Upload
saryanti-mustakin
View
120
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PERENCANAAN KAWASAN RAWAN BANJIR BERBASIS MITIGASI
STUDI KASUS : KELURAHAN BATUA KEC. MANGGALA KOTA MAKASSAR
ABSTRAK
Hasil observasi pendahuluan pada beberapa lokasi titik banjir/ genangan yang
diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar,
menunjukkan bahwa terdapat beberapa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
(1) untuk mengidentifikasi penyebab banjir/genangan di lokasi permukiman
Kelurahan Batua (2) sebagai dasar dalam penyusunan perencanaan kawasan
rawan banjir berbasis mitigasi di Kelurahan Batua Makassar .
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan
spasial. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penelitian
dilakukan di Kelurahan Batua. Areal permukiman yang diteliti dipilih berdasarkan
data titik banjir/genangan yang bersumber dari Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kota Makassar. Responden penelitian dipilih secara “non
probability”. Responden diambil dari masyarakat penghuni dan aparat yang
terkait. Analisis data berbasis system informasi geografis (SIG).
Hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan temuan bahwa pada pola
perlindungan sumber air bawah tanah dari kerusakan sebagai dampak dari
pengembangan permukiman di Kabupaten Sukoharjo sudah dapat memberi hasil
yang efektif. Dair data penelitian ini karena pengembangan permukiman
dilakukan tidak pada daerah tangkapan hujan, ruang terbuka yang tersedia. Luas
lahan yang dikembangkan masih memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 40%
penggunaan sumber air tanah oleh penghuni permukiman masih sangat
terbatas.
Masalah-maslah yang ditemukan antara lain: fasilitas jalan permukiman
berupa aspal sehingga tidak memberi efek resapan air, koefisien dasar
bangunan yang melebihi standart karena belum adanya fasilitas sumur resapan
masih kurangnya pemahaman tentang pengaturan arti penting sumber air bawah
tanah. Pola perlindungan yang perlu dikembangkan berupa penyusunan
Peraturan Daerah yang mencakup perijinan tentang pembangunan permukiman
baru dan perijinan penggunaan/eksploitasi air tanah. Disamping itu, diperlukan
pembentukan suatu kelembagaan yang terintregasi yang melibatkan instansi
teknis terkait lainnya di bidang perijinan dan pengawasan terhadap eksploitasi air
tanah.
Dari hasil pembahasan didapat saran berupa perlu dilakukan penyusunan
perencanan kawasan rawan banjir berbasis mitigasi di Kelurahan Batua yang
berdasar pada pertimbangan tata guna lahan, arah aliran drainase dan
ketinggian lahan.
Kata kunci : Daerah resapan banjir, Permukiman, Pusat kota
1. PENDAHULUAN
Terjadinya berbagai bencana alam di Indonesia merupakan hal yang selalu
berdampak negatif bagi masyarakat baik secara material maupun psikologis.
Sehingga perlu untuk perhatian secara intensif dalam menemukan solusi dalam
pemecahannya.
Kelurahan batua merupakan salahsatu kawasan rawan banjir yang
terdapat di Kota Makassar dimana, pada awalnya kawasan ini merupakan lahan
pertanian yang diubah menjadi permukiman akibat pertambahan jumlah
penduduk kota makassar sementara lahan terbatas. Lahan basah yang awalnya
menjadi tempat resapan air telah diubah menjadi lahan terbangun yang
permukaannya mengalami perkerasan. Hal tersebut merupakan penyebab
timbulnya genangan dan menyebabkan banjir pada musim hujan.
Kelurahan batua sebagai kawasan resapan air dan rawan banjir
merupakan rahasia umum bagi masyarakat. Namun, lokasi kawasan tersebut
yang terletak berdekatan dengan pusat kota, tetap diminati oleh penduduk
Makassar maupun pendatang. Hal tersebut didukung oleh posisi kelurahan batua
yang terletak berdekatan dengan pusat kota sehingga sarana prasarana lebih
lengkap. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yeri (2004) yang mengatakan
bahwa, “faktor lokasi menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan perumahan.
Faktor lain yang dipertimbangkan oleh konsumen adalah aspek lingkungan, fisik
rumah, fungsi rumah dan kedekatan dengan berbagai fasilitas perkotaan
lainnya”.
Pertimbangan lain yang sangat menentukan pemilihan lokasi perumahan
adalah nilai tanah, dimana harga tanah di kelurahan batua relatif lebih rendah.
Seperti diungkapkan oleh Richard M Hurds dalam Haikal Ali (1996) dengan teori
Bid-rent yang menyatakan bahwa, “nilai lahan sangat tergantung pada kemauan
dan kemampuan untuk membayar karena faktor ekonomi dan keinginan tinggal
di lokasi dan kedekatan”.
Nilai tanah yang rendah di kawasan ini dapat diakibatkan oleh para
developer yang telah menyadari ketidak layakan lokasi tersebut untuk dijadikan
sebagai lokasi permukiman. Padahal, pada umumnya lokasi yang berdekatan
dengan pusat kota nilai tanahnya jauh lebih tinggi. Hal tersebut ditegaskan oleh
Berry dan Harton dalam Nasucha (1995) yang menjelaskan bahwa, “Hubungan
antara harga tanah dengan pencapaian atau aksesibilitas yang diukur dengan
jarak dari pusat kota. Pencapaian atau akses akan semakin menurun secara
bertahap kesemua arah dari pusat kota, sehingga harga tanah akan semakin
berkurang seiring dengan makin jauhnya lokasi tersebut terhadap pusat kota.
Tanah yang berada di sepanjang jalan utama harga sewanya akan lebih tinggi
dibandingkan dengan harga sewa tanah yang tidak berada di jalan utama”.
Berdasarkan penjelasan di atas, walaupun kelurahan batua dikenal
sebagai lokasi resapan air bahkan rawan banjir, namun masyarakat tetap
berminat untuk berdomisili di lokasi tersebut. Oleh sebab itu, penulis tertarik
untuk menyusun Perencanaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis Mitigasi Di
Kelurahan Batua Kec. Manggala Kota Makassar.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena
volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang
berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau
pecahnya bendungan sungai.
Di banyak daerah yang gersang di dunia, tanahnya mempunyai daya
serapan air yang buruk, atau jumlah curah hujan melebihi kemampuan tanah
untuk menyerap air. Ketika hujan turun, yang kadang terjadi adalah banjir secara
tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air. Banjir semacam
ini disebut banjir bandang.
Sejumlah faktor dapat menyebabkan banjir, meliputi:
1. hujan deras, terus menerus dalam beberapa hari
2. permukaan tanah tidak dapat menyerap air, karena jenuh atau karena
diplester.
3. debit air sungai yang tinggi karena hujan terus menerus
4. permukaan tanah yang lebih rendah dari daerah di sekitarnya, dimana
tidak terdapat saluran-saluran pembuangan air yang berfungsi untuk
memindahkan air ke lokasi lain menyeberangi daerah sekitarnya yang
lebih tinggi.
5. permukaan tanah yang lebih rendah dari permukaan laut yang sedang
pasang
Terdapat dua jenis banjir, yaitu:
1. Banjir biasa di mana permukaan air secara perlahan naik;
2. Banjir bandang, yakni banjir yang datang secara cepat menyapu sebuah
area. Banjir bandang lebih berbahaya, karena datangnya tiba-tiba dengan
kecepatan yang dapat menghancurkan. Banjir bandang dapat disebabkan
hujan sangat deras yang terjadi di hulu sungai, atau bendungan yang
jebol. Tsunami adalah banjir bandang yang datangnya dari laut yang
disebabkan oleh gempa.
B. Manajemen Banjir
1) Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir dimaksudkan untuk memperkecil dampak negatif dari
bencana banjir, antara lain: korban jiwa, kerusakan harta benda,
kerusakan lingkungan, dan terganggunya kegiatan sosial ekonomi.
Prinsip Pengendalian Banjir
a. Menahan air sebesar mungkin di hulu dengan membuat waduk dan
konservasi tanah dan air.
b. Meresapkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah dengan sumur
resapan atau rorak dan menyediakan daerah terbuka hijau.
c. Mengendalikan air di bagian tengah dengan menyimpan sementara di
daerah retensi.
d. Mengalirkan air secepatnya ke muara atau ke laut dengan menjaga
kapasitas wadah air.
e. Mengamankan penduduk, prasarana vital, dan harta benda.
Strategi Pengendalian Banjir
Dalam melakukan pengendalian banjir, perlu disusun strategi agar dapat
dicapai hasil yang diharapkan. Berikut ini strategi pengendalian banjir:
2) Pengendalian tata ruang
Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan
ruang sesuai kemampuannya dengan mepertimbangkan permasalahan
banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, dan penegakan
hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah
memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.
Pengaturan debit banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan
pengaturan bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai,
pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder.
Pengaturan daerah rawan banjir
pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).
penataan daerah lingkungan sungai, seperti: penetapan garis
sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, dan
penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai.
Peningkatan peran masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat diwujudkan dalam:
Pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat
untuk berperan dalam pengendalian banjir.
Bersama dengan pemerintah dan pemerintah daerah dalam
menyusun dan menyosialisasikan program pengendalian banjir.
Menaati peraturan tentang pelestarian sumber daya air, antara lain
tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang
berwenang untuk:
Mengubah aliran sungai;
Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di
dalam atau melintas sungai;
Membuang benda-benda atau bahan-bahan padat dan/atau cair
ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai
yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran; dan
Pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan/atau
bahan lainnya
C. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir
Tahap sebelum terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan
menghadapi ancaman bahaya banjir, meliputi:
a) Penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi-
informasi, baik dari pemerintah maupun pemerintah daerah, berkaitan
dengan masalah banjir;
b) Pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus;
c) Optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir;
d) Penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman/bahaya, dan
tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah
rawan bencana;
e) Peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan manajemen pengendalian
banjir dengan menyiapkan dukungan sumber daya yang diperlukan
dan berorientasi kepada pemotivasian individu dalam masyarakat
setempat agar selalu siap sedia mengendalikan ancaman/bahaya;
f) Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman;
g) Penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat, seperti:
karung plastik, bronjong kawat, dan material-material pengisinya
(pasir, batu ,dan lain-lain), dan disediakan pada lokasi-lokasi yang
diperkirakan rawan/kritis;
h) penyediaan peralatan berat (backhoe, excavator, truk, buldozer, dan
lain-lain) dan disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga
sewaktu-waktu mudah dimobilisasi;
i) penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi, seperti: speed boat,
perahu, pelampung, dan lain-lain.
Saat terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan dititikberatkan pada:
a) Penyelenggaraan piket banjir di setiap posko.
b) Pengoperasian sistem peringatan banjir (flood warning system)
Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau.
c) Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga
kepada dinas/instasi terkait, untuk kemudian diinformasikan kepada
masyarakat sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Banjir.
d) Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara:
analisa hubungan hujan dengan banjir (rainfall – runoff
relationship),
metode perambatan banjir (flood routing),
metode lainnya.
e) Komunikasi
Sistim komunikasi digunakan untuk kelancaran penyampaian
informasi dan pelaporan, dapat menggunakan radio komunikasi,
telepon, faximili, dan sarana lainnya.
f) Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan)
Gawar/pemberitaan banjir dilakukan dengan sirine, kentongan,
dan/atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan
berdasarkan informasi dari posko banjir.
Setelah Banjir
Tanggap Darurat
Tanggap darurat ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mengatasi
keadaan darurat akibat banjir, dilakukan dengan cara:
a) Mengerahkan sumber daya, seperti: personil, bahan banjiran, peralatan,
dana dan bantuan darurat;
b) Menggerakkan masyarakat dan petugas satuan tugas penanggulangan
bencana banjir;
c) Mengamankan secara darurat sarana dan prasarana pengendali banjir
yang berada dalam kondisi kritis; dan
d) Mengevakuasi penduduk dan harta benda.
Pemulihan
Pemulihan dilakukan terhadap sarana dan prasarana sumber daya air serta
lingkungan akibat bencana banjir kepada fungsi semula, melalui:
a) Inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber
daya air, kerusakan lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang
ditimbulkan;
b) Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa:
rehabilitasi, rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana
sumberdaya air; dan
c) Penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena
bencana banjir.
Pengawasan
Salah satu tugas dinas dan/atau badan hukum yang mengelola wilayah
sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir. Agar tugas tersebut
dapat terlaksana sebagaimana mestinya, maka diperlukan pengawasan
oleh BPBD provinsi (atau Satkorlak) dan BPBD kabupaten/kota (Satlak)
yang meliputi:
o Pengawasan terhadap dampak dari banjir
o Pengawasan terhadap upaya penanggulangannya.
Kelembagaan
Pengaturan dan pengendalian banjir di suatu wilayah sungai
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan hukum
sesuai kewenangan masing-masing, yang pelaksanaannya dikoordinasikan
oleh BNPB, BPBD provinsi (atau Satkorlak), dan BPBD kabupaten/kota
(Satlak).
Organisasi
Pengendalian banjir merupakan sebagian tugas yang diemban oleh
pengelola sumber daya air wilayah sungai. Untuk melaksanakan tugas
tersebut, di dalam struktur organisasi pengelola sumber daya air wilayah
sungai terdapat unit yang menangani pengendalian banjir. Tugas-tugas unit
yang menangani pengendalian banjir adalah:
a) Melaksanakan pengumpulan data, pembuatan peta banjir, penyusunan
rencana teknis pengendalian banjir;
b) Melaksanakan analisis hidrologi dan penyebab banjir;
c) Melaksanakan penyusunan prioritas penanganan daerah rawan banjir;
d) Melaksanakan pengendalian bahaya banjir, meliputi tindakan darurat
pengendalian dan penanggulangan banjir;
e) Menyusun dan mengoperasikan sistem peramalan dan peringatan dini
banjir;
f) Melaksanakan persiapan, penyusunan, dan penetapan pengaturan dan
petunjuk teknis pengendalian banjir; dan
g) Menyiapkan rencana kebutuhan bahan untuk penanggulangan banjir.
Sumber Daya Pendukung
1. Personil
2. Kelompok tenaga ahli
Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi
di bidang sumber daya air, antara lain: bidang hidrologi, klimatologi, hidrolika,
sipil, elektro mekanis, hidrogeologi, geologi teknik, dan tenaga ahli lainnya
yang berhubungan dengan masalah banjir.
3. Kelompok tenaga lapangan
Dalam pelaksanaan pengendalian banjir, dibutuhkan petugas lapangan
dalam jumlah cukup, utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan
turun tangan.
Sarana dan Prasarana
a. Peralatan dan bahan dalam rangka pengendalian banjir terdiri dari:
peralatan hidrologi dan hidrometri (antara lain: peralatan klimatologi,
AWLR, ARR, extensometer);
b. peralatan komunikasi (antara lain: radio komunikasi, telepon, faksimili);
c. alat-alat berat dan transportasi (antara lain: bulldozer, excavator, truk);
d. perlengkapan kerja penunjang (antara lain: sekop, gergaji, cangkul,
pompa air);
e. perlengkapan untuk evakuasi (antara lain: tenda darurat, perahu karet,
dapur umum, obat obatan);
f. bahan banjiran (a.l. karung plastik, bronjong kawat, bambu, dolken kayu).
Dana
Dalam pengendalian banjir, diperlukan alokasi dana yang diupayakan
selalu tersedia. Dana yang diperlukan tersebut harus dialokasikan
sebagai dana cadangan yang bersumber dari APBN, APBD, atau sumber
dana lainnya. Dana cadangan disediakan sesuai ketentuan yang berlaku.
D. Koordinasi
Lembaga Koordinasi
Berkaitan dengan pengendalian banjir, lembaga koordinasi yang ada
adalah Tim Penanggulangan Bencana Alam. Pada tingkat nasional adalah
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tingkat provinsi
adalah BPBD provinsi (jika belum dibentuk dikoordinir oleh Satkorlak PB),
dan pada tingkat kabupaten/kota adalah BPBD kabupaten/kota (jika tidak
dibentuk dikoordinir oleh Satlak PB). Obyek yang dikoordinasikan dalam
pengendalian serta penanggulangan banjir dapat dipisahkan menjadi
tahapan sebelum banjir, saat banjir, dan sesudah banjir.
Sebelum Banjir
a) Perencanaan rute evakuasi dan tempat penampungan penduduk.
b) Perencanaan program penyelamatan dan pertolongan kepada
masyarakat.
c) Perencanaan rute pengiriman material penanggulangan pada tempat-
tempat kritis.
d) Perencanaan rute pengiriman logistik kepada masyarakat.
e) Perencanaan jenis dan jumlah bahan serta peralatan banjiran.
f) Penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta Sumberdaya
Manusia.
Saat Banjir
a) Evakuasian penduduk sesuai dengan prosedur.
b) Memberikan bantuan kepada penduduk.
Sesudah Banjir
a. Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana umum, bangunan
pengendali banjir, dan lain-lain.
b. Pengembalian penduduk ke tempat semula.
c. Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir.
Mekanisme Koordinasi
Koordinasi dalam pengendalian banjir dilakukan secara bertahap
melalui BPBD kabupaten (Satlak PB), BPBA, dan BNPB. Dalam forum
koordinasi tersebut, dilakukan musyawarah untuk memutuskan sesuatu
yang sebelumnya mendengarkan pendapat dari anggota yang mewakili
instansi terkait.
Sistem Pelaporan
Dinas/Instansi/Badan hukum pengelola wilayah sungai melaporkan hal-
hal sebagai berikut:
a) Karakteristik banjir (antara lain: hidrologi banjir, peta daerah rawan
banjir, banjir bandang);
b) Kejadian banjir (antara lain: waktu, lokasi, lama dan luas genangan
banjir);
c) Kerugian akibat banjir (antara lain: korban jiwa, harta benda, sosial
ekonomi);
d) Kerusakan (antara lain: sarana dan prasarana, permukiman,
pertanian, perikanan, lingkungan);
e) Penanggulangan darurat; dan
f) Usulan program pemulihan secara menyeluruh.
Laporan tersebut di atas disampaikan kepada Bupati/ Walikota/ Gubernur/
Menteri sesuai dengan jenis dan tingkatannya.
E. Peraturan terkait permukiman dan daerah resapan air
Undang-undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang
merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang
sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa
sebagai salahsatu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya,
berjati diri, mandiri dan produktif;
Bahwa Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia
melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar
masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak
dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan diseluruh wilayah Indonesia;
Bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan
memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan permukiman bagi
masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat,
sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang
fisik, kehidupan ekonomi, dan social budaya yang mampu menjamin
kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi,
otonomi daerah dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
Bahwa pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang
memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat
berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk
memperoleh rumah yang layak dan terjangkau.
Bahwa undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan
permukiman sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
perumahan dan permukiman yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur sehingga perlu diganti.
F. Teknologi Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai
sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen
penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya).
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
1) Drainase berdasarkan konstruksinya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari konstruksinya, dapat
dikelompokkan menjadi :
Drainase saluran terbuka
Drainase saluran terbuka adalah sistem saluran yang permukaan airnya
terpengaruh dengan udara luar (atmosfer). Drainase saluran terbuka
biasanya mempunyai luasanyang cukup dan digunakan untuk
mengalirkan air hujan atau air limbah yang tidak membahayakan
kesehatan lingkungan dan tidak mengganggu keindahan.
Gambar 1. Drainase Terbuka
Bentuk saluran dan Fungsi
Trapesium
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan
debit yang besar. Sifat alirannya terus-menerus dengan fluktuasi kecil.
Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup
tersedia lahan.
Kombinasi Trapesium dengan Segi empat
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan
dengan debit yang besar dan kecil. Sifat alirannya berfluktuasi besar dan
terus menerus tapi debit minimumnya msih cukup besar.
Kombinasi Trapesium dengan Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan
dengan debit yang besar dan kecil. Sifatnya alirannya terus menerus
berfluktuasi besar dengan debit minimum kecil. Fungsi bentuk setengah
lingkaran ini adalah untuk menampung dan mengalirkan debit minimum
tersebut.
Segi Empat
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan
dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus-menerus dengan
fluktuasi kecil.
Kombinasi Segi Empat dengan Setengah Lingkaran
Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur saluran
yang tidak mempunyai lahan yang cukup/terbatas.
Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang lebih
kecil Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran-saluran
rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat.
Saluran tertutup
Drainase saluran terbuka adalah sistem saluran yang permukaan
airnya tidak terpengaruh dengan udara luar (atmosfer). Drainase
saluran tertutup sering digunakan untuk mengalirkan air limbah atau
air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan dan mengganggu
keindahan.
Gambar 2 . Drainase Tertutup
Bentuk saluran dan Fungsi
Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan maupun limbah air
bekas (air limbah) rumah tangga atau keduanya. Kontruksi sistim
saluran ini cocok dipakai untuk daerah pertokoan yang sangat padat
dan lahan yang tersedia telah terbatas.
Bulat Telur
Bentuk yang panjang mengecil ini berfungsi untuk mendapatkan
kedalaman air yang cukup untuk dapat menghanyutkan edapan padat
dan tinja walaupun debitnya kecil.
Persegi Panjang
Berfungsi untuk mengalirkan air hujan dalam jumlah besar dimana
bagian atasnya terdapat bangunan. Walaupun daya alirannya tidak
sebaik yang berbentuk bulat telur, namun pelaksanaannya relatif
mudah.
2) Konsep Eko Drainase
Konsep drainase umum yang sering digunakan adalah bagaimana cara
membuang air secepatnya begitu hujan turun. Akibatnya, air belum
sempat meresap ke dalam tanah dan mengisi pori-pori tanah secara
alami. Selain itu, keseimbangan siklus hidrologi pun terganggu, bahkan
bisa terjadi penurunan tanah.
Sistem drainase yang tepat adalah sistem untuk menjaga
keseimbangan air dan lingkungan. Caranya dengan menahan air
selama mungkin untuk kebutuhan pengairan di lingkungan
sekitarnya. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air baku dan kehidupan aquatik dengan
meresapkan air permukaan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah
(mempertimbangkan konservasi air).
Konsep ecodrain merupakan salah satu unsur dari konsep
pengelolaan hujan integratif (Integrated Stormwater Management).
Pengelolaan secara integratif ini bukan hanya diartikan secara
administratif dari hulu ke hilir, namun juga harus diartikan secara
substantif menyeluruhmenyangkut seluruh aspek yang berhubungan
dengan Drainase, yang meliputi semua aspek;
Aspek teknis operasional pengelolaan Drainase,
kelembagaan/institusi, keuangan/pembiayaan, peran masyarakat dan
atau swasta dan hukum peraturan.Sistem drainase yang berwawasan
lingkkungan dapat dibedakan menjadi :
- Sitem drainase retensi
- Sisten drainase infiltrasi
3) Saluran Drainase Tertutup dan Komponennya
Drainase berfungsi untuk mengalirkan air pada daerah yang tersemar
ataupun belum tercemar. Lokasinya pada daerah dengan kepadatan tinggi
dengan ruang yang terbatas atau pada semua lokasi yang airnya sudah
tercemar. Bentuk saluran tertutup diantaranya adalah bulat lingkaran, elips,
dan tapal kuda.
Bangunan Inlet
Inlet menerima air
permukaan dan meyalurkanny de
daluran drainase. Street Inlets
adalah bukaan/lubang di sisi-sisi
jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan
limpasan air huijan yang berada
sepanjang jalan menuju ke saluran.
Perencanaan dan penempatan inlet
harus benar-benar dipertimbangkan sehingga dapat berfungsi dengan baik.
Perletakkan street inlet mempunyai ketentuan sebagai berikut:
Diletakkkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap lalu
lintas maupun pejalan kaki;
Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpasan air hujan menuju
ke arah tersebut;
Air yang masuk ke dalam inlet harus secepatnya menuju ke dalam saluran;
Jumlah inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan pada jalan
yang bersangkutan. Inlet dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Curb InletCurb Inlet mempunyai bukaan vertikal
2. Gutter InletGutter Inlet terdiri dari bukaan horizontal.
3. Combination InletCombination Inlet merupakan gabungan dari curb Inlet
dan gutter Inlet yang dipsang sebagai satu unit
Bangunan Outlet (Outfall)
Outfall adalah ujung saluran
yang di tempatkan pada sungai/badn air
penerima. Struktur bangunan outfall
hampir sama dengan struktur bangunan
terjunan karena biasanya titik ujung
saluran terletak pad saluran yang lebih
tinggi dari permukaan badan air
penerima. Bangunan outfall dibuat dari
pasangan batu kali/batu belah dengan
jenis sky jump.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mendesain outfall:
Ujung dasar saluran mempunyai elevasi yang lebih tinggi dari permukaan
air maksimum badan air penerima.
Tidak meletakkan mulut outfll pada tempat yng arusnya (badan air
penerima) kuat, untuk mengurangu kerusakan struktur.
Mencegah terhalanginya mulut outfall dari benda-benda terapung dan
terendapkan.Lokasi yang ideal dari outfall adalah dimana benda-benda
terapung dan terendapkan selalu dapat dialirkan atau didistribusikan.
Siphon
Shipon dibuat bilamana ada
persilangan dengan sungai.
Shipon dibangun bawah dari
penampang sungai, karena
tertanam di dalam tanah maka
pada waktu pembuangannya
harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi keretakan ataupun
kerusakan konstruksi.
Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan
dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya lebih
tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat saluran
terbuka atau gorong-gorong.
Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap
saluran diberi manhole pertemuan, perubaan dimensi, perubahan bentuk
selokan pada setiap jarak 10-25
m. Lubang manhole dibuat sekecil
mungkin supaya ekonomis,
cukup, asal dapat dimasuki oleh
orang dewasa. Biasanya lubang
manhole berdiameter 60cm
dengan tutup dari besi tulang.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Batua kecamatan
Manggala Kota Makassar , dengan menggunakan Metode penelitian
deskripsif dengan pendekatan spasial. Data yang digunakan meliputi
data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil observasi
lapangan dan wawancara, sedangkan data sekunder berupa dokumen
terkait kawasan rawan banjir di Kota Makassar yang diperoleh dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar.
Areal permukiman yang diteliti dipilih berdasarkan data titik
banjir/genangan yang bersumber dari Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kota Makassar. Responden penelitian dipilih secara “non
probability”. Responden diambil dari masyarakat penghuni dan aparat
yang terkait. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial berbasis
System Informasi Geografis (SIG).
4. PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Kelurahan batua adalah salah satu kelurahan yang ada di kecamatan
Manggala kota Makassar yang berbatasan langsung dengan:
Utara : Kec. Panakukang
Selatan : Kel. Bangkala
Barat : Kec. Paropo
Timur : Kel. Antang
Peta Administrasi kelurahan Batua dan Peta Kondisi Eksisting dan
Permasalah terlampir. Luas wilayah kelurahan Batua sebesar 1,92
km2 , jumlah penduduk sebesar 19.746 jiwa, jumlah kepala keluarga
yang ada di kelurahan batua sebanyak 4.808. Persentasi terbangun di
wilayah tersebut 60% dan wilayah atang tidak terbangun sebesar 40%.
B. Tata Guna Lahan Kawasan Rawan Banjir Kelurahan Batua
Lahan yang ada di kelurahan ini merupakan lahan basah yang pada
awalnya digunakan sebagai lahan produktif pertanian. Namun, terjadi
pengalihfungsian lahan serta pembangunan yang tidak teratur.
Berdasarkan analisis spasial, sebagian besar lahan telah terbangun.
Adapun lahan yang tidak terbangun masih berupa rawa-rawa dan
tambak yang merupakan titik-titik rawan banjir.
C. Kondisi infrastruktur drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar dan komponen penting
dalam perencanaan kota terutama bagi kawasan rawan bencana banjir
termasuk bagi Kelurahan Batua. Drainase adalah serangkaian bangunan
air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari
suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal.
Namun pada kelurahan batua, sebagian besar drainase telah
rusak dan kapasitas badan drainasenya sempit hanya berkisar 15 cm
sehingga tidak dapat menampung kelebihan air pada kelurahan tersebut.
Hirarki drainase juga tidak jelas, serta ada drainase yang terputus
sehingga menimbulkan genangan. Masih terdapat sampah yang
mengenangi badan drainase sehingga aliran air menjadi tersumbat.
Gambar 3. Sawah yang belum terbangu menjadi
tempat hunian
Gambar 4. Perumahan yang di bangun diatas tanah yang dulunya berfungsi
sebagai sawah
Gambar 5. drainase yang terputus
Gambar 6. Drainase yang dipenuhi
material/ sampah
D. Ketinggian Lahan dan Arah Aliran
Kelurahan batua merupakan kawasan yang memiliki kemiringan
lereng 0- 2 %, berarti permukaannya datar sehingga masuk dalam kategori
rawan bencana banjir. Berdasarkan data hostorical Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar, kelurahan batua
telah menjadi langganan banjir pada saat curah hujan di Kota Makassar
tinggi, terutama pada lima titik rawan banjir yang menjadi target survey yaitu,
RW 01 dan RW 02 JL. Inpeksi PAM, RW 03 JL. Swadaya, RW 07 JL.Borong
Raya/Mandiri, RW 07 JL. Batua Raya/ belakang Akademi Gizi, RW 08 dan
RW 04 JL. Toa Daeng III. Berdasarkan hasil survey, banjir besar terakhir
terjadi pada bulan januari dengan curah hujan mencapai 922,8 Mm sampai
bulan februari dengan curah hujan mencapai 738,0 Mm.
Gambar 7. Saluran drainase yang sempit tidak memenuhi SNI
15 cm
20 cm
Lamanya banjir yang menggenangi permukiman warga selama 3
hari sampai 1 minggu, warga yang rumahnya tergenang air terpaksa
mengungsi di posko- posko yang telah disiapkan oleh pemerintah. Sebagian
besar warga mempergunakan masjid dan posyandu sebagai tempat
mengungsi, hal tersebut dikarenakan masjid yang terdapat di kelurahan
tersebut dibangun di topografi yang lebih tinggi.
Berdasarkan analisis spasial, topografi kawasan tersebut relatif datar
dimana elevasi lahannya ada yang mencapai 2 meter, 1 meter, dan ada
yang -1 meter. Masih terdapat lahan berelevasi -1 meter yang terdapat di
tengah permukiman sehingga menimbulkan genangan. Selain itu, terdapat
pula lahan yang berelevasi 2 meter di sekitar kanal atau badan penerima air
sehingga, air sulit mengalir menuju badan penerima air tersebut (Peta
Elevasi terlampir).
5. PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagian besar lahan pada Kelurahan Batua telah terbangun,
adapun lahan yang tidak terbangun masih berupa rawa-rawa dan tambak
yang merupakan titik-titik rawan banjir.
Kondisi drainase di kelurahan batua tidak sesuai dengan standar
yang berlaku, dimana masih terdapat drainase yang terputus sehingga air
hanya tergenang karena tidak memiliki akses menuju badan penerima air.
Keberadaan sampah masih ditemukan tergenang pada badan drainase
sehingga menghambat aliran air.
Topografi kawasan tersebut relatif datar dimana elevasi lahannya
ada yang mencapai 2 meter, 1 meter, dan ada yang -1 meter. Masih
terdapat lahan berelevasi -1 meter yang terdapat di tengah permukiman
sehingga menimbulkan genangan. Selain itu, terdapat pula lahan yang
berelevasi 2 meter di sekitar kanal atau badan penerima air sehingga, air
sulit mengalir menuju badan penerima air tersebut
B. Perencanaan
Perencanaan yang akan diadakan di lokasi penelitian yaitu :
1. Pembuatan Posko korban banjir di dua titik yaitu posko 1 terletak di
jalan abd. Daeng Sirua dan posko 2 terletak di jalan Batua Raya.
2. Perencanaan Kolam Konservasi di setiap titik banjir dan pipa saluran
pembuangan air menuju kanal dan sungai.
3. Perencanaan drainase yang berbentuk setengah lingkaran di setiap
jalan lingkungan.
C. Rekomendasi
Sebelum Banjir
a) Perencanaan rute evakuasi dan tempat penampungan penduduk.
b) Perencanaan program penyelamatan dan pertolongan kepada
masyarakat.
c) Perencanaan rute pengiriman material penanggulangan pada tempat-
tempat kritis.
d) Perencanaan rute pengiriman logistik kepada masyarakat.
e) Perencanaan jenis dan jumlah bahan serta peralatan banjiran.
f) Penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta Sumberdaya Manusia.
Saat Banjir
a) Evakuasian penduduk sesuai dengan prosedur.
b) Memberikan bantuan kepada penduduk.
Sesudah Banjir
a) Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana umum, bangunan
pengendali banjir, dan lain-lain.
b) Pengembalian penduduk ke tempat semula.
c) Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir