16
ISSN N0. 1858-3725 VOL. 9 / NO. 1 / APRIL 2011 Think Spatial To Be Special KAMPUSIANA Kuliah Lapag Bersama S1 GEOGRAFI Un. Indonesia dan Un. Of SYDNEY GEOGRAFIANA TSUNAMI : Nama Yang Menggentarkan Dunia TEKNOLOGI OPEN STREET MAP KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL IMT-GT DAN BIMP EAGA

KAMPUSIANA TSUNAMI : Nama Yang Menggentarkan Dunia

  • Upload
    dinhanh

  • View
    226

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

ISSN N0. 1858-3725

VOL. 9 / NO. 1 / APRIL 2011 Think Spatial To Be Special

KAMPUSIANA Kuliah Lapag Bersama S1 GEOGRAFI Un. Indonesia dan Un. Of SYDNEY

GEOGRAFIANA

TSUNAMI : Nama Yang Menggentarkan Dunia

TEKNOLOGIOPEN STREET MAP

KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL IMT-GT DAN BIMP EAGA

Salam hangat para pembaca Geospasial,

Tidak terasa sudah memasuki tahun 2011 Geospasial memberikan berbagai macam informasi. Namun demikian kesedihan adanya bencana akibat tsunami di Jepang membuat para penduduk di pesisir tetap wasada karena bencana selalu datang tiba-tiba. Khusus Tsunami menjadi pukulan telak bagi bangsa Jepang, dimana nama tersebut dahulu kala merenggut banyak nyawa dan sekarang kembali terjadi. Belajar dari kejadian yang terulang maka pendataan dan dokumentasi kejadian perlu menjadi bagian dari pengetahuan umum.

Departemen Geografi terus berkolaborasi membangun Networking dengan Universitas luar negeri, setelah Twente (Belanda) dan Salburg Univ (Austria), pada tahun 2010-2011 bekerja sama dengan Univ. of Malaya (Malaysia) dan Univ. of Sydney (Autralia). Kerjasama dengan Malaysia bentuknya adalah pertukaran pelajar, Tahun 2010 Mahasiswa Malaysia kuliah di UI dan tahun 2011 Mahasiswa UI kuliah di Malaysia. Pada Januari 2011 Mahasiswa Geo Univ Sydney dan Geo UI mengadakan kuliah lapang bersama.

Berbagai informasi lain berkenaan dengan teknologi juga disajikan seprti openstreetma dan Google earth builder.

Demikian pengantar dari redaksi dan selamat membaca.

Salam Redaksi

DARI REDAKSI

Tsunami: Nama yang Menguncang Dunia 4

Kuliah Kerja Lapang III Bersama 6

Kuliah Kerja Lapang 3 (11 April – 14 April 2011) Kota Palembang – Sumatera Selatan Departemen Geografi FMIPA UI 8

Oleh-Oleh Dari Geospatial Technology Update Seminar (GTUS) 11

Pentingnya Pembakuan Nama-Nama Rupabumi 13

Perkembangan Data Spatial 14

Immanuel Kant Dan Konsep Space 15

Kesepadanan Skala Peta Dan Resolusi Spasial Citra 18

Dosen Geografi UI Mendapatkan Hibah Pengabdian Masyarakat 20

Hibah Mahasiswa 22

Rapat Penyusunan Dokumen Akreditasi Departemen Geografi UI 2011 23

Pertemuan Alumnni Geografi UI: Pembahasan UU Geospasial Ruang Seminar Lantai 1 Gedung Geografi, Depok 11 Mei 2011 24

Diskusi Panel: “Strategi Kebudayaan Untuk Kepemimpinan Masa Depan Bangsa Indonesia“ 26

Openstreetmap Workshop 28

Google Earth Builder : Geoprocessing Dan Penyimpanan Data Geospasial Berbasis Cloud Computing 30

PENASEHAT:Dr. Rokhmatuloh, M.Eng

REDAKSI:Adi Wibowo, Iqbal Putut, Laju Gandharum, Ratri Candra, Weling Suseno, Rendy P.

STAF AHLI:Astrid Damayanti, Sugeng Wicahyadi, Supriatna, Triarko Nurlambang

ADMINISTRASI:Ashadi Nobo

ALAMAT REDAKSI:Gd. Departemen Geografi,FMIPA Universitas IndonesiaKAMPUS UI DEPOKTelp. (021) 7721 0658, 702 4405Fax. (021) 7721 0659

Diterbitkan oleh:Forum Komunikasi Geografi Universitas Indonesia

Redaksi menerima artikel / opini / pendapat dan saran dari pembaca, utamanya yang berkaitan dengan masalah keruangan. Kirimkan tulisanke alamat redaksi atau email dengan disertakan nama, alamat lengkap, nomor teleponserta Biografi.

DAFTAR ISI

TSUNAMI: NAMA yANg MeNgUNcANgkAN dUNIATsunami berasal dari bahasa Jepang, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tsunami berarti gelombang laut yang dahsyat (gelombang pasang) yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di dasar laut. Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. Aazhi Peralai dalam Bahasa Tamil, ië beuna atau alôn buluëk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh. Sebagai catatan, dalam Bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon berarti “gelombang”. Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam Bahasa Defayan, smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti tsunami (http://id.wikipedia.org/wiki/Tsunami).

Tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harfiah berarti “ombak besar di pelabuhan” adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Menjadi bagian bahasa dunia, setelah gempa besar 15 Juni 1896, yang menimbulkan tsunami besar melanda kota pelabuhan Sanriku (Jepang) dan menewaskan 22.000 orang serta merusak pantai timur Honshu sepanjang 280 km. Tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi, tanah longsor atau letusan gunung berapi yang terjadi di laut. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam di lautan dalam dan dapat melanda daratan dengan ketinggian gelombang mencapai 30 m atau lebih. Magnitudo Tsunami yang terjadi di Indonesia berkisar antara 1,5-4,5 skala Imamura, dengan tinggi gelombang Tsunami maksimum yang mencapai pantai berkisar antara 4 - 24 meter dan jangkauan gelombang ke daratan berkisar antara 50 sampai 200 meter dari garis pantai. (http://www.bmg.go.id/data.bmg?Jenis=Teks&IDS=8704394716716499700)

Tanda-tanda akan datangnya tsunami di daerah pinggir pantai adalah: (1) Air laut surut secara tiba-tiba; (2) Bau asin yang sangat menyengat; (3) Dari kejauhan tampak gelombang putih dan suara gemuruh yang sangat keras. Tsunami terjadi jika: (a) Gempa besar dengan kekuatan gempa > 7.0 SR; (b) Lokasi pusat gempa di laut; (c) Kedalaman < 70 Km; (d) Terjadi deformasi vertikal dasar laut.

Tahun 2004 pada tangggal 26 Desesember, Indonesia mengalami Tsunami terbesar di Aceh, meskipun sebelumnya beberapa daerah telah juga terkena Tsunami tetapi tidak terlalu parah seperti di Kab. Sikka. Bencana gempa dan tsunami di Indonesia tidak hanya terjadi kali ini. Sebelumnya, peristiwa serupa telah terjadi berkali-kali dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Gelombang tsunami yang menyebabkan korban jiwa paling banyak dilaporkan saat terjadi peristiwa letusan gunung berapi Krakatau pada 1883. Saat itu diperkirakan 36 ribu jiwa meninggal akibat letusan gunung yang mengakibatkan ombak setinggi bangunan 12 tingkat. Ombak akibat letusan gunung yang terletak di Selat Sunda itu mencapai sekitar 120 kilometer dari pusat letusan. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/12/26/brk,20041226-20,id.html

Berdasarkan Katalog gempa (1629 - 2002) di Indonesia pernah terjadi Tsunami sebanyak 109 kali , yakni 1 kali akibat longsoran (landslide), 9 kali akibat gunung berapi dan 98 kali akibat gempa tektonik. Gempa yang menimbulkan tsunami sebagian besar berupa gempa yang mempunyai mekanisme fokus dengan komponen dip-slip, yang terbanyak adalah tipe thrust (Flores 1992) dan sebagian kecil tipe normal (Sumba 1977). Gempa dengan mekanisme fokus strike slip kecil sekali kemungkinan untuk menimbulkan tsunami. (http://www.bmg.go.id/data.bmg?Jenis=Teks&IDS=8704394716716499700)

Pasca meletusnya Krakatau, setidaknya selama periode 1900-1996, setidaknya telah terjadi 17 bencana tsunami besar di Indonesia. Lima belas di antaranya terjadi di Kawasan Timur Indonesia, yang memang dikenal sebagai daerah seismotektonik aktif dan kompleks. Tsunami tersebut diakibatkan oleh aktivitas kegempaan yang terdapat pada zona-zona seismotektonik aktif seperti zona subduksi, zona bukaan, dan zona sesar yang tersebar di hampir seluruh kepulauan di Indonesia. Gelombang besar tsunami yang juga menelan korban yang tidak sedikit terjadi pada 19 Agustus 1977 di daerah Sumba. Dalam peristiwa ini sekitar 189 nyawa melayang. Lalu, peristiwa serupa terjadi pada 12 Disember 1992 di Flores. Gelombang besar ini mengakibatkan 2.100 nyawa melayang. Peristiwa tumpahnya air laut

yang melanda kawasan Banyuwangi Jawa Timur pada 3 Juni 1994 menelan korban tewas hingga 208 orang. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/12/26/brk,20041226-20,id.html

Lima bencana tsunami (Banda 1938, Sigli 1967, Bandanaira 1975, Sumba 1977, dan Banyuwangi 1994) itu diakibatkan aktivitas zona subduksi Sunda-Banda yang terletak memanjang dari Kepulauan Andaman sampai ke Laut Banda. Aktivitas zona sesar naik yang terletak memanjang dari utara Bali sampai ke Alor menghasilkan tiga tsunami di Ende 1908, Larantuka 1982, dan Flores 1992. Tsunami-tsunami yang terjadi di Tinambung 1967, Sulteng 1968, Majene 1969, dan Mamuju 1984 diakibatkan aktivitas zona bukaan yang terletak di Selat Makassar. Aktivitas zona sesar Palu-Koro dan sesar Sorong yang melalui Palu, utara Pulau Buru sampai ke selatan Biak telah mengakibatkan empat bencana tsunami yang terjadi di Teluk Tomini 1938, Sanana Maluku 1965, Sanana Maluku 1975 dan Toli-Toli 1996. Sementara itu tsunami yang terjadi baru-baru ini di Biak, diperkirakan akibat aktivitas sesar Sorong atau subduksi lempeng Carolina. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/12/26/brk,20041226-20,id.html

Kondisi Tsunami Aceh, Sumber :http://tsunamiaceh2004.wordpress.com/

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 5Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 114

GEOGRAFIANA

KULIAH KERJA LAPANG III BERSAMATeks oleh Nurul S, Foto oleh Nurrokhmah Rizqihandari

Departemen Geografi UI terus berusaha meningkatkan kualitasnya, khususnya dalam bidang kurikulum. Berbagai kerjasama dengan semua pihak terus dilaksanakan. Awal tahun ini, Departemen Geografi UI melakukan joint field trip dengan Jurusan Geografi Universitas Sidney Australia. Dengan seleksi dan persiapan yang sangat singkat (jika dibandingkan persiapan mahasiswa USYD untuk joint field trip ini yang mempersiapkannya selama hampir 1 tahun), terpilihlah 18 mahasiswa Geografi UI angkatan 2008. Sedangkan mahasiswa USYDnya ada 24 orang dengan 2 orang dosen. Lokasi “kuliah lapang” bersama ini adalah Ciwidey, Jatiluhur, dan Karawang. Banyak pengalaman yang bisa diperoleh dari kegiatan ini. Tidak hanya bagi mahasiswa, tapi juga bagi dosen dan asdos

Geografi UI. Pengalaman mengenai suasana di kelas, interaksi dosen dan mahasiswanya, suasana diskusi, suasana saat dilapangan, merupakan beberapa pengalaman baru yang bisa diambil. Karena mahasiswa USYDnya lebih banyak, maka suasana di kelas cenderung di “monopoli” oleh anak-anak USYD. Keuntungan besar bagi anak-anak kita untuk melihat secara langsung suasana belajar para bule itu. Simpel dan fokus, dua kata itu yang bisa menggambarkan suasana selama joint field trip ini. Fokus untuk segala hal, saat waktu bebas datang ya pergi berenang saja untuk menyegarkan bahan atau hanya sekedar ngobrol santai secara berkelompok. Tapi saat waktu diskusi datang, ya kembali fokus membicarakan tema diskusi saat itu.

Peserta joint field trip UI-USYD 2011 Kunjungan ke Kawah Putih

Kunjungan ke Bendungan Jatiluhur Diskusi dengan Petani di Karawang

Dari kegiatan joint field trip ini banyak hal yang bisa dipelajari. Salah satunya adalah mengenai kegiatan di lapangan. Mengundang nara sumber di beberapa kesempatan untuk memberikan informasi yang kita minta, merupakan salah satu cara mendapatkan informasi dari orang yang tepat dan berwenang, dibandingkan kita pergi ke lapangan sendirian untuk mendapatkan informasi yang sama.

Kuliah Lapang di Palembang

Di tahun yang sama, mahasiswa Geografi UI angkatan 2008 mendapatkan kesempatan mengambil matakuliah Kuliah Kerja Lapang 3. Terpilihlah Kota Palembang sebagai tempat KKL 3 tersebut. Terlepas dari pro dan kontra pemilihan KKL 3 di Kota Palembang, Alhamdulillah kegiatan KKL 3 Palembang terlaksanakan dengan baik. Jauhnya jarak dan berita kemacetan panjang di Pelabuhan Merak menyebabkan terus berkembangnya “ketidaksetujuan” pemilihan lokasi KKL 3 bahkan hingga satu hari menjelang keberangkatan kami.

Perjalanan kami sampai di Lampung bisa dikatakan tidak ada masalah sama sekali. Kemacetan panjang baru terjadi saat memasuki jalur lintas timur Sumatera. Hal ini dikarenakan rusaknya jalur lintas barat Sumatera bahkan ada beberapa lokasi yang tidak bisa dilalui sehingga semua kendaraan melintas di satu jalur yaitu lintas timur Sumatera. Dua puluh empat jam kemudian kami baru tiba di Kota Palembang. Saat itu pula kami sudah di tunggu di Kantor Bappeda Kota Palembang untuk mendengarkan pemaparan dari beberapa nara sumber. Kami diterima langsung oleh Bapak Ketua Bappeda Kota Palembang.

Nara sumber lain yang kami undang untuk bercerita tentang kondisi masyarakat Kota Palembang adalah dari kalangan akademisi. Terhubunglah kami dengan Jurusan Sosiologi FISIP UNSRI. Awalnya kami hanya ingin minta bantuan dosen-dosen di Sosiologi UNSRI untuk bercerita kepada kami mengenai masyarakat Palembang. Namun Ibu Dekan FISIP dan Ketua Jurusan Sosiologi malah menawarkan beberapa mahasiswanya untuk mendampingi mahasiswa Geografi UI selama di lapangan. Akhirnya setiap kelompok mahasiswa Geografi UI didampingi oleh 1-2 orang mahasiswa UNSRI. Proses pendampingan ini sangat membantu kegiatan mahasiswa Geografi UI selama dilapangan, khususnya karena ada kegiatan wawancara dengan masyarakat. Kembali kita mendapatkan pengalaman baru dengan adanya kerjasama dengan universitas lain khususnya dalam hal kegiatan Kuliah Kerja Lapang. Bahkan pertemanan antara mahasiswa UI dan UNSRI masih terjalin hingga saat ini. Saat di mana semua sudah kembali ke rutinitas masing-masing, yang satu di Depok sedangkan yang lain di Palembang.

Beberapa lokasi yang di datangi oleh tim KKL 3 ini adalah Keraton Kuto Lamo, Kampung Kapitan, Pasar 16 Ilir, Kampung Arab, Pusat Kota, Sako Kenten, Pelabuhan Boom Baru, Plaju, Kertapati, dan Jakabaring. Ditambah dengan wisata ke Pulau Kemaro. Dengan kapal pinjaman dari Dinas Perhubungan Kota Palembang, menyeberanglan semua anggota tim KKL 3 ke Pulau Kemaro. Teman-teman dari UNSRI juga ikut dalam perjalanan ini.

Tim KKL 3 Palembang di Pulau Kemaro Tim KKL 3 Palembang di depan kantor

Bappeda Kota Palembang

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 7Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 116

KAMPUSIANA

Joint Field Trip UI dengan USYD

KULIAH KERJA LAPANG 3 (11 April – 14 April 2011)KOTA PALEMBANG – SUMATERA SELATANDEPARTEMEN GEOGRAFI FMIPA UITeks dan Foto: Osmar (Mahasiswa Geo UI ‘08)

Kuliah Kerja Lapang 3 (KKL-3) merupakan mata kuliah wajib yang ada di Departemen Geografi Universitas Indonesia. Disiplin Ilmu Geografi selalu berkaitan dengan ruang muka bumi. Maka cara terbaik untuk mempelajarinya ialah dengan pergi ke lapang. Dengan pergi ke lapang, seseorang bukan saja dapat melihat secara langsung gajala atau peristiwa di permukaan bumi, namun juga dapat merasakan suasana lapang tempat suatu peristiwa terjadi. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu, seakan-akan ia juga merasa terlibat secara langsung dalam peristiwa tersebut.

Kuliah Kerja Lapang 3 (KKL-3) yang dilakukan oleh 63 mahasiswa angkatan 2008 dan 6 Dosen pembimbing serta asisten dilaksanakan pada tanggal 11 April – 14 April 2011 di Kota Palembang. Kuliah Kerja Lapang 3 (KKL-3) ini memiliki metode yang berbeda dari Kuliah Lapang 1, 2 maupun 3 pada tahun sebelumnya. Tujuan Kuliah Lapang 3 pada intinya mahasiswa dituntut untuk mampu melakukan analisis regional dengan m e n e n t u k a n gagasan atau topik penelitian individu. Tema Kuliah Kerja Lapang 3 (KKL-3) 2011 yaitu Geografi Perkotaan (Urban G e o g r a p h y ) . Dinamika urban di kota Palembang, kuliah lapang ini mencakup beberapa sub tema

yang terkait dengan sejarah perkembangan kota (urban history), struktur kota (urban structure), kualitas lingkungan kota (urban environment), pola sosial, ekonomi, dan budaya kota (urban livelihood), dan sistem perkotaan (urban system).

Kota Palembang dipilih menjadi wilayah kajian tema urban karena selain memiliki Dinamika Perkotaan yang relatif cepat, juga karena wiayahnya memiliki karakteristik yang unik yaitu dibelah oleh sungai besar yaitu Sungai Musi menjadi 2 bagian yaitu seberang Ulu dan (bagian selatan Sungai Musi) dan Seberang Ilir (bagian utara Sungai Musi). Kedua wilayah tersebut dihubungkan oleh jembatan yang menjadi icon kota tersebut yaitu Jembatan Ampera. Isu-isu yang ada di Kota Palembang yang menjadi menarik untuk dilakukan penelitian antara lain yaitu ketimpangan pembangunan antara Seberang Ilir dan

Seberang Ulu (Seberang Ilir yang dinilai lebih maju dibandingkan Seberang Ulu), Dampak event SEA Games terhadap p e m b a n g u n a n kota, kualitas hidup kota, masalah l i n g k u n g a n (Polusi, sampah), T r a n s p o r t a s i ( K e m a c e t a n ) , serta masalah-masalah perkotaan pada negara

berkembang pada umumnya.

Sungai Musi dan Jembatan Ampera

Kota Palembang juga merupakan transit point transportasi skala regional. Hal ini dikarenakan keberadaan Pelabuhan di Sungai Musi, Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II, Stasiun Kereta Api Kertapati yang melayani lingkup Sumatera bagian selatan, dan Jalur transportasi lintas Sumatera (pertemuan Jalintim dan Jalinbar) sangat mendukung perkembangan Kota Palembang sebagai simpul jasa dan distribusi serta pintu gerbang menuju wilayah lain di Pulau Sumatera. Hal ini ditandai dengan adanya pusat-pusat industri (petro kimia, pengilangan minyak dan gas bumi, pengolahan kayu) yang pemasarannya jauh menjangkau intra region hingga di ekspor ke beberapa negara.Rangkaian acara Kuliah Kerja Lapang 3 (KKL-3) di Kota Palembang sendiri diawali dengan Persentasi Narasumber di Kantor Bappeda pada hari senin tanggal 11 April 2011 oleh 3 narasumber utama yaitu perwakilan PDAM Tirta Musi Kota Palembang yang berjudul “Proses Pengolahan Air Minum”, lalu Bappeda Kota Palembang berjudul “Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang 2009-2029” dan Dinas Perhubungan Kota Palembang berjudul “Grand Design Transportasi Kota Palembang menuju Kota Internasional 2013”.

Suasana Pada Saat Diskusi Panel di Kantor Bappeda Palembang

Hari kedua yaitu tanggal 12 April 2011, survey lapang yang dibagi menjadi 10 titik sampel antara lain yaitu Pusat Kota Palembang, Jaka Baring, Kertapati, Plaju, Pasar 16 Ilir, Kampung Arab, Kampung Kapitan, Pelabuhan Boom Baru, Kenten, dan Keraton Kuto Lamo. Masing-masing lokasi dibagi menjadi 5-6 Mahasiwa Geografi Universitas Indonesia dengan ditemani teman-teman Mahasiswa dari FISIP Universitas Sriwijaya Palembang sekitar 1-2 orang.

Hari ketiga tanggal 13 April 2011 merupakan survey lanjutan di lapang untuk melengkapi data-data yang kurang maupun target responden. Sore harinya, yaitu presentasi dari Dosen FISIP Universitas Sriwijaya mengenai “Dinamika Sosial-Ekonomi Kota Palembang”. Malam harinya setelah diskusi besar satu kelas baik Mahasiswa Geografi Universitas Indonesia dan Mahasiswa Universitas Sriwijaya untuk menarik “benang merah” yang menggambarkan Kota Palembang dengan pendekatan strukur kota, sistem kota, dan lingkungan ditutup dengan bermain futsal antara Geografi UI versus FISIP UNSRI.

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 9Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 118

KAMPUSIANA

Main Futsal Geo UI vs FISIP UNSRI

Geo UI dan FISIP UNSRI (@Pulau Kemaro) Mahasiswa Geo UI @Jembatan Ampera

Kuliah Lapang kali ini sangat menyenangkan bagi kami, karena mungkin menjadi Kuliah Lapang terakhir satu angkatan (angkatan 2008), serta mendapat pengalaman baru yang biasanya Kuliah Lapang sebelumnya di Pulau Jawa sekarang ke Sumatera, mendapat teman baru dari Universitas Sriwijaya Palembang, Pemerintahan Kota Palembang (Walikota Palembang,Dinas-Dinas Kota Palembang, Bappeda Kota Palembang, Pemprov Sumatera Selatan) yang menyambut kami dengan baik, mendukung transportasi selama disana, serta mendukung penelitian kami.

Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada PT. Bukit Asam sebagai sponsor acara ini, serta Departemen Geografi Universitas Indonesia yang kami cintai. Tanpa mereka semua acara ini tidak akan mungkin berlangsung.

Ada kerinduan terhadap Kota Palembang, Kota yang unik dan kenangan. Ada sebuah kepercayaan orang Palembang, yaitu “Barangsiapa yang meminum air Sungai Musi, niscaya dia akan kembali ke Kota Palembang”.. Palembang ,We’ll be back.

Oleh-oleh dari Geospatial Technology Update Seminar (GTUS)Teks: Laju Ghandarum Foto: Abe

Sesuai namanya GTUS merupakan seminar yang menginformasikan perkembangan terkini teknologi geospasial. Seminar yang diadakan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta pada Kamis, 17 Februari 2011 ini merupakan ajang promosi dari berbagai industri swasta internasional seperti Digital Globe, HP, ESRI dan COWI. GTUS diprakarsai oleh GIS Development, sebuah organisasi yang bergerak di bidang media promosi dan penyebaran informasi tentang perkembangan penggunaan teknologi geospasial di segala bidang. Di Indonesia partner pemerintah sekaligus tuan rumah seminar GTUS adalah Bakosurtanal (Bako).

GTUS dilakukan berseri di 4 negara ASEAN selama bulan Februari 2011 ini, berturut-turut di Brunei, Thailand, Indonesia dan berakhir nanti di Veitnam. Di Indonesia GTUS dibuka oleh Menristek RI Suharna. Dalam s a m b u t a n n y a S u h a r n a menekankan bahwa jangan sampai Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar produk-produk teknologi geospasial oleh asing, orang Indonesia juga harus mampu menciptakan dan bermain di negerinya sendiri.

Berikutnya, kepala Bako Asep Karsidi sebagai pembicara utama menyampaikan isu-isu penting terkini terkait geospasial di Indonesia. Bahwa kini Bako memiliki tantangan berat untuk memenuhi kebutuhan informasi spasial nasional, baik dari berbagai skala, akurasi dan ke-update-an data. Menjawab hal ini Bako tengah mengimplementasikan Ina-DSN atau

Indonesia Data Structure National. Ina-DSN adalah geoportal nasional Indonesia, layaknya sebuah portal, Ina-DSN bisa menampilkan data-data spasial dari berbagai simpul jaringan yang terhubung dengannya. Simpul jaringan data spasial disuplai ke pusat geoportal oleh berbagai institusi pemerintah di pusat maupun daerah. Karsidi mengatakan “Implementasi Ina-DSN tidak dari nol. Sebenarnya banyak institusi yang telah mempunyai webgis masing-masing, ini tinggal disambungkan saja ke Bako”.

Karsidi juga menambahkan bahwa Bako telah memiliki Peta Rupa Bumi (RBI) digital skala 1:250.000 lengkap yang ‘seamless’ (mulus). Maksudnya seamless adalah jika disatukan antar lembar peta yang jumlahnya mencapai 400an

lembar lebih, f i t u r - f i t u r petanya akan n y a m b u n g . Data ini telah m e n j a d i rujukan data dasar oleh l e m b a g a lain dalam m e l a k u k a n p e m e t a a n t e m a t i k n y a . D e n g a n satu sumber data dasar, pengguna tidak

menjadi bingung karena hasil perhitungan luas menjadi berbeda karena menggunakan data dasar yang berbeda. “Jadi jangan sampai suatu saat nanti, jumlah luas hutan di suatu pulau luasnya lebih dari luas pulau tersebut”, pungkas Karsidi.

Walau sudah lengkap, data RBI skala 250ribu ini tidaklah semuanya up to date. Lembar tertua data RBI bertahun 1993 (18 tahun lalu), dan yang terkini bertahun 2011. Yang bertahun 2011 jumlahnya hanya beberapa saja dan ada di

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1110

SEMINAR

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 11

Papua bagian selatan. Padahal idealnya peta dasar memiliki relatif tahun pembuatan yang sama per 5 tahun sekali. Bako mengakui bahwa untuk memenuhi kebutuhan data geospasial sesuai tuntutan perlu dana yang sangat besar. Anggaran 1,4 trilyun Bako untuk 4 tahun tidaklah cukup menjawab semua tantangan. Diingatkan pula bahwa pemetaan bukannya hanya untuk wilayah daratan saja tapi juga lautan. Namun demikian, dengan anggaran yang ada Bako berupaya seoptimal mungkin memaksimalkan hasil dengan menggandeng berbagai pihak.

“Sebenarnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk surta (survai dan pemetaan) sudah cukup besar, karena surta bukan hanya dilakukan oleh Bako saja, tapi juga oleh lembaga lain”, tambah Karsidi. Lembaga lain yang dimaksud antara lain Kemenhut untuk memetakan hutan, Kementan untuk memetakan luas baku sawah, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Topografi Angkatan Darat, Dishidros TNI AL, Dinas Survei dan Pemotretan Udara TNI AU dan lain-lain. Dengan mengoptimalkan kerjasama antar lembaga diharapkan duplikasi pengadaan data dan hal lain yang mubazir dapat dihindari. Contohnya di tahun 2011 ini bako tengah bekerja sama dengan Jepang melakukan surta untuk pembuatan peta RBI skala 1:50ribu di beberapa provinsi Sumatera. Akuisisi data dilakukan dengan pemotretan udara dan citra satelit ALOS.

Sesi selanjutnya acara GTUS adalah presentasi dari HP. HP mempresentasikan kecanggihan teknologi printer HP Designjet T2300 eMFP. Printer besar (plotter) HP ini selain untuk printing bisa juga untuk scanning. Dengan printer jenis ini, HP menjamin kemudahan dan kecepatan penggunaan. Printer ini juga bisa dihubungkan ke jaringan lokal maupun internet. Tanpa terhubung dengan komputer data yang tersimpan dalam flash disk bisa dicolok ke printer dan diprint langsung . Jika terhubung dengan jaringan, hasil scanning bisa langsung dishare ke pengguna lain. Katanya printer ini cocok buat pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya urjen, seperti pada tanggap darurat pasca bencana.Presentasi berikutnya diberikan oleh COWI, perusahaan internasional asal Denmark. Perusahaan ini menawarkan jasa di bidang survai,

pemetaan, GIS, dan pembuatan cyber city (3D city modelling). Teknologi yang ditawarkan COWI adalah Airborne Laser Scanner atau biasa disebut LiDAR untuk membangun model 3D permukaan tanah (digital terrain and surface modeling). Teknologi ini memiliki akurasi hingga centimeter. Selain itu, COWI mempromosikan mobile mapping (pemetaan bergerak) yang menggunakan wahana mobil survei. Satu set perangkat mobile mapping dipasang di atas cap mobil. Perangkat ini terdiri atas penerima data GPS dan kamera yang bisa melakukan scanning 360 derajat untuk merekam gambar sekitar secara spherical. Pemetaan ini cocok untuk memetakan jalan dan sistem manajemen aset. Selebihnya COWI menawarkan oblique aerial photographs, thermal mapping, dan model 3D kota untuk GIS dan visualisasinya.

Pemain lama yang tidak mau ketinggalan adalah Digital Globe . Digital Globe konsisten menawarkan data satelit resolusi tinggi. Perusahaan swasta asal Amerika ini mengelola 3 data satelitnya yakni QuickBird, World View-1 dan World View-2. Citra ini mengusung keunggulan dengan 8 kanal multispektral dan 1 kanal pankromatik yang masing-masing resolusi spasial terbaiknya 1,84 m untuk multispektral dan 0,46 m untuk pankromatiknya. Dengan ke tiga satelitnya tersebut Digital Globe mampu mengumpulkan data permukaan bumi lebih dari 500 juta km persegi per tahunnya. Wuih.

Sesi terakhir acara GTUS ditutup apik oleh presentasi ESRI. ESRI dengan slogan uniknya ”we communicate using maps” mengenalkan teknologi terbarunya ArcGIS.com. ArcGIS.com adalah online GIS yang bisa digunakan dari mana saja. Modalnya cukup koneksi internet dengan kecepatan yang cukup. Melalui situs ArcGIS.com, pengunjung bisa membuat user dan account, kemudian memulai untuk melihat dan menggunakan data spasial online yang tersedia di Map Gallery. User juga bisa melakukan berbagi data di situs ini. Prinsipnya semakin banyak user yang melakukan berbagi data maka semakin baik, sehingga ArcGIS.com bisa dijadikan rujukan oleh berbagai pihak dari segala penjuru dunia. Jadi, bisa dibilang ArcGIS.com adalah situs geoportal tempat berbagi informasi spasial orang-orang sedunia.

Kenyataan menunjukan bahwa sebagian besar unsur rupabumi yang merupakan bagian fisik alami dari rupabumi Kepulauan Indonesia yang tersebar di wilayah NKRI masih belum bernama. Sementara, yang sudah memiliki namapun masih memerlukan penataan dan pembakuan.Hal ini di kemukakan Kepala Bakosurtanal, Asep Karsidi pada saat membuka Workshop Toponimi mengenai Peranan United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) dalam menunjang kegiatan Tim Nasional dan Panitia Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia, yang di helat di IPB International Convention Center, Bogor (Kamis, 7 April 2011).

Asep Karsidi juga menegaskan bahwa Workshop Toponimi ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang baik tentang pentingnya pembakuan nama-nama rupabumi dan bagaimana menyelenggarakan program pembakuan selaras dengan resolusi-resolusi hasil UNCSGN dan kebijakan pemerintah di tanah air. UNCSGN (United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names) merupakan konferensi yang diselenggarakan oleh UNGEGN secara periodik 5 tahun sekali, sejak tahun 1967.

Pada awalnya UNGEGN melihat adanya ketidak konsistenan penggunaan nama rupabumi dalam penulisan dan penerbitan peta-peta dalam huruf non romawi yang akan berdampak pada terganggunya komunikasi internasional. Hal ini yang mendorong UNGEGN dalam mengupayakan

pembakuan nama rupabumi secara internasional dan merekomendasikan kepada negara-negara anggota untuk membakukan nama rupabuminya masing-masing dengan menggunakan abjad romawi.

Nama rupabumi harus dibakukan karena merupakan suatu titik akses langsung dan intuitif terhadap sumber informasi lain yang dapat membantu untuk pengambilan keputusan bagi para pembuat kebijakan serta membantu kerjasama di antara organisasi lokal, nasional dan internasional. Penamaan rupabumi suatu daerah harus memiliki keunikan yang menunjukan identitas daerah, letak geografis yang pasti dan memiliki batas wilayah yang jelas. Tanpa adanya pembakuan dalam penggunaan nama rupabumi, akan terjadi kerancuan dan kekacauan pada kehidupan sosial dan ekonomi.

Dalam upaya untuk melaksanakan program-program nasional yang terkait dengan pengelolaan dan pembakuan nama rupabumi secara nasional, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.

Diharapkan melalui workshop toponimi ini menjadi momen titik tolak untuk melaksanakan tugas-tugas dan fungsi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi lebih baik lagi dan proporsional dalam fungsi masing-masing unit kerja yang tercantum dalam Perpres No. 112/2006.

PENTINGNYA PEMBAKUAN NAMA-NAMA RUPABUMI(http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/pentingnya-pembakuan-nama-nama-rupabumi/)Oleh: Tommy Nautico dan Seto Baruno

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1112

SEMINAR

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 13

Perkembangan Data Spatial Oleh: Musnanda Satar

Mengutip berita yang merilis jumlah pulau setelah survei nama-nama pulau di Indonesia yang dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi sejak tahun 2007 hingga akhir 2010 menunjukkan jumlah pulau di Indonesia 13.466 pulau. Meski ini masih laporan sementara, jumlah pulau di Nusantara tidak lebih dari itu. Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Asep Karsidi menyampaikan hal ini pada Lokakarya ”Peranan UNGEGN (United Nations Group of Experts on Geographical Names) dalam Menunjang Kegiatan Tim Nasional dan Panitia Pembakuan Nama Rupabumi” di IPB International Convention Centre, Kamis (7/4) di Bogor.

Pertanyaan yang menggelitik saya adalah apakah daerah memiliki data yang sama mengenai jumlah pulau yang ada dalam lingkup wilayah administrasinya? Sebuah pertanyaan yang saya tahu jawabannya tidak.. berdasarkan apa yang saya lihat dari wilayah-wilayah yang saya datangi memang ada gap besar dalam kaitan dengan data geografi di wilayah-wilayah.

Atau mungkin karena sebagian besar wilayah yang saya kunjungi adalah wilayah wilayah pedalaman. Entahlah yang pasti wilayah-wilayah di kepualauan seperti Yapen atau wilayah lain di Papua misalnya tidak memiliki data geografi yang cukup termasuk diantaranya data-data mengenai jumlah pulau yang ada. Sementara kegunaan data tersebut sangatlah besar dalam kaitan dengan perencanaan wilayah. Keterbatasan data geografi sementara ini belum dianggap masalah oleh wilayah-wilayah tertentu karena tingkat kepedulian terhadap pentingnya data spatial masih sangat rendah. Sharing data geografi antara pusat dan daerah harusnya mulai dilakukan sejak sekarang. Sehingga daerah memiliki data geografi yang lengkap dan mampu menggunakan data tersebut untuk perencanaan wilayah.

Belum Lagi, Membaca Geospatial World tentang kemajuan ekonomi Cina yang menjadi kedua

terbesar di dunia dan tentunya kemajuan dibidang pendataan spatial yang disebutkan mencapai 25 persen pertahun membuat saya takjub dan berpikir mengapa perkembangan data spatial di Indonesia seperti berjalan ditempat. Pendataan spatial yang dilakukan di Cina menjadi dasar dalam pembangunan, mulai dari pembangunan infrastruktur, pembangunan pertanian, pemanfaatan sumberdaya alam.

Kondisi cina dengan daratan yang luas bisa dikatakan dipetakan secara utuh dengan menggunakan resources yang besar. Disebutkan misalnya perencanaan kawasan pertanian dilakukan dengan mendata keseluruhan informasi spatial secara lengkap sebelum implementasi pertanian dilakukan. Hasilnya bisa dilihat bahwa hasil pertanian yang maksimal.

Beberapa tahun yang lalu saya harus bolak-balik Jakarta – Bandung dan pilihan yang paling saya suka adalah kereta, karena melewati jalur mulai dari kota, dan persawahan serta pemandangan perbukitan yang indah saat mulai memasuki purwakarta. Hanya dua tahun saja saya melihat penyusutan lahan padi di wilayah karawang yang berubah menjadi perumahan atau pabrik. Kebijakan pertanian Indonesia bisa dibilang sangat tidak bijak dengan membiarkan perubahan fungsi lahan pertanian dan menjadikan wilayah non produktif seperti lahan gambut atau rawa sebagai kawasan pertanian.

Dengan menyediakan data tersebut secara spatial, tentunya kebijkan pembangunan pertanian tidak akan dilakukan dengan sembarangan dan menghasilkan ketergantungan pangan pada negara lain. Data spatial seperti halnya, data-data lain disemua sektor pembangunan tampaknya harus terus menerus diadvokasi untuk dijadikan prioritas untuk dibangun sebelum perencanaan dilakukan, sesudah perencanaan data spatial harus terus dibangun agar tetap menkadi dasar dalam implementasi pembangunan.

Immanuel Kant dan Konsep SpaceOleh: Nuzul Achjar

Catatan:Tulisan ini pernah diaposting di sebuah mailing list untuk bahan diskusi tentang pengertian space khususnya interpretasi terhadap filsafat Immanuel Kant. Beberapa bagian telah dimodifikasi tanpa merubah esensinya. Mungkin tulisan ini lebih tepat sebagai coretan awal untuk diskusi lebih dalam dan lebih ilmiah dengan sumber referensi yang lengkap. Dalam konteks ilmu geografi interpretasi terhadap filsafat Kant mungkin bisa mendorong kita untuk membuktikan syahih tidaknya pernyat-aan yang sering muncul: peta dapat eksis tanpa geografi, tapi geografi tidak dapat eksis tanpa peta.

Ibarat sebuah mozaik, konsep space yang menjadi focal point ilmu-ilmu dengan perspektif spasial seperti geografi, planning, spatial economics, dll, coretan akhir pekan nan sangat ringkas ini han-yalah serpihan kecil pecahan mozaik, yang perlu dirangkai dengan potongan lainnya, misalnya pecahan mozaik dari Alexander Humbolt, David Harvey, John Friedman, Andreas Faludi, dan ban-yak lainnya yang tak dapat disebut satu per satu dll. Konsep space menurut Kant diinterpretasikan sebagai sesuatu yang bersifat absolut dan Eucli-dean (eucledian geometry), sesuatu yang terukur, jarak, ada luas, dan batas yang tegas. Bagi Kant, se-buah space bukanlah objek, tetapi menunjukkan keberadaan sebuah "spatial intuition."

Euclidean Space inilah yang kemudian menjadi materi “mainan” kaum positivist, dimana sebuah hipotesis tentang space atau relasi spatial dapat bisa diuji, ada hukum-hukum yang perlu dibuk-tikan. Model hirarki Central Place Theory nya Christaller, ataupun penggunaan model gravity (analogi dalam ilmu fisika) di dalam ilmu berdi-mensi spatial mungkin bisa disebut sebagai pers-pektif yang berakar dari paham Kantian (Kantian Space). Interpretasi terhadap pandangan Kant tentang space berkembang sedemikian rupa seh-ingga muncullah istilah Neo Kantian.

Kaum fenomenologis melihat melihat space dari perspektif yang lain, berseberangan dengan pan-dangan positivist. Kaum positivist melihat space, katakankah jarak dari Yogyakarta – Solo adalah 60 km, lebih dekat dibandingkan Yogyakarta – Se-marang sekitar 80 km. Bagi kaum fenomenologis jarak sosial keraton Solo dan Yogyakarta adalah jauh adanya. Jarak sosial masyarakat Tapaktuan (Aceh Selatan) dengan mainstream Aceh (Ban-da Aceh, Lhokseumawe, Pidie) mungkin lebih

jauh dibandingkan dengan jarak sosial dengan masyarakat minang di Sumatera Barat, Mungkin kira-kira begitu interpretasinya, yang dalam ba-hasa filsafat fenomenologi disebut sebagai exist-encial space.

Existential space menempatkan relasi manusia di dalam space sebagai subjek, bukan sebagai objek. Existential space bahkan concern juga dengan emosi, perasaan memiliki space (neighborhood), perasaan sentimental dalam relasi manusia di atas space. Space itu boleh jadi sebuah kota.

Jika kaum positivist melihat space sebagai hubun-gan geometris semata, perdebatan kaumn positiv-ist dan fenomenologis melahirkan berbagaikon-sep space, seperti perceptual space dan cognitive space. Dalam filsafat ilmu geografi berkembanglah beberapa konsep seperti “territoriality,” “personal space,” “social space,” “subjective distance,” “cogni-tive distance,” and “mental maps”.

Dalam tulisannya “Critique of Pure Reason” Kant mengatakan bahwa representasi kita atas ruang dan waktu bersifat a priori, bukan empiris, jadi lebih bersifat intuisi dibandingkan dengan sebuah konsep; ia adalah sesuatu yang terpikirkan (mind dependent) dibandingkan sesuatu yang riil.

Kant membagi kemampuan kognitif manusia menjadi dua bagian yaitu apa yang disebut “re-ceptive sensibility” dan “pemahaman spontan”. Pemahaman tentang sesuatu hal dapat dilakukan melalui konsep atau penilaian (judgements), se-mentara “sensibility” dapat dilakukan atas doron-gan intuisi. Jika konsep atau penilaian dapat di-jabarkan dengan deskripsi, tidak demikian halnya dengan intuisi. Intuisi mungkin muncul secara tiba-tiba tanpa harus dikaitkan dengan sesuatu

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 15Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1114

OPINIOPINI

yang khusus. Ruang dan waktu itu adalah intu-isi, gambaran yang tidak dapatdilakukan melalui deskripsi.

Filsafat science empiris (empirical philosophy of science) mungkin bisa diasosiasikan dengan pa-ham positivisme di mana abstraksi terhadap space dapat dilakukan tanpa harus mengalami pengala-man langsung (riil) terhadap space tersebut. Bagi kaum empirisis, konsep existential space-nya fenomenologis tak lebih hanyalah sebuah meta-fora. Sebaliknya, kaum fenomenologis berpen-dapat bahwa konsep space yang dianut filsafat empirisme adalah abstrak adanya, dogmatis, dan sempit karena mengabaikan pemahaman tentang “arti” (meaning), “nilai” (value) dan emosi yang ada dalam space.

Pengaruh fenomenologi kemudian melahirkan pendekatan geografi humanistik, sebagai tandin-gan dari geografi kuantitatif (science of geogra-phy). Yang terakhir ini secara historis berkembang karena dipengaruhi oleh kelompok Wina (Vienna Circle) yang umumnya adalah para fisikawan. Masuknya pendekatan “behaviorial” yang antara laindipengaruhi oleh teori psikologi kognitif dan ilmu sosial lainnya bersama-sama dengan fenom-enologi memunculkan istilah “subjective space” sebagai perbandingan diametral dengan “objec-tive space”.

Di samping itu muncul pula pengertian “spatial-ity” yang dalam ontology spasial mengacu kepada tempat (place) yang menyangkut keberadaan ke-hidupan manusia untuk membedakannya dengan “space” - yang boleh jadi adalah sebuah relasi ge-ometris dan Euclidean.

Di dalam literatur perencanaan urban dan region-al ada istilah pendekatan essentialist dan `Eucli-dean' geography (kata lain dari space) yang kurang lebih mengacu pada konsep perencanaan yang melihat space sebagai ruang absolut, dan relasi ge-ometris di atas space yang cenderung mekanistik. Pendekatan alternatif atau tandingan dari esen-sialist adalah apa yang disebut sebagai "konsepsi relational" yang melihat space mempunyai elemen "spatiality" (place) di berbagai hubungan.

Dikotomi antara science of geography dan geo-

grafi humanistik jika diperhatikan lanjut terletak pada perbedaan interpretasi tentang spatial in-tuition. Cassirer, seorang filsuf membuat reinter-pretasi terhadap pengertian “spatial intuition”nya Kant. Dengan menggunakan pendekatan fisika modern, Cassirer membuat perbedaan antara idea ofspace dan “perwujudan idea of space”. In-terpretasi Cassirer adalah bahwa spatial intuition pada dasarnya adalah semua bentuk pengetahuan manusia yang merupakan sintesis berbagai cara manusia memperoleh pengetahuan seperti mitos, agama, dan ilmu (science).

Sebagai ilmu yang sejak dilahirkan berpijak pada platform space, pengaruh positivisme telah men-dorong ilmu geografi ini bergerak dari pendekatan deskriptif (chorologis – keunikan tempat) men-uju abstraksi teoritis. Ciri sebuah ilmu (science) antara lain adanya pembuktian hipotesis, mencari hukum-hukum baru (spatial law), sebagaimana halnya pada ilmu-ilmu alam dengan pembuktian, antara lain melalui abstraksi matematika.

Pendekatan fenomenologis dalam kenyataannya tokh juga abstraksi dari dunia nyata, yang tidak sepenuhnya memberikan gambaran riil. Reinter-pretasi Cassirer tentang space merupakan rekon-sialiasi antara pemahaman existential space and Euclidean space (Kantian Space) yang kemudian melahirkan pendekatan yang disebut sebagai Neo Kantian.

Refleksi Konsep Space bagi IndonesiaCoretan ini ibarat menebas ilalang dikiri dan kanan semak belukar agar dapat membuka ja-lan setapak (yang lain) untuk mencoba meng-etahui untuk selanjutnya memahami lebih jauh konsep space. Seharusnya sejak lama jurus dasar space sudah tertulis seolah seperti kitab kuning di pesantren spatial di Indonesia, dan menjadi sum-ber inspirasi dalam pengembangan berbagai var-ian jurus-jurus innovative dalam dunia persilatan akademik anak bangsa.

Dalam konteks ilmu geografi di Indonesia, konsep space yang diinterpretasikan “mutlak” harus dire-presentasi dalam bentuk peta dan attribut sejenis perlu dibuktikan relevansinya mengingat tidak berkembangnya pemikiran dalam ilmu geografi di

Indonesia ditengarai karena terjebak dengan peta sebagai sesuatu yang mutlak, minimal sebuah ke-harusan. Benarkah tanpa peta geografi tidak per-nah ada?

Catatan ini sama sekali tidak berpretensi bahwa jalan setapak ini akan menjadi cikal bakal jalan baru yang lebih lebar, rapi, terarah dan dengan konstruksi yang rinci dan utuh. Jalan lain mung-kin sudah ada, namun sebagian mungkin sudah tertutup ilalang, dan jejak pun hilang.

Perbicangan tentang space (dan place) ini ibarat sebuah pos imajiner untuk tempat bersua berbagai disiplin ilmu yang memiliki basis spasial di Indo-nesia, sekaligus persimpangan jalan (yang masih sangat belum tertata). Di persimpangan imajiner inilah disiplin ilmu berdimensi spasial menapak jalan dengan arah berbeda namun saling meleng-kapi, untuk mencari tujuan hakiki.

Boleh jadi, dari perspektif planner, dari simpang jalan imajiner ini terpampang tulisan dengan tan-da panah: Strategic Spatial Planning, yang dibu-tuhkan untuk merespons pertumbuhan ekonomi, penyediaan perumahan, permukiman, pengem-bangan kota dan desa yang kompetitif, proteksi lingkungan, perubahan iklim, dan penyediaan in-frastruktur.

Penyediaan perumahan dan permukiman mung-kin memerlukan perspektif arsitektur ataupun ar-sitektur lanskap yang bersifat micro space, antara lain, berlandaskan konsep fenomenologi.Bagi ahli geografi di Indonesia, mungkin ada plang dan tanda panah: “sintesis fenomena fisik dan sosial” untuk merespon pertumbuhan ekono-mi, perubahan lanskap fisik (fluvial, iklim, dan bentang alam lainnya), lanskap sosial, ekonomi, politik karena ulah alam dan manusia.

Ahli ekonomi regional bersama-sama geografi ekonomi, mungkin akan melintasi jalan yang penuh dengan variasi lanskap ekonomi yangber-beda, ataupun disparitas spasial karena pengaruh lokal, regional, maupun global. Berangkat dari konsep space dan place ini pula, Isard, sang peng-gagas regional science, dulu barangkali menda-patkan inspirasi untuk mengeluarkan ucapannya yang sangat terkenal bahwa lanskap ekonomi bu-kanlah “wonderland of no dimension.”

Sebagai catatan penutup, sebagai bahan refleksi kita di Indonesia, tidak ada salahnya kita men-gutip, antara lain ditulis oleh Pat Healey (2004), The Treatment of Space and Place in the New Stra-tegic Spatial Planning in Europe, dalam Interna-tional Journal of Urban and Regional Research:

“In the geography and planning literature, there has been a longstanding critique of mid-twentieth century planning concepts of spatial organization. Planners and plans have been criticized not merely for trying to `order' the dy-namic and inherently disorderly development of cities and regions. The concepts that have been used, from notions of central place hierarchies, to distance-decay models of urban regions and movement patterns within cities, and to ideas about reducing the need to travel by making cities physically `compact', are seen to reflect a view of geogra-phy which assumes that objects and things exist objectively in contiguous space and that the dimensionsof this space can be discovered by analysis, that physical proximity is a primary social ordering principle and that place quali-ties exist objectively, to be found by analysis and made by physical development and management projects”

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 17Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1116

Peta dalam geografi adalah gambar rupa bumi yang umumnya berbentuk dua dimensi statis. Pada peta terdapat skala yang menyatakan perbandingan antara ukuran objek di peta dengan ukuran sebenarnya di muka bumi. Skala 1:25.000 (1 berbanding 25.000) artinya adalah 1 satuan di peta sama dengan 25.000 satuan di muka bumi. Jika ukuran cm (centimeter) digunakan maka 1 cm di peta sama 25.000 cm (250 m) di lapangan. Jika suatu objek di peta skala 1:25000 memiliki panjang 4 cm maka ukuran sebenarnya adalah 1 km (4 cm x 25000 cm = 100.000 cm = 1000 m = 1 km). Semakin besar skala peta semakin detil bentuk rupa bumi nampak di peta. Peta-peta dengan skala 1:1000, 1:2000 mapun 1:5000 biasa disebut peta skala besar, sedang peta skala 1:250.000, 1:500.000 maupun 1:1.000.000 disebut peta skala kecil, dan diantaranya disebut peta skala menengah.

Pada peta, bentuk muka bumi yang rumit ditampilkan melalui simbol-simbol peta yang jika dikelompokkan simbol-simbol ini hanya mencakup tiga fitur saja yakni: titik, garis dan poligon. Bentuk memanjang seperti jalan, jaringan sungai digambarkan di peta melalui fitur garis; lokasi tempat ibadah, titik triangulasi dan sekolah digambarkan melalui fitur titik; sementara permukiman, hutan, dan sawah digambarkan melalui fitur poligon. Peta yang hanya mencakup ketiga unsur di atas lazim disebut peta garis. Peta topografi (rupa bumi) termasuk peta garis. Selain peta garis terdapat peta citra.

Sumber data peta biasanya dari hasil survai terestris, data tabular, foto udara, juga dari citra satelit. Yang terakhir disebut ini perkembangannya sangat pesat sekali. Dimulai dari citra Landsat-1 pada tahun 1972 hingga terkini 2009 adalah WoldView-2 yang mengusung keunggulaan resolusi spasial yang tinggi (0,5 m). Resolusi spasial berkenaan dengan ukuran sebuah piksel citra yang mewakili suatu area di permukaan bumi. Ukuran kuantitatif dari resolusi spasial citra adalah seberapa detail suatu wilayah nampak dalam citra. Citra-citra satelit yang memiliki resolusi spasial 0,4 – 4 m disebut citra bersolusi tinggi, 4 – 30 m disebut menengah (sedang), dan 30 m hingga > 1000 m disebut beresolusi rendah. Sebagai contoh, citra-citra dari satelit GeoEye-1, WorldView-2, WorldView-1, QuickBird, IKONOS, FORMOSAT-2, dan SPOT-5 adalah citra bersolusi tinggi. Citra-citra dari satelit ASTER, LANDSAT 7 dan CBERS-2 dikelompokkan pada citra bersolusi menengah. Sedangkan citra-citra dari satelit NOAA AVHRR, Terra MODIS dan Aqua MODIS dikelompokkan ke citra beresolusi rendah.

Untuk kepentingan pemetaan baik itu untuk tata ruang wilayah maupun yang lainnya, pemilihan data citra yang tepat sangatlah penting. Misalnya untuk perencanaan tata ruang kota, citra satelit apa yang diperlukan? Atau jika kita sudah melakukan analisis citra Landsat TM sehingga menghasilkan data Tutupan Lahan, maka berapa skala optimum jika ingin dicetak ?

Kesepadanan Skala Peta dan Resolusi Spasial CitraOleh: laju.gandharum

Memilih citra yang tepat bukan cuma didasari oleh ‘budget’. Karena keterbatasan dana maka citra yang dibeli seadanya saja atau sebaliknya, memiliki dana tak terbatas maka citra yang dibeli terlalu berlebih (mis: WorldView-2) padahal hanya untuk klasifikasi tutupan pada skala wilayah yang cukup luas (kabupaten – propinsi). Hal ini justru bisa memperumit pekerjaan. Sekedar mengingat saja, bahwa klasifikasi penggunaan lahan pada citra bersolusi tinggi (WorldView-2, QuickBird, Ikonos) lebih susah dibanding citra yang mempunya resolusi spasial rendah maupun menengah (Landsat, ASTER, dll). Karena variasi spasial pada citra beresolusi tinggi lebih tinggi dibanding yang beresolusi menengah maupun rendah, terlebih untuk wilayah-wilayah perkotaan. Jika hanya menggunakan metode klasifikasi standar seperti Maximum Likehood hasilnya tidaklah begitu menggembirakan.

Karenanya memilih citra yang sepadan untuk pemetaan adalah hal penting. Untuk memilih citra yang sepadan untuk pemetaan yang optimum ada rumusan matematisnya. Rumusan ini dicetuskan oleh Wado R. Tobler pada tahun 1987. Mr. Tobler adalah seorang profesor emiritus bidang geografi dari universitas California-Santa Barbara, Amerika. Dia banyak menemukan perhitungan proyeksi peta dan dikenal sebagai ‘pembuat peta’. Menurutnya seorang kartograf (ahli perpetaan) selalu ingin memasukkan ‘objek’ sekecil apapun dalam peta, karena setiap informasi sekecil apapun pada dasarnya penting. Namun karena keterbatasan penyajian (tergantung besarnya skala yang menjadi target), maka tidak smua objek bisa tampak dalam peta, objek yang terlalu kecil dengan sendirinya akan hilang atau justru perlu dihilangkan agar peta yang ditampilkan nanti nampak lebih apik.

Adapun rumusan atau aturan kesepadanan skala peta dan resolusi spasial citra dari Tobler ini adalah “Bagi bilangan penyebut skala peta dengan 1000 ( penggunaan angka 1000 dimaksudkan agar terdeteksi dalam satuan meter) maka resolusi citra yang sepadan adalah setengah dari hasil pembagian tersebut”.

Sebagai contoh, jika kita tidak yakin berapa besar resolusi citra yang efektif diperlukan utuk

mendeteksi objek pada skala peta 1:50.000, maka sesuai aturan Tobler, resolusi citra yang diperlukan adalah 25 m, angka ini diperoleh dari 50.000 / (1000 * 2). Jika kita sudah mengetahui resolusi citra yang diperlukan, maka selanjutnya kita bisa mencari citra satelit apa yang diperlukan, QuickBird kah? Ikonos kah? Landsat kah?

Atau sebaliknya jika kita memiliki data citra satelit beresolusi 1 m, maka berapa besar skala peta yang optimum dihasilkan? Masih sesuai aturan Tobler, jawabnya adalah sebagai berikut:Skala peta = Resolusi spasial citra (dalam meter) * 2 * 1000Skala peta = 1 * 2 * 1000Skala peta = 2000, atau 1:2000

Benar Tobler telah membantu kita dalam memilih citra satelit dari sudut resolusi spasial, namun demikian hal tersebut tidaklah cukup karena pemilihan citra untuk pemetaan bukan hanya dilandasi oleh resolusi spasialnya saja tetapi perlu dipertimbangkan resolusi temporal maupun resolusi spektralnya. Resolusi temporal menyangkut rentang waktu satelit dalam mengindera (mengunjungi) lokasi yang sama di muka bumi. Satelit Landsat memiliki waktu kunjung 16 hari, sementara FORMOSAT-2 dan WorldView-2 waktu kunjungnya per hari (tiap 1 hari). Namun demikian dengan kecepatan waktu kunjungnya yang per hari itu, orbit satelit FORMOSAT-2 mesti merelakan beberapa wilayah di muka bumi yang tak kan pernah dikunjunginya (menghasilkan gap).

Resolusi spektral berkenaan dengan seberapa banyak band-band spektral yang direkam oleh sensor satelit. Sebagai contoh citra satelit Landsat 7 ETM+ memiliki 8 band, citra WorldView-2 memiliki 9 band, dan FORMOSAT-2 memiliki 5 band. Kini dalam perkembangannya citra satelit bisa memiliki hingga beratus-ratus band, citra ini disebut citra hyperspektral. Sebagai contoh adalah sensor Hyperion yang ditempelkan pada satelit NASA EO-1 yang menghasilkan 220 band. Belum cukup hanya di situ, type citra satelit dari sensor aktif (radar) dan pasif (optik) juga patut dipertimbangkan mengingat ada beberapa tempat di Indonesia yang selalu tertutup awan sehingga citra radar patut menjadi pilihan.

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 19Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1118

GEOGRAFIANA

Tuty Handayani DRPM/IbM/2011/II/11405 IPTEKS bagi MasyarakatPelatihan Cara Membaca Dan Memperbaharui Data Peta Dengan Menggunakan GPS (Global Positioning System) Kepada Pengemudi Taksi Di Provinsi DKI Jakarta. Pelatihan ini bertujuan agar penggemudi Taksi bisa mengetahui posisi dimana saat mereka mengantar atau menjemput penumpang. Kedua para pegemudi Taksi bisa memasukka data temuan dilapaga tersebut jika ternyata informasi tersebut belum ada di dalam peta Jalan ang telah ada. Hal ini misalka ada perumaha baru yag tidak ada di peta, maka mereka bisa memasukka datanya ke dalam peta ang di letakkan di Pool Taxi masing-masing.

DOSEN GEOGRAFI UI MENDAPATKANHIBAH PENGABDIAN MASYARAKAT

Rokhmatuloh DRPM/IbW/2011/I/11218 IPTEKS bagi WilayahPeningkatan Kualitas Data Pertanian dalam Mendukung Pembangunan Pertanian Perkotaan di Kota Depok. Pelatihan ini bertujuan agar Dinas Pertanian memiliki data yang akurat dari informasi tentang pertanian di kota Depok. Misalkan Dinas ingin mengetahui luas empang, sawah atau kebun belimbing, maka pelatihan bertujuan meningkatkan kualitas SDM yang ada agar mampu mengambil data lapangan. Kedua dengan dikumpulkan data lapangan kemudian dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Geografis sehingga informasi dapat digunakan untuk mendukung Pembangunan Pertanian di Kota Depok.

Dewi Susiloningtyas DRPM/IbM/2011/I/11335 IbM IPTEKS bagi Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat Wanita Dalam Pembuatan Cinderamata Dari Limbah ( Cangkang ) Kerang Hijau (Perna Viridis L) Di Pesisir Teluk Jakarta. Kulit kerang hijau adalah salah satu limbah yang ada di Jakarta, karena kerag hijau banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Kota Jakarta. Pelatiha ini bertujuan agar kulit kerag itu bisa dibuat mejadi cideramata sehiga menanbah nilainya menjadi ekonomis.

M.H. Dewi Susilowati DRPM/IbM/2011/I/10907 IPTEKS bagi MasyarakatPemberdayaan Staf Pemerintah Kabupaten Bogor Melalui Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis(SIG) sangat perlu untuk membanu staff bekerja di pemerintahan. Cotohnya dimaya sekolah yang akan dibangun, maka di peta akan terlihat lokasinya dan dengan demikian bisa juga melihat apa saja yang berada di dekat rencana pembanguna sekolah di dalam peta. Pelatihan ini diharapka staff pemerintah lebih serius untuk mengumpulkan dan dokumentasi data yang baik, sesuai dengan kaidah SIG.

Eko Kusratmoko DRPM/IbM/2011/I/11402 IPTEKS bagi MasyarakatPelatihan Membaca Peta Topografi Dan Citra Satelit Untuk Identifikasi Wilayah Rawan Bencana Alam Bagi Guru IPS Terpadu Smp Di Kabupaten Cianjur. Pelajaran Geografi harusnya menjadi pelajaran yang menyenangkan dan bermanfaat bagi siswa mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Kondisi mendorong untuk memberikan pelatihan bagi guru Geografi SMP dalam hal ini masuk dalam pelajaran IPS di SMP. Pelatihan ini diharapkan memberikan masuka ang berharga agar guru lebih mudah memahami ilmu Geografi dan akan semakin mudah mengajar Geografi di SMP.

Ratna Saraswati DRPM/IbM/2011/I/10956 IPTEKS bagi MasyarakatPelatihan Membaca Peta Dijital Untuk Mengenal Bentang Alam Bagi Guru Sma Kota Bogor. Peta merupakan alat bantu untuk mendapatakan informasi ruang muka bumi. Salah satu iformasi dari peta adalah betang alam yang ada di sekitar tempat tinggal atau sekolah. Pelatiha ini bertujuan agar guru geografi mampu mengggunakan peta dijital untuk membaca atau mendapatkan informasi tetang bentang alam.

Satu orang dosen berhasil mendapatkan hibah pengabdian masyarakat dari DIKTI tahun 2011, adalah: SOBIRIN, Pelatihan Membaca Peta Topografi da Citra Satelit utuk Indetifikasi Wilayah Rawan Bencana bagi Guru IPS Terpadu SMP di Kota Depok. Pelajaran Geografi di SMA termasuk dalam pelajaran IPS Terpadu. Uniknya guru yang mengajar tidak banyak berlatar belakang geografi. Pelatihan ini diharapkan akan memberikan wawasan agar guru lebih mudah memahami ilmu geografi dan akan semakin mudah mengajar geografi di IPS terpadu untuk SMP dan sederajat.

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 21Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1120

KAMPUSIANA

HIBAH MAHASISWA

Tahun 2011 adalah tahun yang menggembirakan untuk Depertemen Geografi. Program Hibah penelitian yang didanai oleh Kemendiknas melalui PKMK dan PKMP diperoleh oleh tiga kelompok mahasiswa, 2 kelompok dari angkatan 2008 (PKMK) dan satu kelompok dari angkatan 2009 (PKMP).

PKM-K merupakan program pengembangan keterampilan mahasiswa dalam berwirausaha dan berorientasi pada profit. Komoditas usaha yang dihasilkan dapat berupa barang atau jasa yang selanjutnya merupakan salah satu modal dasar mahasiswa berwirausaha dan memasuki pasar.

kelompok 1Judul: "Palapa untuk Indonesia"Bentuk: Alat Peraga Pencitraan Geografi Indonesia. ketua Tim : Lilis chodijahdosen PendampingNama Lengkap dan Gelar : Taqyuddin S.Si, M.HumBidang keahlian : cultural geography

kelompok 2Judul: "Puzzle Indonesia"Bentuk: Permainan Puzzle.ketua Tim : karina Fauziahdosen PendampingNama Lengkap dan Gelar : Adi Wibowo SSi. MSi.Bidang keahlian : Lingkungan

kelompok 3Judul : “Analisis Spasial kondisi kawah dan kawasan Sekitarnya dengan Survei Panas Bumi Terpadu (Geografi, Geologi, Geokimia) (Studi Kawah Anjing. Kawah CiTaman dan Air Panas) di Parakan Salak”Bentuk : Risetketua Tim : Wido cepaka Warih (0906dosen PendampingNama Lengkap dan Gelar : Adi Wibowo SSi. MSi.Bidang keahlian : Lingkungan

Departemen Geografi Tahun 2011 akan berakhir masa akreditasi dan harus di perbaharui pada tahun ini. Tim Penyusun BAN Geografi FMIPA UI adalah Ketua Departemen: Dr. rer. nat Eko Kusratmoko, Sekertaris Dept.: Dra. M.H. Dewi Susilowati, Koordinator Pendidikan: Drs. Sobirin, Msi, Koordinator Penelitian: Adi Wibowo M.Si ditambah dosen sebagai tim inti yaitu Hafid Setiadi, M.T, Dra. Tuty Handayani ditambah Koordinator Kemahasiwaan: Drs. Tjiong Giok Pin dan mewakili S2 Geografi Dra. Ratna Saraswati serta Dra. Widyawati. M.P. Selain tim Dosen dilengkapi tim Asisten yakni Nurokhmah, M.Si, Nurul, S.Si, Ratri Candra, S.Si dan Awal S.Si.

Lokasi rapat di Purwakarta dekat dengan Bendungan Jatiluhur. Tempat yang jauh dan sepi sangat cocok sebagai tempat utuk melakukan kordinasi melengkapi berkas-berkas kelengkapan data akreditasi. Waktu pelaksaan tiga hari dari pagi hingga malam membuat kerja mejadi efektif untuk menyelesaikan pekerjaan penyusunan dukumen akreditasi. (Awe)

Suasana sarapan pagi di penginapan Lokasi Rapat

Suasana bekerja

RAPAT PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI DEPARTEMEN GEOGRAFI 2011

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 23Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1122

KAMPUSIANA KAMPUSIANA

Pertemuan Alumnni Geografi UI : Pembahasan UU GeospasialRuang Seminar Lantai 1 Gedung Geografi, Depok 11 Mei 2011Spasialnet adalah wadah bagi alumni geografi untuk berkomunikasi Acara dibuka dan dipandu oleh Dr. Djoko Harmantyo, MS.

Pengantar diberikan oleh pemandu acara berkenaan dengan pengesahan Undang-Undang Geospasial yang memicu diaktifkannya kembali sertifikasi profesi yang berkaitan dengan bidang Geospasial. Lembaga yang bertanggungjawab dalam urusan sertifikasi ini adalah LSP atau lembaga sertifikasi profesi. Proses pengajuan/pengusulan RUU Geospasial dikawal oleh IGI terutama pada proses dengar pendapat dengan DPR. Undang-Undang ini merupakan pembakuan hal-hal yang menyangkut pemetaan yang meliputi data akuisisi sampai dengan pengolahan dan penyajian yang dilakukan oleh tanaga-tenaga profesional. Untuk itulah pentingnya sertifikasi tenaga profesional di bidang geospasial. Geografi melalui IGI berusaha berperan aktif dalam hal ini dengan perannya sebagai pelaksana maupun dewan pembina serta menjadi tempat uji kompetensi geomatika. Beberapa kegiatan sertifikasi geomatika yang pernah dilakukan antara lain di

PT.Narcon, Bandung untuk keahlian SIG, PJ dan survey yang diikuti sebanyak 114 perserta dengan tingkat kelulusan sebanyak 100 orang. Ujian sertifikasi yang berikutnya dilaksanakan di PT. Exsa International yang diikuti sebanyak 67 orang dengan tingkat kelulusan sebanyak 61 orang. Selanjutnya Bakosurtanal juga mengadakan kegiatan serupa yang dikuti oleh 25 orang perserta dengan tingkat kelulusan sebanyak 21 peserta.

Kegiatan lain berkenaan dengan sertifikasi profesi geomatika adalah pelatihan master assessor dengan membawa kepentingan bagi geografi yang notabene lulusannya banyak bekerja pada konsultan-konsultan yang berkecimpung pada bidang geospasial. Biaya sertifikasi keahlian geomatika bertarif 1 juta rupiah. IGI dalam hal ini berperan sebagai anggota dewan pembina. Kemudian kegiatan lainnya adalah sesi tanya jawab.

Sesi Tanya Jawab

1. Pak Sobirin

Aktifitas yang dikembangkan selama ini jika dikaitkan dengan UUIG menunjukkan bahwa IGI belum berperanaktif dalam penerbitan sertifikasi keahlian, apakah ke depan nanti akan ada pelatihan dalam rangka sertifikasi tersebut ? Dan bagaimana dengan peran perguruan tinggi dan lembaga terkait lain berkaitan dengan hal ini terutama dalam bidang bidang SIG dan PJ?

2. Abdul HalimOrganisasi yang selama ini berperan aktif dalam bidang geospasial di lapangan terutama dalam hal sertifikasi adalah Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) yang dimotori oleh alumni Geodesi ITB. Peran dan kekuatan Geografi UI masih dipertanyakan. Realitas dan idelisme kampus seringkali bertolak belakang, sehingga terkesan kampus dan dunia kerja berjalan sendiri-sendiri. Jenjang peran alumni Geografi di lapangan dimulai dari level pemula

untuk kemudian meningkat ke level manajerial dan pengambil kebijakan. Harapan : Geografi dapat menghasilkan alumni dengan sertifikat keahlian serta mendekatkan relevansi antara ilmu yang diperoleh di kampus dengan bidang kerja geospasial.

Tambahan dari diskusi : Tender pekerjaan saat ini mensyaratkan adanya sertifikasi keahlian, koordinasi antara instansi pengguna data geospasial dengan IDSN untuk kepentingan sertifikasi, dan Waspada KKN 3. Bambang MarhandraSDM lulusan geografi yang bekerja di luar lebih diakui ??? Geografi butuh masukan dari luar dalam rangka pengembangan keahlian geografi. Pendalaman materi-materi teknis di geografi. Bedah substansi dan kandungan UUIG di Geografi. Apa yang geografi bisa manfaatkan dari UUIG. Memperhatikan perpres yang akan dilahirkan dari UUIG

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 25Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1124

KAMPUSIANA

Kebudayaan sebagai manifestasi seluruh sikap masyarakat maka mengandung berbagai segi kehidupan yang melingkupi aspek ideologi, politik, sosial, agama, ekonomi dan pandangan-pandangan filsafatnya. Sikap masyarakat yang melingkupi aspek-aspek tersebut tentu didasarkan pada nilai-nilai yang dipercaya kebenarannya dalam menopang kebudayaan tersebut. Bagi suatu masyarakat bangsa nilai-nilai yang sanggup menopang kehidupan kebudayaan itu adalah nilai-nilai dasar sebagai cita-cita bersama dalam berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai dasar tersebut termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu nilai-nilai kemerdekaan, kedaulatan, persatuan, keadilan dan kemakmuran.

Pusat Penelitian Geografi Terapan Universitas Indonesia (PPGT UI) bekerja sama dengan Yayasan Suluh Indonesia Nuswantara Bakti (YSNB) mengadakan forum diskusi panel dengan topik “ Strategi Kebudayaan utuk Kepempinan Masa Depan Banngsa Indonesia”. Acara yang di helat di Pusat Studi Jepang UI pada Kamis (23/04/11) dihadiri oleh ratusan undangan, yang terdiri dari mahasiswa UI dan perguruan tinggi lain, serta masyarakat umum dan kalangan LSM yang tertarik dengan kebudayaan.

Acara ini menghadirkan tokoh-tokoh kompeten sebagai narasumber seperti Prof. Dr. Muladi S.H. (Mantan Gubernur LEMHANAS), Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro Jakti (Mantan Menko Perekonomian), Prof. Dr. Paulus Wirutomo (Sosiolog UI), dan Mohammad Sobari, M.A. (Budayawan). H. Pontjo Sutowo (Ketua Dewan Pembina YSNB) dalam sambutannya menjelaskan pengaruh

budaya yang begitu besar yang mengakibatkan budayalah yang harus digunakan pemimpin untuk menyelesaikan masalah. Indonesia selama ini, lanjut Pontjo, dalam menghadapi suatu masalah, kurang menggunakan kekuatan budayanya. Budaya itu sangat luar biasa dan bukan sebatas dengan kesenian.”Kita terpukau dengan supremasi hukum karena supremasi hukum itu semestinya terjemahan dari nilai budaya yang kita sepakati bersama;’ungkap Pontjo. sebagai contoh, lanjutnya, betapa pun semiskin-miskinnya kita, seorang anak tetap akan mengurus orang tua. Sementara di Amerika Serikat, anak menitipkan orang tuanya di panti jompo dan lebih memilih untuk memelihara anjing. “Inilah luar biasanya budaya kita dan semestinya bisa digunakan untuk menjawab persoalan bangsa. Karena nilai¬nilai budaya yang kuat adalah panglima dari pembangunan, sementara ekonomi dan politik itu sub di dalamnya;’ucapnya.

Sementara Imam Sunario, Ketua Umum YSNB, menyatakan aspek budaya adalah masalah besar yang kurang diperhatikan elit bangsa Indonesia saat ini. “Bagaimana sikap sebuah bangsa menghadapi masalah dan bagaimana mereka memilih cara penyelesaiannya, yaitu penyelesaian yang sesuai dengan karakter bangsanya sendiri,” kata Iman.

Dalam presentasinya yang berjudul “Urgensi Keberadaan Indeks Kepemimpinan Indonesia (IKNI)”, Muladi mengungkapkan berbagai hakekat IKNI,” IKNI merupakan suatu metode untuk menemukan informasi secara cepat, mudah, dan kategoris tentang standardisasi kualitas kepemimpinan yang bersifat objektif dan relevan dalam konteks universal dan atau keindonesiaan yang

Diskusi Panel: “Strategi Kebudayaan untuk Kepemimpinan Masa Depan Bangsa Indonesia“

(http://www.ui.ac.id/id/news/archive/4919)

diharapkan mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.’

Panelis kedua, Paulus Wirutomo memapar-kan kesiapan masyarakat bangsa menyong-song masa depan. Mengapa banyak bangsa “dunia ketiga”berubah menjadi bangsa “dunia pertama” (Korea, Singapore, Taiwan, dsb.), sementara lainnya tetap tertinggal? Menu-rutnya, di saat teori kolonialisme, rasisme, dan geografis tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan, teori kebudayaan yang dulu pernah pudar kini muncul kembali ke permu-kaan dan menjawabnya melalui pembangu-nan berbasis nilai.” Pembangunan berbasis nilai adalah suatu pembangunan seluruh as-pek kehidupan bangsa (ekonomi, politik fisik, social, clan budaya) yang dilandasi oleh nilai tertentu” ungkap Paulus.

Senada dengan Paulus Wirutomo, Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro jakti memberikan pre-sentasi membangun masa depan bangsa Indonesia dengan cita-cita kemerdekaan. Menurutnya, seorang pemimpin merupakan hasil dari kebudayaan yang ia jalani sejak ke-cil terutama dari sistem pendidikannya. Ada tiga tipe pemimpin ideal menurut Max Weber, yaitu pemimpin tradisional yang mengandal-kan adat istiadat untuk dapat meyakinkan masyarakat melalui tokoh panutan, pem-impin karismatik yang mampu menggerak-kan masyarakat dari berbagai budaya dan ber-sifat incidental, dan tipe pemimpin legal yang mengandalkan kehadiran seperangkat lemba-

ga hukum untuk menopang kepemimpinan-nya. Namun, bagaimana pun tipe pemimpin, lanjutnya, tidak ada seorang pemimpin pun yang bisa keluar dari dilematis kebudayaan.

Strategi kebudayaan sebagai persyaratan ter-capainya cita-cita kemerdekaan dipaparkan mendalam oleh Sobari, “Kita harus men-gasumsikan kekayaan dunia ini berupa ba-rang static dan jumlahnya tak bertambah.’ Oleh karena itu,jika negara maju mengu-rasnya dengan kecepatan kedipan mata dan sekejap itu pula mereka menjadi kaya raya. Namun, di sisi lain, kekuatan mereka telah menimbulkan penderitaan bagi pihak lain yaitu negara¬negara yang belum berkembang. “Untuk itu, kita memerlukan kekayaan lebih besar untuk menyusun cara-cara menghadapi tantangan hidup yang berubah dengan cepat. Kita membutuhkan kemampuan tak terbatas buat menghadapi tantangan yang juga tak terbatas. Kemampuan itu kita sebut sebagai Strategi kebudayaan.” ujar Sobari.

Melalui diskusi ini, diharapkan dapat meng-hasilkan dasar pemikiran bagi terbentuknya Strategi Kebudayaan Nasional untuk mem-bangun masa depan Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan serta dapat memban-gun cara, pola pikir, keyakinan, dan norma-norma yang dianut bersama sehingga proses pembangunan selanjutnya dapat terarah dan mendapat gambaran yang jelas bagaimana budaya kita dapat mendorong pencapaiaan tujuan dalam membangun masa depan.

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 27Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1126

KAMPUSIANA

OpenStreetMap (OSM) is A web project to create a free and open map of the entire world. Pertama kali ditemukan oleh Steve Coast di Inggris pada tahun 2004 dan mulai dioperasikan pada tahun 2005. Hingga saat ini, sudah lebih dari 300.000 orang yang terdaftar menjadi anggota di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dan sekitar 1000an orang secara rutin ikut mengedit data basenya. Manfaat OSM khususnya di Indonesia adalah sebagai database data spatial, dapat digunakan dalam penanggulangan bencana, dan sebagai data statistik nasional.

Departemen Geografi FMIPA UI mendapat kesempatan memperoleh penjelasan mengenai OSM melalui workshop sehari. Workshop tersebut dilakukan pada hari Senin 16 Mei 2011 pukul 09.00-15.00 WIB bertempat di Gedung Departemen Geografi FMIPA UI Kampus UI Depok. Pengajar workshop ini adalah Kate Chapman dari Humanitarian OpenStreetMap Team. Peserta workshop berjumlah 15 orang terdiri dari mahasiswa, staf pengajar, dan alumni Departemen Geografi FMIPA UI.

Materi yang diajarkan pada workshop ini diantaranya dalam workshop setengah hari ini

adalah sebagai berikut:1. Introduction to OpenStreetMap2. Introduction to Editing Tools3. Introduction to Data Collection Tools (GPS/

Walking Papers)4. Data Collection – dilakukan dengan berkeliling

di sekitar kampus UI menggunakan GPS 5. Editing Data Collected6. Questions/Wrap-up

Tampilan OSM (Gambar 1) sangat membantu untuk orang awam belajar menggunakan peta.Untuk bisa mengakses dan mengupdate data maka user harus terdaftar terlebih dahulu mendaftar di http://www.openstreetmap.org. Setelah terdaftar baru user bisa menambah atau mengurangi informasi spasial yang ada. Konsep OSM sama dengan wiki, siapa saja silakan memasukkan informasi, perlahan-lahan komunitas dunia yang akan mengawasi dan menjaga validitas informasi itu, akurat atau hanya asal ketik saja. Untuk bisa menambah atau mengurangi, maka user harus masuk kedalam OSM. (Gambar 2). Info yang bisa ditambahkan sama dengan GIS standar yakni titik, garis dan area/poligon.

Gambar 1. Interface OSM

Hal yang menarik dalam workshop ini adalah walking papers (http://walking-papers.org/). Kendala dalam pemetaan adalah bagaimana informasi yang didapat bisa langsung masuk dalam suatu sistem peta yang berstandar (georeference). Solusi paling baik adalah dengan menggunakan GPS, tetapi berapa banyak yang memiliki atau berapa harga sewa perhari. Belum lagi permasalahan akurasi dari jenis Alat penerima sinyal GPS. Kalau petanya berbentuk kertas bagaimana bisa tergeoreferensikan, itu adalah permasalahan tersendiri karena tidak semua orang punya pemahaman yang baik tentang georefrensi dan skala. Walking Paper adalah suatu jawaban dari peta kerja, bisa disediakan, lalu diprint kemudian hasilnya bisa

discan, otomatis hasil peta kerja ini bisa langsung masuk kedalam peta yang sduah ter-georerefence. Amazing… bagaimana bisa demikian? Teknologi walking paper menyediakan suatu kode yang disiapkan sebelum print, otomatis oleh sistem kode itu disimpan pada tiap kertas kerja/peta yang dicetak dan sudah memilki koordinat masing-masing. Sehingga sistem akan otomatis membaca, bila peta kerja discan dan dimasukkan ke dalam sistem walkingpaper.org, kemudian operator dengan mudah melakukan dijitasi on screen.

Diharapkan dari workshop ini, kita lebih mengenal mengenai OSM dan memperluas jaringan kita dalam hal informasi data spatial.

Gambar 2. Tampilan Editing Data

Gambar 3. Contoh peta kerja yang di print lalu di survey.

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 29Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1128

TEKNOLOGI

OPENSTREETMAP WORKSHOPOleh: Nurul Sri Rahatiningtyas dan Adi W

Google hari ini memperkenalkan aplikasi pemetaan terbarunya yang di beri namaGoogle Earth Builder. Dengan Google Earth Builder pengguna enterprise bisa melakukan peyimpanan sekaligus pengolahan geospasial data berbasis komputasi awan (cloud computing). Google Earth Builder – How it worksGoogle Earth Builder ditujukan bagi enterprise-level data management untuk berbagai tipe data geospasial seperti shapefiles, TAB, Mr. SID, JPG2000, TIFF, KML. Mulai dari penyimpanan layer data vektor hingga image resolusi tinggi dengan ukuran terrabytes. Tersedia fitur peng-index-an data untuk kemudahan pencarian data. Geospasial data yang tersimpan dan/atau yang telah di proses, bisa di akses menggunakan Google Earth atau Google Maps, atau versi mobile-nya kepada end user atau klien tanpa mereka harus memiliki raw data-nya.Google Earth builder adalah produk enterprise, sehingga akan ada biaya yang di bebankan kepada penggunanya. Besarnya biaya tersebut saat ini belum tersedia, karena produk ini rencana baru akan dirilis pada kuartal ketiga tahun ini.

Google Earth Builder : Geoprocessing dan Penyimpanan Data Geospasial Berbasis Cloud Computing

Oleh: EdyPurnomo.net

Pusat Penelitian Geogarfi Terapan di percaya membantu PT. AHM utuk melakukan pemetaan pemi-lik Motor Hoda yang terdaftar di masing-masing dealer Honda. Jumlah peserta terdiri dari 7 orang staff di PT. AHM Pusat

Foto bersama peserta Workshop Sistem Informasi Geografis dalam Analisa Data Konsumen PT. AHM

Foto kegiatan Pelatihan SIG dalam Analisa Data Konsumen PT. Astra Honda Motor (AHM)

Vo l u m e 9 / N o . 1 / A p r i l 2 0 11 31

TEKNOLOGI KAMPUSIANA