Upload
mohammad-iqbal-robuersa
View
54
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sebagai Calon Barang Kena Cukai Dalam Rangka Ekstensifikasi Obyek Bkc
Citation preview
KAJIAN TERHADAP SEMEN SEBAGAI CALON
BARANG KENA CUKAI DALAM RANGKA
EKSTENSIFIKASI OBYEK BKC
I. Pengertian Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping
sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil
akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan
alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida
(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,
bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang
kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil
akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50
kg.
Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :
- - semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan,
dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah
dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai
perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya
terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V.
- - semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan
digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi.
Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
- - oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan
dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas
pantai.
- - mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly
ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara
yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya
dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat
beton, sehingga menjadi lebih keras.
Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika
dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus :
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun
demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk
mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :
Proses basah : semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan
diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker
crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.
Proses kering : menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar
dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :
- - proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
- - proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran
yang homogen.
- - proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah
jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
- - proses pendinginan terak.
- - proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement
mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran
dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak
larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium,
magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.
II. Optimalisasi Penerimaan
2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri
Tujuan utama dari ekstensifikasi obyek barang kena cukai (BKC) adalah untuk
mengoptimalkan penerimaan negara dengan tidak mengesampingkan segi karakteristik
barang tertentu untuk dikenakan cukai.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan permintaan semen selama kurun waktu
tertentu berikut ini disajikan tabel jumlah produksi :
Tabel 1. Tabel Jumlah Produksi Semen (dalam ton)
Tahun Jumlah Pabrik Jumlah produksi Perubahan1988 11 13719049 1989 11 14145048 0,0311990 11 13822102 -0,0231991 11 15836894 0,1461992 11 15802349 -0,0021993 12 19686066 0,2461994 12 18111104 -0,0801995 12 17108774 -0,0551996 11 25039672 0,4641997 11 20879018 -0,166
Rata-rata 17415008 0,062
Sumber : Data BPS
Berdasarkan tabel jumlah produksi semen selama periode tahun 1988-1997 dapat
diketahui bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi semen adalah 6,2% per
tahun. Dengan melihat besarnya rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi tersebut,
maka diharapkan akan ada peningkatan penerimaan negara di sektor cukai apabila produksi
semen dikenakan cukai. Hal ini disebabkan karena :
1. 1. Berdasarkan trend produksi semen dapat diketahui ada peningkatan jumlah produksi
semen meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit.
2. 2. Semen merupakan barang inelastis yang artinya berapapun tingkat harga semen tidak
terlalu mempengaruhi jumlah produksi semen sehingga diharapkan penerimaan negara
akan meningkat.
2.1.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi
Berdasarkan analisa statistik data dari BPS mengenai tingkat harga dan jumlah
produksi semen selama periode tahun 1988 – 1997 dapat diramalkan penerimaan cukai dari
semen untuk masa yang akan datang. Berikut ini disajikan tabel peramalannya dengan
metode perhitungan regresi.
Tabel 2a. Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun 2000
Tarif NP kena cukai satu tahun NP kena cukai (9 bl) Penerimaan satu tahun Penerimaan (9 bl)0 3540288699 2655216524 0 05 3398677151 2549007863 169933858 12745039310 3257065603 2442799202 325706560 244279920
15 3115454055 2336590541 467318108 35048858120 2973842507 2230381880 594768501 44607637625 2832230959 2124173219 708057740 53104330530 2690619411 2017964558 807185823 60538936835 2549007863 1911755897 892152752 66911456440 2407396315 1805547236 962958526 72221889545 2265784767 1699338576 1019603145 76470235950 2124173219 1593129915 1062086610 79656495755 1982561671 1486921254 1090408919 81780668960 1840950123 1380712593 1104570074 82842755665 1699338576 1274503932 1104570074 82842755670 1557727028 1168295271 1090408919 81780668975 1416115480 1062086610 1062086610 796564957Sumber : Data BPS
Dengan menggunakan historical data (perhitungan time series analysis) nilai
produksi selama periode tahun 1988 – 1997diperoleh angka koefisien sebesar 1,0266
(artinya rata-rata nilai produksi pada time t adalah 1,0266 nilai produksi pada time t-1) yang
digunakan untuk memprediksikan nilai produksi tahun 2000 yaitu sebesar Rp.
3.540.288.699.000,00. Prediksi nilai produksi tahun 2000 dihitung dengan cara interpolasi
berdasarkan angka koefisien yang dikalikan dengan nilai produksi mulai tahun 1997 akan
menghasilkan nilai produksi tahun 1998. Nilai produksi tahun 1999 diperoleh dengan cara
mengalikan angka koefisien dengan nilai produksi tahun 1998. Sedangkan nilai produksi
tahun 2000 dihitung dari perkalian angka koefisien dengan nilai produksi tahun 1999.
Dengan menggunakan instrumen tarif maka dapat dihitung nilai produksi setelah
dikenakan cukai. Nilai produksi setelah dikenakan cukai dapat dihitung dari nilai produksi
tahun 2000 sebelum dikenakan cukai, dikurangi angka elastisitas permintaan yang dikalikan
tarif dan nilai produksi tahun 2000 sebelum dikenakan cukai (= Rp. 3.540.288.699.000,00-
(0,8 x tarif x Rp. 3.540.288.699.000,00)/100).
Penerimaan cukai cukai dapat dihitung dengan cara mengalikan besarnya tarif cukai
dengan nilai produksi setelah dikenakan cukai. Oleh karena tahun anggaran 2000 hanya
berlangsung selama 9 (sembilan) bulan yaitu dari bulan April s/d Desember 2000, maka
prediksi penerimaan cukai hanya dihitung selama sembilan bulan saja.
Besarnya tarif cukai yang digunakan dalam analisa ini adalah dari 0% - 250% (dengan
kelipatan 5) yaitu sesuai dengan ketentuan UU no.11 tahun 1995 tentang Cukai bahwa
besarnya tarif cukai yang didasarkan pada harga pabrik dikenakan cukai setinggi-tingginya
250%.
Untuk analisa prediksi penerimaan cukai, produksi semen tahun 2000 diprediksikan
sama dengan produksi semen tahun 1997 (pertumbuhan ekonomi tahun 1999 adalah 2% dan
prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2000 adalah 3%) dengan asumsi bahwa selama periode
tahun 1998-1999 dianggap tidak ada kenaikan produksi semen bahkan produksi semen ada
kecenderungan mengalami penurunan, sehingga produksi semen tahun 1997 digunakan
sebagai acuan untuk memperhitungkan produksi semen tahun 2000. Meskipun demikian,
nilai produksi tahun 2000 akan mengalami perubahan karena terjadinya inflasi, sehingga
perlu dibuat prediksi nilai produksi tahun 2000.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, penerimaan optimal tercapai pada tingkat tarif
cukai sebesar 60%. Namun demikian pada tingkat tarif tersebut, penurunan produksi
mencapai sekitar 48%. Hal ini akan mengakibatkan dampak negatif baik pada sektor sosial
maupun ekonomi yang tidak diharapkan. Sehingga dengan memperhitungkan aspek
penerimaan, sosial dan ekonomi, maka tarif ad valorum yang ideal adalah 25% dengan
penurunan produksi sekitar 20% (dengan asumsi kondisi yang lain tidak berubah/ceteris
paribus), yang akan memberikan penerimaan negara yang paling optimal, yaitu sebesar Rp.
531.043.305.000,00. Penerimaan negara tersebut bukanlah jumlah sebenarnya, karena
berdasarkan data BPS yang dikonversikan ke dalam harga pabrik sebelum dikenakan cukai
diperoleh harga semen sebesar Rp. 8.500,00 per zak (@ 50 kg). Angka sebesar Rp. 8.500,00
diperoleh dari prediksi nilai produksi tahun 2000 di bagi dengan jumlah produksi semen per
zak tahun 2000. Sementara harga jual eceran semen di pasaran rata-rata sebesar Rp.
20.000,00 per zak (@ 50 kg). Jadi harga pabrik seharusnya Rp. 12.000,00 per zak (@ 50 kg)
atau 60% dari HJE. Angka ini diperoleh dari metode deduksi dengan memperhitungkan :
keuntungan distributor, agen, pengecer, dan biaya angkut dan distribusi) sebesar ± 40%.
Sehingga penerimaan cukai seharusnya adalah Rp. 749.708.195.294,00. Bila tarif spesifik
yang digunakan pada harga pabrik Rp. 8.500,00 per zak, maka tarif cukai yang ideal adalah
sebesar Rp. 43,00 per kg (harga pabrik sebesar Rp. 170,00 per kg).
Pertimbangan lain pengenaan tarif sebesar 25% adalah karena harga pabrik akan
dikonversikan ke dalam HJE. Sehingga apabila dikenakan tarif sebesar 60% selain terlalu
besar juga tidak mungkin, karena batas maksimal pengenaan tarif berdasarkan pasal 5 ayat
(1) huruf b UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai adalah 55%. Disamping itu perhitungan
tarif cukai harus juga memperhatikan kandungan lokal dan kandungan impor, penyerapan
tenaga kerja, dampak negatif yang dihasilkan, kualitas jenis semen dan lain-lain.
Prediksi penerimaan cukai tersebut di atas mengasumsikan income per capita tetap.
Berdasarkan bukti empiris pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun1999 mencapai
sebesar 2% dan pertumbuhan PDB tahun 2000 (menurut analisis Badan Analisa Keuangan
dan Moneter) diprediksikan sebesar ± 3%. Pertumbuhan PDB sebesar 5% tersebut
diperkirakan akan mengakibatkan pertumbuhan industri semen sebesar 3%. Sehingga
penurunan nilai produksi semen setelah dikenakan cukai dengan tarif 25%, dengan
memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, akan menjadi 17% (20% - 3%).
2.1.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi
Prediksi penerimaan cukai tahun 2000 adalah 103% atau (100% + 3%), sehingga
diperoleh prediksi penerimaan cukai untuk Tahun Anggaran 2000 (9 bulan) sebesar Rp.
531.043.305.000,00 x 103% = Rp. 546.974.604.200,00 dengan asumsi harga pabrik sebelum
kena cukai Rp. 8.500,00. Apabila harga pabrik diasumsikan sebesar Rp. 12.000,00 maka
prediksi penerimaan cukai untuk Tahun Anggaran 2000 adalah Rp. 772.199.441.223,50.
Prediksi penerimaan cukai di atas berdasarkan nilai produksi. Untuk menguji
keabsahan dari analisa tersebut perlu dilakukan sensitivity analysis dengan menggunakan
pengaruh pembebanan cukai terhadap penurunan produksi (dalam ton), untuk mendapatkan
prediksi jumlah penerimaan cukai. Tabel 2b. menggambarkan pengaruh pembebanan cukai
terhadap tingkat produksi maupun penerimaan cukainya.
Menganalisa tabel 2b tersebut, pembebanan cukai sebesar 25% mengakibatkan
penurunan produksi sekitar 20% sehingga jumlah produksi setelah dikenakan cukai menjadi
16.703.214 ton dan harga pabrik setelah kena cukai Rp. 211.750,00 per ton dengan
penerimaan cukai untuk tahun 2000 sebesar Rp. 884.226.412.300,00. Untuk tahun anggaran
2000 yang berlangsung hanya sembilan bulan diperoleh penerimaan cukai sebesar Rp.
663.169.809.225,00 (dengan asumsi pendapatan perkapita konstan).
Tabel 2b. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 Berdasarkan Jumlah Produksi
Harga Pabrik (Rp)
Prosentase Penurunan Jumlah produksi
Jumlah produksi (ton) Penerimaan Cukai
0 169400 0 20879018 05 177870 4 20043857 178260044720
10 186340 8 19208697 35793485169915 194810 12 18373536 53690227754920 203280 16 17538375 71304017887925 211750 20 16703214 88422641230030 220220 24 15868054 104833883442335 228690 28 15032893 120325530185840 237160 32 14197732 134685367121545 245630 36 13362572 147701179910650 254100 40 12527411 159160754214055 262570 44 11692250 168851875692860 271040 48 10857089 176562330008165 279510 52 10021929 182079902820870 287980 56 9186768 185192379792175 296450 60 8351607 185687546583080 304920 64 7516446 1833531888545
85 313390 68 6681286 1779770922677
2.2. Skenario II : Cukai Dikenakan Terhadap Semen Yang Dikonsumsi di Daerah
Pabean
2.2.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi
No. Semen yang dikonsumsi di Daerah Pabean1.2.3.
Produksi DNImporEksporPotensi Semen Kena Cukai
100%0,06%3,03%97, 03% dari produksi DN
Apabila pengenaan cukai mengacu pada ketentuan UU no.11 Tahun 1995 tentang
Cukai, maka cukai hanya dikenakan terhadap semen yang dikonsumsi di daerah pabean.
Dengan demikian nilai produksi semen yang dapat dikenakan cukai adalah sebesar 97,03%
dari produksi dalam negeri atau Rp. 3.540.288.699.000,00 x 97,03% = Rp.
3.435.142.125.000,00 sehingga dapat disajikan tabel seperti di bawah ini :
Tabel 2c. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 (konsumsi daerah Pabean)
Tarif NP kena cukaiSatu tahun
NP kena cukai(9 bl)
Penerimaan satu tahun
Penerimaan9 bl
0 3435142125 2576356594 0 05 3297736440 2473302330 164886822 123665117
10 3160330755 2370248066 316033076 23702480715 3022925070 2267193803 453438761 34007907020 2885519385 2164139539 577103877 43282790825 2748113700 2061085275 687028425 51527131930 2610708015 1958031011 783212405 58740930335 2473302330 1854976748 865655816 64924186240 2335896645 1751922484 934358658 70076899445 2198490960 1648868220 989320932 74199069950 2061085275 1545813956 1030542638 77290697855 1923679590 1442759693 1058023775 79351783160 1786273905 1339705429 1071764343 80382325765 1648868220 1236651165 1071764343 80382325770 1511462535 1133596901 1058023775 79351783175 1374056850 1030542638 1030542638 772906978
Sebagaimana halnya pada skenario pertama, pada skenario kedua apabila nilai
produksi kena cukai hanya sebesar Rp. 3.435.142.125.000,00 maka apabila semen dikenakan
cukai dengan tarif 25% akan diperoleh prediksi penerimaan cukai adalah sebesar Rp.
515.271.319.000,00 (dengan asumsi income per capita tetap). Apabila pertumbuhan income
per capita diprediksikan sebesar 5% untuk tahun 1999 dan 2000, maka diperoleh prediksi
penerimaan cukai sebesar Rp. 530.729.458.570,00 (= Rp. 515.271.319.000,00 x 103%).
2.2.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi
Prediksi penerimaan cukai di atas berdasarkan nilai produksi. Untuk menguji
keabsahan dari analisa tersebut perlu dilakukan sensitivity analysis dengan menggunakan
pengaruh pembebanan cukai terhadap penurunan produksi (dalam ton), untuk mendapatkan
prediksi jumlah penerimaan cukai. Tabel 2d. menggambarkan pengaruh pembebanan cukai
terhadap tingkat produksi maupun penerimaan Cukainya.
Menganalisa tabel 2d tersebut, pembebanan cukai sebesar 25% mengakibatkan
penurunan produksi sekitar 20% sehingga jumlah produksi setelah dikenakan cukai menjadi
16.703.214 ton dan harga pabrik setelah kena cukai Rp. 211.750,00 per ton dengan
penerimaan cukai untuk tahun 2000 sebesar Rp. 857.964.880.850,00. (dengan asumsi
pertumbuhan income per capita tetap).
Tabel 2d. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 Berdasarkan Jumlah Produksi Untuk Konsumsi Semen Di Daerah Pabean
Tarif(%)
Harga Pabrik(Rp)
Prosentase Penurunan Jumlah produksi
Jumlah produksi (ton) Penerimaan Cukai
0 169400 0 20258911 05 177870 4 19448555 172965719979
10 186340 8 18638198 34730418376815 194810 12 17827842 52095627565220 203280 16 17017485 69186287991725 211750 20 16207129 85796488085030 220220 24 15396772 101720316273635 228690 28 14586416 116751860986140 237160 32 13776059 130685210651145 245630 36 12965703 143314453697250 254100 40 12155347 154433678553055 262570 44 11344990 163836973647160 271040 48 10534634 171318427408165 279510 52 9724277 176672128264670 287980 56 8913921 179692164645275 296450 60 8103564 180172624978580 304920 64 7293208 177907597693185 313390 68 6482852 1726911712175
Apabila diprediksikan pertumbuhan income percapita sebesar 5% sebagaimana telah
dijelaskan di atas, maka prediksi penerimaan cukai tahun anggaran 2000 (9 bulan) adalah
sebesar Rp. 883.703.827.275,00 (=857.964.880.850,00 x 103%).
III. Elastisitas Permintaan
Berdasarkan analisa statistik terhadap data produksi dan nilai produksi industri semen
di Indonesia yang diperoleh dari BPS melalui uji regresi dengan harga konstan, diperoleh
hasil –0,80673 dengan t-statistik -2,270 (ceteris paribus diasumsikan income percapita
tetap). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga sebesar 10% akan mengakibatkan
penurunan jumlah produksi semen sebesar 8,0673%. Oleh karena itu, semen mempunyai sifat
permintaan inelastis yang artinya berapapun peningkatan harga semen tidak akan terlalu
mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap semen, maka penurunan jumlah produksi
tersebut tidak akan mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri. Dengan demikian
semen mepunyai potensi yang cukup besar untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor
cukai apabila semen tersebut dikenakan cukai.
IV. Kelayakan Administrasi
Salah satu pertimbangan dalam pemungutan pajak di suatu negara, temasuk dalam hal
ini adalah cukai, dengan mempertimbangkan kelayakan administrasi dari pemungutannya.
Kelayakan administrasi suatu barang untuk dikenakan cukai dimaksudkan bahwa
administrasi barang kena cukai tersebut dapat dilakukan secara tertib, terkendali, sederhana
dan mudah difahami oleh anggota masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, industri semen dapat dikelompokkan dalam :
1. 1. Weight loosing process industry, karena untuk membuat satu ton semen diperlukan
bahan-bahan baku seperti yang telah disebutkan di atas yang berat totalnya hampir dua
kali lipat dari produk akhir yang dihasilkannya, sehingga industri semen adalah industri
yang padat modal.
2. 2. Selain padat modal industri semen juga padat energi. Energi yang dipakai pada
umumnya adalah listrik dan bahan bakar. Untuk menghasilkan satu ton semen, energi
yang dibutuhkan bisa mencapai 110 – 120 Kwh energi listrik ; sedangkan untuk
menghasilkan satu ton clinker, energi yang dibutuhkan adalah antara 800 – 900 Kkal
energi bahan bakar.
3. 3. Rentang biaya produksi semen per tonnya adalah antara US $ 26 – US $ 38. Oleh
karena itu industri semen merupakan industri yang bersifat ekonomi skala besar
(economies of scale) yang artinya semakin besar volume produksinya, semakin kecil
biaya rata-rata (average cost) per ton semen.
4. 4. Proses produksi semen adalah proses produksi yang terpadu (berada pada satu lokasi
dan tidak terpisah-pisah), sehingga kemungkinan melakukan mutasi barang setengah jadi
sangatlah sulit. Proses produksi dalam industri semen dilakukan dengan menggunakan
high technology (teknologi canggih), sehingga industri semen hanya dapat dilakukan oleh
industri besar saja (bukan berbentuk industri rakyat/home industry). Selain itu, industri
semen menghasilkan single product, yaitu produk semen saja dan sangat sulit untuk
memproduksi barang lain selain semen.
5. 5. Sistem distribusi barang jadi hasil produksi semen adalah sederhana, yaitu melalui
Asosiasi Semen Nasional, melalui truk, tangki atau kontainer. Selain itu, tempat
penimbunan barang jadi hasil industri semen juga sederhana, sehingga mudah untuk
diawasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, industri semen bukanlah industri
tradisional melainkan industri yang modern yang padat modal, sehingga mengharuskan
memiliki sistem administrasi yang baik. Oleh karena itu, pengawasan terhadap jumlah
produksi maupun penjualan semen dalam rangka perhitungan cukainya tidaklah terlalu sulit.
Hasil akhir industri semen adalah bubuk/bulk yang dapat langsung dikeluarkan dalam
bentuk bulk truk/tangki yang berupa semen curah dengan ukuran tertentu dan melalui proses
pengantongan dengan kemasan berupa zak (berukuran 40 atau 50 Kg). Semen juga memiliki
jenis tertentu dan ada standar mutunya, sehingga mudah untuk menetapkan berapa besarnya
tarif cukai untuk masing-masing jenis semen.
Selain itu, jumlah pabrik semen tidak terlalu banyak (sekitar sepuluh sampai dengan
dua puluh pabrik) dengan jaringan pemasaran yang meliputi 27 (dua puluh tujuh) propinsi di
Indonesia, sehingga mudah untuk melakukan pengawasan fisik, sebagai implementasi dari
karakteristik cukai cukai. Pengawasan fisik tersebut dapat dilakaukan dengan dua cara, yaitu :
- - Penempatan pegawai Bea dan Cukai untuk mengawasi pabrik semen. Namun
demikian jumlah pegawai yang dibutuhkan tidaklah terlalu banyak, karena industri semen
pabriknya jelas dan produk hasil akhirnya mudah dikenal luas oleh masyarakat.
- - On Call Service yang dikaitkan dengan self assesment dalam administrasi cukai,
dimana pegawai Bea dan Cukai dapat dipanggil sewaktu-waktu, yaitu pada saat
diperlukan oleh pabrik semen. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kesulitan pegawai
yang mau ditempatkan di pabrik semen, mengingat dampak negatif terhadap kesehatan
pegawai yang ditimbulkan oleh industri semen.
Dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam
pengawasan fisik, baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, maka semen mudah
diawasi/dikontrol karena pabriknya jelas, berskala besar, proses produksinya terpadu dan
barang jadinya (hasil akhirnya) spesifik dan terukur. Selain itu, kemungkinan untuk pelarian
hak-hak negara juga sangat kecil, karena semen sulit untuk dipalsukan (proses produksinya
rumit dan barang jadi / hasil akhirnya jelas dan sudah dikenal luas oleh masyarakat). Oleh
karena itu, berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas maka mudah untuk menerapkan
aturan-aturan yang ada dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Pelunasan cukai dapat dilakukan pada saat semen selesai dibuat di Indonesia. Untuk
semen curah, pelunasannya dapat dilakukan pada saat keluar dari truk/tangki curahnya.
Sedangkan untuk semen yang telah dikemas dalam kantong/zak, pada saat dikeluarkan dari
pabrik. Untuk semen impor pelunasan cukainya dilakukan pada saat semen diimpor untuk
dipakai. Pelunasan sukai semen dapat dilakukan dengan pembayaran.
Sistem pengawasan dengan menggunakan dokumen cukai. Pemasukan/pengeluaran
semen ke/dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada kepala kantor
Bea Cukai setempat dengan dilindungi oleh dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap
cukai. Perizinan berupa BKC untuk mendirikan pabrik, tempat penimbunan dan tempat
penjualan eceran semen serta importir semen diberikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai
a.n. Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan setelah mendapatkan NPPBKC, maka
pengusaha pabrik dan importir semen wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai
dengan UU No. 11/1995 tentang Cukai, antara lain ketentuan pasal 16 UU No. 11/1995
berkenaan dengan kewajiban pengusaha pabrik untuk membuat buku catatan mengenai
semen untuk dilaporkan kepada pejabat Bea dan Cukai.
Ada kendala dalam melaksanakan administrasi di bidang cukai semen. Antara lain
penggunaan semen abu/portland jenis II dan V banyak digunakan untuk pembangunan
Rumah Sangat Sederhana (RSS), sehingga jika dikenakan cukai, maka akan banyak
masyarakat kecil yang memprotesnya. Jalan keluar untuk permasalahan tersebut adalah
dengan mengatur agar pengenaan cukai terhadap semen tipe tersebut akan, yaitu dikenakan
cukai dengan tarif yang relatif rendah.
Memang ada kendala dalam administrasi cukai semen, akan tetapi karena potensi
penerimaan dari cukai adalah cukup besar dan administrasi pemungutan cukainya murah
serta kelayakan administrasinya memadai, maka semen mempunyai potensi untuk dikenakan
cukai.
V. Pajak Lainnya
Selama ini industri semen telah dikenakan beberapa macam pajak diantaranya
adalah :
Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan untuk Karyawan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Daerah dan Distribusi Daerah
Dengan melihat beban pajak yang telah dikenakan pada barang produksi semen pada
saat ini, maka diharapkan salah satu beban pajak tersebut digantikan dengan cukai. Pajak
yang dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan cukai adalah PPN. Hal ini disebabkan
karena penerimaan negara diperkirakan akan lebih besar dan lebih sederhana bila semen
dikenakan cukai dibanding bila dikenakan PPN. Di samping itu pengenaan cukai dapat
dibebankan kepada konsumen (forward shifting) dan bukan kepada pengusaha pabrik.
Pengenaan cukai terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga semen.
Mengingat semen adalah barang yang mempunyai sifat permintaan inelastis yaitu permintaan
yang tidak peka terhadap perubahan harga, maka pengenaan cukai terhadap semen
diharapkan tidak mempengaruhi penerimaan negara di sektor pajak yang lain.
VI. Dampak Lingkungan dan Sosial
Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakannya serta proses produksi
yang dilaluinya, maka semen mempunyai dampak penting untuk komponen-komponen
lingkungan seperti diuraikan di bawah ini :
a) a) LAHAN; dampak yang bersifat merugikan adalah :
Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.
Perubahan dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan penyerapan
lahan serta pembangunan fasilitas lainnya. Perubahan ini dari segi waktu akan meluas
ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada akhirnya akan berpengaruh
juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi
keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat.
b) b) AIR; dampak yang bersifat merugikan adalah :
Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak
dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah
terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada
akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.
Kuantitas air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu
lahan akan mengakibatkan penyerapan air hujan oleh tanah di tempat itu menjadi
berkurang, sehingga persediaan air tanah menjadi menipis, akibatnya persediaan ait
tanah menjadi makin sedikit. Akibat lanjutan adalah sungai menjadi kering pada
musim kemarau dan sebaliknya sungai akan banjir (debit air menjadi sangat tinggi)
karena tanah tidak mampu lagi menyerap air yang mengalir terlalu cepat.
3. UDARA; dampak yang bersifat merugikan adalah :
a) a) Debu yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik terdiri dari :
Debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses
pembakaran,
Debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke
luar pabrik, termasuk pengantongannya.
b) b) Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan
debu tersebut, dapat menimbulkan pencemaran udara yang sangat mengganggu, antara
lain dapat mengakibatkan naiknya temperatur udara di sekitar pabrik, bahkan dapat
menimbulkan penyakit.
c) c) Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara, berupa
gas CO, CO2 dan SO2 yang mengandung hidrokarbon dan belerang.
d) d) Kebisingan yang terdiri dari tiga jenis sumber bunyi :
Mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik,
Alat-alat besar seperti traktor yang dipakai pada waktu pengambilan bahan baku,
Dentuman dinamit yang digunakan pada waktu pengambilan kapur.
e) e) Berkurangnya keanekaragaman flora, berubahnya pola vegetasi dan jenis endemik,
berubahnya pembentukkan klorofil dan proses fotosintesa.
f) f) Berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan langka).
Berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan semen terhadap lingkungan sosial atau
kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut :
* Status gizi kadar hemoglobin darah dimana semakin rendah status gizi seseorang,
semakin rendah kadar hemoglobin darahnya.
* Dampak lingkungan terhadap pola penyakit, khususnya penyakit saluran pernafasan,
seperti bronchitis, pharingtis dan tbc paru serta silicosis (pneumocosis), penyakit saluran
pencernaan dan gangguan pada kulit.
* Morbidity rate (angka kesakitan) dari penyakit-penyakit tertentu untuk dapat
menggambarkan besarnya dari dampak penyakit-penyakit tersebut di atas terhadap
kesehatan. Beberapa penyakit yang diperkirakan akan meningkat intensitasnya antara
lain penyakit yang saluran nafas, penyakit yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan
(psycho-social) dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan kondisi lingkungan yang
kurang sehat.
* Penyakit gangguan kejiwaan (psiko-sosial) adalah penyakit yang bukan disebabkan
oleh adanya sebab-sebab fisik, tetapi penyakit yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan
yang sulit diterangkan secara fisis maupun biologis, misalnya sakit kepala yang tidak
jelas penyebabnya, nyeri ulu hati, gelisah, sulit tidur, berdebar-debar (yang dalam istilah
kedokteran dinamakan gastritis, cephagia, neurosis anxiety).
* Penyakit akibat kecelakaan kerja.
* Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh rendahnya mutu lingkungan, seperti
penyakit perut (diarhea), demam berdarah, malaria kulit dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan di atas, ternyata semen memang menimbulkan dampak
yang kurang menguntungkan bagi linkungan. Sayang sekali tidak ada informasi tentang
berapa besarnya (magnitude) dampak-dampak negatif ini (khususnya dalam kasus Indonesia),
Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi alasan bahwa semen memang harus dikenai
cukai, karena dampak-dampak negatif tersebut seringkali “berada di atas nilai ambang
batas yang wajar.”
VII. Tenaga Kerja
Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada industri semen di Indonesia adalah sebesar
14.150 orang dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja tiap pabrik sebesar 1.253 orang.
Industri Semen adalah termasuk industri yang padat modal. Hal ini dapat dilihat dari
perbandingan antara jumlah produksi dengan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana data
tabel 3 untuk periode tahun 1992-1993, nilai produksi mengalami peningkatan sebesar
33,07% sedangkan jumlah tenaga kerja justru mengalami penurunan sebesar 0,01%.
Menyusutnya jumlah tenaga kerja pada saat jumlah produksi meningkat adalah karena
pengerjaan produksi semen cenderung menggunakan tenaga mesin. Berdasarkan data BPS
yang berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja
Tahun Jumlah Pabrik
JumlahTenagaKerja
Rata-rata Tenaga Kerja per Pabrik
Perubahan Produksi Perubahan
1988 11 13345 1213 785241295 1989 11 14005 1273 0.04713 940169646 0.197300311990 11 13611 1237 -0.0289 1112537988 0.1833374891991 11 13288 1208 -0.0243 1238100952 0.1128617321992 11 13173 1198 -0.0087 1281446423 0.035009642
1993 12 14169 1181 -0.0142 1705200104 0.3306838851994 12 14711 1226 0.03684 2081001592 0.2203855651995 12 15084 1257 0.02473 2301092746 0.1057621271996 11 14932 1357 0.074 2610509760 0.1344652511997 11 15178 1380 0.01621 3272162770 0.253457398
Rata-rata 14150 1253 1732746328 Sumber : Data BPS
Untuk memprediksikan dampak pengenaan cukai semen terhadap penyerapan tenaga
kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 4. Tabel Analisa Tenaga Kerja
Tahun
Jumlah Tenaga kerja (L)
NilaiProduksi (ribu Rp.)
CPI
Y=(Nilai Prod/CPI)x100
Y/L(output)
1988 13345 785241295 141,8 9674929 7251989 14005 940169646 150,3 9411210 6721990 13611 1112537988 164,6 8397389 6171991 13288 1238100952 180,3 8783635 6611992 13173 1281446423 189,2 8352193 6341993 14169 1705200104 207,7 9478125 6691994 14711 2081001592 226,8 7985496 5431995 15084 2301092746 246,9 6929435 4591996 14932 2610509760 262,4 9542558 6391997 15178 3272162770 291,4 7165071 4721998 3359202300 1999 3448557081 2000 3540288699
Untuk mengetahui rasio tenaga kerja industri semen, dapat dihitung dengan cara
membagi nilai produksi tahun 2000 (sebesar Rp. 3.540.288.699.000,00) dengan tenaga kerja
tahun 1997 (sebesar 15178 orang), sehingga menghasilkan angka rasio sebesar 233.251.
Kemudian dengan membagi penurunan nilai produksi jika dikenakan cukai 25% (sebesar
Rp.7.080.577.740,00) dibagi dengan angka rasio di atas, maka didapat angka 3.036 orang.
Namun demikian, penerimaan cukai tahun 2000 diharapkan dapat
mengkompensasikan angka tenaga kerja yang kemungkinan tidak dipekerjakan pada industri
semen tersebut. Berdasarkan Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun 2000 (Tabel 2.),
dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan cukai tahun 2000 dengan tarif 25% adalah sebesar
Rp. 531.043.305.000,00. Jika angka tersebut dibagi dengan tenaga kerja yang tidak
dipekerjakan pada industri semen (3.036 orang), maka diperoleh angka kompensasi sebesar
Rp. 174.915.450,00 per orang.
Dengan memperhitungkan PDB sebagaimana yang telah dianalisa pada point B.
Optimalisasi Penerimaan di atas, maka kemungkinan tenaga kerja yang tidak dipekerjakan
pada industri semen menjadi sebesar 2.581 orang (17/20 x 3.306 orang), sehingga angka
kompensasi menjadi sebesar Rp. 211.923.520,00 per orang (Rp. 546.974.604.200,00 / 2.581).
Dengan melihat analisa di atas, diketahui bahwa industri semen bersifat capital
intensive sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan terlalu
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.
VIII. Kandungan Impor dan Impor Semen
Bahan baku yang masih diimpor adalah bahan baku berupa gypsum, sedangkan bahan
baku yang lain telah menggunakan kandungan lokal. Prosentase kandungan impor dari tabel
tersebut dapat diketahui sangat kecil yaitu rata-rata 16,68% pertahun, yang berarti kandungan
lokalnya sebesar 83,32%. Perubahan nilai impor dari tahun ke tahun cenderung mengalami
penurunan, akan tetapi pada kasus tertentu seperti pada tahun 1995 dan 1997 terjadi
peningkatan kandungan impor yaitu masing-masing sebesar 45,32% dan 52,06%.
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan kandungan impor bahan baku
semen dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 5. Tabel Kandungan Impor
Tahun Bahan Baku Nilai Impor Kandungan Impor Perubahan1988 162048584 55135913 35.3 1989 177095855 54085779 31.06 -0.13651990 189517327 45189650 21.14 -0.46931991 237854152 57423790 22.18 0.046891992 249050706 15698560 7.83 -1.83271993 265604044 12145330 7.35 -0.06531994 280676289 11978428 7.19 -0.02231995 372405929 58660189 13.15 0.453231996 433687927 46044842 7 -0.87861997 785659700 71756181 14.6 0.52055
Rata-rata 315360051 42811866 16.68 Sumber : Data BPS
Beberapa perusahaan pada tahun-tahun tertentu ada yang menggunakan bahan baku
murni kandungan lokal seperti PT. Nusantara pada tahun 1995 dan tahun 1997. Mengingat
hal tersebut maka untuk meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal dan menurunkan bahan
baku impor perlu dibedakan sistem pentarifannya yaitu bahan baku impor diberikan tarif
lebih tinggi dari pada semen dengan bahan baku lokal.
Jumlah impor barang jadi berupa semen berdasarkan data impor tahun 1998 dapat
disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 6. Tabel Impor Semen Tahun 1998
No. Jenis Semen Jumlah Impor (kg) Rata-rata Produksi DN (kg)1. White Cement 224.732 2. Semen Tipe I 94.608.066 3. Semen Portland 2.963.216 4. Semen Fondu 2.120.368 5. Semen hidraulik 117.469 Jumlah 10.003.385 17.415.008.000
Sumber : data BPS
Berdasarkan data tabel tersebut di atas dapat diketahui besarnya persentase impor
semen yaitu 0,06%.
Ketentuan WTO mengatur bahwa pengenaan segala jenis pajak, dalam hal ini adalah
cukai terhadap barang kena cukai (BKC) impor (semen) diperkenankan sepanjang pengenaan
tersebut tidak bersifat diskriminatif dalam arti cukai dikenakan terhadap BKC impor maupun
BKC dalam negeri.
IX. Orientasi Ekspor
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan ekspor hasil produksi semen dapat
disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 7. Tabel Orientasi Ekspor
Tahun Produksi Nilai Ekspor Prosentase Ekspor Perubahan1988 785241295 0 0 1989 940169646 0 0 1990 1112537988 130310463 9 11991 1238100952 29044403 1.09 -7.25691992 1281446423 56752602 4.55 0.760441993 1705200104 14766624 0.83 -4.48191994 2081001592 18226915 0.42 -0.97621995 2301092746 3452393 0.58 0.275861996 2610509760 55175195 1.18 0.508471997 3272162770 217541230 3 0.60667Rata-
rata 1732746328 52526982.5 3.03
Sumber : Data BPS
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa kecenderungan hasil produksi industri
semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu rata-rata 3,03% pertahun. Berarti sisanya, yaitu
sebesar 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri. Mengingat hal tersebut maka
pengenaan cukai terhadap semen diprediksikan dapat meningkatkan penerimaan dan tidak
perlu dikhawatirkan pengenaan cukai terhadap semen akan memberikan perubahan
kecenderungan untuk melakukan ekspor karena sifat permintaan semen adalah inelastis,
sehingga pembebanan cukai tidak akan menyebabkan pengurangan permintaan yang
signifikan. Dengan demikian pangsa pasar semen dalam negeri setelah pembebanan cukai
tetap besar.
Memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan, dapat dilihat
bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan demikian industri
semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien.
Pengenaan cukai pada industri yang sudah efisien diharapkan akan memberikan
dampak negatif yang sangat kecil, karena industri dimaksud dengan mudah akan dapat
membuat penyesuaian terhadap adanya peraturan perpajakan (cukai) yang baru, sehingga
dampaknya terhadap produksi maupun tenaga kerja lambat laun akan sangat kecil.
I. Backward / Forward Shifting
Dengan melihat berbagai analisa yang telah disebutkan di atas, maka dimungkinkan beban
pengenaan cukai dilakukan dengan forward shifting, yaitu pengenaan cukai dibebankan
kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena permintaan semen bersifat inelastis, sehingga
beban cukai sebagian dapat dibebankan kepada konsumen.
II. Asset Perusahaan
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan aset perusahaan semen di Indonesia dapat
disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 8. Tabel Aset Perusahaan Semen di Indonesia
Tahun Jumlah Pabrik Jumlah Aset ( Rp.000) Delta1988 11 1501436095 1989 11 1713568135 0,1237955091990 11 1693772243 -0,0116874581991 11 2100295335 0,1935552041992 11 3060356090 0,3137088391993 12 3808517715 0,1964443071994 12 3802279540 -0,0016406411995 12 3674441216 -0,0347912291996 11 4324810536 0,1503809971997 11 3352373810 -0,290074073Rata-rata 2903185072 0,063969146
Sumber : Data BPS
Rata-rata jumlah aset perusahaan semen di Indonesia adalah sebesar Rp.
290.385.072.000,00. Dengan mengetahui besarnya aset perusahaan tersebut dapat disimpulkan
bahwa Perusahaan semen di Indonesia merupakan perusahaan besar yang bersifat capital
intensive sehingga dampak sosial pengenaan cukai terhadap produksi semen akan relatif
kecil.
X. Negara-negara Yang Mengenakan Cukai Atas Semen
Semen telah dikenakan cukai di 27 (dua puluh tujuh) negara, antara lain di Malaysia,
Korea dan India. Oleh karena itu, pembebanan cukai semen di Indonesia bukan merupakan
hal yang baru. Pembebanan cukai semen di Indonesia terutama ditujukan untuk
mengkompensasikan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial maupun kesehatan
masyarakat, efisiensi pemakaian sumber alam serta dalam rangka mengoptimalkan
penggalian alternatif sumber-sumber pajak dalam negeri.
XI. Penutup
Pengenaan Cukai terhadap semen telah diterapkan di 27 negara, sehingga hal tersebut
bukanlah merupakan hal yang baru. Di Indonesia pembebanan cukai semen terutama
ditujukan untuk mengkompensasikan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial maupun
kesehatan masyarakat, efisiensi pemakaian sumber alam serta untuk mengoptimalkan
penggalian alternatif sumber pajak dalam negeri.
Pengenaan cukai terhadap semen dilakukan dengan memperhitungkan aspek-aspek
tersebut, maka tarif ad valorum yang ideal sekitar 25% dengan penurunan produksi sekitar
20% (dengan asumsi kondisi yang lain tidak berubah/ceteris paribus) atau bila dipakai tarif
spesifik adalah Rp. 43,00 per kg (berdasarkan harga yang berlaku). Disamping itu,
perhitungan tarif cukai harus juga memperhatikan penyerapan tenaga kerja dan kemungkinan
tenaga kerja tidak dipekerjakan pada industri semen tersebut, kandungan lokal, kandungan
impor dan impor semen, dampak negatif yang dihasilkan oleh industri semen bagi
lingkungan, sosial dan kesehatan masyarakat, kualitas jenis semen dan lain-lain.
Kecenderungan hasil produksi industri semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu
rata-rata 3,03% pertahun, berarti 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri. Sifat
permintaan semen adalah inelastis, sehingga pembebanan cukai tidak akan menyebabkan
pengurangan permintaan yang signifikan. Jadi, pangsa pasar semen dalam negeri setelah
pembebanan cukai tetap besar.
Dengan memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan,
dapat dilihat bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan demikian
industri semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien. Hal ini ditambah
dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam pengawasan fisik,
baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, sehingga jika mempertimbangkan segi
administrasinya layak untuk dikenakan cukai.
Berdasarkan bukti empiris pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun1999
sebesar 2%dan tahun 2000 diprediksikan sebesar ± 3%. Pertumbuhan PDB sebesar 5%
tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan industri semen sebesar 3%. Sehingga penurunan
nilai produksi semen setelah dikenakan cukai dengan tarif 25%, dengan memperhitungkan
pertumbuhan ekonomi, akan menjadi 17% (20% - 3%). Dengan demikian prediksi
penerimaan cukai tahun 2000 adalah 103% atau (100% + 3%) dari prediksi penerimaan
denagn asumsi income tetap.
Berdasarkan analisa tersebut di atas diperoleh prediksi penerimaan cukai dari masing-
masing dasar perhitungan pertumbuhan income percapita. Hal ini dapat di lihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 9. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Tahun Anggaran 2000 untuk konsumsi Di
Daerah pabean (97,03%)
No. Dasar Perhitungan Income Tetap (Dalam Rp.) Income Berubah (Dalam Rp.)
1. Nilai Produksi (Rp.) 515.271.319.000 530.729.458.570
2. Jumlah Produksi (ton) 857.964.880.850 883.703.827.275
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat prediksi pesimis penerimaan cukai pada
income tetap adalah sebesar Rp. 515.271.319.000,00 dan prediksi optimisnya sebesar Rp.
857.964.880.850,00. Sedangkan pada pertumbuhan income percapita 5%, prediksi pesimis
penerimaan cukai pada income berubah adalah sebesar Rp. 530.729.458.570,00 dan prediksi
optimisnya sebesar Rp. 883.703.827.275,00. Prediksi penerimaan ini diperkirakan dicapai
dengan tarif cukai ad valorum 25 % atau tarif cukai spesifik Rp. 43,00 per kg.
I. PENGERTIAN SEMEN....................................................................................................................
II. OPTIMALISASI PENERIMAAN..................................................................................................
2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri................................................
2.1.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi....................
2.1.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi.................
2.2. Skenario II : Cukai Dikenakan Terhadap Semen Yang Dikonsumsi di Daerah Pabean......
2.2.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi......................
2.2.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi..................
III. ELASTISITAS PERMINTAAN....................................................................................................
IV. KELAYAKAN ADMINISTRASI..................................................................................................
V. PAJAK LAINNYA...........................................................................................................................
VI. DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL..................................................................................
VII. TENAGA KERJA.........................................................................................................................
VIII. KANDUNGAN IMPOR DAN IMPOR SEMEN.......................................................................
IX. ORIENTASI EKSPOR...................................................................................................................
X. NEGARA-NEGARA YANG MENGENAKAN CUKAI ATAS SEMEN...................................
XI. PENUTUP........................................................................................................................................