27
6 BAB II TINJAUAN TEORI A. Laserasi Perineum 1. Pengertian Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus (Dorland, 2006). Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus yang berperan dalam persalinan. Laserasi Perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998). Perineum berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dasar panggul (Winknjosastro, 2006). Laserasi perineum seperti yang telah diuraikan diatas terjadi pada saat pengeluaran bayi / kala II persalinan yaitu bagian terdepan anak telah berada di dasar panggul, sehingga untuk memberi tempat bagian terdepan dari anak maka perineum harus mengembang/merengang. Peregangan perineum tersebut harus ditahan dengan tangan penolong persalinan untuk menghindari terjadinya robekan perineum. Selain menahan perineum yang meregang, untuk mencegah robekan perineum bidan dapat menahan bagian subocciput janin agar tidak terlalu cepat melakukan defleksi (JNPK-KR, 2008). Mengenai cara menahan perineum dipengaruhi oleh ketrampilan masing-masing bidan. Laserasi perineum tidak selalu dapat dihindarkan,

Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

6

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Laserasi Perineum

1. Pengertian

Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan

anus (Dorland, 2006). Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan

anus yang berperan dalam persalinan. Laserasi Perineum adalah robekan

yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998). Perineum

berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dasar panggul

(Winknjosastro, 2006).

Laserasi perineum seperti yang telah diuraikan diatas terjadi pada

saat pengeluaran bayi / kala II persalinan yaitu bagian terdepan anak telah

berada di dasar panggul, sehingga untuk memberi tempat bagian terdepan

dari anak maka perineum harus mengembang/merengang. Peregangan

perineum tersebut harus ditahan dengan tangan penolong persalinan untuk

menghindari terjadinya robekan perineum. Selain menahan perineum yang

meregang, untuk mencegah robekan perineum bidan dapat menahan bagian

subocciput janin agar tidak terlalu cepat melakukan defleksi (JNPK-KR,

2008).

Mengenai cara menahan perineum dipengaruhi oleh ketrampilan

masing-masing bidan. Laserasi perineum tidak selalu dapat dihindarkan,

Page 2: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

7

namun risiko laserasi perineum dapat dikurangi dengan pertolongan yang

baik, teliti, dan hati-hati pada saat menolong kelahiran kepala.

Salah satu cara pertolongan yang baik adalah dengan

mengusahakan agar diameter kepala dan bahu harus lahir melalui bagian

muka belakang dari orifisium vaginae. Selain itu waktu lahirnya kepala harus

perlahan-lahan tanpa adanya tenaga mengejan yang berlebihan (Ibrahim,

1996).

2. Penyebab

a. Faktor Maternal

1) Partus presipitatus

Partus Presipitatus merupakan persalinan yang lebih pendek dari 3

jam. Kadang-kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara

terjadi persalinan yang yang terlalu cepat sebagai akibat his yang kuat

dan kurangnya tahanan dari jalan lahir (Saifuddin, 2006).

Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang

dari 3 jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong

persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi

defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan

terjadi laserasi perineum (Mochtar, 1998).

Penyebab partus presipitatus diantaranya adalah adanya his yang

terlalu kuat dan terlalu sering yang disebut tetania uteri, kurangnya

tahanan jalan lahir pada saat proses persalinan.

Page 3: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

8

Partus presipitatus jarang disertai dengan komplikasi maternal yang

serius jika serviks mengadakan penipisan serta dilatasi dengan mudah,

vagina sebelumnya sudah teregang dan perineum dalam keadaan lemas

(relaksasi). Namun demikian, kontraksi uterus yang kuat disertai serviks

yang panjang serta kaku, dan vagina, vulva atau perineum yang tidak

teregang dapat menimbulkan ruptur uteri atau laserasi yang luas pada

serviks, vagina, vulva atau perineum. Mortalitas dan morbiditas perinatal

akibat partus presipitatus dapat meningkat cukup tajam karena beberapa

hal. Pertama, kontraksi uterus yang amat kuat dan sering dengan interval

relaksasi yang sangat singkat akan menghalangi aliran darah uterus dan

oksigenasi darah janin. Kedua, tahanan yang diberikan oleh jalan lahir

terhadap proses ekspulsi kepala janin dapat menimbulkan trauma

intrakranial meskipun keadaan ini seharusnya jarang terjadi. Ketiga, pada

proses kelahiran yang tidak didampingi, bayi bisa jatuh ke lantai dan

mengalami cedera atau memerlukan resusitasi yang tidak segera tersedia

(Winkjosastro, 2006).

Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2007) laserasi

spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu

dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu

cepat dan tidak terkendali.

Partus presipitatus dapat menyebabkan terjadinya robekan perineum

bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan

pascapersalinan (Saifuddin, 2008).

Page 4: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

9

2) Mengejan terlalu kuat

Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu dalam bentuk

dorongan meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan

dengan munculnya his atau kontraksi rahim. His yang bagus dapat

membuka jalan lahir dengan cepat, namun hal ini dipengaruhi cara ibu

mengejan, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu menerannya tidak kuat

maka tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika ibu

mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan diameter

terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum. Bila kepala

telah mulai lahir, ibu diminta bernapas panjang, untuk menghindarkan

tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu yang mempunyai

ukuran panjang akan melalui perineum. Kepala lahir hendaknya pada

akhir kontraksi agar kekuatan mengejan tidak terlalu kuat (Ibrahim,

1996)

3) Perineum yang rapuh dan oedem

Pada proses persalinan jika terjadi oedem pada perineum maka perlu

dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi

laserasi perineum (Manuaba, 1998).

4) Primipara

Primigravida adalah ibu yang baru pertama kali mengalami

kehamilan. Pada primigravida, pemeriksaan ditemukan tanda-tanda

perineum utuh, vulva tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan

rugae. Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh

Page 5: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

10

kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah

terjadi robekan perineum (Mochtar, 1998). Hampir pada semua primipara

dilakukan episiotomi karena sebagian besar primipara mempunyai

perineum yang kaku (Mansjoer, 2002).

5) Kesempitan panggul dan CPD (chepalo pelvic disproportional)

Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu

benda didorong melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang didorong

adalah janin, ruangannya adalah pelvis dan tenaga yang mendorong

adalah kontraksi rahim. Jika tidak ada disproporsi (ketidaksesuaian)

antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patologis, maka

persalinan dapat ditunggu spontan. Apabila dipaksakan mungkin janin

dapat lahir namun akan terjadi trauma persalinan salah satunya adalah

laserasi perineum (Mochtar, 1998).

6) Varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina

Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) jaringan

parut pada jalan lahir akan menghalangi atau menghambat kemajuan

persalinan, sehingga episiotomi pada kasus ini dapat dipertimbangkan.

Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah,

yang terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain

kelihatan kurang baik, pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan

sumber perdarahan potensial pada waktu hamil maupun saat persalinan.

Kejadian varises ini makin meningkat pada kehamilan makin tinggi dan

segera akan menghilang atau berkurang setelah persalinan. Penyebab

Page 6: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

11

varises adalah karena faktor herediter dan dirangsang oleh meningkatnya

hormone estrogen dan progesteron atau faktor lainnya. Varises yang

terdapat pada tungkai dapat diatasi dengan cara tidak terlalu banyak

berdiri, saat tidur kaki ditinggikan atau memakai stoking. Varises yang

pecah pada waktu hamil dapat diatasi dengan cara menjahit kembali

sehingga perdarahan berhenti. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah

saat persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi

dapat terjadi perdarahan (Manuaba, 1998).

7) Kelenturan Jalan Lahir

Alat genital perempuan mempunyai sifat yang lentur. Jalan lahir

akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin

bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan

jalan lahir dan otot-otot di sekitarnya. Jalan lahir yang lentur dapat

melahirkan kepala bayi dengan lingkar kepala > 35 cm, padahal diameter

awal vagina adalah 4 cm. Kelenturan jalan lahir berkurang bila calon ibu

yang kurang olahraga, atau genitalnya sering terkena infeksi. Infeksi akan

mempengaruhi jaringan ikat dan otot di bagian bawah dan membuat

kelenturanya hilang (karena infeksi dapat membuat jalan lahir menjadi

kaku). Bayi yang mempunyai lingkar kepala maksimal tidak akan dapat

melewatinya, jika dipaksakan maka akan mengakibatkan laserasi

perineum yang tidak beraturan dan lebar. Kondisi seperti ini mendorong

tenaga kesehatan untuk melakukan episiotomi guna melebarkan jalan

lahir dengan menggerakkan alur robekan. Menurut penelitian, jika pada

Page 7: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

12

trimester 3, ibu hamil sering melakukan pijatan di daerah perineum maka

akan melenturkan daerah pijatan tersebut (Sinsin, 2008)

8) Persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, versi

ekstraksi, dan embriotomi)

Persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan laserasi perineum

yang lebar karena pada persalinan dengan ekstraksi vakum, ekstraksi

forcep, versi ekstraksi, dan embriotomi dianjurkan untuk melakukan

episiotomi sehingga jalan lahir lebih lebar dan dapat dilalui oleh alat

pembantu persalinan tersebut (Saifuddin, 2002). Ekstraksi vakum dan

ekstraksi forcep merupakan faktor risiko terjadinya laserasi perineum

derajat III dan IV, dimana ekstraksi forcep lebih banyak menyebabkan

trauma jalan lahir (Trisetyono, 2009).

b. Faktor Janin

1) Kepala Janin Besar

Dari sudut pandang obstetric, ukuran kepala janin merupakan hal

penting karena ciri penting pada persalinan adalah adanya adaptasi

kepala janin terhadap tulang panggul ibu. Pada usia kehamilan aterm,

wajah merupakan sebagian kecil dari kepala, sisanya adalah tengkorak

padat, yang terdiri dari 2 tulang frontalis, 2 tulang parietalis, dan 2 tulang

temporalis, bersama dengan bagian atas tulang oksipitalis dan sayap

sphenoid. Tulang-tulang tersebut dipisahkan oleh ruang membranosa

yang disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura frontalis,

yang terletak antara dua tulang frontalis, sutura sagitalis, diantara dua

Page 8: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

13

tulang parietalis, dua sutura koronaria, diantara tulang frontalis dan

parietalis, dan dua sutura lambdoidea, yang terletak antara batas posterior

tulang parietalis dan batas atas tulang oksipitalis. Pada presentasi puncak

kepala, semua sutura dapat teraba saat persalinan kecuali sutura

temporalis, yang terletak di kedua sisi antara batas inferior tulang

parietalis dan batas superior tulang temporalis, yang tertutup oleh bagian

lunak dan tidak dapat diraba pada bayi hidup. Pada kepala neonatus

biasanya dilakukan pengukuran beberapa diameter dan lingkar tertentu

yang penting. Diameter-diameter yang paling sering digunakan beserta

panjang rata-ratanya adalah sebagai berikut :

a) Diameter oksipitofrontal (11,5 cm) yang mengikuti garis yang

berjalan dari titik tepat di atas pangkal hidung ke bagian yang

paling menonjol dari tulang oksipitalis.

b) Diameter biparietalis (9,5 cm) garis tengah transversal paling

panjang pada kepala, yang berjalan dari satu tulang parietalis ke

tulang parietalis lainnya.

c) Diameter bitemporalis (8,0 cm) jarak terjauh antara dua sutura

temporalis.

d) Diameter oksipitomentalis (12,5 cm) dari dagu ke bagian paling

menonjol dari oksiput.

e) Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) yang mengikuti garis

yang ditarik dari bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan

Page 9: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

14

bawah tulang oksipitalis tepat ke pertemuan tulang ini dengan

leher.

Lingkar terbesar di kepala, yang sesuai dengan bidang diameter

oksipitofrontalis, berukuran rata-rata 34,5 cm, suatu ukuran yang terlalu

besar untuk masuk ke panggul tanpa fleksi. Lingkar terkecil, yang sesuai

dengan bidang diameter suboksipitobregmatikus, adalah 32 cm

(Cunningham, 2006).

Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi

perineum. Kepala janin merupakan bagian yang terpenting dalam

persalinan yang berpengaruh terhadap peregangan perineum pada saat

kepala di dasar panggul dan membuka jalan lahir dengan diameter 5-6

cm akan terjadi penipisan perineum, sehingga pada perineum yang kaku

dapat terjadi laserasi perineum (Manuaba, 1998)

Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melalui

introitus vagina dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

robekan (JNPK-KR, 2008).

2) Berat Badan Bayi

Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi

perineum. Mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan

hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina

dan perineum. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat)

janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala dilihat dari Berat Badan

(BB) janin (Mochtar, 1998). Proses persalinan dengan berat badan janin

Page 10: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

15

yang besar dapat menimbulkan adanya kerusakan jaringan dan robekan

jalan lahir karena proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi,

kontraksi, torsi, dan traksi (Amir, 2008)

Ada beberapa perkiraan berat janin: a) Umur kehamilan dan taksiran

persalinan (rumus Naegle) b) Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala

pada abdomen. Sudah tentu untuk mendapat kecakapan ini diperlukan

latihan dan pengalaman yang agak lama. Suatu penaksiran dianggap baik

jika kesalahanya tidak melebihi 10%. c) Perhitungan menurut Poulsson-

Langstadt yaitu uterus dianggap sebagai suatu benda yang terdiri dari

bahan homogen berbentuk elips jika letak janin memanjang. Volume

tergantung dari diameter transversa dan diameter longitudinal dari uterus,

yang diukur menggunakan jangka boudeloque. Kemudian secara empirik

dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara BB dan

jumlah kedua diameter itu. d) Rumus Johnson-Toshack. Berdasarkan atas

ukuran Mac Donald, yaitu jarak antar simfisis pubis dan batas antara

fundus uteri melalui konveksitas abdomen:

BBJ= Berat badan janin dalam gram

MD = ukuran Mac Donald dalam cm

Kepala belum masuk Hodge III : (MD – 13)

Kepala di Hodge III : (MD – 12)

Kepala lewat Hodge III : (MD – 11)

BBJ = (MD – 12) x 155 gram

Page 11: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

16

3) Presentasi defleksi

Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi

muka dan dahi. Sesuai dengan arah sumbu panggul, gerakan ekstensi

pada persalinan dengan presentasi muka dan dahi mengikuti gaya

beratnya sehingga occiput menekan ke arah anus. Penekanan yang

berlebihan pada anus akan mengakibatkan laserasi perineum yang dapat

melebar ke otot sphinter ani (laserasi perineum derajat III dan IV).

Salah satu cara untuk mencegah robekan perineum yaitu dengan

mengarahkan kepala bayi agar perineum dilalui diameter terkecil saat

ekspulsi (pengeluaran kepala). Diameter kepala terkecil terdapat pada

presentasi belakang kepala yaitu 9,5 cm dan kelilingnya (sirkumferensia

suboccipito bregmatika) yaitu 32 cm. Letak belakang kepala tersebut

merupakan presentasi normal yang mendominasi seluruh persalinan pada

kehamilan tunggal dengan letak kepala sebesar 96,8%.

Diameter pada letak dahi yaitu diameter mento occipitalis (13,5 cm),

sedangkan kelilingnya yaitu sirkumferensia mento occipitalis (35 cm).

Presentasi muka mempunyai ukuran bidang/planum yaitu 34 cm dan

diameter submentobregmatikus ± 9,5 cm.

Persalinan dengan presentasi muka dan dahi dapat dilakukan dengan

2 cara yaitu perabdominan dengan bedah sesar dan pervaginam dengan

persalinan spontan maupun dengan tindakan. Presentasi dahi dapat lahir

spontan jika janin kecil dan punggungnya berada di posterior. Sedangkan

presentasi dahi yang menetap atau dengan selaput ketuban yang sudah

Page 12: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

17

pecah sebaiknya dilakukan persalinan dengan bedah sesar. Presentasi

muka dengan dagu anterior dapat ditunggu untuk dilakukan persalinan

spontan tetapi presentasi muka selain dagu anterior harus dilakukan

bedah sesar untuk mengurangi manipulasi jalan lahir yang dapat

mengakibatkan laserasi perineum (JNPK-KR, 2008).

4) Letak sungsang dengan after coming head

Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi

untuk melakukan episiotomi (Saifuddin, 2002). Penanganan persalinan

sungsang adalah ibu diposisikan litotomi, ketika timbul his ibu diminta

mengejan dan merangkul kedua paha. Dianjurkan melakukan episiotomi

saat bokong membuka vulva (Mansjoer, 2002).

5) Distosia Bahu

Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan

manuver obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah

belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada

persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat

dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain

dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3 % dari

seluruh persalinan pervaginam dengan presentasi kepala. Pada

mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu

memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul

lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran

paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau di

Page 13: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

18

sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu

anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau

berotasi dari foramen abturator. Apabila bahu berada dalam posisi

antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu

posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang

pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak

dapat melakukan putaran paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan

yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle

sign) menekan ke arah dorsal yang dapat menyebabkan laserasi perineum

(Cunningham, 2006).

6) Kelainan Kongenital seperti hidrosefalus

Hidrosefalus adalah kelainan bawaan pada janin dimana cairan

serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar.

Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga

tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering dijumpai sebagai

kelainan kongenital namun bisa juga oleh sebab postnatal. Angka

kejadian kira-kira 30% yang ditemui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan

pertama. Persalinan dengan kelainan hidrosefalus dianjurkan untuk

dilakukan persalinan perabdominan untuk menghindari adanya cedera

jalan lahir beserta cedera pada janin (Jones, 2001).

Page 14: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

19

c. Faktor Penolong Persalinan

1) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri

Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa

hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ibu boleh meneran dan

kemudian beristirahat diantara kontraksi atau pada saat relaksasi. Perlu

diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi,

dihasilkan dari kontraksi uterus, sehingga meneran hanya menambah

daya kontraksi untuk melahirkan bayi. Pada saat persalinan tidak

dianjurkan menyuruh ibu meneran pada saat kepala telah lahir sampai

subocciput dan melakukan dorongan pada fundus uteri karena kedua hal

tersebut dapat meningkatkan risiko laserasi perineum, distosia bahu dan

ruptur uteri (JNPK-KR, 2008).

Ibu dipimpin mengejan saat ada his atau kontraksi rahim, dan

istirahat bila tidak ada his. Setelah subocciput di bawah simfisis, ibu

dianjurkan untuk berhenti mengejan karena lahirnya kepala harus pelan-

pelan agar perineum tidak robek. Pimpinan mengejan pada ibu bersalin

yang tidak sesuai dengan munculnya his dan lahirnya kepala dapat

mengakibatkan laserasi perineum hingga derajat III dan IV (JNPK-KR,

2008).

2) Cara berkomunikasi dengan ibu

Komunikasi dan kerjasama yang baik antara ibu dan penolong

persalinan sangat diperlukan pada proses persalinan yaitu pada saat

persalinan telah dimulai. Kerjasama pada saat meneran sangat

Page 15: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

20

bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5–6 cm telah membuka vulva

(crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter

kepala saat melewati introitus vagina dan perineum dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya laserasi perineum (JNPK-KR, 2008).

3) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala

Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan

kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau

handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah

lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan ( dibawah kain bersih dan

kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi

yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar

posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati

introitus dan perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan

keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi

regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum (JNPK-KR,

2008).

4) Anjuran posisi meneran

Penolong persalinan dapat membantu ibu untuk memperoleh posisi

yang paling nyaman. Beberapa posisi meneran pada proses persalinan

yang dianjurkan diantaranya adalah posisi duduk, setengah duduk,

jongkok, berdiri, merangkak, dan berbaring miring ke kiri. Ibu dapat

mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini dapat

membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling

Page 16: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

21

efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik. Keuntungan

posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi

ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara

kontraksi, dan gaya gravitasi mempercepat penurunan bagian terbawah

janin sehingga berperan dalam kemajuan persalinan. Sedangkan untuk

posisi jongkok dan berdiri membantu mempercepat kemajuan kala II

persalinan dan mengurangi rasa nyeri. Beberapa ibu merasa bahwa

merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman

dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu

perbaikan posisi occiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi

occiput anterior. Posisi merangkak dapat membantu ibu mengurangi rasa

nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri

memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ibu kelelahan

dan juga dapat mengurangi risiko terjadinya laserasi perineum (JNPK-

KR, 2008).

5) Episiotomi

Episiotomi adalah insisi perineum yang menyebabkan terpotongnya

selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum rektovaginal, otot-

otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan perineum untuk

melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah proses persalinan

(Mansjoer, 2002).

Page 17: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

22

Tindakan episiotomi ini tidak dilakukan rutin pada setiap persalinan,

sehingga untuk melakukan episiotomi perlu dipertimbangkan hal-hal

sebagai berikut :

a) Gawat janin

b) Persalinan pervaginam dengan penyulit seperti sungsang, distosia

bahu, ekstraksi cunam, dan ekstraksi vakum.

c) Janin prematur untuk melindungi kepala janin dari perineum yang

ketat.

d) Penyembuhan laserasi perineum tingkat III dan IV yang kurang baik

sehingga menimbulkan jaringan parut pada perineum atau vagina

yang menghalangi kemajuan persalinan.

e) Primigravida.

f) Multigravida dengan perineum kaku (JNPK-KR, 2008; Saifuddin,

2002; Mansjoer, 2002; Manuaba, 1998).

Menurut Manuaba (1998) tindakan episiotomi merupakan salah satu

upaya untuk mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir

lunak, mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit,

menghindari robekan perineum spontan, memperlebar jalan lahir pada

operasi persalinan pervaginam.

Episiotomi secara rutin yang bertujuan mencegah robekan berlebihan

pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan

penjahitan (reparasi), mencegah penyulit dan infeksi ternyata tidak

didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin, et al, 2000;

Page 18: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

23

Wooley, 1995). Episiotomi secara rutin dapat menyebabkan

meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma, kejadian

laserasi derajat III dan IV lebih banyak pada episiotomi rutin

dibandingkan dengan tanpa episiotomi, meningkatnya nyeri pasca

persalinan di daerah perineum, meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR,

2008).

Tindakan episiotomi dapat dilakukan dengan berbagai cara, macam-

macam episiotomi adalah :

(1) Episiotomi Medialis merupakan insisi yang paling mudah

diperbaiki, lebih sedikit perdarahan, anatomis maupun fungsional

sembuh dengan baik, nyeri pada masa nifas berkurang, jarang

menimbulkan dispareuni (nyeri saat melakukan hubungan seksual),

dapat menjadi laserasi perineum totalis.

(2) Episiotomi Mediolateralis merupakan jenis insisi yang banyak

digunakan karena lebih aman dan jarang terjadi, sedangkan

kekurangannya adalah lebih sulit dijahit, anatomis maupun

fungsionil penyembuhan kurang sempurna, nyeri pada hari pertama

nifas.

(3) Episiotomi Lateralis tidak dianjurkan karena hanya dapat

menimbulkan sedikit relaksasi introitus, perdarahan lebih banyak,

dan sukar diperbaiki.

Page 19: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

24

3. Derajat Laserasi Perineum

Menurut derajat robekan dibagi menjadi 4 derajat :

a. Derajat I : robekan hanya pada selaput lendir (mukosa) vagina, komisura

posterior dengan atau tanpa mengenai kulit perineum, sekitar 1-1,5 cm.

Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.

b. Derajat II : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior,

kulit perineum, dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik sesuai

prosedur penjahitan luka perineum.

c. Derajat III : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior,

kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani.

d. Derajat IV : robekan robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura

posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding

depan rektum. Penolong persalinan tidak dibekali ketrampilan untuk

reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke

fasilitas rujukan.

B. Persalinan

Persalinan adalah serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap

bulan atau hampir genap bulan dikeluarkan dari tubuh ibu. Persalinan normal

adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, bayi

tunggal, umur kehamilan genap bulan, letak belakang kepala, tidak ada

komplikasi ibu dan anak, berlangsung kurang dari 18 jam (Cunningham,

2006).

Page 20: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

25

Menurut Saifuddin (2008) persalinan normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir

spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,

tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Persalinan tersebut dibagi

menjadi 4 kala, yaitu:

1. Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap

(10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase , fase laten (8 jam) serviks

membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 –

10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.

2. Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.

Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

3. Kala III: Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

4. Kala IV: Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

postpartum.

Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan

hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,

melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal

sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat

yang optimal.

Page 21: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

26

Kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal, adalah

sebagai berikut :

a. Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi,

misalnya mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tangan sesuai

dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses

persalinan dan kelahiran bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.

b. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah

bayi lahir, termasuk penggunaan partograf. Partograf digunakan sebagai

alat bantu untuk membuat sesuatu keputusan klinik, berkaitan dengan

pengenalan dini komplikasi yang mungkin terjadi dan memilih tindakan

yang paling sesuai.

c. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca

persalinan, dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya

mengenai proses kelahiran bayi dan meminta para suami dan kerabat

untuk turut berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.

d. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.

e. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti

episiotomi rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara

rutin sebagai upaya untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.

f. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan

menghangatkan tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal sejak dini

komplikasi dan melakukan tindakan yang bermanfaat secara rutin.

Page 22: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

27

g. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk

dalam masa nifas dini secara rutin. Asuhan ini akan memastikan ibu dan

bayinya berada dalam kondisi aman dan nyaman, mengenal sejak dini

komplikasi pasca persalinan dan mengambil tindakan yang sesuai dengan

kebutuhan.

h. Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini

bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir.

i. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.

Dalam memberikan asuhan persalinan normal dianjurkan memberikan

asuhan sayang ibu yaitu asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,

kepercayaan dan keinginan ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu

adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses

persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa

jika ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran

bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan

yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan kepuasan

yang lebih. Antara lain, juga disebutkan bahwa asuhan tersebut dapat

mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi vakum,

ekstraksi forcep, dan seksio sesarea.

C. Berat Badan Janin

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai

pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok

Page 23: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

28

umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan

yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-

lain. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk

mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap

perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat

digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah, dan tidak

membutuhkan banyak waktu. Kerugiannya, indikator berat badan ini tidak

sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek gemuk atau tinggi kurus.

Perlu diketahui, bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam sehari sebagai

akibat masukan (intake) makanan dan minuman, dengan keluaran (output)

melaui urin,feses, keringat, dan bernapas. Besarnya fluktuasi tergantung pada

kelompok umur dan bersifat sangat individual, yang berkisar antara 100-200

gram, sampai 500-1000 gram bahkan lebih, sehingga dapat mempengaruhi

hasil penilaian. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :

1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut maupun

yang kronis, tumbuh kembang dan kesehatan.

2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit.

3. Dasar perhitungan dosis obat makanan yang perlu diberikan.

Menurut Saifuddin (2002), berat badan neonatus pada saat kelahiran

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir > 2500 g.

b. Bayi berat lahir rendah (BBLR) / Low birthweight infant : bayi dengan

berat badan lahir kurang dari 1500 – 2500 g.

Page 24: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

29

c. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) / Very low birthweight

infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g.

d. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) / Extremely very low

birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang

dari 1000.

Berat badan janin normal adalah 2500 – 4000 gram, sedangkan bayi

yang beratnya kurang dari 2500 gram disebut BBLR (Berat Badan Lahir

Rendah). Bayi dengan berat > 4000 gram disebut janin besar sedangkan rata-

rata berat janin normal yang dilahirkan pada ibu bersalin adalah 3400 gram

(JHPIEGO, 2003; Jones, 2001)

Normalnya, berat badan (BB) bayi baru lahir harus mencapai 2.500

gram. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Sebab kalau terlalu kecil,

dikhawatirkan organ tubuhnya tidak dapat tumbuh sempurna sehingga dapat

membahayakan bayi itu sendiri. Sebaliknya, jika terlalu besar juga

dikhawatirkan sulit lahir dengan jalan normal dan harus lewat operasi sesar.

Ada dua kelompok bayi menurut berat badannya. Pertama, berat badan

bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 3.900 gram. Berat badan

normal bayi sekitar 2.500-4.000 gram. Kondisi yang dikenal sebagai giant

baby, dan dapat terbawa sampai anak tumbuh dewasa.

Pola pertumbuhan berat badan bayi/BB (weight) dan panjang

badan/PB (length) bayi digambarkan dalam Kurva Pertumbuhan atau

Weight/Length Chart. Rentangnya dari 5% sampai 95%. Apabila bayi berada

dalam chart tersebut, maka bayi masih dikatakan normal. Namun, berada di

Page 25: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

30

luar chart baik lebih rendah atau lebih tinggi tidak bisa dinilai ada kelainan,

harus diperiksa penyebabnya apa. Misalnya faktor genetik, memeriksakan dan

berdiskusi dengan dokter adalah jalan terbaik.

D. Pengaruh Berat Badan Janin Pada Persalinan dan Laserasi perineum

Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi

perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan

penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan

distosia bahu. Sedangkan persalinan dengan distosia bahu sering terjadi

kerusakan pada traktus genitalis bawah seperti laserasi perineum (Jones,

2001). Persalinan dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan

terjadinya laserasi perineum (Mochtar, 1998). Sebelum bersalin hendaknya

ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar dapat diketahui Tafsiran Berat Janin

dan dapat diantisipasi adanya persalinan patologis yang disebabkan bayi

besar seperti rupture uteri, rupture jalan lahir, partus lama, distosia bahu, dan

kematian janin akibat cedera persalinan (Saifudin, 2008).

Page 26: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

E. Kerangka Teori

Sumber : (Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro, 2006; JNPK2007; JNPK-KR 2008; Saifuddin, 2008; Manuaba, 1998; Mansjoer, 2002; Sinsin, 2008; Trisetyono, 2009; Cunningham, 2006; Amir, 2008; Jones, 2001; JHPIEGO, 2003).

Faktor Maternal

Faktor Janin

Faktor Penolong Persalinan

Kerangka Teori

(Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro, 2006; JNPKKR 2008; Saifuddin, 2008; Manuaba, 1998; Mansjoer, 2002;

Sinsin, 2008; Trisetyono, 2009; Cunningham, 2006; Amir, 2008; Jones, 2001; JHPIEGO, 2003).

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Partus Presipitatus

Mengejan Terlalu Kuat

Perineum yang rapuh dan oedem

Primipara

Panggul Sempit/CPD

Kelenturan Jalan Lahir

Persalinan dengan tindakan

Varikosa Pelvis dan Jaringan Parut pada Perineum dan Vagina

Kepala Janin Besar

Berat Badan Janin

Presentasi Defleksi

Letak Sungsang

Distosia Bahu

Kelainan Kongenital

Cara Mempimpin Mengejan

Cara Berkomunikasi Dengan Ibu

Ketrampilan menahan Perineum

Posisi Meneran yang dianjurkan

Episiotomi

31

(Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro, 2006; JNPK-KR, KR 2008; Saifuddin, 2008; Manuaba, 1998; Mansjoer, 2002;

Sinsin, 2008; Trisetyono, 2009; Cunningham, 2006; Amir, 2008; Jones, 2001;

Laserasi Perineum

Page 27: Jtptunimus Gdl Dwimayangp 5599 3 Bab2

32

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara berat badan janin dengan terjadinya laserasi

perineum pada proses persalinan.

Variabel Independen

Variabel Dependen

Laserasi Perineum

Berat Badan Janin