Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
1
Pemanfaatan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) Yang
Difermentasi Rhyzopus sp. Dalam Pakan Buatan Terhadap
Pertumbuhan Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus)
Anita Septia Nores*1), Indra Suharman2), Adelina2)
1Mahasiswa Jaurusan Budidaya Perairan, Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan
dan Kelautan, Universitas Riau 2Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
e-mail: *[email protected],
Abstrak
Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan air
tawar yang potensial untuk dikembangkan. Penelitian ini dilakukan selama 56 hari. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung kedelai dengan fermentasi tepung
daun kelor (Moringa oleifera) menggunakan Rhyzopus sp. dalam pakan terhadap pertumbuhan
benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus). Metode yang digunakan adalah metode
eksperimen yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 taraf perlakuan dan 3
kali ulangan sehingga dibutuhkan 15 kali unit percobaan dengan perlakuan P0 (TK 100% :
FTDK 0%), P1 (TK 75% : FTDK 25%), P2 (TK 50% : FTDK 50%), P3 (25% : FTDK 75%), P4
(TK 0% : FTDK 100%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penggunaan tepung
kedelai dengan FTDK yan berbeda dalam pakan buatan memberikann pengaruh nyata (P
<0,05) terhadap efisiensi pakan, retensi protein, dan laju pertumbuhan spesifik. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa substitusi tepung kedelai dengan FTDK sebesar 75% memberikan hasil
terbaik terhadap efisiensi pakan, retensi protein, laju pertumbuhan spesifik, dan
kelulushidupan..
Kata kunci: daun kelor, fermentasi, ikan patin siam, pakan, Rhyzopus sp
Abstract Siamese catfish (Pangasius hypophthalmus) is a freshwater fish commodity that
potential to be developed. This research was conducted for 56 days. This study aims to
determine the effect of substitution of soybean meal (SBM) by fermentation of Moringa leaf
meal (Moringa oleifera) using Rhyzopus sp.0(MLMF). In diets on the growth of Siamese catfish
(Pangasius hypophthalmus) seeds. The method used was an experimental method, namely a
one-factor completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 3 replications with
treatment P0 (SBM 100% : MLMF 0%), P1 (SBM 75%: MLMF 25 %), P2 (SBM 50% : MLMF
50%), P3 (SBM 25% : MLMF 75%), P4 (SBM 0% : MLMF 100%). The results showed that the
percentage of SBM substitution with different MLMF in diets significaly effect (P <0,05) on feed
efficiency and growth. Based on the results of this study, it was concluded that up 75% of SBM
protein can be substituted by MLMF in increasing growth performance and feed efficiency of
Pangasius hypophthalmus.
Keywords: Diet, Fermentation, Moringa leaves, P. hypophthalmus, Rhyzopus sp
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
2
1. PENDAHULUAN
Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan
konsumsi air tawar yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini dapat dibuktikan
dengan produksi ikan patin siam tahun 2015 sebesar 339.069 ton dan meningkat
menjadi 437.110 ton pada tahun 2016 (KKP 2016). Ikan patin siam mempunyai
beberapa keunggulan yang menyebabkan banyak diminati oleh para pembudidaya
(Muslim et al.,2009).
Dalam kegiatan budidaya, pakan merupakan unsur penting dalam suatu kegiatan
usaha budidaya perikanan, Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan pada
bahan baku impor adalah penggunaan bahan pakan lokal yang berkualitas, harga relatif
murah, ketersediannya berkesinambungan dan tidak bersaing dengan manusia seperti
daun kelor. Tanaman kelor adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan
mempunyai banyak manfaat diantaranya dikonsumsi sebagai sayuran, obat-obatan,
penjernih air selain itu, daun kelor dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dalam pakan
ikan (Simbolan et al., 2007). Daun kelor dalam bentuk tepung memiliki kandungan
protein yang tinggi sekitar 27,1%, serat kasar 19,12 % dan lemak 2,3% (Fuglie, 1999
dalam Aminah et al., 2015). Penggunaan daun kelor sebagai bahan pakan ikan masih
terbatas karena memiliki memiliki serat kasar yang tinggi. Untuk menurunkan serat
kasar perlu dilakukan proses fermentasi.
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik
melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010).
Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rhyzopus sp . Rhyzopus sp.
merupakan salah satu kelompok kapang yang digunakan sebagai fermentor untuk
menurunkan serat kasar. Rhyzopus sp. banyak dikenal di Indonesia karena mudah
didapat banyak, harga terjangkau dan memerlukan waktu yang sedikit untuk proses
fermentasinya (Mulyati, 2003). Menurut Sari (2016) bahwa penggunaan Rhyzopus sp.
sebagai fermentor dalam fermentasi tepung kiambang mampu meningkatkan kadar
protein dari 20,40% menjadi 21,73% dan menurunkan serat kasar dari 38,52% menjadi
30,32%. Berdasarkan uraian diatas, penulis melakukan penelitian tentang pemanfaatan
pemberian tepung daun kelor yang difermentasi dengan Rhyzopus sp. dalam pakan
buatan terhadap pertumbuhan benih ikan patin siam (P. hypophthalmus).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2019 - September 2019 yang
bertempat di Balai Benih Ikan, Sei Tibun, Kabupaten Kampar, Pekanbaru. Persiapan
bahan pakan dan pembuatan pakan uji dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ikan
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau. Analisis uji proksimat pakan
dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan patin
siam sebanyak 525 ekor dengan panjang rata-rata 5-6 cm dan berat rata-rata ± 0.80 gram. Wadah yang digunakan yaitu berupa keramba yang terbuat dari jaring kasa
dengan ukuran 1 m3 sebanyak 15 unit dengan kedalaman air 80 cm. Setiap keramba
diisi benih ikan patin siam sebanyak 25 ekor/m3.
Sedangkan wadah yang digunakan untuk mengukur kecernaan pakan yaitu
berupa akuarium berukuran 60 x 40 x 40 cm3 sebanyak 10 akuarium dan setiap
akuarium diisi 15 ekor benih ikan patin siam. Pakan uji terdiri dari 5 perlakuan yaitu
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
3
substitusi tepung kedelai dengan tepung fermentasi daun kelor sebesar 0 %, 25%, 50%,
75%dan 100% dengan kadar protein 34%. Bahan-bahan pakan untuk pembuat pelet
adalah fermentasi daun kelor, tepung kedelai, tepung ikan, tepung terigu dan dedak.
Bahan pelengkap ditambahkan vitamin mix. Adapun alat yang digunakan yaitu : Alat
tulis, baskom, blender, DO meter, Kamera, indikator pH, pencetak pelt, saringan,
sendok kayu, serokan, thermometer, timbangan analitik, kantong plastik, keramba,
dandang, kompor, akuarium, nampan, mesin penepung.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 taraf perlakuan
dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:
P0 = 100% Tepung Kedelai + 0% Fermentasi Tepung Daun Kelor
P1 = 75% Tepung Kedelai + 25% Fermentasi Tepung Daun Kelor
P2 = 50% Tepung Kedelai + 50% Fermentasi Tepung Daun Kelor
P3 = 25% Tepung Kedelai + 75% Fermentasi Tepung Daun Kelor
P4 = 0% Tepung Kedelai + 100% Fermentasi Tepung Daun Kelor
Adapun hasil analisa proksimat dari tepung daun kelor sebelum dan sesudah
difermentasi menggunakanRhyzhopus sp. dapat dilihat pada Tabel 1..
Tabel 1. Analisa proksimat dari tepung daun Kelor (Moringa oleifera) sebelum
dan sesudah di fermentasi menggunakan Rhyzhopus sp.
No Komposisi nutrisi
(% kering)
Tepung daun kelor (%)
Sebelum fermentasi Sesudah fermentasi
1 Protein 29,24 29,91
2 Serat Kasar 26,46 10,04
Pelet yang dibuat, sebelumnya ditentukan formulasi dan komposisi masing-
masing bahan sesuai dengan kebutuhan protein yang diharapkan. Komposisi dari
masing-masing bahan pakan uji dan kandungan gizi pakan yang diformulasikan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Pakan Uji Pada Setiap Perlakuan
Bahan Protein Bahan Perlakuan (% TK : % FTDK)
P0
(100:0)
P1
(75:25)
P2
(50:50)
P3
(25:75)
P4
(0:100)
T. Ikan 50 41 42 43 45.2 46,8
FTDK 29 0 8,8 17,5 26,3 35
T. K 35 35 26,3 17,5 8,8 0
T. Terigu 12 6 9 4 7 6
Dedak 12 12 8 12 7 6
Vit Mix 0 2 2 2 2 2
Min Mix 0 2 2 2 2 2
M. Ikan
Jumlah
0
100
2
100
2
100
2
100
2
100
2
100
Hasil Proksimat Pakan Uji
Protein (%) 33,02 33,45 33,12 34,28 33,23
Lemak (%) 5,97 5,64 5,79 5,42 4,38
Air (%) 9,22 9,13 8,79 8,41 9,44
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
4
Abu (%) 10,23 11,18 10,42 10,26 12,65
Serat Kasar (%) 6,15 6,72 6,61 6,18 7,14
BETN (%) 35,41 33,88 35,27 34,45 33,16
Total Energi (kkal DE/g) 252,45 247,45 250,99 252,50 234,68
C/P (kkal DE/g) 7,64 7,39 7,57 7,36 7,06
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Ikan IPB
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah :
Kecernaan Pakan
KP = (1 - a/a') ×100
Dimana : KP = Kecernaan Pakan ;
a = % Cr2O3 dalam pakan (%),
a’ = % Cr2O3 dalam feses (%)
KecernaanProtein
K.Prot = 1 – (a/a^' × b^'/b)×100
Dimana : K. Prot = Kecernaan protein (%)
a = Protein dalam pakan (%)
a’ = Protein dalam feses (%)
b = Kadar Cr2O3 dalam pakan (%)
b’ = Kadar Cr2O3 dalam feses (%)
Retensi Protein
RP = (Pertambahan bobot protein tubuh (g))/(Bobot total protein yang dikonsumsi
(g)) x 100%
Dimana : RP = Retensi Protein (%)
Efisiensi Pakan
EP =((Bt+Bd)-Bo)/F x 100%
Dimana : EP = Efisiensi Pakan (%/hari);
Bt = Bobot biomassa ikan pada akhir penelitian (g);
Bo = Bobot biomassa ikan pada awal penelitian (g);
Bd = Bobot biomassa ikan yang mati selama penelitian (g);
F = Jumlah pakan yang dikonsumsi ikan selama penelitian (g)
Laju Pertumbuhan Spesifik
LPS =((Ln Wt – Ln Wo))/t x 100%
Dimana: LPS = Persentase laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
t = Lama penelitian (hari)
Tingkat Kelulushidupan SR =Nt/( No) x 100%
Dimana: SR = Kelulushidupan (%);
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan Pakan dan Kecernaan Protein
Data mengenai perhitungan kecernaan pakan dan kecernaan protein benih ikan
patin siam (P. hypophthalmus) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kecernaan Pakan dan Kecernaan Protein (%) Benih Ikan Patin Siam (P.
hypophthalmus) Pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian
Perlakuan
(% TK : FTDK%)
Kecernaan
pakan (%)
Kecernaan
Protein (%)
P0 (100:0) 64,8 76,8
P1 (75:25) 66 78,8
P2 (50:50) 72,9 81,4
P3 (25:75) 73,7 83,6
P4 (0:100) 66,7 78
Keterangan : TK = Tepung Kedelai, FTDK = Fermentasi Tepung Daun Kelor
Kecernaan pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yang menandakan bahwa
pakan yang diberikan mampu dicerna serta diserap baik oleh ikan patin siam.
Kemampuan cerna ikan terhadap bahan baku pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu suhu air, jenis pakan, ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi
pemberian pakan, sifat fisika dan kimia pakan (NRC 1993). Menurut Handajani (2008)
nilai nutrien yang diserap tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kualitas pakan
dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Meningkatnya kandungan protein pada pakan
berakibat meningkatnya kebutuhan energi untuk metabolism protein.
Kemampuan cerna ikan terhadap bahan baku pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu suhu air, jenis pakan, ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi
pemberian pakan, sifat fisika dan kimia pakan (NRC 1993). Secara keselurahan kisaran
nilai kecernaan pakan pada penelitian ini mendapatkan hasil terbaik yaitu 73,7% dan
kecernaan protein 83,6%, hal ini disebabkan pakan yang diberikan memiliki nilai
protein yang sesuai dengan kebutuhan benih ikan patin siam dan dapat dicerna dengan
baik sehingga protein dalam pakan dapat dimanfaatkan dengan baik. Apabila kualitas
pakan baik dan konsumsi dalam jumlah banyak maka akan semakin banyak nutrien
yang diserap oleh pencernaan ikan. Menurut Andriani (2018) semakin tinggi kecernaan
pakan maka semakin besar protein yang dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk
pertumbuhan.
Efisiensi Pakan
Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata efisiensi pakan ikan patin
siamseperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Efisiensi pakan (%) Benih Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) Pada
Setiap Pelakuan Selama Penelitian
Ulangan
Perlakuan (%TK : FTDK%)
P0
(100 : 0)
P1
(75 : 25)
P2
(50 : 50)
P3
(25 : 75)
P4
(0 : 100)
1 26,76 27,82 30,26 32,67 26,93
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
6
2 27,00 27,49 31,31 34,06 30,04
3 27,73 27,38 28,80 30,61 28,88
Jumlah 81,49 82,69 90,38 97,35 85,84
Rata-rata 27,16±0,49a 27,56±0,2a 30,12±1,2a 32,45±1,7b 28,61±1,5a
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan rata-rata ± standar deviasi, huruf yang berbeda pada baris
yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan
Tingginya nilai efisiensi pakan pada P3 menunjukkan bahwa pakan yang
diberikan memiliki kualitas yang baik. Semakin baik kualitas suatu pakan maka
semakin tinggi nilai efisiensi pakan yang dihasilkan. Kualitas pakan ikan ditentukan
oleh sumber dan komposisi bahan, daya cerna bahan, serta jumlah dan seimbangnya
berbagai asam amino. Semakin tinggi nilai kecernaan pakan maka semakin efisien
pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunadi et al., (2010) bahwa kecernaan pakan
merupakan salah satu indikator yang menentukan nilai efisiensi pakan.
Untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan maka dalam
memformulasikan pakan perlu mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dari spesies ikan
yang akan dipelihara, diantaranya adalah kebutuhan energi, protein, karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral (Watanabe 1998 dalam Raudah 2017). Nilai efiensi pakan yang
tinggi menunjukkan bahwa pakan yang diberikan dapat dicerna dan dimanfaatkan
dengan baik oleh ikan sehingga bobot tubuh yang dihasilkan menjadi meningkat, hal ini
sejalan dengan pendapat Afrianto (2009) bahwa pakan yang mudah dicerna akan lebih
efisien dimanfaatkan oleh ikan karena nutrisi pakan akan mudah diserap oleh tubuh
Faktor penting penentu pertumbuhan dan efisiensi pemanfaaatan pakan adalah
jenis dan komposisi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan sehingga meningkatkan
daya cerna pakan dan protein. Menurut Djariah (1995) dalam Hariyadi et al., (2005),
menyatakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi pakan adalah jenis
sumber nutrisi dan jumlah dari tiap-tiap komponen sumber nutrisi dalam pakan tersebut.
Untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan maka dalam memformulasikan pakan
perlu mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dari spesies ikan yang akan dipelihara,
diantaranya adalah kebutuhan energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral
(Watanabe 1998 dalam Raudah 2017). Pakan tanpa campuran enzim memiliki nilai
efisiensi yang rendah, semakin kecil nilai efisiensi pakan maka ikan tidak efisien dalam
memanfaatkan pakan atau dapat dikatakan boros dalam memanfaatkan pakan tersebut
(Widyanti,2009).
Dari hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan adanya pengaruh pemberian
tepung daun kelor difermentasi menggunakan Rhyzopus sp. dalam pakan benih ikan
patin siam terhadap efisiensi pakan (P<0,05) sehingga dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui bahwa efisiensi pakan P3 berbeda nyata terhadap P0 P1, P4 dan P2.
Retensi Protein
Data hasil perhitungan retensi protein ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus)
pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Retensi Protein (%) Benih Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
PadaSetiap Perlakuan Selama Penelitian
Ulangan
Perlakuan (%TK : FTDK%)
P0 P1 P2 P3 P4
1 22,67 24,54 26,48 27,55 23,55
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
7
2 22,62 22,66 26,24 27,95 24,74
3 23,34 24,06 25,28 25,94 23,42
Jumlah 68,63 71,26 78,00 81,44 71,72
Rata-rata 22,87±0,40a 23,75±0,98a 26±0,62b 27,14±1,05b 23,90±0,73a
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan rata-rata ± standar deviasi, huruf yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan
Tingginya nilai retensi protein pada P3 dibandingkan dengan perlakuan lainnya
disebabkan karena pakan pada perlakuan ini lebih mudah dimanfaatkan dan dapat
dicerna dengan baik oleh ikan patinsiam, hal ini dapat dilihat dari nilai kecernaan
protein dan efisiensi pakan yang tertinggi pada P3. Semakin banyak protein yang dapat
dicerna dan dimanfaatkan ikan, maka semakin banyak protein yang disimpan dalam
tubuh ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwarsito dan Anggoro (2005) bahwa
makanan yang telah difermentasi memiliki nilai gizi dan daya cerna yang lebih tinggi
sehingga memungkinkan diserap oleh tubuh lebih banyak dan energi yang tersedia
dalam tubuh ikan akan lebih tinggi, serta memiliki bau yang khas. Nilai retensi protein
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : kandungan protein dalam pakan, keseimbangan
asam amino dan resiko energi pakan, nilai retensi akan berpengaruh terhadap bobot ikan
yang berkaitan dengan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan (Pohlenz et al., 2012)
Buwono (2000) menyatakan retensi protein merupakan gambaran dari
banyaknya protein yang diberikan, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk
membangun dan menambah protein tubuh ataupun memperbaiki sel-sel tubuh yang
sudah rusak. Sesuai dengan pendapat Haetami (2007) pakan yang mempunyai
keseimbangan energi protein yang tepat dengan pemberian pakan yang tepat akan
menghasilkan pertumbuhan dan konversi pakan yang baik. Nilai retensi protein
dipengaruhi oleh kemampuan ikan untuk memanfaatkan protein secara optimal yang
diperoleh dari protein pakan. Apabila pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
baik maka kecernaan akan tinggi dan akan tinggi pula retensi protein ikan uji. Hal ini
berhubungan dengan komposisi pakan uji yang diberikan pakan ikan. Hasil retensi
protein yang didapat selama penelitian berkisar 22,87%- 27, 14% termasuk tinggi jika
dibandingkan dengan kurniawan (2017) yang memperoleh rata-rata retensi protein
14,56% - 15,82% pada pemanfaatan tepung daun kelor difermentasi terhadap ikan
gurami, dan Raudah (2017) memperoleh rata-rata retensi protein 12,82%-20,43% pada
pemanfaatan tepung daun lamtoro gung terhadap pertumbuhan benih ikan patin siam.
Dari hasil uji analisis variansi (ANAVA) menunjukkan adanya pengaruh
pemberian fermentasi tepung daun kelor dengan menggunakan Rhyzopus sp.dalam
pakan terhadap retensi protein (P<0,05), sehingga dilakukan uji lanjut untuk mengetahui
pengaruh antar perlakuan. Hasil uji lanjut Student Newman Keuls yang menunjukkan
bahwa P3 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya.
Laju Pertumbuhan Spesifik
Perubahan bobot rata-rata individu ikan uji pada setiap perlakuan selama
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Individu Ikan Patin Siam
Pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
8
0
10
20
30
40
50
0 14 28 42 56
Pe
rta
mb
ah
an
Bo
bo
t Ik
an
Pa
tin
(g)
Hari Pengamatan
P0
P1
P2
P3
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa P3 memiliki pertumbuhan lebih tinggi dari
pada perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena benih ikan patin lebih menyukai
pakan yang menggunakan tepung daun kelor yang difermentasi dan juga merupakan
komposisi yang pas untuk menunjang pertumbuhan benih ikan patin siam. Hal ini juga
dibuktikan dengan tingginya retensi protein pada ikan di perlakuan P3, dan
mengakibatkan pertumbuhan ikan juga semakin cepat serta energi pakan yang diberikan
pada ikan patin cukup sehingga kebutuhan energi untuk metabolisme cukup dan dapat
digunakan untuk tumbuh. Selanjutnya hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan
spesifik benih ikan patin siam yang telah diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Individu Ikan Patin Siam Pada Setiap
Perlakuan Selama Penelitian
Ulangan
Perlakuan (%TK :FTDK%)
P0 P1 P2 P3 P4
1 2,12 2,36 2,87 3,13 2,67
2 2,12 2,29 2,83 3,11 2,62
3 2,12 2,41 2,80 3,01 2,60
Jumlah 6,36 7,05 8,49 9,25 7,89
Rata-rata 2,12±0,00a 2,35±0,06b 2,83±0,03d 3,08±0,06e 2,63±0,04c
Dari Tabel 6 dapat dilihat rata-rata laju pertumbuhan spesifik ikan uji yang
dipelihara selama penelitian berkisar 2,12% - 3,08%. Rata-rata laju pertumbuhan
spesifik tertinggi terdapat pada P3 (25% tepung kedelai dan 75% fermentasi tepung
daun kelor) yaitu sebesar 3,08%, sedangkan laju pertumbuhan spesifik terendah terdapat
pada P0 (tanpa penambahan fermentasi tepung daun kelor) yaitu sebesar 2,12%. Hal ini
diduga karena kebutuhan nutrisi ikan kurang tercukupi sehingga menghambat
pertumbuhan ikan. Pertumbuhan benih ikan patin siam yang diberi pakan yang
mengandung fermentasi tepung daun kelor lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan
yang diberi pakan tanpa fermentasi tepung daun kelor. Berdasarkan analisa variansi
(ANAVA) (Lampiran 19), penggunaan fermentasi tepung daun kelor yang digunakan
dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik.
Nilai efisiensi pakan dan retensi protein yang tinggi terdapat pada perlakuan P3
menunjukkan bahwa ikan mampu memanfaatkan pakan dengan lebih baik untuk
pertumbuhan. Protein merupakan nutrien yang paling berpengaruh untuk dapat memacu
pertumbuhan ikan. Karena apabila pakan yang diberikan mempunyai nilai nutrisi yang
baik, maka dapat mempercepat laju pertumbuhan ikan. Zat –zat nutrisi yang dibutuhkan
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
9
ikan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Handajani dan Widodo
2010). Proses fermentasi dapat merubah substrat bahan tumbuhan yang sulit dicerna
menjadi mudah dicerna. Menurut Adelina et al.,(2009) yang menyatakan fermentasi
merupakan suatu proses meningkatkan daya cerna karena bahan yang telah difermentasi
dapat mengubah substrat bahan tumbuhan yang susah dicerna menjadi protein sel
tunggal. Laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini termasuk tinggi bila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Karina et al., (2015) dengan
pemanfaatan fermentasi tepung daun kelor terhadap pertumbuhan benih ikan nila
menghasilkan laju pertumbuhan spesifik tertinggi yaitu 1.45%, dan penelitian Shafitri
(2019) dengan pemanfaatan tepung daun sente terhadap pertumbuhan benih ikan patin
menghasilkan laju pertumbuhan spesifik tertinggi 2,69%.
Kelulushidupan Ikan Patin Siam
Kelulushidupan ikan uji diamati setiap 14 hari (Lampiran 21), untuk mengetahui
perbandingan tingkat kelulushidupan dari setiap perlakuan diperoleh melalui
perhitungan dari jumlah ikan yang hidup dari awal pengamatan sampai akhir
pengamatan.Adapun data hasil perhitungan kelulushidupan ikan patin siam(P.
hypopthalmus) dari setiap perlakuan dinyatakan dalam bentuk persentase dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Kelulushidupan (%) Benih Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Ulangan
Perlakuan (%TK :FTDK%)
P0 P1 P2 P3 P4
1 96 100 100 100 100
2 96 92 96 96 96
3 96 100 100 100 96
Jumlah 288 292 296 296 292
Rata-rata 96±0,00 97,33±4,62 98,66±2,31 98,66±2,31 97,33±2,31
Tingginya angka kelulushidupan ikan patin siam (P.hypophthalmus)
menunjukkan bahwa ikan dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan
diduga pakan yang diberikan memiliki komponen bahan penyusun yang sesuai dengan
kebutuhan ikan patin siam yang akan mempermudah dalam proses metabolisme dan
penyerapan nutrisinya.Selain itu kualitas air yang bagus dan sesuai dengan daya
adaptasi ikan patin siam juga sangat mendukung kelangsungan hidup ikan patin siam.
Air sebagai media hidup ikan harus memiliki sifat yang cocok bagi kehidupan ikan,
karena kualitas air dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mahluk hidup di
air (Djatmika 1986) dalam Shafitri, 2019).
Kualitas air merupakan faktor pembatas terhadap jenis biota yang dibudidayakan
di suatu perairan (Kordi dan Tancung, 2007). Terjadinya kematian pada ikan
disebabkan karena kegagalan ikan dalam beradaptasi dengan wadah pemeliharaan,serta
disebabkan karena kesalahan dalam penangan pada saat proses sampling. Ikan patin
siam yang memiliki tulang pada sirip dada atau disebut juga dengan patil yang
menempel pada jaring karamba, ketidak hati-hatian dalam melepaskan patil menjadi
patah dan luka pada sirip dada ikan patin,kemudian diserang oleh parasit dan jamur
sehingga menyebabkan beberapa ikan mengalami kematian.dan adanya predator berupa
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
10
ikan-ikan besar dan biawak yang masuk kedalam karamba juga menyebabkan angka
mortalitas meningkat.
Tingkat kelulushidupan dari setiap perlakuan tidak berbeda jauh, hal ini diduga
bahwa pakan uji yang diberikan mengandung fermentasi tepung daun kelor maupun
yang tidak mengandung fermentasi tepung daun kelor memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan benih ikan patin, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap tingkat kelulushidupan.
Berdasarkan hasil uji analisi variansi (ANAVA) penggunaan fermentasi tepung
daun kelor dengan menggunakan Rhyzopus sp. dalam pakan tidak berpengaruh nyata
terhadap kelulushidupan benih ikan patin siam dengan nilai probabilitas P>0,05
KUALITAS AIR
Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini yaitu, suhu, derajat
keasaman (pH) dan oksigen terlarut (DO). Data hasil pengukuran dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian
Parameter Kisaran
Awal Pertengahan Akhir Baku Mutu
Suhu (0C) 29,6-31 28,9-31 28,5-32 25-37
pH 5,5-6 5,5-6 5-6 5-7
DO (mg/l) 5,5-6,4 5,2-6,2 5,5-6,6 5-7
Dari hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan selama penelitian, terlihat
bahwa parameter yang diukur masih dalam kisaran yang baik bagi pertumbuhan ikan.
Suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ikan yang
dibudidaya, menurut Kordi (2010) dalam Raudah (2017) bahwa kisaran suhu yang
optimal bagi kehidupan ikan patin siam adalah 25 – 330C. Dari hasil pengukuran yang
terlihat pada Tabel 8 kisaran suhu pada saat penelitian yaitu 28,5-32, hal ini
menunjukkan bahwa keadaan suhu air selama kegiatan pemeliharaan masih dibatas
optimum sehingga mampu menunjang pertumbuhan ikan. Menurut Khairuman dan
Amri (2008) perubahan temperatur yang sangat drastis dapat mengganggu laju
respirasi.Selain itu, temperature yang tinggi dapat menyebabkan stress pada ikan.
Hasil derajat keasaman power hydrogen (pH) yang dilakukan selama penelitian
yaitu berkisar 5-6. Hasil ini sudah termasuk baik karena menurut Boyd (1979) kisaran
derajat keasaman (pH) yang baik untuk kehidupan ikan berkisar antara 5,4-8,6. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Tang (2003) yang menyatakan kualitas air yang baik untuk
pertumbuhan benih ikan pH 4-11, suhu 20-400C, Oksigen terlarut 1-9 ppm, dan
alkalinitas ≥16 ppm.
Kandungan oksigen (DO) terlarut yang optimal didalam air sangat dibutuhkan
ikan karena kandungan oksigen terlarut yang rendah dapat menyebabkan nafsu makan
ikan menurun, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan.
Berdasarkan Tabel 11 kisaran DO pada penelitian yaitu 5,2-6,5, kisaran ini masih baik
dan optimum, menurut Wardoyo dan Muchsin (1990) dalam Raudah (2017) agar
kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil, maka kandungan oksigen
terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm.
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
11
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penggunaan pemanfaatan fermentasi tepung daun kelor dengan menggunakanRhyzopus
sp.dalam pakan dapat meningkatkan retensi protein, laju pertumbuhan spesifik dan
kelulushidupan ikan. Substitusi P3 tepung kedelai 25% dengan fermentasi tepung daun
kelor sebanyak 75% memberikan hasil paling tinggi untuk meningkatkanefisiensi pakan
(32,45%), retensi protein (27,15%), laju pertumbuhan spesifik (3,08%) dan
kelulushidupan ikan
DAFTAR PUSTAKA
Adelina dan I. Boer. 2009. Penggantian Tepung Ikan Dengan Tepung Bekicot (Achatina
fulica) dan Keong Mas Dalam Pakan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan
Benih Ikan Selais (Ompok hypopthalmus). Laporan Penelitian, Universitas Riau. 50
hal (tidak diterbitkan).
Afrianto, Edan Liviawaty, E. 2009.Pakan Ikan.Edisi ke 5.Kanasius.Yogyakarta.
Aminah S, Ramdhan T dan Yanis M. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional
Tanaman Kelor (Moringa oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan. 5 (2) : 44 hlm
Andriani. Y. 2018. Suplemenatsi Glutamin dalam Pakan Terhadap Kecernaan Pakan
dan Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Sekolah
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 9-13.
Boyd, C.E., 1979. Water Quality In Warm Water Fish Ponds. Auburn University
Agricultur Eksperimen Station, Alabama.359 pp.
Gunadi B., Febrianti R. dan Lamanto, 2010. Keragaan kecernaan pakan tenggelam dan
terapung untuk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan dan tanpa aerasi.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 7 p.https://adoc.tips keragaan
kecernaan pakan tenggelam dan terapung untuk ikan l.html
Handajani, H. dan Widodo. 2010. Nutrisi Ikan. UMM Press. Malang. 271 hlm.
Hariyadi, B. A. Haryono dan U. Susilo 2005. Evaluasi efisiensi pakan dan efiensi
protein pakan ikan karper ( Ctenopharyngodon idella) yang diberi pakan dengan
kadar karbohidrat dan energi yang berbeda. Fakultas Biologi. Universitas
Soedirman. Purwokerto Bnyumas. Jawa Tengah.
Haetami, K., Susangka, I., Andriani, Y.2007. Kebutuhan dan Pola Makan IkanJambal
Siam dari Berbagai Tingkat Pemberian Energi Protein Pakan dan Pengaruhnya
terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi. FakultasPerikanan dan Ilmu
KelautanUniversitas Padjadjaran: Bandung. 41 Hlm.
Karina, S., M. Akbar, A. Supriatna,and Z.A. Muchlisin.2015. Replacement of Soyabean
Meal WithMoringa oleifera Leaf Meal in Formulated Diets of Tilapia (Oreochromis
niloticus) Fingerlings. AACL bioflux 8(5):790-795
Kurniawan, D. 2017. Pengaruh Pemberian Fermentasi Daun Kelor (Moringa oleifera)
dalam Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus
gourami).[skripsi].Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru .65
hlm (tidak diterbitkan).
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2016. Laporan Kinerja (LKJ) Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya tahun 2016. Jakarta (ID) : KKP
Jurnal Akuakultur SEBATIN Vol.1, No.1, Oktober 2020
ISSN: xxxx-xxxx
12
Kordi, M. G. H. K. 2009. Budidaya Perairan. Edisi 2.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
533-561 hlm.
Kordi, Tancung, A.B. (2007). Pengelolaan Kualitas air Dalam Budidaya Perairan.
Jakarta:Rineka Cipta. Hal 2,3
Khairuman, S.P & K. amri. 2005. Budidaya lele dumbo secara intensif.PT. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Muslim, M.P. Hotly dan H.Widjajanti.2009. Penggunaan Ekstrak Bawang Putih
(Allium sativum) untuk mengobati Benih Ikan Patin Siam (Pangasisus
hypopthalmus) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophylla. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 8 (1) : 91-100.
Mulyati, 2003.Pengaruh Penggunaan Bungkil Biji Karet yang Difermentasi dengan
Ragi Tempe dan Oncom Dalam Ransum Terhadap Kualitas Daging Ayam
Broiler.Tesis. Tidak Dipublikasikan. Semarang: Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro.
NRC. 1993. Nutrition and Requirement of Warmwater Fishes. National Academic of
Science. Washington, D. C. 248 hlm.
Raudah, P. 2017. Pengaruh Pemberian Fermentasi Daun Lamtoro (Leucaena
leucocephala)dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Patin
(P.hypophthalamus).[skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Riau.Pekanbaru .65 hlm (tidak diterbitkan).
Sari, Y. R. 2016. Pengaruh Pemberian Fermentasi Tepung Kiambang (Pistia stratiotes)
Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Baung (Gemibagrus nemurus).
[skripsi].Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru . (tidak
diterbitkan).
Shafitri, D.K. 2019. Pengaruh Pemanfaatan Tepung Daun Sente (Alocasia macrrhiza)
yang Difermentasi Menggunakan Aspergilus niger Dalam Pakan Terhadap
Pertumbuhan Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus). Skripsi.Fakultas
Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru 70 hal (tidak diterbitkan).
Simbolan JM, M Simbolan, N Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.
Yogyakarta: Kanisius
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Pres.
Suwarsito dan Anggoro S. 2005. Pemanfaatan Ampas Tahu Dengan Metode Fermentasi
Untuk Bahan Baku Ikan Lele. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Purwokerto.
Widyanti, W. 2009. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang
diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Sapi Pada Pakan Berbasi Daun
Lamtoro gung (Leucaena leucocephala). Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 Hlm
Wardoyo, S. dan I. Muchsin.,1990. Memantapkan Usaha Budidaya Perairan Agar
Tangguh dalam Rangka Menyongsong Era Tinggal Landas. Makalah Pada
Simposium Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Pekanbaru .29 hal. Me-L, editor: Departemen Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-
IPB. Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition Mari CultureJica Texbook The General Aquaculture
Course. Departement of Aquatic Biosiences Fisheries.University of Tokyo. 233.