55

JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id
Page 2: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA

adalah Jurnal dengan akses terbuka dengan ruang lingkup berbagai bidang keperawatan

termasuk penelitian dasar dalam keperawatan, keperawatan manajemen, keadaan

darurat, dan keperawatan kritis, keperawatan medis-bedah, keperawatan kesehatan

mental, keperawatan bersalin, keperawatan bersalin, keperawatan anak, gerontologis

keperawatan, keperawatan komunitas, keperawatan pendidikan keperawatan keluarga,

pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) dalam keperawatan.

ISSN CETAK : 2656-825X

ISSN ONLINE : 2656-5811

ALAMAT REDAKSI

LPPM STIKES Muhammadiyah Kendal

Jl. Pemuda No. 42-46, Pegulon, Kendal, Jawa Tengah, 51318

Telp : (0294) 3686444

Email : [email protected]

Page 3: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

TIM REDAKSI

EDITORIAL

Advisor

Sulastri, S.Kep, Ns, M.Kes (Ketua STIKES Muhammadiyah Kendal)

Editors In Chief

Ns, Fatikhah, M.Kep (Ketua LPPM STIKES Muhammadiyah Kendal)

Editor Board Member

Ns. Siti Aminah, MAN (STIKES Muhammadiyah Kendal)

Administrator

Agus Trimanto, S.I.Pust (Pustakawan STIKES Muhammadiyah Kendal)

REVIEWER

Ns. Siti Munawaroh, M.Kep (STIKES Muhammadiyah Kendal)

Ida Untari, SKM, M.Kes (ITS PKU Muhammadiyah Surakarta)

Ns. Livana PH, M.Kep., Sp.Kep.J (STIKES Kendal)

Page 4: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

DAFTAR ISI

PENETAPAN KADAR Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) DALAM KERANG HIJAU

(Perna Viridis) DARI PERAIRAN KOTA PEKALONGAN

(Tri Minarsih)

Hal : 1 - 7

PENGARUH SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP DISIPLIN KERJA

PERAWAT DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK AISYIYAH SAMARINDA

(Enok Sureskiarti, Vina Avioleta)

Hal : 8 – 20

PENGARUH SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL REFLEKTIF TERHADAP

KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RSUD TUGUREJO PROVINSI JAWA

TENGAH

(Fatikhah Fatikhah, Nur zuhri)

Hal : 21 - 32

ANALISIS CARA PENANGANAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN

KEMIH PADA PASIEN DI POLIKLINIK UROLOGI RSUD DR M YUNUS

BENGKULU

(Liza Fitri Lina, Ferasinta Ferasinta, Eva Oktavidiati, Dwi Puji Lestari)

Hal : 33 – 36

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RUANG KENANGA

RSUD dr. H. SOEWONDO KENDAL

(Sulastri Sulastri, Dewi Nurahayu)

Hal : 37 – 51

Page 5: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

1

PENETAPAN KADAR Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) DALAM

KERANG HIJAU (Perna Viridis) DARI PERAIRAN KOTA

PEKALONGAN

Tri Minarsih

Akademi Analis Kesehatan Pekalongan

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pekalongan dikenal sebagai kota penghasil makanan laut, termasuk kerang yang

merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang berasal dari laut yang disukai oleh

masyarakat Pekalongan. Kerang adalah hewan pengumpan filter yang menyaring makanan

menggunakan insang, memungkinkan untuk akumulasi logam dalam tubuh. Sifat-sifat utama

logam berat adalah sulit terdegradasi, sehingga keberadaannya secara alami sulit terurai,

misalnya Pb, Cu, Cd dan Hg. Dalam penelitian ini dianalisis kandungan Cd dan Pb dalam

kerang hijau yang diperoleh dari perairan Kota Pekalongan dengan Metode Visible

Spektrofotometri. Hasil data menunjukkan bahwa kadar Cd dan Pb pada kerang hijau adalah

0,4644 ppm (SD = 0,0695) dan 1,7915 ppm (SD = 0,2894) Kandungan Cd dalam kerang

masih sesuai dengan standar SNI 2009, karena kandungan Cd < 1 ppm, sedangkan konten Pb

dalam cangkang melebihi standar SNI 2009, karena konten Pb> 1,5 ppm.

Kata Kunci : Kerang Hijau, Cu, Cd, Spectrophotometry Visible

Page 6: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

2

ABSTRACT

Pekalongan is known as a sea food producing city, including shellfish which is one

of the additional food ingredients originating from the sea which is favored by Pekalongan

people. Shellfish are filter feeder animals that filter food using gills, allowing for the

accumulation of metal in the body. The main properties of heavy metals are difficult to

degrade, so their existence is naturally difficult to decompose, for example Pb, Cu, Cd and

Hg. In this study analyzed the content of Cd and Pb in Green mussels obtained from the

waters of Pekalongan City with the Spectrophotometry Visible Method. The data results

showed that Cd and Pb levels in Green mussels were 0.4644 ppm (SD = 0.0695) and 1.7915

ppm (SD = 0.2894) The Cd content in the shells is still in accordance with the SNI standard

2009, because the Cd content is <1 ppm, while the Pb content in the shells exceeds that of the

SNI 2009 standard, because the Pb content is> 1.5 ppm.

Keywords: Green Shell, Cu, Cd, Spectrophotometry Visible

PENDAHULUAN

Salah satu masalah lingkungan

wilayah pesisir Pekalongan yang akhir-

akhir ini mendapat perhatian serius adalah

pencemaran logam berat, yang umumnya

berasal dari kegiatan industri dan aktivitas

manusia. Peningkatan jumlah industri dan

aktivitas manusia akan selalu diikuti oleh

pertambahan jumlah limbah. Logam berat

tersebut di antaranya merkuri (Hg),

cadmium (Cd), tembaga (Cu), dan timbal

(Pb). Senyawa logam diketahui dapat

terakumulasi di dalam tubuh suatu

mikroorganisme dan tetap tinggal dalam

jangka waktu lama sebagai racun

(Supriyanto, dkk, 2008). Pekalongan

dikenal sebagai kota penghasil makanan

laut (Sea food), diantaranya adalah Kerang

yang merupakan salah satu bahan makanan

tambahan yang berasal dari laut yang

digemari oleh masyarakat Pekalongan.

Kerang merupakan salah satu

bahan makan tambahan hasil laut yang

memperoleh makananya juga berasal dari

laut, yaitu berupa plankton algae. Kerang

merupakan hewan filter feeder yang

menyaring makanan menggunakan insang

sehingga memungkinkan terjadinya

akumulasi bahan logam dalam tubuh. Sifat

utama logam berat adalah sulit

didegradasi, sehingga keberadaannya

secara alami sulit terurai.

Manusia yang mengkonsumsi Kerang akan

mengalami keracunan yang

membahayakan tubuhnya karena terjadi

penumpukan Kadmium dan Plumbum

dalam tubuh manusia. Menurut Darmono

(1995) akumulasi terjadi karena proses

absorbsi logam berat ke dalam tubuh

melalui saluran pernafasan dan

pencernaan. Logam berat akan

terakumulasi dalam jaringan tubuh bahkan

menyebabkan kematian organisme

tersebut, sehingga perlu ditetapkan kadar

logam berat ( Cd dan Pb) dalam Kerang

Hijau..

Penelitian tentang analisis kadar

Cd dan Pb dalam Kerang Hijau telah

banyak dilakukan. Emma E, dkk, 2015,

melakukan penelitian tentang analisis

kadar Pb dalam Kerang Hijau di Teluk

Jakarta, diperoleh kadar Pb sebanyak

13,98 ± 1,92 mg/Kg. Zul Alfian, 2005

Page 7: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

3

melakukan analisa kadar Logam Cadmium

dari Kerang Hijau di daerah Belawan,

ditemukan kadar 0,2521 ± 0,0558 ppm.

Benny Diah, dkk (2016), melakukan

analysis Pb dan Cd didalam Bandeng yang

dihasilkan oleh tambak Kabupaten dan

Kota Pekalongan, yaitu Pb sebesar 0,8

ppm sedangkan Cd sebesar 0,00369 ppm.

Metha Anung, dkk (2015), melakukan

penetapan kadar Pb dalam Ikan lele yang

dibudidayakan di Kota Pekalongan, dari 4

daerah lokasi budidaya diperoleh kadar Pb

terbesar di Wilayah tirto yaitu, 39,45

µg/kg.

Spektrofotometri sinar tampak

merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk menetapkan kandungan

beberapa senyawa logam, misalkan Pb,

Cu, Cd dan Cr. Metode Spektrofotometri

sinar tampak dikenal juga sebagai metode

Colorimetri, dengan prinsip penngukuran

intensitas radiasi yang diserap oleh larutan

berwarna. Keuntungan cara ini adalah

merupakan cara sederhana yang digunakan

untuk menetapkan kadar senyawa yang

sangat kecil. Pengembangan metode ini

tidak mahal sehingga masih banyak

digunakan oleh lembaga yang kecil.

METODE PENELITIAN

Pengambilan contoh sampel

Kerang Hijau dilakukan di Pelabuhan Kota

Pekalongan. Di pilih kerang Hijau yang

masih segar yang mempunyai ukuran

hamper sama. Penelitian dilakukan di

Laboratorium Kimia Akademi Analis

Kesehatan Pekalongan, pada Bulan Mei

2018. Bahan baku yang digunakan adalah

kerang hijau (Perna viridis). Bahan untuk

analisis logam berat yaitu asam nitrat p.a

65 %, asam perkhlorat p.a 70-72 %, dan

air bebas ion serta Larutan baku Cd dan

Pb. Alat yang digunakan untuk preparasi

bahan baku adalah timbangan analitik,

jangka sorong, dan pisau dapur. Alat yang

digunakan untuk analisis logam yaitu

Spektrofotometer sinar tampak,

Timbangan analitik, botol plastik, cawan

porselen, gelas ukur, labu erlenmeyer,

desikator, dan hot plate.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Uji Morfologi Kerang

Tabel 1Hasil uji Morfologi kerang Hijau

No Panjang Lebar Bobot

(cm) (cm) (gram)

Tinggi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

4,64 2,7 5,42

4,05 2,54 5,2

4,6 2,66 5,56

4,43 2,9 5,93

4,8 2,58 5,37

4,29 2,74 5,86

4,72 2,5 5,36

4,14 2,5 5,25

4,37 2,60 5,17

Page 8: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

4

4,9 2,67 5,86

X

SD

4.494 2,639 5.498

0,269 0.117 0.274

b. Kurva Kalibrasi

Tabel 2. Data Konsentrasi Vs Serapan larutan standar Cd pada panjang gelombang

228,8 nm secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 477 nm

No Konsentrasi

(ppm)

Serapan

1. 2,0 0,0474

2. 3,0 0,0592

3. 4,0 0,0706

4.

5.

5,0

6,0

0,0876

0,0982

Dari tabel 2 diperoleh persamaan regresi yaitu : y = 0,013x x + 0,0206 dan koefisien

korelasi (r) adalah 0,9947

Tabel 3. Data Konsentrasi Vs Serapan larutan standar Pb pada panjang gelombang

228,8 nm secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 430 nm

No Konsentrasi

(ppm)

Serapan

1. 2,0 0, 285

2. 3,0 0, 356

3. 4,0 0, 471

4.

5.

5,0

6,0

0, 567

0,673

Page 9: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

5

Dari data tabel 3 diperoleh persamaan regresi yaitu : y = 0,0987 x + 0,0756 dan

koefisien korelasi (r) adalah 0,9956

c. Penetapan Kadar Cd dan Pb dalam sampel Kerang Hijau

Tabel 4. Hasil Kadar Cd dan Pb Pada sampel kerang hijau

No

sampel

Kadar Cd

(ppm)

Kadar Pb

(ppm)

1. 0,356 1,654

2. 0,445 1,587

3. 0,396 2,034

4.

5.

6

7

8

9

10

X

SD

0,505

0,473

0,402

0,396

0,599

0,620

0,452

0,4644

0,0695

1,772

1,679

1,824

1,660

2,126

1,674

1,905

1,7915

0,2894

PEMBAHASAN

Pertama kali dilakukan uji

morfologi untuk mengetahui panjang,

lebar dan berat kerang. Dipilih kerang

yang sama, karena kerang dengan berat

yang sama akan mempunyai kemampuan

metabolism yang sama, sehingga kadar

logam yang terakumulasi di dalam

tubuhnya relative juga akan sama. Dari

pemeriksaan diperoleh kerang dengan

panjang rata-rata = 4,494 cm (±0,269)

lebar rata-rata = 2,639 cm (±0.117) dan

Page 10: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

6

berat rata-rata = 5,498 (± 0,274) . Data

tersebut menunjukkan bahwa kerang

memiliki mofologi yang hampir sama.

Tahap selanjutnya adalah

dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari

Larutan Baku Cd dan Pb dengan

konsentrasi 2-6 ppm. Pada Cd diperoleh

persamaan Regresi y = 0.013x + 0,0206

dengan koefisien korelasi (r) = 0.9947 dan

pada Pb persamaan regressi y= 0.0987x +

0.0756 dan koefisien korelasi (r) = 0.9956.

Berdasarkan uji korelasi kedua standar

tersebut, baik standar Cd maupun Pb

mempunyai nilai r mendekati 1, hal ini

menunjukkan adanya korelasi yang linier

antara Konsentrasi dan Serapan yang

dihasilkan, dan persamaan regresi yang

dihasilkan dapat digunakan untuk

menghitung kadar Cd dan Pb yang

terdapat di dalam sampel Kerang Hijau

Persamaan regressi yang

didapatkan, digunakan untuk menghitung

kadar Cd dan Pb dalam sampel kerang.

Kadar Cd dalam sampel kerang adalah =

0.4644 ppm sedangkan kadar Pb adalah :

1,7915 ppm. Kadar Cd dalam kerang

masih sesuai dengan standar SNI 2009, ,

karena kadar Cd < 1 ppm, sedangkan

kadar Pb dalam kerang melebihi dari

standar SNI 2009, karena kadar Pb > 1.5

ppm. Kadar Pb yang tinggi didalam

makanan dapat menyebabkan keracunan,

baik pada bayi, anak-anak maupun orang

dewasa. Keracunan yang diakibatkan oleh

timbal dapat berupa : penghambatan

pertumbuhan pada anak-anak, kerusakan

ginjal, gangguan pendengaran, gangguan

pencernaan, gangguan reproduksi dan

masih banyak lagi yang lainnya.

Kadar Pb yang diperoleh dalam

penelitian ini, yaitu 1,7915 ppm ± 0,2894,

lebih rendah dibandingkan kadar Pb pada

Kerang Hijau di Teluk Jakarta , yaitu

sebesar 13,98 ± 1,92 ppm. Hal ini

disebabkan karena zat pencemar pada

umumnya dan logam Pb pada khususnya

berasal dari limbah kegiatan industri,

Teluk Jakarta merupakan muara beberapa

sungai yang ada di Jakarta dan merupakan

tempat pembuangan limbah industri-

industri di Jakarta yang tidak mengalami

Pengolahan, sehingga kadar Pb nya sangat

tinggi (Emma E, dkk, 2015). Jumlah

Industri yang membuang limbah di

perairan Kota Pekalongan relative lebih

sedikit, sehingga kadar Pb nya juga tidak

terlalul tinggi.

Kadar Cd dan Pb yang diperoleh

dalam penelitian ini adalah 0,4644 ppm ±

0,0695, dan ± lebih tinggi dibandingkan

kadar Cd dan Pb pada air dan Ikan

Bandeng di Tambak Kota dan Kabupaten

Pekalongan, yaitu 0.00369 ppm dan 0,8

ppm (Benny D, dkk, 2005 Hal ini

disebabkan karena pencemaran yang

terjadi di Sungai lebih banyak

dibandingkan dengan di Tambak,

Dibandingkan dengan hasil

penelitian Metha Anung dkk, kadar Pb

dalam penelitian ini juga lebih tinggi

(Kadar Pb hasil penelitian metha A, dkk

adalah 0,3945 mg/Kg), hal ini dikarenakan

sampel ikan lele yang digunakan

merupakan ikan budidaya, sehingga zat

pencemarnya lebih sedikit.

KESIMPULAN

Kadar Cd yang terdapat dalam kerang

Hijau adalah : 0,4644 ppm ± 0,0695 ,

maasih memenuhi standar SNI 2009,

sedangkan kadar Pb adalah 1,7915 ppm ±

0,2894 , melebihi standar SNI 2009

Page 11: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

7

UCAPAN TERIMAKASIH

1. Direktur AAK Pekalongan yang

telah memberikan kesempatan

untuk melakukan kegiatan

Penelitian sebagai bentuk

pelaksanaan Tri Dharma Perguruan

Tinggi

2. Keluarga tercinta yang telah

senantiasa memberikan semangat .

DAFTAR PUSTAKA

Darmono, 1995, Logam dalam system

biologi Mahluk Hidup, UI Press, Jakarta

Benny D, Hadi P, Linayati, 2016, Analisis

Kandungan Timbal (Pb) Cadmium (Cd)

pada air dan ikan Bandeng di tambak Kota

dan Kabupaten Pekalongan, Prosiding

Seminar Nasional Tahunan ke V Hasil-

hasil Penelitian, Perikaanan dan Kelautan,

658-666

Emma E, Rahmad A, Ida A, 2015, Analisis

Timbal dalam Kerang Hijau, Kerang Bulu

dan Sedimen di Teluk Jakarta, IJPST

Volume 2, Nomer 3, Oktober 2015, 105-

111

Fajriah N, Menggunakan AAS, J.Ilmiah

Mahasiswa Pendidikan Kimia 3 (2): 162-

171

Eka Anastria, 2010, Skripsi, Penetapan

kadar Logam Timbal dengan Metode

Spektrofotometer Sinar Tampak, UIN,

Yogakarta

Metha Anung, Siska Rusmalina, Hayati,

(2015), Analisis Logam Berat (Pb) pada

Ikan Lele yang dibudidayakan di Kota

Pekalongan, Unikal , Pekalongan

SNI, 7387-2009Zulfadli dan M.Natsir,

2017, Analisis kadar Logam Timbal (Pb)

dan Cadmium (Cd) pada tanaman

Kangkung

, Batas Maksimum Cemaran Logam Berat

dalam Pangan, Jakarta, BSN.

Sastrohamidjoyo, H, 2001, Dasar-dasar

spektroskopi , edisi kedua, Liberty,

Yogyakarta

Supriyanto C, 2008, Analisis Cemaran

Logam Berat Pb, Cu dan Cd pada ikan Air

Tawar Dengan Metode AAS, Seminar

Nasional III, SDM Teknologi Nuklir,

Yogyakarta .

Underwood dan R.A day, 2001, Analisis

Kimia Kuantitatif, edisi keenam, alih

Bahasa Iis Sofyan, Penerbit Erlangga,

Jakarta

Zul Alfian, 2005, analisa Kadar Logam

Kadmium dari Kerang yang diperoleh dari

daerah Belawan secara AAS. Jurnal Sains

Kimia, Vol 9, No 2, 73-76.

Vogel, A.I, 1994, Kimia Analisis

Kuantitatif Anorganik, edisi kesatu, alih

Bahasa Pudjaatmaka. (Jakarta, Penerbit

Buku Kedokteran, EGC.

Page 12: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

8

PENGARUH SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP DISIPLIN

KERJAPERAWAT DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK AISYIYAH

SAMARINDA

Enok Sureskiarti1, Vina Avioleta

2

1,2 Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Email : [email protected]

ABSTRAK

Disiplin merupakan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan

terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Sedangkan kerja adalah perbuatan melakukan

sesuatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil. Dengan demikian bila peraturan atau

ketetapan yang ada dalam perusahan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan

mempunyai disiplin kerja yang buruk, sebaliknya bila karyawan tunduk pada ketetapan

perusahan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Salah satu yang berkaitan

dengan efektifitas sebuah kepemimpinan ditempat kerja tidak terlepas dari nilai spiritual.

Spiritual leadership adalah kepemimpinan yang membawa keduniawian kepada dimensi

keilahian (spiritual). Untuk mengetahui pengaruh spiritual leadership terhadap disiplin kerja

perawat di RSIA Aisyiyah Samarinda. Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan

Pretest-Posttest Desigen with control group. Populasi penelitian ini sebanyak 22 responden.

Analisa meliputi analisa univariat dan bivariat menggunakan korelasi Pairred t-test dan

independen t-test. Hasil analisa bivariat korelasi Pairred T-Test dipeloleh hasil p-value =

0.005 < 0.05, dan untuk hasil 0.007 < 0.05. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh spiritual leadership terhadap disiplin kerja perawat

Kata Kunci : Disiplin Kerja, Spiritual Leadership, Perawat

Page 13: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

9

ABSTRACT

Discipline is a condition or respect that is in the employee's own rules and

regulations. While work is the act of doing something that aims to get results. Thus, if the

rules or provisions in the company are ignored or often violated, then the employee has a

poor work discipline. Conversely, if the employee is subject to the provisions of the company,

it describes the existence of a good discipline condition. One that is related to the

effectiveness of a leadership in the workplace is inseparable from spiritual values. Spiritual

leadership is leadership that brings worldliness to the dimension of divinity (spiritual). To

find out the influence of spiritual leadership on nurses' work discipline at RSIA Aisyiyah

Samarinda. This type of research is Quasi Experiment with Pretest-Posttest Desigen with

control group. The population of this study were 22 respondents. Analysis includes univariate

and bivariate analysis using paired t-test correlation and independent t-test. The results of

the bivariate analysis of the Pairred T-Test correlation obtained the results of p-value =

0.005 <0.05, and for the results of 0.007 <0.05. From the results of the study it can be

concluded that there is an influence of spiritual leadership on nurse work discipline

Keywords: Work Discipline, Spiritual Leadership, Nurses

PENDAHULUAN

Pelayanan keperawatan dirumah sakit

tidak dapat dipisahkan dari pelayanan

kesehatan yang mempunyai kontribusi

yang sangat penting untuk menentukan

kualitas pelayanan. Perawat sebagai salah

satu sumber daya manusia yang terpenting

dirumah sakit, memberikan pelayanan

yang terus menerus kepada pasien selama

24 jam setiap hari. Suatu pelayanan itu

sendiri dibentuk dari berdasarkan 5 prinsip

Survice Quality yaitu kecepatan, ketepatan,

keamanan, keramahan, dan kenyamanan

(Anjaryani, 2009). Aspek kekuatan

Sumber Daya Manusia (SDM) dapat

tercermin pada sikap dan perilaku disiplin,

sebab dalam sebuah organisasi, disiplin

adalah sesuatu yang besar manfaatnya,

baik bagi kepentingan organisasi tersebut

maupun bagi karyawanya. Untuk

mendapatkan hasil kinerja yang baik

dibutuhkan disiplin kerja yang tinggi,

sebab perawat yang tidak disiplin dalam

melaksanakan pekerjaannya, maka ada

kemungkinan terjadinya penyelewengan

karena karyawan lalai dalam melaksankan

tugasnya. Sutrisno (2011) menyatakan

bahwa disiplin menunjukan suatu kondisi

atau sikap hormat yang ada pada diri

karyawan terhadap peraturan dan

ketetapan perusahaan. Sedangkan kerja

adalah perbuatan melakukan sesuatu

kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil

(Ishak, 2004:8). Dengan demikian bila

peraturan atau ketetapan yang ada dalam

perusahan itu diabaikan atau sering

dilanggar, maka karyawan mempunyai

disiplin kerja yang buruk, sebaliknya bila

karyawan tunduk pada ketetapan

perusahan, menggambarkan adanya

kondisi disiplin yang baik.

Rumah sakit membutuhkan pemimpin

yakni sebagai faktor penting yang sangat

baik menentukan keberhasilan suatu

organisasi. Dalam kepemimpinan suatu

organisasi yang baik dapat meningkatkan

kinerja karyawannya dan demikian begitu

pula sebaiknya (Suliyno, 2009). Peran

Page 14: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

10

kepemimpinan yang sangat penting bagi

pencapaian visi, misi, dan tujuan suatu

rumah sakit dicapai semata-mata untuk

tercapainya suatu tujuan sebagai faktor

terpenting dalam keberhasilan atau

kegagalan dalam suatu rumah sakit.

Kepemimpinan adalah kemampuan

memberi inspirasi kepada orang lain untuk

berkeja sama sebagai suatu kelompok, agar

dapat mencapai suatu tujuan umum. Salah

satu hal yang berkaitan dengan efektifitas

sebuah kepemimpinan di tempat kerja

tidak terlepas dari nilai spiritual tertentu.

Kebutuhan spiritual di tempat kerja akan

memberikan pengaruh positif pada

kesehatan secara fisik dan psikologis (Fry,

L. W; 2005:2).

Selain itu diperlukan Kepemimpinan

spiritual kepemimpinan yang membawa

dimensi spiritual (keilaihian), (Tobroni,

2010:5). Teori kepemimpinan spiritual

dikembangakan dengan menggunakan

sebuah model motivasi intrinsic yang

menggabungkan adanya visi,

harapan/keyakinan, dan cinta altruistic.

Spiritual Leadership diyakini sebagai

solusi terhadap krisis kepemimpinan saat

ini (Tobroni, 2010:6). Selain itu, Spiritual

Leadership juga dipandang menjadi

sebuah paradigma dalam perubahan dan

tranformasi organisasi yang pada

hakekatnya diciptakan untuk membentuk

sebuah motivasi intrinsik dari individu

tersebut. Giacalone, Jurkiewicz & Fry

menyatakan Spiritual Leadership dapat

pula dipandang sebagai sebuah upaya

kekuatan memotivasi yang memungkinkan

orang lain untuk menjadi lebih baik,

berenergi dan terhubung atau terikat

dengan pekerjaannya. Hal ini menjadi

sebuah dasar kekuatan untuk

menterjemahkan spiritual survival ini

menjadi sebuah feelings of attraction,

ketertarikan dan caring terhadap pekerjaan

maupun orang dalam lingkungan kerja

untuk menjadi lebih berkomitmen,

produktif dalam perilaku berorganisasi.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Aisyiyah

Samarinda didirikan pada tanggal 7 Juli

1967 berdasarkan dengan surat keputusan

Menteri Kesehatan RI No.

330/P.Kes/I.0/73. Pada tanggal 24 Rabiul

Awal 1387 Masehi, Rumah Sakit bersalin

diresmikan oleh Gubernur Kalimantan

Timur. Dengan nama Rumah Sakit

Aisyiyah Samarinda, yang ditetapkan

berdasarkan hasil rapat gabungan antara

pengurus Muhammadiyah dan Aisyiyah

Wilayah maupun Daerah kemudian

diputuskan untuk menyerahkan

pengelolaan Rumah Sakit bersalin tersebut

kepada Aisyiyah Wilayah Kalimantan

Timur. Sejak didirikan dan dioperasikan

pada Juni 1967 sebagai Rumah Sakit

Bersalin dan pada tahun 1992 berubah

menjadi Rumah Sakit Khusus Ibu dan

Anak telah mengalami perubahan dan

perkembangan yang dipimpin oleh Bapak

dr. H. Agus Sukaca, M.Kes sampai tahun

1992 dan bapak dr. H. Nur Ashrien Husain

sampai bulan April 2004. Kemudian

dipimpin oleh dr. H. Mudamin sampai

Januari 2011. Di bawah kepemimpinan dr.

Nurul Karti Handayani, Sp.OG (periode

2011 s.d sekarang). Kekhususan yang

dipilih adalah 2 (dua) spesialisasi, yakni

Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta

Penyakit Anak. Nama yang dipilih adalah

Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak.

Berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan peneliti di RSIA Aisyiyah

Samarinda tanggal 22 Desember 2017

didapatkan hasil dari Sry Yana S.Kep

bagian kepegawaian mendapatkan hasil

keseluruhan jumlah perawat yang bekerja

Page 15: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

11

di RSIA Aisyiyah Samarinda sebanyak 22

perawat. Latar pendidikan perawat D3

sejumlah 20 orang dan profesi sarjana

keperawatan berjumlah 2 orang perawat.

Dari hasil wawancara mengenai disiplin

kerja kepada 5 orang perawat dari 22

orang perawat di ruang keperawatan anak

3 diantaranya mengatakan bahwa masih

sering kali datang tidak tepat waktu sesuai

jam kerja yang ditantukan, dan 2 orang

perawat mengatakan selalu datang tepat

waktu. Kemudian untuk kepatuhan

terhadap peraturan 3 mengatakan tidak

selalu mengikuti peraturan yang ada

karena terkadang tidak memakai atribut

lengkap dan seragam yang ditentukan,

sedangkan 2 diantaranya selalu mengikuti

peraturan yang sudah ditetapkan. Untuk

kegiatan kerohanian selalu diberikan pihak

RSIA Aisiyah untuk meningkatkan

pengetahuan agama bagi seluruh karyawan

terutama Perawat. Berdasarkan dari data

yang didapat peneliti ingin membuktikan

untuk meneliti, pengaruh spiritual

leadership terhadap disiplin kerja perawat

di RSIA Aisyiyah Samarinda.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian yaitu Quasi

Eksperimen. Desain penelitian yang

digunakan yaitu kuantitatif dengan pre

and post test with control group. Dalam

penelitian ini yang menjadi populasi

adalah seluruh perawat yang ada di

RSIA Aisyiyah Samarinda yang terdiri

dari 22 perawat di ruang keperawatan

anak. Penelitian ini menggunakan total

sampling dengan subyek penelitian yang

diambil perawat yang bekerja di RSIA

Aisyiyah Samarinda. Penelitian ini

terdiri dari 11 perawata sebagai

kelompok Intervensi dan 11 perawat

sebagai kelompok control. Penelitian ini

dilakukan di RSIA Aisyiyah yang

beralamat di jalan Pangeran Hidayatullah

No. 64 pelabuhan, kota Samarinda,

Kalimantan Timur kode pos 75112.

Penelitian dilaksanakan pada bulan 4

Juni 2018 – 5 Juli 2018.Sebelum

penelitian dilakukan terlebih dahulu

dilakukan proses perijinan ke RSIA

Aisyiyah, setelah mendapatkan ijin dari

pihat Rumah Sakit baru peneliti

melakukan penelitian. Untuk mengetahui

pengaruh Spiritual Leadership terhadap

disiplin kerja perawat menggunakan uji

statistic pairret t-test dan independen t-

test dengan α = 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

a. Karakteristik Responden

Karakteristik perawat dalam penelitian

ini meliputi umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, dan lama kerja

seperti pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di

RSIA Aisyiyah Samarinda

Karakteristik

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

N %

N % N %

Umur

a.20-30 tahun 3 27.3 1 9.1

Page 16: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

12

b. 31-40 tahun 6 54.5 9 81.8

c. >40 tahun 2 18.2 1 9.1

Total 11 100 11 100

Jenis Kelamin

a.Laki-Laki 1 9.1 1 9.1

b.Perempuan 10 90.9 10 90.9

Total 11 100 11 100

Tingkat

Pendidikan

a.D3

Keperawatan 10 90.9 10 90.9

b.S1 Keperawatan 1 9.1 1 9.1

Total 11 100 11 100

Lama masa kerja

a.1-10 tahun 6 54.4 7 63.6

b.11-20 tahun 4 36.4 3 36.4

c.>20 tahun 1 9.1 1 9.1

Total 11 100 11 100

Disiplin kerja perawat sebelum diterapkan

spiritual leadership pada tabel 4.2 diatas

menunjukkan bahwa nilai rata-rata disiplin

kerja perawat sebelum diterapkan spiritual

leadership pada kelompok intervensi

adalah 56,27, Nilai standar deviasi 3,319,

dengan nilai minumum 52 dan nilai

maksimum 61, nilai lower 54,04 dan uper

58,50. Sedangkan nilai untuk kelompok

sebagai berikut nilai rata-rata disiplin kerja

perawat 54,45, nilai standar deviasi 3,560

dengan nilai minimum 49 serta nilai

maksimum 61, nilai lower 52,06 dan uper

56,85.

a. Pengaruh sesudah Intervensi pada

kelompok intervensi dan kelompok

kontrol, dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Gambaran Perbedaan Disiplin Kerja Perawat Sesudah Penerapan Spiritual Leadership

pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSIA Aisyiyah Samarinda, 2018

(N1,N2=22)

Kelompok mean SD Min-Max 95% CI

Lower Upper

Intervensi 58,36 2,580 55-62 56,63 60.1

Kontrol 54,64 3,202 50-61 52,49 56,79

Page 17: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

13

Berdasarkan hasil tabel 4.3 disiplin kerja

perawat sesudah diterapkan spiritual

leadership menunjukkan bahwa nilai rata-

rata kelompok intervensi adalah 58,36 nilai

standar deviasi 2,580 dengan nilai

minumum 55 dan nilai maksimum 62, nilai

lower 56,63 dan uper 60,10. Sedangkan

nilai untuk kelompok kontrol sebagai

berikut nilai rata-rata disiplin kerja

perawat 54,64 nilai standar deviasi 3,202

dengan nilai minimum 50 serta nilai

maksimum 61, nilai lower 52,49 dan uper

56,79.

a. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat digunakan untuk

mengetahui adanya pengaruh Penerapan

Spiritual Leadership (Variabel

Independen) terhadap disiplin kerja

perawat (Variabel Dependen).

Setelah dilakukan uji normalitas

diketahui sebaran data berdistribusi normal

oleh karena itu analisa data yang

digunakan pada penelitian ini adalah

paired t test. Uji pairred t test adalah uji

yang digunakan untuk mengetahui ada

atau tidaknya pengaruh penerapan spiritual

leadership terhadap peningkatan disiplin

kerja perawat di RSIA Aisyiyah

Samarinda. Pada bagian ini akan

diperlihatkan hasil outputnya pada table ini

adalah:

Tabel 4.4 Pairred T Test Statistik Gambaran perbedaan disiplin kerja perawat Pada

Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol sebelum dan sesudah penerapan Spiritual

Leadership di RSIA Aisyiyah Samarinda,

2018 (N=11)

Variabel N Mean Selisih P Value

Pre Test Intervensi 11

56,27 -2,091 0,005

Post Test Intervensi 58,36

Pre Test Kontrol 11

54,45 -0,182 0,703

Post Test Kontrol 54,64

Berdasarkan, tabel 4.4 terlihat bahwa dari

11 responden menunjukan bahwa nilai

rata-rata disiplin kerja perawat dalam pre

test intervensi setelah diberikan penerapan

spiritual leadership untuk disiplin kerja

dengan nilai 56,27 dan post test

intervensi 58,38 nilai selisih -2,091.

Sedangkan untuk pre test kelompok

kontrol 54,45 dan post test kelompok

kontrol 56,64 nilai selisih -0,182.

Didapatkan selisih nilai 0.000, dan

0.005 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak yang berarti terdapat

pengaruh penerapan spiritual leadership

terhadap disiplin kerja perawat sebelum

dan sesudah diberikannya penerapan

spiritual leadership. Sedangkan pada

kelompok kontrol diperoleh p value =

0,703 > 0,05 sehingga H0 diterima maka

tidak ada perbedaan yang bermakna antara

sebelum dan sesudah pada kelompok

kontrol yang tidak dilakukan penerapan

spiritual leadership.

Page 18: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

14

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

a. Umur

Bedasarkan tabel 4.1 diperoleh

karakteristik bahwa responden

dalam penelitian pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol

mayoritas berumur 31-40 tahun 6

responden (54,5%), 9 responden

(81,8). Rentang umur 30-40 tahun

termasuk rentang umur produktif

yang bisa bekerja secara optimal.

Seseorang dapat melakukan

pekerjaan dan tugas dengan tingkat

produktifitas tinggi pada umur 30-

40 tahun, hal ini berpengaruh

terhadap kinerja seseorang.

Menurut Robbins (2018) faktor

umur memang merupakan variabel

dari suatau individu yang pada

dasarnya semakin bertambah umur

maka akan bertambah pula

kedewasaannya dalam bertindak.

Tingkat pertumbuhan dan

perkembangan seseorang secara

fisik, sosial, dan psikologis yang

dapat dilihat dari bertambahnya

umur, hal ini berpengaruh terhadap

peningkatan kemampuan individu

secara motorik maupun psikologis

yang mempengaruhi tingkat

kedewasaan sesuai dengan tumbuh

kembangnya.

Hal tersebut sejalan dengan

penelitian dari ( Sureskiarti, 2015)

pada usia diantara 30-40 tahun

memiliki kinerja yang optimal

dibanding dengan seseorang yang

berumur > 50 tahun karena pada

umur > 50 tahun kemampuan

psikomotoriknya sudah mengalami

penurunan pada umumnya

spiritualitas mulai terbentuk,

karena pada usia ini seseorang

sudah menemukan jati diri yang

sebenarnya dan mampunyai tugas

dan tanggung jawab dalam

keluarga sehingga lebih

mendekatkan diri pada nilai-nilai

altruistik yang terkandung dalam

spiritualitas.

Peneliti berasumsi bahwa pada usia

ini kemampuan dan relasi yang

dimiliki oleh seseorang sedang

berada dalam usia puncak, karena

umur 30-40 tahun sudah termasuk

rentang umur produktif yang bisa

bekerja secara optimal.

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh

bahwa mayoritas responden dalam

penelitian pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol

jenis kelamin perempuan sama

yang berjumlah 10 responden

(90,9%) dan jenis kelamin laki-laki

sama untuk kelompok intervensi

dan kelompok kontrol berjumlah 2

responden (9,1%). Hasil penelitian

ini menggambarkan bahwa

sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan, menurut (

Handoko, 2008) biasanya kaum

perempuan mempunyai sifat

ramah, tekun, disiplin, dan teliti

dalam melaksankan asuhan

keperawatan. Seorang perawat

dituntut untuk memiliki rasa

empati, tekun, teliti serta

mempunyai sifat caring dalam

memberikan pelayanan

keperawatan. Sifat-sifat dominan

yang dimiliki perempuan tersebut

Page 19: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

15

dapat menunjang pelayanan yang

diberikan kepada pasien sehingga

menjadi alasan lebih banyak

perawat berjenis kelamin

perempuan dibandingkan laki-laki.

Perempuan memiliki sifat caring,

raa empati, tekun, teliti dan disiplin

yang tinggi yang terdapat pada

nilai-nilai altruistik spiritual

leadership diantaranya adalah sifat

caring (Tabroni, 2010). Peneliti

berasumsi bahwa perempuan dan

laki-laki pada dasarnya sama saja

tetapi ada sisi yang dimana

terkadang perempuan lebih

memiliki rasa empati, kesabaran

dan kelembutan hati yang tinggi.

Hasil ini sejalan dengan hasil

penelitian dari ( Yudaningsih,

2016,4:3) yang menggambarkan

sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan (85%),

responden penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pekerjaan

perawat masih banyak diminati

oleh perempuan dibandingkankan

laki-laki, karena sebagai seorang

perawat juga harus memerlukan

sifat sabar, lemah lembut, giat dan

penenuh kasih sayang oleh karena

itu mayoritas masih diminati

perempuan.

b. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh

hasil bahwa mayoritas tingkat

pendidikan responden pada

kelompok intervensi D3

keperawatan 10 responden

(90,9%), S1 keperawatan 1

responden (9,1%). Pada kelompok

kontrol tingkat pendidikan D3

keperawatan 11 responden (100,0).

Pendidikan adalah pembelajaran,

pengetahuan, keterampilan, dan

kebiasaan yang diberikan dari

generasi kegenerasi berikutnya

melalui proses pembelajaran,

pelatihan, atau penelitian (Ilyas,

2002). Hasil ini sejalan dengan

penelitian (Arifuddin, 2015:1)

bahwa perawat memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi yaitu D3

sebanyak 76,8% dan S1 sebanyak

23,2% maka semakin tinggi tingkat

pendidikannya semakin banyak

pengetahuan yang dapat

menujunjang pekerjaanya sehingga

kinerjanya cukup walaupun beban

kerjanya berlebihan, tingkat

pendidikan

Peneliti berpendapat untuk

mewujudkan rumah sakit yang

berkualitas maka harus memiliki

perawat yang kompeten dalam ilmu

keperawatan dengan tingkat

pendidikan yang tinggi, semakin

tinggi tingkat pendidikan maka

semakin sistematis dari cara

berfikirnya sehingga dapat

meningkatkan kualitas dalam

bekerja.

c. Masa kerja

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh

bahwa responden dalam lama masa

kerja pada kelompok intervensi 1-

10 tahun berjumlah 6 responden

(54,5%), dan kelompok kontrol 1-

10 tahun 7 responden (63,3%).

Masa kerja dihubungkan dengan

pengalaman seseorang dalam

menjalani bidang pekerjaan yang

ditekuni. Menurut (Robbins, 2018)

Masa kerja dikaitkan dengan

hubungan senioritas atau anggapan

Page 20: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

16

bahwa semakin lama seseorang

bekerja semakin lebih

berpengalaman dan berpengaruh

terhadap produktivitas kerja.

Perawat yang baru bekerja berbeda

dengan perawat yang sudah lama

bekerja karena pengalaman yang

dimiliki lebih banyak perawat yang

memiliki pengalaman kerja lebih

lama. Pengalaman masa kerja yang

berbeda dari tiap perawat dapat

menyebabkan kemampuan yang

berbeda pula dalam memecahkan

masalah. Dengan masa kerja yang

relatif lama dapat membangun

suatu budaya organisasi

berdasarkan nilai-nilai altruistik,

namun jika masa kerja perawat

masih belum lama akan

menyebabkan tuntutan pemenuhan

kebutuhan yang masih kurang.

Hal tersebut sejalan dengan

penelitian ( Mardatillh, 2017)

pekerja yang telah diatas 5 tahun

biasanya memiliki tingkat

kejenuhan yang lebih tinggi dari

pada pekerjaan yang baru bekerja,

sehingga adanya tingkat kejenuhan

tersebut dapat meningkatkan rasa

malas dalam melakukan

pendokumentasian asuhan

keperawatan.

Peneliti berpendapat bahwa dalam

masa kerja yang relatif lama akan

dapat meningkatkan pengalaman

yang cukup kompeten dalam masa

kerja yang lebih baik sehingga

semakin lama masa kerja semakin

banyak pula perkembangan yang

diikuti terhadap kemajuan rumah

sakit.

2. Analisa Bivariat

Pengaruh penerapan spiritual

leadership terhadap disiplin kerja

perawat di RSIA Aisyiyah Samarinda

setelah diberikan penerapan spiritual

leadership selama 2 hari, dari hasil

rata-rata pre test intervensi diberikan

penerapan spiriual leadership disiplin

kerja yaitu 56,27 dan post test

intervensi yaitu 58,36 sedangkan, hasil

rata-rata dari pre test kontrol yang

tidak diberikan penerapan spiritual

yaitu 54,45 dan untuk post test yaitu

56,64. Dari data yang didapat terdapat

peningkatan antara nilai rata-rata pre

test intervensi dan post test intervensi

yang diberikan perlakuan, dan untuk

pre test kontrol dan post test kontrol

juga terdapat peningkatan walaupun

tidak diberikan penerapan spiritual

leadership.

Berdasarkan hasil uji bivariat dengan

menggunakan uji paired t test dan

independent t-test dari 22 responden

yang terbagi menjadi kelompok

intervensi dan kelompok kontrol,

didapatkan hasil analisa bivariat

dengan taraf signifikan (p) 5%

didapatkan hasil sig, (2-tailed) nilai

(p) pada kelompok intervensi sebelum

dan sesudah diberikan penerapan

spiritual leadership yaitu 0,005 dan α =

0,05 nilai p value < yang berarti ada

perbedaan nilai rata-rata sebelum dan

sesudah diterapkan spiritual leadership

dengan kata lain, penerapan spiritual

leadership berpengaruh terhadap

disiplin kerja perawat.

Pada kelompok kontrol nilai rata-rata

disiplin kerja perawat untuk pre test

berdasarkan hasil uji statistik nilai p

value = 0,703 yang berarti p value >

0,05 Ho diterima sehingga tidak ada

Page 21: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

17

perbedaan yang signifikan nilai rata-

rata disiplin kerja perawat sebelum

dilakukan penerapan spiritual

leadership dengan setelah dilakukan

penerapan spiritual leadership pada

kelompok kontrol di RSIA Aisyiyah

Samarinda.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian

(Sureskiarti, 2015) nilai rata-rata

kinerja perawat dalam melakukan

asuhan keperawatan pada kelompok

intervensi sebelum diberikan

penerapan spiritual leadership adalah

86 dengan nilai minimum 80 dan nilai

maksimum 90. Nilai rata-rata kinerja

perawat setelah dilakukan penerapan

spiritual leadership adalah 115,63

dengan nilai minimum 99 dan nilai

maksimum 128. Dengan p value =

0,001 < α, terdapat kesimpulan bahwa

ada peningkatan yang bermakna

setelah dilakukan penerapan spiritual

leadership terhadap kinerja perawat

dalam melakukan asuhan keperawatan

di Rumah Daerah H.DR, Soewondo

Kendal.

Secara etiomologis disiplin berasal dari

bahasa inggris “disciple” yang berarti

pengikut atau panutan pengajaran,

latihan dan sebagainya. Disiplin

merupakan suatu keadaan tertentu

dimana orang-orang yang tergabung

dalam organisasi tunduk pada

peraturan-peraturan yang ada dengan

rasa senang hati. Sedangkan kerja

adalah segala aktivitas manusia yang

dilakukan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan (Martono, 2008:125).

Disiplin kerja merupakan salah satu

alat yang digunakan para manager

untuk berkomunikasi dengan dengan

pegawai agar mereka bersedia untuk

mengubah suatu perilaku serta sebagai

suatu upaya untuk meningkatkan

kesadaran dan kesedian seseorang

mentaati semua peraturan dan norma-

norma yang berlaku. Menurut

(Hasibuan, 2012:194), banyak

indikator yang mempengaruhi tingkat

kedisiplinan seseorang pegawai,

diantaranya, tujuan dan kemampuan,

teladan kepemimpinan, balas jasa,

keadilan, wasket, sanksi hukuman,

ketegasan dan hubungan kemanusiaan.

Brigma (1994) dalam Astuti (2012:2)

menyarankan bahwa disiplin kerja

merupakan suatu sikap dan perilaku,

dimana pembentukan perilaku jika

dilihat dari formula Kurt Lewin yaitu

interaksi antara faktor kepribadian dan

faktor lingkungan.

Kebutuhan spiritual di tempat kerja

akan memberikan pengaruh positif

pada kesehatan fisik dan psikologis

(Fly, L. W : 2005). Menurut (Tjahjono,

dalam Tabroni 2010:5) spiritial

leadership disebut sebagai

kepemimpinan yang lebih mendasar

pada iman dan hati nurani dalam

kualitas kepemimpinan yang

membersihkan hati, memberi,

melayani, mencerahkan, dan

menenangkan jiwa berdasarkan

semangat syukur dan kasih. Tujuan

spiritual leadership merupakan salah

satu upaya memotivasi memberikan

inspirasi pekerja berdasarkan nilai

altruistik (altruistic value) guna

menghasilkan motivasi, komitmen, dan

produktivitas, sehingga seorang

pemimpin mampu memotivasi dirinya

dan orang lain untuk mencapai tujuan

organisasi (Fly LW, 2005:2).

Page 22: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

18

Sedangkan, manfaat penerapan

spiritual leadership menimbulkan rasa

penghargaan yang tinggi, memperoleh

arti yang terdalam dari pekerjaan yang

mereka lakukan, merasa terhubung dan

bermakna di tempat kerja, terutama

pada karyawan sehingga membuat

perasaan kesempurnaan kehidupan

batin dan rasa bahagia pada organisasi

atau perusahaan tersebut sehingga

memiliki kualitas hubungan yang baik

dengan orang lain ( Fly LW, 2005:1)

Peneliti berpendapat berdasarkan hasil

yang didapatkan terhadap 11

responden dan berdasarkan teori yang

ada. Bahwa setelah mendapatkan

penerapan spiritual leadership selama

dua hari dan diukur kembali selama 3

minggu kemudian didapatkan ada

perubahan kenaikan rata-rata terhadap

disiplin kerja perawat. Meskipun

peningkatan tidak secara optimal.

SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Karakteristik responden sebagian besar

berumur 31-40 tahun 54,5%, jenis

kelamin responden sebagian besar

perempuan 90,9%, pendidikan

responden mayoritas D3 keperawatan

90,9%, dan lama masa kerja sebagian

besar pada klasifikasi 1-10 tahun yaitu

54,4%.

2. Nilai rata-rata kinerja perawat dalam

disiplin kerja pada kelompok

intervensi sebelum penerapan spiritual

leadership adalah 56.27 dengan nilai

minimum 52 dan maksimum 61.

3. Nilai rata-rata kinerja perawat dalam

disiplin kerja pada kelompok

intertervensi sesudah penerapan

spiritual leadership adalah 58.36

dengan nilai minimum 55 dan

maksimum 62.

4. Ada pengaruh penerapan spiritual

leadership terhadap disiplin kerja

perawat yang ditunjukkan dengan p

value = 0.005 < 0,05 H0 ditolak,maka

ada perbedaan disiplin kerja perawat

sebelum dan sesudah penerapan

spiritual leadership sedangkan pada

kelompok kontrol diperoleh p value =

0,703 > 0,05 sehingga H0 diterima

maka tidak ada perbedaan yang

bermakna antara pre dan post pada

kelompok kontrol yang tidak dilakukan

penerapan spiritual leadership.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu

terwujudnya penelitian ini :

1. Universitas Muhammadiyah

Kalimantan Timur

2. RSIA Aisiyah Samarinda

DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin, Napirah (2015). Hubungan

Disiplin Dan Beban Kerja

Dengan Kinerja Perawat Di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Undata

Palu.

Arikunto, (2010). Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Edisi:

Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Asmaningrum, dkk (2011). Pengaruh

Penerapan Spiritual Leadership

Page 23: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

19

terhadap Komitmen Perawat

Pada Organisasi Di Rumah Sakit

Islam Surabaya. Tesis

dipublikasikan, Program Studi

Magister Keperawatan

Universitas Indonesia

Astuti, N.K.R. (2012). Keterkaitan Kinerja

Karyawan Perusahaan dengan

Kepuasan Pelanggan (Suatu

Tinjauan Teoritis). Forum

Manajemen, Volume 10,no.2.

Dahlan, S. (2014). Statistik untuk

Kedokteran dan Kesehatan

(Edisi:6). Jakarta: Salemba

Medika

Dahlan, M S. (2008). Statistik untuk

Kedokteran dan Kesehatan:

Deskriptif, Bivariat dan

Multivariat Dilengkapi Aplikasi

dengan Menggunakan SPS.

Edisi: 3. Jakarta: Salemba

Medika

Fry, L.W (2008). Spiritual leadership:

state of-the-art and future

directions for theony, research,

and practice. www.tarleton.edu,

diperoleh tanggal 15 Desember

2017.

Fry L.W & Cohen (2008). Spiritual

Leadership as a Paradigma for

Organization Transformation

and Recovery from Extended

Work Hours Cultures. Jounal of

Business Ethics (2009) 84:265 -

278, www.springerlink.com,

diperoleh tanggal 15 Desember

2017.

Handoko, T.H. 2008, Manajemen

Personalia dan Sumberdaya

Manusia, Edisi Kedua, Cetakan

Keenam Belas, Penerbit BPFF,

Yogyakarta

Hasibuan, M. (2005). Manajemen Sumber

Daya Manusia. Edisi Revisi.

Jakarta Penerbit PT Bumi

Aksara.

Hidayat, A A. (2007). Riset Keperawatan

dan Teknik Penelitian Ilmiah.

Jakarta: Salemba Medika.

Ian Percy. Going Deep, exploring

spirituality in life and leadership.

Arizona: Inspired Production

Press. Hal 265. (2007)

Ilyas, Y. Kinerja, teori, penelitian, dan

penelitian. Pusat Kajian Ekonomi

Kesehatan Masyarakat UI, Depok

(2002)

Imron. (2010). Kajian Statistik Perspektif

Kritik Holistik. Surakarta: UNS

Press.

Mangkunegara, A.P. (2011). Manajemen

Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

Mardhatillah, dkk (2017). Hubungan

Beban Kerja Perawat Dengan

Pelaksanaan Pendokumentasian

Asuhan Keperawatan Di Ruang

Rawat Inap Penyakit Dalam,

Bedah, Dan Saraf RSUD Dokter

Soedarto Pontianak.

Martoyo, S. (2008). Manajemen Sumber

Daya Manusia. Yogyakarta:

BPFE.

Nursalam. (2011). Manajemen

Keperawatan Aplikasi dalam

Praktik Keperawatan Profesional.

Jakarta: Salemba Medika.

Okavianingsih, I. (2012). Hubungan

Tingkat Pengetahuan Perawat

tentang Model Praktik

Keperawatan Profesional dengan

Penerapannya di Rumah Sakit

Kalimantan Timur Bontang.

Skripsi, tidak dipublikasikan,

Program Studi Ilmu

Keperawatan, Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Samarinda.

Page 24: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

20

Rivai, V. dan Mulyadi, D. (2010).

Kepemimpinan dan Perilaku

Organisasi. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada.

Riwidikdo (2013). Statistik Kesehatan.

Yogyakarta : Mitra Cendikia

Press.

Rizal, Alfi (2015). Hubungan Pelaksanaan

Fungsi Manajemen Kepala

Ruang Dengan Motivasi Perawat

Pelaksana Dalam Memberikan

Layanan Keperawatan Di Ruang

Rawat Inap RSUD Kota

Semarang.

Robbins Judge. Perilaku Organisasi.

Jakarta Penerbit: Salemba empat.

(2007)

Robbins, Stephen, P. (2007). Perilaku

organisasi. Jakarta : PT. Indeks

Kelompok Gramedia.

Saiful Anwar (2013). Kepemimpinan dan

Transformasi. USIM

Suarli & Bahtiar. (2009). Manajemen

Keperawatan: Dengan

Pendekatan Praktis. Jakarta:

Erlangga.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&B.

Bandung: Alfabeta.

Sutrisno, Edy. 2011. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta : Kencana

Prenada Media Group.

Sureskiarti, Enok (2015). Pengaruh

Spiritual Leadership terhadap

Kinerja Perawat dalam

Melaksanakan Asuhan

Keperawatan di RSUD Dr. H.

Soewondo Kendal. Tesis

dipublikasikan, Program Studi

Magister Keperawatan

Universitas Diponorogo

Semarang.

Tobroni. (2010). The Spiritual Leadership.

Pengefektifan Organisasi Noble

Industry Melalui Prinsip-prinsip

Spiritual Etis. Edisi: 2. UMM:

Press.

Page 25: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

21

PENGARUH SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL REFLEKTIF

TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT

DI RSUD TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH

Fatikhah¹ Nur Zuhri²

1,2 STIKES Muhammadiyah Kendal

Email : [email protected]

ABSTRAK

Mutu pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh kepuasan kerja perawat. Kepuasan

kerja perawat yang tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu upaya pencapaian

tujuan rumah sakit dalam pemberian pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu.

Kepuasan kerja perawat dapat dicapai melalui hubungan yang baik dengan pimpinan.

Hubungan yang baik, sejajar, bersifat dukungan dan kolaboratif terdapat dalam supervisi

model reflektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh supervisi kepala ruang

model reflektif terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.

Desain penelitian ini adalah quasi-experiment dengan rancangan pre-post-test with control

group design. Jumlah sampel yang digunakan adalah 68 responden perawat yang

diambil dengan teknik purposive sampling dan terbagi dalam kelompok intervensi (n=34) dan

kelompok kontrol (n=34). Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan

selanjutnya dianalisa dengan uji paired t-test. Hasil uji paired t-test mendapatkan nilai p

sebesar < 0,001 yang artinya terdapat pengaruh supervisi kepala ruang model reflektif

terhadap kepuasan kerja perawat. Supervisi model reflektif dapat digunakan sebagai upaya

meningkatkan kepuasan kerja perawat. Kepala ruang sebagai low manajer dapat memerankan

fungsi manajemen dengan baik melalui supervisi model reflektif untuk meningkatkan

kepuasan kerja perawat.

Kata kunci: Kepuasan kerja, perawat, supervisi model reflektif

Page 26: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

22

ABSTRACT

The improperly managed job satisfaction of nurses can disrupt the function of the

hospital in providing comprehensive and quality health services. The nurses’ job satisfaction

can be achieved through a good relationship between nurses and hospital leaders. A good

and equal as well as supporting and collaborative relationshipis reflected in the supervision

of reflective model. This study aimed to analyze the influence of head nurses’ supervision of

reflective model on the job satisfaction of nursesat Tugurejo Regional Public Hospital in

Central Java Province. This study employed a pre-post-test quasi-experimental design with a

control group. The samples were 68 nurses recruited by purposive sampling and were

assigned to the intervention group (n = 34) and control group (n = 34). The data were

collected using questionnaires and then analyzed using the paired t-test. The result of paired

t-test test obtained a p-value of < 0.001, indicating that there were influences of the head

nurses’ supervision of reflective model on the nurses’ job satisfaction. The reflectivemodel

supervision can be used as an alternative to improve the job satisfaction among the nurses.

The head nurses as a low-level manager can perform the management functions well through

the reflective model supervision to improve the nurses’ job satisfaction.

Keywords: Job satisfaction, nurses, reflective model supervision

PENDAHULUAN

Pelayanan keperawatan memegang

peranan penting dalam mewujudkan

pelayanan kesehatan yang bermutu dan

paripurna di rumah sakit. Rumah sakit

dalam mewujudkan pelayanan yang

paripurna memerlukan sumber daya

manusia profesional (Ilyas Y., 2004),

salah satunya adalah sumber daya

keperawatan. Sumber daya keperawatan

sebagai sumber daya profesional dan

berjumlah paling besar di pelayanan

kesehatan menjadi alasan tersebut.

Kemenkes RI menyebutkan bahwa

jumlah perawat di Indonesia mencapai

237.181 perawat. Perawat di Indonesia

jumlahnya paling banyak bila

dibandingkan dengan tenaga kesehatan

lainnya, yaitu 50-60% di rumah sakit dan

memiliki jam kerja 24 jam melalui

penugasan shift sehingga perannya

berkontribusi besar dalam meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan. Studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti di

RSUD Tugurejo Provinsi Jawa

Tengah,pada saat ini memiliki karyawan

dengan jumlah keseluruhan 1161

karyawan, dimana terdapat 413 (Wijono

D, 2000). Data tersebut menunjukkandari

segi jumlah dan peran sangat berkontribusi

dalam menentukan mutu pelayanan

kesehatan di rumah sakit.Rumah sakit

harus dapat mengelola tenaga keperawatan

guna meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan.

Kepuasan kerja perawat menurut

Manojlovich M, Spence Laschinger HK

secara umum dapat diartikan sebagai suatu

sikap puas seseorang terhadap

pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan

fungsi dari unsur- unsur di tempat kerja

Page 27: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

23

termasuk sikap dan perilaku

(Mangkunegara AAAP, 2000). Stephen P.

Robbins menyatakan bahwa kepuasan

kerja merupakan suatu sikap umum

seorang individu terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja dapat meningkatkan

produktifitas walaupun tidak dapat dilihat

secara langsung pada saat itu juga.

Kepuasan kerja perawat adalah suatu sikap

individu perawat terhadap pekerjaannya

dan fungsi unsur-unsur ditempat kerja,

serta dapat meningkatkan produktifitas

walaupun tidak dapat dilihat secara

langsung pada saat itu juga (Baumann A.,

2007).

Kepuasan kerja perawat masih

menunjukkan adanya fenomena yang

signifikan pada beberapa penelitian,

diantaranya Pietersen, C. dalam penelitian

menemukan 63% tidak puas dengan

supervisi. Penelitian Selebi,C. dan

Minnaar, A. menunjukkan bahwa

kepuasan kerja perawat yang masih sangat

rendah mencapai 35% dan yang kategori

rendah sebanyak 42%. Penelitian dari

Noras JU. dan Sartika RAD, menyatakan

77,5% perawat merasa tidak puas dalam

bekerja sebagai perawat pelaksana.

Baumann A. mengemukakan bahwa di

Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan

Jerman menunjukkan 41 % perawat

mengalami ketidakpuasan dalam bekerja

(Supratman, Sudaryanto A., 2008).

Studi pendahuluan di RSUD Tugurejo

Provinsi Jawa Tengah didapatkan bahwa

saat ini belum mengukur kepuasan kerja

secara khusus pada perawat. Survei

kepuasan kerja perawat pernah dilakukan

hanya pada saat penelitian Wuryanto E.

dimana hanya mengidentifikasi bahwa

karakteristik individu dan lingkungan kerja

berpengaruh terhadap kepuasan kerja

perawat.Studi pendahuluan terhadap 30

perawat di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa

Tengah tentang kepuasan kerja perawat

didapatkan hasil sebanyak 13 perawat

(43,3%) menyatakan puas terhadap

pekerjaan dan 17 perawat (56,7%)

menyatakan tidak puas dengan

pekerjaannya. Angka ketidakpuasan

perawat ini dapat dijadikan sebagai suatu

indikator jika kondisi ini diabaikan maka

diwaktu yang akan datang akan berdampak

terhadap tujuan dari organisasi dalam hal

ini rumah sakit (RSUD Tugurejo Provinsi

Jawa tengah, 2016).

Kepuasan kerja perawat yang tidak

dikelola dengan baik dapat menimbulkan

gejala-gejala sebagai dampaknya. Hasil

studi pendahuluan di Bagian Organisasi

dan Kepegawaian RSUD Tugurejo

Propinsi Jawa Tengah menunjukkan

adanya angka turn over perawat dari tahun

2015 dan 2016 sebanyak 11 perawat

mengundurkan diri dan sebanyak 8

perawat mengajukan mutasi. Kasi

Keperawatan Rawat Inap menyatakan tiap

bulan rerata 12 perawat bermasalah pada

absensinya. Ketua Komite Keperawatan

dalam wawancara menyatakan hasil

kinerja perawat dari segi asuhan

keperawatan pada bulan november 2016

masih dalam kategori baik tetapi masih

perlu ditingkatkan lagi. Gejala dampak

tersebut harus segera dikelola melalui

upaya-upaya agar tidak mengganggu

kondisi didalam suatu organisasi atau

rumah sakit (RSUD Tugurejo Provinsi

Jawa tengah, 2016).

Kepuasan kerja perawat dapat

diidentifikasi dengan pendekatan teori Dua

Faktor dari Hezberg, yang menyatakan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan yaitu faktor intrinsik pekerjaan

Page 28: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

24

dan ekstrinsik pekerjaan. Faktor intrinsik

(job content) berkaitan dengan isi

pekerjaan yang meliputi prestasi,

pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung

jawab, kemajuan, pertumbuhan dan

perkembangan pribadi. Faktor ekstrinsik

berkaitan dengan kedaan pekerjaan (job

context) yang meliputi gaji, jaminan

pekerjaan, kondisi kerja, status, kebijakan,

kualitas hubungan antarpribadi dengan

atasan, bawahan, dan sesama karyawan,

serta kualitas supervisi (Siagian SP.,

2011).

Penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya menjelaskan bahwa

terciptanya kepuasan kerja pada perawat

ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang menjadi penyebab, diantaranyafaktor

burnout, rotasi dan stres kerja, iklim kerja,

administrasi, rendahnya konflik, dukungan

kepemimpinan, faktor manajemen

organisasi, faktor gaji, lingkungan kerja,

usia, lama kerja, dan karakteristik pribadi

pemimpin, serta kompetensi manajerial

pemimpin. Jayasuria R. et al, dan

Mayasari A. dalam penelitiannya juga

mengemukakan bahwa faktor supervisi

berpengaruh terhadap kepuasan kerja

perawat. Penelitian di Amerika

menunjukkan bahwa dari 72 perawat yang

diteliti mengatakan bahwa faktor yang

paling berpengaruh terhadap kepuasan

kerja adalah dukungan supervisi, dimana

supervisi merupakan kegiatan dalam

fungsi-fungsi manajemen. Cortese CC. dan

Dogan H. juga mengemukakan bahwa

faktor supervisi merupakan aspek penting

yang mempengaruhi kepuasan kerja

perawat (Hasibuan M., 2001).

Studi pendahuluan di RSUD Tugurejo

Provinsi Jawa Tengah pada 17 perawat

yang menyatakan tidak puas, didapatkan

data bahwa penyebab ketidakpuasan

tersebut disebabkan sistem rotasi sebanyak

4 perawat (23,52%), disebabkan promosi

karir sebanyak 2 perawat (11,76%), stres

karena situasi kerja sebanyak 3 perawat

(17,64%), dan tidak puas dengan cara

bimbingan dan pengarahan dari kepala

ruang sebanyak 8 perawat (47,06%).

Zhang L, You L, et al juga mengemukakan

bahwa supervisi merupakan faktor penting

yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja

perawat, maka upaya yang harus

dioptimalkan adalah dengan memperbaiki

lingkungan kerja yang baik, dan diperkuat

oleh Negussie N, Demissie A. bahwa

meningkatkan kepuasan kerja perawat

dengan menerapkan gaya kepemimpinan

transformasional dan melalui supervisi.

Supervisi termasuk dalam actuating

dalam fungsi manajemen. Fungsi

manajemen secara umum terdiri dari

planing, organizing, actuating dan

controling. Supratman dan Sudaryanto A.

menyatakan bahwa fakta menunjukkan

pelaksanaan supervisi keperawatan di

berbagai rumah sakit belum optimal dan

perawat pada sebagian besar rumah sakit

di Indonesia tidak mampu memerankan

fungsi manajemen dengan baik. Penelitian

Mularso menemukan bahwa kegiatan

supervisi lebih banyak pada kegiatan

“pengawasan” bukan pada kegiatan

bimbingan, observasi dan menilai.

Supervisi yang diterapkan dengan tepat

akan menyebabkan perasaan puas pada

perawat dikarenakan merasa diterima,

dihargai, dan dilibatkan sehingga akan

muncul komitmen pada organisasi untuk

senantiasa meningkatkan pelayanan

keperawatan (Wibowo, 2008).

Studi pendahuluan di RSUD Tugurejo

Propinsi Jawa Tengah terhadap 3 kepala

Page 29: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

25

ruang sebagai supervisor ruangan bahwa

dalam melakukan supervisi dilakukan

dengan situasional, cenderung bersifat

pengawasan, minim kegiatan yang bersifat

bimbingan, pengarahan, dan memberikan

umpan balik dengan baik. Pihak manajerial

sudah mengupayakan perbaikan, baik

dalam bentuk pelatihan ataupun arahan

pada saat rapat rutin bidang keperawatan,

tetapi pada pelaksanaanya belum sesuai

dengan fungsi supervisi sebagaimana

mestinya. Model supervisi diantaranya

adalah model psikoanalitik, model

psycodinamik sistem, model kadushin,

model proctor, model peplau dan model

reflektif. Dari beberapa model tersebut,

supervisi model reflektif dapat

memaksimalkan kekuatan dalam

lingkungan kerja melalui konsep hubungan

yang sejajar dan bersifat dukungan dan

kolaboratif antara supervisor dengan

perawat (Dharma A., 2004).

Supervisi model reflektif dilakukan

dengan cara mengarahkan dengan ilmiah

dari peristiwa, situasi, kondisi dan

tindakan yang terjadi di klinis. Supervisi

reflektif bertujuan agar perawat dapat

memberikan suatu input untuk

meningkatkan pelayanan keperawatan

kearah yang lebih baik. Beberapa

penelitian menyatakan supervisi model

reflektif ini dapat mempengaruhi perilaku

keselamatan pasien, mampu

mempengaruhi tingkat stres perawat

dengan berbagi pengalaman klinis dan

mendorong untuk mengembangkan

kemampuan dan perbaikan lebih lanjut

pada staf, dan mampu mempengaruhi

kesehatan mental tenaga kesehatan.

Melalui supervisi yang bersifat reflektif,

diharapkan kepala ruang sebagai low

manajer dapat melaksanakan supervisi

sebagai salah satu fungsi dalam

manajemen agar dapat meningkatkan

kepuasan kerja perawat.

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Quasi

Experiment (eksperimen semu)

dengan rancangan pre-post-test with

control group design yaitu terdapat

dua kelompok yang dipilih sebagai

objek penelitian. Kelompok pertama

mendapat intervensi dan kelompok

kedua tidak mendapat intervensi.

Kelompok kedua ini digunakan

sebagai kelompok pembanding.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat

pengaruh supervisi reflektif terhadap

kepuasan kerja perawat dengan

membandingkan kelompok intervensi

yang melaksanakan supervisi model

reflektif dan kontrol yang tidak

melakukan supervisi model reflektif.

Pengukuran akhir dilakukan setelah

dilaksanakan supervisi model reflektif.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas

obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.76

Adapun populasi

yang akan diteliti adalah seluruh

perawat di RSUD Tugurejo

Provinsi Jawa Tengah yang

berjumlah 413 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Sampel

Page 30: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

26

dalam penelitian diambil dari

sebagian populasi yaitu perawat di

RSUD Tugurejo Provinsi Jawa

Tengah.

Rumus besar sampel sebagai berikut :

Keterangan :

n1=n2 = besar sampel minimum

Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu (1,96)

2 = harga varians di populasi 100% ( 0,100)

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir 5% (0,05)

n1= n2 = 30,7 di bulatkan menjadi 31

Berdasarkan penghitungan

rumus, maka sampel yang

dibutuhkan adalah 31

responden, namun akan

ditambahkan 10% untuk

partisipasi adanya droup out

sehingga 31 + 3 = 34

responden. Jadi responden

untuk kelompok intervensi dan

kontrol adalah 34 responden,

sehingga total sampel yang

dibutuhkan adalah 68

responden.

Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling

yaitu penentuan sampel

berdasarkan kriteria yang

ditetapkan oleh peneliti.

Populasi memiliki kesempatan

yang sama untuk dilakukan

penelitian yang memenuhi

Page 31: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

27

kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel penelitian

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL

Hasil penelitian yang telah

dilaksanakan pada tanggal 12 Mei

2017 sampai dengan 3 Juli 2017 di

RSUD Tugurejo Provinsi Jawa

Tengah di Semarang dan RSUD Dr.

Moewardi Provinsi Jawa Tengah di

Surakarta. Penelitian menggunakan 3

(tiga) ruang kelompok intervensi dan

2 (dua) ruang kelompok kontrol,

dengan perincian ruangan yang

dijadikan kelompok intervensi yaitu

Kenanga ( Kelas 1), Nusa Indah

(VIP), dan Dahlia 1 (Kelas 3),

sedangkan ruang yang dijadikan

kelompok kontrol yaitu Mawar 2 dan

Melati 3. Terdapat 5 kepala ruang dan

68 perawat yang dilibatkan dalam

pelatihan dengan perincian 3 kepala

ruang dan 34 perawat sebagai

kelompok intervensi serta2 kepala

ruang dan 34 perawat sebagai

kelompok kontrol.

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada

penelitian ini meliputi umur, jenis

kelamin, status pernikahan,

tingkat pendidikan dan masa

kerja. Karakteristik responden ini

diolah secara statistik yang

disajikan sesuai jenis data yang

diperoleh, yaitu data kategori

terdiri usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status pernikahan dan

masa kerja.

Jenis kelamin pada kelompok

intervensi perempuan sebanyak

22 orang (64,7%) dan laki-laki

sebanyak 12 orang (35,3%)

sementara responden kelompok

kontrol perempuan sebanyak 21

orang (61,8%) dan laki-laki

sebanyak 13 orang (38,2%), hasil

uji kesetaraan adalah 0,801

dengan makna tidak ada beda.

Tingkat pendidikan responden

kelompok intervensi sama besar

antara S1 dan DIII Keperawatan,

masing-masing 17 orang (50,0%),

sementara responden kelompok

kontrol sebagian besar adalah D

III Keperawatan yaitu 22 orang

(64,7%) dan S1 Keperawatan 12

orang (35,3%) dengan nilai p

value 0,220. Status perkawinan

pada kelompok intervensi

sebagian besar responden dalam

kategori kawin yaitu sebanyak 26

orang (76,5%) dan yang belum

kawin sebanyak 8 orang (23,5%),

responden kelompok kontrol yaitu

kawin sebanyak 27 orang (79,4%)

dan yang belum kawin sebanyak

7 orang (20,6%) sementara nilai p

value adalah 0,770 dengan makna

tidak ada beda.

Nilai mean kepuasan kerja

sebelum dilakukan intervensi

pada kelompok intervensi adalah

82,65 dan pada kelompok kontrol

adalah 113,03. Analisis

menggunakan uji tidak

berpasangan, hasil uji normalitas

tidak berdistribusi normal,

sehingga analisis data

menggunakan Man Whitney.

Hasil analisis didapatkan nilai p

sebesar < 0,001; artinya bahwa

terdapat perbedaan kepuasan

kerja perawat sebelum intervensi

Page 32: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

28

antara kelompok eksperimen

dengan kelompok kontrol.

Nilai mean kepuasan kerja

responden setelah intervensi pada

kelompok intervensi adalah

158,67 dan pada kelompok

kontrol adalah 114,79. Hasil uji

Man Whitney didapatkan nilai p

sebesar < 0,001; artinya bahwa

terdapat perbedaan kepuasan

kerja perawat setelah intervensi

antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol. Hasil

nilai mean kelompok intervensi

lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok kontrol, artinya

kepuasan kerja pada kelompok

intervensi menunjukkan ada

peningkatan bermakna.

Setelah dilakukan uji

kenormalan pada kelompok

intervensi ditemukan data

berdistribusi normal sehingga

analisis data yang digunakan

adalah Paired Sample t Test.

Hasil analisis didapatkan nilai

mean kepuasan kerja perawat

pada kelompok intervensi

sebelum dilakukan intervensi

adalah 82,65 dan setelah

intervensi adalah 158,67. Hasil

Paired Sampel t Test didapatkan

nilai p sebesar < 0,001; artinya

bahwa terbukti setelah intervensi

supervisi Model Reflektif

berpengaruh terhadap kepuasan

kerja perawat pada kelompok

intervensi.

Nilai kepuasan kerja sebelum

dan sesudah intervensi pada

kelompok intervensi selisih nilai

mean adalah 76,02 dengan nilai

SD 15,30; nilai minimal 36 dan

nilai maksimal 91. Pada

kelompok kontrol selisih mean

adalah 1,76; nilai SD 2,74; nilai

minimal 1 dan nilai maksimal 8.

Uji kenormalan ditemukan data

berdistribusi tidak normal

sehingga analisis data yang

digunakan adalah Mann Whitney

Test. Hasil uji beda dengan Mann

Whitney Test didapatkan nilai p

value sebesar < 0,001; artinya

bahwa pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol setelah

diberikan intervensi terdapat

perbedaan yang bermakna.

Supervisi model reflektif terbukti

mempengaruhi dan meningkatkan

kepuasan kerja perawat pada

kelompok intervensi.

2. PEMBAHASAN

Pembahasan yang meliputi

interprestasi hasil dari penelitian dan

keterbatasan penelitian yang telah

dilakukan. Interpretasi hasil penelitian

dilakukan dengan membandingkan

hasil penelitian dengan tinjauan

pustaka serta hasil-hasil penelitian

yang relevan.Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh supervisi

kepala ruang model reflektif terhadap

terhadap kepuasan kerja perawat di

RSUD Tugurejo Provinsi Jawa

Tengah.

a. Gambaran Karakteristik

Responden

Karakteristik responden dalam

penelitian ini terdiri dari umur,

masa kerja, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan status

perkawinan. Penelitian ini

menggunakan uji homogenitas

untuk mengetahui kesetaraan

responden antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

Page 33: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

29

Uji kesetaraan karakteristik umur

responden menemukan bahwa

nilai mean umur responden pada

kelompok intervensi adalah 30,15

dan pada kelompok kontrol adalah

31,20; hasil uji kesetaraan dua

kelompok dengan Mann Whitney

didapatkan hasil p value sebesar

0,975 yang artinya tidak terdapat

perbedaan karakteristik umur pada

homogenitas kedua kelompok. Uji

kesetaraan karakteristik masa kerja

pada kelompok eksperimen

didapatkan nilai mean adalah 5,06

dan kelompok kontrol adalah 5,83;

hasil uji beda kedua kelompok

didapatkan nilai p value 0,774

(tidak ada perbedaan). Uji

kesetaraan karakteristik jenis

kelamin didapatkan hasil uji

kesetaraan dengan chi square test

didapatkan nilai p value 0,801

dimana artinya pada kedua

kelompok tidak ada perbedaan

karakteristik jenis kelamin.

Karakteristik tingkat pendidikan

responden kedua kelompok

dengan uji kesetaraan

menggunakan uji chi squre test

didapatkan hasil p value sebesar

0,220 artinya tidak ada perbedaan

karakteristik tingkat pendidikan

pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Karakteristik

status perkawinan responden pada

kelompok intervensi dan

kelompok kontrol didapatlan hasil

uji kesetaraan p value sebesar

0,770; artinya tidak terdapat

perbedaan pada karakteristik

tingkat pendidikan kedua

kelompok. Hasil penelitian ini

didapatkan kesimpulan tidak

terdapat perbedaan pada

karakteristik umur, masa kerja,

jenis kelamin, tingkat pendidikan,

dan status perkawinan antara

kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Homogenitas

karakteristik kedua kelompok agar

tidak mempengaruhi kepuasan

kerja pada masing- masing

kelompok tersebut.

b. Perbedaan Kepuasan Kerja

Perawat Pada Kelompok

Intervensi dan Kontrol Sebelum

dan Setelah Kelompok

Intervensi Dilakukan Supervisi

Model Reflektif.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kepuasan

kerja pada kelompok intervensi

sebelum dilakukan supervisi

model reflektif didapatkan nilai

mean sebesar 82,65; dengan nilai

minimal 52 dan nilai tertinggi 135,

serta nilai standar deviasi 20,46.

Pada kelompok kontrol sebelum

dilakukan intervensi (pada

kelompok kontrol) nilai mean

113,03; dengan nilai mean

minimal 66 dan maksimal 135,

serta nilai standar deviasi sebesar

20,73. Hasil uji tidak berpasangan

penelitian dengan menggunakan

uji Man Whitney didapatkan nilai

p sebesar < 0,001; artinya bahwa

terdapat perbedaan kepuasan kerja

perawat sebelum intervensi antara

kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol.

c. Pengaruh Supervisi Model

Reflektif Terhadap Kepuasan

Kerja Perawat Pada Kelompok

Intervensi

Penelitian ini menghasilkan

data bahwa ada perbedaan yang

bermakna antara kepuasan kerja

Page 34: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

30

perawat setelah dilakukan

intervensi berupa supervisi model

reflektif pada kelompok intervensi.

Hasil uji beda antara kepuasan

kerja pada kelompok eksperimen

sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi berupa supervisi model

reflektif didapatkan nilai mean

sebesar 76,02. Hasil Paired

Sampel t Test didapatkan nilai p

sebesar < 0,001; artinya bahwa

terdapat perbedaan kepuasan kerja

perawat sebelum dan setelah

intervensi pada kelompok

eksperimen.

SIMPULAN

Sesuai dengan tujuan penelitian yang

telah ditetapkan, maka penelitian ini dapat

mengambil simpulan, yaitu sebagai berikut

:

1. Terdapat perbedaan kepuasan kerja

pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrolpada saat sebelum

dan sesudah intervensi supervisi

model reflektif.

2. Hasil Paired Sampel t Test didapatkan

nilai p sebesar <0,001 artinya hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa

supervisi kepala ruang dengan model

reflektif terbukti mempengaruhi

kepuasan kerja perawat

UCAPAN TERIMAKASIH

1. Direktur RSUD Tugurejo Semarang

beserta Staf dan Perawat

2. Ketua Stikes Muhammadiyah Kendal

beserta Staf dan Karyawan

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Y. Perencanaan SDM Rumah Sakit

Teori, Metoda dan Formula. Depok:

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan,

Fakultas Kesehatan Masyarakat,

2004.

Kementerian Kesehatan republik

Indonesia. Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2014. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesiahttp://www.kemkes.go.id

(2015).

RSUD Tugurejo Provinsi Jawa tengah.

Data Keperawatan Rumah Sakit

Umum daerah Tugurejo Provinsi

Jawa Tengah. 2016.

Wijono D. Manajemen Mutu Pelayanan

Kesehatan. Cetakan II. Surabaya:

Airlangga University Press, 2000.

Handoko TH. Manajemen Personalia dan

Sumberdaya Manusia (Edisi 2). edisi

2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,

2008.

Mangkunegara AAAP. Manajemen

sumber daya manusia perusahaan.

Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.

Baumann A. Positive Practice

Environment: Quality Workplaces =

Quality Patient Care, Information

and Action Tool Kit. International

Council of Nurses, 2007.

Wuryanto E. Hubungan Lingkungan Kerja

dan Karakteristik Individu dengan

Kepuasan Kerja Perawat di Rumah

Sakit Umum Daerah Tugurejo

Page 35: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

31

Semarang. Universitas Indonesia,

2010.

Mayasari A. Analisis Pengaruh Persepsi

Faktor Manajemen Keperawatan

terhadap Tingkat Kepuasan Kerja

Perawat di Ruang Rawat Inap

RSUD Kota Semarang. Universitas

Diponegorohttp://eprints.undip.ac.id/

16282/ (2009, accessed 3 May 2017.

Deloach R, Monroe J. Job Satisfaction

Among Hospice Workers: What

Managers Need to Know. Health

Care Manag (Frederick) 2004; 23:

209–219.

Cortese CC. Job satisfaction of Italian

nurses: an exploratory study. J Nurs

Manag 2007; 15: 303–312.

Supratman, Sudaryanto A. Model-Model

Supervisi Keperawatan Klinik. Ber

Ilmu Keperawatan 2008; 1: 193–

196.

Mularso. Supervisi keperawatan di RSUD

Dr. Abdul Aziz SIngkawang.

Universitas

GadjahMadahttp://etd.repository.ug

m.ac.id/index.php?mod=penelitian_d

etail&sub= Penelitian

Detail&act=view&typ=html&buku_i

d=34812 (2007, accessed 3 May

2017).

American Nurse Association, National

Council of State Boards of Nursing.

Joint Statement on Delegation. Am

Nurses Assoc. 2005.

Keliat BA. Model Praktik Keperawatan

Profesional Jiwa. Jakarta EGC.

2009.

Yulita Y. Pengaruh Supervisi Model

Reflekstif Interaktif terhadap

Perilaku Keselamatan Perawat pada

Bahaya Agen Biologik di RSUD

Provinsi Kepulauan Riau Tanjung

Uban. Universitas Indonesia, 2013.

Rusmegawati. Pengaruh Supervisi

Reflektif Interaktif Terhadap

Keterampilan Berfikir Kritis

Perawat dalam Melaksanakan

Asuhan Keperawatan di IRNA RS.

Dr. H. M Ansari Saleh Banjarmasin.

Universitas Indonesia, 2011.

Rivai V. Manajemen sumber daya

manusia untuk perusahaan : dari

teori ke praktik. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Dariyo A. Psikologi Perkembangan

Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo,

2003.

Siagian SP. Manajemen sumber daya

manusia. Edisi 1, Cetakan 19.

Jakarta: Bumi aksara, 2011.

Hasibuan M. Manajemen Sumber Daya

Manusia: pengertian dasar,

pengertian, dan masalah. Jakarta:

Toko Gunung Agung, 2001.

Wibowo. Manajemen Kinerja. jakarta:

Rajawali Pers, 2008.

Astuty M. Hubungan Pelaksanaan Fungsi

Pengarahan Kepala Ruangan

dengan Kepuasan Kerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Haji

Jakarta. Universitas Indonesia,

2011.

Page 36: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

32

Gillies DA. Nursing management : a

systems approach. 3rd edition.

Philadelphia: Saunders, 1994.

Nursalam. Manajemen Keperawatan:

aplikasi dalam praktik keperawatan

profesional. Edisi 3. Jakarta:

Salemba Medika, 2011.

Suarly, Bahtiar Y. Manajemen

Keperawatan: Dengan Pendekatan

Praktis. Jakarta: Erlangga, 2009.

Dharma A. Manajemen Supervisi

(petunjuk praktis bagi para

supervisor). edisi 6. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Suyanto. Mengenal kepemimpinan dan

manajemen keperawatan di Rumah

Sakit. Yogyakarta: Mitra Cendekia

Jogjakarta, 2009.

Sugiharto AS. Manajemen Keperawatan :

Aplikasi MPKP di rumah sakit.

Cetakan 1. Jakarta: EGC, 2012.

Nasir A, Muhith A, Ideputri ME. Buku

ajar metodologi penelitian

kesehatan. Cetakan 1. Yogyakarta:

Nuha Medika, 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R&amp;D. Cetakan

13. Bandung: Alfabeta, 2011.

Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian

Kesehatan. 2010; 243.

Arikunto S. Prosedur Penelitian: suatu

pendekatan praktik. Edisi Revi.

Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Nursalam., Salemba Medika. Konsep dan

penerapan metodologi penelitian

ilmu keperawatan : pedoman skripsi,

tesis, dan instrumen penelitian

keperawatan. Ed. 2. Jakarta:

Salemba Medika, 2008.

Asegid A, Belachew T, Yimam E. Factors

Influencing Job Satisfaction and

Anticipated Turnover among Nurses

in Sidama Zone Public Health

Facilities , South Ethiopia. Nurs Res

Pract; 2014. Epub ahead of print

2014. DOI: 10.1155/2014/909768.

Page 37: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

33

ANALISIS CARA PENANGANAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI

SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI POLIKLINIK UROLOGI

RSUD DR M YUNUS BENGKULU

Liza Fitri Lina1, Ferasinta2, Eva Oktavidiati3, Dwi Puji Lestari4

1, 2, 3, 4 Prodi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Email: [email protected]

ABSTRAK

Infeksi saluran kemih merupakan suatu keadaan patologis yang sudah sangat lama

dikenal dan dapat di jumpai di berbagai pelayanan kesehatan primer sampai sub spesialistik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kejadian infeksi saluran kemih pada pasien

di poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu. Desain penelitian yang digunakan

adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian informan pada penelitian

ini menggunakan teknik “Purposive Sampling”. Sumber informasi pada penelitian ini adalah

pasienyang berkunjung di poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu yang sudah

menikah dan data dari rekam medic poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu

sebanyak 5 pasien. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Hasil

penelitian ini diperoleh tema yaitu aspek penanganan. Dalam aspek penanganan, pasien

telah melakukan pemeriksaan dipoliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu dan telah

menjalankan pengobatan sehingga sudah merasa sehat. Kesimpulan yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah; Informan sedikit memahami tentang infeksi saluran kemih, seluruh

informan baru pertama kali mengalami penyakit infeksi saluran kemih.

Kata Kunci : Infeksi Saluran Kemih, Penanganan

Page 38: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

34

ABSTRACT

Urinary tract infection is a pathological condition that has been very long known

and can be found in various primary health care to subspesialistik. The purpose of this study

is to analyze the handling aspect with urinary tract infections in patients in urology clinic

RSUD Dr.. M Yunus Bengkulu. The research design used was qualitative with descriptive

approach. Informant research method in this research using technique "Purposive Sampling".

The source of information in this study is the patients who visited the urology clinic RSUD

Dr.. M Yunus Bengkulu who is married and data from medical record of urology clinic

RSUD Dr. M Yunus Bengkulu as many as 5 patients. The data collection using in-depth

interview technique. The results of this study obtained by 2 theme that is handling aspect. In

the handling aspect, the patient has done the examination in urology clinic of RSUD Dr. M

Yunus Bengkulu and has run the treatment so that it is feeling healthy. The conclusions

obtained in this study are; Informants understand little about urinary tract infections, all

new informants first experience urinary tract infections.

Keywords : handling, urinary track infection

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan

salah satu masalah kesehatan yang paling

sering terjadi. American Urology

Assocition (2016) menyatakan bahwa

insiden infeksi saluran kemih diperkirakan

150 juta penduduk dunia pertahun. Infeksi

saluran kemih di Amerika Serikat

mencapai lebih dari 7 juta kunjungan

setiap tahunnya. Kurang lebih 15% dari

semua antibiotik yang diresepkan untuk

masyarakat Amerika Serikat diberikan

kepada penderita infeksi saluran kemih

dan beberapa negara Eropa menunjukkan

data yang sama. (Mosesa, dkk, 2017).

Menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2014, diperkirakan jumlah

penderita penyakit infeksi saluran kemih di

Indonesia mencapai 90-100 kasus per

100.000 penduduk per tahunnya atau

sekitar 180.000 kasus baru per tahunnya

(Darsono, dkk, 2016). Infeksi saluran

kemih adalah infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme patogen yang naik dari

uretra ke kandung kemih dan berkembang

biak serta meningkat jumlahnya sehingga

menyebabkan infeksi pada ureter dan

ginjal. Menurut WHO, Infeksi saluran

kemih (ISK) adalah penyakit infeksi kedua

tersering pada tubuh sesudah infeksi

saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta

kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga

lebih sering dijumpai pada wanita dari pada

laki-laki (Safitri, 2013). Ditambahkan oleh

(Hooton, 2012), infeksi saluran kemih

merupakan suatu keadaan patologis yang

sudah sangat lama dikenal dan dapat

dijumpai diberbagai pelayanan kesehatan

primer sampai subspesialistik. Infeksi ini

juga merupakan penyakit infeksi bakterial

tersering yang didapat pada praktik umum

dan bertanggung jawab terhadap

morbiditas khususnya pada wanita dalam

kelompok usia seksual aktif.

Berdasarkan data Rekam Medik di

poliklinik urologi RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu pada tahun 2016 tercatat 84

pasien infeksi saluran kemih, sedangkan

pada tahun 2017 tercatat 106 pasien infeksi

saluran kemih. Sedangkan, di beberapa

Page 39: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

35

rumah sakit lain jumlah pasien infeksi

saluran kemih tercatat lebih sedikit,

misalnya seperti di poliklinik penyakit

dalam Rumah Sakit Bhayangkara TK III

Bengkulu tercatat pada tahun 2016

sebanyak 71 pasien dan pada tahun 2017

sebanyak 97 pasien. Oleh karena itu dalam

penelitian ini, penelitian akan dilakukan di

poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus

Bengkulu. Infeksi saluran kemih menjadi

salah satu penyakit infeksi yang dapat

membahayakan kesehatan manusia bahkan

dapat berujung kepada kematian. Oleh

karena itu, berdasarkan uraian di atas,

penulis berkeinginan untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Analisis cara

penanganan dengan kejadian infeksi

saluran kemih pada pasien di poliklinik

urologi RSUD Dr. M Yunus Kota

Bengkulu”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Sumber informasi pada

penelitian ini adalah pasien yang

berkunjung di poli klinik urologi RSUD

Dr. M Yunus Bengkulu yang sudah

menikah dan data dari rekam medik poli

klinik urologi RSUD Dr. M Yunus

Bengkulu sebanyak 5 pasien.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pada aspek penanganan, pasien telah

melakukan pemeriksaan di poli klinik

urologi RSUD Dr. M Yunus Bengkulu dan

telah menjalankan pengobatan sehingga

sudah merasa sehat.

Pembahasan

Aspek Penanganan

a. Pemeriksaan

Diagnosa infeksi saluran kemih

diketahui setelah melakukan tes urine.

Tes urine merupakan salah satu cara

untuk mengetahui penyakit seseorang

termasuk adanya infeksi saluran kemih.

Suharyanto dan Madjid (2013)

menyatakan bahwa pemeriksaan

diagnostic infeksi saluran kemih adalah

kultur urine, yaitu untuk menentukan

criteria infeksi. Hitung koloni: sekitar

100.000 CFU permilimeter urine dari

urine tampung aliran tengah. Adanya

bakteri dalam specimen yang

dikumpulkan melalui aspirasi jarum

supra pubik kedalam kandung kemih.

Dalam penelitian ini seluruh pasien

menyatakan bahwa telah melakukan tes

urine.

b. Pengobatan

Setelah terdiagnosa terinfeksi

saluran kemih, informan sudah

mendapatkan pengobatan dan kondisi

saat ini sudah membaik. Ada beberapa

metode pengobatan infeksi saluran

kemih yang lazim dipakai, yaitu:

pengobatan dosis tunggal (obat

diberikan satu kali), pengobatan jangka

pendek (1-2 minggu), pengobatan

jangka panjang (3-4 minggu), dan

pengobatan profilaktik (1 kali sehari

dalam waktu 3– 6 bulan).

Obat tersebut merupakan obat

untuk membebaskan saluran kemih dari

bakteri dan mencegah atau

mengendalikan infeksi berulang. Ada

berbagai macam obat yang

diberikan,salah satunya adalah

antibiotik. Dalam pendekatan klinis

pengobatan infeksi saluran kemih,

pemilihan antibiotik adalah hal penting.

Antibiotik yang sering digunakan

adalah ampisilin, trimetoprim-

sulfametoksasol, kloramfenikol,

sefotaksim, dan amikasim (Suharyanto

Page 40: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811

e-ISSN 2656-825x

36

dan Madjid,2013). Di dalam penelitian

ini diperoleh informasi bahwa seluruh

informan sudah menjalani pengobatan

dan sudah merasa lebih baik. Hal ini

mengindikasikan bahwa pasien patuh

terhadap pengobatan dan obat yang

diberikan juga merupakan obat yang

tepat.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dalam

penelitian ini terdapat aspek penanganan,

pasien telah melakukan pemeriksaan di

poliklinik urologi RSUD Dr. M Yunus

Bengkulu dan telah menjalankan

pengobatan sehingga sudah merasa sehat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu

terwujudnya penelitian ini :

1. Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan, Universitas

Muhammadiyah Bengkulu

2. Pihak RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu

DAFTAR PUSTAKA

Darsono, V.P., Mahdiyah, D. dan Sari. M.

2016. Gambaran Karakteristik ibu

hamil yang mengalami infeksi

saluran kemih (ISK) di wilayah

kerja Puskesmas Pekauman

Banjarmasin. Jurnal Dinamika

Kesehaan Vol. No.1 Juli 2016.

Hooton, T.M. 2012. Uncomplicated

Urinary Tract Infection. The New

England Journal of medicine vol

366: 1028-37.

Lestari, T. 2014. Kumpulan teori untuk

kajian pustaka penelitian

kesehatan. Yogyakarta : Nuha

medika.

Rowe, A.T dan Mehta, J.M. 2014.

Diagnosis and Management of

Urinary Tract Infection in Older

Adults. [Online], vol.28(1):75-89.

Dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov. [8

Agustus 2017].

Safitri. N. 2013. Infeksi Saluran Kemih.

Http://www.alodokter.com/infeksi-

saluran kemih/gejala. Diakses

tanggal 03 Juni 2017.

Saleh, R.F, Othman R.S, Omar, K.A.

2016. The Relationship between

urinary tract infection and low

water intake and excessive

consuming of fizzy drink.

International Journal Of Medicine

Research vol 1; issue 2 page 54-56.

Setiati. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Buku

Ajar Edisi VI Jilid II. Jakarta Barat

: Interna Publishing.

Smeltzer, SC dan Bare, BG. 2008.

Textbook of Medical-Surgical

Nursing, 8th ed, Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Suharyanto, T dan Abdul Madjid. 2013.

Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan gangguan sistem

perkemihan. Jakarta: Trans Info

Media.

Page 41: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

37

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI

RUANG KENANGA RSUD dr. H. SOEWONDO KENDAL

Dwi Nurahayu1, Sulastri

2

1, 2 STIKES Muhammadiyah Kendal

Email : [email protected]

ABSTRAK

Perilaku caring perawat adalah tindakan peduli perawat terhadap pasien untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan

antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi

katarak di ruang Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Metode penelitian ini adalah

analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60

responden yakni pasien pre operasi katarak dengan rentang usia 50-60 tahun. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Pengumpulan data

menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety dan Caring Behaviour

Assessment Tool. Hasil analisa univariat menunjukan bahwa 66,7 % perilaku caring

perawat masih pada kategori rendah dan 55 % tingkat kecemasan pasien preoperasi

dalam kategori normal. Analisa bivariate menunjukan nilai p-value adalah 0,001 (p <

0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara

perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi katarak di

ruang Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Berdasarkan hasil penelitian, maka

disarankan Rumah Sakit meningkatkan caring perawat sehingga pasien yang akan

operasi mampu menurunkan kecemasannya, melalui pengadaan peraturan caring,

disiplin waktu, dan sangsi bagi perawat yang memiliki perilaku caring yang rendah.

Kata Kunci : Perilaku Caring Perawat, Tingkat Kecemasan, Pre Operasi Katarak

Page 42: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

38

ABSTRACT

The caring behavior of nurses is the nurse's care to the patient to meet their

basic needs. The purpose of this study to determine the relationship between caring

behavior of nurses with anxiety levels in patients pre cataract surgery in the room

Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. This research method is analytical with Cross

Sectional approach. The sample in this study were 60 respondents ie patients pere

cataract surgery with age range 50-60 years. The sampling technique in this research

was accidental sampling. The data were collected using the Hamilton Rating Scale for

Anxiety and Caring Behavior Assessment Tool questionnaires. The result of univariate

analysis showed that 66,7% caring behavior of nurse was still in low category and 55%

preoperative patient anxiety level in normal category.The bivariate analysiss how

sthep-valueis0.001(p <0.05). So it can be concluded that there is a significant

relationship between the behavior of caring nurses with anxiety level in patients pre

cataract surgery in the room Kenanga RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Based on the

results of the study, it is suggested Hospital improves caring nurses so that patients who

will be able to reduce surgery anxiety, through the provision of caring rules, time

discipline, and sanctions for nurses who have low caring behavior.

Keywords : Nurse caring Behavior, Anxiety Level, Pre Cataract Surgery

PENDAHULUAN

Katarak merupakan kekeruhan lensa

mata yang timbul karena adanya

gangguan metabolisme pada lensa. Hal

ini mengakibatkan gangguan refraksi

cahaya ke dalam retina. Masyarakat di

daerah tropis sangat berisiko mengalami

katarak karena paparan sinar ultra violet

yang lebih banyak dari pada daerah sub

tropis (Ilyas, 2014). Kecemasan adalah

kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar, yang berkaitan dengan

perasaan tidak pasti dan tidak berdaya

(Stuart, 2013). Kecemasan dapat

menyebabkan respon kognitif,

psikomotor, dan fisiologis yang tidak

nyaman, misalnya sulit berpikir logis,

peningkatan aktivitas motorikagitasi,

dan peningkatan tanda-tanda vital

(Videbeck,2013). WHO memperkirakan

jumlah ada 285 juta orang yang

mengalami gangguan penglihatan di

dunia,dimana 39 juta mengalami

kebutaan dan 246 juta memiliki low

vision. Terlepas dari kemajuan dalam

teknik bedah di banyak negara selama

sepuluh tahun terakhir, penyebab utama

gangguan penglihatan di seluruh dunia

adalah katarak (51%), glaukoma (8%),

AMD (5%), kebutaan pada anak dan

kornea opacitiy (4%), kesalahan-

refraktivedikoreksi dan trakoma (3%),

dan diabetik retinopathy (1%), idiopatik

(21%) (Kemenkes RI, 2014). Prevalensi

katarak hasil pemeriksaan petugas

enumerator dalam Riskesdas 2013

adalah sebesar 1,8%, Prevalensi katarak

tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%)

diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali

(2,7%). Prevalensi katarak terendah

Page 43: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

39

ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti

Sulawesi Barat (1,1%). Masih banyak

penderita katarak yang tidak

mengetahui jika menderita katarak. Hal

ini terlihat dari tiga terbanyak.

Alasan penderita katarak belum operasi

hasil Riskesdas 2013 yaitu 51,6%

karena tidak mengetahui menderita

katarak, 11,6% karena tidak mampu

membiayai dan 8,1% karena takut

operasi. Di Jawa Barat prevalensi

penderita katarak sebesar 1,5% dari

jumlah penduduk Jawa Barat

(Kemenkes RI, 2014). Satu-satunya

terapi untuk penderita katarak adalah

pembedahan yang bertujuan untuk

memperbaiki visus atau tajam

penglihatan. Pembedahan katarak

dilakukan dengan mengambil lensa

mata yang terkena katarak kemudian

diganti dengan lensa implan atau Intra

Okuler Lens (IOL). Sebanyak lebih dari

90% operasi katarak berhasil dengan

perbaikan fungsi penglihatan yang

dinyatakan dengan perbaikan visus

pasien pasca operasi. Sebagian besar

pasien mencapai visus kategori baik

yaitu 6/18-6/6 setelah empat sampai

delapan minggu (Kusuma, 2013).

Pembedahan atau operasi katarak

merupakan salah satu stressor bagi

pasien penderita katarak. Sebagaimana

disampaikan Hawari (2013) yang

menyatakan bahwa prosedur

pembedahan merupakan salah satu

stressor bagi individu yang akan

menjalaninya. Dari tinjauan

keperawatan jiwa tindakan operasi

menimbulkan krisis situasi yaitu

gangguan internal yang ditimbulkan

oleh peristiwa yang menegangkan,

mengancam dan meningkatkan

kecemasan. Menurut Long (2014),

tindakan operasi adalah salah satu

bentuk terapi yang dapat merupakan

ancaman, baik potensial maupun aktual

terhadap tubuh, integritas dan jiwa

seseorang yang dapat mencetuskan

kecemasan pada diri pasien. Perilaku

yang harus ditunjukan oleh perawat

ketika melakukan proses asuhan

keperawatan adalah caring. Caring

merupakan salah satu bentuk pelayanan

yang didalamnya terdiri dari kasih

sayang, keramahan, dan suatu

pendekatan yang dinamis dimana

perawat bekerja untuk lebih

meningkatkan kualitas dan kepedulian

kepada klien (Muhlisin dan Ichsan,

2013). Leininger (1981) menekankan

bahwa mengasuh (caring) adalah tema

sentral dari asuhan keperawatan serta

pengetahuan dan praktik keperawatan

(Tomey, 2013). Perilaku caring perawat

merupakan hal yang penting bagi pasien

sebagai pengguna jasa dalam pelayanan

keperawatan yang akanmembantu salah

satu proses dari kesembuhan pasien itu

sendiri (Suryani, 2012). Peran perawat

saat ini lebih banyak terlibat aktif dan

memusatkan diri pada tindakan cure

seperti caradiagnostic dan pengobatan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berkembang saat ini, menuntut

melakukan peran ganda dalam

menjalani tugas caring dan curing

(Motowidlo SJ, 2013). Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh Suryani, dkk (2011) dapat

disimpulkan bahwa faktor yang yang

berhubungan dengan persepsi pasien

terhadap perilaku caring perawat di unit

rawat inap umum di Rumah Sakit IMC

Page 44: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

40

Bintaro adalah kebutuhan caring dan

perilaku caring perawat. Faktor lainnya,

yakni karakteristik responden dan

penerimaan diri tidak memiliki

hubungan dengan persepsi pasien

terhadap perilaku caring.mengenai

persepsi pasien tentang perilaku caring

dalam pelayanan keperawatan

didapatkan bahwa pengetahuan perilaku

caring perawat menurut pasien adalah

perawat memberi perhatian lebih

kepada pasien dan keluarga dan

perilaku caring perawat yang dirasakan

pasien adalah perawat aktif bertanya,

berbicara lembut, memberi dukungan,

responsive, terampil dan menghargai

serta menjelaskan. Hasil penilitian lain

oleh Wahyuni (2008) mengenai perilaku

caring perawat di RS Haji Adam Malik

didapatkan sebanyak 58% pasien

menyatakan perawat berperilaku baik

dan 42% pasien menyatakan perawat

berperilaku cukup. Sedangkan menurut

penelitian yang dilakukan oleh Tati

Nurbiyati (2015) adalah persepsi pasien

tentang perilaku caring perawat dalam

pelayanan keperawatan di Ruang

Maranata I ini menghasilkan dua tema

yaitu pengetahuan perilaku caring

perawat menurut pasien adalah perawat

memberi perhatian lebih kepada pasien

dan diangggap keluarga, perilaku caring

perawat yang dirasakan pasien adalah

perawat aktif bertanya, berbicara

lembut, memberi dukungan, responsif,

terampil dan menghargai

sertamenjelaskan. Hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Yasmini (2015)

adalah terdapat hubungan antara caring

perawat dengan kepuasan paisien.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti

saat praktek klinik di ruang Kenanga

RSUD Dr. H. Soewondo Kendal,

didapatkan data perawatan pasien di

ruang Kenanga yaitu antara bulan

Januari-April 2017 sebanyak 680

pasien, dengan rata-rata jumlah pasien

sebanyak 170 pasien setiap bulan. Hasil

observasi melalui pengamatan peneliti,

ditemukan bahwa sebagian besar

perawat sudah menunjukkan sikap

caring dalam pelayanannya, perawat

tampak ramah dan terbuka kepada

pasien maupun keluarga, tetapi pasien

katarak di ruang Kenanga masih tampak

mengalami kecemasan. Hal ini

ditunjukkan dari 7 pasien terdapat 5

(71%) pasien katarak cemas dengan

tanda gelisah dan sering bertanya.

Sedangkan 2 (29%) pasien katarak tidak

cemas. Berdasarkan fenomena diatas

dan dari pengalaman peneliti saat

mengikuti praktek klinik, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Perilaku

Caring Perawat Dengan Tingkat

Kecemasan pada Pasien Pre Operasi

Katarak di Ruang Kenanga RSUD Dr.

H. Soewondo Kendal.” METODE

PENELITIAN Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif korelatif dengan

menggunakan pendekatan cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien preoperasi katarak

di Ruang Kenanga RSUD dr. H.

Soewondo Kendal. Teknik pengambilan

sampel menggunakan teknik accidental

sampling, dimana dalam penelitian ini

sampel terdiri dari 60 responden. Alat

pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan dua instrument uta yakni

kuesioner Hamilton Rating Scale for

Anxiety dan Caring Behaviour

Assessment Tool. Penelitian ini

Page 45: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

41

dilakukan pada tanggal 20 Desember –

20 Januari 2018 di Ruang Kenanga

RSUD dr. H. Soewondo Kendal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HasilPenelitian

Hasil penelitian dengan judul

“Hubungan Perilaku Caring Perawat

dengan Tingkat Kecemasan Pasien

Pre-Operasi Katarak di Ruang

Kenanga RSUD Dr.

H. Soewondo Kendal” yang

telah dilaksanakan terhitung

mulai tanggal 20 Desember

2017 - 20 Januari 2018 terdiri

dari analisis univariat dan

analisis bivariat. Hasil tersebut

akan diuraikan sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

a. Gambaran Perilaku Caring

Perawat di Ruang Kenanga

RSUD Dr. H. Soewondo

Kendal

Tabel 1.1

Distribusi Frekuensi Perilaku Caring Perawat di Ruang Kenanga RSUD dr.

H. Soewondo Kendal 2017 (n=60)

Perilaku Caring Perawat Jumlah Persentase

Rendah 40 66.7%

Tinggi 20 33.3%

Total 60 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Hasil analisa perilaku

caring perawat pada 60 responden

di Ruang Kenanga RSUD Dr. H.

Soewondo Kendal menujukan

perilaku caring perawat yang

rendah lebih banyak dibandingkan

yang tinggi, dimana 66,7 %

disebutkan memiliki perilaku caring

yang rendah dan hanya 33,3 % saja

yang memiliki perilaku caring yang

tinggi.

b. Gambaran Tingkat

Kecemasan Pasien

Pre-Operasi Katarak di

Ruang Kenanga

RSUD Dr. H.

SoewondoKendal

Table 1.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien

Pre Operasi Katarak di Ruang Kenanga RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

2018 (n=60)

Tingkat kecemasan Jumlah Persentase

Normal 33 55%

Page 46: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

42

Ringan 25 41.7%

Sedang 2 3.3%

Berat 0 0.0 %

Berat Sekali 0 0.0 %

Total 60 100%

Sumber data Primer, 2018

Hasil analisa peringkat kecemasan

pasien pre-operasi katarak pada 60

responden di Ruang Kenanga RSUD

Dr. H. Soewondo Kendal

menunjukan terdapat 55 % pasien

yang memiliki kecemasan normal,

41,7 % yang mengalami kecemasan

ringan dan hanya 3,3 % yang

memiliki kecemasan sedang, serta

tidak ada yang memiliki kecemasan

yang berat ataupun berat sekali.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan

terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi yaitu

Hubungan Perilaku Caring Perawat

dengan Tingkat Kecemasan pada

Pasien Pre Operasi Katarak di

Ruang Kenanga RSUD dr. H.

SoewondoKendal

Tabel 1.3 Distribusi Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat

Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Katarak di Ruang Kenanga RSUD dr. H.

Soewondo Kendal 2018(n=60)

Perilaku caring

Rendah Tinggi Total n % n % n %

Tingkat Normal 15 25 18 30 33 55 0,001

Kecemasan Rendah 24 40 1 1,7 25 41,7

Sedang 1 1,7 1 1,7 2 3,3

Berat 0 0 0 0 0 0

Berat

Sekali

0 0 0 0 0 0

Total 40 66,7 20 33,3 60 100

Sumber : Data Primer, 2018

Analisa bivariat merupakan

analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang saling berhubungan, yaitu

untuk mengetahui hubungan antara

perilaku caring dengan tingkat

kecemasan. Jenis analisa yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

uji chi square dengan tingkat

signifikansi 0,05. Setelah dilakukan

penghitungan ternyata terdapat 2 sel

(33,3%) yang nilai harapannya kurang

dari 5. Hal ini tidak memenuhi syarat

chi square. Untuk mengatasi

keterbatasan tersebut maka

Page 47: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

43

menggunakan uji alternatif

Kolmogorof-Smirnov Test. Dari tabel

5.3 menunjukkan bahwa sebanyak 15

pasien pre operasi katarak (32%)

dengan tingkat kecemasan normal dan

perilaku caring rendah, sedangkan 24

pasien pre operasi katarak (16%)

dengan tingkat kecemasan rendah

dengan perilaku caring perawat rendah.

Pasien pre operasi katarak yang

mengalami tingkat cemasan sedang

dengan perilaku caring rendag ada 1

orang (1,7 %). Terdapat 1 pasien pre

operasi katarak (4%) yang mengalami

tingkat kecemasan sedangdengan

perilaku caring tinggi.. Dari uji hipotesa

menunjukkan nilai p value 0,001 (p

value < 0,05) yang berarti Ha diterima.

Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara

perilaku caring perawat dengan tingkat

kecemasan pada pasien pre operasi

katarak di ruang Kenanga RSUD dr. H.

Soewondo Kendal.

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara

perilaku caring perawat dengan tingkat

kecemasan pada pasien pre operasi

katarak di ruang Kenanga RSUD dr.H.

Soewondo Kendal.

1.Gambaran Perilaku Caring Perawat

diRuang Kenanga RSUD Dr. H.

Soewondo Kendal Hasil penelitian

menunjukan bahwa perilaku caring

perawat di ruang Kenanga RSUDdr. H.

Soewondo sebagian besar 40 (66.7%)

responden mengatakan rendah. Hanya

20 (33.3%) responden yang mengatakan

perilaku caring perawat tinggi. Seorang

perawat harus dapat melayani pasien

dengan sepenuh hati. Sebagai seorang

perawat harus dapat memahami masalah

yang dihadapi oleh klien, selain itu

seorang perawat dapat berpenampilan

menarik. Untuk itu seorang perawat

memerlukan kemampuan untuk

memperhatikan orang lain, ketrampilan

intelektual, teknikal dan interpersonal

yang tercermin dalam perilaku caring

atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2013).

Caring sangatla h penting untuk

keperawatan. Caring adal ah fokus

pemersatu untuk praktek keperawatan.

Perilaku caring juga sangat penting

untuk tumbuh kembang, memperbaiki

dan meningkatkan kondisi atau cara

hidup manusia (Blais, 2013). Sehingga

seorang perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan harus

mencerminkan perilaku caring dalam

setiap tindakan. Maka kinerja perawat

khususnya pada perilaku caring menjadi

sangat penting dalam mempengaruhi

kualitas pelayanan dan kepuasan pasien

terutama di rumah sakit, dimana

kualitas pelayanan menjadi penentu

citra institusi pelayanan yang nantinya

akan dapat meningkatkan kepuasan

pasien dan mutu pelayanan (Potter &

Perry, 2013 ). Perilaku caring yang

tinggi sangat penting dalam

memberikan asuhan keperawatan

karena dapat meningkatkan mutu

asuhan keperawatan dan tercapainya

pelayanan kesehatan yang optimal,

sehingga kepuasan pasien maupun

keluarga dapat tercapai. Sesuai dengan

penelitian Abdul (2013) yang

didapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara

perilaku caring perawat dengan tingkat

Page 48: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

44

kepuasan pasien rawat inap rumah sakit.

Peneliti berpendapat bahwa perilaku

caring perawat yang dilakukan oleh

perawat dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya yaitu

kepribadian yang sudah melekat di

dalam diri perawat. Pernyataan tersebut

didukung oleh teori Watson (2013)

bahwa caring adalah suatu proses yang

disengaja yang membutuhkan kesadaran

diri, proses memilih, pengetahuan,

keterampilan khusus serta pertimbangan

waktu. Selain kepribadian, pengalaman

dan pembelajaran juga dapat

mempengaruhi terlaksananya perilaku

caring perawat, karena pembelajaran

melalui pendidikan dan pelatihan

merupakan sarana penting bagi perawat

dalam meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan khususnya dalam pemberian

asuhan keperawatan. Skovholt (2005)

dalam Kusmiran (2015) menyatakan

bahwa aspek hubungan interpersonal

caring meliputi pertukaran pengetahuan,

pengalaman, kesabaran, kejujuran, rasa

percaya, kerendahan hati, harapan

dankeberanian.

2. Gambaran Tingkat Kecemasan

Pasien Pre- Operasi Katarak di Ruang

Kenanga RSUD Dr. H.

SoewondoKendal Hasil penelitian

sebagian besar mengalami tingkat

kecemasan yang normal yakni 33 (55%)

responden, sedangkan sebagian lainnya

mengalami tingkat kecemasan ringan 25

(41%) responden dan sedang 2 (3.3%)

responden.

Kecemasan pasien adalah suatu

kekhawatiran yang dialami pasien

karena perawatan yang dialaminya di

rumah sakit. Tingkat kecemasan sedang

merupakan waktu yang optimal untuk

mengembangkan mekanisme strategi

koping pada pasien yang bersifat

konstuktif melakukan tindakan proses

keperawatan komunikasi terapeutik

tetap harus berpegang pada konsep

bahwa pasien adalah manusia yang

bersifat unik dan kompleks yang

dipengaruhi oleh faktor biopsikososial

dan spiritual. Banyaknya alasan yang

melatarbelakangi kecemasan pada

pasien rawat inap baik alasan yang

berupa : cemas menghadapi pembiusan,

takut mati saat operasi, cemas

menghadapi body image yang berupa

cacat yang akan menganggu fungsi

peran pasien, dan cemas masalah biaya

perawatan. Peneliti berpendapat bahwa

kecemasan ringan yang dialami

sebagian responden disebabkan karena

keparahan penyakit pasien yang tidak

terlalu berat dan biaya perawatan yang

sudah ditanggung oleh jaminan

kesehatan. Pernyataan tersebut

didukung oleh teori Morton (2013)

bahwa pernyataan mengenai isu seperti

situasi selama masa rawatinap, kembali

bekerja, implikasi keuangan,

kesejahteraan keluarga, dan

keterbatasan. Stuart, Sundeen (2007)

menjelaskan bahwa saat mengalami

tingkat kecemasan sedang, seseorang

akanlebih memusatkan pada hal-hal

penting. Mereka mengesampingkan

yang lain, sehingga perhatian pada hal

yang selektif dan mampu melakukan

sesuatu dengan lebih terarah. Terdapat

3,3% responden yang mengalami

tingkat kecemasansedang. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Sigalingging (2013) yang

menunjukkan bahwa tingkat kecemasan

Page 49: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

45

keluarga pasien di ruang Intensif

Rumah Sakit Columbia Asia Medan

tergolong pada kategori berat yaitu 23

orang (76,6%), kategori ringan yaitu 2

orang (6,6%), artinya bahwa kecemasan

pasien dan keluarga selama di ruang

intensif banyak membutuhkan perhatian

dan kepedulian perawat. Sehingga

peneliti berpendapat bahwa peran

perawat sangat berpengaruh terhadap

tingkat kecemasan keluarga selama

menunggu pasien di ruang intensif.

3. Hubungan Perilaku Caring Perawat

dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien

Katarak di RuangKenanga RSUD dr. H.

SoewondoKendal Berdasarkan hasil

penelitian yang didapat menunjukkan

bahwa sebanyak 15 pasien katarak pre

operasi (25%) dengan perilaku caring

rendah dan tingkat kecemasan normal,

sedangkan 18 pasien katarak pre operasi

(30%) dengan tingkat kecemasan

normal mendapatkan perilaku caring

perawat tinggi. Perilaku caring perawat

dapat mempengaruhi tentang tinkat

kecemasan pasien pre operasi katarak.

Sebagian besar pasien pre operasi

katarak mengalami tingkat kecemsan

ringan dengan perilaku caring rendah

ada 24 (40%) responden. Sedangkan

responden yang mengalami tingkat

kecemasan ringan dengan perilaku

caring tinggi ada 1 (1.7%) responden.

Berdasarkan rencana awal analisa

bivariate menggunakan analisa chi

square, akan tetapi hasil yang diperoleh

terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki

nilai harapan <5. Untuk mengatasi

keterbatasan tersebut maka peneliti

menggunakan uji analisa bivariat

alternative Kolmogorof-Smirnov Test

.Hasil akhir menggunakan uji analisa

Kolmogorof- Smirnov Test adalah nilai

p value 0,001. Hal ini menunjukkan

bahwa hasil p value yang

diperolehdiatas < 0,05, maka Ha

diterima yang artinya ada hubungan

yang signifikan(bermakna) antara

perilaku caring perawat dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi katarak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

tingkat kecemasan pasien preoperasi

katarak dipengaruhi oleh perilaku caring

perawat. Hal ini sesuai dengan teori

bahwa perilaku caring perawat

merupakan hal yang penting bagi pasien

sebagai pengguna jasa dalam pelayanan

keperawatan yang akan membantu salah

satu proses dari kesembuhan pasien itu

sendiri (Suryani, 2012). Akan tetapi

peran perawat saat ini lebih banyak

terlibat aktif dan memusatkan diri

padatindakan cure seperti cara

diagnostic dan pengobatan. Ilmu

pengetahuan dan teknologi yang

berkembang saat ini, menuntut

melakukan peran ganda dalam

menjalani tugas caring dan curing

(Motowidlo SJ,2013). Beberapa

penilitian terdahulu juga sejalan dengan

penelitian ini diantaranya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Nurul

Chotimah (2016) menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara

perilaku caring perawat dengan tingkat

kecemasan keluarga pasien di ruang

Intensive Care Unit (ICU) RSUD

Tugurejo Semarang p value <0,00001

(α = 0,05), dengan arah korelasi negatif

dan tingkat kekuatan hubungan yang

kuat (τ = -0,695), artinya semakin baik

perilaku caring perawat maka semakin

ringan tingkat kecemasan keluarga.

Page 50: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

46

Respon cemas bersifat kompleks dan

bervariasi. Respon seseorang terhadap

cemas bergantung pada jenis stresornya,

kapan waktunya, bagaimana sifat orang

yang mengalami kecemasan, dan

bagaimana orang yang mengalami

cemas bereaksi terhadap stresornya.

Penerapan perilakucaring yang baik

diharapkan kecemasan pasien dapat

diminimalisir. Perawat harus sensitive

terhadap kebutuhan maupun respon

emosional pasien terhadap sakit maupun

terhadap treatment (tindakan) yang

dilakukan. Perawat dapat ,membantu

mengurangi kecemasna dengan

memberikan informasi yang lengkap

dan tepat waktu. Menurut Kuotoukidis,

Stainton &Hughson (2013) perawat

yang empati dan penuh perhatian secara

signifikan dapat mengurangi kecemasan

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Setiyawan (2014),

menunjukkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara perilaku caring

perawat dengan tingkat kecemasan ibu

akibat hospitalisasi anak di ruang rawat

inap RSUD Ambarawa Kabupaten

Semarang tahun 2014. Teori Anne

Boykin menerangkan bahwa lingkungan

caring yaitu membina hubungan

keperawatan antara pasien maupun

keluarga dan perawat dengan penuh

perhatian, nilai, dan tindakan

profesional (Kusmiran,2016). Menurut

Potter &Perry (2009) caring merupakan

tindakan yang diarahkan untuk

membimbing, mendukung individu lain

atau kelompok dengan antisipasi

kebutuhan untuk meningkatkan kondisi

kehidupan seseorang. Tujuan dari

caring adalah memberikan rasa aman

dan nyaman terhadap seseorang,

sehingga peneliti berpendapat bahwa

dengan adanya perilaku caring perawat

yang baik maka kecemasan yang

dirasakan dapatberkurang.. Penelitian

yang dilakukan oleh Hidayati (2013)

didapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara

perilaku caring perawat terhadap tingkat

kecemasan pasien di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surakarta. Hasil

penelitian tersebut didukung oleh teori

menurut Hawari (2011), bahwa

penatalaksanaan kecemasan dapat

dilakukan dengan psikoterapi,yang

meliputi Suportif, re- edukatif, re-

konstruksi, kognitif, psiko-dinamik,

perilaku, keluarga, dan psikoreligius.

Perilaku caring dapat dinyatakan

sebagai suatu perasaan untuk

memberikan keamanan, perubahan

perilaku dan bekerja sesuai standar.

Interaksicaring merupakan harapan dari

penerima pelayanan kesehatan dalam

proses perawatan (Duffy,2009). Peneliti

berpendapat bahwa perilaku caring

perawat dapat menurunkan tingkat

kecemasan pasien. pasienakan merasa

aman dan nyaman terhadap perawat

karena pasien percaya bahwa ada orang

yang dianggap lebih tau dan lebih

mampu untuk mengatasi kondisinya

yaitu kehadiran perawat. Pernyataan

tersebut didukung oleh teori yang

dikemukakan oleh Potter &Perry (2009)

tentang caring perawat yang meliputi

aspek kehadiran, sentuhan kasih sayang,

dan selalu mendengarkan. Hasil

penelitian ditemukan bahwa terdapat

responden yang menyatakan perilaku

caring perawat dalam kategori tinggi

namun mengalami tingkat kecemasan

sedang, yaitu sebanyak 1,7%. Hal ini

Page 51: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

47

kemungkinan disebabkan oleh faktor-

faktor lain yang dapat menyebabkan

kecemasan pasien. Dari keseluruhan

responden hanya terdapat 1 responden

yang menyatakan bahwa perilaku caring

perawat dalam kategori rendah dan

mengalami tingkat kecemasan sedang.

Peneliti berpendapat bahwa

kemungkinanpersepsi responden

terhadap perilaku caring perawat dalam

kategori rendah disebabkan karena

pengalaman negatif terhadap perawat,

sehingga pasien merasa tidak percaya

terhadap perawat dan mengalami

tingkat kecemasan sedang. Pernyataan

tersebut didukung oleh teori Morton

(2013) bahwa pengalaman negatif

pasien dihubungkan dengan rasa takut,

kecemasan, gangguan tidur, kerusakan

kognitif, dan nyeri atau

ketidaknyamanan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Meeboon (2006) bahwa

pengalaman masa lalu akan

memberikan pengaruh terhadap

penilaian terhadap pelayanan yang akan

diterima. Gunarsa (2007) menjelaskan

bahwa tempat dan kondisi tertentu

akanmempengaruhi suasana tertentu,

dan suasana akan mempengaruhi

kehidupan dan fungsional psikis

seseorang. Sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa perawat sebagai

pemberi asuhan keperawatan sangat

penting untuk dapat mengembangkan

aspek caring dalam memberikan asuhan

keperawatan, agar tercipta suasana yang

baik agar kenyamanan dapat dirasakan

oleh pasien. Peneliti berpendapat bahwa

aspek caring perawat di bangsal bedah

sangat penting untuk dilakukan,

mengingat bahwa bangsal bedah

merupakan ruang untuk merawat pasien

pre operasi maupun post operasi yang

memerlukan perhatian berlebih

terutama psikologinya yang akan

melakukan tindakan operasi. Dewi

(2014) menyatakan bahwa perawat

sangat memegang peranan penting

dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien yang sakit kritis atau

keluarga secara menyeluruh baik

biologi, psikologi, sosial, danspiritual.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan penelitian

tentang hubungan perilaku caring

perawat dengan tingkat kecemasan pada

pasien pre operasi katarak di ruang

Kenanga RSUD dr. H. Soewondo

Kendal pada 20 Desember 2017 – 20

Januari 2018, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Perilaku caring perawat yang

rendah lebih banyak

dibandingkan yang tinggi,

dimana 66,7 % disebutkan

memiliki perilaku caring yang

rendah dan hanya 33,3 % saja

yang memiliki perilaku caring

yang tinggi.

2. Terdapat 55 % pasien yang

memiliki kecemasan normal,

41,7 % yang mengalami

kecemasan ringan dan hanya 3,3

% yang memiliki kecemasan

sedang, serta tidak ada yang

memiliki kecemasan yang berat

ataupun berat sekali.

3. Terdapat hubungan yang

signifikan antara perilaku caring

perawat dengan tingkat

Page 52: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

48

kecemsan pada pasien pre

operasi katarak di ruang

Kenanga RSUD dr. H.

Soewondo Kendal (𝑝 −𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =

0,001 < 0,05 (Ha gagal ditolak)).

B. Saran.

1. Perawat Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa perilaku

caring perawat yang rendah

(66,7 %) artinya masih lebih

banyak dibandingkan dengan

perilaku caring yang tinggi (33,3

%), hal ini hendaknya dijadikan

acuan bagi perawat untuk lebih

meningkatkan perilaku caring

perawat, dengan meningkatkan

empatinya. Perilaku caring ini

juga merupakan salah satu

indikator pemberian pelayanan

asuhan keperawatan yang

berkualitas dan professional

sehingga indikator ini perlu

ditingkatkan guna meningkatkan

kepuasan klien sebagai penerima

jasa layanan di rumah sakit

khususnya di ruang perawatan

2. Rumah Sakit Hasil penelitian ini

perlu dicermati oleh pihak

Rumah Sakit, diharapkan pihak

RS Perlu melakukan upaya-

upaya peningkatan atau

pembinaan kemampuan caring

perawat sehingga pasien yang

akan operasi khususnya operasi

kaarak kecemasannya dapat

berkurang

3. Pendidikan Lembaga pendidikan

keperawatan hendaknya

menekankan kemampuan

perawat dalam melakukan

caring keperawatan, sehingga

ketika perawat telah bekerja

memiliki kemampuan yang baik

dalam berhubungan

denganpasien.

4. Penelitiselanjutnya Hasil

penelitian ini, seyogyanya dapat

menjadi acuan atau dasar utuk

penelitian yang sejenis guna

pengembangan penelitian.

khususnya penelitian guna

meningkatkan kemampuan

ataupun perilaku caring perawat

melalui penelitian eksperimen.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada BAPPEDA

Kabupaten Kendal, RSUD dr. H.

Soewondo Kendal, Ibu Sulastri atas

bimbingannya dalam penelitian,

perpustakaan STIKes Muhammadiyah

Pekajangan, Kedua Orang Tua beserta

keluarga peneliti, Suami Tercinta dan

Anak-anaku Tersayang.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Riyanto. (2009). Aplikasi

Metodologi Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta : Nuha Medika. Alimul,

Aziz. (2007).

Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik

Analisis Data. Jakarta : Salemba

Medika Arikunto, S. (2006).

Prosedur Penelitian Suatu Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta. Baradero, Mary.

(2008). Keperawatan Perioperative.

Jakarta : EGC. Blais. (2013).

Page 53: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

49

Praktik Keperawatan Profesional

Konsep Perspektif, Edisi 4.

Jakarta:EGC. Dewi, Aliana. (2014).

Modul Pelatihan Keperawatan Intensif

Dasar. Bogor: In Media. Durand, V. M,

Barlow, D.H. (2017).

Essentials of Abnormal Psychology.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dwiyanti,

M. (2013). Keperawatan Dasar: KOnsep

Caring Etik dan Spiritual dalam

Pelayanan Kesehatan. Semarang:

Hasani Duffy, J.R. (2009).

Quality Caring in Nursing: Applying

Theory to Clinical Practice, Education

and Leadership. New York: Springer

PublishingCompany. Ferrnsebner, billi.

(2010).

Buku Ajar Keperawatan Perioperatif

vo.2. Jakarta : EGC Gunarsa, S.D.

(2007).

Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:

GunungMulia. Hawari, D. (2013).

Psikometri Alat Ukur (Skala) Kesehatan

Jiwa. Jakarta:FKUI (2013).

Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi.

Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Ilyas Sidarta.

(2014). Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Indonesia Kemenkes RI,

(2014)

Infodatin Situasi Gangguan Penglihatan

Dan Kebutaan. Jakarta : Pusat Data Dan

Informasi Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia. Koutoukidis, G.,

Stainton, K dan Hughson, J. (2013).

Tabbner’s Nursing Care: Theory and

Practice 6th edition.

http://books.google.co.id.//. Diakses

tanggal 22 November 2017 Kozier,

Barbara et al. (2011).

Buku Ajar Fundamental Keperawatan:

Konsep, Proses, dan Praktik.

Jakarta:EGC. Kusmiran, Eny. (2015).

Soft Skills Caring DalamPelayanan

Keperawatan. Jakarta: Trans InfoMedia.

Kusuma, (2013).

Perbedaan Tajam Penglihatan Pasca

Operasi Katarak Senilis Di RSUP. dr.

Kariadi Semarang Periode 1 Januari

2007-31 Desember 2007 (Antara

Operator Dokter Spesialis Mata Dan

Calon Dokter Spesialis Mata Tahap

Mandiri).

Artikel karya Tulis Ilmiah. Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang. Leininger, M. & Mcfarland,

M. R. (2002).

Transcultural Nursing :Concepts,

Theories, Research and Practier.

McGraw-Hill. New York: Natiional

League for NursingPress (1991).

The Theory of Culture Care Diversity

and Universality. New York: National

League for NursingPress. Long, (2014).

Praktek Perawatan Medikal Bedah.

Bandung : Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan Universitas Padjajaran.

Meeboon, S. (2006).

The Effect of Patient and Nursing Unit

Characteristics on Outcomes

AmongHospitalized Patients with

Chronic Illness in Thailand. A

Page 54: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

50

dissertation. Faculty of the college of

nursing: The University ofArizona

Morton, P.G. et.al. (2013).

Keperawatan Kritis, Pendekatan Asuhan

Holistik, Vol.1. Jakarta: EGC.

Motowidlo, S.J.. (2013).

Jobperformance. dalamBorman, W.C.,

Ilgen, D.R., Klimoski, Richard J..

(Ed.)Handbook of Psychology Volume

12 Industrial AndOrganizational

Psychology. New York: Sage

Publications. Muhlisin, A & Ichsan, B.

(2013).

Aplikasi Model Konseptual Caring Jean

Warson dalam Asuhan Keperawatan.

Berita Ilmu Keperawatan ISSN Nevid,

J. F., dkk. (2015).

Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.

Notoatmodjo (2010).

Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:

RinekaCipta (2012).

Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta (2014).

Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta Nurachmah, E. (2011).

Asuhan Keperawatan Bermutu Di

Rumah Sakit. Potter, P. A dan Peey, A.

G. (2013).

Buku Ajar Fundamental Keperawatan:

Konsep, Proses, dan Praktik Volume 1.

Ed. 7. Jakarta :EGC Rothrock,

JC.(2010).

Perencanaan asuhan keperawatan

perioperatif. Jakarta :EGC. Saryono.

(2010)

Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

PT. Aslfabeta Setiawan, A. Dan

Saryono.(2010).

Metodologi Penelitian Kebidanan. Nuha

Medika:Jakarta Setiyawan, Dhika.

(2014).

Hubungan Perilaku Caring Perawat

Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Akibat

Hospitalisasi Anak (Usia0- 12 Tahun)

Di Ruang Rawat Inap Anak Rsud

Ambarawa Kabupaten Semarang.

Skripsi. Program Studi Ilmu

Keperawatan. STIKES Ngudi

Waluyo.Ungaran. Sigalingging, Ganda.

(2013).

Hubungan Komunikasi Terapeutik

Perawat Dengan Tingkat Kecemasan

Keluarga Pasien Di Ruang intensif

Rumah Sakit Columbia Asia Medan.

Medan: Darma Agung. Stuart, G. W.

(2013).

Buku Saku Keperawatan Jiwa alih

bahasa Ramona dan Egi. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk

Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Suryani, M. (2014).

Persepsi pasien terhadap perilaku caring

perawat di ruang rawat inap rumah

sakit. Jakarta: Tesis.FKI UI Tomey, A.

M & Alligood, M. R. (2013).

Nursing Theorist and Their Work.

United State of America: Mosby

Udiyono, Ari. (2007).

Metodologi Penelitian Kesehatan.

Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. Untari, I dan Rohmawati

(2014).

Page 55: JURNAL SURYA MUDA - stikesmuhkendal.ac.id

JURNAL SURYA MUDA, 1(1), 2019 p-ISSN 2656-5811 e-ISSN 2656-825X

51

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kecemasan Pada UsiaPertengahan

Dalam Menghadapi Proses Menua

(Aging Process)”. Surakarta : STIKES

PKU MuhammadiyahSurakarta

Videbeck, S.L. (2013).

Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

EGC. Watson, J. (2013).

Nursing ThePhilosophy and Science of

Caring. Colorado: University Press of

Colorado Wijayanti, Dewi. (2012).

Hubungan Antara Dukungan Keluarga

Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre

Operasi di Bangsal Melati RSD

Panembahan Senopati Bantul

Yogyakarta. Diambil pada tanggal 09

September 2017

http://skripsistikes.wordpress.com/

Zaidin. (2012).

Dasar-dasar Keperawatan Profwsional.

Jakarta: Widya Medika