Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN JAMINAN PADA FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO. 7 DSN-MUI/IV/TAHUN 2000 TENTANG PEMBIAYAAN
MUD�ĀRABAH
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH
GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM
DISUSUN OLEH :
KHAMBALI 05380081
PEMBIMBING :
1. Drs. H. DAHWAN, M.Si 2. ABDUL MUGHITS, S.Ag., M.Ag
MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2009
ii
ABSTRAK
Dalam akad mud�ārabah hubungan antara şāh�ib al-māl dengan mud�ārib adalah hubungan yang bersifat “amanah” artinya mud�ārib itu orang yang dipercaya oleh şāh�ib al-māl untuk mengelola hartanya, oleh karena itu jika şāh�ib al-māl meminta jaminan pada mud�ārib maka akad mud�ārabah tersebut akan menjadi rusak atau batal, demikian yang diungkapkan oleh Iman Syafi’i dan Imam Malik.
Namun aplikasi mud�ārabah di Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) menuntut nasabah (mud�ārib) untuk menyertakan jaminan, hal ini karena pihak LKS mengacu pada fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No. 7 DSN-MUI/IV/2000 yakni: “pada prinsipnya dalam pembiayaan mud�ārabah tidak ada jaminan, namun agar mud�ārib tidak melakukan penyimpangan, bank dapat meminta jaminan dari mud�ārib atau pihak ketiga”.
Atas dasar fatwa DSN tersebut, maka pihak bank menyertakan jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah, padahal sudah dikatakan oleh Imam Madzhab, bahwa akad mud�ārabah itu tidak sah apabila şāh�ib al-māl meminta jaminan kepada mud�ārib karena konsep akad mud�ārabah itu dibangun atas dasar kepercayaan, jika adanya jaminan berarti akad tersebut bukan merupakan akad mud�ārabah, akan tetapi, mengapa dalam hal ini, DSN mengeluarkan istinbat pembolehan hukum jaminan tersebut. Dari sini penyusun tertarik untuk meneliti hal tersebut yang engacu pada pokok masalahnya berikut: Faktor apa yang menjadi pertimbangan adanya jaminan pada pembiayaan mud�ārabah terkait dengan fatwa dewan syari’ah nasional No. 07 DSN-MUI/IV/2000 di Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS)? Apakah faktor-faktor tersebut dapat dijadikan sebagai h�ujjah yang menjadi dasar hukum pembolehan jaminan pada pembiayaan mud�ārabah?.
Dalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah field reseach. Sifat penelitiannya adalah deskriptif analitik. Sedangkan langkah yang digunakan dalam tehnik pengumpulan datanya yaitu dengan menelaah pustaka dan wawancara. Analisis data yang digunakan dengan metode deduktif.
Pada akhir penelitian ini berkesimpulan: hukum jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah itu diperbolehkan karena adanya faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk melakukan istinbat, yakni : a. Jaminan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya moral hazard (pelaku
usaha) b. Jaminan dijadikan sebuah ikatan antara pihak bank dengan nasabah c. Jaminan dimaksudkan untuk melindungi dana (amanah) nasabah investor d. Jaminan dimaksudkan untuk menghindari resiko-resiko pembiayaan Akan tetapi, disyaratkan bahwa jaminan tersebut harus didasarkan pada tujuan menjaga agar tidak terjadi moral hazard berupa penyimpangan oleh pengelola dana, bukan bertujuan mengembalikan modal bank atau sebagai ganti rugi setiap kerugian atas kegagalan usaha mud�ārib secara mutlak.
vi
MOTTOMOTTOMOTTOMOTTO
��� ������� � �� ����
���� � ��� �� ���� �� ��
Bermuamlah-lah dengan jalan Syar’i
Karena harta itu ibaratkan sebagai pembiayaan,
Maka kita harus membayarnya dengan amal ibadah
vii
KATA PENGANTAR
���� ��� �� � ا��� ان ا� ا ا� و��� ���� � وا��� ان ����ا ���� و ر�ا����� رب ا�����
�� ا�$��# وا"��� ا!���� وا�+)ة وا�()م �&% ر
Puji syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
nikmat kekuatan fisik, spiritual maupun intelektual, sehingga penulisan skripsi
yang cukup berat ini dapat terselesaikan. Tanpa semua nikmat-Nya, tentu tulisan
ini tidak akan pernah mengenal kata “selesai”. Sebab hanya dengan rid}a-Nya
setiap kesulitan hidup di muka bumi dalam pelbagai dimensinya akan dapat
ditemukan solusinya.
Şalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW. beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Sebagai sebuah produk penelitian, skripsi ini tentu melibatkan partisipasi
banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam membantu
mempermudah kesulitan-kesulitan yang penyusun alami. Mereka semua telah
berjasa, oleh karenanya penyusun ucapkan banyak terimakasih. Dengan tidak
mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu secara khusus, penyusun perlu menghaturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Amin Abdullah, selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2. Bapak Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., Ph. D. Selaku Dekan Fakultas
Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
viii
3. Bapak Drs. Riyanta M.Hum Selaku Ketua Jurusan Muamalah, Bapak Gusnam
Haris, S.Ag., M.Ag. Selaku Sekretaris Jurusan Muamalat, dan Setap TU
Jurusan Muamalah Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4. Bapak Drs. H. Dahwan, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Pembimbing I dan Bapak Abdul Mughits, S.Ag., M.Ag. Selaku Pembimbing
II, yang selalu meluangkan waktunya kepada penyusun untuk membimbing
dan memberikan arahan guna kesempurnaan skripsi ini.
5. Segenap petugas perpustakaan UIN SUKA, Perpustakaan Fakultas Syari’ah
UIN, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, dan segenap Perangkat BMT as-
Salam Banguntapan Bantul dan BMT UIN Sunan Kalijaga yang telah
membantu dalam mencari data, guna kesempurnaan skripsi ini.
6. Kedua orang tua, mas Fa’i, embak Eka, dan dik Nurul, yang selalu membantu
dan mendukung penyusun untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas
bantuan imateril (do’a) dan materilnya. Semoga kita semua mendapatkan
rahmat dan hidayahNya.
7. Semua teman-teman Jurusan Muamalah angkatan 2004 dan 2005 khususnya
dan semua temen-temen Universitas umumnya, terimakasih atas saran dan
idenya. Temen-temen organisasi KSC yang sudah memberikan kontribusinya
kepada penyusun selama menimbah ilmu di Jogjakarta.
Akhirnya, kendati penyusun telah berusaha secara maksimal untuk
menghasilkan sebuah karya yang berkualitas, namun masih begitu banyak
sekali kekurangan yang berada di luar jangkauan penyusun untuk
memperbaikinya. Oleh karena itu saran dan kritik konstruktif, akan selalu
ix
penyusun harapkan dari semua pihak. Semoga Allah senantiasa membimbing
kita semua ke jalan lurus.
Yogyakarta, 14 Rajab 1430 H
06 Juli 2009 M
Penyusun
Khambali NIM. 05380081
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB
Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Mentri Agama
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988 Nomor:
158/1987 dan Nomor: 0543 b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif TTTTidak dilambangkanidak dilambangkanidak dilambangkanidak dilambangkan ا
tidak dilambangkan
Ba’ BBBB ب
Be
Ta’ TTTT ت
Te
Śa’ Ś ث
es titik atas
Jim JJJJ ج
je
�H�a’ HHHH ح
Ha (dengan titik bawah)
Kha’ KhKhKhKh خ
ka dan ha
Dal DDDD د
De
Źal Ź ذ
ze (dengan titik di atas)
Ra’ RRRR ر
Er
Zai ZZZZ ز
zet
xi
Sin SSSS س
es
Syin SySySySy ش
es dan ye
Şad Ş ص
Es (dengan titik di bawah)
Dad� D ض
De (dengan titik di bawah)
Ţā’ Ţ ط
Te (dengan titik di bawah)
Za’ Z ظ
Zet (dengan titik di bawah)
…‘……‘……‘……‘… Ain’ ع
koma terbalik di atas
Gayn GGGG غ
ge
Fa’ FFFF ف
ef
Qaf QQQQ ق
qi
Kaf KKKK ك
Ka
Lam LLLL ل
el
Mim MMMM م
em
Nun NNNN ن
en
Waw WWWW و
We
! Ha’ HHHH
Ha
xii
…’……’……’……’… Hamzah ء
Apostrof
Ya’ YYYY ي
Ye
B. Konsonan Rangkap KarenaTasydīd ditulis Rangkap
������ ditulis Muta’aqqidah
��� ditulis ’Iddah
C. Ta’ Marbûtah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan tulis h
�� ditulis H�ikmah
�� � ditulis Jizyah
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti Zakat, shalat dan sebagainya,
kecuali dikehendaki lafal aslinya)
2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t:
����� ���� ditulis Zakā al-fit�r
D. Vokal Pendek
______َ____ (fathah) ditulis a contoh ��� ditulis D�araba
_____ِ_____ (kasrah) ditulis i contoh ��� ditulis Fahima
_____ُ_____ (Dhamah) ditulis u contoh ��� ditulis Kutiba
E. Vokal Panjang
1. fathah + alif, ditulis ā’ (garis diatas)
xiii
��� �� ditulis Jā’hiliyyah
2. fathah + Alif maqsur ditulis ā’ (garis diatas)
!"#$ ditulis Tansā
3. kasrah + ya mati, ditulis ī (garis diatas)
%�� ditulis Karīm
4. Dhammah + Wau mati ditulis ū (garis diatas)
&'�� ditulis Furūd�
F. Vokal Rangkap
1. Fathah + yā’ mati, ditulis ai
�#�( ditulis Bainakum
2. Fathah + wau mati, ditulis au
)*+ ditulis Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
apostrof
��,-- ditulis A’antum
.��- ditulis U’iddat
/�0 12� ditulis La’in syakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti huruf qomariyah ditulis al-
34���� ditulis Al-Qur’ān
5����� ditulis Al-Qiyās
xiv
2. Bila diikuti huruf syamsiyah ditulis menggandakan syamsiyah yang
mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)nya.
6�"�� ditulis As-Samā’
78�� ditulis Asy-Syams
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut
penulisannya
&'���� 9': ditulis Źawī al-furūd �
�#"�� ; � ditulis Ahl as-sunnah
J. Huruf Besar
Huruf besar dalam tulisan latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD)
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
HALAMAN MOTO ............................................................................................ vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ...................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xv
BAB I: PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pokok Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................. 6
D. Telaah Pustaka ............................................................................ 6
E. Kerangka Teoretik ...................................................................... 9
F. Metode Penelitian ....................................................................... 14
G. Sitematika Pembahasan .............................................................. 16
BAB II: DESKRIPSI UMUM MUD�ĀRABAH ............................................. 19
A. Mud�ārabah Dalam Literatur Fiqh ............................................... 18
1. Pengertian Mud�ārabah .......................................................... 18
2. Dasar Hukum Mud�ārabah .................................................... 29
3. Rukun dan Syarat Mud�ārabah .............................................. 21
4. Jaminan Dalam Mud�ārabah .................................................. 23
5. Masa Berlakunya Mud�ārabah ............................................... 24
B. Aplikasi Mud�ārabah Dalam Perbankan Syari’ah ....................... 24
C. Konsep Jaminan Dalam Hukum Islam ....................................... 31
xvi
BAB III: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADANYA
JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN MUD�ĀRABAH ................. 37
A. Profil Dewan Syari’ah Nasional . ............................................... 37
B. Fatwa DSN No. 7 DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mud�ārabah ................................................................................ 44
C. Faktor-Faktor yang Mmpengaruhi Adanya Jaminan Dalam
Pembiayaan Mud�ārabah ............................................................. 48
BAB IV: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ADANYA JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN MUD�ĀRABAH
.............................................................................................................. 54
A. Analisis Faktor-Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Adanya
Jaminan Dalam Pembiayaan Mud�ārabah ................................... 54
B. Analisis Kehujjahan Faktor yang Menjadi Dasar Pembolehan
Jaminan Dalam Pembiayaan Mud�ārabah ................................... 58
BAB V: PENUTUP ........................................................................................... 64
A. Kesimpulan ............................................................................. 64
B. Saran – Saran ............................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Terjemah
Biografi Ulama
Pedoman Wawancara
Surat Izin Penelitian
Curriculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan ekonomi Islam adalah untuk mewujudkan perekonomian
jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia.1 di Indonesia
ekonomi Islam memiliki fungsi sebagai pelengkap atau sebagai kontrol
terhadap sistem ekonomi kekinian, karena ekonomi yang berjalaan saat ini
tidak bisa memunculkan keadilan dan tidak bisa mengentaskan kemiskinan,
oleh karena itu sudah selayaknya ekonomi Islam memberikan perubahan
untuk umatnya sebagai alternatif atau solusi perkembangan ekonomi yang
sudah berjalan (kapitalis). Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia dapat
dibuktikan dangan kehadiran lembaga keuangan yang berbasis syari’ah.
Umat Islam sudah seharusnya patut mensyukuri atas kehadiran
perbankan syari’ah karena sudah sekian lama umat Islam dibawa oleh sistem
ekonomi konvensional yang tidak memandang prinsip keadilan dalam
bertransaksi, umat Islam meyakini bahwa bank syari’ah dengan membawa
konsep bagi hasil dan penanggungan risiko bersama antara pihak nasabah dan
pihak perbankan akan memunculkan keadilan dalam bertransaksi.
Konsep bagi hasil dan penanggungan risiko secara bersama yang
diterapkan dalam perbankan syari’ah sebenarnya mengacu pada praktek
1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004),
hlm. 1.
2
mu’amalah terdahulu, kemudian diaplikasikan kedalam lembaga keuangan
syari’ah, misalnya, perbankan syari’ah dalam menerapkan produk pembiayaan
di antaranya mengacu pada konsep musyārakah, mud�ārabah, dan murābah�ah.
Dalam aplikasi konsep musyārakah, mud�ārabah dan murābah�ah tidak
sepenuhnya sesuai dengan yang dibicarakan oleh Imam Madzhab. Seperti
halnya Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang menerapkan konsep
mud�ārabah dalam pembiayaan, pihak bank yang bertindak sebagai s�āh�ib al-
māl meminta jaminan kepada mud�ārib, padahal menurut sebagian Imam
Madzhab melarangnya.
Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa jika pemilik harta
mensyaratkan jaminan kepada orang yang bekerja maka mud�ārabah tersebut
akan menjadi rusak, karena mensyaratkan jaminan itu menambahkan
kesamaran dalam bagi hasil, hingga karenanya mud�ārabah tersebut akan
menjadi rusak.2 Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya membolehkah
adanya jaminan dalam akad mud�ārabah hanya saja syaratnya menjadi batal
seperti halnya dalam jual beli yang syaratnya rusak namun jual belinya
diperbolehkan.3
Konsep akad mud�ārabah yang dimaksudkan oleh fiqh, di mana
hubungan antara şāh�ib al-māl dengan mud�ārib adalah hubungan yang bersifat
2 Ibn ar-Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid wā-Nihayah al-Muqtasid, (Semarang: Maktabah Taha
Putra, t.t.), II, hlm. 179. 3 Ibid.
3
“amanah”, 4 artinya mud�ārib adalah orang yang dipercaya oleh şāh�ib al-māl,
maka tidak ada jaminan dalam akad mud�ārabah, oleh karena itu Imam Malik
dan Imam Syafi’i melarangnya.
Meskipun sebagian Imam Madzhab sudah menyatakan larangan
penyertaan jaminan dalam akad mud�ārabah, namun dalam praktek di
perbankan syari’ah, pihak bank benar-benar meminta berbagai bentuk jaminan
dari nasabah maupun pihak ketiga, sehingga hal ini menjadikan keraguan bagi
umat Islam atas keberadaan bank syari’ah untuk mengedepankan nilai-nilai
Syar’i, karena pemahaman masyarakat hanya didasarkan dari konteks fiqh.
Dewan Syari’ah Nasional (DSN) adalah sebuah lembaga yang di
dalamnya terdiri dari para ulama, praktisi dan para ahli dalam bidangnya, yang
diberi tugas untuk menanamkan nilai-nilai Syar’i dalam produk-produk yang
dijalankan oleh LKS dan DSN memiliki tugas serta kewenangan untuk
memonitoring segala transaksi yang diterapkan di LKS.
Oleh karena itu, LKS menerapkan jaminan pada pembiayaan
mud�ārabah dengan mendasarkan pada fatwa DSN No. 7 DSN-MUI/IV/2000,
yakni: “pada prinsipnya dalam pembiayaan mud�ārabah tidak ada jaminan,
namun agar mud�ārib tidak melakukan penyimpangan, bank dapat meminta
jaminan dari mud�ārib atau pihak ketiga. dan Jaminan ini hanya dapat
4 ‘Al ī Ahmad as-Sālūsi, al-Mu’ammalat al-Mālīyah al-Muhād�arah Fī al-Mijānī al-Fiqh Al-
Islāmī, (Kuait: Maktabah Dār al-Fikr 1987), hlm. 38.
4
dicairkan jika mud�ārib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang
telah disepakati”.5
Penegasan larangan jaminan dalam akad mud�ārabah yang
dimaksudkan oleh sebagian Imam Madzhab, di mana hubungan antara şāh�ib
al-māl dengan mud�ārib adalah hubungan yang bersifat amanah6
(kepercayaan), jadi tidak memerlukan adanya jaminan, namun jika jaminan itu
diminta dari tangan mud�ārib maka konsep akad kepercayaan itu akan hilang
dan bisa dikatakan bahwa modal yang diberikan oleh şāh�ib al-māl adalah
hutang mud�ārib, oleh karena itu akad tersebut akan menjadi rusak atau batal.
Larangan adanya jaminan dalam akad mud�ārabah yang dimaksudkan
oleh sebagian Imam Madzhab, bukan berarti hukum Islam akan berhenti di
sini, karena Syari’at Islam itu memiliki kemampuan dalam merespon
perkembangan umat, kemajuan zaman dan relevan untuk dipraktekkan
sepanjang zaman dan ruang7 serta tidak menyulitkan terhadap umatnya.
����� �� ��� � ����� �� �� ���8
5 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI, cet. ke-4 (Jakarta: Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, 2006), hlm. 43.
6 ‘Al ī Ahmad as-Sālūsi, al-Mu’amalat al-Mālīyah al-Muhād�arah Fi al-Mijānī al-Fiqh Al-
Islam, hlm. 38. 7 Kamal Muhtar, Maslahat Sebagai Dalil Dalam Penetapan Hukum Islam Masalah
Kontemporer, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000), hlm. 15. 8 Al-Baqarah (2): 185.
5
Terlebih-lebih dalam akad mud�ārabah yang dapat membawa nilai-nilai
ta’awun (tolong menolong) antara pihak yang kelebihan harta dengan pihak
yang kekurangan harta, sesuai dengan firman Allah:
��� ��� ��� ��� � ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��9
Oleh karena itu, Penyusun sangat tertarik untuk meneliti faktor apa
yang dijadikan pertimbangan oleh DSN dalam mengapalikasikan mud�ārabah
di LKS, sehingga dapat mengambil istinbat� membolehkan adanya jaminan
dalam akad mud�ārabah.
B. Pokok Masalah
Berdasarkan kajian latar belakang di atas memunculkan adanya suatu
pokok masalah dalam akad pembiayaan mud�ārabah. Penyusun merumuskan
pokok masalah sebagai berikut:
1. Faktor apa yang menjadi pertimbangan adanya jaminan pada pembiayaan
mud�ārabah terkait dengan fatwa dewan syari’ah nasional No. 07 DSN-
MUI/IV/2000 di Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS)?
2. Apakah faktor-faktor tersebut dapat dijadikan h�ujjah yang menjadi dasar
hukum pembolehan jaminan pada pembiayaan mud�ārabah?
9 Al-Māidah (5): 2.
6
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendiskripsikan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No.7
DSN-MUI/2000, terkait dengan faktor yang membolehkan adanya
jaminan pada pembiayaan mud�ārabah.
b. Menjelaskan validitas argumentasi pembolehan jaminan dalam
pembiayaan mud�ārabah di perbankan syari’ah.
2. Kegunaan Penelitian
a. Segi akademis:
1) Sebagai kontribusi pemikiran dalam kajian fiqh muamalat.
2) Memberikan pemahaman dan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat dan khususnya dalam praktek fiqh muamalat yang
diaplikasikan dalam dunia perbankan syari’ah di Indonesia.
b. Segi Praktis:
1) Memperluas wawasan penyusun dalam bidang fiqh muamalat.
2) Sebagai stimulan bagi studi berikutnya mengenai persoalan-
persoalan dalam hukum Islam
D. Telaah Pustaka
Kajian tentang jaminan dalam perbankan sebagai syarat mengajukan
kredit memang telah banyak dibicarakan dalam kalangan masyarakat baik
berupa buku-buku, makalah, tesis, tugas akhir S-I atau tulisan lepas dimedia
7
masa. Kebanyakan lebih menekankan pada macam-macam jaminan yang
dalam hukum Islam disebut dengan rāhn dan kāfālah, sedangkan dalam
hukum konvensional kebanyakan sekedar menyebutkan macam-macam
jaminan kebendaan dan aneka perjanjian dan perikatan, yang semuanya hanya
menjelaskan bentuk-bentuk jaminan ditinjau dari kedua hukum tersebut.
Adapun buku-buku yang berkaitan dengan masalah jaminan dalam
pembiayaan mud�ārabah diantaranya:
Dalam buku Abdullah Saeed menjelaskan perbedaan pembiayaan
mud�ārabah yang harus disertai jaminan, akan tetapi tidak memberikan
perbedaan yang signifikan dengan sistem yang ada pada bank konvensional
dan pada akhir pembahasan mud�ārabah mempunyai sebuah kesimpulan
pendapat ulama kontemporer membolahkan adanya jaminan, akan tetapi
pembahasannya belum sampai pada faktor-faktor yang dijadikan alasan
pembolehan adanya jaminan pada akad mud�ārabah.10
Karya Mahalul Ilmi menjelaskan hubungan antara pemilik modal
(şāh�ib al-māl) dan pengelola modal (mud�ārib) yang didasarkan pada akad
mud�ārabah, akan tetapi pembahasannya belum sampai pada faktor yang
mempengaruhi adanya jaminan pada pembiayaan mud�ārabah.11
Karya Ibn ar-Rusyd menjelaskan permasalahan-permasalahan dalam
akad mud�ārabah menurut sebagian Imam Madzhab, salah satunya mengenai
10 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga (Studi Kritis da Interpetasi Kontemporer Tentan
Riba dan Bunga), alih bahasa Mohamad Ufuqul Mubin, cet. ke-2 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 97.
11 Makhalul Ilmi, Teori dan Prektek Lembaga Mikro Syari’ah, cet. ke-1 (Yogyakarta: UII
Press, 2002), hlm. 32.
8
adanya tanggungan pada mud�ārib itu tidak diperbolehkan menurut Imam
Syafi’i dan Imam Maliki, akan tetapi permaslahan tersebut tidak menjelaskan
adanya alasan yang melarang adanya jaminan pada akad mud�ārabah.12
Dalam buku as-Sayyid Sābiq, menjelaskan konsep mud�ārabah dengan
“amanah” sehingga şāh�ib al-māl tidak boleh meminta jaminan, akan tetapi
hanya kepercayaan mud�ārib.13 Namun dalam pembahasannya belum
menyentuh pada aspek larangan hukum jaminan menurut para Imam Madzhab
sehingga tidak dapat ditemukan alasan larangan penyertaan jaminan pada akad
mud�ārabah.
Dalam karya tugas akhir juga ada yang membahas mud�ārabah, seperti
Asep Ermansyah dalam karyanya menjelaskan, pembiayaan mud�ārabah pada
praktek yang dijalankan oleh pihak BMT sesuai atau tidak dengan prinsip
hukum Islam, akan tetapi pembahasannya belum menyentuh pada adanya
jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah.14
Karya Iwan Indrawijaya, menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap
adanya pembiayaan mud�ārabah dengan menggunakan sistem lelang pada bagi
12 Ibn ar-Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid wā-Nihayah al-Muqtasid, hlm. 179. 13 As-Sayyid Sābiq, Fiqh as-Sunnah, (Libanon, Dār al-Kitab al-‘Arabiyyah, t.t.), III, hlm.
144. 14 Asep Ermansyah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Mud��ārabah
di BMT at-Taqwa Kab Tasikmalaya, skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta, Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, 2000.
9
hasil, akan tetapi pembahasannya tidak sampai menyentuh pada aspek jaminan
pada akad mud�ārabah.15
Dari literatur di atas, tidak satupun yang membahas mengenai faktor
apa yang dijadikan alasan pembolehan jaminan pada pembiayaan mud�ārabah,
tetapi masing-masing hanya membahas secara sekilas, terbatas dan hanya pada
dataran hukum penyertaan jamianan dalam akad mud�ārabah.
E. Kerangka Teoretik
Segala ucapan dan perbuatan manusia, baik itu berupa aspek ibadah,
mu’amalah, pidana, perdata, atau berbagai macam perjanjian atau
pembelanjaan,16 semua itu mempunyai hukum dalam Syari’at Islam. Hukum-
hukum tersebut sudah ada yang dijelaskan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
Misalnya dalam aspek mu’amalah tentang pelaksanaan mud�ārabah secara
umum sudah diisyarahkan dalam firman Allah:
........ �� !"# $% ��&�'� (�� ) ���"� � �*.......17
Dan firman Allah:
15 Iwan Indrajaya, Mud��ārabah dengan Metode Lelang Sukarela Pada BMT al-Jabar Merden
Kecamatan Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara, skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta, Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, 2005, hlm. 55.
16 Abdu Wāhab Khālaf, Ilmu Ushul Fiqh, cet. ke-1 (Semarang: Dina Utama Semarang,
1994), hlm. 1. 17 Al-Muzzammil (73): 20.
10
� (+�� ) � �,���# -./�� 0�"1 �2�# �� !"# $% ��&�.....18
Sebagian belum ada hukumnya dalam al-Qur’an dan As-Sunnah
seperti adanya jaminan dalam mud�ārabah, lantas bagaimana Islam menjawab
permasalahan-permasalahan yang baru, padahal Islam itu sendiri memiliki
sifat feleksibel dan keluasan Syari’at Islam memiliki kemampuan dalam
merespon perkembangan umat dan kemajuan zaman dan relevan untuk
dipraktekan sepanjang zaman dan ruang.19 Oleh karena itu terbentuklah fiqh,20
yang memuat persoalan yang baru dalam hukum Islam yang diambil dari dalil-
dalil kemudian menjadikan ilmu ushul fiqh.
Selain al-Qur’an dan as-Sunnah, sumber hukum lainnya adalah ijmā’ ,
qiyās (analogi), istihsan, istişhāb, ‘urf dan maslahah mursalah yaitu, suatu
kemaslahatan dimana Syari’ tidak mensyariatkan suatu hukum untuk
merealisir itu, dan tidak ada dalil yang menunjukan atas pengakuannya atau
pembatalannya.21
Persoalan jaminan dalam mud�ārabah tidak ada dalil yang menunjukan
pembolehan atau pelarangan dalam Syara’, namun hukum mu’amalah itu
memiliki prinsip-prinsip sebagi acuan hukum yakni, sebagai berikut:22
18 Al-Jumu’ah (62): 10. 19 Kamal Muhtar, Maslahat Sebagai Dalil Penetapan Hukum Islam Masalah Kotemporer,
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000), hlm. 15. 20 Abdu Wāhab Khālaf, Ilmu Ushul Fiqh, hlm. 1. 21 Ibid., hlm. 116. 22 Ahmad Azar Basyir, Asas-asas Hukum Islam, (Yogyakarta: UII, 1993), hlm. 15-16.
11
1. Pada dasarnya hukum mu’amalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan
lain oleh al-Qur’an dan Sunah Rasul.
2. Mu’amalah dilakukan atas dasar sukarela tanpa ada unsur-unsur
pemaksaan.
3. Mu’amalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari mad�ārat dalam hidup masyarakat.
4. Mu’amalah dilakukan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesampatan dalam
kesempitan.
Ulama fiqh seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i merespon hukum
jaminan pada akad mud�ārabah dengan menggunakan metode ijtihadnya, yang
mana tentunya tidak terlepas dengan kontek sosial masyarakat pada waktu itu
sehingga beliau mengatakan bahwa hukum jaminan dalam akad mud�ārabah
itu tidak diperbolehkan karena akan menjadikan tidak sah.23 Imam Abu
Hanifah dan para pengikutnya membolehkah adanya jaminan dalam akad
mud�ārabah hanya saja syaratnya batal.24
Pendapat sebagian Imam Madzhab di atas mempunyai perbedaan
dengan pendapat Dewan Syari’ah Nasional (DSN) selaku badan pengawas
perbankan syari’ah di Indonesia. Dalam fatwanya No. 7 DSN-MUI/IV/2000
menjelaskan bahwa pada “prinsipnya dalam pembiayaan mud�ārabah tidak ada
jaminan, namun agar mud�ārib tidak melakukan penyimpangan, bank dapat
23 Ibn ar-Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid wā-Nihayah al-Muqtasid, II, hlm. 179. 24 Ibid.
12
meminta jaminan dari mud�ārib atau pihak ketiga dan jaminan ini hanya dapat
dicairkan jika mud�ārib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang
telah disepakati”.25
Kalau kita lihat konsep dari akad mud�ārabah adalah şāh�ib al-māl
(pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu usaha, sedangkan nasabah
bertindak sebagai mud�ārib (pengelola dana). Prinsip paling utama dalam
pelaksanaan akad mud�ārabah adalah kepercayaan.
Hukum adanya jaminan dalam akad mud�ārabah memang sudah ada
ketetapan hukum dari ijtihad yang dilakukan oleh sebagian Imam Madzhab,
yang tentunya melihat realitas masyarakat pada saat itu, sehingga beliau bisa
menetapkan suatu hukum, akan tetapi jika ketetapan hukum itu sudah tidak
relavan untuk saat ini maka bisa dimungkinkan untuk adanya suatu perubahan
ketetapan hukum lagi tergantung pada adanya suatu dalil atau alasan yang kuat
untuk merubah ketetapan hukum, asalkan ketetapan tersebut tidak melanggar
dari ketetapan-ketetapan yang sudah ada dalam naş. Sesuai dengan kaidah:
3 4��� 5% + � ��6��7�%� �26
Dalam hal ini, Islam memiliki salah satu sumber hukum yang
dinamakan istihsan. Istihsan menurut bahasa adalah mencari kebaikan.27
25 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI, cet. ke-4 (Jakarta: Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, 2006), hlm.43.
26 Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, cet. Ke-5
(Bandung: Prenada Media, 2005), hlm. 26. 27 Chairul Umam, Ushūl Fiqh, cet. ke-2 (Bandung, Pustaka Setia, 2000), hlm. 117.
13
Menurut istilah istihsan adalah menarjihkan/mengunggulkan suatu dalil dari
dalil yang menentangnya disebabkan adanya murājih (faktor yang
mengunggulkannya) yang diakui (mu’tabar/respectable).28
Menurut Ibn ‘Arabī istihsan ialah memilih meninggalkan dalil dan
mengambil rukhşah dengan hukum sebaliknya, karena dalil itu berlawanan
dengan dalil lain pada sebagian kasus tertentu.29 Beliau juga membagi istihsan
menjadi empat macam, yakni:30
a. Meninggalkan dalil Karena ‘urf
b. Meninggalkan dalil karena ijma’
c. Meninggalkan dalil karena maslahat
d. Meninggalkan dalil karena untuk meringankan dan menghindarkan
masyaqqat
Sementara menurut Abdu Wāhab Khāllaf, istihsan terbagi menjadi dua
macam, yakni:
a. Pentarjihan qiyas khafī (yang tersembunyi) atas qiyas jall ī (nyata) karena
ada suatu dalil.
b. Pengecualian kasuistis (juz’iyyah) dari suatu hukum kullī (umum) dengan
adanya suatu dalil.
Tidak menutup kemungkinan kalau hukum jaminan yang sudah
ditetapkan oleh para Imam melalui ijtihadnya itu akan berubah dengan
28 Ibid., hlm. 123. 29 Muhamad Abū Zahrah, Ushūl Fiqh, cet. ke-12 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 403. 30 Ibid.
14
berkembangnya kondisi sosial umat Islam, akan tetapi perubahan itu berubah
harus didasarkan kepada kebaikan atau kemaslahatan umat Islam itu sendiri.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(library research) yaitu, menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data
yang berasal dari buku-buku atau kitab-kitab yang ada kaitannya dengan
masalah jaminan pada pembiayaan mud�ārabah.
2. Sifat Penelitian
Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif-analitik. Deskriptik adalah
metode yang menggunakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat,
sedangkan analisa adalah menguraikan sesuatu yang cermat dan terarah.31
Yaitu penulis berupaya memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi
adanya jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah kemudian dikaji dengan
sumber hukum Islam untuk menguji validitas kehujjahan hukum jaminan
tersebut.
3. Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan
adalah:
a. Kepustakaan, dengan menelaah pada sumber hukum Islam melalui
naş, kemudian menelaah dari buku-buku fiqh seperti karya Ibn ar-
31 Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hlm. 63.
15
Rusyd yang membahas sekilas perselisihan para ulama dalam
Mud�ārabah., Bank Islam dan Bunga karya Abdullah Saeed, dan buku-
buku lain yang berkaitan tentang pembahasan jaminan pada
pembiayaan mud�ārabah.
b. Interview/Wawancara, teknik interview yang dilakukan adalah
wawancara tidak terstruktur, di mana wawancara ini dilakukan dengan
bebas untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan penelitian
dengan cara tanya jawab langsung kepada pimpinan BMT UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta dan pimpinan BMT As-Salam Jl. Sorowajan,
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Data yang akan digali adalah
berupa informasi orisinil atau fakta yang ada pada BMT untuk
memperoleh data rinci tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
adanya jaminan pada pembiayaan mud�ārabah.
4. Pendekatan masalah
Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah
pendekatan yuridis-normatif. Yaitu, telaah kritis terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi adanya jaminan pada pembiayaan mud�ārabah
menurut hukum Islam berdasarkan kepada naş-naş al-Qur’an dan al-Hadis
serta pendapat para ulama yang tertuang dalam kitab-kitab fiqh, dan fatwa
DSN-MUI/IV/2000 tentang jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah.
5. Analisis Data
Dalam menganalisa data, penyusun menggunakan metode deduktif.
Metode ini akan digunakan untuk menganalisa faktor-faktor yang
16
mempengaruhi adanya jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah dengan
cara mengkaji faktor-kator tersebut kemudian ditarik sebuah kesimpulan
yang akan dijadikan pertimbangan dasar hukum adanya jaminan dalam
pembiayaan mud�ārabah.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka penyusun
membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang
masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka,
kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Dalam bab
pertama ini menggambarkan lahirnya sebuah permaslahan hukum adanya
jaminan pada mud�ārabah dengan cara membandingkan teori klasik melalui
pandapat ulama Imam Maz�hab dengan fatwa dewan syari’ah nasional No. 7
DSN-MUI/IV/2000, dan kemudian akan dijabarkan penggunaan metode-
metode yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Bab kedua, mendiskripsikan tentang mud�ārabah meliputi pengertian,
rukun dan syarat, dasar hukum, jaminan pada akad mud�ārabah. Pembahasan
selanjutnya mengenai aplikasi mud�ārabah dalam perbankan melalui
pembiayaan meliputi pengertian, bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan,
risiko-risiko pada pembiayaan mud�ārabah, jaminan pada pembiayaan
mud�ārabah, dan yang terakhir konsep jaminan dalam hukum Islam.
17
Bab ketiga, mendiskripsikan tentang profil dewan syari’ah nasional
dan aspek historis lahirannya dewan syari’ah nasional, tugas dan wewenang
dewan syari’ah nasional, fatwa DSN No. 7 DSN-MUI/IV/2000 dan yang
terakhir akan mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi adanya
jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah.
Bab keempat, penyusun akan memberikan penjelasan analisis jaminan
faktor-faktor yang mempengaruhi adanya jaminan dalam pembiayaan
mud�ārabah, dan penyusun akan menganalisis faktor yang dapat menjadi h�ujah
atas pembolehan jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah.
Bab kelima berisi tentang penutup dari keseluruhan rangkaian
pembahasan, dimuat dalam kesimpulan dan saran-saran yang relevan dengan
pembahasan.
63
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian faktor-faktor yang menyebabkan adanya jaminan dalam
pembiayaan mud��ārabah di atas, yang digunakan sebagai istidlāl hukum para ulama
kontemporer dalam melakukan istinbat��� hukum penyertaan jaminan dalam
pembiayaan mud�ārabah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Konsep yang dibangun dalam akad mud�ārabah adalah keparcayaan (amanah)
şāh�ib al-māl terhadap mud�ārib untuk mengelola hartanya, oleh karena itu
şāh�ib al-māl tidak boleh meminta jaminan kepada mud�ārib, namun dalam
aplikasinya di perbankan syari’ah, pihak bank meminta jaminan kepada
nasabah dikerenakan adanya bebarapa faktor yang menjadi pertimbangan akan
keberadaan jaminan dalam akad mud�ārabah tersebut, yakni:
a. Jaminan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya moral hazrd (moral
pelaku usaha)
b. Jaminan dijadikan sebuah ikatan antara pihak bank dengan nasabah
c. Jaminan dimaksudkan untuk melindungi dana (amanah) nasabah investor
d. Jaminan dimaksudkan untuk menghindari resiko-resiko pembiayaan
2. Keberadaan jaminan dalam produk pembiayaan di perbankan syari’ah
sebagaimana perbankan konvensional, sangat penting mengingat bank
merupakan lembaga intermediary yang menerima “amanah financial” dari
64
para nasabahnya. Dalam kaitan ini jaminan merupakan wujud dari kehati-
hatian (prudential) bank dalam mengelola dana dari para nasabahnya.
Hukum jaminan dalam akad mud�ārabah menurut Imam Syafi’i dan
Imam Maliki melarangnya dan menyebabkan tidak sahnya akad karena
bertentangan dengan prinsip “amanah” yang dijadikan dasar dalam akad ini.
Aplikasi akad mud�ārabah di perbankan syari’ah meminta adanya
jaminan kepada mud�ārib karena adanya faktor-faktor yang dapat dijadikan
pertimbangan sebagai istidlāl maka jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah
itu diperbolehkan, akan tetapi bukan dimaksudkan untuk memastikan
kembalinya modal, melainkan untuk memastikan bahwa kinerja mud�ārib
sesuai dengan syarat-syarat kontrak dan untuk menjaga agar tidak terjadi
moral hazard berupa penyimpangan oleh pengelola dana (şāh�ib al-māl). Oleh
karena itu, jaminan hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
melakukan pelanggaran, kelalaian, atau menyalahi kesepakatan yang telah
ditentukan.
B. SARAN-SARAN
1. Kepada Dewan Syari’ah Nasional
Istinbat hukum yang sudah dilakukan oleh DSN agar dapat
dimediasikan baik lewat media elektronik ataupun media cetak, tujuannya
agar masyarakat mengetahui proses penetapan hukum tersebut dan
masyarakat menjadi percaya akan penerapan nilai-nilai hukum Syara’ di
lembaga keuangan syari’ah.
65
2. Kepada Şah�ib al-Māl (Bank)
Jangan takut mengoprasikan jasa pembiayaan mud�ārabah,
walaupun memilki resiko yang cukup besar, namun resiko itu dapat
ditanggulangi dengan cara:
a. Peningkatan kualitas preferensi mud�ārib dalam menerima amanah dari
şāh�ib al-māl
b. Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak
c. Penerapan standar akuntansi yang memadai
3. Kepada Mud�ārib (Nasabah)
Akad mud�ārabah memiliki sebuah keuntungan yang sangat besar
bagi mud�ārib karena dengan akad mud�ārabah ini mud�ārib yang baru
terjun dalam dunia usaha dapat menaggulangi resiko apabila mengalami
kerugian, selain itu juga masih banyak keuntungan yang akan didapat
melalui kontrak mud�ārabah ini.
67
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Qur’an
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tarjamah, Jakarta: CV. Darus Sunnah,
2002.
B. KELOMPOK HADIS
Asqolanī, Ibn Hajar al-, Bulūg al-Marām Min Adillah al-Ahkam, Bandung: al-
Ma’arif, t.t.
C. KELOMPOK FIQH/USUL FIQH
Antonio, Muhamad Syafi’i, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, cet. I,
Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Basyir, Amad Azar, Asas-asas Hukum Islam, Yogyakarta: UII, 1993.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI, cet. VI, Jakarta: Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia, 2006.
Djajuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam,
cet. V, Bandung: Prenada Media, 2005.
Ilmī, Makhalūl, Teori dan Prektek Lembaga Mikro Syari’ah, cet. I,
Yogyakarta: UII Press, 2002.
68
Khālaf, Abdu Wāhab, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang,
1994.
Manan, Muhammad Abdu, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Ahli Bahasa M.
Nastangin, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1993.
Muhtar, Kamal, Maslahat Sebagai Dalil Penetapan Hukum Islam Masalah
Kotemporer, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000.
Ar-Rusyd, Ibn, Bidāyah al-Mujtahid wa-Nihāyah al-Muqtasid, Juz II,
Semarang: Maktabah Taha Putra, t.t..
Sābiq, as-Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Juz III, Libanon: Dār al-Kitab al-
‘Arabiyyah, t.t..
Syafei’, Rahmat, Fiqh Mu’amalah, cet. III, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2006.
Suhendi, Hendi, Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
As-Sālusi, ‘Al ī Ahmad, al-Mu’amalah al-Māliyah al-Ma’āsirah, Juz II,
Kuwait: Maktab al-Fikr, 1987.
Umam, Chaerul, Ushul Fiqh I, cet. II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.
Zahrah, Muhamad Abū, Ushul Fiqh, cet. XII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.
az-Zūhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islamī Wa Adillatuh, cet.VI, Beirut: Dār al-
Fikr, 2002.
69
D. KELOMPOK BUKU LAIN-LAIN
Anshori, Abdul Ghafur, Payung Hukum Perbankan Syari’ah, cet. II,
Yogyakarta: UII Press, 2009.
‘Ar īfin, Zainu, Dasar-Dasar Manajeman Bank Syari’ah, cet. III, Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2005.
Bank Indonesia, petunjuk pelaksanaan pembukuan kantor bank syari’ah,
Jakarta. BI, 1999.
Hosain, Nad�ratuzzaman, dan DKK, Menjawab Keraguan Umat Islam
Terhadap Bank Syari’ah, cet. I, Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi
Syari’ah, 2007.
Pass, Cristopher dan Lowes, Bryan, Kamus Lengkap Ekonomi, cet. II, Jakarta:
Erlangga, 1994.
Rizky, Awalil, BMT Fakta dan Produk Baitu māal wā-Tamwil, cet. II,
Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta, 2007.
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, cet. I, Yogyakarta: UUP AMP
YKPN, 2002.
----, Teknik Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syari’ah, cet. II,
Yogyakarta: UII Press, 2004.
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.
Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga (Studi Kritis dan Interpretasi
Kontemporer Tentang Riba dan Bunga), alih bahasa Muhamad
Ufuqul Mubin, cet. II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
70
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta:
Ekonnisia, 2004.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syari’ah, Jakarta: Djambatan, 2001.
Trisantoso, Budi, Mengenal Dunia Perbankan, Yogyakarta: Andi, 1997.
Lampran I
TERJEMAHAN
No Hal Footnote Terjemah
BAB I
1. 4 8 Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu
2. 5 9 Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan
3. 9 17 Dan yang lain berjalan di bumi mencari karunia Allah
4. 10 18 Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah
kamu di bumi; carilah karunia Allah
5. 20 26 Hukum itu selalu mengikuti ilat hukum, ada dan tidak
adanya hukum tergantung kepada ada dan tidak adanya
‘illat hukum
BAB II
6. 19 35 Lihat Footnote 17, BAB I
7. 20 37 Lihat Footnote 18, BAB I
8. 20 39 Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditegakkan,
memberi modal dan mencampur gandumdengan jelai untuk
keluarga, bukan untuk dijual
9. 31 59 Dan barang siapa yang dapat mengembalikan piala raja,
maka ia akan memperoleh bahan makanan seberat beban
unta dan akau yang menjamin terhadapnya
10. 33 64 Dan jika kamu sedang dalam perjalanan, sedang kamu tidak
mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang
jaminan yang dipegang
BAB IV
11. 59 89 Lihat Footnote 8, BAB I
12. 60 90 Lihat Footnote 9, BAB I
13. 60 91 Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah
14. 61 92 Lihat Footnote 26, BAB I
LAMPIRAN II
BIOGRAFI ULAMA
Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah abu Abdillah Muhammad Ismail ibn Ibrahim ibn
Mughirah al-Bukhari. Lahir pada tahun 194 H/ 1910 M. Beliau mempelajari hadis
ke Khurasan, Irak, Mesir, dan Syam. Wafat pada tahun 256 H / 870 M di
Samarkhan. Karyanya adalah Shahih Bukhari dan hadisnya dipandang shahih.
Imam Muslim
Nama lengkapnya abu Abdillah Muslim Ibn Hajjat ibn Muslim al-Quraisy
an-Naisabury. Lahir tahun 206 H dan wafat pada tahun 261 H di
Naesaburi.Kitabnya yang terkenal adalah Shahih Muslim , kitab sahih setelah
kitab Shahih Bukhari.
Ibnu Majah
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-
Qazwaniy Ibnu Majah, lahir pada tahun 207 H dan wafat pada hari selasa, delapan
hari sebelum hari raya Idul Fitri tahun 275 H, beliau mengumpulkan 4000 hadis
yang terkumpul dalam kitab “Sunan Ibn Majah” dan kitab ini termasuk dalam
kitab tujuh.
Dr. Wahbah az-Zuhaili
Beliau adalah gurur besar fiqh dan ushul fiqh pada universitas Damaskus.
Beliau seorang ulama yang produktif dalam bidang tulis menulis, di antara
karyanya yang terkenal adalah ushul al-Fiqh al-Isla>mi> dan fiqh al-Islam wa
Adillatun.
As-Sayyid Sabiq
Beliau salah seorang ulama besar pada universitas al-Azhar Cairo. Beliau
adalah teman sejawat dengan ustad Hasan al-Bannan, seorang mursid al-‘Am dari
partai Ikhwanul Muslimin di Mesir. Beliau seorang ulama yang mengajarkan
ijtihad dan menganjurkan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadis, selain itu beliau
juga seorang ahli hukum yang menghasilkan banyakkarya, diantaranya yang
terkenal “Fiqh as-Sunnah” dan “al-Aqidh al-Islamiyah”.
Ahmad Azhar Basyir
Beliau lahir pada 21 November 1982. Seorang alumnus dari PT IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pernah mendalami bahasa Arab di Universitas
Bagdad tahun 1957 sampai 1958. Memperoleh gelar Magister of Art pada
Universitas Kairo dalam Dirasah Islam tahun 1965. Pernah mengikuti pendidikan
Purna Sarjana di UGM tahun 1971-1972. pernah juga menjadi Lektor di UGM,
Dosen luar biasa di UII, UMY dan IAIN Sunan Kalijaga. Pernah menjadi Ketua
PP Muhammadiyah periode 1990-1995. Hasil karyanya antar lain Hukum Perdata
Islam, Garis Besar system Ekonomi Islam, Hukum Adat Bagi Umat Islam dan
Asas-asas Hukum Muamalat.
Prof. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy
Beliau dilahirkan di lokseumawe (Aceh Utara) dengan nama lengkapnya
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy pada tanggal 10 maret 1904 M. Belaiu
pernah mendalami ilmu agama di pondok pesantren di daerah Sumatera kemudian
melanjutkan studinya ke Jawa Timur (PT. Al-Irsyad Suarabaya) sejak itu beliau
mulai terjun dalam dunia ilmiah, Beliau pernah menjabat dosen dan dekan pada
fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Adapun karyanya yang terkenal
“ Falsafah hukum Islam”, pengantar “Fiqh Muamalah” dan masih banyak lagi.
Beliau wafat pada tahun1975 di Jakarta.
Lampiran IV
PADOMAN WAWANCARA
1. Konsep akad mud�ārabah didasarkan pada adanya kepercayaaan antara şāh�ib
al-māl pada mud�ārib, maka seharusnya tidak ada jaminan dalam akad
mud�ārabah, Bagaimana penerapan akad mud�ārabah dalam pembiayaan
mud�ārabah di BMT ini, apakah mengharuskan adanya jaminan atau tidak?
2. Sebutkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya jaminan pada jasa
pembiayaan mud�ārabah tersebut?
3. Apakah penyertaan jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah ada batasannya?
Misalnya ada anggota BMT yang memerlukan dana dibawah satu juta, lalu ia
menginginkan kerjasama melalui akad mud�ārabah tetapi tidak mempunyai
jaminan, apakah pihak BMT akan menyetujuinya atau tidak? Lalu apa saja
persyaratnya?
4. Apakah Jaminan itu harus berupa barang-barang yang bernilai saja? Jelaskan?
5. Apakah selain barang-barang yang bernilai bisa dijadikan jaminan dalam
pembiayaan mud�ārabah, misalnya seperti surat SK PNS atau surat
rekomendasi dari pemerintah setempat (keterangan RT, RW, Lurah)?
6. Apakah nasabah yang menggunakan jasa pembiayaan mud�ārabah selalu
membuat laporan hasil kinerjanya pada setiap akhir bulan? Bagaimana cara
pembagian bagi hasil dari keuntungan nasabah/anggota BMT?
7. Apa perbedaan kedudukan jaminan dalam pembiayaan mud�ārabah dengan
pembiayaan murābah�ah?
8. Apakah jaminan/agunan dalam pembiayaan mud�ārabah itu dapat dicairkan
oleh pihak BMT?
Lampiran V
CURRICULUM VITAE
Nama : Khambali
TeTaLa : Cirebon, 05 September 1985
Alamat Asal : Ds. Warujaya Kec. Depok Kab. Cirebon Prop. Jawa barat
Alamat Jogja : Jl. Pon-Pes Alimaksum Gg. Mawar No. 154 Mantrijeron
Yogyakarta
No. HP : 081324303321
Motto Hidup : Jangan bingung dengan perbedaan
Latar Belakang Pendidikan:
SD : SDN Warujaya Kec. Depok Kab. Cirebon
SLTP : MTS N. Babakan Kec. Ciwaringin Kab. Cirebon
SLTA : MAN Model Babakan Kec. Ciwaringin Kab. Cirebon
PT : Jurusan. Muamalat Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Pengalaman Organisasi :
� PMI
� OSIS
� KSC (Keluarga Santri Cirebon)
� IMMAN (Ikatan Mutakharijin Madrasah Aliyah Negeri
Babakan Ciwaringin Cirebon)
� PMII
� Kordiska