5
Sindrom Metabolik, Resistensi Insulin, dan Rasa Kantuk pada Obstructive Sleep Apnoe” Abstrak: Sindrom metabolik menunjukkan variabel prevalensi obstructive sleep apnoe (OSA), dan hubungannya dengan resistensi insulin atau rasa kantuk yang berlebihan di siang hari pada OSA masih belum jelas. Penelitian ini menilai hal-hal berikut pada pasien yang baru didiagnosis OSA : 1)prevalensi metabolik sindrom; dan 2) hubungannya dengan resistensi insulin dan rasa kantuk di siang hari. Sindrom metabolik menurut kriteria NCEP-ATP III , resistensi insulin menurut HOMA, index, n=228, dan rasa kantuk di siang hari berdasarkan Skala Kantuk Epworth dinilai pada 529 pasien OSA. Prevalensi sindrom metabolik sebesar 51,2% meningkat dengan keparahan OSA. Masing-masing komponen sindrom metabolik berkorelasi dengan index apnoe/hipopnoe, tetapi hanya tekanan darah yang menahan signifikansi setelah koreksi pembauran. Obesitas dan OSA, keduanya berkontribusi pada abnormalitas metabolik, dengan pola yang berhubungan dengan jenis kelamin, diagnosis sindrom metabolik berhubungan secara signifikan dengan lingkar leher, umur, indeks massa tubuh dan saturasi oksigen arteri terendah pada pria, dan dengan umur serta indeks penimbulan pada wanita. Jumlah komponen metabolik sindrom meningkat dengan indeks HOMA (p>0.001). Prevalensi rasa kantuk sama pada pasien dengan atau tanpa sindrom metabolik. Sindrom metabolik terjadi pada sekitar setengah dari “real-life” pasien OSA, terlepas dari kantuk di siang hari, dan merupakan peanda yang terpercaya untuk resistensi insulin. Kata kunci: epidemiologi, hipoksia intermiten, metabolisme, jenis kelamin Obstructive Sleep Apnoe (OSA) jarang dihubungkan dengan obesitas, hipertensi, dan faktor resiko kardiovaskuler yang lain, dan pasien yang tidak ditatalaksana dengan OSA berat menunjukkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Bagaimanapun, sejak OSA dan obesitas sering didampingkan, alur respektive keduanya dalam peningkatan resiko kardiovakuler masih diperdebatkan.

jurnal paru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal paru

Citation preview

Page 1: jurnal paru

Sindrom Metabolik, Resistensi Insulin, dan Rasa Kantuk pada “Obstructive Sleep Apnoe”

Abstrak: Sindrom metabolik menunjukkan variabel prevalensi obstructive sleep apnoe (OSA), dan hubungannya dengan resistensi insulin atau rasa kantuk yang berlebihan di siang hari pada OSA masih belum jelas. Penelitian ini menilai hal-hal berikut pada pasien yang baru didiagnosis OSA : 1)prevalensi metabolik sindrom; dan 2) hubungannya dengan resistensi insulin dan rasa kantuk di siang hari.

Sindrom metabolik menurut kriteria NCEP-ATP III , resistensi insulin menurut HOMA, index, n=228, dan rasa kantuk di siang hari berdasarkan Skala Kantuk Epworth dinilai pada 529 pasien OSA.

Prevalensi sindrom metabolik sebesar 51,2% meningkat dengan keparahan OSA. Masing-masing komponen sindrom metabolik berkorelasi dengan index apnoe/hipopnoe, tetapi hanya tekanan darah yang menahan signifikansi setelah koreksi pembauran. Obesitas dan OSA, keduanya berkontribusi pada abnormalitas metabolik, dengan pola yang berhubungan dengan jenis kelamin, diagnosis sindrom metabolik berhubungan secara signifikan dengan lingkar leher, umur, indeks massa tubuh dan saturasi oksigen arteri terendah pada pria, dan dengan umur serta indeks penimbulan pada wanita. Jumlah komponen metabolik sindrom meningkat dengan indeks HOMA (p>0.001). Prevalensi rasa kantuk sama pada pasien dengan atau tanpa sindrom metabolik.

Sindrom metabolik terjadi pada sekitar setengah dari “real-life” pasien OSA, terlepas dari kantuk di siang hari, dan merupakan peanda yang terpercaya untuk resistensi insulin.

Kata kunci: epidemiologi, hipoksia intermiten, metabolisme, jenis kelamin

Obstructive Sleep Apnoe (OSA) jarang dihubungkan dengan obesitas, hipertensi, dan faktor resiko kardiovaskuler yang lain, dan pasien yang tidak ditatalaksana dengan OSA berat menunjukkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Bagaimanapun, sejak OSA dan obesitas sering didampingkan, alur respektive keduanya dalam peningkatan resiko kardiovakuler masih diperdebatkan.

Beberapa penelitian yang menunjukkan resistensi insulin terjadi pada pasien OSA dan berhubungan langsung dengan keparahan OSA. Selain obesutas, OSA dapat berperan secara independen pada patogenesis resistensi insulin, sejak hipoksia intermiten disebut menyebabkan resistensi insulin pada orang sehat. Namun, data yang tersedia sedikit kontroversial, hubungan OSA dan resistensi insulin kebanyakkan disebabkan oleh obesitas pada minimal empat penelitian, dan terapi jangka pendek untuk OSA dengan tekanan napas positif kontinu (CPAP) gagal untuk memperbaiki abnormalitas metabolik.

Metabolik sindrom merupakan kumpulan faktor resiko yang berkaitan dengan resistensi insulin, peningkatan resiko diabetes tipe 2, dan peningkatan keseluruhan mortalitas kardiovaskuler. Walaupun nilainya pada prediksi kardiovaskuler masih diperdebatkan, konsep metabolik sindrom mendapat popularitas dan memperbaiki perhatian klinisi terhadap masalah metabolik pada subjek obesitas. Berdasarkan Program Edukasi Kolesterol Nasional Panel Terapi Dewasa (NCEP-ATP) III terbaru, metabolik sindrom didiagnosis ketika minimal 3 hal pada kondisi berikut ini terjadi: peningkatan lingkar pinggang, penanda obesitas sentral; peningkatan tekanan darah; hiperglikemia

Page 2: jurnal paru

puasa; peningkatan trigliserida serum dan penurunan lipoprotein densitas tinggi (HDL) konsentrasi kolesterol.

Prevalensi metabolik sindrom pada pasien OSA berdasarkan definisi NCEP-ATP III ditemukan pada nilai rentang antara 23% dan 87 %. Banyak penelitian meliputi sejumlah kecil pasien dan tidak menilai resistensi insulin pada konjungsi dengan sindrom metabolik. Sebuah penelitian kontrol kasus dan penelitian populasi cross sectional menyarankan bahwa sindrom metabolik tetapi bukan resistensi insulin, berkaitan dengan OSA. Mengejutkan, nilai sindrom metabolik pada prediksi resistensi insulin tidak dapat diuji secara spesifik terhadap pasien OSA. Untuk itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk menilai prevalensi sindrom metabolik pada sampel yang luas dan mewakili pasien dengan diagnosis OSA dan untuk memperhitungkan hubungan antara karakteristik tidur, resistensi insulin, dan abnormalitas metabolik.

Rasa kantuk berlebihan di siang hari (EDS) merupakan gejala mayor OSA. EDS pada pasien OSA dilaporkan berkaitan dengan hipertensi, perubahan modulasi otonomik, dan diabetes tipe 2. EDS merupakan satu diantara beberapa faktor yang berasosiasi secara signifikan dengan OSA dan sindrom metabolik pada penelitian terbaru oleh Agrawai dkk. Dua penelitian kontrol kasus menemukan bahwa EDS memprediksikan resistensi insulin pada pasien OSA obesitas independen; hanya pasien mengantuk yang menunjukkan perbaikan sensitifitas insulin setelah terapi CPAP selama 3 bulan. Dan sebaliknya, penelitian lain menemukan derajat kemiripan rasa kantuk yang subjektif pada pasien sindrom metabolik dengan atau tanpa OSA. Untuk itu, tujuan kedua investigasi ini adalah untuk menilai karakteristik pasien OSA yang mengalami kantuk siang hari dan apakah EDS dikaitkan dengan sindrom metabolik pada pasien OSA secara luas.

MetodeKonsekutif pasien menunjuk ke Laboratorium tidur, RS Son Dureta, Palma de Mallorca, Spanyol, pada tahun 2005-2007 yang diteliti (n=535). Kriteria inklusi antara lain usia > 18 tahun, diagnosis OSA dan mau berpartisipasi dalam penelitian. Tidak memenuhi syarat pasien yang menolak untuk terlibat. 6 pasien dieksklusi karena data hilang, mengurangi jumlah sampel menjadi 529 pasien. Protokol penelitian disetujui oleh Institusi Review lokal (nomor IB741/09PI), dan semua participan memberi persetujuan tertulisnya.

Penelitian Tidur

OSA didiagnosis dengan polisomnigrafi penuh (E-series Compumedics, Abbotsford, Australia) yang meliputi rekaman aliran oronasal, pergerakan torakoabdominal, EKG, elektromiografi submental dan pretibial, elektrookulogram, elektroensefalogram dan oksimetri nadi, sebagai deskrisi pendahuluan. Apnoe didefinisikan dengan ketiadaan napas/aliran udara selama ≥ 10 detik. Hipopnoe adalah berkurangnya aliran udara ≥ 10 detik berkaitan dengan baik desaturasi oksigen ≥ 4% maupun penimbulan dan desaturasi oksigen ≥ 3%. Indeks apnoe/hipopnoe dan indeks arousal (ArI) merupakan jumlah apnoe dan hipopnoe, dan penimbulan, secara berturut-turut, per jam tidur. OSA didiagnosis jika AHI ≥ 10 kejadian/jam. EDS diukur dengan skala kantuk Epworth (ESS), disebut EDS bila ESS skor ≥ 10.

Sindrom Metabolik

Page 3: jurnal paru

Merupakan ukuran umum obesitas, indeks massa tubuh (berat badan (kg) / tinggi badan 2 (m)). Lingkar leher dan pinggang (cm) juga diukur. Metabolik sindrom didiagnosis berdasarkan adanya tiga atau lebih faktor berikut ini: lingkar pinggang ≥ 80 cm pada wanita dan ≥ 94 cm pada pria (semua pasien Kaukasian), trigliserida serum ≥ 150 mg/dl, atau terapi penurunan lipid; kolesterol HDL <40 mg/dl pada pria dan < 50 mg/dl pada wanita, atau terapi penurunan lipid; dan glukosa darah puasa >100 mg/dl, atau terapi antidiabetik.

Tekanan darah diukr dengan spigmomanometer raksa standar setelah subjek duduk tenang selama ≥ 5 menit untuk istirahat. Peningkatan tekanan darah dicatat apabila tekanan darh sistolik >130 mmHg atau tekanan diastolik >85 mmHg, atau pasien dalam terapi antihipertensi.

Sampel darah vena puasa diambil di pagi hari setelah polisomnografi. Glukosa, trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol HDL ditentukan dengan standar metode enzimatik Hitachi Moduler analiser ( Diagnostik Roche, Indianapolis,IN,USA). Pada 288 pasien tanpa diketahui diabetes sebelumnnya, konsentrasi plasma insulin diukur dengan uji chemiluminesen pada Immulite 2000 analiser (Siemens Medical Solution Diagnostic, New York, NY, USA). Resistensi insulin dikalkulasikan menggunakan indeks Penilaian Homeostatik Model (HOMA).

Analisis Statistik

Data disajikan sebagai mean±SD; data kategorik disajikan sebagai persentasi pasien positif.

Tes T-tidak berpasangan (untuk variabel numerik) dan nonparametrik tes Mann-Whitney (untuk variabel yang tidak terdistribusi normal) digunakan untuk membandingkan: 1) Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin; 2) pasien tanpa komponen sindrom metabolik dengan semua pasien lainnya; 3) pasien dengan dan tanpa EDS. Frekuensi dibandingkan oleh uji Chisquare untuk variabel kategorik (uji Fisher’s exact dengan frekuensi pengamatan <5). Untuk distribusi data yang tidak normal, indeks HOMA dan nilai trigliserida dianalisis setelah transformasi logaritmik.

Kecenderungan dianalisis dengan uji Spearman rank, atau uji Kendal Tau-c untuk variabel kategorik. Regresi multipel linier digunakan untuk menilai hubungan antara AHI,ArI dan saturasi oksigen arterial (SaO2) sebagai variabel independen dan masing-masing komponen sindrom metabolik sebagai variabel dependen.

Regresi multivariat logistik model digunakan untuk menilai determinan sindrom metabolik dan EDS. Untuk tujuan ini, kami menggunakan antropometri dan variabel tidur bersamaan dengan variabel yang menunjukkan p<0.20 pada analisis bivariat, Variabe dipilih dengan pendekatan yang bijak. Nilai p <0.05 signifikan dipertimbangkan. Perangkat lunak SPSS versi 17 (SPSS Inc.,Chicago,IL,USA) digunakan untuk semua analisis.