Upload
trinhdang
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
2972
Abstract
The objective of this research was to determine the content of TSS and its impact on quality of aquatic environment both in the area of fishpond and sea water of Kuwaru Beach, Bantul Regency, Yogyakarta. This research was conducted in fishpond area at Kuwaru Beach, Bantul Regency, Yogyakarta. Some parameters, such as total suspended solidcontent, salinity, dissolved oxygen, pH and temperature of seawater, water from fish pond and fish pond outlets were analyzed descriptively by comparing the value of sampled data and quality standard of water. Results showed that content of total suspended solid, salinity, dissolved oxygen, pH and temperature of seawater, water from fish pond and fish pond outlets of Litopenaeus vannamei culture of Kuwaru Beach ranged from 12-96 mg/l; 8,01-24,2 ppt; 2.01-9.09 mg/l; 7,19-7,72 and
o28,2-30,9 C. These values are still in range of standard quality of water based on the Special Region Regulation of Yogyakarta No. 7 in 2016, in which the standard value of waste water quality is 200 mg/l and Regulation of Governor of Yogyakarta No. 3 in 2010 regarding the standard value of waste water quality is 20 mg/l, especially for AT 1, AT 2 and AL 1, while for AT 3and AT 4 have exceeded the quality standard.
Keywords:total suspended solid, fishpond, Kuwaru Beach, Litopenaeus vannamei
Jurnal Riset Daerah
Kandungan Total Padatan Tersuspensi Air Tambak Litopenaeus vannamei Pantai Kuwaru
Heny Budi Setyorini
Institut Teknologi YogyakartaJalan Janti KM.4 Gedongkuning
085641600938, [email protected]
PENDAHULUAN
Perikanan budidaya merupakan salah satu sektor unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan devisa negara melalui penjualan produk budidaya baik di pasar domestik maupun internasional. Hal ini dibuktikan dengan nilai produk domestik bruto sektor perikanan atas dasar harga berlaku tahun 2018 mencapai
1.239.591,80 miliar rupiah (KKP, 2018a).
Hasil penelitian Zulkarnain, Purwanti, &
Indrayani (2013) juga menjelaskan bahwa sektor budidaya laut memiliki efek dominan terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB) di
Indonesia yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penurunan nilai PDRB tersebut.
Secara berurutan produksi perikanan budidaya nasional pada tahun 2012 hingga 2016 mengalami peningkatan sebesar 72,34%, yang semula hanya 9.675.553,00 ton
meningkat menjadi 16.675.031,00 ton (KKP,
2018b). Peningkatan produksi tersebut juga didukung dengan peningkatan industri budidaya terutama tambak sejak tahun 2000 hingga 2016 dimana peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2004 sebesar 47,33% semula hanya 131 menjadi 193, tetapi pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 43,96% kemudian kembali meningkat sejak
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
tahun 2006 hingga 2016 (BPS, 2018).
Perkembangan sektor perikanan budidaya tersebuttidak terlepas dari besarnya keuntungan ekonomis yang diperoleh petambak dalam sekali panen.
Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki wilayah pesisir terutama bagian selatan meliputi Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.Perikanan budidaya di Kabupaten Bantul telah berkembang sejak awal tahun 2000 dengan memanfaatkan lahan Sultan Ground dengan tingkat produksi yang berfluktuasi. Produksi perikanan budidaya (tambak) di Kabupaten Bantul pada tahun 2015 mencapai
20,05%(BPS DIY, 2016).
Sebagian besar petambak di Kabupaten Bantul cenderung memilih Litopenaeus vannamei sebagai kultivan dalam kegiatan budidaya perikanan.Hal ini dikarenakan Litopenaeus vannamei memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan spesies
udang yang lain. KKP (2015), menjelaskan
lebih lanjut bahwa Litopenaeus vannamei memiliki beberapa kelebihan yang dapat dikembangkan dalam menghadapi pasar MEA, antara lain: laju pertumbuhan yang cepat dan pada ukuran PL 6 sudah dapat dipasarkan ke usaha pembesaran.
Data DKP-DIY (2014), menunjukkan
bahwa produksi budidaya Litopenaeus vannamei pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 201,27% bi la dibandingkan pada tahun 2013 yang semula hanya 811,84 ton menjadi 2.445,86 ton. Peningkatan produksi budidaya tersebut memiliki konsekuensi terhadap kelestarian lingkungan sekitar seperti ancaman kerusakan ekosistem gumuk pasir dan sempadan pantai, peningkatan pencemaran lingkungan perairan laut, penurunan estetika lingkungan, dan gangguan pada aktivitas pertanian yang dapat
memicu terjadinya pro kontra aktivitas budidaya, meskipun secara ekonomis dapat memberikan keuntungan yang cukup menggiurkan.
Secara umum aktivitas pertambakan di kawasan pesisir Kabupaten Bantul berdekatan dengan lokasi pantai untuk memudahkan dalam pengambilan air laut sebagai media budidaya Litopenaeus vannamei. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan air laut untuk media budidaya cukup besar hingga mencapai
3±700 m /tambak (hasil wawancara pribadi, 2017), sehingga kualitas air laut memegang peranan penting dalam keberhasilan budidaya Litopenaeus vannamei.
Para petambak di Pantai Kuwaru juga m e n g u n g k a p k a n b a h w a u m u m n y a pemanenan Litopenaeus vannamei dilakukan pada usia 60–70 hari (hasil wawancara pribadi, 2017). Kondisi tersebut berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan perairan yang mengakibatkan kemunculan beberapa penyakit dan laju pertumbuhan yang cenderung melambat, sehingga apabila aktivitas budidaya melebihi usia tersebut, para petambak cenderung akan merugi.
Padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter yang sering digunakan sebagai indikator kualitas lingkungan perairan
termasuk dalam wadah budidaya. Effendi
(2003), mendefiniskan bahwa padatan tersuspensi merupakan bahan-bahan tersuspensi yang terdiri dari lumpur, pasir dan jasad-jasad renik yang berdiameter >1µm dan tersaring pada saringan millipore berdiameter pori 0,45µm.
Keberadaan padatan tersuspensi dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengindi-kasikan penurunan kualitas lingkungan perairan. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan padatan tersuspensidapat mengganggu proses penetrasi cahaya matahari yang selanjutnya dapat menghambat
2973
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
proses fotosintesis. Padatan tersuspensi juga dapat mengganggu kelangsungan hidup Litopenaeus vannamei.Sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh (Ray, Lewis, Browdy, &
Leffler, 2010), meskipun padatan tersuspensi memiliki peranan penting dalam penyediaan substrat untuk komunitas mikroba, akan tetapi pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan mengurangi laju pertumbuhan Litopenaeus vannamei.
Tingginya kandungan padatan tersuspensi di tambak juga dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan Pantai Kuwaru dikarenakan adanya pembuangan air limbah budidaya ke laut tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.Secara berkelanjutan, limbah tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan perairan Pantai Kuwaru dan menimbulkan gangguan terhadap kelangsungan hidup biota perairan maupun estetika lingkungan mengingat kawasan tersebut juga digunakan sebagai objek wisata.
Hasil penelitian Barraza-Guardado et al.
(2013), telah menunjukkan penyebaran kandungan padatan tersuspensi di Pulau Bahía de Kino-Mexico terkait aktivitas budidaya udang yang meliputi perairan sekitar pulau, area pembuangan limbah budidaya, teluk dan laguna masing-masing berkisar 26,7±1,2 mg/l; 233,2±95,7 mg/l; 56,2±45,1 mg/l dan 52,7±30,6 mg/l.
Berkaitan dengan uraian tersebut, maka diperlukan adanya kajian mengenai kandungan total padatan tersuspensi di area pertambakan untuk mengetahui kandungan total padatan tersuspensi dan dampaknya terhadap kualitas lingkungan perairan baik di area pertambakan maupun air laut Pantai Kuwaru, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas lingkungan perairan dan kualitas Litopenaeus
vannamei yang berada di area pertambakan Pantai Kuwaru, Kabupaten Bantul , Yogyakarta.Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan rekomendasi bagi berbagai stakeholder terutama dalam upaya pengelolaan kualitas lingkungan perairan di area pertambakan dan air laut Pantai Kuwaru, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.Selanjutnya skema pendekatan masalah dalam kajian ini tercantum pada Gambar 1.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di area pertambakan Pantai Kuwaru Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Variabel yang diamati dalam penelitian ini kandungan total padatan tersuspensi, salinitas, oksigen terlarut, pH dan suhu. Analisis kandungan total padatan tersuspensi dilakukan di Laboratorium Balai Pengujian, Informasi Permukiman dan Bangunan dan Pengembangan Jasa Konstruksi (Balai PIPBPJK), sedangkan untuk analisis kandungan oksigen terlarut di lakukan di Laborator ium Teknik Lingkungan Institut Teknologi Yogyakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif kuantitatif.MenurutYusuf
(2014), metode penelitian deskriptif kuantitatif merupakan metode yang bertujuan untuk memberikan jawaban terhadap suatu masalah dan/atau mendapatkan informasi lebih mendalam dan luas terhadap suatu fenomena dengan menggunakan tahap-tahap penelitian dengan pendekatan kuantitatif.
Penentuan lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan per t imbangan te r ten tu (purpos ive / judgemental sampling).Hal ini dimaksudkan dalam pengambilan sampel air dan Litopenaeus vannamei pada masing-masing tambak dilakukan berdasarkan pertimbangan
2974
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
tertentu. Selanjutnya Hermawan (2004),
menjelaskan bahwa secara umum penentuan lokasi sampling dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain kemudahan lokasi titik sampling, efisiensi waktu dan biaya berdasarkan interpretasi awal lokasi penelitian dan pengambilan sampel hanya terbatas pada unit-unit sampel yang sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Selanjutnya diagram alur penelitian dalam kajian ini tercantum pada Gambar 2.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka lokasi pengambilan sampel dalam kajian ini sebanyak 6 lokasi (Gambar 3-8), antara lain:
1. AT1 (air tambak dengan usia pemeliharaan 17 hari).
2. AT2 (air tambak dengan usia pemeliharaan 17 hari).
3. AT3 (air tambak dengan usia pemeliharaan 49 hari).
4. AT4 (air tambak dengan usia pemeliharaan 60 hari).
2975
Vol. XVII, No.1. April 2018
Kandungan TSS Air Tambak Pantai Kuwaru
Lingkungan Perairan Laut di Wilayah Pesisir dan Laut Pantai Kuwaru
Keberhasilan Budidaya Litopenaeus vannamei
Metode Penelitian Deskriptif: Kajian Kandungan TSSdi Area Pertambakan Pantai Kuwaru,
Kabupaten Bantul Yogyakarta
Parameter Fisika:· Padatan
tersuspensi
· Suhu
Parameter kimia:· DO· Salinitas· pH
Parameter Biologi:
· Kualitas Litopenaeus vannamei (bobot dan lama waktu pemeliharaan)
Analisa Data:§ Analisis Deskriptif:
1. Pembandingan kandungan padatan tersuspensi dengan baku mutu
2. Kualitas Litopenaeus vannamei (bobot dan lama waktu pemeliharaan)
Kesimpulan
Rekomendasi
U
M
P
A
N
B
A
L
I
K
I
N
P
U
T
P
R
O
S
E
S
O
U
T
P
U
T
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah
Jurnal Riset Daerah
5. AL1 (air laut yang diperoleh dari sumur bor saat pengisian air di tambak).
6. AL2 (air outlet tambak yang akan mengalir ke Pantai Kuwaru).
Pengambilan sampel air untuk pengukuran kandungan total padatan tersuspensi menggunakan botol polyethylene bervolume 600 ml yang kemudian disimpan di coolbox dan dianalisis di laboratorium dengan metode uji yang mengacu pada SNI 06-6989.3-2004, sedangkan pengambilan sampel air untuk pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO)
menggunakan botol Winkler yang bervolume 150 ml dan dianalisis di laboratorium dengan metode uji yang mengacu pada SNI 06-6989.14-2004. Berbeda dengan pengukuran salinitas, pH dan suhu dilakukan secara in situ menggunakan alat multiparameter WD-35425-10 Oakton® PCSTestr 35 Waterproof.
Pengamatan kualitas Litopenaeus vannamei meliputi penimbangan bobot dengan menggunakan timbangan digital SF-400 yang memiliki tingkat ketelitian 1 gram, bobot tersebut dianalisis dengan mempertim-bangkan lamanya waktu pemeliharaan.
2976
Vol. XVII, No.1. April 2018
Studi Pendahuluan
Penentuan Petak Tambak
Parameter Fisika:· TSS· Suhu
Parameter kimia:· DO· Salinitas· pH
Parameter Biologi:
· Kualitas Litopenaeus vannamei (bobot dan lama waktu pemeliharaan)
§ Analisis Deskriptif: 1. Pembandingan kandungan padatan tersuspensi dengan baku mutu2. Kualitas Litopenaeus vannamei (bobot dan lama waktu pemeliharaan)
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
Gambar 3. Lokasi Penelitian
Jurnal Riset Daerah
2977
Vol. XVII, No.1. April 2018
Gambar 4. Kondisi AL 1 dan AT 1 Gambar 5. Kondisi Tambak AT 2
Gambar 6. Kondisi Tambak AT 3 Gambar 7. Kondisi Tambak AT 4
Gambar 8. Kondisi Outlet AL 2 Gambar 9. Pengambilan Sampel Air Outlet
Gambar 10. Pengukuran Salinitas dengan multiparameter WD-35425-10 Oakton® PCSTestr 35 Waterproof
Jurnal Riset Daerah
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan kandungan total padatan tersuspensi air laut, air tambak dan air outlet tambak Pantai Kuwaru berkisar 12–96 mg/l dengan kandungan tertinggi terdapat di outlet (AL 2) dan kandungan terendah terdapat di air laut sumur bor saat pengisian air di tambak (AL 1). Selengkapnya t e r c a n t u m p a d a Ta b e l 1 . A p a b i l a dibandingkan dengan kandungan TSS pada AL1 (air laut), maka peningkatan TSS tertinggi terdapat outlet (AL 2) sebesar 700%, kemudian diikuti oleh air tambak dengan usia pemeliharaan 60 hari (AT 4) sebesar 516,67%, air tambak dengan usia pemeliharaan 49 hari (AL3) sebesar 250%, air tambak dengan usia pemeliharaan 17 hari (AT1 dan AT 2)masing-masing sebesar 66,67% dan 50%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas budidaya Litopenaeus vannamei di Pantai Kuwaru dapat meningkatkan kandungan total padatan tersuspensi air tambakmelalui akumulasi sisa pakan dan ekskresi hasil metabolisme udang yang berupa bahan-bahan tersuspensi seperti jasad-jasad renik dari sisa pakan atau ekskresi tersebut.Apabila kandungan total padatan tersuspensi di air tambak terutama AT 4 dan AL 2 dibandingkan dengan baku mutu yang terdapat dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No. 7 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah, maka nilai tersebut masih memenuhi baku mutu untuk TSS sebesar 200 mg/l. Meskipun demikian, tetap diperlukan upaya untuk menurunkan kandungan total padatan tersuspensi demi terjaganya kualitas lingkungan perairan Pantai Kuwaru dan kelangsungan hidup Litopenaeus vannamei maupun biota laut lainnya.
Kandungantotal padatan tersuspensi pada AL1 yang dijadikan sebagai sumber air dalam aktivitas budidaya juga masih memenuhi baku mutu yang terdapat dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Laut sebesar 20 mg/l untuk budidaya. Berbeda dengan kandungantotal padatan tersuspensi pada AT 3 dan AT 4 yang telah melewati baku mutu tersebut.
Salinitasair laut, air tambak dan air outlet berkisar 8,01-24,2 ppt, dengan salinitas terendah terdapat di AT 3, sedangkan salinitas tertinggi terdapat di AL 1. Salinitas memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup Litopenaeus vannameiterutama terkait dengan proses osmoregulasi. Selanjutnya kandungan oksigen terlarut air laut, air tambak dan air outlet berkisar 2,01 – 9,09 mg/l, dengan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat di AL 1, sedangkan kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat di AT 3. Oksigen terlarut juga memiliki peranan penting dalam proses respirasi Litopenaeus vannamei.
pHair laut, air tambak dan air outlet berkisar 7,19–7,72 dengan pH terendah terdapat di AL 2, sedangkan pH tertinggi terdapat di AT 3. Begitu pula dengan suhu
oyang berkisar 28,2–30,9 C, dimana suhu terendah terdapat di AL 2, sedangkan suhu tertinggi terdapat di AL 1.Selengkapnya tercantum pada Tabel 1.
Secara keseluruhan, kondisi kualitas air seperti suhu dan pH air outlet masih memenuhi baku mutu dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No. 7 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah. Selain itu, kondisi kualitas air tambak juga masih memenuhi Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Laut sebesar 20 mg/l untuk budidaya dan masih dapat mendukung kelangsungan hidup Litopenaeus vannamei.
2978
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
2979
Vol. XVII, No.1. April 2018
Tabel 1. Kualitas Air Tambak Litopenaeus vannamei Pantai Kuwaru
No. Lokasi TSS (mg/l) Salinitas (ppt) DO (mg/l) pH oSuhu ( C)
1. AT1 20 8,60 3,50 7,30 29,2
2. AT2 18 8,36 8,99 7,59 29,5
3. AT3 42 8,01 9,09 7,72 28,7
4. AT4 74 8,52 7,33 7,38 28,8
5. AL1 12 24,2 2,01 7,70 30,9
6. AL2 96 8,65 7,04 7,19 28,2
Gambar 11. Kandungan TSS Air Tambak Litopenaeus vannamei Pantai Kuwaru
Gambar 12. Bobot Litopenaeus vannameidi TambakPantai Kuwaru
Jurnal Riset Daerah
Hasil penimbangan bobot Litopenaeus vannamei menunjukkan bahwa bobot terendah terdapat di AT 1 (PL 17) dengan total berat 5 gram untuk 8 sampel udang dan ukuran panjang sekitar ±2.5–3 cm. Selanjutnya untuk bobot Litopenaeus vannamei di AT 2 (PL 17) sekitar 13 gram untuk 10 sampel udang dengan ukuran panjang sekitar ±6 cm. Berbeda dengan bobot Litopenaeus vannamei di AT 3 (PL 49) yang bervariasi antara 4-11 gram untuk 10 sampel udang dan ukuran panjang sekitar 5-11 cm. Begitu pula dengan bobot Litopenaeus vannamei di AT 4 (PL 60) yang bervariasi antara 4-12 gram dan ukuran panjang sekitar 5-12 cm. Selanjutnya tercantum pada Gambar 13-20.
PEMBAHASAN
Litopenaeus vannameitergolong sebagai biota laut yang melakukan ruaya atau migrasi dalam melangsungkan siklus hidupnya. Secara keseluruhan tingkatan stadia dari Litopenaeus vannamei terdiri dari embrio dalam waktu 16 jam setelah pembuahan; larva yang terdiri dari nauplius (selama 2 hari), protozoea (selama 4-5 hari) dan mysis (selama 3-4 hari), dan postlarva (selama 10-15 hari); juvenil dan selanjutnya berkembang
menjadi dewasa (selama 4-6 bulan) (FAO,
2006) . Selanjutnya Padlan (2017) ,
menggambarkan bahwa pada saat masih embrio berada di bagian luar wilayah pantai, pada saat larva berada di bagian luar atau
2980
Vol. XVII, No.1. April 2018
Gambar 13. Bobot Litopenaeus vannamei di AT 1
Gambar 14.
KondisiLitopenaeus vannamei di AT 1
Gambar 15.
Bobot Litopenaeus vannamei di AT 2Gambar 16.
Panjang Litopenaeus vannamei di AT 2
Jurnal Riset Daerah
dalam wilayah pantai, pada saat juvenil hingga remaja berada di daerah estuari, pada saat sub dewasa berada di bagian luar atau dalam wilayah pantai dan pada saat dewasa berada di bagian luar wilayah pantai untuk melakukan pemijahan.
Keberadaan Litopenaeus vannameidi Indonesia tidak terlepas dari proses intoduksi yang berhasil didomestikasi. Hal ini
diperjelas oleh Liao & Chien (2011),
bahwaLitopenaeus vannamei merupakan udang putih asli dari Pantai Pasifik, Amerika Latin yang terdistribusi sepanjang tahun dari Peru ke Meksiko dengan suhu perairan
oberkisar lebih dari 20 C, selanjutnya sejak tahun 1996 udang tersebut diperkenalkan secara komersial ke Asia seperti Taiwan dan China serta beberapa negara di Asia Tenggara
dan Asia Selatan.
Akt iv i tas budidaya Li topenaeus vannamei t u ru t d i l a t a rbe lang i o leh kemunculan beberapa permasalahan penyakit yang menyerang Penaeus monodon .
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Budhiman,
Paryanti, & Sunaryanto (2005), bahwa sejak adanya permasalahan penyakit di awal tahun 2000 seperti Monodon Baculovirus (MBV) dan White Spot Syndrome Virus (WSSV) yang menyerang usaha budidaya Penaeus monodon, maka Pemerintah Indonesia mulai mempertimbangkan budidaya spesies udang yang lain seperti Litopenaeus vannamei sebagai alternatif. Hal ini diperkuat dengan pemberian lisensi kepada sektor swasta seperti PT. Central Pertiwi Bahari dan PT. Surya Adikumala untuk mengimpor induk
2981
Vol. XVII, No.1. April 2018
Gambar 17.
Cara Pengambilan Sampel Litopenaeus vannamei di AT 3
Gambar 18.
Bobot Litopenaeus vannamei di AT 3
Gambar 19.
Cara Pengambilan Sampel Litopenaeus vannamei di AT 4
Gambar 20.
Bobot Litopenaeus vannamei di AT 4
Jurnal Riset Daerah
dan pascalarva Litopenaeus vannamei masing-masing sebanyak 2.000 induk dan 5.1 juta pascalarva dari Hawaii dan Taiwan, yang kemudian dipraktekkan diseluruh wilayah
yang potensial di Indonesia(Budhiman et al.,
2005).
Sebagian besar aktivitas budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Bantul diketahui menggunakan lahan berpasir dengan biocrete.Hal ini berkaitan dengan keberadaan ekosistem gumuk pasir di wilayah tersebut, sehingga banyak pro kontra yang mengiringi keberlanjutan aktivitas budidaya terutama tambak udang.Penggunaan biocretememiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, seperti dapat meminimalisir kerusakan lingkungan dan pemakaian biocrete maksimal hanya sebanyak 2 kali proses produksi (hasil wawancara pribadi, 2017). Hal ini sesuai
dengan penjelasan Widigdo (2013), bahwa
beberapa kelebihan penggunaan lahan berpasir untuk usaha budidaya udang, antara lain: kondisi substrat yang berpasir tidak reaktif terhadap keberadaan senyawa kimia, partikel pasir yang memiliki pori-pori cukup besar dapat memudahkan dalam sirkulasi senyawa beracun yang umumnya berada di dasar tambak, pasir merupakan habitat asli bagi udang, kawasan pantai berpasir cenderung dapat mengurangi resiko perusakan lingkungan, kawasan pantai berpasir juga dapat mengurangi konflik kepentingan dengan para petani tanaman pangan. Meskipun memiliki beberapa kelebihan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usaha budidaya udang dengan biocrete antara lain: persiapan lahan, persiapan air, pemberian pupuk, penebaran benur, manajemen pakan, manajemen air dan manajemen kesehatan udanguntuk menjaga kelangsungan dan keberhasilan aktivitas
budidaya (Widigdo, 2013).
Secara umum padatan tersupensi yang terdapat di dalam tambak berasal dari sedimen tambak yang berupa pasirmaupun terkandung secara alami dalam air laut yang digunakan sebagai sumber media budidaya udang. Hal ini dibuktikan dengan kandungan TSS pada AL1 (air laut) sebesar 12 mg/l. Keberadaan TSS tersebut diperkirakan sangat terkait dengan proses erosi atau kikisan, proses sedimentasi dan transpor sedimen yang terjadi di bagian hulu dan mengalir ke hilir bersama dengan proses run off.
Peningkatan kandungan TSS dalam wadah budidaya akan berbanding lurus dengan lamanya waktu pemeliharaan Litopenaeus vannamei yang nampak pada kandungan TSS AT4 sebesar 74 mg/l setelah 60 hari pemeliharaan. Kondisi ini berkaitan dengan peningkatan jasad renik akibat akumulasi sisa pakan dan ekskresi hasil metabolisme udang dalam bentuk suspensi.
Selanjutnya kandungan TSS tertinggi pada outlet sebesar 96 mg/l dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan di Pantai Kuwaru dan mempengaruhi kelangsungan hidup biota laut yang mendiami wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan TSS dalam air laut dapat menghambat proses penetrasi cahaya matahari ke perairan sehingga mengganggu ke l angsungan p roses fo to s in t e s i s .
Sebagaimana hasil penelitian Ladipo, Ajibola,
& Oniye (2011), bahwa tingginya kandungan TSS dalam air di Lagos Lagoon (L9) telah menghambat laju penetrasi cahaya sehingga memperlambat proses fotosintesis oleh tumbuhan air dan pada akhirnya dapat mengurangi kandungan oksigen terlarut dalam air. Dampak padatan tersuspensi terhadap biota laut juga telah dibuktikan oleh
hasil penelitian Au et al. (2004), menunjukkan
bahwa pemaparan padatan tersuspensi pada Epinephelus coioides tidak mengakibatkan
2982
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
perubahan asupan makanan, pertumbuhan, rasio RNA:DNA, akan tetapi mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur insang seperti pengangkatan epitel, terjadinya hyperplasia pada sistem pilar, pengurangan volume epitel, s e r t a m e n g a k i b a t k a n t e r j a d i n y a osmoregulatory stress.
Berdasarkan dampak TSS tersebut, maka diperlukan adanya upaya penurunan kandungan TSS air tambak budidaya Litopenaeus vannamei.Penurunan tersebut dapat dilakukan secara fisik seperti penggunaan bak pengendapan, secara biologis dengan penggunaan bioflok, rumput laut, ataupun kombinasi keduanya,serta secara kimiawi dengan penggunaan sodium
nitrit. Hasil penelitian Ray et al. (2010), telah
menunjukkan bahwa penggunaan bak pengendapan dapat menurunkan kandungan padatan tersuspensi sebesar 59% dan peningkatan biomassa udang sekitar 41%
3(kg/m ) bila dibandingkan dengan bak yang tanpa dilengkapi bak pengendapan.
Selain itu, beberapa penelitian juga telah mengkaji penggunaan bioflok pada pascalarva Litopenaeus vannamei, dimana keberadaan bioflok tersebut justru cenderung meningkatkan kandungan TSS dalam media
percobaan. Hasil penelitian Kim et al. (2014),
menunjukkan bahwa kandungan TSS di bak bioflok sekitar 673,5±65,1 mg/l, sedangkan bak kontrol hanya 13,0±3,0 mg/l setelah 14 hari pemberian bioflok. Selanjutnya hasil
penelitian Rajkumar et al. (2016), juga
menunjukkan bahwa kandungan TSS di bak bioflok setelah 90 hari cenderung meningkat lebih tinggi sebesar 285,08±36,73 mg/l, sedangkan bak kontrol hanya 158,5±29,66 mg/l.
Penggunaan molase oleh Gunarto,
Suwoyo, & Syafaat (2012), juga cenderung tidak memberikan dampak secara signifikan,
dimana kandungan TSS tambak kontrol dan tambak dengan penambahan molase dalam budidaya Litopenaeus vannamei dengan pola intensif pada akhir percobaan berkisar 211,5 mg/l dan 211,6 mg/l. Begitu pula dengan hasil
penelitian De Paiva Maia et al. (2016),
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam penggunaan molase dan kombinasi probiotik dan molase dalam peningkatan pertumbuhan udang Litopenaeus vannamei pada sistem intensif tanpa pergantian air.
Kemungkinan besar penggunaan molase untuk peningkatan pertumbuhan Litopenaeus vannameiakan lebih optimal dengan penambahan aerator dengan sistem yang
berbeda. Sebagaimana hasil penelitian Lara,
Krummenauer, C. Abreu, Poersch, & Wasielesky Jr. (2017) , yang te lah menunjukkan bahwa penggunaan air blower dapat memperbaiki pembentukan bioflok dan pertumbuhan Litopenaeus vannamei.
Berbeda dengan penggunaan kombinasi bioflok dan rumput laut justru terbukti mampu menurunkan TSS sekitar 12,9% pada budidaya Litopenaeus vannamei dengan
sistem intensif (Brito et al. (2014). Begitu pula
dengan hasil penelitian Lara, Furtado,
Hostins, Poersch, & Wasielesky Jr. (2016), membuktikan bahwa penambahan sodium nitrit dan biofilm (NaNO + BF) dalam 2
budidaya Litopenaeus vannamei dengan sistem bioflok mampu menurunkan kandungan TSS menjadi 646,44±507,30 mg/l, sedangkan TSS pada bak kontrol sebesar 976,22±487,77 mg/l.
Selanjutnya pengolahan limbah tambak udang juga dapat dilakukan secara biologis dengan menggunakan kerang sebagai bioremidiator. Hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitian Martínez-Córdova, López-Elías,
Martínez-Porchas, Bernal-Jaspeado, &
2983
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
Miranda-Baeza (2011), bahwaChione fluctifraga dapat menurunkan kandungan TSS limbah tambak udang Litopenaeus vannamei sebesar 50% bila dibandingkan dengan kontrol.
Secara keseluruhan kandungan TSS pada air tambak tersebut yang berkisar 18 – 74 mg/l masih dapat mendukung kelangsungan hidup udang Litopenaeus vannamei. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Gaona et al. (2017), yang
telah merekomendasikan kandungan total padatan tersuspensi untuk keberhasilan budidaya udang sebaiknya dijaga pada kisaran 100-300 mg/l.
Begitu pula dengan kondisi kualitas air seperti salinitas, oksigen terlarut, pH dan suhu air tambak masih dapat mendukung kelangsungan hidup Litopenaeus vannamei. Kandungan salinitas, oksigen terlarut, pH dan suhu optimal untuk kelangsungan hidup Litopenaeus vannamei masing-masing
berkisar >5–20 ppt(Li et al., 2007), 20 – 30 psu
(Gao et al., 2016); 5-8 mg/l (Johannes &
Slamet Budi, 2014); 7,56(Zhang, Zhang, Li, & o
Huang, 2006); dan 22 – 28 C (Yan, Wang, &
Cao, 2007).
Salinitas memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup udang karena berkaitan
dengan proses osmoregulasi.Su, Ma, & Feng
(2010), mengungkapkan bahwa juvenil Litopenaeus vannamei menunjukkan laju pertumbuhan sangat baik pada fluktuasi salinitas yang berkisar ± 5-10 g/l. Selanjutnya
Maicá, Borba, Martins, & Junior (2014), juga
mengungkapkan bahwa pada kisaran salinitas antara 4–32 ‰ terbukti dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, konsumsi pakan dan kelangsungan hidup juvenil Litopenaeus vannamei yang dibudidaya dengan sistem super intensif tanpa adanya pertukaran air.
Oksigen umumnya diperlukan oleh udang dalam proses metabolisme yang berlangsung
secara aerobik untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan dalam berbagai aktivitas pemeliharaan tubuh, pergerakan,
makan dan proses biosintesis (Gaber et al.,
2012). Selanjutnya Shailender et al., (2012),
j u g a m e n j e l a s k a n b a h w a o k s i g e n terlarutmemiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan dan produksi yang secara langsung dapat mempengaruhi konsumsi pakan dan proses maturasi.
Duan, Zhang, Liu, & Thakur (2014), juga
menjelaskan bahwa kandungan oksigen terlarut secara langsung dapat mempengaruhi fisiologi udang dan pemaparan oksigen terlarut pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan kenaikan kandungan laktat dan energetik substrat di dalam udang.
Selanjutnya menurut Re & F. Diaz (2011),
kandungan oksigen terlarut pada kisaran 2–4 mg/l dapat memodifikasi kapasitas osmoregulasi juvenil Litopenaeus stylirostris dengan merubah pola osmoregulasi isoosmotik menjadi hipoosmotik.
pH memiliki pengaruh cukup penting dalam daya toksik amonia. Sebagaimana yang
telah dijelaskan olehBarajas, Villegas, Clark,
& Moreno (2006), bahwa peningkatan pH air laut akan diikuti dengan peningkatan konsentrasi NH3-N, dengan kondisi proses difusi NH3-N dibalik, sehingga dapat men g ak ib a tk an ak u mu la s i amo n ia dalamhaemolymph dan peningkatan toksisitas amonia.
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan laju kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik sehingga secara bersamaan juga dapatmengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen (Effendi,
2 0 0 3 ) . H a l i n i d i p e r k u a t d e n g a n
penjelasan Soundarapandian, Sankthivel, &
Dinakaran (2009), bahwa suhu perairan secara langsung tidak hanya mempengaruhi
2984
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
proses metabolisme dan laju pertumbuhan, tetapi juga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen, frekuensi molting dan kelangsungan hidup organisme akuatik.
Proses pertumbuhan Litopenaeus vannamei yang meliputi pertambahan bobot maupun panjang sangat berkaitan dengan kondisi fisiologis masing-masing udang, proses osmoregulasi dan molting. Hal ini
diperkuat dengan hasil penelitianAnggoro &
Subandiyono (2012), yang menunjukkan a d a n y a k e t e r k a i t a n a n t a r a p r o s e s osmoregulasi dengan molting pada Metapenaeus elegans, dimana tingkat osmolaritas haemolymph selama stadia molt atau awal postmolt sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan stadia
premolt.Selanjutnya Moullac &Haffner
(2000), juga menjelaskan bahwa krustasea dapat mencapai laju pertumbuhan maksimum apabila berada pada kondisi media yang isoosmotik, dikarenakan pada kondisi tersebut krustasea akan mengeluarkan energi dalam jumlah yang sangat minimal untuk melakukan regulasi osmotik di dalam tubuhnya.
Secara keseluruhan, meskipun kandungan total padatan tersupensi dan kualitas air masih memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan terutama untuk AT 1, AT 2 dan AL 1, sebaiknya tetap diperlukarn upaya pengelolaan kualitas air laut, air tambak dan air limbah budidaya Litopenaeus vannamei di Pantai Kuwaru. Hal ini mengingat bahwa kandungan total padatan tersupensi untuk AT 3 dan AT 4telah melampaui baku mutu tersebut. Pengelolaan kualitas air tersebut selain bertujuan untuk meningkatkan produktivitas budidaya dan menjaga kelangsungan usaha budidaya, tetapi juga dapat menjaga kelestarian lingkungan perairan laut dan biota laut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kandungan total padatan tersuspensi pada air laut (AL1), air tambak (AT1-AT4) dan air outlet tambak (AL2) secara berturut-turut adalah 12 mg/l, 20 mg/l, 18 mg/l, 42 mg/l, 74 mg/l dan 96 mg/l. Secara keseluruhan kandungan total padatan tersuspensi tersebut masih memenuhi baku mutu yang terdapat dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No. 7 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah sebesar 200 mg/l dan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Laut sebesar 20 mg/lterutama untuk AT 1, AT 2 dan AL 1, sedangkan untuk AT 3 dan AT 4 telah melampaui baku mutu tersebut.
Saran yang dapat diberikan antara lain: diperlukan upaya monitoring kualitas air budidaya Litopenaeus vannamei dan kualitas air Pantai Kuwaru serta diperlukan upaya pengolahan kualitas air laut sebelum dan setelah digunakan dalam aktivitas budidaya untuk meminimalisir kontaminan yang dapat m e n g g a n g g u k e l a n g s u n g a n h i d u p Litopenaeus vannamei maupun biota laut lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Lingkungan Hidup dan seluruh civitas akademik Institut Teknologi Yogyakarta yang telah memberikan dukungan penuh terhadap penelitian ini, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul dan para petambak di Pantai Kuwaru atas pemberian izin penelitian, serta seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
2985
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, S., & Subandiyono. (2012). Osmotic Responses of Segara Anakan Fine Shrimp (Metapenaeus elegans) Adults in Various Salinity and Molting Stages. Journal of Coastal Develpopment, 15(3), 310–314.
Au, D. W. T., Pollino, C. A., Wu, R. S. S., Shin, P. K. S., Lau, S. T. F., & Tang, J. Y. M. (2004). Chronic effects of suspended solids on gill structure, osmoregulation, growth, and triiodothyronine in juvenile green grouper Epinephelus coioides. Marine Ecology Progress Series, 266, 255–264. https:/ /doi.org/10.3354/ meps266255
Barajas, F. J. M., Villegas, R. S., Clark, G. P., & Moreno, B. L. (2006). Litopenaeus vannamei (Boone) Post-Larval Survival Related to Age, Temperature, pH and Ammonium Concentration. Aquaculture Research, 37, 492–499.
Barraza-Guardado, R. H., Arreola-Lizárraga, J. A., López-Torres, M. A., Casillas-Hernández, R., Miranda-Baeza, A., Magallón-Barrajas, F., & Ibarra-Gámez, C. (2013). Effluents of Shrimp Farms and Its Influence on the Coastal Ecosystems of Bahía de Kino, Mexico. Scientific World Journal, 2013, 8.
BPS. (2018). Jumlah Perusahaan Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidaya, 2000-2 0 1 6 . R e t r i e v e d f r o m https://www.bps.go.id/statictable/2009/10/05/1702/jumlah-perusahaan-budidaya-perikanan-menurut-jenis-budidaya-2000-2016.html
BPS DIY. (2016). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta.
Brito, L. O., Arantes, R., Magnotti, C., Derner, R., Pchara, F., Olivera, A., & Vinatea, L. (2014). Water quality and growth of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei (Boone) in co-culture with green seaweed Ulva lactuca (Linaeus) in i n t e n s i v e s y s t e m . A q u a c u l t u re International, 22(2), 497–508.
Budhiman, A. A., Paryanti, T. S., & Sunaryanto, A. (2005). The Present Status of Penaeus vannamei and Other Exotic Shrimp Culture in Indonesia. In Regional Technical Consultation on the Aquaculture of Penaeus vannamei and Other Exotic Shrimps in Southeast Asia. Manila, Philippines.
De Paiva Maia, E., Modesto, G. A., Brito, L. O., Olivera Galvez, A., Cristina, T., & Gesteira, V. (2016). Intensive culture system of Litopenaeus vannamei in commercial ponds with zero water exchange and addition of molasses and probiotics. Revista de Biología Marina Y O c e a n o g r a f í a , 6 1 ( 1 ) , 6 1 – 6 7 . h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 4 0 6 7 / S 0 7 1 8 -19572016000100006
DKP-DIY. (2014). Buku Monografi. Dinas Kelautan dan Perikanan DIY.
Duan, Y., Zhang, X., Liu, X., & Thakur, D. N. (2014). Effect of Dissolved Oxygen on Swimming Ability and Physiological Response to Swimming Fatigue of W h i t e l e g S h r i m p ( L i t o p e n a e u s vannamei). Journal of Ocean University of China, 13(1), 132–140.
2986
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Penge lo laan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
FAO. (2006). Cultured Aquatic Species Information Programme Penaeus vannamei (Boone, 1931). Retrieved from http://www.fao.org/fishery/culturedspecies/Penaeus_vannamei/en
Gaber, M. M., Omar, E. A., Abdel-Rahim, M., Nour, A. M., Zaki, M. A., & Srour, T. M. (2012). Effects of Stocking Density and Water Exchange Rates on Growth Performance of Tiger Shrimp, Penaeus Semisulcatus Cultured in Earthen Ponds. J. Aquacult. Res. Dev., 3, 1–5.
Gao, W., Tian, L., Huang, T., Yao, M., Hu, W., & Xu, Q. (2016). Effect of salinity on the growth performance, osmolarity and metabolism-related gene expression in white shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture Reports, 4, 125–129. https://doi.org/10.1016/j.aqrep.2016.09.001
Gaona, C. A. P., de Almeida, M. S., Viau, V., Poersch, L. H., Wasielesky, & Jr., W. (2017). Effect of different total suspended solids levels on a Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) BFT culture system during biofloc formation. Aquaculture Research, 48(3), 1070–1079.
Gunarto, Suwoyo, H. S., & Syafaat, M. N. (2012). Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus vannamei Pola Intensif dengan Penambahan Molase. In Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (pp. 469–477).
Hermawan, A. (2004). Kiat Praktis Menulis Skripsi, Tesis, Disertasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Johannes, S., & Slamet Budi, H. (2014). White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Culture using Heterotrophic Aquaculture System on Nursery Phase. International Journal of Waste Resources, 4(2), 2–5. h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 4 1 7 2 / 2 2 5 2 -5211.1000142
Kim, S. K., Pang, Z., Seo, H. C., Cho, Y. R., Samocha, T., & Jang, I. K. (2014). Effect of bioflocs on growth and immune activity of Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei postlarvae. Aquaculture Research, 45(2), 362–371. https://doi.org/ 10.1111/are.12319
KKP. (2015). Udang Vannamei, Peluang Bisnis Besar Sambut MEA. Retrieved from http://news.kkp.go.id/
index.php/udang-vannamei-peluang-bisnis-besar-sambut-mea/
KKP. (2018a). Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2012-2016. Retrieved from h t tp : / / s t a t i s t ik .kkp .go . id / s ida t ik -dev/2.php?x=1
KKP. (2018b). Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2012-2016. Retrieved from h t tp : / / s t a t i s t ik .kkp .go . id / s ida t ik -dev/2.php?x=3
Ladipo, M. K., Ajibola, V. ., & Oniye, S. . ( 2 0 11 ) . S ea s o n a l Va r i a t i o n s i n Physicochemical Properties of Water in Some Selected Locations of The Lagos Lagoon. Science World Journal, 6(4), 5–11.
2987
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
Lara, G., Furtado, P., Hostins, B., Poersch, L., & Wasielesky Jr., W. (2016). Addition of sodium nitrite and biofilm in a Litopenaeus vannamei biofloc culture system. Latin American Journal of Aquatic Research, 44(4), 760–768. https://doi.org/10.3856/ vol44-issue4-fulltext-11
Lara, G., Krummenauer, D., C. Abreu, P., Poersch, L. H., & WasieleskyJr., W. (2017). The use of different aerators on Litopenaeus vannamei biofloc culture system: effects on water quality, shrimp growth and biofloc composition. Aquaculture International , 25(1), 147–162.
Li, E., Chen, L., Zeng, C., Chen, X., Yu, N., Lai, Q., & Qin, J. G. (2007). Growth, body composition, respiration and ambient ammonia nitrogen tolerance of the juvenile white shrimp, Litopenaeus vannamei, at different salinit ies. Aquaculture , 265(1–4), 385–390. https://doi.org/ 10.1016/j.aquaculture.2007.02.018
Liao, I. C., & Chien, Y.-H. (2011). The Pacific White Shrimp, Litopenaeus vannamei, in Asia: The World's Most Widely Cultured Alien Crustacean. In the Wrong Place - Alien Marine Crustaceans: Distribution, Biology and Impacts, 6, 489–519.
Maicá, P. F., Borba, M. R. de, Martins, T. G., & Junior, W. W. (2014). Effect of Salinity on Performance and Body Composition of Pacific White Shrimp Juveniles Reared in a Super-Intensive System. R. Bras. Zootec, 43(7), 343–350.
Martínez-Córdova, L. R., López-Elías, J. a, Martínez-Porchas, M., Bernal-Jaspeado,
T., & Miranda-Baeza, A. (2011). Studies on the bioremediation capacity of the adult black clam, Chione fluctifraga, of shrimp culture effluents. Revista de Biología Marina Y Oceanografía, 46(1), 105–113. h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 4 0 6 7 / S 0 7 1 8 -19572011000100009
Moullac, G. Le, & Haffner, P. (2000). Environmental Factors Affecting Immune Responses in Crustacea. Aquaculture, 191, 121–131.
Padlan, P. G. (2017). Pond Culture: Pond Culture of Penaeid Shrimp. United Nations Development Programme, Food And Agriculture Organization Of The United Nations Nigerian Institute For Oceanography And Marine Research Project Raf/82/009. Retrieved from http://www.fao.org/docrep/field/003/AC179E/AC179E00.htm#TOC
Rajkumar, M., Pandey, P. K., Aravind, R., Vennila, A., Bharti, V., & Purushothaman, C. S. (2016). Effect of different biofloc system on water quality, biofloc composition and growth performance in Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). A q u a c u l t u re R e s e a rc h , 4 7 ( 11 ) , 3 4 3 2 – 3 4 4 4 . h t t p s : / / d o i . o r g / 10.1111/are.12792
Ray, A. J., Lewis, B. L., Browdy, C. L., & Leffler, J. W. (2010). Suspended solids removal to improve shrimp (Litopenaeus vannamei) production and an evaluation of a plant-based feed in minimal-exchange, super in tens ive cu l tu re sys tems . A q u a c u l t u re , 2 9 9 ( 1 – 4 ) , 8 9 – 9 8 . https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2009.11.021
2988
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
Re, A. D., & F. Diaz. (2011). Effect of Different Oxygen Concentrations on Physiological Energetics of Blue Shrimp, Litopenaeus stylirostris (Stimpson). The Open Zoology Journal, 4, 1–8.
Shailender, M., Suresh, B. C., Srikanth, B., Bangarraju, P., Siva, K. G., & Jayagopal, P. (2012). Effect of Probiotics on Growth and Survival of Penaeus monodon (Fabricius, 1798) Post Larvae Infected with Swollen Hindgut Syndrome (SHG) with Better Management Practices. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences (IOSR-JPBS), 3, 33–40.
Soundarapandian, P., Sankthivel, K., & Dinakaran, G. K. (2009). Culture of Penaeus monodon (Fabricius) by Using Cyclop-Eeze Feed. Current Research Journal of Biological Sciences, 1(3), 113–117.
Su, Y., Ma, S., & Feng, C. (2010). Effects of Salinity Fluctuation on the Growth and Energy Budget of Juvenile Litopenaeus vannamei at Different Temperatures. Journal of Crustacean Biology, 30(3), 430–434.
Widigdo, B. (2013). Bertambak Udang dengan Teknologi Biocrete. Jakarta: Kompas.
Yan, B., Wang, X., & Cao, M. (2007). Effects of Salinity and Temperature on Survival, Growth, and Energy Budget of Juvenile Litopenaeus vannamei. Journal of Shellfish Research, 26(1), 141–146.
Yusuf, A. M. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana.
Zhang, P., Zhang, X., Li, J., & Huang, G. (2006). The effects of body weight, temperature, salinity, pH, light intensity and feeding condition on lethal DO levels of whiteleg shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). Aquaculture, 256(1–4), 579–587.
Zulkarnain, M., Purwanti, P., & Indrayani, E. (2013). Analysis of Aquaculture Production Value Effect To Gross Domestic Product of Fisheries Sector in. Jurnal ECSOFiM, 1(1), 52–68
2989
Vol. XVII, No.1. April 2018
Jurnal Riset Daerah
2990
Vol. XVII, No.1. April 2018
BIODATA PENULIS
Heny Budi Setyorini, S.Pi.,M.Si. lahir di Semarang, 9 Juli 1988. Saat ini penulis berprofesi sebagai Dosen di Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Sumber Daya Alam, Institut Teknologi Yogyakarta sejak Februari 2015. Penulis memperoleh gelar Sarjana Perikanan dari Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro – Semarang pada 25 Januari 2011 dan gelar Magister Sains dari Program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro – Semarang pada 27 Oktober 2014. Saat ini, penulis aktif melakukan penelitian dalam bidang kajian Manajemen Sumberdaya Pantai. Beberapa karya ilmiah yang telah dihasilkan oleh penulis antara lain: Karakteristik Nelayan di Pantai Depok, Bantul, Yogyakarta yang dipublikasikan dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan XII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2015 Jilid II: Manajemen Sumberdaya Perikanan – Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada; Analisis Kandungan Nitrat-Fosfat DAS Gajah Wong Daerah Istimewa yang dipublikasikan dalam Jurnal Rekayasa Lingkungan Edisi Volume 17/No.1 April 2017 oleh Institut Teknologi Yogyakarta; Sumberdaya Kelautan untuk Menunjang Kegiatan Pariwisata di Pantai Depok, Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipublikasikan dalam Bunga Rampai: Kepesisiran dan Kemaritiman DIY dan Jawa Tengah pada 15 November 2016 oleh Badan Informasi Geospasial; dan Peranan Ekologis Exposed Wreck Sebagai Media Hidup Karang di Pulau Bawean yang saat ini masih dalam proses review di Jurnal Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta.