13
EFEK SAMPING FOTOTERAPI PADA NEONATAL JAUNDICE : APA YANG KITA KETAHUI? APA YANG HARUS KITA LAKUKAN ? Tao Xiong. Yi Qu. Stephanie Cambier. Dezhi Mu Abstrak. Neonatal fototerapi (NNPT), merupakan terapi noninvasif yang mudah dan tersedia, telah digunakan luas pada terapi neonatal jaundice selama lebih dari setengah abad. Efisisensi terapi ini dalam menurunkan konsentrasi bilirubin plasma telah banyak dibuktikan, dan NNPT juga telah menurunkan rasio transfusi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia dengan sangat baik. Telah diterima secara umum bahwa efek samping NNPT tidak serius dan dapat dikontrol. Review ini akan fokus dalam membahas kemungkinan efek samping yang ditimbulkan dan cara untuk meminimalisirnya. Kata kunci. Jaundice. Newborn infant. Phototherapy. Side effect. Pendahuluan Neonatal jaundice, warna kuning pada sklera dan kulit disebabkan oleh hiperbilirubinemia, adalah salah satu keadaaan yang paling sering dihadapi oleh ahli neonatologi. Sekitar 60% bayi lahir aterm dan 80% bayi lahir preterm mengalami jaundice pada minggu pertama usia mereka. Bilirubin ensefalopati adalah keadaan yang merusak dan melukai jaringan otak, yang dapat menyebabkan kecacatan permanen dari perkembangan otak. Untungnya, terapi noninvasif dan mudah didapatkan berupa fototerapi neonatal

Jurnal Review

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal review - KKS departemen anak

Citation preview

Page 1: Jurnal Review

EFEK SAMPING FOTOTERAPI PADA NEONATAL JAUNDICE : APA YANG KITA

KETAHUI? APA YANG HARUS KITA LAKUKAN ?

Tao Xiong. Yi Qu. Stephanie Cambier. Dezhi Mu

Abstrak. Neonatal fototerapi (NNPT), merupakan terapi noninvasif yang mudah dan tersedia,

telah digunakan luas pada terapi neonatal jaundice selama lebih dari setengah abad. Efisisensi

terapi ini dalam menurunkan konsentrasi bilirubin plasma telah banyak dibuktikan, dan NNPT

juga telah menurunkan rasio transfusi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia dengan sangat

baik. Telah diterima secara umum bahwa efek samping NNPT tidak serius dan dapat dikontrol.

Review ini akan fokus dalam membahas kemungkinan efek samping yang ditimbulkan dan cara

untuk meminimalisirnya.

Kata kunci. Jaundice. Newborn infant. Phototherapy. Side effect.

Pendahuluan

Neonatal jaundice, warna kuning pada sklera dan kulit disebabkan oleh

hiperbilirubinemia, adalah salah satu keadaaan yang paling sering dihadapi oleh ahli neonatologi.

Sekitar 60% bayi lahir aterm dan 80% bayi lahir preterm mengalami jaundice pada minggu

pertama usia mereka. Bilirubin ensefalopati adalah keadaan yang merusak dan melukai jaringan

otak, yang dapat menyebabkan kecacatan permanen dari perkembangan otak. Untungnya, terapi

noninvasif dan mudah didapatkan berupa fototerapi neonatal (NNPT) efektif dalam menurunkan

bilirubin tidak terkonjugasi. Sejak tahun 1950, banyak percobaan klinis yang telah dilakukan

pada neonatal jaundice. Pada tahun 1985, National Institute of Child Health and Human

Developmental melaporkan bahwa NNPT sama efektifnya dengan transfusi pertukaran dalam

mencegah sekuele neurologis. Sejak itu, NNPT telah secara luas digunakan sebagai terapi inisial

pilihan untuk hiperbilirubinemia. Ketka membandingkan sinar biru, biru-hijau, hijau, dan putih,

penelitian menemukan bahwa sinar biru paling efektif dalam menurunkan bilirubin. Oleh karena

itu, NNPT dengan sinar biru digunakan secara luas dalam praktek klinis. Spektrum sinar biru

(380-550 nm) terdiri dari sinar tampak pada spektrum puncak 450 nm dan sedikit komponen

sinar ultraviolet (UV). NNPT menurunkan kadarserum bilirubin dengan mengkonvert bilirubin

Page 2: Jurnal Review

secara fotoisomerisasi dan fotooksidasi menjadi produk yang dapat dieksresikan. Lokasi kerja

NNPT tampaknya bukan hanya pada kulit namun juga sirkulasi kapiler bawah kulit. Penelitiaan

saat ini telah menunjukkan kemungkinan hubungan NNPT pada beberapa komplikasi. Pada

penelitian multicenter randomized controlled (RCT), fototerapi agresif dapat meningkatkan

mortalitas bayi dengan berat badan 501-759 gram. Penemuan ini telah menarik perhatian para

dokter anak mengenai efek samping potensial dari NNPT.

Efek Samping Jangka Pendek NNPT

Interferensi dengan interaksi ibu – bayi

NNPT memisahkan neonatus dari ibunya, dimana mungkin dapat mengganggu ikatan

antara orangtua dan anak. Bagi bayi, NNPT mempengaruhi perilaku neonatal, termasuk orientasi

pendengaran dan kewaspadaan. Bagi orang tua, NNPT menyebabkan kecemasan orangtua,

kekhawatiran medis yang berlebihan, dan peningkatan kunjungan rawat jalan di tahun pertama

usia pasien. Karena itu, kecuali bila jaundice terlalu berat, fototerapi dapat diinterupsi ketika jam

menyusui dengan ASI, kunjungan orangtua, dan kontak fisik kulit – kulit untuk menjaga ikatan

orangtua dan anak.

Ketidakseimbangan suhu lingkungan dan kehilangan cairan

Fototerapi konvensional mengubah suhu lingkungan bayi, yang memicu insensible water

loss (IWL), hipotermia/hipertermia, dan dehidrasi. Bayi juga mengalami kehilangan cairan

intestinal dari feses cair selama NNPT. RCT menunjukkan suplemen cairan pada neonatus aterm

dengan hiperbilirubinemia berat dapat menurunkan rasio transfusi pertukaran dan durasi NNPT.

Oleh karena itu, suhu tubuh neonatus yang sedang menjalani NNPT harus dimonitor secara ketat

dan suplemen cairan yang cukup harus diberikan , terutama pada bayi dengan berat badan lahir

sangat rendah.

Gangguan elektrolit – hipokalsemia

NNPT dapat menimbulkan penurunan kadar ion dan total kalsium neonatus, terutama

neonatus preterm. Efek ini tampaknya diperantarai oleh peningkatan ekskresi kalsium melalui

urin. Ditambah lagi, sinar akan mempengaruhi homeostasis dengan menghambat sekersi pineal

darimelatonin dan memicu hipokalsemia. Sayangnya, hanya sedikit neonatus dengan

Page 3: Jurnal Review

hipokalsemia yang menimbulkan manifestasi klinis, dan hampir semua neonatus dengan

hipokalsemia, kadar serum kalsiumnya kembali normal 24 jam setelah NNPT. Oleh karena itu,

diperlukan penelitan lebih lanjut mengenai keuntungan pemberian kalsium profilaksis untuk

mencegah hipokalsemia selama NNPT.

Gangguan ritme sirkadian

Chen dkk meneliti mengenai efek NNPT terhadap ekspresi gen sirkadian di sel

mononuklear darah perifer pada neonatus jaundice. Mereka menemukan bahwa terdapat

peningkatan ekspresi gen Cry I yang signifikan dan penurunan kadar melatonin plasma,

mengubah ritme sirkadian terang – gelap dan memicu perilaku abnormal seperti frekuensi

menangis dan kegelisahan. Penelitian ini menyarankan pengaturan waktu NNPT yang lebih baik

sehingga mengakomodasi ritme sirkadian normal.

Baby bronze syndrome

Baby bronze syndrome (BBS) merupakan komplikasi yang jarang pada neonatus dengan

peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi (cholestasis) yang sedang menjalani NNPT. Patogenesi

BBS belum jelas. Gangguan metabolisme Cu-protoporphyrin dan hipoplasia bilier kongenital

mungkin terlibat. Ambang batas bilirubin terkonjugasi sehingga terjadi sindrom belum dapat

dipastikan karena tidak semua bayi dengan kholestasis berkembang menjadi BBS selama diterapi

NNPT. secara umum dipercaya bahwa BBS tidak terlalu berbahaya, dan pigmentasi lambat laun

kembali normal apabila NNPT dihentikan. Bagaimanapun, BBS merupakan resiko tambahan

terjadinya kernikterus. Oleh karena itu, neonatus dengan hiperbilirubinemia campuran (direk-

indirek) yang menjalani NNPT harus diselidiki secara cermat penyebab BBS yang mendasari.

Efek samping jangka panjang NNPT

NNPT dan penyakit alergi

Mekanisme NNPT pada penyakit alergi

Dengan meningkatnya rasio penyakit alergi seperti asma dan rinitis alergi, banyak

penelitian fokus terhadap mekanisme imunologi yang terjadi. Kemampuan sistem imun

bergantung pada keseimbangan imunitas humoral (sel Th-2) dan imunitas selular (sel Th-1).

Normalnya, sistem imun berpindah dari kecenderungan respon imun Th-2 kearah respon imun

Page 4: Jurnal Review

Th-1 setelah lahir. Stimulus lingkungan dapat mempengaruhi regulasi imun pada kehidupan awal

bayi, dimana gangguan penggantian Th-2/Th-1 disebabkan faktor lingkungan berkontribusi

dalam berbagai penyakit alergi. Kenyataan NNPT menghambat sistem imun didukung oleh

penemuan bahwa NNPT mempengaruhi penggantian Th-2/Th-1 yang akhirnya menyebabkan

penyakit alergi selama kehidupan kanak-kanak dan dewasa. Terdapat beberapa mekanisme yang

dimungkinkan menjadi penyebab gangguan penggantian Th-2/Th-1. Pertama, NNPT dapat

meningkatkan kadar sitokin secara signifikan, termasuk TNF-alpha, IL-1 beta, dan IL-8, tapi

menurunkan kadar IL-6 bayi baru lahir. Perubahan kadar sitokin ini diperkirakan menjadi

penyebab gangguan penggantian Th-2/Th-1. Kedua, NNPT secara langsung menyebabkan

kerusakan DNA limfosit pada bayi jaundice (Fig. 1). Kerusakan ini dapat mempengaruhi gen

yang meregulasi penggantian Th-2/Th-1 dan berkontribusi terjadinya gangguan.

Sinar UV, walaupun komponen kecil NNPT, dapat mengaktifkan jalur inflamasi, memicu

alergi atau atau gangguan autoimun. Sinar UV menurunkan jumlah limfosit T CD4+dalam

sirkulasisecara signifikan, mengganggu limfosit T sitotoksik CD8+, dan menurunkan aktivitas sel

natural killer (NK). Karena itu, sinar UV dalam paparan NNPT mungkin mempengaruhi sistem

imun dan memicu gangguan autoimun dan alergi. (fig. 1)

Efek NNPT dalam regulasi imun sebagian mungkin diakibatkan karena proses degradasi

bilirubin. Bilirubin tidak terkinjugasi menghambat aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan

mencegah migrasi leukosit. Peningkatan yang tepat kadar bilirubin selama periode neonatus

Page 5: Jurnal Review

melindungi bayi dari stres oksidatif dan mendukung penggantian Th2/Th1, yang nantinya akan

mencegah manifestasi alergi pada periode akhir kehidupan. Oleh karena itu, gangguan pada

fisiologi metabolisme bilirubin melalui NNPT dapat menyebabkan gangguan sistem imun.

NNPT dan asma, rinithis alergi, dan konjungtivitis

Degradasi bilirubin melalui NNPT mungkin meningkatkan stres oksidatif, sebuah faktor

resiko terjadinya manifestasi asma di kehidupan selanjutnya. Karenanya, penurunan kadar

bilirubin yang diinduksi oleh NNPT, dan hasil dari gangguan pertahanan antioksidan turut

berkontribusi terjadinya asma.

Asberg dkk, membuktikan NNPT merupakan faktor resiko untuk terjadinya asma. Pada

studi pertama mereka, membandingkan sebanyak 14.803 anak-anak yang dirawat di rumah sakit

karena asma dengan 1.386.029 anak yang lahir pada saat yang sama di Swedia. Mereka

menemukan bahwa NNPT dan jaundice merupakan faktor resiko untuk asma (OR 1.27;95% CI,

1.08-1.50). Penemuan ini mengindikasikan terdapat hubungan antara neonatal jaundice dan atau

NNPT dan anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena asma. Pada studi kedua mereka,

61.256 anak dibawah usia 2 tahun, yang mendapatkan terapi anti-asma, dengan atau tanpa

perawatan di rumah sakit, dibandingkan dengan 1.338319 anak yang lahir pada periode waktu

yang sama. Didapatkan NNPT dan atau jaundice juga menjadi penentu resiko anak berkembang

menderita asma sebelum usia 12 tahun. Kedua studi ini mengindikasikan adanya hubungan

antara NNPT dan atau jaundice dan asma usia anak-anak. Penemuan ini menarik dan bernilai

karena data diperoleh dari populasi yang besar dan kesimpulan diambil setelah meminimalkan

kemungkinan-kemungkinan adanya faktor resiko perinatal lainnya.

Menariknya, penelitian baru-baru ini yang melibatkan pasien yang di follow up lebih dari

30 tahun menunjukkan bahwa NNPT berhubungan dengan rhinitis alergi dan konjungtivitis

(P=0.046). Karena kecilnya kelompok penelitian ini, diperlukan penelitian epidemiologi lebih

jauh bersama kelompok yang lebih besar dan kerjasama multicenter utuk menyelidiki hubungan

antara NNPT dengan rhinitis alergi dan konjungtivitis.

Semua penelitian diatas merupakan penelitian case-kontrol nilai OR relatif kecil, yang

tidak dapat memberikan bukti statistik yang kuat. Oleh karena itu, kesimpulan akhir mengenai

hubungan antara fototerapi dengan asma, rhinitis alergi, dan konjungtivitis harus ditarik setelah

dilakukan studi RCT yang dirancang dengan baik.

Page 6: Jurnal Review

NNPT dan melanocytic nevi, melanoma, dan kanker kulit

Telah diketahui bahwa epidermis menyerab sekitar 60% radiasi sinar biru. Sel melanosit,

yang terletak di epidermis, sangat mudah dipengaruhi oleh radiasi sinar biru. Kulit neonatus

memiliki aktivitas enzimatik yang kurang, metabolisme detoksifikasi yang rendah, dan

mekanisme pertahanan imunologi yang belum sempurna, dimana hal ini meningkatkan

kerentanan dan sensitivitas neonatus terhadap NNPT.

Sinar biru bersifat toksik terhadap sel epitel dengan menginduksi produksi radikal bebas

dan kerusakan mitokondria dan DNA, yang nantinya akan memfasilitasi progresivitas sel kanker.

Selain itu, resiko kanker kulit sebagian disebabkan oleh tumpang tindih antara spektrum NNPT

dan radiasi UV. Sekitar 0.3% sinar biru terdiri dari radiasi UV. Telah dilaporkan NNPT dengan

radiasi UV total antara 10.8 – 32.4 J/cm2 menyebabkan luka bakar ultraviolet. Selain itu, terlalu

banya paparan sinar UV meningkatkan resiko terjadinya melanoma maligna. Beruntungnya,

sinar UV tidak terdapat pada alat fototerapi modern seperti light-emitting diodes (LED), dan

sinar fiber optik.

Nevus melanocytic merupakan faktor terkuat yang dapat memprediksi timbulnya

melanoma. Penelitian klinis saat ini menunjukkan dampak potensial NNPT terhadap peningkatan

jumlah nevus melanocytic. Korelasi kuat didapatkan antara NNPT dan jumlah nevus pada anak

usia 8 – 9 tahun, terutama nevus dengan ukuran dari 2 hingga 5 mm (P=0.006). Rata-rata jumlah

nevus adalah 3.17/anak pada grup NNPT, dibandingkan 1.23/anak pada grup kontrol. Csoma dkk

meneliti 747 anak sekolah dari usia 14 hingga 18 tahun yang pernah mendapatkan terapi NNPT.

Mereka menemukan bahwa NNPT berhubungan dengan peningkatan signifikan prevalensi klinis

multiple common nevi dan nevi atipikal (OR, 1.43; 95% CI, 1.01-2.03), yang merupakan faktor

resiko fenotip independen yang dapat berkembang menjadi melanoma maligna. Penelitian pada

kembar monozigot, kembar yang terpapar NNPT secara statistik menunjukkan jumlah common

nevi dan atipikal nevi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kembar yang tidak terpapar

NNPT.

Hubngan antara NNPT dan kanker kulit telah diteliti. Berg dkk meneliti 30 anak dengan

melanoma dan 120 anak tanpa melanoma sebagai kontrol. Mereka menemukan bahwa semua

anak dengan melanoma tidak mendapatkan NNPT sebelumnya, hal ini menunjukkan NNPT

bukan faktor resiko melanoma. Penelitian kohort retrospektif baru-baru ini juga melaporkan

Page 7: Jurnal Review

tidak terdapat kasus karsinoma sel squamous dan karsinoma sel basal pada 5.868 orang terpapar

NNPT yang di observasi. Tidak terdapat pula bukti statistik yang menunjukkan NNPT

merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya melanoma saat ini. Untuk memastikan

hubungan antara NNPT dan kanker kulit, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan beberapa

kriteria berikut. Pertama, penelitian harus dilakukan pada kelompok genetik yang berbeda,

seperti bayi yang bukan berkulit putih. Penelitian-penelitian diatas dilakukan pada populasi kulit

putih dimana melanotic nevi dan kanker kulit lebih mudah berkembang pada kulit putih daripada

yang bukan berkulit putih. Kedua, diperlukan waktu follow up yang lebih panjang. Waktu follow

up pada penelitian-penelitian diatas berkisar 30 tahun, waktu ini tidak cukup untuk

mengobservasi perkembangan kanker kulit, karena resiko kanker kulit relatif rendah pada oran

dibawah usia 30 tahun. Bagaimanapun, membangun suatu penelitian dengan follow up lebih dari

30 tahun sangat susah dilakukan karena tingginya proporsi untuk hilang follow up, perancu yang

tidak diketahui pada pasien dalam usia yang berbeda, dan dukungan finansial untuk melakukan

penelitian jangka panjang. Ketiga, penelitian harus melibatkan bayi-bayi preterm yang relatif

resiko tinggi berkembang menjadi nevi terkait NNPT. Pada penelitian-penelitian diatas, tidak

terdapat studi tersendiri mengenai bayi-bayi preterm.

NNPT dan Duktus Arteriosus Persisten (PDA)

Neonatal fototerapi (NNPT) dan keadaan duktus arteriosus persisten (PDA)

dihipotesiskan bahwa cahaya dapat menembus ke dalam dinding dada yang tipis pada bayi yang

sangat prematur. Tembusan cahaya ini akan semakin meningkat ketika neonatus terkena

spektrum tinggi dari radiasi NNPT. Foton cahaya menyebabkan relaksasi otot polos aorta

melalui aktivasi nitrit oksida-jalur siklus GMP dan Ca2+- dependent K+ ion channels. Oleh

karena itu, NNPT memberikan efek relaksasi otot polos pada duktus arteriosus pada neonatus

sehingga duktus arteriosus terbuka. Selain itu, perubahan aliran darah yang abnormal setelah

NNPT merupakan faktor risiko yang penting untuk PDA. NNPT pernah dilaporkan dapat

mengubah fungsi jantung dengan cara meningkatkan denyut jantung dan mengurangi variabilitas

dari denyut jantung dan cardiac output, selain itu juga mempengaruhi fungsi pembuluh darah

dengan cara menurunkan tekanan darah arteri rata-rata (MAP) dan meningkatkan aliran darah

perifer. Perubahan fungsi kardiovaskular dan homeostasis cairan setelah pengobatan NNPT

dapat mempengaruhi penutupan PDA.

Page 8: Jurnal Review

Pada tahun 1986, hubungan positif antara NNPT dan PDA pertama kali dilaporkan pada

bayi prematur dengan sindroma gawat napas (RDS). Untuk menentukan hubungan dari NNPT

dan PDA pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), Barefield et al.

menganalisis 295 bayi dengan berat badan lahir 501 – 999 gram. Bayi yang mendapatkan NNPT

(n=28) secara signifikan meningkatkan insiden PDA jika dibandingkan dengan bayi tidak

mendapatkan NNPT (76% vs 53%). Benders et al merancang sebuah penelitian dengan 27 bayi

prematur (usia gestasi ≤32 minggu, dengan rata-rata berat lahir <1400 gram), semuanya memiliki

duktus arteriosus yang tertutup sebelum NNPT. Namun, duktus arteriosus dapat terbuka kembali

pada >50% bayi selama NNPT. Oleh karena itu, NNPT bisa menjadi faktor risiko untuk PDA,

khususnya pada bayi dengan berat badan lahir <1500 gram.

Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memverifikasi jika NNPT benar-benar

berhubungan dengan PDA atau jika ada beberapa faktor perancu yang dapat membuat bias hasil

ini. Kita juga harus mempertimbangkan jika bilirubin >6 mg/dL cenderung sangat berbahaya

untuk kebanyakan bayi prematur yang telah dipengaruhi oleh beberapa penyakit konkuren.

Keseimbangan yang baik harus dilakukan pada setiap kasus peningkatan bilirubin dan hal ini

sering terjadi pada kebanyakan NNPT.

NNPT dan Kerusakan Retina

Panjang gelombang cahaya yang paling efisien untuk menurunkan kadar biliribun juga

merupakan panjang gelombang yang dapat menyebabkan kerusakan retina. Penelitian baru ini

menunjukkan bahwa peran