21
KONTRUKSI PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM KURIKULUM KTSP MENYONGSONG PENERAPAN KURIKULUM 2013 SECARA SERENTAK DI TAHUN 2016 Agus Arwani STAIN Pekalongan Abstrak: Character education is one simple thing as the word 'character' is all the self-development of students in learning interactions to start and end the process of teaching students to achieve the formation of character. Character education in schools is needed, although the character is the basis of education in the family. Today the growing demands for changes in the education curriculum that emphasizes the need to build the nation's character. It is based on facts and public perception of the declining quality of the attitudes and morals of children or young people. Curriculum and education are two concepts that must be understood before discussing the development of the curriculum. Changing curriculum KTSP to curriculum 2013, is an effort to renew after doing research for curriculum development in accordance with the needs of the child or youth and the nation. Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Karakter, Konstruksi. Pendahuluan Bangsa Indonesia telah mengalami kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, dengan presiden pertama Indone- sia yaitu Soekarno, dan diwakili oleh Muh. Hatta. Meskipun ke- merdekaan telah diraih, namun Indonesia masih terus berjuang untuk mengahadapi beberapa perlawanan dari negara asing. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa negara kontra yang selalu ISSN: 2085-5087

ISSN: 2085-5087

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISSN: 2085-5087

KONTRUKSI PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM KURIKULUM KTSP

MENYONGSONG PENERAPAN KURIKULUM 2013 SECARA SERENTAK DI TAHUN 2016

Agus Arwani STAIN Pekalongan

Abstrak: Character education is one simple thing as the word

'character' is all the self-development of students in learning

interactions to start and end the process of teaching students to

achieve the formation of character. Character education in

schools is needed, although the character is the basis of education

in the family. Today the growing demands for changes in the

education curriculum that emphasizes the need to build the

nation's character. It is based on facts and public perception of

the declining quality of the attitudes and morals of children or

young people. Curriculum and education are two concepts that

must be understood before discussing the development of the

curriculum. Changing curriculum KTSP to curriculum 2013, is

an effort to renew after doing research for curriculum

development in accordance with the needs of the child or youth

and the nation.

Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Karakter, Konstruksi.

Pendahuluan

Bangsa Indonesia telah mengalami kemerdekaan pada

tanggal 17 Agustus tahun 1945, dengan presiden pertama Indone-

sia yaitu Soekarno, dan diwakili oleh Muh. Hatta. Meskipun ke-

merdekaan telah diraih, namun Indonesia masih terus berjuang

untuk mengahadapi beberapa perlawanan dari negara asing. Hal

ini dikarenakan masih adanya beberapa negara kontra yang selalu

ISSN: 2085-5087

Page 2: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

ingin memerangi bangsa Indonesia, pasca kemerdekaan. Negara

indonesia bukanlah negara yang liar dan tak berdasar, akan tetapi

negara indonesia mempunyai dasar negara yang berisi tentang

nilai spiritual, nilai keadilan, budi pekerti dan nilai-nilai luhur

yang lain. Dasar negara bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang

berisi 5 butir pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Keman-

usiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan

yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusya-

waratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat In-

donesia. Pancasila yang merupakan pelajaran pendidikan kewar-

ganegaraan yang dipraktekkan disekolah-sekolah inilah merupa-

kan salah satu alat yang dijadikan pembentukan karakter selain

pelajaran pendidikan agama sebagai pembentuk karakter spiritu-

alis manusia.

Sejak tahun 1990-an, terminologi pendidikan karakter mu-

lai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pen-

gusungnya melalui karya yang sangat memukau, The Return of

Character Education. Sebuah buku yang menyadarkan dunia barat

secara khusus di mana tempat Lickona hidup, dan dunia pen-

didikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah

keharusan. Inilah awal kebangkitan pendidikan karakter. Karak-

ter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengan-

dung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the

good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan ke-

baikan (doing the good).

Pendidikan karakter adalah salah satu hal yang sederhana

karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa

dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses

pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter.

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun da-

sar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau

seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari

keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.

Page 3: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecer-

dasan otak ketimbang pendidikan karakter.

Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan ku-

rikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun

karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi

masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-

anak atau generasi muda1.

Pada saat ini yang diperlukan sekarang adalah kurikulum

pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri

memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pemben-

tukan karakter peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan

bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bah-

wa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus

dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang

berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik2.

Konstruksi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013

Perlu kita ketahui bahwa karakter berbeda dengan sikap,

sifat dan temperamen, sifat dan temperamen memang tidak bisa

di bentuk, sedangkan karakter bisa dibentuk. Pada prinsipnya

manusia memiliki kapasitas yang sama untuk membangun karak-

ternya. Ada 47 karakter yang bisa dibentuk diantaranya keberani-

an, kejujuran, keadilan, tanggungjawab, kepedulian, kepercayaan,

empati, pengendalian, berbagi, kerjasama, persahabatan, toleran-

si, pengampunan, memberi, hikmat, imajinasi, sikap apa adanya,

belas kasih, kesamaan, integritas, kreativitas, ketegasan, kehorma-

tan, kebaikan, keikhlasan, loyalitas dan lain-lain3.

Penilaian dan keberlanjutan perubahan kurikulum pen-

didikan harus memiliki kejelasan maksud dan tujuan dari kuriku-

1 Yoyon Bahtiar Irianto, 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan, Jakarta:

Rajawali Press, hal. 1. 2 John Mccain, Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 1. 3 Ibid, hal. 15.

Page 4: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

lum secara formal yang kemudian menjadi substansi pendidikan

di Indonesia. Sistem Pendidikan yang sekarang memang sudah

lepas dari realitas masyarakat Indonesia, dimana sistem di pen-

didikan Di Indonesia telah banyak mengadopsi system pendidi-

kan yang diambil dari “Dunia Barat” yang memiliki nilai-nilai

sendiri tanpa kodifikasi dan penyesuaian yang signifikan.

Akuntansi merupakan produk yang dibangun dan dkembangkan.

Akuntansi dan sistem pendidikan memang membawa nilai-nilai

“sekularisasi” yang memiliki ciri-ciri self-interest, menekankan bot-

tom line, dan hanya mengakui materarilitas. Di sekolah maupun

perguruan tinggi banyak sekali kurikulum pendidikan mem-

berikan muatan-muatan sosiologi kritsis dalam pembelajaran. Da-

lam studi kasus memang pendidikan barat telah menanamkan

dogmanya kepada dunia timur apalagi negara kita. Ini dapat kita

analisa dalam pemakaian standar yang digunakan di negara barat

juga digunakan di negara tercinta ini, tanpa adanya sikap kritis

terhdap standart tersebut. Tentunya standart itu harus sesuai

dengan faktor-faktor lingkungannya sosial, budaya, ekonomi dan

politik. Perubahan itu tidak lepas pada konstruksi perubahan ku-

rikulum.

Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda

yang secara rutin berlangsung dalam rangka peningkatan kualitas

pendidikan di negara berkembang.Dewasa ini mengedepankan

perlunya membangun karakter bangsa.Hal ini didasarkan pada

fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas si-

kap dan moral anak-anak atau generasi muda.Yang diperlukan

sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam

arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus dio-

rientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik4.

Melihat perjalanan sejarah pendidikan dari dekade sebe-

4 Heri Gunawan, 2011. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Ban-

dung: Alfabeta, hal. 5.

Page 5: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

lumnya, para orang tua, secara subyektif, membuat perbandingan

antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana mere-

ka dulu mengalami pendidikan di sekolah, atas situasi, sikap, per-

ilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian

orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap

atau nilai-nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya si-

kap dan perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, kejujuran,

memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa,

dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan

keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap mem-

iliki sikap mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi

etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama5.

Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi

orang dewasa adalah produk pendidikan pada beberapa dekade

sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum pen-

didikan di masa sebelumnya itu. Apa yang dilakukan oleh be-

berapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada baiknya

dilakukan “review” menyeluruh terhadap suatu kurikulum pen-

didikan. Kehendak untuk melakukan peninjauan kurikulum,

sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas desakan dan

tuntutan para orang tua.Perbaikan kurikulum merupakan bagian

tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu

kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan

peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang

dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik.Kunci sukses im-

plementasi kurikulum terutama adalah pada pendidik, kelem-

bagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan

pendidikan itu sendiri6.

Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam

5 Yoyon Bahtiar Irianto, 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan,……, hal.

3. 6 Hamka Abdul Aziz,” 2011. Membangun Karakter Bangsa. Surakarta:

Pustaka Al Mawardi, hal. 3.

Page 6: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

arti luas maupun dalam arti sempit. Menurut UU.No. 20 Tahun

2003 tentang sistem pendidikan Nasional bahwa Kurikulum ada-

lah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi,

dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan tertentu7. Dalam kurikulum terintegrasi fil-

safat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.

Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kuriku-

lum, setidaknya ada tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu;

(1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana bela-

jar; (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum

yang merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem

pendidikan, bahkan sistem masyarakat; (3) kurikulum sebagai

suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupa-

kan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengaja-

ran8.

Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bah-

wa kurikulum merupakan rancangan pendidikan, yang berisi se-

rangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara

implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidi-

kan.Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan

pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan ling-

kungan.

Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting

dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Bagaimana iklim sekolah

diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak didik. Apakah

iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar

tercipta di lingkungan sekolah.

Pendidikan Karakter

7 UU. No. 20 tentang SISDIKNAS tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 19. 8 Sutarjo Adisusilo, 2012. Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta: Rajagrafindo,

hal. 5.

Page 7: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

Kurikulum pendidikan sebenarnya memiliki beberapa

muatan-muatan materi selalu berhadapan dengan realitas, di-

mana muatan-muatan kurikulum tersebut yaitu sosiologi kritis,

kreatifitas dan mentalitas, dari elemen-elemen ini dapat diinte-

grasikan dalam pendidikan karakter bangsa yang sesuai dengan

realitas. Muatan tersebut tidak jauh dari pendidikan karakter.

Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru

sekarang. Penanaman nilai-nilai sebagai sebuah karakteristik

seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala.Akan tetapi, seir-

ing dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya pena-

naman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah

kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.

Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke

dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar

dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin

memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri

yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan

oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya

mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang sederhana

karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa

dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pen-

gajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter. Pen-

didikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar

dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau

seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari

keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.

Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecer-

dasan otak ketimbang pendidikan karakter9.

Menurut Q-Anees mengutip pendapat Doni A Koesoma,

9 Supriyoko, 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban. Jakarta:

Samudera Biru, hal. 7.

Page 8: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

ada lima metode pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah,

yaitu: 1. Mengajarkan, yakni mengajar dengan melibatkan siswa.

Dengan kata lain, pembelajaran yang dilaksanakan tidak bersifat

monolog. 2. Keteladanan, baik dari guru maupun dari seluruh

warga sekolah. 3. Menentukan prioritas. 4. Praksis prioritas, yaitu

melakukan verifikasi sejauh mana realisasi terhadap prioritas

yang ditentukan. 5. Refleksi10.

Nilai-nilai pendidikan karakter dalam kurikulum dengan

jiwa dan watak kewirausahaan, tetap memperhatikan sembilan

pilar penting untuk pendidikan karakter. Kesembilan pilar pen-

didikan karakter tersebut berupa:

1. tanggung jawab (responsibility),

2. rasa hormat (respect),

3. keadilan (fairness),

4. keberanian (coiurage),

5. kejujuran (honesty),

6. kewarganegaraan (citizenship),

7. disiplin diri (self-dicipline),

8. peduli (caring), dan

9. ketekunan (perseverance).

Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain:

religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin

tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan,

sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja

keras, dan adil.

Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan

ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adan-

ya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda.

Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelaja-

10 Q-Anees, Bambang, dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Ber-

basis Al-Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal. 13.

Page 9: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

ran dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara

lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta

ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman,

patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan

hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.

2. Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada

aturan sosial, demokratis, jujur, mengahargai keragaman, sa-

dar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.

3. Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif,

percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasion-

alis.

4. Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberaga-

man, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial

dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras.

5. Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis,

kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri,

menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung

jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu

6. Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya

diri, mandiri, bekerja sama, patuh pada aturan sosial

7. Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan

menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokra-

tis

8. Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur,

percaya diri, mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang

lain

9. TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,

mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang

lain.

10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya

orang lain, nasional, peduli.

Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan

Page 10: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan per-

ilaku pembelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya

untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pem-

bangunan mental dan moral pembelajar, itu dimaksudkan sebagai

usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung

tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan

kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan mem-

bangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahun-

tahun, “produk” penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang di-

harapkan. Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja

merebak.sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan remaja.

Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi,

nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme,

hilangnya sikap kesabaran, pelanggaran norma masyarakat, mer-

osotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya rasa malu,

meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya.

Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya

penghargaan terhadap karya sendiri dan atau karya bangsa

sendiri. Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan

produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam

ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar, telah me-

lunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan ijazah. Apalagi

ditambah dengan sikap konsumerisme dan gempuran iklan

produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai

media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri

dan tidak mempunyai karakter.

Dalam tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan

sebagai kebutuhan, tetapi hanya merupakan wahana memburu

status. Sekolah dipandang bukan sebagai wahana sosialisasi dan

membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan

menuju “kemewahan”.

Pendidikan berbeda dengan indoktrinasi.Pendidikan lebih

bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi

Page 11: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

berkaitan dengan kepentingan politik.Pendidikan bukan untuk

menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu han-

ya merupakan dampak dari pendidikan.

Kurikulum Pendidikan

Pertanyaannya, adakah yang salah dalam kurikulum pen-

didikan di masa lalu? Apakah kurikulum di masa lalu tidak

memuat pendidikan karakter? Apakah kurikulum itu sendiri te-

lah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter pe-

serta didik? Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum dit-

erapkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada masanya. Kuriku-

lum yang berlaku pada masanya itu dapat dipandang telah mem-

iliki kesesuaian dengan situasi dan kondisi pada waktu itu dan

memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan

matang.

Kurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan

di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan, terakhir

dengan apa yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pen-

didikan (KTSP), yang merupakan implementasi Kurikulum Ber-

basis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

Implikasi lain dalam KTSP dan diberlakukannya Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Ta-

hun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom

adalah desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pemerintah

daerah.

Diskusi yang berkembang kemudian adalah kesiapan dae-

rah dalam melaksanakan pengelolaan pendidikan dan

mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu juga terkait

dengan batas-batas kewenangan pemerintah pusat dalam mem-

Page 12: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

berikan dukungan pelaksanaan KTSP.

KTSP telah mengatur segala prinsip dan ketentuan-

ketentuan pelaksanaanya.Yang sekarang tampak nyata adalah

kendala-kendala dalam implementasi, di mana faktor kesiapan

guru, ketersediaan sarana, kesiapan siswa, dan dukungan dari

orang tua atau masyarakat yang kurang memadai.

Kemandirian Bangsa

Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah

penduduk yang besar. Kondisi ini secara ekonomi menjadi target

pasar yang besar pula bagi produk-produk negara lain. Apabila

kondisi ini tidak diimbangi dengan perbaikan sektor pendidikan,

maka dapat diprediksi situasi yang semakin buruk, yaitu bahwa

bangsa dan negara dengan jumlah penduduk yang besar ini han-

ya akan menjadi target pemasaran produk dan budaya dari luar

(asing).

Selama ini masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai

bangsa yang gemar mengkonsumsi, tetapi lalai dalam aspek

“produksi”. Longgarnya regulasi, kesiapan mental yang mampu

memfilter masuknya budaya negatif dari luar, dan tekanan glob-

alisasi atau pasar bebas, semakin memperkeruh situasi ini. Pan-

dangan tentang apa yang datang dari luar selalu baik, tanpa

mempertimbangkan baik dan buruknya, melahirkan ketid-

akseimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya disebut “keterkeju-

tan budaya (cultural shock)”.

Kategorisasi era perkembangan teknologi dari era agraris,

era industri, dan era teknologi modern, telah nyata dalam ke-

hidupan sebagian masyarakat kita. Contoh paling nyata adalah

petani di sawah yang memiliki handphone, hanya sekadar agar

tidak disebut “kuno”, atau ketinggalan jaman, tetapi tidak

menggunakan handphone itu untuk kepentingan-kepentingan

fungsionalnya. Contoh ini hanyalah merupakan salah satu para-

dok kehidupan yang terkait dengan pendidikan. Masih banyak

Page 13: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

contoh lain yang dapat diajukan dalam menunjukkan “keterkeju-

tan budaya” sebagai dampak penerapan kurikulum pendidikan

persekolahan. Keterombang-ambingnya generasi muda di “per-

simpangan budaya” memerlukan komitmen kalangan pendidik

untuk mampu memberikan rambu-rambu dan sekaligus me-

nanamkan nilai-nilai dan falsafah budaya bangsa sendiri tetap

dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.

Membangun Peradaban

Menghadapi tuntutan era globalisasi yang antara lain

ditandai dengan adanya persaingan bebas dalam pergaulan

dunia, maka pengelolaan pendidikan harus dirancang secara

komprehensif dan integratif, direncanakan secara matang, dan

mendapat dukungan dari semua pihak. Kurikulum juga harus

memiliki keseimbangan dalam hal tujuan-tujuan yang ingin di-

capai; tidak saja aspek kognitif dan keterampilan, tetapi juga pent-

ing aspek-aspek mental, etika, moral, dan seni.

Irianto mengatakan, perkembangan dan perubahan yang

terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernega-

ra di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global,

perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, serta seni dan

budaya11.

Dalam kaitan ini, yang terpenting adalah pencapaian sub-

stansi tujuan pendidikan dan proses pendidikan yang sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Kurikulum

adalah serangkaian proses pembelajaran untuk membentuk siswa

yang memiliki integritas dan membangun sikap mandiri dalam

rangka menghadapi kehidupan di masa depan. Sikap mental

mandiri individual dalam diri siswa, secara kolektif dan kumu-

latif pada akhirnya akan mampu membentuk sikap mental ke-

mandirian bangsa.

11 Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. Jakarta:

Rajawali Press, hal. 11.

Page 14: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

KTSP yang diidealkan sekarang harus dilaksanakan

dengan sepenuh hati oleh semua pihak dan dukungan dari

pemerintah pusat berupa kebijakan-kebijakan yang benar-benar

berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan diterapkannya KTSP.

Konsepsi kompetensi dalam kurikulum adalah; (1) kompetensi

berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam

berbagai konteks; (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar

yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten; (3) kompeten meru-

pakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal dilakukan siswa

setelah melalui proses pembelajaran; dan (4) keandalan kemam-

puan siswa untuk melakukan sesuatu yang harus didefinisikan

secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai me-

lalui kinerja yang dapat diukur.

Secara prinsip, kebijakan dan implementasi kurikulum

pendidikan persekolahan dimaksudkan untuk membentuk manu-

sia seutuhnya, menyiapkan generasi muda menghadapi ke-

hidupan di masa datang, dan membangun sikap mental bangsa

yang mandiri.Pembentukan manusia seutuhnya dan segala

atribut yang termasuk di dalamnya, hanya bisa dilaksanakan

apabila didukung dengan kesiapan semua pihak dan penyediaan

fasilitas yang memadai secara merata.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali

bahwa yang terpenting dalam kurikulum adalah kemampuan

suatu kurikulum dalam mengadaptasi perkembangan yang ter-

jadi dalam masyarakat dan menerapkannya dalam proses pen-

didikan. Konsepsi kompetensi siswa yang diharapkan dari suatu

kurikulum yang terutama adalah melakukan sesuatu sesuai

konteks dan secara kreatif. Kreativitas manusia sebagai wujud

dari pendidikan ini yang kemudian akan menjadi khasanah yang

memperkaya budaya dan peradaban bangsa. Isi (content) suatu

kurikulum harus merupakan usaha-usaha yang terarah dan

terpadu untuk membangun sikap mental bangsa yang memiliki

karakter dan mampu membangun peradaban bangsanya sendiri.

Page 15: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

Kurikulum 2013

Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus

dipahami terlebih dahulu sebelum membahas mengenai

pengembangan kurikulum. Sebab, dengan pemahaman yang jelas atas

kedua konsep tersebut diharapkan para pengelola pendidikan, terutama

pelaksana kurikulum, mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-

baiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan dua keping uang, antara

yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tak bisa

terpisahkan.

Kurikulum mempunyai peran strategis sebagai sarana

human resources dan human investment. Artinya, kurikulum selain

bertujuan menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik,

juga telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik

dalam proses pemberdayaan jati diri bangsa dalam pelaksanaan

pendidikan. Pendidikan merupakan tindakan sadar dengan

tujuan memelihara dan mngembangkan fitrah serta potensi (sum-

ber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan

kamil).

Secara kodrati, manusia sejak lahir telah mempunyai potensi da-

sar (fitrah)12 yang harus ditumbuhkembangkan agar fungsional bagi

kehidupannya di kemudian hari. Untuk itu, aktualisasi terhadap

potensi tersebut dapat dilakukan usaha-usaha yang disengaja dan secara

sadar agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara opti-

mal13.

Saat ini pemerintah melalui Kemendikbud mengamanatkan

kepada seluruh institusional kelembagaan pendidikan untuk men-

trapkan pendidikan berbasis karakter, Dewasa ini berkembang tuntu-

12 Fitrah di sini dimaksudkan sebagai potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir,

di antaranya adalah agama, intelek, sosial, susila, seni, ekonomi, kawin, kemajuan, persa-maan, keadilan, kemerdekaan, politik, ingin dihargai, dihormati dan lain sebagainya. Lihat Nur Ahid, “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, (Tesis, IAIN Sunan Kalija-ga, Yogyakarta, 1993), 20

13 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. 2, hlm. 170.

Page 16: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

tan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan

perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta

dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan

moral anak-anak atau generasi muda.

Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum pendidikan

yang berbasis karakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki

karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter

peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak

terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kuriku-

lum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan

dengan mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat

dan kebutuhan peserta didik, guna meminimalisir tingkat kriminalli-

tas yang tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang tergo-

long masih remaja. Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang

munculnya “Kurikulum 2013” yang saat ini masih menjadi bahan uji

coba publik akan kelayakan kurikulum tersebut.

Untuk menganalisa kurikulum 2013 tersebut dengan pen-

dekatan beberapa teori dan Mazhab-mazhab filsafat pendidikan seperti;

Idealisme, Realisme, Materialisme, Pragmatisme, Eksistensialisme,

Progresivisme, Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme.

Respon terhadap kurikulum 2013 ini sangatlah variatif,

mulai dari yang mendukung, tidak memberikan komentar sama

sekali, sampai pada kalangan yang menolak dengan keras ter-

hadap kurikulum ini. Berbagai macam alasan dijadikan argumen-

tasi ide masing-masing kalangan baik yang mendukung ataupun

menolak. Di sisi lain, pihak Kemendikbut juga melakukan uji pub-

lic dan berbagai macam persiapan yang dilakukan untuk

mensukseskan rencana kurikulum tersebut. Implikasinya adalah

anggaran yang sangat besar harus dipersiapkan. Sumber dari

Metro TV menyebutkan bahwa anggran yang dibutuhkan adalah

sekitar Rp. 680 Miliyar. Dana yang sangat besar sekali. Dana yang

besar tersebut semakin menyulut api-api prasangka buruk ka-

langan yang tidak setuju dengan adanya kurikulum 2013 ini. Na-

Page 17: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

mun, terlepas dari berbagai macam kontrofersi terhadap kuriku-

lum ini.

Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan dengan

perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai

dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu

mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kuriku-

lum. Berbicara konsep kurikulum baru 2013 sebenarnya dapat dianggap

tidak membawa sesuatu yang baru. Konsep kurikulum baru ini dinilai

sudah pernah muncul dalam kurikulum yang dulu pernah digunakan

yaitu kurikulum KTSP.

Namun tinjauan penulis terkait konsepsi kurikulum, stidaknya

Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013, kurikulum sebagai substansi,

sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.14

Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi. Kurikulum

dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di

sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu

kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi ru-

musan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal,

dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai

dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para

penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan

masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu,

suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.

Konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep kurikulum

sebelumnya, namun dalam kurikulum 2013 ini lebih bertumpu kepada

kualitas guru sebagai implementator di lapangan. Pendapat ini

mengemuka dalam diskusi tentang Kurikulum 2013 yang diinisiasi

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda, di Utrecht, Belanda, be-

berapa waktu lalu.

14 Nana Syaodih Sukmadinata, 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.

Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 27.

Page 18: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

Konsep kedua, adalah kurikulum 2013 sebagai suatu sistem, yaitu

sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem

persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu

sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja

bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengeval-

uasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum ada-

lah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum ada-

lah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap danamis.

Konsep ini juga dapat dipastikan mengalami prubahan dari

konsep kurikulum yang sebelumnya, sebab wacana pergantian ku-

rikulum dalam sistem pendidikan memang merupakan hal yang

wajar, mengingat perkembangan alam manusia terus mengalami pe-

rubahan. Namun, dalam menentukan sistem yang baru diharapakan

para pembuat kebijakan jangan asal main rubah saja, melainkan harus

menentukan terlebih dahulu kerangka, konsep dasar maupun lan-

dasan filosofis yang mengaturnya.

Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bi-

dang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kuriku-

lum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai

bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan

sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum,

mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi

kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka

menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat

bidang studi kurikulum.15

Berubahnya kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 ini merupakan

salah satu upaya untuk memperbaharui setelah dilakukannya penelitian

untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak bangsa

dan atau generasi muda.

15 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 28.

Page 19: ISSN: 2085-5087

Agus Arwani

Penutup

Akhirnya, dapat ditarik beberapa poin penting sebagai

berikut: (1) Kurikulum pendidikan yang berlaku pada suatu masa

sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua kebutuhan belajar

siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyem-

purnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam

masyarakat dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. (2) Suatu

kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif,

berimbang antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta

bervisi kedepan, dan bukan semata-mata karena kepentingan

politis. (3) Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir

dan bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari

siswa sebagai hasil pendidikan adalah melakukan sesuatu selain

secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang akan mem-

perkaya khasanah budaya bangsa; (4) Diperlukan kesiapan dan

dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan

pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam

sistem persekolahan. (5) Era globalisasi yang ditandai dengan

persaingan bebas antar-negara harus diimbangi dengan penera-

pan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap kemandirian

bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri.

Kurikulum 2013 adalah nama baru dari berbagai nama

atau istilah yang disandangkan pada kurikulum sebelum-

sebelumnya, istilah baru ini tentunya merupakan upaya pemer-

hati ahli terhadap kurikulum untuk kemajuan dan kebutuhan di-

masa mendatang. Sebagai alasan mengapa kurikulum harus

berubah adalah, untuk mempersiapkan generasi sekarang agar

mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan

masa depan berubah-ubah, maka kita perlu menyesuaikan ku-

rikulum pendidikan kita serta untuk merubah karakter bangsa

yang lebih berkepribadian baik, beradab dan berakhlakul kari-

mah.

Page 20: ISSN: 2085-5087

Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam

Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Ku-

rikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016

Daftar Pustaka

Adisusilo, Sutarjo, 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Ra-

jagrafindo.

Ahid, Nur. 1993 “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, Tesis,

Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.

Aziz, Hamka Abdul, 2011. Membangun Karakter Bangsa. Surakarta:

Al Mawardi.

Gunawan, Heri, 2011. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi.

Bandung: Alfabeta.

Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan.

Jakarta: Rajawali Press.

Mccain, John, Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah

Dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan

Praktek Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supriyoko, 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban, Jakar-

ta: Samudera Biru.

UU. No. 20 tentang SISDIKNAS tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 19

Zuhairini, 1995. Filsafat Pendidikan Islam, cet. 2, Jakarta : Bumi Ak-

sara.

Page 21: ISSN: 2085-5087

ISSN: 2085-5087