17

Click here to load reader

Jurding anastesi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anestesi

Citation preview

PowerPoint Presentation

Caudal Anesthesia in a Patient With SeverePulmonary Hypertension

Ringkasan kasus

Laki-laki, 42 tahun, BB 71 kg, TB 177 cm, dengan status ASA III dijadwalkan untuk eksisi kondiloma akuminata dengan riwayat kesehatan menderita PHTN, HIV, pengguna methamphetamin dan emboli pulmonary . Pemeriksaan echocardiogram sebelumnya di dapatkan pada ventrikel kanan kelebihan tekanan volume dengan penurunan fungsi sistolik yang berat. Left atrium hipertrofi dan terdapat regurgitas trikuspid yang berat. Sistolik PAP 92 mmHg dan frksi ejeksi LV 62

3 minggu sebelum operasi pasien mengeluh sesak napas saat beraktvitas namun masih bisa naik tangga namun dengan istirahat berselang. SatO2 95%. Terdapat midsytolic dan diastolic murmur. Pemeriksaan ulang echocardiogram didapatkan Sistolik PAP 120 - 124 mm Hg, diastolic PAP 26 - 30 mm Hg, and tekanan RA 11 - 15 mm Hg. Nilai rata-rata PAP 57 mm Hg, pasien pernah mengalami nyeri dada saat istirahat,

Pasien juga mengalami nyeri kepala hebat dan kadang-kadang mengalami pusing. Tidak adda kelainan neurologis yang di laporkan. Obat yang diberikan sekarang yaitu bosentan, sildenafil, spironolactone, furosemide, testosterone, warfarin, and acetaminophen. Pasien berhenti meminum warfarin 5 hari sebelum operasi

pada hari operasi, pemeriksaan (ECG) menunujukan normal sinus rhythm (NSR) dikisaran 60 - 69/menit, pembesaran RA dan RBBB. Ditemukan juga abnormal gelombang T dengan kemungkinan ischemic inferolatera di gambaran ECG. TTV: TD: 106/76 mmHg, HR: 64x/menit, RR: 24/menit; SaO2, 96% dan T: 35, 8 0C.

Pasien di pasang infus di tangan kiri setelah itu diberikan midazolam 2 mg IV dan dikirim ke ruang operasi. TTV: TD: 100/72 mmHg, HR: 81x/mnt, RR: 16x/mnt, SaO2: 97% on 6 L/min oksigen lewat nasal cannula.

Fentanyl 50 mcg IV caudal anastesi, daerah kutis dan sub kutis di atas hiatus sakral disuntik 5 ml lidokain 2%. Jarum no. 18 Crawford dimasukan melalui hiatus sakral, dan kateter epidural masuk ke saluran caudal tanpa kesulitan. Setelah tes negatif dengan 45 mg lidokain dan 15 ug epinefrin. 15 ml 0,5 % ropivacain disuntik perlahan-lahan melalui kateter. Setelah 15 menit, ada sensasi kecil di daerah perineum. 1 jam operasi dilakukan. TD dipertahankan dalam 20% dari awal. HR dari 76x/mnt82x/mnt, SaO2 95%98% dengan pernapasan normal. Kehilangan darah minimal

Diskusi

Hipertensi pulmonal pertama kali dilaporkan pada temuan otopsi 1800an dan telah diklasifikasikan menjadi PHTN primer (idiopatik dan langka) dan sekunder (lebih umum terjadi dan sering disebabkan oleh kelainan jantung). PHTN didiagnosis pada wanita antara usia 20 dan 40 tahun, sedangkan pada pria bisa pada setiap kelompok usia.

Secara fisiologis, pembuluh darah paru adalah tinggi aliran dan sirkut rendah tahanan dengan dinding yang tipis. Pembuluh darah paru menyempit dengan adanya alveolar hipoksia dan melebar disebuah lingkungan yang tinggi oksigen. Asidosis dan hiperkapnia juga menyebabkan vasokonstriksi; alkalosis dan hipokapnia memberikan efek sebaliknya.

PHTN didefinisikan dengan rata-rata PAAP > 25 mmHg ( > 30 mmHg). Pasien dikatakan memiliki PHTN yang berat ketika PAP > 50 mmHg. Sistolik dan diastolik PAP normal berkisar 20-30 mmHg dan 6-10 mmHg.

Jika PHTN tidak diobati, mekanisme umpan balik positif dapat menyebabkan progesif kegagalan RV dan disfungsi LV.

Pertimbangan perioperatif

Pasien dengan PHTN menjalani operasi dan anatesi memiliki tingkat mordibitas dan mortalitas yang tinggi. Dengan tingkat kematian 50% biasanya disebabkan oleh RV dan gagal napas. Menurut Pearl, pasien dengan rata-rata PAP sebesar 45 mmHg, tingkat kematian > 75% saat menjalani operasi besar.

Persiapan pra operasi harus mencakup optimalisasi kondisi pasien. Obat Anti PHTN harus dilanjutkan hingga pagi operasi. Minimal Xray, EKG, dan Echocardiogram diperiksa.

Tujuan anastesi keseluruhan yaitu meningkatkan kinerja cardiopulmonary dengan mempertahankkan CO dan tekanan perfusi koroner, mengoptimalkan fungsi RV dan mengurangi konsumsi oksigen.

Pada operasi kondiloma akuminata selain dilakukan caudal anastesi, bisa juga General anestesi dengan instrumen jalan napas, lokal anestesi dengan sedasi, dan blokade neuraksial

Lokal infiltrat blok sering tidak memadai jika tidak disertai dengan obat penenang IV (opiat). Obat penenang dan opiad dapat membuat pasien mengalami depresi pernapasan, dan menyebabkan hipoksia. Ketamin adalah analgesik kuat dengan tetap menjaga refleks jalan napas, namun bisa meningkatkan PAP sebanyak 40% pada dosis tinggi dan sering bukan pilihan yang terbaik pada pasien dengan PHTN parah.

Anastesi spinal dapat menyebabkan simpatektomi cepat sehingga kegagalan untuk mempertahankan preload dan tekanan darah sistemik pada pasien dengan PHTN

Anestesi epidural lumbal, memiliki onset simpatektomi yang lambat sehingga mempunyai kontrol hemodinamik yang lebih bagus dan telah berhasil digunakan pada pasien Obstetric dengan PHTN. Meskipun lambat onset, namun dapat menganggu venous return. Pertimbangan lanjut yaitu akan diperlukan pasin untuk tetap dalam posisi duduk selama onset blok, setiap sympatomimetik dalam posisi duduk akan cenderung mengalami penurunan aliran balik vena.

s

In contrast to the techniques mentioned above, caudal anesthesia would provide several advantages. First, the patient was allowed to assume the surgical position comfortably before commencing the block. The nerve roots that pass through the sacral canal innervate primarily the sacral dermatomes. As the surgery was performed on sacral dermatomes, the deposition of local anesthetics within the sacral canal led to an intense block of the surgical site. Like any other techniques, caudal anesthesia does have risks, such as systemic injection of local anesthetic. There is also up to a 15% chance of an unsatisfactory block. Nevertheless, given the case scenario and substantial risks associated with the other anesthetic techniques, it was thought that caudal anesthesia would offer hemodynamic stability and was the best choice for this patient. Moreover, the patient also presented with normal sacral anatomy and the ability to tolerate the prone jackknife position relatively well.