Upload
sofyan-kasim
View
486
Download
5
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PROGRAM PRA STUDI TARUNA TERHADAP PERUBAHAN KEKUATAN DAN KETAHANAN OTOT PADA CALON TARUNA AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN
PENERBANGAN MAKASSAR 2011/2012
THE EFFECT OF MIDSHIPMAN PRE-STUDY PROGRAM ON THE MUSCLE STRENGTH AND ENDURANCE PROSPECTIVE
CADETS AT THE ACADEMY OF AVIATION ENGINEERING AND SAFETY IN MAKASSAR PERIOD 2011/2012
Irmawati1, Ilhamjaya Patellongi2, Mushawwir Taiyeb3
1Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo2Bagian Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Makassar
3Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi:dr. Irmawati Jl. Perintis Kemerdekaan Perumahan Wesabbe Blok C No.31 Tamalanrea Makassar Hp: 085240909988 Email: [email protected]
Abstrak
Program Studi Taruna (P2ST) sebagai kegiatan orientasi taruna baru, yang dilaksanakan selama 3 bulan yang merupakan program latihan fisik yang terdiri dari olahraga pagi, latihan baris berbaris dan olahraga sore yang membutukan kekuatan dan ketahanan otot. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh P2ST terhadap Perubahan Kekuatan dan Ketahanan Otot calon Taruna Akademi Teknik dan Penerbangan (ATKP) Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif dengan jumlah sampel 75 orang calon Taruna ATKP makassar dengan metode analitik komparatif numerik berpasangan dua kelompok yang dilakukan pretes kekuatan dan ketahanan otot dan dilakukan observasi selama tiga bulan, selanjutnya dilakukan posttes. Data dikumpulkan oleh tim peneliti yang terlatih meliputi kekuatan dan ketahanan otot. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot lengan dan bahu menggunakan Pull dynamometer sebelum P2ST nilai rata-rata 21,84 meningkat menjadi 26,28 setelah P2ST (p= 0,000); Push dynamometer nilai rata-rata sebelum P2ST 21,16 meningkat menjadi 27,02 setelah P2ST (p= 0,000) dan Push Up test nilai rata-rata sebelum P2ST 39,12 meningkat menjadi 63,56 setelah P2ST (p= 0,000). Disimpulkan bahwa terdapat pengaruh P2ST terhadap kekuatan dan ketahanan calon taruna ATKP Makassar Angkatan 2011/2012.
Kata Kunci: P2ST, kekuatan dan ketahanan otot
Abstract
Youth Studies Program (P2ST) as a new cadet orientation activities, held for 3 months which is a physical exercise program consisting of exercise in the morning, marching exercises and sports that require strength afternoon and muscle endurance. This study aims to determine the effect of changes P2ST Muscle Strength and Endurance candidate Taruna Academy of Engineering and Aviation (ATKP) Makassar. This study is a prospective cohort study with a sample of 75 orangcalon Midshipman ATKP makassar with comparative numerical analytic methods in pairs of two groups that performed the pretest muscle strength and endurance and made observations for three months, then performed posttes. Data were collected by trained research team includes muscle strength and endurance. The results showed the arm and shoulder muscle strength using a dynamometer before P2ST Pull the average value of 21.84 increased to 26.28 after P2ST (p = 0.000); Push dynamometer before the average value increased to 27.02 21.16 P2ST after P2ST (p = 0.000) and Push Up test average value before increasing to 63.56 39.12 P2ST after P2ST (p = 0.000). Concluded that there are effects on strength and endurance P2ST prospective cadets ATKP Makassar Period 2011/2012
Keywords: P2ST, muscular strength and endurance
PENDAHULUAN
Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar
merupakan pendidikan tinggi di bawah Kementrian Perhubungan, dengan tugas
pokok melaksanakan pendidikan profesional program diploma bidang keahlian
teknik dan keselamatan penerbangan. ATKP Makassar menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut: pelaksanaan dan pengem-bangan pendidikan profesional yang
meliputi pengajaran, pelatihan dan pengasuhan; pelaksanaan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat; pengelolaan perpustakaan, laboratorium, sarana
dan prasarana lainnya; pembinaan civitas akademika dan hubungannya dengan
lingkungan; pengelolaan urusan administrasi umum, akademik dan ketarunaan.
Pada ATKP Makassar terdapat suatu Program Pra Studi (P2ST) yang
merupakan program orientasi yang wajib diikuti oleh seluruh calon taruna dengan
aktivitas diantaranya berupa latihan baris berbaris, marching band, beladiri dan
lain sebagainya.
Pelaksanaan Program Pra Studi Taruna (P2ST) diharapkan para calon
taruna bisa mengikuti program perkuliahan selama pelaksanaan pendidikan di
ATKP, untuk itu mereka dituntut memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik,
sampai mereka lulus dan nantinya bekerja sebagai pemandu lalu lintas udara.
Tubuh yang bugar menyebabkan kita dapat beraktivitas sehari-hari secara
cepat dan gesit. Tubuh yang bugar bisa didapat dengan me lakukan latihan
kesegaran jasmani secara teratur. Kebugaran jasmani atau kesegaran jasmani
adalah kemampuan tubuh untuk menyesuaikan fungsi alat tubuhnya dalam batas
fisiologi terhadap lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu dan sebagainya) dan
atau kerja fisik dengan cukup efisien tanpa lelah secara berlebihan.
Aktivitas fisik dan atau olahraga akan bermanfaat bila dilakukan dengan
baik, benar, terukur dan teratur, sebaliknya bila dilakukan dengan tidak sesuai
dengan kaidah tersebut, dapat menimbulkan dampak negatif yang merugikan
kesehatan seperti cedera atau gangguan atau keluhan kesehatan lain.
Latihan fisik adalah latihan teratur, sistematik dan berkesinambung an
yang dituangkan dalam program latihan. Tujuan latihan fisik adalah untuk
mencapai penyesuaian biologi, agar dapat menampilkan ke terampilan secara
optimal, meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot (Tessa, 2009).
Secara umum pengertian kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang
untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah tanpa merasa
kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan
kegiatan lain. Manfaat kebugaran jasmani bagi tubuh antara lain dapat mencegah
penyakit jantung, pembuluh darah dan paru-paru sehingga dapt meningkatkan
kualitas hidup secara keseluruhan. Dengan jasmani yang bugar hidup menjadi
semangat dan menyenangkan.
Tingkat kebugaran fisik yang dapat diukur diantara kesepuluh komponen,
yaitu: kekuatan otot (muscular strength) dan daya tahan otot (muscular
endurance). Kekuatan dan ketahanan otot menurut Afriwardi (2009), orang
dengan kekuatan yang kuat dan dapat bertahan lama memiliki kebugaran yang
baik, kekuatan dan ketahanan berbanding lurus dengan kebugaran seseorang.
Kekuatan dan ketahanan otot dapat di tingkatkan, dengan memberikan latihan
fisik yang sesuai dengan aturan olahraga.
Kekuatan otot adalah kemampuan seseorang dalam memperguna-kan
ototnya untuk menerima beban sewaktu bekerja (Halim, 2004). Kekuatan adalah
kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan atau beban pada waktu
melakukan aktivitas tubuh (Rotinus, 1992). Kekuatan otot menunjukkan kekuatan
maksimal yg ditimbulkan oleh sebuah otot atau sekelompok otot. Kekuatan otot
ini akan meningkat bila seseorang melakukan latihan beban dengan dosis
tertentu, atau program latihan tertentu.
Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam memper gunakan
ototnya untuk berkontraksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama
dengan beban tertentu (Halim, 2004). Daya tahan otot adalah kemampuan otot
atau sekelompok otot rangka untuk meneruskan kontraksi pada jangka waktu yang
lama, serta kemampuan pemulihan yang cepat setelah lelah. Untuk meningkatkan
daya tahan otot diperlukan latihan fisik teratur, terukur, dan terprogram dengan
memperhatikan kualitas dan kuantitas latihan. Daya tahan merupakan unsur dasar
atau inti dari kesegaran fisik dalam peningkatan kondisi fisik (Arista, 2009).
Menurut Rotinus (1992) daya tahan otot adalah daya tahan lama organisme atlet
mengatasi kelelahan yang timbul akibat beban latihan submaksimal intrensitasnya,
guna meningkatkan daya tahan otot lokal ini dapat dilakukan dengan weigh
training.
Pada Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP)
belum pernah dilakukan penelitian tentang kekuatan dan ke tahanan otot setiap
mahasiswa, beradasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Program Pra Studi Taruna (P2ST) Terhadap
Perubahan Kekuatan dan Ketahanan Otot pada Calon Taruna Akademi Teknik
dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar.
Dalam penelitian ini dirumuskan masalah yaitu: 1.) Apakah P2ST
berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot calon Taruna Akademi Teknik
dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012 sebelum
dan setelah Program Pra Studi Taruna (P2ST), 2.) Apakah P2ST berpengaruh
terhadap peningkatan ketahanan otot calon Taruna Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012 sebelum dan
setelah Program Pra Studi Taruna (P2ST). Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan
umum yaitu untuk mengetahui kekuatan dan ketahanan otot sebelum Program Pra
Studi Taruna (P2ST) dan pengaruh Program Pra Studi Taruna (P2ST) terhadap
kekuatan dan ketahanan otot pada calon Taruna Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012. Tujuan
khusus yaitu: 1.) untuk mengetahui kekuatan otot sebelum program Pra Studi
Taruna (P2ST) pada calon Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan (ATKP)
Penerbangan Makassar Angkatan 2011/2012, 2) untuk mengetahui ketahanan otot
sebelum program Pra Studi Taruna (P2ST) pada calon Taruna Akademi Teknik
dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012, 3.) untuk
mengetahui kekuatan otot sesudah program Pra Studi Taruna (P2ST) pada calon
Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar
Angkatan 2011/2012, 4.) untuk mengetahui ketahanan otot sesudah program Pra
Studi Taruna (P2ST) pada calon Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan
Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012, 5.) untuk menilai pengaruh
program Pra Studi Taruna (P2ST) terhadap kekuatan otot Calon Taruna Akademi
Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012
dan 6.) untuk menilai pengaruh program Pra Studi Taruna (P2ST) terhadap
ketahanan otot calon Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan
(ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian berada di kampus Akademi Teknik dan Keselamatan
Penerbangan Makassar yang berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif yaitu dengan mengukur
kekuatan dan ketahanan otot sebelum dan sesudah Program Pra Studi Taruna
dengan metode analitik komparatif numerik berpasangan dua kelompok.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua calon taruna Akademi Teknik
dan Keselamatan Penerbangan Makassar Angkatan 2011/2012 yang mengikuti
P2ST. Dalam penelitian ini, semua populasi merupakan sampel penelitian dengan
syarat memenuhi kriteria inklusi: a. Responden menadatangani informed consent,
b. Responden ada di tempat pada saat penelitian dilakukan, c. Responden
menyelesaikan masa karantina selama 3 bulan, d. Usia antara 15 – 25 tahun.
Kriteria Eksklusi: a. Responden tidak menandatangani informed consent, b.
Responden tidak berada di tempat pada saat penelitian dilakukan, c. Responden
tidak menyelesaikan masa karantina selama 3 bulan. Kriteria drop Out:
Responden tidak mengikuti salah satu pemeriksaan, pretes, posttes dan kedua-
duanya.
Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan oleh tim peneliti terlatih dengan melakukan
pretes, observasi selama 3 bulan kemudian dilakukan posttes. Data kekuatan otot
lengan dan bahu menggunakan Pull & Push Dynamometer, dan data ketahanan
otot lengan dan bahu dengan Push Up Test selama 60 detik. (Halim, 2004).
Analisis data
Data kekuatan dan ketahanan otot lengan dan bahu dianalisa menggunakan
statistik komputer dengan melakukan uji normalitas data dan dilakukan uji t
berpasangan.
HASIL PENELITIAN
Pada tabel 1 dapat dilihat umur responden terdapat antara 17-22 yang
sesuai dengan umur perguruan tinggi. Pada pengukuran IMT didapatkan nilai
minimum sebelum P2ST yaitu 15,23 dan sesudah 16,23 keduanya terdapat pada
kategori underweight, nilai maksimum IMT mengalami perubahan sebelum P2ST
pada kategori obese (29,76) dan sesudah P2ST menjadi kategori normal (24,8).
Tabel 2 IMT sebelum P2ST terdapat pada kriteria Obese sebanyak 1 orang
(1.3%) dan overweight sebanyak 3 orang (4.0%). Sedangkan kriteria IMT setelah
pelaksanaan P2ST mengalami perubahan yang cukup berarti dimana hanya
terdapat kriteria underweight dan normal masing-masing sebanyak 27 (36%) dan
48 (64%).
Pada tabel 3 pengukuran menggunakan pull dynamometer kategori sedang
meningkat menjadi 59 orang, kategori kurang turun menjadi 14 orang dan
kategori kurang sekali turun menjadi 2 orang. Pengukuran menggunakan push
dynamometer menunjukkan kategori baik sekali menjadi 1 orang, kategori baik
naik menjadi 7 orang, kategori sedang naik menjadi 47 orang, kategori kurang
turun menjadi 20 orang dan kategori kurang sekali menjadi tidak ada.
Tabel 4 kategori baik sekali naik menjadi 54 orang, kategori baik menjadi
17 orang, kategori cukup turun menjadi 4 orang dan kategori kurang menjadi tidak
ada.
Pada tabel 5 memperlihatkan kekuatan otot berdasarkan kriteria Pull
dynamometer sebelum P2ST kategori kurang sekali 4 orang, 2 orang menjadi
kategori kurang dan 2 orang menjadi kategori sedang setelah P2ST. Responden 29
orang kategori kurang sebelum P2ST, 2 orang kategori kurang sekali, 11 orang
menetap kategori kurang dan 16 orang meningkat menjadi kategori sedang setelah
P2ST. Pada kategori sedang sebelum P2ST sebanyak 42 orang, menjadi kategori
kurang 1 orang dan menetap 41 orang setelah P2ST. Hubungan antara kekuatan
otot menggunakan Pull dynamometer sebelum dan sesudah P2ST, memberikan
nilai p<0,05 yaitu 0,000 yang artinya terdapat nilai bermakna ke arah peningkatan,
terhadap kekuatan otot dengan Pull dynamometer sebelum dan sesudah P2ST
pada taruna ATKP Makassar Angkatan 2011/2012.
Kekuatan otot berdasarkan kriteria Push dynamometer pada tabel 6
memperlihatkan kategori kurang sekali sebanyak 3 orang sebelum P2ST menjadi
kategori kurang 2 orang dan kategori sedang 1 orang setelah P2ST. Kategori
kurang sebelum P2ST sebanyak 34 orang menetap sebanyak 17 orang dan
meningkat menjadi kategori sedang sebanyak 17 orang setelah P2ST. Kategori
sedang sebelum P2ST 34 orang setelah P2ST menjadi kategori kurang 1 orang,
menetap 29 orang dan meningkat menjadi kategori baik 4 orang setelah P2ST.
Sebanyak 4 orang berada pada kategori baik sebelum P2ST, menetap 3 orang dan
meningkat menjadi kategori baik 1 orang setelah P2ST. Hubungan antara
kekuatan otot menggunakan Push dynamometer sebelum dan sesudah P2ST,
memberikan nilai p<0,05 yaitu 0,000 yang artinya terdapat nilai bermakna ke arah
peningkatan, terhadap kekuatan otot dengan Push dynamometer sebelum dan
sesudah P2ST pada taruna ATKP Makassar Angkatan 2011/2012.
Pada tabel 7 memperlihatkan ketahanan otot sebelum P2ST pada kategori
kurang sebanyak 28 orang, menjadi kategori cukup 3 orang, kategori baik 8 orang
dan kategori baik sekali 17 orang setelah P2ST. Kategori cukup 23 orang sebelum
P2ST, menetap 1 orang, meningkat menjadi kategori baik 4 orang dan kategori
baik sekali 18 orang setelah P2ST. Sebelum P2ST sebanyak 18 orang kategori
baik, setelah P2ST menetap 4 orang dan sebanyak 14 orang meningkat menjadi
kategori baik sekali setelah P2ST. Pada kategori baik sekali 6 orang sebelum
P2ST, menjadi kategori baik 1 orang dan 5 orang menetap setelah P2ST.
Hubungan antara kekuatan otot meng- gunakan Push dynamometer sebelum dan
sesudah P2ST, memberikan nilai p<0,05 yaitu 0,000 yang artinya terdapat nilai
bermakna ke arah peningkatan, terhadap ketahanan otot dengan sebelum dan
sesudah P2ST pada taruna ATKP Makassar Angkatan 2011/2012.
Pengaruh P2ST terhadap kekuatan otot berdasarkan kriteria pull
dynamometer pada tabel 8 memperlihatkan bahwa sebelum P2ST nilai mean dan
standar deviasi yaitu 21,84 dan 5,05 meningkat menjadi 26,28 dan 6,36. Kekuatan
otot berdasarkan kriteria push dynamometer nilai mean dan standar deviasi yaitu
21,16 dan 7,25 meningkat menjadi 27,02 dan 7,67.
Pengaruh P2ST terhadap ketahanan otot lengan dan bahu berdasarkan
kriteria push up test pada tabel 9, nilai mean dan standar deviasi yaitu 39,12 dan
1,12 meningkat menjadi 63,56 dan 1,32 setelah P2ST.
Tabel 10, pada 5 olahraga pilihan nilai rata-rata menggunakan Pull
dynamometer pada olahraga volyy sebelum P2ST 22,58 meningkat 25,91; basket
19,68 meningkat menjadi 23,93; bulutangkis 22,42 meningkat menjadi 30,21;
sepakbola 21,82 meningkat menjadi 26,65; takraw 21,95 meningkat menjadi 25.
Tabel 11 Nilai rata-rata menggunakan Push dynamometer pada olahraga
pilihan volyy 25,92 meningkat 27,97; basket 20,18 meningkat menjadi 25,12;
bulutangkis 23,07 meningkat menjadi 28,85; sepakbola 20,95 meningkat menjadi
27,42 dan takraw 18,86 meningkat menjadi 24,59.
Tabel 12, pada 5 olahraga pilihan nilai rata-rata menggunakan dengan
push up test pada olahraga volyy sebelum P2ST 36,76 meningkat 67,05; basket
35,25 meningkat menjadi 60,50; bulutangkis 52,42 meningkat menjadi 68,57;
sepakbola 38,96 meningkat menjadi 62,43 dan takraw 37,54 meningkat menjadi
60,45 setelah P2ST.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini membandingkan kekuatan dan ketahanan otot sebelum
dan sesudah P2ST selama 3 bulan. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur
kekuatan otot lengan dan bahu dan ketahanan otot lengan dan bahu.
I. Gambaran Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Program Pra Studi
Taruna terhadap perubahan kekuatan dan ketahanan otot pada calon Taruna
ATKP Makassar. Pemilihan subjek dalam penelitian ini dibatasi pada subjek
berjenis kelamin laki-laki untuk menghindari hasil yang bias, karena secara
fisiologis pada wanita umumnya kekuatan otot, ventilasi paru dan curah jantung
semuanya berkaitan dengan massa otot bervariasi antara dua pertiga dan tiga
perempat dari nilai yang didaptkan pada pria. (Guyton & Hall, 2006).
Data pada tabel 1 memperlihatkan rentang usia antara 17 sampai 22 tahun
dimana rentang umur tersebut merupakan usia sekolah di perguruan tinggi
(Sumarjo 2005).
Nilai rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum dan setelah
pelaksanaan P2ST mengalami perubahan, dimana IMT sebelum P2ST terdapat
kategori underweight, normal, overweight dan obese sedangkan setelah
pelaksanaan P2ST hanya terdapat kategori underweight dan normal. IMT atau
Indeks Quetelet merupakan indikator komposisi tubuh total yang relatif baik
dalam studi populasi dan berkaitan dengan kesehatan, yang menilai berat badan
terhadap tinggi badan (ACSM, 2004).
Penerimaan calon taruna baru pada ATKP hanya berdasarkan pada
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan normal tanpa melakukan perhitungan
IMT. Hal ini memberikan penilaian yang tidak tepat terhadap komposisi tubuh
untuk menilai sejauh mana tingkat kebugaran tubuh seorang calon taruna secara
menyeluruh, sehingga taruna dengan IMT tidak normal dapat lulus seleksi
penerimaan.
Pada Program Pra Studi Taruna (P2ST) para Taruna ATKP menjalani
karantina selama 3 bulan yang memiliki jadwal olahraga selama 4 hari dalam 1
minggu dengan waktu 45 menit terdiri atas pemanasan, lari, push up dan olahraga
sore. Takaran lamanya latihan untuk olahraga prestasi 45-120 menit dalam
training zone sedangkan untuk olahraga kesehatan antara 20 – 30 menit dalam
training zone (Sadoso, 1987 dan Pangkahila, 1998). Durasi latihan inti berkisar
antara 15 sampai dengan 60 menit (Blair, 1995). Durasi waktu ini dibutuhkan
untuk meningkatkan kapasitas fungsional tubuh.
II. Pengaruh P2ST terhadap Kekuatan otot
Nilai kekuatan otot yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan
adanya peningkatan, dimana dengan menggunakan Pull dynamometer sebelum
P2ST didapatkan nilai rata-ratanya sebesar 21,84±5,05 dan setelah P2ST
didapatkan nilai rata-ratanya sebesar 26,28±6,36. Menggunakan Push
dynamometer sebelum P2ST didapatkan nilai rata-ratanya sebesar 21,16±7,25 dan
setelah P2ST didapatkan nilai rata-ratanya sebesar 27,02±7,67. Setelah dilakukan
uji t berpasangan, diperoleh nilai p<0,05 (0,000), yang artinya terdapat pengaruh
P2ST terhadap kekuatan otot pada taruna ATKP Makassar.
Push up pada program P2ST dilakukan secara teratur setiap harinya
sebanyak 10-20 kali selama 12 minggu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Matthew R dkk (2003), bahwa kekuatan otot meningkat pada
latihan harian dan latihan intensitas linear. Gerakan push-up membutuhkan
gerakan gabungan adduksi horizontal di bahu dan ekstensi pada siku, sehingga tes
Push up dapat digunakan sebagai latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dada,
bahu, dan lengan (Robert dkk, 2005).
Pada suatu program latihan khususnya otot skeletal, dapat menyebabkan
hipertrofi. Kebanyakan hipertrofi ini lebih disebabkan oleh peningkatan diameter
serat otot daripada oleh peningkatan jumlah serat, tetapi hal ini tidak semuanya
benar karena beberapa serat otot yang sangat membesar diyakini di tengah, di
seluruh panjang otot untuk membentuk serat-serat yang seluruhnya baru, sehingga
sedikit meningkatkan jumlah seratnya. (Guyton & Hall, 2006).
Perubahan yang terjadi di dalam serat otot yang hipertrofi itu sendiri
meliputi: (1) peningkatan jumlah myofibril, sebanding dengan derajat hipertrofi;
(2) peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan
fosfokreatin sebanyak 60 sampai 80 persen; (4) peningkatan cadangan glikogen
sebanyak 50 persen. Akibat semua perubahan ini, kemampuan sistem metabolik
aerobik dan anaerobik meningkat, terutama meningkatkan kecepatan oksidasi
maksimum dan efisiensi sistem metabolisme oksidatif sebanyak 45 persen
(Guyton and Hall, 2006).
Kekuatan dari sebuah otot ditentukan terutama oleh ukurannya, dengan
suatu daya kontraktilitas maksimum antara 3 dan 4 kg/cm2 dari satu daerah
potongan melintang otot (Guyton and Hall, 2006).
Terdapat 7 faktor yang mempengaruhi kekuatan otot yaitu: 1. recruitment
motor unit, 2. motor unit rate coding, 3. motor unit synchronization, 4. stretch
shortening cycle, 5. neuromuscular inhibition, 6. muscle fiber type dan 7. muscle
hypertrophy. (Bompa, 2009)
Jumlah serat yang berkontraksi dalam sebuah otot bergantung besarnya
rekriutmen unit motorik (Sherwood, 2001). Ketika unit motor lebih banyak
diaktifkan, jumlah gaya yang dihasilkan oleh otot kemudian meningkat (Haff dkk,
2001). Henneman dkk (1965), memperkenalkan prinsip ukuran hanneman, yang
menunjukkan bahwa ukuran unit motor yang menentukan terjadinya aktivitas otot.
Prinsip ini menyebutkan bahwa unit motor yang lebih besar memiliki ambang
aktivasi yang lebih tinggi dan diaktifkan setelah unit motor yang lebih kecil. Hal
ini juga diterima secara luas bahwa unit motor yang lebih besar diaktifkan dalam
menanggapi beban eksternal yang lebih tinggi. Unit motor dipengaruhi tidak
hanya oleh gaya yang diberikan, tetapi juga oleh kecepatan kontraksi, jenis
kontraksi otot, dan keadaan metabolik otot.
Pada atlet yang dengan kekuatan yang tinggi memiliki serat otot tipe 2
yang banyak, hal ini penting untuk kemampuan atlet untuk menunjukkan
kemampuan kekuatan dan power. (Fry A.C dkk, 2003)
Peningkatan serat otot menyebabkan terjadinya hipertrofi otot terlihat pada
respon latihan yang lama. Peningkatan serat otot meningkatkan jumlah unit
kontraktil yang meningkatkan kekuatan otot. Serat otot tipe 2 menunjukkan
elastisitas yang besar, sehingga otot dapat mengalami hipertrofi bila melakukan
latihan dan otot cepat mengalami atrofi bila tidak melakukan latihan (Folland, J.P
dan A.G. Williams, 2007).
Olahraga push up yang dilakukan para calon taruna setiap harinya pada
program P2ST tanpa adanya penambahan beban, sehingga kekuatan otot lengan
dan bahu para calon taruna dapat terlihat pada tabel 5 dimana kekuatan otot
menggunakan tes Pull Dynamometer kategori baik sekali dan baik setelah P2ST
tidak ada. Tes Push Dynamometer setelah P2ST kategori baik sekali hanya
terdapat 1 orang dan kategori baik meningkat 3 orang. Sesuai teori Guyton & Hall
(2006) otot yang bekerja tanpa beban walaupun dilatih berjam-jam kekuatannya
hanya sedikit meningkat. Pada keadaan ekstrem yang lain, kekuatan otot yang
berkontraksi lebih dari 50 persen gaya kontraksi maksimum akan berkembang
dengan cepat bahkan bila kontraksi dilakukan hanya beberapa kali setiap harinya.
Dengan menggunakan prinsip ini, percobaan memperbesar otot menunjukkan
bahwa enam kontraksi otot yang mendekati maksimal, yang dilakukan dalam tiga
set tiga hari seminggu kira-kira akan memberi peningkatan kekuatan otot yang
maksimum tanpa mengakibatkan kelelahan otot yang kronis (Guyton and Hall,
2006).
Hal ini sesuai dengan teori yang dituliskan oleh Sudarsono (2006) otot
dapat meningkat kekuatannya harus diberi beban kerja diatas beban kerja yang
biasa dilakukan oleh otot tersebut, dan selanjutnya setelah otot tersebut menjadi
lebih kuat maka beban yang diberikan harus lebih tinggi lagi untuk menghasilkan
kemampuan yang lebih meningkat. Program latihan yang memperhatikan prinsip
ini, maka otot senantiasa akan memperoleh rangsang yang memungkin kannya
berubah, atau dengan kata lain mengalami adaptasi latihan.
Menurut Syaranamual (2001), untuk pengembangan otot atau hipertrofi,
maka otot tersebut harus diberi beban. Ketika pem bebanan itu dilakukan
berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi, maka otot tersebut akan mengalami
peningkatan pada ukuran dan kekuatannya. Peningkatan tersebut terjadi sebagai
hasil dari program peningkatan kekuatan yang dipengaruhi oleh tingkat kekuatan
yang dimiliki oleh individu sesuai dengan program set dan juga metode serta
intensitasnya.
II. Pengaruh P2ST terhadap Ketahanan otot lengan dan bahu
Hasil penelitian selanjutnya adalah ketahanan otot lengan dan bahu yang
dilakukan dengan tes push up, hal ini dapat terlihat pada tabel 6 pada kategori baik
sampai baik sekali setelah P2ST meningkat menjadi 71 orang. Push up pada
program P2ST dilakukan secara teratur setiap harinya sebanyak 10-20 kali selama
12 minggu. Dengan prinsip periodisasi dimana latihan dilakukan secara teratur,
intensif dan progresif, merupakan salah satu diantara prinsip latihan yang bila
ditaati akan mendapatkan tujuan yang sesuai dengan yang diharapkan (Nukhrawi,
2008).
Pada olahraga push up yang dilakukan setiap harinya para calon taruna
diperlukan ketahanan otot, dan energi yang diperklukan untuk ketahanan otot
berasal dari sistem aerobik. Pada olahraga dengan ketahanan otot serabut berkedut
lambat dibentuk khususnya untuk pembentukan energi aerobik. Dimana serabut
ini memiliki mitokondria yang jauh lebih banyak, selain itu serabut berkedut
lambat mengandung lebih banyak mioglobulin yang bergabung dengan oksigen
dalam serabut otot yang meningkatkan kecepatan difusi oksigen di seluruh serabut
otot. Pada serabut berkedut lambat juga memiliki enzim sistem metabolisme aerob
lebih aktif. Juga jumlah kapiler di seluruh serabut berkedut lambat lebih banyak
(Guyton & Hall, 2006).
Menurut Serwood (2001), latihan dengan ketahanan bisa memicu
terjadinya perubahan metabolik dalam serat oksidatif, yaitu serat yang utama
direkrut selama olahraga aerobik. Jumlah mitokondria dan kapiler yang
menyalurkan darah ke serat-serat tersebut meningkat. Otot yang beradaptasi
menggunakan oksigen secara efisien sehingga lebih tahan melakukan aktivitas
yang lebih lama tanpa merasa kelelahan.
Ketahanan otot bergantung pada dukungan nutrisi terhadap otot, terlebih
lagi kandungan glikogen yang tersimpan dalam otot sebelum periode latihan.
Seseorang yang menjalankan diet tinggi karbohidrat menyimpan lebih banyak
glikogen di dalam otot (Guyton & Hall, 2006).
Ketahanan otot rangka dipengaruhi oleh: 1. Muscular fiber type, 2.
Mitochondrial density, 3. Capillary density (Bompa, 2009).
Tipe 1 serat, yang memiliki kapasitas oksidatif lebih tinggi, memiliki
kapiler yang lebih besar dibandingkan dengan tipe 2 (Zoladz dkk, 2005). Jenis
serat 1 juga memiliki mitokondria lebih padat dan bergantung terhadap aktivitas
enzim aerobik (Fleck dan Kraemer, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Bell dkk (2000), terjadi peningkatan yang
signifikan pada rasio serat kapiler setelah 12 minggu pada latihan ketahanan otot.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kiens dkk (1993), juga terjadi peningkatan
kapiler pada orang yang dilatih dibandingkan orang yang tidak dilatih. Penelitian
yang dilakukan oleh Ingjer (1979), menyatakan terdapat peningkatan kapiler pada
orang yang diberikan latihan ketahanan.
Wibom dkk (2010) menyatakan bahwa terjadi peningkatan mitokondria
pada penelitian yang diberikan latihan ketahanan. Menurut Hawley (2002) latihan
dengan ketahanan dapat meningkatkan jumlah mitokondria dan kapiler.
Basset dan Hawley (1997), melaporkan bahwa atlet yang memiliki
kepadatan kapiler lebih tinggi dengan latihan jangka waktu yang lebih lama
sebagai hasil dari kemampuan mentolerir metabolisme aerob dan susunan laktat
lebih baik dari atlet dengan kepadatan kapiler lebih rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa kepadatan kapiler berperan penting dalam pengiriman oksigen ke jaringan
kerja dan penghapusan produk-produk limbah oleh otot.
Menurut Rodriguez dkk (2002), kepadatan kapiler meningkat pada latihan
daya tahan. Peningkatan kepadatan kapiler tampaknya terkait erat dengan usia
atlet, seseorang yang menjalani latihan yang lama akan terjadi peningkatan yang
lebih banyak dalam kepadatan kapiler.
Dengan latihan daya tahan dapat merangsang pembentukan mitokondria
dan terjadinya peningkatan kepadatan mitokondria. Jika kepadatan mitokondria
meningkat, maka kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Adaptasi enzim
mitokondria dapat meningkatkan kinerja daya tahan melalui produksi laktat
menurun selama latihan dan peningkatan oksidasi lemak, yang menghasilkan
penghematan glikogen otot dan glukosa darah (Bompa, 2009).
Penurunan kekuatan dan daya tahan otot dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti: sakit, cedera saat berolahraga, istirahat.
Olahraga beladiri merupakan olahraga wajib diikuti pada P2ST selama 3
bulan. Pada olahraga beladiri terbagi atas beberapa kelompok besar diantaranya
teknik gerakan pukulan, tangkisan dan teknik tendangan (Sujoto, 2006). Salah
satu pukulan dalam beladiri yaitu Shiken tzuki yang merupakan pukulan keras,
lurus ke depan dengan penggunaan tenaga yang maksimal ke arah satu titik tengah
ke arah depan. Pada kecepatan pukulan shiken tzuki, makin cepat diayunkan maka
makin besar kemungkinan untuk dapat bergerak dengan cepat ke depan atau
sasaran. Dalam proses gerakan tersebut akan melatih otot lengan dan bahu
(Sujoto, 2006.). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bompa
(2009), salah satu faktor yang memepengaruhi peningkatan kekuatan otot yaitu
motor unit dipengaruhi oleh kecepatan kontraksi. Olahraga beladiri merupakan
olahraga wajib diikuti pada P2ST
Menurut Tohar (1992) komponen pembinaan fisik yang penting dalam
olahraga bulutangkis terdiri dari: kekuatan, daya tahan, kecepatan dan kelincahan.
Permainan bulutangkis terdapat tiga jenis servis yaitu: 1. service forehand pendek
siku dalam keadaan bengkok, 2. service forehand tinggi dan 3. service backhan
(pengembalian service). Permainan bulutangkis juga terdapat banyak macam
pukulan dengan ayunan raket dari bawah, pukulan dengan ayunan raket mendatar
(drive) dan pukulan dengan ayunan raket dari atas (over head). Smash adalah
bentuk pukulan keras yang sering digunakan dalam permainan bulutangkis.
Karakteristik pukulan ini adalah; keras, laju jalannya kok cepat menuju Iantai
Iapangan, sehingga pukulan ini membutuhkan kekuatan otot tungkai, bahu,
lengan, dan fleksibilitas pergelangan tangan serta koordinasi gerak tubuh yang
harmonis. Penelitian oleh Alim (2011), terdapat peningkatan kekuatan otot lengan
pada atlet bulutangkis. Calon taruna yang memilih olahraga pilihan bulutangkis
hanya 7 orang (9%). Teknik-teknik pukulan dalam olahraga bulutangkis bila
dilakukan dengan baik dan benar maka akan menghasilkan kekuatan otot lengan
dan bahu, tetapi hasil yang didaptkan pada tabel 5 hanya 4 orang (5,33%) yang
meningkat, hal ini kemungkinan dapat disebabkan selama permainan bulutangkis
tidak dilakukan secara baik dan benar dan tidak adanya seorang pelatih
bulutangkis.
Terdapat beberapa macam bentuk teknik dasar dalam bermain bola basket,
seperti yang dijelaskan oleh Sodikun (1992), menjelaskan bahwa terdapat
beberapa teknik dalam bermain bola basket yaitu teknik melempar, menangkap,
menggiring bola, menembak, gerak berporos (pivot), tembakan lay up, dan
merayah (rebound. Dari masing masing teknik dasar tersebut memiliki fungsi
peranan yang khas disesuaikan dengan sifat dari permainan bola basket yang cepat
dan dinamis. Lengan yang panjang dan otot yang besar akan menunjang terhadap
pencapaian prestasi yang maksimal dalam cabang olahraga bola basket. Seperti
yang dijelaskan bahwa kekuatan merupakan kemampuan dasar kondisi fisik,
khususnya kekuatan otot lengan. Penelitian yang dilakukan oleh Hasmawati
(2011) bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot pada permainan bola voli. Pada
olahraga pilihan bola basket para calon taruna yang memilih hanya 8 orang (11%).
Seperti pada permainan bulutangkis, dalam olahraga bola basket juga terdapat
teknik-teknik menggunakan lengan dan bahu yang bila dilakukan dengan baik dan
benar maka akan menghasilkan peningkatan kekuatan otot lengan dan bahu, tetapi
hasil yang didaptkan pada tabel 5 hanya 4 orang (5,33%) yang meningkat, hal ini
kemungkinan dapat disebabkan selama permainan bola basket tidak dilakukan
secara baik dan benar dan tidak adanya seorang pelatih olahraga bola basket.
Penguasaan teknik dasar sebagai salah satu penunjang keberhasilan
permainan bola voli sangat di pengaruhi oleh unsur lain yaitu unsur kondisi fisik.
Pada permainan bola voli terdapat tetapi sebagai suatu serangan pertama bagi regu
yang melakukan service, service atas, service bawah, service mengapung, pukulan
atau pengambilan tangan ke bawah pengambilan tangan ke atas dan smash.
Komponen fisik yang diperlukan dalam service terutama dalam jumping service
dalam permainan bola voli adalah kekuatan, kecepatan, daya tahan, keseimbangan
dan koordinasi. (Yunus, 1992).
Komponen-komponen fisik tersebut masing-masing memiliki peranan
yang berbeda, sesuai karakteristik yang dimiliki. Komponen fisik yang dirasa
sangat penting berkaitan dengan jumping service dalam permainan bola voli
antara lain adalah unsur kekuatan otot lengan bahu dan daya ledak otot lengan
bahu. Hal ini didasarkan pada teori bahwa service yang baik ialah keras dan
terarah. Service yang keras dan terarah adalah spesifikasi jumping service, dan
pelaksanaannya dibutuhkan lompatan yang tinggi agar pemain leluasa dalam
mengarahkan bola dan pukulan yang lepas dan keras. Untuk pukulan yang keras
ini dubutuhkan daya ledak otot lengan bahu dan kekuatan otot lengan bahu.
(Yunus, 1992). Hal ini sesuai dengan penelitian Amal (2011), bahwa terdapat
peningkatan kekuatan otot lengan terhadap kemampuan servis pada permainan
bola voli.
Pada olahraga pilihan bola voli terdapat 17 orang para calon taruna yang
memilih lebih banyak dibandingkan olahraga bulutangkis dan bola basket, hal
yang sama terjadi dimana kekuatan otot para calon taruna hanya 4 orang (5,33%)
yang meningkat kemungkinan yang sama yaitu teknik yang teredapat pada bola
voli tidak dilakukan secara baik dan benar dan tidak adanya seorang pelatih
olahraga bola voli.
Pada olahraga pilihan sepak bola sebanyak 32 orang (43%) membatasi
tangan untuk digunakan dalam pertandingan. Tetapi, Ketika bola keluar melewati
garis pinggir maka akan diberi Throw-in yang merupakan lemparan dalam yang
menggunakan tangan yang sangat kuat untuk mendorong bola dari garis pinggir
ke tengah-tengah lapangan. (Danny Mielke, 2007). Begitu juga pada olahraga
takraw yang memilih sebanyak 11 orang (15%) dimana tangan dipergunakan
hanya untuk keseimbangan selama pertandingan, pada takraw terdapat salah satu
teknik yaitu teknik membahu dimana bola disentuh dengan bagian depan bahu.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Ringkasan
1. Distribusi kategori kekuatan otot calon taruna Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012
sebelum P2ST adalah sebagai berikut: Pull dynamometer: baik sekali:0,
baik:0, sedang:56%, kurang:38,7%, kurang sekali:5,3%; Push
dynamometer: baik sekali:0, baik:5,33%, sedang:45,33%, kurang:45,33%,
kurang sekali:4%. Distribusi kategori ketahanan otot calon taruna
Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar
Angkatan 2011/2012 sebelum P2ST adalah sebagai berikut: baik
sekali:8%, baik:25,33%, cukup:29,33%, kurang:37,33%, kurang sekali:0.
Distribusi kategori kekuatan otot calon taruna Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar Angkatan 2011/2012
setelah P2ST adalah sebagai berikut: Pull dynamometer : baik sekali:0,
baik:0, sedang:56%, kurang:38,7%, kurang sekali:5,3%; Push
dynamometer : baik sekali:1,33%, baik:9,33%, sedang:62,67%,
kurang:26,67%, kurang sekali:0. Distribusi kategori ketahanan otot calon
taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar
Angkatan 2011/2012 setelah P2ST adalah sebagai berikut: baik
sekali:54%, baik:17%, cukup:4%, kurang:0, kurang sekali:0. Pengaruh
P2ST selama 3 bulan pada calon Taruna Akademi Teknik dan
Keselamatan (ATKP) Penerbangan Makassar Angkatan 2011/2012
meningkatkan kekuatan otot: Pull dynamometer: sebesar 4,44 (20,32%)
dari 21,84±5,05 ke 26,28±6,36, Push dynamometer: sebesar 5,86
(27,69%) dari 21,16±7,25 ke 27,02±7,67. Pengaruh P2ST selama 3 bulan
pada calon Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan (ATKP)
Penerbangan Makassar Angkatan 2011/2012 meningkatkan ketahanan
otot sebesar 24,44 (62,47%) dari 39,12±11,2 ke 63,56±13,2
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1.)Program pra studi taruna (P2ST) selama 3 bulan
meningkatkan kekuatan otot pada taruna ATKP Makassar Angkatan 2011/2012.
2.) Program pra studi taruna (P2ST) selama 3 bulan meningkatkan ketahanan otot
pada taruna ATKP Makassar Angkatan 2011/2012.
C. Saran
Setelah melakukan penelitian ini dengan melihat hasil yang diperoleh,
diharapkan pada P2ST, latihan untuk kekuatan dan ketahanan otot pada kategori
baik sampai baik sekali dipertahankan. Kategori kurang sekali sampai sedang
perlu ditambahkan latihan dengan penambahan beban untuk meningkatkan
kekuatan otot dan latihan untuk meningkatkan ketahanan. 2.) Perlu melakukan
penelitian lebih lanjut tentang pengaruh latihan dan pemberian asupan zat gizi
terhadap kekuatan dan ketahanan otot.
DAFTAR PUSTAKA
ACSM. (2004). Kekuatan Otot. Uji kebugaran Fisik. Panduan Uji Latihan
Jasmani dan Presesepannya. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Afriwardi. (2009). Ilmu Kedokteran Olahraga. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar. (2010). Buku Saku
Peraturan Tata Tertib Taruna. Makassar.
Alim. (2011). Kontribusi kekuatan otot lengan dan kelentukan pergelangan
tangan terhadap kemampuan smash pada permainan bulutangkis altet
PB. Karsa Mandiri Makassar. Makassar: FIK UNM.
Amal. (2011). Studi analisis kekuatan otot lengan dan kelentukan pergelangan
tangan terhadap kemampuan servis atas bola voli pada siswa SMAN 1
Malengke Barat Kabupaten Luwu Utara (Skripsi). Makassar: FIK UNM.
Arista. (2009). Daya tahan dan cara latihan Untuk peningkatan kondisi fisik.
Mawas.
Bassett dan Howley. (1997). Limiting factors for maximum oxygen uptake and
determinans of endurance performance. Med Sports Exerrc.
Bell, Sirotuik, Martin, Burnham, dan Quinney. (2000). Effect of concurrent
strenght and endurance training on skeletal muscle properties and
hormon concentrations in humans. European Journal Applied
Physiology.
Blair, S. N. (1995). "Exercise Prescription for Health." Quest 47(3): 338-53.
Bompa. (2009). Periodization. Theory and Methodology of Training Fifth Edition.
Australia: Kendall/Hunt.
Carolyn Kisner dan Colby, 2002, Therapeutik Exercise Foundation and
Technique, 5th edition. F A davies Company Philadhelpia, USA
Danny Mielke. (2007). Seni Dasar-dasar olahraga Sepakbola cara yang lebih
baik untuk mempelajarinya. Pakar Raya: Bandung.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Daya Tahan Otot. Petunjuk Teknis
Pengukuran Kebugaran Jasmani. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan
Komunitas Tahun 2005.
Fleck dan Kraemer. (2004). Designing resistance training programs. 3rd ed.
Champaign, IL:Human Kinetics.
Folland dan Williams. (2007). The adaptation to strenght training: morphological
and neurogical contributions to increased strenght. Sports Med.
Fox, (2003). Human Physiology, Eight Edition. New York: Grawn-hill company,.
Fry, Schilling, Staron, Hagerman, Hikida dan Thrush. (2003). Muscle Fiber
characteristics and performance correlates of male Olympic-style
weightlifters. J Strenght Cond Res.
Gary Kamen. (2001). Foundation Of Exercise Sciense. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Ganong W.F. (2005). Jaringan Peka Rangsang: Otot. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 22. San Fransisco: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton & Hall. (2006). Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Mississippi:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Haff, Whitley dan Potteiger. (2001). A brief review: explosive exercise and sports
performance. Natl strenght cond assoc.
Halim N.I. (2004). Pengukuran Kesegaran Jasmani. Tes dan Pengukuran
Kesegaran Jasmani. Makassar: State University of Makassar.
Hanneeman, Somjen, dan Carpenter. (1965). Excitability and inhibitability of
motorneurons of different sizes. J Neurophysiol.
Hasmawati. (2011). Hubungan kekuatan lengan dengan koordinasi mata dengan
kemampuan passing bawah dalam permainan bola voli (Skripsi).
Makassar: FIK UNM.
Hawley. (2002). Adaptations Of Skeletal Muscle To Prolonged, Intense
Endurance Training. Clinical and Experimental Pharmacology and
Physiology.
Holloszy dan Coyle. (1984). Adaptations of skeletal muscle to endurance exercise
and their metabolic qonsequences. J. Appl Physiol.
Ingjer. (1979). Effects of endurance training on muscle fibre ATP-ase activity,
capillary supply and mitochondrial content in man. The Journal of
Physiology.
John Gormley. (2005). Exercise therapy prevention and treatment of disease,
Trinity College, UK
Kiens, Gustavsson, Christensen dan Saltin. (1993). Skeletal muscle substrate
utilization during submaximal exercise in man: effect of endurance
training. The Journal of Physiology.
Matthew R. Wayne T, Lee N, William J, Stephen D, Brent A, dan Aaron B. (2003). Comparison of daily and periodic linear program intensity and the same volume on the local muscle endurance. Journal of Strenght and Conditioning Research.
Marsini dan Sukmaningtyas. (2010). Pengaruh latiha fisik terprogram terhadap
kelenturan ekstremitas bawah pada siswa sekolah sepak bola tugu muda
Semarang. Semarang: Media Medika Muda.
Nukhrawi. (2008). Perubahan predominan filamen aktin dan miosin otot skelet
pada dosis latihan fisik interval anaerobik (DLFIan) (Disertasi).
Surabaya:. Universitas Airlangga.
Program pascasarjana Unhas (2006), Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi
Edisi 4. Makassar:Universitas Hasanuddin.
Rodriguez dan Lopez. (2002). Effect of training status on fibers of the muscular
vastus lateralis in professional road cyclists. Am J Phys Med Rehabilli.
Rotinus. (1992). Olahraga Pilihan Sepaktakraw. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan
Tenaga Kependidikan.
Sadoso. (1987) .Petunjuk Praktis Kesehatan Olahraga. Jakarta: PT Pustaka Karya
Grafika Utama.
Sastroasmoro S dan Ismael S. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi Ke-3. Jakarta: Sagung seto.
Sherwood. (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sodikun. (1992). Olahraga Pilihan Basket. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan
Tenaga Kependidikan.
Sudarsono. (2006). Pengaruh latihan terhadap kerja otot rangka. Pengaruh
latihan terhadap otot. Jakarta: Departemen Ilmu Faal FK UI.
Sujoto. (2006). Teknik Aoyama Karate. Jakarta: PT. Alex Medika Komputindo
Kelompok Gramedia.
Sumarjo. (2005). National Journal of Physical Education and Sport Science.
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga.
Syaranamual. (2001). Konsep dasar pelatihan conditioning dalam olahraga.
Ambon: Universitas Patimura.
Tessa. (2009). Pengaruh latihan fisik terprogram terhadap perubahan waktu reaksi
tangan pada siswi sekolah bola voli tugu muda semarang usia 9-12 tahun.
Semarang: FK UNDIP.
Tohar. (1992). Olahraga Pilihan Bulutangkis. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek pembinaan
Tenaga Kependidikan.
Wibom, Hultman, Johansson, Matherei, dan Constantin. (2010). Adaptation of
mitochondrial ATP production in human skeletal muscle to endurance
training and detraining. Journal of Applied Physiology.
Yunus. (1992). Olahraga Pilihan Bola Voli. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan
Tenaga Kependidikan.
Zoladz. JA dkk. (2005). Capillary density and capillay-to fiber ratio in vastus
lateralis muscle of untrained and trained men. Folia histochem cytobiol.
Tabel 1 Deskripsi responden berdasarkan Variabel Umur, IMT, Kekuatan dan Ketahanan Otot Taruna ATKP Makassar
Variabel Penelitian Min Med Maks X±SD
Umur (tahun)IMT -Sebelum P2ST -Setelah P2ST
Kekuatan otot (Pull dynamometer) -Sebelum P2ST -Setelah P2ST
Kekuatan otot (Push dynamometer) -Sebelum P2ST -Setelah P2ST
Ketahanan otot -Sebelum P2ST -Setelah P2ST
17
15,2316,23
1012
613
2140
18
19,619,95
2126
2128
3961
22
29,7624,8
3640
4350,5
7796
18,39±1,05
20,00±2,7320,05±1,70
21,84±5,0526,28±6,36
21,16±7,2527,02±7,67
39,12±1,1263,56±1,32
Keterangan: IMT=Indeks Massa Tubuh; P2ST=Program Pra Studi Taruna; min=nilai minimum; med= nilai median; maks=nilai maksimum; X=Mean;SD=standar deviasi;
Tabel 2 Distribusi subyek berdasarkan kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) Sebelum dan setelah P2ST pada Taruna ATKP Makassar
Waktu pengamatan
Kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT)
Underweight(%)
Normal(%)
Overweight(%)
Obese(%)
n (%)
Sebelum P2ST 36 (48) 35 (46.7) 3 (4) 1 (1.3) 75 (100)
Setelah P2ST 27 (36) 48 (64) - - 75 (100)
Keterangan: P2ST= Program Pra Studi Taruna; IMT= Indeks Massa Tubuh; n= jumlah subjek penelitian: %=persen.
Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan kriteria Kekuatan otot Taruna ATKP Makassar sebelum dan sesudah P2ST
Kategori
Pull Dynamometer Push Dynamometer
Sebelum P2ST Setelah P2ST Sebelum P2ST Setelah P2ST
n % n % n % n %
Baik sekaliBaikSedang
0042
0056
0059
00
78,7
0434
05,3345,33
1747
1,339,3362,67
KurangKurang sekali
294
38,75,3
142
18,72,6
343
45,334
200
26,670
Ket: P2ST= Program Pra Studi Taruna; n= jumlah subjek penelitianTabel 4 Distribusi responden berdasarkan kriteria Ketahanan Otot Taruna
ATKP Makassar sebelum dan sesudah P2ST
Kategori
Ketahanan Otot
Sebelum P2ST Setelah P2ST
n % n %
Baik sekaliBaikCukupKurangKurang sekali
61823280
825,3329,3337,33
0
517400
73,3325,331,33
00
Ket: P2ST= Program Pra Studi Taruna; n= jumlah subjek penelitian
Tabel 5. Hubungan Kekuatan otot Berdasarkan Kriteria Pull dynamometer, Sebelum dan Setelah P2ST
Waktu Pengamatan
Setelah P2ST
TotalPaired T TestKurang
sekaliKurang Sedang
Sebelum P2ST
Kurang sekaliKurangSedang
020
2111
21641
42942
p=0,000
2 14 59 75
Keterangan: *Uji Marginal Homogeneity; P2ST= Program Pra Studi Taruna; n=jumlah subyek
Tabel 6 Hubungan Kekuatan otot Berdasarkan Kriteria Push dynamometer, Sebelum dan Setelah P2ST
Waktu Pengamatan
Setelah P2ST
TotalPaired T TestKurang Sedang Baik Baik
sekali
Sebelum P2ST Kurang sekaliKurangSedangBaik
21710
117290
0043
0001
334344
p=0,000
20 47 7 1 75
Keterangan: *Uji Marginal Homogeneity; P2ST= Program Pra Studi Taruna; n=jumlah subyek
Tabel 7 Hubungan Ketahanan otot Berdasarkan Kriteria Tes Push up , Sebelum dan Setelah P2ST
Waktu Pengamatan
Setelah P2ST
TotalPaired T TestCukup Baik Baik
sekali
Sebelum P2ST
Kurang CukupBaikBaik sekali
3100
8441
1718145
2823186
p=0,000
4 17 54 75
Keterangan: *Uji Marginal Homogeneity; P2ST= Program Pra Studi Taruna; n=jumlah subyek
Tabel 8 Pengaruh P2ST terhadap kekuatan otot pada calon Taruna ATKP Makassar
VariabelX±SD (kg) ∆
Paired t testSebelum P2ST Setelah P2ST
Kekuatan otot (Pull dynamometer)Kekuatan otot (Push dynamometer)
21,84±5,0521,16±7,25
26,28±6,3627,02±7,67
4,445,86
p=0,000p=0,000
Keterangan: P2ST=Program Pra Studi Taruna X=mean; SD=standar deviasi; ∆= Perubahan Kekuatan otot
Tabel 9 Pengaruh P2ST terhadap ketahanan otot pada calon Taruna ATKP Makassar
VariabelX±SD ∆
Paired t testSebelum P2ST Setelah P2ST
Ketahanan otot 39,12±11,2 63,56±13,2 24,44 p=0,000
Keterangan: P2ST=Program Pra Studi Taruna X=mean; SD=standar deviasi; ∆= Perubahan Ketahanan otot
Tabel 10 Pengaruh Olahraga pilihan terhadap peningkatan kekuatan otot (Pull Dynamometer) pada Taruna ATKP Makassar
Olahraga Pilihan Minimum Median Maksimum X Paired t test
1. Volly Sebelum P2ST Sesudah P2ST
2. Basket Sebelum P2ST Sesudah P2ST
3. Bulutangkis Sebelum P2ST Sesudah P2ST
4. Sepakbola Sebelum P2ST Sesudah P2ST
5. Takraw Sebelum P2ST Sesudah P2ST
1315,5
1319
1220
1014
1512
2225,5
20,7524,5
2430,5
2125,25
20,528
3637
2429
2939
3240
27,533
22,58±5,9025,91±6,25
19,68±3,3923,93±3,72
22,42±6,2630,21±5,69
21,82±4,9326,65±6,84
21,95±4,6325±6,74
p=0,005
p=0,002
p=0,014
p=0,000
p=0,038
Keterangan: P2ST=Program Pra Studi Taruna; X=mean: SD=standar deviasi
Tabel 11 Pengaruh Olahraga pilihan terhadap peningkatan kekuatan otot (Push Dynamometer) pada Taruna ATKP Makassar
Olahraga Pilihan Minimum Median Maksimum X Paired t test
1. Volly Sebelum P2ST Setelah P2ST
2. Basket Sebelum P2ST Setelah P2ST
3. Bulutangkis Sebelum P2ST Setelah P2ST
4. Sepakbola Sebelum P2ST Setelah P2ST
5. Takraw Sebelum P2ST Setelah P2ST
614
10,515
16,519
613
1117
2326
20,525
2028
20,528,75
2027,5
3950,5
2834
3940
4344
2431
22,70±9,4327,97±9,50
20,18±5,7125,12±7,33
23,07±7,4528,85±7,28
20,95±7,1527,42±7,59
18,86±4,3324,59±5,43
p=0,001
p=0,005
p=0,037
p=0,000
p=0,001
Keterangan: P2ST=Program Pra Studi Taruna; X=Mean; SD=standar deviasi
Tabel 12 Pengaruh Olahraga pilihan terhadap peningkatan ketahanan otot pada Taruna ATKP Makassar
Olahraga Pilihan Minimum Median Maksimum X±SD Paired t test
1. Volly Sebelum P2ST Sesudah P2ST
2. Basket Sebelum P2ST Sesudah P2ST
3. Bulutangkis Sebelum P2ST Sesudah P2ST
4. Sepakbola Sebelum P2ST Sesudah P2ST
5. Takraw Sebelum P2ST Sesudah P2ST
2150
2150
4053
2243
2640
3360
37,557,5
5170
37,561,5
3660
5296
5080
7780
6090
6490
36,76±9,17 67,05±1,49
35,25±1,0460,50±1,15
52,42±1,2668,57±1,00
38,96±1,0562,43±1,28
37,54±1,1460,45±1,45
0,000
0,000
0,020
0,000
0,000
Keterangan: P2ST=Program Pra Studi Taruna; X=Mean; SD=standar deviasi