Upload
ucok-nasution
View
2.007
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL KEPERAWATAN JIWA
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA
DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI
ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI
GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA
PROPINSI SUMATERA UTARA, MEDAN.
OLEH
ABSTRAK
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan
pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keluarga yang salah satu anggota keluarganya
mengalami gangguan jiwa perlu mempunyai pengetahuan tentang
gangguan jiwa. Oleh karena keluarga sering merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan menggunakan desain deskriptif
korelasional. Instrumen dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam 2 bagian yaitu
kuesioner untuk mengukur pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dan kuesioner untuk
mengukur tingkat kecemasan keluarga. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 32 keluarga dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis statistik korelasi Spearman
diperoleh nilai koefisien korelasi (ρ)= - 0.460 dan nilai signifikan (p) = 0.008 untuk hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008 karena terletak di bawah dari 0.01. Dapat
disimpulkan bahwa perlu adanya peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan dalam
1
pemberian pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan jiwa dan keperawatan
komunitas.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan
pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan
jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan
biopsikososial (Stuart & Sundeen, 1998).
Menurut hasil Studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang ditimbulkan
gangguan jiwa sangat besar, di mana terjadi global burden of disease akibat masalah kesehatan
jiwa mencapai 8,1%. Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung
(4,4%), dan malaria (2,6%) (Siswono, 2001).
Dengan melihat kondisi masalah kesehatan jiwa lebih besar angkanya dibandingkan
dengan masalah kesehatan lainnya, maka dalam laporan “Kesehatan mental: pemahaman baru,
harapan baru” oleh Brundtland (2001) melaporkan bahwa pendekatan kesehatan masyarakat
terutama keluarga dalam penanganan kesehatan mental memiliki peranan yang penting,
pemahaman keluarga menjadi hal utama dalam mendukung kesembuhan penderita gangguan
jiwa (Walujani, 2001).
Menurut Yip (2005) dalam penelitian yang dilakukannya di Cina terhadap keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, diperoleh bahwa 90% keikutsertaan
keluarg dalam pengobatan psikiatris dan rehabilitasi klien mampu mengembalikan kondisi klien
ke keadaan normal (Yip, K.S, 2005).
Berdasarkan survei pada beberapa orang dengan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa diperoleh bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan keluarga tidak aktif dalam
memberikan perhatian dan pengobatan pada penderita gangguan jiwa (Biegel et al., 1995
dikutip dari Stuart & Laraia, 2001). Ada beberapa masalah yang
teridentifikasi yang dialami oleh keluarga yaitu meningkatnya stres dan
kecemasan keluarga, sesama keluarga saling menyalahkan, kesulitan
2
pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga) dalam menerima sakit yang
diderita oleh anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dan
pengaturan sejumlah waktu dan energy keluarga dalam menjaga serta
merawat penderita gangguan jiwa dan keuangan yang akan dihabiskan pada
penderita gangguan jiwa.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam
memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarganya, juga dapat menjadi
sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat
minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun,
2005).
Dengan melihat kondisi ini peneliti ingin melakukan pengkajian yang
lebih lanjut tentang seberapa dalam pengetahuan keluarga berpengaruh
terhadap tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi klien gangguan
jiwa. Peneliti sebelumnya telah melakukan survei awal ke RS Jiwa Propsu
Medan dan di sana peneliti mendapatkan informasi bahwa belum ada
peneliti lain yang meneliti tentang penelitian ini sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan
pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa di RS Jiwa Propsu Medan.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa?
2. Bagaimana tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa?
3. Bagaimana hubungan pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan
dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
3
3. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga klien gangguan jiwa terhadap tingkat
kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Manfaat Penelitian
1. Praktik keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data
dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga klien gangguan jiwa yang
berkaitan dengan peningkatan kesembuhan klien dan sebagai peningkatan
motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan rumah.
2. Penelitian keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga
bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang
diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai program perawatan
klien gangguan jiwa beserta keluarganya.
3. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan jiwa dan
keperawatan komunitas dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada
klien dan keluarga gangguan jiwa.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
korelasional yaitu untuk mengidentifikasi pengetahuan dan tingkat
kecemasan keluarga tentang gangguan jiwa serta mengidentifikasi
hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah
Sakit Jiwa Propsu Medan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga inti yang salah satu
anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa dan rawat jalan di Poliklinik
Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
4
Penentuan jumlah sampel menggunakan derajat ketepatan () yang
besarnya 0.05
dan analisis kekuatan sebesar 80% serta effect size sebesar 50%, sehingga
didapatkan sampel sebanyak 32 orang (Polit & Hungler, 1995).
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara purposive
sampling. Teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah peneliti),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang ada
(Nursalam, 2003). Kriteria yang ditentukan untuk subyek penelitian adalah
keluarga inti yang salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa
dan bersedia menjadi responden.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu
Medan. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan sebagai
tempat penelitian karena merupakan rumah sakit jiwa pusat di Medan dan
memiliki jumlah penderita gangguan jiwa dengan anggota keluarganya
relatif banyak sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan.
Pertimbangan Etik Penelitian
Peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon
responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan
penelitian. Kemudian peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan
penelitian kepada responden. Jika responden
bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati haknya. Peneliti menjelaskan cara
pengisian kuesioner kepada responden agar responden mengerti untuk
mengisinya. Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data
(kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor
kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan oleh responden dijamin
oleh peneliti (Brink & Wood, 1994).
5
Instrumen Penelitian
Kuesioner penelitian
Bagian instrumen pertama berisi pernyataan untuk mengidentifikasi
pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dimodifikasi berdasarkan
tinjauan
pustaka mengenai gangguan jiwa. Pengetahuan yang peneliti ukur hanya
sampai tingkat
pengetahuan yang paling rendah yaitu tahap ‘tahu’ (know). Bagian ini terdiri
dari 20 pernyataan dengan jawaban “ya/tidak”, terbagi atas 10 pernyataan
favourable
(positif) pada pernyataan No. 1, 2, 4, 6, 7, 8, 10, 15, 18, dan No. 20 dengan
jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0, kemudian 10
pernyataan
unfavourable (negatif) pada pernyataan No. 3, 5, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17,
dan No. 19
dengan jawaban “ya” diberi skor 0 jawaban “tidak” diberi skor 1.
Bagian instrumen kedua berisi pernyataan untuk mengidentifikasi
tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Bagian ini terdiri dari 12 pernyataan yang
dimodifikasi dari model instrumen Spielberger et al. (1970) State Trait
Anxiety Inventory (STAI) dengan pilihan jawaban “tidak pernah”,
“kadangkadang”, “sering”, dan “selalu/terusmenerus”. Skor tertinggi pada
skala ini adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Skor pada skala ini adalah
“terus-menerus” (TM) diberi skor 4, “sering” (S) diberi skor 3, “kadang-
kadang” (KK) diberi skor 2, dan “tidak pernah” (TP) diberi skor 1.
Reliabilitas dan validitas instrumen
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan
data kepada 10 orang responden yang memenuhi kriteria sampel kemudian
peneliti menilai responsnya. Dari hasil uji Cronbach Alpha pada akhir
penelitian diperoleh untuk instrumen pengetahuan dan tingkat kecemasan
6
didapatkan untuk instumen pengetahuan nilai α = 0,719 dan untuk
instrumen tingkat kecemasan nilai α = 0,881, ini menunjukkan bahwa kedua
instrumen reliabel. Uji validitas instrumen dilakukan oleh ahli dalam
Keperawatan Jiwa dari departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara),
kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (Rumah Sakit
Jiwa Propsu Medan). Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data
penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya.
Apabila peneliti menemukan calon responden yang memenuhi kriteria cukup
banyak maka calon responden tersebut dipilih sesuai dengan keinginan
peneliti. Selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut
tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian calon
responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan.
Kemudian responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh
peneliti.
Analisis Data
Pengetahuan keluarga gangguan jiwa dibagi dalam 3 kategori, yaitu
“baik” = 14-20, “sedang” = 7-13, dan “buruk” = 0-6. Tingkat kecemasan
keluarga gangguan jiwa dibagi dalam 4 kategori, yaitu “cemas ringan” = 1-
12, “cemas sedang” = 13-25, “cemas berat” = 26 - 38, dan “panik” = 39-48.
Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
presentase serta data usia dan penghasilan dalam bentuk mean. Hasil
analisis data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat
gambaran pengetahuan dan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hubungan pengetahuan
keluarga dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa akan dianalisis secara statistik
7
dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Nilai
menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai berada pada level
0.70–1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan
yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya
derajat hubungan yang sedang atau substansial, level 0.20-<0.40
menunjukkan adanya derajat hubungan yang lemah dan level<0.20 berarti
dapat diabaikan.
Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji 1
arah, jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai (0.05) Jika nilai
berada pada level 0.70–1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan
adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus ataupun
minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang atau
substansial, level 0.20-<0.40 menunjukkan adanya derajat hubungan yang
lemah dan level<0.20 berarti dapat diabaikan.
Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji 1
arah, jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai (0.05) berarti terdapat
hubungan yang signifikan dan bila nilai p lebih dari nilai (0.05) berarti
terdapat hubungan yang tidak signifikan (Devore, 1986; Sulaiman, 2003).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Karakteristik responden
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia responden adalah 38 tahun. Mayoritas
responden adalah laki-laki (53,1%), menikah (68,7%), beragama Islam
(53,1%), suku Jawa (53,1%), dengan latar belakang pendidikan SMU (34,4%).
Responden yang bekerja paling banyak sebagai wiraswasta sebanyak 18
orang (56,3%), tingkat penghasilan < Rp 774.000 (43,7%) dan responden
umumnya memiliki hubungan sebagai anak sebanyak 12 orang (37.5%).
Tabel 1 Gambaran data demografi keluarga
No Data demogarafi Jumlah presentase
1 Usia25 – 35 tahun 13 40,6 %
8
36 – 46 tahun 47 – 56 tahun Mean : 38.25SD : 9.45
127
37,5 %21,9 %
2 Jenis KelaminLaki – laki Perempuan
1715
53,1%46,9%
3 Status perkawinanBelum menikah Sudah menikah Janda Duda
32234
9,4%68,7%9,4%12,5%
4 AgamaIslamProtestan
1715
53,1%46,9%
5 Suku bangsaJawa Batak
17
1553,1%46,9%
6 Pendidikan terakhirSD SMP SMU Sarjana
251411
6,2%15,6%43,8%34,4%
7 PekerjaanPNS Pegawai swasta Wiraswasta Lain-lain (privat)
85181
5,0%15,6%56,3%3,1%
8 Penghasilan< Rp. 774.000 Rp.774.000–Rp.1.548.000 Mean : 1.56SD : 1.50
1418
43,7%56,3%
9 Ikatan hubunganAnak 12 Orangtua 6 Saudara 8 Suami / isteri 6
12686
37,6 %18,7 %25,0 %18,7 %
Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa Dari 32 keluarga inti yang menjadi responden, 19 orang responden
(59,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan jiwa dan 13
9
orang responden (40,6%) yang memiliki pengetahuan sedang mengenai
gangguan jiwa.
Tabel 2. Gambaran pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan
PengetahuanBaik19
(59,4%)
Sedang13
(40,6%)
Buruk0
(0%)
Tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
Dari 32 keluarga inti yang menjadi responden, 15 responden (46.9%)
yang mengalami tingkat kecemasan ringan dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 15 responden (46,9%) mengalami
tingkat kecemasan sedang dan 2 responden (6,2%) mengalami tingkat
kecemasan berat.
Tabel 3. Gambaran tingkat kecemasan keluarga.Tingkat
kecemasanRingan
15 (46,9%
)
Sedang15
(46,9)
Berat2
(6,2)
Panic0
(0%)
Analisis hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami ganggun jiwa
Analisis statistik didapatkan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.460.
Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara
pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang menghadapi gangguan jiwa. Dalam arti semakin
tinggi pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa maka semakin ringan
tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Dari analisis statistik juga diperoleh nilai
signifikan (p) 0.008. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar
0.01 dengan uji 2 tailed, ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
10
Tabel 4. Hasil analisis korelasi pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan
Variabe 1 Variabel 2 P pPengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa
Tingkat kecemasan dalam mennghadapi anggota keluarga yang menghadapi gangguan jiwa
-0.460 0.008
Pembahasan
Pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga inti yang menjadi responden didapatkan
bahwa 19 responden (59,4%) memiliki pengetahuan yang baik dan 13
responden (40,16%) memiliki pengetahuan sedang mengenai gangguan jiwa
ini menunjukkan bahwa seluruh keluarga yang anggota keluarganya rawat
jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan sudah
memiliki pengetahuan yang hampir baik dan tidak ada yang memiliki
pengetahuan buruk mengenai gangguan jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan maupun
diperoleh dari media informasi lainnya telah cukup efektif.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal
usahandalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya.
Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
mental anggota keluarganya, juga dapat menjadi sumber masalah bagi
anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat
minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya
(Notosoedirdjo & Latipun, 2005).
Berdasarkan penelitian Pearson (1993) di Cina, didapatkan hasil bahwa
dari 150 koresponden anggota keluarga yang salah satu anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, keluarga yang memiliki
pengetahuan yang baik sebanyak 78.3% dan selebihnya 21.7% koresponden
tidak peduli akan kondisi keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.
11
Setelah dibandingkan antara kondisi anggota keluarga yang berpengetahuan
baik dan yang tidak memiliki pengetahuan baik/tidak peduli diketahui
bagaimana perawatan terhadap anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa, di mana kondisi keluarga yang berpengetahuan baik lebih
terjaga dibandingkan pada keluarga yang tidak memiliki pengetahuan yang
baik. Sehingga sangat diperlukan bagi keluarga untuk memiliki pengetahuan
yang baik dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.
Tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga inti yang menjadi responden
didapatkan
bahwa 15 responden (46,9%) memiliki tingkat kecemasan yang ringan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kemudian 15
responden (46,9%) memiliki tingkat kecemasan sedang dan 2 responden
(6,2%) memiliki tingkat kecemasan yang berat.
Kecemasan dapat dirasakan oleh individu ataupun sekelompok orang
termasuk keluarga, kecemasan meliputi keluarga dan mereka sangat
terbebani dengan kondisi penderita. Bahkan tidak sedikit keluarga yang
sama sekali tidak mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan
untuk menghadapi masalah gangguan jiwa salah satu anggota keluarganya.
Kecemasan akan semakin meningkat tanpa pemahaman yang jernih
mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga. Terkadang masalah ini
tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di dalam keluarga
sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan jiwa (Brown
& Bradley, 2002).
Dalam jurnal National Institue of Mental Health, Samuel Keith (1970)
mengadakan penelitian mengenai pengalaman yang dirasakan keluarga
dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Keluarga lebih banyak merasakan kecemasan (58.6%) dibandingkan
keadaan keluarga yang marah (12.7%) bahkan ada yang menolak (28.7%)
12
keadaan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Kecemasan
dan berbagai pengalaman lainnya yang dirasakan oleh keluarga merupakan
hal yang wajar dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
Hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan analisis diperoleh nilai
koefisien korelasi (ρ) = - 0.460 dan nilai signifikan p = 0.008 untuk hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tanda negatif menunjukkan
ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin tinggi pengetahuan maka
tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008 di
bawah dari 0.01 (Devore, 1986).
Berdasarkan penelitian dari badan National Mental Health
Association/NMHA (2001), diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian
ataupun kesalahpahaman keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga
menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan
pernah sembuh kembali. Namun faktanya, NMHA mengemukakan bahwa
orang yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh dan dapat mulai
kembali melakukan aktivitasnya (Foster, 2001). Tanpa adanya pemahaman
yang jernih mengenai masalah gangguan jiwa yang dihadapi keluarga akan
dapat menimbulkan kecemasan dan hal ini didukung oleh adanya penelitian
yang dilakukan oleh Brown & Bradley (2002) pada keluarga yang memiliki
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan didapatkan bahwa
kecemasan keluarga akan semakin meningkat tanpa pengetahuan yang baik
mengenai masalah gangguan jiwa yang dihadapi keluarga
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
13
Penelitian yang dilakukan terhadap 32 keluarga inti yang menjadi
responden, yang salah satu anggota keluarganya berobat jalan di Poliklinik
Rumah SakitnJiwa Propinsi Sumatera Utara Medan menggambarkan bahwa
59.4% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan jiwa,
40.6% responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai gangguan
jiwa, 46.9% responden yang memiliki tingkat kecemasan ringan, 46.9%
responden memiliki tingkat kecemasan yang sedang. Sementara itu 46,2%
responden memiliki tingkat kecemasan yang berat dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan analisis
statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman diperoleh
koefisien korelasi (ρ) = - 0.460 dan nilai signifikan p = 0.008 untuk hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tanda negative menunjukkan
ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin tinggi pengetahuan maka
tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan pengetahuan
keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki hubungan yang
sedang dan
signifikan.
Saran
1. Praktik keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, hendaknya
perawat memperhatikan masalah pengetahuan keluarga dalam merawat
anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dengan memberikan
pendidikan kesehatan yang dapat dimengerti oleh keluarga, Perawat juga
diharapkan perlu mengkaji secara komprehensif faktor–faktor dominan yang
14
mendukung timbulnya kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2. Pendidikan keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data bahwa adanya hubungan antara
pengetahuan dan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, sehingga perlu diharapkan adanya
peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan dalam pemberian
pendidikan kesehatan khususnya dalam Keperawatan Jiwa dan Keperawatan
Komunitas.
3. Penelitian keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data adanya hubungan yang sedang antara
pengetahuan dengan tingkat kecemasandalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dan diperoleh nilai reliabilitas
untuk instrumen pengetahuan masih rendah sehingga diharapkan untuk
penelitian selanjutnya diperoleh nilai reliabilitas instrumen yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PTRajaGrafindo Persada.
Brink & Wood. (1994). Langkah Dasar danPerencanaan Riset Keperawatan: dari Pertanyaan Sampai Proposal.Jakarta: EGC.
Effendy. (1998). Dasar-Dasar KeperawatanKesehatan Masyarakat. (edisi 2).Jakarta: EGC.
Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga,Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta: EGC.
Frisch & Frisch. (2002). Psychiatric Mental
15
Health Nursing. (2nd ed). New York:n Thomson Learning, Inc.
Kartono. (1997). Patologi sosial 3, Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Keable. (1997). The Management of Anxiety,a Guide for Therapist. New York: Pearson Professional Limited.
Khairuddin. (1997). Sosiologi Keluarga.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Molloy. (1996) Anxiety and relateddisorders. In Fortinash, et al. Psychiatric Mental Health Nursing. StLouis: Mosby.
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan danPerilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notosoedirdjo & Latipun. (2005). KesehatanMental, Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press.
Nursalam. (2003). Konsep dan PenerapanMetodologi Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis danInstrumen Penelitian Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
16