13

Click here to load reader

KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

216JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228

KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHANHUTAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

(Study on Optimalisation Strategy of Private Forest Land Utilizationin South Sulawesi)

Achmad Rizal HB , Nurhaedah , Evita Hapsari1 2 3

1,2,3BPK Makassar, Jln. Perintis Kemerdekaan KM 16,5 Makassar, tlp (0411) 554049,

fax (0411) 554058, e-mail: [email protected]

Diterima 17 September 2012, disetujui 13 November 2012

“ ” .

Sulawesi Selatan memiliki luasan hutan rakyat sebesar 223.428 ha (7,40% dari kawasan hutannya). Potensitersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dengan penerapan pola agroforestri yang mudah dijumpai di beberapakabupaten di Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian ditentukan secara purposif dengan memperhatikan potensi hutanrakyat dan praktik agroforestri, yakni di Kabupaten Barru, Bulukumba, dan Sidrap. Pengumpulan data dilakukanmelalui diskusi, wawancara, observasi, pengukuran potensi, dan studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untukmerumuskan strategi optimalisasi pemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat untuk mendukung ketahananpangan. Penelitian bersifat konklusif dengan pendekatan studi deskriptif. Untuk merumuskan strategi optimalisasipemanfaatan lahan, digunakan analisis medan daya ( = FFA). Hasil penelitian menunjukkan bahwapengelolaan hutan rakyat di ketiga kabupaten berhadapan dengan sejumlah isu, yang ditunjukkan oleh adanyabeberapa faktor pendorong dan faktor penghambat, baik internal maupun eksternal. Pengelolaan dimaksud beradapada kategori “ ”. Strategi yang sesuai adalah strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal dengan caramemperluas kegiatan di masyarakat dan mengembangkan jaringan informasi dan komunikasi antardaerah yangmemiliki program yang sama.

Kata kunci: optimalisasi, hutan rakyat, growth, strategi

ABSTRACT

South Sulawesi has private forest of 223,428 hectares or 7.40% of its forest total area. Optimal utilization of this potencythrough agroforestry is common to some districts in South Sulawesi. Research's location is purposively defined based on private forestpotency and its practiced agroforestry, i.e. in District of Barru, Bulukumba, and Sidrap. Data was collected through discussion, interview,observation, potency assessment, study of related literature. The objective of the research is to formulate the optimization strategy on landutilization under the stands of private forest in food security supporting. It is a conclusive research with a descriptive study approach. ForceField Analysis (FFA) was applied to formulate the optimization strategy. The result showed that private forest management in those threedistricts facing some issues. There are some driving factors and some restraining ones, both internally and externally affecting that privateforest management in growth category The recommended alternative strategy is concentration through horizontal integrated. Thisstrategy is part of the growth strategy and can be done by expanding the activities with the community and developing information andcommunication networking with other districts that have same program.

Keywords: optimization, private forest, growth, strategy

Force Field Analysis

growth

ABSTRAK

Page 2: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

217Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat di ..... (Achmad Rizal HB, Nurhaedah, Evita Hapsari)

I. PENDAHULUAN

Hutan rakyat sudah berkembang sejak lama dikalangan masyarakat Indonesia, dan dikelola secaratradisional oleh pemiliknya. Pengelolaan hutanrakyat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri secaraswadaya murni tanpa campur tangan pemerintah,baik secara monokultur maupun pola tanamcampuran dengan sistem agroforestri (Usman,2001). Selanjutnya, Usman (2001) melaporkan luashutan rakyat di Indonesia mencapai 1,3 juta hektarpada tahun 1999 dengan jenis-jenis tanaman yangtelah akrab dengan masyarakat. Hutan rakyat selainmenghasilkan kayu juga non kayu seperti buah-buahan, getah, dan hasil-hasil lainnya yangmempunyai nilai ekonomi dan dapat mendukungketahanan pangan.

Pada optimalisasi penggunaan lahan hutanrakyat terdapat peluang untuk menerapkan polaagroforestri yang merupakan suatu sistempengelolaan lahan berasaskan kelestarian. Polaagroforestri yang mengkombinasikan produksitanaman pertanian dan tanaman hutan dan/atauhewan, secara bersamaan atau berurutan pada unitlahan yang sama dapat meningkatkan hasil lahansecara keseluruhan.

Kawasan hutan rakyat di Sulawesi Selatan cukupbesar, yaitu 223.428 ha atau 7,40% dari kawasanhutannya (Dinas Kehutanan Provinsi SulawesiSelatan, 2004). Luasan tersebut merupakan 17,19%dari luas seluruh hutan rakyat di Indonesia. Lahanhutan rakyat tersebut belum dimanfaatkan secaraoptimal bila dilihat dari pengaturan komposisi jenistanamannya. Beberapa hal yang menjadi kendaladalam optimalisasi pemanfaatan lahan hutan rakyat,antara lain: kurangnya pemahaman masyarakattentang teknik budidaya seperti pengaturan polatanam, jarak tanam dan pemilihan jenis tanaman.

Pola agroforestri adalah campuran komposisitanaman jangka pendek berupa tanaman semusim,jangka menengah berupa tanaman sela, dan jangkapanjang berupa tanaman kehutanan. Denganmenerapkan pola tersebut, pendapatan masyarakatdapat meningkat melalui perolehan hasil daritanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskanstrategi optimalisasi pemanfaatan lahan di bawahtegakan hutan rakyat untuk mendukung ketahananpangan di Kabupaten Barru, Bulukumba, danSidrap.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

B. Bahan dan Alat

C. Metode Pengambilan Sampel

D. Analisis Data

Lokasi penelitian di Kabupaten Barru,Bulukumba dan Sidrap, Sulawesi Selatan danberlangsung pada Januari sampai Desember2009.

Bahan dan peralatan yang digunakan dalampenelitian ini adalah: alat tulis- menulis, alatperekam, kuesioner, kamera, dan perlengkapanlapang.

Lokasi kabupaten dipilih secara purposifberdasarkan luasan hutan rakyatnya. Respon-den/informan dari masyarakat dipilih secarapurposif berdasarkan luas pemilikan hutanrakyat dan potensi tanaman didalamnya.

Data dan informasi yang digunakan dalampenelitian ini, yaitu:1. Observasi, yaitu melihat dan mengamati

karakteristik responden yang memiliki luasdan potensi tanaman hutan rakyat secaralangsung sehingga dapat diketahui kondisiobjek yang akan diamati dan diambil datanya.

2. Studi literatur, yaitu mengkaji berbagaiinformasi seperti literatur dan teori yangberkaitan data yang menunjang penelitian ini.

3. Wawancara dan pengisian kuisioner, yaitupengumpulan fakta dan data dengan caramelakukan wawancara secara intensif denganresponden. Jumlah responden disetiap desasampel antara 5-10 orang.

Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dankuantitatif. Untuk merumuskan strategioptimalisasi pemanfaatan lahan digunakananalisis medan daya ( ) dariKurt Lewin, yang dikembangkan oleh Morgan(2008) dan secara partisipatif telah diterapkanoleh Singer (2009) dalam suatu analisis kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang meng-hambat terwujudnya perubahan. Selanjutnya,Singer (2009) mengemukakan langkah-langkahanalisis, sebagai berikut:

Force Field Analysis

Page 3: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

218

1. Menuliskan semua faktor pendorong terjadinyaperubahan pada sisi kiri kertas.

2. Menuliskan semua faktor penghambat ter-jadinya perubahan pada sisi kanannya.

3. Memberikan nilai setiap faktor pendorong danpenghambat 1 -5, di mana 1 = paling lemahpengaruhnya sampai dengan 5 = paling kuatpengaruhnya.

4. Menjumlahkan nilai masing-masing faktorsecara terpisah untuk keperluan analisis cepatterhadap faktor pendorong dan faktorpenghambat.

5. Membentuk kelompok (terdiri dari 3 - 4 orang)untuk mendiskusikan cara memperkuat faktorpendorong terjadinya perubahan dan carameminimalkan faktor penghambat terjadinyaperubahan.

Analisis medan daya disingkat FFA bertujuanmemberikan gambaran permasalahan dan keadaan-keadaan yang tidak dapat diubah dan memberikananalisis tentang cara menghapuskan hal-hal yangmenghambat tercapainya tujuan.

Untuk mengetahui posisi progres strategipemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat,dilakukan analisis faktor strategis internal daneksternal. Analisis faktor strategis internal (

merupakanprosedur pengolahan faktor-faktor strategis padalingkungan internal. Sedangkan analisis faktorstrategi eksternal (

merupakan

Penilaian terhadap faktor internal dan eksternaldilakukan dengan memberikan pembobotan danperingkat pada setiap faktor strategis dalam suatutampilan tabel (Tabel IFAS EFAS), menurutlangkah-langkah sebagai berikut (lihat Lampiran 1).

1. Memasukkan faktor-faktor internal daneksternal pada Tabel IFAS-EFAS kolom 1.

2. Memberikan bobot masing-masing faktorstrategis pada kolom 2, dengan skala 1,0 (sangatpenting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).Semua bobot tersebut jumlahnya tidak melebihidari skor total = 1,00. Faktor-faktor itu diberibobot berdasarkan pengaruh posisi strategis.

3. Memberikan peringkat pada kolom 3 untukmasing-masing faktor dengan skala mulai dari 4(sangat kuat) sampai dengan 1 (lemah),berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadapkondisi bersangkutan.

internalstrategic factors analysis summary = IFAS)

external strategic factors analysissummary = EFAS) prosedur pengolahanfaktor-faktor strategis pada lingkungan eksternal.

4. Mengalikan bobot dengan peringkat untukmemperoleh nilai masing-masing faktor.

5. Menjumlahkan nilai masing-masing faktor(pada kolom 4). Nilai total ini menunjukanNilai IFAS/EFAS, yang antara lain digunakandalam penentuan posisi program pada MatriksInternal Eksternal dari Wheelen.

Kawasan hutan di Kabupaten Sidrap seluas75.135 ha adalah yang paling luas dibandingKabupaten Barru seluas 4.867 ha dan KabupatenBulukumba seluas 30.726 ha. Namun, persentaseluas hutan rakyat di Kabupaten Sidrap palingrendah, yaitu 8,4% dibanding Kabupaten Barru82% dan Kabupaten Bulukumba 72%. Hal inimenunjukkan pemanfaatan lahan hutan rakyat diKabupaten Sidrap masih rendah. Masyarakatpetani di Kabupaten Barru dan KabupatenBulukumba memanfaatkan sebagian besarlahannya untuk hutan rakyat . Hal inimenggambarkan bahwa pengetahuan dankesadaran masyarakat dalam mengelola danmemanfaatkan lahannya cukup tinggi, sehinggaoptimalisasi pemanfaatan lahan tercapai.

Hutan rakyat di Kabupaten Barru didominasitanaman jati ( ) dengan umur pohon ±10 tahun, volume rata-rata 4 m /ha (kerapatan226 pohon/ha). Luas areal hutan yang dikelolamasyarakat berkisar antara 0,3 - 3 ha, denganpohon berumur ± 10 tahun, sehingga tidakmemungkinkan untuk pertumbuhan tanamanbawah/sela karena tutupan tajuk sudahmenghalangi cahaya matahari.

Hutan rakyat di Kabupaten Bulukumbadidominasi oleh tanaman sengon (

) yang berumur antara 5 - 10 tahun denganvolume rata-rata 57 m /ha (kerapatan 126pohon/ha). Pada lahan ini masyarakat menanamberbagai jenis tanaman perkebunan dan buah-buahan, sehingga pemanfaatan lahan lebih optimaldi banding daerah lain.

Di Kabupaten Sidrap hutan rakyat didominasioleh jenis tanaman mahoni ( )yang berumur rata-rata 4 tahun dengan volumerata-rata 47 m /ha (kerapatan 400 pohon/ha) dan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Hutan Rakyat di KabupatenBarru, Bulukumba, dan Sidrap

Tectona grandis

Paraserianthesfalcataria

Swietenia macrophylla

3

3

3

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228

Page 4: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

219

jati ( ) yang berumur rata-rata 7 tahundengan volume 4 m /ha (kerapatan 380 pohon/ha).Di bawah tegakan mahoni masyarakat menanamjagung sebagai sumber penghasilan alternatifsebelum panen kayu, tetapi di bawah tegakantanaman jati tidak dijumpai ada tanaman sela.

Berdasarkan kajian pada lokasi yang disurvei, ketiga kabupaten masih memiliki potensi hutan rakyatuntuk berkembang, karena adanya dukunganpemerintah setempat, baik teknis maupun nonteknis. Kesadaran masyarakat untuk menanampohon bukan sekedar tuntutan ekonomi, tetapimemiliki fungsi pelestarian lingkungan sertapermintaan pasar akan kebutuhan kayu. Pemilihanjenis tanaman untuk dikembangkan didasarkanpada kesesuaian lahan, permintaan, danketersediaan pasar.

Tectona grandis3

Hutan rakyat yang dikaji umumnya dikelolamasyarakat secara swadaya, baik secara individumaupun secara kelompok, kecuali di KabupatenBulukumba dikembangkan dengan pola kemitraan,yaitu: masyarakat, perusahaan kayu, danpemerintah. Masyarakat sebagai pemilik lahanberperan sebagai penyedia bahan baku kayu untukperusahaan, selanjutnya perusahaan berperansebagai penyedia bibit dan pengguna hasil kayu,sedangkan pemerintah berperan sebagai regulatordan penyedia bimbingan teknis.

Karakteristik petani hutan rakyat di KabupatenBarru, Bulukumba, dan Sidrap secara umum dapatdilihat pada Tabel 1.

B. Kondisi Sosial dan Ekonomi Petani HutanRakyat

Tabel 1. Karakteristik petani hutan rakyat di Kabupaten Barru,Bulukumba, dan SidrapTable 1. Characteristic of private forest farmer in Barru, Bulukumba, and Sidrap

LokasiLocation

Umur(tahun)

Age(year)

Pendidikan(Education)

Pekerjaan(Occupation)

JumlahTanggunga

n(Number of

family)

Luas Lahan (ha)(Land area, hectares)

Sawah(farm)

Kebun(garden)

Hutan(forest)

KabupatenBarru

29 -65 SD - S1- Bertani

- Beternak,Swasta

1 - 5 0,5 - 3 0,1 - 2 0,3 - 3

KabupatenBulukumba

24 - 70 SD - S1

- Bertani,PNS

- Berdagang,Buruh

1 - 6 0,35 - 1 0,5 - 3 0,5 - 3

KabupatenSidrap

24 - 79 SD - SMA- Bertani,- Wiraswasta- Berkebun

1 - 6 0,7 - 5 0,5 - 7 0,5 - 10

Sumber : Data Primer diolah, 2009Source : Primary Data processed, 2009

Pada Tabel 1, ditunjukkan bahwa usia respondentergolong usia produktif hingga tidak produktif.Usia produktif merupakan salah satu potensi yangdapat dimanfaatkan dalam mengembangkan suatudaerah. Pada umumnya masyarakat yang berusiaproduktif memiliki kondisi fisik yang prima sertamudah menerima ide-ide baru atau inovasi.Sedangkan masyarakat yang berada dalam kategoriusia non produktif, walaupun secara fisik terbatas,tetapi pengetahuan dan pengalaman mereka dapatdimanfaatkan dalam mengembangkan suatudaerah. Usia produktif dan usia non produktif

menjadi faktor pendukung dalam mengoptimalkanpemanfaatan lahan hutan rakyat.

Tingkat pendidikan masyarakat dalam Tabel 1terlihat cukup tinggi walaupun ada beberapa orangyang mempunyai pendidikan rendah. Tingkatpendidikan masyarakat mempengaruhi caraberfikir seseorang dalam menganalisis suatumasalah dan mengambil suatu keputusan ataukebijakan. Semakin tinggi tingkat pendidikanseseorang maka akan memiliki kecenderungansemakin mudah menerima respon terhadapperubahan-perubahan. Hal ini menjadi faktor

Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat di ..... (Achmad Rizal HB, Nurhaedah, Evita Hapsari)

Page 5: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

220

pendukung masyarakat untuk memanfaatkan lahanyang mereka miliki agar bisa lebih optimal.

Mayoritas responden di tiga kabupaten memilikipekerjaan utama sebagai petani. Hal ini merupakans a l a h s a t u f a k t o r p e n d u k u n g d a l a mmengembangkan hutan rakyat. Petani sudahmengetahui teknik-teknik bercocok tanam yangsesuai dengan kondisi di daerahnya berdasarkanpengalaman yang mereka miliki. Akan tetapi,mereka tetap membutuhkan pembinaan,pengarahan, dan pela t ihan agar dapatmemanfaatkan lahan secara lebih optimal,khususnya pemanfaatan hutan rakyat secaraoptimal, sehingga produktivitas meningkat dengantetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarianlahan. Selain bertani, mereka memiliki pekerjaansampingan seperti beternak. Untuk lebihmengoptimalkan pemanfaatan lahan hutannya,masyarakat dapat menggabungkan tanamanperkebunan dan tanaman hutan atau menanamrumput gajah untuk pakan ternak. Berternak dilahan hutan merupakan bagian dari bentukagroforestri, yaitu silvopastur.

Berdasarkan Tabel 1, jumlah tanggungan kepalakeluarga pada tiga kabupaten cukup besar, yaknimencapai 5 - 6 orang/keluarga. Hal ini akanmempengaruhi motivasi dan kreativitas seorangkepala keluarga, karena semakin banyak jumlahorang yang ditanggung semakin besar biaya yangdiperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupkeluarganya. Masyarakat dituntut untuk lebihkreatif dalam mengoptimalkan lahan hutan rakyatuntuk mendukung ketahanan pangan danmeningkatkan pendapatan. Hasil yang diperolehdalam jangka pendek adalah tanaman semusim,sumber pendapatan jangka menengah adalahtanaman sela, serta sumber pendapatan jangkapanjang adalah tanaman kehutanan.

Kepemilikan sawah oleh masyarakat diKabupaten Sidrap merupakan yang terluas, yaitu 0,7- 5 ha/keluarga, dibanding Kabupaten Barru (0,5 - 3ha/keluarga) dan Kabupaten Bulukumba (0,35 - 1ha/keluarga). Demikian halnya dengan kepemilikanlahan kebun dan hutan. Kabupaten Sidrapmerupakan salah satu sentra penghasil beras diSulawesi Selatan dan penghasil jagung yang diolahmenjadi pakan ternak. Masyarakat di kabupaten inicukup optimal memanfaatkan lahan hutannya.

Pendapatan petani dari tanaman kehutanan padatiga lokasi kajian, menunjukkan bahwa Kabupaten

Barru memiliki pendapatan yang paling tinggi,yaitu Rp 3.000.000 - Rp 40.000.000/tahun,dibanding dengan Kabupaten Sidrap (Rp4.500.000 - Rp 24.000.000/tahun) dan KabupatenBulukumba (Rp. 2.000.000 - Rp. 22.500.000/tahun). Di Kabupaten Barru, tanaman kehutanandi dominasi oleh tanaman jati yang memiliki nilaiekonomi tinggi karena harga jualnya yang mahal,baik di pasar lokal maupun nasional (Koran Jakarta,2009). Kayu jati digunakan sebagai bahan bakupembuatan meubel dan bahan bangunan rumah.Hutan rakyat di Kabupaten Bulukumbadidominasi oleh tanaman sengon yang memilikiprospek pasar, karena adanya perusahaan(bahan kayu lapis) berskala nasional di kabupatentersebut yang membeli kayu rakyat. Sedangkan diKabupaten Sidrap didominasi jenis tanamanmahoni dan jati. Harga tanaman mahoni yangberumur 7 tahun adalah Rp 500.000/pohon,sedangkan harga tanaman jati berumur 15 tahunadalah Rp 2.000.000/pohon. Tanaman yangdimiliki masyarakat masih berusia antara 4 - 5tahun, tetapi ada jaminan pasar ke depan, karenapengusaha meubel yang ada di daerah ini masihkekurangan bahan baku.

Pendapatan petani dari sektor perkebunan padatiga lokasi kajian menunjukkan bahwa KabupatenBulukumba memiliki pendapatan tertinggi (Rp280.000 - Rp 36.000.000/tahun) dibandingKabupaten Barru (Rp. 800.000 - Rp. 1.800.000/tahun) dan Kabupaten Sidrap (Rp. 500.000 - Rp.27.000.000/tahun). Hal ini di dukung oleh adanyaRencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan(2005 - 2010) yang bertujuan mewujudkanpembangunan kehutanan Kabupaten Bulukumbayang mencakup peningkatan mutu danproduktivitas sumber daya hutan (SDH) dan lahan,penurunan laju degradasi SDH dan lahan,terselenggaranya sistem pengelolaan hutan danlahan secara adil, dan peningkatan kontribusi hutandan lahan terhadap perekonomian nasional dandaerah, serta kesejahteraan masyarakat sekitarnya.Dari kebijakan ini terdapat 4 (empat) programbesar, yaitu: (1) Pengembangan dan PengelolaanHutan dan Lahan, (2) Perlindungan hutan,pengamanan hutan dan konservasi alam, (3)Optimalisasi fungsi, pemanfaatan fungsi danpemanfaatan hutan serta lahan, dan (4)Pengembangan sumber daya manusia (SDM) dankelembagaan. Pada program 3, terdapat kegiatan

veneer

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228

Page 6: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

221

intensifikasi tumpangsari/agroforestri, sehinggamerubah paradigma pengelolaan hutan dari yangberorientasi pada hasil kayu saja, menjadi hasilhutan non kayu, baik berupa hasil perkebunanmaupun pertanian. Kondisi tersebut memberikanpembelajaran kepada masyarakat dalammengurangi ketergantungan pada hasil kayu saja,tetapi dapat menghasilkan pendapatan dalamjangka pendek untuk memenuhi kebutuhanhidupnya dari tanaman semusim.

Pendapatan petani dari sektor tanaman panganpada tiga lokasi kajian menunjukkan bahwa tingkatpendapatan masyarakat di Kabupaten Barru (Rp3.000.000 - Rp 39.000.000/tahun) lebih tinggidibanding Kabupaten Sidrap (Rp 2.000.000 - Rp18.000.000/tahun) dan Kabupaten Bulukumba(Rp. 800.000 - Rp. 6.600.000/tahun). Padaumumnya masyarakat di wilayah ini memilikipekerjaan utama sebagai petani sawah yangdidukung oleh ketersediaan irigasi dan keberadaanstasiun perbenihan/pembibitan padi Bottolampe diKecamatan Tanete Riaja. Hal ini berdampak padapeningkatan ketersediaan dan penggunaan benihpadi bermutu, sehingga akan meningkatkanpendapatan petani (Dinas Komunikasi InformasiKebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Barru,2006).

Total pendapatan petani dari hutan rakyat padatiga lokasi kajian dapat mencapai kisaran Rp65.000.000 - Rp 79.000.000/tahun, jika pada lahanyang mereka kelola diusahakan beberapa komoditi

baik tanaman kehutanan, perkebunan maupuntanaman pangan. Hal ini seiring denganpemahaman optimalisasi menurut Andayani(2002), yaitu memaksimumkan nilai finansial atassebidang lahan usaha dengan kombinasi jenistanaman yang secara agregat menghasilkan nilaiekonomi maksimum. Di samping itu, optimalisasilahan memberikan kontribusi terhadap pen-dapatan masyarakat, sehingga dapat mencapai diatas rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP)Sulawesi Selatan, yaitu sebesar Rp 905.000/bulan(Edwin, 2008).

Hasil wawancara dan diskusi dengan parapihak,disepakati adanya beberapa faktor dalam programoptimalisasi pemanfaaan lahan hutan rakyat.Faktor-faktor tersebut yakni pemerintah,masyarakat, dan dunia usaha ( ) dengancakupan yang luas meliputi regulasi, programinstansi, kapasitas pelaku, status dan daya dukunglahan, akses pasar, pola tanam, kelembagaan,permintaan dan persediaan komoditas, ketahananpangan, potensi konflik, dan sebagainya.Selanjutnya, secara partisipatif faktor-faktortersebut dikelompokkan dalam faktor pendorongdan faktor penghambat, sebagaimana disajikanpada Tabel 2.

C. Beberapa Faktor Pendukung dalamOptimalisasi Pemanfaatan Lahan HutanRakyat

private sector

Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat di ..... (Achmad Rizal HB, Nurhaedah, Evita Hapsari)

Page 7: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

222

Tabel 2. Faktor-faktor dalam optimalisasi lahan di bawah tegakan hutan rakyatTable 2. Factors in land optimization under private forest's stands

Faktor Pendorong(Driving Factors)

Faktor Penghambat(Restraining Factors)

- Adanya program pengembangan hutan rakyat- Adanya hutan rakyat Model Kementerian

Kehutanan- Adanya petani sukses sebagai pelopor

- Tersedianya lahan hutan rakyat dan alokasi lahanuntuk hutan rakyat

- Tersedianya pasar untuk hasil-hasil hutan rakyat

- Motivasi ekonomi dan ekologi masyarakat

- Hak kepemilikan yang jelas

- Adanya kelembagaan masyarakat

- Meningkatnya permintaan kayu lokal hutanrakyat

- Adanya contoh sukses hutan rakyat desateladan

- Permintaan pakan ternak meningkat

- Kemungkinan pemanfaatan lahan eks HGU

- Berkembangnya industri rakyat berbasis kayu

- Respon pemda terhdap isu kelangkaan pangandengan pengembangan usaha tani di hutanrakyat

- Digagasnya perda tentang hutan rakyat

- Kurangnya pendampingan teknis dalampengelolaan hutan rakyat

- Kurangnya koordinasi antara instansi terkait

- Masyarakat terbiasa dengan monokultur

- Kondisi lahan hutan rakyat yang beragam

- Rendahnya margin pendapatan petani

- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentangbudidaya tanaman

- Kurangnya modal masyarakat

- Inkonsistensi minat masyarakat terhadapkomoditi yang sedang “booming”

- Potensi konflik tata batas hutan rakyat danhutan lindung

- Konversi penggunaan lahan

- Serangan hama dan penyakit

Sumber : Data Primer diolah, 2009)Source : Primary Data processed, 2009

Pada Tabel 2 dicantumkan faktor-faktorpendorong yang mendukung optimalisasipemanfaatan lahan hutan rakyat di DinasKehutanan masing-masing kabupaten, melaluiprogram pengembangan hutan rakyat. Hal inisejalan dengan model hutan rakyat yangdikembangkan oleh Departemen Kehutanan diK a b u p a t e n B a r r u . M o d e l t e r s e b u tmemperkenalkan kombinasi tanaman kehutananmahoni, (MPTS) sepertikemiri dengan tanaman obat/rempah-rempahseperti jahe. Hutan rakyat di Kabupaten Barruyang didominasi tanaman jati yang tumbuh alami,kurang memungkinkan tanaman tumbuh dibawahnya, sehingga kurang diminati masyarakat.Optimalisasi pemanfaatan lahan yang banyakdijumpai di Kabupaten Barru hanya berupapenanaman rumput gajah dan gamal pada tepi-tepilahan yang dimanfatkan sebagai pakan ternak.

Multi Purpose Trees Species

Faktor-faktor pendorong sebagian besar berasaldari masyarakat sebagai pemilik lahan. Olehkarena itu, motivasi masyarakat, baik ekonomimaupun ekologi, perlu terus dipelihara dandikembangkan agar tetap mempertahankankeberadaan kawasan hutan rakyat. Selainpembinaan yang dilakukan pemerintah daerah, halyang dapat mempercepat pelaksanaan program dihutan rakyat adalah kepeloporan petani yangsukses mengembangkan hutannya. Hal inidijumpai di Kabupaten Sidrap dan KabupatenBulukumba. Di Kecamatan Kulo, KabupatenSidrap, ketua kelompok tani telah mempeloporipenanaman mahoni yang diselanya ditanamijagung. Kedua jenis tanaman ini telah mempunyaipasar, yakni kayu mahoni (pohonnya saat penelitianberlangsung berumur 4 tahun) yang akan dibelioleh industri pengolahan kayu yangberada di Desa Puncak Mario yang juga milik ketua

lumbersery

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228

Page 8: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

223

kelompok. Sedangkan hasil panen jagung dibelioleh industri pengolah pakan ternak di KabupatenSidrap. Selain itu, dikembangkan juga embung-embung sebagai tempat persediaan air danpembiakan ikan air tawar pada cekungan hamparanlahan. Prestasi yang dicapai oleh ketua kelompoktani telah mendorong anggota kelompok untukmengembangkan hal serupa di lahan masing-masing, terutama karena adanya keterjaminanpasar. Saat ini di Kecamatan Kulo terdapat tegakanmahoni dengan jagung sebagai tanaman sela,tegakan jati, dan gmelina yang seluruhnya mencapailuasan 50 hektar. Hasil wawancara dengan KepalaBidang Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan danProgram Evaluasi Dinas Kehutanan KabupatenSidrap, lahan untuk tanaman kehutanan tersebutmemungkinkan untuk dikembangkan, mengingatadanya potensi eks lahan HGU perkebunan yangterlantar setelah perusahaan pengelolanya berhentiberoperasi.

Kepeloporan serupa juga dijumpai diKabupaten Bulukumba, Desa Balangtaroang danDesa Sapobonto. Pengembangan pola agroforestrisebagai bentuk pemanfaatan lahan hutan rakyattelah mengantarkan kepala desanya sebagai kepaladesa teladan nasional 2009 dan mendapat undanganuntuk hadir di Istana Negara dalam upacaraperingatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.Pola agroforestri yang dikembangkan adalahkombinasi jenis tanaman kehutanan, seperti suren,sengon, bitti, dan mahoni dengan tanaman jenisbuah-buahan, seperti durian, rambutan, nangka,yang diselingi tanaman sela, seperti kakao, pisang,dan kopi. Kawasan hutan rakyat tersebutberbatasan areal persawahan, yang bataspematangnya ditanami rumput gajah, untuk pakanternak yang dikembangkan dengan sistem kandang.Hasil kayu dari hutan rakyat ditampung olehindustri pengolahan kayu di KabupatenBulukumba, di samping juga diolah sendiri olehwarga setempat untuk usaha meubel. Hasilwawancara dengan kepala desa mengungkapkanpengembangan desa mengarah kepada wisata agro,yang saat ini dalam tahap pembangunaninfrastruktur, seperti gedung pertemuan, ,sarana pemandian umum, dan sarana penunjanglainnya. Adapun kepeloporan di Desa Sapobontobermula dari rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis disekitar desa melalui program UPSA (UsahaPelestarian Sumberdaya Alam) pada tahun 1991.

guest house

Seorang ketua kelompok tani adalah salah satupekerja dalam program tersebut, berinisiatifmengembangkan program UPSA di lahanmiliknya. Pada saat program UPSA berakhir,petani tersebut akan menikmati hasil dari tanamanyang dikembangkan di lahannya. Pola agroforestriyang dikembangkan dengan perlakuan teraseringpada lahan kelerengan, telah menunjukkan hasilberupa tanaman campuran kehutanan sepertisengon, bitti, gmelina, suren, dan akasia, dengantanaman buah-buahan seperti langsat, manggis,mangga, dan nangka. Tanaman selanya terdiri darikakao, cengkeh, dan merica dengan menggunakangamal sebagai tanaman penunjang. Sedangkanpada sepanjang batas masing-masing terasditanami rumput gajah. Upaya yang dilakukanketua kelompok tersebut telah diikuti olehanggotanya, dan telah menjadikan desanya sebagaisumber buah-buahan dan sayur-mayur.Selanjutnya, oleh penyuluh lapang, keberhasilan diDesa Sapobonto ditularkan kepada desa disekitarnya. Berdasarkan wawancara denganpenyuluh, diketahui bahwa faktor pendorongutama suksesnya penghijauan di tingkat kecamatanyang menjadi tanggungjawabnya, yakni KecamatanBulukumpa adalah inisiatif masyarakat sebagaipemilik lahan untuk mengikuti arahan dari instansiterkait. Sedangkan faktor penghambat adalahterbatasnya jumlah penyuluh kehutanan dankesediaan penyuluh untuk melakukan pendekatankepada masyarakat dengan memberikan contohlangsung di lapang.

Keberadaan penyuluh yang dibekali pengeta-huan teknis dan pengalaman berkomunikasidengan masyarakat, perlu ditingkatkan. Hal inimemiliki nilai strategis dalam memantau penge-lolaan hutan rakyat, mengingat sebagai lahan milik,masyarakat dapat sewaktu-waktu menggantitanaman yang ada dengan jenis tanaman lainnya,yang lebih menguntungkan atau bahkanmengalihkan fungsi lahannya dengan alasankebutuhan finansial. Dalam hal ini diperlukankebijakan insentif dan pendekatan persuasif agarmasyarakat tetap mengelola hutan miliknya, baikdengan pertimbangan ekonomi maupun ekologi.

Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yangtelah dipaparkan terhadap optimalisasi peman-

1. Analisis Faktor Strategis Eksternal danInternal

Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat di ..... (Achmad Rizal HB, Nurhaedah, Evita Hapsari)

Page 9: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

224

faatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat, makadilakukan analisis EFAS dan IFAS. Hasil analisisdisajikan pada Tabel 3. Faktor-faktor yangtermasuk kategori peluang dan ancamandigabungkan sebagai faktor strategis eksternal danmelalui diskusi masing-masing faktor ditentukanbobotnya atau porsinya terhadap keseluruhan.Misalnya dalam kasus ini terdapat 11 faktor, apakahbobot atau porsi faktor merupakan 1/11, 2/11, atau3/11 dan seterusnya dari keseluruhan faktor.Selanjutnya, bobot dinyatakan dalam desimal.Sedangkan peringkat ditentukan berdasarkantingkat pengaruh faktor terhadap program yangdikembangkan. Dalam kasus ini digunakan 4peringkat, yakni 1 mewakili lemah, 2 rata-rata, 3

kuat, dan 4 sangat kuat. Peringkat ditentukanmelalui diskusi, yang merupakan pertimbanganprofesional ( ). Untukmendapatkan nilai masing-masing faktor, bobotdikalikan dengan peringkatnya. Selanjutnya,dijumlahkan nilai masing-masing faktor untukmemperoleh nilai EFAS. Sebagaimana prosedurdalam memperoleh nilai EFAS, demikian halnyauntuk analisis IFAS, yang hasilnya disajikan padaTabel 4. Jika biaya dan waktu cukup tersedia,dimungkinkan untuk melakukan diskusi denganmelibatkan parapihak dalam menyepakati faktor-faktor pengaruh eksternal dan internal dalam haljumlah, bobot, dan peringkatnya.

professional judgement

Tabel 3. Ikhtisar analisis faktor strategis eksternal.Table 3 External strategic factors analysis summary (EFAS)

Faktor-faktor Strategis Eksternal(External Strategic Factors)

Bobot(Quality)

Peringkat(Rangking)

Nilai(Score)

Peluang- Meningkatnya permintaan kayu lokal hutan rakyat 0.16 4 0.64- Adanya contoh sukses hutan rakyat desa teladan 0.18 3 0.54- Permintaan pakan ternak meningkat 0.03 1 0.03- Kemungkinan pemanfaatan lahan eks HGU 0.05 2 0.10- Berkembangnya industri rakyat berbasis kayu 0.12 4 0.48- Adanya respon pemda terhadap isu kelangkaan pangan 0.08 2 0.16- Digagasnya Perda tentang hutan rakyat 0.11 3 0.33Ancaman- Inkonsistensi minat masyarakat terhadap suatu komoditi 0.05 2 0.10- Potensi konflik tata batas hutan rakyat dan hutan lindung 0.11 4 0.44- Konversi penggunaan lahan 0.08 3 0.24- Serangan hama dan penyakit 0.03 2 0.06

Jumlah (Total) 1.00 3.12

Sumber : Data Primer diolah, 2009Source : Primary Data processed, 2009

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228

Page 10: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

225

Tabel 4. Ikhtisar analisis faktor strategis internal.Table 4 Internal strategic factors analysis summary (IFAS)

Faktor-faktor Strategis Internal(Internal Strategic Factors)

Bobot(Quality)

Peringkat(Ranking)

Nilai(Score)

Kekuatan- Adanya program pengembangan hutan rakyat 0.11 3 0.33- Adanya hutan rakyat Model Kementerian Kehutanan 0.09 3 0.27- Adanya petani sukses sebagai pelopor 0.08 3 0.24- Tersedianya lahan hutan rakyat dan alokasi lahan untuk hutanrakyat 0.06 2 0.12-Tersedianya pasar untuk hasil-hasil hutan rakyat 0.12 4 0.48- Motivasi ekonomi dan ekologi masyarakat 0.05 2 0.10- Hak kepemilikan yang jelas 0.02 2 0.04- Adanya kelembagaan masyarakat 0.03 2 0.06Kelemahan- Kurangnya pendampingan teknis dalam pengelolaan hutan rakyat 0.11 4 0.44- Kurangnya koordinasi antara instansi terkait 0.09 3 0.27- Masyarakat terbiasa dengan monokultur 0.03 2 0.06- Kondisi lahan hutan rakyat yang beragam 0.02 1 0.02- Rendahnya margin pendapatan petani 0.06 3 0.18- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang budidaya tanaman 0.08 2 0.16- Kurangnya modal masyarakat 0.05 2 0.10

Jumlah (Total) 1.00 2.87Sumber : Data Primer diolah, 2009

)Source : Primary Data processed, 2009

Berdasarkan model matriks internal-eksternaldari Wheelen (1995) dalam Rangkuti (2008) yangdisajikan pada Lampiran 1, dengan jumlah nilaiIFAS = 2,87 dan nilai EFAS = 3,12 ; optimalisasipemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat,berada pada kategori “ ”, maka strategi yangsesuai adalah strategi konsentrasi melalui integrasihorizontal. Strategi ini termasuk dalam strategipertumbuhan dengan cara memperluas kegiatanmasyarakat dan mengembangkan jaringaninformasi dan komunikasi pada daerah yangmemiliki program yang sama.

Singer (2009) yang telah menerapkan FFA secarapartisipatif menyatakan bahwa diskusi kelompokdiperlukan untuk merumuskan: (a) cara mem-perkuat faktor pendorong terjadinya perubahan,dan (b) cara meminimalkan faktor penghambatterjadinya perubahan.

Dengan mengikuti langkah-langkah analisisFFA, faktor pendorong dan faktor penghambat

growth

2. Analisis Medan Daya (= FFA)

Force Field Analysis

dapat ditampilkan sebagaimana Gambar 2. Keduafaktor tersebut diperhadapkan satu sama lain dalampengaruhnya terhadap program atau kegiatan yangdilaksanakan, yakni optimalisasi pemanfaatanlahan di bawah tegakan hutan rakyat. Besarnyapengaruh faktor digambarkan dengan anak panahdengan panjang berbeda sesuai dengan peringkatdalam analisis EFAS-IFAS, mulai dari 1 sampaidengan 4. Faktor pendorong merupakan gabungandari faktor strategis eksternal peluang dan faktorstrategis internal kekuatan.

Total nilai faktor pendorong diperoleh daripenjumlahan peringkat faktor pendorong, sebesar39. Sedangkan faktor penghambat merupakangabungan dari faktor strategis eksternal ancamandan faktor strategis internal kelemahan. Total nilaifaktor penghambat diperoleh dari penjumlahanperingkat faktor penghambat sebesar 30. Total nilaifaktor pendorong lebih besar daripada total nilaifaktor penghambat menunjukkan bahwa programoptimalisasi pemanfaatan lahan di bawah tegakanhutan rakyat dapat dilaksanakan dan dikembang-kan dengan baik.

Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat di ..... (Achmad Rizal HB, Nurhaedah, Evita Hapsari)

Page 11: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

226

Faktor Pendorong Faktor Penghambat

Internal Internal

- Petani sukses sebagai pelopor - Masyarakat terbiasa dengan monokultur

- Lahan hutan rakyat dan calon hutan rakyat - Kondisi lahan hutan rakyat yang beragam

- Industri rakyat berbasis kayu - Rendahnya margin pendapatan petani

- Masyarakat dengan - Kurangnya pengetahuan masyarakat

motivasi ekonomi dan ekologi yang tinggi tentang budidaya tanaman

- Hutan rakyat desa teladan - Kurangnya modal masyarakat

- Status hak kepemilikan lahan - Konversi penggunaan lahan

- Kelembagaan masyarakat - Inkonsistensi minat terhadap komoditi

Eksternal Eksternal

- Program pengembangan hutan rakyat - Potensi konflik tata batas HR dan HL

- Hutan rakyat model Kementerian Kehutanan - Kurangnya pendampingan

- Pasar untuk hasil-hasil hutan rakyat teknis dalam pengelolaan hutan rakya

- Permintaan kayu lokal hatan rakyat - Kurangnya koordinasi antara instansi terkait

- Permintaan pakan ternak - Fluktuasi harga komoditi

- Eks HGU sebagai peluang sumber lahan - Serangan hama dan penyakit

- Perda tentang hutan rakyat

- Respon pemda thd isyu kelangkaan pangan

Gambar 2. Ilustrasi pengaruh faktor pendorong dan faktor penghambat terhadap optimalisasipemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat

Figure 2. The illustration of driving and restraining factors in optimization of land utilization under the private forest'sstand

Ukuran gambar anak panah pada Gambar 2 yangmewakili kekuatan faktor pendorong dan faktorpenghambat bervariasi dari yang pendek (lemah),sedang (rata-rata), sampai dengan panjang (sangatkuat). Semakin kuat faktor pendorong akansemakin melemahkan pengaruh faktor peng-hambat, sehingga program yang dipengaruhi keduafaktor tersebut, dalam hal ini optimalisasipemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat,akan semakin mudah dikembangkan.

Berdasarkan Gambar 2 faktor pendorong yangperlu diperkuat posisinya adalah lahan hutan rakyatdan calon hutan rakyat, status hak kepemilikanlahan, eks HGU sebagai peluang sumber lahan, dankelembagaan masyarakat. Sedangkan faktorpenghambat yang perlu diperkecil pengaruhnyaadalah konversi penggunaan lahan, potensi konfliktata batas hutan rakyat dan hutan lindung,kurangnya pendampingan teknis dalampengelolaan hutan rakyat, dan kurangnyakoordinasi antara instansi terkait.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan model matriks internal-eksternal,dengan jumlah nilai IFAS = 2,87 dan nilai EFAS= 3,12; maka prog ram optimal isas ipemanfaatan lahan di bawah tegakan hutanrakyat berada pada kategori “ ”(pertumbuhan). Sedangkan strategi yang sesuaiadalah strategi konsentrasi melalui integrasihorizontal dengan cara memperluas kegiatan dimasyarakat dan mengembangkan jaringaninformasi dan komunikasi pada daerah yangmemiliki program yang sama.

2. Strategi optimalisasi pemanfaatan lahan dibawah tegakan hutan rakyat dapat memperkuatfaktor pendorong internal, berupa lahan hutanrakyat, calon hutan rakyat, status hakkepemilikan lahan, dan kelembagaanmasyarakat. Di samping itu, memperkuat faktorpendorong eksternal, yaitu eks lahan HGUsebagai peluang sumber lahan. Selanjutnya,

growth

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228

Opt

imal

isas

i pem

anfa

atan

laha

ndi

baw

ahte

gaka

nhu

tan

raky

at

Page 12: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

227

memperkecil pengaruh faktor penghambatinternal, yaitu konversi penggunaan lahan danfaktor penghambat eksternal, yaiu potensikonflik tata batas hutan rakyat dan hutanlindung, kurangnya pendampingan teknis dalampengelolaan hutan rakyat dan kurangnyakoordinasi antara instansi terkait.

Diperlukan pendekatan multipihak antaramasyarakat, instansi teknis terkait, dan dunia usahadalam mengelola faktor-faktor optimalisasipemanfaatan lahan di bawah tegakan, yaitu: statusdan kondisi lahan, minat masyarakat, programpendampingan, dan permintaan pasar.

Andayani W, 2002. Optimalisasi Pemanfaatan lahanUsahatani Pola Agroforestri. Jurnal HutanRakyat. Pusat Kajian Hutan Rakyat. FakultasKehutanan UGM.

Badan Litbang Kehutanan dan Unhas. 1997. Studipengembangan hutan rakyat wilayahSulawesi Selatan dengan pendekatan SSEKI.Laporan Akhir. Kerjasama Badan Litbanghutdengan Fakultas Pertanian dan KehutananUnhas. Ujung Pandang.

Dinas Kehutanan, 2002. Rencana Strategi DinasKehutanan Kabupaten Bulukumba 2002 -2005. Bulukumba.

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan. 2004.Statistik Kehutanan. Dinas KehutananProvinsi Sulawesi Selatan. Makassar.

Dinas Komunikasi Informasi Kebudayaan danPariwisata Kab.Barru, 2006. KabupatenBarru berpeluang menjadi lumbung benih.http://www.barru.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=432&Itemid=26. Diakses 6 Januari 2010.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Edwin, 2008. Upah Minimum Provinsi SulawesiSelatan. http//Makassar Terkini.com.

FAO. 1996. 13-17 November1996. Rome, Italy: Food and AgricultureOrganisation of the United Nations.

Hendra, 2008. Konsep ketahanan pangan.http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/05/20/konsep-ketahanan-pangan/

Kartasubrata J, 1991. Agroforestri. Pusat StudiPembangunan, Lembaga Penelitian InstitutPertanian Bogor.

Koran Jakarta, 2009. Budidaya tanaman jati makindiminati warga. http://dhi.koran-jakarta.com/berita-detail-terkini.php?id=15991.Diakses 5 Januari 2010.

Morgan, Royston. 2008. "How to Do a Force FieldAnalysis - The Seven Steps."

. http://ezinearticles.com/?How-to-Do-a-Force-Field-Analysis---The-Seven-Steps&id=1752747

Singer, Paula M. 2009. The Infopeople ProjectLeading Change Winter, supported

by the U.S. Institute of Museum and LibraryServices. California. http://infopeople.org/training/past/2009/bls_leading_change/ex3_force_field.pdf

Supriadi, D. 2002. Pengembangan hutan rakyat diIndonesia. Jurnal Hutan Rakyat. PusatKajian Hutan Rakyat. Fakultas KehutananUGM.

Susatijo, B. 2008. Hutan sebagai salah satualternatif lumbung pangan. Majalah SuriliVol.45/No.2/Tahun 2008.

Usman, M. 2001. Memposisikan hutan rakyatsebagai aktualisasi ekonomi kerakyatan.Makalah hutan rakyat disampaikan padaseminar MPI Reformasi di Riau.

World Food Summit,

How to Do a ForceF i e l d A na l y s i s - Th e S e v e n S t e p sEzineArticles.com

dalam

Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat di ..... (Achmad Rizal HB, Nurhaedah, Evita Hapsari)

Page 13: KAJIAN STRATEGI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN

228

Lampiran 1. Matriks Internal - Eksternal dari WheelenAppendix 1. Internal External factors matrix

TOTAL NILAI FAKTOR STRATEGIS INTERNAL

KUAT RATA-RATA LEMAH

TINGGII

PERTUMBUHANII

PERTUMBUHANIII

PENCIUTAN

MENENGAHIV

STABILITAS

VPERTUMBUHAN

STABILITAS

VIPENCIUTAN

RENDAHVII

PERTUMBUHANVIII

PERTUMBUHANIX

LIKUIDASI

TO

TA

LN

ILA

IFA

KO

RST

RA

TE

GIS

EK

STE

RN

AL

Sumber ( ) : Wheelen (1995) dalam Rangkuti (2008)SourceWheelen (1995) in Rangkuti (2008)Source :

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9 No. 4 Desember 2012, Hal. 216 - 228