Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN KRISIS PT.PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN AREA PELAYANAN DAN JARINGAN (APJ)
CIREBON DALAM MENYIKAPI AKSI PENOLAKAN MASYARAKAT TERHADAP SUTET
(Crisis Management in PT.PLN (PERERO) West Java and Banten
Distribution of Cirebon’s Service and Network Area For Resolving People’s Rejection Act on SUTET)
Disusun Oleh
Nama : Indriasari Pusparini
No.Mahasiswa : 20010530085
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2009
i
MANAJEMEN KRISIS PT.PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN AREA PELAYANAN DAN JARINGAN (APJ)
CIREBON DALAM MENYIKAPI AKSI PENOLAKAN MASYARAKAT TERHADAP SUTET
(Crisis Management in PT.PLN (PERSERO) West Java and Banten
Distribution of Cirebon’s Service and Network Area For Resolving People’s rejection Act on SUTET)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP)
Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh :
INDRIASARI PUSPARINI
NIM : 20010530085
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2009
i
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan skripsi yang saya buat benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, dan di dalamnya tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu Perguruan
Tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Selanjutnya apabila dikemudian hari terdapat duplikasi dan ada pihak yang
merasa dirugikan dan menuntut, maka saya akan bertanggung jawab dan
menerima segala konsekuensi yang menyertainya.
Yogyakarta, Februari 2009
Penulis
IndriasariPusparini NIM : 20010530085
iv
MOTTO
• “Optimislah walau engkau berada ditengah-tengah angin
topan”
• “jadilah seperti pohon padi, semakin ia berisi semakin ia
merunduk”
• “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan
menghilangkan keresahanmu”
• “Berkatalah yang baik dan lapangkan dada untuk
sebuah kata maaf”
• “jadilah seperti pohon kurma, tinggi cita-citanya, kebal
dari penyakit & bila dilempar dengan batu, ia membalas
dengan kurmanya”
v
Persembahan
KADO KECIL INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA :
1. Bapak & Mamah Tercinta 2. Kakak-kakakku,iparku Tersayang 3. Adikku Tersayang 4. Mas Ical, yang Tlah Memberi Warna dalam Hidup-koe 5. Ponakanku Nida Tersayang 6. Mba Endang
vi
Thank’s To : In This Special Creation, I also want to :
• Bapak dan mama “pa,ma’ Ai udah lulus, sekarang udah jadi
sarjana….Makasih ya pa, ma udah memberi ai semangat,
memberikan kebahagiaan dan pengorbanannya selama ini. Ga
usah takut, sampai kapanpun Ai sayang kalian.
Tiada satu katapun yang dapat menggambarkan pengorbanan
mereka yang telah diberikan selama ini, hanya Allah SWT yang
mampu membalas kebaikan yang sangat mulia ini.
• Kakak-koe Andri “Aa” Budi Setiawan & Ani “Teteh” Susanti,
makasih banyak atas dukungan, dan doa selama ini hingga ai
bisa lulus sekarang. Ga lupa terima kasih atas bantuannya selama
ini, semoga besok ai bisa balas, kapan kasih adek buat nida
• Rizal Is.Hi Amurang “Mas Ical” , terima kasih atas cinta, doa,
semangat dan dukungan yang udah diberikan untuk koe,
bagaikan angina yang slalu memberikan kesejukan
hati…….Thanks 4 everything, Honey.
vii
• Kakak-koe Helmi Adi Nugroho, terima kasih atas dukungan,doa,
semangat dan masukan-masukan yang membangun selama ini,
Thanx U……
• Adik-koe Enggar “adek” Satio Leksono, sekolah yang rajin yach
buat orang tua jadi bangga atas prestasimu….jangan main dan
sms-an terus
• Ponakan-koe Nida Ansaria “Nda” Andriani yang cantik &
imut…bikin tante Gemez…jangan nakal yach..
• Mb’ Endang, makasih banyak yach udah banyak membantu juga,
udah mau masakin, nyuciin baju, dll…Thanx U
• Buat Mb’ Tutik terima kasih bantuannya, semoga besok ai bisa
balas. Mas joko makasih udah mau nganter ai kemana-mana,
Thanx U smuanya…
• Almamater-koe, teman-teman KOMUNIKASI khususnya B
2001 x-an adalah teman-teman terbaik-koe
• E 3108 E, terima kasih yang udah setia mengantar aku kemana
aza..Thanx U…
• Semua pihak yang ga bisa aku sebutin satu-persatu, terima kasih
banyak atas bantuan dan dukungannya selama ini.
viii
In This Special Creation, I also want To : Satu halaman ucapan terima kasih ini sengaja aku tulis dan
kupersembahkan untuk “Rizal Ismail Amurang”. Hanya dengan ini
yang bisa aku lakukan sebagai ucapan terima kasih ku….
Mas, terima kasih banyak yang udah mau membantu menyelesaikan
skripsi ini dan dukungan mas slama ini sehingga aku bisa terus berjuang
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab koe. Tanpa rasa lelah dan tak
pernah sedikitpun kamu mengeluh dihadapan koe,mas terus memberikan
semangat dan setia mengantarku kemana aja aku mau, walau aku tau
terkadang mas merasa lelah dan letih, namun smua itu tak pernah mas
tunjukan dihadapanku, smua itu mas lakukan agar aku bisa tetap servive
ngejalanin smua cobaan & rintangan yang menghadang. Banyak s’x
pengalaman-pengalaman hidup yang mas kasih untuk aku,sehingga
aku bisa lebih dapat menghargai hidup dan bersyukur lebih baik lagi.
Segenap pengorbanan mas tunjukan dengan penuh cinta dan kasih
sayang mas berikan untuk menjaga dan membantu aku slalu,baik susah
maupun senang mas slalu setia ada disampingku. Terima kasih banyak
aku ucapkan……….
Ayo, sekarang giliran mas untuk semangat nyelesein skripsinya, smga
tahun ini bisa lulus juga..! Ayo tunjukin ke orang tua mas…..
Gimana kerja di Bloranya…? Smoga betah dan sukses slalu, tetap
semangat dan berjuang untuk masa depan kita, Good Luck
Aku akan slalu ada untuk mas…..Love U
ix
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “MANAJEMEN KRISIS PT.PLN
(PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN AREA
PELAYANAN DAN JARINGN (APJ) CIREBON DALAM MENYIKAPI
AKSI PENOLAKAN MASYARAKAT TERHADAP SUTET”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat ujian guna memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas muhammadiyah Yogyakarta.
Tantangan dan halangan yang penulis alami selama penyusunan skripsi
ini tidak sedikit, namun berkat dorongan, bimbingan, nasehat serta bantuan dari
berbagai pihak secara moril maupun materiil yang tidak ternilai harganya.
Akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan juga.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini
tidak akan terwujud. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Bapak DR. H. Khoirudin Bashori, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP, M.Si, selaku Dekan fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
3. Bapak fajar Iqbal, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi.
x
4. Ibu Yeni Rosilawati, S.IP, SE, MM, selaku Dosen Pembimbing yang
telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan berbagai saran
dan koreksi demi perbaikan karya skripsi ini serta telah sabar dan terus
memberikan semangat kepada penulis untuk terus maju.
5. Bapak Taufiqur Rahman, S.IP, MA, selaku Dosen Penguji I yang telah
memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dibutuhkan penulis
dalam menyusun skripsi ini.
6. Bapak Aswad Ishak, S.IP, selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis untuk menyempurnakan
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi UMY, terima kasih atas semua ilmu
yang telah diberikan.
8. Bapak Mujiono, selaku TU Jurusan Ilmu Komunikasi yang banyak
memberikan bantuan.
9. Bapak Suripto, selaku Ketua Tim Teknisi Penanggulangan dan
Penyelesaian SUTET.
10. Bapak Nana, selaku anggota Tim Penanggulangan dan Penyelesaian
SUTET Ciledug
11. PT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan dan
Jaringan (APJ) Cirebon.
12. Berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu peneliti dalam melaksanakan skripsi.
xi
Semoga amal baik yang ikhlas dari Bapak / Ibu dan saudara-saudara
mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari TUHAN YANG MAHA ESA.
Amien!
Akhir kata, penulis hanya dapat bersyukur atas terselesainya skripsi ini,
dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang ada sehingga
apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan semoga dapat
bermanfaat bagi semua.
Yogyakarta, Februari 2009
Penulis
INDRIASARI PUSPARINI
xii
ABSTRAKSI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi Konsentrasi Public Relations Indriasari Pusparini Manajemen Krisis PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon Dalam Menyikapi Aksi Penolakan Masyarakat Terhadap SUTET, Analisis Studi kasus Deskriptif Tahun Skripsi : 2009.xi + 134 Halaman + 50 Halaman Lampiran + 3 Halaman Tabel + 3 Halaman Gambar Daftar Kepustakaan : 12 Buku + 2 Jurnal Dokumen Penyelesaian SUTET + 2 Sumber Media Massa ( Tahun 2003 dan 2003) Studi ini berusaha menganalisis serta mengevaluasi langkah-langkah Manajemen Krisis yang diambil oleh PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat terhadap SUTET. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1).Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari Manajemen Krisis PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon, 2).Serta mendeskripsikan dan mengevaluasi langkah-langkah Manajemen Krisis yang diambil oleh Perusahaan dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat terhadap SUTET. Kerangka teori dalam penelitian ini melihat komunikasi sebagai metode dalam menganalisis sebuah krisis yang terjadi di PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa barat Dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Cirebon. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa krisis yang terjadi di PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon merupakan krisis yang diakibatkan oleh persepsi masyarakat tentang radiasi SUTET yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan serta nilai jual tanah dan bangunan, sehingga langkah yang diambil oleh PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon adalah dengan memenuhi tuntutan masyarakat membayar sebesar Rp 1.500.000.000 (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) sesuai dengan Berita Acara Kesepakatan Perdamaian antara pihak PT.PLN (PERSERO) dengan pihak Ikatan Keluarga Korban SUTET (IKKS) dalam hal ini masyarakat.
xiii
ABSTRACT Muhammadiyah University of Yogyakarta Social and Political Science Faculty Communication Science Department Public Relations Majority Indriasari Pusparini Crisis Management in PT. PLN (PERSERO) West Java and Banten Distribution of Cirebon’s Service and Network Area for Resolving People’s Rejection Act on SUTET : Descriptive Case Study Analysis Final Task Year : 2009.xi + 134 pages + 50 appendix page + 3 table pages + 3 Picture Pages Reference : 12 books + 2 Journal of SUTET-Resolving Document + 2 Mass Media Sources (in 2003 and in 2003) The study tried to analyze and to evaluate steps of Crisis Management that PT. PLN (PERSERO) West Java and Banten Distribution of Cirebon’s Service and Network Area did for Resolving People’s Rejection Act on SUTET. Objective of the research was ; 1) to indicate the supporting factor and restricting factor of Crisis Management in PT. PLN (PERSERO) West Java and Banten Distribution of Cirebon’s Service and Network Area, 2) to describe and evaluate steps of Crisis Mangement that firm did to resolve people’s rejection act on SUTET. Theoretical framework of the research considered communication as a method to analyze an ongoing crisis of PT. PLN (PERSERO) West Java and Banten Distribution of Cirebon’s Service and Network Area. Method of research used in this study was descriptive case study. Result of the research indicated that crisis happened in PT. PLN (PERSERO) West Java and Banten Distribution of Cirebon’s Service and Network Area was one due to people’s perception on SUTET’s radiation that influencing on health and land and building-selling value, so that steps that PT. PLN (PERSERO) West Java and Banten Distribution of Cirebon’s Service and Network Area did for Resolving People’s Rejection Act on SUTET took was to meet people demand to pay about Rp 1.500.000.000,- (one billion and five hundred million rupiah) suitable to General Report for Peace Agreement Between PT.PLN (PERSERO) and SUTET Victim Association, in this term of society.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL……………………………………....................................................i
HALAMAN
PERSETUJUAN……………………………………………………………ii
HALAMAN
PENGESAHAN……………………………………………………………iii
HALAMAN
PERNYATAAN……………………………………………………………iv
MOTTO……………………………………………………………...……...v
HALAMAN
PERSEMBAHAN………………………………………………………….vi
KATA PENGANTAR……………………………..……………………….x
ABSTRAKSI…………………..…………………………………………xiii
ABSTARACT…………………………………………..………………...xiv
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………...…..xv
DAFTAR
GAMBAR…………………………………………………………….......xix
DAFTAR
TABEL…………………………………………………………………...xix
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………….....1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………...6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………….6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………..6
E. Kerangka Teori………………………………....................................7
E.1 Pengertian Krisis…………………………………………...7
1.a Tahap-Tahap Krisis…………………………………9
1.b Tipe Dan Penyebab Krisis………………………...11
1.c Penanganan Dan Pengelolaan Krisis………...……13
E.2 Manajemen Dan Public Relations………………………...16
2.a Pengertian Manajemen…………………………….16
2.b Pengertian Public Relations……………………….19
E.3 Citra Sebagai sasaran Humas……………………………..30
F. Metode Penelitian…………………………………………………..33
F.1 Jenis Penelitian……………………………………………33
F.2 Lokasi Penelitian………………………………………….34
F.3 Teknik Pengumpulan Data………………………………..34
F.4 Teknik Analisis Data……………………………………...35
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Berdirinya Perusahaan…………………………...37
A.1 Masa Pemerintahan Hindia Belanda……………………...37
xvi
A.2 Masa Pemerintahan Jepang……………………………....38
A.3 Masa Perjuangan Fisik……………………………………38
A.4 Masa Agresi Belanda……………………………………..38
A.5 Masa Nasionalisasi Dan Sesudahnya……………………..38
B. Visi Dan Misi Perusahaan………………………………………….40
B.1 Visi Perusahaan…………………………………………...40
B.2 Misi Perusahaan…………………………………………..40
C. Kekuatan Strategi Perusahaan……………………………………..41
D. Kedudukan Status Hukum, Fungsi Dan Tugas Pokok Perusahaan..42
E. Struktur Organisasi…………………………………………………44
F. Fungsi Uraian Organisasi Dan Struktur Organisasi Perusahaan…...45
G. Lokasi Perusahaan………………………………………………....57
BAB III DATA DAN ANALISIS DATA
A. Kronologis Krisis………………………………………………….58
A.1 Pra Krisis Akibat Radiasi SUTET………………………..58
A.2 Krisis Akibat Radiasi SUTET…………………………….61
A.3 Pasca Krisis……………………………………………….71
A.4 Tanggapan Masyarakat Korban SUTET Terhadap
Penanganan Krisis Akibat Radiasi SUTET…………......78
A.5 Manajemen Krisis Perusahaan……………………………79
A.6 Faktor Pendukung Dan Penghambat……………………...99
xvii
A.6.a Faktor Pendukung………………………………99
A.6.b Faktor Penghambat……………………………..99
B. Analisis Data Manajemen Perusahaan Dalam Menyikapi Aksi
Penolakan Masyarakat Terhadap SUTET.....................................100
B.1 Tahap Krisis………………………....…………………..100
B.2 Pelaksanaan dan Pengelolaan Manajemen Krisis…....….110
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………127
B. Saran……………………………………………………………..133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1……………………………………………………………………...34
Gambar 2……………………………………………………………………...49
Gambar3........……….…….…………………………………………………...62
DAFTAR TABEL
Tabel 1………………………………………………………………………..13
Tabel 2………………………………………………………………………..88
Tabel 3……………………....………………………………………………..89
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Sebagai perusahaan yang bernaung dibawah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), PT. PLN (PERSERO) dalam melaksanakan fungsinya sebagai
perusahaan yang melayani dibidang jasa listrik tidak terlepas dari permasalahan
dan krisis yang berhubungan dengan masyarakat eksternal sebagai konsumen
maupun lahan masyarakat sebagai area pelintasan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET ).
Aksi penolakan masyarakat yang kian mencuat akibat SUTET di
Indonesia seperti yang terjadi di Bekasi juga dialami oleh PT. PLN APJ (Area
Pelayanan dan Jaringan) Cirebon dimana masyarakat yang tergabung dalam
Ikatan Keluarga Korban SUTET (IKKS) Kabupaten Cirebon melakukan aksi
unjuk rasa menuntut kepada pihak PLN agar membebaskan lahan mereka dari
SUTET. Karena dalam pandangan masyarakat bahwa radiasi yang dihasilkan
SUTET telah menimbulkan berbagai kerugian bagi masyarakat selain
berdampak pada kesehatan masyarakat, SUTET juga telah mengakibatkan
menurunnya nilai jual tanah dan bangunan disetiap lahan yang dilintasi SUTET.
Tidak sebatas penolakan dalam bentuk penyampaian aspirasi dengan
menggelar aksi dan orasi, para pengunjuk rasa bahkan sempat menggergaji
salah satu menara SUTET yang dapat berdampak pada padamnya penyaluran
listrik Jawa-Bali, namun sejauh ini PT. PLN (PERSERO) APJ Cirebon hanya
1
meminta kepolisian Cirebon untuk mengamankan SUTET (Mitra Dialog
Cirebon tgl 23 januari 2003)
Dalam aksinya warga Kabupaten Cirebon mendatangi kantor Direktorat
Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi tanggal 28 September 2001 yang
intinya menuntut pemberian uang kompensasi terhadap tanah dan bangunan
yang dilalui SUTET 500 KV(Kilo Volt) dapat terlaksana seperti yang diberikan
kepada warga di Kabupaten Sumedang (sesuai surat dari Dirjen LPE kepada
Dirut PLN Nomor 6382 / 40 / 600.3 / 2000 tanggal 16 Oktober 2000). Dalam
surat tersebut ditegaskan bahwa walaupun PT.PLN (PERSERO) menghadapi
kesulitan keuangan, namun diharapkan agar tuntutan kompensasi warga
Kabupaten Cirebon yang tanah dan bangunannya dilalui jalur SUTET dapat
diselesaikan sebaik-baiknya bersama institusi terkait (Dokumen penyelesaian
SUTET Kabupaten Cirebon).
Pada hari selasa Tanggal 3 Juli 2001 setelah ditanda tangani Berita
Acara Kesepakatan Musyawarah Penanganan jalur SUTET 500 KV Bandung.
Cirebon wilayah Kab.Cirebon yang mana nilai tuntutan sebesar Rp
5.300.000.000 (Lima Milyar tiga Ratus Juta Rupiah) dengan dana PUKK yang
tersedia di PT.PLN (PERSERO) pusat Jakarta sebesar Rp 500.000.000 (Lima
Ratus Juta Rupiah) akan disalurkan secepatnya, dan kekurangannya sebesar Rp
4.800.000.000 (Empat Milyar Delapan ratus Juta Rupiah) akan dikonsultasikan
kembali dengan Dirjen LPE serta penyelesaian pembayarannya paling lambat
tanggal 15 September 2001 (Dokumen penyelesaian SUTET Kabupaten
Cirebon).
2
Masyarakat melalui perwakilannya tetap menuntut kekurangan dana
kompensasi sebesar Rp 4.800.000.000 (Empat Milyar Delapan Ratus Juta
Rupiah) tersebut diantaranya melalui surat No.007 / kord SUTET / 1 / 2002
tanggal 3 Januari 2002 dan surat NO.17 / koord / ST / 02 tanggal 16 Oktober
2002, dimana masyarakat mengancam akan bertindak anarkis kalau tuntutan
mereka tidak dipenuhi pihak PLN.
Sejauh ini langkah yang diambil oleh PT PLN APJ Cirebon dalam
menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan masyarakat eksternal ini selain
bekerjasama dengan pihak kepolisian Cirebon untuk mengamankan infra
struktur perusahaan seperti menara SUTET, PT PLN Cirebon juga telah
membahas tuntutan masyarakat Cirebon dengan mengadakan pertemuan tanggal
4 November 2002 di PLN Proring Jabar dan juga pertemuan yang difasilitasi
oleh DPRD Kabupaten Cirebon tanggal 13 November 2002 di Ruang Rapat
DPRD Kabupaten Cirebon. Dari kedua pertemuan tersebut PLN menegaskan
bahwa untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat, sesuai dengan petunjuk dari
Direksi PLN dipersilahkan melalui jalur hukum (Dokumen penyelesaian
SUTET Kabupaten Cirebon).
3
Tanggal 27 Mei 2003 PLN diundang rapat oleh DPRD Kabupaten
Cirebon yang dihadiri pula oleh Pemda Kabupaten Cirebon dan masyarakat
Cirebon yang berjumlah lebih dari 100 orang dengan hasil :
1. Masyarakat melalui perwakilannya melakukan penekanan agar jalur
hukum tidak dilanjutkan dengan upaya Banding dari PT.PLN
(PERSERO) tetapi dilanjutkan dengan musyawarah.
2. DPRD dan Pemda Kabupaten Cirebon mendukung tuntutan masyarakat
seperti pada butir 1, dan mengharapkan PT.PLN (PERSERO) dapat
memberikan keputusan dalam waktu 10 hari.
3. Keputusan jadi atau tidaknya musyawarah tersebut ditunggu oleh
masyarakat pada pertemuan berikutnya tanggal 4 Juni 2003 yang
rencananya akan dihadiri oleh DPRD Propinsi Jawa Barat, DPRD
Kabupaten Cirebon, Pemda Kabupaten Cirebon, masyarakat serta
pihak PT.PLN Proyek Jaringan Jawa Barat dan undangan dibuat oleh
DPRD Kabupaten Cirebon.
Selain realisasi masalah ganti rugi dalam bentuk nominal (uang)
PT.PLN (PERSERO) juga melaksanakan pelayanan kesehatan gratis kepada
masyarakat korban SUTET yang diakibatkan radiasi tinggi, dilaksanakan :
1. Tanggal 11 Mei 2003 di Desa Beber Kecamatan Beber
2. Tanggal 18 Mei 2003 di Desa Cikancas Kecamatan Beber
3. Tanggal 24 Mei 2003 di Desa Ciledug Kecamatan Ciledug
4. Tanggal 31 Mei 2003 di Desa Pabuaran Lor Kecamatan Ciledug
4
5. Tanggal 8 Juni 2003 di Desa Ciawijapura Kecamatan Susukan
Lebak
Namun program pelayanan kesehatan gratis korban SUTET oleh PT.
PLN (PERSERO) APJ Cirebon pada beberapa Desa yakni Desa Beber dan
Cikancas ditolak oleh masyarakat karena dianggap bahwa program tersebut
merupakan pengalihan dari tuntutan masyarakat tentang ganti rugi atas kerugian
yang dialami oleh masyarakat (Tujuh Malam,TV7 tgl 3 Mei 2003).
Alasan peneliti memilih judul Strategi manajemen krisis khususnya pada
permasalahan perusahaan dengan masyarakat eksternal yang berkaitan dengan
tuntutan masyarakat terhadap PT. PLN (PERSERO) APJ Cirebon karena
merasa dirugikan dengan adanya menara SUTET. Hal ini diperlukan adanya
strategi khusus dalam menyelesaikan krisis yang dianggap mengganggu dan
mengancam perusahaan.
Sedangkan alasan peneliti memilih penelitian di PT. PLN (PERSERO)
APJ Cirebon, karena Cirebon juga merupakan satu dari beberapa wilayah yang
dilalui SUTET dan pada saat judul ini di ajukan, masyarakat yang tergabung
dalam IKKS (Ikatan Keluarga Korban SUTET) masih melakukan aksi
penolakan dan bahkan mengarah pada aksi gergaji menara SUTET yang
berdampak pada proses kerja perusahaan.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba merumuskan masalah
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana manajemen krisis
PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan dan
Jaringan (APJ) Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat terhadap
SUTET?
C. Tujuan Penelitian
Pada penelitian hakikatnya selalu dilatar belakangi oleh maksud dan
tujuan, sebab tanpa tujuan akan membawa kearah kekeliruan.
Penelitian ini bertujuan :
1. Mendeskripsikan dan mengevaluasi langkah-langkah manajemen krisis
yang diambil oleh perusahaan dalam menyikapi aksi penolakan
masyarakat terhadap SUTET.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari manajemen
krisis PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan (APJ) Cirebon.
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian adalah :
1. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai manajemen krisis kepada
PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan
dan Jaringan (APJ) Cirebon.
2. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi PT.PLN (PERSERO) Distribusi
Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon
6
terkait dengan aksi penolakan masyarakat terhadap SUTET yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar menara SUTET.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi ilmu
komunikasi dan menjadi sarana pengembangan wawasan tentang
manajemen krisis.
E. Kerangka Teori
E.1 Pengertian Krisis
Umumnya, krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih
banyak punya implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya. Fearn-
Banks (1996:1) mendefinisikan krisis sebagai “a major occurrence with a
potentially negative outcome affecting an organization, company, or
industry, as well as its publics, products, service,or good name”. Biasanya
sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam
kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi. Krisis pada dasarnya
adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya organisasi umumnya tidak
dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengancam
keberadaannya. Sebagai ancaman, ia harus ditangani secara cepat agar
organisasi dapat berjalan normal kembali. Untuk itu, Holsti melihat krisis
sebagai “situations characterized by surprise, high theart to important
values, and a short decision time” (seperti dikutip Guth, 1995:125). Krisis
membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting
organisasi serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan.
7
Krisis merupakan, suatu turning point for better or worse (titik balik
untuk makin baik atau makin buruk). Dapat juga dikatakan bahwa krisis
adalah suatu waktu yang krusial, atau momen yang menentukan (decisive
moment).
Suatu turning point yang diselesaikan dengan baik akan melahirkan
kemenangan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan korban (for
worse). Oleh karena itu perlu diketahui bahwa krisis tidak timbul begitu
saja. Sebelum ia mencapai turning point, ia pasti akan memberi tanda-tanda
(Khasali, Rhenald; 2000, Hal.222).
“ Pada dasarnya krisis adalah suatu kejadian, dugaan atau keadaan yang
mengancam keutuhan, reputasi, atau keberlangsungan individu atau
organisasi. Hal tersebut mengancam rasa aman, kelayakan dan nilai-nilai
sosial public, bersifat merusak baik secara aktual maupun potensial pada
organisasi, dimana organisasi itu sendiri tidak dapat segera
menyelesaikannya (Machfuds, M.Dindin; 1998, Hal.47).
8
1.a Tahap-Tahap Krisis
Fink mengidentifikasikan krisis dengan penyakit yang
menyerang manusia. Oleh karenanya Fink dalam( Khasali,Renald; 2000,
Hal.225) membagi tahapan yang dilalui suatu krisis dengan
menggunakan terminologi Kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat
stadium suatu krisis yang menyerang manusia. Tahap-tahap itu menurut
Fink adalah sebagai berikut.
a. Tahap Prodromal
Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia
memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus
segera diatasi.
Tahap Prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari tiga bentuk,
sebagai berikut;
1). Jelas sekali. gejala awal kelihatan jelas sekali. Misalnya, ketika
karyawan datang pada manajemen meminta kenaikan upah.
2). Samar-samar. Gejala yang muncul tampak samar-samar karena
sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian.
Misalnya, tindakan (ucapan) pemimpin opini.
3). Sama sekali tidak kelihatan. Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat
sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena
kelihatannya segalanya oke-oke saja.
9
b. Tahap Akut
Inilah tahap ketika orang mengatakan: ”telah terjadi krisis”.
Meski bukan disini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu
krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama
sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Krisis yang akut sering disebut juga sebagai the point of no
return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap
peringatan (prodromal stage) tidak digubris, ia akan masuk ketahap
akut dan tidak bisa kembali lagi.
c. Tahap Kronik
Tahap ini sering juga disebut sebagi tahap recovery atau self
analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan
struktural. Namun yang terpenting adalah keputusan perusahaan
untuk bertahan hidup atau tidak.
d. Tahap Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan
tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana besar dianggap
sudah berlalu, krisis manajer tetap perlu berhati-hati, karena riset
dalam kasus-kasus krisis menunjukan bahwa krisis tidak akan
berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus
yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage).
10
1.b Tipe dan Penyebab Krisis
Mengenali jenis atau tipe krisis penting mengingat masalah
penentuan siapa yang bersalah dan respon yang harus dibuat perusahaan
yang sedang menghadapi krisis (Sen & Egelhoff, 1991 ; Coombs, 1994).
Dari sisi manajemen, usaha pengalihan kesalahan dan tanggung jawab
tidak dapat dilakukan ketika krisis bersumber pada ketidak becusan
manajemen. Dari sisi stakeholder, jenis krisis berkaitan dengan harapan
yang muncul di kalangan stakeholders (Marcus & Goodman, 1991).
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengenali berbagai jenis atau
tipe krisis. Sejumlah tipe krisis yang dikemukakan beberapa pakar
menggunakan berbagai dimensi, seperti misalnya, dimensi ‘violent-non-
violent’, dimensi sengaja-tak sengaja (intentional-unintentional)
(Sturges dkk, 1991; Newsom, Scott & Turk, 1993), dimensi kerusakan
yang dihasilkan (berat dan ringan), dimensi penyebab krisis dari segi
teknis dan sosial (Shrivastava & Mitoff, 1987), dimensi tingkat
kemungkinan untuk ditolak dan berdasarkan keadaan korban krisis
(Marcus & Goodman, 1991) serta berdasarkan dimensi waktu
kemunculan sebuah krisis (Linke, 1989).
Shrivastava dan Mitoff (1987) membagi krisis ke dalam empat
kategori berdasarkan penyebab krisis dikaitkan dengan tempat krisis.
Penyebab krisis dapat dikategorikan menjadi dua bagian besar. Pertama
yang terkategori dalam penyebab teknis dan ekonomis. Kedua yang
terkategori sebagai penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial.
11
Mereka juga mengkategorikan penyebab krisis dilihat dari sudut tempat
asal atau kejadian apakah di dalam atau di luar organisasi. Berdasarkan
kategori ini mereka membuat empat sel untuk melihat tipologi krisis.
Jenis krisis tersebut adalah sebagai berikut :
Sel 1 adalah krisis yang disebabkan adanya kegagalan teknis
ekonomi di dalam organisasi.
Sel 2 adalah krisis yang disebabkan faktor teknis-ekonomis yang
terjadi di luar perusahaan.
Sel 3 adalah krisis yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial /
manusia dan manajemen yang bersumber didalam perusahaan.
Sel 4 adalah krisis yang terjadi karena faktor- faktor sosial diluar
lingkungan organisasi bereaksi secara negative terhadap perusahaan.
12
Tipologi krisis
Sel 1
• Kecelakaan kerja
• Kerusakan produk
• Kemacetan komputer
• Informasi yang rusak/ kurang
sempurna
Internal
Sel 2
• Pengrusakan lingkungan yang meluas
• Bencana alam
• Hostile Takeover
• Krisis sosial
• Kerusakan system berskala luas
Eksternal
Sel 3
• Kegagalan beradaptasi/melakukan
perubahan
• Sabotase oleh orang dalam
• Kemacetan organisasional
• On-site product tampering
• Aktivitas ilegal
• Penyakit karena pekerjaan
Sel 4
• Symbolic projection
• Sabotase orang luar
• Teroris, penculikan eksekutif
• Pemalsuan /produk tiruan
1.c Penanganan dan Pengelolaan Krisis
Pengelolaan krisis merupakan suatu wilayah dalam manajemen
di mana Humas atau pejabat yang berwenang memiliki kepentingan
tertentu dan mampu mengembangkan kemampuannya secara optimal
dalam menghadapi krisis. Betapapun krisis bisa mengubah image
perusahaan yang sudah dibangun selama bertahun-tahun dengan
derastis. Diperlukan pendekatan dan penanganan segera dengan niat
baik dan kepercayaan (good will and trust) yang sudah terbangun.
13
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pengelolaan krisis
(Khasali, Renald ; 2000. hal 231-233), yaitu:
a. Identifikasi Krisis
Identifikasi dapat dilakukan melalui penelitian. Persis
seperti dokter yang melakukan diagnosis, meneliti simpton dan
melakukan set back untuk memperoleh deskripsi yang utuh. Untuk
melakukan identifikasi bisa menghubungi pihak-pihak lain diluar
perusahaan atau organisasi.
b. Analisis Krisis
Sebelum melakukan komunikasi, praktisi public relations harus
melakukan serangkaian analisis atas masukan yang diperoleh.
Analisis yang dilakukan memiliki cakupan yang luas, mulai dari
analisis parsial sampai integral yang kait mengkait.
c. Isolasi Krisis
Krisis merupakan penyakit yang bisa berarti lebih dari
sekedar penyakit biasa. Ia bisa menular dan harus ada pencegahan
agar tidak semakin meluas. Bisa melalui tindakan isolasi maupun
karantina sebelum tindakan lebih lanjut.
14
d. Pilihan Strategi
Sebelum diambil langkah-langkah komunikasi untuk
mengendalikan krisis harus dilakukan penetapan strategi generik,
(Khasali Renald; 2000.Hal 232) yaitu melalui:
1). Defensive Strategy (Strategi Defensif) yang langkah-langkah
sebagai berikut;
- Mengulur waktu,
- Tidak melakukan apa (not in action atau low profile) dan
membentengi diri dengan kuat (stone walling).
2). Adaptive Strategy (Strategi Adaptif). Langkah-langkah
mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti;
- Mengubah kebijakan,
- Modifikasi operasional,
- Kompromi, dan
- Meluruskan citra.
3). Dynamic Strategy (Strategi Dinamis).
Starategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan
berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah sebagai
berikut;
- Merger dan akuisi,
- Investasi baru,
- Menjual saham,
15
- Meluncurkan produk baru atau menarik peredaran produk
lama,
- Menggandeng kekuasaan, Melempar isu baru untuk
mengalihkan perhatian
E. 2 Manajemen dan Public Relations
2.a Pengertian Manajemen
Dilihat dari asal katanya, kata manajemen atau management
dalam bahasa Inggris berarti dari kata Italia, maneggiare yang kurang
lebih berarti menangani atau to handle. Dalam bahasa Latin, ada kata
yang punya pengertian yang hampir sama yakni kata manus yang artinya
tangan atau menangani. Jadi, kata manajemen pada dasarnya berarti
menangani atau mengelola .(I Gusti Ngurah Putra: hal.11)
Aktivitas manajemen pada setiap lembaga atau organisasi yang
pada umumnya berkaitan dengan usaha mengembangkan dan memimpin
suatu tim kerja sama atau kelompok orang dalam satu kesatuan, dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu
dalam organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (pre determine
objective). ( Ruslan Rosady: hal.1)
Dalam penggunaan sehari-hari, kata manajemen bisa digunakan
dalam empat pengertian yang berbeda. Pertama, kata manajemen dapat
dipahami sebagai proses-proses pengorganisasian; yakni perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, penggiatan, dan pengevaluasian. Kedua,
16
kata manajemen juga berarti suatu karier, pekerjaan. Ketiga, kata
manajemen juga dapat berarti kelompok orang yang bertanggung jawab
dalam menjalankan sebuah organisasi, sehingga ada kata manajemen
perusahaan A dinilai gagal dalam meredam konflik internal perusahaan
tersebut. Atau pihak manajemen sedang melakukan perundingan dengan
wakil-wakil dari serikat buruh. Terakhir, kata manajemen dapat juga
berarti sebagai sebuah ilmu atau seni tentang perencanaan, pelaksanaan
dan pengevaluasian. (I Gusti Ngurah Putra: hal.11-12)
Arti manajemen, yaitu asal kata dari manage dan dalam bahasa
latin manus, yang berarti : memimpin, menangani, mengatur, atau
membimbing. Dapat dikemukakan mengenai batasan pengertian
manajemen menurut George R.Terry (1972), yang mendefinisikan
manajemen, sebagai berikut, “ Manajemen merupakan sebuah proses
yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan,
pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya”.
17
Dari batasan pengertian manajemen tersebut diatas dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa fungsi pokok atau tahapan-tahapan dalam
manajemen, menurut Basu Swasta DH, dalam bukunya, Asas-asas
Manajemen modern, diterbitkan Liberty, Yogyakarta 1996, yaitu suatu
proses dari tindakan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
1). Perencanaan (planning)
Yaitu fungsi perencanaan yang mencakupi ; penetapan tujuan dan
standar, penentuan aturan dan prosedur, pembuatan rencana serta
ramalan (prediksi) apa yang diperkirakan terjadi.
2). Pengorganisasian (organizing)
Fungsi pengoragnisasian di sini meliputi : pemberian tugas yang
terpisah kepada masing-masing pihak, membentuk bagian,
mendelegasikan dan menetapkan jalur suatu wewenang / tanggung
jawab dan sistem kmunikasi, serta mengkoordinir kerja setiap
karyawan di dalam suatu tim kerja yang solid dan terorganisir.
3). Penyusunan (staffing)
Fungsi ini meliputi ; penentuan dan persyaratan personel yang
dipekerjakan, menarik dan memilih calon karyawan, menentukan
job description dan persyaratan teknis suatu pekerjaan, penilaian,
pelatihan termasuk pengembangan kualitas dan kuantitas karyawan
sebagai acuan untuk penyusunan setiap fungsi dalam manjemen
organisasi.
18
4). Memimpin (leading)
Fungsi memimpin meliputi : membuat orang lain melakukan
pekerjaan, mendorong dan memotivasi bawahan, serta menciptakan
iklim atau suasana pekerjaan yang kondusif, khususnya dalam metode
komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya, diharapkan timbulnya
saling pengertian dan kepercayaan yang baik. Menumbuh kembangkan
disiplin kerja dan sense of belonging pada setiap karyawannya, serta
jajaran manajemen (public internal).
5). Pengawasan (controlling)
Fungsi terakhir manajemen ini mencakupi ; persiapan suatu standar
kualitas dan kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun jasa
yang diberikan perusahaan / organisasi dalam upaya pencapaian tujuan
kepuasan bersama, produktifitas dan terciptanya citra yang positif.
(Ruslan Rosady: hal.1-3 )
2.b. Pengertian Public Relations
Humas, yang merupakan terjemahan bebas dari istilah Public
Relation atau PR- kedua istilah ini akan dipakai secara bergantian –itu
terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara
organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan
dengannya .
Menurut definisi kamus terbitan institute of public relation
(IPRA), yakni sebuah lembaga Humas terkemuka di Inggris dan Eropa,
19
“ Humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara
terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan
memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi
dengan segenap khalayaknya“. jadi Humas adalah suatu rangkaian
kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sebagai suatu rangkaian
kampanye atau program terpadu, dan semua itu berlangsung secara
berkesinambungan.
Sedangkan menurut kamus Fund and wagnal, American
standard Desk Dictionary terbitan 1994, istilah Humas diartikan
sebagai segenap kegiatan dan teknik / kiat yang digunakan oleh
organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara suatu
sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan
dan sepak terjangnya. Istilah “kiat” dalam definisi ini mengindikasikan
bahwa Humas harus menggunakan metode manajemen berdasarkan
tujuan (management by objectivis) .
Pada pertemuan asosiasi Humas seluruh dunia di Mexico City, Agustus Tahun 1978, ditetapkan defenisi Humas sebagai berikut: Humas adalah suatu seni sekaligus disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memprediksi setiap kemungkinan konsekuensi dari setiap kegiatannya, memberikan masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisai, dan mengimplementasikan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepetingan khalayaknya. (LINGGAR ANGGORO” 2001,HAL 1-2).
International Public Relations Association (IPRA) memberi
definisi PR karena pada tahun 1960 sudah muncul ribuan defenisi.
Jumlahnya tidak kurang dari 2000 buah defenisi yang tercatat. Justru
20
karena itu banyak definisi akan bias mengaburkan pengertian PR itu
sendiri. Pada bulan mei 1960 anggota IPRA berkumpul di Den Haag
Belanda mereka bersepakat untuk menerima rumusan definisi PR
sebagai berikut:
Definisi tersebut dapat diterjemahkan (MARIA ASSUMTA
“2002”hal 9-11) sebagai berikut, Public Relation merupakan fungsi
manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara
berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga umum
dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling
pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungan dan
diduga akan ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik mereka,
dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan
ketatalaksanaan, guna mencapai kerja sama yang lebih produktif, dan
untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien, dengan
kegiatan penerangan yang terencana dan tersebar luas.
Cutlip, Center dan Broom (1985,1994:6) mendefinisikan Humas
sebagai “the management function that establishes and maintains
mutually beneficial relationship between an organization and the
publics on whom its success or failure depend”. Mereka melihat Humas
sebagai fungsi manajemen untuk membangun dan menjaga hubungan
yang saling menguntungkan antara organisasi dengan berbagai publik
yang menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut.
Definisi ini tidak menekankan cara membangun hubungan yang saling
21
menguntungkan antara organisasi dan berbagai publiknya. Sedangkan
Grunig & Hunt (1984:6) lebih memfokuskan kegiatan Humas sebagai
kegiatan komunikasi dengan mengemukakan pengertian Humas sebagai
“the management of communication between an organization and its
public”. Jadi mereka melihat Humas sebagai kegiatan pengelolaan
komunikasi antara sebuah organisasi dengan berbagai publiknya. Grunig
& Hunt tidak menjelaskan untuk apa kegiatan komunikasi antara
organisasi dengan berbagai publiknya dilakukan. Teks lain
mendefinisikan Humas dengan gambaran yang lebih detail (Baskin,
Aronof & Lattimore, 1997: 5) sebagai berikut :
Public relations is a management function that helps achieve organizational objectives, define philosophy, and facilitate organizational change. Public relations practitioners communicate with all relevant internal and external publics to develop positive relationship and to create consistency between organizational goals and societal expectations. Public relations practitioners develop, execute, and evaluate organizational programs that promote the exchange of influence and understanding among an organization’s constituent parts and publics. (Public Relation adalah suatu fungsi manajemen yang membantu mencapai tujuan-tujuan organisasi, mendefinisikan filosofi, dan memfasilitasi perubahan organisasi. Praktisi Public Relation mengkomunikasikan dengan seluruh masyarakat baik internal maupun eksternal yang terkait untuk mengembangkan hubungan yang positif dan menciptakan konsistensi antara sasaran organisasi dan harapan masyarakat. Praktisi Public Relation mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi program organisasi yang mengangkat pertukaran pengaruh dan pemahaman diantara konstituen dan masyarakat organisasi).
22
Menurut Dozier, D.M. (1992), bahwa peranan praktisi public
relation dalam organisasi tersebut salah satu kunci untuk memahami
fungsi Public Relation dan komunikasi organisasi, disamping itu juga
merupakan kunci untuk pengembangan peranan praktisi PRO (pejabat
Humas) dan pencapaian professional dalam Public Relation.
Menurut Dozier & Broom (1995) bahwa peranan Public Relation
dibagi empat katagori dalam suatu organisasi, (Ruslan Rosady
2002)sebagai berikut :
a. Expert Prescriber
Sebagai praktisi ahli Public Relation yang berpengalaman dan
memiliki kemampuan tinggi dapat membantu untuk mencari solusi
dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya (public
relationship). Hubungan praktisi ahli PR dengan manajemen
organisasi seperti hubungan antara dokter dan pasiennya, sehingga
pihak manajemen bertindak pasif untuk menerima atau mempercayai
apa yang telah disarankan atau usulan dari ahli PR ( expert
prescriber) yang memiliki pengalaman dan keterampilan tinggi
dalam memecahkan serta mengatasi persoalan Public Relation yang
tengah dihadapi oleh organisasi bersangkutan.
b. Communication Fasilitator
Dalam hal ini, praktisi PR bertindak sebagai komunikator atau
mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk
mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya dari
23
organisasi bersangkutan, sekaligus harus mampu menjelaskan
kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada pihak
publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut yang
dilaksanakan oleh PR bersangkutan dapat tercapai saling pengertian,
mempercayai, menghargai dan toleransi yang baik dari kedua belah
pihak.
c. Problem Solving Process Fasilitator
Peranan praktisi PR dalam hal proses pemecahan persoalan Public
Relation ini, merupakan bagian tim manajemen untuk membantu
pimpinan organisasi baik sebagai penasehat (adviser) hingga
mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi
persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan
professional.
d. Communication technician
Berbeda dengan tiga peranan praktisi PR professional sebelum yang
terkait erat dengan fungsi dan peranan manajemen organisasi.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Moore, yang menyatakan
bahwa:
Public Relation adalah suatu filsafat sosial dari manajemen yang dinyatakan
dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya, yang melalui interpretasi yang
peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah
dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh saling pengertian dan itikad
baik (Frasier moore, “2004” HAL 6).
24
Berdasarkan definisi tersebut, I. G. Ngurah Putera berpendapat
(dalam Scott M. Cutlip;1985.Hal 5) bahwa, ada dua pendekatan yang dapat
digunakan untuk memahami Public Relation. Kedua pendekatan tersebut
adalah :
1. Pendekatan Public relation sebagai fungsi Manajemen
Meliputi berbagai kegiatan, yaitu :
a. Anticipating, analyzing, and interpreting, public opinion, attitude and issue which might impacy for good or ill, the operation and plans of the organization. (Mengantisipasi, menganalisis dan mengintrepretasikan opini public,sikap dan isu-isu yang bisa berdampak bagi operasional dan rencana organisasi baik maupun buruk).
b. Counseling management at all levels in the organization with regard to policy decision, courses of action and communication taking into account their public remifications and the organization’s social or citizenship responsibilities. (Membimbing manajemen diseluruh level, dalam organisasi dalam kaitan dengan keputusan bijak, masalah tindakan dan komunikasi yang memperhitungkan penilaian publik dan tanggung jawab warga social organisasi).
c. Recearcing, conducting and evaluating, an a continuing basis, programs of action and communication to achieve informed public understanding necessary to the successary to the success of an organization’s aims. These may include marketing, finantial, fund raising, employee, community or govertment relations and other programs. (Mengarahkan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu program aksi dan komunikasi yang berkelanjutan guna mencapai pemahaman public yang jelas yang dibutuhkan demi keberhasilan tujuan organisasi.Hal ini bisa memasukan pemasaran,financial, pengeluaran dana, karyawan, komunitas atau hubungan dengan pemerintah dan program lain).
d. Planning and implementing the organization’s efforts to influence or change public policy. (Perencanaan dan pengimplementasian upaya organisasi untuk mempengaruhi atau merubah kebijakan publik).
25
e. Setting objectives, planning, budgeting, recruiting and training staff, developing facilities-in short, managing the recources needed to perform all of the above. (Menentukan tujuan, perencanaan, anggaran, rekrutmen dan pelatihan staff, pengembangan fasilitas – dalam jangka pendek, pengelolaan sumber daya yang dibutuhkan guna menjalankan seluruh hal diatas). Dalam fungsi manajemen Public Relation merupakan kegiatan
untuk mengantisipasi, menganalisa dan menginterpretasikan opini publik
ataupun sikap yang dapat mempengaruhi organisasi. Public Relation
juga merupakan kegiatan untuk memberikan masukan organisasi dalam
pembuatan keputusan, melakukan penelitian, pengkoordinasian dan
evaluasi terhadap program organisasi dalam membentuk pengertian
bersama, serta melakukan perencanaan dan penerapan usaha organisasi
untuk melakukan perubahan kebijaksanaan publik.
Berkenaan dengan Public Relation sebagai fungsi manajemen,
Rex Harlow berpendapat :
Public Relation adalah fungsi manajemen yang khas yang
mendukung pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama antara
organisasi dengan publiknya mengenai komunikasi, pengertian,
penerimaan, dan kerjasama, membantu manajemen menjadi tahu
mengenai dan tanggap terhadap opini publik, menetapkan dan
menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan
publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan
perubahan secara efektif, bertindak sebagai peringatan dini dalam
26
mengantisipasi kecenderungan, dan menggunakan penelitian serta
tekhnik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.
Menurut C. W Urwick : Sebagai fungsi khusus manajemen
Public Relation merupakan kegiatan untuk menyampaikan
kebijaksanaan manajemen, mendengarkan pendapat masyarakat , dan
menciptakan suasana saling mengerti dan hubungan yang baik diantara
manajemen dan karyawan. (S.K Bonar, 1986 , hal. 21).
2. Pendekatan Public Relation sebagai Fungsi Komunikasi
Pendekatan Public Relation sebagai fungsi komunikasi memiliki
dua pengertian , yaitu :
a. Public Relation sebagai “ method of communication “
b. Public Relation sebagai “ state of being “
Menurut Onong :
Public Relation dalam pengertian method of communication
merupakan rangkain kegiatan komunikasi yang khas ( dalam Onong
U.Effendy,hal 95) dengan ciri – ciri :
a. Komunikasi yang dilaksanakan berlangsung dua arah secara
timbal balik
b. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari penyebaran informasi
pelaksanaan persuasi dan pengkajian opini publik
c. Tujuan yang dicapai adalah tujuan organisasi itu sendiri
d. Sasaran yang dituju adalah publik yang didalam dan publik
diluar organisasi
27
e. Efek yang diharapkan adalah terjadinya hubungan yang
harmonis antara organisasi dengan publiknya.
Sedangkan Public Relations dalam pengertian state of being
adalah perwujudan kegiatan berkomunikasi sehingga melembaga.
Komunikasi dapat dilaksanakan melalui Public Relations. Karena Public
Relations merupakan upaya yang sungguh-sungguh, terencana dan
berkesinambungan untuk menciptakan dan membina saling pengertian
antara organisasi dengan publiknya.
Guna mencapai tujuan melalui program kerja dan aktifitas
Humas sebagai upaya menciptakan hubungan harmonis antara
organisasi/perusahaan yang diwakalinya dengan publiknya stakeholder-
sasaran khalayak yang terkait maka Scott M.Cutlip & Allen H.Center
(Prentice-Hall, Inc.1982:139, dalam ROSADI RUSLAN” 2002,HAL
149-150) menawarkan upaya pemecahan persoalan program kerja
tersebut melalui “proses empat tahapan atau langkah-langkah pokok”
sebagai landasan acuan untuk pelaksanaan program kerja kehumasan
selanjutnya, yaitu sebagai berikut :
1. Research-Listening (Penelitian dan Mendengarkan)
Dalam tahap ini, penelitian yang berkaitan dengan opini, sikap dan
reaksi dari mereka yang berkepentingan dengan aksi dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan suatu organisasi.Kemudian melakukan
pengevaluasian dari fakta-fakta, dan informasi yang masuk untuk
menentukan keputusan berikutnya. Pada tahap ini akan menetapkan
28
suatu fakta dan informasi yang berkaitan langsung dengan kepentingan
organisasi, yaitu What’s our problem? (Apa yang menjadi problem
kita).
2. Planning-Decision (Perencanaan dan mengambil keputusan)
Tahap ini memberikan sikap, opini, ide-ide dan reaksi yang berkaitan
dengan kebijaksanaan serta termasuk menetapkan program kerja
organisasi yang sejalan dengan kepentingan atau keinginan-keinginan
pihak yang berkepentingan : Here’s what we can do? (Apa yang mesti
kerjakan).
3. Commonication-Action (Mengkomunikasikan dan pelaksanaan)
Tahap ini adalah menjelaskan dan sekaligus mendramatisirkan
informasi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan, sehingga
mampu menimbulkan kesan-kesan yang secara efektif untuk dapat
mempengaruhi bagi pihak-pihak yang dianggap penting dan
berpotensi dalam upaya memberikan dukungan sepenuhnya : Here’s
what we did and why? (Apa yang telah kita lakukan dan mengapa
begitu).
4. Evaluation (Mengevaluasi)
Pada tahap ini, pihak Public Relation/Humas mengadakan penilaian
terhadap hasil-hasil dari program-program kerja atau aktivitas Humas
lainnya yang telah dilaksanakan, serta keefektivitasan dari teknik-
teknik manajemen, dan komunikasi yang telah dipergunakan : How
did we do? (Bagaimana kita telah melakukannya).
29
E.3 Citra Sebagai Sasaran Humas
Citra merupakan tujuan pokok sebuah perusahaan. Tercapainya sebuah
citra yang positif atau baik sangatlah menguntungkan perusahaan.
Pangertian citra itu abstrak, tetapi wujudnya dapat dirasakan dari penilaian
baik dan buruk serta penerimaan dan tanggapan yang positif maupun negatif
yang khususnya datang dari public dan masyarakat luas pada umumnya.
Dalam pembentukan citra positif, kehadiran Public Relation tidak
semata-mata bertujuan menangani manajemen komunikasi, melainkan juga
diharapkan mampu melaksanakan komunikasi manajemen dalam rangka
membentuk dan memelihara citra baik dan positif perusahaan. Citra
merupakan seperangkat anggapan, impresi atau gambaran seseorang atas
sekelompok orang mengenai objek tertentu.
Citra perusahaan menurut Claude Robinson dan Walter Barlow adalah
“ Gambaran mental yang ada dibenak khalayak tentang perusahaan,
gambaran ini mungkin diperoleh dari pengalaman langsung maupun tidak
langsung. Mungkin rasional ataupun irasional tergantung pada keterangan
atau isu yang tampak pada pola terbatas “.
Dengan demikian, citra perusahaan merupakan kesan atau penilaian
tentang perusahaan , ataupun pelayanan perusahaan yang ada pada diri
masyarakat sebagai hasil dari pengalaman dan informasi yang diperoleh.
Menurut Frank Jefkins, dalam bukunya hubungan masyarakat
diterbitkan oleh Intermasa,1992, ada beberapa jenis citra (image) yang
30
dikenal didunia aktivitas hubungan masyarakat ( public relations), yaitu
dibedakan sebagai berikut:
1. Citra cermin (mirror image)
Pengertian disini bahwa citra yang diyakini oleh perusahaan
bersangkutan, terutama para pimpinan yang tidak percaya terhadap
kesan orang luar terhadap perusahaan yang dipimpinnya itu tidak
selamanya selalu dalam posisi baik.setelah diadakan studi tentang
tanggapan, kesan dan citra dimasyarakat ternyata terjadi perbedaan
antara yang diharapkan dengan kenyataan citra dilapangan, bisa terjadi
justru mencerminkan “citra “ negatifnya yang muncul.
2. Citra kini (current image)
Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang
perusahaan atau organisasi atau hal yang lain berkaitan dengan
produknya. Kemudian ada kemungkinan berdasarkan pada pengalaman
dan informasi diterima yang kurang baik, sehingga dalam posisi tersebut
pihak Humas / PR akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan,
kecurigaan, prasangka buruk ( prejudice ), dan hingga muncul
kesalahpahaman ( misunderstanding ) yang menyebabkan citra kini
yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan yang negative
diperolehnya.
31
3. Citra keinginan (wish image)
Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak
manajemen terhadap lembaga perusahaan, atau produk yang ditampilkan
tersebut lebih dikenal ( good awareness ), menyenangkan dan diterima
dengan kesan yang selalu positif diberikan ( take and give ) oleh
publiknya atau masyarakat umum.
4. Citra perusahaan (corporate image)
Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai
tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan ( corporate
image ) yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin
tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang
marketing, dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial (social
care) sebagainya. Dalam hal ini pihak Humas / PR berupaya atau bahkan
ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan Citra Perusahaan, agar
mampu mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi ( liquid )
untuk berkompetisi di pasar bursa saham.
5. Citra serbaneka (multiple image)
Citra ini merupakan pelengkap dari Citra Perusahaan diatas, misalnya
bagaimana pihak Humas / PR –nya akan menampilkan pengenalan
(awareness ) terhadap identitas, atribut logo, brand’s name, seragam
(uniform ) para front liner, sosok gedung, dekorasi lobby kantor dan
penampilan para profesionalnya, kemudian diunifikasikan atau diidentikan
32
kedalam suatu citra serbaneka ( multiple image ) yang diintegrasikan
terhadap Citra Perusahaan ( corporate image ).
6. Citra Penampilan ( performance image ).
Citra penampilan ini lebih ditujukan pada subyeknya, bagaimana kinerja
atau penampilan diri ( performance image ) para profesional pada
perusahaan bersangkutan, misalnya dalam memberikan berbagai bentuk
kualitas pelayanan, bagaimana pelaku pelaksanaan etika menyambut
telephone, tamu, dan pelanggan serta publiknya, serba menyenangkan
serta memberikan kesan yang selalu baik.(Oemi “2001”Hal 56 ).
F. Metode Penelitian
F.1. Jenis penelitian
Adapun metode yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah metode
studi kasus deskriptif . strategi yang paling cocok bila pokok pertanyaannya
berkenaan dengan “how”atau “why”, apabila peneliti hanya memiliki sedikit
peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselediki, dan bila
mana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer dalam
kehidupannya. Didalam penelitian ini tidak menggunakan data perhitungan
statistik, tetapi hanya menggambarkan keadaan hasil ataupun kondisi objek
yang diteliti (K. Yin Robert. DR.Prof, 1995 ; 1).
33
F.2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih yaitu, PT PLN (PERSERO) distribusi Jawa Barat
dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Cirebon yang bertempat di
Jl.Tuparev No.100 Cirebon.
F.3. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Yaitu mendapat informasi dengan bertanya langsung pada
responden (Masri Singarimbun ;1989, Hal 192). Pihak yang
diwawancarai terkait dengan penelitian ini adalah Humas PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon, Bagian Pelayanan Pelanggan SUTET
(Bagian Sistem dan Jaringan), dan Ketua IKKS sebagai perwakilan
masyarakat korban SUTET.
b. Studi literatur dan dokumentasi
Dilakukan dengan cara membaca, mengkliping dan mengutip
data-data dari buku-buku serta data dari perusahaan yang dapat
menunjang penelitian serta memperdalam pengetahuan tentang
masalah yang diteliti, mencari landasan teori dan menguatkan
konsep yang digunakan.
34
F.4 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pencarian dan perencanaan secara
sistematik semua data dan bahan yang telah dikumpulkan agar peneliti
mengerti benar yang telah dikemukakannya dan dapat menyajikan kepada
orang lain secara jelas (Singarimbun Masri, 1989 ; 25).
Berdasarkan jenis penelitian ini, yaitu penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah suatu inkuri empiris
(studi pengalaman) yang menyelidiki fenomena dalam kontek kehidupan
nyata bilamana, batas-batas antara fenomena dan kontek tak tampak dengan
jelas, dan dimana multi sumber dimanfaatkan ( K Yin Robert, 2000 ; 47).
Analisis data yang dilakukan adalah pengolahan data kualitatif yang
menjelaskan tentang eksistensi sebuah permasalahan dengan
menggambarkan secara sistematik terhadap elemen yang mempunyai sifat
kualitatif dan terkait dengan permasalahan yang ada (Suharsimi Kunto Ari,
1993 ; 309).
Data-data yang diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis.
Penganalisian data hasil penelitian menggunakan metode non statistik, yaitu
analisis deskriptif kualitatif yang hanya menunjukan kualitas atau mutu dari
sesuatu yang ada berupa keadaan, proses, kejadian atau peristiwa dan
kenyataan dalam bentuk perkataan (Nawawi Hadari H & Hadari Martini
HM, 1995 ; 25).
35
Hal ini dilakukan karena analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran khusus yang bersifat menyeluruh tentang apa yang tercakup
dalam permasalahan yang diteliti. Langkah-langkah analisis datanya, paling
awal peneliti menginventarisasi data primer dan data sekunder yang didapat
melalui hasil wawancara dan dokumentasi yang berkaitan dengan objek
penelitian dan komentar peneliti serta segala bentuk dokumen kemudian
diatur, diurut, dan dikategorikan untuk menyesuaikan apakah data dan fakta
yang didapat sesuai dengan teori yang digunakan. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan
permasalahan, sebelum kelapangan dan berlangsung hingga penulisan hasil
penelitian. Terakhir yaitu pengambilan kesimpulan.
36
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Berdirinya Perusahaan PT. PLN ( Persero )
Distribusi Jawa Barat dan Banten
A.1. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda tahun 1905 berdiri
Bandoeng Electriciteit Maatschaappij, disingkat B.E.M yang bertugas
membuat atau membangun jaringan listrik di kota Bandung dan sekitarnya.
Selanjutnya pada tahun 1913 berdiri Land Waterkracht Bedrijf disingkat
L.W.B yang bertugas dan bergerak dibidang pengusahaan pembangkitan
dan penyaluran tenaga listrik yang mempunyai wilayah kerja diseluruh
Indonesia. Pada tahun 1919 dibuat akte pendirian perusahaan pelistrikan
dihadapan Notaries Mr.Andrian Hendrik Van Phuisen di Batavia. Akta
No.231 tanggal 31 Desember 1919, kemudian B.E.M dihapus dan
digabung menjadi Geemenschapplijk Electriciteit Bedrijf Voor Bandoeng
Disingkat G.E.B.E.O Bandung. Setelah pendirian akte notaries dibuat maka
pada tahun 1931 berdiri GEBEO N.V di Bandung yaitu tepatnya 1 Januari
1921.
37
A.2. Masa Pemerintahan Jepang ( 1945 )
Pada masa ini pendistribusian tenaga listrik diusahakan oleh Djawa
Denki Djigyo Sha Bandoeng Shi Sa, sedangkan untuk pembangkit
Penyalurannya dilakukan oleh dua instansi,yaitu SIBEO DENKI DJIGYO
Pada periode tahun 1943-1945.
A.3. Masa Perjuangan Fisik
Pada masa perjuangan fisik pelistrikan dinegara kita khususnya di
Jawa Barat dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama
DJAWATAN LISTRIK
A.4. Masa Agresi Belanda
Pada tahun 1948 Belanda masuk, maka pemerintahan Indonesia
hijrah ke Yogyakarta. Pengusahaan dan pendistribusian tenaga listrik
khususnya di Jawa Barat termasuk Jakarta diusahakan oleh G.E.B.E.O
kembali.
Sedangkan pembangkitan dan penyebarannya tetap dikuasai dan di
kelola oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu oleh Perusahaan Negara
disingkat PENUMPETAL.
A.5. Masa Nasionalisasi dan Sesudahnya
Pada tahun 1957 terjadi nasionalisasi perusahaan milik asing, maka
G.E.B.E.O diambil alih tepatnya pada tanggal 27 Desember 1957.
Sehubungan dengan nasionalisasi ini dikeluarkan Peraturan Pemerintah
No.86 Th.1958, Peraturan Pemerintah No.18 Th.1959, Peraturan Pemerintah
38
No.19 Th.1960 tentang Perusahaan Negara, maka berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.18 Th.1959 diatas maka G.E.B.E.O di Bandung dinyatakan
menjadi Perusahaan Milik Negara dengan nama Perusahaan Listrik Negara (
PLN ).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19 Th.1965 dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga No.01/PRT/1965 tanggal 21 Januari
1965 diadakan reorganisasi dimana BPU-PLN dihapus dan ditingkat daerah
dibentuk susunan Organisasi PLN yang disebut Perusahaan Listrik Negara
Eksploitasi, dan di Jawa Barat disebut PLN Eksploitasi XI, yang
berkedudukan di Bandung termasuk cabang-cabangnya. Dalam Peraturan
Pemerintah No.18 Th.1972 tentang Perum Listrik Negara dalam BAB I
pasal 1 ayat 1 disebutkan hal yng menyangkut status PLN antara lain :
PLN yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No.19 Th.1965 yang lalu Peraturan Pemerintah Th.1969 dan Peraturan Pemerintah No.30 Th.1970, dengan Peraturan Pemerintah ini ditegaskan statusnya menjadi Perusahaan Umum (PERUM). Sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat 2 UU No.9 Th.1969 dengan nama “Listrik Negara” dengan berlakunya pemerintahan No.18 Th.1972 tersebut maka semua ketentuan dalam peraturan pemerintah No.19 Th. 1965, PP No. 11 Th.1969 dan PPNo.30 Th.19790, sepanjang mengenai anggaran dasar listrik Negara dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Peraturan Pemerintah PUTL No.013/PLT/1975 tanggal 19 September 1975 tentang organisasi dan tata kerja. Perusahaan Listrik Negara maka PLN mengadakan reorganisai yang menyangkut nama, tugas dan wilayah kerjanya didaerah, kemudian berdasarkan pengumuman No.05/D.III/SEk/1975 tanggal 14 Juli 1975,maka Perum Listrik Negara Eksploitasi XI diubah namanya menjadi Perum LIstrik Negara Distribusi II disingkat P.L.N Distribusi II dan berikutnya dirubah menjadi PERUM LISTRIK NEGARA DISTRIBUSI JAWA BARAT disingkat PERUM LISTRIK DISTRIBUSI JABAR. Sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang baru yaitu PP No.18 Th.1972 dinyatakan masih tetap berlaku, hanya saja di dalamnya terdapat
39
beberapa pasal yang diubah dan disesuaikan. Yang berdasarkan pengumuman PLN Eksploitasi diubah namanya Perusahaan Listrik Distribusi Jawa Barat No.23 Th.1994 tanggal 16 Juni 1994 tentang pengalihan bentuk PULN menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) maka bentuk PULNDJ menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan sebutan PT.PLN Distribusi Jawa Barat sejak tanggal 30 Juli 1994 sesuai akte pendirian.
B. Visi dan Misi PT.PLN (Persero)
Sebagai salah satu perusahaan publik yang tumbuh dan berkembang
dibidang ketanagalistrikan, PT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan
Banten Area Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon di dalam menghadapi
tuntutan perubahan dan perkembangan kelistrikan dari tahun ke tahun yang
cenderung mengalami peningkatan, maka dalam setiap kegiatan usahanya
selalu berpegang pada Visi dan Misi Perusahaan.
B.1. Visi PT. PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan Cirebon :
a. Mempertahankan posisi sebagai market leader.
b. Mewujudkan Perusahaan setara kalas dunia.
c. Sumber daya manusia yang professional.
d. Aktifitas usaha yang akrab lingkungan.
B.2 Misi PT. PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan Cirebon :
a. Memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional.
b. Meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
c. Melakukan usaha sesuai kaedah ekonomi yang sehat.
40
d. Memperhatikan kepentingan stakeholder.
e. Memuaskan pelanggan.
C. Kekuatan Strategi Perusahaan PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jawa
Barat dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon.
Regulasi baru di sektor ketanagalistrikan yang ditandai dengan
berlakunya Undang-Undang kelistrikan Nomor : 20 Tahun 2002,
mengisyaratkan bahwa dimasa mendatang PLN bukan lagi menjadi pemain
tunggal sekaligus bukan pemegang monopoli bagi bisnis kelistrikan.
Regulasi tadi, membuka peluang bagi pemilik modal diluar PLN untuk
terjun dalam kancah penyedian tenaga listrik, dimana pada giliranya
konsumen bias memilih perusahaan dan penjual tenaga listrik yang
dianggap lebih handal, pelayanan lebih memuaskan dengan harga ekonomis.
Menghadapi situasi dan kondisi di masa mendatang, yang penuh
tantangan dan ketebatasan, maka dibutuhkan kemampuan meninvertarisir
sejumlah kekuatan yang di miliki PLN untuk bias menumbuh kembangkan
PLN menjadi Perusahaan yang berpengalaman dalam penyedian tenaga
listrik, sehat dan siap bersaing dengan Perusahaan pemasok listrik lainnya.
Adapun kekuatan itu, antara lain :
a. SDM yang berpengalaman di bidang distribusi tenaga listrik.
b. Instruktur kelistrikan yang sudah merata hingga kepelosok desa.
c. Menguasai pangsa pasar distribusi tenaga listrik.
41
d. Kepercayaan yang cukup tinggi dari segenap lapisan masyarakat dan
lembaga / instansi lainnya kepada PLN sebagai pengusaha listrik
yang berpengalaman.
Dengan sejumlah kekuatan tadi, maka disusunlah STATEGI
PERUSAHAAN yang terdiri dari :
a. Peningkatan kualitas SDM dan organisasi.
b. Peningkatan pendapatan.
c. Peningkatan Efesiensi Operasi dan investasi.
d. Peningkatan pelayanan dan penguasaan pasar.
e. Inovasi produk, jasa dan sistem .
f. Peningakatan mutu dan keandalan.
g. Peningkatan pembinaan lingkungan.
h. Memperkuat audit dan analisa evaluasi.
D. KEDUDUKAN, STATUS HUKUM, FUNGSI DAN TUGAS POKOK
PT. PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN
AREA PELAYANAN DAN JARINGAN ( APJ ) CIREBON
1. Kedudukan PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon.
Kedudukan PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon sebagai Badan Usaha Milik
42
Negara (BUMN ) dibawah naungan Departemen Pertambangan dan
Energi.
2. Status Hukum PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jaw Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.23 Tahun
1994 tanggal 16 juni 1994, status hukum Perusahaan Listrik Negara (
PLN) sebagai organisasi berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero) yang
didirikan dengan Akta Notaris Soetjipto, SH Nomor 169 Tahun 1994,
beserta perubahannya.
3. Fungsi dan Tugas Pokok PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat dan
Banten Area Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon
Fungsi dari PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon sebagai penyedia tenaga listrik.
Adapun tugas pokok dari PT.PLN ( Persero ) Distribusi Jawa Barat
dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon adalah
mendistribusikan tenaga listrik keseluruh pelanggan sampai akhirnya di
distribusikan ke konsumen terakhir.
43
44
F. URAIAN FUNGSI ORGANISASI DAN STRUKTUR ORGANISASI
PADA PT. PLN ( PERSERO ) DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN
BANTEN AREA PELAYANAN DAN JARINGAN (APJ ) CIREBON
Struktur organisasi PT. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
Area Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon, mengacu kepada
Keputusan General Manajer Nomor: 021.K/021/GM.DJBB/2004
Tentang susunan organisasi dan uraian fungsi organisasi jenjang kedua
pada Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) dimana Area Pelayanan dan
Jaringan ( APJ ) mencakup seluruh fungsi distribusi tegangan menengah
dan tegangan rendah dengan batas sisi hulu yaitu KWH meter di gardu
induk sisi tegangan menengah dan seluruh fungsi penjualan tegangan
rendah, tegangan menengah dan tegengan tinggi dengan pelaksana
adalah unit-unit garis depan di wilayah kerjanya.
a. Manajer Area Pelayanan dan Jaringan :
1). Kinerja Utama : Rasio operasi, piutang, susut, piutang, kepuasan
pelanggan dan citra perusahaan, disamping kinerja unit lainnya.
2). Uraian fungsi Utama :
a). Mensinergikan seluruh unit garis depan dan seluruh fungsi di APJ
dalam mengoptimalkan sumber daya dan kemitraan untuk
memaksimalkan Kinerja Unit dan Citra Perusahaan berdasarkan
hukum dan ketentuan yang berlaku, termasuk pengembangan
45
sistem informasi terintegtrasi dan “online“ dan pengembangan
garis depan baru.
b). Menjalani komunikasi dan hubungan kerja internal dan eksternal
yang efektif dan mengembangkan dan memberdayakan seluruh
potensi SDM untuk meningkatkan Budaya Perusahaan (Integritas,
saling percaya, peduli dan pembelajar) dan Good Cooperate
Government (Responsibility, Acountability, Fairness, dan
Transparancy) disertai apresiasi dan pembinaan SDM.
b. Ahli :
1). Membuat rekomendasi solusi masalah dan konsep realistis untuk
memaksimalkan kinerja APJ.
2). Melaksanakan kegiatan tertentu, bekerja sama dengan unit garis
depan dan atau fungsi terkait, termasuk operasional lapangan,
untuk memaksimalkan kinerja APJ dengan persetujuan manajer
atau sistem manajer yang bersangkutan.
3). Bertanggung jawab kepada manajer APJ.
c. Asisten Manajer Niaga :
1). Fungsi utama asisten manajer niaga adalah memfasilitasi unit garis
depan dalam memaksimalkan kinerja melalui fungsi sistem
informasi, administrasi niaga, sistem pelayanan dan sistem
pemasaran.
2). Bekerja sama dengan Asisten Manajer Perencanaan dan Distribusi,
Asisten Manajer Keuangan dan Administrasi, Ahli, fungsi terkait
46
di APJ dan unit garis depan untuk memaksimalkan kinerja APJ
dan Distribusi Jawa Barat dan Banten, khususnya penekanan susut
dan tunggakan.
3). Mengkoordinasikan fungsi-fungsi supervisor, ahli, juru utama, dan
juru lingkungan AMPD dan bertanggung jawab kepada MAPJ.
d. Asisten Manajaer Perencanaan dan Distribusi :
1). Fungsi utama Asisten Manajer Perencanaan dan Distribusi adalah :
Mengelola fungsi perencanaan terpadu dan fungsi pengelolaan
sistem distribusi, bekerjasama dengan ahli dan fungsi terkait di
APJ, untuk memfasilitasi unit garis deapn dalam memaksismalkan
kinerjanya.
2). Mengkoordinasi pemanfaatan anggaran bersama Asisten Manajer
Niaga, Asisten Manajer Keuangan dan Administrasi dan unit garis
depan untuk memaksimalkan kinerja, khususnya penekanan susut
dan tunggakan.
e. Asisten Manajer Keuangan dan Administrasi :
1). Fungsi Utama Asisten Manajer Keuangan dan Administrasi adalah
:
Mengelola fungsi keuangan, fungsi SDM dan organisasi, fungsi
administrasi, hukum dan komunikasi, bekerjasama dengan ahli dan
fungsi terkait di APJ, untuk memfasilitasi, unit garis depan dalam
memaksimalkan kinerjanya.
47
2). Mengkoordinasikan penyediaan likuiditas operasional garis depan,
rekonsiliasi penerimaan pembayaran rekening listrik di rekening
Bank PLN, pengembangan “autodebet“ , program kehumasan,
pengembangan sarana, apresiasi dan promosi pegawai,
pengembangan unit garis depan baru, dll. Bersama Asisten
Manajer Niaga, Asisten Manajer Perencanaan Distribusi dan unit
garis depan yang bersangkutan.
f. Supervisor Sistem Informasi :
1). Menyusun rencana seksi sistem informasi sesuai rencana kerja
bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan di seksi sistem informasi dalam
rangka pelaksanaan tugas.
3). Melayani proses pengelolaan data dari bagian-bagian lain, dengan
aplikasi program yang sudah ada.
4). Membuat progrom komputer untuk melayani kebutuhan pengguna /
user, untuk program aplikasi yang belum di buat wilayah /
distribusi / pusat.
5). Mengevaluasi sistem informasi yang ada untuk di modifikasi sesuai
kebutuhan
6). Mengawasi pengoperasian komputer di lingkungan seksi sistem
informasi untuk keandalan pelayanan.
7). Membuat hasil pengelolaan data untuk pembuat rekening guna
ketepatan jadwal pelaksanaannya.
48
8). Melaksanakan koordinasi dengan seksi terkait guna kelancaran
sistem informasi.
9). Mengawasi pendistribusian data dan informasi guna keamanannya.
10). Membuat laporan berkala sesuai bidang tugasnya.
11). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang sesuai dengan
kewajiban dan tanggung jawab pokoknya.
g. Supervisor Administrasi Niaga :
1). Menyusun rencana kerja seksi administrasi niaga sesuai kerja
bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan di seksi administrasi niaga dalam
rangka pelaksanaan tugas.
3). Mengawasi dan mengkoordinir kegiatan pelayanan pelanggan yang
ada di kantor APJ.
4). Memonitor keluhan langganan diterima untuk upaya penyelesaian.
h. Supervisor Sistem Pelayanan Pelanggan :
1). Menyusun rencana kerja seksi pelayanan pelanggan sesuai rencana
kerja bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan diseksi pelayanan pelanggan
dalam rangka pelaksanaan tugas.
3). Memeriksa bekas-bekas permohonan penyambungan dan
penambahan daya untuk proses selanjutnya.
4). Melakukan pemeriksaan sampling hasil pembacaan meter yang
dilaksanakan UPJ.
49
5). Memeriksa SP, KPK, kwitansi, PB/UJL, untuk kesesuaianya
dengan ketentuan yang berlaku.
6). Menghitung tagihan susulan opal sesuai ketentuan yang berlaku.
7). Membuat laporan berkala sesuai dengan tugasnya.
8). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang sesuai dengan
kewajiban dan tanggung jawab pokoknya.
i. Supervisor Strategi Pemasaran
1). Menyusun rencana kerja seksi strategi pemasaran sesuai rencana
kerja bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan diseksi strategi pemasaran dalam
rangka pelaksanaan tugas.
3). Melakukan pengumpulan dan evaluasi data potensi strategi
pemasaran guna informasi perluasan jaringan.
4). Menyusun target penjualan tenaga litrik untuk Unit Pelayanan dan
Jaringan ( UPJ ).
5). Memeriksa sarana pembayaran rekening secara berkala guna upaya
peningkatkan pelayanan.
6). Menyusun usulan standar kebutuhan sarana pelayanan pelanggan
untuk kantor APJ dan kantor UPJ.
7). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang sesuai dengan
kewajiban dan tanggung jawab pokoknya.
j. Supervisor Perencanaan dan Konstruksi :
50
1). Menyusun rencana kerja seksi perencanaan dan konstruksi sebagai
pedoman kerja
2). Memberi petunjuk kepada bawahan di seksi perencanaan dan
konstruksi untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
3). Mengkoordinasikan penyusunan rencana teknik konstruksi sarana
pendistribusian tenaga listrik dan bangunan sipil yang terkait agar
sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan.
4). Mengkoordinasikan pelaksanaan survai lokasi perolehan dan
pembebasan tanah untuk pelaksanaan pembangunan sarana
pendistribusian tenaga listrik agar sesuai dengan rencana.
5). Mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan
sarana pendistribusian tenaga listrik, bangunan sipil yang terkait,
sebagai bahan evaluasi kemampuan pekerjaan.
6). Mengendalikan pelaksanaan administrasi teknik untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan sarana pendistribusian tenaga listrik.
7). Menyusun usulan RAO dan UAI, khusus bagian distribusi dan
konstruksi sebagai bahan penyusunan usulan anggaran bagian
distribusi dan konstruksi.
8). Membuat laporan berkala sesuai dengan tugasnya.
9). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang sesuai dengan
kewajiban dan tanggung jawab pokoknya.
51
k. Supervisor Aset dan Logistik :
1). Menyusun rencana seksi asset dan logistik sesuai rencana kerja
bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan seksi asset dan logistik dalam
rangka pelaksanaan tugas.
3). Memeriksa hasil kerja bawahan di kingkungan seksi asset dan logistik
sebagai bahan evaluasi.
4). Menyusun program-program perencanaan sesuai target yang telah di
tetapkan guna mendukung program perencanaan ulang maupun yang
berkait dengan pemasangan baru / perubahan daya.
5). Mengawasi pemakaian tang segel yang dipakai oleh seksi asset dan
logistik untuk menghindari penyalahgunaan pemakaiannya.
6). Mengadakan koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka
pengujiaan APP akibat OPAL.
7). Membuat laporan berkala sesuai dengan tugasnya.
8). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang sesuai dengan kewajiban
dan tanggung jawab pokoknya.
l. Supervisor Pemeliharaan dan Jaringan :
1). Menyususn rencana kegiatan seksi pemeliharaan dan jaringan sebagai
pedoman kerja.
2). Memberi petunjuk kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugas-
tugas dengan baik.
52
3). Memeriksa pelaksanaan tugas bawahan untuk mengetahui
kesesuainnya dengan rencana kegiatan.
4). Memeriksa hasil kerja bawahan di lingkungan seksi pemeliharaan
dan jaringan sebagai bahan evaluasi dan masukan ke asisten
manajer.
5). Mengevaluasi data-data dari operasi jaringan untuk di evaluasi dan
bahan pemeliharaan guna keandalan suplai listrik.
6). Membantu pelaksanaan pemeliharaan dan jaringan untuk di adakan
evaluasi-evaluasi.
7). Membuat laporan berkala sesuai dengan bidang tugasnya.
8). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang sesuai dengan
kewajiban dan tanggung jawab pokoknya.
m. Supervisor Pengendalian Anggaran dan Keungan :
1). Menyusun rencana kerja seksi pengendalian anggaran dan keuangan
sesuai rencana kerja bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan di seksi pengendalian anggaran dan
keuangan dalam rangka pelaksanaan tugas.
3). Mengklasifikasikan biaya-biaya dan pendapatan untuk memudahkan
penyusunan anggaran.
4). Mengawasi penggunaan RAO / UIA sesuai kebutuhan untuk
mendapatkan persetujuan.
5). Mengawasi penerimaan uang dengan cara membandingkan fisik
uang dengan catatan penerimaan.
53
n. Supervisor Pengendalian Pendapatan :
1). Menyusun rencana kerja seksi pengendalian pendapatan sesuai
rencana kerja bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan di seksi pengendalian pandapatan
dalam rangka pelaksanaan tugas.
4). Membandingkan realisasi anggaran dengan pos anggaran untuk
bahan penyusunan anggaran.
5). Menyusun rencana RAO / UIA Area Pelayanan dan Jaringan (APJ )
sesuai dengan kebutuhan untuk pengusulan ke wilayah / distribusi.
6). Membuat usulan revisi RAO / UIO sesuai kebutuhan untuk
mendapatkan persetujuan.
7). Memonitor penerimaan anggaran tahunan untuk kelancaran tugas.
o. Supervisor Akuntansi :
1). Menyusun rencana kerja seksi akuntansi sesuai rencana kerja bagian
sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan di seksi akuntansi dalam rangka
pelaksanaan kerja.
3). Mengklasifikasikan data-data transaksi untuk pembuatan kode
pemikiran sesuai dengan fungsinya.
4). Memeriksa pencantuman kode perkiraan pada masing-masing bukti
pembayaran / penerimaan untuk kebenaran.
5). Memeriksa buku jurnal dan buku besar guna kecocokan
pencatatannya.
54
6). Memeriksa dan realisasi pembayaran atas SKK, SPK dan KPK untuk
penilaian mutasi aktiva tetap dan PDP.
7). Memeriksa formulir TUKG guna pencocokanya dengan kartu
persediaan.
8). Memeriksa laporan-laporan dibidang akuntansi baik maupun berkala
untuk kebenaran pembuatannya.
9). Memonitor pembuatan laporan-laporan dibidang akuntansi untuk
ketetapan jadwal laporannya.
10). Membuat laporan berkala sesuai dengan tugasnya.
11). Melaksakan tugas-tugas kedinasan yang sesuai kewajibannya dan
tanggung jawab pokoknya.
p. Supervisor SDM :
1). Menyususn rencana kerja seksi kepegawaian sesuai rencana kerja
bagian sebagai pedoman kerja.
2). Membagi tugas kepada bawahan di seksi kepegawaian dalam rangka
pelaksanaan tugas.
3). Mengajukan kebutuhan usulan tenaga kerja PT.PLN berdasarkan
perhitungan beban kerja dan informasi jabatan .
4). Mengajukan usulan pendidikan dan latihan yang diperlukan oleh
pegawai sesuai dengan bidangnya.
5). Mengatur pelaksanaan tata usaha penggajian dan pengupahan
pegawai serta kesejahteraan pegawai sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
55
6). Memeriksa dan mengatur pelaksanaan kegiatan yang berkaitan
dengan keselamatan kerja dan pengamanan fisik untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja.
7). Memeriksa konsep usulan kenaikan pangkat / berkala untuk seluruh
pegawai APJ berdasarkan penilaian tahunan.
8). Memeriksa konsep surat keputusan mutasi pegawai dilingkungan
APJ berdasarkan kebutuhan pegawai.
9). Membuat laporan berkala sesuai dengan tugasnya.
10). Melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang sesuai dengan kewajiban
dan tanggung jawab pokoknya.
q. Supervisor Sekertariat dan Umum :
1). Menyusun rencana kerja seksi sekertariat dan umum sesuai rencana
kerja bagian pedoman kerja.
2). Menbagi tugas kepada bawahan di seksi sekertariat dan umum dalam
rangka pelaksanaan tugas.
3). Mengatur penerimaan dan pendistribusian surat-surat sesuai dengan
jenis surat untuk proses selanjutnya.
4). Memeriksa kegiatan invetaris sarana kerja untuk kebenaran
penyajiannya.
5). Memeriksa permohonan SPPD dengan kelengkapannya untuk proses
pembayaran.
6). Menyusun rencana kebutuhan fasilitas / sarana kerja untuk
kelancaran pengajuan anggarannya.
56
7). Membuat pesanan kebutuhan fasilitas / sarana kerja untuk
pelaksanaan tugas.
8). Menyusun rencana pemeliharaan sarana kerja untuk pengajuan
anggaran.
9). Membuat konsep kontrak dengan pihak ketiga untuk hal
pemeliharaan sarana kerja.
10). Membuat laporan berkala sesuai bidang tugasnya.
57
G. LOKASI PERUSAHAAN
Lokasi tempat praktek kerja penulis di PT. PLN ( PERSERO)
Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan (APJ)
Cirebon. Kantor PT. PLN ( PERSERO ) Distribusi Jawa Barat dan
Banten Area Pelayanan dan Jaringan ( APJ ) Cirebon sendiri terletak di
jalan Tuparev No. 100 Cirebon.
GRAGE MALL
CIREBON PANIN BANK
PDAM CIREBON
PLN CIREBON
MASJID
SMA MUHAMADIYAH CIREBON
YASMI
CIREBON
58
BAB III DATA DAN ANALISIS DATA
A. KRONOLOGIS KRISIS
A.1. Pra krisis akibat radiasi SUTET
Pada masa pra krisis yang terjadi di wilayah kerja PT.
PLN APJ Cirebon, Desa Cisaat Kecamatan Waled, Desa
Karangmangu Kecamatan Susukan Lebak, Desa Kaligawe
Kecamatan Karang Sembung, Desa Ciawi Japura Kecamatan
Susukan Lebak, Desa Halimpu Kecamatan Beber, Desa Beber
Kecamatan Beber, Desa Cikancas Kecamatan Beber, Desa
Gregrd Kecamatan Beber, Desa Kamarang Lebak Kecamatan
Beber, Desa Ciledug Kecamatan Ciledug, Desa Bojong Negara
Kecamatan Ciledug, dan Desa Pabuaran Lor Kecamatan Ciledug
termasuk Desa Panongan Lor. Masyarakat mengaku bahwa tanah
maupun rumah mereka yang dilalui SUTET masih memiliki nilai
jual yang sepadan dengan nilai jual tanah disekitarnya yang tidak
dilalui SUTET sebelum isu SUTET menguak dimedia massa.
Dudung (45), salah satu warga Beber yang rumahnya dilalui
SUTET mengatakan bahwa kini nilai jual tanahnya yang mau di
jual turun pesat akibat isu SUTET selain itu panen petani
mengalami penurunan bahkan perlintasan SUTET yang melintasi
persawahan membuat petani merasa tidak aman karena sewaktu-
waktu menara bisa roboh terlebih pada musim hujan.
59
“ sebelum ada isu SUTET tanah saya pernah di tawar dengan harga yang mahal yaitu enam puluh juta tetapi dengan adanya radiasi akibat SUTET jangankan empat puluh juta, dua puluh jutapun tidak ada yang mau beli ”
Sedangkan Engkus (53) yang bekerja sebagai petani
sawah mengaku jika pada musim hujan ia lebih memilih untuk
tidak kesawah.
“ kalau pada musim hujan apalagi di barengi dengan angin kencang sering kedengaran suara bising entah karena kabelnya atau yang lain saya sendiri kurang jelas tetapi yang pasti suara itu berasal dari kabel dan menara SUTET ”
Meskipun isu radiasi akibat SUTET sudah di publikasi di
media massa lain halnya dengan Dedi (37) Kepala Desa
Panongan Lor, ia bersama warganya hingga penelitian ini di
lakukan ia belum mengetahui pasti apakah radiasi SUTET itu
berbahaya bagi kesehatan atau tidak.
“ sampai saat ini saya sendiri belum tahu jelas akibat dari dampak radiasi SUTET meskipun suara bising selalu terdengar yang di pastikan dari kabel menara SUTET yang berada di belakang perkampungan kami”
Seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin resah
terhadap isu radiasai SUTET yang dapat merugikan masyarakat
baik dari segi kesehatan serta dampak terhadap keamanan dan
nilai jual tanah yang di lalui SUTET. Inilah menjadi alasan
mulanya terjadi Krisis.
Dengan di dukung oleh publikasi media tentang aksi
penolakan terhadap radiasai SUTET di beberapa wilayah seperti
60
Tangerang dan beberapa wilayah di Jabotabek juga menjadi satu
alasan yang memperkuat bahwa masyarakat sekitar wilayah kerja
PT.PLN APJ Cirebon ikut mengambil bagian dalam penolakan
terhadap radiasai SUTET.
Pada masa pra krisis ini atau sebelum terjadinya krisis
dapat dikatakan atau dapat dikategorikan masuk kedalam tahap
krisis yang pertama, yaitu tahap prodromal. Karena dalam pra
krisis ini gejala awal terjadinya krisis sudah sangat nampak jelas
terlihat, bukan samar-samar lagi. Ini dapat terlihat dari pihak
Ikatan Keluarga Korban SUTET (IKKS) melakukan aksi unjuk
rasa dan orasi yang merupakan bentuk protes dari masyarakat
yang meminta agar pihak PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
untuk segera menyelesaikan segala bentuk hal yang menjadi
tuntutan masyarakat atas permintaan ganti rugi tanah dan
bangunan mereka yang dilalui SUTET, karena masyarakat
menilai atau beranggapan bahwa SUTET atau radiasi SUTET
yang berada di desa mereka sedikit banyak merugikan
masyarakat desa setempat. Karena dampak radiasi SUTET yang
menimbulkan beberapa kerugian, diantaranya bagi kesehatan dan
lahan mereka yang tidak bernilai tinggi lagi setelah adanya
SUTET berada di perkampungan mereka.
61
A.2. Krisis akibat radiasai SUTET Untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa Bali, pemerintah
melalui PT PLN telah membangun menara SUTET sebelum
tahun 1999 pada saat pembangunan pertama menara SUTET
masyarakat sekitar tidak mempermasalahkan masalah dampak
yang diakibatkan oleh menara SUTET, bahkan pada saat awal
pembangunan SUTET mengacu pada Peraturan Pemerintah yang
terkait dengan itu, yakni Kepmen 975.K/47/MPE/1999 tanggal
11 Mei 1999 tentang tanah dan bangunan yang telah ada
sebelumnya ( Pembangunan SUTET ) yang berada dibawah
proyeksi ruang bebas SUTET diberikan ganti rugi. Pembebasan
dan penggantian lahan itu terhitung sejak Kepmen itu berlaku,
yaitu tahun 1999.
Sedangkan untuk pembangunan SUTET sebelum tahun
1999, ganti rugi diberikan hanya untuk tanah tapak tower dan
bangunan serta tanaman yang memasuki ruang bebas. Ketentuan
ini pun diatur berdasarkan Peraturan Mentri Pertambangan dan
Energi No. 01.P/47/MPE/1992, tanah yang terletak dibawah
SUTET tidak dibebaskan dan tidak diberikan ganti rugi .
Juga, tanaman dan bangunan yang terletak di bawah
SUTET dan tidak memasuki ruang bebas tidak dibebaskan dan
tidak diberikan ganti rugi. Untuk tanah tempat mendirikan Tapak
62
penyangga termasuk bangunan dan tanaman yang berada di atas
tanah tersebut harus dibebaskan dan diberikan ganti rugi.
Sebaliknya, sebagai niat baik dan peduli terhadap
lingkungan yang terkena proyek untuk publik ini, PT.PLN
(PERSERO) pun memberikan semacam dana tali kasih kepada
warga. (Dokumen Penyelesaian SUTET, Kabupaten Cirebon)
Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Humas PT. PLN APJ Cirebon Bapak Soekoer, bahwa “ pemberian dana tali kasih dilakukan pada tahun 1999, total dana yang diberikan oleh PT. PLN saat itu sebesar Rp. 455 Juta yang diberikan melalui Koperasai Usaha Kelompok Bersama“
Karena bagi masyarakat yang lahannya tidak masuk
dalam ruang bebas SUTET atau tidak mendapat ganti rugi atas
tanahnya namun mendapat kompensasi berupa dana tali kasih,
tetap dapat bertani di sekitar perlintasan SUTET dengan
ketentuan tidak menanam pohon di sekitar perlintasan SUTET
yang dapat mencapai batas aman radiasi SUTET atau
mengganggu kelancaran kerja SUTET, sesuai dengan hasil
penelitian penulis ke lapangan penulis menemukan banyak
petani sawah yang melakukan aktivitas menanam padi di setiap
perlintasan SUTET.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Rohim
(56), warga Panongan Lor, salah satu petani sawah, bahwa
aktivitas menanam padi dilakukan karena adanya izin dari pihak
PT.PLN (PERSERO) asalkan tidak menyalahi ketentuan yang
63
telah di sepakati sebelumnya yaitu melebihi batas aman radiasi
SUTET.
“saya sudah sejak lama menanam padai di bawah perlintasan SUTET, meskipun agak sedikit was-was dengan isu dampak radiasi SUTET , tetapi sampai saat ini saya belum merasa dampak yang begitu berarti”.
Menurut Soekoer Humas PT.PLN APJ Cirebon, bahwa
“secara hukum masyarakat berdasarkan Kepmen tersebut tidak berhak mendapat ganti rugi atas tanah dan bangunan yang dilewati jalur SUTET. Ganti rugi hanya di berikan kepada tanah yang di jadikan tapak tower dan bangunan serta tanaman yang memasuki ruang bebas sehingga sikap warga yang menuntut ganti rugi adalah tidak tepat secara hukum”.
Namun asumsi bahwa SUTET dapat membahayakan
kesehatan dan berdampak pada nilai jual tanah maka Warga
Kabupaten Cirebon mendatangi kantor Direktorat Jenderal
Listrik dan Pengembangan Energi tanggal 28 September 2001
yang intinya menuntut pemberian uang kompensasi terhadap
tanah dan bangunan yang dilalui SUTET 500 KV dapat
terlaksana seperti yang diberikan kepada warga di Kabupaten
Sumedang (sesuai surat dari Dirjen LPE kepada Dirut PLN
Nomor 6382 / 40 / 600.3/ 2000 tanggal 16 Oktober 2000). Dalam
surat tersebut ditegaskan bahwa walaupun PT.PLN (PERSERO)
menghadapi kesulitan keuangan, namun diharapkan agar
tuntutan kompensasi warga Kabupaten Cirebon yang tanah dan
bangunannya dilalui jalur SUTET dapat diselesaikan sebaik-
64
baiknya bersama instansi terkait. Disini lah awal mula terjadinya
krisis akibat radiasi SUTET.
Pada hari Selasa tanggal 3 Juli 2001 telah ditanda tangani
Berita Acara Kesepakatan Musyawarah Penanganan Jalur
SUTET 500 KV Bandung – Cirebon. Wilayah Kabupaten
Cirebon yang mana nilai tuntutan sebesar Rp 5.300.000.000
(Lima Milyar tiga Ratus Juta Rupiah) dengan dana PUKK yang
tersedia di PT.PLN (PERSERO) Pusat Jakarta sebesar Rp
500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) akan disalurkan
secepatnya, dan kekurangannya sebesar Rp 4.800.000.000
(Empat Milyar Delapan Ratus Juta Rupiah) akan dikonsultasikan
kembali dengan Dirjen LPE serta penyelesaian pembayarannya
paling lambat tanggal 15 September 2001.
Masyarakat melalui perwakilannya tetap menuntut
kekurangan dana kompensasi sebesar Rp 4.800.000.000 (Empat
Milyar Delapan Ratus Juta Rupiah) tersebut diantaranya melalui
surat No.007/kord SUTET/1/2002 dan surat No. 17 /koord/ST/02
tanggal 16 Oktober 2002, dimana masyarakat mengancam akan
bertindak anarkis kalau tuntutan mereka tidak dipenuhi pihak
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon.
PT.PLN (PERSERO) telah membahas masalah tuntutan
masyarakat Cirebon tersebut dengan mengadakan pertemuan
65
tanggal 4 November 2002 di PLN Proring Jabar dan juga
pertemuan yang difasilitasi oleh DPRD Kabupaten Cirebon
tanggal 13 November 2002 di ruang rapat DPRD Kabupaten
Cirebon. Dari kedua pertemuan tersebut PT.PLN (PERSERO)
menegaskan bahwa untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat,
sesuai dengan petunjuk dari Direksi PT.PLN (PERSERO)
dipersilahkan melalui jalur hukum.
Pengadilan Negeri Bandung untuk sementara telah
memenangkan gugatan masyarakat Cirebon, yang isinya antara
lain : PT.PLN (PERSERO) harus membayar Rp 4,8 Milyar yang
merupakan sisa dari uang sebesar Rp 5,3 Milyar sesuai dengan
perjanjian yang telah ditanda tangani bersama antara PT.PLN
(PERSERO) dan perwakilan masyarakat, dan PT.PLN harus
membayar 2 % setiap keterlambatan per bulan yang dihitung
sejak September 2001.
Pada prinsipnya PT.PLN (PERSERO) akan
melaksanakan semua keputusan final dari pengadilan, dimana
sampai saat ini proses hukum masih berjalan (belum final).
Tanggal 27 Mei 2003 PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
diundang rapat oleh DPRD Kabupaten Cirebon yang dihadari
pula oleh Pemda Kabupaten Cirebon dan masyarakat Kabupaten
Cirebon yang berjumlah lebih dari 100 orang dengan hasil :
66
1. Masyarakat melalui perwakilannya melakukan penekanan
agar jalur hukum tidak dilanjutkan dengan upaya banding
dari PT.PLN (PERSERO) tetapi dilanjutkan dengan
musyawarah.
2. DPRD dan Pemda Kabupaten Cirebon mendukung tuntutan
masyarakat seperti pada butir 1, dan mengharapkan PT.PLN
(PERSERO) dapat memberikan keputusan dalam waktu 10
hari.
3. Keputusan jadi atau tidaknya musyawarah tersebut ditunggu
oleh masyarakat pada pertemuan berikutnya tanggal 4 Juni
2003 yang rencananya akan dihadiri oleh DPRD Propinsi
Jawa barat, DPRD kabupaten Cirebon, pemda Kabupaten
Cirebon, masyarakat serta pihak PT.PLN (PERSERO),
dikantor PT.PLN (PERSERO) Proyek Jaringan Jawa Barat
dan undangan dibuat oleh DPRD Kabupaten Cirebon.
(Dokumen Penyelesaian SUTET Kabupaten Cirebon).
Pertemuan tanggal 4 Juni 2003 dilaksanakan di PT.PLN
(PERSERO) Proring Jawa Barat dengan hasil :
1. PT.PLN (PERSERO) pada prinsipnya menerima upaya
musyawarah.
2. Karena dari masyarakat yang hadir cukup banyak,
PT.PLN (PERSERO) menyarankan rapat akan
dilanjutkan pada tanggal 11 Juni 2003 dengan
67
menghadirkan Tim Kecil supaya musyawarah dapat
berjalan dengan tertib dan lancar.Dokumen Penyelesaian
SUTET Kabupaten Cirebon)
Pertemuan tanggal 11 Juni 2003 dilaksanakan di PT.PLN
(PERSERO) Proring Jawa Barat dengan hasil :
1. Masyarakat menurunkan nilai tuntutannya sampai angka Rp
3 Milyar.
2. PT.PLN (PERSERO) memberikan nilai tawaran sampai
sebesar Rp 700 Juta. (Dokumen Penyelesaian SUTET
Kabupaten Cirebon)
Karena belum ada kesepakatan, maka rapat akan dilanjutkan lagi
pada tanggal 14 Juni 2003 yang merupakan rapat terakhir dan
bilamana tidak terjadi kesepakatan akan tetap mengacu kepada
proses hukum yang masih berjalan.
Pertemuan hari Sabtu Tanggal 14 Juni 2003 di PT.PLN Proring
Jawa Barat dengan hasil :
Pemimpin PT.PLN (PERESERO) PIKITRING Jawa, Bali, dan
Nusa Tenggara menguasakan kepada kepala Proyek Jaringan
Jawa Barat bahwa PT.PLN (PERSERO) sanggup memberikan
sisa uang kompensasi sebesar Rp 1.500.000.000 (Satu milyar
Liam Ratus Juta Rupiah) seperti Berita Acara Kesepakatan
68
Perdamaian terlampir dan masyarakat melalui perwakilannya
dapat menerimanya keputusan tersebut dengan baik.
Keuntungan strategis bagi pihak PT.PLN (PERSERO)
memberikan uang kompensasi sesuai Berita acara Kesepakatan
Perdamaian sebesar Rp 1.500.000.000 (Satu Milyar Lima Ratus
Juta rupiah).
- Seandainya proses banding dimenangkan oleh
pihak masyarakat Cirebon, PLN harus membayar
sebesar Rp 4.800.000.000 (Empat Milyar
Delapan Ratus Juta Rupiah) ditambah biaya
sebesar 2 % setiap bulannya sejak Sepetember
2001 =
2 % x Rp 4.800.000.000 = 2.208.000.000,
sehingga total yang harus dibayar PLN
sebesar Rp 7.008.000.000
- Sedangkan kalau proses banding dimenangkan
oleh pihak PT.PLN (PERSERO), dikhawatirkan
masyarakat Cirebon akan bertindak anarkis
sehingga mengakibatkan kerugian pihak PT.PLN
(PERSERO) yang lebih besar, dikarenakan :
1. Dari pengerusakan tower setidak-tidaknya 7-
10 gawang rusak (1 section) memerlukan
waktu perbaikan kira-kira 6 bulan dengan
69
biaya + / - Rp 3.500.000.000 (Tiga Milyar
Lima Ratus Juta Rupiah).
2. Kehilangan nilai jual KWH selama pemulihan
jaringan (6 bulan) dengan rata-rata perjam
6.200 MWH sebesar 6x30x24x6.200x Rp
500.000 = Rp 13.392.000.000.000 (Tiga
belas Trilyun Tiga Ratus Sembilan puluh Dua
Juta Rupiah). (Dokumen Penyelesaian SUTET
Kabupaten Cirebon).
Pada masa krisis ini dapat dikatakan atau dapat
dikategorikan masuk kedalam tahap krisis yang kedua, yaitu
tahap akut. Karena dalam tahap krisis ini masalah atau krisis
yang gejala awalnya samar-samar sudah mulai nampak kelihatan
jelas, ini terlihat dari pihak masyarakat yang menamakan dirinya
IKKS (Ikatan Keluarga Korban SUTET) menuntut kepada pihak
Perusahaan dalam hal ini PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
agar segera merealisasikan tuntutan mereka. Bahkan mereka
melakukan aksi unjuk rasa dan orasi bahkan sempat menggergaji
salah satu menara SUTET yang dapat berdampak pada
padamnya penyaluran listrik Jawa-Bali sebagai bentuk protes
dan ketidakpuasan mereka akan pihak PT.PLN (PERSERO)
yang tidak cepat dan sigap dalam mengatasi masalah serta
mereka beranggapan bahwa pihak PT.PLN (PERSERO) tidak
70
berpihak pada kepentingan masyarakat dalam hal ini orang kecil.
Dalam tahap ini kerusakan benar-benar sudah terjadi, jika
kemudian Perusahaan tidak dapat mengatasi masalah-masalah
yang muncul kerusakan lanjutan hanyalah masalah waktu. Tahap
inilah korban-korban mulai terlihat, bisa dalam bentuk kematian,
kerusakan properti, kerusakan lingkungan, dan sebagainya.
Pada tahap ini media komunikasi yang digunakan dalam
menangani krisis adalah Seminar dan penyuluhan. Seminar dan
penyuluhan yang dimaksud adalah membahas masalah-masalah
SUTET, seperti dampak radiasi yang ditimbulkan SUTET dan
ambang batas SUTET. Sehingga masyarakat dapat mengetahui
dengan jelas tentang SUTET. Sasaran yang dituju adalah
masyarakat korban SUTET melalui tokoh masyarakat, tokoh
agama, Aparat Pemerintah Desa yang diharapkan dapat
memberikan penjelasan pada masyarakatnya. Selain seminar dan
penyuluhan, Koran lokal seperti Radar Cirebon, Mitra Dialog dan
Jurnal Eksternal juga digunakan sebagai media publikasi dampak
radiasi SUTET, bentuknya berupa press release & artikel yang
memuat tentang kejadian-kejadian SUTET dan serta
permasalahan-permasalahan SUTET yang dihadapi oleh PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon. Sasaran yang dituju adalah masyarakat
korban SUTET.
71
A.3. Pasca Krisis
Setelah aksi masyarakat menuntut ganti rugi kepada
pihak PT.PLN dan melalui beberapa musyawarah yang
kemudian membuahkan keputusan dari pihak PT.PLN yang mau
menerima tuntutan masyarakat dengan dua pertimbangan yang
akan terjadi seperti yang telah di tulis oleh penulis pada
pembahasan sebelumnya.
Maka krisis akibat radiasi SUTET telah mencapai masa
penyembuhan karena dapat di tangani dengan baik oleh PT. PLN
melalui keputusan PLN menerima tuntutan masyarakat yaitu
mengganti kerugian sebesar Rp 1.500.000.000 ( Satu Milyar
Lima Ratus Juta Rupiah) sebagaimana yang telah di sepakati
bersama antara masyarakat dengan pihak PT.PLN melalui Akta
Kesepakatan Bersama No. 335/Pdt.G/2002/PN.Bdg. tanggal 16
Juli 2003 di Pengadilan Negeri Bandung, sebagai mana yang
tertuang dalam pasal 1.
Pasal 1
PENCABUTAN GUGATAN
1. PIHAK KEDUA mencabut banding terhadap perkara
yang tercatat dalam Register Nomor:
335/Pdt.G/2002/PN.BDG di Pengadilan Negeri
Bandung sesuai Surat Kuasa Khusus TERGUGAT
72
Nomor: 0028.Sku/020/DIR/2003 Tanggal 14 Juli
2003, Surat Kuasa Khusus TERGUGAT II Nomor:
1722/05/600.0/2003 Tanggal 15 Juli 2003, dan Surat
Kuasa Khusus TERGUGAT III Nomor: 008.Sku/
021/Proring Jabar/2003 Tanggal 15 Juli 2003.
2. PIHAK PERTAMA tidak akan menggugat kembali
PIHAK KEDUA dengan cara dan dalam bentuk
apapun juga dalam kaitannya dengan perkara
No.335/Pdt.G/2002/PN.Bdg.
3. PIHAK PERTAMA tidak akan meminta kompensasi
kepada PIHAK KEDUA sehubungan dengan
pembangunan dan pengoperasian Ketenagalistrikan.
4. PIHAK KEDUA tidak akan meminta
kompensasi/menunutut ganti kerugian kepada PIHAK
PERTAMA berkenaan dengan pencabutan banding
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini.
5. PIHAK PERTAMA akan membantu PIHAK KEDUA
dalam melakukan pengawasan dilapangan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pelanggan
apabila diperlukan oleh PIHAK KEDUA. (Dokumen
Penyelesaian SUTET Kabupaten Cirebon)
Dengan demikian krisis akibat radiasi SUTET yang
melibatkan pihak PT.PLN dengan masyarakat telah selesai dan
73
tidak ada lagi tuntutan di kemudian hari karena telah mencapai
satu kesepakatan dimana pihak PLN membayar ganti rugi berupa
pembayaran kompensasi kepada masyarakat, dengan persiapan
sebagai berikut:
a. Dibuat daftar nominatif pembayaran kompensasi
untuk :
2. Desa Cisaat, Kecamatan Waled, sebanyak 20
orang.
3. Desa Karangmangu, Kecamatan Susukan Lebak,
sebanyak 178 orang.
4. desa Kaligawe, Kecamatan Karang Sembung,
sebanyak 144 orang.
5. Desa Ciawi Japura, Kecamatan Susuka Lebak,
sebanyak 81 orang.
6. Desa Halimpu, Kecamatan Beber, sebanyak 14
orang.
7. desa Beber, Kecamatan Beber, sebanyak 43
orang.
8. Desa Cikancas, Kecamatan Beber, sebanyak 43
orang.
9. Desa Gregrd, Kecamatan Beber, sebanyak 53
orang.
74
10. desa Kamarang Lebak, Kecamatan Beber,
sebanyak 19 orang.
11. Desa Ciledug, Kecamatan Ciledug, sebanyak 27
orang.
12. Desa Bojong Negara, Kecamatan Ciledug,
sebanyak 73 orang.
13. Desa Pabuaran Lor, Kecamatan Ciledug,
sebanyak 20 orang.
Yang ditanda tangani oleh Kepala Desa dan Camat
masing- masing.
b. Pembayaran uang kompensasi sebesar Rp
1.500.000.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Juta
Rupiah), dilaksanakan pada Tanggal 18 Juli 2003
yang diterima langsung oleh saudara Saprudin
(fotocopy kwitansi terlampir), melalui check No. CU.
632625 PT.Bank Negara Indonesia (Persero) kepada
Rekening No. 6066 Bank Jabar Cabang Sumber.
c. Untuk melengkapi pelaksanaan pembayaran
kompensasi tersebut diatas, telah dibuat Berita Acara
Pembayaran yang ditanda tangani oleh kedua belah
pihak dan diketahui oleh Bupati Cirebon dan ketua
DPRD Kabupaten Cirebon.
75
d. Pelaksanaan pembayaran kepada anggota masyarakat
yang berhak, dilakukan oleh kuasa hukum (Saudara
Saprudin Cs) sesuai daftar nominatif yang telah
disiapkan. (Dokumen Penyelesaian SUTET
Kabupaten Cirebon)
Dengan demikian maka masalah tuntutan masyarakat 12 Desa di
Kabupaten Cirebon yang terkena SUTET 500 KV Ungaran-
Cirebon telah diselesaikan.
Meskipun masalah antara pihak PT.PLN dengan
masyarakat telah selesai. PT.PLN tetap melaksanakan
program bakti sosial bersama masyarakat yaitu
pemiliharaan jaringan listrik seperti menebang ranting
pohon yang dianggap mengganggu penyaluran listrik
serta pembersihan lingkungan.
Sesuai wawancara dengan Humas PT.PLN Bapak Soekoer, “program pemeliharaan jaringan sebagai program bulanan PLN juga melibatkan masyarakat setempat, dengan demikian hubungan antara PLN dengan masyarakat Pasca Krisis akan semakin baik”.
Pada masa pasca krisis ini atau setelah terjadinya krisis ini dapat
dikatakan atau dikategorikan kedalam tahap krisis yang ketiga dan
keempat, yaitu tahap kronik dan tahap resolusi. Pada tahap ini dapat
diartikan sebagai tahap pembersihan dan tahap penyembuhan (pulih
kembali).
76
Pada tahap kronik ini Perusahaan berusaha untuk menangani
atau berusaha kembali dan melakukan perubahan-perubahan penting.
Saat ini Perusahaan harus menyelesaikan masalah tuntutan masyarakat,
antara lain dapat berbentuk pemberian kompensasi, ganti rugi, dan
masalah-masalah hukum lainnya. Pada tahap ini PT.PLN (PERSERO)
untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat melalui jalur hukum atau
Pengadilan, namun Pengadilan Negeri Bandung telah memenangkan
tuntutan atau gugatan masyarakat Kabupaten Cirebon dan PT.PLN
(PERSERO) melalui kuasa hukumnya melakukan banding dengan
memori banding dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Bandung
Nomor 335/ PDT.G/ 2002 / PN.BDG. Namun dengan pertimbangan
bahwa PT.PLN (PERSERO) akan tetap mengalami kerugian meskipun
akan menang dalam Pengadilan, karena aksi masyarakat akan mengarah
pada anarkis, yaitu aksi pengerusakan menara SUTET yang dapat
berdampak pada padamnya penyaluran listrik Jawa-Bali. Dan dalam hal
ini Humas sangat berperan penting dalam mempertahankan citra
Perusahaan terkait dengan krisis yang melanda PT.PLN (PERSEO) APJ
Cirebon, hal ini dapat dilihat dari keberhasilan Humas dalam
membangun hubungan komunikasi dengan masyarakat serta media yang
menjadi acuan bagi pihak PT.PLN (PERSERO) untuk memenuhi
tuntutan masyarakat dengan berbagai pertimbangan.
Pada tahap ini resolusi ini atau biasa disebut sebagai tahap
penyembuhan (pulih kembali) ini, pihak PT.PLN (PERSERO) APJ
77
Cirebon telah mengalami penyembuhan dari krisis eksternal Perusahaan,
yakni aksi unjuk rasa dan orasi. Setelah kebijakan yang diambil oleh
pihak Perusahaan untuk memenuhi tuntutan masyarakat Kabupaten
Cirebon dengan memberikan sisa uang kompensasi sebesar Rp
1.500.000.000 (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah), sesuai dengan
Berita Acara Kesepakatan Perdamaian. Dengan demikian krisis yang
terjadi di PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon telah berakhir meski
Perusahaan harus tetap waspada karena krisis dalam suatu sistem
terutama Perusahaan industri akan selalu datang dan tidak selalu terlepas
dari permasalahan.
Media komunikasi yang digunakan oleh pihak PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon adalah Kotak saran, kotak saran yang
dimaksud adalah tempat dimana mengundang partisipasi masyarakat
baik korban SUTET maupun masyarakat bukan korban SUTET untuk
menyampaikan aspirasinya kepada pihak perusahaan berupa saran atau
kritik terkait dengan penanggulangan krisis akibat SUTET maupun
kinerja perusahaan. Sasaran yang dituju adalah masyarakat korban
SUTET maupun masyarakat luas.Dan Saluran telepon pelayanan
masyarakat, hal ini diperuntukan bagi masyarakat eksternal perusahaan
seperti pelanggan maupun masyarakat sekitar perusahaan dan
masyarakat korban SUTET. Serta Majalah internal perusahaan yang
diterbitkan setiap sebulan sekali tersebut diberi nama FOKUS, yang
berukuran A4 ( 297x 210 mm). isinya kebanyakan adalah artikel, feature
78
dan ilustrasi. Sasaran yang dituju adalah pegawai PLN, hal ini akan
memberikan gambaran dan pengetahuan kepada seluruh jajaran PT.PLN
Cirebon tentang SUTET sehingga ketika mereka berada ditengah
masyarakat, mereka dapat menjelaskan secara detail kepada masyarakat
dimana mereka tinggal.
A.4. Tanggapan masyarakat korban SUTET terhadap penanganan krisis akibat
radiasi SUTET
Sebagaimana di wilayah lainnya PT.PLN APJ Cirebon
juga mendapat permasalahan sama yaitu asumsi masyarakat
bahwa SUTET dapat berpengaruh terhadap kesehatan yang
kemudian dilanjutkan dengan langkah Protes baik melalui aksi
orasi maupun langkah sabotase menara SUTET.
Para pengunjuk rasa bahkan melakukan aksi gergaji salah
satu menara SUTET di Ciledug yang dapat berdampak pada
padamnya penyaluran listrik Jawa-Bali, sehingga PT. PLN
(PERSERO) APJ Cirebon meminta kepolisian Cirebon untuk
mengamankan SUTET (Mitra Dialog Cirebon tgl 23 januari
2003).
Meski demikian, setelah langkah yang dilakukan PT.PLN
Cirebon dalam menyelesaikan krisis melalui beberapa kali
musyawarah dan menghasilkan keputusan bahwa PT.PLN
bersedia memberikan ganti rugi sebesar Rp 1.500.000.000 (Satu
Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) sesuai dengan Akta
79
Kesepakatan Perdamaian membuat masyarakat merasa lega
karena tuntutan mereka direalisasikan oleh pihak PT.PLN APJ
Cirebon.
Sesuai dengan hasil wawancara penulis terhadap
kordinator keluarga korban SUTET Desa Beber, Kecamatan
Beber, Dadang E Kosasih (31).
“ sebagai kordinator keluarga korban SUTET dan keluarga korban SUTET Desa Beber menyambut baik keputusan PLN yang bersedia melakukan ganti rugi sesuai tuntutan kami ”
Meskipun krisis yang terjadi antara pihak PT.PLN
dengan masyarakat telah mencapai kesepakatan, namun sebagian
masyarakat masih menilai bahwa langkah yang diambil sebagai
penyelesaian krisis oleh pihak PT.PLN masih terkesan lamban.
Sesuai hasil wawancara penulis dengan Engkus (53), salah satu petani dan keluarga korban SUTET Desa Beber : (“Iya,meskipun krisis telah berakhir dan kesepakatan telah disepakati oleh PT.PLN, namun menurut saya pihak PT.PLN masih lamban dalam penyelesaian masalah ini.”)
A.5. Manajemen Krisis PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon
Aksi penolakan terhadap perusahaan oleh masyarakat
yang tidak puas akan pelayanan perusahaan merupakan
permasalahan yang sering terjadi pada setiap perusahaan
pelayanan publik, termasuk PT. PLN (PERSERO) APJ Cirebon
sebagai perusahaan listrik yang melayani konsumen dari pedesaan
hingga perkotaan.
80
Dalam melaksanakan tugas sebagai pelayanan jasa listrik
kepada masyarakat PT. PLN (PESERO) APJ Cirebon tidak
terlepas dari krisis baik yang muncul dari internal maupun krisis
yang diakibatkan oleh faktor eksternal perusahaan, karena krisis
merupakan suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak memiliki
implikasi negatif pada organisasi dari pada sebaliknya, maka PT.
PLN (PERSERO) APJ Cirebon dituntut agar segera menyelesaikan
krisis yang melibatkan publik eksternal tersebut.
Dengan demikian langkah PT. PLN (PERSERO) APJ
Cirebon dalam menyikapi krisis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Membahas tuntutan masyarakat Cirebon dengan mengadakan
pertemuan pada tanggal 4 November 2002 di PLN Proring
Jabar dan juga pertemuan yang difasilitasi oleh DPRD
kabupaten Cirebon tanggal 13 November 2002 diruang rapat
DPRD Kabupaten Cirebon. Dari kedua kesepakatan tersebut
PLN menegaskan bahwa untuk menyelesaikan tuntutan
mayarakat, sesuai dengan petunjuk Direksi PLN dipersilahkan
melalui jalur hukum.
b. Menghadiri rapat yang dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten
Cirebon yang dihadiri pula oleh Pemda Kabupaten Cirebon
beserta masyarakat.
81
c. Bekerja sama dengan Kepolisian Cirebon untuk mengamankan
tower yang menjadi sasaran amukan massa (aksi
pengerusakan).
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon meminta POLRES
Cirebon untuk mengamankan SUTET yang berada di wilayah
Kabupaten Cirebon dari gangguan orang yang tidak
bertanggung jawab. Untuk mengamankan menara SUTET
pihak kepolisian mengarahkan ratusan personil yang juga
melibatkan POLSEK setiap sektor. Operasi pengamanan
dipimpin langsung oleh Kabagops, Kompol. Wandy Rustiwan
yang melibatkan seluruh jajaran ( Mitra Dialog. Senin 23
Januari 2003).
d. Menghadirkan peneliti dari Insitut Teknologi Bandung (ITB)
guna meneliti dampak dari radiasi SUTET terhadap
masyarakat.
Untuk mengetahui besar KML (Kuat Medan Listrik) &
KMM (Kuat Medan Magnet) yang sebenarnya terjadi di
lapangan guna dibandingkan dengan ambang batas sesuai
rekomendasi IRPA dan WHO, dilakukan pengukuran KML
dan KMM disekitar SUTT / SUTET. Pengukuran antara lain
dilakukan oleh LPM ITB bekerjasama dengan FK UI.
Ruang bebas SUTT / SUTET diatur oleh Peraturan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/MPE/1992
82
tentang Ruang Bebas SUTT dan SUTET untuk Penyaluran
Tenaga Listrik.Peraturan ini dipakai sebagai acuan dalam
melaksanakan pembangunan SUTT / SUTET khususnya untuk
jarak bebas minimum antara penghantar bertegangan dengan
tanah dan benda lain seperti dapat dilihat pada Tabel I. Dari
peraturan ini adalah sebagai kompromi antara kebutuhan
masyarakat untuk membangun perumahan / kegiatan disekitar
SUTT / SUTET dengan Pemerintah untuk membangun
jaringan transmisi tenaga listrik. Peraturan tersebut diperlukan
sebagai rambu-rambu disamping untuk mengamankan
masyarakat akibat beroperasinya SUTT / SUTET tetapi juga
untuk mengamankan pengoperasian SUTT / SUTET.
83
Tabel .I
Ruang Bebas SUTT & SUTET
Sesuai PERMEN PE No. 01.P/47/MPE/1992
JARAK BEBAS MINIMUM SUTT/SUTET
500 KV
LOKASI 66 KV
150 KV GANDA TUNGGAL
1 Lapangan Terbuka atau Daerah 6,5 7,5 10 11 Bangunan tidak Tahan Api 12,5 13,5 14 15
Bangunan Tahan Api 3,5 4,5 8,5 8,5 Lalulintas Jalan /Jalan Raya 8 9 15 15
Pohon –pohon Pada Umumnya, hutan, perkebunan 3,5 3,5 3,5 3,5
Lapangan Olah Raga 12,5 13,5 14 15 SUTT Lainnya, Penghantar Udara Tegangan Rendah,
Jaringan Telekomunikasi, Antena Radio, Antena Televisi dan Kereta
gantung
3 4 8,5 8,5
Rel Kereta Biasa 8 9 15 15 Jembatan Besi, Rangka Besi, Penahan Penghantar, Kereta
Listrik Terdekat dan Sebagainya 3 4 8,5 8,5
2
Daerah Dengan Keadaan Tertentu
Titik Tertinggi Tiang Kapal Pada Kedudukan Air Pasang /
Tertinggi pada Lalulintas Air 3 4 8,5 8,5
Berdasarkan hasil penelitian dari ITB dan FK UI bahwa
radiasi ML (Medan Listrik) dan MM (Medan Magnet) dari
SUTT / SUTET dengan frekuensi 50 Hz adalah bukan
termasuk ke dalam kelompok radiasi pengion yang dapat
menghancurkan ikatan molekul dan merusak sel genetik.
Energi yang dibawanya saat merambat sangat kecil sehingga
tidak pemanasan seperti halnya pada microwave apalagi
84
menimbulkan ionisasi seperti halnya pada sebagian sinar Ultra
Violet.
Aliran arus induksi dalam tubuh akibat terpajan ML &
MM dari SUTT / SUTET adalah sangat lemah, dan menurut
IRPA/INIRC/WHO Tahun 1990 rapat arus induksi tersebut
bahkan lebih kecil dari yang normal terjadi secara alamiah di
dalam tubuh manusia yaitu 10 mA/m2 , sehingga tidak
menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan
tubuh manusia.
Nilai pegangan yang dapat digunakan untuk menentukan
besar kerapatan arus (S) dan arus induksi ( I ) pada permukaan
tubuh manusia akibat pejanan ML & MM pada 50 Hz adalah :
ML
S = 0.4 mA/m2 /kV/m
I = 14 s/d 15 uA/kV/m ML Eo di permukaan
tanah tidak terganggu
MM
S = 2 uA/m2/uT kerapatan fluksi Bo yang tidak
terganggu
I = 1 uA/uT kerapatan fluksi Bo yang tidak
terganggu
Sementara itu dari hasil pengukuran diketahui bahwa ML
& MM dibawah / disekitar SUTT / SUTET masih dibawah
85
ambang batas yang direkomendasikan oleh IRPA / INIRC /
WHO.
Standar aman ini diukur berdasarkan tingginya tegangan
listrik, untuk jaringan tegangan menengah dan rendah
(JTM/JTR) didaerah tersebut menggunakan rumus sederhana,
yaitu 1 kV = 1 cm. Artinya jika tegangan dikawat jaringan
sebesar 20 kV maka jarak amannya adalah 20 cm atau 0,2 m.
Untuk transmisi SUTT dan SUTET aturan jarak aman
vertikal (C) adalah untuk tegangan 70 kV adalah 4,5 m, untuk
150 kV adalah 5,5 m, untuk 275 kV adalah 7,5 m dan untuk
500 kV adalah 9,5 m. Sedangkan jarak aman horizontal dari
as/sumbu menara (D) adalah untuk tegangan 70 kV adalah 7
m, untuk 150 kV adalah 10 m, untuk 275 kV adalah 13 m dan
500 kV adalah 17 m.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tim penanggulangan Sosialisasi SUTET, Bapak Suripto bahwa “ selama ini kami bekerja sesuai dengan standar WHO (World Health Organization) yaitu ambang batas kekuatan medan listrik dan medan magnet yang tidak membahayakan tubuh manusia sebesar 5 kV/m untuk medan listrik dan 0,1 m Tesia untuk medan magnet. Selai itu PLN sendiri telah membuat pagar pembatas untuk menjaga ruang bebas dan jarak aman serta secara periodik melakukan pengukuran kuat medan listrik dengan menggunakan alat Elektromagnetic Field Meter”.
86
Dari hasil pengukuran yang dilakukan yang sampai saat
ini, kekuatan medan listrik dan magnet diberbagai daerah
SUTT dan SUTET di Indonesia masih dibawah ambang batas
tersebut.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pejanan ML
(Medan Listrik) & MM (Medan Magnet) dari SUTT / SUTET
tidak menimbulkan gangguan / masalah kesehatan. Begitu juga
penelitian komprehensif yang dilakukan oleh FK UI dan ITB
di jalur Beber, Cikancas, Cileduk, Pabuaran Lor dan Bojong
Negara dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
serta menggunakan riset laboratorium, radiology,
elektrokardiogram, dan elektroensefalogram. Dalam hasil riset
tersebut menemukan bahwa tidak ada korelasi positif antara
jarak tempat tinggal dengan SUTET terhadap gangguan
kesehatan. Begitu juga dengan besar dan lama pamajanan
dengan derajat kelainan fungsi sistem tubuh.(laporan
penelitian: medan listrik dan magnet SUTT/SUTET, oleh tim
peneliti ITB dan FK UI, 2003).
e. Melaksanakan pengobatan gratis yang dilaksanakan di Desa
Ciledug Kecamatan Ciledug, Desa Pabuaran Lor Kecamatan
Ciledug, Desa Ciawijapura Kecamatan Susukan Lebak
terhadap masyarakat yang dilewati jalur SUTET, meskipun di
beberapa Desa menolak program ini. Penolakan masyarakat
87
terhadap pelaksanakan program pelayanan pengobatan gratis
karena “adanya persepsi masyarakat bahwa program yang
dilaksanakan oleh PT.PLN (PERSERO) Cirebon tersebut
adalah strategi PT.PLN (PERSERO) Cirebon untuk menarik
simpati masyarakat serta membangun citra perusahaan yang
peduli masyarakat. Wawancara dengan Sudarto, Kepala Desa
Ciawijapura Kecamatan Susukan Lebak”.
Dengan demikian masyarakat secara tegas menolak
pengobatan gratis dengan mendatangi posko pengobatan gratis
dan memasang spanduk yang isinya penolakan terhadap
program pengobatan gratis sekaligus menghimbau kepada
semua masyarakat agar tidak menghadiri program PT.PLN
(PERSERO) tersebut (Tujuh Malam,TV7 tgl 4 Mei 2003).
f. Melaksanakan penyuluhan tentang analisis dampak SUTET
terhadap masyarakat. Ketika aksi masyarakat mulai mengarah
pada pengerusakan dan fasilitas perusahaan, PT.PLN
(PERSERO) Pada tahun 2003 mengadakan penyuluhan tentang
masalah SUTET yang diadakan di padepokan Kabupaten
Cirebon yang menghadirkan pakar dan peneliti SUTET dari
Insitut Teknologi Bandung (ITB), peserta penyuluhan sebagian
besar adalah Pemerintah Desa dan tokoh masyarakat yang
wilayahnya dilalui SUTET. Hasil dari penyuluhan tersebut
adalah membahas tentang standarisasi ambang batas dari
88
SUTET serta pengaruh biologis dari radiasi yang ditimbulkan
SUTET.
g. Memenuhi tuntutan masyarakat Kabupaten Cirebon untuk
memberikan sisa uang kompensasi sebesar Rp 1.500.000.000
(Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) sesuai dengan Berita
Acara Kesepakatan Perdamaian, pada hari Sabtu Tanggal 14
Juni 2003. (Makalah Presentasi Medan Listrik & Medan
Magnet, oleh : Oce Setiyawan)
Setiap program yang dilaksanakan diharapkan dapat berjalan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai terutama citra perusahaan,
dengan demikian dalam sebuah perencanaan program penanggulanagan
kerisis harus melalui beberapa langkah yang tepat dalam menyusun
program perencanaan, termasuk program perencanaan PT.PLN
(PERSERO) dalam menanggulangi krisis di perusahaan. Dari asumsi
ini, adapun analisis yang dapat ditemukan penulis terhadap perencanaan
program manajemen krisis PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon, sampai
pelaksanaan program dalam menanggulangi krisis akibat aksi penolakan
masyarakat terhadap SUTET yaitu sebagai berikut :
1. Research-Listening (Penelitian dan Mendengarkan)
Dalam tahap ini, penelitian yang berkaitan dengan opini, sikap dan
reaksi dari mereka yang berkepentingan dengan aksi dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan suatu organisasi. Kemudian melakukan
pengevaluasian dari fakta-fakta, dan informasi yang masuk untuk
89
menentukan keputusan berikutnya. Pada tahap ini akan menetapkan
suatu fakta dan informasi yang berkaitan langsung dengan
kepentingan organisasi, yaitu What’s our problem? (Apa yang
menjadi problem kita).
Sebagai langkah awal untuk menyusun suatu program perencanaan
penaggulangan krisis, maka PT. PLN (PERSERO) melalui Humas
melakukan penelitian guna mengetahui secara jelas tuntutan
masyarakat korban SUTET. Dalam penelitian, Humas PT.PLN
(PERSERO) di terjunkan ke lapangan untuk melakukan observasi
terhadap masyarakat yang menolak SUTET, namun dalam
pelaksanaannya Humas yang terbatas secara personil hanya
mendatangi dua Desa untuk mengumpulkan data melalui wawancara
dengan masyarakt sekitar SUTET yaitu Desa Panongan Lor dan
Desa Cisaat sesuai dengan hasil wawancara dengan Staf Humas
PT.PLN (PERSERO) Area Cirebon Bapak Soekoer bahwa “ selain
Humas yang memiliki keterbatasan anggota, karena dari beberapa
Desa yang dianggap paling aman untuk di datangi adalah dua desa
tersebut, hal ini di karenakan situasi yang sedang memanas
sehingga dapat mengancam keselamatan TIM”.
90
2. Planning-Decision (Perencanaan dan mengambil keputusan)
Tahap ini memberikan sikap, opini, ide-ide dan reaksi yang
berkaitan dengan kebijaksanaan serta termasuk menetapkan program
kerja organisasi yang sejalan dengan kepentingan atau keinginan-
keinginan pihak yang berkepentingan : Here’s what we can do?
(Apa yang mesti di kerjakan).
Setelah langkah penelitian dilakukan untuk mengumpulkan data dan
informasi maka data-data tersebut kemudian di jadikan acuan untuk
menyusun program perencanaan penanggulangan krisis yang terjadi
akibat penolakan masyarakat terhadap radiasi SUTET dengan
mempertimbangkan kondisi keuangan Perusahaan serta keputusan
PLN pusat, karena secara prosedural PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon dalam pengambilan keputusan masih menunggu perintah
langsung dari pusat.
Sebagai langkah antisipasi terjadi krisis yang semakin besar karena
keputusan pusat bahwa PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon harus
tetap menyelesaikan permasalahan yang di hadapi melaui
pengadilan, maka program perencanaan yang dilakukan PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon sebagai langkah antisipasi adalah sebagai
berikut :
a. Menghadirkan Peneliti dari ITB dan FK UI , yang meneliti dan
menjelaskan tentang dampak radiasi SUTET serta ambang batas
91
normal atau standar yang telah ditetapkan oleh WHO yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sekitar SUTET.
b. Pengobatan Gratis, pihak PT. PLN bekerja sama dengan FK UI
yang dilaksanakan pada Tanggal 3 - 23 Mei 2003 dengan tujuan
bahwa hasil pemeriksaan akan digunakan sebagai bahan
penelitian tentang gangguan kesehatan akibat radiasi SUTET.
pelaksanakan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat
korban SUTET yang diakibatkan radiasi tinggi, dilaksanakan :
1. Tanggal 3 Mei 2003 di Desa Beber Kecamatan Beber
2. Tanggal 8 Mei 2003 di Desa Cikancas Kecamatan Beber
3. Tanggal 13 Mei 2003 di Desa Ciledug Kecamatan Ciledug
4. Tanggal 18 Mei 2003 di Desa Pabuaran Lor Kecamatan
Ciledug
5. Tanggal 23 Mei 2003 di Desa Ciawijapura Kecamatan
Susukan Lebak.
c. Seminar, dengan materi tentang bahaya SUTET , sejauh mana
SUTET dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Hal
ini guna memberikan kejelasan kepada masyarakat terhadap
asumsi bahaya SUTET, sasaran yang di tuju adalah tokoh
masyarakat dan tokoh agama serta aparat pemerintah Desa.
d. Dialog dan musyawarah, dilaksanakan pada tanggal 4 dan 11
Juni 2003, dialog dilakukan guna mendengarkan secara jelas
tuntutan dan keluhan masyarakat, sasaran yang di tuju adalah
92
masyakat korban SUTET namun dialog atau musyawarah hanya
di hadiri oleh tiap –tiap perwakilan desa, hal ini guna
meminimalisir terjadi aksi kekerasan masyarakat serta dialog
dapat berjalan dengan tertib dan lancar.
3. Commonication-Action (Mengkomunikasikan dan pelaksanaan)
Tahap ini adalah menjelaskan dan sekaligus mendramatisirkan
informasi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan, sehingga
mampu menimbulkan kesan-kesan yang secara efektif untuk dapat
mempengaruhi bagi pihak-pihak yang dianggap penting dan
berpotensi dalam upaya memberikan dukungan sepenuhnya : Here’s
what we did and why? (Apa yang telah kita lakukan dan mengapa
begitu?).
Pada tahapan ini adalah langkah komunikasi dan aksi dimana semua
program yang telah direncanakan dilakasanakan dengan harapan
dapat berjalan sesuai dengan apa rencana yang telah di tetapkan.
- Menghadirkan Peneliti dari ITB dan FK UI , pelaksanaan
penelitian dilakukan pada tangal 10 Mei hingga 11 Juni 2003,
yaitu meneliti tentang radiasi SUTET di mulai dari ambang
batas aman radiasi SUTET hingga kapasitas tower dan
perlintasan SUTET di Cirebon Jawa Barat serta meneliti
radiasi medan magnet dan medan listrik dari SUTET.
- Pengobatan Gratis, dilaksakan pada tanggal 3 – 23 Mei 2003
namun pada pelaksanaan tanggal 3 Mei 2003 di Desa Beber
93
Kecamatan Beber dan pada tanggal 8 Mei 2003 di Desa
Cikancas Kecamatan Beber juga menolak program tersebut,
pada hari pertama yaitu tanggal 3 Mei 2003 program ini
mendapat reaksi keras dari masyarakat korban SUTET
setempat karena anggapan bahwa program pengobatan garatis
tersebut adalah upaya yang dilakukan oleh pihak PT.PLN
untuk meraih simpati masyarakat. Reaksi masyarakat tersebut
dengan memasang spanduk yang isinya penolakan terhadap
program pengobatan gratis serta himbauan agar masyarakat
tidak hadir untuk melakukan pengobatan secara gratis yang di
sediakan oleh PT.PLN serta beberapa kelompok masyarakat
yang datang dan berorasi menolak program tersebut.
Meski demikian ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan
untuk berobat gratis, dari beberapa masyarakat yang
melakukan pengobatan gratis tersebut kemudian di jadikan
sampel penelitian oleh FK UI ternyata tidak di temukan bahwa
penyakit yang diderita oleh masyarakat setempat tidak
diakibatkan oleh radiasi SUTET, seperti gangguan kesehatan
yang sering dikeluhkan masyarakat antara lain : pusing, nyeri
otot, gatal-gatal pada kulit, sesak nafas, susah tidur, berdebar-
debar, gangguan penglihatan, dan lain-lain, merupakan
gangguan psikosomatik yang bersifat subyektif. Yaitu ada
keluhan tetapi tidak terbukti dalam pemeriksaan fisik dan
94
penunjang. Contohnya, ada keluhan penglihatannya terganggu
dan berkunang-kunang. Tapi ketika matanya diperiksa ternyata
tidak ada kelainan.
Gangguan psikis yang sangat populer dewasa ini berhubungan
dengan SUTET disebut dengan elektromagnetik
hipersensitiviti, sebenarnya merupakan gangguan stress yang
berlebihan yang dihubungkan dengan banyak faktor yang
mempengaruhi, termasuk faktor sosial. Misalnya keluhan sakit
perut yang hebat sebenarnya karena masalah keuangan,
masalah keluarga dan lain-lain lalu diperberat dengan rasa
takut terhadap SUTET.
Karena itu program tersebut khusus Desa Beber Kecamatan
Beber di tunda pelaksanaannya setelah kesepakatan antara
pihak PT.PLN dan masyarakat mencapai titik temu dimana
PLN siap memberikan ganti rugi sedangkan di beberapa desa
yaitu Desa Cikancas Kecamatan Beber, Desa Ciledug
Kecamatan Ciledug, Desa Pabuaran Lor Kecamatan Ciledug,
Desa Ciawijapura Kecamatan Susukan Lebak berjalan sesuai
dengan yang di rencanakan.
- Seminar, dilaksanakan tepat pada tanggal yang di tentukan
yaitu tanggal 30 Mei 2003 membahas tentang dampak radiasi
SUTET terhadap kesehatan masyarakat dengan bertolak dari
hasil penelitian dari ITB dan FK UI, yang di hadiri oleh tokoh
95
masyarakat, tokoh agama, dan aparat Pemerintah Desa masing-
masing desa korban SUTET.
- Dialog dan musyawarah, dilakukan pada tanggal 4 juni 2003
dilaksanakan di PLN Proring Jawa Barat dari hasil pertemuan
PLN dengan masyarakat tersebut hanya menghasilkan
keputusan bahwa :
a. PT.PLN menerima upaya musyawarah.
b. Karena masyarakat yang hadir cukup banyak, maka PLN
menyarankan rapat akan dilanjutka pada tanggal 11 Juni
2003 dengan menghadirkan tim kecil atau perwakilan
masyarakat agar musyawarah atau dialog dapat berjala
dengan tertib dan lancar.
Pada tanggal 11 Juni 2003 dialog sebagai langkah untuk
mencapai kesepaktan kembali dilaksanakan dengan hasil :
a. Masyarakat menurunkan nilai tuntutannya dari Rp 4,8
Milyar hingga mencapai angka Rp 3 Milyar.
b. PLN memberikan nilai tawaran sampai sebesar Rp 700
Juta.
Karena belum ada kesepakatan, maka rapat akan dilanjutkan
lagi pada tanggal 14 Juni 2003 bilamana tidak terjadi
kesepakatan PT.PLN (PERSERO) tetap mengacu kepada
proses hukum yang masih berjalan.
96
Pertemuan tanggal 14 Juni 2003 di PLN PRoring Jawa Barat
dengan hasil :
Pemimpin PT.PLN (PERSERO) PIKITRING Jawa, Bali, dan
Nusa Tenggara menguasakan kepada Kepala Proyek Jaringan
Jawa barat bahwa PLN sanggup memberikan sisa uang
kompensasi sebesar Rp 1.500.000.000 (satu Milyar Lima Ratus
Juta Rupiah) seperti Berita Acara Kesepakatan Perdamaian
terlampir dan masyarakat melalui perwakilannya dapat
menerimanya dengan baik.
4. Evaluation (Mengevaluasi)
Pada tahap ini, pihak Public Relation/Humas mengadakan penilaian
terhadap hasil-hasil dari program-program kerja atau aktivitas
Humas lainnya yang telah dilaksanakan, serta keefektivitasan dari
teknik-teknik manajemen, dan komunikasi yang telah dipergunakan :
How did we do? (Bagaimana kita telah melakukannya).
Dari hasil pelaksanaan program perencanan yang telah di
rencanakan kemudian di evaluasi guna mengetahui apakah
pelaksanan program tersebut sesuai dengan apa yang direncanakan.
a. Menghadirkan Peneliti dari ITB dan FK UI , dalam
pelaksanaanya telah sesuai dengan rencana. Dengan hasil bahwa,
radiasi medan magnet dan medan listrik tidak berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat karena SUTET yang dibangun
oleh PT.PLN telah standar keamanan yang telah ditentukan.
97
b. Pengobatan gratis, dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan
tujuan atau yang ingin dicapai dan yang telah direncanakan oleh
pihak PT.PLN (PERSERO) karena dalam perencanaannya
program tersebut pada hari pertama program pengobatan gratis
tanggal 3 Mei 2003 mendapat reaksi keras dari masyarakat
menentang program tersebut. Masyarakat menilai bahwa aksi
program tersebut hanya ingin menarik simpati masyarakat
korban SUTET saja, sehingga program yang semula
diperuntukan masyarakat korban SUTET namun pada
kenyataannya sebagian besar masyarakat menolak program
pengobatan gratis tersebut. Sedangkan pada desa-desa yang lain
program pengobatan gratis berjalan dengan lancar.
c. Seminar, pelaksanaannya telah tepat sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan sesuai perencanaannya, namun tujuan yang
dicapai tidak maksimal hal ini dapat dilihat dari sikap
masyarakat yang terus melakukan penolakan terhadap SUTET
karena tujuan dari diadakan seminar adalah untuk memberikan
pengertian atau penjelasan bahwa SUTET tidak berbahaya atau
berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Sedangkan
persepsi masyarakat masih terbangun bahwa SUTET tetap
berbahaya bagi masyarakat.
d. Dialog dan musyawarah, dalam pelaksanaannya tidak sesuai
dengan yang direncanakan karena pada mulanya dialog dalam
98
perencanaannya akan dilakukan pada tanggal 4 dan 11 Juni
2003 ternyata harus berlanjut pada 14 Juni 2003. hal ini di
karenakan peserta dialog yang di tetapkan adalah PT.PLN dan
Perwakilan masyarakat korban SUTET tetapi yang hadir bukan
hanya perwakilan namun semua masyarakat korban SUTET,
Selain itu kesepakatan yang di tawarkan oleh pihak PT. PLN
tidak dapat di terima oleh masyarakat yang di wakilkan oleh
masing – masing perwakilan, sehingga waktu pelaksanaan harus
dilanjutkan pada tanggal 14 Juni 2003.
Berdasarkan tujuan dilaksanakan musyawarah bahwa PT.PLN
akan memberikan dana kompensasi hanya sebesar 700 Juta,
namun dari berbagai pertimbangan dan atas perintah Pemimpin
PT.PLN (PERSERO) PIKITRING Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara maka PT.PLN bersedia memberikan dana kompensasi
sebesar Rp 1.500.000.000 (satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah).
99
A.6. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam proses penyelesaian krisis disebuah sistem
termasuk perusahaan tentu ada dua faktor yang harus
diperhatikan, yakni :
A.6.a. Faktor pendukung :
- Program Pemerintah dengan kebutuhan tenaga listrik yang
meningkat dari tahun ketahun.
- Bank Dunia bersedia memberi bantuan pinjaman lunak dalam
jangka panjang.
- Dukungan pemerintah daerah seperti Bupati Cirebon dalam
menyelesaikan krisis yang terjadi di PT PLN (PERSERO)
APJ Cirebon.
A.6.b. Faktor penghambat :
- Masyarakat yang tanahnya dilalui SUTET menginginkan
penggantian yang tinggi diluar pagu Pemerintah.
- Adanya sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa
rumah-rumah penduduk yang dilalui SUTET menimbulkan
berbagai penyakit, dan provokasi pihak-pihak yang
berkepentingan.
100
B. Analisis data manajemen krisis PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan Cirebon dalam Menyikapi aksi penolakan masyarakt terhadap SUTET. B.1. Tahap krisis
Berdasarkan penelitian penulis terhadap kasus yang terjadi di PT.
PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Cirebon bahwa krisis yang terjadi di perusahaan
tersebut melalui beberapa tahap yang oleh Fink membagi tahapan
yang dilalui suatu krisis dengan menggunakan terminology
kedokteran yang bisa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis
yang menyerang manusia.
Tahap-tahap itu menurut Fink adalah tahap prodromal, biasanya
muncul dalam salah satu dari tiga bentuk, yakni jelas sekali, samar-
samar atau sama sekali tidak kelihatan. Awal munculnya krisis di
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon adalah sangat nampak jelas,
sesuai dengan hasil penelitian dimana masyarakat yang tanah dan
bangunannya dilalui SUTET yang tergabung dalam IKKS (Ikatan
Keluarga Korban SUTET) meminta agar pihak perusahaan dalam
hal ini PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Cirebon untuk segera menyelesaikan
hal-hal yang menjadi tuntutan masyarakat atas permintaan ganti rugi
tanah dan bangunan mereka yang dilalui SUTET. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh kordinator IKKS Desa Beber Bapak Dadang E
101
Kosasih (31) sekaligus korban akibat radiasi SUTET yang penulis
wawancarai, mengatakan bahwa:
“Sebelum masyarakat melakukan protes melalui aksi massa, sesungguhnya kami telah melakukan koordinasi dengan pihak PT. PLN melalui surat pemberitahuan tentang permintaan warga yang merasa dirugikan akibat SUTET namun karena merasa surat tersebut tidak di tanggapi maka langkah yang harus di tempuh adalah aksi massa”.
Munculnya krisis yang sangat jelas dimana gejala awal
terlihat ketika masyarakat yang tergabung dalam IKKS
mendatangi pihak PT.PLN (PERSERO) agar memberikan ganti
rugi kepada masyarakat yang terkena dampak radiasi SUTET. Ini
merupakan awal mula terjadinya krisis dan sudah mulai disadari
pihak manajerial yang kemudian membentuk Tim penyelesaian
krisis yang terdiri dari jajaran manajerial dan Humas, sehingga
Pada tahap ini PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon melalui
Humas melakukan penelitian guna memperoleh data tentang
penolakan masyarakat akibat radiasi SUTET maka Humas yang
merupakan bagian dari Tim diterjunkan langsung kebeberapa
desa di Kabupaten Cirebon diantaranya Desa Beber Kecamatan
Beber, Desa Cileduk Kecamatam Cileduk untuk melakukan
penelitian. menurut Soekoer staf Humas PT. PLN Cirebon yang
di wawancarai oleh penulis, mengatakan bahwa:
“Dalam melakukan penelitian, Humas juga mengumpulkan data melalui wawancara kepada masyarakat, Namun penelitian Humas tidak dilakukan disemua desa yang
102
dilintasi SUTET di Kabupaten Cirebon Jawa Barat tetapi dua desa dan kemudian dijadikan sampel penelitian”.
Menurut analisis penulis bahwa langkah yang dilakukan
oleh PT.PLN pada tahap ini belum maksimal, karena Untuk
mengetahui suatu gejala-gejala krisis, Gonzales-Herrero & Part
(1995) mengusulkan praktisi Humas untuk : (1). Melakukan
pemantauan terhadap lingkungan untuk mengetahui
kecenderungan-kecenderungan yang berkembang yang mungkin
mempengaruhi organisasi, (2). Mengumpulkan data masalah
yang potensial menimbulkan kesulitan bagi organisasi, dan (3).
Mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi untuk
mencegah munculnya krisis . Jika perusahaan dapat mengatasi
ini, maka besar kemungkinan tidak akan terjadi krisis,
sedangkan yang dilakukan oleh Humas hanya melakukan
penelitian pada dua Desa yaitu Desa Cisaat Kecamatan Walet
dan Desa Karangmangu Kecamatan Susukan Lebak, pada hal di
Cirebon Jawa Barat ada 12 desa yang di lalui SUTET yakni Desa
Cisaat Kecamatan Waled, Desa Karangmangu Kecamatan
Susukan Lebak, Desa Kaligawe Kecamatan Karang Sembung,
Desa Ciawi Japura Kecamatan Susukan Lebak, Desa Halimpu
Kecamatan Beber, Desa Beber Kecamatan Beber, Desa Cikancas
Kecamatan Beber, Desa Gregrd Kecamatan Beber, Desa
Kamarang Lebak Kecamatan Beber, Desa Ciledug Kecamatan
103
Ciledug, Desa Bojong Negara Kecamatan Ciledug, dan Desa
Pabuaran Lor Kecamatan Ciledug yang masing–masing memiliki
kecenderungan yang berbeda-beda, selain itu kurangnya
persiapan PT.PLN dalam menghadapi krisis, karena sebelum isu
SUTET berkembang di Cirebon isu ini telah muncul dibeberapa
kota, hal ini yang seharusnya dilakukan oleh PT.PLN sebagai
langkah persiapan adalah sosialisasi lebih dini tentang dampak
radiasi SUTET terkait dengan kesehatan masyarakat sekitar
perlintasan SUTET sehingga tidak menimbulkan kecemasan
yang mendalam pada masyarakat.
Tahap akut, tahap ketika orang mengatakan “telah terjadi
krisis”. meskipun bukan disini asal mula terjadinya krisis, orang
menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang
samar-samar atau sama sekali tidak jelas mulai kelihatan jelas.
Dalam pandangan peneliti, krisis di PT. PLN (PERSERO)
Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Cirebon juga melalui tahap ini karena PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon yang di tujukan kepada pihak
perusahaan,oleh masyarakat dianggap tidak menyikapi secara
serius sehingga masyarakat merasa bahwa perusahaan tidak
berpihak pada kepentingan masyarakat maka masyarakat yang
tergabung dalam IKKS (Ikatan Keluarga Korban SUTET)
menggelar aksi unjuk rasa dan orasi, para pengunjuk rasa bahkan
104
sempat menggergaji salah satu menara SUTET, menuntut agar
perusahaan segera merealisasikan tuntutan mereka. Dalam tahap
ini kerusakan benar-benar sudah terjadi. jika kemudian
perusahaan tidak dapat mengatasinya, kerusakan lanjutan
hanyalah masalah waktu, tahap inilah korban-korban mulai
terlihat. Bisa dalam bentuk kematian, kerusakan propeti,
kerusakan lingkungan dan sebagainya.
Menurut Fink Pada tahap inilah manajemen perusahaan
menghadapi ujian yang sangat berat. Penanganan dalam tahap ini
lebih sulit dibanding penanganan pada fase sebelumnya. Pada
awalnya, perusahaan mungkin mencoba menolak adanya krisis,
tetapi pada akhirnya organisasi harus menyadari dan mengakui
bahwa pada tahap ini krisis memang benar-benar telah terjadi.
Dengan demikian langkah yang dilakukan oleh Humas adalah
kerja sama dengan pihak kepolisian guna mengamankan fasilitas
distribusi listrik di wilayah yang dianggap rawan dari aksi protes
serta tindakan pengrusakan, maka Humas PT.PLN (PERSERO)
melakukan hubungan komunikasi melalui dialog dengan
masyarakat korban SUTET yang diwakili oleh tokoh masyarakat
maupun pejabat desa setempat.
Menurut analisis penulis dalam kondisi akut ini Humas
berperan aktif dalam penyelesaian masalah yang terjadi
diperusahaan. Hal ini sudah sesuai dengan pendekatan Public
105
Relation sebagai fungsi manajemen menurut I. G. Ngurah Putera
yaitu mengantisipasi, menganalisis dan menginterpretasikan
opini publik, sikap dan isu-isu yang bisa berdampak bagi
operasional dan rencana organisasi baik maupun buruk, yaitu
memudahkan dan menjamin arus opini yang bersifat mewakili
dari publik suatu organisasi, sehingga kebijaksanaan serta
operasionalisasi dapat dipelihara keharmonisannya dengan
ragam kebutuhan dan pandangan publik.
Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-
langkah pembersihan, tahap kronik sering juga disebut sebagai
tahap the post mortem dan dapat dikatakan sebagai tahap
recorvery atau self analisysis. Didalam perusahaan tahap ini
ditandai dengan perubahan struktural, mungkin penggantian
manajemen, penggantian pemilik, masuknya nama-nama baru
sebagai pemilik ataupun perusahaan dilikuidasi. Perusahaan
berusaha untuk menangani atau berusaha kembali dan
melakukan perubahan-perubahan penting. Saat ini perusahaan
mungkin harus menyelesaikan masalah tuntutan berbagai pihak
yang antara lain dapat berbentuk pemberian kompensasi, ganti
rugi dan masalah-masalah hukum lainnya.
106
Pada tahap ini PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat sesuai dengan
petunjuk dari Direksi, PLN yaitu melalui jalur hukum atau
Pengadilan. Pengadilan Negeri Bandung yang telah
memenangkan gugatan masyarakat Cirebon, isinya antara lain:
PLN harus membayar Rp 4,8 Milyar yang merupakan sisa dari
uang sebesar Rp 5,3 Milyar sesuai dengan perjanjian yang telah
ditanda tangani bersama antara PLN dan perwakilan masyarakat,
dan PLN harus membayar 2 % setiap keterlambatan per bulan
yang dihitung sejak September 2001. Pada tanggal 16 Juni 2003
melalui kuasa hukumnya PT.PLN (PERSERO) D.Hari
Harsanto,SH melakukan banding dengan memori banding dalam
perkara perdata di Pengadilan Negeri Bandung Nomor
335/PDT.G/2002/PN.BDG, namun dengan pertimbangan bahwa
PLN akan tetap mengalami kerugian meskipun akan menang
dalam pengadilan, karena aksi masyarakat akan mengarah pada
anarkis yaitu aksi pengerusakan menara SUTET. Dengan
demikian merubah kebijakan dari penyelesaian melalui
pengadilan ke kebijakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat
dengan memberikan dana kompensasi atau ganti rugi kepada
pihak masyarakat yang tanah dan bangunannya dilalui SUTET
sesuai dengan keputusan musyawarah adalah solusi untuk
meminimalisir kerugian yang semakin besar.
107
Menurut analisis penulis pada tahap kronik ini atau bisa
juga disebut tahap pemulihan citra, yang dilakukan Humas
PT.PLN mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Frank
Jefkins bahwa bagaimana menciptakan citra perusahaan (
corporate image ) yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh
publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan
prima, keberhasilan dalam bidang marketing, dan hingga
berkaitan dengan tanggung jawab sosial ( social care ). Hal ini
dapat dilihat dari keberhasilan Humas dalam membangun
hubungan komunikasi dengan masyarakat beserta media yang
menjadi acuan bagi pihak PT.PLN untuk memenuhi tuntutan
masyarakat dengan berbagai pertimbangan, karena Pada
dasarnya Humas atau PR ikut bertanggung jawab untuk
mempertahankan citra perusahaan terkait dengan krisis yang
melanda PT.PLN (PERSERO) Area Pelayanan dan Jaringan
Cirebon.
Tahapan terakhir dari sebuah krisis adalah tahap resolusi
atau tahap peyembuhan (pulih kembali). Dalam pandangan
peneliti tentang krisis yang dialami oleh PT.PLN (PERSERO)
Distribsi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Cirebon telah mengalami penyembuhan dari krisis
eksternal perusahaan yakni aksi unjuk rasa, setelah kebijakan
yang diambil oleh pihak perusahaan adalah memenuhi tuntutan
108
masyarakat Kabupaten Cirebon dengan memberikan sisa uang
kompensasi sebesar Rp 1.500.000.000 (Satu Milyar Lima Ratus
Juta Rupiah) sesuai dengan Berita Acara Kesepakatan
Perdamaian. Dengan demikian krisis yang terjadi di PT.PLN
(PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Cirebon telah berakhir meski perusahaan
harus terus waspada karena krisis dalam suatu sistem terutama
perusahaan industri akan selalu datang dan tidak selalu terlepas
dari permasalahan. Dalam hal ini, ibarat orang sakit, perusahaan
sudah mulai sembuh jadi krisis sudah mulai mereda. Namun
demikian, krisis masih mungkin muncul bila tahap penyembuhan
tidak dibarengi dengan kehati-hatian. Pada tahap ini, perusahaan
harus melanjutkan perhatian pada berbagai publiknya,
melanjutkan pemantauan terhadap masalah sampai intensitas
masalah yang muncul berkurang, melanjutkan informasi kepada
media terutama tentang berbagai tindakan yang dilakukan
perusahaan, mengevaluasi rencana penanganan krisis, jika
memang ada, menjadikan umpan balik yang ada sebagai
masukan untuk perencanaan krisis di masa mendatang dan
mengembangkan strategi komunikasi jangka panjang untuk
mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh krisis yang terjadi.
109
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekoer staf Humas
PT. PLN Cirebon yang di wawancarai oleh penulis, mengatakan
bahwa:
“langkah public relations yang dilakukan oleh PT. PLN seperti bakti sosial, berupa kerja bakti yaitu membersihkan kabel aliran listrik dari ribunnya pepohonan yang dianggap mengganggu operasional PLN, kerja bakti tersebut langsung oleh jajaran PLN Cirebon bersama dengan masyarakat, melanjutkan pengobatan gratis bagi warga korban SUTET meski tidak diakibatkan oleh radiasi SUTET”.
Soekoer juga menambahkan bahwa :
setelah yang dicapai oleh PT. PLN Cirebon dengan masyarakat korban SUTET, kami tetap menjalin hubungan dengan masyarakat hingga saat ini bakti sosial berupa kerja bakti baru empat kali di empat desa yakni Desa Beber, Cikancas, Cileduk dan Pabuaran Lor, sedangkan pengobatan gratis baru dilakukan dua kali di dua kecamatan yakni Kecamatan Cileduk dan Kecamatan Beber, selain itu penyuluhan tentang SUTET masih terus dilaksanakan.
Menurut analisis penulis bahawa langkah yang dilakukan
oleh PT. PLN Cirebon sudah tepat dan mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Rex Harlow tentang fungsi public relations
bahwa Public Relation adalah fungsi manajemen yang khas yang
mendukung pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama antara
organisasi dengan publiknya mengenai komunikasi, pengertian,
penerimaan, dan kerjasama. Hubungan antara PLN dan
masyarakat yang semakin membaik dan memudahkan pihak
PLN untuk terus memantau permasalahan yang kemungkinan
akan terjadi kembali, disisi lain PT.PLN telah melakukan
110
langkah-langkah publik relations dengan tepat hal ini dapat
dilihat dari didukung masyarakat sesuai dengan wawancara
penulis dengan kepala Desa, Desa Cileduk Bapak H. Sutrisna
yang mengatakan bahwa :
“kami menyambut baik program PLN karena program tersebut jelas sangat membantu masyarakat”.
B.2. Pelaksanaan dan Pengelolaan Manajemen Krisis
Pada dasarnya krisis merupakan suatu masalah yang muncul
dalam kehidupan manusia terutama sistem yang berhubungan dengan
masyarakat baik langsung maupun tidak langsung, seperti PT.PLN
(PERSERO) dalam pelaksanaan program pengembangan dan pelayanan
tidak terlepas dari masyarakat, contoh riilnya adalah kasus yang saat ini
diteliti oleh penulis yakni kasus SUTET. Sesuai dengan data yang
diperoleh melalui suatu penelitian, bahwa krisis yang timbul di PT. PLN
(PERSERO) APJ Cirebon akibat penolakan masyarakat tentang radiasi
SUTET , oleh masyarakat sesuai dengan opini yang berkembang bahwa
SUTET dapat merugikan masyarakat baik dari segi kesehatan maupun
unsur materi seperti menurunya nilai jual tanah dan rumah disekitar
perlintasan SUTET.
Analisis manajemen krisis PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat terhadap SUTET
didasarkan pada interpretasi subyektif penulis yang disesuaikan dengan
teori komunuikasi yang sudah tersedia, kemudian penulis juga
111
memberikan penilaian terhadap langkah penanganan dan pengelolaan
krisis yang dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon. Penilaian
tersebut dilihat dari tingkat keberhasilan, keefektifitasan dari
pelaksanaan penanganan dan pengelolaan krisis.
Adapun analisis yang dapat ditemukan penulis terhadap proses
pelaksanaan manajemen krisis PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
sebagai langkah menyikapi aksi penolakan masyarakat terhadap SUTET
yaitu sebagai berikut :
a. Identifikasi Krisis yang dilakukan oleh PT. PLN (PERSERO)
APJ Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat
terhadap SUTET.
Untuk menganalisis identifikasi krisis yang dilakukan
oleh PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon terhadap
penanganan dan pengelolaan krisis, maka analisis ini melihat
proses maupun langkah-langkah yang secara teknis
dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon dalam
proses penanganan dan pengelolaan krisis yang ada. Adapun
analisis terhadap proses yang dilalui serta langkah dalam
mengindentifikasi krisis yang dilakukan oleh PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon adalah Melakukan penelitian dan
pengambilan kesimpulan.
Dalam mengidentifikasi krisis yang melanda PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon dilakukan langsung oleh Humas,
112
Humas PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon memfokuskan
kepada kelompok masyarakat korban SUTET di wilayah
Cirebon beserta data dari media massa atau opini yang
berkembang tentang tanggapan masyarakat terhadap radiasai
SUTET di Cirebon. Identifikasi krisis yang dilakukan oleh
Humas PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon guna memperoleh
gambaran yang utuh tentang penolakan masyarakat akibat
SUTET sudah tepat, karena pada dasarnya Humas
merupakan bagian dari manajemen PT.PLN (PERSERO)
APJ Cirebon, maka objek yang dijadikan sasaran penelitian
untuk mengetahui penyebab terjadinya krisis adalah
masyarakat korban SUTET Cirebon beserta data media
massa yang memuat tentang penolakan masayarakat terhadap
SUTET di Cirebon.
Untuk melakukan identifikasi, maka Humas PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon diterjunkan langsung didesa-desa
yang dianggap gencar melakukan aksi penolakan dengan
mendatangi aparat desa beserta tokoh masyarakat setempat,
sedangkan dalam pengambilan kesimpulan atas penelitian
yang dilakukan oleh Humas PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon, karena Humas adalah tim yang diterjunkan untuk
mengumpulkan data-data tentang sikap penolakan
masyarakat terhadap SUTET, maka kesimpulan langsung
113
diambil dan dilaporkan dalam bentuk laporan hasil penelitian
kepada jajaran manajerial melalui sekertaris.
Analisis identifikasi krisis yang dilakukan oleh Humas
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon mengacu pada kerangka
teori menurut Scott M.Cutlip & Allen H.Center yang
menawarkan upaya pemecahan persoalan yang dihadapi oleh
setiap perusahaan yakni Research-Listening (Penelitian dan
Mendengarkan) dimana, penelitian yang berkaitan dengan
opini, sikap dan reaksi dari mereka yang berkepentingan
dengan aksi dan kebijaksanaan-kebijaksanaan suatu
organisasi.Kemudian melakukan pengevaluasian dari fakta-
fakta, dan informasi yang masuk untuk menentukan
keputusan berikutnya. serta menetapkan suatu fakta dan
informasi yang berkaitan langsung dengan kepentingan
organisasi, yaitu What’s our problem? (Apa yang menjadi
problem kita ?).
Namun dalam proses yang dilalui, tim yang
diterjunkan untuk melakukan penelitian yakni Humas
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon ternyata memiliki
keterbatasan dalam memperoleh data-data dari hasil
penelitian di desa-desa korban SUTET, sehingga dalam
laporan penelitiannya hanya mencantumkan dua desa dan
dianggap mewakili semua desa yang dilintasi SUTET.
114
Dengan demikian pengambilan data melaui penelitian oleh
Humas kurang efisien. Asumsi penulis mengenai
keterbatasan data yang diambil melalui penelitian tersebut,
dapat dilihat dari kurangnya personil kehumasan PT.PLN
(PERSERO) yang terlibat pada waktu dilapangan, karena
yang ditunjuk sebagai tim adalah Humas, dimana Humas di
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon hanya sebagai fungsional
yang terdiri atas dua, yakni Manajer Humas dan Staf Humas,
hal ini akan mempengaruhi kegiatan atau langkah strategi
yang akan dilakukan dalam menangani dan mengelola krisis
karena data dari kelompok masyarakat didesa lain tidak
tersentuh, walaupun pertimbangan bahwa data bisa didapat
melalui media massa, akan tetapi efektifitas dari kegiatan
kehumasan sendiri semestinya harus lebih jelas dan
maksimal sehingga kesimpulan dari penelitian tersebut dapat
menjadi acuan dalam pengambilan langkah penanganan dan
pengelolaan krisis.
b. Analisis Krisis yang dilakukan oleh PT. PLN (PERSERO)
APJ Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat
terhadap SUTET.
Analisis krisis merupakan langkah yang harus dilakukan
seorang praktisi Humas setelah langkah identifikasi
dilaksanakan. Langkah analisis yang dilakukan oleh PT PLN
115
(PERSERO) mengacu pada definisi Humas yang ditetapkan
Pada pertemuan asosiasi Humas seluruh dunia di Mexico
City, ditetapkan defenisi Humas sebagai berikut: Humas
adalah suatu seni sekaligus disiplin ilmu sosial yang
menganalisis berbagai kecenderungan, memprediksi setiap
kemungkinan konsekuensi dari setiap kegiatannya,
memberikan masukan dan saran-saran kepada para
pemimpin organisai, dan mengimplementasikan program-
program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan
organisasi dan atau kepetingan khalayaknya. (LINGGAR
ANGGORO” 2001,HAL 1-2)
Analisis penulis terhadap langkah analisis krisis yang
dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon dilihat
dari dua hal, yakni proses dan hasil analisis atas data yang
diperoleh, adapun analisis yang dilakukan oleh PT. PLN
(PERSERO) APJ Cirebon terhadap krisis yang melanda
perusahaan, selain melibatkan Humas juga melibatkan
jajaran Manajerial Perusahaan dimana analisis dilakukan
dengan memfokuskan pada data yang telah diperoleh melalui
suatu penelitian yang dilakukan oleh jajaran Humas, dalam
melakukan analisis PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
terhadap penolakan masyrakat terhadap SUTET sudah tepat,
karena lebih melihat pada keterkaitan antara sikap dan opini
116
masyarakat tentang SUTET dengan radiasi yang diakibatkan
oleh SUTET serta pengetahuan masyarakat tentang SUTET
dan menganalisis berbagai kecenderungan, kemungkinan
konsekuensi dari setiap kegiatan maupun langkah berikut
yang akan dilakukan oleh PT. PLN (PERSERO) APJ
Cirebon.
Dari rangkaian proses menganalisis krisis yang timbul
akibat penolakan masyarakat terhadap SUTET, maka hasil
yang diperoleh dari suatu analisis krisis yang dilakukan oleh
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon, sebagai berikut:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang SUTET.
2. Adanya sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa
rumah- rumah penduduk yang dilalui SUTET
menimbulkan berbagai penyakit.
3. Opini yang terlanjur membuming melalui media massa,
menciptakan penafsiran dan satu keyakinan
masyarakat bahwa SUTET benar-benar berbahaya.
4. Apabila krisis ini tidak segera ditangani maka akan
berdampak pada distribusi listrik Jawa dan Bali.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT.PLN
(PERSERO) dalam menganalisis krisis adalah sudah tepat,
karena ketika penulis melakukan penelitian dilapangan
ternyata sebagian besar masyarakat hingga saat ini masih
117
percaya dengan adanya radiasi akibat SUTET, masyarakat
juga percaya bahwa hal ini benar-benar berdampak terhadap
kesehatan karena informasi dari media massa yang
memberitakan tentang penolakan masyarakat Bekasi
terhadap SUTET serta uji coba radiasi SUTET di Klaten,
selain itu nilai jual tanah yang dilintasi SUTET menurun
secara drastis, hal inilah yang menjadi alasan utama mengapa
masyarakat korban SUTET Kabupaten Cirebon melakukan
aksi protes dan penolakan terhadap SUTET jika PT. PLN
(PERSERO) tidak melakukan ganti rugi atas dampak dari
radiasi SUTET.
c. Isolasi Krisis yang dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan masyarakat
terhadap SUTET.
Isolasi krisis yang dilakukan oleh PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon mengacu pada kerangka teori yang
dikemukakan oleh Rhenald Khasali bahwa:
“Krisis merupakan penyakit yang bisa berarti lebih dari
sekedar penyakit biasa. Ia bisa menular dan harus ada
pencegahan agar tidak semakin meluas. Bisa melalui
tindakan isolasi maupun karantina sebelum tindakan
lebih lanjut.”
118
Langkah isolasi krisis yang diambil oleh PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan
masyarakat terhadap SUTET adalah melakukan pengamanan
aset-aset perusahaan yang dianggap berdampak fatal serta
berdampak pada lumpuhnya proses kerja PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon dalam penyaluran listrik Jawa-
bali. Dalam hal ini PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
meminta kepada pihak Kepolisian untuk mengamankan
menara-menara SUTET, jika tidak diamankan maka aksi
masyarakat akan semakin anarkis dengan menggergaji
menara-menara SUTET yang berakibat pada padamnya
penyaluran listrik Jawa-Bali, juga dapat merugikan pihak
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon sendiri secara materil.
d. Pilihan Strategi sebagai langkah menyelesaikan krisis di
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon.
Sebelum melakukan langkah komunikasi perlu untuk
melakukan penetapan strategi sebagai upaya mengendalikan
krisis, PT.PLN (PERSERO) dalam menangani krisis lebih
cenderung pada strategi adaptif yakni mengubah kebijakan,
kompromi, meluruskan citra. Adapun analisis penulis
terhadap pilihan strategi yang dilakukan oleh PT. PLN
adalah:
119
1. Mengubah kebijakan
Kebijakan yang diambil oleh PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon adalah penyelesaian krisis yang diakibatkan
oleh aksi protes masyarakat yang bermuara pada tindak
kekerasan melalui jalur hukum yang sedang berjalan
dipengadilan Bandung dengan asumsi bahwa PT. PLN (
PERSERO) akan dapat memenangkan kasus ini
dipengadilan, namun dari beberapa pertimbangan yakni
sikap masyarakat yang semakin anarkis baik ancaman
maupun sabotase menara SUTET yang dapat
merugikan PT. PLN (PERSERO) maka kebijakan yang
semula penyelesaian melalui jalur hukum berganti
dengan kebijakan yang menerima tuntutan masyarakat.
Dalam pandangan peneliti, langkah yang
dilakukan oleh PT. PLN (PERSERO) adalah sudah
tepat, sebab jika PT. PLN (PERSERO) tidak segera
mengubah kebijakan maka kasus ini akan semakin
melebar sehingga kerugian yang akan di tanggung oleh
PT. PLN (PERSERO) semakin besar akibat dari
sabotase menara SUTET. Tentang perubahan kebijakan
yang dilakukan oleh PT. PLN (PERSERO) sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dilapangan bahwa masyarakat korban SUTET
120
menyambut baik kebijakan ini yang dapat
menguntungkan kedua belah pihak seperti ganti rugi
meskipun tidak seratus persen sesuai dengan tuntutan
masyarakat.
2. Kompromi
Pada proses kompromi, pihak PT.PLN (PERSERO)
APJ Cirebon melakukan upaya-upaya perdamaian
dengan pihak masyarakat yang tergabung dalam Ikatan
Keluarga Korban SUTET (IKKS), dengan melakukan
berbagai musyawarah untuk mencapai mufakat atau
kesepakatan bersama yang dikemas dalam bentuk
dialog dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) Cirebon
sebagai mediasi antara PT.PLN (PERSERO) dengan
masyarakat. Dialog antara PT. PLN (PERSERO)
dengan masyarakat mencapai satu kesepakatan bahwa
PT. PLN (PERSERO) siap memberikan ganti rugi
sesuai dengan tuntutan masyarakat korban SUTET
yakni sebesar Rp 1.500.000.000 ( Satu Milyar Lima
Ratus Juta Rupiah) sesuai dengan berita acara
kesepakatan perdamaian.
Pandangan penulis terhadap langkah kompromi
yang dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO) merupakan
121
satu langkah yang dilakukan guna mendapat satu
kesepakatan yang kemudian menjadi solusi dalam
mengakhiri krisis yang menimpa perusahaan, langkah
kompromi yang dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO)
mengacu pada kerangka teori kehumasan menurut:
Menurut C. W Urwick : Sebagai fungsi
khusus manajemen Public Relation merupakan
kegiatan untuk menyampaikan kebijaksanaan
manajemen, mendengarkan pendapat masyarakat , dan
menciptakan suasana saling mengerti dan hubungan
yang baik diantara manajemen dan karyawan. (S.K
Bonar, 1986 , hal. 21).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
penulis bahwa langkah kompromi yang dilakukan oleh
PT.PLN (PERSERO) adalah sudah tepat, hal ini dapat
dilihat dari sikap masyarakat yang menyambut baik
hasil kesepakatan perdamaian dari pihak PT.PLN
(PERSERO), selain itu dapat juga dilihat dari sudah
tidak adanya aksi masyarakat korban SUTET dalam
melakukan tindakan-tindakan anarkis.
Meskipun demikian langkah kompromi yang
dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO) tidak didasarkan
pada suatu perencanaan yang matang, ini dapat dilihat
122
dari kesepakatan perdamaian yang dicapai tidak
didasarkan dari pihak PT.PLN (PERSERO) sebagai
pihak yang tergugat, melainkan kesepakatan
perdamaian merupakan inisiatif dari pihak masyarakat
korban SUTET, sehingga langkah kompromi yang
diambil pihak PT.PLN (PERSERO) sendiri dianggap
masih sangat lamban dalam penanganannya. Hal ini
diakibatkan ketergantungan PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon terhadap keputusan dari pusat sedangkan
situasi yang terjadi di APJ Cirebon sudah menunjukan
krisis pada tahap akut.
3. Meluruskan citra perusahaan
Dalam hal meluruskan citra perusahaan, pihak PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon mengundang dari pihak-
pihak masyarakat serta berbagai instansi pemerintah
terkait dan dari pihak media massa (cetak maupun
elektronik) guna menghadiri acara penyuluhan yang
membahas masalah SUTET yang diselenggarakan oleh
pihak PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon. Dalam
penyuluhan tersebut pihak PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon bekerjasama dengan ITB (Institute Teknologi
Bandung) menjelaskan kepada para peserta penyuluhan
berbagai pengetahuan mengenai SUTET dan
123
membagikan beberapa modul-modul atau jurnal-jurnal
yang diberikan pihak ITB Bandung dan PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon, agar masyarakat dapat
membaca serta mempelajari mengenai SUTET. Tidak
hanya sebatas itu, pihak PT. PLN (PERSERO) APJ
Cirebon bekerjasama dengan pihak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (UI) jakarta,
melakukan pemeriksaan kesehatan gratis bagi
masyarakat diberbagai wilayah Kabupaten yang rumah
dan bangunannya dilalui SUTET serta bakti sosial yang
dilakukan oleh PT.PLN (PEERSERO) berupa
sumbangan untuk pembangunan jembatan. Dengan
begitu secara otomatis citra perusahaan akan kembali
berangsur membaik melalui pemuatan berita dimedia
massa serta pemahaman masyarakat tentang SUTET
setelah penyuluhan tersebut semakin mengerti.
Pandangan penulis dalam hal meluruskan citra yang
dilakukan oleh pihak perusahaan dalam hal ini PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon sudah tepat langkah yang
diambil, dengan mengundang berbagai media massa
lokal dalam guna meliput berbagai kegiatan-kegiatan
sosial yang dilakukan oleh pihak PT.PLN (PERSERO)
APJ Cirebon. Dengan begitu orang akan mengetahui
124
bahwa pihak PT.PLN (PERSERO) tidak tinggal diam
dalam penanganan kasus SUTET ini , orang akan
beranggapan bahwa PT.PLN (PERSERO) sangat peduli
dengan kehidupan sosial warga masyarakat korban
SUTET. Dengan begitu citra perusahaan akan kembali
pulih seiring berjalannya waktu.
e. Media komunikasi yang digunakan oleh PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon.
Dalam mendukung program manajemen krisis
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon guna membantu dalam
meminimalisir krisis yang dialami oleh PT PLN Area
Cirebon serta membentuk citra perusahaan, maka PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon bekerja sama dengan beberapa
lembaga media massa, seperti Radar Cirebon dan Mitra
Dialog, PT. PLN (PERSERO) APJ Cirebon juga
menerbitkan jurnal yang merupakan hasil penyuluhan
tentang dampak SUTET, jurnal yang berisi ulasan tentang
SUTET kemudian dibagi ke setiap Desa yang dilintasi
SUTET di Cirebon melalui Pemerintah desanya masing-
masing, kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh PT. PLN
(PERSERO) APJ Cirebon dalam menyikapi aksi penolakan
masyarakat terhadap SUTET sudah tepat.
125
Analisis media komunikasi PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon mengacu pada kerangka teori menurut Menurut
Onong :
Public Relation dalam pengertian method of communication
merupakan rangkain kegiatan komunikasi yang khas ( dalam
Onong U.Effendy,hal 95) dengan ciri – ciri :
f. Komunikasi yang dilaksanakan berlangsung dua arah
secara timbal balik
g. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari penyebaran
informasi pelaksanaan persuasi dan pengkajian opini
publik
h. Tujuan yang dicapai adalah tujuan organisasi itu sendiri
i. Sasaran yang dituju adalah publik yang didalam dan
publik diluar organisasi
j. Efek yang diharapkan adalah terjadinya hubungan yang
harmonis antara organisasi dengan publiknya.
Hal ini bisa dilihat dari kegiatan komunikasi yang dilakukan
oleh PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon, yaitu selain
membina hubungan baik dengan pers, ternyata juga
menerbitkan jurnal eksternal yang membahas tentang
SUTET yang kemudian jurnal tersebut disebarkan pada
masyrakat perlintasan SUTET melalui Kepala Desa masing-
126
masing. Langkah komunikasi yang dilakukan oleh PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon memang sudah maksimal, namun
ketika penulis melakukan observasi kelapangan ternyata
sebagian besar masyarakat belum mendapatkan bahkan
sebagian dari mereka tidak tahu tentang jurnal tersebut,
selain itu masyarakat masih berpendapat bahwa SUTET
menimbulkan radiasi tinggi dan membahayakan meskipun
hasil penelitian telah membuktikan bahwa SUTET tidak
berbahaya. pada dasarnya media komunikasi yang
digunakan sebagai langkah manajemen krisis diharapkan
dapat mempengaruhi opini masyarakat tentang SUTET, yaitu
SUTET tidak menimbulkan ancaman kesehatan bila berada
pada batas aman yakni 5 meter dari kawat.
127
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa krisis yang
terjadi di PT. PLN merupakan krisis yang diakibatkan oleh
presepsi masyarakat tentang radiasi SUTET yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan dan nilai jual tanah, sehingga
masyarakat yang menamakan diri sebagai Ikatan Keluarga
Korban SUTET (IKKS) mendatangi PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon untuk meminta ganti rugi, meskipun hasil penelitian
dari ITB dan FK UI tidak membuktikan bahwa radiasi SUTET
dapat berpengaruh terhadap kesehatan bila berada pada
ambang batas radiasi SUTET yang telah di tentukan Untuk
transmisi SUTT dan SUTET aturan jarak aman vertikal (C)
adalah untuk tegangan 70 kV adalah 4,5 m, untuk 150 kV
adalah 5,5 m, untuk 275 kV adalah 7,5 m dan untuk 500 kV
adalah 9,5 m. Sedangkan jarak aman horizontal dari as/sumbu
menara (D) adalah untuk tegangan 70 kV adalah 7 m, untuk
150 kV adalah 10 m, untuk 275 kV adalah 13 m dan 500 kV
adalah 17 m, dan menara SUTET yang di bangun oleh PT.PLN
(PERSERO) sesuai dengan hasil penelitian tersebut tidak
menyalahi ketentuan yang berlaku.
128
1. - Tahap krisis yang dilalui PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
mencakup tahap Prodromal dimana pada tahap ini pihak PT.PLN
(PERSERO) telah menyadari adanya krisis, karena munculnya
krisis sangat jelas yaitu masyarakat yang tergabung dalam Ikatan
Keluarga Korban SUTET (IKKS) melalui kordinatornya telah
melakukan kordinasi langsung dengan pihak PT.PLN
(PERSERO) terkait tuntutan masyarakat yaitu meminta ganti
rugi kepada PT.PLN (PERSERO).
Dengan demikian PT.PLN (PERSERO) dengan segera
membentuk tim yang terdiri dari jajaran manajerial dan Humas
untuk mengumpulkan data tentang penolakan masyarakat
terhadap SUTET.
- Tahap Akut, dimana pada tahap ini krisis sudah mulai kelihatan
jelas atau benar-benar sudah terjadi. Pada tahap ini masyarakat
korban SUTET menganggap bahwa pihak PT.PLN (PERSERO)
APJ Cirebon dianggap tidak menyikapi secara serius sehingga
masyarakat merasa bahwa perusahaan tidak berpihak pada
kepentingan masyarakat, maka masyarakat yang tergabung
dalam Ikatan Keluarga Korban SUTET (IKKS) menggelar aksi
unjuk rasa dan orasi. Para pengunjuk rasa bahkan sempat
menggergaji salah satu menara SUTET, menuntut agar
Perusahaan segera merealisasikan tuntutan mereka. Dengan
129
demikian langkah yang dilakukan oleh pihak PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon adalah bekerja sama dengan pihak
Kepolisian Cirebon guna mengamankan fasilitas distribusi listrik
diwilayah yang dianggap rawan dari aksi protes serta tindakan
pengerusakan, maka Humas PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon
melakukan hubungan komunikasi melalui dialog dengan
masyarakat korban SUTET yang diwakili oleh tokoh masyarakat
maupun pejabat desa setempat.
- Tahap Kronik, dimana pada tahap ini bisa disebut juga sebagai
tahap peredaan atau pemulihan citra. Pada tahap ini PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon untuk menyelesaikan tuntutan
masyarakat sesuai dengan petunjuk Direksi PLN, yaitu melalui
jalur hukum atau pengadilan. Pengadilan Negeri Bandung yang
telah memenangkan gugatan masyarakat korban SUTET
Cirebon, yang isinya antara lain : PT.PLN (PERSERO) harus
membayar Rp 4,8 Milyar yang merupakan sisa dari uang sebesar
Rp 5,3 Milyar sesuai dengan perjanjian yang telah ditanda
tangani bersama antara PT.PLN (PERSERO) dengan perwakilan
masyarakat, dan PT.PLN (PERSERO) harus membayar 2 %
setiap keterlambatan per bulan yang dihitung sejak September
2001. Pada tanggal 16 Juni 2003 melalui kuasa hukumnya
PT.PLN (PERSERO), D.Hari Harsanto,SH melakukan banding
dengan memori banding dalam perkara perdata di Pengadilan
130
Negeri Bandung Nomor 335/PDT.G /2002/PN.BDG, namun
dengan pertimbangan PT.PLN (PERSERO) akan tetap
mengalami kerugian meskipun akan menang dalam Pengadilan,
karena aksi masyarakat akan mengarah pada anarkis yaitu aksi
pengerusakan menara SUTET. Dengan demikian merubah
kebijakan dari penyelesaian melalui Pengadilan ke kebijakan
untuk memenuhi tuntutan masyarakat dengan memberikan dana
kompensasi atau ganti rugi kepada pihak masyarakat yang tanah
dan bangunannya dilalui SUTET sesuai dengan keputusan
musyawarah adalah solusi untuk meminimalisir kerugian yang
semakin besar.
- Tahap Resolusi, pada tahap ini biasa disebut penyembuhan atau
pulih kembali. Dimana krisis yang terjadi telah mengalami
penyembuhan dari krisis eksternal Perusahaan, yakni aksi unjuk
rasa dan orasi, dengan kebijakan yang diambil oleh pihak
Perusahaan adalah memenuhi tuntutan masyarakat Kabupaten
Cirebon dengan memberikan sisa uang kompensasi sebesar Rp
1.500.000.000 (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) sesuai
dengan Berita Acara Kesepakatan Perdamaian.
2. Pilihan strategi yang digunakan oleh Perusahaan berkaitan
dengan aksi unjuk rasa para warga korban SUTET adalah
strategi adaptive, dimana Perusahaan dalam menyikapi aksi
unjuk rasa para korban SUTET dan menghindari berlarutnya
131
krisis ini maka Perusahaan dengan cara memenuhi dan
merealisasikan tuntutan masyarakat. Langkah-langkah yang
diambil dalam strategi adaptive adalah sebagai berikut :
- Mengubah Kebijakan, dimana Perusahaan merubah
kebijakan yang semula penyelesaian melalui jalur
hukum berganti dengan kebijakan yang menerima
tuntutan masyarakat. Karena jika pihak Perusahaan
dalam hal ini PT.PLN (PERSERO) tidak segera
mengubah kebijakan maka kasus ini akan semakin
melebar, sehingga kerugian yang akan ditanggung oleh
PT.PLN (PERSERO) semakin besar akibat dari
sabotase menara SUTET.
- Kompromi, kompromi yang dilakukan oleh Perusahaan
dengan pihak masyarakat yang tergabung dalam Ikatan
Keluarga Korban SUTET (IKKS) adalah dengan
melakukan berbagai musyawarah untuk mencapai
mufakat atau kesepakatan bersama yang dikemas dalam
bentuk dialog dengan melibatkan Pemerintah Daerah
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Cirebon
sebagai mediasi antara PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon dengan masyarakat, dengan tujuan mendapat
satu kesepakatan yang kemudian menjadi solusi dalam
132
mengakhiri krisis dan dapat menekan kemungkinan
berlanjut pada aksi-aksi yang lebih besar.
- Meluruskan Citra, karena citra positif menjadi tujuan
yang ingin dicapai oleh semua Perusahaan, maka
PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon dalam meluruskan
citranya, selain menerima dan merealisasikan tuntutan
masyarakat juga dibangun melalui hubungan
komunikasi yang terbuka antara Perusahaan dengan
masyarakat dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan,
seperti seminar yang membahas masalah SUTET
dengan mengundang dari pihak-pihak masyarakat serta
berbagai Pemerintah daerah terkait dan dari pihak
media massa (cetak maupun elektronik) yang
diselenggarakan oleh PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon dengan membagikan beberapa modul-modul
atau jurnal-jurnal agar masyarakat dapat membaca serta
mempelajari mengenai SUTET.
3. Hubungan komunikasi yang dibangun oleh Perusahaan dalam
menciptakan hubungan baik dengan masyarakat adalah dengan
menggunakan komunikasi dua arah atau timbal balik. Selain
komunikasi dua arah, komunikasi juga dilakukan melalui media
komunikasi, seperti :
133
Majalah, majalah internal Perusahaan yang diberi nama
FOKUS, kotak saran, internet, saluran telephone. Pasca krisis
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat korban SUTET
semakin baik, karena komunikasi yang dibangun antara
masyarakat dengan pihak Perusahaan sudah efektif dan
membuahkan hasil yang baik. Hal ini ditandai dengan tidak
terjadi lagi aksi unjuk rasa dan orasi masyarakat yang menuntut
hak mereka serta tidak ada indikasi terjadinya aksi unjuk rasa
dan orasi lagi yang merugikan Perusahaan.
B. Saran
1. Sebagai Perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan
masyarakat, PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan
Banten Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Cirebon sangat
rentan dengan permasalahan eksternal. Seyogyanya PT.PLN
(PERSERO) menempatkan Humas dalam Devisi tersendiri yang
khusus menangani tugas-tugas Public Relations, terutama tugas-
tugas eksternal Perusahaan. Selain itu keanggotaan Humas
haruslah di tambahkan sehigga dapat mendukung kerja-kerja
kehumasan baik yang berkaitan dengan tugas internal maupun
eksternal perusahaan terutama berkaitan dengan permasalahan
yang muncul dari masyarakat.
134
2. Sebagai Perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan dan jasa
masyarakat, PT.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan
Banten Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Cirebon sebaiknya
lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan eksternal yang
terjadi dimasyarakat dan lebih cepat menanggapi dan
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi
sehingga tidak mengulur-ngulur waktu dalam penanganan dan
penyelesaian krisis yang terjadi
135
LAMPIRAN
136
WAWANCARA Dudung (45 Tahun), Warga beber Kecamatan Beber
Penulis : Sesuai dengan isu aksi protes masyarakat yang menuntut agar
membebaskan tanah dan bangunan yang dilintasi SUTET.
Bagaimana harga nilai jual tanah Bapak disisni yang tanahnya
dilintasi SUTET setelah adanya pembangunan SUTET serta isu
radiasi SUTET yang kian merebak ?
Jawab : Dulu tanah saya ditawar dengan harga yang lumayan tinggi Rp 60
Juta, tapi
semenjak SUTET ada diperkampungan kami boro-boro dibeli
dengan harga yang tinggi, jangankan Rp 40 Juta, Rp 20 Juta saja
gak ada yang mau
.
Engkus (53 Tahun), petani sawah dan keluarga korban SUTET Desa
Beber
Kecamatan Beber.
Penulis : Apakah Bapak suka mendengar suara atau tanda yang aneh yang
keluar dari perlintasan SUTET yang ada disini ?
Jawab : Kalau pada musim hujan apalagi dibarengi dengan angin kencang
sering kedengaran suara-suara bising, tapi saya gak tau suaranya
datang dari mana. yang jelas suaranya dari kabel dan menara
SUTET.
Penulis : Bagaimana tanggapan Bapak dengan langkah yang diambil pihak
PLN dalam menyelasaikan krisis ini ?
Jawab : Meskipun krisis telah berakhir dan kesepakatan telah disepakati oleh
PLN, namun menurut saya pihak PLN masih lamban dalam
137
penyelesaian masalah ini hingga harus berlarut-larut dan lama
penyelesaiannya.
Dedi (37 Tahun), Kepala Desa Panangon Lor
Penulis : Apakah di desa Bapak ini ada warga Bapak yang terkena dampak
radiasi SUTET, dari segi kesehatan misalnya ?
Jawab : Tidak ada sama sekali warga saya yang sakit terkena dampak
radiasi SUTET. Sampai saat ini saya sendiri belum tau yang jelas
akibat dari dampak radiasi yang ditimbulkan dari radiasi SUTET,
meskipun suara bising sering terdengar yang dipastikan dari kabel
menara SUTET yang berada dibelakang perkampungan kami.
Bapak Rohim (56 tahun), warga Panongan lor
Penulis : Apakah bapak sudah lama bertani dan bekerja dibawah perlintasan
SUTET ?
Lalu bagaimana perasaan Bapak bekerja dibawah perlintasan
SUTET ?
Jawab : saya sudah sejak lama menanam padi dibawah perlintasan SUTET,
biar kadang perasaan sedikit takut dan was-was dengan isu
dampak radiasi SUTET. Tapi sampai saat ini saya belum merasa
dampak yang berarti.
Bapak Soekoer (51 Tahun), Humas PT.PLN APJ Cirebon
Penulis : Menurut Bapak sebagai Humas di PT.PLN APJ Cirebon,
bagaimana tanggapan dari pihak PLN atas tuntutan warga yang
meminta ganti rugi atas pembangunan SUTET ?
138
Jawab : Secara hukum masyarakat berdasarkan Kepmen tersebut tidak
berhak mendapat ganti rugi atas tanah dan bangunan mereka yang
dilewati jalur SUTET. Ganti rugi hanya diberikan kepada tanah
yang dijadikan tower bangunan serta tanaman yang memasuki
ruang bebas sehingga sikap warga yang menuntut ganti rugi adalah
tidak tepat secara hukum.
Penulis : Bagaimana cara Humas PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon dalam
melakukan penelitian guna mengetahui sejauh mana krisis telah
terjadi ?
Jawab : Dalam melakukan penelitian Humas mengumpulkan data melalui
wawancara kepada masyarakat. Namun dalam melakukan
penelitian Humas tidak dilakukan disemua desa yang dilintasi
SUTET di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat tetapi dua desa dan
kemudian dijadikan sample penelitian. Selain Humas yang
memiliki keterbatasan anggota, karena dari beberapa desa yang
dianggap paling aman untuk ditanyai adalah Desa Panongan Lor
dan Desa Cisaat, hal ini dikarenakan situasi yang sedang memanas
sehingga dapat mengancam keselamatan Tim.
Penulis : Langkah-langkah apa saja yang dilakukan Humas PT.PLN
(PERSERO) APJ Cirebon untuk tetap menjalin hubungan baik
dengan masyarakat pasca terjadinya krisis ?
Jawab : Langkah Humas PT.PLN (PERSERO) APJ Cirebon dalam
membangun hubungan baik dengan masyarakat, seperti bakti
sosial, berupa kerja bakti yaitu membersihkan kabel aliran listrik
dari rimbunnya pepohonan yang dianggap mengganggu
operasional PLN, yang istilah PLN dinamakan pemeliharaan.
Kerja bakti tersebut langsung oleh jajaran PLN Cirebon bersama
dengan masyarakat melanjutkan pengobatan gratis bagi warga
korban SUTET, untuk membuktikan bahwa desa-desa tersebut
aman dari radiasi SUTET, meskipun tidak diakibatkan oleh radiasi
139
SUTET. Setelah yang dicapai oleh PT.PLN (PERSERO) APJ
Cirebon dengan masyarakat korban SUTET, kami tetap menjalin
hubungan dengan masyarakat hingga saat ini bakti sosial berupa
kerja bakti baru empat kali di empat desa, yakni Desa Beber,
Cikancas, Cileduk, Pabuaran Lor, sedangkan pengobatan gratis
baru dilakukan dua kali di dua kecamatan, yakni Kecamatan
Cileduk, Kecamatan Beber selain itu penyuluhan tentang SUTET
masih terus dilaksanakan. Ada pula pemberian dana tali kasih
dilakukan pada tahun 1999, total dana yang diberikan oleh PLN
saat itu sebesar Rp 455 Juta, yang diberikan melalui Koperasi
Usaha Kelompok Bersama. Dan program pemeliharaan jaringan
sebagai program bulanan PLN, juga melibatkan masyarakat
setempat. Dengan demikian hubungan antara PLN dengan
masyarakat pasca terjadinya krisis akan semakin membaik.
Bapak dadang.E kosasih (31 tahun), Koordinator IKKS dan Kelarga
Korban
SUTET.
Penulis : Bagaimana tanggapan Bapak sebagai koordinator IKKS dan
keluarga korban SUTET atas bersedianya PLN memenuhi tuntutan
masyarakat memberikan dana ganti rugi lahan dan bangunan yang
dilintasi SUTET kepada warga ?
Jawab : Sebagai koordinator IKKS dan keluarga korban SUTET Desa Beber,
Kecamatan Beber sangat menyambut baik keputusan dari PLN
yang bersedia melakukan ganti rugi walaupun tidak sesuai dengan
tuntutan kami, walaupun harus dengan beberapi kali musyawarah
namun kami senang dengan, begitu pihak PLN telah mau
mendengar keluhan kami dan memberikan ganti rugi dari kerugian
kami, baik dari egi materi dan non materi, seperti kesehatan.
140
Sebelum masyarakat melakukan protes melalui aksi massa,
sesungguhnya kami telah melakukan koordinasi dengan pihak
PLN melalui surat pemberitahuan tentang permintaan warga yang
merasa dirugikan akibat SUTET. Namun karena merasa surat
tersebut tidak ditanggapi maka langkah yang harus ditempuh
adalah aksi massa.
Bapak Suripto (51 Tahun), Ketua Tim Penanggulangan Sosialisasi
SUTET
Penulis : Apakah pembangunan SUTET ini sudah sesuai dengan
standarisasi pembangunan SUTET yang aman ? Lalu berapa
batas amannya untuk pembangunan SUTET ?
Jawab : Selama ini kami bekerja sesuai dengan standar WHO, yaitu sesuai
dengan ambang batas kekuatan Medan Listrik dan Medan Magnet
yang tidak membahayakan tubuh manusia sebesar 5 KV / m untuk
Medan Listrik dan 0,1 m Tesia untuk Medan Magnet. Selain itu
PLN sendiri telah membuat pagar pembatas untuk menjaga ruang
bebas dan jarak aman serta secara periodik melakukan pengukuran
kuat medan listrik dengan menggunakan alat Elektromagnetic
Field Meter.
Bapak H. Sutrisna (60 tahun), Kepala Desa Cileduk
Penulis : Bagaimana tanggapan Bapak sebagai Kepala Desa dengan
program-program yang dilakukan pihak PLN setelah terjadinya
kesepakatan perdamaian dengan masyarakat ?
Jawab : Kami menyambut baik program PLN, karena program tersebut jelas
sangat Membantu masyarakat.
141