34
ANALISA UJI SEROLOGI DIPSTIK BERDASARKAN LAMA DEMAM PADA PENDERITA SUSPEK DEMAM TIFOID JUSNI EKASARI PELU N121 09 502 PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

JUSNI EKASARI PELU N121 09 502

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISA UJI SEROLOGI DIPSTIK BERDASARKAN LAMA DEMAM PADA PENDERITA

SUSPEK DEMAM TIFOID

JUSNI EKASARI PELU N121 09 502

PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

ANALISA UJI SEROLOGI DIPSTIK BERDASARKAN LAMA DEMAM PADA PENDERITA

SUSPEK DEMAM TIFOID

SKRIPSI

Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

JUSNI EKASARI PELU

N121 09 502

PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

PERSETUJUAN

ANALISA UJI SEROLOGI DIPSTIK BERDASARKAN LAMA DEMAM PADA PENDERITA

SUSPEK DEMAM TIFOID

Oleh

JUSNI EKASARI PELU

N121 09 502

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama,

Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt. NIP. 19500817 197903 1 003

Pembimbing Pertama,

Prof. dr. Moch. Hatta,Sp,MK.,Ph.D. NIP. 19570416 198503 1 001

Pembimbing Kedua,

Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt NIP. 19481002 198203 2 001

Pada tanggal, 31 Juli 2013

PENGESAHAN

ANALISA UJI SEROLOGI DIPSTIK BERDASARKAN LAMA DEMAM PADA PENDERITA

SUSPEK DEMAM TIFOID

Oleh

JUSNI EKASARI PELU N12109502

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada Tanggal 31 Juli 2013

Panitia Penguji Skripsi :

1. Ketua : Usmar, S.Si., M.Si.,Apt …………..

2. Sekretaris : Yusnita Rifai,S.Si.,M.Pharm.,Ph.D.,Apt …………

3. Anggota : Sumarheni,S.Si.,MSc.,Apt …………..

4. Anggota (Ex.Off) : Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt …………..

5. Anggota (Ex.Off) : Prof. dr. Moch. Hatta, Sp,MK.,Ph.D …………..

6. Anggota (Ex.Off) : Dra. Christiana Lethe,M.Si.,Apt …………..

Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt NIP. 19560114 198601 2 001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya

saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak

benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, 31 Juli 2013

Penyusun,

Jusni Ekasari Pelu

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, teriring puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, Tuhan

Semesta Alam, Sang Penguasa Alam dan Sumber Ilmu yang

memberikan limpahan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Teknologi

Laboratorium Kesehatan di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Makassar.

Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka

penyusunan skripsi ini, namun berkat dukungan dan bantuan berbagai

pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

tak terhingga kepada: Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS, Apt. Prof. dr. Moch.

Hatta, Sp.MK, Ph.D dan Dra. Christiana Lethe,M.Si.,Apt sebagai

pembimbing dan atas bimbingan serta arahannya dalam membantu

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.

Terima kasih juga penulis haturkan kepada Dekan Fakultas

Farmasi, Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan

(TLK), dosen-dosen Fakultas Farmasi beserta seluruh staf atas segala

fasilitas yang diberikan selama penulis menempuh studi hingga

menyelesaikan penelitian ini.

vi

Terima kasih pada Direktur RSUD, Syekh Yusuf Kab. Gowa dan

Kepala Instalasi Laboratorium RSUD. Syekh Yusuf Kab. Gowa beserta

seluruh staf dan analisnya, dan Kepala Laboratorium Imunologi dan

Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin beserta

seluruh staf yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung,

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman

seperjuangan di Program Teknologi Laboratorium Kesehatan Fakultas

Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar Farida, Sumardi, Bahtiar

Makmun, Tessa Grace Orno, Yanti Pesurnay, serta semua pihak yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan

dan doa untuk keberhasilan penulis, semoga Allah SWT memberi imbalan

yang sesuai.

Kepada kedua orang tuaku ( Jusuf Pelu dan Djaniba Ollong) yang

telah membesarkanku, saudara-saudaraku (Rafsanjani Pelu dan Rafly

Pelu) dan kepada sahabat terbaikku Fitri llyas yang telah banyak

membantu baik moril maupun materil, penulis mengucapkan terima kasih

yang tulus dan setinggi-tingginya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua dan kiranya Allah SWT senantiasa memberkati dan

melindungi setiap langkah dan pengabdian kita, Amin.

Makassar, 31 Juli 2013

Jusni Ekasari Pelu

vii

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai analisis uji serologi dipstick berdasarkan lama demam pada penderita suspek demam tifoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisis uji serologi dipstick berdasarkan lama demam tifoid pada minggu I dan II. Jenis penelitian adalah cross sectional study. Subjek penelitian adalah penderita yang telah menjalani pemeriksaan fisik dan dinyatakan sebagai suspek demam tifoid. Penelitian ini menggunakan 30 sampel yang diuji dengan menggunakan metode uji serologi dipstick. Pada hasil Test Chi-Square diatas menunjukkan bahwa nilai Pearson Chi-Square 1,738 dengan nilai P 0,629 dimana lebih besar dari nilai α 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama demam dengan hasil pemeriksaan tifoid secara uji dipstick.

viii

ABSTRACT

The research has done on the analysis of serological tests based from the duration of fever in patients with suspected typhoid fever. This study aims to determine how the analysis is based on the old dipstick serologic test typhoid fever in the first and second week. This type of research is a crosssectional study. Subjects were patients who had under gone a physical examination and expressed as suspected typhoid fever. This study used 30 samples tested using serological dipstick test method. In the Chi-Square Test results indicate that the Pearson Chi-Square value of 1.738 with a P value of 0.629 which is greater than α value of 0.05 so that it can be concluded that there is no significant correlation between the duration of typhoid fever with the results of the dipstick test.

ix

DAFTAR ISI

HHaallaammaann PPEERRNNYYAATTAAAANN .............................................................................................................................................................. vv

UUCCAAPPAANN TTEERRIIMMAA KKAASSIIHH................…………………………………………………………................................ vvii

AABBSSTTRRAAKK ………………………………..........……………………………………………………………….................................. vviiiiii

AABBSSTTRRAACCTT............................................................................................................................................................................ iixx

DDAAFFTTAARR IISSII.......................................................................................................................................................................... xx

DDAAFFTTAARR TTAABBEELL............................................................................................................................................................ xxiiiiii

DDAAFFTTAARR GGAAMMBBAARR.................................................................................................................................................... xxiivv

DDAAFFTTAARR LLAAMMPPIIRRAANN ............................................................................................................................................ xxvv

DDAAFFTTAARR AARRTTII LLAAMMBBAANNGG DDAANN SSIINNGGKKAATTAANN ................................................................ xxvvii

BBAABB II PPEENNDDAAHHUULLUUAANN ………………………….................................................................................... 11

BBAABB IIII TTIINNJJAAUUAANN PPUUSSTTAAKKAA........……………………………………………………............................ 44

IIII..11 TTiinnjjaauuaann UUmmuumm DDeemmaamm TTiiffooiidd......................………………...................... 44

IIII..11..11 SSeejjaarraahh.................................................................................................................................... 44

IIII..11..22 PPaattooggeenneessiiss……………………... …………………. 4

IIII..11..33 EEppiiddeemmoollooggii...................................................................................................................... 6

IIII..11..44 GGeejjaallaa KKlliinniiss...................................................................................................................... 77

IIII..11..55 DDiiaaggnnoossiiss.................................................................................................................................. 88

IIII..22 TTiinnjjaauuaann UUmmuumm SSaallmmoonneellllaa ttyypphhii................................................................ 99

IIII..22..11 KKllaassiiffiikkaassii .................................................................................................................................. 99

IIII..22..22 SSiiffaatt--SSiiffaatt.................................................................................................................................... 1100

x

IIII..22..33 MMoorrffoollooggii SSaallmmoonneellllaa ttyypphhii ............................................................................ 1111

IIII..22..44 SSttrruukkttuurr AAnnttiiggeenn SSaallmmoonneellllaa TTyypphhii ...................................................... 1111

IIII..33 TTeess SSeerroollooggii.................................................................................................................................... 1144

IIII..44 DDeemmaamm TTiiffooiidd.............................................................................................................................. 1166

IIII..44..11 DDiiaaggnnoossiiss DDeemmaamm TTiiffooiidd .................................................................................... 1177

BBAABB IIIIII PPEELLAAKKSSAANNAAAANN PPEENNEELLIITTIIAANN ……....……………….............................................. 2200

IIIIII..11 JJeenniiss PPeenneelliittiiaann ………………………………………………………….................................. 2200

IIIIII..22 TTeemmppaatt ddaann WWaakkttuu PPeenneelliittiiaann ………………………………........................ 2200

IIIIII..33 PPooppuullaassii DDaann SSaammppeell PPeenneelliittiiaann……………………………………...... 2200

IIIIII..44 KKrriitteerriiaa SSaammppeell…………………………………………………………………………………… 2211

IIIIII..44..11 KKrriitteerriiaa IInnkklluussii ............ …………………………………….............................................. 2211

IIIIII..44..22 KKrriitteerriiaa EEkksslluussii................................................................................................................ 2211

IIIIII..55 IIzziinn SSuubbjjeekk PPeenneelliittiiaann........................................................................................................ 2211

IIIIII..66 DDeeffeenniissii OOppeerraassiioonnaall …………………………………………………………………….... 2211

IIIIII..77 AAllaatt DDaann BBaahhaann PPeenneelliittiiaann......…………………………………….......................... 2222

IIIIII..88 PPrroosseedduurr PPeenneelliittiiaann..............……………………………………………….......................... 2222

IIIIII..88..11 PPeennggaammbbiillaann DDaarraahh.................................................................................................. 2222

IIIIII..88..22 PPeerrllaakkuuaann TTeerrhhaaddaapp SSaammppeell...................................................................... 2233

IIIIII..99 PPeemmeerriikkssaaaann LLaabboorraattoorriiuumm.................................................................................. 2233

IIIIII..99..11 TTeess PPrriinnssiipp............................................................................................................................ 2233

IIIIII..99..22 CCaarraa KKeerrjjaa.............................................................................................................................. 2233

IIIIII..99..33 IInntteerrpprreettaassii HHaassiill.............................................................................................................. 2244

IIIIII..1100 AAnnaalliissiiss DDaattaa.......................................................................................................................... 2244

xi

BBAABB IIVV HHAASSIILL DDAANN PPEEMMBBAAHHAASSAANN ..........................……....………………...................... 2255

IIVV..11 HHaassiill PPeenneelliittiiaann............................................................................................................ 2255

IIVV..22 PPeemmbbaahhaassaann........................................................................................................................ 2288

BBAABB VV KKEESSIIMMPPUULLAANN DDAANN SSAARRAANN ……………….. …………………….................................. 3311

VV..11 KKeessiimmppuullaann ………………………………………………………………………………………….... 3311

VV..22 SSaarraann ………………………………………………………………………………………………………….. 3311

DDAAFFTTAARR PPUUSSTTAAKKAA .................................................................................................................................................. 3322

LLAAMMPPIIRRAANN .............................................................................................................................................................................. 3355

xii

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 25

2. Distribusi Hasil Uji Berdasarkan Jenis Kelamin ........................ 25

3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ....................................... 26

4. Distribusi sampel berdasarkan Lama ........................................ 26

5. Distribusi Hasil Uji Serologi (Dipstick) dengan Lama Demam ... 27

6. Hasil Test Chi-Square ............................................................... 27

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Penularan Salmonella typhi pada manusia................................ 7

2. Struktur Bakteri ......................................................................... 11

3. Respon Antibodi terhadap infeksi S.typhi .................................. 16

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Skema Kerja Penelitian……………………………………… 35

2. Skema Kerja Pemeriksaan Serologi Dri-dot……....……… 36

3. Hasil Pemeriksaan Uji Pemeriksaan Uji Dipstik…………… 37

4. Foto Hasil Pemeriksaan Dipstik …………………………….. 38

xv

1

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti

Ab Antibodi

Ag Antigen

DNA Deoxribonuleic Acid

Dot EIA Dot Enzim Immunoassay

DT Demam Tifoid

EDTA Ethylene DiamineTetra Acetic Acid

ELISA Enzym Linked Immunosorbent Assay

HSP Heat Shock Protein

ICT Imunochromatografi

Ig Imunoglobulin

LPS Lipopolisakarida

mRNA Massenger Ribonucleic Acid

nPCR nested PCR

OMP Outer Membrane Protein

PCR Polimerase Chain Reaction

RNA Ribonucleic Acid

S. paratyphi Salmonella paratyphi

S. typhi Salmonella typhi

Typhoid F Typhoid Fever

xvi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Tifoid adalah Penyakit menular yang akut dan disebabkan

oleh bakteri Salmonella typhi, masa inkubasi pada umumnya 10 sampai

14 hari, gejala dini mencakup demam, perut gembung, sukar buang air

besar, pusing, lesu, tak bersemangat, tidak ada nafsu makan, mual dan

muntah. Diare biasanya terjadi selama infeksi minggu kedua dan mungkin

terdapat darah dalam tinja (1).

Diagnosis demam tifoid sukar ditegakkan hanya atas dasar

beberapa gejala klinis, sebab gambaran klinis penyakit ini sangat

bervariasi dan umumnya tidak khas untuk demam tifoid. Atas dasar ini,

peranan laboratorium dalam membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid sangat penting (2).

Cara yang terbaik untuk memastikan adanya infeksi dengan

Salmonella typhi, yaitu bila bakteri dapat diisolasi dari spesimen klinis

yang berasal dari penderita yang dicurigai menderita demam tifoid, namun

hal ini tak selalu dapat dicapai karena banyaknya faktor kesalahan yang

dapat mempengaruhi isolasi bakteri tersebut. Oleh karena itu,

pemeriksaan serologi untuk demam tifoid memegang peranan penting (2).

Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan

kultur darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan

memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang

cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara

2

berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti

uji TUBEX, Typhidot-M dan dipstik telah dirintis penggunaannya di

Indonesia (3).

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.

typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung

antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human

immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan

komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik

dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas

laboratorium yang lengkap (3).

Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini

sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan

86.5% bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar

88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail

dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas

uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta

dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin

meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya

serokonversi pada penderita demam tifoid (4).

Uji dipstik terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat

diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang

menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di

3

tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat

pemeriksaan kultur secara luas (5).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan dilakukan

penelitian dengan rumusan masalah bagaimana hasil analisa uji serologi

dipstick pada penderita demam pada minggu I dan II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisa uji

serologi dipstick berdasarkan lama demam tifoid pada minggu I dan II.

Manfaat penelitian ini yaitu untuk menambah informasi ilmiah

tentang analisa uji serologi dipstick berdasarkan lama demam tifoid dan

dapat menjadi pegangan dokter yang menangani penderita demam tifoid

dalam memilih tes yang diperlukan sesuai kebutuhan.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tinjauan Umum Demam Tifoid

II.1.1 Sejarah

Typhoid berasal dari bahasa Yunani yang berarti smoke, karena

terjadinya penguapan panas tubuh serta gangguan keadaan disebabkan

demam yang tinggi. Bretoneau (1813) melaporkan pertama kali tentang

gambaran klinis dan kelainan anatomis dari demam tifoid, sedangkan

Cornwalls Hewett (1826) melaporkan perubahan patologisnya Piere Louis

(1829) memberikan nama typhos yang berasal dari bahasa Yunani

dengan arti asap/kabut, karena umumnya penderita sering disertai

gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat. A. Pfeifer berhasil

pertama kali menemukan bakteri Salmonella dari feses penderita,

kemudian dalam urine oleh Hueppe dan dalam darah oleh R.d Neuhauss.

Pada waktu yang bersamaan Widal (1896) berhasil memperkenalkan

diagnosis serologis demam tifoid (5).

II.1.2 Patogenesis

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Penyakit demam tifoid ditularkan melalui makanan

atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi, yang

dikenal sebagai penularan fecal-oral (6).

Bakteri Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui mulut

dengan makanan dan air yang tercemar kedalam saluran pencernaan

5

seorang penderita, maka bakteri tersebut akan berkembang biak dan bila

penderita tersebut tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri tersebut,

maka bakteri tersebut akan menempel pada dinding usus penderita dan

menembus epitel usus melalui sel epitel usus menuju ke lamina propia. Di

tempat ini Salmonella typhi akan difagotosis oleh sel fagosit, terutama

makrofag.

Di dalam makrofag, karena terlindungi oleh kapsul Vi, Salmonella

typhi dapat bertahan hidup, bahkan dapat berkembang biak. Selanjutnya

bakteri tersebut akan di bawa ke plek Peyeri, terutama yang berada di

ileum terminalis dan melalui saluran getah bening dibawah kelenjar limfe

mesentrium. Dalam tahap berikutnya Salmonella typhi akan masuk ke

aliran darah dan selanjutnya menyebar ke jaringan Retikuloendotelial di

seluruh tubuh terutama di hati dan limpa. Di dalam organ tersebut

Salmonella typhi keluar dari sel fagosit dan berkembang biak di luar sel

dalam jaringan organ dan menimbulkan keradangan. Proses ini akan

berlangsung selama 7-10 hari (2).

Endotoksin Salmonella typhi berperan pada patogenesis demam

tifoid karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan

tempat Salmonella typhi berkembang biak. Tapi kemudian berdasarkan

penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan

merupakan penyebab utama demam dan gejala-gelala toksemia pada

demam tifoid Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi dan

6

endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang (8).

II.1.3 Epidemiologi

Demam tifoid endemik di Indonesia, penyakit ini termasuk penyakit

menular yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1962

tentang wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam Undang-

Undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum

ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih

sering bersifat sporadis terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang

menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.

Sumber penularan biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua

sumber penularan S. typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih

sering adalah carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011

kuman per gram tinja. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang

tercemar. Makanan yang tercemar oleh tinja carrier merupakan sumber

penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang

yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella

typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi

kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-

kuman Salmonella typhi berada di dalam batu empedu atau dalam dinding

kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang

menahun (9,10,11).

7

Gambar 1. Penularan Salmonella typhi pada manusia (34)

II.1.4 Gejala Klinis

Masa inkubasi demam tifoid berkisar antara 7-14 hari dan gejalanya

muncul bertahap. Paling sering berupa gejala demam yang tidak spesifik,

seperti sakit kepala, lesu, nyeri otot atau nafsu makan menurun. Awalnya

demam cenderung mereda, tetapi secara bertahap meningkat setelah

minggu pertama sampai mencapai suhu lebih dari 40oC. Gejala lain yang

timbul meliputi mual, muntah, menggigil, batuk, lemah dan radang

tenggorokan (12).

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan

sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.

Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari

asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah

disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala

sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul

komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini

8

mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya

saja (13).

II.1.5 Diagnosis

Salmonella typhi dapat diisolasi dari darah pada kurang lebih 90%

penderita selama 2 minggu pertama penyakit tersebut dan dari sekitar

50% pada akhir minggu ke 3. Bakteri tersebut dapat di isolasi dari tinja

pada setiap manapun penyakit ini, tetapi masa sakit dari minggu ke 3

sampai ke 5 memberikan hasil terbaik untuk diagnosis mikrobiologis,

walaupun di sertai dengan pengobatan. 2 atau 3 bulan setelah jatuh sakit

sebanyak 5 sampai 10% penderita masih terus mengeksresikan basilus

salmonella typhi. Mereka yang masih mengeksresikan basilus tersebut

setelah itu dianggap sebagai penular kronis demam tifoid.(1)

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu : pemeriksaan darah

tepi, pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman, uji

serologis, dan pemeriksaan kuman secara molekuler (14).

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan

bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum

tulang atau cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit,

maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum

tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam

urine dan feses. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan

tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya

9

tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

biakan meliputi jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah

dari media empedu, dan waktu pengambilan darah (13,14).

II.2. Tinjauan Umum Salmonella typhi

II.2.1 Klasifikasi

Skema klasifikasi di dasarkan pada reaksi biokimia atau serologis.

Teknologi molekuler memungkinkan klasifikasi pada tingkat gen hibridisasi

DNA yang telah membuktikan bahwa bakteri Salmonella sangat terkait

secara genetik sebagai satu spesies dengan 6 subkelompok, kebanyakan

isolate yang menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang

termasuk subkelompok I. Klasifikasi Salmonella terdiri dari (16) :

Kingdom : Procaryotae

Filum : Proteobacteria

Classis : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhi

10

II.2.2 Sifat-Sifat

Group Salmonella adalah bakteri-bakteri yang habitatnya (tempat

hidupnya) terutama di dalam usus manusia atau binatang. Terdapat juga

dalam lumpur/air selokan dan air sungai. Oleh karena itu basil-basil

Salmonella dapat diasingkan dari berbagai sumber spesimen (manusia

dan non-manusia) (15).

Kebanyakan strain Salmonella memfermentasi glukosa, manosa,

dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tidak pada laktosa atau

sukrosa. Salmonella typhi tidak menghasilkan gas. Organisme Salmonella

tumbuh secara aerobik dan mampu tumbuh secara anaerobik fakultatif,

dan resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat mati dengan

pemanasan sampai 1300F (540C) selama 1 jam atau 1400F (600C) selama

15 menit. Pertumbuhannya sangat baik pada medium di bawah kondisi

aerob dengan kisaran temperatur 100C-410C (optimal 370C) dan pHnya

berkisar 6 – 8. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu sekeliling atau

suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup

selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan

bahan kotoran. Dalam air bisa bertahan selama 4 minggu. Salmonella

typhi memiliki kerentanan terhadap sebagian besar bahan-bahan fisika

dan kimia, terutama oleh klorin serta beberapa penggunaan desinfektan,

tetapi sebagian Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu,

misalnya brillian green dan sodium tetrathionat (16).

11

II.2.3 Morfologi Salmonell typhi

Salmonella adalah genus yang termasuk famili Enterobacteriacea

yang terdiri dari tiga spesies utama yaitu Salmonella typhi, Salmonella

choleraesuis, dan Salmonella enteritidis. Dua spesies masing-masing

mempunyai satu serotip, tetapi Salmonella enteritidis berisi lebih dari 1800

serotip yang berbeda. S.typhi berbentuk batang, tidak berspora, bersifat

gram negatif dengan ukuran 1-3,5 X 0,5-0,8 mikron. Mempunyai flagella

peritrikh (16)

Gambar 2. Struktur bakteri (Sumber: Bacteria. http ://www.biologycorner.com /AP-biology/pathology/bacteria.html/

II.2.4 Struktur Antigen Salmonella typhi

Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif

yang umumnya bergerak dengan flagellin dan bersifat aerobik. Salmonella

memiliki sedikitnya 5 macam antigen.

1. Antigen O (Antigen somatik), yang terletak pada lapisan luar dari

tubuh bakteri . Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida

atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan

12

alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid. Lipopolisakarida dari

antigen O terdiri dari 3 regio sebagai berikut :

a. Regio I, mengandung antigen O spesifik atau antigen dinding sel

dan merupakan polimer dari unit oligosakarida yang berulang-ulang.

Antigen O ini berguna untuk pengelompokan serologis.

b. Regio II, terikat pada antigen O dan terdiri dari core polysaccharide

serta merupakan sifat yang konstan dalam suatu genus

Enterobacteriaceae tetapi berbeda antara genera.

c. Regio III, mengandung lipid A yang terikat pada core polysaccharide

yang merupakan bagian yang toksik dari molekul. Lipid A ini

menempelkan lipopolisakarida pada membran permukaan sel (outer

membrane).

2. Antigen H (Antigen Flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau

pili dari bakteri. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan

tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan

alkohol.

3. Antigen Vi, yang terletak pada kapsel (envelope) dari bakteri yang

dapat melindungi bakteri terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen

tersebut di atas, di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula

pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

4. Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di

luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi

13

sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik

yang mengendalikan masuknya zat dan cairan ke dalam membran

sitoplasma. Di samping itu OMP berfungsi sebagai reseptor untuk

bakteriofag dan bakteriosin.

OMP dibagi menjadi 2 bagian ;

a. Porin rnerupakan komponen utama dari OMP terdiri dari protein

Omp C, Omp D, dan Omp E. Porin merupakan saluran hidrofilik

yang berfungsi untuk difusi solut dengan berat molekul lebih kecil

dari 6000. Porin mempunyai sifat resisten terhadap proteolisis dan

denaturasi pada suhu di bawah 85-100ºC .

b. Protein non porin terdiri dari protein Omp A, protein A, dan

lipoprotein, mempunyai sifat sensitif terhadap protease. Fungsi dari

protein nonporin masih belum diketahui dengan jelas.

5. Heat Shock Protein (HSP)

Heat Shock protein atau stress protein adalah protein yang

diproduksi oleh jasad renik dalam lingkungan yang terus berubah,

terutama yang menimbulkan stress pada jasad renik tersebut dalam

usahanya untuk dapat mempertahankan hidupnya. Di samping potensi

biologisnya, HSP mempunyai data imunogenik yang cukup besar

sehingga dapat membangkitkan respons imun, baik seluler maupun

humoral, baik protektif maupun nonprotektif. Atas dasar ini, maka HSP

dapat dipakai baik untuk keperluan diagnostik (sebagai antigen dari

imunoassay) maupun untuk keperluan preventif (untuk vaksin)(4).

14

II.3 Tes Serologi

Tes serologi untuk menunjang diagnosis demam tifoid meliputi dua

kelompok, yaitu pelacakan terhadap antibodi (Ig) spesifik dan antigen

(Ag) spesifik terhadap Salmonella typhi di dalam darah atau cairan

tubuh (19).

Tes Widal yang telah digunakan sejak tahun 1896, sampai saat ini

masih merupakan tes serologi yang paling banyak digunakan di klinik,

meskipun banyak kelemahannya. Dasar tes ini adalah reaksi aglutinasi

antara Ag Salmonella typhi dengan Ig yang terdapat pada serum

penderita. Ada dua cara tes Widal, yaitu cara tabung dan cara slide.

Sekarang lebih banyak digunakan tes Widal cara slide. Interpretasi tes

Widal untuk menunjang diagnosis harus dilakukan dengan cermat

karena banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, antara lain faktor

penderita meliputi: stadium penyakit, terapi antimikroba, teknik

laboratorium, riwayat imunisasi, keadaan umum, penyakit tertentu yang

menghambat pembentukan Ig, imunosupresif dan kortikosteroid, infeksi

subklinis, sedangkan faktor teknis meliputi reaksi silang, konsentrasi

suspensi Ag dan strain Salmonella yang dipakai untuk suspensi Ag.

Berdasarkan kemungkinan-kemungkinan tersebut di atas maka

walaupun secara bakteriologik dinyatakan positif Salmonella typhi, tes

Widal dapat memberikan hasil negatif, sehingga tes Widal negatif belum

dapat menyingkirkan diagnosis demam tifoid. Berdasarkan penelitian

Dasril Daud tahun 1995 yang dilakukan di Ujung Pandang nilai

15

diagnostik titer O adalah > 1/ 320 untuk cara tabung dan > 1/160 untuk

cara slide (20).

Tes serologi lain untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

antigen Salmonella typhi adalah Enzym Linked immunosorbent Assay

(ELISA). Tes ELISA dapat digunakan untuk memeriksa adanya lgM dan

IgG anti Salmonella typhi lipopolysaccharide antibody, kadar keduanya

meninggi pada penderita demam tifoid. Antibodi yang dilacak dengan uji

ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. Untuk

meningkatkan kepraktisan uji ELISA, digunakan teknik Dot-EIA yang

memanfaatkan kertas nitroselulose sebagai fase padat yang memiliki

kapasitas yang tinggi terhadap protein yang dilapiskan, sekali antigen

atau antibodi dilekatkan pada kertas nitroselulose dan diblokade dengan

blocking buffer, ikatan tersebut dapat disimpan dalam keadaan stabil

selama beberapa bulan pada 40C atau selama beberapa tahun pada -

700C (21).

Tes serologi yang banyak dikembangkan adalah tes Typhoid

Dipstick, tes ini 85,7 % sensitif pada penderita demam tifoid dengan

demam > 6 hari dan dengan tes ini antibodi (IgM) sudah dapat terdeteksi

baik untuk infeksi primer maupun infeksi sekunder, sehingga dapat

digunakan untuk deteksi dini. Tes Typhoid Dipstick ini sangat mudah

dilakukan, tidak memerlukan alat, dan penyimpanan yang khusus (7).

16

The image part w ith relationship ID rId10 was not found in the file.

Gambar 3. Respon antibodi terhadap infeksi S.typhi (26)

Untuk melakukan uji laboratorium diagnostic kultur pada Salmonella

typhi langkah-langkah yang dilakukan pertama yaitu pengambilan

spesimen dapat berupa darah, aspirat sum-sum tulang, spesimen tinja,

atau urin. Tahapan selanjutnya adalah penumbuhan Salmonella dari

spesimen-spesimen dari pasien dalam medium pengaya untuk

meningkatkan jumlah Salmonella dan menghambat pertumbuhan jenis

entrobactetriaceae selain Salmonella. Setelah itu, kultur ditumbuhkan

pada medium differensial dan selektif untuk pengisolasian Salmonella.

Selanjutnya, koloni-koloni hasil pertumbuhan pada medium dapat

diidentifikasi melalui tes biokomia dan aglutinasi (22).

II.4 Demam Tifoid

Surveilanse Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam

tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994

terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari

survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan

1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8%.

Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah.(1).

17

Studi terakhir dari Asia tenggara mendapatkan bahwa insiden

tetinggi terjadi pada anak dibawah usia 2-5 tahun. Kasus yang berujung

pada kematian tidak lebih dari 1%, meskipun demikian, angka ini

bervariasi di seluruh dunia. Di Pakistan dan Vietnam, dari pasien yang

dirawat di rumah sakit, angkanya kurang dari 2%, sementara di beberapa

area di Papua nugini dan Indonesia, angkanya mencapai 30-50%. Hal ini

sebagian besar disebabkan karena tertundanya pemberian antibiotika

yang tepat.(6)

II.4.1 Diagnosis Demam Tifoid

Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam

tifoid, membuat diagnosis klinik demam tifoid menjadi cukup sulit. Di

daerah endemis, demam lebih dari 1 minggu yang tidak diketahui

penyebabnya harus dipertimbangkan sebagai demam tifoid sampai

terbukti penyebabnya. Diagnosis pasti demam tifoid adalah dengan isolasi

atau kultur S.typhi dari darah, sum-sum tulang, atau lesi anatomis yang

spesifik. Adanya gejala klinis yang karakteristik demam tifoid atau deteksi

respon antibody yang spesifik hanya menunjukkan dugaan demam tifoid

tetapi tidak definitif atau pasti.

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis

demam tifoid yaitu :

1. Metode Kultur Mikrobiologi

Metode ini dapat mendeteksi Salmonella typhi melalui kultur bakteri

dari spesimen darah, tinja, urin, sumsum tulang atau lesi anatomis

18

tertentu. Kultur darah ini merupakan metode utama untuk diagnosis

demam tifoid (26).

2. Metode Serologis

Metode serologis digunakan untuk mengetahui secara kualitatif

maupun kuantitatif respon tubuh terhadap agen infektif atau dapat pula

digunakan untuk membedakan bakteri yang memiliki hubungan

kekerabatan yang erat. Metode serologis memerlukan waktu yang lebih

singkat dibandingkan dengan kultur mikrobiologis. Metode serologis untuk

diagnosis demam tifoid antara lain adalah tes ELISA, dipstick, tes Widal,

tes Tubex®, tes typhidot, dan tes aglutinasi latex. Demam tifoid

menginduksi respon imun humoral baik sistemik maupun lokal tetapi

respon imun ini tidak dapat memproteksi dengan lengkap terhadap

kekambuhan dan reinfeksi (6,17,27).

3. Teknik Molekuler

Seperti halnya kultur darah, target dari teknik-teknik molekuler

adalah patogen itu sendiri sehingga bermanfaat untuk deteksi awal

penyakit. Teknik hibridisasi menggunakan probe DNA adalah teknik

biologi molekuler pertama yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid.

Teknik ini memiliki spesifisitas yang tinggi namun kurang sensitif. Teknik

ini tidak dapat mendeteksi S.typhi bila jumlah bakteri kurang dari

500 bakteri/ml. kemudian berkembang teknik Polymerase Chain Reaction

(PCR) dengan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik

(1-5 bakteri/ml). PCR untuk identifikasi S.typhi ini tersedia dibeberapa