Upload
soel-rock-perdoz
View
383
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN ATURAN-ATURAN SYARIAH DALAM MEKANISME GADAI PADA
PERUSAHAAN PT. PEGADAIAN SYARIAH CABANG KENDARI
ABSTRAK
HAERIL IDHAM THAHIR (B1B1 09 037). Penerapan Aturan – Aturan Syariah Dalam
Mekanisme Gadai Pada PT. Pegadaian Syariah Cabang Kendari. Pembimbing I
Samdin, Pembimbing II La Sensu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana penerapan aturan syariah
dalam mekanisme gadai di Pegadaian Syariah cabang kendari.
Data penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara kepada beberapa
informan yang terdiri dari pimpinan cabang atau menejer, karyawan, dan beberapa nasabah di
PT. Pegadaian Syariah Cabang Kendari. Selanjutnya data yang diperoleh dari hasil
wawancara dianalisis dengan model deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa gadai syariah merupakan suatu upaya
untuk menampung keinginan masyarakat khususnya umat muslim yang menginginkan
transaksi kredit sesuai Syariat Islam dan juga mekanisme gadai yang telah diketahui di PT.
Pegadaian Syariah Cabang Kendari yang meliputi akad gadai rahn dan ijarah, kategori barang
gadai, syarat rahn, prosedur pemberian pinjaman, biaya administrasi dan biaya penyimpanan,
pelunasan barang gadai serta pelelangan barang gadai. Serta telah diketahui bahwa
mekanisme gadai di PT. Pegadaian Syariah Cabang Kendari sudah sesuai dengan landasan
hukumnya yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 25/DSNMUI/ III/2002
tentang Rahn. Kesesuaian tersebut terlihat, dimana PT. Pegadaian Syariah Cabang
Kendari telah berusaha untuk melaksanakan pemberian gadai dengan cara sesederhana
mungkin agar tidak mempersulit rahin (nasabah) dalam memperoleh pinjaman gadai. Hal ini
masih saja berlangsung sampai saat sekarang ini dan terbukti efesien dalam pelaksanaannya.
Kata Kunci : Aturan Syariah, Gadai, Mekanisme
ABSTRACT
HAERIL IDHAM THAHIR (B1B1 09 037). Application of Sharia Rules In Mortgage
Mechanism PT. Pegadaian Syariah Branch Kendari. Mentored I By Samdin, And
Mentored II by La Sensu.
The purpose of this research is to know how the Application of Sharia Rules In
Mortgage Mechanism PT. Pegadaian Syariah Branch Kendari.
The data of this research obtained the through observation and interviews to several
informant consisting of branches leader or manager, employees and some customer in PT.
Pegadaian Syariah branch kendari. Next, data obtained from the result of interviews will
analyzed by qualitative descriptive model.
Result from this research is indicate Islamic mortgage is an effort to fulfill the needs
of the people, especially to muslims who want sharia appropriate credit transaction and
mortgage mechanism that has been known in PT. Pegadaian Syariah branch kendari
covering rahn and ijarah contract, mortgage goods category, rahn condition, lending
procedures, administration cost and save cost, amortization of mortgage goods and auction
mortgage goods. Well known that the mechanism of PT. Pegadaian Syariah branch kendari
is appropriate with the runway is ruling Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) number
25/DSN-MUI/III/2002 about rahn. Suitability is visible, where PT. Pegadaian syariah has
worked to implement the grant mortgage with simple method in order to not complicates
rahin (customer) in obtaining mortgage loans. It is still only last until the present moment
and proven the efficiency of the implementation.
Keyword : sharia rule, mortgage, mechanism.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah
satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Para pelaku pembangunan, pemerintah dan masyarakat, baik
perseorangan maupun berbadan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang
sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui
kegiatan pinjam meminjam.
Setiap manusia dalam kehidupannya harus memenuhi kebutuhannya, yang dimana
seperti kita ketahui kebutuhan manusia itu tidak terbatas, dan bagi masyarakat kalangan
bawah dalam memenuhi kebutuhannya kadang tidak terpenuhi karena tidak memiliki dana
yang cukup, sehingga kadang-kadang merekapun sampai terpaksa mencari pinjaman ke orang
lain atau ketempat lain.
Dengan perkembangan ekonomi masyarakat yang terus meningkat, maka setiap orang
dapat mencari pinjaman dan mendapatkan uang pinjaman melalui jasa pendanaan atau
pembiayaan baik yang berasal dari lembaga keuangan bank maupun yang berasal dari
lembaga keuangan non bank, seperti lembaga pegadaian. Secara umum masyarakat yang
akan menggunakan jasa pegadaian tentu akan memilih tempat pegadaian yang dapat
memberikan keuntungan dan kemudahan, dimana masyarakat akan memperhatikan dan
mempertimbangkan mekanisme operasional gadai saat memutuskan untuk menggadaikan
suatu barang.
Islam merupakan agama yang universal dan berlaku disepanjang zaman. dengan
Keuniversalan konsep Islam, merupakan suatu jawaban atas keterbatasan manusia dan
pemikirannya yang temporer dan parsial. Oleh karena itu, agama Islam juga sudah
mengajarkan kepada umatnya untuk saling tolong – menolong, yang kaya menolong yang
miskin dan yang mampu membantu yang lemah. Dalam Al-Qur‟an surat Al- Maidah ayat 2,
Allah berfirman:
. . .
Artinya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan kemungkaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksaannya. (Al-Maidah : 2)
Rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta (benda) sebagai kepercayaan dari
suatu hutang yang dapat dibayarkan dari benda itu apabila hutang tersebut tidak bisa dibayar
(Abu zakariyya, 1422H). Gadai (rahn) adalah salah satu kategori dari perjanjian utang-
piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang
berutang menjadikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya tersebut. Status barang
jaminan tetap menjadi milik orang yang menggadaikan (rahin) akan tetapi disimpan oleh
penerima gadai (murtahin). Praktik seperti ini telah ada sejak zaman Rasulullah Saw, dan
Rasulullah sendiri pernah melakukannya (M. Sofyan, 2007). Pegadaian dalam islam
mempunyai nilai social yang sangat tinggi dan dilakukan secara sukarela atas dasar tolong
menolong.
Bilamana dilihat dari fungsi dan kegiatan usahanya, pegadaian diindonesia merupakan
salah satu lembaga keuangan bukan bank yang berfokus dengan memberikan pinjaman dalam
bentuk gadai barang. Alasan yang membuat pegadaian menjadi suatu bentuk usaha lembaga
keuangan bukan bank yang berfokus dengan memberikan pinjaman. Pertama, transaksi
pembiayaan yang diberikan oleh pegadaian mirip dengan pinjaman melalui kredit bank,
namun diatur secara terpisah atas dasar hukum gadai dan bukan dengan peraturan mengenai
pinjam-meminjam biasa. Kedua, usaha pegadaian di Indonesia secara legal dimonopoli oleh
hanya satu badan usaha saja, yaitu Perum Pegadaian. Di mana secara umum tujuan ideal dari
Perum Pegadaian adalah penyediaan dana dengan prosedur yang sederhana kepada
masyarakat luas terutama kalangan menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti
konsumsi produksi dan lain sebagainya. Keberadaan Perum Pegadaian juga diharapkan dapat
menekan munculnya lembaga keuangan non formal yang cenderung merugikan masyarakat
seperti praktek ijon, pegadaian gelap, bank gelap, rentenir dan lain-lain (M. sholikul hadi,
2003: 3).
Bersamaan dengan berdiri dan berkembangnya secara pesat dari bank, BMT, dan
asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal inilah yang mengilhami
dibentuknya pegadaian syariah di Indonesia. Selama ini gadai syariah atau rahn lebih dikenal
sebagai produk yang ditawarkan oleh bank syariah, dimana bank menawarkan kepada
masyarakat dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan. Namun
perkembangan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas pembiayaan dengan rahn ini tidak
optimal, hal ini disebabkan karena komponen-komponen pendukung yang dimiliki oleh bank
syariah untuk menawarkan produk ini, seperti kurangnya sumberdaya penafsir, alat untuk
menaksir, dan gudang penyimpanan barang jaminan. Oleh karena itu maka dibentuklah
pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan yang mandiri yang berdasarkan prinsip syariah
(Abdul ghofur, 2006 : 3).
Melihat fenomena yang terjadi dalam hal gadai barang yang non formal seperti praktek
ijon, pegadaian gelap, bank gelap, rentenir dan lain-lain yang dapat merugikan masyarakat
Perum pegadaian sebagai lembaga perkreditan yang memiliki tujuan khusus yaitu penyaluran
uang pinjaman atas dasar hukum gadai yang ditujukan untuk mencegah praktek hitam
tersebut perum pegadaian akan meningkatkan peranannya dalam penyaluran pinjaman bagi
masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah yang kurang mendapat pelayanan dari
lembaga keuangan atau perbankan. Sehingga dengan adanya pegadaian syariah ini
masyarakatpun dalam memperoleh dana dapat dilakukan secara mudah dan cepat. Disamping
berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyediaan dana atas dasar hukum gadai,
manajemen PT. Pegadaian juga berusaha agar pengelolaan ini sedapat mungkin tidak
mengalami kerugian. PT. Pegadaian diharapkan dapat mengalami keuntungan atau
setidaknya penerimaan yang di dapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluaraanya
sendiri. Sesuai dengan tujuan PT. Pegadaian yaitu membantu masyarakat golongan ekonomi
lemah yang membutuhkan dana segera maka PT. Pegadaian melakukan pengembangan usaha
gadai berdasarkan Hukum Islam yang disebut dengan Rahn (Gadai Syariah).
Berdasarkan fakta diatas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan atau
praktek operasional pegadaian syariah yang ditinjau berdasarkan hukum islam. Untuk itu
peneliti ingin mengangkat judul skripsi tentang : “Penerapan Aturan-aturan Syariah Dalam
Mekanisme Gadai Pada Perusahaan P.T Pegadaian Syariah Cabang Kendari ”
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka Fokus dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana penerapan aturan syariah dalam mekanisme gadai di Pegadaian Syariah
cabang kendari?”
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk Memahami Bagaimana penerapan aturan syariah
dalam mekanisme gadai di Lembaga Pegadaian Syariah kota kendari.
1.4 manfaat penelitian
1. Untuk memperkaya wacana keislaman dalam bidang hukum yang berkaitan dengan
gadai.
2. Untuk menambah hazanah ilmu pengetahuan tentang Pegadaian prespektif Islam.
3. Dapat dijadikan masukan bagi masyarakat dengan harapan mampu memberikan
manfaat pemahaman sesuai dengan kebutuhan masyarakat tentang Pegadaian Syariah.
II. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian dan Obyek Penelitian
Lokasi atau tempat penelitian ini dilakukan yaitu dikantor pegadaian syariah yang
terletak dikota kendari provinsi Sulawesi Tenggara dan Obyeknya adalah penerapan
aturan syariah pada PT. Pegadaian Syariah kota kendari.
2. Informan penelitian
Informan dalam penelitian yang dilakukan ini yaitu para karyawan dipegadaian
syariah, yang terdiri dari pimpinan cabang, karyawan dan nasabah pada kantor perum
pegadaian syariah
a. Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data Penelitian
1. Sumber Data
a. Sumber Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan
sebagai sumber pertama. Data primer dalam penelitian ini adalah berupa hasil
wawancara dengan pihak yang berkompeten di Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
syariah kota kendari
b. Sumber data sekunder adalah data yang di dapat dari sumber kedua. Data ini
merupakan data pelengkap yang nantinya akan dikorelasikan dengan sumber data
primer, antara lain berwujud buku-buku, jurnal dan majalah, maupun catatan pribadi.
(Soerjono Soekanto, 2005: 12)
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi (pengamatan) adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Lexy J
Moleong, 2005: 330). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi
partisipan, dimana dalam teknik ini peneliti mengamati secara langsung bagaimana
mekanisme operasional yang diterapkan, dengan mendatangi kantor pegadaian syariah
selama kurang lebih satu bulan.
b. Wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak
terstruktur, artinya pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan
ditanyakan. Kreatifitas pewancara sangat dibutuhkan, bahkan hasil wawancara dengan
jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewancara. Pewancaralah sebagai
pengemudi jawaban responden (Suharsimi Arikunto, 2002: 202).
Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi mengenai hal yang
berkaitan dengan mekanisme gadai pada perum pegadaian syariah kota kendari
Sulawesi tenggara.
b. Analisis Data
Analisis data merupakan proses yang dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari
berbagai sumber, kemudian mereduksi data, dan menyusunnya dalam satuan-satuan yang
dikategorisasikan sehingga data yang diperoleh tersebut dapat ditafsirkan. (Lexy J. Moleong,
2009: 247).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang
digunakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan
dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2006:250). Penulis menggunakan
metode ini karena metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk berhadapan
dengan kenyataan serta lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman dengan pola-pola nilai yang dihadapi.
Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu
dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang
diteliti dan data yang diperoleh.
c. Definisi Operasional Variabel
a. Aturan syariah adalah segala aturan yang berasal dari Allah SWT dan harus di ikuti
dan dipatuhi oleh seluruh umat islam dalam melaksanakan aktivitas kesehariannya
b. Gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu,
untuk memperoleh sejumlah dana dari barang yang digadaikan
Pegadaian syariah adalah lembaga jasa gadai yang dalam menjalankan operasionalnya
berlandaskan prinsip syariah.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum
1.1 Latar Belakang Berdirinya PT. Pegadaian
Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC)
mendirikan BANK VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit
dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20
Agustus 1746.
Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-
1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi
keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah
Daerah setempat (liecentie stelsel). Namun metode tersebut berdampak buruk,
pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang
menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu, metode liecentie stelsel
diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang
mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada pemerintah.
Pada saat Belanda berkuasa kembali, pola atau metode pacth stelsel tetap
dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama dimana pemegang hak ternyata
banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya
pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan cultur stelsel dimana
dalam kajian tentang pegadaian, saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan
pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan
manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad (Stbl) No. 131 tanggal 12 Maret
1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah dan
tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi (Jawa Barat),
selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung Kantor Pusat Jawatan Pegadaian yang
terletak di Jalan Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan Kantor Pusat
Jawatan Pegadaian dipindahkan ke Jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan
yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang, baik dari sisi kebijakan maupun Struktur
Organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam Bahasa Jepang disebut Sitji
Eigeikyuku, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama
Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan Pegadaian
sempat pindah ke Karang Anyar (Kebumen) karena situasi perang yang kian terus
memanas. Agresi militer Belanda yang kedua memaksa Kantor Jawatan Pegadaian
dipindah lagi ke Magelang. Selanjutnya, pasca perang kemerdekaan Kantor Jawatan
Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status,
yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan
PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan
PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi
Perusahaan Umum (PERUM). Hingga pada tahun 2011, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011,
bentuk badan hukum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Kini usia Pegadaian telah lebih dari seratus tahun, manfaat Pegadaian semakin
dirasakan oleh masyarakat, meskipun perusahaan membawa misi public service
obligation, ternyata perusahaan masih mampu memberikan kontribusi yang signifikan
dalam bentuk pajak dan bagi keuntungan kepada Pemerintah, disaat mayoritas lembaga
keuangan lainnya berada dalam situasi yang tidak menguntungkan.
1.2 Latar Belakang Berdirinya Perum Pegadaian syariah
Berdirinya Pegadaian Syariah, berawal pada studi banding yang dilakukan oleh
beberapa General Manager pegadaian pada tahun 1998 di Malaysia. Setelah studi
banding tersebut mulai dilakukan rencana pendirian Pegadaian Syariah. Akan tetapi
terealisasi pada tahun 2000 yang saat itu konsep bank syariah mulai banyak diminati.
Pada saat itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kerjasama dan membantu
dari segi pembiayaan dan pengembangan.
Pada tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaian syariah dan tahun 2003
pegadaian syariah resmi dioperasikan. Pegadaian pertama yang menerapkan sistem
gadai syariah adalah pegadaian cabang Dewi Sartika Jakarta.
Pegadaian syariah merupakan salah satu unit layanan syariah yang dilaksanakan
oleh Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian di samping unit layanan konvensional.
Berdirinya unit layanan syariah ini didasarkan atas perjanjian musyarakah dengan
sistem bagi hasil antara PERUM Pegadaian dengan Bank Muamalat Indonesia yang
bertujuan untuk melayani nasabah Bank Muamalat maupun nasabah PERUM
Pegadaian yang ingin memanfaatkan jasa layanan gadai berdasarkan prinsip syariah.
Dalam Perjanjian Musyarakah antara BMI dan PERUM Pegadaian dengan No.
446/SP300.233/2002 dan No. 015/BMI/PKS/XII/2002 tanggal 20 Desember 2002,
disebutkan bahwa Bank Muamalat Indonesia yang memberikan modal pembiayaan bagi
pendirian Pegadaian Syariah di seluruh Indonesia, sedangkan Perum Pegadaian yang
menjalankan secara operasional kegiatan usaha pegadaian. Hasil pendapatan selama
berlangsungnya operasi Pegadaian Syariah dibagi dua, 45,5% untuk Bank Muamalat
Indonesia dan 54,5% untuk Perum Pegadaian.
1.3 Visi dan Misi Pegadaian
Sebagai lembaga keuangan Non Bank yang di kelola secara professional, kantor
perum pegadaian syariah mempunyai visi dan misi yang tidak jauh berbeda dengan visi
dan misi dari pegadaian konvensional. Adapun visi dari pegadaian syariah yaitu
Sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader
dan mikro berbasis Syariah selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah
kebawah.
Sedangkan operasional Misi khusus dari perusahaan umum (Perum) Pegadian
syariah adalah :
Memberikan pembiayaan yang tercepat, termudah, aman dan selalu memberikan
pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan
dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain
regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat.
Membantu Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan
menengah kebawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber
daya perusahaan.
Visi dan misi ini tidak jauh berbeda dengan visi dan misi pegadaian konvensional
karena Pegadaian Syariah merupakan satu bagian dari Perum Pegadaian.
1.4 Struktur Organisasi Pegadaian Syariah
Secara umum, organisasi mempunyai arti sekumpulan dari sejumlah orang yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan, untuk itu dalam pencapaian
tersebut dibutuhkan adanya perencanaan, pengorganisasian, koordinasi dalam
pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan di semua bagian dalam organisasi tersebut.
Gambar 1
Struktur Organisasi PT. Pegadaian Syariah Cabang kendari
Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) adalah suatu unit organisasi dari PT.
Pegadaian yang berada di bawah binaan divisi lain. Unit ini merupakan unit bisnis
mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai secara
konvensional. Dengan pemisahan ini, maka konsekuensinya adalah perlu dibentuk
kantor cabang layanan gadai syariah yang mandiri, namun untuk sementara waktu
masih dibina oleh pimpinan wilayah pegadaian sesuai dengan tempat kedudukan kantor
cabang tersebut.
Pimpinan Cabang
Bagian gudang
(pelaksana)
Penaksir
(pelaksana)
Kasir
(pelaksana)
Penjaga
1.4.1 Job Description, Tugas dan Wewenang
Job description, tugas dan wewenang pada kantor perum pegadaian syariah kota
kendari sebagai berikut:
1. Manager / pimpinan
Menyusun rencana kerja dan anggaran kantor cabang berdasarkan acuan yang
telah ditetapkan.
Merencanakan, mengorganisasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan
operasional usaha inti.
Merencanakan, mengorganisasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan
piñata usahaan barang jaminan.
Merencanakan, mengorganisasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan
kebutuhan dan penggunaan sarana dan prasarana kantor cabang
Merencanakan, mengorganisasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan
pemasaran dan pelayanan konsumen.
Mewakili kepentingan perusahaan baik kedalam maupun keluar berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh atasan.
2. Pelaksana
Staf Pelaksana mempunyai tugas bersama dengan manager / pimpinan dalam
membantu menjalankan kegiatan operasional di Pegadaian Syariah seperti
menaksir marhun, kasir dsb.
3. Penjaga
Menjaga keamanan, baik di dalam maupun sekitar kantor.
Membuat laporan keamanan harian
Jumlah karyawan pada kantor cabang PT. Pegadaian syariah kota kendari adalah
berjumlah 41 orang dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1
Jumlah dan tingkat pendidikan karyawan
PT. Pegadaian Syariah Kantor Cabang Kendari Tahun 2013
Jabatan
Jumlah karyawan
Pendidikan terakhir
Manager / Pimpinan 1 S1
Pelaksana 33 S1 dan D3
Penjaga 7 SMU
Total Karyawan
41
Sumber : PT. Pegadaian Syariah Kantor Cabang Kendari
Melihat tabel diatas, Karyawan pada PT. Pegadaian Syariah Kantor Cabang Kendari
diatas dimana manajer / pimpinan berjumlah 1 orang dan pendidikan terakhirnya adalah S1.
Sedangkan untuk pelaksana berjumlah 33 orang yang diantaranya bertugas sebagai staf, kasir
dan penaksir yang mempunyai latar belakang pendidikan antara S1 dan D3. Sedangkan untuk
penjaga berjumlah 7 orang yang ditugaskan secara sift (siang dan malam) dan mempunyai
pendidikan terakhir yaitu SMU.
2. Hasil Penelitian
Pengambilan data dari penelitian ini yaitu dari observasi dan wawancara dengan cara
peneliti mendatangi kantor cabang PT. pegadaian syariah kota kendari sehingga peneliti bisa
mengetahui secara langsung bagaimana mekanisme gadai pada kantor Pegadaian syariah.
Dimana informan pada wawancara peneliti adalah secara langsung dilakukan kepada
pimpinan cabang pegadaian syariah kota kendari. Pada saat melaksanakan wawancara,
peneliti merekam dan menulis informasi yang didapatkan dari informan, dan juga peneliti
mendokumentasikan aktivitas yang terjadi dilapangan dengan mengambil beberapa foto.
Berikut ini adalah pemaparan hasil observasi dan wawancara peneliti di kantor cabang
pegadaian syariah kota kendari.
2.1 Penerapan Aturan Syariah dalam Mekanisme Gadai Pada PT. Pegadaian
Syariah Kota Kendari
Berdasarkan data yang ditemukan dilapangan, ada beberapa hal yang berkaitan dengan
mekanisme gadai pada kantor pegadaian syariah. Dalam hal ini peneliti merumuskan
beberapa hal tersebut yang terkait dengan mekanisme gadai di pegadaian syariah.
Diantaranya adalah :
2.1.1 Akad Gadai Syariah
Pegadaian syariah dalam mekanisme gadainya menggunakan dua akad. Beradasarkan
hasil wawancara peneliti dengan informan yaitu pimpinan cabang PT. Pegadaian syariah kota
kendari yang ditemui secara langsung dilokasi penelitian telah memberikan jawaban dari
beberapa pertanyaan peneliti.
Pertanyaan peneliti pertama kepada informan yaitu “ akad apakah yang digunakan
dalam hal gadai barang di pegadaian syariah?”. Ia mengatakan:
“Sesuai dengan landasan konsep rahn, pegadaian syariah dalam mekanisme gadai
barang menggunakan dua akad , yaitu akad Rahn dan akad Ijarah. Dimana akad Rahn
adalah penyerahan barang dari rahin (nasabah) ke murtahin (pihak penggadaian) dan
akad Ijarah adalah akad untuk jasa penyimpanan barang gadai”. (wawancara dengan
bapak Muhammad Rasidi, SE. selaku pimpinan cabang PT. Pegadaian syariah kota
kendari, 20 mei 2013)
Selain itu pernyataan dari salah seorang karyawan dengan pertanyaan yang sama
mengungkapkan bahwa :
“Di pegadaian syariah dalam hal gadai barang itu menggunakan dua akad yaitu akad
rahn dan akad ijarah”. (wawancara dengan Ibu Fitri salah satu karyawan di lokasi
penelitian, 31 mei 2013)
Kemudian pertanyaan yang sama diungkapkan oleh salah seorang nasabah dipegadaian
syariah yang mengungkapkan bahwa :
“saat saya menggadaikan emas saya di pegadaian syariah saya melakukan dua akad,
akadnya itu akad rahn dan akad ijarah”. (wawancara dengan Ibu Ayu dilokasi
penelitian, 31 mei 2013).
Melihat pernyataan diatas hal tersebut sudah sesuai dengan konsep Rahn yang
mengungkapkan bahwa akad rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dimana pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini
pegadaian syariah menahan barang sebagai jaminan atas hutang nasabah. Sedangkan akad
Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa ,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini
dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.
2.1.2 Kategori Barang Gadai
Untuk kategori barang yang dapat di gadai, peneliti memberikan pertanyaan kepada
informan yaitu “jenis barang apa saja yang dapat digadaikan dipegadaian syariah?”. Ia
mengatakan :
“Untuk kategori barang yang dapat digadaikan di pegadaian syariah yaitu seperti
barang-barang perhiasan (Emas dan Berlian), kendaraan bermotor (Mobil dan Sepeda
Motor), dan barang elektronik (televise, radio, dan lain –lain). Namun untuk sementara
tidak semua barang tersebut dapat digadaikan hal tersebut dikarenakan adanya beberapa
factor internal seperti tempat penyimpanan yang terbatas, yang dikhawatirkan dapat
menyebabkan kerusakan pada marhun (barang gadai)”. (wawancara dengan bapak
Muhammad Rasidi, SE. selaku pimpinan cabang PT. Pegadaian syariah kota kendari,
20 mei 2013)
Hal serupa diungkapkan oleh salah seorang karyawan bahwa :
“Untuk kategori barang yang bisa digadaikan pada kami yaitu seperti perhiasan,
kendaraan dan juga barang elektronik”. (wawancara dengan Ibu Fitri salah satu
karyawan di lokasi penelitian, 31 mei 2013)
Pertanyaan yang sama salah seorang nasabah mengungkapkan:
“Sebenarnya untuk barang yang bisa digadaikan itu banyak dan kebiasaan saya
menggadaikan barang saya dipegadaian syariah itu berupa emas”. (wawancara dengan
Ibu Ayu dilokasi penelitian, 31 mei 2013)
Uraian diatas terdapat adanya perbedaan antara teori yang digunakan dengan realita
yang terjadi dilapangan. Hal tersebut masuk akal, karena kondisi dilapangan dalam hal ini
PT. Pegadaian syariah cabang kendari mempunyai keterbatasan tempat penyimpanan barang,
seperti tempat penyimpanan yang kecil dan lembab sehingga dikhawatirkan dapat merusak
marhun (barang gadai) yang dapat merugikan rahin dan murtahin.
2.1.3 Syarat Rahn / gadai barang
Adapun persyaratan Rahn atau gadai barang di pegadaian syariah, peneliti memberikan
pertanyaan kepada informan. Adapun pertanyaannya yaitu “ bagaimanakah prosedur atau
syarat gadai barang di pegadaian syariah?”. Ia mengatakan :
“adapun syarat Rahn atau gadai barang di pegadaian syariah, Nasabah hanya perlu
membawa barang yang akan digadaikan dan identitas berupa tanda pengenal seperti
KTP, SIM, dan lain – lain, kemudian nasabah akan diminta untuk mengisi formulir
Rahn (gadai) dan nasabah (rahin) akan diminta untuk menyerahkan barang jaminan
(marhun) kepada pihak pegadaian syariah, seperti emas, berlian dan lain-lain yang
sesuai ketentuan”. (wawancara dengan bapak Muhammad Rasidi, SE. selaku pimpinan
cabang PT. Pegadaian syariah kota kendari, 20 mei 2013)
Hal serupa diungkapkan oleh salah seorang karyawan bahwa :
“Untuk syarat gadai barang, nasabah diminta untuk membawa barang dan kartu
identitasnya, setelah itu nasabah mengisi formulir rahnnya”. (wawancara dengan Ibu
Fitri salah satu karyawan di lokasi penelitian, 31 mei 2013).
Pertanyaan yang sama salah seorang nasabah mengungkapkan:
“saat saya menggadaikan barang dipegadaian syariah saya mengikuti prosedurnya yaitu
dengan membawa barang yang akan saya gadaikan dan juga tanda pengenal kemudian
mengisi formulir rahn yang sudah disediakan di pegadaian syariah”. (wawancara
dengan Ibu Ayu dilokasi penelitian, 31 mei 2013).
Untuk memperoleh sejumlah dana pinjaman, pihak pegadaian syariah (murtahin) sangat
memberikan kemudahan bagi para calon nasabahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh rahin (nasabah) yang sangat sederhana. Rahin di
syaratkan untuk membawa tanda pengenal seperti KTP, SIM atau bukti identitas yang lain.
Setelah itu Rahin (nasabah) diminta untuk mengisi formulir permintaan Rahn, dan
menyerahkan Marhun (barang) yang akan dijadikan jaminan oleh Rahin.
2.1.4 Prosedur Pemberian Pinjaman Gadai
Adapun prosedur pemberian pinjaman gadai dari pegadaian syariah, peneliti
memberikan pertanyaan kepada informan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas.
Pertanyaannya yaitu “ bagaimanakah prosedur pemberian pinjaman kepada Rahin
(nasabah)?”. Ia mengatakan :
“Mengenai prosedurnya sangat sederhana, rahin diminta untuk mengisi formulir
Permintaan Kredit dan menyerahkan persyaratan kredit. Kemudian petugas kami akan
memeriksa dan menguji persyaratan kredit serta menilai barang jaminannya. Setelah
semua terpenuhi rahin dan marhun menandatangani Surat Bukti Rahn, maka yang
terakhir rahin menerima marhun bih (pinjaman)”. (wawancara dengan bapak
Muhammad Rasidi, SE. selaku pimpinan cabang PT. Pegadaian syariah kota kendari,
20 mei 2013)
Hal serupa diungkapkan oleh salah seorang karyawan bahwa :
“Untuk prosedur pemberian pinjaman kepada nasabah, nasabah (rahin) diminta mengisi
formulir permintaan kredit. Kemudian pihak kami akan memeriksa persyaratan
kreditnya dan juga menilai barang yang menjadi jaminannya. Setelah itu nasabah dan
kami (pihak pegadaian) menandatangani surat bukti rahn, dan terakhir nasabah
mendapatkan pinjamannya”. (wawancara dengan Ibu Fitri salah satu karyawan di lokasi
penelitian, 31 mei 2013).
Pertanyaan yang sama salah seorang nasabah mengungkapkan:
“Prosedur pemberian pinjamannya, saya diminta mengisi formulir yang disediakan
pihak dipegadaian syariah. Kemudian pihak pegadaian menilai atau menaksir barang
yang saya jaminkan, lalu kami menandatangani surat bukti rahn. Setelah itu saya bisa
mendapatkan pinjamannya”. (wawancara dengan Ibu Ayu dilokasi penelitian, 31 mei
2013).
Pegadaian Syariah dalam perspektif Perum Pegadaian hadir untuk menjawab kebutuhan
transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan
menentramkan. Oleh karena hanya dalam waktu 15 menit kebutuhan masyarakat yang
memerlukan dana akan terpenuhi, tanpa memerlukan membuka rekening ataupun prosedur
lain yang memberatkan.
Sesuai dengan motto pegadaian yaitu “mengatasi masalah tanpa masalah" Pegadaian
syariah memberikan prosedur yang sederhana untuk memperoleh dana pinjaman. Karena
pada dasarnya orang yang datang ke Pegadaian syariah pasti sedang membutuhkan uang.
Oleh karena itu masyarakat hanya diminta untuk menunjukkan bukti identitas diri dan
barang sebagai jaminannya, maka uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak
relatif lama.
2.1.5 Biaya Administrasi dan Pemeliharaan Penyimpanan Barang
Untuk biaya administrasi, pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga
dari barang yang digadaikan, informan mengatakan :
“Di Pegadaian Syariah tidak dikenakan bunga seperti di Pegadaian Konvensial, akan
tetapi rahin (nasabah) dibebankan biaya administrasi dan biaya pemeliharaan
penyimpanan marhun yang dihitung dari nilai barang bukan dari besarnya jumlah
pinjaman dan biaya penyimpanan (ijarah) biayanya dihitung setiap 10 hari”.
(wawancara dengan bapak Muhammad Rasidi, SE. selaku pimpinan cabang PT.
Pegadaian syariah kota kendari, 20 mei 2013)
Hal serupa diungkapkan oleh salah seorang karyawan bahwa :
“untuk biaya administrasi dan biaya pemeliharaan penyimpanan marhun (barang gadai)
dihitung dari nilai barang dan bukan dari besarnya jumlah jaminan” (wawancara
dengan Ibu Fitri salah satu karyawan di lokasi penelitian, 31 mei 2013).
Akan tetapi meskipun tanpa bunga, pihak Pegadaian Syariah tetap memperoleh
keuntungan seperti yang telah diatur oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), yaitu
memberlakukan biaya administrasi dan pemeliharaan penyimpanan dari barang yang
digadaikan, yang menjadi kewajiban rahin.
Sedangkan untuk biaya pemeliharaan penyimpanan atau dikenal dengan ijarah, adalah
biayanya dihitung setiap 10 hari. Biaya penyimpanan pemeliharaan ini dihitung dengan
menggunakan rumus :
Nilai Barang X Tarif
Rp 10.000
Tarif yang ada pada rumus tersebut merupakan tarif sewa yang telah ditentukan, dalam
hal ini PT. Pegadaian syariah cabang kendari menetapkan tarif emas sebesar Rp 71.
Sedangkan jumlah Rp 10.000 pada rumus diatas adalah tetap yang sudah menjadi rumus.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh dibawah ini :
Seorang nasabah menggadaikan sebuah kalung emas dengan nilai taksiran marhun
sebesar Rp 300.000 (Nilai Barang), dengan jumlah pinjaman Rp. 270.000. setelah itu
untuk menentukan ijarahnya dengan menggunakan rumus diatas :
Rp. 300.000 X Rp. 71 = Rp 2130
Rp. 10.000
Perhitungan diatas, maka biaya pemeliharaan penyimpanan barang gadai yang harus
ditanggung oleh Rahin (nasabah) adalah sebesar Rp 2130 / sepuluh hari.
2.1.6 Prosedur Pelunasan Dana Pinjaman
Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelunasan dana pinjaman, peneliti memberikan
pertanyaan kepada informan. Adapun pertanyaannya yaitu “Bagaimanakah Prosedur dalam
melunasi dana pinjaman di pegadaian syariah ?”. Informan mengatakan :
“Untuk pelunasan uang pinjaman prosedurnya juga sangat mudah, pertama rahin
membayarkan uang pinjaman kepada murtahin disertai dengan menyerahkan bukti surat
gadai. marhun kemudian dikeluarkan dan dikembalikan oleh murtahin (pihak pegadaian
syariah) kepada rahin (nasabah)”. (wawancara dengan bapak Muhammad Rasidi, SE.
selaku pimpinan cabang PT. Pegadaian syariah kota kendari, 20 mei 2013)
Hal serupa diungkapkan oleh salah seorang karyawan bahwa :
“prosedur pelunasan dana pinjaman dipegadaian syariah, nasabah harus membayarkan
uang pinjamannya kepada pihak pegadaian syariah dengan menyerahkan surat bukti
rahnnya. Dan pelunasan ini dapat dilakukan kapan saja bila nasabah sudah mampu
untuk melunasi”. (wawancara dengan Ibu Fitri salah satu karyawan di lokasi penelitian,
31 mei 2013).
Pertanyaan yang sama salah seorang nasabah mengungkapkan:
“Untuk prosedur pelunasannya, saya (nasabah) harus membayar uang pinjamannya ke
pihak pegadaian syariah, dengan menyerahkan surat bukti rahnnya (SBR)”.
(wawancara dengan Ibu Ayu dilokasi penelitian, 31 mei 2013).
Setiap saat uang pinjaman (marhun bih) dan pengambilan barang gadaian di kantor
pegadaian syariah dapat dilunasi dan dilakukan tanpa menunggu habisnya jangka waktu akad
(jatuh tempo). Proses pengembalian pinjaman (marhun bih) sampai penerimaan barang
jaminan tidak dikenakan biaya apapun, kecuali membayar jasa penyimpanan sesuai tarif yang
berlaku. Pegadaian memberikan jangka waktu maksimal hingga 120 hari atau empat bulan.
2.1.7 Pelelangan Marhun (Barang Gadai)
Untuk pelelangan barang gadai, peneliti memberikan pertanyaan kepada informan
untuk mengetahui secara jelas bagaimana proses pelelangan barang gadai (marhun). Adapun
pertanyaannya yaitu “bagaimanakah sistem pelelangan barang gadai?”. Ia mengatakan :
“Jika rahin sampai hingga waktu jatuh tempo sudah tidak mampu melunasi marhun bih,
maka Pegadaian Syariah akan melakukan eksekusi barang jaminan (marhun) dengan
cara di lelang. Yang mana batas jatuh tempo itu ditetapkan dalam 120 hari atau selama
4 bulan. Akan tetapi pihak pegadaian syariah tidak akan menjual langsung, karena
dalam hal ini pihak pegadaian mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada
rahin jika marhun akan dilelang baik melalui telepon atau surat pemberitahuan yang
ditujukan ke alamat rahin. Jika rahin mengizinkan marhun untuk dijual, maka kami
akan menjual marhun tersebut”. (wawancara dengan bapak Muhammad Rasidi, SE.
selaku pimpinan cabang PT. Pegadaian syariah kota kendari, 20 mei 2013)
Hal serupa diungkapkan oleh salah seorang karyawan bahwa :
“Apabila nasabah sudah tidak mampu melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo, pihak
pegadaian syariah akan menjual barang jaminan dengan cara melelang barang jaminan
tersebut. Namun, saat akan melakukan pelelangan barang jaminan, ada aturan yang
harus di ikuti oleh pegadaian syariah, yaitu batas jatuh tempo yang ditetapkan 120 hari
atau selama 4 bulan. Pihak kami berkewajiban membertahu nasabah kalau barangnya
akan dilelang, dan jika nasabah setuju barangnya untuk dilelang maka pihak pegadaian
akan melelang barang tersebut”. (wawancara dengan Ibu Fitri salah satu karyawan di
lokasi penelitian, 31 mei 2013).
Apabila rahin sudah tidak mampu membayar marhun bih (pinjaman), sesuai dengan
ketentuan yang terdapat di Surat Bukti Rahn (SBR) yang ditanda tangani oleh kedua belah
pihak, maka murtahin (Pihak Pegadaian Syariah) berhak untuk menjual marhun, dengan
ketentuan yang telah dijelaskan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-
MUI/III/2002, bahwa :
1. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi
utangnya.
2. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa /
dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
3. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban
Rahin.
Berdasarkan pernyataan diatas, praktek yang terjadi dilapangan sudah sesuai dengan
aturan syariah karena pegadaian syariah dalam melakukan pelelangan barang telah mengikuti
aturan yang diterapkan dalam fatwa dewan syariah nasional yaitu pada saat jatuh tempo pihak
pegadaian syariah akan memperingatkan nasabah untuk melunasi pinjamannya namum
apabila nasabah tidak dapat melunasi hutangnya maka pihak pegadaian syariah akan menjual
barang tersebut atau dieksekusi melalui lelang sesuai ketentuan syariah.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Akad Gadai
Sesuai dengan landasan konsep rahn pada dasarnya pegadaian syariah menggunakan
dua transaksi syariah yaitu akad rahn dan akad Ijarah. Didalam fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 dan Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002
disebutkan bahwa yang menjadi landasan hukum pegadaian syariah dalam penerapannya
yang menggunakan aturan-aturan syariah adalah Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 283,
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang Rasulullah yang pernah
menggadaikan baju besinya, dan Ijma para ulama yang sepakat membolehkan akad Rahn.
Sedangkan akad ijarah yang dimaksud dalam penerapannya yang menggunakan aturan-
aturan syariah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Didalam
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 09/DSN-MUI/IV/2000 para pihak Dewan Syariah
Nasional mengatakan, yang menjadi dasar dibolehkannya akad ijarah terdapat dalam firman
Allah SWT dalam surat Al-Zukruf : 32, Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah : 233, tentang
pemberian bayaran bagi anak yang disusukan oleh orang lain, dan beberapa hadis antara lain
hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa nabi bersabda “berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering” dan hadis riwayat Abd Ar-razzaq dari Abu Hurairah dan Abu
Sa‟id Al-Khudri, Nabi S.A.W bersabda “ barang siapa yang mempekerjakan pekerja,
beritahukanlah upahnya. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa
atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.
Pada bagian akad inilah salah satu yang membedakan antara pegadaian syariah dengan
pegadaian konvensional, dimana pegadaian konvensional dalam penggunaan dana disalurkan
dalam bentuk pinjaman atas dasar hukum gadai sesuai dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. Sedangkan pegadaian syariah sesuai dengan hukum islam.
4.3.2 Kategori Barang Gadai
Jenis barang yang dapat dijadikan jaminan di pegadaian syariah cabang kendari adalah
jenis barang bergerak, akan tetapi tidak semua barang jaminan bisa dijadikan jaminan di
karenakan factor penyimpanan barang yang dikhawatirkan apabila barang yang digadaikan
disimpan dalam waktu yang lama akan menjadi rusak.
Hal ini terdapat perbedaan dengan ketentuan pelaksanaan rahn dalam Islam, dalam
Islam jenis barang yang dapat digadaikan sebagai jaminan adalah semua jenis barang
bergerak dan tidak bergerak yang memenuhi tiga syarat yaitu; benda tersebut bernilai
menurut hukum syara , benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi, dan yang terakhir
benda diserahkan seketika kepada murtahin.
Namun Hal tersebut masuk akal, karena kondisi dilapangan dalam hal ini PT.
Pegadaian syariah cabang kendari mempunyai keterbatasan tempat penyimpanan barang,
seperti tempat penyimpanan yang kecil dan lembab sehingga dikhawatirkan dapat merusak
marhun (barang gadai) yang dapat merugikan rahin dan murtahin.
4.3.3 Syarat Rahn
Adapun syarat rahn, Pegadaian Syariah tidak terlalu banyak memberikan persyaratan
dalam transaksi gadai di pegadaian syariah, rahin (nasabah) hanya diminta untuk membawa
kartu tanda pengenal seperti KTP, SIM atau semacamnya. Akan tetapi syarat ini sudah cukup
mewakili dari apa yang disyaratkan dalam hukum Islam, Syarat yang terkait dengan orang
yang berakad adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur
ulama adalah orang yang telah baligh dan berakal sehat.
4.3.4 Prosedur Pemberian Pinjaman (Marhun Bih)
Dalam prosedur pemberian pinjaman gadai di Pegadaian Syariah sangat sederhana,
nasabah diminta untuk datang sendiri ke pegadaian syariah dan mengisi formulir Permintaan
Kredit dan menyerahkan persyaratan kredit, kemudian murtahin (pihak pegadaian) akan
memeriksa dan menguji persyaratan kredit serta menilai barang jaminan setelah semua
terpenuhi, maka kedua belah pihak menandatangani Surat Bukti Rahn (SBR), setelah itu
rahin (nasabah) menerima marhun bih (pinjaman).
Tentu saja untuk hal ini berbeda dengan rahn yang terdapat di dalam ketentuan Islam,
karena rahn dalam Islam hanya terkait antar perorangan saja dan dilakukan dengan dasar
kepercayaan antara kedua belah pihak, tidak terlembagakan seperti saat ini dalam Pegadaian
Syariah. Sehingga dalam pemberian pinjaman gadai, pihak Pegadaian Syariah mempunyai
beberapa prosedur yang harus dilewati dan syarat yang harus dipenuhi oleh pihak nasabah,
dimana hal ini dibenarkan dalam Islam apabila syarat tersebut dapat mendukung kelancaran
akad tersebut.
4.3.5 Biaya Administrasi dan Pemeliharaan Penyimpanan Barang
Di Pegadaian Syariah dana pinjaman tidak dikenakan bunga, akan tetapi nasabah
dibebankan pada biaya administrasi dan biaya penyimpanan pemeliharaan. Penentuan biaya
administrasi ini didasarkan pada besarnya pinjaman, sedangkan biaya pemeliharaan
penyimpanan atau yang dikenal dengan ijarah dihitung berdasarkan nilai barang dengan
rumus yang telah ditentukan. Karena dalam hal ini pihak Pegadaian Syariah telah menyimpan
dan merawat marhun ditempat yang telah disediakan oleh Pegadaian Syariah, dimana akibat
yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai
investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas
dasar inilah Pegadaian Syariah mengenakan biaya sewa kepada rahin (nasabah) sesuai
jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pembebanan biaya administrasi dan biaya penyimpanan pemeliharaan tersebut
sebenarnya cukup beralasan bagi pihak Pegadaian Syariah, karena dengan biaya tersebutlah
Pegadaian Syariah mendapatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. Bisa dikatakan
tidak masuk akal apabila ada sebuah lembaga keuangan formal yang dalam aktivitas
operasionalnya tidak mampu memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan lembaga
tersebut.
4.3.6 Prosedur Pelunasan Dana Pinjaman
Pegadaian Syariah memberikan jangka waktu peminjaman dan penyimpanan
maksimum 120 hari atau selama empat bulan. Apabila sampai pada waktu yang telah
ditentukan, rahin belum juga membayar kembali hutangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh
murtahin untuk menjual marhun dan kemudian digunakan untuk melunasi hutangnya.
Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan umum fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) tentang penjualan marhun (barang gadai) yang menjelaskan “Apabila jatuh tempo,
Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya dan Apabila Rahin
tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/ dieksekusi melalui lelang
sesuai syariah”. Hal ini boleh dilakukan apabila pihak pegadaian syariah sudah melaksanakan
ketentuan yang berlaku.
4.3.7 Pelelangan Marhun (Barang Gadai)
Pihak Pegadaian syariah saat akan melelang barang terlebih dahulu akan menghubungi
atau memberikan surat pemberitahuan kepada rahin (nasabah). Namun jika rahin (nasabah)
tidak mampu untuk melunasi pinjamannya maka marhun (barang gadai) akan dijual atau
dilelang pada waktu yang telah ditentukan.
Pada proses lelang barang, pegadaian syariah menggunakan ketentuan yang terdapat
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSNMUI/III/2002, yang mana
ketentuan tersebut antara lain :
1. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi
utangnya.
2. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual
paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
3. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban
Rahin.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bagian sebelumnya ada beberapa kesimpulan
dari penelitian ini, yaitu :
1. Pelaksanaan gadai syariah merupakan suatu upaya untuk menampung keinginan
masyarakat khususnya umat muslim yang menginginkan transaksi kredit sesuai Syariat
Islam. Keberadaan Pegadaian Syariah dimaksudkan untuk melayani masyarakat, yang
secara kelembagaan dalam pengelolaan menerapkan manajemen modern, yaitu
menawarkan kemudahan, kecepatan, dan keamanan dalam penyaluran pinjaman.
2. Mekanisme operasional gadai di Pegadaian Syariah Cabang Kendari meliputi;
1. Akad gadai, yang menggunakan dua transaksi syariah yaitu akad rahn dan akad
ijarah.
2. Kategori barang gadai, jenis barang yang dapat digadaikan adalah barang perhiasan
(Emas dan berlian), kendaraan bermotor (Mobil dan Sepeda Motor), dan barang
elektronik (televise, radio, dan lain –lain).
3. Syarat Rahn, adapun persyaratannya adalah membawa kartu tanda pengenal seperti
KTP, SIM atau semacamnya, serta mengisi formulir permintaan kredit, dan
menyerahkan barang jaminan.
4. Prosedur pemberian pinjaman gadai, rahin (nasabah) diminta untuk mengisi
formulir permintaan kredit. Setelah itu petugas Pegadaian akan memeriksa dan
menguji persyaratan kredit serta menilai barang jaminannya. Setelah itu kedua
belah pihak menanda tangani Surat Bukti Rahn (SBR), kemudian rahin (nasabah)
menerima marhun bih (pinjaman).
5. Biaya administrasi dan biaya pemeliharaan penyimpanan barang gadai, Besarnya
biaya administrasi ditentukan berdasarkan besarnya jumlah pinjaman, sedangkan
biaya pemeliharaan penyimpanan ditentukan dengan menghitung nilai barang
bukan jumlah pinjaman dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan.
6. Pelunasan dana pinjaman, rahin (nasabah) membayarkan uang pinjaman dan biaya
ijarah kepada murtahin (pihak pegadaian) dan juga dengan menyerahkan Surat
Bukti Rahn (SBR).
7. Pelelangan barang gadai, apabila nasabah sudah tidak mampu lagi melunasi utang
hingga waktu yang telah ditentukan, maka pihak pegadaian berhak menjual barang,
dengan ketentuan yang berlaku.
3. Bahwa pelaksanaan gadai syariah di PT. Pegadaian Syariah Cabang Kendari sudah
sesuai dengan landasan hukumnya yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor
25/DSNMUI/ III/2002 tentang Rahn. Kesesuaian tersebut terlihat, dimana PT. Pegadaian
Syariah Cabang Kendari telah berusaha untuk melaksanakan pemberian gadai dengan
cara sesederhana mungkin agar tidak mempersulit rahin (nasabah) dalam memperoleh
pinjaman gadai. Hal ini masih saja berlangsung sampai saat sekarang ini dan terbukti
efesien dalam pelaksanaannya.
2 Saran - saran
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang menrut peneliti perlu untuk
disampaikan, yaitu :
1. Lembaga Pegadaian Syariah diharapkan dalam menjalankan usahannya harus tetap
berdasarkan pada aturan – aturan syariah, karena sebagaian besar masyarakat
memilih Pegadaian Syariah dalam mendapatkan sejumlah pinjaman adalah dengan
alasan transaksi yang dilakukan sesuai dengan aturan syariah.
2. Pegadaian Syariah di harapkan untuk dapat menyediakan gudang penyimpanan
barang yang memadai sehingga dapat melayani seluruh nasabah (Rahin) dengan
berbagai macam jenis barang yang akan dititipkan.
3. Perlu dilakukan sosialisasi atau promosi yang lebih kepada masyarakat, agar dapat
lebih menarik minat masyarakat untuk menggunakan jasa pegadaian syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur„an al-Karim.
Abdulkadir, Muhammad. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti
Akram, Muhammad. Et al. 2011. Prospects of Islamic Banking : Reflections From Pakistan
(Australian Journal of Business and Management Research. Vol. 1 No.2). Pakistan:
University of The Punjab
Al-Anshori, Abu Zakariyya. 1422 H. Fathul Wahab. Beirut: Darul Fikri.
Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Gadai Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: UGM-Press
Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
As-Shan ani. 1995. Subulus Salam Jilid III. Surabaya: Al-Ikhlas.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta : Rineka
Cipta.
Haroen, Nasrun. 2000. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Utama.
Hasan, M Ali. 2003. Berbagai Transaksi Dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Edisi Kedua.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif edisi refisi. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya.
Pasaribu, Chairuman. 2004. Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Patrik, Purwahid dan Kashadi. 2003. Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Undip.
Pudji Susilowati, Tri. 2008. Pelaksanaan Gadai Dengan Sistem Syariah Di Perum Pegadaian
Semarang. Semarang : Program Pasca Sarjana Tesis Studi Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro Semarang.
Rahayu, Tri Iin dan Ardani Tristiardi A. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang:
Bayumedia Publishing.
Rusyd, Ibnu. 2002. Bidayatul Mujtahid jilid III. Jakarta: Pustaka Amani.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma arif.
Sholikul Hadi, Muhammad 2003. Pegadaian syari ah. Jakarta : Salemba Diniyah.
Soekanto, Soerjono. 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press.
Soekanto, Soerjono. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press.
Sofyan, M. 2007. Pegadaian Syari ah, http: //www.msi-uii.net.
Soemitra, Andri. 2009.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Kencana prenada
media group
Sugiyono. 2005. Memahami Penilitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA
Syafe i, Rahmat. 2004. Fiqh Muamalah. Bandung : Pustaka Setia.
Syafi‟i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dai Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press.
Tunjung Sari, Puri. 2010. Studi Komparasi Pelaksanaan Gadai Menurut Kitab Undang-
undang Hukum Perdata Dengan Gadai Menurut Hukum Islam (syariah) Di
Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Purwotomo Surakarta. Surakarta : Program
Sarjana Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Yusuf, Muhammad. 2000. Pegadaian Konvensional Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi
Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Ilmu Syariah.