136
1 KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA PONDOK PESANTREN MODERN BABUSSA’ADAH BAJO KABUPATEN LUWU DENGAN PENDEKATAN LINGUISTIK DESKRIPTIF STUDY OF CONVERSATION IMPLICATION BETWEEN TEACHERS AND STUDENTS OF BABUSSA'ADAH BAJO MODERN ISLAMIC BOARDING SCHOOLS LUWU DISTRICT WITH DESCRIPTION LINGUISTIC APPROACH TESIS OLEH: IHWAL SUBHAN Nomor Induk Mahasiswa: 10.50 414.004.19 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2021

KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

1

KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA

PONDOK PESANTREN MODERN BABUSSA’ADAH BAJO

KABUPATEN LUWU DENGAN PENDEKATAN LINGUISTIK

DESKRIPTIF

STUDY OF CONVERSATION IMPLICATION BETWEEN TEACHERS

AND STUDENTS OF BABUSSA'ADAH BAJO MODERN ISLAMIC

BOARDING SCHOOLS LUWU DISTRICT WITH DESCRIPTION

LINGUISTIC APPROACH

TESIS

OLEH:

IHWAL SUBHAN

Nomor Induk Mahasiswa: 10.50 414.004.19

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2021

Page 2: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

2

KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA

PONDOK PESANTREN MODERN BABUSSA’ADAH BAJO

KABUPATEN LUWU DENGAN PENDEKATAN LINGUISTIK

DESKRIPTIF

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister

Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan oleh

IHWAL SUBHAN

Nomor Induk Mahasiswa: 10.50.414.004.19

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2021

Page 3: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

3

Page 4: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

4

Page 5: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

5

Page 6: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

6

ABSTRAK

Ihwal Subhan, 2021. Kajian Implikatur Percakapan antara Guru dan Siswa Pondok Pesantren Modern Babussa‘adah Bajo Kabupaten Luwu dengan Pendekatan Linguistik Deskriptif, dibimbing oleh Munirah dan Siti Suwada Rimang.

Penelitian ini bertujuan mengetahui implikatur percakapan siswa dan guru pada saat proses interogasi berdasarkan prinsip kerja sama Grice serta tindak tutur dan peristiwa tutur pada bahasa interogasi ditinjau dari persfektif linguistik deskripsi. Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Modern Babuss‘adah Bajo, Kecamatan Bajo, Kabupaten Luwu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan Teknik pengumpulan data melalui rekaman kemudian di transkip untuk analisis.

Hasil Penelitian mendeskripsikan fenomena kebahasaan siswa

serta bentuk implikatur percakapan menggunakan kajian linguistik deskriptif. Penelitian ini menggunakan prinsip kerja sama Grice. Adanya pelanggaran prinsip kerja sama sebagai upaya pertahanan siswa untuk menutupi kesalahan. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri dalam penelitian pragmatik terhadap kasus pelanggaran aturan sekolah. Tuturan yang menekan menyebabkan ketidaknyaman mitra tutur sehingga memilih menghindari percakapan dengan memberikan informasi berbelit-belit. Tuturan yang memanfaatkan prinsip percakapan pada teori pragmatik menghasilkan pola bahasa interogasi yang dapat dipakai untuk memperoleh informasi. Kata Kunci : Implikatur Percakapan, Linguistik Deskriptif, Siswa

Pelanggar Aturan Sekolah

Page 7: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

7

Page 8: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

8

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Alhamdulillah, puji dan syukur atas izin dan petunjuk Allah swt.,

sehingga tesis dengan Judul: “ Kajian Implikatur Percakapan antara Guru

dan Siswa Pondok Pesantren Modern Babussa‘adah Bajo Kabupaten

Luwu dengan Pendekatan Linguistik Deskriptif‖ dapat diselesaikan tepat

waktu. Pernyataan rasa syukur kepada Allah swt., atas yang diberikan

kepada penulis dalam menyelesaikan karya ini yang tidak dapat

diucapkan dengan kata-kata dan dituliskan dengan kalimat apa pun.

Tidak lupa juga penulis panjatkan shalawat dan salam atas

junjungan Nabiullah Muhammad saw., yang menjadi penerang kehidupan

kita dengan risalahnya. Nabi yang telah membawa umat manusia dari

alam gelap gulita ke alam yang terang-menerang. Nabi yang menjadi suri

tauladan umatnya yang ingin selamat dan bahagia hidup di dunia maupun

di akhirat kelak.

Dalam penyelesaian proposal tesis ini, penulis banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak . untuk itu penulis menyampaikan ucapan

terima kasih setulusnya kepada kedua orangtua yaitu Ayahanda Subhan,

S.Ag., dan Asniar Rasyid yang telah banyak berkorban atas selesainya

studi yang emban oleh penulis. Selanjutnya, Dr. Munirah, M.Pd., dosen

pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktunya membantu

penulis dalam rangka memberikan ide, saran, bimbingan , perhatian, dan

Page 9: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

9

kritiknya yang sifatnya membangun dalam penyusunan proposal tesis ini.

Dr. Siti Suwada Rimang M.Hum., dosen pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktunya membantu penulis dalam memberikan ide,

saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk membimbing penulis

dalam penyusunan tesis ini. Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum., Ketua

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, tak luput

memberikan banyak perhatian, bimbingan dan motifasi sehingga penulis

bisa menyelesaikan tesis ini dengan baik dan cepat. Semua Staf

Pascasarjana dan rekan-rekan mahasiswa pascasarjana terkhusus kelas

B reguler yang selalu saling memberi motivasi dan semangat dalam

perampungan tesis ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis terbuka

menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi

penyempurnaan penulisan tesis ini. Mengiringi penghargaan dan ucapan

terima kasih tersebut penulis hanya mampu untuk bermohon dan penuh

harap kepada Allah swt., karena penulis menyadari ―Di atas segalanya

ingatlah bahwa ada Tuhan menurunkan pertolongan kepada mereka

yang mau membantu sesamanya dan dirinya sendiri.‖ Semoga tesis ini

terhitung sebagai amal untuk kepentingan umat manusia dalam dunia

pendidikan.

Makassar, Agustus

2021

Page 10: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

10

Ihwal Subhan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................. iv

ABSTRAK ........................................................................................... v

ABSTRACT ......................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belelakang Penelitian ....................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian ........................................................... 11

B. Kajian Teori ............................................................................... 15

1. Pragmatik ...................................................................... 15

a. Implikatur................................................................... 16

Page 11: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

11

1) Implikatur Konvensional ....................................... 18

2) Implikator Non Konvensioanl ............................... 19

3) Implikatur Percakapan ......................................... 20

a) Maksim Kuantitas ........................................... 23

b) Maksim Kualitas ............................................. 24

c) Maksim Relevansi .......................................... 25

d) Maksim Cara atau Hubungan ......................... 25

b. Tindak Tutur .............................................................. 27

c. Kesantunan Berbahasa ............................................. 30

2. Linguistik Deskriptif ......................................................... 32

a. Konsep Linguistik Deskriptif ...................................... 32

b. Keunggulan Lingusitik Deskriptif ............................... 36

c. Kelemahan Linguistik Deskriptif ................................ 37

C. Kerangka Pikir ........................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian .............................................................. 40

B. Lokasi dan Waktu Peneltian ...................................................... 40

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan ...................................... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 41

E. Teknik Analisis Data .................................................................. 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ......................................................................... 44

Page 12: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

12

1. Analisis Implikatur Percakapan terhadap Siswa Pelanggar Aturan Sekolah Berdasarkan Prinsip Kerja Sama Grice ...................................................................... 44 a. Pelanggaran Tuduhan Merokok ................................ 45

b. Pelanggaran Peraturan Masuk Asrama ...................... 49

c. Pelanggaran Mengintimidasi Teman Asrama ............. 53

d. Pelanggaran Perizinan Keluar Masuk Asrama ........... 58

e. Pelanggaran Peraturan Masuk Asrama II ................... 64

f. Pelanggaran Kegiatan Belajar Mengajar .................... 68

g. Pelanggaran Ketidakikutsertaan Ekstrakurikuler ........ 72

h. Pelanggaran Pembelajaran Tahfidz ........................... 75

2. Tindak Tutur dan Peristiwa Tutur pada Bahasa Interogasi Siswa Pelanggar Aturan Sekolah Berdasarkan Pendekatan Linguistik Deskriptif ................. 79

B. Pembahasan ......................................................................... 89

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................... 99

B. Saran ................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Peraturan yang terdapat sekolah ataupun pondok diproses untuk

menjaga keberlangsungan belajar mengajar tetap berjalan dengan

efektif agar hubungan antar guru dan siswa serta perangkat sekolah

terjalin dengan baik. Semua sekolah pada umumnya tentu memiliki

peraturan masing-masing yang telah disepaki oleh seluruh perangkat

sekolah. Masing-masing butir peraturan yang telah disepakati tentu

mengandung tujuan yang relevan dan wajib diketahui oleh semua

siswa. Aturan sekolah yang dibuat harus memiliki manfaat bagi siswa

agar dalam proses belajar mengajar berjalan dengan baik (Karmila

Indah Hasin, 2013).

Selanjutnya, menurut Susanto, peraturan sekolah harus

diterapkan dan disampaikan melalui program-program sesuai dengan

visi dan misi sekolah baik program akademik maupun non akademik.

Program akademik merupakan suatu prosedur yang terorganisir,

terencana, dan terkoordinasi selama satu periode pembelajaran.

Page 14: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

14

Masalah-masalah yang ditemukan di ruang lingkup sekolah baik

akademik dan non akademik harus diselesaikan secara bersama baik

personal sekolah, individu siswa dan keluarga agar menghasilkan titik

temu (Karmila Indah Hasin, 2013).

Dengan adanya peraturan sekolah yang dibuat, tetap saja masih

ada siswa yang melanggar peraturan tersebut. Siswa yang melakukan

pelanggaran aturan sekolah ketika proses wawancara dengan guru BK

(Bimbingan dan Koseling) tentu tidak semesta-mesta memberikan

jawaban yang sesuai agar mereka terhindar dari hukuman yang akan

diberikan. Cara yang dilakukan oleh siswa adalah membuat narasi yang

berbelit-belit sehingga mampu menyembunyikan pelanggaran yang

telah dibuat. Dengan hadirnya linguistik deskriptif dapat menelaah dan

membuktikan kebenaran dibalik pelanggaran yang diperbuat oleh

siswa. Tentunya linguistik deskriptif berdasarkan pada teori-teorinya

dapat digunakan penyelidikan bahasa. Penyelidikan bahasa dalam

konteks ini adalah proses interogasi antara guru dan siswa.

Bahasa yang dipakai ketika proses konseling/wawancara dapat

menghambat dan menggagalkan proses interogasi. Dalam artian

bahwa ketik guru BK (Bimbingan dan Konseling) menggunakan bahasa

yang sopan, lembut, santun, dan indah maka akan mempercepat dan

mempermudah jalannya wawancara. Namun, jika guru BK (Bimbingan

dan Konseling) mencerminkan gaya bahasa yang tidak sesuai dan

melakukan intimidasi kepada siswa pelanggar makan akan

Page 15: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

15

mempengaruhi jalannya wawancara. Proses wawancara atau konseling

dapat berjalan lancar dan baik jika konselor yaitu guru BK (Bimbingan

dan Konseling) memiliki kemampuan berbicara yang efektif. Akan

tetapi, pada kenyataannya banyak konselor yang gagal melakukan

wawancara karena tidak mampu mengusai keterampilan berbicara.

Proses wawancara atau konseling melibatkan objek kebahasaan

antara pihak konselor dan konseling (siswa pelanggar) yang

diklasifikasikan berdasarkan jenis dan cara tindak kejahatan

menggunakan pendekatan linguistik deskripstif

Menurut Kridalaksana, bahasa adalah sistem lambang arbitrer

yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi

dan mengidentifikasi diri. Bahasa terbagi menjadi dua, baik ujaran

maupun tertulis. Bahasa bisa menjadi salah satu alat komunikasi,

bahkan bahasa sangat terasa dominasinya dalam berkehidupan di

dunia nyata maupun dunia maya.(Casim et al., 2019)

Dalam pandangan islam yang berpedoman kepada alquran juga

menjelaskan bahwa mempelajari bahasa merupakan ilmu

pengetahuan. Salah satunya dijelaskan dalam surah Al Mujadalah ayat

11 menyebutkan pentingnya ilmu. Ilmu dalam pandangan Islam adalah

suatu kebutuhan yang harus diraih oleh setiap muslim. Karena dari ilmu

manusia dapat mengetahui hakekat kebenaran. Pada ayat 11

menerangkan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang

beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.

Page 16: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

16

Berikut surat Al Mujadalah ayat 11:

- ١١

Artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan."

Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi yang digunakan

oleh penutur untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran. Maksud tuturan

dapat disampaikan dengan baik apabila didukung oleh situasi dan

kondisi yang nyaman dan humanis dengan menggunakan implikatur

percakapan. Kondisi tersebut diperlukan terutama oleh penutur yang

sedang diinterogasi di kepolisian. Implikatur percakapan mempermudah

proses interogasi apabila terinterogasi diam, berbohong, atau berbelit-

belit. Bahasa adalah elemen yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, bahasa juga

mengalami perubahan dan perkembangan. Perkembangan bahasa

dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif.

Pengembangan bahasa dengan menggunakan pendekatan

deskriptif adalah pengembangan bahasa menurut bahasa yang ada

pada suatu waktu tertentu. Bahasa berkembang sesuai dengan

penggunaannya oleh masyarakat bahasa di lapangan. Pengembangan

Page 17: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

17

bahasa dengan pendekatan deskriptif ini akan menambah

keberagaman dan kekayaan suatu bahasa. Namun, segi negatifnya

adalah pengembangan bahasa dengan menggunakan pendekatan

deskriptif ini sering kali digambarkan berupa dugaan-dugaan karena

linguistik preskriptif mengalami kesulitan untuk memberikan gambaran

yang sebenar-benarnya mengenai suatu bahasa.

Manusia hakikatnya merupakan makhluk sosial yang tentukan

menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Sebagai makhuk

sosial, manusia membutuhkan komunikasi untuk berinteraksi dengan

orang lain. Komunikasi merupakan sarana pertukaran informasi antar

manusia. Dalam berkomunikasi yang baik memerlukan metode

komunikasi yang tepat agar lawan tutur mampu memahami maksud

dari tuturan yang disampaikan.

Seorang penutur dalam melakukan komunikasi atau pertuturan

hendaknya memenuhi kaidah-kaidah dalam percakapan, agar maksud

dari tuturan tersebut mudah dipahami oleh mitra tutur atau pendengar,

tetapi dalam keadaan sengaja atau tidak sengaja kadang mereka

melanggar kaidah-kaidah tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya

sesuatu yang terimplikasi atau sesuatu yang implisit dalam penggunaan

bahasa. (Yulianti, Yessinta & Utomo, 2020)

Sesuatu yang terimplikasi atau makna implisit dalam penggunaan

bahasa disebut dengan implikatur percakapan. Implikatur percakapan

merupakan salah satu kajian ilmu pragmatik yang menganalisis maksud

Page 18: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

18

implisit dari sebuah tuturan. Menurut Mey (1994: 99) implikatur

merupakan sesuatu yang terimplikasi di dalam suatu percakapan, yaitu

sesuatu yang dibiarkan implisit di dalam penggunaan bahasa secara

aktual. Implikatur merupakan proses interpretasi makna berdasarkan

situasi dan konteks. Dengan menggunakan teori implikatur, kita dapat

memahami makna yang tersirat dalam tuturan penutur tersebut.

(Nugraheni, 2010)

Pragmatik adalah suatu kajian bahasa yang memiliki hubungan

dengan konteks atau entitas bahasa. Dalam penelitian ini

menggunakan teori Leech dengan prinsip kerja sama Grice. Dalam

teori Grice menjelaskan bahwa dalam proses percakapan harus

mematuhi prinsip-prinsip kerja sama baik penutur maupun lawan tutur.

Terdapat empat klasifikasi untuk mematuhi prinsip kerja sama tersebut

yaitu maxim of quantity, maxim of quality, maxim of relevance, dan

maxim off manner (Nugroho, 2018). Dari empat maksim tersebut

digunakan untuk mengklasifikasikan data tentang jenis dan cara tindak

tutur siswa yang melanggar peraturan sekolah (Karmila Indah Hasin,

2013).

Pematuhan prinsip kerja sama merupakan lawan dari pelanggaran

prinsip kerja sama. Pematuhan prinsip kerja sama dalam percakapan

merupakan bentuk interaksi yang banyak dilakukan untuk efektifitas

dalam komunikasi. Dalam pematuhan prinsip kerja sama antara

penutur dan mitra tutur dibutuhkan adanya kerja sama dalam pertuturan

Page 19: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

19

yang sifatnya kooperatif. Sebuah komunikasi dikatakan berhasil jika

penutur dan mitra tutur melaksanakan prinsip kerja sama. Namun,

seringkali maksim kerja sama mulai dilanggar untuk hal tertentu yaitu

pada saat penutur sengaja menggunakan implikasi dalam

berkomunikasi.

Implikatur percakapan dalam proses interogasi siswa yang

melanggar aturan sekolah merupakan kajian baru sehingga belum

mendapatkan perhatian khusus sebagai bidang kajian memadai.

Selanjutnya, perilaku siswa atau guru yang melanggar empat pokok

percakapan dalam proses interogasi juga patut untuk diteliti dan

dipelajari. Melanggar satu atau empat kriteria dalam percakapan dapat

menimbulkan kesan yang tidak biasa. Perbedaan ini diwujudkan dalam

situasi di mana informasi yang diberikan oleh siswa pelanggar tidak

relevan, berlebihan, atau bahkan membingungkan. Mengapa siswa

melanggar pedoman tertentu? Untuk mengetahui alasan atau niat

melanggar pedoman percakapan, sangat menarik untuk dilakukan

penelitian mendalam dengan menggunakan penelitian bahasa

deskriptif.

Terdapat penelitian yang relevan dalam penelitian ini, salah

satunya adalah Munirah (2020) mengungkapkan bahwa Penggunaan

implikatur percakapan yang digunakan oleh penyidik dalam melakukan

investigasi merupakan salah satu bentuk implikatur percakapan umum

dimana penyidik dan tersangka memiliki pengetahuan yang sama

Page 20: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

20

tentang konteks yang dibahas. Oleh karena itu, esensi dari sebuah

penyelidikan yaitu peristiwa yang berorientasi pada tujuan dapat

berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh penyidik. Dalam

fungsinya penggunaan implikatur digunakan penyidik untuk

menunjukkan wajah yang positif atau membangun citra yang ramah di

hadapan tersangka. Ini juga menjadi media dalam menyampaikan

maksud tertentu secara halus. (Munirah & Apriyanto, 2020)

Hubungan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah sama-sama mengkaji tentang kajian

implikatur percakapan dalam proses interogasi. Hanya saja yang

membedakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

deskriptif karena sebagai besar penelitian sebelumnya menggunakan

pendekatan linguistik forensik.

Oleh karena itu, berdasarkan paparan latar belakang di atas

penulis mengangkat judul tentang Kajian Implikatur Percakapan

antara Guru dan Siswa Pondok Pesantren Modern Babussa’adah

Bajo Kabupaten Luwu dengan Pendekatan Linguistik Deskriptif.

Uniknya dalam penelitian ini adalah apa yang dikatakan penutur itu

berbeda dengan apa yang dimaksudkan sebenarnya, untuk

mengetahui maksud yang tersembunyi dalam tuturan tersebut perlu

adanya konteks dengan kesamaan pengetahuan tentang apa yang

dipertuturkan.

B. Rumusan Masalah

Page 21: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

21

Berdasarkan latar belakang di atas , maka permasalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implikatur percakapan antara siswa dan guru ketika

saat proses interogasi berdasarkan prinsip kerja sama Grice?

2. Bagaimanakah tindak tutur dan peristiwa tutur pada bahasa

interogasi ditinjau dari perspektif linguistik deskriptif?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini

sebagai berikut:

1. Menganalisis implikatur percakapan antara siswa dan guru ketika

saat proses interogasi berdasarkan prinsip kerja sama Grice.

2. Menganalisis tindak tutur dan peristiwa tutur pada bahasa

interogasi ditinjau dari persfektif linguistik deskripsi.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi yang lebih rinci dan mendalam tentang Kajian

Implikatur Percakapan antara Guru dan Siswa dengan

Pendekatan Linguistik Deskriptif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti

Page 22: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

22

Hasil penelitian ini adalah jawaban dari masalah yang

dirumuskan. Dengan selesaianya peneliti ini diharapkan

menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif

menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan

pendidikan. Penelitian implikatur dan pendekatan linguistik

deskriptif dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan

bacaan perbandingan penelitian yang sebelumnya.

b. Bagi guru dan dosen

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi guru

dan dosen tentang menggunakan bahasa yang sesuai

dalam proses percakapan dalam ilmpikatur percakapan.

c. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini dapat lebih memahami isi

implikatur dan linguistik forensik serta memetik makna yang

terkandung dalam penelitian ini. Selain itu, diharapkan

pembaca semakin jeli dalam memilih bahan bacaan dengan

memilih sebuah objek yang sarat akan makna pendidikan

yang bermoral dengan menelaah dari dari unsur keunikan

sekaligus sarana pembinaan kepribadia.

Page 23: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Munirah dan Sigit Apriyanto

mengemukakan tentang pakar linguistik forensik mencari kesulitan melalui

tuturan dari penutur dalam struktur gaya bahasa, fonetik forensik, dan

dialektologi sambil menulis dalam bentuk sidik jari dan analis hingga

mengkategorikan isi tulisannya. Kajian ini mencakup perhatian pada

kriteria yang digunakan untuk memutuskan seseorang dapat dikenal

sebagai saksi ahli bahasa, etika seorang saksi bahasa, kriteria yang dapat

digunakan untuk mengukur tingkat bukti ilmiah yang disajikan oleh saksi

linguistik, cara saksi ahli bahasa dalam menemukan bukti kebahasaan,

dan cara ahli bahasa dalam menggambarkan implikatur percakapan

dalam interogasi polisi. (Munirah & Apriyanto, 2020)

Data yang diperoleh dari artikel penelitian, buku, dan jurnal

dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Dalam studi

ini, Hal-hal yang berkaitan dengan peran forensik linguistik akan disajikan

dalam proses interogasi, bahasa hukum, dan posisi linguistik forensik itu

sendiri. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan

digunakan oleh polisi dalam proses interogasi dalam menghadapi

tersangka pada titik temu, membuat tersangka konsisten tanpa merasa

tertekan, dan membantu tersangka dalam menggambarkan kasusnya.

Page 24: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

24

Eko Kuntaro dan Abdoel Gafar mengemukakan dalam

penelitiannya bahwa kesantunan berbahasa memiliki objek kajian yang

sangat luas sehingga jika dikolaborasikan dengan penggunaan bahasa

Indonesia dalam situasi ilmiah tentu dapat dideskripsikan lebih dalam lagi.

Olehnya itu, dengan hadirnya keharmonisan suatu bahasa sebagai tolok

ukur kesantunan berbahasa di ranah sosial mampu terwujud dan akan

sangat berdampak pada keharmonisan dalam bersosialisasi dalam

kehidupan (Bashori, 2018).

Dalam dunia Pendidikan tentu guru bahasa Indonesia tuntut untuk

menghasilkan bahan ajar yang inovatif dan bervariasi. Termasuk dalam

pemakaian redaksi bahasa yang masuk dalam ranah empat keterampilan

berbahasa. Bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang santun. Hal ini

perlu digaris bawahi bahwa kesantunan berbahasa sangat penting karena

salah satu sarana untuk mengembangkan keterampilan berbicara maupun

aspek keterampilan yang lain agar membentuk generasi yang baik.

Kesantunan berbahasa merupakan salah satu alternatif yang

dimanfaatkan oleh guru Bahasa Indonesia untuk bahan pengajaran

bahasa Indonesia, khususnya untuk aspek keterampilan berbicara. Dalam

penelitian ini, dengan kesantunan berbahasa mampu mewujudkan strategi

untuk menciptakan keberlangsungan komunikasi yang harmonis. Hal-hal

negatif yang dimungkinkan timbul dari komunikasi ini setidaknya dapat

dihindari berkat sikap berbahasa santun yang diwujudkan peserta tutur

yang terlibat.

Page 25: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

25

Penelitian yang dilakukan oleh Aceng Ruhendi Saifullah (2009)

mengemukakan tentang analisis linguistik forensik pada delik aduan kasus

penghinaan dan pencemaran nama baik, yaitu merupakan studi kasus

pada tindak tutur yang berdampak hukum. Data dalam penelitian tersebut

diperoleh dari dokumen delik aduan di kantor pengacara. Hasil penelitian

dapat digunakan oleh saksi ahli bidang bahasa agar menjadi saksi ahli

yang profesional dalam persidangan di pengadilan. (L. Hartini et al., 2020)

Penelitian oleh Sri Waljinah dan Harun Joko Prayitno (2012)

mengemukakan tentang deskripsi bentuk dan pola bahasa interogasi,

identifikasi tindak tutur dan peristiwa tutur berdasarkan analisis linguistik

forensik, dan merumuskan kaidah dan proses interogasi untuk

menghindari kekerasan dalam proses interogasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kerja sama dan harmoni timbal balik dengan

menggunakan bentuk verbal merupakan penanda bagi pihak terinterogasi

merasa dihargai. Tindak tutur dengan memanfaatkan prinsip percakapan

pragmatik menghasilkan pola bahasa interogasi yang dapat dipakai untuk

memperoleh informasi dari terinterogasi tanpa tekanan dan paksaan

(Karmila Indah Hasin, 2013).

Penelitian serupa dilakukan oleh Sri Waljinah dari Prodi

Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta yang berjudul Linguistik Forensik

Interogasi: Kajian Implikatur Percakapan dari Perspektif Makna Simbolik

Bahasa Hukum. Penelitian tersebut menganalisis percakapan dalam

interogasi dengan objek kajian linguistik forensik untuk membuktikan

Page 26: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

26

tentang analisis kaidah wacana dengan pendekatan pragmatik. Dengan

hadirnya implikatur percakapan dapat mengungkapkan makna bahasa

hukum dalam tindak tutur. Untuk mewujudkan situasi yang baik dan

nyaman serta menciptakan suasana yang kondusif dalam proses

interogasi harus memerhatikan bahasa non verbal dan verbal (Karmila

Indah Hasin, 2013).

Implikatur percakapan dalam pelanggar aturan sekolah merupakan

hal relatif baru karena belum memerhatikan aspek kajian yang memadai.

Selain itu, pelanggaran maksim dalam percakapan sangat menarik untuk

dikembangkan dalam penelitian. Pelanggaran yang dilakukan siswa

mengenai pelanggaran maksim tentu menimbulkan kesan yang menarik

dan tidak biasa. Kesan tersebut seakan-akan memberikan informasi

secara berlebihan dan tidak relevan dengan kenyataan.Tentu

menimbulkan pertanyaan, mengapa siswa yang melanggar aturan sekolah

melakukan pelanggaran terhadap maksim tertentu?. Oleh sebab itu, yang

akan diteliti secara lebih lanjut menggunakan kajian linguistik deskriptif

agar mengetahui alasan atau maksud dari pelanggaran terhadap maksim

percakapan tersebut.

Terdapat tiga hal yang menarik dan disimpulkan dari penelitian di

atas. Pertama, dalam proses percakapan terjadi sebuah komunikasi

timbal balik yang lancar sehingga menjalin kerja sama yang membuat

mitra tutur merasa dihargai. Kedua, tindak tutur dan peristiwa tutur

menekankan untuk memperoleh informasi yang benar sehingga

menimbulkan dampak salah persepsi. Oleh karena itu, menimbulkan

Page 27: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

27

kesan mitra tutur untuk menutupi kesalahan yang diperbuat agar

menghindari percakapan selanjutnya. Ketiga, struktur bahasa percakapan

yang digunakan oleh guru BK (Bimbingan dan Konseling) menggunakan

prinsip-prinsip dalam teori pragmatik sehingga menghasilkan informasi

tanpa paksaan dan tekanan.

B. Kajian Teori

1. Pragmatik

Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof kenamaan

Charles Morris (1938). Filosof ini memang memiliki perhatian besar

terhadap ilmu yang mempelajari sistem tanda (semiotik). Pragmatik

merujuk ke telaah makna dalam interaksi yang mencakup makna si

pembicara dan konteks-konteks di mana ujaran yang dikeluarkan.

Komunikasi non verbal pada anak sebelum mengeluarkan bentuk yang

bermakna sebenarnya merupakan kemampuan pragmatik anak. Mereka

mengatakan anak sebanarnya sudah tahu mengenai esensi penggunaan

bahasa pada waktu anak berumur beberapa minggu. Janin pun

sebenarnaya telah terekspos pada bahasa manusia melelui lingkungan

intrauterin. Hal ini kemudian tampak dari kesukaan dari suara ibunya dari

pada suara orang lain. Perbedaan antara orang dewasa dengan bayi

hanyalah bayi menaggapi ujaran orang dewasa tidak secara verbal.

Senyum, tawa, tangis, dan teriakan kecil semua merupakan piranti

pragmatik anak. (Yuniarti, 2014)

Wijana (1996) dalam bukunya Dasar-Dasar Pragmatik

mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang

Page 28: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

28

mempelajari struktur bahasa secara eksternal yakni bagaimana satuan

kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji

dalam pragmatik adalah makna yang terikat konteks atau dengan kata lain

mengkaji maksud penutur. (Yuniarti, 2014)

Leech (1993:2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam

bidang linguistik yang memiliki kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini

disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari

pragmatik dan komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik

sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Pragmatik dibedakan

menjadi dua:

a) Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan

menjadi dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan

pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa.

b) Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.

Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses

komunikatif. Dalam kajian pragmatik ada empat unsur pokok, yaitu

hubungan antarperan , latar peristiwa, topik dan medium yang

digunakan. Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan

bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian

bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu

tindak komunikatif (Yuniarti, 2014).

a. Implikatur

Hadirnya implikatur dalam studi kebahasan memiliki daya tarik

tersendiri. Implikatur merupakan studi kebahasaan yang sangat

Page 29: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

29

penting dalam objek kajian pragmatik (Wijana dan Rohmadi, 2011).

Yule (2006) mengemukakan bahwa implikatur adalah contoh

mengenai suatu ujaran memiliki makna atau maksud yang di

dalamnya mengandung banyak informasi tetapi tidak dinyatakan

secara lansung. Artinya, dari banyaknya informasi yang disampaikan

daripada yang diujarkan (Sulistyowati, 2013).

Grice menjelaskan bahwa implikatur merupakan teori

bagaimana makna yang mungkin tersirat dibandingkan dengan

tersurat. Artinya bahwa makna dalam implikatur bukan dilihat dari

makna yang tertulis atau makna yang sebenarnya, melainkan makna

dari persepsi para pendengarnya. Oleh karena itu, dengan

memahami tersebut kita dapat beralih ke eksplorasi yaitu prinsip-

prinsip yang telah diusulkan sebagai perintah menjalankan implikatur

dalam percakapan.

Dalam teori implikatur percakapan Grice, gagasan yang

maknanya berdasarkan keinginan si penutur paling jelas terungkap.

Artinya, ketika seseorang mengatakan sesuatu, bukan berarti dia

mengatakan makna sesungguhnya . Makna penutur berbeda dari

makna semantik. misalnya, makna semantik "Ada beruang

menyelinap di belakang Anda!" tidak menjelaskan dan

mendeskripsikan konsep peringatan; itu hanya melaporkan fakta

atau kejadian sebenarnya. Akan tetapi, hal tersebut sangat mungkin

seperti peringatan dari apa yang si penutur maksudkan. Konsep

implikatur Grice memunculkan sifat implikatur dan jenis implikatur

Page 30: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

30

(Wahyuningsih & Rafli, 2017). Selanjutnya, pandangan

Djajasudarma mengenai implikatur adalah makna tambahan tersirat

dan harus dipertahankan apabila prinsip kerja sama dapat

dilaksanakan (Tokuasa, 2015).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa implikatur

merupakan makna yang tersirat dari ujaran melalui ujaran sebuah

kalimat dalam suatu konteks meskipun makna itu bukan merupakan

suatu bagian atau pemenuhan dari apa yang dituturkan. Implikatur

juga merupakan bagian dari informasi yang disampaikan dan tidak

dikatakan, penutur dapat selalu memungkiri bahwa mereka

bermaksud untuk menyampaikan tujuan.

Rohmadi (2010:60) menyatakan implikatur dibedakan menjadi

dua, yaitu implikatur konvensional dan non konvensional (Rini

Wulandari, Kundharu Saddhono, 2014).

1) Implikatur Konvensional

Implikatur konvensional adalah suatu makna ujaran yang

secara konvensi atau lebih umumnya diterima oleh masyarakat

berdasarkan konvensi yang telah ada. Contohnya:

“Sebagai orang Jawa tentunya ia akan bertindak dengan sopan, penuh pengertian, dan tidak suka menonjolkan diri”

Implikatur konvensional pada contoh di atas sering disebut

dengan prinsip kerja sama dan pada prakteknya prinsip ini

berpegang pada empat maksim yang dikemukakan Grice,

yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi,

dan maksim pelaksanaan atau cara.

Page 31: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

31

2) Implikatur Non Konvensional

Implikatur non konvensional adalah suatu bentuk ujuran

menyiratkan makna bahasa yang berbeda dengan makna

sebenarnya. Sebagai contoh, seorang ibu yang menyuruh anak

gadisnya untuk membuatkan minum ayahnya cukup

diimplikasikan sebagai berikut:

+ Yul, air yang direbus di dapur sudah mendidih.

- Ya bu, Bapak kopi atau susu?

Dari ilustrasi di atas informasi yang diberikan ibu kepada

anaknya sekaligus menyiratkan perintah untuk membuatkan

ayahnya minum, dan anak tersebut dapat mengerti maksud yang

disampaikan oleh ibunya. Menurut Levinson (1983) keberadaan

implikatur dalam suatu percakapan (wacana dialog) diperlukan

antara lain untuk:

a) Memberi penjelasan fungsional atau fakta-fakta

kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori

linguistik struktural.

b) Menjembatani proses komunikasi antar penutur.

c) Memberi penjelasan yang tegas dan eksplisit tentang

bagaimana kemungkinan pemakai bahasa dapat

menangkap pesan, walaupun hal yang diucapkan secara

lahiriah berbeda dengan hal yang dimaksud.

d) Dapat menyederhanakan pemerian semantik dari

perbedaan hubungan antarklausa, meskipun klausa-

Page 32: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

32

klausa itu dihubungkan dengan kata dan struktur yang

sama.

e) Dapat menerangkan berbagai macam fakta dan gejala

kebahasaan yang secara lahiriah tidak berkaitan.

3) Implikatur Percakapan

Hakikat implikatur percakapan adalah merupakan

objek yang sangat penting dalam pragmatik. Esensi dari

implikatur percakapan merujuk pada maksud dari suatu

ujaran atau tuturan yang disampaikan. Rohmadi

menyatakan bahwa implikatur percakapan dapat

diklasifikasikan berdasarkan apa yang diujarkan dengan

implikasi dari ujuran tersebut (Rini Wulandari, Kundharu

Saddhono, 2014).

Implikatur percakapan juga merupakan suatu bagian

dari sebuah tuturan karena lebih mengacu kepada jenis

―kesepatakan bersama‖ antara penutur dan mitra turur.

Kesepatakan yang dimaksud adalah topik pembicaraan

harus saling berkaitan dan berhubungan. Rahardi (2008)

menyatakan bahwa suatu bahasa pada hakikatnya

merupakan esensi dari pengetahuan yang dipahami oleh

penutur dan mitra tutur. Hubungan tersebut atau

keterkaitannya tidak terdapat pada masing-masing ujuran.

Artinya, ujuran tersebut tidak diungkapkan secara harfiah,

tetapi berdasarkan pengetahuan atau kebiasan yang sudah

Page 33: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

33

dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Oleh karena itu,

implikatur percakapan dapat dimengerti dan dipahami hanya

masing-masing dari penutur dan mitra turur baik makna

maupun maksud dari ujuran yang disampaikan (Bashori,

2018).

Dalam makna percakapan, mungkin ada makna

pragmatis atau sosial dan budaya. Dengan kata lain, dalam

sebuah percakapan, mungkin ada makna praktis dan sosial

dan budaya. Hal ini dikarenakan ekspresi bahasa tidak

terlepas dari konteks sosial budaya penggunaan bahasa itu

sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa makna percakapan

merupakan salah satu gagasan terpenting dalam pragmatik.

Sesingkat apapun sebuah percakapan, jika ada mekanisme

pemahaman lain yang melampaui makna literal, ia dapat

memahami maksud tersirat pembicara. Oleh karena itu,

makna percakapan adalah banyak bentuk tutur, dan

perwujudannya didasarkan pada bentuk bahasa atau makna

di luar konteks tutur, seperti penutur, mitra tutur, konteks,

waktu dan tempat tutur, atau bentuk tutur. biasa disebut

konteks (Bashori, 2018).

Konsep umum makna percakapan adalah sebagai

berikut: (1) Memberikan penjelasan fungsional dari fakta

linguistik yang tidak tercakup oleh teori bahasa struktural; (2)

Memberikan penjelasan yang tegas dan jelas tentang

Page 34: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

34

bagaimana pengguna bahasa dapat menangkap informasi,

bahkan jika konten diucapkan. berbeda dari makna aslinya

Berbeda untuk menyederhanakan deskripsi semantik

tentang perbedaan hubungan antar klausa meskipun klausa-

klausa itu dihubungkan dengan kata dan struktur yang sama;

dan (3) menerangkan berbagai macam fakta dan gejala

kebahasaan yang secara tidak berkaitan. (Bashori, 2018)

Levinson menyatakan empat ciri utama makna

percakapan, yaitu: (1) cancellability, artinya jika dapat

dicegah dengan menambahkan beberapa premis/alasan

tambahan pada premis asal, tidak dapat ditarik kesimpulan;

(2) non-detachability, implikasi. tergantung pada isi semantik

dari apa yang dikatakan, daripada bentuk bahasa, sehingga

implikasi tidak dapat dipisahkan dari wacana; (3)

calculability, yang merupakan saran untuk setiap

kemungkinan yang diduga untuk membangun argumen,

menunjukkan makna literal dari wacana tersebut dipadukan

dengan prinsip kerjasama dan maksimnya; (4) non-

conventionality, artinya mengetahui makna literal dan dapat

memprediksi makna dalam konteksnya, dan makna tidak

dapat menjadi bagian dari makna (Nugroho, 2007).

Menurut Grice, makna percakapan dibagi menjadi tiga

jenis, yaitu: makna konvensional, praanggapan, dan

implikatur non konvensional. Konvensi lebih banyak tentang

Page 35: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

35

arti kata yang disepakati, dan arti percakapan ditentukan

oleh arti kata yang digunakan. Makna prasetel mengacu

pada pengetahuan yang dibagikan antara pembicara dan

mitra bicara. Makna non konvensional berarti maknanya

lebih didasarkan pada konteks yang melingkupi percakapan

(Nugroho, 2007).

Grice (1975) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip

kerja sama, seorang pembicara harus mematuhi empat

maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh

peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual

maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya

proses komunikasi. Kaidah percakapan yang dikemukakan

oleh Grice sebagai berikut :

a) Cooperative principle (prinsip kooperatif).

Di dalam percakapan, sumbangkanlah yang diperlukan,

pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang

tujuan dari percakapan itu.

b) Empat maxim of conversation ( empat maksim

percakapan)

1) Maksim kuantitas (maxim of quantity)

Dalam percakapan, berusaha menyatakan sesuatu

yang benar. Maksim Kuantitas menghendaki setiap

peserta pertuturan memberikan kontribusi yang

secukupnya yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya

Page 36: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

36

dengan singkat, jelas dan tidak menyimpang dari nilai

kebenarannya. Apabila tuturan itu tidak mengandung

informasi yang sungguh-sungguh diperlukan oleh

mitra tutur atau mengandung informasi yang

berlebihan, maka dikatakan telah melanggar maksim

kuantitas.

Adapun rumusan yang menyatakan maksim kuantitas

sebagai berikut. ―Berikan jumlah informasi yang tepat

dengan memberikan informasi seinformatif yang

dibutuhkan serta jangan melebihi yang dibutuhkan‖.

2) Maksim kualitas (maxim of quality)

Berilah keterangan secukupnya dan jangan

mengatakan sesuatu yang tidak diperlukan. Maksim

kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan

mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta

percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti

yang memadai dengan kata lain dapat menyampaikan

sesuatu yang bersifat nyata dan faktual, penutur

diharapkan mampu untuk menguraikan informasi

dengan benar dan tidak mengatakan suatu yang

diyakini bahwa tidak benar serta tidak mengatakan

suatu buktibukti yang kebenarannya kurang

meyakinkan. Suatu proses komunikasi dikatakan

berhasil apabila antara Pn dan Pt bertutur dengan

Page 37: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

37

menggunakan maksim kualitas yang berpegang pada

bukti yang nyata dan jelas dalam bertutur.

3) Maksim relevan (maxim of relevance)

Katakanlah apa yang berguna atau relevan. Artinya,

pada maksim ini mengharuskan setiap peserta

percakapan memberikan kontribusi yang relevan

dengan masalah pembicaraan. Agar terjalin hubungan

kerja sama yang baik antara Pn dan Pt. Jika kontribusi

yang diberikan oleh penutur atau petutur tidak relevan

dengan apa yang dituturkan, maka tuturan tersebut

dianggap melanggar maksim relevansi.

4) Maksim cara berbicara (maxim of manner)

Maksim cara pada prinsip kerja sama ini menyatakan

bahwa peserta tutur harus memberikan informasi

kepada lawan tutur secara langsung, jelas, tidak

berlebih-lebihan, runtut serta tidak kabur. Dengan kata

lain, tuturan yang diberikan mudah dimengerti dengan

menghindari pernyataan-pernyataan yang samar,

taksa, serta ringkas, dan berbicara secara teratur

dengan tujuan agar penutur bertutur secara langsung

dan jelas. Jika penutur bertutur secara tidak jelas,

maka tuturan tersebut telah melanggar maksim cara

dalam prinsip kerja sama Grice. (Nugroho, 2007)

Page 38: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

38

Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah

bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaranya

mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Jika terdapat

tanda-tanda bahwa satu maksim dilanggar, maka kita harus

memutuskan bahwa ada sesuatu di balik apa yang

dikatakan. Dapat disimpulkan bahwa, penuturlah yang

menyampaikan makna lewat implikatur, dan pendengarlah

yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat

infensi itu (Nur, 2019).

Selanjutnya, Mikhail Bakhtin dalam bukunya yang

berjudul ―The Dialogic Imagination” menyatakan wacana

humor adalah suatu bentuk representasi yang lebih

menonjolkan aspek distorsi dan plesetan makna. Maksudnya

adalah wacana humor merupakan wujud atau bentuk

percakapan yang hanya bersifat imajinasi (bukan realita) dan

banyak menyiratkan pergeseran dari makna yang

sebenarnya untuk menghasilkan sesuatu apa yang

dikatakan lelucon.

Pelanggaran terhadap maksim percakapan akan

menimbulkan kesan yang janggal. Kejanggalan itu dapat

terjadi jika informasi yang diberikan berlebihan, tidak benar,

tidak relevan, atau berbelit-belit. Kejanggalan inilah yang

biasanya dimanfaatkan di dalam humor.

Page 39: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

39

4) Tindak Tutur

Pandangan John Austin tentang bahasa memiliki

pengaruh besar pada filsafat dan linguistik. Sebagai bagian

dari gerakan bahasa filosofis yang dulu populer, pandangan-

pandangan ini telah mencapai posisi yang menonjol dalam

filsafat. Pada tahun-tahun berikutnya, pandangan ini secara

aktif diadopsi dan dikembangkan oleh ahli bahasa, banyak

dari mereka menjadi semakin cemas tentang linguistik

Chomsky. Austin adalah orang pertama yang

mengungkapkan pandangan bahwa bahasa dapat

melakukan tindakan melalui perbedaan antara pidato

konstatif dan performatif. Kalimat deklaratif menggambarkan

atau melaporkan peristiwa dan situasi di dunia. Oleh karena

itu, ucapan konstan dapat dikatakan benar atau salah

(Hasanah, 2020).

Rohmadi (2010) Tindak tutur merupakan gejala

psikologis individu, dan kelangsungannya tergantung pada

kemampuan bahasa penutur untuk menghadapi situasi

tertentu. Menurut Chaer (2010), tindak tutur yang dilakukan

dalam bentuk kalimat performatif dinyatakan dalam tiga

tindak yang berbeda, yaitu:

Page 40: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

40

a) Tindak Tutur Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan

sesuatu sebagaimana adanya atau The act of Saying

Something tindakan untuk mengatakan sesuatu.

b) Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi selain menyatakan sesuatu juga

menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Oleh karena

itu, tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of Doing

Something (tindakan melakukan sesuatu).

c) Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang

mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur

atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka tindak

tutur perlokusi sering disebut sebagai The act of

Affective Someone (tindak yang memberi efek pada

orang lain).

Apabila ada hubungan langsung antara struktur dan

fungsi, maka terjadilah tindak tutur langsung. Jika

terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan

fungsi, maka terjadilah tindak tutur tidak langsung. Oleh

karena itu, bentuk pernyataan yang digunakan untuk

membuat pernyataan disebut tindak tutur langsung, dan

bentuk pernyataan yang digunakan untuk meminta

Page 41: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

41

disebut tindak tutur tidak langsung (Budiman, Arif Shige,

2016)

Ismari (1995) mengklasifikasikan tindak tutur

berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara ke

dalam 5 kelompok besar, yaitu :

a) Representatif : Tindak tutur ini mempunyai fungsi

memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Tindak

tutur ini mencakup mempertahankan,, meminta,

mengatakan, menyatakan dan melaporkan.

b) Komisif : Tindak tutur ini menyatakan bahwa penutur

akan melakukan sesuatu misalnya, janji dan ancaman.

c) Direktif : Tindak tutur ini berfungsi untuk membuat

penutur melakukan sesuatu seperti saran, permintaan,

dan perintah.

d) Ekspresif : Tindak tutur ini berfungsi mengekspresikan

perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan,

misalnya permintaan maaf, penyesalan dan ungkapan

terimakasih.

e) Deklaratif : Tindak tutur ini menggambarkan perubahan

dalam suatu keadaan hubungan misalnya ketika kita

mengundurkan diri dengan mengatakan ‗Anda dipecat‘,

atau menikahi seseorang dengan mengatakan ‗Saya

bersedia‘ (Novita Carolina, 2015).

Page 42: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

42

5) Kesantunan

Teori kesantunan berbahasa itu berkisar atas nosi muka

(face). Semua orang yang rasional punya muka (dalam arti

kiasan tentunya); dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dan

sebagainya. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Indonesia

seperti kehilangan muka, menyelamatkan muka, dan mukanya

jatuh, mungkin lebih bisa menjelaskan konsep muka dalam

kesantunan berbahasa. Muka ini harus dijaga, tidak boleh

direndahkan orang lain (Masitoh, 2020).

Chaer (2010) kesantunan adalah properti yang

diasosiasikan dengan tuturan dan dalam hal ini menurut

pendapat si lawan tutur, bahwa si penutur tidak melampaui

hak-haknya atau tidak mengingkari dalam memenuhi

kewajibannya. Penghormatan adalah bagian dari aktivitas

yang berfungsi sebagai sarana simbolis untuk menyatakan

penghargaan secara regular. Jadi, berdasarkan kedua

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesantunan adalah

suatu tindakan untuk menghormati mitra tutur dengan cara

tidak melampaui hak-hak dan tidak mengingkari pemenuhan

kewajiban (H. I. Hartini et al., 2017).

Kesantunan berbahasa juga diajarkan oleh Rasulullah

shallallahu ‗alaihi wa sallam sungguh sangat sempurna

keluhurannya. Pembantu rumah tangga pun harus

diperlakukan dengan santun. Berkenaan dengan itu, umat

Page 43: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

43

Islam harus menjadikannya sebagai rujukan akhlak

berkomunikasi, baik ketika berkomunikasi bersemuka maupun

berkomunikasi tak bersemuka. Berbeda halnya kesantunan

berbahasa menurut kaidah pragmatik. Menurut kaidah

pragmatik, orang yang berstatus sosial rendahlah yang harus

santun berbahasa kepada orang yang berstatus tinggi.

Umat Islam harus mencontoh Rasulullah shallallahu ‗alaihi

wa sallam dalam pengamalan kesantunan berbahasa.

Bukankah apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Rasulullah

shallallahu ‗alaihi wa sallam bersandarkan wahyu

sebagaimana firman Allah dalam surat an-Najm (53) :3-4

نْطِقُ عَنِ الْهَوَىوَمَا يَ

“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya (An-Najm: 3)‖ Yakni apa yang diucapkannya itu bukanlah keluar dari hawa

nafsunya dan bukan pula karena dilatarbelakangi tujuan.

إنِْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يوُحَى

“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm: 4)‖ Yaitu sesungguhnya yang diucapkannya itu hanyalah semata-

mata berdasarkan wahyu yang diperintahkan kepadanya

untuk ia sampaikan kepada manusia dengan sempurna dan

apa adanya tanpa penambahan atau pengurangan.

Page 44: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

44

2. Linguistik Deskriptif

a. Konsep Linguistik Deskriptif

Tidak dapat disangkal bahwa bahasa sebagai sarana

komunikasi manusia bersifat dinamis, selaras dengan dinamika

yang dialami oleh penuturnya. Dapatlah dipastikan bahwa bahasa

yang hidup dalam satu kurun waktu tertentu berkemungkinan

memiliki ciri-ciri struktural, bahkan kosa kata, yang tidak lagi persis

sama dengan keadaan bahasa itu pada kurun waktu yang lain,

meskipun perbedaan tersebut selalu tidak tajam. Bahasa-bahasa

mengalami evolusi mengikuti perkembangan masyarakat

pendukungnya.

Kemungkinan berevolusinya bahasa ini membawa pengaruh

terhadap kajian atau studi linguistik. Sekurang-kurangnya, ada

dua macam studi linguistik yang muncul untuk merespons

keadaan ini. Pertama, studi linguistik yang hanya memusatkan

perhatian kepada objek bahasa yang ril, yang hidup dan

digunakan penuturnya pada kurun waktu tertentu. Kedua, studi

linguistik yang memusatkan perhatian kepada objek fase evolusi

bahasa. Studi linguistik yang pertama mendorong munculnya

aliran linguistik deskriptif dalam pengkajian bahasa, sedangkan

studi linguistik yang kedua mendorong munculnya aliran linguistik

komparatif.

Linguistik deskriptif lahir pada pengujung abad XIX di

Amerika dengan tokoh utamanya Franz Boas. Ide aliran linguistik

Page 45: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

45

ini muncul karena Boas dan rekan-rekannya berhadapan dengan

masalah-masalah praktis untuk menghasilkan bentuk atau struktur

yang ada dalam berbagai bahasa yang diucapkan penuturnya.

Aliran linguistik deskriptif bertujuan merumuskan teori linguistik

yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-

bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Karena itulah,

linguistik deskriptif berhubungan dengan pemerian dan analisis

tentang cara-cara bahasa beroperasi dan digunakan oleh

kelompok penutur tertentu pada waktu tertentu.

Studi deskriptif ini tidak memuat acuan banding kepada

pemerian bahasa pada periode sebelumnya. Tidak pula memuat

studi acuan kepada bahasa lain pada periode yang sama.

Menurut Sudaryanto (1988: 62), istilah deskriptif menyarankan

bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada

fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris

hidup di tengah-tengah kehidupan para penuturnya sehingga yang

dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa

dikatakan atau digunakan. Bahwa perian yang deskriptif itu tidak

mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh

penutur, hal itu memang merupakan cirinya yang pertama dan

terutama. Berikut adalah ide-ide Boas tentang ciri struktural suatu

bahasa :

1) Kategori gramatikal (Setiap bahasa memiliki sistem gramatikal

dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan

Page 46: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

46

sesuai dengan kebutuhan makna. Karena itu, unit dasar

bahasa adalah kalimat).

2) Pronomina kata ganti (Tidak ada orang pertama jamak karena

kata ganti itu tidak tetap)

3) Verba memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata

pada berbagai bahasa (Malini & Tan, 2016).

Pendekatan deskriptif adalah sebuah pendekatan yang

mencoba untuk menjelaskan penggunaan bahasa secara aktual di

lapangan, dengan kata lain, penggunaan bahasa berdasarkan

siapa yang menuturkannya. Pendekatan deskriptif mengenai

bahasa, atau disebut juga dengan linguistik deskriptif adalah

pendekatan yang secara objektif menganalisa dan menjelaskan

bagaimana bahasa diujarkan (atau bagaimana bahasa diujarkan

pada masa lampau) oleh sekelompok orang dalam suatu

masyarakat bahasa. Semua penelitian bahasa dilakukan dengan

pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk mengamati dunia

bahasa sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, linguistik

deskriptif adalah pendekatan yang mengamati bahasa dan

menciptakan kategori konseptual mengenai bahasa tanpa

menghubungkannya dengan kaidah-kaidah dalam bahasa.

Linguistik deskriptif modern didasarkan pada pendekatan

struktural mengenai bahasa.

Pengembangan bahasa dengan pendekatan deskriptif

cederung melihat bahasa secara sinkronis, yaitu bahasa ada pada

Page 47: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

47

waktu diamati. Pada prinsipnya pengembangan bahasa dengan

pendekatan merupakan pengembangan bahasa secara objektif

berdasarkan apa yang dilihat (what you see) bukan seperti apa

yang diharapkan (not what you expect to). Pengembangan bahasa

secara deskriptif ini merupakan bahasa yang digunakan dalam

komunikasi atau berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

kaitan ini, bahasa akan dikembangkan berdasarkan sifat-sifat

objek yang dimilikinya, yaitu sifat umum bahasa (kesemestaan

/universalitas), dan sifat khusus bahasa (kekhususan/

partikularitas).

Fenomena bahasa dalam masyarakat yang dikembangkan

dengan pendekatan deskriptif adalah bahasa menurut ihwal

keumuman (kesemestaan) objek bahasa ini, misalnya sifat-sifat

bahasa umumnya memiliki penanda solidaritas, penanda

kesantunan, penanda kekuasaan, dan penanda fungsi.

Sebaliknya, kekhususan pemakaian bahasa di masyarakat juga

memiliki ciri-ciri yang khas, misalnya antara satu objek dengan

objek lain, atau satu objek yang sama dalam masyarakat bahasa

(speech community) yang berbeda. Hal ini mengarah kepada

variasi bahasa yang semakin beragam sehingga dapat

memperkaya khazanah bahasa.

Contohnya dapat kita lihat dalam penggunaan bahasa

Indonesia dewasa ini. Bahasa Indonesia sekarang ini sudah

sangat berbeda dengan bahasa yang ada dahulu, khususnya

Page 48: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

48

bahasa yang digunakan oleh para remaja dalam pergaulan sehari-

hari. Para remaja yang menggunakan bahasa Indonesia dalam

percakapan sehari-hari di lapangan sudah tidak memperdulikan

kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan. Mereka menggunakan

istilah-istilah yang hanya dimengerti oleh mereka. Hal ini

sebenarnya baik karena hal ini akan menambah kekayaan

khazanah bahasa Indonesia.

Linguistik yang berusaha mengembangkan bahasa dengan

pendekatan deskriptif mencoba memberikan deskripsi akurat

mengenai ujaran yang sebenarnya. Hal ini merupakan suatu hal

yang sulit dilalukan. Sering kali, dalam usahanya untuk

menggambarkan bagaimana bahasa yang sebenar-benarnya,

linguis sering kali memaparkan dugaan-dugaan yang belum tentu

benar-benar sama dengan keadaan bahasa tersebut di lapangan.

b. Keunggulan Aliran Linguistik Deskriptif

Aliran linguistik deskriptif memiliki beberapa keunggulan berikut:

1) memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara

sinkronis.

2) menolak aliran linguistik mentalistik karena tidak sejalan

dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu, yaitu

behaviorisme.

3) sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal, dan

pronomina kata ganti.

4) terjalinnya hubungan yang baik antar sesama linguistik.

Page 49: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

49

5) mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pada

pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu

bahasa.

c. Kelemahan Aliran Linguistik Deskriptif

Aliran deskriptif sama sekali tidak memperhatikan aspek

makna atau semantik. Karena sangat dipengaruhi oleh psikologi

behaviorisme, aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta

bahasa secara objektif dan nyata, terutama fonologi dan

morfologi. Makna diabaikan karena dianggap sangat subjektif,

tidak konkret.

3. Kerangka Pikir

Pengembangan bahasa dengan menggunakan pendekatan

deskriptif mencoba untuk mengembangkan bahasa apa adanya

sesuai dengan penggunaannya oleh masyarakat bahasa yang

menuturkannya di lapangan. Dengan menggunakan pendekatan

deskriptif ini, masyarakat penutur bahasa tidak dipaksa untuk

mengikuti kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan untuk bahasa

tersebut. Hal ini akan mempermudah msyarakat penutur bahasa

karena mereka tidak perlu takut dikatakan salah mengenai bahasa

yang mereka gunakan.

Pragmatik adalah suatu kajian bahasa yang memiliki hubungan

dengan konteks atau entitas bahasa. Dalam penelitian ini

menggunakan teori Leech dengan prinsip kerja sama Grice. Dalam

teori Grice menjelaskan bahwa dalam proses percakapan harus

Page 50: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

50

mematuhi prinsip-prinsip kerja sama baik penutur maupun lawan tutur.

Terdapat empat klasifikasi untuk mematuhi prinsip kerja sama tersebut

yaitu maxim of quantity, maxim of quality, maxim of relevance, dan

maxim off manner (Nugroho, 2018). Dari empat maksim tersebut

digunakan untuk mengklasifikasikan data tentang jenis dan cara

tindak tutur siswa yang melanggar peraturan sekolah

Implikatur percakapan dalam proses interogasi siswa yang

melanggar aturan sekolah merupakan kajian baru sehingga belum

mendapatkan perhatian khusus sebagai bidang kajian memadai.

Selanjutnya, perilaku siswa atau guru yang melanggar empat pokok

percakapan dalam proses interogasi juga patut untuk diteliti dan

dipelajari. Melanggar satu atau empat kriteria dalam percakapan

dapat menimbulkan kesan yang tidak biasa. Perbedaan ini diwujudkan

dalam situasi di mana informasi yang diberikan oleh siswa pelanggar

tidak relevan, berlebihan, atau bahkan membingungkan. Mengapa

siswa melanggar pedoman tertentu? Untuk mengetahui alasan atau

niat melanggar pedoman percakapan, sangat menarik untuk dilakukan

penelitian mendalam dengan menggunakan penelitian bahasa

deskriptif.

Page 51: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

51

Kajian Implikatur Percakapan Antara Guru dan Siswa Pondok

Pesantren Modern Babuss’adah Bajo Kabupaten Luwu dengan

Pendekatan Linguistik Deskriptif

Implikatur Percakapan

(Teori Grace)

Maksim Kualitas

Temuan

Maksim Kuantitatif Maksim Relevan Maksim Cara

Linguistik Deskriptif

Klasifikasi Data

Page 52: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

52

Gambar 1.1. Bagan Kerangka Pikir

Hasil Penelitian

Page 53: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Djajasudarma (1993: 10),

menjelaskan penelitian kualitatif ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

latar alamiah (natural setting), bersifat deskriptif, yaitu merupakan

gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu

sendiri dan data yang dikumpulkan adalah bukan merupakan angka-

angka, melainkan berupa kata-kata atau gambaran tentang sesuatu,

lebih memperlihatkan proses dari pada hasil, cenderung menganalisis

datanya secara induktif dan manusia sebagai alat (Tokuasa, 2015).

Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maksudnya

penelitian hanya menjelaskan atau mendeskripsikan mengenai Kajian

Implikatur Percakapan antara Guru dan Siswa Pondok Pesantren

Modern Babussa‘adah Bajo Kabupaten Luwu dengan Pendekatan

Linguistik Deskriptif. Langkah awal ialah mengumpulkan data. Data

yang terkumpul diolah secara deskriptif sesuai dengan tujuan

penelitian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian ini terletak di Pesantren Modern

Babussa‘addah Bajo, Desa Bajo, Kecamatan Bajo, Kabupaten

Luwu

2. Waktu atau periode penelitian dimulai bulan Maret sampai

dengan April 2021

Page 54: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

54

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tuturan atau

percakapan siswa yang melanggar prinsip kerja sama dalam

implikatur percakapan. Adapun prinsip-prinsip kerja sama dalam

implikatur terdiri dari empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim

kualitas, maksim hubungan atau relevansi, dan maksim cara atau

pelaksanaan. Selanjutnya, informan berasal dari siswa dan guru yang

melakukan percakapan mengenai kasus atau pelanggar aturan

sekolah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bahan penting yang digunakan oleh peneliti

untuk menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis dan mencapai

tujuan. Oleh karena itu, data dan kualitas data merupakan pokok

penting dalam penelitian karena menentukan kualitas hasil penelitian..

Data diperoleh dari suatu proses yang disebut pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah merekam

hasil proses interogasi guru dan siswa yang melakukan pelanggaran

aturan sekolah kemudian hasil rekaman tersebut dibuatkan sebuah

transkripsi untuk dianalisis dan berikan kode atau penadaan kategori

pelanggaran maksim dan tindak tutur. Teknik penandaan biasa disebut

sebagai pencatatan. Teknik pencatatan ini diperlukan agar data yang

diperoleh tercatat dengan baik sehingga mempermudah peneliti dalam

menganalisis data. Selanjutnya, menggunakan teknik dokumentasi.

Teknik dokumentasi sangat diperlukan oleh peneliti untuk pelaksanaan

Page 55: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

55

kegiatan penelitian melalui foto atau gambar sebagai bukti fisik ketika

pelaksanaan penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang

dilakukan apabila data empiris yang diperoleh adalah data kualitatif

berupa kumpulan berwujud kata-kata atau bukan rangkaian angka

serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori. Data bisa saja

dikumpulkan dalam beraneka macam cara.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Mentranskrip data hasil rekaman wawancara

Setelah penulis memperoleh data berupa tuturan dari

percakapan antara guru bimbingan konseling dan siswa pelanggar

aturan maka selanjutnya penulis mentranskrip data tersebut

dengan cara menulis kembali semua hasil tuturan tersebut.

2. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi data

Berdasarkan hasil transkripsi diperoleh data tertulis yang

selanjutnya siap untuk diidentifikasi berdasarkan rumusan

masalah yang terdapat pada penelitian ini.

Proses identifikasi berarti mengenali/menandai data

untuk memisahkan tuturan mana yang dibutuhkan untuk tahap

selanjutnya, dan mana yang tidak dibutuhkan. Dari proses

identifikasi kemudian diberi kode yang sesuai dengan

permasalahan yang akan dianalisis dan dibahas.

Page 56: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

56

3. Menganalisis data

Analisis data dalam penelitian ini berdasarkan teori-teori

yang , digunakan untuk menjawab masalah. Dalam analisis

tersebut, data dikaji dari segi teori linguistik deskriptif dan implikatur

percakapan yang berkiblat pada kajian teori.

4. Menyimpulkan

Tahap terakhir yaitu menghasilkan simpulan berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan. Simpulan tersebut tentunya

menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah

penelitian yaitu untuk mengetahui implikatur percakapan siswa

pelanggar aturan sekolah ketika saat proses interogasi

berdasarkan prinsip kerja sama Grice dan mengungkapkan tindak

tutur dan peristiwa tutur pada bahasa interogasi terhadap siswa

pelanggar aturan sekolah ditinjau dari pandangan linguistik

deskriptif.

Page 57: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Implikatur Percakapan mengenai Siswa Pelanggar Aturan Sekolah Berdasarkan Prinsip Kerja Sama Grice.

Ketika pada saat proses berkomunikasi, seorang penutur

mendeskripsikan ujaran dengan maksud untuk memberikan

informasi mengenai sesuatu kepada lawan bicaranya dan

berharap lawan bicaranya dapat memahami maksud dan tujuan

yang disampaikan. Dengan Demikian, penutur selalu berusaha

agar tuturannya atau apa yang disampaikan selalu relevan

dengan jelas, konteks, mudah dimengerti/dipahami, padat, dan

ringkas (consice), serta selalu berorientasi pada persoalan (straight

forward) sehingga tidak menghabiskan waktu banyak dengan

lawan bicaranya.

Berdasarkan prinsip kerja sama Grice, seorang pembicara

harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus

ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara

tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya

proses komunikasi. Dengan demikian implikatur percakapan

mecakupi berdasarkan prinsip kerja sama Grice melalui

pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevan

dan maksim cara. Berikut pelanggaran data pelanggaran aturan

sekolah:

Page 58: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

58

a. Pelanggaran Tuduhan Merokok

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat sesuai

dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti rekaman

percakapan interogasi melibatkan BK (Bimbingan dan

Konsuleng) dan siswa yang melanggar aturan sekolah

sebagai berikut:

BK : “Berapa orang temanmu di perairan, Nak?” F : “Tiga orang ji Bu yang saya tahu. Saya, S, dan E.”

Terjalin kerja sama berdasarkan prinsip kerja sama

Grice antara guru selaku konselor dengan siswa selaku

lawan tutur. Guru bimbingan dan konseling selaku konselor

memberikan pertanyaan jumlah siswa yang ada di perairan

dan siswa yang melanggar memberikan jawaban “Tiga

orang ji yang saya tahu Bu.” Percakapan ini mengandung

informasi tentang jumlah siswa pelanggar.

Selanjutnya, berdasarkan prinsip kerja sama Grice

terjadi pelanggaran maksim kuantitas antara guru selaku

konselor dengan siswa yang melakukan pelanggaran,

seperti berikut ini.

BK : “Kau merokok di sana atau tidak?”

Page 59: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

59

E : ―Saya tidak merokok Bu. Saya dari pasar tadi Bu, lihat baju cakar. Saya penasaran Bu, jadi kesana. Sudah itu ketemu di perairan sama anak-anak.”

Percakapan tersebut, siswa yang melanggar memberi

informasi yang berlebihan terhadap pertanyaan yang

diberikan oleh guru bimbingan dan konseling selaku

konselor. Oleh karena itu, siswa yang melanggar telah

melanggar implikatur percakapan maksim kuantitas.

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak mengandung

informasi yang cukup dengan bukti. Hal tersebut dibuktikan

pada proses interogasi antara konselor yaitu guru BK

(Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang melakukan

pelanggaran sekolah:

F : “Na bilang Pak Bokko, merokok ka di Perairan.” BK : “Siapa lihatki?” F : “Tidak tahu.”

Dalam proses interogasi tersebut, mengandung

informasi bahwa siswa yang melanggar aturan

menyampaikan keberanan berdasarkan fakta yang objektif

karena pada kenyataannya, ia tidak mengetahui betul siapa

saksi yang melihatnya merokok.

Page 60: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

60

F : “Tidak pernahka merokok.” BK : “Apa? Kamu bilang tidak pernahka merokok?” F : “Maksudku pernahji iya, sekarang tidak ka sudah ma

di dapa’. Jadi, tidak mau meka. Baru kukira tadi kenapai turun ma sebentar lihat itu orang berkelahi.”

Pada percakapan tersebut, informasi yang

disampaikan oleh siswa yang melanggar aturan sekolah

telah melanggar maksim kualitas sebab tidak mengandung

informasi dan kontribusi yang benar kepada konselor.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang

sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama

yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam

implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing

hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang

sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan

tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak

mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut

percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan

Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:

BK : ―Siapa yang mu lihat lewat gurumu di sini Nak, siapa yang kau lihat lewat?

F : “Yang kulihat, nda penting sekali Bu, ka ta tutupki mukanya karena pake helm i.”

Pada percakapan tersebut guru selaku konselor

mengajukan pertanyaan yang cukup menegasi serta

jawaban dari siswa yang melanggar aturan sekolah telah

mematuhi maksim relevansi.

Page 61: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

61

BK : “Apa yang bisa menjamin bahwa kau tadi tidak merokok di sana?”

F : “Tidak tahu juga ka.”

Dalam tuturan tersebut tentunya melanggar maksim

relevansi karena jawaban tersebut dianggap suatu jawaban

yang tidak jelas bahkan kurang tepat dengan pertanyaan

yang berikan. Jawaban siswa F malah memiliki kesannya

menghindari jawaban.

4) Maksim Cara

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur dan

mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan menaati

maksim hubungan agar terhindar dari tuturan yang tidak

ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda, tidak taksa

(makna lebih) dan menyampaikan tuturan secara runtut.

BK : “Masih mau mendengar atau tidak?” S : “Masih.”

Dalam interogasi tersebut telah mematuhi maksim

cara dengan menjawab pertanyaan konselor yaitu guru BK

(Bimbingan dan Konseling). Apabila dalam isi suatu

percakapan terjadi penyimpangan atau pelanggaran maka

terdapat keterlibatan atau yang hendak dicapai oleh

penuturnya. Bila implikasi tersebut, tidak terdapat maka

penutur yang bersangkutan tidak bersifat kooperatif atau

tidak melaksanakan kerja sama. Dengan demikian, apabila

komunikasi tidak berjalan dengan efektif maka telah terjadi

pelanggaran maksim dalam tuturan tersebut.

Page 62: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

62

BK : “Apa yang bisa menjamin bahwa kautadi tidak merokok di sana?”

F : “Tidak tahu juga ka.” BK : “Hmmm.” F : “Intinya tadi itu Bu, saya tadi di sana sambil

menunggu salat to.” BK : “Pokoknya saya tidak butuh kejelasan seperti itu.” F : “Banyak semuaji temanku saksi, tidak merokok ka

tadi.”

Dalam interogasi tersebut, mengandung informasi

telah melanggar maksim cara karena siswa yang

melanggar berbicara seakan-akan bahwa dia benar

sehingga konselor memojokkan untuk mendapatkan

informasi. Akan tetapi, siswa hanya mempertegas jika ia

tidak benar-benar melakukan kesalahan.

b. Pelanggaran Peraturan Masuk Asrama

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Dari mana semua ini?” A : “Saya Padang Sappa Ustadz. Dekatnya pertamina”

Dalam interogasi tersebut Pada, antara konselor

(Guru Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang

melanggar peraturan sekolah telah mematuhi dan

Page 63: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

63

memenuhi prinsip kerja sama maksim kuantitas. Guru

bimbingan dan konseling menanyakan alamat atau tempat

tinggal penutur. Kemudian penentur memberikan

informasi lebih detail dan seperlunya kepada lawan

tuturnya.

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara konselor (Guru

Bimbingan dan Konseling) dan siswa melanggar aturan

sekolah:

BK : “Naik apaki tadi Nak? Kenapa bisa terlambatki datang nah ditaumi jam berapa harus masuk.”

A : “Menugggu ka tadi mobil dari Padang Sappa ma ke Belopa Ustadz. Karena tidak bisa tadi orang dirumah antar ka kesini. Jadi tunggu ka mobil Palopo mau ke Belopa dipinggir jalan."

Pada percakapan tersebut, mengandung informasi

yang jelas dan detail dari siswa yang melanggar aturan

sekolah. Siswa memberikan deskripsi lebih jelas melalui

pernyataan yang disampaikan kepada lawan tuturnya. Dari

deskripsi tersebut penutur memberikan keterangan dan

informasi yang di dukung oleh cukup bukti.

Page 64: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

64

BK : “Ini iyaa orang Larompong ee. Pasti pergi lagi sole.”

B : “Tidak Ustadz bah. Kalau saya Ustadz darika tadi Belopa rumahnya sepupuku bawa kirimannya mamaku jadi kesana dulu.”

Dalam percakapan tersebut, siswa memberikan

penjelasan dan informasi yang kontradiksi dengan

pernyataan yang diberikan kepadanya. Siswa atau penutur

memberikan informasi yang sangat jelas karena terdapat

objek lain ketika memberikan keterangan. Dari keterangan

tersebut mengandung bukti kuat alasan keterlambatan.

3) Maksim relevasi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang

sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama

yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam

implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing

hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang

sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan

tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak

mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut

percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan

Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:

BK : “Terus Nak? Kemana memang orang dirumah mu?” A : “Pergi acara pengantin Ustadz di dekat rumah.

Besok acaranya. Tadi mauka izin tapi nah bilang janganmi prg mko saja naik mobil sewa. Itu terlambatka ustadz.”

Page 65: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

65

Dalam tuturan interogasi tersebut, siswa yang

melanggar aturan sekolah menyatakan hal yang sesuai

dengan pertanyaan yang diajukan kepada konselor.

Penutur memberikan deskripsi sesuai pertanyaan dengan

sangat jelas serta memberikan informasi yang sesuai

dengan alur interaksi yang sedang terjadi. Bahkan, penutur

memberikan gambaran jelas alasan ketelambatannya.

4) Maksim Cara

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur dan

mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan menaati

maksim hubungan agar terhindar dari tuturan yang tidak

ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda, tidak taksa

(makna lebih) dan menyampaikan tuturan secara

runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan antar

konselor dengan siswa pelanggar:

BK : “Tidak nah tau kah mama mu Nak kalau masuk asrama jam 17.00?”

B : “Nah tau duka pas Ustadz. Ku tanya ji kalau tapi nah bilang sekalian mi saja. Ku kira juga nah telepon Ustadz Ardi kalau izin terlambat.”

BK : “Nanti ku tanya Ustadz Ardi. Pergi ko panggil pale di asrama.”

Percakapan tersebut telah mematuhi maksim cara

dengan memberikan jawaban berdasarkan pertanyaan

konselur yaitu guru BK (Bimbingan dan Konseling). Penutur

memberikan informasi dan keterangan yang jelas

mengenai keterlambatan dengan melibatkan orang tua.

Page 66: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

66

Dalam tuturan yang disampaikan siswa pun tidak terdapat

makna yang kontradiksi dengan pertanyaan dari mita tutur.

c. Pelanggaran Mengintimidasi Teman Asrama

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Siapa saja mu temani tadi waktu sore di mencuci?”

A : Banyak ka Ustadz. Ada ji Ustadz Ahmad juga tadi pas sorenya.”

Pada percakapan tersebut, terjalin kerja sama

antara konselor ( Guru Bimbingan dan Konseling) dan

siswa melanggar aturan karena mematuhi dan menaati

maksim kuantitas. Guru BK (Bimbingan dan Konseling)

selaku konselor menanyakan siapa saja siswa yang

kedapatan di lokasi dan siswa pelanggar pun

merespon “Banyak ka Ustadz. Ada ji Ustadz Ahmad

juga tadi pas sorenya.” Isi percakapan tersebut

mengacu pada jumlah saksi yang ada pada kejadian.

Page 67: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

67

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara guru BK

(Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan

sekolah:

BK : “Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?”

B : “Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.”

Dalam tuturan interogasi tersebut, siswa yang

melanggar peraturan sekolah telah menyalahi aturan

prinsip kerja sama karena tidak memberikan informasi

yang cukup kepada konselor yaitu guru BK (Bimbingan

dan Konseling). Dari informasi yang diberikan masih

mengandung unsur yang ambigu sehingga melanggar

aturan maksim kualitas.

BK : “Bisanya itu langsung tadi emosi C kalau tidak mu pakani-kani i. Pasti berkelahi ko tadi kalau tidak ada ustadz Ahmad juga disitu toh.”

B : “Iyee ustadz karena langsungka nah lempari bajunya. Kukira saya main-main ji tapi langsung i marah-marah nah kata-kata i ka sama A.”

Page 68: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

68

Dalam tuturan interogasi tersebut, siswa yang

melanggar aturan sekolah menyatakan hal yang sesuai

dan sebenarnya karena terdapat saksi yang melihat

langsung kejadian tersebut. Dari pernyataan penutur

yaitu siswa melibatkan ustaz yang berada lokasi sama

sehingga memperkuat pernyataan tersebut. Oleh

karena itu, percakapan tersebut diklasifikasikan sebagai

maksim kualitas sebab memberikan informasi yang

diyakini benar.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi

yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin

kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur.

Dalam implikasinya, penutur maupun mitra tutur,

masing-masing hendaknya memberikan kontribusi

yang relevan tentang sesesuatu yang sedang di

pertuturkan. Bertutur dengan tidak memberikan

kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi

dan melanggar maksim relevansi. Berikut percakapan

antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan Konseling)

dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:

BK : “Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?”

B : “Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.”

Page 69: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

69

A : “Iyee ustadz bercanda jka itu tapi nah bawa hati sekali apana dicerita terus kemarin waktu kerja angkat pasir.”

Terdapat pelanggaran prinsip kerja sama

maksim relavansi pada percakapan tersebut.

Informasi yang diberikan siswa tidak berkaitan atau

relevan dengan pertanyaan konselor sehingga tidak

mengandung fakta yang sesuai. Siswa selaku penutur

memberikan jawaban yang kontradiksi dengan kasus

yang terjadi saat itu. Siswa melibatkan permasalahan

yang terjadi sebelumnya untuk dijadikan sebuah

penguatan bukti untuk mempertahankan argumen dari

informasi yang diberikan kepada mitra tutur.

BK :”Iyaa cocok mi Nak. Kau juga kalau mauko bercanda lihat-lihat ko orang nya dulu. Kalau tidak ada tadi ustadz Ahmad disitu samako pasti bikin ko lagi masalah. Pasti Ustadz Khaidir lagi hadapi ko.”

BK : “Awas memang ko begitu lagi berdua. Kalau mauko bercanda janganmi terlalu bagaimana sekali sama temanmu karena sama-sama jko di asrama.”

Dari pernyataan tersebut, tidak melanggar

prinsip kerja sama maksim relevansi karena

memberikan informasi yang sesuai dengan topik

pembicaraan. Alur dari pernyataan tersebut sesuai

dengan topik pembicaraan mulai dari awal sampai

dengan akhir wawancara.

Page 70: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

70

4) Maksim Cara

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur

dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan

menaati maksim hubungan agar terhindar dari

tuturan yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit,

bermakna ganda, tidak taksa (makna lebih) dan

menyampaikan tuturan secara runtut.Berkenaan

dengan itu, berikut percakapan antar konselor dengan

siswa pelanggar:

BK : “Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?”

B : “Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.”

A : “Iyee ustadz bercanda jka itu tapi nah bawa hati sekali apana dicerita terus kemarin waktu kerja angkat pasir.”

Pada percakapan tersebut telah melanggar

maksim cara karena siswa yang melakukan

pelanggaran memberikan informasi secara berbelit-

belit dan tidak singkat sehingga mitra tutur tidak

mendapatkan informasi yang tidak sesuai. Lawan tutur

(siswa) memberikan gambaran yang melibatkan

informasi lama sehingga pernyataan tersebut tidak

teratur.

BK : “Iyaa cocok mi Nak. Kau juga kalau mauko bercanda lihat-lihat ko orang nya dulu. Kalau tidak ada tadi ustadz Ahmad disitu samako pasti bikin ko lagi masalah. Pasti Ustadz Khaidir lagi hadapi ko.”

Page 71: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

71

Dari pernyataan tersebut, melanggar maksim

cara karena mengandung makna tuturan yang kabur.

Mengintimidasi lawan tuturnya sehingga harus

memberikan jawaban yang sesuai.

d. Pelanggaran Perizinan Keluar Asrama/Pondok

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Kau iya Nak? Kenapa ko bisa ikut-ikut lagi sama ini dua orang ee.”

C : “Tidak ji Ustadz. Tidak ada ku kerja tadi di Asrama baru ku lihat i keluar.”

Dalam percakapan tersebut, menunjukkan bahwa

tidak terdapat pelanggaraan maksim kuantitas antara

penutur dan lawan tutur. Siswa selaku lawan tutur

memberikan informasi yang langsung kepada topik

pembicaraan. Oleh karena itu, informasi yang

secukupnya telah disampaikan oleh lawan tutur yaitu

siswa.

BK : “Jadi pergi ko lagi 3 orang solle kesana tadi ke pasar? Maksudku saya Nak toh ke Pondok mko dulu kalau memang tidak ada keluargamu.”

Page 72: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

72

BK : “Terus.. Mu dapat ji tantemu dipasar atau pergi jko kesana saja tanpa kejelasan?”

A : “Ditunngu dulu tadi ustadz di situ penjual somay tapi lama sekali jadi terus pisse ki ke pasar. Pergi lihat-lihat cakar.”

Percakapan tersebut memberikan gambaran

tentang terjadi prinsip kerja sama maksim kuantitas.

Dalam percakapannya, guru BK memberikan

penjelasan inti tentang apa yang harus dilakukan oleh

siswa tersebut. Selanjutnya, siswa merespons dengan

memberikan informasi yang diperlukan oleh lawan tutur

untuk memberikan penjelasan.

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan

dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:

BK : “Dari semua ko tadi Nak? Ada laporan dari satpam kalau kalian tadi keluar baru terlambat pulang.”

A : “Di Lapangan Bajo tadi Ustadz. Baru pergi Pasar Baru Bajo.”

Dalam percakapan tersebut tidak terdapat

pelanggaran maksim kualitas. Siswa memberikan

Page 73: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

73

informasi secara detail berdasarkan deskripsi yang

dipaparkan dalam percakapan tersebut. Siswa

menjelaskan ―Di lapangan Bajo tadi Ustadz. Baru pergi

Pasar Baru Bajo.‖ Dari percakapan tersebut siswa

mengurutkan kejadian yang dilakukan ketika diberikan

pertanyaan. Oleh sebab itu, percakapan tersebut tidak

melanggar aturan maksim kualitas.

BK : “Kenapa nah tiga orang pergi keluar?” B : ―Iyee Ustadz 2 jika tadi izin sama Ustadz Ardi

tapi ikut-ikut i C. Krn nah bilang tidak ada ji nah kerja.”

Dalam percakapan tersebut, informasi yang

diberikan oleh penutur kepada gurunya disertai dengan

cukup bukti. Bukti yang mendukung adalah dengan

melibatkan ustaz telah memberikan izin. Bukti tersebut

diperkuat ketika siswa tersebut meminta izin hanya dua

orang dan pada kenyataannya bahwa yang melakukan

pelanggaran terdapat tiga orang siswa. Oleh karena itu,

tuturan tersebut tidak melanggaran maksim kualitas.

BK : “Kenapa bisa terjebak ko di Pasar Baru Bajo nah?”

B : “Pergi Pasar Baru Bajo tanteku Ustazd baru kesana ka tidak ada orang. Menunggu ka di penjual-penjual dekat lapangan. Ada itu penjual somay ee. Nah tanya ka kalau ke pasar I pale karena hari Pasar (Hari Selasa).”

Dalam percakapan tersebut, penutur memberikan

informasi yang tidak berbohong karena pada isi

Page 74: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

74

percakapan terdapat bukti kuat bahwa terdapat saksi

seorang penjual somay yang berada didekat rumah

keluarga siswa. Saksi memberikan informasi bahwa

keluarga dari siswa berada di pasar pada saat itu

sehingga siswa langsung menyusul ke pasar tersebut.

Oleh sebab itu, penutur atau siswa memberikan

informasi yang yakini tidak bohong dan memerlukan

cukup bukti sehingga tidak melanggar aturan maksim

kualitas.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi

yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin

kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur.

Dalam implikasinya, penutur maupun mitra tutur,

masing-masing hendaknya memberikan kontribusi yang

relevan tentang sesesuatu yang sedang di pertuturkan.

Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang

demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar

maksim relevansi. Berikut percakapan antara konselor

yaitu guru (Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang

melanggar peraturan sekolah:

BK : “Tiga orang tadi izin sama Ustadz Ardiansyah toh. Kau, B, dan C. Baru yang dikasih izin hanya dua orang.”

BK : “Kenapa nah tiga orang pergi keluar?”

Page 75: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

75

B : “Iyee Ustadz 2 jika tadi izin sama Ustadz Ardi tapi ikut-ikut i C. Krn nah bilang tidak ada ji nah kerja.”

A : “Nah lihatka berdua B keluar dari Asrama baru nah tanyaka mauka kemana. Ku bilangi mi kalau mauka izin keluar.”

Dalam percakapan tersebut, BK memberikan

penjelasan mengenai relevansi dari kasus yang

terjadi. Siswa memberikan jawaban sesuai dengan

pertanyaan dari guru BK. Bahkan siswa memberikan

deskripsi yang sangat detail tentang kejadian

sebenarnya. Dari pernyataan tersebut, tidak

melanggar maksim relevansi karena alur pembicaraan

sesuai dengan topiknya.

BK : “Jadi pergi ko lagi 3 orang solle kesana tadi ke pasar? Maksudku saya Nak toh ke Pondok mko dulu kalau memang tidak ada keluargamu.”

BK : “Terus.. Mu dapat ji tantemu dipasar atau pergi jko kesana saja tanpa kejelasan?”

A : “Ditunngu dulu tadi ustadz di situ penjual somay tapi lama sekali jadi terus pisse ki ke pasar. Pergi lihat-lihat cakar.”

Dalam percakapatan di atas, siswa

memberikan deskripsi tentang alasan mereka

melanggar izin yang diberikan. Oleh karena itu,

percakapan tersebut tidak melanggar maksim

relevansi karena siswa menjelaskan alasan yang

logis.

4) Maksim Cara

Page 76: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

76

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur

dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan

menaati maksim hubungan agar terhindar dari

tuturan yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit,

bermakna ganda, tidak taksa (makna lebih) dan

menyampaikan tuturan secara runtut.Berkenaan

dengan itu, berikut percakapan antar konselor dengan

siswa pelanggar:

BK : “Minta izin apa ko memang tadi A sm B?” B :“Mauka kerumahnya keluargaku Ustadz di

dekat lapangan karena libur ji toh. Mauka pergi celleng-celleng kesana.”

BK : “Kenapa bisa terjebak ko di Pasar Baru Bajo nah?”

B : “Pergi Pasar Baru Bajo tanteku Ustazd baru kesana ka tidak ada orang. Menunggu ka di penjual-penjual dekat lapangan. Ada itu penjual somay ee. Nah tanya ka kalau ke pasar I pale karena hari Pasar (Hari Selasa)”

Dalam percakapan di atas, siswa memberikan

penjelasan yang sangat detail, tetapi ambigu. Alasan

yang diberikan tidak sesuai dengan konteksnya. Di

saat guru memberikan pertanyaan kenapa mereka

berada di lokasi yang berbeda. Mereka memberikan

informasi yang tidak tepat dan berbelit-belit. Dengan

demikian, percakapan tersebut, melanggar aturan

maksim cara karena mengandung informasi yang

tidak teratur.

Page 77: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

77

e. Pelanggaran Masuk Pondok II

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Daerah mana semua tinggal?” A : “Saya Ustadz di Lamasi, Walenrang.” B : “ Saya di Kadong-Kadong, Bajo Barat”

Dalam tuturan interogasi tersebut, antara konselor

yaitu guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan siswa

pelanggar aturan sekolah telah mematuhi prinsip kerja

maksim kuantitas. Guru bimbingan dan konseling

menanyakan alamat atau tempat tinggal penutur.

Kemudian penentur memberikan informasi lebih detail

dan seperlunya kepada lawan tuturnya. Jadi, tidank

tutur dalam proses percakapan tersebut telah

memenuhi prinsip kerja sama maksim kuantitas.

2) Maksim Kualitas

Page 78: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

78

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara guru BK

(Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan

sekolah:

BK : “Dekat ji pale kita Nak”, Kenapa bisa terlambat ki kemarin?”

B : ―Sebenarnya Ustadz waktu hari Ahad itu saya mau di antar sama Mama. Tetapi kebetulan Bapak mau juga ke Bajo, jadi sekalian di antar sama.”

Pada percakapan tersebut guru BK menekankan

bahwa daerah tempat tinggal siswa tidak memerlukan

waktu lama. Akhirnya, siswa selaku penutur

menjelaskan kronologis keterlambatannya. Dalam

posisi terpojok akhir menjelaskan alasan

keterlambatan. Oleh karena itu. Percakapan tersebut

tidak melanggar maksim kualitas.

BK : “Terus Bapak ta mau kemana sehingga bisa terlambat ki?”

B : “Bapak ku Ustadz pergi dulu sawah kasih masuk air karena sudah mi ditanya kalau masuk asrama jam 5 sore.”

BK : “Berarti Bapak ta nah lupa i kalau mauki di antar kesini.”

Page 79: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

79

B : “Iyee Ustadz karena jam 16.30 baru i datang dari sawah. Baru dirumah hanya satu ji kendaraan”.

Seperti pada percakapan tersebut, guru BK selalu

melontarkan pertanyaan demi pertanyaan kepada

siswa untuk mengetahui alasan yang diberikan. Dalam

tuturannya siswa memberikan alasan bahwa orang

tuanya yaitu bapaknya, beralasan jika lupa kalau ingin

mengantar anaknya. Akan tetapi, setelah di konfirmasi

siswa tidak menyampaikan hal yang sebenarnya

karena lupa mengingatkan kepada orang tuanya. Oleh

karena itu,kontribusi yang diberikan oleh perserta

percakapan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang

terjadi. Dengan kontribusi yang tidak sesuai maka

menimbulkan adanya pelanggaran prinsip kerja sama

dengan maksim kualitas.

BK : “Kita iya Nak yang dari Lamasi?” A :“Jam 15.00 ka tadi berangkat dari Lamasi

Ustadz. Di antar sama orang tua dan keluarga.” A :“Kebetulan singgah makan siang di

Samppodo, setelah Kota Palopo. Singgah makan bebek karena katanya kebetulan dilewati.”

Percakapan tersebut, penutur selaku siswa

menjelaskan atau mendeskripsikan kejadian atau

penyebab terlambatnya. Seperti pada kutipan tersebut,

terdapat fakta-fakta yang sesuai dengan kontribusi

peserta percakapan. Fakta tersebut ditemukan setelah

Page 80: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

80

dikonfirmasi melalui orang tua siswa. Jadi, percakapan

tersebut tidak melanggar maksim kualitas.

BK : “Jam berapaki tiba di Bajo Nak?” A : “Sampaika di gerbang pondok Ustadz sekitar

jam 17.00 lewat kayaknya.” A : “Terlambat 20 menit ka Ustadz yang tercatat

di buku catatan masuk pondok.” BK : “Iyaa Nak. Nanti saya konfirmai ke orang tua

ta masalah ini nah” BK : “Kembali mki ke pondok semua.”

Pada percakapan tersebut, siswa menerangkan

bahwa keterlambatan waktu yang ia lakukan sudah jelas

tertera pada buku catatan masuk pondok. Dengan

alasan itu pula siswa menyampaikan hal yang

sebenarnya. Jadi, tuturan tersebut tidak melanggar

maksim kualitas dengan tidak memberikan informasi

yang tidak cukup bukti.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi

yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja

sama yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam

implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-

masing hendaknya memberikan kontribusi yang relevan

tentang sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur

dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian

dianggap tidak mematuhi dan melanggar maksim

relevansi. Berikut percakapan antara konselor yaitu guru

Page 81: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

81

(Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang melanggar

peraturan sekolah:

A : “Kebetulan singgah makan siang di Samppodo, setelah Kota Palopo. Singgah makan bebek karena katanya kebetulan dilewati.”

BK : “Mana mi bebek palekko ta, tidak kita bawakan pembina ta?”, Heheheh

A : “Itumi yang kasih lama ka Ustadz karena lama sekali menunggu baru sudahpi shalat ashar baru berangkat.”

Pada percakapan tersebut, melontarkan sebuah

pernyataan yang mengalihakn isu masalah yang

dibahas, Sedangkan siswa terus menjelaskan problem

yang terjadi. Pernyataan dari guru tersebut membuat

pernyataan dari siswa tidak relevan dengan konteks dan

maksud percakapan. Jadi, tuturan dari guru BK tersebut

bertentangan dengan maksim relevansi yang

mengharuskan peserta percakapan memberikan

kontribusi yang sesuai atau relevan dengan pembicaraan

f. Pelanggaran Kegiatan Belajar Mengajar

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

Page 82: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

82

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Siapa saja yang di lihat sama Ustadz Pakis tadi di pondok.”

A : “Saya dan B Ustadz yang dilihat tadi.” BK : “Berapa orang ki tadi ke pondok semua?” B : “Sebenarnya 4 orang tadi mau ke pondok tidur-

tidur Ustadz, tapi C dan D singgah di kantin Yayasan beli makanan.”

Pada percakapan tersebut, dua pertanyaan dan

pernyataan yang berikan kepada siswa tersebut

seharusnya memiliki konteks yang sama jawabannya.

Informasi yang di dapatkan berlebihan. Tentunya, pada

umunya proses berkomunikasi informasi yang

dibutuhkan oleh lawan tutur atau mitra tuturnya untuk

mematuhi dan memenuhi tuturan prinsip kerja sama.

Apabila tuturan tersebut mengandung informasi

berlebihan dan tudak bersungguh-sungguh maka sudah

sangat jelas informasi yang dibutuhkan tidak sesuai.

Dengan demikian, tentunya hal tersebut melanggar

prinsip kerja sama maksim kuantitas.

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

Page 83: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

83

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan

dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:

BK : “Kenapa tidak singgah ki sekalian sama teman ta.” B : “Mau ka singgah juga Ustadz tapi A habis mi

uangnya, mau pergi ambil di pondok dulu nah bilang.”

BK : “Mau ji pale ambil uang jajan nah tinggal ji matindo-matindo (tidur) dikamar.”

Pada percakapan tersebut, memberikan informasi

tidak tepat dan tidak didukung oleh bukti. Pernyataan dari

siswa tersebut di anggap menyalahi aturan maksim

kualitas setelah dilakukan pengecekan data cctv. Jadi,

informasi yang diberikan oleh siswa tidak sesuai.

BK : “Jadi, siapa pembina yang dapat ki tadi pondok?” A : “ Ustadz Ardi yang dapat ka dikamar Ustadz waktu

baring-baring ka. Tidak sempat jika tidur tadi Ustadz.”

BK : “Kenapa tidak langsung keluar kamar waktu di dapat sama Ustadz Ardi.”

A : “Nah tegur jika sebentar Ustadz baru pergi lagi karena mau i ke kamarnya, baru tinggal mika baring-baring lagi.”

Pada percakapan tersebut, siswa memberitahukan

bahwa kejadian tersebut di lihat atau di dapat oleh salah

satu pembina pondok. Konfirmasi yang didapatkan bahwa

benar adanya kalau pembina tersebut mendapatkan siswa

melakukan kegiatan di pondok. Pernyataan tersebut tidak

melanggar maksim kualitas sebab peserta percakapan

pada kutipan di atas memberikan informasi yang sesuai

Page 84: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

84

fakta atau hal yang sebenarnya. Kontribusi percakapan

harusnya berisi fakta kebenaran yang

dipertanggungjawabkan. Artinya, fakta tersebut harus

dilandasi dengan bukti-bukti yang sesuai.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang

sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama

yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam

implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing

hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang

sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan

tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak

mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut

percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan

Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:

BK : “Jadi, Ustadz Pakis mija dapat kalian baru bergerak betul karena maumi shalat Dhuhur orang.”

B : “Iyee ustadz”, tidak turun ka ke kantin Ustazd karena 15 menit mija mau istirahat jadi tinggal pisse ka.”

BK : “Oke pale. Nanti saya tanya pembina asrama ta masalah ini sekaligus nanti saya tanya guru ta disekolah.”

Pada percakapan tersebut, alasan yang berikan oleh

siswa sangat tidak relevan dan masuk akal. Waktu bukan

menjadi alasan untuk tidak tinggal berlama-lama setelah

mendapat teguran awal. Oleh karena itu, percakapan

tersebut melanggar aturan maksim relevansi yang

Page 85: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

85

mengharuskan peserta percakapan memberikan

kontribusi yang sesuai atau relevan dengan pembicaraan.

Namun, jika ada sebuah percakapan yang tidak

memberikan kontribusi yang sesuai. Percakapan tersebut

melanggar maksim relevansi.

g. Pelanggaran Ketidakikutsertaan Ekstrakurikuler Pilihan

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Siapa pembina ekstrakurikuler ta Nak?” A : “Ustadz Haerul pembinanya Ustadz.” BK : “Esktrakurikuler apa kita ikuti memang.” A : “Di volley ka dulu ustadz tapi disuruhka pindah dulu di dram band karena itu kegiatan persiapan 17 agustus.”

Pada percakapan tersebut guru BK memberikan

pertanyaan singkat mengenai kegaiapa ekstrkurikuler

apa yang di ikuti oleh siswa. Kemudian, percakapan

tersebut menyebabkan terjadinya pelanggaran prinsip

kerja sama karena siswa memberika keterangan yang

berlebihan dari pertanyaan yang diberikan sehingga

terjadi pelanggaran maksim kuantitas.

Page 86: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

86

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan

dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:

BK : “Berapa orang yang pindah Nak.” A : “Dua orangka tapi yang satu sama Pitto”

Pada percakapan tersebut, siswa selaku lawan

tuturan memberikan jawaban yang sesuai dengan

konteks pertanyaan yang di ajukan oleh guru BK.

Informasi yang diberikan oleh siswa tersebut diyakini

tidak berbohong karena informasi yang dapat sesuai

dengan jawaban yang diberikan. Oleh karena itu,

percakapan tersebut tidak melanggar maksim kualitas.

BK : “Waktu yang pertama memang kenapa bisa tidak hadir?”

A : “Pergi main volley Ustadz karena ku kira tidak latihan orang karena nah bilang Ustadz Haerul di lapangan Tsanawiyah ki latihan baru ku tunggu-tunggu tidak iya orang.”

A : “Ternyata sudah pika mau volley baru kantin ka dibelakang, ternyata pale di depan rumahnya ki Ustadz Khaidir kumpul. Selesai mija baruka lihat.”

Pada percakapan tersebut, informasi pada tuturan

pertama tidak melanggar maksim kualitas karena

Page 87: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

87

peserta menyampaikan informasi sesuai dengan fakta

pada saat ini. Sedangkan, pada tuturan kedua alasan

yang disampaikan oleh siswa tidak sesuai konteksnya

karena pada saat itu kegiatan dram band telah selesai

dan sudah tidak ada seorang siswa pun yang di lihatnya.

Tentu itu bertentangan dengan maksim kualitas karena

respons dan keterlibatan peserta percakapan berisi fakta

dan kebenaran yang jelas harus dipertanggungjawakan.

Artinya, fakta dan kebenaran tersebut harus didasari

oleh bukti-bukti yang memadai. Akan tetapi, apabila

kontribusi peserta percakapan tidak mengatakan yang

sebanrnya.

3) Maksim Cara

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur

dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan

menaati maksim hubungan agar terhindar dari tuturan

yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda,

tidak taksa (makna lebih) dan menyampaikan tuturan

secara runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan

antarkonselor dengan siswa pelanggar:

BK : “Waktu kedua iya?” A : “Terlambat datangka Ustadz karena tinggal-

tinggal ka waktu sudah salat ashar. Pas kesana tidak nah izinkan mika Ustadz Haerul gabung karena terlambatka.”

BK : “Peccu mi itu karena nah kira kapang main-main ki ikut esktrakurikuler.”

Page 88: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

88

BK : “Nanti saya diskusikan lagi sama pembina ekstra mu Nak,”

BK : “Besok-besok jangan begitu lagi nah.”

Pada percakapan tersebut, informasi dan alasan

yang disampaikan oleh siswa tidak masuk akal dan

berbelit-belit. Kemudian, tuturan yang diberikan guru

juga bermakna ganda. Kata ―peccu‖ dalam arti bahasa

Indonesia adalah tidak menghiraukan. Padahal pada

konteksnya hal tersebut tidak benar adanya. Pada

hakikatnya, informasi yang berbelit-belit dan tidak singkat

dari peserta percakapan merupakan pelanggaran

prinsip kerja sama sehingga mitra tutur atau lawan tutur

tidak mendapatkan informasi yang diinginkan.

h. Pelanggaran Pembelajaran Tahfiz

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi

yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat

sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti

rekaman percakapan interogasi melibatkan BK

(Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar

aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Masuk semua sini!” BK : “Panggilkan ka semua teman mu A yang tidak ikut

tahfiz malam jumat!” BK : “Laporan yang masuk sama saya kalau yang tidak

mengikuti tahfizd itu sekitar 5 orang semua.”

Page 89: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

89

BK : “Siapa bossnya ini? Siapa panggali semua ini tidak masuk tahfizd? Kau kah A atau B atau iko C?

A : “Tidak adaji Ustadz.”

Pada percakapan tersebut guru selaku penutur

langsung memberikan penekan kepada siswa selaku

lawan tutur karena dalam keadaan sedang emosi.

Sedangkan siswa selaku lawan tutur dalam keadaan

tertekan sehingga informasi yang di inginkan oleh guru

tidak sesuai dan informasi tersebut kurang. Oleh karena

itu, hakikat dari berkomunikasi adalah penutur

memberikan sebuah informasi yang dibutuhkan oleh mitra

tuturnya agar memenuhi prinsip kerja sama maksim

kuantitas.

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta

percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak

memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan

komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan

informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut

dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan

dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:

BK : “Dimana ko sirampung dan si bawa ngasang ko”. (Dimana kumpul dan ketemu tadi)

A : “Ketemu di pondok tahfiz ka tadi waktu belum mulai Ustadz.”

Page 90: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

90

Pada percakapan tersebut siswa selaku penutur

memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan informasi

yang di dapatkan. Siswa menjawab bahwa mereka

ketemu di pondok tahfiz, tetapi pada kenyataannya

mereka telah bersama ketika selesai melaksanakan salat

isya bersama. Penyataan tersebut tentunya melanggar

maksim kualitas karena adanya peran dan kontribusi dari

peserta percakapan yang tidak sesuai dengan fakta yang

ada.

BK : “Kau B sama C kenapa ko lari dari pondok tahfiz?” C : “Belum pika setor hafalan Ustadz sama B karena

ku kira setor hafalan orang”

Pada percakapan tersebut berisi tentang informasi

bahwa siswa langsung melarikan diri setelah dilihat oleh

salah satu pembina tahfiz karena telah kedapatan tidak

mengikuti kegiatan tahfiz. Tentunya kontribusi peserta

percakapan sesuai dengan maksim kualitas sehingga

tidak terjadi pelanggaran maksim.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang

sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama

yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam

implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing

hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang

sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan

Page 91: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

91

tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak

mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut

percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan

Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:

BK : “Apa kora mu jama tarru di asrama nah tae mu hafal i nah 1 surah ji”. (Apa yang dikerjakan dipondok selama ini sehingga tidak menghafal surah?)

C : “Dihafalji Ustadz tapi cepat dikalupei.” (Dihafal Ustadz tetapi cepat di lupa)

Pada percakapan tesebut tentunya telah melanggar

maksim relevansi. Pertanyaan yang berikan oleh BK

kepada siswa tentu tidak relevan dengan jawaban yang

diberikan oleh siswa. Guru BK seharusnya mendapatkan

informasi tentang kegiatan apa yang sering dilakukan oleh

siswa sehingga lupa menghafal surah.

BK : “Mapalla na tiro ko apa na malai ko, seandainya te mu malai na ku semba ko mbe.” (Saya marah lihat kalian karena kalian malah lari pada saat saya lihat kalian)

A : “Maselang ka Ustadz apa ku sanga Ustadz Khaidir jadi malaikang.” (Kami kaget ustadz karena kami kira Ustad Khaidir jadi kami lari)

Pada percakapan tersebut jelas bahwa tidak

melanggar maksim relevansi. Informasi yang diberikan

siswa sangat masuk akal dengan kondisi saat proses

percakapan berlangsung. Guru BK dalam keadaan emosi

sehingga membuat siswa tentunya memberikan alasan

yang kuat.

Page 92: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

92

4) Maksim Cara

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur

dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan

menaati maksim hubungan agar terhindar dari tuturan

yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda,

tidak taksa (makna lebih) dan menyampaikan tuturan

secara runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan

antar konselor dengan siswa pelanggar:

C : “Dihafalji Ustadz tapi cepat dikalupei.” (Dihafal Ustadz tetapi cepat di lupa)

BK : “Mapalla na tiro ko apa na malai ko, seandainya te mu malai na ku semba ko mbe.” (Saya marah lihat kalian karena kalian malah lari pada saat saya lihat kalian)

Pada percakapan tersebut bahwa guru BK tersebut

terbawa emosi ketika melakukan proses

interogas/percakapan. Dalam tuturanya seharusnya

informasi tersebut disampaikan dibagian awal sehingga

kesannya bahwa ingin diketahui kalau guru tersebut

sedang marah. Dalam tuturan tersebut jelas tidak memiliki

keterkaitan karena pernyataan tersebut ambigu. Jadi,

apabila dalam sebuah percakapan telah ditemukan

sebuah ambiguitas berarti jelas bahwa telah melanggar

prinsip kerja sama maksim cara..

2. Tindak Turur dan Peristiwa Tutur pada Kasus Interogasi Siswa yang Melanggar Aturan Sekolah Berdasarkan Pendekatan Linguistik Deskriptif.

Page 93: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

93

Guru BK (Bimbingan dan Konseling) selaku konselor di saat

memberikan pertanyaan atau menginterogasi siswa yang telah

melakukan pelanggaran sekolah terkesan menakut-nakuti dan

mengancam. Akibatnya, jelas membuat kondisi interogasi menjadi

tidak kondusif. Tuturan yang disampaikan oleh guru selaku

konselor menutur sudut pandang lingusitik deskriptif berkenaan

dengan akurasi atau kebenaran isi serta terdapat beberapa pilihan

kosa kata dan makna kalimat yang dikategorikan sebagai

kekerasan verbal. Kekerasan verbal yang dimaksud adalah secara

lisan kepada lawan tutur sehingga membuat posisi siswa

pelanggaran tidak nyaman. Hal tersebutlah yang terkesan jawaban

yang diberikan oleh siswa kepada konselor itu tidak sesuai dengan

kemauannya. Siswa yang melanggar aturan tentunya berfikir

memberikan keterangan yang sesungguhnya dengan berhadapan

dengan konsesukuensi menerima hukuman jika melakukan

kesalahan.

Oleh karena itu, berdasarkan sudut pandang atau parameter

linguistik deskriptif tuturan guru bimbingan dan konseling:

“Biarki bilang seribu kali, tidak, tidak, saya bakalan tidak percaya karena memang iya dan bukan cuma kalian bertiga masih ada yang lain. Kenapa kalian selalu belajar berbohong? Ah! Lebih berat sanksinya kalau kalian bilang tidak padahal ada yang lihat dan bukan siswa yang lihat E, satu kali saya tanya, nanti saya panggilkan orang itu kalau kautidak percaya, merokok atau tidak? Hm?” .

Dapat diketahui bahwa tuturan atau informasi dari guru BK

(Bimbingan dan Koseling) menekan lawan tutur yaitu siswa

Page 94: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

94

pelanggar aturan sekolah untuk mengakui kesalahan yang

diperbuatnya. Akan tetapi, siswa yang melanggar peraturan

sekolah pun menjawab “Tidak.‖ sebagai upaya membela diri dan

menegaskan bahwa ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Dari parameter tersebut telah diketahui bahwa lingusitik

deskriptif merupakan sebuah kajian linguistik yang menjelaskan

penggunaan bahasa secara nyata. Artinya, hakikat dari linguistik

deskriptif yaitu penggunaan bahasa berdasarkan siapa yang

menuturkannya. Pendekakatan linguistik deskriptif mengenai

bahasa disebut juga linguistik deskriptif yang merupakan

pendekatan yang objektif, menganalisis dan menjelaskan

bagaimana bahasa diujarkan oleh sekelompok orang dalam suatu

masyarakat bahasa.

Tindak tutur dan peristiwa tutur dalam proses interogasi

merupakan deskripsi fonomena bahasa yang bersifat alami. Hal

tersebut sejelan dengan proses interogasi dalam empat kasus

pelanggaran yang terjadi dalam ruang lingkup sekolah.

Beberapa kali konselor (Guru Bimbingan dan Konseling)

meminta kepada siswa yang melanggar untuk mengakui perbuatan

yang mereka lakukan dengan menggunakan bahasa yang

memojokkan. Akan tetapi, siswa tersebut terus berusaha untuk

menghindari memberikan informasi yang berbeda-beda. Namun,

salah satu siswa yang melanggar aturan sekolah telah mengakui

perbuatannya setelah konselor yaitu guru BK (Bimbingan dan

Page 95: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

95

Konseling) memberitahukan saksi yang melihat semua pelaku

tersebut melakukan keselahan di lokasi kejadian. Adapun siswa

pelanggar aturan pun tetap bertahan untuk tidak mengakui

kesalahnya walaupun mereka telah bersumpah. Hal ini mengingat

karena ada siswa yang telah mendapatkan lampu kuning dari

sekolah karena melakukan kesalahan yang berat sebelumnya

sehingga tetap kukuh. Dengan perihal tersebut mereka terkesan

membeli diri sebab berada di ujung tanduk untuk dikeluarkan dari

sekolah.

Hadirnya pendekatan deskripsi bisa memetakan peristiwa

tutur dan tindak tutur ketika seorang guru BK menyudutkan untuk

mendapatkan informasi, sedangkan siswa selaku lawan tutur untuk

mencoba memberikan penjelasan agar terhindar dari kesalahan

yang mereka lakukan. Sementara itu, linguistik deskriptif

merupakan salah aliran yang memusatkan perhatikan pada suatu

kajian deskripsi fenomena bahasa yang bersifat alami untuk

menyusun teori ilmiah mengenai struktur bahasa manusia.

Berikut analisis data tindak tutur dan peristiwa tutur dalam

proses interogasi pelanggar aturan sekolah:

Kasus : Pelanggaran Tuduhan Merokok

Tuturan Jenis Tuturan

BK : “Siapa lihatki?” F : “Tidak tahu.” F :“Tidak pernahka

merokok.” BK : “Apa? Kamu bilang

tidak pernahka

Jenis tuturan ini merupakan

tindak tutur perlokusi. Tindak

tutur ini merupakan tindakan

atau keadaan pikiran yang

ditimbulkan oleh, atau

Page 96: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

96

merokok?” F : “Maksudku pernahji

iya, sekarang tidak ka sudah ma di dapa’. Jadi, tidak mau meka. Baru kukira tadi kenapai turun ma sebentar lihat itu orang berkelahi.”

konsekuensi dari mengatakan

sesuatu. Oleh karena itu,

tindak tutur perlokusi sering

disebut sebagai The act of

Affective Someone (tindak

yang memberi efek pada orang

lain).

Artinya perlokusi adalah efek

atau dampak dari tuturan

(ilokusi) yang dituturkan di

dalamnya mengandung

maksud tertentu

Pada tuturan tersebut penutur mendeskripsikan memang

hakikatnya siswa yang pernah melakukan pelanggaran yang sama.

Peristiwa tuturan tersebut memojokkan siswa ketika diberikan suatu

pernyatan yang melibatkan masalah sebelumnya. Maksud tuturan

tersebut masuk dalam kategori konsumtif. Tindak tutur ini

menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu misalnya,

janji dan ancaman. Penutur memberikan pernyataan bahwa tidak

ingin melakukan kembali kesalahan yang sama. Penutur selaku

siswa hanya menegaskan bahwa pernah melakukan merokok

tetapi tuduhan yang diberikannya saat itu tidak benar karena

menurutnya tidak pernah melakukan.

Kasus : Ketelambatan Masuk Asrama/Pondok

Tuturan Jenis Tuturan

“Menugggu ka tadi mobil dari

Padang Sappa ma ke Belopa

Ustadz. Karena tidak bisa tadi

orang dirumah antar ka kesini.

Jadi tunggu ka mobil Palopo

mau ke Belopa dipinggir jalan.”

Jenis tuturan tersebut adalah

tuturan lokusi. Tindak lokusi

merupakan tindak dasar

tuturan atau menghasilkan

suatu ungkapan linguistik yang

bermakna. Tindak tutur ini

Page 97: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

97

dengan kata, frasa dan kalimat

sesuai dengan makna yang

terkandung dalam kata, frasa

dan kalimat itu. Artinya, makna

yang dimaksudkan adalah

makna yang memang benar

makna dalam kalimat yang di

ujarkan

Pada kasus tersebut siswa mendeskirpsikan apa yang

sebenarnya terjadi ketika siswa tersebut terlambat. Dari tuturan

yang disampaikan banyak proses yang terjadi sebelum masuk

asrama yang mengakibatkan keterlambatan. Maksud tuturan

siswa adalah Ekspresif : Tindak tutur ini berfungsi

mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan

hubungan, misalnya permintaan maaf, penyesalan dan ungkapan

terimakasih.

Kasus : Pelanggaran Imtimidasi Kawan/Teman

Tuturan Jenis Tuturan

“Iyaa cocok mi Nak. Kau juga

kalau mauko bercanda lihat-

lihat ko orang nya dulu. Kalau

tidak ada tadi ustadz Ahmad

disitu samako pasti bikin ko

lagi masalah. Pasti Ustadz

Khaidir lagi hadapi ko.”

Jenis tuturan ini merupakan

tindak tutur perlokusi. Tindak

tutur ini merupakan tindakan

atau keadaan pikiran yang

ditimbulkan oleh, atau

konsekuensi dari mengatakan

sesuatu. Oleh karena itu,

tindak tutur perlokusi sering

disebut sebagai The act of

Affective Someone (tindak

yang memberi efek pada orang

lain).

Artinya perlokusi adalah efek atau dampak dari tuturan (ilokusi) yang dituturkan di

Page 98: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

98

dalamnya mengandung maksud tertentu

Pada percakapan tersebut guru selaku pembina memberikan

arahan kepada siswa yang melakukan pelanggaran aturan sekolah

bahwa ketika melakukan kesalahan yang sama nantinya pasti akan

mendapatkan teguran yang lebih keras lagi. Maksud dari tuturan

tersebut adalah representatif yang merupakan tindak tutur ini

mempunyai fungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu.

Tindak tutur ini mencakup mempertahankan,, meminta,

mengatakan, menyatakan dan melaporkan.

Kasus : Pelanggaran Perizinan

Tuturan Jenis Tuturan

“Pergi Pasar Baru Bajo tanteku

Ustazd baru kesana ka tidak

ada orang. Menunggu ka di

penjual-penjual dekat

lapangan. Ada itu penjual

somay ee. Nah tanya ka kalau

ke pasar I pale karena hari

Pasar (Hari Selasa)”

Jenis tuturan tersebut adalah

tuturan lokusi. Tindak lokusi

merupakan tindak dasar

tuturan atau menghasilkan

suatu ungkapan linguistik yang

bermakna. Tindak tutur ini

dengan kata, frasa dan kalimat

sesuai dengan makna yang

terkandung dalam kata, frasa

dan kalimat itu. Artinya, makna

yang dimaksudkan adalah

makna yang memang benar

makna dalam kalimat yang di

ujarkan

Pada tuturan tersebut siswa mendeskripsikan kejadian yang

terjadi ketika mereka melakukan pelanggaran. Siswa

memberitahukan bahwa penyebab kejadian mereka ke pasar

karena tante dari siswa tersebut berada di pasar saat ini. Kejadian

Page 99: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

99

tersebut di deskripsikan dengan detail karena terdapat saksi yang

menceritakan kejadian tersebut. Maksud dari tuturan tersebut

representatif : tindak tutur ini mempunyai fungsi memberi tahu

orang-orang mengenai sesuatu. Tindak tutur ini mencakup

mempertahankan,, meminta, mengatakan, menyatakan dan

melaporkan

Kasus : Pelanggaran Masuk Pondok II

Tuturan Jenis Tuturan

BK : “Jam berapaki tiba di Bajo Nak?”

A : “Sampaika di gerbang pondok Ustadz sekitar jam 17.00 lewat kayaknya.”

A : “Terlambat 20 menit ka Ustadz yang tercatat di buku catatan masuk pondok.”

BK : “Iyaa Nak. Nanti saya konfirmai ke orang tua ta masalah ini nah”

Jenis tuturan ini merupakan

tindak tutur perlokusi. Tindak

tutur ini merupakan tindakan

atau keadaan pikiran yang

ditimbulkan oleh, atau

konsekuensi dari mengatakan

sesuatu. Oleh karena itu,

tindak tutur perlokusi sering

disebut sebagai The act of

Affective Someone (tindak

yang memberi efek pada orang

lain).

Artinya perlokusi adalah efek

atau dampak dari tuturan

(ilokusi) yang dituturkan di

dalamnya mengandung

maksud tertentu

Dalam percakapan tersebut siswa mendeskripsikan

keterangan yang di dapatkan oleh guru BK. Alasan yang berikan

ternyatan sesuai dengan kesaksiaan siswa. Setelah mendapatkan

informasi siswa di evaluasi sesuai dengan pelanggaran masing-

Page 100: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

100

masing. Maksud dari tuturan tersebut adalah tindak tutur ekspresif.

Tindak tutur ini adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya

agar ujaran diartikan sebagai evaluasi. Percakapan tersebut guru

BK memberikan pernyataan bahwa akan segera mengkonfirmasi

kasus pelanggaran yang dilakukan oleh siswa tersebut.

Kasus : Pelanggaran Kegiatan Belajar Mengajar

Tuturan Jenis Tuturan

A : “Nah tegur jika sebentar Ustadz baru pergi lagi karena mau i ke kamarnya, baru tinggal mika baring-baring lagi.”

BK : “Jadi, Ustadz Pakis mija dapat kalian baru bergerak betul karena maumi shalat Dhuhur orang.”

B : “Iyee ustadz”, tidak turun ka ke kantin Ustazd karena 15 menit mija mau istirahat jadi tinggal pisse ka.”

BK : “Oke pale. Nanti saya tanya pembina asrama ta masalah ini sekaligus nanti saya tanya guru ta disekolah.”

Tindak tutur perlokusi adalah

tindak tutur yang mempunyai

pengaruh atau efek terhadap

lawan tutur atau orang yang

mendengar tuturan itu. Maka

tindak tutur perlokusi sering

disebut sebagai The act of

Affective Someone (tindak

yang memberi efek pada orang

lain).

Pada percakapan tersebut siswa mendeskripsikan dengan

rinci alasan mereka tetap berada pada pondok. Maksud tuturan

tersebut adalah tindak tutur refresentatif. Tindak tutur ini merupakan

Page 101: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

101

tindak tutur yang bertanggung jawab kepada kepada penutur

mengenai kesahihan dari tuturan yang dituturkan. Tindak tutur

representative tergolong sebagai jenis tuturan yang digunakan

menerangkan suatu hal berupa fakta, pernyataan, penegasan,

pendeskripsian dan kesimpulan yang diyakini oleh penutur.

Kasus : Pelanggaran Ketidakikutsertaan Ekstrakurikuler

Tuturan Jenis Tuturan

“Di volley ka dulu ustadz tapi

disuruhka pindah dulu di dram

band karena itu kegiatan

persiapan 17 agustus.”

Jenis tuturan tersebut adalah

tuturan lokusi. Tindak lokusi

merupakan tindak dasar

tuturan atau menghasilkan

suatu ungkapan linguistik yang

bermakna. Tindak tutur ini

dengan kata, frasa dan kalimat

sesuai dengan makna yang

terkandung dalam kata, frasa

dan kalimat itu. Artinya, makna

yang dimaksudkan adalah

makna yang memang benar

makna dalam kalimat yang di

ujarkan

Pada tuturan tersebut siswa mendeskripsikan kronologis

bahwa dia direkrut sementara untuk masuk ke dalam

ekstrakurikuler dram band. Tuturan tersebut diperkuat dengan

beberapa percakapan yang membenarkan maksud tersebut.

Maksud tuturan tersebut adalah tindak tutur refresentatif. Tindak

tutur ini merupakan tindak tutur yang bertanggung jawab kepada

kepada penutur mengenai kesahihan dari tuturan yang dituturkan.

Tindak tutur representative tergolong sebagai jenis tuturan yang

Page 102: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

102

digunakan menerangkan suatu hal berupa fakta, pernyataan,

penegasan, pendeskripsian dan kesimpulan yang diyakini oleh

penutur.

Kasus : Pelanggaran Pembelajatan Tahfiz

Tuturan Jenis Tuturan

BK : “Mapalla na tiro ko apa na malai ko, seandainya te mu malai na ku semba ko mbe.” (Saya marah lihat kalian karena kalian malah lari pada saat saya lihat kalian)

A : “Maselang ka Ustadz apa ku sanga Ustadz Khaidir jadi malaikang.” (Kami kaget ustadz karena kami kira Ustad Khaidir jadi kami lari)

Jenis tuturan tersebut adalah

tuturan lokusi. Tindak lokusi

merupakan tindak dasar

tuturan atau menghasilkan

suatu ungkapan linguistik yang

bermakna. Tindak tutur ini

dengan kata, frasa dan kalimat

sesuai dengan makna yang

terkandung dalam kata, frasa

dan kalimat itu. Artinya, makna

yang dimaksudkan adalah

makna yang memang benar

makna dalam kalimat yang di

ujarkan

Pada percakapan tersebut siswa menjelaskan bahwa alasan

melarikan diri karena merasa kalau orang di lihatnya adalah

pimpinan asrama sehingga kabur. Maksud dari tuturan tersebut

adalah tidan tutur direktif. Tindak tutur ini kadang disebut juga

tindak tutur imposif. TTD adalah tuturan yang dimaksudkan

penuturnya agar petutur (T) melakukan tindakan yang dimaksudkan

dalam tuturan itu. Dengan kata lain TTD berfungsi untuk membuat

petutur (T) melakukan tindakan yang disebut penutur (N).

Berdasarkan hasil analisis data, TTD yang terungkap dalam

percakapan guru-siswa adalah memojokkan dan mendesak.

Page 103: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

103

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat di rumuskan tiga

perihal. Pertama, percakapan antara guru BK (Bimbingan dan Konseling)

dan siswa melanggar aturan sekolah ternyata berdasarkan prinsip kerja

sama Grice yang dijabarkan ke dalam maksim-maksim tidak selalu

dipatuhi oleh peserta percakapan. Pelanggaran mengenai prinsip kerja

sama Grice menimbulkan implikatur percakapan. Mengamati faktor-faktor

penyebab terjadi pelanggaran prinsip kerja sama berdasarkan maksim

kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara

merupakan daya tarik sendiri dalam penelitian pragmatik mengenai kasus-

kasus yang ditemukan disekolah. Kedua, penyebab ketidaknyamanan

pada mita tutur adalah tuturan yang disampaikan cenderung menekan

untuk memperoleh informasi sehingga pihak yang diinterogasi memilih

untuk menghindari percakapan bahwa memberikan informasi atau

keterangan yang berbelit-berbelit. Ketiga, struktur bahasa percakapan

yang digunakan oleh guru BK (Bimbingan dan Konseling) menggunakan

prinsip-prinsip dalam teori pragmatik sehingga menghasilkan informasi

tanpa paksaan dan tekanan.

Terdapat 20 pelanggaran implikatur percakapan berdasarkan

maksim-maksim dan terdapat 26 data analisis tidak melanggar aturan

implikatur percakapan. Dalam percakapan yang diteliti jarang ditemukan

data tentang implikatur yang dibuat-buat oleh siswa yang melanggar

aturan sekolah. Siswa secara umum menggunakan ujaran langsung untuk

menyampaikan maksudnya.

Page 104: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

104

Diketahui bahwa proses interogasi atau percakapan dalam ruangan

BK (Bimbingan dan Konseling) menggunakan implikatur percakapan

sehingga prosedur percakapan berjalan dengan baik. Akan tetapi, kondisi

yang berbeda ditemukan dibeberapa kasus bahwa pelanggaran

implikatur tidak tampak menonjol. Pada kenyataannya, siswa kurang

memahami tindak tutur yang berimplikasi. Tururan yang berimplikasi

artinya mempunyai hubungan keterlibatan. Siswa bahwa memberikan

protes kepada guru yang bersangkutan bahwa tuturan yang berimplikasi

akan berdampak pada kesulitan untuk memahami maksud dan makna

dari apa yang disampaikan dengan baik.

Berdasarkan analisis data implikatur percakapan dari prinsip kerja

sama Grice (1975) dalam penelitian ini terdapat pelanggar maksim, yaitu

maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevan, dan maksim cara.

Dari empat maksim yang ditemukan oleh peneliti sebagian besar terdapat

dua pelanggaran aturan maksim disetiap maksim-maksim tersebut.

Pertama, pada kasus pelanggaran tuduhan merokok terdapat

empat pelanggaran maksim. Maksim tersebut adalah maksim kuantitas,

maksim kualitas, maksim cara, dan maksim relevan. Pada data maksim

kuantitas siswa yang melanggar aturan sekolah memberikan informasi

secara berlebih terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru BK selaku

konselor. Oleh sebab itu, siswa tersebut melanggar prinsip kerja sama

maksim kuantitas. Selanjutnya, data maksim kualitas mengenai siswa

pelanggar aturan sekolah tidak memberikan informasi yang sesuai

sehingga jelas melanggar prinsip kerja sama. Kemudian, data pada

Page 105: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

105

maksim relevan adalah jawaban yang diberikan oleh siswa tidak memiliki

keterkaitan atau hubungan dengan pertanyaan di ajukan oleh guru selaku

konselor. Pada data maksim cara siswa berbicara secara berbelit-belit dan

tidak singgat sehingga guru BK (Bimbingan dan Konseling) tidak

mendapatkan informasi yang sesuai

Kedua, pelanggaran peraturan masuk asrama. Pelanggaran

tersebut tidak terdapat pelanggaran maksim pada prinsip kerja sama

Grice. Semua tuturan yang disampaikan melalui proses percakapan telah

sesuai.

Ketiga, pelanggaran mengintimidasi teman asrama. Berdasarkan

data yang ditemukan bahwa terdapat tiga pelanggaran maksim yaitu

maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim cara. Pelanggaran

maksim kualitas dilakukan oleh siswa yang melanggar aturan sekolah

karena tidak memberikan informasi yang cukup memadai kepada guru BK

(Bimbingan dan Konseling). Dari informasi yang diberikan masih

mengandung unsur yang ambigu sehingga melanggar aturan maksim

kualitas. Kemudian, pada maksim relevan jawaban yang diberikan oleh

siswa tidak memiliki keterkaitan dengan pertanyaan guru BK (Bimbingan

dan Konseling). Siswa selaku penutur memberikan jawaban yang

kontradiksi dengan kasus yang terjadi saat itu. Siswa melibatkan

permasalahan yang terjadi sebelumnya untuk dijadikan sebuah penguatan

bukti untuk mempertahankan argumen dari informasi yang diberikan

kepada mitra tutur. Selanjutnya, pada pelanggaran tersebut telah

melanggar maksim cara karena informasi dari siswa pelanggar berbicara

Page 106: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

106

secara berbelit-belit dan tidak singkat sehingga guru BK selaku mitra tutur

tidak mendapatkan informasi yang sesuai. Lawan tutur (siswa)

memberikan gambaran yang melibatkan informasi lama sehingga

pernyataan tersebut tidak teratur.

Keempat, pelanggaran perizinan keluar masuk asrama/pondok.

Terdapat satu pelanggaran maksim pada tuturan tersebut yaitu maksim

kuantitas. Percakapan tersebut memberikan gambaran tentang terjadi

prinsip kerja sama maksim kuantitas. Dalam percakapannya, guru BK

memberikan penjelasan inti tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa

tersebut. Selanjutnya, siswa merespons dengan memberikan informasi

yang diperlukan oleh lawan tutur untuk memberikan penjelasan.

Kelima, Pelanggaran masuk asrama II. Terdapat dua pelanggaran

maksim yaitu maksim kualitas dan maksim relevansi. Percakapan tersebut

guru BK selalu melontarkan pertanyaan demi pertanyaan kepada siswa

untuk mengetahui alasan yang diberikan. Dalam tuturannya siswa

memberikan alasan bahwa orang tuanya yaitu bapaknya, beralasan jika

lupa kalau ingin mengantar anaknya. Akan tetapi, setelah di konfirmasi

siswa tidak menyampaikan hal yang sebenarnya karena lupa

mengingatkan kepada orang tuanya. Kontribusi peserta percakapan

haruslah berisi kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Artinya,

kebenaran yang didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Namun jika

peserta percakapan tidak mengatakan hal sebenarnya, percakapan

tersebut telah melanggar maksim kualitas. Selanjunya, pelanggaran

maksim relavansi mengharuskan peserta percakapan memberikan

Page 107: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

107

kontribusi yang sesuai atau relevan dengan pembicaraan. Akan tetapi, jika

ada sebuah percakapan yang tidak memberikan kontribusi yang sesuai.

Percakapan tersebut melanggar maksim relevansi.

Keenam, pelanggaran kegiatan belajar mengajar. Pada analisis

data terdapat tiga pelanggaran maksim yaitu maksim kuantitas, maksim

kualitas, maksim relevansi. Pada umumnya dalam berkomunikasi, penutur

memberikan informasi sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tuturnya

untuk memenuhi tuturan prinsip kerja sama. Apabila tuturan mengandung

informasi yang berlebihan dan tidak mengandung informasi yang

sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, atau informasi tersebut kurang.

Hal tersebut termasuk ke dalam pelanggaran maksim kuantitas. Maksim

kualitas menekankan tentang kewajiban peserta percakapan untuk

mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan

haruslah berisi kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Artinya,

kebenaran yang didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Namun jika

peserta percakapan tidak mengatakan hal sebenarnya , percakapan

tersebut telah melanggar maksim kualitas. Maksim relevansi

mengharuskan peserta percakapan memberikan kontribusi yang sesuai

atau relevan dengan pembicaraan. Namun, jika ada sebuah percakapan

yang tidak memberikan kontribusi yang sesuai. Percakapan tersebut

melanggar maksim relevansi.

Ketujuh, pelanggaran kegiatan ekstrakurikuler. Pada kasus tersebut

telah terjadi pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim

cara. Pelanggaran maksim kualitas karena informasi yang diberikan oleh

Page 108: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

108

siswa tidak sesuai karena penutur memberikan informasi sebanyak yang

dibutuhkan oleh mitra tuturnya untuk memenuhi tuturan prinsip kerja

sama. Pelanggaran maksim kuantitas karena informasi yang diberikan

siswa tidak sesuai dengan bukti-bukti. Artinya, kebenaran yang

didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Pelanggaran maksim cara

karena menekankan pada cara yang digunakan penutur dalam bertutur.

Maksim ini tidak boleh ambigu, tidak kabur, tidak berlebihan, dan runtut.

Kedelapan, pelanggaran pembelajaran tahfiz. Pada kasus tersebut

terdapat empat pelanggaran maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim

kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Di dalam maksim kuantitas,

seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup,

relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak

boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.

Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh

diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam

prinsip kerja sama Grice. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu

mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan melanggar

maksim kuantitas. Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur

diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta

sebenarnya di dalam bertutur. Di dalam maksim relevansi, dinyatakan

bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur,

masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan

tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Maksim cara ini

Page 109: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

109

mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan

tidak kabur atau tidak ambigu.

Selanjutnya, pematuhan maksim dari prinsip kerja sama Grice

terdapat beberapa kasus, Pematuhan maksim kuantitas terdapat pada

semua kasus, yaitu kasus tuduhan merokok, perizinan keluar

asrama/pondok, peraturan masuk asrama, dan kasus mengintimidasi

teman asrama pondok. Pematuhan maksim kualitas terdapat pada kasus

tuduhan merokok, perizinan keluar asrama/pondok, peraturan masuk

asrama, dan kasus mengintimidasi teman asrama pondok. Pematuhan

maksim relevan terdapat pada kasus tuduhan merokok, perizinan keluar

asrama/pondok, peraturan masuk asrama, dan kasus mengintimidasi

teman asrama pondok. Pematuhan maksim cara terdapat pada kasus

tuduhan merokok, perizininan keluar asrama/pondok dan peraturan masuk

asrama. Oleh karena itu, berdasarkan percakapan pelanggaran aturan

sekolah hanya maksim cara secara keseluruhan mematuhi maksim-

maksim berdasarkan prinsip kerja sama Grice.

Penelitian ini bisa dijadikan patokan ataupun landasan bagi guru BK

(Bimbingan dan Konseling) ketika melakukan proses wawancara atau

interogasi kepada siswa yang melakukan pelanggaran aturan sekolah.

Guru BK (Bimbingan dan Konseling) dituntut untuk tidak terbawa emosi

dan tidak menggunakan kata-kata yang bersifat menghakimi atau

menyudutkan. Dengan tekanan yang didapatkan oleh siswa tentunya

mengakibatkan siswa tersebut tidak memberikan jawaban dan informasi

Page 110: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

110

sesuai dengan keinginan dari guru tersebut. Dengan demikian, informasi

yang disampaikan sisiwa terkesan berbelit-belit dan panjang.

Secara singkat hadirnya pragmatik seharusnya mampu

menyelesaikan persoalan makna yang belum bisa terpecahkan dengan

teori semantik yaitu ―apa yang disampaikan‖ terkadang berbeda dengan

―apa yang diimplikasikan‖. Implikatur justru menyembunyikan makna agar

implikasi makna tidak terlalu nampak. Meskipun demikian, dalam bidang

kajian linguistik tentu memliki kaitan dengan teori-teori pragmatik.

Keterkaitan ini sering disebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik

sebagai bagian dari semantik; atau sebaliknya dengan sebutan

pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan

komplementarisme yaitu melihat semantik dan pragmatik sebagai dua

bidang yang saling melengkapi. Karena itu, pragmatik sering disebut

bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction) dan

dibedakan menjadi dua hal yaitu: (1) pragmatik sebagai sesuatu yang

diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pragmatik sebagai

bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam

bahasa; dan (2) pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan

mengajar.

Berpijak pada temuan di atas yang dihubungkan dengan penelitian

sebelumnya, penelitian ini mengkonfirmasi pengetahuan tentang

pragmatik dan lingusitik deskriptif. Pragmatik pada hakikatnya lebih

mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk

menggunakan bahasanya sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam

Page 111: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

111

tindak komunikatif dan memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara

tepat. Penafsiran bahasa tuturan melalui pragmatik juga akan menjadi

lebih mendalam untuk mengetahui maksud, asumsi dan tujuan

pembicaraan dengan berdasar hal-hal yang penutur perlihatkan (konteks)

saat tuturan tersebut diujarkan. Untuk itulah, terkadang sebuah konsep

tuturan cenderung tidak konsisten dan objektif saat dianalisis karena

berbeda konteks maka dimungkinkan berbeda pula maksud ujaran

meskipun tuturan yang diujarkan sama.

Proses percakapan sebagian besar tidak melanggar implikatur

percakapan karena ragam tuturannya merepresentasikan sikap santun.

Namun, siswa yang melanggar kurang cermat dalam memaknai tuturan

yang disampaikan. Artinya, siswa cenderung menggunakan yang terus

terang dan tidak berbelit-belit sehingga mitra tutur dapat menangkap

maksud dengan mudah, tetapi beberapa tuturan juga tidak relevan

dengan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa. Temuan penilitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Munirah dan

Apriyanto (2020) bahwa dalam proses interogasi tersangka tidak dalam

posisi tertekan sehingga interogasi menghasilkan titik temu. Begitu pula

pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Waljinah dan Harum Joko

Prayitno (2012) bahwa prinsip percakapan menghasilkan pola interogasi

untuk memperoleh informasi tanpa tekanan dan paksaan.

Dalam penelitian ini pula terdapat perbedaan yang menonjol dalam

proses interogasi yang tidak ditemukan dalam penelitian sebelumnya yaitu

strategi yang mereka gunakan, antara lain, dengan memenuhi prinsip-

Page 112: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

112

prinsip kerja sama dalam implikatur percakapan. Dalam temuan penelitian

sebelumnya mengenai implikatur dijelaskan bahwa sebagian besar

temuannya melanggar maksim-masim dalam prinsip kerja. Berbeda

halnya dengan penelitian ini bahwa sebagai besar pelanggaran maksim

tidak ditemukan dalam proses interogasi pelanggaran aturan sekolah.

Baik yang dilakukan oleh guru ataupun siswa pelanggar.

Page 113: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

bahwa:

1. Implikatur percakapan siswa dan guru ketika proses interogasi

berdasarkan acuan prinsip kerja sama Grice bahwa siswa yang

melakukan pelanggaran peraturan sekolah memberikan informasi yang

tidak objektif sehingga seakan-akan menutupi kesalahan yang

diperbuatnya. Selanjutnya, guru BK (Bimbingan dan Konseling)

seharusnya sangat memperhatikan kosa kata dan pola bahasa yang

dikeluarkan ketika melakukan proses interogasi kepada siswa yang

melanggar agar siswa dapat memberikan jawaban tanpa tekanan dan

paksaan dari siapapun. Dengan demikian, terdapat 20 pelanggaran

implikatur percakapan berdasarkan maksim-maksim dan terdapat 26

data analisis tidak melanggar aturan implikatur percakapan. Dari

keseluruhan kasus pelanggaran aturan sekolah hampir sebagain besar

proses interogasi tidak melanggar prinsip kerja sama Grice.

2. Dari Dari parameter tersebut telah diketahui bahwa lingusitik deskriptif

merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan penggunaan bahasa

secara aktual. Artinya, hakikat dari linguistik deskriptif yaitu

penggunaan bahasa berdasarkan siapa yang menuturkannya.

Pendekatan deskriptif mengenai bahasa disebut linguistik deskriptif

yang merupakan pendekatan yang objektif, menganalisis dan

Page 114: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

114

menjelaskan bahwa bahasa disampaikan oleh sekelompok orang

dalam suatu masyarakat bahasa. Tindak tutur dan peristiwa tutur dalam

proses interogasi merupakan deskripsi fonomena bahasa yang bersifat

alami. Hal tersebut sejelan dengan proses interogasi dalam empat

kasus pelanggaran yang terjadi dalam ruang lingkup sekolah. Tindak

tutur dan peristiwa tutur dalam kasus tersebut hanya melibatkan

beberapa jenis tindak tutur.

B. Saran

Dalam penelitian mengenai prinsip kerja sama melalui pendekantan

linguistik deskripstif ini masih terbatas pada empat maksim kerja sama

Grice. Penelitian ini belum lengkap hanya sebagian kecil saja tentang

prinsip kerja sama karena banyak sekali teori yang dapat membedah lebih

lagi mengenai prinsip kerja sama khusus proses interogasi atau

wawancara.

Pada penelitian iin belum dikembangkan ke dalam lingustik forensik.

Sangat menarik untuk dikembangkan ketika dihubungkan dengan aliran

linguistik forensik karena memiliki keterkaitan dengan interogasi hukum.

Kemudian, pada penelitian ini pula belum dikembangkan secara

fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-

teori linguistik deskriptif. Makna proses interogasi menurut peneliti

sebenarnya belum bisa mencakup secara keseluruhan ketika hanya

berfokus pada maksim-maksim tertentu. Harus melibatkan semua aspek

implikatur percakapan, seperti, pelanggaran maksim, tindak tutur, dan

Page 115: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

115

kesantunan berbahasa. Aspek tersebut harus beriringan untuk menjawab

masalah dari makna dari tuturan interogasi.

Penelitian lain diharapkan menindaklanjuti penelitian tentang

ilmplikatur percakapan dengan pendekatan deskriptif karena pada jurnal

yang didapatkan oleh peneliti masih banyak jurnal yang belum berfokus

pada pendekatan deskripsi. Peneliti sangat menyarankan kepada

pembaca untuk bisa mengkaji implikatur menggunakan pendekatan lain,

seperti pendekatan linguistik forensik atau pendekatan-pendekatan

linguistik lain.

Page 116: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

116

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa

Bashori, E. K. 2018. Manifestasi Prinsip Kesantunan dan Prinsip Kerja

Sama dalam Implikatur Percakapan di Sekolah. 1(1), 20–37. Baryadi, I. Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan.

Yogyakarta: Penerbit Usadhar. Budiman, Arif Shige, A. R. 2016. Tindak Tutur Ilokusi Direktif dalam Komik

Insekt Karya Sascha Hommer. Identitaet, 5(03), 1–5. Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta Casim, P, D. M. S., Pratomo, & Sundawati, L. 2019. Kajian Linguistik

Forensik Ujaran Bau Ikan Asin Oleh Galih Ginanjar Terhadap Fairuz A.Rafiq. Metabahasa, 1(2), 22–28.

Cummings, Louise. 2007. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Djajasudarma. 2006. Metode Linguistik. Bandung: PT. Aditama.

Hartini, H. I., AR, H. F., & Charlina. 2017 . Kesantunan berbahasa dalam komentar caption instagram. Indonesian Language and Literature Education, C, 1–14.

Hartini, L., Saifullah, A. R., & Sudana, D. 2020. Linguistik Forensik

terhadap Perbuatan Tidak Menyenangkan di Media Sosial (Kajian Pragmatik). Deiksis, 12(03), 259. https://doi.org/10.30998/deiksis.v12i03.5416

Hasanah, S. U. 2020. Analisis Pemakaian Bahasa Pada Iklan Produk

Minuman Di Televisi. Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa Dan Sastra, 2(1), 9–22.

Ismari. 1995. Tentang Percakapan. Surabaya: Airlangga University Press.

Karmila Indah Hasin, J. A. dan J. 2013. Implikatur Percakapan Terhadap Siswa Pelanggar Aturan Sekolah (Kajian Linguistik Forensik Interogasi). 1(1).

Kridalaksana, H. 1982. Fungsi dan Sikap Bahasa. Jakarta: Penerbit Nusa

Indah.

Page 117: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

117

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (terjemahan M.D.D.Oka). Jakarta: UI Press.

Levinson, S.C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press. Malini, N. L. N. S., & Tan, V. 2016. Forensic Linguistics Analysis of Virginia

Woolf’S Suicide Notes. International Journal of Education, 9(1), 50. https://doi.org/10.17509/ije.v9i1.3718

Masitoh, T. 2020. Volume 9 , number 3 ---- Oktober 2020 Volume 9 ,

number 3 ---- Oktober 2020. 9(3), 128–142. Mudjiono, (1996). Belajar dan pembelajaran. dalam Sagala (2009).

Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabet

Munirah, & Apriyanto, S. 2020. A Forensic Linguistic Point of View of Implicational Conversations in a Police Interrogation: A Review. Talent Development & Excellence, 12(1), 3370–3384. http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=s3h&AN=144307393&lang=ja&site=ehost-live

Novita Carolina, S. 2015. Tindak Tutur Direktif Guru dan Siswa Taman

Kanak-Kanak Pertiwi dalam Interaksi Belajar Mengajar. 5(2), 163–177.

Nugraheni, Y. 2010. Analisis Implikatur pada Naskah Film Harry Potter

and The Goblet of Fire. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS 2010, 390–397.

Nugroho, R. A. 2007. Analisis Implikatur Percakapan dalam Tindak

Komunikasi di Kelompok Teater Peron FKIP UNS. 1–8. Nur, D. 2019. Analisis Implikatur Percakapan dalam Dorama Doraemon

the Movie “ Standby Me ” ( Kajian Pragmatik ). 1(1), 1–18. Pateda, Mansoer.1988. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Penerbit

Angkasa,

Rini Wulandari, Kundharu Saddhono, M. R. 2014. Analisis buku. 2(3), 1–19.

Rohmadi, Muhammad. 2010. Analisis Wacana Pragmatik. Surakarta:

Yuma Pustaka.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistic Bagian Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Page 118: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

118

Sulistyowati, W. 2013. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Percakapan. Skriptorium, 2(2), 126–134.

Susanto, Ahmad. 2018. Bimbingan dan Konseling di Sekolah: Konsep,

Teori, dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana. Tokuasa, M. 2015. Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di

SMA Labschool Untad Palu. E-Journal Bahasantodea, 3(4), 18--30. Verhaar, J.W.M. 1985. Pengantar Linguistik. Jogyakarta: Gajah Mada

University Press Wahyuningsih, H., & Rafli, Z. 2017. Implikatur Percakapan dalam Stand

Up Comedy 4. BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra, 16(2), 139–153. https://doi.org/10.21009/bahtera.162.09

Wijana. 1985. Analisis Wacana Pragmatik. (Kajian Teori dan Analisis).

Surakarta: Yuma Pustaka. Wijana. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Analisis Wacana

Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Wiryotinoyo, Mujiyono.2010. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Disertasi, Malang: PBS IKIP Malang.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yulianti, Yessinta & Utomo, A. P. Y. 2020. Analisis Implikatur Percakapan

Dalam Tuturan Film Laskar Pelangi. Matapena: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 3(1), 1–14.

Yuniarti, N. 2014. Implikatur Percakapan Dalam Percakapan Humor.

Jurnal Pendidikan Bahasa, 3(2), 225–240. https://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/bahasa/article/view/168

Page 119: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

119

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IHWAL SUBHAN, lahir di Bajo Kecamatan Bajo

Kabupaten Luwu pada tanggal 21 Juli 1995. Pada saat

ini, penulis bertempat tinggal di Jalan H.O.S

Cokroaminoto Desa Balla Kecamatan Bajo Kabupaten

Luwu. Pendidikan yang penulis tempuh di SD Negeri 29

Bajo, Kab. Luwu (2000-2007), SMP Negeri 1 Bajo Kab Luwu (2007-2010),

SMA Negeri 5 Luwu Kab Luwu (2010-2013).

Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan

menyelesaikan studi S1 pada tahun 2017. Kemudian, pada tahun 2019

penulis melanjutkan studi S2 di Program Pascasarjana jurusan Magister

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Makassar dan menyelesaikan studi pada tahun 2021.

Pengalaman Organisasi Penulis, yaitu Karya Ilmiah Remaja (KIR)

SMA Neg. 5 Luwu (2012), OSIS SMA Neg. 5 Luwu (2012-2013), PIK-

Remaja SMA Neg. 5 Luwu (2012-2013), PIK-Remaja Kab. Luwu (2013),

Seventeen Community FKIP periode 2015/2016, HMJ Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia periode 2015/2016, Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan (BEM FKIP) periode 2016/2017,

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar (BEM

UNISMUH Makassar) periode 2016/2017.

Page 120: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

120

LAMPIRAN

Page 121: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

121

Page 122: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

122

Page 123: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

123

Page 124: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

124

DATA KASUS

PELANGGARAN SEKOLAH

Page 125: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

125

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH I

Pelangga Merokok (Minggu, 21 Maret 2021)

BK : “Kau merokok di sana atau tidak?”

E : ―Saya tidak merokok Bu. Saya dari pasar tadi Bu, lihat baju cakar. Saya penasaran Bu, jadi kesana. Sudah itu ketemu di perairan sama anak-anak.”

BK : “Berapa orang temanmu di perairan, Nak?” F : “Tiga orang ji Bu yang saya tahu. Saya, S, dan E.”

BK : ―Siapa yang mu lihat lewat, gurumu di sini Nak, siapa yang kaulihat lewat?

F : “Yang kulihat, nda penting sekali Bu, ka ta tutupki mukanya karena pake helm i.”

F : “Na bilang Pak Bokko, merokok ka di Perairan.”

BK : “Siapa lihatki?”

F : “Tidak tahu.”

F : “Tidak pernahka merokok.”

BK : “Apa? Kamu bilang tidak pernahka merokok?”

F : “Maksudku pernahji iya, sekarang tidak ka sudah ma di dapa’. Jadi, tidak mau meka. Baru kukira tadi kenapai turun ma sebentar lihat itu orang berkelahi.”

BK : “Apa yang bisa menjamin bahwa kau tadi tidak merokok di sana?”

F : “Tidak tahu juga ka.”

BK : “Masih mau mendengar atau tidak?”

S : “Masih.”

BK : “Hmmm.”

F : “Intinya tadi itu Bu, saya tadi di sana sambil menunggu salat to.”

BK : “Pokoknya saya tidak butuh kejelasan seperti itu.”

F : “Banyak semuaji temanku saksi, tidak merokok ka tadi.”

Page 126: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

126

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH II

Pelanggaran Ketelambatan Masuk Asrama (Minggu,28 Maret 2021)

BK : Dari mana semua ini?

A : Saya Padang Sappa Ustadz. Dekatnya pertamina

BK : Naik apaki tadi Nak? Kenapa bisa terlambatki datang nah ditaumi

jam berapa harus masuk.

A : Menugggu ka tadi mobil dari Padang Sappa ma ke Belopa Ustadz.

Karena tidak bisa tadi orang dirumah antar ka kesini. Jadi tunggu

ka mobil Palopo mau ke Belopa dipinggir jalan.

BK : Terus Nak? Kemana memang orang dirumah mu?

A : Pergi acara pengantin Ustadz di dekat rumah. Besok acaranya.

Tadi mauka izin tapi nah bilang janganmi prg mko saja naik mobil

sewa. Itu terlambatka ustadz.

BK : Ini iyaa orang Larompong ee. Pasti pergi lagi solle

B : Tidak Ustadz bah. Kalau saya Ustadz darika tadi Belopa

rumahnya sepupuku bawa kirimannya mamaku jadi kesana dulu.

BK : Tidak nah tau kah mama mu Nak kalau masuk asrama jam 17.00?

B : Nah tau duka pas Ustadz. Ku tanya ji kalau tapi nah bilang

sekalian mi saja. Ku kira juga nah telepon Ustadz Ardi kalau izin

terlambat.

BK : Nanti ku tanya Ustadz Ardi. Pergi ko panggil pale di asrama.

Page 127: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

127

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH III

Pelanggaran Intimidasi Kawannya (Senin, 29 Maret 2021)

BK : Siapa saja mu temani tadi waktu sore di mencuci?

A : Banyak ka Ustadz. Ada ji Ustadz Ahmad juga tadi pas sorenya.

BK : Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?

B : Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.

A : Iyee ustadz bercanda jka itu tapi nah bawa hati sekali apana

dicerita terus kemarin waktu kerja angkat pasir.

BK : Bisanya itu langsung tadi emosi C kalau tidak mu pakani-kani i.

Pasti berkelahi ko tadi kalau tidak ada ustadz Ahmad juga disitu

toh.

B : Iyee ustadz karena langsungka nah lempari bajunya. Kukira saya

main-main ji tapi langsung i marah-marah nah kata-kata i ka sama

A.

BK : Iyaa cocok mi Nak. Kau juga kalau mauko bercanda lihat-lihat ko

orang nya dulu. Kalau tidak ada tadi ustadz Ahmad disitu samako

pasti bikin ko lagi masalah. Pasti Ustadz Khaidir lagi hadapi ko.

BK : Awas memang ko begitu lagi berdua. Kalau mauko bercanda

janganmi terlalu bagaimana sekali sama temanmu karena sama-

sama jko di asrama.

Page 128: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

128

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH IV

Pelanggaran Perizinan (Rabu, 31 Maret 2021)

BK : Dari semua ko tadi Nak? Ada laporan dari satpam kalau kalian

tadi keluar baru terlambat pulang.

A : Di Lapangan Bajo tadi Ustadz. Baru pergi Pasar Baru Bajo.

BK : Tiga orang tadi izin sama Ustadz Ardiansyah toh. Kau, B, dan C.

Baru yang dikasih izin hanya dua orang.

BK : Kenapa nah tiga orang pergi keluar?

B : Iyee Ustadz 2 jika tadi izin sama Ustadz Ardi tapi ikut-ikut i C. Krn

nah bilang tidak ada ji nah kerja.

A : Nah lihatka berdua B keluar dari Asrama baru nah tanyaka

mauka kemana. Ku bilangi mi kalau mauka izin keluar.

BK : Kau iya Nak? Kenapa ko bisa ikut-ikut lagi sama ini dua orang ee.

C : Tidak ji Ustadz. Tidak ada ku kerja tadi di Asrama baru ku lihat i

keluar.

BK : Minta izin apa ko memang tadi A sm B?

B : Mauka kerumahnya keluargaku Ustadz di dekat lapangan karena

libur ji toh. Mauka pergi celleng-celleng kesana.

BK : Kenapa bisa terjebak ko di Pasar Baru Bajo nah?

B : Pergi Pasar Baru Bajo tanteku Ustazd baru kesana ka tidak ada

orang. Menunggu ka di penjual-penjual dekat lapangan. Ada itu

penjual somay ee. Nah tanya ka kalau ke pasar I pale karena hari

Pasar (Hari Selasa)

BK : Jadi pergi ko lagi 3 orang solle kesana tadi ke pasar? Maksudku

saya Nak toh ke Pondok mko dulu kalau memang tidak ada

keluargamu

BK : Terus.. Mu dapat ji tantemu dipasar atau pergi jko kesana saja

tanpa kejelasan?

A : Ditunngu dulu tadi ustadz di situ penjual somay tapi lama sekali

jadi terus pisse ki ke pasar. Pergi lihat-lihat cakar.

BK : Mana mi cakar mu palee nah mu kalupei pulang?

A : Tidak membeli jka Ustadz pergi jika lihat-lihat I sama anak-anak

baru kerumahnya lagi tanteku.

Page 129: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

129

BK : Jadi begini Nak. Lain kali kalau ada sesuatu sesuai dengan

izinnya. Jangan pergi solle yang tidak jelas. Kalau memang tidak

ada keluarganya yah pulang mi saja.

Page 130: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

130

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH V

Pelanggaran Masuk Pondok (Minggu, 04 April 2021)

BK : ―Berapa orang terlambat ini?‖

BK : ―Daerah mana semua tinggal?‖

A : ―Saya Ustadz di Lamasi, Walenrang.‖

B : ― Saya di Kadong-Kadong, Bajo Barat‖

BK : ―Dekat ji pale kita Nak‖, Kenapa bisa terlambat ki kemarin?‖

B : ―Sebenarnya Ustadz waktu hari Ahad itu saya mau di antar sama

Mama. Tetapi kebetulan Bapak mau juga ke Bajo, jadi sekalian di

antar sama.‖

BK : ―Terus Bapak ta mau kemana sehingga bisa terlambat ki?‖

B : ―Bapak ku Ustadz pergi dulu sawah kasih masuk air karena sudah

mi ditanya kalau masuk asrama jam 5 sore.‖

BK : ―Berarti Bapak ta nah lupa i kalau mauki di antar kesini.‖

B : ―Iyee Ustadz karena jam 16.30 baru i datang dari sawah. Baru

dirumah hanya satu ji kendaraan‖.

BK : ―Iyaa Nak. Nanti saya konfirmasi ke orang tua ta masalah ini.‖

BK : ―Kita iya Nak yang dari Lamasi?‖

A : ―Jam 15.00 ka tadi berangkat dari Lamasi Ustadz. Di antar sama

orang tua dan keluarga.‖

A : ―Kebetulan singgah makan siang di Samppodo, setelah Kota

Palopo. Singgah makan bebek karena katanya kebetulan dilewati.‖

BK : ―Mana mi bebek palekko ta, tidak kita bawakan pembina ta?‖,

Heheheh

A : ―Itumi yang kasih lama ka Ustadz karena lama sekali menunggu

baru sudahpi shalat ashar baru berangkat.‖

BK : ―Jam berapaki tiba di Bajo Nak?‖

A : ―Sampaika di gerbang pondok Ustadz sekitar jam 17.00 lewat

kayaknya.‖

A : ―Terlambat 20 menit ka Ustadz yang tercatat di buku catatan

masuk pondok.‖

BK : ―Iyaa Nak. Nanti saya konfirmai ke orang tua ta masalah ini nah‖

BK : ―Kembali mki ke pondok semua.‖

Page 131: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

131

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH VI

Pelanggaran Kegiatan Belajar Mengajar (Senin, 05 April 2021)

BK : ―Siapa saja yang di lihat sama Ustadz Pakis tadi di pondok.‖

A : ―Saya dan B Ustadz yang dilihat tadi.‖

BK : ―Berapa orang ki tadi ke pondok semua?‖

B : ―Sebenarnya 4 orang tadi mau ke pondok tidur-tidur Ustadz, tapi C

dan D singgah di kantin Yayasan beli makanan.‖

BK : ―Kenapa tidak singgah ki sekalian sama teman ta.‖

B : ―Mau ka singgah juga Ustadz tapi A habis mi uangnya, mau pergi

ambil di pondok dulu nah bilang.‖

BK : ―Mau ji pale ambil uang jajan nah tinggal ji matindo-matindo (tidur)

dikamar.‖

BK : ―Jadi, siapa pembina yang dapat ki tadi pondok?‖

A : ― Ustadz Ardi yang dapat ka dikamar Ustadz waktu baring-baring

ka. Tidak sempat jika tidur tadi Ustadz.‖

BK : ―Kenapa tidak langsung keluar kamar waktu di dapat sama

Ustadz Ardi.‖

A : ―Nah tegur jika sebentar Ustadz baru pergi lagi karena mau i ke

kamarnya, baru tinggal mika baring-baring lagi.‖

BK : ―Jadi, Ustadz Pakis mija dapat kalian baru bergerak betul karena

maumi shalat Dhuhur orang.‖

B : ―Iyee ustadz‖, tidak turun ka ke kantin Ustazd karena 15 menit

mija mau istirahat jadi tinggal pisse ka.‖

BK : ―Oke pale. Nanti saya tanya pembina asrama ta masalah ini

sekaligus nanti saya tanya guru ta disekolah.‖

Page 132: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

132

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH VII

Pelanggaran Ketidakikutsertaan Ekstrakurikuler Pilihan (Jumat, 02 April

2021)

BK : ―Siapa pembina ekstrakurikuler ta Nak?‖

A : ―Ustadz Haerul pembinanya Ustadz.‖

BK : ―Esktrakurikuler apa kita ikuti memang.‖

A : ―Di volley ka dulu ustadz tapi disuruhka pindah dulu di dram band

karena itu kegiatan persiapan 17 agustus.‖

BK : ―Berapa orang yang pindah Nak.‖

A : ―Dua orangka tapi yang satu sama Pitto‖

BK : ―Waktu yang pertama memang kenapa bisa tidak hadir?‖

A : ―Pergi main volley Ustadz karena ku kira tidak latihan orang

karena nah bilang Ustadz Haerul di lapangan Tsanawiyah ki latihan

baru ku tunggu-tunggu tidak iya orang.‖

A : ―Ternyata sudah pika mau volley baru kantin ka dibelakang,

ternyata pale di depan rumahnya ki Ustadz Khaidir kumpul. Selesai

mija baruka lihat.‖

BK : ― Apa bilang Ustadz Haerul?‖

A : ―Pulangmi waktu ku tanya anak—anak‖

BK : ―Waktu kedua iya?‖

A : ―Terlambat datangka Ustadz karena tinggal-tinggal ka waktu

sudah salat ashar. Pas kesana tidak nah izinkan mika Ustadz

Haerul gabung karena terlambatka.‖

BK : ―Peccu mi itu karena nah kira kapang main-main ki ikut

esktrakurikuler.‖

BK : ―Nanti saya diskusikan lagi sama pembina ekstra mu Nak,‖

BK : ―Besok-besok jangan begitu lagi nah.‖

Page 133: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

133

DATA PELANGGARAN ATURAN SEKOLAH VIII

Pelanggaran Pembelajaran Tahfidz (Kamis, 01 April 2021)

BK : ―Masuk semua sini!‖

BK : ―Panggilkan ka semua teman mu A yang tidak ikut tahfidz malam

jumat!‖

BK : ―Laporan yang masuk sama saya kalau yang tidak mengikuti

tahfizd itu sekitar 5 orang semua.‖

BK : ―Siapa bossnya ini? Siapa panggali semua ini tidak masuk

tahfizd? Kau kah A atau B atau iko C?

A : ―Tidak adaji Ustadz.‖

BK : ―Dimana ko sirampung dan si bawa ngasang ko‖. (Dimana kumpul

dan ketemu tadi)

A : ―Ketemu di pondok tahfidz ka tadi waktu belum mulai Ustadz.‖

BK : ―Kau B sama C kenapa ko lari dari pondok tahfizd?‖

C : ―Belum pika setor hafalan Ustadz sama B karena ku kira setor

hafalan orang‖

BK : ―Apa kora mu jama tarru di asrama nah tae mu hafal i nah 1 surah

ji‖. (Apa yang dikerjakan dipondok selama ini sehingga tidak

menghafal surah?)

C : ―Dihafalji Ustadz tapi cepat dikalupei.‖ (Dihafal Ustadz tetapi cepat

di lupa)

BK : ―Mapalla na tiro ko apa na malai ko, seandainya te mu malai na ku

semba ko mbe.‖ (Saya marah lihat kalian karena kalian malah lari

pada saat saya lihat kalian)

A : ―Maselang ka Ustadz apa ku sanga Ustadz Khaidir jadi

malaikang.‖ (Kami kaget ustadz karena kami kira Ustad Khaidir jadi

kami lari)

BK : ―Begini pale Nak. Besok sudah salat magrib ke kamarku ko setor

hafalan yang kemarin nah. Kalau tidak mu hafal mi bertambah

hafalan mu itu.‖

BK : ―Okee B dan C?‖

B : ―Iyee Ustadz insya allah‖

C : ―Iyee Ustadz‖

Page 134: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

134

Page 135: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

135

Page 136: KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANTARA GURU DAN SISWA …

136