68
SKRIPSI DESEMBER 2017 FAKTOR DETERMINAN KEPATUHAN PENGOBATAN OAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR Diusulkan Oleh: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343 Pembimbing Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan Strata Satu program studi Pendidikan Dokter FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

SKRIPSI

DESEMBER 2017

FAKTOR DETERMINAN KEPATUHAN PENGOBATAN OAT PADA

PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TAMALANREA

MAKASSAR

Diusulkan Oleh:

JEIN PRATIWI PONGBULAAN

C11114343

Pembimbing

Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

menyelesaikan Strata Satu program studi Pendidikan Dokter

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

Page 2: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

ii

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Departemen Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, skripsi mahasiswa dengan

judul:

“FAKTOR DETERMINAN KEPATUHAN PENGOBATAN OAT PADA PASIEN

TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR”

Hari, Tanggal : Selasa, 7 Desember 2017

Waktu : 10.00 WITA - Selesai

Tempat : Ruang Pertemuan Departemen Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin

Pembimbing,

Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes

NIP 19711021 200212 2 003

Page 3: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Jein Pratiwi Pongbulaan

Stambuk : C11114343

Judul : Faktor Determinan Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Dengan ini telah dinyatakan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Makassar, 7 Desember 2017

Pembimbing,

Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes

NIP 19711021 200212 2 003

Page 4: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Skripsi dengan judul:

“FAKTOR DETERMINAN KEPATUHAN PENGOBATAN OAT PADA

PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TAMALANREA

MAKASSAR”

Dinyatakan telah dipertahankan dihadapan tim penguji dan telah diperiksa

serta disetujui untuk dinyatakan lulus pada sidang skripsi

di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 7 Desember 2017

Ketua tim penguji

Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes

NIP 19711021 200212 2 003

Anggota Tim Penguji:

Dr. dr . H. A. Armyn Nurdin, M.Sc dr. M. Rum Rahim, M.Sc

Page 5: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

v

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

JUDUL SKRIPSI:

“FAKTOR DETERMINAN KEPATUHAN PENGOBATAN OAT PADA

PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TAMALANREA

MAKASSAR”

Makassar, 7 Desember 2017

Pembimbing,

Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes

NIP 19711021 200212 2 003

Page 6: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Faktor Determinan Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar” ini.

Selama penulisan skripsi ini tentu terdapat banyak kesulitan, namun berkat

bimbingan dan bantuan dari banyak pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Tuhan Yesus yang sungguh mengasihi penulis dan memberikan pertolongan yang

luar biasa dalam proses pengerjaan skripsi ini.

2. Dr. dr. Sri Ramadany Karim, M. Kes sebagai pembimbing yang telah

meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta nasehat dalam penyusunan

proposal sampai pada penyusunan akhir skripsi ini.

3. Dr. dr . H. A. Armyn Nurdin, M.Sc dan dr. M. Rum Rahim, M.Sc sebagai

penguji yang bersedia meluangkan waktunya dalam menguji serta memberikan

saran dan kritiknya.

4. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS, FICS sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran dan Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

5. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta staf.

Page 7: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

vii

6. Petugas Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit di Puskesmas Tamalanrea

yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.

7. Kedua Orang Tua penulis yaitu Bapak Drs. Yohanis Kondo, M.Pd dan Ibu

Examin Ramba’, S.Pd yang telah membesarkan dan mendidik serta senantiasa

mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril dan

materi.

8. Kepada saudara penulis, adik Megatriani Matandung, Nona Utari, tante Susanty

Tandililing dan seluruh keluarga penulis yang senantiasa mendoakan dan

memberikan dukungan.

9. Untuk Kak Kalvin dan Kak Felix, yang selalu mendoakan dan memberikan

semangat serta turut berpartisipasi dalam pengambilan data.

10. Untuk Kak Tirza, kakak PA penulis, yang turut mendoakan dan memberikan

dukungan semangat bagi penulis.

11. Untuk saudara angkat penulis Imanuel Caesar Silamba yang juga mendukung

penulis dalam bentuk pemikiran dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi.

12. Untuk teman-teman sepembimbingan, Lanny Fargo dan Ayu Aditya atas

kebersamaan dan dukungan yang selalu diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

13. Kepada PMK FK-FKG UNHAS yang menjadi tempat iman penulis bertumbuh

sehingga dalam proses pengerjaan skripsi ini penulis belajar untuk mengandalkan

Tuhan.

Page 8: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

viii

14. Sahabat-sahabat “No Wacana”, Adeirma Suryani, Novia Tungadi, Novia

Tenggono, Kwan Silvea, Sulpiana, Apilia Patampang, Nurul Rahmita, Iin

Sakinah yang selalu memacu dalam penyelesaian skripsi

15. Untuk sahabat penulis, Danang Ananta Pramudya, Satrianty Totting, dan

Gabriela Tamara Perutu atas doa dan dukungan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

16. Seluruh teman-teman dan keluarga Neutrofl14vine angkatan 2014 Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan dalam penyelesaian skripsi.

17. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu saran dan kritik

yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi.Terakhir penulis

berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan

bagi pembaca dan khusunya juga bagi penulis.

Makassar, 5 Desember 2017

Penulis

Page 9: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................ ................. iii

KATA PENGANTAR............................................................................ ................ vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv

ABSTRAK .............................................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan Berobat ........................................................................................... 4

2.2 Tuberkulosis ..................................................................................................... 5

2.2.1 Definisi .................................................................................................... 5

Page 10: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

x

2.2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 6

2.2.3 Patogenesis Tuberkulosis Paru ............................................................... 8

A. Cara Penularan ................................................................................... 8

B. Perjalanan Alamiah TB pada Manusia .............................................. 9

C. Klasifikasi .......................................................................................... 10

D. Gejala Klinis ...................................................................................... 13

E. Diagnosis ........................................................................................... 13

F. Penatalaksanaan ................................................................................. 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ........................................................... 17

3.2 Kerangka Konsep ............................................................................................. 19

3.3 Definisi Operasional Variabel yang Diteliti ..................................................... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 21

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 21

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................... 21

4.4 Cara Pengumpulan Data .................................................................................. 21

4.5 Kriterian Inklusi ............................................................................................... 22

4.6 Kriteria Ekslusi ................................................................................................ 22

4.7 Pengolahan dan Penyajian Data ....................................................................... 22

4.8 Etika Penelitian ................................................................................................ 23

Page 11: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Responden .................................................................................. 24

5.2 Faktor Latar Belakang Pendidikan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT

pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar.............. 25

5.3 Faktor Kualitas Interaksi dengan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar .......................................................................................................... 27

5.4 Faktor Peran Keluarga Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar ................................. 28

5.5 Faktor Pengetahuan dan Kesadaran Pribadi Pasien Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar .......................................................................................................... 30

5.6 Faktor Jarak Sarana Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada

Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar ...................... 33

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1 Faktor Latar Belakang Pendidikan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT

pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar.............. 35

6.2 Faktor Kualitas Interaksi dengan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar .......................................................................................................... 37

6.3 Faktor Peran Keluarga Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar ................................. 39

Page 12: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xii

6.4 Faktor Pengetahuan dan Kesadaran Pribadi Pasien Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar .......................................................................................................... 40

6.5 Faktor Jarak Sarana Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada

Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar ...................... 41

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 43

7.2 Saran ................................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 45

Page 13: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Perjalanan Alamiah Penyakit ................................................... 9

Tabel 2.2 Obat Anti Tuberkulosis dan Efek Sampingnya....................................... 15

Tabel 2.3 Hasil Pengobatan..................................................................................... 16

Page 14: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekomendasi Persetujuan Etik ............................................................ xvii

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan .............................................. xviii

Lampiran 3 Pedoman Wawancara. ......................................................................... xix

Lampiran 4 Biodata Penulis .................................................................................... xxi

Page 15: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xv

SKRIPSI

FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS HASANUDDIN

Desember 2017

Jein Pratiwi Pongbulaan (C11114343)

FAKTOR DETERMINAN KEPATUHAN PENGOBATAN OAT PADA

PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TAMALANREA

MAKASSAR

(xvi + 47 halaman + 4 lampiran + 21 referensi)

ABSTRAK

Latar belakang: Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global, dimana

hampir sepertiga populasi dunia teinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan berisiko

menderita TB. Setiap tahun ada lebih dari 9 juta orang terdiagnosis TB dan 1,6 juta

diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Lebih dari 90% kasus dan kematian

akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang. Salah satu negara berkembang

yang terinfeksi kasus TB adalah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga

jumlah penderita TB di dunia, setelah India (1.762.000) dan Cina (1.459.000). Setiap

tahunnya terdapat 528.000 kasus baru TB di Indonesia . Indonesia merupakan negara

dengan penderita TB paru terbanyak kelima di dunia setelah India, Cina, Afrika

Selatan, dan Nigeria. Meskipun saat ini pengobatan OAT telah tersedia secara cuma-

cuma di berbagai layanan kesehatan, namun tahun 2010 didapatkan sebanyak 19,3%

penderita TB paru yang tidak patuh dalam minum obat. Ketidakpatuhan terhadap

pengobatan akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita

TB paru, sehingga akan meningkatkan risiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan

semakin banyak ditemukan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA)

yang resisten dengan pengobatan standar.

Tujuan: Untuk mengetahui faktor determinan kepatuhan pengobatan obat anti

tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui

wawancara secara mendalam (in-depth interview).

Hasil dan Kesimpulan: Faktor kualitas interaksi dengan petugas kesehatan dan

faktor kesadaran pribadi pasien memberikan pengaruh yang besar terhadap

kepatuhan pengobatan OAT di Puskesmas Tamalanrea Makassar, sedangkan faktor

latar belakang pendidikan pasien, faktor peran keluarga,faktor pengetahuan pasien,

dan faktor jarak sarana kesehatan tidak memberikan pengaruh yang bermakna.

Kata Kunci: Kepatuhan , Pengobatan OAT, Tuberkulosis Paru.

Page 16: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xvi

UNDERGRADUATED THESIS

FACULTY OF MEDICINE, HASANUDDIN UNIVERSITY

December 2017

Jein Pratiwi Pongbulaan (C11114343)

DETERMINANT FACTOR OF COMPLIANCE TO OAT TREATMENT BY

PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENT IN PUSKESMAS

TAMALANREA MAKASSAR

(xvi + 47 pages + 4 attachments + 21 references)

ABSTRACT

Background: Tuberculosis (TB) is a global health concern, with almost a third of the

world's population infected with Mycobacterium tuberculosis and at risk of

developing TB. Annually, more than 9 million people are diagnosed with TB, 1.6

million among them are fatal cases. More than 90% of TBcases and deaths caused by

TB in the world occur in developing countries. One of said developing countries is

Indonesia. Indonesia ranks third in number of TB patients in the world, after India

(1,762,000) and China (1,459,000). Each year there are 528,000 new TB cases in

Indonesia. Indonesia is the country with the fifth most pulmonary TB patient in the

world after India, China, South Africa, and Nigeria. Although OAT treatment is

available and free of charge in various health services, but in 2010, a survey carried

out that 19.3% of patients with pulmonary tuberculosis does not comply with the

treatment. Noncompliance to the treatment will result in high rates of treatment

failure for pulmonary TB patients, thus increasing the risk of morbidity, death, and

increase the number ofnew pulmonary TB patients with acid-resistant Basil (BTA)

with resistance to standard treatment.

Objective: To identify the determinant factors of compliance to treatment with anti-

tuberculosis drug in pulmonary tuberculosis patient.

Methods: This is a qualitative research. The data is obtained through in-depth

interviews.

Results and Conclusions: Factors concerning quality of interaction with health

personnel and personal awareness have major effect on compliance to OAT

treatment at PuskesmasTamalanrea Makassar, whereas the patient's educational

background, family role factors, patient knowledge factors, and distance to health

facilities hold no significant role.

Keywords: Compliance, OAT Treatment, Pulmonary Tuberculosis

Page 17: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global, dimana hampir

sepertiga populasi dunia teinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan berisiko

menderita TB. Setiap tahun ada lebih dari 9 juta orang terdiagnosis TB dan 1,6 juta

diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Lebih dari 90% kasus dan kematian

akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang. (Dhiyantari et al, 2013).

Salah satu negara berkembang yang terinfeksi kasus TB adalah Indonesia.

Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita TB di dunia, setelah India

(1.762.000) dan Cina (1.459.000). Depkes RI memperkirakan bahwa setiap tahunnya

terdapat 528.000 kasus baru TB di Indonesia (Menkes RI, 2010). Indonesia

merupakan negara dengan penderita TB paru terbanyak kelima di dunia setelah

India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria (WHO, 2009).

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment

Short-course) sebagai pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan

strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis efektif

(cost-efective). Sejak tahun 2000, strategi DOTS dilaksanakan secara Nasioanal di

seluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan

kesehatan dasar. (Menkes RI, 2011).

Page 18: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

2

Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH,

Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol selama 6 bulan (Menkes RI, 2011).

Meskipun saat ini pengobatan OAT telah tersedia secara cuma-cuma di berbagai

layanan kesehatan, namun berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2010 didapatkan sebanyak 19,3% penderita TB paru yang tidak patuh dalam minum

obat (Dhewi et all, 2013).

Tingkat ketidakpatuhan pemakaian obat TB paru sangatlah penting, karena bila

pengobatan tidak dilakukan secara teratur dan tidak sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan maka akan dapat timbul kekebalan (resistence) kuman tuberkulosis

terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara meluas disebut dengan multidrugs

Resistence (Depkes RI, 2002).

Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan tingginya angka

kegagalan pengobatan penderita TB paru, sehingga akan meningkatkan risiko

kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin banyak ditemukan penderita TB

paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang resisten dengan pengobatan standar.

Pasien yang resisten tersebut akan menjadi sumber penularan kuman yang resisten di

masyarakat. Hal ini tentunya akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di

Indonesia serta memperberat beban pemerintah (Depkes RI, 2005).

Mengingat TB paru merupakan penyakit yang menular, penting untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan OAT

pada penderita TB paru. Belum adanya gambaran mengenai hal tersebut di

Puskesmas Tamalanrea membuat peneliti tertarik untuk melakukan analisis yang

Page 19: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

3

diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan keberhasilan pengobatan

TB di Puskesmas Tamalanrea.

1.2 Rumusan Masalah

Apa sajakah faktor determinan kepatuhan pengobatan obat anti tuberkulosis?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor determinan kepatuhan pengobatan obat anti

tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1. Manfaat aplikatif

Manfaat aplikatif penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi

praktisi kesehatan dalam tatalaksana penyakit TB untuk mencegah terjadinya

kegagalan pengobatan.

1.4.2 Manfaat Metodologis

Sebagai masukan kepada pihak instansi terkait dalam mengambil dan

memutuskan kebijakan-kebijakan untuk mengurangi angka kejadian

kegagalan pengobatan TB.

1.4.3 Manfaat Teoritis

Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi peneliti untuk

perkembangan keilmuan

Page 20: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan Berobat

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah

pada tujuan yang telah ditentukan. Literatur perawatan-kesehatan mengemukakan

bahwa kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan yang dicapai pada program

pengobatan yang telah ditentukan (Bastable, 2002).

Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku

yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain. Kepatuhan pasien sebagai

sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas

kesehatan. (Prayogo, 2013).

Ada dua faktor yang berhubungan dengan kepatuhan, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi karakter si penderita seperti usia,

sikap, nilai sosial, dan emosi yang disebabkan oleh penyakit. Adapun faktor

eksternal yaitu dampak dari pendidikan kesehatan, interaksi penderita dengan

petugas kesehatan (hubungan antara keduanya) dan tentunya dukungan dari keluarga,

petugas kesehatan, dan teman. Kemudian menurut Niven, ada 4 faktor yang

berhubungan dengan ketidakpatuhan, yaitu:

a. pemahaman tentang insruksi;

b. kualitas interaksi, antara professional kesehatan dan pasien;

c. isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan;

Page 21: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

5

d. sikap dan kepribadian (Niven, 2002)

Menurut Eraker dkk (1984) dan Levanthal dan Cameron (1987), kepatuhan

pasien program kesehatan dapat ditinjau dari berbagai perspektif teoritis:

1) biomedis, yang mencakup demografi pasien, keseriusan penyakit, dan

kompleksitas program kesehatan;

2) teori perilaku/pembelajaran sosial, yang menggunakan pendekatan

behavioristik dalam hal reward, petunjuk, kontrak, dan dukungan sosial;

3) putaran umpan balik komunikasi dalam hal mengirim, menerima, memahami,

menyimpan, dan penerimaan;

4) teori keyakinan rasional, yang menimbang manfaat pengobatan dan risiko

penyakit melalui penggunaan logika cost-benefit;

5) sistem pengaturan diri, pasien dilihat sebagai pemecah masalah yang

mengatur perilakunya berdasarkan persepsi atas penyakit, keterampilan

kognitif, dan pengalaman masa lalu yang mempengaruhi kemampuan mereka

untuk membuat rencana dan mengatasi penyakit (Bastable, 2002).

2.2 Tuberkulosis

2.2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB

BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang

dikeluarkannya. TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil

Page 22: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

6

(Kemenkes RI, 2015). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2011).

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi

kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu

pneumonia, yaitu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M.

tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian

penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis

ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

2.2.2 Epidemiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan

berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insidens dan kematian akibat

tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang

9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India,

Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak

yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO,

Global Tuberculosis Report, 2015).

Pada tahun 2013-2014 dilakukan survei prevalensi tuberkulosis yang

bertujuan untuk menghitung prevalensi tuberkulosis paru dengan konfirmasi

bakteriologis pada populasi yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia. Pada

survei ini dilakukan penambahan metode pemeriksaan selain menggunakan

pemeriksaan dahak mikroskopis dan pemeriksaan foto toraks ditambahkan

pemeriksaan x-ray, gen expert dan kultur. Dengan penambahan metode

Page 23: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

7

pemeriksaan dalam penetapan kasus tuberkulosis ini maka jumlah penderita

tuberkulosis yang terjaring menjadi lebih banyak daripada tahun-tahun

sebelumnya (Kemenkes RI, 2016).

Angka prevalensi TB pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/ 100.000

penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka

insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar

183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas

pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada

tahun 2013 (WHO, Global Tuberculosis Report, 2015).

Pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910

kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan

pada tahun 2014 yang sebesar 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang

dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa

Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut

sebesar 38% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Kemenkes RI, 2016).

Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan. Pada masing-masing

provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan (Kemenkes RI, 2016).

Menurut kelompok umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2015 paling

banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 18,65%

Page 24: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

8

diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 17,33% dan pada kelompok umur

35-44 tahun sebesar 17,18% (Kemenkes RI, 2016).

2.2.3 Patogenesis Tuberkulosis Paru

A. Cara Penularan

1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik

dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB

dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman

dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah

kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc

dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis

langsung.

2) Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif

adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif

adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto

Toraks positif adalah 17%.

3) Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang

mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.

4) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes

RI, 2014).

Page 25: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

9

B. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut

meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia

yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Tahapan Perjalanan Alamiah Penyaki (Kemenkes RI, 2014)

Page 26: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

10

C. Klasifikasi

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

Tuberkulosis paru: TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.

Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.

Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi

pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,

dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan

sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB

paru.

Tuberkulosis ekstra paru: TB yang terjadi pada organ selain paru,

misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,

selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra

paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis.

Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,

diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan

gambaran TB yang terberat.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun

kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).

Page 27: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

11

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).

Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan

TB terakhir, yaitu:

a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik

karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB

yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan

lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai

pengobatan pasien setelah putus berobat /default).

d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil

akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

Page 28: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

12

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

a) Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh

uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :

Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini

pertama saja

b) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini

pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

c) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan

d) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus

juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan

minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,

Kapreomisin dan Amikasin)

e) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan

atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan

metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

Selain itu terdapat pula klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV.

(Kemenkes RI, 2014 )

Page 29: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

13

D. Gejala Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, malaise, berkeringat

malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes

RI, 2011).

E. Diagnosis

Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB

paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan

pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah

pemeriksaan mikroskopik langsung, biakan, dan tes cepat. Pemeriksaan

dahak mikroskopik langsung berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menetukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang

dikumpulkan dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-

Pagi-Sewaktu (SPS). Pasien ditetapkan menjadi pasien TB apabila minimal 1

(satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak hasilnya BTA positif. Pemeriksaan

biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis dilakukan untuk

menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien TB ekstra paru, pasien TB anak,

serta pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik langsung BTA

negatif. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka

Page 30: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

14

penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil

pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto

thoraks). Pemeriksaan uji kepekaan obat juga diperlukan untuk menentukan

ada tidaknya resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT

(Kemenkes RI, 2014).

F. Penatalaksanaan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efisien untuk

mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB.

Adapun prinsip dari pengobatan OAT, yaitu:

1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah resistensi.

2) Diberikan dalam dosis yang tepat.

3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Minum Obat) sampai selesai pengobatan.

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam

tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

(Kemenkes RI, 2014).

Page 31: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

15

Pada tahap awal, pengobatan diberikan setiap hari untuk menurunkan jumlah

kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian

kecil kuman yang mugkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapat

pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan

selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa

adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama

2 minggu. Sedangkan tahap lanjutan merupakan tahap penting untuk membunuh

sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga

pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).

Adapun Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Obat Anti Tuberkulosis dan Efek Sampingnya (Kemenkes RI, 2014).

Page 32: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

16

Adapun hasil pengobatan yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 Hasil Pengobatan (Kemenkes RI, 2014).

Page 33: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

17

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan tinjauan kepustakaan, pemikiran penulis, serta tujuan dari

penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa variabel yang berhubungan

dengan faktor-faktor determinan kepatuhan pengobatan OAT pada pasien TB

paru di Puskesmas Tamalanrea.

a) Variabel Dependen

Kepatuhan pasien TB paru dalam pengobatan OAT.

b) Variabel Independen

1. Latar Belakang Pendidikan Pasien

Latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi

cara berpikir dan sikap pasien selama masa pengobatan dari segi

penerimaan penyakit serta kepatuhan dalam meminum obat. Dengan

pengetahuan yang tinggi, maka individu akan menyadari begitu

pentingnya kesehatan sehingga termotivasi untuk menjalankan proses

berobat dengan patuh, begitu juga sebaliknya.

2. Kualitas Interaksi dengan Petugas Kesehatan

Kualitas interaksi antara pasien dengan petugas kesehatan

dalam hal proses edukasi serta kemampuan petugas pasien dalam

Page 34: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

18

memperlakukan pasien dengan ramah serta berempati akan

memotivasi pasien untuk patuh dalam menjalani pengobatan.

3. Peran Keluarga

Keluarga memiliki peranan yang penting dalam penerimaan

pasien terhadap keadaannya. Pasien yang mendapatkan perhatian dari

pihak keluarga diperkirakan akan memotivasi pasien untuk patuh

dalam menjalani pengobatan. Pengobatan yang teratur dapat dibantu

oleh keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO).

4. Pengetahuan dan Kesadaran Pribadi Pasien

Pengetahuan dan kesadaran pasien menggambarkan persepsi

pasien terhadap penyakit tuberkulosis dan bagaimana upaya pasien

dalam menghadapinya.

5. Jarak Sarana Kesehatan

Jarak sarana kesehatan merupakan jarak yang harus ditempuh

oleh pasien untuk mencapai sarana kesehatan selama proses

pengobatan. Jauh dekatnya perjalanan yang ditempuh pasien dalam

mencapai sarana kesehatan akan berdampak pada keinginan pasien

untuk datang berobat.

Page 35: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

19

3.2 Kerangka Konsep

3.3 Definisi Operasional

1) Kepatuhan pengobatan OAT yang dimaksud adalah menuruti aturan

pengobatan OAT secara lengkap selama 6 bulan dan pemeriksaan secara

rutin.

2) Latar Belakang Pendidikan, yaitu sekolah formal yang berhasil ditamatkan

oleh responden.

3) Kualitas Interaksi dengan Petugas Kesehatan meliputi cara petugas

berinteraksi dengan pasien dalam memberikan instruksi dan pelayanan

kesehatan.

Pendidikan

Kualitas Interaksi

Jarak

Pengetahuan dan

Kesadaran

Peran Keluarga

Kepatuhan Pengobatan

OAT

Page 36: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

20

4) Peran Keluarga meliputi keterlibatan keluarga dalam mendampingi dan

memperhatikan pasien selama masa pengobatan.

5) Pengetahuan dan Kesadaran Pribadi Pasien adalah tingkat pemahaman pasien

terhadap penyakit tuberkulosis dan sejauh mana upaya pasien dalam

menjalani pengobatan.

6) Jarak Sarana Kesehatan yaitu jarak tempat tinggal pasien dengan sara na

kesehatan baik dengan menggunakan alat transportasi maupun tidak.

Penilaian jauh dan dekatnya sarana kesehatan relatif bagi tiap responden.

Page 37: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

21

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode

wawancara secara mendalam (in-depth interview) untuk mengetahui dan memahami

secara mendalam faktor determinan kepatuhan pengobatan OAT pada pasien

tuberkulosis di Puskesmas Tamalanrea.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Dilakukan di Puskesmas Tamalanrea pada bulan November 2017.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang dijadikan objek penelitian adalah pasien TB paru yang berobat di

Puskesmas Tamalanrea pada November 2017. Jumlah sampel tidak menjadi acuan

peneliti. Penelitian ini lebih difokuskan pada informasi yang diperoleh dari

responden.

4.4 Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui wawancara secara mendalam (in-depth interview) yang

dilakukan kepada setiap yaitu penderita TB paru yang berobat di puskesmas

Tamalanrea. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi puskesmas pada

jadwal berobat pasien TB di Puskesmas Tamalanrea yang diadakan tiap hari Selasa.

Data penderita diperoleh dengan melihat kartu pengobatan yang ada di puskesmas.

Page 38: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

22

Jumlah responden tidak menjadi acuan. Data dikumpulkan hingga mencapai titik

saturasi yang sesuai dengan tujuan penetilian. Pada wawancara mendalam ini

diberikan beberapa pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup menggunakan

pedoman wawancara, kemudian jawaban responden dicatat atau direkam dengan

menggunakan recorder.

4.5 Kriteria Inklusi

a. Bersedia menjadi partisipan atau responden

b. Memiliki data rekam medik yang lengkap

4.6 Kriteria Ekslusi

a. Pasien TB paru yang menderita dispepsia.

b. Pasien TB paru dengan gangguan berbicara.

c. Pasien TB paru dengan gangguan mental.

d. Pasien TB paru dengan gangguan memori.

4.7 Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dapat dilakukan sejak awal penelitian. Data yang telah

dikumpulkan, data kemudian diolah dengan mengambil intisari dari setiap jawaban

responden yang mengacu pada rumusan masalah dan tujuan penelitian. Setelah itu,

data disusun delam bentuk narasi untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk naskah.

Page 39: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

23

4.8 Etika Penelitian

1) Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada instansi yang

bersangkutan sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2) Peserta in-dept interview memberikan persetujuan secara tertulis untuk

dijadikan sabagai responden dalam penelitian.

3) Menjaga kerahasiaan data subjek penelitian yang didapatkan selama proses

wawancara.

Page 40: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

24

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih 1

pekan, yaitu dari tanggal 7 sampai dengan tanggal 14 November 2014. Yang menjadi

sampel penelitian adalah pasien penderita tuberkulosis paru yang menjalankan

program penanggulangan TB dengan startegi DOTS di Puskesmas Tamalanrea

Makassar.

Wawancara dilakukan pada hari yang bertepatan dengan hari pengambilan

OAT yaitu setiap hari Selasa. Pasien yang datang untuk mengambil OAT diarahkan

oleh petugas puskesmas bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P)

untuk mengikuti wawancara.

Data/hasil wawancara kemudian diolah dengan mereduksi dan mengambil

inti sari dari setiap jawaban responden yang mengacu pada rumusan masalah dan

tujuan penelitian dan hasilnya disajikan dalam bentuk naskah.

5.1 Karakteristik Responden

a. Umur

Umur responden berada pada interval 14-58 tahun. Dengan rincian 1

orang berumur 14 tahun, 2 orang berumur 20 tahun, 1 orang berumur 21

tahun, 1 orang berumur 25 tahun, 1 orang berumur 28 tahun, 1 orang

Page 41: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

25

berumur 39 tahun, 1 orang berumur 41 tahun, 1 orang 52 tahun dan 1

orang berumur 58 tahun.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden terdiri atas 3 orang laki-laki dan 7 orang

perempuan.

c. Pekerjaan

Mata pencaharian responden yaitu 1 orang wiraswasta, 4 orang

mahasiswa, 2 orang ibu rumah tangga, 1 orang perawat, 1 orang pegawai

dan 1 orang siswa SMP.

5.2 Faktor Latar Belakang Pendidikan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada

Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Dari hasil wawancara, latar belakang pendidikan pasien TB paru berbeda-

beda. Responden yang mencapai pendidikan formal hingga jenjang S1 sebanyak

2 orang, responden yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat SMA sebanyak

2 orang, responden dengan latar pendidikan sekolah keguruan 1 orang,

responden yang masih dalam bangku kuliah sebanyak 4 orang, dan responden

yang masih menjalani pendidikan pada tingkat SMP sebanyak 1 orang. Dari

keseluruhan responden, ada 2 responden yang berlatar belakang pendidikan

kesehatan.

Page 42: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

26

Ibu R, dengan pendidikan formal terakhir S1 mengatakan, “Dianjurkan

supaya teratur minum obatnya. Artinya kalo teratur, penyembuhannya bertahap

bagus. Bisa sampai 6 bulan sembuh.”

Sedangkan Ibu A, dengan pendidikan formal terakhir pada tingkat sekolah

menengah atas mengatakan, “...cuma pelajaran ji juga itu bagi saya toh karna

saya pikir juga biasa kalo saya tidak minum, mati ka’.”

Seluruh responden mampu menerima arahan dari petugas kesehatan dengan

baik tanpa penolakan yang berarti. Seperti yang dipaparkan oleh Ibu R, ibu

rumah tangga yang mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah menengah

atas sebagai berikut:

“Iya, dia kan sebelumnya sudah ini, pertama berobat dia sudah kasi

penyampaian sebelumnya segala macam. Sudah dikasi tau di awal ini

tergantung dari pasien sendiri. Kalo pasien mau sembuh, rutin ki’ minum obat

karna kita sudah capek-capek kasi arahan kalo pasiennya memang kayak malas-

malasan begitu yah wajar kalo marah kan. Apalagi kalo putus minum obatnya

itu kan terulang lagi jadinya.”

Beberapa responden mengaku tidak masalah jika petugas kesehatan mesti

bersikap tegas dalam masa pengobatan. Secara umum, penerimaan responden

terhadap penyakitnya cukup baik dan sangat terbuka dalam menerima masukan

dan arahan dari petugas kesehatan yang terlibat dalam proses pengobatan OAT.

Page 43: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

27

5.3 Faktor Kualitas Interaksi dengan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar

Di Puskesmas Tamalanrea, petugas kesehatan yang bertugas untuk melayani

pasien TB paru adalah petugas pada bidang Pengendalian dan Pemberantasan

Penyakit (P2P). Dari beberapa hasil wawancara diketahui bahwa petugas P2P

yang memberikan pelayanan dalam masa pengobatan OAT cukup ramah dan

interaktif bahkan bisa dikatakan memiliki relasi yang cukup dekat dengan pasien

yang datang berobat. Petugas P2P memberikan edukasi dan arahan minum obat

dengan cukup baik dan sederhana sehingga mudah dipahami oleh responden.

“Bagus karena jadi disiplin juga minum obatnya. Yang cara makan itu,

pokoknya semuanya.... Iya saya jadi lebih rajin makan. Kadang saya malas-

malas makan. Dulu saya sarapan kadang jam 1, sekarang jam 9 sudah

sarapan.”

(N, 25 tahun)

”Ee... Ada semacam brosur toh dia kasi liat saya, dampak dari obatnya kalo

diminum. Dia kasi arahan supaya rutin karena kalo nda, berkelanjutan katanya

dimulai dari awal lagi. Cara ngomongnya kan bagus ji toh, jadi kita juga nda

terlalu anu ji, nda ragu ji untuk datang.”

(R, 39 tahun)

Page 44: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

28

Untuk pendistribusian OAT bagi responden, petugas P2P membuat langkah

yang cukup efektif untuk membantu responden untuk meminum obat secara

teratur. Petugas P2P memberikan catatan pada obat yang akan dikonsumi

responden mengenai waktu pengambilan OAT berikutnya serta waktu meminum

OAT.

“Iya kan ditulis ji di obatnya toh, dikasi tiap dua minggu sekali tiap hari

Selasa.”

(L, 28 tahun)

“Disuruh teratur minum toh biar cepat sembuh. Ditulis di obat tanggal

sekian harus kembali dan juga persis tanggalnya memang obatnya habis”

(R, 52 tahun)

5.4 Faktor Peran Keluarga Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Beberapa responden datang berobat atas dorongan dari keluarga. Secara

umum, responden mengaku bahwa dalam masa pengobatan OAT mereka

didukung dan dimotivasi oleh keluarga mereka. Meskipun demikian, kepedulian

dari anggota keluarga tidak membuat para responden bergantung kepada

keluarga. Dari hasil wawancara, dapat diketahui bahwa seluruh responden

cenderung mandiri dalam menjalani pengobatan OAT.

Page 45: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

29

“...Iya datang sendiri. Biasa keluarga ji yang ambilkan obat, biasa kakak,

kalo kuliah.

(O, 20 tahun)

“Ada semua anak-anak, ee... Bapaknya. Waktu saya nda minum obat, marah-

marah ki orang di rumah. Na bilang kenapa nda mau diminum, percuma ko ke

rumah sakit itu.”

(A, 41 tahun)

Bahkan responden berinisial M yang berusia 14 tahun pun secara mandiri

datang mengambil obat di puskesmas tanpa ditemani orang tuanya.

Dalam masa pengobatan OAT, responden juga turut diingatkan oleh anggota

keluarga namun bukan sebagai Pengawas Minum Obat. Hampir semua

responden mengaku meminum obat tanpa harus diingatkan oleh orang lain

kecuali responden M yang masih berusia 14 tahun.

“Saya disuruh ke sini sama keluarga. Ada adek dirumah, kadang orang tua

juga telpon. Untuk minum obat saya pake alarm.”

(E, 25 tahun)

“Sendiri ji, sama kakak biasa tapi lagi kerja ki toh. Ingat sendiri ji.”

(R, 21 tahun)

Page 46: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

30

5.5 Faktor Pengetahuan dan Kesadaran Pribadi Pasien Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar

Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit TB paru berbeda-beda.

Beberapa responden mengetahui penyakit TB paru adalah penyakit yang

disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti makan tidak teratur dan

kebiasaan mandi malam. Ada juga yang memahami penyakit tersebut sebagai

akibat dari banyaknya debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Dan yang

lainnya mengetahui bahwa TB paru disebabkan oleh virus atau kuman. Beberapa

responden menerima informasi tersebut dari petugas puskesmas. Selain itu ada

juga responden yang mendapatkan informasi dari instansi kesehatan yang

merujuk responden untuk menjalankan pengobatan OAT di Puskesmas

Tamalanrea.

“Na bilang dokter banyak katanya kuman. Na bilang kalo keluar pake masker

begitu, jangan terlalu kena banyak debu.”

(O, 20 tahun)

“Mungkin saya biasa terlambat makan, saya rasakan memang.”

(P, 58 tahun)

“Disuruh rajin makan, jangan suka mandi malam. Karna sering dulu toh,

mandi malam terus.”

(R, 21 tahun)

Page 47: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

31

Secara umum pasien memahami penyakit TB paru sebagai penyakit yang

menular dan mengerti cara penularannya. Mereka juga memahami efek samping

yang bisa timbul selama masa pengobatan OAT, dampak jika tidak patuh dalam

berobat, serta jangka waktu pengobatan OAT.

“Ini kan sudah 2 macam saya minum, itu agak berpengaruh sekali efeknya,

sesuai dengan buku yang dia kasi lihat itu. Sampe lemas sekali saya rasa, tapi

yang obat yang berkelanjutannya itu sudah nda terlalu.”

(R, 39 tahun)

“Saat berbicara virusnya bisa menular. Gunakan masker.”

(M, 14 tahun)

“Kalo tidak patuh, kumannya menyebar begitu. Disuntik ki beng orang

katanya baru diulang lagi dari awal obatnya.”

(O, 20 tahun)

Reponden berinisial H, usia 20 tahun, adalah mahasiswa berlatar belakang

kesehatan. Namun dari hasil wawancara didapatkan bahwa pengetahuannya

tentang penyakit yang sedang diderita tidak memadai. Kata responden H, “Saya

kurang tau juga. Paling yah kayak berobat 6 bulan begitu, terus ada pengecekan

lagi setelah berobat.”

Page 48: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

32

Sedangkan dari kesadaran tiap responden sendiri, sebagian besar mengerti

pentingnya kepatuhan dalam proses pengobatan OAT yang sedang mereka

jalani. Selain itu, semua responden memiliki tekad yang cukup bagus untuk

berobat tuntas dan memperoleh kesembuhan. Sebagian besar responden

termotivasi untuk patuh berobat akibat gelaja TB paru yang mereka rasakan.

“Awalnya kan selalu dikasi tau saja supaya nda berenti. Tapi karena saya

sudah merasa perlu untuk berobat ya sudah saya sendiri ke sini. Sebenarnya

saya punya penyakit ini sudah lama. Cuma ya karena saya orangnya masa

bodoh, pas sudah titik lemahnya itu saya bilang daripada ini makin parah,

kasian anak-anak juga.”

(R, 39 tahun)

“Iya yakin ji kak, bisa ji pasti sembuh.”

(M, 14 tahun)

“Kalo mau sembuh yah harus rajin.”

(P, 58 tahun)

“Waktu minum obat yang merah, mual, sakit kepala, sampe kencing merah.

Awal yang kuning saya minum, sakit kepala juga. Saya minum terus. Mengeluh-

mengeluh tapi tetap diminum, karena mau ki sembuh toh.”

(A, 41 tahun)

“Itu ji supaya cepat pulih kembali, tidak kayak kemarin. Sempat sebulan nda

kuliah dulu karena sakit.”

(H, 21 tahun)

Page 49: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

33

“Saya kalo tidak minum obat saja satu hari langsung sesak. Saya tau ji

karena pengaruhnya ada sama saya toh, saya yang alami. Saya berolahraga

sekarang, dulu kan sya jrang olahraga makanya mungkin saya jadi gampang

sakit. Yah tekad saya yah minum obat saja. Itu saja olahraga sama minum obat.

Ini sudah naik badanku sekarang.”

(R, 52 tahun)

Meski sadar akan pentingnya kepatuhan selama pengobatan OAT, seorang

responden mengaku tidak patuh dalam meminum obatnya dikarenakan kelalaian

dari respoden.

“Takut ka juga karena saya perempuan, nanti dibilang ada apa-apa ta

begitu. Lebih baik duluan daripada anu....”

....“Biasa minum, biasa tidak. Ada ji yang kasi ingat, tapi saya sendiri yang

lupa.”

(O, 20 tahun)

5.6 Faktor Jarak Sarana Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada

Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Seluruh responden yang diwawancarai mengaku jarak sarana kesehatan tidak

menjadi kendala bagi mereka untuk datang beribat. Hal tersebut dikarenakan

sebagian besar dari responden tinggal di wilayah kerja puskesmas.

“Nda ji, dekat ji toh.”

(R, 21 tahun)

Page 50: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

34

“Nda ada ji kendala, dekat ji dari sini”.

(P, 58 tahun)

Responden N yang tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea pun

mengaku jarak sarana kesehatan dari tempat tinggalnya bukanlah sebuah

kendala. “Saya tinggal di Daya. Tidak masalah. Kan naik kendaraan. Kalo nda

ada yang antar saya datang sendiri,” kata Responden N.

Page 51: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

35

BAB 6

PEMBAHASAN

Ada banyak faktor determinan yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien

tuberkulosis paru. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa

faktor yang sebelumnya diperkirakan mempengaruhi kepatuhan pasien beberapa

diantaranya memiliki pengaruh dan yang lainnya tidak memiliki pengaruh. Berikut

ini adalah pembahasan mengenai faktor-faktor tersebut.

6.1 Faktor Latar Belakang Pendidikan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada

Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh responden cukup bervariasi,

mulai dari yang sedang duduk di bangku SMP, tamat SMA, tamat S1, serta yang

sedang menjalankan kuliah. Berdasarkan hasil wawancara, meskipun latar

belakang pendidikan formal pasien berbeda-beda namun penerimaan pasien

terhadap penyakitnya cukup baik. Baik yang berlatar belakang S1 maupun yang

hanya menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat SMA memiliki tekad yang

besar untuk sembuh.

Satu dari 10 responden mengaku tidak rutin dalam meminum obat, dimana

responden tersebut berstatus mahasiswa yang notabene lebih tinggi tingkat

pendidikannya dibandingkan responden lain yang hanya tamat sekolah tingkat

menengah serta yang sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Page 52: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

36

Penerimaan dari tiap responden terhadap penyakitnya serta kepatuhan dalam

meminum obat tidak bergantung dari latar belakang pendidikan formal terakhir

yang diterima oleh responden. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Enny Suswati dalam penelitiaannya mengenai hubungan tingkat

pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.

Berdasarkan penelitian Enny Suswati (2006), didapatkan bahwa dari kelompok

sampel penderita yang tidak bersekoah 74,23% patuh minum obat dan sisanya

25,74% lalai minum obat. Sedang dari kelompok berpendidikan SD 72,42%

patuh munim obat dan 27,58% lalai minum obat, da sisanya 21,62% lalai minum

obat. Dari kelompok berpendidikan SLTP 86,84% patuh minum obat dan

sisanya 13,16% lalai minum obat. Dan kelompok penderita yang berpendidikan

tinggi 50% patuh dan 50% lalai minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita tuberkulosis paru. Keadaan ini dapat terjadi karena pola pengobatan

tuberkulosis yang memang memiliki aturan tersendiri tentang jenis obatnya yang

lebih dari satu dan lama pengobatannya minimal 6 bulan.

Di samping itu, ada beberapa responden yang berlatar belakang pendidikan

kesehatan. Namun dari hasil penelitian yang diperoleh, responden yang berlatar

belakang pendidikan kesehatan tidak memiliki pemahaman yang jauh berbeda

dengan responden lain yang tidak berlatar belakang pendidikan kesehatan. Hal

tersebut menjadi sebuah persoalan yang cukup ironis karena sebagai orang-orang

yang berkecimpung di dunia kesehatan, risiko untuk terpapar bakteri M.

Page 53: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

37

tuberculosis cukup tinggi. Pengetahuan yang tidak memadai sebagai tenaga

kesehatan ataupun mahasiswa berlatar belakang kesehatan akan membuat

penyakit tuberkulosis paru yang harusnya bisa segera dikenali lebih awal oleh

penderita menjadi lebih lambat untuk ditangani.

6.2 Faktor Kualitas Interaksi dengan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar

Berdasarkan hasil penelitian, kualitas interaksi petugas kesehatan cukup

memberikan pengaruh terhadap kepatuhan pengobatan OAT pada pasien

tuberkulosis paru di Puskesmas Tamalanrea. Hal tersebut didukung oleh hasil

wawancara dari responden yang menyatakan bahwa pelayanan yang diberikan

oleh petugas kesehatan khususnya yang bertugas di bidang Pengendalian dan

Pemberantasan Penyakit (P2P) cukup baik.

Petugas P2P dinilai cukup ramah dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Adanya regulasi yang baik dalam distribusi OAT serta edukasi yang tepat dalam

menyampaikan infomasi mengenai cara penularan penyakit, efek samping dari

mengkonsumsi OAT, serta adanya jadwal minum obat dan jadwal pengambilan

obat berikutnya yang dikemas bersama OAT yang diambil oleh pasien setiap

kali datang mengambil obat adalah beberapa faktor yang mendukung kualitas

interaksi petugas kesehatan memberikan pengaruh yang besar bagi kepatuhan

responden dalam menjalani pengobatan OAT.

Page 54: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

38

Selain itu, petugas P2P yang bertugas di Puskesmas Tamalanrea dinilai

bersikap cukup tegas bagi responden yang tidak patuh dalam menjalani

pengobatan OAT tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman bagi responden. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kepedulian petugas kesehatan di Puskesmas

Tamalanrea terhadap kesembuhan responden cukup baik.

Hal ini sesuai dengan Lewrence Green bahwa faktor yang berhubungan

dengan perilaku kepatuhan berobat diantaranya ada faktor yang memperkuat

atau mendorong (reinforcing factor) yaitu berupa sikap atau perilaku petugas

kesehatan yang mendukung penderita untuk patuh berobat.

Menurut teori WHO, adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi

yang dipercayai mempengaruhi perilaku kepatuhan seseorang (Fitriani, 2011).

Petugas kesehatan (perawat) dalam pelayan kesehatan dapat berfungsi sebagai

comforter atau pemberi rasa nyaman, protector, dan advocate (pelindung dan

pembela), communicator, mediator, dan rehabilitator. Peran petugas kesehatan

juga dapat dijadikan sebagai konseling kesehatan, dapat dijadikan sebagai

tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk

memecahkan berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi oleh

masyarakat (Mubarak, 2009).

Page 55: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

39

6.3 Faktor Peran Keluarga Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Keluarga adalah bentuk sosial yang utama yang merupakan tempat untuk

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit (Campbell, 1994 dalam Potter

& Perry, 2005). Sedangkan menurut Friedman (1998), keluarga adalah dua atau

lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan

yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

Adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seseorang anggota

keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem keluarga,

khususnya pada struktur perannya dan pelaksaan fungsi-fungsi keluarga

(Friedman, 1998). Berbeda dengan pendapat Friedman, hasil penelitian

menunjukkan bahwa peran keluarga tidak memberikan pengaruh yang signifikan

bagi responden dalam menjalani pengobatan OAT. Responden dapat menjalani

pengobatan OAT secara mandiri tanpa bergantung kepada keluarga. Beberapa

responden pun mengaku tidak memiliki pengawas minum obat selama

menjalankan pengobatan OAT.

Ketidaktergantungan responden terhadap dukungan dari keluarga selama

pengobatan OAT mungkin terkesan baik karena responden akan tetap

menjalankan pengobatan tanpa terpengaruh dengan kondisi keluarga. Namun hal

tersebut dapat menandakan bahwa ikatan emosional antara responden dengan

anggota keluarga yang lainnya tidak begitu kuat sehingga peran keluarga dalam

pengobatan tidak terlalu signifikan memberikan pengaruh.

Page 56: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

40

6.4 Faktor Pengetahuan dan Kesadaran Pribadi Pasien Terhadap Kepatuhan

Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea

Makassar

Pengetahuan yang dimiliki responden mengenai penyakit TB paru cukup

bervariasi. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa meskipun penyakit TB

memiliki prevalensi yang cukup tinggi namun pengetahuan responden tentang

TB paru masih cukup rendah. Hal ini didukung oleh pemaparan sebagian

responden yang menganggap TB paru sebagai penyakit yang disebabkan oleh

pola hidup yang tidak sehat seperti makan tidak teratur dan kebiasaan mandi

malam. Ada juga yang memahami penyakit tersebut sebagai akibat dari

banyaknya debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Dan yang lainnya

mengetahui bahwa TB paru disebabkan oleh virus atau kuman.

Keterbatasan pengetahuan responden terhadap penyakitnya ternyata tidak

memberikan dampak yang bermakna terhadap kepatuhan mereka dalam

menjalani pengobatan OAT. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan di RSUD Jakarta yang menyatakan bahwa pengetahuan pasien

terhadap penyakitnya tidak memberikan makna yang signifikan terhadap

kepatuhan pasien dalam manjalankan pengobatan OAT (Ida Diana Sari, et al,

2016).

Dari 10 responden yang bersedia menjadi subjek penelitian, 9 diantaranya

patuh dalam menjalani pengobatan OAT. Alasan utama yang sangat

berpengaruh terhadap kepatuhan responden adalah karena mereka merasakan

Page 57: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

41

sendiri dampak dari penyakit tuberkulosis paru serta dampak jika tidak berobat

dengan teratur. Adanya keterbatasan fisik dan keluhan yang dirasakan oleh

responden selama menderita penyakit TB paru mendorong mereka untuk rutin

mengkonsumsi obat dan berusaha untuk menyelesaikan pengobatan OAT secara

tuntas. Sebagian besar responden telah memahami akibat yang bisa terjadi jika

mereka tidak berobat secara tuntas. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian

Puspita et al (2017) yang menemukan bahwa alasan ketidakpatuhan berobat

yang paling besar adalah pasien tidak merasakan adanya keluhan atau merasa

sehat.

6.5 Faktor Jarak Sarana Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pengobatan OAT pada

Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar

Sebagian besar responden memiliki lokasi tempat tinggal yang tidak jauh dari

puskemas sehingga tidak ada kendala yang dirasakan dalam menempuh sarana

kesehatan. Namun, ada juga responden yang tidak tinggal di wilayah kerja

puskesmas namun merasa tidak ada hambatan untuk datang berobat. Hal tersebut

menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara jarak sarana kesehatan dengan

kepatuhan responden dalam pengobatan OAT.

Page 58: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

42

Fakta ini juga didukung oleh penelitian lain yang melakukan uji Korelasi

untuk mengetahui hubungan antara jarak rumah dengan kepatuhan berobat yang

menunjukkan angka -0.088 dengan nilai signifikani sebesar 0.268 dengan nilai

p<0,05 yang artinya ada hubungan negatif antara jarak rumah ke sarana

kesehatan (Sutanta, 2014).

Page 59: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

43

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Tamalanrea patuh

dalam menjalankan pengobatan OAT

2. Tingkat pendidikan formal tidak mempengaruhi kepatuhan pengobatan

OAT pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Tamalanrea.

3. Kualitas interaksi petugas kesehatan mempengaruhi kepatuhan pasien

tuberkulosis paru dalam menjalankan pengobatan OAT.

4. Peran keluarga tidak mempengaruhi kepatuhan pengobatan OAT pada

pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Tamalanrea.

5. Pengetahuan pasien terhadap penyakit tuberkulosis paru tidak berbanding

lurus dengan kesadaran pasien dalam kepatuhan menjalankan pengobatan

OAT.

6. Kesadaran pribadi pasien menjadi faktor utama dalam keberhasilan

pengobatan OAT.

7. Jarak sarana kesehatan tidak menjadi kendala bagi masyarakat untuk

menjangkau puskesmas karena didukung oleh lokasi puskesmas yang

mudah untuk dijangkau.

Page 60: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

44

7.2 Saran

1. Meskipun pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis paru

tidak memberikan dampak yang bermakna bagi kepatuhan pasien dalam

pengobatan OAT, namun sebaiknya petugas kesehehatan tetap memberikan

edukasi yang benar secara sederhana kepada penderita mengenai penyakitnya

untuk mencegah kambuhnya penyakit ataupun untuk mencegah penularan

kepada keluarga pasien.

2. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengetahuan perawat dan petugas

kesehatan yang khusus menangani kasus tuberkulosis paru di berbagai

layanan kesehatan, melihat hasil yang menunjukkan bahwa pengetahuan

pasien terhadap penyakit yang diderita masih cukup rendah.

3. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel yang lebih

banyak dan belum pernah diteliti sebelumnya.

Page 61: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

45

DAFTAR PUSTAKA

Bastable, S. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan

Pembelajaran. ECG. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Cetakan ke-8. Depkes RI. Jakarta.

Dhiyantari, N. Trasia, R. Indriyani, K. 2013. Gambaran Kepatuhan Minum Obat

Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bebandem,

Karangasem. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas-Ilmu Kedokteran Pencagahan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Dhewi, G. Armiyati, Y. dan Supriyono, M. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan,

Sikap Pasien dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada

Pasien TB Paru di BKPM Pati.

Direktoral Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. 2005.

Pharmaucetical Care Untuk Penyakit Tuberculosis. Departemen Kesehatan RI.

Jakarta.

Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI.

Jakarta.

Page 62: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

46

Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.

Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011. Kementerian Kesehatan RI.

Jakarta.

Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI.

Jakarta.

Djojodibroto, R. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). ECG. Jakarta.

Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional

Kesehatan Lain. ECG. Jakarta.

Pragoyo, A. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Anti

Tuberkulosis pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pamulang Kota

Tanggerang Selatan Provinsi Banten Periode Januari 2013-Januari 2013. Skripsi.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

Pusat dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Setiati S, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Interna Publishing.

Jakarta.

Page 63: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

47

World Health Organization. 2015. Global Tuberculosis Report. World Health

Organization. Geneva.

Suswati E, 2006. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kepatuhan Minum Obat

pada Penderita Tuberkulosis Paru. Skripsi. Pengembangan Pendidikan. Vol 3.

Fitriani S. 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Mubarak W. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar

Dalam Pendidikan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sari I, et al. 2016. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Berobat

pada Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di Jakarta Tahun 2014. Media

Litbangkes. Jakarta. Vol.26.

Khotimah M. 2014. Hubungan Antara Dukungan Keluarga dan Peran Petugas

Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat Kusta. Jurusan Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Semarang.

Ulfah M. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada

Paien Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang

Selatan Tahun 2011. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Sutanta. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan PMO, Jarak Rumah dan

Pengetahuan Pasien TB Paru Dengan Kepatuhan Berobat di BP4 Kabupaten

Klaten. Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu”. Yogyakarta.

Page 64: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xvii

LAMPIRAN 1

Page 65: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xviii

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secukupnya dari peneliti, serta menyadari manfaat dari

penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul:

“Faktor Determinan Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di

Puskesmas Tamalanrea”

Dengan sukarela dan tanpa paksaan menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian ini

dengan catatan bila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak

membatalkan persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.

Makassar,..................................2017

Responden

(.........................................................)

Saksi 1: Saksi 2:

(.................................) (.................................)

Penanggungjawab:

Nama : Jein Pratiwi Pongbulaan

Alamat : Jl. Bung Perumahan Mega Asri Blok D

No. Hp : 085210474692

Page 66: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xix

LAMPIRAN 3

PEDOMAN WAWANCARA

“Faktor Determinan Kepatuhan Pengobatan OAT pada Pasien Tuberkulosis

Paru di Puskesmas Tamalanrea Makassar”

NO LANGKAH/ KEGIATAN

PERSIAPAN RESPONDEN

1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada peserta

2 Menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya wawancara

3 Menjelaskan tentang jaminan kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari peserta

4 Memastikan peserta memberikan persetujuan secara lisan maupun tertulis untuk

dijadikan responden dalam penelitian

MENANYAKAN DATA PRIBADI RESPONDEN

5 Menanyakan data pribadi responden dengan baik dan sopan: nama, umur, alamat,

pekerjaan

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN PASIEN

6 Menanyakan pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden

KUALITAS INTERAKSI DENGAN PETUGAS KESEHATAN

7 Menelusuri kualitas interaksi petugas kesehatan:

a. Keramahan

b. Empati

c. cara megedukasi

d. motivasi

PERAN KELUARGA

8 Menelusuri tingkat kepedulian keluarga terhadap penderita dari sudut pandang

penderita:

a. Menyadari tanda dan gejala penyakit TB Paru pada penderita dan menyarankan

untuk ke puskesmas.

b. Memberi dorongan dan nasihat, maupun materi.

c. Menemani saat ke puskesmas

d. Bersedia menjadi Pengawas Minum Obat (PMO)

Menelusuri tingkat ketergantungan penderita pada keluarga

a. Keluarga tersebut disegani oleh penderita

b. Ketergantungan materi kepada keluarga

c. Penderita harus ditemani oleh keluarga saat ke puskesmas

PENGETAHUAN DAN KESADARAN PASIEN

9 Menelusuri pengetahuan responden tentang penyakit TB Paru:

a. Pengertian

b. Etiologi

c. Cara Penularan

d. Tanda dan Gejala

Page 67: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xx

e. Pengobatan/bahaya jika tidak berobat dengan baik

Menanyakan sumber informasi yang didapatkan tentang TB Paru

Menanyakan pandangan responden terhadap penyakit TB Paru dan tekadnya untuk

sembuh

JARAK SARANA KESEHATAN

10 Menanyakan jarak puskesmas dari rumah responden

Menanyakan upaya responden dalam menjangkau puskesmas

Menelusuri apakah jarak dan upaya yang dilakukan menjadi kendala dalam

menjangkau puskesmas

Page 68: JEIN PRATIWI PONGBULAAN C11114343

xxi

LAMPIRAN 4

BIODATA PENELITI

Nama Lengkap : Jein Pratiwi Pongbulaan

Nama Panggilan : Jein

NIM : C11114343

Tempat, Tanggal Lahir : Tana Toraja, 6 Juni 1995

Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Perempuan

Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter

Nama Orangtua :

Ayah : Drs. Yohanis Kondo, M.Pd

Ibu : Examin Ramba’, S.Pd

Anak Ke : 1

Alamat : Jl. Frans Karangan Lorong 2 No. 36D, Rantepao, Toraja

Utara

Telepon : 085210474692

Email : [email protected]

Riwayat pendidikan :

SD Inpres Malango’ (2001-2004)

SDN 56 Rantepao IV (2004-2007)

SMP Negeri 1 Rantepao (2007-2010)

SMA Kristen Barana’ (2010-2013)

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (2014-sekarang)