Upload
blue-dolphin
View
227
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Laserasi Perineum
1. Pengertian
Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan
anus (Dorland, 2006). Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan
anus yang berperan dalam persalinan. Laserasi Perineum adalah robekan
yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998). Perineum
berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dasar panggul
(Winknjosastro, 2006).
Laserasi perineum seperti yang telah diuraikan diatas terjadi pada
saat pengeluaran bayi / kala II persalinan yaitu bagian terdepan anak telah
berada di dasar panggul, sehingga untuk memberi tempat bagian terdepan
dari anak maka perineum harus mengembang/merengang. Peregangan
perineum tersebut harus ditahan dengan tangan penolong persalinan untuk
menghindari terjadinya robekan perineum. Selain menahan perineum yang
meregang, untuk mencegah robekan perineum bidan dapat menahan bagian
subocciput janin agar tidak terlalu cepat melakukan defleksi (JNPK-KR,
2008).
Mengenai cara menahan perineum dipengaruhi oleh ketrampilan
masing-masing bidan. Laserasi perineum tidak selalu dapat dihindarkan,
7
namun risiko laserasi perineum dapat dikurangi dengan pertolongan yang
baik, teliti, dan hati-hati pada saat menolong kelahiran kepala.
Salah satu cara pertolongan yang baik adalah dengan
mengusahakan agar diameter kepala dan bahu harus lahir melalui bagian
muka belakang dari orifisium vaginae. Selain itu waktu lahirnya kepala harus
perlahan-lahan tanpa adanya tenaga mengejan yang berlebihan (Ibrahim,
1996).
2. Penyebab
a. Faktor Maternal
1) Partus presipitatus
Partus Presipitatus merupakan persalinan yang lebih pendek dari 3
jam. Kadang-kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara
terjadi persalinan yang yang terlalu cepat sebagai akibat his yang kuat
dan kurangnya tahanan dari jalan lahir (Saifuddin, 2006).
Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang
dari 3 jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong
persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi
defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan
terjadi laserasi perineum (Mochtar, 1998).
Penyebab partus presipitatus diantaranya adalah adanya his yang
terlalu kuat dan terlalu sering yang disebut tetania uteri, kurangnya
tahanan jalan lahir pada saat proses persalinan.
8
Partus presipitatus jarang disertai dengan komplikasi maternal yang
serius jika serviks mengadakan penipisan serta dilatasi dengan mudah,
vagina sebelumnya sudah teregang dan perineum dalam keadaan lemas
(relaksasi). Namun demikian, kontraksi uterus yang kuat disertai serviks
yang panjang serta kaku, dan vagina, vulva atau perineum yang tidak
teregang dapat menimbulkan ruptur uteri atau laserasi yang luas pada
serviks, vagina, vulva atau perineum. Mortalitas dan morbiditas perinatal
akibat partus presipitatus dapat meningkat cukup tajam karena beberapa
hal. Pertama, kontraksi uterus yang amat kuat dan sering dengan interval
relaksasi yang sangat singkat akan menghalangi aliran darah uterus dan
oksigenasi darah janin. Kedua, tahanan yang diberikan oleh jalan lahir
terhadap proses ekspulsi kepala janin dapat menimbulkan trauma
intrakranial meskipun keadaan ini seharusnya jarang terjadi. Ketiga, pada
proses kelahiran yang tidak didampingi, bayi bisa jatuh ke lantai dan
mengalami cedera atau memerlukan resusitasi yang tidak segera tersedia
(Winkjosastro, 2006).
Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2007) laserasi
spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali.
Partus presipitatus dapat menyebabkan terjadinya robekan perineum
bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan
pascapersalinan (Saifuddin, 2008).
9
2) Mengejan terlalu kuat
Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu dalam bentuk
dorongan meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan
dengan munculnya his atau kontraksi rahim. His yang bagus dapat
membuka jalan lahir dengan cepat, namun hal ini dipengaruhi cara ibu
mengejan, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu menerannya tidak kuat
maka tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika ibu
mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan diameter
terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum. Bila kepala
telah mulai lahir, ibu diminta bernapas panjang, untuk menghindarkan
tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu yang mempunyai
ukuran panjang akan melalui perineum. Kepala lahir hendaknya pada
akhir kontraksi agar kekuatan mengejan tidak terlalu kuat (Ibrahim,
1996)
3) Perineum yang rapuh dan oedem
Pada proses persalinan jika terjadi oedem pada perineum maka perlu
dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi
laserasi perineum (Manuaba, 1998).
4) Primipara
Primigravida adalah ibu yang baru pertama kali mengalami
kehamilan. Pada primigravida, pemeriksaan ditemukan tanda-tanda
perineum utuh, vulva tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan
rugae. Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh
10
kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah
terjadi robekan perineum (Mochtar, 1998). Hampir pada semua primipara
dilakukan episiotomi karena sebagian besar primipara mempunyai
perineum yang kaku (Mansjoer, 2002).
5) Kesempitan panggul dan CPD (chepalo pelvic disproportional)
Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu
benda didorong melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang didorong
adalah janin, ruangannya adalah pelvis dan tenaga yang mendorong
adalah kontraksi rahim. Jika tidak ada disproporsi (ketidaksesuaian)
antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patologis, maka
persalinan dapat ditunggu spontan. Apabila dipaksakan mungkin janin
dapat lahir namun akan terjadi trauma persalinan salah satunya adalah
laserasi perineum (Mochtar, 1998).
6) Varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina
Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) jaringan
parut pada jalan lahir akan menghalangi atau menghambat kemajuan
persalinan, sehingga episiotomi pada kasus ini dapat dipertimbangkan.
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah,
yang terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain
kelihatan kurang baik, pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan
sumber perdarahan potensial pada waktu hamil maupun saat persalinan.
Kejadian varises ini makin meningkat pada kehamilan makin tinggi dan
segera akan menghilang atau berkurang setelah persalinan. Penyebab
11
varises adalah karena faktor herediter dan dirangsang oleh meningkatnya
hormone estrogen dan progesteron atau faktor lainnya. Varises yang
terdapat pada tungkai dapat diatasi dengan cara tidak terlalu banyak
berdiri, saat tidur kaki ditinggikan atau memakai stoking. Varises yang
pecah pada waktu hamil dapat diatasi dengan cara menjahit kembali
sehingga perdarahan berhenti. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah
saat persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi
dapat terjadi perdarahan (Manuaba, 1998).
7) Kelenturan Jalan Lahir
Alat genital perempuan mempunyai sifat yang lentur. Jalan lahir
akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin
bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan
jalan lahir dan otot-otot di sekitarnya. Jalan lahir yang lentur dapat
melahirkan kepala bayi dengan lingkar kepala > 35 cm, padahal diameter
awal vagina adalah 4 cm. Kelenturan jalan lahir berkurang bila calon ibu
yang kurang olahraga, atau genitalnya sering terkena infeksi. Infeksi akan
mempengaruhi jaringan ikat dan otot di bagian bawah dan membuat
kelenturanya hilang (karena infeksi dapat membuat jalan lahir menjadi
kaku). Bayi yang mempunyai lingkar kepala maksimal tidak akan dapat
melewatinya, jika dipaksakan maka akan mengakibatkan laserasi
perineum yang tidak beraturan dan lebar. Kondisi seperti ini mendorong
tenaga kesehatan untuk melakukan episiotomi guna melebarkan jalan
lahir dengan menggerakkan alur robekan. Menurut penelitian, jika pada
12
trimester 3, ibu hamil sering melakukan pijatan di daerah perineum maka
akan melenturkan daerah pijatan tersebut (Sinsin, 2008)
8) Persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, versi
ekstraksi, dan embriotomi)
Persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan laserasi perineum
yang lebar karena pada persalinan dengan ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, versi ekstraksi, dan embriotomi dianjurkan untuk melakukan
episiotomi sehingga jalan lahir lebih lebar dan dapat dilalui oleh alat
pembantu persalinan tersebut (Saifuddin, 2002). Ekstraksi vakum dan
ekstraksi forcep merupakan faktor risiko terjadinya laserasi perineum
derajat III dan IV, dimana ekstraksi forcep lebih banyak menyebabkan
trauma jalan lahir (Trisetyono, 2009).
b. Faktor Janin
1) Kepala Janin Besar
Dari sudut pandang obstetric, ukuran kepala janin merupakan hal
penting karena ciri penting pada persalinan adalah adanya adaptasi
kepala janin terhadap tulang panggul ibu. Pada usia kehamilan aterm,
wajah merupakan sebagian kecil dari kepala, sisanya adalah tengkorak
padat, yang terdiri dari 2 tulang frontalis, 2 tulang parietalis, dan 2 tulang
temporalis, bersama dengan bagian atas tulang oksipitalis dan sayap
sphenoid. Tulang-tulang tersebut dipisahkan oleh ruang membranosa
yang disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura frontalis,
yang terletak antara dua tulang frontalis, sutura sagitalis, diantara dua
13
tulang parietalis, dua sutura koronaria, diantara tulang frontalis dan
parietalis, dan dua sutura lambdoidea, yang terletak antara batas posterior
tulang parietalis dan batas atas tulang oksipitalis. Pada presentasi puncak
kepala, semua sutura dapat teraba saat persalinan kecuali sutura
temporalis, yang terletak di kedua sisi antara batas inferior tulang
parietalis dan batas superior tulang temporalis, yang tertutup oleh bagian
lunak dan tidak dapat diraba pada bayi hidup. Pada kepala neonatus
biasanya dilakukan pengukuran beberapa diameter dan lingkar tertentu
yang penting. Diameter-diameter yang paling sering digunakan beserta
panjang rata-ratanya adalah sebagai berikut :
a) Diameter oksipitofrontal (11,5 cm) yang mengikuti garis yang
berjalan dari titik tepat di atas pangkal hidung ke bagian yang
paling menonjol dari tulang oksipitalis.
b) Diameter biparietalis (9,5 cm) garis tengah transversal paling
panjang pada kepala, yang berjalan dari satu tulang parietalis ke
tulang parietalis lainnya.
c) Diameter bitemporalis (8,0 cm) jarak terjauh antara dua sutura
temporalis.
d) Diameter oksipitomentalis (12,5 cm) dari dagu ke bagian paling
menonjol dari oksiput.
e) Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) yang mengikuti garis
yang ditarik dari bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan
14
bawah tulang oksipitalis tepat ke pertemuan tulang ini dengan
leher.
Lingkar terbesar di kepala, yang sesuai dengan bidang diameter
oksipitofrontalis, berukuran rata-rata 34,5 cm, suatu ukuran yang terlalu
besar untuk masuk ke panggul tanpa fleksi. Lingkar terkecil, yang sesuai
dengan bidang diameter suboksipitobregmatikus, adalah 32 cm
(Cunningham, 2006).
Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi
perineum. Kepala janin merupakan bagian yang terpenting dalam
persalinan yang berpengaruh terhadap peregangan perineum pada saat
kepala di dasar panggul dan membuka jalan lahir dengan diameter 5-6
cm akan terjadi penipisan perineum, sehingga pada perineum yang kaku
dapat terjadi laserasi perineum (Manuaba, 1998)
Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melalui
introitus vagina dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
robekan (JNPK-KR, 2008).
2) Berat Badan Bayi
Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi
perineum. Mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan
hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina
dan perineum. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat)
janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala dilihat dari Berat Badan
(BB) janin (Mochtar, 1998). Proses persalinan dengan berat badan janin
15
yang besar dapat menimbulkan adanya kerusakan jaringan dan robekan
jalan lahir karena proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi,
kontraksi, torsi, dan traksi (Amir, 2008)
Ada beberapa perkiraan berat janin: a) Umur kehamilan dan taksiran
persalinan (rumus Naegle) b) Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala
pada abdomen. Sudah tentu untuk mendapat kecakapan ini diperlukan
latihan dan pengalaman yang agak lama. Suatu penaksiran dianggap baik
jika kesalahanya tidak melebihi 10%. c) Perhitungan menurut Poulsson-
Langstadt yaitu uterus dianggap sebagai suatu benda yang terdiri dari
bahan homogen berbentuk elips jika letak janin memanjang. Volume
tergantung dari diameter transversa dan diameter longitudinal dari uterus,
yang diukur menggunakan jangka boudeloque. Kemudian secara empirik
dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara BB dan
jumlah kedua diameter itu. d) Rumus Johnson-Toshack. Berdasarkan atas
ukuran Mac Donald, yaitu jarak antar simfisis pubis dan batas antara
fundus uteri melalui konveksitas abdomen:
BBJ= Berat badan janin dalam gram
MD = ukuran Mac Donald dalam cm
Kepala belum masuk Hodge III : (MD – 13)
Kepala di Hodge III : (MD – 12)
Kepala lewat Hodge III : (MD – 11)
BBJ = (MD – 12) x 155 gram
16
3) Presentasi defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi
muka dan dahi. Sesuai dengan arah sumbu panggul, gerakan ekstensi
pada persalinan dengan presentasi muka dan dahi mengikuti gaya
beratnya sehingga occiput menekan ke arah anus. Penekanan yang
berlebihan pada anus akan mengakibatkan laserasi perineum yang dapat
melebar ke otot sphinter ani (laserasi perineum derajat III dan IV).
Salah satu cara untuk mencegah robekan perineum yaitu dengan
mengarahkan kepala bayi agar perineum dilalui diameter terkecil saat
ekspulsi (pengeluaran kepala). Diameter kepala terkecil terdapat pada
presentasi belakang kepala yaitu 9,5 cm dan kelilingnya (sirkumferensia
suboccipito bregmatika) yaitu 32 cm. Letak belakang kepala tersebut
merupakan presentasi normal yang mendominasi seluruh persalinan pada
kehamilan tunggal dengan letak kepala sebesar 96,8%.
Diameter pada letak dahi yaitu diameter mento occipitalis (13,5 cm),
sedangkan kelilingnya yaitu sirkumferensia mento occipitalis (35 cm).
Presentasi muka mempunyai ukuran bidang/planum yaitu 34 cm dan
diameter submentobregmatikus ± 9,5 cm.
Persalinan dengan presentasi muka dan dahi dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu perabdominan dengan bedah sesar dan pervaginam dengan
persalinan spontan maupun dengan tindakan. Presentasi dahi dapat lahir
spontan jika janin kecil dan punggungnya berada di posterior. Sedangkan
presentasi dahi yang menetap atau dengan selaput ketuban yang sudah
17
pecah sebaiknya dilakukan persalinan dengan bedah sesar. Presentasi
muka dengan dagu anterior dapat ditunggu untuk dilakukan persalinan
spontan tetapi presentasi muka selain dagu anterior harus dilakukan
bedah sesar untuk mengurangi manipulasi jalan lahir yang dapat
mengakibatkan laserasi perineum (JNPK-KR, 2008).
4) Letak sungsang dengan after coming head
Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi
untuk melakukan episiotomi (Saifuddin, 2002). Penanganan persalinan
sungsang adalah ibu diposisikan litotomi, ketika timbul his ibu diminta
mengejan dan merangkul kedua paha. Dianjurkan melakukan episiotomi
saat bokong membuka vulva (Mansjoer, 2002).
5) Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan
manuver obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah
belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada
persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat
dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain
dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3 % dari
seluruh persalinan pervaginam dengan presentasi kepala. Pada
mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul
lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran
paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau di
18
sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu
anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau
berotasi dari foramen abturator. Apabila bahu berada dalam posisi
antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu
posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang
pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak
dapat melakukan putaran paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan
yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle
sign) menekan ke arah dorsal yang dapat menyebabkan laserasi perineum
(Cunningham, 2006).
6) Kelainan Kongenital seperti hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan bawaan pada janin dimana cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar.
Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga
tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering dijumpai sebagai
kelainan kongenital namun bisa juga oleh sebab postnatal. Angka
kejadian kira-kira 30% yang ditemui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan
pertama. Persalinan dengan kelainan hidrosefalus dianjurkan untuk
dilakukan persalinan perabdominan untuk menghindari adanya cedera
jalan lahir beserta cedera pada janin (Jones, 2001).
19
c. Faktor Penolong Persalinan
1) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa
hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ibu boleh meneran dan
kemudian beristirahat diantara kontraksi atau pada saat relaksasi. Perlu
diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi,
dihasilkan dari kontraksi uterus, sehingga meneran hanya menambah
daya kontraksi untuk melahirkan bayi. Pada saat persalinan tidak
dianjurkan menyuruh ibu meneran pada saat kepala telah lahir sampai
subocciput dan melakukan dorongan pada fundus uteri karena kedua hal
tersebut dapat meningkatkan risiko laserasi perineum, distosia bahu dan
ruptur uteri (JNPK-KR, 2008).
Ibu dipimpin mengejan saat ada his atau kontraksi rahim, dan
istirahat bila tidak ada his. Setelah subocciput di bawah simfisis, ibu
dianjurkan untuk berhenti mengejan karena lahirnya kepala harus pelan-
pelan agar perineum tidak robek. Pimpinan mengejan pada ibu bersalin
yang tidak sesuai dengan munculnya his dan lahirnya kepala dapat
mengakibatkan laserasi perineum hingga derajat III dan IV (JNPK-KR,
2008).
2) Cara berkomunikasi dengan ibu
Komunikasi dan kerjasama yang baik antara ibu dan penolong
persalinan sangat diperlukan pada proses persalinan yaitu pada saat
persalinan telah dimulai. Kerjasama pada saat meneran sangat
20
bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5–6 cm telah membuka vulva
(crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter
kepala saat melewati introitus vagina dan perineum dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya laserasi perineum (JNPK-KR, 2008).
3) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan
kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau
handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah
lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan ( dibawah kain bersih dan
kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi
yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar
posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati
introitus dan perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan
keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi
regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum (JNPK-KR,
2008).
4) Anjuran posisi meneran
Penolong persalinan dapat membantu ibu untuk memperoleh posisi
yang paling nyaman. Beberapa posisi meneran pada proses persalinan
yang dianjurkan diantaranya adalah posisi duduk, setengah duduk,
jongkok, berdiri, merangkak, dan berbaring miring ke kiri. Ibu dapat
mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini dapat
membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling
21
efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik. Keuntungan
posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi
ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara
kontraksi, dan gaya gravitasi mempercepat penurunan bagian terbawah
janin sehingga berperan dalam kemajuan persalinan. Sedangkan untuk
posisi jongkok dan berdiri membantu mempercepat kemajuan kala II
persalinan dan mengurangi rasa nyeri. Beberapa ibu merasa bahwa
merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman
dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu
perbaikan posisi occiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi
occiput anterior. Posisi merangkak dapat membantu ibu mengurangi rasa
nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri
memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ibu kelelahan
dan juga dapat mengurangi risiko terjadinya laserasi perineum (JNPK-
KR, 2008).
5) Episiotomi
Episiotomi adalah insisi perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum rektovaginal, otot-
otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan perineum untuk
melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah proses persalinan
(Mansjoer, 2002).
22
Tindakan episiotomi ini tidak dilakukan rutin pada setiap persalinan,
sehingga untuk melakukan episiotomi perlu dipertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
a) Gawat janin
b) Persalinan pervaginam dengan penyulit seperti sungsang, distosia
bahu, ekstraksi cunam, dan ekstraksi vakum.
c) Janin prematur untuk melindungi kepala janin dari perineum yang
ketat.
d) Penyembuhan laserasi perineum tingkat III dan IV yang kurang baik
sehingga menimbulkan jaringan parut pada perineum atau vagina
yang menghalangi kemajuan persalinan.
e) Primigravida.
f) Multigravida dengan perineum kaku (JNPK-KR, 2008; Saifuddin,
2002; Mansjoer, 2002; Manuaba, 1998).
Menurut Manuaba (1998) tindakan episiotomi merupakan salah satu
upaya untuk mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir
lunak, mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit,
menghindari robekan perineum spontan, memperlebar jalan lahir pada
operasi persalinan pervaginam.
Episiotomi secara rutin yang bertujuan mencegah robekan berlebihan
pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan
penjahitan (reparasi), mencegah penyulit dan infeksi ternyata tidak
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin, et al, 2000;
23
Wooley, 1995). Episiotomi secara rutin dapat menyebabkan
meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma, kejadian
laserasi derajat III dan IV lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi, meningkatnya nyeri pasca
persalinan di daerah perineum, meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR,
2008).
Tindakan episiotomi dapat dilakukan dengan berbagai cara, macam-
macam episiotomi adalah :
(1) Episiotomi Medialis merupakan insisi yang paling mudah
diperbaiki, lebih sedikit perdarahan, anatomis maupun fungsional
sembuh dengan baik, nyeri pada masa nifas berkurang, jarang
menimbulkan dispareuni (nyeri saat melakukan hubungan seksual),
dapat menjadi laserasi perineum totalis.
(2) Episiotomi Mediolateralis merupakan jenis insisi yang banyak
digunakan karena lebih aman dan jarang terjadi, sedangkan
kekurangannya adalah lebih sulit dijahit, anatomis maupun
fungsionil penyembuhan kurang sempurna, nyeri pada hari pertama
nifas.
(3) Episiotomi Lateralis tidak dianjurkan karena hanya dapat
menimbulkan sedikit relaksasi introitus, perdarahan lebih banyak,
dan sukar diperbaiki.
24
3. Derajat Laserasi Perineum
Menurut derajat robekan dibagi menjadi 4 derajat :
a. Derajat I : robekan hanya pada selaput lendir (mukosa) vagina, komisura
posterior dengan atau tanpa mengenai kulit perineum, sekitar 1-1,5 cm.
Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.
b. Derajat II : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior,
kulit perineum, dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik sesuai
prosedur penjahitan luka perineum.
c. Derajat III : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior,
kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani.
d. Derajat IV : robekan robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding
depan rektum. Penolong persalinan tidak dibekali ketrampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke
fasilitas rujukan.
B. Persalinan
Persalinan adalah serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap
bulan atau hampir genap bulan dikeluarkan dari tubuh ibu. Persalinan normal
adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, bayi
tunggal, umur kehamilan genap bulan, letak belakang kepala, tidak ada
komplikasi ibu dan anak, berlangsung kurang dari 18 jam (Cunningham,
2006).
25
Menurut Saifuddin (2008) persalinan normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Persalinan tersebut dibagi
menjadi 4 kala, yaitu:
1. Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap
(10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase , fase laten (8 jam) serviks
membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 –
10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
2. Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
3. Kala III: Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4. Kala IV: Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama
postpartum.
Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan
hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal
sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat
yang optimal.
26
Kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal, adalah
sebagai berikut :
a. Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi,
misalnya mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tangan sesuai
dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses
persalinan dan kelahiran bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.
b. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah
bayi lahir, termasuk penggunaan partograf. Partograf digunakan sebagai
alat bantu untuk membuat sesuatu keputusan klinik, berkaitan dengan
pengenalan dini komplikasi yang mungkin terjadi dan memilih tindakan
yang paling sesuai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca
persalinan, dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya
mengenai proses kelahiran bayi dan meminta para suami dan kerabat
untuk turut berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
d. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.
e. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti
episiotomi rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara
rutin sebagai upaya untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.
f. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan
menghangatkan tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal sejak dini
komplikasi dan melakukan tindakan yang bermanfaat secara rutin.
27
g. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk
dalam masa nifas dini secara rutin. Asuhan ini akan memastikan ibu dan
bayinya berada dalam kondisi aman dan nyaman, mengenal sejak dini
komplikasi pasca persalinan dan mengambil tindakan yang sesuai dengan
kebutuhan.
h. Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini
bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir.
i. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Dalam memberikan asuhan persalinan normal dianjurkan memberikan
asuhan sayang ibu yaitu asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa
jika ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran
bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan
yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan kepuasan
yang lebih. Antara lain, juga disebutkan bahwa asuhan tersebut dapat
mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi vakum,
ekstraksi forcep, dan seksio sesarea.
C. Berat Badan Janin
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai
pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok
28
umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan
yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-
lain. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk
mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap
perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat
digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah, dan tidak
membutuhkan banyak waktu. Kerugiannya, indikator berat badan ini tidak
sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek gemuk atau tinggi kurus.
Perlu diketahui, bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam sehari sebagai
akibat masukan (intake) makanan dan minuman, dengan keluaran (output)
melaui urin,feses, keringat, dan bernapas. Besarnya fluktuasi tergantung pada
kelompok umur dan bersifat sangat individual, yang berkisar antara 100-200
gram, sampai 500-1000 gram bahkan lebih, sehingga dapat mempengaruhi
hasil penilaian. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :
1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut maupun
yang kronis, tumbuh kembang dan kesehatan.
2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit.
3. Dasar perhitungan dosis obat makanan yang perlu diberikan.
Menurut Saifuddin (2002), berat badan neonatus pada saat kelahiran
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir > 2500 g.
b. Bayi berat lahir rendah (BBLR) / Low birthweight infant : bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 1500 – 2500 g.
29
c. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) / Very low birthweight
infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g.
d. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) / Extremely very low
birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang
dari 1000.
Berat badan janin normal adalah 2500 – 4000 gram, sedangkan bayi
yang beratnya kurang dari 2500 gram disebut BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah). Bayi dengan berat > 4000 gram disebut janin besar sedangkan rata-
rata berat janin normal yang dilahirkan pada ibu bersalin adalah 3400 gram
(JHPIEGO, 2003; Jones, 2001)
Normalnya, berat badan (BB) bayi baru lahir harus mencapai 2.500
gram. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Sebab kalau terlalu kecil,
dikhawatirkan organ tubuhnya tidak dapat tumbuh sempurna sehingga dapat
membahayakan bayi itu sendiri. Sebaliknya, jika terlalu besar juga
dikhawatirkan sulit lahir dengan jalan normal dan harus lewat operasi sesar.
Ada dua kelompok bayi menurut berat badannya. Pertama, berat badan
bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 3.900 gram. Berat badan
normal bayi sekitar 2.500-4.000 gram. Kondisi yang dikenal sebagai giant
baby, dan dapat terbawa sampai anak tumbuh dewasa.
Pola pertumbuhan berat badan bayi/BB (weight) dan panjang
badan/PB (length) bayi digambarkan dalam Kurva Pertumbuhan atau
Weight/Length Chart. Rentangnya dari 5% sampai 95%. Apabila bayi berada
dalam chart tersebut, maka bayi masih dikatakan normal. Namun, berada di
30
luar chart baik lebih rendah atau lebih tinggi tidak bisa dinilai ada kelainan,
harus diperiksa penyebabnya apa. Misalnya faktor genetik, memeriksakan dan
berdiskusi dengan dokter adalah jalan terbaik.
D. Pengaruh Berat Badan Janin Pada Persalinan dan Laserasi perineum
Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi
perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan
penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan
distosia bahu. Sedangkan persalinan dengan distosia bahu sering terjadi
kerusakan pada traktus genitalis bawah seperti laserasi perineum (Jones,
2001). Persalinan dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan
terjadinya laserasi perineum (Mochtar, 1998). Sebelum bersalin hendaknya
ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar dapat diketahui Tafsiran Berat Janin
dan dapat diantisipasi adanya persalinan patologis yang disebabkan bayi
besar seperti rupture uteri, rupture jalan lahir, partus lama, distosia bahu, dan
kematian janin akibat cedera persalinan (Saifudin, 2008).
E. Kerangka Teori
Sumber : (Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro, 2006; JNPK2007; JNPK-KR 2008; Saifuddin, 2008; Manuaba, 1998; Mansjoer, 2002; Sinsin, 2008; Trisetyono, 2009; Cunningham, 2006; Amir, 2008; Jones, 2001; JHPIEGO, 2003).
Faktor Maternal
Faktor Janin
Faktor Penolong Persalinan
Kerangka Teori
(Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro, 2006; JNPKKR 2008; Saifuddin, 2008; Manuaba, 1998; Mansjoer, 2002;
Sinsin, 2008; Trisetyono, 2009; Cunningham, 2006; Amir, 2008; Jones, 2001; JHPIEGO, 2003).
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Partus Presipitatus
Mengejan Terlalu Kuat
Perineum yang rapuh dan oedem
Primipara
Panggul Sempit/CPD
Kelenturan Jalan Lahir
Persalinan dengan tindakan
Varikosa Pelvis dan Jaringan Parut pada Perineum dan Vagina
Kepala Janin Besar
Berat Badan Janin
Presentasi Defleksi
Letak Sungsang
Distosia Bahu
Kelainan Kongenital
Cara Mempimpin Mengejan
Cara Berkomunikasi Dengan Ibu
Ketrampilan menahan Perineum
Posisi Meneran yang dianjurkan
Episiotomi
31
(Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro, 2006; JNPK-KR, KR 2008; Saifuddin, 2008; Manuaba, 1998; Mansjoer, 2002;
Sinsin, 2008; Trisetyono, 2009; Cunningham, 2006; Amir, 2008; Jones, 2001;
Laserasi Perineum
32
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
G. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara berat badan janin dengan terjadinya laserasi
perineum pada proses persalinan.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Laserasi Perineum
Berat Badan Janin