia terdahulu (2012 dan 2013), mbk Arum, S.Farm,
Putri Amalia, M.Si., Ana Febrilianti W., S.Si., Aprilia Isma D.,S.Si ,
Uswatun Khasanah, S.Si, Rizky Putri Y., S.Si., Syathira Assegaf., S.Si., Fifi
Ardhyanti., S.Si, Diani Iska M., S.Si., Mia Permatasari, S.Si., Sinta Dewi O,
S.Si., Fathaniah Sejati, S.Si., Maya Retna S., S.Si., Khomsatun Khasanah,
S.Si., Ezra Rhienzky, S.Si., Sri Wahyuni, C.S.Si. Terima kasih atas bantuan,
canda, tawa, motivasi yang diberikan selama penelitian kepada penulis.
20. Teman-teman Kimia angkatan 2013, Dona, Aulia, Badiatul, Dewi
Rumondang, Fatimah, Fera, Fika, Hermayana, Khalimatus, Indah, Yudha,
Esti, Kiki, Nova, Linda, Lulu, Anita, Megafit, Mawar, Nabilla, Renita, Siti,
Tyagita, Yulia, Uut, Vero, Widya, Yunitri, Della, Eky, Yuvica, Inggit, Awan,
Vicka, Arief, Oci, Maya, Nora, Atun, Diki, Shela, Vyna, Bara, Ridho,
Nurpadilla, Wahyuni, Kurnia, Yolanda, Murnita, Nurma, Erva, Ismi, Eka
Oso, Febri, Paul, Fentri, Riska, Eka, Shelta, Nia, Nurul, Ana, Nita, Anggi,
Gesa, Tika, Yuni, Celli, Riyan, Anggun, Radho, Arni, Sinta, Anton, Melita,
Monica, Tyas, Citra, Kartika, Ezra, Yunita, Verdi, Korina, Doddy, dan Ryan
Amha atas untuk motivasi dan pengalaman luar biasa serta kebersamaan yang
telah terjalin.
21. Sahabat-sahabatku “since 2009” Cici, Husnul dan Murti yang telah
memberikan semangat, motivasi, doa dan selalu menghibur penulis. Semoga
persahabatan kita terus terjalin dengan baik sampai tua.
22. Teman-teman SMA ku Dwi, Wulan, Anisya, Afida, Dyah Jombang, Riska,
Delfi walaupun sudah berjauhan dan memiliki kesibukan masing-masing.
Terima kasih untuk semangat, motivasi dan doa yang diberikan. Semoga
jarak tak membuat kita saling melupakan, dan kita masih saling mendukung
satu sama lain, sukses selalu.
23. Team KKN Desa Purwodadi dan Cimarias Kec. Bangunrejo Kab. Lampung
Tengah, Mba Disti (emak di KKN), Shiska, Gagah (kordes cuy), Ibram, Dwi,
Fadjrin, Vyna, Indra, My Dori, dan Yona Annisa. Terima kasih untuk
kebersamaanya selama 40 hari yang cukup berkesan. Semoga persaudaraan
ini tetap terjaga.
24. Kakak-kakak dan Adik-adik Angkatan 2010, 2011, 2012, 2014, 2015, 2016,
dan 2017 yang telah membantu serta mendoakan.
25. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Semoga segala bentuk bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan
pahala dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
memiliki nilai guna khususnya rekan-rekan mahasiswa dan pembaca pada
umumnya. Amin.
Bandar Lampung, Juli 2018
Penulis
Melia Tri Anggraini
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xx
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bulu Ayam ................................................................................................... 6
B. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam .............................................................. 10
C. Keratin ....................................................................................................... 13
D. Enzim ......................................................................................................... 15
E. Enzim Keratinase ....................................................................................... 18
F. Mikroba Keratinolitik ................................................................................ 19
G. Biodegradasi .............................................................................................. 25
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................... 27
B. Alat dan Bahan .......................................................................................... 27
C. Prosedur Penelitian .................................................................................... 28
1. Tahap Persiapan .................................................................................... 28
2. Isolasi Mikroba Pendegradasi Bulu Ayam ............................................ 30
3. Skrining Mikroba Pendegradasi Bulu Ayam ........................................ 30
4. Penyimpanan Mikroba Pendegradasi Bulu Ayam ................................ 31
5. Penyiapan Ekstrak Kasar Enzim ........................................................... 31
6. Isolasi Enzim Keratinase ....................................................................... 31
7. Pembuatan Kurva Standar Tirosin ........................................................ 32
8. Uji Aktivitas Enzim Keratinase ............................................................ 32
9. Pembuatan Kurva Pertumbuhan ............................................................ 33
10. Uji Biodegradabilitas Limbah Bulu Ayam ........................................... 34
11. Karakterisasi Mikroba ........................................................................... 35
D. Diagram Alir .............................................................................................. 38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Isolat dan Hasil Skrining Mikroorganisme Pendegradasi Limbah Bulu
Ayam ......................................................................................................... 39
B. Aktivitas Enzim Keratinase Isolat Kandidat ............................................. 45
C. Kurva Pertumbuhan Isolat dan Waktu Optimum Produksi Enzim Keratinase
dari Dua Isolat Terpilih .............................................................................. 48
D. Biodegradabilitas Isolat Terpilih Terhadap Limbah Bulu Ayam .............. 52
E. Karakterisasi Mikroba Pendegradasi Limbah Bulu Ayam ........................ 56
1. Uji Morfologi Mikroba ......................................................................... 56
2. Uji Moltilitas ......................................................................................... 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 61
B. Saran .......................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan asam amino pada bulu ayam .............................................. 8
Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan asam amino antara tepung bulu
ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai ................................................. 9
Tabel 3. Karakteristik beberapa mikroorganisme penghasil keratinase ............ 22
Tabel 4. Nilai IK 17 isolat mikroba dengan metode spread plate, waktu
inkubasi 72 jam pada medium FMA. .................................................. 43
Tabel 5. Nilai IK dan perkiraan spesies 8 isolat mikroorganisme keratinolitik
serta pigmentasi dengan waktu inkubasi 72 jam ................................. 44
Tabel 6. Hasil analisis biodegradabilitas isolat terhadap limbah bulu ayam. ... 53
Tabel 7. Hasil analisis sisa substrat limbah bulu ayam ..................................... 53
Tabel 8. Data penelitian terpublikasi mengenai biodegradasi berbagai
mikroorganisme keratinolitik .............................................................. 55
Tabel 9. Karakterisasi morfologi secara makroskopik pada cawan petri .......... 57
Tabel 10. Karakteristik morfologi secara mikroskopik ....................................... 58
Tabel 11. Nilai absorbansi tirosin pada berbagai konsentrasi untuk penentuan
kurva standar ....................................................................................... 69
Tabel 12. Data jumlah sel 2 isolat terpilih yang diinkubasi selama 15 hari dan
diukur pada λ 600nm ........................................................................... 71
Tabel 13. Data nilai absorbansi, kadar tirosin, aktivitas unit enzim keratinase 2
isolat terpilih yang diukur pada λ 280nm ............................................ 73
Tabel 14. Hasil analisis biodegradabilitas isolat terhadap limbah bulu ayam .... 74
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Susunan pada bulu ayam ................................................................. 7
Gambar 2. Struktur keratin.............................................................................. 14
Gambar 3. Struktur kimia sistein dan sistin .................................................... 15
Gambar 4. Bacillus sp ..................................................................................... 21
Gambar 5. Bacillus subtilis ............................................................................. 23
Gambar 6. Diagram alir penelitian .................................................................. 38
Gambar 7. Hasil isolasi dengan metode spread plate ..................................... 40
Gambar 8. Hasil skrining 8 isolat dengan metode streak plate yang
menghasilkan isolat tunggal murni ............................................... 42
Gambar 9. Delapan isolat mikroba sebagai stok pada medium agar miring... 43
Gambar 10. Pertumbuhan delapan isolat terpilih pada medium FMA yang di-
inkubasi selama 72 jam dengan metode tusuk. ............................. 44
Gambar 11. Kurva standar tirosin ..................................................................... 47
Gambar 12. Aktivitas enzim keratinase (U/mL) delapan isolat ........................ 48
Gambar 13. Kurva pertumbuhan sel isolat B-9-6 dan B-9-7 terhadap waktu
inkubasi ......................................................................................... 50
Gambar 14. Grafik profil pertumbuhan sel dan aktivitas enzim keratinase…...51
Gambar 15. Perbandingan aktivitas enzim keratinase isolat B-9-6 dan B-9-7
terhadap waktu inkubasi yang diukur pada λ 280nm .................... 51
Gambar 16 Perbandingan hasil analisis kemampuan biodegradasi 2 isolat
terhadap bulu ayam ...................................................................... 53
Gambar17. Perbandingan hasil analisis sisa substrat ....................................... 54
Gambar 18. Morfologi makroskopik isolat (a) B-9-6 dan (b) B-9-7 pada
medium FMA dengan waktu inkubasi 72 jam. ............................. 57
Gambar 19. Hasil pewarnaan gram ................................................................... 59
Gambar 20. Hasil pewarnaan spora .................................................................. 59
Gambar 21. Hasil uji moltilitas. ........................................................................ 60
Gambar 22. Hasil pembuatan tepung bulu ayam. ............................................. 68
Gambar 23. Profil pertumbuhan sel isolat yang diinkubasi selama 15 hari dan
diukur pada λ 600nm. .................................................................... 70
Gambar 24. Hasil biodegradasi bulu ayam dengan. waktu fermentasi 4 hari. .. 75
Gambar 25. Hasil biodegradasi bulu ayam dengan. waktu fermentasi 6 hari. .. 75
Gambar 26. Hasil biodegradasi bulu ayam dengan waktu fermentasi 10 hari.. 75
Gambar 27. Hasil biodegradasi bulu ayam dengan waktu fermentasi 14 hari.. 76
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging ayam termasuk salah satu sumber pangan yang diperlukan oleh tubuh,
karena mengandung protein,lemak, vitamin dan mineral. Mengkonsumsi daging
ayam dalam jumlah yang tepat memiliki manfaat yaitu dapat membantu
menurunkan berat badan, mengontrol kadar kolesterol, tekanan darah serta
mengurangi risiko kanker (Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2017).
Selain dilihat dari faktor kandungan dan manfaat bagi tubuh, daging ayam
jugasangat mudah diperoleh dan harganya yang lebih terjangkau dibandingkan
dengan daging merah (sapi dan kambing). Hal-hal tersebut yang membuat
masyarakat lebih senang mengkonsumsi daging ayam dibandingkan daging sapi
dan kambing.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan, khusus di Provinsi
Lampung produksi daging ayam meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2015
sebanyak 33.354 kg dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 34.646 kg. Sehingga
mengalami peningkatan yaitu sebanyak 3.88 %. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa adanya peningkatnya kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging ayam
yang berdampak juga pada peningkatan aktivitas rumah potong ayam (RPA).
2
Peningkatan aktivitas RPA tersebut secara langsung akan menyebabkan
peningkatan limbah bulu ayam yang dihasilkan.
Secara umum RPA mengahasilkan 2 jenis limbah yaitu limbah cair dan limbah
padat.Limbah cair terdiri dari air bekas cucian ayam, darah ayam, dan sludge
(endapan lemak). Sedangkan bulu ayam termasuk kedalam limbah padat. Menurut
(Goushterova et al., 2005), dari hasil pemotongan satu ekor ayam dihasilkan rata-
rata 6 % bulu ayam dari bobot hidupnya, jika satu ekor ayam memiliki bobot
hidup bulu ayam sebesar 1.5 kg, maka limbah bulu ayam pedaging yang
dihasilkan di tahun 2016 sekitar 3120 kg.
Limbah bulu ayam biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan
hiasan, shuttle cock dan kemoceng, sedangkan sebagian sisanya yang tidak
dimanfaatkan akan dibuang begitu saja di lingkungan sekitar RPA, sehingga dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, menjadi tempat bersarangnya
penyakit, dan biasanya sangat mengganggu kesehatan manusia. Dampak lain,
yaitu dapat menurunkan kualitas tanah karena limbah bulu ayam sangat sulit
terdegradasi di lingkungan atau proses dekomposernya memakan waktu yang
cukup lama (Mulia et al., 2015).
Bulu ayam memiliki potensi sebagai bahan alternatif pengganti sumber protein
hewani dalam formulasi ransum ayam (unggas) mengingat industri perunggasan
di Indonesia berkembang pesat. Menurut Arifin (2008) bulu ayam mengandung
protein yang cukup tinggi antara 80 – 90 %, kadar proteinnya jauh lebih tinggi
dari kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5 %) dan tepung ikan (66,2%),
dimana bungkil kedelai dan tepung ikan adalah komponen yang biasa dipakai
3
dalam ransum komersil pada umumnya (Saravanan, 2012). Akan tetapi tidak
mudah dalam pengolahan limbah bulu ayam tersebut, karena bulu ayam
mengandung keratin sebesar 85 – 90 % dari kandungan proteinnya dengan sifat
yang sukar dicerna. Keratin merupakan protein tidak larut yang memiliki stabilitas
ikatan kimia kompleks, kaya akan lilitan α atau lapisan β yang bersilangan dengan
jembatan sistein. Ikatan kimia kompleks keratin terdiri dari ikatan sistin disulfida,
ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik molekul protein (Brandelli et al., 2010).
Daya cerna protein yang rendah tersebut menjadi satu kendala untuk menjadikan
bulu ayam sebagai sumber protein pakan hewan. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kualitas bulu ayam, terlebih dahulu akan dijadikan tepung bulu
ayam selanjutnya difermentasi. Fermentasi umumnya dilakukan oleh
mikroorganisme. Fermentasi pada dasarnya memperbanyak mikroorganisme yang
menghasilkan enzim yang dapat merombak bahan yang sulit dicerna menjadi
mudah dicerna sehingga dapat memperbaiki kualitas pakan, dan menambah aroma
(Mulia et al., 2015).
Keratin tidak dapat dicerna menggunakan enzim protease biasa sehingga
membutuhkan enzim keratinase dalam proses degradasinya. Enzim keratinase
dapat diperoleh dengan cara mengisolasi mikroorganisme yang hidup di alam
salah satunya diperoleh dari tanah limbah sekitar pemotongan ayam. Keratinase
termasuk enzim protease yang merupakan enzim ekstraseluler,yang tergolong
protease serin. Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai penghasil enzim
keratinase antara lain dari genus Bacillus, Streptomyces, dan Actinomycetes
(Quanti, 2015).
4
Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya seperti di India oleh
Manirujjaman et al. (2016) terkait degradasi keratin dengan menggunakan
mikroorganisme dari hasil isolasi limbah peternakan ayam.Dari penelitian tersebut
didapatkan isolat bakteri pendegradasi bulu teridentifikasi sebagai bakteri Bacillus
sp yangmampu meningkatkan daya cerna dan mempengaruhi kualitas pakan.Di
Indonesia sendiri penelitian mikroba keratinolitik telah dilakukan tepatnya di
Provinsi Sumatera Utara oleh Quanti (2015), yang mengisolasi bakteri
keratinolitik dari fases buaya, dari isolasi tersebut diperoleh dua isolat yang
digunakan untuk mendegradasi limbah keratin.
Pada penelitian ini dilakukan isolasi mikroorganisme pendegradasi limbah bulu
ayam dari RPA khususnya di Kota Bandar Lampung, dan dilakukan karakterisasi
mikroorganisme serta uji biodegrabilitasnya dengan melihat penurunan sampel
bulu ayam yang diurai oleh isolat.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. mendapatkan isolat mikroorganisme pendegradasi limbah bulu ayam
2. mengetahui karakterisasi mikroorganisme pendegradasi limbah bulu ayam
3. mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi limbah bulu
ayam
5
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi karakterisasi
mikroorganisme pendegradasi keratin yang terdapat dalam limbah bulu ayam dan
kemampuan mikroorganismedalam mendegradasi keratin d bulu ayam sehingga
nantinya dapat diaplikasikan ke lingkungan, agar dapat mengurangi dampak
pencemaran dari limbah bulu ayam
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bulu Ayam
Bulu merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh unggas dan berperan penting
secara fisiologis dan fungsional. Bulu merupakan pembeda antara bangsa aves
dengan jenis vertebrata lainnya. Sebagian besar burung dewasa ditutupi bulu
diseluruh bagian tubuhnya, kecuali pada paruh, mata, dan kaki. Bulu-bulu tersebut
tidak hanya memberikan kemampuan dalam hal penerbangan dan sebagai
perlindungan, tetapi bulu ayam juga berguna untuk memperindah bentuk tubuh
ayam dan sangat berguna dalam hal pengaturan suhu tubuh. Bulu tersusun sangat
teratur, dengan struktur tangga bercabang, dan unggas merupakan golongan
vertebrata yang memiliki struktur keratin yang paling kompleks (Rostyalina,
2015). Barbules pada bulu ayam memilki kepadatan yang rendah dan berbeda
dengan rachis yang memiliki sifat tebal dan kaku daripada barbules. Rachis juga
banyak protein kristaline daripada barbules, sehingga sangat memungkinkan jika
bagian rachis sulit untuk dihidrolisis (Setyabudi, 2015). Susunan pada penampang
bulu ayam dapat dilihat pada Gambar 1.
Bulu halus dari bulu unggas dikatakan memiliki kesamaan struktur dengan sarang
lebah, yaitu memiliki struktur heksagonal yang mempunyai resistensi yang tinggi
terhadap daya tekan. Bulu ayam memiliki sifat yang unik, termasuk massa jenis
7
relatif yang rendah, tingkat pemanasan yang baik, dan sifat mengisolasinya yang
secara menguntungkan dapat digunakan untuk membuat sejumlah aplikasi yang
dapat digunakan sebagai alternatif untuk olahan makanan dari bulu dan
pembuangan bulu (Rostyalina, 2015).
Gambar 1. Susunan pada bulu ayam
Bulu ayam merupakan bagian terluar dari tubuh ayam yang menutupi hampir
seluruh bagian tubuh.Bulu ayam termasuk salah satu hasil samping ternak ayam
(petelur, pedaging, dan buras) dari rumah potong dan tempat pemotongan ayam
lainnya.Dari hasil pemotongan satu ekor ayam dewasa dihasilkan limbah bulu
ayam sekitar 5 – 7 % dari berat tubuh totalnya (Goushterova et al., 2005). Sekitar
setengah dari bagian bulu ayam terdiri bulu halus dan setengah bagian yang lain
merupakan bagian selubung bulu yang menjadi inti pusat bulu dengan struktur
tabung hampa. Bagian bulu halus dan selubung bulu tersebut terbuat dari protein
yang tidah mudah larut dalam bentuk keratin. Keratin pada bulu ayam sebagian
besar disusun oleh asam amino sistein, glutamin, prolin dan serin (Saravanan,
8
2012), sedangkan menurut Gupta et al. (2012), keratin bulu ayam tersusun atas
beberapa asam amino seperti glisin, alanin, serin, sistein dan valin, serta sedikit
lisin, metionin dan triptofan (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan asam amino pada bulu ayam
Asam Amino Jumlah Kandungan (%)
Saravanan (2012) Gupta et al. (2012)
Arginin 5,57 6,57
Asam aspartat 6,00 4,76
Glutamin 7,62 9,18
Glisin 6,92 7,57
Theronin 3,81 4,11
Serin 16,00 13,57
Tirosin 1,10 1,85
Leusin 6,94 7,48
Isoleusin 3,91 4,93
Valin 5,93 7,24
Sistein 8,85 2,11
Alanin 3,44 3,66
Fenilalanin 3,94 4,11
Metionin 0,57 0,03
Prolin 12,00 1,01
Asparagin 6,00 0
Histidin 0,95 0,016
Disamping itu kandungan protein kasar bulu ayam lebih tinggi dari kandungan
protein kasar bungkil kedelai (42,5 %) dan tepung ikan (66,2 %), dimana bungkil
kedelai dan tepung ikan adalah komponen yang biasa dipakai dalam ransum
komersil pada umumnya (Saravanan, 2012). Sehingga bulu ayam dapat dijadikan
sumber alternatif ransum. Adapun perbandingan komposisi kandungan asam
9
amino tepung bulu ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai dapat dilihat dari Tabel
2 berikut.
Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan asam amino antara tepung bulu
ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai (Marzuki, 2015).
Asam amino (%) Tepung bulu
ayam Tepung ikan Bungkil kedelai
Arginin 5,57 4,21 3,14
Histidin 0,95 1,74 1,17
Isoleusin 3,91 2,23 1,96
Leusin 6,94 5,46 3,39
Lisin 2,28 5,47 2,69
Methionin 0,57 2,16 0,26
Penilalanin 3,94 2,82 2,16
Treonin 3,81 3,07 1,72
Triptofan 0,55 0,83 0,74
Valin 5,93 3,90 0,27
Aspartat 6,00 4,41 3,06
Serin 16,00 3,57 1,20
Glutamat 12,11 7,05 3,81
Prolin 12,00 3,93 2,40
Glisin 6,92 3,83 2,65
Alanin 3,44 3,19 2,95
Sistein 8,85 0,63 0,65
Tirosin 1,10 1,59 2,60
Asparagin 4,40 3,81 2,78
Glutamin 7,62 5,32 4,49
Apabila dikaji lebih lanjut, bulu ayam memiliki kandungan protein keratin dengan
struktur α-helik.Selain bulu ayam,material lain yang kaya akan protein α-keratin
10
adalah rambut, wool, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kulit penyu, dan
lapisan kulit sebelah luar, sedangkan material yang kaya dengan protein β-keratin
adalah sutera, bulu, dan jaring laba-laba (Lehninger, 2005) keratin pada bulu
ayam mengandung nutrisi yang terdiri dari 81 % protein, 1.2 % lemak, 86 %
bahan kering, dan 1.3 % abu. Tidak hanya itu saja, bulu ayam juga mengandung
mineral kalsium 0.19 %, fosfor 0.04 %, kalium 0.15 %, dan sodium 0.15 %
(Walida, 2015).
B. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam
Bulu ayam yang merupakan produk samping dari pemotongan ayam sampai saat
ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar bulu ayam
dibuang di sekitar tempat pemotongan dan sebagai akibatnya menyebabkan
gangguan lingkungan (polusi). Dalam bidang industri pertenakan, bulu ayam akan
menjadi limbah yang tidak digunakan. Limbah bulu ayam dapat menimbulkan
dampak penurunan kualitas tanah karena bulu ayam sulit terdegradasi di
lingkungan akibat adanya keratin atau protein fibrous berupa serat. Oleh sebab itu
limbah bulu ayam resisten terhadap perombakkan atau degradasi, hal ini
merupakan masalah yang serius di lingkungan (Savitha et al., 2007). Degradasi
secara mekanik, kimia dan biologi/enzimatis menghasilkan berbagai produk yang
dapat dimanfaatkan lebih lanjut, yaitu sebagai sumber protein dalam pakan ternak,
pupuk, plastik, lem, biodegradable films atau untuk produksi asam amino serin,
sistin dan prolin.
11
Protein bulu ayam yang sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan
dalam protein serat. Protein bulu ayam mempunyai ciri kaya akan asam amino
bersulfur, yaitu sistein. Pada bulu ayam terdapat lebih dari 80 % protein (β-
keratin). Struktur β-Heliks tersebut cenderung agregat oleh ikatan hydrogen untuk
membentuk silinder polipeptida struktur rantai yang unik (Riffel et al,. 2003).
Melihat potensi kandungan gizi yang terdapat pada bulu ayam tersebut dapat
dijadikan sebagai campuran pakan ternak yang berasal dari hewan. Dengan
menambahkan dedak halus, tepung pollard, tepung jagung, serta tepung tapioka
yang memiliki kandungan gizi lain seperti karbohidrat, lemak, dll.Namun
pemanfaatan bulu ayam sebagai bahan pakan ternak belum maksimal, karena
memiliki keterbatasan dalam penggunaannya akibat rendahnya kualitas nutrien
limbah tersebut. Bulu ayam, meskipun kadar proteinnya mencapai 80 - 90 % akan
tetapi protein tersebut tersusun dari protein keratin yang sulit dicerna oleh unggas
(Zerdani et al. 2004). Padahal profil asam amino tepung bulu ayam memiliki
kemiripan dengan tepung ikan.
Sebelum digunakan, limbah bulu ayam ini direbus terlebih dahulu atau dapat
ditambahkan dengan campuran bahan-bahan kimia untuk memudahkan daya
cerna hewan, tapi proses pembuatannya membutuhkan perlakuan dan energi yang
signifikan. Sementara itu, penggunaan mikroorganisme merupakan salah satu
metode alternatif untuk meningkatkan nilai nutrisi dari bulu ayam tersebut (Kim
et al., 2001). Perlakuan biologis dengan fermentasi menggunakan mikroba berupa
bakteri atau jamur dapat meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum, karena
dalam fermentasi terjadi suatu proses perombakan atau perubahan kimia dari
senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lainnya)
12
kompleks, baik dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob)
melalui bantuan enzim yang berasal darimikroba menjadi komponen yang lebih
sederhana dan memiliki tingkat kecernaan yang lebih tinggi
Pemrosesan fermentasi bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan atau
memutuskan ikatan dalam keratin melalui proses hidrolisis. Berbagai metode
pemrosesan telah diteliti untuk meningkatkan kecernaan dari bulu ayam.Ada
empat metode pemrosesan bulu ayam, yaitu secara fisik dengan tekanan dan
temperatur tinggi, secara kimiawi dengan asam, basa atau karbonasi dan secara
enzimatis serta secara mikrobiologis melalui fermentasi oleh mikroorganisme.
Pemrosesan bulu dengan tekanan dan suhu tinggi telah dilakukan pada skala
industri, yaitu dengan tekanan 3 bar, suhu 105°C dan kadar air 40% selama 8 jam.
Pemrosesan ini menghasilkan kadar protein bulu ayam sebanyak 76% (Adiati et
al., 2004).
Kandungan protein yang tinggi pada tepung bulu selain dimanfaatkan sebagai
pakan ternak juga dapat diaplikasikan sebagai pupuk nitrogen semi-slow-release
pada pertanian organik. Pertanian organik memerlukan pupuk organik yang kaya
nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan aktivitas mikrobial dalam
tanah. Guano,secara tradisional telah digunakan luas sebagai pupuk pada
pertanian organik, namun harganya sangat mahal sehingga diperlukan upaya
untuk mendapatkan alternatf lain. Tepung bulu adalah materi yang kaya nitrogen,
murah, dan selalu tersedia. Selain dapat menyuplai nitrogen untuk tanaman dan
aktivitas mikroba tanah, tepung bulu juga dapat menjaga struktur tanah dan
meningkatkan kapasitas retensi air (Rahayu, 2010).
13
C. Keratin
Keratin merupakan produk dari proses pengerasn jaringan epidermis yang
tersusun atas protein-protein serat yang kaya akan sulfur. Keratin adalah struktur
protein tidak larut (Jahan et al., 2010) yang banyak terdapat pada kulit hewan,
kuku, tanduk, rambut, bulu domba dan bulu ayam. Keratin merupakan limbah
yang sangat banyak dan sulit untuk didegradasi karena keratin tersusun atas 14%
ikatan disulfide sehingga menjadi sangat stabil, kaku, dan tidak dapat dicerna
dengan baik oleh enzim proteolitik seperti tripsin, pepsin, dan papain yang
terdapat dalam organ pencernaan oleh sebab itu diperlukan enzim keratinase
ekstraselular untuk proses degradasi (Brandelli, 2008). Daya cerna protein keratin
bulu ayam dalam organ pencernaan hewan ruminansia hanya sebesar 5,8 %
(Mulia et al., 2015). Rantai keratin dikemas dengan kuat dalam bentuk α-heliks
(α-keratin) atau β-sheet (β-keratin) dan tersusun atas atom karbon yang berikatan
dengan gugus fungsional (gugus amin-NH2 dan gugus karboksil-COOH), atom
hidrogen dan gugus R (sulfur).Kandungan karbon yang tinggi mengakibatkan
keratin dapat bersifat fleksibel dan hidrofobik (sukar larut dalam air) (Rahayu,
2010).Struktur keratin ditunjukan pada Gambar 2.
14
Gambar 2. Struktur keratin (Puastuti, 2007).
Kandungan sistein pada keratin berkisar 8 % dan tidak dimiliki oleh jenis protein
lain (Rahayu, 2010) jembatan sistein adalah struktur penting keratin yang
merupakan penghambat kerja enzim proteolitik dalam memcah keratin dan
menjadi penentu kekuatan mekanik dari keratin tersebut (Walida, 2015).
Keratin memiliki daya tahan yang baik dan tahan terhadap degradasi.
Menurut Lehninger (2005), α-keratin kaya residu sistin yang dapat
memberikan jembatan disulfida di antara rantai polipeptida yang berdekatan.
Sistin terdiri atas dua molekul sistein, seperti yang ditunjukan pada Gambar 3
dibawah ini :
Ikatan disulfida
Ikatan ester
Ikatan ionik
Ikatan hidrogen
15
Gambar 3. Struktur kimia sistein dan sistin
Protein serat terbentuk dari molekul yang rapat dan teratur berupa ikatan silang
antara rantai-rantai asam amoni berdekatan sehingga molekul air sukar menerobos
struktur ini, oleh karena itu protein serat tidak larut dalam air (hidrafobik).
Pembentukan ikatan silang sistin disulfide atau ikatan peptide kompleks terjadi
karena proses hidrolisis tidak sempurna, hal ini dapat diatasi dengan melakukan
proses hidrolisis ulang melalui fermentasi. Selain itu ikatan keratin dapat
diputuskan dengan bantuan enzim keratinolitik (Ketaren, 2008).
D. Enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia
dalam sistem biologis. Kelebihan enzim sebagai katalis dibandingkan dengan
bahan kimia lainnya yaitu :
1. enzim memiliki spesifitas yang tinggi,
2. enzim hanya mengkatalis substrat tertentu,
3. tidak terbentuk produk sampingan (by-product) yang tidak diinginkan,
16
4. produktifitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi biaya,
5. produk akhir pada umumnya tidak terkontaminasi sehingga mengurangi
biaya purifikasi dan mengurangi efek kerusakan terhadap lingkungan
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup.
Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan
meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat terjadi pada
suhu optimum.Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim
terdenaturasi. Pada suhu 0°C, enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali
aktif pada suhu normal (Pratiwi, 2008).
b. pH
Struktur ion enzim bergantung pada pH lingkungan. Enzim dapat
berbentuk ion positif dan negative (Zwitter ion). Dengan demikian
perubahan pH akan mempengaruhi efektivitas bagian aktif enzim dalam
membentuk kompleks enzim-substrat. Selain itu, pH yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan
menurunnya aktivitas enzim. Pada beberapa enzim memiliki aktivitas
maksimum pada kisaran pH antara 4.5 – 8.0 (Pratiwi, 2008).
c. Konsentrasi enzim
Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju reaksi
enzimatik dimana laju reaksi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi
enzim (Poedjiadi dan Supriyatin, 2006).
17
d. Konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi
substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat
meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga
tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat
hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 2005).
e. Aktivator dan inhibitor
Menurut Wirahadikusumah (2001), inhibitor merupakan suatu zat kimia
tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja
inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak
dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu.
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein. Aktivitas
katalitik enzim dipengaruhi oleh integritas strukturnya sebagai protein. Enzim
dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi
yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan
molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan
reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan
sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi (Lehninger, 2005). Enzim
bekerja sangat spesifik dalam kerja katalitiknya, sehingga enzim dikatakan
mempunyai sifat sangat khas karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan
bentuk reaksi tertentu.Sifat spesifik ini disebabkan oleh bentuknya yang unik dan
adanya gugus-gugus polar atau non polar dalam struktur enzim (Fessenden and
Fessenden, 1992). Aktivitas sangat spesifik karena umumnya enzim tertentu
18
hanya akan mengkatalis satu reaksi saja. Sebagi contoh lactase menghidrolisis
gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya
molekul laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul (Marzuki, 2015).
E. Enzim Keratinase
Keratinase termasuk enzim protease yang merupakan enzim ekstraseluler
tergolong serin dapat digunakan untuk mendegradasi protein keratin dengan baik.
Keratinase akan dihasilkan hanya jika terdapat substrat keratin. Enzim ini dapat
memecahkan ikatan disulfida untuk mendegradasi keratin (Quanti, 2015). Enzim
keratinase telah banyak dimanfaatkan dalam bidang industri seperti industri
farmasi, pupuk, bahan tambahan pakan dan lingkungan, deterjen, lem, dan ikat
pinggang, serta perawatan terapi kulit (Brandelli, 2008). Enzim dengan nomor
kode E.C 3.4.21/24/99 berdasarkan ketentuan dari IUB memiliki karakteristik
biokimia yang berbeda-beda berdasarkan jenis dan sumber isolat, serta medium
dan inhibitor yang digunakan.Secara umum, enzim keratinase memiliki berat
molekul berkisar antara 20 kDa sampai 60 kDa. Keratinase paling banyak
dihasilkan pada keadaan basa atau netral, yaitu berkisar antara pH 7,5 sampai pH
9. Suhu optimum enzim keratinase bervariasi tergantung pada sumber dan asal
isolat yang digunakan, yaitu berkisar antara 40 oC sampai 100 oC (Brandelli,
2008).
Keratinase memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menurunkan kadar
keratin melalui perombakan struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan
hydrogen dan ikatan disulfide penyusun keratin (Rodriguez et al., 2009). Proses
19
keratinolitik memberikan efek langsubg berupa dihasilkannya protein, lipid, asam
amino terlarut serta residu gugus thiol dari sistein (Wojciech and Anna, 2010)
Menurut Wojciech and Anna (2010) produksi enzim keratinase maksimal
bergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, suplemen media, dan konsentrasi
substrat keratin. Namun biosintesis enzim proteolitik dan keratinolitik oleh bakteri
umumnya berada pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner.
F. Mikroba Keratinolitik
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil, diantaranya terdiri
dari bakteri dan jamur yang menjadi sumber alam yang memiliki peranan sangat
penting salah satunya yaitu sebagai pendegrdai limbah yang ada di lingkungan
(Ketaren, 2008). Mikroba keratinolitik adalah mikroba penghasil enzim
keratinase, protease spesifik yang mampu mendegradasi substrat keratin pada
limbah bulu ayam. Sebagian besar enzim keratinase yang dihasilkan oleh mikroba
tergolong dalam protease serin yang dicirikan dengan adanya gugus serina pada
sisi aktif enzim dan dihambat oleh senyawa didopropil fluorofosfat (DFP).
(Setyabudi, 2015).
Mikroorganisme penghasil enzim keratinase telah banyak dipelajari dan
dikarakterisasi oleh banyak peneliti (Tabel 3). Enzim keratinase dapat diproduksi
dari tiga kelompok mikroorganisme yaitu, bakteri, jamur, dan actinomycetes.
Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi dari tanah Antartika hingga ke sumber air
panas baik pada lingkungan aerobik maupun anaerobik (Brandelli, 2008).
20
Bakteri Bacillus mendapat perhatian utama dalam bioteknologi karena mampu
tumbuh pada kisaran suhu dan pH yang luas dan relatif mudah untuk isolasi dari
berbagai macam lingkungan serta mampu tumbuh dalam media sintetik. Genus
Bacillus merupakan salah satu bakteri yang mempunyai berbagai macam
kemampuan yang dapat dikemangkan dalam dunia industri. Bacillus sangat
potensial untuk dikembangkan dalam industri bioteknologi karena mempunyai
sifat - sifat yang unggul seperti kisaran pertumbuhan yang luas, pembentukan
spora, memiliki range habitat yang luas, tahan terhadap senyawa antiseptik,
bersifat aerob atau fakultatif aerob, memiliki kemampuan enzimatik yang
beragam, dan beberapa senyawa diantaranya mampu melalakukan biodegradasi
terhadap senyawa xenobiotik (Adam, 2014).
1. Bacillus sp
Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif,
motil, menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob
(beberapa spesies bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi
bervariasi. Tiap spesies berbeda dalam penggunaan gula, sebagian melakukan
fermentasi dan sebagian tidak. Menurut Baehaki et al. (2011), Bacillus sp
merupakan salah satu jenis bakteri yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan protease. Genus Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik
karena tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya :
a. mampu mengdegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa,
hidrokarbon dan agar,
b. mampu menghasilkan antibiotik;
21
c. berperan dalam nitrifikasi dan dentrifikasi;
d. pengikat nitrogen;
e. bersifat hemolitotrof, aerob atau fakutatif anaerob, asidofilik,
psikoprifilik, atau thermofilik.
Menurut Bergey's Manual of Determinative Bacteriology klasifikasi Bacillus spp.
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Procaryotae
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Bacillaceae
Marga : Bacillus
Jenis : Bacillus sp
Gambar Bacillus sp ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Bacillus sp
22
Tabel 3. Karakteristik beberapa mikroorganisme penghasil keratinase (Walida,
2015).
Mikroorganisme BM pH Suhu
(oC) Tipe
Bakteri
Stenotrophomonas 35,20 7,8 40 Serin
Bacillus sp. 50-3 27,42 7 37 Serin
B.halodurans PPKS2 ker I
ker II 30-60
11
11
60-70
70
Serin
-
Bacillus subtilis 64-69 5-7 40 Serin
B.subtilis KD-N2 30,5 8,5 55 Serin
Bacillus pumilus 34 9 60 Serin
Bacillus licheniformis 35 8,5 60 Serin
Bacillus pseudofirmus FA
30-01 27,5
8,8-
10,3 60 Serin
Bacillus sp. SCB-3 134 7 40 Metalo-protease
Chryseobacterium sp. Kr6 20 0 50-60 Metalo-protease
B. subtilis PB 100 0 7 30 -
B. subtilis MTCC 9102 0 7 37 -
Paracoccus sp. WJ-98 0 7,5 37 Metalo-protease
Aeromonas hydrophila 0 8 45-55 Metalo-protease
Serratia marcescens 0 6 45-55 Metalo-protease
Bacillus sp. Strain 0 8-11 45-65 Metalo-protease
Jamur
Myrothecium verrucaria 0 9 40 Serin
Trichophyton
mentagrophytes
var.erinacei
38 5,5 50 Serin
Penicillium sp. Ahm I
Ahm II
19
40
7-8
10-11
50
60-65 Metalo-protease
Actinomycetes
Streptomyces sp. 7 - 11 45 -
23
2. Bacillus subtilis
Bacillus subtilis adalah salah satu jenis bakteri yang umum ditemukan di tanah.
Bacillus subtilis mempunyai kemampuan untuk membentuk endospora yang
protektif yang memberi kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang
ekstrim. Sporanya berbentuk oval atau silinder dan lebarnya tidak melebihi dari
sel induknya. Bacillus subtilis berbentuk batang lurus gram positif berukuran 1,5
x 4,5 μm, sendiri-sendiri atau tersusun dalam bentuk rantai
Bacillus subtilis diklasifikasikan sebagai bakteri yang bersifat aerob. Bacillus
subtilis merupakan jenis kelompok bakteri yang mampu mensekresikan antibiotic
dalam jumlah besar ke luar dari sel. Bacillus subtlis merupakan jenis kelompok
bakteri termofilik yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 45°C - 55°C dan
mempunyai pertumbuhan suhu optimum pada suhu 60°C - 80°C .dan tumbuh
pada kisaran pH 7 - 8 (Hasanah, 2016). Gambar Bacillus subtilis ditunjukkan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Bacillus subtilis (Hasanah, 2016)
24
3. Actinomycetes
Actinomycetes adalah bakteri gram positif yang bersifat aerob. Bakteri ini
memiliki morfologi yang mirip dengan fungi yaitu memiliki miselium.
Actinomycetes memiliki kadar GC (Guanin dan Sitosin) yang tinggi. Metabolit
sekunder bioaktif yang dihasilkan oleh Actinomycetes termasuk antibiotika, agen
antitumor.Metabolit ini diketahui memiliki antibakteri, antijamur, antioksidan,
neuritogenik, anti kanker, anti malaria dan anti inflamasi. Actinomycetes memiliki
potensi besar untuk mensintesis metabolit sekunder bioaktif (Ratnakomala et al.,
2011).
Klasifikasi Actinomycetes
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Class : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Family : Actinomycetaceae
Genus : Actinomyces
Spesies : Actinomyces sp.
Beberapa fungsi dari Actinomycetes antara lain :
a. mendekomposisi bahan organic
b. menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat bahkan mematikan
mikroba lainnya, khususnya yang pathogen
c. mengikat struktur tanah liat sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah
d. dapat menghilangkan bau, dengan zat-zat metabolik yang dikeluarkannya
25
4. Streptomyces
Streptomyces merupakan salah satu genus dari kelas Actinomycetes yang
biasanya terdapat di tanah. Streptomyces adalah prokariot yang menghasilkan
substansi penting untuk kesehatan seperti antibiotik, enzim, dan immune
modulator dan salah satu organisme tanah yang memiliki sifat-sifat umum yang
dimiliki oleh bakteri dan jamur tetapi juga memiliki ciri khas yang cukup berbeda
yang membatasinya menjadi satu kelompok yang jelas berbeda.
Perbedaan Streptomyces dengan bakteri lain yaitu pada media agar, koloni
Streptomyces tumbuh secara perlahan yaitu koloni akan terlihat jelas pada
inkubasi hari kedua atau hari ketiga. Koloni melekat erat pada permukaan media
dan strukturnya kasar atau bertepung (Sasono, 2010).
G. Biodegradasi
Biodegradasi dapat diartikan sebagai proses penguraian oleh aktivitas mikroba,
yang mengakibatkan transformasi struktur suatu senyawa sehingga terjadi
perubahan integritas molekule. Dalam proses biodegradasi terjadi konversi yang
lengkap dari bahan-bahan kimia yang komplek menjadi produk-produk yang
termineralisasi seperti air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Dalam proses
degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan
dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga
berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk mencapai keseimbangan (Miranti, 2015).
26
Degradasi keratin pada medium ditandai dengan dilepasnya produk – produk
hidrolisis ke dalam medium. Produk utama adalah peptide dengan berat molekul
satu hingga dua kilodalton, akan tetapi ditemukan juga asam – asam amino bebas
dan protein berberat molekul tinggi. Indikator terbaik terjadinya keratinolisis
adalah peningkatan pH medium (sedikitnya mencapai pH 8) yang
menggambarkan penggunaan protein keratin, deaminasi dan produk ammonia
(Setyabudi, 2015).
Keefektifan proses biodegradasi bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang
dapat mempengaruhi biodegradasi antara lain:
a. Jenis dan jumlah bakteri
Organisme tunggal hanya dapat merombak kisaran substrat pada suatu
senyawa dengan kemampuan terbatas, sehingga mikroorganisme
campuran diperlukan untuk mendegradasi substrat pada senyawa tersebut.
b. pH
Pada proses biodegradasi salah saltu faktor yang dapat mempengaruhi
biodegradasi adalah nilai pH. Pada umumnya bakteri pendegradasi dapat
tumbuh dengan kisaran pH yang optimal.Kisaran pH ini optimum
pertumbuhan bakteri pada umumnya yaitu 6-8.
c. Suhu
Suhu memainkan peranan utama dalam biodegradasi karena suhu yang
terlalu rendah dapat menghambat proses degradasi
(Charlena et al., 2011).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 – April 2018 di Laboratorium
Biokimia Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Bologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas,
jarum ose, mikroskop cahaya, kaca preparat, kasa, kapas, rak tabung, mesin
penggiling, kertas saring, pembakar spritus, termometer, batang pengaduk kaca,
spatula, kompor gas, lemari pendingin Sanyo SF-C18K, mikropipet Eppendorff,
autoclave model S-90N, laminar air flow CURMA model 9005-FL, neraca
analitik Ainsworth AA-160, sentrifuga model 225 Fisher Scientific, shaker
incubator, pH meter Metrohm Mobile 826, waterbath Haake W19, penangas
Precisterm JP’ Selecta, magnetic stirrer STUART (stir CB161 dan heat-stir-
CB162), dan Spektrofotometer UV-VIS Carry Win UV 32.
28
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah NaCl, yeast extract, agar, tepung
bulu ayam, bulu ayam, akuades, KH2PO4, K2HPO4, buffer fosfat, MgSO4.6H2O,
NH4Cl, TCA (Tricloroacetic acid),dan larutan tirosin.
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Persiapan Alat
Seluruh alat gelas yang digunakan dicuci, dikeringkan dan disterilisasi
menggunakan autoclave selama 15 menit dengan suhu 121º C dan tekanan 1
atm. Sterilisasi ini bertujuan untuk menghilangkan mikroba yang tidak di
inginkan.
b. Pembuatan Tepung Bulu Ayam
Bulu ayam dicuci hingga bersih dan direbus selama 2-3 jam, kemudian
dioven selama 8 jam pada suhu 50oC. Bulu ayam yang telah kering digiling
dan digerus dengan mortar dan disaring hingga menjadi tepung bulu ayam
(Adam, 2014).
c. Persiapan Sampel
Sampel tanah dicampur dengan limbah bulu ayam yang telah dikumpulkan
dan dimasukkan ke dalam wadah plastik, kemudian disiram setiap 2 hari
sekali selama 2 - 3 minggu (Refai et al.,2004).
29
d. Pembuatan Medium Feather Meal Agar (FMA)
Medium Feather Meal Agar (FMA) digunakan untuk menentukan aktivitas
isolat keratinolitik mengandung 1 g tepung bulu, 0.05 g NaCl, 0.04 g
K2HPO4, 0.03 g KH2PO4, 0.01 g MgSO4.6H2O, 0.05 g NH4Cl, 0,1 yeast
extract, 2 g agar powder (pH 7.5) dan dimasukan kedalam Erlenmeyer 250
ml, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 100 ml, selanjutnya
dihomogenkan (Agrahari, 2010). Medium FMA yang telah homogen,
selanjutnya disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Setelah sterilisasi medium dimasukan
kedalam laminar air flow, selanjutnya medium dituangkan kedalam cawan
petri sebanyak kurang lebih 15 ml dan dibiarkan hingga memadat pada suhu
kamar.
e. Pembuatan Medium Kultur Cair (Feather Meal Cair)
Pembuatan medium kultur cair dilakukan sama seperti pada prosedur
pembuatan medium FMA, akan tetapi pada medium cair ini agar tidak
digunakan dalam komposisinya dan ditambahkan pepton 1%, karena
penambahan pepton dapat meningkatkan kemampuan, mikroba dalam
menghasilakn enzim keratinase (Sivakumar et al., 2012). Bahan-bahan
pembuatan Medium Feather Meal Cair yang telah disiapkan dimasukan
kedalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 100
ml. Medium disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm.
30
Medium cair starter digunakan untuk adaptasi awal pertumbuhan mikroba
pada medium cair, medium cair starter di shaker selama 16 - 18 jam dengan
kecepatan 150 rpm. Sedangkan untuk medium kultur dibuat dengan
komposisi yang sama, namun berbeda pada volume yang lebih banyak.
2. Isolasi Mikroba Pendegradasi Bulu Ayam
Isolasi dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran bertingkat, yakni
dengan cara mengambil 1 ml sampel yang telah di shaker selama 10 menit,
kemudian disuspensikan kedalam larutan salin lalu diencerkan sebanyak 6 kali
pengenceran. Pengenceran yang diambil dengan seri 10-3, 10-4, 10-5,dan 10-6.
Suspensi diinokulasikan sebanyak 0,1 ml dari masing-masing pengenceran dan
disebar ke medium FMA dengan metode Spread Plate, lalu diinkubasi selama 24-
48 jam pada suhu 37oC. Uji positif ditandai dengan terbentuknya zona bening
disekitar koloni yang menandakan adanya aktivitas mikroba keratinolitik.
3. Skrining Mikroba Pendegradasi Bulu Ayam
Koloni yang membentuk zona bening selanjutnya dipindahkan ke medium
FMAbaru menggunakan metode Streak Plate dan diinkubasi selama 24-48 jam.
Proses ini dilakukan 2-3 kali pengulangan hingga didapatkan isolat tunggal. Isolat
tunggal yang tumbuh selanjutnya dipindahkan ke medium FMA miring di dalam
tabung reaksi dan disimpan untuk digunakan sebagai stok kultur isolat (Miranti,
2015).
31
4. Penyimpanan Mikroba Pendegradasi Bulu Ayam
Penyimpanan mikroba dilakukan dengan cara menginokulasikan mikroba pada
medium FMA. Isolat terpilih diinokulasikan kedalam medium FMA miring
dengan metode gores zig-zag, kemudian diinkubasi didalam inkubator selama 24
jam. Selain disimpan dalam medium padat, isolat terpilih disimpan dalam bentuk
cair dengan cara memasukan kedalam larutan stok gliserol 15% dengan
perbandingan isolat dengan stok gliserol yaitu 1:1 dan kemudian disimpan pada
suhu -20oC (Manirujjam et al., 2016).
5. Penyiapan Ekstrak Kasar Enzim
Produksi enzim dilakukan menggunakan medium, Feather Meal Cair.Sebanyak 2
ose isolat mikroba diinokulasikan ke dalam medium starter, lalu diinkubasi
selama 24 jam dengan shaker incubator berkecepatan 120 rpm. Selanjutnya 2%
dari volume total medium starter, dipindahkan secara aseptis ke dalam medium
kultur dan diinkubasi selama 24 jam dengan shaker incubator berkecepatan 150
rpm pada suhu 35°C. Pengambilan kultur dilakukan secara berkala selama
beberapa hari.
6. Isolasi Enzim Keratinase
Isolasi enzim keratinase dilakukan menggunakan metode sentrifugasi. Prinsip
sentrifugasi berdasarkan kecepatan sedimentasi. Sentrifugasi digunakan untuk
memisahkan enzim ekstraseluler dari sisa-sisa sel. Proses pemisahan enzim dari
komponen sel lainnya dilakukan dengan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 20
menit. Filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim yang selanjutnya
32
digunakan untuk penentuan kurva pertumbuhan, dan uji aktivitas enzim
keratinase.
7. Pembuatan Kurva Standar Tirosin
Disiapkan 5 buah labu ukur dan masing-masing diisi larutan stok standar tirosin
dari 1000 ppm lalu diencerkan dengan cara pengenceran bertingkat sehingga
dihasilkan kosentrasi 100, 200, 400, 600, dan 800 ppm. Setelah itu ditambahkan
akuades sampai tanda batas kemudian dihomogenkan. Kemudian diukur dengan
Spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 280 nm. Blanko yang
digunakan adalah akuades.
8. Uji Aktivitas Enzim Keratinase
Uji aktivitas enzim keratinase secara kuantitatif berdasarkan metode Kunitz yang
dimodifikasi.
a. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas keratinase
Larutan Buffer Phosphate(0,2M) pH 7
1% substrat tepung bulu ayam : 1 g tepung bulu ayam dilarutkan dalam
100 ml buffer phosphate pH 7 pada
penangas air mendidih.
Larutan TCA (0,1M) : 1.63 g TCA dilarutkan dalam 100 ml
akuades.
Larutan standar : larutan tirosin dengan kadar 100, 200,
400, 600 dan 800 ppm.
33
b. Pengujian aktivitas enzim keratinase
Sampel : larutan buffer phosphate pH 7 sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambah 1 ml ekstrak kasar enzim dan 1 ml substrat
tepung bulu ayam. Kemudian diinkubasi pada suhu 40ºC selama 15 menit
dalam waterbath. Setelah itu, ditambah larutan TCA 0,1 M sebanyak 2 ml
diamkan beberapa menit hingga residu mengendap sempurna. Selanjutnya,
dilakukan penyaringan atau sentrifugasi selama ±20 menit untuk
memisahkan filtrat dengan endapan yang terbentuk.
Kontrol : larutan buffer phosphate pH 7 sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambah 1 ml ekstrak kasar enzim ,1 ml substrat tepung
bulu ayam dan 2 ml larutan TCA 0,1 M. Kemudian diinkubasi pada suhu
40ºC selama 15 menit dalam waterbath, lalu diamkan beberapa menit
hingga residu mengendap sempurna Selanjutnya dilakukan penyaringan atau
sentrifugasi selama ±20 menit untuk memisahkan filtrat dengan endapan
yang terbentuk.
Kemudian filtrat diukur dengan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 280 nm Satu unit aktivitas enzim keratinase (U/ml) didefinisikan
sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1µg tirosin per waktu dalam
kondisi pengukuran tersebut (Walida, 2015).
9. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Setelah diperoleh ekstrak kasar enzim dilakukan pengukuran pertumbuhan
mikroba yang dikenal dengan pengukuran OD (Optical Density). Pengukuran OD
34
(Optical Density) dilakukan dengan cara sebanyak 0.3 mlkultur diencerkan
dengan menambah 2.7 ml akuades steril lalu dihomogenkan. Kemudian di
masukkan ke dalam kuvet,lalu diukur serapannya menggunakan Spektrofotometer
UV-VIS pada panjang gelombang 600 nm. Sedangkan untuk blanko digunakan
medium Feather Meal cair tanpa isolat sebanyak 0.3 lalu ditambahkan 2,7 ml
akuades steril. Pengambilan dilakukan tiap hari mulai dari hari pertama sampai
hari ke 14 (Anitha et al., 2012).
10. Uji Biodegradabilitas Limbah Bulu Ayam
Bulu ayam sebagai limbah Rumah Potong Ayam (RPA) yang telah dipotong
kecil-kecil ditimbang masing-masing sebanyak 0.5 g, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 45 ml media garam cair (0.05 g NaCl, 0.03 g
K2HPO4, 0.04 g KH2PO4, 0.01 g MgSO4.6H2O, 0.05 g NH4Cl, 0.1 yeast extract
dalam 100 ml akuades), kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121 ºC selama 15 menit. Sebanyak 5 ml suspensi mikroba keratinolitik terpilih
diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer yang berisi bulu ayam dan media garam cair
yang sudah disterilkan, kemudian diinkubasi selama kurang lebih 14 hari
menggunakan shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm dan suhu 35oC. Pada
hari ke-4, 6, 10 dan 14 waktu inkubasi, kultur disaring dengan kertas saring dan
dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam di dalam oven hingga diperoleh berat
konstan.
Kontrol negatif disiapkan dengan perlakuan yang sama, pada Erlenmeyer 250 ml
yang berisi limbah keratin (bulu ayam) dan media garam cair tetapi tanpa
penambahan isolat mikroba (Quanti, 2015).
35
Kemampuan isolat dalam mendegradasi keratin dievaluasi dengan menimbang
berat kering sampel dengan penambahan mikroorganisme dibandingkan dengan
berat control tanpa penambahan mikroorganisme. Apabila terjadi degradasi pada
bulu ayam oleh mikroorganisme keratinolitik maka berat kering sampel akan
berkurang sehingga lebih kecil dari berat awal. Berkurangnya berat kering sampel
dihitung sebagai persentase degradasi sedangakan sampel yang tidak terdegradasi
dihitung sebagai persentase sisa substrat.
11. Karakterisasi Mikroba
Karakterisasi mikroba pendegradasi limbah bulu ayam yang telah dimurnikan
pada tahap skrining dilakukan pengamatan sifat morfologi koloni. Karakterisasi
morfologi mikroba dapat berupa pengamatan makroskopik, mikroskopik dan uji
moltilitas.
a. Karakterisasi secara Makroskopis
Karakterisasi mikroba secara makroskopis dapat dilakukan dengan melihat
morfologi mikroba pada medium agar dalam cawan petri, pengamatan
morfologi tersebut meliputi pigmentasi, bentuk koloni, elevasi dan tepian
koloni.
b. Karakterisasi Mikroskopik
1) Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram merupakan karakteristik mikroba secara mikroskopik.
Dengan cara, 1 ose mikroba diletakkan pada kaca preparat yang telah
dibersihkan dengan alkohol, diratakan hingga membentuk lapisan tipis.
Setelah kering, difiksasi dengan melewatkan kaca preparat di atas nyala
36
api spritus, kemudian ditetesi dengan larutan kristal violet, setelah itu
dicuci dengan air mengalir, kemudian diteteskan larutan iodin, setelah
beberapa saat dibilas kembali menggunakan air mengalir, dicuci lagi
menggunakan alkohol. Setelah kering, ditambahkan beberapa tetes larutan
safranin, dan didiamkan selama 1 menit, dibilas dengan air mengalir dan
dikeringkan. Kemudian dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop.
Selanjutnya diamati di bawah mikroskop, bentuk dan penataan sel-selnya
serta gramnya (Rahayu, 2014).
2) Pewarnaan Spora
Pewarnaan spora termasuk karakteristik mikroba secara mikroskopik.
Pewarnaan spora menggunakan zat warna malachite green dan safranin
untuk menentukan ada atau tidaknya spora dalam bakteri. Pewarnaan
spora dilakukan dengan mengambil satu ose isolat bakteri, difiksasi pada
kaca objek, lalu diberikan 2-3 tetes malachite green, lalu dipanasuapkan
selama 5 menit (sampai uap terlihat), didiamkan selama 1 menit, bilas
dengan aquadest, diteteskan safranin dan dibiarkan selama 30 detik, lalu
dikeringkan tanpa pamanasan. Setelah itu diamati dengan mikroskop,
spora berwarna hijau sedangkan bagian sel lainnya berwarna merah
(Rahayu, 2014).
c. Uji Moltilitas
Moltilitas diamati dengan menggunakan medium FMA semi padat. Uji
moltilitas dilakukan dengan cara menusukan 1 ose mikroba secara tegak lurus
hingga setengah tinggi dari media pada tabung reaksi, kemudian diinkubasi
37
selama 48 jam. Setelah itu diperhatikan jejak pergerakan mikroba, apabila
terdapat serat-seat halus disekitar daerah tusukan berarti mikroba tersebut
moltil (Rahayu, 2014).
38
D. Diagram Alir
Secara keseluruhan, penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang
ditunjukkan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir penelitian
Penyimpanan Mikroorganisme
Pendegradasi Bulu Ayam
Penentuan Kurva Pertumbuhan dan
Waktu Optimum Produksi Enzim
Keratinase
Uji Aktivitas Enzim
Keratinase
Kuantitatif
Penyiapan Ekstrak Kasar
Enzim
Isolasi dan Skrining Mikroorganisme
Pendegradasi Bulu Ayam
Uji Biodegradabilitas
Limbah Bulu Ayam
Karakterisasi Mikroorganisme
Keratinolitik
Data
Secara
Makroskopik
Uji
Moltilitas Secara
Makroskopik
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. dari serangkaian proses skrining diperoleh dua isolat pendegradasi limbah
bulu ayam yang memiliki indeks keratinolitik dan aktivitas enzim
keratinase tertinggi yaitu B-9-6 dan B-9-7.
2. isolat B-9-6 memiliki indek keratinolitik sebesar 2,8 pada waktu inkubasi
72 jam dan mencapai aktivitas enzim optimum pada hari ke-10 dengan
aktivitas unit sebesar 19,49 U/ml.
3. isolat B-9-7 memiliki indek keratinolitik sebesar 2,3 pada waktu inkubasi
72 jam dan mencapai aktivitas enzim optimum pada hari ke-8 dengan
aktivitas unit sebesar 17,36 U/ml.
4. berdasarkan hasil analisis biodegradabilitas variasi kultur isolat terhadap
bulu ayam didapatkan bahwa konsorsium isolat B-9-6 dan B-9-7
menghasilkan % degradasi terbesar yaitu 71 % dalam waktu 14 hari.
5. berdasarkan hasil karakterisasi isolat B-9-6 termasuk bakteri gram negatif,
sel berbentuk sterptobacil dan memiliki spora. Isolat B-9-7 termasuk
62
bakteri gram negatif dengan bentuk sel yang sama dan juga memiliki
spora.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka untuk penelitian selanjutnya
disarankan sebagai berikut :
1. perlu dilakukan pemurnian enzim untuk mengetahui kemampuan secara
spesifik keratinase pada 2 isolat terbaik tersebut.
2. perlu dilakukan uji biodegradabilitas dengan waktu fermentasi lebih lama
untuk mengetahui seberapa lama degradasi 100 % dapat dicapai.
3. perlu dilakukan karakterisasi mikroba lebih lengkap seperti pengujian
sifat-sifat fisologis dan biokimianya untuk mengetahui spesifikasi bakteri
yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam dan Maya S. 2014.Pengaruh Waktu dan pH Inkubasi Terhadap Aktivitas
Enzim Keratinase dari Isolat Bacillus SLII-I.Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.
Adiati, U., Puastuti, W., dan Mathius, I-W. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung
BuluAyam Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Balai Penelitian
TernakBogor.
Agrahari, S andand Neeraj Wadhwa 2010. Degradation of Chicken Feather a
Poultry Waste Product by Keratinolytic Bacteria Isolated from Dumping
Site at Ghazipur Poultry Processing Plant.Department of Biotechnology,
Jaypee Institute of Information Technology University. India.
Arifin T. 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan
Untuk Bahan Ransum Ayam Potong. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara.
Anitha, A. dan R. Eswari. 2012. Impact of Newly Isolated Bacillus megaterium
(A1) on Degradation of Feather Waste. International Journal of Pharma
and BioSciences 1: 212221.
Baehaki, A., Rinto dan B. Arif. 2011. Isolasi dan Karekterisasi Protease dari
Bakteri Tanah Rawa Indralaya, Sumatera Selatan. J. Teknologi
danIndustri Pangan, Vol. XXII (1) : 1016.
Bohacz, J. 2017. Biodegradation of feather waste keratin by a keratinolytic soil
fungus of the genus Chrysosporium and statistical optimization of feather
mass loss. World J Microbiol Biotechnol.33:13.
Brandelli, A., 2008. Bacterial Keratinase: Usefull Enzym for Bioprocessing
Agroindustrial Waste and Beyond. Food Bioprocess Technol. 1: 105-116.
Charlena., M. Yani., Eka N. W. 2011. Pemanfaatan Konsorsium Mikroba dari
Kotoran Sapi dan Kuda pada Proses Biodegradasi Limbah Minyak Berat
(LMB).Departemen Kimia, Fmipa Institut Pertanian Bogor.
64
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2017.Kandungan Gizi dan
Manfaat Daging Ayam Bagi Kesehatan.
El-Refai H.A., Abdel Naby M.A., Gaballa A.,El-Araby M.H., and AbdelFattah
A.F. 2005. Improvement of The Newly Isolated Bacillus pumilusFH9
Keratinolytic Activty, Process Biochem.40, 2325.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1992.Kimia Organik Jilid II. Erlangga.
Jakarta.
Goushterova, A., E.V. Tonkva E. Dimova, P. Nedkov and T. Haertle,
2005.Keratinase Production by new isolated Antartic actinomycete
strains. World J. Microbiol biotechnol., 21: 831-834.
Gupta, A., Perumal, R., Rosli, and Nuruldiyanah. 2012. Extraction of Keratin
Protein from Chiken Feather. Faculty of Chemical and Natural Resources
Engineering.Pahang, Malaysia.
Hasanah, U. 2016. Peningkatan Kestabilan Enzim Protease Dari Bacillis Subtilis
ITBCCB148 Dengan Amobilisasi Menggunakan Zeolit. Universitas
Lampung. Lampung.
Jahan, Z., S.N. Khan and M.M. Hoq. 2010. Screening ofKeratinolytic Bacteria
from Poultry Wastes.BangladeshJournal of Scientific and Industrial
Research 45:261-266.
Ketaren, N. 2008.Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein
Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. USU. Medan.
Kim, J.M., Lim, W.J.,and Suh, H.J. 2001. Feather-Degrading Bacillus Species
from Poultry Waste.Process Biochemistry.37(3): 287-291.
Kumar M., Rajesh K., and Deepak K.M. 2016.Keratin Degradation by Bacterial
Strain From Poultry Farm Soil. Department of Biotecnology
Engineering.UIET. Kurukshetra Univerity. Haryana. India.
Laba W.,and Rodziewicz A. 2010. Keratinolytic Potensial of Feather Degrading
Bacillus polymyxa and Bacillus cereus.Department of Biotecnology and
Food Microbiology. Poland.
Lehninger A.L. 2005.Dasar-dasar Biokimia.Maggy Thenawidjaya, penerjemah.
Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Jakarta.
Manirujjaman M., Amin R., Nahid A. A., and Alam M. S. 2016.Isolation and
Characterization of Feather Degrading Bacteria From Poultry Waste.
Department of Microbiology, Gono University, Dhaka, Bangladesh.
65
Marzuki, Ahmad R. 2015. Optimasi Produksi Keratinase Oleh Bakteri Bacillus
SL-II Dalam Medium Limbah Bulu Ayam.ITS. Surabaya.
Miranti, A.,A. 2015. Biodegradabilitas Bakteri Isolat Lokal Pendegradasi Linear
Alkilbenzen Sulfonat (Las). Univeritas Lampung. Lampung.
Mulia, D.S., Risna T.Y., Heri M., dan Cahyono P., 2015.Pemanfaatan Limbah
Bulu Ayam Menjadi Bahan Pakan Ikan Dengan Fermentasi Bacillus
SubtilisUniversitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.
Poedjiadi, A.dan Supriyatin. 2006. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press.Jakarta.
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi.Jakarta: Erlangga.
Puastuti, W. 2007.Teknologi Pemrosesan Bulu Ayam Dan Pemanfaatannya
Sebagai Sumber Protein Pakan Ruminansia.Wartazoa. Bogor.
Quanti, M. 2015 Isolasi dan Potensi Bakteri Keratinolitik dari Feses Buaya
(Crocodylus sp.)Dalam Mendegradasi Limbah Keratin. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Rahayu, S. 2010. Mempelajari Aktivitas Keratinase dan Disulfida Reduktase Dari
Bacillus Sp. Dalam Degradasi Keratin.Institut Peranian Bogor. Bogor.
Ratnakomala S., Ridwan R., Lisdiyanti P., Abowarno dan Utama A. 2011.
Screening of Actinomycetes Producing an ATPase Inhibitor of Japanes
Encephalitis Virus RNA Helicase from Soil and Leaf Litter
Samples.Departmen of Biologi, Universitas Indonesia. Jakarta.
.
Riffel A., Lucas F., Heeb P., andBrandelli A. 2003.Characterization Of New
Keratinolytic Bacterium That Completely Degrades Native Feather
Keratin.Arch Microbiol 179 (4): 258-265.
Rodriguez, M.R., Valdivia, E., Soler, J.J. Vivaldi, M.M., Martin-Platero, A.M.,
and Martinez-Bueno, M., 2009.Symbiotic Bacteria Living in the Hoopoe’s
Uropygial Gland Prevent Feather Degradation. J. Exp. Biol, 212:3621-
3626.
Rostyalina.2015.Solidifikasi Zink Pada Limbah Bulu Ayam Dengan Menggunakan
Semen Portland.Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta.
Sasono, A. 2010.Pemanfaatan Streptomyces Spp. Sebagai AgenPengendali
Hayati Mikrob Patogen Pada Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saber,W.I.A., M.M El- Metwally, andM.S El-Hersh. 2010. Keratinase Production
and Biodegrdation of Some Keratination Waste by Altenarian tenuissima
and Aspergillus nidulans. 5(1): 21-35.
66
Saravanan, K. 2012. Exploration on Amino Acid Content and Morphological
Structure in Chiken Feather Fiber.Journal of Textile and Apparel,
Technology and Management. 7(3): 1-8.
Savitha, G. Joshi, M.M., Tejashwini, N., Revati, R., Sridevi, S., and Roma, D.,
2007.Isolation, Identification and Characterization of a Feather
Degrading Bacterium.International Journal of Poultry Science, 6(9):689-
693.
Setyabudi, Rizki B. 2015 .Aktivitas Keratinolitik Asergillus niger Pada Tepung
Bulu Ayam Mengunakan Solid State Fermentttion (SSF). Universitas
Jember. Jember.
Sivakumar T., Shankar T., Vijayabaskar P. and Ramasubramanian V.
2012.Optimization for Keratinase Enzyme Production Using Bacillus
thuringiensis TS2.Academic Journal of Plant Sciences 5:102-109.
Walida, H. 2015. Isolasi Bakteri Keratinolitik Dari Limbah Bulu Ayam dan
Karakterisasi Enzim Keratinasenya. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Wirahadikusumah, M. 2001. Biokimia : Protein, Enzim dan asam Nukleat. ITB
Press. Bandung.
Wojciech Ł., and Anna R. 2010.Keratinolytic Potential of Feather-Degrading
Bacillus polymyxa andBacillus cereus. Polish J. of Environ. Stud. 19 (2):
371-378.
Yamamura S., Morita Y., Hasan O., Yokoyama K., and Tamiya E. 2002.Keratin
degradation: a cooperative action of two enzymes from Stenotrophomonas
sp.Biochem Biophys Res Comm 294: 1138-1143.
Yue, X. Y., Zhang, B., Jiang, D. D., Liu, Y. J. and Niu, T. G. 2011.Separation
and Purification of A Keratinase as Pesticide Against Root-Knot
Nematodes. World J Microbiol Biotechnol.27: 2147–2153.
Zerdani I., Faid M.,and Malki A. 2004. Feather Wastes Digestion By New
Isolated Strains Bacillus Sp. In Morocco.African J Biotechnol3 (1): 67-70.