20
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak Jonathan Albert Soempiet NIM : 102013446 (C4) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara No. 6 Jakarta Barat 11510. Tlp. 5666952 [email protected] Skenario 6 Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang dibawa ibunya ke RS dengan keluhan selalu bangun dengan kondisi wajah sembab terutama di daerah mata setiap paginya sejak 3 hari yang lalu. Pendahuluan Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis SN terdiri dari edema massif, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia. Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI). ANAMNESIS Hal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis suatu penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan anamnesis. Anamnesis ini dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan autoanamnesis. Perbedaan antar kedua bentuk anamnesis tersebut, yaitu : 1 Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 1

Jonathan Albert S BLOK 20

Embed Size (px)

DESCRIPTION

20

Citation preview

Page 1: Jonathan Albert S BLOK 20

Sindrom Nefrotik Idiopatik pada AnakJonathan Albert Soempiet

NIM : 102013446 (C4)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara No. 6 Jakarta Barat 11510. Tlp. 5666952

[email protected]

Skenario 6

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang dibawa ibunya ke RS dengan keluhan selalu bangun dengan kondisi wajah sembab terutama di daerah mata setiap paginya sejak 3 hari yang lalu.

Pendahuluan

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif, hipoalbuminemia

yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis SN terdiri dari edema

massif, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia. Pada anak kausa

SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI).

ANAMNESIS

Hal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis suatu

penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan anamnesis. Anamnesis ini dapat

dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan autoanamnesis. Perbedaan antar kedua bentuk

anamnesis tersebut, yaitu :1

1. Alloanamnesis : melakukan anamnesis dengan kerabat pasien (seperti orang tua). Hal ini dilakukan

bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan kesadaran serta pasien dengan usia

anak-anak.

2. Autoanamnesis : melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan pasien yang masih

baik kesadarannya.

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 1

Page 2: Jonathan Albert S BLOK 20

Pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien :

Pendekatan umum : perkenalan diri anda,ciptakan hubungan yang baik,menanyakan identitas

pasien. (Nama pasien,umur ?)

Nilai keluhan utama dan riwayatnya : misalnya bengkak pada anggota badan (sejak kapan bengkak

dialami , lokasi bengkak, apakah menjalar ?)

Tanyakan riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat si anak selama dalam kandungan sampai saat ini ? ( tumbuh kembang si anak )

- Adanya infeksi (apakah si anak sebelumnya pernah mengalami sakit saat menelan batuk,pilek,

demam ?)

Apakah sudah pernah dibawa berobat sebelumnya ?

Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :

- Apakah urin pasien terlihat mengandung darah ? dinamakan hematuria makroskopik ( gross

hematuria)

- Ada kesulitan dalam pembuangan urin ? , Ada rasa nyeri pada saat kencing ?

- Berapa kali buang air kecilnya sehari ?, Berapa banyak air seni yang dikeluarkan ?

- Ada pola perubahan dalam pembuangan urin ? (seperti mengejan atau tidak) , dan bagaimana

pancaran urinnya ?

Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien :

- Apakah ada rasa nyeri di daerah pinggang atau daerah lainnya, mual muntah, keringat dingin,

lemas ?

- Bagaimana pola makan anak teratur atau tidak ? nafsu makan si anak meningkat atau menurun ?

- Apakah ada alergi pada si anak ?

Pemeriksaan fisik

Temuan klinis yang paling umum adalah edema. Edema adalah pitting dan biasanya ditemukan di

ekstremitas bawah, wajah dan daerah periorbital, skrotum atau labia, dan perut (asites). Pada anak-

anak dengan asites ditandai, kesulitan bernapas, dan anak dapat bermanifestasi kompensasi takipnea.

Edema paru dan efusi juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Hipertensi dapat hadir dan lebih

sering terjadi pada anak-anak dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) dan

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 2

Page 3: Jonathan Albert S BLOK 20

membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) ketimbang minimal change nephrotic syndrome

(MCN).2

Temuan fisik juga dapat hadir karena komplikasi idiopathic nephrotic syndrome (INS). Abdomen mungkin

menunjukkan peritonitis. Hipotensi dan tanda-tanda syok dapat hadir pada anak-anak yang mengalami

sepsis. Trombosis dapat menyebabkan berbagai temuan, termasuk tachypnea dan gangguan

pernapasan (trombosis paru / emboli), hematuria (trombosis vena ginjal).2

Gambar 1. Manifestasi klinis dan pemeriksaan urin pada sindrom nefrotik.

Sumber: www.netterimages.com

Pemeriksaan penunjang

Hematuria mikroskopik tampak dalam 20% kasus INS dan tidak dapat digunakan untuk membedakan

antara perubahan sindrom nefrotik minimal (MCN) dan bentuk lain dari penyakit glomerular. RBC casts,

jika ada, sugestif glomerulonefritis akut, seperti nefritis postinfectious, atau presentasi nephritic

glomerulonefritis kronis, seperti glomerulonefritis membranoproliferative (MPGN). Kehadiran

makroskopik (gross) hematuria tidak biasa dalam MCN dan memungkinkan penyebab lain, seperti

MPGN, atau komplikasi sindrom nefrotik idiopatik (INS), seperti trombosis vena ginjal. Urin pagi lebih

mudah didapatkan dari pada urin 24 jam. Protein urin / rasio kreatinin lebih dari 2-3 mg / mg konsisten

dengan proteinuria nefrotik. Tingkat protein urin 24 jam lebih dari 40 mg/m2/h juga mendefinisikan

proteinuria nefrotik.2

Serum albumin pada sindrom nefrotik umumnya kurang dari 2,5 g / dL . Nilai 0,5 g / dL tidak biasa

ditemukan. Hasil pemeriksaan lipid biasanya sebagai berikut: peningkatan total kolesterol, low-density

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 3

Page 4: Jonathan Albert S BLOK 20

lipoprotein (LDL) kolesterol, peningkatan trigliserida dengan hipoalbuminemia berat, high-density

lipoprotein (HDL) kolesterol (normal atau rendah).2

Kadar natrium serum rendah pada pasien dengan INS karena hiperlipidemia (pseudohyponatremia),

serta akibat retensi air. Kadar kalsium total yang rendah karena hipoalbuminemia, tetapi kadar kalsium

terionisasi normal.2

Pada CBC, peningkatan hemoglobin dan hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi dan penurunan

volume intravascular. Jumlah trombosit sering meningkat.2

Infeksi HIV, hepatitis B, dan hepatitis C adalah penyebab sekunder penting dari sindrom nefrotik.

Akibatnya, skrining untuk virus ini harus dilakukan pada semua pasien dengan sindrom nefrotik.

Memeriksa enzim hati, seperti alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST).2

Temuan ultrasonografi ginjal biasanya nonspesifik. Ginjal biasanya membesar karena edema jaringan.

Peningkatan ekogenisitas biasanya menunjukkan penyakit ginjal kronis selain MCN, di mana ekogenisitas

biasanya normal. Ginjal yang tampak mengecil mengindikasikan penyakit ginjal kronis selain MCN dan

sering disertai dengan kadar kreatinin serum meningkat.2

Radiografi toraks diindikasikan pada anak dengan gejala pernapasan. Efusi pleura umumnya tampak,

meskipun edema paru jarang terjadi. Radiografi toraks juga harus dipertimbangkan sebelum terapi

steroid untuk menyingkirkan infeksi tuberkulosis (TB) , terutama pada anak dengan tes Mantoux positif

atau sebelumnya positif atau pengobatan sebelumnya untuk TB.2

Diagnosis banding

Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk

dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.3

Sindrom nefrotik sekunder. Disebabkan oleh: malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit kolagen

seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, glomerulonefritis akut atau

glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,

garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa, amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,

nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.3

Diagnosis kerja

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 4

Page 5: Jonathan Albert S BLOK 20

Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hematuria mikroskopis, tetapi jarang

ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens kreatinin rendah

karena terjadi penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan kembali ke

normal bila volume intravaskuler membaik. Ekskresi protein melebihi 2 g/24 jam. Kadar kolesterol dan

trigliserid serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dL (20 g/L), dan kadar kalsium

serum total menurun, karena penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.5

Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita penyakit lesi-

minimal yang berespon terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus dimulai tanpa biopsi ginjal.

Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun yang datang dengan nefrosis, tetapi

glomerulonefritis membranosa dan membranoproliferatif menjadi semakin sering; biopsi ginjal

dianjurkan pada kelompok ini untuk menegakkan diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.5

Etiologi

Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui. Keberhasilan awal dalam mengendalikan nefrosis dengan

obat-obat “imunosupresif” memberi kesan bahwa penyakitnya diperantarai oleh mekanisme

imunologis, tetapi bukti adanya mekanisme jejas immunologis yang klasik belum ada, dan sekarang

agaknya jelas bahwa obat-obat “immunosupresif” mempunyai banyak pengaruh selain dari penekanan

pembentukan antibodi. Sebagian kecil penderita mempunyai bukti bahwa penyakit ini diperantarai IgE,

tetapi bukti semakin banyak mengesankan bahwa sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan fungsi

limfosit yang berasal dari timus (sel-T), mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan

permeabilitas vaskuler.5

Epidemiologi

Sindrom nefrotik terjadi apabila pengeluaran protein urine secara nyata yang menyebabkan

hipoalbuminemia dan edema. Penyakit ini jarang terjadi, dengan insiden 2 kasus per 100.000 anak (9-16

kasus per 100.000 kasus di Asia) dan puncak kejadian pada usia antara 1 dan 5 tahun. Laki-laki lebih

sering menderita sindrom nefrotik daripada perempuan, dengan perbandingan 2,5:1. Penyebabnya

belum diketahui. Kurang lebih 85 persen anak kaukasia dengan sindrom nefrotik termasuk tipe yang

disebut “kelainan minimal”.6

Patofisiologi

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 5

Page 6: Jonathan Albert S BLOK 20

Sindrom nefrotik biasanya mengisyaratkan cedera glomerulus yang berat. Hilangnya protein-protein

plasma menyebabkan hipoalbuminemia dan hipoimmunoglobulinemia. Manifestasi klinisnya antara lain

adalah peningkatan kerentanan terhadap infeksi (akibat hipoimmunoglobulin) dan edema generalisata,

yang disebut anasarka. Hiperlipidemia (peningkatan lemak-lemak plasma) berkaitan dengan

hipoalbuminemia.7

Proteinuria. Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein glomerulus

karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap serum protein, umumnya

protein plasma dengan BM rendah seperti albumin, transferin diekresi lebih mudah dibanding protein

dengan BM yang lebih besar seperti lipoprotein. Clearance relative plasma protein yang berbanding

terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya mencerminkan selektivitas proteinuria.7

Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria: besar dan bentuk molekul protein, konsentrasi

plasma protein, struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus, muatan ion membrane basalis

dan lapisan epitel, tekanan dan aliran intra glomerulus

Sembab atau Edema. Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam

perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan tanda yang

paling variabel diantara gambaran terpenting sindrom nefrotik. Penurunan tekanan koloid osmotik

plasma akibat penurunan konsentrasi albumin serum yang bertanggung jawab terhadap pergeseran

cairan ekstraselular dari compartment intravaskuler ke dalam intertisial dengan timbulnya edema dan

penurunan volume intravaskuler. Penurunan nyata eksresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorbsi

tubular. Mekanisme meningkatnya reabsorbsi natrium tidak dimengerti secara lengkap tetapi pada

prinsipnya terjadi akibat penurunan volume intravaskular dan tekanan koloid osmotik. Terdapat

peningkatan ekresi renin dan sekresi aldosteron. Penurunan tekanan koloid osmotic plasma dan retensi

seluruh natrium yang dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom

nefotik, agar timbul edema harus ada retensi air. Tonisitas normal ini dipertahankan melalui sekresi

hormon antidiuretik yang menyebabkan reabsorbsi air dalam tubuli distal dan duktus koligens serta

pembentukan kemih hipertonik atau pekat. Hal ini mungkin merupakan penjelasan mendasar retensi air

pada sebagian besar nefrotik anak, seperti yang ditunjukkan dari pengamatan pengurangan nyata

masukan natrium ternyata tidak memerlukan pembatasan masukan air sebab kemampuan ekresi air

tidak biasanya mengalami gangguan yang berarti. Retensi garam dan air pada pasien nefrotis dapat

dianggap sebagai suatu respons fisiologis terhadap penurunan tekanan onkotik plasma dan

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 6

Page 7: Jonathan Albert S BLOK 20

hipertonisitas, tidak dapat mengkoreksi penyusutan volume intravaskular, sebab cairan yang diretensi

akan keluar keruang intertisial, dan pasien akan menjadi lebih edematosa sesuai dengan jumlah

masukan natrium dan air.7

Hiperlipidemia. Sebagian besar fraksi lipid plasma meningkat pada sindrom nefrotik. Terdapat hubungan

terbalik yang variable antara derajat hiperlipidemia dengan penurunan kadar albumin plasma.

Penurunan albumin serum dan tekanan osmotic merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid

/ lipogenesis.7

Hiperproteinemia. Penurunan konsentrasi protein serum, terutama protein dengan BM rendah secara

primer merupakan konsekuensi kehilangan protein melalui kemih. Kehilangan protein akibat

peningkatan permeabilitas glomerulus hanya sebagian diperhitungkan dalam jumlah akhir yang diekresi

dalam kemih. Konsentrasi kalsium plasma dapat rendah sebagai konsekuensi penurunan kadar albumin,

sebab hamper separuh kalsium plasma terikat pada albumin, akan tetapi konsentrasi kalsium yang

terionisasi akan tetap normal.7

Gambar 2. Patofisiologi edema.

Sumber: www.renalsource.com

Patologi

Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi-minimal (85%), glomerulus tampak

normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangium dan matriks. Temuan-temuan

mikroskopi imunoflouresens khas negatif. mikroskopi elektron menampakkan retraksi tonjolan kaki sel

epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.5

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 7

Page 8: Jonathan Albert S BLOK 20

Kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel mesangium dan matriks.

Dengan imunofluoresensi, frekuensi endapan mesangium yang mengandung IgM dan C3 tidak berbeda

dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi-minimal. Sekitar 50-60% penderita lesi histologis ini

akan berespons terhadap terapi kortikosteroid.5

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar glomerulus tampak

normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama glomerulus yang dekat dengan

medula (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobulus.

Penyakitnya sering kali progresif, akhirnya melibatkan semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal

stadium akhir pada kebanyakan penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap

prednisone atau terapi sitotoksik atau keduanya. Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang

ditransplantasikan.5

Manifestasi klinis

Sindrom nefrotik idiopatik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada wanita (2:1) dan paling lazim

muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir dari

usia 1 tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat terjadi

pasca-infeksi virus saluran pernapasan atas yang nyata.8

Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya ditemukan sekitar mata dan pada

tungkai bawah, di mana edemanya bersifat “pitting”. Semakin lama, edema semakin menyeluruh dan

mungkin disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin.

Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari tampak berpindah dari

muka dan punggung ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang

ada hipertensi.8

Edema merupakan gejal klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan dan

didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azetomie dan hipertensi

ringan, terdapat proteinuria terutama albumin (85-90%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat ditentukan

dengan pemeriksaan Esbach selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis

urin meninggi. Sedimen dapat normal atau beberapa torak hialin, granula, lipoid; terdapat sel darah

putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile bodies. Pada fase non nefritis uji

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 8

Page 9: Jonathan Albert S BLOK 20

fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap normal atau meninggi.

Kimia darah menunjukkan hipoalbunemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat

perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen

meninggi, sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia defiensi besi karena

transferin banyak keluar dengan urin. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium dalam darah sering

rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia, gangguan

gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN.8

Diare sering dialami pasien dalam keadaaan edema masif dan keadaan ini tidak berkaitan dengan infeksi

namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada

pemerksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat atau edema atau keduanya.

Pada beberapa pasien, nyeri perut kadang-kadang berat dapat terjadi pada keadaaan SN yang kambuh.8

Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan kurang

berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan hilangnya

protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien SN non

responsive steroid dan persisten. Pada keadaaan asites berat dapat terjadi hernia umbilicus dan prolaps

ani.8

Gambar 3. Edema palpebra pada anak penderita sindrom nefrotik.

Sumber: www.pediaticoncall.com

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 9

Page 10: Jonathan Albert S BLOK 20

Penatalaksanaan

Pada episode pertama nefrosis, anak dapat di rawat inap di rumah sakit untuk tujuan diagnostik,

pendidikan, terapeutik. Bila timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan memulai “diet tidak

ditambah garam”. Ibunya dinasehati untuk memasak tanpa garam. Pembatasan garam dihentikan bila

edemanya membaik. Jika edemanya tidak berat, masukan cairan tidak dibatasi, namun tidak perlu

didorong. Sampai diuresis akibat kortikosteroid mulai, edema ringan sampai sedang dapat dikelola di

rumah dengan klorotiazid 10-40 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi. Bila terjadi hipokalemi dapat

ditambahkan kalium klorida atau spironolakton (3-5 mg/kg/24 jam dibagi menjadi empat dosis). Jika

edemanya menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan akibat efusi pleura yang masif dan

asites atau pada edema skrotum yang berat, anak harus dirawat inap di rumah sakit. Pembatasan

natrium harus terus dilakukan, tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut jarang efektif dalam

mengendalikan edema. Skrotum yang membengkak dinaikkan dengan bantal untuk meningkatkan

pengeluaran cairan dengan gravitasi. Di masa lampau, edema yang berat diobati dengan pemberian

albumin intravena, pada beberapa penderita disertai dengan pemberian furosemid intravena. Tetapi

sekarang terapi tipe ini telah diganti dengan pemberian furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam)

bersama dengan metolazon (0,2-0,4 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi); metolazon dapat bekerja

pada tubulus distal dan tubulus proksimal. Bila menggunakan kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit

dan fungsi ginjal harus dimonitor secara ketat. Pada beberapa keadaan edema berat, pemberian

albumin manusia 25% (1 g/kg/24 jam ) intravena mungkin diperlukan, tetapi efeknya sementara dan

harus dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan gagal jantung.5

Setelah diagnosisnya diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat, patofisiologi dan

pengobatan nefrosis ditinjau lagi bersama-sama dengan keluarganya untuk meningkatkan pengertian

mereka tentang penyakit anaknya. Remisi kemudian diinduksi dengan pemberian prednisone,

kortikosteroid yang kurang mahal dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum dosis 60 mg setiap hari),

dibagi menjadi tiga atau empat dosis setiap hari. Diberikan terapi dosis terbagi bukan dosis tunggal

karena beberapa pederita yang gagal berespons terhadap dosis tunggal akan berespons terhadap dosis

terbagi. Waktu yang dibutuhkan untuk berespons terhadap prednison adalah rata-rata sekitar 2 minggu,

responsnya ditetapkan pada saat urin menjadi bebas protein. Jika anak berlanjut menderita proteinuria

(2+ atau lebih) setelah satu bulan mendapat prednisone dosis terbagi yang terus menerus setiap hari,

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 10

Page 11: Jonathan Albert S BLOK 20

nefrosis demikian disebut resisten steroid dan biopsi ginjal terindikasi untuk menentukan penyebab

penyakitnya yang tepat.5

Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau 1+ pada dipstick), dosis

prednisone diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan selang sehari sebagai dosis

tunggal bersama dengan makan pagi. Regimen selang sehari ini diteruskan selama 3-6 bulan. Tujuan

terapi selang sehari ini adalah mempertahankan remisi dengan menggunakan dosis prednisone yang

relatif nontoksik, dengan demikian menghindari seringnya kekambuhan dan toksisitas kumulatif akibat

pemberian setiap hari. Setelah pemberian terapi selang sehari tersebut, penghentian dapat dilakukan

secara mendadak. Pengalaman cukup menunjukkan bahwa ada pemulihan yang cukup pada fungsi aksis

pituitaria-adrenal sehingga penderita tidak beresiko terhadap insufisiensi adrenal setelah penarikan

kembali prednisone selang sehari tersebut secara mendadak. Sebaliknya, dalam waktu sampai dengan

satu tahun setelah penyelesaian terapi kortikosteroid, akan akan membutuhkan terapi tambahan

kortikosteroid untuk penyakit yang berat atau pembedahan.5

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai berulangnya

edema dan bukan hanya proteinuria, karena beberapa anak dengan keadaan ini akan menderita

proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil yang berespons terhadap terapi dosis-

terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian

terapi selang sehari. Penderita demikian itu disebut tergantung steroid.5

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas kortikosteroid berat (tampak

cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh), kemudian harus dipikirkan terapi siklofosfamid. Siklofosfamid

terbukti memperpanjang masa remisi dan mencegah kekambuhan pada anak yang sindrom nefrotiknya

sering kambuh. Kemungkinan efek sampingn obat (leukopeni, infeksi varisela tersebar, sistitis

hemoragika, alopesia, sterilitas) harus dipantau pada keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kg/24

jam sebagai dosis tunggal selama total pemberian 12 minggu. Terapi prednisone selang sehari sering

diteruskan selama pemberian siklofosfamid. Selama pemberian siklofosfamid, leukosit harus dimonitor

setiap minggu dan obatnya dihentikan jikan jumlah leukosit dibawah 5.000/mm3. Penderita yang

resisten steroid berespons terhadap perpanjangan pemberian siklofosfamid (3-6 bulan), bolus metil

prednisolon, atau siklosporin.5

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 11

Page 12: Jonathan Albert S BLOK 20

Transplantasi ginjal terindikasi untuk gagal ginjal stadium akhir karena glomeruloskelrosis setempat dan

segmental resisten steroid. Sindrom nefrotik berulang terjadi pada 15-55% penderita. Absorpsi protein

plasma pada kolom protein basis-A dapat menurunkan proteinuria pada penderita-penderita ini.

Absorpsi protein memindahkan suatu fraksi (BM< 100.000), yang menaikkan permeabilitas protein

ginjal.5

Edukasi

Segera setelah sindrom nefrotik didiagnosis, pasien dan keluarga harus dididik tentang penyakit,

manajemen. Keluarga harus berpartisipasi dalam keputusan terapi dan harus didorong untuk mematuhi

rejimen medis. Seperti semua penyakit kronis, banyak masalah psikososial mungkin perlu ditangani,

termasuk (namun tidak terbatas pada) sebagai berikut: tingkah laku, kepatuhan terhadap pengobatan,

orangtua/pengasuh, pengawasan yang memadai, asuransi kesehatan, pekerjaan sekolah karena rawat

inap dan kunjungan rawat jalan.2

Komplikasi

Kelainan Hormonal dan Mineral. Gangguan timbul karena terbuangnya hormone-hormon yang terikat

pada protein. Thyroid binding globulin umumnya berkaitan dengan proteinuria.

Hipokalsemia bukan hanya disebabkan karena hipoalbuminemia saja, namun juga terdapat penurunan

kadar ionisasi bebas, yang berarti terjadi hiperkalsiuria yang akan membaik bila proteinuria menghilang.

Juga terjadi penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna yang terlihat dengan adanya ekskresi

kalsium dalam feses yang sama atau lebih besar dari intake. Adanya hipokalsemia, hipokalsiuria dan

penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna diduga karena adanya kelainan metabolisme vitamin

D. Namun demikian, karena gejala-gejala klinik berupa gangguan tulang jarang dijumpai pada anak,

maka pemberian vitamin D rutin tidak dianjurkan.8

Ganggguan Pertumbuhan dan Nutrisi. Sejak lama diketahui bahwa anak-anak dengan sindrom nefrotik

mengalami gangguan pertumbuhan. Ganguan pertumbuhan pada anak dengan sindrom nefrotik adalah

disebabkan karena malnutrisi protein kalori, sebagai akibat nafsu makan yang berkurang, terbuangnya

protein dalam urin, malabsorbsi akibat sembab mukosa saluran cerna serta terutama akibat terapi

steroid. Terapi steroid dosis tinggi dalam waktu lama menghambat maturasi tulang, terhentinya

pertumbuhan tulang linear dan menghambat absorbsi kalsium dalam intestinum, terutama bila dosis

lebih besar dari 5 mg/m2/hari. Kortikosteroid mempunyai efek antagonis terhadap hormone

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 12

Page 13: Jonathan Albert S BLOK 20

pertumbuhan endogen dan eksogen dalam jaringan perifer melalui efek somatomedin. Cara pencegahan

terbaik adalah dengan menghindari pemberian steroid dosis tinggi dalam waktu lama serta mencukupi

intake kalori dan protein serta tidak kalah pentingnya adalah juga menghindari stress psikologik.8

Infeksi. Kerentanan terhadap infeksi meningkat karena rendahnya kadar immunoglobulin, defisiensi

protein, defek opsonisasi bakteri, hipofungsi limpa dan terapi imunosupresan. Kadar Ig G menurun

tajam sampai 18 % normal. Kadar Ig M meningkat yang diduga karena adanya defek pada konversi yang

diperantarai sel T pada sintesis Ig M menjadi Ig G. defek opsonisasi kuman disebabkan karena

menurunnya faktor B (C3 proactivator) yang merupakan bagian dari jalur komplemen alternatif yang

penting dalam opsonisasi terhadap kuman berkapsul, seperti misalnya pneumococcus dan Escherichia

coli. Penurunan kadar faktor B (BM 80.000 daltons) terjadi karena terbuang melalui urine. Anak-anak

dengan sindrom nefrotik berisiko menderita peritonitis dengan angka kejadian 5 %. Kuman

penyebabnya terutama Streptococcus pneumoniae dan kuman gram negatif. Infeksi kulit juga sering

dikeluhkan. Tidak dianjurkan pemberian antimikroba profilaksis.8

Anemia. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer, anemia yang khas defisiensi besi, tetapi resisten

terhadap terapi besi. Sebabnya adalah meningkatnya volume vaskuler, hemodilusi dan menurunnya

kadar transferin serum karena terbuang bersama protein dalam urine.8

Gagal Ginjal Akut. Dapat terjadi pada sindrom nefrotik kelainan minimal atau glomerulosklerosis fokal

segmental dengan gejala-gejala oliguria yang resisten terhadap diuretik. Dapat sembuh spontan atau

dialysis. Penyebabnya bukan karena hipovolemia, iskemi renal ataupun akibat perubahan membran

basal glomerulus, tetapi adalah karena sembab interstitial renal sehingga terjadi peningkatan tekanan

tubulus proksimal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Adanya gagal ginjal akut pada

sindrom nefrotik harus dicari penyebabnya. Apakah bukan karena nefritis interstitial karena diuretic,

nefrotoksik bahan kontras radiologi, nefrotoksik antibiotik atau nefritis interstitial alergi karena

antibiotik atau bahan lain.8

Prognosis

Prognosis untuk waktu lama baik. Meskipun ketika masa anak-anak relaps sering terjadi, dengan

bertambahnya usia frekuensinya menurun dan anak bertumbuh sesuai dengan kondisi sehat dan fungsi

ginjal yang normal. Hanya sedikit (biasanya anak dengan resisten steroid) yang menderita insufisiensi

ginjal.9

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 13

Page 14: Jonathan Albert S BLOK 20

Penutup

Sindrom nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kesatuan klinis. Sindrom nefrotik ditandai

dengan awitan edema yang tersembunyi disertai proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan

hiperkolesterolemia. Pada sindrom nefrotik primer/idiopatik, penyakit ini terbatas pada ginjal,

sedangkan sindrom nefrotik sekunder terjadi selama perjalanan penyakit sistemik.

Daftar pustaka

1. Geadle J. At a glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2007.h.149.

2. Lane JC. Paediatric nephrotic syndrome. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 5 Oktober

2013.

3. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.309.

4. Meadow SR, Newell SJ. Lectures notes:pediatrika. Jakarta: Erlangga; 2005.h.207.

5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2003.h.1829-

31.

6. Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.h.184.

7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.h.708-9.

8. Insley J. Vade mecum pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.77-8.

9. Newell SJ, Darling JC. Lectures notes:paediatrics. 8th edition. Oxford: Blackwell Publishing;

2008.p.218.

Jonathan Albert Soempiet (10.2013.446) 14