Upload
others
View
5
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PERFORMANSI POMPA SLURRY
PADA CUTTER SUCTION DREDGER
DENGAN VARIASI SUDUT
GALI 25°, 35°, DAN 45°
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ASYBEL BONAR
NIM. 120401114
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
PT.Timah (Persero) Tbk. merupakan perusahaan tambang timah dengan cadangan
terbesar di dunia yang menggunakan kapal isap tipe Cutter Suction Dredger
sebagai salah satu metode penambangan lepas pantai. Untuk mendistribuskan
material tambang dari dasar laut menuju unit penyaringan, digunakan air sebagai
media pembawa dibantu dengan pompa melalui jaringan pemipaan. Pada proses
pengerukan, ternyata didapat masih banyak material logam timah yang tertinggal
di dasar lautan. Hal ini menyebabkan pengerukan masih harus dilakukan berulang
kali di tempat yang sama untuk mendapatkan seluruh sumber daya logam timah
yang berada di dasar laut. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang mendalam
mengenai kondisi operasi yang optimal untuk setiap kedalaman penggalian, serta
nilai performansi pompa yang didapat pada kondisi operasi optimal tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan perhitungan head secara teoritis dimana
prosedur dimulai dengan pengumpulan data data pendukung, kemudian
melakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil. Dalam kondisi lapangan,
didapat terdapat perubahan luas penampang pipa dikarenakan oleh gesekan.
Untuk mendapatkan nilai head, digunakan persamaan Bernoulli, untuk kerugian
head major dan head minor digunakan persamaan Darcy-Weisbach dimana
kapasitas aliran adalah tetap sebesar 2500 m3/h clear water dengan variasi sudut
gali 25°,35°, dan 45° pada luas penampang dengan pemakaian baru, 1 bulan, 2
bulan, dan 3 bulan. Didapat besar head untuk setiap sudut secara berurutan adalah
399 rpm, 414.762 rpm, dan 433.984 rpm untuk pemakaian baru, 398.808 rpm,
413.987 rpm, 432.713 rpm untuk pemakaian 1 bulan, 397.368 rpm, 412.888 rpm,
428.125 rpm untuk pemakaian 2 bulan, dan 395.263 rpm, 411.021 rpm, 420.069
rpm untuk pemakaian 3 bulan. Nilai performansi pompa yang didapat apabila
pompa dioperasikan pada putaran optimal untuk sudut gali 25° secara berurutan
pada setiap bulan pemakaian adalah 76,1%; 76,0%; 75,7%; dan 75,6%. Untuk
sudut gali 35°, nilai performansi yang didapat adalah 77,0%; 76,9%; 76,8%; dan
76,4%. Sedangkan untuk sudut gali 45°, nilai performansi yang didapat adalah
78,0%; 77,9%; 77,5%; dan 77,2%.
Kata Kunci: Performansi, Pemipaan, Slurry, Kerugian Head, Dredging.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
PT. Timah (Persero) Tbk. is a tin mining company with largest resource in the
world that uses Cutter Suction Dredger as one of their offshore mining method.
To distribute mineral from seabed into filtering unit, water is used as media to
carry them with helps from pumps along pipeline. On dredging process, there is
still lot of tin mineral left behind the sea bed. This makes dredging must be done
in the same spot more than one time. Therefore, an advance research about
optimal operating condition and pump performance must be done to resolve this
problem. In this research, researcher calculates pump head theoretically.
Procedure starts with gathering data, then doing the calculation to get the result.
Changing of pipe cross section area also occurs due to the friction. To calculate
head, researcher uses Bernoulli equation and to calculate major and minor head,
researcher uses Darcy-Weisbach equation. The capacity of flow is constant,
equivalent to 2500 m3/h clear water with dredging angle of 25°, 35°, and 45° on
pipe cross section area for new installment, 1, 2, and 3 month(s) of use. The
results show that the head for each dredging angle consecutively are 434.614rpm,
453.846 rpm, 469.846 rpm for new installment, 398.808 rpm, 413.987 rpm,
432.713 rpm for 1 month of use, , 397.368 rpm, 412.888 rpm, 428.125 rpm for 2
months of use, and 395.263 rpm, 411.021 rpm, 420.069 rpm for 3 months of use.
Also, the pump performance value if pump operated in the optimal condition with
25° dredging angle consecutively are 76,1%; 76,0%; 75,7%; and 75,6%. For 35°,
the pump performance are 77,0%; 76,9%; 76,8%; and 76,4%. For 45°, the pump
performance are 78,0%; 77,9%; 77,5%; and 77,2%.
Keywords: Performance, Piping, Slurry, Head Losses, Dredging.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat, kasih, kekuatan dan kesehatan yang diberikan selama pengerjaan skripsi
ini, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
untuk mencapai gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini yaitu “Kajian
Performansi Pompa Slurry Pada Cutter Suction Dredger Dengan Variasi Sudut
Gali 25°, 35°, dan 45°”
Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua Saya Erikson Sidabutar dan Mangatur Siahaan yang
mendoakan dan mendukung penulis dalam segala aspek kehidupan.
2. Saudaraku, Ranap Katili Parulian Sidabutar yang telah mendoakan dan
mendukung penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini.
3. Bapak Ir.Tekad Sitepu, M.T yang sudah meluangkan waktunya untuk
membingbing pengerjaan dan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik USU.
5. Partner Tugas Akhir; Billy Emkel Gudsanov dan Robby Christian.
6. Pak Firmansyah dan seluruh karyawan PT.Timah (Persero) Tbk yang telah
membantu dalam proses pengumpulan data.
7. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin USU 2012 juga teman- teman
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah menemani dan
memberikan masukan serta semangat kepada penulis.
8. Serta kepada teman ataupun saudara-saudara penulis yang tidak dapat
diucapkan namanya satu persatu yang juga memberi motivasi dan
dukungan hingga sekarang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.
Medan, Juli 2016
Penulis
Asybel Bonar
NIM: 120401114
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN vi
DAFTAR NOTASI vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.4.1 Tujuan Umum 3
1.4.2 Tujuan Khusus 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Sistematika Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Cutter Suction Dredger 5
2.1.1 Cara Kerja Cutter Suction Dredger 6
2.1.2 Komponen Utama Cutter Suction Dredger 7
2.2 Klasifikasi Fluida 11
2.2.1 Fluida Newtonian 11
2.2.2 Fluida Non-Newtonian 11
Universitas Sumatera Utara
2.3 Slurry 11
2.4 Kapasitas dan Kecepatan Aliran Fluida 16
2.5 Persamaan Energi 17
2.6 Aliran Laminar dan Turbulen 17
2.7 Kerugian Head 18
2.7.1 Kerugian Head Major 18
2.7.2 Kerugian Head Minor 18
2.8 Persamaan Bernoulli 28
2.9 Head Ratio 29
2.10 Massa Jenis Slurry 30
2.11 Diameter Hidraulik 31
BAB 3 Metode Penelitian 32
3.1 Tempat dan Waktu 32
3.1.1 Tempat Pelaksanaan 32
3.1.2 Waktu Pelaksanaan 32
3.2 Bahan dan Alat 33
3.2.1 Bahan 33
3.2.2 Alat 33
3.3 Prosedur Penelitian 33
3.3.1 Studi Literatur 33
3.3.2 Pengumpulan Data 34
3.4 Variabel Penelitian 36
3.4.1 Variabel Bebas 36
3.4.2 Variabel Terikat 36
Universitas Sumatera Utara
3.5 Analisa Data 36
3.6 Kerangka Konsep Penelitian 37
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38
4.1 Pembagian Area Perhitungan 38
4.1.1 Section 1 38
4.1.2 Section 2 39
4.1.3 Section 3 40
4.1.4 Section 4 40
4.1.5 Section 5 41
4.2 Perubahan Dimensi Penampang Pipa 42
4.3 Perhitungan Kecepatan Fluida 43
4.4 Perhitungan Kedalaman Penggalian 46
4.5 Perhitungan Kerugian Head Minor 47
4.6 Perhitungan Kerugian Head Major 68
4.7 Perhitungan Head Clear Water 75
4.8 Perhitungan Head Solid 76
4.9 Perhitungan Head Campuran 78
4.10 Penentuan Titik Operasi dan Performansi Pompa 79
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 81
5.1 Kesimpulan 81
5.2 Saran 82
DAFTAR PUSTAKA viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Nilai Kekasaran Pipa 19
2.2 Koefisien Kekasaran pipa Hazen-Williams 21
2.3 Tabel Nilai K Pada Pengecilan Bertahap 24
2.4 Nilai K1, K2, dan K3 26
2.5 Tabel Nilai K 27
3.1 Data Instalasi Pipa 35
3.2 Data Instalasi Pompa 35
3.3 Data Sifat Slurry 35
4.1 Spesifikasi Pipa Section 1 39
4.2 Spesifikasi Pipa Section 2 39
4.3 Spesifikasi Pipa Section 3 40
4.4 Spesifikasi Pipa Section 4 41
4.5 Spesifikasi Pipa Section 5 41
4.6 Data Pengikisan Pipa 42
4.7 Dimensi Penampang Pipa 43
4.8 Hasil Perhitungan Kecepatan Fluida 44
4.9 Kedalaman Gali 47
4.10 Koefisien Kerugian Belokan 48
4.11 Nilai K Pada Komponen K3 49
4.12 Nilai K Pada Percabangan K16 59
4.13 Koefisien Kerugian Belokan Tajam Kasar 61
4.14 Koefisien Kerugian Belokan Tajam 61
4.15 Nilai k Setiap Komponen 62
4.16 Head Minor Pemakaian Baru 63
Universitas Sumatera Utara
4.17 Head Minor Tiap Bulan 65
4.18 Nilai Bilangan Reynold 70
4.19 Nilai f Setiap Section 71
4.20 Head Major Pemakaian Baru 72
4.21 Bilangan Reynolds Tiap Bulan 73
4.22 Nilai head major 74
4.23 Nilai Head Clear Water 76
4.24 Nilai Head Solid 78
4.25 Nilai Head Mixture 79
4.26 Titik Operasi Pompa 80
4.28 Nilai Performansi Pompa 81
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan Satuan
Diameter rata-rata partikel mm
Spesific Gravity of Slurry -
Spesific Gravity of Solid -
Concentration of solids by volume %
Concentration of solids by volume %
Massa jenis campuran atau slurry kg/m³
Massa jenis fluida pembawa kg/m³
Massa jenis padatan kg/m³
Laju aliran padatan m³/s
Laju aliran campuran atau slurry m³/s
Bilangan Reynold -
Diameter pipa mm
Viskositas absolute fluida Pa.s
Faktor Gesekan -
Head minor m
Head minor m
Diameter hidraulik mm
Wet Perimeter mm
Head Ratio -
Head Solid m
Head Water m
Head Mixture m
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan teknologi serta industri saat ini diikuti dengan
bertambahnya permintaan dari industri untuk bahan tambang ataupun mineral,
salah satunya yaitu timah. Indonesia sebagai negara penghasil timah terbesar
kedua di dunia memegang peran yang sangat penting dalam perkembangan
teknologi serta industri di dunia.
Timah dibutuhkan oleh masyarakat luas, karena memiliki nilai guna yang
tinggi, terutama pada bidang elektronika. Pada industri elektronik, timah
digunakan sebagai material penyambung logam pada proses solder. Timah juga
banyak digunakan sebagai campuran logam dikarenakan sifatnya yang lunak dan
ringan. Industri makanan juga memiliki ketergantungan pada logam timah, seperti
pada campuran dalam pembungkus makanan yang berbahan dasar plastik.
Tingginya ketergantungan oleh masyarakat akan serta semakin menipisnya
cadangan logam di daratan mengharuskan para perusahaan penambang untuk
memperluas areal penambangan nya hingga ke laut dengan cara proses
pengerukan.
Pengerukan merupakan proses pengambilan tanah atau material dari lokasi
di dasar air, dan memindahkannya ke lokasi lain. Pengerukan dilakukan dengan
menggunakan kapal keruk atau yang sering disebut dredger yang merupakan
kapal dengan peralatan khusus untuk melakukan pengerukan.
Proses pengerukan membutuhkan biaya serta usaha yang sangat tinggi,
sementara itu cadangan energi yang semakin menipis mengharuskan para
engineer untuk menemukan solusi yang tepat, salah satunya yaitu merancang
sistem yang lebih efisien.
Di Indonesia, penambangan timah dilakukan oleh beberapa perusahaan,
salah satunya yaitu PT Timah (Persero) Tbk. Penambangan oleh PT Timah
dilakukan di Kepulauan Bangka dan Kepulauan Riau. Praktik pengambangan oleh
PT Timah dilaksanakan di darat dan di laut. Pada penambangan di laut, PT Timah
Universitas Sumatera Utara
memiliki beberapa kapal produksi timah, salah satunya yaitu Kapal Isap Produksi
(KIP).
Kapal Isap Produksi (KIP) merupakan kapal produksi mineral timah yang
menggunakan prinsip Cutter Suction Dredger yang cocok untuk penambangan
titik (spotted). Bagian utama daripada kapal ini adalah cutter sebagai penghancur
tanah, pompa slurry untuk memindahkan material padatan yang bercampur
dengan air laut, dan unit penyaringan yang berguna untuk memisahkan pasir
timah dari campuran campuran yang terdapat pada slurry yang ikut terhisap saat
proses pemindahan material dari dasar laut.
1.2.Perumusan Masalah
Pada proses pengerukan, ternyata didapat masih banyak material logam
timah yang tertinggal di dasar lautan. Hal ini menyebabkan pengerukan masih
harus dilakukan berulang kali di tempat yang sama untuk mendapatkan seluruh
sumber daya logam timah yang berada di dasar laut. Oleh karena itu, diperlukan
kajian yang mendalam mengenai kondisi operasi yang optimal untuk setiap
kedalaman penggalian.
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh PT Timah (Persero) Tbk, debit
optimal untuk penambangan dengan metode Cutter Suction Dredger dengan
menggunakan Kapal Isap Produksi 15 adalah sebesar 2500 m3/h clear water
dengan besar presentasi volume padatan (CV) sebesar 28.75%
Pengkajian ini dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih baik terhadap
pengoperasian kapal induk produksi yang bekerja dengan sistem cutter suction
dredger pada tekanan 25°, 35°, dan 45°.
1.3.Batasan Masalah
Berdasarkan banyaknya masalah yang dijumpai dalam proses
penambangan timah, maka kajian ini dibatasi hanya pada kajian produksi pasir
timah dengan menggunakan metode cutter suction dredger pada:
1. Kemiringan ladder 25° pada pemakaian baru, bulan pertama, kedua, dan
ketiga.
Universitas Sumatera Utara
2. Kemiringan ladder 35° pada pemakaian baru, bulan pertama, kedua, dan
ketiga.
3. Kemiringan ladder 45° pada pemakaian baru, bulan pertama, kedua, dan
ketiga.
4. Debit slurry yang setara dengan 2500 m3/h clear water.
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
operasi terbaik yang seharusnya dilakukan saat melakukan penambangan timah
dengan menggunakan cutter suction dredger untuk kedalaman tertentu.
1.4.2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mencari nilai performansi pompa untuk setiap kondisi pemakaian yang
optimal.
2. Mencari putaran pompa optimal operasi penambangan pasir timah
untuk setiap sudut ladder 25°, 35°, dan 45°.
3. Mencari total head yang timbul apabila padatan yang larut diabaikan.
4. Mencari total head yang timbul dengan padatan yang bercampur pada
aliran fluida.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Memberi masukan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses
penambangan timah dengan menggunakan cutter suction dredger.
2. Memberikan masukan untuk meningkatkan hasil produksi pasir timah
dengan menggunakan sistem cutter suction dredger.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah
sebagai berikut:
a. Bab I : Pendahuluan
a. Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang
lingkup pengujian.
b. Bab II : Tinjauan Pustaka
a. Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai
cutter suction dredger, teknik pengoperasian, dan persamaan-
persamaan yang akan digunakan.
c. Bab III : Metodologi Penelitian
a. Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan
pengujian, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan
prosedur pengujian.
d. Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian
a. Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap
pengujian melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan
dengan memarpakan kedalam bentuk tabel dan grafik.
e. Bab V : Kesimpulan dan Saran
a. Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang
diperoleh.
f. Daftar Pustaka
a. Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun
laporan.
g. Lampiran
a. Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari
pengujian dalam bentuk tabel dan gambar
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cutter Suction Dredger
Cutter Suction dredger atau yang lebih dikenal dengan kapal isap adalah
kapal yang beroperasi dengan menghisap material yang sudah dihancurkna
terlebih dahulu dari dasar laut melalui pipa panjang. Prisip kerja kapal ini mirip
dengan vacuum cleaner, namun dilengkapi dengan cutter pada ujung ladder yang
berfungsi untuk menghancurkan material dasar laut sebelum akhirnya dihisap oleh
pompa. Cutter Suction dredger tidak dapat beroperasi pada daerah dengan lapisan
tanah yang keras. Biasanya kapal jenis ini beroperasi pada daerah sisa
penambangan kapal keruk dimana pada daerah tersebut lapisan tanah atas
(overburden) sudah hilang dan lapisan tanah yang keras sudah hancur.
Gambar 2.1 Cutter Suction Dredger
(Sumber: Miedma,S.A,2013)
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan pada Kapal Isap Produksi
milik PT Timah (Persero) Tbk. yang merupakan modifikasi daripada cutter
suction dredger. Kapal ini masih melakukan pengerukan dengan metode yang
sama, hanya saja kapal ini tidak memiliki tiang pancang pada bagian belakang,
sehingga kapal dapat bermanuver dengan bebas saat melakukan proses
pengerukan. Keuntungan daripada cutter suction dredger yang dimodifikasi ini
adalah memungkinkannya dilakukan spot dredging, dimana pengerukan dapat
dilakukan pada suatu area, dan dapat berpindah ke area lain dengan cepat. Cutter
Universitas Sumatera Utara
suction dredger bekerja pada area tailing (area sisa penambangan) kapal keruk
bucket wheel atau bucket line sehingga tanah areal penggalian bersifat lembek.
Gambar 2.2 Kapal Isap Produksi
(Sumber: Dokumentasi)
2.1.1 Cara Kerja Cutter Suction Dredger
Setelah ladder diturunkan dibawah air, pompa tanah dihidupkan dan cutter
juga dioperasikan. Ladder kemudian diturunkan hingga mencapai dasar atau
hingga mencapai kedalaman maksimumnya. Kapal kemudian bermanuver sesuai
dengan area pengerukan yang sudah ditentukan sebelumnya. Material kemudian
dihisap dengan menggunakan pompa slurry bersamaan dengan air laut, dibawa
keatas kapal dan kemudian dialirkan ke stasiun pencucian untuk mendapatkan
mineral yang terkandung di dalamnya.
Gambar 2.3 Metode Pengerukan Pada Cutter
(Sumber: Miedma, S. A, 2013)
Universitas Sumatera Utara
Proses pengangkutan material padatan (solid) pada cutter suction dredger
mirip seperti vacuum cleaner dimana material padatan (solid) dibawa beserta
dengan fluida sebagai penghantar. Pada kasus ini, fluida penghantar tersebut
adalah air laut. Cutter suction dredger dilengkapi dengan ujung penghancur
berupa cutter yang berguna untuk menghancurkan lapisan tanah atau batu menjadi
ukuran yang lebih kecil sehingga bisa ditransportasikan melaui fluida.
Gambar 2.4 Cara Kerja Cutter Suction Dredger
(Sumber: PT.Timah PerseroTbk)
2.1.2 Komponen Utama Cutter Suction Dredger
a. Cutter
Cutter adalah komponen yang berfungsi sebagai penghancur lapisan
tanah atau batu menjadi dimensi yang lebih kecil sebelum di
transportasikan melalui fluida.
Suction
Cutter
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Cutter
(Sumber: Dokumentasi)
b. Ladder
Ladder adalah komponen yang berfungsi sebagai rangka penopang cutter,
mulut isap, pompa slurry, serta jaringan pipa ladder.
Gambar 2.6 Posisi Ladder Pada Cutter Suction Dredger
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
60m
37m
1
6m
Universitas Sumatera Utara
c. Mulut Hisap
Mulut hisap atau adalah komponen yang terdapat pada ujung jaringan
pipa ladder sebagai tempat pertama slurry memasuki kapal. Mulut isap
juga dilengkapi dengan dua buah bar di bagian depannya sebagai
penghalang masuknya material dengan ukuran yang terlalu besar.
Gambar 2.7 Mulut Hisap
(Sumber: PT.Timah Persero Tbk)
d. Jaringan Pipa Ladder
Jaringan pipa ladder berfungsi sebagai jalur penghantar slurry dari ujung
mulut isap ke unit penyaringan.
e. Pompa Slurry
Pompa slurry bertugas untuk menyedot material yang sudah dihancurkan
oleh cutter ke dalam kapal bersamaan dengan air laut sebagai fluida
penghantar.
Gambar 2.8 Pompa Slurry
(Sumber: Dokumentasi)
Universitas Sumatera Utara
Pada KIP 15, pompa slurry bekerja di dalam laut. Oleh karena itu, pompa
ini dikategorikan sebagai submersible pump. Pompa yang digunakan
memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 2.1 Spesifikasi Pompa Slurry
PUMP
Suction 356 mm
Discharge 305 mm
Max Speed` 700 RPM
IMPELLER
Vanes 4
Vanes Ф 965
Gambar 2.9 Letak Pompa Slurry
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Letak motor penggerak pompa ini sendiri terletak di atas permukaan laut.
Motor penggerak dan gearbox pompa dihubungkan oleh poros yang
panjang yang saling dihubungkan dengan sambungan tipe U-Joint.
PUMP
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Ilustrasi Shaft Penggerak Pompa
(Sumber: www.learnsolidworks.com)
f. Unit Penyaringan
Unit penyaringan bertugas untuk memisahkan pasir yang mengandung
mineral dari lumpur atau bebatuan yang ikut terbawa dari dasar laut
bersamaan dengan air laut.
2.2 Klasifikasi Fluida
Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis
besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu :
2.2.1 Fluida Newtonian
Fluida Newtonian adalah suatu jenis fluida yang memiliki kurva shear
stress dan gradient kecepatan yang linier, yang digolongkan ke dalam fluida ini
antara lain: air, udara, ethanol, benzeena,dsb. Jenis fluida Newtonian akan terus
menerus mengalir sekalipun terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut.
Viscositas akan berubah jika terjadi perubahan temperatur. Dengan kata lain
fluida Newtonian adalah fluida yang mengikuti hukum Newton tentang aliran.
2.2.2 Fluida Non-Newtonian
Fluida Non-Newtonian adalah fluida yang tidak tahan terhadap tegangan
geser, gradient kecepatan dan temperature. Dengan kata lain, kekentalan
(viscosity) merupakan fungsi daripada waktu. Fluida Non-Newtonian ini tidak
mengikuti hukum Newton tentang aliran.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Slurry
a. Ukuran partikel
Ukuran partikel adalah ukuran presentase partikel slurry dengan
ukuran tertentu. Nilai daripada ukuran partikel ini didapat dengan cara
melakukan screening pada material slurry dengan ukuran mesh tertentu.
Contoh apabila diketahui = 3 mm, berarti 50% partikel dari material slurry
tersebut berdiameter 3 mm atau lebih kecil. Apabila ditunjukkan dalam bentuk
kurva, dapat ditunjukkan seperti pada grafik dibawah ini.
Gambar 2.11 Grafik D vs jumlah
(Sumber: Flygt, 2013)
b. Konsentrasi padatan
Konsentrasi partikel daripada slurry dapat diukur sebagai presentase
volume, , dan juga presentase berat, atau
Gambar 2.12 Ilustrasi dan
(Sumber: Flygt, 2013)
50%
D (mm)
% Jumlah
Universitas Sumatera Utara
(2.26)
(2.27)
c. Densitas/Spesific Gravity
1. Solid
Densitas daripada padatan/solid dinyatakan dengan Spesific Gravity. Nilai
daripada Spesific Gravity of Solids ( ) dihitung dengan membagi densitas
padatan dengan densitas air.
2. Air
Densitas air adalah 1000 kg/m³. Nilai specific gravity air pada 20°C adalah
seebesar 1.
3. Slurry
Spesific Gravity daripada slurry dapat ditentukan dengan menggunakan
nomogram dibawah ini,
Gambar 2.13 Nomogram Specific Gravity Mixture
(Sumber:Flygt, Slurry Handbook)
Specific gravity untuk mixture dapat juga dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:
= 1 + ( -1)
Atau
=
Dimana :
Universitas Sumatera Utara
= Spesific Gravity slurry
= Spesific Gravity solid
= Concentration of solids by volume
= Concentration of solids by weight
Slurry sendiri dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu settling (mengendap) dan
nonsettling (tidak mengendap).
1 Slurry Tidak mengendap (Non Settling Slurry)
Slurry yang tidak mengendap terjadi pada campuran yang
homogen. Ukuran partikel dari tipe ini adalah dibawah 60 – 100 μm. Jadi,
slurry tidak mengendap dapat didefinisikan sebagai campuran homogeny,
dimana campuran antara solid dan liquidnya terdistribusi secara merata.
Gambar 2.14 Campuran Homogen dalam Pipa
(Sumber: Flygt, Slurry Handbook)
2 Slurry Mengendap (Settling Slurry)
Ukuran diameter partikel daripada slurry mengendap adalah lebih
besar dari 100 μm. Slurry dengan campuran Pseudo-homogen atau slury
yang menyebar tetapi konsentrasi tetap lebih besar pada bagian bawah,
atau campuran heterogen yang sebagian atau seluruhnya berada di lapisan
bawah pipa.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Settling Slury pada pipa
(Sumber: Flygt, Slurry Handbook)
d. Sifat Slurry Menurut Dimensi Partikel dan Kecepatan Perpindahan
Pada kecepatan alir yang tinggi, dan diameter partikel kecil, slurry dalam
pipa akan menyebar dan tidak ada slurry yang mengendap atau
bergesekan secara signifikan dengan dinding pipa. Slurry dalam keadaan
ini akan bersifat Pseudohomogen. Ketika ukuran partikel lebih besar dan
kecepatan alir lebih rendah, maka partikel akan cenderung untuk
terkonsentrasi pada dasar pipa, atau terjadi kontak gesekan secara
langsung. Slurry dalam keadaan ini akan bersifat heterogen.
Gambar 2.16 Slurry Pada Pipa Dalam Berbagai Keadaan
(Sumber: Flygt, Slurry Handbook)
Pada keadaan kecepatan alir yang rendah dan ukuran partikel yang besar,
slurry akan cenderung untuk mengendap di dasar pipa. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya gesekan terus menerus yang dapat menggerus
lapisan pipa.
Universitas Sumatera Utara
(2.2)
(2.3)
(2.1)
2.4 Kapasitas dan Kecepatan Aliran Fluida
Dalam menganalisa fenomena mekanika fluida, penentuan kecepatan di
sejumlah titik pada aliran fluida sangat penting karena memungkinkan untuk
membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran fluida.
Gambar 2.17 Aliran pada penampang 1 dan penampang 2
(Sumber: Bruce, R.Munson. 2002)
Kapasitas aliran untuk fluida incompressible dinyatakan sebagai laju aliran
volume, berat, dan massa dalam persamaan:
Untuk aliran steady laju aliran massa adalah konstan pada setiap titik. Apabila
kerapatannya konstan maka :
Dimana:
Q = Laju aliran volume fluida (m3/s)
A = Luas penampang aliran (m2)
V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
Dimana:
W = Laju aliran berat fluida (N/s)
= Berat jenis fluida (N/m3)
dan
Universitas Sumatera Utara
(2.4)
(2.5)
(2.6)
Dimana:
M = Laju aliran massa fluida (kg/s)
= Massa jenis fluida (kg/m3)
= Berat jenis fluida (N/m3)
2.5 Persamaan Energi
Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan. Dalam menganalisa fenomena pada mekanika fluida,
analisa energi potensial dan energi kinetik pada fluida sangat diperlukan. Energi
potensial meunjukkan energi yang dimiliki fluida pada ketinggian tertentu. Energi
potensial dirumuskan sebagai berikut:
atau
Dimana :
Energi potensial fluida (J)
Massa fluida (kg)
Ketinggian Fluida (m)
Berat fluida (N)
Energi kinetik menunjukkan energi yang dimiliki oleh fluida akibat
pengaruh kecepatan yang terjadi padanya. Energi kinetic dirumuskan sebagai
berikut:
Dimana :
energi kinetik fluida (J)
kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
2.6 Aliran Laminar dan Turbulen
Universitas Sumatera Utara
(2.7)
(2.8)
Aliran fluida dikatakan laminar apabila jika partikel-partikel fluida yang
bergerak teratur mengikuti lintasan yang sejajar pipa. Aliran fluida dikatakan
turbulen apabila tiap partikel fluida bergerak mengikuti lintasan sembarang di
sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-rata saja yang mengikuti sumbu pipa. Dari
eksperimen, didapat bahwa koefisien gesekan pipa silindris merupakan fungsi dari
bilangan Reynolds, sehingga penentuan jenis aliran fluida sangat bergantung pada
nilai bilangan Reynolds. Nilai bilangan Reynolds dapat dihitung menggunakan
persamaan:
Dimana :
Re = Bilangan Reynolds
ρ = Massa Jenis Fluida (kg/m3)
V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
μ = Viskositas absolut fluida (Pa.s)
D = Diameter pipa
Aliran dikatakan laminar untuk nilai Re 2300. Aliran dikatakan turbulen
apabila Re 4000. Sedangkan untuk 2300 < Re < 4000, disebut sebagai daerah
transisi, dimana aliran dapat berupa aliran laminar dan turbulen.
2.7 Kerugian Head
2.7.1. Kerugian Head Mayor
1. Persamaan Darcy – Weisbach
Di dalam mekanika fluida, persamaan darcy-weisbach dapat digunakan
untuk menghitung kerugian head (head losses) atau kehilangan tekanan
akibat gesekan di sepanjang pipa lurus terhadap kecepatan aliran rata-rata.
Kerugian head untuk sepanjang pipa lurus disebut dengan kerugian mayor
(major losses). Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
(2.9)
Koefisien gesekan
L = Panjang pipa (m)
= Diameter hidraulik pipa (m)
V = Kecepatan rata-rata aliran fluida ( ⁄
Percepatan gravitasi = 9,81 ⁄
Untuk aliran laminar (Re 2300), koefisien gesekan dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut:
Sedangkan untuk aliran turbulen (Re 4000), harga f didapat dari diagram
Moody sebagai fungsi dari bilangan Reynolds dan kekasaran relatif yang
nilainya dapat dilihat pada grafik sebagai fungsi dari nominal diameter pipa
dan kekasaran permukaan dalam pipa (ε) tergantung dari jenis material pipa.
Tabel 2.2 Nilai kekasaran dinding untuk berbagai pipa komersil
Bahan Kekasaran
ft m
Riveted Steel 0.003-0.03 0.0009-0.009
Concrete 0.001-0.01 0.0003-0.003
Wood Stave 0.0006-0.003 0.0002-0.009
Cast Iron 0.00085 0.00026
Galvanized Iron 0.0005 0.00015
Asphalted Cast Iron 0.0004 0.0001
Comercial Steel or Wrought Iron 0.00015 0.000046
Drawn Brass or Copper Tubing 0.000005 0.0000015
Glass and Plastic “Smooth” “Smooth”
Rubber 0.0005 0.00015
(Sumber: Munsin,Young & Okiishi. Mekanika Fluida, 2003)
Universitas Sumatera Utara
(2.10)
Kemudian koefisien kekasaran dicari dengan menggunakan diagram moody
sebagai berikut:
Gambar 2.18 Diagram Moody
(Sumber: Bruce, R.Munson. 2002)
2. Persamaan Hazen – Williams
Persamaan Hazen-Williams umumnya digunakan untung menghitung
kerugian head pada pipa yang sangat panjang. Bentuk umum persamaan
tersebut yaitu :
Dimana:
Laju aliran fluida dalam pipa (m3/s)
Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
Koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams
Dibawah ini adalah tabel dari nilai koefisien kekasaran pipa Hazen-
Williams.
Tabel 2.3 Koefisien kekasaran pipa Hazen-Williams
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
1,000 10,000 100,000 1,000,000 10,000,000
f
Re
Moody diagram. f = f(Re, Rrel)
0.020.010,00750.00500.0030.0010.00050.00010.00050.000010.0000050.000001
Universitas Sumatera Utara
(2.12)
(2.12)
Extremely smooth and straight pipes 140
New Steel or Cast Iron 130
Wood; Concrete 120
New Riveted Steel; vitrified 110
Old Cast Iron 100
Very Old and corroded cast iron 80
(Sumber: Munsin,Young & Okiishi. Mekanika Fluida, 2003)
2.7.2.Kerugian Head Minor
Ketika fluida mengalir melalui sebuah komponen tertentu seperti
katup ,belokan pada pipa, pembesaran dan pengecilan pipa secara tiba-tiba
dan berbentuk kerucut, percabangan pipa, nosel, serta jalur masuk dan
keluar pipa. Fluida tersebut akan mengalami kehilangan energi mekanik
tambahan ketika melewati komponen tersebut yang menyebabkan
bertambahnya nilai head loss. Kerugian-kerugian head akibat komponen
selain pipa lurus ini disebut dengan kerugian minor (minor losses). Kerugian
head minor dapat ditentukan dengan menentukan koefisien kerugian head
minor, K yang didefinisikan sebagai berikut:
atau
Dimana:
Head minor (m)
Perubahan tekanan (Pa)
Koefisien kerugian head minor
Universitas Sumatera Utara
(2.13)
Nilai K untuk setiap komponen adalah berbeda, dibawah ini adalah rumus-
rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien kerugian pada tiap
fiting. Adapun beberapa nilai koefisien didapat dari hasil eksperimen.
a. Koefisien kerugian pada mulut hisap
Gambar 2.19 Berbagai bentuk ujung masuk pipa
(Sumber: White, Frank M, 2009)
Dengan nilai masing-masing:
(i) K = 0.5
(ii) K = 0.25
(iii) K = 0.06
(iv) K = 0.56
(v) K = 3.0 (untuk sudut tajam) sampai 1.3 (untuk sudut 45)
(vi) K ditentukan dengan rumus :
Dimana adalah koefisien bentuk dari ujung masuk dan
mengambil harga (i) sampai (v) sesuai dengan bentuk yang dipakai.
b. Koefisien kerugian mulut lonceng atau corong pada pipa hisap
Nilai koefisien kerugian pada mulut hisap dapat dilihat pada gambar
dibawah.
Universitas Sumatera Utara
(2.14)
Gambar 2.14 Mulut lonceng dan corong pada pipa hisap
(Sumber: White, Frank M, 2009)
c. Koefisien kerugian pada belokan pipa
Belokan pada pipa menghasilkan nilai kerugian head yang lebih besar
daripada pipa lurus. Ada 2 macam belokan pipa, yaitu belokan lengkung
atau belokan patah. Untuk belokan lengkung digunakan rumus Fuller
(Sularso,1983) dimana nilai dari koefisien kerugian dinyatakan sebagai :
[ (
)
] (
)
Dimana :
K = koefisien kerugian belokan
R = jari – jari belokan pipa (m)
D = diameter pipa (m)
= sudut belokan (derajat)
d. Koefisien kerugian pada belokan 90
Untuk belokan pipa 90° digunakan grafik dibawah ini :
Gambar 2.20 Grafik K vs R/D pada belokan 90 (Sumber: White, Frank M, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
K = koefisien kerugian belokan 90°
= bilangan reynold
D = diameter belokan (m)
ɛ = kekasaran (m)
e. Koefisien kerugian pada pengecilan bertahap
Gambar 2.21 Pengecilan Bertahap
(Sumber: White, Frank M, 2009)
Untuk mencari nilai koefisien kerugian pada pembesaran bertahap, digunakan
gambar dibawah ini :
Tabel 2.4 Tabel nilai K pada pengecilan bertahap
Angle of Cone θ
2° 6° 10° 15° 20° 25° 30° 35° 40° 45° 50° 60°
1.1 0.01 0.01 0.03 0.05 0.10 0.13 0.16 0.18 0.19 0.20 0.21 0.23
1.2 0.02 0.02 0.04 0.09 0.16 0.21 0.25 0.29 0.31 0.33 0.35 0.37
1.4 0.02 0.03 0.06 0.12 0.23 0.30 0.36 0.41 0.44 0.47 0.50 0.53
1.6 0.03 0.04 0.07 0.14 0.26 0.35 0.42 0.47 0.51 0.54 0.57 0.61
1.8 0.03 0.04 0.07 0.15 0.28 0.37 0.44 0.50 0.54 0.58 0.61 0.65
2.0 0.03 0.04 0.07 0.16 0.29 0.38 0.46 0.52 0.56 0.60 0.63 0.68
2.5 0.03 0.04 0.08 0.16 0.30 0.39 0.48 0.54 0.58 0.62 0.65 0.70
3.0 0.03 0.04 0.08 0.16 0.31 0.40 0.48 0.55 0.59 0.63 0.66 0.71
0.03 0.05 0.08 0.16 0.31 0.40 0.49 0.56 0.60 0.64 0.67 0.72
(Sumber: White, Frank M, 2009)
A0
A1
Ө
Universitas Sumatera Utara
𝐷 𝐷
f. Koefisien kerugian pada pembesaran bertahap
Gambar 2.23 Pembesaran Bertahap
(Sumber: White, Frank M, 2009)
Untuk mencari nilai koefisien kerugian pada pembesaran bertahap,
digunakan grafik pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.24 Grafik
(Sumber: White, Frank M, 2009)
Universitas Sumatera Utara
(2.15)
g. Koefisien kerugian pada percabangan tertutup
Koefisien kerugian pada percabangan tertutup dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 3-K sebagai berikut:
(
)
Dimana:
Nilai dan dan dapat diketahui dari tabel dibawah ini:
Tabel 2.5 Niai K1 K2 dan K3
Valve or Fitting K1 K2 K3
Elbow 90; threaded, standard r/D = 1 800 0.14 4.0
Elbow 90; threaded, long radius r/D= 1.5 800 0.071 4.2
Elbow 90; flanged, butt welded r/D = 1 800 0.091 4.0
Elbow 90; flanged butt welded r/D = 2 800 0.056 3.9
Elbow 90; flanged, butt welded r/D = 4 800 0.066 3.9
Elbow 90; flanged butt welded r/D = 6 800 0.0075 4.2
Elbow 45; threaded. standard r/D = 1 500 0.071 4.2
Elbow 180; threaded, close return bend r/D = 1 1000 0.23 4.0
Elbow 180; flanged, butt welded r/D = 1 1000 0.12 4.0
Tee; threaded, through branch (as
elbow)
r/D = 1 500 0.274 4.0
Tee; threaded, through branch (as
elbow)
r/D =
1.5
800 0.14 4.0
Tee; flanged/welded, through branch (as
elbow)
r/D = 1 800 0.28 4.0
Tee; threaded, run through r/D = 1 200 0.091 4.0
Tee; flanged/welded, run through r/D = 1 150 0.017 4.0
Sumber: Darby R., 2001
Universitas Sumatera Utara
h. Koefisien kerugian pada elbow 90°
Koefisien kerugian pada elbow 90° dapat dihitung menggunakan rumus
(2.15), kemudian Nilai dan diketahui dari tabel berikut:
Tabel 2.5 Tabel Nilai K
Fitting Type
Tee, used as elbow
Screwed, SR (R/D = 1) 500 0.7
Screwed, LR 800 0.4
Flanged/Welded,SR (R/D
= 1) 800 0.8
Stub-in type Branch 1000 1
Tee, Run Through
Screwed 200 0.1
Flanged/Welded 150 0.05
Stub-in type Branch 100 0
Valves, Gate/Ball/Plug
Full Line Size, Beta = 1 300 0.1
Reduced Trim, Beta=0.9 500 0.15
Reduced Trim, Beta= 0.8 1000 0.25
Valves
Globe, Standard 1500 4
Globe, Angle 1000 2
Diaphragm, dam type 1000 2
Butterfly 800 0.25
Sumber : Darby R., 2001
2.8 Persamaan Bernoulli
Berdasarkan dengan hukum kekekalan energi, energi total pada suatu titik
di fluida akan sama dengan total energi pada titik lain di sepanjang aliran fluida
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
(2.16)
Gambar 2.25 Ilustrasi aliran fluida menurut Bernoulli
(Sumber: Elger, Crowe, Williams, and Roberson, 2009)
Hal ini akan berlaku selama tidak ada penambajan energi ke fluida. Konsep
ini dapat dinyatakan ke dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan
persamaan Bernoulli, yaitu:
Dimana:
P1 dan P2 = tekanan pada titik 1 dan 2 (Pa)
V1 dan V2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2 (m2/s)
Z1 dan Z2 = perbedaan ketinggian antara titik 1 dan 2 (m)
γ = berat jenis fluida (N/m3)
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
Persamaan diatas adalah asumsi jika tidak ada kehilangan energi antara dua
titik yang terdapat dalam aliran tersebut, namun dalam kenyataanya, karena
adanya gesekan antara fluida dan dinding pipa,maka akan menimbulkan head
losses yang terjadi antara dua titik. Jika head losses ini dinotasikan sebagai ,
maka persamaan Bernoulli di atas dapat ditulis menjadi sebuah persamaan baru
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(2.17)
Persamaan diatas dapat digunakan untuk menyelesaikan banyak
permasalahan dalam mekanika fluida, terutama untuk fluida inkompresibel tanpa
adanya penambahan panas atau energi yang diambil dari fluida.
2.9 Head Ratio
Untuk menghitung head pada fluida Non-Newtonian, diperlukan metode
khusus, salah satunya yaitu dengan menggunakan Head Ratio (Weir Slurry
Pumping Manual, 2009). Head Ratio (HR) dan Efficiency Ratio (ER) adalah
konstanta yang digunakan untuk menentukan head aktual serta efisiensi aktual
yang terjadi pada suatu sistem pemipaan dengan fluida kerja slurry. HR dan ER
berupa konstanta pembagi total head yang sudah dihitung dengan menggunakan
medium fluida berupa air tanpa campuran padatan. Menurut Warman dalam
Slurry Pumping Handbook, nilai HR dan ER ditentukan dengan menggunakan
grafik seperti dibawah ini.
Gambar 2.26 Grafik HR dan ER
(Sumber: Metso Minerals, 2012)
Universitas Sumatera Utara
(2.19)
(2.23)
(2.18)
Sehingga total head aktual pada suatu sistem pemipaan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Dimana:
= Total Head untuk fluida slurry (m)
= Total Head untuk fluida air (m)
HR = Head Ratio
d50 = Ukuran Partikel rata-rata (mm)
DI = Diameter Impeler (mm)
SGs = Specific Gravity Padatan
Efisiensi pompa aktual juga dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
berikut:
Dimana:
Efisiensi Pompa untuk fluida slurry
Efisiensi Pompa untuk fluida air
ER = Efficiency Ratio
2.10 Massa Jenis Slurry
Massa jenis slurry atau campuran dipengaruhi oleh massa jenis fluida
pembawa, massa jenis partikel padatan, dan konsentrasi padatan dalam fluida.
Konsentrasi padatan ditunjukkan dengan menggunakan persen massa. Massa jenis
slurry ditentukan dengan menggunakan persamaan:
Konsentrasi padatan berdasarkan volume (CV) dalam persen ditunjukkan oleh
persamaan berikut:
Universitas Sumatera Utara
(2.24)
(2.25)
(2.28)
Konsentrasi padatan berdasarkan massa (CW) dalam persen ditunjukkan oleh
persamaan berikut:
Dimana:
konsentrasi padatan berdasarkan massa dalam persen
konsentrasi padatan berdasarkan volume dalam persen
massa jenis campuran atau slurry (kg/m3)
massa jenis fluida pembawa (kg/m3)
massa jenis partikel padatan (kg/m3)
2.14 Diameter Hidraulik
Untuk pipa dengan penampang non sirkular, perhitungan menggunakan diameter
hidraulik. Diameter hidraulik dihitung dengan menggunakan persamaan:
Dimana:
= Diameter hidraulik (mm)
= Luas area penampang pipa (mm2)
= Wet Perimeter (mm)
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kapal Induk Produksi milik PT Timah
(Persero) Tbk yang sedang beroperasi di perairan Air Kantung, Sungailiat,
Provinsi Bangka Belitung dan dilanjutkan di Gedung Perkuliahan Departemen
Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
Gambar.3.1 Kapal Induk Produksi.
(Sumber: Dokumentasi)
3.1.2. Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 yaitu dari Februari 2016 sampai April
2016. Hal itu sudah termasuk penyediaan bahan dan pengolahan data hasil
penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Slurry
Slurry yang digunakan dalam penelitian ini adalah slurry yang mengalir
pada proses penambangan timah di Kapal Induk Produksi milik PT
Timah (Persero) Tbk. Slurry ini juga mengandung logam timah di
dalamnya.
3.2.2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Radio-active density transducer
Alat ini digunakan untuk mengukur massa jenis fluida yang mengalir di
sepanjang pipa ladder. Alat ini juga dapat mengetahui intensitas
kandungan padatan pada fluida. Alat ini ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Radio-active density transducer
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari data-data yang berkaitan dengan
cutter suction dredger dimulai dengan data desain pada Kapal Induk
Produksi milik PT Timah (Persero) Tbk beserta dengan spesifikasi mesin
yang digunakannya.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan meliputi beberapa langkah, antara lain:
a. Observasi
Melakukan pengamatan serta pengambilan data dengan cara mininjau
langsung ke lapangan serta melihat objek yang diteiti secara langsung,
mulai dari proses, langkah, dan lingkungan kerja sehingga akan
diperoleh data yang sistematis dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Pengambilan data juga dilakukan dengan cara mengukur
secara langsung dimensi komponen yang tidak terlampir dalam data
kapal. Dalam proses pengumpulan data dengan observasi, pengambilan
data dilakukan dengan survey langsung ke Pelabuhan Air Kantung PT
Timah (Persero) Tbk. Adapun data-data yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut:
1. Spesifikasi Pompa
2. Dimensi Kapal
3. Dimensi Pipa Ladder
4. Jenis Material Pipa Ladder
5. Sistem Pemipaan Ladder
Pengambilan data berdasarkan kerja dilakukan pada kondisi yang
sudah ditentukan.
b. Riset Pustaka
Pengumpulan data-data yang diperoleh dari buku-buku referensi
diberbagai tempat dan sumber-sumber yang ada kaitannya dengan
objek yang diteliti yang nantinya berguna untuk mengembangkan
hasil interview dan observasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Interview
Interview dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada
nahkoda atau anak buah kapal yang bekerja dengan perusahaan untuk
memperoleh data yang dibutuhkan.
Adapun data-data dan notasi yang didapatkan dalam melakukan
penelitian ini adalah :
Tabel 3.1 Data Instalasi Pipa
Unit Sistem Jenis Data Nilai Notasi Satuan
Instalasi
Pipa
Panjang Pipa Terlampir m
Diameter Pipa Terlampir d mm
Faktor k Pipa Terlampir k -
Jumlah Section Terlampir - -
Tabel 3.2 Data Instalasi Pompa
Unit Sistem Jenis Data Nilai Notasi Satuan
Pompa
Diameter Impeler Terlampir mm
Debit Fluida Terlampir Q m3/s
Letak Pompa Terlampir Z m
Tabel 3.3 Data Sifat Slurry
Unit Sistem Jenis Data Nilai Notasi Satuan
Slurry
Specific Gravity Terlampir -
Diameter Butir Terlampir D50 mm
Universitas Sumatera Utara
3.4. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
3.4.1 Variabel bebas
1. Sudut kemiringan ladder 25°
2. Sudut kemiringan ladder 35°
3. Sudut kemiringan ladder 45°
4. Pemakaian baru.
5. Pemakaian 1 bulan
6. Pemakaian 2 bulan
7. Pemakaian 3 bulan.
3.4.2 Variabel terikat
1. Kondisi operasi yang optimal pada sudut kemeringan ladder 25°
2. Kondisi operasi yang optimal pada sudut kemeringan ladder 35°
3. Kondisi operasi yang optimal pada sudut kemeringan ladder 45°
3.5 Analisa Data
Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan, barulah kemudian dilakukan
analisa dari data yang didapat sesuai dengan studi literatur yang sudah dibuat.
Dari data-data yang didapat, kemudian dianalisa putaran mesin pompa yang
optimal untuk setiap kedalaman ladder yang ditentukan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.3 Alur pengerjaan skripsi
Survey
Analisa data
Menghitung head pada sistem pemipaan
ladder
Menghitung pengaruh slurry terhadap
performansi pompa
Menentukan nilai performansi pompa
Menentukan kondisi operasi optimal pompa
Hasil
Kesimpulan
Selesai
Ya
Tidak
Start
Pengambilan Data
Studi Literatur
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembagian Area Perhitungan
Gambar 4.1 Skema Sistem Pemipaan KIP 15
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Untuk memudahkan perhitungan, sistem pemipaan pada KIP 15 dibagi atas 5
bagian yang mempunyai karakteristik yang berbeda.
4.1.1 Section 1
Gambar 4.2 Section 1
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Section 5
Section 4 Section 3 Section 2 Section 1
Universitas Sumatera Utara
Section 1 adalah bagian terdepan dari sistem pemipaaan pada KIP 15 yang
dimulai dari mulut hisap hingga mencapai pompa. Pipa pada section 1 memiliki
karakteristik sebagai berikut
Tabel 4.1 Spesifikasi Pipa Section 1
Bahan Pipa S275JR
Panjang Pipa 10142 mm
Standar Pipa ASTM Schedule 80
Do 355.6 mm
Di 317.5 mm
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
4.1.2 Section 2
Gambar 4.3 Section 2
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Tabel 4.2 Spesifikasi Pipa Section 2
Bahan Pipa HDPE
Panjang Pipa 4734 mm
Standar Pipa ASTM D3035
Do 355.6 mm
Di 276.5 mm
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
4.1.3 Section 3
Gambar 4.4 Section 3
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Tabel 4.3 Spesifikasi Pipa Section 3
Bahan Pipa S275JR
Panjang Pipa 41375 mm
Standar Pipa ASTM Schedule 80
Do 355.6 mm
Di 317.5 mm
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
4.1.4 Section 4
Gambar 4.5 Section 4
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Spesifikasi Pipa Section 4
Bahan Pipa Rubber
Panjang Pipa 5000 mm
Standar Pipa -
Do 406 mm
Di 355.6 mm
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
4.1.5 Section 5
Gambar 4.6 Section 5
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Tabel 4.5 Spesifikasi Pipa Section 5
Bahan Pipa S275JR
Panjang Pipa 14308 mm
Standar Pipa ASTM Schedule 80
Do 355.6 mm
Di 317.5 mm
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
4.2 Perubahan Dimensi Penampang Pipa
Dikarenakan material slurry yang sangat abrasif, laju pengikisan pipa sangatlah
tinggi. Pengikisan terjadi pada pipa dengan material baja. Berikut ini adalah data
pengikisan pipa yang terjadi pada pipa baja.
Tabel 4.6 Data Pengikisan Pipa
No. Tanggal Pengukuran Tebal Pengikisan (mm) Pemakaian
(Bulan)
1. 13 Maret 2016 0 0
2. 16 Maret 2016 13.36 1
3. 16 Maret 2016 13.30 2
4. 30 Maret 2016 13.32 3
PT Timah mememutar pipa sebesar 120° setiap bulannya untuk memindahkan
daerah dinding pipa yang menipis sehingga tidak terjadi kebocoran pada pipa. Hal
ini dilakukan untuk menghemat biaya penggantian pipa. Pipa akan diganti setelah
pemakaian selama 3 bulan.
(a) (b) (c)
Gambar 4.7 Ilustrasi pengikisan pipa pada bulan pertama (a), kedua (b),
dan ketiga (c)
Akibat perubahan diameter pipa, maka luas penampang pipa juga akan berubah
setiap bulannya. Penampang pipa juga berubah menjadi penampang non sirkular,
oleh karena itu perhitungan selanjutnya akan menggunakan diameter hidraulik
(Dh). Untuk kasus ini, nilai P dan luas area dihitung dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
software AUTOCAD 2013. Pada pemakaian 1 bulan, nilai P adalah 1.001 m dan
luas area sebesar 0.0796 m2, maka diameter hidraulik dapat menggunakan rumus
berikut:
Dengan mengsubtitusikan nilai D dan P untuk pemakaian bulan 1, maka didapat
nilai sebagai berikut:
Perhitungan dilanjutkan untuk pemakaian bulan ke 2, dan 3 sehingga didapat
untuk setiap bulan pemakaian sebagai berikut:
Tabel 4.7 Dimensi penampang pipa baja untuk pemakaian setiap bulan
Bulan
0 1 2 3
A (m2) 0.079173 0.079627 0.08256 0.0854
P (m) 0.9974 1.0012 1.0206 1.0412
Dh (mm) 317.5 318.24 323.534 328.745
4.3 Perhitungan Kecepatan fluida
Kapasitas fluida slurry yang diharapkan setara dengan 2500 m3/h Clear Water.
Untuk menghitung nilai head, diperlukan debit campuran yang dapat dihitung
sebagai berikut:
Dimana:
= Debit Slurry
= Massa Jenis Slurry =
⁄
= Debit Air =
⁄
Universitas Sumatera Utara
= Massa Jenis Air =
⁄
Kemudian, dicari nilai debit slurry dengan mengsubtitusikan nilai diatas ke dalam
rumus berikut:
⁄
⁄
Setelah didapat debit slurry, dapat dihitung kecepatan fluida untuk tiap pipa pada
sistem. Untuk pipa pada Section 1, kecepatan slurry dihitung dengan
menggunakan rumus kecepatan fluida sebagai berikut:
⁄
V = 5.9616 m/s
Kemudian dilakukan perhitungan kecepatan fluida untuk tiap section dalam tiap
bulan pemakaian, sehingga didapat hasil kecepatan fluida sebagai berikut:
Tabel 4.8 Hasil perhitungan kecepatan fluida
BULAN 0
Section Q(m3/s) A(m
2) V(m/s)
1 0.07917 5.9616
2 0.06004 7.8607
3 0.07917 5.9616
4 0.09931 4.7525
5 0.07917 5.9616
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 4.8
BULAN 1
Section A(m2) V(m/s)
1 0.079627 5.9382
2 0.06004 7.8607
3 0.079627 5.9382
4 0.09931 4.7525
5 0.079627 5.9382
BULAN 2
Section Q(m3/s) A(m
2) V(m/s)
1 0.08256 5.7413
2 0.06004 7.8607
3 0.08256 5.7413
4 0.09931 4.7525
5 0.08256 5.7413
BULAN 3
Section Q(m3/s) A(m
2) V(m/s)
1 0.0854 5.5607
2 0.06004 7.8607
3 0.0854 5.5607
4 0.09931 4.7525
5 0.0854 5.5607
Universitas Sumatera Utara
4.4 Perhitungan Kedalaman Penggalian
Gambar 4.8 Skema perubahan kedalaman gali untuk setiap variasi sudut gali
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Gambar 4.9 Detail posisi pipa pada ladder
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Diketahui:
Jarak Permukaan Laut ke Center of Rotation = ZSEA = 3560 mm
Jarak Center of Rotation ke pipa hisap = LLAD = 52844 mm
Beda ketinggian pipa hisap dengan Center of Rotation = ZLAD = 160 mm
Panjang pipa hisap = LSUC = 4000 mm
Sudut pipa hisap = θSUC = 11°
Universitas Sumatera Utara
Maka dapat dihitung kedalaman galian (Z) sebagai fungsi sudut gali (θ) yaitu:
Kemudian dihitung kedalaman gali untuk setiap sudut pengalian dengan
mengsubtitusikan sudut gali (θ) kedalam fungsi di atas.
Tabel 4.9 Kedalaman gali
θ Z (mm)
25 21123.980
35 29627.432
45 37122.501
4.5 Perhitungan Kerugian Head Minor
Kerugian head minor merupakan kerugian pada sistem perpipaan yang
diakibatkan oleh komponen-komponen sistem perpipaan yang dilalui oleh fluida
kerja.Untuk mendapatkan nilai kerugian head minor diperlukan beberapa
parameter seperti K (koefisien gesekan) pada fitting atau panjang ekuivalen,
kecepatan aliran, diameter dan percepatan gravitasi. Nilai K untuk setiap
komponen adalah berbeda, oleh karena itu, dilakukan perhitungan khusus nilai K
untuk setiap komponen.
a. Koefisien kerugian pada ujung masuk corong pipa hisap (K1)
Gambar 4.10 Ujung masuk pipa hisap
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan table dalam buku Frank. M White, nilai koefisien kerugian
untuk mulut lonceng atau corong pada pipa hisap adalah 0,4.
b. Koefisien kerugian pada belokan tajam pada pipa (K2)
Diketahui : = 11°
Gambar 4.11 Belokan pipa K2
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Tabel 4.10 Koefisien kerugian belokan tajam pada pipa
f
5° 10° 15° 22,5° 30° 45° 60° 90°
Halus 0,016 0,034 0,042 0,066 0,130 0,236 0,471 1,129
Kasar 0,024 0,044 0,062 0,154 0,165 0,320 0,684 1,265
(Sumber: Frank M White, 2009)
Untuk mengetahui nilai koefisien kerugian pada belokan tajam, dengan sudut
kemiringan pipa 11°, digunakan interpolasi antara sudut 10° dan 15°. Didapatlah
nilai k sebesar 0,0476.
c. Koefisien kerugian pada percabangan tertutup (K3)
Gambar 4.12 Percabangan tertutup
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Menurut Darby (2001), koefisien kerugian pada percabangan tertutup
dapat dihitung dengam menggunakan metode 3-K seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara
(
)
Diketahui: D = 317,5 mm = 0.3175 m
= 9,98. Pa.s
v = 5.5607 m/s
Bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
Dengan mensubtitusikan nilai persamaan diatas, maka didapat nilai bilangan
Reynolds sebagai berikut:
=
= 1831735
Nilai K1, K2, dan K3 didapat pada tabel 3-K Equation dengan nilai secara
berurutan sebagai berikut 150, 0.017, dan 4,0. Maka dapat dihitung nilai K
sebagai berikut:
(
)
Dikarenakan adanya perubahan diameter dan kecepatan untuk pemakaian setiap
bulannya, maka dihitung nilai K tiap bulannya sebagai berikut:
Tabel 4.11 Nilai K pada Komponen K3
Bulan Re D (m) K
0 1268156 0.3175 0.1130
1 1265669 0.3181 0.1129
2 1244506 0.3235 0.1128
3 1224779 0.3287 0.1127
Universitas Sumatera Utara
d. Koefisien kerugian pada elbow 90° (K4)
Gambar 4.13 Belokan Pipa K4
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Koefisien kerugian pada belokan dapat dihitung dengan menggunakan grafik
kerugian elbow. Oleh karena itu, dicari terlebih dahulu nilai
dan
sebagai
berikut:
=
=
=
= 0.00145 (Commercial Steel )Dari grafik, nilai
antara angka 1 dan
1,5 (range 11 mm), dengan menggunakan interpolasi, maka didapat 1,02 berada
pada 0,44 mm. Pada grafik, nilai
berada diantara 0,001 dan 0,002 (range 8 mm),
dengan menggunakan interpolasi, didapat nilai 0,00145 berada pada 3,6 mm.
Gambar 4.14 Grafik Kerugian Elbow
(Sumber: Frank M White, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Dari grafik k didapat diantara 0,4 dan 0,6 (range 10 mm), apabila diukur, nilai k
berada di jarak 1,5 mm dari angka 0,4. Dengan menggunakan interpolasi, didapat
nilai K sebesar 0,43.
e. Koefisien kerugian pada belokan pipa (K5 dan K6)
Diketahui:
R = 500 mm
= 84°
Gambar 4.15 Belokan Pipa K5 dan K6
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Nilai koefisien kerugian pada belokan didapat dengan menggunakan rumus
kerugian komponen belokan sebagai berikut:
[ (
)
] (
)
Dengan mensubtitusikan nilai komponen pipa, didapat nilai K sebagai berikut:
K = * (
) + (
)
= 0.1311
f. Koefisien kerugian pada belokan pipa (K7 dan K8)
Universitas Sumatera Utara
Diketahui:
R = 500 mm
= 21°
= 317, 5 mm
Gambar 4.16 Belokan Pipa K7 dan K8
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Nilai koefisien kerugian pada belokan didapat dengan menggunakan rumus
belokan pipa sebagai berikut:
[ (
)
] (
)
Kemudian dengan mensubtitusikan nilai pada komponen pipa K7 dan K8, didapat:
K7 = K8 = *
+ (
)
= 0.312
g. Koefisien gesekan pada pelebaran diameter (K9)
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian pergantian pipa dari section 3 ke section 4, terjadi pelebaran
diameter dari 317.5 mm menjadi 355.6 mm.
Gambar 4.17 Pelebaran diameter pipa K9
(Sumber: Dokumentasi)
Koefisien gesekan untuk pelebaran diameter dihitung dengan menggunakan grafik
kerugian untuk komponen pembesaran diameter pipa.
Diketahui :
D = 355.6 mm
d = 317.5 mm
Untuk menggunakan grafik kerugian komponen, dihitung terlebih dahulu nilai
sebagai berikut:
Setelah didapat nilai
, dicari nilai K dengan mencocokkan ke grafik sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.18 Grafik perhitungan koefisian gesek K9
(Sumber: Frank M White, 2009)
Berdasarkan perhitungan pada Gambar 4.18, maka didapat nilai K9 sebesar 0.05
h. Koefisien kerugian pada rubber (K10-13)
Diketahui : = 355,6 mm
Gambar 4.19 Pipa Rubber K10-13
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
Pipa Rubber ini terNilai K dihitung dengan menentukan terlebih dahulu nilai rata
rata R dan dengan cara membagi daerah rubber menjadi 4 bagian sama sudut,
seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.20 Pembagian sudut dan radius pipa rubber
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Masing-masing area pembagian dihitung menggunakan radius rata-rata dengan
menggunakan persamaan berikut:
=
Dengan mensubtitusikan karakteristik tiap belokan, didapat jari-jari rata-rata
setiap belokan sebagai berikut:
=
= 2175 mm
=
= 2325 mm
=
= 2475 mm
=
= 2625 mm
2700mm
2550mm
2400mm
2250mm
2100mm
°
°
Universitas Sumatera Utara
Maka, nilai K untuk setiap radius pipa rubber dapat dihitung dengan rumus
kerugian belokan sebagai berikut:
[ (
)
] (
)
Dengan mensubtitusikan nilai ke persamaan di atas, didapat nilai K untuk belokan
pertama sebagai berikut:
K = * (
) + (
)
= 0,1343
Perhitungan dilakukan juga untuk mendapatkan nilai K di tiga belokan
berikutnya, sehingga didapat nilai K11-13:
= 0,1311
= 0,13108
= 0,13107
h. Koefisien gesekan pada penyempitan diameter (K14)
Pada bagian pergantian pipa dari section 4 ke section 5, terjadi
penyempitan diameter internal pipa dari 355.6 mm ke 317.5 mm.
Gambar 4.21 Penyempitan diameter pipa K14
(Sumber: Dokumentasi)
Universitas Sumatera Utara
Koefisien gesekan untuk pelebaran diameter dihitung dengan menggunakan
diagram kerugian gesek.
Diketahui :
D = 355.6 mm
d = 317.5 mm
Dihitung terlebih dahulu nilai
dengan rumus berikut:
Setelah didapat perbandingan diameter, maka nilai K dicari dengan menggunakan
grafik berikut:
Gambar 4.22 Diagram perhitungan koefisian gesek K14
(Sumber: Frank M White, 2009)
Berdasarkan perhitungan pada Gambar 4.21, maka didapat nilai K14 sebesar 0.05
Universitas Sumatera Utara
i. Koefisien kerugian pada belokan pipa (K15)
Diketahui :
R = 1000 mm
D = 600
θ = 30°
Gambar 4.23 Belokan pipa K15
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Nilai koefisien kerugian pada belokan didapat dengan menggunakan rumus
kerugian koefisien gesek untuk belokan pipa sebagai berikut:
[ (
)
] (
)
[ (
)
] (
)
K= 0,1592
j. Koefisien gesekan pada percabangan tertutup (K16)
Gambar 4.24 Percabangan tertutup (K16)
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Darby (2001), koefisien kerugian pada percabangan tertutup
dapat dihitung dengam menggunakan metode 3-K seperti berikut:
(
)
Diketahui: D = 317,5 mm = 0.3175 m
= 9,98. Pa.s
v = 5.9616m/s
Untuk menghitung nilai koefisien gesek daripada komponen ini, terlebih dahulu
dihitung bilangan Reynolds. Bilangan Reynold dapat dihitung sebesar dengan
menggunakan rumus bilangan Reynolds sebagai berikut:
=
=
= 1831735
Dikarenakan adanya perubahan diameter dan kecepatan untuk pemakaian setiap
bulannya, maka dihitung nilai K tiap bulannya sebagai berikut:
(
)
Dikarenakan adanya perubahan diameter dan kecepatan untuk pemakaian setiap
bulannya, maka dihitung nilai K tiap bulannya sebagai berikut:
Tabel 4.12 Nilai K Pada Percabangan K16
Bulan Re D (m) K
0 1268156 0.3175 0.1130
1 1265669 0.3181 0.1129
2 1244506 0.3235 0.1128
3 1224779 0.3287 0.1127
Universitas Sumatera Utara
k. Koefisien kerugian pada katup (K17)
Diketahui :
Nominal diameter = 355.6mm = 14in
Type: Gate Valve, Flanged, Fully opened.
Gambar 4.25 Gate Valve K17
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Untuk menghitung nilai koefisien kerugian pada gate valve,fully opened,flange
menggunakan table Resistance Coefficients oleh Frank M White. Dengan
menggunakan interpolasi pada gate valves (fully open), diantara diameter 8 in dan
20 in, didapat nilai koefisien kerugiannya adalah sebesar 0,05.
l. Koefisien kerugian pada belokan tajam kasar (K18)
Diketahui :
= 12°
Gambar 4.26 Belokan tajam K18
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Koefisien kerugian belokan tajam kasar pada pipa, menurut (Frank M
White)
f
5° 10° 15° 22,5° 30° 45° 60° 90°
Halus 0,016 0,034 0,042 0,066 0,130 0,236 0,471 1,129
Kasar 0,024 0,044 0,062 0,154 0,165 0,320 0,684 1,265
(Sumber: Frank M White, 2009)
Untuk mengetahui nilai koefisien kerugian pada belokan tajam, dengan
sudut kemiringan pipa 12°, digunakan interpolasi antara sudut 10° dan 15°.
Didapatlah nilai k sebesar 0,0512.
m. Koefisien kerugian pada belokan tajam kasar (K19)
Diketahui :
= 10°
Gambar 4.27 Belokan Tajam K19
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Tabel 4.14 Koefisien kerugian belokan tajam kasar pada pipa, menurut (Frank M
White)
f
5° 10° 15° 22,5° 30° 45° 60° 90°
Halus 0,016 0,034 0,042 0,066 0,130 0,236 0,471 1,129
Kasar 0,024 0,044 0,062 0,154 0,165 0,320 0,684 1,265
(Sumber: Frank M White, 2009)
Sesuai tabel diatas, diketahui bahwa nilai koefisien kerugian pada belokan tajam
dengan sudut kemiringan 10 adalah sebesar 0,044.
Universitas Sumatera Utara
n. Koefisien kerugian pada keluaran pipa (K20)
Gambar 4.28 Keluaran pipa K20
(Sumber: PT Timah Persero Tbk)
Berdasarkan table koefisien kerugian pada Frank M White, nilai k pada keluaran
pipa adalah senilai k=1. Maka, setelah dihitung, didapat nilai k untuk seluruh
komponen, sebagai berikut:
Tabel 4.15 Nilai K untuk setiap komponen
Sec
tion No Detail K
1
K1 Ujung masuk corong 0.4
K2 Belokan Tajam 11 0.0476
K3 Tee Run Through 0.113
K4 Elbow 90° 0.43
2 K5 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
K6 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
3 K7 Belokan; R500; θ=21° 0.312
K8 Belokan; R500; θ=21° 0.312
4
K9 Inlet Rubber | Sudden Expansion 0.05
K10 Inside Rubber | 1st Curve 0.131135992
K11 Inside Rubber | 2nd Curve 0.131107682
K12 Inside Rubber | 3rd Curve 0.131086518
K13 Inside Rubber | 4th Curve 0.131070416
K14 Outlet Rubber | Sudden Contraction 0.05
5 K15 Belokan; R1000; θ=65° 0.1592
K16 Tee Run Through 0.113
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 4.15
K17 Gate Valve; Ф=14";Flanged; Fully
Opened 0.05
K18 Belokan Tajam 12° 0.0512
K19 Belokan Tajam 10° 0.044
K20 Outlet 1
Maka dapat kita hitung koefsien kerugian total pada section 1 adalah
sebagai berikut:
= + + +
= 0.4 + 0.0476 + 0.2075557 + 0.43
= 1.0851557
V = 5.961 m/s
g = 9.8 m/s²
Setelah didapat nilai dari koefisien kerugian (K) pada tiap tiap sectionnya,
maka selanjutnya dihitung nilai kerugian head minor:
= 0.9084 m
Dilakukan juga perhitungan yang sama untuk mencari head minor setiap
komponen, sehingga didapat nilai head komponen pemakaian baru.
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 4.16 Head Minor dalam keadaan pemakaian baru
Section No Detail k Head
Minor (m)
1
K1 Ujung Masuk Corong 0.4
2.0319 K2 Belokan Tajam 11 0.0476
K3 Tee Run Through 0.2075
K4 Elbow 90° 0.43
2 K5 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
0.8258 K6 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
3 K7 Belokan; R500; θ=21° 0.312
1.1304 K8 Belokan; R500; θ=21° 0.312
4
K9 Inlet Rubber | Sudden Expansion 0.05
0.7188
K10 Inside Rubber | 1st Curve 0.131135992
K11 Inside Rubber | 2nd Curve 0.131107682
K12 Inside Rubber | 3rd Curve 0.131086518
K13 Inside Rubber | 4th Curve 0.131070416
K14 Outlet Rubber | Sudden
Contraction 0.05
5
K15 Belokan; R1000; θ=65° 0.1592
2.5676
K16 Tee Run Through 0.2075
K17 Gate Valve; Ф=14";Flanged;
Fully Opened 0.05
K18 Belokan Tajam 12° 0.0512
K19 Belokan Tajam 10° 0.044
K20 Outlet 1
TOTAL 7.2744
Universitas Sumatera Utara
Seperti diketahui, selama kondisi kerja, lapisan dalam pipa akan mengalami
pengikisan yang diakibatkan oleh gesekan dengan material yang dihisap.
Pengikisan lapisan dalam pipa akan mengakibatkan terjadinya penambahan nilai
diameter dalam pipa. Nilai head minor akan dievalusi dengan metode yang sama
selama 3 bulan pemakaian dalam kondisi kerja, sebelum pipa tersebut diganti.
Tabel 4.17 Head Minor pada pemakaian bulan pertama, kedua, dan ketiga
Bulan I
Section No Detail k Head Minor
(m)
1
K1 Ujung Masuk Corong 0.4
2.01603 K2 Belokan Tajam 11 0.0476
K3 Tee Run Through 0.2075
K4 Elbow 90° 0.43
2 K5 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
0.82577 K6 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
3 K7 Belokan; R500; θ=21° 0.312
1.12151 K8 Belokan; R500; θ=21° 0.312
4
K9 Inlet Rubber | Sudden
Expansion 0.05
0.71882
K10 Inside Rubber | 1st Curve 0.131135992
K11 Inside Rubber | 2nd Curve 0.131107682
K12 Inside Rubber | 3rd Curve 0.131086518
K13 Inside Rubber | 4th Curve 0.131070416
K14 Outlet Rubber | Sudden
Contraction 0.05
5
K15 Belokan; R1000; θ=65° 0.1592
2.54749
K16 Check 0.2075
K17 Gate Valve; Ф=14";Flanged;
Fully Opened 0.05
K18 Belokan Tajam 12° 0.0512
K19 Belokan Tajam 10° 0.044
K20 Outlet 1
TOTAL 7.22962
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 4.17
Bulan II
Section No Detail k Head Minor
(m)
1
K1 Ujung Masuk Corong 0.4
1.88369 K2 Belokan Tajam 11 0.0476
K3 Tee Run Through 0.2075
K4 Elbow 90° 0.43
2 K5 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
0.82577 K6 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
3 K7 Belokan; R500; θ=21° 0.312
1.04836 K8 Belokan; R500; θ=21° 0.312
4
K9 Inlet Rubber | Sudden
Expansion 0.05
0.71882
K10 Inside Rubber | 1st Curve 0.131135992
K11 Inside Rubber | 2nd Curve 0.131107682
K12 Inside Rubber | 3rd Curve 0.131086518
K13 Inside Rubber | 4th Curve 0.131070416
K14 Outlet Rubber | Sudden
Contraction 0.05
5
K15 Belokan; R1000; θ=65° 0.1592
2.38049
K16 Check 0.2075
K17 Gate Valve; Ф=14";Flanged;
Fully Opened 0.05
K18 Belokan Tajam 12° 0.0512
K19 Belokan Tajam 10° 0.044
K20 Outlet 1
TOTAL 6.85713
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 4.17
Bulan III
Section No Detail k Head Minor
(m)
1
K1 Ujung Masuk Corong 0.4
1.76785 K2 Belokan Tajam 11 0.0476
K3 Tee Run Through 0.2075
K4 Elbow 90° 0.43
2 K5 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
0.82577 K6 Belokan; R5000; θ=6° 0.1311
3 K7 Belokan; R500; θ=21° 0.312
0.98345 K8 Belokan; R500; θ=21° 0.312
4
K9 Inlet Rubber | Sudden
Expansion 0.05
0.71882
K10 Inside Rubber | 1st Curve 0.131135992
K11 Inside Rubber | 2nd Curve 0.131107682
K12 Inside Rubber | 3rd Curve 0.131086518
K13 Inside Rubber | 4th Curve 0.131070416
K14 Outlet Rubber | Sudden
Contraction 0.05
5
K15 Belokan; R1000; θ=65° 0.1592
2.23389
K16 Check 0.2075
K17 Gate Valve; Ф=14";Flanged;
Fully Opened 0.05
K18 Belokan Tajam 12° 0.0512
K19 Belokan Tajam 10° 0.044
K20 Outlet 1
TOTAL 6.52979
Universitas Sumatera Utara
4.6 Perhitungan Kerugian Head Major
Di dalam mekanika fluida, persamaan darcy-weisbach dapat digunakan
untuk menghitung kerugian head (head losses) atau kehilangan tekanan akibat
gesekan di sepanjang pipa lurus terhadap kecepatan aliran rata-rata. Kerugian
head untuk sepanjang pipa lurus disebut dengan kerugian major (major losses).
Perhitungan head major untuk keadaan new instalment sebagai berikut:
Dimana :
= 5.961 m/s
Di = 317,5 mm
Viskositas kinematik didapat dengan melalui sifat fluida, yaitu air laut.
Karakteristik fluida didapat dengan mempelajari sifat air laut menggunakan grafik
salinity untuk setiap belahan laut. Karakteristik air laut pada laut Bangka mirip
dengan karakteristik pada samudera Hindia. Oleh karena itu, sifat air laut diambil
dari sifat samudera Hindia.
Gambar 4.29 Grafik Salinity vs Kedalaman
(Sumber: Talley, 2002)
Sesuai dengan perhitungan jarak kedalaman gali KIP 15, yaitu berkisar antara 20
sampai 50 m, maka dapat diambil nilai salinity air laut sebesar 35.9 g/kg.
Universitas Sumatera Utara
Temperatur air laut pada kedalaman tersebut adalah 22 °C. Maka, dapat kita cari
sifat air laut melalui grafik Temperatur vs Viskositas Kinematik.
Gambar 4.30 Grafik Temperatur Vs Viskositas Kinematik
(Sumber: Mostafa H. Sharqawy, 2010)
Maka, melalui grafik didapat nilai Viskositas kinematic ( ) sebesar
m /s. Setelah didapat nilai Viskositas kinematik, kemudian dihitung nilai bilangan
Reynolds dengan mengggunakan rumus sebagai berikut:
Re =
Re =
Re = 1896609
Kemudian dengan metode yang sama, dilakukan perhitungan bilangan Reynolds
untuk tiap tiap section pada sistem, sehingga didapat nilai bilangan reynodls
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.18 Nilai Bilangan Reynold
Section V (m/s) Re
1 5.9616 1896609
2 7.8607 2177842
3 5.9616 1896609
4 4.7525 1693401
5 5.9616 1896609
Nilai bilangan Reynold bernilai (Re > 4000), maka aliran pada sistem ini
tergolong dalam aliran turbulen. Untuk mencari nilai dari faktor gesekan,
digunakan diagram moody sebagai berikut:
Gambar 4.31 Moody Diagram
(Bruce R. Munson, 2002)
Untuk karakteristik pipa pada section 1 dengan nilai Re 1896609 didapat nilai f
sebesar 0.1354. Perhitungan yang serupa juga dilakukan untuk setiap section pipa
seperti grafik di atas.
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
1,000 10,000 100,000 1,000,000 10,000,000
f
Re
Moody diagram. f = f(Re, Rrel)
0.020.010,00750.00500.0030.0010.00050.00010.00050.000010.0000050.000001
𝜀
𝐷
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.19 Nilai f untuk setiap section
Section /D (mm-1
)
1. 0.00014488 0.1354
2. 0.00000054 0.0102
3. 0.00014488 0.01354
4. 0.00004208 0.01068
5. 0.00014488 0.01066
Setelah mendapatkan parameter-parameter yang dibutuhkan, maka nilai
Head Major Pada perhitungan diatas telah didapat nilai dari parameter-parameter
untuk menghitung Head Major yaitu:
= 0.01354
= 10,142 m
= 317.5 mm
= 5.9616 m/s
= 9.81 m/
Maka didapatlah nilai head major pada section 1 dengan pemakaian baru dapat
dihitung dengan rumus berikut:
= 0.78348 m
Kemudian dengan metode yang sama dilakukan perhitungan nilai head
major untuk setiap section pada sistem. Dibawah ini adalah tabel dari hasil nilai
head major, di setiap section, dalam keadaan new instalment.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.20 Nilai Head Major untuk pemakaian baru
Section (m) (m/s) (m)
1 10.142 5.9616 0.78348
2 4.734 7.8607 0.55164
3 4.1375 5.9616 3.19627
4 5 4.7525 0.17299
5 14.308 5.9616 0.87013
TOTAL 5.57452
Perhitungan diatas merupakan perhitungan head major untuk keadaan
pemakaian baru, dimana pipa masih dalam keadaan baru dan belum terpengaruh
dampak dari kondisi kerja. Pada kajian di lapangan, terdapat fakta bahwa terjadi
pengikisan pada lapisan dalam pipa hisap. Hal ini berdampak pada bertambahnya
nilai diameter dalam dari pipa hisap.
Dibawah ini akan dijelaskan tabel-tabel perhitungan untuk mendapatkan
nilai head major selama 3 bulan pemakaian pipa, dengan nilai diameter dalam
pipa yang berbeda, akibat pengikisan yang terus-menerus berlangsung.
Perhitungan dibatasi sampai jangka waktu 3 bulan, karena setelah 3 bulan, pipa
akan diganti dengan pipa yang baru.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.21 Bilangan Reynolds untuk pemakaian bulan pertama, kedua, dan ketiga
BULAN 1
Section V(m/s) Re
1 5.9382 1892889
2 7.8607 2177842
3 5.9382 1892889
4 4.7525 1693401
5 5.9382 1892889
BULAN 2
Section V(m/s) Re
1 5.7413 1861238
2 7.8607 2177842
3 5.7413 1861238
4 4.7525 1693401
5 5.7413 1861238
BULAN 3
Section V(m/s) Re
1 5.5607 1831735
2 7.8607 2177842
3 5.5607 1831735
4 4.7525 1693401
5 5.5607 1831735
Dengan metode yang sama, dilakukan perhitungan untuk kerugian head Major
pada 3 bulan pemakaian berikutnya. Dibawah ini adalah hasil perhitungan head
major pada tiap-tiap section, selama 3 bulan pemakaian.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.22 Nilai head major
BULAN 1
Section (m) (m/s) (m)
1 10.142 5.9382 0.7758
2 4.734 7.8607 0.5516
3 4.1375 5.9382 3.1650
4 5 4.7525 0.1729
5 14.308 5.9382 0.8616
TOTAL 5.5271
BULAN 2
Section (m) (m/s) (m)
1 10.142 5.7413 0.7131
2 4.734 7.8607 0.5516
3 4.1375 5.7413 2.9091
4 5 4.7525 0.1729
5 14.308 5.7413 0.7919
TOTAL 5.1388
BULAN 3
Section (m) (m/s) (m)
1 10.142 5.5607 0.65834
2 4.734 7.8607 0.55165
3 4.1375 5.5607 2.6857
4 5 4.7525 0.17299
5 14.308 5.5607 0.73116
TOTAL 4.79991
Universitas Sumatera Utara
4.7 Perhitungan Head Clear Water
Dilakukan perhitungan head clear water untuk sudut penggalian 25° pada
pemakaian baru sebagai berikut:
Diketahui:
= = 21123.98043 + 3560 + 6800 = 31483.98043 mm = 31.483m
Dihitung nilai head untuk clear water dengan menggunakan persamaan berikut:
=
=
Dengan mensubtitusikan nilai kedalam variabel pada persamaan di atas, didapat:
=
)
=
Dilakukan juga perhitungan pada kedalaman gali 35° dan 45° dan didapat nilai
head yang sama sebesar . Hal ini dikarenakan air tidak perlu diberi
usaha lebih untuk mencapai permukaan air laut, jadi nilai H = m adalah
pembebanan dari titik permukaan air laut hingga titik keluar ditambah dengan
head akibat perbedaan kecepatan, minor losses, dan major losses. Kemudian
dilakukan juga perhitungan head clear water untuk pemakaian bulan pertama,
kedua, ketiga sehingga didapat hasil berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.23 Nilai Head Clear Water
Lama Pemakaian (Bulan)
0 1 2 3
Sudut
Penggalian
25° 23.208 23.116 22.355 21.689
35° 23.208 23.116 22.355 21.689
45° 23.208 23.116 22.355 21.689
4.8 Perhitungan Head Solid
Head solid merupakan nilai head tambahan yang diberikan oleh partikel solid
yang bercampur dalam aliran. Head solid dihitung dengan membagi Head Clear
Water untuk seluruh sistem dengan sebuah koefisien pembagi, kemudian
menguranginya lagi dengan Head Clear Water pada keseluruhan sistem tersebut,
dimana pengaruh tekanan harus diabaikan agar didapat nilai head sistem. Secara
matematis, hubungan head mixture dengan head solid dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Dimana:
.
.
.
Maka dapat dihitung nilai head clear water untuk sistem pada sudut gali 25°
dengan pemakaian baru:
=
Universitas Sumatera Utara
)
Kemudian dihitung nilai HR dengan menggunakan tabel berikut:
Gambar 4.32 Grafik HR
(Sumber: Metso,2012)
Dengan d50 sebesar 3mm, CV sebesar 28.75% ,dan Di sebesar 965mm, maka
didapat HR = 0.76. Untuk sistem pada sudut gali 25° dengan pemakaian baru,
didapat head solid:
d50 = 0.3mm
CV= 28.75% Di = 965mm
d50/Di = 0.003109
HR = 0.76
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan dilakukan pada variabel sudut penggalian 25, 35, dan 45°; serta pada
kondisi pemakaian baru, 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan; sehingga didapatkan nilai
solid sebagai berikut:
Tabel 4.24 Nilai Head solid
Lama Pemakaian (Bulan)
0 1 2 3
Sudut
Penggalian
25° 13.999 13.971 13.731 13.520
35° 16.685 16.656 16.416 16.205
45° 19.052 19.023 18.783 18.572
4.9 Perhitungan Head Campuran
Nilai head aktual atau head campuran daripada suatu sistem dihitung dengan
menjumlahkan Head Clear Water dengan Head Solid. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
Untuk sistem pada sudut gali 25° dengan pemakaian baru, didapat head campuran
sebesar:
Kemudian dilakukan juga perhitungan pada sudut gali 35° dan 45° saat pemakaian
bulan pertama, kedua dan ketiga hingga didapat:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.25 Nilai Head Mixture
Lama Pemakaian (Bulan)
0 1 2 3
Sudut
Penggalian
25° 37.208 37.087 36.086 35.209
35° 39.894 39.773 38.771 37.895
45° 42.261 42.139 41.138 40.262
4.10 Penentuan Titik Operasi dan Performansi Pompa
Untuk menentukan titik pengoperasian optimal, diperlukan pencocokan beban
yang terjadi dengan grafik sifat pompa.
Gambar 4.33 Grafik Performansi Pompa
(Sumber : PT Timah Persero Tbk)
Q = 2500 m3/h Clear Water SGs = 2.65 CV = 28.75%
Universitas Sumatera Utara
Jadi, kondisi operasi yang direkomendasikan untuk penggalian timah dengan
sistem ini adalah:
Tabel 4.26 Titik Operasi Pompa
Putaran
(Rpm)
Lama Pemakaian (Bulan)
0 1 2 3
Sudut
Penggalian
25° 528.125 526.563 523.256 522.093
35° 540.625 539.063 537.209 532.558
45° 557.576 555.152 548.837 544.186
Penentuan nilai performansi pompa juga menggunakan grafik yang sama dengan
penentuan titik operasi pompa. Oleh karena itu, didapat nilai performansi pompa
sebagai berikut:
Tabel 4.27 Nilai Performansi Pompa
Performansi
(%)
Lama Pemakaian (Bulan)
0 1 2 3
Sudut
Penggalian
25° 76.1 76.0 75.7 75.6
35° 77.0 76.9 76.8 76.4
45° 78.0 77.9 77.5 77.2
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan kerugian head pada sistem Kapal Isap tipe
Cutter Suction Dredger, dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai performansi pompa yang didapat apabila pompa dioperasikan
pada putaran optimal untuk sudut gali 25 secara berurutan pada
setiap bulan pemakaian adalah 76,1%; 76,0%; 75,7%; 75,6%.
Untuk sudut gali 35, nilai performansi yang didapat adalah 77,0%;
76,9%; 76,8%; dan 76,4%. Sedangkan untuk sudut gali 45, nilai
performansi yang didapat adalah 78,0%; 77,9%; 77,5%; dan
77,2%.
2. Putaran pompa yang harus dioperasikan pada sistem ini untuk
mencapai hasil yang optimal untuk sudut gali 25 secara berurutan
pada setiap bulan pemakaian adalah 528,125; 526,563; 523,256;
dan 522,093. Untuk sudut gali 35, kondisi operasi optimum adalah
540,625; 539,063; 537,209; dan 532,558. Untuk sudut gali 45,
didapat kondisi operasi optimum pada 557,576; 555,152; 548,837;
544,186.
3. Total head yang timbul berdasarkan perhitungan apabila tidak ada
padatan dalam aliran adalah untuk setiap sudut gali adalah 23,208
untuk pemakaian baru; 23,116 untuk pemakaian 1 bulan, 22,355
untuk pemakaian 2 bulan; 21,689 untuk pemakaian 3 bulan.
4. Total head yang timbul berdasarkan perhitungan bila padatan
bercampur dalam aliran adalah untuk sudut 25 pada setiap bulan
pemakaian secara berurutan adalah 37,208; 37,087; 36,086; dan
35,209. Untuk sudut 35, didapat nilai head sebesar 39,894; 39,773;
38,771; dan 37,895. Sedangkan untuk sudut gali 45, didapat nilai
head sebesar 42,261; 42,139; 41,138; 40,262.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan beberapa hal
berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian besarnya gaya gesek yang terjadi akibat
adanya pengaruh material padatan dalam fluida.
2. Perlu dilakukan modifikasi pada beberapa komponen pipa kemudian
melakukan perhitungan untuk mendapatkan besarnya kerugian head
yang dapat dicegah.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2011, IHC Merwede & PT Timah 100 Years of Cooperation,
http://www.ihcdredgers.com/fileadmin/IHC_Dredgers__ihcdredgers.
com/DR_tekstfiles/PT_timah_english.pdf, (diakses 3 Mei 2016).
Beaton, C.F., G.T. Meiklejohn. 1953. Pump Selection Book, Process Development
Division, Amerika Serikat.
Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. 2002. Mekanika
Fluida jilid I. PT. Erlangga. Jakarta.
Daugherty, R. L.; J. B. Franzini; dan E. J. Finnemore, FluidMechanics and
Engineering Applications, 9th ed., McGraw-Hill, New York, 1997.
Darby R., 2001, Chemical Engineering Fluid Mechanics, 2nd Edition, Marcel
Dekker, New York, NY.
Elger, Crowe, Williams, and Roberson, 2009, Engineering Fluid Mechanics 9th
Edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
Metso Minerals, 2012, Slurry Pump Basic, Sala: Metso Minerals.
Kuhail, Zaher, 2001, an Optimum Method for Designing Dredging System,
Islamic University, Gaza.
Karasik, Igor J., William C. Krutzsc, Warren H. Frase, Joseph Messina. 2001.
Pump Handbook, 3rd edition, Mc Graw Hill, New York.
Lobanoff, Val S., Robert R. Ross. 1985. Centrifugal Pumps: Design and
Application, 2nd edition, Butterworth – Heinemann, Amerika
Serikat.
Miedma, S. A, 2013, Dredging Processes the Cutting of Sand, Clay, & Rock
Cutting Theory, Delft University of Technology, Delft.
M. Orianto, W.A. Pratikto. 1989. Mekanika Fluida I. BPFE, Yogyakarta.
Mostafa H. Sharqawy, 2010 John H. Lienhard V dan Syed M. Zubair,
Thermophysical Properties of Seawater: A Review of Existing
Correlations and Data, Desalination and Water Treatment.
Nayyar, Mohinder L, 2000, Piping Handbook, McGraw-Hill Inc., New York.
Nielsen, Louis S, 1982. Standard Plumbing Engineering Design, 2nd edition, Mc
Graw Hill, New York.
Noerbambang, Soufyan M., Takeo Morimura. 1983.Perancangan dan
Pemeliharaan Sistem Plambing, Pradnya Paramita, Jakarta,
Universitas Sumatera Utara
Rayan, Magdy Abou. Textbook of machines hydraulic, Zagazig University.
Stepanoff, Alexey J., 1957. Centrifugal and Axial flow pumps, 2nd edition, John
Willey and sons, New York.
Sularso, Tahara Haruo, 1991, Pompa & Kompresor Pemilihan, Pemakaian dan
Pemeliharaan, Edisi Keempat, PT.Pradya Paramita, Jakarta.
Sulzers Pump Ltd, 2010, Centrifugal Pump Handbook Third Edition, Elsevier,
Winterthur, Switzerland.
Talley, Lynne D, 2002, Salinity Patterns in the Ocean; from Volume 1 the Earth
System: physical and chemical dimensions of global environmental
change, Chichester.
Tang, Jian-Zhong, Qing-Feng Wang, Zhi-Yue-Bi. (2008) Expert System for
Optimization and Control of Cutter Suction Dredger. Volume 34. Elsevier. p:
2180-2192
Tyler G. Hicks, T.W.Edwards, 1971, Teknologi Pemakaian Pompa, Erlangga,Jakarta.
Viktor L. Streeter, Arko Prijono. 1992. Mekanika Fluida Jilid I dan Jilid II. Edisi
delapan. PT. Erlangga, Jakarta. p.: 202-407.
Vlasblom, W.J, 2003, Lecture Notes in Dredging Equipment and Technology,
Delft University of Technology, Delft.
Weir Slurry Group Inc, 2009, Slurry Pump Handbook Fifth Edition, New South
Wales: Weir Slurry Group Inc.
White, Frank M, 2009, Fluid Mechanics Seventh Edition, University of Rhode
Island, McGraw-Hill Inc, New York.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Data Instalasi Pipa
Section Jenis Data Nilai Notasi Satuan
I
Panjang Pipa 10142 L mm
Diameter Pipa 355.6 d mm
Jumlah k Pipa 4 - -
Bahan Pipa ST 275 JR - -
II
Panjang Pipa 4734 L mm
Diameter Pipa 355.6 d mm
Jumlah k Pipa 2 - -
Bahan Pipa HDPE - -
III
Panjang Pipa 41375 L mm
Diameter Pipa 355.6 d mm
Jumlah k Pipa 2 - -
Bahan Pipa ST 275 JR - -
IV
Panjang Pipa 5000 L mm
Diameter Pipa 406 d mm
Jumlah k Pipa 6 - -
Bahan Pipa Rubber - -
V
Panjang Pipa 14308 L mm
Diameter Pipa 355.6 d mm
Jumlah k Pipa 6 - -
Bahan Pipa ST 275 JR - -
Universitas Sumatera Utara
Data Komponen Pipa
Section Jenis
Komponen
Jenis
Data Nilai Notasi Satuan
I
Bell Shaped
Entrance - - - -
Sharp
Edged
Bend
Sudut
Belokan 11° θ -
Tee Run
Through - - - -
Elbow Sudut
Belokan 90° θ
II
Sharp
Edged
Bend
Sudut
Belokan 6° θ -
Sharp
Edged
Bend
Sudut
Belokan 6° θ -
III
Pipe Bend
Sudut
Belokan 21° θ -
Jari jari
belokan 500 R mm
Pipe Bend
Sudut
Belokan 21° θ -
Jari jari
belokan 500 R mm
Universitas Sumatera Utara
IV
Pipe Bend Sudut
Belokan 80° θ -
V
Pipe Elbow Sudut
Belokan 30° θ -
Tee Run
Through - - - -
Gate Valve
Gate
Diameter 14 D in
Sharp
Edged
Bend
Sudut
Belokan 12° θ -
Sharp
Edged
Bend
Sudut
Belokan 10° θ -
Outlet to
Atmosphere - - - -
Universitas Sumatera Utara
Data Slurry
Unit Sistem Jenis Data Nilai Notasi Satuan
Slurry
Mixture
Diameter Rata-
Rata Butir 3 D50 mm
Specific Gravity
Solid 2.6 SGS -
Specific Gravity
Mixture 1.46 SGM -
Solid Volume
Concentration 0.2875 CV -
Solid Weight
Concentration 0.5574 CW -
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Private Sub Command1_Click() If Me.txtinput.Text = "" Then Print MsgBox("Please Insert Dredging Angle", vbInformation, "Peringatan") Else
Universitas Sumatera Utara
radian = Me.txtinput.Text * (314159 / 100000) / 180 jawaban = (52844 * Math.Sin(radian) + 4000 * Math.Sin(radian)) - 3560 hx = Round((jawaban), 2) proses = "sin" hcw = (13117128 / 1000000) - ((1050 * (981 / 100)) * (hx / 1000) / (1050 * (981 / 100))) + (hx + 3560 + 6800) / 1000 hcwx = (13117128 / 1000000) + ((hx + 3560 + 6800) / 1000) hs = (hcwx / (76 / 100)) - hcwx hm = hcw + hs z = (jawaban / 1000) Me.Text7.Text = Round((z), 2) kpa = hm Me.Text2.Text = Round((kpa), 2) rpm = ((hm / (37208 / 1000)) ^ (5 / 10)) * (528125 / 1000) Me.Text6.Text = Round((rpm), 2) hcw1 = (13015 / 1000) - ((1050 * (981 / 100)) * (hx / 1000) / (1050 * (981 / 100))) + (hx + 3560 + 6800) / 1000 hcwx1 = (13015 / 1000) + ((hx + 3560 + 6800) / 1000) hs1 = (hcwx1 / (76 / 100)) - hcwx1 hm1 = hcw1 + hs1 kpa = hm1 Me.Text3.Text = Round((kpa), 2) rpmx = ((hm1 / (37208 / 1000)) ^ (5 / 10)) * (528125 / 1000) Me.Text1.Text = Round((rpmx), 2) hcw2 = (122256 / 10000) - ((1050 * (981 / 100)) * (hx / 1000) / (1050 * (981 / 100))) + (hx + 3560 + 6800) / 1000 hcwx2 = (122256 / 10000) + ((hx + 3560 + 6800) / 1000) hs2 = (hcwx2 / (76 / 100)) - hcwx2 hm2 = hcw2 + hs2 kpa = hm2 Me.Text4.Text = Round((kpa), 2)
Universitas Sumatera Utara
rpm2 = ((hm2 / (37208 / 1000)) ^ (5 / 10)) * (528125 / 1000) Me.Text20.Text = Round((rpm2), 2) hcw3 = (11534 / 1000) - ((1050 * (981 / 100)) * (hx / 1000) / (1050 * (981 / 100))) + (hx + 3560 + 6800) / 1000 hcwx3 = (11534 / 1000) + ((hx + 3560 + 6800) / 1000) hs3 = (hcwx3 / (76 / 100)) - hcwx3 hm3 = hcw3 + hs3 kpa = hm3 Me.Text5.Text = Round((kpa), 2) rpm3 = ((hm3 / (37208 / 1000)) ^ (5 / 10)) * (528125 / 1000) Me.Text27.Text = Round((rpm3), 2) End If End Sub Private Sub Command3_Click() X = MsgBox("Close Program?", vbQuestion + vbYesNo, "Warning") If X = vbYes Then End End If End Sub
Proses Desain
Universitas Sumatera Utara
Program Hasil
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara