1
MANTAN Ketua Dewan Per- timbangan Agung, Letnan Jenderal (Purn) Achmad Tir- tosudiro, tutup usia, kemarin. Pak Achmad, begitu beliau biasa disapa, menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 00.15 WIB di kediamannya di bilangan Cinere, Depok, dalam usia 89 tahun. “Bapak pernah mengalami stroke dua kali dan mungkin juga karena faktor usia. Bapak memang sudah sakit lama dan terus menurun dalam satu ta- hun ini, hingga akhirnya Bapak meninggal dengan tenang,” ujar anak kedua Pak Achmad, Djuandi Tirtosudiro, dengan nada bergetar. Bagi sejumlah kalangan, pria kelahiran Purwakarta, 8 April 1922, itu meninggal- kan begitu banyak kenangan. Mantan Presiden BJ Habibie yang juga turut menghadiri prosesi pemakaman bahkan menganggap Pak Achmad su- dah seperti abangnya sendiri. Mantan Kepala Bulog itu di mata Habibie adalah sosok yang tak pernah sungkan mem- beri masukan kepadanya saat menghadapi masalah kala memimpin bangsa Indonesia. “Beliau sudah seperti abang saya. Waktu saya harus melak- sanakan tugas menghadapi masalah pada era Orde Baru, saat itu yang membantu lang- sung secara struktural adalah beliau karena menjadi Ketua DPA. Beliau berkewajiban un- tuk memberikan saran-saran kepada eksekutif yang sedang menghadapi masalah,” tutur Habibie. Selain dikenal sebagai sosok pejuang angkatan 1945, Almar- hum juga dikenal dekat dan peduli dengan generasi muda, bahkan generasi yang jauh di bawahnya. Anas Urbaningrum, misalnya. Ketua Umum Partai Demokrat itu mengakui kedekatannya se- cara personal dengan Pak Ach- mad. Ia sendiri mengaku berun- tung karena sempat mendapat didikan informal dari seorang Achmad Tirtosudiro. “Saya merasa sangat dekat dengan beliau. Sebagai senior, beliau selalu hadir dengan kalimat-kalimat yang memo- tivasi anak-anak muda. Beliau selalu memotivasi anak-anak muda untuk tampil lebih baik, untuk berperan lebih baik, untuk berdedikasi tinggi pada negara. Itulah yang membuat hubungan kami yang muda dengan almarhum sangat dekat. Tidak mudah untuk mencari sosok seperti beliau,” papar Anas, mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu. Saat prosesi pemakaman di Tempat Permakaman Umum Tanah Kusir Jakarta kemarin siang, ikut hadir mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, dan mantan Ketua BPK Anwar Nasution. Di tempat yang sama, Peng- urus Pusat HMI Majelis Penyela- mat Organisasi (MPO) mengaku ikut kehilangan atas wafatnya salah satu tokoh pendiri HMI itu. “Pak Achmad merupakan sosok pejuang yang pantas un- tuk diteladani,” kata Ketua PP HMI MPO Chozin Amirullah. Ia menambahkan, Pak Ach- mad juga sering menjadi tokoh rujukan dalam menyelesaikan permasalahan di HMI. Almar- hum juga banyak berperan dalam perjuangan kebangsaan dan keislaman di Indonesia. Ketika pada tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia, almar- hum mendirikan Corps Ma- hasiswa Indonesia (CMI) yang merupakan sayap wadah bagi kader-kader HMI yang ingin memanggul senjata dalam rang- ka mempertahankan kemerde- kaan Indonesia. (Ant/*/P-2) 4 KAMIS, 10 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA P OLKAM hu m uj D na pr 8 ka M ya pr m da M m ya be m m sa sa m sa su be D tu ke m H pe hu pe ba ba K itu ca m tu di A de be M ti Je to Pa bi na 00 bi us st ju m te MARAKNYA penolakan di sejumlah daerah terhadap aktivitas Jemaat Ahmadiyah merupakan sikap intoleran da- lam kehidupan antarpemeluk agama. Menurut Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, pemerin- tah harus menunjukkan peran- nya dalam melindungi setiap warga negaranya. “Permasalahan Ahmadiyah saat ini berkaitan erat dengan konstruksi negara Indonesia yang berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika. Sudah menjadi kewajiban negara untuk me- lindungi setiap warganya men- jalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya, mes- ki setiap orang bilang Ahmadi- yah itu sesat,” kata Ulil dalam diskusi yang digelar Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) di Kantor Media Indone- sia Jakarta, Selasa (8/3). Ia mengkritisi peran media massa yang jarang menyuara- kan pluralisme dalam pem- beritaannya. Media massa baru ramai memberitakan persoalan kehidupan beragama begitu sebuah konik sudah terjadi. “Untuk itu, setiap stakeholder harus melakukan peran atau tugasnya dengan benar. Media Indonesia selaku salah satu stakeholder besar di Indonesia memiliki andil dalam memba- ngun Indonesia,” ujarnya. Senada dengan Ulil, koordi- nator Sejuk, Ahmad Junaidi, mengungkapkan pentingnya peran media massa dalam me- nyuarakan hak-hak kelompok minoritas. Selain kebebasan beragama, media massa ditun- tut menyuarakan HAM, keber- pihakan pada perempuan, dan multipluralisme. Di tempat yang sama, Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong sepa- kat tentang pentingnya media massa untuk menegakkan ide- alisme dan pluralisme. “Ideologi pers memang harus pada pluralisme. Masyarakat tidak menerima kaum minoritas ini karena mereka kurang me- ngenalnya. Tugas pers memberi ruang untuk memperkenalkan minoritas ini,” ungkapnya. Di tempat berbeda, kelompok masyarakat Solidaritas Perem- puan meminta pemerintah men- cabut Surat Keputusan Bersama (SKB) No 3/2008 tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia. SKB itu hanya akan menebar ancaman terhadap perempuan dan anak. “Perempuan dan anak-anak Ahmadiyah tidak punya ruang berekspresi, ruang gerak, dan mobilitas. Itu berdampak pada trauma psikis dan ancaman kekerasan seksual,” kata Ketua Badan Eksekutif Nasional Soli- daritas Perempuan Risma Umar di Jakarta, kemarin. (*/P-2) Pers Dituntut Suarakan Pluralisme Achmad Tirtosudiro 1922 - 2011 MI/AGUS MULYAWAN AKHMAD MUSTAIN M AHKAMAH Agung (MA) didesak untuk mengulang pro- ses pemilihan hakim konsti- tusi dari tahap awal. Pasalnya, pengajuan dua calon, yakni An- war Usman dan Irfan Fachrud- din sebagai pengganti Arsyad Sanusi dinilai tidak transparan dan bertentangan dengan UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Tuntutan itu disampaikan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) yang terdiri dari Indo- nesia Corruption Watch (ICW), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (El- sam), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI, Indonesian Legal Roundtable, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Hari ini merupakan tenggat masa pencalonan pengganti Arsyad Sanusi yang merupakan hakim karier MA. Anwar Usman saat ini menja- bat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Per- adilan MA dan Irfan Fachruddin ialah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Me- dan, Sumatra Utara. Peneliti hukum ICW Febri Diansyah mengatakan, pe- nempatan kedua nama terse- but melanggar Pasal 19 UU 24/2003 tentang MK yang mengatur pencalonan hakim konstitusi harus transparan dan partisipatif. “Karena melanggar UU MK, dugaan pelanggaran ini tidak boleh dibiarkan. Kalau perlu, diulang,” kata Febri di Kantor ICW Jakarta, kemarin. Febri mengatakan, sebaiknya MA mengadopsi proses selek- si oleh DPR dan presiden. “Meskipun secara substantif belum maksimal, MA sebaik- nya belajar DPR dan peme- rintah. Minimal keterlibatan publik lebih besar,” ujarnya. Satu hal, ia mengingatkan penetapan hakim konstitusi bukan seperti sebuah arisan yang bisa digilir. Karena itu, su- dah selayaknya proses seleksi calonnya harus transparan dan dapat diakses oleh publik. Menjaga kredibilitas Alasan lainnya, menurut Febri, para calon hakim kon- stitusi yang berasal dari MA itu harus kredibel dan berintegri- tas. Sebab, MK baru saja didera kasus kode etik yang terkait dugaan maa peradilan yang menyeret hakim konstitusi Ar- syad Sanusi dan Akil Mochtar serta praktisi hukum Refly Harun. Padahal, kewenangan MK begitu luas tidak hanya me- nyelesaikan sengketa UUD 1945 dan UU, melainkan juga sengketa pemilu, baik legislatif maupun eksekutif. Bahkan, MK berwenang untuk mem- bubarkan partai politik. “MK masih dianggap lembaga yang dipercaya publik. Maka dari itu, pemilihan harus transpa- ran. Ketertutupan ini menjadi pertanyaan apakah MK masih bisa dijaga kredibilitasnya,” jelas Febri. Peneliti hukum Elsam Wahyudi Djafar menambah- kan, pencalonan hakim kon- stitusi seharusnya dilakukan secara terbuka. MA menyeleksi para calon secara internal, ke- mudian dimunculkan ke laman MA untuk meminta masukan dari publik. Arsyad Sanusi mengundur- kan diri dari MK karena kepu- tusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan dirinya telah gagal memper- tanggungjawabkan moral se- bagai hakim konstitusi. Arsyad diduga tersandung kasus du- gaan suap perkara pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan setelah tim investigasi MK pimpinan Rey Harun mengumumkan hasil pemeriksaan. Sebelumnya, Ketua MA Harin Tumpa menerangkan pihaknya menyodorkan ha- kim pengganti yang minimal bergelar doktor dan berlatar belakang hukum peradilan agama ataupun hakim tinggi senior. Namun, MA memas- tikan tidak mencalonkan ha- kim yang hampir pensiun. Setidaknya, mereka memenuhi syarat dapat berkarier 10 tahun di MK. (CC/P-3) [email protected] Seleksi Pengganti Arsyad Harus Terbuka Hakim konstitusi harus berintegritas tinggi mengingat kewenangannya yang begitu luas. Motivator Kaum Muda itu Telah Pergi Sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi setiap warganya untuk menjalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya.” Ulil Abshar Abdalla Fungsionaris DPP Demokrat DESAK SELEKSI ULANG: Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djafar (kanan) bersama peneliti dari Masyarakat Transparansi Indonesia Jamil Mubarok (tengah) dan peneliti dari Mappi FH UI Muhammad Hendra Setiawan, yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), mendesak Mahkamah Agung untuk mengulang proses pemilihan hakim konstitusi secara transparan, di Jakarta, kemarin. MI/SUSANTO

KAMIS, 10 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Seleksi Pengganti ... fileKetua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, ... kader-kader HMI yang ingin ... cabut Surat Keputusan Bersama

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAMIS, 10 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Seleksi Pengganti ... fileKetua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, ... kader-kader HMI yang ingin ... cabut Surat Keputusan Bersama

MANTAN Ketua Dewan Per-timbangan Agung, Letnan Jenderal (Purn) Achmad Tir-tosudiro, tutup usia, kemarin. Pak Achmad, begitu beliau biasa disapa, menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 00.15 WIB di kediamannya di bilangan Cinere, Depok, dalam usia 89 tahun.

“Bapak pernah mengalami stroke dua kali dan mungkin juga karena faktor usia. Bapak memang sudah sakit lama dan terus menurun dalam satu ta-hun ini, hingga akhirnya Bapak meninggal dengan tenang,” ujar anak kedua Pak Achmad, Djuandi Tirtosudiro, dengan nada bergetar.

Bagi sejumlah kalangan, pria kelahiran Purwakarta, 8 April 1922, itu meninggal-kan begitu banyak kenangan. Mantan Presiden BJ Habibie yang juga turut menghadiri prosesi pemakaman bahkan menganggap Pak Achmad su-dah seperti abangnya sendiri. Mantan Kepala Bulog itu di mata Habibie adalah sosok yang tak pernah sungkan mem-beri masukan kepadanya saat menghadapi masalah kala memimpin bangsa Indonesia.

“Beliau sudah seperti abang saya. Waktu saya harus melak-sanakan tugas menghadapi masalah pada era Orde Baru, saat itu yang membantu lang-sung secara struktural adalah beliau karena menjadi Ketua DPA. Beliau berkewajiban un-tuk memberikan saran-saran kepada eksekutif yang sedang menghadapi masalah,” tutur Habibie.

Selain dikenal sebagai sosok pejuang angkatan 1945, Almar-hum juga dikenal dekat dan peduli dengan generasi muda, bahkan generasi yang jauh di bawahnya.

Anas Urbaningrum, misalnya. Ketua Umum Partai Demokrat itu mengakui kedekatannya se-cara personal dengan Pak Ach-mad. Ia sendiri mengaku berun-tung karena sempat mendapat didikan informal dari seorang Achmad Tirtosudiro.

“Saya merasa sangat dekat dengan beliau. Sebagai senior, beliau selalu hadir dengan

kalimat-kalimat yang memo-tivasi anak-anak muda. Beliau selalu memotivasi anak-anak muda untuk tampil lebih baik, untuk berperan lebih baik, untuk berdedikasi tinggi pada negara. Itulah yang membuat hubungan kami yang muda dengan almarhum sangat dekat. Tidak mudah untuk mencari sosok seperti beliau,” papar Anas, mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu.

Saat prosesi pemakaman di Tempat Permakaman Umum Tanah Kusir Jakarta kemarin siang, ikut hadir mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, dan mantan Ketua BPK Anwar Nasution.

Di tempat yang sama, Peng-urus Pusat HMI Majelis Penyela-mat Organisasi (MPO) mengaku ikut kehilangan atas wafatnya salah satu tokoh pendiri HMI itu. “Pak Achmad merupakan sosok pejuang yang pantas un-tuk diteladani,” kata Ketua PP HMI MPO Chozin Amirullah.

Ia menambahkan, Pak Ach-mad juga sering menjadi tokoh rujukan dalam menyelesaikan permasalahan di HMI. Almar-hum juga banyak berperan dalam perjuangan kebangsaan dan keislaman di Indonesia. Ketika pada tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia, almar-hum mendirikan Corps Ma-hasiswa Indonesia (CMI) yang merupakan sayap wadah bagi kader-kader HMI yang ingin memanggul senjata dalam rang-ka mempertahankan kemerde-kaan Indonesia. (Ant/*/P-2)

4 KAMIS, 10 MARET 2011 | MEDIA INDONESIAPOLKAM

humujDna

pr8 kaMyaprmdaMmyabemm

sasamsasubeDtukemH

pehupebaba

KitucamtudiA

debe

MtiJetoPabina00bius

stjumte

MARAKNYA penolakan di sejumlah daerah terhadap aktivitas Jemaat Ahmadiyah merupakan sikap intoleran da-lam kehidupan antarpemeluk agama. Menurut Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, pemerin-tah harus menunjukkan peran-nya dalam melindungi setiap warga negaranya.

“Permasalahan Ahmadiyah saat ini berkaitan erat dengan konstruksi negara Indonesia yang berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika. Sudah menjadi kewajiban negara untuk me-lindungi setiap warganya men-jalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya, mes-ki setiap orang bilang Ahmadi-yah itu sesat,” kata Ulil dalam diskusi yang digelar Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) di Kantor Media Indone-sia Jakarta, Selasa (8/3).

Ia mengkritisi peran media massa yang jarang menyuara-kan pluralisme dalam pem-beritaannya. Media massa baru ramai memberitakan persoalan kehidupan beragama begitu sebuah konfl ik sudah terjadi.

“Untuk itu, setiap stakeholder harus melakukan peran atau tugasnya dengan benar. Media Indonesia selaku salah satu stakeholder besar di Indonesia memiliki andil dalam memba-ngun Indonesia,” ujarnya.

Senada dengan Ulil, koordi-nator Sejuk, Ahmad Junaidi, mengungkapkan pentingnya peran media massa dalam me-nyuarakan hak-hak kelompok minoritas. Selain kebebasan beragama, media massa ditun-

tut menyua rakan HAM, keber-pihakan pada perempuan, dan multipluralisme.

Di tempat yang sama, Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong sepa-kat tentang pentingnya media massa untuk menegakkan ide-alisme dan pluralisme.

“Ideologi pers memang harus pada pluralisme. Masyarakat tidak menerima kaum minoritas ini karena mereka kurang me-ngenalnya. Tugas pers memberi ruang untuk memperkenalkan minoritas ini,” ungkapnya.

Di tempat berbeda, kelompok masyarakat Solidaritas Perem-puan meminta pemerintah men-cabut Surat Keputusan Bersama (SKB) No 3/2008 tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia. SKB itu hanya akan menebar ancaman terhadap perempuan dan anak.

“Perempuan dan anak-anak Ahmadiyah tidak punya ruang berekspresi, ruang gerak, dan mobilitas. Itu berdampak pada trauma psikis dan ancaman kekerasan seksual,” kata Ketua Badan Eksekutif Nasional Soli-daritas Perempuan Risma Umar di Jakarta, kemarin. (*/P-2)

Pers DituntutSuarakan Pluralisme

Achmad Tirtosudiro1922 - 2011

MI/AGUS MULYAWAN

AKHMAD MUSTAIN

MA H K A M A H A g u n g ( M A ) didesak untuk mengulang pro-

ses pemilihan hakim konsti-tusi dari tahap awal. Pasalnya, peng ajuan dua calon, yakni An-war Usman dan Irfan Fachrud-din sebagai pengganti Arsyad Sanusi dinilai tidak transparan dan bertentangan dengan UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Tuntutan itu disampaikan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) yang terdiri dari Indo-nesia Corruption Watch (ICW), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (El-sam), Masyarakat Pemantau

Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI, Indonesian Legal Roundtable, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Hari ini merupakan tenggat masa pencalonan pengganti Arsyad Sanusi yang merupakan hakim karier MA.

Anwar Usman saat ini menja-bat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Per-adilan MA dan Irfan Fachruddin ialah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Me-dan, Sumatra Utara.

Peneliti hukum ICW Febri Diansyah mengatakan, pe-nempatan kedua nama terse-but melanggar Pasal 19 UU 24/2003 tentang MK yang mengatur pencalonan hakim konstitusi harus transparan

dan partisipatif.“Karena melanggar UU MK,

dugaan pelanggaran ini tidak boleh dibiarkan. Kalau perlu, diulang,” kata Febri di Kantor ICW Jakarta, kemarin.

Febri mengatakan, se baiknya MA mengadopsi proses selek-si oleh DPR dan presiden. “Meskipun secara substantif belum maksimal, MA sebaik-nya belajar DPR dan peme-rintah. Minimal keterlibatan publik lebih besar,” ujarnya.

Satu hal, ia mengingatkan penetapan hakim konstitusi bukan seperti sebuah arisan yang bisa digilir. Karena itu, su-dah selayaknya proses seleksi calonnya harus transparan dan dapat diakses oleh publik.

Menjaga kredibilitas

Alasan lainnya, menurut Febri, para calon hakim kon- s titusi yang berasal dari MA itu harus kredibel dan berintegri-tas. Sebab, MK baru saja didera kasus kode etik yang terkait

dugaan mafi a peradilan yang menyeret hakim konstitusi Ar-syad Sanusi dan Akil Mochtar serta praktisi hukum Refly Harun.

Padahal, kewenangan MK begitu luas tidak hanya me-nyelesaikan sengketa UUD 1945 dan UU, melainkan juga sengketa pemilu, baik legislatif maupun eksekutif. Bahkan, MK berwenang untuk mem-bubarkan partai politik. “MK masih dianggap lembaga yang dipercaya publik. Maka dari itu, pemilihan harus transpa-ran. Ketertutupan ini menjadi pertanyaan apakah MK masih bisa dijaga kredibilitasnya,” jelas Febri.

Pene l i t i hukum Elsam Wahyudi Djafar menambah-kan, pencalonan hakim kon-s titusi seharusnya dilakukan secara terbuka. MA menyeleksi para calon secara internal, ke-mudian dimunculkan ke laman MA untuk meminta masukan dari publik.

Arsyad Sanusi mengundur-kan diri dari MK karena kepu-tusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan dirinya telah gagal memper-tanggungjawabkan moral se-bagai hakim konstitusi. Arsyad diduga tersandung kasus du-gaan suap perkara pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan setelah tim investigasi MK pimpinan Refl y Harun mengumumkan hasil pemeriksaan.

Sebelumnya, Ketua MA Harifi n Tumpa menerangkan pihaknya menyodorkan ha-kim pengganti yang minimal bergelar doktor dan berlatar belakang hukum peradilan agama ataupun hakim tinggi senior. Namun, MA memas-tikan tidak mencalonkan ha-kim yang hampir pensiun. Setidaknya, mereka memenuhi syarat dapat berkarier 10 tahun di MK. (CC/P-3)

[email protected]

Seleksi Pengganti Arsyad Harus Terbuka

Hakim konstitusi harus berintegritas tinggi mengingat kewenangannya yang begitu luas.

Motivator Kaum Muda itu

Telah Pergi

Sudah menjadi kewajiban

negara untuk melindungi setiap warganya untuk menjalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya.”

Ulil Abshar AbdallaFungsionaris DPP Demokrat

DESAK SELEKSI ULANG: Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djafar (kanan) bersama peneliti dari Masyarakat Transparansi Indonesia Jamil Mubarok (tengah) dan peneliti dari Mappi FH UI Muhammad Hendra Setiawan, yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), mendesak Mahkamah Agung untuk mengulang proses pemilihan hakim konstitusi secara transparan, di Jakarta, kemarin.

MI/SUSANTO