Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL SURYA MUDA
adalah Jurnal dengan akses terbuka dengan ruang lingkup berbagai bidang keperawatan
termasuk penelitian dasar dalam keperawatan, keperawatan manajemen, keadaan
darurat, dan keperawatan kritis, keperawatan medis-bedah, keperawatan kesehatan
mental, keperawatan bersalin, keperawatan bersalin, keperawatan anak, gerontologis
keperawatan, keperawatan komunitas, keperawatan pendidikan keperawatan keluarga,
pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) dalam keperawatan.
ISSN CETAK : 2656-825X
ISSN ONLINE : 2656-5811
ALAMAT REDAKSI
LPPM STIKES Muhammadiyah Kendal
Jl. Pemuda No. 42-46, Pegulon, Kendal, Jawa Tengah, 51318
Telp : (0294) 3686444
Email : [email protected]
TIM REDAKSI
EDITORIAL
Advisor
Sulastri, S.Kep, Ns, M.Kes (Ketua STIKES Muhammadiyah Kendal)
Editors In Chief
Ns, Fatikhah, M.Kep (Ketua LPPM STIKES Muhammadiyah Kendal)
Editor Board Member
Ns. Siti Aminah, MAN (STIKES Muhammadiyah Kendal)
Administrator
Agus Trimanto, S.I.Pust (Pustakawan STIKES Muhammadiyah Kendal)
REVIEWER
Ns. Siti Munawaroh, M.Kep (STIKES Muhammadiyah Kendal)
Ida Untari, SKM, M.Kes (ITS PKU Muhammadiyah Surakarta)
Ns. Livana PH, M.Kep., Sp.Kep.J (STIKES Kendal)
DAFTAR ISI
PENETAPAN KADAR Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) DALAM KERANG HIJAU
(Perna Viridis) DARI PERAIRAN KOTA PEKALONGAN
(Tri Minarsih)
Hal : 1 - 7
PENGARUH SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP DISIPLIN KERJA
PERAWAT DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK AISYIYAH SAMARINDA
(Enok Sureskiarti, Vina Avioleta)
Hal : 8 – 20
PENGARUH SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL REFLEKTIF TERHADAP
KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RSUD TUGUREJO PROVINSI JAWA
TENGAH
(Fatikhah Fatikhah, Nur zuhri)
Hal : 21 - 32
ANALISIS CARA PENANGANAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
KEMIH PADA PASIEN DI POLIKLINIK UROLOGI RSUD DR M YUNUS
BENGKULU
(Liza Fitri Lina, Ferasinta Ferasinta, Eva Oktavidiati, Dwi Puji Lestari)
Hal : 33 – 36
HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RUANG KENANGA
RSUD dr. H. SOEWONDO KENDAL
(Sulastri Sulastri, Dewi Nurahayu)
Hal : 37 – 51
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
1
PENETAPAN KADAR Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) DALAM
KERANG HIJAU (Perna Viridis) DARI PERAIRAN KOTA
PEKALONGAN
Tri Minarsih
Akademi Analis Kesehatan Pekalongan
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pekalongan dikenal sebagai kota penghasil makanan laut, termasuk kerang yang
merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang berasal dari laut yang disukai oleh
masyarakat Pekalongan. Kerang adalah hewan pengumpan filter yang menyaring makanan
menggunakan insang, memungkinkan untuk akumulasi logam dalam tubuh. Sifat-sifat utama
logam berat adalah sulit terdegradasi, sehingga keberadaannya secara alami sulit terurai,
misalnya Pb, Cu, Cd dan Hg. Dalam penelitian ini dianalisis kandungan Cd dan Pb dalam
kerang hijau yang diperoleh dari perairan Kota Pekalongan dengan Metode Visible
Spektrofotometri. Hasil data menunjukkan bahwa kadar Cd dan Pb pada kerang hijau adalah
0,4644 ppm (SD = 0,0695) dan 1,7915 ppm (SD = 0,2894) Kandungan Cd dalam kerang
masih sesuai dengan standar SNI 2009, karena kandungan Cd < 1 ppm, sedangkan konten Pb
dalam cangkang melebihi standar SNI 2009, karena konten Pb> 1,5 ppm.
Kata Kunci : Kerang Hijau, Cu, Cd, Spectrophotometry Visible
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
2
ABSTRACT
Pekalongan is known as a sea food producing city, including shellfish which is one
of the additional food ingredients originating from the sea which is favored by Pekalongan
people. Shellfish are filter feeder animals that filter food using gills, allowing for the
accumulation of metal in the body. The main properties of heavy metals are difficult to
degrade, so their existence is naturally difficult to decompose, for example Pb, Cu, Cd and
Hg. In this study analyzed the content of Cd and Pb in Green mussels obtained from the
waters of Pekalongan City with the Spectrophotometry Visible Method. The data results
showed that Cd and Pb levels in Green mussels were 0.4644 ppm (SD = 0.0695) and 1.7915
ppm (SD = 0.2894) The Cd content in the shells is still in accordance with the SNI standard
2009, because the Cd content is <1 ppm, while the Pb content in the shells exceeds that of the
SNI 2009 standard, because the Pb content is> 1.5 ppm.
Keywords: Green Shell, Cu, Cd, Spectrophotometry Visible
PENDAHULUAN
Salah satu masalah lingkungan
wilayah pesisir Pekalongan yang akhir-
akhir ini mendapat perhatian serius adalah
pencemaran logam berat, yang umumnya
berasal dari kegiatan industri dan aktivitas
manusia. Peningkatan jumlah industri dan
aktivitas manusia akan selalu diikuti oleh
pertambahan jumlah limbah. Logam berat
tersebut di antaranya merkuri (Hg),
cadmium (Cd), tembaga (Cu), dan timbal
(Pb). Senyawa logam diketahui dapat
terakumulasi di dalam tubuh suatu
mikroorganisme dan tetap tinggal dalam
jangka waktu lama sebagai racun
(Supriyanto, dkk, 2008). Pekalongan
dikenal sebagai kota penghasil makanan
laut (Sea food), diantaranya adalah Kerang
yang merupakan salah satu bahan makanan
tambahan yang berasal dari laut yang
digemari oleh masyarakat Pekalongan.
Kerang merupakan salah satu
bahan makan tambahan hasil laut yang
memperoleh makananya juga berasal dari
laut, yaitu berupa plankton algae. Kerang
merupakan hewan filter feeder yang
menyaring makanan menggunakan insang
sehingga memungkinkan terjadinya
akumulasi bahan logam dalam tubuh. Sifat
utama logam berat adalah sulit
didegradasi, sehingga keberadaannya
secara alami sulit terurai.
Manusia yang mengkonsumsi Kerang akan
mengalami keracunan yang
membahayakan tubuhnya karena terjadi
penumpukan Kadmium dan Plumbum
dalam tubuh manusia. Menurut Darmono
(1995) akumulasi terjadi karena proses
absorbsi logam berat ke dalam tubuh
melalui saluran pernafasan dan
pencernaan. Logam berat akan
terakumulasi dalam jaringan tubuh bahkan
menyebabkan kematian organisme
tersebut, sehingga perlu ditetapkan kadar
logam berat ( Cd dan Pb) dalam Kerang
Hijau..
Penelitian tentang analisis kadar
Cd dan Pb dalam Kerang Hijau telah
banyak dilakukan. Emma E, dkk, 2015,
melakukan penelitian tentang analisis
kadar Pb dalam Kerang Hijau di Teluk
Jakarta, diperoleh kadar Pb sebanyak
13,98 ± 1,92 mg/Kg. Zul Alfian, 2005
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
3
melakukan analisa kadar Logam Cadmium
dari Kerang Hijau di daerah Belawan,
ditemukan kadar 0,2521 ± 0,0558 ppm.
Benny Diah, dkk (2016), melakukan
analysis Pb dan Cd didalam Bandeng yang
dihasilkan oleh tambak Kabupaten dan
Kota Pekalongan, yaitu Pb sebesar 0,8
ppm sedangkan Cd sebesar 0,00369 ppm.
Metha Anung, dkk (2015), melakukan
penetapan kadar Pb dalam Ikan lele yang
dibudidayakan di Kota Pekalongan, dari 4
daerah lokasi budidaya diperoleh kadar Pb
terbesar di Wilayah tirto yaitu, 39,45
µg/kg.
Spektrofotometri sinar tampak
merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menetapkan kandungan
beberapa senyawa logam, misalkan Pb,
Cu, Cd dan Cr. Metode Spektrofotometri
sinar tampak dikenal juga sebagai metode
Colorimetri, dengan prinsip penngukuran
intensitas radiasi yang diserap oleh larutan
berwarna. Keuntungan cara ini adalah
merupakan cara sederhana yang digunakan
untuk menetapkan kadar senyawa yang
sangat kecil. Pengembangan metode ini
tidak mahal sehingga masih banyak
digunakan oleh lembaga yang kecil.
METODE PENELITIAN
Pengambilan contoh sampel
Kerang Hijau dilakukan di Pelabuhan Kota
Pekalongan. Di pilih kerang Hijau yang
masih segar yang mempunyai ukuran
hamper sama. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Kimia Akademi Analis
Kesehatan Pekalongan, pada Bulan Mei
2018. Bahan baku yang digunakan adalah
kerang hijau (Perna viridis). Bahan untuk
analisis logam berat yaitu asam nitrat p.a
65 %, asam perkhlorat p.a 70-72 %, dan
air bebas ion serta Larutan baku Cd dan
Pb. Alat yang digunakan untuk preparasi
bahan baku adalah timbangan analitik,
jangka sorong, dan pisau dapur. Alat yang
digunakan untuk analisis logam yaitu
Spektrofotometer sinar tampak,
Timbangan analitik, botol plastik, cawan
porselen, gelas ukur, labu erlenmeyer,
desikator, dan hot plate.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Uji Morfologi Kerang
Tabel 1Hasil uji Morfologi kerang Hijau
No Panjang Lebar Bobot
(cm) (cm) (gram)
Tinggi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4,64 2,7 5,42
4,05 2,54 5,2
4,6 2,66 5,56
4,43 2,9 5,93
4,8 2,58 5,37
4,29 2,74 5,86
4,72 2,5 5,36
4,14 2,5 5,25
4,37 2,60 5,17
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
4
4,9 2,67 5,86
X
SD
4.494 2,639 5.498
0,269 0.117 0.274
b. Kurva Kalibrasi
Tabel 2. Data Konsentrasi Vs Serapan larutan standar Cd pada panjang gelombang
228,8 nm secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 477 nm
No Konsentrasi
(ppm)
Serapan
1. 2,0 0,0474
2. 3,0 0,0592
3. 4,0 0,0706
4.
5.
5,0
6,0
0,0876
0,0982
Dari tabel 2 diperoleh persamaan regresi yaitu : y = 0,013x x + 0,0206 dan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9947
Tabel 3. Data Konsentrasi Vs Serapan larutan standar Pb pada panjang gelombang
228,8 nm secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 430 nm
No Konsentrasi
(ppm)
Serapan
1. 2,0 0, 285
2. 3,0 0, 356
3. 4,0 0, 471
4.
5.
5,0
6,0
0, 567
0,673
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
5
Dari data tabel 3 diperoleh persamaan regresi yaitu : y = 0,0987 x + 0,0756 dan
koefisien korelasi (r) adalah 0,9956
c. Penetapan Kadar Cd dan Pb dalam sampel Kerang Hijau
Tabel 4. Hasil Kadar Cd dan Pb Pada sampel kerang hijau
No
sampel
Kadar Cd
(ppm)
Kadar Pb
(ppm)
1. 0,356 1,654
2. 0,445 1,587
3. 0,396 2,034
4.
5.
6
7
8
9
10
X
SD
0,505
0,473
0,402
0,396
0,599
0,620
0,452
0,4644
0,0695
1,772
1,679
1,824
1,660
2,126
1,674
1,905
1,7915
0,2894
PEMBAHASAN
Pertama kali dilakukan uji
morfologi untuk mengetahui panjang,
lebar dan berat kerang. Dipilih kerang
yang sama, karena kerang dengan berat
yang sama akan mempunyai kemampuan
metabolism yang sama, sehingga kadar
logam yang terakumulasi di dalam
tubuhnya relative juga akan sama. Dari
pemeriksaan diperoleh kerang dengan
panjang rata-rata = 4,494 cm (±0,269)
lebar rata-rata = 2,639 cm (±0.117) dan
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
6
berat rata-rata = 5,498 (± 0,274) . Data
tersebut menunjukkan bahwa kerang
memiliki mofologi yang hampir sama.
Tahap selanjutnya adalah
dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari
Larutan Baku Cd dan Pb dengan
konsentrasi 2-6 ppm. Pada Cd diperoleh
persamaan Regresi y = 0.013x + 0,0206
dengan koefisien korelasi (r) = 0.9947 dan
pada Pb persamaan regressi y= 0.0987x +
0.0756 dan koefisien korelasi (r) = 0.9956.
Berdasarkan uji korelasi kedua standar
tersebut, baik standar Cd maupun Pb
mempunyai nilai r mendekati 1, hal ini
menunjukkan adanya korelasi yang linier
antara Konsentrasi dan Serapan yang
dihasilkan, dan persamaan regresi yang
dihasilkan dapat digunakan untuk
menghitung kadar Cd dan Pb yang
terdapat di dalam sampel Kerang Hijau
Persamaan regressi yang
didapatkan, digunakan untuk menghitung
kadar Cd dan Pb dalam sampel kerang.
Kadar Cd dalam sampel kerang adalah =
0.4644 ppm sedangkan kadar Pb adalah :
1,7915 ppm. Kadar Cd dalam kerang
masih sesuai dengan standar SNI 2009, ,
karena kadar Cd < 1 ppm, sedangkan
kadar Pb dalam kerang melebihi dari
standar SNI 2009, karena kadar Pb > 1.5
ppm. Kadar Pb yang tinggi didalam
makanan dapat menyebabkan keracunan,
baik pada bayi, anak-anak maupun orang
dewasa. Keracunan yang diakibatkan oleh
timbal dapat berupa : penghambatan
pertumbuhan pada anak-anak, kerusakan
ginjal, gangguan pendengaran, gangguan
pencernaan, gangguan reproduksi dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Kadar Pb yang diperoleh dalam
penelitian ini, yaitu 1,7915 ppm ± 0,2894,
lebih rendah dibandingkan kadar Pb pada
Kerang Hijau di Teluk Jakarta , yaitu
sebesar 13,98 ± 1,92 ppm. Hal ini
disebabkan karena zat pencemar pada
umumnya dan logam Pb pada khususnya
berasal dari limbah kegiatan industri,
Teluk Jakarta merupakan muara beberapa
sungai yang ada di Jakarta dan merupakan
tempat pembuangan limbah industri-
industri di Jakarta yang tidak mengalami
Pengolahan, sehingga kadar Pb nya sangat
tinggi (Emma E, dkk, 2015). Jumlah
Industri yang membuang limbah di
perairan Kota Pekalongan relative lebih
sedikit, sehingga kadar Pb nya juga tidak
terlalul tinggi.
Kadar Cd dan Pb yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah 0,4644 ppm ±
0,0695, dan ± lebih tinggi dibandingkan
kadar Cd dan Pb pada air dan Ikan
Bandeng di Tambak Kota dan Kabupaten
Pekalongan, yaitu 0.00369 ppm dan 0,8
ppm (Benny D, dkk, 2005 Hal ini
disebabkan karena pencemaran yang
terjadi di Sungai lebih banyak
dibandingkan dengan di Tambak,
Dibandingkan dengan hasil
penelitian Metha Anung dkk, kadar Pb
dalam penelitian ini juga lebih tinggi
(Kadar Pb hasil penelitian metha A, dkk
adalah 0,3945 mg/Kg), hal ini dikarenakan
sampel ikan lele yang digunakan
merupakan ikan budidaya, sehingga zat
pencemarnya lebih sedikit.
KESIMPULAN
Kadar Cd yang terdapat dalam kerang
Hijau adalah : 0,4644 ppm ± 0,0695 ,
maasih memenuhi standar SNI 2009,
sedangkan kadar Pb adalah 1,7915 ppm ±
0,2894 , melebihi standar SNI 2009
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
7
UCAPAN TERIMAKASIH
1. Direktur AAK Pekalongan yang
telah memberikan kesempatan
untuk melakukan kegiatan
Penelitian sebagai bentuk
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan
Tinggi
2. Keluarga tercinta yang telah
senantiasa memberikan semangat .
DAFTAR PUSTAKA
Darmono, 1995, Logam dalam system
biologi Mahluk Hidup, UI Press, Jakarta
Benny D, Hadi P, Linayati, 2016, Analisis
Kandungan Timbal (Pb) Cadmium (Cd)
pada air dan ikan Bandeng di tambak Kota
dan Kabupaten Pekalongan, Prosiding
Seminar Nasional Tahunan ke V Hasil-
hasil Penelitian, Perikaanan dan Kelautan,
658-666
Emma E, Rahmad A, Ida A, 2015, Analisis
Timbal dalam Kerang Hijau, Kerang Bulu
dan Sedimen di Teluk Jakarta, IJPST
Volume 2, Nomer 3, Oktober 2015, 105-
111
Fajriah N, Menggunakan AAS, J.Ilmiah
Mahasiswa Pendidikan Kimia 3 (2): 162-
171
Eka Anastria, 2010, Skripsi, Penetapan
kadar Logam Timbal dengan Metode
Spektrofotometer Sinar Tampak, UIN,
Yogakarta
Metha Anung, Siska Rusmalina, Hayati,
(2015), Analisis Logam Berat (Pb) pada
Ikan Lele yang dibudidayakan di Kota
Pekalongan, Unikal , Pekalongan
SNI, 7387-2009Zulfadli dan M.Natsir,
2017, Analisis kadar Logam Timbal (Pb)
dan Cadmium (Cd) pada tanaman
Kangkung
, Batas Maksimum Cemaran Logam Berat
dalam Pangan, Jakarta, BSN.
Sastrohamidjoyo, H, 2001, Dasar-dasar
spektroskopi , edisi kedua, Liberty,
Yogyakarta
Supriyanto C, 2008, Analisis Cemaran
Logam Berat Pb, Cu dan Cd pada ikan Air
Tawar Dengan Metode AAS, Seminar
Nasional III, SDM Teknologi Nuklir,
Yogyakarta .
Underwood dan R.A day, 2001, Analisis
Kimia Kuantitatif, edisi keenam, alih
Bahasa Iis Sofyan, Penerbit Erlangga,
Jakarta
Zul Alfian, 2005, analisa Kadar Logam
Kadmium dari Kerang yang diperoleh dari
daerah Belawan secara AAS. Jurnal Sains
Kimia, Vol 9, No 2, 73-76.
Vogel, A.I, 1994, Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik, edisi kesatu, alih
Bahasa Pudjaatmaka. (Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
8
PENGARUH SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP DISIPLIN
KERJAPERAWAT DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK AISYIYAH
SAMARINDA
Enok Sureskiarti1, Vina Avioleta
2
1,2 Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Email : [email protected]
ABSTRAK
Disiplin merupakan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Sedangkan kerja adalah perbuatan melakukan
sesuatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil. Dengan demikian bila peraturan atau
ketetapan yang ada dalam perusahan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan
mempunyai disiplin kerja yang buruk, sebaliknya bila karyawan tunduk pada ketetapan
perusahan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Salah satu yang berkaitan
dengan efektifitas sebuah kepemimpinan ditempat kerja tidak terlepas dari nilai spiritual.
Spiritual leadership adalah kepemimpinan yang membawa keduniawian kepada dimensi
keilahian (spiritual). Untuk mengetahui pengaruh spiritual leadership terhadap disiplin kerja
perawat di RSIA Aisyiyah Samarinda. Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan
Pretest-Posttest Desigen with control group. Populasi penelitian ini sebanyak 22 responden.
Analisa meliputi analisa univariat dan bivariat menggunakan korelasi Pairred t-test dan
independen t-test. Hasil analisa bivariat korelasi Pairred T-Test dipeloleh hasil p-value =
0.005 < 0.05, dan untuk hasil 0.007 < 0.05. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh spiritual leadership terhadap disiplin kerja perawat
Kata Kunci : Disiplin Kerja, Spiritual Leadership, Perawat
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
9
ABSTRACT
Discipline is a condition or respect that is in the employee's own rules and
regulations. While work is the act of doing something that aims to get results. Thus, if the
rules or provisions in the company are ignored or often violated, then the employee has a
poor work discipline. Conversely, if the employee is subject to the provisions of the company,
it describes the existence of a good discipline condition. One that is related to the
effectiveness of a leadership in the workplace is inseparable from spiritual values. Spiritual
leadership is leadership that brings worldliness to the dimension of divinity (spiritual). To
find out the influence of spiritual leadership on nurses' work discipline at RSIA Aisyiyah
Samarinda. This type of research is Quasi Experiment with Pretest-Posttest Desigen with
control group. The population of this study were 22 respondents. Analysis includes univariate
and bivariate analysis using paired t-test correlation and independent t-test. The results of
the bivariate analysis of the Pairred T-Test correlation obtained the results of p-value =
0.005 <0.05, and for the results of 0.007 <0.05. From the results of the study it can be
concluded that there is an influence of spiritual leadership on nurse work discipline
Keywords: Work Discipline, Spiritual Leadership, Nurses
PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan dirumah sakit
tidak dapat dipisahkan dari pelayanan
kesehatan yang mempunyai kontribusi
yang sangat penting untuk menentukan
kualitas pelayanan. Perawat sebagai salah
satu sumber daya manusia yang terpenting
dirumah sakit, memberikan pelayanan
yang terus menerus kepada pasien selama
24 jam setiap hari. Suatu pelayanan itu
sendiri dibentuk dari berdasarkan 5 prinsip
Survice Quality yaitu kecepatan, ketepatan,
keamanan, keramahan, dan kenyamanan
(Anjaryani, 2009). Aspek kekuatan
Sumber Daya Manusia (SDM) dapat
tercermin pada sikap dan perilaku disiplin,
sebab dalam sebuah organisasi, disiplin
adalah sesuatu yang besar manfaatnya,
baik bagi kepentingan organisasi tersebut
maupun bagi karyawanya. Untuk
mendapatkan hasil kinerja yang baik
dibutuhkan disiplin kerja yang tinggi,
sebab perawat yang tidak disiplin dalam
melaksanakan pekerjaannya, maka ada
kemungkinan terjadinya penyelewengan
karena karyawan lalai dalam melaksankan
tugasnya. Sutrisno (2011) menyatakan
bahwa disiplin menunjukan suatu kondisi
atau sikap hormat yang ada pada diri
karyawan terhadap peraturan dan
ketetapan perusahaan. Sedangkan kerja
adalah perbuatan melakukan sesuatu
kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil
(Ishak, 2004:8). Dengan demikian bila
peraturan atau ketetapan yang ada dalam
perusahan itu diabaikan atau sering
dilanggar, maka karyawan mempunyai
disiplin kerja yang buruk, sebaliknya bila
karyawan tunduk pada ketetapan
perusahan, menggambarkan adanya
kondisi disiplin yang baik.
Rumah sakit membutuhkan pemimpin
yakni sebagai faktor penting yang sangat
baik menentukan keberhasilan suatu
organisasi. Dalam kepemimpinan suatu
organisasi yang baik dapat meningkatkan
kinerja karyawannya dan demikian begitu
pula sebaiknya (Suliyno, 2009). Peran
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
10
kepemimpinan yang sangat penting bagi
pencapaian visi, misi, dan tujuan suatu
rumah sakit dicapai semata-mata untuk
tercapainya suatu tujuan sebagai faktor
terpenting dalam keberhasilan atau
kegagalan dalam suatu rumah sakit.
Kepemimpinan adalah kemampuan
memberi inspirasi kepada orang lain untuk
berkeja sama sebagai suatu kelompok, agar
dapat mencapai suatu tujuan umum. Salah
satu hal yang berkaitan dengan efektifitas
sebuah kepemimpinan di tempat kerja
tidak terlepas dari nilai spiritual tertentu.
Kebutuhan spiritual di tempat kerja akan
memberikan pengaruh positif pada
kesehatan secara fisik dan psikologis (Fry,
L. W; 2005:2).
Selain itu diperlukan Kepemimpinan
spiritual kepemimpinan yang membawa
dimensi spiritual (keilaihian), (Tobroni,
2010:5). Teori kepemimpinan spiritual
dikembangakan dengan menggunakan
sebuah model motivasi intrinsic yang
menggabungkan adanya visi,
harapan/keyakinan, dan cinta altruistic.
Spiritual Leadership diyakini sebagai
solusi terhadap krisis kepemimpinan saat
ini (Tobroni, 2010:6). Selain itu, Spiritual
Leadership juga dipandang menjadi
sebuah paradigma dalam perubahan dan
tranformasi organisasi yang pada
hakekatnya diciptakan untuk membentuk
sebuah motivasi intrinsik dari individu
tersebut. Giacalone, Jurkiewicz & Fry
menyatakan Spiritual Leadership dapat
pula dipandang sebagai sebuah upaya
kekuatan memotivasi yang memungkinkan
orang lain untuk menjadi lebih baik,
berenergi dan terhubung atau terikat
dengan pekerjaannya. Hal ini menjadi
sebuah dasar kekuatan untuk
menterjemahkan spiritual survival ini
menjadi sebuah feelings of attraction,
ketertarikan dan caring terhadap pekerjaan
maupun orang dalam lingkungan kerja
untuk menjadi lebih berkomitmen,
produktif dalam perilaku berorganisasi.
Rumah Sakit Ibu dan Anak Aisyiyah
Samarinda didirikan pada tanggal 7 Juli
1967 berdasarkan dengan surat keputusan
Menteri Kesehatan RI No.
330/P.Kes/I.0/73. Pada tanggal 24 Rabiul
Awal 1387 Masehi, Rumah Sakit bersalin
diresmikan oleh Gubernur Kalimantan
Timur. Dengan nama Rumah Sakit
Aisyiyah Samarinda, yang ditetapkan
berdasarkan hasil rapat gabungan antara
pengurus Muhammadiyah dan Aisyiyah
Wilayah maupun Daerah kemudian
diputuskan untuk menyerahkan
pengelolaan Rumah Sakit bersalin tersebut
kepada Aisyiyah Wilayah Kalimantan
Timur. Sejak didirikan dan dioperasikan
pada Juni 1967 sebagai Rumah Sakit
Bersalin dan pada tahun 1992 berubah
menjadi Rumah Sakit Khusus Ibu dan
Anak telah mengalami perubahan dan
perkembangan yang dipimpin oleh Bapak
dr. H. Agus Sukaca, M.Kes sampai tahun
1992 dan bapak dr. H. Nur Ashrien Husain
sampai bulan April 2004. Kemudian
dipimpin oleh dr. H. Mudamin sampai
Januari 2011. Di bawah kepemimpinan dr.
Nurul Karti Handayani, Sp.OG (periode
2011 s.d sekarang). Kekhususan yang
dipilih adalah 2 (dua) spesialisasi, yakni
Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta
Penyakit Anak. Nama yang dipilih adalah
Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti di RSIA Aisyiyah
Samarinda tanggal 22 Desember 2017
didapatkan hasil dari Sry Yana S.Kep
bagian kepegawaian mendapatkan hasil
keseluruhan jumlah perawat yang bekerja
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
11
di RSIA Aisyiyah Samarinda sebanyak 22
perawat. Latar pendidikan perawat D3
sejumlah 20 orang dan profesi sarjana
keperawatan berjumlah 2 orang perawat.
Dari hasil wawancara mengenai disiplin
kerja kepada 5 orang perawat dari 22
orang perawat di ruang keperawatan anak
3 diantaranya mengatakan bahwa masih
sering kali datang tidak tepat waktu sesuai
jam kerja yang ditantukan, dan 2 orang
perawat mengatakan selalu datang tepat
waktu. Kemudian untuk kepatuhan
terhadap peraturan 3 mengatakan tidak
selalu mengikuti peraturan yang ada
karena terkadang tidak memakai atribut
lengkap dan seragam yang ditentukan,
sedangkan 2 diantaranya selalu mengikuti
peraturan yang sudah ditetapkan. Untuk
kegiatan kerohanian selalu diberikan pihak
RSIA Aisiyah untuk meningkatkan
pengetahuan agama bagi seluruh karyawan
terutama Perawat. Berdasarkan dari data
yang didapat peneliti ingin membuktikan
untuk meneliti, pengaruh spiritual
leadership terhadap disiplin kerja perawat
di RSIA Aisyiyah Samarinda.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yaitu Quasi
Eksperimen. Desain penelitian yang
digunakan yaitu kuantitatif dengan pre
and post test with control group. Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi
adalah seluruh perawat yang ada di
RSIA Aisyiyah Samarinda yang terdiri
dari 22 perawat di ruang keperawatan
anak. Penelitian ini menggunakan total
sampling dengan subyek penelitian yang
diambil perawat yang bekerja di RSIA
Aisyiyah Samarinda. Penelitian ini
terdiri dari 11 perawata sebagai
kelompok Intervensi dan 11 perawat
sebagai kelompok control. Penelitian ini
dilakukan di RSIA Aisyiyah yang
beralamat di jalan Pangeran Hidayatullah
No. 64 pelabuhan, kota Samarinda,
Kalimantan Timur kode pos 75112.
Penelitian dilaksanakan pada bulan 4
Juni 2018 – 5 Juli 2018.Sebelum
penelitian dilakukan terlebih dahulu
dilakukan proses perijinan ke RSIA
Aisyiyah, setelah mendapatkan ijin dari
pihat Rumah Sakit baru peneliti
melakukan penelitian. Untuk mengetahui
pengaruh Spiritual Leadership terhadap
disiplin kerja perawat menggunakan uji
statistic pairret t-test dan independen t-
test dengan α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
a. Karakteristik Responden
Karakteristik perawat dalam penelitian
ini meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan lama kerja
seperti pada tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di
RSIA Aisyiyah Samarinda
Karakteristik
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
N %
N % N %
Umur
a.20-30 tahun 3 27.3 1 9.1
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
12
b. 31-40 tahun 6 54.5 9 81.8
c. >40 tahun 2 18.2 1 9.1
Total 11 100 11 100
Jenis Kelamin
a.Laki-Laki 1 9.1 1 9.1
b.Perempuan 10 90.9 10 90.9
Total 11 100 11 100
Tingkat
Pendidikan
a.D3
Keperawatan 10 90.9 10 90.9
b.S1 Keperawatan 1 9.1 1 9.1
Total 11 100 11 100
Lama masa kerja
a.1-10 tahun 6 54.4 7 63.6
b.11-20 tahun 4 36.4 3 36.4
c.>20 tahun 1 9.1 1 9.1
Total 11 100 11 100
Disiplin kerja perawat sebelum diterapkan
spiritual leadership pada tabel 4.2 diatas
menunjukkan bahwa nilai rata-rata disiplin
kerja perawat sebelum diterapkan spiritual
leadership pada kelompok intervensi
adalah 56,27, Nilai standar deviasi 3,319,
dengan nilai minumum 52 dan nilai
maksimum 61, nilai lower 54,04 dan uper
58,50. Sedangkan nilai untuk kelompok
sebagai berikut nilai rata-rata disiplin kerja
perawat 54,45, nilai standar deviasi 3,560
dengan nilai minimum 49 serta nilai
maksimum 61, nilai lower 52,06 dan uper
56,85.
a. Pengaruh sesudah Intervensi pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol, dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Gambaran Perbedaan Disiplin Kerja Perawat Sesudah Penerapan Spiritual Leadership
pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSIA Aisyiyah Samarinda, 2018
(N1,N2=22)
Kelompok mean SD Min-Max 95% CI
Lower Upper
Intervensi 58,36 2,580 55-62 56,63 60.1
Kontrol 54,64 3,202 50-61 52,49 56,79
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
13
Berdasarkan hasil tabel 4.3 disiplin kerja
perawat sesudah diterapkan spiritual
leadership menunjukkan bahwa nilai rata-
rata kelompok intervensi adalah 58,36 nilai
standar deviasi 2,580 dengan nilai
minumum 55 dan nilai maksimum 62, nilai
lower 56,63 dan uper 60,10. Sedangkan
nilai untuk kelompok kontrol sebagai
berikut nilai rata-rata disiplin kerja
perawat 54,64 nilai standar deviasi 3,202
dengan nilai minimum 50 serta nilai
maksimum 61, nilai lower 52,49 dan uper
56,79.
a. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat digunakan untuk
mengetahui adanya pengaruh Penerapan
Spiritual Leadership (Variabel
Independen) terhadap disiplin kerja
perawat (Variabel Dependen).
Setelah dilakukan uji normalitas
diketahui sebaran data berdistribusi normal
oleh karena itu analisa data yang
digunakan pada penelitian ini adalah
paired t test. Uji pairred t test adalah uji
yang digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya pengaruh penerapan spiritual
leadership terhadap peningkatan disiplin
kerja perawat di RSIA Aisyiyah
Samarinda. Pada bagian ini akan
diperlihatkan hasil outputnya pada table ini
adalah:
Tabel 4.4 Pairred T Test Statistik Gambaran perbedaan disiplin kerja perawat Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol sebelum dan sesudah penerapan Spiritual
Leadership di RSIA Aisyiyah Samarinda,
2018 (N=11)
Variabel N Mean Selisih P Value
Pre Test Intervensi 11
56,27 -2,091 0,005
Post Test Intervensi 58,36
Pre Test Kontrol 11
54,45 -0,182 0,703
Post Test Kontrol 54,64
Berdasarkan, tabel 4.4 terlihat bahwa dari
11 responden menunjukan bahwa nilai
rata-rata disiplin kerja perawat dalam pre
test intervensi setelah diberikan penerapan
spiritual leadership untuk disiplin kerja
dengan nilai 56,27 dan post test
intervensi 58,38 nilai selisih -2,091.
Sedangkan untuk pre test kelompok
kontrol 54,45 dan post test kelompok
kontrol 56,64 nilai selisih -0,182.
Didapatkan selisih nilai 0.000, dan
0.005 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak yang berarti terdapat
pengaruh penerapan spiritual leadership
terhadap disiplin kerja perawat sebelum
dan sesudah diberikannya penerapan
spiritual leadership. Sedangkan pada
kelompok kontrol diperoleh p value =
0,703 > 0,05 sehingga H0 diterima maka
tidak ada perbedaan yang bermakna antara
sebelum dan sesudah pada kelompok
kontrol yang tidak dilakukan penerapan
spiritual leadership.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
14
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Bedasarkan tabel 4.1 diperoleh
karakteristik bahwa responden
dalam penelitian pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
mayoritas berumur 31-40 tahun 6
responden (54,5%), 9 responden
(81,8). Rentang umur 30-40 tahun
termasuk rentang umur produktif
yang bisa bekerja secara optimal.
Seseorang dapat melakukan
pekerjaan dan tugas dengan tingkat
produktifitas tinggi pada umur 30-
40 tahun, hal ini berpengaruh
terhadap kinerja seseorang.
Menurut Robbins (2018) faktor
umur memang merupakan variabel
dari suatau individu yang pada
dasarnya semakin bertambah umur
maka akan bertambah pula
kedewasaannya dalam bertindak.
Tingkat pertumbuhan dan
perkembangan seseorang secara
fisik, sosial, dan psikologis yang
dapat dilihat dari bertambahnya
umur, hal ini berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan individu
secara motorik maupun psikologis
yang mempengaruhi tingkat
kedewasaan sesuai dengan tumbuh
kembangnya.
Hal tersebut sejalan dengan
penelitian dari ( Sureskiarti, 2015)
pada usia diantara 30-40 tahun
memiliki kinerja yang optimal
dibanding dengan seseorang yang
berumur > 50 tahun karena pada
umur > 50 tahun kemampuan
psikomotoriknya sudah mengalami
penurunan pada umumnya
spiritualitas mulai terbentuk,
karena pada usia ini seseorang
sudah menemukan jati diri yang
sebenarnya dan mampunyai tugas
dan tanggung jawab dalam
keluarga sehingga lebih
mendekatkan diri pada nilai-nilai
altruistik yang terkandung dalam
spiritualitas.
Peneliti berasumsi bahwa pada usia
ini kemampuan dan relasi yang
dimiliki oleh seseorang sedang
berada dalam usia puncak, karena
umur 30-40 tahun sudah termasuk
rentang umur produktif yang bisa
bekerja secara optimal.
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh
bahwa mayoritas responden dalam
penelitian pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
jenis kelamin perempuan sama
yang berjumlah 10 responden
(90,9%) dan jenis kelamin laki-laki
sama untuk kelompok intervensi
dan kelompok kontrol berjumlah 2
responden (9,1%). Hasil penelitian
ini menggambarkan bahwa
sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan, menurut (
Handoko, 2008) biasanya kaum
perempuan mempunyai sifat
ramah, tekun, disiplin, dan teliti
dalam melaksankan asuhan
keperawatan. Seorang perawat
dituntut untuk memiliki rasa
empati, tekun, teliti serta
mempunyai sifat caring dalam
memberikan pelayanan
keperawatan. Sifat-sifat dominan
yang dimiliki perempuan tersebut
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
15
dapat menunjang pelayanan yang
diberikan kepada pasien sehingga
menjadi alasan lebih banyak
perawat berjenis kelamin
perempuan dibandingkan laki-laki.
Perempuan memiliki sifat caring,
raa empati, tekun, teliti dan disiplin
yang tinggi yang terdapat pada
nilai-nilai altruistik spiritual
leadership diantaranya adalah sifat
caring (Tabroni, 2010). Peneliti
berasumsi bahwa perempuan dan
laki-laki pada dasarnya sama saja
tetapi ada sisi yang dimana
terkadang perempuan lebih
memiliki rasa empati, kesabaran
dan kelembutan hati yang tinggi.
Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian dari ( Yudaningsih,
2016,4:3) yang menggambarkan
sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan (85%),
responden penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pekerjaan
perawat masih banyak diminati
oleh perempuan dibandingkankan
laki-laki, karena sebagai seorang
perawat juga harus memerlukan
sifat sabar, lemah lembut, giat dan
penenuh kasih sayang oleh karena
itu mayoritas masih diminati
perempuan.
b. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh
hasil bahwa mayoritas tingkat
pendidikan responden pada
kelompok intervensi D3
keperawatan 10 responden
(90,9%), S1 keperawatan 1
responden (9,1%). Pada kelompok
kontrol tingkat pendidikan D3
keperawatan 11 responden (100,0).
Pendidikan adalah pembelajaran,
pengetahuan, keterampilan, dan
kebiasaan yang diberikan dari
generasi kegenerasi berikutnya
melalui proses pembelajaran,
pelatihan, atau penelitian (Ilyas,
2002). Hasil ini sejalan dengan
penelitian (Arifuddin, 2015:1)
bahwa perawat memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi yaitu D3
sebanyak 76,8% dan S1 sebanyak
23,2% maka semakin tinggi tingkat
pendidikannya semakin banyak
pengetahuan yang dapat
menujunjang pekerjaanya sehingga
kinerjanya cukup walaupun beban
kerjanya berlebihan, tingkat
pendidikan
Peneliti berpendapat untuk
mewujudkan rumah sakit yang
berkualitas maka harus memiliki
perawat yang kompeten dalam ilmu
keperawatan dengan tingkat
pendidikan yang tinggi, semakin
tinggi tingkat pendidikan maka
semakin sistematis dari cara
berfikirnya sehingga dapat
meningkatkan kualitas dalam
bekerja.
c. Masa kerja
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh
bahwa responden dalam lama masa
kerja pada kelompok intervensi 1-
10 tahun berjumlah 6 responden
(54,5%), dan kelompok kontrol 1-
10 tahun 7 responden (63,3%).
Masa kerja dihubungkan dengan
pengalaman seseorang dalam
menjalani bidang pekerjaan yang
ditekuni. Menurut (Robbins, 2018)
Masa kerja dikaitkan dengan
hubungan senioritas atau anggapan
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
16
bahwa semakin lama seseorang
bekerja semakin lebih
berpengalaman dan berpengaruh
terhadap produktivitas kerja.
Perawat yang baru bekerja berbeda
dengan perawat yang sudah lama
bekerja karena pengalaman yang
dimiliki lebih banyak perawat yang
memiliki pengalaman kerja lebih
lama. Pengalaman masa kerja yang
berbeda dari tiap perawat dapat
menyebabkan kemampuan yang
berbeda pula dalam memecahkan
masalah. Dengan masa kerja yang
relatif lama dapat membangun
suatu budaya organisasi
berdasarkan nilai-nilai altruistik,
namun jika masa kerja perawat
masih belum lama akan
menyebabkan tuntutan pemenuhan
kebutuhan yang masih kurang.
Hal tersebut sejalan dengan
penelitian ( Mardatillh, 2017)
pekerja yang telah diatas 5 tahun
biasanya memiliki tingkat
kejenuhan yang lebih tinggi dari
pada pekerjaan yang baru bekerja,
sehingga adanya tingkat kejenuhan
tersebut dapat meningkatkan rasa
malas dalam melakukan
pendokumentasian asuhan
keperawatan.
Peneliti berpendapat bahwa dalam
masa kerja yang relatif lama akan
dapat meningkatkan pengalaman
yang cukup kompeten dalam masa
kerja yang lebih baik sehingga
semakin lama masa kerja semakin
banyak pula perkembangan yang
diikuti terhadap kemajuan rumah
sakit.
2. Analisa Bivariat
Pengaruh penerapan spiritual
leadership terhadap disiplin kerja
perawat di RSIA Aisyiyah Samarinda
setelah diberikan penerapan spiritual
leadership selama 2 hari, dari hasil
rata-rata pre test intervensi diberikan
penerapan spiriual leadership disiplin
kerja yaitu 56,27 dan post test
intervensi yaitu 58,36 sedangkan, hasil
rata-rata dari pre test kontrol yang
tidak diberikan penerapan spiritual
yaitu 54,45 dan untuk post test yaitu
56,64. Dari data yang didapat terdapat
peningkatan antara nilai rata-rata pre
test intervensi dan post test intervensi
yang diberikan perlakuan, dan untuk
pre test kontrol dan post test kontrol
juga terdapat peningkatan walaupun
tidak diberikan penerapan spiritual
leadership.
Berdasarkan hasil uji bivariat dengan
menggunakan uji paired t test dan
independent t-test dari 22 responden
yang terbagi menjadi kelompok
intervensi dan kelompok kontrol,
didapatkan hasil analisa bivariat
dengan taraf signifikan (p) 5%
didapatkan hasil sig, (2-tailed) nilai
(p) pada kelompok intervensi sebelum
dan sesudah diberikan penerapan
spiritual leadership yaitu 0,005 dan α =
0,05 nilai p value < yang berarti ada
perbedaan nilai rata-rata sebelum dan
sesudah diterapkan spiritual leadership
dengan kata lain, penerapan spiritual
leadership berpengaruh terhadap
disiplin kerja perawat.
Pada kelompok kontrol nilai rata-rata
disiplin kerja perawat untuk pre test
berdasarkan hasil uji statistik nilai p
value = 0,703 yang berarti p value >
0,05 Ho diterima sehingga tidak ada
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
17
perbedaan yang signifikan nilai rata-
rata disiplin kerja perawat sebelum
dilakukan penerapan spiritual
leadership dengan setelah dilakukan
penerapan spiritual leadership pada
kelompok kontrol di RSIA Aisyiyah
Samarinda.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian
(Sureskiarti, 2015) nilai rata-rata
kinerja perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan pada kelompok
intervensi sebelum diberikan
penerapan spiritual leadership adalah
86 dengan nilai minimum 80 dan nilai
maksimum 90. Nilai rata-rata kinerja
perawat setelah dilakukan penerapan
spiritual leadership adalah 115,63
dengan nilai minimum 99 dan nilai
maksimum 128. Dengan p value =
0,001 < α, terdapat kesimpulan bahwa
ada peningkatan yang bermakna
setelah dilakukan penerapan spiritual
leadership terhadap kinerja perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan
di Rumah Daerah H.DR, Soewondo
Kendal.
Secara etiomologis disiplin berasal dari
bahasa inggris “disciple” yang berarti
pengikut atau panutan pengajaran,
latihan dan sebagainya. Disiplin
merupakan suatu keadaan tertentu
dimana orang-orang yang tergabung
dalam organisasi tunduk pada
peraturan-peraturan yang ada dengan
rasa senang hati. Sedangkan kerja
adalah segala aktivitas manusia yang
dilakukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Martono, 2008:125).
Disiplin kerja merupakan salah satu
alat yang digunakan para manager
untuk berkomunikasi dengan dengan
pegawai agar mereka bersedia untuk
mengubah suatu perilaku serta sebagai
suatu upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan kesedian seseorang
mentaati semua peraturan dan norma-
norma yang berlaku. Menurut
(Hasibuan, 2012:194), banyak
indikator yang mempengaruhi tingkat
kedisiplinan seseorang pegawai,
diantaranya, tujuan dan kemampuan,
teladan kepemimpinan, balas jasa,
keadilan, wasket, sanksi hukuman,
ketegasan dan hubungan kemanusiaan.
Brigma (1994) dalam Astuti (2012:2)
menyarankan bahwa disiplin kerja
merupakan suatu sikap dan perilaku,
dimana pembentukan perilaku jika
dilihat dari formula Kurt Lewin yaitu
interaksi antara faktor kepribadian dan
faktor lingkungan.
Kebutuhan spiritual di tempat kerja
akan memberikan pengaruh positif
pada kesehatan fisik dan psikologis
(Fly, L. W : 2005). Menurut (Tjahjono,
dalam Tabroni 2010:5) spiritial
leadership disebut sebagai
kepemimpinan yang lebih mendasar
pada iman dan hati nurani dalam
kualitas kepemimpinan yang
membersihkan hati, memberi,
melayani, mencerahkan, dan
menenangkan jiwa berdasarkan
semangat syukur dan kasih. Tujuan
spiritual leadership merupakan salah
satu upaya memotivasi memberikan
inspirasi pekerja berdasarkan nilai
altruistik (altruistic value) guna
menghasilkan motivasi, komitmen, dan
produktivitas, sehingga seorang
pemimpin mampu memotivasi dirinya
dan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi (Fly LW, 2005:2).
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
18
Sedangkan, manfaat penerapan
spiritual leadership menimbulkan rasa
penghargaan yang tinggi, memperoleh
arti yang terdalam dari pekerjaan yang
mereka lakukan, merasa terhubung dan
bermakna di tempat kerja, terutama
pada karyawan sehingga membuat
perasaan kesempurnaan kehidupan
batin dan rasa bahagia pada organisasi
atau perusahaan tersebut sehingga
memiliki kualitas hubungan yang baik
dengan orang lain ( Fly LW, 2005:1)
Peneliti berpendapat berdasarkan hasil
yang didapatkan terhadap 11
responden dan berdasarkan teori yang
ada. Bahwa setelah mendapatkan
penerapan spiritual leadership selama
dua hari dan diukur kembali selama 3
minggu kemudian didapatkan ada
perubahan kenaikan rata-rata terhadap
disiplin kerja perawat. Meskipun
peningkatan tidak secara optimal.
SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Karakteristik responden sebagian besar
berumur 31-40 tahun 54,5%, jenis
kelamin responden sebagian besar
perempuan 90,9%, pendidikan
responden mayoritas D3 keperawatan
90,9%, dan lama masa kerja sebagian
besar pada klasifikasi 1-10 tahun yaitu
54,4%.
2. Nilai rata-rata kinerja perawat dalam
disiplin kerja pada kelompok
intervensi sebelum penerapan spiritual
leadership adalah 56.27 dengan nilai
minimum 52 dan maksimum 61.
3. Nilai rata-rata kinerja perawat dalam
disiplin kerja pada kelompok
intertervensi sesudah penerapan
spiritual leadership adalah 58.36
dengan nilai minimum 55 dan
maksimum 62.
4. Ada pengaruh penerapan spiritual
leadership terhadap disiplin kerja
perawat yang ditunjukkan dengan p
value = 0.005 < 0,05 H0 ditolak,maka
ada perbedaan disiplin kerja perawat
sebelum dan sesudah penerapan
spiritual leadership sedangkan pada
kelompok kontrol diperoleh p value =
0,703 > 0,05 sehingga H0 diterima
maka tidak ada perbedaan yang
bermakna antara pre dan post pada
kelompok kontrol yang tidak dilakukan
penerapan spiritual leadership.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
terwujudnya penelitian ini :
1. Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur
2. RSIA Aisiyah Samarinda
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin, Napirah (2015). Hubungan
Disiplin Dan Beban Kerja
Dengan Kinerja Perawat Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Undata
Palu.
Arikunto, (2010). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi:
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Asmaningrum, dkk (2011). Pengaruh
Penerapan Spiritual Leadership
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
19
terhadap Komitmen Perawat
Pada Organisasi Di Rumah Sakit
Islam Surabaya. Tesis
dipublikasikan, Program Studi
Magister Keperawatan
Universitas Indonesia
Astuti, N.K.R. (2012). Keterkaitan Kinerja
Karyawan Perusahaan dengan
Kepuasan Pelanggan (Suatu
Tinjauan Teoritis). Forum
Manajemen, Volume 10,no.2.
Dahlan, S. (2014). Statistik untuk
Kedokteran dan Kesehatan
(Edisi:6). Jakarta: Salemba
Medika
Dahlan, M S. (2008). Statistik untuk
Kedokteran dan Kesehatan:
Deskriptif, Bivariat dan
Multivariat Dilengkapi Aplikasi
dengan Menggunakan SPS.
Edisi: 3. Jakarta: Salemba
Medika
Fry, L.W (2008). Spiritual leadership:
state of-the-art and future
directions for theony, research,
and practice. www.tarleton.edu,
diperoleh tanggal 15 Desember
2017.
Fry L.W & Cohen (2008). Spiritual
Leadership as a Paradigma for
Organization Transformation
and Recovery from Extended
Work Hours Cultures. Jounal of
Business Ethics (2009) 84:265 -
278, www.springerlink.com,
diperoleh tanggal 15 Desember
2017.
Handoko, T.H. 2008, Manajemen
Personalia dan Sumberdaya
Manusia, Edisi Kedua, Cetakan
Keenam Belas, Penerbit BPFF,
Yogyakarta
Hasibuan, M. (2005). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi Revisi.
Jakarta Penerbit PT Bumi
Aksara.
Hidayat, A A. (2007). Riset Keperawatan
dan Teknik Penelitian Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika.
Ian Percy. Going Deep, exploring
spirituality in life and leadership.
Arizona: Inspired Production
Press. Hal 265. (2007)
Ilyas, Y. Kinerja, teori, penelitian, dan
penelitian. Pusat Kajian Ekonomi
Kesehatan Masyarakat UI, Depok
(2002)
Imron. (2010). Kajian Statistik Perspektif
Kritik Holistik. Surakarta: UNS
Press.
Mangkunegara, A.P. (2011). Manajemen
Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Mardhatillah, dkk (2017). Hubungan
Beban Kerja Perawat Dengan
Pelaksanaan Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan Di Ruang
Rawat Inap Penyakit Dalam,
Bedah, Dan Saraf RSUD Dokter
Soedarto Pontianak.
Martoyo, S. (2008). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE.
Nursalam. (2011). Manajemen
Keperawatan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medika.
Okavianingsih, I. (2012). Hubungan
Tingkat Pengetahuan Perawat
tentang Model Praktik
Keperawatan Profesional dengan
Penerapannya di Rumah Sakit
Kalimantan Timur Bontang.
Skripsi, tidak dipublikasikan,
Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Samarinda.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
20
Rivai, V. dan Mulyadi, D. (2010).
Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Riwidikdo (2013). Statistik Kesehatan.
Yogyakarta : Mitra Cendikia
Press.
Rizal, Alfi (2015). Hubungan Pelaksanaan
Fungsi Manajemen Kepala
Ruang Dengan Motivasi Perawat
Pelaksana Dalam Memberikan
Layanan Keperawatan Di Ruang
Rawat Inap RSUD Kota
Semarang.
Robbins Judge. Perilaku Organisasi.
Jakarta Penerbit: Salemba empat.
(2007)
Robbins, Stephen, P. (2007). Perilaku
organisasi. Jakarta : PT. Indeks
Kelompok Gramedia.
Saiful Anwar (2013). Kepemimpinan dan
Transformasi. USIM
Suarli & Bahtiar. (2009). Manajemen
Keperawatan: Dengan
Pendekatan Praktis. Jakarta:
Erlangga.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&B.
Bandung: Alfabeta.
Sutrisno, Edy. 2011. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Sureskiarti, Enok (2015). Pengaruh
Spiritual Leadership terhadap
Kinerja Perawat dalam
Melaksanakan Asuhan
Keperawatan di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal. Tesis
dipublikasikan, Program Studi
Magister Keperawatan
Universitas Diponorogo
Semarang.
Tobroni. (2010). The Spiritual Leadership.
Pengefektifan Organisasi Noble
Industry Melalui Prinsip-prinsip
Spiritual Etis. Edisi: 2. UMM:
Press.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
21
PENGARUH SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL REFLEKTIF
TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT
DI RSUD TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH
Fatikhah¹ Nur Zuhri²
1,2 STIKES Muhammadiyah Kendal
Email : [email protected]
ABSTRAK
Mutu pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh kepuasan kerja perawat. Kepuasan
kerja perawat yang tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu upaya pencapaian
tujuan rumah sakit dalam pemberian pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu.
Kepuasan kerja perawat dapat dicapai melalui hubungan yang baik dengan pimpinan.
Hubungan yang baik, sejajar, bersifat dukungan dan kolaboratif terdapat dalam supervisi
model reflektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh supervisi kepala ruang
model reflektif terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.
Desain penelitian ini adalah quasi-experiment dengan rancangan pre-post-test with control
group design. Jumlah sampel yang digunakan adalah 68 responden perawat yang
diambil dengan teknik purposive sampling dan terbagi dalam kelompok intervensi (n=34) dan
kelompok kontrol (n=34). Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan
selanjutnya dianalisa dengan uji paired t-test. Hasil uji paired t-test mendapatkan nilai p
sebesar < 0,001 yang artinya terdapat pengaruh supervisi kepala ruang model reflektif
terhadap kepuasan kerja perawat. Supervisi model reflektif dapat digunakan sebagai upaya
meningkatkan kepuasan kerja perawat. Kepala ruang sebagai low manajer dapat memerankan
fungsi manajemen dengan baik melalui supervisi model reflektif untuk meningkatkan
kepuasan kerja perawat.
Kata kunci: Kepuasan kerja, perawat, supervisi model reflektif
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
22
ABSTRACT
The improperly managed job satisfaction of nurses can disrupt the function of the
hospital in providing comprehensive and quality health services. The nurses’ job satisfaction
can be achieved through a good relationship between nurses and hospital leaders. A good
and equal as well as supporting and collaborative relationshipis reflected in the supervision
of reflective model. This study aimed to analyze the influence of head nurses’ supervision of
reflective model on the job satisfaction of nursesat Tugurejo Regional Public Hospital in
Central Java Province. This study employed a pre-post-test quasi-experimental design with a
control group. The samples were 68 nurses recruited by purposive sampling and were
assigned to the intervention group (n = 34) and control group (n = 34). The data were
collected using questionnaires and then analyzed using the paired t-test. The result of paired
t-test test obtained a p-value of < 0.001, indicating that there were influences of the head
nurses’ supervision of reflective model on the nurses’ job satisfaction. The reflectivemodel
supervision can be used as an alternative to improve the job satisfaction among the nurses.
The head nurses as a low-level manager can perform the management functions well through
the reflective model supervision to improve the nurses’ job satisfaction.
Keywords: Job satisfaction, nurses, reflective model supervision
PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan memegang
peranan penting dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan
paripurna di rumah sakit. Rumah sakit
dalam mewujudkan pelayanan yang
paripurna memerlukan sumber daya
manusia profesional (Ilyas Y., 2004),
salah satunya adalah sumber daya
keperawatan. Sumber daya keperawatan
sebagai sumber daya profesional dan
berjumlah paling besar di pelayanan
kesehatan menjadi alasan tersebut.
Kemenkes RI menyebutkan bahwa
jumlah perawat di Indonesia mencapai
237.181 perawat. Perawat di Indonesia
jumlahnya paling banyak bila
dibandingkan dengan tenaga kesehatan
lainnya, yaitu 50-60% di rumah sakit dan
memiliki jam kerja 24 jam melalui
penugasan shift sehingga perannya
berkontribusi besar dalam meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan. Studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti di
RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
Tengah,pada saat ini memiliki karyawan
dengan jumlah keseluruhan 1161
karyawan, dimana terdapat 413 (Wijono
D, 2000). Data tersebut menunjukkandari
segi jumlah dan peran sangat berkontribusi
dalam menentukan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit.Rumah sakit
harus dapat mengelola tenaga keperawatan
guna meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.
Kepuasan kerja perawat menurut
Manojlovich M, Spence Laschinger HK
secara umum dapat diartikan sebagai suatu
sikap puas seseorang terhadap
pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan
fungsi dari unsur- unsur di tempat kerja
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
23
termasuk sikap dan perilaku
(Mangkunegara AAAP, 2000). Stephen P.
Robbins menyatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan suatu sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja dapat meningkatkan
produktifitas walaupun tidak dapat dilihat
secara langsung pada saat itu juga.
Kepuasan kerja perawat adalah suatu sikap
individu perawat terhadap pekerjaannya
dan fungsi unsur-unsur ditempat kerja,
serta dapat meningkatkan produktifitas
walaupun tidak dapat dilihat secara
langsung pada saat itu juga (Baumann A.,
2007).
Kepuasan kerja perawat masih
menunjukkan adanya fenomena yang
signifikan pada beberapa penelitian,
diantaranya Pietersen, C. dalam penelitian
menemukan 63% tidak puas dengan
supervisi. Penelitian Selebi,C. dan
Minnaar, A. menunjukkan bahwa
kepuasan kerja perawat yang masih sangat
rendah mencapai 35% dan yang kategori
rendah sebanyak 42%. Penelitian dari
Noras JU. dan Sartika RAD, menyatakan
77,5% perawat merasa tidak puas dalam
bekerja sebagai perawat pelaksana.
Baumann A. mengemukakan bahwa di
Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan
Jerman menunjukkan 41 % perawat
mengalami ketidakpuasan dalam bekerja
(Supratman, Sudaryanto A., 2008).
Studi pendahuluan di RSUD Tugurejo
Provinsi Jawa Tengah didapatkan bahwa
saat ini belum mengukur kepuasan kerja
secara khusus pada perawat. Survei
kepuasan kerja perawat pernah dilakukan
hanya pada saat penelitian Wuryanto E.
dimana hanya mengidentifikasi bahwa
karakteristik individu dan lingkungan kerja
berpengaruh terhadap kepuasan kerja
perawat.Studi pendahuluan terhadap 30
perawat di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
Tengah tentang kepuasan kerja perawat
didapatkan hasil sebanyak 13 perawat
(43,3%) menyatakan puas terhadap
pekerjaan dan 17 perawat (56,7%)
menyatakan tidak puas dengan
pekerjaannya. Angka ketidakpuasan
perawat ini dapat dijadikan sebagai suatu
indikator jika kondisi ini diabaikan maka
diwaktu yang akan datang akan berdampak
terhadap tujuan dari organisasi dalam hal
ini rumah sakit (RSUD Tugurejo Provinsi
Jawa tengah, 2016).
Kepuasan kerja perawat yang tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan
gejala-gejala sebagai dampaknya. Hasil
studi pendahuluan di Bagian Organisasi
dan Kepegawaian RSUD Tugurejo
Propinsi Jawa Tengah menunjukkan
adanya angka turn over perawat dari tahun
2015 dan 2016 sebanyak 11 perawat
mengundurkan diri dan sebanyak 8
perawat mengajukan mutasi. Kasi
Keperawatan Rawat Inap menyatakan tiap
bulan rerata 12 perawat bermasalah pada
absensinya. Ketua Komite Keperawatan
dalam wawancara menyatakan hasil
kinerja perawat dari segi asuhan
keperawatan pada bulan november 2016
masih dalam kategori baik tetapi masih
perlu ditingkatkan lagi. Gejala dampak
tersebut harus segera dikelola melalui
upaya-upaya agar tidak mengganggu
kondisi didalam suatu organisasi atau
rumah sakit (RSUD Tugurejo Provinsi
Jawa tengah, 2016).
Kepuasan kerja perawat dapat
diidentifikasi dengan pendekatan teori Dua
Faktor dari Hezberg, yang menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan yaitu faktor intrinsik pekerjaan
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
24
dan ekstrinsik pekerjaan. Faktor intrinsik
(job content) berkaitan dengan isi
pekerjaan yang meliputi prestasi,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung
jawab, kemajuan, pertumbuhan dan
perkembangan pribadi. Faktor ekstrinsik
berkaitan dengan kedaan pekerjaan (job
context) yang meliputi gaji, jaminan
pekerjaan, kondisi kerja, status, kebijakan,
kualitas hubungan antarpribadi dengan
atasan, bawahan, dan sesama karyawan,
serta kualitas supervisi (Siagian SP.,
2011).
Penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya menjelaskan bahwa
terciptanya kepuasan kerja pada perawat
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang menjadi penyebab, diantaranyafaktor
burnout, rotasi dan stres kerja, iklim kerja,
administrasi, rendahnya konflik, dukungan
kepemimpinan, faktor manajemen
organisasi, faktor gaji, lingkungan kerja,
usia, lama kerja, dan karakteristik pribadi
pemimpin, serta kompetensi manajerial
pemimpin. Jayasuria R. et al, dan
Mayasari A. dalam penelitiannya juga
mengemukakan bahwa faktor supervisi
berpengaruh terhadap kepuasan kerja
perawat. Penelitian di Amerika
menunjukkan bahwa dari 72 perawat yang
diteliti mengatakan bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap kepuasan
kerja adalah dukungan supervisi, dimana
supervisi merupakan kegiatan dalam
fungsi-fungsi manajemen. Cortese CC. dan
Dogan H. juga mengemukakan bahwa
faktor supervisi merupakan aspek penting
yang mempengaruhi kepuasan kerja
perawat (Hasibuan M., 2001).
Studi pendahuluan di RSUD Tugurejo
Provinsi Jawa Tengah pada 17 perawat
yang menyatakan tidak puas, didapatkan
data bahwa penyebab ketidakpuasan
tersebut disebabkan sistem rotasi sebanyak
4 perawat (23,52%), disebabkan promosi
karir sebanyak 2 perawat (11,76%), stres
karena situasi kerja sebanyak 3 perawat
(17,64%), dan tidak puas dengan cara
bimbingan dan pengarahan dari kepala
ruang sebanyak 8 perawat (47,06%).
Zhang L, You L, et al juga mengemukakan
bahwa supervisi merupakan faktor penting
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
perawat, maka upaya yang harus
dioptimalkan adalah dengan memperbaiki
lingkungan kerja yang baik, dan diperkuat
oleh Negussie N, Demissie A. bahwa
meningkatkan kepuasan kerja perawat
dengan menerapkan gaya kepemimpinan
transformasional dan melalui supervisi.
Supervisi termasuk dalam actuating
dalam fungsi manajemen. Fungsi
manajemen secara umum terdiri dari
planing, organizing, actuating dan
controling. Supratman dan Sudaryanto A.
menyatakan bahwa fakta menunjukkan
pelaksanaan supervisi keperawatan di
berbagai rumah sakit belum optimal dan
perawat pada sebagian besar rumah sakit
di Indonesia tidak mampu memerankan
fungsi manajemen dengan baik. Penelitian
Mularso menemukan bahwa kegiatan
supervisi lebih banyak pada kegiatan
“pengawasan” bukan pada kegiatan
bimbingan, observasi dan menilai.
Supervisi yang diterapkan dengan tepat
akan menyebabkan perasaan puas pada
perawat dikarenakan merasa diterima,
dihargai, dan dilibatkan sehingga akan
muncul komitmen pada organisasi untuk
senantiasa meningkatkan pelayanan
keperawatan (Wibowo, 2008).
Studi pendahuluan di RSUD Tugurejo
Propinsi Jawa Tengah terhadap 3 kepala
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
25
ruang sebagai supervisor ruangan bahwa
dalam melakukan supervisi dilakukan
dengan situasional, cenderung bersifat
pengawasan, minim kegiatan yang bersifat
bimbingan, pengarahan, dan memberikan
umpan balik dengan baik. Pihak manajerial
sudah mengupayakan perbaikan, baik
dalam bentuk pelatihan ataupun arahan
pada saat rapat rutin bidang keperawatan,
tetapi pada pelaksanaanya belum sesuai
dengan fungsi supervisi sebagaimana
mestinya. Model supervisi diantaranya
adalah model psikoanalitik, model
psycodinamik sistem, model kadushin,
model proctor, model peplau dan model
reflektif. Dari beberapa model tersebut,
supervisi model reflektif dapat
memaksimalkan kekuatan dalam
lingkungan kerja melalui konsep hubungan
yang sejajar dan bersifat dukungan dan
kolaboratif antara supervisor dengan
perawat (Dharma A., 2004).
Supervisi model reflektif dilakukan
dengan cara mengarahkan dengan ilmiah
dari peristiwa, situasi, kondisi dan
tindakan yang terjadi di klinis. Supervisi
reflektif bertujuan agar perawat dapat
memberikan suatu input untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan
kearah yang lebih baik. Beberapa
penelitian menyatakan supervisi model
reflektif ini dapat mempengaruhi perilaku
keselamatan pasien, mampu
mempengaruhi tingkat stres perawat
dengan berbagi pengalaman klinis dan
mendorong untuk mengembangkan
kemampuan dan perbaikan lebih lanjut
pada staf, dan mampu mempengaruhi
kesehatan mental tenaga kesehatan.
Melalui supervisi yang bersifat reflektif,
diharapkan kepala ruang sebagai low
manajer dapat melaksanakan supervisi
sebagai salah satu fungsi dalam
manajemen agar dapat meningkatkan
kepuasan kerja perawat.
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Quasi
Experiment (eksperimen semu)
dengan rancangan pre-post-test with
control group design yaitu terdapat
dua kelompok yang dipilih sebagai
objek penelitian. Kelompok pertama
mendapat intervensi dan kelompok
kedua tidak mendapat intervensi.
Kelompok kedua ini digunakan
sebagai kelompok pembanding.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat
pengaruh supervisi reflektif terhadap
kepuasan kerja perawat dengan
membandingkan kelompok intervensi
yang melaksanakan supervisi model
reflektif dan kontrol yang tidak
melakukan supervisi model reflektif.
Pengukuran akhir dilakukan setelah
dilaksanakan supervisi model reflektif.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.76
Adapun populasi
yang akan diteliti adalah seluruh
perawat di RSUD Tugurejo
Provinsi Jawa Tengah yang
berjumlah 413 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Sampel
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
26
dalam penelitian diambil dari
sebagian populasi yaitu perawat di
RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
Tengah.
Rumus besar sampel sebagai berikut :
Keterangan :
n1=n2 = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu (1,96)
2 = harga varians di populasi 100% ( 0,100)
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir 5% (0,05)
n1= n2 = 30,7 di bulatkan menjadi 31
Berdasarkan penghitungan
rumus, maka sampel yang
dibutuhkan adalah 31
responden, namun akan
ditambahkan 10% untuk
partisipasi adanya droup out
sehingga 31 + 3 = 34
responden. Jadi responden
untuk kelompok intervensi dan
kontrol adalah 34 responden,
sehingga total sampel yang
dibutuhkan adalah 68
responden.
Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling
yaitu penentuan sampel
berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh peneliti.
Populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dilakukan
penelitian yang memenuhi
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
27
kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel penelitian
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
Hasil penelitian yang telah
dilaksanakan pada tanggal 12 Mei
2017 sampai dengan 3 Juli 2017 di
RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
Tengah di Semarang dan RSUD Dr.
Moewardi Provinsi Jawa Tengah di
Surakarta. Penelitian menggunakan 3
(tiga) ruang kelompok intervensi dan
2 (dua) ruang kelompok kontrol,
dengan perincian ruangan yang
dijadikan kelompok intervensi yaitu
Kenanga ( Kelas 1), Nusa Indah
(VIP), dan Dahlia 1 (Kelas 3),
sedangkan ruang yang dijadikan
kelompok kontrol yaitu Mawar 2 dan
Melati 3. Terdapat 5 kepala ruang dan
68 perawat yang dilibatkan dalam
pelatihan dengan perincian 3 kepala
ruang dan 34 perawat sebagai
kelompok intervensi serta2 kepala
ruang dan 34 perawat sebagai
kelompok kontrol.
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada
penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin, status pernikahan,
tingkat pendidikan dan masa
kerja. Karakteristik responden ini
diolah secara statistik yang
disajikan sesuai jenis data yang
diperoleh, yaitu data kategori
terdiri usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status pernikahan dan
masa kerja.
Jenis kelamin pada kelompok
intervensi perempuan sebanyak
22 orang (64,7%) dan laki-laki
sebanyak 12 orang (35,3%)
sementara responden kelompok
kontrol perempuan sebanyak 21
orang (61,8%) dan laki-laki
sebanyak 13 orang (38,2%), hasil
uji kesetaraan adalah 0,801
dengan makna tidak ada beda.
Tingkat pendidikan responden
kelompok intervensi sama besar
antara S1 dan DIII Keperawatan,
masing-masing 17 orang (50,0%),
sementara responden kelompok
kontrol sebagian besar adalah D
III Keperawatan yaitu 22 orang
(64,7%) dan S1 Keperawatan 12
orang (35,3%) dengan nilai p
value 0,220. Status perkawinan
pada kelompok intervensi
sebagian besar responden dalam
kategori kawin yaitu sebanyak 26
orang (76,5%) dan yang belum
kawin sebanyak 8 orang (23,5%),
responden kelompok kontrol yaitu
kawin sebanyak 27 orang (79,4%)
dan yang belum kawin sebanyak
7 orang (20,6%) sementara nilai p
value adalah 0,770 dengan makna
tidak ada beda.
Nilai mean kepuasan kerja
sebelum dilakukan intervensi
pada kelompok intervensi adalah
82,65 dan pada kelompok kontrol
adalah 113,03. Analisis
menggunakan uji tidak
berpasangan, hasil uji normalitas
tidak berdistribusi normal,
sehingga analisis data
menggunakan Man Whitney.
Hasil analisis didapatkan nilai p
sebesar < 0,001; artinya bahwa
terdapat perbedaan kepuasan
kerja perawat sebelum intervensi
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
28
antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol.
Nilai mean kepuasan kerja
responden setelah intervensi pada
kelompok intervensi adalah
158,67 dan pada kelompok
kontrol adalah 114,79. Hasil uji
Man Whitney didapatkan nilai p
sebesar < 0,001; artinya bahwa
terdapat perbedaan kepuasan
kerja perawat setelah intervensi
antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol. Hasil
nilai mean kelompok intervensi
lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok kontrol, artinya
kepuasan kerja pada kelompok
intervensi menunjukkan ada
peningkatan bermakna.
Setelah dilakukan uji
kenormalan pada kelompok
intervensi ditemukan data
berdistribusi normal sehingga
analisis data yang digunakan
adalah Paired Sample t Test.
Hasil analisis didapatkan nilai
mean kepuasan kerja perawat
pada kelompok intervensi
sebelum dilakukan intervensi
adalah 82,65 dan setelah
intervensi adalah 158,67. Hasil
Paired Sampel t Test didapatkan
nilai p sebesar < 0,001; artinya
bahwa terbukti setelah intervensi
supervisi Model Reflektif
berpengaruh terhadap kepuasan
kerja perawat pada kelompok
intervensi.
Nilai kepuasan kerja sebelum
dan sesudah intervensi pada
kelompok intervensi selisih nilai
mean adalah 76,02 dengan nilai
SD 15,30; nilai minimal 36 dan
nilai maksimal 91. Pada
kelompok kontrol selisih mean
adalah 1,76; nilai SD 2,74; nilai
minimal 1 dan nilai maksimal 8.
Uji kenormalan ditemukan data
berdistribusi tidak normal
sehingga analisis data yang
digunakan adalah Mann Whitney
Test. Hasil uji beda dengan Mann
Whitney Test didapatkan nilai p
value sebesar < 0,001; artinya
bahwa pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol setelah
diberikan intervensi terdapat
perbedaan yang bermakna.
Supervisi model reflektif terbukti
mempengaruhi dan meningkatkan
kepuasan kerja perawat pada
kelompok intervensi.
2. PEMBAHASAN
Pembahasan yang meliputi
interprestasi hasil dari penelitian dan
keterbatasan penelitian yang telah
dilakukan. Interpretasi hasil penelitian
dilakukan dengan membandingkan
hasil penelitian dengan tinjauan
pustaka serta hasil-hasil penelitian
yang relevan.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh supervisi
kepala ruang model reflektif terhadap
terhadap kepuasan kerja perawat di
RSUD Tugurejo Provinsi Jawa
Tengah.
a. Gambaran Karakteristik
Responden
Karakteristik responden dalam
penelitian ini terdiri dari umur,
masa kerja, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan status
perkawinan. Penelitian ini
menggunakan uji homogenitas
untuk mengetahui kesetaraan
responden antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
29
Uji kesetaraan karakteristik umur
responden menemukan bahwa
nilai mean umur responden pada
kelompok intervensi adalah 30,15
dan pada kelompok kontrol adalah
31,20; hasil uji kesetaraan dua
kelompok dengan Mann Whitney
didapatkan hasil p value sebesar
0,975 yang artinya tidak terdapat
perbedaan karakteristik umur pada
homogenitas kedua kelompok. Uji
kesetaraan karakteristik masa kerja
pada kelompok eksperimen
didapatkan nilai mean adalah 5,06
dan kelompok kontrol adalah 5,83;
hasil uji beda kedua kelompok
didapatkan nilai p value 0,774
(tidak ada perbedaan). Uji
kesetaraan karakteristik jenis
kelamin didapatkan hasil uji
kesetaraan dengan chi square test
didapatkan nilai p value 0,801
dimana artinya pada kedua
kelompok tidak ada perbedaan
karakteristik jenis kelamin.
Karakteristik tingkat pendidikan
responden kedua kelompok
dengan uji kesetaraan
menggunakan uji chi squre test
didapatkan hasil p value sebesar
0,220 artinya tidak ada perbedaan
karakteristik tingkat pendidikan
pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Karakteristik
status perkawinan responden pada
kelompok intervensi dan
kelompok kontrol didapatlan hasil
uji kesetaraan p value sebesar
0,770; artinya tidak terdapat
perbedaan pada karakteristik
tingkat pendidikan kedua
kelompok. Hasil penelitian ini
didapatkan kesimpulan tidak
terdapat perbedaan pada
karakteristik umur, masa kerja,
jenis kelamin, tingkat pendidikan,
dan status perkawinan antara
kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Homogenitas
karakteristik kedua kelompok agar
tidak mempengaruhi kepuasan
kerja pada masing- masing
kelompok tersebut.
b. Perbedaan Kepuasan Kerja
Perawat Pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol Sebelum
dan Setelah Kelompok
Intervensi Dilakukan Supervisi
Model Reflektif.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepuasan
kerja pada kelompok intervensi
sebelum dilakukan supervisi
model reflektif didapatkan nilai
mean sebesar 82,65; dengan nilai
minimal 52 dan nilai tertinggi 135,
serta nilai standar deviasi 20,46.
Pada kelompok kontrol sebelum
dilakukan intervensi (pada
kelompok kontrol) nilai mean
113,03; dengan nilai mean
minimal 66 dan maksimal 135,
serta nilai standar deviasi sebesar
20,73. Hasil uji tidak berpasangan
penelitian dengan menggunakan
uji Man Whitney didapatkan nilai
p sebesar < 0,001; artinya bahwa
terdapat perbedaan kepuasan kerja
perawat sebelum intervensi antara
kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
c. Pengaruh Supervisi Model
Reflektif Terhadap Kepuasan
Kerja Perawat Pada Kelompok
Intervensi
Penelitian ini menghasilkan
data bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara kepuasan kerja
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
30
perawat setelah dilakukan
intervensi berupa supervisi model
reflektif pada kelompok intervensi.
Hasil uji beda antara kepuasan
kerja pada kelompok eksperimen
sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi berupa supervisi model
reflektif didapatkan nilai mean
sebesar 76,02. Hasil Paired
Sampel t Test didapatkan nilai p
sebesar < 0,001; artinya bahwa
terdapat perbedaan kepuasan kerja
perawat sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok
eksperimen.
SIMPULAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan, maka penelitian ini dapat
mengambil simpulan, yaitu sebagai berikut
:
1. Terdapat perbedaan kepuasan kerja
pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrolpada saat sebelum
dan sesudah intervensi supervisi
model reflektif.
2. Hasil Paired Sampel t Test didapatkan
nilai p sebesar <0,001 artinya hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
supervisi kepala ruang dengan model
reflektif terbukti mempengaruhi
kepuasan kerja perawat
UCAPAN TERIMAKASIH
1. Direktur RSUD Tugurejo Semarang
beserta Staf dan Perawat
2. Ketua Stikes Muhammadiyah Kendal
beserta Staf dan Karyawan
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Y. Perencanaan SDM Rumah Sakit
Teori, Metoda dan Formula. Depok:
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat,
2004.
Kementerian Kesehatan republik
Indonesia. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesiahttp://www.kemkes.go.id
(2015).
RSUD Tugurejo Provinsi Jawa tengah.
Data Keperawatan Rumah Sakit
Umum daerah Tugurejo Provinsi
Jawa Tengah. 2016.
Wijono D. Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan. Cetakan II. Surabaya:
Airlangga University Press, 2000.
Handoko TH. Manajemen Personalia dan
Sumberdaya Manusia (Edisi 2). edisi
2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,
2008.
Mangkunegara AAAP. Manajemen
sumber daya manusia perusahaan.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Baumann A. Positive Practice
Environment: Quality Workplaces =
Quality Patient Care, Information
and Action Tool Kit. International
Council of Nurses, 2007.
Wuryanto E. Hubungan Lingkungan Kerja
dan Karakteristik Individu dengan
Kepuasan Kerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Daerah Tugurejo
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
31
Semarang. Universitas Indonesia,
2010.
Mayasari A. Analisis Pengaruh Persepsi
Faktor Manajemen Keperawatan
terhadap Tingkat Kepuasan Kerja
Perawat di Ruang Rawat Inap
RSUD Kota Semarang. Universitas
Diponegorohttp://eprints.undip.ac.id/
16282/ (2009, accessed 3 May 2017.
Deloach R, Monroe J. Job Satisfaction
Among Hospice Workers: What
Managers Need to Know. Health
Care Manag (Frederick) 2004; 23:
209–219.
Cortese CC. Job satisfaction of Italian
nurses: an exploratory study. J Nurs
Manag 2007; 15: 303–312.
Supratman, Sudaryanto A. Model-Model
Supervisi Keperawatan Klinik. Ber
Ilmu Keperawatan 2008; 1: 193–
196.
Mularso. Supervisi keperawatan di RSUD
Dr. Abdul Aziz SIngkawang.
Universitas
GadjahMadahttp://etd.repository.ug
m.ac.id/index.php?mod=penelitian_d
etail&sub= Penelitian
Detail&act=view&typ=html&buku_i
d=34812 (2007, accessed 3 May
2017).
American Nurse Association, National
Council of State Boards of Nursing.
Joint Statement on Delegation. Am
Nurses Assoc. 2005.
Keliat BA. Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta EGC.
2009.
Yulita Y. Pengaruh Supervisi Model
Reflekstif Interaktif terhadap
Perilaku Keselamatan Perawat pada
Bahaya Agen Biologik di RSUD
Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban. Universitas Indonesia, 2013.
Rusmegawati. Pengaruh Supervisi
Reflektif Interaktif Terhadap
Keterampilan Berfikir Kritis
Perawat dalam Melaksanakan
Asuhan Keperawatan di IRNA RS.
Dr. H. M Ansari Saleh Banjarmasin.
Universitas Indonesia, 2011.
Rivai V. Manajemen sumber daya
manusia untuk perusahaan : dari
teori ke praktik. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
Dariyo A. Psikologi Perkembangan
Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo,
2003.
Siagian SP. Manajemen sumber daya
manusia. Edisi 1, Cetakan 19.
Jakarta: Bumi aksara, 2011.
Hasibuan M. Manajemen Sumber Daya
Manusia: pengertian dasar,
pengertian, dan masalah. Jakarta:
Toko Gunung Agung, 2001.
Wibowo. Manajemen Kinerja. jakarta:
Rajawali Pers, 2008.
Astuty M. Hubungan Pelaksanaan Fungsi
Pengarahan Kepala Ruangan
dengan Kepuasan Kerja Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Haji
Jakarta. Universitas Indonesia,
2011.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
32
Gillies DA. Nursing management : a
systems approach. 3rd edition.
Philadelphia: Saunders, 1994.
Nursalam. Manajemen Keperawatan:
aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika, 2011.
Suarly, Bahtiar Y. Manajemen
Keperawatan: Dengan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Erlangga, 2009.
Dharma A. Manajemen Supervisi
(petunjuk praktis bagi para
supervisor). edisi 6. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
Suyanto. Mengenal kepemimpinan dan
manajemen keperawatan di Rumah
Sakit. Yogyakarta: Mitra Cendekia
Jogjakarta, 2009.
Sugiharto AS. Manajemen Keperawatan :
Aplikasi MPKP di rumah sakit.
Cetakan 1. Jakarta: EGC, 2012.
Nasir A, Muhith A, Ideputri ME. Buku
ajar metodologi penelitian
kesehatan. Cetakan 1. Yogyakarta:
Nuha Medika, 2011.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Cetakan
13. Bandung: Alfabeta, 2011.
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian
Kesehatan. 2010; 243.
Arikunto S. Prosedur Penelitian: suatu
pendekatan praktik. Edisi Revi.
Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Nursalam., Salemba Medika. Konsep dan
penerapan metodologi penelitian
ilmu keperawatan : pedoman skripsi,
tesis, dan instrumen penelitian
keperawatan. Ed. 2. Jakarta:
Salemba Medika, 2008.
Asegid A, Belachew T, Yimam E. Factors
Influencing Job Satisfaction and
Anticipated Turnover among Nurses
in Sidama Zone Public Health
Facilities , South Ethiopia. Nurs Res
Pract; 2014. Epub ahead of print
2014. DOI: 10.1155/2014/909768.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
33
ANALISIS CARA PENANGANAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI POLIKLINIK UROLOGI
RSUD DR M YUNUS BENGKULU
Liza Fitri Lina1, Ferasinta2, Eva Oktavidiati3, Dwi Puji Lestari4
1, 2, 3, 4 Prodi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Email: [email protected]
ABSTRAK
Infeksi saluran kemih merupakan suatu keadaan patologis yang sudah sangat lama
dikenal dan dapat di jumpai di berbagai pelayanan kesehatan primer sampai sub spesialistik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kejadian infeksi saluran kemih pada pasien
di poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu. Desain penelitian yang digunakan
adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian informan pada penelitian
ini menggunakan teknik “Purposive Sampling”. Sumber informasi pada penelitian ini adalah
pasienyang berkunjung di poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu yang sudah
menikah dan data dari rekam medic poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu
sebanyak 5 pasien. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Hasil
penelitian ini diperoleh tema yaitu aspek penanganan. Dalam aspek penanganan, pasien
telah melakukan pemeriksaan dipoliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu dan telah
menjalankan pengobatan sehingga sudah merasa sehat. Kesimpulan yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah; Informan sedikit memahami tentang infeksi saluran kemih, seluruh
informan baru pertama kali mengalami penyakit infeksi saluran kemih.
Kata Kunci : Infeksi Saluran Kemih, Penanganan
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
34
ABSTRACT
Urinary tract infection is a pathological condition that has been very long known
and can be found in various primary health care to subspesialistik. The purpose of this study
is to analyze the handling aspect with urinary tract infections in patients in urology clinic
RSUD Dr.. M Yunus Bengkulu. The research design used was qualitative with descriptive
approach. Informant research method in this research using technique "Purposive Sampling".
The source of information in this study is the patients who visited the urology clinic RSUD
Dr.. M Yunus Bengkulu who is married and data from medical record of urology clinic
RSUD Dr. M Yunus Bengkulu as many as 5 patients. The data collection using in-depth
interview technique. The results of this study obtained by 2 theme that is handling aspect. In
the handling aspect, the patient has done the examination in urology clinic of RSUD Dr. M
Yunus Bengkulu and has run the treatment so that it is feeling healthy. The conclusions
obtained in this study are; Informants understand little about urinary tract infections, all
new informants first experience urinary tract infections.
Keywords : handling, urinary track infection
PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih merupakan
salah satu masalah kesehatan yang paling
sering terjadi. American Urology
Assocition (2016) menyatakan bahwa
insiden infeksi saluran kemih diperkirakan
150 juta penduduk dunia pertahun. Infeksi
saluran kemih di Amerika Serikat
mencapai lebih dari 7 juta kunjungan
setiap tahunnya. Kurang lebih 15% dari
semua antibiotik yang diresepkan untuk
masyarakat Amerika Serikat diberikan
kepada penderita infeksi saluran kemih
dan beberapa negara Eropa menunjukkan
data yang sama. (Mosesa, dkk, 2017).
Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2014, diperkirakan jumlah
penderita penyakit infeksi saluran kemih di
Indonesia mencapai 90-100 kasus per
100.000 penduduk per tahunnya atau
sekitar 180.000 kasus baru per tahunnya
(Darsono, dkk, 2016). Infeksi saluran
kemih adalah infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen yang naik dari
uretra ke kandung kemih dan berkembang
biak serta meningkat jumlahnya sehingga
menyebabkan infeksi pada ureter dan
ginjal. Menurut WHO, Infeksi saluran
kemih (ISK) adalah penyakit infeksi kedua
tersering pada tubuh sesudah infeksi
saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta
kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga
lebih sering dijumpai pada wanita dari pada
laki-laki (Safitri, 2013). Ditambahkan oleh
(Hooton, 2012), infeksi saluran kemih
merupakan suatu keadaan patologis yang
sudah sangat lama dikenal dan dapat
dijumpai diberbagai pelayanan kesehatan
primer sampai subspesialistik. Infeksi ini
juga merupakan penyakit infeksi bakterial
tersering yang didapat pada praktik umum
dan bertanggung jawab terhadap
morbiditas khususnya pada wanita dalam
kelompok usia seksual aktif.
Berdasarkan data Rekam Medik di
poliklinik urologi RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu pada tahun 2016 tercatat 84
pasien infeksi saluran kemih, sedangkan
pada tahun 2017 tercatat 106 pasien infeksi
saluran kemih. Sedangkan, di beberapa
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
35
rumah sakit lain jumlah pasien infeksi
saluran kemih tercatat lebih sedikit,
misalnya seperti di poliklinik penyakit
dalam Rumah Sakit Bhayangkara TK III
Bengkulu tercatat pada tahun 2016
sebanyak 71 pasien dan pada tahun 2017
sebanyak 97 pasien. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, penelitian akan dilakukan di
poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus
Bengkulu. Infeksi saluran kemih menjadi
salah satu penyakit infeksi yang dapat
membahayakan kesehatan manusia bahkan
dapat berujung kepada kematian. Oleh
karena itu, berdasarkan uraian di atas,
penulis berkeinginan untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Analisis cara
penanganan dengan kejadian infeksi
saluran kemih pada pasien di poliklinik
urologi RSUD Dr. M Yunus Kota
Bengkulu”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Sumber informasi pada
penelitian ini adalah pasien yang
berkunjung di poli klinik urologi RSUD
Dr. M Yunus Bengkulu yang sudah
menikah dan data dari rekam medik poli
klinik urologi RSUD Dr. M Yunus
Bengkulu sebanyak 5 pasien.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada aspek penanganan, pasien telah
melakukan pemeriksaan di poli klinik
urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu dan
telah menjalankan pengobatan sehingga
sudah merasa sehat.
Pembahasan
Aspek Penanganan
a. Pemeriksaan
Diagnosa infeksi saluran kemih
diketahui setelah melakukan tes urine.
Tes urine merupakan salah satu cara
untuk mengetahui penyakit seseorang
termasuk adanya infeksi saluran kemih.
Suharyanto dan Madjid (2013)
menyatakan bahwa pemeriksaan
diagnostic infeksi saluran kemih adalah
kultur urine, yaitu untuk menentukan
criteria infeksi. Hitung koloni: sekitar
100.000 CFU permilimeter urine dari
urine tampung aliran tengah. Adanya
bakteri dalam specimen yang
dikumpulkan melalui aspirasi jarum
supra pubik kedalam kandung kemih.
Dalam penelitian ini seluruh pasien
menyatakan bahwa telah melakukan tes
urine.
b. Pengobatan
Setelah terdiagnosa terinfeksi
saluran kemih, informan sudah
mendapatkan pengobatan dan kondisi
saat ini sudah membaik. Ada beberapa
metode pengobatan infeksi saluran
kemih yang lazim dipakai, yaitu:
pengobatan dosis tunggal (obat
diberikan satu kali), pengobatan jangka
pendek (1-2 minggu), pengobatan
jangka panjang (3-4 minggu), dan
pengobatan profilaktik (1 kali sehari
dalam waktu 3– 6 bulan).
Obat tersebut merupakan obat
untuk membebaskan saluran kemih dari
bakteri dan mencegah atau
mengendalikan infeksi berulang. Ada
berbagai macam obat yang
diberikan,salah satunya adalah
antibiotik. Dalam pendekatan klinis
pengobatan infeksi saluran kemih,
pemilihan antibiotik adalah hal penting.
Antibiotik yang sering digunakan
adalah ampisilin, trimetoprim-
sulfametoksasol, kloramfenikol,
sefotaksim, dan amikasim (Suharyanto
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
36
dan Madjid,2013). Di dalam penelitian
ini diperoleh informasi bahwa seluruh
informan sudah menjalani pengobatan
dan sudah merasa lebih baik. Hal ini
mengindikasikan bahwa pasien patuh
terhadap pengobatan dan obat yang
diberikan juga merupakan obat yang
tepat.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dalam
penelitian ini terdapat aspek penanganan,
pasien telah melakukan pemeriksaan di
poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus
Bengkulu dan telah menjalankan
pengobatan sehingga sudah merasa sehat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
terwujudnya penelitian ini :
1. Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan, Universitas
Muhammadiyah Bengkulu
2. Pihak RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu
DAFTAR PUSTAKA
Darsono, V.P., Mahdiyah, D. dan Sari. M.
2016. Gambaran Karakteristik ibu
hamil yang mengalami infeksi
saluran kemih (ISK) di wilayah
kerja Puskesmas Pekauman
Banjarmasin. Jurnal Dinamika
Kesehaan Vol. No.1 Juli 2016.
Hooton, T.M. 2012. Uncomplicated
Urinary Tract Infection. The New
England Journal of medicine vol
366: 1028-37.
Lestari, T. 2014. Kumpulan teori untuk
kajian pustaka penelitian
kesehatan. Yogyakarta : Nuha
medika.
Rowe, A.T dan Mehta, J.M. 2014.
Diagnosis and Management of
Urinary Tract Infection in Older
Adults. [Online], vol.28(1):75-89.
Dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov. [8
Agustus 2017].
Safitri. N. 2013. Infeksi Saluran Kemih.
Http://www.alodokter.com/infeksi-
saluran kemih/gejala. Diakses
tanggal 03 Juni 2017.
Saleh, R.F, Othman R.S, Omar, K.A.
2016. The Relationship between
urinary tract infection and low
water intake and excessive
consuming of fizzy drink.
International Journal Of Medicine
Research vol 1; issue 2 page 54-56.
Setiati. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Buku
Ajar Edisi VI Jilid II. Jakarta Barat
: Interna Publishing.
Smeltzer, SC dan Bare, BG. 2008.
Textbook of Medical-Surgical
Nursing, 8th ed, Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Suharyanto, T dan Abdul Madjid. 2013.
Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: Trans Info
Media.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
37
HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI
RUANG KENANGA RSUD dr. H. SOEWONDO KENDAL
Dwi Nurahayu1, Sulastri
2
1, 2 STIKES Muhammadiyah Kendal
Email : [email protected]
ABSTRAK
Perilaku caring perawat adalah tindakan peduli perawat terhadap pasien untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
katarak di ruang Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Metode penelitian ini adalah
analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60
responden yakni pasien pre operasi katarak dengan rentang usia 50-60 tahun. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety dan Caring Behaviour
Assessment Tool. Hasil analisa univariat menunjukan bahwa 66,7 % perilaku caring
perawat masih pada kategori rendah dan 55 % tingkat kecemasan pasien preoperasi
dalam kategori normal. Analisa bivariate menunjukan nilai p-value adalah 0,001 (p <
0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara
perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi katarak di
ruang Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Berdasarkan hasil penelitian, maka
disarankan Rumah Sakit meningkatkan caring perawat sehingga pasien yang akan
operasi mampu menurunkan kecemasannya, melalui pengadaan peraturan caring,
disiplin waktu, dan sangsi bagi perawat yang memiliki perilaku caring yang rendah.
Kata Kunci : Perilaku Caring Perawat, Tingkat Kecemasan, Pre Operasi Katarak
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
38
ABSTRACT
The caring behavior of nurses is the nurse's care to the patient to meet their
basic needs. The purpose of this study to determine the relationship between caring
behavior of nurses with anxiety levels in patients pre cataract surgery in the room
Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. This research method is analytical with Cross
Sectional approach. The sample in this study were 60 respondents ie patients pere
cataract surgery with age range 50-60 years. The sampling technique in this research
was accidental sampling. The data were collected using the Hamilton Rating Scale for
Anxiety and Caring Behavior Assessment Tool questionnaires. The result of univariate
analysis showed that 66,7% caring behavior of nurse was still in low category and 55%
preoperative patient anxiety level in normal category.The bivariate analysiss how
sthep-valueis0.001(p <0.05). So it can be concluded that there is a significant
relationship between the behavior of caring nurses with anxiety level in patients pre
cataract surgery in the room Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Based on the
results of the study, it is suggested Hospital improves caring nurses so that patients who
will be able to reduce surgery anxiety, through the provision of caring rules, time
discipline, and sanctions for nurses who have low caring behavior.
Keywords : Nurse caring Behavior, Anxiety Level, Pre Cataract Surgery
PENDAHULUAN
Katarak merupakan kekeruhan lensa
mata yang timbul karena adanya
gangguan metabolisme pada lensa. Hal
ini mengakibatkan gangguan refraksi
cahaya ke dalam retina. Masyarakat di
daerah tropis sangat berisiko mengalami
katarak karena paparan sinar ultra violet
yang lebih banyak dari pada daerah sub
tropis (Ilyas, 2014). Kecemasan adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya
(Stuart, 2013). Kecemasan dapat
menyebabkan respon kognitif,
psikomotor, dan fisiologis yang tidak
nyaman, misalnya sulit berpikir logis,
peningkatan aktivitas motorikagitasi,
dan peningkatan tanda-tanda vital
(Videbeck,2013). WHO memperkirakan
jumlah ada 285 juta orang yang
mengalami gangguan penglihatan di
dunia,dimana 39 juta mengalami
kebutaan dan 246 juta memiliki low
vision. Terlepas dari kemajuan dalam
teknik bedah di banyak negara selama
sepuluh tahun terakhir, penyebab utama
gangguan penglihatan di seluruh dunia
adalah katarak (51%), glaukoma (8%),
AMD (5%), kebutaan pada anak dan
kornea opacitiy (4%), kesalahan-
refraktivedikoreksi dan trakoma (3%),
dan diabetik retinopathy (1%), idiopatik
(21%) (Kemenkes RI, 2014). Prevalensi
katarak hasil pemeriksaan petugas
enumerator dalam Riskesdas 2013
adalah sebesar 1,8%, Prevalensi katarak
tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%)
diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali
(2,7%). Prevalensi katarak terendah
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
39
ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti
Sulawesi Barat (1,1%). Masih banyak
penderita katarak yang tidak
mengetahui jika menderita katarak. Hal
ini terlihat dari tiga terbanyak.
Alasan penderita katarak belum operasi
hasil Riskesdas 2013 yaitu 51,6%
karena tidak mengetahui menderita
katarak, 11,6% karena tidak mampu
membiayai dan 8,1% karena takut
operasi. Di Jawa Barat prevalensi
penderita katarak sebesar 1,5% dari
jumlah penduduk Jawa Barat
(Kemenkes RI, 2014). Satu-satunya
terapi untuk penderita katarak adalah
pembedahan yang bertujuan untuk
memperbaiki visus atau tajam
penglihatan. Pembedahan katarak
dilakukan dengan mengambil lensa
mata yang terkena katarak kemudian
diganti dengan lensa implan atau Intra
Okuler Lens (IOL). Sebanyak lebih dari
90% operasi katarak berhasil dengan
perbaikan fungsi penglihatan yang
dinyatakan dengan perbaikan visus
pasien pasca operasi. Sebagian besar
pasien mencapai visus kategori baik
yaitu 6/18-6/6 setelah empat sampai
delapan minggu (Kusuma, 2013).
Pembedahan atau operasi katarak
merupakan salah satu stressor bagi
pasien penderita katarak. Sebagaimana
disampaikan Hawari (2013) yang
menyatakan bahwa prosedur
pembedahan merupakan salah satu
stressor bagi individu yang akan
menjalaninya. Dari tinjauan
keperawatan jiwa tindakan operasi
menimbulkan krisis situasi yaitu
gangguan internal yang ditimbulkan
oleh peristiwa yang menegangkan,
mengancam dan meningkatkan
kecemasan. Menurut Long (2014),
tindakan operasi adalah salah satu
bentuk terapi yang dapat merupakan
ancaman, baik potensial maupun aktual
terhadap tubuh, integritas dan jiwa
seseorang yang dapat mencetuskan
kecemasan pada diri pasien. Perilaku
yang harus ditunjukan oleh perawat
ketika melakukan proses asuhan
keperawatan adalah caring. Caring
merupakan salah satu bentuk pelayanan
yang didalamnya terdiri dari kasih
sayang, keramahan, dan suatu
pendekatan yang dinamis dimana
perawat bekerja untuk lebih
meningkatkan kualitas dan kepedulian
kepada klien (Muhlisin dan Ichsan,
2013). Leininger (1981) menekankan
bahwa mengasuh (caring) adalah tema
sentral dari asuhan keperawatan serta
pengetahuan dan praktik keperawatan
(Tomey, 2013). Perilaku caring perawat
merupakan hal yang penting bagi pasien
sebagai pengguna jasa dalam pelayanan
keperawatan yang akanmembantu salah
satu proses dari kesembuhan pasien itu
sendiri (Suryani, 2012). Peran perawat
saat ini lebih banyak terlibat aktif dan
memusatkan diri pada tindakan cure
seperti caradiagnostic dan pengobatan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang saat ini, menuntut
melakukan peran ganda dalam
menjalani tugas caring dan curing
(Motowidlo SJ, 2013). Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Suryani, dkk (2011) dapat
disimpulkan bahwa faktor yang yang
berhubungan dengan persepsi pasien
terhadap perilaku caring perawat di unit
rawat inap umum di Rumah Sakit IMC
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
40
Bintaro adalah kebutuhan caring dan
perilaku caring perawat. Faktor lainnya,
yakni karakteristik responden dan
penerimaan diri tidak memiliki
hubungan dengan persepsi pasien
terhadap perilaku caring.mengenai
persepsi pasien tentang perilaku caring
dalam pelayanan keperawatan
didapatkan bahwa pengetahuan perilaku
caring perawat menurut pasien adalah
perawat memberi perhatian lebih
kepada pasien dan keluarga dan
perilaku caring perawat yang dirasakan
pasien adalah perawat aktif bertanya,
berbicara lembut, memberi dukungan,
responsive, terampil dan menghargai
serta menjelaskan. Hasil penilitian lain
oleh Wahyuni (2008) mengenai perilaku
caring perawat di RS Haji Adam Malik
didapatkan sebanyak 58% pasien
menyatakan perawat berperilaku baik
dan 42% pasien menyatakan perawat
berperilaku cukup. Sedangkan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Tati
Nurbiyati (2015) adalah persepsi pasien
tentang perilaku caring perawat dalam
pelayanan keperawatan di Ruang
Maranata I ini menghasilkan dua tema
yaitu pengetahuan perilaku caring
perawat menurut pasien adalah perawat
memberi perhatian lebih kepada pasien
dan diangggap keluarga, perilaku caring
perawat yang dirasakan pasien adalah
perawat aktif bertanya, berbicara
lembut, memberi dukungan, responsif,
terampil dan menghargai
sertamenjelaskan. Hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Yasmini (2015)
adalah terdapat hubungan antara caring
perawat dengan kepuasan paisien.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti
saat praktek klinik di ruang Kenanga
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal,
didapatkan data perawatan pasien di
ruang Kenanga yaitu antara bulan
Januari-April 2017 sebanyak 680
pasien, dengan rata-rata jumlah pasien
sebanyak 170 pasien setiap bulan. Hasil
observasi melalui pengamatan peneliti,
ditemukan bahwa sebagian besar
perawat sudah menunjukkan sikap
caring dalam pelayanannya, perawat
tampak ramah dan terbuka kepada
pasien maupun keluarga, tetapi pasien
katarak di ruang Kenanga masih tampak
mengalami kecemasan. Hal ini
ditunjukkan dari 7 pasien terdapat 5
(71%) pasien katarak cemas dengan
tanda gelisah dan sering bertanya.
Sedangkan 2 (29%) pasien katarak tidak
cemas. Berdasarkan fenomena diatas
dan dari pengalaman peneliti saat
mengikuti praktek klinik, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Perilaku
Caring Perawat Dengan Tingkat
Kecemasan pada Pasien Pre Operasi
Katarak di Ruang Kenanga RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal.” METODE
PENELITIAN Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif korelatif dengan
menggunakan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien preoperasi katarak
di Ruang Kenanga RSUD dr. H.
Soewondo Kendal. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik accidental
sampling, dimana dalam penelitian ini
sampel terdiri dari 60 responden. Alat
pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan dua instrument uta yakni
kuesioner Hamilton Rating Scale for
Anxiety dan Caring Behaviour
Assessment Tool. Penelitian ini
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
41
dilakukan pada tanggal 20 Desember –
20 Januari 2018 di Ruang Kenanga
RSUD dr. H. Soewondo Kendal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HasilPenelitian
Hasil penelitian dengan judul
“Hubungan Perilaku Caring Perawat
dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Pre-Operasi Katarak di Ruang
Kenanga RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal” yang
telah dilaksanakan terhitung
mulai tanggal 20 Desember
2017 - 20 Januari 2018 terdiri
dari analisis univariat dan
analisis bivariat. Hasil tersebut
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Analisa Univariat
a. Gambaran Perilaku Caring
Perawat di Ruang Kenanga
RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal
Tabel 1.1
Distribusi Frekuensi Perilaku Caring Perawat di Ruang Kenanga RSUD dr.
H. Soewondo Kendal 2017 (n=60)
Perilaku Caring Perawat Jumlah Persentase
Rendah 40 66.7%
Tinggi 20 33.3%
Total 60 100%
Sumber : Data Primer, 2018
Hasil analisa perilaku
caring perawat pada 60 responden
di Ruang Kenanga RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal menujukan
perilaku caring perawat yang
rendah lebih banyak dibandingkan
yang tinggi, dimana 66,7 %
disebutkan memiliki perilaku caring
yang rendah dan hanya 33,3 % saja
yang memiliki perilaku caring yang
tinggi.
b. Gambaran Tingkat
Kecemasan Pasien
Pre-Operasi Katarak di
Ruang Kenanga
RSUD Dr. H.
SoewondoKendal
Table 1.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien
Pre Operasi Katarak di Ruang Kenanga RSUD Dr. H. Soewondo Kendal
2018 (n=60)
Tingkat kecemasan Jumlah Persentase
Normal 33 55%
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
42
Ringan 25 41.7%
Sedang 2 3.3%
Berat 0 0.0 %
Berat Sekali 0 0.0 %
Total 60 100%
Sumber data Primer, 2018
Hasil analisa peringkat kecemasan
pasien pre-operasi katarak pada 60
responden di Ruang Kenanga RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal
menunjukan terdapat 55 % pasien
yang memiliki kecemasan normal,
41,7 % yang mengalami kecemasan
ringan dan hanya 3,3 % yang
memiliki kecemasan sedang, serta
tidak ada yang memiliki kecemasan
yang berat ataupun berat sekali.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi yaitu
Hubungan Perilaku Caring Perawat
dengan Tingkat Kecemasan pada
Pasien Pre Operasi Katarak di
Ruang Kenanga RSUD dr. H.
SoewondoKendal
Tabel 1.3 Distribusi Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat
Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Katarak di Ruang Kenanga RSUD dr. H.
Soewondo Kendal 2018(n=60)
Perilaku caring
Rendah Tinggi Total n % n % n %
Tingkat Normal 15 25 18 30 33 55 0,001
Kecemasan Rendah 24 40 1 1,7 25 41,7
Sedang 1 1,7 1 1,7 2 3,3
Berat 0 0 0 0 0 0
Berat
Sekali
0 0 0 0 0 0
Total 40 66,7 20 33,3 60 100
Sumber : Data Primer, 2018
Analisa bivariat merupakan
analisa yang dilakukan terhadap dua
variabel yang saling berhubungan, yaitu
untuk mengetahui hubungan antara
perilaku caring dengan tingkat
kecemasan. Jenis analisa yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
uji chi square dengan tingkat
signifikansi 0,05. Setelah dilakukan
penghitungan ternyata terdapat 2 sel
(33,3%) yang nilai harapannya kurang
dari 5. Hal ini tidak memenuhi syarat
chi square. Untuk mengatasi
keterbatasan tersebut maka
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
43
menggunakan uji alternatif
Kolmogorof-Smirnov Test. Dari tabel
5.3 menunjukkan bahwa sebanyak 15
pasien pre operasi katarak (32%)
dengan tingkat kecemasan normal dan
perilaku caring rendah, sedangkan 24
pasien pre operasi katarak (16%)
dengan tingkat kecemasan rendah
dengan perilaku caring perawat rendah.
Pasien pre operasi katarak yang
mengalami tingkat cemasan sedang
dengan perilaku caring rendag ada 1
orang (1,7 %). Terdapat 1 pasien pre
operasi katarak (4%) yang mengalami
tingkat kecemasan sedangdengan
perilaku caring tinggi.. Dari uji hipotesa
menunjukkan nilai p value 0,001 (p
value < 0,05) yang berarti Ha diterima.
Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara
perilaku caring perawat dengan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi
katarak di ruang Kenanga RSUD dr. H.
Soewondo Kendal.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara
perilaku caring perawat dengan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi
katarak di ruang Kenanga RSUD dr.H.
Soewondo Kendal.
1.Gambaran Perilaku Caring Perawat
diRuang Kenanga RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Hasil penelitian
menunjukan bahwa perilaku caring
perawat di ruang Kenanga RSUDdr. H.
Soewondo sebagian besar 40 (66.7%)
responden mengatakan rendah. Hanya
20 (33.3%) responden yang mengatakan
perilaku caring perawat tinggi. Seorang
perawat harus dapat melayani pasien
dengan sepenuh hati. Sebagai seorang
perawat harus dapat memahami masalah
yang dihadapi oleh klien, selain itu
seorang perawat dapat berpenampilan
menarik. Untuk itu seorang perawat
memerlukan kemampuan untuk
memperhatikan orang lain, ketrampilan
intelektual, teknikal dan interpersonal
yang tercermin dalam perilaku caring
atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2013).
Caring sangatla h penting untuk
keperawatan. Caring adal ah fokus
pemersatu untuk praktek keperawatan.
Perilaku caring juga sangat penting
untuk tumbuh kembang, memperbaiki
dan meningkatkan kondisi atau cara
hidup manusia (Blais, 2013). Sehingga
seorang perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan harus
mencerminkan perilaku caring dalam
setiap tindakan. Maka kinerja perawat
khususnya pada perilaku caring menjadi
sangat penting dalam mempengaruhi
kualitas pelayanan dan kepuasan pasien
terutama di rumah sakit, dimana
kualitas pelayanan menjadi penentu
citra institusi pelayanan yang nantinya
akan dapat meningkatkan kepuasan
pasien dan mutu pelayanan (Potter &
Perry, 2013 ). Perilaku caring yang
tinggi sangat penting dalam
memberikan asuhan keperawatan
karena dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan dan tercapainya
pelayanan kesehatan yang optimal,
sehingga kepuasan pasien maupun
keluarga dapat tercapai. Sesuai dengan
penelitian Abdul (2013) yang
didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara
perilaku caring perawat dengan tingkat
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
44
kepuasan pasien rawat inap rumah sakit.
Peneliti berpendapat bahwa perilaku
caring perawat yang dilakukan oleh
perawat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu
kepribadian yang sudah melekat di
dalam diri perawat. Pernyataan tersebut
didukung oleh teori Watson (2013)
bahwa caring adalah suatu proses yang
disengaja yang membutuhkan kesadaran
diri, proses memilih, pengetahuan,
keterampilan khusus serta pertimbangan
waktu. Selain kepribadian, pengalaman
dan pembelajaran juga dapat
mempengaruhi terlaksananya perilaku
caring perawat, karena pembelajaran
melalui pendidikan dan pelatihan
merupakan sarana penting bagi perawat
dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan khususnya dalam pemberian
asuhan keperawatan. Skovholt (2005)
dalam Kusmiran (2015) menyatakan
bahwa aspek hubungan interpersonal
caring meliputi pertukaran pengetahuan,
pengalaman, kesabaran, kejujuran, rasa
percaya, kerendahan hati, harapan
dankeberanian.
2. Gambaran Tingkat Kecemasan
Pasien Pre- Operasi Katarak di Ruang
Kenanga RSUD Dr. H.
SoewondoKendal Hasil penelitian
sebagian besar mengalami tingkat
kecemasan yang normal yakni 33 (55%)
responden, sedangkan sebagian lainnya
mengalami tingkat kecemasan ringan 25
(41%) responden dan sedang 2 (3.3%)
responden.
Kecemasan pasien adalah suatu
kekhawatiran yang dialami pasien
karena perawatan yang dialaminya di
rumah sakit. Tingkat kecemasan sedang
merupakan waktu yang optimal untuk
mengembangkan mekanisme strategi
koping pada pasien yang bersifat
konstuktif melakukan tindakan proses
keperawatan komunikasi terapeutik
tetap harus berpegang pada konsep
bahwa pasien adalah manusia yang
bersifat unik dan kompleks yang
dipengaruhi oleh faktor biopsikososial
dan spiritual. Banyaknya alasan yang
melatarbelakangi kecemasan pada
pasien rawat inap baik alasan yang
berupa : cemas menghadapi pembiusan,
takut mati saat operasi, cemas
menghadapi body image yang berupa
cacat yang akan menganggu fungsi
peran pasien, dan cemas masalah biaya
perawatan. Peneliti berpendapat bahwa
kecemasan ringan yang dialami
sebagian responden disebabkan karena
keparahan penyakit pasien yang tidak
terlalu berat dan biaya perawatan yang
sudah ditanggung oleh jaminan
kesehatan. Pernyataan tersebut
didukung oleh teori Morton (2013)
bahwa pernyataan mengenai isu seperti
situasi selama masa rawatinap, kembali
bekerja, implikasi keuangan,
kesejahteraan keluarga, dan
keterbatasan. Stuart, Sundeen (2007)
menjelaskan bahwa saat mengalami
tingkat kecemasan sedang, seseorang
akanlebih memusatkan pada hal-hal
penting. Mereka mengesampingkan
yang lain, sehingga perhatian pada hal
yang selektif dan mampu melakukan
sesuatu dengan lebih terarah. Terdapat
3,3% responden yang mengalami
tingkat kecemasansedang. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Sigalingging (2013) yang
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
45
keluarga pasien di ruang Intensif
Rumah Sakit Columbia Asia Medan
tergolong pada kategori berat yaitu 23
orang (76,6%), kategori ringan yaitu 2
orang (6,6%), artinya bahwa kecemasan
pasien dan keluarga selama di ruang
intensif banyak membutuhkan perhatian
dan kepedulian perawat. Sehingga
peneliti berpendapat bahwa peran
perawat sangat berpengaruh terhadap
tingkat kecemasan keluarga selama
menunggu pasien di ruang intensif.
3. Hubungan Perilaku Caring Perawat
dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien
Katarak di RuangKenanga RSUD dr. H.
SoewondoKendal Berdasarkan hasil
penelitian yang didapat menunjukkan
bahwa sebanyak 15 pasien katarak pre
operasi (25%) dengan perilaku caring
rendah dan tingkat kecemasan normal,
sedangkan 18 pasien katarak pre operasi
(30%) dengan tingkat kecemasan
normal mendapatkan perilaku caring
perawat tinggi. Perilaku caring perawat
dapat mempengaruhi tentang tinkat
kecemasan pasien pre operasi katarak.
Sebagian besar pasien pre operasi
katarak mengalami tingkat kecemsan
ringan dengan perilaku caring rendah
ada 24 (40%) responden. Sedangkan
responden yang mengalami tingkat
kecemasan ringan dengan perilaku
caring tinggi ada 1 (1.7%) responden.
Berdasarkan rencana awal analisa
bivariate menggunakan analisa chi
square, akan tetapi hasil yang diperoleh
terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki
nilai harapan <5. Untuk mengatasi
keterbatasan tersebut maka peneliti
menggunakan uji analisa bivariat
alternative Kolmogorof-Smirnov Test
.Hasil akhir menggunakan uji analisa
Kolmogorof- Smirnov Test adalah nilai
p value 0,001. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil p value yang
diperolehdiatas < 0,05, maka Ha
diterima yang artinya ada hubungan
yang signifikan(bermakna) antara
perilaku caring perawat dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi katarak.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
tingkat kecemasan pasien preoperasi
katarak dipengaruhi oleh perilaku caring
perawat. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa perilaku caring perawat
merupakan hal yang penting bagi pasien
sebagai pengguna jasa dalam pelayanan
keperawatan yang akan membantu salah
satu proses dari kesembuhan pasien itu
sendiri (Suryani, 2012). Akan tetapi
peran perawat saat ini lebih banyak
terlibat aktif dan memusatkan diri
padatindakan cure seperti cara
diagnostic dan pengobatan. Ilmu
pengetahuan dan teknologi yang
berkembang saat ini, menuntut
melakukan peran ganda dalam
menjalani tugas caring dan curing
(Motowidlo SJ,2013). Beberapa
penilitian terdahulu juga sejalan dengan
penelitian ini diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Nurul
Chotimah (2016) menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara
perilaku caring perawat dengan tingkat
kecemasan keluarga pasien di ruang
Intensive Care Unit (ICU) RSUD
Tugurejo Semarang p value <0,00001
(α = 0,05), dengan arah korelasi negatif
dan tingkat kekuatan hubungan yang
kuat (τ = -0,695), artinya semakin baik
perilaku caring perawat maka semakin
ringan tingkat kecemasan keluarga.
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
46
Respon cemas bersifat kompleks dan
bervariasi. Respon seseorang terhadap
cemas bergantung pada jenis stresornya,
kapan waktunya, bagaimana sifat orang
yang mengalami kecemasan, dan
bagaimana orang yang mengalami
cemas bereaksi terhadap stresornya.
Penerapan perilakucaring yang baik
diharapkan kecemasan pasien dapat
diminimalisir. Perawat harus sensitive
terhadap kebutuhan maupun respon
emosional pasien terhadap sakit maupun
terhadap treatment (tindakan) yang
dilakukan. Perawat dapat ,membantu
mengurangi kecemasna dengan
memberikan informasi yang lengkap
dan tepat waktu. Menurut Kuotoukidis,
Stainton &Hughson (2013) perawat
yang empati dan penuh perhatian secara
signifikan dapat mengurangi kecemasan
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Setiyawan (2014),
menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara perilaku caring
perawat dengan tingkat kecemasan ibu
akibat hospitalisasi anak di ruang rawat
inap RSUD Ambarawa Kabupaten
Semarang tahun 2014. Teori Anne
Boykin menerangkan bahwa lingkungan
caring yaitu membina hubungan
keperawatan antara pasien maupun
keluarga dan perawat dengan penuh
perhatian, nilai, dan tindakan
profesional (Kusmiran,2016). Menurut
Potter &Perry (2009) caring merupakan
tindakan yang diarahkan untuk
membimbing, mendukung individu lain
atau kelompok dengan antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan seseorang. Tujuan dari
caring adalah memberikan rasa aman
dan nyaman terhadap seseorang,
sehingga peneliti berpendapat bahwa
dengan adanya perilaku caring perawat
yang baik maka kecemasan yang
dirasakan dapatberkurang.. Penelitian
yang dilakukan oleh Hidayati (2013)
didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara
perilaku caring perawat terhadap tingkat
kecemasan pasien di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta. Hasil
penelitian tersebut didukung oleh teori
menurut Hawari (2011), bahwa
penatalaksanaan kecemasan dapat
dilakukan dengan psikoterapi,yang
meliputi Suportif, re- edukatif, re-
konstruksi, kognitif, psiko-dinamik,
perilaku, keluarga, dan psikoreligius.
Perilaku caring dapat dinyatakan
sebagai suatu perasaan untuk
memberikan keamanan, perubahan
perilaku dan bekerja sesuai standar.
Interaksicaring merupakan harapan dari
penerima pelayanan kesehatan dalam
proses perawatan (Duffy,2009). Peneliti
berpendapat bahwa perilaku caring
perawat dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien. pasienakan merasa
aman dan nyaman terhadap perawat
karena pasien percaya bahwa ada orang
yang dianggap lebih tau dan lebih
mampu untuk mengatasi kondisinya
yaitu kehadiran perawat. Pernyataan
tersebut didukung oleh teori yang
dikemukakan oleh Potter &Perry (2009)
tentang caring perawat yang meliputi
aspek kehadiran, sentuhan kasih sayang,
dan selalu mendengarkan. Hasil
penelitian ditemukan bahwa terdapat
responden yang menyatakan perilaku
caring perawat dalam kategori tinggi
namun mengalami tingkat kecemasan
sedang, yaitu sebanyak 1,7%. Hal ini
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
47
kemungkinan disebabkan oleh faktor-
faktor lain yang dapat menyebabkan
kecemasan pasien. Dari keseluruhan
responden hanya terdapat 1 responden
yang menyatakan bahwa perilaku caring
perawat dalam kategori rendah dan
mengalami tingkat kecemasan sedang.
Peneliti berpendapat bahwa
kemungkinanpersepsi responden
terhadap perilaku caring perawat dalam
kategori rendah disebabkan karena
pengalaman negatif terhadap perawat,
sehingga pasien merasa tidak percaya
terhadap perawat dan mengalami
tingkat kecemasan sedang. Pernyataan
tersebut didukung oleh teori Morton
(2013) bahwa pengalaman negatif
pasien dihubungkan dengan rasa takut,
kecemasan, gangguan tidur, kerusakan
kognitif, dan nyeri atau
ketidaknyamanan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Meeboon (2006) bahwa
pengalaman masa lalu akan
memberikan pengaruh terhadap
penilaian terhadap pelayanan yang akan
diterima. Gunarsa (2007) menjelaskan
bahwa tempat dan kondisi tertentu
akanmempengaruhi suasana tertentu,
dan suasana akan mempengaruhi
kehidupan dan fungsional psikis
seseorang. Sehingga peneliti
menyimpulkan bahwa perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan sangat
penting untuk dapat mengembangkan
aspek caring dalam memberikan asuhan
keperawatan, agar tercipta suasana yang
baik agar kenyamanan dapat dirasakan
oleh pasien. Peneliti berpendapat bahwa
aspek caring perawat di bangsal bedah
sangat penting untuk dilakukan,
mengingat bahwa bangsal bedah
merupakan ruang untuk merawat pasien
pre operasi maupun post operasi yang
memerlukan perhatian berlebih
terutama psikologinya yang akan
melakukan tindakan operasi. Dewi
(2014) menyatakan bahwa perawat
sangat memegang peranan penting
dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang sakit kritis atau
keluarga secara menyeluruh baik
biologi, psikologi, sosial, danspiritual.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan penelitian
tentang hubungan perilaku caring
perawat dengan tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi katarak di ruang
Kenanga RSUD dr. H. Soewondo
Kendal pada 20 Desember 2017 – 20
Januari 2018, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Perilaku caring perawat yang
rendah lebih banyak
dibandingkan yang tinggi,
dimana 66,7 % disebutkan
memiliki perilaku caring yang
rendah dan hanya 33,3 % saja
yang memiliki perilaku caring
yang tinggi.
2. Terdapat 55 % pasien yang
memiliki kecemasan normal,
41,7 % yang mengalami
kecemasan ringan dan hanya 3,3
% yang memiliki kecemasan
sedang, serta tidak ada yang
memiliki kecemasan yang berat
ataupun berat sekali.
3. Terdapat hubungan yang
signifikan antara perilaku caring
perawat dengan tingkat
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
48
kecemsan pada pasien pre
operasi katarak di ruang
Kenanga RSUD dr. H.
Soewondo Kendal (𝑝 −𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =
0,001 < 0,05 (Ha gagal ditolak)).
B. Saran.
1. Perawat Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa perilaku
caring perawat yang rendah
(66,7 %) artinya masih lebih
banyak dibandingkan dengan
perilaku caring yang tinggi (33,3
%), hal ini hendaknya dijadikan
acuan bagi perawat untuk lebih
meningkatkan perilaku caring
perawat, dengan meningkatkan
empatinya. Perilaku caring ini
juga merupakan salah satu
indikator pemberian pelayanan
asuhan keperawatan yang
berkualitas dan professional
sehingga indikator ini perlu
ditingkatkan guna meningkatkan
kepuasan klien sebagai penerima
jasa layanan di rumah sakit
khususnya di ruang perawatan
2. Rumah Sakit Hasil penelitian ini
perlu dicermati oleh pihak
Rumah Sakit, diharapkan pihak
RS Perlu melakukan upaya-
upaya peningkatan atau
pembinaan kemampuan caring
perawat sehingga pasien yang
akan operasi khususnya operasi
kaarak kecemasannya dapat
berkurang
3. Pendidikan Lembaga pendidikan
keperawatan hendaknya
menekankan kemampuan
perawat dalam melakukan
caring keperawatan, sehingga
ketika perawat telah bekerja
memiliki kemampuan yang baik
dalam berhubungan
denganpasien.
4. Penelitiselanjutnya Hasil
penelitian ini, seyogyanya dapat
menjadi acuan atau dasar utuk
penelitian yang sejenis guna
pengembangan penelitian.
khususnya penelitian guna
meningkatkan kemampuan
ataupun perilaku caring perawat
melalui penelitian eksperimen.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada BAPPEDA
Kabupaten Kendal, RSUD dr. H.
Soewondo Kendal, Ibu Sulastri atas
bimbingannya dalam penelitian,
perpustakaan STIKes Muhammadiyah
Pekajangan, Kedua Orang Tua beserta
keluarga peneliti, Suami Tercinta dan
Anak-anaku Tersayang.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Riyanto. (2009). Aplikasi
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika. Alimul,
Aziz. (2007).
Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik
Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika Arikunto, S. (2006).
Prosedur Penelitian Suatu Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta. Baradero, Mary.
(2008). Keperawatan Perioperative.
Jakarta : EGC. Blais. (2013).
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
49
Praktik Keperawatan Profesional
Konsep Perspektif, Edisi 4.
Jakarta:EGC. Dewi, Aliana. (2014).
Modul Pelatihan Keperawatan Intensif
Dasar. Bogor: In Media. Durand, V. M,
Barlow, D.H. (2017).
Essentials of Abnormal Psychology.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dwiyanti,
M. (2013). Keperawatan Dasar: KOnsep
Caring Etik dan Spiritual dalam
Pelayanan Kesehatan. Semarang:
Hasani Duffy, J.R. (2009).
Quality Caring in Nursing: Applying
Theory to Clinical Practice, Education
and Leadership. New York: Springer
PublishingCompany. Ferrnsebner, billi.
(2010).
Buku Ajar Keperawatan Perioperatif
vo.2. Jakarta : EGC Gunarsa, S.D.
(2007).
Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:
GunungMulia. Hawari, D. (2013).
Psikometri Alat Ukur (Skala) Kesehatan
Jiwa. Jakarta:FKUI (2013).
Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Ilyas Sidarta.
(2014). Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia Kemenkes RI,
(2014)
Infodatin Situasi Gangguan Penglihatan
Dan Kebutaan. Jakarta : Pusat Data Dan
Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Koutoukidis, G.,
Stainton, K dan Hughson, J. (2013).
Tabbner’s Nursing Care: Theory and
Practice 6th edition.
http://books.google.co.id.//. Diakses
tanggal 22 November 2017 Kozier,
Barbara et al. (2011).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta:EGC. Kusmiran, Eny. (2015).
Soft Skills Caring DalamPelayanan
Keperawatan. Jakarta: Trans InfoMedia.
Kusuma, (2013).
Perbedaan Tajam Penglihatan Pasca
Operasi Katarak Senilis Di RSUP. dr.
Kariadi Semarang Periode 1 Januari
2007-31 Desember 2007 (Antara
Operator Dokter Spesialis Mata Dan
Calon Dokter Spesialis Mata Tahap
Mandiri).
Artikel karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang. Leininger, M. & Mcfarland,
M. R. (2002).
Transcultural Nursing :Concepts,
Theories, Research and Practier.
McGraw-Hill. New York: Natiional
League for NursingPress (1991).
The Theory of Culture Care Diversity
and Universality. New York: National
League for NursingPress. Long, (2014).
Praktek Perawatan Medikal Bedah.
Bandung : Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Universitas Padjajaran.
Meeboon, S. (2006).
The Effect of Patient and Nursing Unit
Characteristics on Outcomes
AmongHospitalized Patients with
Chronic Illness in Thailand. A
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
50
dissertation. Faculty of the college of
nursing: The University ofArizona
Morton, P.G. et.al. (2013).
Keperawatan Kritis, Pendekatan Asuhan
Holistik, Vol.1. Jakarta: EGC.
Motowidlo, S.J.. (2013).
Jobperformance. dalamBorman, W.C.,
Ilgen, D.R., Klimoski, Richard J..
(Ed.)Handbook of Psychology Volume
12 Industrial AndOrganizational
Psychology. New York: Sage
Publications. Muhlisin, A & Ichsan, B.
(2013).
Aplikasi Model Konseptual Caring Jean
Warson dalam Asuhan Keperawatan.
Berita Ilmu Keperawatan ISSN Nevid,
J. F., dkk. (2015).
Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Notoatmodjo (2010).
Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:
RinekaCipta (2012).
Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta (2014).
Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta Nurachmah, E. (2011).
Asuhan Keperawatan Bermutu Di
Rumah Sakit. Potter, P. A dan Peey, A.
G. (2013).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Volume 1.
Ed. 7. Jakarta :EGC Rothrock,
JC.(2010).
Perencanaan asuhan keperawatan
perioperatif. Jakarta :EGC. Saryono.
(2010)
Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Aslfabeta Setiawan, A. Dan
Saryono.(2010).
Metodologi Penelitian Kebidanan. Nuha
Medika:Jakarta Setiyawan, Dhika.
(2014).
Hubungan Perilaku Caring Perawat
Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Akibat
Hospitalisasi Anak (Usia0- 12 Tahun)
Di Ruang Rawat Inap Anak Rsud
Ambarawa Kabupaten Semarang.
Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan. STIKES Ngudi
Waluyo.Ungaran. Sigalingging, Ganda.
(2013).
Hubungan Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Tingkat Kecemasan
Keluarga Pasien Di Ruang intensif
Rumah Sakit Columbia Asia Medan.
Medan: Darma Agung. Stuart, G. W.
(2013).
Buku Saku Keperawatan Jiwa alih
bahasa Ramona dan Egi. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk
Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suryani, M. (2014).
Persepsi pasien terhadap perilaku caring
perawat di ruang rawat inap rumah
sakit. Jakarta: Tesis.FKI UI Tomey, A.
M & Alligood, M. R. (2013).
Nursing Theorist and Their Work.
United State of America: Mosby
Udiyono, Ari. (2007).
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Untari, I dan Rohmawati
(2014).
JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X
51
“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kecemasan Pada UsiaPertengahan
Dalam Menghadapi Proses Menua
(Aging Process)”. Surakarta : STIKES
PKU MuhammadiyahSurakarta
Videbeck, S.L. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC. Watson, J. (2013).
Nursing ThePhilosophy and Science of
Caring. Colorado: University Press of
Colorado Wijayanti, Dewi. (2012).
Hubungan Antara Dukungan Keluarga
Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi di Bangsal Melati RSD
Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta. Diambil pada tanggal 09
September 2017
http://skripsistikes.wordpress.com/
Zaidin. (2012).
Dasar-dasar Keperawatan Profwsional.
Jakarta: Widya Medika