124
IAIN ANTASARI PRESS 2014 KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi dan Psikologi Mahasiswa WILLY RAMADAN

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS - core.ac.uk · mahasiswa lebih memahami urgensitas soft skill yang diberikan dalam organisasi. Kepemimpinan merupakan sebuah pembahasan yang terus berkembang

Embed Size (px)

Citation preview

i

IAIN ANTASARI PRESS2014

KADO UNTUKMAHASISWA AKTIVIS

Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasidan Psikologi Mahasiswa

WILLY RAMADAN

ii

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

KADO UNTUKMAHASISWA AKTIVIS

Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi dan PsikologiMahasiswa

Penulis:Willy Ramadan

Cetakan I, Desember 2014

Desain Cover:Luthfi Anshari

Tata Letak:Sary DR

Penerbit:IAIN ANTASARI PRESS

JL. A. Yani KM. 4,5 Banjarmasin 70235Telp.0511-3256980

E-mail: [email protected]

Percetakan:Aswaja Pressindo

Jl. Plosokuning V No. 73 Minomartani, NgaglikSleman YogyakartaTelp. 0274-4462377

E-mail: [email protected]

15.5 x 23 cm; vi + 114 halaman

ISBN: 978-979-3377-97-1

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah serta shalawat dansalam kepada baginda rasulullah Muhammad SAW. Buku yangada di hadapan anda ini sebenarnya merupakan sebuah tulisandari penelitian penulis ketika menyelesaikan pendidikan magis-ter di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Menjadi“praktisi” organisasi “memberitahukan” dan “mengajarkan”penulis bahwa banyak sekali kompleksitas dan dinamika dalamorganisasi yang ditemui dan dihadapi. Namun justru komplek-sitas dan dinamika itulah yang membuat, mengajarkan danmendidik seseorang semakin kuat, utuh, serta terbiasa dengansegala macam permasalahan yang dihadapi ketika terjun kedalam masyarakat sosial yang sesungguhnya.

Sehingga ini membuat penulis tertarik untuk menjadikantulisan sederhana ini sebuah buku yang diharapkan dapatmenjadi value added bagi semua kalangan. Penulis tentu akansangat berbahagia jika mampu berbagi dan saling memberikepada pembaca yang memandang bahwa tulisan ini penting.Terlepas dalam buku ini juga banyak kekurangan dan kekhilafan.Inilah tulisan sederhana dari penulis yang penulis anggap seba-gai “kado”. Sehingga diharapkan buku ini dapat membantumahasiswa lebih memahami urgensitas soft skill yang diberikandalam organisasi.

Kepemimpinan merupakan sebuah pembahasan yang terusberkembang dan menarik untuk diperbincangkan hingga seka-rang. Banyak sekali referensi-referensi serta penelitian-

iv

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

penelitian, tidak hanya di Indonesia namun juga diberbagai be-lahan dunia. Sehingga perkembangan ilmu-ilmu kepemimpinandan organisasi terus mengalami konstruksi dalam upayamenjawab segala bentuk problematika di segala bidang, yangnampaknya tidak terlepas dari keperluan akan pentingnyakemampuan kepemimpinan. Baik itu di bidang pemerintahannegara, lembaga-lembaga swasta, perusahaan-perusahaanhingga juga organisasi-organisasi masyarakat dan mahasiswa.Buku ini mencoba menemukan sinergi, integrasi dan relasi yangkuat antara kepemimpinan, organisasi, budaya dan psikologi.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang takterhingga kepada semua sahabat yang memberikan supportkepada penulis dalam penyelesaian buku ini. Senior dan Teman-teman HMI di Banjarmasin dan teman-teman di Jogjakarta yangtidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Juga kepada penerbityang sudah bersedia menerbitkan buku ini. Wassalam.

Banjarmasin,Penulis

Willy Ramadan

v

Buku sederhana inikupersembahkan untuk Ayah, Bunda,

Astry, Aziza dan LatifatuzzahraInspirasi terbesar dalam hidupku.

Wabil khusus untukHimpunan Mahasiswa Islam (HMI),

Lembaga pendidikan terbaik yang mengajarkankepercayaan dan keberanian.

vi

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................... iKATA PENGANTAR................................................................. iiiKATA PERSEMBAHAN .............................................................vDAFTAR ISI ............................................................................... vii

BAB IPendahuluan ................................................................................ 1

BAB IIKepemimpinan Transformasional Aktivis Mahasiswa ...... 5

A. Definisi Kepemimpinan ................................................ 5B. Fungsi Kepemimpinan .................................................. 7C. Teori Kepemimpinan ................................................... 11D. Teori Kemunculan Kepemimpinan............................ 12E. Teori dan Model Kepemimpinan ............................... 13F. Tipe Kepemimpinan ................................................... 19G. Model Kepemimpinan Transformasional ................. 21H. Dimensi Kepemimpinan Transformasional.............. 25

BAB IIIBudaya Organisasi Kemahasiswaan ..................................... 31

A. Definisi Organisasi ....................................................... 31B. Karakteristik Organisasi .............................................. 35

viii

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

C. Budaya Organisasi........................................................ 35D. Elemen Budaya Organisasi ......................................... 39E. Organisasi Kemahasiswaan ........................................ 42F. Definisi Mahasiswa Aktivis ........................................ 43G. Budaya Organisasi Kemahasiswaan .......................... 44H. Dimensi Budaya Organisasi Kemahasiswaan .......... 46

BAB IVAdversity Quotient Mahasiswa Aktivis............................... 53

A. Definisi Adversity Quotient ........................................ 53B. Fungsi Adversity Quotient .......................................... 54C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Adversity

Quotient ......................................................................... 54D. Tipe-Tipe Adversity Quotient .................................... 56E. Dimensi Adversity Quotient ....................................... 58

BAB VPenelitian Di IAIN Antasari Banjarmasin ........................... 63

A. Latar Belakang Masalah .............................................. 63B. Identifikasi Masalah ..................................................... 65C. Rumusan Masalah ........................................................ 65D. Tujuan Penelitian .......................................................... 66E. Kegunaan Penelitian .................................................... 66F. Tinjauan Pustaka .......................................................... 67G. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................ 69H. Populasi dan Metode Pengambilan Subjek

Penelitian ....................................................................... 72I. Metode Pengumplan Data .......................................... 73J. Metode Analisis Data ................................................... 89

ix

BAB VIHasil Penelitian ......................................................................... 89

A. Pelaksanaan Penelitian ................................................ 89B. Hasil Penelitian ............................................................. 90C. Pembahasan ................................................................... 99

BAB VIIKesimpulan dan Implikasi Akademik ............................... 105

A. Kesimpulan ................................................................. 105B. Implikasi Akademik ................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA............................................................... 109

Daftar Isi

x

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

1

BAB IPENDAHULUAN

Setiap manusia di dunia pasti pernah mengalami danmenghadapi berbagai macam permasalahan hidup, cobaan, dankesulitan. Baik itu masalah yang berskala kecil hingga masalahyang berskala besar. Manusia tidak pernah mampu menghindariatau bersembunyi dari kesulitan dan masalah tersebut, sebabmasalah merupakan bagian atau unsur dari kehidupan manusiaitu sendiri. Kesulitan dan masalah merupakan bagian dari hidupyang ada dan akan kita temukan di mana-mana, nyata, dan tidakterelakkan. Meski begitu hendaknya kesulitan dan masalahtersebut tidak harus sampai menghancurkan semangat hidupkita.1

Begitu juga halnya dengan mahasiswa, sebagai manusiabiasa mereka juga tentu sering mengalami berbagai macamtekanan dan kesulitan dalam hidup. Mereka merupakan anak-anak bangsa yang biasa disebut sebagai Iron Stock dan Agent ofChange, sehingga mereka sangat diharapkan mampu mengem-ban amanah dan tanggungjawab untuk menjadikan bangsa inimenjadi lebih baik. Dunia mahasiswa adalah masa transisi yangpaling vital dan urgen dalam pencarian eksistensi jati dirimereka. Jika dilihat dari segi umurnya, mahasiswa sebagaimanamenurut Konopka dalam Syamsu Yusuf mereka berada dalamfase remaja akhir yang berkisar antara 19-22 Tahun.2

1 Paul G Stoltz, Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang,(Jakarta:PT. Gramedia, 2007), h. 51

2 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2011), h. 184

2

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Dalam fase ini perkembangan mereka dalam aspek kognitif,seperti yang dikatakan Piaget dalam Syamsu Yusuf, tingkatkematangan secara mental mereka telah mampu berpikir secaralogis tentang berbagai gagasan-gagasan yang abstrak, ataudengan kata lain mereka mampu berpikir logis dan sistematis.Sehingga mereka juga cendrung berpikir ilmiah dalam meme-cahkan berbagai macam masalah. 3

Sehingga sering di dalam dunia kemahasiswaan, merekadituntut untuk membuka pandangan atau perspektif secara lebihkomprehensif, melebarkan cakrawala dan pengetahuan, menaja-mkan pola pikir, serta dituntut lebih kritis mengamati fenomenasosial di sekitar mereka. Semua itu bertujuan untuk menjadikanmereka sebagai makhluk sosial yang matang, utuh dan padatujuan akhirnya menjadi manusia yang menemukan eksistensimereka.

Sehingga dengan proses tersebut diharapkan mahasiswamampu menjadi manusia yang tidak penakut, kuat dan mampumenghadapi berbagai macam problematika dan tantangan hidupyang akan mereka jalani dan hadapi sekarang dan yang akandatang. Baik itu dalam lingkup keluarga, sosial masyarakat mau-pun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimanayang dikatakan Kartini Kartono bahwa baik dinegara majumaupun dinegara berkembang mahasiswa merupakan kekuatansosial, kekuatan moral, dan kekuatan politik.4

Dalam proses pencapaian eksistensi tersebut berbagaimacam cara mereka lakukan. Salah satu yang paling dominanyaitu dengan cara melakukan berbagai macam aktivitas di luarperkuliahan dan berkumpul dalam lingkungan atau komunitasyang mereka suka dan mereka minati. Penulis menyebut kum-pulan atau komunitas dengan sebutan organisasi, baik itu yang

3 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja……, h. 1954 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal

Itu? (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 267

3

berada di luar kampus (eksternal) maupun di dalam kampus(internal).5

Genre dan bentuk organisasi itupun bermacam-macam. Adayang meliputi pengembangan dalam bidang pergerakan,pelatihan, seni, olahraga, keterampilan dan lain sebagainya.Mahasiswa yang mengaktifkan dirinya pada organisasi ini lebihdikenal dengan sebutan aktivis mahasiswa. Sehubungan denganhal tersebut maka idealnya dengan mengikuti organisasi, ma-hasiswa bersangkutan diharapkan menjadi sosok yang punyakeberanian dan kemampuan dalam menghadapi masalahdengan baik. Media organisasi menjadi wadah pembelajaranyang meliputi pengetahuan dan pengalaman yang mengajarkansebuah kemampuan kepemimpinan (leadership) dan menanam-kan nilai-nilai budaya organisasi yang baik bagi mahasiswa.

Seperti hal-hal yang meliputi bagaimana cara untuk meme-cahkan masalah (problem solving), manajemen konflik (conflictmanagement), berkomunikasi secara baik (good communication),bertanggungjawab terhadap tugas (Responsibility). Sehinggaseyogyaanya dengan begitu organisasi akan sangat membantudalam pembentukan karakter dan kepribadian mahasiswa sertamampu mencetak pemimpin-pemimpin yang berkualitas,mapan dan berani terhadap tantangan serta kesulitan yangmereka hadapi.

Tetapi, dalam menghadapi kesulitan dan tantangan setiaporang memiliki respon yang cukup bervarian. Kemampuanseseorang dalam menghadapi, merespon, mengendalikan semuabentuk kesulitan dan kemampuan mengatasinya merupakanfaktor yang memengaruhi seseorang apakah dia sukses ataugagal menghadapi kesulitan dan tantangan dalam hidupnyatersebut. Di dalam ilmu psikologi kemampuan ini biasa dikenaldengan sebutan Adversity Quotient. Konsep Adversity Quotient

5 Komunitas yang bisa disebut organisasi tentu juga harus memenuhi elemen-elemen organisasi seperti terdiri dua orang atau lebih dan berkerja bersama-samauntuk mencapai tujuan bersama . Tujuan umum orang masuk dalam sebuahkomunitas organisasi adalah bahwa untuk merealisasikan tujuan yang sebelumnyatidak dapat dicapai secara sendiri-sendiri. Landasan berpikir yang lain adalah bahwamanusia merupakan makhluk yang membutuhkan bantuan manusia yang lain.

Pendahuluan

4

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

ini merupakan kemampuan yang dikembangkan dan dipopu-lerkan oleh Paul G. Stoltz, Ph.d. pada tahun 1999. Adversity Quo-tient merupakan satu bentuk kecerdasan yang melatarbelakangikesuksesan seseorang dalam menghadapi tantangan secaracerdas disaat terjadi kesulitan dan kegagalan.

Dalam teorinya, Paul mengatakan bahwa banyak faktor yangmendukung dan memengaruhi atau yang diperlukan olehseseorang untuk menjadi sosok yang memiliki kecerdasan ataukemampuan tersebut. Bahkan menurutnya kemampuan ini bisadiidentifikasi atau diditeksi, bahkan dipelajari, diperbaiki dandikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. 6

Paul Stoltz juga menegaskan bahwa Adversity Quotientmerupakan teori yang dapat digunakan dengan mudah dalamkeluarga, hubungan kerja, dan bahkan organisasi. Paul Stoltzjuga menjelaskan bahwa teorinya akan memberikan pengeta-huan dalam menciptakan budaya mendaki yang tinggi padasebuah perusahaan atau organisasi. Selanjutnya dia menegaskanbahwa Adversity Quotient akan bisa memperkuat efektifitaskepemimpinan seseorang dan orang-orang yang dipimpinnyaatau anggota di dalam organisasi. 7

6 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 92-1167 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h.10-11

5

BAB IIKEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

MAHASISWA AKTIVIS

A. Definisi KepemimpinanKepemimpinan merupakan sebuah redaksi yang memiliki

definisi yang cukup banyak dan bervariasi. Mengenai definisitersebut menurut Stogdill yang dikutip oleh Gary Yukl, setelahmenelaah literatur kepemimpinan secara komprehensif, ia me-nyimpulkan bahwa banyaknya definisi kepemimpinan tersebutsebanyak orang yang mencoba untuk mendefinisikan konsepkepemimpinan itu sendiri.8

Secara etimologi, menurut Edward Sallis yang dikutip olehBaharuddin dan Umiarso, kepemimpinan berasal dari kata dasarpemimpin. Dalam bahasa Inggris yaitu leadership yang memilikiarti kepemimpinan, dari kata dasar leader berarti pemimpin danakar katanya to lead yang mengandung makna yang salingberhubungan: bergerak lebih awal, berjalan lebih awal, mengam-bil langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, mengarah-kan pikiran dan pendapat orang lain, membimbing, menuntun,dan juga menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya. Diamenambahkan bahwa definisi kepemimpinan merupakan suatu

8 Gary Yukl, Leadership in Organizations 7th Ed, (United State of America: PearsonEducation Inc, 2010), h.20. Gary Yukl sendiri mendefinisikan “leadership is the processof influencing other to understand and agree about what needs to be done and how to do it,and the process of facilitating individual and collective effort to accomplish shared objectives”Lihat juga Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), h. 2

6

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

kegiatan memengaruhi orang lain agar mau berkerja sama untukmencapai tujuan yang telah ditetapkan.9

Sedangkan menurut Veithzal dan Deddy, bahwa definisikepemimpinan secara luas meliputi proses memengaruhi dalammenentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikutuntuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaikikelompok dan budayanya. Selain itu menurutnya kepemimpi-nan juga proses memengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktifitas-aktifitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama kelompok, memperoleh dukungan dan kerja sama dariorang-orang di luar kelompok atau organisasi.10

Adapun pendapat Ralph M. Stogdill yang dikutip olehDjoko Widjono dalam Adi Wibowo, kepemimpinan didefinisi-kan sebagai proses memengaruhi kegiatan sekelompok orangyang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan tujuan danmencapai tujuan. Sedangkan Azwar Azrul, yang diikuti AdiWibowo menjelaskan bahwa kepemimpinan dianggap sebagaiperpaduan berbagai perilaku yang dimiliki seseorang sehinggaorang tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong dan

9 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori &Praktek, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 48. Kata leader muncul pada tahun1300-an sedangkan kata leadership muncul kemudian, yaitu sekitar tahun 1700-an.Adapun kajian kepemimpinan ini hingga tahun 1940-an didasarkan pada teori sifat.Pada tahun 1940-an hingga 1960-an muncul teori kepemimpinan yang teorinyaberlandaskan tingkah laku. Selanjutnya pada tahun 1960-an hingga tahun 1970-anberkembang menjadi kajian-kajian yang berdasarkan pada teori kemungkinan atauyang lebih dikenal situasional. Lalu teori kepemimpinan mutakhir berkembang padatahun 1970-an hingga 2000-an. Disini teori kepemimpinan tidak didasarkan padasifat, tingkah laku atau situasional tertentu, melainkan didasari pada kemampuanlebih seseorang dalam memimpin dibandingkan dengan orang lain. Lebih lanjutsilahkan lihat Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan PerilakuOrganisasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012).

10 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi…….,h. 2. Terkadang menurutnya kepemimpinan juga dipahami sebagai kekuatan untukmenggerakkan dan memengaruhi orang. Bisa juga ia dipahami sebagai alat, saranaatau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Sedangkan dalam kepemimpinan Islam, berdasarkan Al-qur’an dan Al-hadistmenurutnya kepemimpinan merupakan sebuah kegiatan menuntun, membimbing,memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

7

dapat menyelesaikan tugas-tugas tertentu yang dipercayakepadanya.11

Perihal begitu banyaknya definisi kepemimpinan, Wirawanmengamini bahwa memang kepemimpinan merupakan pem-bahasan semenjak zaman kuno oleh para cerdik pandai. Namun,ia memberikan sebuah kesimpulan definisi yang meskipunsingkat namun menurutnya memiliki cakupan yang luas. Menu-rutnya kepemimpinan merupakan sebuah proses pemimpinmenciptakan visi dan melakukan interaksi saling memengaruhidengan para pengikutnya untuk merealisasikan visi tersebut.12

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ke-pemimpinan merupakan suatu kemampuan, kekuatan, kegiatan,dan proses seseorang untuk memengaruhi, mengajak, mendo-rong dan menggerakkan orang lain untuk dapat mencapai danmerealisasikan tujuan bersama. Kepemimpinan juga sangatberkaitan dengan kemampuan memotivasi, menginspirasi,berpengetahuaan tinggi, berkomunikasi dan berinteraksi.Seorang pemimpin harus mampu memotivasi dirinya sendiridan orang lain yang dipimpinnya agar mau berkerjasama untukmencapai tujuan.

Pemimpin yang baik juga harus memiliki kemampuaanmenginspirasi anggotanya dan juga memiliki pengetahuan yangluas. Selain itu pemimpin yang baik mampu berkomunikasi danberinteraksi dengan orang lain dengan baik, sehingga akan lebihmudah memengaruhi dan menggerakkan orang lain sesuaidengan keinginannya dalam mencapai tujuan.

B. Fungsi KepemimpinanPenjelasan pakar mengenai fungsi kepemimpinan ini juga

cukup banyak dan bervariasi. Seperti yang disampaikan olehWirawan bahwa kepemimpinan itu memiliki fungsi tertentuyang berbeda satu sosial dengan sistem sosial lain. Begitu juga

11 Adi Wibowo, Relasi Kepemimpinan (Leadeship) dengan Manajemen danMotivasi, h. 4

12 Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Prilaku Organisasi, Aplikasi danPenelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 6-7

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

8

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

menurut Veithzal yang mengatakan bahwa fungsi kepemim-pinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalamkehidupan kelompok/organisasi masing-masing. Artinya fungsikepemimpinan di organisasi militer berbeda dengan fungsikepemimpinan di organisasi kependidikan, bisnis dan kemaha-siswaan.

Menurut Hikmat yang dikutip Baharuddin mengatakanbeberapa fungsi utama kepemimpinan adalah:1. Fungsi utama pemimpin adalah konseptor utama yang meru-

muskan visi dan misi serta tujuan organisasi sehingga mulaiperencanaan hingga pertanggungjawaban diarahkan padatujuan yang telah ditetapkan.

2. Motivator, yaitu orang yang mendorong dan memberikandukungan penuh kepada bawahannya untuk bekerja denganoptimal.

3. Pembuat keputusan yang akan memengaruhi perkembangandan kemajuan organisasi serta kesejahteraan para anggotan-nya.

4. Penilai kinerja karyawannya (anggota) yang akan memberikanpenghargaan bagi seluruh prestasi kerja bawahannya.

5. Dinamisator dan katalisator organisasi, yaitu orang yangmemajukan organisasi dan mengendalikan situasi dan kondisiyang akan berpengaruh terhadap kemajuan dan kemunduranorganisasi.

6. Stabilitator, yaitu orang yang mempunyai kapabilitas terkuatdalam mempertahankan eksistensi organisasi.

7. Supervisor, yaitu orang yang membina, melatih, mendidik,mengawasi, menilai dan memberi contoh kerja terbaik bagiseluruh anggota organisasi yang dipimpinnya.13

Adapun menurut Veithzal fungsi kepemimpinan itu me-miliki dua dimensi seperti:

13 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam……..,h. 38-39

9

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan menga-rahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support)atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melak-sanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.

Namun, secara operasional dapat dibedakan menjadi limafungsi pokok kepemimpinan, yaitu:1. Fungsi instruksi

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin se-bagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa,bagaimana, bilamana, dan di mana perintah itu dikerjakanagar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemim-pinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk meng-gerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakanperintah.

2. Fungsi konsultasiFungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap

utama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin ke-rapkali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharus-kan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnyayang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yangdiperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnyakonsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpindapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedangdalam pelaksanaan.

Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukanberupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan me-nyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkandan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatifdapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akanmendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya,sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3. Fungsi partisipasiDalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha

mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

10

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksa-nakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya,tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokokorang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsisebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4. Fungsi delegasiFungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan

wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melaluipersetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsidelegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orangpenerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantupemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, danaspirasi.

5. Fungsi pengendalianFungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan

yang sukses/efektif mampu mengatur efektivitas anggotanyasecara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehinggamemungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatanbimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. 14

Secara sederhana Kartini Kartono mengatakan bahwa fungsikepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing,membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasikerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringankomunikasi yang baik memberikan inspirasi/pengawasan yangefisien, dan membawa para anggotanya kepada sasaran yangingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.15

Sedangkan Wirawan menjelaskan dalam bukunya secaralebih detail mengenai fungsi kepemimpinan, yaitu :1. Menciptakan Visi2. Mengembangkan Budaya Organisasi

14 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi……..,h. 34

15 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan:…..., h. 93

11

3. Menciptakan Sinergi4. Menciptakan Perubahan5. Memotivasi Para Pengikut6. Memberdayakan Pengikut7. Mewakiliki Sistem Sosial8. Manajer Konflik9. Membelajarkan Organisasi

C. Teori KepemimpinanPengetahuan belum bisa dikatakan sebagai sebuah ilmu jika

belum memiliki teori. Teori menempati posisi urgen dan vitaldalam mempelajari suatu pengetahuan. Begitu juga halnyadengan ilmu kepemimpinan. Namun sebagai ilmu sosial, sepertiyang dijelaskan Wirawan, ilmu kepemimpinan memiliki begitubanyak teori yang sering berbeda satu sama lain. Menurutnyaperbedaan tersebut diakibatkan perbedaan asumsi, perbedaanlingkungan dan budaya sosial di mana teori tersebut dikembang-kan dan diterapkan. Ini juga diakui oleh Veithzal yang menga-takan bahwa literatur tentang kepemimpinan begitu sangatbanyak jumlahnya, bahkan ada beberapa yang membingungkandan saling bertolak belakang. Bahkan memang dalam beberapareferensi yang penulis teliti, teori-teori terebut mengunakan term-term yang memang kadang membingungkan. 16

Oleh sebab itu, untuk mempermudah memahami penulis akanmengintegrasikan teori-teori tersebut menjadi dua bagian:

16 Seperti halnya kata gaya dan model, kadang pengistilahannya tidak berbedadalam satu pembahasan namun kadang dipisahkan pembahasannya. Selain itumisalnya, dalam penjelasannya Wirawan memberikan pemisahan antara teori gayakepemimpinan dan teori kepemimpinan umum. Karena menurutnya teori gayakepemimpinan adalah suatu teori yang menyajikan satu set pola perilaku-lebih darisatu pola perilaku. Sedangkan teori kepemimpinan umum hanya satu pola sepertihalnya kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. SedangkanVeithzal menjelaskan teori dan model kepemimpinan (disini Veithzal membahas gayakepemimpinan pada sub yang berbeda) secara bersamaan dan juga termasukmemasukkan teori transaksional dan transfromasional. Kartini Kartono sendirimenyamakan gaya dan tipe kepemimpinan. Lebih lanjut lihat, Kartini Kartono,Pemimpin dan Kepemimpinan:…..., h. 34

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

12

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

1) Teori Kemunculan kepemimpinan, yaitu teori yang penulissandarkan pada teori-teori yang membahas sumber atau dasarlahirnya kemampuan memimpin pada seseorang.

2) Teori dan model kepemimpinan, teori ini berdasarkan padapendekatan-pendekatan yang lahir dari banyak penelitian-penelitian pakar.

D. Teori Kemunculan Kepemimpinan17

Sebelum kita membahas model atau gaya kepemimpinanseseorang perlu diketahui bahwa pada dasarnya gaya atau modelkepemimpinan tersebut dapat diterangkan melalui tiga aliranteori. Teori-teori ini berawal dari munculnya pertanyakan apakahpemimpin itu dilahirkan atau dibuat pada pertengahanan keduaabad ke-19. Teori-teori tersebut adalah:1. Teori Genetis (Keturunan)

Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born andnor made” (pemimpin itu dilahirkan [bakat] bukannya dibuat).Para pengikut aliran teori ini mengetegahkan pendapatnyabahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena iatelah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Teori ini di-susun berdasarkan kepercayaan bahwa pemimpin merupa-kan orang istimewa yang ketika dilahirkan telah membawakualitas dan ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Menurutteori ini para pemimpin memang sudah ditakdirkan untukmenjadi pemimpin ketika dilahirkan dan telah membawa ba-kat dan sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi pemimpin.18

Menurut Peter F. Drucker, sebagaimana yang ikuti olehBaharuddin, mengatakan

17 Kartini Kartono mengunakan istilah sebab-musabab munculnya pemimpin.Dalam buku Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori & Praktek, Baharuddin danUmiarso menjelaskan bahwa ada pengistilahan yang berbeda yang disampaikan olehJ. Salusu. Untuk yang pertama yaitu teori Genetis (keturunan) disebut sebagai teoriorang-orang besar (greatmen theories), kedua yaitu teori sosial disebut sebagai teorilingkungna (environmental theories), sedangkan yang terakhir teori ekologis disebutsebagai teori situasional-pribadi (personal situational theories).

18 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam……..,h. 52. Lihat jugaWirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi………., h. 110-111

13

“leadership is of utmost importance. Indeed there is no substitute for it.But leadership cannot be created or promoted. It cannot be taught orlearned. But management cannot created leaders. It can only created theconditions under which potential leadership qualities become effective; orit can stifle leadership”19

2. Teori SosialInti dari teori sosial ini adalah bahwa “leader are made and

not born” (pemimpin itu dibuat bukan dilahirkan). Teori inimerupakan teori yang berlawanan dengan teori yang pertama,di mana teori ini beranggapan bahwa kepemimpinanmerupakan sebuah kemampuan yang dapat dipelajari dansetiap orang, siapaun dia, memiliki kesempatan yang sama.

3. Teori EkologisUntuk melakukan integrasi atas kedua teori di atas ke-

mudian lahirlah teori ekologis sebagai penengah atas ketega-ngan kedua teori tersebut. Pada intinya teori ini sebagaimanayang dijelaskan Baharuddin menjelaskan bahwa seseoranghanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila iatelah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudiandikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan penga-laman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebihlanjut. Teori ini merupakan sebuah pengabungan segi-segipositif dari kedua teori tersebut.

E. Teori dan Model KepemimpinanPada pembahasan ini penulis mengunakan istilah teori dan

model kepemimpinan. Istilah yang penulis adopsi dari VeithzalRivai. Di mana agar mempermudah pemahaman, pembahasanini diawali dengan penjelasan pendekatan-pendekatan penelitiankepemimpinan seperi sifat, perilaku dan kontingensi (situasio-nal). Kemudian dari pendekatan-pendekatan tersebut lahirlah

19 Kepemimpinan memiliki arti sangat penting. Tentu saja tidak ada penggantiuntuk h tersebut. Sebab, pemimpin tidak bisa diciptakan atau dipromosikan. Ia tidakbisa diajarkan atau dipelajari. Sebab, menejemen tidak bisa menciptakan parapemimpin. Ia hanya dapat menciptakan kondisi-kondisi di bawah kualitaskepemimpinan yang berpotensial menjadi efektif; atau ia dapat melumpuhkan ataumenumpulkan kepemimpinan.

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

14

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

teori-teori kepemimpinan, baik secara institusi maupun personal.Lalu di dalam teori itu terbagi berbagai macam gaya kepemim-pinan. Seperti halnya teori kepemimpinan dari Universitas ofMichigan yang diteliti dengan mengunakan pendekatan perilakuatau juga kepemimpinan kontigensi oleh Fiedler. Mengenaikeduanya, Wirawan menyebutnya dengan gaya kepemimpinannamun berbeda dengan Veithzal yang mengunakan istilah modelkepemimpinan.

Adapun dalam pembahasan ini penulis mengutip apa yangdisampaikan oleh Baharuddin bahwa model kepemimpinandidasarkan pada pendekatan yang mengacu kepada hakikatkepemimpinan yang berlandaskan pada perilaku dan keteram-pilan seseorang yang berbaur kemudian membentuk gayakepemimpinan yang berbeda.20

Sedangkan gaya, menurut Veithzal Rivai dalam bukunyaKepemimpinan dan Perilaku Organisasi diartikan dengan sikap,gerakan, tikah laku, sikap yang elok, gerak gerik yang bagus,kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Selanjutnya, iamenambahkan bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulanciri yang digunakan pemimpin untuk memengaruhi bawahanagar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakanbahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku atau strategi yangdisukai atau sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Dengandemikian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teorikepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin.21 Jadi pe-nulis dalam penelitian ini menempatkan model sebagai sebutanuntuk teori awal dalam pembentukan sebuah gaya kepemim-pinan. Namun, model-model tersebut ada yang memiliki satupola saja dan ada juga yang memiliki banyak pola. Ini juga akansangat berkaitan dengan teori yang akan penulis bahas dalampenelitian ini, yaitu model kepemimpinan transformasional.

20 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam…….., h. 52. Lihatjuga Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi………., h. 58.

21 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi……..,h. 42

15

1. Teori Pendekatan SifatTeori ini muncul tahun 1930-an hingga 1940-an. Menurut

Veithzal, teori dengan pendekatan sifat merupakan teori yangberusaha untuk mengidentifikasikan karakter khas (fisik,mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilankepemimpinan. Teori ini menekankan pada atribut-atributpribadi dari para pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsibahwa beberapa orang merupakan pimpinan alamiah dandianugrahi beberapa ciri yang tidak dimiliki orang lain.

Adi Wibowo menambahkan bahwa pendekatan sifat inidimulai oleh Bird (1990) yang menyatakan bahwa seorangpemimpin memiliki sifat yang lebih baik di atas rata-rata ang-gotanya. Menurut Adi ada empat faktor yang menonjol yaitu:intelegensia, inisiatif, rasa dan keterbukaan. Stogdill (1992)dalam Veithzal juga mengatakan bahwa para pemimpin lebihpintar dari pengikut-pengikutnya. Menurut Veithzal diantarafaktor-faktor yang menonjol adalah intelegensia, kepribadiandan karakteristik fisik.

2. Teori Pendekatan PerilakuAkhir tahun 1940-an para peniliti mulai mencoba mencari

dan mengeksplorasi pemikiran bahwa seberapa jauh perilakuseseorang bisa menentukan keefektifan kepemimpinan sese-orang. Adapun Asumsi dari pendekatan perilaku ini bahwasiapa yang mampu mengunakan atau memanfaatkan perila-kunya secara positif maka ia mampu menjadi pemimpin yangefektif dan baik. Ada beberapa penelitian yang mengunakanpendekatan ini.a. Studi Universitas Iowa yang dipelopori oleh Ronald Lippis

dan Ralph K. White, di mana gaya kepemimpinan dibagitiga yaitu otoriter, demokratis, dan Laissez Faire.

b. Studi Universitas of Michigan yang dipelopori oleh Gibsondan Ivancevich, yaitu yang mengidentifikasikan dua gayakepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-centeredyang berorientasi pada pekerjaan dan employee-centeredyang berorientasi pada anggota.

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

16

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

c. Studi Universitas Ohio yang dipelopori oleh Seters danField, yang mengidentifikasikan menjadi dua yaitu Initiat-ing Structure (membentuk struktur atau struktur pemberiinisiatif) dan Consideration (konsiderasi).22

3. Teori Pendekatan SituasionalPenelitian dengan mengunakan pendekatakan situasional

atau juga dikenal dengan kontingensi merupakan sebuahpenelitian yang menggangap bahwa penelitian sebelumnyamerupakan penelitian yang tidak cukup memadai dalammenjabarkan dan menjelaskan teori kepemimpinan secarakomprehensif. Pendekatan ini mensyaratkan seorang pemim-pin untuk memiliki kemampuan diagnostik yang baik dalammemahami perilaku manusia (bawahan).

Semua bawahan tidaklah sama dalam bersikap danberperilaku. Begitu juga masalah yang berbeda tentu jugamemerlukan cara pemecahan dan metode yang berbedadalam menghadapinya. Oleh sebab itu pemimpin harusmampu beradaptasi dengan tingkah laku dan kondisi yangbervarian dan berbeda tersebut. Dengan landasan dan ideinilah penelitian pendekatan situasional dilakukan. Adapunpenelitian-penelitian dengan mengunakan pendekatan inicukup banyak dijelaskan dalam banyak teori-teori. Namundalam penelitian ini hanya beberapa yang akan penulis sajikandiantaranya adalah:23

22 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi…, h. 8-9. Lihat juga Adi Wibowo, Relasi Kepemimpinan…., h. 8-9 dan Wirawan, Kepemimpinan:Teori, Psikologi…, h. 352-357.

23 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi dalam buku Kepemimpinan dan PerilakuOrganisasi menjelaskan diantara kepemimpinan kontingensi itu diantaranya adalahmodel kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler, model partisipasi pemimpin olehVroom dan Yetton, model jalur-tujuan atau path goal model, model kepemimpinansituasional Hersey dan Blanchard dan Pendekatan hubungan berpasangan Vertikal.Sedangkan Wirawan, dalam Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Prilaku Organisasi, Aplikasidan Penelitian menjelaskan berbagai macam kepemimpinan kontijensi adalah teorikontinum perilaku pemimpin (continuum of leader behavior theory), teori gayakepemimpinanberbagi kekuasaan, leadership match concept, teori kepemimpinansituasional, teori kepemimpinan pembuatan keputusan normatif, teori kepemimpinanprimal. Adapun Gary Yukl menerangkan dalam bukunya Leadership in Organizations7th Ed macam bentuk model kepemimpinan kontingensi adalah LPC Contingency Model,

17

a. Model kepemimpinan kontingensiModel kepemimpinan ini sering dikenal dan disebut

juga sebagai model kepemimpinan yang efektif (a contin-gency model of leadership effectiveness). Model ini dikembang-kan oleh Fred E. Fiedler (1967). Model ini terkenal denganinstrumen yang disebut dengan LPC (least preferred co-worker) sebagai alat pengukurnya.24

Teori ini menjelaskan bahwa tidak ada seorang pemim-pin yang mampu berhasil dengan mengunakan satu polaatau satu gaya kepemimpinan saja dalam menghadapiberbagai macam situasi. Keberhasilannya tentu mempu-nyai hubungan-hubungan dengan variable-variabel yanglain dan juga membutuhkan interaksi dengan faktor-faktordi luar diri pemimpin. Adapun dalam model ini ada tigavariable utama atau komponen yang menentukan kontroldan pengaruh pemimpin ketika berada dalam situasi. Yaitu(1)Hubungan pemimpin dan pengikut (Leader-member-re-

lation)(2)Struktur tugas (Task structure)(3)Posisi Kekuasaan/kekuatan pemimpin (Positional power)

b. Model kepemimpinan situasionalAdapun model kepemimpinan situasional (situational

leadership theory) merupakan model kepemimpinan yangdikembangkan pada tahun 1970-an oleh Paul Hersey danKenneth H. Blanchard. Menurut Veithzal, penekanananteori kepemimpinan ini adalah pada pengikut-pengikutdan tingkat kematangan mereka. Para pemimpin, dalampemahaman teori ini harus mampu menilai secara benardan secara intuitif mengetahui tingkat kematangan pengi-kut-pengikutnya dan kemudian mengunakan suatu pola

Path-Goal Theory, Situational Leadership Theory, Leadership Substitutes Theory, MultipleLinkage Model, Cognitive Resource Theory, Normative Decision Theory.

24 LPC atau least preferred coworker dalam penjelasan Gary Yukl adalah “ LPCContingensy model describes how the situation moderates the relationship between leadershipeffectiveness and a trait measure called the least preferred coworker (LPC) score”.

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

18

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatantersebut.25

Teori ini menurut Shaun Tyson dan Tony Jacksondalam Baharuddin, merupakan teori yang berusahamenyatukan bersama pemikiran teoritisi-teoritisi utamauntuk menjadi teori kepemimpinan situasional berdasar-kan perilaku. Teori ini menekankan pada ciri-ciri pribadikepemimpinan dan situasi mengemukakan dan mencobauntuk mengukur ciri-ciri pribadi ini. E. Mark Hansondalam Baharuddin mengatakan bahwa ketika model kepe-mimpinan ini dikaitkan dengan sikap dan kinerja bawahanmaka ada dua variable kemungkinan: pertama, karakteristikbawahan, yang membentuk persepsi mereka terhadappencapaian tujuan dan kedua faktor lingkungan, yaitusesuatu yang dapat merangsang, memaksa, dan meng-hargai motivasi anggota. 26

4. Teori Terbaru Dalam KepemimpinanSelain teori kepemimpinan yang dilahirkan dan dite-

mukan melalui penelitian dengan pendekatan-pendekatantersebut di atas. Veithzal dalam bukunya Kepemimpinandan Perilaku Organisasi menyajikan tiga pendekatan yanglebih baru dalam membahas persoalan kepemimpinan.Tiga teori tersebut adalah atribusi kepemimpinan, kepe-mimpinan karismatik, dan kepemimpinan transaksionallawan kepemimpinan transformasional. Model kepemim-pinan transformasional inilah yang akan menjadi fokuspembahasan dalam penelitian ini.

5. Teori Kepemimpinan Dalam Perpsektif IslamMasih dalam buku yang sama, Veithzal juga menam-

bahkan dan menjelaskan secara singkat bahwa Islam jugamemiliki teori tentang kepemimpinan. Adapun untukmemahami dasar konsep kepemimpinan dalam perspektif

25 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi…, h. 1526 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam…., h. 65-68. Lihat

juga Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi…, h. 15-17 dan juga Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi…, h. 394-405.

19

Islam tersebut menurutnya paling tidak harus mengunakantiga pendekatan. Yaitu, pendekatan normatif, historis danteoritik.27

F. Tipe KepemimpinanDi atas sudah dijelaskan apa saja fungsi-fungsi dari

kepemimpinan, dan dalam melaksanakan fungsi tersebut makaterlihatlah aktivitas-aktivitasnya. Di sana akan terlihat gaya-gayakepemimpinan atau juga model-model kepemimpinan sepertiyang kita jelaskan di atas. Dalam hal ini, bahwa sebelum dalammenentukan watak dan tipe kepemimpinan terdapat tiga poladasar, yaitu:1. Berorientasi pada tugas (task orientation), yaitu kepemimpinan

yang berorientasi pada pelaksaan tugas.2. Berorientasi pada hubungan kerja (relationship orientation),

yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan kerjasama dalam pelaksaannya.

3. Berorientasi pada hasil yang efektik (effectivess orientation),yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada keefektifansebuah hasil yang dicapai.

Veithzal membagi tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu:1. Tipe kepemimpinan otoriter, yaitu kepemimpinan yang

menempatkan kekuasaan ditangan satu orang. Di sinipemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal.

2. Tipe kepemimpinan kendali bebas, yaitu kebalikan dari oto-riter yakni kepemimpinan yang dijalankan dengan memberi-kan kebebasan secara penuh kepada anggotanya dalammengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurutkehendak dan kepentingan masing-masing.

3. Tipe kepemimpinan demokratis, yaitu kepemimpinan yangmemandang orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjekyang mempunyai kepriadian, bukan objek. Kepemimpinan

27 Perihal kepemimpinan dalam perspektf Islam ini Veithzal membahasnya secaradetail di dalam bukunya Islamic Leadership; Membangun SuperLeadership MelaluiKecerdasan Spiritual, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

20

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

ini sangat menghargai posisi dan potensi yang dimiliki olehbawahannya dan selalu mengutamakan musyawarah ataurapat dalam setiap pengambil keputusan organisasi.

Dalam setiap realitasnya, dalam melakasanakan proseskepemimpinannya pemimpin mengalami perbedaan denganpemimpin lainya. Perihal ini G.R. Terry seperti yang dikutip olehBaharuddin, mengatakan bahwa terdapat 6 tipe kepemimpinan:1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership),2. Tipe kepemimpinan nonpribadi (non personal leadership),3. Tipe kepemimpinan otoriter,4. Tipe kepemimpinan demokratis,5. Tipe kepemimpinan paternalistis,6. Tipe kepemimpinan menurut bakat.28

Kartini Kartono sendiri membagi tipe kepemimpinan men-jadi delapan tipe, yaitu: (1) Tipe karismatis, (2) Tipe Paternalistisdan Maternalisis, (3) Tipe Militeristis, (4) Tipe otokratis/otoritatif,(5) Tipe Laissezfeire, (6) Tipe populistis, (7) Tipe administratif,(8) Tipe demokratis.29

Sedangkan Kurt Lewin mengemukakan tipe-tipe kepemim-pinan menjadi tiga bagian, yaitu:1. Otoratis, yaitu kepemimpinan yang bekerja menurut pera-

turan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinyaharus ditaati.

2. Demokratis, yaitu pemimpin yang menganggap dirinya se-bagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama bertang-gung jawab terhadap pelaksanaan dalam mencapai tujuan.Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang harusdikembangkan dan dihargai.

3. Laissezfaire, yaitu pemimpin yang menjelaskan semua tugasdan tujuan lalu kemudian dia menyerahkan sepenuhnya

28 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam.,h. 55-5629 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan:.., h. 80-87

21

semua bentuk tanggung jawab tanpa berpartisipasi sedikitpunterhadap kelompoknya.30

Sedangkan sehubungan dengan tipe kepemimpinanmahasiswa, Kartini Kartono membaginya kedalam beberapagolongan, yaitu:1. Pembagian menurut sifat kepemimpinannya, ialah otoriter

atau otoritatif, demokratis, dan laissez faire.2. Pembagian menurut “status” atau kedudukan: solider atau

berdasarkan prinsip pilihan dan solidaritas kelompok, yangresmi, dan pemimpin konsultan.

3. Pembagian menurut bidang interestnya: murni ilmiah, social-politik, dan rekreatif. 31

G. Model Kepemimpinan TransformasionalSebagaimana yang telah penulis jelaskan di atas bahwa teori

tentang kepemimpinan transfomasional biasa juga disebutsebagai sebuah gaya atau model kepemimpinan. Meskipun adapara pakar dan peneliti yang menjelaskan secara teori tidak me-masukkan kepemimpinan transformasional sebagai gaya kepe-mimpinan tetapi masuk dalam teori kepemimpinan umum.32

Sebagaimana yang jelaskan oleh Wirawan bahwa kepemim-pinan transformasional merupakan istilah yang dihasilkan olehbeberapa teoritisi kepemimpinan. Istilah ini diawali olehpemikiran James MacGregor Burns33 tahun 1979, namun ia

30 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam.., h. 56-5731 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan:…., h. 276-27732 Sebagaimana yang telah penulis sedikit jabarkan di atas bahwa dalam buku

Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Prilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian, Wirawanmemberikan pemisahan antara teori gaya kepemimpinan dan teori kepemimpinanumum. Karena menurutnya gaya kepemimpinan adalah suatu teori yang menyajikansatu set pola perilaku-lebih dari satu pola perilaku. Sedangkan teori kepemimpinantransformasional merupakan sebuah kepemimpinan yang hanya menyajikan satu polaperilaku atau pola tertentu yang berbeda dalam memengaruhi parapengikutnya.Walaupun ia mengakui bahwa dalam banyak penelitian teori kepemimpinan umumsering juga disebut sebagai teori gaya kepemimpinan.

33 James MacGregor Burns lahir 3 Agustus 1918. Ia mendapat gelar BA dari Wil-liam College dan Doctor in Political Science dari Harvard University dan kemudianbelajar di London School of Economic. Tahun 1947-1953 ia bekerja sebagai assistant

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

22

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

mengunakan istilah Transforming Leadership (KepemimpinanMentrasformasi) dan kemudian dikembangkan oleh BenardM.Bass34 tahun 1985 dalam bukunya yang berjudul Leadershipand Performance Beyond Expectatiton dengan mengunakan istilahTransformational Leadership (Kepemimpinan Transformasional)yang kemudian istilah ini merupakan istilah baku dalam ilmukepemimpinan. Adapun mengenai pengertian, isi dan prosesdari istilah kepemimpinan transformasional ini terdapatbeberapa perbedaan dikalangan teoritisi kepemimpinan.Diantaranya dua tokoh teoritisi, yaitu James McGregor Burnsdan Bernard M. Bass.1. Teori James McGregor Burns

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa Burnsmerupakan tokoh yang pertama kali mengawali mengunakanistilah model kepemimpinan ini dengan mengunakan istilahkepemimpinan mentransformasi. Burns memformulasikankepemimpinan mentransfomasi sebagai berikut:35

a. Menurut Burns dalam kepemimpinan mentransformasi iniantara pemimpin dan pengikut mempunyai tujuanbersama yang melukiskan nilai-nilai, motivasi, keinginan,kebutuhan, aspirasi dan harapan mereka. Pemimpinmelihat tujuan tersebut dan bertindak atas namanya sendiridan atas nama para pengikutnya. Dia mendefinisikan ke-pemimpinan sebagai pemimpin yang membujuk pengikutuntuk bertindak untuk mencapai tujuan tertentu yangmelukiskan nilai-nilai dan motivasi-keinginan dankebutuhan, aspirasi dan harapan pemimpin dan pengikut.

Professor, pada tahun 1953-1986 sebagai Professor of Government dan pata tahun1986 sebagai Professor Emeritus William College. Ia juga telah menulis buku-bukuyang berhubungan dengan kepemimpinan.

34 Bernard M. Bass mendapat gelar PhD in Industrial Psychology dari Ohio StateUniversity pada tahun 1949.Kemudian ia menjadi dosen di Lousiana State Univer-sity, University of California at Barkeley, University of Pittsburgh, University of Roch-ester, dan University of SUNNY at Binghamston. Terakhir ia diangkat sebagai Pro-fessor Emeritus in the School of Management of Univesity of Binghamton University.Ia juga anggota pad academy of Senior Professionals at ekerd College in Florida.

35 Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi…, h. 138-139

23

Kejeniusan kepemimpinan terletak pada cara pemimpinmelihat dan bertindak untuk nilai-nilai diri dan motivasidirinya sendiri dan para pengikutnya.

b. Selanjutnya meskipun pemimpin dan pengikut mempu-nyai tujuan yang sama, akan tetapi menurut Burnssebagaimana yang dikutip oleh Wirawan tingkat level danpotensi pemimpin dan pengikut berbeda. Menurut Burnsessensi dari hubungan pemimpin dan pengikut adalah in-teraksi orang dengan level motivasi dan potensi kekuasaan,termasuk keterampilan, untuk mencapai tujuan bersama.36

c. Formula selanjutnya adalah bahwa kepemimpinan men-transformasi berusaha mengembangkan sistem yangsedang berlangsung dengan mengemukakan visi yangmendorong berkembangnya masyarakat baru. Visi inimenghubungkan nilai-nilai pemimpin dan pengikut kemu-dian menyatukannya. Pemimpin dan pengikut salingmengangkat ke level yang lebih tinggi dalam menciptakanmoral yang makin lama makin meninggi. Kepemimpinanmentransformasi merupakan kepemimpinan moral yangmeningkatkan perilaku manusia.

d. Kepemimpinan mentransformasi sebuah formulasi yangmengajarkan para anggotanya bagaimana menjadi pemim-pin dengan melaksanakan peran aktif dalam perubahan.Ikut sertanya pengikut dalam perubahan secara aktifmembuat pengikut menjadi pemimpin.

e. Selanjutnya menurutnya tingkat tertinggi dari kepemim-pinan mentransfromasi ini adalah terciptanya nilai-nilaiakhir yang meliputi keadilan, kebebasan, kemerdekaan,persamaan dan persaudaraan dalam masyarakat.

Jadi, menurutnya kepemimpinan itu adalah pemimpinyang membujuk pengikut untuk merealisasikan tujuan yangdiharapkan pemimpin dan pengikutnya. Namun, baginya

36 Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi…., h. 139 “The essence of the leader-fol-lower relation is the interaction of person with different level motivations and powr potential,including skill, in pursuit a commons or at least jon purposes”

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

24

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

antara pemimpin dan pengikut memiliki level dan potensiyang berbeda dan dengan perbedaan ini mereka harus mela-kukan integrasi demi mencapai dan menggangkat mereka kelevel dan potensi yang lebih tinggi. Sehingga dalam teori iniada semacam proses dua arah antara pemimpin danpengikutnya.

2. Teori Bernard M. BassSebagaimana yang dijelaskan oleh Wirawan bahwa istilah

kepemimpinan transformasional oleh Bass lebih banyakdipakai dalam literatur dan praktek dibandingkan istilah yangkepemimpinan mentransformasi yang dikemukakan olehBurns. Kedua istilah ini pun memiliki konseptual yang ber-beda. Jika istilah kepemimpinan mentransformasi, men-jelaskan bahwa yang ditransfromasi adalah kepemimpinandari pemimpin kepada para anggotanya, sedangkan kepe-mimpinan transformasional menjelaskan bahwa kepemim-pinan- yang berarti sebuah proses-memengaruhi secaratransformasional. Selain itu, seperti dijelaskan juga olehWirawan bahwa kepemimpinan mentransformasi merupakankepemimpinan dua arah, artinya pemimpin mentransformasipengikut dan pengikut juga mentransformasi pemimpin.Sedangkan berbeda dalam kepemimpinan transformasionalhanya merupakan proses satu arah saja, pemimpin mentrans-formasi pengikut.37

Menurut Bass, istilah kepemimpinan transformasionalmerupakan upaya pemimpin mentransformasi para pengi-kutnya dari satu tingkat kebutuhan rendah hierarki kebutu-han ke tingkat kebutuhan lainnya yang lebih tinggi menurutteori Abraham Maslow. Pemimpin juga mentransformasiharapan untuk suksesnya pengikut, serta nilai-nilai, dan

37 Perbedaan kedua tokoh teoritisi kepemimpinan ini terlihat pada aspek yangditeliti. Jika Burns, sebagai seorang ilmuwan politik dan aktivis politik fokuspenelitiannya pada hubungan kepemimpinan mentransfromasi dalam hubungannyadengan gerakan politik sosial. Sedangkan Bass, sebagai seorang psikolog industrymelakukan penelitian kepemimpinan transformasional dalam organisasi formalseperti organisasi industry, lembaga pendidikan, dan militer. Dengan perbedaan aspekdan pendekatan dalam penelitian akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.

25

mengembangkan budaya organisasi untuk mencapai tujuanyang telah ditetapkan pemimpin.38

Kepemimpinan transformasional bisa juga dilihat sebagaisebuah model kepemimpinan yang mampu mendatangkanperubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat dalamorganisasi dan memberi inspirasi dengan visi yang jelas danenergi yang baik untuk mencapai tujuan yang besar dankinerja yang semakin tinggi.

Adapun mengenai definisi kepemimpinan transformasio-nal dalam bentuk dimensi-dimensinya Bass mempergunakanistilah 4 I yaitu: Individual Consideration, Intellectual Stimula-tion, dan Idealized Influence, Inspirational Motivation.39 Empatdimensi ini yang kemudian akan menjadi faktor-faktor ataudimensi-dimensi yang akan penulis bahas dalam penelitianini dan akan dijelaskan lebih rinci dan detail mengenai apasaja indikator-indikatornya serta pembahasan-pembahasanyang ditawarkan oleh Bass dalam pembahasan selanjutnyananti.

H. Dimensi Kepemimpinan TransformasionalSebagaimana yang sudah kita bahas di atas bahwa sebe-

narnya banyak teori-teori tentang model-model kepemimpinanyang tersaji dalam keilmuan kepemimpinan. Dalam pembahasankepemimpinan sebuah organisasi kemahasiswaan, melihatbegitu kompleknya masalah dalam tubuh organisasi kema-hasiswaan. Maka sudah saatnya kepemimpinan organisasikemahasiswaan diformulasikan kembali agar tujuan-tujuanorganisasi mampu menghasilkan outcome (kader) yang ber-kualitas. Outcome dalam konteks ini adalah kader yang dibekalidengan berbagai macam ketrampilan dan kompetensi. Sehinggadengan nilai-nilai tersebut diharapkan kader mampu meng-

38 Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi……, h. 14139 Awalnya konsep kepemimpinan transformasional Bass meliputi tiga dimensi

saja, yaitu karisma (charisma) atau sering disebut idealized influence, stimulasi intelektual(intellectual stimulation), perhatian individual (individual consideration). Namunbelakangan ia melakukan revisi dengan menambahkan satu dimensi lagi yaitumotivasi inspirasional (inspirational motivation)

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

26

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

hadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan yang akanmereka hadapi kedepan.

Namun, disamping itu yang juga merupakan aspek terpen-ting adalah menemukan satu pola atau model kepemimpinanseorang pemimpin yang mampu berhubungan dengan ang-gotanya dan juga mampu menjadi penggerak perubahan danperbaikan dalam membawa organisasi yang dipimpinnya. Olehkarena itu dalam pandangan penulis, setelah membandingkanbanyak teori-teori tersebut, kepemimpinan transformasionaldianggap layak dan mampu untuk diaplikasikan dalam duniaorganisasi kemahasiswaan. Sebab, model kepemimpinan inidilihat mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiapindividu yang terlibat dalam organisasi untuk mencapai kinerjayang semakin tinggi.

Pemimpin yang mengunakan model kepemimpinan trans-formasional ini juga akan mampu mengiring para anggotannyaatau semua komponen organisasi untuk mempunyai rasa memi-liki terhadap organisasi serta mampu mengajak semua kompo-nen untuk mengembangkan organisasi melalui upaya realisasivisi dan misi dengan menciptakan budaya organisasi yangberlandaskan pada mencapaian dan peningkatan kualitas.Kepemimpinan ini juga menjadikan pemimpin organisasi lebihbanyak meluangkan waktunya dan mencurahkan perhatiaanyadalam pemecahan-pemecahan masalah.

Adapun asumsi yang mendasari kepemimpinan transfor-masional adalah bahwa setiap bawahan akan mengikuti pemim-pin yang dapat memberi mereka inspirasi dengan visi yang jelasdengan cara dan energi yang baik untuk mencapai sesuatu tujuanyang besar. Sehingga dengan begitu, kepemimpinan ini betul-betul mampu mengajak semua anggota organisasi mencapaitujuan organisasi. Lebih-lebih sebagaimana yang dijelaskan olehBaharuddin bahwa praktik kepemimpinan transformasionaldalam banyak penelitian terbukti mempunyai dampak yangsignifikan terhadap terjadinya perubahan dan pengembanganorganisasi. 40

40 Gary Yukl, Leadership in Organizations 7th Ed…, h. 277

27

Menurut Gary Yukl seorang pemimpin transfrormasionaladalah pemimpin yang pengikutnya memiliki kepercayaan,kekaguman, kepatuhan, hormat pada pemimpinnya, dan merekatermotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik lagi melebihidari apa yang ingin dicapai dan diharapkan oleh tujuan dansasaran organisasi. 41

Gary Yukl menjelaskan ada beberapa karakteristik dariperilaku kepemimpinan transformasional anatara lain: 1). Mem-punya visi yang besar dan memercayai intuisi 2). Menempatkandiri sebagai motor penggerak perubahan 3). Berani mengambilresiko dengan pertimbangan yang matang; 4). Memberikankesadaran pada bawahan akan pentingnya hasil pekerjaan; 5).Memiliki kepercayaan akan kemampuan bawahan; 6). Fleksibeldan terbuka terhadap pengalaman baru; 7). Berusaha mening-katkan motivasi yang lebih tinggi dari pada sekedar motivasiyang bersifat materi; 8). Mendorong bawahan untuk menempat-kan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi dangolongan; 9). Mampu mengartikulasikan nilai inti (budaya/tradisi) untuk membimbing perilaku mereka. 42

Adapun dimensi-dimensi kepemimpinan transformationalini merupakan dimensi-dimensi yang diadopsi dari teori Bass,dimensi-dimensi tersebut sebagaimana yang dijabarkan olehBaharuddin dan Wirawan, adalah sebagai berikut:

1. Idealized InfluenceIdealized Influence ini juga sering disebut kharisma.

Dimensi ini merupakan sebuah perilaku yang mampumembangkitkan emosi bawahan yang kuat dan identifikasibawahan pada pemimpinnya. Menurut Bass, seperti yangdijelaskan Yohanes, karisma merupakan bagian yang pentingdalam kepemimpinan ini, namun kharisma saja tidaklahcukup.43 Dimensi ini dideskripsikan sebagai pemimpin yang

41 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam.., h. 221-22242 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam..., h. 22343 Yohanes Budiarto, Komitmen Karyawan Pada Perusahaan Ditinjau Dari

Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional, Jurnal Psikologi Vol.2 No.2,Desember 2004, h. 128

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

28

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

mampu membuat pengikutnya mengagumi, menghormati,dan sekaligus mempercayainya.

Perilaku Idealized Influence ini dalam konteks kepemim-pinan transformatif merupakan pemimpin yang memilikikeyakinan diri yang kuat, komitmen tinggi, bervisi jelas,tekun, pekerja keras, konsisten, mampu menunjukkan ide-ide penting. Ia mampu memengaruhi dan menimbulkanemosi-emosi pada anggotanya terhadap sasaran organisasi,juga mampu memberikan wawasan yang luas dan kesadaranserta membangkitkan kebanggaan dan kepercayaan anggotapada organisasi.

Di sini pemimpin menjadi panutan atau role model. Pe-mimpin transformasional merupakan pemimpin yang akanmanunjukkan keteguhan hati dan kemantapannya dalammencapai tujuan. Ia juga sangat percaya terhadap pencapaianvisi.

2. Intellectual StimulationPada dimensi ini pemimpin mampu menstimulasi ang-

gota agar kreatif dan inovatif. Pemimpin memiliki kemam-puan untuk mengiring dan mendorong anggotanya memakaiimajinasi mereka secara maksimal. Pemimpin transforma-sional juga harus mampu menumbuhkan ide-ide baru yangbrilian, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasa-lahan-permasalahan yang dihadapi anggota atau bawahan,dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencaripendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakantugas-tugas organisasi. Dimensi ini juga dimensi kepemim-pinan yang berupaya memengaruhi untuk memandangmasalah dari perspektif yang baru untuk mencapai sasaranorganisasi, meningkatkan intelegensia, rasionalitas danpemecahan masalah secara seksama.

Pemimpin transformasional pada dimensi ini bisadikatakan pemimpin yang berusaha untuk melakukan atauberusaha menstimulasi usaha bawahannya untuk berlakuinovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi,

29

pembatasan masalah dan pendekatan dari situasi lamadengan cara yang baru.

3. Individual ConsiderationDalam dimensi ini, pemimpin transformasional digam-

barkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkandengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dansecara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhanbawahan akan pengembangan karakter bawahan.

Dalam hal ini individual consideration, pemimpin trans-formasional dapat dicirikan, antara lain: mampu memberikanperlindungan dan menciptakan rasa aman dan nyaman paraanggotanya, mampu menampung dan menangkap semuainspirasi dan kepentingan anggota, memperjuangkan kebu-tuhan anggota, menghargai potensi, kebutuhan dan aspirasianggota. Individual consideration adalah tinggi rendahnyaperhatian pemimpin dalam mengurus setiap kebutuhananggota, ia bertindak sebagai teman, mentor yang maumendengarkan keinginan dan kebutuhan anggota.

4. Inspiration MotivationDalam dimensi ini, pemimpin transformasional dije-

laskan sebagai pemimpin yang memiliki kemampuanmengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasibawahan, mendemontrasi komitmennya terhadap seluruhtujuan organisasi, dan mampu mengugah spirit tim dalamorganisasi melalui penumbuhan antusiasme dan optimisme.Perilaku Inspiration motivation merupakan perilaku pemim-pin transformasional yang menginspirasi, memotivasi, danmemodifikasi perilaku anggota unuk mencapai kemung-kinan-kemungkinan yang tadinya dianggap sulit didapatkanmenjadi mungkin, juga mengajak anggota memandangancaman sebagai kesempatan belajar dan berprestasi. 44

Secara sederhana, berdasarkan penjelasan di atas dapatdisimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional

44 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam.., h. 238-242. Lihatjuga Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi…., h. 141

Kepemimpinan Transformasional Mahasiswa Aktivis

30

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

memiliki karakteristik. Pertama, Idealized Influence ataukarismatik ialah kemampuan pemimpin untuk membuatanggotanya menghormati dan mempercayainya, mampumemengaruhi lahirnya emosi-emosi yang kuat para anggotaterhadap sasaran organisasi, memberi wawasan sertakesadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan, sertamenumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para ba-wahannya (Idealized Influence - Charisma). Kedua, menumbuh-kan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikantujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana (Inspira-tional Motivation). Ketiga, meningkatkan intelegensia,rasionalitas, dan pemecahan masalah secara seksama (Intel-lectual Stimulation). Keempat, memberikan perhatian, mem-bina, membimbing, dan melatih setiap orang secara khususdan pribadi (Individualized Consideration). Pemimpin yangseperti ini akan dianggap oleh rekan-rekan atau bawahanmereka sebagai pemimpin yang efektif dan memuaskan. Adahubungan yang begitu dekat antara pemimpin dan bawahan.Pemimpin tidak pernah menganggap anggota sebagai objek,tetapi anggota merupakan subjek yang sangat berperanpenting dalam peningkatan organisasi.

31

BAB IIIBUDAYA ORGANISASI

KEMAHASISWAAN

A. Definisi OrganisasiSeperti halnya kepemimpinan, organisasi juga memiliki

banyak teori, penjelasan dan pengertian dari banyak teoritisi.Secara harfiah, kata organisasi berasal dari bahasa Yunani “or-ganon” yang memiliki makna alat atau instrumen. Makna itumenunjukan bahwa organisasi merupakan alat bantu bagimanusia.45 Sebenarnya organisasi merupakan sebuah refleksidari eksistensi manusia yang pada dasarnya memiliki keinginan,kebutuhan dan juga persepsi yang cukup bervarian dan berbeda.Di mana sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan,manusia merupakan individu yang tidak akan mampu mencapaidan memperoleh serta mewujudkan tujuan dan keinginannyatanpa bantuan orang lain. Keinginan dan tujuannya tersebut jauhakan lebih mudah diraih jika dikerjakan secara bersama-samaserta dengan bantuan orang lan. Di sanalah manusia membentuksuatu kelompok yang kemudian kita sebut organisasi, sebagaiwadah untuk merealisasikan keinginannya.Sondang P. Siagian mendefinisikan bahwa organisasi:

Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebihyang berkerja secara sama untuk mencapai tujuan bersama, dan terikatsecara formal dalam satu ikatan hierarki dimana selalu terdapat hubungan

45 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi Edisi Kedua (Yogyakarta: UPP STIM YKPN,2009), h. 5

32

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

antara seorang atau sekolompok orang yang disebut pimpinan dan seorangatau sekolompok orang yang disebut bawahan.46

Sedangkan menurut Weber, organisasi adalah sebuah tatahubungan sosial, seseorang melakukan proses interaksi dengansesamanya di dalam hubungan tersebut. Organisasi memilikibatasan-batasan tertentu (boundaries), sehingga seseorang yangmelakukan hubungan interaksi dengan orang diluar dirinyatidak berdasarkan atas kemauan sendiri sebab ada aturandidalamnya. Selain sebuah tata hubungan, dia juga berpendapatbahwa organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan yangmampu membedakan suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan masyarakat.

Kemudian tata aturan ini mendesign sebuah proses interaksiantara orang-orang di dalamnya, sehingga interaksi tersebuttidak muncul begitu saja. Menurutnya di dalam organisasi ter-dapat sebuah kerangka hubungan yang berstruktur yang terdiridari wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untukmenjalankan sesuatu fungsi tertentu. 47

Jika teori Weber memikirkan tentang suatu sistem interaksi,berbeda dengan pendapat Chester Bernard yang berbicara terkaitpada orang-orang didalam organisasi tersebut. Bernardberpendapat bahwa organisasi itu adalah suatu sistem kegiatan-kegiatan yang terkoordinir secara sadar atau sesuatu kekuatandari dua manusia atau lebih.

Antara lain pendapat Bernard yaitu bahwa organisasi terdiridari serangkaian kegiatan yang dicapai lewat suatu proseskesadaran, kesengajaan, dan koordinasi yang bersasaran.Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang untuk me-laksanakan kegiatan yang bersasaran tersebut. Organisasimemerlukan adanya komunikasi, yakni suatu hasrat dari seba-gian anggotanya untuk mengambil bagian pencapaian tujuanbersama anggotanya.48 Veithzal mendefinisikan organisasi

46 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan:.., h. 7-847 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Depok:

Raja Grafindo Persada, 2012), hal.113-11448 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi…, h.113-114

33

sebagai wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraihhasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secarasendiri-sendiri. Organisasi juga merupakan suat unit koordinasiyang terdiri setidaknya dua orang yang berfungsi mencapai satusasaran tertentu atau serangkaian sasaran.49

Dengan begitu secara sederhana dapat disimpulkan bahwaorganisasi merupakan sebuah kelompok (group of people) yangberkerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang telahditentukan (common goal). Dengan begitu dapat ditarik kesim-pulan bahwa ada dua esensi dasar yang terdapat di dalamsebuah organisasi, yaitu sekolompok manusia dan tujuan bersama.Meskipun definisi dan dua esensi ini begitu cukup populardalam keilmuan organisasi. Namun menurut Achmad Sobirinbanyak para ahli yang mengatakan bahwa definisi ini terlalusederhana dan belum cukup komprehensif. Masih terdapatbeberapa unsur yang perlu dijelaskan selain dua esensi dasartersebut.

Stephen Robbins misalnya mengemukakan definisiorganisasi:

Organisasi adalah unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktuyang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang berkerjabersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yangterstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu settujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Adapun David Cherrington mendefinisikan:

Organisasi adalah sistem sosial yang mempunyai pola kerja yang teraturyang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekolompok manusiadalam rangka untuk mencapai satu set tujuan tertentu. 50

Dari dua definisi tokoh ini, meskipun sama dalam menya-jikan unsur mereka memiliki perbedaan pandangan dalam

49 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi….., h.169-170

50 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 5

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

34

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai organisasi.51Perihalperbedaan definisi tujuan dan sebagai upaya proses integrasi,Jeniffer M. George dan Gareth Jones mengemukakan sebuahdefinisi organisasi sebagai sebuah kumpulan manusia yangberkerja bersama untuk mencapai tujuan individu dan tujuanorganisasi.52

Namun meskipun Robbins dan Cherrington berbeda dalammendefinisikan tujuan yang ingin dicapai organisasi, sepertiyang dijelaskan oleh Achmad Sobirin, keduanya sepakat bahwaesensi dasar dari sebuah organisasi adalah:1. Organisasi adalah unit sosial atau sistem sosial.2. Organisasi didirikan oleh manusia dan beranggotakan mini-

mal dua orang atau lebih.3. Organisasi mempunyai pola kerja yang teratur dan

terstruktur.4. Organisasi didirikan untuk mencapai tujuan.

Kemudian Richard Daft menambahkan satu esensi dasar,yaitu identitas diri organisasi yang menurutnya bermanfaatsebagai pembeda satu organisasi dengan organasisasi yang lain.53

51 Stephen Robbins menekankan bahwa “tujuan bersama” sebagai tujuanorganisasi.Tujuan bersama disini didefinisikan sebagai tujuan yang ingin diinginkanoleh seluruh anggota organisasi tidak berbeda dengan apa yang menjadi tujuanorganisasi. Sedangkan berbeda dengan apa yang diasumsikan oleh David Cherringtonbahwa seseorang yang menjadi anggota dalam sebuah organisasi tentu memiliki alasanyang berbeda satu sama lainnya. Bisa saja seseorang masuk organisasi tertentu karenaberanggapan bahwa dia bisa mengaktualisasikan potensi yang dia miliki diorganisasitersebut. Namun ada juga seseorang yang masuk ke dalam organisasi tertentu sebagaipeningkat status social dihadapan orang-orang disekitarnya. Jadi menurutnya tujaunmasing-masing orang atau anggota itu pasti berbeda dan juga tujuan anggota dantujuan organisasinya. Oleh karena dalam mendefinisikan tujuan ini ia beranggapanbahwa terdapat proses simbiosis mutualis. Sehingga anggota tidak akan mau membanturealisasi tujuan organisasi manakala organisasi tidak membantu anggota mencapaitujuannya.

52 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 653 Richard Daft sendiri menyimpulkan organisasi sebagai sebuah entitas sosial

yang berorientasi pada tujuan dengan suatu sistem kegiatan yang terstruktur danmempunyai batas-batas yang bisa teridentifikasi. Istilah batas-batas yang bisateridentifikasi inilah yang disebut sebagai sebuah identitas diri sebuah organisasi.

35

Dengan begitu maka dapat disimpulkan bahwa organisasimerupakan sebuah sistem sosial (social system) yang sengajadidirikan oleh dan dengan beranggotakan dua orang atau lebih/kelompok (group of people), yang berkerja secara terkoordinasidan terstruktur (structural cooperation) dengan maksud mencip-takan budaya organisasi (identity/organization culture) yang baiksecara bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan individu(individual goal) dan tujuan organisasi yang telah ditentukan (com-mon goal).

B. Karakteristik OrganisasiBerdasarkan definisi di atas dan menemukan beberapa

esensi yang diklasifikan tersebut serta mengadopsi dari beberapakarakteristik yang disampaikan oleh Achmad Sobirin. Makadapat disimpulkan bahwa ada 5 esensi dasar atau karakteristiksebuah organisasi yaitu: sistem sosial (social system), didirikanoleh dan dengan beranggotakan dua orang atau lebih (group ofpeople), pola kerja secara terstruktur (structural cooperation),budaya organisasi (identity/organization culture), dan tujuan (in-dividual goal and common goal).1. Sistem sosial (social system)2. Anggota/Kelompok (group of people)3. Kerjasama terstruktur (structural cooperation)4. Budaya organisasi (identity/organization culture)5. Tujuan (individual goal and common goal)

C. Budaya Organisasi54

Sebagaimana pada pembahasan di atas mengenai karak-teristik organisasi. Salah satu esensi dasar dari organisasi, yang

Identitas diri organisasi inilah yang dalam penelitian ini penulis istilahkan sebagaibudaya organisasi. Lebih lajut baca Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 3-7

54 Achmad Sobirin menjelaskan bahwa istilah “budaya organisasi” bermula daripenelitian Hofstede yang dilakukannya secara dua tahap, yaitu tahun 1968 dan 1972.Meskipun Hofstede tidak secara eksplisit membahas konsep budaya organisasi namunkajiannya ini menjadi rujukan bagi peneliti-peneliti sesudahnya. Penelitian lain yangmenjadi bibit timbulnya istilah budaya organisasi adalah penelitian Pascale dan athos.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

36

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

ditambahkan oleh Richard Daft, adalah identitas diri atau bisadisebut juga sebagai budaya organisasi yang berfungsi sebagaipembeda satu organisasi dengan organasisasi yang lain.Sebenarnya budaya pada mulanya merupakan bagian dari kajianbidang studi antropologi dan kemudian belakangan berkembangmenjadi kajian bidang-bidang studi lain seperti psikologi,sosiologi, organisasi, manajemen dan komunikasi.

Sebagaimana yang disampaikan Achmad Sobirin bahwaperihal budaya yang memasuki pada domain kajian organisasi,ini berawal ketika terjadinya perubahan paradigma dalam caramemandang organisasi sebagai makhluk hidup dan juga sebagaisebuah masyarakat. Di sini organisasi bukan hanya semata-matadipandang sebagai instrumen yang sengaja dibentuk untukmembantu manusia dalam mendapatkan kebutuhan-kebutu-hannya dan merealisasikan tujuan-tujuan individu dan or-ganisasi. Dengan persepsi itulah maka jika organisasi ingin tetapmemiliki eksistensi dan mampu tumbuh, bertahan dan ber-kembang. Maka organisasi harus mampu beradaptasi dengansegala perubahan lingkungan di mana dia berada. Organisasidituntut selalu dinamis dan kreatif terhadap segala perubahan.55

Adapun mengenai pengertian budaya organisasi, samahalnya seperti pengertian kepemimpinan dan organisasi yangtelah kita bahas di atas. Budaya organisasi juga memiliki teoridan penjelasan yang cukup beragam. Pengertian yang banyakini juga tidak lepas dari peranan beragamnya pengertian budayapada disiplin ilmu anthropologi sebagai sumber konstruksidisiplin ilmu budaya organisasi. Untuk memahami pengertianbudaya organisasi dapat dijelaskan terlebih dahulu secara umummengenai tiga mazhab (school of thought) di dalam konsep budayaorganisasi. Pertama adalah ideational school, kedua adaptationistschool dan ketiga realist school.56

Pada tahun 1979, Andrew Pettigrew melalui jurnal ilmiah administrative Science Quar-terly yang memuat tulisannya yang berjudul On Studying Organzational Culture, disebutsebagai orang pertama yang secara resmi mengunakan istilah budaya organisasi. Lebihlajut baca Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 110-111

55 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 12356 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 124-125

37

Mazhab pertama, seperti yang dikemukakan oleh AndrewPettigrew- orang pertama yang secara formal mengunakan isti-lah budaya organisasi- memberikan pengertian bahwa budayaorganisasi adalah sistem makna yang diterima secara terbukadan kolektif, yang berlaku untuk waktu tertentu bagi sekelom-pok orang tertentu.57

Dia mengatakan bahwa esensi budaya organisasi adalahsistem makna atau jaringan makna.58 Dalam hal ini sistem maknadiharapkan mampu memberikan deskripsi sebuah identitas ataujati diri, yang dalam penelitian ini penulis istilahkan budaya,sebuah organisasi terhadap orang-orang yang berada di dalamdan di luar organisasi dengan proses interpretasi terhadap nilai-nilai organisasi. Namun menurutnya, sebelum benar-benarmemberikan gambaran tentang identitas atau budaya organisasi,sistem makna harus bersifat terbuka dan diterima secara kolektifsebagai pedoman oleh keseluruhan anggota organisasi. Jangansampai sistem makna ini hanya dipahami oleh orang-orangtertentu saja atau elit-elit organisasi saja.

Dalam proses pemaknaan (interpretasi) tersebut perlu adaproses komunikasi dan internalisasi makna oleh semua pihakdi dalam organisasi. Sehingga sistem makna yang betul-betulbisa dimaknai dan dipahami secara universal menjadi budayaorganisasi yang dipahami oleh keseluruhan anggota. 59

Sedangkan tokoh lain yang bermazhab sama adalah VijaiSathe. Dia mendefinisikan budaya organisasi merupakan satuset asumsi yang dianggap sangat penting (meski terkadang tidaktertulis) yang dishared oleh para anggota sebuah organisasi. Diajuga menekankan pentingnya proses share meaning sebagai hasil

57 “The sistem of such publicly and collectively accepted meaning operating for givengroup at a given time”

58 Dalam menjelaskan sistem makna atau jaringan makna, Andrew Pettigrewmemberikan pengertian sistem sebagai sebuah istilah, form, kategori atau citra yangdengan sendirinya bisa menjelaskan kondisi diri sekumpulan orang terhadapkumpulan orang tersebut. Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 125

59 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi…, h. 126. Proses internalisasi ini bisa jugadisebut sebagai proses share yang berarti dikaji, dimaknai dan dipraktekkan sehinggadapat menghasilkan share meaning.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

38

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

kesepahaman bersama yang diderivasi dari asumsi-asumsiurgen yang berlaku di dalam sebuah organisasi. 60

Sedangkan mazhab kedua, diantaranya adalah pendapatStanley Davis yang mengatakan bahwa:

Budaya perusahaan adalah keyakinan dan nilai bersama yang memberikanmakna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan dan nilaitersebut sebagai aturan/pedoman berperilaku di dalam organisasi.61

Adapun Stanly Charlem Hampden-Turner memberikanpengertian:

Budaya adalah pandangan hidup, cara pendang sebagai dasar untukbertindak, mengungkapkan perasaan dan berpikir yang semuannya itumerupakan hasil pembelajaran sekolompok orang yang tidak disebabkankarena faktor keturunan. 62

Sedangkan Terrence Deal dan Allan Kenedy mendefinisikanbudaya organsasi adalah “the way we do thing around here”- carakita melakukan sesuatu dilingkungan organisasi ini. Mazhab inilebih menekankan pada urgensi dalam memahami budaya dariaspek perilaku manusia. Namun, pada dasarnya secara seder-hana dapat dipahami bahwa mazhab ideational school lebihmelihat budaya sebuah organisasi dari pada yang dishared (dikaji,dimaknai dan dipraktekkan secara bersama) oleh anggotasebuah organisasi. Sedangkan adaptationist school melihat budayasebuah organisasi dari apa yang bisa diobservasi, baik itu bersifatfisik (bangunan) ataupun non-fisik (pola perilaku dan polakomunikasi anggota). 63

60 “Set of important assumptions (often unstated that members of a community share incommon”

61 “Corporate culture is the pattern of shared beliefs and value that give the members of aninstitution meaning, and provide them with the rules forbehaviour in their organization” op.cit., h. 127. Disini Stanley Davis mengunakan istilah budaya perusahan dan tidakmengunakan istilah budaya organisasi. Achamd Sobirin berpendapat bahwa sebagaiseorang konsultan yang intensitas hubungannya sering dengan perusahaan-perusahaan jadi wajar jika Stanley Davis mengunakan istilah ini. Namun, padadasarnya sama karena obyek yang dikaji yakni sama-sama budaya yang berkembangdi dalam organisasi.

62 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 127.63 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 125.

39

Berbeda hal dengan mazhab ketiga, mazhab realist schooladalah mazhab yang memberikan pengertian sebagai hasilintegrasi dari ideational school dan adaptationist school. Diantaratokohnya adalah Edgar Schien yang memberi penjelasan bahwa:

Budaya adalah pola asumsi dasar yang dishared oleh sekolompok orangsetelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran polaasumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yangberkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga polaasumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota –anggota barusebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkanperasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi. 64

Ogbonna dan Harris mendefinisikan:

Budaya adalah keyakinan, tata nilai, makna dan asumsi-asumsi yangsecara kolektif di shared oleh sebuah kelompok social guna membantumempertegas cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas merekadalam merespon lingkungan. 65

Sebagai bentuk integrasi dari dua pengertian mazhab di atas.Mazhab realist school memandang bahwa budaya organisasi tidakbisa hanya dipahami dari pola perilaku individu anggota dalamorganisasi saja melainkan juga sumber perilaku tersebut. Artinyaelemen yang bersifat idealistik dan perilaku (behavioral) meru-pakan aspek satu kesatuan yang membentuk budaya organisasidan sama-sama peranan penting.

D. Elemen Budaya OrganisasiSeperti yang disampaikan oleh beberapa teoritisi organisasi

di atas mengenai pengertian budaya organisasi. Budayaorganisasi memiliki beberapa elemen yang perlu kita perhatikan.Seperti apa yang disampaikan oleh Schein bahwa budaya orga-nisasi tidak hanya terdiri dari asumsi dasar tetapi juga elemen-

64 “Culture is a pattern of shared basic assumptions that the group learnerd as it solvedits problems of external adaptation and internal integration, that has work well enough to beconsidered valid and, therefor, to be taught to new members as the correct way to perceive,think and feel in relation to these problems”

65 “The collective sum of beliefs, values,meaning and assumptions that are shared by asocial group and that helpto shape the ways in which they respond to each other and to theirexternal environment”

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

40

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

elemen lain yang lebih kasat mata yang mudah diamati olehorang-orang di luar organisasi. Bahkan menurutnya bukan ha-nya itu, setiap elemen memiliki karakteristik tersendiri meskipunkeberadaan elemen tersebut merupakan satu kesatuan yangtidak terpisahkan.66 Namun secara umum dapat dipahami dandijelaskan bahwa elemen budaya organisasi itu terbagi menjadidua bagian yaitu elemen idealistik dan elemen behavioral.

1. Elemen IdealistikElemen ini biasa dipahami sebagai sebuah elemen yang

menjadi ideologi yang melekat pada sebuah organisasi dantidak dengan mudah begitu saja berubah walaupun peru-bahan-perubahan itu mungkin saja terjadi. Namun, peruba-han itu tidak serta merta begitu saja berubah, tetapi melaluiproses evaluasi yang cukup panjang terhadap aspek-aspekdi luar sistem dan di dalam organisasi.

Elemen ini, sebagaimana yang disampaikan oleh AchmadSobirin, merupakan elemen yang bersifat terselubung (elu-sive), tidak nampak ke permukaaan (hidden) dan hanya or-ang-orang tertentu saja yang mengetahui dan mengerti apasesungguhnya idelogi yang ada di dalam organisasi merekadan mengapa organisasi itu didirikan. Namun, bagi organisasiyang cukup lama berdiri elemen ini biasanya dinyatakansecara formal dan bersifat tekstual. Secara sederhana dalamorganisasi-organisasi tersebut elemen idealistik itu bisadireform kedalam bentuk visi dan misi organanisasi dengantujuan ideologi itu bisa dipahami oleh keseluruhan anggotadan tidak lagi bersifat abstrak.

66 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 147. Menurut Schein budaya meliputiasumsi, adaptasi, persepsi, dan pelajaran.. Ia juga menetapkan bahwa suatu budayaorganisasi mempunyai tiga lapisan. Lapisan pertama, meliputi benda-benda danciptaan yang kelihatan, tetapi sering tidak bisa menginterpretasikan. Lapisan kedua,adalah nilai-nilai, atau berbagai h yang penting bagi orang. Nilai-nilai sadar, hasratefektif atau keinginan. Lapisan ketiga, adalah asumsi dasar yang menceritakan padaindividu/anggota bagaimana cara memandu perilaku mereka. Veithzal Rivai & DeddyMulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi…….., h. 256-257.

41

2. Elemen BehavioralSeperti yang telah dijelaskan tersebut di atas sebagaimana

yang dipersepsikan oleh mazhab adaptationist school bahwauntuk melihat budaya sebuah organisasi adalah dari apa yangbisa diobservasi, baik itu bersifat fisik (bangunan) ataupunnon-fisik (pola perilaku dan pola komunikasi anggota). Jadi,elemen behavioral adalah elemen yang bisa dilihat dan munculkepermukaan dalam bentuk sikap dan perilaku para anggotaorganisasi serta juga dalam bentuk struktur bangunan, desaindan hal-hal lain yang melekat pada organisasi.

Elemen budaya organisasi ini bisa dinilai sebagai wujudrepresentatif dari budaya yang dimiliki oleh sebuahorganisasi. Semua itu bisa berbentuk logo atau lambangorganisasi, jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, polaperspektif dalam berpikir, cara bertindak dan segala bentukperilaku anggota yang bisa dinilai dan kasat mata. Namun,pada dasarnya seperti apa yang ditawarkan oleh mazhab re-alist school, dalam melihat terbentuknya sebuah budayaorganisasi kedua elemen ini merupakan elemen yang bersifatsatu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan. Walapun elemenbehavioral merupakan elemen yang cukup rentan berubahdisebabkan behavioral merupakan elemen yang selalu bersen-tuhan dengan lingkungan eksternal organisasi. Terkait de-ngan interpretasi dua elemen ini semua pemikir dan teoritisiorganisasi memiliki asumsi dan perspektif yang juga sangatberagam. Di bawah ini ada beberapa pendapat mengenairagam persepsi elemen-elemen tersebut.67

67 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 148-155.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

42

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

E. Organisasi KemahasiswaanSebelum kita memasuki pada pembahasan budaya

organisasi kemahasiswaan, penulis terlebih dahulu membahastentang pengertian organisasi kemahasiswaan. Pada dasarnyaorganisasi kemahasiswaan merupakan sebuah bentuk saranaatau wahana kegiatan diperguruan tinggi yang bertujuan untukmemberikan ketrampilan dan kemampuan yang bermanfaat danberguna bagi mahasiswa itu sendiri.

Hal ini juga dijelaskan oleh Kepmendikbud RI No 155/U/1998 pada bab I pasal 1 ayat 1 dan 3 tentang pedoman umumorganisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi, yaitu:

Organisasi kemahasiswaan intra-perguruan tinggi adalah wahana dansarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan danpeningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untukmencapai tujuan pendidikan tinggi.(Ayat1)

Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi adalah wahana dansarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah,

43

pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama,serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.(Ayat 3) 68

Namun, sebagaimana pengertian organisasi secara umummaka organisasi kemahasiswaan juga bisa disimpulkan secaraumum sebagai sebuah sistem sosial yang sengaja didirikan,beranggotakan dua orang mahasiswa atau lebih, memiliki polakerja yang terstruktur dan memiliki identitas diri, yang berkerjasama untuk mencapai tujuan individu dan tujuan organisasi.

F. Definisi Aktivis MahasiswaTerkait dengan organisasi kemahasiswaan dan juga subjek

dalam penelitian ini. Penulis mengganggap perlu untukmenjelaskan terlebih dahulu definisi mahasiswa aktivis. Secarasederhana istilah aktivis secara umum menurut kamus besarbahasa Indonesia adalah orang (terutama anggota organisasipolitik, social, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yangberkerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagaikegiatan dalam organisasi. 69 Di dalam organisasi mereka mela-kukan sebuah gerakan-gerekan untuk bertujuan mencapai visidan misi organisasi mereka secara aktif. Baik itu mereka me-nempati posisi struktural ataupun tidak, pengurus inti ataupunanggota biasa. Selama mereka aktif atau terlibat dalam gerakan-gerakan yang merujuk pada pencapaian misi dan visi, maka diadisebut sebagai aktivis.

68 Keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, No 155/U/1998 tentang pedoman umum organisasi kemahasiswaan diperguruan tinggi. Initidak jauh berbeda dengan surat keputusan direktur jendral pendidikan IslamDepartmen Agama, No. Dj/I/253/2007 pada Bab I Pasal 1 Ayat 2 dan 3. Hanya saja adatambahan redaksi PTAI, sebagai karakteristik bagi organisasi kemahasiswaan yangberbasis Islam. “Organisasi kemahasiswaan adalah organisasi intra kemahasiswaan PTAIyang berfungsi sebagai wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasanwawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapaitujuan PTAI(Ayat 2)” dan “Organisasi intra kemahasiswaan antar perguruan tinggi adalahorgansasi intra kemahasiswaan yang melaksanakan kerjasama sebagai wahana melakukanpengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah, pemahaman kearah profesidan sekaligus meningkatkan kerjasama, serta menumbuhkan rasa persatuan dankesatuan(Ayat3)”

69 Lihat http://kamusbahasaindonesia.org/aktivis/mirip

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

44

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Jadi, aktivis tidak hanya melekat pada mahasiswa saja, or-ang yang aktif dalam memperjuangkan lingkungan hidup bisadisebut sebagai aktivis lingkungan hidup dan begitu juga yanglainnya.seperti aktivis gender, aktivis buruh, aktivis HAM danlain sebegainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswayang aktif berjuang pada skala dan lingkup kampus dalammencapai visi dan misi sebuah organisasi bisa dikatakan sebagaiaktivis mahasiswa. 70

Adapun sehubungan dengan subjek dalam penelitian ini.Fokus penelitian memang hanya tertuju pada ketua-ketuaorganisasi yang memimpin sebuah organisasi. Penulis tidakbermaksud mengatakan bahwa aktivis adalah hanya ketua ataupimpinan organisasi saja. Sebab, aktivis tidak memandang sta-tus struktural atau jabatan tertentu. Namun, karena dalampenelitian ini peneliti bermaksud ingin melihat beberapaindikator kualitas pemimpin dalam memimpin dan menciptakansebuah budaya di dalam sebuah organisasi. Maka, peneliti me-ngurucutkan skala aktivis pada ketuanya saja, tanpa bermaksuduntuk mengeyampingkan identitas aktivis pada mahasiswa yangbukan pemimpin.

G. Budaya Organisasi KemahasiswaanTerlepas dari pembahasan pengertian dari tiga mazhab

tersebut di atas, Veithzal Rivai sendiri menjelaskan bahwabudaya organisasi adalah apa yang anggota (karyawan) rasakandan bagaimana persepsi ini menciptakan suatu pola teladankepercayaan, nilai-nilai, dan harapan.71

Dalam konteks organisasi kemahasiswaan, tentu organisasiini pun merupakan sebuah organisasi yang mempunyai identitas

70 Miftachul Huda. Meraih Sukses Dengan Menjadi Aktivis Kampus (Yogyakarta:Leutika, 2010), h. 1-4

71 Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi……..,h. 256. Dia juga mendefinisikan budaya sebagai suatu pola teladan dari penerimaaandasar ketika ditmukan, atau yang dikembangkan oleh kelompok tertentu sebaga upayabelajar untuk mengatasi permasalahan dari adaptasi eksternal dan integrasi internalyang telah bekerja cukup lancer untuk menjadi pertimbangan yang sah dan, olehkarena itu, untuk mengajarkan ke anggota baru sebagai cara yang benar untuk merasa,berpikir, dan merasakan dalam hubungan dengan masalah.

45

atau jati diri sebagaimana orang yang ada di dalamnya.Organisasi kemahasiswaan, baik itu organisasi internal maupunorganisasi eksternal kampus, berdasarkan proses pembentukan-nya bisa dikatakan sebagai organisasi formal karena organisasiini dibentuk secara sadar dan dengan tujuan-tujuan tertentu yangdisadari pula yang diatur dengan ketentuan-ketentuan formal,dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).72 Sedangkan berdasarkan tujuannya, organisasi kemaha-siswaan bisa dimasukkan kedalam kategori public organization(organisasi sosial) yang pada dasarnya bertujuan untuk melayanikepentingan umum, tanpa perhitungan rugi-laba.73 Jadi, bisadisimpulkan bahwa budaya organisasi kemahasiswaan merupa-kan bagian dari pembahasan budaya organisasi secara umum.

Maka berdasarkan penjelasan teori-teori dan definisi-definisidi atas mengenai budaya organisasi dapat diambil kesimpulanbahwa budaya organisasi kemahasiswaan merupakan asumsidasar atau nilai-nilai yang dikaji, dimaknai dan dipraktikkanoleh semua anggota organisasi kemahasiswaan sebagaipedoman dalam pola perilaku berorganisasi.

Budaya organisasi ini bisa juga disebut sebagai identitassebuah organisasi sebagai karakteristik yang identik dengannilai-nilai yang tidak saja hanya dipahami oleh semua elemenorganisasi namun juga terlihat dari tingkah laku mereka dalamberorganisasi. Jadi budaya organisasi itu tidak bisa dilihat hanyadari hal-hal yang abstrak (asumsi dasar atau nilai) namun jugapada elemen yang bisa dilihat dan diamati oleh orang lain diluar organisasinya.

Perlu diketahui pula bahwa tujuan mempelajari budayaorganisasi kemahasiswaan ini bukanlah hanya sekedar inginmengetahui karakteristiknya saja, sebagaiama yang dilakukan

72 Malayu S.P. Hasibuan, Organisasi dan Motivasi Dasar PeningkatanProduktivitas, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2007), h. 57. Adapun organisasi informaladalah organisasi yang terbentuk tanpa disadari sepenuhnya, tujuan-tujuannya jugatidak jelas, anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya tidak ada dan hubungan-hubungan terjalin secara peribadi saja (personal/private relationship bukan formalrelationship).

73 Malayu S.P. Hasibuan, Organisasi dan Motivasi Dasar……., h. 59.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

46

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

para antropolog. Namun, dalam konteks ini, baik budayaorganisasi secara umum maupun organisasi kemahasiswaan,bukanlah sekedar ingin tahu seperti apa karakteristiknya, bagai-mana kekuatannya atau bahkan apa faktor yang menimbulkankeragaman budaya.

Tetapi mempelajari budaya organisasi ini lebih dari sekedaritu. Dengan mempelajari dan memahami budaya organisasidiharapkan para pemimpin sebuah organisasi mampu mengen-dalikan, merencanakan dan bahkan merekonstruksi asumsidasar dan nilai-nilai yang terdapat di dalam organisasi tersebutsehingga tujuan individu anggota dan tujuan kolektif organisasimampu dicapai dengan baik dan maksimal.

H. Dimensi Budaya Organisasi KemahasiswaanSeperti yang sudah kita jelaskan di atas bahwa budaya

organisasi secara umum memiliki elemen yang bersifat idealistikdan behavioral. Idealistik merupakan elemen yang tersembunyi(hidden) sedangkan behavioral elemen yang kasat maka (overt).Adapun hubungannya dengan pembahasan dimensi budayaorganisasi, seperti yang dijelaskan oleh Achmad Sobirin, bahwadalam menemukan tipe dan dimensi-dimensi budaya organisasipara peneliti cendrung hanya bisa mengkaji elemen yangmemang bisa diobservasi.

Maka harus diakui bahwa elemen behavioral adalah elemenyang bisa diobservasi karena bersifat kasat mata dan hasilobservasi itulah yang melahirkan tipe dan dimensi-dimensisebagai wujud interpretasi dan pengungkapan perkembanganbudaya organisasi, dan sekaligus bisa menjadi teori dalammenilai kelayakan dan ketepatan budaya tertentu diaplikasikandalam sebuah dinamika organisasi. Adapun diantara dimensi-dimensi yang akan disajikan adalah teori Hofstede, Reynold danDenison.

Pertama, melalui penelitian yang dilakukannya, Hofstedemenghasilkan beberapa temuan dimensi budaya organisasi danmengelompokkannya ke dalam 6 dimensi. Secara umum dimensi

47

yang dijelaskan Hofstede ini cendrung mengontraskan antaradua dimensi budaya organisasi.74

1. Process oriented vs. Result orientedProcess oriented bisa dijelaskan pada aspek perilaku

anggota organisasi yang aktifitasnya cendrung monoton, statisdan bersifat prosedural. Anggota bergerak dalam prosessebagaimana peraturan dan kabijakan yang sudah diatur olehorganisasi. Sehingga dalam orientasi ini anggota sulitmengembangkan kreativitas dan tidak inovatif. Sedangkanresult oriented memiliki karakter anggota yang justru tidakterlalu mementingkan proses namun jauh lebih memperduli-kan hasil yang bisa didapat dengan cepat.

Namun, anggota yang berada dalam dimensi ini meng-anggap bahwa perubahan menjadi sesuatu yang lumrahdalam organisasi. Sehingga dengan asumsi tersebut merekalebih fleksibel dengan segala perubahan iklim dan lingkungandi luar internal organisasi.

2. Employee oriented vs. Job orientedOrganisasi yang mempunyai budaya employee oriented

bisa digambarkan sebagai orang-orang yang di dalam organi-sasi tersebut menginginkan prioritas atas kepentingan merekadari pihak organisasi sebelum menuntut pekerjaan mereka.Sedangkan organisasi yang memiliki budaya job orientedmenganggap bahwa anggota organisasi harus terlebih dahulumelakukan tugas dan pekerjaannya sebelum menuntut hakdan kepentingannya.

3. Parochial vs. ProfessionalBudaya parochial bisa dijelaskan bahwa anggota

organisasinya memiliki kebergantungan kepada pimpinanorganisasi. Anggota dalam organisasi ini melakukan inter-nalisasi dirinya secara maksimal terhadap organisasi sehinggaia betul-betul secara utuh menjadi bagian dari organisasi.Bahkan dia begitu menghayati nilai-nilai yang terkandung di

74 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 183-186.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

48

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

dalam organisasi sehingga kadang hampir tidak memilikiperbedaan dengan segala aktifitasnya di luar organisasi.

Sedangkan professional merupakan budaya yang memilikiciri anggota yang lebih bersifat individual. Artinya ia tidaktergantung terhadap pemimpinnya dan organisasi sepenuh-nya. Ketika organisasi tidak bisa memberikan apa yang diabutuhkan dia bisa saja mencari organisasi yang menurutnyabisa merealisasikan tujuan individunya.

4. Open system vs. Close systemOpen system secara sederhana merupakan budaya

organisasi yang terbuka terhadap perubahan-perubahan padalingkungan internal mapun eksternal organisasi. Sedangkanclose system cendrung tertutup terhadap perubahan danmengikuti pola yang lama.

5. Loose control vs. Tight controlDimensi budaya ini berkenaan dengan peraturan yang

berpungsi sebagai alat kontrol bagi anggota organisasi. Loosecontrol merupakan organisasi yang memiliki alat kontrol yanglemah. Walaupun ada alat kendali, seperti menurut AchmadSobirin, paling-paling berupa sebuah kesepakatan antara or-ganisasi dan anggota sebagai pengikat secara moral dan sosial.Sedangkan tight control merupakan budaya yang memiliki tatakelola internal organisasi yang cukup ketat dan kuat. Sehinggasaking kuatnya aturan-aturan tersebuh cendrung kaku dantidak dinamis. Segala aktifitas organisasi harus berdasarkanketentuan yang sudah tertulis.

6. Normative vs. PragmaticBudaya ini berhubungan dengan orang di luar organisasi.

Dalam konteks organisasi perusahaan bisa dikatakan sebagaikostumer atau pelanggan. Sedangkan dalam konteks orga-nisasi kemahasiswaan bisa dikategorikan sebagai masyarakatsekitar atau juga mahasiswa yang di luar organisasi. Dimensinormative adalah dimensi budaya organisasi yang mengang-gap bahwa kebutuhan kostumer adalah segala-galanyasehingga kadang mengeyampingkan aturan yang ada.

49

Sedangkan dimensi pragmatic adalah dimensi budayaorganisasi yang melihat bahwa tugas organisasi merupakanpenerapan dari aturan-aturan itu sendiri. Mereka sangatmenjujung tinggi norma aturan dalam organisasi.

Sedangkan budaya organisasi menurut Reynolds, diamenegaskan bahwa budaya organisasi memiliki 14 dimensi.Dimensi tersebut adalah: 75

1. Berorientasi eksternal vs. berorintasi internal2. Berorientasi pada tugas vs. berorientasi pada aspek sosial3. Menekankan pada pentingnya safety vs berani menanggung

resiko4. Menekankan pada pentingnya conformity vs individuality5. Pemberian reward berdasarkan kinerja individu vs kinerja

kelompok6. Pengambilan keputusan secara individual vs keputusan

kelompok7. Pengambilan keputusan secara terpusat vs tidak terpusat8. Menekankan pada pentingnya perencanaan vs ad hoc9. Menekankan pada pentingnya stabilitas organisasi vs inovasi

organisasi10. Mengarahkan bawahannya untuk kooperatif vs berkompetisi11. Menekankan pada pentingnya organisasi yang sederhana vs

organisasi yang kompleks12. Prosedur organisasi bersifat formal vs informal13. Menuntut bawahan sangat loyal kepada organisasi vs tidak

mementingkan loyalitas14. Ignorance vs knowledge

Selain kedua pendapat di atas masih ada pendapat lainuntuk mengklasifikasikan dimensi budaya organisasi yaitupendapat atau teori dari Denison. Teori ini selain cukup mudahdipahami, menurut penulis tepat menjadi dimensi dalam

75 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 186-190.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

50

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

mengukur sebuah budaya organisasi kemahasiswaan. Sebelummenjelaskan dimensi ini secara lebih dalam perlu dipahamibahwa dimensi yang disajikan oleh Denison yakni mengaitkanbudaya tersebut dengan efektifitas organisasi, sehingga keefek-tifan sebuah organisasi bisa sekaligus dilihat dari dimensi-dimensi tersebut.

Mengenai efektivitas organisasi tersebut Denison menjelas-kan bahwa organisasi dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama,efektifitas adalah fungsi dari nilai-nilai dan keyakinan paraanggota organisasi. Kedua, efektifitas adalah fungsi dari kebijakandan praktik organisasi. Ketiga, efektifitas adalah fungsi dari nilai-nilai inti dan keyakinan (core value and beliefs) organisasi yangditerjemahkan kedalam kebijakan dan praktik organisasi. Keem-pat, efektifitas adalah fungsi dari hubungan antara nilai-nilai intidan keyakinan organisasi, kebijakan dan praktik organisasi danlingkungan organisasi.76

Adapun dimensi budaya organisasi menurut Denison ada4 dimensi, Di mana dimensi-dimensi ini dia yakini berkaitandengan tingkat efektifitas organisasi. Empat dimensi budayaorganisasi di bawah ini penulis adopsi dari teori Denison didalam Achmad Sobirin, dan penulis jadikan sebagai penjelasandimensi dari salah satu variabel dalam penelitian ini yaitubudaya organisasi kemahasiswaan. Oleh karena itu penjelasandi bawah ini penulis akan lebih mencoba memperdalam bahasandan mengintegrasikan permasalahan-permasalahan yang terkaitdengan budaya mahasiswa dalam menjalankan sebuah orga-nisasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah:

1. Involvement dimensionDimensi budaya organisasi involvement ini menjelaskan

bagaimana tingkat partisipasi anggota organisasi dalamproses pengambilan sebuah keputusan dalam segala bentukkebijakan dan permasalahan yang ada di dalam organisasi,khususnya yang terkait dengan bidangnya, kecuali keputu-san-keputusan yang memang mengharuskan ketua saja yang

76 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi……, h. 190.

51

memutuskan atau hanya beberapa orang yang memiliki posisisentral di dalam organisasi.

Terkait efektifitas organisasi dimensi ini dianggap mam-pu memengaruhi efektifitas organisasi melalui proses-prosesinternal dan struktur formal organisasi. Organisasi kema-hasiswaan yang menerapkan dimensi ini dalam membentukbudaya pada sebuah organisasi akan memiliki anggotadengan tingkat care dan partisipasi yang tinggi terhadapsegala problem yang terjadi serta mencoba dengan segalakemampuannya untuk mencari pemecahannya msalah.Dalam dimensi ini juga struktur kepengurusan harus sesuaidengan kebutuhan organisasi atau dalam artian bahwabidang-bidang yang dibangun dan dimunculkan betul-betulberfungsi untuk mendukung tujuan atau visi dan misiorganisasi. Selain itu bidang yang telah dibangun juga harusmemiliki kejelasan fungsi dan tujuan, sehingga anggotamemahami apa yang harus mereka lakukan dan apa batasan-batasannya.

2. Consistency dimensionDimensi budaya organisasi ini adalah dimensi yang

menunjukan bahwa anggota organisasi tidak hanya memilikitingkat kesepakatan terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai intiorganisasi, tetapi juga memiliki pemahaman dan interpretasiyang bagus. Karena mereka memahami bahwa nilia-nilai ter-sebut memiliki posisi yang vital dalam merealisasikan tujaun-tujuan yang telah di sepakati bersama.

Namun, sehubungan dengan memengaruhi efektifitasorganisasi, dimensi ini juga melakukan integrasi normative atausecara sederhana dapat dipahami bahwa apa yang menjadikesepakatan dan yang mereka pahami terhadap asumsi dasardan nilai-nilai ideology tersebut tidak mereka refleksikandalam aktifitas organisasi saja namun juga memengaruhipraktik kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga denganbegitu kegiatan-kegiatan yang mereka laksanakan tentuberdasarkan nilai dan atas dasar mendukung terwujudnyanilai-nilai tersebut dalam aktifitas nyata.

Budaya Organisasi Kemahasiswaan

52

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

3. Adaptability dimensionAdapun dimensi budaya organisasi ini lebih banyak

bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat di luar atau faktoreksternal tubuh organisasi. Dimensi ini menunjukan adanyakemampuan organisasi dan anggotanya dalam meresponperubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melaku-kan perubahan-perubahan internal organisasi. Organisasibetul-betul memahami segala bentuk perubahan-perubahankebutuhan sosial terhadap organisasi mereka.

Oleh sebab itulah, organisasi yang memahami betul ke-butuhan lingkungan akan dengan cepat mampu beradaptasidan juga melahirkan ide-ide yang brilian dan sesuai dengankebutuhan tersebut. Dengan kata lain, efektifitas organisasiini bisa dilihat dari tingkat fleksibilitas yang cukup baik ter-hadap perubahan aspek-aspek eksternal dan kemudianmelakukan pembenahan pada kondisi internal organisasi.

4. Mission dimensionSedangkan dimensi budaya organisasi selanjutnya adalah

mission dimension. Dimensi ini menunjukan bahwa pengaruhtujuan inti atau misi organisasi mampu menjadikan anggotaorganisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggappenting oleh organisasi. Anggota memahami betul substansitujuan organisasi dan mampu melakukan pemaknaan terha-dap eksistensi organisasi tersebut. Sehingga dengan karakte-ristk tersebut bentuk kegiatan dan arah kebijakan organisasitidak melenceng dari tujuan-tujuan organisasi. Organisasijuga sangat memahami hal apa saja yang penting dan tidakpenting untuk dilakukan dalam merealisasikan tujaunbersama tersebut.

53

BAB IVADVERSITY QOUTIENT MAHASISWA

AKTIVIS

A. Definisi Adversity QuoteintIstilah Adversity Quotient adalah sebuah kosep yang

dipopulerkan oleh Paul G. Stoltz , Ph.D, presiden PEAK Learn-ing, Inc. Menurut Stoltz Adversity Quotient merupakan kemam-puan yang dimiliki seseorang dalam mengamati kesulitan danmengolah kesulitan tersebut menjadi sebuah tantangan untukdiselesaikan.77

Adversity Quotient ini memiliki tiga bentuk definisi. Per-tama, Adversity Quotient adalah suatu kerangka kerja konseptualyang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segikesuksesan. Kedua, Adversity Quotient adalah suatu ukuran untukmengetahui respons seseorang terhadap kesulitan dan ketigaAdversity Quotient adalah serangkaian peralatan yang memilikidasar ilmiah untuk memperbaiki respon seseorang terhadapkesulitan. 78

Adapun hubungan Adversity Quotient terhadap dua variabeldi atas, kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi

77 Sebagaimana yang dijelaskan oleh Paul G Stoltz bahwa teori Adversity Quotientini berdasarkan hasil riset dari banyak ilmuwan kelas atas dan lebih dari 500 kajiandiseluruh dunia. Kajian ini juga memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan yaitupsikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Menurutnya juga konsepAdversity Quotient merupakan teori yang sudah diasah selama bertahun-tahun denganmenerapkan teori tersebut kepada ribuan orang yang terdiri dari perusahaan diseluruhdunia. Teori ini adalah hasil riset selama 19 tahun dan diaplikasikan selama 10 tahun.Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 8

78 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 9

54

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

kemahasiswaan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Stoltz bahwaAdversity Quotient merupakan teori yang dapat digunakandengan mudah dalam keluarga, hubungan kerja, dan bahkanorganisasi. Paul Stoltz juga menjelaskan bahwa teorinya akanmemberikan pengetahuan dalam menciptakan budaya mendakiyang tinggi pada sebuah perusahaan atau organisasi. Dia jugamenegaskan bahwa Adversity Quotient akan bisa memperkuatefektifitas kepemimpinan seseorang dan orang-orang yangdipimpinnya dalam sebuah organisasi.

B. Fungsi Adversity QuotientAdapun mengenai fungsi Adversity Quotient seperti yang

Paul Stoltz menjelaskan bahwa suksesnya pekerjaan dan hidupmanusia terutama ditentukan oleh Adversity Quotient:1. Adversity Quotient memberitahu seberapa jauh seseorang

mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuanseseorang untuk menguasainya.

2. Adversity Quotient meramalkan siapa yang mampu mengatasikesulitan dan siapa yang akan hancur.

3. Adversity Quotient meramalkan siapa yang akan melampauiharapan-harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapayang akan gagal.

4. Adversity Quotient meramalkan siapa yang akan menyerah dansiapa yang akan bertahan.79

C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Adversity QuotientSebagaimana yang dijelaskan oleh Paul bahwa ada beberapa

hal yang mendukung atau dibutuhkan untuk kesuksesan Ad-versity Quotient seseorang. Dia menyebutnya dengan PohonKesuksesan. Yaitu: 80

1. Daun (Kinerja)Daun ini diberikan simbol dari kinerja seseorang. Kinerja

merupakan satu aspek atau faktor yang dibutuhkan untuk

79 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 8-980 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 40-46

55

kesuksesan seseorang. Orang yang malas tentu berbeda de-ngan orang yang rajin dan tidak kenal menyerah dalammendapatkan sesuatu.

2. Cabang (Bakat dan Kemauan)Daun tidak begitu saja tumbuh namun dia tumbuh dica-

bang pohon. Begitu juga kinerja seseorang, dia tidak begitusaja muncul secara tiba-tiba. Tetapi kinerja seseorang munculdilandasi oleh pengetahuan dan kemampuan. Pengetahuandan kemampuan inilah yang disebut oleh Paul sebagai bakat.Namun bakat saja tidaklah cukup, sebab bakat akan sangatberguna jika seseorang memiliki hasrat atau kemauan.

3. Batang (Kecerdasan, Kesehatan, dan Karakter)Namun bakat dan kemauan juga bukanlah aspek yang

timbul begitu saja. Seperti halnya batang kita harus mem-perhatikan dari mana tumbuhnya. Batang Pohon merupakanaspek yang urgen dalam menimbulkan aspek cabang. Batangpohon ini adalah kecerdasan, kesehatan dan karakter. 81

4. Akar (Genetika, Pendidikan, dan Keyakinan)Semua faktor di atas merupakan faktor penting untuk

kesuksesan seseorang. Namun seperti halnya sebuah pohon,daun, cabang dan batang tak akan bisa tumbuh dan berkem-bang tanpa akar. Akar dalam pengertian ini adalah genetika,pendidikan dan keyakinan.

Sedangkan faktor-faktor yang di bawah ini, seperti yangdijelaskan oleh Paul, adalah faktor-faktor kesuksesan yangdipengaruhi oleh kemampuan pengendalian kita serta carakita merespons kesulitan atau Adversity Quotient. Faktor-faktor ini adalah faktor yang diperlukan untuk mahasiswaclimbers. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Daya Saing, 2.Produktivitas, 3. Kreativitas, 4. Motivasi, 5. Berani Mengambil

81 Keceradasan disini bukanlah dipahami sebagai kecerdasan intelektual saja.Namun lebih luas kecerdasan seperti yang diperluas oleh Howard Gardner adalahkecerdasan linguistic,kinestik, spasial, matematik, music,interpersonal, danintrapersonal. Adapun kesehatan ini meliputi kesehatan emosi dan fisik. Paul G Stoltz,Adversity Quotient…….., h. 43.

Adversity Qoutient Mahasiswa Aktivis

56

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Resiko, 5. Perbaikan, 6. Ketekunan, 7. Belajar, 8. MerangkulPerubahan.82

D. Tipe-Tipe Adversity QuotientKonsep Adversity Quotient dalam menghadapi tantangan

dan mencapai kebahagian dan kesuksesan mengunakan istilahtujuan hidup seperti sebuah gunung yang harus didaki danmanusia yang memiliki keinginan sendiri adalah pendakinya.Istilah pendakian ini seperti yang dijelaskan dalam konsep Stoltzadalah merupakan istilah yang memiliki pegertian menggerak-kan tujuan hidup ke depan, apapun tujuan seseorang.

Dalam konteks mahasiswa aktivis atau juga non aktivis,mereka juga memiliki tujuan-tujuan hidup yang begitu luas baikitu bersifat resmi ataupun tidak. Baik dalam kaitannya memilikinilai-nilai akademik yang memuaskan, bisa menduduki jabatanpenting dalam sebuah organisasi, memiliki kemampuan komu-nikasi dan diskusi yang matang dan banyak lagi penjelasantentang tujuan tersebut. Semua tujuan tersebut merupakancapaian yang memang sudah seharusnya kita dapatkan. Namundalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang memilikikeberanian untuk mendaki atau mendapatkan keinginannyatersebut.

Untuk mengkategorikan tipe-tipe manusia yang berhubu-ngan dengan hal tersebut. Dalam hal ini Stoltz membagi manusiadalam tiga kelompok.

1. QuittersKelompok ini ialah orang-orang memilih keluar, mundur

dan berhenti sebelum mendaki. Menyerah sebelum mencobadan mereka menolak kesempatan untuk mendaki yang di-berikan oleh gunung. Sehingga rasa takut gagal, khawatir dancemas sering menjadi alasan untuk menghindar. 83

Mahasiswa yang termasuk dalam kategori ini adalahmahasiswa yang biasanya tidak berani terhadap tantangan-

82 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 92-9683 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 18-19

57

tantangan. Mereka tidak percaya dengan kemampuan yangmereka miliki. Sehingga mereka memilih keluar, mundur ataubahkan berhenti sebelum mencoba hal-hal tersebut.

2. CampersAdapun kelompok ini ialah orang-orang yang sebenarnya

sudah berani mendaki, namun dipertengahan merakamemilih berhenti dan mengakhiri pendakiannya sebelummencapai puncak. Mereka memang sudah berani menanggapidan menghadapi tantangan pendakian tersebut. Mereka jugasudah melakukan banyak hal dalam hidup mereka hinggamereka berada pada tempat di mana mereka berhenti. Na-mun, pendakian yang tidak selesai tersebut mereka asumsikansebagai sebuah “kesuksesan”.84

Mahasiswa yang termasuk dalam kategori ini merupakanmahasiswa yang terlalu cepat berpuas diri terhadap apa yangsudah dicapainya. Mereka menganggap kesuksesan meru-pakan tujuan bukan proses perjalanannya. Padahal pendakianyang dimaksud sesungguhnya adalah pertumbuhan danperbaikan seumur hidup pada seseorang.

3. ClimbersTipe yang ketiga adalah climbers. Tipe ini merupakan

kelompok manusia pendaki yang mengisi seumur hidupnyadengan terus mendaki. Mereka terus mendaki tanpa pernahmempunyai keinginan untuk berhenti. Mereka tidak meng-hiraukan latar belakang, keuntungan dan kerugian, nasib baikdan buruk, mereka terus mendaki. Karena pendakian bagimereka merupakan sebuah bukti ekspolarasi diri yang tanpaujung, demi pembuktian dan pengembangan eksistensi dirimereka sebagai petarung yang pantang menyerah dengankeadaan. 85

Mahasiswa yang termasuk dalam tipe ini adalah mahasis-wa yang memiliki daya juang yang tinggi dan tak pernahmenyerah seberat apapun tantangan yang dihadapi. Bagi

84 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 1985 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 19-20

Adversity Qoutient Mahasiswa Aktivis

58

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

mereka proses jauh lebih penting dibandingkan hasil yangdicapai.

E. Dimensi Adversity QuotientAdversity Quotient sebagai suatu kemampuan terdiri dari

empat dimensi yang disingkat dengan sebutan CO2RE yaitudimensi control, origin-ownership, reach, dan endurance. Penjelasandari keempat dimensi tersebut adalah:1. Control (Kendali)

Control atau pengendalian atau yang sering disingkat Cadalah salah satu dimensi Adversity Quotient yang mencobamenemukan sebarapa jauh seseorang mampu memengaruhidan mengendalikan responnya secara positif terhadap tanta-ngan atau masalah dalam situasi apapun. Poin paling pentingdalam dimensi ini adalah perihal perasaan. Artinya pengen-dalian seseorang terhadap yang dirasakan ketika menghadapikesulitan merupakan aspek yang vital di sini.

Seseorang yang tidak mampu mengontrol atau megen-dalikan perasaannya akan menghancurkan harapan dantindakan-tindakannya. Dengan pengendalian maka tujuan-tujuan pun akan terealisasikan dengan baik. Mahasiswa yangmemiliki kontrol yang tinggi akan memiliki asumsi bahwasegala hal dapat dilakukan meskipun di dalamnya terdapatbanyak kesulitan. Ia menganggap bahwa segala masalah dankesulitan pasti ada solusi dan kemudahannya. Sehingga diaakan cendrung tenang dan tidak terbawa emosi saat meng-hadapi masalah dan kesulitan. Berbeda dengan mahasiswayang memiliki pengendalian yang rendah, dia akan melihatsegala itu sulit dilakukan, di luar jangkauannya dan tidak adahal yang dapat ia lakukan.

2. Origin-Ownership (asal-usul dan pengakuan)Adapun dimensi kedua adalah Origin-Ownership atau

disingkat O2. Dimensi merupakan dimensi Adversity Quotientyang mempertayakan: siapa atau apa yang menjadi asal-usul/penyebab kesulitan? dan sejauh mana seseorang mengakui akibat-akibat kesulitan tersebut?. Jadi bisa dikatakan bahwa dimensi

59

ini ingin menemukan sejauh mana seseorang berani me-nanggung akibat dari suatu situasi tanpa mempermasalahkanpenyebabnya secara berlebihan. Dimensi Origin atau asal-usuladalah dimensi yang sangat berkaitan dengan perasaanbersalah. Belajar dari kesalahannya dan mengakui akibat-akibatnya dan ia bertanggungjawab atas kesalahan tersebut.Seseorang yang memiliki O2 yang tinggi akan terus belajardari kesalahan dan mau memperbaikinya. Dia tidak akanmenyalahkan dirinya sendiri di atas kewajaran.

Walaupun kadang rasa bersalah diperlukan untuk pem-belajaran dan perbaikan tapi itu masih bersifat rasa bersalahkonstruktif bukan bersifat destruktif yang berfungsi untukevaluasi diri. Namun, dia tidak menyalahkan dirinya sebagaisatu-satunya faktor penyebab, tetapi ada faktor-faktor lain.Berbeda dengan seseorang yang memiliki O2 rendah, dia akanmerasa bersalah yang berlebihan dan di atas kewajaran.Sehingga dia menganggap bahwa dirinyalah satu-satunyapenyebab kesalahan tersebut dan ini akan berakibat seseorangitu loyo, berkecil hati, murung, bersedih atau bahkan berhentiatau menjadi tipe manusia campers.

Sedangkan dimensi Ownership atau pengakuan lebihmenitikberatkan kepada “tanggung jawab” yang harusdipikul sebagai akibat dari kesulitan. O2 yang rendah adalahdia mempersalahkan dirinya dengan berlebihan tetapi tidakbertangungjawab atas kesalahannya tersebut. Sehingga tidakada satupun yang mendapatkan keuntungan dalam masalahini. Namun berbeda dengan O2 yang tinggi dia akan sepe-nuhnya bertanggungjawab atas apa yang seharusnya diapertanggungjawabkan.

3. Reach (jangkauan)Adapun dimensi selanjutnya adalah Reach atau jangkauan

yaitu dimensi yang mempertanyakan: sejauh mana kesulitanakan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang?Dengan kata lain bahwa dimensi ini ingin mengetahui sejauhmana seseorang membiarkan kesulitan menjangkau bidanglain dalam pekerjaan dan kehidupannya.

Adversity Qoutient Mahasiswa Aktivis

60

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Artinya dalam konteks ini, mahasiswa yang memilikiAdversity Quotient yang tinggi akan mampu membatasimasalah atau kesulitan yang dia alami tanpa membiarkanmerembet atau menyebar pada aspek-aspek yang sebenarnyatidak sama sekali berhubungan dengan masalah yang diaalami. Misalkan masalah yang dia alami di organisasi tidakserta merta memengaruhi aktifitasnya di perkuliahan danhubungannya dengan teman-teman yang lain.

Dia memanggap bahwa segala masalah pasti ada jalankeluarnya dan bukan hal yang berarti menghancurkanhidupnya. Berbeda dengan mahasiswa yang memiliki Adver-sity Quotient yang rendah akan menganggap masalah dankesulitan adalah bencana yang besar yang mungkin akanmenyedot kebahagian dan ketenangan pikirannya.

4. Endurance (daya tahan)Sedangkan dimensi yang terakhir adalah dimensi Endur-

ance atau daya tahan. Dimensi ini adalah dimensi yangmempertayakan: berapa lama kesulitan akan berlangsung? danberapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung? Denganarti lain dimensi ini mengungkapkan seberapa lama seseorangmempersepsikan kesulitan ini akan berlangsung.

Mahasiswa yang berada dalam Adversity Quotient tinggimelihat masalah atau kesulitan merupakan sesuatu yangsederhana dan tidak bersifat permanen. Kesulitan-kesulitantersebut mampu dia atasi dan tidak menyerah sampai masalahdan kesulitan itu dia selesaikan. Berbeda dengan mahasiswayang memiliki Adversity Quotient yang rendah, dia mem-persepsikan kesulitian atau penyebabnya merupakan sesuatuyang bersifat permanen dan cendrung suka menunda-nundapenyelesaian masalah. Dia juga cendrung menyalahkan diridan sifat-sifatnya sebagai penyebab dari kesulitan tersebut.Sehingga dia menyalahkan diri secara berlebihan dandestruktif. 86

86 Paul G Stoltz, Adversity Quotient…….., h. 140-166

61

Secara sederhana kerangka teori dalam penelitian ini bisa dilihatpada gambar di bawah ini.

Adversity Quotient merupakan suatu kemampuan yang bisadikembangkan dan dipelajari, diantaranya melalui pelatihan danpendidikan. Adapun Kepemimpinan Transformasional dan BudayaOrganisasi Kemahasiswaan termasuk intsrumen pelatihan danpendidikan dalam mendapatkan Adversity Quotient yang baik.

Adversity Qoutient Mahasiswa Aktivis

62

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

63

BAB VPENELITIAN DI IAIN ANTASARI

BANJARMASIN

A. Latar Belakang MasalahIAIN Antasari Banjarmasin merupakan satu institusi yang

memiliki puluhan organisasi kemahasiswaan yang cukupbervarian. Namun, sesuai dengan pengamatan penulis dan be-berapa diskusi dengan beberapa aktivis, serta data dari beberapaorganisasi, tingkat interest mahasiswa terhadap organisasi-orga-nisasi kemahasiswaan tersebut setiap tahun semakin menipis.Ini juga dikuatkan dengan menipisnya keterlibatan masahasiswadalam segala bentuk kegiatan yang diadakan oleh organisasi-organisasi.

Sebagai contoh, menurut data laporan organisasi UKMSanggar Kereta di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam dite-mukan bahwa sejak tahun 2011 hingga 2014 mahasiswa yangmendaftar dan aktif dalam organisasi ini semakin menurunminatnya. Tahun 2011 mahasiswa yang mendaftar berjumlah 17orang dan tahun 2014 hanya mendaftar 10 orang.

Data lain adalah laporan keanggotaan UKM Sanggar BahanaAntasari ditemukan bahwa tahun 2011 ada sebanyak 41 orangyang mendaftar, 2012 ada sebanyak 25 orang dan 2013 adasebanyak 58 orang. Jika dilihat memang minat mahasiswa untukmendaftar dan tertarik menjadi anggota organisasi ini kadangmeningkat dan kadang mengalami penurunan. Namun, perludiketahui bahwa data pada tahun 2011 dari 41 mahasiswa yangmendaftar hanya 19 orang yang lulus menjadi anggota denganmenjalani berbagai macam proses dan hanya tersisa 8 orang yang

64

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

aktif. Tahun 2012 dari 25 yang mendaftar hanya 12 orang yanglulus dan tersisa 10 orang yang aktif. Terakhir pada tahun 2013dari 58 mahasiswa yang mendaftar, pada saat proses penelitianini, tercatat hanya tersisa 26 orang mahasiswa yang masih aktif.

Sedangkan menurut laporan data keanggotaan dari organi-sasi UKMK Mapala Meratus ditemukan pada tahun 2011 ada 28orang yang mendaftar menjadi anggota muda Mapala Meratusdan hanya 20 orang yang meneruskan menjadi anggota penuh.Pada tahun 2012 ada 12 mahasiswa yang mendaftar anggotamuda dan tersisa 9 mahasiswa yang selesai menjadi anggotapenuh. Terakhir pada tahun 2013 hanya ada 10 orang mahasiswayang mendaftar menjadi anggota muda Mapala Meratus.

Tentu kondisi ini menjadi sebuah keprihatinan kita bersama,sebab bagaimanapun organisasi merupakan wadah yang bisamengembangkan potensi yang mereka miliki dan juga memberi-kan pendidikan dan pelatihan kemampuan serta keterampilanyang tidak didapatkan mereka di bangku kuliah. Sederhananya,penulis berpendapat bahwa kita harus menempatkan organisasipada posisi second university atau universitas kedua yangberfungi untuk mendukung perkembangan mahasiswa, di luarpendidikan formal mereka.

Keterlibatan mereka di organisasi, baik sebagai anggota ataupemimpin organisasi, sudah barang tentu memungkinkanmereka sering bersentuhan dengan model-model kepemimpinandan budaya-budaya organisasi yang mereka ciptakan di ling-kungan mereka. Sehingga ini menarik untuk diteliti lebih lanjutyaitu dengan cara melihat apakah keaktifitan mereka dalamorganisasi (kepemimpinan dan budaya organisasi) itu berpe-ngaruh dalam memperkokoh tingkat adversity quotient danberkontribusi terhadap kemampuan mereka dalam menghadapikesulitan dan masalah atau Adversity Quotient.

Adapun teori yang peneliti gunakan dalam penelitian iniadalah teori kepemimpinan transformasional atau transforma-tional leadership yang diadopsi dari teori Bernard M. Bass, teoribudaya organisasi kemahasiswaan yang diadopsi dari teoriDenison dan teori Adversity Quotient yang diadopsi dari Paul G.Stoltz.

65

Namun, jika dalam teori dan penelitian Stoltz, AdversityQuotient menempati posisi bebas/independen atau variabel yangmemengaruhi. Maka dalam penelitian ini Adversity Quotientpeneliti tempatkan pada posisi terikat/dependen atau variabelyang dipengaruhi. Hal ini diduga bahwa Adversity Quotientdipengaruhi oleh faktor lain. Sebagaimana berdasarkan yangdisampaikan oleh Stoltz bahwa Adversity Quotient merupakansebuah kemampuan yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan.

Oleh sebab itu, dengan berbagai masalah di atas maka penu-lis memandang penting untuk melakukan penelitian ini. Karenaselain penelitian ini mampu untuk membuka urgensi organisasimahasiswa juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh mo-del kepemimpinan dan budaya organisasi tersebut berpengaruhterhadap tingkat Adversity Quotient mahasiswa aktivis.

B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.1. Mahasiswa mengalami pergeseran ketertarikan terhadap

organisasi-organisasi kemahasiswaan sehingga banyakmengalami dehidrasi pengalaman dan pengembangan diri.

2. Ilmu kepemimpinan dan organisasi seharusnya merupakansuatu skill atau kemampuan yang menempati posisi pentingyang sudah seharusnya dimiliki oleh mahasiswa.

3. Dengan berdasarkan kualifikasi usia dewasa, mahasiswaidealnya benar-benar memiliki tingkat kematangan secaramental yang mampu berpikir secara logis dan sistematis sertadaya tahan yang kuat dalam menghadapi masalah.

4. Model kepemimpinan dan budaya organisasi ini perlu dikaji,apakah memiliki pengaruh dalam pembentukan kemampuanAdversity Quotient mahasiswa aktivis.

C. Rumusan MasalahPenelitian ini mengambil judul “Pengaruh Model Kepemim-

pinan Transformasional dan Budaya Organisasi Kemahasiswaan

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

66

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Terhadap Adversity Quotient Mahasiswa Aktivis di IAINAntasari Banjarmasin”

Mengacu pada latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, makauntuk mempermudah kajian penelitian ini penulis membatasimasalah dan menyusun rumusan masalah. Adapun RumusanMasalah adalah sebagai berikut:1. Apakah model Kepemimpinan Transformasional berpengaruh

terhadap tingkat Adversity Quotient mahasiswa aktivis?2. Apakah Budaya Organisasi Kemahasiswaan berpengaruh

terhadap tingkat Adversity Quotient mahasiswa aktivis?3. Apakah model Kepemimpinan Transformasional dan Budaya

Organisasi Kemahasiswaan berpengaruh terhadap tingkat Ad-versity Quotient mahasiswa aktivis?

D. Tujuan PenelitianAdapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh model Kepemimpinan Trans-formasional terhadap Adversity Quotient mahasiswa aktivis diIAIN Antasari Banjarmasin.

2. Untuk mengetahui pengaruh Budaya Organisasi Kemahasis-waan terhadap Adversity Quotient mahasiswa aktivis di IAINAntasari Banjarmasin.

3. Untuk megetahui pengaruh model Kepemimpinan Transforma-sional dan Budaya Organisasi Kemahasiswaan terhadap Adver-sity Quotient mahasiswa aktivis di IAIN Antasari Banjarmasin.

E. Kegunaan PenelitianAdapun kegunaan penelitian ini:

1. Manfaat TeoritisPenulis berharap penelitian ini dapat memberikan kon-

tribusi positif untuk perkembangan dan pengembangan ilmupengetahuan dan kajian-kajian, khususnya dalam bidangkeilmuan psikologi pendidikan Islam, kepemimpinan danorganisasi serta mampu menjadi value added bagi penelitianselanjutnya.

67

2. Manfaat PraktisPenulis berharap besar hasil penelitian ini bisa menjadi

masukan dan sekaligus kritik konstruktif kepada semuakalangan mahasiswa, praktisi pendidik (dosen) dan pemerin-tah sebagai disentris maker dalam konteks dan lingkup Pergu-ruan Tinggi se-Indonesia. Terutama organisasi-organisasimahasiswa atau kepemudaan di Banjarmasin untuk memper-hatikan urgensi budaya organisasi dan kepemimpinan sertakeberadaan aktivis di sebuah perguruan tinggi.

F. Tinjauan PustakaBerdasarkan penelusuran terhadap kajian-kajian terdahulu,

penulis menemukan beberapa kajian baik berupa buku maupunkarya ilmiah yang memberikan inspirasi penulis untukmelakukan penelitan ini. Buku-buku tersebut diantaranya adalahbuku Transformasional Leadership karya Bernard M. Bass danRonald E. Riggio dan buku Kepemimpinan dan Perilaku Organi-sasi karya Veithzal Rivai, buku Budaya Organisasi karya AchmadSobirin, dan Adversity Quotient karya Stoltz Paul dan buku-bukulainnya.

Peneliti belum menemukan pembahasan atau kajian tentangpengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya OrganisasiKemahasiswaan terhadap Adversity Quotient mahasiswa aktivis.Namun, dalam hal ini ada beberapa penelitian yang berhubu-ngan dengan topik yang penulis teliti diantaranya adalah:

Rahmat Aziz, M.Si, Jurnal El-Qudwah 04 Tahun 2007 denganjudul “Pengaruh Kepribadian Ulul Albab Terhadap KemampuanMenghadapi Tantangan” di Fakultas Psikologi UIN Malang. Dalampenelitian ini menemukan beberapa kesimpulan, yaitu: (1)Tingkat kepribadian ulul albab dan kemampuan menghadapitantangan pada mahasiswa pada kategori sedang. (2) Pada Jeniskelamin laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan da-lam keperibadian ulul albab maupun kemampuan menghadapitatangan. (3) Ditinjau dari status aktivitas mahasiswa, tidak adaperbedaan antara aktivis dan non-aktivis dalam kemampuanmenghadapi tantangan. Sedangkan dalam kepribadian ulul

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

68

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

albab, mahasiswa aktivis lebih tinggi dibanding mahasiswa non-aktivis.

Ratna Tri Puspitasari, dalam jurnal online psikologi volume01 nomor 02 tahun 2013 dengan judul “Adversity Quotient DenganKecemasan Mengerjakan Skripsi Pada Mahasiswa”. Penelitian inimenemukan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikanantara Adversity Quotient dengan kecemasan mengerjakanskripsi. Artinya semakin tinggi tingkat adversity seseorang makasemakin rendah kecemasan seseorang dalam mengerjakanskripsi.

Adapun hubungan kedua jurnal diatas adalah untuk menja-di acuan pertama peneliti dalam melihat tingkat Adversity Quo-tient mahasiswa, khususnya mahasiswa aktivis, dalam mengha-dapi berbagai macam masalah yang mereka alami dalamkehidupan mereka sehari-hari.

Penelitian lain adalah Nahiyah Jaidi Faraz, penelitian diser-tasi ini dimuat dalam jurnal Siasat Bisnis volume 15 no.1 Januari2011 dengan judul Assesment of High School Principal’s Transfor-masional Leadership. Penelitian ini menemukan kesimpulan, yaitu.Pertama, konstruk kepemimpinan transformasional kepalasekolah yang dihipotesiskan cocok (fit) dengan data empiris,yang didukung semua indikator, dan koefisien determinan yangsignifikan. Kedua, model asesmen kepemimpinan transforma-sional kepala sekolah oleh guru cocok (fit) dengan model yangdihipotesiskan, didukung muatan faktor, dengan semuaindikator dan koefisien determinan yang signifikan.

Dengan penjabaran penelitian sebagai berikut: (1) Profilkepemimpinan transformasional kepala sekolah berdasarkanasesmen guru yang masuk kategori tinggi 81.9% dan padakategori sedang 18.1%. (2) Profil faktor-faktor kepemimpinantransformasional kepala sekolah berdasarkan asesmen gurufaktor motivasi inspiratif yang tertinggi baik pada kategori tinggimaupun kategori sedang. (3) Terdapat hubungan yang signifi-kan antara asesmen guru terhadap kepemimpinan transforma-sional kepala sekolah dengan hasil UN baik pada SMA negerimaupun SMA swasta.(4) Tidak terdapat hubungan yang

69

signifikan antara asesmen guru terhadap kepemimpinan trans-formasional kepala sekolah dengan akreditasi SMA negerimaupun swasta.

Penelitian Nendard Giri Putro dengan judul penelitian “Per-bedaan Adversity Quotient Antara Mahasiswa Yang Aktif OrganisasiDengan Yang Tidak Di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas NegeriYogyakarta”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Adversity Quo-tient mahasiswa yang aktif organisasi lebih baik dari mahasiswayang tidak aktif organisasi.

Berdasarkan uraian hasil penelitian-penelitian di atas makadapat disimpulkan bahwa penelitian ini meski memiliki bebera-pa aspek persamaan namun juga memiliki perbedaan denganpenelitian-penelitian sebelumnya, seperti dalam hal judul, vari-able penelitian, tempat dan waktu.

G. Pendekatan dan Jenis PenelitianPendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu

penelitian yang ditinjau dari sudut pandang penelitian yangmenekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuranvariabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukananalisa data dengan prosedur statistik. Penelitian denganpendekatan kuantitatif menekankan analisanya pada data-datanumerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Padadasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitianinferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandar-kan kesimpulan hasilnya pada suatu probalitas kesalahan pe-nolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan di-peroleh signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Padaumumnya penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampelbesar.87

Jenis penelitian ini termasuk pada penelitian asosiatif kausalkarena bertujuan untuk melihat pengaruh model KepemimpinanTransformasional dan Budaya Organisasi Kemahasiswaan terhadapAdversity Quotient. Penelitian asosiatif bertujuan menyelidiki

87 Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi Ed.2 (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2013), hal. 5

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

70

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

sejauh mana variasi pada satu variabel mempengaruhi variasipada satu atau lebih variabel lain.88 Jadi didalam penelitian initerdiri dari dua variabel independen (variabel yang mem-pengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi).

1. Identifikasi Variabel PenelitianSebelum data penelitian dikumpulkan maka penulis

menganggap perlu untuk merincikan variabel-variabel yangakan digunakan dalam penelitian ini. Ini bermanfaat untukmenentukan rancangan yang akan dipakai. Variabel-varibeltersebut adalah:a. Variabel Bebas (Independent) :

X1 : Kepemimpinan TransformasionalX2 : Budaya Organisasi Kemahasiswaan

b. Variabel Terikat (Dependen):Y : Adversity Quotient

2. Definisi Operasionala) Aktivis Mahasiswa

Aktivis mahasiswa adalah mahasiswa yang berperan aktifdalam dalam sebuah organisasi atau gerakan untuk mencapaitujuan-tujuan organisasi. Terkait dengan subjek dalampenelitian ini. Peneliti fokus pada ketua-ketua organisasi yang

88 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 59

71

memimpin sebuah organisasi. Tanpa bermaksud mengatakanbahwa hanya ketua saja yang bisa disebut aktivis. Namun,karena dalam penelitian ini peneliti bermaksud ingin melihatbeberapa indikator kualitas pemimpin dalam memimpin danmenciptakan sebuah budaya di dalam sebuah organisasi.Maka, peneliti mengurucutkan skala aktivis pada ketuanyasaja, tanpa bermaksud untuk mengeyampingkan identitasaktivis pada mahasiswa yang bukan pemimpin.

b) Kepemimpinan TransformasionalKepemimpinan Transformasional merupakan sebuah

model kepemimpinan yang mampu mendatangkan pe-rubahan didalam diri setiap individu yang terlibat dalamorganisasi dan memberi inspirasi dengan visi yang jelas danenergi yang baik untuk mencapai tujuan yang besar dankinerja yang semakin tinggi. Variabel Kepemimpinan Transfor-masional berdasarkan teori Bernard M. Bass memiliki empatdimensi, yaitu:1) Idealized Influence2) Inspiration Motivation3) Intellectual Stimulation4) Individual Consideration

c) Budaya Organisasi KemahasiswaanBudaya organisasi kemahasiswaan adalah merupakan

asumsi dasar atau nilai-nilai yang dikaji, dimaknai dandipraktikkan oleh semua anggota organisasi kemahasiswaansebagai pedoman dalam pola perilaku berorganisasi. Budayaorganisasi ini bisa juga disebut sebagai identitas sebuah orga-nisasi sebagai karakteristik yang identik dengan nilai-nilaiyang tidak saja hanya dipahami oleh semua elemen organisasinamun juga terlihat dari tingkah laku mereka dalam ber-organisasi. Adapun Variabel Budaya Organisasi Kemahasiswaanyang diadopsi dari teori Denison mengunakan skala BudayaOrganisasi Kemahasiswaan dengan empat dimensi dasar,yaitu:

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

72

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

1. Involvement,2. Consistency3. Adaptability4. Mission.

d) Adversity QuotientAdversity Quotient adalah suatu kemampuan seseorang

dalam memahami, menghadapi dan menyelesaikan segalapermasalahan dalam hidupnya untuk meraih kesuksesandengan segala potensi yang dimilikinya, cara berfikir danbersikap terhadap kesulitan-kesulitan tersebut. Variabel Ad-versity Quotient mengunakan skala Advesity Quotient denganempat dimensi dasar, yaitu:1) Control2) Origin-Ownership3) Reach4) Endurance

H. Populasi dan Metode Pengambilan Subjek PenelitianBerdasarkan paparan diatas maka populasi dalam penelitian

ini ditetapkan suatu kriteria dan karakteristik tertentu yangsesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Karena padapenelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh kemampuanmodel kepemimpinan transformasional dan budaya organisasikemahasiswaan dalam memengaruhi tingkat adversity quotientmahasiswa aktivis dalam menghadapi masalah. Maka karakte-ristik dari populasi yang dimaksud adalah seluruh mahasiswaaktivis yang memiliki karakteristik memimpin, sehingga dalamkonteks ini bisa dipahami bahwa mahasiswa aktivis yang menja-di subjek penelitian adalah mahasiswa yang memimpin ataumenjadi ketua di organisasi-organisasi kampus yang berada diIAIN Antasari Banjarmasin. Sebagaimana yang sudah penelitijelaskan pada teori dan definisi operasional bahwa populasipenelitian ini adalah semua mahasiswa aktivis yang menjadiketua pada seluruh organisasi internal yang ada di IAIN AntasariBanjarmasin dengan jumlah sebanyak 56 subjek. Karena populasi

73

tidak terlalu besar, maka subjek penelitian ini mengambilpopulasi secara keseluruhan.

I. Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data adalah cara yang digunakan

oleh peneliti untuk memperoleh data yang ingin diteliti. Didalampenelitian data mempunyai kedudukan atau posisi yang palingtinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yangditeliti, dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Olehkarena itu menurut Suharsimi Arikunto benar tidaknya sebuahdata itu akan sangat menentukan bermutu tidaknya hasil pene-litian. Sedangkan benar tidaknya data, tergantung baik tidaknyainstrumen pengumpulan datanya.89

Adapun pengumpulan data pada penilitian ini mengunakaninstrumen penelitian skala. Skala yaitu alat ukur dalam pene-litian yang berisi sejumlah pernyataan guna memancing jawabanyang tidak secara langsung mengungkapkan atribut yanghendak diukur, melainkan dirancang untuk mengungkapkansebanyak mungkin indikator perilaku subjek.90

Metode Adapun instrumen penelitian ini akan mengunakantiga skala yaitu1. Skala kepemimpinan transformasional. Instrumen skala

Kepemimpinan Trasnformasional ini dibuat sendiri oleh pene-liti mengacu dan berdasarkan teori Bernard M. Bass.

2. Skala budaya organisasi kemahasiswaan. Adapun instrumen skalaBudaya Organisasi Kemahasiswaan ini juga dibuat sendirioleh peneliti mengacu dan berdasarkan teori Denison.

3. Skala adversity quotient. Sedangkan instrumen skala AdversityQuotient ini diadopsi dan dimodifikasi oleh peneliti mengacupada teori dan juga instrument penelitian Adversity ResponeProfile (ARP) Quick Take yang disusun oleh Stoltz Paul.

89 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2010), hal. 211

90 Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi…..., hal. 7-9

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

74

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Untuk semua variabel model Kepemimpinan Transformasional,Budaya Organisasi Kemahasiswaan maupun Adversity Quotientmengunakan bentuk skala model Linkert yang terdiri dari aitempernyataan. Aitem-aitem yang terdapat dalam skala ini di bagimenjadi dua macam yaitu favourable dan unfavourable.

Adapun aitem-aitemnya adalah sebagai berikut:1. Skala model Kepemimpinan Transformasional terdiri dari 20

aitem, yaitu 10 favourable dan 10 unfavourable.2. Skala Budaya Organisasi Kemahasiswaan terdiri dari 20 Aitem,

yaitu 10 favourable dan 10 unfavourable.3. Skala Adversity Quotient terdiri dri 20 aitem, yaitu 10 favourable

dan 10 unfavourable.

Penilaian untuk aitem favourable dan unfavourable Kepemim-pinan Transformasional adalah:

Tabel 1.Skor Penilaian Skala Kepemimpinan Transformasional

Penilaian untuk aitem favourable dan unfavourable BudayaOrganisasi Kemahasiswaan dan Adversity Quotient adalah:

Tabel 2.Skor Penilaian Skala Budaya Organisasi dan Adversity

Quotient

75

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

76

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

77

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

78

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Tabel 4.Distribusi Sebaran Aitem Model Kepemimpinan

Transformasional

Tabel 5.Distribuikap Sebaran Aitem Model Budaya Organisasi

Kemahasiswaan

Tabel 6. Distribusi Sebaran Aitem Adversity Quotient

1) Penyusunan Skala Kepemimpinan TransformasionalPenyusunan skala kepemimpinan transformasional ini di

susun berdasarkan teori Bass dengan dimensi-dimensi: Ideal-ized Influence, Intellectual Stimulation, Individual Considerationdan Inspirational Motivation. Skala ini terdiri dari 20 aitem,yaitu 10 favourable dan 10 unfavourable. Adapun blue printskala Kepemimpinan Transformasional disajikan dalam table 9.

79

Tabel 7.Distribusi Sebaran Aitem Model

Model Kepemimpinan (Untuk Uji Coba)

2) Penyusunan Skala Budaya Organisasi KemahasiswaanPenyusunan skala Budaya Organisasi Kemahasiswaan ini

di susun berdasarkan teori Denison dengan dimensi-dimensi:Involvement, Consistency, Adaptability, Mission. Skala ini terdiridari 20 aitem, yaitu 10 favourable dan 10 unfavourable. Adapunblue print skala Budaya Organisasi Kemahasiswaan disajikandalam table 10.

Tabel 8.Distribusi Sebaran AitemBudaya Organisasi Kemahasiswaan (Untuk Uji Coba)

3) Penyusunan Skala Adversity QuotientPenyusunan skala Adversity Quotient ini di susun ber-

dasarkan teori Paul Stotlz dengan dimensi-dimensi: Control,Origin And Ownership, Reach, dan Endurance. Skala ini terdiridari 20 aitem, yaitu 10 favourable dan 10 unfavourable. Adapunblue print skala Adversity Quotient disajikan dalam table 11.

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

80

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Tabel 9. Distribusi Sebaran AitemAdversity Quotient (Untuk Uji Coba)

a. Pelaksanaan Uji CobaSetelah ketiga skala tersusun dengan memperhatikan kese-

suaian aitem-aitem dengan indikator-indikator, kesesuaian segibahasa maupun susunannya dan juga setelah ditentukan skornyaoleh peneliti. Selanjutnya sebelum dilakukan uji coba, penelitijuga meminta masukan dari pembimbing tesis dan juga masukandari praktisi atau beberapa orang yang memiliki karakteristikyang sama dengan subjek penelitian. Setelah beberapa tahapanperbaikan, selanjutnya penulis melakukan uji coba skala yangbertujuan untuk mengetahui apakah skala yang disusun sudahbenar-benar baik dan juga mengetahui validitas angket tersebut.

Uji coba skala dilakukan pada 32 aktivis mahasiswa di InstitutAgama Islam Negeri Antasari Banjarmasin. Uji coba ini dilakukandengan tujuan untuk mengetahui validitas angket sebagai alat ukurdalam penelitian ini.

b. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas1) Validitas dan Reliabilitas skala Kepemimpinan Transfor-

masionalPengujian validitas skala Kepemimpinan Transformasio-

nal ini dilakukan dengan mengunakan bantuan program SPSS16 for Windows. Dari uji validitas tersebut, ditemukan bahwaada 3 aitem yang gugur dari 20 aitem yang diujicobakan. Jadihanya ditemukan 17 aitem yang dinyatakan valid. Adapunrincian aitem yang sahih dan gugur dapat dilipat pada tabel12 berikut.

81

Tabel 10. Aitem Kepemimpinan Transformasional yangSahih dan Gugur

Adapun pengujian reliabilitas untuk skala KepemimpinanTransformasional dari nilai cronbachalpha, dengan asumsi bahwanilai cronbachalpha > 0,6 atas 17 aitem pernyataan. Sehinggaberdasarkan hasil analisis cronbachalpha diketahui bahwa nilair11 untuk skala Kepemimpinan Transformasional sebesar 0,787> 0,6. Maka hasil ini menunjukan bahwa 17 aitem pernyataanskala Kepemimpinan Transformasional dinyatakan reliabel dandapat dipergunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.

2) Validitas dan Reliabilitas skala Budaya Organisasi Kema-hasiswaan

Pengujian validitas skala Budaya Organisasi Kemahasiswaanini dilakukan dengan mengunakan bantuan program SPSS16 for Windows. Dari uji validitas tersebut, ditemukan bahwaada 5 aitem yang gugur dari 20 aitem yang diujicobakan. Jadihanya ditemukan 15 aitem yang dinyatakan valid. Adapunrincian aitem yang sahih dan gugur dapat dilipat pada tabel13 berikut.

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

82

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Tabel 11. Aitem Budaya Organisasi Kemahasiswaan yangSahih dan Gugur

Adapun pengujian reliabilitas untuk skala Budaya Organi-sasi Kemahasiswaan dari nilai cronbachalpha, dengan asumsibahwa nilai cronbachalpha > 0,6 atas 15 aitem pernyataan.Sehingga berdasarkan hasil analisis cronbachalpha diketahuibahwa nilai r11 untuk skala Budaya Organisasi Kemahasiswaansebesar 0,785 > 0,6. Maka hasil ini menunjukan bahwa 15 aitempernyataan skala Budaya Organisasi Kemahasiswaan dinyatakanreliabel dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpul datapenelitian.

3) Validitas dan Reliabilitas skala Adversity QuotientPengujian validitas skala Adversity Quotient ini dilakukan

dengan mengunakan bantuan program SPSS 16 for Windows.Dari uji validitas tersebut, ditemukan bahwa ada 4 aitem yanggugur dari 20 aitem yang diujicobakan. Jadi hanya ditemukan16 aitem yang dinyatakan valid. Adapun rincian aitem yangsahih dan gugur dapat dilipat pada tabel 14 berikut.

83

Tabel 12.Aitem Adversity Quotient yang Sahih dan Gugur

Adapun pengujian reliabilitas untuk skala Adversity Quo-tient dari nilai cronbachalpha, dengan asumsi bahwa nilai cron-bachalpha > 0,6 atas 16 aitem pernyataan. Sehingga berdasarkanhasil analisis cronbachalpha diketahui bahwa nilai r11 untukskala Adversity Quotient sebesar 0,800 > 0,6. Maka hasil inimenunjukan bahwa 16 aitem pernyataan skala Adversity Quo-tient dinyatakan reliabel dan dapat dipergunakan sebagai alatpengumpul data penelitian.

Adapun aitem-aitem yang dipergunakan untuk peneli-tian adalah sebagai berikut.

Tabel 13.Aitem Model Kepemimpinan Transformasional

(Untuk Penelitian)

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

84

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Tabel 14. AitemBudaya Organisasi Kemahasiswaan (Untuk Penelitian)

Tabel 15. Aitem Adversity Quotient(Untuk Penelitian)

Baik tidaknya sebuah penelitian sangat ditentukan olehkualitas instrumen penelitiannya. Dengan demikian untukmengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yangakurat dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu proses pe-ngujian validitas dan reliabilitas. Sebenarnya memang sejakawal penyusunan skala, relevansi aitem dengan indikatorkeperilaku dan dengan tujuan ukur sebenarnya sudah dapatdievaluasi lewat nalar dan akal sehat (common sense) yangmampu menilai apakah isi skala memang mendukung kons-trak teoritik yang diukur, dan karenanya dinyatakan layakuntuk digunakan mengungkap atribut sebagaimana yangdikehendaki oleh perancang. Namun pembuktian secaraempirik mengenai validitas konstrak skala masih harusdilakukan.91

91 Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi…..., hal. 131-132

85

Jadi, secara logika aitem yang ditulis dengan cara yangbenar dan sesuai dengan indikator keperilakuan yang telahdirumuskan dengan benar pula adalah aitem yang valid. Se-dangkan secara empirik, validitas aitem ditunjukan olehkoefisien validitas aitem yang dihitung berdasar data skor.92

Maka, dalam menguji validitas pada penelitian inimengunakan teknik analisa pearson correlation product moment.Adapun formula untuk menguji validitas adalah:

Dalam penelitian ini untuk menguji validitas penelitimengunakan bantuan program SPSS versi 16 for windows.Kriteria keputusan keshahihan dinyatakan apabila p value<0,05 maka butir-butir didalam skala dinyatakan valid. Na-mun, jika p value > 0,05 maka butir-butir didalam skala dinya-takan tidak valid.

92 Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi…..., hal. 93

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

86

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

J. Metode Analisis DataMetode analisis data adalah suatu metode untuk mengolah

data, menganalisis data dan menguji kebenarannya, kemudiandapat disimpulkan dari penelitian tersebut. Dalam penelitianini peneliti ingin mengetahui pengaruh model KepemimpinanTransformasional dan Budaya Organisasi Kemahasiswaan terhadapAdversity Quotient mahasiswa aktivis di IAIN Antasari Ban-jarmasin. Maka, tekhnik analisis data dalam penelitian ini akanmengunakan analisis regresi sederhana dan regresi berganda.

Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahuipengaruh Model Kepemimpinan Transformasional terhadap Adver-sity Quotient serta untuk mengetahui pengaruh Budaya OrganisasiKemahasiswaan terhadap Adversity Quotient.

Adapun rumus regresi sederhana adalah:

Sedangkan regresi berganda digunakan untuk mengetahuipengaruh Model Kepemimpinan Transformasional dan BudayaOrganisasi Kemahasiswaan terhadap Adversity Quotient.Sedangkan rumus regresi berganda adalah:

87

Dalam analisis data pada penelitian ini dibantu dengan olehprogram SPSS versi 16 for windows, yakni untuk melakukanproses uji hipotesis untuk menjawab pertanyaan utama pene-litian ini.

Penelitian di IAIN Antasari Banjarmasin

88

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

89

BAB VIHASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan PenelitianPelaksanaan dalam penelitian ini pertama kali adalah

pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014dengan jumlah subjek 56 orang. Adapun tata cara pengisiannya,peneliti sebelumnya mempersilahkan subjek untuk membawa-nya ke rumah atau kost mereka masing-masing.

Setelah semua skala instrumen terkumpul, maka langkahselanjutnya adalah memberikan penilaian untuk keperluaananalisis data. Adapun nilai skala Kepemimpinan Transformasional,Budaya Organisasi Kemahasiswaan dan Adversity Quotient terdiridari 1 sampai 4 dengan memperhatikan aitem favorable dan un-favorable. Nilai tertinggi dari tiap-tiap aitem adalah 4 dan nilaiterendah adalah 1, kemudian nilai yang diperoleh dari subjekdijumlahkan untuk masing-masing angket. Dari 56 subjek yangdiujikan ternyata ada 6 subjek yang gugur sehingga hanya ada50 angket yang diskoring. Ini dikarenakan 6 subjek penelitianmelakukan pengisian angket secara tidak lengkap.

90

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

B. Hasil Penelitian1. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya

Organisasi Kemahasiswaan terhadap tingkat AdversityQoutient Mahasiswa Aktivis IAIN Antasari Banjarmasin

a) Hasil Uji Prasyarat AnalisisSebelum melakukan analisis pengujian hipotesis, maka

terlebih dahulu melakukan uji prasyarat analisis yangmeliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji prasyarat analisisini dilakukan dengan mengunakan bantuan program SPSSversi 16.00 Windows.

1) Uji NormalitasUji normalitas merupakan uji prasyarat yang bertujuan

untuk menguji apakah model regresi, variable penggangguatau residual memiliki distribusi normal.

Dalam uji prasyarat ini peneliti mengunakan uji sta-tistik Kolmogorov-Smirnov. Adapun kriteria dalam pengu-jiannya adalah jika nilai Kolmogorov-Smirnov menghasilkanprobabilitas value ≥ 0,05 berarti sebaran data penelitian nor-mal dan jika probabilitas value < 0,05 berarti sebaran datapenelitian tidak normal.

Adapun analisis uji normalitas hasilnya dapat dilihatpada tabel berikut ini

91

Berdasarkan hasil analisis uji normalitas pada tabel diatas ditemukan bahwa dengan menggunakan uji statistiknon parametik Kolmogorov-Smirnov pada residual datapenelitian diperoleh nilai p value (0,988) e” 0,05. Hal inimenunjukan bahwa sebaran data penelitian normal.

2) Uji LinieritasUji linieritas merupakan uji prasyarat yang bertujuan

untuk mengetahui linier tidaknya data yang akan diana-lisis. Kriteria yang digunakan adalah jika nilai probabilitasvalue < 0,05, maka hubungan antara variable tersebutbersifat linier.

Adapun analisis uji linieritas hasilnya dapat dilihatpada tabel di bawah ini.

Hasil Penelitian

92

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Berdasarkan hasil analisis sebagaimana tabel di atas,maka diketahui bahwa hubungan antara KepemimpinanTransformasional dengan Adversity Quotient diperoleh nilaip value 0,001 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan hubunganantar variabel bersifat linier. Begitu juga dengan hubunganantara Bdaya Organisasi Kemahasiswaan dengan AdversityQuotient diperoleh nilai p value 0,000 < 0,05, sehingga dapatdisimpulkan hubungan antar variabel bersifat linier.

b) Uji HipotesisAdapun di bawah ini adalah uji hipotesis. Uji hipotesis

ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruhKepemimpinan Transformasional dan Budaya organisasi Kema-hasiswaan terhadap Adversity Quotient pada mahasiswa aktifisdi IAIN Antasari Banjarmasin baik secara partial ataupunsecara simultan. Oleh karena itu, maka dalam penelitian iniakan dilakukan analisis regresi sederhana untuk mengetahuihubungan yang bersifat parsial dan regresi berganda yangbersifat simultan. Di bawah ini kemudian akan peneliti jelas-kan sebagai berikut.a. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional pada tingkat Ad-

versity Qoutient Mahasiswa Aktivis IAIN Antasari Banjar-masin

Adapun hasil dari analisis ini bertujuan untuk menge-tahui pengaruh Kepemimpinan Transformasional pada tingkatAdversity Qoutient Mahasiswa Aktivis IAIN AntasariBanjarmasin. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berkut.

93

Melalui tabel pertama diperoleh nilai R Square ataukoefisien determinasi (KD) yang menunjukkan seberapabagus model regresi yang dibentuk oleh interaksi variabelbebas dan variabel terikat. Nilai KD yang diperoleh adalah19,9% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel bebas X1memiliki pengaruh kontribusi sebesar 19,9% terhadapvariabel Y dan 80,1% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktorlain di luar variabel X1.

Tabel selanjutnya adalah persamaan regresi di atasdapat dijelaskan bahwa konstanta sebesar 31,403; artinyajika Kepemimpinan Transformasional (X1) nilainya adalah 0,maka nilai Adversity Quotient (Y) nilainya adalah 31,403.Koefisien regresi variabel Kepemimpinan Transformasional(X1) sebesar 0,422; artinya jika variabel independen lainnilainya tetap dan Kepemimpinan Transformasionalmengalami kenaikan 1%, maka nilai Adversity Quotient (Y)akan mengalami peningkatan nilai sebesar 0,422. Koefisien

Hasil Penelitian

94

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antaraKepemimpinan Transformasional dengan Adversity Quotient,semakin tinggi nilai Kepemimpinan Transformasional makasemakin tinggi nilai Adversity Quotient.

Dalam tabel yang sama juga untuk menentukan tarafsignifikansi atau linieritas dari regresi. Kriterianya dapatditentukan berdasarkan uji F atau uji nilai Signifikansi(Sig.). Adapun dengan uji signifikansi dengan ketentuan,jika nilai Sig. < 0,05, berarti Ho ditolak sehingga modelregresi adalah linier atau berpengaruh. Namun jika nilaiSig. > 0,05, berarti Ho diterima sehingga model regresiadalah tidak linier atau tidak berpengaruh. Berdasarkantabel di atas dapat diketahui besarnya nilai Sig. 0,001 yangberarti < kriteria signifikan (0,05), maka dengan demikianmodel persamaan regresi berdasarkan data penelitianadalah signifikan. Jadi diketahui bahwa model regresimemenuhi kriteria linieritas dan dapat disimpulkan bahwaHo ditolak yang berarti ada pengaruh variabel nilai Kepe-mimpinan Transformasional terhadap Adversity Quotient. Se-hingga hipotesis pertama yang diajukan bahwa ada pe-ngaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap tingkat Ad-versity Quotient Mahasiswa Aktivis di IAIN AntasariBanjarmasin dapat diterima.

b. Pengaruh Budaya Organisasi Kemahasiswaan pada tingkatAdversity Qoutient Mahasiswa Aktivis IAIN AntasariBanjarmasin

Adapun hasil dari analisis ini bertujuan untuk menge-tahui pengaruh Budaya Organisasi Kemahasiswaan padatingkat Adversity Qoutient Mahasiswa Aktivis IAIN Anta-sari Banjarmasin. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabelberikut.

95

Melalui tabel ini diperoleh nilai R Square atau koefisiendeterminasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus modelregresi yang dibentuk oleh interaksi variabel bebas danvariabel terikat. Nilai KD yang diperoleh adalah 31,1% yangdapat ditafsirkan bahwa variabel bebas X2 memiliki penga-ruh kontribusi sebesar 31,1% terhadap variabel Y dan 68,9%lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabelX2.

Tabel selanjutnya adalah persamaan regresi di atasdapat dijelaskan bahwa konstanta sebesar 30,200; artinyajika Budaya Organisasi Kemahasiswaan (X2) nilainya adalah0, maka nilai Adversity Quotient (Y) nilainya adalah 30,200.Koefisien regresi variabel Budaya Organisasi Kemahasiswaan(X2) sebesar 0,502; artinya jika variabel independen lainnilainya tetap dan Budaya Organisasi Kemahasiswaanmengalami kenaikan 1%, maka nilai Adversity Quotient (Y)akan mengalami peningkatan nilai sebesar 0,502. Koefisienbernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara

Hasil Penelitian

96

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Budaya Organisasi Kemahasiswaan dengan Adversity Quo-tient, semakin tinggi nilai Budaya Organisasi Kemahasiswaanmaka semakin tinggi nilai Adversity Quotient.

Dalam tabel yang sama juga untuk menentukan tarafsignifikansi atau linieritas dari regresi. Kriterianya dapatditentukan berdasarkan uji F atau uji nilai Signifikansi(Sig.). Adapun dengan uji signifikansi.dengan ketentuan,jika nilai Sig. < 0,05, berarti Ho ditolak sehingga modelregresi adalah linier atau berpengaruh. Namun jika nilaiSig. > 0,05, berarti Ho diterima sehingga model regresiadalah tidak linier atau tidak berpengaruh. Berdasarkantabel di atas dapat diketahui besarnya nilai Sig. 0,000 yangberarti < kriteria signifikan (0,05), maka dengan demikianmodel persamaan regresi berdasarkan data penelitian ada-lah signifikan. Jadi diketahui bahwa model regresi meme-nuhi kriteria linieritas dan dapat disimpulkan bahwa Hoditolak yang berarti ada pengaruh variabel nilai BudayaOrganisasi Kemahasiswaan terhadap Adversity Quotient.Sehingga hipotesis kedua yang diajukan bahwa adapengaruh Budaya Organisasi Kemahasiswaan terhadaptingkat Adversity Quotient Mahasiswa Aktivis di IAINAntasari Banjarmasin dapat diterima.

c. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan BudayaOrganisasi Kemahasiswaan pada tingkat Adversity QoutientMahasiswa Aktivis IAIN Antasari Banjarmasin

Adapun hasil dari analisis ini bertujuan untuk menge-tahui Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan BudayaOrganisasi Kemahasiswaan pada tingkat Adversity QoutientMahasiswa Aktivis IAIN Antasari Banjarmasin. Lebihjelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

97

Melalui tabel ini diperoleh nilai R Square atau koefisiendeterminasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus modelregresi yang dibentuk oleh interaksi variabel bebas danvariabel terikat. Nilai KD yang diperoleh adalah 35,1% yangdapat ditafsirkan bahwa variabel bebas X1 dan X2 memilikipengaruh kontribusi sebesar 35,1% terhadap variabel Y dan64,9% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luarvariabel X1 dan X2.

Tabel selanjutnya adalah persamaan regresi di atasdapat dijelaskan bahwa konstanta sebesar 23,181; artinya jikaKepemimpinan Transformasional (X1) dan Budaya OrganisasiKemahasiswaan (X2) nilainya adalah 0, maka nilai AdversityQuotient (Y) nilainya adalah 23,181. Koefisien regresi variabel

Hasil Penelitian

98

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Kepemimpinan Transformasional (X1) sebesar 0,401; artinya jikavariabel independen lain nilainya tetap dan KepemimpinanTransformasional mengalami kenaikan 1%, maka nilai Adver-sity Quotient (Y) akan mengalami peningkatan nilai sebesar0,401. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubunganpositif antara Kepemimpinan Transformasional dengan Adver-sity Quotient, semakin tinggi nilai Kepemimpinan Transfor-masional maka semakin naik nilai Adversity Quotient. Koefisien regresi variabel Budaya Organisasi Kemahasiswaan(X2) sebesar 0.216; artinya jika variabel independen lainnilainya tetap dan Budaya Organisasi Kemahasiswaanmengalami kenaikan 1%, maka nilai Adversity Quotient (Y)akan mengalami peningkatan nilai sebesar 0.216. Koefisienbernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara BudayaOrganisasi Kemahasiswaan dengan Adversity Quotient,semakin tinggi nilai Budaya Organisasi Kemahasiswaan makasemakin tinggi nilai Adversity Quotient.

Masih dalam tabel coefficients yaitu hasil dari koefisienregresi secara simultan. Uji ini digunakan untuk menetu-kan taraf signifikansi atau linieritas dari regresi. Kriterianyadapat ditentukan berdasarkan uji F atau uji nilai Signifi-kansi (Sig.). Adapun dengan uji signifikansi denganketentuan, jika nilai Sig. < 0,05, berarti Ho ditolak sehinggamodel regresi adalah linier atau berpengaruh. Namun jikanilai Sig. > 0,05, berarti Ho diterima sehingga model regresiadalah tidak linier atau tidak berpengaruh. Berdasarkantabel di atas dapat diketahui besarnya nilai Sig. BudayaOrganisasi Kemahasiswaan adalah 0,002 yang berarti <kriteria signifikan (0,05), maka dengan demikian diketahuibahwa Ho ditolak. Ini berarti secara parsial ada pengaruhsignifikan antara nilai variabel Budaya Organisasi Kemaha-siswaan terhadap Adversity Quotient. Adapun, berdasarkantabel di atas dapat diketahui besarnya nilai Sig. Kepemim-pinan Transformasional adalah 0,096 yang berarti > kriteriasignifikan (0,05), maka dengan demikian diketahui bahwaHo diterima. Ini berarti secara parsial tidak ada pengaruhsignifikan antara nilai variabel Kepemimpinan Trans-

99

formasional terhadap Adversity Quotient. Sehingga dapatdisimpulkan bahwa secara simultan variabel KepemimpinanTransformasional dan Budaya Organisasi Kemahasiswaan tidakada pengaruh signifikan terhadap Adversity Quotient.

C. PembahasanKepemimpinan pada dasarnya secara umum merupakan

suatu kemampuan, kekuatan, kegiatan, dan proses seseoranguntuk memengaruhi, mengajak, mendorong dan menggerakkanorang lain untuk dapat mencapai dan merealisasikan tujuanbersama. Begitu juga halnya model kepemimpinan transforma-sional, dalam proses merealisasikan tujuan-tujuan tersebutseorang pemimpin dituntut mempunyai banyak kemampuandalam menghadapi berbagai macam halangan dan rintangan,khususnya bagaimana dia mampu memimpin dirinya sendiri,seperti mengatur emosi dan memiliki pribadi yang matang.

Dalam hal ini kepemimpinan transformasional merupakan satumetode kepemimpinan yang membekali seseorang berupakemampuan atau skill untuk menjadi penggerak perubahan,perbaikan dan mempunyai kapasitas yang kuat dalam mem-pertahankan eksistensi organisasi. Sehingga dengan begitu diamemiliki kendali terhadap emosinya sendiri dan daya tahanyang kuat, dikarenakan sudah terlatih dan sering bersentuhandengan segala bentuk masalah dan kesulitan. Selain itu modelKepemimpinan Transformasional merupakan sebuah model yangmemformulasikan seorang pemimpin lebih banyak meluangkanwaktunya dan mencurahkan perhatiannya dalam pemecahan-pemecahan masalah, sehingga ia lebih mampu serta memilikikeberanian untuk mengatasi segala bentuk tantangan dan kesu-litan dalam kehidupannya sehari-hari.

Adapun Budaya Organisasi Kemahasiswaan, mengacu denganapa yang dijelaskan oleh Richard Draft, yaitu merupakan sebuahbatas yang bisa teridentifikasi yang dia sebut sebagai identitasdiri sebuah organisasi. 93 Budaya organisasi berfungsi menjadi

93 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi Edisi Kedua (Yogyakarta: UPP STIM YKPN,2009), h. 6

Hasil Penelitian

100

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

sebuah pembeda dengan organisasi-organisasi lain. Meminjampenjelasan apa yang disampaikan oleh Veithzal Rivai bahwaBudya Organisasi Kemahasiswaan adalah apa yang dirasakan olehanggota organisasi kemahasiswaan dan bagaimana persepsi itumenciptakan suatu pola teladan kepercayaan, nilai-nilai danharapan. Budaya Organisasi Kemahasiswaan merupakan asumsidasar atau nilai yang dikaji, dimaknai dan dipraktikkan oleh se-mua anggota organisasi kemahasiswan sebagai sebuah pedomandalam pola perilaku berorganisasi.

Dengan begitu, tentu idealnya sebuah organisasi kemahasis-waan yang baik harus juga memiliki Budaya Organisasi Kema-hasiswaan yang baik pula. Begitu juga halnya dengan pemimpinyang baik tentu mampu menciptakan Budaya OrganisasiKemahasiswaan di dalam organisasi yang dia pimpin. Tidak adasebuah organisasi yang bergerak dinamis tanpa memiliki hala-ngan dan rintangan dalam perjalanannya. Sehingga pemimpinyang mampu menciptakan budaya yang baik dalam sebuahorganisasi, akan menemui dan mengalami begitu banyak tanta-ngan baik itu dari dalam dan luar organisasi. Pemimpin yangberada pada sebuah Budaya Organisasi Kemahasiswaan yang baik,tentu pula merupakan sosok peribadi yang kuat serta tangguhdalam menyelesaikan segala masalah yang ada di dalam or-ganisasi. Sebab sebuah Budaya Organisasi Kemahasiswaan yangbaik akan mengajarkan seorang pemimpin menjadi lebihbijaksana dan kooperatif dalam setiap mengambil keputusan,mampu mengiring anggotanya patuh pada konstitusi danideologi organisasi serta memiliki tingkat fleksibilitas terhadapperubahan iklim internal maupun eksternal.

Sedangkan Adversity Quotient sebagaimana yang dijelas-kan oleh Paul Stoltz adalah sebuah kecerdasan yang dimilikioleh seseorang dalam mengatasi masalah dan kesulitan sertasanggup bertahan dan memandangnya sebagai sebuah tanta-ngan yang harus dihadapi. Adversity Quotient mampumemberikan kita sebuah pemahaman kerangka berpikir dalammemahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan, jugamengukur kemamampuan seseorang dalam merespon kesulitanserta bagaimana memperbaiki respon tersebut.

101

Hasil analisis data terhadap variabel KepemimpinanTransformasional menunjukan bahwa diperoleh nilai Sig. 0,001 <0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang berartiKepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan terhadaptingkat Adversity Quotient Mahasiswa Aktivis di IAIN AntasariBanjarmasin. Dalam hal ini Kepemimpinan Transformasional hanyamemiliki pengaruh kontribusi sebanyak 19,9% dan 80,1% lainnyadipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel KepemimpinanTransformasional. Berdasarkan koefisien regresi KepemimpinanTransformasional memiliki hubungan positif dengan AdversityQuotient, sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi nilaiKepemimpinan Transformasional maka semakin tinggi pula nilaiAdversity Quotient.

Adapun hasil analisis data terhadap variabel BudayaOrganisasi Kemahasiswaan menunjukan bahwa diperoleh nilai Sig.0,000 < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yangberarti Budaya Organisasi Kemahasiswaan berpengaruh signifikanterhadap tingkat Adversity Quotient Mahasiswa Aktivis di IAINAntasari Banjarmasin. Budaya Organisasi Kemahasiswaan memilikipengaruh kontribusi sebanyak 31,1% dan 68,9% lainnyadipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel BudayaOrganisasi Kemahasiswaan. Berdasarkan koefisien regresi BudayaOrganisasi Kemahasiswaan memiliki hubungan positif denganAdversity Quotient, sehingga dapat disimpulkan semakin tingginilai Kepemimpinan Transformasional maka semakin tinggi pulanilai Adversity Quotient.

Sedangkan hasil analisis data terhadap variabel Kepemim-pinan Transformasional dan Budaya Organisasi Kemahasiswaandengan mengunakan regresi berganda diperoleh bahwa keduavariabel independen tersebut memiliki pengaruh kontribusisebanyak 35,1% dan 64,9% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel Kepemimpinan Transformasional danBudaya Organisasi Kemahasiswaan. Adapun berdasarkan nilaikoefisiensi regresi Variabel Kepemimpinan Transformasi danBudaya Organisasi Kemahasiswaan sama-sama memiliki hubunganpositif terhadap Adversity Quotient. Sehingga semakin tinggi nilaikedua variabel bebas, Kepemimpinan Transformasi dan Budaya

Hasil Penelitian

102

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Organisasi Kemahasiswaan, maka semakin tinggi pula nilai Ad-versity Quotient.

Namun meskipun begitu berdasarkan hasil statistik darikoefisien regresi secara simultan. Diketahui bahwa besarnya nilaiSig. Budaya Organisasi Kemahasiswaan adalah 0,002 yang berarti< kriteria signifikan (0,05), maka dengan demikian diketahuibahwa Ho ditolak. Ini berarti secara parsial ada pengaruh signifi-kan antara nilai variabel Budaya Organisasi Kemahasiswaanterhadap Adversity Quotient. Sedangkan nilai Sig. KepemimpinanTransformasional adalah 0,096 yang berarti > kriteria signifikan(0,05), maka dengan demikian diketahui bahwa Ho diterima.Ini berarti secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antaranilai variabel Kepemimpinan Transformasional terhadap AdversityQuotient. Maka dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan Transfor-masi dan Budaya Organisasi Kemahasiswaan jika diuji secarasimultan atau bersamaan tidak memiliki pengaruh yang signifi-kan terhadap Adversity Quotient.

Pada dasarnya hasil penelitian ini sesuai dan memperkuatterhadap apa yang dijelaskan oleh Paul Stoltz bahwa adabeberapa faktor yang diperlukan untuk memiliki Adversity Quo-tient yang tinggi. Diantaranya adalah daya saing, produktivitas,kreatifitas, motivasi, berani mengambil resiko dan lain-lain.Semua aspek yang disebutkan di atas adalah aspek-aspek atauindikator-indikator yang dimiliki atau ada di dalam variabelKepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi Kemahasis-waan. Aktivis yang memiliki Kepemimpinan Transformasional danBudaya Organisasi Kemahasiswaan yang tinggi maka mereka jugamemiliki daya saing yang tinggi, tidak mudah menyerah danselalu optimis terhadap segala sesuatu. Mereka juga cendrungproduktif dan kreatif dalam menjalani hari-hari, bukan maha-siswa yang hanya bisa bermalas-malasan. Hari-hari mereka diisidengan segala aktfitas yang membangun dan bermanfaat.Mereka juga memiliki motivasi yang kuat dan tidak takutmenghadapi segala resiko

Hasil ini juga semakin menguatkan pernyataannya bahwaAdversity Quotient merupakan sebuah kecerdasan yang dapatdilatih, diperkaya, diperkuat dan dikembangkan. Ini terlihat

103

pada hasil analisis di atas bahwa Kepemimpinan Transformasionalmemiliki pengaruh sebesar 19,9% dan Budaya OrganisasiKemahasiswaan memiliki pengaruh sebesar 31,1% terhadap nilaiAdversity Quotient. Ini juga semakin memperkuat hasil penelitianRahmat Aziz yang menyimpulkan bahwa aspek Ulul Albab yangjuga sebagai variabel independent memiliki pengaruh terhadapnilai Adversity Quotient.

Hasil di atas menunjukan bahwa Kepemimpinan Transforma-sional dan Budaya Organisasi yang ada dan terbentuk dikalanganmahasiswa aktivis pada semua organisasi kemahasiswaan diIAIN Antasari Banjarmasin akan sangat membantu merekadalam menghadapi masalah dan mampu menyelesaikannyasecara baik. Sehingga ini akan menjadi value added yang dimilikioleh mahasiswa, disamping teori-teori yang diajarkan dibangkukuliah, dalam menghadapi segala macam masalah yang menim-pa mereka, baik saat ketika masih mengenyam status mahasiswaatau pasca mereka menyelesaikan studinya di kampus.

Dengan hasil penelitian ini akan semakin memperkuatbahwa skill kepemimpinan dan keterlibatan mereka di dalamorganisasi akan sangat membantu mereka dalam menjalanihidup mereka ke depan. Sehingga ini diharapkan bisa menjadisebuah rekomendasi yang baik dan bisa diterima oleh semuakalangan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam segala bentukkegiatan organisasi dikampus maupun di luar kampus meru-pakan satu nilai tambah yang sangat bermanfaat buat pemuda-pemudi bangsa ini. Hasil penelitian Nendard Giri Putro yangmenyimpulkan bahwa adversity quotient mahasiswa yang aktiforganisasi atau aktivis lebih baik dari mahasiswa yang tidak aktiforganisasi atau nonaktivis akan semakin menguatkan argumentini. Karena aktivis mahasiswa terbiasa bersentuhan dengansegala macam masalah di dalam organisasi dan tentu jugamanajemen masalahnya.

Namun, yang juga perlu digarisbawahi adalah bahwa hasildari penelitian ini masih menunjukkan hubungan yang cendrungmasih tidak terlalu tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwaKepemimpinan Transformasional dan Budaya OrganisasiKemahasiswaan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh

Hasil Penelitian

104

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

terhadap tinggi rendahnya tingkat Adversity Quotient padamahasiswa aktivis. Itu artinya diperkirakan masih ada faktorlain yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat Ad-versity Quotient. Disamping itu juga diduga masih banyakmahasiswa yang belum mengerti vitalitas dan urgensitas akanpola kepemimpinan yang diterapkan dan budaya sebuahorganisasi kemahasiswaan. Maka dengan hasil ini penulismemandangkan perlu adanya sebuah penanaman pemahamanterhadap mahasiswa terutama terhadap urgensi tiga variabeldalam penelitian ini.

Selain itu penulis juga menggangap perlunya perbaikandalam pola pembinaan lembaga kemahasiswaan di IAINAntasari Banjarmasin, sehingga organisasi betul-betul mampumenghasilkan kader yang matang dan berkualitas serta memilikitujuan organisasi yang terarah. Mengenai pola pembinaan inipernah disinggung oleh Dina Hermina dalam penelitiannya yangmengatakan bahwa ada beberapa pola pembinaan yang seyog-yanya diterapkan di organisasi kemahasiswaan IAIN AntasariBanjarmasin. Pertama, perlu ada pedoman organisasi yangdibuat sendiri oleh institut. Kedua, perlu ada kurikulum dansilabus kegiatan kemahasiswaan dan ketiga, kegiatan kemaha-siswaan hendaknya seimbang antara kegiatan olah raga, seni,keagamaan dan intelektual, dan kemandirian. Pola pembinaanini menjadi sebuah tawaran alternatif yang bisa didikusikanselanjutnya oleh pihak institut dan pihak mahasiswa. Sehinggadiharapkan IAIN betul-betul mampu melahirkan outputmahasiswa yang berukalitas, kuat dan punya daya saing.

105

BAB VIIKESIMPULAN DAN IMPLIKASI

AKADEMIK

A. KesimpulanDari hasil analisis dan pembahasan dapat diambil

kesimpulan bahwa:1. Kepemimpinan Transformasional (KT) berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat Adversity Quotient (AQ) padamahasiswa aktivis IAIN Antasari Banjarmasin KalimantanSelatan dengan hasil Sig. 0,001 < 0, 05 dengan kontribusipengaruh sebesar 19,9%.

2. Budaya Organisasi Kemahasiswaan (BOK) berpengaruh secarasignifikan pada mahasiswa aktivis IAIN Antasari BanjarmasinKalimantan Selatan dengan hasil Sig. 0,000 < 0, 05 dengankontribusi pengaruh sebesar 31,1%.

3. Analisis secara bersamaan atau simultan menghasilkan Kepe-mimpinan Transformasional (KT) dan Budaya OrganisasiKemahasiswaan (BOK) tidak berpengaruh secara signifikanterhadap tingkat Adversity Quotient (AQ) pada pada maha-siswa aktivis IAIN Antasari Banjarmasin Kalimantan Selatan.Ini dikarenakan meskipun secara parsial Budaya OrganisasiKemahasiswaan (BOK) berpengaruh secara signifikan dengannilai sig. 0,002 < (0,05), namun berbeda dengan KepemimpinanTransformasional (KT) yang memiliki nilai sig. 0,096 > 0,05.Sehingga secara simultan Kepemimpinan Transformasional danBudaya Organisasi Kemahasiswaan tidak berpengaruh terhadapAdversity Quotient.

106

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

B. Implikasi Akademik1. Berdasarkan hasil penelitian ini penulis menganggap bahwa

ada satu implikasi akademik yang harus kita perhatikan.Bahwa organisasi kemahasiswaan merupakan second univer-sity atau universitas kedua yang begitu sangat berperanterhadap perkembangan soft skill mahasiswa.

2. Kepada pimpinan IAIN Antasari Banjarmasin, perlu perhatiandan support yang lebih lagi terhadap eksistensi organisasikemahasiswaan di IAIN Antasari Banjarmasin. Eksistensiorganisasi ini tentu menjadi value added bagi mahasiswa danjuga menjadi satu aset penting dalam mencetak alumni yangmemiliki daya saing dan daya tahan dalam menjalani kehidu-pan mereka sehari-hari, baik ketika masih menjadi mahasiswaataupun pasca mahasiswa. Namun, tentu juga tidak melu-pakan untuk memberikan pengarahan dan pembinaan padasetiap pelaksanaan kegiatan.

3. Kepada mahasiswa aktivis/organisatoris, perlu pengayaanpemahaman akan urgensi pola atau model kepemimpinandalam sebuah organisasi serta mampu menciptakan suatubudaya organisasi kemahasiswaan yang baik tanpa menang-galkan eksistensi tujuan organisasi dan tujuan IAIN AntasariBanjarmasin.

4. Kepada dosen di lingkungan IAIN Antasari, perlu mendu-kung penuh segala bentuk kegiatan-kegiatan mahasiswa. Baikdalam bentuk motivasi, ide atau gagasan, dan kritikkonstruktif. Sehingga IAIN Antasari memiliki iklim aktivitaspositif yang tentu tanpa menanggalkan nilai-nilai akademisdan intelektual yang islami.

5. Penulis berpendapat bahwa Kepemimpinan Transformasionaldan Budaya Organisasi Kemahasiswaan bukanlah satu-satunyafaktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkatAdversity Quotient pada mahasiswa aktivis, bukti empirikmenunjukkan hubungan yang tidak terlalu besar. Ini terlihatpada hasil analisis diatas bahwa Kepemimpinan Transforma-sional memiliki kontribusi pengaruh sebesar 19,9% dan BudayaOrganisasi Kemahasiswaan memiliki kontribusi pengaruh

107

sebesar 31,1% terhadap nilai Adversity Quotient dan ketikadua variabel ini dianalisis secara bersamaan hanya memilikikontribusi pengaruh 35,1% terhadap nilai Adversity Quotient.Itu artinya diperkirakan masih ada faktor lain yang berpe-ngaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat Adversity Quotient.Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya, perlu untukmelakukan perluasan penelitian terkait Adversity Quotient,diantaranya terhadap aspek-aspek lain atau faktor-faktor lainyang mungkin mempengaruhi tingkat Adversity Quotient.Lebih-lebih penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbanganbagi para peneliti selanjutnya yang tertarik untuk memper-baiki dan menyempurnakan hasil penelitian ini.

Kesimpulan dan Implikasi Akademik

108

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

109

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2013. Penyusunan Skala Psikologi Ed.2,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

______________. 2011. Tes Prestasi Ed.2, Yogyalarta: PustakaPelajar.

______________. 2013. Metode Penelitian, Yogyalarta: PustakaPelajar,

Aziz, Rahmat. 2007. Pengaruh Kepribadian Ulul Albab TerhadapKemampuan Menghadapi Tantangan, Jurnal El-Qudwah 04.

Baharuddin, dan Umiarso. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Islam:Antara Teori & Praktek, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Bass, Bernard M dan Ronald E. Riggio. 2006. TransformationalLeadership 2nd Ed, London: Lawrence Erlbaum Associates.

BEM IAIN Antasari Banjarmasin. 2012. Buku Panduan IntroKampoes 2012, Banjarmasin.

Budiarto, Yohanes. 2004. Komitmen Karyawan Pada PerusahaanDitinjau Dari Kepemimpinan Transformasional danTransaksional, Jurnal Psikologi Vol.2 No.2, hal.121-141.

Cooper, Robert K dan Ayman Sawaf. 1998. Executive EQ;Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

110

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Covey, Stephen R. 2005. The 8th Habit; Melampui efektivitasMengapai Keagungan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gini, Al dan Ronald M. Green. 10 Virtues and Outstanding Lead-ers: Leadership and Character

Hartono. 2013. SPSS 16 Analisis Data Statistika dan Penelitian,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hasibuan, Malayu S.P. 2007. Organisasi dan Motivasi DasarPeningkatan Produktivitas, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid 1, 2, 3, Yogyakarta: PenerbitAndi.

Herimanto, Bambang. 2007. Public Relation Dalam Organisasi,Yogyakarta: Santusta.

Hermina, Dina. Dkk. 2011. Pola Pembinaan LembagaKemahasiswaan IAIN Antasari Banjarmasin, Banjarmasin:Pusat Penelitian IAIN Antasari Banjarmasin.

Huda, Miftachul. 2010. Meraih Sukses Dengan Menjadi AktivisKampus, Yogyakarta: Leutika.

Kartono, Kartini. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan: ApakahKepemimpinan Abnormal Itu? Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Islam DepartmenAgama No. Dj/I/253/2007 Tentang Pedoman UmumOrganisasi Kemahasiswaan Diperguruan Tinggi AgamaIslam.

Keputusan Mentri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik In-donesia No 155/U/1998 Tentang Pedoman UmumOrganisasi Kemahasiswaan Diperguruan Tinggi.

Mant, Alistair. 1999. Intelligent Leadership, Australia: St LeonardNSW.

Murdan. 2005. Statistik Pendidikan dan Aplikasinya, Banjarmasin:CYPRUS Banjarmasin.

111

Nawawi, H. Hadari. 2001. Kepemimpinan Menurut Islam,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ndraha, Taliziduhu. 1997. Budaya Organisasi, Jakarta: PT. RinekaCipta.

Puspitasari, Ratna Tri. 2013. Adversity Quotient Dengan KecemasanMengerjakan Skripsi Pada Mahasiswa, jurnal online psikologivolume 01 nomor 02.

Faraz, Nahiyah Jaidi. 2011. Assesment of High School Principal’sTransformasional Leadership, jurnal Siasat Bisnis volume 15nomor.1.

Putro, Nendard Giri. 2012. Skripsi. Perbedaan Adversity QuotientAntara Mahasiswa Yang Aktif Organisasi Dengan Yang TidakDi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta,Yogyakarta: UNY,

Pheysey, Diana C. 2003. Organizational Cultures: Types and Trans-formations, London and New York: Routledge.

Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. 2012. Kepemimpinan danPerilaku Organisasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Rivai, Veithzal dan Arviyan Arifin. 2009. Islamic Leadership;Membangun SuperLeadership Melalui Kecerdasan Spiritual,Jakarta: Bumi Aksara.

Riduwan. 2011. Skala Pengukuran Variable-Variable Penelitian,Bandung: Alfabeta.

Sashkin, Marshall dan Molly G. Saskhin. 2011. Prinsip-PrinsipKepemimpinan, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta.Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),

Bandung: Alfabeta.Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan,

Bandung: PT. Remaja Rosda.

Daftar Pustaka

112

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Sobirin, Achmad. 2009. Budaya Organisasi Edisi Kedua,Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Stoltz, Paul G. 2007. Adversity Quotient: Mengubah HambatanMenjadi Peluang, Jakarta: PT. Gramedia.

Storey, John. 2005. Leadership In Organizations, London and NewYork: Routledge Taylor and Prancis Group.

Taufiq, Rachmat. 2007. Skripsi. Perbedaan Adversity QuotientBerdasarkan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas PsikologiUniversitas Indonesia, Depok: Universitas Indonesia.

Thoha, Miftah. 2012. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar danAplikasinya, Depok: Raja Grafindo Persada.

Usmara, A. 2006. Strategi Organisasi, Yogyakarta: Amara Books.Usman, Husaini. 2008. Manajemen; Teori Praktik dan Riset

Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.Westriningsih. 2012. Solusi Praktis dan Mudah Menguasai SPSS

20 Untuk Mengelola Data, Yogyakarta: Penerbit Andi.Wibisono, Dermawan. 2013. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis

dan Disertai, Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Wibowo, Adi. Tanpa Tahun. Relasi Kepemimpinan (Leadership)dengan Manajemen dan Motivasi, Tanpa Penerbit.

Wirawan. 2013. Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Prilaku Organisasi,Aplikasi dan Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yukl, Gary. 2010. Leadership in Organizations 7th Ed, United Stateof America: Pearson Education Inc.

Yukl, Gary. 2001. Kepemimpinan Dalam Organisasi Edisi Kelima,Jakarta: PT. Indeks.

Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

113

BIODATA PENULIS

Willy Ramadan lahir di Benao Hulu,Barito Utara, Kalimantan Tengah pada 18April 1989. Menyelesaikan pendidikanSekolah Dasar dikampung tercintanyaBenao pada tahun 2000, dan melanjutkanpendidikan MTs dan MA di PondokPesantren Al-Mujahiddin asunan K.H.Asqalani, L.C di kota bahalap MarabahanBatola Kalimantan Selatan (2006). Gelar

S-1 diraih di Fakultas Tarbiyah Pendidikan Bahasa Inggris IAINAntasari Banjarmasin (2012) dan kemudian mendapatkanbeasiswa untuk melanjutkan program S-2 Pascasarjana di Uni-versitas Muhammadiyah Yogyakarta di Magister Studi Islam(2014). Semenjak menjadi santri di Pondok Pesantren dia sudahaktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) dan sempatmenjadi Pengurus Daerah Marabahan Batola (2005-2006), hinggamenjadi mahasiswa ia juga memilih aktif dibeberapa organisasiinternal maupun eksternal kampus seperti HimpunanMahasiswa Islam (HMI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) danLembaga Pers Mahasiswa (LPM).

Di HMI, dia pernah menjabat sebagai Sekretaris UmumFakutas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin (2006-20007), KetuaUmum Komisariat Fakutas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin(2007-2008), Ketua Bidang HMI Cabang Banjarmasin (2008-2009),Ketua Bidang BADKO HMI Kalselteng (2011-2013) dan

114

KADO UNTUK MAHASISWA AKTIVIS Relasi Kepemimpinan, Budaya, Organisasi ...

Sekretaris Umum BADKO HMI Kalsel-Teng (2013-2015). Diajuga pernah dipercaya untuk menduduki posisi sebagai WakilPresiden (2009-2010) dan Presiden Mahasiswa (2010-2011) diBadan Eksekutif Mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin.

Penulis juga aktif menjadi pembicara dalam kegiatan-kegiatan diskusi atau pelatihan-pelatihan kemahasiswaan dankepemudaan. Penulis sekarang aktif sebagai pengajar di FakultasTarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin. Terakhir penulis men-dapatkan bantuan beasiswa untuk mengikuti short course out-reach community di McGill University, Institute on Governancedan Centre Community Based Research (CCBR) di Kanada dariDIKTIS RI pada tahun 2014.