Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
Laporan Penelitian
KAJIAN PERANAN DOKUMEN PERENCANAAN DALAM MENENTUKAN KEBERHASILAN PELAKSANANAAN PENGADAAN TANAH DI PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh:
SETIOWATI SRI KISTIYAH
ROCHMAT MARTANTO ARIEF SYAIFULLAH
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL
2018
ii
KAJIAN PERANAN DOKUMEN PERENCANAAN DALAM MENENTUKAN KEBERHASILAN PELAKSANANAAN PENGADAAN TANAH DI PROVINSI JAWA TIMUR
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
SETIOWATI SRI KISTIYAH
ROCHMAT MARTANTO ARIEF SYAIFULLAH
Telah diseminarkan pada Seminar Laporan Penelitian tanggal 2018 di hadapan Reviewer/Steering Committee.
Mengetahui
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Dr. Julius Sembiring, S.H., M.P.A. NIP. 196407291991031008
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna
yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan penelitian strategis. Tiada rasa yang melebihi rasa syukur dan
bahagia ketika kami berhasil menyesaikan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa ini adalah karunia Allah SWT semata.
Segenap kemampuan telah kami curahkan mulai dari penyusunan proposal,
pengumpulan data, hingga analisis data, dan akhirnya penyelesaian tulisan hasil
penelitian. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan dan kepicikan pengetahuan kami. Oleh karena itu
segala kritik dan saran penyempurnaan laporan ini akan kami terima dengan tangan
terbuka.
Dalam penyusunan laporan ini besar sekali peranan dari Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN Propinsi Jawa Timur, Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Sidoarjo Bapak Drs. Dalu Agung Darmawan, MSi, Kepala Bagian
Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten dan Kota Pasuruan, Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kota
Pasuruan, Kepala Kantor Peranahan Kabupaten Malang, Gresik dan Probolinggo beserta
jajarannya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Beliau-beliau dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah mengarahkan serta mengantar kami ke lokasi pengadaan
tanah jalan tol di wilayah- wilayah yang berada di kabupaten Probolinggo, Pasuruan,
Malang, Gersik dan Sidoarjo. Untuk itu perkenankanlah pada kesempatan ini kami
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beliau-beliau, semoga Allah
SWT memberikan pahala yang setimpal kepada beliau atas segala kebaikannya.
Akhirnya kami berharap laporan ini dapat bermanfaat kepada berbagai pihak,
serta menjadi masukan untuk kebijakan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN..
Semoga keberhasilan ini dapat semakin meningkatkan ketaqwaan kami kepada Allah
SWT serta memacu kami untuk terus berkarya. Aamiin.
Yogyakarta, Juni 2018
Tim Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………………... HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………………………………..... KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………….. DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………… DAFTAR TABEL………………………………………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………………………..
i ii iii iv v vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian..……………………………………………….
B. Permasalahan Penelitian ………………………………………………... C. Tujuan Penelitian …………………………………………………………... D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………….
1 5 8 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….
B. Kerangka Konseptual dan Teoritik……………………………… 9 19
BAB III METODA PENELITIAN A. Lokasi Penelitian…………………………………………………………
B. Teknik Pengumpulan Data………………………………………….. C. Teknik Analisis…. ……………………………………………………… D. Definisi Operasional……………………………………………………
21 21 22 23
BAB IV DOKUMEN PERENCANAAN TOL PASPRO, GEMPAS, PANMAL DAN KLB
A. Latar Belakang ……..………………………………………………………. B. Maksud dan Tujuan …………………….………………………………… C. Landasan Hukum dan Kebijakan …………………………………… D. Kesesuaian dengan RTRW……………………………………………… E. Hasil Identifikasi dan Evaluasi Dampak Lingkungan……….. F. Peta Pengadaan Tanah untuk jalan Tol di Kabupaten Gresik,
Sidoarjo, Malang, Pasuruan dan Probolinggo…………………………………………………………………….
24 27 28 38 41 43
BAB V PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Pengadaan Tanah…………………………………….
B. Pembahasan Draf Juknis Dokumen Perencanaaan …………. 45 48
C. Arti Penting Studi Kelayakan dan Cakupannya…………..……. 49 D. Kesesuaian Juknis Dokumen Perencanaan dengan Peraturan
Perundang-undangan…………………………………………………….. E. Hasil Pembahasan Perbandingan Peraturan Perundang-
undangan………………………………………………………………………
78 91
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………………... 92 93
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………….. 94
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Tahapan Penelitian ……………………………………………………… 23
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram Konseptual dan Teoritik ………………………….. 21
Gambar 3.1 Diagram Jalannya Penelitian …………………………………. 24
Gambar 4.1 Peta Pengadaan Tanah Untuk Jalan Tol di Kab. Gresik.
Sidoarjo, Malang, Pasuruan dan Probolinggo Jawa Timur
48
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya melaksanakan pembangunan
berbagai infrastruktur untuk peningkatan ekonomi di Indonesia, misalnya pelebaran
jalan TOL, jalan kereta api, pembuatan bendungan, jaringan listrik, perluasan bandara,
dan sebagainya. Hal ini yang untuk selanjutnya menjadi fokus dari Pemerintahan Jokowi
yang terus menggenjot peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk terus mendukung mensukseskan
program ini. Mulai dari kemudahan perizinan atau deregulasi perizinan hingga
penciptaan peluang kerja sama dengan sektor swasta dalam mengembangkan
pembangunan infrastruktur di Indonesia. Akan tetapi pemerintah memerlukan tanah
masyarakat untuk kegiatan pembangunan tersebut, oleh karenanya diperlukan metode
yang tepat, manusiawi dan berkeadilan dalam melepaskan hubungan hukum antara
tanah dan pemegang haknya. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sesudah pelepasan
hubungan hukum tersebut seharusnya lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan yang
dilakukanpun hendaknya mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan.
Permasalahannya adalah ketersediaan tanah untuk kegiatan pembangunan
tersebut selalu menjadi kendala karena pemerintah tidak memiliki tanah. Guna
memperlancar pembangunan untuk kepentingan umum, hal ini menuntut pemerintah
untuk mengambil areal tanah yang cukup luas dari masyarakat. Pemerintah mempunyai
kewenangan untuk memperoleh tanah dari pemilik tanah dengan cara mengambil
alih/memperoleh/ melakukan pengadaan tanah, seperti yang dikemukakan oleh Sitorus
dan Limbong (2004 : 1). Namun sebaiknya dalam rangka pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang mengambil areal tanah dari masyarakat sebagai pemilik atau
yang menguasai tanah tersebut untuk lokasi pembangunan, masyarakat tidak boleh
dirugikan. Jika masyarakat pemilik tanah dirugikan, tentu saja ini akan memicu
berbagai permasalahan tentang pengadaan tanah bagi keperluan pembangunan.
Permasalahan penyediaan tanah untuk pembangunan infrastruktur ini dapat
menghambat perkembangan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan kebutuhan pembangunan infrastruktur inilah maka kemudian
diatur peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan
2
umum yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (selanjutnya disebut “UU
Pengadaan Tanah”). Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
ditujukan untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum
yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan,
demokratis, dan adil. Sebagai peraturan pelaksananya diterbitkan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 (Perkaban No.5
Tahun 2012). Selanjutnya diterbitkan juga Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012
(Perpres No.71 tahun 2012) yang disempurnakan dengan Peraturan Presiden Nomor
40 Tahun 2014 (Perpres No.40 Tahun 2014), sebagai perubahan pertama dan
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 (Perpres No.99 Tahun 2014) sebagai
perubahan kedua, lalu Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 (Perpres No. 30
Tahun) tentang perubahan ketiga. Akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Meskipun demikian ada beberapa kelebihan atau kekurangan dari Undang-
Undang No.2 Tahun 2012, kelebihannya antara lain : (1)memberikan kepastian hukum
akan keberatan masyarakat, baik terhadap trase/lokasi pembangunan maupun
keberatan terhadap harga; (2)terdapat batasan waktu pelaksanaan kegiatan sehingga
lebih menjaminnya penyelesaian pengadaan tanah; (3) nilai Ganti Rugi dilakukan Oleh
Penitai per-bidang tanah (hasil penjumlahan harga tanah, bangunan dan tanaman),
sehingga lebih memudahkan petaksanaan musyawarah harga, dan (4) memberikan
kepastian terhadap status tanah pasca konsinyasi.
Adapun kekurangan dari Undang-Undang No.12 Tahun 2012 adalah : (1)hanya
dapat dipergunakan untuk Pengadaan Tanah yang sumber dananya berasal dari
APBN/APBD dan BUMN yang mendapat penugasan khusus; (2)berpotensi untuk
terjadinya tanaman dan bangunan tumbuh akibat komunikasi dengan masyarakat
telah terjadi sebelum SP2LP diterbitkan; (3)menuntut pengulangan dari awal bila
penyelesaian pengadaan tanah melampaui batas waktu masa berlaku SP2LP yang
berpotensi penolakan.
Itulah sebabnya pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum
dilaksanakan harus melalui beberapa tahapan mulai dari : (1) Perencanaan (Instansi &
3
pemerintah daerah); (2) Persiapan (Pemprov/instansi penetapan lokasi Gubernur); (3)
Pelaksanaan (BPN RI) ; dan (4) Penyerahan hasil (BPN RI). Pada masing-masing
tahapan tersebut berbeda lembaga dan fortofolio masing-masing berupa: tugas pokok;
fungsi; kewenangan; kewajiban; keharusan; larangan; hak; tanggung jawab; dan
tanggung gugat dalam menjalankan tugas kegiatan penyelenggaraan pengadaan tanah
dari anggota tim (petugas pelaksanaanya), yang masing-masing bersifat independen
baik tanggung jawab administrasi maupun tanggung jawab secara hukum.
Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan atas
Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah
Instansi yang bersangkutan. Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan
tanah, yang dibuat oleh instansi yang memerlukan tanah & dituangkan dalam dokumen
perencanaan yang memuat :(1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan; (2)
Kesesuaian dgn RTRW, Rencana Pembangunan Nasional & daerah; (3) Luas tanah yang
dibutuhkan; (4) Letak tanah.; (5) Status tanah; (6) Perkiraan waktu pelaksanaan; (7)
Perkiraan Nilai Tanah; dan (8) Rencana Penganggaran.
Dokumen perencanaan tersebut disusun berdasarkan : (1) Studi kelayakan
sesuai peraturan perundangan; (2) Ditetapkan oleh instansi yang memerlukan tanah;
dan (3) Dokumen diserahkan kepada Pemprov/Gubernur.
Salah satu kegiatan pengadaan tanah antara lain adalah pada kegiatan
pembangunan jalan tol. Pembangunan infrastruktur berupa jalan tol Paspro, Gempas,
Panmal dan KLB merupakan bagian dari pembangunan ruas jalan tol trans Jawa. Jalan
tol trans Jawa adalah jaringan jalan tol yang menghubungkan kota-kota di pulau Jawa.
Jalan tol ini menghubungkan dua kota terbesar di Indonesia, yaitu Jakarta hingga
Surabaya. Maksud dan tujuan dibangunnya jalan tol trans Jawa adalah untuk
meningkatkan aksesibilitas dan kapasitas jaringan jalan dalam melayani lalu lintas di
koridor trans Jawa, meningkatkan produktivitas melalui pengurangan biaya distribusi
dan menyediakan akses ke pasar regional maupun internasional. Jalan tol mempunyai
fungsi dan tujuan yaitu untuk mempermudah migrasi masyarakat diantara kota-kota
yang dilalui serta untuk pengembangan dan peningkatan perekonomian masyarakat.
Jalan tol mempermudah mobilisasi para pembisnis atau pedagang antar kota, ini berarti
4
perdagangan antar kota-kota tersebut akan dimudahkan lewat adanya pembangunan
jalan tol ini.
Jalan Tol Gempol – Pasuruan atau biasa disingkat jalan Tol Gempas terdiri dari
empat seksi yaitu seksi I (Gempol-Rembang) sepanjang 13,95 km, seksi IIA (Rembang-
Pasuruan) sepanjang 6,6 km, seksi IIB (Rembang-Pasuruan) serta seksi III (Pasuruan-
Grati) sepanjang 13,6 km, maka lalu lintas yang menuju Grati-Probolinggo dapat lebih
lancar. Adapun jalan Tol Pasuruan - Probolinggo atau biasa disingkat jalan Tol Paspro
terdiri dari tiga seksi yaitu seksi I sepanjang 12,6 km, seksi II sepanjang 7,2 km, dan
seksi II sepanjang 11,5 km melewati Wilayah Kecamatan Grati (menyambung dari Jalan
tol Ruas Gempol-Pasuruan) Kecamatan Nguling Wilayah Kabupaten Probolinggo &
Wilayah Kota Probolinggo. Sedangkan jalan Tol Pandaan – Malang atau biasa disingkat
Panmal merupakan jalan tol sepanjang Kota Pandaan sampai dengan Malang sepanjang
37,62 km, yang menghubungkan dua ruas tol yang telah dibangun sebelumnya yaitu
GempoI-Pasuruan (34,15 km) dan Pasuruan Probolinggo (31,3 km). Untuk jalan Tol
Kriyan-Legundi-Bunder atau biasa disingkat jalan Tol KLB merupakan upaya
memperpendek jarak tempuh dan perpersingkat waktu tempuh antara pelabuhan
dengan Kawasan lndustri di Wilayah Gresik (Kawasan lndustri Manyar, Kawasan
lndustri Kebomas, Kawasan industri Driyorejo), serta Pelabuhan di PKN
Gerbangkertasusila dengan wilayah barat selatan provinsi Jawa Timur maka perlu
dikembangkan jalan bebas hambatan (tol), sebagai jalan alternatif dari Jalan Arteri
Provinsi Ruas Krian - Legundi - Bunder-Manyar. Rencana trase jalan Tol Krian - Legundi
- Bunder- Manyar akan dimulai dari Jalan Arteri Nasional By Pass Krian dan berakhir di
exit Bunder dari Jalan Tol Surabaya - Gresik.
Pembangunan jalan tol tersebut pada kenyataannya sempat terhenti dan
mangkrak, oleh karena itu apakah jalan tol yang saat ini sudah beroperasi dulu
menyimpan suatu histori pada tahapan pelaksanaan pengadaan tanahnya, dan apakah
ada tahapan yang bermasalah, lalu bagaimana penyiapan dokumen perencanaannya ?
Untuk itulah maka penelitian ini akan dilaksanakan di Propinsi Jawa Timur, karena
peneliti akan mengkaji sucsess story serta permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan
pengadaan tanah khususnya mengenai penyiapan dokumen perencanaan yang harus
disiapkan. Hal ini dikarenakan penyiapan dokumen perencanaan penting dibuat oleh
instansi yang memerlukan tanah.
5
B. Permasalahan
Kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini ternyata menimbulkan
berbagai masalah yang muncul dalam tiga tahap pertama dari empat rangkaian
kegiatan pengadaan tanah.
Sebagian besar dokumen perencanaan pengadaan tanah masih lemah, padahal
dokumen perencanaan merupakan tahap awal yang merupakan gerbang yang penting
untuk melaksanakan tahapan pengadaan tanah selanjutnya. Banyak kasus ditolaknya
dokumen perencanaan karena ketidaktahuan instansi yang memerlukan tanah dalam
hal membuat perencanaan pengadaan tanah yang baik. Seringkali, dokumen
perencanaan dianggap sekedar prosedur, penyiapan terhadap dokumen-dokumen
tersebut kurang serius. Tidak jarang pengajuan pengadaan tanah ditolak oleh
pemerintah daerah atau bahkan sudah pada tahap persiapan permohonan pengukuran
ditolak BPN karena dokumen perencanaan yang kurang lengkap.
Peran dokumen perencanaan dalam pengadaan tanah dapat dilihat pada kasus
pengadaan tanah tanah New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA). Pengadaan tanah
sempat terhenti karena Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.
68/KEP/2015 digugat. Gugatan didasarkan pada ketidaksesuaian antara RTRW
Kabupaten Kulon Progo dengan peraturan tata ruang di atasnya. Seperti diketahui,
singkronisasi kesesuaian tata ruang ada pada tahapan perencanaan.
Arti penting tahapan perencanaan juga terjadi pada kasus pengadaan tanah di
Provinsi Gorontalo tahun 2017 yaitu Pembangunan Kanal Pintu Air Topadu Danau
Limboto di Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo. Percepatan pengadaan tanah
terhambat karena dokumen perencanaan dan persiapan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait; khususnya adanya kekurangan dokumen kesesuaian
rencana pengadaan tanah dengan Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka menengah, Rencana Strategis dan
Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan serta studi kelayakan. Dengan
demikian tahapan pelaksanaan pengadaan tanah tertunda karena instansi yang
memerlukan tanah haruslah melengkapi atau memperbaiki dokumen perencanaan
tersebut.
Permasalahan perbedaan persepsi substantif juga muncul pada proses
pengadaan tanah. Sebagai contoh surat Dari Dirjen Pengadaan Tanah Nomor
4595/29.1-600/XII/2017 menjelaskan perbedaan persepsi substantif antara Pendapat
6
Hukum atau Legal Opinion (LO) yang disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan dan LO Kejaksaan
Tinggi Banten kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten. Substansi
perbedaan persepsi yang dijelaskan menyangkut: (1) Penugasan Kepala Kantor sebagai
Ketua Pelaksanaan Pengadaan Tanah, (2) Pengertian Tanah Negara, (3) Perbedaan
penilaian uang ganti kerugian pada dokumen perencanaan dengan hasil penilaian dari
penilai pertanahan, (4) Perbedaan luas hasil inventarisasi dan identifikasi dengan hasil
verifikasi, dan (5) Pelaksanaan Perpres No.56 tahun 2017 tentang Penanganan Dampak
Sosial Kemasyarakatan dalm Rangka Penyediaan Tanah untuk Proyek Strategis
Nasional.
Permasalahan hukum juga sering muncul dalam proses pengadaan tanah yaitu
mengena sengketa pertanahan disamping sengketa hukum lainnya, baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Bentuk sengketa pertanahan yang kadang kala muncul
dalam proses pengadaan tanah ini pun bermacam-macam. Mulai dari sengketa tata
usaha negara (TUN) yang kerap digunakan untuk menggungat surat keputusan atas
penetapan lokasi ; sengketa keperdataan yang terkait dengan keberatan penetapan
ganti rugi, konsinyasi, maupun sengketa lainnya ; sengketa pidana yang terkait dengan
pemalsuan dokumen tanah, penggelapan, dan sebagainya ; sengketa adat – hak ulayat ;
sengketa tumpang tindih ; hingga sengketa lingkungan hidup. Berbagai sengketa ini
yang untuk selanjutnya menghambat pembangunan sebuah proyek, bahkan tak jarang
proyek tersebut menjadi mangkrak hingga tahunan. Disinilah untuk selanjutnya
penegakan atas UU No. 2 Tahun 2012 beserta dengan peraturan turunannya sebagai
payung hukum sangat diharapkan untuk menjamin kelancaran dalam proses pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, khususnya infrastruktur.
Adapun secara umum, permasalahan pengadaan tanah sebagai berikut: Pertama,
tahap perencanaan yang muncul antara lain: (1) instansi yang memerlukan tanah
belum memahami dalam menyusun dokumen perencanaan, dan (2) dokumen
perencanaan pengadaan tanah belum memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kedua,
permasalahan pada tahap persiapan antara lain (1) masih terdapat Penetapan Lokasi
yang tidak sesuai dengan RTRW/perubahan RTRW, (2) masih terdapat Penetapan
Lokasi yang tidak didasari Berita Acara Kesepakatan dari Konsultasi Publik karena
tidak dilaksanakan sosialisasi dan konsultasi publik kepada pihak yang berhak,
sehingga berdampak pada ketidak lengkapan data awal, (3) area Penetapan Lokasi
7
terdapat dalam kawasan hutan sehingga petugas tidak dapat/ragu melaksanakan
pendataan awal, (4) masih terdapat pemerintah daerah tidak membentuk Tim Kajian
Keberatan apabila terdapat keberatan atas obyek yang akan dijadikan pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum, (5) masih terdapat Penetapan Lokasi
yang tidak didukung dengan data awal terkait obyek, subyek dan titik koordinat yang
masih berubah pada saat tahapan pelaksanaan, dan (6) Patok batas bidang belum
dipasang oleh pemilik tanah. Ketiga, Permasalahan pada tahap pelaksanaan yang
muncul antara lain: (1) ketersediaan anggaran, (2) perijinan yang tidak lengkap pada
tahap persiapan, (3) pemilik tidak sepakat dengan besarnya ganti rugi, tanah yang
pemiliknya tidak diketahui, tanah sengketa, tanah yang sedang berperkara di
pengadilan, tanah yang diagunkan, tanah yang di sita oleh pejabat yang berwenang, dan
tanah yang dijaminkan di bank.
Perlu diinformasikan bahwa, dalam kaitan permasalahan yang sering muncul
pada tahap perencanaan itu pula, maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional memandang perlu memberikan petunjuk teknis. Petunjuk teknis
tersebut sedang dipersiapkan bersama tim Asean Development Bank (ADB) dan
konsultan di bidang pengadaan tanah. Harapannya petunjuk teknis tersebut dapat
memberikan panduan yang lengkap dalam perencanaan pengadaan tanah sehingga
mengurangi permasalahan yang muncul.
Oleh karena itu untuk meminimalisir adanya permasalahan yang timbul, maka
diperlukan suatu aturan untuk membuat dokumen perencanaan pengadaan tanah yang
selama ini belum dibuat secara rinci karena instansi yang memerlukan tanah belum
memahami dan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hal ini dapat
menimbulkan beberapa kasus bahkan terkadang menyeret beberapa petugas yang
menangani penyelesaian pengadaan tanah ke “hotel prodeo”. Berdasarkan uraian
permasalahan yang sering terjadi pada proses pengadaan tanah maka penelitian ini
ingin mengkaji serta mendapatkan informasi tentang :
1. Kelengkapan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah oleh yang memerlukan.
2. Hasil sinkronisasi antara isi Dokumen Perencanaan dengan Hasil Pelaksanaan
Pengadaan Tanah.
3. Hasil analisis urgensitas diperlukannya Juknis tentang Penyusunan Dokumen
Perencanaan Pengadaan Tanah.
8
4. Rancang bangun draft Juknis Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan
Tanah (Menyempurnakan draft Juknis Penyusunan Dokumen Perencanaan
Pengadaan tanah yang telah dipersiapkan oleh Asian Development Bank
(ADB) dan Ditjen Pengadaan Tanah).
Untuk mengkaji serta memperoleh data /informasi mengenai permasalahan
tersebut maka kami merumuskannya dalam pertanyaan penelitian berikut ini :
1. Mengapa instansi yang memerlukan tanah harus menyiapkan kelengkapan dokumen
perencanaan pengadaan tanah ?
2. Mengapa hasil analisis isi dokumen perencanaan harus disinkronisasikan dengan
hasil pelaksanaan pengadaan tanah ?
3. Bagaimana hasil analisis juknis tentang penyusunan dokumen perencanaan
pengadaan tanah ?
4. Mengapa perlu disempurnakan draft rancang bangun petunjuk teknis tentang
penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah yang telah disiapkan oleh
Asian Development Bank (ADB) dan Ditjen Pengadaan Tanah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis dokumen perencanaan pengadaan tanah yang disiapkan oleh
instansi yang memerlukan tanah.
2. Untuk menganalisis sinkronisasi antara isi dokumen perencanaan dengan hasil
pelaksanaan pengadaan tanah.
3. Untuk menganalisis hasil juknis tentang penyusunan perencanaan pengadaan tanah.
4. Untuk mengkaji kesempurnaan draft rancang bangun petunjuk teknis tentang
penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah yang telah dipersiapkan oleh
Asian Development Bank dengan Ditjen Pengadaan tanah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini harapannya :
1. ditinjau dari segi akademis, dapat memberikan sumbangan keilmuan dalam kegiatan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
2. ditinjau dari segi praktisi, dapat memberikan masukkan dalam pembuatan dokumen
perencanaan pada proses awal tahapan kegiatan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Urgensi Pengadaan tanah untuk Kepentingan Umum
Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hampir tak ada kegiatan
pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah
memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya
suatu pembangunan. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang
kehidupan terutama untuk kepentingan umum selalu membutuhkan tanah
sebagai wadah untuk diletakkannya pembangunan tersebut.
Negara tidak mempunyai hubungan memiliki dengan tanah (eigendom
staat), sehingga tidak mungkin pemerintah atas nama negara leluasa atau
semena-mena dalam memperoleh (mengambil) tanah masyarakat atau
pemegang hak atas tanah yang arealnya terkena pembangunan untuk
kepentingan umum.
Pemerintah (atas nama negara) dalam memperoleh hak atas tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, wajib berpegang teguh dan taat asas
terhadap nilai-nilai luhur kewenangan negara. Kewenangan negara menjalankan
Hak Penguasaan Negara (Pasal 33 ayat 3 UUD45) dalam rangka rangka
mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat, sehingga dalam prosedur
perolehan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tersebut harus
mampu merumuskan metoda yang komprehensif (teruji secara ilmiah) dan
representatif (dapat mencerminkan nilai-nilai hak asasi manusia yang
bermartabat dan terhormat).
UUPA dan UU Nomor 20 Tahun 1961 mengatakan kepentingan umum
dinyatakan dalam arti peruntukannya, yakni untuk kepentingan bangsa dan
negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan.
Artinya kepentingan umum itu harus memenuhi peruntukkannya, dan harus
dirasakan kemanfaatannya, serta dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan
dan atau secara langsung.
Pemerintah yang dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan telah
melakukan upaya dengan mengeluarkan peraturan tentang pengadaan tanah
10
untuk pembangunan dalam rangka kepentingan umum. Bahkan tahapan
penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 juncto Perpres Nomor 7
Tahun 2012 sebagaimana telah diubah empat (4) kali, dan terakhir dengan
Perpres Nomor 148 Tahun 2015. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari
konflik yang terjadi akibat pelepasan hubungan hukum antara tanah dengan
pemegang haknya, sehingga pembangunan yang dihasilkan pasca pembebasan
hak-hak warga negara dapat memajukan rakyat secara keseluruh.
2. Tahapan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum juncto Pasal 2 Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Menurut peraturan tersebut tahapan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum terdiri dari 4
(empat) tahapan, yaitu :
a) Tahapan Perencanaan
Instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum wajib membuat Rencana Pengadaan tanah yang disusun dalam bentuk
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah. Penyusunan rencana pengadaan tanah
tersebut setidaknya harus didasarkan pada :
1) Rencana Tata Ruang Wilayah (Nasional, Provinsi, dan atau
Kabupaten/Kota).
2) Rencana Pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
jangka panjang, Jangka Menengah, dan rencana Strategis.
3) Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang besangkutan.
Portofolio (tugas, fungsi, kewenangan, kewajiban, hak, keharusan,
larangan, tanggung jawab dan tanggung gugat) pada tahap perencanaan
penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum dilakukan dan berada pada instansi yang memerlukan tanah. Tahap
perencanaan ini diselenggarakan melalui studi kelayakan dan dituangkan dalam
dokumen perencanaan.
11
Rencana pengadaan tanah dapat disusun secara bersama-sama oleh
instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi teknis terkait atau
dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh instansi yang
memerlukan.
Rencana pengadaan tanah disusun dalam bentuk dokumen perencanaan
pengadaan tanah, minimal memuat :
1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan;
2) Kesesuaian dengan Rencana tata Ruang Wilayah dan Prioritas
Pembangunan;
3) Letak tanah;
4) Luas tanah yang dibutuhkan;
5) Gambaran umum status tanah;
6) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
8) Perkiraan nilai tanah; dan
9) Rencana pengganggaran;
Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi
kelayakan yang mencakup :
1) Survei sosial ekonomi;
2) Kelayakan lokasi;
3) Analisis biaya atas manfaat pembangunan bagi wilayah dan
masyarakat;
4) Perkiraan nilai tanah;
5) Dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat
dari pengadaan tanah dan pembangunan; dan
6) Studi lain yang diperlukan.
Hasil dari tahapan perencanaan adalah dokumen perencanaan. Instansi
yang memerlukan tanah kemudian menyampaikan kepada Gubernur di provinsi
dimana lokasi rencana pembangunan akan dilaksanakan. Dokumen perencanaan
tersebut harus sesuai sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum juncto Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
12
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang akan menandai dimulainya
tahapan selanjutnya, yaitu tahap persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.
b) Tahapan Persiapan
Persiapan pengadaan tanah diselenggarakan dalam tiga(3) tahapan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 2 tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan umum yang
terdiri dari sub tahapan berikut :
1) Pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat, khususnya
kepada pemilik tanah yang akan terkena areal pembangunan untuk
kepentingan umum;
2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan;
3) Konsultasi publik rencana pembangunan.
Berdasarkan dokumen perencanaan yang dihasilkan pada tahapan
perencanaan, gubernur membentuk tim persiapan untuk menyelenggarakan
tahapan persiapan pengadaan tanah paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya dokumen perencanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Anggota Tim persiapan terdiri dari :
1) Bupati/Walikota;
2) Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi terkait;
3) Instansi yang memerlukan tanah;
4) Instansi terkait lainnya.
Gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan persiapan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum tersebut
kepada Bupati/Walikota dengan pertimbangan untuk : efisiensi, efektifitas,
kondisi geografis dan sumberdaya manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 47
dan Pasal 48 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. Adapun untuk kelancaran Pelaksanaan Tugas Tim Persiapan, Gubernur
membentuk sekretariat persiapan yang berkedudukan di Provinsi.
13
Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum menyebutkan, bahwa Tim Persiapan Pengadaan tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum bertugas :
1) Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan;
a) Tim persiapan memberitahukan rencana pembangunan kepada
masyarakat pada lokasi pembangunan dalam waktu paling lama
20 (dua puluh) hari kerja sejak dokumen perencanan diterima
oleh Gubernur (Pasal 17 UU 2/2012 jo. Pasal 11-15 Perpres
71/2012).
b) Pemberitahuan ditandatangani oleh Ketua Tim Persiapan.
c) Pemberitahuan secara langsung dengan cara : sosialisasi, tatap
muka dan surat pemberitahuan.
d) Undangan sosialisasi atau tatap muka disampaikan melalui
Lurah/Kepala Desa paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum
pertemuan.
e) Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan oleh Tim Persiapan.
f) Hasil sosialisasi atau tatap muka dituangkan dalam bentuk notulen
pertemuan dan ditandatangani oleh Ketua Tim atau Pejabat yang
ditunjuk.
g) Bukti penyampaian pemberitahuan dibuat dalam bentuk tanda
terima dari perangkat Kelurahan/Desa.
h) Pemberitahuan melalui media cetak dilaksanakan melalui surat
kabar lokal dan nasional paling sedikit 1 (satu) kali penerbitan
pada hari kerja dan media elektronik melalui website pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kotadan instansi yang memerlukan tanah.
2) Melaksanakan pendataan awal lokasi rencana pembangunan;
Pendataan awal dilaksanakan untuk memperoleh data awal Pihak
yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah, paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja (Pasal 18 UU 2/2012 jo. Pasal 16 Perpres 71/2012).
Objek Pengadaan tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah
tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau
lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
14
Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki
objek pengadaan tanah, meliputi :
a) Pemegang hak atas tanah;
b) Pemegang pengelolaan;
c) Nadzir untuk tanah wakaf;
d) Pemilik untuk tanah bekas milik adat;
e) Masyarakat hukum adat;
f) Pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
g) Pemegang dasar penguasaan atas tanah, dan/atau
h) Pemilik bangunan, tanaman, ataubenda lain yang berkaitan
dengan tanah.
3) Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan;
Konsultasi publik dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan
lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang berhak, paling lama 60
(enam puluh) hari kerja. Dalam hal terdapat keberata, dilakukan
konsultasi public ulang, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. (Pasal
19-20 UU 2/2012 jo. Pasal 29-34 Perpres 71/2012)
Apabila masih terdapat keberatan,Gubernur/Bupati/Walikota
membentuk Tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana
lokasi pembangunan kepentingan umum. Tim Kajian Keberatan
tersebut terdiri atas :
a) Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai
ketua merangkap anggota;
b) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai
sekretaris merangkap anggota;
c) Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan
pembangunan daerah sebagai anggota;
d) Kepala Kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia sebagai anggota;
e) Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota;
dan
f) Akademisi sebagai anggota.
Tim Kajian Keberatan bertugas :
15
a) Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan;
b) Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang
keberatan; dan
c) Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.
Berdasarkan rekomendasi Tim Kajian Keberatan,
Gubernur/Bupati/Walikota mengeluarkan surat diterima atau
ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan. Apabila
keberatan ditolak maka Gubernur/Bupati/walikota menetapkan
lokasi pembangunan., sedangkan jika keberatan diterima maka
Gubernur/Bupati/Walikota memberitahuan kepada instansi yang
memerlukan tanah untuk membatalkan rencana pembangunan
atau mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain.
(Pasal 21-21 UU 2/2012 jo. Pasal 35-40 Pepres 71/2012)
4) Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan;
Setelah diperoleh kesepakatan dalam konsultasi publik, atau
keberatan dari Pihak yang keberatan ditolak,
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan Penetapan lokasi
pembangunan. (Pasal 22 UU 2/2012 jo. Pasal 43-44 Perpres
71/2012).
Perpanjangan waktu Penetapan lokasi pembangunan diajukan
oleh instansi yang memerlukan tanah kepada
Gubernur/Bupati/Walikota atas pertimbangan Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional, dalam jangka waktu paling lambat 2
(dua) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu Penetapan lokasi
pembangunan. (Pasal 43 Perpres 71/2012).
5) Mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan
umum; dan
Penetapan lokasi diumumkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota
bersama instansi yang memerlukan tanah.(Pasal 26 UU 2/2012
jo.Pasal45-46 Perpres 71/2012).
Upaya hukum Penetapan lokasi :
a) Pihak yang berkeberatan terhadap penetapan lokasi dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara paling
16
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya
penetapan lokasi.
b) Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau
ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak diterimanya gugatan.
c) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja
dapat mengajukan kasasi kepadaMahkamah Agung Republik
Indonesia.
d) Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi
diterima.
e) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. (Pasal 23
UU 2/2012).
6) Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan Pengadaan tanah bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang ditugaskan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota Pemberitahuan Rencana Pembangunan.
c) Tahap Pelaksanaan
Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum,
instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
(Pasal 27 UU2/2012 jo. Pasal 49 Perpres 71/2012 jo. Pasal 1 PerKaBPN 5/2012).
Dalam pelaksanaan pengadaan tanah Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dapat memobilisasi pegawai di lingkungan unit kerjanya.
Apabila pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional, maka susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah, paling kurang :
1) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai Ketua;
2) Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah atau Pejabat
setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai anggota;
3) Kepala Kantor Pertanahan setempat pada lokasi pengadaan tanah
sebagai anggota;
17
4) Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi paling rendah
setingkat Eselon III yang membidangi urusan pertanahan
atauPejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai anggota;
5) Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota , paling
rendah setingkat Eselon III yang membidangi urusan pertanahan
atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai anggota;
6) Camat atau nama lain setempat pada lokasi pengadan tanah sebagai
anggota;
7) Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan
tanah sebagai anggota; dan
8) Kepala Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah atau Pejabat setingkat
Eselon IV yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota.
Kepala Kantor Wilayah BPN dapat menugaskan Kepala Kantor Pertanahan
sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, dengan pertimbangan untuk
efisiensi, efektifitas, kondisi geografis, dan sumberdaya manusia (Pasal 50-51
Perpres 71/2012 jo. Pasal 2 PerKaBPN 5/2012).
Apabila pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanaha,
maka susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah, paling kurang :
1) Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua;
2) Kepala Seksi Hak tanah dan Pendaftaran tanah atau Pejabat setingkat
Eselon IV yang ditunjuk sebagai anggota;
3) Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota , paling
rendah setingkat Eselon IV yang membidangi urusan pertanahan
sebagai anggota;
4) Camat atau nama lain setempat pada lokasi pengadan tanah sebagai
anggota;
5) Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan
tanah sebagai anggota; dan
6) Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah atau Pejabat yang
ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota.
Pelaksana Pengadaan Tanah dibantu oleh Sekretaris Pelaksana
Pengadaan Tanah, yang keanggotaannya terdiri dari pejabat atau staf yang
ditunjuk oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, paling banyak 4 (empat) orang.
Tugasnya adalah untuk menyiapkan administrasi pengadaan tanah, yang
meliputi keuangan, pendokumentasian, dan surat menyurat lainnya.
18
Rincian pelaksanaan pengadaan tanah terdiri dari :
1) Penyiapan pelaksanaan;
2) Inventarisasi dan identifikasi;
3) Penertapan penilai;
4) Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian;
5) Pemberian ganti kerugian;
6) Pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus;
7) Penitipan ganti kerugian;
8) Pelepasan objek pengadaan tanah;
9) Pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek
pengadaan tanah, dan
10) Pendokumentasian peta bidang, daftar nominative dan data
administrasi pengadan tanah. (Pasal 5 PerKaBPN 5/2012)
d) Tahap Penyerahan Hasil
Ketua Pelaksana pengadaan tanah menyerahkan hasil Pengadaan Tanah
kepada Instansi yang memerlukan tanah disertai data Pengadaan tanah, paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pelepasan hak objek Pengadaan Tanah. Instansi
yang memerlukan tanah wajib mendaftarkan/mensertipikatkan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penyerahan hasil pengadaan tanah.
Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan
pembangunan setelah dilakukanpenyerahan hasil Pengadaan tanah oleh Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah . (Pasal 48-50 UU 2/2012 jo. Pasal 112- 113
Perpres 71/2012 jo.Pasal 46-48 PerKa BPN 5/2012).
3. Peranan Dokumen Perencanaan
Peranan adalah sesuatu yang dapat diartikan memiliki arti positif yang
diharapkan akan mempengaruhi sesuatu yang lain dan peranan bersinonim
dengan ‘pengaruh’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘pengaruh’ berarti
“daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk
watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Jika dikaitkan dengan sesuatu
yang bersifat kolektif di dalam masyarakat, maka pengaruh adalah “daya yang
ada atau timbul dari organisasi yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau
perbuatan masyarakat. Makna peranan secara implisit menunjukkan kekuatan.
19
Kekuatan tersebut berlaku baik secara internal maupun eksternal terhadap
individu atau kelompok yang menjalankan peranan tersebut.
Peranan juga dapat berhubungan dengan informasi (informational role),
yaitu yang berasal dari hasil analisis, baik itu berupa kajian atau aturan bahkan
laporan yang berisi mengenai berbagai isu yang bermanfaat.
Sedangkan peranan dokumen perencanaan diharapkan dapat memberikan
suatu informasi atau sebagai arahan dari rencana suatu kegiatan. Oleh karena itu
peranan dokumen perencanaan pada kegiatan pengadaan tanah untuk
pembangunan kepentingan umum mempunyai makna yang sangat penting
sebagai informasi serta arahan penting pada tahapan kegiatan pengadaan tanah.
Hal ini dikarenakan isi dokumen perencanaan tersebut akan meyajikan semua
rencana kegiatan sampai rencana anggaran bahkan juga memprediksikan serta
mencarikan solusi pemecahan dan dampak yang timbul dari kegiatan yang akan
dilaksanakan.
B. Kerangka Konseptual dan Teoritik
Pembangunan fasilitas-fasilitas umum memerlukan tanah sebagai
wadahnya. Persoalannya tanah merupakan sumberdaya alam yang sifatnya
terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia sudah
banyak yang dilekati dengan hak (tanah hak), dan tanah negara sudah
sangat terbatas persediaannya. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit
melakukan pembangunan untuk kepetingan umum di atas tanah negara, dan
sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah
hak yang dikuasai oleh ,masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut maka muncul kepentingan pengadaan tanah
yang berlatar belakang dengan meningkatnya pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan tanah, sehingga pengadaannya perlu dilakukan secara
cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan
terhadap hak-hak yang sah atas tanah.
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan
tanah, bangunan, tanaman, dan benda- benda yang yang berkaitan dengan tanah.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka kemudian pengadaan tanah diatur dalam
suatu undang-undang agar pelaksanaannya cepat, tepat, manusiawi dan
20
berkeadilan dalam melepaskan hubungan hukum antara tanah dan pemegang
haknya.
Atas dasar pertimbangan di atas, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum (selanjutnya disebut “UU Pengadaan Tanah”), Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Sebagai peraturan pelaksananya
diterbitkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2012 (Perkaban No.5 Tahun 2012). Selanjutnya diterbitkan juga
Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 (Perpres No.71 tahun 2012).
Agar pelaksanaan pengadaan tanah tidak menimbulkan konflik serta
permasalahan, maka instansi yang memerlukan tanah untuk kegiatan
pembangunan perlu mengikuti tahapan dalam pengadaan tanah. Tahapan-
tahapan tersebut harus dilalui serta dipersiapkan. Dokumen serta kerjasama
dengan beberapa instansi juga diperlukan bahkan dengan akademisi. Kegiatan
pengadaan tanah mulai dari tahapan persiapan hingga tahap penyerahan hasil
harus tercatat secara rinci dengan bukti dokumen yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hal yang terpenting dalam tahapan pengadaan tanah
adalah perencanaan dimana tahap ini harus dipersiapkan beberapa dokumen
sebagai prasyarat untuk memulai pengadaan tanah. Begitu pentingnya tahap
awal ini maka perlu petunjuk teknis dalam perencanaan, agar tidak terjadi
permasalahan dikemudian hari.
Untuk memperoleh gambaran konseptual serta konsep teoritik penelitian
ini dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut :
UU 2/2012 Perpres 71/2012
Per KaBPN 5/2012
Pembanguan Bagi
Kepentingan Umum
Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
Tahap
Persiapan
Tahap
Perencanaan
Tahap
Pelaksanaan
Tahap
Penyerahan
Hasil
Dokumen Perencanaan Petunjuk Teknis Perencanaan
Gambar 2.1. Diagram Konseptual dan Teoritik
Teoritik
21
BAB III METODA PENELITIAN
Metoda Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan mengkaji
peraturan perundang-undangan, dengan pendekatan yuridis empiris, yaitu
mengkaji peraturan perundang-undangan, antara lain: Undang-Undang No. 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 5 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Timur di beberapa instansi seperti
Kantor Wilayah Kementrian ATR/BPN Provinsi Jawa Tmur, Kantor
Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Probolinggo dan
Malang. Selain itu juga di Kantor PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Dinas
Pekerjaan Umum di Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Probolinggo dan
Malang.
B. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data penelitian ini :
a) Studi dokumen/peraturan terkait pengadaan tanah;
b) Studi rancangan juknis perencanaan pengadaan tanah yang dibuat oleh
Kementerian ATR/BPN dan ADB;
c) Studi dokumen pengadaan tanah di kantor pertanahan setempat dan bila
perlu ditambah di instansi yang memerlukan tanah;
d) Wawancara mendalam dengan pelaksana pengadaan tanah di kantor
pertanahan setempat dan bila perlu dengan instansi yang memerlukan
tanah.
22
C. Teknik analisis
Tabel 3.1. Tahapan penelitian
No Tahapan Penelitian a. Teknik pengumpulan b. Analisis c. Hasil.
1. Studi peraturan dan dokumen pengadaan tanah
a. Studi dokumen. b. Pengelompokan tahapan
pengadaan tanah c. Daftar dokumen yang
diperlukan dalam pengadaan tanah
2. Menginventarisir permasalahan pengadaan tanah secara keseluruhan
a. Wawancara mendalam, semi terstruktur
b. Pengelompokan masalah pengadaan tanah
c. Daftar isian masalah 3. Pemberian bobot
permasalahan berbasis urgensi penyelesaian
a. - b. Katagorisasi secara logis
permasalahan berdasarkan wawancara.
c. Daftar pembobotan/ prioritas masalah pengadaan tanah
4. Mengkonfirmasi, permasalahan/best practice versus rancangan juknis perencanaan pengadaan tanah
a. - b. Apakah rancangan juknis
sudah mengakomodir permasalahan/best practice?
c. Daftar permasalahan yang belum dituangkan dalam juknis
5. Membuat rekomendasi terhadap rancangan juknis perencanaan pengadaan tanah.
A. - B. Merumuskan pada juknis C. Hasil rumusmusan berupa
rekomendasi.
Analisis dilakukan dengan cara membandingkan best praktis
pengadaan tanah yang dilaksanakan di daerah penelitian, dengan cara: (1)
menginventarisir permasalahan pengadaan tanah secara keseluruhan, (2)
mengkalasifikasikan permasalahan tersebut berdasarkan tahapan-tahapan
pengadaan tanah, (3) memberikan bobot permasalahan berdasarkan
pengaruhnya terhadap keberhasilan pengadaan tanah, (4) menganalisis
peran tahapan perencanaan terhadap munculnya permasalahan, (5)
menkonfirmasi permasalahan dengan rancangan petunjuk teknis
23
perencanaan pengadaan tanah, dan (6) memberikan rekomendasi untuk
penyempurnaan juknis perencanaan pengadaan tanah dibuat oleh
Kementerian ATR/BPN dan ADB. Tahapan penelitian secara garis besar
tertuang pada gambar 3.1.
Secara diagram jalannya penelitian seperti pada gambar berikut ini :
D. Definisi Operasional
1. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN) adalah
Lembaga Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang kemudian pada
tahun 2015 BPN berubah menjadi Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
2. Dampak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali adalah semua
dampak yang terkait dengan hilangnya aset fisik dan non-fisik,
termasuk rumah, masyarakat, tanah produktif, aset dan sumber
pendapatan produktif, subsisten, sumber daya, situs budaya,
Rancangan Juknis
Perencanaan
Best pratice
Analisis
Rekomendasi
Peraturan
Perudang Undangan
Gambar 3.1. Diagram Jalannya Penelitian
24
struktur sosial, jaringan dan ikatan, identitas budaya, dan
mekanisme saling membantu.
3. Instansi yang memerlukan tanah adalah lembaga negara,
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan
Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat
penugasan khusus Pemerintah atau Badan Usaha yang
mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara,
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik
Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan
khusus Pemerintah dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk
kepentingan umum.
4. Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang
didasarkan pada kesetaraan dengan nilai pasar atas suatu property,
dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik
yang diakibatkan adanya pengambilan ha katas property dimaksud.
5. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak.
6. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Pemerintah Pusat (Pemerintah) adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
8. Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek
pengadaan tanah.
9. Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah
tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau
lainnya yang dapat dinilai.
10. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
25
Pokok-Pokok Agraria dan hak lain yang akan ditetapkan dengan
undang-undang.
11. Kantor Wilayah BPN adalah Kantor Wilayah BPN di Provinsi yang
dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah BPN yang berada dibawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kepala BPN.
12. Kantor Pertanahan adalah BPN di Kabupaten/Kota yang dipimpin
oleh Kepala Kantor Pertanahan yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala BPN melalui Kepala Kantor
Wilayah BPN.
13. Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
14. Kelompok Rentan adalah kelompok yang kemungkinan akan
menghadapi atau terkena resiko lebih serius atau lebih terpinggirkan
karena proyek. Kelompok ini termasuk; 1) rumah tangga yang
dikepalai perempuan; 2) kepala rumah tangga usia lanjut; 3) kepala
rumah tangga berkebutuhan khusus; 4) rumah tangga miskin; 5)
rumah tangga tidak memiliki tanah.
15. Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau
musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai
kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
16. Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak
yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
17. Penilai Pertanahan/penilai adalah orang perseorangan yang
melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah
mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah
mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung
nilai/harga objek pengadaan tanah.
18. Perbaikan Matapencaharian adalah merupakan upaya perbaikan
sumber-sumber pendapatan fdan matapencaharian produktif dari
pihak berhak yang terkena dampak serius dan kelompok rentan untuk
26
memungkinkan mendapatkan pendapatan setidaknya sama atau lebih
dari yang diperoleh pihak yang berhak sebelum pengadaan tanah.
19. Pihak berhak terkena dampak serius adalah mengacu pada pihak
yang berhak yang akan ; 1) kehilangan lebih dari 10% dari total
produktif asset yang dimiliki atau sumber pendapatan produktif ; atau
2) harus direlokasi karena proyek.
20. Relokasi/Pemukiman Kembali adalah pemindahan atau pergerakan
fisik pihak yang berhak dari daerah yang terkena bencana ke
daerah/lokasi baru dan pembangunan kembali rumah, infrastruktur,
penyediaan aset, termasuk tanah/pekerjaan produktif, dan
pembentukan kembali pendapatan, mata pencaharian, dan kehidupan,
dan sosial Sistem.
21. Team Persiapan Pengadaan Tanah adalah Tim yang dibentuk oleh
gubernur untuk membantu Gubernur dalam melaksanakan
pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi
rencana pembangunan dan konsultasi publik rencana pembangunan.
22. Tim Kajian Keberatan adalah tim yang dibentuk oleh gubernur untuk
membantu gubernur melaksanakan inventarisasi masalah yang
menjadi alasan keberatan, melakukan pertemuan atau klarifikasi
dengan pihak yang keberatan, melakukan kajian dan membuat
rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.
23. Team Pelaksanaan Pengadaan Tanah adalah team pelaksanana
membentuk Satuan tugas untuk membantu pelaksanaan pengadaan
tanah.
24. Ruang atas Tanah dan Bawah Tanah adalah ruang yang ada di bawah
permukaan bumi dan/atau ruang yang ada di atas permukaan bumi
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah.
27
BAB IV DOKUMEN PERENCANAAN
TOL PASPRO, GEMPAS, PANMAL DAN KLB
A. Latar Belakang
Program yang digenjot oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) adalah
pembangunan aneka infrastruktur dan salah satu unsur yang sangat penting bagi proses
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun pembangunan ekonomi
secara nasional adalah pembangunan infrastruktur jalan raya yaitu jalan tol.
Pengembangan jalan raya termasuk jalan tol merupakan unsur yang sangat vital dan
mempunyai efek yang sangat positif bagi pertumbuhan suatu wilayah atau daerah
tertentu. Dampak dari pembanguan jalan tol tentu tidak hanya mempercepat mobilitas
penduduk, melainkan mempunyai efek pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan
pula bagi wilayah tersebut. Oleh karenanya pemerintah saat ini sedang berupaya
mengembangkan dan mempercepat proyek jaringan jalan tol di seluruh Indonesia.
Jalan Tol Gempol-Pasuruan sepanjang 34,15 km memiliki arti penting bagi
kelancaran transportasi barang maupun penumpang dan merupakan bagian dari
rencana jangka panjang pembangunan Jalan Tol Trans Jawa dari Merak hingga
Banyuwangi. Tol Gempol-Pasuruan terdiri dari tiga seksi, yakni seksi 1 Gempol-
Rembang sepanjang 16,9 km, seksi 2 Rembang-Pasuruan sepanjang 8,1 km dan seksi 3
Pasuruan-Grati, sepanjang 12,15 km. Dengan adanya jalan tol ini diharapkan akan
memacu pertumbuhan ekonomi di sekitar kawasan yang dilaluinya. Bagi pemerintah
daerah dan investor kehadiran jalan tol ini akan menjadi daya tarik untuk berinvestasi
pada sektor industri manufaktur, properti, pariwisata, dan lain-lainnya pada koridor
yang dilalui jalan tol ini, yaitu mulai dari Gempol, kawasan industri PIER Bangil,
Pasuruan sampai kawasan wisata Grati.
Pengoperasian jalan tol tersebut diharapkan bisa membantu laju perekonomian
yang melintasi Pasuruan. Tak hanya itu, dengan adanya tol gempas diharapkan
perekonomian di Pasuruan akan meningkat, sehingga warga Pasuruan lebih sejahtera.
Ruas jalan yang dapat dilalui tersebut berjarak sekitar selapan kilometer, yakni masuk
di pintu tol Sidowayah dan keluar di kawasan Perindustrian PIER Rembang.
Sedangkan untuk ruas KLB, seperti kita ketahui bahwa sektor lndustri dan
perdagangan adalah sektor utama dari PKN Gerbangkertosusila. Hal ini mengingat pada
28
kawasan itu terdapat beberapa pelabuhan utama dan beberapa kawasan industri.
Pelabuhan umum pada kawasan ini yaitu Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Gresik
dan pelabuhan Teluk Lamong (Operasional Tahun 2014). Kawasan industri pada
kawasan ini yaitu Kawasan lndustri Margomulyo, Kawasan lndustri Benowo, Kawasan
lndustri Manyar, Kawasan lndustri Driyorejo dan lain-lain.
Sebagian besar (80-85%) barang eksport dari Proninsi Jawa Timur melaui
pelabuhan di PKN Gerbangkertasusila. Pada tahun 2012 jumlah barang ekspor melalui
pelabuhan di PKN Gerbangkertasusila adalah lebih dari 7,3 juta ton, senilai lebih dari 13
milyard US Dollar.
Aktivitas Pelabuhan di PKN Gerbangkertasusilo harus didukung infrastruktur ialah
akses sekelas jalan arteri. Akses Jalan Arteri yang menghubungkan Kawasan pelabuhan
tersebut dengan Bagian Utara - Barat dari Provinsi Jawa Timur telah tersedia Jalan
Arteri Nasional Ruas Surabaya - Lamongan. Akses Jalan Arteri yang menghubungkan
Kawasan pelabuhan tersebut dengan Bagian Timur dari Provinsi Jawa Timur telah
tersedia Jalan Arteri Nasional Ruas Surabaya - Sidoarjo dan Jalan Tol Perak- Waru.
Akses Jalan Arteri yang menghubungkan Kawasan pelabuhan tersebut dengan
Bagian Selatan Barat dari Provinsi Jawa Timur saat ini belum tersedia, untuk sementara
memanfaatkan Jalan Arteri Nasional Ruas Surabaya - Waru atau Jalan Tol Perak - Waru
atau Jalan Provinsi Ruas Krian - Legundi – Bunder.
Kondisi saat ini Jalan arteri Provinsi ruas Krian Legundi Bunder juga berfungsi
sebagai jalan akses antara Pelabuhan di PKN Gerbangkertasusila dengan kawasan
industri di Wilayah Gresik (Kawasan lndustri Manyar, Kawasan lndustri Kebomas,
Kawasan industri Driyorejo), Kawasan industri di Surabaya Barat (Kawasan industry
Benowo dan Kawasan Margorejo) dan kawasan industri di Sidoarjo (Kawasan industri
By Pass Krian). Hal ini mengakibatkan Jalan arteri provinsi ruas Krian - Legundi -
Bunder mempunyai potensi strategis untuk mendukung aktivitas pelabuhan dan
industri di PKN Gerbangkertosusila. Posisi Kawasan lndustri ini terdapat di sekitar Jalan
Arteri Provinsi Ruas Krian - Legundi - Bunder .
Dalam upaya memperpendek jarak tempuh dan perpersingkat waktu tempuh antara
pelabuhan dengan Kawasan lndustri tersebut diatas, juga Pelabuhan dengan wilayah
barat selatan provinsi Jawa Timur maka perlu dikembangkan jalan bebas hambatan
(tol), sebagai jalan alternatif dari Jalan Arteri Provinsi Ruas Krian - Legundi - Bunder-
Manyar. Rencana trase jalan Tol Krian - Legundi - Bunder- Manyar akan dimulai dari
29
Jalan Arteri Nasional By Pass Krian dan berakhir di exit Bunder dari Jalan Tol Surabaya -
Gresik.
Rencana Pengusahaan Jalan Tol Krian - Legundi - Bunder-Manyar yang berfungsi
sebagai jalan Tol Kawasan (dalam kota) pada wilayah PKN
Gerbangkertosusila,memerlukan pembebasan lahan yang mengacu pada ROW Plan
yang telah disusun sebelumnya, pihak pemrakarsa PT. Energi Bumi Mining dan PT.
Waskita Karya untuk melakukan Pekerjaan Dokumen Perencanaana Pengadaan Tanah
Jalan Tol Krian - Legundi- Bunder (Main Road),
Adapun untuk ruas jalan Tol Pandaan-Malang merupakan jalan tol sepanjang Kota
Pandaan sampai dengan Malang (tol Pandaan-Malang) sepanjang 37,62 km, yang
menghubungkan dua ruas tot yang telah dibangun sebelumnya yaitu km) dan GempoI-
Pasuruan (34,15 km).
Dengan adanya beberapa ruas jalan tol tersebut diharapkan masalah kemacetan
yang bisa terjadi antara Malang-Surabaya atau sebaliknya, akan teratasi. Mengingat
selama ini jalur tersebut setiap hari rawan terjadi kemacetan, terutama pada waktu hari
libur panjang.
Jalan tol Pandaan-Malang diharapkan akan meningkatkan aksesibilitas poros
Surabaya-Matang yang termasuk saJah satu poros strategis di Jawa Timur, dimana
sepanjang poros tersebut terdapat berbagaj aktivitas penggerak pekonomian dj
Propinsi Jawa Timur, antara Iain industri, perdagangan dan pariwisata. Dengan adanya
jalan tol dapat mereduksi jarak tempuh dan waktu perjalanan sehingga dapat
mendorong tumbuhnya roda perekonomian masyarakat.
Guna mempercepat proses pengadaan tanah, pemerintah akan menggunakan dan
menerapkan Undang-undang Nomor 2/2012 tentang pembebasan lahan untuk
kepentingan umum. Dengan Undang undang 2/2012, pembebasan lahan diharapkan
selesai dalam dua tahun, sehingga diharapkan jika proses pembebasan lahan selesai,
maka konstruksi juga ditargetkan dapat selesai dalam waktu dua tahun.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum diatur dalam UU
Nomor 2 Tahun 2012 clan Perpres Nomor 71 Tatum 2012, bertujuan menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pambangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, Nagara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan
hukum Pihak yang Berhak. Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71
tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dilaksanakan
30
melalui tahapan : (1). Perencanaan, (2). Persiapan, (3). Pelaksanaan, (4). Penyerahan
hasil. Pada tahap perencanaan setiap intansi yang memerlukan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum diwajibkan membuat rencana Pengadaan
Tanah yang didasarkan pada RTRW dan Prioritas Pembangunan.
Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah ditetapkan oleh pimpinan instansi yang
memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk, selanjutnya disampaikan kepada
Gubernur.
B. Maksud dan Tujuan
1. Umum
Secara umum, maksud dan tujuan pembangunan jalan tol Gempol-Pasuruan
adalah untuk meningkatkan aksesibititas dan kapasitas jaringan jalan dalam melayani
kawasan utara Jawa yang mempunyai Ialu lintas dengan kepadatan tinggi, sehingga
dapat meningkatkan produktivitas melalui pengurangan biaya distribusi dan
menyediakan akses ke pasar regional maupun intemasional.
2. Khusus
Secara khusus, memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang,
meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, meringankan
beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
Sebenarnya tujuan utama dalam pembangunan tol ini sebenarnya adalah untuk
memperlancar lalu lintas dari daerah satu ke daerah lain yang telah berkembang
sehingga ikut berkembang. Kemacetan ini adalah salah satu bentuk permasalahan
didalam negeri yang masih salah satu PR nya. Salah satu penyebab dari kemacetan ini
adalah meningkatnya jumlah kendaraan yang sangat tidak seimbang dengan kapasitas
jalanan yang tersedia. Dengan adanya jalan tol ini sehingga diharapkan bisa menjadi
salah satu solusi dalam mengurangi tingkat kemacetan salah satunya adalah saat musim
liburan dan mudik.
Proyek jalan tol ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan cara melakukan peningkatkan pelayanan dalam melakukan distribusi barang
dan jasa. Jalan tol juga merupakan salah satu jalan bebas hambatan yang sangat
memungkinkan proses pengiriman yang jauh lebih cepat dengan biaya untuk
melakukan distribusi jasa dan barang yang lebih murah.
31
Salah satu maksud dan tujuan dalam akses proyek jalan tol dari suatu daerah
menuju daerah lain akan memberikan dampak yang sangat baik dan jauh lebih efesien
untuk bisa cepat dalam proses pembangunan dari tiap daerah lain yang menjadi lebih
cepat dan lebih merata.
Jalan tol sebenarnya dibuat khusus untuk bisa menjalin jalan untuk bebas
hambatan. Bukan berarti untuk melewati jalan tol dengan cara yang gratis. Untuk
pengguna jalan tol akan dikenakan tarif di tiap gardu saat masuk Tol, tarifnya berbeda
satu dengan lainnya tergantung dengan peraturan dari pemerintah melalui BPJT
masing — masing, sehingga dana ini akan meringatkan pemerintah.
Pengadaan tanah merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan
jalan tol Gempol-Pasuruan, sehingga diperlukan untuk pengadaan tanah bagi
pembangunan jalan tol ini dibuat suatu perencanaan pengadaan tanah yang menjunjung
prinsip keadilan bagi masyarakat yang melepaskan hak atas tanahnya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPT) yang dibuat setidaknya dapat
memberikan gambaran tentang :
(1). Rencana pengadaan tanah yang didasarkan pada Rencana Tata ruang Wilayah
dan prioritas pembangunan
(2). Lokasi, kebutuhan dan status obyek pengadaan tanah saat ini
(3). Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah
(4). Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan
(5). Perkiraan nilai tanah
(6). Rencana penganggaran
C. Landasan Hukum dan Kebijakan
1. Referensi Hukum
Beberapa referensi hukum/kebijakan terkait dengan rencana pembangunan
Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo, antara lain sebagai berikut :
1). Undang Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
2). Undang Undang Republik Indonesia No.15/2005 tentang Jalan Tol
3). Undang Undang Republik Indonesia No. 38/2004 tentang Jalan
4). Peraturan Pemerintah No. 71 Thn 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
32
5). Peraturan Presiden No. 99 THN 2014 tentang Perubahan Kedua Peraturan
Presiden No. 71 THN 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
6). Peraturan Presiden No. 30 THN 2015 tentang Perubahan Ketiga Peraturan
Presiden No. 71 THN 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
7). Peraturan pemerintah Republik Indonesia, No. 26 Tahun 2008, Tgl 10 Maret
2008, Tentang Jalan Bebas Hambatan
8). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/Pmk.02/2013
Tentang Biaya Operasional Dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
9). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 5 Th
2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah
10). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 26 Tahun 2008, Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
11). Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011—2031
12). Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 12 Tahun 2010 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pasuruan Tahun 2009-
2029.
13). Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor : 03 Tahu N 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Probolinggo Tahun 2010 – 2029.
2. Pokok-pokok Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut UU No.
2 Tahun 2012
a) Prinsip-Prinsip Pengadaan Tanah
Prinsip-prinsi Pengadaan Tanah mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012, antara
lain meliputi :
Terjaminnya hak-hak masyarakat atas tanah; Terhindarnya masyarakat dari
proses spekulasi tanah;
Terjaminnya perolehan tanah untuk kepentingan umum;
b) Asas Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Beberapa asas Pelaksanaan Pengadaan Tanah Berdasarkan UU No. 2 Tahun
2012 antara lain meliputi :
33
1) Kemanusiaan; Pengadaan Tanah harus memberikan perlindungan
serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
2) Keadilan; Pengadaan Tanah harus memberikan jaminan penggantian yang
layak kepada pihak yang berhak.
3) Kemanfaatan; Pengadaan Tanah mampu memberikan manfaat secara luas
bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
4) Kepastian; Pengadaan Tanah memberikan kepastian hukum tersedianya
tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan bagi
kepentingan umum.
5) Keterbukaan; Pengadaan Tanah untuk pembangunan dilaksanakan
dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan
informasi.
6) Proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa
unsur paksaan.
7) Keikutsertaan; Dukungan dalam penyelengaraan Pengadaan Tanah
melaui partisipasi masyarakat.
8) Kesejahteraan; Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat memberikan
nilai tambah.
9) Keberlanjutan; Kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus-
menerus untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
10) Keselarasan; Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan
sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.
c) Pokok-Pokok Pengadaan Tanah
Pokok-pokok Pengadaan Tanah mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012, antara
lain meliputi :
1) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh
pemerintah
2) Pemerintah/Pemda menjamin tersedianya tanah dan pendanaan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum
3) Perencanaan pengadaan tanah diselenggarakan dengan melibatkan
4) semua pengampu dan pemangku kepentingan
5) Pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya setelah pemberian ganti
kerugian atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
34
6) berkekuatan hukum tetap
7) Pemberian ganti kerugian dengan layak dan adil dengan
8) memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan
kepentingan masyarakat
d) Kegunaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk pembangunan :
1) Pertahanan dan keamanan nasional
2) Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api dan
fasilitas operasi kereta api
3) Waduk, bendungan, bendung, Irigasi, saluran air minum,
saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan Iainnya
4) Pelabuhan, bandar udara dan terminal
5) Infrastruktur minyak, gas dan panas bumi
6) Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga listrik
7) Jaringan telekomunikasi dan Informatika Pemerintah
8) Tempat pembuangan dan pengolahan sampah
9) Rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah
10) Fasilitas keselamatan umum
11) Tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah
12) Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik
13) Cagar alam dan cagar budaya
14) Kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa
15) Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau
16)konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan
rendah dengan status sewa
17) Prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah
18) Prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah
19) Pasar umum dan lapangan parklr umum
e) Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan tahapan:
1) Perencanaan
Perencanaan pengadaan tanah dilaksanakan berdasarkan :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
35
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
c. Rencana Strategis
d. Rencana Kerja Pemerintah
Dokumen Perencanaan Tanah (DPT) memuat:
1. Maksud dan Tujuan
2. Kesesuaian dengan RTRW
3. Letak
4. Luas tanah
5. Gambaran umum status tanah
6. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan
7. Tanah dan jangka waktu pembangunan
8. Perkiraan nilai tanah
9. Rencana Anggaran.
2) Persiapan
Persiapan dilaksanakan oleh lnstansi yang memerlukan tanah dan
Lembaga Pertanahan meliputi:
a. Pemberitahuan rencana pembangunan, disampaikan disampaikan
kepada masyarakat pada lokasi secara langsung maupun tidak
langsung
b. Pendataan awal, meliputi kegiatan pengumpulan data Pihak yang
Berhak dan Objek Pengadaan Tanah dilaksanakan selama 30 hari kerja
c. Konsultasi Publik, dilaksanakan dengan melibatkan Pihak yang berhak
dan masyarakat yang terkena darnpak ufituk mefidapatkan
kesepakatan lokasi rencana pembangunan
d. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan
dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas rencana
lokasi pembangunan
e. Dalam Konsultasi Publik, lnstansi yang memerlukan tanah menjelaskan
a.l mengenai rencana pembangunan dan cara penghitungan ganti
kerugian yang dilakukan Penilai.
Tahap Persiapan selesai dengan diumumkan Penetapan Lokasi
Pembangunan yang berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) tahun.
36
Dalam hal jangka waktu penetapan lokasi pembangunan tidak terpenuhi,
dilakukan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai
pengadaannya.
Selanjutnya dilakukan Konsultasi Publik
a. Konsultasi Publik pertama dilaksanakan dalam waktu 60 (enam puluh)
hari kerja
b. Bila ada keberatan setelah 60 (enam puluh) hari kerja, dilaksanakan
Konsultasi Publik ulang dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja;
c. Hasil Konsultasi Publik dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan
d. Bila masih ada keberatan Gubernur membentuk tim untuk
menginventarisasi masalah, melakukan pertemuan dan klarifikasi serta
membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan
1) Tim Kajian Sekretaris Daerah Provinsi atau Pejahat yang ditunjuk
sebagai Ketua merangkap anggota.
2) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai Sekretaris
merangkap anggota.
3) Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan
daerah sebagai anggota.
4) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
sebagai anggota.
5) Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.
6) Akademisi sebagai anggota.
Keberatan terdiri atas :
Hasil Kajian Tim berupa rekomendasi kepada Gubernur diterima atau
ditolaknya Keberatan Rencana Lokasi Pembangunan paling lambat 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan oleh
Gubernur.
Pengajuan Gugatan
a. Setelah penerbitan Penetapan Lokasi Pihak yang Berhak dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Useha Negara (PTUN) dalarn
waktu 30(tiga puluh) hari kerja;
b. PTUN dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja menetapkan
diterima atau ditolaknya gugatan;
37
c. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja pihak yang keberatan dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA);
d. MA wajib memberikan keputusan berkekuatan hukum tetap dalam
waktu 30 (Tiga puluh) hari, dan menjadi dasar diteruskan atau
tidaknya rencana pembangunan.
3) Pelaksanaan
Pelakanaan Pengadaan Tanah dilaksanakan oleh Lembaga Pertanahan
setelah ada pengajuan dari lnstansi yang memerlukan tanah, meliputi:
a. lnventarisasi dan identifikasi
b. Penilaian Ganti Kerugian
c. Musyawarah penetapan Ganti Kerugian
d. Pemberian Ganti Kerugian
e. Pelepasan Tanah lnstansi
f. Kepemilikan/penguasaan Pihak yang Berhak menjadi hapus setelah
pelaksanaan pembayaran ganti kerugian/pelepasan hak atau pelaksanaan
penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri
Tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah selesai setelah hapusnya hak atas
tanah dan tanah dikuasai oleh negara.
a. lnventarisasi dan identifikasi
➢ lnventarisasi dan identifikasi meliputi:
1) Pengukuran dan pemetaan per bidang tanah
2) Pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan
Tanah
➢ Hasil inventarisasi dapat diumumkan secara bertahap, parsial atau
keseluruhan meliputi: subjek hak, luas, letak dan peta bidang tanah
➢ Dalam hal yang berhak tidak menerima hasil inventarisasi, dapat
mengajukan keberatan dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja, terhitung sejak tanggal inventarisasi
➢ Verifikasi dan perbaikan dilakukan paling lama 14 (empat belas)
hari kerja,terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan
keberatan atas hasil inventarisasi
38
➢ Hasil inventarisasi ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan
menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam pemberian
Ganti Kerugian
➢ Bila terdapat tanah sisa yang tidak dapat difungsikan, Pihak yang
berhak dapat meminta untuk mendapatkan penggantian secara
utuh
b. Penilaian Ganti Kerugian
➢ Penilai ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan melakukan
penilaian Ganti Kerugian per bidang tanah meliputi:
1) Tanah
2) Ruang atas tanah dan bawah tanah
3) Bangunan
4) Tanaman
5) Benda yang berkaitan dengan tanah dan atau
6) Kerugian lain yang dapat dinilai
➢ Besarnya nilai Ganti Kerugian disampaikan kepada Lembaga
pertanahan dengan Berita Acara
➢ Hasil penilaian Ganti Kerugian menjadi dasar musyawarah
penetapan Ganti Kerugian
c. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian
➢ Lembaga Pertanahan , melakukan musyawarah dengan pihak yang
Berhak paling lama 30 {tiga puluh} hari kerja untuk rnenetapkan
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian.
➢ Jika tidak terjadi kesepakatan, Pihak yang Berhak dapat
mengajukan keberatan pada Pengadilan Negeri (PN) dalam waktu
14 (empat belas) hari kerja
➢ PN memutuskan bentuk dan atau besarnya Ganti Kerugian dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
➢ Pihak yang keberatan terhadap keputusan PN dapat mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) dalam waktu 14 (empat
belas) hari kerja.
39
➢ MA wajib memberikan keputusan yang berkekuatan hukum tetap
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, yang menjadi dasar
pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak.
➢ Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan besarnya ganti
kerugian tetapi tidak mengajukan keberatan dalam batas waktu
yang ditentukan,karena hukum pihak yang berhak dianggap
rnenerirna bentuk dan besarnya ganti kerugian.
d. Pemberian Ganti Kerugian
➢ Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
1) Uang
2) Tanahpengganti
3) Pemukiman kembali
4) Kepemilikan saham, atau
5) Bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak
➢ Saat pemberian ganti kerugian Pihak yang Berhak wajib :
1) Melakukan pelepasan hak
2) Menyerahkan bukti kepemilikan kepada lnstansi yang
memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan
➢ Pihak yang Berhak bertanggung jawab atas kebenaran dan
keabsahan bukti kepemilikan
➢ Jika ada tuntutan pihak lain terhadap objek pengadaan tanah,
maka merupakan tanggung jawab Pihak yang Berhak
Penitipan Ganti Kerugian
Penitipan Ganti Kerugian dapat dilakukan jika:
1) Pihak yang berhak menolak hasil musyawarah atau menolak
putusan Pengadilan Negeri (PN) atau Mahkamah Agung
2) Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya
3) Objek Pengadaan Tanah menjadi :
• objek perkara di Pengadilan
• masih dipersengketakan kepemilikannya
• diletakkan sita oleh Pejabat yang berwenang
• menjadi jaminan Bank
40
Dalam hal penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri telah
dilaksanakan, maka kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak
menjadi hapus dan bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
e. Pelepasan Tanah Instansi
• Pelepasan Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
• Pelepasan Objek Pengadaan Tanah yang dikuasai pemerintah atau
dimiliki/dikuasai BUMN/BUMD dilaksanakan oleh Pejabat yang
berwenang sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2012.
• Pelepasan Objek Pengadaan Tanah yang dikuasai/dimiliki pemerintah
atau dimiliki/dikuasai BUMN/BUMD tidak diberi ganti kerugian kecuali :
a. Telah berdiri bangunan yang aktif digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Ganti kerugian diberikan dalam
bentuk tanah dan atau bangunan atau relokasi
b. Objek Pengadaan Tanah dimiliki/dikuasai BUMN/BUMD. Ganti
kerugian diberikan berupa uang, relokasi, penyertaan saham, atau
bentuk lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
c. Tanah Kas Desa, Ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah atau
relokasi
f. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Karena
Keadaan Mendesak
• Untuk keadaan mendesak adalah pengadaan tanah yang dilakukan
akibat bencana alam, perang , konflik sosial yang meluas dan wabah
penyakit
• Pembangunan untuk keadaan mendesak dapat langsung dilaksanakan
pembangunannya setelah dilakukan penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum
• Dalam hal terdapat keberatan atau gugatan atas pelaksanaan
pengadaan tanah, lnstansi yang memerlukan tanah tetap dapat
melanjutkan kegiatan pembangunan tersebut.
41
4) Penyerahan hasil.
• Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah
kepada instansi yang memerlukan setelah :
a. Pemberian ganti kerugian diberikan dan dilakukan
pelepasan hak,
b. Ganti Kerugian telah dititipkan di PN
• lnstansi yang memerlukan tanah dapat melaksanakan
pembangunan setelah menerima hasil pengadaan tanah dari
Lembaga Pertanahan
• lnstansi yang memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah
yang diperoleh (proses pengajuan sertifikat hak atas tanah).
f) Sumber Dana Pengadaan Tanah
Pendanaan Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum bersumber dari
APBN atau APBD. Jika Instansi yang memerlukan tanah BUMN/BUMD dengan
penugasan khusus, pendanaan dapat bersumber dari internal perusahaan
atau sumber lain
Dana Tanah meliputi : (1) Perencanaan, (2) Persiapan, (3) Pelaksanaan,
dan (4) Penyerahan Hasil, (5) Administrasi dan Pengelolaan, dan (6)
Sosialisasi
g) Peran serta Masyarakat
Pihak yang berhak mempunyai hak: (1) mengetahui rencana pengadaan
tanah, (2) memperoleh informasi mengenai pengadaan tanah. Masyarakat
wajib memenuhi ketentuan pengadaan tanah bagi kepentingan urnum. Peran
serta masyarakat dalam pengadaan tanah (1) Memberikan masukan lisan dan
tertulis, (2) Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan tanah.
D. Kesesuaian dengan RTRW
1) Kesesuaian dengan RTRW Nasional
Rencana pembangunan TOL Pasuruan-Probolinggo salah satu prioritas yang
disebut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008,
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pada pasal 18, tentang sistem jaringan
transportasi nasional, ayat (5) disebutkan bahwa jalan TOL dikembangkan untuk
mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian dari jaringan
jalan nasional.
42
Jalan TOL Pasuruan-Probolinggo termasuk salah satu jalan bebas hambatan di Jawa
Timur yang menjadi prioritas untuk dibangun, begitu pula dengan jalan TOL Gempol-
Pasuruan.
2) Kesesuaian dengan RTRW Provinsi Jawa Timur
Rencana TOL Pasuruan-Probolinggo, Gempol-Pasuruan, Pandaan-Malang serta
Kriyan-Legundi-Bunder merupakan salah satu prioritas pembangunan, seperti yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031. Pada pasal 26, rencana
pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2).
3) Kesesuaian dengan RTRW Kabupaten/Kota
Rencana struktur ruang Wilayah Kabupaten menggambarkan sistem pusat-pusat
kegiatan di wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada datam Wilayah Kabupaten, yang
dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah utama yang mengintegrasikan
kesatuan wilayah kabupaten, serta didukung dan/atau dilengkapi dengan sistem
jaringan prasarana lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten, meliputi Rencana Sistem
jaringan prasarana utama serta rencana sistem prasarana lainnya. Salahsatu sistem
jaringan prasarana utama, yang akan dikembangkan adalah pengembangan sistem
jaringan transportasi darat; antara lain pengembangan jaringan jalan nasional jalan tol.
Rencana pengembangan Jalan TOI Pasuruan-Probolinggo, selain tertuang secara
eksplisit dalam RTRW Nasional dan RTRW Propinsi, juga tertuang datam RTRW
Kabupaten/Kota yang terlewati jalan TOI tersebut, yaitu : Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo.
a. RTRW Kabupaten Pasuruan
Rencana pengembangan jalan bebas hambatan/tol Pasuruan-Probolinggo,
tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 12 Tahun 2010 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW) Kabupaten Pasuruan Tahun 2009-2029, Pasal 23
ayat (1) menyebutkan salah satu Rencana pengembangan prasarana jalan nasional jalan
tol jalan tol antar kota/kabupaten, yaitu : poin e. Jalan tol Pasuruan - Probolinggo
melewati Wilayah Kecamatan Grati (menyambung dari Jalan tol Ruas Gempol-
Pasuruan) - Kecamatan Nguling Wilayah Kabupaten Probolinggo & Wilayah Kota
Probolinggo.
43
b. RTRW Kabupaten Probolinggo
Rencana pengembangan jalan bebas hambatan/tol Pasuruan-Probolinggo juga
tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Pasuruan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pasuruan Tahun 2011-2031.
Pasal 14 ayat (3), Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana
dimaksud padaayat (1) huruf a, merupakan bagian dari perencanaan pengembangan
sistem jalan bebas hambatan meliputi ruas jalan bebas hambatan Pasuruan-Kabupaten
Probolinggo-Kota Probolinggo-Situbondo Banyuwangi.
c. RTRW Kota Probolinggo
Peraturan Daerah Kota Probotinggo Nomor 2 tahun 2010 Pasal 23 Ayat 5 huruf
a, berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana menjadi jalan bebas hambatan ( Jalan
TOI Ruas Pasuruan – Probolinggo).
d. RTRW Kabupaten Pasuruan
Rencana pengembangan jalan bebas hambatan/tol Gempol-Pasuruan, tertuang
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) Kabupaten Pasuruan Tahun 2009 – 2029, Pasal 23 ayat
(1) menyebutkan salah satu Rencana pengembangan prasarana jalan nasional jalan tol
sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (6), merupakan pembangunan jalan tol antar
kota/kabupaten, yaitu : poin c. Jalan tol Gempol - Pasuruan melewati Wilayah
Kecamatan Beji (Junction di Desa Wonokoyo)–Kecamatan Bangil–Kecamatan Rembang–
Kecamatan Kraton – Kecamatan Pohjentrek –Wilayah Kota Pasuruan–Wilayah
Kecamatan Rejoso–wilayah Kecamatan Grati;
e. RTRW Kota Pasuruan
Rencana pengembangan jalan bebas hambatan/tol Gempol-Pasuruan juga
tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Pasuruan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pasuruan Tahun 2011-2031. Pasal 13 ayat (2)
menyebutkan bahwa rencana sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud meliputi
jalan nasional, jalar provinsi dan jalan kota. Rencana jalan nasional sebagaimana
dimaksud meliputi jalan nasional jalan tol, jalan nasional arteri primer, jalan nasional
kolektor primer, dan jalan strategis nasional rencana yang antara lainmeliputi : 1)
rencana pengembangan jalan nasional jalan tol yaitu Gempol-Pasuruan dan Pasuruan-
Probolinggo;
44
E. Hasil Identifikasi dan Evaluasi Dampak Lingkungan
Kajian awal lingkungan dimaksudkan untuk mengindetifikasi rona lingkungan awal
yang ada pada sekitar trase rencana jalan tol Jawa Timur. Kajian ini merupakan kajian
awal yang hanya mengidentifikasi secara umum dampak lingkungan yang diperkirakan
akan timbul akibat adanya rencana pembangunan jalan tol Jawa Timur ruas Pasuruan-
Probolinggo, ruas jalan tol Gempol-Pasuruan, ruas jalan Pandaan-Malang serta ruas
jalan tol Kriyan-Legundi-Bunder. Kajian ini juga akan dilengkapi dengan alternatif
mitigasi pada setiap dampak lingkungan yang diidentifikasi, dan alternatif tersebut
sebagai masukan untuk analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang akan dilakukan.
1) Dampak terhadap Komponen Fisik Kimia
a. Tahap pra konstruksi
Pada tahapan ini, rencana kegiatan pembangunan jalan tol tidak akan
memberikan dampak terhadap komponen fisik kimia lingkungan karena
masih dalam tahap survey dan desain.
b. Tahap konstruksi
Kegiatan-kegiatan pada tahap konstruksi dapat menjadi sumber dampak
terhadap komponen fisik kimia lingkungan. Kegiatan-kegiatan tersebut
meliputi kegiatan pekerjaan tanah, pengoperasian alat-alat berat,
pembangunan struktur di perairan.
Jenis dampak yang dapat timbul adalah penurunan kualitas air yang
disebabkan oleh kegiatan pemasangan tiang pancang (pile) yang terjadi
sewaktu pembangunan jalan tol yang mengakibatkan masuknya bahan
pencemar dan kekeruhan pada badan air tanah, selain itu pun penurunan
dampak kualitas air disebabkan oleh buangan limbah dan ceceran dari
material adukan beton serta sampah-sampah material buangan konstruksi
lainnya.
c. Tahap Operası
Sumber dampak terhadap komponen fisik kimia pada tahap operasi
adalah kegiatan pelayanan ruas jalan tol terhadap kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum. Kegiatarı'ini berpeluang menimbulkan kecelakaan lalau
lintas disebabkan deh tumpahan minyak dan oli kendaraan beşar yang
melintasi ruas jalan tol.
2) Dampak terhadap Sosial, Ekonomi, dan Budaya
45
a. Tahap Pra Konstruksi
Hal yang dapat menjadi sumber dampak terhadap komponen sosial
ekonomi budaya pada tahap pra konstruksi adalah kegiatan pengadaan lahan
jalan tol.
b. Tahap Konstruksi
Hal yang menjadi sumber dampak dalam kegiatan konstruksi adalah
kegiatan mobilisasi tenaga kerja untuk konstruksi dan kegiatan pekerjaan
tanah, serta pembangunan struktur yang membutuhkan material konstruksi.
Jenis dan potensi dampak terjadi pada masalah penyerapan tenaga kerja
dimana sejumlah tenaga kerja akan dibutuhkan untuk rencana konstruksi
dengan berbagai kualifikasi antara lain adalah welder, pekerja beton,
carpenter, operator, serta pekerja yang notabene akan didatangkan dari (uar
lokasi rencana pembangunan seperti dari kabupaten lain di Jawa Timur atau
dari provinsi lain. Kedatangan tenaga kerja dari luar daerah ini berpotensi
menimbulkan masalah.
Selain dampak negatif, kegiatan konstruksi pun berdampak positif
terhadap sosial, ekonomi, dan budaya di lokasi rencana. Dampak positif yang
dapat terjadi antara lain adalah:
• Terbukanya kesempatan berusaha. Kesempatan berusaha yang terbuka
oleh kegiatan pembangunan adalah kegiatan pengadaan material seperti
tanah, batu, pasir, semen, dan kayu;
• Terserapnya tenaga kerja. Dampak ini bersifat sementara yakni terjadi
selama kegiatan pembangunan berlangsung.
c. Tahap Operasi
Hal yang menjadi sumber dampak terhadap komponen sosial, ekonomi,
dan budaya masyarakat pada tahapan operasional adalah komponen kegiatan
penerimaan tenaga kerja dan kegiatan pelayanan jasa barang. Jenis dampak
kegiatan penyelenggaraan jalan tol pada tahap operasi yang mungkin timbul
adalah penyerapan tenaga kerja dimana sejumlah tenaga kerja akan terserap
pada tahap operasi jalan tol dari berbagai kualifikasi di awal kegiatan
operasional jalan tol.
Adapun isu dampak lingkungan secara umum yang diperkirakan akan
terjadi adalah sebagai berikut :
46
• Tahap Pra Konstruksi: (1) Timbulnya keresahan sosial, (2) Perubahan
persepsi terhadap pembangunan, (3) Perubahan pendapatan penduduk,
kesempatan kerja, mata pencaharian, (4) Perubahan tata guna lahan, dan (5)
Perubahan daya dukung pangan.
• Tahap konstruksi: (1) Penurunan kualitas udara, (2) Peningkatan
kebisingan, (3) Penurunan kesehatan masyarakat, (4) Perubahan komunitas
tumbuhan dan habitat hewan, (5) Perubahan kelimpahan biota darat, (6)
Timbulnya erosi, dan (7) Gangguan terhadap sanitasi lingkungan.
• Tahap pasca konstruksi: (1) Penurunan kualitas udara, (2) Peningkatan
kebisingan, (3) Perubahan tata guna ruang, dan (4) Perubahan tata guna
lahan.
F. Peta Pengadaan Tanah untuk Jalan Tol di Kabupaten Gresik, Sidoarjo,
Malang, Pasuruan, dan Probolinggo Jawa Timur
Untuk lebih jelas melihat lokasi pengadaan jalan tol dengan beberapa segmen
yang telah ada dalam peta berikut :
47
BAB V PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Dalam BAB ini akan dibagi menjadi tiga sub bab, yaitu: (1) permasalahan-
permasalahan yang muncul dalam pengadaan tanah di lokasi penelitian, (2)
48
pembahasan draf Petunjuk Teknis, dan (3) kesesuaian data perencanaan dengan
peraturan perundangan.
A. Permasalahan Pengadaan Tanah
Berdasarkan status tanahnya, permasalahan dominan yang muncul yaitu
berkenaan dengan pengadaan tanah yang bersinggungan dengan tanah kas desa (TKD),
dan tanah wakaf. Meskipun ada beberapa permasalahan terkait dengan tanah milik
perseorangan, namun permasalahan ini pada pelaksanaannya mudah diselesaikan. Oleh
sebab itu, selanjutnya hanya akan dibahas tentang TKD, tanah wakaf, dan kelengkapan
dokumen perencanaan.
a. Objek Pengadaan Tanah Kas Desa
Objek pengadaan tanah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 2
tahun 2012 adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan,
tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah atau lainnya yang dapat dinilai.
Objek tersebut bisa meliputi tanah-tanah milik warga maupun tanah-tanah yang
dikuasai atau dikelola oleh pemerintah, seperti misalnya tanah kas desa (TKD),
tanah wakaf, maupun tanah-tanah yang dilekati dengan hak pakai.
Dalam pengadaan tanah, pelepasan tanah milik perorangan relatif
lancar, berbeda dengan tanah kas desa(TKD), tanah milik pemerintah, BUMN,
dan tanah wakaf yang proses pelepasan haknya tidak hanya melibatkan pemilik
tanah (dalam hal ini bisa juga disebut sebagai pengelola tanah) dan pelaksana
pengadaan tanah (Kementerian ATR/BPN), tapi juga memerlukan alur perijinan
lain yang bertujuan agar peruntukan tanah tersebut tidak hilang/berubah dan
tidak menimbulkan kerugian baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Tanah Kas Desa (TKD) merupakan kekayaan desa yang memiliki fungsi
utama sebagai sumber penghasilan desa dan dikelola sepenuhnya oleh desa.,
sehingga proses pelepasannya harus melalui musyawarah desa. Sebetulnya
definisi mengenai Tanah Kas Desa (TKD) tidak disebutkan secara eksplisit
dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang kekayaan desa, bahkan
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2016 tentang Pengelolaan
Aset Desa juga tidak menjelaskan secara rinci aturan tentang pengelolaan tanah
kas desa akan tetapi dalam Peraturan Menteri dalam Negeri No.4 tahun 2007
tentang Pengelolaan Kekayaan Desa pasal 1 dan pasal 2 menyebutkan bahwa
tanah kas desa (tanah bengkok) merupakan bagian dari kekayaan desa dan
49
menjadi milik desa. Dalam konteks pengadaan tanah, pasal 15 peraturan
tersebut juga menjelaskan bahwa “kekayaan desa yang berupa tanah desa tidak
boleh dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali
diperlukan untuk kepentingan umum”.
b. Objek Pengadaan Tanah Wakaf
Sebagaimana tanah kas desa (TKD) untuk proses pelepasan bagi tanah
wakaf diatur dengan UU No.41 tahun 2004, PP No. 42 tahun 2006 serta PWI No.
1 tahun 2008 tentang Rekomendasi Perubahan Harta Benda Tanah Wakaf. Dan
tanah wakaf hanya bisa dilepaskan haknya dengan proses ruislag, atau dengan
mencarikan pengganti tanah lain yang memiliki nilai sama, dan digunakan
kembali sesuai dengan peruntukan wakaf. Pelepasan hak dan penggantian
tanah wakaf melibatkan berbagai pihakserta melibatkan lintas institusi dengan
kewenangan koordinatif yang berbeda-beda, sehingga seringkali ditemui
kendala yang menyebabkan pelepasan dan penggantian tanah wakaf tidak
dapat dilaksanakan dengan cepat.Beberapa kendala yang menyebabkan
pelepasan dan penggantian tanah wakaf tidak dapat dilaksanakan dengan cepat,
antara lain : 1) pelepasan tanah wakaf dan pencarian tanah pengganti harus
dilakukan oleh nadzir sebagai pemegang amanat pengelola tanah wakaf.; 2)
secara umum, pelepasan tanah wakaf membutuhkan waktu yang lama.
Proses penilaian tanah dilakukan sebanyak tiga kali di tingkat Kabupaten,
Propinsi maupun Pusat. Seringkali, dalam menunggu perijinan ini, tanah
pengganti sudah tidak tersedia karena telah dijual ke pihak lain, atau nilai tanah
pengganti sudah mengalami kenaikan harga; 3) nilai tanah hasil asesmen
kecil/sedikit, karena letak tanah ataupun luasannya tidak luas, sehinga nadzir
mengalami kesulitan untuk mencari tanah pengganti yang sesuai dengan harga
tanah hasil penilaian tersebut. 4) besaran ganti rugi atas tanah wakaf harus
digunakan seluruhnya untuk membeli tanah pengganti, supaya peruntukannya
tidak berubah dan tidak merubah amanat moral sosial yang terkandung di
dalamnya, akan tetapi kenyataannya sangat sulit untuk menggunakan uang
ganti rugi tersebut dalam jumlah yang tepat seperti hasil penilaian, karema
sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur tentang penggunaan uang
sisa hasil pembayaran ganti rugi tanah wakaf. 5) proses pengurusan tanah
wakaf ini sepenuhnya ada pada tugas dan kewenangan nadzir, dan sangat
50
tergantung kepada inisiatif nadzir. Padahal, belum ada peraturan legal yang
mengikat nadzir terkait pelepasan hak tanah wakaf, atau bahkan nadzir tidak
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prosedur pelepasan hak atas tanah
untuk pengadaan tanah.Hal ini menyebabkan penyelesaian atas tanah wakaf
seringkali terhambat dan lama.
c. Kelengkapan Dokumen Perencanaan
Permasalahan lain adalah yang berkaitan dengan tahapan pengadaan
tanah yaitu pada tahap perencanaan, dimana instansi yang memerlukan tanah
seharusnya menyiapkan tahap perencanaan sesuai dengan Undang-Undang No
12 Tahun 2012 pasal 15 dan pasal 16. Tahap perencanaan harus dituangkan
dalam suatu dokumen perencanaan yang memuat beberapa hal penting seperti
penyiapan biaya atau anggaran yang terkadang tidak mencantumkan biaya-
biaya lain yang diperlukan sejak awal tahap awal pengadaan tanah seperti
untuk biaya administrasi atau biaya untuk sosialisasi pada pemilik atau
penguasa/pengelola objek tanah yang terkena proyek pengadaan tanah. Dalam
pandangan instansi yang memerlukan tanah, dokumen perencanaan pengadaan
tanah dibuat secara parsial. Hal ini menjadikan kendala karena seharusnya
pengadaan tanah itu tuntas dalam satu tahun dengan anggaran yang
menyeluruh, sehingga apabila belum tersedia dana maka sebaiknya pengadaan
tanah itu ditunda.
Hal yang juga menjadi kelengkapan dalam dokumen perencanaan
adalah status bidang tanah yang terkena proyek pengadaan tanah, karena pada
dokumen perencanaan yang ditemui di lapangan belum ada status bidang tanah,
dan juga jumlah bidang tanah yang terkena, dimana seharusnya data ini sudah
ada sejak perencanaan. Oleh karena itu peran Kementrian ATR/BPN berkaitan
dengan kedua hal tersebut sangat penting dalam menyiapkan dokumen
perencanaan. Permasalahan status serta jumlah bidang tanah yang terkena
proyek juga mengakibatkan perubahan konstruksi atau desain proyek yang
memerlukan persetujuan PPK pusat (Jakarta), sehingga waktu pengerjaaan
menjadi terhenti.
Akibat dokumen perencanaan yang tidak lengkap muncul masalah
penilian tanah. Masalah penilaian tanah juga harus diperhatikan rentang waktu
antara perencanaan dan penetapan lokasi, karena rentang waktu yang terlalu
51
lama dapat mengakibatkan harga tanah melonjak drastis. Penilai uang ganti
kerugian atau appraisal yang tidak mengawal pengadaan tanah sejak awal
hingga akhir pengadaan tanah yang mengakibatkan sering terjadi
ketidaksesuaian harga pada saat penilaian.
Dokumen perencanaan tidak dipersiapkan dengan baik diindikasikan
akibat kurangnya pengetahuan instansi yang memerlukan tanah terhadap cara-
cara bagaimana dokumen perencanaan itu seharusnya dipersiapkan. Pokok
permasalahan yang tidak kalah pentng yang terjadi adalah para pelaku atau
SDM yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tanah belum sepenuhnya
memahami aturan-aturan pengadaan tanah.
Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 melikiki beberapa kelebihan
serta kekurangan yang dapat menjadi sedikit pemikiran atau analisis untuk
kesempurnaan undang-undang ini.
B. Pembahasan Draf Juknis Dokumen Perencanaaan
Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
(DPPT) bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum draftnya telah disusun
bersama antara Direktur Jenderal Pengadaan Tanah, Kementerian Agraria Dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (KATR/BPN) dan Social Safeguard
Officer, Asian Development bank (ADB). Tujuan Petunjuk Teknis Penyiapan
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) ini dimaksudkan untuk
memberikan panduan bagi instansi yang membutuhkan tanah dalam
menyiapkan DPPT yang komprehensif sebagaimana disyaratkan dalam UU No.
2/2012 dan juga Peraturan Presiden No. 71/2012 mengenai Pelaksanaan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Kepentingan Umum. Guna menunjang
kelengkapan dokumen yang penting dibutuhkan dalam suatu perencanaan,
petunjuk teknis ini juga mempertimbangkan cakupan dokumen dokumen
perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (land acquisition and
resettlement plan- LARP) yang merujuk pada standar internasional dan telah
diterapkan oleh sebagian institusi-institusi pemerintah, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan swasta. Petunjuk teknis ini akan mencakup ; (i) informasi
umum mengenai prinsip dan prosedur pengadaan tanah dengan mengacu pada
UU No. 2/2012 dan peraturan pelaksanaanya; (ii)Arti Penting Studi Kelayakan
52
dan Cakupannya; (iii) Cakupan dan Langkah-langkah penyiapan DPPT; (iv)
Tanya Jawab Hal-Hal Penting dalam Pengadaan Tanah; (v) Lampiran.
Dalam kaitan dengan petunjuk teknis di atas, penelitian ini
memberikan sumbang saran yang didasarkan kepada hasil penelitian
pengadaan tanah di Jawa Timur yaitu dengan memperhatikan lima cakupan
dari petunjuk teknis tersebut. Masukan yang bisa dan relevan diberikan
hanyalah pada cakupan (ii) dan cakupan (iii).
C. Arti Penting Studi Kelayakan dan Cakupannya
3. Studi Kelayakan dan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
3-1 | Studi Kelayakan
25. Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang
mencakup
1) Survei sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak pengadaan
tanah. Survei akan menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang diperkirakan terkena dampak pengadaan tanah.
Masukkan :dimana masyarakat ini yang kemudian disebut sebagai pihak yang
terdampak, dan diperhitungkan ganti kerugian akibat dari pelaksanaan pengadaan
tanah.
2) Kelayakan lokasi. Studi ini untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik
lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk kepentingan
umum yang dituangkan dalam bentuk peta rencana lokasi pembangunan.
Masukkan :Berkaitan dengan peta rencana lokasi pembangunan maka Kementrian
ATR/BPN sebaiknya dilibatkan, agar dapat disinkronkan dengan RTRW yang telah
ada.
3) Analisa biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat. Analisis
dilakukan untuk mendapatkan analisa biaya yang akurat, disarankan untuk
melibatkan penilai independen sejak dalam proses perencanaan.
Masukkan :bahkan wajib mendamping hingga tahap akhir pengadaan tanah.
4) Perkiraan nilai tanah. Perkiraan nilai tanah ini dilakukan untuk menghasilkan
perkiraan besaran nilai ganti kerugian obyek pengadaan tanah.
Masukkan :Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan pada penentuan
besaran nilai ganti kerugian, antara lain :
a) mark-up besaran nilai ganti rugi yang akan dibayarkan;
53
b) pada saat menentukan luas dan status hak atas tanah yang akan diganti rugi;
c) penggunaan tanah terkait tata ruang wilayah;
d) terkait bangunan dan tanam tumbuh sebagai objek ganti rugi;
e) terkait ketidakjelasan ruang atas tanah, ruang bawah tanah dan benda yang
berkaitan dengan tanah serta hal-hal lain yang dapat dinilai.
f) terkait biaya pelaksanaan pengadaan tanah
5) Dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat pengadaan
tanah dan pembangunan. Studi ini dilakukan untuk menghasilkan Analisa mengenai
dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Studi ini dan juga survey sosial
ekonomi akan menjadi dasar bagi penapisan dampak. Bila pembangunan atau
proyek mensyaratkan pengadaan tanah, maka DPPT harus disiapkan.
Masukkan : 1) Dampak Ekonomi berupa penurunan pendapatan, pergeseran mata
pencaharian, penurunan tingkat kekayaan, dan terjaminnya pendidikan anggota
keluarga pemilik hak tanah, 2) Dampak Lingkungan berupa penurunan kualitas
udara, kebisingan, kerusakan jalan, dan penurunan beberapa komponen hidrologi
sungai. Dari hasil penelitian, dampak yang terjadi berasal dari adanya pengaruh
proses atau peran dari pengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan.
6) Studi lain yang diperlukan, meliputi studi budaya masyarakat, studi politik dan
keamanan, atau studi keagamaan sebagai antisipasi dampak spesifik akibat
pembangunan.
Masukkan :Bagaimana melaksanakannya belum jelas. Apa metoda yang digunakan,
cakupannya sebatas apa, oleh siapa dilaksanakan, apa ukuran-ukuran / indikatornya,
outputnya dalam bentuk apa
Demi untuk menciptakan sebuah pembangunan yang memberikan dampak positif
kepada masyarakat, maka dalam pembangunan tersebut masyarakat menjadi
sangat perlu untuk dilibatkan. Pelibatan masyarakat ini sudah dimulai dari
tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan hasil
pembangunan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan yaitu pembangunan itu harus bisa menguntungkan secara ekonomi,
pembangunan harus diterima secara sosial serta pembangunan itu harus ramah
lingkungan. Dengan memegang prinsip pembangunan berkelanjutan inilah
54
diharapkan masyarakat lebih bisa terlibat aktif dalam pembangunan, serta
menikmati hasil dari pembangunan tersebut.
3-2 | Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
26. Instansi yang memerlukan tanah diharuskan menyusun dokumen perencanaan
pengadaan tanahdengan mendasarkan pada studi kelayakan yang komprehensif.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah disusun apabila tanah yang dibutuhkan
masih menjadi milik pihak lain. Sedangkan apabila tanah yang dibutuhkan sudah
dimiliki oleh institusi yang membutuhkan tanah, tetapi dikuasai atau dimanfaatkan
atau digunakan oleh pihak lain maka harus disusun dokumen terpisah, yang disebut
Dokumen Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan.
27. DPPT dapat disusun secara bersama-sama oleh instansi yang memerlukan tanah
bersama-sama oleh instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi
teknis terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh
instansi yang memerlukan tanah.
Masukkan : Petugas yang ditunjuk untuk membuat DPPT hendaknya mereka yang
telah menguasai Undang-Undang No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan bagi Kepentingan Umum dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Bila perlu instansi yang memerlukan tanah melaksanakan diklat bagi calon
karyawan yang akan mengelola pengadaan tanah ini.
28. Semua pengadaan tanah, termasuk pengadaan tanah skala kecil (tidak lebih dari 5
ha) perlumenyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah. Cakupan dan
kedalaman analisis dokumen bergantung pada besaran dampak yang
ditimbulkan.Pengadaan tanah yang tidak berdampak pada relokasi pihak yang
berhak, maka dokumen perencanaan tanah tidak memasukan analisa, strategi dan
bantuan relokasi.
29. Adapun pengadaan tanah skala kecil, tidak lebih dari 5 (lima) hektar, institusi
yangmemerlukan tanah memiliki dua pilihan; 1) dilakukan secara langsung oleh
instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan jual
beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak ; 2)
dilakukan sesuai prosedur dalam UU No. 2/2012. Pengadaan tanah skala kecil
merupakan pengadaah tanah satu hamparan; dan dilaksanakan satu tahun
anggaran.Penentuan nilai tanah dan aset yang terkena dampak sebaiknya tetap
55
menggunakan jasa penilai.Pengadaan tanah skala kecil harus dilaksanakan sesuai
dengan tata ruang wilayah.
30. Dokumen perencanaan pengadaan tanah disiapkan oleh institusi yang memerlukan
tanah untuk disampaikan pada Gubernur sebagai syarat untuk mendapatkan
penetapan lokasi pembangunan.
31. Mengacu pada ketentuan UU No. 2/2012 dan Perpres No. 71/2012 serta
mempertimbangkan pengayaan yang berdasarkan asas dan prinsip pengadaan
tanah dalam undang-undang tersebut, maka cakupan dokumen perencanaan
pengadaan tanah meliputi :
1) Maksud dan Tujuan Rencana Pembangunan
Maksud dan Tujuan Rencana Pembangunan ditentukan dengan jelas dan
dilakukan untuk kepentingan umum. Kepentingan Umum yang dimaksud yaitu:
Kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh
pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
2) Kesesuaian dengan Rencana Tatat Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana
Pembangunan Nasional dan Daerah
Kesesuaian tata ruang adalah jaminan suatu kebijakan maupun program yang
teralokasi secara program dan lokasi di dalam rencana tata ruang wilayah
sehingga memiliki kepastian hukum untuk dilakukan pelaksanaan pembangunan
dan investasi.
3) Kebijakan Pengadaan Tanah dan Keberhakan
Menjelaskan kebijakan pengadaan tanah dan keberhakan pihak yang berhak
untuk mendapatkan ganti rugi dan bantuan.Mengacu pada UU No. 2/2012 dan
peraturan pelaksanaan, keberhakan pihak yang berhak mencakup.
4) Partisipasi, Konsultasi dan Pengumuman
Menjelaskan mekanisme pelibatan masyarakat dan pihak yang berhak dalam
seluruh tahapan proses pengadaan tanah, dengan memperhatikan aspek gender
dan kelompok rentan (warga miskin, tidak memiliki tanah, kepala rumah tangga
perempuan, kelompok usia lanjut, masyarakat adat).
5) Mekanisme Penanganan Keluhan
Menjelaskan mekanisme untuk menerima, mengevaluasi dan memfasilitasi
penyelesaian terhadap keberatan yang disampaikan warga terkena dampak,
serta keberatan terhadap kinerja pelaksanaan proyek.Mekanisme menjelaskan
56
bagaimana prosedur bisa dijangkau oleh pihak yang berhak dan warga terkena
dampak dan peka gender.
6) Lingkup dan Dampak Pengadaan Tanah
1. Identifikasi dan Inventarisasi Pihak yang Berhak dan Obyek Pengadaan Tanah.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh (a).data fisik penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah, dan (b) data pihak yang berhak dan obyek
pengadaan tanah.
2. Letak Tanah (Kelurahan/Desa; Kecamatan; Kabupaten; dan Provinsi)
Letak tanah harus digambarkan secara jelas, dengan nama kelurahan/desa,
kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Bila lokasi tanah berada lebih dari satu
desa atau kecamatan atau kabupaten atau provinsi, maka semua nama-nama
desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi harus disebutkan secara jelas.Harus
pula ditentukan secara jelas batas-batasnya berupa titik koordinatnya.Letak
tanah juga dapat ditentukan secara jelas posisinya berupa gambaran dalam
Peta.Baik secara orientasi (sesuai dengan tata letak berdasarkan medannya)
maupun secara spasial (sesuai dengan bentuk grafis yang menunjukkan ruang
lokasi).
Masukkan :Belum jelas siapa yang melaksanakan inventarisasi ini, melibatkan
siapa saja? Metodanya apa? outputnya apa? Jika sudah ada data (peta) di Kantor
Pertanahan apakah masih diperlukan pengukuran?Hal hal terkait dengan format
dan aspek kartografis peta juga belum dijelaskan.
3. Luas Tanah yang Dibutuhkan
Menentukan dengan jelas luas tanah yang dibutuhkan, berupa; (i) luas tanah
keseluruhan dan Luas luaran (yang terkena dampak proyek) (batas luaran dan
batas kepemilikan); (ii) luas tanah bidang kepemilikan; (iii) Pihak yang berhak
atas objek tanah, (iv) pemanfaatan tanah yang terkena dampak.
Masukan: Jika sudah ada data dari kantah sebaiknya digunakan metode
tumpang susun dengan memanfaatkan data KKP (Sistem Informasi Pertanahan).
Jika belum ada, diperlukan keterlibatan aparat kantah dalam
penghitungannya.Perlu juga diperhatikan tanah tanah yang terpotong.
4. Gambaran Umum Status Tanah
Gambaran berupa status tanah atau kepemilikan atas tanah.Gambaran ini tidak
hanya dilakukan secara umum atau global, juga dilakukan penjelasan atau
57
informasi status tanah pada bidang per bidang di lokasi tersebut.Status
tersebut apakah berupa hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, tanah
bekas milik adat, tanah masyarakat hukum adat, tanah negara, tanah
penguasaan.
Masukan: Jika sudah ada data dari kantah sebaiknya digunakan metode
tumpang susun dengan memanfaatkan data KKP (Sistem Informasi Pertanahan).
Jika belum ada, diperlukan keterlibatan aparat kantah dalam melihat status
tanah.
5. Bangunan
Menjelaskan bangunan utama dan bangunan sekunder yang akan terkena
pengadaan tanah milik perorangan ataupun institusi. Identifikasi kehilangan
bangunan juga termasuk utilitas yang melekat pada bangunan seperti
sambungan listrik, telepon, dan instalasi air minum
6. Tanaman
Menjelaskan jenis dan jumlah tanaman yang akan terkena dampak pengadaan
tanah.
7. Ruang Atas Ruang Bawah Tanah
Menjelaskan ruang di atas dan bawah tanah yang dibebaskan atau terbatasi
penggunaannya akibat pengadaan tanah.
8. Hal-hal yang melekat pada tanah
Menjelaskan hal-hal lain yang melekat pada tanah yang terkena pembebasan
tanah, termasuk utilitas seperti jaringan listrik, jaringan air minum, jaringan
pipa gas.
9. Kehilangan Lain yang dapat dinilai
Memberikan informasi tentang kehilangan lain yang dapat dinilai. Yang
dimaksud dengan “kerugian lain yang dapat dinilai” adalah kerugian nonfisik
yang dapat disetarakan dengan nilai uang, misalnya kerugian karena
kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi,
dan nilai atas properti sisa dan lainnya
7) Profil Sosial Ekonomi Pihak yang Berhak dan Warga Terkena Dampak
Menguraikan gambaran umum areal proyek dan keadaan demografi sehingga
dapat menjadi pertimbangan dalam pengadaan tanah dan pembangunan proyek
yang akan dilaksanakan. Selain itu juga menguraikan gambaran profil sosial
58
ekonomi pihak yang berhak dan warga terdampak, sebagai bahan bagi tim
penilai untuk menentukan kompensasi.
8) Perkiraan Nilai Tanah dan Obyek Pengadaan Tanah
Penilaian tanah dilakukan secara bidang per bidang sesuai dengan jenis
kerugian.Jenis kerugian dalam penilaian tanah terbagi menjadi 2, yaitu kerugian
fisik dan non fisik. Perkiraan nilai tanah menguraikan perkiraan nilai ganti
kerugian obyek pengadaan tanah, meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah
tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan atau
kerugian lain yang dapat dinilai. Penilaian tanah dilakukan secara bidang per
bidang sesuai dengan jenis kerugian.
9) Strategi Pemukiman Kembali
Menjelaskan pilihan pemukiman kembali terhadap pihak yang berhak sebagai
salah satu opsi kompensasi, alternative lokasi pemukiman kembali yang menjadi
pertimbangan dengan berkonsultasi dengan pihak yang, langkah-langkah untuk
pemukiman kembali, penyediaan sarana dan prasarana umum di lokasi
pemukiman kembali, dan strategi integrasi dengan masyarakat tempatan, serta
kerangka waktu pemukiman kembali. Strategi pemukiman kembali
mempertimbangan perempuan dan kelompok rentan.
10) Program Perbaikan Pendapatan atau Mata Pencaharian
Mengidentifikasi risiko pengadaan tanah terhadap penghidupan pihak yang
berhak serta menjelaskan program perbaikan pendapatan atau mata
pencaharian. Langkah-langkah untuk mendukung warga yang rentan (miskin,
rumah tangga yang dikepalai perempuan, usia lanjut, berkebutuhan khusus,
rumah tangga tidak memiliki lahan) dan terkena dampak serius, termasuk pihak
berhak yang harus direlokasi guna memulihkan atau bahkan memperbaiki
pendapatan dan matapencaharian. Kompensasi dan perbaikan pendapatan atau
matapencaharian mempertimbangkan gender.
11)Rencana Penganggaran
Menyediakan anggaran terperinci untuk semua kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali, termasuk untuk kompensasi, biaya operasional, pelatihan
staf, monitoring dan evaluasi, dan penyusunan DPPT.
12) Pengaturan Kelembagaan
59
Menguraikan tata laksana kelembagaan dalam penyelenggarakan proses
pengadaan tanah pada semua tingkatan (level), mulai tingkat Nasional (jika ada),
Provinsi (jika ada), Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
13) Perkiraan Jadwal
1. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah terdiri atas:
➢ waktu untuk tahapan kegiatan persiapan pengadaan tanah
➢ waktu untuk tahapan kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah
➢ penyerahan tanah yang telah dibebaskan.
Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk sudah
memperhitungkan bila ada keberatan dari masyarakat di lokasi proyek dan
memperkirakan waktu jika melakukan relokasi.Perkiraan waktu relokasi
termasuk waktu untuk menentukan dan mempersiapkan lokasi baru, waktu
untuk pindah, dan waktu untuk pembinaan di lokasi baru.
2. Perkiraan Waktu Pelaksanaan Pembangunan
Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan menguraikan perkiraan
waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan, mulai dari tahap
perencanaan, pelelangan sampai selesainya kegiatan konstruksi.
14) Monitoring dan Evaluasi
Menjelaskan mekanisme dan tolok ukur yang tepat bagi proyek untuk
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana pemukiman kembali. Ini
menentukan pengaturan untuk partisipasi pihak yang berhak, termasuk
kelompok perempuan dan rentan) dalam proses pemantauan serta prosedur
pelaporan.
4. Cakupan dan Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
4-1 | Maksud dan Tujuan Rencana Pembangunan
32. Maksud dan Tujuan: Memberikan gambaran rencana pembangunan untuk
kepentingan umum dan kebutuhan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan.
33. Cakupan. Bagian ini menjelaskan tentang:
1) Gambaran umum arti penting dan tujuan rencana pembangunan yang akan
dilaksanakan;
60
2) Komponen-komponen pembangunan yang membutuhkan pengadaan tanah
dan berdampak pada kehilangan aset dan pendapatan ekonomi atau mata
pencaharian pihak yang berhak;
3) Alternatif yang dipertimbangkan untuk menghindari atau meminimalkan
pengadaan tanah serta penjelasan pertimbangan untuk memutuskan
pengadaan tanah.
34. Hal-hal penting yang harus diperhatikan:
1) Review dokumen rencana pembangunan atau proyek serta rancangan umum
maupun rinci (bila sudah disiapkan) serta studi kelayakan yang dilakukan;
2) Review komponenn-komponen pembangunan yang mengakibatkan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali;
3) Diskusi dengan tim teknis rencana pembangunan mengenai berbagai
alternatif yang dipertimbangkan untuk menghindari atau meminimalkan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali, baik melalui:
a) modifikasi disain teknis proyek;
b) Menghindari semaksimal mungkin atau menggeser bila diperlukan, jalur
proyek yang melewati pemukiman padat, cagar budaya, tempat yang
dikeramatkan, tempat ibadah dll (seperti proyek jalan, transmisi, kereta
api);
c) Menetapkan zona rencana konstruksi disesuaikan dengan penyelesaian
pengadaan tanah (dipertimbangkan untuk proyek yang bersifat linier
seperti jalur kereta api, jalan tol, jalan raya, rehabilitasi sungai);
d) Mengatur jadwal konstruksi untuk meminimalisir dampak lingkungan
dan kehilangan pendapatan/mata pencaharian (seperti jadwal
konstruksi menyesuaikan musim dan masa panen);
4) Melakukan kunjungan lapangan untuk mengkonfirmasi lokasi rencana
pembangunan dan koridor dampak serta upaya meminimalisir dampak
pengadaan tanah.
5) Melakukan kujungan lapangan untuk mengetahui gambaran rencana
pembangunan tersebut secara mendalam dan mengetahui bagian komponen
pembangunan atau proyek yang membutuhkan pengadaan tanah;
61
6) Berkoordinasi dengan instansi terkait dengan pengadaan tanah untuk
mendiskusikan dampak-dampak apa saja yang mungkin terjadi karena
pengadaan tanah.
7) Menuangkan hasil review, diskusi dan kunjungan lapangan dalam rumusan
maksud dan tujuan rencana pembangunan.
4-2 | Kesesuaian dengan RTRW dan Rencana Pembangunan Nasional dan
Daerah
35. Tujuan. Menjelaskan kesesuaian rencana pembangunan dengan RTRW dan
Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah yang ada.
36. Cakupan. Bagian ini menjelaskan bahwa:
1) Perencanaan pengadaan tanah sudah sesuai dengan RTRW;
2) Perencanaan pengadaan tanah untuk pembangunan telah menjadi prioritas
pembangunan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah dan Rencana Strategis;
3) Perencanaan pengadaan tanah sesuai dengan Rencana Kerja Institusi.
37. Penjelasan:
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada prinsipnya
ada 2 kategori:
1) Proyek infrakstruktur Strategis Nasional (PSN)
Untuk proyek jenis ini jika tidak sesuai dengan RTRW
provinsi/kabupaten/kota, maka pemda setempat up.instansi yang
membidangi tata ruang berkewajiban menyesuaikan tata ruang daerah
tersebut dengan Tata Ruang Induk/Nasional. Karena pada prinsipnya PSN
telah sesuai dengan perencanaan Tata Ruang Induk/Nasional.
2) Proyekinfrastruktur Non PSN
Jika proyek ini tidak sesuai dengan RTRW provinsi/kabupaten/kota, maka
dapat dilakukan langkah sebagai berikut:
[1] Dipindahkan ke lokasi atau wilayah yang sesuai dengan tata ruang
daerah
[2] Jika dalam kasus proyek tersebut tidak bisa dipindahkan karena
pertimbangan teknis seperti kasus pembangunan waduk, jalan tol, jalur
kereta api yang memiliki kriteria teknis yang ketat maka wajib
mendapatkan rekomendasi dari instansi yang membidangi tata ruang.
62
Pengadaan tanah di kawasan hutan, mengacu pada peraturan terkait:
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2017 tentang
Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.
➢ Peraturan Presiden No. 105/2015 tentang Perubahan kedua atas
Perpres No. 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
➢ Peraturan Presiden No. 104/2015 tentang Perubahan Peruntukan
dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
➢ Peraturan Presiden No. 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan.
➢ Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
4-3 | Kebijakan Pengadaan Tanah dan Keberhakkan
38. Tujuan: Menjelaskan peraturan hukum terkait yang menjadi landasan dalam
kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum, asas-asas
yang berlaku, serta pokok-pokok pengadaan tanah.
39. Cakupan. Bagian ini menjelaskan mengenai:
1 | Undang-undang dan peraturan hukum terkait, baik nasional maupun daerah
yang menjadi landasan dalam kegiatan pengadaan tanah.
Pengadaan tanah dilaksanakan dengan melandaskan pada Undang-Undang
No. 2/2012 mengenai Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepentingan
Umum beserta peraturan pelaksanaannya.Namun demikian, pengadaan
tanah untuk pembangunan kepentingan umum juga harus melandaskan
pada peraturan terkait lainnya. Daftar peraturan hukum utama untuk
pengadaan tanah beserta peraturan hukum lainnya dijelaskan dalam sub bab
kerangka hukum pengadaan tanah pada bab sebelumnya. Daftar kerangka
hukum yang relevan untuk pengadaan tanah mengacu pada Bab
Pendahuluan 1-3.
2 | Menjelaskan garis besar asas dan pokok-pokok serta metodologi yang
digunakan untuk proses pengadaan tanah, menetapkan pihak yang berhak,
3 | Asas-asas pengadaan tanah mencakup:
[1] Kemanusiaan
[2] Keadilan
[3] Kemanfaatan
[4] Kepastian
63
[5] Keterbukaan
[6] Kesepakatan
[7] Keikutsertaan
[8] Keberlanjutan
[9] Keselarasankeberhakan (kompensasi dan bantuan), pilihan ganti rugi.
4 | Pokok-pokok pengadaan tanah mencakup:
[1] memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak
dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan kesempatan
untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.
[2] memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses
pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada
Pihak yang Berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak dan
adil.
[3] memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan pengadaan tanah.
[4] dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk
mendapatkan kesepakatan bersama.
[5] dilaksanakan dengan partisipasi masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan
pembangunan.
[6] memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang
berhak dan masyarakat secara luas.
5 | Menjelaskan keberhakan pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti rugi dan
bantuan.Mengacu pada UU No. 2/2012 dan peraturan pelaksanaan.Keberhakan
mencakup bantuan untuk kelompok rentan dan pihak yang terkena dampak serius
oleh pengadaan tanah, serta peluang pihak yang berhak dan terkena dampak untuk
mendapatkan manfaat dari pembangunan.
6 | Keberhakan pihak yang berhak disajikan pada Tabel dibawah. Tabel ini memuat
lingkup dampak dan keberhakkan secara menyeluruh yang mungkin timbul dalam
proses pengadaan tanah. Penerapan keberhakkan disesuaikan dengan cakupan
dampak dalam pengadaan tanah.
4-4 | Partisipasi, Konsultasi dan Pengumuman
4-4-1 | Partisipasi dan Konsultasi
64
40. Partisipasi dan Konsultasi. Pengertian konsultasi publik dalam Undang-Undang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Nomor 2
Tahun 2012 adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan selama 60 hari
setelah pelaksanaan pendataan awal pada tahap persiapan, dengan tujuan
untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait (stakeholder)
terutama kepada pihak yang berhak terhadap rencana pembangunan dan
pelaksanaan pengadaan tanah serta hasil pendataan awal yang telah
dilaksanakan. Akan tetapi untuk menjamin tercapainya tujuan pengadaan tanah
dan meminimalkan komplain, proses konsultasi dan pelibatan pihak yang
berhak ini juga sebaiknya dilakukan secara intensif sejak proses penyusunan
dokumen perencanaan pengadaan tanah dengan memperhatikan aspek gender
dan kelompok rentan (masyarakat miskin, janda dan kelompok disable) yang
seringkali tidak diperhatikan.
Masukan: Perlu dijelaskan metode dalam menjamin terlaksananya partisipasi dan
konsultasi. Perlu dijelaskan output dari kegiatan ini dan bukti dari kegiatan ini.
42. Beberapa karakteristik konsultasi yang intensif adalah sebagai berikut:
• Dimulai di tahap awal perencanaan proyek dan berlangsung secara
menerus selama tahap pelaksanaan proyek, termasuk konsultasi untuk
menentukan tempat relokasi (jika ada) dan konsultasi untuk menentukan
kebutuhan program peningkatan matapencaharian.
• Informasi terkait proyek disampaikan secara jelas, dapat dimengerti dan
mudah diakses oleh pihak yang berhak dan masyarakat terdampak
• Konsultasi dilakukan secara terbuka bebas dari intimidasi
• Memperhatikan aspek gender dan melibatkan kelompok rentan lainnya
• Keputusan diambil berdasarkan masukan dari pihak yang berhak dan
berbagai stakeholder tekait
Masukan :perlu dijelaskan metoda yang dilakukan untuk mencapai karakteristik
yg intensif tersebut dalam dokumen perencanaan.
43. Apabila pengadaan tanah melibatkan masyarakat adat, maka konsultasi harus
dilakukan lebih intensif sampai mendapatkan support dari mereka terhadap
rencana pembangunan, terutama jika rencana pembangunan tersebut akan
menyebabkan masyarakat adat makin terpinggirkan. Penting untuk
65
mengidentifikasi tokoh adat di masyarakat tersebut dan pihak-pihak yang bisa
mewakili kepentingan masayarakat tersebut dalam pengambilan keputusan.
4-4-2 | Pengumuman
44. Instansi yang memerlukan tanah disarankan untuk mengumumkan atau
menyebarkan informasi tentang pengadaan tanah dan pilihan kompensasi yang
akan diberikan serta informasi tekait proyek selama perencanaan pengadaan
tanah sampai dengan pelaksanaannya. Sebelum melakukan pendataan awal
Undang-Undang Pengadaan Tanah No 2 Tahun 2012 pasal 16 (a) menyebutkan
perlunya melakukan pemberitahuan kepada pihak yang berhak. Pemberitahuan
ini bisa dilakukan secara langsung (sosialisasi, tatap muka atau surat
pemberitahuan) atau tidak langsung (media cetak atau media elektronik).
45. Keuntungan penyebaran informasi sedini mungkin bagi proyek adalah: (i).
Meningkatkan kepedulian masayrakat lokal terhadap rencana proyek,dan (ii).
meningkatkan rasa kepemilikan pihak yang berhak terhadap proyek.
46. Penyebaran informasi proyek bisa dalam bentuk leaflet/booklet tentang proyek
dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat sekitar lokasi proyek. Booklet
informasi proyek minimal berisi tentang: deskripsi singkat tentang proyek,
identifikasi dan inventory aset, pihak yang berhak dan keberhakan, indikasi
jadwal pengadaan tanah dan pembangunan serta instansi yang
bertanggungjawab. Selain penyebaran informasi, institusii yang memerlukan
tanah disarankan untuk mengumumkan dokumen rencana pengadaan tanahnya
dalam situs webnya.
47. Tujuan dari bab ini adalah menjelaskan mekanisme partisipasi dan konsultasi
yang akan dilakukan baik pada tahap perencanaan, tahap persiapan maupun
pelaksanaan pengadaan tanah, dan menjelaskan bagaimana pengumuman dan
pengungkapan informasi pengadaan tanah dengan memperhatikan aspek gender
dan kelompok rentan (masyarakat miskin, janda dan kelompok disable).
48. Cakupan. Bagian ini menjelaskan:
1 | Identifikasi para pemangku kepentingan pembangunan/proyek; khususnya
pemangku kepentingan utama dan pihak yang berhak termasuk kelompok
rentan.Untuk pengadaan tanah yang melibatkan masyarakat adat,
identifikasi tokoh adat penting dilakukan secara tepat.
66
2 | Menjelaskan mekanisme konsultasi dan partisipasi yang akan digunakan
selama berbagai tahap siklus pembangunan, dengan memberikan perhatian
pada partisipasi kelompok perempuan dan rentan; termasuk rencana
pelibatan para pemangku kepentingan dalam proses pengadaan tanah.
3 | Memberikan ringkasan hasil-hasil konsultasi yang sudah dilakukan dengan
penduduk yang terdampak dalam proses penyusunan dokumen
perencanaan pengadaan tanah, membahas bagaimana permasalahan yang
diangkat dan rekomendasi yang dibuat ditangani dalam rencana pemukiman
kembali;
4 | Menjelaskan mekanisme dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
penyebaran informasi terkait rencana pembangunan dan proses pengadaan
tanah.
5 | Menyusun rancangan booklet informasi proyek dan dimasukkan sebagai
lampiran dalam dokumen rencana pengadaan tanah.
49. Penjelasan:
1 | Identifikasi pemangku kepentingan yang bertujuan untuk menentukan
pemangku-pemangku kepentingan mana yang terkait dengan rencana
proyek.. Untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terkait
rencana proyek, maka dilakukan kajian menyeluruh antara bidang yang
terkait dengan rencana proyek yang akan dilakukan.
2 | Menentukan tempat pelaksanaan.konsultasi publik (dan konsultasi lain yang
akan dilaksanakan dalam seluruh tahapan pengadaan tanah). Lokasi
pelaksanaan konsultasi harus dekat dengan lokasi pembangunan dan mudah
diakses oleh penduduk terdampak, terutama perempuan dan kelompok
rentan,termasuk masyarakat adat. Lokasi yang mudah diakses akan
membuat tingkat kehadiran masyarakat terdampak akan lebih tinggi atau
tingkat partisipasi pihak yang berhak dan masyarakat menjadi lebih baik.
Beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
▪ Konsultasi harus melibatkan kepala desa, tokoh adat dan tokoh
masyarakat
▪ Kapasitas tempat konsultasi publik disesuaikan dengan jumlah yang
diundang
67
3 | Jika proyek tersebut rencananya akan dilaksanakan di beberapa wilayah
yang memasuki lebih dari satu wilayah yuridiksi Pemerintah Daerah, maka
konsultasi tersebut dapat dilaksanakan di setiap wilayah yuridiksi
Pemerintah Daerah tersebut.
4 | Menyiapkan surat undangan. Setelah pemangku kepentingan yang terkait
teridentifikasi, pihak yang memerlukan tanah mengirimkan surat
permohonan penyelenggaraan konsultasi publik (dan konsultasi pada tahap
pengadaan tanah yang lainya) kepada Pemerintah Daerah setempat di mana
pembangunan tersebut dilaksanakan. Pemerintah Daerah setempat tersebut
kemudian menerbitkan surat undangan kegiatan konsultasi publik untuk
para pemangku kepentingan yang telah teridentifikasi disampaikan minimal
3 hari sebelum pelaksanaan konsultasi publik . Contoh surat undangan
pelaksanaan konsultasi publik dapat dilihat dalam Lampiran 7.
5 | Penyelenggaraan konsultasi publik (atau konsultasi lain pada berbagai tahap
pegadaan tanah). Penyelenggaraan konsultasi publik dilaksanakan dengan
menyesuaikan pada pola pertemuan yang biasa dilaksanakan di daerah
rencana pembangunan.Poin-poin penting atau kesepakatan-kesepakatan
dari hasil diskusi yang muncul di dalam forum selama kegiatan konsultasi
dengan para pemangku kepentingan direkam melalui sebuah dokumen
notulensi serta berita acara.Berita acara dibuat untuk menegaskan
keputusan-keputusan yang disepakati dalam forum.Format notulensi
konsultasi publik dapat dilihat pada lampiran 8, dan format berita acara
dapat dilihat pada lampiran 9.
6 | Informasi yang perlu disampaikan saat konsultasi publik adalah: (a). Maksud
dan tujuan pembangunan, (b). Tahapan dan jadwal proses pengadaan tanah,
(c). Peran jasa penilai dalam menentukan nilai ganti rugi, (d). Ganti rugi yang
akan diberikan kepada pihak yang berhak, (e). Obyek yang akan diganti
rugi,(f). Bentuk ganti rugi, dan (g).Hak dan kewajiban pihak yang berhak.
7 | Dokumentasi kegiatan konsultasi publik atau konsultasi pada tahapan
pengadaan tanah yang lainnya, meliputi dokumentasi arsip surat undangan,
daftar hadir, notulensi penjelasan dan tanya jawab serta foto-foto kegiatan
konsultasi publik.
4-5 | Mekanisme Penanganan Keberatan
68
50. Mekanisme penanganan keberatan yang transparan dan efektif sangat penting
untuk menghindari keterlambatan proyek dan meningkatkan efisiensi
pembiayaan proyek
51. Tujuan. Menggambarkan mekanisme untuk menerima dan memfasilitasi
penyelesaian keberatan pihak yang berhak.
52. Cakupan. Bagian ini menjelaskan:
1 | Arti penting dan manfaat adanya mekanisme penanganan keberatan;
2 | Mekanisme penyampaian dan penyelesaian keberatan.
4-5-1 | Penanganan Keberatan Penetapan Lokasi
1 | Pihak yang berhak/warga terkena dampak dapat menyampaikan keberatan
pada Kepala Daerah (Bupati/Walikota/Gubernur tergantung apakah
pengadaan tanah ditangani oleh provinsi atau kabupaten/kota). Kepala
Daerah akan membentuk team untuk mengkaji keberatan.
2 | Jika berdasarkan kajian, keberatan diterima, maka
Gubernur/Bupati/Walikota akan meminta pada institusi yang memerlukan
tanah untuk mengajukan pemindahan rencana lokasi pembangunan ke
tempat lain. Jika keberatan ditolak, maka Gubernur/Bupati/Walikota
menetapkan lokasi pembangunan.
3 | Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan, masih terdapat
keberatan, pihak yang berhak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak dikeluarkan penetapan lokasi.
4 | PTUN memutus diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama
30 hari kerja sejak diterimanya gugatan.
5 | Pihak yang keberatan terhadap putusan PTUN, dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung (MA) dalam waktu paling lama 14 hari kerja.
6 | MA wajib memberikanputusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak
permohonan kasasi diterima.Putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan
tanah bagi pembangunan kepentingan umum.
4-5-2 | Penanganan Keberatan untuk Hasil Identifikasi dan Inventarisasi Obyek
Pengadaan Tanah
69
53. Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi harus mencakup status
kepemilikan tanah, ukuran, lokasi, dan peta wilayah proyek. Alasan keluhan adalah;
(i) Pihak yang berhak tidak menerima hasil inventarisasi tersebut, dan (ii)
penduduk terkena dampak berkeberatan atas hasil inventarisasi. Dengan demikian,
prosedur pengaduan yang harus dilakukan adalah:
1 | Penduduk/rumah tangga yang dirugikan dapat mengajukan kepada Tim
pelaksana pengadaan tanah (TPPT) keberatan atas hasil inventarisasi tanah
dan aset lain yang ditemukan pada tanah yang terkena dampak (bangunan,
tanaman, benda-benda lain).
2 | TPPT dalam waktu 14 hari akan memeriksa hasil inventarisasi aset warga/
penduduk yang terkena dampak dan akan membuat revisi / koreksi yang
diperlukan, sesuai kebutuhan. Jika penduduk terkena dampak masih belum
puas dengan temuan TPPT, yang bersangkutan dapat membawa masalah ini
ke pengadilan negeri untuk resolusi.
3 | Jika pengaduan / keluhan menyangkut kepemilikan / penguasaan tanah dan
/ atau aset lainnya di tanah yang terkena dampak, TPPT akan mencari
penyelesaian dengan pengadu melalui konsultasi.
4 | Jika konsultasi tidak menghasilkan penyelesaian, maka TPPT akan
menyarankan warga terkena dampak untuk menyelesaikan kasus ini melalui
pengadilan.
4-5-3 | Jika Konsultasi Tidak Menghasilkan Penyelesaian
54. Berdasarkan UU 2012, seorang warga yang dirugikan bisa membawa keluhan /
pengaduan dalam hal identifikasi objek pengadaan tanah dan nilai kompensasi
langsung kepada TPPT atau pada Badan Pertanahan, melalui tokoh masyarakat
yang akan menyampaikannya kepada TPPT baik secara tertulis maupun secara
lisan. TPPT bersama-sama dengan KATR/BPN (kantor pertanahan) dan tokoh
masyarakat akan berusaha mencari konsensus untuk mencapai penyelesaian yang
dapat diterima oleh warga yang dirugikan, secara khusus:
1 | Seorang warga/penduduk yang tidak puas dengan jumlah kompensasi yang
awalnya ditawarkan oleh TPPT dalam waktu 30 hari harus mencapai
kesepakatan dengan TPPT tentang tingkat kompensasi atas aset yang
terkena dampak, termasuk kehilangan penghasilan dari bisnis atau
pekerjaan yang terkena dampak.
70
2 | Jika negosiasi mengenai kompensasi dengan TPPT gagal, warga/rumah
tangga terkena dampak dapat mengajukan keluhan dalam waktu 14 hari ke
pengadilan negeri atas kompensasi yang tawarkan oleh LAIT. Pengadilan
akan mengadili kasus ini dalam waktu 30 hari.
3 | Jika warga/rumah tangga terkena dampak tidak puas dengan keputusan
pengadilan negeri, TPPT dalam waktu 14 hari setelah keputusan oleh
pengadilan negeri dapat membawa kasus ini ke Mahkamah Agung dan
mencari pembalikan putusan di kabupaten pengadilan. Mahkamah Agung
akan mengadili kasus ini dalam waktu 30 hari.
4-5-4 | Penanganan Keberatan Pasca Pengadaan Tanah
1 | Pihak yang berhak atau warga terkena dampak dapat menyampaikan
keberatan pada kantor proyek pembangunan, aparat desa, kontraktor, yang
akan menyampaikan keberatan/ keluhan pada institusi yang melaksanakan
pembangunan.
2 | Institusi yang melaksanakan pembangunan akan berkoordinasi dengan
pihak-pihak terkait untuk penyelesaian keberatan. Institusi yang
melaksanakan pembangunan akan mendiskusikan dengan pihak yang
berhak/warga yang keberatan untuk menyelesaikan permasalahan dengan
melibatkan pihak-pihak terkait untuk penyelesaian.
55. Penjelasan:
Oleh karenanya, pembentukan kelembagaan untuk penanganan keberatan di level
institusi pelaksana pembangunan/ institusi yang membutuhkan tanah:
Menetapkan mekanisme penyelesaian keluhan/keberatan di tingkat institusi
Menunjuk focal point untuk penanganan keluhan/keberatan
Menerima dan mendaftar keberatan
Menyaring keberatan
Menginventarisasi keberatan
Mengkaji keberatan
Merespon keberatan
Strategi penyelesaian keberatan
Dokumentasi
4-6 | Lingkup Pengadaan Tanah
4-6-1 | Identifikasi dan Inventarisasi Pihak yang Berhak dan Obyek Pengadaan Tanah
71
56. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan
tanah pada tahap perencanaan menjadi hal yang sangat penting dalam penyiapan
DPPT. Jika kegiatan ini sudah dilakukan secara rinci dan baik pada tahap
perencanaan, maka hal ini akan memudahkan tahap persiapan dan pelaksanaan
pengadaan tanah. Melakukan inventarisasi dan identifikasi pihak yang berhak dan
obyek pengadaan tanah secara rinci pada tahap perencanaan mungkin untuk
dilakukan, karena pada tahap perencanaan tidak dibatasi waktu sebagaimana tahap
persiapan dan pelaksanaan. Dukungan data awal akan sangat penting dalam
memperlancar kegiatan tersebut.
57. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pelaksanaan identifikasi dan
inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah baik pada tahap
perencanaan, persiapan maupun pelaksanaan pengadaan tanah adalah sebagai
berikut: (i) dilakukan secara sensus terhadap seluruh pihak berhak, (ii) dalam
melakukan sensus harus memperhatikan aspek gender (responden perempuan
minimal 30%) dan kelompok rentan ( masyarakat miskin, janda dan kelompok
disable) (iii) pihak yang berhak diberitahu sebelum pelaksanaan sensus
dilaksanakan dan diminta untuk ikut berpartisipasi, (iv) pelaksanaan sensus harus
didampingi oleh kepala keluarga atau anggota keluarga, (v) berkoordinasi dengan
kepala desa/staff dan atau tokoh masyarakat.
Masukan: Berkoordinasi dengan kantor pertanahan setempat.
58. Tujuan: untuk memperoleh data: (i) kebutuhan pengadaan tanah secara
keseluruhan dan komponen pembangunan serta koridor area dampak pengadaan
tanah (ii) data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
(iii) data pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah yang akan terkena
dampak, (iv) peta indikatif area bidang per bidang yang masuk dalam pengadaan
tanah.
58. Tujuan: untuk memperoleh data: (i) kebutuhan pengadaan tanah secara
keseluruhan dan komponen pembangunan serta koridor area dampak pengadaan
tanah (ii) data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
(iii) data pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah yang akan terkena
dampak, (iv) peta indikatif area bidang per bidang yang masuk dalam pengadaan
tanah.
72
59. Cakupan. Data terkait yang ingin diperoleh dari kegiatan identifikasi dan
inventarisasi aset yang terkena dampak:
1 | Data pihak yang berhak yang melingkupi:
▪ Identifikasi pihak-pihak yang berhak terkena, jumlah anggota keluarga,
dan nama;
▪ Jumlah pihak yang berhak berdasarkan kategori kepemilikan atau
pengusaan asset yang akan dibebaskan;
▪ Jumlah rumah tangga dan anggota keluarga pihak yang berhak yang
terkena dampak serius, termasuk yang harus direlokasi;
▪ Jumlah rumah tangga dan anggota keluarga yang rentan dan membutuhkan
perhatian khusus dalam pengadaan tanah. Kelompok rentan, termasuk
warga miskin, kepala rumah tangga perempuan, kepala rumah tangga usia
lanjut, kepala rumah tangga berkebutuhan khusus, masyarakat adat, warga
yang tidak memiliki tanah.
2 | Letak Tanah menginformasikan lokasi tanah dan batas tanah yang
dibutuhkan
3 | Luas Tanah yang dibutuhkan
4 | Gambaran Umum Penggunaan dan Status Tanah, baik untuk tanah yang
terkena secara keseluruhan maupun bidang perbidang. Gambaran umum
penggunaan tanah:
a) Tanah pertanian
b) Tanah kehutanan
c) Tanah pemukiman
d) Tanah hukum adat
5 | Gambaran umum hak legalitas tanah, melingkupi :
a) Sertifikat hak milik
b) Hak pakai
c) Sertifikat Hak milik
d) Girik/SKT/ Leter C
e) Hak Guna Bangunan
f) Hak Guna Usaha
g) Tanah Adat/Ulayat
h) Tanah waqaf
73
i) Menempati tanpa ijin
6 | Jumlah dan jenis kehilangan bangunan, baik bangunan utama maupun
bangunan sekunder milik perorangan maupun institusi
7 | Jumlah kehilangan tanaman, baik dari sisi perkiraan jumlah maupun jenis
tanaman;
8 | Jumlah kehilangan ruang atas atau bawah tanah. Menjelaskan ruang diatas
dan dibawah tanah yang dibebaskan atau terbatasi penggunaannya akibat
pengadaan tanah
9 | Hal-hal yang melekat pada tanah, termasuk berbagai utilitas seperti jaringan
listrik, jaringan air minum dan jaringan pipa gas
10 | Kehilangan lain yang dapat dinilai, yaitu kerugian non fisik yang dapat
disetarakan dengan nilai uang.
60. Mekanisme Penyelesaian Penguasaan Tanah pada Kawasan Hutan mengacu pada
Perpres No 88/2017.
61. Tata cara :
a) Instansi yang membutuhkan tanah melakukan koordinasi dengan tim
Percepatan Penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH) dalam proses
identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak di kawasan hutan.
b) Di Pusat akan terdapat Tim Percepatan Penguasaan tanah dalam kawasan
hutan PPTKH (Pasal 14) yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden
(Pasal 17) dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Anggotanya terdiri dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri
Agraria dan Tata Ruang, Menteri Dalam negeri, Sekretaris Kabinet dan
Kepala Staf Kepresidenan. Juga terdapat Tim Pelaksana yang diketuai Deputi
Bidang Pengelolaan Energi, Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Direktur
Jenderal dari kementerian terkait.
c) Kegiatan yang berupa inventarisasi dan verifikasi di lapangan dilakukan oleh
Tim Inventarisasi dan Verifikasi PTKH (Pasal 18), yang dibentuk oleh
Gubernur dan diketuai oleh Kepala Dinas Kehutanan Propinsi.
d) Tim ini akan melakukan inventarisasi dan verifikasi yang diajukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan melalui Bupati/Walikota (Pasal 21),
74
e) Inventarisasi dan verifikasi dilaksanakan sekali saja di setiap wilayah
administrasi kabupaten/kota tersebut.
f) Biaya tukar menukar atau resettlement apabila dilakukan, ditanggung oleh
pemerintah daerah (Pasal 25).
g) Seluruh pelaksanaannya akan dipandu melalui rencana aksi nasional yang
akan disusun oleh Tim Percepatan PPTKH (Pasal 32).
62. Langkah-langkah dalam Melakukan Identifikasi dan Inventarisasi Pihak yang
Berhak dan Obyek Pengadaan Tanah :
1 | Mempersiapkan Tim Pelaksana
▪ Melakukan identifikasi awal dilokasi yang akan dibebaskan untuk
memperkirakan jumlah tenaga pengumpul data (koordinator dan petugas
pendataan). Jumlah tenaga yang dipakai juga harus mempertimbangkan
ketersediaan waktu pelaksanaan sensus, misalnya kegiatan sensus pada
tahap persiapan yang harus dapat diselesaikan dalam waktu 30 hari.
▪ Merekrut koordinator pendataan/sensus yang memiliki tugas
mensupervisi dan memastikan pendataan di lokasi rencana pembangunan
berjalan dengan baik dan sesuai jadwal.
▪ Merekrut tenaga yang akan melakukan pendataan (petugas pendataan)
pada waktu bersamaan dengan perekrutan koordinator pendataan.
Jumlah petugas pendataan yang direkrut disesuaikan dengan hasil
identifikasi awal yang dilakukan sebelumnya.
▪ Pelatihan (minimal selama 1hari) kepada petugas pendataan tentang
tugas, kewajiban dan prosedur pelaksanaan pengumpulan data. Pada
proses pelatihan ini, sebaiknya dilakukan simulasi pengambilan data
selama 1 hari dengan melihat dan melakukan wawancara langsung di
lokasi.
2 | Mempersiapkan perlengkapan pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi
pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah sbb:
▪ Penyusunan form kuesioner yang akan digunakan untuk pendataan oleh
instansi yang memerlukan tanah. Kuesioner yang akan dipakai minimal
harus memuat informasi sesuai yang tercantum dalam Peraturan Kepala
BPN Nomor 5 Tahun 2012 dan tambahan yang diperlukan sesuai
kebutuhan proyek.
75
▪ Mempersiapkan perlengkapan pengumpulan data oleh pelaksana
inventarisasi dan identifikasi yang meliputi: tanda pengenal (name tag),
alat tulis kantor (ATK), form kuesioner, kamera, Global Positioning
System (GPS), alat pengukur meter (meteran), peta kadastral dari
ATR/BPN, drone untuk melakukan foto udara dan perlengkapan lainnya
yang dianggap perlu.
▪ Perlengkapan keamanan standard seperti sepatu boots, jas hujan, helm,
perlengkapan obat-obatan (P2K) dan perlengkapan keamanan kerja
lainnya yang dianggap perlu.
3 | Mempersiapkan surat izin pendataan dan surat penugasan dari instansi yang
memerlukan tanah.
4 | Berkoordinasi dengan pemerintah daerah lokasi rencana pembangunan
untuk mendapatkan izin pendataan, mulai dari pemerintah provinsi,
kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan. Izin ini bisa berupa surat izin
baru dari pemerintah daerah (provinsi sampai kelurahan) atau
“pembubuhan” cap dan tanda tangan pejabat berwenang di tiap tingkat
pemerintah (provinsi sampai kelurahan) pada surat pengantar dan surat
penugasan dari pemerintah pusat sebagai tanda bahwa surat tersebut sudah
disetujui.
5 | Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pemerintah desa/kelurahan untuk
menentukan pendamping dari desa/kelurahan (pendamping) setempat
untuk membantu petugas pendataan dalam mengumpulkan
data.Pendamping merupakan orang yang dikenal oleh pihak yang berhak
dan memiliki pengetahuan terkait tanah dan pemiliknya. Dengan adanya
pendamping dari desa ini untuk menghindari kesalahan pihak yang berhak.
6 | Melakukan konsultasi dengan penduduk yang potensial akan terkena
dampak proyek di kantor desa/kecamatan sebelum pendataan, untuk
memberikan penjelasan tentang: (i) rencana proyek dan dampaknya
terhadap aset warga, (ii) tujuan dilakukannya identifikasi dampak ,waktu
pelaksanaannya dan siapa yang akan melakukannya. (iii) tenggat waktu bagi
pihak yang berhak, (iv) prinsip-prinsip keberhakan yang akan diberikan jika
aset penduduk terkena dampak proyek. Pada saat pertemuan ini disepakati
bersama jadwal pelaksanaan pendataan dimasing-masing dusun/desa.
76
7 | Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pihak yang berhak dan obyek
pengadaan tanah
▪ Pihak yang berhak yang diwawancara/didata adalah pihak yang
kemungkinan terkena dampak secara permanen (memiliki atau
menguasai aset dalam koridor dampak) atau pihak yang kemungkinan
terkena dampak secara sementara (berada di luar koridor dampak,
namun akan terkena dampak sementara selama proses pembangunan).
▪ Pelaksanaan pendataan sebaiknya dilakukan dilokasi aset yang terkena
dampak. Jika lokasi aset terkena dampak jauh dengan kediaman pihak
yang berhak, maka wawancara dilakukan dikediamannya dan setelah
selesai, pihak yang berhak bersama-sama dengan petugas pendataan
mengunjungi lokasi aset yang akan terkena dampaknya untuk dilakukan
pengukuran.
8 | Pemetaan
Instansi yang membutuhkan tanah sebaiknya menyiapkan peta skala besar
yang terperinci (jika mungkin didukung dengan aerial photography/foto
udara) di mana rumah tangga yang terkena dampak ditentukan batas-
batasnya dengan menggunakan data dari sensus yang sudah dilakukan
diatas. Jika ada penduduk yang harus direlokasi, area di mana penduduk
akan dipindahkan dan area relokasi harus dipetakan secara rinci.
▪ Dalam proses pemetaan pengadaan tanah, dibutuhkan beberapa peta
dasar dan data pendukung, di antaranya adalah:
▪ Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
▪ Peta Fungsi Kawasan Hutan
▪ Data Jaringan Jalan
▪ Data Perairan
▪ Data Proyek Pengadaan Tanah
▪ Data Buffer Proyek (areal sekitar proyek)
▪ Data Bidang tanah yang terkena dampak proyek. Pada data tersebut
terdapat atribut kepemilikan tanah masyarakat/instansi yang terkena
proyek pengadaan tanah.
77
▪ Data yang sudah didapatkan dapat diolah menjadi peta rencana proyek
pengadaan tanah dan peta hasil dari proyek pengadaan tanah dengan
menggunakan aplikasi pemetaan salah satunya aplikasi ArcGis.
▪ Melalui peta tersebut dapat diketahui informasi awal mengenai areal
sebelum proyek pengadaan tanah, rencana pengadaan tanah, areal yang
terkena dampak proyek pengadaan tanah serta hasil dari kegiatan
pembangunan dari proyek bersangkutan.
9 | Pengukuran bidang tanah dapat dilaksanakan dengan beberapa metode yang
dapat dipilih:
▪ Metode Terrestris
Pengukuran bidang tanah dengan cara terestris untuk pendaftaran tanah
sistematik maupun sporadik, adalah pengukuran secara langsung di
lapangan dengan cara mengambil data berupa ukuran sudut dan/atau
jarak,yang dikerjakan dengan teknik-teknik pengambilandata trilaterasi
(jarak), triangulasi (sudut) atau triangulaterasi (sudut dan jarak).
▪ Metode Fotogrametris
Pengukuran bidang tanah dengan cara fotogrametris adalah pengukuran
dengan menggunakan sarana foto udara.
▪ Metode lainnya (metode pengamatan GPS).
Pengukuran bidang tanah dengan metode pengamatan GPS adalah
pengukuran dengan menggunakan sinyal-sinyal gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan dari minimal 4 satelit GPS.
Masukan: Perlu dijelaskan Pengadaan Titik control. Pengukuran bidang tanah
yang dilakukan haruslah diikatkan pada titik control dalam koordinat yang
ditetapkan, misalnya menggunakan UTM atau TM3º.
10 | Membuat ringkasan aset yang terkena dampak dan luasanya seperti contoh
berikut ini. Data akan dipilah dan dianalisis menurut jenis kelamin dan
etnisitas, dikodekan dan disimpan ke dalam database proyek yang dikelola
oleh manajemen proyek dan dapat diakses untuk pemantauan selanjutnya.
63. Hasil identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan
tanah dapat diinput pada sistem database yang terintegrasi dengan data spasial
(peta), sehingga diperolehdatabase hasil identifikasi pihak yang berhak dan
78
inventarisasi objek yang terkena dampak dalm bentuk kombinasi peta dan tabel
yang dapat dikeluarkan tabelnya sesuai kebutuhan
Masukan: Hasil identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak dan obyek
pengadaan tanah dibuat dalam bentuk peta yang memenuhi azas-azas atau
standar kartografis dengan skala 1: 1000, 1:2500, atau 1:10.000. Perlu dibuat
format peta yang standar sebagai lampiran.
4-6-2 | Letak Tanah
64. Tujuan. Menginformasikan secara jelas lokasi tanah dan titik-titik kordinat batas-
batas tanah yang akan dibebaskan yang diperoleh dari hasil identifikasi dan
inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah.
65. Cakupan. Bagian ini menjelaskan:
1 | Nama-nama pihak yang berhak pemilik tanah yang akan dibebaskan
2 | Luas tanah keseluruhan dan Luas luaran (border luaran dan border
kepemilikan)
3 | Jumlah bidang tanah yang akan dibebaskan dan luas tanah masing-masing
bidang.
Masukkan :Titik koordinat batas-batas tanah yang akan dibebaskan dalam
sistem UTM atau TM3º.
4 | Peta lokasi pengadaan tanah baik secara orientasi maupun secara spasial
(bentuk grafis yang menunjuk lokasi).
5 | Informasi awal perkiraan subyek dan obyek yang akan terkena dampak.
66. Penjelasan:
1 | Menentukan batas-batas administrasi dari tanah yang akan dibebaskan .Bila
lokasi tanah berada di lebih dari satu desa atau kecamatan atau kabupaten
atau provinsi, maka semua nama-nama desa, kecamatan, kabupaten dan
provinsi tersebut dengan jelas.
2 | Menentukan titik koordinat masing-masing tanah yang akan dibebaskan
tersebut.
3 | Menuangkan informasi tentang batas wilayah dan titik koordinat yang sudah
diperoleh tersebut dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan uraian dalam
bentuk naratif.
D. Kesesuaian Juknis Dokumen Perencanaan dengan Peraturan Perundang-undangan serta Hasil Pengamatan Lapangan
1
Bahasa Hukum /Peraturan Per UU
Bahasa Teknis/Penerapan dari Per-UU-an
Pengamatan Lapangan
Aplikasi yang digunakan
Juknis Dokumen (ADB)
Pasal 14 UU2/2012 (1) Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum menurut Per-UU-an
1. Dokumen perencaaan dibuat oleh Instansi yang memerlukan tanah
Instansi yang memerlukan tanah meskipun sudah membuat perencanaan tetapi pelaksanaannya belum sesuai, kendalanya adalah anggaran dari APBN
- Juknis Dokumen ADB telah sesuai dengan per-UU-an.
(2)Perencanaan
Pengadaan
Tanah untuk
Kepentingan
Umum
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
didasarkan atas
Rencana Tata
Ruang Wilayah
dan prioritas
pembangunan
yang tercantum
dalam Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah,
Rencana
Strategis,
Rencana Kerja
Pemerintah
Instansi yang
bersangkutan.
(2) Dokumen perencanaan PTUKU harus sesuai dengan: a. RTRW b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam RPJM c. Rencana Strategis d. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan
Instansi yang memerlukan tanah telah membuat dokumen perencanaan PTUKU sesuai dengan: a. RTRW b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam RPJM c. Rencana Strategis d. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan
- Juknis Dokumen ADB telah mencantumkan mengenai kesesuaian dengan : a. RTRW b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam RPJM c. Rencana Strategis d. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan
Pasal 15 UU
2/2012
Perencanaan
Pengadaan
Tanah untuk
Kepentingan
Umum
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1)
disusun dalam
bentuk dokumen
perencanaan
Pengadaan
Tanah, yang
paling sedikit
memuat:
a. maksud dan
tujuan rencana
Dokumen perencanaan
PTUKU paling tidak
memuat:
a. maksud dan tujuan
rencana pembangunan;
b. kesesuaian dengan
Rencana Tata Ruang
Wilayah dan Rencana
Pembangunan Nasional
dan Daerah;
c. letak tanah;
d. luas tanah yang
dibutuhkan;
e. gambaran umum
status tanah;
f. perkiraan waktu
pelaksanaan Pengadaan
Tanah;
g. perkiraan jangka
Instansi yang memerlukan tanah telah membuat dokumen perencanaan PTUKU yang memuat : a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah; c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan
- -
Juknis Dokumen ADB telah memuat : a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah; c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan;
2
pembangunan;
b. kesesuaian
dengan Rencana
Tata Ruang
Wilayah dan
Rencana
Pembangunan
Nasional dan
Daerah;
c. letak tanah;
d. luas tanah
yang
dibutuhkan;
e. gambaran
umum status
tanah;
f. perkiraan
waktu
pelaksanaan
Pengadaan
Tanah;
g. perkiraan
jangka waktu
pelaksanaan
pembangunan;
h. perkiraan nilai
tanah; dan
i. rencana
penganggaran.
waktu pelaksanaan
pembangunan;
h. perkiraan nilai tanah;
dan
i. rencana
penganggaran.
Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiraan nilai tanah; dan i. rencana penganggaran.
e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiraan nilai tanah; dan i. rencana penganggaran.
(2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah ayat (1) agardisusun berdasarkan studi kelayakan dan diupayakan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi yang memerlukan tanah telah menyusunsertamelaksanakan berdasarkan studi kelayakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Juknis Dokumen ADB telah disusun berdasarkan studi kelayakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah.
(3) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah.
Instansi yang memerlukan tanah telah menetapkan sesuai dengan ketentuan per-uu-an.
Juknis Dokumen ADB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai dengan ketentuan.
(4) Dokumen perencanaan
Dokumen perencanaan
Instansi yang memerlukan tanah setelah menetapkan
Juknis Dokumen ADB
3
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada pemerintah provinsi.
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada pemerintah provinsi.
dokumen perencanaan kemudian menyerahkan pada pemerintah provinsi.
sebagaimana dimaksud pada pada ayat (3) ) telah sesuai dengan ketentuan.
Pasal 16 UU 2/2012 Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 melaksanakan: a. pemberitahuan rencana pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan c. Konsultasi Publik rencana pembangunan.
Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 telah melaksanakan: a. pemberitahuan rencana pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan c. Konsultasi Publik rencana pembangunan.
Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sesuai Pasal 15 telah melaksanakan: a. pemberitahuan rencana pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan c. Konsultasi Publik rencana pembangunan.
Juknis dokumen perencanaan telah dibuuat oleh instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi sesuai Pasal 15 untuk melaksanakan: a. pemberitahuan rencana pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan c. Konsultasi Publik rencana pembangunan.
Pasal 17 UU 2/2012 Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum, baik langsung maupun tidak langsung.
Pemberitahuan rencana pembangunan seperti yang tertuang dalam Pasal 16 huruf a disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum, baik langsung maupun tidak langsung.
Instansi yang memerlukan tanah telah memberitahukan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dan telah disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum, baik langsung maupun tidak langsung.
Juknis dokumen perencanaan telah membuat pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a untuk disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum, baik langsung
4
maupun tidak langsung.
Pasal 18 UU 2/2012 (1) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. (2) Pendataan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. (3) Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai data untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c.
(1) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan sesuai Pasal 16 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. (2) Pendataan awal sesuai ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. (3) Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sesuai ayat (1) digunakan sebagai data untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c.
(1) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan telah sesuai Pasal 16 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. (2) Pendataan awal sesuai ayat (1) telahdilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. (3) Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kemudian digunakan sebagai data untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan seprti yang tertuang dalam Pasal 16 huruf c.
Juknis dokumen perencanaan telah disusun berdasarkan (1) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan seperti Pasal 16 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. (2) Pendataan awal sesuai ayat (1) telah disusun untuk dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. (3) Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai data untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c.
Pasal 19 UU 2/2012 (1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana
(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)
(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan
(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
5
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak. (2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati. (3) Pelibatan Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak atas lokasi rencana pembangunan.
dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak. (2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati. (3) Pelibatan Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak atas lokasi rencana pembangunan.
lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak. (2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati. (3) Pelibatan Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak atas lokasi rencana pembangunan.
ayat (3) dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak. (2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati. (3) Pelibatan Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak atas lokasi rencana pembangunan.
PP71/2012 Bagian Kesatu, Dasar Perencanaan Pasal 3 (1) Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum
(1) Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yag didasarkan pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam:
(1) Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yag didasarkan pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam: 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah;
(1) Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yag didasarkan
6
membuat rencana Pengadaan Tanah yag didasarkan pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam: 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah; 2. Rencana Stategis; dan 3. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah; 2. Rencana Stategis; dan 3. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
2. Rencana Stategis; dan 3. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam: 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah; 2. Rencana Stategis; dan 3. Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
(2) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan tanah.
(2) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan tanah.
(2) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan tanah.
(2) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan tanah.
Pasal 4 PP71/2012 Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, didasarkan atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, didasarkan atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan/atau c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, didasarkan atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan/atau c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, didasarkan atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah
7
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan/atau c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Provinsi; dan/atau c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Pasal 5 (1) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiran nilai tanah;
(1) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiran nilai tanah; i. rencana penganggaran.
(1) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiran nilai tanah; i. rencana penganggaran.
(1) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiran nilai tanah; i. rencana penganggaran.
8
i. rencana penganggaran. (2) Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk kepentingan umum.
(2) Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk kepentingan umum.
(2) Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk kepentingan umum.
(2) Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk kepentingan umum.
(3) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menguraikan kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Prioritas Pembangunan.
(3) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menguraikan kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Prioritas Pembangunan.
(3) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menguraikan kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Prioritas Pembangunan.
(3) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menguraikan kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Prioritas Pembangunan.
(4) Letak tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, menguraikan wilayah administrasi: a. kelurahan/desa atau nama lain; b. kecamatan; c. kabupaten/kota, dan d. provinsi, tempat lokasi pembanguna yang
(4) Letak tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, menguraikan wilayah administrasi: a. kelurahan/desa atau nama lain; b. kecamatan; c. kabupaten/kota, dan d. provinsi, tempat lokasi pembanguna yang direncanakan.
(4) Letak tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, menguraikan wilayah administrasi: a. kelurahan/desa atau nama lain; b. kecamatan; c. kabupaten/kota, dan d. provinsi, tempat lokasi pembanguna yang direncanakan.
(4) Letak tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, menguraikan wilayah administrasi: a. kelurahan/desa atau nama lain; b. kecamatan; c. kabupaten/kota, dan d. provinsi, tempat lokasi pembanguna yang
9
direncanakan. direncanakan. (5) Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menguraikan perkiraan luas tanah yang diperlukan.
(5) Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menguraikan perkiraan luas tanah yang diperlukan.
(5) Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menguraikan perkiraan luas tanah yang diperlukan.
(5) Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menguraikan perkiraan luas tanah yang diperlukan.
(6) Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, menguraikan data awal mengenai penguasaan dan pemilikan atas tanah.
(6) Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, menguraikan data awal mengenai penguasaan dan pemilikan atas tanah.
(6) Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, menguraikan data awal mengenai penguasaan dan pemilikan atas tanah.
(6) Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, menguraikan data awal mengenai penguasaan dan pemilikan atas tanah.
(7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(8) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan.
(8) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan.
(8) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan.
(8) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan.
(9) Perkiraan nilai tanah
(9) Perkiraan nilai tanah sebagaimana
(9) Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud
(9) Perkiraan nilai tanah
10
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian obyek Pengadaan Tanah, meliputi : tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
dimaksud pada ayat (1) huruf h, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian obyek Pengadaan Tanah, meliputi : tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
pada ayat (1) huruf h, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian obyek Pengadaan Tanah, meliputi : tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian obyek Pengadaan Tanah, meliputi : tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
(10) Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil, administrasi dan pengelolaan, serta sosialisasi.
(10) Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil, administrasi dan pengelolaan, serta sosialisasi.
(10) Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil, administrasi dan pengelolaan, serta sosialisasi.
(10) Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil, administrasi dan pengelolaan, serta sosialisasi.
Pasal 6 PP 71/2012 (1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup: a. survei sosial ekonomi;
(1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup: a. survei sosial ekonomi; b. kelayakan lokasi; c. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat;
(1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup: a. survei sosial ekonomi; b. kelayakan lokasi; c. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat; d. perkiraan nilai tanah; e. dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan
(1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup: a. survei sosial ekonomi; b. kelayakan lokasi;
11
b. kelayakan lokasi; c. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat; d. perkiraan nilai tanah; e. dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan f. studi lain yang diperlukan.
d. perkiraan nilai tanah; e. dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan f. studi lain yang diperlukan.
f. studi lain yang diperlukan.
c. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat; d. perkiraan nilai tanah; e. dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan f. studi lain yang diperlukan.
(2) Survei sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah.
(2) Survei sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah.
(2) Survei sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah.
(2) Survei sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah.
(3) Kelayakan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurub b, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk kepentingan
(3) Kelayakan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurub b, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk kepentingan umum yang dituangkan dalam bentuk peta rencana lokasi pembangunan.
(3) Kelayakan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurub b, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk kepentingan umum yang dituangkan dalam bentuk peta rencana lokasi pembangunan.
(3) Kelayakan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurub b, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk kepentingan
12
umum yang dituangkan dalam bentuk peta rencana lokasi pembangunan.
umum yang dituangkan dalam bentuk peta rencana lokasi pembangunan.
(4) Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat.
(4) Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat.
(4) Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat.
(4) Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat.
(5) Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah.
(5) Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah.
(5) Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah.
(5) Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah.
6) Dampak lingkungan dan dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya
6) Dampak lingkungan dan dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Dampak lingkungan dan dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Dampak lingkungan dan dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya
13
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Studi lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, merupakan hasil studi yang secara khusus diperlukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat berupa studi budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, atau studi keagamaan, sebagai antisipasi dampak spesifik akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
(7) Studi lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, merupakan hasil studi yang secara khusus diperlukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat berupa studi budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, atau studi keagamaan, sebagai antisipasi dampak spesifik akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
(7) Studi lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, merupakan hasil studi yang secara khusus diperlukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat berupa studi budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, atau studi keagamaan, sebagai antisipasi dampak spesifik akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
(7) Studi lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, merupakan hasil studi yang secara khusus diperlukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat berupa studi budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, atau studi keagamaan, sebagai antisipasi dampak spesifik akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
Pasal 7 PP71/2012 (1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk.
(1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk.
(1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk.
(1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana
(2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Instansi yang memerlukan tanah
(2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana
14
dimaksud pada ayat (1) oleh Instansi yang memerlukan tanah disampaikan kepada gubernur.
(1) oleh Instansi yang memerlukan tanah disampaikan kepada gubernur.
disampaikan kepada gubernur.
dimaksud pada ayat (1) oleh Instansi yang memerlukan tanah disampaikan kepada gubernur.
E. Hasil Pembahasan Perbandingan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan/UU Hasil pengamatan di Lapangan Juknis Dokumen Perencanaan
UU No.2/2012 Pasal 14
Kelengkapan syarat-syarat dokumen perencanaan dibuat sejalan dengan pelaksanaan tahapan persiapan pengadaan tanah.
Telah dicantumkan persyaratan untuk tahapan perencanaan.
UU No. 2/2012 Pasal 15 ayat (1)
1. Belum dijelaskan secara rinci rencana pengganggaran yang diperlukan untuk tahapan pengadaan dari tahapan awal hingga akhir, bahkan rencana biaya untuk UGR serta biaya administrasi yang diperlukan sejak tahap awal hingga akhir juga belum dirinci ataupun diperhitungkan. Akibatnya pelaksanaan jadi terhambat karena kurang biaya, sedangkan untuk pengajuan dana harus melalui mekanisme tahap awal kembali.
1. Telah dicantumkan dalam persyaratan pengganggaran hanya belum ada penjelasan untuk ganti kerugian bagi pihak yang terdampak, serta biaya ganti kerugian fisik sebagai akibat pelaksanaan pembangunan.
2. Rencana lokasi 2. Berkaitan dengan peta rencana lokasi pembangunan maka Kementrian ATR/BPN sebaiknya dilibatkan, agar dapat disinkronkan dengan RTRW yang telah ada.
3. Penilai independen atau appraisal
3. Penilai independen wajib mendampingi sejak awal hingga akhir tahapan prngadaan tanah, serta pihak appraisal ini harus diikat dengan kontrak.
4. Hasil identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah dapat diinput pada sistem database yang terintegrasi
4.Hasil identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah dibuat dalam bentuk peta yang
15
dengan data spasial (peta), memenuhi azas-azas atau standar kartografis dengan skala 1: 1000, 1:2500, atau 1:10.000. Perlu dibuat format peta yang standar sebagai lampiran.
Peraturan/UU Hasil pengamatan di Lapangan Juknis Dokumen
Perencanaan Perpres 71/2012 Pasal 5
Rencana Pengadaan Tanah disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, sudah memuat point a - i
Telah disusun dalam dokumen perencanaan.
Perpres 71/2012 Pasal 5 ayat (1) point c, d dan e
Letak tanah , luas tanah yang dibutuhkan dan status tanahnya hanya diberikan gambaran umum saja.
Sudah ada tetapi belum jelas siapa yang melaksanakan inventarisasi? Metodanya? outputnya?apakah diperlukan pengukuran? Juga format serta aspek kartografis peta belum dijelaskan.
Perpres 71/2012 Pasal 5 ayat (10)
Rencana penganggaran terutama yang bersumber dari APBN sering mengalami kendala karena pengajuannya harus melalui prosedur yang lama sementara biaya sudah mulai dibutuhkan sejak awal kegiatan.
Telah dicantumkan besar anggaran serta sumbernya, hanya perlu penjelasan secara rinci bagaimana perolehan anggaran tersebut jangan sampai pengajuannya melalui birokrasi yang rumit.
Perpres 71/2012 Pasal 6 ayat (1) point a dan e
Belum mencantumkan penanganan sosial ekonomi masyarakat yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan
Telah dicantumkan dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan, hanya belum dirinci bagaimana upaya penanganannya.
Perpres 71/2012 Pasal 6 ayat (7)
Belum dibuatkan rencana studi khusus yang berkaitan dengan budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, studi keagamaan, dan sebagainya yang mungkin berdampak spesifik akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
Telah dicantumkan tetapi bagaimana melaksanakannya belum jelas. Apa metoda yang digunakan, cakupannya sebatas apa, oleh siapa dilaksanakan, apa ukuran-ukuran / indikatornya, outputnya dalam bentuk apa ?
16
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Instansi yang memerlukan tanah (PPK PURP) Kabupaten Probolinggo telah
menyiapkan dokumen perencanaan bekejasama dengan kantor BPN, dan
telah berhasil melaksanakan pengadaan tanah. Akan tetapi tidak semua PPK
PURP dapat melaksanakan dokumen perencanaan dengan baik, karena hasil
FGD di Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan ternyata ditemukan kendala
pengadaan tanah yaitu :
a) permasalahan pembebasan tanah serta ganti rugi pada tanah institusi
pemerintah seperti Tanah Kas Desa (TKD) yang merupakan kekayaan
desa memiliki fungsi utama sebagai sumber penghasilan desa dan
dikelola sepenuhnya oleh desa. , sehingga proses pelepasannya harus
melalui musyawarah desa. Sedangkan tanah wakaf hanya bisa dilepaskan
haknya dengan proses ruislag, yaitu mencarikan tanah lain yang memiliki
nilai sama, sesuai dengan peruntukan wakaf yang dilakukan oleh nadzir
melalui proses dari tingkat kecamatan hingga propinsi mengakibatkan
standarisasi waktu yang ditentukan tidak tercapai.
b) TKD yang terkena pengadaan tanah harus diberikan tanah pengganti yang
prosesnya melalui persetujuan gubernur, sedangkan problem tanah
wakaf berkenaan dengan adanya perbedaan peraturan dalam bentuk PP
yang ditunjuk oleh Departemen Agama, sedangkan kepanitiaan
pengadaan tanah menggunakan SKB.
c) belum ada regulasi yang dapat mempersingkat proses tahapan
penyelesaian bentuk ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah,
utamanya untuk tanah instansi pemerintah, Tanah Kas Desa (TKD) serta
tanah-tanah wakaf.
2. Hasil analisis isi dokumen perencanaan dengan hasil pelaksanaan pengadaan
tanah diperoleh hasil (a)masih belum rinci isi dokumen perencanaan
berkaitan dengan perencanaan biaya atau anggaran yang harus
memperhitungkan biaya administrasi di awal kegiatan pengadaan tanah;
(b)peta lokasi yang belum standar secara kartografis; (c)perhitungan
ketentuan tanah sisa yang terkena proyek pengadaan tanah belum dijelaskan
17
ketentuan luasannya yang dapat diberikan uang ganti rugi; (d)pertimbangan
ganti rugi terhadap pihak yang terdampak belum dijelaskan, serta dampak
sosial ekonomi masyarakat sekitar akibat proyek pengadaan tanah.
3. Hasil analisis juknis tentang penyusunan dokumen perencanaan pengadaan
tanah antara lain : (a) berkaitan dengan peta rencana lokasi pembangunan
agar dapat disinkronkan dengan RTRW yang telah ada; (b) mengenai rencana
studi khusus yang berkaitan dengan budaya masyarakat, studi politik dan
keamanan, studi keagamaan, dan sebagainya yang mungkin berdampak
spesifik akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
4. Draft rancang bangun petunjuk teknis tentang penyusunan dokumen
perencanaan pengadaan tanah yang telah disiapkan oleh Asian Development
Bank (ADB) dan Ditjen Pengadaan Tanah harus disempurnakan terutama
hasil identifikasi dan inventarisasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan
tanah yang dibuat dalam bentuk peta yang belum memenuhi azas-azas atau
standar kartografis dengan skala 1: 1000, 1:2500, atau 1:10.000, dan juga
belum dibuat format peta yang standar sebagai lampiran.
B. Saran
1. Dokumen perencanaan sebaiknya juga memberikan kejelasan dalam proses
tahapan ganti rugi untuk Tanah Kas Desa dan tanah Wakaf. Utamanya
adalah diaturnya suatu koordinasi antar lintas sektoral antar
instansi/departemen terkait, agar prosedur persetujuan dari Departemen
Dalam Negeri dan Kementrian Agama tidak memakan waktu yang lama.
2. BPN perlu dilibatkan sejak awal perencanaan, dan appraisal juga sebaiknya
diikat dengan kontrak yang menyebutkan bahwa appraisal wajib
mendampingi pada saat pemberian ganti rugi.
3. Perlu dibuatkan suatu regulasi untuk payung hukum dalam proses tahapan
perencanaan dan persiapan pengadaan tanah yamg obyeknya tanah-tanah
instansi Pemerintah, Tanah-tanah Kas Desa (TKD) dan tanah-tanah wakaf
agar proses pelaksanaan lebih cepat.
4. Perlu pelatihan atau workshop bagi panitia maupun pelaksana pengadaan
tanah utamanya bagi instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum, agar pengadaan tanah dapat terlaksana sejak
tahap perencanaan hingga tahap akhir penyerahan hasil.
18
Daftar Pustaka
Andrian S. (2007). Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah
untuk Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika.
Adams, D. (1994). Urban Planning and the Development Process. London: UCL Press.
Ball, M., Lizieri C and Bryan D.M. (1998). The Economics of Commercial Property Markets.
London:Routledge
Buitelaar, E. (2003). User rights regimes analysed, Proceeding of AESOP-ACSP Congress ,
Leuven.
Djurdjani, (2009). Suplai Tanah Untuk Pembangunan: Suatu Tinjauan Teoritis.
Prosiding Seminar Nasional: Peran Informasial Untuk Pembangunan
Berkelanjutan. Semarang: FIT ISI.
Eggertsson,T. (1995). Economic Perspective on Property Rights and the Economic of
Institutions. In PalFoss (Ed) Economic Approaches to Organizations and
Institutions. (pp.47-61). Aldershot:Dartmouth.
Guerin, K. (2003). Property rights and Environmental Policy: A New Zealand Perspective.
New Zealand Treasury Working Paper 03/02.
Sembiring, J., Setiowati, dan Sukmo Pinuji. (2017). Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum Studi Kasus Perluasan Bandar Udara Sultan
Hasanuddin di Kabupaten Maros). Laporan Penelitian Sistematis. Yogyakarta:
STPN.
Setiowati, Bimasena, A.N., dan Sukmo Pinuji. (2016). Kebijakan dan Praksis Pengadaan
Tanah di Indonesia melalui Pendekatan Stakeholder Analysis (Studi Kasus
Pembangunan Jalan Tol Surabaya-Mojokerto). Laporan Penelitian Sistematis.
Yogyakarta: STPN.
Sitorus. O. dan Limbong, D. (2004). Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Mitra
Kebijakan Tanah Indonesia.
Sumardjono, Maria S.W. (2015). Dinamika Pengaturan Pengadaan Tanah di
Indonesia:dari Keputusan Presiden sampai Undang-undang. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
19
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(Lembaran Negar 1960-104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara No. 22 Tahun 2012).
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum..
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara RI
Tahun 2012 Nomor 156).
Peraturan Presiden RI Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden RI Nomor 99 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007. Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 5 Tahun 2012. Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Peraturan Menteri Agraria dan Taata Ruang/Kepala BPN No. 6 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.