Upload
ngonhi
View
285
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL
MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON
KENALI, LAMPUNG BARAT
YUSTIANI YUDHA PUTRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Lanskap Permukiman
Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Yustiani Yudha Putri
NIM A451100011
RINGKASAN
YUSTIANI YUDHA PUTRI. Kajian Lanskap Permukiman Tradisional
Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat. Dibimbing oleh
ANDI GUNAWAN dan NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN
Pekon Kenali adalah cikal bakal masyarakat Lampung, termasuk dalam
kawasan tradisional/bersejarah di Kabupaten Lampung Barat. Proses
pembangunan dan perkembangan masyarakat semakin menggeser karakteristik
lanskap budaya di Pekon Kenali. Studi tentang karakteristik lanskap permukiman
ini perlu dilakukan karena masih terbatasnya informasi dan pengetahuan tentang
hal ini.
Kajian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakter lanskap permukiman
tradisional Pekon Kenali, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
lanskap tersebut, (3) mengidentifikasi penyebab utama perubahan karakteristik
permukiman, dan (4) menyusun rekomendasi pelestariannya. Metode yang
digunakan berupa analisis deskripsi dan spasial melalui observasi, wawancara,
dan studi literatur.
Pekon ini terletak di 104°10’-105°20’ Bujur Timur dan 5°10’-4°55’ Lintang
Selatan. Kemiringan lahan di areal permukiman relatif datar dan lereng curam di
areal hutan. Ketinggian 800-1020 m di atas permukaan laut, suhu udara 26-28 °C,
curah hujan 2500-3000 mm/tahun, dan kelembaban 75%-95%. Luas wilayah
1,211 ha dengan tata guna lahan: permukiman, sawah, perkebunan, hutan, kebun
campuran, kolam, sungai, dan jalan. Wilayah sekitarnya sebagian besar berbukit
sampai bergunung dengan lereng-lereng curam. Tanaman di areal permukiman
berupa tanaman hias, tanaman obat, bumbu dapur, buah-buahan, sayuran, dan
palawija. Hasil hutan didominansi Damar dan hasil kebun utama adalah kopi.
Satwa peliharaan penduduk: sapi, kerbau, kambing, ayam, itik, kucing, dan anjing.
Penduduk asli ialah suku Lampung Saibatin keturunan Buay Tumi dan Belunguh.
Jumlah penduduk 1319 jiwa dalam 467 Kepala Keluarga (KK) dan dikategorikan
berkembang dengan KK sejahtera 24.9%; lainnya: kaya 16.3%, sedang 29.2%,
prasejahtera 17%, dan miskin 12.5%. Tingkat pendidikan didominansi lulusan
SLTA 37.3%, mata pencaharian penduduk umumnya petani 35.4%, dan agama
Islam dominan 98.6%. Perangkat pekon: Peratin, juru tulis, kepala urusan (umum,
pemerintahan, dan pembangunan), dan pemangku adat.
Karakteristik permukimannya adalah berkumpul, memanjang mengikuti
bentuk jalan raya, tanah garapan berada di belakang, dekat sungai. Karakteristik
sosial-budaya yang mempengaruhinya adalah sistem hidup pi’il pesenggiri, yaitu
perilaku yang baik maka orang tersebut akan dinilai sebagai orang yang baik,
demikian pula sebaliknya, prinsip ini berlaku terhadap sesama manusia, hewan,
dan tumbuhan. Rumah peratin dan para pemangku adat yang berada di pusat
bertujuan memudahkan koordinasi para perangkat desa. Selain itu, saling
bergotong-royong dalam segala aspek kehidupan (seperti pengolahan ladang dan
upacara-upacara adat) dan kuatnya sistem kekerabatan membuat jarak rumah
mereka saling berdekatan. Dalam hubungan dengan alam terdapat semboyan Bumi
Tuah Bepadan, bahwa manusia dengan alam tidak bisa dipisahkan. Penyebab
pergeseran pola permukiman adalah serangan penjajah, gempa, pertambahan
jumlah penduduk, dan pembangunan jalan beraspal.
Pekon ini telah mengalami perubahan tata guna lahan sebesar 42%. Elemen-
elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman terdiri atas: lapangan (ruang
publik) yang dikelilingi perkantoran, sekolah, dan mesjid, dengan jalan raya yang
membelah pekon sehingga dapat dikatakan pekon ini berpola linear-konsentrik
(memanjang mengikuti jalan raya dengan tetap memiliki pusat permukiman).
Struktur, fungsi, dan elemen bangunan beradaptasi untuk penambahan ruang
(hampir semua kolong-kolong rumah panggungnya sudah ditutup atau diberi
tembok semen). Ruas jalan bertambah seluas 1 Ha hanya di pusat pekon sehingga
karakteristiknya masih bertahan. Elemen lanskap bersejarah dalam bentuk,
struktur, dan fungsinya yang asli berupa 749 rumah panggung (±138 diantaranya
berusia >50 tahun termasuk lamban pesagi), balai pekon, mesjid kuno, lamban
pamanohan, balay (lumbung), pemakaman, dan situs Batu Kepappang sehingga
membentuk kesatuan lanskap budaya yang harmonis. Pekon ini memiliki banyak
kesamaan variabel pada permukiman di sekitarnya berupa rumah-rumah
panggung. Pada segi estetika terjadi perubahan, tetapi tidak merubah karakter.
Elemen-elemen yang berbeda dengan sekitarnya: lamban pesagi, situs Batu
Kepappang, dan lamban pamanohan. Pekon ini cukup menciptakan kontinuitas
dan keselarasan karena terlihat menyatu antara rumah-rumah panggung dengan
lingkungan alam sekitarnya.
Aspek arkeologi menunjukkan nilai penting dari permukiman tradisional
berupa keberadaan situs Batu Kepappang dan lamban pesagi Dari segi
kesejarahan, memiliki fungsi terkait dengan periode sejarah karena pekon ini
diyakini sebagian besar masyarakat Lampung sebagai asal nenek moyang mereka
sebelum kedatangan Islam. Pekon ini berpengaruh dalam sejarah perkembangan
arsitektur karena keberadaan lamban pesagi yang berusia >200 tahun dan
keberadaan rumah-rumah tinggal tradisional lainnya yang dipengaruhi kemajuan
teknologi pada masa penjajahan Inggris dan Belanda. Pekon ini berpengaruh
dalam perkembangan sejarah Kabupaten karena merupakan bagian dari
perkembangan sejarahnya, terdapat bukti fisik peralihan kekuasaan dari masa
Keratuan (Hindu-Budha), Kesultanan (Islam), masa penjajahan Inggris dan
Belanda, serta pembagian wilayah Provinsi (dahulu merupakan wilayah provinsi
Bengkulu). Pekon ini berpengaruh dalam perkembangan sejarah bangsa karena
termasuk wilayah kewedanan perang perlawanan rakyat Bukit Kemuning, Front
Utara melawan penjajah Belanda. Pada ekonomi formal dan informal bernilai
rendah karena keberadaan warung-warung kecil sangat sedikit, tidak ada restoran,
kios-kios berada di pasar, dan terdapat satu retail Alfamart di pekon ini.
Keberadaan legenda Belasa Kepappang popular juga aktivitas social-budaya
dalam bentuk berbagai upacara adat ada dan popular (tidak hanya di wilayah
Lampung, tapi hingga ke mancanegara). Terakhir, kelompok masyarakat ada
tetapi tidak populer karena hanya dikenal di pekon ini. Selanjutnya, hasil analisis
penilaian pekon pekon adalah tindakan rehabilitasi dengan nilai total 41.
Rehabilitasi perlu dilakukan dengan mempertahankan karakter/ciri khas
permukiman tradisional berkaitan dengan nilai pentingnya, memperbaiki elemen
lanskap yang rusak, dan mengganti elemen lanskap yang hilang. Penambahan
elemen lanskap harus berkarakter dan ciri khas tradisional.
Kata kunci: Permukiman Tradisional, Pekon Kenali, Lampung Saibatin
SUMMARY
YUSTIANI YUDHA PUTRI. Village Study of Traditional Landscape Settlement
Saibatin Lampungnese at Kenali Village, West Lampung. Supervised by ANDI
GUNAWAN and NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN
Kenali village is the provenance of Lampungnese inhabitants, included in
traditional/historical area in West Lampung Regency. The development and
growth community process shifted the cultural landscape characteristic in Pekon
Kenali. Study of traditional landscape settlement character need to do because the
information and knowledge about it is still definite.
This study purpose to (1) identified the character of traditional landscape
settlement in Kenali Village, (2) analyzing the factors that influence the landscape,
(3) identified the main cause of the settlement’s character change, and formulate
the development plan. The method use descriptive and spatial analysis through
observation, interview, and study of literature.
This village located in 104°10’-105°20’ Longitude East and 5°10’-4°55’
South Latitude. The slope in settlement area is relative flat and scarp in forest area.
The elevation is 800-1020 m upon the sea, temperature is 26-28 °C, rain fall 2500-
3000 mm/year, and humidity 75%-95%. Total area 1211 Ha by land uses:
settlement, rice field, plantation, forest, mix-garden, fish pond, rivers, and roads.
Almost surrounding area are hilly and mountaineous with scarps. Plants in
settlement area are ornamentals, herbal, cooking spices, fruits, vegetables, and
pulses. Forest crop dominated by resin and main plantation crop is coffe. Animal
pets villagers are: cow, buffalo, goat, chicken, duck, cat, and dog. Indigeneous
people are Lampung Saibatin tribe lineage Buay Tumi and Belunguh. Total
population 1319 inhabitans in 467 family. This village counted development
village with total prosperous family 24.9%; the others upper class 16.3%, middle
class 29.2%, unprosperous 17%, and lower class 12.5%. Education grade
dominated by high school graduate 37.3%, occupation mostly farmer 35.4%, and
Islam faith dominated 98.6%. The village orgware are: Peratin (headman),
secretary, head offices (public, govermental, and development), and hamlet’s head.
The characteristic of settlement are assemble longitudinal follow the road
form, farmland in the back and close to the river. The socio-cultural’s
characteristic that influence the settlement form is the life system of pi’il
pesenggiri that someone’s valued well if has a good behaviour, this principle
occur toward human peer, animal, and vegetation. Peratin’s and pemangku adat’s
houses are located in the center of village that purpose to make the coordination of
village orgware easier. Besides that, community self-help in every aspect of life,
such as: cultivation and traditional ceremony, also strong kinship are make the
space between houses very closed each other. In relationship with nature there is a
motto Bumi Tuah Bepadan, that human and nature can’t separated. The main
cause of displacement in village’s pattern is the attack of colonizer. The others,
because of nature like earthquake, human growth, and asphalt road built.
The village’s land use has change 42%. Landscape elements that is the
settlement center are: square (public space that surrounding by offices), school,
and mosque, with the main street that cut the area so that called linear-concentric
pattern (longitudinal follow the road form but still have settlement center). The
structure, function, and elements building are adapted to add the room (almost
scaffolding house’s basements has been covered or built by wall). The built road
(1 Ha) just in the village’s center so that the characteristic resistible. Historical
landscape elementa in original form, structure, and function are 749 scaffolding
house (±138 are >50 years old including lamban pesagi), village room, ancient
mosque, lamban pamanohan (house of heirloom),balay (likes rice barn),
cemetery, and archaeological site Batu Kepappang so that formed historical
landscape unity that harmonious. This village has many variables that similar with
villages around, that’s scaffolding houses. For aesthetics side, occur the changes
but not change the character. Elements that different from surround villages:
lamban pesagi, archeological site Batu Kepappang, dan lamban pamanohan. This
village create enough the continuity and harmony for surroundings because look
unite between scaffolding houses and nature.
Archeological aspects indicated important value from traditional settlement
likes archeological site Batu Kepappang and lamban pesagi. From historical side,
have function associated to historical period because this village assured by
Lampung people as their provenance before Islamic period. This village also
influenced architectural history because the existence of lamban pesagi that >200
years old and other scafolding houses that influenced by technology in England
and Netherland’s colonization. This village influenced regency history because
this is the the part of development history, there is physical proof transition of
puisance from Queen’s era(Hindu-Budha), Kingdom/Kesultanan (Islam), England
and Netherland colonization, and Province area by territory (for the time being
Province Bengkulu’s area). This village is battle filed for Bukit Kemuning’s
people, North Front against Netherland colonizer.For the formal and informal’s
economic value are low because the less of little shop, no restaurant, kiosks just in
the village market, and there is one Alfamart retail shop in this village. The legend
of Belasa Kepappang is popular also the socio-cultural activity likes ritual (not
only popular in Lampung area but also in outside country). The last, group
community are exist but not popular because only known in this village. The
result of village area assesment is rehabilitate action with total value 41. The
rehabilitation need to do by kept the traditional character of settlement that
related to the architecture’s values, the increment of landscape elements must
have a specific traditional character.
Key words: Traditional Settlement, Kenali Village, Saibatin Lampungnese
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
KAJIAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL
MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON
KENALI, LAMPUNG BARAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
YUSTIANI YUDHA PUTRI
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si
Judul Tesis : Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung
Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat
Nama : Yustiani Yudha Putri
NIM : A451100011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin, M.Sc
NIP. 196201211986012001
Anggota
Dr. Ir. Andi. Gunawan, M.Agr Sc
NIP. 196208011987031002
Ketua
Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap,
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Sc
Tanggal Ujian: 19 September 2013
Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr Sc
Tanggal Ujian:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sumber dari
segala ilmu pengetahuan yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi suri
teladan hingga akhir zaman.
Provinsi Lampung banyak menyimpan khasanah masa lampau. Tinggalan
masa lampau secara fisik salah satunya berupa permukiman tradisional. Dalam
usaha mengungkap masa lampau ini telah dilakukan studi permukiman tradisional
dengan judul “Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung
Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah (Alm.) Darwis Hakim, BBA dan ibu Hj. Hermala, SH, orangtua yang
telah membesarkan, mendidik, dan melindungi penulis selama ini.
2. Bapak Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc, dan Ibu Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin
M.Sc, selaku pembimbing selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis.
3. Pihak Balai Arkeologi Serang dan Bandung (Ibu Elly Suryaningsih, S.Sos,
Bapak Drs. Nanang Saptono, Ibu Dra. Endang Widyastuti, dan Ibu Nurul Laili,
S.Sastra), selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarah-
budaya.
4. Pihak BKSNT Bandung selaku narasumber dalam proses pengumpulan data
informasisejarah-budaya.
5. Warga Pekon Kenali (Bapak Rustam dan istri, Bapak Maat Sa’ari, Bapak Basri,
Bapak Balsah Toha, Bapak Irson, Bapak Zarkoni, Bapak Dauhan, dan Bapak
Helmi), selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarah-
budaya.
6. Kak Iin, Kak Windy, Bang Aan, Bang Wawan, Attala, Yuk Titin, dan Bik Iyut,
dan seluruh keluarga besar Abdul Moein dan Rouzen bin Djintan atas semua
informasi sejarah, bantuan materiil, doa dan kasih sayangnya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, November 2013
Yustiani Yudha Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
Kerangka Pikir 3
2 METODE 4
Bahan 4
Alat 4
Lokasi dan Waktu 4
Prosedur Analisis Data 5
Tahap Persiapan 5
Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi Data 5
Tahap Analisis Data 5
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Fisik dan Alami 8
Administrasi, Geografis, dan Aksesibilitas 8 Topografi dan Geologi 10
Iklim dan Hidrologi 10
Kondisi Sekitar Tapak 11
Sejarah Kawasan 11
Asal Nama dan Perpindahan Pekon 11
Perubahan Pola Permukiman dan Tata Guna Lahan 13
Kondisi Sosial Budaya 17
Demografi 17
Sistem Pemerintahan dan Kemasyarakatan 18
Sistem Pengetahuan dan Religi 22
Tipe dan Karakteristik Sosial-Budaya 23
Kondisi Permukiman Tradisional 25
Karakteristik Permukiman 25
Elemen-Elemen Permukiman 27
Pengaruh Luar Terhadap Permukiman 46
Tipe dan Elemen Bangunan Tradisional 46
Orisinalitas 47
Pola Sirkulasi 48
Kebijakan dan Pengembangannya 49
Kebijakan yang Langsung dan Tidak Langsung Mengatur Kawasan 49
Pengembangan oleh Pemerintah dan Masyarakat 50
Analisis Penilaian Kawasan Pekon dan Rekomendasi Pengembangannya 55
4 SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 61
GLOSARIUM ISTILAH 63
LAMPIRAN 72
RIWAYAT HIDUP 73
DAFTAR TABEL
1 Daftar nama narasumber 5
2 Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya 6
3 Kriteria penilaian kawasan pekon 7
4 Klasifikasi dan tindakan pelestarian 8
5 Perubahan luas tata guna lahan tahun 1969 dan 2013 15
6 Demografi pekon 17
7 Nama-nama peratin pekon kenali dan periode menjabat 18
8 Sejarah pembangunan pekon 18
9 Kegiatan pemerintahan pekon 18
10 Jenis-jenis dan jumlah elemen permukiman 27
11 Jenis-jenis vegetasi di pekarangan 34
12 Jenis-jenis vegetasi di areal sawah (padi dan palawija) 43
13 Jenis-jenis vegetasi di areal kebun campuran 43
14 Jenis-jenis vegetasi di areal perkebunan 44
15 Jenis-jenis vegetasi di areal hutan marga 45
16 Jenis-jenis satwa di areal hutan marga 45
17 Peraturan dan kebijakan yang terkait dengan kawasan permukiman 50
18 Hasil pendapatan pekon kenali tahun 2008-2010 51
19 Jumlah wisatawan dan objek wisata di Kabupaten Lampung Barat 2003-
2011 52
20 Daftar atraksi wisata dan jenis atraksinya 53
21 Hasil penilaian kawasan pekon 53
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir 3
2 Lokasi penelitian 4
3 Peta administrasi Pekon Kenali tahun 2013 9
4 Perkiraan lokasi Pekon Undok 12
5 Ilustrasi Pekon Kenali pada abad ke-18 14
6 Perubahan tata guna lahan di Pekon kenali 16
7 Struktur pemerintahan dan kelembagaan pekon 19
8 Pembagian wilayah pekon 19
9 Urutan kepenyimbangan dan bagan hubungan keluarga 22
10 Tata letak elemen-elemen permukiman 26
11 Struktur ruang Lamban Pesagi 28
12 Tampak, denah ruangan, denah tiang, dan potongan Lamban Pesagi 29
13 Bagian dalam dan tampak luar Lamban Pesagi 30
14 Struktur tiang Lamban Pesagi 30
15 Mad Saari dengan cucunya 31
16 Sambungan atap bagian luar dan dalam yang diikat dengan ijuk 31
17 Dua tipe Lamban Mahanyuk’an 32
18 Struktur ruang lamban mahanyuk’an 33
19 Struktur atap dan badan bangunan lamban mahanyuk’an 34
20 Kubu, Kepalas, dan Anjung, 36
21 Balay Ramik dan pembagian ruangannya 37
22 Struktur ruang dan foto Mesjid Jami’ di Pekon Kenali 38
23 Balai Pekon 39
24 Lamban Pamanohan dan struktur ruangnya 40
25 Gedung TK Dharma Wanita 40
26 Kantor camat dan PDAM 41
27 Denah, Situs Batu Kepappang dan gerbang masuknya 41
28 Lapangan pekon 42
29 Elemen Paguk dan Bikkai 46
30 Zonasi kawasan yang tidak berubah sejak tahun 1969 47
31 Pola sirkulasi 48
32 Ploting atraksi-atraksi budaya di Pekon Kenali 54
33 Saluran drainase 55
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemukiman dapat terwujud dalam berbagai bentuk, misalnya gua atau ceruk
dimana manusia secara berkelompok tinggal dan beraktifitas. Permukiman yang
mulanya sederhana, lama-kelamaan berkembang menjadi kota seiring dengan
perkembangan peradaban manusianya. Semakin cepat laju evolusi peradaban,
semakin cepat pula mapannya suatu pemukiman. Sekitar abad ke-8 di kerajaan
Mataram kuno sudah terdapat suatu pemukiman berjenjang yang terdiri: pusat
kerajaan, watak, dan wanua. Pusat kerajaan yaitu ibukota tempat berdirinya
istana, tempat Sri Maharaja, para putra raja dan kaum kerabat dekat, para
pejabat tinggi kerajaan serta para abdi dalem. Watak, yaitu daerah yang dikuasai
para rakai dan pamegat, serta daerah wanua yang dipimpin oleh rama (Sumadio
1990). Konsep wanua di Kayuagung, Komering, dan Lampung mempunyai
pengertian sedikit berbeda. Wanua atau Banua atau disebut Nua dalam bahasa
Austronesia tidak merujuk pada permukiman urban. Wanua lebih dekat pada
konsep Pekon dengan status sosial, politik, dan ekonomi yang otonom. Dalam
bahasa Lampung istilah Nuwo berarti rumah. Pekon Kenali merupakan salah satu
dari perkampungan tua di lereng Gunung Pesagi yang diyakini sebagian besar
masyarakat Lampung sebagai cikal bakal nenek moyang mereka.
Situs-situs pemukiman yang tersebar di Bukit Barisan dan sepanjang
aliran sungai di kawasan Lampung menyisakan fitur berupa benteng tanah,
menhir, dolmen, dan makam leluhur. Peninggalan prasejarah terutama yang
bersifat monumental tersebar di seluruh wilayah dengan konsentrasi terbesar di
lereng timur Bukit Barisan antara Kota Bumi hingga Krui. Komplek menhir
dan dolmen dapat dijumpai dalam kuantitas cukup tinggi. Situs-situs tersebut ada
yang ditinggalkan masyarakat pendukungnya dan ada yang berkembang terus
menjadi pemukiman hingga sekarang, salah satunya Pekon Kenali. Selain itu,
cerita sejarah baik tradisi lisan maupun naskah, misalnya Kuntara Raja Niti,
secara substantif meninggalkan jejak situs-situs permukiman di kawasan
Lampung. Secara fisik situs-situs tersebut sulit dikatakan sebagai kota namun
dilihat dari keragaman masyarakatnya sudah mencirikan suatu kota.
Elemen-elemen penentu kota pada pemukiman kuno di kawasan Lampung
terbuat dari bahan yang mudah rusak seperti kayu atau bambu sehingga tidak
tersisa sampai sekarang. Ketika di luar Lampung terdapat perkembangan
peradaban dengan masuknya pengaruh Hindu, Budha dan kemudian Islam,
tampak di Lampung tidak ada konsentrasi besar masyarakat yang tercermin dari
adanya pusat politik berupa institusi sebuah kerajaan/negara. Kemungkinan
seperti inilah yang menjadikan Lampung pada zaman klasik dan Islam
berada di bawah kekuatan politik luar Lampung (Sriwijaya dan Banten). Dilihat
dari sudut pandang permukiman, kelompok masyarakat tersebut mempunyai
kesamaan dalam pemilihan lokasi di sepanjang sungai. Provinsi Lampung
memiliki tiga aliran sungai besar yaitu Way Sekampung, Way Seputih, dan
Way Tulangbawang. Nama-nama sungai lebih populer sebagai petunjuk
masyarakat luar bila dibandingkan dengan nama kampungnya dan nama negeri
identik dengan nama sungai tersebut.
2
Perumusan Masalah
Kebudayaan nasional merupakan puncak dari kebudayaan daerah, maka
pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah dapat dipandang sebagai aset
nasional yang penting. Kebudayaan Lampung sebagai unsur pendukung
kebudayaan daerah ikut memperkaya khasanah kebudayaan nasional dalam proses
pembinaan, pembentukan, dan pembangunan watak bangsa. Kebudayaan tersebut
bersifat fisik/dapat dilihat (tangible) dan non fisik/tidak terlihat (intangible). Salah
satu hal yang dapat dilihat (tangible) adalah permukiman tradisional. Permukiman
tradisional ini terdiri atas unsur fisik dan biofisik yang membentuk karakteristik
permukiman tradisional tersebut. Pemaparan mengenai permukiman tradisional
tidak dapat dipisahkan dengan penjelasan mengenai unsur sosial-budaya yang
membentuk karakter permukiman tradisional tersebut. Unsur sosial-budaya ini
berupa: folklor, kearifan lokal, adat istiadat, upacara-upacara tradisional, tari-
tarian adat, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan dan pengetahuan, dan
sistem kemasyarakatan. Keseluruhan unsur sosial-budaya tersebut berpengaruh
pada pembentukan karakteristik permukiman karena setiap kegiatan budaya
tersebut membutuhkan ruang dan tempat pada lanskap, dari puisi, peribahasa, dan
prosa (seni kesusasteraan) khas Lampung tergambar karakteristik lanskap yang
menggambarkan keadaan alam, pembentukan permukiman, hingga alasan bentuk
fisik yang sedemikian pada permukiman tradisional. Keseluruhan unsur ini, baik
fisik maupun non fisik merupakan suatu kesatuan yang utuh, tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, dan saling berkaitan. Berdasarkan sejarah geografis
berupa bencana alam, kondisi politik dan sejarah Pekon Kenali yang diurut
berdasarkan waktu dari zaman prasejarah hingga kedatangan Islam, terdapat
banyak hal yang berubah dan beberapa hal yang masih dapat ditemukan pada
permukiman tradisionalnya. Pekon Kenali telah dihuni manusia sejak zaman
prasejarah hingga saat ini dan dapat dilihat peninggalan bukti fisiknya sehingga
ditemukan perubahan atau pergeseran pola permukimannya. Berdasarkan latar
belakang tersebut dirumuskan permasalahannya, yaitu:
1 Bagaimanakah karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali dan
karakter sosial budaya yang mempengaruhinya?
2 Apa saja perubahan pada permukiman tradisional di Pekon Kenali
(perbandingannya dengan catatan sejarah dan perubahan tutupan lahan20-30
tahun sebelumnya) dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut?
3 Bentuk pelestarian seperti apa yang dapat diterapkan di Pekon Kenali ?
Tujuan Penelitian
Kajian ini bertujuan untuk:
1 Mengidentifikasi karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali,
2 Mengidentifikasi karakter sosial budaya yang mempengaruhi karakter lanskap
tersebut,
3 Mengidentifikasi penyebab utama perubahan karakteristik permukiman, dan
4 Menyusun rekomendasi pelestariannya.
3
Manfaat Penelitian
Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi tatanan lanskap
permukiman tradisional di Pekon Kenali dan menjadi bahan rekomendasi bagi
pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam upaya pelestariannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Pekon merupakan satuan kawasan permukiman tradisional di Kabupaten
Lampung Barat yang kegiatan utamanya pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi
(Perda Kabupaten Lampung Barat No.1/2012). Kawasan Pekon Kenali yang
dianggap sebagai unit/satuan lanskap tradisional/bersejarah meliputi: permukiman,
persawahan, perkebunan, hutan marga, mesjid kuno, Balai pekon, balay ramik,
rumah kebun, lapangan, Situs Batu Kepappang, dan pemakaman leluhur.
Kerangka Pikir
Pekon Kenali termasuk kawasan tradisional/bersejarah di Kabupaten
Lampung Barat. Bencana alam, perubahan kekuasaan, dan pembangunan fisik di
wilayah ini sedikit banyak telah merubah karakter permukimannya. Hakekat
pembangunan adalah proses pembaharuan di segala bidang, tetapi pendorong
utama terjadinya pergeseran budaya, terutama permukiman tradisional.
Kurangnya literatur sejarah mengenai hal tersebut menyebabkan warisan budaya
ini sulit diwariskan dan dikhawatirkan punah. Kesadaran masyarakat terhadap sisi
sejarah itu kurang muncul dalam pelestarian permukiman tradisional. Hal ini
dapat terlihat dari pembangunan perumahan-perumahan modern. Kalaupun ada
bangunan berelemen tradisional, hanya terdapat pada beberapa bangunan
pemerintahan, cottage, dan villa. Selain itu, belum terdapat penelitian
komprehensif mengenai permukiman tradisional di Pekon Kenali sehingga perlu
diadakan kajian mendalam yang membutuhkan identifikasi karakter lanskap
permukiman tradisional berupa kondisi fisik-alami, sosial-budaya, dan
permukiman tradisionalnya, dengan implikasi dari kebijakan dan pengembangan
yang ada. Dengan demikian, kita dapat memahami tatanan lanskap permukiman
tradisional masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali dan menyusun
rekomendasi pelestariannya. Berikut kerangka pikir penelitian ini (Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pikir
Pekon Kenali termasuk Kawasan Tradisional/Bersejarah di Kabupaten Lampung Barat
Perubahan pola permukiman akibat bencana alam, perubahan kekuasaan, dan pembangunan fisik Belum terdapat penelitian komprehensif mengenai lanskap permukiman tradisional di Pekon
Kenali Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali
Kondisi Fisik & Alami
Karakter Lanskap Permukiman Tradisional
Tatanan Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali dan Rekomendasi Pengembangannya
Kondisi Sosial & budaya
Kondisi Permukiman Tradisional
Implikasi dari kebijakan dan pengembangan yang ada
4
2 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan ialah (1) peta cetak Bakosurtanal 1977 blad Kenali,
peta tutupan tahan Kabupaten Lampung Barat 2006/2007, (2) lembar keterangan
wawancara (bahan pertanyaan, catatan, dan hasil wawancara), (3) sketsa hasil
observasi lapang (ploting elemen-elemen lanskap dan ornamen-ornamen
bangunan tradisional), dan (4) data penunjang (dokumen-dokumen kondisi fisik
dan alami, kondisi sosial budaya, kondisi permukiman tradisional, dan kebijakan).
Alat
Peralatan yang digunakan ialah (1) notebook dan paket software Microsoft
Office (Word, Excel, Powerpoint) untuk analisis data tabular, pembuatan laporan
dan presentasi, serta AutoCAD 2007 untuk visualisasi 2 dimensi, (2) kamera
digital untuk pengambilan foto elemen-elemen lanskap; dan (3) GPS (Global
Positioning System) untuk mengetahui kooordinat geografis lokasi
Lokasi dan Waktu
Kajian ini dilakukan di Pekon Kenali, Kecamatan Belalau, Kabupaten
Lampung Barat (Gambar 2) dengan batas-batas (1) Utara: Pekon Serungkuk, dan
Pekon Hujung, (2) Selatan: Pekon Kejadian dan Pekon Bedudu, (3) Timur: Pekon
Luas dan Pekon Campang Tiga, dan (4) Barat: Pekon Bumi Agung. Kajian
dilakukan selama 8 bulan (April -November 2012).
Way kanan
Lampung Barat
Lampung
Utara
Tulang
BawangBarat
Tulang Bawang
Mesuji
Lampung
Tengah
Pringsewu
Tanggamus
PesawaranLampung
Selatan
BandarLampung
Metro
Pesisir Barat
D. I. ACEH
SUMATERA
UTARA
RIAU
SUMATERA
BARATJAMBI
SUMATERASELATANBENGKULU
LAMPUNG
BANGKA
BELITONG
SUMATERAPROVINSI LAMPUNG
Lampung Timur
LUMBOK
SEMINUNG
DANAU
RANAU
SUKAU
BALIK BUKIT
BATU BRAK
SUOH
BANDAR
NEGRI SUOH
GEDUNG
SURIAN
AIR HITAM
BELALAU
BATU
KETULIS
SEKINCAU WAY
TENONG
PAGAR
DEWA
SUMBER
JAYA
KEBUN TEBU
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
KEP.RIAU
KENALI
KEJADIAN
SUKARAMEBEDUDU
G. PESAGI
(2.262 m)
SERUNGKUK
FAJAR
AGUNG
Bukit
Serakukuh
BUMI AGUNG
TURGAK
HUJUNG
0 1 6 8
N
2 4
Kilometers
1172
Gambar 2 Lokasi penelitian (BPS 2012)
5
Prosedur Analisis Data
Kajian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan spasial, berupa
pemaparan kondisi objek yang diperoleh dari data primer dan data sekunder
sehingga karakteristik dan perkembangan sejarahnya teridentifikas. Data primer
merupakan data pokok yang didapat langsung dari objek penelitian berupa data
kualitatif yang tidak diukur secara nominal (data fisik permukiman, meliputi
karakter visual dan spasial), serta kondisi permukiman. Data sekunder merupakan
data pelengkap yang berisi hal-hal yang dapat mendukung dan berhubungan
dengan data primer, berfungsi sebagai bahan arahan dan pertimbangan dalam
proses komparasi. Berikut tahapan penelitian ini: Tahap Persiapan
Kegiatan pada tahap ini: studi literatur awal untuk proposal penelitian,
penelusuran arsip sejarah, penyusunan daftar pertanyaan kuesioner, pengumpulan
informasi terkaitan topik penelitian, dan menentukan kebutuhan alat penelitian. Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi Data
Kegiatan pada tahap ini antara lain: 1. Studi literatur (sebagai konsep dasar yang memperkuat analisis).
2. Observasi lapang (pemotretan dan ploting elemen-elemen lanskap).
3. Wawancara, untuk mendapatkan data perkembangan dan perubahan
permukiman, aktivitas sosial-budaya, permasalahan yang mempengaruhi
kegiatan pelestarian, dan kegiatan pelestarian yang telah dilakukan. Informan
ditentukan secara purposif, yaitu berdasarkan pertimbangan atau penilaian
peneliti. Dengan cara tersebut dipilih 12 informan yang cukup representatif
untuk populasi dan dapat memenuhi tujuan penelitian (tabel 1). Para informan
yang dipilih adalah yang dianggap memahami Pekon Kenali yang profesinya
antara lain: peneliti, kepala desa, juru pelihara, guru, dan pemangku adat.
Tabel 1 Daftar nama narasumber
Nama Bidang Pekerjaan
Elly Suryaningsih, S.Sos
Drs. Nanang Saptono
Dra. Endang Widyastuti
Nurul Laili, S.Sastra
Bpk. Rustam
Bpk. Maat Sa’ari
Bpk. Basri
Bpk. Balsah Toha
Bpk. Irson
Bpk. Zarkoni
Bpk. Dauhan
Bpk. Helmi
Staf Peneliti Balai Arkeologi Serang
Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung
Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung
Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung
Peratin (Kepala Desa) Pekon Kenali
Juru Pelihara dan pemilik Lamban Pesagi
Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Dusun Sukadana
Pemangku Adat Dusun Kenali 1
Pemangku Adat Dusun Kenali 2
Pemangku Adat Dusun Surabaya
Pemangku Adat Dusun Sukadana
Pemangku Adat Dusun Banjar Agung
Tahap Analisis Data Data hasil pengukuran diplotkan pada peta dan dianalisis secara spasial.
Data hasil wawancara dan informasi lainnya diformulasikan lalu dideskripsikan
secara sistematis. Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya pada Tabel 2.
6
I= N / K Keterangan: I = Interval kelas K= Kelas N = Jumlah nilai, diurutan tertinggi hingga terendah
Tabel 2 Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya
Jenis data Sumber data Metode Analisis
Kondisi Fisik dan Alami Lokasi dan aksesibilitas Topografi dan geologi Iklim dan hidrologi Kondisi sekitar tapak
RPJM Kenali dan BPS BPS BPS Observasi
Analisis deskriptif dan spasial Analisis deskriptif Analisis deskriptif Analisis deskriptif
Sejarah Kawasan Asal nama dan perubahan pekon Perubahan tata guna lahan
Literatur dan wawancara Bakosurtanal, Kemenlinghup, RPJM Kenali, dan observasi
Analisis deskriptif Analisis deskriptif dan spasial
Kondisi sosial-budaya Demografi Sistem pemerintahan dan kemasyarakatan Sistem pengetahuan dan religi Tipe dan karakteristik sosial-budaya
RPJM Kenali Literatur, observasi, dan wawancara Literatur, dan observasi Literatur, dan observasi
Analisis deskriptif Analisis deskriptif Analisis deskriptif Analisis deskriptif
Kondisi permukiman tradisional Karakteristik permukiman Elemen-elemen permukiman Pengaruh luar terhadap permukiman Tipe dan elemen bangunan tradisional Orisinalitas Pola sirkulasi
Literatur, dan observasi Literatur, dan observasi Literatur, dan observasi Literatur, dan observasi Literatur, dan observasi Literatur dan observasi
Analisis deskriptif dan spasial Analisis deskriptif dan spasial Analisis deskriptif Analisis deskriptif Analisis deskriptif dan spasial Analisis deskriptif dan spasial
Kebijakan dan Pengembangannya Kebijakan yang langsung dan tidak langsung mengatur kawasan Pengembangan oleh pemerintah dan masyarakat
Bappeda, Dinas P & K, Dinas Pariwisata, Balai Arkeologi dan wawancara BPS, literatur, observasi dan wawancara
Analisis deskriptif Analisis deskriptif
Analisis Penilaian Kawasan Pekon (Tabel 3-4) 1 Menentukan total nilai tertinggi dan terendah, dan jumlah nilai (N). Total nilai
tertinggi adalah 63, total nilai terendah adalah 21, dan jumlah nilai adalah 43.
2 Menentukan Kelas (preservasi, konservasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi).
3 Menentukan pembagian jarak interval dengan mencari selisih antara total nilai
tertinggi dan total nilai terendah untuk kemudian dibagi dengan jumlah kelas.
4 Mendistribusikan setiap total nilai dalam klasifikasi sesuai jarak interval dan
menentukan tingkat perubahan fisik yang menjadi arah pengembangannya.
Diketahui:
Total nilai tertinggi = 63; Total nilai terendah = 21; Jumlah nilai urutan tertinggi-terendah
(N) = 43.
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Kelas (K) = 4; (zona preservasi, konservasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi)
Interval (I) = N/K = 43/4 = 10,75= 11 (dibulatkan ke atas)
Interval dihitung dari nilai terendah 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 Range Zona Rekonstruksi Range Zona Rehabilitasi Range Zona Konservasi Range Zona Preservasi
7
Tabel 3 Kriteria penilaian kawasan pekon
Kriteria danSkor
1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi)
Kriteria-kriteria Fisik-Visual Tata guna lahan
a
Pola pemukimana
Bangunan
a
Pola sirkulasi
a
Integritas
a
Keragaman
a
Kelangkaan
b
Kejamakan
b
Estetikab
Superlativitasb
Kualitas pengaruh
b
Gaya arsitektur
c
Perubahan >66% Tidak ada pusat pemukiman, pola linear Struktur, fungsi, dan elemen bangunan berubah, sedikit bangunan berusia >50 tahun
d Ruas jalan bertambah, karakteristik berubah Elemen tersebar, sedikit, tidak menyatu Elemen bersejarah hanya satu Banyak kesamaan variabel dengan permukiman sekitar Tidak memiliki nilai tinggi dari aspek- aspek sebelumnya Karakter aslinya berubah Tidak mendominasi keberadaan sekitar Tidak menciptakan kontinuitas dan keselarasan pada kawasan sekitarnya Elemen tidak bergaya arsitektur khas masa lalu
Perubahan 33-66% Ada pusat pemukiman, pola linear-konsentrik Struktur, fungsi, dan elemen bangunan beradaptasi, cukup banyak bangunan berusia >50 tahun
d Ruas jalan bertambah, karakteristik bertahan Elemen tersebar, cukup banyak, menyatu, karakter lemah Memiliki 2-5 elemen bersejarah Beberapa kesamaan variabel dengan permukiman sekitar Memiliki minimal satu nilai tinggi dari aspek- aspek sebelumnya Terjadi perubahan yang tidak merubah karakter Beberapa elemen berbeda dengan sekitarnya Cukup menciptakan kontinuitas dan keselarasan pada kawasan sekitarnya Elemen masih bergaya arsitektur khas masa lalu
Perubahan <33% Ada pusat pemukiman, pola konsentrik Struktur, fungsi, dan elemen bangunan tidak berubah, banyak bangunan berusia >50 tahun
d
Ruas jalan tetap, dan karakteristik masih asli Elemen cukup banyak, menyatu, karakter kuat Memiliki > 5 elemen bersejarah Tidak ada/sangat sedikit kesamaan dengan permukiman sekitar Memiliki minimal dua nilai tinggi dari aspek-aspek sebelumnya Perubahan sangat kecil, karakter asli Seluruhnya terlihat dominan Menciptakan kontinuitas dan keselarasan pada kawasan sekitarnya Gaya arsitektur khas masa lalu hampir di semua bagian
Kriteria-kriteria Non-Fisik Kesejarahan
b
Sejarah arsitektur
c
Sejarah kabupaten
c Sejarah bangsa
c Nilai ekonomi formal
c
Nilai ekonomi informal
c
Legendac
Aktivitas sosial-budaya
c
Kel.masyarakatc
Tidak terkait dengan periode sejarah Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak bernilai atau bernilai rendah Tidak bernilai atau bernilai rendah Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Memiliki fungsi terkait periode sejarah Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Bernilai sedang Bernilai sedang Ada,tidak popular Ada,tidak popular Ada,tidak popular
Berkaitan dan berperan dalam periode sejarah Penentu sejarah arsitektur Penentu sejarah kabupaten Penentu sejarah bangsa Bernilai tinggi Bernilai tinggi Ada dan popular Ada dan popular Ada dan popular
aHarris-Dines (1988), bCatanese-Snyder (1979), cHastijanti (2008), dUU No.11/2010 ttg Cagar Budaya
8
Tabel 4 Klasifikasi dan tindakan pelestariannya
Nilai Klasifikasi Tindakan Pelestarian
54-63 43-53 32-42 21-31
Preservasi
Konservasi
Rehabilitasi
Rekonstruksi
Permukiman dipertahankan 100 % seperti apa adanya, jika harus dipugar dikembalikan ke bentuk aslinya dengan bahan yang sama. Mempertahankan sebanyak-banyaknya elemen permukiman. Elemen tambahan mempertahankan bentuk permukiman aslinya. Perubahan dapat dilakukan sejauh tidak mengganggu keserasian permukiman dan kawasan sekitarnya. Mempertahankan karakter dan ciri khas permukiman tradisional yang berkaitan dengan nilai-nilai pentingnya, penambahan elemen lanskap tidak mengurangi keserasian permukiman dengan kawasan sekitar. Membangun baru tetapi tetap meninggalkan salah satu atau sebagian ciri khas permukiman. Bagian yang dipertahankan hanya sedikit dan dapat dijadikan elemen ornamental.
Sumber: Hastijanti (2008), telah dimodifikasi
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik dan Alami
Administrasi, Geografis, dan Aksesibilitas Pekon Kenali adalah ibukota Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung
Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6/1991. Pekon ini terdiri
atas 6 Dusun: Kenali 1, Kenali 2, Surabaya, Sukadana, Banjar agung, dan
Campang Sari. Secara geografis terletak pada 104°10’-105°20’Bujur Timur dan
5°10’-4°55’ Lintang Selatan (Gambar 3). Pekon ini berada di tengah wilayah
Lampung Barat, pada persimpangan lalu lintas jalan darat dari berbagai arah yaitu
Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. Berada 270 km dari pusat
kota Bandar Lampung, pada jalan raya yang menghubungkan Kotabumi dan
Liwa. Pekon ini ditempuh dalam waktu sedikitnya lima jam dari pusat kota karena
sebagian jalan untuk menuju lokasi ini dalam kondisi rusak dan cukup curam
dengan jurang di kiri dan kanan jalan tanpa batas pengaman. Akses dari pusat kota
dengan jalan darat dapat menggunakan dua jalur, yaitu dari Kota Agung
(Kabupaten Tanggamus), dan Kotabumi (Kabupaten Lampung Utara). Jalur
tranportasi umum adalah: dari Jakarta (Bandara Halim Perdana Kusuma) menuju
Bandar lampung (Bandara Raden Intan II (BRANTI), lalu melanjutkan perjalanan
hingga sampai di Pekon Kenali dengan bus antar kota jurusan Danau Ranau.
Selain itu, bila melewati jalur darat dan laut, dari Jakarta, pengunjung mencari bus
jurusan Merak, lalu dengan kapal laut menyeberangi Selat Sunda hingga sampai
di Pelabuhan Merak. Selanjutnya, menaiki bus antar kota menuju Terminal
Rajabasa. Dari Terminal Rajabasa melanjutkan perjalanan hingga sampai ke
wilayah ini dengan bus antar antar kota jurusan Danau Ranau. Pada jalur laut,
terdapat pelabuhan samudra di Bengkunat, di pesisir sebelah Barat, yaitu
Pelabuhan Samudera Kawasan Andalan Wilayah Barat Indonesia yang digunakan
untuk kegiatan ekspor-impor hasil industri dan perikanan Kabupaten Lampung
Bara, serta sebagai pelabuhan nasional dan internasional. Pada jalur udara,
pemerintah kabupaten telah mendirikan Bandara Seray di Kecamatan Pesisir
Tengah yang melayani penerbangan Jakarta-Bandar Lampung dan telah
beroperasi secara resmi melayani penerbangan komersial sejak 28 September
2011. Bandara Seray merupakan bandara navigasi dan mitigasi bencana yang
9
Way
Lak
ak
KE
TE
RA
NG
AN
Sun
gai
Jala
n b
eras
pal
Jala
n s
etap
ak/b
erbat
u
Perm
ukim
anB
ala
i R
am
ik d
an
Ru
mah
Keb
un
Jem
bata
n
Gari
s k
on
tur,
beda
tinggi 25 m
Mes
jid/M
ush
oll
aP
emak
aman
Ban
gu
nan S
eko
lah
Sum
ber
:
1P
eta
Ru
pa
Bum
i, b
lad L
iwa
dan
K
enal
skal
a
1:5
0.0
00,
Bak
osu
rtan
al 1
977
2P
eta
tutu
pan
lah
an K
ab.
Lam
pung B
arat
,
Kem
ente
rian
Neg
ara
Lin
gku
ngan
Hid
up 2
007
3B
app
eda
Kab
. L
ampun
g B
arat
, P
rov. L
ampung
2003
4D
raft
doku
men
RP
JM P
ekon K
enal
i 2010
5S
urv
ey lap
ang 2
012
Bat
as w
ilay
ah
Din
as P
erhu
bu
ng
anK
UA
Pu
skesm
asP
os
dan
Gir
oP
LN
Pas
arL
apangan
La
mb
an
Pam
anohan
Kan
tor
Cam
atK
CK
3K
4K
5K
6K
7
PS L LP
Bala
i P
ek
on
(P
usa
t D
esa)
Ru
mah
Pem
an
gk
u A
dat (P
usa
t D
usu
n)
Lam
ban P
esa
gi
Sit
us
Bat
u K
epapp
ang
PD
AM
K8
P e
k a
r
a n
g a
n
I
K e
b u
n
Keb
un
Pem
akam
an
Ru
mah
Pan
ggung
Ru
mah
Moder
nR
um
ah k
ebun
Masj
id J
ami'
Rum
ah P
erat
in K
enal
i
Ser
un
gk
uk
Hu
jung
Luas
Cam
pang
Tig
a
Su
kam
akm
ur
Bak
hu
Bed
udu
Kej
adia
n
Way
Hum
awai
Way
Mer
ih
IV
Ban
jar
agung
LVII
III
I
875
850
800
825
850
875
900
825850
925
950
950975
975
950
875
925
950
975
950
975
950
900 925
950
975
1000
10251050
Su
rabay
a
Ken
ali
1
Ken
ali
2
Cam
pan
g s
ari
Su
kadan
a
VI
Way
Sem
angk
a
Bu
mi
agu
ng
5090
0051
0000
5110
0051
2000
5130
00
5090
0051
0000
5120
00
9450000 9449000 9448000 9447000
9450000 9449000 5°0'0" 9447000
5°0'0"
944800009451000
9451000
5110
0051
3000
0250
1000 m
500N
KC
K3
K4
K5
K6 PS
K7L
P
IV
Lap
angan
V
III
II
K8
K e
b u
n
Keb
un
Gam
bar
3 P
eta
adm
inis
tras
i P
ekon K
enal
i 2
013
10
difungsikan juga sebagai penerbangan umum sehingga para wisatawan
mancanegara tidak perlu waktu lama untuk menuju wilayah ini.
Topografi dan Geologi
Kemiringan lahan di areal permukiman relatif datar, lereng curam di areal
hutan, ketinggian lahan 800-1020 meter di atas permukaan laut (m dpl), Keadaan
tanah di wilayah ini terbagi dalam 4 sistem, yaitu:
1 Sistem Alluvial. Sistem ini terbentuk dari bahan endapan sungai dan hasil
alluvial/koliviasi di kaki lereng perbukitan/pegunungan yang landai.
2 Sistem Vulkan. Tanah pada sistem ini dapat dibedakan berdasarkan bahan
induknya yaitu dari bahan induk andesitis dan basal terletak pada ketinggian
25-200 m dpl. Lereng atas dan tengah kemiringannya >30% sedangkan lereng
bawahnya kemiringannya <16%.
3 Sistem Perbukitan. Topografi yang bervariasi pada sistem ini berpengaruh
terhadap proses pembentukan dan perkembangan tanah. Umumnya tanah telah
mengalami dan menunjukan perkembangan lanjut, kecuali di daerah yang
tererosi. Daerahnya terletak di lereng pegunungan vulkan terutama di sepanjang
Bukit Barisan. Bahan pembentuknya: bahan vulkan, sedimen, plutonik masam,
dan batuan metamorf yang ditutupi bahan tufa masam ranau.
4 Sistem Pegunungan Dan Plato. Pada umumnya bahan pembentuknya berupa
bahan vulkan tersier berupa batuan plutonik masam. Terletak pada ketinggian
antara 25-1350 m dpl, pada umumnya berlereng curam, agak curam, sampai
sangat curam sekali dengan kemiringan > 30%.
Punggung sebelah barat Lampung adalah bagian dari Bukit Barisan yang
merupakan Geantiklinal dan sebelah timurnya merupakan Sinklinal. Punggung
pegunungan ini dari zaman kapur mengalami deformasi pada zaman Tersier
mengakibatkan gejala-gejala patahan yang membentuk fenomena geologi seperti
patahan Semangka di sepanjang Way Semangka dan Teluk Semangka, Gunung
berapi berbentuk oval seperti Gunung Tanggamus, dan depresi tektonik seperti
lembah Suoh, Gedong Surian, dan Way Lima. Berdasarkan peta geologi Provinsi
Lampung, Lampung Barat terdiri atas batuan vulkan tua, Formasi Simpang Aur,
Formasi Ranau (Pekon Kenali), Formasi Bal, dan Batuan Intrusif. Ditinjau dari
kondisi wilayah baik faktor geografi, topografi, dan geologi, wilayah ini sangat
berpotensi gempa. Bukit Barisan memiliki patahan lempeng bumi yang
merupakan bagian dari Tektonik Sumatera. Tektonik Sumatera dipengaruhi oleh
lempeng Samudera Indonesia-Australia dan lempeng Eurasia, dimana lempeng
Samudera Indonesia-Australia mendorong ke Utara dan menyusup ke bawah
lempeng Eurasia. Tempat pertemuan kedua lempeng ini ±200 km sebelah barat
Sumatera disebut Java Trench (bagian jalur gempa Mediterania). Akibat dorongan
dan penyusupan tersebut, terbentuk Bukit Barisan dan Semangko Fault, disebut
Sumatera Fault System (sumber gempa terbesar di kawasan Sumatera).
Iklim dan Hidrologi
Menurut Oldeman (1979), akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit
Barisan, Lampung Barat memiliki 2 zone iklim yaitu: (1) zone A (jumlah bulan
basah >9 bulan) terdapat di bagian barat Taman Bukit Barisan Selatan termasuk
Krui dan Bintuhan, dan (2) zone BL (jumlah bulan basah 7-9 bulan) terdapat di
Pekon Kenali. Pekon Kenali terletak dibawah khatulistiwa 5° Lintang Selatan
11
sehingga beriklim tropis-humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari
Samudra Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya. Dua musim
dimaksud adalah: Nopember s/d Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat
Laut, dan Juli s/d Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan
angin rata-rata 5.83 km/jam. Temperatur udara rata-rata berkisar 26-28 °C.
Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 32 °C dan juga
temperatur minimum 21.7 °C. Berdasarkan data curah hujan dari Badan
Meteorologi dan Geofisika, curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm/tahun, dan
kelembaban udara disekitar 75%-95%. Sungai yang melewati wilayah ini adalah
Way Semangka di Utara dan Way Lakak di Selatan. Untuk mengairi sawah,
sungai-sungai tersebut dialirkan ke areal sawah dengan sistem irigasi berpengairan
teknis. Sungai-sungai ini berpola dendritik sehingga pada saat musim hujan air
tidak terkonsentrasi dan tidak terjadi banjir.
Kondisi Sekitar Tapak
Pekon Kenali terletak di daerah pegunungan/perbukitan, di kaki Gunung
Pesagi. Wilayah sekitarnya sebagian besar memiliki topografi berbukit sampai
bergunung dengan lereng-lereng curam, kemiringan rata-rata 30%. Daerah ini
meliputi Bukit Barisan dengan puncak tonjolannya adalah Bukit Pugung,
Gunung Pesagi, dan Gunung Sekincau di Utara. Daerahnya beriklim cukup dingin
dan banyak angin karena umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer dan
sekunder. Pekon ini letaknya berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan dengan vegetasi utama adalah Hutan Hujan Tropika di sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan. Hutan ini umumnya didominasi tumbuhan marga
Lauranceae, Dillentaceae, Dipterocarpaceae, Myrtaceae, dan Fagaceae. Di
hutan pantai barat terdapat bunga Bangkai (Amorphophalus sp.) --bunga tertinggi
di dunia-- dan Raflesia (Rafflesia arnoldi) --bunga terbesar di dunia--. Wilayah
Taman Nasional yang berbatasan dengan pemukiman penduduk terdapat zona
penyangga berupa hutan Damar yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat
secara turun-temurun dengan pola pengelolaan yang disebut Repong Damar.
Sejarah Kawasan
Asal Nama dan Perpindahan Pekon Nama Kenali berasal dari Kinali, suatu wilayah di Sumatera Barat. Nama ini
diberikan oleh Umpu Belunguh, seorang penyebar Islam yang pernah berdiam
lama di Kinali. Nama Kinali dapat pula dihubungkan dengan nama Kendali,
kerajaan yang disebut oleh Wang Gungwu (utusan Tiongkok). Pada masa
kejayaan kerajaan Kenali, Pekon Kenali dibangun tepat di kaki lereng gunung
Pesagi di sebuah dataran yang disebut Bernasi (dari berbagai sumber). Menurut
penduduk Kenali dalam Panji (2010), sejak masuknya Islam ke Belalau, kerajaan
Kenali di lereng gunung Pesagi dihancurkan. Bentuk Pekon awal ini tidak
mungkin ditelusuri kembali karena telah hancur dan tertimbun tanah. Dari Bernasi
penduduk Kenali awal pindah ke Pekon Kenali Tuho (tua) yang disebut Pekon
Undok terletak di sebelah Timur Pekon Kenali sekarang, menurut sesepuh Kenali
polanya berbentuk oval (Gambar 4). Pekon Kenali pada awal perpindahannya
terdiri atas tiga Pekon yang berkembang menjadi satu. Perpindahan penduduk
membawa perubahan pola pemukiman, karena menyesuaikan dengan jalan raya
12
yang dibuat sejak masa penjajahan Belanda. Saat gempa tahun 1933, sebagian
Pekon Kenali runtuh dan rumah-rumah dibangun baru dengan struktur dan
konstruksi yang berbeda dengan sebelumnya.
Gambar 4 Perkiraan lokasi Pekon Undok
Permukiman tradisional Lampung memiliki pola memanjang menurut jalur
sungai, tanpa lapisan di belakangnya karena pola pekon ditentukan oleh
pemandian pria (pangkalan bakas-ragah) dan wanita (pangkalan bebai-sebai).
Kini, tempat pemandian itu hampir tidak ada lagi. Dahulu penduduk mandi, buang
air, dan mencuci di sungai, sekarang sudah lazim penduduk mempunyai kamar
mandi atau kakus di rumah, walaupun di sana-sini masih terdapat serambi
belakang yang dipergunakan sebagai tempat mandi dan buang air, yang disebut
garang. Selain itu, ada pemikiran harus dekat dengan sanak-saudara, sehingga
terdapat deretan puluhan rumah dari sub kebuayan. Karena sistem kekerabatannya
bertipe keluarga luas, anak keturunannya selalu membangun rumah dekat orang
tuanya (dulu lahan maupun bahan untuk rumah cukup tersedia). Hal ini yang
melatarbelakangi pertumbuhan jumlah rumah tinggal. Dahulu, walaupun berada di
pegunungan, permukiman selalu terletak di tepi sungai sebagai jalur transportasi.
Setelah transportasi darat mulai berkembang, permukiman beralih ke tepi jalan
raya. Baik permukiman yang terletak di tepi sungai, di tepi jalan raya, maupun di
tepi laut, merupakan tempat kediaman yang mengelompok rapat. Penduduk tidak
mementingkan halaman, karena semua kegiatan berada di ladang, tidak di rumah.
Rumah adalah tempat beristirahat dan berkumpul para anggota kerabat untuk
1 Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala 1:50.000,Bakosurtanal 1977
2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian NegaraLingkungan Hidup 2007
3 Bappeda Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung 20034 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 20105 Survey lapang 2012
Serungkuk
Hujung
Sukamakmur
Bedudu
Kejadian
Way Humawai Way Merih
IV
Banjar agung
Sumber :
LV
III II
I
875
850800
825
850
875
900
825
850
925
950
950
975975
950
875 925
950
975
950975
950
900
925
950
975
1000
1025
1050
Surabaya
Kenali 1
Kenali 2
Campang sari
Sukadana
VIWay
Sem
angk
a
Bumi
agung
KETERANGAN
SungaiJalan beraspalJalan setapak/berbatuPermukiman padatPermukiman terpencarJembatan
Garis konturMesjid/MushollaPemakamanBangunan Sekolah
Batas wilayah
Balai PekonPusat Dusun
Pekon Undok
Perkiraan
garis kontur
sebelum
terjadi gempa
Liwa 1933
Way Lakak
0 250 1000 m500
N
13
upacara adat dan kegiatan sehari-hari. Kini, jika kita memasuki pekon, tidak ada
pintu gerbang masuk. Dahulu, ada gardu jaga di depan, dan sebuah gardu di
tengah. Letak pekon satu dengan pekon lain saling berjauhan, tergantung
banyaknya atau panjangnya sungai. Dulu batas pekon tidak memiliki tanda
tersendiri, biasanya dibatasi dengan kali kecil, batu alam, bahkan sering ditandai
dengan kayu besar, sehingga bentuk bangunan tertentu yang menandakan batas
pekon hampir tidak dikenal dalam masyarakat Lampung. Batas pekon secara adat
mempengaruhi tempat dimana seseorang dapat bernyanyi dengan keras yaitu: adi-
adi hatang, musyak, dan ngantau (tembang dengan suara melengking), batas ini
juga menjadi patokan rombongan pengantin wanita (saat upacara pernikahan adat)
dari luar pekon harus menunggu untuk dijemput. Pemerintah Belanda mengatur
batas pekon dengan batas-batas alam, seperti: sungai, gunung, bukit, rawa atau
pohon tua. Karena batas yang tidak tegas itu, sering terjadi perselisihan. Kini,
batas pekon secara administratif dibuat untuk menentukan lokasi perkebunan.
Perubahan Pola Permukiman dan Tata Guna Lahan
Pekon ini dulunya adalah hutan belantara dan mulai dihuni antara tahun
1790 dan 1820. Tahap pertama pertumbuhan Pekon Kenali memanjang ke kiri-
kanan jalan raya utama. Kemudian, setelah penduduknya bertambah generasi
selanjutnya mengembangkan pemukimannya ke arah selatan sejajar dengan pola
pekon yang ada membentuk saf ke tiga sejajar dengan pekon pertama dan kedua
(Gambar 7). Pola permukiman pada dasarnya belum berubah sebagaimana
dikatakan Du Bois (Residen Lampung I) dalam Hadikusuma et al.(1983).
“De tioo’s zijn verdeeld in wijken (soekoe). Iedere wijk heeft een huis, uit hetwelk de gezinnen der overgen in die wijk rekenen datzij afkomsting zijn, zoodat allen het hoofd van het oudste huis of de hoofden hisgezin als hun gebieder beschouwen deze weder en de hoofden hem als hun hoofd, die afkomsting is uit deodste wijk der tioe”.
Bermakna: satu pekon dibagi dalam beberapa bagian yang disebut bilik,
tempat kediaman suku, yaitu tempat kediaman bagian klen yang disebut buay atau
juga kadang-kadang gabungan buay. Di sekitar bilik terdapat rumah besar yang
disebut lamban balak, kemudian ada lagi beberapa rumah lainnya yang menurut
adat masih berhubungan keluarga. Pada perkembangannya, di dalam satu pekon
terdapat rumah kerabat yang tertua. Selanjutnya, Marsden (1811) menulis:
“...The dusuns or villages (for the small number of inhabitants assembled in each does not entitle them to the appellations of towns) are always situated on the banks of a river or lake for the convenience of bathing and of transporting goods. An eminence difficult of ascent is usually made choice of for security. The access to them is by footways, narrow and winding, of which there are seldom more than two; one to the country and the other to the water; the latter in most places so steep as to render it necessary to cut steps in the cliff or rock. The dusuns, being surrounded with abundance of fruit-trees, some of considerable height, as the durian, coco, and betel-nut, and the neighbouring country for a little space about being in some degree cleared of wood for the rice and pepper plantations, these villages strike the eye at a distance as clumps merely, exhibiting no appearance of a town or any place of habitation. The rows of houses form commonly a quadrangle, with passages or lanes at intervals between the buildings, where in the more considerable villages live the lower class of inhabitants, and where also their padi-houses or granaries are erected. In the middle of the square stands the balei or town hall, a room about fifty to a hundred feet long and twenty or thirty wide, without division, and open at the sides, excepting when on particular occasions it is hung with mats or chintz; but sheltered in a lateral direction by the deep overhanging roof...”.
14
Tulisan ini dibuat saat wilayah ini masih dikuasai oleh Inggris, saat itu
Marsden melihat bahwa dusun atau perkampungan selalu diposisikan di pinggir
sungai atau danau untuk kenyamanan mandi dan pengangkutan barang. Kesulitan
utama adalah keamanan pendakian. Akses untuk menuju kesana dengan jalan
setapak yang sempit dan berkelok-kelok, dimana jarang lebih dari dua jalur; satu
jalur menuju negeri (daerah kebandaran atau marga), dan satu jalur ke perairan
(sungai atau danau); jalan ke perairan ini di kebanyakan sangat curam dan
melewati karang dan bebatuan. Perkampungan ini dikelilingi pohon buah-buahan
yang melimpah dan sangat tinggi, seperti durian, kelapa, dan buah pinang. Dan
negeri yang bertetangga dalam jarak dekat menjadi beberapa derajat lebih terang
dari pepohonan lebat, berupa areal persawahan dan perkebunan lada,
perkampungan ini dari jarak jauh seperti hanya berupa areal perdu karena tidak
memperlihatkan penampilan suatu kota atau areal tinggal apapun. Bentuk barisan
rumah biasanya persegi empat, dengan jalan lintasan atau jalan setapak berselang-
seling di antara bangunan, dalam perkampungan yang lebih udik ditinggali oleh
masyarakat kelas yang lebih rendah, dan tempat lumbung padi ditegakkan. Pada
pertengahan posisi bujur sangkar berdiri Balei atau balai kota, sebuah ruangan
dengan panjang 50-100 kaki dan lebar 20-30 kaki, tanpa pembagian, dan terbuka
di samping, pengecualian (bagian samping ini ditutup) saat upacara adat dengan
digantungi dengan semacam lapik atau kain cita; tetapi dinaungi teritisan atap
cukup dalam. Pengertian “perkampungan yang lebih udik”, penulis anggap
sebagai kumpulan balay ramik dan rumah kebun. Ilustrasi dari deskripsi
permukiman di masa lampau dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Ilustrasi Pekon Kenali pada abad ke-18
Way Humawai
Mesjid/musholla PemakamanBalai Pekon
Batas wilayahSemak/Belukar
Hutan
Perkebunan
N
Permukiman
Way Semangka
Sumber: Bakosurtanal 1977 dan Marsden 1811
Way Lakak
KETERANGAN
SungaiSawah Lapangan Balai Ramik & rumah Kebun
Jembatan
15
Proses masuk menjadi warga dengan jalan muakhi (pengangkatan saudara)
oleh kerabat tertua pendiri pekon. Baik kerabat asal maupun pendatang, mengakui
bahwa kepala kerabat tertua adalah pemimpin mereka. Kepala kerabat asal yang
tadinya adalah punyimbang suku menjadi punyimbang marga. Untuk mengatur
jalannya pemerintahan pekon, punyimbang marga membentuk dewan pekon dari
para punyimbang suku. Musyawarah adat dipimpin oleh punyimbang yang
bertindak mewakili pekon terhadap dunia luar, tetapi ke dalam ia tidak berwenang
mengatur kerabat suku kecuali sukunya sendiri. Beberapa pekon yang merupakan
kesatuan berasal dari satu marga yang digabungkan menjadi satu dalam ikatan
marga yang dikepalai oleh kepala marga yang diangkat Belanda berdasarkan
calon-calon yang dimajukan oleh para punyimbang dari keturunan marga yang
bersangkutan. Sejak tahun 1928, yang dikatakan sebagai marga adalah kesatuan
dari beberapa pekon, dan satu pekon meliputi tempat-tempat kediaman kecil di
daerah pertanian sekitarnya yang disebut umbul. Pengertian umbul dalam hal ini
penulis anggap sebagai kumpulan balay ramik dan rumah kebun. Satu umbul
dikepalai oleh kepala keluarga tertua.
Penyebab utama pergeseran pola permukiman ini adalah serangan penjajah.
Selain itu karena faktor alam seperti gempa, dan migrasi penduduk ke hilir-hilir
sungai dan pesisir pantai, dan pembangunan jalan beraspal. Akibat dari pelebaran
jalan, batas pekarangan pada rumah-rumah di kiri-kanan jalan menjadi berkurang.
Akan tetapi, pembangunan jalan ini tidak merubah aktivitas budaya yang ada,
seperti saat dilangsungkannya pawai Sekura, masyarakat cukup menutup jalan
raya dan menggunakannya sebagai tempat atraksi budaya. Tata guna lahan
dibedakan dalam: permukiman, persawahan, perkebunan, hutan, semak belukar,
kebun campuran, kolam/tambak, sungai, dan jalan. Perubahan tata guna lahan
dilihat dari data tahun 1969 dan tahun 2013 (Gambar 6). Perubahan luas tata guna
lahan (Tabel 7), menunjukkan perubahan sebesar 42%. Tata guna lahan di masa
lalu umumnya menunjukkan keragaman lanskap yang lebih tinggi (Simmons
2013), pada Pekon Kenali dapat terlihat bahwa lahan yang dulunya semak-belukar
menjadi lahan perkebunan (menjadi lebih produktif), lahan hutan semakin sempit
dan sebagian besar berubah menjadi lahan kebun campuran.
Tabel 5 Perubahan luas tata guna lahan tahun 1969 dan 2013
Jenis Tutupan Lahan 1969 (ha) 2013 (ha)
Sungai
Jalan
Sawah
Semak belukar
Kebun campuran
Perkebunan
Hutan
Permukiman
Kolam/tambak
Total
12.49
19.46
158.60
106.81
-
395.10
494.20
23.63
-
1211.00
12.49
20.46
238.72
-
287.46
428.62
88.83
128.42
6.00
1211.00 Sumber : 1 Fotogrametri jawatan Topografi TNI AD 1969
2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2006/2007
3 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010
4 Survei lapang 2012
16
N
01
00
0 m
500N
Su
kam
akm
ur
1F
oto
gra
metr
i Ja
wata
n T
opogra
fi T
NI
AD
1969
Bu
mi
agun
g
Ser
ungku
k
Hu
jung
Luas
Cam
pan
g
Tig
a
Bak
hu
Kej
adia
n
Way
Hum
awai
Ban
jar
agung
Sura
bay
a
Ken
ali 1
Sukad
ana
Way
Sem
angk
a
Way
Mer
ih
01
00
0 m
500
Su
kam
akm
ur
Cam
pan
g s
ari
Bed
ud
u
Pet
a T
ata
Gu
na L
ah
an
Pek
on
Ken
ali
tah
un
2013
Way
Mer
ih
Sit
us
Bat
u K
epappan
gL
amban P
esa
gi
Su
mber
:
2P
eta
Ru
pa B
um
i, b
lad L
iwa d
an
Kenal
skal
a 1:5
0.0
00,
Bak
osu
rtanal
19
77
3P
eta
tutu
pan
lah
an K
ab.
Lam
pun
g B
ara
t, K
emen
teri
an N
egar
a L
ing
ku
ng
an H
idup 2
007
4B
appeda K
ab.
Lam
pun
g B
ara
t, P
rov.
Lam
pung 2
003
5D
raft
do
ku
men R
PJM
Pek
on
Ken
ali
2010
6S
urv
ey l
apang
2012
VI
Sem
ak/B
eluk
arK
ebun
cam
pu
ran
Huta
nP
erk
ebunan
IV
Ban
jar
agung
VIII
II
I
Sura
bay
a
Ken
ali 1
Cam
pan
g s
ari
Sukad
ana
VI
Bu
mi
agun
g
Ser
ung
ku
k
Hu
jung
Lu
asC
amp
ang
Tig
a
Bak
hu
Bed
ud
u
Kej
adia
n
Way
Sem
angk
a
Way
Hum
awai
Pet
a T
ata
Gu
na L
ah
an
Pek
on
Ken
ali
tah
un
1969
KE
TE
RA
NG
AN
Su
ngai
Jala
n b
eras
pal
Jala
n s
etap
ak/b
erbatu
Saw
ah
Perm
uk
iman
pad
atB
ala
i ra
mik
& r
um
ah k
ebun
Jem
bata
n
Mesj
id/M
ush
olla
Pem
akam
anB
angu
nan S
eko
lah
Bat
as w
ilay
ah
Bal
ai P
ekon
Pusa
t D
usu
n
VIV
III
II
I
Gam
bar
6 P
erub
ahan
tat
a guna
lahan
di
Pek
on K
enal
i
17
Kondisi Sosial Budaya
Demografi Penduduk asli adalah suku Lampung Saibatin keturunan Buay Tumi dan
Belunguh. Jumlah penduduk 1319 jiwa dalam 467 Kepala Keluarga (KK) (Tabel
8). Rasio usia anak-anak, produktif, dan lansia adalah 3:6:1. Pekon ini termasuk
Pekon berkembang dengan banyaknya KK Sejahtera 24.9%. Jumlah KK lainnya:
Prasejahtera 17%, Kaya 16.3%, Sedang 29.2%, dan Miskin 12.5%. Tingkat
pendidikan didominansi lulusan SLTA 37.3%, mata pencaharian penduduk
umumnya petani 35.4%, dan agama Islam dominan 98.6%.
Tabel 6 Demografi pekon
Uraian Jumlah
Kependudukan Jumlah Jiwa Jumlah Kepala Keluarga (KK) Jumlah laki-laki
0-15 tahun 16-55 tahun Diatas 55 tahun
Jumlah Perempuan 0-15 tahun 16-55 tahun Diatas 55 tahun
Jumlah Penduduk Asli Jumlah Penduduk Pendatang
1319
467
175 350
59
224 441
70 1301
18
Tingkat Kesejahteraan sosial Jumlah KK Prasejahtera Jumlah KK Sejahtera Jumlah KK Kaya Jumlah KK Sedang Jumlah KK Miskin
79
116 76
138 58
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SLTP SLTA Diploma/Sarjana
80
225 240 404 135
Mata Pencaharian Buruh Tani Petani Peternak Pedagang Tukang Kayu
21
467 74 27 6
Tukang Batu Penjahit PNS Pensiunan TNI/Polri Perangkat desa Pengrajin Industri Kecil Buruh Industri Lain-lain
4 3
150 30 16 24 13 10 6 9
Agama Islam Kristen Protestan Katolik Hindu Budha
1301
9 4 3 2 -
Sumber : Draf Dok RPJM Kenali 2010 (acuan BPS 2012)
18
Sistem Pemerintahan dan Kemasyarakatan Desa disebut Pekon berdasarkan kebijakan pemerintah Kabupaten Lampung
Barat pada desa-desa tradisional yang menggunakan sistem Pemangku
(kepemimpinan berdasarkan adat). Pemekonan setingkat dengan Kelurahan, setiap
Pekon terbagi oleh dusun-dusun, dan dipimpin seorang Peratin yang dipilih secara
adat. Penduduk Pekon Kenali dipimpin oleh Umpu Belunguh dan keturunannya
sampai tahun 1950. Selanjutnya dipimpin oleh Peratin sampai sekarang. Berikut
adalah para peratin dan periode masa jabatannya (Tabel 8), sejarah pembangunan
(Tabel 9), dan kegiatan pemerintahan (Tabel 10).
Tabel 7 Nama-nama peratin pekon kenali dan periode menjabat
Nama Peratin Pekon Periode Hi. Amran
Abdullah RK Ayub
Hi. Zaini Habiburrahman
Tamzir Jefri Mawardi Rustam
1950-1955 1955-1961 1961-1967 1967-1972 1972-1988 1988-2000 2000-2012
2012-sekarang Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010
Tabel 8. Sejarah pembangunan pekon
Kegiatan Pembangunan Tahun Pembangunan Balai Pekon
Pembangunan masjid At-Taqwa Pembangunan masjid Al-Jami’
Pembangunan Tugu Perbatasan Pekon Pembangunan Pos Kamling
Pembangunan masjid Campang Sari Pembangunan Pemandian Umum
1994 1974 1987 2000 1992 1991 2004
Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010
Tabel 9 Kegiatan pemerintahan pekon
Uraian Keberadaan (Ada/Tidak ada) Pelayanan Kependudukan
Pemakaman Perijinan
Pasar Tradisional Ketentraman dan ketertiban umum
Ada Ada Ada Ada Ada
Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010
Pelayanan kependudukan dilaksanakan pada hari kerja (Senin sampai Sabtu),
terkadang ada juga penduduk yang datang pada sore atau malam hari, hal ini
karena mayoritas penduduk adalah petani atau buruh tani yang bekerja seharian
dan pemahaman mengenai jam kerja masih kurang. Ada beberapa tempat
pemakaman di Pekon Kenali, tetapi tidak ada tim khusus yang menangani hal ini.
Prosesi pemakaman dipimpin oleh ulama setempat dan dilaksanakan secara
gotong-royong oleh warga. Perijinan diantaranya adalah ijin keramaian dan ijin
tinggal. Ijin keramaian diwajibkan bagi kegiatan yang bisa mendatangkan masa
dalam jumlah banyak. Misalnya hiburan rakyat, ketoprak, dan orkes. Ijin ini selain
19
ke pemerintahan Pekon juga diteruskan ke MUSPIKA. Satuan Linmas
(Perlindungan Masyrakat) mempunyai anggota personel aktif dan siap sewaktu-
waktu jika ada kegiatan yang bersifat lokal atau skala kecil. Untuk pengamanan
skala sedang dan besar, Limnas dibantu Polsek (Kepolisian Sektor) dan Koramil
(Komando Rayon Militer)1. Struktur pemerintahan dan kelembagaan Pekon, dapat
dilihat pada Gambar 7. Selanjutnya, pembagian wilayahnya pada Gambar 8.
Lembaga Himpun Pemekonan
Juru Tulis
Peratin
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Kepala Urusan Umum
Kepala Urusan Pemerintahan
Kepala Urusan Pembangunan
Pemangku 3 Pemangku 4 Pemangku 5 555Raja (adik I
Sutan)
Pemangku 1 Pemangku 2
Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010
Masyarakat
Kelompok Pengajian & PKK
Pemangku
Kelompok Tani Remaja Islam Masjid
Lembaga Himpun Pemekonan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Puskesmas
Gambar 7 Struktur pemerintahan dan kelembagaan pekon
Gambar 87 Pembagian wilayah pekon
1 Bpk. Rustam (Peratin Kenali), Bpk. Balsah Toha, Bpk. Irson,, Bpk. Zarkoni, Bpk. Dauhan, Bpk.
Helmi (Para pemangku adat Pekon kenali)
Way Merih
IVL
V
III III
VI
Way
Sem
angk
a
KETERANGAN
SungaiJalan beraspalJalan berbatuJembatanMesjid/mushollaPemakaman
SekolahBatas wilayahBalai PekonPusat Dusun
Lamban PesagiSitus Batu Kepappang
Way Humawai
0 250 1000 m500
N
Lamban Pamanohan
AREAL HUTAN MARGA
BELUNGUH
WILAYAH
DUSUN
SUKADANA
WILAYAH
DUSUN BANJAR
AGUNG
WILAYAH
DUSUN
KENALI II
WILAYAH DUSUN
CAMPANG SARI
WILAYAH
DUSUN
KENALI
I
WILAYAH DUSUN
SURABAYA
Sumber :1 Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala 1:50.000,
Bakosurtanal 19772 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup 20073 Bappeda Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung 20034 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 20105 Survey lapang 2012
20
Nilai-nilai dasar atau falsafah hidup yang menjadi landasan kepribadian
suku Lampung tercermin dalam pola tingkah laku dan pergaulan hidup mereka,
baik di antara sesama kelompok maupun terhadap kelompok lain. Menurut
Hadikusuma dan Puspawijaya dalam Rusdi et al. (1986), nilai-nilai dasar yang
menjadi pegangan pokok masyarakat suku Lampung terkandung dalam kalimat
berikut: “Tandou nou ulun Lampung, wat pi’il pesenggiri, you balak pi’il ngemik
malu ngigau diri. Ulah nou bejuluk you buadok. Iling mewari ngejuk ngakuk
nemui nyimah ulah nou pandai you nengah you nyappur. Nyubali jejamou,
begawi balak, sakai sambayan”. yang artinya: Tandanya orang Lampung, ada pi’il
pesenggiri, ia berjiwa besar, memiliki malu, menghargai diri. Karena lebih,
bernama besar dan bergelar. Suka bersaudara, saling memberi, tangan terbuka.
Karena pandai, ia ramah dan suka bergaul. Mengolah bersama pekerjaan besar
dengan tolong menolong. Falsafah ini adalah prinsip-prinsip dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat di simpulkan dalam 5 prinsip yaitu :
1 Pi'il Pesenggiri, diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri,
perilaku, keharusan hidup bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri,
berkewajiban menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi
maupun secara berkelompok yang senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal
tertentu seorang Lampung dapat mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya
demi mempertahankan pi'il pesenggirinya tersebut. Dengan pi'il pesenggiri,
seseorang dapat berbuat atau tidak berbuat sesuatu kendati hal itu merugikan
dirinya secara materi.
2 Sakai Sambayan, keharusan hidup berjiwa sosial meliputi beberapa pengertian
yang luas termasuk didalamnya gotongroyong, tolong menolong tanpa pamrih,
bahu-membahu, dan saling memberi sesuatu yang diperlukan bagi pihak laidan
hal tersebut tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya materi saja, tetapi juga
dalam arti moril termasuk sumbangan pikiran dan sebagainnya.
3 Nemui Nyimah, berarti bermurah hati dan beramah-tamah terhadap semua pihak
baik terhadap orang dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja yang
berhubungan dengan mereka. Bermurah hati dengan memberikan sesuatu yang
ada padanya kepada pihak lain, juga bermurah hati dalam bertutur kata.
4 Nengah Nyappur, adalah tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesedian
membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan berpengetahuan luas,
memberikan sumbangan pikiran, pendapat, dan inisiatif bagi kehidupan
bersama. Ikut serta terhadap hal-hal yang bersifat baik, yang dapat membawa
kemajuan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman.
5 Bejuluk Buadok, keharusan berjuang meningkatkan derajat kehidupan, bertata
tertib, dan bertata karma.
Stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan perbedaan
tingkat umur, perbedaan pangkat dan jabatan, dan perbedaan sifat keaslian.
Pelapisan sosial berdasarkan perbedaan umur, tampak dalam kehidupan sehari-
hari yang menyangkut pekerjaan atau tugas masing-masing kelompok, terutama
pada upacara adat. Untuk merencanakan, menentukan, dan mengatur pelaksanaan
upacara adat adalah tugas kelompok tua. Kelompok yang lebih muda (tapi sudah
berkeluarga) bertugas sebagai pendamping atau pembantu kelompok tua.
Kemudian, kelompok muda (bujang-gadis) bertugas sebagai tenaga kerja
pelaksana (terutama memulai dan mengakhiri) pada upacara-upacara adat.
Pelapisan sosial berdasarkan pangkat/jabatan (kepunyimbangan), dilihat dari
21
kedudukan seseorang sebagai pemuka adat, sebagai anak laki-laki tertua menurut
tingkat garis keturunan masing-masing, dan kedudukan seseorang di dalam adat
Lampung. Sistem pelapisan sosial yang didasarkan sifat keaslian dalam
masyarakat Lampung, dibedakan antara keturunan inti (buay asal) dan golongan
pendatang. Golongan buay asal merupakan golongan pendiri pekon. Golongan ini
mempunyai hak utama turun-temurun dari keturunan asalnya, biasanya memiliki
barang-barang pusaka tua dan tanah kerabat. Golongan pendatang dengan segala
kemampuannya mendirikan pekon dan mempunyai perlengkapan sendiri atas
dasar pengakuan golongan asli dan para punyimbang sumbai (tetangga) dari
pekon lainnya. Hubungan antara golongan asli dan pendatang menjadi suatu
hubungan yang akrab karena adanya adat mewari (pengangkatan saudara) dan
perkawinan di antara mereka.
Sistem kekerabatan memakai garis bapak (patrilinieal geneologis).
Kedudukan anak laki-laki tertua dalam keluarga memiliki kekuasaan sebagai
kepala rumah tangga dan bertanggung jawab sebagai pemimpin keluarga/kerabat
(orangtuanya, adik-adiknya) dalam segala persoalan. Ia mengatur hak-hak dan
kewajiban adik-adiknya, baik laki-laki atau perempuan sampai mereka
berkeluarga. Dengan demikian, terdapat perbedaan kedudukan dan hak kewajiban
antara laki-laki dengan perempuan. Yang banyak berfungsi sebagai pengatur
adalah kerabat ayah dan kerabat ibu hanya membantu. Keluarga inti terdiri atas
ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu rumah, dalam kedudukan kekerabatan
merupakan bagian dari kerabat besar yang diatur dalam kepunyimbangan.
Seorang punyimbang merupakan kepala adat dan sub klan, yang berkedudukan
sebagai pandia pakusara (gelar berdasar urutan di dalam hubungan darah) bukan
karena memegang wilayah/mengepalai beberapa keluarga/kerabat lainnya. Gelar-
gelar tersebut melahirkan hak dan kewajiban dalam masyarakat, terutama dalam
penyelesaian perkawinan. Seorang anak kepala adat yang mengambil istri dari
kebuayan lain yang kedudukan ayahnya sebagai punyimbang marga, maka yang
mengurus segala perundingan dan segala akibatnya adalah punyimbang marga,
bukan ayah anak tadi yang berkedudukan hanya sebagai punyimbang pekon.
Sistem pengangkatan punyimbang bagi masyarakat adat Lampung Saibatin,
siapapun tidak dapat menjadi punyimbang marga, kalau bukan anak laki-laki
tertua dari punyimbang marga (faktor keturunan tetap dipertahankan). Untuk
menjadi punyimbang pekon masih terbuka kemungkinan bagi punyimbang suku
yang telah mempunyai kerabat yang banyak mempunyai wilayah pekon khusus
memisah dari pekon asal. Demikian pula untuk menjadi punyimbang suku
terbuka bagi siapa saja yang telah mengepalai 20 rumah tinggal atau keluarga.
Selain jalur kepunyimbangan, terdapat hubungan perkawinan dari anggota
keluarga yang diikuti dan dihormati. Rasa hormat dan segan terutama antara
menantu dengan anggota keluarga pihak mertuanya (mintuha) sampai pada
keluarga asal nenek (lebu), keluarga asal ibu (kelamo). Rasa pembelaan dan rasa
ikut bertanggungjawab dan melindungi dari pihak keluarga dari garis keturunan
ayah seperti paman (kemaman), keponakan, dan anak dari saudara sepupu.
Seluruh anggota kelompok sebelah kiri harus hormat terhadap seluruh anggota
kelompok sebelah kanan (lebu, kelamo, mintuha). Dalam hal menetapkan jodoh,
kelompok kanan hanya ikut diundang untuk musyawarah, tetapi yang menentukan
adalah kelompok sebelah kiri beserta seluruh aparat kepunyimbangan. Jika ada
satu anggota keluarga yang mengadakan upacara pernikahan, seluruh anggota
22
keluarga kanan dan kiri ikut terlibat. Hal ini membawa konsekuensi dalam hal
tolong-menolong dan hubungan kekerabatan secara umum. Kelompok sebelah
kanan tidak dapat mewakili kepentingan A dalam bentuk apapun, sedangkan
kelompok sebelah kiri (asal laki-laki) dapat mewakili A dalam segala bentuk
kepentingan hidup. Urutan kepunyimbangan, gelar, dan bagan hubungan keluarga
dapat dilihat pada Gambar 9.
C
H
G
D
M
N
I
A
B
Y
K
L
O
P
Q
L
K
MINTUHA (Mertua)
URUTAN KEPENYIMBANGAN
- Mas/Kemas (adik III Sultan), berturut-turut satu tingkat dibawah gelar kakaknya, tetapi tidak memiliki wilayah
E
F
- Mengepalai satu klan
Pangeran
LEBU (Asal Nenek)
KELAMO (Asal Ibu)
Panggilan/sebutan nama hubungan: A terhadap C = bapak, L = Mintuha A terhadap M dan N = Apak Kalamo/Ibu Kalamo A terhadap E dan F=Umpu/Tamong; keluarga asal F= Lebu A terhadap G = Kemaman, H=Ina Nakbai A terhadap I = Adik Nakbai, I nakbai A, A Mahani I A terhadap Y dan K = Lakau (adik atau kakak) I terhadap Y dan K = Lakau Tuho (adik atau kakak) I terhadap B = Uyang O terhadap Q = Kelepah/Kerepah
Penyimbang Buay (Bandar)
Penyimbang Marga (Megou) - Mengepalai adat untuk beberapa pekon
Penyimbang Suku - Mengepalai adat untuk beberapa puluh keluarga batih
Sultan , Dalom
Berdasar Wilayah - Sultan (anak tertua)
Berdasarkan hubungan darah
- Raja (adik I Sultan)
Batin/Raja
- Radin (adik II Sultan)
Radin/Minak
URUTAN GELAR
BAGAN HUBUNGAN KELUARGA
Sumber: Rusdi et al.1986
Gambar 9 Urutan kepunyimbangan dan bagan hubungan keluarga Sistem Pengetahuan dan Religi
Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat adalah pengetahuan alam
sekitar seperti laut yang dingin dan bersinar ombaknya menandakan akan
datangnya musim ikan. Di danau menjadi keruh, semua ikan akan mati dan
berkumpul ke tepi, keadaan ini disebut ngabatil. Angin Tenggara bertiup ini
menandakan musim kemarau sebaliknya musim pembarat berarti penghujan.
Pengetahuan flora, yaitu waktu kopi berbunga sebelum adanya musim kopi, saat
kayu klumbuk berbunga, menandakan saat atau waktu mengambil madu yang
disebut ngadatu, sedang kayu tempat lebah bersarang (nyiwan) yang beratus-ratus
jumlahnya disebut kedatuan.
Penduduk asli semua beragama Islam. Agama Islam bukan hanya
mempengaruhi kehidupan pribadi, tetapi juga mewarnai sistem kemasyarakatan
dan adat istiadat mereka. Adat istiadat berdasarkan agama Islam, dan agama Islam
berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadits. Walaupun demikian, masih terdapat sisa-
sisa peninggalan dari sistem kepercayaan lama sebelum kedatangan Islam di
lampung. Beberapa bentuk peninggalan sistem religi yang masih ada:
1 Kosmologi. Salah satu mantera kuno menyebut bulan dan bintang berbunyi
“Nyak mejong injuk bulan, tegak injuk bintang, helau halokku diliak…”
Artinya: saya duduk menunjuk bulan, berdiri menunjuk bintang, silau wajahku
dilihat. Ada juga yang menyangkut gejala alam yaitu, gerhana bulan yang
mereka sebut bulan tekopan (bulan tertutup). Terhadap kejadian ini penduduk
mempercayai bahwa waktu itu bulan diterkam Gali Gasing (raksasa langi)t.
Biasanya penduduk beramai-ramai mengambil jimat yang terbuat dari akar
sekemunya lalu duduk membelakangi azimat tadi sambil menarik-menariknya.
23
2 Magis. Dalam bentuk kepercayaan pada adanya makhlus halus. Masyarakat
masih percaya bahwa di dunia ini ada makhluk-makhluk supranaturalyang
melebihi kekuatan manusia biasa. Beberapa contoh antara lain masih ada di
kalangan beberapa petani ladang yang melakukan sesajian berupa nasi, telor
rebus, kemenyan, daun sirih, dan tembakau yang diletakkan pada tunggul
pohon di antara tanaman padi atau di balik kayu-kayu besar. Maksudnya, untuk
persembahan pada Dewi Padi yang mereka sebut Selang Seri atau Ratu
Simoyang Sari. Kadang-kadang juga untuk arwah leluhur yang dapat menjelma
melihat anak keturunannya dalam bentuk harimau jadian (limawong jadian).
3 Kepercayaan pada bunyi aneh dan pertanda buruk. Karena itu dilakukan
pencegahan (tolak bala) dengan mantera atau doa, yaitu:
a Jika di cakrawala terlihat garis pelangi (gunih/runeh) berwarna kuning,
merah, dan biru, tanda datangnya musim kemarau. Untuk menghindari hal-
hal yang merugikan, siapapun yang melihatnya harus membaca mantera.
b Jika mendengar petir berbunyi tunggal (gontor tunggal), tanda datangnya
penyakit menular/wabah. Untuk menghindarinya, semua orang harus
membakar rumput laut setiap sore di bawah tangga rumah.
c Jika sedang berdiri di tepi sungai/laut melihat kayu/batang kayu yang hanyut
dengan berdiri/tegak lurus terus-menerus mengikuti arus, tanda datangnya
bencana alam. Untuk menghindarinya, penduduk harus berkeliling pekon
dengan membaca mantera-mantera. Begitu juga jika ada rusa tiba-tiba
memasuki pekon (uncal melok pekon).
d Jika tiba-tiba mendengar burung kepodang atau siamang, dianjurkan berdoa
atau membaca Al-Qur’an karena akan ada orang yang meninggal. Begitu juga
jika melihat bulan bercahaya dikelilingi awan (bulan ngapapekon).
e Mimpi-mimpi tertentu, misalnya mimpi mandi, berarti akan sembuh dari
sakit, untuk itu perlu berdoa pada pagi hari. Mimpi gigi geraham tercabut
(belau cabut), tanda bahwa saudara dekat akan meninggal.
4 Upacara-upacara yang dipengaruhi sistem kepercayaan nenek moyang sebelum
kedatangan Islam, antara lain:
a Ngaregah pamanoh. Benda-benda keramat yang biasa disimpan di atas plafon
rumah kepala adat, apabila ada tanda-tanda penyakit menular/wabah yang
disebut tha’un, benda-benda itu diturunkan, dibersihkan, lalu dibacakan
tangguh dengan kalimat kilu titeh kilu gimbar yang dilakukan bersama-sama
oleh seluruh masyarakat (anak-anak hingga dewasa) hal ini disebut ngaregah
pamanoh. Setiap kepala keluarga membawa sajian untuk dimakan bersama-
sama yang disebut pemahon.
b Ngumbai. Upacara seluruh warga pekon dengan memotong kerbau yang
dagingnya dibagi-bagikan. Semua orang yang memiliki ladang masing-
masing membawa janur enau untuk disiram dengan darah kerbau tersebut.
Janur-janur yang sudah disiram dengan darah kerbau itu kemudian
digantungkan di ladang/kebun agar panen berhasil baik. Tipe dan Karakteristik Sosial-Budaya
Tipe sosial-budaya berdasarkan klasifikasi Steward dalam Koentjaraningrat
(1979), adalah tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di
ladang atau di sawah dengan padi sebagai tanaman pokoknya; sistem dasar
kemasyarakatannya berupa desa komunitas petani dengan diferensiasi dan
stratifikasi sosial yang sedang; masyarakat kota yang menjadi arah orientasinya
24
mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan perdagangan dengan pengaruh yang
kuat dari agama Islam, bercampur dengan suatu peradaban kepegawaian yang
dibawa oleh sistem pemerintah kolonial; gelombang pengaruh kebudayaan Hindu
tidak dialami, atau hanya sedemikian kecilnya sehingga terhapus oleh pengaruh
Islam. Berdasarkan Ditjen PMD (2013), status kemajuan dalam tingkat Swadaya
kategori Madya (membutuhkan prioritas penanganan pada masalah keamanan dan
ketertiban, kesadaran politik dan kebangsaan, peran serta masyarakat dalam
pembangunan dan kinerja lembaga kemasyarakatan) dengan tipologi perkebunan.
Karakteristik sosial-budaya yang mempengaruhi dan menggambarkan
keadaan permukiman tradisional Pekon Kenali adalah prinsip pi’il pesenggiri
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Prinsip ini pada karakteristik permukimannya
adalah seseorang itu dinilai dari perilakunya, perilaku yang baik maka orang
tersebut akan dinilai sebagai orang yang baik, demikian pula sebaliknya, perilaku
ini tidak sebatas terhadap sesama manusia, berlaku juga terhadap hewan dan
tumbuhan. Rumah peratin dan para pemangku adat berada di pusat permukiman
bertujuan memudahkan koordinasi para perangkat desa. Selain itu, saling
bergotong-royong di segala aspek kehidupan, seperti: mengolah ladang, upacara-
upacara adat, dan kuatnya sistem kekerabatan dan rasa saling tolong-menolong
antar sesamanya membuat jarak antar rumah saling berdekatan. Dalam hubungan
dengan alam terdapat semboyan Bumi Tuah Bepadan, bahwa manusia dengan
alam tidak bisa dipisahkan, selama manusia memperlakukan alam dengan baik
maka alam juga akan memberikan kemakmuran bagi manusia.
Kearifan tradisional masyarakat, antara lain dalam penggunaan bahan
bangunan rumah dari kayu yang bisa bertahan hingga ratusan tahun. Hal ini
terbukti dari keberadaan Lamban Pesagi. Selain ketahanannya terhadap gempa,
tidak cepat keropos dimakan rayap, juga bisa menjaga suhu ruangan (dalam
kondisi panas tidak terasa terlalu panas dan di waktu dingin tidak terasa terlalu
dingin). Penjelasan lengkap mengenai Lamban Pesagi dapat dilihat pada sub bab
selanjutnya. Kemudian, dalam pemakaian rempah-rempah masakan, mereka
banyak menggunakan jenis rempah-rempah yang mereka dapatkan dari kebun dan
pekarangan mereka sendiri, seperti: lada, pala dan kayu manis di kebun, serta
lengkuas, kunyit, dan jahe di pekarangan. Hal ini menambah keanekaragaman
vegetasi dan sekaligus menjaga kelestarian karena pekarangan dan kebun mereka
selalu ditutupi vegetasi. Selain itu warisan budaya Repong Damar adalah salah
satu atraksi wisata yang menjaga keberlanjutan alam. Berbagai peralatan untuk
mengolah ladang maupun peralatan berburu milik penduduk juga sangat
disesuaikan dengan fungsi serta kegunaannya, bahan-bahannya pun diambil dari
potensi alam yang tersedia di sekitar mereka. Seperti panah dan busur, tombak
kayu, yang mereka buat berdasarkan pengetahuan turun-temurun, dan diajarkan
kepada mereka semenjak anak-anak, sehingga semenjak dini mereka telah
dipersiapkan dalam menghadapi kehidupan. Kondisi sekitar juga sangat
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, seperti dalam hal mata pencaharian
yang memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada (berladang, berburu
binatang di hutan karena daerah di sekitar permukiman berupa hutan yang dihuni
oleh berbagai satwa liar). Kegiatan berburu dilakukan tidak berlebihan dan bukan
pada hewan langka yang dilindungi, sehingga tetap menjaga kelestarian alam.
Permukiman tradisional sebagai artefak ciptaan manusia merupakan
lambang perwujudan sistem budaya yang sedang berlaku yang tumbuh dan
25
berkembang dalam suatu masyarakat tradisional yang masih membawa segala tata
cara perilaku dan tata nilai kehidupan kolektif. Dengan sendirinya merupakan
lambang perwujudan sistem teknologi, sosial, dan budaya bagi masyarakat
tradisional. Sebagai contoh, rumah tradisional Lampung tidak mempunyai tempat
mandi kalaupun ada terpisah agak jauh dari bangunan rumah, karena semua
rumah tradisional didirikan di tepi/dekat sungai, dan di sungai itulah dibuat
pangkalan mandi. Karena dekat sungai itu pula maka bentuk dasar rumah
tradisional Lampung selalu di atas tiang (rumah panggung) sebagai antisipasi
banjir. Sehingga menurut para sejarawan Barat, saat air sungai meluap (siklus
tahunan) saat musim hujan, perkampungan penduduk ini seperti pulau tersendiri
bila dilihat dari kejauahan, sehingga mungkin inilah asal kata Lampung, yaitu
melampung (floating). Begitu pula dengan arah bangunan yang tidak didasarkan
pada arah mata angin tetapi selalu menghadap atau membelakangi aliran sungai.
Sungai berfungsi sebagai prasarana transportasi (perahu) dan sumber makanan
(ikan, udang, dan kepiting). Oleh karena itu, mempengaruhi sistem nilai mereka.
Sungai berdasarkan sistem nilai mereka bukanlah sesuatu yang kotor atau buruk,
karena airnya digunakan untuk mandi, mencuci, dan memasak. Selain itu
orientasinya yang terpusat ke arah pegunungan atau perbukitan. Hal ini bila
dibandingkan dengan pola permukiman di Kesultanan Palembang adalah untuk
menghindari serangan dari luar, baik perompak (bajak laut) atau penjajahan dari
bangsa lain. Sehingga semakin ke pedalaman, naik ke arah gunung dan perbukitan
adalah pusat Kesultanan. Bila menurut ahli geografi yang meragukan keberadaan
kerajaan ini karena letaknya yang berada di hulu sungai dan dikatakan bukanlah
best site seperti halnya kerajaan-kerajaan pesisir di pulau Jawa. Hal ini dapat
terjawab dengan pemahaman akan orientasi kerajaan Maritim atau perdagangan,
yang lebih menitik beratkan orientasinya pada perdagangan dan perlindungan
terhadap perdagangannya tersebut. Sumatra adalah pulau yang lebih didominansi
oleh tanaman keras, dan menjadi incaran bangsa Eropa atas kopi, lada, dan
cengkehnya. Beras tetaplah makanan pokok, tetapi jenis padi yang berkembang
dominan pada zaman sebelum kedatangan transmigran Jawa adalah padi ladang,
dengan sistem ladang berpindah. Masyarakat Lampung Saibatin masih
menggunakan cara-cara tradisional, dengan dua makanan pokok yaitu beras dan
ikan, baik ikan air laut atau air tawar. Sehingga keberadaan perkampungan
mereka tidak bisa terpisahkan dari perairan, baik danau, sungai, rawa, dan laut.
Kondisi Permukiman Tradisional
Karakteristik Permukiman
Pola permukiman di wilayah ini adalah berkumpul, memanjang mengikuti
jalan lalu lintas (darat/sungai), tanah garapan berada di belakang dan terletak di
dekat sungai sebagai tempat pemenuhan kebutuhan air (Gambar 10). Jarak antar
rumah cukup rapat, memiliki batas pekarangan berupa pagar hidup atau permanen
dan ada yang tidak ada batas pekarangannya. Pekon terbagi dalam beberapa
Dusun. Mesjid Jami’ dan lapangan terletak di tengah Pekon. Rumah peratin dan
para pemangku adat yang berada di pusat permukiman bertujuan untuk
memudahkan koordinasi para perangkat desa. Surau berada di tepi kali yang
berfungsi juga untuk tempat ganti pakaian. Deretan lumbung padi di luar pekon
(balay). Gedung sekolah (rumah sekula) berderetan dengan mesjid, hal ini karena
26
KE
TE
RA
NG
AN
Salu
ran
dra
inas
e
Jala
n s
eta
pak
/ber
bat
uG
ari
s k
ontu
r
Pem
ak
aman
Ban
gu
nan S
eko
lah
Bat
as w
ilay
ah
Din
as
Perh
ubungan
Kan
tor
Uru
san A
gam
aP
usk
esm
as
Po
s d
an
Gir
oP
LN
Pasa
rL
ap
angan
Ru
mah
Adat
Kan
tor
Cam
atK
CK
3K
4K
5
K6
K7
PS L RA
Bal
ai P
ekon
Pu
sat
Dusu
n
Lam
ban
Pes
agi
Sit
us
Batu
Kep
appan
g
N
PD
AM
K8
RA
Lap
angan
K8
02
04
08
0 M
eter
?L
IWA
Sek
ola
h D
asar
Jala
n d
esa
?al
un
-alu
n
K e
b u
n
K e
b u
n
Mes
jid
jam
i'
KC
K3
K4
K5
K6
PS
Gam
bar
10
T
ata
leta
k e
lem
en-e
lem
en p
erm
uk
iman
27
rumah sekula dijadikan tempat anak-anak belajar agama dan membaca Al-Quran
di sore hari. Lapangan untuk gembala kerbau biasanya terletak di tepi sungai yang
agak jauh dari pekon, atau memang tidak diperlukan dikarenakan kebiasaan
penduduk berternak kerbau lepas atau berternak di padang ilalang dengan sistem
kurung-tahunan. Di luar pekon yang jauh dari aliran sungai, terdapat pekuburan
(tambak), baik kuburan umum maupun kuburan keluarga, sehingga dalam sebuah
Pekon terdapat beberapa lokasi pekuburan. Pekuburan biasanya terletak di ujung
atau di belakang pekon, tetapi ada juga pekuburan tua di halaman rumah di tengah
pekon, seperti Tambak Begur Sakti (lihat hlm40). Satwa peliharaan di areal
permukiman antara lain: sapi, kerbau, kambing, ayam, itik, kucing, dan anjing. Elemen-Elemen Permukiman
Elemen-elemen permukiman terdiri: rumah tinggal, balay ramik, rumah kebun, rumah ibadah, sekolah, balai Pekon, kantor, lamban pamanohan, pasar, poskamling, jembatan, japangan, dan pemakaman. Pekon Kenali memiliki 12 rumah tinggal modern dan 749 rumah tinggal tradisional (±138 diantaranya berusia lebih dari 50 tahun yang dihitung berdasarkan luas zona permukiman pada peta tata guna Pekon Kenali 1969, termasuk lamban pesagi). Jumlah ini berdasarkan data terakhir BPS tahun 2012 dan survey lapang. Jenis-jenis dan jumlah elemen permukiman dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Jenis-jenis dan jumlah elemen permukiman
Jenis-jenis Elemen Permukiman Jumlah Rumah Tinggal Modern Rumah Tinggal Tradisional Balay Ramik dan Rumah Kebun Mesjid Surau/Musholla Sekolah Balai Pekon Kantor Lamban Pamanohan Pasar Pekon Poskamling Jembatan Lapangan Pemakaman
12 749 131
3 2 5 1 8 1 1 5 8 1 4
Sumber : BPS 2012 dan Draf Dok RPJM Kenali 2010
Rumah Tinggal
Rumah tinggal dalam bahasa Lampung Pesisir disebut lamban. Penghuni
lamban menerapkan sistem kehidupan yang diibaratkan sebagai kehidupan
bersama dalam sebuah kapal yang berlayar. Karenanya, pada zaman dahulu
anggota keluarga yang tidur diharuskan dalam posisi membujur ke arah haluan
atau disebut tidur jura, kecuali bagi mayat arah kepalanya dibalik ke arah
belakang. Tetapi akibat pengaruh ajaran Islam, aturan bagi mayat tersebut tidak
berlaku lagi (Syarief, 1994). Lamban Pesagi, sebutan bagi rumah yang berbentuk
segi empat bujur sangkar, dan Lamban Mahanyuk’an, bagi rumah persegi
panjang. Rumah tinggal tradisional ini ciri khasnya berdiri di atas tiang setinggi
1,5-2 m (rumah panggung) dan pondasi dinaikkan berupa umpak. Rumah ini
dibuat tinggi agar terhindar dari serangan binatang buas.
Lamban Pesagi terletak di Dusun Sukadana, berdiri di atas tanah datar, di
rumah penduduk dengan luas lahan 704 m2 (32 x 22 m). Bangunan berdiri di atas
tanah yang ditinggikan ±55 cm, dikelilingi tanggul yang lerengnya diperkuat oleh
28
rumput Jepang. Halaman rumah dibatasi pagar tanaman yang terdiri atas kembang
sepatu, teh-tehan, dan jenis perdu lainnya. Sebelah Utara berbatasan dengan jalan
beraspal (lebar ±4 m), di sebelah Timur, Selatan dan Barat berbatasan dengan
halaman rumah penduduk (Gambar 11).
Gambar 11 Struktur ruang Lamban Pesagi
Tinggi panggung dari permukaan tanah berkisar 1-2 m. Terdapat kanopi
pada pintu utama disangga konsol miring yang panjangnya sampai ke lantai
rumah. Terdapat tangga dari papan yang dilengkapi dengan railing sederhana yang
langsung menuju ruang tengah. Struktur panggung terputus dengan struktur
dinding rumah. Posisi dinding lebih menjorok keluar dan ditopang oleh balok-
balok di atas struktur panggung. Pembagian ruangnya sangat sederhana dengan
dua kamar tidur, satu ruang tengah besar, dan satu ruang dapur yang masing-
masing dipisahkan dengan dinding papan. Dinding rumah cenderung tertutup dan
hanya memiliki sedikit bukaan berupa jendela. Dinding bangunan seluruhnya dari
kayu, dipasang dari dalam senta, jendela di kanan dan kiri berukuran relatif kecil.
Atapnya dari lembaran ijuk dengan bentuk mengerucut ke atas, disebut bubung
kukus. Kolongnya dibiarkan terbuka untuk menyimpan kayu bakar atau kayu
bahan bangunan. Lantai (tapakan khesi) memakai pelupuh bamboo dengan lebar
20 cm yang dirangkai dengan ikatan tali ijuk hingga menutupi seluruh lantai,
lapisan atasnya ditambahkan tikar. Lantai ini didukung oleh gelagar melintang dan
membujur berbentuk persegi delapan dengan diameter 29 cm yang ditumpu oleh
tiang duduk dengan konstruksi tarikan dan pasak (Gambar 12-13).
Tempat
mandi
LAMBAN
PESAGI
WC
LEGENDASaluran drainaseBatas pekarangan
0 2
Sumber : BP3, 2003
N
4 8 m
Ruang publikRuang semi publikRuang privatRuang servis
JALAN DESASALURAN PEMBUANGAN AIR
KAMAR-
KAMAR
TERAS
Pagar hidup
Perkerasan
Pagar besi
Pintu
pagar
29
Gambar 12. Tampak, denah ruangan, denah tiang, dan potongan Lamban Pesagi
TAMPAK UTARA
TAMPAK SELATAN
TAMPAK BARAT
TAMPAK TIMUR
288 279 280
238
257
253
231
DENAH TIANG
55
150
20
229
200
130
321
20
958
77
238 257 253 231
CATATAN288 279 280
270
tangga
Dapur
R. duduk
K. tidur
K. tidur K. tidur
A
B
280
265
280
DENAH RUANGAN
POTONGAN A-B
Andar (pemugungan) 17/17Atap ijuk tebal ±7 cmGlagah bambuKasau (kemanjang) 7-8 cmGording bambu belah Ø10 cm
Penunjang rangka atap (penopang) Ø7-8 cmBalok penopang plafon pelupuh 15/17Plafon dan dinding dari pelupuh bambuBlunder 17/17Blandar Ø15 cm segi 8Lantai pelupuh bambu (tapakan khesi)Tiang 8/18Blandar 14/15Blandar 16.5/23
Gording dolken Ø7-8 cm
Blandar (atung) Ø29 cm segi 8Blandar 17/26Tiang duduk 45/45
Sumber: BP3 2003
30
Gambar 13 Bagian dalam dan tampak luar Lamban Pesagi
Bangunan didukung 12 tiang dari kayu gelondongan yang disebut Tihang
Duduk, bertumpu pada umpak batu Andesit yang dibentuk sedemikian rupa untuk
tatakan tiang duduk, disebut hutang Gambar 14). Tiang pendukung lainnya ada
yang berbentuk sama dengan tiang duduk dan ada yang berupa kayu bulat, jarak
antar tiang 2.38-2.80 m (BP3 2003). Pemerintah Jepang pernah mengklaim,
rumah ini memiliki kemiripan dengan rumah-rumah di sebuah desa di Jepang.
Bentuk, tinggi, atap dan bubungannya sama persis. Hal ini menurut peta
persebaran manusia prasejarah berdasarkan penemuan kapak persegi, pergerakan
Ras Mongoloidlah yang menimbulkan persamaan ini. Ras Mongoloid yang
berasal dari Cina Selatan bergerak menuju ke Utara yaitu Jepang dan ke selatan di
sepanjang sungai Mekhong, Vietnam, Malaka, Indonesia, Thailand, dan Filipina.
Gambar 14 Struktur tiang Lamban Pesagi
12
34
76
5
9
8
Keterangan:
1. Atung hanyuk
2.a.Jaryau rebak
2b Atung bangkok
3 Atung Kelabai4 Tanang
5 Penyesuk ari
6 Penyesuk ari
7. Ari (Tiang)
8. Umpak batu
Keterangan:
1.Tihang pemapah/penglekok sesai (tiang penyangga dinding)
2.Gagading Lunas (tempat melekatnya dinding di bagian bawah)
3. Pengapit sesai (papan yang menjepit dinding)
4. Atung Bengkok (ander bagian melintang)
5. Jarjau (kayu penyangga lantai)
6. Atung sambut (kayu yang menyangga gagading supaya datar)
7. Atung hanyuk (ander yang membujur)
8. Ari/Tihang gelanggang (tiang pokok yangletaknya di sudut)
2.a. 2.a. 1
2.b.
4
3
5
67
8
Sumber: Rusdi et al.,2003
31
Rumah ini milik Mad Saari (Gambar 15), 79 tahun, yang bekerja sebagai
petani. Beliau berputra tiga: Rokhimuddin (Guru SD di Argomulyo, Kecamatan
Belalau), Robian (petani), dan Sumardi (petani). Rumah ini adalah warisan dari
buyutnya, pendiri rumah tersebut 2. Buyutnya mewariskan pada anaknya bernama
H. Somad (kakek Mad Saari). Dari H.Somad diwariskan kepada Abdul Hamid,
ayah Mad Saari. Jika masa di setiap generasi rata-rata berusia 75 tahun, maka
rumah ini telah berusia lebih dari 300 tahun. Mad Saari telah mendiami rumah itu
setelah orangtuanya meninggal 60 tahun yang lalu. Selain itu dari tulisan Marsden
(1811) rumah tinggal masyarakat saat itu sangat persis penggambarannya dengan
rumah ini sehingga dapat dibuktikan bahwa rumah ini telah berusia lebih dari dua
abad. Rumah ini telah berusia ratusan tahun karena terbuat dari kayu dan bambu
berkualitas. Jenis kayu yang digunakan kayu klutum dan medang, dan bambu
yang digunakan merupakan bambu yang sudah tua (khesi).
Gambar 15 Mad Saari dengan cucunya
Pada tahun 1933 terjadi gempa besar di daerah Liwa dan sekitarnya, hampir
sama dengan gempa tahun 1994. Dalam peristiwa itu banyak rumah yang roboh.
Namun, rumah Mad Saari tidak roboh, bahkan miring pun tidak, hanya
gentengnya saja yang turun sekitar 300 buah (BP3 2003). Pada gempa tahun 1994,
rumah para tetangga Mad Saari banyak yang roboh, bahkan rumah Pesagi yang
masih berdiri di Pekon Kenali termasuk rumah Mad Saari). Setelah gempa tahun
1994, dua rumah Pesagi dipindahkan ke Museum Lampung. Rumah Mad Saari
tidak ikut roboh karena rumah tersebut elastis terhadap goncangan. Elastisnya
rumah ini karena penggunaan sistem ikat, sambungan antar tiang dengan gelandar
(andar-andar (jamak)) dan gording menggunakan ikatan tali ijuk (Gambar 16).
Gambar 16 Sambungan atap bagian luar dan dalam yang diikat dengan ijuk
2 Bpk. Maat Sa’ari (Juru Pelihara dan pemilik Lamban Pesagi)
32
Teknik perkuatan struktur kayu dengan ikatan ijuk ini mewakili nilai-nilai
teknologi tradisional. Keistimewaan sistem ikat ini cenderung ditinggalkan. Hal
itu terlihat pada rumah-rumah panggung lainnya, semuanya telah menggunakan
pasak besi dan paku. Rumah dengan sistem ikat ini penting bagi pelestarian ilmu
pengetahuan sejarah konstruksi bangunan kayu. Bangunan kayu berkonstruksi
sistem ikat tersebut tinggal satu-satunya di Pekon Kenali, yaitu rumah Mad Saari.
yang menjadi satu-satunya Lamban Pesagi yang masih berdiri. Undang-Undang
RI nomor 11 tahun 2010 pasal 1 menegaskan bahwa situs cagar budaya dikuasai
oleh negara. Pada pasal 75 pada Bab Pemeliharaan menyebutkan bahwa setiap
orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya dan
Cagar Budaya yang ditelantarkan oleh pemilik dan/atau yang menguasainya
dapat dikuasai oleh Negara. Permasalahan yang ada pada Lamban Pesagi adalah
pemiliknya (Mad Saari) berniat menjual rumah tersebut.
Lamban mahanyuk’an, adalah tipe rumah tinggal tipe persegi panjang,
terbuat dari kayu, dinding tersusun secara meniang dan memanjang. Bangunan
terdiri atas: bagian bawah sebagai kandang ternak dan tempat menyimpan kayu,
bagian tengah sebagai tempat tinggal, dan bagian atas berupa atap. Dari pelataran
bawah menuju bangunan dihubungkan dengan tangga. Bagian muka rumah yang
menghadap ke jalan raya (babatan/ranglaya) disebut Bangkok. Bagian yang
memanjang (hanyukni) ke belakang (ilung kudan/juyu/ buri) disebut Hung Kudan.
Bubungan atap (kekopni lamban/pemugungan) berbentuk perahu melintang
disebut pemugung tebak/bubung perahu tebak. Dapur rumah menyatu dengan
rumah induk, walaupun sedikit ditambah atap ke belakang, untuk memperluas
bagian dapur.Bangunan ini dulunya beratap ijuk seperti Lamban Pesagi. Pada
abad ke-17 dan 18, aren dijadikan kebun untuk diambil gulanya (tisebak), ijuknya
untuk menuakan tanah. Menurut masyarakat, membuka ladang pada bekas kebun
enau suburnya seperti bekas hutan belantara (pulan tuha nging). Bubungan perahu
yang beratap ijuk kini telah diganti genteng dan bubungan rumah menjadi
bubungan limas (pamugung saying). Panggar adalah plafon yang dibuat seperti
lantai, khusus untuk plafon teras disebut pagu. Terdapat dua tipe Lamban
mahanyuk’an, yaitu tipe besar dan sedang. Perbedaan antara tipe besar dan
sedang adalah teras/lepau yang ada pada tipe besar. Besar kecilnya rumah tinggal
di masa kini tidak mencerminkan status pemilik rumah. Sebagian besar penduduk
yang kaya lebih memilih pindah dan tinggal di pusat kota. Rumah peratin dan para
pemangku adat berupa lamban mahanyukkan tipe sedang. Berikut dua tipe
Lamban mahanyuk’an di Pekon Kenali (Gambar 17)
Gambar 17 Dua tipe Lamban mahanyuk’an
Tipe Besar Tipe Sedang
33
KE
TE
RA
NG
AN
Bat
as p
ekar
angan
Ruan
g p
ubli
k
Ruan
g s
emi
pu
bli
k
Ruan
g p
rivat
Ru
ang s
ervis
15a
15a
Sum
ber
: S
urv
ei l
apan
g 2
012
Tip
e B
esa
rT
ipe
Sed
an
g
156
32
4
8a
7
8b
9
8c
14a
10
11a
11
11b
12
3
13
15b
15b
11b
14
14
11a
12
13
11
10
3
14a
8c
9
8b
8a
74
6 1
3
2
14a
1 T
eram
bah
, p
ekar
angan
dep
an a
rea
akti
vit
as b
ersa
ma
teta
ngga
tem
pat
men
jem
ur
has
il b
um
i dan
mem
buat
tera
tak
dal
am g
aw
i adat
2 G
ara
ng
hadap
, bag
ian k
anan
ru
mah
dan
bag
ian
had
ap
tem
pat
mu
la-m
ula
men
aik
i ta
ng
ga,
seb
agai
tem
pat
men
cuci
kak
i at
au m
elet
akkan
al
as k
aki
dan
per
alat
anla
in y
ang
tid
ak l
ayak
dib
awa
mas
uk k
e ru
mah
3 T
angg
a (i
jan
)
4 L
ebuh
had
ap,
tem
pat
per
hen
tian
sem
enta
ra s
etel
ahm
enai
ki
tan
gg
a se
bel
um
pin
tu m
asu
k u
tam
a/dep
an
5 L
epau
, te
ras
dep
an y
ang t
erd
apat
mej
a-ku
rsi,
seb
agai
tem
pat
ist
irah
at a
tau
men
erim
a ta
mu
6 L
apa
ng
luar,
ruan
g m
usy
awar
ah d
an t
emp
at t
idur
tam
u
(den
gan
mem
asan
g t
abir
dan
dig
elar
kan
tik
ar a
tau k
asur)
7
Lap
an
g l
om
, ru
ang
ten
gah
ru
mah
di
bag
ian d
alam
8
Kam
ar-k
amar
(bil
ik):
bil
ik k
ebik
(8
a),
bil
ik t
engah
(8
b),
dan
bil
ik t
ebel
aya
r (8
c)
9
Ten
ga
h r
esi,
ru
ang
musy
awar
ah w
anit
a dan
tem
pat
men
gin
ap t
amu
wan
ita
10 S
ud
un
g/s
erudu
, ru
ang
mak
an g
udan
g p
enyim
pan
ber
asd
an p
ecah
bel
ah
11 D
apur/
pa
won
: te
mpat
sake
lak
(tu
ngk
u)
dan
per
alat
an
mas
ak (
11a)
, te
mpat
cuci
pir
ing(1
1b)
12 L
ebuh
kud
an t
empat
per
hen
tian
sem
enta
ra s
etel
ah
men
aiki
tan
gg
a se
bel
um
pin
tu b
elak
ang
13 G
ara
ng
kudan
, te
mpat
mu
la-m
ula
tib
a d
i dap
ur,
dar
i
tang
ga
dap
ur
14 K
ud
an
/juyu
, p
ekar
angan
di
bel
akan
g d
apu
r,
pek
aran
gan
di
kir
i d
an k
anan
rum
ah d
iseb
ut
keb
ik/
kake
bik
(1
4a)
15 T
emp
at m
andi
(15
a) d
an W
C (
15b)
Pem
bag
ian
rum
ah i
ni
dap
at b
erub
ah, se
per
ti:
ten
ga
h r
esi
dap
at d
ibuat
kam
ar l
agi
di
kir
i k
anan
ny
a,un
tuk t
empat
kak
ek n
enek
, at
au m
enan
tu
14a
Gam
bar
18 S
truktu
r ru
ang l
am
ban m
ahanyu
k’an
34
Bagian badan rumah disebut badanni lamban, adalah seluruh bangunan
untuk aktivitas dalam rumah, dengan bubungan serangkai. Badan rumah adalah
bagian utama dari bangunan rumah secara keseluruhan, sebagai tempat berlindung
dari panas dan hujan, tempat berkumpul, menerima tamu, dan beristirahat di
malam hari. Bagian bawah rumah (bah lamban) yang diberi dinding biasa
dimanfaatkan sebagai kandang ternak, tempat menumbuk padi, tempat
penyimpanan peralatan pertanian atau rumah tangga, tempat menympan hasil
kebun (kopi, lada, kayu manis, cengkeh), bahkan kamar/bilik. Dahulu bah lamban
ini tidak dimanfaatkan secara khusus. Fungsi utama rumah panggung yang tinggi
menghindari ancaman binatang dan banjir. Dalam perkembangannya, kebanyakan
bah lambah ini cenderung dimanfaatkan. Bah Lamban diberi dinding penutup
dengan memakai anyaman bambu ataupun papan-papan kayu, dan banyak pula
yang telah menutupnya dengan tembok. Hal yang menarik jika kita menginjakkan
kaki di rumah ini adalah suara langkah kaki kita terdengar jelas, ibarat radar untuk
mengetahui keberadaan anggota keluarga mereka, misalnya si ibu yang berada di
dapur akan mengetahui posisi anaknya yang sedang berjalan, berada di ruang
keluarga atau di kamarnya. Selain itu, dari segi keamanan hampir tidak pernah
terjadi pencurian karena lantai rumah ini sangat berisik bila berjalan di atasnya.
Berikut struktur atap dan badan bangunan lamban mahanyuk’an (Gambar 19).
Gambar 19 Struktur atap dan badan bangunan lamban mahanyuk’an
Pekarangan
Pada areal permukiman, berbagai vegetasi dapat ditemukan di pekarangan
penduduk berupa: tanaman hias, tanaman obat, bumbu dapur, buah-buahan,
sayuran, dan palawija. Berikut jenis-jenis vegetasinya (Tabel 11).
Tabel 11 Jenis-jenis vegetasi di pekarangan
Nama Lokal Nama Ilmiah Fungsi
Rumput Jepang Kembang Sepatu Kembang Kertas Teh-tehan Kenanga Mawar Melati Pandan Sri rejeki Suji
Zoysia japonica Hibiscus tilliacius Bougenvillea sp.
Acalypha macrophylla Cananga odorata
Rosa sinensis Jasminum sambac
Pandanus sp. Aglaonema sp.
Pleomele angustifolia
Penutup tanah Tanaman hias Tanaman hias
Pagar hidup, tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias
ATAP
BADAN BANGUNAN
BAH LAMBAN
42
1
5 65
9 10 10
4
4
39
9 5
57
757
88
1
5
36
45
47
3
37
55 2
73
7
7
78
Sumber: Rusdi et al 2003
Keterangan :1 Tulang bubung2 Pangrata3 Tanduk4 Tunjang Tanduk
5 Tihang Bubung dan Skur6 Kunci/Panyungkaan7 Tunjang Pangrata/Tatupai8 Peran
Keterangan :1 Alang kanan2 Alang tengah3 Alang kiri4 Alang pembengkok5 Tihang (tiang)
6 Tihang rangkok7 Penjulang8 Gagading lunas9 Gagading10 Skur
35
Tabel 8 Lanjutan
Nama Lokal Nama Ilmiah Fungsi
Beras tumpah Hanjuang Puring Keladi hias Kamboja Cempaka Mangkokan Kunyit Jahe Lengkuas Cabai merah Cabai rawit Rampai Mangga Pepaya Delima Kedondong Sawo Nangka Melinjo Jeruk Pisang Singkong Talas Kelapa
Diffenbachia sp. Cordyline sp.
Codiaeum variegatum Caladium sp. Plumeria alba
Michelia champaca Nothopanax sp.
Curcuma angustifolia Zingiber officinale Alpinia galanga
Capsicum annuum L Capsicum frutescens
Solanum lycopersicum Mangifera indica Carica papaya
Punica granatum L. Spandias pinnata Manilkara kauki
Artocarpus heterophyllus Gnetum gnemon
Citrus sp. Banana sp.
Cocos nucifera Xanthosoma sagittifolium
Cocos nucifera
Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias Tanaman hias
Tanaman hias dan obat Obat ,bumbu dapur Obat, bumbu dapur Obat,bumbu dapur
Bumbu dapur Bumbu dapur Bumbu dapur
Peneduh, berbuah Berbuah
Peneduh, berbuah Peneduh, berbuah Peneduh, berbuah Peneduh, berbuah Peneduh, berbuah Peneduh, berbuah Peneduh, berbuah Tanaman pangan Tanaman pangan Peneduh, berbuah
Sumber : BPS 2012 dan survei lapang 2012
Rumah Kebun
Rumah kebun adalah bangunan tempat menunggu, berlindung, dan
beristirahat di ladang atau kebun, yang tidak dihuni secara permanen. Rumah
kebun terdiri atas Kubu, Kepalas dan Anjung. Kubu adalah rumah kebun yang
dibuat darurat dengan peralatan dan bahan yang mudah didapat di lokasi
pendirian, terdapat di ladang atau sebagai gardu di pinggir jalan. Bentuknya segi
empat, berukuran 2x2 m, bertiang kayu, berlantai pelupuh bambu, beratap rumbia
atau ilalang, tidak berdinding, dan diikat dengan tali rotan atau dipaku.
Kepalas adalah rumah kecil di tengah kebun untuk tempat menjaga ladang
dengan 4 tiang tinggi, atap dari ilalang atau daun sesuk (lengkuas), memiliki
tangga selebar 1-1.5 m. Bangunan ini ada yang berdinding sebagian (± 60 cm dari
lantai), dan ada yang berdinding penuh. Kepalas ini dibuat dari bahan kayu atau
bambu dan biasanya ada gantungan tali ke orang-orangan sawah untuk mengusir
burung. Ruangan-ruangan yang berdinding penuh, berupa: lepau, rang pedom
(tempat tidur), dan dapur. Fungsi lepau untuk istirahat di siang hari, menampung
tamu yang menumpang bermalam-seperti buruh musiman-baik untuk pemilik
anjung, maupun yang menjadi buruh kebun tetangga yang tidak memiliki anjung,
dan kadang disinggahi pemburu rusa di malam hari. Kamar tidur juga berfungsi
sebagai tempat menyimpan hasil (bila tidak ditunggu di malam hari). Bentuk
Kubu dan Kepalas pada dasarnya hampir sama, yaitu berbentuk panggung yang
sangat sederhana dengan bahan bangunan dari sekitar kebun atau ladang. Denah
umumnya berbentuk segi empat atau persegi panjang dengan ukuran 2 x 2 m atau
2 x 3 m. Perbedaannya hanya pada tinggi lantai dari permukaan tanah. Lantai
Kepalas biasanya memiliki ketinggian 2-2.5 m dari permukaan tanah, sedangkan
36
lantai Kubu hanya 60-150 cm dari permukaan tanah. Kedua jenis bangunan ini
bersifat tidak permanen. Jika kesuburan lahan telah jenuh dan penggunaannya
selesai bangunan ini ditinggalkan dan dibiarkan lapuk dimakan usia. Kepalas
digunakan selama beberapa musim sepanjang kerangkanya masih bisa dipakai.
Anjung terletak di areal perkebunan tanaman keras. Bangunan ini berbentuk
persegi (±1.8 m) atau persegi panjang dengan tiang 1.5- 2.5 m hingga dapat
berjalan bebas di bawahnya. Bangunan ini memiliki dinding penuh, lantai, kamar-
kamar, serambi, dapur, garang, dan tangga untuk naik. Bubungannya adalah
bubungan perahu menurut panjang anjung (nutuk hanyuk), atap terbuat dari
anyaman ilalang atau rumbia (sagu), disebut hatok bulung runtan. Lantainya
terbuat dari pelupuh bambu, berdinding anyaman bambu atau kulit kayu, dan ada
loteng darurat. Anjung berfungsi sebagai tempat kediaman sementara dan kadang-
kadang secara tetap, untuk menunggu ladang atau kebun dari suatu panen hingga
panen berikutnya. Bangunannya menggunakan tali rotan atau paku untuk
perangkainya. Bangunan ini bentuk dan fungsinya hampir sama dengan rumah
tinggal hanya berukuran lebih kecil dan bertempat di kebun dan digunakan selama
beberapa tahun hingga musim panen. Berikut sketsanya (Gambar 20).
Gambar 20 Kubu, Kepalas, dan Anjung
Balay (Lumbung)
Lumbung untuk padi, kopi dan damar disebut balay. Bentuknya seperti
bangunan rumah kecil yang berdinding kayu atau bambu, persegi empat,
berukuran 4 m2, terbuat dari kayu dengan atap ijuk berbentuk /piramidal, tinggi 1
m dari tanah, sistem peninggiannya menggunakan tumpukan kayu bulat yang
bersilangan di atas umpak batu untuk menjaga kontak langsung dengan
permukaan tanah agar kayu landasan penggungnya tidak cepat lapuk dan rusak.
Bangunan balay sekarang, peninggian lantainya menggunakan tiang untuk
menghindari naiknya tikus ke dalam lumbung lewat tumpukan kayu-kayu
landasan. Balay padi terletak di luar Pekon dan menjadi perpekonan tersendiri
yang disebut balay ramik (tempat lumbung yang banyak, agar tidak mengotori
udara dari debu kulit padi/dedak (huwok), dan saat menjemur padi tidak diganggu
oleh ayam karena sudah jauh dari Pekon. Jika rumah pemiliknya di ujung Utara,
balaynya bisa berada di ujung Selatan pekon yang jaraknya cukup jauh. Balay
untuk kopi atau lada tidak berada di balay ramik, tetapi di tepi, belakang rumah
AnjungKepalasKubuSumber: Rusdi et al. 1986
37
Jarjau Balai
atau di tengah kebun yang selalu ditunggu oleh pemiliknya (anjung) karena tidak
mungkin menampung seluruh hasil kebun di dalam balay. Ruangan hanya terdiri
dari lepau dan lom balay. Ukuran lepau lebih kecil dari lom balay. Lepau balay
yang disebut lepau ni balay berfungsi sebagai tempat menginik/ngilik, yaitu
melepas bulir padi dari malai/tangkainya, dengan digiling memakai telapak kaki.
Hal ini terlihat mengerikan namun dahulu di pekon-pekon hal ini biasa saja. Kaki-
kaki gadis dan wanita yang sudah lanjut usia dahulu tahan diadu dengan bulir
padi. Tangga balay tidak dipasang permanen, dapat dilepas, dan digantung di
lepau atau digeletakkan saja di bawah Balay yang panggung. Bentuk tiang balay
seperti tiang rumah tinggal, bedanya diberi papan lingkaran seperti roda antara
andar dan tiang yang disebut ranggas. Fungsi ranggas untuk mencegah naiknya
tikus atau ular yang dikhawatirkan bersarang di dalam tumpukan padi. Dinding
balay dipasang dari dalam senta (penyesuk) untuk menahan agar dinding balay ini
tidak jebol (beka/bedah) dan agar tidak mudah dicongkel pencuri. Pada balay,
andar yang melintang yang menjadi tumpuan kekuatan memikul kayu penyangga
lantai (jaryau). Bangunan ini memakai paguk berukir (panjang 30 cm). Berikut
balay ramik dan pembagian ruangannya (Gambar 21)
Gambar 21 Balay Ramik dan pembagian ruangannya
Fungsi lain dari lepau balay adalah untuk tempat menunda padi yang baru
dibawa pulang dari sawah atau ladang, susunan padi harus dibuat sepadat
mungkin agar tidak mudah rusak. Padi yang baru dibawa dari sawah berbentuk
ikatan-ikatan yang disebut iko’an. Bahan pengikatnya baik dari jerami itu sendiri
(sengol/pucung) maupun dari kulit kayu waru (panai/i). Ikatan-ikatan itu harus
dilepas agar susunan padinya padat, tempat membuka ikatan ini adalah di
lepau/garangni balay. Lom balay seperti telah disebut diatas adalah tempat
menyimpan padi yang disebut hamejong. Dalam menghamejongkan padi,
digunakan pestisida alami daun jambu Luna/sarikaya Lagundi. Balay milik anak
sulung biasanya menampung juga hasil sawah/ladang adik-adiknya yang sudah
memisah sehingga dalam sebuah balay kadang-kadang terdapat beberapa tumpuk
padi. Nilai kejujuran orang-orang dulu masih ada, mereka saling percaya dan tidak
1
Lepau
2
Lom Balay
Sumber: Panji, 2010 Sumber : Rusdi et al 1986
Sumber : Rusdi et al 1986
38
saling mengganggu. Hal ini masih mungkin karena sesama mereka masih ada
pertalian darah. Kalaupun demikian pada perkembangan sekarang ini banyak juga
penduduk yang telah memindahkan balaynya ke belakang rumah, tapi hal ini
masih belum umum dan jarang terjadi di pekon-pekon. Biasanya lumbung padi ini
didirikan berdekatan dengan anjung di ladang masyarakat yang sudah hidup
mengelompok (umbulan). Rumah Ibadah (Mesjid, Surau dan Penyembahyangan)
Mesjid selain sebagai tempat sholat lima waktu dan sholat Jumat, dipakai
juga untuk perayaan hari-hari besar Islam. Peratin menggunakannya sebagai
tempat musyawarah saat sebelum atau sesudah sholat Jumat. Mesjid di pekon ini
sudah tidak ditemukan yang bertipe panggung, sedangkan untuk surau masih
ditemukan. Masyarakat membangun mesjid berbentuk persegi empat, dengan
bubungan atap bertingkat (pemugungan nganak) untuk mendukung dan
memperindah menara mesjid. Dinding mesjid agak menjorok ke dalam, karena
samping kiri kanan digunakan sebagai beranda mesjid. Kolam tempat berwudhu
dan buang air kecil di sebelah kiri pintu masuk mesjid. Bagian pengimaman lebih
menjorok ke arah kiblat. Bentuk bubungan atapnya bertingkat dan berlainan tipe.
Hal ini, karena pembangunan bertahap dari generasi ke generasi yang
mempertahankan bangunan pokoknya, disebut ngakuk bakonni (mengambil
hikmahnya) dengan pemikiran bahwa perombakan total akanmenghilangkan
pahala para pendiri sebelumnya. Bagian depan agak menonjol ke depan dan ada
teritisan (penaber). Bentuk bubungan masih bertahan dengan bubung perahunya,
sehingga bagian bubungan yang lain seolah-olah hanya sebagai mimbarnya
saja.Berikut pembagian ruang mesjid dan mesjid Jami’ (Gambar 22).
1 Garang, tempat meletakkan sandal dan menggantungkan kopiah sewaktu mengambil air wudhu 2 Beranda depan, tempat sholat (bila di dalam telah penuh) dan tempat perayaan hari besar Islam 3 Kolam wudhu, diisi air pancuran dari pematang yang disalurkan melalui bambu atau pipa 4 Tempat kaum wanita duduk atau sholat tarawih di bulan Ramadhan, ruangan ini dibatasi tirai (taber),
tirai pendek untuk perayaan-perayaan, tirai tinggi untuk sholat 5 Ruang tengah mesjid, tempat sholat atau berkumpul 6 Mimbar tempat khatib dan imam, juga tempat menyimpan alat-alat yang berharga 7 Beranda kiri dan kanan mesjid sama fungsinya dengan beranda depan 8 Gudang Penyegok’an, tempat menyimpan barang-barang, alat-alat bangunan, dan keranda mayat 9 Beranda samping kanan
Gambar 22 Struktur ruang dan foto Mesjid Jami’ di Pekon Kenali
Surau adalah tempat anak-anak belajar membaca Al-Quran, dan tempat
sembahyang lima waktu, kadang-kadang sebagai tempat sholat tarawih di bulan
Ramadhan, terutama bagi warga di sekitar surau. Juga sering dipakai sebagai
tempat perayaan hari besar Islam terutama bagi anak-anak yang ikut mengaji.
KeteranganBatas lahanRuang publikRuang semi
Ruang privatRuang servis
MENARA
MESJID
1
9
2
3
4
5
67
7
8
publik
Sumber : Rusdi et al 1986
39
Bentuk dan ukurannya lebih kecil dari mesjid. Tipe surau ada yang persegi empat,
persegi panjang, dengan bubungan perahu atau limas. Surau terdiri atas beranda
depan, ruang surau, dan mimbar. Selain itu, terdapat bangunan sejenis surau yang
lebih kecil yaitu penyembahyangan. Penyembahyangan terletak di tepi pangkalan
mandi, hanya berdinding setengah, dan tidak bermimbar. Penyembahyangan
adalah hadiah/amalan seseorang dalam mencari pahala dan keridhoan Allah SWT,
bangunan ini dimanfaatkan untuk sembahyang lima waktu, terutama waktu Ashar,
saat penduduk pulang bekerja dan selesai mandi. Balai Pekon
Balai Pekon adalah tempat pertemuan masyarakat. Tiang dan sebagian
dinding terbuat dari papan kayu, sedangkan atap dari genteng. Terdapat ruang
yang lapang di dalam bangunan, ruang ini yang merupakan gelanggang
musyawarah. Bangunan ini merupakan bangsal pertemuan sehingga tidak
memiliki kamar, hanya berupa bangsal biasa. Ia hampir sama fungsinya dengan
balai desa yang dibangun untuk kepentingan musyawarah dan pertemuan pekon,
didalamnya biasanya ada bangku dan panggung, dan tidak digunakan sebagai
tempat upacara adat. Upacara adat sekarang dilakukan dengan membangun balai
adat darurat, dimana setelah selesai upacara dibongkar lagi. Bangunan ini
dibangun menyatu dengan Kantor Peratin. Berikut Balai Pekon (Gambar 23).
Gambar 23 Balai Pekon
Lamban Pamanohan (Rumah Pusaka) Lamban pamanohan adalah bangunan penyimpanan benda-benda pusaka,
milik kerabat satu marga buay belunguh. Lamban pamanohan yang berada di
pekon ini adalah lamban pesagi yang sudah cukup tua (bentuk serta ukurannya
sama persis dengan Lamban Pesagi milik Mad Saari). Seluruh pewarisnya sudah
pergi ke kota sehingga rumah ini dijadikan tempat pusaka. Dapur rumah ini
menjadi satu dengan rumah induk, walaupun sedikit ditambah atap ke belakang,
untuk memperluas bagian dapur. Tiangnya sudah diolah/ditarah dengan motif
genta, rumah seperti ini jarang memiliki beranda/lepau, yang ada hanyalah garang
hadap, yang terletak di ujung tangga. Bagian bawah rumah tidak diberi dinding.
Bila dilihat bangunan ini agak kecil, tidak memiliki serambi (simpeng/ halunan),
dinding yang biasanya dari papan, dipasang dari dalam senta (penyusuk) sehingga
kalau dilihat sepintas tanpa memperhatikan jendela-jendela yang ada dan tanda-
tanda kehidupan lainnya kita akan mengira bangunan tersebut adalah lumbung
padi. Bangunan ini jendelanya sudah jarang dibuka dan atap ijuknya sudah
banyak diganti genteng. Bangunan ini berada di tengah-tengah pekon, dan
memiliki pekarangan yang luas untuk upacara pembersihan pusaka (Gambar 24).
40
Sumber: Panji, 2010
Gambar 24 Lamban Pamanohan dan struktur ruangnya
Gedung Sekolah dan Perkantoran
Gedung sekolah terdiri atas: 1 Taman Kanak-kanak (TK), 2 Sekolah Dasar
(SD), 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan satu Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA). Bangunan kantor berjumlah 8, terdiri atas: Kantor
Kecamatan Belalau, Kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Limau
Kunci, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor Urusan Agama (KUA), Kantor Pusat
Kesehatan Masyarakat (KUA), Kantor Pos dan Giro, Kantor Perusahaan Listrik
Negara (PLN), dan Kantor Kepala Pekon Kenali (Gambar 25 dan 26).
Gambar 25 Gedung TK Dharma Wanita
Tempatmandi
Lamban
Pamanohan
WC
LEGENDASaluran drainaseBatas pekarangan
Sumber: BP3, 2003
Ruang publikRuang semi publikRuang privatRuang servis
Jalan beraspal
Jala
n b
eras
pal
0 2
N
4 8 m
Plank namaPagar hidup
PerkerasanR
um
ah P
endu
duk
Tugu interpretasi
41
Gambar 26 Kantor Camat dan PDAM
Pemakaman dan Situs Batu Kepappang
Pemakaman disebut tambak, terdiri atas pemakaman keluarga dan
komunitas umum. Terdapat 4 lokasi pemakaman, 3 diantaranya berada di pinggir
jalan raya Provinsi, dekat areal persawahan dan gedung sekolah Dusun Campang
sari. Lokasi pemakaman ke-4 bersebelahan dengan areal situs Batu Kepappang
yang terletak tepat di belakang bangunan SD Negeri 1 Dusun Sukadana. Areal
pemakaman ini dikelilingi oleh kebun kopi (Gambar 27), salah satu kuburan ada
yang dikeramatkan, yaitu Tambak Begur Sakti Segedah Wani.
Gambar 27 Denah, situs Batu kepappang, dan gerbang masuknya
Tambak Begur Sakti Segedah Wani.adalah kuburan seorang panglima
perang kerajaan yang gugur di medan perang dan kepalanya dipotong musuh
dengan sembilu bambu. Kepalanya dikubur di Kenali dan tubuhnya dikubur di
Krui, keduanya masih dikeramatkan hingga sekarang. Situs Batu Kepappang
terdiri atas susunan batu-batu pipih yang diletakkan di tanah secara berurutan
sebanyak 9 buah, disusun tiga saf ke belakang membentuk pola persegi panjang,
berorientasi Timur-Barat. Jarak antar batu sekitar 5 m, batu-batu ini adalah
tempat duduk para raja dan pemimpin Pekon pada upacara Pabon. Sebuah menhir
lagi berjarak 4 m terletak di sisi Selatan, bersusun segi empat, inilah Batu
5 5
55
4
m m
mm
m
U
42
Kepappang (bercabang), menghadap ke Utara (arah Gunung Pesagi) yang
melambangkan Culu’ Langit (tempat turunnya roh leluhur dan para dewa). Batu
ini bagian atasnya bercabang, sebagai tempat leher manusia yang akan dipenggal,
di sekitarnya terdapat batu besar dan kecil yang berfungsi menahan batu agar tetap
tegak. Pabon adalah ritual animisme zaman Megalitik (sebelum Islam) dengan
mempersembahkan korban berupa bujang atau gadis kepada para dewa dan roh
leluhur. Bujang atau gadis ini dipilih yang paling sempurna (sifat, fisik, dan
kepribadian), kemudian dipenggal lalu dagingnya dimasak dan dimakan beramai-
ramai oleh seluruh warga dengan maksud agar seluruh sifat baiknya dapat
menular pada seluruh warga pekon3.
Lapangan, Pasar Pekon, Poskamling, dan Jembatan.
Pekon ini memiliki lapangan (Gambar 28). yang cukup luas dan ditumbuhi
rumput yang dibiarkan meninggi untuk makanan ternak. Lapangan ini berfungsi
sebagai tempat berkumpul, bermain sepak bola, dan mendirikan panggung saat
resepsi pernikahan. Dari sisi Selatan kita dapat melihat keindahan Gunung Pesagi
Pasar di Pekon Kenali buka setiap hari, dari pagi hingga siang karena Pekon
Kenali adalah ibukota kecamatan, kebutuhan akan pasar pada pekon-pekon di
Belalau terpusat di Kenali. Pekon Kenali juga memiliki Pos Keamanan
(Poskamling) disetiap Dusun, sehingga terdiri atas 5 Pos. Selain itu, terdapat 8
buah jembatan, dua diantaranya adalah jembatan permanen.
Gambar 28 Lapangan pekon Areal Sawah (Padi dan Palawija)
Areal sawah di wilayah ini terletak mengelilingi areal permukiman dengan
luas total 238.72 ha, 178.72 ha untuk sawah teririgasi (padi sawah), 60 ha sawah
tadah hujan (padi ladang). Sawah dibuat berpetak-petak dan terletak di dekat
aliran sungai untuk sawah yang teririgasi. Sungai yang melewati wilayah ini
adalah Sungai Way Semangka di Utara dan Way Lakak di Selatan, untuk mengairi
sawah sungai-sungai tersebut dialirkan dengan sistem irigasi berpengairan teknis.
3 Bpk. Basri (Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Dusun Sukadana)
43
Penambahan areal sawah adalah sebesar 80.12 ha (lihat Tabel 5 hlm 15) yang
sebelumnya merupakan areal semak belukar (lahan tidur), areal perkebunan, dan
areal hutan. Hal ini disebabkan pertambahan jumlah penduduk yang
meningkatkan kebutuhan akan beras/padi (Oryza sativa). Sawah dikelola dengan
menanami padi pada musim hujan dan palawija pada musim tanam berikutnya.
Penanaman palawija ini terkadang hanya sebagai tanaman sela (ditanam pada
pinggiran sawah) atau di musim kemarau saat aliran air tidak dapat mencapai
areal ujung sawah. Berikut jenis-jenis vegetasinya (Tabel 12).
Tabel 12 Jenis-jenis vegetasi di areal sawah (padi dan palawija)
Nama Lokal Nama Ilmiah Fungsi Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kedelai Kacang Hijau Kacang Tanah
Oryza sativa Zea mays
Manihot utilissima Ipomoea batatas L.
Glycine max Vigna radiate
Arachis hypogea L.
Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan
Sumber : BPS 2012 dan survei lapang 2012
Areal Kebun Campuran
Areal kebun campuran terletak di sebelah Utara (tidak berbatasan langsung)
areal permukiman, berada setelah areal sawah dan perkebunan, di dekat aliran
sungai dengan luas total 287.46 Ha. Areal ini sebelumnya adalah areal hutan
(lihat Gambar 6 hlm 16). Hasil produksi berupa tanaman sayur dan buah-buahan
dengan hasil utamanya adalah Cabe (35 Kw) (data Kepala BP3 Kecamatan
Belalau 2010). Berikut jenis-jenis vegetasinya (Tabel 13).
Tabel 13 Jenis-jenis vegetasi di areal kebun campuran
Nama Lokal Nama Ilmiah Fungsi Ketimun Bawang daun Bawang merah Buncis Kacang panjang Kentang Kubis Sawi Terung Cabe Tomat Wortel Bayam Kangkung Labu siam Bawang putih Nenas Sawo Rambutan Alpokat Jambu biji Mangga Cempedak Durian Duku
Cucumis sativus Allium fistulosum
Allium cepa Phaseolus vulgaris L. Vigna sesquipedalis L Solanum tuberosum L.
Brassica oleracea Brassica rapa
Solanum melogena L. Capsicum annuum L Solanum
lycopersicum Daucus carota L. Amaranthus sp.
Ipomoea fistulosa Sechium edule Allium sativum
Ananas comosus Manilkara zapota
Nephelium lappaceum Persea americana Psidium guajava Mangifera indica
Artocarpus integer Durio zibethinus Garcinia dulcis
Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah Tanaman buah
Sumber : BPS 2012 dan survei lapang 2012
44
Areal Perkebunan
Areal perkebunan terletak menyebar mengelilingi areal permukiman,
sebagian besar berada di sebelah Selatan areal permukiman. Pada sebelah Utara
terletak di dekat areal sawah dan aliran sungai. Luas total areal perkebunan adalah
428.62 ha. Pengurangan areal perkebunan adalah sebesar 33.52 ha (lihat Tabel 5
hlm 15) yang menjadi areal sawah dan permukiman. Hasil perkebunan terdiri dari
tanaman keras, dengan hasil utama: kopi (365 ha, 210 Kw), lada (29 ha, 5 Kw),
dan kakao (9 Kw) (data Kepala BP3 Kecamatan Belalau 2010). Berikut jenis-jenis
vegetasinya (Tabel 14).
Tabel 14 Jenis-jenis vegetasi di areal perkebunan
Nama Lokal Nama Ilmiah Fungsi
Aren
Cengkeh
Kakao
Kayu Manis
Kelapa
Kelapa Hibrida
Kemiri
Kopi Robusta
Kopi Arabika
Lada
Pinang
Vanili
Arenga pinnata Syzygium aromaticum
Theobroma cacao Cinamomum burmannii
Cocos nucifera
Cocos nucifera Aleurites moluccana
Coffea canephora
Coffea arabica Piper nigrum
Areca catechu Linnvannilli planifolia
Tanaman industri dan konservasi
Tanaman industri dan aromatik
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri
Tanaman industri Sumber : BPS 2012 dan survei lapang 2012
Areal Hutan Marga Belunguh
Areal hutan marga (wilayah hutan non kawasan hutan negara yang lahannya
dikelola dan dikuasai oleh garis keturunan marga Belunguh secara turun-temurun
berdasarkan kesepakatan adat dan belum diatur secara legal formal), terletak di
ujung Selatan Pekon Kenali, berada di kelerangan curam. Hutan ini berfungsi
sebagai zona penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), daerah
tangkapan air (water catchment area), pencegah erosi dan longsor, dan tempat
pelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna. Hutan ini berada di ketinggian
800-1050 m dpl, memiliki sumber-sumber air yang diperlukan untuk areal sawah,
areal perkebunan, dan kebutuhan rumah tangga di Pekon Kenali. Dengan
demikian, nilai penting hutan ini untuk mengatur tata air dan menjaga kelembaban
suhu yang penting untuk kenyamanan. Keberadaan hutan marga merupakan
warisan secara turun-temurun dari leluhur marga Belunguh untuk dimanfaatkan
sebagai sumber kebutuhan kayu, kayu dari hutan marga hanya diperuntukkan bagi
kebutuhan rumah tangga di dalam pekon. Luas total areal hutan ini adalah 88.83
ha. Pengurangan areal perkebunan adalah sebesar 405.37 ha (lihat Tabel 5 hlm 15)
yang sebagian besar menjadi areal kebun campuran (di Utara). Hasil hutan utama
adalah Damar. Selain itu, satwa liar terdiri atas: gajah, rusa, kijang, napuh, kancil,
kambing hutan, landak, kerbau liar, badak, tapir, ular, buaya, biawak, trenggiling,
luwak, harimau dan beberapa jenis kera: mawas, wawa, siamang, beruk, dan
ceguk. Gajah berombongan 20-30 ekor disebut liman ramik, badannya kecil
kehitaman. Gajah Bukit Barisan disebut liman cutik, berjumlah paling banyak
empat ekor, badannya besar (± tiga kali liman ramik), kulitnya lebih putih. Berikut
jenis-jenis vegetasi dan satwa liar di areal hutan marga (Tabel 15 dan 16).
45
Tabel 15 Jenis-jenis vegetasi di areal hutan marga
Nama Lokal Nama Ilmiah Fungsi Jelatong Balam Nipah Merbau Menteru Bungur Damar Gelam Rengas Klutum Meranti Rotan Kayu manis Bambu Kemenyan Nabung Rang
Dipterocarpus caudatus Palaquium walsurifolium
Nypa fruticans Intsia palembanica
Schima wallichii Lagerstromea sp. Shorea javanica
Melaleuca leucadendra L Gluta renghas
Dyera sp. Araucaria cunninghamii
Calamus sp. Cinamomum burmannii
Bamboosa sp. Styrax sp.
Oncosperma tigillarium Alstonia scholarish
Tanaman industri Tanaman industri
Tanaman konservasi Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri Tanaman industri
Sumber : BPS 2012 dan survei lapang 2012
Tabel 16 Jenis-jenis satwa liar di areal hutan marga
Nama Lokal Nama Ilmiah Status Mamalia
Anjing Hutan Badak Sumatera Beruang Madu Harimau Sumatera Kucing Emas Macan Dahan Berang-berang Kerbau Liar Kambing Hutan Tapir Rusa Sambar Kijang Kancil Napu Kelinci Sumatera Gajah Siamang Owa Singapuar Monyet Ekor Panjang Monyet Ekor Pendek Lutung Cecah Babi Hutan Trenggiling
Cuon alpinus Dicerorhinus sumatrensis
Helarctos malayamus Panthera tigris sumatrae
Felis temmincki Neofelis nebulosa
Lutra lutra Bubalus bubalis
Capricornis sumatrensis Tapirus indicus Cervus unicolor
Muntiacus muntjak Tragulus javanicus
Tragulus napu Nesolagus netscheri
Elephan maximus sumatranus Symphalangus syndactylus
Hylobates agylis Tarcius bancanus
Macaca fascicularis Macaca nemestrina Presbytis cristata
Presbytis melalophos Sus barbatus
Manis javanica
Dilindungi/Langka Dilindungi/Langka
Dilindungi Dilindungi
Dilindungi/Langka Dilindungi Dilindungi Dilindungi
Dilindungi/Langka Dilindungi/Langka
Dilindungi Dilindungi
Dilindungi/Umum Dilindungi
Dilindungi/Langka Dilindungi Dilindungi Dilindungi
Dilindungi/Langka Umum Umum Umum Umum Umum
Dilindungi Ikan
Arwana Belida Jelabat Seluang Baung Ikan Mas Ikan Betok
Sclerophages formosus Notopterus sp.
Leptobarbus hoevenii Rasbora sp. Mystus sp.
Oxyeleotris marmorata Anabas testudineus
Dilindungi/Langka Umum Umum Umum Umum Umum Umum
Reptilia Biawak Varanus salvatorius Umum
Sumber : Red Data Book IUCN dan survei lapang 2012
46
Pengaruh Luar terhadap Permukiman Wilayah ini pernah dikuasai oleh Inggris (1769-1824), Belanda (1825-
1941), dan Jepang (1942-1945) (Marsden 1811 dan Koentjaraningrat 1979).
Akibatnya, terjadi proses pergeseran budaya berupa perubahan pada permukiman
tradisional. Perubahan tersebut terutama karena pengaruh teknologi, ekonomi,
agama, dan pendidikan. Sistem dan hasil teknologi yang banyak mempengaruhi
permukiman tradisional, antara lain: (1) Digunakannya paku untuk merangkai
bangunan (teknologi tradisional diikat dengan ijuk); (2) Atap ijuk diganti dengan
genteng, seng, atau asbes; (3) Hasil teknologi bata dan semen mengganti kayu dan
papan; (4) Letak rumah yang biasanya di tepi/dekat sungai, dengan adanya jalan
raya berubah menghadap jalan raya; dan (5) Bentuk pokok rumah di atas tiang
(rumah panggung), diganti dengan bentuk pokok rumah di atas tanah. Pengaruh
ekonomi yang mempengaruhi arsitektur tradisional, antara lain: (1) Bahan
kayu/papan sudah mulai langka dan mahal sehingga banyak diganti dengan
bata/semen yang lebih ekonomis; (2) Ukuran rumah disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan sehingga ukuran rumah sekarang tidak sebesar rumah
pada zaman dulu lagi; dan (3) Cara mengerjakan bangunan tidak lagi dengan
gotong-royong, tetapi telah dikerjakan oleh tukang-tukang dengan sistem upah
bertahap atau borongan. Agama berpengaruh untuk rumah tinggal (arah hadap
WC), mesjid dan musholla, ragam hias (kaligrafi), dan upacara-upacara pendirian
bangunan. Upacara-upacara ini hanya berupa doa selamat pada waktu akan
menempati rumah. Pengaruh pendidikan berupa nilai-nilai kebersihan dan
kesehatan (sanitasi). Pada bangunan tradisional sudah dilengkapi dengan kamar
mandi/WC, ventilasi, dan pagar. Tipe dan Elemen Bangunan Tradisonal
Tipe bangunan tradisional, antara lain: (1) Tipe rumah Limas Panjang, ada
pada rumah tinggal tradisional masyarakat; dan (2) Tipe Pesagi (rumah panggung
beratap piramid dengan hiasan culuk langit di puncak atap)ada pada Lamban
Pesagi, lamban Pamanohan, dan Balay. Selanjutnya, elemen-elemen bangunan
tradisional antara lain: (1) Paguk, elemen pada ujung-ujung luar balok lantai.
Dahulu paguk menjadi tanda rumah tetua adat. Pada Pekon Kenali elemen ini
hanya ada di Lamban Pesagi. Pada bangunan gedung masa kini, paguk
ditempatkan pada ujung luar balok bangunan pada lantai dua (atau seterusnya ke
atas) atau pada ring balk bangunan satu lantai. Elemen ini juga dipasang pada
bangunan pemerintahan; (2) Bikkai, elemen pada ujung teritisan atap; (3) Andang-
andang, adalah railing teras rumah adat Lampung; dan (4) Tighal, adalah hiasan
yang ditempatkan di atas andang-andang, di atas pintu (terutama pintu serambi),
dan diatas jendela serambi. Berikut foto elemen Paguk dan Bikkai (Gambar 29)
Gambar 29 Elemen Paguk dan Bikkai
47
Orisinalitas
Pekon Kenali memiliki elemen lanskap bersejarah dalam bentuk, struktur,
dan fungsinya yang masih asli berupa 749 rumah panggung (±138 diantaranya
berusia >50 tahun termasuk lamban pesagi), Balai Pekon, Mesjid, Lamban
Pamanohan, Balay (lumbung), dan situs Batu Kepappang. Zona kawasan yang
tidak berubah sejak tahun 1969 (Gambar 30) atau yang dikategorikan sebagai
daerah yang masih asli ada pada areal permukiman, sawah, perkebunan, hutan
marga, sungai dan jalan raya utama dengan total luas area 702.79 Ha (58% dari
total luas wilayah Pekon Kenali).
Gambar 30 Zonasi kawasan yang tidak berubah sejak tahun 1969
Hampir semua rumah tradisional di kawasan pulau memiliki pondasi tinggi,
sehingga secara filosofis pondasi rumah-rumah tinggal tradisional ini bukan khas
rumah tradisional Lampung. Pondasi semacam ini juga bisa ditemukan di
permukimant Dayak Kenyah, Betawi, Jawa, Sumba, dan hampir seluruh kawasan
Asia Tenggara. Pondasi rumah yang ditinggikan, menyebar di beberapa tempat di
Asia Tenggara, merupakan daerah penyebaran Austronesia yang muncul sebelum
pengaruh budaya Hindu-Budha (9-15 M). Pada masa penjajahan Belanda, terdapat
larangan penebangan pohon secara liar, sehingga rumah tradisional yang seluruh
bahan bakunya kayu, tidak bisa lagi dibangun. Kalaupun ada yang membangun
rumah, mereka merupakan keluarga tokoh adat (saibatin) atau para pemilik kebun
cengkeh dan kopi yang mendapat perlakuan khusus dari pemerintah Belanda. Izin
V
III II
I
VI
Bumiagung
Serungkuk
Hujung
LuasCampang
Tiga
Bakhu
Kejadian
Way Humawai
Banjar agungSurabaya
Kenali 1
Sukadana
Way
Sem
angk
a
Way Merih
Sukamakmur
Campang sari
Bedudu
IV
KETERANGAN
SungaiJalan beraspalJalan berbatuSawah
Permukiman
Balai Ramik dan rumah kebunJembatanMesjid/MushollaPemakamanBangunan Sekolah
Sumber :
1 Peta RBI, blad Liwa dan Kenali skala 1:50.000, Bakosurtanal 1977
2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kemenlinghup 2006/2007
3 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010
4 Survey lapang 2012
Batas wilayah
Balai Pekon (Pusat Desa)Rumah Pemangku Adat
Kebun campuran
HutanPerkebunan
VI
Rumah Peratin Kenali
0 250 1000 m500
N
48
penebangan pohon untuk pembangunan rumah baru bisa keluar jika si pemilik
rumah menyetujui tawaran dari pemerintah Belanda terkait penggunaan ornamen-
ornamen khas Eropa pada rumah tersebut. Karenanya, banyak rumah tradisional
menggunakan bahan tembaga pada ornamen jendela, semen untuk tangga, dan
campuran besi-tembaga pada ornamen pagar. Lama-kelamaan, ornamen-ornamen
Eropa mulai banyak digunakan masyarakat karena ornamen-ornamen itu dianggap
mewakili kelas sosial masyarakat. Semakin bergaya Eropa, status ekonomi
pemilik rumah dipandang semakin tinggi, karena untuk membuat bangunan
bergaya Eropa perlu tukang-tukang khusus yang didatangkan dari Meranjat
(Sumatra Selatan). Pengaruh arsitektur Eropa merupakan salah satu tahap
perkembangan arsitektur tradisional Lampung (sejak abad ke-18) . Pola Sirkulasi
Pola sirkulasi (Gambar 31) terdiri atas sirkulasi manusia, sirkulasi
kendaraan, sirkulasi satwa, dan jalur utilitas. Jalur sirkulasi manusia terdiri atas
jalan beraspal, jalan berbatu atau setapak, di sekitar pekarangan rumah, pada areal
perkebunah, sawah, dan hutan. Selanjutnya, jalur satwa terutama satwa liar
terdapat di luar areal permukiman, yaitu di areal hutan dan perkebunan, dan
kadang dapat dijumpai di areal sawah. Jalur utilitas terdiri atas: saluran drainase,
saluran irigasi, jalur listrik dan telepon.
Gambar 31 Pola sirkulasi
IV
V
III II
I
VI
Way Humawai
Banjar agungSurabaya
Kenali 1
Sukadana
Way
Sem
angk
a
Way Merih
Campang sari
Mesjid/mushollaPemakamanBangunan sekolah
Sumber:
1.Peta RBI Liwa &Kenali skala 1:50.000
2.Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010
3.Survei lapang 2012
0 250 1000 m500
N
KETERANGAN
Jalur sirkulasiBatas wilayah
49
Di masa lampau, jalan sirkulasi manusia ini hanya terdiri atas jalan lintas
darat yang hanya berupa jalan setapak yang sempit dan berkelok-kelok, dan jalur
lintas sungai. Sekarang, hanya jalur lintas sungai yang masih dapat teridentifikasi
karena bentuknya tidak pernah berubah oleh manusia ataupun oleh alam. Jalan
setapak ini yang mungkin masih dapat teridentifikasi berada di jalur lintas
pendakian gunung-gunung dan bukit-bukit yang ada di wilayah ini. Jalur sirkulasi
kendaraan roda empat terbatas pada jalan beraspal (jalan raya Provinsi, dan jalan
Desa) dan jalan berbatu yang agak lebar. Pada kendaraan beroda dua dapat
melewati seluruh jalan tersebut, termasuk mengitari pekarangan rumah-rumah
panggung (rumah tradisional).
Kebijakan dan Pengembangannnya
Kebijakan yang langsung dan tidak langsung mengatur kawasan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat
2010-2030 (Perda No.1/ 2012), wilayah ini termasuk kawasan resapan air dengan
rencana pengembangan berupa revitalisasi kawasan tradisional/bersejarah yaitu
kawasan yang mempunyai bangunan bersejarah yang bernilai atau bermakna
penting. Berdasarkan UU RI no. 11/2010 wilayah ini dapat ditetapkan sebagai
Kawasan Cagar Budaya. Selain itu, terdapat rancangan peraturan pemerintah
Registrasi Nasional Cagar Budaya yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Sejarah
dan Purbakala 2011. Rancangan peraturan pemerintah ini mengatur kewajiban
warga negara perseorangan, kelompok orang, badan usaha berbadan hukum, dan
badan usaha bukan berbadan hukum, masyarakat hukum adat, dan pemerintah
untuk mendaftarkan obyek yang diduga sebagai Cagar Budaya dan Benda Cagar
Budaya yang ditetapkan menggunakan Undang-Undang No.5/1992 Benda Cagar
Budaya sebagai Cagar Budaya. Kewenangan pengelolaan hidup berdasarkan UU
RI no.23/1997 tentang Pengelolaan Hidup. Undang-Undang No.32/2004
Pemerintah Daerah menetapkan kewenangan Kabupaten/Kota semakin besar
dalam pengelolaan hidup. Pasal 7 ayat I UU RI 32/2004 menyebutkan bahwa
pengelolaan lintas kabupaten dilaksanakan oleh Provinsi. Peran Kabupaten pada
pasal 11 semakin strategis dalam pengelolaan hidup pada masa pelaksanaan
undang-undang otonomi daera.
Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan
lindung dan kawasan budidaya dalam UU No. 26/2007, Peraturan Pemerintah No.
47/1997, dan Keputusan Presiden No. 32/1990. Kawasan lindung adalah kawasan
yang berfungsi utama melindungi kelestarian hidup, mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa untuk kepentingan
pembangunan yang berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan lindung secara garis
besar mencakup: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di
bawahnya (Pekon Kenali dalam fungsi hidrologis untuk pencegahan banjir,
menahan erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan ketersediaan sumber daya
air; 2. Kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam untuk melidungi
keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam; 3. Kawasan rawan
bencana yang berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung
berapi, gempa bumi, tanah longsor, dan banjir; dan 4. Kawasan perlindungan
setempat yang berfungsi melestarikan perlindungan dan kegiatan budidaya. Luas
kawasan hutan di Provinsi Lampung menurut SK Menteri Kehutanan dan
50
Perkebunan No.256/KPTS/II/2000 dan Perda No.5/2001 Penataan Ruang
Wilayah Provinsi Lampung tercatat seluas 1 004 735 Ha atau 30.43% dari total
luas wilayah Lampung, yang terdiri atas: Hutan Lindung 317.62 Ha (31.6%),
Hutan Suaka alam dan Cagar Budaya 462.03 Ha (46%), Hutan Produksi Terbatas
33.36 Ha (3.32%), dan Hutan Produksi Tetap 191.73 Ha (19%). Seluruh peraturan
dan kebijakan terkait dengan kawasan permukiman tradisional pada Tabel 17.
Tabel 17 Peraturan dan kebijakan yang terkait dengan kawasan permukiman
Peraturan dan Kebijakan Tahun
Undang-undang RI No. 5 tentang Benda Cagar Budaya
Peraturan pemerintah RI No.10 (pasal 23 dan 27); tentang Pelaksanaan UU
No.5/1992
Keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.063/U/1995 tentang
Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya
Daftar Isian Proyek (DIP) Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Petunjuk Operasional (PO) Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan
Purbakala
Undang-undang RI No. 11 tentang Cagar Budaya
Undang-undang RI No. 23 tentang Pengelolaan Hidup
Undang-undang RI No. 32 tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang RI No. 24 tentang Penataan Ruang
Undang-undang RI No. 22 tentang Pemerintah Daerah
Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 256/KPTS/II
Perda No. 5/2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Prov.Lampung
RTRW Kabupaten Lampung Barat 2010-2030
Undang-Undang No. 26 tentang Kawasan Lindung
Peraturan Pemerintah No. 47 tentang Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 tentang Kawasan Lindung
RPJM Provinsi Lampung tahun 2004-2009
1992
1993
1995
2003
2003
2010
1997
2004
1992
1999
2000
2001
2012
2007
1997
1990
2004
Pengembangan oleh Pemerintah dan Masyarakat
Pengembangan yang ada berupa pelestarian situs Lamban Pesagi dan situs
Batu Kepappang oleh Balai Arkeologi tahun 2003-2011 di bawah pengawasan
Dinas Pariwisata. Sejak tahun 2012, Dinas Pendidikan Nasional kembali menjadi
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K), kegiatan pengelolaan dan
pelestarian kedua situs tersebut beralih di bawah pengawasan Dinas P dan K
dengan tetap dilakukan oleh Balai Arkeologi. Hal ini bertujuan agar
pelestariannya lebih mengarah ke pendidikan, pada Dinas Priwisata lebih
bertujuan komersial4
. Tujuan komersial ini misalnya dengan membangun
penginapan, sarana rekreasi, dan fasilitas pariwisata lainnya yang dapat menarik
pengunjung sebanyak-banyaknya sehingga dikhawatirkan dapat merusak keaslian
situs dan sekitarnya. Sesuai dengan tujuan pengalihan Balai Arkeologi kembali di
bawah Dinas P dan K, sebagian besar wisatawan yang mendatangi kawasan ini
bertujuan untuk pendidikan berupa penelitian dan menggali kebudayaan kuno
yang masih ditemukan bukti keberadaannya lewat dua Situs Cagar Budaya
(Lamban Pesagi dan Batu Kepappang) di pekon ini. Penelitiaan untuk
4 Elly Suryaningsih, S.Sos (Staf Peneliti Balai Arkeologi Serang)
51
pengembangan Situs Cagar Budaya bertujuan untuk memacu pengembangan
ekonomi yang hasilnya digunakan untuk memelihara Situs Cagar Budaya itu
sendiri dan meningkatan kesejahteraan masyarakat pekon ini.
Hasil pendapatan Pekon Kenali dari tahunke tahu terus mengalami
penurunan. Penerimaan pajak mulai tahun 2008 s/d 2009 mengalami penurunan.
Penurunan dari tahun 2008 ke tahun 2009 adalah sebesar 12%, sedangkan dari
tahun 2009 ke tahun 2010 adalah sebesar 4%. Penurunan penerimaan pajak
selama tahun 2008 s/d 2010 ini disebabkan oleh banyaknya Pekon/Desa yang
dimekarkan, sehingga terpisah dari Pekon Kenali, dan berkurangnya jumlah
penduduk Pekon Kenali. Tanah Kas Desa disewakan kepada masyarakat untuk
ditanami tanaman pangan. Biaya sewa ditarik setiap bulan. Alokasi Dana Pekon
(ADP) adalah dana APBD Kabupaten. Besaran dana setiap tahun dapat berubah
sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten. Masalah ini dapat diselesaikan
salah satunya dengan meningkatkan permukiman tradisional Pekon kenali
sebagai daerah tujuan wisata yang dikembangkan baik oleh pemerintah maupun
dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berikut Hasil Pendapatan Pekon Kenali tahun 2008-2010 (Tabel 18).
Tabel 18 Hasil pendapatan pekon kenali tahun 2008-2010
Sumber Pendapatan 2008 (Rp) 2009 (Rp) 2010 (Rp)
Pajak
Tanah Kas Desa
Alokasi Dana Pekon (ADP)
Total
8.922.733,00
5.300.000,00
135.000.000,00
149.224.741,00
8.112.562,00
5.300.000,00
98.000.000,00
111.414.571,00
8.081.462,00
5.300.000,00
91.900.000,00
105.283.472,00 Sumber: Draf Dok RPJM Kenali 2010
Pekon ini dicanangkan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Barat sebagai
Desa Wisata. Alasan pemilihan pekon ini menjadi Desa Wisata karena keberadaan
rumah-rumah panggungnya. Di pekon ini, selain Lamban Pesagi, masih banyak
ditemui rumah panggung yang keberadaannya semakin langka di Provinsi
Lampung. Pekon Lumbok di tepi Danau Ranau merupakan salah satu percontohan
program Desa Wisata yang sudah dilaksanakan. Konsep pengembangan Desa
Wisata berupa homestay adalah dengan konsep ekowisata dengan fasilitas
penginapan, air bersih, dan sarapan di pemukiman penduduk setempat yang
istilahnya sering disebut B&B (Bed and Breakfast). Untuk menginap di rumah
warga ini, pengunjung membayar Rp 150.000 per orang untuk dua hari. Jumlah
itu termasuk biaya makan makanan tradisional setempat sebanyak tiga kali sehari.
Pola ini bisa menjadi pilihan mengingat harga menginap di hotel di area ini bisa
mencapai Rp 1.250.000 per hari.
Selain itu, terdapat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Pedesaan (PNPM-MP) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan Belalau.
Dana kegiatan PNPM-MP ini diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) dan APBD, yang disalurkan kepada 11 Pekon untuk kegiatan
Fisik dengan satu kegiatan Simpan Pinjam (SPP). Pekon ini yang juga merupakan
ibukota Kecamatan Belalau telah melaksanakan kegiatan PNPM-MP tersebut
berupa pembangunan saluran irigasi. Untuk kegiatan pengembangan wisata,
konsep Desa Wisata dari Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dan kegiatan
52
PNPM-MP ini satu sama lain saling mendukung untuk pelestarian sekaligus
meningkatkan pendapatan masyarakat .
Setiap tahun jumlah wisatawan yang mengunjungi Kabupaten Lampung
Barat selalu meningkat. Tingginya minat wisatawan mancanegara terhadap
kawasan ini dapat diketahui salah satunya saat bulan Januari 2011 kapal pesiar
Odessy Clipper asal Amerika Serikat yang membawa 103 wisatawan
mancanegara merapat di pantai Krui, Lampung Barat yang bertujuan untuk
mengunjungi objek-objek wisata. Salah satu potensi wisatawan lainnya adalah
para pendaki Gunung Pesagi yang sebagian besar mendaki setiap 1 Muharram.
Wisatawan mancanegara yang berkunjung antara lain: peselancar, pendaki
Gunung Pesagi, dan terutama di pekon ini adalah para pengunjung rumah tua
Lamban Pesagi. Para wisatawan mancanegara berasal dari Amerika Serikat,
Swiss, Prancis, dan profesi mereka antara lain pembuat film, peneliti, peselancar,
dan pendaki gunung. Wisatawan domestik sebagian besar berprofesi sebagai
peneliti, dosen, dan mahasiswa. Buku tamu tersebut adalah milik Balai Arkeologi
yang diamanatkan pada Mad Saari (pemilik Lamban Pesagi dan sebagai Juru
Pelihara bangunan Cagar Budaya) yang wajib ditandatangani setiap pengunjung
Lamban Pesagi. Semua pengunjung tersebut kagum pada kondisi fisik Lamban
Pesagi yang tetap kokoh meski telah mengalami dua kali gempa (tahun 1933 dan
1994). Selain mengunjungi Lamban Pesagi, sebagian besar wisatawan bertujuan
melihat Pesta Sekura yang diadakan tiga hari setelah Idul Fitri dan Idul Adha.
Berikut jumlah wisatawan dan objek wisata di Kabupaten Lampung Barat 2003-
2011 (Tabel 19)
Tabel 19 Jumlah wisatawan dan objek wisata di Kabupaten Lampung Barat
2003-2011
Tahun Wisatawan Objek Wisata
Alam Tirta Bahari Budaya
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
5.550
20.914
14.279
26.065
31.638
37.212
24.149
23.242
27.527
10
6
42
42
42
42
42
7
10
5
14
14
14
14
14
14
10
10
14
13
13
13
13
13
13
12
12
33
42
42
42
42
42
42
11
15 Sumber: BPS, 2012
Atraksi budaya cukup banyak dan beragam sehingga penyusunan daftar
atraksi wisata ini didasarkan untuk melihat diversifikasi obyek dan produk wisata
yang dapat dikembangkan dan ditawarkan pada para wisatawan (Tabel 20).
Atraksi-atraksi ini merupakan serangkaian upacara adat yang ada dalam daur
kehidupan setiap masyarakat adat. Selanjutnya, ploting atraksi-atraksi budaya
tersebut pada peta dapat dilihat pada Gambar 28.
53
Tabel 20 Daftar atraksi budaya dan jenis atraksinya
Atraksi Budaya Jenis Atraksi
Bediom (menempati rumah baru)
Buhimpun (musyawarah adat)
Butetah (pemberian adok/gelar adat)
Cakak pepadun (Kenaikan pangkat adat)
Seni Gamolan/Kolintang
Jebus (Debus khas Lampung)
Khitanan
Nayuh (pesta pernikahan)
Miyah damau (acara bujang-gadis)
Repong damar (pemanjatan pohon damar)
Pawai Sekura
Silat Kumanggo
Tari Keris
Tari Melinting
Tari Piring
Tari Sahwi
Tari Sebarudangan
Tari Sembah
Tari Kenui
Tari Tanggai
Tari Batin
Kuruk liman (7 bulanan)
Saleh darah (kelahiran)
Cukuran (saat bayi berumur 1 bulan)
Mahan manik (saat bayi berumur 40 hari)
Upacara turun tanah (saat bayi berumur 3 bulan)
Upacara buserak (membuat lubang anting saat
bayi perempuan berumur 5 bulan)
Busepi (saat anak berumur 17 tahun)
Sekakh buasah (penobatan status remaja)
Pertunangan
Rebah diah (upacara perkawinan adat besar)
Budu’a (berdoa) di lamban
Unduh mantu
Upacara kematian
Nganukkeh curing (upacara membuang sial)
Upacara ngabasuh pamanoh (mencuci pusaka)
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Pertunjukan bela diri
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Tari-tarian
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
Upacara adat
54
N
LP
Lap
angan
K e
b u
n
Keb
un
P e
k a
r
a n
g a
n
K e
b u
n
Keb
un
Bed
iom
Paw
ai S
eku
ra
Rep
on
g D
am
ar
Sil
at K
um
an
gg
o
Bu
him
pu
nB
ute
tah
Ca
kak
Pep
ad
un
Ga
mo
lan
Jeb
us
Kh
itan
an
Tar
i-ta
rian
KE
TE
RA
NG
AN
Su
ng
aiJa
lan
ber
asp
alJa
lan
ber
bat
uS
awah
Per
mu
kim
an
Ba
lai
Ra
mik
dan
ru
mah
keb
un
Jem
bat
an
Mes
jid
/mu
sho
lla
Pem
akam
anB
ang
un
an s
eko
lah
Sum
ber
:
1P
eta
RB
I, b
lad L
iwa
dan
K
enal
i sk
ala
1:5
0.0
00, B
akosu
rtan
al
1977
2P
eta
tutu
pan
lah
an K
ab. L
amp
ung
Bar
at, K
emen
linghup
2006/2
007
3D
raft
doku
men
RP
JM P
ekon K
enal
i 2010
4S
urv
ei lap
ang
2012
Bat
as w
ilay
ah
La
mb
an
Pa
ma
no
ha
nL
P
Bal
ai P
eko
nR
um
ah P
eman
gk
u A
dat
Lam
ban
Pes
agi
Sit
us
Bat
u K
epap
pan
g
Keb
un
cam
pu
ran
Hu
tan
Per
keb
un
an
Pem
akam
anR
um
ahM
asji
d J
ami'
Ru
mah
Per
atin
Ken
ali
1
Na
yuh
(p
esta
per
nik
ahan
)
Atr
ak
si-a
trak
si b
uday
a
Aca
ra b
uja
ng
-gad
is
Ku
ruk
lim
an
(7
bu
lan
an)
Up
acar
a k
elah
iran
-pen
ob
atan
sta
tus
rem
aja
Up
acar
a p
ertu
nan
gan
Up
acar
a p
emo
ton
gan
ker
bau
Bu
du
'a d
i la
mb
an
Up
acar
a u
nd
uh
ma
ntu
Up
acar
a k
emat
ian
Ng
an
ukk
eh c
uri
ng
Ng
ab
asu
h p
am
an
oh
02
50
10
00
m5
00
Ser
ung
ku
k
Hu
jung
Lu
asC
amp
ang
Tig
a
Su
kam
akm
ur
Bak
hu
Bed
ud
u
Kej
ad
ian
Way
Hum
awai
Way
Mer
ih
Ban
jar
agun
gS
ura
bay
a
Ken
ali
1
Ken
ali
2
Cam
pan
g s
ari
Su
kad
ana
Way
Sem
angk
a
Bu
mi
agun
g
2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
45
6
7
8
910
11
12
13
14
15
16
17
20
1
2
318
18
18
18
18
18
19
19
G
ambar
32 P
loti
ng a
trak
si-a
trak
si b
uday
a di
Pek
on K
enal
i
55
Selain itu, ketersediaan infrastruktur, meliputi:
1 Sarana transportasi darat terdiri atas: bus, angkutan desa, mobil sewaan, dan
ojek. Kondisi jalan menuju desa dalam kondisi baik dengan total panjang
416.95 km. Sarana laut seperti kapal hanya digunakan untuk menangkap ikan
dan sedikit sekali untuk angkutan dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara
Bengkunat sebagai Pelabuhan Samudera. Sarana udara berupa lapangan
terbang Seray di Kecamatan Pesisir Tengah.
2 Fasilitas listrik (tersedia dari PLN (Perusahaan Listrik Negara)), air bersih
(PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), dan drainase (Gambar 29).
3 Layanan Telekomunikasi dan Informasi, terdiri atas: jaringan telepon, telepon
selular, internet, telegram, ORARI, televisi, radio, dan kantor pos.
4 Pasar, tersedia 9 pasar umum dan 102 toko permanen serta 143 semipermanen
di wilayah Lampung Barat.
5 Hotel, terdapat 49 hotel di Kabupaten Lampung Barat (BPS 2012).
6 Bank dan Rumah Sakit. Di Kabupaten Lampung Barat terdapat tiga bank besar
seperti Bank Lampung, BNI, BRI, beberapa lembaga keuangan BPR (Bank
Pembangunan Rakyat), serta RSU (Rumah Sakit Umum) Lampung Barat.
Gambar 33 Saluran drainase
Analisis Penilaian Kawasan Pekon dan Rekomendasi Pengembangannya
Pekon ini telah mengalami perubahan tata guna lahan sebesar 42% (lihat
Tabel 5 hlm 15). Elemen-elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman terdiri
atas: lapangan (ruang publik) yang dikelilingi perkantoran, sekolah, dan mesjid,
dengan jalan raya yang membelah kawasan sehingga dapat dikatakan pekon ini
berpola linear-konsentrik (memanjang mengikuti jalan raya dengan tetap memiliki
pusat permukiman). Struktur, fungsi, dan elemen bangunan beradaptasi untuk
penambahan ruang (hampir semua kolong-kolong rumah panggungnya sudah
ditutup atau diberi tembok semen). Ruas jalan bertambah seluas 1 Ha hanya di
pusat pekon sehingga karakteristiknya masih bertahan. Elemen lanskap bersejarah
dalam bentuk, struktur, dan fungsinya yang asli berupa 749 rumah panggung
(±138 diantaranya berusia >50 tahun termasuk lamban pesagi), balai pekon,
mesjid kuno, lamban pamanohan, balay (lumbung), pemakaman, dan situs Batu
Kepappang sehingga membentuk kesatuan lanskap bersejarah yang harmonis.
Pekon ini memiliki banyak kesamaan variabel pada permukiman di sekitarnya
berupa rumah-rumah panggung. Pada segi estetika terjadi perubahan, tetapi tidak
56
merubah karakter. Elemen-elemen yang berbeda dengan sekitarnya: lamban
pesagi, situs Batu Kepappang, dan lamban pamanohan. Selanjutnya, kawasan ini
cukup menciptakan kontinuitas dan keselarasan pada kawasan sekitarnya karena
terlihat menyatu antara rumah-rumah panggung dengan lingkungan sekitarnya.
Aspek arkeologi menunjukan nilai penting dari permukiman tradisional
(Haslam, 2013), pada Pekon Kenali berupa keberadaan situs Batu Kepappang
(dead culture) dan lamban pesagi (living culture). Situs Batu Kepappang disebut
dead culture karena budaya yang terkait dengan situs tersebut sudah punah/mati
(dead culture). Pada Lamban Pesagi, budaya yang terkait dengan bangunan
tersebut masih hidup karena notabene masih dihuni oleh pemilik aslinya (living
culture). Dari segi pengelolaan, pihak Balai Arkeologi lebih menitikberatkan
ranah pekerjaannya pada dead culture dan pihak BKSNT lebih menitikberatkan
ranah pekerjaannya pada living culture. Pada kenyataannya, keduanya (situs Batu
Kepappang dan Lamban Pesagi) dikelola oleh pihak Balai Arkeologi dibawah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan5.
Dari segi kesejarahan, memiliki fungsi terkait periode sejarah karena
kawasan ini diyakini sebagian besar masyarakat Lampung sebagai asal nenek
moyang mereka sebelum kedatangan Islam. Kawasan ini berpengaruh dalam
sejarah perkembangan arsitektur karena keberadaan Lamban Pesagi yang berusia
> 200 tahun (berdasarkan deskripsi bentuk rumah dari tulisan Marsden, 1811) :
“... The frames of the houses are of wood, the underplate resting on pillars of about 6 or 8 feet in height, which have a sort of capital but no base, and are wider at top than at
bottom. The people appear to have no idea of architecture as a science, though much
ingenuity is often shown in the manner of working up their materials, and they have, the
Malays at least, technical terms corresponding to all those employed by our house carpenters.
Their conception of proportions is extremely rude, often leaving those parts of a frame which have the greatest bearing with the weakest support, and lavishing strength upon inadequate
pressure. For the floorings they lay whole bamboos (a well-known species of large cane) of four or five inches diameter, close to each other, and fasten them at the ends to the timbers.
Across these are laid laths of split bamboo, about an inch wide and of the length of the room,
which are tied down with filaments of the rattan; and over these are usually spread mats of different kinds. This sort of flooring has elasticity alarming to strangers when they first tread
on it. The sides of the houses are generally closed in with palupo, which is the bamboo
opened and rendered flat by notching or splitting the circular joints on the outside, chipping away the corresponding divisions within, and laying it to dry in the sun, pressed down with
weights. This is sometimes nailed onto the upright timbers or bamboos, but in the country
parts it is more commonly interwoven, or matted, in breadths of six inches, and a piece, or
sheet, formed at once of the size required. In some places they use for the same purpose the
kulitkayu, or coolicoy, as it is pronounced by the Europeans, who employ it on board ship as dunnage in pepper and other cargoes. This is a bark procured from some particular trees, of
which the bunut and ibu are the most common. When they prepare to take it the outer rind is
first torn or cut away; the inner, which affords the material, is then marked out with a prang, pateel, or other tool, to the size required, which is usually three cubits by one; it is afterwards
beaten for some time with a heavy stick to loosen it from the stem, and being peeled off is laid in the sun to dry, care being taken to prevent its warping. The thicker or thinner sorts of the
same species of kulitkayu owe their difference to their being taken nearer to or farther from
the root. That which is used in building has nearly the texture and hardness of wood. The pliable and delicate bark of which clothing is made is procured from a tree called kalawi, a
bastard species of the bread-fruit. The most general mode of covering houses is with the atap,
5 Drs. Nanang Saptono, Dra. Endang Widyastuti, dan Nurul Laili, S.Sastra (Para staf peneliti di
Balai Arkeologi Bandung)
57
which is the leaf of a species of palm called nipah. These, previous to their being laid on, are formed into sheets of about five feet long and as deep as the length of the leaf will admit,
which is doubled at one end over a slip or lath of bamboo; they are then disposed on the roof
so as that one sheet shall lap over the other, and are tied to the bamboos which serve for rafters. There are various other and more durable kinds of covering used. The kulitkayu,
before described, is sometimes employed for this purpose: the galumpei--this is a thatch of narrow split bamboos, 6 feet in length, placed in regular layers, each reaching within 2 feet
of the extremity of that beneath it, by which a treble covering is formed: ijuk this is a
vegetable production so nearly resembling horse-hair as scarcely to be distinguished from it. It envelopes the stem of that species of palm called enau, from which the best toddy or palm
wine is procured, and is employed by the natives for a great variety of purposes. It is bound
on as a thatch in the manner we do straw, and not unfrequently over the galumpei; in which case the roof is so durable as never to require renewal, the ijuk being of all vegetable
substances the least prone to decay, and for this reason it is a common practice to wrap a quantity of it round the ends of timbers or posts which are to be fixed in the ground...”
Selain itu, karena keberadaan rumah-rumah tinggal tradisional lainnya yang
dipengaruhi kemajuan teknologi pada masa penjajahan Inggris dan Belanda.
Kawasan ini berpengaruh dalam perkembangan sejarah Kabupaten karena
merupakan bagian dari perkembangan sejarahnya, terdapat bukti fisik peralihan
kekuasaan dari masa Keratuan (Hindu-Budha), Kesultanan (Islam), masa
penjajahan Inggris dan Belanda, serta pembagian wilayah Provinsi (dahulu
merupakan wilayah provinsi Bengkulu). Kawasan ini berpengaruh dalam
perkembangan sejarah bangsa karena termasuk wilayah kewedanan perang
perlawanan rakyat Bukit Kemuning, Front Utara melawan penjajah Belanda
(informasi ini bersumber dari Sultan Edward Syah Pernong (Sultan Kepaksian
Skala Brak ke-23) dalam Adiputra 2011). Pada nilai ekonomi formal dan informal
bernilai rendah karena keberadaan warung-warung kecil sangat sedikit, tidak ada
restoran, kios-kios berada di pasar, dan terdapat satu retail Alfamart di kawasan
ini. Keberadaan legenda Belasa Kepappang Pekon Kenali popular juga aktivitas
sosial-budayanya dalam bentuk berbagai upacara adat ada dan popular (tidak
hanya di wilayah Lampung, tapi hingga ke mancanegara). Terakhir, kelompok
masyarakat ada tapi tidak populer karena hanya dikenal di Pekon Kenali.
Berdasarkan seluruh hal diatas, ditentukan penilaian bagi seluruh kriteria
dengan hasil rehabilitasi, dengan nilai total 41 (Tabel 21). Penilaian lankap sejarah
memiliki tujuan utama melindungi keseluruhan lanskap, bersamaan dengan
pemahaman bagaimana hal tersebut berpengaruh dan berguna sebagai acuan untuk
pelestariannya (Hooke 2013). Tindakan rehabilitasi dengan mempertahankan
karakter/ciri khas permukiman tradisional berkaitan dengan nilai pentingnya,
memperbaiki elemen lanskap yang rusak, dan mengganti elemen lanskap yang
hilang. Penambahan elemen lanskap harus berkarakter dan ciri khas tradisional.
Berikut tindakan rehabilitasi untuk masing-masing kriteria.
1 Tata guna lahan: mempertahankan zona kawasan yang tidak berubah sejak
tahun 1969 (lihat Gambar 19 hlm 47), mempertahankan keanekaragaman
hayati yang ada pada pekarangan, perkebunan, kebun campuran dan hutan
marga. Perubahan dapat dilakukan ke arah produktif (misalnya: penanaman
tanaman rendah di sela-sela pepohonan tinggi akan menambah
keanekaragaman hayati dan menutup seluruh permukaan tanah sehingga dapat
menjaga nutrisi tanah).
58
2 Pola pemukiman: mempertahankan pola yang ada. Penambahan bangunan
(misalnya untuk tujuan pariwisata seperti penginapan, tempat penjualan
souvenir atau balai pertunjukan) diploting pada lahan permukiman.
3 Bangunan: memperbaiki rumah-rumah tradisional dengan penambahan ijuk di
atas atap rumah dan penambahan elemen paguk, andang-andang, tighal, dan
bikkai jika tidak ada pada bangunan rumah sehingga ciri-khas tradisionalnya
kembali. Rumah-rumah tradisional yang berusia lebih dari 50 tahun sebaiknya
diberi treatment pengawetan untuk kayu bangunannya.
4 Pola sirkulasi: mempertahankan pola yang ada. Penambahan jalur dapat
dilakukan berupa jalan setapak tanpa perkerasan (jalan tanah) atau dengan
perkerasan yang ekologis (paving block, grass block, kerikil, atau bebatuan)
5 Integritas: membuat jalur interpretasi yang dapat membentuk kesatuan lanskap.
6 Keragaman: penambahan elemen-elemen baru seperti balai pertunjukan,
sanggar kesenian, museum (lamban pamanohan notabenenya adalah museum
dalam bentuk rumah pusaka, akan tetapi masih banyak benda-benda kuno
Tabel 14 Hasil penilaian kawasan pekon
Kriteria Keterangan Nilai
Kriteria-kriteria Fisik-Visual Tata Guna Lahan Pola pemukiman Bangunan Pola sirkulasi Integritas Keragaman Gaya Arsitektur Kelangkaan Kejamakan Estetika Superlativitas Kualitas pengaruh
Mengalami perubahan 42% Terdapat elemen yang menjadi pusat pemukiman, berpola linear-
konsentrik Struktur, fungsi, dan elemen bangunan tidak berubah, banyak
bangunan berusia >50 tahun Ruas jalan bertambah, karakteristiknya masih bertahan Elemen lanskap sejarah tersebar dalam jumlah sedikit sehingga
tidak membentuk kesatuan lanskap bersejarah yang harmonis Memiliki 2-5 perwakilan elemen bersejarah Elemen lanskap masih memiliki gaya arsitektur khas masa lalu Ada banyak kesamaan variabel pada permukiman di sekitarnya Memiliki minimal satu nilai tinggi dari aspek- aspek sebelumnya Terjadi perubahan yang tidak merubah karakter Memiliki beberapa elemen yang berbeda dengan sekitarnya Cukup menciptakan kontinuitas dan keselarasan pada kawasan
sekitarnya
2 2
3
2 1
2 2 1 2 2 2 2
Kriteria-kriteria Non-Fisik Kesejarahan Sejarah Arsitektur Sejarah Kabupaten Sejarah Bangsa Nilai Ekonomi
Formal Nilai Ekonomi
Informal Legenda Aktivitas sosial-
budaya Kel.Masyarakat
Memiliki fungsi terkait dengan periode sejarah Berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Arsitektur Berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Kabupaten Berpengaruh dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Tidak bernilai atau bernilai rendah Tidak bernilai atau bernilai rendah Ada dan popular Ada dan popular Ada tapi tidk popular
2 2 2 2 1
1
3 3
2 Nilai Total 41
59
yang tersebar atau dimiliki penduduk yang tidak dirawat). Dua lamban pesagi
yang dipindahkan ke Museum Lampung akan lebih baik jika dikembalikan ke
Pekon Kenali sehingga menambah keragaman elemen lanskap bersejarahnya.
7 Gaya arsitektur: sama seperti tindakan rehabilitasi pada bangunan tradisional,
pembangunan rumah baru dalam bentuk rumah tradisional (sudah dicanangkan
oleh pemerintah dan sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
penduduk Kabupaten Lampung Barat). Saat observasi lapang terakhir yang
dilakukan, penulis melihat rumah panggung terbuat dari kayu yang dibangun
tepat di depan bangunan lamban pesagi. Bisnis rumah kayu seperti ini di Liwa
(pusat Kabupaten Lampung Barat) sudah mencapai pangsa pasar luar negri.
8 Kelangkaan: penambahan elemen yang menjadi penanda ciri khas Pekon
Kenali seperti gapura dan tugu selamat datang. Lamban pamanohan yang
letaknya di pinggir jalan raya Provinsi yang dilewati oleh bus lintas kota
(lamban pesagi berada di jalan desa sehingga tidak dapat langsung terlihat)
diberi penanda yang lebih besar berupa nama Lamban Pamanohan di tembok
pagar bagian depan dan pembuatan taman sehingga lebih menarik pengunjung.
9 Estetika: penataan kawasan dengan penyeragaman pagar (seperti yang sudah
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Tengah), penanaman tanaman
hias terutama di pinggir jalan raya Provinsi. Pohon besar yang menutupi fasad
bangunan rumah tradisional sebaiknya dipangkas agar tidak menutupi view
dari pengunjung
10 Superlativitas: mempertahankan keberadaan elemen-elemen lanskap yang
berbeda dengan permukiman sekitarnya (situs Batu Kepappang, lamban
pesagi, dan lamban pamanohan). Situs Batu Kepapang berada di lahan kebun
kopi milik penduduk sehingga situs ini tertutupi oleh vegetasi. Pembebasan
lahan dapat dilakukan oleh pemerintah sehingga situs ini dapat dipugar,
dibersihkan dari vegetasi yang menutupi situs tersebut, diberi papan
interpretasi, pembangunan areal pengunjung, dan pagar pembatas. Penjelasan
untuk lamban pesagi seperti pada kriteria keragaman ditambah mengurus
kondisi Lamban Pesagi yang akan dijual oleh pemiliknya (Mad Saari) yang
sebaiknya dibeli oleh pemerintah sehingga dapat dijaga kelestariannya.
Penjelasan untuk lamban pamanohan seperti pada kriteria kelangkaan.
11 Kualitas pengaruh: mempertahankan kontinuitas dan keselarasan yang ada
dengan mempertahankan dinding rumah tradisional yang tidak dicat, tidak
menambahkan elemen apapun yang dapat mengganggu keselarasan yang ada
seperti papan iklan reklame, spanduk, dan cat berwarna mencolok.
12 Kesejarahan dan sejarah arsitektur, Kabupaten, dan bangsa: seperti tindakan
pada kriteria integritas, keragaman, dan superlativitas yaitu dengan
pembangunan museum, jalur interpretasi, dan papan interpretasi (pada 3
elemen lanskap: situs Batu Kepappang, lamban pesagi, dan lamban
pamanohan).
13 Nilai ekonomi formal dan informal: membangun tempat penjualan souvenir
dan cinderamata, makanan dan produk khas Lampung Pesisir, rehabilitasi
bangunan pasar sehingga berciri khas tradisional. Pembangunan retail
Alfamart yang mengganggu ciri khas tradisionalnya sebaiknya dipindahkan.
14 Legenda: sama seperti tindakan pada kriteria kesejarahan.
15 Aktivitas sosial-budaya: pembangunan rumah-rumah makan tradisional,
penginapan, dan program homestay. Hal ini, karena saat atraksi wisata
60
pengunjung yang datang membludak dan fasilitas serta akomodasi yang
tersedia tidak mencukupi. Selama ini, wisatawan yang mengunjungi Pekon
Kenali hanya dapat tempat penginapan dan rumah makan di Kecamatan Pesisir
Selatan, Ngambur, PesisirTengah, Pesisir Utara, Balik Bukit, Sumberjaya,
Way Tenong, Krui Selatan, dan Lumbok-Seminung (lihat Tabel 12 hlm 48)
16 Kelompok masyarakat, antara lain: (a) kelompok desa: kelompok tani, karang
taruna, kelompen capir, kadar kum dan kader pembangunan, dan (b) kelompok
kesenian: sandiwara/seni drama, seni tari, silat, dan seni suara diberdayakan
dan diberi fasilitas balai pertemuan, sanggar, dan diperkenalkan pada dunia
nasional dan internasional lewat pertunjukan dan festival budaya.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik permukiman tradisional di Pekon Kenali adalah berkumpul,
memanjang mengikuti jalan raya, tanah garapan berada di belakang, dan terletak
di dekat sungai. Karakteristik sosial-budaya yang mempengaruhinya adalah sistem
hidup pi’il pesenggiri, yang berlaku terhadap sesama manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan, dan alam. Rumah peratin dan para pemangku adat yang berada di pusat
permukiman bertujuan memudahkan koordinasi para perangkat desa. Besar
kecilnya rumah tinggal di masa kini tidak mencerminkan status pemilik rumah.
Sebagian besar penduduk yang kaya lebih memilih pindah dan tinggal di pusat
kota. Rumah peratin dan para pemangku adat berupa lamban mahanyukkan tipe
sedang. Selain itu, saling bergotong-royong dalam segala aspek kehidupan,
seperti: pengolahan ladang dan upacara-upacara adat, serta sistem kekerabatan
membuat jarak rumah mereka saling berdekatan. Dalam hubungan dengan alam
terdapat semboyan Bumi Tuah Bepadan, bahwa manusia dengan alam tidak bisa
dipisahkan. penyebab utama pergeseran pola permukiman adalah penjajahan.
Selain itu karena faktor alam seperti gempa, pertambahan jumlah penduduk, dan
pembangunan jalan beraspal. Tindakan pelestarian rehabilitasi perlu dilakukan
dengan mempertahankan karakter dan ciri khas permukiman tradisional yang
berkaitan dengan nilai-nilai arsitekturnya, penambahan elemen lanskap harus
berkarakter dan ciri khas tradisional.
Saran
Pekon Kenali sebagai salah satu penyumbang khazanah budaya Nusantara,
sudah selayaknya membangun kembali lanskap permukiman tradisonal dan
kebudayaan pembentuknya yang mungkin sudah terlupakan, disajikan dalam
bentuk lebih baik dan menarik sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata dan
mencapai pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi masyarakatnya. Kearifan
lokal masyarakat Lampung Saibatin pada lanskap permukiman di Pekon Kenali
dari segi sejarah-budayanya perlu disebarluaskan atau disosialisasikan pada
masyarakat luas sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pengembangan
kebudayaan. Selanjutnya, perlu upaya bersama dalam pengembangan dan
pelestarian budaya dari seluruh stakeholders untuk kegiatan yang sesuai dengan
61
kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan yang tidak akan
mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan bagian yang
bernilai penting berupa tindakan rehabilitasi. Studi lebih lanjut perlu dilakukan
mengenai perencanaan dan desain untuk pengembangan kawasan wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, NS. 2011. Silsilah Sultan. [internet]. [diacu 2012 April 20]. Tersedia
dari: http://www.//saliwanovanadiputra.blogspot.com
[BP3] Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. 2003. Laporan Tahunan
Pemugaran/Rehabilitasi Rumah Adat Pesagi, Desa Kenali, Kecamatan Belalau,
Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Proyek Pemanfaatan
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Serang-Banten. Bandung (ID):
Kemenbudpar.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012. Lampung Barat Dalam
Angka 2012. Bandar Lampung (ID): BPS.
Catanese AJ, Snyder JC. 1979. Introduction to Urban Planning. New York (US):
McGraw-Hill.
[Ditjen PMD] Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2013.
Profil Desa dan Kelurahan. [internet]. [diacu 2013 Juli 30]. Jakarta (ID):
Kemendagri. Tersedia dari: http://www.prodeskel.pmd.kemendagri.go.id
Hadikusuma H, Barusman RM, Arifin R, Sagimun RM, Rifai A, Melalatoa J,
Tobing N, Syamsidar. 1983. Adat Istiadat Daerah Lampung. Jakarta (ID):
Depdikbud.
Hadikusuma H. 1985. Sejarah dan Adat Budaya Lampung. Jakarta (ID):
Depdikbud.
Handel SN. 2013. Was van Gogh a Plant Ecologist? [editorial]. ER. 31(2):117-
118. [internet]. [diacu 2013 Juni 28]. Tersedia dari http://www.erjournal
@aesop. rutgers.edu/pdf-files/117.full.pdf
Harris CW, Dines NT. 1988. Time-Saver Standards for Landscape Architecture.
New York (US): McGraw-Hill.
Haslam J. 2013. A Probable Late Saxon Burh at Ilchester. JSLS. 34(1). [internet].
[diacu 2013 Juni 28]. Tersedia dari http://www.w3.org/TR/REC-html40
Hastijanti R. 2008. [diacu 2011 Februari 27]. Analisis Penilaian Bangunan Cagar
Budaya. [internet]. [diacu 2013 Juli 30]. Tersedia dari: http://www.saujana17.
wordpress.com/2008/analisis-penilaian-bangunan-cagar-budaya.html.
Hooke FSAD. 2013. Editorial. JSLS. 34 (1)1-4. [internet]. [diacu 2013 Juni 28].
Tersedia dari http://www.w3.org/TR/REC-html40
Hoop ANJT van Deer. 1932. Megalithic Remains in South Sumatra. Netherland
(NL): Zuthpen.
Koentjaraningrat. 1979. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta (ID):
Djambatan.
[LHP] Lembaga Himpun Pemekonan Pekon Kenali. 2010. Draf Dokumen RPJM
Pekon Kenali, Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat. Belalau (ID):
LHP Pekon Kenali.
Marsden FRSW. 1811. The History of Sumatra: Containing an Account of the
Government, Laws, Customs and Manners of the Native Inhabitants. [internet].
62
[diacu 2012 Nopember 3]. London (GB): Sue Asscher. Tersedia dari:
http://www.gutenberg.org/1/6/7/6/ 16768
Oldeman RAA. 1979. Blueprints for a new tropical agroforestry tradition. Proc.
50th Symp. Trop Agr Bull. 303. Kon. Inst. Amsterdam (NL): Tropen.
Panji. 2010. Permukiman Warisan Tradisional Lampung, Desa Kenali, Lampung
Barat (Ziarah Arsitektur HMTA UBL Jilid 2). [internet]. [diacu 2010 Juni 21].
Tersedia dari: http://www.ArsiLueter 05.com
[Pemkab] Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. 2012. Peraturan Daerah
Kabupaten Lampung Barat Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten
Lampung Barat 2010-2030. Liwa (ID): Pemkab Lampung Barat.
Pemerintah Republik Indonesia. 1993. Undang-Undang Nomor 10 tentang
Pelaksanaan UU No.5/1992 Benda Cagar Budaya. Jakarta (ID): Kemenbudpar.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya. Jakarta (ID): Kementrian Hukum dan HAM.
Pemerintah Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya. Jakarta (ID): Kemenbudpar.
Rapoport A. 1985. Asal Usul Kebudayaan Permukiman. Bandung (ID):
Intermedia
Rusdi U, Arifin R, Suparno, Indra WD, Zaini F.1986. Arsitektur Tradisional
Daerah Lampung. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta (ID): Depdikbud.
Simmons IG. 2013. Rural landscapes between the East Fen and the Tofts in
South-East Lincolnshire 1100–1550. JSLS. 34 (1). [internet]. [diacu 2013 Juni
28]. Tersedia dari http://www.w3.org/TR/REC-html40
Sumadio B. 1990. Jaman Kuna, Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta (ID):
Depdikbud.
Theoren RJ. 2010. The deep grain of the inquiry: landscape and identity in
Icelandic art. JoLA Spring. 38-59
63
GLOSARIUM ISTILAH
Istilah-istilah dalam Sistem Pemerintahan dan Kekerabatan
Abdi dalem Orang-orang yang mengabdikan dirinya kepada raja.
Adik nakbai Sebutan untuk adik perempuan dan ina nakbai adalah sebutan
untuk kakak perempuan. Contoh: A, B dan C adalah adik
perempuan dari D. Maka hubungan kekeluargaan mereka ialah
A, B dan C adalah nakbai dari D. Keluarga besar dari
suaminya disebut penakbaian.
Batin/Raja Gelar berdasarkan wilayah dibawah urutan wilayah milik
Pangeran.
Bilik Wilayah setingkat dusun di wilayah pekon.
Buay Kelompok kekerabatan dari satu keturunan moyang, setingkat
dengan marga. Buay asal adalah sebutan untuk keturunan inti
golongan pendiri pekon.
Folklor Adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan
secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.
Kelamo Sebutan hubungan kekeluargaan seorang anak terhadap
keluarga besar dari pihak ibunya. Contoh: A adalah isteri dari
B, mereka punya anak C dan D. Maka keluarga besar dari
ayah dan ibunya A adalah kelamo dari C dan D). Apak kelamo
adalah sebutan untuk paman dari pihak ibunya. Ibu kelamo
adalah sebutan untuk bibi dari pihak ibunya.
Kelepah/Kerepah Sebutan hubungan kekeluargaan antara dua orang atau lebih
perempuan yang bersaudara kandung. (contoh: A adalah isteri
B, mereka memiliki anak perempuan yaitu C dan D. Maka C
adalah kelepah dari D dan sebaliknya.
Kemaman Sebutan hubungan kekeluargaan untuk paman dari pihak ayah.
Kepunyimbangan Pelapisan sosial berdasarkan pangkat/jabatan yang dilihat dari
kedudukan seseorang sebagai pemuka adat, sebagai anak laki-
laki tertua menurut tingkat garis keturunan masing-masing,
dan kedudukan seseorang di dalam adat Lampung.
Kuntara Raja Niti Kitab milik suku Lampung Pubian yang beradat Pepadun dan
berbahasa dialek Api (dialek milik suku Lampung
Saibatin/Pesisir). Kuntara Raja Niti artinya “Kitab Raja
Memerintah” berisikan berbagai hal tentang masyarakat
Lampung, seperti: sejarah asal-usul masyarakat Lampung dan
silsilah keturunannya, pembagian wilayah kekuasaan masing-
masing buay, dan pasal-pasal hukum adat.
Lakau Tuho Sebutan hubungan kekeluargaan seseorang terhadap keluarga
besar dari isteri kakaknya.
Lakau Sebutan hubungan kekeluargaan seorang suami terhadap
keluarga besar dari isterinya.Contoh : A adalah isteri dari B.
Maka keluarga besar dari pihak A adalah lakau dari B).\
Lebu Sebutan hubungan kekeluargaan seseorang terhadap keluarga
asal neneknya.
Mahani Sebutan hubungan kekeluargaan seorang perempuan kepada
saudara laki-lakinya. Contoh: A, B dan C adalah saudara laki-
64
laki dari D. Maka hubungan kekeluargaan mereka ialah A, B
dan C adalah mahani dari D.
Mas/Kemas Sebutan untuk adik ketiga Sultan, berturut-turut satu tingkat
dibawah gelar kakaknya (Sultan, Raja, dan Radin) dan tidak
memiliki wilayah kekuasaan.
Mintuha Sebutan hubungan kekeluargaan antara suami terhadap orang
tua isterinya, dan antra isteri dengan orang tua suaminya.
Contoh : A mempunyai anak B. Dan C mempunyai anak D.
Kemudian antara B dan D menikah. Maka A adalah mintuha
dari D dan B adalah mintuha dari C.
Nakbai Sebutan hubungan kekeluargaan seorang laki-laki kepada
saudara perempuannya.
Nuwo Sebutan rumah tinggal bagi masyarakat Lampung dalam
dialek Nyow.
Pamegat Jabatan keagamaan tingkat daerah watak. Jabatan ini diwarisi
secara turun-temurun.
Pandia Pakusara Urutan gelar berdasar urutan kebangsawanan di dalam
hubungan darah.
Pangeran Gelar berdasarkan wilayah dibawah urutan wilayah milik
Sultan.
Pekon Desa dengan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur kepentingan warganya
berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional. Desa disebut
Pekon berdasarkan kebijakan pemerintah Kabupaten Lampung
Barat pada desa-desa tradisional yang menggunakan sistem
Pemangku. Pemekonan setingkat dengan Kelurahan, setiap
Pekon terbagi oleh dusun-dusun dan dipimpin oleh Peratin
Pemangku Kepemimpinan berdasarkan adat.
Peratin Pemimpin pekon yang dipilih dan dilantik secara adat.
Punyimbang Sebutan untuk pemuka adat Lampung. Punyimbang Suku
untuk tingkat suku, punyimbang buay (Bandar) untuk tingkat
buay (sub suku), punyimbang marga (Megou) untuk tingkat
marga, punyimbang pekon untuk tingkat pekon, dan
punyimbang sumbai untuk pemuka adat pekon tetangga.
Radin Gelar adik kedua Sultan, berturut-turut satu tingkat dibawah
gelar kakaknya (Sultan dan Raja).
Radin/Minak Gelar berdasarkan wilayah dibawah urutan wilayah milik
Batin/Raja.
Raja Gelar adik pertama Sultan, satu tingkat dibawah gelar
kakaknya (Sultan).
Rakai Nama silsilah wangsa dan sebutan yang berarti 'penguasa di',
seperti sebutan Bhre zaman Majapahit. Penguasa di daerah
watak yang merupakan raja-raja bawahan.
Sultan/Dalom Gelar berdasarkan wilayah yang menguasai Kesultanan
Lampung.
Umpu/Tamong Sebutan hubungan kekeluargaan untuk kakek atau nenek
dalam masyarakat Lampung.
65
Uyang Sebutan hubungan kekeluargaan antara seorang isteri terhadap
adik perempuan dari suaminya. Contoh: A adalah isteri B, C
adalah adik perempuan dari B, hubungan kekeluargaan
mereka yaitu C adalah uyang dari A)
Wanua/banua/nua Daerah desa/kampung dalam masyarakat Majapahit dan Bali
kuno.
Watak Daerah yang dikuasai oleh rakai.
Istilah-istilah Vegetasi dan Satwa
Kayu Klumbuk Sebutan untuk sejenis kayu eboni.
Liman cutik Sebutan untuk rombongan gajah yang sedikit.
Liman ramik Sebutan untuk rombongan gajah yang banyak.
Limawong Jadian Sebutan untuk harimau jadi-jadian.
Istilah-istilah dalam Permukiman Tradisional
Andang-andang Railing teras rumah adat Lampung
Andar Pada lamban pesagi adalah rangka bubungan atap. Pada
balay,bagian yang melintang di bawah tiang di atas ranggas
Anjung Rumah kebun di areal perkebunan tanaman keras, berbentuk
persegi (±1.8 m) atau persegi panjang dengan tiang 1.5-2.5 m,
memiliki dinding penuh, lantai, kamar-kamar, serambi, dapur,
garang, dan tangga untuk naik.
Babatan/rang laya Jalan raya
Badanni lamban Bagian badan rumah tinggal
Bah lamban Bagian bawah rumah tinggal
Balay ramik Umbulan atau kumpulan lumbung (Balay artinya lumbung dan
Ramik artinya ramai)
Balay, Walay Lumbung untuk hasil kebun (padi, kopi dan damar)
Balei Balai Kota (istilah kuno pada masa penjajahan Inggris)
Bangkok Bagian muka rumah yang menghadap ke jalan raya
Beka, bedah Belah
Bikkai Elemen tradisional pada ujung teritisan atap rumah tinggal.
Bilik kebik Kamar anak laki-laki tertua
Bilik tebelayar Kamar anak kedua dan seterusnya
Bilik tengah Kamar orang tua
Bilik Daerah di wilayah pekon, setingkat dusun. Bilik dalam rumah
tinggal berarti kamar
Bubung kukus Bentuk atap lamban pesagi yang terbuat dari lembaran ijuk
dengan bentuk mengerucut ke atas.
Bubung perahu Bentuk atap lamban pesagi mahanyukkan yang seperti bentuk
tebak perahu terbalik
Culu’ langit Tempat turunnya roh leluhur dan para dewa di Gunung Pesagi
Gagading Tempat dinding dipasang di bagian atas
Gagading lunas Tempat dinding dipasang di bagian bawah
Garang hadap Bagian kanan rumah dan bagian hadap tempat mula-mula
menaiki tangga, tempat mencuci kaki atau meletakkan alas
kaki dan peralatan yang tidak layak dibawa masuk ke rumah
Garang kudan Tempat mula-mula tiba di dapur, dari tangga dapur
66
Garang Serambi belakang yang dipergunakan sebagai tempat mandi
dan buang air
Geragal Jembatan
Hamejong Duduk
Hanau Enau
Hanyukni Bagian yang memanjang ke belakang
Hatok bulung Atap anjung yang terbuat dari anyaman ilalang atau rumbia
Hung Kudan Bagian yang memanjang ke belakang dalam Lamban
Mahanyuk’an
Hutang Tatakan tiang duduk dalam Lamban Pesagi
Huwok Debu kulit padi/dedak
Ijan Tangga
Iko’an Ikatan
Ilung kudan,kudan Bagian belakang rumah tinggal
juyu, buri
Kebik, kakebik Pekarangan rumah tinggal kiri dan kanan
Kekopni lamban Bubungan rumah
Kepalas Rumah kecil di tengah kebun untuk menjaga ladang dengan 4
tiang tinggi, atap dari ilalang atau daun sesuk (lengkuas), lebar
tangga 1-1.5 m, ada yang berdinding sebagian (± 60 cm dari
lantai), dan ada yang berdinding penuh. Kepalas ini dibuat dari
bahan kayu atau bambu dan biasanya ada gantungan tali ke
orang-orangan sawah untuk mengusir burung. Ruangan- yang
berdinding penuh, berupa: lepau, rang pedom (tempat tidur),
dan dapur.
Kepappang Bercabang dua (Batu Kepappang: batu yang bercabang dua,
tempat pemenggalan leher manusia saat upacara Pabon)
Kubu Rumah kebun yang didirikan secara darurat dengan peralatan
dan bahan yang mudah didapat di tempat lokasi akan
didirikan, terdapat di ladang atau sebagai gardu di pinggir
jalan. Bentuknya segi empat, berukuran 2 x 2 m, bertiang
kayu, berlantai pelupuh bambu, beratap rumbia atau ilalang,
tidak berdinding, dan diikat dengan tali rotan atau dipaku.
Lamban Rumah penyimpanan benda-benda pusaka di Pekon Kenali.
pamanohan Rumah ini berbentuk persis seperti Lamban Pesagi.
Lamban Rumah tinggal tipe persegi panjang, badan rumah terbuat dari
Lamban balak Rumah tinggal milik punyimbang (kepala adat), bangsawan,
atau orang berada (pemilik kebun besar atau pedagang kaya)
Lamban pesagi Rumah tinggal tradisional tertua yang dimiliki masyarakat
Lampung Saibatin, berbentuk segi empat bujur sangkar,
berdiri di atas tiang setinggi 1,5-2 m, memiliki pondasi
dinaikkan berupa umpak, lantai ditinggikan sehingga
membentuk kolong di bawah lantai, Atapnya dari lembaran
ijuk dengan bentuk mengerucut ke atas.
Lamban Rumah tinggal
Lapang lom Ruang tengah rumah yang dibagi oleh kamar dan tebelayar
Lapang luar Ruang musyawarah dan tempat tidur tamu (dengan memasang
tabir dan digelarkan tikar atau kasur)
67
Lepau balay Bagian depan/teras pada balay (lumbung)
Lepau Bagian depan rumah yang terdapat kursi/bangku panjang dan
meja, sebagai tempat istirahat atau menerima tamu dekat dan
sanak keluarga
Lepau Beranda/teras
Lom balay Bagian dalam/ruang tengah pada balay (lumbung)
mahanyuk’an kayu, dinding tersusun secara meniang dan memanjang.
Menginik, ngilik Melepas bulir padi dari malai/tangkainya
Meranjat Daerah di Provinsi Sumatera Selatan yang penduduk laki-
lakinya terkenal memiliki keahlian pertukangan kayu
Ngabakhu Bajak kecil yang ditarik kerbau
Ngakuk bakonni Mengambil hikmahnya
nganak menara mesjid
Nutuk hanyuk Bubungan perahu menurut panjang anjung
Pabon Ritual/upacara animisme zaman Megalitik (sebelum Islam)
dengan mempersembahkan korban berupa bujang atau gadis
kepada para dewa dan roh leluhur. Bujang atau gadis ini
dipilih yang paling sempurna (sifat, fisik, dan kepribadian),
kemudian dipenggal lalu dagingnya dimasak dan dimakan
beramai-ramai oleh seluruh warga dengan maksud agar
seluruh sifat baiknya dapat menular pada seluruh warga pekon.
Pagu Plafon di atas teras yang dibuat seperti membuat lantai
Paguk Elemen bangunan tradisional yang berada pada ujung-ujung
luar balok lantai. Paguk menjadi tanda rumah tetua adat. Pada
Pekon Kenali elemen ini hanya ada di Lamban Pesagi. Pada
bangunan gedung masa kini, paguk menjadi elemen yang bisa
ditempatkan pada ujung luar balok bangunan pada lantai dua
(atau seterusnya ke atas) atau pada ring balk bangunan satu
lantai. Elemen paguk juga dipasang pada bangunan
pemerintahan
Pamugung Sayung Bubungan rumah limas yang ada di Provinsi Lampung
Panai, halinyau Kulit kayu pohon Waru
Panggar Plafon rumah yang dibuat seperti membuat lantai
Pangkalan Pangkalan mandi pria
bakas-ragah
Pangkalan bebai- Pangkalan mandi wanita
sebai
Pawon Dapur, tempat sakelak (tungku) dan peralatan masak
Pekon tuho Kampung tua
Pemugung tebak, Bubungan atap berbentuk perahu melintang
pemugungan
Pemugungan Bubungan atap bertingkat untuk mendukung dan memperindah
Penaber, Teritisan
Penjulang Lompatan pintu
PenyambahyanganBangunan sejenis surau yang lebih kecil, terletak di tepi
pangkalan mandi, hanya berdinding setengah, dan tidak
bermimbar. Penyembahyangan adalah hadiah/amalan
seseorang dalam mencari pahala dan keridhoan Allah SWT,
68
bangunan ini dimanfaatkan untuk sholat lima waktu, terutama
waktu Ashar, saat penduduk pulang bekerja dan selesai mandi.
Penyesuk Senta
Pulan tuha nging Bekas hutan belantara
Rang pedom Ruang tidur
Ranggas Tiang
runtan (sagu)
Sakelak Tungku masak
Sengol, pucung Jerami
Skur Siku-siku
Sudung, serudu Ruang makan, gudang penyimpan beras dan pecah belah
Tambak Pekuburan
Tapakan khesi Lantai
Tengah resi Ruang musyawarah wanita dan tempat menginap tamu wanita
Terambah Pekarangan depan, tempat menjemur hasil bumi dan tempat
membuat teratak dalam gawi adat/nayuh/bugawi
Tidur Jura Posisi tidur dalam rumah tinggal membujur ke arah haluan
Tighal Elemen bangunan tradisional berupa hiasan yang ditempatkan
di atas andang-andang, di atas pintu (terutama pintu serambi),
dan diatas jendela serambi
Tihang Tiang
Tihang rangkok Tiang Pintu
Tihang duduk Tiang bangunan Lamban Pesagi dari kayu gelondongan
Tisebak Mengambil gula pada pohon aren/enau
Umbulan Kumpulan balai ramik dan rumah kebun di kebun dan sawah
Wangunan Bangunan
Istilah-istilah Budaya
Adi-adi hatang Kesenian adat Lampung berupa tembang nyanyian
alam tidak bisa dipisahkan
Balak pi’il Berjiwa besar
Bediom Upacara adat menempati rumah baru
Begawi balak Pekerjaan besar
Bejuluk, buadok Memiliki nama, memiliki gelar
Belau cabut Gigi geraham tercabut
Buadok Bernama atau bergelar
Budu’a Berdoa
Buhimpun Berkumpul untuk musyawarah adat
Bulan ngapapekon Bulan yang bercahaya dan dikelilingi awan
Bulan tekopan Bulan tertutup saat gerhana bulan
Bumi Tuah Bumi atau tanah adalah bahan asal manusia diciptakan
Bepadan sehingga maksud dari semboyan ini adalah manusia dengan
Busepi Upacara saat anak berumur 17 tahun dengan mengasah atau
meratakan gigi
Butetah Upacara pemberian adok (gelar adat)
Cakak pepadun Kenaikan pangkat adat
Gali Gasing Nama raksasa langit dalam mitos masyarakat Lampung
Gamolan,kolintang Seni gamelan dalam masyarakat Lampung
69
Gawi adat, nayuh Upacara pesta adat Lampung
Gontor tunggal Suara petir (guntur) yang berbunyi tunggal
Gunih,runeh Garis pelangi
Iling mewari Suka atau senang mengangkat saudara
Jebus Debus khas Lampung
Kedatuan Kayu tempat lebah bersarang (nyiwan) yang beratus-ratus
jumlahnya
Kilu titeh kilu Mantera untuk menghindari wabah penyakit
gimbar
Kuruk liman Upacara adat untuk syukuran saat kehamilan 7 bulanan
Mahan manik Upacara adat saat bayi berumur 40 hari
Mewari,muakhi Pengangkatan saudara
Miyah damau Acara adat bujang-gadis, diadakan setelah pesta pernikahan
Musyak Kesenian adat Lampung berupa tembang nyanyian
Nayuh Pesta pernikahan adat Lampung
Nemui nyimah Arti harfiahnya tangan terbuka, bermakna bermurah hati dan
beramah-tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang
dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja yang
berhubungan dengan mereka. Bermurah hati dengan
memberikan sesuatu yang ada padanya kepada pihak lain, juga
bermurah hati dalam bertutur kata.
Nengah nyappur Arti harfiahnya ke tengah dan bercampur dengan orang-orang
saat upacara adat. Bermakna tata pergaulan masyarakat
Lampung dengan kesedian membuka diri dalam pergaulan
masyarakat umum dan berpengetahuan luas, memberikan
sumbangan pikiran, pendapat, dan inisiatif bagi kehidupan
bersama. Ikut serta terhadap hal-hal yang bersifat baik, yang
dapat membawa kemajuan masyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman.
Ngabatil Saat semua ikan mati dan berkumpul ke tepi ketika air danau
sedang keruh di musim kemarau
Ngadatu Saat kopi berbunga sebelum musim kopi dan kayu klumbuk
berbunga yang menandakan waktunya mengambil madu
Ngantau Kesenian adat Lampung berupa tembang nyanyian dengan
suara melengking yang menandai batas pekon secara adat
Nganukkeh curing Upacara adat untuk membuang sial
Ngaregah Benda-benda keramat yang biasa disimpan di atas plafon
pamanoh rumah kepala adat, apabila ada tanda-tanda penyakit menular/
wabah yang disebut tha’un, benda-benda itu diturunkan,
dibersihkan, lalu dibacakan tangguh dengan kalimat kilu titeh
kilu gimbar yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh
masyarakat (anak-anak hingga dewasa) lalu setiap kepala
keluarga membawa sajian untuk dimakan bersama-sama yang
disebut pemahon, hal ini disebut ngaregah pamanoh..
Ngejuk ngakuk Saling memberi
Ngemik malu Memiliki malu
Ngigau diri Tahu diri
Ngumbai Upacara seluruh warga pekon dengan memotong kerbau yang
70
dagingnya dibagi-bagikan. Semua orang yang memiliki ladang
masing-masing membawa janur enau untuk disiram dengan
darah kerbau tersebut kemudian janur tersebut digantungkan di
ladang/kebun agar panen berhasil baik.
Nyiwan Kayu tempat lebah bersarang
Nyubali jejamou Mengolah bersama
Pawai Sekura Pesta topeng yang diselenggarakan selama tiga hari setelah
Idul Fitri dan Idul Adha, berupa perayaan masyarakat secara
bersama-sama dengan bertopeng dan mengubah penampilan
yang sifatnya menghibur serta bertujuan utama silaturahim
yang berpuncak pada panjat pinang secara berkelompok
dengan sistem beguai jejama (gotong royong). Ada dua tipe
Sekura yaitu Sekura Helau yang melambangkan kebajikan dan
kebijaksanaan dan Sekura Kamak yang melambangkan
ketamakan dan keangkaramurkaan. Sekura Helau mengenakan
kostum yang indah dan bagus seperti bawahan kain bermotif
Tapis dan atasan kain panjang, sedangkan Sekura Kamak
mengenakan topeng yang menyeramkan dan kostum dominan
hitam. Topeng yang dikenakan dari berbagai bentuk, terbuat
dari kayu dan kain yang menonjolkan nilai-nilai eksotis
budaya. Pesta ini merupakan pesta rakyat yang sudah menjadi
budaya turun menurun di Lampung Barat.
Pi’il pesenggiri segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku,
keharusan hidup bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri,
berkewajiban menjaga dan menegakkan nama baik dan
martabat secara pribadi maupun secara berkelompok yang
senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu seorang
Lampung dapat mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya
demi mempertahankan pi'il pesenggirinya tersebut. Dengan
pi'il pesenggiri, seseorang dapat berbuat atau tidak berbuat
sesuatu kendati hal itu merugikan dirinya secara materi.
Rebah diah Upacara perkawinan adat besar yang dilaksanakan selama 7
hari 7 malam
Repong damar Tradisi pemanjatan pohon damar
Sakai sambayan Arti harfiahnya tolong-menolong, bermakna keharusan hidup
berjiwa sosial meliputi beberapa pengertian yang luas
termasuk didalamnya gotongroyong, tolong menolong tanpa
pamrih, bahu-membahu, dan saling memberi sesuatu yang
diperlukan bagi pihak laidan hal tersebut tidak terbatas pada
sesuatu yang sifatnya materi saja, tetapi juga dalam arti moril
termasuk sumbangan pikiran dan sebagainnya.
Saleh darah Upacara kelahiran
Sekakh buasah Upacara penobatan status remaja
Selang Seri, Ratu Dewi Sri (Dewi Padi) dalam masyarakat Lampung
Simoyang Sari
Silat Kumanggo Seni bela diri dalam masyarakat Lampung yang berasal dari
Sumatera Barat (Padang)
Tandou no Tandanya
71
Tangguh Mantera untuk menghindari wabah penyakit
Tha’un Wabah penyakit
Ulah nou pandai Karena pandai
Ulun lampung Orang Lampung
Uncal melok pekon Kijang masuk kampung
Unduh mantu Upacara penyambutan menantu
Upacara buserak Upacara adat membuat lubang anting saat bayi perempuan
berumur 5 bulan)
Upacara ngabasuh Upacara adat mencuci pusaka di Lamban pamanohan
Upacara turun Upacara adat saat bayi berumur 3 bulan
tanah
72
Lampiran 1 . Foto-foto Dokumentasi Penelitian
73
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 4 Agustus 1986 dari
ayah (Alm.) Darwis Hakim, BBA dan ibu Hj. Hermala, SH. Penulis merupakan
anak keempat dari empat bersaudara.
Tahun 1991 penulis memulai pendidikan informal di TK Taman Indria,
Taman Siswa. Tahun 1992 penulis memulai pendidikan formal di SD Tamansiswa,
Bandar Lampung, sampai dengan tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri 3
Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke
SMU Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004 dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
IPB. Penulis memilih Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budi Daya
Pertanian, Fakultas Pertanian.
Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Institut
Pertanian Bogor, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Pada thaun
yang sama penulis melanjutkan studi program Magister Sains pada program studi
yang sama yaitu Program Studi Arsitektur Lanskap, Sekolah pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Muslim Pasca Sarjana (HIMMPAS) divisi keilmuan.