Upload
vuongminh
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISOMORFISME DALAM KELOMPOK TARI:
STRATEGI BERTAHAN KELOMPOK DLDC (DEDY LUTAN
DANCE COMPANY) KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN
Skripsi:
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Mega Heriani
1112111000005
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
\-
ISOMORtr'ISME DALAM KELOMPOK TARI:
STRATEGI BERTAIIAN KELOMPOKDLDC (DEDY LUTAIY
DAI\ICE COMPANY) KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAI\I
Skripsi:
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Mega Heriani
1tt2ttt00000s
Pembimbing
r'wSaifudin Asrori+tt[,Si
PROGRAM STTIDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL I}AI\I ILMU FOLITIK
UNTYERSITAS ISLAM NEGRI SYARIT HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul
TSOMORFISME DALAM KELOMPOK TAR[: STRATEGI BERTAHAN KELOMPOK
DLDC (DEDY LUTAN DANCE COMPANY} KEBAGUSAN, JAIGIITA SELATAN.
l. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Srata I di Universitas Islam Negn (U[.{) Syarif Hidayatullatr
Jakaila.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (tmlD Syarif Hidayatullatr
Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lafuu maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negri (UhD Syarif Hidayatullah Jakarta.
2017j
3.
-t
PERSETUruAN PEIvIBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa matrasiswa:
Nama : MegaHeriani
NIM :lll2lll000005Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
ISOMORFISME DALAM KELOMPOK TARI: STRATEGI BERTAHAN
KELOMrcK TARI DLDC (DEDY LUTAN DA}.ICE COMPANY) KEBAGUSAN,
IAKARTA SELATA}.I.
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji
, Jakarta 14 Februari20lT
Mengetahui
KetuaProgram Studi
,.:-,
Menyeqiui
Pembimbing
i
I
T
IIt
-\)
Dr. CucrtNurhayati, ltl.si Saifudln Isrorlltfi.Si
NIP.1977190Dm9r2t00t
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
TSOMORFISME DALAM KELOMPOK TARI: STRATEGI BERTAHAN KELOMPOK
DLDC (DEDY LUTAN DANCE COMPAND KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN
Oleh
Mega Herianitttzu 1000005
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jalcarta pada tanggal 7 Maret 2017. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Sosiologi.
Ketua,
*M-,NdsiNirP. 197609182ffi3nm33
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan padatanggalT lvlaret20l7
Ketua Program StudiFISIP UIN Jakarta
rc$9m32ffi2
. M. Guntur AltingMP. 19730321999031005
Dr. Cubu Nurhayati, M.SiMP. 197609t82fr03u21J33
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang isomorfisme sebagai strategi bertahan kelompoktari DLDC, isomorfisme terlihat dari tiga bentuk yaitu, l)koersif, 2)normative,3)mimetic, berdasarkan 3 bentuk isomorfisme tersebut, peneliti memasukanpertanyaan sebagai berikut;. 1) bagaimana strategi kelompok DLDC dalammempertahankan kelompoknyq 2) apa falcor-faktor pendukung dalam kelompokDLDC yang mempengaruhi eksistensi kelompoknya. Teori yang digunalCIn yaituteori neo institution yang membahas tentang isomorfisme yang berasal dari.pemikiran DiMaggio dan Powel, serta teori adaptasi yang menggunakanpemikiran Philp Selznick. Dalam hal ini DiMaggio dan Powel lebih mengusulkanuntuk organisasi agar melakukan isomorfiisme supaya kelompoknya dapatbertahan.
Metode penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode kualitatifpendekatan deskripti{, menggunakan teknik pengumpulan data dengur carapengamafao, wawangara, dan perolehan datasehmder.Informan dalam penelitiagsebanyak 8 orang, terdiri dari 6 penan, I pengajar dan pembin4 I wakil pimpinanproduksi. Dari hasil pengamatan dan penelitian dilapangan maka dapat dinyatakanbahwa kelompok DLDC dapat bertatran dari tahun lgT0anhingga sekarang yaitukarena adanya sosialisasi tanpa batas antara sesama anggota kelompolgmelakukan perubahan dengan cara beralih dari komunitas tari biasa menjadikelompok seni tari pertrmjukkan, dari seni tari tadisi ke tari kolaborasi, danterbentuknya yayasan DLDC untuk memperoleh legitimasi.
Kata Kunci: Isomorfisme, Koersif, Normative, Mimetik
KATA PENGAI\TTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Shalawat serta
sala.m pcnulis sampaikao kepada Rasulullah SAW- kepada keluarga dan para
sahabatnya, sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul *Isounorfisue Dalam Kelompok Tari: Strategi Bertahan lklompok
DLIrc @edy Lutan Dance Company) Kebagusan, Jakarta Selatan'. Skripsi
ini dttulis, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam
bidang iknu Sosiologi pada Falailtas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
IslamNegri (Lm.D Syarif Hidayatullah Jakafia.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas
da.ri bantuau berbagai pihale baik secara monl maupun materil. Oleh karena itu,
dengan penuh ketulusan penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada yang terhormat bapak Pro,h. Zulkifli, Ma selaku Dekan Fakultas Ilmu
sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta. Bapak Saifudin Asrori M si selaku
pembimbing sleripsi. &u Dr. cucu Nwhayati, M.si selaku Ketua Jurusan
Sosiologi, Ibu Dr. Joharotul Jamilalr, M, Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi
serta Bapak daa Ibu doseu sosiologi yang telatr mem-berikaa ilmunya kepada
peneliti, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah
swr. sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat di kemudian hari.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar khususnya
ksdua orang tua yartu Mamah R-ini dan Papah An yang tplah mendidik dan
membimbing penulis dari kecil hr.rgg, sekarang dan tidak lupa penulis ucapkan
terimakasih kepada DLDC yang berada di Daerah Kebagusan, Jakarta Selatan
yang telah memberikan izin penelitian- Kemudian, kepada teman-teman Sosiologi
angkatan 2012, Aulia Anissa Yuni, Rusdan, dan Kawan-kawan lainnya.
Segenap Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fisip UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telatl memberikan pelayanan dalam keperluan literatur
untuk penelitian ini. akhimya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, kepada Dana Laksana yang selalu menginspirasi dan
memberi semargag serta Nanda Pufi, Nur Tia.r, Fadlan yang banyak membanfu
dan turut berperan serta dalam penyelesaian studi ini.
Semoga segala bantuan, dukungan dan doa yang telah disumhngkan untuk
penulis dapat bermanfaat bagi penulis dan memperoleh balasan yang berlipat lipat
dariAllah SWT., Amin.
JakartA 30 Maret 2017
Mega Heriani
lll
DATTAR ISI
Abstrak..... ........... i
Kata Pengantar ......................ii
Daftar Isi.............. ................ iv
BAB I PENDAHULUAT\I .................. ...............,..... I
A. LatarBelakang Masalah..... ................ I
B. Pertanyaan Penelitian .......6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........... 6
D. Ti4iauan Pustaka...... ........7
E. Kerangka Teoritis..... ......l2
F. Definisi Konsep ..............17
G. Metodologi Penelitian.............. ........26
H. Sistematika Penulisan... ....................29
BAB II GAMBARAN T]MTJM KEBERADAAI{ TARI DAIY GAMBARAN I]MT]M
KELOMPOK TARI DLIrc............. 31
A. Keberadaan Tari........... ......'............ ....................31
l. Tari Sebagai Keindahan. ............31
2. Tari Sebagai Kesenangan ..........32
3. Tari Sebagai Sarana Komunikasi................. ..................33
4. Tari Sebagai Sistem Simbol....... ..................34
5. Perkembangan Tati di Indonesia .................. 35
B. KelompokTari DLDC ......................39
l. Sejarah Berdirinya Kelompok Tari DLDC ..................... 39
2. Pemimpin Kelompok Tari DLDC ................ 4l3. Pembina Kelompok Tari DLDC ....:............. ..................43
4. Penari-Penari DLDC .................45
5. Logo yang di Pakai dan Ma*nanya ..........,...46
6. Kegiatan Belajar dan Mengajar Tari di Sanggar DLDC ...................47
7. PenanggapKelompokTariDlm ...............49
8. Penonton Kelompok Tari DLDC ................. 50
9. Profil Beberapa Penari DLDC ...........,.........52
BAB III PEMBAIIASAIY..........
A. Tari dan Masyarakat .......57
B. Keberadaan Tari Dalam Tinjauan Sosio-Historis................ .................... 58
C. Strategi Bertatran Kelompok D1DC......... ............ 59
1. Dari Seni Tari Tradisi Ke Seni Tari Kolaborasi................ ...............61
2. Dari Seni Tari Tradisi Ke Seni Tari Kolaborasi ................ ............... g3. Terbentuknya Yayasan DLIrc....... ..............67
D. Faktor Pendukung Bertahannya Kelompok DLDC .............. 69
l. Pengaruh Sosok Dedy dan Elly Lutan Sebagai Pengajar Tari............................. 69
2. Penganugrahan Maestro Tari Tradisi Kepada Pak Dedy dan Bu Elly Lutan Oleh
BAB TY KESIMPT]LAI\I
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
77
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skripsi ini membahas tentang strategi bertahan kelompok tari DLDC (Dedy
Lutan Dance Company). dalam strategi bertahannya DLDC memanfaatkan
potensi-potensi sumber daya diluar kelompoknya tersebut, baik itu sumber daya
lingkungan, atau sumber daya yang lainnya.
keberadaan organisasi kelompok tari di masyarakat dapat di katakan sebagai
salah satu kehidupan kolektif, dimana di dalamnya terdapat aktivitas dan interaksi
antar individu satu dengan individu lainnya, yang pada akhirnya memunculkan
sebuah tujuan dan cita-cita bersama. Komunikasi intens yang dilakukan menjadi
pondasi awal dalam membentuk sebuah kelompok-kelompok tari. dengan ragam
komunitasnya dan dengan aturan yang berbeda-beda menjadikannya sebagai
komunitas yang mempunyai karakteristik dan ciri khas yang tidak sama antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya. dan hal tersebut yang menjadi daya
Tarik tersendiri bagi orang-orang yang ingin tergabung didalamnya.
Keberadaan tari dimasyarakat bukanlah merupakan sebuah hal yang asing, karena
keberadaannya yang sering dijadikan sebagai hiburan oleh para khalayak umum.
Menjadikannya sebagai sebuah karya seni yang indah dipandang, karena
mengandalkan keindahan gerakan tubuh yang luwes serta paras yang cantik. Namun
keberadaan seni ini tentunya juga berkembang dari aktivitas kognitif yang murni
dengan cara-cara yang biasa dipakai oleh manusia. Sajak tentu bermula dari ucapan,
dialog. Demikian tari tentu dari gerakan atau gesture, dan seterusnya berbagai seni
yang lain. Oleh karena itu, keberadaan seni telah berakar kuat dalam sebuah kerangka
kerja tentang kehidupan kolektif, dengan begitu ia merupakan sebuah bentuk
komunitas umum yang intens, sehingga menambah kekuatan komunikasinya dan
bahkan memperluas maknanya (Sumandiyo Hadi, 2005; 10)
2
namun adanya kelompok-kelompok tersebut seringkali tidak bertahan lama,
karena sebagian diantaranya belum siap dalam menerima perubahan. Dan pada
akhirnya kelompok tersebut mengalami berbagai macam penurunan dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Lingkungan tempat kelompok itu berada menjadi
faktor utama dalam mendukung bertahan atau tidaknya sebuah kelompok
minoritas yang hadir dimasyarakat. oleh sebab itu adaptasi terhadap lingkungan
yang ada disekitar kelompok perlu dilakukan untuk menyeimbangi keadaan-
keadaan yang sewaktu-waktu dapat menguncang sebuah kelompok. Sehingga
kelompok tersebut tetap bisa eksis dimasyarakat.
Richard M. Steers (1997) dalam Suharman, yang pertama lingkungan luar yaitu
lingkungan yang umumnya menggambarkan kekuatan yang berada diluar organisasi,
yang bersifat objektif, misalnya kondisi pasar, situasi perkembangan ekonomi makro,
stabilitas politik, kondisi keamanan dan sebagainya. Kedua, ligkungan dalam, yaitu
faktor-faktor yang ada didalam organisasi yang menciptakan lingkungan sosial dan
kultural tempat berlangsungnya kegiatan dalam mewujudkan tujuan yang hendak
dicapai. (Suharman, 2009; 6.7)
Dapat dikatakan bahwa lingkungan ekseternal berfokus pada relasi yang
berhubungan dengan pihak-pihak yang berada diluar organisasi yang
berlandaskan dengan kebijakan publik, sedangkan lingkungan internal lebih
berfokus pada hubungan antar anggota dalam organisasi atau kelompok tersebut,
sehingga lebih bersifat privat atau pribadi. Namun hal yang perlu di perhatikan
bahwa unsur eksternal dan internal dalam sebuah organisasi tidak dapat
dipisahkan, karena pada kenyataannya keduanya saling mempengaruhi satu sama
lain.
3
Tidak mudah memang, namun jika melihat situasinya sekarang. Bahwasannya
kelompok organisasi memerlukan sebuah pengakuan oleh orang-orang disekitar
lingkungannya bahwa kelompok tersebut ada. Hal yang dilakukan yaitu dengan
memperoleh sebuah legitimasi, itu perlu dilakukan selain untuk meningkatkan
kualitas dari kelompok, selain itu legitmasi diperlukan untuk menunjang sebuah
kelompok itu berkembang, yang mana hal tersebut dilakukan agar sebuah
organisasi bisa mendapatkan dukungan dari masyarakat untuk mewujudkan
tujuan-tujuannya tetapi tetap memperthankan ciri khas utamanya. namun
organisasi tetap harus berpikir kritis karena mengingat perkembangan zaman hari
ini yg semakin maju menuntut anggota-anggota yang tergabung lebih aktif dalam
menghadapi perubahan-perubahan.
Menurut DiMagio dan Powell (1983), organisasi terbentuk oleh lingkungan
institusional yang ada disekitar mereka. ide-ide yang berpengaruh kemudian di
institusionalisasikan dan dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala
organisasi tersebut. proses legitimasi sering dilakukan oleh organisasi melalui
tekanan negara-negara dan pernyataan-pernyataan. Teori institusional dikenal karena
penegasannya atas organisasi hanya sebagai simbol dan ritual
Seperti yang dijelaskan diatas, bahwasannya sebuah kelompok organisasi
tidak hanya harus menerima bentuk pemikiran yang sama sesuai dengan
lingkungan internal organisasi, karena anggota-anggotanya dituntut untuk
mematuhi aturan-aturan penting didalam lingkungan eksternal organisasi. Maka
dari itu penting bagi organisasi manapun dalam melakukan penyesuaian terhadap
lingkungan eksternal organisasi mereka.
Untuk menjelaskan hal tersebut tersebut, Skripsi ini membahas tentang
strategi bertahan kelompok tari, salah satu strategi bertahannya adalah dengan
kemampuannya untuk melakukan peniruan (isomorfisme) dari nilai-nilai yang ada
4
disekitarnya. Konsep isomorfis digunakan dalam teori organisasi. Konsep ini
berawal dari Amos Hawley, seorang antropologis. Yang menemukan bahwa unit-
unit yang berada dalam satu lingkungan yang sama, akan sama pula bentuk
keorganisasiannya. Konsep isomorfis lahir, karena tiap unit dalam satu unit sosial.
Akan menuju pada cara bertahan hidup yang paling tepat dan baik (best adapted
to survival).
Untuk mempertahankan eksistensinya terhadap tekanan-tekanan dari luar dimana
bentuk pertahanan yang dilakukan adalah adanya penyesuain diri. Ada tiga proses
bagaimana sebuah organisasi mampu bertahan hidup. Pertama, isomorfisme koersif,
yaitu proses penyesuaian menuju kesamaan dengan cara “pemaksaan”. Tekanan
datang dari pengaruh politik dan masalah legitimasi. Kedua, isomorfisme mimetik
yaitu proses dimana organisasi meniru organisasi lain yang berhasil dalam suatu
bidang. Ketiga, isomorfime normative sering diasosiasikan dengan profesionalisasi
dan menangkap tekanan normatif yang muncul dibidang tertentu. (DiMaggio, 1983)
Penjiplakan yang dilakukan oleh sebuah organisasi terhadap organisasi lain,
dilakukan dengan cara melakukan pengadopsian terhadap nilai-nilai yang ada di
lingkungan sekitar organisasi itu berada. adanya kelompok tari dimasyarakat
tentunya merupakan bentuk lain dari kelompok seni yang serupa, hal tersebut
dilakukan untuk memperoleh sebuah legitimasi dari lingkungan sekitarnya, oleh
sebab itu maka dilakukan peniruan, peniruan yang dilakukan merupakan bentuk
adaptasi sebuah organisasi untuk dapat mematuhi aturan-aturan yang terdapat
dalam lingkungan eksternal organisasi.
Tentunya keberadaan tari dalam sebuah kelompok, bukanlah hanya sekedar
perkumpulan orang-orang saja yang ingin mengetahui atau mempelajari sebuah
tarian. Lebih dari itu, kelompok-kelompok tari yang hadir ditengah-tengah
masyarakat tentunya mempunyai tujuan bersama, tidak hanya sekedar
5
melestarikan, tetapi juga mengkaji lebih dalam tentang kebudayaan-kebudayaan
tari yang semakin lama semakin berkembang dari waktu kewaktu.
Kelompok tari DLDC (Deddy Lutan Dance Company) merupakan lembaga
tari non formal, yang berdiri sejak tahun 1990, penggagas utamanya adalah
Hendrawanto Pandji Akbar dan Irene S.Prinka atau yang biasa disapa Deddy dan
Elly Lutan, kelompok tari ini awalnya hanya merupakan kelompok tari yang
hanya terdiri dari beberapa anggota saja dan kemudian dikembangkan, disatukan
oleh Dedy Lutan yang juga sebagai koreografer sejak tahun 1973. Aspek utama
dari karya DLDC adalah bermula dengan melakukan riset lapangan secara intensif
terhadap berbagai macam tradisi diberbagai daerah di Indonesia, dan bersentuhan
secara langsung dengan sumber tradisional. Lewat karya yang diciptakan, para
koreografer diharapkan mampu memunculkan aktualisasi diri, dan semua itu bisa
diraih bila mereka memiliki upaya untuk melakukan studi lapangan dengan baik,
sehingga mereka akan mampu mencapai pemahaman yang lebih baik terhadap
kekinian hakekat kehidupan manusia yang berbudaya.
Pemahaman yang DLDC lakukan yaitu dengan mempelajari aspek-aspek yang
ada dalam suatu lingkungan yang kental akan budaya tradisi, bagaimana
masyarakat yang serba minim dari segi modernitas dan teknologi mecoba terus
bertahan dengan kepercayaan masyarakatnya terhadap niali-nilai yang ada
dilingkungan sekitarnya. Hal tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi DLDC
untuk terus memajukan nilai-nilai tradisi yang ada lewat karyanya yang bertajuk
kesenian tari, nilai-nilai yang diterapkan tersebut dapat menjadi tolak ukur dalam
sebuah kelompok tari dalam mempertahankan eksistensinya. agar nilai, norma dan
6
budaya dalam kelompok tersebut tetap terjaga. Sayangnya kajian-kajian tersebut
kurang memperhatikan mekanisme internal dan eksternal sebuah organisasi.
Sehingga salah satu organisasi itu tidak dapat bertahan lama. Dengan
menganalisis isomorfime dalam kelompok tari, penulis tentunya akan dapat
menemukan tujuan utama kelompok dalam mempertahankan ciri khas
kelompoknya agar tetap bertahan dimasyarakat.
Oleh karena itu untuk melihat proses bagaimana kelompok ini mampu
bertahan ditengah-tengah berbagai macam tekanan lingkungan yang dapat
mengambat proses berlangsungnya sebuah kelembagaan tari tersebut. dengan
demikian, maka peneliian ini diberi judul Isomorfisme Dalam Kelompok Tari:
Strategi Bertahan Kelompok DLDC (Dedy Lutan Dance
Company)Kebagusan, Jakarta Selatan.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah diatas tentang kelembagaan sosial dan
perannya dalam kelompok masyarakat, maka peneliti memfokuskan pertanyaan
penelitian guna melihat;
1. Bagaimana strategi kelompok DLDC dalam mempertahankan kelompoknya?
2. apa faktor-faktor pendukung dalam kelompok DLDC yang mempengaruhi
eksistensi kelompoknya?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk berbagai aspek yaitu:
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalaan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini:
a) Untuk mendeskripsikan strategi bertahan atas kelompok DLDC
melalui proses isomorfime.
b) Untuk mengetahui bagaimana proses isomorfisme dalam tiga kerangka
yaitu isomorfisme koersif, normative, dan mimetic yang terjadi dalam
kelompok DLDC.
c) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung strategi bertahan
kelompok DLDC
2. Manfaat Penelitian
a) Agar pembaca dapat mengetahui secara lebih terbuka dan mendalam
tentang penjelasan mengenai strategi bertahan kelompok tari dengan
melakukan pendekatan isomorfisme.
b) Dapat memberikan informasi terhadap kajian ilmu sosial tentang
pendekatan isomorfisme dalam kajian sosiologi.
D. Tinjauan Pustaka
Peneliti menyadari telah banyak penelitian yang mengkaji tentang strategi
bertahan sebuah kelompok, berikut adalah beberapa penelitian serupa yang
mengkaji tentang bagaimana sebuah kelompok tari bertahan dalam sebuah
8
lingkungannya Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan studi yang akan
penulis lakukan. Yaitu tentang strategi bertahan sebuah kelompok tari.
Penelitian yang pertama yaitu “Kelembagaan Penari Kraton Yogyakarta Masa
Sultan Hamengku buwono” dalam jurnal ini menggunakan metode kualitatif
analisis deskriptif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
proses kelembagaan penari keraton Yogyakarta dalam mempertahankan tarian
wayang wong, yang merupakan ciri khas dari kraton Yogyakarta. Yaitu dengan
cara membagi kelas-kelas penari sesuai dengan teknik kemampuan menari mereka,
dimana dalam kelembagaan tersebut dibagi menjadi 3 kelas yang pertama kelas
rinngit gupermen penari-penari wayang wong terbaik, kedua ringgit encik, yang
terdiri dari penari berkemampuan menengah, dan ringgit cina, kumpulan penari
yang kurang mampu. Klasifikasi pembagian kelas tersebut menunjukan adanya
pengaruh pada indikasi-indikasi stratifikasi sosial penduduk kesultanan
Yogyakarta. Tipe organisasi sosial kelas penari yang diperbarui sebagai simbol
status kelembagaan untuk mengupayakan (mempertahankan) hubungan simbolis
dengan struktur birokrasinya. Melalui pendekatan faktor sosial, diketahui tentang
penamaan setiap kelas penari sangat di pengaruhi oleh stratifikasi sosial penduduk
kesultanan. Sedang di sisi lain kelas sebagai kerangka artistik, tempat pendidikan
artistik para penari wayang wong gaya Yogyakarta. Hal ini menjadikan
keanggotaan menjadi imbangan sivilisasi.(Supriyanto. 2010)
Penelitian yang kedua, “Peranan Lembaga Tari Tradisi Dalam
Mempertahankan Tari Tradisi” tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peran
dan fungsi lembaga tari diperkumpulan Kesenian Irama Tjitra Yogyakarta, Sekar
9
Budaya Nusantara, dan Tunas Budaya dalam mempertahankan tari Yogyakarta.
Maksud mempertahankan dalam hal ini adalah melestarikan, membina, dan
mengembangkan tari tradisi. Upaya pelestarian berikut ini dengan bentuk
workshop tari atas kerjasamanya dengan Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota
Yogyakarta, bagi anak-anak SD, SMP, SMA sejumlah 60-an siswa setiap tahun
(2001-2003) sehingga jumlah siswa meningkat. Dalam menjalankan fungsi dan
peranannya, ketiga lembaga nonformal tersebut masing-masing memiliki strategi
tersendiri. Irama Tjitra dalam mempertahankan tari tradisi Yogyakarta
bekerjasama dengan lembaga lain untuk menyelenggarakan beberapa kali
Workshop dan pertunjukan tari. Selain itu, dalam proses pembelajaran tari
dilakukan dengan metode hitungan, ceramah, global, cermin, analisis, imitasi, dan
wejedan, yang diterapkan secara luwes, baik urutan maupun durasinya pada setiap
metode, karena ini juga disesuaikan dengan usia anak didik, agar terjalin
hubungan yang akrab dan suasana dinamis serta menarik. Dengan demikian,
relevansi Irama Tjitra, Sekar Budaya Nusantara, dan Tunas Budaya bagi
pengembangan pendidikan seni tari terwujud dalam regenerasi, transformasi,
transmisi, dan revitalisasi. (Y. Murdiyati,2006)
Penelitian yang ketiga, Perempuan Dalam Seni Pertunjukkan Tari Kelompok
“Sahita” tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kehadiran
perempuan dalam aktivitas seni, membawa pengaruh besar terhadap kemajuannya
dimasyarakat. jika dulu perempuan selalu mendapatkan peran sekunder
dimasyarakat karena diikat oleh aturan-aturan yang membatasi mereka untuk
berkreasi sesuai dengan minat dan harapan mereka. Kelompok “Sahita” dalam
10
mengembangkan ide-ide kreatifitasnya menunjukkan adanya fenomena kebebasan
dalam menanggapi nilai-nilai dan norma tradisi. Karya tari mereka banyak
mengangkat gerakan-gerakan tradisi kraton sebagai pijakan dan dikembangkan
dengan model tradisi rakyat. harmoni kerja yang di lakukan kelompok “Sahita”
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan kelompoknya dengan saling
bertoleransi. Toleransi dan penyesuaian diri tersebut yaitu masing-masing anggota
tetap saling menyadari akan adanya perbedaan-perbedaan di antara anggota. jadi
sikap saling ngemong atau saling menjaga satu sama lain, maka kelompok “Sahita”
mampu secara kontinyu eksis dan aktif mengembangkan karyanya. Apa yang
dilakukan kelompok “Sahita” Merupakan langkah maju dan berani, karena ada
nya semacam perlawanan terhadap kemapanan yang mandeg artinya ide-ide
kreatif kelompok “Sahita” lebih ditekankan pada upaya mengembangkan nilai-
nilai konvensional seni tari dalam rangka mencari bentuk baru, konsep-konsep
baru untuk meneruskan warisan tradisi sesuai dengan jamannya. Dengan demikian
perubahan kesenian dari waktu ke waktu dapat menjadi sebagai pertautan sejarah
yang bermakna dari satu masa kemasa berikutnya yang selalu berkembang dan
berbeda. (Dewi Kristiyanti; 2009)
Dari penelitian-penelitian sebelumnya, memiliki kesamaan dengan penulis
yaitu sama-sama membahas tentang strategi bertahan kelompok tari. Dimana
setiap kelompoknya memiliki aturan dan norma masing-masing, agar pengikut
yang tergabung di dalam kelompok sosial tersebut tetap bisa mempertahankan ciri
khas dari kelompokyang ada tersebut. sebagian besar penelitian diatas juga
11
mengadopsi aturan-aturan dalam menjalankan mekanisme struktur organisasi
dalam kelompok mereka.
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yaitu, peneliti menyadari bahwa sebuah kelompok tari yang hadir dimasyarakat
kurang memperhatikan strategi bertahan dalam menghadapi tekanan yang ada di
lingkungan tempat mereka berada. Peran-peran anggota dalam sebuah kelompok
belum cukup bisa jika di jadikan satu-satunya jaminan agar kelompok tersebut
tetap bisa menjaga eksistensi mereka tanpa melihat situasi dan keadaan zamanya
pada saat ini, maka dari itu sebuah kelompok penting untuk melakukan sebuah
adaptasi melalui pendekatan isomorfisme untuk mengetahui bagaimana
kelompoknya dapat berkembang dan bertahan. Untuk melihat fenomena tersebut,
peneliti akan menganalisa bagaimana kelompok tari dalam mempertahankan
eksistensinya dimasyarakat. maka dari itu penelitian akan dilakukan di sanggar
tari DLDC, di Kebagusan, Jakarta Selatan.
E. Kerangka Teoritis
1. Teori Neo Institusional
Teori institusional core idealnya adalah terbentuknya organisasi oleh karena
tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusinalisasi.
Zulker (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan
pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang
menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai
norma-norma dalam konsep organisasi. Eksistensi organisasi terjadi pada
cakupan organisasional yang luas dimana setiap organisasi salig mempengaruhi
bentuk organisasi lainnya lewat proses adopsi atau insttusionalisasi.
Kekhususan teori institusional terletak pada paradigma norma-norma dan
legitimasi, cara berpikir dan semua fenomena sosiokultural yang konsisten dengan
isntrumen teknis pada organisasi. DiMaggio dan Powell (1983) dalam Donaldson
12
(1995), melihat bahwa organisasi terbentuk karena kekuatan di luar organisasi
yang membentuk lewat proses mimicry atau imitasi dan compliance.
Proses imitasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok di dasar atas
ketidakpastian sebuah kelompok organisasi dalam mempertahankan kelompoknya
di tengah-tengah masyarakat yang semakin maju, baik itu dalam segi pemikiran
ataupun teknologi. Imitasi dilakukan agar anggota yang tergabung dalam sebuah
kelompok menyadari bahwa pengaplikasian nilai-nilai eksternal perlu dilakukan
agar lingkungan internal dan eksternal dapat seimbang. Menyadari bahwa segala
aspek itu saling berkaitan. Proses imitasi dilakukan agar kelompok organisasi
mampu beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya sehingga jika ada perubahan,
sebuah kelompok tersebut dapat siap menerimanya.
2. Pengaruh Philp Selznick Terhadap Teori Neo Institusional
Selznick mengemukakan bahwa segala sesuatu yang penting mengenai organisasi
adalah perbincangan tentang perangkat-perangkat organisasi terhadap bagian yang
meghidupkan dirinya. Berdasarkan pemikirannya, ia merumuskan gagasan rasional
selanjutnya dalam mendesain organisasi untuk mencapai tujuan yang ternyata
menunjukan bahwa struktur formal tidak bisa membebaskan diri dari dimensi
individu. (Richard Scott, 2003: 69)
Oleh sebab itu Selznick lebih melihat struktur organisasi secara informal, yaitu
dengan melihat keadaan-keadaan lingkungan eksternal organisasi yang lebih
mempengaruhi kelompok dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu, karena
menurutnya situasi formal dalam suatu organisasi itu hanya akan berlaku terhadap
sistem daripada organisasi itu sendiri. namun Selznick menyadari bahwa pendapat
dari individu-individu yang tergabung di dalamnya juga mempunyai peran
penting untuk bertahannya sebuah organisasi. maka dari itu Selznick berpendapat
13
bahwa kooptasi atau perekrutan anggota baru, penting di lakukan agar organisasi
turut dapat beradaptasi terhadap perubahan yang ada. Namun perlu di akui
keadaan fungsional dalam sebuah organisasi juga di perlukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar di dalamnya sedangkan anggota yang tergabung di dalamnya
merupakan penentu bertahannya sebuah organisasi, karena sebuah sistem yang
berjalan juga harus di sesuaikan dengan keadaan anggotanya.
Selznick menyatakan bahwa individu-individu menciptakan komitmen lainnya
terhadap organisasi agar dapat tercapai pengambilan keputusan rasional. Organisasi
melakukan tawar menawar dengan lingkungan dalam hal mecapai tujuan penting atau
kemungkinan-kemungkinan masa mendatang. Akhirnya adaptasi struktur organisasi
di dasari oleh tindakan individu dan tekanan lingkungan. (Richard Scott, 2003: 70)
Menurut penjelasan di atas bahwasannya organisasi atau kelompok yang
terbentuk dimasyarakat sangat di pengaruhi dan di dukung oleh keadaan
sekitarnya, karena mereka tentunya melakukan adaptasi secara berkala guna untuk
mengobservasi keadaan sekitar dan melihat potensi-potensi yang mendukung
guna untuk mempertahankan organisasi atau kelompoknya. Perlu di garis bawahi
bahwa lingkungan internal dan eksternal yang seimbang justru akan
mempengaruhi sebuah organisasi jika ingin terus memertahankan eksistensinya,
karena jika sebuah kelompok dapat menghadapi tekanan-tekanan eksternal diluar
organisasi maka mereka pun juga akan di akui keberadaannya.
Hal-hal yang berupa simbol dan ritual tidak lain untuk meningkatkan legitimasi,
stabilitas dan mengamankan sumberdaya. Perspektif yang serupa dengan simbol
dan ritual ini dikemukakan oleh perpektif ekologis yang berpandangan bahwa
perubahan terjadi keika organisasi memadukan “mitos” dan “seremoni” yang ada
dilingkungan (yang terdiri dari jaringan antar-organisasi) dalam rangka menjaga
kesuksesan, kelangsungan hidup, dan sumber daya. Oleh karena itu, teknik
manajemen sektor publik baru dan reformasi, bisa dilihat sebagai mitos dan
seremoni yang diadopsi dan dilaksanakan. Mitos dan seremoni ini akan
14
cenderung membuat institusi semakin seragam karena kedua hal ini menjadi
isomorfis dengan lingkungannya. Jadi, perubahan ini merupakan hasil dari
pengadopsian untuk beradaptasi dengan melaksanakan seremoni yang oleh
organisasi dianggap harus dilakukan, dan mengikuti mitos yang mendasar dan
melegitimasi “efesiensi” (Parsons, 2005)
3. Isomorfisme
a) Pengertian Isomorfisme
isomorfisme (isomorphism) adalah proses yang mendrorong satu unit dalam
suatu populasi untuk menyerupai unit lain dalam menghadapi kondisi lingkungan
yang sama. Penelitian terbaru telah menekankan bagaimana organisasi public
menjadi subjek tekanan institusional yang mendalam sehingga menyebabkan pada
umumnya organisasi public menjadi lebih mirip. (Ashworth et al., 2009). Dan
dalam teori intitusional organisasi juga memprediksi bahwa organisasi akan
menjadi lebih serupa karena tekanan institusional, baik dikarenakan adanya
koersif maupun disebabkan faktor normative (DiMaggio dan Powell, 1983)
Organisasi pada umumnya melakukan isomorfis. Menurut penganut teori institusional
karena organisasi mengadaptasikan dirinya lewat proses mimesis atau pengadopsian
dan imitasi isomorfis. Berupa penerimaan nilai-nilai, norma-norma dalam
membentuk aturan yang dilegitimasi. Pemenuhan lewat nilai-nilai dan norma terjadi
karena perilaku sebagai implikasi dari penerimaan nilai-nilai dan norma tersebut
dapat dipahami dan menerima. realitas bagi penganut teori institusional merupakan
produk dari proses sosial. Pilihan sosial dilakukan dan dimediasikan serta
dihubungkan oleh perencanaan institusional. (DiMaggio, 1983)
Secara lebih rinci DiMaggio dan Powell (1983) menjelaskan bahwa teori
isomorfisme yaitu konsep proses menjadi sama bentuk; iso= sama, morp= bentuk.
Maka isomorfisme diartikan sebagai “constraining process” yang memaksa satu
unit di dalam populasi untuk memilih wujud atau sifat yang sama dengan unit lain
yang menghadapi lingkungan yang sama.
15
Menurut penjelasan di atas bahwasannya isomorfisme merupakan sebuah
proses meniru, yang mana sebuah kelompok dalam suatu lingkungan di paksa
untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di lingkungan tersebut untuk bisa
memperoleh sebuah legitimasi. Dimana legitimasi itu merupakan alat bagi sebuah
kelompok dalam mempertahankan organisasinya. Tidak hanya itu isomorfisme
hadir untuk menjelaskan bagaimana sebuah kelompok dapat mengadaptasikan
dirinya lewat tekanan-tekanan yang berasal dari luar. Dimana hal tersebut menjadi
kunci dalam sebuah organisasi dalam mempertahankan kelompoknya di tengah-
tengah masyarakat yang semakin ingin berkembang.
b) Jenis-Jenis Isomorfisme
1) Isomorfisme Koersif
Yaitu proses penyesuaian menuju kesamaan dengan cara “pemaksaan”.
Tekanan datang dari pengaruh politik dan masalah legitimasi. Misalnya, tekanan
resmi datang dari peraturan pemerintah agar bisa diakui. Contoh organisasi
pengembangan masyarakat, ketika berhadapan dengan lembaga donor yang lebih
berkuasa, merasa berada dalam tekanan harus menjadi lebih birokratis karena
harus memenuhi tuntutan donor agar lebih tertib dalam mengelola uang
(DiMaggio dan Powell, 1983). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Parsons (2005)
yang mengulas karya DiMaggio dan Powell (1991) menyatakan bahwa coersive
adalah tekanan formal dan informal yang ditimpakan pada organisasi oleh
organisasi lain. Ini juga mencakup ekspetasi kultural dalam masyarakat tempat
organisasi itu berada.
16
coersif isomorphism terbentuk oleh besaran (size) organisasi. menjelaskan
bahwa coersif isomorphism dipengaruhi oleh besaran, penyeragaman
(unionization), dan pemerintah. melihat ada kekhasan isomorphis pada pola,
strategi dan budaya setempat yang menentukan adopsi organisasi. Jadi konsep ini
merujuk pada organisasi yang mengadopsi ciri-ciri tertentu karena tekanan dari
negara, organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas.
2) Isomorfisme Mimetic
Yaitu proses dimana organisasi meniru organisasi lain yang berhasil dalam
satu bidang, meskipun organisasi peniru tidak tahu persis mengapa mereka meniru,
bukan karena dorongan supaya lebih efisien. Meskipun proses peniruan bagi
organisasi pemasaran atau bisnis lebih banyak di dorong keinginan menjadi
efisien di bandingkan dengan organisasi nir-laba, seperti sekolah, rumah sakit, dan
lembaga pemerintahan lainnya. biasanya proses peniruan ini muncul di
lingkungan yang tidak pasti. Contohnya adalah manajemen perusahaan jepang
yang banyak di tiru oleh perusahaan negara lain karena dianggap berhasil.
(Dimaggio dan Powell, 1983)
Bila tidak yakin mengenai upaya untuk melangkah maju, sebuah organisasi
dapat meniru organisasi yang lain. Pola ini memfokuskan pada organisasi-
organisasi yang terlihat „lebih sukses‟ dan lebih mendapatkan legitimasi dari
organisasi yang menirunya. Bagi sebuah organisasi dengan suatu masalah yang
memerlukan solusi secara rasional, terutama yang berada dibawah ketiakpastian,
dalam artian tidak dimilikinya pengetahuan ilmiah mengenai solusi paling efektif
17
maka organisasi tersebut melakukan adopsi terhadap organisasi yang lain.
(Dimaggio dan Powell, 1983)
3) Isomorfisme Normativ
Sering diasosiasikan dengan profesionalisasi dan menangkap tekanan
normative yang muncul dibidang tertentu. Norma atau sesuatu yang tepat bagi
organisasi berasal dari pendidikan formal dan sosialisasi pengetahuan formal itu
dibidang tertentu yang menyokong dan menyebarkan kepercayaan normative itu.
Ketika profesionalisme meningkat maka tekanan normative juga akan meningkat
(Di Maggio dan Powel, 1983)
Manfaat pendekatan institusi yang ditawarkan oleh model isomorfis ini
menyediakan kerangka yang dapat dipakai untuk menganalisis interaksi dari
proses perubahan internal dan eksternal. Pendekatan ini juga menawarkan
penjelasan yang masuk akal tentang pentingnya perubahan dalam struktur dan
perilaku sektor public modern, dan tentang hubungannya dengan sektor privat
serta sukarela. (parsons, 2005).
F. Definisi Konsep
Untuk menghindari kesalahpahaman antara maksud penulis dengan pembaca,
maka diperlukan batasan pengertian:
18
1) Pengertian Kelompok
Kelompok adalah sesuatu yang alami, karena manusia sebagai makhluk sosial
akan berinteraksi satu dengan yang lain sehingga membentuk kelompok-
kelompok tertentu. (Wildan Zulkarnain, 2013: 1)
Berkaitan dengan hal itu, menjabarkan tujuh definisi yang paling umum
tentang kelompok, yaitu: (Wildan Zulkarnain, 2013: 1)
a) Tujuan
kelompok dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama
untuk mencapai suatu tujuan. Kelompok tersebut ada untuk suatu alasan. Orang
membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai
sendiri. Yang menjadi pernyataan apakah kelompok tetap ada tanpa adanya tujuan
yang menguntungkan yang berusaha dicapai oleh para anggotanya? Freeman
dalam Wildan Zulkarnain, pada awal tahun 1936, mengatakan bahwa orang-orang
membentuk kelompok untuk mencapai tujuan umum.
b) Ketergantungan
Kelompok dapat di artikan sebagai kumpulan orang-orang yang bergantung
dalam beberapa hal. Setiap individu bukanlah kelompok sebelum ada sebuah
peristiwa yang mempengaruhi mereka satu sama lain. Zaden (1984) dalam Wildan
Zulkarnain menyatakan kelompok adalah sekumpulan individu yang memiliki
perasaan senasib, sehingga perasaan yang satu dapat dirasakan oleh anggota lain,
ketergantungan ini memang berbeda antara satu anggota dengan anggota lainnya,
19
walaupun diakui bahwa keeratan keanggotaan kelompok tergantung anggota satu
dengan anggota lainnya.
c) Interaksi antar indvidu
Kelompok dapat di artikan sebagai sejumlah individu yang berinteraksi satu
sama lain, sehingga kelompok tidak ada sebelum ada interaksi. Homan (dalam
Sudjarwo, 2011) menyatakan kelompok adalah sejumlah individu yang
melakukan komunikasi selama jangka waktu tertentu secara langsung tanpa
melalui perantara. Definisi ini berusaha mendeskripsikan pengertian kelompok
berdasarkan yang dilihat oleh teori ketergantungan. Bedanya teori ketergantungan
melihat dari sudut vertical, sedangkan teori interaksi horizontal yang menitik
beratkan pada jaringan-jaringan sosial yang sekaligus berfungsi sebagai media
interaksi dan perekat kelompok.
d) Persepsi keanggotaan.
Kelompok dapat di artikan sebagai suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang menganggap diri mereka berada dalam suatu kelompok.
Para anggota kelompok masuk kedalam kelompok karena memiliki persepsi
sendiri tentang kelompok itu. Interaksi didalam kelompok, terutama tatap muka,
akan menimbulkan makna tersendiri. Makna tadi ditangkap melalui indra yang
berproses melalu persepsi. Menangkap impresi-impresi melalui persepsi akan
dapat melahirkan perilaku kelompok oleh individu sebagai anggota kelompok.
20
e) Hubungan terstruktur
Kelompok selalu diartikan sebagai sekumpulan individu yang interaksi
tersusun oleh serangkaian peran dan norma-norma. Hal ini sesuai dengan para ahli
sosiologi yang memandang kelompok sama dengan organisasi. Sehingga para ahli
tersebut beranggapan bahwa sesuatu itu dapat dikatakan sebagai kelompok
(soekanto, 1990) apabila:
1. Setiap anggota harus sadar bahwa dia merupakan bagian
dari kelompok
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu
dengan yang lain.
3. Minimal harus terdapat sesuatu faktor yang merupakan
milik bersama, sehingga mempererat hubungan antar
anggota.
4. Mempunyai struktur sebagai kaidah perilaku
5. Memiliki sistem dan berproses.
f) Motivasi
Kelompok dapat diartikan sebagai kelompok individu yang mencoba untuk
memuaskan beberapa kebutuhan pribadi melalui kebersamaan mereka.
berdasarkan definisi ini sekelompok orang bukanlah kelompok sebelum mereka
terdorong oleh alasan pribadi untuk bergbabung dalam sebuah kelompok untuk
mendapatkan penghargaan atau untuk memuaskan keanggotaan mereka.
21
2) Pelembagaan Tari
Klasifikasi tentang keberadaan “tari” tak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan
aspek-aspek sosiologisnya. Kehadiran tari benar-benar merupakan masalah sosial dan
kini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat. Dari beberapa penjelasan yang
biasa diketengahkan dan ditafsirkan baik oleh kalangan seniman sendiri maupun para
ilmuwan, dikatakan bahwa kehadiran tari ditengah-tengah masyarakat mengundang
berbagai macam pertanyaan. Karena itu lahirlah pertanyaan tentang bagaimana jenis
atau perilaku sosial yang cukup berarti (significant symbols) ini harus dipahami.
Suatu sistem sosio-kultural yang terdiri dari sekelompok manusia, yang
menggunakan berbagai cara untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka, bertindak
menurut bentuk tindakan sosial yang sudah terpolakan dan menciptakan kesepakatan
bersama yang dibuat untuk memberikan makna bagi tindakan bersama yang dibuat.
(Prof. Dr. Y. Sumandiyo Hadi, 2005: 30)
Selama belajar tari diberikan paugeran (aturan) tata gerak yang dilatih secara
teratur dan dilakukan seirama dengan ritme gending yang mengiringi. Apabila hal
tersebut dapat dikuasai dengan baik maka dalam pergaulan sehari-hari. Tindak
tanduk atau gerak-geriknya akan enak dipandang, menyenangkan dan teratur,
sehingga tidak menimbulkan perasaan tidak enak dalam pergaulan. Dalam proses
pembelajaran yang cukup lama dan terus-menerus akan membentuk kepribadian
yang tampak pada tingkah laku. (Joan Sugenaga, dkk. 1999:18-19)
“Tari” sebagai proses simbolis tindakan manusia dalam lingkungan kemasyarakatan,
keberadaannya menjadi suatu sistem pelembagaan. Pelembagaan tari sebagai sistem
produksi dan distribusi simbol, menyangkut dua aspek. Pertama, sistem bentuk yang
bersifat fisik-material, berupa wadah lembaga atau organisasinya, yakni siapa yang
mengusahakan, bagaimana mengontrol, mengatur, memelihara, dan sebagainya.
Kedua, berupa sistem nilai, norma (pranata) proses simbolis “tari” yang dihasilkan.
Kedua aspek pelembagaan diatas merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan;
artinya aspek yang satu selalu menunjuk pada aspek yang lainnya. (Prof. Dr. Y.
Sumandiyo Hadi, 2005: 46)
Pelembagaan tari menyangkut “wadah” atau organisasi masyarakat (fisik-
material), dari pandangan sosio-historis secara varian dapat diidentifikasikan
misalnya, pelembagaan tari dalam masyarakat primitive, masyarakat tradisional
pedesaaan (kerakyatan, etnis) masyarakat tradisional istana (klasik), dan
masyarakat pluralis perkotaan (urban). Sementara aspek yang menyangkut nilai
22
atau pranata, dibedakan antara pelembagaan tari sekuler dan pelembagaan tari
yang bersifat ritual atau sacral. (2005;46)
Pelembagaan tari, diantaranya meliputi:
a) Pelembagaan tari masyarakat primitive
Sesuai dengan kepercayaan budaya primitive, kegiatan tari yang masih sangat
sederhana itu sebagian besar didasari dari ungkapan ekspresi manusia yang sering
dihubungkan dengan dewa-dewa maupun penguasa “di-atas”nya, penyembahan
terhadap roh nenek moyang, dan untuk mempengaruhi kekuatan alam atau kekuatan
supranatural. Oleh karena itu pelembagaan tari masyarakat ini pada umumnya sarat
dengan sifat mistis, magis, dan untuk kepentingan ritual. Imajinasi mistis maupun
magis selalu melibatkan tindakan percaya, segala tindakan termasuk tari dilakukan
oleh masyarakat primitive tergantung lebih kepada kesatuan perasaan bukan pada
aturan logika.kesatuan perasaan itu merupakan salah satu getaran paling kuat dan
paling hakiki bagi pemikiran masyarakat primitive. (2005: 47)
Kepercayaan terhadap kekuatan magis berdasarkan keyakinan bahwa
perubahan alam sampai tingkat tertentu tergantung pada tindakan manusia.
Perjalanan alam raya tergantung pada koherensi yang benar antara daya-kekuatan
manusiawi dan daya kekuatan adi-manusiawi. Dengan diadakannya upacara yang
bersifat magis, yang dijalankan oleh masyarakat primitive. Maka manusia
memperoleh perasaan baru mengenai daya kekuatan,kemauan, maupun kehendak.
(2005: 53)
Pelembagaan tari pada masyarakat primitive lebih menekankan aspek
kepercayaan didalam lembaganya. Karena kepercayaan mereka yang kuat
terhadap kekuatan magis yang merupakan kepercayaan utama yang dianut oleh
masyarakatnya, nilai turun-temurun yang mereka terapkan menjadi pedoman
mereka dalam berperilaku terhadap anggota-anggota yang menganut kepercayaan
yang sama.
23
b) Pelembagaan tari masyarakat tradisional pedesaan
Pelembagaan tari tradisional masyarakat pedesaan sering disebut “kerakyatan” atau
tarian rakyat. Beberapa negara yang mengenalnya, pelembagaan tarian ini atau folk
dance tumbuh dengan subur dimasyarakat seperti Eropa Timur, Afrika, Thailand,
Vietnam, dan Indonesia. Dalam literature sejarah tari munculnya pelembagaan ini
(tarian rakyat). Sering merefleksikan pula adanya dikotomi dengan jenis tarian yang
esensinya lebih kepada aktivitas estetis. Tarian yang semata-mata sebagai aktivitas
estetis sama sekali tidak terbebani berbagai macam fungsi yang dikenal sebagai “art”
dance, dalam pengertian bentuk tari yang mempunyai nilai estetis tinggi, sementara
“folk” dance cenderung melayani bermacam fuungsi. Namun demikian perbedaan itu
bersama-sama akan hilang ketika orang menganggap tari sebagai aspek tindakan
manusia. (2005; 54)
Pelembagaan tari dalam masyarakat tradisional pedesaan telah dicirikan
dengan sifat egalitarian atau sama derajat. Mereka menganggap bahwa seluruh
peserta pelembagaan tari berasal dari mereka dan untuk mereka sendiri. Sifat
kebersamaan itu dapat terlihat dari berbagai macam pelembagaan tari yang
sifatnya komunal, bentuk tarinya berjenis kelompok besar, dan tidak ada
perbedaan penokohan yang prinsipil. (2005: 59)
Artinya antara satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi dalam
menciptakan nilai dan norma tersebut. nilai yang menyusun sistem nilai
diteruskan dan ditularkan diantara anggota-anggota dari satu grup ke grup yang
lain dalam suatu masyarakat melalui proses sosial, dan dari satu masyarakat serta
kebudayaan yang lainnya melalui akulturasi, defusi dan sebaginya. (D.A Willa
Huky, 1982).
c) pelembagaan tari masyarakat istana
Apabila memperhatikan pelembagaan tari dalam masyarakat istana, maka gambaran
kita cenderung bahwa pelembagaan itu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Seni
tari istana dengan patronase raja mampu mewujudkan nilai-nilai yang halus dan
selesai, sehingga dapat kita sebut “tari klasik”, istilah klasik yang memang berasal
dari barat, yaitu dari kata latin classici. kata ini mulau-mula dipakai oleh seorang
24
sastrawan zaman kekaisaran romawi dari abad pertengahan bernama Aulus Gellius,
untuk memberi predikat arya sastra yang baik dari para pengarang romawi. Gellius
memberikan predikat itu mengacu pada pemikiran Selvius Tullius ketika
mengelempokkan masyarakat romawi berdasarkan kekayaannya menjadi enam
golongan. Pembagian golongan itu, kelas yang tertinggi disebut classici, dan kelas
yang paling rendah mendapat predikat kelas proletarian.. berdasarkan pemahaman itu
maka muncullah istilah scriptor classius atau pengarang kualitas tinggi yang dipakai
oleh Gellius, untuk membedakan dengan pengarang yang kurang berkualitas atau
rendah yang disebut scriptor proletarius. (Prof. Dr. Y. Sumandiyo Hadi, 2005; 64)
Dalam pelembagaan tari diistana, para pemimpin tiap masing masing abdi
dalem dalam pelembagaan tari diistana, menjunjung tinggi nilai dan norma
kepatuhan, setiap kelas yang terbagi mempunyai fungsi dan peranannya masing-
masing, dimana mereka menari sesuai dengan jenjang kelasnya. Hal tersebut
dilakukan agar masyarakat istana mampu mempertahankan tradisi leluhur tarian
tidak hanya estetikanya tapi unsur moral yang ada dalam tarian itu dapat terjaga
dengan baik sehingga dapat terus mempertahankan ciri khas pelembagaan tari
diistana.
Di Jawa khususnya, pelembagaan tari tradisi kerakyatan didukung oleh kebersamaan
masyarakat pedesaan, sementara pelembagaan tari tradisional klasik hidup
dilingkungan istana dengan perlindungan kekuasaan raja. Untuk memahami
pelembagaan tari dalam masyarakat istana. Pelembagaan produksi dan distribusi itu
berupa lembaga “keabdidaleman”. Dalam lembaga itu sendiri dari para “abdi dalem”
dengan berbagai macam profesi, dari seniman pencipta, pekerja kreatif, pelaku,
sampai dengan pembantu pelaksana seni. Mereka terhimpun dalam satu wadah
dengan fungsi dan tugasnya sendiri-sendiri untuk mencapai satu tujua yaitu mengabdi,
menjunjung “perintah” raja, menciptakan, memelihara, dan mengembangkan
kesenian. Saluran pengelolaan atau kontrol terhadap pelembagaan itu sendiri
dibutuhkan manajemen atau kepemimpinan. Kontrol dan kepemimpinan bukan
langsung dari raja, tetapi lewat para priyayi atau bangsawan yang mendapatkan
kekuasaan sepenuhnya atas nama raja. Oleh karenanya dengan cara tersebut adanya
hubungan yang terjalin erat antara “hamba” dan “tuan”. (2005; 64)
Dengan tinjauan sosio-historis ini, disebutkan bahwa dalam kurun waktu
sejarah tertentu masyarakat dari berbagai kepentingan sosial dapat saja
mempunyai cita-cita, gagasan, ide, maupun cita rasa estetis yang sama; terutama
25
pada waktu itu sungguh merupakan kesatuan yang integral. (Kunto Wijoyo, 1987:
4)
d) Tari dalam pelembagaan pendidikan
Pelembagaan tari yang menyangkut aspek nilai, norma atau pranta, baik yang
bersifat profane maupun ritual telah lama menjadi alat pendidikan masyarakat.
Kraus sendiri secara tegas memilahkan fungsi tari sebagai alat pendidikan, dengan
pengertian bahwa tari diajarkan untuk tujuan dan maksud tertentu. Menyadari
keberadaannya seperti itu, maka pelembagaan pendidikan tari dapat dibedakan
menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Pertama, pelembagaan yang menyangkut nilai atau norma berfungsi
sebagai pendidikan humaniora dalam masyarakat. Pendidikan
humaniora adalah pendidikan yang mengajarkan nilai dan norma
kemanusiaan dengan berbagai macam pernyataan simbolisnya yang
sangat erat hubungannya dengan sistem budaya masyarakat. Oleh
karena itu, pelembagaan ini hidup dan berkembang dilingkungan
masyarakat sebagai penyanggah keberadaan tari.
2. Pelembangaan yang berhubungan dengan profesi, artinya aktivitas tari
sebagai sarana untuk mencari nafkah, baik sebagai pekerjaan pokok
maupun sebagai pekerjaan tambahan. Proses pelembagaan ini
berkaitan dengan organisasi formal dan non formal.
3. Pelembagaan tari rekreasi, artinya tari diajarkan dengan maksud
sebagai kesenangan. (Prof. Dr. Y. Sumandiyo Hadi, 2005; 75)
Dalam lembaga tari proses sosialiasi didalamnya lebih ditekankan oleh rasa
kebersamaan dan simpati yang tinggi antara satu anggota dengan anggota lainnya,
para pengajar tari lebih suka menceritakan pengalaman-pengalaman dimasa lalu
sebagai proses penanaman aturan bagi setiap anggota, berbagai pengalaman sama
26
saja sudah berbagai ilmu dengan menceritakan kira-kira bagaimana rambu-rambu
yang harus diperhatikan dalam proses belajar menari dan bagaimana tarian dapat
menyatukan individu-individu dari kalangan yang berbeda-beda melebur menjadi
satu dalam mempertunjukkan karya seni yang tidak hanya indah namun kaya akan
makna.
Secara umum dapat dilihat bahwa dalam setiap organisasi atau lembaga terdapat dua
kecenderungan yang dapat terjadi. Pertama. Terdapat pola interaksi yang secara
umum berkaitan dengan pekerjaan atau tugas dalam organisasi dimana seseorang
tidak menempatkan atasannya sebagai pihak yang dimintai pendapatnya atau diajak
memecahkan masalah. Tetapi pembicaraan atas masalah atau alternative pemecahan
masalah itu dilakukan bersama teman sejawatnya atau bagian yang lain dalam
organisasi. Implikasi dari pola ini adalah munculnya pola yang mengikuti pola
hierarkis dalam pendistribusian tugas yang ada dalam organisasi. Kedua,
kecenderungan ini akan menghasilkan seuatu bentuk kelompok yang memiliki nilai,
norma dan kepercayaan yang sama, sehingga terbentuk pola perilaku yang tetap serta
memiliki tujuan yang khusus bagi kelompok yang ada dalam lingkungan organisasi,
tidak sengaja dibentuk yang secara sosiologis kelompok yang demikian disebut
kelompok informal. (Suharman, 2013: 2.31)
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Dalam membahas permasalahan
ini.
Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih
dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial
dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta dilakukan
dalam setting ilmiah tanpa adanya intervensi apa pun dari peneliti. (Herdiansyah,
2012:8)
Sedangkan dalam pengumpulan data penliti menggunakan pendekatan
dekriptif.
metode deskriptif adalah suatu metode untuk meneliti status kelompok manusia,
suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa.
27
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Whitney metode deskriptif
adalah pencarian fakta dengan intepretasi yang tepat. (F.L. Withney, 1988; 60)
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta
tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk
tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan yang
sedang berlangsung (pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena)
2. Subjek dan lokasi penelitian
a) Subjek penelitian
yang terdapat dalam penelitian ini yaitu para pediri, pengurus, serta
anggota-anggota yang tergabung dalam pedepokan tari DLDC dan
masyarakat sekitar.
b) Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di padepokan tari DLDC yang terletak
di Kebagusan, Jakarta selatan.
3. Jenis dan Teknik pengumpulan data
Ada dua jenis sumber data yang digunakan, yaitu data primer dan data
sekunder:
a) Sumber primer
Sumber data primer yang dikumpulkan oleh peneliti ialah dengan
mewawancarai langsung subjek peneltian. Dalam hal ini subjek
28
penelitiannya adalah seorang atau sekelompok penari yang ada
dipadepoka tari DLDC, serta mewawancarai langsung, pendiri,
pengurus, serta staf-stafnya dalam sanggar tari tersebut.
b) Data Sekunder
Berbagai macam sumber data referensi , seperti buku-buku, majalah,
koran-koran, hasil studi, publikasi dari badan-badan resmi dan lain-lain
sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk
memperkuat penemuan serta melengkapi informasi yang dikumpulkan
melalui wawancara langsung dengan subjek penelitian.
Pengupulan data dilakukan selama 5 bulan yaitu agustus-desember 2016,
adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
1) Wawancara percakapan (conversational interview)
Teknik yang fleksibel bedasarkan pada model pertemuan kolaboratif yang
pewawancaranya menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan wawancara terhadap
pemahaman responden tertentu tetapi tetap mempertahankan maksud peneliti
dalam setiap pertanyaannya. (2013; 379)
Sehingga dengan tipe wawancara ini peneliti dapat memperoleh data-data
dan informasi tentang proses isomorfisme dalam strategi bertahan kelompok
DLDC dan kepada pengurus pendiri padepokan tari DLDC lewat proses
percakapan yang didesain sedemikian rupa berisi percakapan yang santai
tetapi tentap mempertahankan nilai kesopanan didalamnya namun tetap
29
berfokus pada pertanyaan-pertanyaan yang relevan yang sudah dibuat oleh
peneliti. untuk mengkaji penelitian yang akan diteliti.
2) Observasi
Merupakan kegiatan yang dilakukan melalui panca indera untuk melihat
secara langsung fenomena yang akan ditelti. Penelitian ini menggunakan
observasi langsung langsung, artinya pengamatan dilakukan langsung oleh
peneliti dengan melihat bagaimana keseharian anggota kelompok tari DLDC,
melihat kativitas-aktivitas apa saja yang dilakukan didalamnya. Bungin (2007;
115) mengemukakan beberapa bentuk observasi lainnya, seperti observasi
partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok.
3) Dokumentasi
Dokumentasi yang dapat diperoleh yaitu, Meleong (dalam hardiansyah,
2010;143) Dokumen harian Dokumentasi pribadi atau karangan seseorang
secara tertulis tentang tindakan, kepercayaan dan pengalaman. Tujuan dari
dokumentasi ini adalah untuk memperoleh sudut pandang orisinil dari
kejadian yang berasal dari fenomena yang nyata. Jadi sumber data yang
diperoleh dapat melalui kajian putsaka, dimana peneliti dapat mengabadikan
fenomena penelitian yang akan diteliti.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman dan penulisan dalam penyusunan skripsi ini,
maka dalam penyajiannya penulis membagi secara sistematis ke dalam 4 bab yang
secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
30
Bab I: Merupakan pendahuluan yang berisi uraian mengenai Pernyataan
Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Kajian Teoritis, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II: Membahas tentang gambaran umum keberadaan tari dan gambaran
umum kelompok Tari DLDC.
Bab III: Membahas tentang strategi bertahan kelompok tari, yang uraian
teridiri dari strategi apa saja yang dilakukan oleh kelompok tari DLDC (Dedy
Lutan Dance Company) dalam mempertahankan eksistensi kelompoknya dan
membahas tentang faktor-faktor pendukung kelompok Tari DLDC dalam
mempertahankan kelompoknya.
Bab IV: Berisi Kesimpulan dari semua yang bersangkutan tentang kelompok
tari
31
BAB II
GAMBARAN UMUM KEBERADAAN TARI dan GAMBARAN UMUM
KELOMPOK TARI DLDC
A. Keberadaan Tari
1. Tari Sebagai Keindahan
Jogged menika pangriptanipun tiyang ingkang tubu endah. Seni tari adalah ciptaan
manusia yang sungguh-sungguh indah. Bilamana tidak indah bukan merupakan
perwujudan tari, atau bilih mboten endah menika sanes mujudaken jogged. Arti
keindahan yang dapat diselami lewat tarian yaitu, pertama-tama mereka menunjuk
pada keteraturan susunan bagian dari bentuk tari secara organik, keselarasan beberapa
unsur maupun pola yang mempersatukan bagian-bagiannya. Tetapi disamping itu,
yang lebih penting adalah sesuatu yang bersangkutan dengan isi atau makna maupun
pesan-pesan yang dikandungnya atau supraorganiknya. Tarian yang indah bukan
hanya sekedar keterampilan para penarinya membawakan gerakan dengan lemah
gemulai, tetapi bagaimana bentuk tari itu mengungkapkan makna maupun pesan
tertentu sehingga dapat mempesona. ( Prof. Sumandiyo Hadi, 2005: 14)
Penjelasan diatas menggambarkan, bahwasannya definisi keindahan
sebenarnya yang dihasilkan oleh tarian bukan hanya diperoleh dari wajah yang
cantik dan gemulai gerakannya, namun yang sebenarnya keindahan tersebut
terletak pada isi, makna, atau pesan yang dikandung dalam tarian tersebut, yang
mana ciri khas dari sebuah tarian akan terpancar jika penarinya memahami betul
apa yang hendak disampaikan lewat tarian-tarian yang dibawakan. Meskipun
tidak dipungkiri aspek visual juga mendukung sebuah keindahan tari tapi hal lain
yang lebih penting adalah bagaimana pesan dari tarian tersebut dapat
tersampaikan dengan baik.
Gaya tari, baik yang terkait dengan budaya maupun dengan aliran, adalah suatu
analisis yang tepat bagi kajian Estetika Tari. suatu gaya tari mempunyai kekhasan-
kekhasan yang hanya dapat dijelaskan kebermaknaannya melalui teori tari yang
mendasarinya. Pencapaian keindahan melalui kaidah yang sejalan dengan teori tari
itu memerlukan penguasaan teknik tari yang baik dan tepat. Pengetahuan akan
Estetika Tari memungkinkan orang untuk membuat ulasan meengenai suatu karya tari.
bagi seniman, khususnya penari, pengetahuan Estetika Tari akan memandunya dalam
32
melakukan interpretasi atas suatu karya tari yang harus dibawakannya. (Edi
Sedyawati, 2007: 300)
2. Tari Sebagai Kesenangan
Sebagaimana keindahan, “kesenangan” juga merupakan sifat relative bagi manusia.
Kesenangan terletak pada hubungan yang terdapat antara obyek dengan manusianya.
Sehubungan dengan itu, biasanya orang merasa senang karena obyek keindahan dapat
ditangkap memenuhi seleranya. Tangkapan ini lebih dipahami sebagai sesuatu
pengungkapan rasa senang. Disamping sebagai hiburan, kehadiran tari
dikelompokkan pula sebagai bentuk pemujaan yang berkaitan dengan religi atau
kepercayaan seperti tarian dalam ritual agama. Penyembahan atau pemujaan terhadap
roh nenek moyang dilakukan dengan bentuk tarian, merupakan kepercayaan yang
telah diwarisi secara turun-temurun sejak masyarakat primitive. (Prof. Sumandiyo
Hadi, 2005: 16-17)
Kesenangan yang diperoleh melalui tari sebagian besar didapatkan melalui
aspek visual, karena hanya bersifat sebagai tontonan atau hiburan. Para
penikmatnya cenderung lebih mengutamakan level estetis yang tinggi dan
cenderung musiman, karena kelompok tari ini sebagian besar hadir jika
keberadaannya dibutuhkan di acara-acara tertentu, seperti pertunjukkan resepsi
pernikahan, ulang tahun, atau acara-acara pergelaran kesenian lainnya. keberadaan
kelompok tari ini lebih sering membawakan tarian yang beraliran modern, karena
dianggap lebih menarik minat para penonton untuk menyaksikannya, sehingga
unsur-unsur budaya dan nilai dalam tarian yang dibawakan sebagian besar tidak
terlalu ditonjolkan
33
3. Tari Sebagai Sarana Komunikasi
Banyak orang yang mengatakan bahwa pada tahap yang paling awal seni itu adalah
satu dari berbagai cara untuk melukiskan dan mengkomunikasikan sesuatu. Pada
hakikatnya semua seni termasuk tari bermaksud untuk dikomunikasikan. Dalam hal
ini agar mereka dapat berkomunikasi atau menangkap karya tari, diperlukan
pengalaman-pengalaman estetis atau indrawi yang khas. Dari dua faktor manusiawi
itu menegaskan bahwa keistimewaan seni termasuk tari sebagai ekspresi manusia,
akan memperhalus dan memperluas komunikasi menjadi persentuhan rasa yang akrab,
dengan menyampaikan kesan dan pengalaman subyektif, yakni pesan dan
pengalaman si pencipta atau penata tari kepada penonton atau orang lain. Komunikasi
yang disampaikan sebuah tarian adalah pengalaman yang berharga, yang bermula
dari imajinasi kreatif. (Prof. Sumandiyo Hadi 2005: 20-21)
Sarana komunikasi yang terjadi didalam tari, terjadi lewat gerakan tubuh.
Gerakan tubuh sendiri sebagai media untuk mengungkapkan atau menyampaikan
makna dari tari itu sendiri, gerakan tubuh yang dihasilkan mewakili perasaan si
pencipta tari tersebut yang mana ada bentuk dan isi tertentu yang ingin
disampaikan dalam sebuah pergelaran seni atau dalam proses pembelajaran gerak
tari yang didalamnya juga terdapat media ekspresi dan proses kreatif yang sangat
mendukung dalam proses komunikasi tersebut.
Gerak tarian yang dihasilkan juga harus disesuaikan dengan ritme dan
ketukan-ketukan tertentu, sesuai dengan aturan dalam sebuah tarian. Karena jika
hal tersebut dapat beriringan dengan harmonis atau seirama, maka proses
penyampaian pesan dalam sebuah tarian akan tersampaikan dengan baik. selain itu
didalam tarian-tarian daerah tertentu terdapat magis tersendiri karena dapat
menarik perhatian orang-orang untuk mengikutinya, hal tersebut terjadi pada
tarian-tarian yang di peruntukan untuk upacara adat atau keagamaan.
34
4. Tari Sebagai Sistem Simbol
Tari sebagai hasil kebudayaan yang sarat akan makna dan nilai, dapat disebut sebagai
sistem simbol. Sistem simbol adalah sesuatu yang diciptakan oleh manusia secara
konvensional digunakan bersama, teratur, dan benar-benar dipelajari, sehingga
memberi pengertian hakikat “manusia”, yaitu suatu kerangka yang penuh arti untuk
mengorientasikan dirinya kepada yang lain; kepada lingkungannya, dan pada dirinya
sendiri, sekaligus sebagai produk dan ketergantungannya dalam interaksi sosial. (Prof.
Sumandiyo Hadi 2005: 22)
Penyampaian makna dalam sebuah tarian merupakan hal yang penting untuk
di ketahui khususnya bagi para pencipta karya seni tari, yang sebenarnya ada
sebuah pesan moral yang ingin disampaikan kepada para penonton lewat gerakan
tubuh para penari. Karena tari sebagai ekspresi manusia atau sebagai media untuk
mengungkap suatu permasalahan atau fenomena sosial yang terjadi pada sebuah
lingkungan tertentu. Yang dilakukan oleh individu-individu tertentu dalam
mendefinisikan dunianya.
Kebudayaan sebagai sistem simbol juga dijelaskan menurut Geertz adalah:
1)suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan
simbol tersebut individu-individu mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan
perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; 2)suatu pola makna-
makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk
simbolik, yang melalui bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi,
memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap
terhadap kehidupan; 3)suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku, sumber-
sumber ekstrasomatikdan informasi dan 4)oleh karena kebudayaan harus dipahami,
diterjemahkan dan diinterpretasikan. (Zulkifli, 2008:87)
Dan tari sebagai salah satu media komunikasi tertentu dalam mengungkapkan
peristiwa-peristiwa tersebut melalui gerak tubuh dan ekspresi. Sehingga lewat hal
itu dapat mengungkapkan makna yang tersembunyi lewat simbol-simbol gerakan
atau ekspresi yang diperlihatkan.
35
5. Perkembangan Tari di Indonesia
Perkembangan tari di Indonesia tentunya tidak terlepas dari keberagaman etnis
dan budaya yang ada, keberadaannya selalu membawakan atau menciptakan
nuasa baru dari ciri khas sebuah tarian disetiap masing-masing daerahnya. Namun
keberadaan etnis dan budaya dalam sebuah tarianpun lambat laun juga akan
mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan supaya keberadaannya tetap
membuming meskipun terdapat beberapa perubahan tetapi tidak menghilangkan
ciri khas tarian tersebut. karena Perkembangan tarian di Indonesia juga melalui
beberapa tahap-tahap tertentu.
Tahap-tahap yang mendasari perkembangan tarian di Indonesia yaitu.
a) Kehidupan Tari Yang Terpencil Dalam Wilayah-Wilayah Etnik
Setiap wilayah ethnic memiliki adatnya masing-masing dan adat inilah yang menjadi
alasan utama bagi penyelenggara tari. baik tari itu bersifat keagamaan ataupun
keduniawian, selalulah ia dikaitkan dengan adat. Misalnya tari-tarian yang bertujuan
mempengaruhi atau membujuk kekuatan-kekuatan alam ataupun kekuatan-kekuatan
gaib, tari-tarian yang berhakikat persembahan atau pernyataan syukur kepada
kekuatan-kekuatan yang telah melindungi manusia, maupun tari-tarian pergaulan
pada umumnya, selalu dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa tertentu, dengan saat-
saat tertentu dalam perhitungan waktu. karena sifat keadatan itu maka pada umumnya
pelaku-pelaku dari tari-tarian itu masing-masing adalah tertentu mengikuti fungsinya.
Jadi tidak sembarang orang boleh memilih dan menarikan tarian. Contohnya berasal
dari tanah batak: hanya seorang datu (pemimpin) yang boleh mearikan tari tunggal
panaluan (tongkat keramat). Karena setiap penari memiliki bagian dan fungsinya
masing-masing dalam menarikan tarian, sehingga harus sesuai dengan Hirarki adat.
(Edi Sedyawati, 1981: 113)
Dalam konteks ini dapat digambarkan bahwa, dengan adat dan tradisi tertentu
dalam sebuah daerah tidak diperkenankan untuk dibawakan oleh orang lain,
karena selain penduduk asli yang tinggal didaerah tersebut, karena orang lain
dianggap tidak mempunyai hak dalam membawakan tarian tersebut. karena
36
terdapat beberapa aturan yang mengharuskan tarian itu harus dipertunjukkan
sesuai dengan peraturan adat setempat yang ada dilngkungan tersebut. dan jika
didalamnya terdapat perubahan, hal tersebut hanya boleh berdasarkan perintah
dari kepala suku didaerah tersebut.
b) Masuknya Pengaruh-Pengaruh Luar Sebagai Unsur Asing
Pengaruh-pengaruh luar ini, baik yang masuknya secara disengaja maupun
tidak disengaja, umumnya memberikan dorongan-dorongan agar tari berkembang
melampaui batasan-batasan adat yag terlalu ketat.
Jenis-jenis pengaruh sebagai contoh adalah: (Edi Sedyawati 1981: 114)
1) Pergaulan dengan kebudayaan Hindu pada masa-masa yang lalu kiranya pernah
memberikan rangsangan untuk memperkembang tari sebagai seni dengan ukuran-
ukurannya sendirinya, untuk memperkaya perbendaharaan gerak tari dengan
penggarapan pola-pola, untuk memberikan tema-tema cerita dalam penggarapan-
penggarapan tari.
2) Persentuhan dengan usaha-usaha missionary untuk menghapuskan kepercayaan-
kepercayaan animistis, totemistis, maupun dinamistis, sering menyebabkan
berubahnya rasa tari dalam lingkungan ethnic itu, suasana kegaiban dan
kekerasan dalam tari-tarian suci menjadi hilang setelah masyarakat adat yang
mendukungnya „dibudayakan‟
3) Persentuhan dengan gagasan-gagasan teater dari barat menyebabkan timbul pula
dorongan-dorongan untuk terbentuknya lembaga-lembaga baru yang bersifat non-
adat, yang menampung kegiatan-kegiatan kesenian untuk tujuan hiburan, dengan
memakai ukuran-ukuran kesenian sebagaai norma tunggal.
Pada tahap ini secara sedikit demi sedikit tarian daerah yang tadinya sifatnya
tertutup dan hanya boleh ditarikan oleh orang-orang dari kalangannya sendiri
mulai membuka diri sedikit demi sedikit dalam menerima budaya asing, sebagian
diantaranya menerima bentuk perubahan sebagai salah satu cara untuk tetap
melestarikan tarian didaerahnya tersebut, karena minat masyarakat yang ingin
mempelejari tarian tradisi juga harus diperhatikan. namun Unsur-unsur yang
37
masukpun juga harus disesuaikan dan diperhatikan. Sehingga ciri khas dari tari-
tarian tradisi atau daerah tersebut tetap menonjol.
c) Penembusan Secara Sengaja Atas Batas-Batas Kesukuan
Dalam tahap ini ditekankan usaha-usaha untuk menunjukkan bahwa meskipun
Indonesia terdiri atas berbagai wilayah ethnic, namun sebenarnya adalah satu.
Perwujudan dari sikap ini terlihat pada penyelenggara acara-acara maupun misi-misi
kesenian yang memuat acara-acara dari Sabang sampai Merauke. Karena adanya
sikap tesebut maka ada dorongan-dorongan kuat bagi penari-penari yang berasal dari
ethnicnya masing-masing untuk mulai mempelajari juga tari-tarian dari wilayah ethic
lain. Dengan sendirinya gaya-gaya tari yang bisa banyak dipelajari oleh anak-anak
wilayah lain adalah telah dibekali keterbukaan dari masyarakatnya. Dalam tahap ini
yang dicapai dalah kesalingkenalan, saling menghargai, serta menipiskan kebanggaan
kedaerahan yang berlebih-lebihan. (Edi Sedyawati 1981: 115)
dalam hal ini tari-tarian daerah yang dulu sifatnya tertutup akan dunia luar,
sudah mulai membuka ruang dalam menerima unsur-unsur kebudayaan baru yang
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. memberi kesempatan bagi yang
ingin belajar tari, sehingga tari-tarian daerah akan terus lestari. Lain daripada itu
tari-tarian juga bisa sebagai sarana dalam pertukaran budaya-budaya antar satu
suku dengan suku lainnya. karena dibekalinya keterbukaan dari masyarakatnya
maka para orang-orang yang ingin belajar tari dari kebudayaan yang berbeda,
tentunya akan memiliki kepercayaan diri dalam bersosialisasi dengan para penari-
penari lain yang berasal dari berbagai wilayah.
d) Gagasan Mengenai Perkembangan Tari Untuk Taraf Nasional
Setelah melalui beberapa fase seperti yang dijelaskan diatas, para pencipta
karya seni juga ingin mengembangkan tari-tarian daerah dan tradisi ini dalam
kancah yang lebih luas lagi, tidak hanya ingin populer diwilayahnya sendiri tetapi
ingin menunjukkan kepada belahan dunia lain, bahwa Indonesia juga memiliki ciri
38
khas tersendiri dalam menunjukkan identitasnya yaitu lewat tari-tarian tradisi
yang kaya akan nilai dan budaya, namun dalam pementasannya akan dikemas
lebih sederhana dan juga ditambahkan beberapa unsur-unsur lain seperti, musik,
kostum dan desain panggung, sehingga tarian yang dibawakan akan terasa lebih
hidup.
Salah satu gagasan adalah untuk mengadakan popularisasi dan penyederhanaa dari
bentuk-bentuk tari tradisional suatu wilayah ethnic agar bisa lebih mudah diterima
oleh anak-anak wilayah lain, contoh dari perwujudan gagasan ini adalah misalnya
penyederhanaan tari-tarian tradisional yang semula panjang-panjang. Suatu segi lain
dari penyederhanaan ini adalah untuk melepaskan tari dari unsur-unsur ethnic yang
dianggap menghambat proses apresiasi yang cepat. Misalnya, dari pikiran akan
adanya hambatan dari bahasa, maka diciptalah sendratari, dimana ekspresi
disampaikan terutama oleh tari dan musik, dan campur tangan bahasa adalah sedikit
mungkin. gagasan lain untuk menciptakan sesuatu yang dapat diberi label nasional ini
terwujud dalam karya-karya tari yang disusun berupa ramuan unsur-unsur dari
berbagai daerah. Seorang pencipta tari yang pernah berhasil dengan menempuh jalan
pikiran ini, disengaja atau tidak adalah Bagong Kussudiardjo. Ia mengambil sari dari
motif-motif berbagai gaya tari untuk disusunnya kembali mengikuti selera baru yang
utuh. Pengubahan-pengubahan tari lain yang banyak juga menempuh arah ini
kebanyakan kurang berhasil karena mengambil unsur-unsur tari berbagai wilayah
secara terlalu mentah. (Edi Sedyawati 1981: 116)
e) Kedewasaan Baru Yang di Tandai Oleh Pencarian Nilai-Nilai
Setelah tahap-tahap yang lalu dilampaui, masyarakat-masyarakat suatu wilayah
ethnic sudah mengena, menyukai dan menaruh minat kepada tari-tarian wilayah lain,
maka terasalah bahwa nasionalisasi tari bukanlah lagi suatu hal yang harus digembar-
gemborkan. Kesatuan Indonesia telah dirasakan sebagai kenyataan. Maka
perkembangan lanjut dari tahap ini adalah pemantapan dari penggarapan tari itu
sendiri dengan ditandai oleh kematangan teknis dan sikap yang serba terbuka tanpa
komplek-kompleks pengotakan. Suatu kegairahan lain dalam fase mencari nilai-nilai
tari ini terwujud dalam kegiatan-kegiatan tari eksperimental yang selalu disertai
dengan pengkajian terhadap hakikat tari. kegiatan-kegiatan yang demikian ini
berpangkal pada ketidakpuasan terhadap perkembangan yang sudah berlalu dan telah
menjadi suatu kerangka kegiatan rutin. (1981: 117)
Dalam hal ini para pencipta karya seni tari mencoba memunculkan kembali
khasanah nilai-nilai luhur terdahulu dalam sebuah tarian untuk di hadirkan
didalam beberapa karya-karya tari. Karena meskipun tarian kontemporer para
39
pencipta karya tari juga harus memperhatikan aspek-aspek penting yaitu makna
dan budaya tari apakah yang dapat ditonjolkan, tidak semata-mata keindahan
gerak, tapi makna dan pesannyapun turut diperhatikan agar tari-tarian yang
dipertunjukkan menjadi lebih hidup.
B. Kelompok Tari DLDC
1. sejarah Berdirinya Kelompok Tari DLDC
Kelompok tari DLDC dibentuk pada awal tahun 1990, awalnya komunitas tari
ini bernama ddc (Dedy Dance Company) pada tahun 1970 dan atas kesepakatan
bersama pak Dedy, bu Elly dan anggota yang lain pada tahun 2002 kelompok tari
ini berubah menjadi Dedy Lutan Dance Company. Nama Lutan sendiri berasal
dari nama orang tua bapak Dedy yaitu bapak Lutan Majid. wadah komunitas tari
ini pertama kali dibentuk atas gagasan Dedy Lutan yang mana beliau berprofesi
sebagai seniman dan koreografer tari dengan dua orang lainnya yang juga
memiliki ketertarikan dibidang seni tari yaitu Irene S. Prinka dan Elly D Lutan.
wadah komunitas seni ini sengaja dibentuk karena kegelisahan pak Dedy
terhadap mulai menurunya minat masyarakat kepada kesenian tari, pada
umumnya tari tradisi, dimana semakin berkembangnya zaman justru tidak
diseimbangin oleh kemajuan kesenian tari karena keberadaannya semakin terganti
oleh budaya-budaya baru yang dianggap malah menurunkan ciri khas daripada
kesenian tradisi, dan hal tersebut dilakukannya juga untuk memunculkan kembali
khasanah budaya seni, sebagai sebuah organisasi seni atas dasar tanggung jawab
dan kerjasama dengan misi pengembangan profesionalisme dan kreativitas
mereka dalam menciptakan karya tari yang baik.
40
Untuk meningkatkan profesionalisme komunitas tari ini, pada tahun 1999
komunitas ini mulai disempurnakan dengan dibuatnya struktur organisasi dalam
Management Of Art Production, mereka yang terlibat adalah rekan-rekan dari
sesama penari yang tergabung dalam kelompok tari dldc dan pengamat seni yang
mempunyai pengalaman dan ketertarikan khususnya dibidang kesenian tari.
DLDC merupakan komunitas tari yang konsisten dalam mengembangkan tari
tradisi dalam setiap karyanya.
Aspek utama dari karya DLDC adalah bermula dengan melakukan riset
lapanngan secara intensif terhadap berbagai macam tradisi diberbagai daerah di
Indonesia, dan bersentuhan secara langsung dengan sumber tradisional. Lewat
karya yang diciptakan, para koreografer tentunya akan mampu memunculkan
aktualisasi diri, dan semua itu bisa diraih bila mereka memiliki upaya untuk
melakukan studi lapangan dengan baik, sehingga mereka akan mampu mencapai
pemahaman yang lebih baik terhadap kekinian hakekat kehidupan manusia yang
berbudaya.
Penari yang tergabung didalamnya berjumlah 20 orang. karena kegigihannya
dan kesabarannya dalam merangkul, mengajak, dan menghimbau serta melakukan
workshop dan pelatihan tari berbasis tradisional,. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk “memperkenalkan kembali” khasanah kebudayaan kita yang
tersembunyi. Dengan melalui kegiatan tersebut, di harapkan generasi muda
semakin memiliki ketertarikan dan dapat memperluas wawasan yang lebih tentang
kesenian Nusantara. Sampai saat ini anggota yang tergabung dalam DLDC adalah
para penari yang merupakan murid Elly D.Lutan dan Dedy Lutan, mahasiswa-
41
mahasiswa Institut Kesenian Jakarta, Universitas Negri Jakarta, Universitas UI,
serta beberapa orang yang tergabung secara pribadi.
Memasuki tahun 2005, tepatnya 11 Maret 2005 telah diadakan pertemuan
untuk pembentukkan Yayasan Dedy Lutan Dance Company. Yayasan ini dibentuk
sebagai wadah pengembangan kesenian yang tidak hanya bersifat pertunjukkan
melainkan juga perihal jasa konsultasi pengembangan kesenian, pariwisata dan
kebudayaan baik untuk kalangan internal maupun kalangan eksternal
(masyarakat).
2. Pemimpin Kelompok DlDC
Sebelumnya kelompok tari ini pada tahun 1970 dipimpin sendiri oleh bapak
Dedy, namun karena fokus beliau lebih kepada sebagai koreografer dan penata
tari, sehingga tidak memungkinkan beliau untuk merangkap jabatan sebagai
selaku pemimpin dan koreografer, sebelumnya kelompok tari ini pernah dipimpin
oleh ibu Pungky Purdatiningrum pada tahun 1988 sampai 1990, Indah
Soelistyawati pada tahun 1990 sampai 2004, dan Iga Mawarni pada tahun 2004
sampai dengan sekarang.
Iga Mawarni sebelum memimpin DLDC beliau berprofesi sebagai penyanyi
jazz yang sekarangpun masih aktiv mengisi beberapa pertunjukkan musik jazz
dijakarta dan daerah-daerah diIndonesia, kecintaannya terhadap kesenian tari
muncul kembali pada 13 tahun lalu pada saat melihat pertunjukkan tari jawa
klasik yang dibawakan oleh bude Elly di gedung kesenian Jakarta pada waktu itu.
Gerakan tari yang dibawakan oleh bu Elly membuat Iga mawarni kagum dan
42
muncul keinginan kembali untuk mempelajari tarian, yang mana semasa sekolah
beliau aktif dalam kegiatan kesenian tari. (hot.detik.com Diunduh 22 september
2016)
Alhamdulillah 26 tahun, sungguh saya sangat bersyukur kepada allah swt,
senang bisa nemenin DLDC sampai sekarang ini. karena kami, DLDC telah
diberikan kemampuan melewati masa yang panjang selama dalam prosesnya
dalam menghidupkan komunitas tari tradisi „ala‟ kami dengan tantangannyay
yang mungkin bisa dibilang berat, tapi ya inshaallah dengan begitu malah
akan mematangkan kualitas karya, jiwa dan pikiran kami. (wawancara pribadi
dengan Iga Mawarni 16 oktober 2016)
Perempuan kelahiran 22 juli 1973 lantas mendatangi padepokan DLDC lalu
menimba ilmu tari disana, bu Elly senantiasa dengan sabar mengajari mba Iga
menari dengan tidak hanya mengikuti alunan musik tetapi juga mengajaknya
menari lewat hati. Dimana darisitulah Iga mendapat ketenangan jiwa dalam
hatinya lewat menari.
selama bertahun-tahun menari di dldc lalu melibatkannya dalam seni
pertunjukan tari, dimana yang dulunya beliau hanyalah sebagai seorang penonton
namun tidak disangka dapat menjadi bagian dari anggota penari dldc membuat
dirinya merasa, apa yang selama ini diinginkan dibidang kesenian, bisa beliau
peroleh. Dengan menjadi bagian dari DLDC membuatnya merasa terpanggil
untuk terus mengembangkan tarian tradisi di pentas kesenian.
Setelah beberapa tahun mengenyam pendidikan tari di DLDC, atas keputusan
bersama Iga mawarni dipilih untuk memimpin sanggar tari tersebut. berkat
dedikasinya sebagai murid DLDC yang konsisten menimba ilmu tentang kesenian
tari lewat pengalaman-pengalaman yang diajarkan oleh bu Elly dan pak Dedy
43
yang sudah terlebih dahulu terjun langsung ke dunia seni tari. membuat mba Iga
merasa bahwa sudah seharusnya beliau berpasrtisipasi dan juga mengajak para
peminat kesenian tari untuk bergabung bersama dalam menghasilkan sebuah
karya.
Awalnya tidak mudah memang mempelajari dan mengenalkan tari tradisi.
Karena zaman yang semakin maju, membuat keberadaan tarian daerah semakin
jarang untuk dipertontokan para pembuat seni lebih cenderung mengembangkan
tarian yang kontemporer atau lebih mengikuti permintaan pasar yang lebih tertarik
untuk menyaksikan seni pertunjukkan modern. Maka dari itu tantangan sendiri
bagi Iga mawarni dan DLDC untuk berani dalam mengembangkan tarian tradisi.
Sebagai pemimpin, beliau selalu mendiskusikan kepada para anggota lainnya
dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh anggota DLDC baik itu para penari,
koreografer, maupun orang-orang yang terlibat didalam DLDC. Agar bisa
tercapainya sebuah komunikasi yang harmonis antara satu dengan lainnya. tidak
ada sekat yang membatasi antara pemimpin dan anggota didalamnya, karena
anggota yang tergabung didalamnya boleh dengan terbuka mengeluarkan aspirasi
dan kreatifitasnya masing-masing, sehingga memunculkan kedekatan yang lebih
harmonis antara satu dan yang lainnya.
3. Pembina Kelompok Tari DLDC
Pembina kelompok tari DLDC yaitu tidak lain adalah istri dari Dedy Lutan
yang bernama Elly D. Lutan. beliau selaku Pembina dan koreografer tari di DLDC,
beliau terlahir dengan nama Indah Harie Yulianti dimakasar pada tanggal 27 Juli
44
1952. Beliau dikenal akan ketekunan dan pengabdiannya yang begitu tinggi
kepada masyarakat, khususnya dalam bidang seni tari. boleh dikatakan bahwa
sebagian besar masa hidupnya diabdikan untuk kepentingan masyarakat dunia tari.
Menari dan menata tari adalah pengabdian hidup Elly. Sejak tahun 1970
mengabdikan diri sebagai penari dari para tokoh tari terkemuka seperti, Huriah
Adam, Bagong Kussudiardjo, Sardono W. Kusumo, Gusmiati Suid, Retno Maruti,
Sulistiyo Tirto Kusumo, dan tentunya Dedy Lutan (suami Elly) yaitu seorang
maestro tari tradisi dan doctor pada bidang karya tari.
Sebagai Pembina dan koreografer tari tentunya beliau tidak mengharuskan
adanya aturan khusus bagi bagi para penari yang ingin bergabung atau sekedar
ingin mengetahui tentang seni tari dipadepokan tari DLDC. Beliau selaku
koreografer selalu mengarahkan para penarinya agar tidak hanya mampu
menggerakan tubuh tetapi benar-benar setulus hati memaknai arti dari tarian yang
dipelajari. Supaya para penari mampu merasakan tekanan dari tarian yang
dipelajari agar ruh dari tarian yang dipelajari dapat menyatu dengan jiwa.
Selama menjadi Pembina dan koreografer, beliau membebaskan anak
muridnya untuk terus mengembagkan kreatifitas menarinya walaupun diluar
sanggar tari. seperti kata mba suryani, salah satu murid bu Elly yang sudah belajar
di sanggar tari ini sejak tahun 1980.
setelah belajar lumayan lama mengenai ilmu kepenarian sama pak Dedy dan
Bu Elly, pada tahun 2000-an aku mutusin untuk coba buka kelompok tari
sendiri, dan seneng begitu tau dapat respon yang bagus dari bu Elly ketika
mengetahui aku mendirikan komunitas tari lain,alhamdulillah responnya
positif, aku jadi lebih semangat untuk terus mengembangkannya, Dan beliau
45
berharap kedepan, akan semakin banyak generasi muda yang semakin tertarik
dengan kesenian tari (wawancara 23 oktober, dengan mba suryani)
Sebagai selaku koreografer tari, beliau pun juga turut mengikuti jejak para
gurunya dalam mengajarkan kesenian tari. berbekal pengalamannya dalam
menekuni tari kreasi baru dipadepokan Bagong Kussudiardjo pada tahun 1965-
1975 dan selama tiga tahun memegang pimpinan semenjak dibukanya PLT
Bagong Kussudiardjo cabang Jakarta. Dari pengalaman itulah menjadi bekal
beliau untuk mengajarkan tarian kepada murid-muridnya di DLDC dan
4. Penari-Penari DLDC
Para penari yang ada dikelompok tari ini adalah, beberapa dari mereka yang
bergabung sudah terlebih dahulu mempunyai pengalaman dibidang tari, namun
ada juga sebagian benar-benar belajar dari nol. Penari yang tergabung tentunya
tidak hanya diajarkan tarian tetapi nilai dan budaya dari tari tersebut turut juga di
beritahukan, agar penari-penarinya mampu memaknai dan memahami tarian yang
sedang mereka pelajari.
Sebagian besar murid DLDC terdiri dari wanita yang berumur sekitar diatas
20 sampai 30 tahun, mereka yang tergabung sebagian merupakan murid lama
yang sudah tergabung terlebi dahulu, semenjak komunitas tari ini berdiri pada
tahun 1970. DLDC memiliki 20 murid. Jenis tari yang diajarkan oleh kelompok
tari ini adalah sebagian besar tari tradisional jawa, namun selain tarian jawa ada
juga aceh dan Kalimantan. Para penari yang menimba ilmu di DLDC benar-benar
dipersiapkan untuk menjadi penari yang bisa konsisten untuk membawakan setiap
karya yang akan dipertunjukkan oleh DLDC, dan terkadang agar pertunjukkan
dapat berjalan secara hikmat dan indah. DLDC membwakan penari-penari yang
46
berasal dari daerah asalnya. Disetiap pertunjukan DLDC, bahkan sebagian penari
ada yang dipersiapkan secara khusus sebagai penari tambahan seperti anak-anak
atau remaja untuk melengkapi perannya dalam sebuah pertunjukkan tari.
Penari-penari yang tergabung diantaranya, dididik dan dilatih sedemikian
untuk dijadikan sebagai koreografer penari professional. bahkan ada diantara
mereka yang pada dasarnya sudah berprofesi sebagai koreografer tari, namun
datang ke dldc untuk mendiskusikan suatu gerakan tari yang ingin dipertunjukkan,
jadi dldc tidak membatasi siapapun dan dari kalangan apapun untuk belajar tari
disanggarnya.
5. Logo yang Di Pakai dan Maknanya
Dalam sebuah kelompok tari tentunya banyak diantaranya yang memakai
logo-logo tertentu untuk menunjukkan identitas sebuah kelompok didalam suatu
lingkungan masyarakat. lambang atau simbol tersebut merupakan sebuah penanda
yang dalam setiap kelompok pasti ada. Simbol yang dipakai pada umumnya
menggambarkan bentuk sebuah kelompok secara umum, didalamnya terdapat
makna tertentu yang menunjukkan ciri khas dari kelompok tersebut.
Sama halnya dengan kelompok tari DLDC ini, simbol yang dipakai yaitu
berupa simbol siluet yang yang berada ditengah-tengah tulisan DLDC, yaitu
berupa 2 garis miring dan 1 garis melengkung kebawah. Yang mana simbol
tersebut menggambarkan sebuah gerak tubuh manusia ketika menari. Sederhana
memang tapi memiliki makna yang relevan untuk menggambarkan kelompok tari
DLDC ini.
47
Logo yang dipakai itu orang-orang mungkin melihat kenapa bentuknya hanya
berupa garis melengkung aja, terlalu sederhana sekali katanya, kan ini
kelompok tari yang mungkin namanya cukup membuming dikalangan seniman
tari. tapi ya kalo menurut bude meskipun tampilannya cukup sederhana tapi
sebetulnya itu memang sebuah simbol yang menggambarkan tentang salah
satu gerakan tubuh manusia yaitu menari, karena siluet itukan kaya
perumpamaannya orang yang lagi nari, kalo menurut pandangan bude sama
pakde ya ga. ga perlu yang neko-neko kalo mau bikin logo organisasi yang
ada ntar malah susah mendefinisikannya. Mendingan sederhana tapi benar-
benar kena maknanya, dan itu yang penting. (wawancara pribadi dengan bu
elly 16 oktober 2016)
Gambar II.1. simbol DLDC
Sumber: Dokumentasi DLDC
6. Kegiatan Belajar dan Mengajar Tari di Sanggar DLDC
Kegiatan belajar dan mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu
yang diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses mengajar. kegiatan belajar
mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar akan
menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dalam kegiatan
belajar dan mengajar guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik.
Kerangka berpikir demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan
pendekatan kepada setiap anak didik secara individual. (Dzamrah et all, 2010: 44-45)
Kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan di dldc sama halnya dengan
kegiatan yang berlangsung dilembaga tari lain pada umumnya. Proses belajar dan
mengajar di dldc dilakukan seminggu dua kali yaitu pada hari jum‟at malam jam 7
48
dan minggu jam 8 pagi. Seperti halnya pemberian materi gerak tubuh sebelum
mulai menari penting untuk diberikan, tujuan pemberian materi tersebut untuk
menyesuaikan komposisi gerak dan iringan musik yang akan dimainkan, sehingga
tarian yang akan dibawakan dapat seirama. Dalam kegiatan belajar dan mengajar
pun bu elly dan pak deddy selaku pengajar pun kerap memperhatikan para
individunya ketika sedang menari, mencoba mengamati para penari yang
kedapatan memperoleh kesulitan dalam proses menari, dan setelah itu mencoba
memahami para penari untuk menemukan solusi yang baik agar kendala tersebut
mampu diatasi.
Kadang kalo mereka ada yang masih kurang paham mengenai gerakan, suka
ada yang belajar sampe larut malam, dan diskusi juga sama bude mengenai
gerakannya, kadang juga ada beberapa yang sampe nginep disini. kalo pak
dedy atau bude lagi ga ada aktivitas lain ya nemenin mereka latihan, malah
sampe pagi. Karena nari tu ya gak sekedar gerak aja. Mereka juga harus
paham maknanya apa, geraknya melambangkan apa. Jadi ketika menari itu
benar-benar memahami maksud dan tujuan dari tarian yang ditarikan. Ga
gampang memang untuk menjalankan proses seperti demikian, karena kami
menyadari bahwa masing-masing individu itu punya daya serap yang
berbeda-beda. Dan kami mencoba mendongkrak dan membimbing mereka
agar dapat mencapai keselarasan menari yang sesungguhnya. (wawancara
pribadi dengan bu Elly 16 oktober 2016)
Jadi meskipun jadwal latihan sudah ditetapkan bu Elly dan pak Deddy selaku
pengajar di DLDC tidak membatasi muridnya yang ingin bertanya kembali
tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya. Beliau senantiasa akan
meluangkan waktunya untuk para muridnya yang ingin menambah jam latihannya,
tapi meskipun begitu tidak akan dipungut biaya penambahan jam latihan, karena
menurutnya yang lebih penting adalah para penari mampu memahami materi
gerak saja sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi beliau. Oleh sebab itulah
49
banyak diantara para penari yang senang dengan cara beliau mengajar, meskipun
terkadang keras dalam mengajar namun hal itu dilakukan agar penari mampu
fokus dan dapat menjiwai tarian tersebut.
Kerasnya beliau itu lebih kesayang sih sebenernya, tujuannya ya untuk selain
kitanya cepet bisa tapi lebih daripada itu beliau ingin kita selaku penari harus
bisa mengolah kepekaan rasa dari tarian itu sendiri. Jadi menari itu jangan
setengah-setengah, kita harus benar-benar menaruh posisi jiwa dan raga kita
seutuhnya ketika menari, agar makna dalam tarian itu dapat tersampaikan
dengan gerakan dan mimic muka yang apik kali ya istilahnya, sehingga ada
kepuasan tersendiri bagi saya khususnya, ketika disini saya bisa menyalurkan
kreatifitas saya dalam menari. Dan kerasnya beliau dalam mengajar itu
justru mendorong saya, untuk lebih percaya diri dalam mengembangkan
gerakan saya (wawancara pribadi dengan mba suryani 23 oktober 2016 )
Gambar.II.2 Suasana latihan di sanggar DLDC
Sumber. Dokumentasi DLDC
7. Penanggap Kelompok Tari DLDC
Perjalanan yang dilakukan beliau kebebrapa daerah pedalaman yang ada di
Indonesia, ternyata membuka jendela baru bagi beliau dalam menggali potensi-
potensi baru dalam hal tari tradisi, dimana menurutnya banyak dari penari-penari
sekarang yang hampir melupakan tari-tarian tradisi, yang mana hal tersebut
merupakan akar dari tari-tarian lainnya, yang sekarang sudah banyak dimodifikasi
50
baru, seperti tari kolaborasi dan kontemporer yang banyak melupakan unsur-unsur
tradisi didalamnya.
Tradisi itu merupakan sumber penciptaan. Akar-akar tradisi adalah sumber
yang tak akan habis-habisnya digali. Karena seni tradisi seperti tari itu
merupakan simbol-simbol puitis, setiap gerak itu punya arti. Jadi, mereka
tidak asal menggerakan tubuh. (wawancara surat kabar Anda Bos dengan pak
Dedy, Mei 1990)
Berkat kepercayaan dan ketekunannya dalam mengembangkan tarian tradisi,
dan beliau dapat membuktikannya dalam sebuah pentas tari, kemudian
menunjukkan bahwasannya tarian tradisi juga mampu menarik minat masyarakat
yang ingin terjun dalam dunia seni tari. dengan menonton pertunjukkan kesenian
tari maka secara tidak langsung akan menumbukan kembali rasa kecintaan
terhadap kesenian tari.
dalam setiap pertunjukkan yang dilakukan oleh DLDC ya alhamdulillah
sampe sekarang selalu mendapatkan apresiasi yang positif dalam setiap
peluncuran karya kami dan senengnya itu ternyata karya DLDC ditunggu-
tunggu juga khususnya dari kalangan seniman tari, karena menurut mereka
pementasan DLDC selain bagus juga bisa menjadi referensi bagi seniman
lainnya dalam proses penciptaan karya tari, dan gak Cuma dijakarta aja, dari
luar kota pun juga ada saking mereka penasaran sama pak dedy dan DLDC
(wawancara bu elly 16 oktober 2016)
8. Penonton Kelompok Tari DLDC
Dulu waktu pertama kali memutuskan untuk terjun dalam seni pertunjukan,
DLDC menyadari bahwasannya hal itu memang diperlukan untuk setiap
komunitas tari yang ingin berkembang, lewat pengalaman-pengalaman
eksplorasinya dalam mencari kesenian tari tradisi, membuat beliau terpacu untuk
51
mengenalkan tari-tarian tradisi kepada para generasi muda, dan membuktikan
kepada yang menyaksikan karya DLDC bahwa tarian tradisi tidak kuno. Berbekal
pengalaman pak Dedy dalam mengumpulkan pengalaman-pengalamnnya lewat
riset lapangan terhadap berbagai macam tarian tradisi di Indonesia dan
bersentuhan langsung dengan sumber tradisional, menjadikannya daya Tarik
tersendiri bagi para penikmat kesenian tari. pak Dedy yang dengan konsisten
mengembangkan tarian tradisi tentunya selalu membuat inovasi-inovasi yang unik
tetapi tidak menghilangkan unsur tari tradisinya. Karena kelompok tari ini berani
menunjukkan kesenian tari yang berbeda dari yang lainnya yaitu dengan
menonjolkan aspek tradisi.
Menjadi kelompok tari yang konsisten mementaskan tari tradisi tidaklah
mudah. Butuh kerja keras, kesabaran, dan karya yang tak pernah berhenti
untuk dikenal masyarakat. namun berkat kerjasama para penari,
alhamdulillah dalam setiap pementasan karya kami selalu mendapatkan
apresiasi yang bagus, dan penontonnya tiap tahun ada peningkatan, dan itu
membuktikkan bahwa generasi muda semakin tertarik untuk belajar dan
mencari tahu tentang tari tradisi lewat pentas pertunjukkan kami dan gedung
kesenian Jakarta (GKJ) yang selalu mendukung karya DLDC, dalam
memberikan peluang kerja sama yang menyenangkan selama ini kepada kami
(DLDC). (wawancara https://hot.detik.com/art/2451983/dedy-lutan-dance-
company-buktikan-tarian-tradisi-tak-kuno/2126 dengan Iga Mawarni)
Tari yang dulunya hanya sebagai kesenian budaya daerah secara perlahan
merambah menjadi seni pertunjukkan, hal itu dilakukan sebagai upaya pelestarian
kesenian tari agar tidak punah dimasyarakat. kesenian tari modern yang
berkembang ditengah arus kemajuan zaman tidak melunturkan semangat DLDC
dalam mengenalkan dan mengembangkan kesenian tari tradisi dan DLDC
52
menyadari bahwa dukungan-dukunga yang hadir tidak hanya dari dalam tapi juga
dari luar yang turut memotivasi DLDC untuk terus berkarya.
9. Profil Beberapa Penari DLDC
Para penari, pengajar, dan Pembina kelompok tari DLDC merupakan anggota
yang terdiri dari berbagai kalangan. Ada yang dari UI yaitu kak Doni dan kak
ayib, kak doni merupakan mantan ketua liga tari UI yang sudah setahun ini
mengikuti pelatihan tari disannggar tari DLDC, kak Doni mengetahui informasi
mengenai keberadaan sanggar ini lewat temannya yang sesama penari juga,
sebelum menimba ilmu di DLDC tentunya kak Doni pernah juga belajar di
sanggar tari yang lain, ketika ditanya kenapa beliau lebih memilih belajar sanggar
tari DLDC daripada ditempat sanggar yang sebelumnya? Kak Doni menjawab:
Sebelumnya aku itu dapet informasi dari temen aku, ayib haha. katanya ada
sanggar tari bagus gitu namanya dldc dan aku coba cari-cari kan
pertunjukkan dldc di youtube, dan emang bagus ternyata, bedanya disini sama
dikomunitas tari lain itu, DLDC udah kaya rumah menurut aku.maksudnya
rumah tuh meskipun aku udh belajar dimana-mana tapi yang pulang atau bisa
dibilang balik lagi kesini gitu. Disini tuh kita lebih diajarin untuk mengolah
rasa dalam memaknai tarian itu sendiri, gak cuman sekedar hafal gerak aja.
Dan disini kita juga dibimbing untuk menciptakan gerakan kita sendiri lewat
cara-cara dan teknik bude elly dalam ngajarin nari, jadi aku senengnya disini
tu bude itu total ngajarinnya. (wawancara pribadi 23 oktober 2016)
Sedangkan ada mba Ochie, beliau juga merupakan penari dldc yang
bergabung sejak tahun 2000, selain menjadi penari profesinya sehari-hari adalah
karyawan dan ibu rumah tangga. Beliau memang bukan berasal dari kelurga
seniman tapi beliau mulai tertarik dengan menari sejak duduk dibangku SMP,
lewat kegiatan ekstrakulikuler disekolahnya membuat beliau ingin mempelajari
tari-tarian, namun setelah lulus sekolah menengah pertama, beliau tidak lagi
53
mengikuti kegiatan tari menari. dan ketika sudah selesai kuliah, muncul keinginan
kembali untuk belajar menari, dan memutuskan untuk belajar disanggar tari dldc
ketika ditanyakan bagaimana awalnya dapat bergabung di dldc? beliau menjawab:
Awalnya aku tu pengen belajar nari, trus aku tanya informasi lewat temen-
temen ku, soalnya aku kan suka nari tapi aku bukan penari, jadi karena dulu
waktu aku sekolah belajar nari nah pas skripsiku udah kelar, aku pengen
belajar nari lagi. Trus yaudah aku dikasih tau sama temenku namanya Dewi,
katanya kalo mau belajar di DLDC aja, bagus. Yaudah aku awalnya hubungin
bude via telfon. Aku tanyakan kebude disini ada kelas apa aja, trus
belajarnya gimana?‟ gitu, cuman Waktu itu bude gak ngomong banyak sih.
Jadi aku cuman disuruh dateng aja kalo mau belajar. (wawancara pribadi
dengan mba ochie 23 oktober 2016)
Ada juga mba Inulita yang merupakan lulusan dari IKJ (Institut Kesenian
Jakarta), beliau mengambil jurusan seni tari, karena pak Dedy merupakan dosen di
IKJ juga, nama DLDC dikalangan penari juga mempunyai peran yang cukup
besar dalam melestarikan kesenian tari di Indonesia, jadi kelompok tari ini cukup
populer dikalangan para penari. Semangat Pak Dedy dalam mengembangkan
kesenian tradisi, tentunya membawa angin segar bagi para kesenian tradisi untuk
tetap berkarya. Selain itu juga dapat mendorong para mahasiswa yang khususnya
jurusan seni tari dalam mendalami aspek-aspek kepenarian, ketika ditanyakan
kenapa ingin belajar nari di DLDC? kemudian Beliau menjawab:
Disini itu kalo menurut aku ga cuman belajar nari aja, tapi juga sebagai proses
pencarian jati diri aku lewat menari. Banyak hal baru yang aku dapetin disini
sebagai seorang penari. Karena menurut aku menari dengan gerak selambat apapun
kita tuh gak bisa nyontek, jadi memang harus hafal. Karena rasanya pasti beda
ketika kita bisa sendiri dibandingkan melihat orang lain. Sama juga soal gerakan,
kita gerak ya gak cuman sekedar gerak aja, tapi emang bener-bener harus dilandasi
dengan hati, biar kita bisa menjiwai tarian itu dan juga bisa kompak narinya, jadi
banyak pelajaran yang aku peroleh disini, gak cuman nari tapi kita juga saling
diskusi. Mungkin juga karena aku kan belajar di IKJ jadi bisa satu pikiran gitu sama
pak Deddy dan bu Elly. (wawancara pribadi 23 oktober 2016)
54
Kemudian mba Lulu, yang sudah bergabung dengan dldc sejak tahun 1990,
yang selain menari beliau juga berprofesi sebagai artis figuran, menari merupakan
salah satu media baru bagi beliau untuk menjiwai tarian, karena di DLDC selain
menari ternyata juga diajarkan tentang mendalami sebuah tarian yang hendak
dipelajari, ketika ditanya kenapa lebih memilih belajar nari di DLDC? beliaupun
menjawab:
Aku itu sebelumnya sempet nari dimana-mana, disanggar lain maksudnya. Dulu juga
pas masuk di DLDC juga sempet berenti sebentar, pengen nyoba belajar nari di
tempat lain, tapi ternyata balik lagi ke DLDC ujung-ujungnya, karena disini aku
merasa belajar meanari disini lebih bisa memperkuat karakter aku. Kalo di acting
kan mendalami peran yang dimainkan, kalo menari ibaratnya aku kaya memahami
sebuah cerita lewat proses menari, dan itu bisa dilakukan hanya dengan orang yang
berpengalaman didalamnya, karena memaknai sebuah tarian itu tidak mudah, kalo
ga dibimbing sama instruktur yang handal kaya bu Elly. (wawancara pribadi
dengan mba lulu 23oktober 2016)
Mba Suryani juga merupakan murid di dldc, beliau sudah tahu mengenal
DLDC sejak tahun 1985, pertama kali belajar menata tari dengan Irianto Catur,
lalu memperdalam kepenariannya dengan ibu Elly dan pak Dedy Lutan, untuk
lebih memperdalam kepenariannya secara lebih baik. Pada tahun 2000 dan 2003
beliau ditunjuk sebagai asisten koreografi DLDC di Kutai Barat, Kalimantan
Timur, Jambi, Riau, serta Propinsi lainnya. ketika ditanyakan bagaimana mba
suryani bisa mengetahui DLDC? beliau pun menjawab:
Sebenernya aku tahu DLDC tu udah lama, waktu pengen gabung kesana tapi belum
ada kesempatan, soalnya kan aku juga belajar di sanggar lain waktu itu. Nah waktu
itu aku ikut lomba tari anak di Dinas Kebudayaan, bude Elly kebetulan jadi salah
satu jurinya, dan waktu itu kalah. Aku bertanya-tanya kenapa kok aku bisa kalah,
padahal menurut aku tarian yang aku tampilkan bagus. Lalu setelah pengumuman
juara selesai, aku naiklah keatas keruangannya bu Elly. Dari situ aku ngobrol-
ngobrol sama bu Elly, ternyata aku salah di tema seharusnya penyerapan terhadap
guru tapi aku malah bikin kreatifitas anak, jadi lebih kepada kepermainan anak. Trus
aku bilang ke bu Elly kalo aku mau latihan nari disana, yaudah akhirnya aku nari
deh di DLDC. (wawancara pribadi dengan mba suryani 23 oktober 2016)
55
Kemudian ada kak Ayib, yang merupakan teman daripada kak Doni yang
sudah bergabung dengan DLDC satu tahun, sehari-hari beliau berprofesi sebagai
mahasiswa di Universitas Indonesia, minatnya terhadap tari sudah ada ketika
bergabung dalam komunitas liga tari dikampusnya, awalnya memang hanya
sekedar coba-coba namu semakin lama kecintaannya terhadap tari mulai terlihat,
maka dari itu beliau ingin memperdalamnya di sanggar dldc. kenapa lebih
memilih belajar disanggar tari DLDC kak? Beliau menjawab
Waktu sebelum bergabung itu aku punya dua pilihan, antara mau kesanggar tari
yang deket rumah atau disini (DLDC), beberapa ada yang bilang ke aku katanya
kalo mau lebih memperdalam tari, mendingan di DLDC aja, gitu. Soalnya aku tu
suka nari kan tapi kurang bisa menjiwai tarian yang aku bawakan. Jadi daripada
belajarnya setengah-setengah mendingan sekalian aja, jadi ga Cuma hafal gerakan
doang tapi juga bisa lebih ngolah rasa disini, bu Elly juga ngebimbing kita ke proses
itu dan disini lebih kekeluargaan aja, ga hanya sebatas hubungan antara murid dan
guru tapi lebih dari itu beliau itu juga ngajarin gimana bisa jadi penata tari yang
baik, trus lebih kebersamaan dalam menari tuh dapet banget disini. (wawancara
pribadi 23 oktober 2016)
Para penari yang tergabung pada umumnya tidak semua yang sepenuhnya
berprofesi sebagai penari, karena seperti para penari pada umumnya, namun hal
itu tak lantas mengurangi minatnya untuk terus belajar tari, dukungan yang
diberikan oleh DLDC kepada para penari lantas menghantarkannya pada
kecintaan tari yang sesungguhnya, tidak hanya di bekali ilmu gerakan, tapi juga
mendorong para penari untuk berani berekspresi lewat tarian, DLDC juga
membebaskan siapa saja yang ingin belajar di sanggar tari ini. dan dalam
pemberian materi kepenarian DLDC secara maksimal membekali para penarinya
supaya bisa menjadi penerus jejak para seniman tari lainnya, agar kesenian tari
tradisi tetap terjaga keasriannya.
56
BAB III
ISOMORFISME SEBAGAI STRATEGI BERTAHAN KELOMPOK DLDC
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai strategi bertahan sebuah
kelompok dengan melakukan isomorfisme, isomorfisme menjelaskan tentang
bagaimana kondisi sekarang dalam menhadapi tekanan-tekanan yang datang dari
dalam maupun luar lingkungan organisasi, salah satunya yaitu dengan melakukan
peniruan terhadap kelompok lain, hal ini dilakukan bukan semata-mata
menjadikan kelompok satu dengan yang lainnya itu sama secara keseluruhan, tapi
lebih kepada sebuah kelompok melakukan isomorfisme agar dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya, yaitu dengan cara melakukan adaptasi terhadap
nilai-nilai dari kelompok tertentu untuk diaplikasikan didalam kelompoknya, hal
ini bertujuan agar sebuah kelompok dapat memperkirakan situasi yang akan
dihadapi kelompok tersebut selanjutnya dan dapat Terutama kelompok kesenian.
Selain itu tidak sedikit dari kelompok tersebut yang pada akhirnya memutuskan
untuk tidak lagi melanjutkan aktivitas keseniannya karena, kurangnya dukungan
dan minat para generasi mudanya dalam hal kesenian tradisi. Maka dari itu salah
satu hal agar kelompok tersebut dapat bertahan, yaitu dengan melakukan
isomorfisme dengan cara adaptasi dilingkungan organisasinya.
Kelompok tari merupakan salah satu dari sekian kelompok masyarakat lainnya
yang didalamnya juga terdapat aktivitas kolektif, dimana anggotanya memiliki
tujuan dan cita-cita yang sama, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan
kerjasama dan jalinan komunikasi yang baik antar satu dengan yang lain, agar
57
tetap bisa saling menjaga nilai-nilai yang sudah disepakati bersama. Didalam
suatu kelompok juga penting untuk melihat potensi-pontensi disekitar lingkungan
suatu kelompok yang dapat mendukung kelompok tersebut untuk terus bertahan.
Interaksi yang dilakukan oleh suatu kelompok tertentu terhadap masyarakat
sekitarnya akan menghasilkan jalinan komunikasi yang efektif, ketika kedua belah
pihak ingin menjalin sebuah kerja sama. Maka dari itu penting bagi sebuah
kelompok untuk memperhatikan bagaimana lingkungan sekitar tempat kelompok
tersebut berada.
A. Tari dan Masyarakat
Dalam memahami hal tentang tari dan masyarakat, serta kaitannya dengan
sistem simbol dan sistem masyarakat. Dalam hal ini terdapat berbagai macam cara
untuk memahaminya. Keterkaitan itu bisa dicari (misalnya) dari suatu kelompok
kepentingan tertentu dalam masyarakat dengan modus berpikir yang mendasari
sosiologi pengetahuannya. Gagasan Marx mengenai kaitan atau interaksi antara
infrastruktur dan superstruktur yang sampai sekarang masih berpengaruh. (Prof.
Sumandiyo Hadi, 2005; 30)
Untuk mengaitkan hubungan antara masyarakat dan seni tari terdapat dua
komponen penting yaitu pertama Superstruktur, meliputi simbol kultural yang
mana diantaranya terdiri dari, norma, nilai, ideology umum, agama, ilmu
pengetahuan, keseniam termasuk “tari”, kesusastraan. Kedua infrastruktur meliputi
materialism kultural yang mana diantaranya terdapat struktur sosial: yang terdiri
dari stratifikasi sosial, organisasi sosial, kepolitikan, kekerabatan, keluarga, gaya
hidup, pendidikan, dan infrastruktur sosial yang didalamnya meliputi teknologi,
ekonomi, demografi.(2005;31)
Dua komponen ini saling berkaitan satu sama lain, karena seni tari itu
sendiri hadir didalam masyarakat tentunya mempunyai arti dan fungsi, tidak
58
hanya sekedar seni namun dua komponen tersebut akan merujuk kepada kehdupan
sosial dan perilaku manusia, dimana jika diperhatikan pola kehidupan sosial yang
teratur yang diimplementasikan kepada orang-orang disekitarnya dan kepada
kalangan para anggota masyarakat, yaitu struktur sosial yang selalu merujuk
kepada pola perilaku atau berisi apa yang akan mereka lakukan secara .(2005;32)
B. Keberadaan Tari dalam Tinjauan Sosio-Historis (Sinkronik-Diakronik)
Tinjauan sosio historis ini, disebutkan bahwa dalam kurun waktu sejarah
tertentu masyarakat dari berbagai kepentingan sosial dapat saja mempunyai cita-
cita, gagasan, ide, maupun cita rasa estetis yang sam, terutama pada waktu kurun
sejarah itu sungguh merupakan kesatuan yang integral. (2005;40)
Jadi sebagai contoh setiap individu atau anggota kelompok yang ada
dimasyarakat misalnya mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama, meskipun
mereka berasal dari struktur sosial yang berbeda, namun adanya tujuan yang sama
tersebut merupakan penyatuan bagi mereka yang tergabung didalamnya yang
dimungkinkan mempunyai cita-cita, gagasan maupuun cita rasa yang sama.
karena terlibat dalam sebuah semangat zaman yang sama pula
Untuk memahami tinjauan sosio histroris terhadap keberadaan “seni tari” dalam
masyarakat, perlu menekankan modus organisasi sosial yang signifikan, terutama
karena pandangan ini ingin memahami pelembagaan produksi dan distribusi simbol,
nilai maupun makna tari sebagai superstruktur. Menurut William dalam sosiologi
budaya dapat ditemukan adanya tiga studi atau komponen pokok yaitu pertam,
institusion atau lembaga-lembaga budaya, kedua content atau isi budaya, dan ketiga
effect atau efek maupun norma-norma budaya. Studi mengenai komponen lembaga
budaya biasanya akan menanyakan siapa yang menghasilkan produk budaya, siapa
yang mengontrol, dan bagaimana kontrol itu dilakukan. Isi budaya biasanya akan
menanyakan apa yang dihasilkan atau simbol-simbol apa yang diusahakan, sementara
komponen efek atau norma budaya biasanya akan menanyakan konsekuensi apa yang
diharapkan dari proses itu. Berdasarkan penjelasan tersebut maka kita melihat
59
keberadaan “tari” sebagai proses simbolis dapat diidentifikasi mengenai
kelembagaannya, isi atau makna simbolisnya, dan efek atau norma-normanya. (2005;
40)
adapun yang menjadi pertimbangan tetap bertahannya kelompok tari dldc
hingga sekarang adalah sebagai berikut:
C. Strategi Bertahan Kelompok Tari DLDC
Menurut Selznick segala suatu yang penting mengenai organisasi adalah
perbincangan tentang perangkat-perangkat organisasi terhadap bagian yang
menghidupkan dirinya. Ia juga menyatakan bahwa individu-individu menciptakan
komitmen lainnya terhadap organisasi agar dapat tercapai pengambilan keputusan
yang rasional. Organisasi melakukan tawar-menawar dengan lingkungan dalam hal
mencapai tujuan penting atau kemungkinan-kemungkinan masa mendatang. Akhirnya
adaptasi struktur organisasi didasari oleh tindakan individu dan tekanan lingkungan
(Richard Scott, 2003: 69)
Seperti halnya makhluk hidup, yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh
lingkungan yang berada disekitarnya, yang mana lingkungan tersebut yang akan
menentukan apakah makhluk hidup tersebut dapat berkembang atau tidak. Maka
dilakukanlah adaptasi, bagaimana penyesuaian yang dilakukan harus disesuaikan
dengan kemampuan makhluk hidup itu sendiri yaitu dengan cara melindungi
dirinya dari sesuatu yang dapat mengahambatnya untuk bertahan hidup.
Sama halnya dengan sebuah kelompok tari atau organisasi seni pada
umumnya, yang hadir ditengah-tengah masyarakat, yang sebagian diantaranya
memiliki cara pandang dan pola pikir yang berbeda-beda, yang mana jika
kelompok tersebut tidak dapat menyesuaikan dirinya dalam lingkungan tersebut
makan lambat laun, organisasi tersebut akan hilang atau tergantikan dengan
kelompok yang lain, karena tekanan lingkungan yang kurang bisa dihadapi oleh
60
organisasi tersebut. Oleh sebab itu pentingnya sebuah adaptasi akan menentukan
bertahan atau tidaknya sebuah organisasi tersebut, salah satu cara untuk
mengatasinya yaitu dengan cara melakukan isomorfisme atau peniruan.
Dalam kelompok seni, umumnya tari. dengan segala realitas sosialnya yang
didalamnya terdapat simbol, nilai-nilai, dan aturan. Tentunya sudah menjadi
bagian yang tidak akan bisa dipisahakan, karena keberadaannya yang akan selalu
dibutuhkan. Bagaimana simbol-simbol yang ada dapat didistribusikan oleh
masyarakat lewat makna-makna yang diciptakan dari tarian itu sendiri.
“tari” sebagai proses simbolis tindakan manusia dalam lingkungan masyarakatnya,
keberadaannya menjadi suatu sistem pelembagaan. Pelembagaan tari sebagai sistem
produksi dan distribusi simbol, menyangkut dua aspek pula. Pertama, sistem
bentuk yang bersifat fisik-material, berupa wadah lembaga atau organisasinya,
yakni siapa yang mengusahakan, bagaimana mengontrol, mengatur, memelihara,
dan sebagainya. Kedua, berupa sistem nilai, norma (pranata) proses simbolis “tari”
yang dihasilkan. Kedua aspek pelembagaan diatas merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan; artinya, aspek yang satu selalu menunjuk kepada aspek yang lain.
(Sumandiyo Hadi, 2005; 46)
Peniruan yang dilakukan oleh kelompok DLDC yaitu dengan melakukan
peniruan dalam bentuk adopsi nilai terhadap kelompok lain. Hal tersebut
dilakukan bukan sepenuhnya meniru sama persis seperti kelompok lain tersebut,
bagaimana DLDC meniru bagaimana sistem nilai yang ada tersebut untuk
diaplikasikan terhadap kelompok ini. dengan mengandalkan kepercayaan dan
kerja sama tim. Tentunya pengadopsian nilai yang terjadi akan dapat terlaksana
jika didukung oleh lingkungan yang memadai. Sehingga sukses atau tidaknya
organisasi tersebut dalam melakukan pengadopsian tersebut tergantung dengan
individu-individu yang hadir didalamnya. Dengan mempertimbangkan resiko-
61
resiko yang sewaktu-waktu dapat hadir, maka pendapat dari masing-masing
individu akan berguna untuk mengahadapi resiko tersebut.
1. Dari komunitas tari ke kelompok seni pertunjukkan tari tradisi
Isomorfisme koersif, ketika organisasi terpaksa melakukan adopsi struktur
atau aturan. Menunjukkan bahwa organisasi mengambil beberapa bentuk atau
melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena tekanan-tekanan negara dan
organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas. (http://www.jstor.org/).
Begitupun dengan kelompok DLDC dalam mempertahankan struktur
kelompoknya, pengalaman pak Dedy dan Bu Elly dalam bidang kesenian
diperolehnya dari para pengajarnya sebelumnya, disamping belajar di IKJ, pak
dedy juga berlatih menari kepada Ki Condrolukito, Suparjo, Sampan Hismanto
untuk tari jawa. Kemudian Sjafio Koto, Nurjayadi, Sumaryo HP untuk tari melayu.
Sedangkan Indah Harie Yulianti, atau yang kerap disapa sebagai bu Elly, belajar
tari Jawa Klasik pada bapak Sarman H, seorang tokoh wayang. Tahun 1965-1975
menekuni tari kreasi baru di padepokan Bagong Kussudiardjo dan selama 3 tahun
memegang pimpinan semenjak dibukanya PLT Bagong Kussudiardjo cabang
Jakarta.
sehingga pengadopsian nilai-nilai dalam bentuk koersif yang pak Dedy dan
bu Elly yang direfleksikan oleh beliau kedalam sanggar tarinya (DLDC) terjadi
karena proses yang terbentuk dari pengalaman bu Elly dan pak Dedy pada dunia
sanggar tari menjadikan referensi bagi beliau untuk mengelola sanggar tarinya.
62
Nilai-nilai yang beliau peroleh semasa belajar tari, beliau terapkan juga didalam
sanggar tarinya.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa, pembentukan kelompok ini pada awalnya
merupakan gagasan dari pak Dedy dalam mempertahankan kesenian tarian tradisi,
hal tersebut terjadi karena kegelisahan beliau karena semakin menurunnya minat
masyarakat terhadap kesenian-kesenian tradisi, karena keberadaannya yang
semakin tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin maju. Maka dari itu
beliau membentuk sebuah wadah seni bagi orang-orang yang mempunyai minat
terhadap kesenia tari.
Perjalanan kesenian beliau bermula saat, beliau mengenyam pendidikan di IKJ
(Institut Kesenian Jakarta) pada tahun 1973 hingga 1978, dimana beliau banyak
mengikuti berbagai kegiatan kesenian tari yang mana pada waktu itu dilakukan
dikampusnya sendiri. sehingga dari sanalah beliau juga memulai perjalanan
keseniannya, dengan berkunjung kebebarapa daerah-daerah di Indonesia untuk
mengamati secara langsung bagaimana proses berkesenian itu diciptakan. Yaitu
salah satunya dengan melakukan riset lapangan dengan mengangkat studi-studi
yang berhubungan dengan ligkungan kebudayaan tari dari tempat asalnyanya
diciptakan.
Ketika datang kesuatu wilayahpun, kita mencoba beradaptasi terlebi dahulu kepada
mereka. mencoba memahami mereka sehingga mereka baru bisa kami ajak bekerja
sama, gak yang tiba-tiba datang trus bawa-bawa nama DLDC, tuh enggak. Dan hal
itu yang kita terapkan kepada penari yang lain bagaimana disini kami mengajar
tanpa menggurui. Jadi ketika kami datang kesuatu tempat dan membawa penari-
penari yang lain untuk ikut serta dalam perjalanan yang kami lakukan. Merekalah
yang maju duluan untuk menentukan perannya masing-masing, untuk ambil bagian
dalam menentukan pendapat dan aspirasinya dalam berkesenian. (wawancara
dengan bu Elly 16 oktober 2016)
63
Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pak Dedy dalam melakukan studi
tersebut hingga bisa mengangkatnya menjadi sebuah karya, dalam ruang geraknya
yang terbatas, beliau mencoba mencurahkan kegelisahannya lewat sebuah studi
penelitian yang mana dengan beitu akan mampu menjawab kegelisahannya,
karena beliau menyadari bahwa harus adanya pembuktian, karena tidak cukup jika
hanya mengandalkan pembinaan namun tidak dicapainya hasil yang dinginkan,
melihat bahwa kelompok seni lainnya juga melakukan hal yang sama yaitu sebuah
pertunjukkan.
Bagi Wiwiek dan anggota DLDC lainnya, garapan tari itu tidak hanya
menggambarkan perjuangan tradisi meninggalkan jejak di masa kini, tetapi juga
perjalanan DLDC. Menurutnya tarian ini juga tentang kelahiran komunitas kami,
bagaimana DLDC berjalan dengan segala kesederhanaannya, kerikil-kerikil masalah
yang dihadapi dengan gembira, hingga kekuatan untuk bertahan. Seperti kata Iga
Mawarni, Seni Pertunjukkan, apalagi terinspirasi tradisi, kerap berjuang mendapatkan
ruang.(http://m.baranews.co/web/read/1226#.WKGoTtJ97IX, Penulis: Indira
Permanasari, kompas)
Seperti halnya kelompok seni yang lain, DLDC setiap tahunnya selalu
berusaha untuk mempersembahkan karyanya dalam mempertunjukkan tarian
tradisi, dengan perencanaan dan konsep yang matang. Hal tersebut dilakukannya
karena DLDC menyadari bahwa dalam berkesenian, pertunjukkan merupakan
salah satu hal agar kesenian ini dapat bertahan, namun yang harus diketahui
bahwa untuk mencapai proses tersebut dibutuh kerja keras dan waktu yang tidak
sedikit. Pak Dedy sendiri membutuhkan waktu sekitar 20 tahun dalam mengkaji
ruang lingkup kesenian tari tradisi. Dan melihat bagaimana para gurunya dalam
mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, dan hal itu
menjadi referensi bagi pak Dedy dalam mengelola kelompoknya. Meskipun
64
awalnya terbentuk hanya merupakan komunitas tari yang mana para anggotanya
diajak bersama-sama untuk mengetahui dan belajar tentang tari-tarian, namun
lambat laun mulai menyadari bahwa perkembangan zaman menuntutnya untuk
berkesenian secara total, yaitu dengan menghasilkan sebuah karya tari.
Melihat tidak sedikit dari komunitas tari yang akhirnya tidak dapat dapat
bertahan, karena tidak menerapkan pola kelembagaan didalamnya, sehingga
hanya sebatas perkumpulan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Oleh sebab itu
melihat kondisi tersebut DLDC dengan keterbatasannya mulai merintis kelompok
ini dengan visi dan misi yang jelas, agar kedepan kelompok ini dapat bertahan,
meskipun ditengah-tengah zaman yang semakin modern ini, DLDC optimis
bahwa kesenian tradisi akan semakin lestari, jika dikembangkan dengan baik
melalui prosedur yang baik juga.
Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi hendaknya diperlakukan sebagai landasan
tatkala bersemuka dengan nilai-nilai „yang lain‟. Dengan cara demikian, budaya yang
kemudian terbentuk akan memiliki akar. Terdapat secara jelas nilai budaya yang
berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru, termasuk
dalam seni tari, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.
Dalam konteks ini pendidikan yang dipilih hendaknya pendidikan yang
meniscayakan adanya orientasi untuk mencapai kesadaran budaya, yakni kesadaran
terhadap keserbanekaan bahwa kita sebagai bangsa tidak pernah bersifat singular,
tetapi plural dan multikultur. Dengan demikian, kearifan-kearifan lokal yang terdapat
dalam tradisi menjadi suatu hal yang tak terhindarkan, karena melaluinya pertukaran
pemahaman antar daerah juga menjadi niscaya.(Sumaryono, 2003; xx)
2. Dari seni tari tradisi ke seni tari kolaborasi
Isomorfisme normative sering diasosiasikan dengan profesionalisasi dan
menangkap tekanan normative yang muncul dibidang tertentu. Ketika
profesionalisme meningkat maka tekanan normative juga akan meningkat. (Di
Magio dan Powel, 1983). Semakin berkembangnya sebuah kelompok tentunya
65
menuntut organisasi tersebut untuk bisa professional didalam bidangnya. Nilai-
nilai yang ada disekitar kelompok atau organisasi . nilai-nilai yang kini
berkembang pada masyarakat urban, seperti ketepatan waktu, mencintai kesenian
atau sebuah kedisiplinan.
Hal tersebut juga terjadi pada kelompok DLDC, yang mana didalamnya
diterapkan sebuah aturan dan kedisiplnan kepada para anggotanya, hal tersebut
dilakukan agar, aktivitas atau kegiatan yang ada didalam kelompok dapat berjalan
dengan semestinya. DLDC merupakan padepokan tari yang didalamnya cukup
terdapat beberapa penari-penari dan koreografer professional, maka dari itu untuk
mempertahankannya DLDC meningkatkan kinerja kelompok tarinya, tentunya
dengan kedisiplinan tidak hanya dalam menari, tetapi juga ketepatan waktu dan
cara bersikap dengan baik.
Seni tradisi yang secara teknis telah jauh mengalami perkembangan, akan
menampakkan kecenderungan untuk selalu kembali kepada bentuk-bentuk tertentu.
Gugusan kecenderungan-kecenderungan bentuk inilah yang memberi tanda pada gaya.
Penikmatanpun terjadi melalui lorong-lorong prosedur yang telah terarah secara khas.
Bentuk-bentuk tertentu telah bertaut erat dengan nilai-nilai keindahan tertentu, dan
tidak jarang pula mengandung muatan lambang-lambang. Seni tradisi dengan
demikian jadi memberi kesan „selalu berulang‟. Tetapi toh ternyata bahwa inovasi
dalam penggarapan selalu terjadi dengan kadar yang bertingkat-tingkat. (Edi
Sedyawati, 1981; 120)
Karena keberadaannya yang dibatasi oleh nilai-nilai tertentu maka para
pencipta seni harus melakukan adaptasi dalam mengaplikasikan nilai-nilai tradisi
tersebut agar dapat disesuaikan dengan keadaan dalam berkessenian dimasa
sekarang, karena pada dasarnya kesenian itu bersifat bebas, sehingga batasan-
batasan yang ada dalam nilai-nilai tradisi harus disikapi dengan bijaksana dengan
66
mengambil jalan tengahnya, yaitu dengan tetap menjaga ciri khasnya meskipun
dituangkan dalam ruang lingkup berkesnian yang berbeda.
Banyak orang berpendapat apakah tradisi adat istiadat masih sesuai dengan
pandangan hidup kita kini atau apakah adanya patokan-patokan dan kebiasaan-
kebiasaan yang mapan dalam kesenian itu sesuai dengan hakikat seni. Banyak orang
yang berpendapat bahwa kemodernan ditandai oleh penolakan terhadap hal tersebut:
adat istiadat itu menghambat dan keseniannya itu pada hakikatnya bebas; dan kita
haru berubah dari tradisional menjadi modern. tetapi banyak pula orang berpendapat
bahwa segala karya kebudayaan kita, khususnya kesenian, harus „berakar‟.
Pandangan pertama membawa pada suasana kegelisahan, sedangkan pandangan
kedua membawa kepada rasa aman. Keduanya sama-sama mempunyai segi baik dan
buruknya. Maka kebanyakan jalan yang ditempuh adalah suatu jalan tengah: seni
tradisi diolah senantiasa sesuai dengan citarasa yang telah terbentuk, tetapi dilepaskan
dari kaitannya dengan segala tahayul dan tabu. (1981; 121)
Oleh karena itu untuk menyesuaikannya maka hadirlah tari kontemporer, jenis
tarian ini bukan semata-mata untuk menurunkan eksistensi tarian tradisi. Namun
lebih kepada menyeimbangkan situasi kesenian tari tradisi saat ini, agar dalam
penyampaiannya tidak terlalu kaku. Dalam pertunjukkannya DLDC terkadang
memasukan unsur teater didalam pementasannya, namun hal tersbut hanya
menjadi sentuhan pembuka diawal, agar penonton dapat memahami isi tarian yang
akan dipertunjukkan. Namun tetap fokus pada isi dari tarian tradisinya, karena
garapan tarian kolaborasi maupun kontemporer selalu berdasarkan dari tarian
tradisional terlebih dahulu, sebelum menjadi tarian kontemporer seperti sekarang
ini. penuturan Iga Mawarni:
Menjaga tradisi melalui cara-cara yang bertanggung jawab dan menghantarkan
generasi muda untuk mengerti pertunjukkan yang baik itu gampang-gampang
susah, jadi jng berpikir tradisi itu kuno, dirubah cara berpikirnya, meskipun
berladaskan tradisi namun gerakan konntemporer, hal tersebut dilakukan untuk
lebih menyesuaikan keadaan kepenarian yang ada pada era sekarang ini.
(http://hot.detik.com/art/2451983/dedy-lutan-dance-company-buktikan-tarian-
tradisi-tak-kuno)
67
3. Terbentuknya Yayasan DLDC
Isomorfisme mimetik, yaitu proses dimana organisasi meniru organisasi lain
yang berhasil dalam satu bidang. Bila tidak yakin mengenai upaya untuk
melangkah maju, pola ini memfokuskan pada organisasi-organisasi yang terlihat
lebih sukses dan lebih mendapatkan legitimasi dari organisasi yang menirunya.
(http://www.jstor.org/) Begitu juga pada kelompok tari ini, awal DLDC
terbentuk karena kgelisahan pak Dedy terhadap dunia kesenian tari yang kian
meredup kiprahnya di negrinya sendiri, salah satu aspek tidak bertahannya
kesenian tari tersebut karena tidak adanya kepastian yang jelas kearah mana
kesenian tari tradisi itu akan dibawa.
Oleh karenanya ketidakpastian tersebut merupakan tantangan bagi pak Dedy
sendiri untuk mempertahankan kelompok tarinya. Yaitu dengan menjalin kerja
sama terhadap pihak-pihak lain yang dahulu lebih berpengalaman didalam
kegiatan kesenian tari. kerja sama yang terjalin merupakan bentuk kepercayaan
dari organisasi atau kelompok tertentu dalam menjalin kerja sama oleh DLDC.
kepercayaan yang DLDC hadirkan yaitu dengan menunjukkan performa terbaik
dalam setiap pertunjukkannya, sehingga hasil yang dicapai dapat memperoleh
apresiasi untuk terus berkarya
Seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya bahwa terbentuknya isomorfisme
dalam sebuah kelompok berdasarkan karena tuntutan dari lingkungan organisasi
itu sendiri, supaya dapat mempertahankan keberadaan kelompoknya, hal ini
dilakukan karena melihat situasi lingkungan organisasi secara eksternal, agar
68
organisasi dapat mengadaptasikan dirinya. Yaitu dengan melakukan pengadopsian
nilai-nilai tertentu dalam untuk menjaga keutuhan sebuah organisasi. yaitu dengan
cara legitimasi.
Setelah berdiri cukup lama akhrinya kelompok ini memutuskan untuk
mendirikan yayasan DLDC pada tahu 2003, karena dorongan dari para anggota
yang senantiasa ingin mengukuhkan kelompoknya serta untuk menjaga apa yang
sudah dibangun oleh pak dedy khususnya, maka oleh pemprov DKI Jakarta pada
tahun 2008 yayasan tersebut diresmika, permohonan diajukannya surat peresmian
yayasan DLDC dilakukan oleh para staf anggota yang ada didalamnya, serta hal
tersebut juga didukung oleh teman-teman pak Dedy yang sudah terlebih dahulu
mendirikan yayasan kesenian tari yang serupa.
Hal tersebut dilakukannya agar mempermudah DLDC dalam melakukan kerja
sama dengan pihak-pihak lain dalam menyelenggarakan pergelaran seni, agar
kesenian tradisi tetap lestari dan dapat menarik minat para generasi muda didalam
proses berkeseniannya.
Karena DLDC menyadari bahwa, untuk mengukuhkan sebuah kelompok
legitimasi perlu dilakukan agar DLDC dapat terus menghasilkan karya-karya tari
tradisi dimasa yang mendatang. terbentuknya yayasan ini juga tidak terlepas dari
para dukungan para penarinya yang selalu senantiasa menemani DLDC dari awal
terbentuk sampai hingga sekarang ini. pengalaman berkesnian yang didapatkan
oleh pak Dedy dan bu Elly menjadi keyakinan beliau dalam membentuk
kelompok ini menjadi sebuah kelompok tari yang professional dalam bidangnya.
69
karena dedikasinya dan kerja kerasnya pada tahun 2013 pak Dedy dianugrahi
sebagai maestro tari tradisi dan bu Elly pada tahun 2014 menerima penghargaan
dan pengakuan dari kementrian pendidikan dan kebudayaan sebagai „anugrah
kebudayaan dan maestro tari tradisi, kategori seni. Sebagai maestro tari Indonesia.
Hal tersebut tentunya merupakan sebuah legitimasi bagi DLDC, lewat perjalanan
berkesenian yang beliau jalani selama ini, menjadi referensi bagi beliau dalam
membangun yayasan ini, melihat tata cara pelaku kesenian tari, dalam mengolah
karya-karyanya dan bagaimana menjaga pola interaksi yang intens didalam
sebuah organisasi agar kegiatan berkesenian dapat berjalan dengan baik. Dan pak
dedy melihat dan merasakan hal tersebut, sehingga dapat menjadi pedoman bagi
beliau untuk menerapkan pola nilai yang sama, namunjuga melihat lingkungan
disekitar kelompoknya yang tidak jauh berbeda dari kelompok seni lainnya,
karena melihat situasi kesenian tari apalagi tarian tradisi yang akan terus
mengalami perkembangan.
D. Faktor pendukung bertahannya kelompok DLDC
1) Pengaruh Sosok Dedy dan Elly lutan sebagai pengajar tari
Sepak terjang yang dilalui beliau di dunia tari merupakan pengalaman yang
tentunya berharga, bagi seorang penata tari, kepekaan rasa serta pemahamannya
terhadap tarian justru menjadikan nilai lebih bagi seorang koreografer tari, karena
tidak semua penata tari mengalami hal seperti yang beliau alami. Memory tentang
pertunjukkan wayang orang semasa beliau kecil dan keprihatinan beliau pada
waktu itu terhadap semakin menurunnya minat masyarakat terutama generasi
muda dalam melestarikan tarian tradisi menjadi keyakinan beliau untuk terjun
70
langsung dalam dunia kesenian tari, yang mana didalam berkesenian, beliau telah
menemukan jati dirinya sebagai seorang penata tari yang keberadaannya cukup
diperhitungkan.
Orang-orang yang ingin belajar nari disini awalnya penasaran dengan pak
Dedy, bagaimana cara kerja beliau dalam mendidik anak muridnya, bagaimana
beliau dapat menanamkan kesan dan pesan disetiap karya yang beliau ciptakan,
berbeda dengan seorang pengajar pada umumnya yang mendapati gerakan yang
sudah dijadi lalu diajarkan kembali,ibaratnya hanya melihat buku panduannya saja,
tanpa melihat secara langsung bagaimana gerakan itu diproses, tidak diolah secara
individual pasti akan berbeda cara penyampaiannya meskipun dengan gerakan
yang selambat apapun, namun tidak didasari dengan makna yang jelas. Itulah
sebabnya beliau melakukan observasi, terjun langsung dengan masyarakat tradisi,
dimana tempat tarian tersebut berasal.
Kehadiran bu Elly selain sebagai sosok istri yang juga mempunyai pengalaman
dibidang kesenian tari, turut menghantarkan beliau dalam proses karya-karya pak Dedy,
beliau tau persis bagaimana sepak terjang suaminya dalam memproses sebuah karya,
menjadikan hal tersebut sebagai pengalaman yang tidak akan terlupakan. Dedikasi
sebagai penata tari yang turut membawa DLDC sehingga bisa sampai sekarang ini.
Dalam berkesenian DLDC justru memberikan ruang bagi para penarinya untuk ikut
ambil bagian dalam setiap karya-karya kami, yaitu berupa dukungan untuk para
penarinya agar berani mengeksplor kreatifitas mereka lewat gerak tubuhnya masing-
masing dan itu tidak terbatas. Dan mungkin berbeda dari komunitas tari lainnya.
yang mana hubungan mereka hanya sebatas guru dan murid ataupun hanya sebagai
tamu. Jadi semuanya lebih berbicara karena hati, karena kebutuhan dan sejujurnya
bukan kebutuhan materi. Tapi bagaimana semestinya berkesenian itu murni karena
kehendak hati. (wawancara dengan bu Elly 16 oktober)
71
Bagi para penari yang tergabung didalamnya juga merasakan bagaiman menari
dengan teknik menari tersebut dipengaruhi oleh gerak tubuh individunya sendiri, jadi
tidak melulu mengandalkan gerakan yang sudah jadi, bagaimana individu didalamnya
berberan dalam proses pencarian gerakan tari, seperti penuturan kak doni:
Awalnya agak bingung ketika bude nyuruh saya bergerak sesuai dengan irama musik
yang diputarkan tanpa mengetahui kearah mana saya harus bergerak, jadi
mengandalkan kepekaan rasa dan pemahaman kita terhadap tarian yang sebelumnya
kita pelajari, tapi setelah dijalani saya jadi tahu titik perbedaannya dimana, tekanan
dari gerakan yang kita hasilkan sendiri itu justru lebih membawa kepada
pemahaman daripada tari itu sendiri, bagaimana proses berkesenian itu berlangsung
yang tubuh kita mengutarakan hal-hal yang gabisa kita utarakan dari mulut, lewat
tarian.(wawancara 16 oktober 2016, disanggar DLDC)
Hal tersebut juga diungkapkan oleh mba suryani, bahwasannya sikap pak
Dedy dan bu Elly yang secara total dalam mengajar para penarinya sehingga ilmu
yang didapatpun dapat diaplikasikan secara baik, tidak hanya didalam berkesenian
tetapi juga bergunan dalam kehidupan sehari.
Banyak hal yang aku pelajari disini, ibaratnya ini adalah ilmu yang mahal
yang gak bakal aku dapetin disekolah, tentang bagaimana cara membuat
koreografer yang baik, bagaimana penciptaan seni itu diproses sehingga
dapat menjadi seni pertunjukkan, dan sifat bude yang bisa negbawa suasana
sanggar itu jadi kaya rumah sendiri buat aku, itu salah satu hal yang bikin
aku pengen balik lagi dan lagi kesini.(wawancara 16 oktober, disanggar DLDC)
2) Penganugrahan maestro tari tradisi kepada pak Dedy dan bu Elly
Lutan oleh dinas kebudayaan dan pendidikan
sebagai seorang seniman tari, tentunya beliau ingin total dalam bekerja, berkat
usahanya dalam mempromosikan tarian tardisi, beliaupun mendapat apresiasi dari
dinas kebudayaan, karena dedikasi serta karya-karyanya yang mampu bersaing
ditengah-tengah kemunculan kesenian tari modern, dedy lutan beserta kawan-
72
kawan dari DLDC yang senantiasa hadir dalam proses berkesnian tersebut untuk
tetap konsisten dalam mempertunjukkan kesenian tari tradisi.
Untuk menjadi seniman, tidak perlu suara masal, seniman itu sangat subyektif. Jadi,
tidak bisa diharap dari satu angkatan yang 30 orang bakal jadi semua, satu orang
saja sudah cukup, asal dia menjadi seorang penata tari tari yang berkualitas.(surat
kabar Anda Bos, Mei 1990)
Gambar, III.1. Pemberian Penganugrahan Maestro Tari Tradisi.
Sumber. Dokumentasi DLDC
Dalam berkesenian tentunya, dibutuhkan beberapa aspek untuk menunjang
kesenian itu. Sebuah karya tentunya akan berhasil jika didukung oleh sistem
pengelolaan organisasi yang baik serta pihak-pihak lain yang turut berkontribusi
didalamnya, tidak hanya mengandalkan performa internal tetapi juga dapat
menjalin kerja sama yang baik dengan pihak eksternal. Penganugrahan tersebut
merupakan apresiasi dan penghargaan bagi beliau atas karya-karyanya dan
tentunya tidak luput dari peran para anggota penari yang tergabung didalamnya.
73
Karena tentunya disadari bahwa pencapaian yang beliau dapat dalam berkesenian
merupakan sebuah hasil dari kerjasama tim yang baik dan berkualitas.
Penganugrahan yang didapat oleh bu Elly dan pak Dedy tentunya merupakan
sebuah bentuk legitimasi, yang mana didapatkan melalui proses adaptasi yang
panjang sehingga masyarakat mengakui keberadaannya sebagai kelompok tari
professional, tidak hanya mengandalkan skill para penarinya tetapi juga diajak
untuk memperdalam kepekaan rasa dalam proses karya yang dilakukannya,
dengan metode pengajaran tari yang sebelumnya ia peroleh dari para gurunya ia
turunkan terhadap anak didiknya, sehingga nilai yang diadopsi menjadi
pedomannya dalam membuat sebuah karya. Dan disini peneliti melihat bahwa
proses isomorfisme mimetic tergambar jelas dalam kelompok tari DLDC. dimana
didalamnya djelaskan bahwa peniruan yang dilakukan oleh organisasi terhadap
organisasi yang lain, agar organisasinya lebih efektif dalam menjalankan
kegiatannya, bertujuan agar organisasi dapat mengadaptasikan dirinya lewat
tekanan-tekanan institusional sehingga akan mempengaruhi beratahan atau
tidaknya organisasi tersebut dalam lingkungan tersebut.
74
BAB IV
KESIMPULAN
Keberadaan kelompok tari tradisional dimasyarakat saat ini memang sudah
banyak di pengaruhi oleh aspek-aspek modern, sehingga menuntut para
anggotanya untuk dapat menyesuaikan perkembangan pada zamannya tersebut.
dimana ketika pengaruh yang bersifat modern tersebut masuk dalam kelompok
tari tradisional, tentunya harus dikaji secara seksama sehingga kelompok tersebut
dapat melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya agar keberadaan
kelompok tari tradisional tetap bisa eksis dimasyarakat, dan menganggap sebuah
perubahan yang terjadi sebagai bentuk mawas diri untuk menjaga ciri khas
kelompok tari tradisional agar tetap terjaga.
Salah satu strategi bertahan yang dilakukan oleh kelompok tari yaitu dengan
melakukan Isomorfisme atau Peniruan, konsep ini dijelaskan oleh DiMaggio dan
Powell yang membahas tentang Strategi Bertahan Kelompok Organisasi dengan
melakukan Isomorfisme. peneliti melihat dalam studi kasusnya bahwa kelompok
DLDC melakukan praktek Isomorfisme tersebut sebagai Strategi Bertahan
Kelompoknya, yang mana konsep Isomorfisme sendiri terbagi menjadi tiga aspek
yaitu. Koersif, Normative dan Mimetik.
Contoh Isomorfisme Koersif, yaitu adanya perubahan dari komunitas tari
biasa menjadi kelompok seni pertunjukkan tari tradisi, hal ini dilakukan karena
melihat kondisi saat ini, dimana dalam menjaga sebuah kesenian yang bersifat
tradisi dibutuhkan beberapa hal penting, yaitu dengan melakukan sebuah
75
pertunjukkan. Hal tersebut dilakukan agar minat masyarakat terhadap kesenian
tari tradisi semakin berambah.
Isomorfisme Normativ Dari seni tari tradisi, ke seni tari kolaborasi. Seiring
dengan perkembangan zaman masyarakat mulai mengenal dengan dunia peran
atau teater, dalam berkesenian para penata tari sadar bahwa tidak akan cukup jika
mengadopsi nilai-nilai tradisi secara mentah tanpa adanya filter didalam
pengaplikasiannya, melihat bahwa cara pandang masyarakat terhadap nilai-nilai
tradisi pastinya akan berbeda-beda. Oleh sebab itu tari kolaborasi menjadi salah
satu bentuk penyampaian makna yang ada pada nilai-nilai yang berasal dari tarian
tradisi. Aspek Isomorfisme Mimetik Terbentuknya yayasan DLDC, yang dibentuk
berasarkan usulan bersama. Agar tarian tradisi dapat terus lestari dan agar
kelompok DLDC dapat memperoleh legitimasi yang sah sesuai dengan ketentuan
dan peraturan yang ada.
Selain menerapkan strategi Isomorfisme, DLDC kemudian mampu bertahan
yaitu dengan adanya faktor-faktor dukungan yaitu:
Hadirnya sosok Dedy dan Elly lutan, sebagai penata tari tradisi, yang mana
menjadi nilai lebih bagi kelompok ini dalam mempromosikan karya-karyanya,
karena keduanya telah dikenal sebagai sosok koreografer professional dalam
bidang tari tradisi. Dan juga sosoknya menjadi insprasi bagi para penari muda
untuk terus termotivasi dalam proses berkesenian terutama dalam bidang tari
tradisi.
76
Penganugrahan oleh dinas kebudayaan dan pendidikan terhadap pak Dedy dan
bu Elly sebagai maestro tari tradisi, tentunya dapat diraih dengan lika liku beliau
dalam berkesenian tari, hal tersebut di buktikan beliau bahwa tarian tradisi tidak
kuno dan dapat bersaing dengan jenis tarian lainnya dimasyarakat.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 2012, Sosiologi: Sistematika, Teori, dan Terapan, Jakarta: Bumi
Aksara.
B. Paul Horton, 1999, Sosiologi, Jakarta, Erlangga.
Berry David, 1983, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiolgi, Jakarta: CV Rajawali.
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group.
Djamrah, Syaiful dan Aswan Zain, 2010, Strategi Belajar dan Mengajar, Jakarta:
Rineka Cipta.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Huky Willa. BA, 1990, Pengantar Sosiologi, Surabaya-Indonesia: Usaha
Nasional.
Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A Sayuti, 2003, Cara Menulis Kreatif,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
J. Bruce Cohen, 1983, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Bina Aksara.
Kuntowijoyo, 1987, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Diterjemahkan Oleh Tri Wibowo Budi Santoso. Jakarta:
Kencana.
Powell, Walter W. and Paul J. DiMaggio. Eds 1991. The New Institutionalism in
Organizational Analysis. Chicago: University of Chicago Press.
Prof. Dr Soekanto Soerjono, Dra. Budi Sulistiyowati M. A, 2013, Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers.
78
Suharman, 2013, Sosiologi Organisasi, Banten: Universitas Terbuka.
Singaribun Masri, dan Sofian Efendi, 1991, Metode Penelitian Survei, Jakarta:
LP3ES.
Sedyawati Edi, 2007, Budaya Indonesia (Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah),
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
-----------------, 1980, Pertumbuhan Seni Pertunjukkan, Jakarta: Sinar Harapan
Salmurgiyanto, 2002, Kritik Tari (Bekal dan Kemampuan Dasar), Jakarta:
Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia (MSPI).
Sumaryono, 2003, Restorasi Seni Tari dan Transformasi Budaya, Yogyakarta:
Elkaphi.
Suyenaga Joan Dkk, 1999, Rama Sas, Pribadi, Idealisme dan Tekadnya, Bandung:
Masyarakat Seni Pertunjukkan
Withney, L.F 1988, The Elements Of Research, dalam buku Muh. Natsir, Metode
Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
W. Neuman Lawrence, 2013, Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif, Jakarta: Indeks.
W. Richard Scott, 2003, Organizations Rational, Natural, and Open Systems,
America: Pearson Education.
Y. Sumandiyo Hadi, 2005, Sosiologi Tari: Sebuah Telaah Kritis yang Mengulas
Tari Zaman Ke Zaman, Primitive, Tradisional, Modern, Hingga
Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka.
Zulkarnain Wildan, 2013, Dinamika Kelompok (Latihan Kepemimpinan
Pendidikan), Jakarta: PT Bumi Aksara.
Zulkifli, 2008, Antropologi Sosial Budaya, Yogyakarta: Shidiq Press Bangka
79
Sumber Artikel:
Donaldson, Thomas, Preston, Lee E. (1995). “The Stakeholder Theory of The
Corporation: Concept. Evidence, and Implications”. Academy
Management Review, Vol. 20, No. 1, 65-9.
Paul J. DiMaggio, Walter W.Powell, American Sociological Review 1983, Vol. 48
(April: 147-160.
Nainul Khutniah, Upaya Mempertahankan Eksistensi Tari Kridha Jati Sanggar
Hayu Budaya Kelurahan Pengkol Jepara,
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst diakses 12 oktober 2016.
Perempuan dalam Seni Pertunjukkan Tari Kelompok Sahita, Dewi Kristiyanti,
Volume 8 No.2 Desember 2009
Peranan Lembaga Tari Tradisi Dalam Mempertahankan Tari Tradisi, Y. Murdiyati,
Imaji, Vol. 4 No.2, Agustus 2006: 244-249
Kelembagaan Penari Kraton Yogyakarta Masa Sultan Hamengku Buwana V,
Supriyanto. Vol 9 No. 2 Desember 2010
Sumber Internet:
https://hot.detik.com/art/2451983/dedy-lutan-dance-company-buktikan-tarian-
tradisi-tak-kuno/2126 diakses 20 oktober 2016 diakses 20 oktober 2016
http://m.baranews.co/web/read/1226#.WKGoTtJ97IXdiakses 20 oktober 2016
Dokumentasi
Arsip DLDC
80
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Bu Elly, selaku koreografer dan Pembina tari DLDC,
16 oktober 2016
Wawancara Pribadi dengan Galuh, Selaku Wakil Produksi DLDC, 16 oktober
2016
Wawancara dengan mba Suryani, selaku penari 23 oktober 2016
Wawancara dengan mba Inulita, Selaku Penari 23 oktober 2016
Wawancara dengan mba Ochie, Selaku Penari, 23 oktober 2016
Wawancara dengan mba Lulu, Selaku Penari, 23 oktober 2016
Wawancara dengan kak Doni, Selaku Penari, 23 oktober 2016
Wawancara dengan kak Ayib, Selaku Penari, 23 oktober 2016
Wawancara dengan ibu Elly
16 oktober 2016, pukul 09.00 WIB
Kediaman Rumah Bu Elly, Sanggar Tari DLDC
Responden Utama
Aspek Kepenarian Menurut Pengalaman Pribadi
1. Kapan bude awalnya tertarik untuk belajar menari?
Awalnya itu waktu kecil, waktu umur 4 tahun kalo gak salah, sering diajak pakde nonton
wayang kulit waktu tinggal dijember, dan membuat bude tertarik untuk belajar nari.
2. Awalnya belajar nari dimana bude?
Dulu waktu SMA, tiap liburan bude belajar nari disanggar Bagong Kusudiardjo di
Yogyakarta.
3. Kenapa bude belajar nari disana?
Karena dulu sanggar tari pak Bagong cukup terkenal di Yogyakarta, beliau juga seorang
koreografer handal. Karena disana lebih diajarkan menari dengan kepekaan rasa. Jadi
mencoba mengekspresikan apa yang ada dihati dan pikiran lewat gerakan tubuh yaitu dengan
menari.
4. Siapa yang menginspirasi bude untuk belajar menari?
Gak terinsprirasi dari siapa-siapa, awalnya karena hobi aja. dulu belajar nari cuman untuk
ngisi waktu luang, kebetulan juga waktu itu diiukutin pentas tari sana sini.
5. Tapi bude malah keterusan menari ya?
Iya, padahal awalnya cita-citanya pengen jadi Korps Organsasi Angkatan Darat (KOWAD),
karena keluarga bude ABRI, jadi dapet dukungan untuk kesana. Tapi ya jadi kecanduan
belajar nari dan hatinya udah terlanjur ditaruh ditari.
6. Memanga apa yang bude rasakan ketika menari?
Ketenangan, menari itu ibaratnya kita tu curhat. Karena dalam menari itu tubuh yang
berbicara, tubuh yang berfikir, tubuh yang menentukan apa yang ingin diekspresikan, apa
yang ingin disampaikan. Dalam menari tentunya mencoba bercerita apa yang dirasakan,
meskipun mulut tidak sanggup untuk mengungkapkan, maka tubuh yang berbicara lewat
hati dan pikiran yang senantiasa berkontribusi didalamya..
7. Jenis tarian apa yang bude pelajari?
Tarian jawa klasik pada bapak Sarman H dan pada tahun 1965-1975 menekuni tari kreasi
baru di padepokan Bagong Kussudiardjo.
8. Kenapa tari jawa bude?
Tarian jawa itu kental akan nilai kedisiplinannya, gak cuman asal gerak beriringan
dengan musik, karena itu biasa. Temponya yang terkadang membuat penari harus lebih
peka dalam mengatur gerakannya agar seirama.
9. Apa yang membuat bude memutuskan untuk tarus menari hingga saat ini?
Ya karena jiwanya sudah disitu, kalau hati sudah berbicara pasti apa yang dilakukan juga
akan maksimal. Karena pengalaman yang sudah banyak merasakan asem pahitnya dunia
kesenian tari kita dan juga kencintaan pak dedy terhadap tarian tradisi yang membuat hati
bude justru merasa terasa terpanggil untuk terus melestaraikannya.
10. Pak dedy itu sosok yang seperti apa bude?
Beliau itu seseorang yang kalau bekerja itu total, gak pelit ilmu. Beliau bisa membuka
wawasan bude tentang bagaimana berkesenian dimasyarakat. karena mungkin beliau
sering terjun kemasyarakat sehingga dapat mengumpulkan pengalaman yang tidak sedikit
itu, membuat bude jadi tahu tentang bagaimana mengolah kesenian dengan baik.
Aspek Kelompok Tari DLDC
11. Bagaimana asal-usul terbentuknya kelompok tari DLDC?
Awalnya dldc ini merupakan wadah komunitas tari, wadah bagi siapapun yang
mempunyai minat bagi yanag ingin berekspresi lewat tarian. Terbentuknya juga atas
gagasan pak dedy, bapak dan ibu S.Prinka waktu itu, karena tujuan pak dedy yang ingin
memperkalkan sekaligus melestarikan kesenian tradisi, khususnya tari.
12. Kenapa namanya DLDC bude?
Nama DLDC itu usulan dari bapak dan ibu S. Prinka, karena waktu mereka sedang
diskusi membicarakan soal nama kelompok tari ini dengan pak dedy, pak dedy juga
kebingungan untuk mencari nama yang pas, dan kebetulan waktu mendiskusikannya bude
juga ada disitu. beliau mengusulkan untuk memakai nama beliau sendiri, dan kami lalu
sepakat untuk menetapkan nama tersebut.
13. Apakah visi dan misi DLDC bude?
Visi DLDC yaitu sebagai wadah seni dan kreativitas dalam menciptakan karya-karya baru
secara berkelanjutan baik seni tradisi maupun kontemporer bagi para penata tari, dan
misinya itu ingin membangun profesionalisme dan kreatifitas koreografer-koreografer tari.
dan meningkatkan daya observasi dan studi kesenian bagi para penata tari.
14. Trus pakde mensosialisasikan tentang DLDC gimana bude?
Dulu itu kita mensosialisasikan DLDC itu tidak banyak melalu internet tapi lebih kepada
dari mulut kemulut, tapi pada akhirnya karena kami menyadari bahwa dunia kesenian
harus dimanage dengan semestinya, maka kemudian media mulai dipakai, dan yaudah
satu persatu datang kesini ada yang belajar nari, diskusi, dan ada juga yang Cuma sekedar
ingin tahu tentang kita, ya gapapa silahkan.
15. Apa aspek utama dari karya DLDC bude?
aspek utama dari karya DLDC adalah bermula dengan melakukan riset lapangan secara
intensif terhadap berbagai macam tradisi diberbagai daerah di indonesia, dan bersentuhan
secara langsung dengan sumber tradisional. Lewat karya yang diciptakan para
koreografer diharapkan mampu memunculkan diri, dan semua itu bisa diraih bila kami
memiliki upaya untuk melakukan studi lapangan dengan baik, sehingga kami akan
mampu mencapai pemahaman yang lebih baik terhadap kekinian hakekat kehidupan
manusia.
16. Apakah adanya pak Dedy turut menarik minat bagi mereka yang ingin belajar
di DLDC?
Iya, bisa dibilang begitu. Karena beliau itu kalo memberikan ilmu itu, beliau ga setengah-
setengah. Karena beliau menyadari bahwa itu yang dibutuhkan oleh orang-orang pada
saat ini, untuk mensosialisasikan kesenian tari tradisi secara utuh. Tapi orang lebih
penasaran dengan bagaimana cara kerja pak dedy dalam membuat sebuah karya.
17. Memang seperti apa bude cara pak dedy mengajar?
Kalo secara artistic pak dedy akan membagikan ilmunya kepada siapapun, tanpa melihat
dia itu siapa, tidak membeda-bedakan intinya. Karena beliau percaya karena setia orang
berhak belajar. Jadi memberikan ilmu itu yang jangan setengah-setengah, dia itu ingin
kerja total.
18. Adakah kriteria khusus untuk jadi anggota dikelompok tari ini bude?
Awalnya DLDC selalu melibatkan penari-penari prifesional dalam setiap karya, karena
pak dedy sendiri menginnginkan penari yang bisa mengikuti intruksinya dengan baik,
agar penyampaian pesan pada saat pertunjukkan akan lebih tersampaikan jika
disampaikan oleh penari yang handal. Namun lambat laun DLDC mulai membuka
kesempatan bagi Siapapun yang ingin belajar pasti kita bantu. Asal bersungguh-sungguh,
karena ketika mereka bersungguh-sungguh maka jiwa penari sebenernya telah menjadi
milik mereka, karena mereka punya tujuan yang sama seperti kami.
19. Berapa jumlah penari DLDC sekarang bude?
20 orang
20. Apakah alasan DLDC yang terus menampilkan tarian tradisi?
Karena kekaguman pak dedy terhadap nilai-nilai tradisi yang dituangkan disetiap
karyanya, karena bude sering ikut perjalanan beliau kedaerah pedalaman sama-sama
beliau, berbaur dengan masyarakat setempat, mencoba mengetahui potensi apa yang
bisa digali dari daerah tersebut, dan tentunya kami berdiskusi matang-matang
terhadap mereka. menurut beliau kesenian tradisi itu yang menjadi minat utama beliau
dalam berkarya. itulah sebabnya penting terlebih dahulu untuk mengetahui karya apa
yang ingin kita bawakan, sumbernya harus jelas darimana, maka kita ajak penari
daerahnya langsung untuk ikut berkontribusi dengan kami. Dan itulah yang selalu
diinginkan oleh pak dedy.
21. Kapan DLDC biasanya tampil bude?
Kalo dulu waktu masih ada pak dedy setahun bisa 2 sampai 3 kali tampil, tergantung isu
apa yang ingin diangkat dan berapa lama prosesnya akan dilakukan itu juga harus
diperhatikan.
22. tema apa yang biasanya diangkat dalam karya DLDC bude dan sebutkan satu
ya bude?
proses dalam berkarya itu muncul secara kebetulan saja, biasanya berawal dari
kegelisahan pakde atau bude, yag biasanya muncul karena berbagai faktor. Bisa ketika
sedang baca puisi tiba-tiba terpikir untuk menuangkannya lewat tari atau pak dedy dengan
perjalanan eksplorasinya yang bisa menginspirasi beliau untuk membuat sebuah karya,
seperti salah satu karyanya yang berjudul Ketika Anggrek Hitam Berbunga pada tahun
2002, pak dedy mengatakan karya tersebut terinspirasi ketika beliau dan beberapa teman
lainnya saat berada dihutan Anggrek Kersik Luway tepat pada saat itu anggrek hitam
sedang mekar berbunga. Kersik yang berarti pasir dan Luway berarti sepi, sedang
menyimpan duka yang mendalam, dari luas hutan 400 ha pada saat itu tinggal 17 ha saja
yang masih tersisa akibat kebakaran huta beberapa waktu lalu. Suatu gambaran kehidupan
masyarakat suku Dayak diwilayah Kutai Barat Kalimantan Timur. Karya tersebut
merupakan sebuah kesan yang ingin beliau tuangkan agar masyarakat menjadi tahu
bagaimana kondisi hutan kita pada waktu itu.
23. Tapi bude kalo misalnya ada sebuah acara diluar pertunjukkan sendiri apa
DLDC pernah dipanggil untuk pentas?
ya pernah, biasanya kami dipanggil sebagai pembukaan suatu acara atau kami
mendapat undangan pementasan
24. Kalo untuk kostum dan iringan pemusik disetiap pementasannya bekerja sama
dengan siapa saja bude?
Kalo untuk konstum, DLDC ada sewa ada juga milik kami sendiri, dibelinya lewat uang
dari hasil pementasan atau sisa dana yang tersisa,, kalo pemusik juga ya kita cari yang
professional, dan biasanya kalo pas pentas kita ga pake kaset melainkan secara langsung
musiknya dimainkan, supaya para penari lebih mendalami karakterya ketika menari. trus
ya kita bikin proposal juga untuk permohonan dana atau sponsor. Karena kita menyadari
untuk menghasilkan karya yang bagus itu butuh dukungan dari berbagai pihak agar karya
yang ditampilkan maksimal, tidak hanya untuk kami tapi lebih kepada orang-orang yang
mendukung hasil karya kami hingga saat ini.
25. Pernah ada masalah ga bude kalo mau ada pertunjukkan besar seperti itu?
Masalah ya pasti ada, palingan masalahnya itu kurang komunikasi aja antara pihak satu
dengan yang lain, dan pastinya kalo ada masalah pasti secepat mungkin kita langsung
selesaikan agar tidak merembet kemana-mana. Karena biasanya krena apa maunya bude
sama pakde itu kan beda beda ya. Konflik yang selalu ada itu selalu dijadikan
pembelajaran bagi masing-masing dari kita, supaya kedepan lebih baik lagi. Dan mungkin
salah satunya ya diselesaikan dengan cara musyawarah atau diskusi untuk mengeluarkan
unek-unek masing-masing,
26. Apa yang menjadi ciri khas dalam bersosialisasi di DLDC ini bude, kalo mega
liat kok bude deket banget sama para penari?
Mungkin kalimat sederhaanya gini, bersosialisasi didalam DLDC itu tidak terbatas.
Bener-bener tanpa batas. Komunitas ini lebih berbicara ketika kamu masuk ya ini milik
kamu, bukan milik pak dedy atau bu elly. Jadi kami justru memberikan ruang kepada
mereka untuk ikut ambil bagian dalam setiap karya-karya DLDC. yaitu berupa dukungan
bagi mereka agar berani mengeksplor kreatifitas mereka lewat gerak tubuhnya masing-
masing dan itu tidak terbatas, dan kami akan berusaha untuk memberikan kiat-kiat
tertentu bagaimana proses gerak itu dapat terjadi. Dan mungkin ini yang membedakan
kami dengan komunitas-komunitas lainnya, yang mana hubungan mereka dilandasi hanya
sebatas guru dan murid ataupun bahkan hanya sebagai tamu. Jadi semuanya lebih
berbicara karena hati, karena kebutuhan dan sejujurnya bukan kebutuhan materi. Tapi
bagaimana semestinya berkesenian itu murni karena kehendak hati.
27. Dalam mengelola kelompok tari kan pastinya ada biaya bude, nah itu didapat
darimana?
biasanya diadakan iuran, jumlahnya itu mereka yang nentuin sendiri. uang itupun lebih
disimpen kemereka, kalaupun kita dapat rezeki dari pekerjaan ini (pertunjukkan) yang
membagi juga mereka (para penari) bukan DLDC.
Aspek Waktu
28. Kalo latihan nari itu hari apa dan biasanya durasinya berapa lama bude?
Jum’at malam jam 7 dan minggu pagi jam 8, durasinya itu 2 sampai 3 jam, kalau minggu
pagi sebelum latihan diadakan meditasi supaya penari lebih rileks ketika menari.
29. Ketika pentas membutuhkan durasi berapa lama bude?
Satu sampai dua jam, tapi ya tergantung kita mau memawakan karya tentang apa dulu,
Dan berapa lama durasinya.
30. dalam setahun sudah tampil berapa kali bude?
kalo tahun ini baru dua kali, tanggal 29 april kemarin latar jembar di Institut Seni
Surakarta dan impian tanggal 14 mei 2016 di Taman Ismail Marzuki.
31. biasanya DLDC itu tampil dimana bude?
di gedung kesenian Jakarta (GKJ)
Aspek Strategi Bertahan Kelompok DLDC
32. apa upaya DLDC agar kesenian tari tradisi ini tetap bertahan?
Yang jelas selalu optimis dan percaya bahwa kesenian tradisi itu memang sudah
seharusnya untuk dilestarikan, dikenalkan kepada mereka yang muda-muda agar
mereka yang tadi belum tahu jadi tahu. DLDC selalu mencoba merangkul, mengajak,
menghimbau, melakukan workshop dan pelatihan tari berbasis tradisional, semata-
mata ingin memperkenalkan kembali khasanah kebudayaan kita yang tersembunyi.
Dengan melalu kegiatan tersebut, tentunya generasi muda kita kian tertarik dan
memiliki wawasan yang lebih tentang kesenian nusantara.
33. Apakah pertunjukkan merupakan salah satu strategi agar DLDC tetap bertahan?
Iya, karena pertunjukkan kan merupakan salah satu bentuk karya kami, DLDC sebagai
komunitas seni merasa terpanggil untuk konsisten mementaskan karya-karya yang dapat
mewakili sekaligus menjadi spirit dan kekuatan masyrakat dikhasanah budaya bangsa ini
melalui kesenian. Kami percaya melalui seni tari berbasis tari tradisi, tentunya DLDC
34. Faktor apa yang menyebabkan DLDC tetap bertahan hingga sekarang?
Adanya pembinaan untuk kesenian tari ini dan juga karena suasana yang kami coba
bangun disini ad,alah suasana kekeluargaan, jadi menjadikan siapapun yang mengemban
ilmu disisni sudah kami anggap seperti keluarga, jadi rasa kekeluargaan tersebut yang jadi
penguat kami hingga bisa sampai sekarang ini.
35. Adakan kendala dalam kelompok DLDC ini dalam mempertahankan tarian
tradisi ini? Apa kendalanya bude?
Ada tentunya, butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengajari para penari dalam
penguasaan materi gerak. Karena kita menyadari masing-masing dari mereka mempunyai
daya tangkap dan kepekaan rasa yang berbeda-beda, sehingga kami harus ekstra sabar
dalam ngajarin mereka (Para Penari)
Wawancara dengan para penari
Di Sanggar Tari DLDC Kebagusan, Jakarta Selatan 23 Oktober 2016
Nama : Stephanie Jasmine (kak Oci)
Umur : 30 tahun
Status : menikah
Aspek Kepenarian Secara Pribadi
1. Mulai tertarik untuk menari sejak kapan?
Pas SMA udah suka nari, dan aku juga sempet ikut kelompok tari disekolah aku.
2. Awalnya tahu DLDC darimana?
Aku kan pengen latihan nari lagi, trus aku nanya ketemen-temen aku, yaudah aku
direkomendasiin sama temen aku namanya mba dewi katanya di DLDC aja kalo mau latihan.
Bagus soalnya gitu. Trus aku minta kontaknya deh ke temen aku buat hubungin bu elly.
3. Pertama kali ngobrol dengan bu Elly kesannya seperti apa?
Waktu aku telfon, aku nanyakan kebude mengenai gimana sistem belajarnya, trus ada kelas
apa aja disini trus bude ya ga banyak menjelaskan sih, katanya kalo mau latihan langsung
dateng aja kesini gitu.
4. Udah berapa lama bergabung dengan DLDC?
Udah hampir 16 tahun, dari tahun 2000, dari DLDC masih di Margasatwa.
5. memang apa sih yang membuat DLDC berbeda dengan sanggar tari lain?
Kalo biasanya kan belajar nari itu, hubungan hanya sebatas guru dan murid aja kan, aku pikir
awalnya seperti itu. Tapi pas aku jalanin kok beda ya, bedanya itu disini ada pendalaman rasa
pas menari, bukan hanya tentang pelafalan gerak tetapi juga bagaimana kita memaknai dan
merasakan gerakan itu. Trus disini juga aku ngerasa cocok sama yang lain terutama sama
bude, bude tu anggep kita disini udah bener-bener kaya keluarga aja, selesai latihan diskusi
bareng atau ngemil bareng. Jadi suasananya selalu klop aja disini.
6. Apa alasannya dan tujuannya bergabung dalam kelompok DLDC?
Awalnya kan Cuma buat ngisi waktu senggang, tapi makin lama kok makin klop belajar nari
disini jadiya mersa terpanggil untuk terus melestarikan tarian tradisi lewat DLDC.
7. Ada biaya yang harus dikeluarkan? Kalau ada berapa?
Ada iuran setiap bulannya, itu 100-200 ribu perbulan.
8. Bagaimana cara anda menguasai seluruh materi gerak yang diberikan?
Disini bertahap diajarinnya, terus seringkali kalau belum hafal waktu buat istirahat dipake
buat latihan dan banyak nanya juga sama bude, yang penting sering diulang-ulang aja
palingan.
9. Adakah pelajaran yang diterima ketika belajar tarian tradisi? Kalau ada apa?
Banyak si sebenernya yang bisa aku ambil dari sini, kecintaan bude dan pakde dengan tarian
itu justru ngajarin kita untuk lebih peka terhadap sesama, terus sikap bude yang bisa ngebawa
suasana disini jadi bener-bener senyaman mungkin, kekeluargaan banget deh pokonya.
10. Apakah panggung yang ada turut mempengaruhi anda dalam menari?
Iya, suasana dan desain panggungnya itu ngebantu banget aku buat lebih konsentrasi dalam
menghafal gerakan tari.
11. Apakah ada peraturan tertentu selama menjadi penari di DLDC?
Ga ada, tapi meskipun ga ada peraturan yang mengikat jusrtru lebih disiplin sih kalo menurut
aku.
12. Waktu pentas tari, ada perasaan gugup ga?
Kalo dulu iya, tapi makin kesini dibawa santai aja.
Aspek strategi bertahan kelompok DLDC
1. Menurut anda apakah penting mempertahankan tarian tradisi? Alasannya kenapa?
Penting, soalnya tarian tradisi tu jarang banget sekarang ada,
2. Menurut anda strategi apa yang dilakukan agar kelompok DLDC dapat bertahan?
Salah satunya dengan melakukan pertunjukkan, tapi yang lebih penting perhatian yang ada
pada temen-temen semua juga yang membuat kita bisa sampai sekarang ini.
3. Faktor apakah yang menyebabkan DLDC dapat bertahan?
Karena interaksi yang terjalin itu dekat banget, jadi membuat kita semakin akrab satu sama
lain.
4. Apakah antar sesama anggota turut mempengaruhi DLDC untuk dapat bertahan?
Iya pastinya itu, soalnya kita tu bener-bener dibangun pribadi kita untuk saling terbuka satu
sama lain. Jadi kalo yang satu misalnya ga ada pasti saling nyariin
Nama : Siti Suryani
Umur : 44 tahun
Status : menikah
1. Mulai tertarik untuk menari sejak kapan?
Aku nari itu sudah dari tahun 1985 pas aku SMP, di Anjungan Sumatra Utara
2. Awalnya tahu di DLDC darimana?
Aku tau DLDC itu dari temen aku namanya pak yanto, waktu tahun 1990 pengen masuk
kesana tapi belum ada kesempatan.
3. Pertama kali ngobrol dengan bu Elly atau pak Dedy kesannya seperti apa?
Aku pertama kali ketemu bu Elly pas aku lomba tari anak dinas kebudayaan, kebetulan bu
elly jadi jurinya. terus aku kalah, aku gatau kenapa aku bisa kalah padahal menurut aku
penampilanku sudah bagus, pas selesai pengumuman pemenang itu aku lalu keatas nemuin
bu elly. Dari situ aku mulai ngobrol untuk nanya kesalahannya dimana kok bisa kalah.
Ternyata waktu itu aku salah ditema, seharusnya temanya itu penyerapan nilai terhadap guru
tapi aku malah bikin kreatifitas anak, jadi lebih kepada permainan anak. Trus dari situ aku
bilang langsung ke bu elly kalo aku mau latihan disana.
4. Udah berapa lama bergabung dengan DLDC?
Udah hampir 26 tahun gabung disini,, dari tahun 90an
5. Lama juga ya, memang apa sih yang membuat DLDC berbeda dengan sanggar tari lain?
Pak Dedy itu kalau ngajarin kita, persis banget kaya beliau lagi ngajar dikampus, jadi disini
juga diajarkan tentang koreografer, bagaimana cara membuat koreografer yang baik dan
bagaimana penciptaan seni itu dapat diproses, sehingga dapat menjadi sebuah seni
pertunjukkan. DLDC ini kelompok tari yang seperti keluarga kalo menurut aku, kaya
misalnya kalo aku nari atau diskusi sampe malem sama pak dedy atau bu d elly, pasti bude
nyuruh kita-kita pada nginep disini, malah kada kita juga sering istirahat bareng sama bu elly,
jadi kalo menurut aku ga ada batasan, gak hanya sekedar tempat latihan nari tapi udah jadi
rumah kedua aku.
6. Apa alasannya dan tujuannya bergabung dalam kelompok DLDC?
Untuk memperdalam kepenarian aku, biar lebih bagus dan menjiwai narinya
7. Ada biaya yang harus dikeluarkan? Kalau ada berapa?
Ada iuran setiap bulannya, itu 100-200 ribu perbulan.
8. Bagaimana cara anda menguasai seluruh materi gerak yang diberikan?
Sering dihafal aja, hafalin bareng-bareng pasti cepet hafal.
9. Adakah pelajaran yang diterima selain belajar menari ketika belajar tarian tradisi? Kalau
ada apa?
Banyak hal yang aku pelajari disini, ibaratnya kaya ilmu yang mahal yang gak aku dapetin
disekolah, ilmu yang dikasih itu bener-bener berharga banget buat aku. Jadi walaupun aku
gak menimba ilmu disekolah akademisi tari, tapi lewat DLDC aku belajar tentang ilmu itu,
dan itu jadi poin lebih yang aku dapatkan di DLDC, jadi aku juga bisa berkreasi untuk
membuat karya tari yang aku inginkan.
10. Apakah panggung yang ada turut mempengaruhi anda dalam menari?
Iya, dan lebih ngebantu untuk menjiwai.
11. Apakah ada peraturan tertentu selama menjadi penari di DLDC?
Ga ada sih, palingan jangan telat aja latihannya. Itu juga ga diingetin sama bude, kesadaran
sendiri aja
12. Waktu pentas tari, ada perasaan gugup ga?
Engga biasa aja, karena sebelumnya kan juga pernah ikut pentas tari.
Aspek strategi bertahan kelompok DLDC
1. Menurut anda apakah penting mempertahankan tarian tradisi? Alasannya kenapa?
Penting, aku merasa setiap dari kita harus melakukan itu, minimal kita tahu tentang itu, udah
bagus menurut aku
2. Menurut anda strategi apa yang dilakukan agar kelompok DLDC dapat bertahan?
Adanya pementasan tari untuk supaya tarian tradisi semakin dikenal dan menaruh minat
tentunya bagi generasi muda untuk mengetahui tentang tarian kita, tapi yang lebih penting
bagaimana kita bisa menjaga keutuhan kelompok ini satu sama lain.
3. Faktor apakah yang menyebabkan DLDC dapat bertahan?
Karena interaksi yang terjalin itu dekat banget, jadi membuat kita semakin akrab satu sama
lain.
4. Apakah antar sesama anggota turut mempengaruhi DLDC untuk dapat bertahan?
Iya pastinya, karena aku disini bisa belajar bagaimana bersosialisasi dengan baik.
Nama : Doni
Umur : 23 tahun
Status : belum menikah
1. Mulai tertarik untuk menari sejak kapan?
Waktu pas kuliah, aku kan dari UI jadi sempet juga jadi ketua di Liga Tari disana.
2. Awalnya tahu di DLDC darimana?
Dari temen aku
3. Pertama kali ngobrol dengan bu Elly atau pak Dedy kesannya seperti apa?
Awalnya agak grogi tapi udah engga kok sekarang
4. Udah berapa lama bergabung dengan DLDC?
Baru satu tahun
5. memang apa sih yang membuat DLDC berbeda dengan sanggar tari lain?
Bedanya itu kalo disini kepekaan rasa kita dalam menari itu dibutuhkan banget untuk
menghasilkan kualitas gerakan yang bagus.
6. Apa alasannya dan tujuannya bergabung dalam kelompok DLDC?
Untuk memperdalam kepenarian aku dan ingin lebih tau tentang tarian tradisi
7. Ada biaya yang harus dikeluarkan? Kalau ada berapa?
Ada iuran setiap bulannya, itu 100-200 ribu perbulan.
8. Bagaimana cara anda menguasai seluruh materi gerak yang diberikan?
Sering nanya-nanya aja ke bude, gimana teknik supaya cepat hafal gerakannya.
9. Adakah pelajaran yang diterima selain belajar menari ketika belajar tarian tradisi? Kalau
ada apa?
Ada, jadi lebih harus mawas diri aja kedepannya
10. Apakah panggung yang ada turut mempengaruhi anda dalam menari?
Iya, jadi lebih konsentrasi narinya dan lebi dapet feelnya.
11. Apakah ada peraturan tertentu selama menjadi penari di DLDC?
Ga ada
12. Waktu pentas tari, ada perasaan gugup ga?
Awalnya iya, tapi pas udah dijalanin mah karena rame kan jadi ilang gugupnya.
Aspek strategi bertahan kelompok DLDC
1. Menurut anda apakah penting mempertahankan tarian tradisi? Alasannya kenapa?
Penting, karena udah seharusnya dibudidayakan, sebenernya tradisi itu penting untuk
menunjang pembelajaran atas nilai-nilai kebudayaan, khususnya buat anak-anak muda.
2. Menurut anda strategi apa yang dilakukan agar kelompok DLDC dapat bertahan?
Karena kekompakan para penarinya kalo menurut aku, aku tuh disini gak cuman belajar nari,
tapi juga belajar bagaimana mengontrol emosi dalam proses berkesenian dan juga adanya
pementasan tari.
3. Faktor apakah yang menyebabkan DLDC dapat bertahan?
Karena rasa kekeluargaan, itu nyata banget disini.
4. Apakah antar sesama anggota turut mempengaruhi DLDC untuk dapat bertahan?
Iya tentunya, soalnya selain kita dapet ilmu kepenarian disini, interaksi yang terjalin disini itu
deket banget antara aku sama yang lain, apalagi sama bude.
Nama : Lulu Indroworo S
Umur : 60 tahun
Status : menikah
1. Mulai tertarik untuk menari sejak kapan?
Dari aku masih sekolah dulu
2. Awalnya tahu di DLDC darimana?
Dari pertunjukkan DLDC
3. Pertama kali ngobrol dengan bu Elly atau pak Dedy kesannya seperti apa?
Agak jutek gitu si awalnya, tapi setelah kenalan wah luar biasa.
4. Udah berapa lama bergabung dengan DLDC?
Udah dari tahun 1990 aku nari disini, tapi sempet juga nari ditempat lain.
5. memang apa sih yang membuat DLDC berbeda dengan sanggar tari lain?
Bedanya itu kalo disini lebih kekeluargaan, pernah coba-coba cari pengalaman ditempat yang
lain, tapi gak senyaman waktu di DLDC
6. Apa alasannya dan tujuannya bergabung dalam kelompok DLDC?
Untuk mengisi waktu luang
7. Ada biaya yang harus dikeluarkan? Kalau ada berapa?
Ada iuran setiap bulannya, itu 100-200 ribu perbulan.
8. Bagaimana cara anda menguasai seluruh materi gerak yang diberikan?
Sering nanya-nanya aja ke bude, gimana teknik supaya cepat hafal gerakannya.
9. Adakah pelajaran yang diterima selain belajar menari ketika belajar tarian tradisi? Kalau
ada apa?
Ada, rasa kekeluargaannya itu bikin pengen terus dateng lagi kesini
10. Apakah panggung yang ada turut mempengaruhi anda dalam menari?
Iya, jadi lebih konsentrasi aja narinya
11. Apakah ada peraturan tertentu selama menjadi penari di DLDC?
Ga ada, tapi kadang suka ga enak karena aku sering telat, maklum lah ya udah umur segini.
12. Waktu pentas tari, ada perasaan gugup ga?
Engga kok, kalo dulu sih iya awal-awal. Tapi lama kelamaan alhamdulillah engga.
Aspek strategi bertahan kelompok DLDC
1. Menurut anda apakah penting mempertahankan tarian tradisi? Alasannya kenapa?
Penting, khususnya buat yang muda-muda harusnya lebih tanggap dalam kesenian, apalagi
tari tradisi itu udah jarang banget, dan itu yang jadi ciri khasnya DLDC, dia berani beda dari
yang lain
2. Menurut anda strategi apa yang dilakukan agar kelompok DLDC dapat bertahan?
Terus kompak dan semangat dalam menghasilkan karya
3. Faktor apakah yang menyebabkan DLDC dapat bertahan?
Karena sadar bahwa kesenian itu penting untuk dilestarikan, aku aja yang udah muda gini
masih semangat, makanya untuk nularin semangat aku juga keying lain.
4. Apakah antar sesama anggota turut mempengaruhi DLDC untuk dapat bertahan?
Iya, karena dari awal gabung disini memang kedekatan yang terjalin itu membawa pengaruh
yang cukup baik bagi aku pribadi.
Nama : Ayib
Umur : 24 tahun
Status : belum menikah
1. Mulai tertarik untuk menari sejak kapan?
Dari pas ikut kegiatan dikampus
2. Awalnya tahu di DLDC darimana?
Sebenernya dulu ada dua pilihan entah mau belajar nari dideket rumah atau di DLDC, tapi
lebih milih disini. Soalnya diusulin sama beberapa temen yang lain kalo disini bagus, dan
terbukti.
3. Pertama kali ngobrol dengan bu Elly atau pak Dedy kesannya seperti apa?
Agak kaku, cuman karena bude orangnya santai jadi kebawa santai lama-lama
4. Udah berapa lama bergabung dengan DLDC?
Udah setahun
5. memang apa sih yang membuat DLDC berbeda dengan sanggar tari lain?
Kalo biasanya kan kalo kita belajar nari, kita yang dikasih materi geraknya terlebih dahulu
sama koreografernya atau istilahnya gerakannya udah ada jadi kita tinggal ngikutin. itu juga
didapet pas awal-awal. tapi disini juga bude ngajari gimana kita pribadi juga bisa eksplor
gerakan tari yang kita inginkan, jadi individu itu lebih berani dan percaya diri untuk
menghasilkan gerakan kita sendiri dan bude ngebimbing juga untuk itu
6. Apa alasannya dan tujuannya bergabung dalam kelompok DLDC?
Untuk lebih mendalami kepenarian aku
7. Ada biaya yang harus dikeluarkan? Kalau ada berapa?
Ada iuran setiap bulannya, itu 100-200 ribu perbulan.
8. Bagaimana cara anda menguasai seluruh materi gerak yang diberikan?
Sering latihan sendiri atau kalo lagi senggang ulang-ulang aja bareng yang lain
9. Adakah pelajaran yang diterima selain belajar menari ketika belajar tarian tradisi? Kalau
ada apa?
Ada, kalo misalnya kita belajar nari itu terjadwal, kapan masuk kapan pulang. Kalau disini
lebih fleksibel jadi kalaupun toh udah selesai kegiatannya aku masih suka ngobrol-ngobrol
sambil diskusi sama bude dan yang lain, jadi bikin betah. Bener apa kata yang lain, kalo ini
tuh rumahnya para penari.
10. Apakah panggung yang ada turut mempengaruhi anda dalam menari?
Iya, jadi lebih konsentrasi dan menjiwai
11. Apakah ada peraturan tertentu selama menjadi penari di DLDC?
Ga ada
12. Waktu pentas tari, ada perasaan gugup ga?
Engga kok
Aspek strategi bertahan kelompok DLDC
1. Menurut anda apakah penting mempertahankan tarian tradisi? Alasannya kenapa?
Penting, karena justru itu ciri khas yang harus dijaga.
2. Menurut anda strategi apa yang dilakukan agar kelompok DLDC dapat bertahan?
Karena totalitasnya dalam menghasilkan sebuah karya itu gak tanggung-tanggung, sehingga
banyak dukungan yang ada untuk DLDC.
3. Faktor apakah yang menyebabkan DLDC dapat bertahan?
Faktor kebersamaan dan kekompakan terhadap semua yang terlibat dalam DLDC
4. Apakah antar sesama anggota turut mempengaruhi DLDC untuk dapat bertahan?
Iya pastinya, karena itu justru yang ngebuat kita jadi deket.