Upload
ayu-ersya-windira
View
12
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skabies
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penduduk Indonesia pada tahun 2004 telah melampaui 220 juta. Jumlah
anak dibawah 19 tahun masih merupakan golongan penduduk yang sangat
besar, yaitu kurang lebih sebesar 77 juta (37,05%) & jumlah anak balita
sebayak 22 juta (10,4%) dari penduduk 220 juta saat ini (Sri, 2005). Dengan
jumlah penduduk yang padat dan semakin tahun meningkat populasinya
kemungkinan besar resiko penyakit menular akan meningkat pula, terutama
masalah penyakit kulit diantaranya scabies yang masih banyak diderita oleh
anak di Indonesia. Karena kebiasaan anak yang sering bermain diluar rumah
dan bersekolah serta pola asuh orang tua yang kurang memperhatikan
kebersihan anaknya (Handoko, 2007).
Sejenis kudis yang sangat menjengkelkan dan bisa mewabah
menyerang penduduk seluruh kampung. Terutama kampung di pinggir
sungai yang menggunakan sungai sebagai alat kebutuhan fisik, seperti mandi,
air minum, mencuci, buang air kecil dan buang air hajat di satu tempat yang
sama. Tentu di sini air menjadi sarana penjalaran berbagai kuman. Kudis
tersebut adalah yang disebut dengan skabies (Soeyoko, 1996).
Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa
menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Gudik
merupakan penyakit menular akibat mikroorganisme parasit yaitu sarcoptes
scabei varian humoris, yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan
tidak langsung, secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau
tidak langsung misalnya melalui handuk dan pakaian. Disamping itu scabies
dapat berkembang pada kebersihan perorangan yang jelek, lingkungan yang
kurang bersih, demografi status perilaku individu (Siregar, 2005).
2
Penyakit scabies dapat ditemukan disemua negara dengan prevalensi
yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang, prevalensi
skabies sekitar 6 % - 27 % dari populasi umum dan cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja (Sungkar, 1998).
Penyakit ini banyak di jumpai pada anak-anak dan orang dewasa tetapi
dapat mengenai semua umur walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan
pada orang berusia lanjut, biasanya di lingkungan rumah jompo. Insiden sama
antara pria dan wanita, insidensi scabies di negara berkembang menunjukkan
siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan interval antara
akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10-
15 tahun (Harahap, 2000).
Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan
dalam kehidupan sehari-hari, karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu
diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang
terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan (Tartowo dan Wartonah,
2004).
Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan.
Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah
yang kurang penting, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum (Tartowo & Wartonah, 2004).
Menurut (WHO, 2000) pada tahun 2000 seebagian besar (71%) dari
permukaan bumi ini tertutup oleh air. Air merupakan sumber daya yang
mutlak ada bagi kehidupan. Begitupun tubuh manusia 70% terdiri atas air.
Menurut pantauan yang dilakukan Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan
Kawasan Pertambangan (TLGKP), setiap tahun rata-rata penurunan
permukaan air tanah mencapai 1-15 m, peran air dalam terjadinya penyakit
menular dapat bermacam-macam, yaitu: Pertama, air sebagai penyebar
3
mikroba patogen. Penyakit menular yang disebabkan oleh air secara langsung
di antara masyarakat seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air
(water borne diseases). Penyakit ini hanya dapat menyebar, apabila mikroba
penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang
dapat menyebar lewat air ini banyak macamnya. Mulai dari virus, bakteri,
protozoa, metazoa. Beberapa contoh penyakit “water borne” yang banyak
didapat di Indonesia adalah cholera, thypus abdominalis, hepatitis A,
poliomyelitis, dan dysentrie amoeba. Secara praktis masalah kebersihan
menjadi tidak kondusif karena masyarakat selalu tidak sadar akan hal
tersebut. Upaya mengembangkan kesehatan anak secara umum pun
terhambat, situasi ini menyebabkan tingginya kerawanan anak terhadap
penyakit yang ditularkan oleh air.
Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % – 12,95 % dan skabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan
Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang
merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990
prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 % (Sungkar,S, 1995).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Perencanaan Dinas
Kesehatan Kabupaten Kendal jumlah penderita scabies merupakan urutan ke
24 penyakit menular pada tahun 2009 sebanyak 6.565 orang. Penderita
scabies paling banyak ialah anak usia sekolah antara 5-14 tahun. Hal tersebut
diantaranya karena adanya kegiatan penemuan penderita scabies secara aktif
di beberapa desa endemis di wilayah Kabupaten Kendal.
4
Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah
kemiskinan, higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah,
demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Hal ini disebabkan karena
pola kehidupan anak, dan ketergantungan anak pada pengasuh atau orang tua
akan masalah kebersihan perorangan dan lingkungan. Anak senang bermain
dengan teman-temannya tanpa memperhatikan kebersihan diri sehingga
memungkinkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak langsung
seperti berjabat tangan, bersenggolan atau bermain bersama. Kondisi anak
yang rentan juga menyebabkan anak mudah tertular penyakit (Kusmawati,
1995).
Kontak perorangan atau biasa disebut juga penularan dari orang ke
orang. (reservoir) diantaranya manusia, hewan, tumbuhan, tanah, atau zat
organik (seperti tinja dan kotoran) yang menjadi tempat berkembang biaknya
organisme infeksius baik secara penularan langsung atau tidak langsung.
Penyakit scabies dapat menular manusia ke manusia, karena sifat kutu
Sarcoptes Scabiei Var. Hominis sangat mudah berpindah dan berkembang
biak dari orang penderita scabies kepada orang yang kurang menjaga
kebersihan diri dan menghindari kontak perorangan yang terkena scabies.
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 25 Januari 2010 di
Puskesmas Patebon I Kendal yang dilakukan secara observasi dan wawancara
kepada 7 pasien anak yang berobat di Puskesmas Patebon I Kendal 3
diantaranya mengalami penyakit scabies sedangkan penyakit scabies
merupakan urutan nomor 3 setelah penyakit ISPA dan penyakit gangguan
saluran pencernaan. Dimana penderita yamg mengalami scabies paling
banyak ialah anak yang ada di desa Pidodokulon. Dari data yang ada di
Puskesmas Patebon I Kendal menunjukkan bahwa penderita scabies pada
anak 2007 sebanyak 506 pasien. Kasus tertinggi diderita oleh anak berumur
6-12 tahun yaitu sebanyak 269 anak. Sementara pada bulan April 2008
mengalami peningkatan dari umur 1-35 tahun sebanyak 112 pasien dengan
5
pasien laki-laki 51, sedangkan perempuan 61. Wilayah kerja Puskesmas
Patebon I Kendal mencakup 9 desa yang menjadi tanggung jawabnya.
Rata-rata penduduknya bekerja sebagai petani dimana kebiasaan hidup
bersih atau perilaku hidup bersih masih kurang diperhatikan, akan tetapi
banyak juga masyarakat yang status ekonominya baik tetapi dalam perhatian
kepada anaknya dalam hal ini kebersihan masih kurang. Padahal sanitasi
lingkungan sudah baik, diantaranya kebiasaan mandi pada anak 1-2 kali
sehari dan sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti
mandi, cuci, kakus (MCK) adalah air ledeng, sumber mata air/sumur.
Peran perawat dalam hal ini sangat penting terutama memberikan
konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu dan
memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok
atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah
yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks (Fidle, 2008).
Terutama dalam mencegah masalah penyakit kulit (scabies) yanga ada pada
masyarakat desa Pidodokulon.
Dari beberapa fenomena tersebut hampir sebagian terjadi pada anak
yang bertempat tinggal Pidodokulon Patebon Kendal, padahal sebenarnya
dengan sarana dan sanitasi lingkungan yang ada penyebaran kejadian
penyakit scabies dapat dicegah.
Dengan melihat hal-hal yang terjadi di atas, maka peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hubungan kebersihan diri dan
kontak perorangan dengan kejadian scabies pada anak di desa Pidodokulon
Patebon Kendal 2010.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa hal di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
masyarakat desa Pidodokulon masih banyak yang kurang dalam
memperhatikan kesehatan anak terutama kesehatan kulit. Padahal sanitasi
lingkungan sudah baik bahkan memadai. Oleh karena itu menjaga kebersihan
diri dan menghindari kontak perorangan merupakan upaya yang penting agar
tidak terjadi kejadian scabies pada anak.
Berdasarkan pernyataan tersebut penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut: “Apa ada hubungan kebersihan diri dan kontak perorangan
dengan kejadian scabies pada anak di desa Pidodokulon kecamatan Patebon
kabupaten Kendal?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kebersihan diri dan kontak perorangan
dengan kejadian scabies pada anak di desa Pidodokulon Patebon Kendal.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan tingkat kebersihan diri pada anak penderita scabies di
desa Pidodokulon Patebon Kendal.
b. Mendeskripsikan adanya kontak perorangan pada anak penderita
scabies di desa Pidodokulon Patebon Kendal.
c. Menganalisis hubungan kebersihan diri dengan terjadinya scabies pada
anak di desa Pidodokulon Patebon Kendal.
d. Menganalisis hubungan kontak perorangan dengan terjadinya scabies
pada anak di desa Pidodokulon Patebon Kendal.
7
D. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya hubungan kebersihan diri dan kontak perorangan
dengan kejadian scabies pada anak, maka hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan bagi :
1. Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna dalam meningkatkan
pengetahuan khususnya manfaat menjaga kebersihan diri dan kontak
perorangan dalam mengatasi dan mencegah penyakit scabies.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya
pada anak usia produktif tentang menjaga kesehatan kulit dalam
mengatasi kejadian scabies.
3. Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam bidang kesehatan kulit
pada anak khususnya cara mengatasi dan mencegah terjadinya scabies
dengan menjaga kebersihan diri dan menjaga kontak perorangan agar
tidak timbul kejadian scabies.
4. Sebagai Dasar Untuk Penelitian Lebih Lanjut
Diharapkan menjadi acuan bagi peneliti lain dalam mengembangkan
penelitian sejenis dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk
penelitian lebih lanjut sehingga bermanfaat bagi kita semua.
8
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan anak yang
difokuskan dalam bidang ilmu keperawatan komunitas.