21
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM Kimia Bahan Alam II “Isolasi Senyawa Flavonoid (Kaempferol) dari Tumbuhan Gleichenia Linearis” Oleh: Rani Zafira Arman 1211011006 Kelompok:1 Shift: Selasa Siang Laboratorium Kimia Bahan Alam

KaemFerol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kimia bahan alam, uji fitokimia, isolasi kaemferol dari paku resam (Gleichenia Linearis), flavonoid

Citation preview

Page 1: KaemFerol

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Kimia Bahan Alam II

“Isolasi Senyawa Flavonoid (Kaempferol) dari Tumbuhan

Gleichenia Linearis”

Oleh:

Rani Zafira Arman

1211011006

Kelompok:1

Shift: Selasa Siang

Laboratorium Kimia Bahan Alam

Fakultas Farmasi

Universitas Andalas

Padang

2014

Page 2: KaemFerol

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Botani Gleichenia linearis

1.1.1.Klasifikasi

Menurut A.R.Smith, (2006) Tumbuhan Gleichenia linearis di klasifikasi

dalam beberapa tingkatan yaitu:

Kingdom : Plantae 

Subkingdom : Tracheobionta 

Division : Pteridophyta 

Class : Filicopsida

Order : Polypodiales

Family : Gleicheniaceae 

Genus : Gleichenia Sm.

Species : Gleichenia linearis (Burm. f.) C.B. Clarke

Variety : Gleichenia linearis (Burm. f.) C.B. Clarke var. linearis

Gambar 1.1 Paku resam (www.fobi.web.id)

1.1.2.Morfologi

Daun panjang dengan bagian-bagian yang menyirip. Ujungnya sering

sampai lama dalam kedaan kuncup. Beberapa di antaranya bersifat sebagai xerofit

atau kremnofit misalnya G. linearis, G. leavigata (paku andam, paku resam)sering

dipakai untuk pelindung sementara pada persemaian-persemaian. Pernah

ditemukan fosil Gleicheniaceaem dari zaman Trias.

(Tjitrosoepomo, 2005)

Page 3: KaemFerol

Daun berjauhan satu dengan yang lain, tidak beruas, bercabang menggarpu

dua kali sampai banyak kali. Pada tiap cabang kecuali yang teratas, terdapat dua

segment daun yang melintang dan membengkok, panjangnya 5 – 25 cm. Dekat

langsung di bawah garpu yang termuda terdapat tangkai yang tidak berdaun, juga

semua tangkai yang lebih bawah tidak berdaun (Nasution, 1986).

Tajuk daun berbentuk pita memanjang, panjangnya 18-75 mm, licin,

tepinya rata, ujungnya tumpul dan sedikit menggulung, pada tiap taju daun

umumnya terdapat sori lebih dari satu (Nasution, 1986).

Sorinya terdapat pada setiap anak daun dan penyebarannya terbatas di

sepanjang tulang daunnya. Masing – masing sorus terdiri atas kira-kira 10-15

sporangia. Paku ini termasuk jenis paku yang tidak mempunyai indusial.

Karenanya perkembangbiakan dengan spora sangat mudah dilakukannya (Tim

LIPI, 1980).

Batang merayap, sering membentuk jalinan ‘sheet’ yang rapat. Beberapa

jenis paku yang hidup di tanah, batang tersebut tumbuh sejajar dengan tanah jadi

tidak begitu kelihatan. Karena tumbuhnya menyerupai akar, maka batangnya

sering disebut rhizoma, daun paku ada yang tunggal, ada pula yang majemuk,

malahan ada yang menyirip ganda (Nelson, 2000).

Akar membantu dalam kegiatan mengembangkan diri. Akar merupakan

akar rimpang yang disebut dengan nama rhizoma. Tunas tumbuh dari akar

rimpang ini berwarna hijau pucat yang ditutup oleh bulu-bulu berwarna hitam

(Tim LIPI, 1980).

Akar rimpang merayap, adakalanya memanjat atau menggantung (van

Steenis, 1975).

Sorinya terdapat pada setiap anak daun dan penyebarannya terbatas di

sepanjang tulang daunnya. Masing – masing sorus terdiri atas kira-kira 10-15

sporangia. Rasam termasuk jenis paku yang tidak mempunyai indusia. Karenanya

perkembangbiakan dengan spora sangat mudah dilakukannya

(Tim LIPI, 1980).

Page 4: KaemFerol

Sori berbentuk abaxial dan tidak bertepi. Membawa 5 – 15 sporangia.

Memiliki annulus melintang-miring dan berisi 128-800 spora bilateral atau bulat-

tetrahedral. Sori dan sporangia akan jatuh bersamaan, dan spora tumbuh menjadi

protalium hijau yang berbentuk helaian rambut (Kubidzki, 2000).

1.1.3.Nama lain

Menurut Resi dan Andis (2009) tumbuhan paku resam memiliki beberapa

nama yaitu :

a) Nama daerah : Paku rasam, reusam, paku rotan, paku resam

b) Nama ilmiah : Polypodium lineare [Burm.], Gleichenia dichotoma Hook.,

Gleichenia hermanni R. Br., Dicranopteris linearis [Burm.] Underw.,

Gleichenia linearis Burm., Tie mang qi (Chin.)

c) Nama internasional : Gapingoi (Bon.), Kilob (Tag.), Tilub (Tag.), Tangle

fern (Engl.), Umbrella fern (Engl.), Linear forked fern (Engl.), Old world

forkedfern (Engl.), False staghorn (Engl.), Resam (Malay), Mang qi

(Chin.), Raj hans (india), Ko-shida (japanese), Kissi yendon, Mende koye

(West African)

1.2. Kandungan Kimia dan Kegunaan

1.2.1.Kandungan Kimia

Paku resam memiliki senyawa kimia kaempferol. Kaempferol pada

tanaman ini terdapat dalam benttuk glikosida yaitu kaempferol 3-O-glukopiranosil

7-O-NaSO4 dan kaempferol 3-O-glikosida.

(Resi dan Andis,2009)

1.2.2.Kegunaan

Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga

sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk

melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi,

mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Dalam beberapa kasus,

flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu

fungsi dari mikroorganismeseperti bakteri atau virus. Fungsi flavonoid sebagai

Page 5: KaemFerol

antivirus telah banyak dipublikasikan termasuk untuk virus HIV/AIDS dan virus

herpes.

(Resi dan Andis,2009)

1.3. Metode Isolasi

1.3.1 Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran

(padat, cair, terlarut, suspense atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil

(fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian yang menggunakan pelarut

organik.(Adijuwana dan Nur 1989)

1.3.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh

kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah

sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau

hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung,

ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang

digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Depkes RI, 1979).

Ekstraksi cara dingin contohnya maserasi. Maserasi adalah proses

pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi

berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya. (Depkes RI, 1979).

1.4 Hidrolisis

Proses hirolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses

hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester

sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara

sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).

Page 6: KaemFerol

1.5 Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari

campuran/pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah

dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan

kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat

pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain,

kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya.

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak

digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam

suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan

zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total

impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,

maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk

yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).

Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian

komponen larutan organic. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih

pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat

padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan

produknya (hasil) (Williamson, 1999).

Prinsip dasar dari proses ini adalah perbedaan kelarutan antara zat yang

dimurnikan dengan zat pencemarnya dan hanya molekul-molekul yang sama yang

mudah masuk kedalam struktur kristalnya, sedangkan molekul-molekul lain atau

pengotor tetap di dalam larutan atau berada di luar kristalnya (Keenan, 1999).

1.3.5 Prinsip KLT

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran

senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang

menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan

bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.KLT dapat digunakan

untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida –

lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT

juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi

Page 7: KaemFerol

yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara

kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk

pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.(Roy J.

Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991)

Menurut Roy J. Gritter, identifikasi dari senyawa-senyawa hasil pemisahan

KLT dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi

warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi digunakan harga Rf. Harga Rf

didefenisikan sebagai berikut:

Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan

Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan

Page 8: KaemFerol

BAB II

PROSEDUR PERCOBAAN

2.1. Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

a. Alat Boiler

b. Steamer

c. Kempa hidrolik

d. Wadah pemapung

e. Erlenmeyer/beker glass

f. Seperangkat alat rotary evaporator

g. Corong

h. kain penyaring

i. kertas saring

2.1.2 Bahan

a. Pakuresam 25 kg

b. Methanol

c. Etil asetat

d. n-heksan

e. HCl 2N

f. Penampak noda untuk flavonoid (sitro borak)

2.2 Cara Kerja

a) Paku resam (25 kg) dikukus selama 1 jam menggunakan boiler dan

steamer.

b) Paku resam yang sudah dikukus dikempa dengan kempa hidrolik,

kemudian ditampung hasilnya dan didiamkan selama 3 hari.

c) Endapan diambil sebanyak 100 mL, kemudian dihidrolisis dengan larutan

HCl 2N dan dipanaskan di dalam penangas air selama 1 jam.

d) Hasil hidrolisis difraksinasi dengan etil asetat 5 x 70 mL.

Page 9: KaemFerol

e) Fraksi etil asetat dicuci dengan aquadest 5 x 50 ml hingga pH fraksi air

netral. Dalam pencucian jika terbentuk emulsi, fraksi ditambahkan sedikit

metanol untuk memecah emulsi.

f) Fraksi etil asetat diuapkan hingga kental dengan rotary evaporator.

g) Ekstrak kental dilarutkan dengan etil asetat dan kemudian dilakukan

pendesakkan dengan menambahkan n-heksana tetes demi tetes hingga

terbentuk endapan kuning. Sampel direkristalisasi berulang hingga

diperoleh senyawa murni.

h) Endapan yang terbentuk diambil.

i) Jika telah terbentuk kristal, dilakukan cek KLT senyawa hasil isolasi

dengan fase diam kertas saring, fase gerak etil asetat dan n-heksana dengan

perbandingan 4:1. Lihat fase diam di bawah sinar UV dengan panjang

gelombang 254 nm sebelum dan sesudah di elusi.

Page 10: KaemFerol

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAAN

3.1 HASIL

3.1.1 Hasil perhitungan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai

berikut:

a. Uji organoleptis

a. Bentuk : Serbuk

b. Warna : Kuning

b. Berat senyawa isolat

Berat isolat = (berat vial + hasil isolate) – berat vial kosong

= (11,7366) gram – 11,4570 gram

= 0,2796 gram

Rendemen = Berat akhir Berat awal

= 279,6 mg 25 x 106 mg

= 1118,4 x 10-6 %

Rf = Jarak noda Jarak pengembangan

= 2,7 cm 4,7 cm

= 0,658

3.1.2 Gambar KLT

X 100%

X 100%

Page 11: KaemFerol

Gambar 3.1 Profil KLT

3.2 Pembahasan

Dalam praktikum kali ini yaitu melakukan isolasi kaempferol dari tumbuhan

paku resam (Gleichenia linearis). Paku resam sebanyak 25 kg dikukus

menggunakan steamer selama satu jam. Hal ini dilakukan untuk menarik

senyawa-senyawa kimia yang ada didalam tumbuhan paku resam keluar dengan

proses pemanasan yang dapat merusak sel-sel tumbuhan. Setelah dikukus (steam),

paku resam di kempa atau dipress dan airnya ditampung. Hasil pengukusan ini

didiamkan selama ± 3 hari untuk mendapatkan endapan dari kaempferol sulfat.

Setelah 3 hari didiamkan, sampel disaring menggunakan kain putih. Hasil

saringan disebut maserat. Maserat diambil sebanyak 100 ml untuk dihidrolisis

menggunakan HCl 2 N. Hal ini bertujuan untuk memutuskan ikatan antara

kampferol dengan sulfatnya.

Kemudian setelah dihidrolisis, ekstrak difraksinasi menggunakan etil asetat

5 x 50 mL. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan kepolaran dari zat-zat

yang telarut dalam etil asetat. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan etil

asetat atau yang bersifat polar akan ikut bersamaan dengan etil asetat di bagian

atas dari corong pisah. Ini menunjukkan bahwa di bagian dasar dari corong pisah

merupakan senyawa-senyawa yang kurang polar seperti glikosida.

Setelah difraksinasi dengan etil asetat, pisahkan fraksi etil dan fraksi air.

Kemudian fraksi etil dicuci menggunakan air 5 x 70 ml hingga pH air netral. Hal

ini dilakukan untuk menetralkan suasana didalam fraksi yang sudah bersifat asam.

Setelah dilakukan pencucian dengan aquadest, uapkan dengan rotary sampai

terbentuk ekstrak kental. Kemudian ekstrak kental didesak dengan menambahkan

n-heksana agar mempercepat terbentuknya kristal. Hal ini meggunakan prinsip

perbadaan kepolaran dari senyawa senyawa di dalam fraksi. Senyawa –senyawa

yang memiliki kepolaran yang sama dengan n-heksana akan digantikan

kedudukannya dengan n-heksan. Sehingga senyawa-senyawa yang kepolarannya

berbeda dari n-heksana akan terdesak kebawah karena penambahan n-heksana

yang berlebih. Biasanya senyawa-senyawa yang terdesak kebawah ini merupakan

zat yang dianggap pengotor yang berikatan dengan kaempferol. Zat pengotor

dapat dihilangkan dengan melakukan rekristalisasi yaitu dengan penambahan n-

Page 12: KaemFerol

heksana kembali. Kemudian setelah pengotor dilhilangkan, maka larutan n-

heksana di uapkan, sehingga didapatkan endapan amorf kuning kehijauan yang

mengendap didasar tabung.

Diambil cuplikan serbuk untuk di cek menggunakan prinsip KLT, dengan

fasa diamnya berupa silica gel F245 dan fasa geraknya butanol : asam asetat : air

dengan perbandingan 4:1:5. Dan dari hasil pengujian dengan KLT , didapatlah

nilai Rf dari isolat ini adalah 0.658. Berdasarkan jarak noda dapat diperkirakan

bahwa isolat merupakan suatu flavonoid di-glikosida.

Page 13: KaemFerol

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Dalam melakukan maserasi pilih metode yang mudah dan efektif.

2. Pelarut yang digunakan saat maserasi harus cocok dan dapat melarutkan

sampel yang akan di maserasi

3. Jumlah isolat flavonoid (kempferol) dari paku resam, diperoleh sebanyak

0,2796 gram.

4. Jumlah randemen yang diperoleh sebanyak 1118,4 x 10-6 %

5. Hasil identifikasi dengan KLT didapatkan 1 bercak noda, dengan nilai Rf

0,638.

6. Dari hasil KLT menunjukkan senyawa tersebut murni dan bebas zat

pengotor.

4.2. Saran

1. Pada saat praktikum, kita harus tahu pelarut yang akan kita gunakan selama

isolasi zat, ini untu mengurangi tingkat kesalahan dan kecelakaan kerja.

2. Setiap melakukan pengerjaan kita harus tahu kegunaan alat-alat yang kita

gunakan dan tujuannya.

3. Selama praktikum kita harus menggunakan perlengkapan pribadi seperti

jas labor, sarung tangan dan masker.

4. Apabila ada yang kurang paham, tanyakan ke asistent labor.

5. Jangan menggunakan pelarut atau zat lainnya secara berlebihan.

6. Proses rekristalisasi dilakukan berulang-ulang aga diperoleh isolat yang

murni.

7. Pada hasil cek KLT sebaiknya tidak ada tailing dan hanya ada 1 bercak

noda.

Page 14: KaemFerol

DAFTAR PUSTAKA

A.R.Smith, A. R. Kathleen M. Pryer, E.Schuettpelz, P.Korall, H.Schneider &

P.G.Wolf. 2006. A classification for extant ferns. British Press

A.W, Resi; Sugrani, Andis. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam

Flavonoid. Program S2 Kimia FMIPA. Universitas Hasanudin

Adijuwana, Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor:

PusatAntarUniversitas IPB.

Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia,

Jakarta.

Departemen Kesehatan Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes :

Jakarta

Keenan,W.C. 1999. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Edisi Keenam. Jilid 2.

Jakarta: Erlangga

Kubidzki, Klaus. 2000. The Families And Genera Of Vascular Plants. New

York : British press

Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera

Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung

Morawa ( P4TM ), Tanjung Morawa.

Nelson, Gil. 2000. The Ferns Of Florida. Florida : Pineapple Press. Inc

Springer Verlag Berlin Heidelberg

Page 15: KaemFerol

Rhizopus oryzae. 2012. Gambar paku resam. Aviable from :

http://tepegeee.blogspot.com/2012/09/tumbuhan-paku-pteridophyta.html.

Accesed : 2014, Juni 06

Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.

Penerbit ITB : Bandung

S,Ketaren.1985.Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka : Jakarta

Tim LIPI. 1980. Jenis Paku Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Tjitrosoepomo, gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Yogyakarta:

Gadjah Mada Uneversity Press

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton

Mifflin Company, USA.

Van Steenis, C. G. G. J . 1975 . Flora untuk sekolah di Indonesia . Pradnya

Paramita. Jakarta.