16
PERLINDUNGAN DARI SLAPP UNTUK MELINDUNGI PARTISIPASI PUBLIK DI BIDANG HAM rilis kajian Departemen Kajian Strategis dan Kebijakan #1 We shudder to think of the chill . . . on . . . freedom of speech and the right to petition were we to allow this lawsuit to proceed. The cost to society . . . is beyond calculation. *http://rall.com/2016/08/16/anti-slapp-law-los-angeles-times

KAJIAN RICAT fix - demajusticia.orgdemajusticia.org/.../04/...MELINDUNGI-PARTISIPASI-PUBLIK-DI-BIDANG-HAM.pdf · Againts Public Participation). SLAPP sendiri pertama kali disebut

Embed Size (px)

Citation preview

PERLINDUNGAN DARI SLAPP UNTUK MELINDUNGI PARTISIPASI

PUBLIK DI BIDANG HAM

rilis kajianDepartemen Kajian Strategis dan Kebijakan

#1

We shudder to think of the chill . . . on . . . freedom of speech

and the right to petition were we to allow

this lawsuit to proceed. The cost to society . . .

is beyond calculation.

*http://rall.com/2016/08/16/anti-slapp-law-los-angeles-times

WE SHUDDERPENELOPE

CANAN

Begitulah kutipan putusan pengadilan yang

dipakai oleh George W. Pring dan Penelope Canan

dalam awal bukunya yang berjudul SLAPPs :

Getting Sued for Speaking Out. Dalam kutipan

putusan pengadilan itu dijelaskan tentang

kengerian seorang hakim mengenai suatu kasus

yang terjadi di Amerika terkait dengan gugatan

yang yang dapat mengurangi kebebasan ekspresi

yang telah dilindungi dalam konstitusi mereka.

Hakim tersebut melihat walau ini hanya

merupakan kasus perdata tetapi dampak yang

dihasilkan dapat merusak kebebasan berpikir yang

merupakan perekat demokrasi. Bahkan hakim

dalam putusan tersebut mengatakan bahwa dia

melihat kasus tersebut tidak dalam arena

pertarungan hukum, melainkan dalam arena

pertarungan politik.

George W. Pring dan Penelope Canan melanjutkan dalam

bukunya bahwa orang Amerika dapat digugat dengan gugatan

yang sangat tinggi karena membuat petisi, hearing publik, atau

hanya mengkritik kebijakan pemerintah yang merupakan hak rakyat

Amerika yang dilindungi dalam amandemen pertama konstitusi

mereka.

Begitulah salah satu bentuk daripada SLAPP (Strategic Lawsuit

Againts Public Participation). SLAPP sendiri pertama kali disebut dalam

buku yang ditulis oleh George W. Pring dan Penelope Canan diatas.

Menurut George W. Pring dan Penelope Canan, SLAPP bekerja dalam

tiga tahap, dimana tidak harus dalam arena hukum tetapi juga berjalan

dalam arena politik.1

1. George W. Pring dan Penelope Canan, 1996, SLAPPs : Getting Sued for Speaking Out, Temple University Press, Philadelphia, hlm.10.

https://sciences.uacf.edu/sociology/people/canan-penelope/

WE SHUDDERPENELOPE

CANAN

Begitulah kutipan putusan pengadilan yang

dipakai oleh George W. Pring dan Penelope Canan

dalam awal bukunya yang berjudul SLAPPs :

Getting Sued for Speaking Out. Dalam kutipan

putusan pengadilan itu dijelaskan tentang

kengerian seorang hakim mengenai suatu kasus

yang terjadi di Amerika terkait dengan gugatan

yang yang dapat mengurangi kebebasan ekspresi

yang telah dilindungi dalam konstitusi mereka.

Hakim tersebut melihat walau ini hanya

merupakan kasus perdata tetapi dampak yang

dihasilkan dapat merusak kebebasan berpikir yang

merupakan perekat demokrasi. Bahkan hakim

dalam putusan tersebut mengatakan bahwa dia

melihat kasus tersebut tidak dalam arena

pertarungan hukum, melainkan dalam arena

pertarungan politik.

George W. Pring dan Penelope Canan melanjutkan dalam

bukunya bahwa orang Amerika dapat digugat dengan gugatan

yang sangat tinggi karena membuat petisi, hearing publik, atau

hanya mengkritik kebijakan pemerintah yang merupakan hak rakyat

Amerika yang dilindungi dalam amandemen pertama konstitusi

mereka.

Begitulah salah satu bentuk daripada SLAPP (Strategic Lawsuit

Againts Public Participation). SLAPP sendiri pertama kali disebut dalam

buku yang ditulis oleh George W. Pring dan Penelope Canan diatas.

Menurut George W. Pring dan Penelope Canan, SLAPP bekerja dalam

tiga tahap, dimana tidak harus dalam arena hukum tetapi juga berjalan

dalam arena politik.1

1. George W. Pring dan Penelope Canan, 1996, SLAPPs : Getting Sued for Speaking Out, Temple University Press, Philadelphia, hlm.10.

https://sciences.uacf.edu/sociology/people/canan-penelope/

GEORGE WPRING

https://sciences.uacf.edu/sociology/people/canan-penelope/

George W. Pring dan Penelope Canan

menjelaskan lebih lanjut ruang lingkup dari definisi

SLAPP itu sendiri. Mereka berdua menulis bahwa

untuk mengkualifikasikan suatu tindakan bisa

disebut SLAPP ada satu kriteria utama dan tiga

kriteria sekunder, yaitu:

1. Yang utama adalah SLAPP harus

melibatkan interaksi yang ditujukan untuk

mempengaruhi aksi atau hasil yang

dilakukan oleh pemerintah;

2. Yang sekunder kemudian dapat dibagi

menjadi tiga;

Dalam definisi SLAPP yang dibuat oleh George W. Pring dan

Penelope Canan, mereka tidak memasukkan dakwaan pidana

dalam definisi SLAPP. Hal ini dikarenakan criminal SLAPP tidak

dalam jangkauan dari riset mereka, tetapi dalam tulisan mereka

menyebutkan bahwa penelitian tentang criminal SLAPP

merupakan suatu hal yang layak.

Cara bekerjanya SLAPP menurut George W. Pring dan Penelope

Canan dapat dibagi dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama,

orang atau suatu kelompok masyarakat mengambil posisi pada suatu

masalah yang terjadi. Kemudian, orang atau kelompok masyarakat

tersebut melakukan lobbying atau metode lain untuk berkomunikasi

dengan pemerintah atau masyarakat lain yang menjadi stakeholder.

2

2

3

3Ibid., hlm. 8.Ibid., hlm. 9.

Dalam posisi ini mereka yang mengambil

sikap mempunyai lawan yang dapat berupa pemerintah

atau entitas masyarakat yang lain seperti perusahaan

swasta. Kemudian di tahap selanjutnya, perlawanan

terjadi dari pihak yang merasa dirugikan dari orang atau

sekelompok masyarakat yang “bergerak” mengganggu

kepentingannya. Hal ini dilakukan dengan mengajukan

gugatan ke pengadilan, dimana dalam posisi ini suatu

proses politik berubah menjadi proses yudisial. Proses

yudisial yang terjadi dapat membuat distorsi di tengah

masyarakat mengenai kasus yang ada. Masyarakat luas

akan lebih berfokus pada kerugian individual atau privat

yang dilayangkan penggugat daripada masalah

bersama yang terjadi pada masyarakat itu sendiri.

Perubahan ini membuat penekanan isu lebih kepada

siapa yang salah atau benar serta melupakan solusi dari

permasalahan yang sesungguhnya.

Dampak nyata mulai terjadi pada tahap

yang ketiga, dimana pada akhirnya dalam sidang

pengadilan tergugat (yang merupakan orang atau

sekelompok masyarakat mengambil posisi di awal)

mampu meyakinkan hakim bahwa dalam kasus ini yang

dia perbuat merupakan haknya. Tetapi jika pada

akhirnya hal itu tidak dapat terjadi, maka tergugat akan

kalah di pengadilan. Implikasi dari itu adalah tergugat

harus membayar biaya ganti kerugian yang tinggi serta

persepsi masyarakat yang balik untuk menekannya.

Dalam prakteknya walaupun di pengadilan tergugat

menang, tetapi di dunia nyata terjadi suatu perubahan

sosial. Seperti dalam suatu kasus yang disebutkan oleh

George W. Pring dan Penelope Canan,

But did the citizens really "win"? "I won't

circulate another petition, and my husband wants me to

get out of [community issues]," one resident admitted.

Another, who felt "defenseless," might participate in civic

activities in the future, but "I don't want my name on

anything." The community was polarized: some

onlookers were ''mad," "disgusted," and ready to fight;

others withdrew from public involvement. Betty Johnson

admits that she was stressed and frightened; she

attributes her divorce in part to the strains of the SLAPP .

Dampak akhir dari daripada SLAPP

tersebut dapat dilihat dari kasus diatas. Tujuan akhir dari

tindakan SLAPP tersebut tidak hanya menembak pada

ganti kerugian terhadap suatu perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang. Tetapi lebih dari itu, SLAPP

dapat membuat seseorang untuk malas atau bersumpah

tidak akan terlibat lagi dalam kegiatan aktivisme

maupaun apapun itu yang akan membuat mereka tidak

mau untuk bergerak. Seperti kutipan berikut,

4

6

7

5

6 Ibid hlm. 57 Ibid hlm. 29

4 Loc.cit5 Loc.cit

http://rall.com/2016/08/16/anti-slapp-law-los-angeles-times

GEORGE WPRING

https://sciences.uacf.edu/sociology/people/canan-penelope/

George W. Pring dan Penelope Canan

menjelaskan lebih lanjut ruang lingkup dari definisi

SLAPP itu sendiri. Mereka berdua menulis bahwa

untuk mengkualifikasikan suatu tindakan bisa

disebut SLAPP ada satu kriteria utama dan tiga

kriteria sekunder, yaitu:

1. Yang utama adalah SLAPP harus

melibatkan interaksi yang ditujukan untuk

mempengaruhi aksi atau hasil yang

dilakukan oleh pemerintah;

2. Yang sekunder kemudian dapat dibagi

menjadi tiga;

Dalam definisi SLAPP yang dibuat oleh George W. Pring dan

Penelope Canan, mereka tidak memasukkan dakwaan pidana

dalam definisi SLAPP. Hal ini dikarenakan criminal SLAPP tidak

dalam jangkauan dari riset mereka, tetapi dalam tulisan mereka

menyebutkan bahwa penelitian tentang criminal SLAPP

merupakan suatu hal yang layak.

Cara bekerjanya SLAPP menurut George W. Pring dan Penelope

Canan dapat dibagi dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama,

orang atau suatu kelompok masyarakat mengambil posisi pada suatu

masalah yang terjadi. Kemudian, orang atau kelompok masyarakat

tersebut melakukan lobbying atau metode lain untuk berkomunikasi

dengan pemerintah atau masyarakat lain yang menjadi stakeholder.

2

2

3

3Ibid., hlm. 8.Ibid., hlm. 9.

Dalam posisi ini mereka yang mengambil

sikap mempunyai lawan yang dapat berupa pemerintah

atau entitas masyarakat yang lain seperti perusahaan

swasta. Kemudian di tahap selanjutnya, perlawanan

terjadi dari pihak yang merasa dirugikan dari orang atau

sekelompok masyarakat yang “bergerak” mengganggu

kepentingannya. Hal ini dilakukan dengan mengajukan

gugatan ke pengadilan, dimana dalam posisi ini suatu

proses politik berubah menjadi proses yudisial. Proses

yudisial yang terjadi dapat membuat distorsi di tengah

masyarakat mengenai kasus yang ada. Masyarakat luas

akan lebih berfokus pada kerugian individual atau privat

yang dilayangkan penggugat daripada masalah

bersama yang terjadi pada masyarakat itu sendiri.

Perubahan ini membuat penekanan isu lebih kepada

siapa yang salah atau benar serta melupakan solusi dari

permasalahan yang sesungguhnya.

Dampak nyata mulai terjadi pada tahap

yang ketiga, dimana pada akhirnya dalam sidang

pengadilan tergugat (yang merupakan orang atau

sekelompok masyarakat mengambil posisi di awal)

mampu meyakinkan hakim bahwa dalam kasus ini yang

dia perbuat merupakan haknya. Tetapi jika pada

akhirnya hal itu tidak dapat terjadi, maka tergugat akan

kalah di pengadilan. Implikasi dari itu adalah tergugat

harus membayar biaya ganti kerugian yang tinggi serta

persepsi masyarakat yang balik untuk menekannya.

Dalam prakteknya walaupun di pengadilan tergugat

menang, tetapi di dunia nyata terjadi suatu perubahan

sosial. Seperti dalam suatu kasus yang disebutkan oleh

George W. Pring dan Penelope Canan,

But did the citizens really "win"? "I won't

circulate another petition, and my husband wants me to

get out of [community issues]," one resident admitted.

Another, who felt "defenseless," might participate in civic

activities in the future, but "I don't want my name on

anything." The community was polarized: some

onlookers were ''mad," "disgusted," and ready to fight;

others withdrew from public involvement. Betty Johnson

admits that she was stressed and frightened; she

attributes her divorce in part to the strains of the SLAPP .

Dampak akhir dari daripada SLAPP

tersebut dapat dilihat dari kasus diatas. Tujuan akhir dari

tindakan SLAPP tersebut tidak hanya menembak pada

ganti kerugian terhadap suatu perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang. Tetapi lebih dari itu, SLAPP

dapat membuat seseorang untuk malas atau bersumpah

tidak akan terlibat lagi dalam kegiatan aktivisme

maupaun apapun itu yang akan membuat mereka tidak

mau untuk bergerak. Seperti kutipan berikut,

4

6

7

5

6 Ibid hlm. 57 Ibid hlm. 29

4 Loc.cit5 Loc.cit

http://rall.com/2016/08/16/anti-slapp-law-los-angeles-times

ANTI SLAPPSISTEM

Dalam melakukan pemberantasan terhadap

SLAPP terdapat beberapa proses yang bisa dilakukan, entah

itu dari kebijakan pemerintah, legislatif, maupun

kelembagaan yudikatif dalam proses peradilan.

Kebijakan untuk menghindari terjadinya SLAPP

tersebut biasanya disebut dengan Anti-SLAPP. Dikarenakan

sistem hukum Indonesia yang lebih condong ke civil law

system, maka dalam tulisan ini pembahasan akan lebih

condong pada bagaimana pembentukan peraturan atau

sistem Anti-SLAPP.

Sistem Anti-SLAPP sendiri masih jarang

digunakan dalam sitem hukum di Eropa. Hal ini dikarenakan

perbedaan nilai dan kultur yang dianut oleh negara-negara

di Eropa. Walaupun begitu sistem Anti-SLAPP sendiri

berkembang di negara-negara seperti Amerika, Kanada dan

Australia.

Amerika dengan sistem common law system-

nya telah beberapa kali mengeluarkan putusan melalui

pengadilan tentang kasus SLAPP yang bahkan sampai

tingkat Supreme Court. Salah satu contohnya adalah City of

Columbia vs Omni Outdoor Advertising Inc. Kasus Omni

tersebut digunakan oleh pemerintah negara bagian

Minnesota untuk membuat sebuh peraturan tentang Free

Speech; Participation in Government. Menurut George W.

Pring dan Penelope Canan bahkan aturan yang dikeluarkan

oleh negara bagian Minnesota tersebut merupakan The Best

Law Yet. Peraturan tersebut telah diubah beberapa kali; dari

awalnya pada tahun 1994; kemudian diubah pertama kali

pada tahun 2015; dan terakhir pada tahun 2018.

Dalam peraturan yang dibuat oleh negara

bagian Minnesota tersebut atau bisa disebut dengan

Minnesota Statute 2018 Chapter 554 ada beberapa hal yang

diatur didalamnya. Hal yang menarik dalam Minnesota

Statute 2018 Chapter 554 adalah definisi dari bentuk

Partisipasi publik yang dilindungi dan ruang lingkup,

prosedur, dan ganti rugi.

8

9

10

8

9

10

Sofia Verza, 2018, “SLAPP: the background of Strategic Lawsuits Against Public Participation”, Europe Centre for Press & Media Freedom, https://www.ecpmf.eu/news/legal/slapp-the-background-of-strategic-lawsuits-against-public-participation, diakses tanggal 20 Maret 2019.

George W. Pring dan Penelope Canan, Op.cit., hlm. 26.Ibid. hlm 200

https://www.google.com/search?q=jude+exhibit+lady+justice&prmd=insv&source=lnms&tbm=isch&sa=

X&ved=2ahUKEwiT8vWT-rjhAhWGbX0KHT6gAn8Q_AUoAXoECAoQAQ&biw=360&bih

=560&dpr=2#imgrc=NMCZNj-U-0ZoJM

Dalam Minnesota Statute 2018 bagian 554.01 subdivisi 6

disebutkan mengenai jenis-jenis partisipasi publik. Partisipasi

publik tersebut terdiri dari,

1. Mencari bantuan, atau melaporkan tindakan

pelanggaran hukum kepada penegak hukum;

2. Berbicara kepada pihak yang mengatur tata ruang

tentang pengembangan perumahan;3. Melakukan lobbying dengan pejabat terkait dengan

perubahan pada suatu aturan;

4. Melakukan aksi damai terhadap suatu perbuatan

pemerintah; dan

5. Melakukan komplain kepada pemerintah terkait

dengan hak-hak dasar rakyat.

dari partisipasi publik tersebut sangat beragam

dan tidak tergantung pada suatu kasus apa

yang sedang dilawan atau ditangani. Bahkan

ruang lingkup dari perlindungan yang

disediakan mencakup seluruh bentuk gugatan

yang terkait dengan SLAPP. Hal ini aka berbeda

dengan kasus di Indonesia seperti yang akan

dibahas selanjutnya dalam kajian ini.

Minnesota Statute 2018 Chapter

554 juga mengatur prosedur yang harus

dilakukan jika SLAPP tersebut diindikasikan

terjadi. Prosedur tersebut mengatur tentang

dilakukan penundaan dilakukannya suatu

proses di pengadilan untuk dilakukan

pengecekan terhadap gugatan yang

d i layangkan. Penggugat d is in i yang

mempunyai beban pembuktian untuk

membuktikan bahwa kasus ini SLAPP atau

bukan. Hal ini disertai dengan pemberian

kewenangan kepada pengadilan untuk

menolak perkara apabila kasus terebut

merupakan kasus SLAPP. Sampai pada

pembantuan oleh badan pemerintah yang

terkait dengan kasus ini terutama attorney

general.

Pengaturan tentang SLAPP dalam

Minnesota Statute 2018 Chapter 554 tersebut

juga memberikan ganti rugi kepada korban dari

SLAPP tersebut. Korban dapat meminta ganti

rugi apabila SLAPP tersebut merugikan dirinya.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan

permohonan ke pengadilan, apabila bisa

d i b u k t i k a n m a k a p e n g a d i l a n d a p a t

memutuskan untuk mengabulkan pemohonan

tersebut. Tapi perlu dicatat kerugian tersebut

juga didasarkan pada hukum lain yang berlaku

di Minnesota. Selain kerugian biaya pengacara

juga dapat memberikan biaya pengacara

kepada pihak yang terkena SLAPP.

DEFINISI....

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fstatic.timesofisrael.com%2Fatlantajewishtimes%

2Fuploads%2F2018%2F10%2Fcover_judicial-law-640x400.jpg&imgrefurl=

https%3A%2F%2Fatlantajewishtimes.timesofisrael.com%2Fjewish-law-vs-judicial-law%2F&docid=

o8DKB9l_L3mewM&tbnid=kAVApe9-8GrOtM%3A&vet=1&w=640&h=400&source=sh%2Fx%2Fim

11

13

14

12

11

12Minnesota Statute 2018 Chapter 554.01 Subdivision 6

Minnesota Statute 2018 Chapter 554.02 Subdivision 113

Minnesota Statute 2018 Chapter 554.02 Subdivision 213

Minnesota Statute 2018 Chapter 554.04

ANTI SLAPPSISTEM

Dalam melakukan pemberantasan terhadap

SLAPP terdapat beberapa proses yang bisa dilakukan, entah

itu dari kebijakan pemerintah, legislatif, maupun

kelembagaan yudikatif dalam proses peradilan.

Kebijakan untuk menghindari terjadinya SLAPP

tersebut biasanya disebut dengan Anti-SLAPP. Dikarenakan

sistem hukum Indonesia yang lebih condong ke civil law

system, maka dalam tulisan ini pembahasan akan lebih

condong pada bagaimana pembentukan peraturan atau

sistem Anti-SLAPP.

Sistem Anti-SLAPP sendiri masih jarang

digunakan dalam sitem hukum di Eropa. Hal ini dikarenakan

perbedaan nilai dan kultur yang dianut oleh negara-negara

di Eropa. Walaupun begitu sistem Anti-SLAPP sendiri

berkembang di negara-negara seperti Amerika, Kanada dan

Australia.

Amerika dengan sistem common law system-

nya telah beberapa kali mengeluarkan putusan melalui

pengadilan tentang kasus SLAPP yang bahkan sampai

tingkat Supreme Court. Salah satu contohnya adalah City of

Columbia vs Omni Outdoor Advertising Inc. Kasus Omni

tersebut digunakan oleh pemerintah negara bagian

Minnesota untuk membuat sebuh peraturan tentang Free

Speech; Participation in Government. Menurut George W.

Pring dan Penelope Canan bahkan aturan yang dikeluarkan

oleh negara bagian Minnesota tersebut merupakan The Best

Law Yet. Peraturan tersebut telah diubah beberapa kali; dari

awalnya pada tahun 1994; kemudian diubah pertama kali

pada tahun 2015; dan terakhir pada tahun 2018.

Dalam peraturan yang dibuat oleh negara

bagian Minnesota tersebut atau bisa disebut dengan

Minnesota Statute 2018 Chapter 554 ada beberapa hal yang

diatur didalamnya. Hal yang menarik dalam Minnesota

Statute 2018 Chapter 554 adalah definisi dari bentuk

Partisipasi publik yang dilindungi dan ruang lingkup,

prosedur, dan ganti rugi.

8

9

10

8

9

10

Sofia Verza, 2018, “SLAPP: the background of Strategic Lawsuits Against Public Participation”, Europe Centre for Press & Media Freedom, https://www.ecpmf.eu/news/legal/slapp-the-background-of-strategic-lawsuits-against-public-participation, diakses tanggal 20 Maret 2019.

George W. Pring dan Penelope Canan, Op.cit., hlm. 26.Ibid. hlm 200

https://www.google.com/search?q=jude+exhibit+lady+justice&prmd=insv&source=lnms&tbm=isch&sa=

X&ved=2ahUKEwiT8vWT-rjhAhWGbX0KHT6gAn8Q_AUoAXoECAoQAQ&biw=360&bih

=560&dpr=2#imgrc=NMCZNj-U-0ZoJM

Dalam Minnesota Statute 2018 bagian 554.01 subdivisi 6

disebutkan mengenai jenis-jenis partisipasi publik. Partisipasi

publik tersebut terdiri dari,

1. Mencari bantuan, atau melaporkan tindakan

pelanggaran hukum kepada penegak hukum;

2. Berbicara kepada pihak yang mengatur tata ruang

tentang pengembangan perumahan;3. Melakukan lobbying dengan pejabat terkait dengan

perubahan pada suatu aturan;

4. Melakukan aksi damai terhadap suatu perbuatan

pemerintah; dan

5. Melakukan komplain kepada pemerintah terkait

dengan hak-hak dasar rakyat.

dari partisipasi publik tersebut sangat beragam

dan tidak tergantung pada suatu kasus apa

yang sedang dilawan atau ditangani. Bahkan

ruang lingkup dari perlindungan yang

disediakan mencakup seluruh bentuk gugatan

yang terkait dengan SLAPP. Hal ini aka berbeda

dengan kasus di Indonesia seperti yang akan

dibahas selanjutnya dalam kajian ini.

Minnesota Statute 2018 Chapter

554 juga mengatur prosedur yang harus

dilakukan jika SLAPP tersebut diindikasikan

terjadi. Prosedur tersebut mengatur tentang

dilakukan penundaan dilakukannya suatu

proses di pengadilan untuk dilakukan

pengecekan terhadap gugatan yang

d i layangkan. Penggugat d is in i yang

mempunyai beban pembuktian untuk

membuktikan bahwa kasus ini SLAPP atau

bukan. Hal ini disertai dengan pemberian

kewenangan kepada pengadilan untuk

menolak perkara apabila kasus terebut

merupakan kasus SLAPP. Sampai pada

pembantuan oleh badan pemerintah yang

terkait dengan kasus ini terutama attorney

general.

Pengaturan tentang SLAPP dalam

Minnesota Statute 2018 Chapter 554 tersebut

juga memberikan ganti rugi kepada korban dari

SLAPP tersebut. Korban dapat meminta ganti

rugi apabila SLAPP tersebut merugikan dirinya.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan

permohonan ke pengadilan, apabila bisa

d i b u k t i k a n m a k a p e n g a d i l a n d a p a t

memutuskan untuk mengabulkan pemohonan

tersebut. Tapi perlu dicatat kerugian tersebut

juga didasarkan pada hukum lain yang berlaku

di Minnesota. Selain kerugian biaya pengacara

juga dapat memberikan biaya pengacara

kepada pihak yang terkena SLAPP.

DEFINISI....

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fstatic.timesofisrael.com%2Fatlantajewishtimes%

2Fuploads%2F2018%2F10%2Fcover_judicial-law-640x400.jpg&imgrefurl=

https%3A%2F%2Fatlantajewishtimes.timesofisrael.com%2Fjewish-law-vs-judicial-law%2F&docid=

o8DKB9l_L3mewM&tbnid=kAVApe9-8GrOtM%3A&vet=1&w=640&h=400&source=sh%2Fx%2Fim

11

13

14

12

11

12Minnesota Statute 2018 Chapter 554.01 Subdivision 6

Minnesota Statute 2018 Chapter 554.02 Subdivision 113

Minnesota Statute 2018 Chapter 554.02 Subdivision 213

Minnesota Statute 2018 Chapter 554.04

Konsep dari Anti-SLAPP sendiri di

Indonesia dikenal pada UU Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UU PPLH). SLAPP sendiri hadir dalam undang-

undang tersebut pada Pasal 66. Bunyi dari Pasal 66 UU

PPLH sendiri sebagai berikut,

“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat

dituntut secara pidana maupun digugat secara

perdata.”

Dari Pasal 66 UU PPLH tersebut dapat

dilihat bahwa perlindungan dari SLAPP mencakup dari

gugatan perdata dan tuntutan pidana. Jika dilihat dari

perlindungan yang melingkupi hukum pidana dan

perdata, maka konsep SLAPP yang masuk dalam UU

PPLH sendiri lebih luas daripada definisi yang dibuat

oleh George W. Pring dan Penelope Canan. Definisi

SLAPP yang dibuat oleh George W. Pring dan Penelope

Canan hanya terbatas pada gugatan perdata.

Pasal 66 UUPPLH sayangnya merupakan

satu-satunya pasal dalam undang-undang yang

melindungi masyarakat dari SLAPP. Aturan lanjutan

mengenai Anti-SLAPP tersebut terdapat pada SK KMA

36/2013 yang hanya berlaku pada internal Mahkamah

Agung dan tidak mengikat penegak hukum lain.

Pengaturan yang minim mengenai proses Anti-SLAPP

tersebut juga menyebabkan kesulitan bagi penegak

hukum untuk menggunakan pasal ini. Terutama di

bidang pidana dimana terdakwa harus melewati proses

penyelidikan, penyidikan dan berbagai proses seperti

penahanan, penangkapan, dan penyitaan sebelum

membela dirinya di pengadilan bahwa dia terkena

SLAPP.

Sepeti yang dibahas sebelumnya bahwa

ruang lingkup dari sistem anti-SLAPP yang ada di

Indoneisa masih sangat sempit jika dibandingkan dari

Minnesota Statute 2018 Chapter 554. Memang

pemahaman tentang hak dasar di Indonesia dan

Minnesota yang terletak di Amerika memang berbeda

dan dapat memengaruhi bagaimana proteksi daripada

SLAPP. Tetapi ada beberapa kasus yang dapat menjadi

evaluasi tentang bagaimana memandang SLAPP di

Indonesia.

Kasus SLAPP di Indonesia bukan

merupakan omong kosong. Hal ini disebabkan karena

memang regulasi yang ada memberikan celah untuk

melakukan tafsiran karet, terutama kasus criminal-

SLAPP. Beberapa kali kami mencatat terajdi beberapa

kasus SLAPP terjadi diluar kasus lingkungan bahkan

dewasa ini masih ada kasus SLAPP di bidang

lingkungan.

Kasus lingkungan yang satu tahun lalu

cukup hangat adalah kasus Budi Pego. Budi Pego

merupakan salah satu aktivis lingkungan yang

melakukan unjuk rasa penolakan tambang emas di

Banyuwangi. Dalam unjuk rasa yang dilakukan bersama

w a r g a B a n y u w a n g i , B u d i P e g o d i t u d u h

membentangkan spanduk dengan gambar yang

menyerupai palu arit. Padahal menurut warga spanduk

tersebut bukanlah spanduk yang dipersiapkan untuk

aksi. Bahkan saat persidangan barang bukti berupa

spanduk tidak bisa dihadirkan. Heri Budiawan atau

biasa dipanggil Budi Pego pada akhirnya divonis 10

bulan penjara atas tuduhan penyebaran Marxisme-

Leninisme

ANTI SLAPPDI INDONESIA

BUDI PEGO

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Froemahgoegah.files.wordpress.com%2F2018%2F04%2Fbebaskan-budi-pego.jpg&imgrefurl=

https%3A%2F%2Froemahgoegah.wordpress.com%2Fposter%2Fbebaskan-budi-pego%2F&docid=uxnZ1DnexwedFM&tbnid=kDUkXblcZrFqhM%3A&vet=1&w=

2458&h=3000&source=sh%2Fx%2Fim

15

16

15Raynaldo Sembiring, “Menyoal Pengaturan Anti Eco-SLAPP Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009”, Jurnal Hukum Lingkungan, Vol. 3, Issue 3, 2017.

16 WALHI, “Siara Pers Hari Hak Asasi Manusia”,

https://walhi.or.id/kriminalisasi-pejuang-lingkungan-hidup-terus-berlanjut-di-rezim-nawa-cita/,

diaskes tanggal 21 Maret 2019.

https://nasional.tempo.co/read/1159155/

kisah-budi-pego-tolak-tambang-emas-tapi-dituduh-

Konsep dari Anti-SLAPP sendiri di

Indonesia dikenal pada UU Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UU PPLH). SLAPP sendiri hadir dalam undang-

undang tersebut pada Pasal 66. Bunyi dari Pasal 66 UU

PPLH sendiri sebagai berikut,

“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat

dituntut secara pidana maupun digugat secara

perdata.”

Dari Pasal 66 UU PPLH tersebut dapat

dilihat bahwa perlindungan dari SLAPP mencakup dari

gugatan perdata dan tuntutan pidana. Jika dilihat dari

perlindungan yang melingkupi hukum pidana dan

perdata, maka konsep SLAPP yang masuk dalam UU

PPLH sendiri lebih luas daripada definisi yang dibuat

oleh George W. Pring dan Penelope Canan. Definisi

SLAPP yang dibuat oleh George W. Pring dan Penelope

Canan hanya terbatas pada gugatan perdata.

Pasal 66 UUPPLH sayangnya merupakan

satu-satunya pasal dalam undang-undang yang

melindungi masyarakat dari SLAPP. Aturan lanjutan

mengenai Anti-SLAPP tersebut terdapat pada SK KMA

36/2013 yang hanya berlaku pada internal Mahkamah

Agung dan tidak mengikat penegak hukum lain.

Pengaturan yang minim mengenai proses Anti-SLAPP

tersebut juga menyebabkan kesulitan bagi penegak

hukum untuk menggunakan pasal ini. Terutama di

bidang pidana dimana terdakwa harus melewati proses

penyelidikan, penyidikan dan berbagai proses seperti

penahanan, penangkapan, dan penyitaan sebelum

membela dirinya di pengadilan bahwa dia terkena

SLAPP.

Sepeti yang dibahas sebelumnya bahwa

ruang lingkup dari sistem anti-SLAPP yang ada di

Indoneisa masih sangat sempit jika dibandingkan dari

Minnesota Statute 2018 Chapter 554. Memang

pemahaman tentang hak dasar di Indonesia dan

Minnesota yang terletak di Amerika memang berbeda

dan dapat memengaruhi bagaimana proteksi daripada

SLAPP. Tetapi ada beberapa kasus yang dapat menjadi

evaluasi tentang bagaimana memandang SLAPP di

Indonesia.

Kasus SLAPP di Indonesia bukan

merupakan omong kosong. Hal ini disebabkan karena

memang regulasi yang ada memberikan celah untuk

melakukan tafsiran karet, terutama kasus criminal-

SLAPP. Beberapa kali kami mencatat terajdi beberapa

kasus SLAPP terjadi diluar kasus lingkungan bahkan

dewasa ini masih ada kasus SLAPP di bidang

lingkungan.

Kasus lingkungan yang satu tahun lalu

cukup hangat adalah kasus Budi Pego. Budi Pego

merupakan salah satu aktivis lingkungan yang

melakukan unjuk rasa penolakan tambang emas di

Banyuwangi. Dalam unjuk rasa yang dilakukan bersama

w a r g a B a n y u w a n g i , B u d i P e g o d i t u d u h

membentangkan spanduk dengan gambar yang

menyerupai palu arit. Padahal menurut warga spanduk

tersebut bukanlah spanduk yang dipersiapkan untuk

aksi. Bahkan saat persidangan barang bukti berupa

spanduk tidak bisa dihadirkan. Heri Budiawan atau

biasa dipanggil Budi Pego pada akhirnya divonis 10

bulan penjara atas tuduhan penyebaran Marxisme-

Leninisme

ANTI SLAPPDI INDONESIA

BUDI PEGO

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Froemahgoegah.files.wordpress.com%2F2018%2F04%2Fbebaskan-budi-pego.jpg&imgrefurl=

https%3A%2F%2Froemahgoegah.wordpress.com%2Fposter%2Fbebaskan-budi-pego%2F&docid=uxnZ1DnexwedFM&tbnid=kDUkXblcZrFqhM%3A&vet=1&w=

2458&h=3000&source=sh%2Fx%2Fim

15

16

15Raynaldo Sembiring, “Menyoal Pengaturan Anti Eco-SLAPP Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009”, Jurnal Hukum Lingkungan, Vol. 3, Issue 3, 2017.

16 WALHI, “Siara Pers Hari Hak Asasi Manusia”,

https://walhi.or.id/kriminalisasi-pejuang-lingkungan-hidup-terus-berlanjut-di-rezim-nawa-cita/,

diaskes tanggal 21 Maret 2019.

https://nasional.tempo.co/read/1159155/

kisah-budi-pego-tolak-tambang-emas-tapi-dituduh-

HARIS AZHAR

Selain itu terdapat kasus seperti Haris

Azhar. Seperti diketahui bersama koordinator Komisi

Orang Hilang ini pada pertengahan 2016 lalu

membeberkan pengakuan terpidana mati Freddy

Budiman dalam sebuah postingan. Haris Azhar

menceritakan tentang bagaimana pihak dari Mabes

Polri, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan

Narkotika Nasional bekerja sama dengan sang

terpidana mati dalam hal pengedaran narkoba terkait

penitipan harga. Pada kasus tersebut Haris Azhar

dilaporkan oleh pihak Tentara Nasional Indonesia dan

Badan Narkotika Nasional dengan tuduhan

melakukan pencemaran nama baik dan fitnah. Hal

tersebut dapat menjadi salah satu bentuk dari SLAPP,

terutama bertujuan untuk membungkam kegiatan

whistleblower seperti yang dilakukan oleh Haris

Azhar.

Selain itu jika kita melihat pada masa

orde baru terdapat SLAPP yang terkena pada aktivis

mahasiswa. Salah satunya adalah Beathor yang

mulai mengkoordinir aksi menentang kenaikan tarif

listrik. Dimana dalam rangka aksi itu ia mendatangi

kantor-kantor pemerintah dan berakhir di Gedung

MPR/DPR. Gegara hal itu dia ditahan 20 hari di Polda

Metro Jaya. Selain itu dia juga beberapa kali menyebar

selebaran-selebaran mengenai utang Indonesia yang

lebih dari 108 Triliun pada saat itu yang

dia anggap hanya dibagikan kepada pejabat-pejabat

negara saat itu. Beathor kemudian divonis melakukan

penghinaan terhadap Presiden pada pasal 134 KUHP.

Contoh lain yang masih hangat adalah

tentang pelaporan Robertus Robet terkait orasinya

yuang tidak setuju dengan dwifungsi Tentara

Nasional Indonesia. Orasi yang ia sampaikan di

tengah massa aksi kamisan mendapat berbagai

bentuk tanggapan. Dalam aksi yang berlangsung

damai tersebut Robertus Robet menyanyikan lagu

yang menjadi bagian dari protesnya pada saat

menjadi aktivis reformasi. Lagu tersebut dianggap

menghina TNI , sehingga pada akhirnya dia ditangkap

oleh Kepolisian.

Robet mulanya disangkakan Pasal 45

Ayat (2) jo Pasal 28 UU ITE, Pasal 14 ayat (2) joPasal

15 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946, dan/atau Pasal

207 KUH Pidana. Pasal 207 KUHP tersebut berbicara

tentang tentang penghinaan kepada penguasa atau

badan umum yang ada di Indonesia. Padahal ketika

berbicara tentang penggunaan pasal 207 KUHP,

Mahkamah Konstitusi pernah menyinggung

pertimbangan hukum pada putusan nomor 013-

022/PUU-IV/2006 bahwa dalam kondisi masyarakat

demokratik pasal 207 KUHP tidak boleh digunakan

lagi untuk pemerintah maupun pejabat pemerintah

baik pusat maupun daerah.

ROBERTUSROBET

Kasus-kasus yang terjadi pada

Budi Pego, Haris Azhar, Beathor, dan Robertus

Robet merupakan salah satu bentuk

ketidakmampuan sistem hukum kita untuk

menanggulangi SLAPP. Seperi yang

dijelaskan sebelumnya hal ini merupakan

implikasi dari aturan anti-SLAPP yang masih

sangat sederhana dan hanya menaungi ruang

lingkup yang kecil.

Kasus-kasus SLAPP yang terajdi

pada Budi Pego, Haris Azhar, Beathor, dan

Robertus Robet juga tidak bisa hanya dilihat

hanya pada kasus personal mereka semata.

Perlu diingat bahwa tujuan dari SLAPP sendiri

merupakan pembungkaman dari partisipasi

publik. Sehingga dapat dikatakan bahwa

kasus-kasus tersebut menjadi cara agar

publik tidak ikut berani berpartisipasi dalam

ruang-ruang publik dan memperjuangkan

haknya.

Salah satu bentuk efek yang paling

besar yang terjadi dari kasus SLAPP di

Indonesia sendiri adalah pada hal yang

menyangkut kasus 1965. Hal ini dapat

tercerminkan dari film dokumenter Jagal dan

Senyap. Dalam kedua film tersebut maka

pada bagian akhir di running text akan

ditemukan sejumlah orang yang tidak berani

memberikan nama mereka disitu; dan hanya

menulis 'anonim'. Selain persekusi yang dapat

dilakukan terhadap mereka,

alasan ketakutan mereka untuk menulis nama

mereka bisa jadi adalah SLAPP. Mereka bisa

jadi takut pasal-pasal pemidanaan yang karet

dapat menjerat mereka apabila mereka

menuliskan nama mereka pada film tersebut.

http://wartakota.tribunnews.com/2016/08/04/haris-azhar-nilai-aparat-penegak-hukum-terlalu-reaktif

https://images.app.goo.gl/

qabEG4B6agZLiUm57

17

17

18

19

Tempo Co, “Haris Azhar Blakblakan Soal Pengakuan Heboh Freddy Budiman”, 29 juli 2016, Diakses pada 1 Maret 2019 Pukul 20.00 WIB18 Cintya Faliana dan Sanya Dinda, “Mahasiswa di Balik Terali Besi”, http://www.balairungpress.com/2018/05/mahasiswa-di-balik-terali-besi/, diakses tanggal 21 Maret 2019.19

Rio Apinino, “Dianggap Hina TNI, Dosen & Aktivis Robertus Robet Ditangkap Polisi”, Tirto.id,

https://tirto.id/dianggap-hina-tni-dosen-amp-aktivis-robertus-robet-ditangkap-polisi-diDR,diakses tanggal 7 Maret 2019.

Poster dari film Senyap atau dalam bahasa Inggris disebut The Look of SilenceI

Sumber: http://thelookofsilence.com/

HARIS AZHAR

Selain itu terdapat kasus seperti Haris

Azhar. Seperti diketahui bersama koordinator Komisi

Orang Hilang ini pada pertengahan 2016 lalu

membeberkan pengakuan terpidana mati Freddy

Budiman dalam sebuah postingan. Haris Azhar

menceritakan tentang bagaimana pihak dari Mabes

Polri, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan

Narkotika Nasional bekerja sama dengan sang

terpidana mati dalam hal pengedaran narkoba terkait

penitipan harga. Pada kasus tersebut Haris Azhar

dilaporkan oleh pihak Tentara Nasional Indonesia dan

Badan Narkotika Nasional dengan tuduhan

melakukan pencemaran nama baik dan fitnah. Hal

tersebut dapat menjadi salah satu bentuk dari SLAPP,

terutama bertujuan untuk membungkam kegiatan

whistleblower seperti yang dilakukan oleh Haris

Azhar.

Selain itu jika kita melihat pada masa

orde baru terdapat SLAPP yang terkena pada aktivis

mahasiswa. Salah satunya adalah Beathor yang

mulai mengkoordinir aksi menentang kenaikan tarif

listrik. Dimana dalam rangka aksi itu ia mendatangi

kantor-kantor pemerintah dan berakhir di Gedung

MPR/DPR. Gegara hal itu dia ditahan 20 hari di Polda

Metro Jaya. Selain itu dia juga beberapa kali menyebar

selebaran-selebaran mengenai utang Indonesia yang

lebih dari 108 Triliun pada saat itu yang

dia anggap hanya dibagikan kepada pejabat-pejabat

negara saat itu. Beathor kemudian divonis melakukan

penghinaan terhadap Presiden pada pasal 134 KUHP.

Contoh lain yang masih hangat adalah

tentang pelaporan Robertus Robet terkait orasinya

yuang tidak setuju dengan dwifungsi Tentara

Nasional Indonesia. Orasi yang ia sampaikan di

tengah massa aksi kamisan mendapat berbagai

bentuk tanggapan. Dalam aksi yang berlangsung

damai tersebut Robertus Robet menyanyikan lagu

yang menjadi bagian dari protesnya pada saat

menjadi aktivis reformasi. Lagu tersebut dianggap

menghina TNI , sehingga pada akhirnya dia ditangkap

oleh Kepolisian.

Robet mulanya disangkakan Pasal 45

Ayat (2) jo Pasal 28 UU ITE, Pasal 14 ayat (2) joPasal

15 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946, dan/atau Pasal

207 KUH Pidana. Pasal 207 KUHP tersebut berbicara

tentang tentang penghinaan kepada penguasa atau

badan umum yang ada di Indonesia. Padahal ketika

berbicara tentang penggunaan pasal 207 KUHP,

Mahkamah Konstitusi pernah menyinggung

pertimbangan hukum pada putusan nomor 013-

022/PUU-IV/2006 bahwa dalam kondisi masyarakat

demokratik pasal 207 KUHP tidak boleh digunakan

lagi untuk pemerintah maupun pejabat pemerintah

baik pusat maupun daerah.

ROBERTUSROBET

Kasus-kasus yang terjadi pada

Budi Pego, Haris Azhar, Beathor, dan Robertus

Robet merupakan salah satu bentuk

ketidakmampuan sistem hukum kita untuk

menanggulangi SLAPP. Seperi yang

dijelaskan sebelumnya hal ini merupakan

implikasi dari aturan anti-SLAPP yang masih

sangat sederhana dan hanya menaungi ruang

lingkup yang kecil.

Kasus-kasus SLAPP yang terajdi

pada Budi Pego, Haris Azhar, Beathor, dan

Robertus Robet juga tidak bisa hanya dilihat

hanya pada kasus personal mereka semata.

Perlu diingat bahwa tujuan dari SLAPP sendiri

merupakan pembungkaman dari partisipasi

publik. Sehingga dapat dikatakan bahwa

kasus-kasus tersebut menjadi cara agar

publik tidak ikut berani berpartisipasi dalam

ruang-ruang publik dan memperjuangkan

haknya.

Salah satu bentuk efek yang paling

besar yang terjadi dari kasus SLAPP di

Indonesia sendiri adalah pada hal yang

menyangkut kasus 1965. Hal ini dapat

tercerminkan dari film dokumenter Jagal dan

Senyap. Dalam kedua film tersebut maka

pada bagian akhir di running text akan

ditemukan sejumlah orang yang tidak berani

memberikan nama mereka disitu; dan hanya

menulis 'anonim'. Selain persekusi yang dapat

dilakukan terhadap mereka,

alasan ketakutan mereka untuk menulis nama

mereka bisa jadi adalah SLAPP. Mereka bisa

jadi takut pasal-pasal pemidanaan yang karet

dapat menjerat mereka apabila mereka

menuliskan nama mereka pada film tersebut.

http://wartakota.tribunnews.com/2016/08/04/haris-azhar-nilai-aparat-penegak-hukum-terlalu-reaktif

https://images.app.goo.gl/

qabEG4B6agZLiUm57

17

17

18

19

Tempo Co, “Haris Azhar Blakblakan Soal Pengakuan Heboh Freddy Budiman”, 29 juli 2016, Diakses pada 1 Maret 2019 Pukul 20.00 WIB18 Cintya Faliana dan Sanya Dinda, “Mahasiswa di Balik Terali Besi”, http://www.balairungpress.com/2018/05/mahasiswa-di-balik-terali-besi/, diakses tanggal 21 Maret 2019.19

Rio Apinino, “Dianggap Hina TNI, Dosen & Aktivis Robertus Robet Ditangkap Polisi”, Tirto.id,

https://tirto.id/dianggap-hina-tni-dosen-amp-aktivis-robertus-robet-ditangkap-polisi-diDR,diakses tanggal 7 Maret 2019.

Poster dari film Senyap atau dalam bahasa Inggris disebut The Look of SilenceI

Sumber: http://thelookofsilence.com/

HARAPAN SISTEM ANTI SLAPPDI INDONESIA

Secara hukum, konstitusi Indonesia menjadikan

partisipasi publik menjadi salah satu hak asasi.

Dalam UUD 1945 terdapat beberapa pasal

yang berkaitan dengan hak asasi dalam

partisipasi publik. Pasal yang berkaitan dengan

partisipasi publik adalah Pasal 28C ayat (2) dan

Pasal 28F UUD 1945. Pada pasal 28C ayat (2)

disebutkan mengenai hak seseorang untuk

berpartisipasi secara koletif memperjuangkan

haknya untuk membangun kepentingan publik.

Selain itu, Pasal 28F disebutkan mengenai hak

berpartisipasi melalui penyebaran informasi

untuk kepentingan pubik.

Setelah itu pada Pasal 28G ayat (1)

dibahas mengenai perlindungan bagi setiap

orang dalam menjalankan hak asasinya. Dalam

pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang

berhak atas rasa aman dan perlindungan dari

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Sehingga, Pasal 28C ayat (2) UUD 1945

tentang hak partisipasi publik secara kolektif

dan Pasal 28F tentang hak untuk partisipasi

publik melalui penyebaran dan menerima

informasi; seharusnya menjadi hak yang

mendapat perlindungan dari Pasal 28G ayat (1)

UUD 1945.

Seperti yang telah dibahas dalam

bahasan yang sebelumnya, salah satu

ancaman dari partisipasi publik adalah SLAPP.

SLAPP yang mengancam partisipasi publik

tersebut telah melanggar hak yang seperti telah

diatur dalam Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28F

UUD 1945. Oleh karena itu seperti yang diatur

dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 setiap

orang mempunyai hak untuk terlindung dari

ancaman SLAPP yang melanggar hak mereka,

dimana negara wajib memberikan hak tersebut.

Sebagaimana yang kita bahas

sebelumnya hukum di Indonesia masih belum

efektif dalam melingkupi perlindungan bagi

masyarakat dari ancaman SLAPP. Ruang

Lingkup yang masih terbatas pada hukum

lingkungan, dan mekanisme yang masih belum

jelas menyebabkan masih banyak kasus SLAPP

yang terjadi di Indonesia. Indonesia seharusnya

memperbaiki dan meningkatkan sistem anti-

SLAPP yang dimilikinya untuk menjamin hak

rakyat Indonesia seperti yang terdapat dalam

UUD 1945. Perbaikan dan peningkatan dari

s i s t e m A n t i - S L A P P s e n d i r i d a p a t

diimplementasikan dalam bentuk undang-

undang.

Minnesota Statute 2018 554 dapat

menjadi salah satu contoh bagaimana

perbaikan dan peningkatan sistem Anti-SLAPP

di Indonesia. Tetapi hal yang perlu diperhatikan

adalah kasus SLAPP dalam Minnesota Statute

2018 Chapter 554 hanya terbatas pada

perkara perdata. Padahal kasus-kasus yang

menjadi catatan sebelumnya adalah

penggunaan criminal lawsuit. Walaupun begitu

ada beberapa hal yang masih bisa kita ambil

dari sistem di Minnesota Statute 2018.

Ruang Lingkup Minnesota Statue 2018

554 yang luas dan tidak hanya pada perlindungan

terhadap partisipasi di ranah tertentu. Indonesia

seharusnya bisa meniru Minnesota Statute 2018

Chapter 554 meluaskan payung perlindungan

terhadap partisipasi publik. Sistem anti-SLAPP sendiri

seharusnya tidak terbatas pada anti-SLAPP yang

melindungi partisipasi dalam hukum lingkungan tetapi

juga dalam lingkup hukum atau hak yang lain. Lingkup

perlindungan yang dimasukkan untuk awalnya dapat

berupa partispasi terkait hak-hak dasar yang

tercantum dalam UUD 1945. Selain itu walaupun

Minnesota Statute 2018 tidak melingkupi perlindungan

dari dakwaan pidana. Hukum di Indonesia tetap harus

membuat sistem anti-criminal SLAPP. Hal ini diambil

dari keresahan dari masalah yang disebabkan dari

penggunaan delik-delik pidana sebagai alat untuk

membungkam partisipasi publik pada bahasan

sebelumnya.Prosedur dalam implementasi sistem anti-

SLAPP di Indonesia masih belum jelas. Bahkan

pengaturan lebih lanjut dibahas oleh Surat Keputusan

Ketua Mahkamah Agung yang ruang lingkup hanya

pada Mahkamah Agung. Sistem Anti-SLAPP yang

sedmikian rupa akan membuahkan masalah terutama

dalam ranah pidana yang melibatkan institusi penegak

hukum yang lain. Dalam Minnessota Statute 2018

Chapter 554 telah diatur bagaimana proses

penanganan perkara SLAPP. Selain itu diatur pula

tentang cara pembuktian dan beban pembuktian.

Bahkan diatur pula tentang pembantuan

dari lembaga pemerintah terkait dengan kasus SLAPP.

Indoneisa seharusnya bisa mengimplementasikan

sistem yang jelas tersebut dalam undang-undang.

Pengaturan yang jelas tersebut dapat menghindari

kebingungan dan tidak tercapainya tujuan sistem anti-

SLAPP.

Selain itu Indonesia juga seharusnya bisa

ikut mengatur pemberian ganti rugi dari SLAPP dalam

Minnessota Statute 2018 Chapter 554. Ganti rugi

tersebut dapat menjadi proteksi dan keadilan dari

suatu perbuatan SLAPP. Sehingga apabila SLAPP

secara perdata merugikan, hal ini dapat menjamin

penggantian kerugian yang disebabkan oleh SLAPP.

Permasalahan yang kemudian timbul

adalah perbedaan nilai yang dianut oleh Minnesota,

dalam hal ini Amerika dan Indonesia. Dalam konstitusi

Amerika terutama dalam amandemen pertama,

kebebasan berpendapat merupakan suatu hal yang

sangat dijunjung tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan

Indonesia yang menganggap kebebasan adalah suatu

hal masih bisa dibatasi. Tetapi hal yang perlu

diperhatikan adalah perlindungan yang perlu diberikan

sesuai dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28F, dan 28G

ayat (1) UUD 1945. Perlindungan terhadap partisipasi

publik ini perlu dilakukan penyeusaian agar tidak

melanggar nilai sosio-kultural di Indonesia.

Penyesuaian tersebut dapat dengan memerhatikan

Pasal 28J UUD 1945; dimana berdasarkan pada

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain,

tuntutan adil yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum

HARAPAN SISTEM ANTI SLAPPDI INDONESIA

Secara hukum, konstitusi Indonesia menjadikan

partisipasi publik menjadi salah satu hak asasi.

Dalam UUD 1945 terdapat beberapa pasal

yang berkaitan dengan hak asasi dalam

partisipasi publik. Pasal yang berkaitan dengan

partisipasi publik adalah Pasal 28C ayat (2) dan

Pasal 28F UUD 1945. Pada pasal 28C ayat (2)

disebutkan mengenai hak seseorang untuk

berpartisipasi secara koletif memperjuangkan

haknya untuk membangun kepentingan publik.

Selain itu, Pasal 28F disebutkan mengenai hak

berpartisipasi melalui penyebaran informasi

untuk kepentingan pubik.

Setelah itu pada Pasal 28G ayat (1)

dibahas mengenai perlindungan bagi setiap

orang dalam menjalankan hak asasinya. Dalam

pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang

berhak atas rasa aman dan perlindungan dari

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Sehingga, Pasal 28C ayat (2) UUD 1945

tentang hak partisipasi publik secara kolektif

dan Pasal 28F tentang hak untuk partisipasi

publik melalui penyebaran dan menerima

informasi; seharusnya menjadi hak yang

mendapat perlindungan dari Pasal 28G ayat (1)

UUD 1945.

Seperti yang telah dibahas dalam

bahasan yang sebelumnya, salah satu

ancaman dari partisipasi publik adalah SLAPP.

SLAPP yang mengancam partisipasi publik

tersebut telah melanggar hak yang seperti telah

diatur dalam Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28F

UUD 1945. Oleh karena itu seperti yang diatur

dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 setiap

orang mempunyai hak untuk terlindung dari

ancaman SLAPP yang melanggar hak mereka,

dimana negara wajib memberikan hak tersebut.

Sebagaimana yang kita bahas

sebelumnya hukum di Indonesia masih belum

efektif dalam melingkupi perlindungan bagi

masyarakat dari ancaman SLAPP. Ruang

Lingkup yang masih terbatas pada hukum

lingkungan, dan mekanisme yang masih belum

jelas menyebabkan masih banyak kasus SLAPP

yang terjadi di Indonesia. Indonesia seharusnya

memperbaiki dan meningkatkan sistem anti-

SLAPP yang dimilikinya untuk menjamin hak

rakyat Indonesia seperti yang terdapat dalam

UUD 1945. Perbaikan dan peningkatan dari

s i s t e m A n t i - S L A P P s e n d i r i d a p a t

diimplementasikan dalam bentuk undang-

undang.

Minnesota Statute 2018 554 dapat

menjadi salah satu contoh bagaimana

perbaikan dan peningkatan sistem Anti-SLAPP

di Indonesia. Tetapi hal yang perlu diperhatikan

adalah kasus SLAPP dalam Minnesota Statute

2018 Chapter 554 hanya terbatas pada

perkara perdata. Padahal kasus-kasus yang

menjadi catatan sebelumnya adalah

penggunaan criminal lawsuit. Walaupun begitu

ada beberapa hal yang masih bisa kita ambil

dari sistem di Minnesota Statute 2018.

Ruang Lingkup Minnesota Statue 2018

554 yang luas dan tidak hanya pada perlindungan

terhadap partisipasi di ranah tertentu. Indonesia

seharusnya bisa meniru Minnesota Statute 2018

Chapter 554 meluaskan payung perlindungan

terhadap partisipasi publik. Sistem anti-SLAPP sendiri

seharusnya tidak terbatas pada anti-SLAPP yang

melindungi partisipasi dalam hukum lingkungan tetapi

juga dalam lingkup hukum atau hak yang lain. Lingkup

perlindungan yang dimasukkan untuk awalnya dapat

berupa partispasi terkait hak-hak dasar yang

tercantum dalam UUD 1945. Selain itu walaupun

Minnesota Statute 2018 tidak melingkupi perlindungan

dari dakwaan pidana. Hukum di Indonesia tetap harus

membuat sistem anti-criminal SLAPP. Hal ini diambil

dari keresahan dari masalah yang disebabkan dari

penggunaan delik-delik pidana sebagai alat untuk

membungkam partisipasi publik pada bahasan

sebelumnya.Prosedur dalam implementasi sistem anti-

SLAPP di Indonesia masih belum jelas. Bahkan

pengaturan lebih lanjut dibahas oleh Surat Keputusan

Ketua Mahkamah Agung yang ruang lingkup hanya

pada Mahkamah Agung. Sistem Anti-SLAPP yang

sedmikian rupa akan membuahkan masalah terutama

dalam ranah pidana yang melibatkan institusi penegak

hukum yang lain. Dalam Minnessota Statute 2018

Chapter 554 telah diatur bagaimana proses

penanganan perkara SLAPP. Selain itu diatur pula

tentang cara pembuktian dan beban pembuktian.

Bahkan diatur pula tentang pembantuan

dari lembaga pemerintah terkait dengan kasus SLAPP.

Indoneisa seharusnya bisa mengimplementasikan

sistem yang jelas tersebut dalam undang-undang.

Pengaturan yang jelas tersebut dapat menghindari

kebingungan dan tidak tercapainya tujuan sistem anti-

SLAPP.

Selain itu Indonesia juga seharusnya bisa

ikut mengatur pemberian ganti rugi dari SLAPP dalam

Minnessota Statute 2018 Chapter 554. Ganti rugi

tersebut dapat menjadi proteksi dan keadilan dari

suatu perbuatan SLAPP. Sehingga apabila SLAPP

secara perdata merugikan, hal ini dapat menjamin

penggantian kerugian yang disebabkan oleh SLAPP.

Permasalahan yang kemudian timbul

adalah perbedaan nilai yang dianut oleh Minnesota,

dalam hal ini Amerika dan Indonesia. Dalam konstitusi

Amerika terutama dalam amandemen pertama,

kebebasan berpendapat merupakan suatu hal yang

sangat dijunjung tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan

Indonesia yang menganggap kebebasan adalah suatu

hal masih bisa dibatasi. Tetapi hal yang perlu

diperhatikan adalah perlindungan yang perlu diberikan

sesuai dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28F, dan 28G

ayat (1) UUD 1945. Perlindungan terhadap partisipasi

publik ini perlu dilakukan penyeusaian agar tidak

melanggar nilai sosio-kultural di Indonesia.

Penyesuaian tersebut dapat dengan memerhatikan

Pasal 28J UUD 1945; dimana berdasarkan pada

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain,

tuntutan adil yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum

DAFTAR PUSTAKACintya Faliana dan Sanya Dinda, “Mahasiswa di Balik Terali Besi”,

http://www.balairungpress.com/2018/05/mahasiswa-di-balik-

terali-besi/, diakses tanggal 21 Maret 2019.

George W. Pring dan Penelope Canan, 1996, SLAPPs : Getting Sued for

Speaking Out, Temple University Press, Philadelphia

Rio Apinino, “Dianggap Hina TNI, Dosen & Aktivis Robertus Robet

Ditangkap Polisi”, Tirto.id, https://tirto.id/dianggap-hina-tni-dosen-

amp-aktivis-robertus-robet-ditangkap-polisi-diDR,diakses tanggal

7 Maret 2019.

Minnesota Statute 2018 Chapter 554

Raynaldo Sembiring, “Menyoal Pengaturan Anti Eco-SLAPP Dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009”, Jurnal Hukum

Lingkungan, Vol. 3, Issue 3, 2017.

Sofia Verza, 2018, “SLAPP: the background of Strategic Lawsuits

Against Public Participation”, Europe Centre for Press & Media

Freedom, https://www.ecpmf.eu/news/legal/slapp-the-

background-of-strategic-lawsuits-against-public-participation,

diakses tanggal 20 Maret 2019.

Tempo Co, “Haris Azhar Blakblakan Soal Pengakuan Heboh Freddy

Budiman”, 29 juli 2016. Diakses pada 1 Maret 2019 Pukul 20.00

WIB.

Tempo co, “Pasal Layu Penjerat Robertus Robet,

https://fokus.tempo.co/read/1183649/pasal-layu-penjerat-

robertus-robet?page_num=2, Tempo, 10 Maret 2019. Diakses pada

2 Maret 2019 Pukul 22.00 WIB.

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

UUD 1945

WALHI, “Siara Pers Hari Hak Asasi Manusia”,

https://walhi.or.id/kriminalisasi-pejuang-lingkungan-hidup-terus-

berlanjut-di-rezim-nawa-cita/, diaskes tanggal 21 Maret 2019.

DAFTAR PUSTAKACintya Faliana dan Sanya Dinda, “Mahasiswa di Balik Terali Besi”,

http://www.balairungpress.com/2018/05/mahasiswa-di-balik-

terali-besi/, diakses tanggal 21 Maret 2019.

George W. Pring dan Penelope Canan, 1996, SLAPPs : Getting Sued for

Speaking Out, Temple University Press, Philadelphia

Rio Apinino, “Dianggap Hina TNI, Dosen & Aktivis Robertus Robet

Ditangkap Polisi”, Tirto.id, https://tirto.id/dianggap-hina-tni-dosen-

amp-aktivis-robertus-robet-ditangkap-polisi-diDR,diakses tanggal

7 Maret 2019.

Minnesota Statute 2018 Chapter 554

Raynaldo Sembiring, “Menyoal Pengaturan Anti Eco-SLAPP Dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009”, Jurnal Hukum

Lingkungan, Vol. 3, Issue 3, 2017.

Sofia Verza, 2018, “SLAPP: the background of Strategic Lawsuits

Against Public Participation”, Europe Centre for Press & Media

Freedom, https://www.ecpmf.eu/news/legal/slapp-the-

background-of-strategic-lawsuits-against-public-participation,

diakses tanggal 20 Maret 2019.

Tempo Co, “Haris Azhar Blakblakan Soal Pengakuan Heboh Freddy

Budiman”, 29 juli 2016. Diakses pada 1 Maret 2019 Pukul 20.00

WIB.

Tempo co, “Pasal Layu Penjerat Robertus Robet,

https://fokus.tempo.co/read/1183649/pasal-layu-penjerat-

robertus-robet?page_num=2, Tempo, 10 Maret 2019. Diakses pada

2 Maret 2019 Pukul 22.00 WIB.

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

UUD 1945

WALHI, “Siara Pers Hari Hak Asasi Manusia”,

https://walhi.or.id/kriminalisasi-pejuang-lingkungan-hidup-terus-

berlanjut-di-rezim-nawa-cita/, diaskes tanggal 21 Maret 2019.