Upload
vudan
View
231
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
JAWABAN PEMERINTAH
ATAS
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR RI
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2018
BESERTA NOTA KEUANGANNYA
Rapat Paripurna DPR RI, 31 Agustus 2017
REPUBLIK INDONESIA
1
JAWABAN PEMERINTAH TERHADAP PEMANDANGAN
UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI TENTANG NOTA
KEUANGAN DAN RAPBN TAHUN ANGGARAN 2018
TANGGAL 31 AGUSTUS 2017
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Yang Saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua,dan
para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Pertama-tama, marilah kita bersama memanjatkan puji syukur ke
hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
kekuatan dan kesehatan untuk menghadiri Sidang Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menyampaikan tanggapan
Pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi atas Rancangan
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018
beserta Nota Keuangannya.
Terima kasih kepada seluruh fraksi di DPR RI atas pandangan dan
masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta Nota Keuangannya.
sehingga kita akan dapat menyusun UU APBN 2018 yang berguna bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih adil dan merata, dan
mempercepat pencapaian tujuan pembangunan Indonesia secara
berkelanjutan.
2
APBN adalah instrumen penting dalam mengelola perekonomian dan
dalam upaya mewujudkan cita-cita kemerdekaan negara Indonesia.
Memasuki tahun keempat RPJMN 2015–2019, RAPBN tahun 2018
mempunyai peranan yang semakin strategis, baik dalam mengevaluasi
capaian kinerja pembangunan yang telah dilakukan dalam periode 2015-
2017. RAPBN 2018 harus mampu menjadi alat percepatan pencapaian
sasaran pembangunan yang makin efektif dan efisien, dengan berfokus
pada penganggaran belanja yang makin produktif sesuai prioritas
nasional yang tertuang dalam RKP 2018.
Sesuai pidato Presiden pada Agustus 2017 yang lalu, strategi kebijakan
fiskal tahun 2018 akan dilaksanakan melalui 3 (tiga) kebijakan utama.
Pertama, mendorong peningkatan pendapatan negara melalui
optimalisasi penerimaan perpajakan serta pengelolaan sumber daya
alam dan aset negara yang lebih baik.
Kedua, melakukan penguatan kualitas belanja negara melalui
peningkatan kualitas belanja modal yang produktif, efisiensi belanja non
prioritas seperti belanja barang dan subsidi yang harus tepat sasaran,
sinergi antara program perlindungan sosial, menjaga dan refocusing
anggaran prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta
penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk pengurangan kesenjangan
dan perbaikan pelayanan publik.
Ketiga, keberlanjutan dan efisiensi pembiayaan, yang dilakukan melalui
pengendalian defisit dan rasio utang, defisit keseimbangan primer yang
semakin menurun, dan pengembangan creative financing, seperti
melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
3
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Pemerintah sangat menghargai pandangan dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi
Partai Hanura mengenai target pertumbuhan ekonomi tahun 2018
yang diperkirakan mencapai 5,4 persen.
Pemerintah sepakat bahwa tantangan mencapai pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi tidaklah mudah, dengan situasi geopolitik keamanan
dan perekonomian global yang masih tidak menentu. Pertumbuhan
ekonomi harus terus didorong dan dijaga momentumnya, sehingga
pergerakan sektor riil akan lebih kencang, lapangan kerja dapat makin
banyak diciptakan, kemiskinan dapat terus diturunkan, dan
kesenjangan dapat dikurangi. Pemerintah terus waspada dalam
mengelola resiko global maupun domestik yang akan dapat mengancam
momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode 2014-2016, di
tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian global, pelemahan
harga komoditas, dan kondisi geopolitik yang belum sepenuhnya
kondusif, ekonomi Indonesia mampu tumbuh rata-rata 5,0 persen per
tahun, dan di semester I tahun 2017 tumbuh sebesar 5.01 persen.
Sementara itu negara-negara G20, kecuali RRT dan India, justru
mengalami perlambatan. Brasil mengalami kontraksi 3,6 persen, Turki
hanya tumbuh 2,9 persen, dan Afrika Selatan tumbuh 0,3 persen.
Berdasarkan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil
dan cenderung menguat, target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2018 sebesar 5,4 persen tersebut insyaallah akan secara maksimal
4
diupayakan dicapai. Angka tersebut memang optimis namun tetap
realistis. Dengan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan
sebesar 3,6 persen dan rata-rata pertumbuhan di negara-negara
berkembang 4,8 persen sebagaimana proyeksi IMF pada World
Economic Outlook pada bulan Juli tahun 2017, maka lingkungan
perekonomian global diharapkan mulai tumbuh dan terjaga resikonya.
Pemerintah akan mendorong dan memperkuat seluruh sumber
pertumbuhan, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor,
maupun belanja pemerintah yang lebih produktif dan efisien.
Momentum perbaikan ini perlu sama-sama kita pertahankan dan kita
tingkatkan untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih baik ke depan.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 5,4 persen pada tahun 2018,
Konsumsi rumah tangga diharapkan dapat tumbuh 5,1 persen, untuk itu
stabilitas harga barang pokok dan ketersediaan pasokan pangan akan
dijaga. Program bantuan sosial yang komprehensif dan lebih tepat
sasaran akan diperkuat. Ini tidak hanya baik dari segi penurunan
kesenjangan, namun juga positif untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi yang sehat dan berkeadilan serta inklusif. Sementara itu,
konsumsi Pemerintah diproyeksikan dapat tumbuh 3,8 persen dengan
fokus anggaran belanja yang makin efisien, konsisten dengan prioritas
untuk menunjang pemberantasan kemiskinan, mengurangi kesenjangan
dan memperbaiki produktivitas ekonomi.
Selanjutnya investasi akan didorong melalui keberlanjutan
pembangunan proyek utama nasional serta berbagai kebijakan
simplikasi peraturan, percepatan, dan mempermudah kegiatan usaha
serta proses bisnis yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian,
investasi pada tahun 2018 dapat tumbuh 6,3 persen.
5
Kinerja ekspor pada tahun 2018 diharapkan tumbuh 5,1 persen. Selain
upaya peningkatan daya saing dan produktivitas secara terus menerus
melalui belanja infrastruktur, pendidikan dan pelatihan untuk para
pekerja, pemerintah akan mendorong ekspor melalui pengembangan
pasar baru yang potensial, peningkatan peran UKM berorientasi ekspor,
promosi destinasi wisata Indonesia. Sementara impor difokuskan untuk
stabilisasi dan pemenuhan kebutuhan prioritas seperti proyek
infrastruktur, pangan, dan bahan baku dengan tetap memperkuat
produksi dalam negeri.
Kualitas pertumbuhan ekonomi dan aspek keadilan akan terus
ditingkatkan, dengan demikianpertumbuhan ekonomi sebesar 5,4
persen di tahun 2018 dapat tercapai dengan kemampuan untuk
mengurangi pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan secara lebih
efektif dan lebih cepat.
Program pengendalian inflasi yang telah dijalankan dalam beberapa
tahun terakhir menunjukkan hasil yang baik. Hal ini tercermin dari
semakin rendah dan terkendalinya laju inflasi dari 8,4 persen di tahun
2014 menjadi 3,0 persen pada tahun 2016. Inflasi yang rendah adalah
baik untuk menjaga daya beli, mendorong sektor riil bergerak lebih
sehat, dan meningkatkan keadilan ekonomi karena masyarakat
menengah dan bawah jauh lebih rentan dan tergerus kesejahteraannya
oleh inflasi dibandingkan kelompok terkaya.
Pemerintah akan menjaga Administered Price, meningkatkan pasokan
serta distribusi pangan, dan meningkatkan Ketahanan pangan dan
energi. Keberhasilan dari kebijakan yang telah dijalankan akan menjadi
dasar perbaikan program kebijakan pengendalian inflasi pada tahun
2018, sehingga inflasi dapat dijaga pada tingkat 3,5 persen.
6
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem mengenai
pentingnya penetapan target penerimaan perpajakan yang realistis, serta
pandangan Fraksi Partai Gerindra tentang target penerimaan
perpajakan yang dianggap terlalu optimis, kami memahami bahwa
penerimaan perpajakan terus menghadapi kendala dan laju perlemahan
sejak enam tahun terakhir. Saat ini reformasi perpajakan dilaksanakan
dengan fokus pada pengamanan target penerimaan dengan tanpa
membuat perekonomian dan pelaku ekonomi merasakan tekanan yang
berlebihan. Target penerimaan perpajakan tahun 2018 mencapai
Rp1.609,4 triliun atau tumbuh 9,3 persen dari targetnya dalam APBNP
tahun 2017.
Target tersebut cukup moderat sejalan dengan perkiraan pertumbuhan
ekonomi dan inflasi tahun 2018, serta upaya ekstra yang akan ditempuh.
Meskipun demikian, resiko dari proyeksi penerimaan pajak tersebut
adalah tingkat realisasi penerimaan perpajakan yang akan dicapai pada
tahun 2017. Kami akan terus bekerja keras agar target tahun 2017 dapat
dicapai, dan dengan proyeksi perekonomian yang membaik, kapasitas
historis penerimaan perpajakan, dan keberhasilan program amnesti
pajak yang meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, serta kerjasama
perpajakan internasional, serta reformasi perpajakan yang terus
berjalan, maka insyaallah proyeksi penerimaan dapat diupayakan
dicapai.
Pemerintah telah dan terus akan memperkuat basis perpajakan, antara
lain dengan meningkatkan kapasitas teknologi informasi, updating data
Wajib Pajak dengan memanfaatkan database hasil amnesti pajak, serta
mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi pajak melalui
implementasi kebijakan Automatic Exchange of Information (AEoI).
7
Target penerimaan kepabeanan dan cukai dalam RAPBN tahun 2018
sebesar Rp194,1 triliun, Pemerintah akan melakukanpengawasan yang
lebih baik, serta menggali potensi pengenaan objek barang kena cukai
baru, dengan tetap diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan di bidang
kepabeanan dan cukai.
Langkah mengoptimalkan penerimaan perpajakan tersebut, dilakukan
dengan tetap mendukung kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Untuk
itu, Pemerintah akan tetap memberikan insentif perpajakan secara
selektif untuk mendukung daya saing industri nasional dan mendorong
hilirisasi industri.
Terkait dengan pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi
Partai Gerindra,Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai
Golongan Karya, danFraksi Partai Persatuan Pembangunan
agar program-program perlindungan sosial benar-benar dapat
menjangkau masyarakat miskin, mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan ekonomi, serta alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran,
dapat kami sampaikan sebagai berikut.
Pemerintah memberikan prioritas sangat tinggi pada aspek keadilan
sosial dan penurunan kesenjangan. Belanja negara dalam RAPBN tahun
2018 direncanakan mencapai Rp2.204,4 triliun adalah untuk
pembangunan nasional dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja,
pengurangan kemiskinan, penurunan kesenjangan ekonomi, dan
perlindungan sosial. Untuk mendukung pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan dan dukungan terhadap masyarakat
berpendapatan rendah yang terintegrasi, Pemerintah mengalokasikan
anggaran sebesar Rp292,8 triliun yang mengacu pada basis data terpadu
8
sehingga diharapkan dapat lebih tepat sasaran. Alokasi anggaran
tersebut ditujukan untuk perluasan Program Keluarga Harapan (PKH)
sebesar Rp17,3 triliun yang diberikan kepada 10 juta KPM, memperluas
cakupan Bantuan Pangan nontunai (BPNT) sebesar Rp13,5 triliun untuk
10 juta KPM, Subsidi Pangan (Rastra) sebesar Rp7,3 triliun untuk 5,6
juta KPM, jaminan kesehatan bagi 92,4 juta rakyat miskin sebesar
Rp25,5 triliun, Program Indonesia Pintar (PIP) bagi 19,7 juta siswa
dengan alokasi sebesar Rp10,5 triliun, dan beasiswa Bidik Misi bagi
401,5 ribu mahasiswa dengan alokasi sebesar Rp4,1 triliun.
Selain itu, Pemerintah juga mendukung kemandirian usaha rakyat
dengan mengalokasikan anggaran bagi usaha ultra mikro sebesar 2.5
triliun rupiah dan pemberian subsidi bunga untuk Kredit Usaha rakyat
(KUR). Pada tahun 2018, anggaran subsidi bunga KUR dialokasikan
sebesar Rp12,0 triliun dengan target penyaluran KUR mencapai Rp110
triliun untuk sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan,
perdagangan dan jasa, serta TKI.
Pemerintah mengapresiasi pandangan dan perhatian Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Demokrat, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi
Partai NasDem atas anggaran infrastruktur dalam RAPBN tahun
2018 yang mencapai Rp409 triliun. Peningkatan anggaran infrastruktur
sejalan dengan upaya Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan dengan perbaikan
produktivitas dan efisiensi perekonomian, serta mengurangi
kesenjangan antarwilayah. Untuk itu, peran infrastruktur diarahkan
tidak hanya pada pemenuhan layanan dasar masyarakat, tetapi juga
mendorong perbaikan konektivitas, distribusi logistik, transportasi, dan
9
elektrifikasi.Anggaran infrastruktur antara lain akan dimanfaatkan
untuk membangun jalan sepanjang 856 km, irigasi sepanjang 781 km,
pembangunan perumahan sebanyak 7.062 unit, serta untuk mendukung
pencapaian rasio elektrifikasi sebesar 95,15 persen.
Pembangunan infrastruktur sangat penting untuk mengejar
ketertinggalan (gap) pembangunan infrastruktur dengan negara-negara
di kawasan. Dengan demikian, strategi pembangunan infrastruktur akan
menjadi pondasi pembangunan Indonesia ke depan tidak hanya untuk
pemerataan antarwilayah namun juga ditujukan untuk meningkatkan
daya saing global. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur khususnya
sektor transportasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi ekonomi
dan menekan terjadinya disparitas harga.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai
Demokrat, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
alokasi transfer ke daerah dan dana desa, kiranya dapat disampaikan
penjelasan sebagai berikut. Alokasi belanja transfer ke daerah dan dana
desa (TKDD) tahun 2018 direncanakan sebesar Rp761,1 triliun.
Pengalokasian anggaran TKDD tersebut telah mempertimbangkan
besarnya kebutuhan pendanaan bagi daerah dalam menyelenggarakan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Selain itu,
pengalokasian tersebut juga disusun melalui proses sinkronisasi
perencanaan dengan anggaran belanja kementerian dan lembaga, serta
dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Di samping itu, Pemerintah juga telah dan akan terus melanjutkan
pembenahan dalam pengelolaan TKDD sehingga semakin efektif
pemanfaatannya terutama untuk mencapai: (1) peningkatan kualitas
layanan publik di daerah; (2) penciptaan kesempatan kerja; (3)
pengentasan kemiskinan; dan (4) pengurangan ketimpangan
10
antardaerah. Dengan pengelolaan TKDD yang semakin baik,
kesejahteraan masyarakat akan meningkat, sebagaimana diindikasikan
oleh menurunnya persentase dan jumlah penduduk miskin, serta rasio
Gini di pedesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 pada tahun
2016. Hal ini menunjukkan kesejahteraan yang semakin merata.
Dalam RAPBN tahun 2018 alokasi Dana Desa direncanakan sebesar
Rp60,0 triliun. Pemerintah akan mengoptimalkan pengelolaan Dana
Desa melalui kebijakan pengalokasian, penyaluran, prioritas
penggunaan, pengawalan dan pendampingan, serta pengawasan.
Penyaluran Dana Desa dilakukan berdasarkan pada kinerja pelaksanaan,
yaitu memerhatikan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output,
serta mendekatkan pelayanan melalui pengalihan penyaluran kepada
KPPN di daerah. Penyaluran berbasis kinerja pelaksanaan ini akan
memotivasi Desa untuk melaksanakan kegiatan dan menyerap anggaran
lebih optimal dan lebih baik, sehingga dampak dari pemanfaatan Dana
Desa dapat segera dirasakan oleh masyarakat desa.
Dalam rangka memperkuat keseimbangan primer menuju positif,
Pemerintah sependapat terhadap pandangan Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi
Partai Gerindra. Dalam RAPBN 2018, defisit anggaran ditargetkan
mencapai Rp325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap PDB. Pemerintah
memperhatikan berbagai pandangan masyarakat mengenai pengelolaan
utang negara. Dengan terus berpedoman pada pengelolaan utang yang
hati-hati, bijaksana dan transparan, serta memperbaiki kesehatan
struktur APBN, maka pemerintah akan terus berupaya menurunkan
tingkat defisit anggaran dan defisit keseimbangan primer.Kebijakan
defisit dijaga untuk terus memungkinkan Pemerintah melaksanakan
program yang penting dan strategis bagi masyarakat luas, seperti
11
investasi dan pembangunan sumber daya manusia baik di bidang
pendidikan maupun kesehatan. Indeks Pembangunan Manusia dan
tingkat produktivitas serta daya kompetisi manusia Indonesia masih
harus terus ditingkatkan agar Indonesia menjadi negara maju dan
berkeadilan. Investasi sumber daya manusia tidak dapat ditunda.
Ketertinggalan pembangunan infrastruktur menjadi sumber masalah
dalam upaya pengurangan kemiskinan dan kesenjangan. Pemerintah
mengambil pilihan kebijakan ekspansif (counter cyclical) agar
momentum pembangunan manusia dan pertumbuhan yang makin
berkualitas dan merata dapat dijaga dan diperkuat, Pilihan kebijakan
yang sulit, namun diharapkan mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, serta mendukung kegiatan
produktif guna meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing.
Pemerintah akan tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam
batas yang bijaksana (prudent) dan terkendali (manageable) dan
diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah.
Meskipun Pemerintah mengambil pilihan kebijakan belanja ekspansif,
Pemerintah senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap
terarah dan terukur. Hal tersebut tercermin dari rasio utang terhadap
PDB Indonesia (28,9 persen terhadap PDB pada tahun 2017) yang relatif
lebih rendah dibandingkan negara lain, bahkan masih lebih rendah dari
negara-negara berkembang lain yang setara (peer countries), seperti
Thailand 41,8 persen dan India 67,8 persen. Pengelolaan utang, baik
dari sisi waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo,
jenis instrumen, maupun pengendalian kas pemerintah akan terus
dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan, tidak saja untuk
generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah
12
mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik yang
dapat diperbandingkan secara global.
Selain pembiayaan utang, Pemerintah juga mengalokasikan pengeluaran
pembiayaan, antara lain melalui pembiayaan investasi, pemberian
pinjaman, dan kewajiban penjaminan. Terkait dengan pembiayaan
investasi pada tahun 2018 antara lain akan dimanfaatkan untuk:
mendukung pembangunan infrastruktur baik sarana dan prasarana
transportasi, permukiman, air bersih, dan sanitasi, serta infrastruktur
untuk mendukung ketahanan energi. Tidak hanya infrastruktur fisik,
pembiayaan investasi dalam RAPBN tahun 2018 juga dialokasikan untuk
keberlanjutan pengembangan pendidikan pada masa yang akan datang,
melalui sovereign wealth fund bidang pendidikan melalui LPDP.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Demikianlah tanggapan Pemerintah atas Pemandangan Umum DPR RI
berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta nota keuangannya.
Bersama ini pula kami sertakan jawaban lengkap atas Pandangan Umum
Fraksi pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan atas
Jawaban Pemerintah.
Pemerintah, menyambut baik persetujuan Anggota Dewan untuk
membahas Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta nota keuangannya dalam tahap
selanjutnya. Atas dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama
dalam mengemban amanat rakyat, maka kami percaya bahwa kewajiban
konstitusional ini dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan.
13
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, agar kita senantiasa diberi kekuatan dan
kemampuan dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas dan tanggung
jawab kepada negara ini.
Demikian kami sampaikan dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 31 Agustus 2017
A.N. PEMERINTAH
MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI
LAMPIRAN
-L.1-
A. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN DOMESTIK, SERTA ASUMSI
DASAR EKONOMI MAKRO
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya bahwa
keberhasilan APBN bukan hanya diukur dari kesesuaian antara target dan realisasi,
akan tetapi APBN harus mampu memberikan kontribusi yang positif bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dijelaskan sebagai berikut. Upaya/langkah
kebijakan Pemerintah yang telah dilakukan sejak awal Kabinet Kerja telah
menunjukan hasilnya pada Semester I Tahun 2017, yaitu perekonomian Indonesia
mempunyai kinerja yang positif dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil sekitar
5,0 persen. Kinerja ekonomi tersebut didukung dengan pembangunan infrastruktur
dan perbaikan iklim investasi sebagai upaya pengungkit pembentukan modal tetap
domestik bruto (PMTB) yang tumbuh sebesar 5,1 persen tahun 2017 lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar 4,4 persen.
Dampak dari kinerja ekonomi tersebut adalah terjadinya perbaikan indikator bidang
kesejahteraan sosial, terutama yang diperlihatkan oleh penurunan angka gini ratio
yang semula sebesar 0,397 tahun 2016 menjadi sebesar 0,393 tahun 2017, serta
terjadinya kenaikan angka indeks pembangunan manusia (IPM) dari 69,55 tahun
2015 menjadi 70,18 tahun 2016. Peningkatkan IPM tersebut menunjukkan
kemudahan akses bagi masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan, seperti
sumber-sumber ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Selain itu, dalam tahun 2018, Pemerintah tetap berkomitmen untuk mengefektifkan
belanja negara sesuai dengan prioritas pembangunan, yaitu membangun
infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM),
mengurangi/mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan baik antarindividu
maupun antarwilayah seperti pelaksanaan program perlindungan sosial, bantuan
sosial, kesehatan dan pendidikan dan PBI JKN, serta, menciptakan lapangan kerja.
Pemerintah memberikan kemudahan akses pendidikan terutama untuk masyarakat
miskin dan kepastian pengembangan pendidikan jangka panjang melalui
pembentukan sovereign wealth fund (SWF) pendidikan. Langkah kebijakan tersebut
akan membuat pembangunan Indonesia menjadi lebih kuat, berkualitas dan
berkelanjutan dalam rangka mencapai peningkatan kesejahteraan rakyat yang
menyeluruh.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa Pemerintah
harus terus memperbaiki dan meningkatkan iklim investasi, iklim usaha, dengan
harapan akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
merata di wilayah Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut. Pandangan Fraksi
-L.2-
Partai Demokrat tersebut sejalan dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2018, yaitu Memacu Investasi dan Infrastruktur Untuk Pertumbuhan dan
Pemerataan. Pembangunan infrastruktur yang menekankan pada investasi dan
percepatan pembangunan diharapkan menjadi pengungkit bagi pertumbuhan
ekonomi tahun 2018 sekaligus mampu mengurangi ketimbangan yang ada baik
antarindividu maupun antarwilayah.
Kebijakan yang akan dilaksanakan Pemerintah tahun 2018 terhadap pengembangan
dunia usaha dalam rangka meningkatkan iklim investasi adalah melalui peningkatan
daya dan kesiapan dunia usaha, percepatan pengembangan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) prioritas berbasiskan potensi ekonomi wilayah, percepatan
pembangunan tiga Kawasan Industri (KI) dan peningkatan kesiapan KI lainnya,
pembenahan iklim investasi di pusat dan daerah, penciptaan lapangan kerja seluas-
luasnya yang didorong dengan peningkatan iklim ketenagakerjaan dan hubungan
industrial, pengembangan keahlian tenaga kerja, peningkatan populasi dan daya
saing industri, penguatan pertumbuhan ekonomi kreatif, serta peningkatan
perdagangan luar negeri.
Selain itu, untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi, Pemerintah pada tahun
2018 akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur, konektivitas, dan
kemaritiman melalui pengembangan aksesibilitas pada kawasan perbatasan dan
tertinggal, penyediaan layanan transportasi, pengembangan jalur utama logistik, dan
integrasi antarmoda yang mendorong pengembangan wilayah strategis,
pembangunan tol laut, pemeliharaan infrastruktur transportasi (jalan, kereta api,
dermaga penyeberangan, bandara dan pelabuhan) dan pengembangan transportasi
perkotaan.
Langkah konkrit Pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dengan
memberikan dukungan yang maksimal dalam membangun infrastuktur pendukung,
meningkatkan daya saing industri pengolahan dan ekspor, menyediakan sarana
pendukung kemudahan investasi, serta menciptakan tenaga kerja yang berdaya
saing, produktif, dan kompeten. Oleh karena itu, Pemerintah perlu menggandeng
pihak swasta dalam rangka percepatan investasi. Untuk mewujudkan percepatan
investasi tersebut, Pemerintah selama tahun 2017 telah mengeluarkan berbagai
Paket Kebijakan Ekonomi, yaitu sebanyak 13 Paket mulai dari jilid 1 – 13. Paket
Kebijakan Ekonomi tersebut dimaksudkan untuk menaikkan peringkat Ease of
Doing Business (EODB) atau kemudahan berusaha Indonesia hingga ke posisi 40.
Pemerintah telah melakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik dari
revisi aspek peraturan/hukum, ketahanan energi, insentif perpajakan,
pengembangan kawasan ekonomi khusus, maupun prosedur perizinan impor bahan
baku dan biaya/bunga lebih murah, agar peringkat kemudahan berusaha di
-L.3-
Indonesia – terutama bagi sektor UMKM, semakin meningkat. Dengan demikian,
Pemerintah harus terus-menerus memperbaiki iklim investasi dan usaha. Deregulasi
peraturan serta standardisasi perizinan diperlukan untuk mempercepat
pembangunan infrastruktur dan sektor riil. Hal ini dapat menjadi upaya yang
terintegrasi dengan peningkatan kapasitas infrastruktur dan sektor riil, khususnya
industri pengolahan, ekonomi kreatif, serta usaha kecil dan menengah dalam
membuka peluang usaha yang terbuka secara optimal. Perbaikan kinerja sektor riil
juga diharapkan dapat mendukung penciptaan lapangan kerja yang baik di sektor-
sektor produktif.
Selain itu, pembangunan wilayah dimaksudkan agar masyarakat perbatasan dan
pinggiran dapat menikmati hasil-hasil pembangunan yang yang telah dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Pembangunan kewilayahan
meliputi pengembangan pusat ekonomi kawasan perbatasan sebanyak 10 PKSN,
pengurangan desa tertinggal menjadi desa berkembang sebanyak 4.500 desa,
peningkatan desa berkembang menjadi desa mandiri sebanyak 1.800 desa.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa program-
program pro-rakyat tersebut banyak membantu masyarakat miskin, termasuk
adanya program dengan nomenklatur yang berbeda seperti Kartu Indonesia Sehat
(KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada
RAPBN tahun 2018, jumlah penduduk yang menjadi peserta penerima bantuan
iuran (PBI) JKN/Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebanyak 92,4 juta jiwa, dan jumlah
siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah penerima bantuan Program
Indonesia Pintar melalui KIP sebanyak 19,7 juta siswa.
Untuk menjaga agar tercapainya ketepatan sasaran Program Indonesia Pintar,
Pemerintah menempuh kebijakan melalui optimalisasi basis data terpadu dan
sinkronisasi dari instansi terkait, serta monitoring dan evaluasi secara komprehensif
dan terkoordinasi dari instansi terkait (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Sekolah, dan Instansi lainnya).
Pemerintah menyadari bahwa pelaksanaan JKN-KIS masih menghadapi beberapa
tantangan, diantaranya masih rendahnya tingkat kepesertaan dari sektor Peserta
Bukan Penerima Upah (PBPU)/informal, klaim rasio yang tinggi khususnya dari
peserta informal, adverse selection dan insurance effect, dan masih adanya
pembayaran out of pocket oleh pasien. Hal tersebut menyebabkan Dana Jaminan
Sosial (DJS) Kesehatan mengalami ketidakcukupan dana (unfunded) yang dapat
mengganggu keberlanjutan Program JKN ke depan.
Selanjutnya, untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan JKN dan mengurangi
risikonya terhadap APBN, Pemerintah bersama-sama dengan BPJS Kesehatan terus
-L.4-
melakukan berbagai upaya perbaikan baik dari aspek peningkatan pendapatan BPJS
Kesehatan maupun dari aspek pengendalian klaim. Selain itu, untuk mengurangi
risiko jangka panjang, hal-hal yang dapat dilakukan di antaranya dengan
meningkatkan peserta mandiri yang sehat, memperkuat fasilitas kesehatan tingkat
pertama, peningkatan upaya kesehatan preventif dan promotif, penyesuaian iuran
dan manfaat secara bertahap, dan meningkatkan peran Pemda, serta pelaksanaan
coordination of benefit (COB) dengan asuransi umum.
Dengan menggunakan mekanisme tersebut, Pemerintah dapat melaksanakan
program-program Pro-Rakyat dengan baik dan dapat melakukan pengawasan
terhadap peserta program-program tersebut adalah tepat sasaran sehingga
keberlangsungan program-program tersebut serta anggarannya dapat terjaga di
masa-masa mendatang.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai
Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani
Rakyat mengenai Asumsi Pertumbuhan Ekonomi, dapat kami sampaikan
penjelasan sebagai sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 diupayakan
sebesar 5,4 persen dengan mempertimbangkan kondisi perkembangan ekonomi saat
ini dan potensi risiko ke depan. Perekonomian global yang mulai menunjukkan
perbaikan diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan ekonomi nasional
melalui peningkatan perdagangan internasional dan investasi. Dari sisi domestik,
Pemerintah terus mendorong kebijakan peningkatan investasi langsung baik melalui
pembangunan infrastruktur sebagai stimuli bagi makroekonomi dan perbaikan iklim
investasi dan usaha sektor swasta pada sektor-sektor utama dan prioritas. Lebih
lanjut, kewaspadaan terhadap faktor risiko baik berasal dari domestik maupun
global terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Perekonomian nasional pada tahun 2018 diperkirakan lebih baik dari sisi konsumsi,
investasi maupun perdagangan internasional. Dari sisi konsumsi, upaya menjaga
stabilitas harga terutama harga barang pokok dan ketersediaan pasokan pangan
diharapkan mampu mengoptimalkan konsumsi terutama masyarakat yang
berpendapatan rendah melalui perbaikan kapasitas produksi dan distribusi nasional
serta pengalokasian subsidi yang tepat sasaran. Program bantuan sosial yang
komprehensif juga terus dilaksanakan untuk mendorong pemerataan pendapatan
dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut diarahkan terutama kepada
golongan masyarakat rentan yang memiliki marginal propensity to consume (MPC)
yang lebih tinggi, sehingga bantuan yang diberikan akan langsung digunakan untuk
-L.5-
pemenuhan kebutuhan. Kebijakan belanja Pemerintah juga memprioritaskan belanja
infrastruktur dengan tetap menjaga belanja barang dan pegawai yang lebih efisien.
Pada tahun 2018, kinerja konsumsi secara keseluruhan juga akan didukung oleh
adanya kegiatan sosial masyarakat dan persiapan organisasi sosial dan politik
menjelang Pemilihan Umum 2019. Selain itu, kegiatan sebagai tuan rumah ajang
olahraga ASIAN Games dan pertemuan Sidang Tahunan World Bank dan IMF
diperkirakan mendukung kinerja konsumsi domestik.
Dari sisi investasi, fokus prioritas program Pemerintah yaitu pembangunan proyek
utama nasional yang mendorong produktivitas dan peningkatan aktivitas sektor
swasta. Untuk mewujudkan hal tersebut, pembangunan infrastruktur diarahkan
guna meningkatkan konektivitas, pemerataan hasil-hasil pembangunan, daya saing
industri di Indonesia serta untuk memberikan daya dorong terhadap penciptaan
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Peran BUMN dalam percepatan pembangunan
program infrastruktur prioritas nasional dan proyek strategis nasional akan terus
dilaksanakan. Selain itu, pemerintah juga mendorong peran swasta agar bisa
meningkatkan investasi belanja modal melalui proyek-proyek infrastruktur dan
proyek fisik lainnya. Dalam rangka perbaikan iklim investasi dan kondisi dunia
usaha, Pemerintah secara berkesinambungan juga memberikan dukungan yang tidak
hanya untuk mendorong kinerja investasi namun juga peningkatan kapasitas
produksi dan pembukaan lapangan kerja baru, sehingga mampu menyerap tenaga
kerja. Upaya deregulasi juga terus dilakukan melalui penyederhanaan prosedur dan
perizinan investasi, harmonisasi kebijakan investasi antara Pemerintah pusat dan
daerah, serta penguatan kepastian hukum dan kepastian usaha bagi investor.
Dari sisi perdagangan internasional, dalam rangka mencapai kinerja pertumbuhan
ekspor dan impor yang optimal, strategi pengembangan ekspor dan pengendalian
impor akan terus diupayakan. Strategi pengembangan ekspor dilakukan dengan
tetap menjaga pasar tradisional, pengembangan pasar baru yang potensial dan
peningkatan peran UKM berorientasi ekspor melalui promosi produk unggulan serta
peningkatan jumlah pelaku ekspor. Peningkatan kinerja ekspor jasa juga terus
didorong melalui promosi destinasi wisata Indonesia. Dari sisi impor, strategi
kebijakan diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan prioritas seperti proyek
infrastruktur, pangan dan bahan baku dengan tetap memerhatikan suplai dalam
negeri.
Dari sisi produksi, pemerintah sependapat bahwa sektor tradable seperti sektor
manufaktur dan pertanian (dalam arti luas) perlu terus didorong guna
meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja
bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
peranan sektor pertanian dan industri pengolahan adalah dengan mendorong
-L.6-
pengembangan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam, khususnya
industri agro. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterkaitan antara sektor hulu
– hilir sehingga dapat memperbaiki rantai pasok domestik, meningkatkan nilai
tambah dan peluang ekspor produk-produk baru. Lebih lanjut, pemerintah secara
serius mendukung peningkatan daya saing sektor industri dengan berbagai paket
kebijakan ekonomi yang didalamnya mencakup upaya peningkatan kemudahan
berusaha dan berinvestasi, dukungan penyediaan infrastruktur, penyediaan insentif
fiskal bagi pelaku industri strategis, serta termasuk mendorong optimasi teknologi.
Terkait sektor jasa, perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi informasi telah
mendorong peningkatan kinerja sektor jasa yang mempunyai nilai tambah cukup
tinggi. Momentum pertumbuhan sektor tersebut diharapkan dapat mendorong
produktivitas di sektor tradable. Oleh karena itu, sektor-sektor jasa yang mendukung
peningkatan efisiensi produksi dan sistem logistik nasional juga termasuk ke dalam
prioritas pembangunan pemerintah, diantaranya adalah sektor konstruksi,
transportasi dan pergudangan, serta informasi dan komunikasi. Selain itu,
pemerintah juga mendukung perkembangan ekonomi kreatif dan ekonomi digital
antara lain dengan menyusun Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis
Elektronik jangka menengah melalui Perpres Nomor 74 tahun 2017.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai
Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Pemerintah
sependapat bahwa penyusunan asumsi makro termasuk nilai tukar Rupiah di tahun
2018 harus memperhatikan outlook perekonomian global dan domestik. Pergerakan
nilai tukar Rupiah banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, terutama
oleh mekanisme pasar di mana banyak terdapat faktor yang berada di luar kendali
Pemerintah. Faktor yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah dapat berasal dari
variabel neraca pembayaran maupun pasar keuangan, dimana kegiatan ekspor
impor dan aliran modal asing menjadi pertimbangan utama. Tidak hanya faktor
pertumbuhan ekonomi, perbedaan tingkat suku bunga domestik dengan suku bunga
di luar negeri, terutama di negara maju seperti Amerika Serikat, juga menjadi sangat
penting.
Dari sisi global, pergerakan nilai tukar Rupiah sebagian besar akan dipengaruhi oleh
perkembangan sektor keuangan, khususnya likuiditas di pasar keuangan global yang
berpotensi mengalami pengetatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi outlook
ketatnya likuiditas global adalah potensi dinaikkannya kembali suku bunga acuan AS
atau Fed Fund Rate (FFR) sebanyak tiga kali selama 2018 seiring perbaikan ekonomi
AS yang semakin mendekati sasaran the Fed. Kenaikan FFR berpotensi
-L.7-
menurunkan selisih tingkat suku bunga global dan domestik (interest rate
differential) yang lebih lanjut dapat menyebabkan turunnya arus modal asing masuk
ke Indonesia. Namun demikian, dampak dari turunnya interest rate differential ini
diperkirakan akan relatif moderat seiring turunnya ketidakpastian di pasar keuangan
global secara umum yang tercermin dari turunnya VIX index1. Moderasi dampak
FFR dapat dilihat dari turunnya indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama
dunia serta relatif menguatnya nilai tukar kawasan regional secara umum mulai
tahun 2017. Selebihnya, likuiditas global akan ditopang pelonggaran kebijakan
moneter diantaranya melalui kebijakan suku bunga negatif yang diterapkan oleh
Negara-negara maju seperti Eropa dan Jepang.
Selain itu, perlu juga diantisipasi rencana the Fed untuk menurunkan neracanya
melalui kebijakan reinvestasi atas aset-aset keuangan seperti obligasi dan mortgage-
backed securities (MBS). Meskipun awalnya memberikan efek negatif yang cukup
signifikan pada pasar keuangan, namun pada periode berikutnya pelaku pasar
keuangan meyakini bahwa pelaksanaan penurunan neraca the Fed ini tidak akan
dilakukan secara agresif sehingga dampaknya relatif kecil.
Selain sektor keuangan, sektor riil global juga berpotensi menahan penguatan
Rupiah, di antaranya adalah dari sisi perdagangan yang akan dipengaruhi oleh relatif
lambatnya perekonomian Tiongkok sebagai salah satu negara mitra dagang utama
Indonesia. Selanjutnya, meskipun belum tampak secara signifikan, perkembangan
kebijakan perdagangan di AS juga berpotensi untuk berdampak pada Indonesia
secara tidak langsung melalui Tiongkok.
Berbeda dengan outlook perekonomian global yang cenderung mencerminkan
adanya risiko, perekonomian domestik diperkirakan mendukung stabilitas nilai
tukar Rupiah. Beberapa pendukung tersebut adalah stabilnya indikator ekonomi
makro secara umum seperti inflasi, terjaganya defisit neraca transaksi berjalan,
kuatnya posisi cadangan devisa, serta adanya potensi naiknya peringkat kredit
Indonesia. Sentimen positif ini perlu terus dipertahankan sehingga mengurangi
tekanan terhadap Rupiah, terutama di tahun 2018 yang diperkirakan akan diwarnai
oleh dinamika politik nasional. Selain itu, Dalam menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah, Pemerintah akan terus meningkatkan kerja sama dengan otoritas terkait
seperti Bank Indonesia. Beberapa kerja sama utama yang dijalankan adalah terkait
pengendalian inflasi, stabilitas sistem keuangan, serta inklusi dan pendalaman pasar
keuangan, termasuk langkah-langkah antisipasif mengenai aliran dana asing.
1 VIC adalah Chicago Board Options Exchange (CBOE) SPX Volatility Index yaitu indikator yang mencerminkan ekspektasi pasar terhadap volatilitas harga saham-saham yang tergabung di S&P 500 pada 30 hari ke depan.
-L.8-
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai
Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani
Rakyat terkait asumsi inflasi sebesar 3,5 persen serta faktor-faktor yang
mempengaruhi, dapat kami sampaikan sebagai berikut.
Perkembangan historis laju inflasi secara umum mengalami tren penurunan. Secara
jangka menengah, inflasi juga ditargetkan mengalami penurunan sesuai dengan
Inflation Targeting Framework (ITF). Pemerintah mengucapkan terima kasih atas
apresiasi kinerja pengendalian inflasi di tingkat yang relatif rendah dan stabil pada
kisaran di bawah 4 persen. Namun, Pemerintah tetap berupaya untuk
mengendalikan laju inflasi dengan tetap menjaga dan menguatkan daya beli
masyarakat. Dalam strategi pengendalian inflasi, Pemerintah memiliki pandangan
yang sama bahwa perlu ada perhatian yang khusus pada inflasi harga bergejolak atau
volatile food yang secara karakteristik memiliki volatilitas yang tinggi. Selain itu,
inflasi harga diatur Pemerintah atau administered price perlu juga dikelola risiko
atas implementasi kebijakannya seiring dengan reformasi kebijakan energi yang
telah dilakukan. Untuk itu, Pemerintah berusaha melakukan upaya-upaya dalam
mengendalikan laju inflasi agar tetap berada sasaran inflasi yang telah ditetapkan
dengan tren penurunan secara gradual pada jangka menengah.
Inflasi volatile food merupakan komponen inflasi yang memiliki tingkat fluktuasi
cukup tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya melakukan pengendalian dari
sisi produksi, distribusi, dan konsumsi dalam rangka menjaga stabilitas harga
pangan. Dari sisi produksi, Pemerintah berupaya memperkuat sisi penawaran
dengan dukungan perbaikan infrastruktur dan peningkatan kapasitas produksi.
Pembangunan dan perbaikan irigasi, embung, bendungan serta peningkatan area
pertanian diharapkan dapat mendorong peningkatan produktivitas pertanian dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, alokasi subsidi pertanian dan
bantuan sosial juga diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor pertanian
dan membantu terciptanya peningkatan produktivitas pertanian. Hal ini juga
diharapkan dapat mendukung terwujudnya kedaulatan pangan nasional.
Pembangunan dan perbaikan infrastruktur juga akan berpengaruh pada sisi
distribusi sehingga dapat memperlancar pasokan barang dan jasa. Perbaikan
infrastruktur tersebut juga akan menekan biaya logistik sehingga mendorong
efisiensi biaya. Dalam hal distribusi pangan, Pemerintah juga berusaha keras dalam
melakukan pemantauan arus distribusi komoditas pangan strategis dengan
melibatkan penegak hukum dalam wadah Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan).
-L.9-
Hal tersebut bertujuan untuk mengantisipasi adanya praktik kartel dan permainan
harga. Selain itu, kebijakan penetapan harga acuan serta Harga Eceran Tertinggi
(HET) untuk beberapa komoditas juga ditujukan untuk mengantisipasi terjadinya
permainan harga.
Pemerintah tetap berkomitmen dalam melanjutkan alokasi subsidi pangan dan dana
cadangan Pemerintah dalam rangka stabilitas harga pangan, terutama pada masa
Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Dukungan tersebut bertujuan untuk
menjaga daya beli masyarakat agar tetap terjaga di masa-masa terjadinya gejolak
harga. Selain itu, Pemerintah menjamin terjaganya pasokan domestik dengan
menempuh kebijakan impor komoditas tertentu pada periode tertentu. Hal ini
dilakukan untuk menjaga stabilitas harga akibat adanya permintaan yang mengalami
peningkatan. Pemerintah berkomitmen dalam menjaga daya beli masyarakat,
terutama masyarakat berpenghasilan rendah dengan menempuh berbagai kebijakan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan sosial.
Komponen inflasi yang juga cukup menjadi perhatian adalah administered price.
Seiring dengan adanya kebijakan reformasi subsidi energi dalam rangka
menciptakan subsidi yang lebih tepat sasaran, laju inflasi secara jangka pendek
cukup mendapat tekanan. Akan tetapi, Pemerintah berupaya untuk mengelola
implementasinya sehingga laju inflasi tetap terjaga sesuai sasaran. Untuk
mendukung pengelolaan risiko kebijakan tersebut, Pemerintah berkoordinasi
dengan Bank Indonesia untuk berupaya keras dalam menjaga ekspektasi inflasi.
Selain itu, koordinasi tersebut juga ditujukan untuk menjaga dan mengendalikan
inflasi komponen core agar berada pada level yang relatif rendah dan setabil.
Secara umum, strategi pengendalian inflasi Pemerintah juga didukung dengan
koordinasi yang semakin kuat dengan Bank Indonesia untuk menciptakan bauran
kebijakan fiskal, moneter, dan riil yang tepat yang responsif. Selain itu, Pemerintah
Pusat juga mendorong Pemerintah Daerah untuk juga memantau stabilitas harga
dan laju inflasi di wilayah masing-masing. Dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Bank Indonesia berkoordinasi
untuk menjaga stabilitas harga dalam rangka mengendalikan laju inflasi baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Upaya-upaya pengendalian inflasi,
pencapaian stabilitas harga, dan penguatan daya beli masyarakat diharapkan dapat
mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan masyarakat
yang lebih sejahtera.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
-L.10-
NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Pemerintah sependapat
bahwa asumsi suku bunga SPN di tahun 2018 perlu dijaga pada tingkat optimal baik
bagi pembiayaan APBN maupun bagi perekonomian khususnya investasi.
Secara umum, tingkat suku bunga di dalam negeri sangat dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor global dan domestik. Pemerintah menyadari bahwa sebagai
bagian dari negara berkembang, Indonesia masih menjadi price taker dari negara
maju. Akibatnya, tidak terkecuali di tahun 2018, pergerakan suku bunga acuan AS
atau FFR sangat mempengaruhi suku bunga pasar, baik di tingkat global maupun
domestik khususnya yang berjangka pendek seperti London Interbank Overnight
Rate (LIBOR) 3 bulan berdenominasi dolar AS dan suku bunga SPN 3 bulan. Dengan
polanya yang gradual, kenaikan FFR yang diperkirakan oleh pasar akan kembali
terjadi sebanyak tiga kali di tahun 2018 dan akan berdampak secara lebih moderat
sehingga positif bagi suku bunga SPN 3 bulan.
Dari sisi domestik, suku bunga SPN 3 bulan dipengaruhi oleh kondisi likuiditas
domestik. Suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate (7DRR) yang berada
dalam kecenderungan menurun adalah salah satu faktor yang diperkirakan
berkontribusi besar bagi kondisi likuiditas domestik. Penurunan 7DRR yang telah
mendorong penurunan suku bunga simpanan dan kredit di bank umum lebih lanjut
diharapkan meningkatkan kemampuan sektor swasta untuk mengakselerasi
investasi sehingga likuiditas perekonomian secara umum meningkat. Peningkatan
likuiditas perekonomian ini akan menjadi faktor positif yang sangat penting bagi
SPN 3 bulan, meskipun baru akan terealisasi dalam jangka yang lebih panjang.
Dengan rendahnya inflasi serta relatif stabilnya nilai tukar, diharapkan terdapat
peningkatan ruang pelonggaran kebijakan moneter.
Dari sisi pasar modal, inovasi di pasar keuangan dengan penerbitan berbagai
instrumen non-tradisional seperti Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK
EBA) untuk sektor infrastruktur diharapkan dapat menarik minat lebih banyak
investor di pasar modal. Hal ini mulai terlihat di tahun 2017 dimana terjadi
peningkatan yang signifikan pada penerbitan obligasi di pasar perdana. Penerbitan
instrumen-instrumen ini diharapkan dapat menjadi katalis untuk mengembangkan
instrumen lainnya serta pasar modal secara umum. Peningkatan likuiditas pasar
modal juga akan ditransmisikan ke aset keuangan lain termasuk SPN 3 bulan.
Selain faktor perkembangan perekonomian global dan domestik, faktor regulasi juga
akan mempengaruhi SPN 3 bulan ke depan. Regulasi yang dimaksud di antaranya
adalah regulasi untuk meningkatkan intensitas dan volume penerbitan dari SPN 3
bulan untuk meningkatkan eksposur dari likuiditas dari instrumen ini. Dengan
-L.11-
bertambahnya likuiditas dan kontinuitas penerbitan, efisiensi di pasar SPN 3 bulan
diharapkan meningkat.
Untuk menjaga tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam level yang wajar, melalui
tujuan penurunan biaya dana, Pemerintah berkoordinasi dengan otoritas terkait di
sektor keuangan seperti BI dan OJK, di antaranya melalui Forum Koordinasi
Pengembangan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKPPPK) yang saat ini
sedangan menyusun Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai Harga Minyak
Mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang lebih rendah dibandingkan
dengan APBNP tahun 2017, kami sependapat bahwa harga minyak mentah dunia
bergerak fluktuatif dan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global dan
geopolitik antar negara. Hal ini telah terjadi sejak kuartal kedua tahun 2017, setelah
mengalami kenaikan pada kuartal pertama dengan rata-rata ICP Januari s.d. Maret
2017 sebesar USD51,03 per barel, harga minyak mentah mengalami penurunan
hingga tercatat sebesar USD43,66 per barel di bulan Juni. Akan tetapi, kembali
rebound sebesar USD45,48 per barel di bulan Juli 2017. Kondisi tersebut
diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun 2018.
Fluktuasi harga minyak mentah tersebut antara lain dipengaruhi oleh kesepakatan
pemangkasan produksi minyak mentah negara-negara OPEC dan perkembangan
tingkat kepatuhan negara-negara tersebut, peningkatan produksi minyak mentah dil
luar negara-negara OPEC serta isu geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan
Suriah dan Qatar dengan negara-negara Uni Emirat Arab (UEA) lainnya. Pada awal
tahun 2017 tingkat kepatuhan negara-negara OPEC cukup tinggi, berada pada
kisaran 95 persen. Akan tetapi, tingkat kepatuhan tersebut terus menurun hingga
mencapai 70 persen pada bulan Juni. Sehingga untuk tetap membatasi stok minyak
mentah dunia, beban pemangkasan dipikul oleh Arab Saudi, Kuwait, dan Sudan.
Sebagaimana harga komoditas lainnya, harga minyak mentah sangat dipengaruhi
oleh aktivitas ekonomi dunia. Beberapa lembaga memperkirakan aktivitas ekonomi
dunia di tahun 2018 masih moderat meskipun pertumbuhan ekonomi global
diperkirakan masih dapat tumbuh. Perkembangan tersebut akan berdampak pada
permintaan energi, termasuk minyak mentah yang diperkirakan masih relatif stabil.
Peningkatan penggunaan energi alternatif serta penurunan pertumbuhan
penggunaan kendaran bermotor menjadi faktor yang mempengaruhi stagnasi pada
permintaan minyak mentah. Sementara itu dari sisi produksi diperkirakan masih
-L.12-
akan tumbuh terutama di negara-negara Non-OPEC seperti Amerika Serikat dan
Kanada. Berakhirnya kesepakatan pemangkasan produksi di bulan Maret tahun
2018, diperkirakan akan semakin menambah jumlah stok minyak mentah dunia
yang disebabkan oleh peningkatan produksi minyak mentah negara-negara OPEC.
Namun demikian, menurut pandangan Pemerintah masih terdapat potensi kenaikan
harga minyak mentah seperti perkembangan geopolitik dan perkembangan nilai
tukar riil dolar AS sehingga ICP akan tetap berada di atas USD 40 per barel.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka Pemerintah berpendapat bahwa asumsi
ICP tahun 2018 yang berada pada USD48 per barel cukup realistis karena telah
memperhitungkan faktor fundamental dan non fundamental yang mempengaruhi
sisi suplai dan sisi permintaan pembentuk harga minyak.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem, mengenai Asumsi Lifting Minyak
Mentah, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai sebagai berikut.
Pemerintah mengapresiasi pandangan anggota dewan yang terhormat berkenaan
dengan asumsi lifting minyak mentah dan sependapat bahwa upaya perbaikan iklim
investasi merupakan salah satu kunci untuk mendorong peningkatan investasi di
sektor hulu migas. Peningkatan investasi diyakini mampu mendorong aktivitas
eksplorasi berkelanjutan yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan
penemuan sumber-sumber minyak dan gas baru. Oleh sebab itu, pemerintah bekerja
sama dengan seluruh pemangku kepentingan berupaya menciptakan iklim usaha
yang kondusif termasuk menyederhanakan proses perijinan dan menyusun skema
bisnis yang dapat menguntungkan baik bagi pemerintah maupun kontraktor selaku
pelaku usaha, antara lain melalui skema gross split yang diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan mendorong kegiatan eksplorasi dan eksploitasi wilayah
kerja migas. Selain itu, perbaikan iklim investasi juga terus dilakukan dengan
meningkatkan daya tarik sektor hulu migas seperti (i) pembangunan infrastruktur
dan pemberian insentif fiskal; (ii) penyempurnaan payung hukum untuk
meningkatkan kepastian berusaha, dan; (iii) peningkatan koordinasi di antara
instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah terkait implementasi peraturan
dan perizinan untuk investor baru.
Selanjutnya, pemerintah juga terus berkoordinasi dengan KKKS untuk melakukan
optimasi produksi dengan senantiasa menjalankan kegiatan usaha utama baik
pengeboran, perawatan sumur maupun kerja ulang. Di sisi lain, optimalisasi
penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) terus dilakukan untuk
-L.13-
meningkatkan cadangan minyak sehingga diharapkan dapat menahan tingkat
penurunan produksi alamiah lapangan-lapangan migas yang sudah tua.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai
NasDem, mengenai Asumsi Lifting Gas Bumi, dapat kami sampaikan penjelasan
sebagai sebagai berikut.
Secara umum, program kerja dan kebijakan yang dijalankan untuk mencapai target
produksi dan lifting gas bumi selaras dengan strategi dan program peningkatan
lifting minyak mentah, termasuk di dalamnya upaya untuk menyederhakana proses
perijinan guna mendorong investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi berkelanjutan.
Dengan program dan kebijakan yang kondusif, potensi gas bumi yang masih cukup
besar terutama di Kawasan Timur Indonesia diperkirakan dapat menarik minat
investasi sehingga mampu menambah cadangan gas nasional.
Lebih jauh, pemerintah juga berupaya maksimal dalam memperbaiki sisi antara
(midstream) dan hilir (downstream) dalam kaitannya mendorong pemanfaatan gas
alam sebagai sumber energi domestik baik untuk industri, transportasi maupun
kebutuhan rumah tangga dalam rangka menciptakan efek multiplier bagi
perekonomian domestik. Hal ini tercermin dari upaya perbaikan infrastruktur dan
distribusi gas antara lain melalui berbagai proyek revitalisasi jaringan dan terminal
regasifikasi, pipanisasi, pengembangan jaringan gas kota, serta pembangunan
stasiun pengisian bahan bakar gas yang terus berjalan dalam beberapa tahun
terakhir. Lebih lanjut, pemerintah juga berupaya untuk menyediakan harga gas yang
kompetitif khususnya untuk industri dalam negeri guna meningkatkan daya saing
industri domestik. Dukungan seluruh pemangku kepentingan termasuk dari
parlemen sangat diharapkan guna menjalankan proyek-proyek dimaksud guna
mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional.
B. PENDAPATAN NEGARA
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat,
Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan
Fraksi Partai Nasdem dapat disampaikan bahwa Pemerintah memang berusaha
untuk menyusun APBN tahun 2018 secara lebih prudent, realistis dan akuntabel.
Penerimaan perpajakan dalam RAPBN tahun 2018 diperkirakan tumbuh 9,3% dari
target APBNP 2017, sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi
tahun 2018, serta upaya ekstra dalam penagihan dan pemungutan pajak. Target
pertumbuhan tersebut lebih moderat dibandingkan targetnya pada tahun 2017 yang
-L.14-
diperkirakan mencapai 14,7%. Dengan demikian, Pemerintah berkeyakinan bahwa
risiko shortfall perpajakan dapat diminimalisir sehingga pendanaan untuk program-
program pembangunan dapat berjalan dan pembiayaan anggaran dapat
dikendalikan. Pendapatan Negara akan tetap bertumpu pada Penerimaan
Perpajakan. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha melakukan optimalisasi
penerimaan perpajakan dengan memperkuat basis perpajakan. Namun demikian,
optimalisasi penerimaan perpajakan juga akan tetap mempertimbangkan asas
keadilan. Dalam hal ini salah satu kebijakan perpajakan tahun 2018 juga diarahkan
untuk melakukan redistribusi pendapatan antar masyarakat dalam rangka
menciptakan equality. Pada tahun 2018 kebijakan optimalisasi penerimaan
perpajakan antara lain dilakukan dengan memperkuat basis data perpajakan melalui
pendekatan kapasitas IT, updating data Wajib Pajak, monitoring aktif, digitalisasi
data, pertukaran informasi, dan implementasi Automatic Exchange of Information
(AEoI). Sementara itu, untuk mendukung kebijakan perpajakan yang berkeadilan,
pemerintah akan memberikan insentif perpajakan untuk peningkatan pendapatan
riil untuk kelompok menengah ke bawah.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrat mengenai pentingnya
melanjutkan reformasi di bidang Pendapatan Negara, kami sependapat dan akan
berupaya menyelesaikan reformasi regulasi, SDM, dan administrasi pada sektor
Perpajakan. Pendapatan Negara harus difokuskan untuk memperkuat dan
memperluas basis penerimaan pajak serta optimalisasi perpajakan yang berkeadilan,
Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam tahun 2018 untuk mengoptimalkan
pendapatan negara khususnya penerimaan perpajakan. Hal ini dilakukan mengingat
kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara yang terus
meningkat dari sebesar 74,9 persen di tahun 2013, menjadi 84,8 persen di tahun
2017. Kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan pada periode sebelumnya akan
dijaga keberlanjutannya dengan terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan.
Kebijakan fiskal Pemerintah di bidang perpajakan tersebut disusun dengan tetap
memperhatikan kondisi objektif dan realistis sesuai dengan upaya untuk tetap
menjaga daya beli masyarakat, mendukung industri nasional, dan mendorong
hilirisasi industri.
Menanggapi pendapat Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat tentang penerimaan
negara dari cukai dapat dijelaskan bahwa apabila dilihat dari realisasinya sampai
dengan Semester I 2017 memang penerimaan cukai mengalami pertumbuhan positif
sebesar 0,7% bila dibandingkan dengan penerimaan cukai Semester I tahun 2016,
terutama dari cukai hasil tembakau. Peningkatan ini diharapkan dapat berlanjut di
tahun 2018 sehingga Pemerintah optimis dalam menetapkan target sebesar Rp148,2
triliun di tahun 2018.
-L.15-
Terkait tanggapan tentang rokok ilegal oleh Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat,
salah satu cara Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari cukai rokok adalah
dengan menekan penyelundupan rokok ilegal. Konsumsi rokok ilegal salah satunya
disebabkan karena kesadaran masyarakat untuk tidak mengonsumsi rokok ilegal
memang masih rendah, karena tidak memperdulikan rokok yang mereka konsumsi
membayar cukai atau tidak. Pengawasan di daerah terpencil dan daerah perkebunan
memang cukup terkendala dengan luas wilayah pengawasan dan tantangan
geografis. Namun demikian, DJBC terus berupaya meningkatkan pengawasan
melalui pemanfaatan manajemen risiko, meliputi pengawasan terhadap wilayah
produksi, distribusi dan pemasaran (excise connection). DJBC telah melakukan
kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan terhadap rokok ilegal dan bahkan
terhadap sindikat pembuat pita cukai palsu. DJBC akan terus meningkatkan kinerja,
dan diharapkan secara gradual keberadaan rokok illegal akan turun. Indikator
penurunan rokok ilegal adalah kenaikan produksi golongan II dan III, karena pabrik
golongan II dan III berdasarkan harga jual adalah lawan utama rokok ilegal dalam
perebutan pasar rokok. Selain hal-hal tersebut, DJBC juga terus melakukan kegiatan
sosialisasi dan edukasi ke masyarakat untuk mengkampanyekan anti rokok illegal.
Kegiatan kampanye anti rokok ilegal juga dilakukan melalui kerjasama dengan
pabrik-pabrik besar, terutama pabrik golongan I. Kegiatan seperti fun walk dengan
memakai kaos bertuliskan “anti rokok illegal” yang dipublikasi media masa
diharapkan menjadi sarana sosialisasi yang efektif kepada masyarakat. Data
penindakan rokok ilegal juga menunjukkan bahwa jumlah penindakan terus
meningkat dari tahun ke tahun (tahun 2014 sebanyak 901, tahun 2015 sebanyak
1.232, tahun 2016 sebanyak 2.374 dan sampai dengan bulan Juli 2017 sebanyak
2.331 penindakan). Hal ini menunjukkan bahwa DJBC terus bekerja keras dalam
menangani rokok ilegal.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi NasDem terkait
dengan perhitungan target perpajakan yang lebih realistis. Pada tahun 2018,
Pemerintah berusaha menyusun target perpajakan secara lebih pruden dan lebih
realistis. Target penerimaan perpajakan tahun 2018 diperkirakan tumbuh 9,3% dari
target APBNP tahun 2017 yang berarti bahwa target pertumbuhan pajak ini sejalan
dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2018. Dengan target
pertumbuhan yang lebih moderat dibandingkan pada tahun 2017 yang diperkirakan
mencapai 14,7% maka Pemerintah berkeyakinan bahwa risiko shortfall perpajakan
dapat diminimalisir sehingga APBN lebih aman dan menjaga respon positif di dunia
usaha.
-L.16-
Selain itu, kami juga sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan bahwa dalam menentukan target perpajakan
Pemerintah harus tetap memperhatikan perkembangan iklim usaha. Pada tahun
2018 salah satu kebijakan perpajakan yang akan dilakukan Pemerintah adalah tetap
memberikan dukungan pada industri dalam negeri untuk meningkatkan daya
saingnya dengan memberikan insentif fiskal yang selektif dan efisien.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa terkait penggalian potensi perpajakan dari
bisnis e-commerce dapat kami sampaikan bahwa Pemerintah telah menyusun
panduan dan penegasan terkait dengan kewajiban perpajakan yang berkaitan
dengan aktivitas bisnis e-commerce. Pemerintah akan terus melakukan sosialisasi
dan edukasi kepada para pelaku bisnis e-commerce serta meningkatkan kapasitas
SDM perpajakan, sehingga memahami bisnis e-commerce secara komprehensif.
Terkait upaya menggali sumber pendapatan baru, Pemerintah terus berupaya
menggali pendapatan dari sumber-sumber yang selama ini under tax. Di samping
itu, Pemerintah juga berupaya untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari
sektor lain dengan memperluas basis pengenaan cukai pada beberapa objek lain
yang potensial, diantaranya adalah cukai kantong plastik dan kemasan plastik.
Kami sangat mengapresiasi dukungan dan masukan dari Fraksi Partai Golongan
Karya untuk memperbaiki sistem perpajakan dan menambah jumlah pembayar
pajak. Program Amnesti Pajak yang dilaksanakan dari Juli 2016 s.d. Maret 2017
telah memberikan peluang bagi Pemerintah untuk memperkuat basis data
perpajakan, antara lain terkait dengan pemutakhiran data identitas, profil dan harta
WP. Total peserta yang mengikuti program Amnesti Pajak tercatat berjumlah
973.246, yang sebagian besar didominasi oleh WP Orang Pribadi. Amnesti Pajak juga
mencatatkan adanya partisipasi yang tinggi dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM), yaitu sebanyak 30 persen dari total peserta. Selain itu, Program Amnesti
Pajak berhasil mengaktifkan kembali WP yang selama ini berstatus non-efektif (tidak
lapor dan/atau tidak bayar) dan menjaring WP baru yang selama ini belum terdaftar.
Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat,
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan mengenai tax ratio, dapat kami
sampaikan bahwa Pemerintah telah dan selalu berusaha melakukan :
a. Peningkatan tax ratio dan tax buoyancy melalui kegiatan ekstensifikasi,
intensifikasi, peningkatan efektivitas penegakan hukum, perbaikan administrasi,
penyempurnaan regulasi, dan peningkatan kapasitas DJP; dan
-L.17-
b. Peningkatan tax coverage melalui penggalian potensi penerimaan perpajakan
pada beberapa sektor unggulan seperti sektor pertambangan, sektor industri
pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi serta sektor jasa
keuangan.
Dalam beberapa tahun terakhir tax ratio memang mengalami penurunan. Pada
tahun 2016 tax ratio (termasuk SDA Migas dan Minerba) mencapai 10,8%
sedangkan pada tahun 2017 pemerintah memperkirakan dapat mencapai 11,5%
dengan pertimbangan adanya peningkatan basis pajak dan pertumbuhan ekonomi
yang lebih baik. Pada tahun 2018 tax ratio tetap dijaga pada kisaran 11,5% PDB
dalam rangka mengamankan pendanaan APBN. Target tax ratio tersebut memang
cukup besar, namun demikian Pemerintah akan melakukan upaya-upaya untuk
mengamankan penerimaan perpajakan, menjaga daya beli, mendukung industri
nasional, mendorong hilirisasi industri, dan mengentaskan kemiskinan serta
mengurangi pengangguran. Pemerintah akan menjadikan target pajak yang telah
ditetapkan sebagai tantangan dan motivasi untuk mencapainya. Keseriusan
Pemerintah dibuktikan dengan akan melakukan: (i) pengawasan penerimaan rutin,
(ii) pengawasan atas perluasan tax base hasil amnesti pajak, (iii) ekstra effort
penerimaan berupa himbauan, pemeriksaan dan penagihan, pemeriksaan bukti
permulaan dan penyidikan, serta ekstensifikasi perpajakan, (iv) meningkatkan
kualitas penindakan cukai baik wilayah produksi, distribusi maupun pemasaran
(excise connection), serta (v) penertiban importir beresiko tinggi.
Pemerintah sependapat dengan pernyataan Fraksi Partai Demokrat bahwa
diperlukan sosialisasi yang tepat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atas
tindak lanjut pelaksanaan program tax amnesty (TA). Langkah yang akan dilakukan
pasca program tax amnesty terhadap Wajib Pajak yang ikut Program TA adalah
melalui pengawasan kepatuhan, baik secara formal maupun material. Pengawasan
kepatuhan formal dilakukan dengan mengawasi pelaporan SPT dan pelaporan harta
tambahan. Sementara pengawasan kepatuhan material dilakukan dengan mengawasi
pelaporan penghasilan dari harta tambahan. Disamping itu, tindak lanjut yang akan
dilakukan pasca program TA adalah dengan pelaksanakan pasal 18 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampuan Pajak. Pemerintah telah melakukan
sosialisasi secara masif dengan melibatkan berbagai pihak dalam rangka
mensukseskan pelaksanaan tax amnesty, dengan tetap berpegang pada paradigma
pembangunan yang berkeadilan dalam melakukan penerapan pajak dalam rangka
menciptakan sustainable growth with equity.
Upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan penerimaan perpajakan secara lebih
cepat memerlukan sebuah terobosan kebijakan. Kebijakan tax amnesty bisa menjadi
jalan keluar untuk hal itu. Selain untuk meningkatkan penerimaan pajak,
-L.18-
implementasi tax amnesty dapat digunakan untuk menekan praktek penghindaran
pajak yang sekaligus dapat meningkatkan basis pajak untuk ke depannya. Melalui
tax amnesty, Pemerintah dalam hal ini DJP akan dapat memperluas basis pajak
tahun 2017 berdasarkan basis data hasil tax amnesty. Perluasan basis data
perpajakan akan terjadi dengan lebih cepat saat tax amnesty dapat dilaksanakan
dengan baik, tanpa implementasi kebijakan tax amnesty maka perluasan basis data
perpajakan akan memerlukan waktu yang lebih lama. Berbagai langkah tersebut di
atas memerlukan dukungan dari semua pihak agar tax ratio, tax buoyancy dan tax
coverage dapat ditingkatkan.
Pemerintah telah berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan di bidang
perpajakan dan melanjutkan reformasi perpajakan (tax reform) seperti dalam
pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi NasDem
untuk meningkatkan penerimaan perpajakan yang berkelanjutan, antara lain melalui
penyempurnaan dan perbaikan regulasi perpajakan, peningkatan kapasitas
organisasi termasuk sumber daya manusia serta peningkatan penggunaan sistem
informasi yang up to date dan terintegrasi. Dalam rangka mendukung reformasi
perpajakan tersebut, dari sisi dasar hukum, Pemerintah juga sedang melakukan
perbaikan dan penyempurnaan beberapa undang-undang di bidang perpajakan
antara lain: (i) RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, (ii) RUU Pajak
Penghasilan, (iii) RUU Pajak Pertambahan Nilai, dan (iv) RUU Bea Materai. Selain
itu, Pemerintah juga telah melaksanakan beberapa kebijakan antara lain menyusun
regulasi mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dan
memperkuat sistem informasi serta meningkatkan kapasitas SDM aparatur pajak
menjelang pelaksanaan kesepakatan sistem pertukaran informasi keuangan otomatis
atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoI).
Dalam rangka mendukung peningkatan penerimaan perpajakan terkait regulasi
sesuai dengan pernyataan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera, Pemerintah akan melanjutkan program reformasi
perpajakan baik dari segi kebijakan maupun dari segi administrasi. Pada tahun 2018
Pemerintah akan tetap melanjutkan rencana revisi undang-undang di bidang
perpajakan baik KUP, PPh, maupun PPN. Dengan landasan hukum yang kuat dan
dukungan dari DPR, program reformasi perpajakan dapat terlaksana dengan baik
sehingga memberikan efek positif bagi penerimaan perpajakan.
Terkait piutang pajak yang ditanyakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak, yang salah satunya berasal dari
pelunasan piutang pajak. Pemerintah dalam hal ini DJP melakukan penerbitan surat
teguran kepada penunggak pajak, melakukan penagihan seketika dan sekaligus,
-L.19-
menerbitkan surat paksa, serta melakukan penyitaan, pemblokiran, penjualan
barang sitaan, pencegahan, dan penyanderaan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perluasan
basis perpajakan dari program Amnesti Pajak, Pemerintah berpendapat bahwa
memang tidak seluruh aset yang dilaporkan dalam program Amnesti Pajak dapat
dijadikan basis pajak baru. Namun demikian dengan adanya partisipasi yang cukup
baik dari WP, maka dapat diperkirakan bahwa program Amnesti Pajak telah
memberikan dampak positif bagi penguatan database perpajakan di Indonesia.
Dengan adanya updating profil data WP dari program ini maka Pemerintah dapat
melakukan pengawasan aktif dan melakukan upaya peningkatan kepatuhan
perpajakan dengan lebih baik. Selain itu dengan adanya program Amnesti Pajak, ke
depan Pemerintah dapat melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran
dan penghindaran pajak.
Dalam kesempatan ini, Pemerintah juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada
DPR yang telah mendukung dengan telah disetujuinya Perpu No. 1 Tahun 2017
tentang keterbukaan informasi perbankan untuk kepentingan perpajakan menjadi
undang-undang. Tentunya kita sama-sama berharap bahwa dengan implementasi
undang-undang tersebut sebagai respon atas mulai pemberlakuan AEoI, Pemerintah
akan lebih mudah menggali potensi pajak yang ada. Di tengah era keterbukaan
informasi, diharapkan akan semakin kecil kemungkinan untuk menghindar dari
kewajiban pajak. Dengan ditetapkannya undang-undang tersebut akan memperluas
dan mempermudah akses bagi Pemerintah dalam meningkatkan penerimaan
perpajakan.
Terkait penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam, menanggapi Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan, potensi Penerimaan Negara yang berasal
sumber daya alam (SDA) harus dapat digunakan dan dioptimalkan dengan lebih baik
untuk menambah penerimaan negara. Beberapa potensi sumber daya alam masih
dapat dikembangkan dengan lebih maksimal sehingga memberikan kontribusi yang
signifikan demi kemakmuran rakyat antara lain: hasil hutan, laut dan perikanan,
panas bumi, dan lain-lain. Namun demikian, Pemerintah menyadari penggunaan
sumber daya alam tersebut tetap harus memperhatikan aspek lingkungan dan
keberlangsungannya di masa mendatang. Untuk itu, Pemerintah berkomitmen
memperbaiki tata kelola penggunaan sumber daya alam dengan terus membenahi
aspek perizinan, monitoring, evaluasi, pengawasan, dan penegakan hukum. Upaya
ini ditempuh dengan disertai perbaikan dan penyempurnaan data, serta penerapan
sistem informasi dan teknologi yang tepat guna dan handal.
-L.20-
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, terkait optimalisasi PNBP dari sektor
sumber daya alam (SDA) non migas, dapat disampaikan bahwa pemerintah akan
melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Penyampurnaan regulasi terkait SDA Non Migas;
b. Menyelesaikan amandemen kontrak karya (KK) dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B)
c. Mengintensifikasikan verifikasi atas kebenaran pembayaran kewajiban PNBP
dan meminta BPKP selaku auditor pemerintah untuk mengaudit pemenuhan
kewajiban pembayaran PNBP SDA Non Migas.
Perkembangan harga komoditas yang cenderung stagnan bahkan menurun
khususnya komoditas batubara dan logam memengaruhi penurunan target PNBP
SDA Nonmigas dalam RAPBN tahun 2018. Namun demikian, Pemerintah terus
mengoptimalkan PNBP dari Sektor Nonmigas dengan tetap memerhatikan
kelestarian lingkungan alam. Salah satu sektor yang terus menerus dilakukan
perbaikan adalah sektor perikanan. Beberapa kebijakan sektor perikanan dalam
RAPBN tahun 2018 yang diharapkan akan dapat mengoptimalkan PNBP SDA
Nonmigas sektor perikanan, sebagai berikut:
1. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan dengan lebih optimal dan bebas
Ilegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing;
2. Melakukan ekstensifikasi tempat pemasukan dan pengeluaran ikan dengan
pembukaan satuan kerja/wilayah kerja yang potensial sebagai sumber PNBP;
3. Meningkatkan jumlah fasilitas dan sarana produksi perikanan;
4. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pengelolaan PNBP berbasis
Wilayah Kerja Bebas Korupsi (WKBK); dan
Melakukan proses migrasi perizinan daerah menjadi perizinan pusat (terhadap kapal
markdown).
Pemerintah mengapresiasi masukan anggota Dewan yang terhormat dari Fraksi
Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk
mendorong peningkatan PNBP Lainnya yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga
dan bersifat pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah menyadari potensi
penerimaan dari jenis layanan ini masih sangat terbuka untuk terus dioptimalkan.
Oleh karena itu, dalam RAPBN tahun 2018 diterapkan kebijakan, antara lain (i)
intensifikasi pemungutan dan ekstensifikasi jenis PNBP; (ii) menjaga ketertiban
-L.21-
administrasi pengelolaan dan penyetoran PNBP; (ii) meningkatkan profesionalisme
SDM untuk meningkatkan pelayanan; (iV) mengoptimalkan penggunaan dan
pengelolaan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan; (v) meningkatkan
efisiensi, efektivitas, trensparanasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan PNBP; dan
(vi) meningkatkan pengawasan serta penegakan serta penegakan hukum di bidang
PNBP.
Sementara itu, dalam mengoptimalkan Pendapatan BLU, tetap harus
mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan peningkatan pelayanan. Dalam
rangka meningkatkan pendapatan BLU dan mendukung kegiatan pelayanan,
Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset pada Badan Layanan Umum
dimana BLU berkewajiban untuk mengoptimalkan aset/kekayaan yang dimiliki.
Hasil pengelolaan aset tersebut sepenuhnya digunakan untuk menyelenggarkan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat.
C. BELANJA NEGARA
Berkaitan dengan upaya menciptakan belanja negara yang berkualitas, Pemerintah
sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat
bahwa perencanaan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 seyogyanya selaras
dengan target penerimaan perpajakan, lebih efektif dan efisien dalam menyusun dan
menetapkan program kerja, politik fiskal yang benar-benar mensejahterakan rakyat,
sehingga mampu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Belanja yang
berkualitas dinilai dari perencanaan yang matang, penganggaran yang efisien, dan
pelaksanaan yang efektif.
RAPBN tahun 2018 merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
tahun 2018, yang memiliki tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur Untuk
Pertumbuhan dan Pemerataan”. Oleh karena itu, kebijakan belanja negara dalam
RAPBN tahun 2018 memberi penekanan pada penguatan kualitas belanja produktif
dan prioritas, yang antara lain difokuskan untuk mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta
memperluas kesempatan kerja. Selain itu, Pemerintah juga melakukan penajaman
sasaran subsidi dan peningkatan kualitas penyalurannya, serta mengarahkan
bantuan sosial ke pola nontunai. Kebijakan belanja negara juga diarahkan pada
penguatan desentralisasi fiskal melalui peningkatan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa. Sejalan dengan kebijakan belanja tersebut, Pemerintah berkomitmen untuk
meningkatkan sinergi dan sinkronisasi belanja pada K/L dan dana Transfer ke
-L.22-
Daerah dan Dana Desa, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Untuk
mendukung daya dorong tersebut, diperlukan sumber daya yang kuat, sehingga
Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk menggali sumber-sumber
pembiayaan, dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan dan efisiensi
pembiayaan, melalui pengendalian defisit dan rasio utang, keseimbangan primer
yang menuju positif, dan pengembangan sumber pembiayaan yang kreatif.
Dalam rangka menciptakan ruang fiskal, Pemerintah telah mengalihkan belanja yang
konsumtif ke kegiatan produktif melalui langkah-langkah sebagai berikut. Pertama,
perbaikan skema subsidi energi, dimana subsidi BBM diubah dari subsidi harga
menjadi subsidi tetap, sedangkan untuk subsidi listrik, bagi pelanggan 900 VA telah
dihapuskan untuk keluarga yang mampu dan hanya diberikan untuk keluarga
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kedua, kebijakan penghematan belanja
Kementerian/Lembaga (K/L) maupun pemerintah daerah, khususnya dilakukan
pada belanja barang yang bersifat kurang produktif, seperti rapat di luar kantor dan
paket pertemuan. Penghematan tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan belanja
di bidang infrastruktur dan perlindungan sosial.
Selanjutnya, Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera dan Fraksi Partai NasDem terkait penyerapan anggaran harus
diusahakan terlaksana dengan cepat, tepat, berkualitas dan akuntabel, serta tidak
menumpuk di akhir tahun. Dapat kami sampaikan bahwa kinerja penyerapan
anggaran belanja negara tergantung pada tiga aspek utama, yaitu aspek kematangan
perencanaan, ketepatan penganggaran, dan kecepatan pelaksanaan. Perencanaan
yang kurang akurat dan kurang matang dapat menyebabkan keterlambatan dan
memicu revisi dokumen dalam pelaksanaan anggaran.
Guna mengatasi hambatan tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan
Penganggaran Pembangunan Nasional. Melalui proses sinkronisasi perencanaan dan
penganggaran pembangunan nasional, diharapkan dapat tercipta peningkatan
keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran, sehingga lebih berkualitas dan
efektif dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional sesuai visi dan misi
Presiden yang dituangkan dalam Rencana pembangunan Jangka Menengah
Nasional dan RKP dengan menggunakan pendekatan tematik, holistik, integratif dan
spasial.
Selanjutnya, Pemerintah juga terus melakukan perbaikan sistem dan perencanaan
anggaran agar dokumen yang diperlukan dalam pencairan DIPA dapat direncanakan
jauh sebelum anggaran tersebut diberlakukan. Dari sisi regulasi, Pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
-L.23-
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diantaranya mengatur
bahwa proses pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan sebelum tahun
anggaran dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan demikian, K/L
sudah dapat melakukan perikatan dan pencairan dana DIPA dari sejak awal tahun
anggaran. Dari sisi implementasinya, diperlukan komitmen bersama dari seluruh
pemangku kepentingan termasuk aparat pemeriksa, serta sosialisasi masif agar
dicapai kesamaan persepsi semua pihak, sehingga pejabat pengadaan barang dan
jasa tidak diliputi kekhawatiran akan adanya temuan dari pemeriksa. Pemerintah
telah menerbitkan peraturan mengenai Rencana Penarikan Dana, Rencana
Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan
prosedur yang terkait dengan penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga
penyerapan anggaran lebih terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di
kuartal IV.
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara, terutama untuk
mendukung kualitas dan pemanfaatan penggunaan anggaran, Pemerintah juga telah
mengimplementasikan sistem monitoring berbasis IT, melalui Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Melalui implementasi SPAN,
Pemerintah dapat memperoleh informasi yang lebih komprehensif dan tepat waktu
mengenai posisi keuangan pemerintah pusat, sehingga pengelolaan keuangan yang
lebih efisien, efektif, akuntabel dan transparan dapat tercapai, serta pengambilan
keputusan dalam manajemen keuangan pemerintah lebih mudah dilakukan.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat yang berpandangan bahwa
perencanaan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 seyogyanya selaras dengan
percepatan peningkatan target penerimaan perpajakan dan Pemerintah agar
meningkatkan kinerja dalam menyusun dan menetapkan program kerja ke depan
sehingga penggunaan anggaran lebih efektif dan efisien sesuai target dan sasaran.
Dapat kami sampaikan bahwa Kebijakan fiskal pada tahun 2018 disusun dengan
mempertimbangkan tantangan ekonomi global dan domestik, serta mengacu pada
sasaran-sasaran pembangunan baik jangka menengah maupun sasaran-sasaran
tahunan dalam RKP tahun 2018. Tantangan ekonomi global tersebut diantaranya
adalah perekonomian global yang masih diwarnai ketidakpastian dan masih relatif
rendahnya permintaan yang mempengaruhi harga komoditas. Sementara itu,
faktor domestik dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang
belum optimal sebagai konsekuensi sektor industri manufaktur yang masih
lemah dan pendapatan negara yang belum optimal sebagai dampak belum pulihnya
perekonomian global dan penurunan harga komoditas.
-L.24-
Menjawab berbagai tantangan tersebut, perumusan kebijakan fiskal perlu
dikembalikan kepada fungsi hakikinya, sebagai instrumen kebijakan meredam siklus
(counter cyclical fiscal policy), yang dalam hal ini berfungsi sebagai instrumen
ekspansif/menjadi daya dorong pada saat perekonomian sedang lesu, termasuk
dengan memberikan stimulus fiskal secara terukur, efektif yang lebih berkualitas
dalam rangka meningkatkan daya saing dan produktivitas, dengan tetap memelihara
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
Oleh karena itu, penyusunan berbagai target penerimaan negara yang akurat dan
realistis, serta pagu anggaran belanja yang tepat dan terukur sangat penting dalam
mengembalikan kredibilitas APBN, terutama karena setiap unsur pendapatan
negara, belanja negara, maupun defisit dan pembiayaan anggaran, masing-masing
memiliki fungsi dan peranan yang sangat strategis dalam memengaruhi
perekonomian.
Dalam RAPBN 2018 Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk
meningkatkan kualitas belanja negara, sehingga mempunyai efektivitas yang
tinggi dan mencerminkan kehadiran negara dalam mendukung pembangunan.
Kebijakan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 memberi penekanan pada
penguatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang antara lain difokuskan untuk
mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan
kesenjangan sosial, serta memperluas kesempatan kerja. Strategi lain adalah
penajaman sasaran subsidi dan peningkatan kualitas penyalurannya, serta
mengarahkan bantuan sosial ke pola nontunai. Kebijakan belanja negara juga
diarahkan pada penguatan desentralisasi fikal melalui peningkatan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa. Sejalan dengan kebijakan belanja tersebut, Pemerintah
berkomitmen untuk meningkatkan sinergi dan sinkronisasi belanja pada K/L dan
dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai NasDem terkait penyerapan anggaran
harus diusahakan terlaksana dengan cepat, tepat, berkualitas dan akuntabel, dapat
kami sampaikan bahwa kinerja penyerapan anggaran belanja negara tergantung
pada tiga aspek utama, yaitu aspek kematangan perencanaan, ketepatan
penganggaran, dan kecepatan pelaksanaan. Perencanaan yang kurang akurat dan
kurang matang dapat menyebabkan keterlambatan dan memicu revisi dokumen
dalam pelaksanaan anggaran.
Guna mengatasi hambatan tersebut, Pemerintah terus melakukan perbaikan sistem
dan perencanaan anggaran, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran
Pembangunan Nasional, serta perbaikan sistem penganggaran agar dokumen yang
-L.25-
diperlukan dalam pencairan DIPA dapat direncanakan jauh sebelum anggaran
tersebut diberlakukan. Dari sisi regulasi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, yang diantaranya mengatur bahwa proses
pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran
dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan demikian, K/L sudah dapat
melakukan perikatan dan pencairan dana DIPA dari sejak awal tahun anggaran. Dari
sisi implementasinya: diperlukan komitmen bersama dari seluruh pemangku
kepentingan termasuk aparat pemeriksa, serta sosialisasi masif agar dicapai
kesamaan persepsi semua pihak, sehingga pejabat pengadaan barang dan jasa tidak
diliputi kekhawatiran akan adanya temuan dari pemeriksa.
Selanjutnya, terhadap pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
realisasi belanja pemerintah cenderung menumpuk di akhir tahun, Pemerintah telah
menerbitkan peraturan mengenai Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan
Dana, dan Perencanaan Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan prosedur
yang terkait dengan penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga penyerapan
anggaran lebih terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di kuartal IV.
Pemerintah telah melakukan perubahan regulasi dalam mendorong percepatan
penyerapan anggaran terutama belanja infrastruktur. Perubahan tersebut ditujukan
untuk memberikan fleksibilitas bagi K/L dan Pemerintah Daerah agar dapat
melakukan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah lebih awal, yaitu
pada kuartal keempat tahun sebelumnya. Dengan demikian, K/L diharapkan lebih
baik dan terarah dalam hal perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan APBN, dan
meningkatkan sinkronisasi proses pengadaan barang dan jasa dengan pelaksanaan
kegiatan serta pencairan dananya.
Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi terjadinya
penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun, adalah:
a. Perubahan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah menjadi Perpres No. 4 Tahun 2015 dalam rangka
menyelesaikan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses pengadaan
barang dan jasa pemerintah dan mendorong penyerapan belanja modal.
b. Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan dan menyerahkan dokumen
pelaksanaan anggaran (DIPA) kepada K/L pada akhir tahun (t-1), sehingga K/L
mempunyai cukup waktu untuk melakukan persiapan dan pelaksanaan anggaran
sejak awal tahun anggaran.
c. Pemerintah telah memberikan fleksibilitas kepada Kementerian
Negara/Lembaga dalam pelaksanaan revisi anggaran, serta mengurangi jalur
-L.26-
birokrasi dalam proses revisi anggaran yang diajukan oleh K/L, sehingga
mempercepat proses eksekusi pelaksanaan anggaran apabila terjadi revisi
anggaran.
d. Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran
secara lebih intensif, melalui Koordinasi Triwulanan antara Kementerian
Keuangan dan K/L. Monitoring dan evaluasi tersebut dapat memberikan solusi
atas hambatan-hambatan dalam penyerapan anggaran dan mengusahakan
kesesuaian penyerapan anggaran dengan rencana.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah tersebut, realisasi anggaran
pada semester I tahun 2017 mencapai 37,9 persen terhadap pagunya dalam APBN
tahun 2017. Hal tersebut menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan penyerapan
pada periode yang sama tahun 2016 sebesar 36,8 persen terhadap pagu APBNP
tahun 2016.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terkait politik
fiskal benar-benar mensejahterakan rakyat, mampu menurunkan kemiskinan dan
ketimpangan ekonomi, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan
pandangan tersebut. Dapat kami sampaikan bahwa kebijakan dalam RAPBN tahun
2018 merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018,
yang memiliki tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur Untuk Pertumbuhan dan
Pemerataan”. Sejalan dengan tema tersebut, pembangunan infrastruktur yang
menekankan pada investasi dan percepatan pembangunan diharapkan dapat
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 sekaligus mengurangi
ketimpangan yang ada baik antarindividu maupun antarwilayah. Untuk itu, salah
satu prioritas nasional adalah penanggulangan kemiskinan, yang diarahkan untuk:
(1) Jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran; (2) Pemenuhan kebutuhan dasar; dan
(3) Perluasan akses usaha mikro, kecil dan koperasi. Selain itu, pembangunan juga
diarahkan pada peningkatan infrastruktur dasar dan infrastruktur untuk ekonomi
produktif, dengan demikian dapat mendorong aktifitas perekonomian.
Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, kebijakan belanja negara dalam RAPBN
tahun 2018 memberi penekanan pada penguatan kualitas belanja produktif dan
prioritas yang antara lain difokuskan untuk mendorong percepatan pembangunan
infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta memperluas
kesempatan kerja. Kebijakan belanja dalam pengurangan kemiskinan dan
kesenjangan sosial ditujukan untuk (1) meningkatkan kualitas dan efektivitas
program perlindungan sosial antara lain perluasan sasaran program keluarga
harapan, perbaikan mutu layanan kesehatan dan keberlanjutan program-program
bantuan langsung ke masyarakat, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Jaminan Kesehatan
-L.27-
Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS), beras untuk keluarga sejahtera
(Rastra), Bantuan Pangan Non Tunai, dan beasiswa Bidik Misi, dengan memperbaiki
sistem penyaluran dan akurasi data penerima; (2) penguatan pelaksanaan program
prioritas di bidang pendidikan, kesehatan, kedaulatan pangan dan energi,
kemaritiman dan kelautan, serta pariwisata dan industri; dan (3) penyaluran subsidi
dan program bantuan sosial nontunai yang lebih tepat sasaran, antara lain melalui
perbaikan basis data yang transparan dan penataan ulang sistem penyaluran subsidi
yang lebih akuntabel.
Menanggapi pendapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya
akuntabilitas dan perbaikan penyerapan belanja dalam pelaksanaan APBN untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat, dapat kami sampaikan sebagai berikut.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya
untuk mempercepat daya serap anggaran, antara lain melalui: (1) percepatan proses
lelang yang dapat dilakukan mulai bulan November tahun sebelumnya untuk proses
pekerjaan fisik yang dilaksanakan pada awal tahun anggaran baru; (2) penyelesaian
DIPA APBN pada bulan Desember sebelum tahun anggaran berjalan; serta (3)
pencairan anggaran dapat dilaksanakan pada awal tahun anggaran. Langkah-
langkah yang telah dilakukan tersebut terbukti telah membawa hasil yang cukup
positif, terbukti dengan meningkatnya realisasi belanja belanja Pemerintah pusat
pada kurun waktu semester I tahun 2017, apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Dengan upaya percepatan penyerapan realisasi belanja Pemerintah
pusat diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, percepatan realisasi anggaran tersebut
harus tetap diikuti dengan upaya untuk menjaga akuntabilitasnya, yaitu dapat
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang berlaku,
termasuk menjaga kualitas outputnya.
Di samping itu, untuk terus meningkatkan kualitas belanja negara, Pemerintah terus
melakukan upaya-upaya, antara lain melalui peningkatan kualitas belanja modal
yang produktif, efisiensi belanja non prioritas seperti belanja barang dan subsidi
yang harus tepat sasaran, sinergi antara program perlindungan sosial, menjaga dan
refocusing anggaran prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta
penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk pengurangan kesenjangan dan
perbaikan pelayanan publik.
Sementara itu, terkait dengan peningkatan pembayaran bunga utang dapat kami
sampaikan bahwa peningkatan tersebut dikarenakan peningkatan outstanding utang
yang merupakan konsekuensi dari penambahan pengadaan utang untuk mendukung
-L.28-
pencapaian target pembangunan infrastruktur. Namun demikian, peningkatan
beban utang tersebut harus tetap dijaga dalam level yang aman dan dikelola secara
produktif serta prudent, sehingga diharapkan akan dapat memberi manfaat yang
lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional dibandingkan dengan beban
risiko yang ditimbulkan.
Menanggapi permintaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan pertanyaan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai konsistensi pemerintah untuk
mengurangi belanja Non-K/L yang pada umumnya bersifat non-produktif, kami
dapat sampaikan bahwa Pemerintah sependapat dan selalu berusaha untuk
mengalokasi anggaran-anggaran agar dapat digunakan untuk belanja yang sifatnya
produktif supaya pembangunan dapat didorong secara optimal. Di samping itu,
belanja Non-K/L merupakan belanja untuk menjalankan fungsi fiskal Bendahara
Umum Negara, di mana Pemerintah senantiasa menjaga penggunaannya agar tepat
sasaran, dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, seperti pembayaran
bunga utang, subsidi, dan pembayaran pensiun.
Kebijakan belanja Non-K/L untuk pembayaran bunga utang diarahkan untuk: (1)
memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang
pemerintah; dan (2) meningkatkan efisiensi bunga utang pada tingkat risiko yang
terkendali melalui pemilihan komposisi utang yang optimal dan pemanfaatan
instrumen lindung nilai. Berdasarkan langkah kebijakan tersebut, pembayaran
bunga utang di masa mendatang diupayakan untuk semakin ditekan agar berada
dalam batas kemampuan ekonomi, menjaga agar batas alokasi anggaran untuk
pembayaran bunga utang tetap aman dan terkendali, serta tidak menimbulkan
tekanan yang berlebihan terhadap APBN. Sementara itu, terkait dengan peningkatan
pembayaran bunga utang dapat kami sampaikan bahwa peningkatan tersebut
dikarenakan peningkatan outstanding utang yang merupakan konsekuensi dari
penambahan pengadaan utang untuk mendukung pencapaian target pembangunan
infrastruktur. Namun demikian, peningkatan beban utang tersebut harus tetap
dijaga dalam level yang aman dan dikelola secara produktif serta prudent, sehingga
diharapkan akan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi pembangunan
perekonomian nasional dibandingkan dengan beban risiko yang ditimbulkan.
Sementara itu, terkait dengan belanja subsidi, kebijakan pemerintah mengarahkan
untuk menjaga stabilitas harga dan jasa dalam negeri, memberikan perlindungan
dan menjaga daya beli pada masyarakat berpenghasilan rendah, meningkatkan
produktivitas dan menjaga ketersediaan pasokan dengan harga terjangkau, serta
meningkatkan daya saing produksi dan akses permodalan usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM). Pemerintah terus berupaya mendorong efektivitas dan efisiensi
subsidi agar lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat yang optimal bagi
-L.29-
pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan, sehingga dilakukan
pemotongan alokasi subsidi yang kurang tepat sasaran, dan dialokasikan ke program
lainnya. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan akurasi data
penerima manfaat dengan melakukan verifikasi data penerima manfaat dan
mengintegrasikan data penerima manfaat subsidi dengan data program-program
perlindungan sosial lainnya, seperti KIP, KIS, Bidik Misi, serta diselaraskan dengan
data Nomor Induk Kependudukan (NIK).
C.1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrat mengenai redistribusi aset
dalam fokus pemerataan ekonomi dalam pembangunan, kiranya dapat disampaikan
tanggapan sebagai berikut. Reforma Agraria merupakan pelaksanaan UUD 1945
Pasal 33 ayat 3, UU No. 5/1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA), dan TAP MPR No. IX/2001 yang menyatakan bahwa pemanfaatan bumi,
air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan reforma agraria dilakukan
melalui penataan penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah
untuk mengatasi masalah ketimpangan dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber
daya alam termasuk tanah. Dalam arti sempit reforma agraria dilakukan melalui
redistribusi tanah dan sertifikasi tanah serta program pemberdayaan masyarakat.
Dengan demikian masyarakat penerima aset tanah diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraannya. Reforma Agraria dilakukan melalui: (1) redistribusi tanah dan
bantuan pemberdayaan masyarakat, melalui penyediaan sumber Tanah Obyek
Reforma Agraria (TORA) berasal dari HGU habis dan tanah terlantar serta pelepasan
kawasan hutan, pelaksanaan redistribusi tanah dan legalisasi aset, koordinasi lokasi
redistribusi tanah dan legalisasi aset dengan progam pemberdayaan masyarakat, dan
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat; (2) pembangunan sistem
Pendaftaran Tanah Publikasi Positif, melalui percepatan penyediaan peta dasar
pertanahan, percepatan peningkatan cakupan bidang tanah bersertifikat, penerbitan
(publikasi) tata batas kawasan hutan, dan sosialisasi peraturan perundangan terkait
tanah adat/ulayat; (3) pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang
pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan melalui
penerimaan PNS juru ukur pertanahan secara terencana; dan (4) penyediaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum, melalui penyusunan Peraturan
Presiden tentang Lembaga Penyediaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum dan pembentukan Lembaga Penyediaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
-L.30-
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat mengenai kebutuhan
pembangunan infrastruktur, kiranya dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut
Dalam rangka mendorong keseimbangan pembangunan, pemerintah telah
memberikan fokus prioritas pembangunan melalui pelaksanaan empat pilar
pembangunan yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penciptaan
lapangan pekerjaan yang optimal, dan penurunan tingkat kemiskinan, atau yang
dikenal dengan tripletrack strategy (pro-growth, pro-job, pro-poor) serta ditambah
dengan kelestarian lingkungan hidup (pro-environment) sebagai strategi keempat.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2015 (yang merupakan tahun
pertama pemerintahan periode 2014–2019) anggaran belanja K/L diarahkan untuk
mendukung pencapaian visi dan misi Presiden periode 2015–2019. Arah
penggunaan belanja K/L tersebut mencakup antara lain: (1) pembangunan sektor
unggulan, seperti pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan dan
memelihara kedaulatan pangan, pengembangan energi dan ketenagalistrikan,
pembangunan kemaritiman dan pariwisata, serta pengembangan industri; (2)
kegiatan untuk pemenuhan kewajiban dasar yang harus disediakan Pemerintah,
yaitu pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan melalui
Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemenuhan layanan kesehatan dengan
menyempurnakan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang
kesehatan, baik dari sisi permintaannya melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS)
maupun dari sisi penawarannya, serta upaya pemenuhan kewajiban penyediaan
perumahan yang layak; (3) program dan kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi
kesenjangan, baik kesenjangan antarkelas pendapatan melalui berbagai program
bantuan dan pemberdayaan masyarakat maupun antarwilayah melalui
pembangunan wilayah perbatasan dan pengembangan pasar dan pusat kegiatan
ekonomi tradisional; dan (4) pembangunan infrastruktur konektivitas untuk
memudahkan keterhubungan aktivitas dan mobilitas ekonomi dan sumber daya
antarwilayah.
Pada tahun 2018, arah pembangunan infrastruktur tidak hanya difokuskan pada
infrastruktur yang mendukung pertumbuhan dan daya saiang ekonomi (pro
growth), tetapi juga diarahkan untuk mendukung pemerataan pembangunan (pro
poor) yakni melalui penyediaan infrastruktur dan layanan transportasi di wilayah-
wilayah yang memerlukan dukungan konektivitas dan aksesibilitas seperti pada
kawasan perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, daerah terpencil,
perdalaman dan daerah tertinggal, penyediaan layanan dasar air minum dan
sanitasi, penyediaan perumahan layak huni, serta membangun pembangkit listrik
skala kecil di wilayah remote untuk meningkatkan rasio elektrifikasi.
-L.31-
Pemerintah menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas dukungan serta
pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai
Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Amanat Nasional,
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai NasDem, atas
peningkatan anggaran infrastruktur dalam tahun 2018 yang mencapai Rp409 triliun.
Anggaran infrastruktur tersebut dialokasikan tidak hanya melalui belanja K/L,
namun juga melalui belanja transfer ke daerah dan dana desa, serta melalui
pembiayaan anggaran. penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang
diharapkan dapat memperkuat struktur modal BUMN untuk melaksanakan
pembangunan infrastruktur. Kemudian, dalam rangka mendanai proyek-proyek
infrastruktur tersebut, Pemerintah secara kontinu meningkatkan kapasitas/ ruang
fiskal antara lain melalui kebijakan efisiensi belanja.
Pembangunan infrastruktur dititikberatkan pada: (1) Penyediaan pelayanan dasar
termasuk penyediaan air minum, sanitasi, listrik, perumahan, aksesibilitas daerah
perbatasan dan tertinggal, pengendalian banjir serta peningkatan keselamatan
transportasi; (2) Infrastruktur untuk mendukung sektor unggulan termasuk
pembangunan konektivitas dengan tol laut sebagai tulang punggung, penyediaan
energi, serta pembangunan jaringan serat optik, untuk mendukung kawasan
pertanian, industri, dan pariwisata; serta (3) Infrastruktur perkotaan, termasuk
pengembangan angkutan umum masal dan pengembangan TIK untuk mendukung
pengembangan smart city.
Pembangunan infrastruktur dipandang penting karena memiliki multiplier effect
yang besar dan berkelanjutan terhadap perekonomian nasional. Selain itu,
pembangunan infrastruktur juga diharapkan menjadi trigger percepatan pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah Indonesia sehingga berdampak terhadap
bertambahnya lapangan pekerjaan di berbagai wilayah yang pada akhirnya
mengurangi tingkat kemiskinan serta kesenjangan antarwilayah.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai NasDem terkait pemeliharaan
infrastruktur, Pemerintah selain mengalokasikan anggaran untuk pembangunan
infrastruktur juga mengalokasikan anggaran untuk memelihara serta merehabilitasi
infrastruktur yang telah dibangun. Contohnya, untuk infrastruktur konektivitas,
selain dibangun jalan baru sepanjang 856 km juga dilakukan pemeliharaan/
preservasi untuk jalan yang telah ada. Selain itu, untuk infrastruktur sosial,
Pemerintah akan membangun 12.621 unit sekolah/ ruang kelas baru serta rehab
untuk 48.688 unit sekolah/ ruang kelas.
-L.32-
Selanjutnya, menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Golongan Karya dan
Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai pentingnya meningkatkan efektivitas
belanja modal demi pencapaian target-target pembangunan infrastruktur, dapat
kami sampaikan bahwa restrukturisasi belanja modal dilakukan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dengan mengarahkan pada belanja modal yang produktif
seperti pariwisata, infrastruktur, sarana dan prasarana ekonomi produktif serta
daerah perbatasan.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai NasDem terkait pemerataan
pembangunan infrastruktur antarwilayah, dapat kami sampaikan bahwa kebijakan
pembangunan infrastruktur saat ini memang difokuskan kepada penyediaan
infrastruktur publik di kawasan timur dan barat Indonesia, termasuk wilayah
perdesaan, daerah tertinggal dan perbatasan. Kebijakan yang dilakukan adalah
dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur serta
mendorong peningkatan investasi di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan, dan Sumatera; dengan tetap menjaga momentum
pembangunan wilayah Jawa
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Gerindra dan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar pembangunan infrastruktur bisa
memberikan dampak bagi kesejahteraan 40 persen penduduk lapisan bawah melalui
pembangunan bersifat padat karya dan menyentuh pada kebutuhan infrastruktur
ekonomi produktif. Kebijakan tersebut dituangkan antara lain melalui: (a)
Peningkatan kualitas kebijakan fiskal dengan mengutamakan pengeluaran
infrastruktur yang dapat membuka keterisolasian masyarakat, peningkatan sumber
daya manusia, penguatan keahlian dan keterampilan, dan pengeluaran sosial lainnya
untuk masyarakat rentan, dan (b) Peningkatan efektivitas pengeluaran pemerintah
yang diarahkan kepada penciptaan lapangan kerja, antara lain melalui pembangunan
infrastruktur yang bersifat padat pekerja.
Pemerintah berterimakasih atas apresiasi yang disampaikan oleh Fraksi Partai
Nasdem terhadap upaya yang telah dilakukan pemerintah atas pembangunan jalan
negara yang telah menghubungkan antar propinsi di seluruh Indonesia. Pemerintah
sepakat bahwa pengelolaan infrastruktur harus dilakukan secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Untuk itu, selain kegiatan pembangunan infrastruktur baru,
Pemerintah secara konsisten mengalokasikan juga untuk kegiatan rehabilitasi
infrastruktur yang mengalami kerusakan serta operasi dan pemeliharaan (O&P)
infrastruktur terbangun untuk menjaga keandalan layanannya. Dalam pemenuhan
kebutuhan dasar, pemerintah berusaha meningkatkan aksesibilitas masyarakat
terutama di daerah tertinggal dan perbatasan, antara lain dengan pembangunan
jalan paralel perbatasan dan akses daerah tertinggal ke simpul-simpul pertumbuhan.
-L.33-
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengenai
perlindungan sosial dan peningkatan daya beli masyarakat, kiranya dapat
dijelaskan bahwa Pemerintah pada tahun 2018 tetap melanjutkan program-program
pemberdayaan dan perlindungan sosial untuk mendukung perekonomian
masyarakat antara lain dengan melanjutkan pelaksanaan bantuan tunai
bersyarat/Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) berdasarkan database yang lebih valid, akuntabel, dan terintegrasi.
Selain itu, pemerintah juga menyalurkan subsidi pangan (rastra) kepada 14.332.212
RTS PM, memberikan bantuan stimulan usaha ekonomi produktif bagi keluarga
miskin di wilayah pesisir dengan jumlah keluarga miskin yang memperoleh bantuan
sebanyak 20.000 KK, dan menambah jumlah keluarga miskin yang memperoleh
bantuan kelompok usaha ekonomi produktif di pedesaan dan perkotaan.
Pemerintah sepenuhnya sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan untuk memanfaatkan belanja negara guna mensejahterakan rakyat
terutama terkait penurunan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Hal tersebut
selaras dengan fokus Pemerintah melalui Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2018
yang bertemakan “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi
Pertumbuhan yang Berkeadilan” menjadi dasar penyusunan RAPBN tahun 2018.
Artinya, kebijakan fiskal tahun 2018 akan diarahkan untuk mendukung tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan
kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan yang pada gilirannya bermuara pada
terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat secara lebih berkeadilan.
Terkait pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
peningkatan daya beli terutama dalam pengentasan kemiskinan dan penciptaan
pemerataan, Pemerintah akan terus melanjutkan program-program pemberdayaan
dan perlindungan sosial untuk mendukung perekonomian masyarakat terutama
kalangan miskin, diantaranya melalui kebijakan pengembangan dan penguatan
sistem penyediaan layanan dasar, peningkatan efektivitas program Indonesia Pintar
dan Bidik Misi, perluasan cakupan kepesertaan jaminan sosial, serta integrasi data
kependudukan dan kepesertaan jaminan sosial. Selain melalui upaya pemberdayaan
golongan miskin, program-program untuk mengurangi beban penduduk miskin dan
rentan juga akan terus dilaksanakan oleh Pemerintah. Salah satu program
pengentasan kemiskinan yang dirasa cukup berhasil misalnya bantuan tunai
bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) akan lebih diperluas
cakupannya. Selain itu, program-program subsidi pangan atau bantuan pangan,
serta keberlanjutan subsidi energy yang lebih menyasar pada penduduk miskin dan
pupuk, bantuan iuran jaminan kesehatan/KIS, bantuan pendidikan melalui KIP,
-L.34-
bantuan sosial di luar sistem keluarga, dan jaminan sosial yang lain diharapkan
mampu menurunkan angka kemiskinan.
Sejalan dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
penerima PKH yang tepat sasaran dengan program yang berjalan dengan baik,
Pemerintah terus mendorong perbaikan dan peningkatan kualitas program
perlindungan sosial seperti PKH melalui bantuan non tunai. Tahun 2018, peserta
penerima manfaat PKH meningkat dari 6 juta KPM menjadi 10 juta KPM sembari
melakukan perbaikan terutama dalam penggunaan single database (BDT) untuk
meningkatkan ketepatan sasaran. Selain itu, Pemerintah berupaya untuk
meningkatkan akurasi data penerima manfaat dengan melakukan verifikasi data
penerima manfaat dan mengintegrasikan data penerima manfaat subsidi dengan
data program-program perlindungan sosial lainnya, seperti KIP, KIS, Bidik Misi,
serta diselaraskan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Inisiatif untuk
integrasi melalui satu kartu dimungkinkan karena adanya Basis Data Terpadu bagi
40% penduduk berpendapatan terendah yang menjadi sumber data sasaran
program-program penanggulangan kemiskinan. Data yang digunakan dalam
menetapkan sasaran penerima manfaat menggunakan basis data terpadu Program
Penanganan Fakir Miskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) dan Kementerian Sosial. Dengan demikian, diharapkan PKH,
subsidi, dan program-program perlindungan sosial lainnya dapat lebih tepat sasaran
dan efektif dalam memberikan perlindungan sosial, pengentasan kemiskinan, dan
pengurangan kesenjangan.
Pemerintah mengucapkan terima kasih atas apresiasi yang diberikan oleh Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa terkait dengan konsistensi Pemerintah untuk
memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan anggaran
kesehatan sebesar 5 persen dari APBN. Hal tersebut juga perlu tetap mendapatkan
dukungan dari DPR. Terkait agar Pemerintah memperhatikan pemanfaatan alokasi
anggaran pendidikan khusus untuk madrasah dan pesantren dapat disampaikan
bahwa, alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2018 sebesar Rp440,9 triliun,
11,9 persen dari alokasi Anggaran Pendidikan (Rp52,7 triliun) disalurkan melalui
Kementerian Agama. Anggaran Pendidikan pada Kementerian Agama diantaranya
disalurkan kepada Madrasah dan Pesantren dalam bentuk Program Indonesia
Pintar, pembangunan dan rehabilitasi ruang kelas dan asrama.
Pemerintah sependapat atas Pandangan Umum Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera terkait peningkatan efektivitas alokasi anggaran pendidikan yang
diharapkan mendorong peningkatan kualitas bangsa yang ditunjukkan oleh
peningkatan nilai IPM Indonesia di sektor pendidikan. Salah satu faktor penting
dalam efektivitas pendidikan adalah kualitas guru. Untuk itu Pemerintah tetap
-L.35-
memperhatikan anggaran untuk guru, antara lain dalam bentuk pemberian TPG,
sebagaimana menjadi perhatian Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, baik untuk
PNS dan Non PNS.
Pemberian TPG PNSD merupakan perwujudan dari komitmen dan perhatian
Pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme dan etos kerja guru PNSD melalui
peningkatan kesejahteraannya. Tunjangan profesi tersebut diberikan kepada guru
PNSD yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu sebesar satu kali gaji pokok
PNSD yang bersangkutan, tidak termasuk untuk bulan ke-13.
Dalam tahun 2018, TPG PNS telah dialokasikan melalui Kementerian Agama kepada
257.209 guru PNS sebesar Rp11,6 triliun, serta dialokasikan melalui Dana transfer
Daerah sebesar Rp58,3 triliun bagi 3,9 juta guru PNSD. Sementara itu, TPG Non
PNS juga telah dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebesar Rp4,9 triliun dan Kementerian Agama sebesar Rp4,8 triliun. Jumlah
tersebut diperuntukan bagi 222.204 guru Non PNS Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan serta 213.654 guru Non PNS Kementerian Agama yang telah lulus
sertifikasi. Pemerintah terus berupaya agar pemberian TPG berdampak terhadap
peningkatan kualitas pelayanan pendidikan.
Pemerintah sependapat atas Pandangan Umum Fraksi Partai Amanat Nasional
Terkait meningkatkan efektivitas belanja modal Pemerintah, khususnya pada bidang
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pemerintah terus berupaya agar setiap
rupiah belanja negara yang dikeluarkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
pembangunan nasional. Diharapkan anggaran yang terbatas dapat dimanfaatkan
secara efektif untuk mengatasi permasalahan sosial ekonomi nasional.
Belanja modal bidang kesehatan diarahkan dalam upaya meningkatkan mutu
layanan melalui pemenuhan sarana prasarana kesehatan baik alat kesehatan
maupun gedung layanan dalam rangka stadarisasi pelayanan kesehatan melalui
akreditasi rumah sakit dan puskesmas.
Pemerintah sejak tahun 2016 konsisten mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar
5 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Anggaran kesehatan tersebut digunakan untuk
pemenuhan pelayanan kesehatan baik dari supply side maupun demand side
termasuk didalamnya pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Perkembangan pelaksanaan JKN tercermin dari cakupan peserta JKN sampai
dengan akhir tahun 2016 telah mencapai 65,98 persen populasi Indonesia, termasuk
penerima bantuan iuran (PBI) yang merupakan jaminan kesehatan kepada fakir
miskin dan orang tidak mampu oleh Pemerintah. Sasaran PBI tersebut terus
-L.36-
meningkat dari 86,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 91,1 juta jiwa dengan alokasi
di tahun 2016. Pada tahun 2018, peserta PBI direncanakan mencapai 92,4 juta jiwa
atau setara dengan 35 persen penduduk Indonesia.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
pelaksanaan JKN harus berjalan secara sehat dan berkelanjutan. Oleh karena itu,
Pemerintah bersama-sama dengan BPJS Kesehatan terus berupaya melakukan
perbaikan, dari segi pelayanan, BPJS Kesehatan meningkatkan jumlah provider atas
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sedangkan dari sisi
penyediaan SDM kesehatan antara lain dengan menargetkan jumlah puskesmas
yang memiliki minimal lima jenis tenaga kesehatan di 4.200 puskesmas. Selain itu,
Pemerintah juga terus memberikan dukungan terhadap BPJS Kesehatan baik dari
sisi regulasi maupun pendanaan terhadap unfunded DJS Kesehatan agar supaya
pelaksanaan JKN dapat lebih berkelanjutan.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
mengenai anggaran pertahanan kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan anggaran pertahanan menuju 1,5% PDB.
Namun demikian untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan fundamental ekonomi
sesuai target yang diperhitungkan yaitu tax ratio sebesar 16% dan rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebesar 7% (sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN 2015-
2019). Adapun kondisi saat ini, tax ratio adalah sebesar 11,5% dan proyeksi
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,1%. Selanjutnya, Pemerintah sependapat
dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai pemenuhan kebutuhan Minimum
Essential Forces (MEF) guna menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan. Sesuai
dengan kebijakan Pemerintah, pembangunan pertahanan diarahkan untuk
mewujudkan kekuatan pokok pertahanan militer, melalui rancangan pemenuhan
kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF) yang dibangun dalam 3
(tiga) Renstra yaitu dari 2010-2024. Sesuai dengan renstra tersebut, fokus
pembangunan pertahanan negara diarahkan untuk mewujudkan standar
penangkalan melalui peningkatan profesionalisme sumber daya manusia dilengkapi
dengan Alutsista TNI yang modern dan berbasis produksi dalam negeri.
Selanjutnya dapat disampaikan bahwa pembangunan pertahanan negara merupakan
bagian dari pembangunan nasional yang dibiayai dari APBN dengan penentuan
alokasi dukungan anggaran didasarkan pada prioritas pemerintahan di tahun yang
direncanakan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara. Untuk
itu, pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terkait
pemenuhan anggaran pertahanan minimal 1,5% dari PDB akan tetap menjadi
catatan Pemerintah dengan tetap memperhatikan pemenuhan berbagai sasaran
-L.37-
bidang pertahanan. Dapat kami sampaikan bahwa alokasi anggaran fungsi
pertahanan TA 2014-2018 secara nominal terus mengalami kenaikan dari Rp82,5
triliun tahun 2014 menjadi Rp105,9 triliun (0,71 % PDB) dalam RAPBN TA 2018.
Terkait dengan Penurunan pada anggaran fungsi pertahanan pada RAPBN tahun
2018 sebagaimana disampaikan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, hal tersebut
terutama disebabkan karena dalam anggaran fungsi Pertahanan pada APBNP 2017
terdapat alokasi anggaran untuk pembayaran tunggakan bahan bakar minyak dan
pelumas (BMP). Namun demikian, dengan anggaran yang tersedia dalam RAPBN
2018 Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga target pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan pada tahun 2018. Sasaran yang ingin dicapai melalui
alokasi anggaran fungsi pertahanan pada tahun 2018 tersebut diantaranya: (1)
terpenuhinya modernisasi Alutsista melalui pengadaan/penggantian 50 unit
kendaraan tempur; (2) pengembangan fasilitas dan sarana prasarana matra laut
melalui pembangunan pos pengamanan perbatasan sebanyak 3 dermaga; dan (3)
modernisasi command center Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).
Terkait dengan kesejahteraan prajurit, salah satu kegiatan prioritas RKP 2018 adalah
Keselamatan dan Kesejahteraan Prajurit yang keluaran utamanya diantaranya
adalah Pembangunan Perumahan Prajurit. Adapun terkait dengan kesejahteraan
prajurit di wilayah perbatasan, pemerintah telah memberlakukan tunjangan khusus
untuk prajurit di wilayah perbatasan. Nilai tunjangan tersebut secara bertahap terus
ditingkatkan disesuaikan dengan kondisi perekonomian. Pemerintah dalam tahun
2018 juga berencana untuk menaikkan uang lauk pauk prajurit TNI sebesar
Rp5.000, dari Rp55.000 menjadi Rp60.000/org/hari. Hal tersebut sebagai
komitmen Pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan para prajurit.
Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat
bahwa Pemerintah harus berhati-hati dan bijaksana dalam mengalokasikan
anggaran MEF yang bersumber dari hutang atau kredit ekspor. Proses pembiayaan
pengadaan alutsista melalui pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri
mengacu pada PP 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah serta dalam pelaksanaannya dilakukan secara
prudent dengan memperhatikan UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai keseriusan
Pemerintah pada program ketahanan dan kedaulatan pangan, kami sampaikan hal
sebagai berikut. Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas harga barang baik di
tingkat pusat maupun daerah. Dalam menjaga sisi penawaran, Pemerintah berupaya
meningkatkan kapasitas produksi dalam rangka mendukung program ketahanan
pangan, diantaranya melalui perluasan areal pertanian, serta revitalisasi dan
-L.38-
pembangunan irigasi, waduk, atau embung. Selain itu, Pemerintah juga melakukan
perbaikan efektivitas alokasi dan pelaksanaan anggaran subsidi pangan, pupuk, dan
benih serta pemanfaatan teknologi dalam penyaluran subsidi untuk tercapainya
program subsidi yang lebih tepat sasaran. Dalam mengantisipasi gejolak harga,
Pemerintah juga mengambil langkah untuk menjamin ketersediaan pasokan
kebutuhan domestik melalui impor komoditas tertentu pada periode tertentu.
Operasi pasar juga ditempuh untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga,
terutama pada masa Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN). Upaya
Pemerintah dalam pengendalian dan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan
pokok strategis yaitu dengan mewujudkan rantai distribusi pemasaran yang
terintegrasi agar lebih efisien, harga konsumen dapat ditransmisikan dengan baik
kepada harga petani (produsen), informasi pasar antar wilayah berjalan dengan baik,
mencegah terjadinya Patron-Client (pemasukan pangan ke pasar suatu wilayah
hanya boleh dipasok oleh pelaku usaha tertentu), dan mencegah penyalahgunaan
market power oleh pelaku usaha tertentu. Operasionalisasi dari pendekatan tersebut
antara lain:
1) Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan Strategis Tingkat Produsen dan
Konsumen secara Nasional untuk mengetahui kondisi riil di lapangan secara
kontinyu.
2) Pemantauan Harga dan/atau Pasokan Pangan Strategis melalui asosiasi atau
stakeholder terkait pada 10 lokasi antara lain : (1) beras di Perum BULOG dan
PIBC; (2) Cabai dan Bawang Merah di Asosiasi Bawang Merah Indonesia
(ABMI) Brebes, Koperasi Jasa Agribisnis (KOJA) Ciamis, Pasar Induk Kramat
Jati (PIKJ) Jakarta, Pasar Induk Caringin-Bandung, Pasar Induk Cibitung
Bekasi, dan Pasar Induk Tanah Tinggi-Tangerang; (3) pangan pokok/strategis
dari Kementerian Perdagangan, BPS/Kemenko Perekonomian; dan (4) daging
sapi/kerbau di RPH Dharma Jaya Jakarta.
3) Pelaksanaan Satgas Pangan sampai ke Daerah.
Kebijakan stabilisasi harga tersebut ditempuh untuk menjaga daya beli masyarakat,
terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Selain dengan menjamin pasokan,
Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk menjaga keterjangkauan pangan, antara
lain dengan menjalankan program-program kesejahteraan dan jaminan sosial
masyarakat, seperti pasar murah, dan program kesejahteraan untuk masyarakat
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Mengenai pandangan Fraksi Partai Gerindra tentang penurunan anggaran di
Kementerian Pertanian, dapat disampaikan bahwa penurunan tersebut tidak
berarti sektor pertanian belum menjadi prioritas. Sektor pertanian tetap
-L.39-
menjadi sektor prioritas, dimana sektor pertanian termasuk dalam prioritas nasional
ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, alokasi anggaran
yang mendukung prioritas nasional ketahanan pangan bukan hanya anggaran yang
dialokasikan pada kementerian pertanian, tetapi melibatkan beberapa
kementeria/lembaga lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Sosial. Alokasi
Kementerian Pertanian pada tahun 2018 secara penuh diarahkan antara lain melalui
pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier serta upaya untuk
meningkatkan produktivitas terutama untuk bahan pangan pokok. Anggaran
kedaulatan pangan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
diarahkan terutama untuk membangun/ meningkatkan jaringan irigasi untuk
pertanian. Alokasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan diarahkan antara lain
untuk meningkatkan produksi baik perikanan tangkap, perikanan budi daya, serta
produk perikanan lainnya. Sedangkan alokasi pada Kementerian Sosial diarahkan
untuk program beras sejahtera, sebuah kebijakan rastra dalam bentuk bantuan
pangan non tunai. Selain itu, mulai tahun 2018 juga digulirkan kebijakan
penghapusan subsidi benih, untuk dialihkan ke program bantuan langsung benih
unggul (BLBU) kepada para petani melalui bantuan sosial K/L. Dengan demikian,
secara umum perhatian terhadap agenda kedaulatan pangan tetap menjadi prioritas
utama, namun terdapat perubahan komposisi anggaran sesuai dengan strategi dalam
mencapai prioritas tersebut.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar mempercepat proses pengalihan subsidi
harga ke subsidi langsung atau bantuan langsung kepada masyarakat. Sejak tahun
2017, Pemerintah secara bertahap mengalihkan subsidi pangan (Raskin/Rastra)
menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). Sebagai tahap awal, pada tahun 2017,
BPNT diberikan kepada 1,4 juta KPM di 44 kota dan meningkat menjadi 10 juta KPM
di tahun 2018. Pengalihan Rastra ke BPNT diharapkan bisa mendorong program
perlindungan sosial di sektor pangan lebih terarah, tepat sasaran, dan penerima
bantuan mempunyai fleksibilitas, baik kualitas maupun bentuk pangan yang
diinginkan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa tentang perlunya dukungan database yang transparan, serta penyaluran
yang kredibel dan akuntabel untuk Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU),
Bantuan pangan non tunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH) agar
benar-benar tepat sasaran. Untuk Penyaluran subsidi dan bantuan di bidang
pertanian, Pemerintah telah melaksanakan langkah-langkah perbaikan, yaitu
pertama, melalui penyempurnaan data petani penerima berbasis by name by
-L.40-
address. Keberadaan data ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa upaya
peningkatan produksi pertanian benar-benar diarahkan kepada lokasi
sentra/kawasan komoditas pertanian (lokus).
Kedua, basis data ini selanjutnya akan menjadi dasar di dalam verifikasi usulan
petani yang tertuang di dalam data Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL).
Pendampingan kepada petani di dalam penyusunan CPCL menjadi salah satu kunci
untuk memperbaiki ketapatan sasaran subsidi dan bantuan,mengingat apa yang
dituangkan di dalam CPCL benar-benar mencerminkan usulan dan kondisi riil di
tingkat lapangan. Langkah ketiga adalah dengan perbaikan analisa dampak dan
perhitungan kebutuhan pendanaan yang didasarkan kepada kebutuhan tiap lokasi,
mengingat adanya variasi karakteristik antar daerah. Dengan demikian,volume dan
besaran subsidi dan bantuan diperkirakan akan lebih efisien dan efektif sesuai
dengan azas ketepatan yang dipersyaratkan. Selain ketiga langkah tersebut, adanya
kontrol dari petani, masyarakat, dan berbagai pihak terkait tentunya akan bersinergi
untuk menjamin ketepatan sasaran subsidi dan bantuan, termasuk di dalamnya
BLBU.
Keberadaan BLBU diharapkan dapat menjadi salah satu upaya Pemerintah di dalam
meningkatkan akses petani terhadap benih berkualitas. Untuk itu, program ini dapat
menjadi lesson learn bagi petani ketika usaha pertaniannya semakin berkembang
kedepannya. Sementara pada sisi lain, penangkar benih juga semakin terpacu untuk
menghasilkan benih berkualitas.
Selanjutnya, dalam rangka penyaluran bantuan untuk perlindungan sosial seperti
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH),
Pemerintah terus melakukan pemutakhiran data untuk memperbaiki kualitas data
sasaran program-program perlindungan sosial. Pemerintah telah menggunakan
Basis Data Terpadu (BDT) yang merupakan sistem data elektronik yang berisi nama,
alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan keterangan dasar sosial ekonomi
rumah tangga dan individu dari kurang lebih 25 juta rumah tangga di Indonesia.
BDT yang diperoleh dari hasil PPLS 2011 tersebut telah menjadi acuan utama
penetapan sasaran program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Pada tahun 2015, Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik telah melakukan
kegiatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) untuk menyempurnakan dan
memutakhirkan informasi rumah tangga dan individu yang terdapat dalam BDT
yang bertujuan agar penyaluran bantuan terkait perlindungan sosial dapat
dilaksanakan secara tepat sasaran. Pelaksanaan PBDT tersebut mencakup kelompok
40 persen RTS atau kurang lebih 28 juta RTS. Selanjutnya, berdasarkan UU Nomor
13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial melakukan
-L.41-
verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan BPS tersebut,
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2017
Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pelaksanaan verifikasi dan validasi
data penduduk miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, terkait kinerja
penyerapan anggaran belanja negara yang belum memuaskan beberapa tahun ini,
dapat Pemerintah sampaikan bahwa kinerja penyerapan anggaran belanja negara
tergantung pada tiga aspek utama, yaitu aspek kematangan perencanaan, ketepatan
penganggaran, dan kecepatan pelaksanaan.
Perencanaan yang kurang akurat dan kurang matang dapat menyebabkan
keterlambatan dan memicu revisi dokumen dalam pelaksanaan anggaran.
Perencanaan yang kurang akurat tersebut antara lain (1) ketidaksiapan proyek akibat
terlambatnya persiapan proyek, kurangnya koordinasi jangka waktu pelaksanaan
proyek, dan tidak tersedianya biaya persiapan proyek dalam tahun berjalan; dan (2)
perencanaan kegiatan K/L seperti detail engineering design (DED) proyek dan
rencana lelang yang belum dipersiapkan di awal. Sementara itu, aspek ketepatan
penganggaran dapat menghambat pelaksanaan anggaran, terutama dalam hal
ketidaklengkapan dokumen dan data dukung penganggaran, serta terdapatnya
ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan perencanaan anggaran. Hambatan
dalam pelaksanaan anggaran dapat disebabkan antara lain adanya beberapa
peraturan terkait pelaksanaan penganggaran yang menghambat penyerapan
anggaran, misalnya penetapan/penerbitan dasar hukum, termasuk Susunan
Organisasi Tata Kerja (SOTK) sebagai dasar perumusan kinerja K/L dalam kaitannya
dengan perubahan nomenklatur K/L yang membutuhkan waktu, keterlambatan
penunjukan pejabat perbendaharaan, permasalahan dalam proses pengadaan barang
dan jasa, serta adanya kendala terkait aturan dalam proses pembebasan lahan.
Guna mengatasi hambatan tersebut, Pemerintah terus melakukan perbaikan sistem
dan perencanaan anggaran agar dokumen yang diperlukan dalam pencairan DIPA
dapat direncanakan jauh sebelum anggaran tersebut diberlakukan. Dari sisi regulasi,
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diantaranya
mengatur bahwa proses pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan
sebelum tahun anggaran dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan
demikian, K/L sudah dapat melakukan perikatan dan pencairan dana DIPA dari
sejak awal tahun anggaran. Dari sisi implementasinya: diperlukan komitmen
bersama dari seluruh pemangku kepentingan termasuk aparat pemeriksa, serta
sosialisasi masif agar dicapai kesamaan persepsi semua pihak, sehingga pejabat
-L.42-
pengadaan barang dan jasa tidak diliputi kekhawatiran akan adanya temuan dari
pemeriksa.
Selanjutnya, dari sisi waktu penarikan anggaran, Pemerintah telah menerbitkan
peraturan mengenai Rencana penarikan Dana, Rencana penerimaan Dana, dan
perencanaan Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan prosedur yang terkait
dengan penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga penyerapan anggaran lebih
terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di kuartal IV. K/L diharapkan lebih
baik dan terarah dalam hal perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan APBN, dan
meningkatkan sinkronisasi proses pengadaan barang dan jasa dengan pelaksanaan
kegiatan serta pencairan dananya.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya
terkait perbaikan skema anggaran belanja pemerintah pusat, untuk meningkatkan
kualitas dan efektivitas belanja Negara. Pemerintah menyadari bahwa belanja
memerlukan dukungan fiskal yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa
mengupayakan perluasan ruang fiskal, baik melalui upaya peningkatan pendapatan
maupun dengan mengefisiensikan belanja-belanja kurang produktif dan
menggunakannya untuk belanja yang lebih produktif. Dalam mempertajam dan
memperbaiki kualitas belanja pemerintah pusat, Pemerintah akan melakukan
efisiensi di belanja yang kurang produktif dan bersifat konsumtif namun tetap
berupaya memfokuskan anggaran belanja tersebut pada upaya-upaya mendanai
program prioritas nasional dalam bentuk pembangunan infrastruktur serta
pengurangan kesenjangan dan kemiskinan. Selanjutnya untuk mencapai fokus
pembangunan tersebut, pemanfaatan belanja pemerintah pusat juga diarahkan
pada peningkatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang antara lain
difokuskan pada upaya: (1) melanjutkan kebijakan efisiensi subsidi yang lebih tepat
sasaran; (2) meningkatkan kualitas dan efektivitas program perlindungan sosial,
seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program
Keluarga Harapan (PKH), beras untuk keluarga sejahtera (Rastra), dan Beasiswa
Bidik Misi; (3) meningkatkan efektivitas pelayanan dan keberlanjutan Program
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); (4) memantapkan reformasi birokrasi
antara lain dengan mempertahankan tingkat kesejahteraan aparatur negara; dan
(5) memperkuat kepastian dan penegakan hukum, stabilitas pertahanan dan
keamanan, serta politik dan demokrasi.
Sementara itu, efisiensi anggaran belanja pada K/L antara lain dilakukan untuk
kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) belanja perjalanan dinas dan paket
meeting;(2) honor kegiatan; (3) belanja jasa, seperti iklan dan sejenisnya; serta (4)
belanja modal non-infrastruktur seperti gedung kantor dan kendaraan. Selain itu,
-L.43-
upaya mengoptimalkan belanja Pemerintah juga dilakukan dengan menerapkan
creative funding melalui kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai
NasDem, mengenai penyerapan belanja dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, Pemerintah telah melakukan berbagai perbaikan kebijakan, misal
percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini, penagihan. Namun,
pelaksanaan program yang telah direncanakan tetap fokus pada pencapaian output
dan tetap mempertimbangkan efisiensi serta capaian penerimaan negara agar defisit
dapat terkendali.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional, mengenai
kebijakan Belanja Pemerintah Pusat, kiranya dapat dijelaskan bahwa sehubungan
dengan fokus pembangunan infrastruktur, Pemerintah memprioritaskan belanja
modal yang memberi stimulus pada perekonomian nasional. Pada tahun 2018
Pemerintah semakin meningkatkan alokasi untuk masyarakat menengah ke bawah
seperti tercantum dalam program beras sejahtera, program bantuan langsung bibit
unggul, program penyediaan rumah layak, program air bersih, dan berbagai program
lainnya yang merupakan fungsi perlindungan social utamanya bagi masyarakat
berpenghasilan rendah. Di bidang pertanian, Pemerintah mendukung ketahanan
pangan melalui peningkatan produksi pangan dan pembangunan sarana dan
prasarana pertanian.
Secara umum Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Golongan Karya dan Fraksi Partai Demokrat bahwa Pemerintah harus
meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja untuk dimanfaatkan pada hal-hal yang
terkait dengan pembangunan infrastruktur dan kebutuhan masyarakat. Strategi yang
telah ditempuh Pemerintah dan berlanjut tahun 2018 terkait dengan penguatan
kualitas belanja negara terutama dalam mengalihkan belanja yang konsumtif
menjadi belanja produktif dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi serta
percepatan realisasi belanja negara, dengan langkah-langkah sebagai berikut.
Pertama, perbaikan skema subsidi energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) dan
subsidi listrik. Subsidi BBM diubah dari subsidi harga menjadi subsidi tetap,
sedangkan untuk subsidi listrik, bagi pelanggan 900 VA telah dihapuskan untuk
keluarga yang mampu dan hanya diberikan untuk keluarga masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR). Kedua, kebijakan efisiensi dan/atau pembatasan
khususnya pada belanja barang yang bersifat kurang produktif seperti rapat di luar
kantor dan paket pertemuan. Ketiga, perubahan regulasi dalam mendorong
percepatan penyerapan anggaran terutama belanja infrastruktur. Perubahan
tersebut ditujukan untuk memberikan fleksibilitas bagi K/L dan Pemerintah Daerah
agar dapat melakukan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah lebih
-L.44-
awal, yaitu pada kuartal keempat tahun sebelumnya. Reformasi struktural belanja
negara tersebut merupakan upaya Pemerintah untuk memaksimalkan peran belanja
negara di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan
menciptakan lapangan kerja.
Sementara terkait dengan belanja K/L, Pemerintah melakukan penguatan kualitas
belanja antara lain melalui (1) peningkatan kualitas belanja modal; (2) efisiensi
belanja non prioritas terutama belanja barang; (3) sinergi antara program yang
relevan di bidang perlindungan sosial; dan (4) menjaga serta refocusing anggaran
prioritas bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Sejalan dengan hal
tersebut, untuk meningkatkan efektivitas dalam mendanai prioritas pembangunan
dan mengimplementasikan money follow program, Pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan yang memuat antara lain: (1)
penguatan kendali program; (2) penguatan koordinasi antar instansi dan antar
pusat dan daerah dengan menfokuskan pembahasan pada prioritas pembangunan;
dan (3) pengintegrasian dokumen perencanaan, dokumen penganggaran serta
penilaian kinerja dalam sebuah sistem terpadu.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai NasDem terkait peningkatan anggaran
pelayanan umum yang diharapkan mampu meningkatkan penyelenggaraan negara
dan birokrasi, serta pelayanan kepada masyarakat dengan menciptakan pelayanan
publik yang efektif efisien dan transparan, dapat disampaikan bahwa Pemerintah
sependapat dengan pandangan tersebut.
Meningkatnya alokasi anggaran pada fungsi pelayanan umum berkaitan erat dengan
rencana pemerintah dalam mewujudkan produktivitas serta pelayanan kepada
masyarakat yang semakin baik dan efisien yang didukung oleh kebijakan reformasi
birokrasi yang baik dan menyeluruh. Pemerintah meyadari bahwa keberhasilan
pelaksanaan reformasi birokrasi bukan hanya pada prosedur atau laporan saja,
namun bagaimana masyarakat dapat merasakan dampak perubahan yang lebih baik.
Perubahan itu juga harus tetap terukur dan harus dapat diikuti agar selaras dengan
prioritas pembangunan nasional.
Komitmen pemerintahan saat ini dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan
pelayanan publik, disebutkan secara spesifik pada Visi – Misi pemerintahan yang
menekankan pada 5 (lima) prioritas utama, yaitu: pertama, Pemerintah akan
mengambil inisiatif penetapan payung hukum yang lebih kuat dan
berkesinambungan bagi agenda reformasi birokrasi guna memberikan kepastian dan
kesinambungan perhatian terhadap arah, tahapan, strategi, dan capaian reformasi
birokrasi di Indonesia. Kedua, pemerintah akan menjalankan aksi-aksi konkrit
-L.45-
untuk restrukturisasi kelembagaan yang cenderung gemuk, baik di kelembagaan
pemerintah pusat yang berada di bawah Presiden maupun kelembagaan Pemerintah
Daerah. Ketiga, pemerintah akan menjalankan secara konsisten UU Aparatur Sipil
Negara sehingga tercipta aparatur sipil negara yang kompeten dan terpercaya.
Keempat, pemerintah berkomitmen memberantas korupsi di kalangan aparatur
sipil negara dengan memastikan komitmen terbuka dan terekspos dari Presiden
untuk secara tegas menegakan aturan yang terkait dengan korupsi. Kelima,
pemerintah akan melakukan aksi-aksi bagi perbaikan kualitas pelayanan publik.
Perbaikan layanan publik dilakukan dengan berbagai cara: meningkatkan
kompetensi aparatur, memperkuat monitoring dan supervisi atas kinerja pelayanan
publik, serta membuka ruang partisipasi publik melalui citizen charter dalam UU
Kontrak Layanan Publik.
Selanjutnya pelaksanaan reformasi birokrasi juga menjadi salah satu agenda dalam
RPJMN 2015-2019 yaitu “Menyempurnakan dan meningkatkan kualitas
Reformasi Birokrasi Nasional (RBN)”, yang antara lain menekankan pada
peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui strategi: (1) memastikan
implementasi UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik secara konsisten; (2)
mendorong inovasi pelayanan publik; (3) peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pelayanan publik; dan (4) ) penguatan kapasitas dan efektivitas pengawasan
pelayanan publik.
Disamping itu, pemerintah juga telah menyelesaikan beberapa peraturan
pelaksanaan UU ASN, antara lain PP Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
PNS. Manajemen PNS ditujukan untuk mengelola PNS yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik KKN.
PP Manajemen PNS mengatur beberapa hal, yaitu (1) penyusunan dan penetapan
kebutuhan, (2) pengadaan, (3) pangkat dan jabatan, (4) pengembangan karier, (5)
pola karier, (6) promosi, (7) mutasi, (8) penilaian kinerja, (9) penggajian dan
tunjangan, (10) penghargaan, (11) disiplin, (12) pemberhentian, (13) jaminan
pensiun dan jaminan hari tua, dan (14) perlindungan.
Selanjutnya, untuk menjaga momentum pelaksanaan reformasi birokrasi tidak
kehilangan arah, tujuan, dan target yang hendak dicapai yaitu terciptanya
Pemerintahan Kelas Dunia. Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 yang
didalamnya mengamanatkan agar disusun suatu road map reformasi birokrasi
setiap lima tahunan. Proses penyusunan grand design tersebut telah
memperhatikan berbagai hal yang tertuang dalam RPJMN, nawa cita, masukan dari
-L.46-
para pakar, pemerhati masalah birokrasi, para praktisi yang berasal dari berbagai
kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
Disamping itu, untuk meningkatkan kinerja aparatur sipil negara, Reformasi juga
akan dilakukan pada program pensiun bagi aparatur negara PNS/TNI/POLRI.
Reformasi program pensiun ASN terutama ditekankan pada perbaikan besaran
manfaat pensiun yang akan diterima pada saat pegawai memasuki masa purna tugas.
Melalui kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kesejahteraan pegawai dimasa
purna tugas sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja pegawai dimasa aktif
serta menghentikan perilaku koruptif.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa
pengelolaan utang perlu dilakukan lebih cermat dan hati-hati serta terukur.
Pemerintah menyadari bahwa pembiayaan utang, baik yang diperoleh dari
penerbitan SBN maupun pinjaman memiliki beban di masa yang akan datang,
berupa pembayaran cicilan pokok dan bunga. Namun demikian Pemerintah akan
senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Sebagai
gambaran, rasio utang terhadap PDB Indonesia apabila dibandingkan negara lain
masih lebih rendah, bahkan masih lebih rendah dari negara-negara berkembang lain
yang setara (peer countries). Selain itu Pemerintah juga akan berupaya maksimal
agar pemanfaatannya digunakan untuk kegiatan-kegiatan prioritas yang dapat
memberikan dampak positif bagi upaya penurunan kemiskinan, penciptaan
lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian nasional, terutama untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Kewajiban utang yang meliputi cicilan pokok dan bunga utang merupakan dampak
dari penarikan/penerbitan utang baru maupun utang yang dilakukan pada tahun-
tahun sebelumnya. Jumlah cicilan pokok dan bunga utang tersebut setiap tahunnya
mengalami fluktuasi, karena menyesuaikan dengan jadwal waktu pembayaran
masing-masing instrumen utang dan realisasi variabel makro ekonomi yang
memengaruhinya, seperti nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain dan tingkan
suku bunga referensi.
Selain itu, Pemerintah juga berupaya menjaga kredibiltas agar kepercayaan
masyarakat domestik maupun international semakin baik, hal ini tercermin dengan
peningkatan peringkat Indonesia dalam hal invesment grade yang dinilai oleh
lembaga internasional. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap keberlanjutan fiskal dalam bentuk pembayaran
yield utang yang lebih rendah yang pada akhirnya akan dapat memberi manfaat yang
lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional.
-L.47-
Menanggapi masukan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait dengan
peningkatan pembayaran bunga utang dapat dijelaskan bahwa pembayaran bunga
utang yang cenderung meningkat secara nominal adalah akibat peningkatan
outstanding utang yang merupakan konsekuesi dari penambahan pengadaan utang
untuk mendukung pencapaian target pembangunan infrastruktur. Namun demikian,
penambahan utang tersebut senantiasa dijaga dalam level yang aman dan dikelola
secara produktif dan prudent, sehingga diharapkan akan dapat memberikan manfaat
yang lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional dibandingkan dengan
beban resiko yang ditimbulkan. Selain itu perolehan predikat layak investasi
(investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional (Japan Credit Rating
Agency, Fitch, Moody’s, Rating and Investment dan Standard and Poor),
diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan yield. Pada gilirannya hal
tersebut akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sehubungan dengan permintaan Fraksi Partai Amanat Nasional untuk
melakukan penguatan basis data dan pemutakhiran data penerima manfaat subsidi,
dapat disampaikan bahwa Pemerintah terus melakukan pemutakhiran data untuk
memperbaiki kualitas data sasaran program-program perlindungan sosial.
Pemerintah telah menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) yang merupakan sistem
data elektronik yang berisi nama, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan
keterangan dasar sosial ekonomi rumah tangga dan individu dari kurang lebih 25
juta rumah tangga di Indonesia. BDT yang diperoleh dari hasil PPLS 2011 tersebut
telah menjadi acuan utama penetapan sasaran program perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan.
Pada tahun 2015, Pemerintah melakukan kegiatan Pemutakhiran Basis Data
Terpadu (PBDT) dalam rangka menyempurnakan dan memutakhirkan informasi
rumah tangga dan individu yang terdapat dalam BDT. Pelaksanaan PBDT tersebut
mencakup kelompok 40 persen RTS atau kurang lebih 28 juta RTS. Pemutakhiran,
verifikasi, dan validasi data dilaksanakan agar program jaring pengaman sosial dan
jaminan sosial melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Rastra, dan bantuan tunai
bersyarat dapat dilaksanakan secara tepat sasaran.
Tujuan PBDT yaitu: (1) mempertajam ketepatan sasaran melalui pemutakhiran
informasi rumah tangga dan individu agar dapat meminimalkan kekurangakuratan
penetapan sasaran serta berupaya menjangkau rumah tangga miskin yang belum
tercakup dalam BDT; (2) meningkatkan dukungan dan peran serta masyarakat dan
pemerintah daerah; (3) meningkatkan layanan kepada pengguna BDT dalam
menentukan penerima program nasional dan daerah. Dengan memanfaatkan PBDT,
Pemerintah dapat memperoleh informasi terkini rumah tangga dan individu yang
-L.48-
dapat digunakan sebagai basis penetapan sasaran kepesertaan program-program
perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan pada skala nasional dan
daerah.
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya,
Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan yang menginginkan agar alokasi anggaran subsidi
harus dikelola secara efektif dan diarahkan untuk lebih tepat sasaran dengan
didukung basis data yang transparan dan sistem penyaluran yang kredibel dan
akuntabel. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan subsidi pada tahun 2018, yang
mencakup antara lain: (i) menjaga stabilisasi harga, (ii) membantu masyarakat
miskin dan menjaga daya beli masyarakat, (iii) meningkatkan produktivitas dan
menjaga ketersediaan pasokan dengan harga terjangkau; dan (iv) meningkatkan
daya saing produksi dan akses permodalan UMKM.
Dalam rangka mendorong efektivitas dan efisiensi subsidi, Pemerintah secara
bertahap melakukan penataan ulang penyaluran subsidi kepada masyarakat yang
memang berhak menerimanya (targeted subsidy) melalui sistem seleksi yang ketat
dan basis data yang transparan. Proses pengalihan mekanisme tersebut tentu saja
harus dilakukan secara bertahap dan berhati-hati, tanpa menimbulkan gejolak di
masyarakat, mengingat dampak dari proses tersebut akan menyebabkan potensi
kenaikan harga barang atas komoditas yang selama ini mendapatkan subsidi. Oleh
karena itu, Pemerintah melakukan penyempurnaan mekanisme subsidi untuk lebih
tepat sasaran secara bertahap. Sebagai awalan, mulai tahun 2017, Pemerintah
melaksanakan pengalihan subsidi Rastra (subsidi berbasiskan barang/harga)
menjadi bantuan pangan non tunai (BPNT) berbasis rumah tangga penerima
manfaat. Pengalihan bantuan pangan non tunai ini dilakukan secara bertahap,
dimulai dari daerah yang telah siap prasarana pendukungnya. Adapun daerah yang
masih terkendala dalam pelaksanaan BPNT, bantuan pangan masih disalurkan
melalui program Rastra, dan secara simultan Pemerintah menyelesaikan kendala
prasarana pendukungnya. Pengalihan tersebut bertujuan untuk memastikan
bantuan pangan lebih tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat
kualitas, dan tepat administrasi, serta dapat memberikan nutrisi yang lebih yang
lebih seimbang sesuai kebutuhan keluarga.
Terkait dengan sasaran penerima manfaat, Pemerintah sependapat dengan
pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera mengenai perlunya basis data yang valid dalam penetapan sasaran
penerima manfaat. Upaya peningkatan akurasi data penerima manfaat dilakukan
melalui verifikasi data penerima manfaat dan memperbaiki proses penetapan data
-L.49-
penerima subsidi, yang kemudian diselaraskan dengan data Nomor Induk
Kependudukan (NIK). Selanjutnya, Pemerintah juga sependapat bahwa perlu sinergi
program-program kemiskinan, bantuan sosial, subsidi, dan program sektoral lainnya
melalui penyatuan basis data penerima manfaat. Pemerintah telah menyiapkan satu
sumber data (unified data) yang bersumber dari 40 persen golongan masyarakat
dengan pendapatan terendah, yaitu Basis Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin
yang dikelola oleh Kementerian Sosial dan TNP2K. Dengan menggunakan basis data
tersebut diharapkan program pengelolaan subsidi dan program-program
perlindungan sosial lainnya, seperti Program Keluarga Harapan, Program Indonesia
Pintar, dan Penerima Bantuan Iuran JKN agar lebih efektif, lebih tepat sasaran, dan
terintegrasi, sehingga masyarakat penerima akan mendapatkan manfaat yang lebih
optimal. Dengan demikian, diharapkan program-program tersebut dapat efektif
dalam memberikan perlindungan sosial, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan
kesenjangan.
Di sisi lain, penyempurnaan mekanisme penyaluran bantuan akan terus dilakukan
perbaikan, antara lain melalui penggunaan teknologi melalui layanan keuangan
digital dan perbankan, seperti penggunaan kartu tani pada penyaluran subsidi pupuk
dan voucher pada penyaluran bantuan pangan non tunai. Penggunaan
kartu/voucher bantuan diharapkan dapat mendorong upaya pemberdayaan
masyarakat miskin melalui E-Warong serta memberikan akses jasa keuangan pada
masyarakat miskin. Pemerintah beserta Pemerintah Daerah, BUMN, dan Bank
Penyalur akan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat penerima
manfaat mengenai tata cara penggunaan bantuan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
bahwa pengelolaan anggaran subsidi energi perlu mempertimbangkan
kesinambungan fiskal, kesehatan keuangan BUMN terkait, dan ketepatan sasaran
penerima manfaat. Dalam tahun 2017, Pemerintah telah melakukan penyesuaian
tarif listrik menuju harga keekonomian bagi pelanggan rumah tangga mampu
dengan daya 900 VA secara bertahap dan pelanggan di atas 900 VA. Tujuan
kebijakan tarif tenaga listrik tersebut dalam rangka meningkatkan efisiensi subsidi
listrik untuk menuju pencapaian belanja yang berkualitas dan subsidi yang lebih
tepat sasaran. Selain itu, upaya perbaikan data penerima manfaat akan terus
dilakukan guna menjamin ketepatan sasaran rumah tangga penerima tarif listrik
bersubsidi. Pemerintah juga akan melanjutkan pemberian subsidi terbatas untuk
BBM jenis minyak solar dan subsidi (selisih harga) untuk minyak tanah dan LPG
tabung 3 kg.
-L.50-
Pemerintah sepakat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat untuk
menerapkan strategi jangka pendek dan jangka panjang dalam penerapan
kebijakan BBM satu harga di Indonesia, sehingga penerapannya dapat terus
berkesinambungan. Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan BBM satu harga di
seluruh Indonesia merupakan upaya Pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Bertolak dari 9 Kabupaten di daerah pegunungan dan
pedalaman Papua pada tahun 2016, dan sampai saat ini terus diperluas ke beberapa
titik lainnya. Pemerintah telah merencanakan untuk membangun lembaga penyalur
BBM di 150 titik pada 148 kabupaten. Sebanyak 54 titik akan dibangun pada tahun
2017, 50 titik tahun 2018, dan 46 titik di tahun 2019. Dari 150 titik tersebut, 22%
atau 33 lokasi diantaranya berada di Papua dan Papua Barat. Diharapkan, penerapan
BBM satu harga ini dapat menurunkan inflasi, khususnya Indonesia Timur. Demi
keberhasilan kebijakan ini, sangat diperlukan sinergi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah serta bekerja sama dengan BPH Migas dan Pertamina terutama dalam hal
pengawasan, agar BBM satu harga dapat sampai ke tangan konsumen terakhir.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait pengelolaan
energi baru terbarukan (EBT) dan konservasi energi dalam rangka mendukung
peningkatan target bauran energi terbarukan pada tahun 2025, dapat diberikan
penjelasan sebagai berikut. Bahwasanya Pemerintah berupaya untuk memberikan
dukungan bagi peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Selain melalui
alokasi anggaran Kementerian Lembaga, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran
tersebut dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK). Di sisi lain, Pemerintah juga
memberikan dukungan dalam bentuk insentif perpajakan, terutama untuk sektor
panas bumi. Insentif perpajakan tersebut antara lain meliputi: insentif untuk PPh,
PPN dan PPnBM, PBB dan Bea Masuk. Namun demikian, Pemerintah juga
menyadari bahwa kapasitas fiskal dalam APBN masih sangat terbatas untuk
mendanai kebutuhan anggaran untuk pengembangan EBT. Untuk itu, Pemerintah
akan berupaya untuk meningkatkan peran swasta melalui skema-skema yang ada
dalam APBN, seperti skema KPBU.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan mengenai perlunya perlindungan terhadap petani
melalui berbagai pemberian dukungan anggaran guna meningkatkan kesejahteraan
petani dan mendukung pencapaian produksi komoditas pertanian, dapat kami
sampaikan penjelasan sebagai berikut. Pada tahun 2018, Pemerintah akan
melaksanakan berbagai program dukungan terhadap petani/kelompok tani guna
meningkatkan produktivitas sektor pertanian, antara lain melalui subsidi pupuk
sebanyak 9,5 juta ton, yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan pupuk yang
bermutu dengan harga yang terjangkau dan program bantuan langsung benih unggul
-L.51-
yang menyediakan benih berkualitas dan menjamin ketersediaan benih varietas
unggul yang bersertifikat. Selain itu, Pemerintah juga menyediakan fasilitas subsidi
bunga KUR dan imbal jasa penjaminan KUR untuk meningkatkan akses
permodalan. Adapun sektor yang akan dibiayai program KUR antara lain: sektor
pertanian, perikanan, industri pengolahan, perdagangan dan jasa, serta tenaga kerja
Indonesia (TKI).
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Gerindra mengenai penurunan
anggaran pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ,
kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah sependapat dengan fraksi gerindra
untuk serius dalam mengatasi permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan
anak. Dalam RAPBN 2018 arah kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk
perlindungan anak adalah meningkatkan kualitas hidup dan tumbuh kembanganak
yang optimal, perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran,
dan perlakuan salah lainnya, serta efektivitas kelembagaan perlindungan anak serta
melakukan pemberdayaan perempuan, antara lain melalui:
1. Peningkatan pemenuhan hak anak dengan menciptakan lingkungan yang ramah
anak melalui pelayanan kesehatan ramah anak, pengembangan sekolah ramah
anak, penyediaan informasi layak anak, serta mengembangkan partisipasi anak
sebagai pelopor dan pelapor dalam rangka mewujudkan kabupaten/kota layak
anak
2. Peningkatan pencegahan kekerasan terhadap anak melalui pelatihan
pengasuhan anak serta pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan
terhadap anak
3. Advokasi/bimbingan teknis terpadu kepemilikan akta kelahiran
4. Peningkatan kapasitas: (a) perencana lintas K/L/OPD dalam pelaksanaan Sistem
Perlindungan Anak dan (b) kapasitas aparat penegak hukum dalam pelaksanaan
Undangundang No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
5. Pelaksanaan kegiatan advokasi dan sosialisasi melalui media publik tentang
perlindungan anak termasuk untuk anak yang memerlukan perlindungan khusus
6. Pendampingan pelaksanaan gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis
Masyarakat (PATBM) di tingkat desa dalam rangka peningkatan kepedulian dan
partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak; dan
7. Pelaksanaan koordinasi secara berkala untuk penguatan jejaring lintas K/L/OPD
dalam penguatan dan harmonisasi landasan hukum, sistem data anak melalui
survei kekerasan terhadap anak, dan peningkatan kapasitas SDM unit layanan
-L.52-
terkait perlindungan anak termasuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Selanjutnya terkait dengan anggaran dapat kami sampaikan bahwa anggaran
Kementerian PP dan PA dalam RAPBN 2018 mengalami penurunan sebesar Rp19,3
miliar dibandingkan anggarannya dalam APBN 2017 yaitu dari Rp573,1 miliar
menjadi Rp553,8 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya efisiensi
pelaksanaan kegiatan pendukung serta mempertimbangkan pagu anggaran dan
tingkat penyerapannya selama tiga tahun terakhir. Namun demikian, jumlah
tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pagunya dalam APBNP 2017 sebesar
Rp503,1 miliar.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Gerindra bahwa persiapan fasilitas,
sarana dan prasarana untuk Asian Games dan Asian Para Games dapat dijelaskan
sebagai berikut. Persiapan fasilitas, sarana dan prasarana dalam rangka pelaksanaan
Asian Para Games 2018 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
persiapan pelaksanaan Asian Games 2018. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen
sebagai penyelenggara Asian Games XVIII dan Asian Para Games III. Asian Games
akan dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus - 2 September 2018 di DKI Jakarta,
Sumatera Selatan dan Jawa Barat, sementara Asian Para Games 2018 akan
dilaksanakan pada tanggal 4-18 Oktober 2018 di Jakarta. Sasaran program khusus
Asian Games dan Asian Para Games 2018 adalah sukses dari sisi penyelenggaraan
maupun prestasi olahraga sehingga diperlukan sinergi dan keterpaduan berbagai
pihak terkait (baik pemerintah maupun swasta) untuk mendukung kesiapan
infrastruktur, sarana dan prasarana, akomodasi, transportasi, pengamanan, dan
lainnya.
Untuk mewujudkan sukses Asian Games dan Asian Para Games 2018 terdapat dua
kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu. Pertama, Sukses
penyelenggaraan yang mencakup 5 (lima) proyek prioritas, yaitu (i) koordinasi,
regulasi, dan monitoring evaluasi penyelenggaraan, (ii) pengembangan dan
penerapan iptek keolahragaan, (iii) pengamanan penyelenggaraan, (iv) penyiapan
venue, wisma atlit dan infrastruktur pendukung, dan (v) promosi, penghargaan dan
dukungan industri olahraga; dan Kedua, Sukses prestasi yang mencakup (i)
koordinasi dan persiapan prestasi, (ii) pengembangan dan penerapan iptek
keolahragaan, dan (iii) penguatan pembinaan dan pengembangan olahragawan
andalan.
Terkait dengan pembangunan fasilitas olahraga, Pemerintah saat ini sedang
melakukan pembangunan fasilitas Asian Games yang nanti akan juga digunakan
untuk Asian Para Games mengingat kedua even tersebut akan dilaksanakan dalam
-L.53-
waktu yang berdekatan serta cabang lomba yang dipertandingkan hampir sama.
Untuk kebutuhan Asian Para Games, beberapa fasilitas Asian Games akan diberikan
fasilitas tambahan bagi penyandang difabel. Salah satu pembangunan infrastruktur
yang dilakukan pemerintah adalah sarana dan prasarana cabang olahraga beserta
infrastruktur pendukung kegiatan Asian Games dan Asian Para Games 2018 di tiga
provinsi, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat, berupa
pembangunan/renovasi 14 venue di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan,
penataan kawasan GBK, pembangunan dua venue di Jakabaring Sport City
Palembang, pembangunan dua blok rumah susun (rusun) sebanyak 10 tower yang
akan digunakan sebagai wisma atlet di Kemayoran untuk 22.278 atlet dan
pembangunan 7 tower wisma atlet Jakabaring di Palembang. Selain pembangunan
fisik, untuk penyelenggaraan dan kebutuhan non fisik, Pemerintah telah
mengalokasikan anggaran melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga.
C.2 DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerindra mengenai alokasi transfer ke
daerah dan dana desa serta pengalokasian transfer ke daerah yang lebih progresif
untuk daerah-daerah tertinggal dan pandangan Fraksi Partai Demokrat, dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa agar pemerintah menggunakan anggaran
transfer ke daerah dan dana desa untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah,
mengurangi kesenjangan dan ketimpangan antardaerah, kiranya dapat disampaikan
penjelasan sebagai berikut. Pengalokasian belanja transfer ke daerah dan dana desa
(TKDD) tahun 2018 telah dilakukan secara terukur dengan memperhatikan
kemampuan keuangan negara, serta diikuti dengan penguatan proses sinkronisasi
perencanaan dengan anggaran belanja kementerian dan lembaga. Di samping itu,
Pemerintah juga telah dan akan terus melakukan pembenahan dalam pengelolaan
TKDD sehingga alokasi TKDD yang sedemikian besar akan semakin efektif
pemanfaatannya terutama dalam mencapai fokus target pengalokasian TKDD 2018,
yaitu: (1) peningkatan kualitas layanan publik di daerah; (2) penciptaan kesempatan
kerja; (3) pengentasan kemiskinan; dan (4) pengurangan ketimpangan antardaerah.
Terkait dengan hal-hal tersebut dan sejalan pula dengan masukan dari Fraksi
Partai Gerindra, Pemerintah dalam alokasi TKDD tahun 2018 juga telah
memberikan perhatian lebih atau kebijakan afirmasi kepada daerah kepulauan,
tertinggal, perbatasan, dan transmigrasi. Beberapa bentuk afirmasi tersebut
dilakukan antara lain dengan: (1) meningkatkan bobot luas wilayah laut menjadi
100% untuk perhitungan kebutuhan fiskal dalam pengalokasian DAU; (2)
-L.54-
pengalokasian DAK afirmasi; dan (3) pemberian afirmasi kepada desa tertinggal dan
sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi dalam reformulasi
pengalokasian Dana Desa tahun 2018. Pemerintah berharap dengan kerja sama yang
baik bersama pemerintah daerah, pemerintahan desa, serta seluruh elemen bangsa,
alokasi TKDD 2018 dapat memberikan dorongan yang lebih kencang terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah serta penurunan rasio gini.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera mengenai anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA
2018 yang direncanakan sebesar Rp761,0 triliun, yang dianggap relatif stagnan
ataupun tidak ada kenaikan yang signifikan, kiranya dapat disampaikan sebagai
berikut:
1. Pada dasarnya Transfer ke Daerah dianggarkan dengan tetap memerhatikan
kemampuan keuangan negara dalam kerangka untuk menjaga stabilitas dan
kesinambungan fiskal nasional. Pada tahun 2018, beban APBN akan mengalami
peningkatan yang signifikan sebagai akibat dari adanya beberapa beban
pengeluaran tambahan untuk mendukung kegiatan yang bersifat nasional, seperti
Pemiliukada, penyelenggaraan Asian Games, dan sertifikasi penyediaan tanah.
Dengan mempertimbangkan sumber keuangan negara yang terbatas, maka
sebagian anggaran belanja negara dialokasikan untuk mendanai kegiatan-
kegiatan tersebut dengan tetap menjaga alokasi untuk belanja negara lainnya,
termasuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa dengan mengefektifkan
penggunaan/pemanfaatannya agar dapat memberikan hasil yang optimal.
2. Di samping itu, kenaikan anggaran TKDD yang relatif kecil juga disebabkan
karena tidak adanya kenaikan alokasi Dana Desa, Hal ini terutama karena
Pemerintah merasa perlu untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap
pelaksanaan Dana Desa, mengingat peningkatan Dana Desa yang sangat progresif
dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yakni tahun 2015-2017, ternyata belum sepenuhnya
dapat diikuti dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk
mengelola Dana Desa secara efektif. Meskipun banyak contoh keberhasilan
penyelenggaraan dan pengelolaan Dana Desa, namun masih terdapat kasus-kasus
yang menunjukkan kelemahan kualitas pengelolaan Dana Desa di Desa.
3. Meskipun anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa hanya relatif kecil
kenaikannya, sehingga totalnya mencapai Rp761,0 triliun, namun untuk
meningkatkan efektivitas penggunaannya, anggaran tersebut akan lebih
difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan
publik, mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketimpangan antardaerah.
-L.55-
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perlunya
Pemerintah meningkatkan edukasi dan pendampingan kepada pemerintah daerah
agar dapat memanfaatkan dana transfer ke daerah secara maksimal dan tidak
mengendap di perbankan serta perlunya memperbaiki mekanisme pengawasan dan
evaluasi dana desa yang belum optimal, kiranya dapat disampaikan penjelasan
sebagai berikut. Pemerintah telah melakukan berbagai langkah penguatan dalam
pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa, diantaranya melalui penyaluran
transfer ke daerah dan dana desa berdasarkan kinerja pelaksanaan dan kebutuhan
daerah, memperluas fleksibilitas penggunaan DBH yang bersifat prioritas daerah
termasuk penggunaan DBH CHT dan DBH reboisasi, serta menjadikan besaran
realisasi SILPA daerah sebagai salah satu instrumen penilaian kinerja pengelolaan
keuangan daerah dalam mendapatkan dana insentif daerah. Di samping itu,
Pemerintah juga telah memberikan punishment bagi daerah yang memiliki
simpanan kas dalam jumlah tidak wajar. Sesuai PMK No. 18 /PMK.07 /2017 tentang
Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk
Nontunai. Punishment tersebut berupa penyaluran DAU dan/atau DBH dalam
bentuk non-tunai (Surat Berharga Negara).
Seiring dengan meningkatkan alokasi Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa
setiap tahunnya, Pemerintah juga senantiasa berupaya untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana di daerah, baik yang bersumber dari Dana
Transfer ke Daerah maupun APBD murni. Di dalam PMK No.112 /PMK.07/2017,
Pemerintah telah mengaitkan antara transfer ke daerah dan dana desa dengan
kinerja penyerapan anggaran dan capaian output. Tujuannya adalah untuk
mengoptimalkan penyerapan dan pemanfaatan Dana Transfer ke Daerah, yang
selanjutnya meningkatkan kinerja pencapaian output dan outcome pembangunan
daerah. Selain itu, Pemerintah juga menyelenggarakan berbagai kegiatan fasilitasi
atau pendampingan dalam pengelolaan keuangan daerah, seperti mendorong
perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik (e-planning dan e-budgeting),
bimbingan teknis, pengelolaan keuangan daerah, dan internship dan secondment
kepada pemerintah daerah.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai NasDem mengenai perlunya
kesinambungan pembangunan infrastruktur, keberpihakan kepada kawasan Timur
Indonesia dan perhatian yang lebih seksama terhadap pemerataan pembangunan
antarwilayah, kiranya dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya penyelarasan antara target
prioritas nasional yang tertuang dalam RPJMN, target dan prioritas tahunan
dalam RKP, dan target dan prioritas tiap-tiap daerah yang dituangkan dalam
RPJMD maupun RKPD. Proses penyelarasan ini dilakukan sejak dalam proses
-L.56-
perencanaan melalui Musrenbang, baik untuk belanja dari Kementerian/Lembaga
maupun belanja yang dilakukan melalui sistem transfer khusus, utamanya Dana
Alokasi Khusus.
2. Khusus kebijakan DAK, telah dan akan dilakukan proses sinkronisasi dan
harmonisasi secara berlapis yang melibatkan berbagai pihak, baik
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Propinsi, maupun Pemerintah
Kabupaten/Kota. Proses ini ditujukan agar terjadi keselarasan antarprogram,
antardaerah dan antarsumber pendanaan.
3. Pada tahun 2018, arah kebijakan DAK Fisik Bidang Jalan dan Transportasi adalah
untuk mendukung peningkatan konektivitas dan aksesibilitas masyarakat
terhadap kawasan strategis nasional dan mendukung pengembangan wilayah di
daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (Lokasi prioritas) yang
terintegrasi dalam sistem jaringan transportasi nasional (simpul-simpul
transportasi dan jalur logistik nasional).
4. Adapun target dan sasaran DAK bidang Jalan dan Transportasi di tahun 2018
adalah:
a. Meningkatkan konektivitas pada kawasan pusat-pusat pertumbuhan (Kawasan
Industri, Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional), simpul-simpul transportasi, jalur utama logistik dan integrasi antar
moda; dan
b. Mendukung peningkatan aksesibilitas masyarakat daerah tertinggal, kawasan
perbatasan negara, kawasan transmigrasi dan pulau-pulau terluar
berpenduduk terhadap fasilitas perekonomian, pelayanan dasar dan
pemerintahan.
5. Lokasi prioritas dalam kebijakan DAK Bidang Jalan dan Transportasi pada tahun
2018 adalah:
a. Mendukung konektivitas di 33 Provinsi dan 508 Kab/Kota dengan prioritas
daerah-daerah yang mendukung:
1) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN Danau Toba; KSPN Tanjung
Kelayang; KSPN Wakatobi; KSPN Borobudur; KSPN Bromo Tengger
Semeru; KSPN Labuan Bajo; KSPN Mandalika; KSPN Pulau Morotai;
KSPN Tanjung Lesung).
2) Kawasan Industri (KI), yaitu KI Morowali; KI Sei Mangkei; KI Kuala
Tanjung; KI Teluk Bintuni; KI Bitung; KI Palu; KI Mandor; KI Batulicin;
-L.57-
KI Jorong; KI Buli; KI Konawe; KI Bantaeng; KI Ketapang; KI
Tanggamus).
3) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu KEK Sei Mangkei; KEK Tanjung
Lesung; KEK Palu; KEK Bitung; KEK Mandalika; KEK Morotai; KEK
Tanjung Api Api; KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan; KEK Tanjung
Kelayang.
b. Debotlenecking di Tanjung Buton, Dumai, Serang, Gresik, Berau, dan Tanah
Kuning (Bulungan);
c. Mendukung aksesibilitas 187 Lokpri di 41 Kab/Kota Perbatasan Negara;
d. Mendukung aksesibilitas di 122 Daerah Tertinggal;
e. Mendukung konektivitas Simpul transportasi di 65 Kab/Kota;
f. 122 Kabupaten Tertinggal sesuai Perpres No. 131 Tahun 2015;
g. 7 PLBN, 10 PKSN, dan 187 Lokpri di 43 Kabupaten/Kota Perbatasan Negara
sesuai Perka BNPP No 1 Tahun 2015;
h. 4 dari 144 kawasan transmigrasi target RPJMN 2015-2019, dan 38 kawasan
Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang memerlukan intervensi DAK Afirmasi
Transportasi 2018;
i. 92 Pulau-pulau kecil terluar sesuai PP 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil Terluar, yang memiliki penduduk.
Dengan arah kebijakan dan lokasi prioritas dimaksud, kegiatan DAK Fisik Bidang
Jalan dan Transportasi berfokus selain untuk mendukung pembangunan ekonomi
juga keberpihakan kepada daerah timur Indonesia yang secara spasial masih banyak
masuk dalam kategori tertinggal, perbatasan, kepulauan dan transmigrasi.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai masih
besarnya simpanan Pemda di Perbankan, dapat disampaikan beberapa hal sebagai
berikut. Dana simpanan Pemda di perbankan merupakan pendapatan APBD yang
belum dapat digunakan untuk mendanai rencana belanja daerah. Hal tersebut antara
lain disebabkan karena sebagian kegiatan fisik/proyek belum dilaksanakan, atau
kegiatannya sudah dilaksanakan namun belum selesai, sehingga belum dapat
dilunasi pembayarannya. Dengan demikian tidak berarti semua simpanan dana
Pemda tersebut merupakan dana yang menganggur (dana idle). Sepanjang jumlah
dana simpanan tersebut masih sesuai dengan kebutuhan belanja operasional dan
belanja modal untuk 3 bulan ke depan, maka hal tersebut masih tergolong wajar.
Namun apabila jumlahnya sudah melampaui dari kebutuhan belanja operasional
dan belanja modal 3 bulan ke depan, maka hal tersebut harus diwaspadai karena
-L.58-
mengindikasikan adanya keterlambatan pelaksanaan kegiatan/proyek fisik dari
Belanja APBD yang bisa mengganggu penyediaan infrastruktur dan
sarana/prasarana pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat.
Posisi dana simpanan Pemda di perbankan secara nasional per Juli 2017 sebesar
Rp218,07 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah Rp6,46 triliun (2,88%) dari periode
yang sama tahun sebelumnya (Juli 2016) sebesar Rp224,53 triliun, dan relatif turun
dibandingkan bulan sebelumnya (Juni 2017) yang mencapai Rp222,59 triliun, atau
turun Rp4,52 triliun (2,03%). Penurunan posisi simpanan pemda ini antara lain
disebabkan oleh:
a. Realisasi pendapatan daerah yang lebih rendah dari realisasi belanja daerah
pada bulan Juli 2017, dimana pendapatan daerah sebesar Rp88,62 triliun
sementara belanja daerah sebesar Rp 93,14 triliun.
b. Meningkatnya pelaksanaan kegiatan sehingga menyebabkan realisasi belanja
daerah, baik belanja modal maupun belanja barang/jasa mulai meningkat.
Apabila dilihat berdasarkan perkembangan jumlah dana simpanan Pemda di
perbankan selama beberapa tahun terakhir, yaitu tahun 2013 s.d 2016, posisi
simpanan pemda di perbankan pada semester I (Januari hingga Juni) cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan karena pada semester I Pemda baru dapat
merealisasikan belanja operasional, sementara penyerapan belanja modal belum
optimal, misalnya karena proses pelelangan masih berjalan, atau pembebasan lahan
yang belum tuntas. Penurunan posisi simpanan pemda mulai terjadi pada akhir
semester I atau awal semester II (bulan Juni-Juli), hal ini karena pekerjaan proyek
fisik sudah dilaksanakan dan mulai dibayarkannya tagihan Pemda kepada rekanan
pengadaan barang/jasa. Simpanan pemda berada pada posisi terendah menjelang
akhir semester II (Oktober hingga Desember). Hal ini menunjukkan bahwa pada
akhir semester II, pemda menarik sebagian besar simpanannya di perbankan untuk
dipergunakan dalam bentuk realisasi belanja.
Untuk tahun 2016 posisi simpanan pemda bulan Januari s.d Mei mengalami
peningkatan, yaitu dari Rp180,7 triliun bulan Januari menjadi Rp246,18 triliun
bulan Mei, sedangkan pada bulan Juni dan Juli posisinya mulai turun menjadi
Rp.214,67 triliun dan Rp224,53 triliun. Tren yang sama juga terjadi tahun 2017,
dimana posisi simpanan pemda naik dari Rp144,31 triliun bulan Januari menjadi
Rp244,50 triliun bulan Mei. Namun pada bulan Juni dan Juli posisinya mulai turun
menjadi Rp222,59 triliun dan Rp218,07 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa
dalam 2 tahun terakhir pemda lebih cepat melakukan realisasi belanja.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
penyerapan anggaran yang baik di daerah akan menciptakan multiplier effect
-L.59-
terhadap pemenuhan kebutuhan dasar serta menggerakan perekonomian daerah.
Oleh sebab itu, berbagai kebijakan telah ditetapkan dalam rangka meningkatkan
pengendalian terhadap penyerapan anggaran di daerah, baik dalam bentuk regulasi
maupun kebijakan insentif dan disinsentif daerah. Pemerintah telah menetapkan
PMK Nomor 112 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas PMK No.50 Tahun 2017
tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa di mana kinerja realisasi
anggaran dan capaian output pada triwulan/tahap sebelumnya akan menjadi
prasyarat dalam transfer dana berikutnya. Selain itu, pemerintah juga menggunakan
kinerja penyerapan anggaran dan capaian output/outcome di tahun sebelumnya
sebagai pertimbangan dalam pengalokasian DAK Fisik 2018, dengan tujuan
mendorong pemanfaatan dana yang lebih baik. Pemerintah juga selalu mengarahkan
agar terjadinya peningkatan alokasi belanja modal di daerah, terutama untuk
pelayanan dasar dan infrastruktur.
Selanjutnya, sejalan dengan perhatian Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk
dapat memastikan anggaran transfer ke daerah benar-benar berdampak pada
kesejahteraan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat di daerah, Pemerintah juga
telah melakukan penguatan dalam pengelolaan dana transfer umum, dana transfer
khusus, dan dana desa. Penguatan dana transfer umum diantaranya dilakukan
melalui perluasan penggunaan dana bagi hasil yang bersifat earmark agar dapat
mengurangi penumpukan SiLPA yang berasal dari DBH CHT dan DBH reboisasi dan
lebih bermanfaat bagi pembangunan daerah. Selain itu Pemerintah juga
mengarahkan agar pemanfaatan DAU dan DBH (dana transfer umum) sekurang-
kurangnya 25% untuk belanja infrastruktur daerah. Sementara itu, penguatan dana
transfer khusus diantaranya dilakukan dengan penajaman bidang, kegiatan, dan
lokasi prioritas DAK fisik, pengalokasian dilakukan melalui proposal based sesuai
kebutuhan daerah, dan penguatan penyaluran DAK berdasarkan kinerja penyerapan
dan capaian output kegiatan serta dilakukan melalui KPPN di daerah. Di sisi lain
penguatan dana desa dilakukan dengan perbaikan formula yang bukan hanya lebih
memperhatikan aspek keadilan tetapi juga memberikan afirmasi kepada desa
tertinggal dan sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi, serta
perbaikan mekanisme penyaluran yang tadinya terpusat menjadi melalui KPPN
setempat. Dengan berbagai langkah-langkah penguatan tersebut, TKDD diyakini
akan lebih memberikan daya dorong terhadap peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
perlunya penguatan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan belanja
daerah, dapat disampaikan beberapa tanggapan sebagai berikut. Terkait dengan
pelaksanaan reward, Pemerintah telah melakukan penguatan sistem insentif
-L.60-
melalui pemberian alokasi Dana Insentif Daerah (DID) yang semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Dalam RAPBN 2018, DID dialokasikan Rp8,5 triliiun, atau naik Rp1
triliun dari tahun 2017 Rp7,5 triliun, dan naik Rp3,5 triliun dari alokasinya dalam
tahun 2016. Peningkatan alokasi tersebut diharapkan akan semakin menstimulasi
peningkatan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah,
pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui kemiskinan yang semakin menurun dan semakin
meningkatnya indeks pembangunan manusia. Agar DID dimaksud dapat
dialokasikan tepat sasaran, yaitu diberikan kepada daerah-daerah yang benar-benar
menunjukkan kinerja riil, maka dalam alokasi DID juga dilakukan penajaman
kriteria pengalokasian DID agar lebih mencerminkan prestasi dan kinerja daerah
sesuai dengan inovasi, kreativitas, keunggulan spesifik dan pencapaian
output/outcome. Selain itu, juga dilakukan perbaikan penilaian dari sebelumnya
satu kategori menjadi beberapa kategori yang mencerminkan kinerja pencapaian
pembangunan di berbagai bidang, yaitu: (1) Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan
APBD; (2) Kemudahan Investasi; (3) Perencanaan Daerah; (4) Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah; (5) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
(6) Inovasi Pelayanan Publik; (7) Pelayanan Dasar Publik Bidang Pendidikan,
Kesehatan, dan Infrastruktur; (8) Pengentasan Kemiskinan dan peningkatan IPM.
Selanjutnya, terkait dengan pelaksanaan punishment dapat disampaikan bahwa
Pemerintah selain melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan belanja daerah,
juga telah melakukan kebijakan punishment untuk mendorong percepatan realisasi
APBD. Kebijakan punishment tersebut dilaksanakan sebagai berikut:
a. Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah
dan PMK No.04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi
Keuangan Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat
dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU.
b. Sesuai ketentuan UU No. 18/2016 ttg APBN 2017 dan PMK No.
18/PMK.07/2017 tentang Konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU dalam
Bentuk Nontunai, Pemerintah dapat melakukan konversi penyaluran DAU
dan/atau DBH ke dalam SBN bagi daerah yang mempunyai posisi kas tidak
wajar. Dengan demikian yang dilakukan pemerintah bukan memotong, namun
mengkonversi penyaluran DBH dan/atau DAU ke dalam nontunai. Sesuaikan
ketentuan PMK tersebut, kebijakan konversi penyaluran DBH dan/atau DAU
dilakukan untuk penyaluran triwulan I dan II, dengan tujuan agar Pemda dapat
segera memulai melaksanakan kegiatan/proyek fisik dari sejak awal tahun, yaitu
pada periode triwulan I dan II. Sementara pada triwulan III dan IV, seperti pola
pelaksanaan APBD tahun-tahun sebelumnya, realisasi anggaran relatif
-L.61-
meningkat sehingga posisi dana simpanan Pemda di perbankan juga cenderung
turun.
c. Berdasarkan PMK No.93/PMK.07/2016 tentang Konversi Penyaluran DBH
dan/atau DAU sebagaimana telah di revisi dengan PMK No.18/PMK.07/2017,
antara lain telah diatur bahwa daerah wajib menyampaikan: (i) laporan posisi
kas bulanan, (ii) perkiraan belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil
pendapatan dan transfer bantuan keuangan untuk 12 bulan, serta (iii) ringkasan
realisasi APBD bulanan. Apabila kepala daerah tidak menyampaikan data
dimaksud, Pemerintah dapat melakukan penundaan penyaluran yang dikenakan
paling tinggi 50% dari nilai DBH dan/atau DAU sesuai tahap penyalurannya.
Penundaan penyaluran DBH dan/atau DAU tersebut antara lain ditetapkan
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
d. Sesuai ketentuan PMK No. 50/PMK.07/2017 sebagaimana telah direvisi dengan
PMK No. 112/PMK.07/1017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa, penyaluran Transfer ke Daerah, terutama DAK Fisik dan Dana Desa
dilaksanakan berdasarkan kinerja penyerapan dana dan capaian output kegiatan
dari daerah. Apabila DAK Fisik dan Dana Desa yang telah disalurkan dalam
periode sebelumnya belum dapat diserap secara optimal sesuai dengan besaran
yang ditentukan dan rencana output yang ditargetkan belum dicapai, maka
penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa periode berikutnya tidak akan dilakukan.
Kebijakan mengenai pengendalian posisi kas daerah tersebut, diharapkan
mampu menjadi bagian dari instrumen fiskal yang efektif dalam mendorong
belanja daerah yang lebih produktif, mendorong pertumbuhan ekonomi di
daerah, menyediakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta
menurunkan kemiskinan.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
perlunya peningkatan sinkronisasi dan koordinasi antara Pusat dan Daerah, pada
dasarnya Pemerintah sangat sependapat dan telah melakukan berbagai upaya
perbaikan sinkronisasi dan koordinasi, baik di level Pemerintah Pusat, maupun
antara Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang telah dan akan dilakukan dalam upaya
peningkatan koordinasi dan sinkronisasi, baik pada level perencanaan, pelaksanaan
maupun pemantauan adalah:
1. Meningkatkan koordinasi di Pusat dalam hal peningkatan kualitas rencana
penerimaan, sistem penganggaran, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
Dana Bagi Hasil terutama melalui ketepatan PNBP, dan rekonsiliasi data antara
K/L dan daerah.
-L.62-
2. Memperbaiki proses perencanaan, penganggaran, dan pengalokasian yang
tersinkronisasi antara pusat dan daerah yang telah ditetapkan dalam RPJMN,
RKP, RPJMD, dan RKPD. Proses perencanaan DAK Fisik yang berbasis proposal
dimulai dengan mekanisme penyampaian proposal yang terintegrasi dalam satu
aplikasi e-planning yang selaras dengan aplikasi perencanaan nasional.
Selanjutnya, dalam proses penilaian proposal daerah oleh Pemerintah Pusat juga
dilakukan proses sinkronisasi dan harmonisasi untuk mengkonfirmasi antara
kebutuhan riil daerah dengan keterkaitan antarwilayah serta keterkaitan dengan
prioritas nasional. Kegiatan sinkronisasi dan harmonisasi DAK Fisik ini
melibatkan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dengan demikian, sinkronisasi
perencanaan dan penganggaran DAK Fisik tidak hanya dilaksanakan di tingkat
pusat namun juga di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
3. Guna menjaga ketercapaian output DAK fisik, maka dilakukan langkah-langkah
perbaikan mekanisme penyaluran yang berbasis kinerja pelaksanaan, yaitu
berdasar kinerja penyerapan dan kinerja pencapaian output DAK Fisik.
Penyaluran yang berbasis kinerja pelaksanaan tersebut menghasilkan laporan
yang terintegrasi dalam sebuah aplikasi, yang hasil laporannya akan
didistribusikan kepada semua Kementerian/Lembaga terkait, sehingga
mekanisme pemantauan dan pengawasan menjadi lebih terkoordinasi dan
terintegrasi.
4. Memperbaiki kualitas data target dan sasaran DAK nonfisik, dengan terus
mendorong penggunaan aplikasi pelaporan dari daerah kepada pusat yang
diselenggarakan oleh masingmasing K/L pengampu DAK nonfisik. Selain itu,
pelaksanaan penyaluran juga diperbaiki dengan lebih mengedepankan pelaporan
kinerja pelaksanaan sebagai basis penyaluran.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
penerapan pagu DAU nasional dalam APBN tidak bersifat final mengikuti perubahan
PDN neto dan penggunaan minimal 25 persen dari DBH dan DAU untuk belanja
infrastruktur dasar publik daerah dalam rangka meningkatkan kualitas belanja,
kiranya dapat disampaikan sebagai berikut. Dalam rangka memperkuat pelaksanaan
desentralisasi fikal dan mendukung pencapaian Nawacita yang ketiga, yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka NKRI, maka penganggaran transfer ke daerah dan Dana Desa telah
dan akan terus diarahkan untuk: (1) meningkatkan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah; (2) memperbaiki kuantitas dan kualitas pelayanan publik;
(3) mengurangi ketimpangan antardaerah; (4) mengurangi kemiskinan dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kebijakan umum
Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada tahun 2018 yaitu memperbaiki kualitas
-L.63-
pengelolaan dana transfer umum (DTU) melalui penerapan pagu Dana Alokasi
Umum (DAU) nasional yang bersifat tidak final mengikuti dinamika PDN Neto
tersebut. Kebijakan tersebut dilakukan agar Pemerintah Pusat dan Daerah sama-
sama menyadari adanya risiko penganggaran, utamanya yang terjadi karena dampak
perekonomian secara makro. Sehingga dengan demikian Pemerintah Pusat maupun
Daerah dituntut untuk menjadi jauh lebih cermat dalam menyusun strategi
penganggaran dan lebih efisien dalam pelaksanaannya.
Mengingat ketentuan ini dapat mengakibatkan penurunan Pagu DAU nasional dan
alokasi DAU per daerah maka hal ini memerlukan penyesuaian alokasi DAU pada
APBD Perubahan. Dalam hal terjadi penurunan alokasi DAU per daerah, maka
daerah perlu melakukan langkah-langkah antara lain : a) Membuka ruang
fleksibilitas untuk melakukan penyesuaian ke bawah atas belanja daerah pada
perubahan APBD; b) Melakukan langkah-langkah identifikasi dan meningkatkan
efisiensi terhadap pos-pos belanja yang tidak produktif, seperti perjalanan dinas,
rapat dinas, seminar, honor tim, dan sebagainya; c) Membuka ruang fleksibilitas
pada klausul kontrak atas pelaksanaan proyek-proyek dan/atau kegiatan-kegiatan
yang dibiayai dengan DAU dan/atau belanja APBD; serta d) Memperkuat
perencanaan kas (cash flow management) pejabat perbendaharaan daerah.
Pemerintah menyadari bahwa dalam konteks otonomi daerah maka semua daerah
mempunyai hak dan kewenangan untuk menggunakan dana yang bersifat umum
(DBH dan DAU) sesuai prioritas masing-masing daerah, baik yang digunakan untuk
belanja pegawai, belanja modal ataupun belanja barang. Namun demikian, agar
gerak langkah antara Pusat dan Daerah semakin terkoordinasi dalam upaya
menyejahterakan masyarakat, maka keberpihakan anggaran untuk pelayanan publik
harus menjadi yang utama. Untuk itu, kebijakan penggunaan minimal 25 persen dari
Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum untuk mendanai belanja infrastruktur
utamanya ditujukan untuk mempercepat pembangunan fasilitas layanan dasar
publik yang berorientasi pada upaya peningkatan kesempatan kerja, pengentasan
kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan penyediaan pelayanan publik
antardaerah.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai perlunya
peningkatan alokasi DAK Fisik pada tahun 2018, pada dasarnya Pemerintah sangat
sependapat dengan Fraksi PAN. Pemerintah akan secara konsisten menggunakan
DAK Fisik sebagai alat untuk mengarahkan belanja daerah agar lebih fokus pada
upaya peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik melalui belanja modal yang
produktif serta menggunakan DAK Fisik sebagai alat untuk mengarahkan belanja
daerah agar selaras dengan pencapaian prioritas nasional. Untuk itulah alokasi DAK
Fisik dalam RAPBN TA 2018 direncanakan sebesar Rp 62,436 triliun, atau
-L.64-
mengalami peningkatan sebesar Rp4,1 triliun (7%) jika dibandingkan dengan pagu
alokasi DAK Fisik dalam APBN 2017 sebesar Rp58,3 triliun.
Di samping penguatan dari sisi pengalokasian, DAK 2018 juga akan diperkuat
pengelolaannya dari sisi penyaluran. Penguatan dimaksud diantaranya adalah:
(1) penyaluran dilakukan per bidang, dengan pembatasan waktu penyampaian
laporan per triwulan; (2) penyaluran dilakukan berdasarkan kinerja pelaksanaan;
dan (3) penyaluran dilakukan melalui KPPN setempat. Berbagai langkah penguatan
penyaluran tersebut diyakini mampu secara efektif meningkatkan kualitas output
DAK Fisik di daerah dan mampu pula mengurangi penyaluran DAK Fisik yang tidak
dapat dimanfaatkan di daerah. Dengan demikian penumpukan SiLPA di daerah yang
berasal dari DAK Fisik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah dapat ditekan.
Dalam rangka meningkatkan kapasitas manajemen kas di daerah, maka penyaluran
DAK Fisik pada tahun 2018 diubah menjadi 3 tahap, dengan memberikan batas
waktu penyaluran pada masing-masing tahapan. Perubahan dari penyaluran secara
triwulanan menjadi 3 tahap ini dimaksudkan agar daerah mempunyai cukup waktu
untuk menyelesaikan proses lelang di awal dan menyelesaikan progress fisik
pelaksanaan DAK Fisik secara lebih baik. Pembatasan waktu penyaluran
dimaksudkan agar daerah menjadi lebih tertib dan disiplin dalam penyelesaian
setiap tahap pelaksanaan DAK Fisik, mengingat bahwa progress pekerjaan setiap
tahap akan mejadi syarat penyaluran pada tahap berikutnya. Pemerintah juga akan
meneruskan kebijakan penyaluran yang berbasis pada kinerja pelaksanaan, yaitu
kinerja penyerapan anggaran dan kinerja pencapaian output. Dengan demikian,
Pemerintah Pusat maupun daerah akan semakin solid dalam menjaga ketercapaian
target dan sasaran DAK Fisik sesuai dengan yang telah direncanakan.
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan DAK Fisik, pembangunan infrastruktur
jalan melalui skema DAK Penugasan dilaksanakan melalui pendekatan tematik,
holistik, integratratif dan spasial (THIS) dimana alokasi sumberdaya diarahkan pada
program yang menjadi prioritas (money follow program) sehingga infrastruktur
yang dibangun adalah yang dapat memberikan daya ungkit (leverage) yang tinggi
terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Dalam hal ini pemerintah juga telah
membantu Pemerintah Daerah baik secara teknis maupun secara administratif,
dimana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi melakukan penilaian untuk
usulan yang disampaikan oleh Pemerintah Kab./Kota, sehingga didapatkan kegiatan
kegiatan yang memang mendukung perkembangan daerah dan dapat dilaksanakan
sesuai yang direncanakan.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat,
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
Fraksi Partai NasDem dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai:
-L.65-
(1) perbaikan terkait pengelolaan, penyaluran dan pengawasan Dana Desa agar
benar-benar berdampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat desa;
(2) optimalisasi alokasi Dana Desa agar sesuai dengan amanat undang-undang,
memberikan pendampingan pengelolaan Dana Desa dan penataan sistem
kelembagaan yang baik di pedesaan; (3) implementasi pengalokasian Dana Desa
dapat difungsikan sebagaimana mestinya, yaitu untuk mengurangi kesenjangan
antara desa dan kota, mendorong kemandirian desa dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa yang dibarengi dengan peningkatan pengawasan
Dana Desa, (4) alokasi Dana Desa dalam RAPBN tahun 2018 sebesar Rp60 triliun,
sama seperti tahun sebelumnya menunjukan kurangnya komitmen pemerintah
untuk memenuhi mandat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selanjutnya, Dana
Desa agar diprioritaskan lebih besar untuk kegiatan ekonomi produktif
dibandingkan infrastruktur fisik; (5) pemerintah agar meningkatkan tata kelola dan
tata hukum serta mengambil langkah preventif terkait penggunaan Dana Desa
karena tingkat penyelewengannya cukup tinggi; (6) peningkatan anggaran transfer
ke daerah dan Dana Desa perlu disertai dengan fungsi monitoring dan evaluasi
melalui penguatan badan permasyarakatan desa (BPD), satgas Dana Desa dan peran
masyarakat desa sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
Terkait hal tersebut di atas dapat disampaikan sebagai berikut. Dana Desa mulai
dialokasikan pada tahun 2015 sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa yang dimaksudkan agar desa mempunyai sumber pendapatan yang
memadai untuk mendanai kewenangan yang diberikan kepada desa. Alokasi
anggaran Dana Desa yang bersumber dari APBN ditentukan sebesar 10 persen dari
dan diluar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap sesuai dengan road map
Dana Desa 2015-2019. Sehingga pemenuhan anggaran Dana Desa sebesar 10 persen
akan dilakukan sampai tahun 2019 dengan tetap memperhatikan kapasitas fiskal
dan kesiapan Pemerintahan Desa. Pagu anggaran Dana Desa dalam RAPBN tahun
2018 direncanakan sebesar Rp60,0 triliun (8,6 persen dari dan di luar dana transfer
ke daerah) yang ditujukan bagi 74.958 desa. Alokasi Dana Desa dalam RAPBN 2018
sama dengan APBN 2017, dilaksanakan dengan pertimbangan sebagai sebagai
berikut:
Pertama, memerhatikan kemampuan keuangan negara dalam kerangka menjaga
stabilitas dan kesinambungan fiskal;
Kedua, perlunya dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap efektivitas
pengelolaan dana desa, mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan hingga
aspek pertanggungjawaban. Evaluasi tersebut perlu dilakukan dengan
pertimbangan:
-L.66-
a. pelaksanaan pengelolaan Dana Desa di daerah, baik di kabupaten/kota maupun di
desa yang telah berjalan selama 3 tahun ini memerlukan adanya evaluasi yang
lebih komprehensif dan lebih akurat, untuk melihat keberhasilan dan
mengidentifikasi berbagai kelemahan yang perlu diperbaiki;
b. pelaksanaan pengelolaan Dana Desa yang lebih baik memerlukan penguatan
kapasitas kelembagaan, kapasitas sumber daya manusia, baik aparatur
pemerintah desa, aparat pengelola keuangan desa maupun penyediaan tenaga
pendamping yangg memadai dan lebih profesional; dan
c. pelaksanaan pengelolaan Dana Desa yang lebih transparan dan akuntabel
memerlukan penguatan pengawasan yang lebih memadai.
Walaupun alokasinya tidak mengalami kenaikan, namun Pemerintah akan
mengoptimalkan Dana Desa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Berkaitan dengan itu, kebijakan penganggaran dan distribusi Dana Desa 2018 akan
lebih diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. pengalokasian Dana Desa lebih difokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan,
mengurangi ketimpangan pelayanan dasar publik antardesa, serta memberikan
afirmasi kepada desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang mempunyai
jumlah penduduk miskin tinggi;
b. pemanfaatan Dana Desa diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa terutama untuk peningkatan fungsi ekonomi produktif;
c. penyaluran dana desa dilakukan berdasarkan kinerja pelaksanaan, yaitu kinerja
penyerapan anggaran dan capaian output; dan
d. pengawasan dana desa diperkuat antara lain melalui optimalisasi pengawasan
oleh aparat pengawas internal pemerintah, serta penguatan peran pengawasan
oleh masyarakat.
Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa dengan mengacu pada prioritas yang ditetapkan oleh Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Desa serta Pedoman Umum Penggunaan Dana Desa.
Kemudian, pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa harus berpedoman
pada Pedoman Teknis yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Untuk pemantauan
dan evaluasi Dana Desa dilaksanakan secara bersama-sama antara Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa, PDT dan
Transmigrasi dalam hal pengalokasian, penyaluran, dan penggunaannya, termasuk
mengenai penyaluran dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas
-L.67-
Desa (RKD), penyampaian laporan realisasi penyaluran, dan sisa Dana Desa di
RKUD.
Sejalan dengan transformasi kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang
dituangkan melalui PMK Nomor 50/PMK.07/2017 dan PMK Nomor
112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang
Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, penyaluran Dana Desa didasarkan
pada kinerja penyerapan dan kinerja capaian output, sehingga pemerintah dapat
memonitor penggunaan dan output yang di capai dari pemanfaatan Dana Desa.
Dengan demikian, setiap Rupiah Dana Desa yang disalurkan ke daerah diharapkan
dapat benar-benar menghasilkan output untuk kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat desa.
Selanjutnya, terkait dengan penguatan pengawalan dan pengawasan atas
pelaksanaan dan Pengelolaan Dana Desa yang perlu ditingkatkan, Pemerintah
sependapat untuk terus mendukung peningkatan optimalisasi pengelolaan Dana
Desa melalui penyempurnaan kebijakan, mulai dari kebijakan pengalokasian,
penyaluran, prioritas penggunaan, pengawalan dan pendampingan, serta
pengawasan.
Dari sisi pengalokasian, dilakukan penyempurnaan kebijakan yang makin fokus
kepada: a) pengentasan kemiskinan; b) perbaikan kualitas hidup masyarakat Desa;
c) mengatasi kesenjangan penyediaan sarpras pelayanan publik antardesa; serta d)
memberikan afirmasi bagi desa sangat tertinggal dan desa tertinggal yang
mempunyai jumlah penduduk miskin (JPM) tinggi.
Penyempurnaan kebijakan tersebut dilakukan melalui:
a. mengurangi proporsi Alokasi Dasar (AD) yang dibagi rata kepada seluruh desa
dari sebelumnya 90% menjadi 77% dan memberikan porsi Alokasi Afirmasi
sebesar 3% untuk Desa sangat tertinggal dan tertinggal yang mempunyai jumlah
penduduk miskin (JPM) tinggi; dan
b. meningkatkan porsi Alokasi Formula (AF) dari sebelumnya sebesar 10% menjadi
20%, dengan melakukan penyesuaian bobot masing-masing variabel dalam AF,
yaitu: 1) menurunkan bobot jumlah penduduk, dari sebelumnya 25% menjadi
10%; 2) menaikkan bobot jumlah penduduk miskin, dari sebelumnya 35%
menjadi 50%; 3) menaikkan bobot luas wilayah, dari sebelumnya 10% menjadi
15%; dan 4) menurunkan bobot indeks kesulitan geografis, dari sebelumnya 30%
menjadi 25%.
Selanjutnya, penyaluran Dana Desa dilakukan berdasarkan pada kinerja
pelaksanaan, yaitu memerhatikan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output,
-L.68-
serta mendekatkan pelayanan melalui pengalihan penyaluran kepada KPPN di
daerah. Penyaluran berbasis kinerja pelaksanaan ini akan memotivasi Desa untuk
melaksanakan kegiatan dan menyerap anggaran lebih optimal dan lebih baik,
sehingga dampak dari pemanfaatan Dana Desa dapat segera dirasakan oleh
masyarakat desa.
Sementara itu, dari sisi penggunaan, dilakukan penajaman prioritas untuk
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa, terutama untuk peningkatan
kualitas hidup, penanggulangan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat, serta
perluasan skala ekonomi baik individu maupun kelompok. Agar pemanfaatan Dana
Desa tersebut dapat lebih optimal, maka pemanfatannya diarahkan untuk dilakukan
secara swakelola, dengan memaksimalkan pemanfaatan bahan baku lokal, dan
dilakukan secara padat karya. Dengan demikian, selain menghasilkan sarana
prasarana yang dapat langsung dinikmati oleh masyarakat, penggunaan Dana Desa
untuk proyek-proyek tersebut diharapkan juga dapat memperluas kesempatan kerja
dan meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Output yang telah dihasilkan Dana Desa pada tahun 2016 diantaranya adalah jalan
desa sepanjang 66 ribu km, jembatan desa sepanjang 512 km, air bersih 16 ribu unit,
MCK 37 ribu unit, drainase dan irigasi 66 ribu unit, pasar desa 1.810 unit, posyandu
7.428 unit, PAUD 11 ribu unit, dan embung 686 unit.
Selain itu, rasio gini di perdesaan yang merupakan indikator ketimpangan telah
turun dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 pada tahun 2016. Sementara itu,
persentase penduduk miskin di perdesaan juga mengalami penurunan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa telah terjadi pemerataan di daerah perdesaan yang
menyebabkan turunnya persentase penduduk miskin di desa.
Meskipun demikian, Pemerintah sepakat bahwa kapasitas perangkat desa masih
perlu ditingkatkan. Hal itu memerlukan kerjasama dan sinergi dari berbagai pihak.
Kementerian Keuangan bekerjasama dengan Kementerian Desa PDTT, Kementerian
Dalam Negeri, Bappenas, dan Perguruan Tinggi bersinergi untuk meningkatkan
kompetensi perangkat desa, baik secara langsung maupun melalui peningkatan
peran pendamping desa. Dalam melakukan pengawasan dan monitoring,
Kementerian Keuangan melakukan sinergi dengan Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Desa PDTT, dan BPKP dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan
Dana Desa. Sedangkan di daerah, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota juga
melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Dalam rangka pengawalan atas pelaksanaan Dana Desa, Pemerintah melakukan
beberapa upaya untuk mendukung tata kelola keuangan desa yang transparan dan
akuntabel, yaitu antara lain dengan:
-L.69-
a) melakukan pelatihan dan/atau bimbingan teknis mengenai kebijakan
penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, maupun tata kelola keuangan Desa;
b) mendorong Bupati/Walikota untuk melakukan fasilitasi kepada Desa dalam
penyusunan Peraturan Desa tentang APBDesa dan Rencana Kerja Pembangunan
Desa, agar dapat ditetapkan tepat waktu dan mengalokasikan dan menyalurkan
Dana Desa sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan;
c) melaksanakan pendampingan desa, yaitu mendorong bupati/walikota untuk
mengoptimalkan peran organisasi perangkat daerah kabupaten/kota dan
kecamatan dalam melaksanakan pendampingan teknis penyelenggaraan
Pemerintahan Desa; dan
d) melakukan penyusunan kerangka pendampingan untuk pendamping profesional
dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat desa dan pemantauan dan
evaluasi kinerja pendamping profesional setiap triwulan.
Melalui beberapa upaya tersebut diharapkan kapasitas perangkat desa dalam
menyusun laporan pelaksanaan Dana Desa yang transparan dan akuntabel bisa
meningkat.
Selanjutnya, agar tidak terjadi penyelewengan dalam penggunaan Dana Desa, dalam
rangka pengawasan Dana Desa, Pemerintah Pusat juga melakukan sinergi
antarkementerian maupun dengan daerah dalam rangka pelaksanaan pengawasan
Dana Desa secara berjenjang dengan melibatkan aparat pengawas yang ada.
Selain itu juga, pengawasan Dana Desa juga dilakukan secara berjenjang dimulai
dari masyarakat desa sampai dengan KPK, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Masyarakat Desa : melakukan pemantauan pelaksanaan pembangunan Desa dan
penyelenggaraan pemerintahan Desa.
b. Camat : melakukan pengawasan desa melalui kegiatan fasilitasi.
c. BPD/DPMD : melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
d. APIP : melakukan Pengawasan atas pengelolaan keuangan Desa,
pendayagunaan Aset Desa serta penyelenggaraan
pemerintahan Desa
e. BPK RI : melakukan Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara
f. KPK : melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi, serta melakukan tindakan-
tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
-L.70-
Pengawasan berjenjang yang dilakukan bukan berarti mengekang kebebasan Kepala
Desa dalam menggunakan Dana Desa. Pengawasan yang dilakukan diharapkan
dapat meminimalisir penyelewangan, sehingga tujuan dari Dana Desa dapat
tercapai.
Selain itu, perlu kiranya dilakukan peningkatan pengawasan oleh kabupaten/kota
dengan mengoptimalkan dan memberdayakan aparat pengawas fungsional dalam
pengawasan terhadap pengelolaan Dana Desa, serta melakukan pembinaan kepada
desa untuk pelaksanaan keterbukaan informasi di desa.
Dalam RKP tahun 2018, salah satu kegiatan prioritas yaitu Peningkatan Integritas
dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi, dengan salah satu proyek prioritasnya adalah
penerapan sistem informasi pengelolaan keuangan desa (Siskeudes) dengan target
penerapan pada 15.000 desa. Penerapan Siskeudes merupakan antisipasi yang
diharapkan agar tindakan penyalahgunaan/ penyelewengan penggunaan dana desa
dapat diminimalisir. Sampai tahun 2017 ini, diharapkan sudah sebanyak 35.000
desa yang telah menggunakan aplikasi Siskeudes dalam pengelolaan dana desa. Hal
ini menjadi perhatian pemerintah untuk penguatan kapasitas pengelola keuangan
desa dan dukungan instrumen/sistem aplikasi yang memudahkan dalam
pengelolaan dan pelaporan keuangan desa.
D. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN
RISIKO FISKAL
Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan terkait keseimbangan primer dan pengelolaan utang,
dapat kami sampaikan tanggapan sebagai berikut.
Pemerintah sependapat perlunya memperkuat keseimbangan primer menuju positif.
Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menjaga keseimbangan primer
adalah melalui pengendalian kerentanan fiskal (fiscal vulnerability), meningkatkan
bantalan fiskal (fiscal buffer) dan fleksibilitas pengelolaan keuangan negara (pasal
krisis, bond stabilization framework, dan Forum Komunikasi Stabilisasi Sektor
Keuangan/FKSSK). Dalam RAPBN jangka menengah (2017—2019), defisit anggaran
ditargetkan semakin menurun dan keseimbangan primer (primary balance) menuju
positif. Namun, seiring dengan kondisi perlambatan ekonomi sekaligus mengatasi
tantangan-tantangan pembangunan seperti masih rendahnya Indeks Pembangunan
Manusia dan ketertinggalan infrastruktur, Pemerintah mengambil pilihan kebijakan
ekspansif (counter cyclical) agar tidak kehilangan momentum, namun defisit tetap
dijaga pada kisaran 2,5 persen. Pilihan kebijakan tersebut diharapkan mampu
-L.71-
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, serta
mendukung kegiatan produktif guna meningkatkan kapasitas produksi dan daya
saing. Pemerintah menyampaikan terima kasih atas apresiasi Fraksi Partai
Golongan Karya terkait dengan upaya Pemerintah untuk terus menurunkan
defisit keseimbangan primer, sehingga direncanakan menuju keseimbangan primer
positif.
Mengingat kebutuhan belanja dalam upaya untuk mendukung pencapaian target
pembangunan tersebut belum dapat sepenuhnya mengandalkan pendapatan negara,
maka Pemerintah dimungkinkan mencari sumber-sumber pembiayaan untuk
menutup financing gap, diantaranya melalui pembiayaan utang. Namun demikian,
kebijakan ekspansif tersebut tetap dilakukan secara terukur, yang diikuti dengan
pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan dengan
mengendalikan defisit dalam batas aman, mengendalikan rasio utang terhadap PDB,
dan mengendalikan keseimbangan primer menuju positif. Dalam RAPBN tahun
2018, defisit direncanakan sebesar 2,19 persen terhadap PDB, lebih rendah dari
outlook defisit APBN-P Tahun 2017 sebesar 2,67 terhadap PDB.
Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
mengenai mitigasi risiko, kapasitas, dan ketahanan fiskal di masa depan, maka dapat
disampaikan bahwa dalam aspek pengelolaan risiko, terdapat beberapa indikator
risiko utama yang menunjukkan risiko utang Pemerintah pusat pada tingkat yang
prudent dan terkendali. Risiko tingkat bunga yang diwakili rasio tingkat bunga
mengambang (variable rate) terhadap total utang menunjukkan tren yang menurun.
Hal ini antara lain disebabkan oleh kebijakan pengelolaan utang yang menerapkan
strategi penerbitan utang baru dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) dan tenor
yang panjang, khususnya melalui penerbitan SBN domestik. Strategi ini
dimaksudkan untuk mengendalikan beban pembayaran bunga di masa mendatang
karena fluktuasi tingkat bunga. Selanjutnya adalah rasio utang valas terhadap total
utang yang juga menunjukkan tren menurun, meskipun pada tahun 2015 sempat
mengalami kenaikan sebagai dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terutama
terhadap dolar Amerika Serikat. Pemerintah menerapkan kebijakan yang
mengutamakan utang baru dalam mata uang rupiah sehingga risiko nilai tukar
dalam level aman. Hal yang tak kalah penting adalah pengelolaan utang jatuh tempo
dan pembiayaan kembali (refinancing), yaitu bagaimana mendistribusikan beban
pembayaran pokok utang yang disesuaikan dengan kemampuan membayar dengan
tetap memperhatikan biaya utang dalam jangka panjang, dimana pada saat ini
indikator ATM (average time to maturity) atau rata-rata waktu jatuh tempo utang
relatif stabil pada kisaran 9–10 tahun.
-L.72-
Selanjutnya, mengenai pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan terkait penggunaan utang untuk belanja produktif, hal ini dapat
dicermati dari meningkatnya belanja-belanja strategis terutama belanja
infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, sehingga dalam
jangka panjang akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan
inklusif.
Sebagai gambaran, capaian dan target output belanja produktif di bidang
infrastruktur selama periode 2015 - 2017, antara lain meliputi: (1) pembangunan
jalan dan peningkatan kapasitas jalan nasional sepanjang 10.329,0 km;
(2) pembangunan 9 bandara baru (selesai) dan 6 bandara lainnya masih dalam
proses pembangunan; (3) pembangunan jalur kereta baru sepanjang 374,6
kilometer-spoor; dan (4) pembangunan dan peningkatan kualitas Rusun dan Rumah
Khusus sebanyak 339,2 ribu unit.
Sementara itu, dalam bidang pendidikan, Pemerintah mendorong peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan kualitas, distribusi, dan
peningkatan akses pendidikan melalui program Kartu Indonesia Pintar yang
menjangkau 19,7 juta siswa, pemberian beasiswa bidik misi kepada 362,7 ribu siswa,
dan pembangunan dan rehabilitasi sebanyak 77 ribu ruang kelas. Selanjutnya, terkait
pemberian beasiswa, Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan untuk mengarahkan pembiayaan investasi guna
memperkuat investasi sumber daya manusia melalui pemberian beasiswa pada
bidang studi yang dapat berkontribusi dalam percepatan pembangunan nasional.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah pada tahun 2018 berupaya meningkatkan
kapasitas Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) dengan memperbesar
dana abadi (endowment fund) dan sekaligus memperbesar manfaatnya di masa yang
akan datang. Melalui pengalokasian tersebut, diharapkan dapat memberikan
manfaat peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat memberikan
kontribusi bagi pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, peningkatan
pertumbuhan ekonomi nasional, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sementara dalam bidang kesehatan, Pemerintah juga secara konsisten
mengalokasikan anggaran kesehatan 5 persen terhadap APBN untuk meningkatkan
penyediaan layanan, serta menjaga keberlanjutan JKN yang menjangkau 92,4 juta
jiwa masyarakat miskin yang mendapat Kartu Indonesia Sehat (Penerima Bantuan
Iuran BPJS).
Selanjutnya dalam bidang perlindungan sosial, sejak tahun 2015, Pemerintah telah
melakukan reformasi kebijakan subsidi agar lebih tepat sasaran serta melakukan
-L.73-
penguatan program-program perlindungan sosial melalui perluasan cakupan
bantuan tunai bersyarat program keluarga harapan (PKH) yang semula 3,5 juta
keluarga pada tahun 2015 menjadi 6 juta keluarga pada tahun 2017. Pemerintah juga
secara bertahap mensinergikan antar program bantuan sosial, dengan melakukan
pengalihan bertahap subsidi pangan beras sejahtera (Rastra) menjadi bantuan
pangan nontunai kepada 1,4 juta keluarga penerima manfaat pada 44 Kota.
Meskipun Pemerintah mengambil pilihan kebijakan belanja ekspansif, Pemerintah
senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Sebagai
gambaran, rasio utang terhadap PDB Indonesia masih jauh lebih rendah
dibandingkan negara lain, bahkan masih lebih rendah dari negara-negara
berkembang lain yang setara (peer countries). Selain itu, pendapatan per kapita
Indonesia juga masih lebih tinggi dari utang per kapita nya.
Berdasarkan APBN-P 2017, rasio utang akhir tahun 2017 diproyeksikan sebesar 29
persen terhadap PDB. Posisi utang per Juni 2017 adalah sebesar Rp3.706,5 triliun,
dengan lebih dari 80% berupa Surat Berharga Negara (SBN). Hal itu mencerminkan
arah pengembangan pasar keuangan domestik sekaligus mendorong kemandirian
pembiayaan dari investor dalam negeri. Penerbitan SBN sebagai bagian dari
pembiayaan utang dilakukan secara hati-hati, transparan, dan akuntabel dengan
mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan, ketersediaan alternatif sumber
pembiayaan, kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya
serap pasar, serta perkembangan makro ekonomi baik domestik maupun global. Hal
ini dilakukan agar tujuan pengelolaan SBN untuk membiayai defisit dapat tercapai
dengan biaya dan risiko yang optimal.
Terkait dengan restrukturisasi utang, dapat disampaikan bahwa usulan
restrukturisasi utang dengan penjadwalan ulang jangka waktu dan tingkat bunganya
menurut hemat kami dimungkinkan namun perlu dilakukan kajian secara mendalam
mengenai pros dan cons atas kebijakan tersebut karena terdapat risiko penurunan
kredibilitas serta dampak turunan yang ditimbulkan. Perlu kami informasikan
Indonesia pernah melakukan rescheduling melalui skema Paris Club yang
dilatarbelakangi krisis ekonomi tahun 1998 dan Bencana Tsunami Aceh tahun 2004,
yang berdampak pada penurunan peringkat kredit (credit rating) Indonesia. Secara
umum restrukturisasi utang merupakan opsi kebijakan yang dipandang kurang
menguntungkan dengan pertimbangan: (i) dapat dianggap sebagai event of default
(gagal bayar) sehingga memicu cross default untuk semua pinjaman;
(ii) menurunkan kepercayaan investor pada instrumen utang Indonesia (Pemerintah
dan Swasta); (iii) menaikkan yield dan insurance premium dari utang Indonesia
secara drastis, dan bahkan (iv) berpotensi menutup akses pembiayaan.
-L.74-
Khusus terkait inisiatif untuk melakukan debt swap, dapat disampaikan bahwa debt
swap umumnya dilakukan secara bilateral berdasarkan tawaran dari pihak kreditur
dengan prioritas pada development loan. Dalam hal ini, kreditur memperoleh
goodwill dan/atau publikasi politis, sementara debitur dapat mengurangi beban
kewajiban utang dengan mendukung program pembangunan atau proyek tertentu.
Pemerintah telah melakukan debt swap dengan Pemerintah Jerman, Italia, Amerika
dan Australia antara lain dalam bentuk Debt to Education, Debt to Health, Debt to
Nature, dan Debt to Development. Pemerintah memiliki keterbatasan untuk
berinisiatif melakukan debt swap karena hal ini juga akan memberikan kesan bahwa
Indonesia tidak mampu menyelesaikan komitmen utang nya dengan baik, yang akan
berdampak pada penurunan peringkat kredit dan mengurangi kepercayaan investor.
Tantangan pembangunan Indonesia menuntut Pemerintah untuk menjalankan
APBN yang memenuhi belanja produktif, termasuk belanja infrastruktur, belanja
pendidikan dan kesehatan, perlindungan sosial, serta belanja untuk meningkatkan
sistem pertahanan dan keamanan negara. Pemerintah akan terus mengelola utang
secara hati-hati dan bertanggung jawab sesuai standar pengelolaan yang dianut oleh
negara-negara di dunia. Utang akan terus digunakan untuk investasi produktif.
Tingkat utang akan terus dijaga agar tidak mengancam stabilitas perekonomian dan
tidak menjadi beban yang tidak dapat dipenuhi. Pengelolaan utang, baik dari sisi
waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo, maupun pengendalian
kas pemerintah akan terus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan,
tidak saja untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah mengikuti
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik dan dijaga
sustainabilitasnya.
Secara khusus, kebijakan pembiayaan anggaran tahun 2018 akan diarahkan untuk
(1) mengendalikan risiko utang terhadap PDB dalam batas manageable berkisar 27-
29 persen terhadap PDB; (2) memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif dan
menjaga keseimbangan makro ekonomi; (3) menggunakan SAL sebagai bantalan
fiskal untuk mengantisipasi ketidakpastian perekonomian; (4) mengembangkan
pembiayaan yang kreatif dan inovatif untuk mengakselerasi pembangunan
infrastruktur antara lain melalui PMN, dana bergulir, skema KPBU, kewajiban
penjaminan (antara lain untuk pinjaman langsung/direct lending dan akses
pembiayaan KUMKM); (5) mendukung pemenuhan kewajiban negara sebagai
anggota organisasi/lembaga keuangan internasional; (6) menyempurnakan kualitas
perencanaan investasi Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas BUMN dengan
mengembangkan standar penilaian kelayakan untuk pemberian PMN kepada BUMN
khususnya untuk pembangunan infrastruktur, kedaulatan pangan, dan kemaritiman;
-L.75-
(7) membuka akses pembiayaan pembangunan dan investasi kepada masyarakat
secara lebih luas; (8) mengoptimalkan dana BLU dalam rangka pembiayaan
pembangunan, termasuk memperluas akses sektor UMKM; (9) mendukung program
penyediaan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR); (10)
meningkatkan akses pendidikan khususnya bagi masyarakat miskin dan kepastian
pengembangan pendidikan jangka panjang melalui pembentukan Sovereign Wealth
Fund (SWF) di bidang pendidikan; serta (11) meningkatkan kepemimpinan
Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional, melalui pemberian bantuan
kepada negara sahabat
Menanggapi permintaan dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, mengenai
penyusunan dan penetapan program kerja yang efektif dan efisien, kiranya dapat
dijelaskan bahwa Pemerintah telah mengupayakan secara konsisten peningkatan
kualitas belanja melalui kebijakan efisiensi belanja barang Kementerian/Lembaga
yang kemudian dimanfaatkan untuk mendanai belanja/kegiatan yang lebih produktif
dan prioritas sehingga memberi dampak optimal terhadap perekonomian nasional.
Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat
terkait menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dapat kami
sampaikan bahwa pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan amanat tersebut. Tantangan dalam mendorong pertumbuhan yang
mampu mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, baik kesenjangan
antarpendapatan maupun antarwilayah harus diatasi bersama. Untuk itu,
Pemerintah akan terus mengarahkan strategi pembangunan untuk mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang tinggi dan
stabil dari tahun ke tahun. Aspek inklusivitas akan menjadi bagian tidak terpisahkan
dari strategi pertumbuhan ekonomi tersebut. Pencapaian pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas juga diupayakan melalui penciptaan lapangan kerja yang lebih luas
dan merata. Dengan demikian, jalannya pembangunan Indonesia akan lebih mampu
mewujudkan tercapainya masyarakat yang sejahtera secara adil dan merata.
Sehubungan dengan kebijakan fiskal yang akan dijalankan di tahun 2018,
pemerintah telah menetapkan tema “Memantapkan Pengelolaan Fiskal untuk
Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan” selaras dengan RKP Tahun
2018 yang mengambil tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur untuk
Pertumbuhan dan Pemerataan”. Kebijakan fiskal ini diarahkan untuk dapat
menangani beberapa tantangan pembangunan, yang mencakup: (i) upaya
pengurangan kemiskinan dan kesenjangan; (ii) mendorong pengurangan
pengangguran dan meningkatkan produktivitas; (iii) meningkatkan kapasitas fiskal;
serta (iv) menjaga stabilitas makro ekonomi. Untuk mendukung pelaksanaan
kebijakan tersebut, strategi kebijakan fiskal diarahkan agar lebih produktif, efisien,
-L.76-
berdaya tahan dan mampu mengendalikan risiko baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
Upaya-upaya pemerintah tersebut dapat diwujudkan melalui diantaranya menjaga
iklim usaha yang kondusif guna mendorong kegiatan ekonomi yang mampu
menciptakan lapangan kerja, menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan
efektivitas APBN baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran (subsidi dan
bantuan sosial yang lebih tepat sasaran), dan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat miskin. Hasil yang telah dicapai oleh Pemerintah melalui upaya-upaya
tersebut, misalnya pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir telah mampu
menurunkan angka kemiskinan dari 11,66 persen (28,59 juta orang) pada September
2012 menjadi 10,7 persen (27,76 juta orang) pada September 2016, dan turun
menjadi 10,64 persen (27,77 juta orang), Indikator kesejahteraan juga mengalami
perbaikan: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 6,32 persen (7,61 juta
orang) pada Februari 2012 menjadi 5,33 persen (7,01 juta orang) pada Februari
2017; Rasio Gini turun dari 0,413 pada September 2012 menjadi 0,394 pada
September 2016 dan turun kembali menjadi 0,393 pada Maret 2017.
Pemerintah juga sepakat dengan pandangan Anggota Dewan dalam hal
pertumbuhan ekonomi pada tahun yang akan datang untuk terus diupayakan lebih
berkualitas terutama untuk pemerataan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pada
tahun 2018, Pemerintah optimis mampu mencapai target angka kemiskinan dan TPT
masing-masing sebesar 9,5-10 persen dan 5,0-5,3 persen. Penetapan sasaran angka
kemiskinan dan TPT tersebut telah dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
hal antara lain pertumbuhan ekonomi, inflasi, pertumbuhan di sektor
ketenagakerjaan, serta outlook angka kemiskinan yang secara tidak langsung melihat
juga keberhasilan program-program kemiskinan yang telah dilakukan pada periode
sebelumnya. Strategi penanggulangan kemiskinan tersebut juga telah mengalami
perbaikan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun. Meskipun demikian,
peningkatan efektivitas atas program-program kemiskinan tersebut masih harus
terus dilakukan dan membutuhkan dukungan politik dan penganggaran yang lebih
kuat dari pihak DPR di tingkat pusat maupun DPRD di tingkat daerah.
Selanjutnya, menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan
Rakyat terkait dengan pengentasan kemiskinan, dapat kami sampaikan hal-hal
sebagai berikut. Meskipun tingkat kemiskinan mengalami tren menurun,
Pemerintah menyadari bahwa tingkat penurunan kemiskinan dari beberapa tahun
terakhir telah melambat. Untuk itu, program pembangunan dan program sosial yang
akan dilakukan akan lebih didorong untuk lebih efektif lagi dalam mewujudkan
kesejahteraan (akan lebih tepat sasaran). Di sini, diperlukan peran serta rakyat yang
-L.77-
lebih besar lagi dalam pembangunan sehingga pertumbuhan ekonomi akan lebih
inklusif dan dinikmati oleh seluruh lapisan golongan masyarakat.
Pemerintah juga akan terus berupaya untuk melakukan penanggulangan kemiskinan
secara komprehensif dan terintegrasi serta melembagakan sistem pembangunan
partisipatif yang dirancang untuk menjamin partisipasi aktif penduduk miskin dan
rentan dalam pengambilan keputusan di berbagai tahapan proses pembangunan.
Kami menganggap bahwa efektivitas program-program yang telah dilaksanakan saat
ini juga sudah jauh lebih baik daripada program-program pada periode sebelumnya.
Namun demikian, peningkatan efektivitas tersebut masih harus terus dilakukan
dengan disertai dukungan politik dan penganggaran yang kuat dari anggota Dewan.
Pendekatan yang terintegrasi dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan
pemerataan antarkelompok pendapatan dan antarwilayah dalam RKP 2018
merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam mengurangi kemiskinan,
kesenjangan, dan pengangguran. Intervensi lain yang tidak kalah penting dalam
mengatasi persoalan ekonomi rakyat antara lain melalui kebijakan untuk
memperbaiki iklim investasi dan perluasan usaha. Untuk itu, Pemerintah telah
mempersiapkan program-program dan kegiatan untuk memfasilitasi kelompok
usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperluas usahanya. Pemerintah juga
terus mendorong terciptanya industri padat karya, pengembangan ekonomi kreatif,
pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta industri yang
berorientasi ekspor, agar kesempatan kerja dapat tercipta lebih banyak, termasuk
mengembangkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, hambatan dalam
berinvestasi dan berusaha terus diupayakan untuk dikurangi. Pada intinya kebijakan
pemerintah ini telah bermuara pada upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi agar tercipta lapangan pekerjaan baru yang pada akhirnya dapat
mengurangi sebanyak mungkin pengangguran terbuka dan angka kemiskinan
sehingga memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Secara lebih nyata, dalam rangka mencapai sasaran pengurangan kemiskinan tahun
2018, Pemerintah telah berupaya meningkatkan anggaran PKH untuk 10 juta
keluarga miskin dan rentan. Data sasaran PKH tersebut menggunakan Basis Data
Tunggal sebagaimana hasil Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT), sehingga
sasaran beserta komponen keluarga miskin seperti jumlah anak balita dan usia
sekolah, ibu hamil, penyandang disabilitas dan lansia di atas 70 tahun dapat
diketahui dengan tepat. Data tersebut akan dimutakhirkan melalui verifikasi dan
validasi yang dilakukan secara berkala (6 bulan) dan partisipatif melibatkan
pemerintah daerah. Data tersebut juga digunakan oleh berbagai program-program
perlindungan sosial lainnya seperti KIS, KIP, dan Rastra, sehingga keluarga
penerima PKH juga akan mendapatkan manfaat dari program-program
-L.78-
perlindungan sosial tersebut. Dengan berkurangnya beban keluarga miskin tersebut,
diharapkan akan dapat mempercepat pengurangan kemiskinan di tanah air.
Menanggapi pandangan dari Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat
terkait dengan masalah ketimpangan, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut. Kami sangat mengapresiasi pandangan anggota Dewan bahwa kesenjangan
ekonomi yang lebar dapat mendorong kecemburuan, meningkatkan
ketidakpercayaan yang meluas dan berpotensi menimbulkan ledakan sosial.
Demikian juga masih tingginya kemiskinan dan pengangguran dapat membawa
dampak kerentanan dan berbagai permasalahan sosial turunan, yang dapat
mengancam kohesi sosial dan menghancurkan sendi-sendi bangunan kepercayaan
sebuah negara-bangsa. Oleh karena itu, Pemerintah saat ini terus berupaya keras
untuk melakukan konsolidasi ekonomi nasional dalam rangka meningkatkan
kedaulatan dan kesejahteraan rakyat khususnya untuk mengurangi kesenjangan
dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Penurunan kesenjangan ini menjadi salah satu prioritas dan sasaran pembangunan
nasional pada tahun 2018. Untuk memperbaiki Rasio Gini, maka pendapatan
kelompok 40 persen penduduk terbawah, yaitu penduduk miskin dan rentan, harus
tumbuh lebih cepat dibandingkan kelompok lain. Strategi yang telah ditempuh sejak
tahun 2015 seperti pemerataan antarkelompok pendapatan, pembangunan kawasan
perbatasan negara, daerah tertinggal, perdesaan dan perkotaan, serta
pengembangan konektivitas nasional telah berhasil memperbaiki tingkat
kesenjangan yang ditunjukkan oleh penurunan Rasio Gini dari 0,41 pada tahun 2014
menjadi 0,40 pada tahun 2015 dan menjadi 0,39 pada tahun 2016. Pada tahun 2017
dan 2018, pemerintah tetap melanjutkan strategi untuk mengurangi beban hidup
dan meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Pencapaian pemerataan pendapatan dan antarwilayah dilakukan secara terintegrasi
antara lain dengan: 1) mendorong aktivitas ekonomi untuk menghasilkan
kesempatan kerja dan usaha yang lebih luas; 2) mengembangkan ekonomi produktif;
3) memperluas pelayanan dasar; dan 4) melaksanakan perlindungan sosial yang
komprehensif melalui perluasan jaminan sosial dan bantuan sosial terintegrasi.
Layanan dasar dan cakupan bantuan sosial tersebut akan terus diperluas dengan
diberikan kepada penduduk miskin dan rentan. Selain itu, peningkatan pendapatan
masyarakat akan diupayakan dengan perbaikan iklim usaha, penciptaan lapangan
pekerjaan yang lebih luas dan merata, penguatan peran BUMN sebagai motor
pembangunan, dukungan yang lebih luas untuk UMKM dan pengembangan
kewirausahaan, serta penguatan basis ekonomi di perdesaan melalui pembangunan
infrastruktur dan Dana Desa.
-L.79-
Dari sisi fiskal, salah satu kebijakan yang perlu didorong antara lain adalah
diterapkannya pajak progesif terutama untuk pajak kekayaan, pajak warisan,
maupun pajak lahan yang tidak aktif. Kebijakan pemberian hak guna tanah yang
tidak aktif kepada masyarakat untuk dikelola menjadi lahan produktif dapat menjadi
salah satu alternatif penguatan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.
Dengan demikian diharapkan penurunan ketimpangan akan dapat terjadi. Selain itu,
kebijakan reforma agraria yang dilakukan dengan hati-hati dan tepat sasaran juga
diharapkan mempu mengurangi ketimpangan yang terjadi.
Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural dan
akselerasi pembangunan infrastruktur untuk mendorong pelaksanaan program
ekonomi berkeadilan guna meningkatkan pemerataan pembangunan dan
pengurangan kesenjangan. Arah kebijakan pembangunan nasional ke depan
ditujukan untuk mendorong percepatan upaya untuk mengatasi tantangan ekonomi
yang terjadi, terutama fokus kepada program pengentasan kemiskinan, pengurangan
kesenjangan, penurunan tingkat pengangguran serta peningkatan kualitas
pertumbuhan ekonomi Indonesia (inclusive growth).
Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat
terkait dengan masalah ketenagakerjaan, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut. Data BPS menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dalam lima
tahun terakhir mengalami tren yang menurun. Pada Februari 2017, TPT nasional
turun menjadi 5,33 persen. Namun demikian, Pemerintah menyadari bahwa
penyerapan tenaga kerja dari setiap satu persen pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan dan angka penyerapan tenaga kerja tersebut belum mampu mengurangi
pekerja rentan secara signifikan. Di sisi lain, lebih dari separuh pekerja Indonesia
berada di sektor informal dengan produktivitas relatif lebih rendah dibandingkan
pekerja formal. Sementara itu, upah yang menjadi ukuran kualitas pekerjaan
kadang-kadang tidak memadai, yang tercermin pada waktu kerja yang panjang,
setengah menganggur, dan kurangnya perlindungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya turunnya performa industri pengolahan yang terimbas
masih lesunya perekonomian global, automatisasi dunia usaha, dan daya saing
pekerja yang masih rendah. Oleh karena itu, pemerintah akan terus menjaga iklim
ketenagakerjaan dan hubungan industrial, peningkatan keahlian tenaga kerja
melalui pelatihan, serta mengintegrasikan informasi pasar kerja. Sementara itu,
pembangunan infrastruktur yang berasal dari belanja K/L, Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan Dana Desa, diharapkan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
Selain itu, pemerintah juga mendukung UMKM dan kewirausahaan dengan
pelatihan keterampilan, permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR),
kemudahan dan perlindungan usaha, serta pendampingan dan kemitraan usaha. Di
-L.80-
level perdesaan, skema ini juga diaplikasikan dengan cara yang lebih sederhana.
Permodalan didukung dengan lembaga keuangan berbasis komunitas, peningkatan
keterampilan praktis, penyediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
ekonomi, serta pendampingan masyarakat desa.
Pemerintah akan terus berupaya melakukan perbaikan struktur ketenagakerjaan
melalui peningkatan pendidikan tenaga kerja, mendorong penguatan sektor
pertanian, meningkatkan porsi pekerja formal, dan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja. Terkait dengan pandangan perlunya mengembangkan sektor pertanian,
Pemerintah memiliki rencana strategis kebijakan ekonomi berkeadilan yang
diantaranya melalui reforma agraria untuk meningkatkan nilai tambah pengelolaan
lahan, mendorong terciptanya skala ekonomi kegiatan pertanian yang mampu
mendongkrak pendapatan petani, mendorong proporsi kepemilikan perkebunan
yang lebih adil, dan menyediakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan
pendapatan nelayan. Namun, pemerintah juga menyadari bahwa implementasi
strategi tersebut perlu perencanaan dan implementasi yang sangat matang serta
pengawasan dan dukungan data yang akurat agar tepat sasaran.
Secara umum, struktur ketenagakerjaan menunjukkan kecenderungan yang
membaik. Proporsi pekerja formal meningkat dan mencapai 42,4 persen tahun 2016,
dan peningkatan pekerja formal tersebut sebagian besar terjadi di sektor jasa.
Pembangunan sektor tradable, terutama industri manufaktur padat pekerja yang
bernilai tambah tinggi, menjadi unggulan. Pertumbuhan sektor jasa juga menjadi
andalan untuk menyediakan lapangan kerja formal, terutama kegiatan ekonomi yang
memanfaatkan teknologi informasi. Dari sisi supply, peningkatan keahlian tenaga
kerja menjadi perhatian Pemerintah dengan melaksanakan upaya peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi yang berupa kerjasama yang erat antara
Pemerintah dan Pemda, industri, dan lembaga Diklat. Untuk mendukung sertifikasi
tenaga kerja, kerangka kualifikasi akan terus disempurnakan dengan merincinya
berdasarkan kualifikasi dan okupasi, terutama kompetensi di sektor-sektor yang
banyak menciptakan kesempatan kerja.
Pemerintah juga akan fokus pada pembangunan sektor-sektor yang dapat
menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, seperti: pertama, melalui prioritas
pembangunan – sektor unggulan, sektor pertanian dalam pembangunan kedaulatan
pangan, menyelaraskan kebijakan produksi pangan. Kebijakan diarahkan pada
peningkatan produktivitas dan penanganan gangguan terhadap produksi pangan,
mengingat 35% penduduk bekerja di sektor ini. Kedua, sektor maritim dan kelautan
menekankan peran laut sebagai sumber kesejahteraan bagi penduduk. Fokus
kebijakan antara lain melalui pembangunan konektivitas nasional dan ekonomi
maritim dan kelautan. Ketiga, perhatian pemerintah terhadap sektor manufaktur
-L.81-
dengan melakukan langkah nyata melalui pembangunan 14 kawasan industri dan
kawasan ekonomi khusus di beberapa lokasi. Pembangunan dimaksud diharapkan
dapat menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar.
Di samping itu, Pemerintah akan terus mendorong (i) program “link and match”
yang difokuskan kepada pendidikan kejuruan dan pengembangan keahlian, (ii)
peningkatan keahlian tenaga kerja yang akan diarahkan untuk mempersiapkan
tenaga kerja sehingga dapat memiliki keahlian sesuai dengan permintaan pihak
industri, (iii) pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan berdasarkan
standar kompetensi yang akan dikembangkan oleh industri bekerja sama dengan
lembaga pendidikan dan pelatihan sehingga dapat memperkecil ketidaksesuaian
jenis keahlian yang dipersiapkan, dan (iv) penguatan layanan informasi pasar kerja
dengan cara memperluas bursa kerja di daerah industri maupun kota besar. Melalui
layanan informasi kerja diharapkan dapat mempertemukan antara pencari kerja
dengan pengguna tenaga kerja.
Pemerintah menyadari bahwa saat ini lulusan SMK telah menyumbang sebagian
besar pengangguran nasional. Masih banyaknya pengangguran yang merupakan
lulusan SMK tersebut disebabkan tingkat keahlian dan keterampilan yang diperoleh
dari sekolah masih kurang memadai dan belum dapat memenuhi kualifikasi serta
kesesuaian dengan kebutuhan dunia usaha. Untuk itu, penguatan pendidikan
kejuruan dan vokasi yang bersifat link and match harus dilaksanakan antara lain
melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diharapkan dapat membekali
keterampilan para lulusannya menjadi lebih baik dibandingkan lulusan Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Pemerintah juga akan terus berupaya untuk meningkatkan keterampilan kerja para
lulusan SMK antara lain melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan
keterampilan kerja, penyesuaian kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia
usaha, serta penyediaan akses pendidikan dan pelatihan keterampilan nonformal.
Selain itu, untuk mendapatkan hasil pendidikan vokasi yang optimal maka
diperlukan adanya sinergi antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha antara lain
melalui peningkatan kerja sama antara Kemendikbud dengan APINDO dan KADIN.
Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat
terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dapat kami sampaikan bahwa
indikator ini dijadikan sebagai tolok ukur aspek capaian pendidikan dan kesehatan
yang merupakan bentuk penyediaan layanan dasar kepada masyarakat, dimana
dalam tiga tahun terakhir, angka IPM nasional mengalami tren meningkat yakni dari
68,90 di tahun 2014 menjadi 70,19 di tahun 2016. IPM menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
-L.82-
kesehatan dan pendidikan. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia dan sebagai ukuran
kinerja Pemerintah. IPM terkait dengan pendidikan dapat dilihat melalui angka
harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Pada tahun 2018, dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, Pemerintah yakin akan mampu mencapai
target IPM dengan lebih realistis yakni sebesar 71,50. Kami juga ingin
mengklarifikasi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai sasaran
IPM sebesar 75,3 di tahun 2016 masih menggunakan penghitungan metode lama
dari BPS. Namun, seiring dengan metode baru yang dikeluarkan BPS, maka angka
realisasi IPM mengalami koreksi. Dan berdasarkan metode baru tersebut, Indonesia
telah mencapai IPM kategori tinggi yakni 70,18 pada akhir tahun 2016.
Selain itu, untuk meningkatkan pemerataan dalam capaian IPM antarwilayah, mulai
tahun 2017 program wajib belajar 12 tahun terus digalakan, dan akan diteruskan
pada tahun 2018. Melalui program wajib belajar 12 tahun ini diharapkan harapan
lama sekolah dapat ditingkatkan. Hal ini diperkuat dengan upaya peningkatan akses
layanan dasar terhadap masyarakat 40 persen terbawah, terutama akses terhadap
layanan pendidikan, kesehatan, dan sanitasi. Ketiga akses layanan dasar utama ini
diharapkan dapat meningkatkan lama sekolah dan harapan hidup masyarakat
kelompok miskin dan rentan tersebut sehingga akhirnya dapat meningkatkan dan
memeratakan capaian IPM secara regional dan nasional.
Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat
terkait peningkatan efektivitas program-program penanggulangan
kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran, dapat kami sampaikan hal-hal
sebagai berikut. Pemerintah sepakat dengan anggota Dewan untuk memperkuat
pengelolaan ekonomi makro dan pengelolaan fiskal yang memberikan daya dorong
yang lebih kuat terhadap perkembangan sektor riil dan kehidupan ekonomi
masyarakat bawah. Pemerintah juga terus berupaya menjaga dan meningkatkan
daya beli masyarakat khususnya masyarakat bawah agar terlepas dari jerat
kemiskinan. Untuk itu, pemerintah akan terus menjaga tingkat inflasi agar cukup
rendah dan stabil serta terus memperluas sistem jaminan nasional yang lebih efektif
dan efisien.
Pemerintah juga sepakat dengan Anggota Dewan untuk terus melanjutkan program-
program pro rakyat miskin dari periode sebelumnya. Program-program
perlindungan sosial yang menunjukkan manfaat nyata bagi masyarakat tetap
dilaksanakan dan ditingkatkan kualitasnya. Dengan berbagai bantuan sosial seperti
Program Keluarga Harapan (PKH), beras untuk keluarga sejahtera (Rastra), KIS,
KIP, BPJS, serta bantuan sosial lain di tahun 2018, Pemerintah terus berupaya
untuk mengurangi beban dan memperbaiki standar hidup penduduk miskin. Mulai
-L.83-
tahun 2018, subsidi pangan dan subsidi energi yaitu listrik dan gas 3 kg disalurkan
secara tepat sasaran menggunakan kartu terpadu dengan bantuan sosial non tunai
lainnya. Data penerima subsidi tepat sasaran ini bersumber dari Basis Data Terpadu
sehingga belanja negara khususnya bantuan sosial dapat lebih efektif mensasar
hanya kepada masyarakat miskin dan rentan secara utuh.
Sebagaimana diketahui dari beberapa studi, PKH merupakan program yang paling
efektif dalam menurunkan kesenjangan pendapatan dan kemiskinan, serta
peningkatan capaian pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah terus
memperluas cakupan kepesertaan PKH hingga 10 juta keluarga miskin dan rentan
pada tahun 2018, yang mencakup tidak hanya keluarga dengan anak balita, usia
sekolah dan ibu hamil, namun juga keluarga miskin dengan penyandang disabilitas
dan lansia di atas 70 tahun. Agar semakin efektif program pengentasan kemiskinan
tersebut akan didukung oleh perbaikan basis data menggunakan data termutakhir
yaitu Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2015 yang telah
divalidasi kembali oleh Kementerian Sosial pada tahun ini. Pendataan program-
program tersebut, termasuk KIP dan KIS serta Rastra juga telah menggunakan Basis
Data Tunggal yang merupakan hasil pemutakhiran basis data tersebut. Data tersebut
akan terus dimutakhirkan melalui verifikasi dan validasi yang dilaksanakan secara
berkala (6 bulan). Pemerintah juga masih melanjutkan penyediaan KUR melalui
skema suku bunga rendah yang didukung penjaminan kredit kepada usaha mikro
dan kecil, koperasi dan kelompok usaha yang usahanya layak, dan tenaga kerja
Indonesia (TKI).
Selanjutnya, kami sangat mengapresiasi pandangan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera mengenai Pemerintah harus tetap fokus pada tujuan jangka menengah
dan panjang, yakni mampu mengatasi middle income trap dan mampu
memanfaatkan bonus demografi. Untuk naik menjadi negara yang lebih maju,
Pemerintah menyadari tidak dapat diperoleh secara otomatis, namun dibutuhkan:
(1) kolektif dan kepemilikan yang kuat atas bangsa Indonesia dimana setiap orang
memiliki dan melakukan yang terbaik untuk mewujudkan impiannya; (2) institusi
yang kuat dan efektif yakni administrasi yang rapi, birokrasi yang efektif, legislatif
yang akuntabel, sistem peradilan yang independen, sektor swasta kreatif, dan media
yang independen dan akuntabel, yang kesemuanya berjalan beriringan; (3)
kepemimpinan yang baik yakni pemimpin yang visioner, mampu, dan adil, dengan
komitmen yang kuat untuk negara dan masyarakat; (4) kohesivitas sosial yakni
masyarakat mendukung kebijakan peningkatan kesejahteraan; dan (5) peningkatan
sumber daya manusia diantaranya melalui pendidikan formal yang mendukung
penelitian dan pengembangan, serta pendidikan kejuruan dan pelatihan untuk
pengembangan keterampilan. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang erat
-L.84-
tidak hanya pemerintah dan legislatif, melainkan masyarakat dan swasta yang
terlibat secara langsung guna menyiapkan manusia Indonesia dalam menyongsong
mencapai negara yang lebih maju, sehingga bonus demografi tidak akan sia-sia.
Pemerintah yakin dengan bergotong royong, Indonesia akan mampu mendorong
perekonomian nasional naik kelas menjadi berpendapatan menengah atas.