Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Geometri Bangun Datar
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran penting yang diajarkan
di dalam sekolah. Dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 21
tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah, matematika SMP
diajarkan menjadi beberapa ruang lingkup diantaranya: Bilangan Rasional, Aljabar
(pengenalan), Geometri (termasuk tranformasi dan bangun tidak beraturan),
Statistika dan Peluang, Himpunan.
Geometri adalah cabang dari matematika yang mempelajari hubungan
antara titik, garis, sudut, bidang serta bangun datar dan bangun ruang (Ulum,
Budiarto, & Ekawati, 2018). Konsep geometri bersifat abtrak namun bisa
ditunjukkan dengan cara semi nyata atau semi kongkrit. Bangun geometri terdapat
dua macam yaitu geometri bangun datar dan geometri bangun ruang. Geometri
bangun datar merupakan suatu bentuk geometris yang terdiri dua dimensi atau
hanya sekedar memiliki luas namun tidak memiliki volume contohnya seperti
segiempat, lingkaran, segitiga, dan lain-lain (Hendri, & Kenedi, 2018).
Pada geometri, konsep bangun datar adalah suatu permukaan datar yang
memanjang pada dua dimensi tetapi tidak memiliki ketebalan sehingga untuk
menvisualisasikan bangun datar masih tergolong sulit karena tidak ada yang bisa
digunakan sabagai contoh nyata dari bidang geometris namun dapat menggunakan
seperti permukaan dinding, lantai atau bahkan selembar kertas untuk mewakili
bagian dari bidang geometris (Whitney, 2018). Misalkan dalam aljabar, membuat
grafik titik pada bidang koordinat yang merupakan contoh bidang geometris.
Bidang koordinat memiliki garis bilangan yang memanjang ke kiri dan ke kanan
dan yang lain memanjang ke atas dan ke bawah. Faktanya, tidak bisa melihat
seluruh bidang koordinat tetapi masih bisa mengetahui dengan bidang koordinat
tersebut memanjang di sepanjang sumbu 𝑥 dan 𝑦 yang ditunjukkan oleh panah di
ujung garis bilangan. Hal tersebut termasuk dua dimensi atau bidang datar dimana
bidang yang memanjang sampai tak hingga. Misalkan juga pada saat membuat
grafik titik, dimana tidak akan pernah membuat grafik titik atau menulisnya lebih
dalam ke dalam kertas atau ke bidang tersebut dari pada titik yang lain sehingga
7
menunjukkan bidang koordinat tidak mempunyai ketebalan sehingga dapat
menunjukkan bidang datar merupakah bidang yang tidak mempunya ketebalan
(Alexander, & Koeberlein, 2015).
Dalam suatu konsep geometri bangun datar, bangun-bangun tersebut
merupakan sifat sedangkan yang kongkret atau nyata merupakan benda yang dilihat
atau yang di pegang dengan memenuhi sifat bangun-bangun geometri sehingga
cangkupan dalam suatu konsep geometri bangun datar meliputi macam-macam dan
sifat-sifat bangun datar, rumus-rumus seperti luas, keliling, dan lain lain (Rohimah,
& Nursuprianah, 2016; Aisah, Kusnadi, & Yulianti, 2016). Misalnya pada konsep
sifat-sifat Segiempat yaitu: (1) segiempat adalah suatu jajar genjang jika dan hanya
jika kedua sisi yang bersebrangan merupakan sisi yang sejajar, (2) segiempat adalah
suatu belah ketupat jika dan hanya jika keempat sisinya sama panjang, (3)
segiempat adalah persegi panjang jika dan hanya jika memiliki empat sudut siku-
siku, (4) segiempat adalah persegi jika dan hanya jika memiliki empat sisi yang
sama panjang dan sempat sudut siku-siku, (5) segiempat adalah layang-layang jika
dan hanya jika memiliki dua pasang yang berbeda dari sisi berurutan sama panjang,
(6) segiempat adalah trapesiun jika dan hanya jika memiliki paling sedikit satu
pasang sisi yang sejajar, (7) trapesium merupakan sama kaki jika dan hanya jika
memiliki sepasang sudut alas yang sama besar (Meilantifa, Soewardini, Budiarto,
& Manoy, 2018).
Jika mengambil konsep dalam rumus keliling segiempat misalnya pada
bangun datar persegi panjang
Gambar 2.1 Persegi Panjang
8
Maka keliling persegi panjang sama dengan jumlah semua sisi. Namun
karena sisi yang berlawanan dari segi empat yaitu kongruen, sehingga hanya
diperlukan mengetahui panjang dan lebar (Johnson, Tipps, & Kennedy, 2016)
Jadi dapat diketahui persamaannya dengan cara
𝑃 = 𝑤 + 𝑙 + 𝑤 + 𝑙
𝑃 adalah keliling, 𝑙 adalah panjang dari persegi panjang dan untuk 𝑤 adalah
lebarnya. Sehingga dapat disederhanakan persamaannya menjadi seperti dibawah
ini:
𝑃 = 2𝑙 + 2𝑤
Sedangakan dalam konsep suatu luas persegi panjang dapat dimisalkan
dengan membuat kumpulan persegi kecil seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.2 Kumpulan Persegi Kecil Dalam Persegi Panjang
Bangun datar persegi kecil pada gambar 2.3 diatas sebagai 1 satuan luas.
Dengan membentuk menjadi persegi panjang dan menghitung banyaknya persegi
kecil dengan satu-satu atau bisa dengan mengalikan banyaknya persegi dari kolom
dengan baris maka di dapat persamaan banyaknya persegi 1 kolom × banyaknya
persegi 1 baris. Sehingga dari hal tersebut dapat membentuk luas persegi panjang
karena pada persegi panjang memiliki bentuk sisi yang teratur seperti persegi pada
gambar 2.2 dan terdapat 2 macam sisi yaitu sisi panjang dan sisi pendek (Lestiana,
& Kurniasih, 2016). Dengan demikian luas persegi panjang sama dengan jumlah
semua persegi yang ada pada gambar diatas, dan di dapat persamaannya yaitu :
L= Panjang × Lebar = sisi panjang × sisi pendek
9
Gambar 2.3 Persegi Panjang
Dalam motif batik malangan, tidak hanya terdapat satu goemetri bangun
datar melainkan dapat ditemukan beberapa macam geometri bangun datar,
misalkan pada contoh motif batik malangan dibawah ini:
Gambar 2.4: Motif Batik Malangan
Sumber: Hermawati, dkk., 2017 dan batikmalang.com, diakses tahun 2019
Sehingga jika menelusuri goemetri bangun datar pada beberapa motif batik diatas
didapat bangun datar seperti pada gambar dibawah ini:
10
Gambar: 2.5 Bangun Data Pada Motif Batik
Gambar: 2.6 Bangun Datar Pada Motif Batik
11
Gambar 2.7 Bangun Datar Pada Motif Batik
Gambar 2.8 Bangun Datar Pada Motif Batik
12
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa batik malangan termasuk dalam
memenuhi unsur-unsur geometri bangun datar yaitu segiempat, segitiga, dan
lingkaran.
B. Membangun Konsep Geometri Bangun Datar
Belajar adalah suatu proses aktifitas siswa yang dilakukan secara aktif
dalam mengkontruksi atau membangun pengetahuan mereka sendiri, maksudnya
adalah apabila membentuk atau menumbuhkan suatu pengetahuannya maka harus
terjadi suatu aktifitas kontruksi secara aktif (Zahid, 2016; Subanji, 2017). Dalam
membangun suatu pengetahuan dalam lingkup matematika, membutuhkan suatu
proses yang terus menerus dilakukan sehingga dari pengetahuan yang terbentuk
dapat digunakan untuk membangun konsep atau digunakan untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Proses pembentukan atau kontruksi suatu konsep pada siswa
dapat dipaparkan sebagai suatu hasil dari rangkaian Action-Process-Object-Schema
(APOS). APOS merupakan teori sebagai kontruktivis tentang bagaimana siswa
belajar konsep matematika dan sebagai alat untuk menggambarkan bagaimana
kognisi siswa mengkontruksi suatu konsep matematika (Kusaeri, 2015; Zahid, &
Sujadi, 2017). Pada Istilah aksi (action), proses (process), objek (object) dan skema
(schema) merupakan kontruksi mental siswa dalam memahami sebuah konsep
matematik (Kusaeri, 2015). Sehingga kontruksi mental terbentuk dari aksi (action),
yang diinternalisasikan menjadi proses (process), dan dilanjutkan dengan
dirangkum menjadi objek (object), sedangkan objek bisa di diurai kembali menjadi
proses. Dari aksi, proses, dan objek dapat digabungkan menjadi suatu skema
(Schema) (Gembong, 2016), seperi pada siklus pembentukan skema dibawah ini:
13
Gambar: 2.9 Pembentukan Skema Berdasarkan Teori APOS
Sumber: Erawati (2018)
Pada tahap aksi merupakan tahap terjadinya transformasi objek-objek
yang diterima oleh siswa sebagai sesuatu yang diperlukan serta petunjuk-petunjuk
eksternal yang tepat terhadap langkah-langkah yang harus diambil. Seseorang atau
siswa dapat disebut dengan mengalami aksi jika siswa tersebut memfokuskan
proses mentalnya berusaha untuk memahami suatu konsep dari permasalahan yang
diberikan. Sebagai contohnya siswa diberikan benang atau lidi yang nantinya
digunakan untuk mencari keliling geometri bangun datar pada motif batik malangan
misalnya pada bangun persegi panjang yang ada di motif batik malangan namun
jika siswa tidak bisa menafsirkan situasi tersebut kecuali mendapatkan contoh
langsung dari guru maka siswa tersebut terbatas hanya sampai aksi.
Pada tahap proses merupakan suatu tahap dimana ketika aksi terus
diulang-ulang dan siswa melakukan refleksi terhadap aksi tersebut sehingga
diinteriorisasi menjadi proses. Berbeda dari tahap aksi, proses melibat imajinasi
siswa sehingga siswa merasakan tahap kontruksi mental. Contohnya siswa
mengamati motif pada kain batik malangan atau melakukan diskusi dengan
temannya setelah itu memotong serta membentuk lidi agar sesuai dengan bentuk
dari motif batik malangan yang berbentuk bangun datar persegi panjang.
Pada tahap objek terjadi ketika siswa merefleksikan hasil di tahap proses
sehingga siswa menyadari bahwa tahapan-tahapan transformasi pada tahap aksi
ataupun proses merupakan bagian dari keseluruhan atau satu kesatuan dan benar-
14
benar dapat mengkontruksi tranformasi tersebut maka dapat dikatakan siswa sudah
pada tahap objek. Contohnya ketika siswa sudah membentuk lidi sesuai dengan
motif pada kain batik malangan yang berupa bangun persegi panjang dan siswa
menyadari bahwa terdapat dua lidi dengan pajang yang sama dan dua lidi dengan
pendek yang sama dalam mencari keliling persegi panjang sehingga menemukan
keliling dari bangun tersebut.
Pada tahap skema merupakan suatu pengelompokan aksi, proses, objek
dan skema lainnya yang memiliki keterhubungan sehingga membentuk suatu suatu
kerangka kerja yang saling berhubungan dalam pikiran siswa. Contohnya siswa
dapat menemukan keliling bangun-bangun datar lainnya yang ada pada motif batik
malangan selain persegi panjang.
Kerangka kerja teori APOS menurut dubinsky seperti Tabel 2.1 dibawah ini (Astuti,
Usodo, & Aryuna, 2017).
Tabel 2.1 Kerangka Kerja Teori APOS
Kerangka kerja APOS
1. Aksi Aksi adalah transformasi objek-objek yang diterima oleh siswa sebagai sesuatu yang diperlukan
dan petunjuk-petunjuk eksternal yang tepat terhadap langkah-langkah yang harus diambil.
Dikatakan mengalami aksi ketika siswa memfokuskan proses mentalnya dan berusaha untuk
memahami dari permasalahan yang diberikan.
2. Proses Berbeda dari aksi yang memugkinkan terjadi melalui bantuan manipulasi benda atau yang bersifat
kongkret. Proses terjadi ketika aksi terus diulang-ulang dan siswa melakukan refleksi pada aksi
sehingga diinteriorisasi menjadi proses. Dikatakan mengalami proses ketika berpikirnya terbatas
pada ide matematik yang dihadapi dan ditandai dengan munculnya kemampuan untuk
membicarakan atau merefleksikan atas ide matematik tersebut.
3. Objek Sebuah objek diskonstruk dari sebuah proses ketika siswa sadar bahwa proses sebagai totalitas
dan menyadari bahwa transformasi dapat bertindak di atasnya. Dikatakan mengalami objek ketika
mampu memperlakukan ide atau konsep sebagai sebuah objek kognitif yang mencakup
kemampuan untuk melakukan aksi atas objek tersebut serta memberikan alasan atau penjelasan
tentang sifat-sifatnya.
4. Skema Skema dalam konsep matematika tertentu adalah kumpulan aksi, proses, objek, dan skema
lainnya yang dihubungkan sehingga membentuk kerangka berpikir dalam individu yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan konsep.
15
C. Etnomatematika
Secara etimologi, etnomatematika bersal dari tiga kata dalam bahasa
Yunani yaitu etno, mathema dan tics yang mengartikan etnomatematika merupakan
sebuah program yang menggabungkan ide-ide dan prosedur matematis yang
dipraktikkan oleh anggota kelompok budaya yang berbeda, yang diidentifikasi
tidak hanya sebagai masyarakat adat (pribumi) tetapi juga sebagai kelompok
pekerja, kelas-kelas profesional, dan kelompok anak-anak dari kelompok usia
tertentu (D’Ambrosio 2985) sehingga etnomatematika ini berkaitan dengan motif
pada budaya (etno) tertentu yang berkembang dan diklasifikasikan dengan teknik
dan ide (tics) yang memungkinkan untuk membuat suatu model lingkungan,
konteks alam dan sosial untuk menjelaskan dan memahami kejadian ini (mathema)
( Rosa, & Orey, 2016). Etnomatematika merupakan suatu strategi dalam
mempelajari aspek budaya pada matematika dengan mempertimbangkan aprosiasi
pengetahuan matematika yang berkembang diberbagai sektor dalam masyarakat
seperti mempertimbangkan budaya mereka dan dihubungan dengan matematika
untuk dijadikan sebagai praktik matematika sehingga mempelajari atau menyajikan
konsep-konsep matematika dengan menggunakan budaya yang di miliki menjadi
suatu alat dalam memberikan wawasan serta dengan demikian dapat memperkuat
kemampuan konsep serta koneksi matematika yang bermakna (Rosa, & Shirley,
2016). Namun pada dasarnya sebelum etnomatematika muncul sebagai bidang
studi, guru matematika sudah terlebih dahulu mencari atau menggunakan
lingkungan (budaya) dalam mengajarkan materi di dalam kelas yang pada akhirnya
studi tentang etnomatematika muncul dan menjadi berkembang seperti saat ini
karena dalam penyajian materi dan topik-topik baru yang disampaikan di dalam
kelas menggunakan kejadian yang sudah dirasakan terlebih dahulu oleh siswa
sehingga dapat menunjukkan aplikasi dari matematika yang dapat ditemukan tidak
hanya di bidang sains, bisnis, dan kehidupan sehari-hari tetapi bisa ditemukan atau
melihat matematika dalam pratik di seluruh dunia (shirley,& Palhares, 2016).
Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang menjadi simbol ciri
khas bangsa sekaligus menjadi suatu seni tradisional dengan motif berupa gambar
diatas kain yang menyimpan suatu konsep artistik sehingga motif tercipta bukan
16
hanya keindahan namun tersirat suatu nilai-nilai moral, adat, agama, dan lain lain
(Meccasia, Hidayat, & Sunarya, 2015). Dalam terjadinya peningkatan pada mutu
pendidikan, etnomatematika lebih diterima dikalangan masyarakat terutama pada
deaerah pesisir pantai atau di pedesaan karena etnomatematika mengikutsertakan
praktik tradisional yang ada dikalangan masyarakat tersebut sehingga pembelajaran
matematika lebih mudah diterima dari pada matematika formal yang terkadang sulit
dimengerti dari bahasa yang disampaikan. Hal ini juga berlaku di daerah kota maju,
dimana layanan atau dalam kegiatan dalam sehari-hari merupakan campuran dari
praktik tradisional sehingga menjadi kebutuhan umum yang bergantung pada
pekerja khusus dan pengrajin, seperti pembangun dan pekerja pemeliharaan
(maintenance people) pada umumnya, serta pada profesional terlatih yang lebih
khusus di bidang minat universal dan jangkauan, seperti perdagangan, industri, dan
lain-lain. Dari berbagai seni atau praktik tradisional itulah yang merupakan suatu
komponen dasar dalam etnomatematika sehingga menjadi keseimbangan antara
antara entomatik dan matematika yang ada disekolah yang tidak saling
bertentangan melainkan dapat berbaur atau dihubungkan (Rosa et al., 2016). Oleh
karena itu, batik yang merupakan termasuk dari seni tradisional sedangkan seni atau
praktik tradisional merupakan komponen dari etnomatematika maka dapat
disimpulkan bahwa batik merupakan bagian dari etnomatematika yang bisa
dijadikan pembelajaran di sekolah. Sehingga etnomatematika mencakupi pada
bidang seperti: artsitektur, tenun, jahit, hubungan kekerabatan, ornamen, kain batik,
tarian tradisional dan lain-lain (Ekowati, Kusumaningtyas, & Sulustyani, 2017).
D. Pembelajaran Geometri Bangun Datar dengan Etnomatematika
Etnomatematika adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang
digunakan untuk menghubungkan budaya lingkungan dengan matematika. Oleh
karena itu, pembelajaran matematika menjadi seimbang dengan konteks budaya
siswa, masyarakat, dan matematika menjadi lebih mudah dipahami karena bukan
lagi dipahami sebagai sesuatu yang baru oleh siswa. Pembelajaran etnomatematika
terbagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Belajar tentang budaya merupakan
menempatkan posisi budaya sebagai ilmu. Dalam proses pembelajaran tentang
17
budaya sudah ada di sekolah seperti mata pelajarann seni dan kerajinan, sastra dan
seni, melukis dan menggambar. Produk budaya yang berlaku dalam suatu
masyarakat bisa digunakan sebagai metode memecahkan masalah matematis. 2)
Belajar dengan budaya merupakan memanfaatkan produk budaya dari berbagai
manifestasi budaya menjadikan produk budaya tersebut sebagai media
pembelajaran untuk membantu dalam proses pembelajaran di dalam kelas. 3)
Belajar melalui budaya merupakan disediakan kesempatan kepada siswa untuk
mencapai pemahaman atau makna dari suatu pengetahuan melalui berbagai
manifestasi budaya. Pembelajaran berbasis budaya atau etnomatematika harus
mencakupi 4 hal yaitu kompetensi bidang/bidang studi dan subtansi, proses
pembelajaran dan kebermaknaan, penilaian hasil belajar, dan peran dari budaya.
Pembelajaran berbasis budaya merupakan pembelajaran yang memfokuskan
tercapainya pemahaman yang terpadut terlebih dahulu dibandingkan dengan
pemahaman secara mendalam. Pembelajaran etnomatematika yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan bagian ke dua yaitu belajar dengan budaya.
Model pembelajaran yang digunakan untuk mengkontruksi konsep
geometri bangun datar dengan pendekatan etnomatematika yaitu model
pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME). RME merupakan
pembelajaran yang menghubungkan pemahaman tentang apa itu matematika,
bagaimana untuk mempelajari matematika dan bagaimana matematika yang baik
untuk disampaikan kepada siswa sehingga siswa membangun konsep dan
pembelajaran yang lebih bermakna (Fatmahanik, 2016). Prinsip yang ada pada
RME terdapat tiga hal yaitu menemukan kembali (Guided reinvention), Fenomena
didaktik (Didactical phenomology), mengembangkan model sendiri (Self developed
models) namun Gravenjer dari tiga prinsip yang telah disebutkan diatas dijabarkan
menjadi lima karakteristik dasar dalam pembelajaran RME yaitu menemukan
masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa,
terdapat interaksi, terdapat keterkaitan diantara bagian materi pelajaran (Holisin,
2016). Sehingga dari prinsip dan karakteristik dari pembelajaran RME, langkah-
langkah pembelajaran yang dilakukan yaitu 1) memahami masalah kontekstual
yaitu memberikan suatu masalah atau soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
18
hari serta meminta siswa untuk memahami masalas tersebut, 2) menyelesaikan
masalah kontekstual yaitu siswa menyelesaikan dan memahami masalah-masalah
kontektsual secara individu dengan caranya sendiri, 3) membandingkan dan
mendikusikan jawabah yaitu guru memberikan arahan kepada siswa untuk
membentuk kelompok empat atau lima siswa dalam berdiskusi dan
membandingkan dari hasil yang sudah dikerjakan secara individu untuk memeriksa
hasil jawaban, 4) Diskusi kelas yaitu guru mengarahkan siswa untuk menuliskan
atau menjelaskan hasil dari jawabannya dengan cara menunjuk wakil pada masing-
masing kelompok dan guru sebagai moderator juga sebagai fasilitator membimbing
dan mengarahkan siswa sampai pada rumusan konsep/prinsip yang sesuai dengan
matematika formal pada umumnya, 5) Menyimpulkan yaitu hasil diskusi kelas,
guru membimbing siswa untuk memperoleh kesimpulan dari suatu rumusan
konsep/prinsip yang telah dipelajari (Fatmahanik, 2016).
Oleh karena itu, langkah-langkah pembelajaran berbasis etnomatematika
dengan menggunakan model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME)
sebagai berikut (Fatmahanik, 2016; Yuliana, 2017):
Tabel 2.2
Langkah-Lngkah Pembelajaran Geometri Bangun Datar Dengan Batik
Malangan Berdasarkan Model RME
Tahap Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1 : Memahami masalah
kontekstual
Siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan oleh
guru yaitu berapa banyak cat yang dibutuhkan pada motif
batik malangan, berapa panjang dan lebar kain batik yang
dibutuhkan untuk menggambar 15 motif batik dengan bentuk
yang berbeda namun jarak antar motif batik sama.
Tahap 2 : Menyelesaikan
masalah kontekstual
Siswa menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan
sesuai dengan kemampuannya. Siswa memulai
mengkontruksi konsep geometri bangun datar sesuai
kemampuannya.
Tahap 3 : Membandingkan
dan mendikusikan jawabah
Siswa membentuk kelompok sesuai dengan arahan guru,
untuk mendiskusikan hasil jawaban masing-masing di dalam
kelompok yang sudah dibentuk. Siswa mendiskusikan hasil
yang sudah di kontruksi sesuai dengan kemampuan masing-
masing sebelumnya kepada teman sekelompoknya.
Tahap 4 : Diskusi kelas Siswa mempersiapkan masing-masing wakil kelompoknya
untuk menjelaskan atau menyampaikan hasil diskusinya dari
membangun konsep geometri bangun datar di depan kelas.
Tahap 5 : Menyimpulkan Siswa membuat kesimpulan dari hasil yang sudah didapat
dibantu dengan arahan guru dalam membuat kesimpulan.
19
Indikator pada pembelajaran geometri bangun datar berbasis RME seperti tabel
diatas berdasarkan teori APOS seperti tabel dibawah ini (Lestarianingsih,
Darmawijoyo, & Hartono, 2015; Yuliana, & Ratu, 2018):
Tabel 2.3 Indikator Pembelajaran Geometri Bangun Datar Dengan RME
Berdasarkan Teori APOS
Tahap RME Indikator
Tahap1 : Memahami
masalah kontekstual
Aksi:
Siswa mengamati motif-motif yang ada pada batik,
mentranformasikan motif batik ke dalam bentuk geometri
bangun datar.
Proses:
Siswa bertanya atau berdiskusi kepada teman sebangkunya dari
bentuk geometri atau pengetahuan yang sudah di dapat untuk
mengetahui maksud dari masalah yang dihadapi atau merefleksi
dari kegiatan aksi.
Objek:
Siswa dapat menuliskan atau menggolongkan bangun datar
yang didapat.
Skema:
Siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanya dari permasalahan kontektual lainnya yang diberikan.
Tahap 2 :
Menyelesaikan
masalah kontekstual
Aksi:
Siswa mengamati kembali bangun datar yang sudah diperoleh
atau memberikan simbol atau memberikan berbagai macam
warna didalam bangun datar.
Proses:
Siswa mengilustrasikan dari bangun datar berdasarkan yang
sudah didapat atau memanipulasi bangun datar atau merefleksi
dari kegiatan aksi.
Objek:
Siswa menuliskan rangkaian solusi atau cara untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan.
Skema:
Siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan
menghubungan ide-ide atau informasi yang sudah diperoleh.
Tahap 3 :
Membandingkan dan
mendikusikan
jawabah
Aksi:
Siswa melakukan diskusi bersama untuk menentukan siapa
yang akan memberikan penjelasan terlebih dahulu dari hasil
yang sudah diperoleh.
Proses:
Siswa memberikan penjelaskan dari hasil yang sudah diperoleh
kepada teman-temannya.
Objek:
Siswa mendiskusikan jawaban dalam memilih jawaban yang
paling benar dengan memberikan alasan dari jawaban yang
dipilih.
20
Skema:
Siswa terlibat akif dalam memilih serta menuliskan jawaban
yang dirasa benar diantara angota kelompok.
Tahap 4 : Diskusi
kelas
Aksi:
Siswa memilih perwakilan kelompok untuk maju didepan kelas
dalam menjelaskan hasil diskusi kelompok.
Proses:
Siswa memeriksa kembali jawaban yang sudah diperoleh.
Objek:
Siswa mencocokan hasil pekerjaannya dengan teman dari
perwakilan lain yang sedang menjelaskan didepan kelas.
Skema:
Siswa memberikan pertanyaan atau memberikan tanggapan dari
penjelasan temannya.
Tahap 5 :
Menyimpulkan
Aksi:
Siswa membaca dan memperhatikan kembali hasil jawaban
yang telah diperoleh
Proses:
Siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya untuk
memperoleh kesimpulan yang tepat.
Objek:
Siswa dapat menuliskan kesimpulan dari hasil diskusi dan
mengamati kembali.
Skema:
Siswa dapat menyebutkan hasil diskusi yang telah diperoleh.