34
KAJIAN TERHADAP SEMEN SEBAGAI CALON BARANG KENA CUKAI DALAM RANGKA EKSTENSIFIKASI OBYEK BKC I. Pengertian Semen Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg. Jenis-jenis semen menurut BPS adalah : - - semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini

Kajian Terhadap Semen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sebagai Calon Barang Kena Cukai Dalam Rangka Ekstensifikasi Obyek Bkc

Citation preview

Page 1: Kajian Terhadap Semen

KAJIAN TERHADAP SEMEN SEBAGAI CALON

BARANG KENA CUKAI DALAM RANGKA

EKSTENSIFIKASI OBYEK BKC

 

 

I. Pengertian Semen

 

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping

sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil

akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang

mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan

alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat

adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida

(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,

bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang

kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil

akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50

kg.

Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :

- -         semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan,

dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah

dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai

perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya

terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V.

- -         semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan

digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi.

Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

- -         oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan

dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas

pantai.

- -         mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly

ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara

yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya

Page 2: Kajian Terhadap Semen

dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat

beton, sehingga menjadi lebih keras.

Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika

dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus :

(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO)

Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun

demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk

mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.

 

Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :

       Proses basah : semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan

diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker

crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.

       Proses kering : menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar

dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :

- -         proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.

- -         proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran

yang homogen.

- -         proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah

jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).

- -         proses pendinginan terak.

- -         proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement

mill.

Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran

dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak

larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium,

magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.

II. Optimalisasi Penerimaan

2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri

Tujuan utama dari ekstensifikasi obyek barang kena cukai (BKC) adalah untuk

mengoptimalkan penerimaan negara dengan tidak mengesampingkan segi karakteristik

barang tertentu untuk dikenakan cukai.

Page 3: Kajian Terhadap Semen

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan permintaan semen selama kurun waktu

tertentu berikut ini disajikan tabel jumlah produksi :

Tabel 1. Tabel Jumlah Produksi Semen (dalam ton)

Tahun Jumlah Pabrik Jumlah produksi Perubahan1988 11 13719049  1989 11 14145048 0,0311990 11 13822102 -0,0231991 11 15836894 0,1461992 11 15802349 -0,0021993 12 19686066 0,2461994 12 18111104 -0,0801995 12 17108774 -0,0551996 11 25039672 0,4641997 11 20879018 -0,166

       Rata-rata   17415008 0,062

Sumber : Data BPS

 

Berdasarkan tabel jumlah produksi semen selama periode tahun 1988-1997 dapat

diketahui bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi semen adalah 6,2% per

tahun. Dengan melihat besarnya rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi tersebut,

maka diharapkan akan ada peningkatan penerimaan negara di sektor cukai apabila produksi

semen dikenakan cukai. Hal ini disebabkan karena :

1. 1.    Berdasarkan trend produksi semen dapat diketahui ada peningkatan jumlah produksi

semen meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit.

2. 2.    Semen merupakan barang inelastis yang artinya berapapun tingkat harga semen tidak

terlalu mempengaruhi jumlah produksi semen sehingga diharapkan penerimaan negara

akan meningkat.

 

2.1.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi

Berdasarkan analisa statistik data dari BPS mengenai tingkat harga dan jumlah

produksi semen selama periode tahun 1988 – 1997 dapat diramalkan penerimaan cukai dari

semen untuk masa yang akan datang. Berikut ini disajikan tabel peramalannya dengan

metode perhitungan regresi.

Tabel 2a. Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun 2000

Tarif NP kena cukai satu tahun NP kena cukai (9 bl) Penerimaan satu tahun Penerimaan (9 bl)0 3540288699 2655216524 0 05 3398677151 2549007863 169933858 12745039310 3257065603 2442799202 325706560 244279920

Page 4: Kajian Terhadap Semen

15 3115454055 2336590541 467318108 35048858120 2973842507 2230381880 594768501 44607637625 2832230959 2124173219 708057740 53104330530 2690619411 2017964558 807185823 60538936835 2549007863 1911755897 892152752 66911456440 2407396315 1805547236 962958526 72221889545 2265784767 1699338576 1019603145 76470235950 2124173219 1593129915 1062086610 79656495755 1982561671 1486921254 1090408919 81780668960 1840950123 1380712593 1104570074 82842755665 1699338576 1274503932 1104570074 82842755670 1557727028 1168295271 1090408919 81780668975 1416115480 1062086610 1062086610 796564957Sumber : Data BPS

Dengan menggunakan historical data (perhitungan time series analysis) nilai

produksi selama periode tahun 1988 – 1997diperoleh angka koefisien sebesar 1,0266

(artinya rata-rata nilai produksi pada time t adalah 1,0266 nilai produksi pada time t-1) yang

digunakan untuk memprediksikan nilai produksi tahun 2000 yaitu sebesar Rp.

3.540.288.699.000,00. Prediksi nilai produksi tahun 2000 dihitung dengan cara interpolasi

berdasarkan angka koefisien yang dikalikan dengan nilai produksi mulai tahun 1997 akan

menghasilkan nilai produksi tahun 1998. Nilai produksi tahun 1999 diperoleh dengan cara

mengalikan angka koefisien dengan nilai produksi tahun 1998. Sedangkan nilai produksi

tahun 2000 dihitung dari perkalian angka koefisien dengan nilai produksi tahun 1999.

Dengan menggunakan instrumen tarif maka dapat dihitung nilai produksi setelah

dikenakan cukai. Nilai produksi setelah dikenakan cukai dapat dihitung dari nilai produksi

tahun 2000 sebelum dikenakan cukai, dikurangi angka elastisitas permintaan yang dikalikan

tarif dan nilai produksi tahun 2000 sebelum dikenakan cukai (= Rp. 3.540.288.699.000,00-

(0,8 x tarif x Rp. 3.540.288.699.000,00)/100).

Penerimaan cukai cukai dapat dihitung dengan cara mengalikan besarnya tarif cukai

dengan nilai produksi setelah dikenakan cukai. Oleh karena tahun anggaran 2000 hanya

berlangsung selama 9 (sembilan) bulan yaitu dari bulan April s/d Desember 2000, maka

prediksi penerimaan cukai hanya dihitung selama sembilan bulan saja.

Besarnya tarif cukai yang digunakan dalam analisa ini adalah dari 0% - 250% (dengan

kelipatan 5) yaitu sesuai dengan ketentuan UU no.11 tahun 1995 tentang Cukai bahwa

besarnya tarif cukai yang didasarkan pada harga pabrik dikenakan cukai setinggi-tingginya

250%.

Untuk analisa prediksi penerimaan cukai, produksi semen tahun 2000 diprediksikan

sama dengan produksi semen tahun 1997 (pertumbuhan ekonomi tahun 1999 adalah 2% dan

prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2000 adalah 3%) dengan asumsi bahwa selama periode

Page 5: Kajian Terhadap Semen

tahun 1998-1999 dianggap tidak ada kenaikan produksi semen bahkan produksi semen ada

kecenderungan mengalami penurunan, sehingga produksi semen tahun 1997 digunakan

sebagai acuan untuk memperhitungkan produksi semen tahun 2000. Meskipun demikian,

nilai produksi tahun 2000 akan mengalami perubahan karena terjadinya inflasi, sehingga

perlu dibuat prediksi nilai produksi tahun 2000.

Berdasarkan tabel tersebut di atas, penerimaan optimal tercapai pada tingkat tarif

cukai sebesar 60%. Namun demikian pada tingkat tarif tersebut, penurunan produksi

mencapai sekitar 48%. Hal ini akan mengakibatkan dampak negatif baik pada sektor sosial

maupun ekonomi yang tidak diharapkan. Sehingga dengan memperhitungkan aspek

penerimaan, sosial dan ekonomi, maka tarif ad valorum yang ideal adalah 25% dengan

penurunan produksi sekitar 20% (dengan asumsi kondisi yang lain tidak berubah/ceteris

paribus), yang akan memberikan penerimaan negara yang paling optimal, yaitu sebesar Rp.

531.043.305.000,00. Penerimaan negara tersebut bukanlah jumlah sebenarnya, karena

berdasarkan data BPS yang dikonversikan ke dalam harga pabrik sebelum dikenakan cukai

diperoleh harga semen sebesar Rp. 8.500,00 per zak (@ 50 kg). Angka sebesar Rp. 8.500,00

diperoleh dari prediksi nilai produksi tahun 2000 di bagi dengan jumlah produksi semen per

zak tahun 2000. Sementara harga jual eceran semen di pasaran rata-rata sebesar Rp.

20.000,00 per zak (@ 50 kg). Jadi harga pabrik seharusnya Rp. 12.000,00 per zak (@ 50 kg)

atau 60% dari HJE. Angka ini diperoleh dari metode deduksi dengan memperhitungkan :

keuntungan distributor, agen, pengecer, dan biaya angkut dan distribusi) sebesar ± 40%.

Sehingga penerimaan cukai seharusnya adalah Rp. 749.708.195.294,00. Bila tarif spesifik

yang digunakan pada harga pabrik Rp. 8.500,00 per zak, maka tarif cukai yang ideal adalah

sebesar Rp. 43,00 per kg (harga pabrik sebesar Rp. 170,00 per kg).

Pertimbangan lain pengenaan tarif sebesar 25% adalah karena harga pabrik akan

dikonversikan ke dalam HJE. Sehingga apabila dikenakan tarif sebesar 60% selain terlalu

besar juga tidak mungkin, karena batas maksimal pengenaan tarif berdasarkan pasal 5 ayat

(1) huruf b UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai adalah 55%. Disamping itu perhitungan

tarif cukai harus juga memperhatikan kandungan lokal dan kandungan impor, penyerapan

tenaga kerja, dampak negatif yang dihasilkan, kualitas jenis semen dan lain-lain.

Prediksi penerimaan cukai tersebut di atas mengasumsikan income per capita tetap.

Berdasarkan bukti empiris pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun1999 mencapai

sebesar 2% dan pertumbuhan PDB tahun 2000 (menurut analisis Badan Analisa Keuangan

dan Moneter) diprediksikan sebesar ± 3%. Pertumbuhan PDB sebesar 5% tersebut

diperkirakan akan mengakibatkan pertumbuhan industri semen sebesar 3%. Sehingga

Page 6: Kajian Terhadap Semen

penurunan nilai produksi semen setelah dikenakan cukai dengan tarif 25%, dengan

memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, akan menjadi 17% (20% - 3%).

2.1.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi

Prediksi penerimaan cukai tahun 2000 adalah 103% atau (100% + 3%), sehingga

diperoleh prediksi penerimaan cukai untuk Tahun Anggaran 2000 (9 bulan) sebesar Rp.

531.043.305.000,00 x 103% = Rp. 546.974.604.200,00 dengan asumsi harga pabrik sebelum

kena cukai Rp. 8.500,00. Apabila harga pabrik diasumsikan sebesar Rp. 12.000,00 maka

prediksi penerimaan cukai untuk Tahun Anggaran 2000 adalah Rp. 772.199.441.223,50.

Prediksi penerimaan cukai di atas berdasarkan nilai produksi. Untuk menguji

keabsahan dari analisa tersebut perlu dilakukan sensitivity analysis dengan menggunakan

pengaruh pembebanan cukai terhadap penurunan produksi (dalam ton), untuk mendapatkan

prediksi jumlah penerimaan cukai. Tabel 2b. menggambarkan pengaruh pembebanan cukai

terhadap tingkat produksi maupun penerimaan cukainya.

Menganalisa tabel 2b tersebut, pembebanan cukai sebesar 25% mengakibatkan

penurunan produksi sekitar 20% sehingga jumlah produksi setelah dikenakan cukai menjadi

16.703.214 ton dan harga pabrik setelah kena cukai Rp. 211.750,00 per ton dengan

penerimaan cukai untuk tahun 2000 sebesar Rp. 884.226.412.300,00. Untuk tahun anggaran

2000 yang berlangsung hanya sembilan bulan diperoleh penerimaan cukai sebesar Rp.

663.169.809.225,00 (dengan asumsi pendapatan perkapita konstan).

 

Tabel 2b. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 Berdasarkan Jumlah Produksi

Harga Pabrik (Rp)

Prosentase Penurunan Jumlah produksi

Jumlah produksi (ton) Penerimaan Cukai

0 169400 0 20879018 05 177870 4 20043857 178260044720

10 186340 8 19208697 35793485169915 194810 12 18373536 53690227754920 203280 16 17538375 71304017887925 211750 20 16703214 88422641230030 220220 24 15868054 104833883442335 228690 28 15032893 120325530185840 237160 32 14197732 134685367121545 245630 36 13362572 147701179910650 254100 40 12527411 159160754214055 262570 44 11692250 168851875692860 271040 48 10857089 176562330008165 279510 52 10021929 182079902820870 287980 56 9186768 185192379792175 296450 60 8351607 185687546583080 304920 64 7516446 1833531888545

Page 7: Kajian Terhadap Semen

85 313390 68 6681286 1779770922677 

2.2. Skenario II : Cukai Dikenakan Terhadap Semen Yang Dikonsumsi di Daerah

Pabean

2.2.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi

No. Semen yang dikonsumsi di Daerah Pabean1.2.3. 

Produksi DNImporEksporPotensi Semen Kena Cukai

100%0,06%3,03%97, 03% dari produksi DN

Apabila pengenaan cukai mengacu pada ketentuan UU no.11 Tahun 1995 tentang

Cukai, maka cukai hanya dikenakan terhadap semen yang dikonsumsi di daerah pabean.

Dengan demikian nilai produksi semen yang dapat dikenakan cukai adalah sebesar 97,03%

dari produksi dalam negeri atau Rp. 3.540.288.699.000,00 x 97,03% = Rp.

3.435.142.125.000,00 sehingga dapat disajikan tabel seperti di bawah ini :

Tabel 2c. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 (konsumsi daerah Pabean)

Tarif NP kena cukaiSatu tahun

NP kena cukai(9 bl)

Penerimaan satu tahun

Penerimaan9 bl

0 3435142125 2576356594 0 05 3297736440 2473302330 164886822 123665117

10 3160330755 2370248066 316033076 23702480715 3022925070 2267193803 453438761 34007907020 2885519385 2164139539 577103877 43282790825 2748113700 2061085275 687028425 51527131930 2610708015 1958031011 783212405 58740930335 2473302330 1854976748 865655816 64924186240 2335896645 1751922484 934358658 70076899445 2198490960 1648868220 989320932 74199069950 2061085275 1545813956 1030542638 77290697855 1923679590 1442759693 1058023775 79351783160 1786273905 1339705429 1071764343 80382325765 1648868220 1236651165 1071764343 80382325770 1511462535 1133596901 1058023775 79351783175 1374056850 1030542638 1030542638 772906978 

Sebagaimana halnya pada skenario pertama, pada skenario kedua apabila nilai

produksi kena cukai hanya sebesar Rp. 3.435.142.125.000,00 maka apabila semen dikenakan

cukai dengan tarif 25% akan diperoleh prediksi penerimaan cukai adalah sebesar Rp.

515.271.319.000,00 (dengan asumsi income per capita tetap). Apabila pertumbuhan income

per capita diprediksikan sebesar 5% untuk tahun 1999 dan 2000, maka diperoleh prediksi

penerimaan cukai sebesar Rp. 530.729.458.570,00 (= Rp. 515.271.319.000,00 x 103%).

Page 8: Kajian Terhadap Semen

 

2.2.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi

Prediksi penerimaan cukai di atas berdasarkan nilai produksi. Untuk menguji

keabsahan dari analisa tersebut perlu dilakukan sensitivity analysis dengan menggunakan

pengaruh pembebanan cukai terhadap penurunan produksi (dalam ton), untuk mendapatkan

prediksi jumlah penerimaan cukai. Tabel 2d. menggambarkan pengaruh pembebanan cukai

terhadap tingkat produksi maupun penerimaan Cukainya.

Menganalisa tabel 2d tersebut, pembebanan cukai sebesar 25% mengakibatkan

penurunan produksi sekitar 20% sehingga jumlah produksi setelah dikenakan cukai menjadi

16.703.214 ton dan harga pabrik setelah kena cukai Rp. 211.750,00 per ton dengan

penerimaan cukai untuk tahun 2000 sebesar Rp. 857.964.880.850,00. (dengan asumsi

pertumbuhan income per capita tetap).

Tabel 2d. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 Berdasarkan Jumlah Produksi Untuk Konsumsi Semen Di Daerah Pabean

Tarif(%)

Harga Pabrik(Rp)

Prosentase Penurunan Jumlah produksi

Jumlah produksi (ton) Penerimaan Cukai

0 169400 0 20258911 05 177870 4 19448555 172965719979

10 186340 8 18638198 34730418376815 194810 12 17827842 52095627565220 203280 16 17017485 69186287991725 211750 20 16207129 85796488085030 220220 24 15396772 101720316273635 228690 28 14586416 116751860986140 237160 32 13776059 130685210651145 245630 36 12965703 143314453697250 254100 40 12155347 154433678553055 262570 44 11344990 163836973647160 271040 48 10534634 171318427408165 279510 52 9724277 176672128264670 287980 56 8913921 179692164645275 296450 60 8103564 180172624978580 304920 64 7293208 177907597693185 313390 68 6482852 1726911712175

Apabila diprediksikan pertumbuhan income percapita sebesar 5% sebagaimana telah

dijelaskan di atas, maka prediksi penerimaan cukai tahun anggaran 2000 (9 bulan) adalah

sebesar Rp. 883.703.827.275,00 (=857.964.880.850,00 x 103%).

III. Elastisitas Permintaan

Berdasarkan analisa statistik terhadap data produksi dan nilai produksi industri semen

di Indonesia yang diperoleh dari BPS melalui uji regresi dengan harga konstan, diperoleh

Page 9: Kajian Terhadap Semen

hasil –0,80673 dengan t-statistik -2,270 (ceteris paribus diasumsikan income percapita

tetap). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga sebesar 10% akan mengakibatkan

penurunan jumlah produksi semen sebesar 8,0673%. Oleh karena itu, semen mempunyai sifat

permintaan inelastis yang artinya berapapun peningkatan harga semen tidak akan terlalu

mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap semen, maka penurunan jumlah produksi

tersebut tidak akan mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri. Dengan demikian

semen mepunyai potensi yang cukup besar untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor

cukai apabila semen tersebut dikenakan cukai.

 

IV. Kelayakan Administrasi

Salah satu pertimbangan dalam pemungutan pajak di suatu negara, temasuk dalam hal

ini adalah cukai, dengan mempertimbangkan kelayakan administrasi dari pemungutannya.

Kelayakan administrasi suatu barang untuk dikenakan cukai dimaksudkan bahwa

administrasi barang kena cukai tersebut dapat dilakukan secara tertib, terkendali, sederhana

dan mudah difahami oleh anggota masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui, industri semen dapat dikelompokkan dalam :

1. 1.      Weight loosing process industry, karena untuk membuat satu ton semen diperlukan

bahan-bahan baku seperti yang telah disebutkan di atas yang berat totalnya hampir dua

kali lipat dari produk akhir yang dihasilkannya, sehingga industri semen adalah industri

yang padat modal.

2. 2.      Selain padat modal industri semen juga padat energi. Energi yang dipakai pada

umumnya adalah listrik dan bahan bakar. Untuk menghasilkan satu ton semen, energi

yang dibutuhkan bisa mencapai 110 – 120 Kwh energi listrik ; sedangkan untuk

menghasilkan satu ton clinker, energi yang dibutuhkan adalah antara 800 – 900 Kkal

energi bahan bakar.

3. 3.      Rentang biaya produksi semen per tonnya adalah antara US $ 26 – US $ 38. Oleh

karena itu industri semen merupakan industri yang bersifat ekonomi skala besar

(economies of scale) yang artinya semakin besar volume produksinya, semakin kecil

biaya rata-rata (average cost) per ton semen.

4. 4.      Proses produksi semen adalah proses produksi yang terpadu (berada pada satu lokasi

dan tidak terpisah-pisah), sehingga kemungkinan melakukan mutasi barang setengah jadi

sangatlah sulit. Proses produksi dalam industri semen dilakukan dengan menggunakan

high technology (teknologi canggih), sehingga industri semen hanya dapat dilakukan oleh

industri besar saja (bukan berbentuk industri rakyat/home industry). Selain itu, industri

Page 10: Kajian Terhadap Semen

semen menghasilkan single product, yaitu produk semen saja dan sangat sulit untuk

memproduksi barang lain selain semen.

5. 5.      Sistem distribusi barang jadi hasil produksi semen adalah sederhana, yaitu melalui

Asosiasi Semen Nasional, melalui truk, tangki atau kontainer. Selain itu, tempat

penimbunan barang jadi hasil industri semen juga sederhana, sehingga mudah untuk

diawasi.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, industri semen bukanlah industri

tradisional melainkan industri yang modern yang padat modal, sehingga mengharuskan

memiliki sistem administrasi yang baik. Oleh karena itu, pengawasan terhadap jumlah

produksi maupun penjualan semen dalam rangka perhitungan cukainya tidaklah terlalu sulit.

Hasil akhir industri semen adalah bubuk/bulk yang dapat langsung dikeluarkan dalam

bentuk bulk truk/tangki yang berupa semen curah dengan ukuran tertentu dan melalui proses

pengantongan dengan kemasan berupa zak (berukuran 40 atau 50 Kg). Semen juga memiliki

jenis tertentu dan ada standar mutunya, sehingga mudah untuk menetapkan berapa besarnya

tarif cukai untuk masing-masing jenis semen.

Selain itu, jumlah pabrik semen tidak terlalu banyak (sekitar sepuluh sampai dengan

dua puluh pabrik) dengan jaringan pemasaran yang meliputi 27 (dua puluh tujuh) propinsi di

Indonesia, sehingga mudah untuk melakukan pengawasan fisik, sebagai implementasi dari

karakteristik cukai cukai. Pengawasan fisik tersebut dapat dilakaukan dengan dua cara, yaitu :

- -         Penempatan pegawai Bea dan Cukai untuk mengawasi pabrik semen. Namun

demikian jumlah pegawai yang dibutuhkan tidaklah terlalu banyak, karena industri semen

pabriknya jelas dan produk hasil akhirnya mudah dikenal luas oleh masyarakat.

- -         On Call Service yang dikaitkan dengan self assesment dalam administrasi cukai,

dimana pegawai Bea dan Cukai dapat dipanggil sewaktu-waktu, yaitu pada saat

diperlukan oleh pabrik semen. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kesulitan pegawai

yang mau ditempatkan di pabrik semen, mengingat dampak negatif terhadap kesehatan

pegawai yang ditimbulkan oleh industri semen.

Dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam

pengawasan fisik, baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, maka semen mudah

diawasi/dikontrol karena pabriknya jelas, berskala besar, proses produksinya terpadu dan

barang jadinya (hasil akhirnya) spesifik dan terukur. Selain itu, kemungkinan untuk pelarian

hak-hak negara juga sangat kecil, karena semen sulit untuk dipalsukan (proses produksinya

rumit dan barang jadi / hasil akhirnya jelas dan sudah dikenal luas oleh masyarakat). Oleh

Page 11: Kajian Terhadap Semen

karena itu, berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas maka mudah untuk menerapkan

aturan-aturan yang ada dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Pelunasan cukai dapat dilakukan pada saat semen selesai dibuat di Indonesia. Untuk

semen curah, pelunasannya dapat dilakukan pada saat keluar dari truk/tangki curahnya.

Sedangkan untuk semen yang telah dikemas dalam kantong/zak, pada saat dikeluarkan dari

pabrik. Untuk semen impor pelunasan cukainya dilakukan pada saat semen diimpor untuk

dipakai. Pelunasan sukai semen dapat dilakukan dengan pembayaran.

Sistem pengawasan dengan menggunakan dokumen cukai. Pemasukan/pengeluaran

semen ke/dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada kepala kantor

Bea Cukai setempat dengan dilindungi oleh dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap

cukai. Perizinan berupa BKC untuk mendirikan pabrik, tempat penimbunan dan tempat

penjualan eceran semen serta importir semen diberikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai

a.n. Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan setelah mendapatkan NPPBKC, maka

pengusaha pabrik dan importir semen wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai

dengan UU No. 11/1995 tentang Cukai, antara lain ketentuan pasal 16 UU No. 11/1995

berkenaan dengan kewajiban pengusaha pabrik untuk membuat buku catatan mengenai

semen untuk dilaporkan kepada pejabat Bea dan Cukai.

Ada kendala dalam melaksanakan administrasi di bidang cukai semen. Antara lain

penggunaan semen abu/portland jenis II dan V banyak digunakan untuk pembangunan

Rumah Sangat Sederhana (RSS), sehingga jika dikenakan cukai, maka akan banyak

masyarakat kecil yang memprotesnya. Jalan keluar untuk permasalahan tersebut adalah

dengan mengatur agar pengenaan cukai terhadap semen tipe tersebut akan, yaitu dikenakan

cukai dengan tarif yang relatif rendah.

Memang ada kendala dalam administrasi cukai semen, akan tetapi karena potensi

penerimaan dari cukai adalah cukup besar dan administrasi pemungutan cukainya murah

serta kelayakan administrasinya memadai, maka semen mempunyai potensi untuk dikenakan

cukai.

V. Pajak Lainnya

Selama ini industri semen telah dikenakan beberapa macam pajak diantaranya

adalah :

   Pajak Penghasilan (PPh) Badan

   Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan untuk Karyawan

   Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Page 12: Kajian Terhadap Semen

   Pajak pertambahan Nilai (PPN)

   Pajak Daerah dan Distribusi Daerah

Dengan melihat beban pajak yang telah dikenakan pada barang produksi semen pada

saat ini, maka diharapkan salah satu beban pajak tersebut digantikan dengan cukai. Pajak

yang dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan cukai adalah PPN. Hal ini disebabkan

karena penerimaan negara diperkirakan akan lebih besar dan lebih sederhana bila semen

dikenakan cukai dibanding bila dikenakan PPN. Di samping itu pengenaan cukai dapat

dibebankan kepada konsumen (forward shifting) dan bukan kepada pengusaha pabrik.

Pengenaan cukai terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga semen.

Mengingat semen adalah barang yang mempunyai sifat permintaan inelastis yaitu permintaan

yang tidak peka terhadap perubahan harga, maka pengenaan cukai terhadap semen

diharapkan tidak mempengaruhi penerimaan negara di sektor pajak yang lain.

 

VI. Dampak Lingkungan dan Sosial

Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakannya serta proses produksi

yang dilaluinya, maka semen mempunyai dampak penting untuk komponen-komponen

lingkungan seperti diuraikan di bawah ini :

 

a) a)      LAHAN; dampak yang bersifat merugikan adalah :

    Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.

    Perubahan dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan penyerapan

lahan serta pembangunan fasilitas lainnya. Perubahan ini dari segi waktu akan meluas

ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada akhirnya akan berpengaruh

juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi

keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat.

 

b) b)      AIR; dampak yang bersifat merugikan adalah :

    Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak

dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah

terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada

akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.

    Kuantitas air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu

lahan akan mengakibatkan penyerapan air hujan oleh tanah di tempat itu menjadi

berkurang, sehingga persediaan air tanah menjadi menipis, akibatnya persediaan ait

Page 13: Kajian Terhadap Semen

tanah menjadi makin sedikit. Akibat lanjutan adalah sungai menjadi kering pada

musim kemarau dan sebaliknya sungai akan banjir (debit air menjadi sangat tinggi)

karena tanah tidak mampu lagi menyerap air yang mengalir terlalu cepat.

 

3. UDARA; dampak yang bersifat merugikan adalah :

a) a)    Debu yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik terdiri dari :

    Debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses

pembakaran,

    Debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke

luar pabrik, termasuk pengantongannya.

b) b)   Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan

debu tersebut, dapat menimbulkan pencemaran udara yang sangat mengganggu, antara

lain dapat mengakibatkan naiknya temperatur udara di sekitar pabrik, bahkan dapat

menimbulkan penyakit.

c) c)    Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara, berupa

gas CO, CO2 dan SO2 yang mengandung hidrokarbon dan belerang.

d) d)   Kebisingan yang terdiri dari tiga jenis sumber bunyi :

    Mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik,

    Alat-alat besar seperti traktor yang dipakai pada waktu pengambilan bahan baku,

    Dentuman dinamit yang digunakan pada waktu pengambilan kapur.

e) e)    Berkurangnya keanekaragaman flora, berubahnya pola vegetasi dan jenis endemik,

berubahnya pembentukkan klorofil dan proses fotosintesa.

f) f)     Berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan langka).

Berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.

Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan semen terhadap lingkungan sosial atau

kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut :

*      Status gizi kadar hemoglobin darah dimana semakin rendah status gizi seseorang,

semakin rendah kadar hemoglobin darahnya.

*      Dampak lingkungan terhadap pola penyakit, khususnya penyakit saluran pernafasan,

seperti bronchitis, pharingtis dan tbc paru serta silicosis (pneumocosis), penyakit saluran

pencernaan dan gangguan pada kulit.

*      Morbidity rate (angka kesakitan) dari penyakit-penyakit tertentu untuk dapat

menggambarkan besarnya dari dampak penyakit-penyakit tersebut di atas terhadap

kesehatan. Beberapa penyakit yang diperkirakan akan meningkat intensitasnya antara

Page 14: Kajian Terhadap Semen

lain penyakit yang saluran nafas, penyakit yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan

(psycho-social) dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan kondisi lingkungan yang

kurang sehat.

*      Penyakit gangguan kejiwaan (psiko-sosial) adalah penyakit yang bukan disebabkan

oleh adanya sebab-sebab fisik, tetapi penyakit yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan

yang sulit diterangkan secara fisis maupun biologis, misalnya sakit kepala yang tidak

jelas penyebabnya, nyeri ulu hati, gelisah, sulit tidur, berdebar-debar (yang dalam istilah

kedokteran dinamakan gastritis, cephagia, neurosis anxiety).

*      Penyakit akibat kecelakaan kerja.

*      Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh rendahnya mutu lingkungan, seperti

penyakit perut (diarhea), demam berdarah, malaria kulit dan sebagainya.

Seperti telah dikemukakan di atas, ternyata semen memang menimbulkan dampak

yang kurang menguntungkan bagi linkungan. Sayang sekali tidak ada informasi tentang

berapa besarnya (magnitude) dampak-dampak negatif ini (khususnya dalam kasus Indonesia),

Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi alasan bahwa semen memang harus dikenai

cukai, karena dampak-dampak negatif tersebut seringkali “berada di atas nilai ambang

batas yang wajar.”

 

VII. Tenaga Kerja

Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada industri semen di Indonesia adalah sebesar

14.150 orang dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja tiap pabrik sebesar 1.253 orang.

Industri Semen adalah termasuk industri yang padat modal. Hal ini dapat dilihat dari

perbandingan antara jumlah produksi dengan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana data

tabel 3 untuk periode tahun 1992-1993, nilai produksi mengalami peningkatan sebesar

33,07% sedangkan jumlah tenaga kerja justru mengalami penurunan sebesar 0,01%.

Menyusutnya jumlah tenaga kerja pada saat jumlah produksi meningkat adalah karena

pengerjaan produksi semen cenderung menggunakan tenaga mesin. Berdasarkan data BPS

yang berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 3. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja

Tahun Jumlah Pabrik

JumlahTenagaKerja

Rata-rata Tenaga Kerja per Pabrik

Perubahan Produksi Perubahan

1988 11 13345 1213   785241295  1989 11 14005 1273 0.04713 940169646 0.197300311990 11 13611 1237 -0.0289 1112537988 0.1833374891991 11 13288 1208 -0.0243 1238100952 0.1128617321992 11 13173 1198 -0.0087 1281446423 0.035009642

Page 15: Kajian Terhadap Semen

1993 12 14169 1181 -0.0142 1705200104 0.3306838851994 12 14711 1226 0.03684 2081001592 0.2203855651995 12 15084 1257 0.02473 2301092746 0.1057621271996 11 14932 1357 0.074 2610509760 0.1344652511997 11 15178 1380 0.01621 3272162770 0.253457398

Rata-rata   14150 1253   1732746328  Sumber : Data BPS

 

Untuk memprediksikan dampak pengenaan cukai semen terhadap penyerapan tenaga

kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 4. Tabel Analisa Tenaga Kerja

 Tahun

Jumlah Tenaga kerja (L)

NilaiProduksi (ribu Rp.)

 CPI

Y=(Nilai Prod/CPI)x100

Y/L(output)

           1988 13345 785241295 141,8 9674929 7251989 14005 940169646 150,3 9411210 6721990 13611 1112537988 164,6 8397389 6171991 13288 1238100952 180,3 8783635 6611992 13173 1281446423 189,2 8352193 6341993 14169 1705200104 207,7 9478125 6691994 14711 2081001592 226,8 7985496 5431995 15084 2301092746 246,9 6929435 4591996 14932 2610509760 262,4 9542558 6391997 15178 3272162770 291,4 7165071 4721998   3359202300      1999   3448557081      2000   3540288699       

Untuk mengetahui rasio tenaga kerja industri semen, dapat dihitung dengan cara

membagi nilai produksi tahun 2000 (sebesar Rp. 3.540.288.699.000,00) dengan tenaga kerja

tahun 1997 (sebesar 15178 orang), sehingga menghasilkan angka rasio sebesar 233.251.

Kemudian dengan membagi penurunan nilai produksi jika dikenakan cukai 25% (sebesar

Rp.7.080.577.740,00) dibagi dengan angka rasio di atas, maka didapat angka 3.036 orang.

Namun demikian, penerimaan cukai tahun 2000 diharapkan dapat

mengkompensasikan angka tenaga kerja yang kemungkinan tidak dipekerjakan pada industri

semen tersebut. Berdasarkan Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun 2000 (Tabel 2.),

dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan cukai tahun 2000 dengan tarif 25% adalah sebesar

Rp. 531.043.305.000,00. Jika angka tersebut dibagi dengan tenaga kerja yang tidak

dipekerjakan pada industri semen (3.036 orang), maka diperoleh angka kompensasi sebesar

Rp. 174.915.450,00 per orang.

Dengan memperhitungkan PDB sebagaimana yang telah dianalisa pada point B.

Optimalisasi Penerimaan di atas, maka kemungkinan tenaga kerja yang tidak dipekerjakan

Page 16: Kajian Terhadap Semen

pada industri semen menjadi sebesar 2.581 orang (17/20 x 3.306 orang), sehingga angka

kompensasi menjadi sebesar Rp. 211.923.520,00 per orang (Rp. 546.974.604.200,00 / 2.581).

Dengan melihat analisa di atas, diketahui bahwa industri semen bersifat capital

intensive sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan terlalu

mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.

 

VIII. Kandungan Impor dan Impor Semen

Bahan baku yang masih diimpor adalah bahan baku berupa gypsum, sedangkan bahan

baku yang lain telah menggunakan kandungan lokal. Prosentase kandungan impor dari tabel

tersebut dapat diketahui sangat kecil yaitu rata-rata 16,68% pertahun, yang berarti kandungan

lokalnya sebesar 83,32%. Perubahan nilai impor dari tahun ke tahun cenderung mengalami

penurunan, akan tetapi pada kasus tertentu seperti pada tahun 1995 dan 1997 terjadi

peningkatan kandungan impor yaitu masing-masing sebesar 45,32% dan 52,06%.

 

Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan kandungan impor bahan baku

semen dapat disajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 5. Tabel Kandungan Impor

Tahun Bahan Baku Nilai Impor Kandungan Impor Perubahan1988 162048584 55135913 35.3  1989 177095855 54085779 31.06 -0.13651990 189517327 45189650 21.14 -0.46931991 237854152 57423790 22.18 0.046891992 249050706 15698560 7.83 -1.83271993 265604044 12145330 7.35 -0.06531994 280676289 11978428 7.19 -0.02231995 372405929 58660189 13.15 0.453231996 433687927 46044842 7 -0.87861997 785659700 71756181 14.6 0.52055

Rata-rata 315360051 42811866 16.68  Sumber : Data BPS

Beberapa perusahaan pada tahun-tahun tertentu ada yang menggunakan bahan baku

murni kandungan lokal seperti PT. Nusantara pada tahun 1995 dan tahun 1997. Mengingat

hal tersebut maka untuk meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal dan menurunkan bahan

baku impor perlu dibedakan sistem pentarifannya yaitu bahan baku impor diberikan tarif

lebih tinggi dari pada semen dengan bahan baku lokal.

Jumlah impor barang jadi berupa semen berdasarkan data impor tahun 1998 dapat

disajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 6. Tabel Impor Semen Tahun 1998

Page 17: Kajian Terhadap Semen

No. Jenis Semen Jumlah Impor (kg) Rata-rata Produksi DN (kg)1. White Cement 224.732  2. Semen Tipe I 94.608.066  3. Semen Portland 2.963.216  4. Semen Fondu 2.120.368  5. Semen hidraulik 117.469    Jumlah 10.003.385 17.415.008.000

Sumber : data BPS 

Berdasarkan data tabel tersebut di atas dapat diketahui besarnya persentase impor

semen yaitu 0,06%.

Ketentuan WTO mengatur bahwa pengenaan segala jenis pajak, dalam hal ini adalah

cukai terhadap barang kena cukai (BKC) impor (semen) diperkenankan sepanjang pengenaan

tersebut tidak bersifat diskriminatif dalam arti cukai dikenakan terhadap BKC impor maupun

BKC dalam negeri.

 

IX. Orientasi Ekspor

Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan ekspor hasil produksi semen dapat

disajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 7. Tabel Orientasi Ekspor

Tahun Produksi Nilai Ekspor Prosentase Ekspor Perubahan1988 785241295 0 0  1989 940169646 0 0  1990 1112537988 130310463 9 11991 1238100952 29044403 1.09 -7.25691992 1281446423 56752602 4.55 0.760441993 1705200104 14766624 0.83 -4.48191994 2081001592 18226915 0.42 -0.97621995 2301092746 3452393 0.58 0.275861996 2610509760 55175195 1.18 0.508471997 3272162770 217541230 3 0.60667Rata-

rata 1732746328 52526982.5 3.03  

Sumber : Data BPS

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa kecenderungan hasil produksi industri

semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu rata-rata 3,03% pertahun. Berarti sisanya, yaitu

sebesar 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri. Mengingat hal tersebut maka

pengenaan cukai terhadap semen diprediksikan dapat meningkatkan penerimaan dan tidak

perlu dikhawatirkan pengenaan cukai terhadap semen akan memberikan perubahan

kecenderungan untuk melakukan ekspor karena sifat permintaan semen adalah inelastis,

sehingga pembebanan cukai tidak akan menyebabkan pengurangan permintaan yang

Page 18: Kajian Terhadap Semen

signifikan. Dengan demikian pangsa pasar semen dalam negeri setelah pembebanan cukai

tetap besar.

 

Memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan, dapat dilihat

bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan demikian industri

semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien.

 

Pengenaan cukai pada industri yang sudah efisien diharapkan akan memberikan

dampak negatif yang sangat kecil, karena industri dimaksud dengan mudah akan dapat

membuat penyesuaian terhadap adanya peraturan perpajakan (cukai) yang baru, sehingga

dampaknya terhadap produksi maupun tenaga kerja lambat laun akan sangat kecil.

 

I. Backward / Forward Shifting

Dengan melihat berbagai analisa yang telah disebutkan di atas, maka dimungkinkan beban

pengenaan cukai dilakukan dengan forward shifting, yaitu pengenaan cukai dibebankan

kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena permintaan semen bersifat inelastis, sehingga

beban cukai sebagian dapat dibebankan kepada konsumen.

II. Asset Perusahaan

Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan aset perusahaan semen di Indonesia dapat

disajikan tabel sebagai berikut :

 

 

Tabel 8. Tabel Aset Perusahaan Semen di Indonesia

Tahun Jumlah Pabrik Jumlah Aset ( Rp.000) Delta1988 11 1501436095  1989 11 1713568135 0,1237955091990 11 1693772243 -0,0116874581991 11 2100295335 0,1935552041992 11 3060356090 0,3137088391993 12 3808517715 0,1964443071994 12 3802279540 -0,0016406411995 12 3674441216 -0,0347912291996 11 4324810536 0,1503809971997 11 3352373810 -0,290074073Rata-rata   2903185072 0,063969146

Sumber : Data BPS

Page 19: Kajian Terhadap Semen

Rata-rata jumlah aset perusahaan semen di Indonesia adalah sebesar Rp.

290.385.072.000,00. Dengan mengetahui besarnya aset perusahaan tersebut dapat disimpulkan

bahwa Perusahaan semen di Indonesia merupakan perusahaan besar yang bersifat capital

intensive sehingga dampak sosial pengenaan cukai terhadap produksi semen akan relatif

kecil.

 

X. Negara-negara Yang Mengenakan Cukai Atas Semen

Semen telah dikenakan cukai di 27 (dua puluh tujuh) negara, antara lain di Malaysia,

Korea dan India. Oleh karena itu, pembebanan cukai semen di Indonesia bukan merupakan

hal yang baru. Pembebanan cukai semen di Indonesia terutama ditujukan untuk

mengkompensasikan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial maupun kesehatan

masyarakat, efisiensi pemakaian sumber alam serta dalam rangka mengoptimalkan

penggalian alternatif sumber-sumber pajak dalam negeri.

 

XI. Penutup

Pengenaan Cukai terhadap semen telah diterapkan di 27 negara, sehingga hal tersebut

bukanlah merupakan hal yang baru. Di Indonesia pembebanan cukai semen terutama

ditujukan untuk mengkompensasikan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial maupun

kesehatan masyarakat, efisiensi pemakaian sumber alam serta untuk mengoptimalkan

penggalian alternatif sumber pajak dalam negeri.

Pengenaan cukai terhadap semen dilakukan dengan memperhitungkan aspek-aspek

tersebut, maka tarif ad valorum yang ideal sekitar 25% dengan penurunan produksi sekitar

20% (dengan asumsi kondisi yang lain tidak berubah/ceteris paribus) atau bila dipakai tarif

spesifik adalah Rp. 43,00 per kg (berdasarkan harga yang berlaku). Disamping itu,

perhitungan tarif cukai harus juga memperhatikan penyerapan tenaga kerja dan kemungkinan

tenaga kerja tidak dipekerjakan pada industri semen tersebut, kandungan lokal, kandungan

impor dan impor semen, dampak negatif yang dihasilkan oleh industri semen bagi

lingkungan, sosial dan kesehatan masyarakat, kualitas jenis semen dan lain-lain.

Kecenderungan hasil produksi industri semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu

rata-rata 3,03% pertahun, berarti 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri. Sifat

permintaan semen adalah inelastis, sehingga pembebanan cukai tidak akan menyebabkan

pengurangan permintaan yang signifikan. Jadi, pangsa pasar semen dalam negeri setelah

pembebanan cukai tetap besar.

Page 20: Kajian Terhadap Semen

Dengan memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan,

dapat dilihat bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan demikian

industri semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien. Hal ini ditambah

dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam pengawasan fisik,

baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, sehingga jika mempertimbangkan segi

administrasinya layak untuk dikenakan cukai.

Berdasarkan bukti empiris pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun1999

sebesar 2%dan tahun 2000 diprediksikan sebesar ± 3%. Pertumbuhan PDB sebesar 5%

tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan industri semen sebesar 3%. Sehingga penurunan

nilai produksi semen setelah dikenakan cukai dengan tarif 25%, dengan memperhitungkan

pertumbuhan ekonomi, akan menjadi 17% (20% - 3%). Dengan demikian prediksi

penerimaan cukai tahun 2000 adalah 103% atau (100% + 3%) dari prediksi penerimaan

denagn asumsi income tetap.

Berdasarkan analisa tersebut di atas diperoleh prediksi penerimaan cukai dari masing-

masing dasar perhitungan pertumbuhan income percapita. Hal ini dapat di lihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 9. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Tahun Anggaran 2000 untuk konsumsi Di

Daerah pabean (97,03%)

No. Dasar Perhitungan Income Tetap (Dalam Rp.) Income Berubah (Dalam Rp.)

1. Nilai Produksi (Rp.) 515.271.319.000 530.729.458.570

2. Jumlah Produksi (ton) 857.964.880.850 883.703.827.275

 

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat prediksi pesimis penerimaan cukai pada

income tetap adalah sebesar Rp. 515.271.319.000,00 dan prediksi optimisnya sebesar Rp.

857.964.880.850,00. Sedangkan pada pertumbuhan income percapita 5%, prediksi pesimis

penerimaan cukai pada income berubah adalah sebesar Rp. 530.729.458.570,00 dan prediksi

optimisnya sebesar Rp. 883.703.827.275,00. Prediksi penerimaan ini diperkirakan dicapai

dengan tarif cukai ad valorum 25 % atau tarif cukai spesifik Rp. 43,00 per kg.

 

Page 21: Kajian Terhadap Semen

I. PENGERTIAN SEMEN....................................................................................................................

II. OPTIMALISASI PENERIMAAN..................................................................................................

2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri................................................

2.1.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi....................

2.1.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi.................

2.2. Skenario II : Cukai Dikenakan Terhadap Semen Yang Dikonsumsi di Daerah Pabean......

2.2.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi......................

2.2.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi..................

III. ELASTISITAS PERMINTAAN....................................................................................................

IV. KELAYAKAN ADMINISTRASI..................................................................................................

V. PAJAK LAINNYA...........................................................................................................................

VI. DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL..................................................................................

VII. TENAGA KERJA.........................................................................................................................

VIII. KANDUNGAN IMPOR DAN IMPOR SEMEN.......................................................................

IX. ORIENTASI EKSPOR...................................................................................................................

X. NEGARA-NEGARA YANG MENGENAKAN CUKAI ATAS SEMEN...................................

XI. PENUTUP........................................................................................................................................