Upload
danganh
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Provinsi Sumatera Barat
Triwulan II - 2008
Kantor Bank Indonesia Padang
Triwulan II-2008
BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI
Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313
Penerbit : Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman 22 P A D A N G Telp : 0751-31700 Fax : 0751-27313 E-Mail : [email protected]
KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Barat ini disusun secara triwulanan
sebagai salah satu produk/output Kantor Bank Indonesia Padang dalam melaksanakan
tugasnya baik dalam memberikan masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia maupun
memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah .
Cakupan materi dan sistematika pelaporan pada terbitan ini mengacu pada Surat
Edaran Nomor 9/36/INTERN tanggal 24 September 2007 tentang Kajian Ekonomi Regional.
Materi yang dibahas dalam Kajian Ekonomi Regional kali ini merupakan lebih luas
daripada kajian ekonomi regional sebelumnya seiring dengan peningkatan status Kantor
Bank Indonesia Padang menjadi Kantor Kelas I dan reorientasi Kantor Bank Indonesia di
daerah. Materi tersebut antara lain perkembangan ekonomi makro regional, inflasi
regional, perbankan daerah, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan
kesejahteraan serta prospek perekonomian daerah. Data yang dianalisis adalah data
selama triwulan II-2008 yang bersumber dari laporan Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) yang disampaikan kepada Bank Indonesia, serta berbagai instansi terkait
seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, dan lain-lain.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu hingga selesainya terbitan ini.
Padang, Agustus 2008
ttd
Uun S. Gunawan
Pemimpin
i Bank Indonesia Padang
KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Barat ini disusun secara triwulanan
sebagai salah satu produk/output Kantor Bank Indonesia Padang dalam melaksanakan
tugasnya baik dalam memberikan masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia maupun
memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah .
Cakupan materi dan sistematika pelaporan pada terbitan ini mengacu pada Surat
Edaran Nomor 9/36/INTERN tanggal 24 September 2007 tentang Kajian Ekonomi Regional.
Materi yang dibahas dalam Kajian Ekonomi Regional kali ini merupakan lebih luas
daripada kajian ekonomi regional sebelumnya seiring dengan peningkatan status Kantor
Bank Indonesia Padang menjadi Kantor Kelas I dan reorientasi Kantor Bank Indonesia di
daerah. Materi tersebut antara lain perkembangan ekonomi makro regional, inflasi
regional, perbankan daerah, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan
kesejahteraan serta prospek perekonomian daerah. Data yang dianalisis adalah data
selama triwulan II-2008 yang bersumber dari laporan Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) yang disampaikan kepada Bank Indonesia, serta berbagai instansi terkait
seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, dan lain-lain.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu hingga selesainya terbitan ini.
Padang, Agustus 2008
ttd
Uun S. Gunawan
Pemimpin
i Bank Indonesia Padang
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 1
R
RIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF KKAAJJIIAANN EEKKOONNOOMMII RREEGGIIOONNAALL PPRROOVVIINNSSII SSUUMMAATTEERRAA BBAARRAATT
TTRRIIWWUULLAANN IIII -- 22000088
GGAAMMBBAARRAANN UUMMUUMM
Perekonomian Sumatera Barat tumbuh tinggi, sementara inflasi meningkat.
Kegiatan intermediasi perbankan terus mengalami peningkatan
Realisasi APBN terus mengalami ekspansi
Realisasi APBD masih mengalami hambatan
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tumbuh melambat setelah tumbuh cukup ekspansif pada empat triwulan terakhir. Perekonomian Sumbar triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 6,04%. Dari sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan meningkatnya impor. Seiring dengan hal tersebut, di sisi penawaran, baik sektor tradeables maupun sektor non tradeables mengalami pertumbuhan yang kontraktif. Pada sektor tradeables, sektor pertanian dan industri pengolahan mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup tinggi, sementara pada sektor nontradeables, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang penurunan pertumbuhan yang cukup tajam.
Kebijakan pemerintah yang kembali mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada tanggal 24 Mei 2008, berdampak terhadap perkembangan harga secara umum di Provinsi Sumatera Barat, yang diwakili oleh kota Padang. Namun demikian, lonjakan inflasi yang terjadi relatif tidak setinggi saat pengurangan subsidi BBM tanggal 1 Oktober 2005. Tekanan inflasi triwulan laporan berasal dari kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan dengan sumbangan terbesar berasal dari sub kelompok transportasi. Pada triwulan II-2008 angka inflasi kota Padang tercatat sebesar 4,74% (q-t-q) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,35%1. Angka inflasi tersebut juga lebih tinggi bila dibandingkan inflasi nasional pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 4,50%.
Pertumbuhan kegiatan usaha perbankan pada triwulan II-2008 mengalami sedikit kontraksi. Beberapa indikator menunjukkan terjadi penurunan aset dan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK). Faktor tingginya inflasi ternyata berpengaruh terhadap kemampuan perbankan dalam mengumpulkan dana. Meskipun demikian, penyaluran kredit tetap tumbuh ekspansif sehingga mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk kredit menurut lokasi proyek melampaui angka 100%.
Pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi mendorong peningkatan pajak yang dikumpulkan pemerintah pusat maupun daerah. Dari sisi pemerintah pusat, semua jenis pajak mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diimbangi oleh realisasi belanja khususnya belanja modal. Di sisi pemerintah daerah, posisi simpanan pemerintah daerah juga terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan transfer dana perimbangan, peningkatan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB, serta penjualan kendaraan bermotor meningkatkan penerimaan APBD. Namun masalah penyerapan belanja masih menjadi problem yang belum bisa diselesaikan sepenuhnya pada tahun 2008.
Transaksi sistem pembayaran Sumatera Barat tetap menunjukkan arah yang positif. Aliran uang yang keluar (cash-outflow) meningkat
1 Mulai bulan Juni 2008 penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) menggunakan tahun
dasar 2007 = 100 (sebelumnya 2002 = 100).
Ringkasan Eksekutif
signifikan. Sementara itu, aliran dana melalui sistem pembayaran non tunai juga menunjukkan peningkatan. Nilai transaksi kliring meningkat 16,40% sementara nilai transaksi RTGS meningkat 20,99% (masuk ke Sumatera Barat), 9,54% (keluar dari Sumatera Barat), dan 66,76% (dalam wilayah Sumatera Barat. Perkembangan ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi Sumatera Barat masih cukup kondusif.
KKOONNDDIISSII MMAAKKRROOEEKKOONNOOMMII
Ekonomi Sumatera Barat triwulan II-2008 tumbuh sebesar 6,04% (y-o-y) Perlu pembenahan faktor struktural realisasi APBD
Melambatnya pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan berasal dari kontraksi pada konsumsi rumah tangga serta pertumbuhan impor yang cukup tinggi. Tingginya inflasi sejak awal tahun 2008 semakin berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga dengan menggerus daya beli. Indeks kepercayaan konsumen terus menurun, indeks penghasilan saat ini juga terus menunjukkan penurunan, posisi simpanan perorangan di perbankan juga terus mengalami penurunan. Konsumen juga menyatakan bahwa saat ini bukan merupakan saat yang tepat untuk membeli barang tahan lama (durable goods).
Pertumbuhan impor terus menurunkan sumbangan sektor eksternal terhadap pembentukan PDRB Sumbar. Pertumbuhan sektor eksternal mengalami pertumbuhan negatif karena pertumbuhan impor yang sangat tinggi, di atas 60% selama tiga triwulan terakhir, sementara pertumbuhan ekspor relatif stabil pada kisaran 16%. Sama seperti triwulan sebelumnya, impor pupuk terus mengalir untuk memenuhi permintaan investasi pada subsektor perkebunan. Nilai impor pupuk pada triwulan II-2008 bahkan mencapai USD 39,48 juta, dua kali lipat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pemerintah daerah masih mengalami kendala dalam melakukan realisasi belanja modalnya, sementara belanja pemerintah pusat kembali tumbuh ekspansif. Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, pemerintah pusat melipatgandakan realisasi belanja modalnya dari Rp 71,00 milyar menjadi Rp 144,13 milyar. Yang lebih menggembirakan, belanja modal pemerintah pusat ditujukan untuk belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan yang mencapai Rp 120,09 milyar (83,32%). Di sisi lain, pemerintah daerah masih terlihat kesulitan dalam merealisasikan belanja modalnya.
Faktor keterlambatan realisasi belanja bukanlah disebabkan pada kecepatan pengesahan APBD oleh DPRD. Pada tahun 2008, semua APBD Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi disahkan tepat waktu namun keterlambatan realisasi masih dirasakan. Faktor-faktor struktural yang diperkirakan mempengaruhi keterlambatan realisasi APBD antara lain kelemahan pada perencanaan anggaran, kelemahan pada manajemen proyek, kurangnya SDM yang telah memiliki sertifikasi pengadaan, serta tidak adanya reward and punishment terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merealisasikan kegiatannya lebih cepat.
Seiring dengan melambatnya permintaan, hampir semua sektor penawaran mengalami kontraksi. Pada sektor tradeables, penurunan terjadi pada semua sektor, dengan penurunan paling tajam terjadi pada sektor industri pengolahan dari 7,27% menjadi 6,04%. Kontraksi pada sektor industri ini diperkirakan terkait dengan melambatnya pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air bersih, yang mengalami kontraksi dari 8,21% menjadi 6,82%. Hal ini dipengaruhi oleh pemadaman bergilir yang cukup sering terjadi sejak bulan Mei 2008.
Pada sektor nontradeables, hanya sektor keuangan yang mengalami pertumbuhan ekspansif. Pertumbuhan sektor keuangan meningkat dari 6,83% menjadi 6,89%. Sementara itu, sektor transportasi dan komunikasi masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di sisi penawaran. Sektor ini tumbuh 9,14% pada triwulan laporan.
Bank Indonesia Padang 2
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan subsektor perkebunan mengalami kontraksi
Pada sektor pertanian, kontraksi terjadi justru pada subsektor perkebunan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi penopang pertumbuhan PDRB Sumbar. Subsektor perkebunan terus mengalami perlambatan sejak tahun 2007 dan pertumbuhan sebesar 5,61% pada triwulan laporan merupakan pertumbuhan yang paling rendah. Beberapa media massa melaporkan bahwa banyak perkebunan karet maupun kelapa sawit di Sumatera Barat telah melewati masa produktif sehingga perlu dilakukan peremajaan. Hal ini dikonfirmasi dengan stagnasi volume ekspor Sumatera Barat. Hasil liaison KBI Padang juga menunjukkan hal yang senada dimana output perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan sebesar 30% pertahun karena kapasitas perkebunan yang relatif tetap.
Ekspektasi perbankan terhadap produksi pertanian Sumbar tetap meningkat. Kredit sektor pertanian yang disalurkan bank, baik bank umum maupun BPR, terus mengalami pertumbuhan (grafik 1.13). Ekspansi kredit sektor pertanian oleh perbankan menunjukkan bahwa kegiatan usaha di sektor pertanian semakin dipersepsikan positif di masa mendatang oleh kalangan perbankan.
IINNFFLLAASSII
Kota Padang pada triwulan II-2008 mengalami inflasi sebesar 12,67% (y-o-y). Kenaikan harga BBM mendorong tingginya inflasi Deflasi kelompok bahan makanan mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM
Secara tahunan (y-o-y), inflasi kota Padang juga mengalami peningkatan angka inflasi yang cukup signifikan pada triwulan laporan. Kondisi ini serupa dengan yang terjadi pada pergerakan inflasi nasional. Pada triwulan II-2008 inflasi tahunan kota Padang sebesar 12,67% (y-o-y) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,59% (y-o-y). Begitu pula jika dibandingkan dengan inflasi tahunan nasional pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 11,03% (y-o-y), inflasi tahunan kota Padang juga lebih tinggi
Naiknya harga BBM rata-rata sebesar 28,7% pada tanggal 24 Mei 2008 memberikan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan, terutama pada sub kelompok transportasi, di triwulan II-2008. Kenaikan harga BBM langsung direspon dengan penyesuaian tariff angkutan kota di beberapa daerah di Sumatera Barat, yang naik berkisar antara 20-30%. Kenaikan harga/tariff tersebut biasanya akan diiringi dengan kenaikan harga barang/jasa sebagai dampak susulan (second round effect).
Kelompok bahan makanan selama periode triwulan II-2008 mengalami deflasi berturut-turut pada bulan April dan Mei 2008 (-0,04% dan -0,18%), kemudian terjadi inflasi kembali pada bulan Juni 2008 (3,64%). Deflasi yang terjadi di bulan April dan Mei 2008 disebabkan dari sub kelompok padi-padian dan sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi. Sementara di bulan Juni 2008 seluruh sub kelompok mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok buah-buahan sebesar 11,88% dan inflasi terendah pada sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 0,17%. Komoditi yang menyumbang inflasi tertinggi pada kelompok ini diantaranya beras, ikan tongkol, pisang, daging ayam ras, bayam, pepaya, dll
Berakhirnya musim panen raya padi pada periode April-Mei 2008, berdampak terhadap pasokan beras yang relatif berkurang di pasaran memasuki bulan Juni 2008. Pada sub kelompok padi-padian, harga beras yang sempat menurun di bulan April dan Mei 2008, kembali mengalami peningkatan harga di bulan Juni 2008. Jenis beras kualitas premium, seperti IR 42C Solok dan Cisokan Solok, merupakan jenis beras yang mengalami kenaikan harga paling tinggi dibandingkan jenis beras kualitas menengah dan bawah. Relatif stabilnya beras kualitas menengah
Bank Indonesia Padang 3
Ringkasan Eksekutif
dan bawah dikarenakan adanya peran Perum Bulog dalam mencukupi kebutuhan beras tersebut di pasaran, diantaranya dalam bentuk program beras untuk keluarga miskin (raskin), beras bagi PNS dan operasi stabilisasi harga.
Tingginya harga pakan ternak secara langsung berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi/pemeliharaan hewan ternak, seperti ayam dan ikan air tawar. Pada triwulan laporan, harga daging ayam ras dan telur ayam ras mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Pada bulan Juni 2008, daging ayam ras rata-rata dijual seharga Rp24.125/kg, sementara telur ayam ras rata-rata dijual seharga Rp7.450/10 butir. Padahal di bulan Maret 2008, daging ayam ras masih berada pada harga Rp19.875/kg dan telur ayam ras Rp6.550/10 butir.
PPEERRBBAANNKKAANN
Penurunan aset bank umum didorong penurunan DPK
Tabungan terus menurun Kredit konsumsi tetap tumbuh paling tinggi
Menurunnya pengumpulan DPK mendorong penurunan aset bank umum pada triwulan II-2008. Penurunan aset bank umum terutama terjadi pada bank swasta sebesar 1,41% (q-t-q), sedangkan aset bank pemerintah menurun tipis sebesar 0,70% (q-t-q). Meskipun pengumpulan DPK menurun, posisi kredit per akhir Mei 2008 terus meningkat baik menurut lokasi proyek maupun per bank pelapor. Peningkatan ini juga diimbangi dengan persentase NPL yang terus menurun, yang menunjukkan bahwa ekspansi kredit yang diberikan tetap diikuti dengan langkah kehati-hatian. Data selama semester I 2008 ini menunjukkan indikasi yang menggembirakan karena kredit investasi (9,44%) relatif tumbuh lebih besar dibandingkan modal kerja (8,13%), meskipun pertumbuhan yang dominan tetap pada kredit konsumsi.
Penurunan DPK bersumber dari menurunnya pengumpulan tabungan. Posisi tabungan yang memiliki pangsa terbesar DPK mengalami penurunan sebesar Rp 767,11 miliar atau 11,91%, pada periode Desember 2007 hingga Mei 2008. Penurunan tabungan tidak hanya terjadi dalam bentuk nominal, namun juga dalam bentuk jumlah rekening tabungan. Indikasi ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat menutup rekening tabungannya. Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi perilaku ini antara lain semakin tingginya biaya administrasi tabungan, kemampuan menabung masyarakat yang menurun, maupun suku bunga tabungan yang tidak menarik.
Pertumbuhan kredit berasal dari tingginya penyerapan kredit konsumtif. Kredit konsumtif pada posisi akhir Mei 2008 tercatat sebesar Rp 5,72 triliun dengan pertumbuhan sebesar 18,23%, sementara kredit modal kerja hanya tumbuh 8,13% dan kredit investasi 9,34%, dibandingkan akhir Desember 2007. Pertumbuhan kredit konsumtif ini mengindikasikan bahwa konsumsi non makanan yang meningkat juga dibiayai oleh kredit selain dibiayai oleh pengambilan simpanan yang berbentuk tabungan. Namun yang menggembirakan adalah tumbuhnya kredit investasi yang mengindikasikan timbulnya kembali gairah usaha.
Penyaluran kredit modal kerja dan investasi masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Penyerapan kredit modal kerja pada sektor perdagangan tumbuh melambat, sedangkan kredit investasi meningkat tajam. Kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan masih meningkatkan permintaan kredit pada sektor pertanian, khususnya untuk investasi. Yang menarik dicermati pada triwulan II-2008 ini adalah kondisi terbalik antara sektor perindustrian dam sektor pertanian, peningkatan penyaluran kredit modal kerja terjadi pada sektor industri sedangkan pada sektor pertanian menurun tajam.
Bank Indonesia Padang 4
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan kredit MKM meningkat
Risiko kredit perbankan Sumatera Barat pada triwulan II-2008 relatif terjaga. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan Sumatera Barat diikuti dengan pengelolaan kredit yang relatif baik. Meskipun kredit yang disalurkan terus meningkat, kredit non performing tidak mengalami lonjakan. Meskipun rasio NPL gross bank umum pada bulan Mei 2008 meningkat tipis menjadi 2,83% dibandingkan per Maret 2008 yang sebesar 2,74%, namun terus menurun dibandingkan posisi Juni 2007 yang sebesar 3,67% dan jauh di bawah batas aman NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%.
Pangsa kredit MKM meningkat seiring dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Posisi kredit MKM pada akhir Mei 2008 tercatat Rp 10,18 triliun dengan pangsa terhadap total kredit sebesar 78,56%. Pada akhir tahun 2007, pangsa kredit MKM tercatat sebesar 69,96%. Pertumbuhan kredit MKM hingga posisi akhir Mei 2008 meningkat sebesar 17,84%. Posisi kredit MKM yang disalurkan bank umum pemerintah tumbuh 18,55% sementara porsi kredit MKM yang disalurkan bank umum swasta meningkat 15,80%
Perkembangan kegiatan usaha BPR menunjukkan arah yang sama dengan perkembangan bank umum. Pertumbuhan pengumpulan DPK mengalami perlambatan sementara kredit tetap meningkat tinggi. Mulai berkurangnya ketahanan terhadap tekanan inflasi serta perubahan ke instrumen investasi lain seperti emas ternyata juga mempengaruhi nasabah BPR. Semua jenis DPK yang dikumpulkan BPR tetap meningkat meski menunjukkan arah yang melambat. Baik deposito maupun tabungan tetap mengalami pertumbuhan positif hingga Mei 2008. Secara nominal, nilai tabungan meningkat sebesar 12,98% sementara nilai deposito juga meningkat sebesar 5,08%. Sementara itu jumlah rekening tabungan meningkat cukup signifikan sebanyak 38.985 rekening dalam waktu enam bulan.
KKEEUUAANNGGAANN DDAAEERRAAHH
Tax ratio Sumbar terus meningkat meski masih jauh dibawah nasional
Penerimaan pemerintah pusat di wilayah Sumatera Barat terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Tax ratio2 wilayah Sumbar pun terus menunjukkan peningkatan dari 3,56% menjadi 4,76%. Meski demikian, tax ratio Sumbar ini masih sangat jauh dari tax ratio secara nasional tahun 2007 yang tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2008 sebesar 12,9%. Hal ini mengindikasikan masih banyak potensi pajak yang bisa digali terutama dari subsektor perkebunan yang mengalami booming.
Seiring dengan tren peningkatan penerimaan pajak secara nasional, kontribusi pajak pusat dari provinsi Sumatera Barat juga terus meningkat. Semua jenis pajak pusat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara nominal, kenaikan tertinggi terjadi pada pajak bumi dan bangunan, sementara secara persentase, kenaikan tertinggi terjadi pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Kenaikan penerimaan pajak pusat ini mengindikasikan bahwa perekonomian Sumatera Barat masih memberikan prospek yang cukup baik meski mengalami tekanan inflasi yang cukup berat.
Hingga triwulan II-2008, belanja pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi diperkirakan terbatas pada kegiatan belanja rutin. Hal ini diindikasikan dengan masih relatif tingginya posisi simpanan pemerintah di perbankan. Rata-rata posisi simpanan pada Januari-Mei 2008 lebih tinggi daripada rata-rata posisi simpanan pada Mei-Desember 2007. Di sisi lain, belanja pemerintah pusat kembali tumbuh ekspansif. Belanja untuk
2 Tax Ratio Sumatera Barat merupakan rasio antara penerimaan pajak pusat dibagi PDRB atas dasar harga berlaku secara triwulanan.
Bank Indonesia Padang 5
Ringkasan Eksekutif
Stimulus fiskal APBD masih relatif rendah
aktivitas investasi selama triwulan II-2008 tercatat sebesar Rp 216,60 milyar atau tumbuh 163,6% dibandingkan triwulan II-2007. Pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan menjadi fokus belanja investasi pemerintah pusat dengan total pengeluaran sebesar Rp 120,08 milyar atau 83,32% dari total belanja investasi (grafik 4.4). Aktivitas belanja modal pemerintah khususnya di bidang pembangunan jalan dan irigasi yang dimulai pada awal tahun 2008 diharapkan memperbaiki kondisi infrastruktur di Sumatera Barat.
Kemampuan APBD dalam melakukan stimulus fiskal di daerah masih relatif rendah. Hal ini diindikasikan dari masih rendahnya rasio belanja modal terhadap total belanja APBD dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota.Dari 19 pemerintah kabupaten/kota, terdapat 5 pemerintah kabupaten/kota yang rasio belanja modal terhadap total belanja di atas 30%. Pemerintah kabupaten/kota tersebut sebagian besar merupakan hasil pemekaran seperti Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, dan Kota Pariaman. Yang menarik dicermati, pemerintah Kabupaten/Kota dengan pendapatan tertinggi tidak otomatis memiliki belanja modal tinggi. Pemerintah Kota Padang justru memiliki rasio belanja modal terkecil (15,02%). Padahal sebagai kota terbesar di Sumatera Barat, seyogyanya memiliki infrastruktur yang terbaik.
SSIISSTTEEMM PPEEMMBBAAYYAARRAANN
Selama triwulan II-2008 net-outflow yang terjadi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai & volume kliring meningkat. Transaksi BI RTGS meningkat.
Memasuki triwulan II-2008, aliran uang kas yang masuk (cash-inflow) Kantor Bank Indonesia (KBI) Padang mengalami penurunan, sementara aliran uang yang keluar (cash-outflow) meningkat signifikan. Aliran kas masuk ke Bank Indonesia Padang menurun dari Rp1.867 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp1.068 miliar di triwulan II-2008 atau turun 42,79%. Sedangkan aliran kas keluar dari Bank Indonesia Padang meningkat tajam dari Rp143 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp383 miliar di triwulan II-2008 atau tumbuh 168,33%. Menurunnya cash-inflow dan meningkatnya cash-outflow terkait dengan kinerja perbankan pada periode triwulan laporan. Posisi kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek per Mei 2008 tumbuh 12,25% dibandingkan posisi Desember 2007 hingga menjadi Rp14,20 triliun. Sementara dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan laporan sedikit menurun, sehingga bank banyak yang menarik dananya untuk membiayai kredit dimaksud.
Pada triwulan II-2008, transaksi kliring mengalami kenaikan di sisi nominal dan volume. Perputaran uang non-tunai melalui sarana kliring di Bank Indonesia Padang pada triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 16,40%, yaitu dari Rp2.988 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp3.478 miliar di triwulan laporan. Peningkatan transaksi nominal kliring diiringi dengan peningkatan volume kliring. Volume kliring di triwulan II-2008 meningkat dari 91,6 ribu lembar di triwulan I-2008 menjadi 95,0 ribu lembar pada triwulan laporan atau naik 3,74%.
Sebagaimana transaksi kliring, perkembangan transaksi non-tunai dengan menggunakan sarana BI-RTGS di Kantor BI Padang selama triwulan II-2008 masih menunjukkan peningkatan transaksi. Untuk transfer masuk ke Sumatera Barat melalui BI-RTGS, nilai transaksi meningkat sebesar 20,99% yaitu dari Rp7.211 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp8.725 miliar pada triwulan laporan. Volume RTGS transfer masuk juga meningkat sebesar 36,66% yaitu dari 11.514 transaksi di triwulan I-2008 menjadi 11.735 transaksi di triwulan laporan.
Bank Indonesia Padang 6
Ringkasan Eksekutif
KKEETTEENNAAGGAAKKEERRJJAAAANN DDAANN KKEESSEEJJAAHHTTEERRAAAANN DDAAEERRAAHH
Kondisi ketenagakerjaan Sumatera Barat bergerak membaik. Tingkat kesejahteraan penduduk meningkat.
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat menunjukkan angka yang relatif cukup menggembirakan. Hasil Susenas yang dilaksanakan BPS Sumatera Barat pada bulan Februari 2008 menunjukkan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat terus bergerak ke arah yang lebih baik dibandingkan tahun 2007 (Susenas Februari & Agustus 2007). Beberapa indikator ketenagakerjaan mengalami perbaikan yang cukup berarti, seperti jumlah orang yang bekerja dan pengangguran. Sementara itu, jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK) di Provinsi Sumatera Barat pada Susenas Februari 2008 menunjukkan peningkatan, dibandingkan Februari 2007.
Dari sisi jumlah pengangguran, walaupun tidak sebesar periode Februari 2007, terus terjadi penurunan yang cukup berarti. Jumlah pengangguran pada Susenas Februari 2008 sebanyak 206.740 orang yang berarti terjadi penurunan sebesar 3,04% apabila dibandingkan Agustus 2007. Penurunan jumlah pengangguran selain terserap lapangan kerja atau berwiraswasta, juga karena ada sebagian angkatan kerja yang merantau ke luar Sumatera Barat dan ada yang pindah ke kelompok bukan angkatan kerja. Selain itu, adanya kegiatan Bursa Tenaga Kerja yang dilakukan pemerintah daerah bekerjasama dengan pengusaha/sektor swasta cukup membantu para pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan.
Program pemerintah daerah di sektor pertanian, seperti pembukaan lahan pertanian baru, bantuan dana bergulir untuk petani, pelatihan pertanian, dll, dapat meningkatkan minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian. Berdasarkan Susenas Februari 2008 tenaga kerja di sektor pertanian tumbuh sebesar 6,04% dibandingkan Agustus 2007. Sektor perdagangan tumbuh sebesar 4,57% dan sektor jasa tumbuh sebesar 4,17%. Sementara sektor industri, sektor konstruksi/bangunan dan sektor angkutan, mengalami penurunan masing-masing sebesar 26,20%, 15,73% dan 4,65%.
Tingkat kesejahteraan penduduk Sumatera Barat pada triwulan II-2008 tercatat lebih baik dari triwulan sebelumnya. Hal tersebut tampak dari beberapa indikator seperti Nilai Tukar Petani (NTP), perkiraan pendapatan perkapita dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diterima. Indikator-indikator tersebut tercatat lebih baik/tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Memasuki periode triwulan II-2008, NTP di Sumatera Barat berada pada level yang lebih tinggi dari NTP nasional, padahal dengan tahun dasar sebelumnya, NTP Sumatera Barat selalu berada dibawah nasional. Berdasarkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku, PDRB per kapita Sumatera Barat di triwulan laporan diperkirakan sebesar Rp14,35 juta lebih tinggi dari triwulan I-2008 yang tercatat sebesar Rp13,85 juta. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp800.000/bulan atau naik 10,34% dibandingkan tahun 2007 yang tercatat sebesar Rp725.000/bulan.
PPRROOSSPPEEKK PPEERREEKKOONNOOMMIIAANN SSUUMMAATTEERRAA BBAARRAATT
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2008 diperkirakan kembali meningkat pada kisaran 6.3-6.8% (y-o-y)
Pertumbuhan ekonomi Sumbar Triwulan III-2008 secara tahunan (y-o-y) diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan II-2008 dengan laju pertumbuhan pada kisaran 6,3%-6,8%. Dari sisi konsumsi, akan terjadi peningkatan tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen yang terus menurun selama triwulan I kembali meningkat pada bulan Juni 2008. Berakhirnya situasi ketidakpastian kenaikan BBM ternyata
Bank Indonesia Padang 7
Ringkasan Eksekutif
Inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan berada pada kisaran 11-12% (y-o-y)
segera berakhir setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Meski kondisi ekonomi saat ini menurut konsumen masih terus memburuk, namun konsumen berekspektasi perekonomian akan membaik. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya beberapa indikator ekspektasi seperti ekspektasi penghasilan, lapangan kerja, dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang.
Indikator perbankan masih menunjukkan arah yang positif dan mendukung masih tingginya pertumbuhan ekonomi ke depan. Kredit lokasi proyek hingga akhir Mei 2008 masih tumbuh di atas proyeksi. Kredit investasi di sektor pertanian serta kredit konstruksi hingga Mei 2008 telah mengalami pertumbuhan 20,02%. Pembiayaan ekonomi dari Pemerintah diperkirakan juga meningkat, terutama yang berasal dari pemerintah daerah. Faktor musiman menjelang masuknya bulan Ramadhan diperkirakan juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi khususnya di sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa.
Kenaikan harga CPO diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan tren peningkatan harga minyak dunia. Tren kenaikan harga minyak dunia membawa pengaruh baik bagi ekspor Sumatera Barat serta nilai tambah sektor pertanian. Pada grafik 7.4 terlihat bahwa pergerakan harga palm oil dan palm kernel oil searah dengan harga minyak mentah. Tidak hanya itu, harga batu bara dunia juga terus meningkat (grafik 7.5). Hal ini akan mendorong investasi di sektor pertanian.
Tekanan Inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan relatif sama dengan triwulan laporan berkisar antara 11-12% (y-o-y). Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan inflasi yang masih cukup tinggi tersebut antara lain inflasi bahan makanan, makanan jadi, serta perumahan sebagai akibat dampak ronde kedua kenaikan harga BBM. Inflasi kelompok pendidikan juga masih berpengaruh pada bulan Juli-Agustus seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. Beberapa perusahaan memang tidak seketika menaikkan harga produknya karena masih melakukan kalkulasi ulang terhadap kenaikan upah buruh serta penyesuaian biaya produksi lainnya.
Belum stabilnya harga minyak dunia berpotensi meningkatkan angka inflasi melewati proyeksi. Pergerakan harga minyak dunia yang tidak pasti menyulitkan proyeksi inflasi secara tepat. Apalagi, banyak kalangan masih memperdebatkan volatilitas harga minyak, disebabkan faktor supply demand semata atau ada unsur spekulasi. Meskipun demikian, relatif stabilnya nilai tukar rupiah sebagai salah satu target kebijakan moneter Bank Indonesia menjadi modal yang cukup kuat dalam pengamanan inflasi.
Bank Indonesia Padang 8
Ringkasan Eksekutif
Tw. I-2007 Tw. II-2007 Tw. III-2007 Tw. IV-2007 Tw. I-2008*) Tw. II-2008MAKROIHK Kota Padang**) 155.45 152.40 155.54 160.28 160.28 167.25 111.41 Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) 10.73 7.79 9.00 6.90 6.90 7.59 12.67 PDRB - harga konstan (miliar Rp) 7,991.59 8,145.29 8,337.78 8,456.29 32,930.95 8,517.32 - Pertanian 1,954.47 1,991.35 2,035.04 2,058.06 8,038.92 2,065.78 2,096.19 - Pertambangan dan Penggalian 248.67 253.62 261.36 265.18 1,028.83 264.86 267.08 - Industri Pengolahan 1,014.38 1,038.68 1,071.98 1,084.02 4,209.07 1,088.10 1,101.42 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 94.56 97.57 100.84 101.46 394.43 102.32 104.23 - Bangunan 399.69 405.32 406.38 415.81 1,627.20 423.21 427.19 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,478.21 1,503.47 1,536.07 1,538.93 6,056.68 1,561.44 1,579.75 - Pengangkutan dan Komunikasi 1,090.07 1,115.81 1,147.72 1,173.14 4,526.74 1,193.83 1,217.83 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 411.43 418.28 428.37 434.47 1,692.55 439.53 447.11 - Jasa 1,300.11 1,321.18 1,350.02 1,367.24 5,338.56 1,378.25 1,396.21 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5.66 6.29 6.69 6.71 6.34 6.58 6.04 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** 236.34 306.45 233.98 445.15 1,221.92 442.69 313.88 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** 802.10 490.59 325.99 760.02 2,378.70 794.55 488.52 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** 14.82 4.29 43.39 22.66 85.16 34.73 43.27 Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** 79.87 33.10 223.03 121.23 457.24 123.85 104.26
PERBANKAN***Bank UmumTotal Aset (Rp triliun) 17.06 18.79 19.87 17.61 17.61 18.81 18.86 DPK (Rp Triliun) 11.15 11.99 12.39 13.62 13.62 13.60 13.39 - Tabungan (Rp Triliun) 4.38 4.74 4.91 6.43 6.43 5.70 5.67 - Giro (Rp Triliun) 3.35 3.68 3.96 3.76 3.76 4.25 4.01 - Deposito (Rp Triliun) 3.42 3.56 3.52 3.41 3.41 3.65 3.70 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 9.63 10.59 11.40 12.62 12.93 12.93 14.19 - Modal Kerja 4.12 4.45 4.78 5.32 5.41 5.41 5.76 - Investasi 1.66 1.90 2.04 2.46 2.44 2.44 2.72 - Konsumsi 3.85 4.24 4.58 4.84 5.08 5.08 5.71 - LDR (%) 86.29 89.56 92.03 92.68 92.68 93.92 105.97 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 8.84 9.57 9.98 10.86 10.86 11.40 12.37 - Modal Kerja 3.78 4.12 4.18 4.70 4.70 4.86 n.a.- Konsumsi 3.39 3.74 4.04 4.25 4.25 4.69 n.a.- Investasi 1.67 1.72 1.75 1.92 1.92 1.85 n.a.- LDR (%) 79.29 79.85 80.53 79.77 79.77 83.82 n.a.NPL (gross, %) 3.48 3.67 3.01 2.60 2.60 2.74 2.83 Kredit UMKM (triliun Rp)Kredit Mikro (<Rp 50 juta) (triliun Rp) 3.94 4.09 4.27 4.26 4.26 4.16 4.21 - Modal Kerja 0.58 0.61 0.60 0.66 0.66 0.64 0.68 - Investasi 0.32 0.31 0.26 0.24 0.24 0.14 0.19 - Konsumsi 3.04 3.17 3.41 3.36 3.36 3.38 3.34 Kredit Kecil (Rp 50 juta < X ≤ Rp 500 juta) (triliun Rp) 2.02 2.36 2.52 2.85 2.85 3.14 3.92 - Modal Kerja 1.12 1.21 1.28 1.36 1.36 1.36 1.49 - Investasi 0.20 0.22 0.27 0.28 0.28 0.31 0.34 - Konsumsi 0.70 0.92 0.98 1.21 1.21 1.47 2.10 Kredit Menengah (Rp 500 juta < X ≤ Rp 5 miliar) (triliun Rp) 1.28 1.47 1.57 1.74 1.74 1.75 2.04 - Modal Kerja 0.98 1.15 1.15 1.28 1.28 1.28 1.49 - Investasi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.29 - Konsumsi 0.10 0.13 0.17 0.21 0.21 0.22 0.26 Total Kredit MKM (triliun Rp) 7.25 7.92 8.37 8.85 8.85 9.05 10.18 NPL MKM gross (%) 2.91 3.16 2.77 2.33 2.33 2.52 n.a.
BPRTotal Aset (Rp triliun) 0.59 0.64 0.67 0.76 0.76 0.80 0.84 DPK (Rp Triliun) 0.35 0.37 0.40 0.47 0.47 0.50 0.52 - Tabungan (Rp Triliun) 0.19 0.20 0.22 0.27 0.27 0.29 0.31 - Deposito (Rp Triliun) 0.16 0.17 0.18 0.20 0.20 0.21 0.21 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 0.40 0.46 0.50 0.51 0.51 0.54 0.60 - Modal Kerja 0.26 0.29 0.32 0.32 0.32 0.34 0.38 - Investasi 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 - Konsumsi 0.10 0.11 0.12 0.13 0.13 0.13 0.14 Kredit UMKM (triliun Rp) 0.40 0.46 0.50 0.51 0.51 0.54 0.60 Rasio NPL Gross (%) 8.52 7.68 7.41 7.95 7.95 8.07 LDR (%) 115.50 123.64 124.75 109.17 109.17 108.69 115.38 Keterangan :* Angka PDRB Tw.I-2008 merupakan proyeksi Bank Indonesia** Sejak bulan Juni 2008 dilakukan tahun dasar dari 2002=100 menjadi 2007=100*** Angka impor dan ekspor Tw. II-2008 angka sementara, posisi Mei 2008 open file, *** Data Perbankan untuk Triwulan II-2008 menggunakan posisi akhir Mei 2008Sumber :- Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI- Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI, kecuali kredit berdasarkan lokasi kantor cabang dan Rasio NPL berasal dari Laporan Bulanan Bank Umum
TRIWULAN
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat
KeteranganINDIKATOR TRIWULAN TAHUN 2007
Bank Indonesia Padang 9
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
SUMATERA BARAT
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tumbuh melambat
setelah tumbuh cukup ekspansif pada empat triwulan terakhir.
Perekonomian Sumbar triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 6,04%. Dari sisi
permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari menurunnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan meningkatnya impor. Seiring dengan
hal tersebut, di sisi penawaran, baik sektor tradeables maupun sektor non
tradeables mengalami pertumbuhan yang kontraktif. Pada sektor tradeables,
sektor pertanian dan industri pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan
yang cukup tinggi, sementara pada sektor nontradeables, sektor perdagangan,
hotel, dan restoran menyumbang penurunan pertumbuhan yang cukup tajam.
5.876.11
5.996.34 6.52
6.34 6.30 6.20
6.255.52
5.666.29 6.69
6.71 6.586.04
012345678
III-2006 IV-2006 I-2007 II-2007 III-2007 IV-2007 I-2008 II-2008p
%
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional
Nasional, y-o-y, %
Sumbar, y-o-y,%
Meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan menjadi faktor melambatnya
pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Hal ini tercermin dari terus
menurunnya indeks kepercayaan konsumen serta posisi tabungan masyarakat.
Turunnya indeks kepercayaan konsumen yang diikuti dengan terus menurunnya
posisi tabungan perorangan dan jumlah rekening tabungan mengindikasikan
bahwa pertumbuhan konsumsi telah mencapai pertumbuhan yang optimal dan
cenderung menurun karena terbatasnya daya beli.
9 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Pertumbuhan impor mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Meningkatnya harga komoditas perkebunan mendorong peningkatan investasi
khususnya di bidang perkebunan. Hal ini tercermin dari tingginya peningkatan
impor bahan pendukung ekstensifikasi di bidang perkebunan seperti pupuk.
Dalam jangka pendek, meningkatnya impor menggerogoti pertumbuhan
ekonomi karena belum menghasilkan output. Apalagi komoditas perkebunan
memiliki masa tenggang (grace period) minimal empat tahun. Namun dalam
jangka panjang, meningkatnya impor akan mendorong pertumbuhan PDRB cukup
tinggi.
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IITotal PDRB 5.47 5.73 6.14 6.34 5.66 6.29 6.69 6.71 6.58 6.04Domestik 2.64 4.78 3.55 3.21 0.79 1.48 3.89 6.59 10.61 9.09 Konsumsi Rumah Tangga 3.81 4.78 4.13 4.11 3.25 3.46 4.41 5.27 5.22 5.08 Konsumsi Pemerintah 2.18 4.23 4.62 4.67 4.21 4.55 4.74 5.18 4.45 4.48 Investasi 3.18 5.83 4.02 3.92 3.78 4.06 3.78 4.05 4.19 4.08Eksternal 32.44 12.74 23.91 24.29 34.42 35.20 22.55 7.37 -11.26 -7.76 Ekspor 33.56 21.20 18.22 28.90 27.68 30.41 29.04 28.51 16.59 16.67 Impor 35.80 37.73 9.11 37.29 15.77 22.05 40.95 68.95 73.83 63.98Catatan : Komponen PDRB tidak termasuk perubahan stok dan statistical discrepancySumber : BPS, diolah
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IITotal PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Domestik 88.07 87.28 85.15 84.23 82.64 81.58 81.86 82.81 84.67 84.22 Konsumsi Rumah Tangga 57.59 57.07 55.99 54.68 54.81 55.18 54.83 54.57 54.48 54.33 Konsumsi Pemerintah 12.16 11.99 11.82 11.55 11.63 11.75 11.69 11.55 11.52 11.52 Investasi 18.46 18.48 18.11 17.52 17.70 17.97 17.79 17.51 17.57 17.47Eksternal 11.93 12.72 14.85 15.77 17.36 18.42 18.14 17.19 15.33 15.78 Ekspor 18.03 20.67 23.02 28.74 27.91 27.37 27.50 27.97 29.95 30.26 Impor 6.10 7.95 8.17 12.97 10.55 8.96 9.37 10.78 14.61 14.48Catatan : Komponen PDRB tidak termasuk perubahan stok dan statistical discrepancySumber : BPS, diolah
2004 2005 2006 20072007
2006 2007 20072004 2005 2008Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%, y-o-y)
Tabel 1.2. Pangsa PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%)2008
1.1. Permintaan Agregat
Melambatnya pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan berasal dari
perlambatan pada konsumsi rumah tangga serta pertumbuhan impor
yang cukup tinggi. Tingginya inflasi sejak awal tahun 2008 semakin
berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga dengan menggerus daya beli.
Bank Indonesia Padang 10
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Beberapa prompt indikator konsumsi mengkonfirmasi hipotesis tersebut (grafik
1.2-1.5). Indeks kepercayaan konsumen terus menurun, meski kembali meningkat
pada bulan Juni 2008. Indeks penghasilan saat ini juga terus menunjukkan
penurunan setelah meningkat pada bulan April (grafik 1.3). Posisi simpanan
perorangan di perbankan juga terus mengalami penurunan. Data simpanan
individual di perbankan yang menunjukkan terjadi penurunan selama tahun
berjalan sebesar 8,40% dari Rp 9,62 triliun (Desember 2007) menjadi Rp 8,81
triliun (Mei 2008). Survei konsumen Bank Indonesia pada masyarakat kelas
menengah ke atas di Kota Padang menunjukkan bahwa sebanyak 47,5% posisi
simpanan mereka per Juni 2008 mengalami penurunan dibandingkan enam bulan
lalu. Konsumen juga menyatakan bahwa saat ini bukan merupakan saat yang
tepat untuk membeli barang tahan lama (durable goods). Indeks ketepatan
membeli barang durable goods terus mengalami penurunan setelah terus
meningkat pada triwulan I-2008.
0
20
40
60
80
100
120
0
1
2
3
4
5
6
2007 2008
%, g[pdrb
IKK, Indeks
g‐PDRB Konsumsi
IKK
Sumber : SK-BI dan BPS, diolah
0
20
40
60
80
100
120
0
20
40
60
80
100
120
140
2007 2008
%, g[pdrb
Indeks Penghasilan Saat Ini, %
Indeks Penghasilan Saat Ini g‐PDRB Konsumsi
Sumber : SK-BI dan BPS, diolah
Grafik 1.2. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB
Grafik 1.3. Indeks Penghasilan Saat Ini dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB
0
1
2
3
4
5
6
0
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
12000000
2007 2008
%, g[pdrb
Tabungan, Juta Rp
Posisi Tabungan Perorangan g‐PDRB Konsumsi
Sumber : Sekda-BI dan BPS, diolah
0
1
2
3
4
5
6
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2007 2008
%, g[pdrb
Inde
ks
Indeks Ketepatan Waktu Membeli Durable Goods g‐PDRB Konsumsi
Sumber : SK-BI dan BPS, diolah
Grafik 1.4. Perkembangan Posisi Tabungan Perorangan di Bank Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Ketepatan Membeli Durable Goods
11 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
050100150200250300350400450
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Min
ibu
s
Sep
eda
Mo
tor
Sepeda Motor
Minibus237 256 261
300
438503
119
255 237305
394 424
79 86 105 107199
240
0
100
200
300
400
500
600
Tw.I-07 Tw.II-07 Tw.III-07 Tw.IV-07 Tw.I-08 Tw.II-08
Pick up Light Truck Truck
Sumber : DPKD Sumbar, diolah Sumber : DPKD Sumbar, diolah
Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Sepeda Motor dan Minibus Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Kendaraan Niaga
Pertumbuhan impor terus menurunkan sumbangan sektor eksternal
terhadap pembentukan PDRB Sumbar. Pada tabel 1.1. terlihat bahwa
pertumbuhan sektor eksternal mengalami pertumbuhan negatif karena
pertumbuhan impor yang sangat tinggi, di atas 60% selama tiga triwulan
terakhir, sementara pertumbuhan ekspor relatif stabil pada kisaran 16%. Sama
seperti triwulan sebelumnya, impor pupuk terus mengalir untuk memenuhi
permintaan investasi pada subsektor perkebunan. Nilai impor pupuk pada
triwulan II-2008 bahkan mencapai USD 39,48 juta, dua kali lipat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Kelompok Barang Berdasarkan HS 2 Digit
Tw.I-2007 Tw.II-2007 Tw.III-2007 Tw.IV-2007 Tw.I-2008 Tw.II-2008*
31 - Fertilizers 3,682,900 390,000 21,465,499 7,008,832 19,136,023 39,483,824 48 - Paper and paperboard 2,079,249 351,846 2,596,531 3,064,829 5,710,945 1,820,588 25 - Salt; sulphur,earths and stone 1,383,453 1,428,300 2,315,694 2,052,186 2,141,126 1,075,441 84 - Nuclear react.,boilers,mech. appli. 1,208,105 878,328 8,872,735 3,441,454 3,155,794 791,732 39 - Plastics and articles thereof 306,880 34,131 761,715 55,784 25,986 53,684 73 - Articles of iron and steel 397,018 184,938 485,441 614,138 244,314 14,450 82 - Tools, implements, cutlery, spoons. - - 9,158 1,351 953 1,965 85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 63,166 46,405 203,337 11,661 122,570 1,186 83 - Miscellaneous articl. of base metal - - 68,644 - 69,000 193 72 - Iron and steel 191,994 23,519 1,630 - 189,073 6 10 - Cereals 3,771,120 - 4,024,170 3,878,579 3,832,145 - 17 - Sugars and sugars confectionery. 854,440 742,000 868,958 83,415 81,000 - *) s.d. Mei 2008Sumber : DJBC, diolah
Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama melalui Pelabuhan Teluk Bayur (USD)
Peningkatan impor pupuk menunjukkan proses investasi di sektor
pertanian terus bergerak. Tingginya harga CPO internasional, excess demand
CPO mencapai 30% serta tingginya harga minyak dunia mendorong optimisme
investasi pada sektor pertanian. Indikator investasi lain juga menunjukkan
Bank Indonesia Padang 12
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
peningkatan. Penjualan kendaraan niaga terus mengalami peningkatan. Hasil
liaison Bank Indonesia Padang menyatakan bahwa stock kendaraan niaga
mengalami kondisi zero stock dengan masa inden 2 bulan.
Pemerintah daerah masih mengalami masalah dalam melakukan realisasi
belanja modalnya, sementara belanja pemerintah pusat kembali tumbuh
ekspansif. Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, pemerintah pusat
melipatgandakan realisasi belanja modalnya dari Rp 71,00 milyar menjadi Rp
144,13 milyar. Yang lebih menggembirakan, belanja modal pemerintah pusat
ditujukan untuk belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan yang mencapai Rp
120,09 milyar (83,32%). Di sisi lain, pemerintah daerah masih terlihat kesulitan
dalam merealisasikan belanja modalnya. Sebagaimana telah dibahas pada laporan
ini triwulan sebelumnya, faktor keterlambatan realisasi belanja bukanlah
disebabkan pada kecepatan pengesahan APBD oleh DPRD. Pada tahun 2008,
semua APBD Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi disahkan tepat
waktu namun keterlambatan realisasi masih dirasakan. Faktor-faktor struktural
yang diperkirakan mempengaruhi keterlambatan realisasi APBD antara lain
kelemahan pada perencanaan anggaran, kelemahan pada manajemen proyek,
kurangnya SDM yang telah memiliki sertifikasi pengadaan, serta tidak adanya
reward and punishment terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
merealisasikan kegiatannya lebih cepat.
Kelompok Barang Berdasarkan HS 2 Digit
Tw.I-2007 Tw.II-2007 Tw.III-2007 Tw.IV-2007 Tw.I-2008 Tw.II-2008*
15 - Animal or vegt. fats and oils 121,898,118 177,238,408 154,753,848 266,739,654 305,170,568 232,281,932 40 - Rubber and articles thereof 73,604,091 103,823,478 62,076,135 101,745,561 91,201,960 53,352,578 25 - Salt; sulphur,earths and stone 14,340,655 197,950 - 6,040,604 9,905,046 8,090,258 09 - Coffee, tea, mate and spices 8,259,242 7,048,011 7,075,975 8,066,227 8,364,564 6,366,318 23 - Res. and waste from food industries 4,289,426 5,729,309 2,824,210 6,442,775 7,310,741 4,570,601 18 - Cocoa and cocoa preparations 2,031,238 2,400,381 1,997,755 4,212,021 6,818,620 3,342,180 27 - Mineral fuels, minaral oil products 1,982,248 1,460,000 1,400,000 5,688,020 3,895,394 - 38 - Miscellaneous chemical products. 415,010 452,750 297,520 183,823 3,019,235 - 33 - Essential oils and resinoids 2,118,454 1,593,103 1,292,555 4,221,783 1,962,393 1,495,259 32 - Tanning and dyeing extracts 1,264,221 1,686,756 2,019,368 1,980,926 1,657,910 1,736,425 *) s.d. Mei 2008Sumber : DJBC, diolah
Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama melalui Pelabuhan Teluk Bayur (USD)
Di sisi perdagangan internasional, tingginya harga CPO meningkatkan
nilai ekspor Sumatera Barat. Hingga pertengahan tahun 2008, nilai ekspor CPO
mencapai USD 537,55 juta. Nilai ekspor tersebut telah mencapai 75% dari total
13 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
nilai ekspor CPO tahun 2007 sebesar USD 720.60 juta. Beberapa komoditas
perkebunan lain yang juga memberikan sumbangan cukup tinggi terhadap ekspor
Sumatera Barat antara lain karet mentah, kelompok kopi, teh, rempah-rempah,
serta kakao. Ekspor semen relatif menurun karena permintaan dalam negeri
cukup tinggi.
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IITotal PDRB 5.47 5.73 6.14 6.34 5.66 6.29 6.69 6.71 6.58 6.04Tradeable 5.18 4.90 4.68 5.06 3.27 4.61 6.13 6.83 6.25 5.51Pertanian 5.79 5.13 5.01 5.06 3.73 4.46 5.49 6.15 5.70 5.26 Tanaman Pangan dan Hortikultura 5.47 5.09 4.22 4.95 3.31 4.31 5.57 5.07 4.88 4.25 Perkebunan 11.62 9.97 9.39 9.46 8.33 8.24 8.45 9.93 8.56 7.86Pertambangan dan Penggalian 3.26 3.09 3.04 3.09 2.08 3.69 6.07 7.69 6.51 5.31Industri Pengolahan 4.53 4.93 4.47 5.55 2.67 5.13 7.39 7.93 7.27 6.04Non Tradeable 5.68 6.33 7.17 7.18 7.33 7.45 7.07 6.63 6.80 6.39Listrik, Gas, dan Air Bersih 5.90 12.51 8.93 6.90 4.77 6.59 8.27 7.89 8.21 6.82Bangunan 7.62 4.69 7.26 5.33 6.08 6.17 4.12 4.99 5.88 5.39Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5.29 5.97 6.73 6.95 7.91 7.76 6.98 5.26 5.63 5.07Pengangkutan dan Komunikasi 8.03 9.81 10.27 9.61 8.84 9.37 9.78 9.30 9.52 9.14Keuangan 6.35 6.33 7.87 7.17 7.90 6.99 6.78 7.05 6.83 6.89Jasa-Jasa 3.67 4.21 4.85 6.02 5.86 6.12 5.84 6.26 6.01 5.68Sumber : BPS, diolah
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IITotal PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Tradeable 41.66 41.34 40.77 40.29 41.19 40.96 40.61 40.33 40.26 40.31Pertanian 25.15 25.01 24.74 24.45 24.91 24.87 24.68 24.52 24.46 24.45 Tanaman Pangan dan Hortikultura 12.76 12.68 12.45 12.29 12.58 12.52 12.38 12.33 12.30 12.29 Perkebunan 5.61 5.84 6.02 6.19 5.92 6.01 6.06 6.06 6.07 6.12Pertambangan dan Penggalian 3.35 3.26 3.17 3.07 3.22 3.19 3.15 3.11 3.11 3.11Industri Pengolahan 13.16 13.06 12.86 12.76 13.06 12.89 12.77 12.70 12.69 12.75Non Tradeable 58.34 58.66 59.23 59.71 58.81 59.04 59.39 59.67 59.74 59.69Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.09 1.16 1.19 1.20 1.19 1.19 1.19 1.19 1.18 1.20Bangunan 4.99 4.94 4.99 4.95 4.98 4.98 4.99 5.01 5.00 4.98Perdagangan, Hotel, dan Restoran 18.15 18.20 18.30 18.41 18.11 18.21 18.37 18.49 18.50 18.46Pengangkutan dan Komunikasi 12.40 12.88 13.38 13.79 13.24 13.31 13.38 13.57 13.64 13.70Keuangan 4.99 5.02 5.10 5.14 5.04 5.10 5.13 5.13 5.15 5.14Jasa-Jasa 16.71 16.47 16.27 16.22 16.24 16.25 16.32 16.27 16.27 16.22Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.6. Pangsa PDRB Menurut Lapangan Usaha
2004 2005 2006 2007 2007 2008
2005 20072004 2006 2007 2008Tabel 1.5. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (%, y-o-y)
1.2. Penawaran Agregat
Seiring dengan melambatnya permintaan, hampir semua sektor
penawaran mengalami pertumbuhan yang melambat. Pada sektor
tradeables, penurunan terjadi pada semua sektor, dengan penurunan paling
tajam terjadi pada sektor industri pengolahan dari 7,27% menjadi 6,04%.
Melambatnya pertumbuhan sektor industri ini diperkirakan terkait dengan
melambatnya pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air bersih, yang
Bank Indonesia Padang 14
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
mengalami perlambatan dari 8,21% menjadi 6,82%. Hal ini dipengaruhi oleh
pemadaman bergilir yang cukup sering terjadi sejak bulan Mei 2008.
Pada sektor nontradeables, hanya sektor keuangan yang mengalami
pertumbuhan ekspansif. Pertumbuhan sektor keuangan meningkat dari 6,83%
menjadi 6,89%. Sementara itu, sektor transportasi dan komunikasi masih menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi di sisi penawaran. Sektor ini tumbuh 9,14%
pada triwulan laporan.
1.2.1 Sektor Pertanian
Sektor pertanian pada triwulan II-2008 mengalami pertumbuhan sebesar
5,26% (y-o-y), sedikit menurun dibandingkan triwulan I-2008 (5,70%)
namun jauh lebih tinggi daripada triwulan II-2007 (4,46%). Subsektor
perkebunan masih tumbuh paling tinggi meski dari sisi pangsa masih didominasi
oleh subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Pada triwulan laporan, hanya
subsektor perikanan yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Pada sektor pertanian, pertumbuhan yang melambat terjadi justru pada
subsektor perkebunan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi
penopang pertumbuhan PDRB Sumbar. Subsektor perkebunan terus
mengalami perlambatan sejak tahun 2007 dan pertumbuhan sebesar 5,61% pada
triwulan laporan merupakan pertumbuhan yang paling rendah. Beberapa media
massa melaporkan bahwa banyak perkebunan karet maupun kelapa sawit di
Sumatera Barat telah melewati masa produktif sehingga perlu dilakukan
peremajaan. Hal ini dikonfirmasi dengan stagnasi volume ekspor Sumatera Barat.
Hasil liaison KBI Padang juga menunjukkan hal yang senada dimana output
perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat tidak dapat memenuhi peningkatan
permintaan sebesar 30% pertahun karena kapasitas perkebunan yang relatif
tetap.
Luas lahan produktif Cassiavera (kulit kayu manis) juga terus menurun
meskipun permintaan internasional terus meningkat. Kulit kayu manis
(cassiavera spp) termasuk salah satu komoditi ekspor non migas yang memegang
peranan cukup penting di Propinsi Sumatera Barat. Sekitar 40% jumlah ekspor
kulit kayu manis Indonesia berasal dari propinsi ini yang merupakan pengekspor
kedua terbesar setelah propinsi Jambi. Nilai ekspor komoditi ini dari Sumatera
Barat pada akhir Triwulan I 2008 mencapai US$ 4,59 juta atau telah mencapai
29,85% dari nilai ekspor tahun 2007 sebesar US$15,39 juta. Namun produksi
15 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
cassiavera dari tahun ke tahun terus
menurun sebagai akibat rendahnya
harga ditingkat petani sejak tahun 1998
yang jauh lebih rendah dibandingkan
harga ekspor yang diperoleh eksportir
yang merupakan pedagang besar dan
pengumpul. Kenyataan ini menyebabkan
banyak petani yang kemudian
mengalihkan sebagian lahannya untuk
bertanam jenis tanaman lain yang lebih
menguntungkan atau menunda memanen cassiavera sambail berharap harga
lokal akan naik kembali. Kondisi ini berdampak dengan turunnya produksi
komoditi ini baik di Sumatera Barat maupun Jambi yang merupakan sentra
penghasil komoditi casiavera di Indonesia.
Tahun
Luas Lahan Produktif (Ha)
Produksi (Ton)
2004 43.351 43.389
2005 49.351 43.6
2006 29.265 37.509
2007 29.265* 22.4792008 29.265* 5.474
Sumber : BPS Prop. Sumbar dan AECI
* Angka sementara
Tabel 1.7 Luas Lahan Produktif dan Produksi
Ekspektasi perbankan terhadap produksi pertanian Sumbar tetap
meningkat. Kredit sektor pertanian yang disalurkan bank, baik bank umum
maupun BPR, terus mengalami pertumbuhan (grafik 1.13). Ekspansi kredit sektor
pertanian oleh perbankan menunjukkan bahwa kegiatan usaha di sektor
pertanian semakin dipersepsikan positif di masa mendatang oleh kalangan
perbankan.
Produksi padi Sumatera Barat diperkirakan melampaui angka 2 juta ton
pada tahun 2008. Angka Ramalan II-2008 (ARAM II-2008) yang diterbitkan BPS
Sumbar menyatakan bahwa produksi padi diperkirakan mencapai 2.017.582 ton
GKG atau meningkat 4,10% dibandingkan produksi tahun 2007 (ATAP’07).
Peningkatan produksi padi bersumber dari bertambahnya luas panen dan
peningkatan produktivitas. Produksi jagung tahun 2008 juga diperkirakan
meningkat cukup tinggi (25,25%).
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
‐
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Tanaman Pangan & Hortikultura
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Sumber : BPS
590000
600000
610000
620000
630000
640000
650000
III‐2007 I‐2008 II‐2008
Ton
Sumber : BPS
Grafik 1.8. Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian Grafik 1.9. Produksi Padi Sawah (Aram I-2008)
Bank Indonesia Padang 16
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
Des'05
Des'06
Feb'07
Mar'07
Apr'07
May'07
Jun'07
Jul'07
Aug'07
Sep'07
Oct'07
Nov'07
Dec'07
Jan'08
Feb'08
Mar'08
Apr'08
May'08
Rp Juta
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
0100002000030000400005000060000700008000090000
Vo
lum
e P
rod
uk O
lah
an
M
akan
an
Vo
lum
e P
ert
an
ian
etc
Pertanian, Kehutanan, PerikananProduk Olahan Makanan dan Minuman
Sumber : DJBC, PPDI-BI, diolah
Sumber : Sekda BI, diolah
Grafik 1.10. Volume Ekspor Hasil Pertanian
Grafik 1.11. Penyaluran Kredit Sektor Pertanian
60
65
70
75
80Indeks
0
100
200
300
400
500
600
700
Aug‐07 Sep‐07 Oct‐07 Nov‐07 Dec‐07 Jan‐08 Feb‐08 Mar‐08 Apr‐08
Indeks TPR
Indeks Tabama
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.13. Indeks Harga yang Diterima Petani
1.2.2 Sektor Industri Pengolahan
Pertumbuhan sektor industri pengolahan mengalami perlambatan cukup
tajam dari 7,27% pada triwulan I-2008 menjadi 6,04% pada triwulan
laporan. Penurunan kinerja industri pengolahan bersumber dari penurunan
pertumbuhan nilai tambah pada industri makanan, minuman, dan tembakau. Hal
ini diperkirakan disebabkan oleh tingginya inflasi pada kelompok bahan
makanan, minyak goreng, dan minyak tanah. Selain itu, penurunan daya beli
masyarakat juga mengurangi permintaan dan konsumsi rumah tangga.
Tingginya permintaan semen menopang melambatnya pertumbuhan
ekonomi sektor industri pengolahan. Subsektor semen dan barang dari logam
tetap tumbuh cukup tinggi sebesar 8,89% pada triwulan laporan. Penjualan PT
Semen Padang terus meningkat dengan fokus penjualan di dalam negeri. Hal ini
dipengaruhi oleh meningkatnya investasi pada sektor bangunan di wilayah
Sumatera baik investasi pemerintah maupun swasta.
17 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Juta USD
Sumber : PPDI-BI
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
Jan-
07F
eb-0
7M
ar-0
7A
pr-
07M
ay-0
7Ju
n-07
Jul-0
7A
ug-0
7S
ep-0
7O
ct-0
7N
ov-
07D
ec-0
7Ja
n-08
Feb
-08
Mar
-08
Ap
r-08
May
-08
Jun-
08
Ton
Produksi
Penjualan
Sumber : PT Semen Padang
Grafik 1.14. Ekspor Barang Manufaktur
Grafik 1.15. Penjualan Semen
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
01‐Jan‐08 01‐Feb‐08 01‐Mar‐08 01‐Apr‐08 01‐May‐08 01‐Jun‐08
Premium
Solar
Minyak Tanah
-
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
May-07
Jun-07
Jul-07
Aug-07
Sep-07
Oct-07
Nov-07
Dec-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
May-08
KwH
Sumber : www.pertamina.com
Sumber : PT PLN Kanwil Sumbar
Grafik 1.16. Perkembangan Harga BBM Industri
Grafik 1.17. Konsumsi Listrik Industri
Sektor industri pengolahan diperkirakan masih akan mengalami
perlambatan seiring dengan terus meningkatnya harga BBM industri dan
supply listrik yang terbatas. Pada grafik 1.16 terlihat bahwa harga BBM
industri terus meningkat seiring dengan terus meningkatnya harga minyak dunia.
Kesulitan ini ditambah dengan defisit listrik yang terjadi akibat belum
ditambahnya pembangkit listrik yang ada di Sumatera. Konsumsi listrik industri
pada grafik 1.17 terus menunjukkan peningkatan yang mengindikasikan bahwa
permintaan listrik terus tumbuh.
1.2.3 Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) pada
triwulan II-2008 sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Melambatnya sektor PHR terjadi bersumber dari perlambatan pada subsektor
perdagangan besar dan eceran yang disebabkan oleh perlambatan pada sisi
konsumsi rumah tangga (grafik 1.18). Di sisi lain, subsektor hotel dan subsektor
restoran justru mengalami pertumbuhan yang meningkat. Hal ini disebabkan oleh
Bank Indonesia Padang 18
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
masuknya musim liburan pada penghujung triwulan II-2008 serta maraknya
kegiatan MICE di Kota Padang dan Bukittinggi. Grafik 1.19. menunjukkan bahwa
pada bulan Mei 2008 terjadi peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara
melalui Bandara Internasional Minangkabau, yang diikuti dengan tren
meningkatnya tingkat penghunian kamar hotel berbintang (grafik 1.20).
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
Tw.IV‐07 Tw.I‐08 Tw.II‐08
Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan Perdagangan Sumber : BPS, diolah
3,583
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
Dec‐07 Jan‐08 Feb‐08 Mar‐08 Apr‐08 May‐08
Wisataw
an
Sumber : BPS, diolah
Grafik 1.18. Pertumbuhan Konsumsi dan Perdagangan (%)
Grafik 1.19. Perlembangan Wisatawan Mancanegara
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
Nov‐07 Dec‐07 Jan‐08 Feb‐08 Mar‐08 Apr‐08
%
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
Des'03
Des'04
Des'05
Des'06
Feb'07
Mar'07
Apr'07
May'07
Jun'07
Jul'07
Aug'07
Sep'07
Oct'07
Nov'07
Dec'07
Jan'08
Feb'08
Mar'08
Apr'08
May'08
Sumber : BPS
Sumber : SEKDA-BI
Grafik 1.20. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang
Grafik 1.21. Kredit Sektor Perdagangan Berdasarkan Lokasi Proyek (Rp Juta)
Meskipun melambat, kucuran kredit sektor perdagangan terus
mengalami peningkatan. Pada akhir Mei 2008, kredit sektor perdagangan yang
tersalur di wilayah Sumatera Barat mencapai Rp 3,36 triliun yang terdiri dari kredit
modal kerja sebanyak Rp 2,95 triliun dan kredit investasi sebanyak Rp 410,68 juta.
Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan masih melihat sektor perdagangan
sebagai salah satu sektor unggulan di Sumatera Barat.
19 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
1.2.4 Se
Sektor TraAngkutan Kereta Ap Jalan Ray Angkutan ASDP Angkutan Jasa PenKomunikaSumber: B
Sektor Tra
Pada t
menga
subsekto
subsekto
angkuta
terjadi p
Pertum
seluler
operato
telekom
satu op
satu op
operato
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1
pesawat
Sumber : PT Angka
GrafikTerban
Meskip
namun
Bank Ind20
ktor Pengangkutan & Komunikasi
Tabel 1.8. Perkembangan Nilai Tambah Bruto Sektor Transportasi dan Komunikasi
Tw.I-07 Tw.II-07 Tw.III-07 Tw.IV-07 Tw.I-08 Tw.II-08nsportasi dan Komunikasi 8.84 9.37 9.78 9.30 9.52 9.14
6.22 6.78 7.10 6.07 6.42 6.01 i (0.42) 4.54 6.95 7.67 7.49 5.07 a 4.99 5.65 6.17 5.61 6.12 5.90 Laut (1.12) 2.14 4.37 4.61 4.70 2.82
11.23 10.23 9.40 7.47 7.05 7.56 Udara 17.45 15.80 13.53 8.75 8.92 8.46 unjang Angkutan 6.65 6.49 6.89 6.28 6.22 5.65 si 18.38 18.47 18.91 20.17 19.64 19.08 PS
Pertumbuhan Tahunan (%)nsportasi dan Komunikasi
riwulan II tahun 2008, sektor pengangkutan & komunikasi
lami pertumbuhan positif sebesar 9,14% (y-o-y). Dilihat dari
rnya, pertumbuhan pada triwulan laporan terutama disumbangkan
r komunikasi yang tumbuh sebesar 19,08% (y-o-y) sedangkan subsektor
n meningkat sebesar 6,01%. Pertumbuhan tertinggi subsektor angkutan
ada angkutan udara sebesar 8,46% (tabel 1.7).
buhan ekspansif subsektor komunikasi menarik operator telepon
untuk memperluas jaringannya di Sumatera Barat. Masuknya satu
r GSM pada akhir triwulan I-2008 kembali meningkatkan kapasitas
unikasi di Sumatera Barat. Pada triwulan III-2008 akan bertambah lagi
erator CDMA yang akan beroperasi di Sumatera Barat. Setelah masuknya
erator CDMA pada triwulan III-2008 mendatang, akan terdapat empat
r GSM dan empat operator CDMA.
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2007 2008
sa Pura II
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2007 2008
penumpang
Sumber : PT Angkasa Pura II, diolah
1.22. Perkembangan Keberangkatan Pesawat g melalui Bandara Internasional Minangkabau
Grafik 1.23. Perkembangan Keberangkatan Penumpang melalui Bandara Internasional Minangkabau
un pertumbuhan subsektor angkutan udara masih cukup tinggi,
belum dapat memenuhi permintaan konsumen di Sumatera Barat.
onesia Padang
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Hal ini ditunjukkan dengan terus melambungnya harga tiket pesawat terbang
pasca tidak beroperasinya Adam Air pada bulan Maret 2008. Pada grafik 1.22,
terlihat bahwa keberangkatan pesawat melalui Bandara Minangkabau terus
menurun. Padahal masa low season biasanya telah berakhir pada triwulan I. Di sisi
lain, beberapa maskapai justru mengurangi jadwalnya disebabkan perubahan
orientasi pasar dari domestik menjadi internasional (AirAsia) serta meningkatnya
biaya operasional akibat kenaikan harga avtur.
1.2.5 Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan pada triwulan II-2008
tumbuh sebesar 6,89% (y-o-y) sedikit meningkat dibandingkan triwulan I-
2008 sebesar 6,83% (y-o-y). Peningkatan pertumbuhan sektor ini ditopang oleh
peningkatan pertumbuhan pada subsektor bank dan subsektor lembaga
keuangan bukan bank dan jasa penunjang. Pada subsektor bank, peningkatan ini
ditunjukkan dengan peningkatan aset bank serta meningkatnya rasio LDR (grafik
1.24 dan 1.25). Peningkatan kredit ini terutama merespon penurunan pendapatan
riil rumah tangga yang dikompensasi dengan kenaikan kredit konsumsi.
Sementara itu, pada subsektor lembaga keuangan bukan bank dan jasa
penunjang, pertumbuhan yang meningkat didorong oleh peningkatan penjualan
kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor. Konsumen biasanya membeli
sepeda motor dengan skema kredit yang dibiayai oleh multifinance yang terkait
dengan dealer atau merek sepeda motor tertentu.
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May
2003 2004 2005 2006 2007 2007 2008
Rp Juta
Sumber : Sekda
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000LD
R (%
)
DP
K, K
red
it (R
p J
uta
)
DPK Kredit LDR
Sumber : Sekda, diolah
Grafik 1.24. Perkembangan Aset Perbankan Sumbar Grafik 1.25. Perlembangan DPK, Kredit, LDR
21 Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
1.2.6 Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa pada triwulan II-2008 tumbuh sebesar 5,68% (y-o-y),
sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,01%.
Sektor yang merepresentasikan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier
masyarakat ini mengalami perlambatan seiring dengan melambatnya konsumsi
masyarakat akibat tingginya tekanan inflasi. Meskipun demikian, kalangan
perbankan dan dunia usaha masih melihat sektor ini cukup prospektif dan
penurunan ini bersifat sementara. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya kredit
yang disalurkan perbankan untuk subsektor jasa dunia usaha (grafik 1.24).
Sementara itu, jasa pemerintahan umum tumbuh relatif stabil dari 5,37%
(triwulan I-2008) menjadi 5,30% (triwulan II-2008). Indikator Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) yang merepresentasikan aktivitas jasa pemerintah
menunjukkan peningkatan (grafik 1.25) antara lain dari pendapatan jasa maupun
pendapatan pendidikan.
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
May
2007 2008
Rp Juta
Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat
Sumber : Sekda BI
‐
5,000.00
10,000.00
15,000.00
20,000.00
25,000.00
30,000.00
35,000.00
40,000.00
Pendapatan Jasa Pendapatan Pendidikan
Rp Juta
s.d. Mei‐2007
s.d. mei 2008
Sumber : Kanwil III DJPBN Padang
Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Jasa-Jasa menurut Lokasi Proyek
Grafik 1.27. Perkembangan Beberapa Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)Pemerintah Pusat
Bank Indonesia Padang 22
B O K S
R
RIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF KKAAJJIIAANN EEKKOONNOOMMII RREEGGIIOONNAALL WWIILLAAYYAAHH SSUUMMAATTEERRAA**
TTRRIIWWUULLAANN IIII -- 22000088
I. Gambaran Umum
Memasuki Triwulan II-2008, kinerja perekonomian wilayah Sumatera
mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
wilayah Sumatera diperkirakan melambat dari 4,55% (Tw.I-2008) menjadi 4,09%
(Tw.II-2008). Melambatnya perekonomian bersumber dari cukup tajamnya
penurunan pertumbuhan ekonomi di Zona Sumatera Bagian Selatan. Dari sisi
permintaan, perlambatan terjadi pada semua komponen kecuali investasi.
Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami
penurunan.
Tingginya tekanan harga komoditi pada kelompok bahan makanan,
merupakan sumber dari tekanan inflasi wilayah Sumatera dalam
triwulan laporan (data Mei 2008), yang secara tahunan (y-o-y) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan harga BBM pada tanggal 24 Mei
2008 belum secara signifikan berpengaruh terhadap pembentukan inflasi
Sumatera. Berdasarkan zona ekonomi, pada triwulan ini peningkatan tekanan
inflasi tahunan terjadi di semua zona.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2008 diperkirakan masih
dibawah pertumbuhan ekonomi nasional dengan kisaran sebesar 4.0-
5.0%. Melambatnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh penurunan daya
beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM, menurunnya respon sektor
perdagangan, serta pasokan listrik yang menurun akibat masuknya musim
kemarau. Meskipun demikian beberapa faktor diperkirakan dapat menahan
perlambatan laju pertumbuhan ekonomi antara lain peningkatan realisasi
belanja APBD serta masih tingginya minat investasi pada sektor perkebunan dan
industri berbasis hasil perkebunan.
Inflasi tahunan pada triwulan III-2008 secara umum diperkirakan
bergerak lebih tinggi dari triwulan laporan. Faktor kenaikan harga BBM
diperkirakan akan menimbulkan second round effect terhadap harga
barang/jasa lainnya yang mulai terjadi di bulan Juni-Agustus 2008. Kondisi
tersebut ditambah dengan tekanan dari kelompok pendidikan, rekreasi &
* Wilayah Sumatera meliputi seluruh provinsi di Sumatera.
olahraga seiring dengan masuknya tahun ajaran baru, dan masih tingginya
harga beberapa komoditi bahan makanan di tingkat internasional.
II. Kondisi Wilayah Ekonomi
a. Assesmen Ekonomi
I II III IV I IISumatera 3.75 4.93 6.28 4.95 4.55 4.09Zona Sumbagut 3.45 6.25 5.54 2.14 1.93 2.18Sumut 8.37 8.55 6.68 4.18 4.46 5.40NAD -8.27 -3.33 -5.18 -6.48
-2.18
0.53 2.61Zona Sumbagteng 4.83 4.47 5.14 5.54 5.25 5.29Sumbar 5.66 6.29 6.69 6.71 6.58 6.04Riau 3.33 2.95 3.54 3.80 3.45 3.51Jambi 8.15 6.69 6.41 6.46 4.89 6.37Kepri 6.53 5.71 7.24 8.50 8.63 8.60Zona Sumbagsel 2.43 3.98 9.10 7.82 6.94 4.64Sumsel 5.17 5.67 5.46 7.01 8.17 4.97Babel 3.48 4.80 3.85 7.06 7.58 6.14Lampung 0.48 18.01 9.84 4.79 3.76Bengkulu 3.69 7.15 8.21 6.46 6.92 4.20Sumber : BPS
Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera (y-o-y,%)
Komponen2007** 2008**
Memasuki Triwulan II-2008, kinerja perekonomian wilayah Sumatera
mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
wilayah Sumatera diperkirakan melambat dari 4,55% (Tw.I-2008) menjadi 4,09%
(Tw.II-2008). Melambatnya perekonomian bersumber dari cukup tajamnya
penurunan pertumbuhan ekonomi di Zona Sumatera Bagian Selatan dari 6,94%
(Tw.I-2008) menjadi 4,64% (Tw.II-2008), khususnya di Provinsi Sumatera Selatan
yang memiliki pangsa cukup besar dalam pembentukan PDRB Sumatera
(13,60%). Menurunnya kinerja perekonomian Sumatera Selatan bersumber dari
sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan, perkebunan, dan
perikanan (grafik 1). Data produksi padi yang dirilis BPS (grafik 2)
mengindikasikan terjadi penurunan produksi padi di Provinsi Sumsel dari 1,3
juta ton (catur wulan I-2007) menjadi 1,1 juta ton (catur wulan I-2008)
3.19 3.45 4.77
25.22
18.41
‐1.95
10.39 11.32
1.65
9.14
14.68
7.09
3.184.85
8.56 7.244.22 3.21
Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2
2007 2008
Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan Perikanan
Sumber: BPS
Jan‐Apr'07
Mei‐Aug'07
Sep‐Des'07
Jan‐Apr'08
Mei‐Aug'08
Sep‐Des'08
Produksi Padi Sumsel 1,318,365 672,390 825,149 1,147,738. 756,226.00 849,080.00
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
Ton
Sumber: BPS, berdasarkan ASEM I-07 dan ARAM I-08
Grafik 1 PDRB Sektor Pertanian Sumsel Grafik 2 Perkembangan Produksi Padi Sumsel
Pertumbuhan ekonomi yang rendah masih terjadi di Zona Sumatera
Bagian Utara. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara
dari 4,46% (Tw.I-2008) menjadi 5,40% (Tw.II-2008) tidak cukup mengangkat
pertumbuhan ekonomi ke level yang moderat di Zona Sumatera Bagian Utara.
Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi negatif terus terjadi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang berasal dari sektor pertambangan dan
penggalian. Data lifting gas alam PT Exxon di Arun terus menunjukkan
penurunan sejak 2005. Pada tahun 2008, prognosa Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral menunjukkan penurunan produksi gas alam hampir 50%
dari 154.162 mmbtu menjadi 73.955 mmbtu.
I II III IV I II
2007** 2008***
Pertumbuhan PDRB (8.3) 0.5 2.6 (3.3) (5.2) (6.5)
Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas 0.2 11.2 9.1 9.7 4.1 2.2
Pertumbuhan PDRB Sektor Migas (23.8) (18.7) (10.3) (30.7) (27.6) (27.9)
(35.0)(30.0)(25.0)(20.0)(15.0)(10.0)(5.0)‐5.0
10.0 15.0
%
Sumber: BPS
209.770 187.626
154.162
73.935
2005 2006 2007 2008p
Lifting Gas Alam NAD
Sumber: Dep. ESDM
Grafik 3 Pertumbuhan PDRB NAD Grafik 4 Lifting Gas Alam NAD
Pertumbuhan negatif sektor pertambangan dan penggalian tidak hanya
terjadi di Zona Sumbagut. Hal ini terlihat dari semakin mengecilnya pangsa
sektor tersebut dalam pembentukan PDRB. Di Zona Sumbagteng pangsa sektor
pertambangan dan penggalian menurun dari 31,6% (Tw.I-2006) menjadi 28,3%
(Tw.II-2008). Di Sumbagsel, pangsa sektor yang menghasilkan energi ini juga
menurun sebesar 1,3% pada periode yang sama. Lebih kecilnya penurunan
pangsa di Sumbagsel karena subsektor penggalian masih tumbuh cukup tinggi,
khususnya timah (Prov. Babel) dan Batubara (Sumsel). Berbagai faktor menjadi
penyebab terus menurunnya sumbangan sektor energi yang justru sedang
mengalami kenaikan harga. Indonesia Petroleum Association melansir lima isu
utama yaitu penyelesaian perbedaan antara aturan perpajakan, Undang-
Undang Migas, dan isi kontrak kerja sama; koordinasi antarinstansi terkait untuk
menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan; kejelasan mengenai kebutuhan
gas domestik dan alokasi ekspor; merampingkan birokrasi; dan koordinasi audit
yang dilakukan oleh sejumlah instansi pemerintah (Kompas, 28 Mei 2008)
Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2
2006* 2007* 2008**
Sumbagut 8.47 8.63 7.85 7.18 6.36 6.70 7.10 4.78 4.37 4.59
Sumbagteng 31.6 31.3 31.0 30.8 30.2 29.9 29.4 29.1 28.7 28.3
Sumbagsel 16.0 15.8 16.0 16.5 15.6 15.3 14.6 15.4 14.9 14.7
‐
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
%
Sumber: BPS
649.324
1.270.375
838.319891.563
580.678
394.553
2003 2004 2005 2006 2007 2008 (April)
Kredit Investasi Pertambangan (Rp Juta)Kredit Investasi Pertambangan
Sumber: Sekda-BI
Grafik 5 Pangsa PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian Sumatera
Grafik 6 Perkembangan Kredit Investasi Pertambangan
Melambatnya kegiatan ekonomi terjadi pada hampir semua komponen
PDRB menurut permintaan (tabel 2). Pertumbuhan konsumsi melambat dari
7,38% (Tw.I-2008) menjadi 6,04%(Tw.II-2008), disebabkan penurunan
pendapatan riil akibat tekanan inflasi yang meningkat terutama inflasi pada
kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Berbagai indikator menunjukkan
menurunnya daya beli konsumen antara lain Indeks Kepercayaan Konsumen
(IKK) yang terus menurun dan stagnasi pada pertumbuhan tabungan
perorangan.
I II III IV I IITotal PDRB 3.75 4.93 6.28 4.95 4.55 4.09Permintaan Domestik 5.22 10.39 5.33 9.62 5.56 3.85Konsumsi 6.73 7.72 7.98 7.46 7.38 6.04 Rumah Tangga 7.26 8.06 8.26 6.92 7.89 6.56 Pemerintah 3.94 5.97 6.51 10.17 4.62 3.32Investasi 0.83 19.03 -2.22 17.79 0.00 -2.57 PMTB 10.59 9.04 6.05 10.97 10.24 11.89
Perdagangan Internasional -2.58 -10.96 10.87 -9.07 -1.40 0.00Ekspor 6.09 4.11 16.77 14.71 16.78 16.44Impor 16.22 21.25 22.03 39.53 34.58 30.17*** sangat sementara** sementaraSumber: BPS
2007** (Y-O-Y,%) 2008*** (Y-O-Y,%)Komponen PDRB
Tabel 2 Pertumbuhan PDRB Menurut Permintaan
0
20
40
60
80
100
120
140
Mei
Juni
Juli
Agust
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
2007 2008
Indeks
Indeks Kepercayaan Konsumen
Medan
Padang
Palembang
Bandar Lampung
Pangkal Pinang
Sumber: BPS
0
20.000.000
40.000.000
60.000.000
80.000.000
100.000.000
120.000.000
140.000.000
160.000.000
Rp Ju
ta
Perkembangan Simpanan Perorangan
Stagnan
Sumber: Sekda-BI
Grafik 7 Perkembangan IKK Kota Besar Sumatera
Grafik 8 Perkembangan Tabungan Perorangan
Pertumbuhan investasi PMTB masih tumbuh cukup tinggi terutama di
Zona Sumbagteng. Tingginya harga komoditas CPO mendorong peningkatan
investasi di subsektor perkebunan. Prompt indikator (tabel 9 dan 10)
menunjukkan bahwa impor pupuk serta kredit investasi pada sektor pertanian
terus meningkat. Impor pupuk mengalami peningkatan yang cukup signifikan
pada tahun 2006, sementara kredit sektor pertanian mengalami akselerasi sejak
awal tahun 2007.
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Impor Pupuk 95,61207 98,38122 117,8962 134,776 235,7938 229,3176 598,6362 775,5753
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Impor Pupuk (ribu USD)
Impor Pupuk
Sumber: DJBC
0
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
AprMayJun Jul AugSepOctNovDec JanFebMarApr
2007 2007 2008
Rp Ju
ta
Kredit Investasi Sektoral
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa‐jasa
Sumber: Sekda-BI
Grafik 9 Perkembangan Impor Pupuk Grafik 10 Perkembangan Kredit Investasi Sektoral
Belanja pemerintah pusat terlihat cukup ekspansif mendorong
investasi. Berdasarkan data Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat, terjadi
pertumbuhan belanja investasi pemerintah pusat, khususnya di Zona Sumbagut
dan Sumbagteng. Menjelang berakhirnya masa tugas Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Aceh Nias (BRR) pada April 2009 mendorong peningkatan belanja
investasi di Provinsi NAD dari Rp 555,5 milyar (Jan-Mei 2007) menjadi Rp 1,59
triliun (Jan-Mei 2008). Di Zona Sumbagteng, belanja investasi pemerintah pusat
banyak ditujukan kepada belanja investasi jalan dan jaringan.
SNSSSRJSSBBLS
Mes
APB
perc
men
diin
disim
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Rp Juta
Sumbe
Gra
Neg
men
Chin
awa
Sing
stag
)
Perkembangan Belanja Investasi Pemerintah PusatTabel 3 Perkembangan Belanja Investasi Pemerintah (juta Rps.d. Mei 2007 s.d. Mei 2008umbagut 649.40 1,835.82 182.70AD 555.52 1,592.84 186.73umut 93.88 242.99 158.84umbagteng 262.14 564.84 115.48umbar 64.40 164.56 155.52iau dan Kepri 84.62 151.70 79.26ambi 113.11 248.59 119.77umbagsel 510.14 530.12 3.92umsel 248.37 189.83 -23.57abel 65.21 102.45 57.12engkulu 89.81 106.10 18.13ampung 106.76 131.74 23.40umber: Depkeu, menurut Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Belanja Investasi Pertumbuhan (%)Wilayah/Zona
ki belanja pemerintah pusat tumbuh ekspansif, realisasi belanja
D masih relatif terbatas. Ketepatan waktu dalam penetapan APBD serta
epatan mekanisme transfer dana perimbangan ternyata tidak otomatis
ingkatkan belanja APBD pemerintah daerah se Sumatera. Hal ini
dikasikan dengan terus meningkatnya simpanan pemerintah daerah yang
pan di perbankan.
0
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr
2007 2007 2008
Perkembangan Simpanan Pemda di Perbankan
sumut
sumsel
sumbar
lampung
kepri
jambi
bengkulu
babel
r: Sekda
s.d. Mei 2007 s.d. Mei 2008Sumbagut 10,917.09 11,715.58 7.31NAD 4,402.70 5,133.24 16.59Sumut 6,514.39 6,582.34 1.04Sumbagteng 8,552.18 9,576.44 11.98Sumbar 3,738.61 3,894.42 4.17Riau dan Kepri 2,802.06 3,549.19 26.66Jambi 2,011.52 2,132.83 6.03Sumbagsel 9,180.68 10,053.16 9.50Sumsel 3,388.93 3,946.27 16.45Babel 1,068.87 1,200.77 12.34Bengkulu 1,617.85 1,708.42 5.60Lampung 3,105.03 3,197.71 2.98Sumber: Depkeu, menurut Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Wilayah/Zona Dana Perimbangan Pertumbuhan (%)
Perkembangan Realisasi Transfer Dana Perimbangan
Sumber: Sekda-BI
fik 11 Perkembangan Impor Pupuk Tabel 4 Perkembangan Transfer Dana Perimbangan (dalam milyar Rp)
ara-negara Emerging Asia seperti China, India, dan Malaysia
jadi tujuan ekspor utama Sumatera. Nilai ekspor bulanan Sumatera ke
a yang pada awal tahun 2006 baru mencapai USD 150 juta per bulan, pada
l triwulan II-2008 mencapai USD 420 juta per bulan. Sebaliknya, ekspor ke
apura yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor Sumatera relatif
nan (grafik 13).
0
200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
1,000,000,000
1,200,000,000
1,400,000,000
1,600,000,000
1,800,000,000
2,000,000,000
Jan'06
Apr'06
Jul'06
Okt'06
Jan'07
Apr'07
Jul'07
Okt'07
Jan'08
Apr'08
USD Juta
Penyumbang Ekspor Sumatera
DISTA ACEH
BANGKA BELITUNG
BENGKULU
JAMBI
LAMPUNG
RIAU
SUMATERA BARAT
SUMATERA SELATAN
SUMATERA UTARA
Sumber: BPS
0
100
200
300
400
500
600
Juta USD
Tujuan Ekspor Sumatera
India
RRC
Malaysia
Singapore
Sumber: Sekda-BI
Grafik 12 Perkembangan Ekspor Sumatera
Grafik 13 Tujuan Ekspor Sumatera
b. Assesmen Inflasi
Perkembangan inflasi IHK wilayah Sumatera sejak awal 2008
menunjukkan tren yang meningkat. Pada bulan Mei 2008, inflasi tahunan
Sumatera tercatat sebesar 11,53% (y-o-y), lebih tinggi dibanding inflasi IHK
nasional sebesar 10,38% (y-o-y). Berdasarkan zona di Sumatera, zona Sumbagsel
merupakan zona yang mengalami inflasi tertinggi, yaitu sebesar 13,93% (y-o-y),
diikuti oleh zona Sumbagut sebesar 11,03% (y-o-y) dan zona Sumbagteng
sebesar 9,87% (y-o-y). Tingginya tekanan inflasi di zona Sumbagsel
dibandingkan zona lainnya, merupakan sumbangan dari inflasi pada kota-kota
di zona Sumbangsel yang semuanya berada diatas inflasi nasional.
Dari 14 kota sampel inflasi di Sumatera, 10 kota inflasinya berada di
atas inflasi nasional. Inflasi tertinggi terjadi di kota Banda Aceh (15,29%) dan
Palembang (15,18%). Sementara inflasi terendah terjadi di Batam (8,03%) dan
Lhokseumawe (8,89%).
Laju inflasi tahun berjalan di wilayah Sumatera (s.d bulan Mei 2008)
tercatat sebesar 5,24% (ytd). Angka tersebut jauh lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan inflasi pada bulan Mei 2007 yang tercatat sebesar 0,83%
(ytd). Namun demikian, dibandingkan laju inflasi nasional, laju inflasi wilayah
Sumatera masih berada dibawahnya.
Berdasarkan kotanya, laju inflasi tertinggi terjadi di kota Pangkal
Pinang (10,19%) dan Bengkulu (6,60%). Sementara laju inflasi terendah
terjadi di Medan (4,02%) dan Batam (4,09%). Secara umum, tingginya inflasi di
kota-kota di Sumatera terutama didorong oleh tingginya inflasi pada kelompok
bahan makanan (volatile food) dan kelompok sandang.
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2005 2006 2007 2008
(%, y
-o-y
)
NasionalSumateraZona SumbagutZona SumbagtengZona Sumbagsel
Di lihat dari kelompok barang/jasa, di bulan Mei 2008 kelompok bahan
makanan (terutama subkelompok bumbu-bumbuan, lemak & minyak,
ikan segar, padi-padian) mendominasi pembentukan inflasi wilayah
Sumatera. Kelompok ini mengalami inflasi tertinggi di bulan Mei 2008 yaitu
sebesar 21,57% (yoy) dengan sumbangan sebesar 6,17% dari inflasi Sumatera,
disusul kemudian kelompok sandang sebesar 13,53% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,86% dan kelompok makanan jadi sebesar 9,52% (yoy) dengan
sumbangan sebesar 1,54%.
Tingginya harga internasional terhadap komoditi bahan makanan
seperti beras, kedelai, gandum, CPO dan jagung mulai triwulan IV-2007,
berpengaruh terhadap tingkat harga komoditi tersebut dan komoditi
turunannya di dalam negeri. Sementara itu, pengaruh kenaikan harga BBM
terhadap harga barang/jasa relatif belum berdampak signifikan di bulan Mei
2008. Second round effect kenaikan harga barang/jasa kemungkinan baru
terjadi di bulan Juni/Juli 2008 melalui kenaikan biaya transportasi/angkut
barang.
Masalah distribusi akibat infrastruktur jalan yang terganggu/rusak dan
cuaca yang kurang kondusif (tingginya curah hujan dan gelombang laut)
telah mengganggu jalur pasokan komoditi cabe merah, bawang merah, tomat
sayur, ikan tongkol dan ikan dencis. Beberapa kebijakan pemerintah dibidang
harga/tarif juga telah meningkatkan inflasi beberapa komoditi di triwulan
laporan, seperti bensin, minyak tanah, rokok, gas elpiji dan air minum/PDAM.
Grafik 14 Perkembangan Inflasi Sumatera dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
12005
3 5 7 9 11 12006
3 5 7 9 11 12007
3 5 7 9 11 12008
3 5
(%, y
-o-y
)
Bahan MakananMakanan JadiPerumahanSandangKesehatanPendidikanTransportasi
c. Assesmen Perbankan
Tekanan inflasi yang meningkat sejak awal tahun berpengaruh kepada
perkembangan simpanan masyarakat di perbankan. Selama tahun 2007,
posisi simpanan meningkat cukup ekspansif sebesar 16,70%. Namun hingga 30
April 2008, pertumbuhan simpanan hanya 0,93%. Posisi simpanan masyarakat di
perbankan Sumatera tercatat sebesar Rp 199,6 triliun. Stagnasi pertumbuhan
simpanan terjadi pada semua jenis simpanan.
175 173
179 181
188 190
193
198 201
198 199 199 200
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
Apr
May Jun
Jul
Aug Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
2007 2008
Rp Triliun
Simpanan
Sumber: Sekda BI
‐10 20 30 40 50 60 70 80 90
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
2007 2008
Rp Triliun
Komposisi Simpanan
Giro Tabungan Deposito
Sumber: Sekda-BI
Grafik 16 Perkembangan Simpanan Grafik 17 Komposisi Simpanan
Kredit tumbuh moderat meski simpanan mengalami stagnasi. Posisi
kredit yang disalurkan perbankan Sumatera berdasarkan lokasi proyek hingga
akhir April 2008 tercatat sebesar Rp 166,72 triliun, atau meningkat 5,96%
selama tahun berjalan 2008. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit konsumsi
tumbuh cukup tinggi sebesar 12,87%, sementara kredit modal kerja tumbuh
cukup moderat sebesar 4,11%. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor
Grafik 15 Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran
perdagangan dan sektor jasa-jasa tumbuh paling tinggi sebesar 6,00% dan
6,16%. Pertumbuhan yang tinggi pada sektor non-tradeables mendorong
permintaan kredit yang cukup tinggi pada sektor tersebut.
0
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
90,000,000
Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr
2007 2008
Rp Juta
Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi
Sumber: Sekda BI
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
35,000,000
40,000,000
45,000,000
Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr
2007 2008
Rp Juta
Pertanian Pertambangan Perindustrian
Perdagangan Jasa‐jasa
Sumber: Sekda-BI Grafik 18 Perkembangan Kredit Menurut
Jenis Penggunaan Grafik 19 Perkembangan Kredit
Menurut Sektor Ekonomi (selain konsumsi)
Bab 3 : Inflasi
Bank Indonesia Padang 23 23
BAB II BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1. Umum 2.1. Umum
Kebijakan pemerintah yang kembali mengurangi subsidi bahan bakar
minyak (BBM) pada tanggal 24 Mei 2008, berdampak terhadap
perkembangan harga secara umum di Provinsi Sumatera Barat, yang
diwakili oleh kota Padang. Namun demikian, lonjakan inflasi yang terjadi
relatif tidak setinggi saat pengurangan subsidi BBM tanggal 1 Oktober 2005.
Tekanan inflasi triwulan laporan berasal dari kelompok transportasi, komunikasi &
jasa keuangan dengan sumbangan terbesar berasal dari sub kelompok
transportasi.
Kebijakan pemerintah yang kembali mengurangi subsidi bahan bakar
minyak (BBM) pada tanggal 24 Mei 2008, berdampak terhadap
perkembangan harga secara umum di Provinsi Sumatera Barat, yang
diwakili oleh kota Padang. Namun demikian, lonjakan inflasi yang terjadi
relatif tidak setinggi saat pengurangan subsidi BBM tanggal 1 Oktober 2005.
Tekanan inflasi triwulan laporan berasal dari kelompok transportasi, komunikasi &
jasa keuangan dengan sumbangan terbesar berasal dari sub kelompok
transportasi.
Pada triwulan II-2008 angka inflasi kota Padang tercatat sebesar 4,74% (q-
t-q) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
4,35%1. Angka inflasi tersebut juga lebih tinggi bila dibandingkan inflasi nasional
pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 4,50%. Demikian pula bila
dibandingkan dengan inflasi kota Padang pada triwulan yang sama tahun 2007,
yang tercatat deflasi sebesar 1,96%, inflasi kota Padang triwulan laporan masih
lebih tinggi (Grafik 2.1).
Pada triwulan II-2008 angka inflasi kota Padang tercatat sebesar 4,74% (q-
t-q) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
4,35%1. Angka inflasi tersebut juga lebih tinggi bila dibandingkan inflasi nasional
pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 4,50%. Demikian pula bila
dibandingkan dengan inflasi kota Padang pada triwulan yang sama tahun 2007,
yang tercatat deflasi sebesar 1,96%, inflasi kota Padang triwulan laporan masih
lebih tinggi (Grafik 2.1).
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (q-t-q)
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12%
Nasional 0,91 2,35 0,49 2,51 3,19 1,05 2,03 10,08 1,98 0,87 1,16 2,44 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 4,50
Padang 1,50 2,53 -0,28 3,09 6,8 -1,32 2,75 11,25 1,17 0,71 0,93 5,07 3,68 -1,96 2,06 3,05 4,35 4,74
Tw I 2004
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2005
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2006
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2007
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2008
Tw II
Dampak kenaikan harga BBM Mei 2008
Dampak kenaikan harga BBM Okt 2005
Tahun Dasar 2007
Sumber : BPS, diolah
1 Mulai bulan Juni 2008 penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) menggunakan tahun
dasar 2007 = 100 (sebelumnya 2002 = 100).
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Secara tahunan (y-o-y), inflasi kota Padang juga mengalami peningkatan
angka inflasi yang cukup signifikan pada triwulan laporan. Kondisi ini
serupa dengan yang terjadi pada pergerakan inflasi nasional. Pada triwulan II-
2008 inflasi tahunan kota Padang sebesar 12,67% (y-o-y) lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 7,59% (y-o-y). Begitu pula jika dibandingkan
dengan inflasi tahunan nasional pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar
11,03% (y-o-y), inflasi tahunan kota Padang juga lebih tinggi (Grafik 2.2).
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (y-o-y)
2468
101214161820%
Nasional 5,11 6,83 6,27 6,40 8,81 7,42 9,06 17,11 15,74 15,53 14,55 6,60 6,52 5,77 6,95 6,59 8,16 11,03
Padang 4,81 7,51 8,71 6,98 12,56 8,35 11,64 20,47 14,13 16,47 14,41 8,05 10,73 7,79 9,00 6,90 7,59 12,67
Tw I 2004
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2005
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2006
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2007
Tw II Tw III Tw IV
Tw I 2008
Tw II
Dampak kenaikan harga BBM Mei 2008
Dampak kenaikan harga BBM Okt 2005
Tahun Dasar 2007
Sumber : BPS, diolah
Naiknya harga BBM rata-rata sebesar 28,7% pada tanggal 24 Mei 2008
memberikan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi &
jasa keuangan, terutama pada sub kelompok transportasi di triwulan II-
2008. Kenaikan harga BBM langsung direspon dengan penyesuaian tarif
angkutan kota di beberapa daerah di Sumatera Barat, yang naik berkisar antara
20-30%. Kenaikan harga/tarif tersebut biasanya akan diiringi dengan kenaikan
harga barang/jasa sebagai dampak susulan (second round effect).
2.2. Perkembangan Inflasi Kota Padang, Nasional dan Kota-kota di
Provinsi Tetangga
Pada triwulan II-2008 kota Padang mengalami inflasi sebesar 4,74% (q-t-
q) lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2008 yang tercatat sebesar 4,35%
(q-t-q). Selama periode triwulan II-2008, kota Padang mengalami inflasi pada
bulan April 2008 sebesar 0,09% (m-t-m), bulan Mei 2008 sebesar 0,54% (m-t-m),
dan bulan Juni 2008 sebesar 4,09% (m-t-m). Sebagaimana di kota Padang,
Bank Indonesia Padang 24
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
kelompok transportasi mendominasi sumbangan inflasi terhadap perkembangan
harga di kota-kota tetangga pada bulan terakhir triwulan laporan.
Inflasi pada triwulan II-2008 secara nasional sebesar 4,50% (q-t-q) atau
lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2008 yang tercatat sebesar 3,41% (q-
t-q). Sementara itu, pergerakan inflasi triwulanan (q-t-q) kota-kota di provinsi
tetangga seperti Jambi, Batam dan Bengkulu pada triwulan II-2008 juga
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara inflasi
kota Pekanbaru cenderung menurun. Kota-kota yang mengalami peningkatan
angka inflasi yaitu kota Jambi dari 2,16% pada triwulan I-2008 menjadi 7,43%
pada triwulan II-2008, kota Batam dari 2,91% pada triwulan I-2008 menjadi 3,46%
pada triwulan II-2008, dan kota Bengkulu dari 4,09% pada triwulan I-2008
menjadi 6,65% pada triwulan II-2008. Kota Pekanbaru merupakan satu-satunya
kota yang mengalami penurunan angka inflasi, yaitu dari 4,15% pada triwulan I-
2008 menjadi 2,77% pada triwulan II-2008 (Grafik 2.3).
Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Kota Padang & Kota-Kota di Provinsi Tetangga (q-t-q)
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
Tw.I 200
4Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I 200
5Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I 200
6Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I 200
7Tw II
Tw III
Tw.IV
Tw I 200
8Tw II
pers
en (%
)
Padang Pekanbaru Bengkulu Jambi Batam
Tahun Dasar 2007
Sumber : BPS, diolah
Apabila diperhatikan dari inflasi bulanan (m-t-m), pada bulan April 2008
inflasi terendah terjadi di kota Pekanbaru sebesar -0,21% sedangkan
inflasi tertinggi di kota Jambi sebesar 0,57%. Pada bulan Mei 2008, inflasi
terendah juga terjadi di kota Pekanbaru sebesar 0,51% dan inflasi tertinggi di
kota Jambi sebesar 2,53%. Di bulan Juni 2008, inflasi terendah terjadi di kota
Batam sebesar 2,29% dan tertinggi di kota Jambi sebesar 4,19% (Tabel 2.1).
Dari pergerakan angka inflasi tersebut, laju inflasi s.d Juni 2008 (inflasi
tahun kalender/y-t-d) tertinggi terjadi di kota Jambi dengan laju inflasi
sebesar 9,85%, disusul kota Bengkulu sebesar 9,11%, dan berturut-turut kota
25 Bank Indonesia Padang
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Padang dengan laju inflasi sebesar 8,20%, kota Batam sebesar 5,94% dan kota
Pekanbaru sebesar 5,09%. Sementara laju inflasi nasional sampai dengan Juni
2008 sebesar 7,37%. Dengan demikian, dapat diindikasikan bahwa respon harga
di kota Padang, Jambi dan Bengkulu jauh lebih tinggi dibandingkan nasional.
Sebaliknya, pada kota Batam dan Pekanbaru respon terhadap harga-harga relatif
terkendali.
Padang Pekanbaru Bengkulu Jambi Batam
2007Jan 1,04 1,27 2,72 0,12 1,49 2,26Feb 0,62 1,14 0,79 -0,02 0,97 -0,34Mar 0,24 1,22 0,13 1,26 0,68 -0,50Apr -0,16 -0,87 -0,90 -2,01 -1,87 -0,03Mei 0,10 -1,32 -0,58 -0,54 -0,01 -0,35Jun 0,23 0,22 -0,01 1,70 0,68 0,04Jul 0,72 0,71 0,47 1,53 0,90 0,36Agt 0,75 0,36 0,34 0,13 0,54 1,04Sept 0,80 0,98 1,09 1,42 1,10 0,74Okt 0,79 0,62 0,82 1,41 -0,17 0,12Nov 0,18 0,87 0,85 -1,10 1,06 0,52Des 1,10 1,53 1,61 1,04 1,84 0,92
2008Jan 1,77 0,87 1,76 1,58 0,60 0,92Feb 0,65 1,99 1,30 0,51 0,45 1,14Mar 0,95 1,43 1,03 1,96 1,09 0,82Apr 0,57 0,09 -0,21 0,22 0,57 0,53Mei 1,41 0,54 0,51 2,19 2,53 0,61Jun* 2,46 4,09 2,46 4,14 4,19 2,29
y-t-d (Jun'08) 7,37 8,20 5,09 9,11 9,85 5,94Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat, diolah. * Menggunakan tahun dasar 2007.
Tabel. 2.1 Inflasi Kota Padang dan Kota-Kota
KotaPeriode
di Provinsi Tetangga (m-t-m, %)
Nasional
2.4. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa
Secara triwulanan (q-t-q), perkembangan inflasi berdasarkan kelompok
barang & jasa terlihat bahwa kelompok transportasi, komunikasi & jasa
keuangan pada triwulan laporan memberikan sumbangan inflasi
tertinggi. Pada triwulan II-2008, kelompok transportasi, komunikasi & jasa
keuangan mengalami inflasi sebesar 11,89% (sumbangan inflasi 2,08%), disusul
kemudian kelompok makanan jadi sebesar 5,96% (sumbangan inflasi 1,05%).
Selanjutnya secara berturut-turut pada kelompok bahan makanan sebesar 3,40%
(sumbangan inflasi 0,93%), kelompok perumahan sebesar 3,25% (sumbangan
inflasi 0,63%), kelompok kesehatan sebesar 2,47% (sumbangan inflasi 0,08%),
kelompok pendidikan sebesar 0,89% (sumbangan inflasi 0,05%). Sementara itu,
Bank Indonesia Padang 26
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
kelompok sandang justru mengalami deflasi sebesar 1,12% dengan sumbangan
deflasi sebesar 0,08% (Tabel 2.2).
(QtQ, %)
Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb.UMUM / TOTAL -1,96 -1,96 2,06 2,06 3,05 3,05 4,35 4,35 4,74 4,74Bahan Makanan -7,97 -2,68 3,30 1,04 5,12 1,63 9,58 3,12 3,40 0,93Makanan Jadi 1,91 0,32 2,19 0,38 4,29 0,75 1,81 0,32 5,96 1,05Perumahan 0,87 0,17 1,73 0,34 1,74 0,34 2,37 0,46 3,25 0,63Sandang 0,22 0,02 2,50 0,18 2,03 0,14 3,84 0,27 -1,12 -0,08Kesehatan 3,65 0,10 1,57 0,05 0,56 0,00 1,17 0,03 2,47 0,08Pendidikan -0,26 -0,01 1,69 0,10 0,93 0,05 0,65 0,04 0,89 0,05Transportasi & Komk 0,81 0,12 -0,08 -0,01 0,32 0,05 0,72 0,11 11,89 2,08Sumber : BPS Sumbar, diolah
Kelompok Barang & Jasa Tw. II2008
Tw. I2007
Tw. IVTw. IIITw. II
Tabel 2.2Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang
Secara bulanan (m-t-m), pada bulan Juni 2008 kelompok transportasi,
komunikasi & jasa keuangan mengalami lonjakan inflasi yang cukup
signifikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kelompok transportasi,
komunikasi & jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 10,73% (sumbangan inflasi
1,92%), disusul kemudian kelompok makanan jadi sebesar 3,93% (sumbangan
inflasi 0,71%). Selanjutnya secara berturut-turut pada kelompok bahan makanan
sebesar 3,64% (sumbangan inflasi 1,00%), kelompok perumahan sebesar 1,96%
(sumbangan inflasi 0,39%), kelompok kesehatan sebesar 0,75% (sumbangan
inflasi 0,03%), kelompok sandang sebesar 0,48% (sumbangan inflasi 0,03%), dan
kelompok pendidikan sebesar 0,21% dengan sumbangan inflasi sebesar 0,01%
(Tabel 2.3).
(MtM, %)
Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb.
UMUM / TOTAL 1,99 1,99 1,43 1,43 0,09 0,09 0,54 0,54 4,09 4,09
Bahan Makanan 5,32 1,74 2,63 0,89 -0,04 -0,02 -0,18 -0,06 3,64 1,00
Makanan Jadi 0,61 0,11 1,04 0,18 1,72 0,30 0,23 0,04 3,93 0,71
Perumahan 0,36 0,07 0,80 0,15 -0,05 -0,01 1,32 0,25 1,96 0,39
Sandang 0,24 0,02 2,09 0,14 -1,37 -0,09 -0,23 -0,02 0,48 0,03
Kesehatan 0,10 0,00 0,97 0,03 0,64 0,02 1,06 0,03 0,75 0,03
Pendidikan 0,33 0,02 0,21 0,01 0,13 0,01 0,54 0,03 0,21 0,01
Transportasi & Komk 0,21 0,03 0,14 0,02 -0,79 -0,11 1,86 0,27 10,73 1,92Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Bulan Juni 2008 menggunakan tahun dasar 2007
Tabel 2.3
Apr MeiFebKelompok Barang & Jasa Juni*
2008
Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang
Mar
27 Bank Indonesia Padang
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Kelompok bahan makanan selama periode triwulan II-2008 mengalami
deflasi berturut-turut pada bulan April dan Mei 2008 (-0,04% dan -0,18%),
kemudian terjadi inflasi kembali pada bulan Juni 2008 (3,64%). Deflasi
yang terjadi di bulan April dan Mei 2008 disebabkan dari sub kelompok padi-
padian dan sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi. Sementara
di bulan Juni 2008 seluruh sub kelompok mengalami inflasi, dengan inflasi
tertinggi terjadi pada sub kelompok buah-buahan sebesar 11,88% dan inflasi
terendah pada sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 0,17%. Komoditi yang
menyumbang inflasi tertinggi pada kelompok ini diantaranya beras, ikan tongkol,
pisang, daging ayam ras, bayam, pepaya, dll (Tabel 2.4).
Tabel 2.4. Komoditi Pada Kelompok Bahan Makanan
No. Komoditi Sumbangan Inflasi (%)
1 Beras 0.15
2 Ikan tongkol 0,14
3 Pisang 0,13
4 Daging ayam ras, bayam 0,07
5 Pepaya 0,06
6 Teri, bawang merah, tomat sayur, minyak goreng 0,03
7 Ikan nila, udang basah, tempe, tuna, telur ayam ras, kangkung, buncis
0,02
8 Daun singkong, ikan asin belah, apel, kelapa, cabe hijau, ketimun, kacang panjang, cumi-cumi, gula pasir, garam
0,01
9 Cabe merah -0,04
10 Terong panjang -0,003
Sumber : BPS Sumbar
Berakhirnya musim panen raya padi pada periode April-Mei 2008,
berdampak terhadap pasokan beras yang relatif berkurang di pasaran
memasuki bulan Juni 2008. Pada sub kelompok padi-padian, harga beras yang
sempat menurun di bulan April dan Mei 2008, kembali mengalami peningkatan
harga di bulan Juni 2008. Jenis beras kualitas premium, seperti IR 42C Solok dan
Cisokan Solok, merupakan jenis beras yang mengalami kenaikan harga paling
tinggi dibandingkan jenis beras kualitas menengah dan bawah. Relatif stabilnya
beras kualitas menengah dan bawah dikarenakan adanya peran Perum Bulog
dalam mencukupi kebutuhan beras tersebut di pasaran, diantaranya dalam
Bank Indonesia Padang 28
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
bentuk program beras untuk keluarga miskin (raskin), beras bagi PNS dan operasi
stabilisasi harga.
Sementara itu, cuaca yang kurang kondusif sepanjang triwulan laporan
menyebabkan gelombang air laut di pesisir Barat Sumatera mencapai 1-2
meter yang menyebabkan nelayan enggan melaut. Hal tersebut berdampak
terhadap pasokan ikan segar yang kurang mencukupi kebutuhan konsumen,
terutama jenis ikan perairan dalam, seperti tongkol, tuna, udang basah dan cumi-
cumi. Selain itu, keterbatasan pasokan ikan segar juga menyebabkan harga ikan
asin belah meningkat, seperti ikan asin teri dan ikan asin sepat. Faktor jenis kapal
yang digunakan untuk melaut juga berpengaruh terhadap jarak tempuh/tangkap
yang dapat dilakukan. Sayangnya, kapal laut yang banyak digunakan oleh
nelayan Sumatera Barat adalah jenis kapal kecil, sementara untuk menangkap
ikan di perairan dalam digunakan jenis kapal besar/tongkang.
Tingginya harga pakan ternak secara langsung berpengaruh terhadap
kenaikan biaya produksi/pemeliharaan hewan ternak, seperti ayam dan
ikan air tawar. Pada triwulan laporan, harga daging ayam ras dan telur ayam
ras mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Pada bulan Juni 2008, daging
ayam ras rata-rata dijual seharga Rp24.125/kg, sementara telur ayam ras rata-rata
dijual seharga Rp7.450/10 butir. Padahal di bulan Maret 2008, daging ayam ras
masih berada pada harga Rp19.875/kg dan telur ayam ras Rp6.550/10 butir.
Harga komoditi minyak goreng dan kelapa masih bertahan di level yang
cukup tinggi. Operasi Pasar (OP) minyak goreng yang dilakukan pemerintah
daerah Sumatera Barat, nampaknya belum secara efektif menurunkan harga
minyak goreng di pasar kota Padang. Sementara itu, naiknya harga kelapa selain
karena efek substitusi dari tingginya harga minyak goreng, juga karena tingginya
permintaan ekspor minyak kelapa ke luar negeri.
Memasuki periode triwulan II-2008, inflasi pada kelompok makanan jadi
mengalami inflasi yang terus menerus setiap bulannya dengan
kecenderungan yang semakin meningkat (1,72%, 0,23% dan 3,93%). Pada
bulan Juni 2008, semua sub kelompok pada kelompok makanan jadi mengalami
inflasi. Sub kelompok makanan jadi mengalami inflasi sebesar 4,76%, sub
kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 1,58%, dan sub kelompok
tembakau & minuman beralkohol sebesar 3,27%. Komoditi yang menyumbang
inflasi tertinggi pada kelompok ini diantaranya nasi, mie, rokok kretek filter,
Rokok kretek, Ketupat/lontong sayur, rendang, ayam goreng, dll (Tabel 2.5).
29 Bank Indonesia Padang
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Tabel 2.5. Komoditi Pada Kelompok Makanan Jadi
No. Komoditi Sumbangan Inflasi (%)
1 Nasi 0,23
2 Mie 0,08
3 Rokok kretek filter 0,07
4 Rokok kretek 0,05
5 Ketupat/lontong sayur, rendang, ayam goreng 0,04
6 Rokok putih 0,03
7 Dendeng, roti manis, teh 0,02
8 Bubur kacang hijau, kopi bubuk, gula pasir 0,01
Sumber : BPS Sumbar
Seperti halnya di triwulan I-2008, pada triwulan laporan jenis makanan
berbahan baku tepung terigu dan beras masih mengalami kenaikan harga
seiring dengan naiknya harga dua komoditi tersebut. Pada bulan Juni 2008
tercatat produk yang berbahan baku tepung terigu, seperti roti manis dan mie
mengalami inflasi. Belum pulihnya pasokan gandum dunia dari negara penghasil
utama gandum, seperti Australia, Amerika dan sebagian negara Eropa, sementara
permintaannya relatif meningkat menyebabkan harga gandum dunia masih
cukup tinggi. Tingginya harga gandum internasional saat ini membuat kalangan
produsen tepung terigu berencana kembali menaikkan harga hingga 10 persen di
kuartal kedua tahun ini. Akibatnya, produsen bakery ikut-ikutan menaikkan harga
antara 10-15 persen. Penyesuaian harga tersebut memakai patokan kontrak harga
gandum pada bulan Desember 2007 yang sebesar USD450 per ton, namun pada
pertengahan Februari 2008 harga gandum kembali melonjak menjadi USD700 per
ton.
Beberapa jenis rokok masih memberikan sumbangan yang cukup besar
terhadap pembentukan inflasi kelompok makanan jadi. Rokok kretek filter
menyumbang inflasi sebesar 0,07% disusul kemudian rokok kretek dengan
sumbangan inflasi sebesar 0,05%, dan rokok putih dengan sumbangan inflasi
sebesar 0,03%. Kenaikan harga rokok disebabkan dampak lanjutan kebijakan
kenaikan tarif cukai spesifik yang berlaku mulai Maret 2008. Produsen rata-rata
menetapkan kenaikan harga jual sehingga perbedaan antara Harga Eceran
Tertinggi (HET) dan Harga Transaksi Pasar (HTP) berada pada kisaran 15%. Tarif
cukai spesifik dari sigaret kretek dan sigaret putih mesin akan dinaikkan Rp3 – Rp7
perbatang menjadi sebesar Rp30 – Rp35 per batang. Selain itu, harga rokok juga
Bank Indonesia Padang 30
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
dipengaruhi oleh naiknya harga cengkeh. Kenaikan harga cengkeh disebabkan
oleh meningkatnya biaya produksi cengkeh, sehingga kenaikan harga cengkeh
menjadi tidak normal. Selain itu kondisi alam yang tidak mendukung juga
diperkirakan akan menyebabkan panen cengkeh gagal.
Kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar pada periode
triwulan laporan sekali mengalami deflasi, yaitu di bulan April 2008 (-
0,05%), selanjutnya inflasi di bulan Mei dan Juni 2008 (1,32% dan 1,96%).
Deflasi pada bulan April 2008 disumbangkan dari deflasi yang terjadi pada sub
kelompok bahan bakar, penerangan & air (-0,39%). Pada bulan Juni 2008,
walaupun sub kelompok bahan bakar, penerangan & air masih mengalami deflasi
namun tidak sebesar April 2008, yaitu sebesar -0,01%. Sub kelompok lainnya,
yaitu sub kelompok perlengkapan rumah tangga mengalami inflasi 4,69%, sub
kelompok penyelenggaraan rumah tangga sebesar 0,44%, dan sub kelompok
biaya tempat tinggal sebesar 2,90%. Komoditi yang menyumbang inflasi tertinggi
pada kelompok ini diantaranya tukang bukan mandor, semen, seng, meja kursi
tamu, tempat tidur pasir, besi beton, sabun detergen bubuk, dll (Tabel 2.6).
Tabel 2.6. Komoditi Pada Kelompok Perumahan
No. Komoditi Sumbangan Inflasi (%)
1 Tukang bukan mandor 0,16
2 Semen 0,07
3 Seng 0,06
4 Meja kursi tamu, tempat tidur 0,03
5 Pasir 0,02
6 Besi beton, sabun detergen bubuk 0,01
Sumber : BPS Sumbar
Naiknya harga BBM pada akhir Mei 2008 serta faktor harga internasional
menaikkan tarif jasa tenaga bangunan dan harga beberapa jenis bahan
bangunan. Tarif jasa tukang bukan mandor menyumbang inflasi sebesar 0,16%
di bulan Juni 2008, sementara beberapa jenis bahan bangunan seperti semen,
seng, pasir dan besi beton turut menyumbang inflasi antara 0,01-0,07%. Selain itu,
beberapa perabot rumah yang berbahan baku kayu, seperti meja kursi tamu dan
tempat tidur juga mengalami inflasi di bulan laporan dengan sumbangan masing-
masing sebesar 0,03%. Hal ini antara lain dipicu oleh masih terbatasnya
31 Bank Indonesia Padang
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
ketersediaan kayu akibat dari maraknya razia dan pemeriksaan kayu dalam
rangka mengurangi illegal logging.
Pada periode triwulan II-2008, kelompok transportasi, komunikasi & jasa
keuangan hanya sekali mengalami deflasi, yaitu di bulan April 2008 (-
0,79%), selanjutnya mengalami inflasi di bulan Mei dan Juni 2008 (1,86%
dan 10,73%). Deflasi pada bulan April 2008 disumbangkan dari deflasi yang
terjadi pada sub kelompok komunikasi & pengiriman (-6,89%). Pada bulan Juni
2008 sub kelompok transportasi mengalami inflasi tertinggi, yaitu sebesar 14,75%,
disusul kemudian sub kelompok sarana & penunjang transportasi sebesar 0,16%
dan sub kelompok komunikasi & pengiriman sebesar 0,04%. Sementara sub
kelompok jasa keuangan tidak mengalami perubahan. Komoditi penyumbang
inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan diantaranya
adalah angkutan dalam kota, bensin, angkutan antar kota, bahan pelumas/oli, dll
(Tabel 2.7).
Tabel 2.7. Komoditi Pada Kelompok Transportasi
No. Komoditi Sumbangan Inflasi (%)
1 Angkutan dalam kota 0,97
2 Bensin 0,82
3 Angkutan antar kota 0,12
4 Bahan pelumas/oli, solar 0,01
Sumber : BPS Sumbar
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no.12
tahun 2008, tertanggal 23 Mei 2008, harga bahan bakar minyak jenis
premium, minyak tanah dan solar naik. Kenaikan harga BBM dinyatakan
berlaku tanggal 24 Mei 2008 dengan ketetapan harga premium dari Rp4.500
menjadi Rp6.000 per liter, solar dari Rp4.300 menjadi Rp5.500 per liter, dan
minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500 per liter.
Naiknya tarif jasa angkutan kendaraan, baik dalam kota maupun antar
kota, merupakan konsekuensi logis dari naiknya harga BBM, terutama
bensin dan solar. Beberapa hari setelah pemerintah mengumumkan kenaikan
harga BBM, pemerintah daerah bersama dinas terkait telah menetapkan tarif baru
angkutan dalam kota berdasarkan jarak tempuh, yang rata-rata naik sebesar 20-
30% dari tarif lama. Di kota Sawahlunto, tarif angkutan kota untuk 17 lintasan
Bank Indonesia Padang 32
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
trayek naik berkisar 15%. Sementara di kota Padang kenaikan tarif angkutan kota
didasarkan pada zona dan jenis penumpang (Tabel 2.8).
Kriteria Tarif Lama (Rp) Tarif Baru (Rp)I < 5 Km Umum 1.300 1.500
Pelajar 700 750
II 5 - 10 Km Umum 1.550 2.000 Pelajar 800 1.000
III 10 - 15 Km Umum 1.800 2.300 Pelajar 900 1.150
IV > 15 Km Umum 110/km 130/kmPelajar 55/km 65/km
Bus Kota Umum 1.300 1.700 Pelajar 700 850
Sumber : Pemko Padang
Zona
Tabel 2.8. Tarif Angkutan Dalam dan Luar Kota Padang
Memasuki periode triwulan II-2008 kelompok kesehatan mengalami
inflasi setiap bulannya dengan tingkatan yang berbeda, yaitu berturut-
turut sebesar 0,64%, 1,06% dan 0,75%. Pada bulan Juni 2008 sub kelompok
obat-obatan mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 2,83%, kemudian sub
kelompok jasa kesehatan sebesar 0,61%. Sementara itu, sub kelompok perawatan
jasmani & kosmetik dan sub kelompok jasa perawatan jasmani tidak mengalami
perubahan harga. Obat dengan resep dokter merupakan penyumbang pada sub
kelompok obat-obatan dengan sumbangan sebesar 0,015%.
Harga obat mulai terimbas dengan kenaikan harga BBM. Pasca kenaikan
BBM harga obat paten naik 6% hingga 10%. Kenaikan harga diantaranya
dipicu naiknya biaya pengiriman. PT Kimia Farma Tbk, sebagai salah satu
produsen obat terkemuka, menaikkan harga obat bermerek (branded) rata-rata
10%--15% per 1 Juni 2008. Hal tersebut sebagai akibat kenaikan harga BBM rata-
rata 28,7%, biaya angkut, tarif listrik dan rencana kenaikan anggaran gaji
pegawai sebesar 30%. Selain itu, harga obat bermerek (branded) tahun 2007
belum ada kenaikan. Sementara obat generik telah mengalami kenaikan rata-rata
20% pada Februari 2008. Dari 300 poduk produksi obat Kimia Farma, 60% adalah
produk generik, sementara sisanya branded.
Kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga pada periode triwulan laporan
selalu mengalami inflasi walaupun dengan angka yang relatif rendah
diantara kelompok lainnya. Di bulan Juni 2008, sub kelompok
perlengkapan/peralatan pendidikan mengalami inflasi sebesar 0,23%, disusul
33 Bank Indonesia Padang
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
kemudian sub kelompok rekreasi sebesar 1,07%. Sementara sub kelompok
lainnya, seperti sub kelompok kursus pelatihan, sub kelompok olahraga dan sub
kelompok jasa pendidikan tidak mengalami perubahan harga pada triwulan
laporan.
Surat kabar harian merupakan jenis komoditi/barang yang memberikan
sumbangan inflasi pada sub kelompok rekreasi, yaitu sebesar 0,01%.
Kenaikan tersebut sebagai bentuk dari penyesuaian biaya produksi yang terus
meningkat, seperti harga kertas koran, alat cetak dan biaya energi. Harga kertas
internasional sejak beberapa tahun terakhir terus mengalami kenaikan secara
signifikan. Pada tahun 2005 harganya 750 euro per ton, dan di bulan Juni 2008
melonjak 10% menjadi 857 euro per ton. Biaya energi juga meningkat
menyesuaikan tarif listrik dan BBM yang terus meningkat.
Kelompok sandang pada periode triwulan laporan mengalami dua kali
deflasi, yaitu pada bulan April dan Mei 2008 (-1,37% dan -0,23%) namun
kembali mengalami inflasi di bulan Juni 2008 (0,48%). Deflasi yang terjadi
pada bulan April dan Mei 2008 berasal dari deflasi pada sub kelompok barang
pribadi & sandang lainnya, dan sub kelompok sandang anak-anak. Pada bulan
Juni 2008, inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok sandang anak-anak sebesar
0,82%, dan inflasi terendah terjadi pada sub kelompok sandang laki-laki sebesar
0,37%. Pakaian jenis daster memberikan sumbangan terhadap sub kelompok
sandang wanita sebesar 0,006%.
Bank Indonesia Padang 34
B O K S
Perkembangan Inflasi Komoditi-Komoditi Tertentu
di Kota Padang
Umum
Perkembangan inflasi di Sumatera Barat, yang diwakili kota Padang,
cenderung meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun tidak setinggi
tahun 2005, tekanan inflasi kota Padang mulai dirasakan sejak awal tahun 2008.
Kebijakan pemerintah yang kembali mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM)
pada tanggal 24 Mei 2008, menambah tekanan inflasi di semua daerah. Inflasi
tahunan kota Padang pada bulan Juni 2008 sebesar 12,67%* (y-o-y) jauh di atas
inflasi bulan Juni 2007 yang tercatat sebesar 7,79% (y-o-y). Begitu pula dengan inflasi
tahun kalender yang melonjak di bulan Juni 2008 sebesar 8,20% (y-t-d) jauh lebih
tinggi dari Juni 2007 yang tercatat hanya sebesar 1,64% (y-t-d). Meskipun demikian,
dibandingkan dampak kenaikan BBM tanggal 1 Oktober 2005, yang mencapai
22,46% (y-t-d), dampak BBM tanggal 24 Mei 2008 relatif rendah. Hal tersebut
dikarenakan tingkat kenaikan BBM yang berbeda dimana pada Mei 2008 BBM naik
rata-rata 28,7% sementara pada Oktober 2005 lebih dari 100%.
Perkembangan Inflasi Kota Padang (%)
-5
0
5
10
15
20
25
30
7 200
5 8 9 10 11 12
1 200
6 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 200
7 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 200
8 2 3 4 5 6
YoY YtD MtM
Beberapa Komoditi Utama Penyumbang Inflasi
Dilihat dari kelompok barang pada bulan Juni 2008, terlihat komoditi/barang pada kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan mengalami inflasi tertinggi diantara kelompok lainnya, dengan inflasi sebesar 10,73% (m-t-m). Shock akibat kenaikan harga BBM merupakan faktor pendorong meningkatnya inflasi kelompok ini di bulan Juni 2008. Meskipun demikian, secara tahunan kelompok
* Bulan Juni 2008 menggunakan tahun dasar 2007 = 100
bahan makanan dan kelompok makanan jadi masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan inflasi kota Padang, yaitu masing-masing sebesar 23,02% dan 14,04% (y-o-y).
Juni Des Juni2007 2007 2008 mtm yoy ytd
UMUM / TOTAL 98,88 102,97 111,41 4,09 12,67 8,20Bahan Makanan 96,62 104,92 118,86 3,64 23,02 13,29Makanan Jadi 99,52 105,02 113,49 3,93 14,04 8,07Perumahan 99,28 102,55 107,40 1,96 8,18 4,73Sandang 99,18 101,62 103,61 0,48 4,47 1,96Kesehatan 100,34 104,70 108,03 0,75 7,66 3,18Pendidikan 99,11 101,38 102,38 0,21 3,30 0,99Transportasi & Komk 100,42 99,62 110,25 10,73 9,79 10,67Sumber : BPS Sumbar, * Menggunakan tahun dasar 2007 = 100
IHK* Inflasi Juni 2008 (%)
Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang/Jasa
Kelompok Barang & Jasa
Berdasarkan pemantauan terhadap inflasi kota Padang di bulan Juni 2008, beberapa komoditi diketahui mengalami inflasi bulanan (m-t-m) berturut-turut pada bulan April hingga bulan Juni 2008. Komoditi tersebut antara lain ikan tongkol, nasi, rokok kretek filter, bensin, tukang bukan mandor, pisang dan daging ayam ras. Naiknya harga ikan tongkol secara berturut-turut disebabkan karena relatif sedikitnya pasokan ikan tongkol di pasar-pasar kota Padang akibat cuaca yang kurang mendukung bagi nelayan untuk melaut. Selain faktor cuaca, jenis kapal yang digunakan untuk melaut juga berpengaruh terhadap jarak tempuh/tangkap yang dapat dilakukan. Umumnya kapal yang banyak digunakan nelayan adalah kapal kecil yang hanya beroperasi di sekitar pantai, sehingga hasil tangkapan sulit ditingkatkan.
Inflasi Sumb. Inflasi Sumb. Sumb.1 Minyak Goreng 8,77 0,17 1 Bensin 8,68 0,25 1 Angkutan dalam kota 0,972 Nasi 6,45 0,15 2 Tukang Bukan Mandor 10,00 0,12 2 Bensin 0,823 Telur Ayam Ras 11,63 0,10 3 Pisang 33,33 0,12 3 Nasi 0,234 Rokok Kretek Filter 2,26 0,06 4 Minyak Tanah 4,17 0,07 4 Tukang bukan mandor 0,165 Bawang Merah 5,94 0,04 5 Tongkol 3,27 0,06 5 Beras 0,156 Tongkol 2,00 0,04 6 Dendeng 16,66 0,04 6 Tongkol 0,147 Roti Tawar 5,83 0,03 7 Daging Ayam Ras 2,79 0,03 7 Pisang 0,138 Jengkol 7,90 0,02 8 Bubur Kacang Hijau 13,25 0,03 8 Angkutan antar kota 0,129 Teri 6,25 0,02 9 Sabun Mandi 6,68 0,02 9 Mie 0,08
10 Rokok Kretek 1,15 0,02 10 Sawi Hijau 11,20 0,01 10 Rokok kretek filter 0,0711 Rendang 5,13 0,02 11 Alpukat 10,44 0,01 11 Daging ayam ras 0,0712 Roti Manis 3,50 0,02 12 Surat Kabar Harian 7,44 0,01 12 Bayam 0,0713 Petai 9,54 0,02 13 Solar 7,21 0,01 13 Semen 0,0714 Semangka 13,90 0,01 14 Kulkas/Lemari Es 6,28 0,01 14 Seng 0,0615 Majalah Berkala 6,75 0,01 15 Tomat Sayur 5,56 0,01 15 Pepaya 0,06
Sumber : BPS Sumbar, diolah.
Juni 2008
Beberapa Komoditi Penyumbang Inflasi kota Padang (m-t-m, %)
Komoditi/Mei 2008
No. Komoditi/No. Komoditi/Apr 2008
No.
Berakhirnya musim panen raya padi pada periode April-Mei 2008, berdampak
terhadap pasokan beras yang relatif berkurang di pasaran memasuki bulan Juni 2008, terutama jenis beras kualitas premium, seperti IR 42C Solok dan Cisokan Solok. Kenaikan harga beras selanjutnya diiringi dengan kenaikan harga nasi yang merupakan produk matang dari beras. Naiknya harga-harga barang lainnya, yang
dipicu kenaikan harga BBM, ikut mempengaruhi kenaikan harga nasi dan harga barang/jasa lainnya seperti tukang bukan mandor.
Sementara itu, kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok di bulan Maret 2008 menimbulkan efek kenaikan harga produk rokok yang berkelanjutan/terus menerus. Hal ini tampak dari inflasi pada komoditi rokok kretek dan rokok kretek filter yang terus meningkat di bulan April dan Juni 2008. Selain itu, naiknya harga rokok juga dipengaruhi oleh naiknya harga cengkeh. Kenaikan harga cengkeh disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi cengkeh, sehingga kenaikan harga cengkeh menjadi tidak normal. Selain itu kondisi alam yang tidak mendukung juga menyebabkan panen cengkeh gagal.
Tingginya harga pakan ternak secara langsung berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi/pemeliharaan hewan ternak, seperti ayam dan ikan air tawar. Harga pakan ternak naik sebesar Rp 500-550 per kilo akibat kenaikan biaya angkut bahan baku pakan ternak impor. Biaya angkut itu naik dari US$ 60 menjadi US$ 145 per ton. Kenaikan itu juga dipicu oleh tingginya permintaan jagung dan biji-bijian untuk produksi biofuel. Sementara harga jagung naik dari US$ 220 menjadi US$ 306 per ton. Ketua Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia, Don P. Utoyo, mengatakan harga pakan ternak ayam broiler kini Rp 3.800 per kilo dan untuk ayam petelur menjadi Rp 3.500 per kilo. Kenaikan itu menyebabkan biaya produksi ternak unggas ikut naik.
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pertumbuhan kegiatan usaha perbankan pada triwulan II-2008 mengalami
sedikit kontraksi. Beberapa indikator bank umum (tabel 3.1.) menunjukkan
terjadi penurunan aset dan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK). Faktor
tingginya inflasi ternyata berpengaruh terhadap kemampuan perbankan dalam
mengumpulkan dana. Meskipun demikian, penyaluran kredit tetap tumbuh
ekspansif sehingga mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk kredit
menurut lokasi proyek melampaui angka 100%.
Kesehatan perbankan relatif terjaga meskipun terjadi penurunan aset.
Pada bulan Mei 2008, rasio NPL tercatat sebesar 2,83%. Meskipun mengalami
peningkatan dari posisi Maret 2008 sebesar 2,74%, secara umum NPL perbankan
Sumatera Barat masih jauh dibawah batas NPL yang ditetapkan Bank Indonesia
sebesar 5%.
Indikator PAset
Pert.(%,q-t-q)
DPK (Rp Juta)
Pert.(%,q-t-q)
Kredit menurut Lokasi
Pert.(%,q-t-q)
Kredit menurut Bank P
Pert.(%,q-t-q)
LDR menurut Lokasi PLDR menurut Bank Pe
NPL menurut Bank Pe Sumber : SEKDA d
3.1. Interm
Menurunn
pada triwu
swasta sebe
sebesar 0,70
dan bank sw
Tabel 3.1. Perkembangan Beberapa Indikator Bank Umum
erbankan Des'06 Mar'07 Jun'07 Sep'07 Des'07 Mar'08 Mei'08 15,866,977 17,066,014 18,785,690 19,866,765 17,611,978 19,017,771 18,857,096
7.56% 10.08% 5.75% -11.35% 7.98% -0.84%
11,019,839 11,153,340 11,824,944 12,392,542 13,622,063 14,115,937 13,391,450
1.21% 6.02% 4.80% 9.92% 3.63% -5.13%
Proyek (Rp Juta) 9,552,948 9,639,525 10,609,153 11,423,774 12,646,078 13,265,563 14,195,393
0.91% 10.06% 7.68% 10.70% 4.90% 7.01% elapor (Rp Juta) 8,934,621 9,255,881 10,036,715 10,470,123 11,371,177 11,687,627 12,377,580
3.60% 8.44% 4.32% 8.61% 2.78% 5.90%
royek (%) 86.69% 86.43% 89.72% 92.18% 92.84% 93.98% 102.04% lapor (%) 81.08% 82.99% 84.88% 84.49% 83.48% 82.80% 88.97% lapor (%) 3.43% 3.48% 3.67% 3.01% 2.69% 2.74% 2.83%
an Laporan Bulanan Bank Umum
ediasi Perbankan
ya pengumpulan DPK mendorong penurunan aset bank umum
lan II-2008. Penurunan aset bank umum terutama terjadi pada bank
sar 1,41% (q-t-q), sedangkan aset bank pemerintah menurun tipis
% (q-t-q). Padahal, pada triwulan sebelumnya, aset bank pemerintah
asta tumbuh masing-masing 9,08%(q-t-q) dan 3.94%(q-t-q). Penurunan
35 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
aset bank baik bank pemerintah maupun bank swasta terutama bersumber dari
penurunan Dana Pihak Ketiga, pada bank swasta menurun tipis 0.03% sedangkan
pada bank pemerintah menurun 2.02% (tabel 3.2.).
Meski secara total aset mengalami penurunan, aset berbentuk valas justru
meningkat. Aset bank umum dalam bentuk valuta asing per Mei 2008
menunjukkan peningkatan 12,52% dibandingkan Desember 2007. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat mulai mendiversifikasikan aset keuangannya
dalam bentuk simpanan valas. Hal ini didorong oleh peningkatan kesejahteraan
beberapa segmen konsumen. Beberapa prompt indikator yang mengkonfirmasi hal
ini antara lain tetap meningkatnya penjualan mobil serta dibukanya pusat
informasi pasar modal di Kota Padang.
Meskipun pengumpulan DPK menurun, Sementara itu, posisi kredit per
akhir Mei 2008 terus meningkat baik menurut lokasi proyek maupun per
bank pelapor. Peningkatan ini juga diimbangi dengan persentase NPL yang terus
menurun, yang menunjukkan bahwa ekspansi kredit yang diberikan tetap diikuti
dengan langkah kehati-hatian. Data selama semester I 2008 ini menunjukkan
indikasi yang menggembirakan karena kredit investasi (9,44%) relatif tumbuh lebih
besar dibandingkan modal kerja (8,13%), meskipun pertumbuhan yang dominan
tetap pada kredit konsumsi.
Sumber : SEKDA – BI Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.1. Perkembangan Nilai Aset Bank Umum Grafik 3.2. Perkembangan Nilai Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Bank
36 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
3.1.1. Penghimpunan Dana Masyarakat
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga terus menurun. Tekanan inflasi yang
diawali dengan kenaikan harga komoditi dan diikuti kebijakan pemerintah
menaikkan harga BBM sangat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat,
sehingga kemungkinan masyarakat mengurangi simpanannya di bank untuk
menyeimbangkan dengan kebutuhan. Menurunnya pertumbuhan DPK ini terjadi
karena posisi tabungan yang memiliki pangsa terbesar DPK mengalami penurunan
sebesar Rp 767,11 miliar atau 11,91%, pada periode Desember 2007 hingga Mei
2008. Di sisi lain, posisi deposito dan giro menunjukkan peningkatan (grafik 3.3).
Namun apabila memperhatikan nilai total DPK relatif stagnan selama semester I
2008, ini menunjukkan adanya pergeseran jenis simpanan. Peningkatan nominal
deposito didorong oleh peningkatan suku bunga sesuai dengan meningkatnya
suku bunga acuan, dengan maksud untuk mempertahankan nilai uang semata.
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKI dan BPS, diolah
Grafik 3.3. Perkembangan Komposisi Dana Pihak Ketiga (Nominal)
Grafik 3.4. Perkembangan Jumlah Rekening menurut jenis DPK
Jumlah rekening tabungan menurun tajam. Grafik 3.4 menggambarkan
bahwa jumlah rekening tabungan menurun cukup tajam sementara jumlah
rekening jenis simpanan lainnya relatif tetap. Indikasi ini menunjukkan bahwa
banyak masyarakat menutup rekening tabungannya. Beberapa faktor yang
diperkirakan mempengaruhi perilaku ini antara lain semakin tingginya biaya
administrasi tabungan, kemampuan menabung masyarakat yang menurun,
maupun suku bunga tabungan yang tidak menarik.
37 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000Perusahaan, Lainnya
Total, Perorangan, Pemda
TotalPeroranganPemerintah DaerahPerusahaanLainnya
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.5. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Golongan Pemilik
Grafik 3.6. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Milik Pemda
Simpanan milik pemerintah daerah terus mengalami peningkatan
sementara simpanan pelaku ekonomi lainnya justru menurun. Posisi
simpanan pemerintah daerah per akhir Mei 2008 tercatat sebesar Rp 3,31 triliun
atau meningkat 57,28% dibandingkan akhir Desember 2007 (grafik 3.6). Hal ini
mengindikasikan bahwa realisasi belanja pemerintah daerah masih terbatas.
Sementara itu, simpanan milik perusahaan mengalami penurunan sebagaimana
simpanan milik perseorangan (grafik 3.5). Adapun dari aspek komposisi, nilai DPK
tetap masih didominasi oleh milik perseorangan, per akhir mei 2008 sebesar
63,38%.
3.1.2. Penyaluran Kredit
Kredit yang disalurkan bank umum di Sumatera Barat tetap tumbuh
ekspansif meskipun DPK cenderung sedikit menurun. Posisi kredit bank
umum berdasarkan lokasi proyek per Mei 2008 tumbuh 12,25% dibandingkan
posisi Desember 2007 hingga menjadi Rp 14,20 triliun. Dilihat dari sisi kelompok
bank penyalur kredit, hingga Mei 2008 bank pemerintah terlihat lebih ekspansif
(grafik 3.7 dan 3.8), merupakan kondisi kebalikannya dibandingkan posisi hingga
Februari 2008. Selama semester I tahun 2008, jika posisi kredit yang disalurkan
bank pemerintah tumbuh 14,46%, maka posisi kredit yang disalurkan bank swasta
hanya tumbuh 7,82%. Secara nominal, kredit bank pemerintah juga tumbuh lebih
kencang. Pertumbuhan posisi kredit bank pemerintah periode Desember 2007-Mei
2008 mencapai Rp 1.269,66 miliar sementara bank swasta hanya Rp 300,81 milyar.
38 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Sumber : SEKDA – BI Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit (Lokasi Proyek) menurut Kelompok Bank
Grafik 3.8. Perkembangan Share Kredit (Lokasi Proyek) Bank Pemerintah dan Bank Swasta
Pertumbuhan kredit berasal dari tingginya penyerapan kredit konsumtif.
Kredit konsumtif pada posisi akhir Mei 2008 tercatat sebesar Rp 5,72 triliun dengan
pertumbuhan sebesar 18,23%, sementara kredit modal kerja hanya tumbuh 8,13%
dan kredit investasi 9,34%, dibandingkan akhir Desember 2007. Pertumbuhan
kredit konsumtif ini mengindikasikan bahwa konsumsi non makanan yang
meningkat juga dibiayai oleh kredit selain dibiayai oleh pengambilan simpanan
yang berbentuk tabungan. Namun yang menggembirakan adalah tumbuhnya
kredit investasi yang mengindikasikan timbulnya kembali gairah usaha.
Bank pemerintah lebih ekspansif secara nominal dalam penyaluran kredit
konsumtif. Posisi kredit konsumtif yang disalurkan bank umum pemerintah per
akhir Mei 2008 meningkat Rp 630,19 milyar dan kredit modal kerja pun meningkat
660,34 milyar sementara posisi kredit investasi justru menurun sebesar Rp 20,87
milyar. Untuk kredit konsumtif, pada kelompok bank swasta sejalan dengan bank
pemerintah, hingga Mei 2008 tumbuh Rp251,44 milyar. Sementara hal yang
sebaliknya terjadi pada kredit investasi yang meningkat Rp276,72 milyar, dan kredit
modal kerja yang turun sebesar Rp227,36 milyar (grafik 3.10-3.12).
39 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.9. Perkembangan Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Konsumtif (Lokasi Proyek) Menurut Kelompok Bank
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Investasi (Lokasi Proyek) Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 3.12. Perkembangan Kredit Modal Kerja(Lokasi Proyek) Menurut Kelompok Bank
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Modal Kerja (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi Utama
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Investasi (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi Utama
Penyaluran kredit modal kerja dan investasi masih terkonsentrasi pada
sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Penyerapan kredit modal
kerja pada sektor perdagangan tumbuh melambat, sedangkan kredit investasi
meningkat tajam. Kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan masih
meningkatkan permintaan kredit pada sektor pertanian, khususnya untuk investasi.
Yang menarik dicermati pada triwulan II-2008 ini adalah kondisi terbalik antara
40 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
sektor perindustrian dan sektor pertanian, peningkatan penyaluran kredit modal
kerja terjadi pada sektor industri sedangkan pada sektor pertanian menurun tajam.
3.2. Risiko Kredit Perbankan
Risiko kredit perbankan Sumatera Barat pada triwulan II-2008 relatif
terjaga. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan Sumatera Barat diikuti
dengan pengelolaan kredit yang relatif baik. Meskipun kredit yang disalurkan terus
meningkat, kredit non performing tidak mengalami lonjakan (grafik 3.15-3.16).
Meskipun rasio NPL gross bank umum pada bulan Mei 2008 meningkat tipis
menjadi 2,83% dibandingkan per Maret 2008 yang sebesar 2,74%, namun terus
menurun dibandingkan posisi Juni 2007 yang sebesar 3,67% dan jauh di bawah
batas aman NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%.
Sumber : Lapbul Bank Umum—BI
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan NPL Menurut Bank Pelapor
Sumber : Lapbul Bank Umum--BI Grafik 3.16. Perkembangan Rasio NPL
3.3. Risiko Likuiditas
Posisi dana perbankan masih didominasi oleh dana jangka pendek. Pada
posisi Februari 2008, dana jangka panjang (lebih dari setahun) yang dikumpulkan
bank umum hanya 3,23% (grafik 3.17). Deposito yang diharapkan dapat menjaring
dana jangka panjang masyarakat ternyata didominasi dengan deposito 1 bulan.
Share deposito dengan jangka waktu 1 bulan mencapai 68,82%. Hal ini tentu
menghambat penyaluran kredit investasi oleh perbankan. Jika ekspansi terhadap
kredit investasi dilakukan akan meningkatkan risiko likuiditas perbankan.
41 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
1 Bulan68.82%
3 Bulan8.79%
6 Bulan5.03%
12 Bulan8.25%
Lainnya9.12%
Sumber : SEKDA – BI
Kredit Investasi19.16%
Kredit Modal Kerja40.57%
kredit Konsumsi40.27%
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.17. Komposisi Dana Perbankan (Mei 2008) Grafik 3.18. Komposisi Pembiayaan Perbankan (Mei 2008)
Peningkatan dana milik pemerintah daerah di perbankan khususnya
terpusat pada BPD Sumbar juga meningkatkan risiko likuiditas karena
sewaktu-waktu dana tersebut dapat ditarik untuk membiayai
pemerintahan. Meskipun demikian BPD Sumbar terlihat cukup konservatif
dimana dana pemda tersebut diperlakukan bukan sebagai loanable funds. Dana
tersebut disimpan sebagai secondary reserves dan ditempatkan di SBI yang bersifat
sangat likuid.
3.4. Risiko Pasar
Peningkatan risiko pasar perlu diwaspadai. Risiko pasar adalah fluktuasi nilai
aset yang disebabkan perubahan harga-harga pasar dan yields. Meningkatnya
tekanan inflasi telah terbukti mempengaruhi beberapa indikator perbankan antara
lain meningkatnya suku bunga kredit dan menurunnya posisi pengumpulan dana
pihak ketiga. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan para nasabah bank
baik perorangan maupun perusahaan sedang mengalami tekanan yang cukup
tinggi.
Bank perlu meningkatkan kewaspadaan dalam menyalurkan kredit
konsumtif dan modal kerja. Hingga triwulan II-2008, penyaluran kredit memang
tetap mencapai target sehingga bank-bank merasa belum perlu untuk merevisi
rencana bisnisnya. Meskipun demikian, penyaluran kredit khususnya kredit
konsumtif dan modal kerja perlu diwaspadai mengingat kondisi keuangan
masyarakat yang mengalami tekanan akibat inflasi.
42 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
3.5. Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM)1 Lokasi Proyek
Pangsa kredit MKM meningkat seiring dengan pertumbuhan kredit secara
keseluruhan. Posisi kredit MKM pada akhir Mei 2008 tercatat Rp 10,18 triliun
dengan pangsa terhadap total kredit sebesar 78,56%. Pada akhir tahun 2007,
pangsa kredit MKM tercatat sebesar 69,96%. Pertumbuhan kredit MKM hingga
posisi akhir Mei 2008 meningkat sebesar 17,84%. Posisi kredit MKM yang
disalurkan bank umum pemerintah tumbuh 18,55% sementara porsi kredit MKM
yang disalurkan bank umum swasta meningkat 15,80% (grafik 3.21-3.22).
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM dan Total Kredit Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM berdasarkan kelompok Bank
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.21. Perkembangan Share Kredit MKM berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.22. Perkembangan Share Kredit MKM berdasarkan Plafon Kredit
Pangsa kredit investasi pada skala MKM per Mei 2008 masih lebih rendah
dibandingkan akhir tahun 2007, namun mulai sedikit meningkat (8,05%)
dibandingkan per Februari 2008 (7,71%)(grafik 3.23). Posisi kredit konsumtif
hingga mei 2008 tumbuh 22,71%, sementara posisi kredit investasi dan modal kerja
1 Pembagian kredit menurut plafon : Mikro (dibawah Rp 50 juta), Kecil (antara Rp 50 juta s.d. Rp 500 juta), Menengah (antara Rp 500 juta s.d. Rp 5 miliar), dan Besar (diatas Rp 5 miliar)
43 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
meningkat masing-masing sebesar 5,23% dan 13,85%. Adanya sedikit peningkatan
pangsa pada kredit investasi mengindikasikan timbulnya gairah perbankan untuk
membiayai investasi yang dilakukan oleh usaha kecil dan menengah di Sumatera
Barat.
Pangsa kredit skala kecil terus meningkat mengambil pangsa kredit skala
mikro (grafik 3.24). Pangsa kredit skala kecil pada akhir Mei 2008 tercatat sebesar
38,56% padahal pada bulan Juni 2007 baru tercatat sebesar 29,59%. Berbeda
dengan pangsa kredit skala mikro yang terus merosot dari 51,31% pada bulan Juni
2007 menjadi 41,35% pada bulan Mei 2008. Hal ini mengindikasikan pasar yang
menjadi sasaran perbankan adalah kredit dengan skala antara Rp 50 juta s.d. Rp
500 juta. Namun demikian, pada tingkat kredit mikro masih terdapat banyak
alternatif pembiayaan seperti koperasi, lembaga keuangan non bank, maupun
kredit channelling dari pemerintah.
Tabel 3.2. Perkembangan Beberapa Indikator BPR
Indikator Des'06 Mar'07 Jun'07 Sep'07 Des'07 Feb'08 Mei'08
Aset 562,607.00 592,138.00 636,828.00 671,397.15 765,465.52 804,267.33 841,945.00
pertumbuhan (q-t-q, %) 5.25 7.55 5.43 14.01 5.07 4.68
Jumlah Kantor 185 213 213 226 229 231 231
DPK 317,908 350,614.44 379,961.65 403,424.65 474,061.13 504,111.82 519,922.35
pertumbuhan (q-t-q, %) 10.29 8.37 6.18 17.51 6.34 3.14
Kredit 359,664 404,236.72 457,482.38 503,158.32 513,106.57 543,468.56 609,424.58
pertumbuhan (q-t-q, %) 12.39 13.17 9.98 1.98 5.92 12.14
LDR (%) 113.13% 115.29 120.40 124.72 108.24 107.81 117.21
Sumber : Sekda BI
3.6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Perkembangan kegiatan usaha BPR menunjukkan arah yang sama dengan
perkembangan bank umum. Pertumbuhan pengumpulan DPK mengalami
perlambatan sementara kredit tetap meningkat tinggi. Mulai berkurangnya
ketahanan terhadap tekanan inflasi serta perubahan ke instrumen investasi lain
seperti emas ternyata juga mempengaruhi nasabah BPR.
44 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Sumber : SEKDA – BI
Sumber : SEKDA – BI
Grafik 3.23. Perkembangan Nilai DPK BPR Grafik 3.24. Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR
Semua jenis DPK yang dikumpulkan BPR tetap meningkat meski
menunjukkan arah yang melambat. Baik deposito maupun tabungan tetap
mengalami pertumbuhan positif hingga Mei 2008 (grafik 3.25). Secara nominal,
nilai tabungan meningkat sebesar 12,98% sementara nilai deposito juga meningkat
sebesar 5,08%. Sementara itu jumlah rekening tabungan meningkat cukup
signifikan sebanyak 38.985 rekening (grafik 3.26) dalam waktu enam bulan
(Desember 2007-Mei 2008).
Hingga Mei 2008 sektor pertanian masih menjadi primadona penyaluran
kredit BPR. Meski secara pangsa kredit sektor pertanian hanya menempati urutan
ketiga setelah sektor perdagangan dan sektor lainnya/konsumtif, namun selama
setahun terakhir pertumbuhan kredit sektor pertanian tercatat paling tinggi
dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Setiap triwulan, kredit sektor
pertanian tumbuh rata-rata 15,45% sementara pertumbuhan triwulanan kredit
sektor perdagangan hanya 5,61%. Pangsa kredit sektor pertanian juga terus
meningkat dari 14,81% pada akhir Juni 2007 menjadi 19,72% pada akhir Mei 2008
(grafik 3.28) Meningkatnya permintaan pembiayaan modal kerja untuk subsektor
perkebunan diperkirakan menjadi faktor pendorong peningkatan kredit sektor
pertanian tersebut. Beberapa bank umum juga mulai melirik potensi subsektor
perkebunan tersebut terutama di daerah Dharmasraya, Pesisir Selatan, dan
Pasaman Barat dengan mendirikan unit microbanking di wilayah-wilayah tersebut.
45 Bank Indonesia Padang
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Des'06 Mar'07 Jun'07 Sep'07 Des'07 Feb'08 Mei'08Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa‐jasa Lain‐lain
Sumber : SEKDA – BI Grafik 3.25. Perkembangan Kredit Sektoral BPR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Des'06 Mar'07 Jun'07 Sep'07 Des'07 Feb'08 Mei'08
Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain
Sumber : SEKDA – BI Grafik 3.26. Perkembangan Pangsa Kredit Sektoral BPR
Grafik 3.29. Perkembangan Kredit Sektoral BPR Grafik 3.30. Perkembangan Pangsa Kredit Sektoral BPR
46 Bank Indonesia Padang
Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi mendorong peningkatan
pajak yang dikumpulkan pemerintah pusat maupun daerah. Dari sisi
pemerintah pusat, semua jenis pajak mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diimbangi oleh realisasi
belanja khususnya belanja modal.
Posisi simpanan pemerintah daerah juga terus mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan transfer dana perimbangan,
peningkatan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB, serta penjualan kendaraan
bermotor meningkatkan penerimaan APBD. Namun masalah penyerapan belanja
masih menjadi problem yang belum bisa diselesaikan sepenuhnya pada tahun
2008.
-2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 18,000,000 20,000,000
0100,000200,000300,000400,000500,000600,000700,000800,000900,000
1,000,000
Tw.I-2006 Tw.II-2006
Tw.III-2006
Tw.IV-2006
Tw.I-2007 Tw.II-2007
Tw.III-2007
Tw.IV-2007
Tw.I-2008 Tw.II-2008
PD
RB
Tri
wu
lan
an
(R
p J
uta
)
Pen
eri
maan
Paja
k P
usat (R
p J
uta
)
Penerimaan Pajak Pusat PDRB Triwulanan ADH Berlaku
Sumber : BPS dan Depkeu, diolah
2.23%
4.13%
1.50%
4.89%
2.64% 2.58%
3.87%
5.36%
3.56%
4.76%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Tw.I-2006
Tw.II-2006
Tw.III-2006
Tw.IV-2006
Tw.I-2007
Tw.II-2007
Tw.III-2007
Tw.IV-2007
Tw.I-2008
Tw.II-2008
Sumber : BPS dan Depkeu, diolah
Grafik 4.1. Perkembangan Pajak Pusat di Sumatera Barat dan PDRB Triwulanan Sumbar
Grafik 4.2. Perkembangan Tax Ratio Pajak Pusat thd PDRB Triwulanan Sumbar
4.1. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah
Penerimaan pemerintah pusat di wilayah Sumatera Barat terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pada grafik 4.1. terlihat
bahwa tren peningkatan pertumbuhan PDRB Sumbar mendorong penerimaan
Bank Indonesia Padang 47
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
pajak pusat di wilayah Sumbar. Tax ratio1 wilayah Sumbar pun terus menunjukkan
peningkatan (grafik 4.2). Meski demikian, tax ratio Sumbar ini masih sangat jauh
dari tax ratio secara nasional tahun 2007 yang tercantum dalam Nota Keuangan
dan RAPBN 2008 sebesar 12,9%. Hal ini mengindikasikan masih banyak potensi
pajak yang bisa digali terutama dari subsektor perkebunan yang mengalami
booming.
Seiring dengan tren peningkatan penerimaan pajak secara nasional,
kontribusi pajak pusat dari provinsi Sumatera Barat juga terus
meningkat. Semua jenis pajak pusat mengalami kenaikan yang cukup signifikan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara nominal, kenaikan
tertinggi terjadi pada pajak bumi dan bangunan, sementara secara persentase,
kenaikan tertinggi terjadi pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Kenaikan penerimaan pajak pusat ini mengindikasikan bahwa perekonomian
Sumatera Barat masih memberikan prospek yang cukup baik meski mengalami
tekanan inflasi yang cukup berat.
Tabel 4.1. Perkembangan Beberapa Pajak Pusat
Jenis Pajak Pusat I-2007 II-2007 III-2007 IV-2007 I-2008 II-2008Pajak Penghasilan 240,298.33 211,101.99 224,410.39 292,791.67 376,195.06 349,026.44 Pajak Pertambahan Nilai 101,150.39 112,984.43 141,996.32 254,791.51 147,859.39 165,573.59 Pajak Bumi dan Bangunan 542.79 7,020.46 151,007.60 164,260.65 4,019.61 148,913.32 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 4,416.78 5,564.23 3,240.56 5,040.88 5,327.61 122,853.28 PNBP 22,736.08 30,863.58 76,176.26 148,760.25 47,849.89 23,462.40 Sumber : Laporan Arus Kas LKPP Kanwil III DJPBN Padang, diolah
Belanja pemerintah pusat kembali tumbuh ekspansif. Belanja untuk
aktivitas investasi selama triwulan II-2008 tercatat sebesar Rp 216,60 milyar atau
tumbuh 163,6% dibandingkan triwulan II-2007. Pembangunan jalan, irigasi, dan
jaringan menjadi fokus belanja investasi pemerintah pusat dengan total
pengeluaran sebesar Rp 120,08 milyar atau 83,32% dari total belanja investasi
(grafik 4.4). Aktivitas belanja modal pemerintah khususnya di bidang
pembangunan jalan dan irigasi yang dimulai pada awal tahun 2008 diharapkan
memperbaiki kondisi infrastruktur di Sumatera Barat.
1 Tax Ratio Sumatera Barat merupakan rasio antara penerimaan pajak pusat dibagi PDRB atas dasar harga berlaku secara triwulanan.
Bank Indonesia Padang 48
Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
I-2007 II-2007 III-2007 IV-2007 I-2008 II-2008
Akt
ivit
as I
nve
stas
i (R
p J
uta
)
Akt
ivit
as O
per
asi
(Rp
Ju
ta)
Belanja Aktivitas Operasi Belanja Aktivitas Investasi
Sumber : Kanwil III DJPBN Padang, diolah
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
Rp
Jut
a
Belanja Modal Tanah Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja Modal Fisik Lainnya
Sumber : Kanwil III DJPBN Padang, diolah
Grafik 4.3. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat di Sumatera Barat
Grafik 4.4. Perkembangan Belanja Aktivitas Investasi Pemerintah Pusat di Sumbar
4.2. Keuangan Pemerintah Daerah
Hingga triwulan II-2008, belanja pemerintah kabupaten/kota maupun
pemerintah provinsi diperkirakan terbatas pada kegiatan belanja rutin.
Hal ini diindikasikan dengan masih relatif tingginya posisi simpanan pemerintah di
perbankan. Grafik 4.5. di atas menunjukkan bahwa rata-rata posisi simpanan pada
Januari-Mei 2008 lebih tinggi daripada rata-rata posisi simpanan pada Mei-
Desember 2007.
‐
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2007 2008
Rp Ju
ta
Grafik 4.5. Perkembangan Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan
49 Bank Indonesia Padang
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
‐ 5.00 10.00 15.00
KAB. PESSEL
KAB. 50 KOTA
KOTA PARIAMAN
KAB. PDG. PARIAMAN
KAB. AGAM
KAB. SOLSEL
KAB. SOLOK
KAB. SWL/SJJ
KOTA PDG. PANJANG
KAB. PASBAR
KAB. MENTAWAI
KAB. TANAH DATAR
KOTA SOLOK
KAB. PASAMAN
KAB. DHARMASRAYA
KOTA BUKITTINGGI
KOTA PAYAKUMBUH
KOTA SAWAHLUNTO
KOTA PADANG
Peranan PAD thd Total Pendapatan (%)
Sumber : DPKD Sumbar, diolah
‐10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
KAB. M
ENTA
WAI
KOTA
SAWAHLU
NTO
KOTA
PAYA
KUMBUH
KOTA
SOLO
K
KAB. PASA
MAN
KAB. TANAH DATA
R
KAB. SWL/SJJ
KOTA
PDG. PANJANG
KAB. SOLSEL
KAB. SOLO
K
KOTA
PARIAMAN
KAB. 50 KOTA
KAB. PESSEL
KAB. PASBAR
KAB. AGAM
KAB. DHARMASRAYA
KOTA
BUKITTINGGI
KAB. PDG. PARIAMAN
KOTA
PADANG
Sumber : DPKD Sumbar, diolah
Grafik 4.6. Peranan PAD terhadap Total APBD Kabupaten/Kota
Grafik 4.7. Peranan Pajak Daerah Terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten/Kota
‐ 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
KAB. PDG. PARIAMANKOTA PARIAMAN
KAB. SOLSELKAB. PASBAR
KAB. PASAMANKOTA SOLOKKAB. 50 KOTA
KAB. TANAH DATARKAB. MENTAWAIKOTA PADANGKAB. SWL/SJJKAB. SOLOK
KAB. DHARMASRAYAKAB. AGAMKAB. PESSEL
KOTA PDG. PANJANGKOTA BUKITTINGGI
KOTA PAYAKUMBUHKOTA SAWAHLUNTO
‐10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
KOTA
PADANG
KOTA
BUKITTINGGI
KOTA
SAWAHLU
NTO
KOTA
PAYA
KUMBUH
KAB. TANAH DATA
R
KAB. PESSEL
KAB. AGAM
KOTA
PDG. PANJANG
KAB. SWL/SJJ
KAB. DHARMASRAYA
KAB. PDG. PARIAMAN
KAB. SOLO
K
KAB. 50 KOTA
KOTA
PARIAMAN
KAB. M
ENTA
WAI
KAB. PASBAR
KAB. SOLSEL
KOTA
SOLO
K
KAB. PASA
MAN
Sumber : DPKD Sumbar, diolah)
Sumber : DPKD Sumbar, diolah
Grafik 4.8. Peranan Retribusi Daerah terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten/Kota
Grafik 4.9. Peranan Lain-Lain Penerimaan yang sah Terhadap Total Penerimaan APBD
Kabupaten/Kota
Ketergantungan pemerintah kabupaten/kota terhadap pemerintah pusat
masih cukup tinggi. Hal ini diindikasikan dengan rendahnya persentase
Penerimaan Asli Daerah (PAD) terhadap total Pendapatan. Dari 19 pemerintah
kabupaten/kota se-Sumatera Barat, hanya Kota Padang yang memiliki rasio PAD
terhadap total pendapatan lebih dari 10% (grafik 4.6). Yang lebih menarik,
ternyata pajak dan retribusi daerah bukan merupakan komponen dominan dalam
pembentukan PAD. Dari sisi pajak daerah, hanya Kota Padang yang memiliki rasio
pajak daerah terhadap PAD di atas 50%(grafik 4.7). Sementara itu, dari sisi
retribusi daerah, hanya Kota Sawahlunto dan Kota Payakumbuh yang memiliki
rasio retribusi daerah terhadap PAD di atas 50% (grafik 4.8). Dari 19 pemerintah
kabupaten/kota, 12 pemerintah kabupaten/kota memiliki PAD yang kontributor
utamanya justru berasal dari pos Lain-Lain Penerimaan yang Sah, terutama
bersumber dari Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah Provinsi atau Pemda lain.
Tingginya kontribusi lain-lain pendapatan yang sah ini diperkirakan berasal dari
Bank Indonesia Padang 50
Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah
kenaikan penjualan kendaraan bermotor yang pajaknya merupakan pendapatan
pemerintah provinsi.
Masih rendahnya kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap
pembentukan PAD mengindikasikan bahwa masih terdapat ruang untuk
peningkatan PAD dengan melakukan intensifikasi pajak daerah.
Pertumbuhan ekonomi daerah yang cukup tinggi khususnya dari sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran serta sektor jasa-jasa merupakan peluang bagi
pemerintah daerah untuk melakukan intensifikasi pajak. Pembenahan pada
administrasi pajak dan retribusi daerah, peningkatan kapasitas SDM, serta
pemberian insentif bagi pegawai pengelola pajak daerah yang melampaui target
penerimaan dalam bentuk tunjangan daerah dapat dilakukan untuk
meningkatkan PAD tanpa melakukan distorsi terhadap perekonomian yang
sedang tumbuh.
0%5%
10%15%20%25%30%35%40%45%
Sumber : DPKD Sumbar, diolah)
‐ 200,000,000,000.00
KOTA SAWAHLUNTOKOTA PAYAKUMBUH
KOTA SOLOKKOTA PADANG PANJANG
KOTA BUKITTINGGIKABUPATEN SOLOK
KABUPATEN PASAMANKOTA PARIAMAN
KABUPATEN TANAH DATARKABUPATEN PASAMAN BARAT
KOTA PADANGKABUPATEN SWL/SIJUNJUNGKABUPATEN SOLOK SELATANKABUPATEN KEP. MENTAWAI
KABUPATEN AGAMKABUPATEN PADANG PARIAMAN
KABUPATEN PESISIR SELATANKABUPATEN DHARMASRAYA
KABUPATEN 50 KOTA
Sumber : DPKD Sumbar, diolah
Grafik 4.10. Alokasi Belanja Modal APBD Kabupaten/Kota (%)
Grafik 4.11. Alokasi Belanja Modal APBD Kabupaten/Kota (Rp)
Kemampuan APBD dalam melakukan stimulus fiskal di daerah masih
relatif rendah. Hal ini diindikasikan dari masih rendahnya rasio belanja modal
terhadap total belanja APBD dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota.Dari
19 pemerintah kabupaten/kota, terdapat 5 pemerintah kabupaten/kota yang rasio
belanja modal terhadap total belanja di atas 30% (grafik 4.10). Pemerintah
kabupaten/kota tersebut sebagian besar merupakan hasil pemekaran seperti
Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, dan Kota Pariaman. Yang
menarik dicermati, pemerintah Kabupaten/Kota dengan pendapatan tertinggi
tidak otomatis memiliki belanja modal tinggi. Pemerintah Kota Padang justru
51 Bank Indonesia Padang
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
memiliki rasio belanja modal terkecil (15,02%). Padahal sebagai kota terbesar di
Sumatera Barat, seyogyanya memiliki infrastruktur yang terbaik.
Bank Indonesia Padang 52
B O K S
SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH (SIKD): LANGKAH MAJU MENUJU TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK
Pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah telah berjalan lebih
dari lima tahun. Dalam kurun waktu lima tahun tersebut banyak hal yang telah
dicapai baik dalam bentuk konstitusi, institusi, maupun budaya dan cara pandang.
Istilah Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil telah menjadi
istilah yang akrab bagi masyarakat.
Meskipun demikian, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam
rangka penyempurnaan pelaksanaan desentralisasi fiskal. Salah satunya
adalah diseminasi informasi keuangan daerah kepada masyarakat. Banyak
stakeholder masih belum mengetahui bagaimana mengakses informasi keuangan
daerah seperti data APBD, neraca pemerintah daerah, dan laporan realisasi
anggaran. Jikapun ada, lag data tersebut sudah sedemikian jauh sehingga kurang
memenuhi kebutuhan stakeholders.
Diseminasi informasi keuangan daerah termasuk dalam satu paket
kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pengaturan mengenai
informasi keuangan daerah telah diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Peraturan
Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46 tahun 2006 tentang Tatacara Penyampaian
Informasi Keuangan Daerah.
Apa saja yang bisa diperoleh melalui SIKD? SIKD menyajikan berbagai informasi
baik informasi keuangan maupun non keuangan. Data keuangan utama terdiri dari
APBD, Dana Perimbangan, Neraca Daerah, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan
Keuangan Daerah, Laporan Keuangan Perusahaan Daerah, dan data yang berkaitan
dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah. Rumusan informasi yang akan
ditampilkan dalam SIKD secara umum meliputi dua hal yaitu informasi umum dan
informasi khusus. SIKD dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat umum sesuai
dengan kebutuhan. SIKD disajikan secara nasional maupun daerah. Secara nasional,
SIKD diselenggarakan oleh Departemen Keuangan. Data-data SIKD secara nasional
bisa diakses melalui web www.djpk.depkeu.go.id. Sementara itu, pemerintah daerah
juga berkewajiban menyajikan SIKD ke publik melalui situs resmi pemerintah
daerah.
Sanksi atas keterlambatan penyampaian informasi keuangan daerah.
Ingatkah Anda dengan ancaman sanksi penundaan penyaluran dana perimbangan
dari Menteri Keuangan apabila pemda terlambat menyampaikan APBD atau Laporan
Keuangan? Pada tahun 2007, terdapat 4 kabupaten yang dikenai sanksi penundaan
penyaluran DAU karena terlambat menyampaikan laporan realisasi APBD. Hal
tersebut merupakan implementasi dari aturan mengenai sanksi yang diatur dalam PP
56 tahun 2005 tentang SIKD. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa apabila Pemda
tidak menyampaikan Informasi Keuangan Daerah dalam waktu yang telah
ditentukan, Menteri Keuangan menetapkan sanksi berupa penundaan penyaluran
Dana Perimbangan setelah berkoordinasi dengan Depdagri.
Mengapa sampai sekarang Informasi Keuangan Daerah masih sulit
diperoleh? Para stakeholders perlu bersabar untuk memperoleh informasi
keuangan daerah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Implementasi SIKD
secara menyeluruh baru akan dilaksanakan 5 tahun sejak PP 56 tahun 2005
ditetapkan, tepatnya setelah tanggal 9 Desember 2010. Meskipun demikian,
beberapa pemerintah daerah telah melakukan berbagai persiapan menuju
implementasi penuh SIKD tahun 2010. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah
memasukkan data APBD Provinsi Sumatera Barat dalam situsnya
www.sumbarprov.go.id. Sementara itu, pemerintah pusat terlihat lebih siap dalam
implementasi SIKD di tingkat nasional. Situs Resmi Ditjen Perimbangan Keuangan
www.djpk.depkeu.go.id telah memuat berbagai indikator penting keuangan daerah
dengan data series yang cukup panjang. Data APBD semua tingkat pemerintah telah
tersedia sejak tahun 1994-sekarang. Data dana perimbangan juga dapat diakses
sejak tahun 2001.
Reformasi Sistem Manajemen Keuangan perlu ditingkatkan untuk mencapai
implementasi SIKD 2010. Sistem manajemen keuangan yang baik, adalah kunci
untuk mewujudkan good governance dalam sektor publik. Sistem tersebut terdiri
Tampilan web SIKD nasional dalam situs www.djpk.depkeu.go.id
dari beberapa kelompok Sistem yaitu : pertama, Core Function System yang
merupakan sistem utama pengelolaan keuangan daerah meliputi, Planning
(Perencanaan), Budget Preparation (Persiapan Anggaran), Budget Execution
(Pelaksanaan Anggaran) dan Accounting (Akutansi). Kedua; Non Core Function
merupakan sistem pendukung pengelolaan keuangan daerah yang meliputi:
Manajemen Kas, Manajemen Pendapatan dan Piutang, Manajemen Aset, dan
Manajemen Hutang). Ketiga, Regional FMIS Portal & Collaboration/Communication
System merupakan fasilitas pendukung pengelolaan laporan keuangan daerah
meliputi : fasilitas pelaporan keuangan daerah, kolaborasi dan komunikasi antar &
inter aparatur keuangan daerah/pusat.
Bab 3 : Inflasi
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia sebagai bank sentral terus mengupayakan
terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat dan aman. Hal
ini disebabkan karena sistem pembayaran merupakan salah satu jenis layanan
utama perbankan dalam mendukung kelancaran aktivitas perekonomian.
Transaksi pembayaran dapat berupa transaksi tunai dan transaksi non tunai. Pada
sistem pembayaran tunai, Bank Indonesia senantiasa berupaya memenuhi
kebutuhan uang kartal dalam jumlah dan pecahan yang cukup dan layak edar.
Pada sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia terus melakukan
penyempurnaan Sistem Kliring Nasional (SKN) dan RTGS.
5.2. Perkembangan Alat Pembayaran Tunai.
5.2.1. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk dan Keluar
Memasuki triwulan II-2008, aliran uang kas yang masuk (cash-inflow)
Kantor Bank Indonesia (KBI) Padang mengalami penurunan, sementara
aliran uang yang keluar (cash-outflow) meningkat signifikan. Aliran kas
masuk ke Bank Indonesia Padang menurun dari Rp1.867 miliar di triwulan I-2008
menjadi Rp1.068 miliar di triwulan II-2008 atau turun 42,79%. Sedangkan aliran
kas keluar dari Bank Indonesia Padang meningkat tajam dari Rp143 miliar di
triwulan I-2008 menjadi Rp383 miliar di triwulan II-2008 atau tumbuh 168,33%.
Menurunnya cash-inflow dan meningkatnya cash-outflow terkait dengan
kinerja perbankan pada periode triwulan laporan. Posisi kredit bank umum
berdasarkan lokasi proyek per Mei 2008 tumbuh 12,25% dibandingkan posisi
Desember 2007 hingga menjadi Rp14,20 triliun. Sementara dana pihak ketiga
(DPK) pada triwulan laporan sedikit menurun, sedangkan pada sisi lain bank
banyak yang menarik dana tunainya untuk membiayai kredit dimaksud. Dengan
perkembangan inflow-outflow tersebut, aliran uang kas masuk bersih (net-inflow)
pada triwulan laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu sebesar
Rp685 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2008 yang tercatat
sebesar Rp1.724 miliar (Grafik 5.1).
Bank Indonesia Padang 53
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Grafik 5.1. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk dan Keluar
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
III IV I II III IV I II III IV I II
2005 2006 2007 2008
Mili
ar R
p
Aliran uang masuk/inflow Aliran uang keluar/outf low Net Inflow
Sumber : BI
5.2.2. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB)
Dalam rangka menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat, Bank
Indonesia secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan terhadap uang
yang sudah lusuh/rusak sehingga tidak layak lagi untuk diedarkan (Uang Tidak
Layak Edar/UTLE) untuk selanjutnya akan dicatat sebagai Pemberian Tanda Tidak
Berharga (PTTB). Pemusnahan UTLE dilakukan dengan menggunakan mesin racik
uang kertas (MRUK) maupun mesin sortasi uang kertas (MSUK).
Grafik 5.2. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB)
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
III IV I II III IV I II III IV I II
2005 2006 2007 2008
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%Inflow PTTB Nisbah (%)
Sumber : BI
Bank Indonesia Padang 54
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan selama triwulan laporan
sebesar Rp1.010 miliar, meningkat sebesar 11,63% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp905 miliar (Grafik 5.2). Nisbah
antara jumlah uang yang dimusnahkan dengan jumlah aliran uang masuk (inflow)
pada triwulan II-2008 adalah sebesar 95% atau jauh lebih tinggi dibandingkan
nisbah triwulan I-2008 yang tercatat sebesar 48%. Kondisi ini menjadi salah satu
indikator bahwa kondisi uang yang beredar di Sumatera Barat dan disetorkan
oleh bank umum pada periode triwulan laporan relatif kurang terjaga kebersihan
dan fisiknya. Hal ini juga dapat menjadi indikator bahwa penukaran uang lusuh
dari masyarakat melalui bank telah berjalan dengan lebih baik.
5.3. Perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai
Transaksi non tunai pada umumnya dapat dilakukan melalui sistem
kliring dan sistem Real Time Gross Setlement (RTGS). Sistem kliring apabila
nilai transfer dana/transaksi kredit kurang dari Rp100 juta maupun transaksi debet
dengan menggunakan warkat debet. Sedangkan sistem RTGS untuk transaksi
transfer dana kredit seketika yang bersifat urgent.
5.3.1. Perkembangan Kliring
Pada triwulan II-2008, transaksi kliring mengalami kenaikan di sisi
nominal dan volume. Perputaran uang non-tunai melalui sarana kliring di Bank
Indonesia Padang pada triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 16,40%,
yaitu dari Rp2.988 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp3.478 miliar di triwulan
laporan. Peningkatan transaksi nominal kliring diiringi dengan peningkatan
volume kliring. Volume kliring di triwulan II-2008 meningkat dari 91,6 ribu lembar
di triwulan I-2008 menjadi 95,0 ribu lembar pada triwulan laporan atau naik
3,74%.
Dari perkembangan transaksi kliring tersebut, bila dilihat secara rata-rata
harian, volume/warkat kliring yang berhasil diproses pada triwulan II-
2008 mengalami penurunan dari sisi volume namun meningkan dari sisi
nominal. Dari sisi volume menurun yaitu dari 1.552 lembar per hari pada triwulan
I-2008 menjadi 1.508 lembar per hari pada triwulan laporan. Rata-rata nilai
transaksi per hari meningkat dari Rp51 miliar per hari pada triwulan I-2008
menjadi Rp55 miliar per hari pada triwulan laporan. Hal ini mengindikasikan
nominal dana yang ditransfer meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
55 Bank Indonesia Padang
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Peningkatan diduga adanya aliran dana dari perantau kepada keluarganya di
Sumatera Barat.
Peningkatan nilai transaksi kliring diiringi dengan meningkatnya
penolakan cek/BG yang kosong selama triwulan laporan. Penolakan cek/BG
kosong meningkat dari Rp0,8 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp24,3 miliar di
triwulan II-2008. Begitu pula dengan volume cek/BG kosong juga meningkat dari
789 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 1.149 lembar pada triwulan
laporan (Tabel 5.1).
Perubahan (qtq)
Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II (+/-) (%)
Perputaran Kliring - Volume (ribuan lembar) 93,0 94,6 96,8 85,1 91,6 95,0 3 3,7%- Nominal (miliar rp) 2.284,6 2.455,5 2.609,2 2.798,2 2.987,8 3.477,8 490 16,4%
Penolakan Cek/BG Kosong- Volume (lembar) 847,0 724,0 770,0 947,0 789,0 1.149,0 360 45,6%- Nominal (miliar rp) 27,2 11,5 13,7 19,7 0,8 24,3 24 2979,2%
Rata-rata Harian Perputaran Kliring- Volume (lembar) 1.476 1.525 1.562 1.395 1.552 1.508 -44 -2,8%- Nominal (miliar rp) 36 40 41 46 51 55 5 9,0%
2008
Tabel 5.1 Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
Keterangan 2007
Sumber : BI
5.3.2. Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Sebagaimana transaksi kliring, perkembangan transaksi non-tunai
dengan menggunakan sarana BI-RTGS di Kantor BI Padang selama
triwulan II-2008 masih menunjukkan peningkatan transaksi. Untuk transfer
masuk ke Sumatera Barat melalui BI-RTGS, nilai transaksi meningkat sebesar
20,99% yaitu dari Rp7.211 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp8.725 miliar pada
triwulan laporan. Volume RTGS transfer masuk juga meningkat sebesar 36,66%
yaitu dari 11.514 transaksi di triwulan I-2008 menjadi 15.735 transaksi di triwulan
laporan.
Untuk transfer RTGS keluar dari Sumatera Barat, walaupun mengalami
peningkatan nilai transaksi namun peningkatannya tidak setinggi nilai
transaksi RTGS masuk. Nilai transaksi RTGS keluar meningkat sebesar 9,54%,
yaitu dari Rp6.648 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp7.283 miliar di triwulan
laporan. Volume transaksi RTGS keluar juga mengalami peningkatan. Volume
transaksi keluar pada triwulan II-2008 sebesar 11.837 transaksi atau meningkat
21,05% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9.779 transaksi. Dengan
demikian, secara netto pada triwulan laporan terjadi aliran transfer dana masuk
sebesar Rp1.442 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
Bank Indonesia Padang 56
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
tercatat sebesar Rp563 miliar. Peningkatan arus transfer RTGS netto ke Sumatera
Barat salah satunya dapat mengindikasikan bahwa transaksi perdagangan/bisnis
pelaku ekonomi di Sumatera Barat dengan pelaku ekonomi di luar Sumatera
Barat mengalami peningkatan.
Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II
Inflow 10.173,84 9.154,72 13.498,93 7.210,97 8.724,91 20,99%
Outflow 7.049,78 9.625,75 8.438,37 6.648,29 7.282,69 9,54%
Intra 1.236,98 2.585,20 2.812,20 1.404,25 2.341,74 66,76%
Inflow 7.541 9.293 11.871 11.514 15.735 36,66%
Outflow 7.133 7.678 9.265 9.779 11.837 21,05%
Intra 1.779 2.310 3.069 2.908 2.677 -7,94%
Nilai Transaksi (miliar Rp)
Volume (transaksi)
2008
Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat
Keterangan2007 Pertumbuhan
(q-t-q)
Sumber : BI
57 Bank Indonesia Padang
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bank Indonesia Padang 58
Bab 3 : Inflasi
Bank Indonesia Padang 59
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Ketenagakerjaan Daerah
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat menunjukkan angka
yang relatif cukup menggembirakan. Hasil Susenas yang dilaksanakan BPS
Sumatera Barat pada bulan Februari 2008 menunjukkan kondisi ketenagakerjaan
di Provinsi Sumatera Barat terus bergerak ke arah yang lebih baik dibandingkan
tahun 2007 (Susenas Februari & Agustus 2007). Beberapa indikator
ketenagakerjaan mengalami perbaikan yang cukup berarti, seperti jumlah orang
yang bekerja dan pengangguran. Sementara itu, jumlah Penduduk Usia Kerja
(PUK) di Provinsi Sumatera Barat pada Susenas Februari 2008 menunjukkan
peningkatan, dibandingkan Februari 2007.
Pada Susenas Februari 2008, PUK tercatat sebesar 3.278.852 orang atau
meningkat 1,65% dari Agustus 2007. Angka tersebut lebih tinggi dari
pertumbuhan Februari 2007 yang tercatat sebesar 0,96%. Dari jumlah PUK
tersebut, yang menjadi angkatan kerja sebanyak 2.125.784 orang (64,83% dari
penduduk usia 15 tahun ke atas) atau meningkat 0,91% dibandingkan Agustus
2007. Sementara penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 1.153.068 orang
(35,17% dari penduduk usia 15 tahun ke atas), atau meningkat sebesar 3,04%
dibandingkan Agustus 2007. Namun demikian, angka tersebut lebih rendah
apabila dibandingkan pertumbuhan Februari 2007 sebesar 7,43%. Selain faktor
demografis berupa peningkatan jumlah penduduk usia kerja, peningkatan juga
disebabkan oleh makin bertambahnya jumlah penduduk yang menyelesaikan
jenjang pendidikan yang ditempuh dan siap memasuki dunia kerja (Tabel 6.1).
Feb'07/Agt'06 Feb'08/Agt'07
1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 3.161.612 3.191.865 3.225.756 3.278.852 0,96 1,65
2. Angkatan Kerja 2.051.800 1.999.580 2.106.711 2.125.784 -2,55 0,91
a. Bekerja 1.808.275 1.779.203 1.889.406 1.919.044 -1,61 1,57
b. Pengangguran 243.525 220.377 217.305 206.740 -9,51 -4,86
3. Bukan Angkatan Kerja 1.109.812 1.192.285 1.119.045 1.153.068 7,43 3,04
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64,90 62,65 65,30 64,83 - -
5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 11,90 11,02 10,30 9,73 - -Sumber : BPS Sumbar
Pertumb. (%)
Tabel 6.1 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan
Agust 2006 Feb 2007 Agust 2007Kegiatan Utama Feb 2008
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang 60
Dari sisi jumlah pengangguran, walaupun tidak sebesar periode Februari
2007, terus terjadi penurunan yang cukup berarti. Jumlah pengangguran
pada Susenas Februari 2008 sebanyak 206.740 orang yang berarti terjadi
penurunan sebesar 4,86% apabila dibandingkan Agustus 2007. angka tersebut
lebih rendah bila dibandingkan dengan Februari 2007 yang turun 9,51%. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), juga mengalami trend penurunan sejak Agustus
2006. TPT menjadi 9,73% pada bulan Februari 2008, lebih rendah apabila
dibandingkan bulan Februari 2007 yang tercatat sebesar 11,02%.
Penurunan jumlah pengangguran selain terserap lapangan kerja atau
berwiraswasta, juga karena ada sebagian angkatan kerja yang merantau
ke luar Sumatera Barat dan ada yang pindah ke kelompok bukan
angkatan kerja. Selain itu, adanya kegiatan Bursa Tenaga Kerja yang dilakukan
pemerintah daerah bekerjasama dengan pengusaha/sektor swasta cukup
membantu para pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan.
Berdasarkan lapangan pekerjaan, pada Susenas Februari 2008 distribusi
sektoral menunjukkan adanya peningkatan tenaga kerja pada sektor
pertanian. Sektor tersebut menyerap 50,04% tenaga kerja yang tercatat pada
Susenas Februari 2008. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
Februari 2007 yang tercatat sebesar 48,45% (Tabel 6.2). Hal ini membuktikan
bahwa sektor pertanian masih menjadi tumpuan utama lapangan kerja bagi
sebagian besar masyarakat Sumatera Barat.
Feb'07/Agt'06 Feb'08/Agt'07 Feb 2007 Feb 2008
1. Pertanian 821.996 861.941 905.575 960.303 4,86 6,04 48,45 50,042. Industri 118.879 114.787 139.972 103.306 -3,44 -26,20 6,45 5,383. Konstruksi/Bangunan 94.203 71.904 78.358 66.031 -23,67 -15,73 4,04 3,444. Perdagangan 352.187 370.616 384.094 401.658 5,23 4,57 20,83 20,935. Angkutan/Transportasi 114.211 113.268 122.053 116.379 -0,83 -4,65 6,37 6,066. Jasa 256.318 197.183 224.592 233.965 -23,07 4,17 11,08 12,197. Lainnya* 50.481 49.504 34.762 37.402 -1,94 7,59 2,78 1,95
Jumlah 1.808.275 1.779.203 1.889.406 1.919.044 -1,61 1,57 100,00 100,00* Pertambangan, Listrik dan KeuanganSumber : BPS Sumbar
Pangsa (%)Feb 2008
Tabel 6.2 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan
Kegiatan Utama Feb 2007Agust 2006 Agust 2007Pertumb. (%)
Dilihat dari pertumbuhannya, sektor lainnya (terdiri dari sektor
pertambangan, listrik dan keuangan) mengalami pertumbuhan tenaga
kerja yang paling tinggi, yaitu sebesar 7,59%. Meningkatnya jumlah pekerja
di kelompok ini, terutama disumbang dari meningkatnya aktifitas sektor
keuangan seperti perusahaan leasing, pembiayaan, kredit, dll.
61
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang
Program pemerintah daerah di sektor pertanian, seperti pembukaan
lahan pertanian baru, bantuan dana bergulir untuk petani, pelatihan
pertanian, dll, dapat meningkatkan minat masyarakat untuk bekerja di
sektor pertanian. Berdasarkan Susenas Februari 2008 tenaga kerja di sektor
pertanian tumbuh sebesar 6,04% dibandingkan Agustus 2007. Sektor
perdagangan tumbuh sebesar 4,57% dan sektor jasa tumbuh sebesar 4,17%.
Sementara sektor industri, sektor konstruksi/bangunan dan sektor angkutan,
mengalami penurunan masing-masing sebesar 26,20%, 15,73% dan 4,65%.
Transformasi tenaga kerja dari sektor primer ke sektor sekunder maupun
tersier masih sangat lamban. Di tengah kondisi perekonomian yang ditandai
oleh masih terbatasnya lapangan kerja sektor-sektor formal, sektor pertanian
menjadi pilihan utama karena sifatnya yang fleksibel dan tidak terlalu
membutuhkan keahlian yang tinggi. Sektor sekunder berupa sektor industri dan
sektor konstruksi/bangunan secara keseluruhan hanya mampu menyerap 8,82%
dari total tenaga kerja. Sektor industri mampu menyerap 5,38% sementara sektor
konstruksi/bangunan sebesar 3,44%. Hal ini tentu saja menggambarkan bahwa
sektor sekunder belum mampu banyak menyerap kesempatan kerja yang lebih
luas.
Melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja yang terjadi, dapat
disimpulkan bahwa daya serap tenaga kerja sektoral masih belum
mengalami perubahan dan cenderung berjalan lamban. Selain itu, dengan
perkiraan laju pertumbuhan penduduk usia kerja sekitar rata-rata 0,5 persen,
maka beban bertambahnya angkatan kerja masih belum dapat diserap oleh
pertumbuhan lapangan kerja.
Penyaluran Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berasal dari dalam Provinsi
Sumatera Barat ke luar negeri pada triwulan laporan terlihat meningkat
cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selama
triwulan II-2008 jumlah TKI yang diberangkatkan sebanyak 537 tenaga kerja atau
meningkat 25% dari jumlah TKI yang diberangkatkan di triwulan I-2008 yang
tercatat sebanyak 429 tenaga kerja (Tabel 6.3). Banyaknya Perusahaan Jasa
Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Sumatera Barat dan kemudahan perizinan serta
akses ke luar negeri, semakin meningkatkan minat tenaga kerja Sumatera Barat
ke luar negeri.
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang 62
Pertamb.s.d Jun s.d Sept s.d Des s.d Mar s.d Jun Jun-Mar
Menurut Pendidikan 2.068 778 1.322 1.613 429 966 537 100,00- SD 0 0 0 0 0 0 0 0,00- SLTP/Setingkat 119 54 89 139 60 158 98 16,36- SLTA/Setingkat 1.948 724 1.233 1.473 369 807 438 83,54- D.I, D.II & D.III 0 0 0 1 0 1 1 0,10- Sarjana 1 0 0 0 0 0 0 0,00
Menurut Usia 2.068 778 1.322 1.613 429 966 537 100,00- < 15 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0,00- 15 - 21 tahun 837 267 535 681 199 451 252 46,69- > 21 tahun 1.231 511 787 932 230 515 285 53,31
Menurut Lapangan Usaha 2.068 778 1.322 1.613 429 966 537 100,00- Pertanian/Perkebunan 0 0 33 54 0 2 2 0,21- Industri Pengolahan 2.068 775 1.272 1.540 429 964 535 99,79- Perdagn Besar, Rmh Makan 0 3 4 13 0 0 0 0,00- Lainnya 0 0 13 6 0 0 0 0,00
Menurut Negara Tujuan 2.068 778 1.322 1.613 429 966 537 100,00- Malaysia 2.068 775 1.319 1.610 429 966 537 100,00- Brunei Darussalam 0 3 3 3 0 0 0 0,00
Sumber : Disnakertrans Sumbar
Tabel 6.3 Pengiriman Tenaga Kerja IndonesiaDaerah Asal Dalam Prov. Sumatera Barat
2006Keterangan Share Tw.II/08 (%)
2007 2008
Pada triwulan laporan jumlah tenaga kerja berpendidikan SLTA/Setingkat
masih mendominasi, yaitu sebesar 83,54% dari total TKI, selanjutnya adalah
tenaga kerja berpendidikan SLTP/Setingkat yang mencapai 16,36%. Sampai
dengan Juni 2008, TKI yang berusia >21 tahun sebanyak 515 tenaga kerja atau
53,31% dari total TKI, sedangkan sisanya sebanyak 451 tenaga kerja berusia
antara 15 hingga 21 tahun. Dihubungkan dengan tingkat pendidikan, umumnya
TKI merupakan lulusan SLTA/Setingkat yang lama menganggur/belum
mendapatkan pekerjaan tetap kemudian mendaftar untuk menjadi TKI. Pada
triwulan laporan seluruh TKI yang dikirim ke luar negeri bekerja pada lapangan
usaha industri pengolahan.
Negara tujuan utama dari TKI Provinsi Sumatera Barat biasanya adalah
negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Namun pada triwulan
laporan seluruh TKi dikirim ke Negara Malaysia. Relatif dominannya pengiriman
TKI ke Malaysia, disebabkan oleh faktor kemudahan transportasi dan faktor sosial
budaya di kedua negara yang masih dapat dikatakan serumpun sehingga sangat
membantu TKI dari Provinsi Sumatera Barat dalam bersosialisasi dengan
masyarakat Malaysia.
6.2 Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan penduduk Sumatera Barat pada triwulan II-2008
tercatat lebih baik dari triwulan sebelumnya. Hal tersebut tampak dari
beberapa indikator seperti Nilai Tukar Petani (NTP), perkiraan pendapatan
63
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang
perkapita dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diterima. Indikator-indikator
tersebut tercatat lebih baik/tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima
petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan
dalam persentase. Secara konseptual NTP adalah pengukur kemampuan tukar
barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau
jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam
memproduksi produk pertanian.
Terhitung sejak penyajian data NTP bulan Mei 2008 didasarkan pada
perhitungan NTP dengan tahun dasar 2007 (2007=100). Memasuki periode
triwulan II-2008, NTP di Sumatera Barat berada pada level yang lebih tinggi dari
NTP nasional, padahal dengan tahun dasar sebelumnya, NTP Sumatera Barat
selalu berada dibawah nasional. Di bulan April 2008 NTP Sumatera Barat tercatat
sebesar 107,14 dan di bulan Mei 2008 sebesar 105,76. Sementara NTP nasional
masing-masing 99,02 dan 100,16 (Grafik 6.1).
Grafik 6.1 Nilai Tukar Petani di Sumatera Barat dan Nasional
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
6 20
06 7 8 9 10 11 12
1 20
07 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 20
08 2 3 4 4 5
Inde
ks N
asio
nal
0
20
40
60
80
100
120
Inde
ks S
umba
r
Nasional (axis kiri)
Sumatera Barat (axis kanan)Tahun Dasar 2007
Walaupun berada diatas NTP nasional, NTP Sumatera Barat cenderung
menurun sejak bulan Maret 2008 hingga Mei 2008. Penurunan NTP tersebut
disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian yang terjadi relatif
lebih rendah apabila dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk kebutuhan proses
produksi pertanian akibat meningkatnya inflasi.
Sumber : BPS, diolah
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang 64
Berdasarkan PDRB per kapita atas dasar harga (ADH) berlaku, PDRB per
kapita Sumatera Barat di triwulan laporan diperkirakan sebesar Rp14,35
juta∗ lebih tinggi dari triwulan I-2008 yang tercatat sebesar Rp13,85 juta.
Sementara PDRB per kapita atas dasar harga konstan, PDRB per kapita Sumatera
Barat sebesar Rp7,19 juta** meningkat dibandingkan triwulan I-2008 yang
diperkirakan sebesar Rp7,09 juta. Peningkatan PDRB per kapita ADH Berlaku
disebabkan beberapa hal, diantaranya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat
yang cenderung meningkat dan adanya kenaikan upah minimum provinsi di
tahun 2008 (Grafik 6.2).
Grafik 6.2 Perkembangan PDRB/Kapita Sumatera Barat
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
2003 2004 2005 2006* Tw.III-2007**
Tw.IV-2007**
Tw.I-2008** Tw.II-2008**
Rp.
000
(5,00)
-
5,00
10,00
15,00
20,00 %
PDRB/Kapita (Berlaku) PDRB/Kapita (Konstan)
Pertumb. (Berlaku, %) Pertumb. (Konstan, %)
* angka sementara, ** angka perkiraan
Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat tahun 2008 ditetapkan
sebesar Rp800.000/bulan atau naik 10,34% dibandingkan tahun 2007 yang
tercatat sebesar Rp725.000/bulan. Pertumbuhan angka UMP tahun 2008
tersebut sebenarnya lebih rendah dari tahun 2006 yang mengalami pertumbuhan
mencapai 20,37% dari tahun 2005. Hal ini dikarenakan UMP tahun 2006 telah
mengkompensasi melonjaknya biaya hidup akibat kebijakan pemerintah yang
menaikkan harga BBM (Grafik 6.3).
* PDRB ADH Berlaku/jumlah penduduk, angka perkiraan
** PDRB ADH Konstan/jumlah penduduk, angka perkiraan
Sumber : BPS, diolah
65
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang
Grafik 6.3 Perkembangan Upah Minimum Provinsi Sumatera Barat
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Rp.
000
0
5
10
15
20
25 %
UMP
Pertumb. (%)
Sumber : BPS, diolah
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang 66
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI
DAERAH
7.1. Perkiraan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sumbar Triwulan III-2008 secara tahunan (y-o-y)
diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan II-2008 dengan laju
pertumbuhan pada kisaran 6,3%-6,8%. Dari sisi konsumsi, akan terjadi
peningkatan tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Survei Konsumen Bank
Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen yang terus
menurun selama triwulan I kembali meningkat pada bulan Juni 2008 (grafik 7.1).
Berakhirnya situasi ketidakpastian kenaikan BBM ternyata segera berakhir setelah
pemerintah menaikkan harga BBM. Meski kondisi ekonomi saat ini menurut
konsumen masih terus memburuk, namun konsumen berekspektasi perekonomian
akan membaik. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya beberapa indikator
ekspektasi seperti ekspektasi penghasilan, lapangan kerja, dan kondisi ekonomi 6
bulan yang akan datang.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
Sumber : SK-BI
0
20
40
60
80
100
120
140
Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Kondisi ekonomi 6 bulan yad
Sumber : Survei Konsumen-BI
Grafik 7.1. Perkembangan Kepercayaan Konsumen Grafik 7.2. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Indikator perbankan masih menunjukkan arah yang positif dan
mendukung masih tingginya pertumbuhan ekonomi ke depan. Kredit
menurut lokasi proyek hingga akhir Mei 2008 masih tumbuh di atas proyeksi.
Kredit investasi di sektor pertanian serta kredit konstruksi hingga Mei 2008 telah
mengalami pertumbuhan 20,02%. Pembiayaan ekonomi dari Pemerintah
diperkirakan juga meningkat, terutama yang berasal dari pemerintah daerah.
67 Bank Indonesia Padang
Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Faktor musiman menjelang masuknya bulan Ramadhan diperkirakan juga akan
meningkatkan aktivitas ekonomi khususnya di sektor perdagangan dan sektor jasa-
jasa.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
Oct-Dec Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Oct-Dec Jan-Mar Apr-May$ C
rud
e O
il
$, P
alm
Oil
dan
Palm
Kern
el
Oil
Palm oil ($/mt)Palmkernel oil ($/mt)Crude oil, Brent ($/bbl)
Sumber : World Bank
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
2006 2007 2007 2007 2007 2008 2008
Oct‐Dec
Jan‐Mar
Apr‐Jun
Jul‐Sep
Oct‐Dec
Jan‐Mar
Apr‐May
USD
Crude oil, Brent ($/bbl)
Coal, Australia ($/mt)
Sumber : World Bank
Grafik 7.4. Perkembangan Harga Palm Oil, Palm Kernel Oil, dan Minyak Dunia
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Minyak dan Batu Bara Dunia
Kenaikan harga CPO diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan tren
peningkatan harga minyak dunia. Tren kenaikan harga minyak dunia
membawa pengaruh baik bagi ekspor Sumatera Barat serta nilai tambah sektor
pertanian. Pada grafik 7.4 terlihat bahwa pergerakan harga palm oil dan palm
kernel oil searah dengan harga minyak mentah. Tidak hanya itu, harga batu bara
dunia juga terus meningkat (grafik 7.5). Hal ini akan mendorong investasi di sektor
pertanian.
7.2. Perkiraan Inflasi
Tekanan Inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan relatif sama dengan
triwulan laporan berkisar antara 11-12% (y-o-y). Beberapa faktor yang
mempengaruhi tekanan inflasi yang masih cukup tinggi tersebut antara lain inflasi
bahan makanan, makanan jadi, serta perumahan sebagai akibat dampak ronde
kedua kenaikan harga BBM. Inflasi kelompok pendidikan juga masih berpengaruh
pada bulan Juli-Agustus seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. Beberapa
perusahaan memang tidak seketika menaikkan harga produknya karena masih
melakukan kalkulasi ulang terhadap kenaikan upah buruh serta penyesuaian biaya
produksi lainnya.
Kenaikan harga beras perlu diwaspadai menjelang masuknya bulan suci
Ramadhan. Pada bulan Juni 2008, harga beras mulai merambat naik setelah
Bank Indonesia Padang 68
Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
lewatnya masa panen raya pada bulan triwulan I-II 2008. Tingginya kontribusi beras
dalam pembentukan inflasi kota Padang membuat pengendalian pasokan beras
menjadi faktor yang sangat penting dalam pengendalian inflasi kota Padang.
Harga hasil peternakan diperkirakan akan meningkat. Tingginya harga pakan
ternak serta kenaikan permintaan menjelang bulan puasa diperkirakan mendorong
kenaikan harga hasil peternakan seperti daging sapi, daging ayam, dan telur ayam.
Persaingan usaha antar daerah juga menjadi faktor pendorong kenaikan harga
hasil peternakan. Tingginya permintaan dan daya beli di provinsi tetangga seperti
Pekanbaru dapat mengurangi pasokan daging dan telur di Kota Padang.
Belum stabilnya harga minyak dunia berpotensi meningkatkan angka
inflasi melewati proyeksi. Pergerakan harga minyak dunia yang tidak pasti
menyulitkan proyeksi inflasi secara tepat. Apalagi, banyak kalangan masih
memperdebatkan volatilitas harga minyak, disebabkan faktor supply demand
semata atau ada unsur spekulasi. Meskipun demikian, relatif stabilnya nilai tukar
rupiah sebagai salah satu target kebijakan moneter Bank Indonesia menjadi modal
yang cukup kuat dalam pengamanan inflasi.
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
Jan-0
7
Feb-07
Mar-07
Apr-07
May-07Ju
n-07Ju
l-07
Aug-07
Sep-07
Oct-07
Nov-07
Dec-07
Jan-0
8
Feb-08
Mar-08
Apr-08
May-08Ju
n-08
140
145
150
155
160
165
170
175
Inflasi q-t-q IHK y-o-y IHK
Sumber : BI, diolah
050
100150200250300350400450
2007 2007 2007 2007 2008
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Oct-Dec Jan-Mar
FoodAgricultureEnergyFertilizer
Sumber : World Bank
Grafik 7.6. Perkembangan Inflasi Kota Padang Grafik 7.7. Perkembangan Indeks Harga World Bank di Negara Low dan Middle Income
69 Bank Indonesia Padang
Lampiran
Total Total2006 2007**)
TRW. I TRW. II TRW III TRW. IV TRW. I TRW. II
1. PERTANIAN /AGRICULTURE 13,396,524 3,487,826 3,499,676 3,729,628 4,037,737 14,754,868 4,246,907 4,310,996a. Tanaman Pangan & Hortikultura/Farm Food Crops 6,954,105 1,789,309 1,752,764 1,882,134 2,065,454 7,489,662 2,240,275 2,241,728b. Perkebunan / Farm Non Food Crops 2,976,457 774,371 805,927 855,981 917,500 3,353,780 929,522 955,304c. Peternakan/Livestock 1,079,157 283,717 291,971 307,839 323,323 1,206,850 325,815 334,374d. Kehutanan/Forestry 792,798 219,632 226,120 234,043 254,390 934,185 260,888 273,365e. Perikanan/Fishery 1,594,006 420,797 422,894 449,630 477,070 1,770,391 490,407 506,225
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN/ 1,829,475 482,968 498,592 526,409 551,969 2,059,937 556,184 574,693a. Migas dan Gas Bumi/Crude Petroleum & Natural Gasb. Non Migas / Non Crude Petroleum & Natural Gas 262,160 69,036 69,929 72,628 74,257 285,850 74,075 75,608c. Penggalian / Quarrying 1,567,315 413,932 428,662 453,781 477,712 1,774,087 482,109 499,085
3. INDUSTRI PENGOLAHAN / 6,055,971 1,676,865 1,729,904 1,821,222 1,951,251 7,179,243 2,036,335 2,139,002a. Industri Migas/Oil & Gas Manufacturing Industriesb. Industri Tanpa Migas/Non Oil & Gas Manufacturing 6,055,971 1,676,865 1,729,904 1,821,222 1,951,251 7,179,243 2,036,335 2,139,002
1. Makan, Minuman dan Tembakau / Food, Drink 1,561,168 431,664 443,777 470,283 496,938 1,842,662 524,874 556,3222. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 2,397,770 666,803 687,217 724,836 777,644 2,856,499 806,089 844,3613. Barang Kayu dan Hasil Hutan 219,759 58,355 59,723 61,633 66,215 245,927 68,594 71,0884. Kertas dan Barang Cetakan 19,226 4,951 5,062 5,213 5,245 20,472 5,350 5,4085. Pupuk Kimia dan Barng dari Karet 386,733 103,593 106,722 112,602 116,043 438,960 119,508 127,5636. Semen dan Barng Non Logam 1,318,223 372,865 388,058 405,887 448,282 1,615,091 470,415 491,9477. Logan Dasar, Besi dan Baja8. Alat Angk. Mesin dan Peralatan 151,035 38,056 38,756 40,164 40,233 157,209 40,846 41,6429. Barang Lainnya/Other 2,056 577 589 604 653 2,423 660 671
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH / 754,790 194,580 201,350 212,127 214,132 822,189 216,259 221,115a. Listrik / Electricity 695,631 178,936 185,232 195,494 197,098 756,759 199,012 203,444b. G a s/ Gasc. Air Bersih / Water Supply 59,159 15,644 16,118 16,634 17,034 65,430 17,247 17,671
5. BANGUNAN / CONSTRUCTION 2,972,397 794,888 809,562 830,456 855,239 3,290,146 898,056 928,073
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN / 8,992,233 2,459,524 2,524,213 2,642,258 2,742,004 10,367,999 2,850,404 2,987,971a. Perdagangan Besar dan Eceran/Wholesale & Retail Trade 8,673,675 2,374,947 2,437,779 2,552,213 2,650,393 10,015,331 2,756,318 2,890,329b. H o t e l / Hotels 79,864 22,321 22,795 23,313 24,634 93,062 25,111 26,148c. Restoran / Restaurant 238,694 62,256 63,639 66,733 66,978 259,606 68,975 71,494
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI / 8,022,487 2,117,304 2,177,878 2,301,108 2,413,031 9,009,321 2,482,415 2,618,212a. Angkutan / Transport 6,646,456 1,739,690 1,781,665 1,878,412 1,972,941 7,372,708 2,025,642 2,140,420 1. Kereta Api /Railway Transport 43,132 11,056 11,603 12,166 12,193 47,018 12,485 12,825 2. Jalan Raya (Darat) / Road Transport 4,667,779 1,214,809 1,238,347 1,303,996 1,375,482 5,132,633 1,407,716 1,491,978 3. Angkutan Laut / Sea Transport 509,363 128,014 131,420 136,867 139,606 535,907 140,451 146,270 4. Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan/Inland 180,740 47,982 49,111 51,003 55,569 203,666 57,667 60,426 5. Angkutan Udara / Air Transport 647,683 178,699 186,775 202,017 214,933 782,425 226,978 240,867 6. Jasa Penunjang Angkutan / Supporting and Auxiliary 597,759 159,130 164,408 172,362 175,158 671,058 180,344 188,053b. Komunikasi / Communication 1,376,031 377,614 396,213 422,696 440,090 1,636,613 456,773 477,792
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 2,632,089 704,765 724,603 752,591 781,408 2,963,366 803,547 827,756a. Bank / Banking 792,659 222,959 227,447 231,233 243,628 925,267 249,194 254,968b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / 676,265 177,606 181,194 189,469 195,741 744,010 199,653 205,789c. Sewa Bangunan / Rent of Building 1,088,259 284,705 295,975 310,778 320,150 1,211,607 332,291 343,989d. Jasa Perusahaan / Business Services 74,906 19,495 19,987 21,112 21,888 82,481 22,409 23,009
9. JASA-JASA / SERVICES 8,373,621 2,217,127 2,293,298 2,387,579 2,453,972 9,351,976 2,533,020 2,613,673a. Pemerintahan Umum & Pertahanan /Public Administration 5,744,638 1,519,561 1,576,434 1,638,470 1,681,751 6,416,216 1,739,901 1,803,598b. Swasta / Private Services 2,628,983 697,566 716,864 749,109 772,221 2,935,759 793,119 810,075 1. Sosial Kemasyarakatan/Social & Community Services 1,008,362 272,969 279,517 289,907 303,134 1,145,527 309,625 313,880 2. Hiburan dan Rekreasi/Entertainment & Cultural Service 262,684 67,940 69,161 71,832 74,323 283,255 75,681 77,049 3. Perorangan dan Rumahtangga/ Personal & Household 1,357,937 356,657 368,187 387,370 394,764 1,506,977 407,813 419,146
P D R B / G R D P 53,029,588 14,135,847 14,459,076 15,203,379 16,000,744 59,799,045 16,623,128 17,221,492
Catatan : *) Angka Diperbaiki**) Angka Sementara***) Angka Sangat sementara
Sumber : BPS
Tahun 2008 ***)
LAMPIRAN 1PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA PROPINSI SUMATERA BARAT ATAS DASAR HARGA BERLAKU
TRIWULANAN TAHUN 2006-2008
Sektor / Sub Sektor
Tahun 2007 **)
Total Total2006 *) 2007**)
TRW. I TRW. II TRW III TRW. IV TRW. I TRW. II
1. PERTANIAN /AGRICULTURE 7,658,395 1,954,467 1,991,351 2,035,043 2,058,057 8,038,919 2,065,783 2,096,187a. Tanaman Pangan & Hortikultura/Farm Food Crops 3,854,067 982,671 1,001,146 1,021,569 1,024,838 4,030,224 1,030,577 1,043,665b. Perkebunan / Farm Non Food Crops 1,861,669 485,391 498,885 513,453 526,854 2,024,583 526,959 538,078c. Peternakan/Livestock 611,828 153,676 156,473 159,790 161,037 630,976 162,051 164,466d. Kehutanan/Forestry 489,512 117,271 116,439 117,324 117,183 468,217 116,292 116,350e. Perikanan/Fishery 841,318 215,457 218,409 222,908 228,146 884,920 229,903 233,627
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN/ 980,827 248,672 253,625 261,356 265,175 1,028,828 264,858 267,085a. Migas dan Gas Bumi/Crude Petroleum & Natural Gasb. Non Migas / Non Crude Petroleum & Natural Gas 183,776 47,015 47,410 47,842 47,540 189,808 47,136 47,664c. Penggalian / Quarrying 797,051 201,657 206,214 213,514 217,635 839,020 217,722 219,420
3. INDUSTRI PENGOLAHAN / 3,978,641 1,014,379 1,038,683 1,071,984 1,084,024 4,209,069 1,088,097 1,101,423a. Industri Migas/Oil & Gas Manufacturing Industriesb. Industri Tanpa Migas/Non Oil & Gas Manufacturing 3,978,641 1,014,379 1,038,683 1,071,984 1,084,024 4,209,069 1,088,097 1,101,423
1. Makan, Minuman dan Tembakau / Food, Drink and T 1,068,579 273,563 278,925 288,492 294,089 1,135,069 295,324 294,9112. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 1,597,682 405,585 416,171 430,987 432,840 1,685,583 433,835 438,3043. Barang Kayu dan Hasil Hutan 134,883 32,581 32,317 32,452 32,504 129,854 32,296 32,3544. Kertas dan Barang Cetakan 13,301 3,398 3,445 3,504 3,517 13,863 3,533 3,5585. Pupuk Kimia dan Barng dari Karet 278,112 70,671 71,420 72,956 73,087 288,133 73,620 76,0286. Semen dan Barng Non Logam 796,865 206,060 213,602 220,373 224,626 864,661 226,064 232,5977. Logan Dasar, Besi dan Baja 0 0 08. Alat Angk. Mesin dan Peralatan 87,823 22,168 22,447 22,856 22,995 90,466 23,057 23,2999. Barang Lainnya/Other 1,396 353 356 365 366 1,440 367 371
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH / 368,982 94,562 97,571 100,837 101,463 394,433 102,324 104,229a. Listrik / Electricity 334,433 85,633 88,408 91,485 92,043 357,569 92,807 94,533b. G a s/ Gasc. Air Bersih / Water Supply 34,549 8,928 9,163 9,353 9,421 36,864 9,517 9,696
5. BANGUNAN / CONSTRUCTION 1,544,890 399,688 405,324 406,378 415,806 1,627,195 423,207 427,185
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN / 5,662,879 1,478,213 1,503,475 1,536,067 1,538,927 6,056,683 1,561,445 1,579,746a. Perdagangan Besar dan Eceran/Wholesale & Retail Trade 5,472,369 1,428,556 1,453,127 1,484,805 1,486,884 5,853,371 1,508,741 1,525,940b. H o t e l / Hotels 48,647 12,664 12,848 12,997 13,235 51,744 13,375 13,737c. Restoran / Restaurant 141,863 36,994 37,500 38,265 38,809 151,568 39,329 40,068
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI / 4,140,570 1,090,065 1,115,806 1,147,723 1,173,143 4,526,737 1,193,829 1,217,827a. Angkutan / Transport 3,216,078 834,700 848,158 865,729 877,867 3,426,454 888,307 899,107 1. Kereta Api /Railway Transport 26,453 6,653 6,863 7,032 7,139 27,688 7,152 7,211 2. Jalan Raya (Darat) / Road Transport 2,119,592 546,475 554,017 565,263 572,725 2,238,479 579,941 586,726 3. Angkutan Laut / Sea Transport 250,120 62,283 63,635 64,933 65,498 256,348 65,209 65,431 4. Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan/Inland 61,787 16,472 16,737 17,154 17,320 67,682 17,633 18,002 5. Angkutan Udara / Air Transport 396,648 108,922 111,482 113,890 116,714 451,007 118,640 120,918 6. Jasa Penunjang Angkutan / Supporting and Auxiliary 361,478 93,895 95,425 97,458 98,471 385,249 99,732 100,819b. Komunikasi / Communication 924,492 255,365 267,648 281,994 295,276 1,100,283 305,522 318,721
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 1,579,348 411,429 418,279 428,371 434,467 1,692,546 439,527 447,111a. Bank / Banking 544,300 144,168 146,820 149,184 149,736 589,908 152,836 155,785b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / 386,365 99,599 100,545 102,827 105,254 408,224 105,917 107,495c. Sewa Bangunan / Rent of Building 602,084 155,742 158,794 163,908 166,825 645,269 168,060 170,933d. Jasa Perusahaan / Business Services 46,598 11,921 12,120 12,452 12,653 49,146 12,715 12,898
9. JASA-JASA / SERVICES 5,035,414 1,300,114 1,321,181 1,350,021 1,367,241 5,338,557 1,378,252 1,396,211a. Pemerintahan Umum & Pertahanan /Public Administration 3,351,829 861,567 873,973 889,530 902,162 3,527,232 907,845 920,283b. Swasta / Private Services 1,683,585 438,547 447,207 460,491 465,079 1,811,325 470,407 475,928 1. Sosial Kemasyarakatan/Social & Community Services 602,737 155,870 158,878 163,374 165,319 643,441 166,988 168,475 2. Hiburan dan Rekreasi/Entertainment & Cultural Services 187,161 48,936 49,562 51,282 52,328 202,108 52,893 53,496 3. Perorangan dan Rumahtangga/ Personal & Household 893,687 233,742 238,767 245,835 247,433 965,776 250,525 253,958
P D R B / G R D P 30,949,945 7,991,589 8,145,295 8,337,780 8,438,305 32,912,969 8,517,321 8,637,004
Catatan : *) Angka Diperbaiki**) Angka Sementara***) Angka Sangat sementara
Sumber : BPS
LAMPIRAN 2PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA PROPINSI SUMATERA BARAT ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000
TRIWULANAN TAHUN 2006-2008
Tahun 2008 ***)Tahun 2007 **)
Sektor / Sub Sektor
Total Total
Tahun 2006 * Tahun 2007**
TRW. I TRW. II TRW III TRW. IV TRW. I TRW. II
1. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAHTANGGA/ 30,288,933.27 7,852,823.78 7,992,812.81 8,606,987.57 8,914,577.63 33,367,201.79 9,286,806.58 9,480,123.45Private Consumption Expenditure
A. MAKANAN/Food 18,498,004.90 4,785,127.35 4,873,742.73 5,351,540.68 5,537,982.77 20,548,393.52 5,812,882.86 5,912,932.86B. NON MAKANAN/Non-Food 11,790,928.37 3,067,696.43 3,119,070.08 3,255,446.89 3,376,594.86 12,818,808.27 3,473,923.72 3,567,190.59
2. PENGELUARAN KONSUMSI LEMBAGA 549,092.58 141,739.58 146,175.18 148,482.99 152,269.31 588,667.06 157,007.70 159,414.85SWASTA NIRLABA/ Non-profit Institution Consumption Expenditure
3. PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH/ 6,045,139.36 1,608,574.04 1,638,748.00 1,701,225.10 1,764,510.68 6,713,057.83 1,815,371.92 1,870,425.67Government Consumption Expenditure
4. PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO/ 9,408,084.08 2,496,028.14 2,542,719.12 2,632,688.73 2,782,225.45 10,453,661.43 2,886,971.41 2,985,321.32Gross Domestic Fixed capital Formation
5. PERUBAHAN STOK/Change in Stock -371,190.65 -347,032.18 -312,095.71 -156,134.28 233,219.41 -582,042.77 176,657.08 280,726.02
6. EKSPOR BARANG-BARANG DAN JASA-JASA/ 10,975,117.66 3,498,436.72 3,649,797.33 3,897,940.45 4,222,170.75 15,268,345.25 4,647,182.16 5,110,254.25Export of Goods and Services
7. DIKURANGI IMPOR BARANG-BARANG DAN 3,865,588.20 1,114,723.33 1,199,080.44 1,627,811.99 2,068,229.52 6,009,845.28 2,346,869.02 2,664,773.90JASA-JASA/ Less Import of Goods and Services
53,029,588.10 14,135,846.75 14,459,076.29 15,203,378.56 16,000,743.70 59,799,045.30 16,623,127.83 17,221,491.67
*) Angka Diperbaiki**) Angka Sementara***) Angka Sangat sementara
Sumber : BPS
Tahun 2008 ***)
LAMPIRAN 3
PDRB MENURUT PENGGUNAAN PROPINSI SUMATERA BARAT ATAS DASAR HARGA BERLAKU
TRIWULANAN TAHUN 2006-2008
Jumlah/ Total
Jenis Penggunaan/
Type of Expenditure
Tahun 2007 **)
Total
2006 *
TRW. I TRW. II TRW III TRW. IV TOTAL TRW. I TRW. II
1. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAHTANGGA/ 17,037,910.03 4,336,467.87 4,390,979.64 4,474,348.57 4,536,903.84 17,738,699.93 4,563,274.53 4,615,584.94Private Consumption Expenditure
A. MAKANAN/Food 10,891,557.60 2,773,825.15 2,808,102.52 2,856,667.87 2,873,745.96 11,312,341.49 2,895,179.80 2,930,329.36B. NON MAKANAN/Non-Food 6,146,352.43 1,562,642.72 1,582,877.13 1,617,680.71 1,663,157.89 6,426,358.44 1,668,094.73 1,685,255.58
2. PENGELUARAN KONSUMSI LEMBAGA 289,965.08 73,476.91 74,826.58 75,784.11 76,890.56 300,978.17 76,994.45 77,168.58SWASTA NIRLABA/ Non-profit Institution
Consumption Expenditure
3. PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH/ 3,658,086.90 939,382.10 951,897.74 962,814.79 974,946.25 3,829,040.88 981,185.91 994,589.85Government Consumption Expenditure
4. PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO/ 5,604,645.87 1,436,345.57 1,449,422.42 1,460,199.50 1,478,305.97 5,824,273.46 1,496,489.13 1,508,499.90Gross Domestic Fixed capital Formation
5. PERUBAHAN STOK/Change in Stock -237,346.87 -265,774.36 -199,010.60 -68,714.38 40,296.34 -493,203.00 47,410.37 78,554.98
6. EKSPOR BARANG-BARANG DAN JASA-JASA/ 7,125,583.22 2,187,657.66 2,240,135.20 2,332,174.83 2,425,177.74 9,185,145.44 2,550,547.36 2,613,673.41Export of Goods and Services
7. DIKURANGI IMPOR BARANG-BARANG DAN 2,528,899.13 715,966.72 762,956.43 898,826.99 1,094,216.14 3,471,966.29 1,198,580.62 1,251,067.56JASA-JASA/ Less Import of Goods and Services
30,949,945.10 7,991,589.03 8,145,294.56 8,337,780.43 8,438,304.57 32,912,968.59 8,517,321.13 8,637,004.09
*) Angka Diperbaiki**) Angka Sementara***) Angka Sangat sementara
Sumber : BPS
Tahun 2008 ***)Tahun 2007 **)
Type of Expenditure
Jumlah/ Total
Jenis Penggunaan/
LAMPIRAN 4
PDRB MENURUT PENGGUNAAN PROPINSI SUMATERA BARAT ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000
TRIWULANAN TAHUN 2006-2008
AkhirPeriode IHK Perub.(%)
2006Jan 136.36 135.76 132.49 129.59 112.60 126.56 164.57 137.50 -0.91%Feb 136.50 139.49 135.58 129.26 113.68 126.56 165.29 138.90 1.02%Mar 138.79 142.98 135.60 128.70 118.15 126.69 165.65 140.39 1.07%Apr 135.44 143.00 138.68 130.90 118.15 126.88 165.66 140.13 -0.19%Mei 135.08 143.00 139.01 135.39 117.68 127.23 166.00 140.47 0.24%Jun 135.53 143.05 142.13 135.50 117.94 128.68 166.17 141.38 0.65%Jul 136.51 147.40 142.89 137.02 118.19 128.76 166.22 142.70 0.93%Agt 130.75 147.42 143.09 138.15 118.12 135.70 166.31 141.45 -0.88%Sep 134.67 147.31 143.76 136.58 118.32 135.71 166.33 142.70 0.88%Okt 140.13 150.29 144.14 138.20 121.06 135.79 166.33 145.23 1.77%Nov 140.39 151.38 144.29 139.49 120.60 136.17 166.30 145.62 0.27%Des 151.63 153.41 146.26 139.39 120.17 136.17 166.61 149.93 2.96%
2007Jan 155.42 156.19 147.05 138.93 120.43 136.79 167.12 151.84 1.27%Feb 159.53 157.21 147.63 140.75 120.55 136.79 167.17 153.57 1.14%Mar 165.09 157.44 147.71 141.01 120.65 136.79 167.44 155.45 1.22%Apr 160.00 157.97 147.70 142.03 121.52 136.44 168.08 154.10 -0.87%Mei 152.36 159.00 148.03 141.86 123.76 136.44 168.56 152.06 -1.33%Jun 151.94 160.44 149.00 141.32 125.05 136.44 168.79 152.40 0.22%Jul 153.73 161.13 150.11 142.48 125.79 137.38 168.79 153.48 0.71%Agt 153.77 161.64 151.48 143.61 126.22 138.78 168.77 154.03 0.36%Sep 156.95 163.95 151.58 144.86 127.01 138.75 168.65 155.54 0.98%Okt 159.27 164.44 151.69 146.09 128.78 138.75 168.44 156.51 0.62%Nov 161.20 165.79 153.64 147.40 129.02 138.66 168.67 157.87 0.87%Des 164.98 170.98 154.22 147.80 130.34 140.04 169.19 160.28 1.53%
2008Jan 167.25 171.24 156.06 149.97 130.46 140.19 169.82 161.68 0.87%Feb 176.15 172.28 156.62 150.33 130.59 140.65 170.18 164.90 1.99%Mar 180.79 174.08 157.88 153.47 131.86 140.95 170.41 167.25 1.43%Apr 180.71 177.07 157.80 151.37 132.70 141.14 169.06 167.40 0.09%Mei 180.38 177.48 159.88 151.02 134.11 141.90 172.20 168.30 0.54%Jun 186.95 184.45 163.01 151.74 135.12 142.20 190.68 175.18 4.09%
Jun'07 * 96.62 99.52 99.28 99.18 100.34 99.11 100.42 98.88 naDes'07 * 104.92 105.02 102.55 101.62 104.70 101.38 99.62 102.97 naJun'08 * 118.86 113.49 107.40 103.61 108.03 102.38 110.25 111.41 4.09%
Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat, * Menggunakan tahun dasar 2007 = 100
U M U M
Lampiran 5Indeks Harga Konsumen Kota Padang (Tahun Dasar 2002)
BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORT
Daftar Istilah
DAFTAR ISTILAH
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari
masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot
risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot
yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktifa
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan
atau deposito.
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana
yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan
hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh
bank peserta kliring ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa
menyampaikan fisik warkat (paperless).
Kredit menurut Bank Pelapor/Kantor Cabang
Adalah jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor cabang bank yang memberikan
persetujuan serta menyalurkan kredit.
Kredit menurut Lokasi Proyek
Adalah jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan berdasarkan lokasi proyek
yang dibiayai kredit tersebut.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas
yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diregukan dan Macet.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro,
tabungan dan deposito)
Loanable Funds
Adalah Dana Pihak Ketiga yang dapat disalurkan dalam bentuk kredit
Microbanking Unit
Adalah unit dari perbankan yang bergerak dalam memberikan kredit dalam skala
mikro. Skala kredit mikro dari masing-masing bank berbeda-beda sesuai dengan
core bisnis bank.
Net Interest Margin (NIM)
Adalah selisih antara pendapatan bunga yang dihasilkan aktiva produktif bank
dengan beban bunga yang dibayar kepada penyimpan DPK. NIM digunakan untuk
mengukur profitabilitas bank
Non Performing Loans (NLPs)
Adalah kredit yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Penyisihan Penghapusan Aktifa Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul
dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari
kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk.
Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong kurang lancar adalah 15% dari jumlah
kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit macet,
PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi
agunan).
Rasio Non Performing Loans (NPLs)
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs terhadap total kredit. Rasio ini juga sering
disebut rasio NPLs gross. Semakin rendah rasio NPLs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Secondary Reserves
Adalah Aktiva Bank yang diinvestasikan pada surat berharga jangka pendek,
biasanya pada Sertifikat Bank Indonesia atau Surat Utang Negara.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit
yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Yields
Adalah persentase yang mengukur cash returns yang diperoleh pemilik surat
berharga atau bonds.