Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS (PPI)
KAJIAN FARMAKOGNOSI DAN PENETAPAN KADAR
FLAVONOID TOTAL SIMPLISIA NANAS KERANG
(Tradescantia spathacea Sw.)
Tim Penyusun
Vera Ladeska, M.Farm., Apt (1013127301)
Maharadingga, M.Si ( 0309128602)
PROGRAM STUDI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA 2019
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Nanas kerang (Tradescantia spathacea Sw.) merupakan tanaman yang sangat mudah
ditemukan di Indonesia, umumnya dijadikan sebagai tanaman hias. Tanaman ini
memiliki potensi yang besar sebagai obat, sehingga banyak digunakan sebagai bahan
baku obat tradisional. Simplisia yang digunakan sebagai obat tradisional harus
diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
mutu simplisia dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian kualitatif meliputi
pengujian organoleptik, makroskopik, mikroskopik, skrining fitokimia, pola
kromatogram dan fluoresensi. Untuk pengujian kuantitatiif melputi penentuan kadar
abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar
air dan kadar flavonoid total. Hasil pemeriksaan organoleptik herba nanas kerang
memiliki warna serbuk hijau kecoklatan dengan bau khas yang agak pahit dan tidak
memiliki rasa, pengujian pada skrining fitokimia memberikan hasil positif adanya
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid. Hasil pada uji kuantitatif
didapatkan untuk kandungan kadar abu total 9,31%, kadar abu tidak larut asam 1,86%,
kadar sari larut air 16,94%, kadar sari larut etanol 11,96%, kadar air 9,64% dan kadar
flavonoid total 1,2426%/1 gram ekstrak.
Kata Kunci : Fisikokimia, kajian farmakognosi, Tradescantia spathacea, penetapan
kadar flavonoid total
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…............................................................................…. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN…………………………………………. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL……………………. ........................................................... vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… viii
BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.. .......................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………...........................................….
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….………..
BAB 6. LUARAN YANG INGIN DICAPAI………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
1
1
2
3
4
5
15
23
38
39
40
vii
DAFTAR TABEL
Hlm
Tabel 1 Makroskopik Herba Nanas Kerang 24
Tabel 2 Hasil Rendemen Ekstraksi 28
Tabel 3 Hasil Skrining Fitokimia 29
Tabel 4 Hasil Parameter Fisikokimia 31
Tabel 5 Hasil Pola Kromatografi 32
Tabel 6 Hasil Fluoresensi 35
Tabel 7 Nilai Absorbansi Kuersetin 36
Tabel 8 Nilai Konsentrasi dan Absorbansi Nanas Kerang 37
viii
DAFTAR GAMBAR
Hlm
Gambar 1 Tanaman Nanas Kerang 5
Gambar 2 Struktur Umum Flavonoid 10
Gambar 3 Penampang Melintang Daun Nanas Kerang 26
Gambar 4 Penampang Melintang Akar Nanas Kerang 27
Gambar 5 Miksroskopik Serbuk Simplesia Nanas Kerang 28
Gambar 6 Grafik Baku Kuersetin 37
9
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak digaris khatulistiwa dan terkenal
mempunyai kekayaan alam dengan beraneka ragam jenis tumbuhan, tetapi potensi ini
belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai bahan baku industry obat tradisional.
Masyarakat Indonesia secara turun temurun telah memanfaatkan berbagai jenis
tumbuhan untuk bahan obat tradisional baik sebagai tindakan pencegahan maupun
pengobatan penyakit.
Obat tradisional yang hampir tidak memiliki efek samping merupakan salah satu
faktor pendukung penggunaan obat tradisonal di Indonesia, selain itu adanya kegagalan
obat sintesis dalam menyembuhkan penyakit tertentu (seperti kanker) dan pengadaan
konsep back to nature atau kembali ke alam yang dicanangkan pemerintah membuat
penggunaan obat tradisional meningkat. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa obat
tradisional memiliki kelemahan yang menyebabkan kendala dalam perkembangannya.
Salah satunya adalah bahan baku obat tradisional yang belum terstandarisasi. Tanaman
yang berpotensi sebagai obat herbal perlu dilakukan standarisasi terlebih dahulu
terutama untuk simplisia dan ekstrak yang digunakan dalam pembuatan obat herbal. Hal
ini penting untuk menjamin keseragaman mutu dari bahan alam yang diformulasikan
dalam suatu sediaan farmasi sehingga kualitas, keamanan dan efikasinya terjaga. Salah
satu proses awal standarisasi adalah dengan melakukan kajian farmakognosi dengan
melakukan serangkaian uji yang mengacu kepada Materia Medika Indonesia (MMI) dan
Farmakope Herbal Indonesia (FHI)
Kajian Farmakognosi yang merupakan bagian dari standarisasi dapat
memberikan informasi untuk menjamin kualitas dan kuantitas bahan awal, yang
merupakan syarat penting pengamanan kualitas dan kuantitas produk herbal. Kajian
Farmakognosi simplisia maupun ekstrak merupakan langkah awal penentuan kualitas
produk. Kajian Farmakognosi awal meliputi penentuan parameter makroskopik,
mikroskopik, kandungan senyawa kimia, parameter fisikokimia meliputi kadar air,
kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut
etanol, pola kromatogram dan flouresensi yang dapat berpengaruh pada kualitas ekstrak.
Tradescantia spathacea Sw. yang lebih dikenal dengan nama lokal nanas kerang
merupakan tanaman yang berasal asli dari Amerika Tengah tepatnya di bagian Meksiko.
10
Tanaman yang termasuk jenis herba ini memiliki ciri – ciri daun berwarna ungu dan
mudah sekali tumbuh subur di tanah yang lembab. Bentuknya yang unik serta
perawatan yang mudah menjadi faktor tanaman ini digemari sebagai tanaman hias di
Indonesia.
Namun, banyak yang tidak mengetahui bahwa tanaman ini memiliki potensi
sebagai tanaman obat. Secara empiris masyarakat di Meksiko menggunakan tanaman ini
sebagai obat batuk, mukolitik, obat diare dan bronkhitis. Sifatnya yang sejuk, rasanya
yang manis, serta warna yang menarik memiliki keuntungan sebagai obat herbal karena
dapat mengubah pandangan orang tentang obat yang memiliki rasa yang tidak enak
(Dalimartha 2003). Hutapea et al. (1994) memaparkan pemakaian nanas kerang selain
untuk infeksi pernafasan, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai anti diare dan
hemostatis. Nanas kerang memiliki kandungan senyawa kimia seperti kalsium oksalat,
amygdalin, dan lemak pada daun dan batang, disamping itu daunnya mengandung asam
format, tanin, saponin, bunganya mengandung saponin dan tanin (Dalimartha 2003).
Avila et al. (2003) melaporkan simplisia nanas kerang dalam bentuk ekstrak
kasar etanol memiliki aktivitas sebagai anti genetoksik, anti mutagen dan antioksidatif
dimana efek antioksidannya sama dengan α-Tocopherol. Rayes et al. (2008)
melaporkan penyembuhan kanker liver yang diujikan pada tikus dengan menggunakan
ekstrak nanas kerang. Supriyawan (2008) melaporkan infusa nanas kerang memiliki
aktivitas antimukolitik. Varela et al. (2015) melaporkan aktivitas anti mikroba dari
ekstrak nanas kerang yang kaya akan fenolik dengan metode flow cytometry. Kadam
dan Nilesh P. Kakde (2017) menyatakan kandungan simplisia nanas kerang seperti
flavonoid, alkaloid, kumarin, saponin dan terpenoid yang berperan sebagai antioksidan.
Chunduri dan Hetwi R.Shah (2016) menyatakan kandungan flavonoid Tradescantia
spathacea lebih tinggi dibandingkan dengan simplisia Pedilanthus tithymaloides,
Tradescentia zebrine, dan Corydyline terminalis yang sama-sama mempunyai potensi
antioksidan. Flavonoid merupakan salah satu kelompok metabolit sekunder yang paling
banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman dan mempunyai berbagai fungsi penting
untuk kesehatan, antara lain sebagai antioksidan (Redha 2010), antibakteri, anti
inflamasi, antialergi dan antithrombosis (Rais 2015).
Melihat banyaknya manfaat dari simplisia nanas kerang bagi kesehatan, maka
diperlukan kajian farmakognosi simplisia nanas kerang dan penentuan kadar flavonoid
11
total untuk mengetahui berapa kandungan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak
simplisia nanas kerang. Data monografi simplisia nanas kerang belum tercantum dalam
Materia Medica Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia. Berdasarkan penelusuran
terhadap literatur yang ada, data-data mengenai karakterisktik simplisia nanas kerang
belum ditemukan dengan lengkap. Diharapkan bahwa penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan pengenalan simplisia nanas kerang untuk melengkapi data monografi
ekstrak.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dan minimnya informasi kajian
farmakognosi dan penetapan kadar flavonoid total simplisia nanas kerang (Tradescantia
spathacea Sw.), maka dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan informasi
makroskopik, mikroskopik, parameter fisikokimia dan pola kromatografi, fluoresensi
serta kadar flavonoid total dari simplisia nanas kerang.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan menganalisis data makroskopik
dan mikroskopik simplisia nanas kerang, mengetahui parameter kualitatif dan kuantitatif
simplisia nanas kerang (Tradescantia spathacea Sw.), melihat pola kromatografi
simplisia nanas kerang, mengidentifikasi karakteristik fluoresensi simplisia nanas
kerang dan melihat kadar total flavonoid simplisia nanas kerang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi dan melengkapi monografi simplisia nanas kerang
berdasarkan kajian farmakognosi dan kadar flavonoid total simplisia nanas kerang
(Tradescantia spathacea Sw.
2. Studi awal untuk memperoleh simplesia dan ekstrak yang memenuhi syarat
farmakope.
3. Memperoleh bahan baku obat tradisional yang memenuhi standar quality, safety dan
efficacy
12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman
a. Taksonomi
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisi : Magnoliophyta
Classis : Equisetopsida
Sub Classis : Magnolidae
Ordo : Commelinales
Familia : Commelinaceae
Genus : Tradescantia
Species : Tradescantia spathacea Sw. (Determinasi LIPI 2017)
Tumbuhan berhabitus herba yang kuat dan berbatang tegak. Mempunyai tinggi
30-60 cm dan tidak bercabang. Daun tunggal berbentuk lanset, mudah patah dengan
ujung runcing, gundul, warna permukaan atas hijau, bagian bawah berwarna merah
tengguli, panjang daun 15-30 cm dengan lebar 2,5-6 cm. Karangan bunga di ketiak
daun, bertangkai, bercabang atau tisak, daun pelindung bunga menyerupai kerang,
warna putih. Buah kotak, bulat memanjang, panjang 5-6 mm, pecah menurut ruang-
ruangnya dengan biji 2-3 buah (Dalimartha 2003).
Gambar 1. Tanaman Nanas Kerang
(dokumentasi pribadi Agustus 2017)
13
b. Kandungan kimia Nanas kerang
Kandungan kimia nanas kerang masih belum banyak diketahui. Kandungan
kimia yang baru diketahui adalah kalsium oksalat dan lemak yang terdapat pada daun
dan batang. Disamping itu daun juga mengandung asam format, tanin, dan saponin,
sedangkan batang mengandung amygdalin. Bunga mengandung saponin dan tanin
(Dalimartha 2003).
c. Khasiat dan Kegunaan
Herba ini berkhasiat sebagai anti radang, memelihara paru, mencairkan dahak,
anti diare, anti tusif, dan membersihkan darah (Hariana 2011). Menurut Dalimartha
(2003) herba ini juga dapat diindikasikan untuk hemostatis, bronkhitis akut dan kronis,
pertusis, influenza, TBC kelenjar (Scrofuloderma), dan disentri basiler.
2.2 Pembuatan Serbuk (Prasetyo dan Entang Inoriyah 2013).
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan
sebagai pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan simplisia tidak lebih dari 60°C. Simplisia dibedakan menjadi tiga yaitu
simplisia nabati, hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah
simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman
adalah isi sel yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya
dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu
yang masih belum berupa zat kimia murni (Depkes RI 2008).
Sebelum dilakukannya proses ekstraksi, maka tahap yang perlu dilakukan adalah
pembuatan serbuk simplisia yang bertujuan agar derajat halus yang tepat untuk masing-
masing simplisia sehingga didapatkan hasil ekstraksi yang baik. Cara pembuatan
simplisia ada beberapa tahapan yaitu :
a. Sortasi Basah dan Pencucian
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya seperti tanah, kerikil, rumput, akar, batang, daun yang telah rusak serta kotoran
lain yang harus dibuang. Pencucian bahan dilakukan untuk menghilangkan tanah atau
pengotor yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air bersih, jika simplisia mengandung senyawa yang mudah larut dalam
14
air, maka hendaklah dilakukan dalam waktu yang singkat menggunakan air yang
mengalir.
b. Penirisan dan Perajangan
Penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah air yang masih menempel pada
simplisia.Perajangan bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan
dan pengilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur
lebih dalam keadaan utuh selama satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau,
dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan
ukuran yang dikehendaki.
c. Pengeringan dan Sortasi Kering
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Pengeringan simplisia dilakukan menggunakan sinar matahari, diangin-anginkan atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan
bagian tanaman yang tidak perlu, yang tercampur selama proses perajangan dan
memisahkan hasil potongan-potongan perajangan yang tidak dikehendaki.
d. Penggilingan dan Pengayakan
Penggilingan dilakukan sesuai derajat halus yang diinginkan. Penggilingan dapat
menggunakan alat tumbuk atau mesin giling. Pengayakan dilakukan dengan
menggunakan ayakan yang sesuai dengan masing-masing bagian simplisia yang
digunakan.
2.3 Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI
2014).
Ekstrak terbagi menjadi tiga jenis yakni ekstrak cair dimana ekstrak hasil penyarian
bahan alam dan masih mengandung pelarut, ekstrak kental merupakan ekstrak yang
15
telah mengalami proses penguapan dan sudah tidak mengandung cairan pelarut lagi
tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar dan ekstrak kering yang telah
mengalami proses penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut dan berbentuk padat
(kering) (Marjoni 2016).
Ekstraksi adalah proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat yang bertujuan
untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman obat tersebut
(Marjoni 2016). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua
cara yaitu cara panas dan cara dingin, cara dingin dibagi menjadi dua yaitu maserasi dan
perkolasi, sedangkan cara panas terbagi menjadi empat jenis yaitu, refluks, soxhlet,
digesti, infus, dan dekok (Depkes RI 2000). Maserasi adalah proses pengekstrakan
simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) (Depkes RI 2000).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dan paling banyak digunakan
karena metoda ini sesuai dan baik untuk skala kecil maupun skala industri (Marjoni
2016). Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan dari sel yang rusak,
yang terbentuk saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan sel dari sel yang
masih utuh. Setelah waktu maserasi selesai artinya keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk kedalam cairan, telah tercapai
maka proses difusi segera berakhir. Umumnya maserasi dilakukan pada suhu antara 15-
20 dalam waktu selama 3 hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali
dinyatakan lain, maserasi dilakukan dengan cara merendam 10 bagian simplisia dengan
derajat kehalusan tertentu, dimasukkan ke dalam bejana kemudian dituangi dengan 70
bagian penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3-5 hari pada tempat yang terlindung
cahaya. Diaduk berulang, diserkai dan diperas.
Ampas dari maserasi dicuci menggunakan cairan penyari secukupnya sampai
diperoleh 100 bagian sari. Bejana ditutup dan dibiarkan selama 2 hari di tempat sejuk
dan terlindung dari cahaya matahari kemudian dipisahkan endapan yang diperoleh
(Marjoni 2016). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat aktif yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, sitrak dan lain-lain.
16
2.4 Cairan Penyari
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan
penyari yang baik harus bersifat selektif yaitu, hanya menarik zat yang berkhasiat yang
dikehendaki. Selain itu cairan penyari harus bersifat netral, tidak mudah menguap dan
tidak mudah terbakar, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, stabil secara fisika dan kimia,
murah dan mudah didapat, serta diperbolehkan oleh peraturan. Untuk penyarian
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air
atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan
cairan penyari air, etanol atau etanol-air (Depkes RI 1986).
2.5 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdiri dari C6-C3-C6, karena itu
warnanya berubah bila ditambahkan basa atau ammonia. Flavonoid mengandung sistem
aromatik yang terkonjungasi, sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah
spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan
berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya seperti flavon
dan flavonol. Flavonoid ditemukan dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang dijumpai
hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Antosianin yang berwarna dalam
daun dan bunga hampir selalu disertai flavon atau flavonol. Hasil penelitian akhir-akhir
ini telah membuktikan bahwa flavon merupakan ko-pigmen penting, karena sangat
diperlukan untuk menyatakan warna antosianin secara penuh dalam jaringan bunga
(Harbone 1987).
Umumnya flavonoid ditemukan sebagai glikosida pada tumbuhan. Gugusan gula
bersenyawa pada satu atau lebih group hidroksil fenolik dimana gugus hidroksil selalu
terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7 pada cincin A. Pada cincin B gugusan hidroksil
atau alkoksil terdapat pada karbon no. 3 dan no. 4. Flavonoid memiliki aktivitas sebagai
stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Selain itu,
senyawa seperti flavon terhidroksilasi berguna sebagai diuretik dan antioksidan pada
lemak (Sirait 2007).
17
Gambar 2. Struktur umum flavonoid
2.6 Kajian Farmakognosi
Farmakognosi merupakan studi mengenai produk obat yang berasal dari
lingkungan hidup kita terutama yang berasal dari tumbuhan dan fungi (Heinrich et al.
2010). Kajian farmakognosi antara lain pemeriksaan karakteristik simplisia, parameter
fisikokimia, pola kromatogram dan flouresensi.
a. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bau, warna, bentuk,
dan rasa simplisia yang diuji. Sedangkan pemeriksaan makroskopik untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia menggunakan kaca pembesar atau
tanpa menggunakan alat. Pemeriksaan mikroskopik menggunakan mikroskop yang
derajat pembesarnya disesuaikan dengan keperluan. Simplisa yang diuji dapat berupa
sayatan melintang atau berupa serbuk. Pada pemeriksaan ini dicari unsur-unsur anatomi
jaringan yang khas dan akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal
yang spesifik bagi masing-masing simplisia (Depkes RI 1987)
b. Parameter Fisikokimia (Depkes RI 2000)
Parameter fisikokimia meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu yang tidak
larut dalam asam, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol. Kadar air dapat
diperiksa dengan cara titrasi, destilasi dan gravimetrik, pemeriksaan ini bertujuan untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam
bahan. Kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai
maksimal atau rentang yang diperbolehkan berkaitan dengan kemurnian dan
kontaminasi.
18
c. Pola Kromatogram dan Flurosensi
Kromatografi merupakan salah satu teknologi untuk memisahkan sebuah
campuran menjadi komponen-komponen penyusunnya yang melibatkan dua fase yaitu
fase diam dan fase gerak. Fase diam berfungsi menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak terlebih dahulu. Fase diam dapat berbentuk padat atau cair,
gel, kolom, salut. Fase gerak berbentuk gas atau cair. Kromatografi lapis tipis (KLT)
digunakan secara luas terutama dalam bidang biokimia, farmasi, forensik, klinis, baik
untuk analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif. Dalam kromatografi lapis tipis,
sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut absorben (penyerap) dan fase gerak
adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang.
Fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri dari bahan padat yang dilapiskan
pada permukaan penyangga datar dengan bantuan bahan pengikat. Bahan yang dapat
digunakan dalam kromatografi lapis tipis sebagai fase diam diantaranya silica gel,
alumina, kieselguhr dan selulosa. Sebelum digunakan, plat KLT sebaiknya diaktifkan
terlebih dahulu dengan cara pemanasan pada suhu 110oC selama 30 menit. Fase gerak
terdiri dari satu atau beberapa pelarut dan bila diperlukan dapat menggunakan sistem
pelarut campur. Untuk memisahkan senyawa-senyawa organik, biasanya selalu
digunakan pelarut campuran untuk memperoleh sistem pengembang yang cocok
sehingga hasil pemisahan senyawa menjadi lebih baik.
Penetapan letak bercak yang dihasilkan oleh kromatografi lapis tipis letaknya
dapat ditetapkan dengan pengamatan langsung jika senyawa tampak pada cahaya biasa.
Pada UV 254 nm (gelombang pendek), lempeng akan berflouresensi sedangkan pada
sampel tampak berwarna gelap, penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya internal antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat
pada lempeng. Pada UV 366 nm (gelombang panjang), noda akan berflouresensi dan
lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi UV dengan gugus kromofor yang terikat auksokrom yang ada
pada noda tersebut. Flouresensi merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen ketika elektron tersebut tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
yang lebih tinggi sambil melepaskan energi. Jarak pengembangan dari suatu senyawa
19
pada kromatografi lapis tipis biasanya dinyatakan dengan harga Rf (Retension factor)
yaitu jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak
(Marjoni 2016). Harga Rf biasanya berkisar antara 0,00-1,00 dan harga Rf ini sangat
berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa. Harga Rf dapat didefinisikan sebagai
berikut:
d.Penetapan Kadar Flavonoid Total
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan
pelarut etanol 70%. Penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometri UV berdasarkan prinsip kalorimetri alumunium klorida. Kadar
flavonoid total dihitung sebagai aglikon (kuersetin) (Depkes RI 2000).
A. Studi Pendahuluan
Tradescantia spathacea Sw. yang lebih dikenal dengan nama lokal nanas kerang
merupakan tanaman asli yang berasal dari Amerika Tengah tepatnya di bagian Meksiko.
Tanaman yang termasuk jenis herba ini memiliki ciri – ciri daun berwarna ungu dan
mudah sekali tumbuh subur di tanah yang lembab. Bentuknya yang unik serta
perawatan yang mudah menjadi faktor tanaman ini digemari sebagai tanaman hias di
Indonesia.
Namun, banyak yang tidak mengetahui bahwa tanaman ini memiliki potensi
sebagai tanaman obat. Secara empiris masyarakat di Meksiko menggunakan tanaman ini
sebagai obat batuk, mukolitik, obat diare dan bronkhitis. Sifatnya yang sejuk, rasanya
yang manis, serta warna yang menarik memiliki keuntungan sebagai obat herbal karena
dapat mengubah pandangan orang tentang obat yang memiliki rasa yang tidak enak
(Dalimartha 2003). Hutapea et al. (1994) memaparkan pemakaian nanas kerang selain
untuk infeksi pernafasan, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai anti diare dan
hemostatis. Nanas kerang memiliki kandungan senyawa kimia seperti kalsium oksalat,
amygdalin, dan lemak pada daun dan batang, disamping itu daunnya mengandung asam
format, tanin, saponin, bunganya mengandung saponin dan tanin (Dalimartha 2003).
Avila et al. (2003) melaporkan simplisia nanas kerang dalam bentuk ekstrak kasar
etanol memiliki aktivitas sebagai anti genetoksik, anti mutagen dan antioksidatif dimana
efek antioksidannya sama dengan α-Tocopherol. Rayes et al. (2008) melaporkan
penyembuhan kanker liver yang diujikan pada tikus dengan menggunakan ekstrak nanas
20
kerang. Supriyawan (2008) melaporkan infusa nanas kerang memiliki aktivitas
antimukolitik. Varela et al. (2015) melaporkan aktivitas anti mikroba dari ekstrak nanas
kerang yang kaya akan fenolik dengan metode flow cytometry. Kadam dan Nilesh P.
Kakde (2017) menyatakan kandungan simplisia nanas kerang seperti flavonoid,
alkaloid, kumarin, saponin dan terpenoid yang berperan sebagai antioksidan. Chunduri
dan Hetwi R.Shah (2016) menyatakan kandungan flavonoid Tradescantia spathacea
lebih tinggi dibandingkan dengan simplisia Pedilanthus tithymaloides, Tradescentia
zebrine, dan Corydyline terminalis yang sama-sama mempunyai potensi antioksidan.
Flavonoid merupakan salah satu kelompok metabolit sekunder yang paling banyak
ditemukan di dalam jaringan tanaman dan mempunyai berbagai fungsi penting untuk
kesehatan, antara lain sebagai antioksidan (Redha 2010), antibakteri, anti inflamasi,
antialergi dan antithrombosis (Rais 2015).
Melihat banyaknya manfaat dari simplisia nanas kerang bagi kesehatan, maka
diperlukan kajian farmakognosi simplisia nanas kerang dan penentuan kadar flavonoid
total untuk mengetahui berapa kandungan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak
simplisia nanas kerang. Data monografi simplisia nanas kerang belum tercantum dalam
Materia Medica Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia. Berdasarkan penelusuran
terhadap literatur yang ada, data-data mengenai parameter kualitatif dan kuantitatif
simplisia nanas kerang belum ditemukan dengan lengkap. Diharapkan bahwa penelitian
ini dapat digunakan sebagai studi awal pengenalan simplisia dan ekstrak untuk
melengkapi data monografi nanas kerang. Sehingga penggunaan nanas kerang sebagai
bahan baku obat tradisional bisa memenuhi syarat mutu yang sudah ditetapkan.
21
B. Road Map Penelitian
P
E
N
E
L
I
T
I
A
N
D
A
N
P
E
N
G
E
M
B
A
N
G
A
N
WAKTU
Penelitian saat ini yang diajukan :
- Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik herba nanas kerang
- Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak nanas kerang
- Pengukuran parameter fisikokimia
- Pemeriksaan pola kromatografi
- Pemeriksaan karakteristik fluoresensi
- Penetapan kadar flavonoid total
- Mendapatkan data monografi herba nanas kerang sebagai bahan baku
OT yang aman, berkualitas dan bermanfaat
- Nanas kerang berpotensi sebagai antikanker (Rayes et.
al 2008)
- Memberikan efek antimukolitik (Supriyawan et. al
2008)
- Flavonoid mempunyai potensi antioksidan (Chunduri
2016, Kades 2017)
- Empiris herba nanas kerang sebagai
antidiare dan hemostatis (Hutapea et. al
1994)
- Herba nanas kerang berpotensi sebagai
antioksidan (Avila et. al 2003)
2018-2019
2008-2017
1994-2003
22
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Bagan Alir
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Fitokimia, dan
Kimia Terpadu Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
Hamka Jakarta .
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Mikroskop (Novell), object glass, cover glass, krus silikat, tabung reaksi,
timbangan analitik, kertas saring, hot plate, waterbath, tanur, pipet tetes, spatel, wadah
kaca, pengaduk, UV box, beaker glass, penjepit tabung, rak tabung, plat KLT (GF 254/ G
type 60), pisau, blender, vacuum rotary evaporator, kertas saring, kertas saring bebas
abu, Erlenmeyer, labu ukur.
2. Bahan
Simplisia nanas kerang, aquadest, n-heksana, etanol 70%, 96% dan 95%, logam
Mg, asam asetat anhidrat, FeCl3, kloralhidrat, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff,
asam klorida, kloroform, asam sulfat 5%, asam nitrat 25%, natrium hidroksida 5%,
pereaksi bouchardat, aseton, eter, gelatin, metanol, alumunium triklorida 10%, natrium
Monografi dan
standarisasi
nanas kerang
belum lengkap
Kualitas bahan baku OT nanas kerang meningkat
1. Ekstraksi nanas kerang dengan 3 pelarut
3. Pemeriksaan
parameter fisikokimia
5. Penetapan Kadar
metabolit aktif
flavonoid
2. Karakteristik, makros-
mikroskopik
4.Skrining fitokimia, pola
kromatografi dan fluoresensi
23
asetat 1M, kuersetin, alumunium klorida 10%, diklorometan (DCM), asam borat, asam
oksalat, toluen, etil asetat.
3.4 Prosedur Penelitian
1. Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Lembaga Pusat Penelitian
Biologi LIPI Cibinong, Jawa Barat untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan
kebenaran simplisia.
2. Penyiapan Simplisia
Nanas kerang yang digunakan diperoleh dari Balittro, Bogor yang telah
dideterminasi, kemudian disortasi basah dari pengotor. Selanjutnya dilakukan pencucian
dengan air mengalir hingga bersih, dirajang dan dikeringkan. Simplisia yang telah
kering disortasi kering dan diserbukkan, kemudian diayak. Setelah itu simplisia yang
telah diserbukkan disimpan dalam wadah kering tertutup rapat dan terlindung dari
cahaya matahari.
3. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia (Depkes RI 2008)
a. Uji Makroskopik
Uji makroskopik bertujuan untuk menentukan ciri khas simplisia dengan
pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia dan ciri-ciri organoleptik
simplisia nanas kerang menurut literatur secara umum.
b. Uji Mikroskopik
Setiap bagian tanaman daun, batang, akar dipotong melintang kemudian dilihat
fragmen pengenalnya menggunakan mikroskop. Simplisia yang telah diserbukkan
diletakkan pada object glass kemudian ditetesi dengan aquadest, dan kloralhidrat tutup
dengan cover glass dan amati fragmen pengenal dibawah mikroskop.
4. Pembuatan Ekstrak (Depkes RI 2008)
a. Pembuatan Ekstrak Etanol 70%
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi satu bagian simplisia nanas
kerang dengan 10 bagian etanol 70%. Simplisia direndam dalam wadah kaca kemudian
dimasukkan etanol 70% sesuai dengan perbandingan. Simplisia direndam selama 6 jam
pertama, sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam, lalu disaring
menggunakan kertas saring. Ampas yang diperoleh dimaserasi kembali dengan pelarut
24
yang sama, kemudian disaring dan maserat dipekatkan menggunakan vacuum rotary
evaporator.
b. Pembuatan Ekstrak n-Heksana, DCM dan Etanol 70%
Serbuk simplisia sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam wadah kaca kemudian
dimasukkan pelarut n-Heksan 500 ml, serbuk dimaserasi selama 6 jam pertama sambil
diaduk sesekali kemudian diamkan selama 18 jam. Hasil maserasi disaring dengan
kertas saring. Ampas yang diperoleh dimaserasi kembali, maserat disatukan dan
dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental.
Ampas dari proses ekstraksi n-heksana dimaserasi dengan cara yang sama
menggunakan diklorometana (DCM) hingga diperoleh ekstrak kental diklorometana.
Ampas tersebut dimaserasi kembali dengan etanol 70% hingga diperoleh ekstrak etanol
70%.
5. Skrining Fitokimia
Ekstrak etanol 70 % diuji kandungan alkaloidnya dengan menggunakan reagen
Dragendorff, Mayer dan Bouchardat, uji flavonoid (Shinoda dan tes amoniak), uji tanin
( uji dengan gelatin dan FeCl3), uji saponin ( uji buih) dan uji steroid dan terpenoid ( uji
Liebermann Burchard).
6. Pemeriksaan Parameter Fisikokimia (Depkes RI 2008)
a. Penetapan Kadar Abu Total
Timbang seksama 2-3 gram bahan uji yang telah dihaluskan dan dimasukkan
kedalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas
saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus,
uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan
uji, dinyatakan dalam % b/b.
b. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 ml asam
klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam,
saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam krus
hingga bobot tetap. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat uji,
dinyatakan dalam % b/b.
25
c. Penetapan Kadar Sari Larut Air
Timbang seksama lebih kurang 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara.
Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 ml air jenuh kloroform, kocok
berkali kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105o hingga
bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut etanol.
d. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Timbang seksama lebih kurang 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara.
Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 ml etanol 95% P, kocok berkali-
kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan
penguapan etanol, uapkan 20 ml filtrat hingga kering ke dalam cawan dangkal beralas
datar yang telah dipanaskan 105o
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut
etanol.
e. Penetapan Kadar Air
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas dengan air
kemudian keringkan dalam lemari pengering. Timbang seksama sejumlah bahan yang
diperkirakan mengandung 1-4 ml air, masukkan ke dalam labu kering. Jika zat berupa
pasta, timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan leher
labu. Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak saat mendidih, tambahkan batu didih
secukupnya. Masukkan toluen jenuh air ke dalam labu, pasang rangkaian alat.
Masukkan toluen jenuh air ke dalam tabung penerima melalui pendingin sampai leher
alat penampung. Panaskan hati-hati selama 15 menit.
Setelah toluen mulai mendidih, atur penyulingan dengan kecepatan lebih kurang 2
tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian naikkan kecepatan
penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam
pendingin dicuci dengan toluene jenuh air, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang
disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen jenuh air.
Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Dinginkan tabung penerima hingga suhu ruang,
jika ada tetes air yang melekat, gosok tabung pendingin dan tabung penerima dengan
karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen jenuh air
hingga tetesan air turun. Baca volume air setelah air dan toluen memisah sempurna.
Kadar air dihitung dalam % v/b (Depkes RI 2008).
26
7. Pemeriksaan Pola Kromatografi
Siapkan lempeng KLT yang diberi base line atau garis dasar bagian bawah, sekitar
0,5 cm dari ujung bawah lempeng dan garis akhir dibagian atas. Totolkan ekstrak n-
heksan, etanol dan DCM simplisia nanas kerang pada masing-masing KLT
menggunakan pipa kapiler sejajar diatas base line. Masukkan lempeng KLT pada bejana
yang masing-masing berisi eluen kemudian hitung nilai Rf.
8. Karakteristik Fluoresensi
Serbuk simplisia, ekstrak hasil ekstraksi bertingkat dan ekstrak kental etanol 70%
masing-masing diteteskan pada plat tetes dan diteteskan larutan pereaksi, pereaksi yang
digunakan adalah aquadest, asam klorida 5%, asam sulfat 5%, asam nitrit 25% dan
natrium hidroksida 5%. Kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi menggunakan
sinar tampak dan menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm.
9. Penetapan Kadar Flavonoid Total (Chang et al. 2002)
a. Analisa Kualitatif
Larutan standar kuersetin dan ekstrak etanol simplisia nanas kerang masing-
masing ditotolkan pada plat silika gel 60 GF254, kemudian dieluasi dalam bejana berisi
fase gerak etil asetat : asam asetat : air (7:2:1).
b. Analisa Kuantitatif
1). Pembuatan larutan standar
Penetapan kadar flavonoid total yang terdapat dalam ekstrak, menggunakan
kuersetin sebagai pembanding untuk membuat kurva kalibrasi. Timbang seksama
kuersetin 10,0 mg, dilarutkan dalam etanol 96% hingga diperoleh larutan 10 ml (1000
g/ml), kemudian dibuat pengenceran sebanyak 5 kali. Dari konsentrasi tersebut larutan
diambil secara berurutan dengan jumlah tertentu, kemudian ditambahkan 3 ml etanol
96%, 0,2 ml AlCl3, 10% 0,2 ml Na-asetat 1 M, dan aquadest hingga volume 10 ml.
Campuran larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, lalu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 350-440 nm dengan trial error menggunakan
salah satu konsentrasi larutan baku kuersetin, kemudian dilihat nilai absorbansinya
mengikuti hukum lamber beer Abs 0,2-0,8. Pengukuran panjang gelombang maksimal
27
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hitung persamaan regresi linier antara
hubungan konsentrasi dan absorbansinya.
2). Pembuatan larutan sampel
Timbang seksama ekstrak etanol nanas kerang 1,0 gram, tambahkan etanol 96%
hingga volume 10 ml (100.000 g/ml) sebagai baku induk primer. Kemudian dipipet 5
ml dan dibuat pengenceran 50.000 g/ml dengan penambahan etanol 96% hingga 10,0
ml sebagai baku induk sekunder, lalu diambil 1,0 ml dari baku induk sekunder untuk
ditambahkan 3,0 ml etanol 96% 0,2 ml AlCl3 10%, 0,2 ml Na-asetat 1 M, dan aquadest
hingga volume 10 ml. Campuran larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang,
ukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal menggunakan spektrofotometer
UV-Vis.
3). Pembuatan larutan blanko
Blanko yang digunakan merupakan campuran dari kuersetin 10,0 mg, dilarutkan
dalam etanol 96% hingga diperoleh larutan 10 ml (1000 g/ml), kemudian dibuat
pengenceran sebanyak 5 kali. Dari konsentrasi tersebut larutan diambil secara berurutan
dengan jumlah tertentu, kemudian ditambahkan 3 ml etanol 96%, 10% 0,2 ml Na-asetat
1 M, dan aquadest hingga volume 10 ml. Campuran larutan diinkubasi selama 30 menit
pada suhu ruang, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 350-440 nm
dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil yang diperoleh dihitung dengan
persamaan regresi linier antara hubungan konsentrasi kuersetin dengan absorbansi
(Depkes RI 2008).
Keterangan :
y = Absorbansi Sampel
x = Konsentrasi flavonoid (g/ml) a,b = Konstanta
Rumus perhitungan kadar kuersetin dalam sampel adalah :
Kadar kuersetin = X (g/ml) x faktor pengenceran
Keterangan :
X = Konsentrasi flavonoid total (g/ml).
28
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Tradescantia spathacea Sw. atau lebih dikenal dengan herba nanas kerang
menurut literatur Atlas Tanaman Obat Indonesia (Dalimartha 2003) berasal dari suku
Commelinaceae dan didukung dari hasil determinasi di Herbarium Bogoriense Lembaga
Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Jawa Barat. Hasil yang diperoleh ialah tanaman
tersebut berasal dari suku Commelinaceae (lampiran 1). Hal tersebut menunjukkan
bahwa tanaman tersebut sesuai dengan literatur Atlas Tanaman Obat Indonesia.
B. Penyiapan Simplisia
Herba Nanas kerang yang diperoleh dari Balittro dilakukan sortasi basah untuk
memisahkan herba nanas kerang dengan tanaman lain atau pengotor, setelah itu dicuci
bersih untuk menghilangkan tanah dan debu pada tanaman, setelah dicuci herba nanas
kerang dirajang dan ditiriskan untuk mengurangi air dan dilakukan penjemuran untuk
mengurangi kadar air pada tanaman. Setelah proses penjemuran selesai dilakukan
sortasi kering untuk menghilangkan kontaminan yang masih melekat pada tanaman.
Proses selanjutnya dilakukan penyerbukan dan diayak dengan pengayak mesh no. 40
serta disimpan dalam wadah tertutup baik.
C. Hasil Karakteristik Simplisia
1. Uji Makroskopik
Uji makroskopik dilakukan dengan cara pengamatan langsung bentuk fisik herba
nanas kerang.
29
Tabel 1. Makroskopik Herba Nanas Kerang
30
Dari hasil pengamatan makroskopik yang dilakukan menujukkan bahwa data
yang didapat seusai dengan literatur Atlas Tanaman Obat Indonesia (Dalimartha
2003), yaitu herba mempunyai tinggi dari 30–60 cm dengan daun permukaan atas
berwarna hijau dan permukaan bawah berwarna ungu. Batang Herba termasuk ke
dalam herba kuat dan tegak, dimana herba memiliki akar utama berupa akar tunggang
dengan kulit akar berwarna kecoklatan. Uji organoleptik bertujuan untuk melihat rasa,
bau, warna, bentuk dari herba nanas kerang sehingga didapatkan kekhususan herba
pada penelitian ini.
2. Uji Mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan terhadap penampang melintang pada tanaman segar
herba nanas kerang dan serbuk herba nanas kerang. Dari hasil uji diperoleh hasil
sebagai berikut :
Gambar 3. Penampang melintang daun nanas kerang
31
32
Gambar 4. Penampang Melintang Akar nanas kerang
33
Uji mikroskopik penampang melintang tanaman nanas kerang dilakukan pada
daun, batang, dan akar. Akar berbentuk pola poliark (gambar 4).Uji mikroskopik pada
daun, batang dan akar belum pernah dilakukan sehingga dapat dijadikan informasi
tambahan mengenai karakteristik tanaman nanas kerang.
Gambar 5. Mikroskopik serbuk simplisia herba nanas kerang
Uji mikroskopik pada serbuk herba nanas kerang memberikan beberapa fragmen yang
dapat diidentifikasi, diantaranya stomata tipe parasitik , rambut penutup, kristal oksalat
berbentuk prisma, berkas pengangkut dengan penebalan spiral dan butir pati (Gambar.6).
Kristal oksalat
Stomata tipe parasitik
Rambut penutup
Berkas pengangkut berbentuk spiral
Butir pati
34
Ekstraksi menggunakan serbuk simplisia sebanyak 600 gram dan 50 gram untuk
ekstraksi bertingkat, dari hasil ekstraksi tersebut diperoleh rendemen sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Rendemen Ekstraksi
Nama ekstrak Warna
%
Rendemen
Ekstrak Etanol 70%
Coklat
kehijauan 16,609
Ekstrak bertingkat n-
heksana
Coklat
kehitaman 2,234
Ekstrak bertingkat
DCM Hijau tua 2,058
Ekstrak bertingkat
etanol 70%
Coklat
keunguan 2,378
Ekstrak yang diperoleh didapatkan dengan cara maserasi karena pengerjaan dan
peralatannya cukup sederhana serta cocok untuk jenis simplisia yang tahan pemanasan
atau tidak tahan pemanasan sehingga tidak merusak metabolit sekunder pada tanaman,
metode ini baik untuk skala kecil maupun skala industri. Pada penelitian ini dilakukan
dua kali penyarian, penyarian pertama yaitu ekstraksi dengan pelarut etanol 70% yang
nantinya ekstrak akan dipakai untuk skrining fitokimia, uji parameter fisikokimia serta
penetapan kadar flavonoid total dan penyarian kedua yaitu ekstraksi bertingkat dengan
pelarut n-heksana, DCM dan etanol 70% yang akan digunakan untuk pola kromatografi
dan fluoresensi. Pada ekstraksi dengan etanol 70% didapatkan rendemen 16,609%
bahwa etanol 70% memiliki prospek untuk dijadikan pelarut universal karena dapat
menarik senyawa polar, semi polar dan non polar.
Pada ekstraksi bertingkat rendemen yang paling tinggi didapatkan pada pelarut
etanol 70% sebanyak 2,378%, kemudian n-heksana 2,234% dan DCM 2,058%.
Ekstraksi bertingkat ini dilakukan untuk menyari metabolit sekunder berdasarkan
kepolarannya, etanol 70% bertindak sebagai pelarut polar, DCM sebagai pelarut semi
polar, n-heksana sebagai pelarut non polar. Dari hasil rendemen yang didapatkan bisa
dikatakan ekstrak nanas kerang banyak mengandung senyawa polar karena memiliki
hasil rendemen yang paling besar.
35
D. Hasil Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan pada ekstrak kental etanol 70% dan didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia
Kandungan
Kimia
Pereaksi +/-
Alkaloid Dragendorff
Bouchardat
+
+
Flavonoid Etanol + Logam
Mg + HCl 2N +
HCl(p)
+
Saponin Aquadest panas
Buih + HCl 2N
+
+
Tanin FeCl3 +
Terpenoid Metanol +
Kloroform +
Asam Sulfat
+
Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70%
nanas kerang mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan
terpenoid. Hasil positif pada alkaloid di tandai dengan timbulnya warna jingga
kecoklatan untuk reaksi dengan Dragendorff dan warna coklat pada reaksi dengan
Bouchardat, fungsi penambahan HCl bertujuan untuk menarik senyawa alkaloid dalam
ekstrak dikarenakan alkaloid yang bersifat basa yang membutuhkan HCl untuk
membentuk senyawa garam sehingga alkaloid dapat terpisah pada saat penambahan,
alkaloid mengandung atom N yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan ion logam pada reagen
yang menghasilka endapan (ion logam) (Harbone 1987).
Pada pengujian flavonoid ditambahkan logam Mg untuk mereduksi senyawa
flavonoid sehingga meninmbulkan warna merah jingga – merah ungu yang merupakan
ciri adanya flavonoid, pemanasan yang dilakukan pada pengujian flavonoid bertujuan
untuk memutus ikatan oksigen yang menghubungkan glikon dan aglikon. Pada
identifikasi tanin warna hijau kehitaman yang berasal dari pereaksi FeCl3 menandakan
bahwa tanin terkondensasi, FeCl3 akan bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang
36
ada pada senyawa tanin dan membentuk kompleks dengan ion Fe3+.
Identifikasi tanin
mengggunakan larutan gelatin karena sifat tanin yang dapat membentuk polimer mantap
yang tidak larut air (Harbone 1987). Pengujian saponin yang menghasilkan buih yang
menandakan bahwa gugus hidrofil pada saponin berikatan dengan air dan gugus
hidrofob berikatan dengan udara sehingga terbentuk buih
E. Hasil Pemeriksaan Parameter Fisikokimia
Tabel 4. Hasil Parameter Fisikokimia
Parameter
Jumlah
(%)
1. Kadar sari larut air 16,94
2. Kadar sari larut etanol 11,96
3. Kadar abu total 9,31
4. Kadar abu tidak larut asam 1,86
5. Kadar air 9,64
Hasil pemeriksaan parameter fisikokimia memberikan data pada pengujian kadar
abu total memberikan hasil 9,31% dengan 1,86% untuk kadar abu tidak larut asam.
Hasil kadar abu total menunjukkan bahwa kandungan mineral dan senyawa organik
dalam ekstrak mengalami pencemaran yang lumayan tinggi didukung dengan hasil
kadar abu tidak larut asam yang relatif tinggi, dimana kadar abu tidak larut asam
menujukkan bahwa kadar pasir dan debu yang terkandung di dalam ekstrak, hal ini bisa
terjadi karena berbagai faktor seperti lokasi tumbuh, proses penanaman, tanah, polusi,
pencemaran pada lingkungan tumbuh tanaman. Pada pemeriksaan kadar air diperoleh
hasil 9,64%, penentuan kadar air menunjukkan jumlah air yang terdapat dalam ekstrak
dan menentukan bentuk dan kualitas ekstrak tersebut kadar air yang tinggi akan
mempengaruhi reaksi enzimatis sehingga akan tumbuh mikroba, batasan kadar air yang
diperbolehkan kurang dari 10%, dari batasan kadar tersebut maka ekstrak merupakan
ekstrak kental dengan kualitas baik, dan banyak mengandung senyawa polar sehingga
memenuhi persyaratan. Pengujian kadar sari larut air diperoleh hasil 16,94% dan kadar
sari larut etanol diperoleh hasil 11,96%. Kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui
kandungan senyawa yang bersifat polar. Kadar sari larut etanol untuk mengetahui
kandungan senyawa semi polar dan non polar, kadar sari larut air dan etanol tidak
memiliki batasan.
37
F. Hasil Pola Kromatogram
Pengujian pola kromatografi menggunakan kuersetin dan ekstrak etanol 70% serta
ekstrak bertingkat n-heksana, DCM dan etanol 70 %. Hasil pengujian pola kromatografi
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pola Kromatografi
38
39
Pengujian pola kromatografi pada penelitian ini menggunakan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan bahan uji ekstrak etanol 70% dan kuersetin
sebagai pembanding, serta ekstrak bertingkat n-heksana, DCM dan Etanol 70%. Ekstrak
etanol 70% dan pembanding kuersetin dilihat pola kromatogramnya untuk melihat
senyawa kuersetin yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% dan ekstrak bertingkat n-
heksana, DCM dan etanol 70% memiliki tujuan untuk karakterisasi senyawa
berdasarkan tingkat kepolarannya dan untuk menemukan pola kromatografi yang
spesifik. Fase gerak yang digunakan untuk melihat pola kromatografi adalah toluen:etil
asetat (3:7) dan CHCl3:metanol (7:3) untuk analisa kualitatif kuersetin dan ekstrak
etanol 70%, untuk ekstrak bertingkat menggunakan fase gerak etil asetat:metanol (1:5),
CHCl3:metanol:ammonia (2:2:1) dan fase diam silika gel 60 F254. Kromatogram yang
dapat dilihat adalah bercak-bercak yang terpisah dengan atau tanpa pereaksi pendeteksi
(penyemprotan) pada sinar tampak maupun pada sinar UV pada panjang gelombang 254
nm dan 366 nm.
Jumlah bercak yang dihasilkan pada plat KLT dengan fase gerak yang berbeda-beda
menunjukkan seberapa banyak komponen-komponen senyawa yang terpisah, bercak
yang terbentuk inilah yang akan dihitung sebagai nilai Rf. Kuersetin dan ekstrak etanol
70% dengan dua jenis fase gerak memberikan hasil Rf yang berbeda, dimana hasil Rf
pada uji kualitatif ini menandakan bahwa senyawa kuersetin yang terdapat dalam
ekstrak etanol 70% berjumlah minor, dilihat dari jumlah bercak yang dihasilkan fase
gerak berbeda. Jumlah bercak yang dihasilkan pada ekstrak bertingkat n-heksana pada
fase gerak etil asetat:metanol sebanyak tiga bercak, sedangkan pada ekstrak bertingkat
40
DCM dengan fase gerak etil asetat:metanol menghasilkan bercak sebanyak enam bercak
dengan pola kromatogram yang terpisah baik dan untuk ekstrak bertingkat etanol 70%
menghasilkan bercak sebanyak satu bercak dengan fase gerak CHCl3:metanol:ammonia
dengan pola kromatogram terpisah baik. Untuk penyemprotan digunakan pereaksi
semprot ammonia untuk pendeteksi flavonoid pada ekstrak etanol 70% dengan
pembanding kuersetin dan pereaksi semprot asam sulfat dengan metanol untuk ekstrak
bertingkat n-heksana dan DCM.
G. Hasil Fluoresensi
Hasil fluoresensi didapatkan dari serbuk dan ekstrak bertingkat n -heksana, DCM
dan etanol 70%. Serbuk dan masing-masing ekstrak bertingkat ditetesi dengan pereaksi
aquadest, HCl 5%, H2SO4 5%, HNO3 25%, dan NaOH 25% yang akan menghasilkan
pendaran berbeda dari masing-masing pereaksi.
Dari hasil dari uji fluoresensi serbuk, ekstrak bertingkat n -heksana, DCM, dan etanol
70 % dengan pereaksi aquadest, HCl 5%. H2SO4 5%, HNO3 25%, NaOH 25% dapat
dilihat dari tabel 6 dimana hasil fluoresensi yang dilihat dengan sinar UV 254 nm
hampir memiliki warna yang sama.
Tabel 6. Hasil Fluoresensi
Pengamatan
Sampel Pereaksi Visible 254 nm 366 nm
1.Serbuk Aquadest
Sedikit
coklat
Kuning
muda Kekuningan
HCl 5 %
Agak
kecoklatan
Kuning
kecoklatan Kuning
H2SO4
5% Coklat Kuning
Coklat
kuning
HNO3
25% Kuning
Kuning
pekat Kekuningan
NaOH
25 %
Coklat
kuning
Coklat
kuning
Coklat
kuning
2.n-heksana Aquadest
Agak
kecoklatan Coklat muda
Coklat
muda
HCl 5 % Hijau tua
Kuning
kehijauan Hijau tua
H2SO4 5
% Hitam
Hitam Hitam
HNO3
25%
Coklat tua
kekuningan
Coklat
kekuningan
Coklat
kuning
NaOH
25 %
Coklat
kekuningan
Coklat
kekuningan
Coklat
kuning
41
H. Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total
Tabel 7. Penentuan Nilai Absorbansi Larutan Standar Kuersetin
No Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 4 0,301
2 5 0,432
3 6 0,597
4 7 0,688
5 8 0,811
Gambar 6. Grafik Baku Kuersetin
3. DCM Aquadest
Agak hijau
tua Hijau tua Hijau tua
HCl 5 %
Hijau
muda
Kuning
kehijauan Hijau
H2SO4 5
%
Hijau tua
pekat Hijau tua Hijau tua
HNO3
25%
Kuning
kehijauan
Hijau
kekuningan Hijau
NaOH
25 %
Hijau
kekuningan
Hijau
kekuningan Hijau
4.Etanol
70 % Aquadest
Agak
kecoklatan Coklat muda
Coklat
muda
HCl 5 % Coklat tua Coklat Coklat tua
H2SO4 5
%
Jingga
kecoklatan Jingga Jingga tua
HNO3
25% Jingga Jingga Jingga
NaOH
25 %
Agak
kecoklatan Coklat Coklat
42
Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi larutan standar kuersetin pada
berbagai konsentrasi maka didapatkan data yang memenuhi persyaratan Lambert Beer,
dimana nilai absorbansi berada dalam kisaran 0,2 – 0,8 dengan masing masing interval
sebanyak 1 ppm. Kurva kalibrasi yang didapatkan menunjukkan hubungan yang linear
antara absorbansi dengan konsentrasi, dengan persamaan regresi linear y =0,1276), x (-
0,1998), r = 0,9962. Persamaan inilah yang kemudian digunakan untuk menghitung
kadar flavonoid total pada ekstrak nanas kerang. Kandungan flavonoid total dalam
ekstrak dinyatakan sebagai Quercetine Equivalent (QE) dari persamaan kurva kuersetin.
Dari hasil yang didapatkan kadar flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol 70%
nanas kerang (Tradescantia spathacea Sw.) adalah 1,2426%.
Tabel 8. Data Konsentrasi dan Absorbansi Ekstrak Etanol 70% Nanas Kerang
Konsentrasi
(µg/ml)
Absorbansi Kandungan
Flavonoid (mg/1g
ekstrak)
Kadar
Flavonoid (%)
Rata-rata
Kandungan
Flavonoid
(%)
0,589 12,3636 1,2363
50.000 0,591 12,3952 1,2395 1,2426
0,599 12,5202 1,252
43
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data karakteristik herba nanas
kerang (Tradescantia spathacea Sw.) secara makroskopik maupun mikroskopik. Hasil
pengamatan makroskopik herba memiliki tipe daun lanset, mudah patah dengan ujung
runcing dan warna permukaan atas hijau,permukaan bawah ungu tua. Batang berbentuk
bulat, golongan herbaceous dengan akar utama berupa akar tunggang. Pada pengamatan
mikroskopik didapatkan fragmen pengenal seperti antosianin, epidermis bawah, stomata
tipe parasitik,a akar tipe poliark, berkas pengangkut dengan penebalan noktah dan spiral
dan kristal jarum.
Pengujian beberapa parameter spesifik dan non spesifik didapatkan hasil kadar abu
total 9,31% , kadar abu tidak larut asam 1,86%, kadar sari larut air 16,94%, kadar sari
larut etanol 11,96%, kadar air 9,64%. Pada pengujian KLT ekstrak bertingkat n-heksana
dengan fase gerak etil asetat : metanol dengan perbandingan 1 : 5 diperoleh 3 bercak
dengan warna dominan kehijauan, untuk ekstrak bertingkat DCM, fase gerak yang
digunakan adalah etil asetat : metanol dengan perbandingan 1 : 5 diperoleh 6 bercak
dengan warna dominan hijau dan kuning, dan ekstrak bertingkat etanol 70%
menggunakan fase gerak kloroform : metanol : ammonia dengan perbandingan 2 : 2 : 1
didapat 1 bercak noda dengan warna agak coklat. Penetapan kadar flavonoid total
ekstrak etanol 70% diperoleh hasil 1,2426%.
5.2 Saran
Disarankan untuk melengkapi penelitian ini dengan menguji beberapa parameter
spesifik dan non spesifik lainnya untuk mendukung data monografi nanas kerang.
44
BAB 6. LUARAN YANG INGIN DICAPAI
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Pharmaceutical Sciences and Research (PSR)
2 Website Jurnal http://psr.ui.ac.id/index.php/journal
3 Status Makalah Submit
4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional terakreditasi
4 Tanggal Submit 29 November 2018
5 Bukti Screenshot submit Ada
45
DAFTAR PUSTAKA
Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chern JC. 2002. Estimation of Total Flavonoid
Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of
Food and Drug Analysis 10(3) : 178-182
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. Hlm. 28.
Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Bakti Husada. Jakarta. Hlm. 5,6.
Departemen Kesehatan RI. 1987. Analisis Obat Tradisional Jilid I. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hlm. 2, 3.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia medica Indonesia jilid V. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hlm. 549, 552, 553.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. .
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hlm. 19, 20, 23-28,
35.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia edisi I. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. Hlm.5, 250, 251, 252.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. Hlm. 42.
Dr. Ir. Prasetyo, Ir. Entang Inoriyah. 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-
Obatan (Bahan Simplisia). UNIB. Bengkulu. Hlm. 17-19.
Dr. Murdopo. 2014. Obat Herbal Tradisional. Warta Ekspor. Jakarta. Hlm. 2.
Dr. Setiawan Dalimartha. 2003. Atlas Tanaman Obat Indonesia III. Puspa Swara.
Jakarta. Hlm. 81-82.
Drs. H. Arief Hariana. 2011. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Penebar Swadaya.
Jakarta. Hlm. 81, 82.
Drs. Katno. 2008. Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektivitas Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. B2P2TO-OT, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Jawa Tengah. Hlm. 2-3, 24-25, 30.
Dwi Cahyono Supriyawan. 2008. Uji Aktivitas Mukolitik Infusa daun Nanas
Kerang (Rhoeo discolor) pada Mukus Sapi Secara In Vitro. Jurnal
Farmasi. UMS.
Heinrich, Michael et al. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi, Terjemah: Winny R.
Syarief. EGC. Jakarta. Hlm. 28.
Hutapea, JR.,dkk. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hlm. 235.
46
Jayaprada Rao Chunduri, Hetwi R. Shah. 2016. Ftir Phytochemical Fingerprinting and
Antioxidant Anlyses of Selected Indoor Non- Flowering Indoor Plants and Their
Industrial Importance. International Journal of Current Pharmaceutical
Research. Mumbai. Vol. 8 Issue 4.
J.B. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penentuan cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Terjemah: Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. Hlm. 71, 72, 102,
147, 151, 234.
M. Gonzales Avila, Mireya DLG, Carlos AC, Martha R. 2007. Aqueous Crude Extract
of Rhoeo discolor, a Mexican Medical Plant, Decieases the Formation of Liver
Preneoplastic Foci in Rats. Journal of Pharmacology. 115(2008):381-386.
M. Sirait. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. ITB. Bandung.
Mhd Reza Marjoni, S.Si, M. Farm, Apt. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia untuk Diploma
III. Trans Info Media. Jakarta. Hlm 15, 23, 24, 39, 41, 123, 127-131.
Pavan M. Kadam, Nilesh P. Kakde. 2017. Phytochemical Study of Tradescantia
spathacea. International Science Community Association. India. Hlm. 48-51
Rais IR. 2015. Isolasi dan Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanolik Herba
Sambiloto (Androgapis paniculata (BURM.F) NESS). Jurnal Fakultas Farmasi.
Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. Hlm. 101.
Redha A. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya Dalam Sistem
Biologis. Jurnal Teknologi Pertanian. Politeknik Negeri Pontianak. Pontianak.
Hlm. 197.
Rebeca Garcia Varela, Rebeca MGG, Bertha A.BD, Oscar RFR et al. 2015.
Antimicrobial Activity of Rhoeo discolor Phenolic Rich Extract Determined by
Flow Cytometry. Article. Molecules 20 (2015): 18686-18703.
Risma MHS, Adeanne CW, Paulina VYY. 2012. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid pada daun adam hawa (Rhoeo discolor). Jurnal Farmasi.
FMIPA UNSRAT.
Tabata RR, Mireya DLG, Carlos AC, Martha R. 2007. Aqueous Crude Extract of Rhoeo
discolor, a Mexican Medical Plant, Decieases the Formation Liver Preneoplastic
Foci in Rats. Journal of Pharmacology. 115(2008): 381-386.
WHO (2002). WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005. WHO/EDM/TRM/2002.1.
Geneva: World Health Organization.
47
Jurnal Tersubmit
KAJIAN FARMAKOGNOSI DAN PENETAPAN KADAR FLAVONOID TOTAL HERBA NANAS KERANG
(Tradescantia spathacea Sw.)
PHARMACOGNOSTICAL STUDIES AND DETERMINATION OF TOTAL FLAVONOID OF NANAS KERANG
(Tradescantia spathacea Sw.) HERB
ABSTRAK
Herba nanas kerang (Tradescantia spathacea Sw.) merupakan salah satu tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik simplisia dan melengkapi data monografi ekstrak dengan mengevaluasi parameter kualitatif meliputi pengamatan organoleptik, makroskopik, mikroskopik, skrining fitokimia, pola kromatogram, fluoresensi dan pengukuran parameter kuantitatif yang meliputi penentuan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar air dan kadar flavonoid total. Herba nanas kerang memiliki warna serbuk hijau kecoklatan, bau khas, tidak memiliki rasa, makroskopik herba memiliki tipe daun lanset, ujung runcing, warna permukaan hijau, permukaan bawah ungu tua. Batang bulat, herbaceous dengan akar utama tunggang. Mikroskopik herba terdapat fragmen pengenal seperti antosianin, epidermis bawah, stomata tipe parasitik, akar tipe poliark, berkas pengangkut dengan penebalan noktah dan spiral serta kristal jarum. Skrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid. Hasil uji kuantitatif didapatkan kadar abu total 9,31%, kadar abu tidak larut asam 1,86%, kadar sari larut air 16,94%, kadar sari larut etanol 11,96%, kadar air 9,64% dan kadar flavonoid total 1,2426%/1 gram ekstrak. Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan terhadap karakteristik herba nanas kerang yang bisa melengkapi data monografi ekstrak.
Kata kunci: Kajian farmakognosi dan fisikokimia; kadar flavonoid total; Tradescantia spathace (Sw) herb.
ABSTRACT
Tradescantia spathacea (Sw) herb is used in traditional medicine for treatment of several disorder. The study provides the characteristics of Tradescantia spathace (Sw) herb.and complete the monographs data extract.The present study is to evaluate macroscopic and microscopic characteristic, phytochemical screening, chromatographic profile, fluorescence characteristics and quantitative methods related to ash value, acid insoluble ash value, water and ethanol soluble extract, moisture content and total flavonoid levels. Herbs of
48
nanas kerang have a brownish green powder with a distinctive smell that is rather bitter and has no taste, the macroscopic has a lanceolate leaf type, a pointed tip and a green color, a dark green bottom surface. Round stem, herbaceous with tap root. Fragments of herb microscopic are anthocyanin, lower epidermis, have a parasitic stomata type, poliarch type roots, transport files with thickened dots and spirals and needle crystals. Phytochemical screening showed the presence of alkaloids, flavonoids, saponins, tannins and terpenoids.The results of the quantitative test found a total ash value of 9.31%, acid insoluble ash value 1.86%, water and ethanol soluble extract was determined and were discovered to be 16.94% and 11.96%. moisture content 9.64% and total flavonoid level 1.2426% / 1 gram of extract. This study showed significant results on the characteristics of nanas kerang herb which could complete the monographic extract data. Keywords: Pharmacognostical and physicochemical studies; Total flavonoid levels; Tradescantia spathace (Sw) herb.
1
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara tropis dengan potensi tanaman yang secara
turun temurun digunakan sebagai obat tradisional, dikenal secara luas
sebagai mega center keanekaragam hayati (biodiversity) terbesar ke-2 didunia
setelah Brazil. Obat tradisional yang hampir tidak memiliki efek samping
merupakan salah satu faktor pendukung penggunaan obat tradisional di
Indonesia dan pengadaan konsep back to nature yang dicanangkan oleh
pemerintah, membuat penggunaan obat tradisional semakin meningkat.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa obat tradisional memiliki kelemahan yang
menyebabkan kendala dalam perkembangannya. Salah satunya adalah
bahan baku obat tradisional yang belum terstandarisasi. Tanaman yang
berpotensi sebagai obat herbal perlu dilakukan standarisasi terlebih dahulu
terutama untuk simplisia dan ekstrak yang digunakan dalam pembuatan obat
herbal. Hal ini dilakukan karena obat herbal memiliki peranan penting dalam
bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia . Salah satu
proses awal standarisasi obat herbal yakni kajian farmakognosi.
Studi ini dapat memberikan informasi standarisasi untuk menjamin
kualitas dan kuantitas bahan awal, yang merupakan syarat penting
pengamanan kualitas dan kuantitas produk herbal. Standarisasi bahan baku
obat tradisional, berupa simplisia maupun ekstrak merupakan titik awal
penentuan kualitas produk. Standarisasi ekstrak meliputi penentuan
parameter makroskopik, mikroskopik, kandungan senyawa kimia, parameter
fisikokimia meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam,
kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, pola kromatogram dan
fluoresensi yang dapat berpengaruh pada kualitas ekstrak.
Tradescantia spathacea Sw. yang lebih dikenal dengan nama lokal
nanas kerang merupakan tanaman yang berasal asli dari Amerika Tengah
tepatnya di bagian Meksiko. Secara empiris masyarakat di Meksiko
menggunakan tanaman ini sebagai obat batuk, mukolitik, obat diare dan
bronkhitis. Sifatnya yang sejuk, rasanya yang manis, serta warna yang
2
menarik memiliki keuntungan sebagai obat herbal karena dapat mengubah
pandangan orang tentang obat yang memiliki rasa yang tidak enak [1].
Pemakaian nanas kerang selain untuk infeksi pernafasan, tanaman ini juga
dapat digunakan sebagai anti diare dan hemostatis [2]. Nanas kerang memiliki
kandungan senyawa kimia seperti kalsium oksalat, amygdalin, dan lemak
pada daun dan batang, disamping itu daunnya mengandung asam format,
tanin, saponin, bunganya mengandung saponin dan tanin [1].
Avila et al melaporkan tanaman nanas kerang dalam bentuk ekstrak
kasar etanol memiliki aktivitas sebagai anti genetoksik, anti mutagen dan
antioksidatif dimana efek antioksidannya sama dengan α-Tocopherol [4].
Rayes et al melaporkan penyembuhan kanker liver yang diujikan pada tikus
dengan menggunakan ekstrak nanas kerang [5]. Varela et al melaporkan
aktivitas anti mikroba dari ekstrak nanas kerang yang kaya akan fenolik
dengan metode flow cytometry [6]. Kandungan tanaman nanas kerang seperti
flavonoid, alkaloid, kumarin, saponin dan terpenoid yang diduga berperan
sebagai antioksidan [7]. Kandungan flavonoid Tradescantia spathacea lebih
tinggi dibandingkan dengan simplisia Pedilanthus tithymaloides, Tradescentia
zebrine, dan Corydyline terminalis yang sama-sama mempunyai potensi
antioksidan [8]. Flavonoid merupakan salah satu kelompok metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman dan mempunyai
berbagai fungsi penting untuk kesehatan, antara lain sebagai antioksidan [9],
antibakteri, anti inflamasi, antialergi dan antithrombosis [10].
Melihat banyaknya manfaat dari tanaman nanas kerang bagi kesehatan,
maka diperlukan kajian farmakognosi herba nanas kerang dan penentuan
kadar flavonoid total untuk mengetahui berapa kandungan flavonoid yang
terkandung dalam ekstrak nanas kerang. Data monografi herba nanas kerang
belum tercantum dalam Materia Medica Indonesia dan Farmakope Herbal
Indonesia. Berdasarkan penelusuran terhadap literatur yang ada, data-data
mengenai karakterisktik herba nanas kerang belum ditemukan dengan
3
lengkap. Diharapkan bahwa penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
pengenalan herba nanas kerang untuk melengkapi data monografi ekstrak.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat berupa mikroskop (Novell), timbangan analitik (Ohaus), UV box
(Camag), plat KLT (GF254/ G type 60), spektrofotomer UV-Vis (Simadzu),
vacuum rotary evaporator (Eyela). Bahan uji yang digunakan adalah herba
nanas kerang yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik (BALITTRO) , bahan kimia antara lain diklorometan (DCM),
kuersetin, asam oksalat, toluen, etil asetat, ammonia dll yang diperoleh dari
Brataco Chemical.
Determinasi
Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Lembaga Pusat
Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Jawa Barat untuk mengidentifikasi jenis dan
memastikan kebenaran simplisia.
Pemeriksaan Karakteristik Simplisia [11]
Uji Makroskopis
Pemeriksaan morfologi dengan mengamati bentuk fisik secara
langsung pada bagian daun, batang dan akar dari herba nanas kerang segar
.
Uji Mikroskopis
Setiap bagian tanaman seperti daun, batang, akar dipotong melintang
kemudian dilihat fragmen pengenalnya menggunakan mikroskop. Simplisia
yang telah diserbukkan diletakkan pada object glass kemudian ditetesi dengan
aquadest dan kloralhidrat, tutup dengan cover glass dan amati fragmen
pengenal di bawah mikroskop.
4
Pembuatan Ekstrak [11]
Pembuatan Ekstrak Etanol 70%
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Ampas yang
diperoleh dimaserasi kembali dengan pelarut yang sama, kemudian disaring
dan maserat dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator. Ekstrak
etanol 70% ini akan digunakan pada pengujian skrining fitokimia, parameter
fisikokimia dan penetapan kadar flavonoid total.
Pembuatan Ekstrak Bertingkat n-heksana, DCM, dan Etanol 70%
Serbuk simplisia sebanyak 50 gram dimaserasi secara bertingkat
dengan pelarut yang berbeda kepolarannya yaitu n-heksana 500 ml,
diklorometana (DCM) dan etanol 70%. Pergantian pelarut dilakukan setelah
ekstraksi pertama memperlihatkan warna filtrate yang sudah memudar.
Ekstrak bertingkat ini akan digunakan untuk pengujian pola kromatografi dan
fluoresensi.
Pemeriksaan Parameter Fisikokimia [11]
Penetapan Kadar Abu Total
Ekstrak etanol 70% ditimbang seksama sebanyak 2 gram, dimasukkan
ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, dipijarkan sampai arang
habis, didinginkan dan ditimbang sampai bobot konstan.
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan
25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak
larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu tidak larut dalam
asam dihitung terhadap berat uji, dinyatakan dalam % b/b.
5
Penetapan Kadar Sari Larut Air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia herba nanas kerang ditimbang
seksama dan dimasukkan ke dalam labu bersumbat, lalu ditambahkan 100 mL
air jenuh kloroform dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama
18 jam. Filtrat disaring, lalu diuapkan sebanyak 20 mL hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC hingga bobot
tetap. Hitung kadar dalam % sari larut air.
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia herba nanas kerang ditimbang
seksama lalu dimasukkan ke dalam labu bersumbat, lalu ditambahkan 100 mL
etanol 95% P, dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18.
Filtrat disaring, lalu sebanyak 20 mL hingga kering dalam cawan dangkal
beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC hingga bobot tetap. Hitung kadar
dalam % sari larut etanol.
Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode destilasi toluene.
Pembacaan volume air setelah air dan toluen memisah sempurna. Kadar air
dihitung dalam % v/b.
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70%
Ekstrak etanol 70 % diuji kandungan alkaloidnya dengan menggunakan
reagen Dragendorff, Mayer dan Bouchardat, uji flavonoid (Shinoda dan tes
amoniak), uji tanin ( uji dengan gelatin dan FeCl3), uji saponin ( uji buih) dan
uji steroid dan terpenoid ( uji Liebermann Burchard).
Pola Kromatografi
Ekstrak bertingkat n-heksana, DCM dan etanol 70% masing-masing
ditotolkan pada plat silika gel 60 GF254, kemudian dieluasi dalam bejana berisi
fase gerak CHCl3:metanol:ammonia (2:2:1), dan etil asetat:metanol (5:1).
6
Sedangkan larutan standar kuersetin dan ekstrak etanol 70% nanas kerang
dieluasi dalam bejana berisi fase gerak CHCl3:metanol (7:3) dan toluen: etil
asetat (3:7). Kemudian lakukan deteksi dibawah sinar tampak dan UV dengan
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Hitung nilai Rf ( Retention Factor) :
Rf =
Karakteristik Fluoresensi
Serbuk simplisia dan ekstrak bertingkat n-heksana, DCM, etanol 70%
masing-masing dimasukkan pada plat tetes dan diteteskan larutan aquadest,
asam klorida 5%, asam sulfat 5%, asam nitrit 25% dan natrium hidroksida 5%.
Kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi menggunakan sinar tampak
dan menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm [12].
Penetapan Kadar Flavonoid total
Pembuatan larutan induk baku kuersetin
Penetapan kadar flavonoid total menggunakan kuersetin sebagai
pembanding. Timbang seksama kuersetin 10,0 mg ,dilarutkan dengan etanol
96% hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dibuat pengenceran
dengan konsentrasi 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm dan 8 ppm dari larutan
baku. Dari masing –masing konsentrasi ditambahkan 3 mL etanol 96%, 0,2
mL AlCl3 10%, 0,2 mL Na asetat 1 M dan aquadest sampai volume 10 mL.
Kemudian larutan baku yang telah ditetapkan konsentrasinya didiamkan
selama 30 menit dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 430 nm.
Hasil yang diperoleh dihitung dengan persamaan regresi linier antara
hubungan konsentrasi dengan absorbansi.
Pembuatan larutan uji
Ditimbang seksama 1,0 gram ekstrak nanas kerang kemudian
ditambahkan etanol 96% sampai volume 10 mL. Kemudian dipipet 5 mL dan
7
dibuat pengenceran 50.000 µg/mL, lalu diambil 1 mL untuk ditambahkan
dengan 3 mL etanol 96%, 0,2 mL AlCl3 10%, 0,2 mL Na asetat 1 M dan
aquadest sampai volume 10 mL, Campuran diinkubasi selama 30 menit dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 430 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis. Kadar yang diperoleh dihitung dengan persamaan
regresi linier antara hubungan konsentrasi kuersetin dengan absorbansi.
HASIL DAN DISKUSI
Pada penelitian ini, uji karakteristik simplisia dilakukan dengan dua cara
yaitu uji makroskopik dan mikroskopik. Uji makroskopik dilakukan pada serbuk
simplisia dan keseluruhan bagian tanaman, pengujian organoleptik pada
serbuk bertujuan untuk mengamati rasa, bau, warna dan bentuk. Uji
makroskopik pada keseluruhan bagian tanaman bertujuan untuk melihat ciri-
ciri morfologi herba nanas kerang.Uji mikroskopik bertujuan untuk menentukan
fragmen pengenal atau spesifik dalam bentuk sel atau jaringan tanaman yang
terdapat pada simplisia yang akan digunakan untuk karakterisasi herba
nanas kerang, sehingga dapat mencegah dari pemalsuan simplisia. Hasil
pengamatan makroskopik herba memiliki tipe daun lanset, mudah patah
dengan ujung runcing dan warna permukaan atas hijau,permukaan bawah
ungu tua. Batang berbentuk bulat, golongan herbaceous dengan akar utama
berupa akar tunggang. Pada pengamatan mikroskopik didapatkan fragmen
pengenal seperti antosianin, epidermis bawah, stomata tipe parasitik, akar tipe
poliark, berkas pengangkut dengan penebalan noktah dan spiral dan Kristal
jarum. Hasil pengujian makros-mikroskopik penampang melintang tanaman
segar dan serbuk simplisia nanas kerang yang dilakukan pada bagian daun,
batang, dan akar dapat dilihat pada Gambar 1-3.
Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu
ekstraksi tunggal etanol 70% dan ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut n-
heksana, DCM, dan etanol 70%. Penentuan kadar sari larut air dan etanol
dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat
8
tersari dengan pelarut air dan etanol dari suatu simplisia Hasil pengujian kadar
sari larut air diperoleh hasil16,94%, dan kadar sari larut etanol adalah 11,96%.
Pengujian kadar abu total ekstrak etanol 70% nanas kerang diperoleh
hasil 9,31%, dan kadar abu tidak larut asam 1,86%. Hasil kadar abu total
menunjukkan bahwa kandungan mineral dan senyawa organik dalam ekstrak
mengalami pencemaran yang agak tinggi didukung dengan hasil kadar abu
tidak larut asam yang relatif tinggi. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan
adanya pencemaran karena berbagai faktor seperti lokasi tumbuh, proses
penanaman, tanah, polusi, pencemaran pada lingkungan tumbuh tanaman.
Pada pemeriksaan kadar air diperoleh hasil 9,64%, penentuan kadar air
menunjukkan jumlah air yang terdapat dalam ekstrak dan menentukan bentuk
dan kualitas ekstrak tersebut .Kadar air yang tinggi akan mempengaruhi reaksi
enzimatis sehingga akan tumbuh mikroba.
Pada pengujian skrining fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi
senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% nanas kerang secara
kualitatif (tabel 5). Pola kromatogram ekstrak nanas kerang menggunakan
KLT untuk mengamati pola kromatografi dengan atau tanpa pereaksi deteksi
(penyemprot) pada sinar tampak maupun sinar UV pada panjang gelombang
254 dan 366 nm. Penetapan pola kromatografi dilakukan dengan
menggunakan ekstrak bertingkat yang terdiri dari ekstrak n-Heksana,
Diklorometana, dan ekstrak etanol 70%. Penetapan pola kromatografi
bertujuan untuk mengetahui karakteristik kromatografi berdasarkan tingkat
kepolarannya. Dari hasil pemeriksaan diatas pola kromatografi ekstrak n-
heksana didapatkan 3 bercak, ekstrak diklorometana didapatkan 6 bercak dan
ekstrak etanol 70% didapatkan 1 bercak yang mayor disertai tailing.
Pada penentuan kurva standar kuersetin diperoleh persamaan regresi
linear y = 0,1276 x – 0,1998 dan nilai koefisien relasi (r)= 0,9925 kemudian
digunakan untuk penetapan kadar flavonoid yang ada di dalam ekstrak etanol
70% nanas kerang. Analisis kandungan total flavonoid berguna untuk
mengetahui seberapa besar kandungan flavonoid dalam ekstrak. Dari hasil
9
data yang didapatkan kadar flavonoid total yang terkandung dalam ekstrak
etanol 70% nanas kerang (Tradescantia spathacea Sw.) adalah 1,2426%.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data karakteristik
herba nanas kerang (Tradescantia spathacea Sw.) secara makroskopik
maupun mikroskopik. Pengujian beberapa parameter spesifik dan non spesifik
didapatkan hasil kadar abu total 9,31% , kadar abu tidak larut asam 1,86%,
kadar sari larut air 16,94%, kadar sari larut etanol 11,96%, kadar air 9,64%.
Pada pengujian KLT ekstrak bertingkat n-heksana diperoleh 3 bercak dengan
warna dominan kehijauan, untuk ekstrak bertingkat DCM diperoleh 6 bercak
dengan warna dominan hijau dan kuning, dan ekstrak bertingkat etanol 70%
diperoleh 1 bercak noda dengan warna agak coklat. Penetapan kadar
flavonoid total ekstrak etanol 70% diperoleh hasil 1,2426%. Penelitian ini
menunjukkan hasil yang signifikan terhadap karakteristik herba nanas kerang
yang mana bisa melengkapi data monografi ekstrak.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada Lembaga
penelitian dan Pengembangan Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA
dan Fakultas Farmasi & Sains yang sudah memberikan kesempatan,
menfasilitasi dan mendanai penelitian ini hingga selesai.
10
REFERENSI
[1] Dalimartha S. Atlas Tanaman Obat Indonesia III. Puspa Swara. Jakarta. Hlm. 81, 82. 2003
[2] Hutapea JR.,dkk. Inventaris Tanaman Obat Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1994; Hlm. 235.
[3] Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chern JC. Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of Food and Drug Analysis 10 (3) 2002; 178 – 182.
[4] Avila M.G, M.Arriaga A, M.de la CHP, M.A Dominguez O, S.Fattel F, S.Villa T. Antigenetoxic, Antimutagenic and ROS Scavenging Activities of a Rhoeo discolor ethanolic crude extract. Toxicology in Vitro.2003; 77 – 83.
[5] Rayes TR, Mireya DLG, Carlos AC, Martha RM, Samia FF, Evelia AP, Sergio HG, Saul VT. Aqueous Crude Extract of Rhoeo discolor, a Mexican Medical Plant Decreases the Formation of Liver Preneoplastic Foci in Rats. Journal of Etnopharmacology. 115 (2008): 381 – 386Cahyono SD. Uji Aktivitas Mukolitik Infusa daun Nanas Kerang (Rhoeo discolor) pada Mukus Sapi Secara In Vitro. Jurnal Farmasi. UMS.2008
[6] Varela, Rebeca Garcia, Rebeca MGG, Bertha A.BD, Oscar RFR et al. Antimicrobial Activity of Rhoeo discolor Phenolic Rich Extract Determined by Flow Cytometry. Article. Molecules 20 (2015): 18686-18703.
[7] Heinrich Michael, Joanne Barnes, Simon Gibbson, Elizabeth M. Williamson. Farmakognosi dan Fitoterapi. Ahli Bahasa Winny R. Syarif, Cucu Aisyah, Ella Elviana, Euis Rachmiyani Fidiasari. Dari: Phythochemical methods. EGC. Jakarta. Hlm. 26.2009
[8] Chunduri JR, Hetwi R.S. Ftir Phytochemical Fingerprinting and Antioxidant Anlyses of Selected Indoor Non- Flowering Indoor Plants and Their Industrial Importance. International Journal of Current Pharmaceutical Research. Mumbai.2016; Vol. 8 Issue 4.
[9] Rais IR. Isolasi dan Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanolik Herba Sambiloto (Androgapis paniculata (BURM.F) NESS). Jurnal Fakultas Farmasi. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. 2015; Hlm. 101.
[10] Katno. Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektivitas Tanaman Obat dan Obat Tradisional. B2P2TO-OT, Badan Penelitian dan Pengembangan
11
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jawa Tengah. 2008; Hlm. 2, 3, 24, 25, 30.
[11] Departemen Kesehatan RI. Sediaan Galenik. Bakti Husada. Jakarta. 1986; Hlm. 5, 6.
[12] Sirait M. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. ITB. Bandung.2007
TABEL
Tabel 1. Hasil Kromatografi
12
13
Hasil KLT Ekstrak Bertingkat Etanol 70%
Tabel 2. Data Konsentrasi dan Absorbansi Ekstrak Etanol 70% Nanas Kerang
Konsentrasi (µg/ml)
Absorbansi Kandungan Flavonoid (mg/1g ekstrak)
Kadar Flavonoid (%)
Rata-rata Kandungan Flavonoid (%)
0,589 12,3636 1,2363
50.000 0,591 12,3952 1,2395 1,2426
0,599 12,5202 1,252
14
GAMBAR
Hasil Uji Makroskopis
Gambar 1.Makroskopis Herba Nanas Kerang : Daun Nanas Kerang (a), Batang Nanas Kerang (b),
Akar Nanas Kerang (c), Keseluruhan Bagian Tanaman (d)
15
Gambar 2. Mikroskopis penampang melintang daun herba nanas kerang
( perbesaran 40 x 10 )
16
Gambar 3. Penampang melintang akar herba nanas kerang ( perbesaran 40 x 10)
17
18