Upload
deraapriyunita
View
61
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KAD
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi
kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan
ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.1
2.2. Epidemiologi
Data komunitas diAmerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa
insiden KAD sebesar 8 per 1000 pasien DM pertahun untuk semua
kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun
sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan
insiden KAD sebesar 4,6 -8 per 1000 pasien DM pertahun. KAD dilaporkan
bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun
diAmerika Serikat. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada,
agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak dinegara barat,
mengingat prevalensi DM tipe1 yang rendah. Laporan insiden KAD di
Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien
DM tipe 2.2
Angka kematian pasien dengan KAD dinegara maju dengan sarana
yang lengkap berkisar 9-10%. Sedangkan diklinik dengan sarana sederhana
dan pasien usia lanjutan angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka
kematian KAD di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun
tampaknya belum ada perbaikan. Selama periode 5 bulan (Januari-Mei
2002) terdapat 39 episode KAD dengan angka kematian 15%.1
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang
menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas,
pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar
keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda
umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat
1
dan rasional sesuai dengan patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia
lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit
dasarnya.2
2.3. Faktor Pencetus
Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita
DM untuk pertama kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM
sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20%
lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya. Faktor pencetus tersering dari
KAD adalah infeksi, dan diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50%
kasus KAD. Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan
glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna.
Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis,
infark jantung, trauma pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru
diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.1, 2
Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan
faktor komorbid penderita. Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus
KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan strespsikologis. Infeksi
yang diketahui paling sering mencetuskan KAD adalah infeksi saluran
kemih dan pneumonia. Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat
mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus
selalu diperhatikan sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan
kompensasi respiratorik dari asidosis metabolik.2,4
Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion atau
infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat
simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan
KAD. Obat-obat lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya
beta bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin, pada pasien usia muda dengan
DM tipe1,masalah psikologis yang disertai kelainan makan memberikan
kontribusi pada 20% KAD berulang. Faktor yang memunculkan kelalaian
penggunaan insulin pada pasien muda diantaranya ketakutan untuk
2
peningkatan berat badan dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan
terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat penyakit kronik. Namun demikian,
seringkali faktor pencetus KAD tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20–
30% dari semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat KAD itu sendiri.2
2.4. Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa.
Gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan ketoasidosis. Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa,
sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah
banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Selain itu, bahan bakar alternatif (asam keto dan
asam lemak bebas), diproduksi secara berlebihan. Meskipun sudah tersedia bahan bakar
tersebut, sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memesan glukosa. Hanya insulin
yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi sinyal untuk proses
perubaan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (asam lemak
bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati, dan mendorong proses oksidase
melalui siklus Krebs dimitokondria sel untuk menghasilkan ATP yang merupakan
sumber energi utama sel. Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis pada manusia
ternyata bersifat relatif, karena pada waktu yang bersamaan juga terjadi penambahan
hormon stres yang kerjanya berlawanan dengan insulin.1
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasiketon yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis
merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi
bersamaan dengan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut
mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi
akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan
glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya ketoasidosis diabetik
3
substrat non karbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan
glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim
glukoneogenik(fosfoenol piruvat karboksilase/PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat,
dan piruvatkarboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan
patogenesisutama yang bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia
pada pasiendengan ketoasidosis diabetik.3
Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan ketoasidosis diabetik keton
yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan
hipovolemia dan penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang
terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan
peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi
hormon lipase yang sensitive pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini
akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas ( free fatty
acid /FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk
glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas
yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid. 3
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang
prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi
glukagon menurunkan ketoasidosis diabetikum malonyl coenzyme A (CoA)
dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui
inhibisi acetyl Co A carboxylas, enzim pertama yang dihambat pada sintesis
asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-
transferase I (CPT I), enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A
menjadi fatty acylcamitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak
menjadi benda keton.CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas
ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan
aktivitas fatty acyl CoA dan CPTI pada ketoasidosis diabetik
mengakibatkan peningkatan ketongenesis.3
2.5. Gejala Klinis
4
Pada KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (kussmaul),
berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering),
kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa
napas tidak terlalu mudah tercium.1
Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD diawali dengan
keluhan poliuri dan polidipsi serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik
insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering
dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang
menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium,
atau depresi sampai dengan koma.1
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering di RS Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta, faktor pencetus infeksi didapatkan sekitar
80%. Infeksi yang sering ditemukan ialah infeksi saluran kemih dan
pneumonia. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien
tidak mengalami demam. 1
2.6. Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien ketoasidosis
diabetik terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti
terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan
kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat
menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan,
sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.3
Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak
dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk ketoasidosis dia
betik biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya pe
nampakan seluruh gejala dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasi
en dapat tampak menjadi ketoasidosis diabetik tanpa gejala atau tandaketoas
idosis diabetik sebelumnya.5
5
Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia,
dan polifagia, penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah
clouding of sensoria dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor
kulit yang menurun, respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan
status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien ketoasidosis diabetik
menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus
diberikan untuk pasien dengan hipotermia karena menunjukkan prognosis
yang lebih buruk. Demikian pula pasien dengan abdominal pain, karena
gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah indikasi dari pencetusnya,
khususnya pada pasien muda. Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini
tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan asidosis metabolic.3
Kriteria diagnosis KAD adalah : 1
Kadar glukosa > 250 mg%
pH < 7,35
HCO3 rendah ( < 15 meq / L )
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif
a. Riwayat perjalanan penyakit dan Pemeriksaan fisik
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu keadaan
kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan pengenalan dan
penatalaksanaan segera. Pendekatan pertama pada pasien-pasien ini
terdiri dari anamnesa yang cepat namun fokus dan hatihati serta
pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus kepada:
Patensi jalan napas
Status mental
Status kardiovaskular dan renal
Sumber infeksi
Status hidrasi
6
Langkah-langkah ini harus mempertimbangkan penentuan derajat
urgensi dan prioritas dari pemeriksaan laboratorium yang harus diutamakan
sehingga terapi dapat dilaksanakan tanpa penundaan. Ketoasidosis
diabetikum biasanya timbul dengan cepat, biasanya dalam rentang waktu <
24 jam. Pada pasien dengan KAD, nausea vomitus merupakan salah satu
tanda dan gejala yang sering diketemukan. Nyeri abdominal terkadang dapat
diketemukan pada pasien dewasa (lebih sering pada anak-anak) dan dapat
menyerupai akut abdomen. Meskipun penyebabnya belum dapat dipastikan,
dehidrasi jaringan otot, penundaan pengosongan lambung dan ileus oleh
karena gangguan elektrolit serta asidosis metabolik telah diimplikasikan
sebagai penyebab dari nyeri abdominal. Asidosis, yang dapat merangsang
pusat pernapasan medular, dapat menyebabkan pernapasan cepat dan dalam
(Kussmaul). 2,8
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti
bau napas seperti buah atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari
ekskresi aseton melalui sistem respirasi dan tanda-tanda dehidrasi seperti
kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang kering, takikardia dan
hipotensi. Status mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh sampai
letargi yang berat; meskipun demikian kurang dari 20% pasien KAD yang
diperawatan dengan penurunan kesadaran.9
Pemeriksaan laboratorium termudah dan terpenting setelah anamnesa
dan pemeriksaan fisis adalah penentuan kadar glukosa darah dengan
glukometer dan urinalisis dengan carik celup untuk menilai secara kualitatif
jumlah dari glukosa, keton, nitrat dan esterase leukosit di urin. 9
Evaluasi laboratorium awal pada pasien dengan kecurigaan KAD
harus melibatkan penentuan segera analisa gas darah, glukosa darah dan
urea nitrogen darah; penentuan elektrolit serum,osmolalitas, kreatinin dan
keton; dilanjutkan pengukuran darah lengkap dengan hitung jenis.
Pemeriksaan yang disarankan untuk segera dilakukan pada pasien dengan
KAD. Kultur bakterial urin, darah dan jaringan lain harus diperoleh dan
antibiotika yang sesuai harus diberikan apabila terdapat kecurigaan infeksi.
7
Pada kanak-kanak tanpa penyakit jantung, paru dan ginjal maka evaluasi
awal dapat dimodifikasi, sesuai penilaian klinisi, dengan pemeriksaan pH
vena untuk mewakili pH arteri. Pemeriksaan rutin untuk sepsis dapat
dilewatkan pada kanak-kanak, kecuali diindikasikan oleh penilaian awal,
oleh karena pencetus utama KAD pada kelompok usia ini adalah
penghentian insulin.6
Tabel 1. Pemeriksaan diagnostik awal pada pasien dengan KAD
Pasien dengan ketoasidosis berat biasanya datang dengan kadar
bikarbonat 330 mOsm/kg, disertai dengan penurunan kesadaran dan lebih
sering mengalami komplikasi dibandingkan dengan pasien KAD ringan atau
sedang. Keadaan di atas menunjukkan bahwa, klasifikasi KAD menurut
derajatnya lebih penting secara klinis untuk membantu disposisi pasien dan
8
menentukan pilihan terapi. Klasifikasi ini harus disertai dengan pengertian
dan pengenalan akan kondisi penyerta pasien yang dapat mempengaruhi
prognosis dan kebutuhan terapi intravena untuk hidrasi.6
Pada beberapa kasus, diagnosis KAD dapat dipersulit oleh adanya
kelainan asam basa lainnya. Kadar pH darah dapat normal ataupun
meningkat, tergantung dari derajat kompensasi pernapasan dan adanya
alkalosis metabolik dari muntah yang sering atau pemakaian diuretik.
Konsentrasi glukosa darah juga dapat normal atau hanya sedikit meningkat
pada 15% pasien dengan KAD (kadar glukosa < 300 mg/dL) terutama pada
pasien alkoholik dan pasien yang sudah menerima suntikan insulin
sebelumnya.6
Konsentrasi natrium serum saat masuk perawatan biasanya rendah
pada pasien KAD, oleh karena adanya fluks osmotik air dari kompartemen
intraselular ke ekstraselular pada keadaan hiperglikemia. Untuk menilai
keberatan defisit natrium dan air, natrium serum dapat dikoreksi dengan
menambahkan 1,6 mEq pada kadar natrium serum terukur untuk setiap
peningkatan glukosa darah 100 mg/dL di atas 100 mg/dL. Konsentrasi
kalium serum pada saat masuk perawatan biasanya meningkat oleh karena
adanya pergeseran kalium intraselular ke ekstraselular sebagai akibat dari
asidemia, defisiensi insulin dan hipertonisitas. Pada sisi lain, pasien KHH
biasanya mempunyai kadar natrium yang normal atau sedikit meningkat
oleh karena dehidrasi berat.6
2.7. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan KAD adalah :10
1. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
2. Menekan lipolisis pada sel lemak dan glukoneogenesis pada sel hati dengan
pemberian insulin.
3. Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisioligis normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan Dokter harus mempunyai kemauan
9
kuat untuk melakukan evaluasi ketat terutama di awal pengobatan KAD sampai
keadaan stabil. Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus
diberikan yaitu cairan, garam, insulin, kalium, dan glukosa, serta asuhan
keperawatan.
Cairan
Dehidrasi dan hiperosmolaritas diatasi secepatnya dengan cairan garam fisiologis.
Pilihan berkisar antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya
hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperkuakan 1- 2 liter
dalam jam pertama. Bila kada glukosa < 200 mg%maka perlu diberikan larutan
mengandung glukosa ( dextrosa 5% atau 10% ). Pedoman untuk menilai hidrasi adalah
turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin, dan pemantauan keseimbangan cairan.1
Insulin
Insulin baru diberikan pada jam kedua. Pemberian insulin dosis rendah terus
menerus intravena dianjurkan karena pengontrolan insulin menjadi lebih mudah,
penurunan kadar glukosa lebih halus, efek insulin cepat menghilang, masuknya
kalium ke intrasel lebih lambat, dan komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih
jarang. Sepuluh unit diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan infus larutan
insulin regular dengan laku 2 - 5 U/jam. Sebaikanya larutan 5 U insulin dalam 50 mL
NaCl 0,9% bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya.
Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl atau kurang, laju larutan insulin dikurangi
menjadi 1- 2 U/jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Insulin regular
diberikan subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar glukosa darah.1
Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K+ serum meningkat. Pemberian cairan
dan insulin segera mengatasi keadaan hiperkalemia. Untuk mengantisipasi masuknya
ion K+ ke dalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu
diberikan kalium. Pada pasien tanpa kelainan ginjal serta tidak ditemukan gelombang
10
T yang lancip pada gambaran EKG, pemberian kalium segera dimulai setelah
jumlah urin cukup adekuat.1
Glukosa
Rehidrasi awal dalam 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan
turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin, diharapkan terjadi penurunan kadar
glukosa sekitar 60 mg% per jam. Bila kadar glukosa mencapai 200 mg% maka dapat
dimulai infus yang mengandung glukosa. Tujuan terapi KAD bukan untuk
menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.1
Bikarbonat
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1 atau bikarbonat serum < 9
meq/L. Walaupun demikian, komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang
mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat. Pengobatan umum
meliputi antibiotik yang adekuat, oksigen bila PO2 < 80 mgHg, heparin bila ada
hiperosmolar berat ( > 380 mOsm/L ). Pemantauan merupakan bagian yang terpenting
dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi
berlangsung. Untuk itu perlu pemeriksaan :
Kadar glukosa darah per jam dengan alat glukometer
Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan
Analisis gas darah, bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH
>7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, dan temperatur setiap jam.
Keadaan hidrasi, keseimbangan cairan.1
Pemantauan EKG kontinu direkomendasikan oleh karena adanya
risiko hipo atau hiperkalemia dan aritmia yang disebabkannya. Tabung
nasogastrik harus diberikan kepada pasien dengan penurunan kesadaran oleh
karena risiko gastroparesis dan aspirasi. Kateterisasi urin harus
dipertimbangkan bila terdapat gangguan kesadaran atau bila pasien tidak
mengeluarkan urin setelah 4 jam terapi dimulai. Kebutuhan pemantauan
vena sentral harus dipertimbangkan perindividu, namun diperlukan pada
11
pasien tua atau dengan keadaan gagal jantung sebelumnya. (7) Pertimbangan
harus diberikan kepada pemberian terapi antibiotika bila ada bukti infeksi,
namun hitung leukosit seringkali meningkat tajam pada KAD, dan tidak
mengkonfirmasi adanya infeksi. Anamnesa, pemeriksaan fisis, demam dan
peningkatan CRP merupakan biomarker yang lebih terpercaya. 1, 6
2.8. Komplikasi
a. Hipoglikemia dan hipokalemia
Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi
ini dapat dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan
insulin dosis tinggi. Kedua komplikasi ini diturunkan secara drastis
dengan digunakannya terapi insulin dosis rendah. Namun, hipoglikemia
tetap merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang insidensnya
kurang dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan
dekstrosa pada saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD
dengan diikuti penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens
hipoglikemia lebih lanjut. Serupa dengan hipoglikemia, penambahan
kalium pada cairan hidrasi dan pemantauan kadar kalium serum ketat
selama fase-fase awal KAD dapat menurunkan insidens hipokalemia. 6
b. Edema Serebral
Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah
dikenal lebih dari 25 tahun. Penurunan ukurnan ventrikel lateral secara
signifikan, melalu pemeriksaan eko-ensefalogram, dapat ditemukan pada
9 dari 11 pasien KAD selama terapi. Meskipun demikian, pada
penelitian lainnya, sembilan anak dengan KAD diperbandingkan
sebelum dan sesudah terapi, dan disimpulkan bahwa pembengkakan otak
biasanya dapat ditemukan pada KAD bahkan sebelum terapi dimulai.
Edema serebral simtomatik, yang jarang ditemukan pada pasien KAD
dewasa, terutama ditemukan pada pasien anak dan lebih sering lagi pada
diabetes awitan pertama. 6
c. Sindrom distres napas akut dewasa (adult respiratory distress syndrome)
Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom
12
distres napas akut dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan
elektrolit, peningkatan tekanan koloid osmotik awal dapat diturunkan
sampai kadar subnormal. Perubahan ini disertai dengan penurunan
progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan gradien oksigen
arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien dengan KAD saat
presentasi. Pada beberapa subset pasien keadaan ini dapat berkembang
menjadi ARDS. Dengan meningkatkan tekanan atrium kiri dan
menurunkan tekanan koloid osmotik, infus kristaloid yang berlebihan
dapat menyebabkan pembentukan edema paru (bahkan dengan fungsi
jantung yang normal). Pasien dengan peningkatan gradien AaO2 atau
yang mempunyai rales paru pada pemeriksaan fisis dapat merupakan
risiko untuk sindrom ini. Pemantauan PaO2 dengan oksimetri nadi dan
pemantauan gradien AaO2 dapat membantu pada penanganan pasien ini.
Oleh karena infus kristaloid dapat merupakan faktor utama, disarankan
pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah dengan
penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan
penggantian kristaloid.6
d. Asidosis metabolik hiperkloremik
Asidosis metabolik hiperkloremik dengan gap anion normal dapat
ditemukan pada kurang lebih 10% pasien KAD; meskipun demikian
hampir semua pasien KAD akan mengalami keadaan ini setelah resolusi
ketonemia. Asidosis ini tidak mempunyai efek klinis buruk dan biasanya
akan membaik selama 24-48 jam dengan ekskresi ginjal yang baik.
Derajat keberatan hiperkloremia dapat diperberat dengan pemberian
klorida berlebihan oleh karena NaCl normal mengandung 154 mmol/L
natrium dan klorida, 54 mmol/L lebih tinggi dari kadar klorida serum
sebesar 100 mmol/L. Sebab lainnya dari asidosis hiperkloremik non gap
anion adalah: kehilangan bikarbonat potensial oleh karena ekskresi
ketoanion sebagai garam natrium dan kalium; penurunan availabilitas
bikarbonat di tubulus proksimal, menyebabkan reabsorpsi klorida lebih
besar; penurunan kadar bikarbonat dan kapasitas dapar lainnya pada
13
kompartemen-kompartemen tubuh. Secara umum, asidosis metabolik
hiperkloremik membaik sendirinya dengan reduksi pemberian klorida
dan pemberian cairan hidrasi secara hati-hati. Bikarbonat serum yang
tidak membaik dengan parameter metabolik lainnya harus dicurigai
sebagai kebutuhan terapi insulin lebih agresif dan pemeriksaan lanjutan.6
e. Trombosis vaskular
Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien
terhadap trombosis, seperti: dehidrasi dan kontraksi volume vaskular,
keluaran jantung rendah, peningkatan viskositas darah dan seringnya
frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan, beberapa perubahan
hemostatik dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada saat osmolalitas sangat tinggi. Heparin dosis rendah
dapat dipertimbangkan untuk profilaksis pada pasien dengan risiko
tinggi trombosis, meskipun demikian belum ada data yang mendukung
keamanan dan efektivitasnya. 6
2.9. Pencegahan
Dua faktor pencetus utama KAD adalah terapi insulin inadekuat
(termasuk non-komplians) dan infeksi. Pada sebagian besar kasus, kejadian-
kejadian ini dapat dicegah dengan akses yang lebih baik terhadap perawatan
medis, termasuk edukasi pasien intensif dan komunikasi efektif dengan
penyedia layanan kesehatan selama kesakitan akut. Target-target
pencegahan pada krisis hiperglikemik yang dicetuskan baik oleh kesakitan
akut ataupun stres telah dibahas di atas. Target-target ini termasuk
mengendalikan defisiensi insulin, menurunkan sekresi hormon stres
berlebihan, menghindari puasa berkepanjangan dan mencegah dehidrasi
berat. Oleh karena itu, suatu program edukasi harus mengulas manajemen
hari sakit dengan informasi spesifik pemberian insulin kerja pendek, target
glukosa darah selama sakit, caracara mengendalikan demam dan mengobati
infeksi dan inisiasi diet cair mudah cerna berisi karbohidrat dan garam.
14
Paling penting adalah penekanan kepada pasien untuk tidak menghentikan
insulin dan segera mencari konsultasi ahli pada awal masa sakit. 6
Gambar : Algoritme pengukuran kadar keton darah pada saat hari sakit dan kadar
glukosa darah di atas 250 mg/dl.
Keberhasilan program seperti di atas bergantung kepada interaksi
erat antara pasien dan dokter serta pada tingkat keterlibatan pasien atau
anggota keluarga dalam mencegah diperlukannya rawat inap.
Pasien/keluarga harus bersedia untuk mencatat glukosa darah, keton urin,
pemberian insulin, temperatur, laju napas dan nadi serta berat badan secara
akurat. Indikator perawatan rumah sakit termasuk: kehilangan berat badan
>5%; laju napas >30 kali/menit; peningkatan glukosa darah refrakter;
perubahan status mental; demam tak terkendali; dan nausea vomitus tak
terobati. Selain isu edukasi seperti di atas, beberapa studi melaporkan bahwa
salah satu penyebab penting KAD pada pasien dengan T1DM adalah
penghentian insulin (67%). Alasan untuk penghentian insulin diantaranya
15
adalah permasalahan ekonomi (50%), kehilangan nafsu makan (21%),
masalah prilaku (14%) atau rendahnya pengetahuan manajemen hari sakit
(14%). Oleh karena penyebab paling umum dari penghentian insulin adalah
alasan ekonomi, perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat dan akses
pasien ke pengobatan adalah cara terbaik untuk mengatasinya pada
kelompok pasien ini.6
16