Upload
truongthuan
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS UBIKAYU
DI DESA NEGARA BUMI, KECAMATAN SUNGKAI TENGAH,
KABUPATEN LAMPUNG UTARA
(Skripsi)
Oleh
DEDDY KURNIAWAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
STUDY OF DEVELOPMENT CASSAVA-BASED SMALL INDUSTRIES
IN NEGARA BUMI VILLAGE, CENTRAL SUNGKAI DISTRICT,
NORTH LAMPUNG REGENCY
By
DEDDY KURNIAWAN
Negara Bumi Village has abundant potential of cassava resources. The availability
of abundant raw materials can encourage the development of cassava-based small
industries. The aim of this research was to determine alternative cassava-based
small industries and to determine the financial feasibility of alternative cassava-
based small industries selected based on the most potential prospects in Negara
Bumi Village. The method used in this research is survey method. Information
and data obtained were processed and analyzed using process hierarchy analysis
(AHP) and business financial analysis based on investment criteria, i.e. Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B / C Ratio, Payback
Period (PBP), Break Even Point (BEP), and sensitivity analysis to see the level of
business feasibility if there is a price change. AHP calculation results showed that
alternative gaplek is the first priority with the final value is 0.155; alternative
renggining with the final value is 0.129; and alternative cassava chips with the
final value is 0.128. The results of the financial analysis showed that the
Deddy Kurniawan
development plan for small-scale industry is renggining in Negara Bumi Village
with the value of the investment eligibility criteria NPV of Rp20,292,617,636; Net
B / C Ratio of 249.53; IRR of 9,011.09%; and PBP for 0.1 years (0.7 months).
Keywords : analytic hierarchy process, cassava, financial analysis, North
Lampung, small industries
ABSTRAK
KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS UBIKAYU
DI DESA NEGARA BUMI, KECAMATAN SUNGKAI TENGAH,
KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Oleh
DEDDY KURNIAWAN
Desa Negara Bumi memiliki potensi sumber daya ubikayu yang cukup melimpah.
Ketersediaan bahan baku yang cukup berlimpah dapat mendorong pengembangan
industri kecil berbasis ubikayu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
alternatif industri kecil berbasis ubikayu dan untuk menentukan kelayakan secara
finansial dari alternatif industri kecil berbasis ubikayu yang terpilih berdasarkan
prospek yang paling potensial di Desa Negara Bumi. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode survei. Informasi dan data yang didapatkan
diolah dan dianalisis menggunakan analisis hierarki proses (AHP) dan analisis
finansial usaha berdasarkan kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio, Payback Period (PBP), Break Even
Point (BEP), dan analisis sensitivitas untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan
usaha apabila terjadi perubahan harga. Hasil perhitungan AHP menunjukkan
bahwa alternatif gaplek merupakan prioritas pertama dengan nilai akhir adalah
0,155; alternatif renggining dengan nilai akhir adalah 0,129; dan alternatif keripik
Deddy Kurniawan
singkong dengan nilai akhir adalah 0,128. Hasil analisis finansial menunjukkan
bahwa rencana pembangunan industri kecil renggining di Desa Negara Bumi
dengan nilai kriteria kelayakan investasi yakni NPV sebesar Rp20.292.617.636;
Net B/C Ratio sebesar 249,53; IRR sebesar 9.011,09%; dan PBP selama 0,1 tahun
(0,7 bulan).
Kata Kunci : analisis finansial, analisis hierarki proses, industri kecil, Lampung
Utara, ubikayu
KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS UBIKAYU
DI DESA NEGARA BUMI, KECAMATAN SUNGKAI TENGAH,
KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Oleh
Deddy Kurniawan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Negara Bumi pada tanggal 14 Juni 1995, sebagai anak
pertama dari dua bersaudara buah hati pasangan Bapak Sai’un dan Ibu Surati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di TK Desa Negara Bumi (2000-2001)
dan SDN Negara Bumi pada (2001-2007). Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan menengah di SMPN 02 Baru Raharja (2007-2010) dan
SMAN 02 Kotabumi (2010-2013). Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun
2014 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Pada bulan Januari-Februari 2017, penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) yang bertema “Pemberdayaan Kampung Berbasis Informasi dan
Teknologi” di Kelurahan Gunung Sugih Raya, Kecamatan Gunung Sugih,
Kabupaten Lampung Tengah. Pada Juli-Agustus 2017, penulis melaksanakan
Praktik Umum (PU) di PT. Bumi Menara Internusa Tanjung Bintang, Lampung
Selatan. Selama di perguruan tinggi, penulis tergabung dalam Tim Media Center
Dakwah FOSI FP Unila pada kepengurusan tahun 2015/2016. Penulis juga pernah
menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilihan Raya FP Unila pada tahun
2015/2016, dan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian pada tahun 2015/2016.
SANWACANA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengembangan
Industri Kecil Berbasis Ubi Kayu di Desa Negara Bumi, Kecamatan Sungkai
Tengah, Kabupaten Lampung Utara”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas arahannya dalam proses
penyelesaian skripsi penulis.
3. Bapak Ir. Harun Al Rasyid, M.T., selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Dosen Pembimbing Akademik atas segala bantuan, pengarahan, nasihat,
masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A., selaku Dosen Pembimbing Kedua
atas segala bantuan, pengarahan, masukan dan saran selama penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Wisnu Satyajaya, S.T.P., M.M., M.Si., selaku Pembahas atas segala
pengarahan, nasihat, saran, dan masukan selama penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi, dan laboratorium di
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Keluargaku tercinta (Bapak Sai’un, Ibu Surati, Adikku Adellia Nirmala Putri)
yang telah memberikan dukungan, motivasi, nasihat, dan doa yang selalu
menyertai penulis untuk melaksanakan dan menyelesaikan skripsi.
8. Rekan-rekan seperjuangan Keluarga Besar THP, THP 2014, FP Unila, Bidik
Misi 2014, KKN 2017 Gunung Sugih Raya, dan Rusunawan Unila yang telah
memberikan kesempatan, motivasi, support, dan kebersamaannya selama ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan SMA (Komang Suarme dan M. Erig R) yang telah
memberi semangat dan bantuan serta memotivasi perjuangan mencari ilmu
sampai jenjang perkuliahan.
10. Segenap pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bandar Lampung, Oktober 2018.
Penulis
Deddy Kurniawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.3. Kerangka Pemikiran .................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Desa Negara Bumi ........................................ 7
2.2. Industri Pengolahan ................................................................... 7
2.3. Ubikayu ..................................................................................... 10
2.4. Potensi Ubikayu ......................................................................... 11
2.5. Gambaran Umum Alternatif Olahan Ubikayu ........................... 13
2.5.1. Tepung Tapioka ............................................................. 13
2.5.2. Beras Analog ................................................................. 14
2.5.3. Tepung Mocaf ................................................................ 17
2.5.4. Tiwul .............................................................................. 18
2.5.5. Keripik Singkong ........................................................... 19
2.5.6. Kelanting ....................................................................... 21
2.5.7. Renggining ..................................................................... 22
2.5.8. Opak ............................................................................... 24
2.5.9. Emping Singkong .......................................................... 25
2.5.10. Gaplek ............................................................................ 27
2.6. Analisis Hierarki Proses (AHP) ................................................. 28
2.7. Analisis Finansial ...................................................................... 31
2.8. Analisis Sensitivitas ................................................................... 33
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 36
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 36
3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 36
3.4. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 37
3.4.1. Pengumpulan Data ........................................................ 37
3.4.2. Analisis Data ................................................................ 38
3.4.2.1. Analisis Hierarki Proses (AHP) .................................... 38
3.4.2.2. Analisis Finansial ......................................................... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perencanaan ............................................................................ 47
4.1.1. Analisis Masalah ........................................................... 47
4.1.2. Identifikasi Kebutuhan Data ......................................... 49
4.1.3. Pengumpulan Data ........................................................ 49
4.2. Analisis ............................................................................. 50
4.2.1. Identifikasi Sistem ........................................................ 50
4.2.2. Penentuan Alternatif Industri Kecil Berbasis Ubikayu
dengan Metode Analisis Hierarki Proses (AHP) ......... 52
4.2.3. Analisis Finansial Industri Kecil Berbasis Ubikayu
di Desa Negara Bumi ................................................... 57
V. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan ................................................................................ 69
4.2. Saran .......................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) .................... 9
2. Perkembangan produksi ubikayu di Indonesia Tahun 2011-2016 ..... 11
3. Perkembangan ubikayu di Provinsi Lampung Tahun 2010-2015 ...... 12
4. Perkembangan ubikayu menurut Kecamatan di Lampung Utara
dalam Angka Tahun 2015 dan 2017 ................................................. 12
5. Matriks perbandingan alternatif berpasangan ........................................... 39
6. Skala kuantitatif dalam sistem pendukung keputusan ............................... 40
7. Nilai rata-rata konsistensi ................................................................... 42
8. Asumsi dasar analisis finansial industri kecil gaplek ......................... 58
9. Analisis finansial usaha industri kecil gaplek .................................... 60
10. Analisis finansial seluruh alternatif industri kecil berbasis
Ubikayu ............................................................................................. 62
11. Hasil analisis finansial seluruh alternatif industri kecil
Ubikayu ............................................................................................. 63
12. Analisis sensitivitas kelayakan usaha industri kecil renggining ........ 67
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 6
2. Diagram alir proses pembuatan tepung tapioka ................................ 14
3. Proses penepungan bahan ubikayu untuk pembuatan beras analog. 15
4. Proses pembuatan beras siger (beras tiruan berbahan baku ubikayu). 16
5. Diagram alir proses pembuatan tepung mocaf. .................................. 18
6. Diagram alir proses pembuatan tiwul instan. ..................................... 19
7. Diagram alir proses pembuatan keripik singkong. ............................. 20
8. Diagram alir proses pembuatan kelanting. ......................................... 22
9. Diagram alir proses pengolahan renggining berbahan baku ubikayu. 23
10. Diagram alir proses pembuatan opak. ................................................ 25
11. Diagram alir proses pembuatan emping singkong. ............................ 26
12. Diagram alir proses pembuatan gaplek kering. .................................. 27
13. Pohon industri pengolahan ubikayu. .................................................. 48
14. Pemanfaatan hasil pertanian lokal menjadi produk industri. ............. 51
15. Struktur hierarki dan bobot prioritas penentuan alternatif industri
kecil berbasis ubikayu. ...................................................................... 53
16. Proses pembuatan olahan gaplek. ...................................................... 59
17. Proses pengolahan renggining. .......................................................... 65
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan industri berbasis pertanian di perdesaan dianggap strategis, karena
di Indonesia selama ini industrialisasi umumnya berlangsung di kota-kota besar
dengan pertimbangan ketersediaan infrastruktur (prasarana) yang memadai.
Padahal, industri berbasis pertanian sendiri merupakan industri yang memerlukan
pasokan hasil pertanian karena sebagai bahan dasar atau bahan baku industri
umumnya dihasilkan di daerah pedesaan (Mangunwidjaja dan Saillah, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Gandhi et al. (2001), sektor industri berbasis
pertanian di India berkontribusi menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
pendapatan petani kecil di perdesaan, khususnya di kalangan masyarakat
berpenghasilan rendah yang tidak memiliki lahan, dan juga mengurangi
kemiskinan. Abbas dan Suhaeti (2016) menambahkan bahwa industri berbasis
pertanian di perdesaan diharapkan dapat mendukung terciptanya kawasan
perdesaan yang dapat meningkatkan produktivitas, daya saing produk, nilai
tambah produk pertanian, dan pendapatan masyarakat perdesaan.
Soekarwati (2001) menjelaskan Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang memiliki potensi di bidang pertanian yang dapat dikembangkan
menuju ke arah industri salah satunya di pengolahan hasil pertanian. Indonesia
2
memiliki unggulan pertanian yaitu tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan
salah satu komoditas terpenting, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan
pokok masyarakat Indonesia. Salah satu tanaman pangan yang dapat dijadikan
sebagai bahan baku industri di bidang pertanian adalah ubikayu. Ketersediaan
lahan di Indonesia tersedia cukup luas untuk pengembangan areal budidaya/usaha
tani ubikayu. Menurut data tahun 2011-2016, Indonesia memiliki luas panen
ubikayu sebesar 1.003.269 Ha, dengan jumlah produksi sebesar 22.819.484 ton
(Pusdatin, 2016).
Desa Negara Bumi, merupakan salah satu wilayah Indonesia yang berada di
Kecamatan Sungkai Tengah Lampung Utara yang memiliki potensi
pengembangan industri berbasis pertanian. Hal ini didasari dari ketersediaan hasil
produksi ubikayu yang cukup melimpah, yang tidak diimbangi oleh kebijakan
pemerintah pada kegiatan pengolahan pascapanen dan pemasaran. Luas panen
tanaman ubikayu di Kecamatan Sungkai Tengah pada tahun 2017 mencapai 1.294
Ha (BPS Kabupaten Lampung Utara, 2017). Sedangkan, di Desa Negara Bumi
memiliki luas ladang sebesar 400 Ha (Kemendagri, 2017) yang sebagian kecil
ditanami dengan ubikayu. Pengusahaan hasil panen ubikayu oleh petani umumnya
dilakukan secara tradisional, yaitu dijual dalam bentuk mentah ke pabrik tapioka
atau pengumpul (tengkulak). Pada saat tahun 2017, harga ubikayu sempat dihargai
dengan harga Rp. 650/kg (Anonim1, 2018; Anonim2, 2018). Keadaan tersebut
dapat merugikan petani, karena menyebabkan biaya usaha tani menjadi tinggi
sedangkan harga jual kurang bersaing dan berakibat pada rendahnya nilai tambah
yang diterima oleh petani ubikayu. Ubikayu dapat dijadikan produk industri
berbasis pertanian, tidak hanya untuk bahan baku pabrik tapioka. Ubikayu dapat
3
diolah menjadi mocaf (modified cassava flour), gaplek, keripik, tiwul, kelanting,
dan lain sebagainya (Koswara, 2013).
Di Desa Negara Bumi, masih sedikit industri yang mengelola ubikayu menjadi
produk olahan. Ubikayu yang diolah menjadi produk olahan memiliki keuntungan
yang lebih, misalnya menaikkan nilai tambah dari produk aslinya. Selain itu,
penjualan ubikayu dalam bentuk produk olahan dapat digunakan dalam berbagai
aspek kehidupan. Potensi tanaman pangan ubikayu yang ada di Desa Negara
Bumi, maka berpeluang besar untuk dikembangkan menjadi produk industri,
khususnya membangun suatu industri kecil berbasis ubikayu di Desa Negara
Bumi.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan produk industri kecil potensial berbasis ubikayu di Desa Negara
Bumi, Kecamatan Sungkai Tengah, Kabupaten Lampung Utara.
2. Menentukan kelayakan secara finansial dari industri kecil berbasis ubikayu
yang terpilih berdasarkan prospek yang paling potensial di Desa Negara Bumi,
Kecamatan Sungkai Tengah, Kabupaten Lampung Utara.
1.3. Kerangka Pemikiran
Isu strategis wacana pembangunan nasional adalah bagaimana upaya
memperbesar skala kegiatan ekonomi pertanian, industri dan perdagangan dalam
rangka mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu konsep yang
4
digunakan adalah memanfaatkan potensi sumber daya lokal melalui kegiatan
industri berbasis pertanian. Pengkajian potensi sumber daya alam lokal khususnya
di perdesaan merupakan strategi jitu untuk mengetahui potensi yang ada dan
bernilai ekonomi untuk dapat dijadikan alat gerak ekonomi daerah. Selain itu,
adanya industri di perdesaan juga diharapkan dapat menciptakan lapangan
pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, dimana dapat
menghasilkan produk beragam diversifikasi memberikan kontribusi penting dalam
ekspor dan perdagangan.
Industri merupakan kegiatan mengubah atau mentransformasi bahan baku menjadi
produk yang siap diperdagangkan dan dikonsumsi guna menghasilkan nilai
tambah (added value). Industri kecil berbasis pertanian merupakan kegiatan yang
memanfaatkan sumber daya pertanian untuk dimanfaatkan menjadi produk.
Industri kecil atau usaha kecil merupakan salah satu jenis UMKM (Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah) yang dapat menjadi kekuatan pendorong terdepan dan
pembangunan ekonomi. Gerak sektor UMKM amat vital untuk menciptakan
pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. Menurut Al Rasyid (2017), industri di
bidang pertanian merupakan generasi ketiga pembangunan pertanian, sehingga
peranannya sangat penting sebagai pasar bagi produk-produk pertanian dan
memacu pembangunan pertanian menuju kesejahteraan petani.
Komoditas pertanian ubikayu dalam industri dipandang punya peran strategis
dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan
ekspor dan perdagangan. Ubikayu dapat dikembangkan menjadi produk olahan
pangan dan non-pangan. Pengolahan ubikayu sebagai pangan umumnya masih
5
mudah diaplikasikan pada masyarakat desa. Penelitian ini menguraikan pemilihan
produk olahan ubikayu untuk pangan yang diprioritaskan untuk dikembangkan
khususnya di Desa Negara Bumi, Kecamatan Sungkai Tengah, Provinsi Lampung.
Metode Analisis Hierarki Proses (AHP) digunakan sebagai salah satu teknik untuk
mendukung proses pengambilan keputusan dalam menentukan pilihan terbaik dari
beberapa pilihan alternatif industri kecil berbasis ubikayu. Menurut Marimin
(2004), metode AHP digunakan untuk penilaian setiap alternatif terhadap kriteria
yang mendukung dalam pengembangan produk olahan ubikayu. Metode AHP
digunakan untuk menguji konsistensi penilaian oleh ahli/pakar, apakah terjadi
penyimpangan yang terlalu jauh atau tidak. Perhitungan dengan metode AHP
dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan prioritas olahan ubikayu
yang dapat direkomendasikan menjadi alternatif produk olahan industri kecil.
Suatu agroindustri yang akan dibangun, perlu juga dilakukan pengkajian terhadap
aspek finansial usaha yang mungkin membantu dalam penilaian bisnis terkait
permodalan. Komoditi alternatif prioritas yang terpilih akan dilakukan analisis
kelayakan secara finansial. Analisis ini dilakukan untuk melihat sejauh mana
kekuatan usaha ini secara finansialnya. Analisis kelayakan finansial ini dilakukan
alat analisis yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, PBP, dan BEP serta analisis
sensitivitas.
6
Model kerangka pemikiran yang diajukan penulis disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pemikiran.
Sumber : Fajrin (2017) yang dimodifikasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Desa Negara Bumi
Desa Negara Bumi adalah salah satu desa yang saat ini termasuk dalam wilayah
Kecamatan Sungkai Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
Secara Geografis, Desa Negara Bumi terletak pada ketinggian 300 meter diatas
permukaan laut, dengan topografi dataran rendah dan suhu udara rata-rata 32°C,
serta curah hujan 25 mm/tahun. Desa Negara Bumi memiliki luas lahan 1.537,20
Ha. Mayoritas lahan dimanfaatkan untuk pemukiman, persawahan, dan
perladangan. Potensi pertanian yang ada di Desa Negara Bumi adalah padi sawah,
karet, jagung, kedelai, ubikayu, dan kacang tanah (Kemendagri, 2017). Batas-
batas wilayah terdekat dari desa Negara Bumi adalah:
Sebelah Utara : Desa Baru Raharja;
Sebelah Selatan : Desa Gedung Ketapang;
Sebelah Timur : Desa Melungun Ratu;
Sebelah Barat : Desa Baru Raharja (Kemendagri, 2017).
2.2. Industri Pengolahan
Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang
melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak
8
pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi
tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang
bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2018). Sedangkan
industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga
menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi
barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai atau
pengguna akhir. Perusahaan industri pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu :
1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih).
2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang).
3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang).
4. Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang).
Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan
kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan apakah
perusahaan itu menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan
besarnya modal perusahaan itu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, jenis-jenis
usaha dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
9
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan definisi di atas maka pada intinya Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah adalah suatu bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Kriteria UMKM menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Kriteria Usaha Kekayaan Tahunan (Aset) Hasil Penjualan Tahunan
(Omset)
Usaha Mikro Maksimal Rp50.000.000,00 Maksimal Rp300.000.000,00
Usaha Kecil Rp50.000.000,00 -
Rp500.000.000,00
Rp300.000.000,00 -
Rp2.500.000.000,00
Usaha Menengah Rp500.000.000,00 -
Rp10.000.000.000,00
Rp2.500.000.000,00 -
Rp50.000.000.000,00
10
2.3. Ubikayu
Ubikayu atau sering disebut singkong merupakan tanaman tropis yang menjadi
salah satu sumber energi kaya karbohidrat namun memiliki kadar protein rendah.
Ubikayu dikenal ada dua macam, yaitu ubikayu kuning dan ubikayu putih.
Ubikayu kuning sering disebut ubikayu mentega. Ubikayu ini pada saat dimasak
cenderung lembut atau pulen, layaknya mentega. Sedangkan ubikayu putih
memiliki susunan lebih padat dan keras, contohnya adalah ubikayu jenis kasesa.
Ubikayu ini lebih tepat untuk keripik. Ubikayu banyak digunakan pada berbagai
macam masakan. Ubikayu rebus dapat disantap sebagai pengganti kentang atau
sebagai pelengkap masakan. Bila diolah menjadi tepung, ubikayu dapat digunakan
sebagai pengganti tepung terigu (Balitbang Pertanian, 2012).
Ubikayu juga mengandung bahan tertentu yang bermanfaat bagi industri dan
pakan ternak. Ubikayu mengandung air sekitar 60%, pati sekitar 25-35%, protein,
mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubikayu merupakan sumber energi yang lebih
tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum. Ubikayu mengandung HCN
(asam sianida) yang terdapat didalam umbi dan daun. Bahan ubikayu untuk
keperluan makanan dan pakan ternak digunakan ubikayu dengan kadar HCN
rendah atau kurang dari 50 ppm (1 mg per liter). Ubikayu yang memiliki kadar
HCN tinggi, yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri (Balitbang
Pertanian, 2012).
Ubikayu memiliki kemampuan untuk tumbuh di tanah yang tidak subur, tahan
terhadap serangan hama penyakit, dan dapat diatur masa panennya. Selain sebagai
bahan pangan sumber karbohidrat, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan
11
pakan ternak dan bahan baku industri. Oleh karena itu, pengembangan ubikayu
sangat penting artinya didalam upaya penyediaan bahan pangan karbohidrat
nonberas, diversifikasi/penganekaragaman konsumsi pangan lokal, pengembangan
industri pengolahan hasil dan agroindustri dan sebagai sumber devisa melalui
ekspor serta upaya mendukung peningkatan ketahanan pangan dan kemandirian
pangan (Pusdatin, 2016).
2.4. Potensi Ubikayu
Indonesia memiliki potensi ubikayu yang cukup banyak. Pada tahun 2016, luas
panen ubikayu di Indonesia diproyeksikan seluas 1,03 juta hektar dengan
produktivitas 228,16 ku/ha, perkiraan produksi ubikayu nasional diharapkan
mencapai 23 juta ton. Perkembangan produksi ubikayu di Indonesia disajikan
pada Tabel 2. Indonesia masih memiliki banyak ketersediaan lahan pertanian yang
kosong, sehingga produksi ubikayu setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Sentra lahan ubikayu di Provinsi Lampung dengan luas lahan panen dan produksi
pada tahun 2010 hingga 2015 menunjukkan tren peningkatan produktivitas yang
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Perkembangan produksi ubikayu di Indonesia Tahun 2011-2016
Wilayah Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas
(Ku/Ha)
Jawa 2011 – 2016 467.079 10.491.705 225,60
Luar Jawa 2011 – 2016 536.190 12.327.779 230,43
Indonesia 2011 – 2016 1.003.269 22.819.484 228,16
Sumber : Pusdatin (2016).
12
Tabel 3. Perkembangan ubikayu di Provinsi Lampung Tahun 2010-2015
Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton)
2010 346.217 249,48 8.637.594
2011 368.096 249,76 9.193.676
2012 324.749 258,27 8.387.351
2013 318.107 261,84 8.329.201
2014 304.468 263,87 8.034.016
2015 279.337 264,45 7.384.099
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016).
Data perkembangan luas panen dan produksi ubikayu tingkat kecamatan di
Lampung Utara dalam angka pada publikasi tahun 2015 dan 2017 menunjukkan
tren penurunan luas panen yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan ubikayu menurut Kecamatan di Lampung Utara dalam
Angka Tahun 2015 dan 2017
No. Kecamatan
Ubikayu
(Tahun 2015)
Ubikayu
(Tahun 2017)
Luas Panen (Ha) Produksi
(Ton) Luas Panen (Ha)
1 Bukit Kemuning 250 6.503 130
2 Abung Tinggi 190 4.982 321
3 Tanjung Raja 224 5.826 62
4 Abung Barat 1.214 32.208 543
5 Abung Tengah 1.559 40.550 2.189
6 Abung Kunang 930 24.189 426
7 Abung Perkurun 732 19.039 395
8 Kotabumi 2.231 62.215 1.395
9 Kotabumi Utara 3.896 99.348 1.210
10 Kotabumi Selatan 2.794 72.672 3.205
11 Abung Selatan 5.665 173.522 2.591
12 Abung Semuli 1.160 36.679 2.875
13 Blambangan Pagar 8.382 270.340 8.902
14 Abung Timur 4.294 131.528 4.142
15 Abung Surakarta 5.811 189.908 4.925
16 Sungkai Selatan 4.327 141.410 3.617
17 Muara Sungkai 19.838 577.905 1.485
18 Bunga Mayang 3.837 117.412 2.073
19 Sungkai Barat 280 7.283 947
20 Sungkai Jaya 1.341 41.855 1.556
21 Sungkai Utara 4.874 136.915 3.467
22 Hulu Sungkai 235 6.601 379
23 Sungkai Tengah 1.045 32.617 1.294
Lampung Utara 75.109 2.231.467 48.129
Sumber : BPS Kabupaten Lampung Utara (2015); BPS Kabupaten Lampung
Utara (2017).
13
Luas panen tanaman ubikayu di Kecamatan Sungkai Tengah Lampung Utara
dalam angka tahun 2015 mencapai 1.045 Ha dengan jumlah produksi ubikayu
mencapai 32.617 ton (BPS Kabupaten Lampung Utara, 2015). Sedangkan luas
panen ubikayu di Kecamatan Sungkai Tengah Kabupaten Lampung Utara dalam
angka tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi 1.294 Ha (BPS Kabupaten
Lampung Utara, 2017).
2.5. Gambaran Umum Alternatif Olahan Ubikayu
2.5.1. Tepung Tapioka
Menurut Koswara (2013), pembuatan tepung tapioka menggunakan bahan dasar
ubikayu. Alat yang dapat digunakan adalah pisau, panci, parutan, kain saring,
tampah, dan alat penumbuk (alu). Tepung tapioka pada umumnya dibagi menjadi
dua, yaitu tapioka halus dan tapioka kasar. Pembuatan tepung tapioka halus
biasanya dari tapioka kasar yang mengalami penggilingan kembali. Secara
tradisional pembuatan tepung tapioka kasar ini memerlukan jumlah air yang
banyak sekali yaitu untuk mengolah 1 ton ubikayu segar diperlukan air sebanyak
14.000 – 18.000 liter. Kapasitas daripada setiap industri ini biasanya sekitar 20 ton
ubikayu segar per hari yang dapat menghasilkan rendemen 15 sampai 25%
tapioka kasar dengan kadar air 18%. Sedangkan pembuatan tepung tapioka halus
biasanya menggunakan perlengkapan alat penggiling. Tapioka kasar yang akan
digiling, disortasi terlebih dahulu menurut mutunya berdasarkan derajat keputihan
serta kadar kotorannya. Diagram alir proses pembuatan tepung tapioka secara
tradisional disajikan pada Gambar 2.
14
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung tapioka.
Sumber : Koswara (2013); Suroso (2011).
2.5.2. Beras Analog
Beras analog merupakan sebutan lain dari beras tiruan (artificial rice). Menurut
Yuwono et al. (2013), beras tiruan merupakan salah satu bentuk diversifikasi
makanan pokok yang diolah dari bahan baku berbasis karbohidrat dengan
penambahan zat-zat tertentu untuk memperbaiki kualitas makanan pokok. Bahan
baku dalam pembuatan beras tiruan dapat berasal dari modified cassava flour
(mocaf), tepung beras dan tepung porang/suweg. Beras siger merupakan salah
satu beras tiruan yang dibuat dengan menggunakan bahan baku ubikayu.
Berdasarkan hasil penelitian Saptomi (2017), penambahan asam askorbat dan
lama pengukusan berpengaruh terhadap kualitas beras siger. Beras siger dengan
penambahan asam askorbat 0,2% dengan pengukusan selama 35 menit
15
menghasilkan kualitas beras siger terbaik dengan karakteristik warna cenderung
putih, agak mirip beras padi, agak pulen, kadar air 10,62%, abu 0,88%, protein
3,82%, lemak 2,42%, serat kasar 1,13%, karbohidrat 81,12%, dan vitamin C 0,61
mg/g. Diagram alir proses pembuatan diawali dengan mengolah ubikayu menjadi
tepung terlebih dahulu (Gambar 3). Setelah proses penepungan, kemudian
dilakukan pembuatan beras siger (Gambar 4).
Gambar 3. Proses penepungan bahan ubikayu untuk pembuatan beras analog.
Sumber : Saptomi (2017).
16
Gambar 4. Proses pembuatan beras siger (beras tiruan berbahan baku ubikayu).
Sumber : Saptomi (2017).
17
2.5.3. Tepung Mocaf
Tepung mocaf (modified cassava flour) merupakan tepung ubikayu modifikasi
Pembuatan tepung mocaf dilakukan proses khusus yang disebut dengan
fermentasi yang melibatkan jasa mikrobia atau enzim tertentu, sehingga selama
proses fermentasi berlangsung terjadi perubahan yang luar biasa dalam massa ubi
baik dari aspek perubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologis serta inderawi. Tanpa
pemecahan selulosa, proses pengolahan ubikayu sekadar menghasilkan tepung
gaplek. Cara fermentasi yang dilakukan menggunakan asam laktat tidak hanya
didapat mocaf yang bertekstur halus karena selulosa hancur tapi juga aroma
ubikayu hilang dan warna tepung putih. Pembuatan tepung mocaf memerlukan
starter awal untuk proses fermentasi dari ubikayu yang sudah dikeringkan, starter
yang umum digunakan adalah berupa tepung starter Bimo CF. Penggunaan starter
ini yaitu setiap 1 kg starter Bimo-CF bisa diaplikasikan pada 1 ton ubikayu yang
sudah dikupas. Keuntungan menggunakan tepung mocaf yaitu dapat digunakan
sebagai pengganti bahan baku terigu pada beberapa produk olahan, salah satunya
adalah roti/kue (Widiyanto dan Prabowo, 2015). Diagram alir proses pembuatan
mocaf disajikan pada Gambar 5.
18
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan tepung mocaf.
Sumber : Widiyanto dan Prabowo (2015); Mikasari et al. (2014); Kelompok
Karunia Semesta (2012).
2.5.4. Tiwul
Tiwul merupakan salah satu makanan tradisional yang terbuat dari ubikayu. Tiwul
sangat dikenal khususnya oleh masyarakat Jawa sejak dulu, dimana seringkali
dijadikan sebagai makanan pengganti nasi. Tiwul yang dibuat secara tradisional
mempunyai kapasitas yang kecil, selain itu mutu yang rendah baik dari segi
kualitas maupun nilai gizinya. Proses Pengolahan tiwul agar bermutu perlu ada
perbaikan-perbaikan dalam proses pembuatannya. Ubikayu yang dipilih sebagai
bahan baku tiwul harus yang berkualitas baik, agar hasilnya juga bermutu baik.
19
Selain bahan baku yang bermutu, proses pengolahannya juga harus higienis agar
produk tiwul yang dihasilkan bermutu baik juga (Koswara, 2013). Diagram alir
proses pembuatan tiwul disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan tiwul.
Sumber : Koswara (2013); Anonim4 (2011).
2.5.5. Keripik Singkong
Keripik singkong merupakan makanan ringan, gurih, dan renyah. Keripik
singkong dibuat dari irisan tipis ubikayu, digoreng, dengan diberi bumbu tertentu
20
atau hanya diberi garam. Pada pembuatannya ubikayu dikupas, dicuci bersih,
kemudian diiris tipis-tipis (dapat menggunakan alat pemotong atau slicer). Irisan
ubikayu kemudian direndam dalam larutan Natrium bisulfit (NaHSO3) 2000 ppm,
atau dalam air garam. Ubikayu kemudian digoreng dalam minyak yang panas.
Setelah ditiriskan keripik singkong dapat langsung dikemas (Koswara, 2013).
Diagram alir proses pembuatan keripik singkong disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan keripik singkong.
Sumber : Koswara (2013) yang dimodifikasi; data primer dari responden (2018).
21
2.5.6. Kelanting
Kelanting merupakan salah satu makanan khas tradisional yang terbuat dari
ubikayu. Kelanting pada umumnya berbentuk angka delapan sebagai ciri khas
kelanting dari Kebumen dengan warna merah dan putih. Kelanting memiliki
keunikan pada bentuk dan tekstur. Tekstur kelanting yang dihasilkan dipengaruhi
oleh bahan baku dan bahan tambahannya. Proses pembuatan untuk menghasilkan
kelanting yang memiliki tekstur renyah maka perlu penambahan tepung singkong,
pengembang, dan bumbu basah/kering (Nurudin, 2015). Diagram alir proses
pembuatan kelanting disajikan pada Gambar 8.
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pengolahan adonan kelanting, dapat
berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, serta untuk
menetapkan bentuk dan warna produk. Pada proses pembuatan kelanting
memerlukan bahan pembantu seperti gula, garam, merica dan bawang putih.
Penggunaan garam dan bahan pembantu lainnya dapat juga berfungsi sebagai
penegas cita rasa sekaligus bahan pengawet. Berdasarkan penelitian Nurudin
(2015), penggunaan bahan baku singkong pada salah satu agroindustri kelanting
di Desa Gatimulyo sebanyak 1000 kg dan mengalami penyusutan sehingga
menjadi produk akhir sebanyak 250,3 kg. Kelanting yang sudah digoreng dikemas
menggunakan plastik besar dengan berat 5 kg per kantong plastik.
22
Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan kelanting.
Sumber : Nurudin (2015).
2.5.7. Renggining
Renggining merupakan salah satu alternatif pangan olahan selain rengginang yang
menggunakan bahan baku beras ketan. Renggining merupakan menggunakan
bahan baku ubikayu. Sedangkan cara pengolahannya, sesuai dengan penelitian
23
yang dilakukan oleh Elida dan Hamidi (2009) mengenai rengginang ubikayu.
Diagram alir proses pembuatan renggining disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram alir proses pengolahan renggining berbahan baku ubikayu.
Sumber : Elida dan Hamidi (2009).
Proses pembuatannya adalah pengadonan ubikayu yang telah dihancurkan dan
dihilangkan kulitnya, pembuatan lembaran tipis, pencetakan lembaran sesuai
bentuk yang diinginkan, penjemuran hingga kering. Keripik ini dapat bertahan
24
lama hingga beberapa bulan bila belum digoreng atau dalam keadaan mentah.
Akan tetapi, bila sudah digoreng, keripik hanya dapat bertahan sekitar seminggu
asalkan disimpan dan dikemas dalam wadah tertutup. (Balitbang Pertanian, 2012).
Menurut salah satu pelaku usaha renggining di Desa Negara Bumi (2018), 100 kg
ubikayu dapat dijadikan olahan renggining sebanyak 70 kg.
2.5.8. Opak
Opak merupakan makanan kering berbahan baku ubikayu. Opak merupakan
makanan camilan yang digemari masyarakat karena rasanya yang enak, harganya
murah, dan cara pembuatannya yang mudah. Opak merupakan salah satu makanan
olahan yang terbuat dari ubikayu/singkong rebus yang ditumbuk, diberi garam dan
daun kucai, dibentuk tipis-tipis, dijemur lalu digoreng. Namun tidak semua opak
diberi daun kucai. Diagram alir proses pembuatan opak disajikan pada Gambar
10.
Proses pembuatan opak dimulai dari pengupasan dan pencucian ubikayu. Ubikayu
kemudian dikukus dengan dandang. Ubikayu yang telah matang kemudian
dibersihkan seratnya selanjutnya digiling sampai halus. Ubikayu yang telah halus
dicampur dengan bumbu yaitu garam, bawang, dan kucai. Adonan ubikayu
kemudian digiling kembali agar bumbu merata. Selanjutnya dilakukan pencetakan
dengan menggunakan papan penggilas, berupa pipa kecil. Ukuran opak
disesuaikan dengan permintaan konsumen. Opak basah kemudian dijemur sampai
kering. Penjemuran kurang lebih 2-3 hari. Opak yang telah kering kemudian
dimasukkan plastik dan siap dijual (Yunus dan Utami, 2012).
25
Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan opak.
Sumber : Yunus dan Utami (2012); Harahap dan Mujiatun (2017).
2.5.9. Emping Singkong
Emping merupakan pangan olahan yang umumnya berbahan baku melinjo.
Singkong/ubikayu juga dapat diolah menjadi emping. Bentuk emping singkong
menyerupai opak, namun berukuran kecil. Emping singkong dapat bertahan
26
hingga beberapa hari bila dikemas dan tidak terkena udara dalam waktu lama.
Emping singkong juga dapat bertahan lama hingga beberapa bulan bila belum
digoreng atau dalam keadaan mentah (Balitbang Pertanian, 2012). Diagram alir
proses pembuatannya disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram alir proses pembuatan emping singkong.
Sumber : Balitbang Pertanian (2012) yang dimodifikasi; Didi (2013).
Emping singkong memiliki kemiripan dengan produk olahan renggining.
Perbedaannya terletak pada proses pengukusan dan ukuran bentuknya. Menurut
Didi (2013), ubikayu yang digunakan pada pembuatan emping adalah ubikayu
kukus. Ubikayu kukus juga sebelumnya digunakan dalam pembuatan opak Yunus
27
dan Utami (2012); Harahap dan Mujiatun (2017). Penulis berasumsi bahwa 100
kg ubikayu, dapat diolah menjadi ±32 kg emping singkong mentah.
2.5.10. Gaplek
Gaplek merupakan salah satu hasil pengawetan ubikayu dengan cara pengeringan.
Cara pengeringan ini dapat memakan waktu dari 1 sampai 3 Minggu, tergantung
dari keadaan cuaca. Kadar air gaplek yang umumnya masih lebih tinggi dari 20%,
biasanya gaplek mengalami penjamuran. Gaplek yang berjamur ini pada
umumnya mempunyai mutu pasar yang rendah. Namun demikian di daerah-
daerah seperti Karang Anyar (Jawa Tengah), pembuatan gaplek berjamur kadang-
kadang sengaja dibuat terutama dalam usaha pembuatan gatot atau disebut juga
gambleh (Koswara, 2013). Diagram alir proses pembuatan gaplek kering disajikan
pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram alir proses pembuatan gaplek kering.
Sumber : Koswara (2013); Triatmoko (2015).
28
Pembuatan gaplek yang bermutu tinggi telah dicoba di berbagai daerah dengan
menggunakan sistem chipping, maksudnya untuk mempercepat proses
pengeringan. Berbagai alat chipper telah dikembangkan di beberapa negara
dengan berbagai kapasitas. Pada umumnya alat-alat tersebut digerakkan dengan
mesin. Ubikayu yang digunakan untuk konsumsi manusia dianjurkan untuk
dikupas terlebih dahulu dan dibebaskan dari tanah dan batu. Ubikayu yang
ditanam pada tanah yang berpasir lebih mudah dibersihkan daripada yang ditanam
di tanah liat. Sedangkan ubikayu untuk makanan ternak tidak perlu dikupas
terlebih dahulu. Gaplek yang dibuat dari ubikayu yang tidak dikupas mengandung
banyak silikat (Si) dan serat-serat kasar yang tinggi, karena itu nilai gaplek
sebagai bahan ekspor tidak begitu tinggi (Koswara, 2013).
2.6. Analisis Hierarki Proses (AHP)
Analisis Hierarki Proses (AHP) adalah metode pengambilan keputusan yang
komprehensif serta memperhitungkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus.
AHP dikembangkan dan dipopulerkan sejak 1980 oleh Thomas L. Saaty, seorang
Guru Besar Matematika dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat (Sauian,
2010). Penerapan metode ini adalah sebagai alat bantu sistem pendukung
keputusan (DSS) untuk masalah multi-kriteria. Metode AHP memakai persepsi
manusia yang dianggap ahli sebagai input utamanya. Penggunaan persepsi
manusia menjadi keunggulan utama metode ini sehingga mampu mengolah
kualitatif, kuantitatif atau kombinasi keduanya. Kemampuan metode seperti ini
menjadi hal sangat penting mengingat semakin kompleksnya situasi, tingkat
29
ketidakpastian yang makin tinggi dan dinamika yang cepat yang dihadapi dalam
menyelesaikan permasalahan rantai pasok.
Menurut Saaty (1993), prinsip dasar dalam proses penyusunan model hierarki
analitik dalam AHP, meliputi:
1. Problem Decomposition (Penyusunan Hierarki Masalah), dalam
penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari
persoalan yang utuh menjadi beberapa unsur/komponen yang kemudian
dari komponen tersebut dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini
dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga
didapat beberapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan
langkah penting dalam model analisa hierarki. Adapun langkah-langkah
penyusunan hierarki adalah diawali dengan identifikasi tujuan keseluruhan
dan subtujuan, mencari kriteria untuk memperoleh subtujuan dari tujuan
keseluruhan, menyusun subkriteria dari masing-masing kriteria, dimana
setiap kriteria dan subkriteria harus spesifik dan menunjukkan tingkat nilai
dari parameter atau intensitas verbal, menentukan pelaku yang terlibat,
kebijakan dari pelaku, dan penentuan alternatif sebagai output tujuan yang
akan ditentukan prioritasnya.
2. Comparative Judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan), prinsip
ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan
tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierarki
tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya dan memberikan bobot
numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan
dalam matriks yang disebut pairwise comparison.
30
3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas), sintesa adalah tahap untuk
mendapatkan bobot bagi setiap elemen hierarki dan elemen alternatif.
Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk
mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada setiap
local priority. Prosedur pelaksanaan sintesis berbeda dengan bentuk
hierarki. Sedangkan pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan
relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.
4. Logical Consistensy (Konsistensi Logis), Konsistensi berarti dua makna
atau obyek yang serupa. Konsistensi data didapat dari rasio konsistensi
(CR) yang merupakan hasil bagi antara indeks konsistensi (CI) dan indeks
random (RI).
Saaty (2008) telah merumuskan pembuatan keputusan dengan penentuan prioritas
dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan macam pengetahuan yang
relevan.
2. Membuat struktur dari hierarki keputusan dari puncak dengan sasaran
keputusan, kemudian obyektif dari perspektif luas, diikuti kriteria-kriteria
dan sub kriteria turunannya sampai dengan level terbawah.
3. Mengonstruksi sekumpulan matriks pairwise comparison.
4. Setiap elemen secara berpasangan akan dinilai masing-masing satu kali.
Misalnya, jika ada empat elemen maka banyak perbandingan berpasangan
adalah enam proses.
5. Menggunakan hasil perbandingan berpasangan untuk memperoleh
prioritas. Setiap level dari hierarki keputusan mempunyai nilai prioritas
31
yang disebut prioritas lokal, sintesa dari seluruh prioritas disebut prioritas
global.
2.7. Analisis Finansial
Suatu usaha dapat dikatakan layak atau tidak untuk dilakukan dapat dilihat dari
efisiensi penggunaan biaya dan besarnya perbandingan antara total penerimaan
dengan total biaya (Maulidah, 2012). Kelayakan usaha yang direncanakan dapat
dianalisis kelayakan finansial ditentukan dengan menggunakan tiga kriteria, yaitu
analisis NPV, IRR dan analisis Net B/C. Menurut Kadariah (1999), untuk
mengetahui daya tarik suatu proyek, ada tiga kriteria investasi yang dapat
dipertanggungjawabkan yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), dan Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C Ratio). Suatu proyek dikatakan
layak bila proyek tersebut memenuhi kriteria yaitu NPV lebih besar dari nol, IRR
lebih besar dari discount rate yang sedang berlaku.Net B/C lebih besar dari 1.
Menurut Maulidah (2012), studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu
menganalisis bagaimana perkiraan aliran kas akan terjadi. Beberapa kriteria
investasi yang digunakan untuk menentukan diterima atau tidaknya sesuatu usulan
usaha sebagai berikut :
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis
manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu
usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas
bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah
32
investasi yang dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha
ditambah penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana
yang dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi
yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha. Jadi, untuk menghitung
NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang
dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur
ekonomis dari alat-alat produksi yang digunakan untuk menjalankan usaha
yang bersangkutan.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan kemampuan suatu investasi
atau usaha dalam menghasilkan return atau tingkat keuntungan yang bisa
dipakai. Kriteria yang dipakai untuk menunjukkan bahwa suatu usaha
layak dijalankan adalah jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
yang berlaku pada saat usaha tersebut diusahakan. Jadi, jika IRR lebih
tinggi tingkat bunga bank, maka usaha yang direncanakan atau yang
diusulan layak untuk dilaksanakan, dan jika sebaliknya usaha yang
direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.
c. Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net benefit cost ratio (Net B/C Ratio) adalah perbandingan antara present
value yang dari net benefit yang positif dengan present value dari net
benefit yang negatif (Kadariah et al., 1976 dalam Gerba et al., 2015). Jika
Net B/C Ratio >1, maka proyek tersebut layak untuk diusahakan karena
setiap pengeluaran sebanyak Rp. 1,- maka akan menghasilkan manfaat
sebanyak Rp. 1,-. Jika Net B/C Ratio < 1 maka proyek tersebut tidak layak
33
untuk diusahakan karena setiap pengeluaran akan menghasilkan
penerimaan yang lebih kecil dari pengeluaran.
d. Payback Period (PBP)
Payback period (PBP) digunakan dengan tujuan untuk menghitung jangka
waktu pengembalian modal investasi yang digunakan untuk membiayai
bisnis. Payback period adalah suatu periode yang menunjukkan berapa
lama modal yang ditanamkan dalam bisnis tersebut dapat dikembalikan.
e. Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam
operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau
dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak
ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan didalam
operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume
penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian
biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan
akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel
dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
2.8. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-
pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Pada bidang
pertanian, bisnis sangat sensitif untuk berubah-ubah akibat empat masalah utama
yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan usaha, kenaikan
34
biaya dan perubahan volume produksi. Analisis sensitivitas dapat dikatakan suatu
kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan
terjadi pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana.
Analisis sensitivitas ini mencoba melihat suatu realitas proyek yang didasarkan
pada kenyataan bahwa proyeksi dari suatu rencana proyek sangat dipengaruhi
oleh unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang terjadi di masa mendatang
(Gittinger, 1986).
Secara umum, analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan dan
pengeluaran. Hal-hal yang biasa dikaji pada analisis sensitivitas adalah
perubahan-perubahan kenaikan biaya produksi yang telah terjadi dan batas
kelayakan produksi serta penurunan penerimaan yang diakibatkan karena gagal
produksi atau produk rusak yang telah terjadi dan batas kelayakan usaha. Tingkat
kenaikan biaya suatu produksi, penurunan produksi, dan penurunan harga jual
suatu produk akan menyebabkan nilai Net B/C Ratio, NPV, IRR, dan PBP tidak
meyakinkan, maka itulah batas kelayakan proyek. Analisis sensitivitas dihitung
dengan mencari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang
terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi atau masih
mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV
sama dengan nol (NPV=0). NPV sama dengan 0 akan membuat IRR sama dengan
tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan 1 (cateris paribus). Artinya, sampai
tingkat berapa usaha yang akan dijalankan menoleransi peningkatan harga atau
penurunan input dan penurunan harga atau jumlah output (Gittinger,1986).
35
Parameter harga jual produk, jumlah penjualan dan biaya dalam analisis finansial
diasumsikan tetap setiap tahunnya (cateris paribus). Namun, dalam keadaan nyata
ketiga parameter dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk
itu, analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk melihat sampai berapa persen (%)
penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan
dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak. Batas-batas
maksimal perubahan parameter ini sangat mempengaruhi dalam hal layak atau
tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Semakin besar persentase yang diperoleh
misalnya persentase kenaikan harga bahan, maka menunjukkan bahwa usaha
tersebut tidak peka atau tidak sensitif terhadap perubahan parameter yang terjadi
(Gittinger,1986).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Negara Bumi, Kecamatan Sungai Tengah,
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Maret 2018 – Mei 2018.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat perekam
(recorder atau handphone), dan seperangkat komputer dengan program aplikasi
Expert Choice 2000 (2nd edition) dan Microsoft Excel 2016. Sedangkan bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner dan berbagai
sumber pustaka terkait analisis yang dilakukan.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian dilakukan terhadap
sampel yang terpilih untuk mewakili seluruh populasi dengan unit analisanya
adalah individu. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang informasinya didapatkan langsung dari responden
yaitu pakar/ahli melalui hasil wawancara, dan pengisian kuesioner. Data sekunder
37
dikumpulkan melalui penelusuran pustaka seperti hasil penelitian sebelumnya,
artikel, surat kabar, jurnal, serta laporan dari instansi pemerintahan daerah terkait.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan seluruh data yang
diperlukan dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara meliputi:
1. Wawancara. Pihak yang diwawancarai adalah ahli/pakar yang ada di Desa
Negara Bumi. AHP atau analisis hierarki proses adalah metode
pengambilan keputusan yang memanfaatkan persepsi responden yang
dianggap ahli sebagai input utamanya. Kriteria ahli yang dimaksud adalah
orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat
suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut.
2. Observasi. Observasi dilakukan untuk melihat langsung obyek yang diteliti
terutama semua aspek yang mendukung perencanaan pengembangan
industri kecil berbasis ubikayu.
3. Studi literatur dan kepustakaan. Studi literatur dan kepustakaan dilakukan
dengan melakukan pencarian sumber-sumber terkait dengan penelitian
berupa hasil penelitian sebelumnya, artikel, surat kabar, jurnal, serta
laporan dari instansi pemerintahan daerah terkait.
38
3.4.2. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis yang diawali dengan mengidentifikasi
apa saja kriteria dan alternatif dalam perencanaan membangun suatu industri kecil
berbasis ubikayu di Desa Negara Bumi, Kecamatan Sungkai Tengah, Kabupaten
Lampung Utara, Provinsi Lampung. Metode yang digunakan untuk menentukan
alternatif olahan ubikayu yang akan dijadikan produk industri kecil berbasis
ubikayu yaitu analisis hierarki proses (AHP). Data dari hasil perhitungan AHP
dengan prioritas tertinggi, datanya digunakan untuk analisis secara finansial
berdasarkan kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, PBP,
BEP, dan analisis Sensitivitas.
3.4.2.1. Analisis Hierarki Proses (AHP)
Analisis tahap pertama menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP),
dengan menggunakan alat bantu berupa program aplikasi Expert Choice 2000
(2nd Edition). Menurut Saaty (1993), metode AHP dapat digunakan untuk
membantu pengambilan keputusan dengan cara sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan, kriteria, dan alternatif keputusan.
2) Membuat “pohon hierarki” untuk berbagai kriteria dan alternatif
keputusan.
3) Menentukan prioritas elemen dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat perbandingan berpasangan. Langkah pertama dalam
menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan
berpasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai
39
kriteria yang diberikan. Untuk perbandingan berpasangan digunakan
bentuk matriks. Matriks bersifat sederhana, berkedudukan kuat yang
menawarkan kerangka untuk memeriksa konsistensi, memperoleh
informasi tambahan dengan membuat semua perbandingan yang
mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan
untuk merubah pertimbangan (Suryadi dan Ramdhani, 2000). Proses
perbandingan berpasangan dimulai dari level paling atas hierarki untuk
memilih kriteria, misalnya C, kemudian dari level dibawahnya diambil
elemen-elemen yang akan dibandingkan, misal A-1, hingga A-n, maka
susunan elemen-elemen pada sebuah matriks seperti disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Matriks perbandingan alternatif berpasangan
Pilihan Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif n
Alternatif 1 1
Alternatif 2 1
Alternatif 3 1
Alternatif n 1
b. Mengisi matriks perbandingan berpasangan. Pengisian matriks
perbandingan berpasangan dilakukan dengan menggunakan bilangan
untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen terhadap
elemen lainnya yang dimaksud dalam bentuk skala dari 1 sampai
dengan 9. Skala ini mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9
untuk pertimbangan dalam perbandingan berpasangan elemen pada
setiap level hierarki terhadap suatu kriteria di level yang lebih tinggi.
40
Apabila suatu elemen dalam matriks dan dibandingkan dengan dirinya
sendiri, maka diberi nilai 1. Jika i dibanding j mendapatkan nilai
tertentu, maka j dibanding i merupakan kebalikannya. Pada Tabel 6
memberikan definisi dan penjelasan skala kuantitatif 1 sampai dengan
9 untuk menilai tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen
lainnya.
Tabel 6. Skala kuantitatif dalam sistem pendukung keputusan
Intensitas
Kepentingan Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama
penting.
Dua elemen mempunyai
pengaruh yang sama
besarnya.
3
Elemen yang satu sedikit
lebih penting daripada
elemen lainnya.
Pengalaman dan penilaian
sedikit menyokong satu
elemen dibanding elemen
lainnya.
5
Elemen yang satu lebih
penting daripada elemen
lainnya.
Pengalaman dan penilaian
sangat kuat menyokong
satu elemen dibanding
elemen lainnya.
7
Satu elemen jelas lebih
mutlak penting daripada
elemen lainnya.
Satu elemen yang kuat
disokong dan dominan
terlihat dalam praktek.
9 Satu elemen mutlak penting
daripada elemen lainnya.
Bukti mendukung elemen
satu terhadap elemen lain
memiliki tingkat
penegasan tertinggi yang
mungkin terkuat.
2, 4, 6, 8
Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang
berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada
dua kompromi diantara 2
pilihan.
Kebalikan
Jika aktivitas i mendapat satu angka dibanding aktivitas j,
maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan
i
Sumber : Saaty (2008).
41
c. Sintesis. Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan
berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.
2. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang
bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
3. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap matriks dan membaginya
dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
4. Mengukur konsistensi.
Pembuat Keputusan perlu mengetahui seberapa baik konsistensi yang
ada, karena kita tidak ingin keputusan berdasarkan pertimbangan
dengan konsistensi yang rendah. Karena dengan konsistensi yang
rendah, pertimbangan akan tampak sebagai sesuatu yang acak dan
tidak akurat. Konsistensi penting untuk mendapatkan hasil yang valid
dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi pertimbangan dengan
rasio konsistensi (Consistency Ratio). Nilai Konsistensi rasio harus
kurang dari 5% untuk matriks 3×3, 9 % untuk matriks 4×4 dan 10 %
untuk matriks yang lebih besar. Jika lebih dari rasio dari batas tersebut
maka nilai perbandingan matriks dilakukan kembali. Langkah-langkah
menghitung nilai rasio konsistensi yaitu:
i. Mengalikan nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif
elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif
elemen kedua, dan seterusnya.
ii. Menjumlahkan setiap baris.
42
iii. Hasil dari penjumlahan baris dibagikan dengan elemen prioritas
relatif yang bersangkutan.
iv. Membagi hasil diatas dengan banyak elemen yang ada, hasilnya
disebut eigen value (λ max).
v. Menghitung indeks konsistensi (consistency index) dengan rumus:
CI = (λmax-n)/n ....................................................................... (1)
Dimana: CI : Consistency Index
λmax : Eigen Value
n : Banyak elemen
vi. Menghitung konsistensi ratio (CR) dengan rumus:
CR=CI/RC ............................................................................... (2)
Dimana : CR : Consistency Ratio
CI : Consistency Index
RC : Random Consistency
Pemberian nilai konsistensi ditentukan sesuai pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata konsistensi
Ukuran Matriks Konsistensi Acak (Random Consistensy)
1 0,00
2 0,00
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
Sumber : Sasikumar dan Haq (2008).
43
Matriks random dengan skala penilaian 1 sampai 9 beserta
kebalikannya sebagai Random Consistency (RC). Berdasarkan
perhitungan Saaty dalam Suryadi dan Ramdhani (2000) dengan
menggunakan 500 sampel, jika pertimbangan memilih secara acak dari
skala 1/9, 1/8, … , 1, 2, … , 9 akan diperoleh nilai rata-rata konsistensi
untuk matriks yang berbeda seperti pada Tabel 7.
3.4.2.2. Analisis Finansial
Informasi dan data yang didapatkan dari hasil analisis hierarki proses, kemudian
diolah dan dianalis lebih lanjut menggunakan analisis finansial dan analisis
sensitivitas. Alat analisis finansial dalam penelitian ini adalah analisis usaha
berdasarkan kriteria kelayakan investasi yaitu nilai PBP, NPV, IRR, Net B/C
Ratio, dan BEP (Maulidah, 2012). Penentuan kriteria kelayakan investasi dapat
dilakukan dengan formulasi sebagai berikut:
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara nilai sekarang dari
benefit (keuntungan) dengan nilai biaya sekarang, yang besarnya dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
n
0t 1NPV
ti
CtBt ................................................................... (3)
Kriteria :
NPV > 0, maka proyek yang menguntungkan dan layak dilaksanakan.
NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tidak rugi.
NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik tidak dilaksanakan.
44
Keterangan dari rumus 3 adalah sebagai berikut :
Bt = Benefit atau penerimaan pada tahun t.
Ct = Cost atau biaya pada tahun t.
i = Biaya modal proyek dengan faktor bunga.
t = Umur ekonomis.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) dari suatu investasi adalah suatu nilai tingkat
bunga yang menunjukkan bahwa nilai sekarang netto (NPV) sama dengan
jumlah seluruh ongkos investasi proyek. Perhitungan IRR dapat
dirumuskan sebagai berikut:
12
21
11 ii
NPVNPV
NPViIRR
............................................ (4)
Keterangan :
i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1.
i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2.
Kriteria :
IRR > tingkat bunga, maka usaha layak dijalankan.
IRR = tingkat bunga, maka usaha berada pada titik impas.
IRR < tingkat bunga, maka usaha tidak layak dijalankan.
c. Net Benefit per Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Analisis Net B/C Ratio bertujuan untuk mengetahui beberapa besarnya
keuntungan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomisnya.
Net B/C Ratio yaitu membagi jumlah nilai sekarang aliran kas manfaat
45
bersih positif dengan jumlah nilai sekarang aliran kas manfaat bersih
negatif pada tahun-tahun awal proyek. Perhitungan Net B/C Ratio
dirumuskan sebagai berikut:
n
tt
n
tt
i
BtCt
i
CtBt
CBNet
1
1
1
1/ …..................................................... (5)
Keterangan :
Bt = Manfaat (Benefit) pada tahun ke-t (Rp).
Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-t (Rp).
N = Umur ekonomis Usaha (Tahun).
I = Discount Factor (tingkat suku bunga) (%).
t = Periode Investasi (i= 1,2,…n).
Kriteria Net B/C Ratio yakni :
Jika Net B/C > 1, maka usaha layak dilaksanakan.
Jika Net B/C = 1, maka usaha berada pada titik impas.
Jika Net B/C < 1, maka usaha tidak layak dilaksanakan.
d. Payback Period (PBP)
Faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan suatu usulan
investasi adalah dengan melihat jangka waktu yang dibutuhkan kembali
untuk mengembalikan atau menutup investasi. Payback Period (PBP)
merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu proyek atau usaha.
46
Formulasi penentuan PBP yakni sebagai berikut:
PP =Nilai Investasi
Kas Masuk Bersih× 1 Tahun ................................................. (6)
Keterangan/indikator :
PP > Periode maksimum, maka usaha tidak layak
PP = Periode maksimum, maka usaha berada pada titik impas
PP < Periode maksimum, maka usaha layak
e. Break Even Point (BEP)
Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) proyek adalah jumlah
unit yang harus dijual atau nilai minimal yang harus diperoleh dari sebuah
gagasan bisnis agar dapat mengembalikan semua investasi yang
dikeluarkan. Formulasi penentuan titik impas dengan teknik persamaan
dapat dilakukan dengan dua cara yakni sebagai berikut:
1) Break Even Point (BEP) Penjualan dalam Unit
𝐵𝐸𝑃 (𝑄) = 𝐹𝐶
𝑃−𝑉 .................................................................. (7)
Keterangan :
P = harga jual per unit FC = biaya tetap
V = biaya variabel per unit Q = jumlah unit/kuantitas produk
yang dihasilkan dan dijual.
2) Break Even Point (Penjualan) dalam Rupiah
𝐵𝐸𝑃 =𝐹𝐶
1−𝑉𝐶
𝑆
............................................................................... (8)
Keterangan :
FC = biaya tetap
S = volume penjualan.
VC = biaya variabel
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil analisis potensi dengan metode AHP menunjukkan bahwa agroindustri
perdesaan berbasis ubikayu menghasilkan produk gaplek sebagai unggulan
pertama dengan skor akhir 0,155, produk renggining sebagai unggulan kedua
dengan skor akhir 0,129, produk keripik singkong sebagai unggulan ketiga
dengan skor akhir 0,128, dan selanjutnya diikuti dengan produk kelanting
(skor akhir 0,119) dan produk tiwul (skor akhir 0,118).
2. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa rencana pembangunan
agroindustri perdesaan berbasis ubikayu di Desa Negara Bumi yang paling
layak dikembangkan adalah renggining dengan nilai kriteria kelayakan
investasi yakni NPV sebesar Rp20.292.617.636; Net B/C Ratio sebesar
249,53; IRR sebesar 9.011,09%; dan PBP selama 0,1 tahun (0,7 bulan). Hasil
analisis sensitivitas agroindustri perdesaan produk renggining absolut sensitif
terhadap perubahan harga bahan baku, bahan pembantu, dan harga jual
produk. Hasil analisis sensitivitas untuk perubahan harga bahan baku yang
mengalami kenaikan sampai 75% menunjukkan bahwa usaha masih layak
untuk dijalankan. Kombinasi kenaikan bahan baku 50% dan bahan pembantu
sebesar 50%, usaha renggining juga masih tetap layak untuk dijalankan.
70
Kombinasi kenaikan bahan baku sebesar 50% dan penurunan harga jual
sebesar 50%, usaha masih dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan jika
dilihat dari nilai kriteria kelayakan yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio dan PBP.
Produk renggining absolut sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku dan
harga produk, dilihat dari penurunan margin keuntungan yang didapat.
5.2. Saran
Saran pada penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai strategi pemasaran renggining.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk analisis ketersediaan
ubikayu/singkong, karena sumber bahan baku ubikayu termasuk tanaman
dengan panen musiman.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A., dan R. N. Suhaeti. 2016. Pemanfaatan Teknologi Pascapanen untuk
Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Indonesia. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. 34 (1): 21-34.
Al Rasyid, H. 2017. Pembangunan Agroindustri Pedesaan dan Beras Siger Di
Propinsi Lampung Menuju Kesejahteraan Petani. In: Bunga Rampai
Pemikiran Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Lampung. AURA,
Bandar Lampung. Hlm 206-216.
Anonim1. 2018. Harga Komoditas Ekspor: Harga Singkong. (Online)
Tersedia pada: http://hargabarangterbaru.top/harga-singkong/.
Diakses pada 10 Januari 2018. Hlm 1.
Anonim2. 2018. Harga Singkong Terbaru Januari 2018. (Online)
Tersedia pada: https://www.hargabulanini.com/harga-singkong-terbaru/.
Diakses pada 10 Januari 2018. Hlm 1.
Anonim3. 2017. Aspek-aspek Studi Kelayakan. (Online)
Tersedia pada: https://grapadimedan.blogspot.co.id/2017/07/aspek-aspek-
studi-kelayakan.html/. Diakses pada 8 Maret 2018. Hlm 1.
Anonim4. 2011. Kuliner dari Singkong: Tiwul Instan. (Online)
Tersedia pada: http://kebun-singkong.blogspot.sg/2011/11/kuliner-dari-
singkong-tiwul-instan.html. Diakses pada 1 Juli 2018. Hlm 1.
Anonim5. 2018. Harga Ubi. (Online)
Tersedia pada: https://www.harga.top/harga-ubi/. Diakses pada 9 September
2018. Hlm 1.
72
(Balitbang Pertanian) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011.
Teknologi Budidaya Ubikayu Untuk Mencapai Produksi Optimal.
Agroinovasi Sinar Tani. Edisi 29 Juni - 5 Juli 2011 No.3412 Tahun XLI. 4
hlm.
(Balitbang Pertanian) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012.
Aneka Olahan Umbi. IAARD Press. Jakarta. 52 hlm.
(BPS) Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara. 2015. Kabupaten
Lampung Utara dalam angka 2015. (Online) Tersedia pada:
https://lampungutarakab.bps.go.id/. Diunduh : 4 November 2017. 220 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2016. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman
Pangan Menurut Provinsi (Dinamis). (Online) Tersedia pada:
http://www.bps.go.id. Diunduh : 4 November 2017.
(BPS) Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara. 2017. Kabupaten
Lampung Utara dalam angka 2017. (Online) Tersedia pada:
https://lampungutarakab.bps.go.id/. Diunduh : 12 Februari 2018. 199 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2018. Industri Besar dan Sedang. (Online)
Tersedia pada: https://www.bps.go.id/subject/9/industri-besar-dan-
sedang.html. Diakses pada 31 Agustus 2018. Hlm 1.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi
Budidaya Ubi Kayu. Seri Buku Inovasi: TP/03/2008. 21 hlm.
Didi, D. 2013. Emping Telo. (Online) Tersedia pada:
http://www.diahdidi.com/2013/08/emping-telo.html#.W0KkP7_BJ0s.
Diakses pada 1 Juli 2018. Hlm 1.
Elida, S., dan Hamidi, W. 2009. Analisis Pendapatan Agroindustri Rengginang
Ubi Kayu di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi. Vol. 17(2):
11 hlm.
Fajrin, N. 2017. Kajian Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri Berbasis
Bunga Di Provinsi Lampung. (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung. 83 hlm.
73
Fauziah, A. 2016. Peluang Investasi Emas Jangka Panjang Melalui Produk
Pembiayaan BSM Cicil Emas (Studi Pada Bank Syariah Mandiri K.C.
Purwokerto). (Skripsi). Hukum Ekonomi Syariah FAI, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Hlm 14–22.
Gandhi, V., Kumar, G., dan Marsh, R. 2001. Agroindustry for Rural and Small
Farmer Development: Issues and Lessons from India. Int Food Agribus
Manage Rev. 2(3/4): 331-344.
Gerba, S. V., F. Agustriani, dan Isnaini. 2015. Analisis Finansial Penangkapan
Ikan dengan Alat Tangkap Drift Gillnet di Kecamatan Toboali Kabupaten
Bangka Selatan Bangka Belitung. Maspari Journal. 7 (2):19-24.
Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas
Indonesia Press. Jakarta. 579 hlm.
Harahap, M., dan S. Mujiatun. 2017. Keragaan Ekonomi Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) Pengolahan Opak Singkong di Desa Tuntungan II
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Jurnal Publikasi Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan. 12 hlm.
Kelompok Karunia Semesta. 2012. Produksi Tepung MOCAF Sebagai Pengganti
Terigu Peluang Usaha Berprospek Cerah. (Artikel). Sleman. 2 hlm.
Kemendagri. 2017. Data Pokok Desa/Kelurahan. Kementrian Dalam Negeri
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa. (Online)
Tersedia pada: http://prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/. Diunduh : 20
November 2017. Hlm 1.
Koswara, S. 2013. Modul Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian 6:
Pengolahan Singkong. USAID Tropical Plant Curriculum (TPC) Project,
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology
(SEAFAST) Center, Research and Community Service Institution, Bogor
Agricultural University. Bogor. 24 hlm.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian (terjemahan Jaka Wasana). Salemba Empat. Jakarta. 546 hlm.
74
Lakitan, B. 2011. Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi:
agar teknologi berkontribusi pada kesejahteraan rakyat. (Makalah Ilmiah).
Seminar dan Lokakarya Nasional Pengembangan Agroindustri Kalimantan
Selatan 23 Juni 2011. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru. 13 hlm.
Mangunwidjaja, D., dan I. Saillah. 2009. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar
Swadaya. Jakarta. 232 hlm.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grasindo. Jakarta. 203 hlm.
Maulidah, S. 2012. Pengantar Usaha Tani: Kelayakan Usaha Tani. Modul 13 UB
Distance Learning, Brawijaya University. Malang. 10 hlm.
Mikasari, W., T. Hidayat, dan L. Ivanti. 2014. Kajian Analisis Usaha dan Nilai
Tambah Agroindustri Tepung Mocaf di Kelompok Tani Sungai Suci
Kabupaten Bengkulu Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Bengkulu. Bengkulu. Hlm 757-764.
Nurudin, M. 2015. Analisis Usaha dan Strategi Pengembangan Agroindustri
Kelanting (Studi Kasus di Desa Gantimulyo Kecamatan Pekalongan
Kabupaten Lampung Timur). (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64 hlm.
(Pusdatin) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2016. Outlook Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu. Jakarta. 76 hlm.
Ryan. 2016. Perbedaan Amdal, UKL-UPL dan SPPL. Dinas Perumahan Rakyat,
Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Ketapang.
(Online) Tersedia pada: http://lhketapang.wixsite.com/. Diakses pada 13
Mei 2018. Hlm 1.
Saaty, T. L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks.
Setiono L, penerjemah; Peniwati K, editor. PT. Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta. Terjemahan dari: Decision Making for Leaders The Analytical
Hierarchy Process for Decisions in Complex World. 270 hlm.
75
Saaty, T. L. 2008. Decision making with the analytic hierarchy process.
University of Pittsburgh: United States of America. 16 hlm.
Saptomi, A. 2017. Kajian Penggunaan Asam Askorbat Dan Lama Pengukusan
Terhadap Kualitas Beras Siger Dari Ubi Kayu. (Skripsi). Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung.
55 hlm.
Sasikumar, P, dan A. Noorul Haq. 2010. ―A Multi Criteria Decision Making
Methodology for The Selection of Reverse Logistics Operating Models.
International Journal of Enterprise Network Management. 4 (1): 68-79.
Satyajaya, W., E. Suroso., H. Al Rasyid., dan T. P. Utomo. 2016. Kajian
Penentuan Komoditas Unggulan dalam Pengembangan Teknologi
Agroindustri Rakyat di Kabupaten Tulang Bawang. Jurnal Kelitbangan. 04
(1): 22–36.
Sauian, M. S. 2010. MCDM: A practical approach in making meaningful
decisions. Proceedings of the Regional Conference on Statistical Sciences
2010 (RCSS’10). Hlm 139–146.
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 152
hlm.
Sormin, A. 2018. Harga Singkong Naik Tajam ke Rp1.100-Rp1.250/kg, Petani
Tersenyum. (Online)
Tersedia pada: https://lampungpro.com/post/9708/harga-singkong-naik-
tajam-ke-rp1100-rp1250kg-petani-tersenyum. Diakses pada 24 Februari
2018. Hlm 1.
Suroso, E. 2011. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan
Berbasis Produksi Bersih (Studi Kasus di Provinsi Lampung). (Tesis).
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 145 hlm.
Suryadi, K.. dan M. A. Ramdhani. 2000. Sistem Pengambilan Keputusan: Suatu
Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan
Keputusan. Edisi 1. Penerbit Rosda. Bandung. 195 hlm.
76
Triatmoko, A. 2015. Kenapa jual Gaplek?. (Online)
Tersedia pada: https://www.kompasiana.com/. Diakses pada 3 Juni 2018.
Hlm 1.
Widiyanto, J., dan Prabowo, S. A. 2015. Pembuatan Tepung Mocaf dari Ketela
Pohon pada Kelompok Tani “Kampung Idiot”Desa Karangpatihan sebagai
Upaya Diversifikasi Olahan Makanan. Seminar Nasional Universitas PGRI
Yogyakarta 2015. 5 hlm.
Yunus, H. A. R., dan Utami, D. P. 2012. Keragaan Agroindustri Opak Singkong
Di Desa Jolontoro Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo. Surya
Agritama. Volume 1: 12 hlm.
Yuwono, S. S., K. Febrianto, dan N. S. Dewi. 2013. Pembuatan Beras Tiruan
Berbasis Modified Cassava Flour (Mocaf): Kajian Proporsi Mocaf : Tepung
Beras Dan Penambahan Tepung Porang. Jurnal Teknologi Pertanian. 14 (3):
175-182.