Upload
vanhanh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Sri RahayuMagister Ilmu Pemerintahan UniversitasMuhammadiyah YogyakartaEmail: [email protected]
Zuli QodirDosen Magister Ilmu Pemerintahan UniversitasMuhammadiyah YogyakartaEmail: [email protected]
http://dx.doi.org/10.18196/jgpp.2016.0067
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KURIKULUM2013 PADA GURU SMA DI KABUPATENKEBUMEN
ABSTRACT
The many problems of education in Indonesia makes its own ambiguity for the executors, where policy-makersthink only of quantity without quality. One example is the Curriculum 2013, which are in a hurry to implement it soas to make the policy implementers be confusion as to a delay in textbook for teachers and training is notmaximized. This study aims to determine how the curriculum policy implementation in 2013 at a high schoolteacher in Kebumen with the location of this research is SMA Negeri 1 Kutowinangun, SMA Negeri 1 and 2Kebumen and education departments and sports Kebumen. The results of this study using the theory of George C.Edward III which indicates that the variable communication on indicators trasmisi and clarity executed well, this isbecause the education department and sports in collaboration with LPMP activities directly in the form of training,workshops, discussions, and technical guidance to teachers and principals. While the indicators consistentcommunication can be said is not consistent, which in the implementation of Curriculum 2013 regulations alwayschanging so make the school confusi implement it. Then the variable resources with indicators of humanresources (staff) and non-human (infrastructure) can be said not optimal this is because there are manyteachers who find difficulty in implementing Curriculum 2013. Variable disposition or attitude of policyimplementation can be quite good, where in the implementation of the implementers are always ready andresponsible with what is being implemented. In addition the system has to be undertaken systematically and inaccordance with the rules of Curriculum 2013. The fourth variable is a bureaucratic structure with indicatorStandard Operating Procedure (SOP) this can be evidenced by the guidelines in the implementation of Curriculum2013, then a good cooperation between agencies physical education and high school party in Kebumen.Keywords: Implementation, Policy, Education, Curriculum
ABSTRAK
Banyaknya permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia membuat kerancuan tersendiri bagi parapelaksana, dimana para pembuat kebijakan hanya memikirkan kuantitas tanpa adanya kualiatas. Salah satucontoh yaitu Kurikulum 2013 yang terlalu terburu buru dalam menerapkannya sehingga membuat para pelaksanakebijakan menjadi kebingungan seperti adanya keterlambatan buku ajar bagi guru dan pelatihan yang belummaksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Kurikulum 2013 padaguru SMA di Kabupaten Kebumen dengan lokasi penelitian ini yaitu SMA Negeri 1 Kutowinangun, SMA Negeri 1dan 2 Kebumen serta dinas pendidikan dan olah raga Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian ini menggunakanteori Goerge C Edward III yang menunjukan bahwa variabel komunikasi pada indikator trasmisi dan kejelasandilaksanakan dengan baik, hal ini dikarenakan dinas pendidikan dan olah raga bekerja sama dengan LPMPmelakukan kegiatan secara langsung berupa pelatihan, workshop, diskusi, serta bimbingan teknis kepada gurudan kepala sekolah. Sedangkan komunikasi pada indikator konsisten dapat dikatakan belum konsisten, dimanadalam pelaksanaanya peraturan tentang Kurikulum 2013 selalu berubah-rubah sehingga membuat pihak sekolahkebinggungan dalam menerapkanya. Kemudian pada variabel sumber daya dengan indikator sumber dayamanusia (staff) dan non manusia (sarana dan prasarana) dapat dikatakan belum optimal hal ini dikarenakanmasih banyak guru yang merasa kesulitan dalam menerapkan Kurikulum 2013.
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
467Variabel disposisi atau sikap pelaksana kebijakan dapat dikatakan cukup baik, dimana dalampelaksanaanya para pelaksana selalu siap dan bertanggungjawab dengan apa yang dilaksanakan.Selain itu sistem yang telah ada dijalankan secara sistematis dan sesuai dengan aturan Kurikulum 2013.Variabel yang ke empat yaitu struktur birokrasi dengan indikator Standar Operating Procedure (SOP)hal ini dapat dibuktikan dengan adanya juknis dalam pelaksanaan Kurikulum 2013, kemudian adanyakerjasama yang baik antara dinas pendidikan olah raga dan pihak SMA di Kabupaten Kebumen.Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Pendidikan, Kurikulum,
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sasaran pokok pemerintah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendidikan menurut Abu Bakar1,
adalah usaha sadar sistimatis, yang bertujuan untuk membentuk
manusia yang berkepribadian. Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut Mulyasa2, baik
buruknya suatu pendidikan bergantung pada aktivitas dan kreativitas
guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum, dengan
begitu gurulah yang paling mengetahui tingkat perkembangan,
karakter, dan potensi peserta didik. Seorang guru hendaknya
memahami kurikulum dengan baik, sehingga pelaksanaan kurikulum
dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
1 Abu Bakar. 2012. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Prinip dan ProblemaPembelajaran Sosiologi. Volume 11, No 2 Maret 2012
2 Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung : PT RemajaRosdakarya
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
468 Pemerhati pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta Furqon Hidayatullah melihat ada delapan masalah yang di
alami oleh guru dalam menerapkan kebijakan kurikulum 2013.
Delapan masalah itu diantaranya yaitu sulitnya mengubah mindset
guru, perubahan proses pembelajaran dari teacher centered ke student
centered, rendahnya moral spiritual, budaya membaca dan meneliti
yang masih rendah. Kemudian, kurangnya penguasaan teknologi
informasi, lemahnya penguasaan bidang administrasi, dan
kecenderungan guru yang lebih banyak menekankan aspek kognitif.
Padahal, semestinya guru harus memberikan porsi yang sama pada
aspek afektif dan psikomotorik. Permasalahan kedelapan atau yang
terakhir yaitu masih banyak guru yang belum mau menjadi manusia
pembelajar. Padahal, seorang guru dituntut untuk terus menambah
pengetahuan dan memperluas wawasannya, terlebih setelah
diberlakukannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini menuntut guru
untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif, dalam hal ini guru harus
menjadi manusia pembelajar3.
Berdasarkan peraturan Mendikbud nomor 160 tahun 2014
tentang pemberlakuan kurikulum 2006 dan 2013, menyatakan bahwa
sekolah yang telah melaksanakan kurikulum 2013 selama 3 semester
dapat melanjutkan kurikulum 2013. Sedangkan bagi sekolah yang
baru menerapkan 1 semester maka dapat kembali menggunakan
kurikulum 2006. Adapun data dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga
Kabupaten Kebumen yang masih menyelenggarakan kurikulum 2013
diantaranya yaitu SMA N 1 dan SMA N 2 Kebumen serta SMA N 1
3 http://news.metrotvnews.com/read/2014/10/19/307023/ini-delapan-masalah-dalam implementasi-kurikulum-2013 aksestanggal 28 desember 2014
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
469Kutowinangun. Permasalahan yang mendasar pada guru di kabupaten
kebumen dalam menerapkan kebijakan kurikulum 2013 diantaranya
yaitu terlambatnya buku pelajaran untuk pegangan guru dan siswa,
kemudian belum terlatihnya para guru yang merupakan
ujung tombak pelaksaanaan kurikulum sehingga banyak menemui
kesulitan-kesulitan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.
Dari hal tersebut, tugas guru bukan menjadi lebih ringan, bahkan
bertambah berat karena guru harus merubah diri dari sekedar
berceramah menjadi fasilitator yang mampu mengajak siswa untuk
aktif dalam belajar. Selain itu masih banyak guru yang mengeluhkan
rumitnya sistem penilaian, dimana dalam penilaian seorang guru
diwajibkan untuk mengisi kolom masing-masing anak dengan
menggunakan deskriptif. Dalam penilaian ini terdapat 7 lembar
format peniliain yang harus di isi untuk menilai masing-masing siswa.
Selain itu dari hasil observasi banyak guru-guru khususnya di
Kabupaten Kebumen yang mengeluhkan peraturan yang selalu
berubah-berubah4.
KERANGKA TEORI
1. Model Implementasi Kebijakan Publik
Model implementasi kebijakan publik yang dikembangkan oleh
George C. Edward III5, terdapat empat pendekatan yang sangat
menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur organisasi.
a. Komunikasi
4 Hasil wawancara dengan narasumber Wahyu Aminoto tanggal 8 Desember 20155 Leo Agustino. 2008. Dasar-dasar kebijakan public. Bandung : Alfabeta
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
470 Komunikasi ini berkenaan dengan bagaimana kebijakan itu
dikomunikasikan. Implementasi yang efektif terjadi apabila para
pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang harus mereka
kerjakan dan mengetahui sejauh mana implementasi tersebut dapat
berhasil. Tiga hal yang penting dalam indikator ini yaitu: transmisi,
konsisten, dan kejelasan.
b. Sumberdaya
Sumberdaya disini berkenaan dengan sumber daya pendukung,
khususnya yaitu sumber daya manusia. Sumber daya manusia sebagai
implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat
mereka diberi untuk melakukan tindakan yang berkompeten
dibidangnya. Empat hal yang penting dalam indikator sumberdaya ini
seperti: staf, informasi, wewenang dan fasilitas.
c. Disposisi
Disposisi berkenaan dengan kesediaan dari para implementor.
Kecakapan saja tidak cukup tanpa adanya kesediaan dan komitmen
untuk melaksanakan kebijakan. Para implementor kebijakan tidak
hanya harus mengetahui apa yang akan mereka dilakukan tetapi juga
harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Dua hal yang
penting dalam indikator ini yaitu : pengangkatan birokrat dan insentif.
d. Struktur organisasi
Berkenaan dengan kesesuaian struktur organisasi. Kebijakan
yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak organisai,
dan birokrasi merupakan pelaksana kebijakan dan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah diputuskan dengan melakukan
koordinasi yang baik.
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
4712. Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memepengaruhi
peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya serta dengan demikian akan menimbulkan
perubahan-perubahan dalam dirinya yang memungkinkan pendidikan
tersebut berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat6. Pendidikan
dalam arti luas mengandung makna bahwa pendidikan tidak hanya
berlangsung dalam satu lembaga pendidikan yang disebut dengan
sekolah. Akan tetapi, pendidikan berlangsung dalam setiap ruang
kehidupan manusia dan dalam seluruh sektor pembangunan7.
Tujuan pendidikan menurut Johan Amos Comenius adalah
untuk membuat persiapan yang berguna diakhirat nanti. Sepanjang
hidup manusia merupakan proses penyiapan diri untuk kehidupan
diakhirat. Dunia ini adalah buku yang paling lengkap yang tidak akan
habis dikaji untuk dipahami dan diambil manfaatnya sepanjang hayat8.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional menjelaskan bahwa fungsi dan tujuan dari pendidikan
nasional dituangkan di dalam pasal 3 yang mengatakan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
6 Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara7 Rulam Ahmadi. 2014. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta : Ar-ruzz Media8 Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta :
RinekaCipta
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
472 beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”9.
3. Pengertian dan Tujuan Kurikulum
Kurikulum menurut Surahmad merupakan sesuatu yang
dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang dilakukan,
termasuk kegiatan belajar mengajar dikelas10. Kurikulum ialah suatu
program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan
pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan secara sistemik
atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam
proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan11.
Tujuan kurikulum sekolah menurut Esti Ismawati12 ada dua
macam yang pertama yaitu tujuan yang ingin dicapai sekolah secara
keseluruhan. Tujuan ini meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan,
sikap, dan niali-nilai yang diharapkan oleh lulusan sekolah. Tujuan
ini disebut dengan tujuan institusional atau kelembagaan. Kemudian
tujuan yang kedua yaitu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang
studi. Tujuan ini disebut tujuan kurikuler, adalah penjabaran dari
tujuan institusional. Tujuan ini meliputi tujuan instruksional yang
diharapkan dimiliki siswa setelah mempelajari tiap bidang studi dan
pokok bahasanya dalam proses pengajaran. Dalam skala yang lebih
9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200310 Burhan Nurgiyantoro. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah.
Yogyakarta : BPEE-Yogyakarta11 Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta : PT. Rineke
Cipta12 Esti Ismawati. 2012. Telaah Kurikulum dan Pengembangan Bahan Ajar.
Yogyakarta : Penerbit Ombak
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
473luas Oemar Hamalik13, kurikulum merupakan suatu alat pendidikan
dengan tujuan untuk mengembangan sumberdaya manusia yang
berkualitas. Kurikulum selalu menyediakan kesempatan-kesempatan
yang luas bagi para peserta didik untuk mengalami berbagai macam
proses pendidikan dan pembelajaran guna mencapai target tujuan
pendidikan nasional khususnya dan sumberdaya manusia yang lebih
berkualitas pada umumnya.
METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan teknik purposive, dimana data yang dikumpulkan
berupa kata-kata dan gambar bukan angka14. Sanapiah Faisal
menjelaskan bahwa penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk eksploitasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang
diteliti. Sedangkan teknik purposive yaitu pemilihan subjek penelitian
yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti berdasarkan tujuan dan
kriteria atau pertimbangan tertentu15. Adapun teknik pengumpulan
data menggunakan observasi yang menurut Alwasilah C. observasi
adalah penelitian atau pengamatan sistematis dan terencana yang
bertujuan untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan
reliabilitasnya16. Kemudian wawancara yaitu percakapan dengan
maksud tertentu oleh dua pihak,
13 Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara14 Lexy Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya15 Sanapiah Faisal. 2000. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang:YA3 Malang16 Satori. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
474 yaitu pewawancara (interviewer) sebagai orang yang mengajukan atau
yang memberikan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe)
sebagai orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut17.
Serta dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar,majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya18.
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan di beberapa SMA di Kabupaten
Kebumen, salah satunya yaitu SMA Negeri 1 dan 2 Kebumen, serta
SMA Negeri 1 Kutowinangun. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan
SMA Negeri 1 dan 2 Kebumen serta SMA Negeri 1 Kutowinangun
merupakan SMA percontohan yang ditunjuk oleh mendikbud
berdasarkan peraturan pemerintah nomor 160 tahun 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Hasil Penelitian Dengan Implementasi Kebijakan
Kurikulum Pada Guru SMA di Kabupaten Kebumen
Seperti yang di paparkan pada pemaparan sebelumnya, maka
implementasi kebijakan dalam penelitian ini menggunakan model
implementasi yang dikemukakan oleh George C. Edward yang
mengukur implementasi kebijakan dengan 4 pendekatan yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan stuktur birokrasi. Berikut
pemaparan mengenai implementasi kebijakan kurikulum 2013 pada
guru SMA di Kabupaten Kebumen
17 Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta :RinekaCipta
18 Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta : PT Rineka Cipta
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
475a. Komunikasi
Komunikasi di Kabupaten Kebumen dilakukan oleh Dinas
Pendidikan dan Olah Raga dengan pihak Sekolah Menengah Atas
yang bekerjasama dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP). Waka Bidang Kurikulum SMA Negeri 1 Kebumen Wahyu
Aminoto mengatakan bahwa sebagian guru di SMA Negeri 1
Kebumen sudah mengikuti beberapa pelatihan yang difasilitasi oleh
Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Kebumen seperti
pelatihan, workshop, diskusi, dan diaolog. Dengan adanya pelatihan
yang diselenggarakan tersebut membuat para tenaga pendidik
khususnya guru benar-benar paham mengenai pelaksanaan Kurikulum
201319.
b. Sumberdaya
Terkait dengan sumber daya manusia, SMA Negeri 2 Kebumen
mengatakan bahwa guru SMA Negeri 2 Kebumen sudah siap
menjalankan kurikulum 2013. Hal yang masih menjadi sedikit
kendala bagi guru disini adalah memberikan penilaian kepada siswa-
siswa terutama di pencapaian kompetensi siswa, karena sistem
penilaian disini tidak hanya angka, tetapi diharuskan membuat
deskripsi kemampuan semua siswa dalam menangkap pelajaran satu
per satu20. Berikut model penilaian Kurikulum 2013 untuk SMA.
Gambar IModel Penilaian Kurikulum 2013
19 Hasil wawancara dengan narasumber Wahyu Aminoto tanggal 8 Desember201520 Hasil wawancara dengan narasumber NurChayati tanggal 10 Desember 2015
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
476
Sumber : Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Kebumen
c. Disposisi
Sikap pelaksanaan dalam implementasi kebijakan Kurikulum
2013 di Kabupaten Kebumen cukup baik. Hal ini disampaikan oleh
Sudirman selaku Kepala Bidang Pendidikan Menengah yang
menyatakan bahwa pelaksana kebijakan dari Dinas Pendidikan
Kabupaten dan pihak sekolah selalu mendukung dan siap untuk
melaksanakan kebijakan Kurikulum 2013 untuk membangun
pendidikan di Kabupaten Kebumen21.
d. Struktur Organisasi
Struktur birokrasi yang dimiliki dalam mengimplementasikan
kebijakan Kurikulum 2013 sudah tersedia dengan baik oleh
Pemerintah Pusat. Artinya struktur birokrasi sudah tersedia dari mulai
level yang paling tinggi yaitu provinsi hingga ke level yang paling
21 Hasil wawancara dengan narasumber Sudirman tanggal 7 Desember 2015
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
477rendah yaitu daerah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya juknis yang
merupakan pedoman pelaksanaan kebijakan Kurikulum 2013.
Gambar IIPetunjuk Teknis Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum2013 Pada Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah
Sumber : Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Kebumen
Gambar diatas menunjukan adanya juknis yang digunakan
sebagai implementator dalam melaksanakan kurikulum 2013.
Sehingga dengan adanya petunjuk teknis tersebut dapat
mempermudah agenda kebijakan.
2. Pembahasan Implementasi Kebijakan Kurikulum Pada Guru
SMA di Kabupaten Kebumen
a. Komunikasi
Implementasi kebijakan Kurikulum 2013 di Kabupaten
Kebumen akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-
tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang
bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Maka dari itu
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
478 kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan perlu dikomunikasikan secara
tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari
ukuran dasar dan tujuan juga perlu dikomunikasikan sehingga para
pelaksana mengetahui secara tepat mengenai ukuran maupun tujuan
kebijakan itu sendiri. Komunikasi di dalam organisasi merupakan
suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Di samping itu sumber
informasi yang berbeda-beda juga akan melahirkan interpretasi yang
berbeda pula.
b. Sumber Daya
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya
dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan
kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia disini berkaitan dengan
keterampilan, kemudian dedikasi, profesionalitas, dan kompetensi di
bidangnya masing-masing. Sedangkan kuantitas berkaitan dengan
jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup atau belum untuk
melingkupi seluruh kelompok sasaran tersebut. Sumber daya manusia
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan,
sebab tanpa adanya sumber daya manusia yang handal implementasi
kebijakan akan berjalan lambat. Oleh karena itu, implementasi
kebijakan Kurikulum 2013 di Kabupaten Kebumen membutuhkan
sumber daya yang cukup dan mampu untuk menguasai dibidangnya
dalam melaksanakan kebijakan kurikulum tersebut.
c. Disposisi
Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor yang
penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan atau kebijakan
publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin berjalan efektif, maka
Vol. 3 No. 3Oktober 2016
479para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan
dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktreknya kebijakan tersebut
dapat berjalan dengan baik. Kecenderungan para pelaksana ini
merupakan faktor yang ketiga dalam implementasi kebijakan
kurikulum. Jika para pelaksana berbuat baik terhadap suatu kebijakan
tertentu maka kemukinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan
sesuai dengan apa yang diharapkannya. Demikian pula sebaliknya jika
tingkah laku atau perspektif-persektif para pelaksana berbeda dengan
para pembuat keputusan maka proses pelaksanaan suatu kebijakan
akan menjadi sulit.
d. Struktur Organisasi
Struktur birokrasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini melingkupi dua
hal yaitu mekanisme yang sudah dibuat Standart Operational
Procedure (SOP) dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama
adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah
dibuat Standart Operational Procedure (SOP). SOP menjadi pedoman
bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan
kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan itu
sendiri. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang
terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi
menjadi tidak fleksibel.
JurnalIlmu Pemerintahan &Kebijakan Publik
480 KESIMPULAN
Pelaksanaan kebijakan Kurikulum 2013 dalam memberikan
informasi sudah berjalan baik, dimana dalam pelaksanaanya
dilakukan secara langsung terhadap target atau objek sasaran yaitu
dengan melakukan pelatihan, rapat, workshop, diskusi, bimbingan
teknis dan dialog mengenai pelaksanaan Kurikulum 2013. Namun
secara konsisten kebijakan Kurikulum 2013 dapat dikatakan belum
konsisten, hal ini dikarenakan pemberian informasi dan keputusan
yang diberikan pemerintah masih berubah-ubah dan tidak dilakukan
dengan penuh kesiapan, sehingga menimbulkan kebingungan bagi
para pelaksana kurikulum di sekolah.
SARAN
Pemerintah harus lebih memperhatikan pendistribusian bahan
ajar seperti buku belajar siswa, mengingat pada saat-saat awal
pelaksanaan selama lima semester buku pelajaran belum tersedia.
Diharapkan untuk tahun 2018 pendistribusian semua buku mata
pelajaran sudah siap. Selain itu keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan untuk menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi
sekolah-sekolah yang belum siap melaksanakan Kurikulum 2013
harus dapat dijadikan kesempatan oleh sekolah-sekolah tersebut untuk
mulai mempersiapkan dan memperbaiki semua sistem baik dari guru,
murid maupun fasilitas agar pada tahun 2018 seluruh sekolah di
Indonesia benar-benar siap untuk melaksanakan Kurikulum 2013.